1
SKRIPSI
KOMUNIKASI ANTAR WARGA ASRAMA POLISI DENGAN WARGA
SEKITAR PATHUK KELURAHAN NGAMPILAN KECAMATAN
NGAMPILAN KOTA YOGYAKARTA
Disusun Oleh :
AGUSTINUS HERY SUPRANJONO
16530041
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA
2018
i
SKRIPSI
KOMUNIKASI ANTAR WARGA ASRAMA POLISI DENGAN WARGA
SEKITAR PATHUK KELURAHAN NGAMPILAN KECAMATAN
NGAMPILAN KOTA YOGYAKARTA
Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pada
Program Studi Ilmu Komunikasi
Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD”
Disusun Oleh :
AGUSTINUS HERY SUPRANJONO
16530041
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA
2018
ii
iii
iv
HALAMAN MOTTO
TIDAK ADA KATA TERLAMBAT UNTUK
BELAJAR
v
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan Karya Sederhana ini Untuk istriku
B CITRANINGTYAS RETNOANGGRAINI,S.Farm., APT
Anak – Anakku
METODIUS ERIK ARMAND NIRWASITA
KATARINA ERIKA ACHAZIA NIRWASITA
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah, Bapa di Surga hanya karena kasih sayang-Nya, karya
sederhana ini dapat terselesaikan. Melalui karya ini, penulis mencoba untuk
mengeksplorasi Komunikasi antar wara asrama Polisi dengan warga sekitar Pathuk
Kelurahan Ngampilan Kecamatan Ngampilan Kota Yoyakarta
Penyusunan dan penyelesaian tulisan ini tidak dapat dilepaskan dari banyak pihak
yang telah memberikan dukungan dalam segala hal. Oleh karenanya ucapan
terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Ketua STPMD “APMD” Yogyakarta, Bapak Ketua Program Studi
Ilmu Komunikasi STPMD “APMD” Yogyakarta beserta seluruh staf
akademika.
2. Bapak Ade Chandra, S.Sos., M.Si., penulis mengucapkan terimakasih atas
kesabaran dan bimbingan hingga terselesaikannya tulisan ini.
3. Habib Muhsin, S.Sos., M.Si. dan Drs. R.Y Gatot Raditya, M.Si sebagai Dosen
Penguji yang telah memberikan banyak masukan demi sempurnanya tulisan
ini.
4. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Komunikasi dimana penulis menimba Ilmu
dan Pengalaman dari beliau.
5. Kedua Orang Tua penulis Bapak Petrus Kanisius Margono dan M M Suharti
yang telah membentuk saya hingga seperti ini.
6. Ibu Maryuni Lurah Ngampilan Kota Yogyakarta penulis mengucapkan
terimaksih atas bantuan dan dukungannya
vii
viii
ABSTRAK
STPMD “APMD” Yogyakarta
Program Studi Ilmu Komunikasi
Tahun 2017
Agustinus Hery Supranjono (16530041)
Judul Skripsi
KOMUNIKASI ANTAR WARGA ASRAMA POLISI DENGAN WARGA
SEKITAR PATHUK KELURAHAN NGAMPILAN KECAMATAN NGAMPILAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komunikasi dan interaksi
antar warga asrama Polisi Pathuk dengan warga sekitar Pathuk, Ngampilan. Untuk
mengetahui permasalahan lebih mendalam dilakukan analisis tentang komunikasi
personal yang terjadi, hambatan serta upaya dan proses serta bentuk-bentuk interaksi
yang terjadi pada kedua warga.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang memaparkan
gambaran penjelasan tentang beberapa hal yang berhubungan dengan masalah yang
dibahas. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan
wawancara.
Dari hasil penelitian yang diperoleh, dilakukan analisis data dan disimpulkan
bahwa komunikasi yang terjadi antara warga asrama Polisi dan warga Pathuk adalah
sebuah komunikasi alami yang terjadi secara naluriah karena adanya pesan dan
umpan balik yang positif (baik secara verbal maupun non verbal), umpan balik yang
positif dalam jangka panjang mampu menumbuhkan kedekatan sehingga tercipta
hubungan yang harmonis, aman dan tenteram. Bahasa konotatif dan gaya bahasa
merupakan hambatan dalam proses komunikasi dan interaksi antara warga asrama
Polisi dengan warga Pathuk. Gaya bahasa dan bahasa konotatif cenderung sulit
dipahami sehingga mengakibatkan kesalahan intepretasi antar keduanya. Adaptasi
adalah upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi hambatan komunikasi antara
warga asrama Polisi dengan warga Pathuk. Adaptasi dilakukan secara
berkesinambungan terutama ketika komunikasi terjadi. Interaksi sosial antara warga
asrama Polisi dengan warga Pathuk tercipta dari terbentuknya komunikasi yang
efektif. Interaksi sosial yang terjadi antara warga asrama Polisi dengan warga Pathuk
berupa kegiatan rutin warga, kegiatan sosial dan berbagai kegiatan lainnya.
Kata kunci : Komunikasi, Interaksi, Adaptasi, Warga Pathuk
ix
DAFTAR ISI DISKRIPSI LOKASI PENELITIAN
HALAMAN JUDUL................................... ……………………………………
LEMBAR PERNYATAAN.........................……………………………………
HALAMAN PENGESAHAN..................... ……………………………………
HALAMAN MOTTO…………………………………………………………..
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………..
HALAMAN KATA PENGANTAR........... ……………………………………
HALAMAN ABSTRAK..............................……………………………………
DAFTAR ISI……………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................
B. Rumusan Masalah ................................................................................
C. Tujuan Penelitian .................................................................................
D. Manfaat Penelitian ...............................................................................
E. Tinjauan Pustaka...................................................................................
1. Konsep Komunikasi ......................................................................
2. Bentuk – bentuk Komunikasi ........................................................
3. Interaksi………………..................................................................
F. Kerangka Pikir ....................................................................................
G. METODE PENELITIAN ....................................................................
1. Jenis Penelitian ..............................................................................
2. Lokasi Penelitian ...........................................................................
3. Teknik Pengumpulan Data ............................................................
4. Teknik Analisa Data ......................................................................
BAB II DISKRIPSI LOKASi PENELITIAN……………………………………
A. Profil KecamatanNgampilan...............................................................
1. Kondisi Geografis……………………………………………..
2. Iklim…………………………………………………………...
i
ii
iii
iv
v
vi
viii
x
1
1
3
3
4
4
4
8
14
19
20
20
20
21
22
24
24
24
24
x
3. Pemerintahan…………………………………………………….
4. Agama………………………………….…………..……………
B. Tinjauan Umum TentangPolisi Republik Indonesia dan Profil
Asrama Polisi Ngampilan……………………………………………
1. Pengertian Kepolisian……………………………………...……
2. Asrama Polisi Ngampilan………….……………………..……..
BAB III SAJIAN DAN ANALISIS DATA.........................................................
A. Profil Responden……………………………………………………..
B. Komunikasi Antar warga Asrama Polisi dengan Warga Sekitar
Pahtuk Ngampilan… ……..................................................................
1. Proses Komunikasi personal antar warga Asrama dan masyrakat
Pathuk Ngampilan…...…………………………………………..
2. Hambatan komunikasi antar warga asrama dan Masyarakat
Pathuk, Ngampilan…………………...………………………….
3. Upaya mengatasi hambatan antar warga asrama dengan
masyarakat Pathuk, Ngampilan………..……….………………..
4. Interaksi antar warga asrama dan masyarakat Pathuk,
Ngampilan……………………………………………………….
5. Bentuk – bentuk Interaksi antar warga asrama dan masyarakat
Pathuk, Ngampilan………………………………………………
C. Analisa Data..……………………………………………….……...
1. Analisa proses komunikasi antar wara asrama warga asrama dan
masyarakat Pathuk, Ngampilan Kota Yogyakarta………………
2. Analisa Komunikasi antar warga asrama dengan masyarakat
Pathuk, Ngampilan Kota Yogyakarta...…………………………
BAB IV PENUTUP ............................................................................................
A. Kesimpulan ..........................................................................................
B. Saran ....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
LAMPIRAN…………………………………………………………………….
26
30
32
32
36
40
40
44
44
49
51
52
54
59
59
61
63
63
64
65
66
xi
.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan zaman yang cenderung cepat membawa pengaruh yang
luas bagi kehidupan masyarakat. Pergeseran nilai-nilai budaya terjadi di hampir
seluruh kawasan, termasuk kawasan asia, dan terlebih Indonesia. Masyarakat di
negeri ini telah meninggalkan warisan budaya nenek moyang, terutama generasi
mudanya yang cenderung lebih condong kepada Budaya Barat, dan melupakan
nilai-nilai budaya sendiri. Perkembangan teknologi komunikasi telah
menyebabkan arus informasi menjadi kian cepat, dan ini mempercepat perubahan-
perubahan dalam masyarakat.
Kendati demikian, kemudah-mudahan berkomunikasi yang tercipta pada
masa sekarang tidak jarang membawa dampak negatif, seperti apabila dalam
istilah anak-anak muda sekarang disebut korban mode, yaitu cara berpakaian
seseorang yang sebenarnya tidak pantas dikenakan oleh orang tersebut hanya
karena ingin mengikuti trend tanpa melihat lingkungan sekitar dan pantas atau
tidak seseorang tersebut mengenakannya. Hal demikian terjadi dikarenakan
masyarakat belum siap sepenuhnya menerima keadaan yang sangat cepat berubah.
Karena ketidakpastian tersebut maka segala bentuk informasi dapat menembus
filter.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dari proses
berkomunikasi, baik secara verbal maupun non verbal, disadari maupun tidak
2
disadari. Dalam proses komunikasi/interaksi tersebut, masing-masing individu
dan tempat tidak sama. Misalnya dalam proses pemakaman masyarakat Hindu di
Bali menggunakan upacara Ngaben dengan membakar mayat orang yang telah
meninggal, sedangkan untuk masyarakat Jawa langsung menguburkan jasadnya
saja.
Komunikasi merupakan bagian dari kebutuhan yang tidak dapat dihindari.
Meskipun seorang individu dapat berhenti berbicara, ia tidak dapat berhenti
berkomunikasi melalui idiom tubuh, ia harus megatakan suatu hal yang benar atau
salah. Ia tidak dapat mengatakan sesuatu. Secara paradoks, cara ia memberikan
informasi sedikit tentang dirinya sendiri, meskipun hal ini masih bisa dihargai
adalah menyesuaikan diri dan bertindak sebagaimana orang-orang sejenisnya
diharapkan.
Komunikasi merupakan suatu proses yang terus menerus seperti lingkaran.
Sebagai suatu proses, komunikasi merupakan suatu bentuk kegiatan yang
berkelanjutan tidak mempunyai titik awal dan titik akhir. Hal ini juga
menunjukkan bahwa komunikasi bersifat dinamis dan transaksional, yakni ketika
terjadi perubahan dalam setiap diri peserta komunikasi tersebut. Karena dalam
proses komunikasi, para peserta komunikasi saling mempengaruhi, seberapa kecil
pun sangat berpengaruh, baik lewat komunikasi verbal maupun komunikasi non
verbal. Pengaruh-pengaruh tersebut akan menimbulkan pengetahuan dan perilaku
yang baru.
Asrama polisi Pathuk merupakan salah satu asrama / perumahan
kepolisian yang ada di Kota Yogyakarta. Diantara para penduduk yang tinggal di
3
Asrama Polisi tersebut, tidak hanya penduduk asli Yogyakarta dan sekitarnya saja
yang tinggal di Kompleks Asrama Polisi Pathuk, akan tetapi banyakjuga yang
berasal dari luar Kota Yogyakarta maupun luar Jawa. Baik Mereka yang berasal
dari Yogyakarta, luar Kota Yogyakarta maupun luar Jawa, meskipun berbeda
budaya dan adat istiadat mereka tetap mampu saling berkomunikasi dengan baik,
mampu belajar bersama, bisa saling mengisi guna menunjang kehidupan sosial
mereka. Secara langsung ataupun tidak, telah terjadi komunikasi antar warga
Asrama Polisi dengan masyarakat sekitar Pathuk.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka pemeliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Komunikasi Antar Warga Asrama Polisi
dengan Masyarakat Sekitar Pathuk Kelurahan Ngampilan Kecamatan
Ngampilan”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
maka masalah yang akan diteliti yaitu:
“ Bagaimana komunikasi yang terjadi antara masyarakat Asrama Polisi dengan
warga sekitar Pathuk Ngampilan Kecamatan Ngampilan?”
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui komunikasi personal antar warga asrama Polisi dengan
warga sekitar Pathuk Ngampilan Kecamatan Ngampilan.
2. Untuk mengetahui interaksi antar warga asrama Polisi dengan warga
sekitar Pathuk Ngampilan Kecamatan Ngampilan.
4
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat baik dari segi akademis
maupun praktis, yaitu:
1. Segi Akademis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, kajian,
dan referensi mahasiswa ilmu komunikasi, khususnya mengenai interaksi
antar warga.
2. Segi Praktis
a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
penelitian selanjutnya, diharapkan oenelitian ini dapat menambah
wawasan mengenai komunikasi, sehingga dapat dilakukan penelitian
lanjutan untuk melengkapi penelitian bagi pihak yang
berkepentingan.
b. Bagi masyarakat di sekitar komplek Asrama Polisi Pathuk,
diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan
masukan guna lebih menunjang komunikasi.
E. Tinjauan Pustaka
1. Konsep Komunikasi
Hampir setiap waktu di dalam kehidupan manusia selalu diwarnai oleh
suatu aktivitas komunikasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
komunikasi merupakan hal yang vital setelah kebutuhan dasar yang lian
seperti makan, tidur, interaksi sosial. Komunikasi merupakan kebutuhna yang
vital, maka sudah pasti manusia membutuhkan komunikasi. Dengan
5
komunikasi segalanya akan menjadi lancar, dan sebaliknya apabila dalam
hidupnya manusia tidak berkomunikasi , selalu menyendiri dan tidak pernah
berinteraksi sudah pasti akan kehilangan gairah hidup.
Wilbur Schramm mendefinisikan komunikasi dari Bahasa Latin
communis, yang berarti common (sama). Dengan demikian apabila kita
mengadakan komunikasi, maka kita harus mewujudkan persamaan antara kita
dengan mewujudkan persamaan antara kita dengan orang lain. Komunikasi
pada dasarnya adalah persamaan pendapat oleh karena itu, maka orang harus
mempengaruhi orang lain terlebih dahulu, sebelum orang lain memiliki sikap
pendapat dan tingkah laku yang dengan kita. (Djonaesih Soenarjo, 1995: 143-
144).
Komunikasi menurut Carl Hovland diterjemahkan sebagai suatu proses
ketika seseorang memindahkan perangsang yang biasanya berupa lambang,
kata-kata untuk merubah tingkah laku orang lain. (Djonaesih Soenarjo, 1995:
143-144).
Untuk menjelaskan arti komunikasi harus dilakukan dengan cara
menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: siapa, mengatakan apa,
media apa, kepada siapa, pengaruhnya apa. Jadi komunikasi adalah proses
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan, melalui media yang
menimbulkan efek tertentu. (Effendi, 1994:10).
Gray Cronkhit merumuskan 4 (empat) asumsi pokok komunikasi,
sehingga dapat membantu memahami komunikasi, antara lain:
a. Komunikasi adalah proses (communication is a process).
6
b. Komunikasi adalah pertukaran pesan (communication is a
transsactive).
c. Komunikasi adalah interaksi yang bersifat multi dimensi
(communication is a multi dimensional). Artinya kharakteristik sumber
(sources), saluran (channel), pesan (message), audience dan efek dari
pesan semua berdimensi komplek. Suatu pesan misalnya mempunyai
efek yang berbeda terhadap para audiens. Tergantung pada nilai-nilai,
kepribadian, motif maupun pola-pola perilaku yang spesifik seperti
kebiasaan mendengar, membaca, berbicara, menulis, dan pilihan
reference group.
d. Komunikasi merupakan interaksi yang mempunyai tujuan atau
maksud-maksud ganda (communication in multipurposeful). (Redi
Panuju, 1997:6-7).
Setelah mengetahui pengertian dari komunikasi, maka kiranya penulis
perlu untuk menyampaikan jenis komunikasi yang sekiranya relevan menjadi
bahan rujukan dalam penelitian. Adapun jenis komunikasi tersebut adalah
komunikasi interpersonal (Interpersonal Communication).
Paling tidak terdapat 2 pengertian dari komunikasi interpersonal apabila
terlihat dai jumlah sasaran pertama: Komunikasi antar seorang komunikator
dengan seorang komunikan saja, kedua: interpersonal communication selain
dari komunikasi dengan seorang komunikator dengan beberapa orang
(kelompok kecil atau small group), mengenai jumlahnya small group tersebut
dari beberapa pakan komunikasi selalu terjadi perdebatan atau tidak ada
7
persesuaian. Komunikasi interpersonal oleh Joseph Devito didefinisikan
sebagai:
a. Bukan komunikasi pada diri sendiri, karena komunikasi kepada diri sendiri
yang digunakan adalah istilah intrapersonal communication).
b. Interpersonal communication itu adalah komunikasi antar manusia,
komunikasi dengan menggunakan alat hewan, mesin, tumbuh-tumbuhan,
gambar-gambar dan sebagainya bukan dalam situasi interpersonal
communication.
c. Interpersonal communication terjadi antar dua orang atau kelompok kecil
manusia, yang tidak termasuk adalah komunikasi massa dan dalam
situasi piblio speaking dimana audience-nya sangat besar / banyak,
sedangkan pesan searah disampaikan dari komunikator kepada
komunikan, sehingga umpan balik tidak bisa dari audience ke
komunikator. (Djoenasih Soenarjo, 1995: 108-109).
Komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pesan oleh
komunikator kepada komunikan, oleh karena itu komunikasi dapat ditinjau
dari 2 (dua) perspektif, yaitu
a. Proses komunikasi dalam perspektif psikologis. Proses komunikasi ini
terjadi pada diri komunikator dan komunikan. Ketika seorang komunikator
berniat menyampaikan suatu pesan kepada komunikan, maka dalam
dirinya terjadi suatu proses.
b. Proses komunikasi dalam perspektif mekanistis. Proses komunikasi ini
berlangsung ketika komunikator mengoperkan atau melemparkan buah
8
bibir kalau lisan atau tangan jika tulisan pesannya sampai ditangkap oleh
komunikan. Penangkapan pesan dari komunikator oleh komunikan itu
dapat dilakukan dengan indera telinga atau indera mata atau indera
lainnya. (Effendy, 2003:31-32).
Proses komunikasi secara primer (primary process) adalah proses
penyampaian pikiran oleh komunikator kepada komunikan dengan
menggunakan suatu lambang (symbol) sebagai media atau saluran. Lambang
ini umumnya bahasa, tetapi dalam situasi-situasi komunikasi tertentu
lambang-lambang yang dipergunakan dapat berupa kial (gesture), yakni gerak
anggota tubuh, gambar, warna, dan lain sebagainya.
2. Bentuk-bentuk Komunikasi
Dalam komunikasi bahasa disebut lambang verbal (verbal symbol)
sedangkan lambang-lambang lainnya yang bukan bahasa dinamakan lambang
nonverbal (non verbal symbol).
a. Lambang Verbal
Dalam proses komunikasi bahasa sebagai lambang verbal paling banyak
dan paling sering digunakan, oleh karena hanya bahasa yang mampu
mengungkapkan pikiran komunikator mengenai hal atau peristiwa, baik yang
konkret maupun yang abstrak, yang terjadi masa kini, masa lalu dan masa
yang akan datang. Kita dapat menelaah pikiran Socrates dan Aristoteles yang
hidup ratusan tahun sebelum masehi, dari buku-buku berkat kemampuan
bahasa. Hanya dengan bahasa pula kita dapat mengungkapkan rencana kita
9
untuk minggu depan, bulan depan atau tahun depan, yang tidak mungkin dapat
dijelaskan dengan lambang-lambang lain.
Bagaimana pentingnya bahasa dalam kehidupan manusia dipaparkan oleh
Kongh Hu Chu tatkala ia ditanya orang apa yang pertama-tama akan
dilakukan manakala diberi kesempatan mengurus negara. Kong Hu Cu
menegaskan bahwa yang pertama-tama akan ia lakukan adalah membina
bahasa, sebab apabila bahasa tidak tepat, apa yang dikatakan bukan yang
dimaksudkan. Jika yang dikatakan tautan yang dimaksudkan, maka yang
mestinya dikerjakan, tidak dilakukan. Jikalau yang harus dilakukan terus-
menerus tidak dilaksanakan, seni dan moral menjadi mundur. Bila seni dan
moral mundur, keadilan menjadi kabur. Akibatnya rakyat menjadi bingung,
kehilangan pegangan.
Masalah bagaimana seharusnya ketepatan bahasa untuk mengungkapkan
suatu maksud tertentu, dijumpai ketika berkecamuknya Perang Dunia II yang
lalu. Ketika Jepang diminta oleh sekutu (Amerika Serikat) agar menyerah
menjawab dengan menggunakan perkataan mokusatsui. Maksudnya adalah
tidak memberikan komentar sampai keputusan diambil (with holding comment
until a decision has been made), tetapi kata mokusatsui oleh Kantor Berita
Domei di terjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi “ignore” yang berarti
“tidak perduli”. Miskomunikasi inilah antara lain yang menyebabkan
Hiroshima di bom atom dalam Perang Dunia tersebut. Kata-kata dapat
menjadi dinamit kata Scott M.Cutlip dan Alien H.Center dalam bukunya
Effective Public Relations.
10
Contoh di atas menunjukkan pentingnya bahasa dalam proses komunikasi.
Bahasa mempunyai dua jenis pengertian yang perlu dipahami oleh para
komunikator. Yang pertama adalah pengertian denotatif, yang kedua
pengertian konotatif. Perkataan yang denotatif adalah yang mengandung
makna sebagaimana tercantum dalam kamus (dictionary meaning) dan
diterima secara umum oleh kebanyakan orang yang sama kebudayaannya dan
bahasanya. Perkataan yang denotatif tidak menimbulkan interpretasi yang
berbeda pada komunikan ketika diterpa pesan-pesan komunikasi. Sebaliknya
apabila komunikator menggunakan kata-kata konotatif. Kata-kata konotatif
mengandung pengertian emosional atau evaluatif. Oleh karena itu dapat
menimbulkan interpretasi yang berbeda pada komunikan.
Kebebasan mimbar merupakan ungkapan yang konotatif, demikian pula
kebebasan pers. Begitu juga perkataan demokrasi. Secara etimologis
demokrasi berasal dari kata “demos” dan “cratein” yang berarti pemerintahan
rakyat, tetapi bagi orang Amerika, Korea, Kuba, Indonesia, dan bangsa-bangsa
lain, istilah demokrasi tadi bersifat konotatif, sebab masing-masing bangsa
yang mengaku negaranya demokratis, penilaiannya berbeda; maka sistem
pemerintahannya pun berbeda.
Sehubungan dengan itu ketika berkomunikasi komunikator harus
menggunakan kalimat-kalimat dengan kata0kata denotatif. Apabila kata-kata
konotatif tidak dapat dihindarkan, maka kata-kata bersangkutan harus diberi
penjelasan, tidak menimbulkan interpretasi yang berbda antara dia dengan
komunikan.
11
Khusus dalam komunikasi lisan, para pakar komunikator harus
memperhatikan apa yang disebut oleh Casagrande : para language yang
barangkali dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi
parabahasa. Yang dimaksudkan dengan parabahasa ini adalah berbagai hal
yang mengiringi pengucapan kata-kata ketika seseorang berbicara atau
berpidato, misalnya, gaya bicara, tekanan nada, volume suara, logat, dan lain
sebagainya. Andaikata anda berada di suatu ruangan, lalu anda mendengar
suara crang yang sedang bercakap-cakap, walaupun anda tidak melihatnya,
anda akan dapat menerka suara itu dari seorang wanita atau laki-laki, anak
atau dewasa, terpelajar atau tidak, Jawa atau Batak atau suku lain, dan lain
sebagainya.
Demikianlah masalah bahasa sebagai lambang verbal penyandang pikiran
komunikator ketika ia menyampaikan pesannya kepada komunikan dalam
proses komunikasi secara primer.
b. Lambang Non Verbal
Seperti telah disinggung di muka lambang nonverbal adalah lambang yang
dipergunakan dalam komunikasi, yang bukan bahasa, misalnya kial, isyarat
dengan anggota tubuh, antara lain kepala, mata, bibir, tangan dan jari. Ray L.
Birdwhistell dalam bukunya Introduction to Kinesies telah melakukan analisis
mengenai body communication. Dia mencoba untuk memberi rangka kepada
comprehensive coding scheme bagi gerakan badan, sepert seorang linguist
melakukannya untuk bahasa lisan. Jika linguist menampilkan phone sebagai
12
suara maka Birdwhistell mengetengahkan kine sebagai gerakan. Apabila
linguist mengemukakan phoneme, yakni sekelompok bunyi yang berubah-
ubah, maka Birdwhistell mengemukakan kinime, yaitu sebuah sel gerakan
yang berubah-ubah.kalau linguist mencari morpheme yang mengandung
pengertian, Birdwhistell menyelidiki kinemort serangkaian gerakan yang
mengandung pengertian dalam konteks suatu pola yang lebih besar.
Tahap seperti disebutkan di alas adalah microkinesies, lebih luas daripada
itu adalah macrokinesies atau disebut juga social kinesies, di mana sebuah
gerakan (act), yaitu pola yang menyangkut lebih dari suatu area, akan
bersangkutan dengan kerangka komunikasi yang lebih luas.
Body communication atau non-verbal communication dalam bentuk
gerak-gerik seperti disebutkan di atas banyak diteliti oleh para ahli. Ternyata
banyak sekali gerakan yang sama mengandung arti yang berlainan, di antara
bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Sebagai contoh: orang Toda di
India Selatan sebagai tanda hormat menekankan ibu jarinya pada batang
hidungnya, lalu melambaikan keempat jari lainnya ke depan. Gerakan seperti
itu bagi bangsa lain (termasuk bangsa Indonesia) lain sekali artinya, yani jelas
mengejek atau memperolok-olok.
Termasuk komunikasi nirverbal ialah isyarat dengan menggunakan alat.
Siapa yang tidak mengenal bedug sebagai alat komunikasi yang dipergunakan
oleh kaum muslimin di Indonesia, atau bendera oleh para kelasi, atau asap
oleh orang Indian, dan sebagainya.
13
Para ustadz di langgar-langgar sejak dahulu sampai zaman modern seperti
sekarang ini menggunakan bedug untuk memberitahukan kepada kaum
muslimin, bahwa saat untuk sembahyang sudah tiba. Para kelasi sudah terbiasa
menggunakan bendera untuk memberikan isyarat atau dengan alat telegrafi
untuk jarak jauh atau dasar sistem morse. Orang Indian sudah terbiasa pula
melakukan komunikasi dengan menggunakan asap untuk memberitahukan
sesuatu kepada teman-temannya yang berada di tempat jauh.
Pada zaman modern seperti sekarang ini, alat untuk berkomunikasi dengan
isyarat bersifat modern pula. Seorang pengendara mobil yang akan belok tidak
perlu menjulurkan tangannya; cukup dengan menjawel schakelaar lampu
richtingnya, maka dengan berkedip-kedipnya lampu merah di depan di
belakang mobilnya, orang tahu bahwa ia akan berbelok. Demikian pula polisi
lalu-lintas tidak perlu berdiri di bawah terik matahari tepat di perapatan jalan;
dengan menggunakan lampu setopan dengan warna merah, kuning dan hijau,
para pemakai jalan mengetahui kapan ia harus berhenti, kapan harus bersiap-
siap, dan kapan boleh berjalan lagi.
Gambar adalah lambang lain yang dipergunakan dalam berkomunikasi
nirverbal. Gambar dapat dipergunakan untuk menyatakan suatu pikiran atau
perasaan. Dalam hal tertentu gambar bisa lebih efektif daripada bahasa. Tidak
mengherankan, ada motto Tionghoa yang menyatakan bahwa gambar bisa
memberi informasi yang sama dengan kalau diuraikan dengan seribu
perkataan.
14
Lambang gambar dalam proses komunikasi mengalami perkembangan
sesuai dengan pertumbuhan masyarakat dan kemajuan teknologi. Jika dahulu
gambar itu ditulis, kemudian di cetak, kini dengan kamera foto bisa di potret,
bahkan dengan kamera film atau kamera video dapat diatur menjadi gambar
hidup. Pada akhirnya, apabila gambar itu merupakan lambang untuk proses
komunikasi secara sekunder. Demikian sekaligus mengenai lambang verbal
dan nirverbal dalam proses komunikasi secara primer yang untuk efektifnya
komunikasi acapkali oleh para komunikatir dipadukan, misalnya dalam kuliah
atau ceramah disajikan gambar, bagan, label, dan lain-lain sebagai ilustrasi
untuk memperjelas.
Berdasarkan pengertian dan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat
dimengerti bahwa komunikasi ruang lingkupnya sangat luas, dalam hal ini
komunikasi dapat terjadi dimana saja, termasuk di jalan raya. Komunikasi
tidak langsung dapat terjadi antara pengendara yang satu dengan yang lain,
baik yang sifatnya negatif maupun positif, bersifat melanggar peraturan
(hukum) aau mematuhi peraturan (hukum) atau mematuhi peraturan (hukum).
3. Interaksi
Dalam Kamus lengkap Bahasa Indonesia, M.Ali menyatakan bahwa pola
adalah gambar yang dibuat contoh/model. Jika dihubungkan dengan pola
interaksi adalah bentuk-bentuk dalam proses terjadinya interaksi. Interaksi
selalu dikaitkan dengan istilah sosial dalam ilmu sosiologi. Bentuk umum
proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan proses
15
sosial), oleh karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya
aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk lain dari proses sosial hanya merupakan
bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial. Interaksi sosial adalah hubungan-
hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orangorang
perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang
perorangan dengan kelompok manusia.
Mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara bahkan mungkin
berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk/ pola interaksi
sosial. Sedangkan interaksi yag bernilai pendidikan dalam dunia pendidikan
ataupun yang disebut dengan interaksi edukatif, sebagai contoh dari pola
interaksi adalah dalam hal seorang guru menghadapi murid-muridnya yang
merupakan suatu kelompok manusia di dalam kelas. Di dalam interaksi
tersebut pada taraf pertama akan tampak bahwa guru mencoba untuk
menguasai kelasnya supaya proses interaksi berlangsung dengan seimbang, di
mana terjadi saling pengaruh-mempengaruhi antara kedua belah pihak.
Sebagai contoh lain seorang guru mengadakan diskusi diantara anak didiknya
untuk memecahkan sebuah persoalan, disinilah proses interaksi itu akan
terjadi, adanya saling memberikan pendapat yang berbda satu sama lain.
Dengan adanya interkasi pola pikir, pola sikap dan polas tingkah laku, mutlak-
mutlakan yang mau benar dan mau menang sendiri tidak akan muncul dan
berkembang. Sebaliknya akan adanya toleran, saling menghargai raa
kebersamaan/ solidaritas yang berkualitas tinggi.
16
Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat
dinamakan sebagia proses sosial) karena interkasi sosial merupakan syarat
utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan
hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara
orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara
orang perorangan dengan kelompok-kelompok manusia terjadi antara
kelompok tersebut sebagai suatu kesatuan dan biasanya tidak menyangkut
pribadi anggota-anggotanya.
Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi pula di dalam
masyarakat. Interaksi tersebut lebih mencolok ketika terjadi benturan antara
kepentingan perorangan dengan kepentingan kelompok. Interaksi sosial hanya
berlangsung antara pihak-pihak apabila terjadi reaksi terhadap dua belah
pihak. Interaksi sosial tak akan mungkin terjadi apabila manusia mengadakan
hubungan yang langsung dengan sesuatu yang sama sekali tidak berpengaruh
terhadap sistem syarafnya, sebagai akibat hubungan termaksud.
Berlangsungnya suatu proses interaksi didaarkan pada berbagai faktor:
a. Imitasi. Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat mendorong
seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku.
b. Sugesti. Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu
pandangan atau suatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian
diterima oleh pihak lain.
c. Identifikasi. Identifikasi sebenarnya meruoakan kecenderungan atau
keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain.
17
Identifikasi sifatnya lebih mendalam daripada imitasi, karena kepribadian
seseorang dapat terbentuk atas dasar proses ini.
d. Proses Simpati. Sebenarnya merupakan suatu proses dimana seseorang
merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini perasaan memegang
peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati
adalh keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama
dengannya.
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut
hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu dengan
kelompok. Adanya kontak sosial (social contact), yang dapat berlangsung
dalam tiga bentuk, yaitu antar individu, antar indivdu dengan kelompok, antar
kelompok. Selain itu, suatu kontak dapat pula bersifat langsung maupun tidak
langsung (Soekanto, 1987: 53-54).
Adanya komunikasi,yaitu seseorang memberi arti pada perilaku orang lain,
perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan orang tersebut. Orang yang
bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin
disampaikan oleh orang tersebut. Kata kontak perasaan yang ingin
disampaikan oleh orang tersebut. Kata kontak berasal dari bahasa Latin con
atau cum (artinya bersama-sama) dan tango (yang artinya menyentuh). Arti
secara hanafiah adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru
terjadi apabila terjadinya hubungan badaniah. Sebagai gejala sosial itu tidak
perlu berarti suatu hubungan badaniah, karena dewasa ini dengan adanya
perkembangan teknologi orang dapat menyentuh berbagai pihak tanpa
18
menyentuhnya. Dapat dikatakan bahwa hubungan badaniah bukanlah syarat
untuk terjadinya suatu kontak. Kontak sosial dapat terjadi dalam 3 bentuk:
a. Adanya orang perorangan
Kontak sosial ini adalah apabila anak kecil mempelajari kekuasaan dalam
keluarganya. Proses demikian terjadi melalui sosialisasi, yaitu suatu proses
dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan
nilai-nilai masyarakat dimana dia menjadi anggota.
b. Ada orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya
Kontak sosial ini misalnya adalah seseorang merasakan bahwa tindakan-
tindakannya berlawanan dengan norma-norma masyarakat atau apabila
suatu partai politik memaksa anggota-anggotanya menyesuaikan diri
dengan ideologi dan programnya.
c. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.
Umpamanya adalah dua partai politik mengadakan kerja sama untuk
mengalahkan parpol yang ketiga di pemilihan umum. Terjadinya suatu
kontak tidaklah semata-mata tergantung dari tindakan, tetapi juga
tanggapan terhadap tindakan tersebut. Kontak sosial yang bersifat positif
mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan yang bersifat negatif
mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak
menghasilkan suatu interaksi sosial.
Suatu kontak dapat bersifat primer atau sekunder. Kontak primer terjadi
apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka.
Kontak sekunder memerlukan suatu perantara. Sekunder dapat dilakukan secara
19
langsung. Hubungan-hubungan yang sekunder tersebut dapat dilakukan melalui
alat-alat telepon, telegraf, radio, dan seterusnya.
Arti terpenting komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran
pada perilaku orang lain (yang terwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau
sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang
yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin
disampaikan oleh orang lain tersebut. Dengan adanya komunikasi tersebut, sikap-
sikap dan perasaan suatu kelompok manusia atau perseorangan dapat diketahui
oleh kelompok lain atau orang lainnya. Hal itu kemudian merupakan bahan untuk
menentukan reaksi apa yang dilakukannya.
F. Kerangka Pikir
Warga Asrama Polri Warga Masyarakat
Individu
Komunikasi
Individu
Interaksi
Hubungan harmonis atau konflik
20
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Sesuai tujuan penelitian yang dikemukakan sebelumnya, maka penelitian
ini menggunakan metode studi kasus. Studi kasus sebagaimana diungkapkan
oleh Yin merupakan “suatu studi inkuiti empiris yang menyelidiki fenomena
dalam konteks kehidupan nyata bilamana batas-batas antara fenomena dan
konteks tak tampak dengan tegas dan dimana multi sumber bukti
dimanfaatkan”. (Yin, 2000:18).
Peneliti menggunakan jenis penelitian yang bertipe deskriptif pada
penelitian ini. Penelitian ini ditujukan untuk dapat memaparkan gambaran
penjelasan tentang beberapa hal yang berhubungan dengan masalah yang
dibahas. Studi kasus sangat cocok dengan penelitian ini, dimana tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui interaksi antar warga asrama Polisi
dengan masyarakat di sekitar asrama.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah di kelompok Asrama Polisi Pathuk, Ngampilan,
Yogyakarta, dengan alasan bahwa di komplek Asrama Polisi Pathuk terdiri
dari warga masyarakat yang berasal dari Yogyakarta, luar kota Yogyakarta
maupun luar Jawa. Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih satu bulan
antara periode Juli-Agustus 2017.
21
3. Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa kata-kata melalui penerapan kualitatif
yang berisi kutipan data-data yang memberikan gambaran tentang penelitian
di lapangan. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan
data melalui:
a. Observasi
Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung pada objek
penelitian, dalam arti mengamati pola hubungan komunikasi antar
warga di komplek Asrama Polisi Pathuk Yogyakarta.
b. Teknik Wawancara
Wawancara merupakan segala kegiatan untuk menghimpun data secara
lisan dan tatap muka dengan siapa yang diperlukan mengenai pendapat
dan kesan pribadi (Sudijono, 1982:24). Tujuan yang diharapkan dari
teknik wawancara ini adalah peneliti dapat memperoleh informasi
yang aktual.
c. Informasi Penelitian
Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling, yaitu sampel yang dipilih dengan cermat,
sehingga relevan dengan desain penelitian. Purposive sampling
dilakukan dengan tujuan sampel sesuai dengan kriteria dari tujuan
penelitian. Dalam penelitian ini diambil sampel sebagai berikut:
22
1. Warga Asrama Polisi Pathuk, yaitu terdiri dari 6 orang anggota
Polri yang tinggal di Asrama Polisi Pathuk.
2. Masyarakat sekitar Pathuk, yaitu terdiri dari 1 orang sebagai Ketua
RT, dan 4 orang warga masyarakat Pathuk.
4. Teknik Analisis Data
Strategi umum yang dipakai adalah mengembangkan suatu kerangka kerja
deskriptif untuk mengorganisasikan studi kasu atau deskriptif kasus (Yin,
2000: 137). Penganalisaan data hasil penelitian menggunakan metode analisa
deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa bentuk kata-kata tertulis, lisan dari
orang-orang atau perilaku yang diamati yang menunjukkan berbagai fakta
yang ada dan dilihat selama penelitian berlangsung. (Moleong, 2001: 3).
Prosedur analisa datanya adalah sebagai berikut:
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi langsung
melalui pengamatan, wawancara, dan pengumpulan dokumen-
dokumen yang berkaitan dengan penelitian.
b. Reduksi data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan dan
penyederhanaan data-data kasar yang muncul dari catatan-catatan
tertulis di lapangan. (Miles dan Huberman, 1992:16). Reduksi data
dilakukan dengan cara membuat ringkasan dan mengkode data yang
23
diperoleh dari wawancara, observasi, dan pengumpulan dokumen-
dokumen yang berkaitan dengan penelitian.
c. Penyajian data
Penyajian data dilakukan dnegna menggambarkan keadaan sesuai
dengan data yang sudah direduksi dan disajikan dalam laporan yang
sistematis dan mudah dipahami.
d. Menarik kesimpulan
Pada tahap ini peneliti menarik kesimpulan terhadap data yang
sudah direduksi dalam laporan dengan cara membandingkan,
menghubungkan, dan memilih data yang mengarah pada pemecahan
masalah, dan mampu menjawab permasalahan serta tujuan yang ingin
dicapai.
24
BAB II
DISKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. PROFIL KECAMATAN NGAMPILAN
1. Kondisi Geografis
Kecamatan Ngampilan yang terletak di sebelah barat laut Kota
Yogyakarta dengan luas wilayah 0,82 Km² dan dilalui oleh sungai
Winongo. Sebagian wilayahnya merupakan daerah pemukiman,
perkantoran dan pertokoan. Kecamatan Ngampilan terletak pada 7-8º
LS dan 11-11,1º BT, dan terletak pada ketinggian 114 m dari
permukaan laut. Batas-batas administrasi Kecamatan Ngampilan
adalah sebagai berikut:
Batas wilayah utara : Gedongtengen
Batas wilayah selatan : Mantrijeron
Batas wilayah timur : Gondomanan dan Kraton
Batas wilayah barat :Wirobrajan
2. Iklim
Sebagaimana daerah di Indonesia, Kecamatan Ngampilan juga
beriklim tropis dengan memperoleh pengaruh angin muson yang
berganti arah setiap setengah tahun sekali. Pengaruh angin muson ini
akan menyebabkan timbulnya hujan dan musim kemarau. Untuk dapat
melihat kondisi Kecamatan Ngampilan, maka dapat melihat data
gambar peta di bawah ini:
25
Gambar 2.1
Peta Kecamatan Ngampilan
Sumber: Kecamatan Ngampilan dalam Angka (2016).
26
3. Pemerintahan
Kecamatan Ngampilan memiliki dua kelurahan, yaitu Kelurahan
Notoprajan. Berikut ini merupakan data tentang Kecamatan
Ngampilan.
Tabel 2.1
Luas Wilayah, Jumlah RT dan Jumlah RW Kecamatan Ngampilan
No. Kelurahan
Luas
Wilayah
(Km2)
JML RT
Jumlah
RW
JmL
Penduduk
Kepadatan
Penduduk
1. Notoprajan 0,37 50 8 8.185 22.122
2. Ngampilan 0,45 70 13 10.481 23.291
Sumber: Kecamatan Ngampilan dalam Angka (2016).
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa Kelurahan Ngampilan
lebih luas dibanding kelurahan Notoprajan yaitu 0,45 Km2 (55%)
dibanding 0,37 Km2 (45%). Kelurahan Notoprajan memiliki 50 RT
dan 8 RW dengan luas wilayah sebesar 0,37 km2 sedangkan
Kelurahan Ngampilan memiliki 70 RT dan 13 RW dengan luas
wilayah sebesar 0,45 km2. Kepadatan Penduduk di Kecamatan
Notoprajan dengan total nilai rata-rata kepadatan penduduk
Kecamatan Ngampilan sebesar 22.122 jiwa/km².
27
Jumlah penduduk merupakan faktor yang sangat dominan
dalam pelaksanaan pembangunan, karena penduduk tidak saja menjadi
pelaku pembangunan tetapi juga menjadi sasaran atau tujuan dari
pembangunan. Oleh sebab itu, guna menunjang keberhasilan
pembangunan perkembangan penduduk perlu diarahkan sehingga
mempunyai ciri-ciri atau karakteristik yang menguntungkan
pembangunan. Ketersediaan data dan informasi kependudukan yang
akurat dan lengkap yang menggambarkan karakteristik penduduk
sampai dengan tingkat mikro akan sangat berguna untuk merumuskan
kebijakan kependudukan bagi peningkatan kualitas, pengendalian
pertumbuhan dan kuantitas, serta pengarahan mobilitas dan persebaran
penduduk yang serasi dengan daya dukung alam dan daya tampung
lingkungan.
Jumlah data penduduk yang bersumber dari Badan Pusat
Statistik Kecamatan Ngampilan menunjukkan bahwa keadaan per 31
Desember 2015 berjumlah 18.767 jiwa yang terdiri dari 9.142 jiwa
adalah laki-laki dan perempuan sebanyak 9.572 jiwa. Rincian total
jumlah penduduk tersebut hanya berasal dari Warga Negara
Indonesia (WNI).
28
Tabel 2.2
Banyaknya Penduduk di Kecamatan Ngampilan
Dirinci Menurut Kelurahan dan Jenis Kelamin Akhir Tahun 2015
Sumber : Kecamatan Ngampilan Dalam Angka Tahun 2015.
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk
kelurahan Ngampilan sebesar 5.115 jiwa lebih banyak dibanding jumlah
penduduk kelurahan Notoprajan yang berjumlah 4.023 jiwa. Bila
diperbandingkan prosentasenya 56% untuk jumlah penduduk kelurahan
Ngampilan dan 44% untuk jumlah penduduk kelurahan Notoprajan
KELURAHAN
WNI WNA JUMLAH
L P JML L P JM
L
L P JML
Notoprajan 4.023 4.162 8.185 0 3 3 4.023 4.165 8.188
Ngampilan 5.115 5.366 10.481 4 41 45 5.119 5.407 10.569
Jumlah 9.138 9.528 18.666 4 44 48 9.142 9.572 18.767
29
Tabel 2.3
Jumlah penduduk berdasarkan Kelompok Umur
Di Kecamatan Ngampilan Tahun 2009
umur
Jumlah
laki-laki perempuan Jumlah
0-4 609 614 1.223
5-9 695 667 1.362
10-14 766 723 1.489
15-19 788 741 1.519
20-24 718 682 1.400
25-29 667 679 1.346
30-34 742 715 1.457
35-39 775 756 1.531
40-44 666 708 1.374
45-49 643 729 1.372
50-54 624 669 1.293
55-59 572 586 1.158
60-64 401 442 843
65+ 482 817 1.299
Jumlah 9138 9528 18.666
Sumber : Data Monografi Kecamatan Kraton Tahun 2015
Umur penduduk di Kecamatan Ngampilan pada tahun 2015 paling
banyak pada rentang kelompok umur 15 hingga 19 tahun yaitu sejumlah
1.519 orang.
30
4. Agama
Agama sebagai landasan moral dan etika dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara menjadi bagian integral dari pembangunan
nasional yang merupakan pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dengan demikian, pemahaman dan pengamalan agama secara benar
diharapkan dapat mendukung terwujudnya masyarakat menuju tatanan
yang lebih damai, adil, makmur, dan demokratis guna mempercepat
pertumbuhan ekonomi khususnya di Kecamatan Ngampilan. Berikut ini
adalah Tabel Banyaknya Pemeluk Agama Menurut Kelurahan di
Kecamatan Ngampilan 2015:
Tabel 2.4
Banyaknya Pemeluk Agama Menurut Kelurahan di Kecamatan
Ngampilan 2015
Kelurahan Islam Proestan Katolik Hindu Budha
Notoprajan 7.547 106 237 3 3
Ngampilan 8.391 809 1.191 24 66
Jumlah 15.938 1.012 1.615 29 71
Sumber: Kecamatan Ngampilan dalam Angka (2016).
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas
penduduk di Kecamatan Ngampilan beragama Islam dengan jumlah
15.938 jiwa. Penduduk Kecamatan Ngampilan yang beragama protestan
sebanyak 1.012 jiwa, yang beragama Katolik berjumlah 1.615 jiwa, yang
beragama Hindu sebanyak 29 jiwa dan yang beragama Budha sebanyak 71
31
jiwa. Penyediaan sarana ibadah merupakan salah satu bentuk toleransi dan
komitmen pemerintah dalam meningkatkan keimanan masyarakat. Tempat
ibadah yang tersedia di Kecamatan Ngampilan berjumlah 49 buah yang
tersebar di beberapa kelurahan. Hal ini dapat di lihat pada tabel berikut:
Tabel 2.5
Banyaknya Tempat Ibadah di Kecamatan Ngampilan
dirinci Menurut Kelurahan Tahun 2009
Kelurahan Masjid Musholla Gereja Vihara Pura
Notoprajan 8 20 0 0 0
Ngampilan 10 11 0 0 0
Jumlah 18 31 0 0 0
Sumber : Kecamatan Ngampilan Dalam Angka (2016)
Sarana ibadah yang tersedia d Kecamatan Ngampilan hanya masjid
dan musholla. Masjid yang berada di Kelurahan Notoprajan sejumlah 8
buah sedangkan pada Kelurahan Ngampilan sebanyak 31 buah. Dengan
demikian, jumlah masjid dan musholla yang berada di Kecamatan
Ngampilan adalah sebanyak 49 buah.
32
B. TINJAUAN UMUM TENTANG POLISI REPUBLIK INDONESIA
DAN PROFIL ASRAMA POLISI NGAMPILAN
1. Pengertian Kepolisian
Dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa
Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan
lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Istilah
kepolisian dalam Undang-undang ini mengandung dua pengertian, yakni
fungsi polisi dan lembaga polisi. Dalam Pasal 2 Undang-undang N0.2
tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, fungsi
kepolisian sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
pelindung, pengayom dan pelayan kepada masyarakat. Sedangkan
lembaga kepolisian adalah organ pemerintah yang ditetapkan sebagai
suatu lembaga dan diberikan kewenangan menjalankan fungsinya
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya Pasal 5 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa Kepolisian
Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum,
serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang
33
merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana
dimaksud di atas.
Tugas polisi secara umum sebagaimana tercantum dalam Pasal 13
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia, menyebutkan bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik
Indonesia adalah memberikan keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat. Untuk mendukung tugas pokok tersebut,
polisi juga memiliki tugas-tugas tertentu sebagaimana tercantum dalam
Pasal 14 ayat (1) Undang–Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia, yaitu:
a. Melaksanakan pengaturan penjagaan, pengawalan, dan patroli
terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan.
b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,
ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan.
c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat, serta ketaatan warga masyarakat
terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan.
d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional.
e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum : melakukan
koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian
khusus, penyidik pegawai negeri sipildan bentuk-bentuk pengamanan
swakarsa.
34
f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa.
g. Melakukan penyelidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan
hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.
h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan
tugas kepolisian.
i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan
lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan / atau bencana
termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia.
j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum
ditangani oleh instansi/ atau pihak berwenang.
k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan
kepentingan dalam lingkup tugas kepolisian.
l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan
perundangundangan. (Pasal 14 ayat (1) Undang – Undang No. 2
Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia)
Dari tugas-tugas polisi tersebut dapat dikemukakan bahwa pada
dasarnya tugas polisi ada dua yaitu tugas untuk memelihara keamanan,
ketertiban, menjamin dan memelihara keselamatan negara, orang, benda
dan masyarakat serta mengusahakan ketaatan warga negara dan
35
masyarakat terhadap peraturan negara. Tugas ini dikategorikan sebagai
tugas preventif dan tugas yang kedua adalah tugas represif. Tugas ini
untuk menindak segala hal yang dapat mengacaukan keamanan
masyarakat, bangsa, dan negara.
Wewenang Polisi Disamping memiliki tugas-tugas tersebut di atas,
polisi memiliki wewenang secara umum yang diatur dalam Pasal 15 ayat
(1) Undang– Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia, yaitu sebagai berikut:
a. Menerima laporan dan/atau pengaduan;
b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat
mengganggu ketertiban umum;
c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau
mengancampersatuan dan kesatuan bangsa;
e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan
administratif kepolisian;
f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan
kepolisian dalam rangka pencegahan;
g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;
i. Mencari keterangan dan barang bukti;
j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
36
k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan
dalam rangka pelayanan masyarakat;
l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan
putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu
2. Asrama Polisi Ngampilan
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan asrama dalah
bangunan tempat tinggal bagi kelompok orang yang bersifat homogen.
Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan
lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundangan. Anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Pegawai negeri adalah pegawai yang telah memenuhi
syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi
tugas dalam suatu jabatan atau diserahi tugas negara dan digaji
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Rumah Dinas adalah perumahan negara milik dan atau dikuasai
Polri yang disediakan bagi personil Polri sedangkan rumah asrama adalah
bagian dari kesatrian yang merupakan bangunan tempat tinggal bagi
Pa/Ba/Ta dan PNS Polri dari suatu kesatuan, bangunan dimana fungsi dan
sifat kegunaannya berhubungan erat dengan kesatuan tersebut. Di dalam
suatu asrama terdapat rumah flat yang diperuntukkan bagi satu keluarga
37
atau lebih. Menurut penggunaannya, asrama dibedakan menjadi dua yaitu
asrama bujangan dan asrama keluarga.
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai sebuah
institusi bertanggung jawab atas kesejahteraan anggotanya, baik berupa
gaji maupun kesejahteraan lainnya seperti ketersediaan rumah tinggal
(dinas). Rumah (tempat tinggal menjadi sebuah kebutuhan pokok (basic
need) bagi setiap manusia, demikian pula dengan anggota Polri. Sebagai
profesi, setiap personil Polri berharap akan terjaminnya kesejahteraan dan
kehidupan yang layak mencakup kebutuhan sandang, pangan dan papan.
Dengan harapan setiap personil Polri dapat melaksanakan tugas dengan
baik dan fokus untuk menjaga ketertiban dan kenyamanan masyarakat.
Bagaimana mungkin seorang polisi akan melaksanakan tugas,
menegakkan aturan hukum, melindungi dan melayani masyarakat dengan
baik apabila kesejahteraanya sendiri dan keluarganya tidak terpenuhi.
Berdasarkan pemikiran tersebut, pemerintah dalam hal ini Polri sebagai
institusi berkewajiban untuk menjamin kesejahteraan personilnya.
Anggota Polri tersebar di seluruh wilayah Indonesia, mulai dari
tingkat pusat (Mabes Polri), tingkat Provinsi (Polda), tingkat
kabupaten/kota (Polres) dan sampai tingkat terkecil yaitu Polsek yang
berada di wilayah Kecamatan. Kebijakan Polri untuk memenuhi
keberadaan personil Polri disetiap tingkatan wilayah salah satunya dengan
perekrutan personil berdasarkan domisili (tempat tinggal asal), sistem ini
ditetapkan berdasarkan perekrutan Bintara Polri yang keberadaannya
38
disetiap Polda di wilayah Provinsi melalui pendidikan SPN (Sekolah Polisi
Negara).
Pada umumnya Personil Bintara Polri melaksanakan tugas di
wilayah tempat tinggal asalanya sedangkan untuk Perwira melaksanakan
tugasnya mencakup seluruh wilayah Indonesia. Hal tersebut berkaitan
dengan keberadaan rumah tinggal dimana sering dalam perpindahan tugas
dari satu wilayah ke wilayah yang lain mengharuskan personil tersebut
mempersiapkan diri dan keluarganya untuk keberadaan rumah tinggal. Hal
inilah yang menjadi alasan rumah dinas di asrama menjadi sebuah solusi
bagi personil Polri yang melaksanakan tugas tidak di wilayah asal.
Polda Daerah Istimewa Yogyakarta telah menyediakan rumah
dinas/asrama yang telah dimanfaatkan oleh anggota Polri dan keluarganya
seperti di:
Asrama Polri Pathuk Ngampilan
Asrama Polri Jetis
Asrama Polri Suryoputran Kraton
Asrama Polri Brimob Baciro
Asrama Polri Brimob Gondowulung.
Asrama Polri Pathuk Ngampilan adalah salah satu asrama Polisi yang
berada di Jalan KS Tubun Pathuk Ngampilan. Asrama tersebut merupakan
asrama keluarga sehingga yang tinggal di asrama tersebut adalah para Polisi
beserta keluarganya. Di asrama tersebut terdapat beberapa fasilitas yaitu
PAUD yang didirikan sejal 2006 dengan luas 28m2m satu buah masjid
39
(Masjid Baiturrahman). Salah satu kegiatan warga asrama dengan warga
sekitar adalah rapat RW dalam rangka membahas persiapan HUT RI.
Warga asrama dan masyarakat sekitar merencanakan dan melaksanakan
acara tersebut bersama-sama. Berikut ini merupakan dokumentasi peneliti
tentang kegiatan tersebut.