Download - skripsi kegawatdaruratan
HASIL PENELITIAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG IMOBILISASI SPINAL
DENGAN KETERAMPILAN PERAWAT MELAKSANAKAN LOG ROLL
PADA PASIEN DENGAN INDIKASI CIDERA TULANG BELAKANG
DI RUANG IGD RSUD KABUPATEN MAJENE
TAHUN 2013
OLEH
INDAR
NIM. A.1.11.0443
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARENDENG
TAHUN 2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan industri juga diiringi dengan meningkatnya angka
kecelakaan pada pekerja, hal ini bisa disebabkan karena kurang hati-
hatinya pekerja dalam melakukan tugasnya. Selain itu angka kecelakaan
lalu lintas di jalan raya juga semakin meningkat. Akibat dari suatu
kecelakaan- kecelakaan itu mungkin dapat menimbulkan trauma berat
pada jaringan otak, medulla spinal, tulang dan jaringan tubuh manusia
yang lainnya. Tingginya tingkat insiden yang mencederai tulang belakang
dapat mengakibatkan cidera serius. Kemungkinan yang terjadi yaitu
seseorang akan kehilangan kemampuan untuk transfer dan ambulasi
karena kelumpuhan pada kedua kaki bahkan anggota geraknya.
Tingkat insiden kecelakaan yang mengakibatkan trauma medulla
spinal di Amerika Serikat diperkirakan mencapai lebih kurang 30 hingga
32 kasus setiap satu juta penduduk, atau 3000 hingga 9000 kasus baru
tiap tahunnya. Ini tidak termasuk orang yang meninggal dalam 24 jam
setelah cidera (Solomon, 2005).
Prevalensi diperkirakan mencapai 700 hingga 900 kasus tiap satu
juta penduduk (200,000 hingga 250.000 orang), 60% yang cidera berusia
antara 16 sampai 30 tahun dan 80% berusia antara 16 sampai 45 tahun.
1
Laki-laki mengalami cidera empat kali lebih banyak dari pada perempuan.
Faktor etiologi yang paling sering adalah kecelakaan kendaraan bermotor
(45%), terjatuh (21,5%), luka tembak atau kekerasan (15,4%), dan
kecelakaan olah raga, biasanya menyelam (13,4 %), lebih kurang 53%
dari cidera itu adalah kuadriplegi.Tingkat neurologi yang paling sering
adalah C4, C5, dan C6 pada spinal servicalis, dan T-12 atau L-1 pada
sambungan torakolumbalis (Garrison, 1995).
Menurut data yang bersumber dari Kantor Kepolisian Indonesia
tahun 2011 tentang jumlah kejadian kecelakaan lalulintas di Indonesia
disebutkan mencapai 108,696. Di indonesia penyebab trauma pada tulang
belakang yang banyak terjadi pada pekerja adalah di kalangan pekerja
kasar dengan kondisi sosial ekonomi rendah yang menyebabkan mereka
tidak memperhatikan keselamatan jiwa, prosedur atau cara kerja yang
salah yang dikerjakan dalam waktu yang lama.
Menurut data dari bagian Central Opname (CO), IGD RSUD
Kabupaten Majene di dapatkan bahwa angka kejadian trauma pada akhir
tahun 2012 secara keseluruhan adalah sebesar 1.080 kasus, 762 0rang
(80,6%), diantaranya adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Serta kelalaian
dan kurangnya kewaspadaan terhadap suatu pandangan bisa timbulnya
fraktur kompresi pada tulang belakang. Yang sering terjadi juga adalah
cidera akibat jatuh dari ketinggian, tertimpa benda-benda keras, pada
2
tulang belakang serta kecelakaan jalan raya atau dari kendaraan bermotor
dengan posisi terduduk yang keras dapat mengakibatkan susunan tulang
belakang mengalami kompresi yang berat yang menyebabkan fraktur.
Fraktur kompresi terjadi karena adanya tenaga muatan aksial yang cukup
besar sehingga mengurangi daya protektif dari diskus intervertebralis dan
adanya dispersi fragmen- fragmen tulang serta akan menimbulkan
gangguan neurologi (Garrison, 1995).
Penanganan pada penderita trauma tulang belakang harus
ditangani oleh tenaga yang mempunyai pengetahuan, pengalaman dan
keterampilan yang memadai dalam melakukan tindakan pertolongan
dengan baik sehingga dapat menghindarkan penderita dari kematian dan
kecacatan yang di akibatkan karena komplikasi trauma tulang belakang
yang salah penanganan. Untuk mencegah komplikasi tersebut diperlukan
adanya suatu tindakan pertolongan yang baik salah satunya dengan cara
log roll. Log roll adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk
mempertahankan alignment anatomis yang benar, dalam usaha untuk
mencegah kemungkinan cidera neurologis lebih lanjut dan mencegah
penekanan area cidera.
Perawat sebagai ujung tombak dalam penanganan pasien
diharapkan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk
melakukan pertolongan pada penderita trauma tulang belakang.
3
Berdasarkan data awal melalui wawancara dengan kepala ruangan dan
kepala perawat di IGD RSUD Kabupaten Majene menyatakan bahwa
pada dasarnya pangetahuan perawat IGD tentang imobilisasi spinal dan
melaksanakan log roll cukup baik, karena banyak perawat yang telah
mengikuti pelatihan kegawat daruratan dari 23 perawat IGD diantaranya
13 orang telah mengikuti pelatihan BTLS dan selebihnya belum pernah
mengikuti pelatihan BTCLS atau semacamnya.
Dari pengalaman penulis yang juga pernah bertugas di ruang IGD
RSUD Majene selama hampir 3 tahun juga memperhatikan fenomena
yang sama yaitu kebanyakan perawat yang bertugas di IGD RSUD
Majene belum melaksanakan prosedur pelaksanaan log roll pada pasien
dengan indikasi cidera tulang belakang.
Notoatmodjo (2007), menyebutkan pengetahuan merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan atau prilaku
seseorang. Apabila prilaku didasari pengetahuan dan kesadaran, maka
prilaku bersifat langgeng.
Pengetahuan perawat tentang imobilisasi spinal dan prosedur log
roll pada gangguan cidera tulang belakang akan menjadi landasan bagi
perawat dalam melakukan tindakan log roll pada gangguan cidera tulang
belakang yang mempengaruhi perawat untuk menentukan keterampilan
4
dalam penanganan terhadap teknik log roll khususnya pada pasien cidera
tulang belakang.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka peneliti merasa
perlu untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Pengetahuan
Perawat Tentang Imobilisasi Spinal Dengan Keterampilan Perawat
Melaksanakan Log Roll Pada Pasien Dengan Indikasi Cidera Tulang
Belakang Di Ruang IGD RSUD Majene.
B. Rumusan MasalahRumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada
hubungan pengetahuan perawat tentang imobilisasi spinal dengan
keterampilan perawat melaksanakan log roll pada pasien dengan indikasi
cidera tulang belakang di ruangan IGD RSUD Kabupaten Majene pada
tahun 2013.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan
pengetahuan perawat tentang imobilisasi spinal dengan keterampilan
perawat melaksanakan log roll pada pasien dengan indikasi cidera
tulang belakang di ruangan IGD RSUD Kabupaten Majene.
5
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik perawat yang bertugas di ruangan
IGD RSUD Kabupaten Majene.
b. Mengidentifikasi pengetahuan perawat tentang imobilisasi spinal di
ruangan IGD RSUD Kabupaten Majene.
c. Mengidentifikasi keterampilan perawat melaksanakan log roll di
ruangan IGD RSUD Kabupaten Majene.
d. Menganalisis hubungan pengetahuan perawat tentang imobilisasi
spinal dengan keterampilan perawat melaksanakan log roll pada
pasien dengan indikasi cidera tulang belakang.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi peneliti
a. Merupakan pengalaman yang sangat berharga dalam
mengaplikasikan seluruh ilmu yang telah diperoleh di perguruan
tinggi dan pengalaman-pengalaman pelatihan yang pernah diikuti
guna untuk kepentingan serta peningkatan derajat kesehatan
masyarakat.
b. Sebagai dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya.
2. Terhadap ilmu pengetahuan
Sebagai sumber khasanah ilmu pengetahuan peneliti lainnya
dan bahan acuan bagi yang berminat.
6
3. Terhadap program studi
Sebagai salah satu pengkajian untuk pengembangan mata
kuliah gawat daruirat.
4. Terhadap Rumah Sakit
Sebagai masukan bagi pelayanan kesehatan dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya pelayanan
keperawatan di ruangan IGD RSUD Kabupaten Majene sehingga
dapat digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan melaksanakan log
roll pada pasien dengan indikasi cidera tulang belakang.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Tinjauan umum tentang pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil ‘’tahu’’ dan ini terjadi
setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek
tertentu yakni indera penglihatan, pendegaran, penciuman, rasa
dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang
(Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang
diketahui atau disadari oleh seseorang. Dalam pengertian lain,
pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh
manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul
ketika seseorang mengunakan indera atau akal budinya untuk
mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat
atau dirasakan sebelumnya (Meliono dan Irmayanti, 2007). Jadi
dapat disimpulkan pengetahuan adalah hasil penginderaan atau
pengamatan inderawi terhadap suatu obyek yang belum pernah
8
dilihat, didegar atau dirasakan sebelumnya yang disadari oleh
seseorang mengunakan indera atau akal budinya untuk mengenali
benda atau kejadian tertentu dan pengetahuan sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang.
b. Tingkatan pengetahuan
Notoatmodjo (2007), menjelaskan bahwa pengetahuan
dibagi menjadi enam tingkatan seseorang.
1) Tahu (know).
Tahu sebagai tingkatan yang paling rendah diartikan sebagai
mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara
lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan
dan sebagainya.
2) Memahami (comprehention).
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan tentang obyek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Dengan kata
9
lain harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.
3) Aplikasi (aplication).
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk mengunakan
materi yang telah dipelajari pada suatu kondisi sebenarnya.
Aplikasi disini dapat artikan sebagai aplikasi atau pengunaan
hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam
konteks yang lain.
4) Analisis (analysis).
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen dalam suatu
struktur organisasi yang masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan ini dilihat dari pengunaan kata kerja seperti dapat
mengambarkan,membedakan, memisahkan,mengelompokkan
dan sebagainya.
5) Sintesis (synthesis).
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru.
10
6) Evaluasi (evaluation).
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.
Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau mengunakan kriteria-kriteria yang telah
ada.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan yaitu:
1) Faktor internal, meliputi :
a) Kesehatan
Sehat berarti keadaan fisik, mental dan sosial seseorang
berfungsi secara optimal dan seimbang. Keseimbangan ini
akan terganggu jika seseorang sakit. Proses belajarpun
akan terganggu jika seseorang berada dalam keadaan
yang tidak optimal baik fisik, mental maupun sosial.
b) Intelegensi
Intelegensi sangat besar sekali pengaruhnya terhadap
pengetahuan seseorang. Orang yang mempunyai tingkat
intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil dari pada yang
mempunyai intelegensi rendah.
11
c) Perhatian
Perhatian adalah keaktifan jiwa yang tinggi semata-mata
tertuju pada suatu obyek. Jika perhatian seseorang rendah
atau kurang terhadap suatu materi, maka pemahaman
terhadap materi tersebut akan berkurang atau menurun.
d) Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan dan mengenang berbagai kegiatan.
Kegiatan yang diminati seseorang diperhatikan terus
menerus disertai rasa senang. Berbeda dengan perhatian
yang sifatnya sementara.
2) Faktor Eksternal meliputi :
a) Keluarga
Keluarga sangat menentukan dalam pendidikan, karena
keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan
utama.
b) Metode pembelajaran
Metode pembelajaran adalah suatu cara yang harus dilalui
dalam mengajar untuk menghindari cara belajar yang salah
perlu suatu pembinaan dengan metode belajar yang tepat
dan efektif, akan efektif pula hasil belajar seseorang.
12
c) Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor eksternal yang juga
mempengaruhi seseorang. Adapun bentuk kegiatan
seseorang dalam masyarakat adalah berhubungan dengan
media massa, teman bergaul dan bentuk kehidupan
masyarakat.
d. Cara Mengukur Pengetahuan
Pengetahuan seseorang dapat diukur dengan cara diuji
atau tes. Adapun kriteria tingkat pengetahuan menurut skala
Guttman, yaitu :
1) Baik : hasil persentase ≥ 50%
2) Kurang : hasil persentase < 50%
2. Konsep Keterampilan
a. Pengertian
Schmidt (1991), menggambarkan definisi keterampilan tersebut
dengan meminjam definisi yang diciptakan oleh E.R. Guthrie,
yang mengatakan bahwa: "keterampilan merupakan kemampuan
untuk membuat hasil akhir dengan kepastian yang maksimum dan
pengeluaran energi dan waktu yang minimum."
13
Johnson (dalam Singer, 1980) mengidentifikasi adanya empat
aspek atau variabel yang mencirikan keterampilan. Keempat aspek
itu adalah:
1) Kecepatan
Keterampilan harus ditampilkan dalam batasan waktu tertentu,
yang menunjukkan bahwa semakin cepat semakin baik.
2) Akurasi
Keterampilan harus menunjukkan akurasi yang tinggi sesuai
dengan yang ditargetkan.
3) Bentuk
keterampilan pun harus dilaksanakan dengan kebutuhan energi
yang minimal; (form atau bentuk menunjuk pada usaha yang
ekonomis).
4) Kesesuaian
Keterampilan pun harus juga adaptif, yaitu tetap cakap
meskipun di bawah kondisi yang berbeda-beda.
b. Tingkatan psikomotor/keterampilan meliputi:
1) Persepsi
Yaitu mengenal dan memilih berbagai obyek sesuai dengan
tindakan yang akan dilakukan.
14
2) Respons terpimpin
Yaitu individu dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang
benar sesuai contoh.
3) Mekanisme
Individu dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis atau sudah menjadi kebiasaan.
4) Adaptasi
Yaitu suatu tindakan yang sudah berkembang dan dimodifikasi
tanpa mengurangi kebenaran (Bloom, 1997).
c. Cara Mengukur Keterampilan Melaksanakan Log roll
Keterampilan seseorang dapat diukur dengan cara diuji
atau tes dengan menggunakan lembar observasi yang
berdasarkan lembar Standar Opersional Prosedur (SOP). Adapun
kriteria tingkat keterampilan diketahui dan diinterpretasikan
dengan skala yang bersifat kualitatif :
1) Baik : Hasil persentase ≥ 50%
2) Kurang : Hasil persentase < 50% .
3. Cidera spinal
a. Anatomi fisiologi
Columna Vertebralis adalah pilar utama tubuh yang
berfungsi melindungi medula spinal dan menunjang berat kepala
15
serta batang tubuh, yang diteruskannya ke lubang-lubang paha
dan tungkai bawah. Masing-masing tulang dipisahkan oleh disitus
intervertebralis.
Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut :
1) Vetebrata Thoracalis (atlas)
Vetebrata Thoracalis mempunyai ciri yaitu tidak memiliki corpus
tetapi hanya berupa cincin tulang. Vertebrata cervicalis kedua
(axis), ini memiliki dens, yang mirip dengan pasak. Veterbrata
cervicalis ketujuh disebut prominan karena mempunyai
prosesus spinasus paling panjang.
2) Vertebrata Thoracalis
Ukurannya semakin besar mulai dari atas ke bawah. Corpus
berbentuk jantung, berjumlah 12 buah yang membentuk bagian
belakang thorax.
3) Viertebrata Lumbalis
Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk
ginjal, berjumlah 5 buah yang membentuk daerah pinggang,
memiliki corpus vertebra yang besar ukurannya sehingga
pergerakannya lebih luas ke arah fleksi.
16
4) Os. Sacrum
Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang
kengkang dimana ke 5 vertebral ini rudimenter yang bergabung
yang membentuk tulang bayi.
5) Os. Coccygis
Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia,
mengalami rudimenter.
Lengkung koluma vertebralis kalau dilihat dari samping
maka kolumna vertebralis memperlihatkan empat kurva atau
lengkung antero-pesterior : lengkung vertical pada daerah leher
melengkung kedepan daerah torakal melengkung ke belakang,
daerah lumbal kedepan dan daerah pelvis melengkung ke
belakang. Kedua lengkung yang menghadap pasterior, yaitu
torakal dan pelvis, disebut promer karena mereka
mempertahankan lengkung aslinya ke belakang dari hidung tulang
belakang, yaitu bentuk, sewaktu janin dengan kepala membengkak
ke bawah sampai batas dada dan gelang panggul dimiringkan ke
atas kearah depan badan. Kedua lengkung yang menghadap ke
anterior adalah sekunder lengkung servical berkembang ketika
kanak-kanak mengangkat kepalanya untuk melihat sekelilingnya
17
sambil menyelidiki, dan lengkung lumbal di bentuk ketika ia
merangkak, berdiri dan berjalan serta mempertahankan tegak.
Fungsi dari kolumna vertebralis sebagai pendukung badan
yang kokoh dan sekaligus bekerja sebagai penyangga kedengan
prantaraan tulang rawan cakram intervertebralis yang lengkungnya
memberikan fleksibilitas dan memungkinkan membonkok tanpa
patah. Cakramnya juga berguna untuk menyerap goncangan yang
terjadi bila menggerakkan berat badan seperti waktu berlari dan
meloncat, dan dengan demikian otak dan sumsum belakang
terlindung terhadap goncangan. Disamping itu juga untuk memikul
berat badan, menyediakan permukaan untuk kartan otot dan
membentuk tapal batas pasterior yang kukuh untuk rongga-rongga
badan dan memberi kaitan pada iga ( Pearce, 1997).
Medulla spinal atau Sumsum tulang belakang bermula ada
medula ablongata, menjulur kearah kaudal melalui foramen
magnum dan berakhir diantara vertebra lumbalis pertama dan
kedua. Disini medula spinal meruncing sebagai konus medularis,
dan kemudian sebuah sambungan tipis dari piameter yang disebut
filum terminale, yang menembus kantong durameter, bergerak
menuju koksigis. Sumsum tulang belakang yang berukuran
panjang sekitar 45 cm ini, pada bagian depannya dibelah oleh
18
figura anterior yang dalam, sementara bagian belakang dibelah
oleh sebuah figura sempit ( Pearce, 1997).
Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan,
servikal dan lumbal dari penebalan ini, plexus-plexus saraf
bergerak guna melayani anggota badan atas dan bawah : dan
plexus dari daerah thorax membentuk saraf-saraf interkostalis.
Fungsi sumsum tulang belakang mengadakan komunikasi antara
otak dan semua bagian tubuh dan bergerak refleks. Untuk
terjadinya gerakan refleks, dibutuhkan struktur sebagai berikut :
1) Organ sensorik : menerima impuls, misalnya kulit
2) Serabut saraf sensorik ; mengantarkan impuls-impuls tersebut
menuju sel-sel dalam ganglion radix pasterior dan selanjutnya
menuju substansi kelabu pada karnu pasterior mendula spinal
3) Sumsum tulang belakang, dimana serabut-serabut saraf
penghubung menghantarkan impuls-impuls menuju karnu
anterior medula spinal.
4) Sel saraf motorik ; dalam karnu anterior medula spinal yang
menerima dan mengalihkan impuls tersebut melalui serabut
saraf motorik
5) Organ motorik yang melaksanakan gerakan karena dirangsang
oleh impuls saraf motorik
19
6) Kerusakan pada sumsum tulang belakang khususnya apabila
terputus pada daerah torakal dan lumbal mengakibatkan (pada
daerah torakal), paralisis beberapa otot interkostal, paralisis
pada otot abdomen dan otot-otot pada kedua anggota gerak
bawah, serta paralisis sfinker pada uretra dan rektum.
b. Cidera Spinal
1) Pengertian
Cidera medula spinal adalah suatu kerusakan fungsi
neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah
medulla spinal.
Cidera medulla spinal adalah buatan kerusakan tulang
dan sumsum yang mengakibatkan gangguan sistem
persyarafan didalam tubuh manusia yang diklasifikasikan
sebagai :
a) Komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total
b) Tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi
motorik).
Cidera medulla spinal adalah suatu kerusakan fungsi
neurologis yang disebabkan sering kali oleh kecelakaan lalu
lintas. Apabila cidera itu mengenai daerah servical pada lengan,
badan dan tungkai mata penderita itu tidak tertolong dan
20
apabila saraf frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan
buatan, sebelum alat pernafasan mekanik dapat digunakan.
2) Etiologi
Penyebab dari cidera medulla spinal yaitu :
a) Kecelakaan mobil, industri
b) Terjatuh, olah-raga, menyelam
c) Luka tusuk, tembak
d) Tumor.
3) Patofisiologi
Kerusakan medulla spinal berkisar dari kamosio
sementara (pasien sembuh sempurna), sampai kontusio,
laserasi dan kompresi substansi medulla, (lebih salah satu atau
dalam kombinasi) sampai transaksi lengkap medulla (membuat
pasien paralisis).
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinal, darah
dapat merembes ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid
pada kanal spinal, segera sebelum terjadi kontusio atau
robekan pada cidera, serabut-serabut saraf mulai membengkak
dan hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinal menjadi
terganggu, tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik
21
menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cidera medulla
spinal akut.
Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang
menimbulkan iskemia, hipoksia, edema, lesi, hemiorargi.
Cidera medulla spinal dapat terjadi pada lumbal 1-5
a) Lesi 1 : kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai
lipat paha dan bagian dari bokong.
b) Lesi L2 : ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari
anterior paha.
c) Lesi L3 : Ekstremitas bagian bawah.
d) Lesi L4 : Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.
e) Lesi L5 : Bagian luar kaki dan pergelangan kaki
4) Manifestasi klinis
a) Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang
saraf yang terkena
b) Paraplegia
c) Tingkat neurologik
d) Paralisis sensorik motorik total
e) Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi
kandung kemih).
f) Penurunan keringat dan tonus vasomoto
22
g) Penurunan fungsi pernafasan
h) Gagal nafas (Baughman, 2000).
5) Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis yang dilakukan menurut Doengoes,
(1999) adalah
a) Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis Cidera tulan (fraktur, dislokasi),
unutk kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau
operasi
b) CT Scan
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun
struktural
c) MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan
kompresi
d) Mielografi
Untuk memperlihatkan kolumna spinal (kanal vertebral), jika
faktor patologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi
pada ruang sub anakhnoid medulla spinal (biasanya tidak
akan dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
23
e) Foto rontgen torak, memperlihatkan keadan paru (contoh
perubahan pada diafragma,atelektasis)
f) Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vital, volume tidal) :
mengukur volume inspirasi maksimal khususnya pada
pasien dengan trauma servikal bagian bawah atau pada
trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot
interkostal).
g) GDA : Menunjukan keefektifan penukaran gas atau upaya
ventilasi.
6) Komplikasi
a) Neurogenik shock.
b) Hipoksia.
c) Gangguan paru-paru
d) Instabilitas spinal
e) Orthostatic Hipotensi
f) Ileus Paralitik
g) Infeksi saluran kemih
h) \Kontraktus
i) Dekubitus
j) Inkontinensia blader
k) Konstipasi
24
7) Penanganan Cidera medula spinal
a) Pre hospital (AGD 118, 2010)
(1) Proteksi diri dan lingkungan, selalu utamakan Airway,
Breathing, Circulation (ABC).
(2) Sedapat mungkin tentukan penyebab cidera (tabrakan
mobil frontal tanpa sabuk pengaman).
(3) Lakukan stabilisasi dengan tangan untuk menjaga
kesegarisan tulang belakang : kepala dijaga agar tetap
netral, tidak tertekuk ataupun mendongak, kepala dijaga
agar tetap segaris, tidak menengok ke kiri dan kanan
(4) Posisi netral segaris ini harus selalu dan tetap
dipertahankan, walaupun belum diketahui bahwa ini
cidera spinal, anggap saja ada cidera spinal (dari pada
penderita menjadi lumpuh).
(5) Posisi netral : kepala tidak menekuk (fleksi), ataupun
mendongak (ekstensi).
(6) Posisi segaris : tidak menengok ke kiri ataupun ke
kanan. Pasang kolar servical, dan penderita di pasang
di atas long spine board
(7) Periksa dan perbaiki Airway, Breathing, Circulation
(ABC).
25
(8) Periksa kemungkinan adanya Airway, Breathing,
Circulation (ABC).
(9) Rujuk ke RSU.
b) Intra Hospital
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah
cidera medula spinal lebih lanjut dan untuk mengobservasi
gejala perkembangan defisit neurologis, lakukan resusitasi
sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan
kestabilan kardiovaskuler.
(1) Farmakoterapi
Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon), untuk
melawan edema medela.
(2) Tindakan Respiratori
(a) Berikan oksigen untuk mempertahankan PO2
arterial yang tinggi
(b) Terapkan perawatan yang sangat berhati-hati untuk
menghindari fleksi atau eksistensi leher bila
diperlukan inkubasi endrotakeal
(c) Pertimbangan alat pacu diafragma (stimulasi listrik
saraf frenikus), untuk pasien dengan lesi servical
yang tinggi.
26
(3) Reduksi dan Fraksi skeletal
(a) Cidera medulla spinal membutuhkan
immobilisasi,reduksi, dislokasi,dan stabilisasi
koluma vertebrata
(b) Kurangi fraktur servical dan luruskan spinal servical
dengan suatu bentuk traksi skeletal, yaitu teknik
tong /capiller skeletal atau halo vest
(c) Gantung pemberat dengan batas, sehingga tidak
menggangu traksi
(4) Laminektomi
Dilakukan bila :
(a) Deformitas tidak dapat dikurangi dengan traksi
(b) Terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal
servical
(c) Cidera terjadi pada region lumbal atau torakal
(d) Status neurologis mengalami penyimpanan untuk
mengurangi fraktur spinal atau dislokasi atau
dekompres medull, (Braughman, 2000).
27
8) Pencegahan komplikasi trauma spinal
a) Komplikasi
Bila penderita dalam waktu lama (kurang lebih 2 jam
atau lebih lama lagi), diimobilisasi dalam spine board
penderita dapat mengalami dekubitus pada oksiput skapula,
sacrum dan tumit secepatnya bantalan harus dipasang
dibawah daerah ini, dan apabila keadaan penderita
mengisinkan secepatnya long spine board dilepas, dan
dapat juga terjadi insufisiensi atau arrest, edema, syok
spinal, syok neurogenik, disrefleksia otonom (hiperfleksia)
dan hipotensi (Krisanty et all, 2009).
b) Pencegahan komplikasi trauma spinal
Pada prinsipnya setiap kecurigaan pada trauma
spinal harus dilakukan imobilisasi yang meliputi bukan saja
kepala dan leher tetapi juga daerah dada, pelvis dan
ekstrimitas yang terpenting pada fraktur spinal harus
imobilisasi untuk menghindari fatalitas kemudian dilakukan
diagnosa sesudah imobilisasi dapat dipertahankan
pemindahan pasien harus dengan perhitungan bahwa
pernapasan dapat berhenti tiba-tiba bila fraktur terjadi pada
28
kolomna vertebralis bagian atas prinsip yang harus diingat
adalah stabilisasi tulang belakang(Krisanty et all, (2009).
c. Log roll
1) Tujuan
Mempertahankan alignment anatomis yang benar dalam
usaha untuk mencegah kemungkinan cidera neurologis lebih
lanjut dan mencegah penekanan area cidera empat orang
penolong untuk membantu dalam prosedur log roll dengan
tugas sebagai berikut :
a) Satu untuk mempertahankan imobilisasi segaris kepala dan
leher penderita
b) Satu untuk badan (pelvis dan panggul).
c) Satu untuk pelvis dan tungkai dan satu mengatur prosedur
ini dan mencabut spine board.
Prosedur ini mempertahankan seluruh tubuh penderita
dalam kesegarisan, tetapi masih terdapat gerakan minimal
pada tulang belakang saat melakukan prosedur ini imobilisasi
sudah dilakukan pada ekstrimitas yang diduga mengalami
fraktur (Krisanty et all , 2009).
29
2) Prosedur log roll
a) Long spine board dengan tali pengikat dipasang pada sisi
penderita tali pengikat ini dipasang pada bagian toraks,
diatas krista iliaka paha, dan diatas pergelangan kaki, tali
pengikat atau plester dipergunakan untuk memfiksasi
kepala dan leher penderita ke long spine board.
b) Dilakukan in line imobilisasi kepala dan leher secara
manual kemudian dipasang servical Neck collar
semirigid.
c) Lengan penderita diluruskan dan diletakkan disamping
badan.
d) Tungkai bawah penderita diluruskan secara hati-hati dan di
letekkan dalam posisi kesegarisan netral sesuai dengan
tulang belakang kedua pergelangan kaki diikat satu sama
lain dengan plester.
e) Pertahankan kesegarisan kepala dan leher penderita
sewaktu orang kedua memegang penderita pada daerah
bahu dan pergelangan tangan orang ketiga memasukkan
tangan dan memegang panggul penderita dengan satu
tangan dan lengan tangan yang lain memegang plester
yang mengikat kedua pergelangan kaki.
30
f) Dengan komando dari penolong yang mempertahankan
kepala dan leher dilakukan log roll sebagai satu unit kearah
kedua penolong yang berada pada sisi penderita hanya
diperlukan pemutaran minimal untuk meletakkan spine
board dibawah penderita kesegarisan badan penderita
harus dipertahankan sewaktu menjalankan prosedur ini.
g) Spine board diletakkan dibawah penderita dan dilakukan
log roll kearah spine board harap di ingat spine board
hanya digunakan untuk transfer penderita dan jangan pakai
untuk waktu yang lama.
h) Untuk mencegah terjadinya hiperkstensi leher dan
kenyamanan penderita maka di perlukan bantalan yang
diletakkan dibawah kepala penderita.
i) Bantalan selimut yang dibulatkan atau alat penyangga lain.
j) Ditempatkan di kiri dan kanan kepala dan leher penderita
dan kepala penderita di ikat ke long spine board.
k) Juga dipasang plester diatas servical Neck collar untuk
menjamin tidak adanya gerakan pada kepala dan leher
(Krisanty et all, 2009).
d. Pemasangan Neck collar servical
31
Servical Neck collar menurut Krisanti et all, (2009) adalah
suatu alat ortopedi dari peralatan medis digunakan untuk
menopang medulla spinalis dan kepala klien.
1) Tujuan
a) Membantu mengembalikan posisi medulla spinal klien
b) Mengurangi nyeri
c) Menopang leher klien selama proses penyembuhan dari
cidera yang mengakibatkan bergesernya disk spinal dari
vertebra klien
2) Prosedur pemasangan servicall Neck collar.
Menurut Krisanti, (2009), didalam pelaksanaan prosedur
pemasangan servicall Neck collar dibutuhkan ukuran yang tepat
sesuai dengan kondisi klien:
a) Ukuran yang benar adalah, hal kritical bagi kesembuhan
klien Neck collar yang terlalu pendek mungkin tidak akan
menopang dengan cukup baik, sementara terlalu panjang
membuat collar menjadi hiperekstensi kuncinya adalah
pada jarak berdasarkan imajinasi tarikan garis melintasi
atas bahu,dimana Neck collar akan terpasang dan bagian
bawah dagu klien
32
b) Kunci pada Neck collarnya adalah jarak antara sisi pengikat
belakang dan bagian terbawah plastik keras melingkar
c) Ketika klien di tempatkan pada posisi netral, gunakan jari-
jari anda untuk mengukur jarak dari bahu ke dagu.
d) Anda dapat mengunakan jari-jari untuk menentukan ukuran
stifneck extrication Neck collar yang lebih mendekati
dengan dimensi kunci klien.
e) Neck collar di siapkan dengan memindahkan pengencang
hitam (sizing post) pada ujung cincin teratas di sisi dalam
Neck collar lalu tarik pengencang hitam kedalam lubang
terkecil tekan dengan lembut.
f) Sebelum pemasangan stif Neck collar, tahan dan fleksikan
Neck collar
g) Fleksikan Neck collar sampai ibu jari anda menyentuh jari-
jari yang lain Ini akan membentuk Neck collar dalam bentuk
silinder untuk pengaplikasian segerah.
h) Dengan kepala klien tertopang pada alignment netral,
posisikan bagian penahan dagu dengan mendorong Neck
collar keatas menyusuri dinding dada.
i) Cek ulang posisi kepala klien dan Neck collar pada
alignment yang tepat.
33
j) Jika klien dalam posisi supine mulai dengan melingkarkan
bagian belakang Neck collar dibelakang leher klien pastikan
untuk melipat loop velcro pada bagian atas balutan busa
untuk mencegah lipatan kulit yang dapat membatasi
kemampuannya.
k) Sekali dan tahan Neck collar dengan mengunakan pengait
hindari untuk menekan leher dengan mengunakan pengait.
e. Pencegahan Dekubitus Trauma Spinal
1) Proper positioning untuk mencegah kompresi.
2) Merubah posisi tiap 2 jam.
3) Nutrisi yang baik.
4) Perawatan hiegiene yang baik, pelihara kulit agar tetap bersih
dan kering.
5) Kurangi tekanan pada daerah-daerah yang punya resiko tinggi
bagi terbentuknya ulkus dekubitus, seperti sekitar tulang ekor,
tumit, tulang belikat dan belakang kepala (Mahadewi dan
Maliawan, 2009).
34
B. Kerangka Teori
Kerangka Teori (Benyamin Bloom, Notoatmodjo, 2003)
Gambar 1. Kerangka teori penelitian hubungan pengetahuan perawat tentang imobilisasi spinal dengan keterampilan perawat melaksanakan log roll pada pasien dengan indikasi cidera tulang belakang di RSUD Kabupaten Majene.
35
Faktor pembentuk prilaku
- Predisposing faktor
- Enabling faktor- Reinforcing
faktor
Tingkatan sikap
- Menerima- Merespon- Menghargai- Bertanggung
Jawab
Tingkatan
praktek
- Persepsi- Respon- Terpinpin- Adaftasi
Tingkat
pengetahuan
- Tahu- Memahami- Aplikasi- Analisis- Sintesis- Evaluasi
Psikomotor /
keterampilan
Tindakan Log roll
pada pasien denga
indikasi Cidera
tulang belakang
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. Kerangka konsep
Kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat di gambarkan
sebagai berikut :
Variabel independen variabel dependen
Gambar 2. Kerangka konsep
B. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan konsep penelitian maka dapat dirumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut:
Ha : Ada hubungan antara pengetahuan perawat tentang imobilisasi
spinal dengan keterampilan perawat melaksanakan log roll pada
pasien dengan indikasi cidera tulang belakang.
36
Pengetahuan perawat
tentang
Imobilisasi spinal
Keterampilan perawat
melaksanakan log roll pada
pasien dengan indikasi
Cidera tulang belakang
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah metode penelitian
Metode penelitian ini adalah analitik korelasional (hubungan/asosiasi)
dengan pendekatan Cross Sectional. Dengan populasi perawat
pelaksana yang bekerja di Ruang IGD RSUD Majene sebanyak 30
perawat, pengambilan sampel dengan Purposive sampling. Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan skala yaitu skala pengetahuan dan
kemampuan. Tehnik analisa data yang digunakan adalah analisis
Korelasi Product Moment Pearson.
B. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di ruangan IGD RSUD Kabupaten Majene,
Sulawesi Barat. RSUD Kabupaten Majene merupakan rumah sakit yang
dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Majene yang merupakan rumah sakit
type C non pendidikan yang masuk dalam wilayah Kelurahan Baru,
Kecamatan Banggae Timur, Kabupaten Majene yang terletak di jalan
poros Majene Mamuju Sulawesi Barat.
Penelitian ini dilaksanakan setelah mendapatkan surat ijin penelitian
dari lahan. Pengambilan data dilakukan terhadap 30 perawat yang
37
bekerja di ruangan IGD RSUD Kabupaten Majene. Pengambilan data
dilaksanakan pada periode bulan April 2013.
C. Populasi dan sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat yang melakukan
tindakan keperawatan di ruang IRD RSUD Majene. yang berjumlah
kurang lebih 50 orang.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan di teliti
(Sastroasmoro, 2008). Tapi pada penelitian ini penulis mengambil
metode Purposive sampling yakni sampel yang diteliti sesuai
pertimbangan peneliti yang melakukan tindakan keperawatan dan
bekerja di ruang IRD RSUD Majene. serta memenuhi kriteria sampel
sebagai berikut :
a. Kriteria inklusi :
1) Bersedia menjadi responden
2) Bekerja di ruang instalasi IRD
3) Pernah bekerja di Instalasi IRD
b. Kriteria eksklusi:
1) Tidak sedang dalam perjalanan dinas/tugas luar
2) Tidak sedang menjalani cuti
38
Jumlah sampel pada penelitian ini yang memenuhi kriteria tersebut
sebanyak 30 orang.
39
D. Alur Penelitian
Alur penelitian menguraikan persetujuan judul, izin pengambilan data,
pengambilan data, penetapan sampel, pembuatan proposal
(perancangan dan uji kuesioner baru), pengisian kuesioner, pengolahan
dan analisa data, hasil dan pembahasan, serta kesimpulan.
(Pengantar Riset, Abdul Wahab, S.Si.,M.Si., 2012)
40
Menentukan subyek penelitian
Menentukan variabel independen dan dependen
Variabel independen
( Pengetahuan Perawat
Tentang Tentang
Imobilisasi Spinal )
Variabel dependen
(keterampilan perawat melaksanakan logroll)
Melakukan pengamatan/ pengukuran
Melakukan pengamatan/ pengukuran
Hasil pengamatan / pengukuran
Hasil pengamatan / pengukuran
dianalisis Hasil analisis
Data awal
E. Variabel Penelitian
1. Identifikasi Variabel
Variabel merupakan gejala yang menjadi fokus dalam penelitian,
variabel menunjukan atribut dari sekelompok orang atau objek yang
mempunyai variasi antara satu dengan yang lainnya dalam kelompok
itu (Riwidikdo, 2008).
a. Variabel independen
Yang menjadi variabel dependen dari penelitian ini adalah
“Pengetahuan Perawat Tentang Immobilisasi Spinal”
b. Variabel dependen
Yang menjadi variabel independen dari penelitian ini adalah
“Keterampilan Perawat Melaksanakan Log Roll.”
2. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif
a. Pengetahuan perawat
Pengetahuan perawat adalah suatu pengetahuan yang di
miliki oleh seorang perawat terhadap penatalaksanaan
immobilisasi spinal, sedangkan untuk mengukur tingkat
pengetahuan perawat adalah dengan menggunakan kuesioner
atau Pengetahuan seseorang dapat diukur dengan cara diuji atau
tes. Adapun kriteria tingkat pengetahuan menurut Arikunto (2006)
41
adalah bahwa pengetahuan seseorang dapat diketahui dan
diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
1) Baik : Hasil persentase ≥ 50%
2) Kurang : Hasil persentase < 50%
b. Keterampilan perawat
Keterampilan perawat yang dinilai disini adalah
keterampilan yang dimiliki oleh perawat dalam melaksanakan log
roll terhadap pasien dengan indikasi cedera tulang belakang, dan
untuk mengukur tingkat keterampilan perawat dalam
melaksanakan logroll terhadap pasien dengan cedera tulang
belakang adalah dengan cara diuji atau tes dengan menggunakan
lembar observasi yang berdasarkan lembar Standar Opersional
Prosedur (SOP), log roll yang diadopsi dari DIV Keperawatan
Gawat Darurat Poltekkes Surakarta. Adapun kriteria tingkat
keterampilan diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang
bersifat kualitatif :
1) Baik : hasil persentase ≥ 50%
2) Kurang : hasil persentase < 50% .
F. Instrumen Penelitian
Data penelitian ini, diambil dengan menggunakan lembar checklist
observasi dan lembar kuesioner dengan menggunakan skala Guttman
42
berupa soal-soal tentang immobilisasi spinal yang dibuat dengan
mengacu pada konsep dan teori terkait berisi tentang pertanyaan yang
berhubungan dengan tingkat pengetahuan tentang immobilisasi spinal
dan keterampilan tentang log roll terhadap pasien dengan indikasi cedera
tulang belakang di ruang IRD RSUD Majene.
G. Pengolahan dan Analisa Data
Setelah data terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data, melalui
tahap-tahap sebagai berikut :
1. Pengolahan Data
Menurut Arikunto (2002), langkah-langkah pengolahan data
dalam penelitian ini dilakukan dengan tahap:
a. Editing
Melengkapi hasil observasi pada lembar observasi, memperbaiki
hasil observasi, memperjelas dan pengecekan logis.
b. Coding
Yaitu kegiatan pemberian kode hasil observasi secara angka
(numerik) atau kode tertentu sehingga lebih mudah dan
sederhana. Pengisian berdasarkan jawaban dari responden.
c. Scoring
Setelah pemberian kode kemudian dilakukan pemberian nilai skor
yang telah ditentukan.
43
d. Tabulating
Menyusun data dalam bentuk tabel-tabel distribusi frekuensi.
2. Analisa Data
Setelah melalui tahap-tahap diatas, selanjutnya dilakukan analisa data
dengan menggunakan :
a. Analisis univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil
penelitian. Analisis univariat hanya menghasilkan distribusi dan
persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2005). Analisis
univariat pada data numerik dan kategorik yang disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi, sedangkan data yang bukan
merupakan data numerik akan disajikan dalam tabel yang berisi
mean, median, modus dan standar deviasi.
b. Analisis bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara
variabel bebas dengan variabel terikat yang diduga berhubungan
atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2005). Untuk melakukan uji yang
bertujuan mengetahui apakah ada hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen dimana kedua variabel
(independen dan dependen) termasuk dalam data ordinal dan data
yang dianalisis lebih dari 24 responden, maka digunakan uji
44
Korelasi Product Moment Pearson (Riwidikdo, 2009). Analisis
bivariat dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer
program SPSS versi 16.0 for windows.
H. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya
rekomendasi dari pihak institusi atas pihak lain dengan mengajukan
permohonan izin kepada instansi tempat penelitian dalam hal ini RSUD
Majene. Setelah mendapat persetujuan barulah dilakukan penelitian
dengan menekankan masalah etika penelitian yang meliputi (Hidayat
2007) :
1. Informed Consent
Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti
yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul dan manfaat
penelitian. Bila subjek menolak maka peneliti tidak akan memaksakan
kehendak dan tetap menghormati hak-hak subjek.
2. Anonymity
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama
responden, tetapi dengan cara memberikan kode tertentu.
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi dijamin oleh peneliti, dan hanya kelompok data
tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian
45
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian observasional dengan pendekatan “Cross Sectional Study”.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
pengertahuan perawat dengan keterampilan perawat dan dikaji pada saat
yang bersamaan di RSUD Majene Kabupaten Majene mulai dari tanggal
30 Oktober – 10 November 2013. Pengambilan sampel dilakukan dengan
teknik Purposive Sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah 30
responden. Adapun hasil penelitian yang didapatkan adalah sebagai
berikut :
1. Karakteristik Umum
a. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 responden,
terdapat jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 15 responden (50%)
dan jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 15 responden (50%),
dan dapat dilihat pada tabel 5.1.
46
Tabel 5.1Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
di Rumah Sakit Umum MajeneKabupaten Majene
Tahun 2013
Jenis Kelamin n %
Laki – Laki 15 50,0
Perempuan 15 50,0
Total 30 100
b. Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Umur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 responden,
lebih tinggi pada golongan umur 25 – 29 tahun yaitu sebanyak 15
responden (50%) dan paling rendah pada golongan umur 30 - 34
tahun yaitu sebanyak 5 responden (16,7%), dan dapat dilihat pada
tabel 5.2
47
Tabel 5.2Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Umur
di Rumah Sakit Umum MajeneKabupaten Majene
Tahun 2013
Golongan Umur n %
20 – 24 Tahun 10 33,3
25 – 29 Tahun 15 50,0
30 – 34 Tahun 5 16,7
Total 30 100
c. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 responden,
lebih tinggi pada tingkat pendidikan D3 Perawat yaitu sebanyak 25
responden (83,3%) dan paling rendah pada tingak pendidikan S1 +
Ners yaitu sebanyak 2 responden (6,7%), dan dapat dilihat pada
tabel 5.3
48
Tabel 5.3Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan
di Rumah Sakit Umum MajeneKabupaten Majene Tahun 2013
Pendidikan n %
D3 Perawat 25 83,3
S1. Perawat 3 10,0
S1 + Ners 2 6,7
Total 30 100
2. Hasil Analisis Univariat
a. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 responden,
lebih tinggi pada pengetahuan baik yaitu sebanyak 27 responden
(90%) dan paling rendah pada pengetahuan kurang yaitu
sebanyak 3 responden (10%), dan dapat dilihat pada tabel 5.4.
49
Tabel 5.4Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan
di Rumah Sakit Umum MajeneKabupaten Majene Tahun 2013
Pengetahuan n %
Baik 27 90,0
Kurang 3 10,0
Total 30 100
b. Distribusi Responden Berdasarkan Keterampilan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 responden,
lebih tinggi pada keterampilan baik yaitu sebanyak 20 responden
(66,7%) dan paling rendah pada keterampilan kurang yaitu
sebanyak 10 responden (33,3%), dan dapat dilihat pada tabel 5.5.
50
Tabel 5.5Distribusi Responden Berdasarkan Keterampilan
di Rumah Sakit Umum MajeneKabupaten Majene Tahun 2013
Keterampilan n %
Baik 20 66,7
Kurang 10 33,3
Total 30 100
3. Hasil Analisis Bivariat
Analisis bivariat ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui
hubungan pengetahuan dengan keterampilan perawat dengan
menggunakan uji statistik chi square dengan tingkat kemaknaan α=
0,05 dapat dilihat di bawah ini :
a. Hubungan Pengetahuan Dengan Keterampilan Perawat
Berdasarkan tabel 5.6 dapat dilihat bahwa dari 30
responden yang diteliti terdapat 27 responden (90,0%) yang
berpengetahuan baik, dimana terdapat 20 responden (66,7%)
51
dengan keterampilan baik dan terdapat 7 responden (23,3%)
dengan keterampilan kurang. Sedangkan pada pengetahuan
kurang terdapat 3 responden (10%), dimana dengan keterampilan
baik yaitu sebanyak 0 responden dan dengan keterampilan kurang
yaitu sebanyak 3 responden (10%) dan dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 5.6Hubungan Pengetahuan Dengan Keterampilan Perawat
di Rumah Sakit Umum MajeneKabupaten Majene
Tahun 2013
Pengetahuan
Keterampilan
Total
PBaik Kurang
n % n % n %
Baik 20 66,7 7 23,3 27 90,0
P=0,030
Kurang 0 0 3 10,0 3 10,0
Total 20 66,7 10 33,3 30 100
Berdasarkan uji chi square diperoleh nilai hitung p = 0,030
lebih kecil dari nilai α = 0,05 (p < α). Dari analisis tersebut dapat
diartikan bahwa Terima H1 atau H0 ditolak dengan demikian bahwa 52
ada hubungan antara pengetahuan dengan keterampilan perawat di
RSU Majene.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan dan
disesuaikan dengan tujuan penelitian, maka pembahasan hasil penelitian
ini diuraikan sebagai berikut :
1. Pengetahuan
Peranan pengetahuan perawat terhadap imobilitas spinal
merupakan hal yang penting dalam peningkatan keterampilan
perawat. Pengetahuan yang perlu dimiliki oleh para perawat agar
senantiasa sedini mungkin melakukan tindakan segera kepada pasien
cidera. Pada dasarnya, perawat yang memiliki pengetahuan yang baik
tentang keterampilan dalam keadaan darurat, akan memiliki
kecenderungan cekatan dalam menindaki pasien.
Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah
seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
53
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt
behavior).
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui
atau disadari oleh seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan
adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui
pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang
mengunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau
kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan
sebelumnya (Meliono dan Irmayanti, 2007). Jadi dapat disimpulkan
pengetahuan adalah hasil penginderaan atau pengamatan inderawi
terhadap suatu obyek yang belum pernah dilihat, didegar atau
dirasakan sebelumnya yang disadari oleh seseorang mengunakan
indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian
tertentu dan pengetahuan sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang.
Pengetahuan seseorang dapat diperoleh dengan berbagai
usaha, baik sengaja maupun secara kebetulan. Usaha yang dilakukan
54
dengan sengaja meliputi berbagai metode dan konsep baik melalui
proses pendidikan maupun melalui pengalaman. Demikian juga
dengan perawat yang tidak mengalami atau memperoleh pendidikan
tentu saja akan berakibat pada kurangnya pengetahuan tentang hal-
hal yang berkaitan dengan keterampilan dalam melaksanakan log roll
ada pasien cidera tulang belakang.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa dari 30 responden yang
diteliti terdapat 27 responden (90,0%) yang berpengetahuan baik,
dimana terdapat 20 responden (66,7%) dengan keterampilan baik dan
terdapat 7 responden (23,3%) dengan keterampilan perawat kurang.
Sedangkan pada pengetahuan kurang terdapat 3 responden (10%),
dimana dengan keterampilan baik yaitu sebanyak 0 responden dan
dengan keterampilan kurang yaitu sebanyak 3 responden (10%).
Berdasarkan uji Fisher’s Exact Test diperoleh nilai hitung p =
0,030 lebih kecil dari nilai α = 0,05 (p < α). Dari analisis tersebut
dapat diartikan bahwa Terima H1 atau H0 ditolak dengan demikian
bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan keterampilan
perawat di RSU Majene.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Muliadi (2007) yang melihat hubungan antara pengetahuan
dengan keterampilan perawat di Rumah Sakit Wahidin S dengan nilai
55
a = 0,015. Dan sejalan pula dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Musfida (2008) tentang pengetahuan perawat terhadap
pelayanan di ruang IRD dengan taraf signifikan a = 0,010.
56
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit
Umum Majene Kabupaten Majene tahun 2013 dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut.
1. Ada hubungan pengetahuan perawat tentang imobilisasi spinal
dengan keterampilan perawat melaksanakan log roll pada pasien
dengan indikasi cidera tulang belakang di ruangan IGD RSUD Majene
Kabupaten Majene Tahun 2013.
2. Perawat yang memiliki pengetahuan yang baik tentang imobilisasi
spinal akan cenderung memahami dan terampil dalam
pelaksanaannya terhadap pasien. Namun sebaliknya, jika perawat
memiliki pengetahuan yang minim atau rendah, maka akan kurang
memahami dan tidak terampil dalam melakukan tindakan pada pasien
tersebut.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat diberikan beberapa
saran sebagai berikut:
57
1. Perlu diberikan pengetahuan tentang loggroll pada perawat secara
berkelanjutan supaya seluruh perawat dapat mengetahui tentang
prosedur loggroll.
2. Pengetahuan tentang loggroll hendaknya diberikan secara terprogram
dan direncanakan pada setiap instalasi di RSUD Majene, supaya
loggroll dianggap sebagai suatu bagian penting dari pelayanan
keperawatan
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang tingkat pengetahuan
kegawat daruratan pada perawat yang bekerja di rumah sakit.
1.
58
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi VI. Jakarta : Rineka Cipta.
Armiatmi F, (2008). Karya Tulis Ilmiah Pada Praplegi Frankled Post Kaminectomi Akibat Fraktur Vertebra Lumbal. Terdapat http://etd.eprints.ums.ac.id/. Diunduh pada tanggal 11 Desember 2010 pukul 20.15 WIB
Armiatmi f. (2008). Karya Tulis Ilmiah Post Kominectomi Fraktur Vertebra Lumbal. Terdapat http://etd.eprints.ums.ac.id/939/1/J100050023.pdf
Baughman, C diane,dkk. 2000. Buku Saku Medical BedahBrunner Suddart, Jakarta,. EGC
Brunner & Suddarth (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 vol 3 Jakarta : EGC.
Dina, (2005). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Kristanty P, Manurung S, Suratun, Wartonah, Mamah Sumartini, Ernawati Dalami, Rohimah, Santun Setiawati. (2009). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.jakarta : Trans info Media.
Mahadewi, T.G.B. dan Maliawan, S. (2009). Buku ajar cedera syaraf tulang belakang. Udayana university press.
Meliono dan Irmayanti. (2007). Modul I : MPKT. Lembaga Penerbitan FEUI. Dikutip dari http://id. Wiki pedia.org/wiki/pengetahuan-ilmu.
Notoadmodjo. (2007). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, Edisi ke- 3.
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
59
Pearce E. C. (2012). Anatomi Fisiologi Untuk Pramedis. Jakarta : PT. Gramedia.
Rab, T. (2007). Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Jilid 3.Bandung : Alumni Bandung.
Riwidikdo, H. (2008). Statistik kesehatan. Jogjakarta. Mitra Cendikia Press.
Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Administrasi. Edisi. Revisi. Jakarta: CV Alfabeta.
Wahab Abdul. (2012).Pengantar Riset. Jogjakarta: Kutub wacana.
60