Download - skripsi FD dan camel perbankan.pdf
PENGARUH RASIO CAMEL DAN RISIKO PERBANKAN TERHADAP
KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN PERBANKAN
(Studi pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI)
SKRIPSI
Untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti sidang skipsi
guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
Tetty Purwasih Simangunsong
094020158
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2013
PENGARUH RASIO CAMEL DAN RISIKO PERBANKAN TERHADAP
KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN PERBANKAN
(Studi pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI)
SKRIPSI
Untuk memenuhi salah satu syara sidang skipsi
guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan
Bandung, April 2013
Mengetahui,
Pembimbing
Dr. H. Sasa S Suratma,S.E.,M.Sc.
Dekan Ketua Program Studi
Dr. H. R. Abdul Maqin, S.E., MP Dr. H. Sasa S. Suratman, S.E., M.Sc
PERNYATAAN
(Program Studi Stara 1)
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik sarjana, baik di Universitas Pasundan
maupun di peerguruan tinggi lainnya.
2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan prnrlitian saya sendiri tanpa
bantuan pihak kain kecuali arahan tim pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
tanpa atau publikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama
pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenarann dalam peryataan ini
maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar
yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai
dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Bandung, April 2013
Yang membuat pernyataan
(Tetty P Simangunsong)
KATA PENGANTAR
Salam Sejahtera.
Segala puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan yang Maha Esa
atas segala nikmat yang diberikn kepada kita semua, dengan rahmat dan kasih-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skipsi ini dengan judul
“PENGARUH RASIO CAMEL DAN RISIKO PERBANKAN TERHADAP
KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN PERBANKAN”
guna memenuhi persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan.
Rasa bangga serta kesungguhan dalam menyelesaikan SKIPSI dengan
mengucapkan Puji Tuhan akhirnya SKIPSI ini dapat selesai, meskipun kata
sempurna masih jauh dalam penyusunan SKIPSI ini, hal ini dikarenakan adanya
keterbatasan pengetahuan penulis. Namun penulis berharap SKIPSI ini dapat
bermanfaat bagi yang membacanya dan peneliti selanjutnya.
Dalam penyusunan skipsi ini penulis melibatkan beberapa pihak yang
banyak membantu dan memberikan petunjuk, bimbingan dan doa yang begitu
besar mamfaatnya bagi penulis sampai ahirnya penulis dapat menyelesaikan
skipsi ini, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
banyak trima kasih kepada Bapak dan Ibu penulis yaitu JM. Simangunsong dan
Ibu S. Siagian, kakak dan adik-adik penulis atas doa, dan dukungan serta motivasi
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skipsi
Selanjutnya penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada yang terhormat Dr. H. Sasa S Suratman, S.E., M.sc., selaku
Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan
sekaligus dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran guna
membimbing dan mengarahkan serta memberikan petunjuk kepada penulis dalam
menyelesaikan skipsi ini.
Pada kesempatan ini juga dengan penuh hormat penulis tidak lupa
mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. H. R. Abdul Maqin,S.E.,MP., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pasundan.
2. Dadan Soekardan, S.E., Msi., Sekertaris Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan.
3. Semua dosen Universitas Pasundan yang telah memberikan ilmu
pengetahuan yang sangat bermamfaat dan smua staf Universitas Pasundan
yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan di Universitas
Pasundan.
4. Buat orang yang penulis kasihi yaitu Maju Sinaga (si jelek) yang
senantiasa memberikan dukungan, perhatian, motivasi dan segala bentuk
bantuannya sehingga penulis semangat untuk menyelesaikan skipsi ini.
5. Dan tidak lupa juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa
Universitas Pasundan khususnya Rini Hariyati, Mut dan semua teman-
teman seperjuangan penulis yang sangat penulis sayangi, yang telah
sama-sama berjuang selama kurang lebih empat tahun untuk mendapat
gelar Sarjana.
Dan akhir kata dari skipsi ini penulis sampaikan semoga semua amal
kebaikan dan bantuan yang telah diberikan oleh semuanya akan mendapatkan
balasan yang setimpal dati Tuhan yang Maha Esa, akhir kata semoga skipsi ini
dapat bermamfaat baik bagi semua pihak.
Bandung, April 2013
Penulis,
( Tetty P Simangunsong)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv
DAFTAR GRAFIK ........................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................ 10
1.3 Maksut dan Tujuan Penelitian ................................................ 10
1.4 Kegunaan Penelitian ................................................................ 11
1.5 Lokasi dn Waktu Penelitian .................................................... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka ......................................................................... 13
2.1.1 Arti dan Fungsi Bank .................................................. 13
2.1.2 Aktivitas Bank ............................................................. 15
2.1.3 Laporan Keuangan Bank ............................................. 18
2.1.3.1 Neraca Bank...................................................... 19
2.1.3.2 Laporan Laba Rugi Bank.................................. 19
2.1.3.3 Analisis Risiko Perbankan................................ 20
2.1.3.3.1 Financial Risk .................................. 21
2.1.3.3.2 Delivery Risk..................................... 21
2.1.3.3.3 Environment Risk............................. 22
2.1.4 Asset Liability Manajemen (ALMA)............................. 22
2.1.4.1 Pengertian ALMA............................................. 22
2.1.4.2 Fungsi ALMA................................................... 23
2.1.4.3 Tujuan ALMA..................................................... 24
2.1.5 Analisis Rasio Keuangan................................................. 24
2.1.5.1 Analisi Rasio...................................................... 24
2.1.5.2 Tujuan Analisis Rasio Keuangan...................... 26
2.1.5.3 Keunggulan dan Keterbatasan Analisis Rasio. 27
2.1.5.4 Jenis-Jenis Rasio Keuangan............................ 28
2.1.5.4.1 Rasio CAMEL................................. 28
2.1.6 Financial Distress............................................................ 32
2.1.6.1 Pengertian Financial Distress........................... 32
2.1.6.2 Analisis Diskriminasi Altman.......................... 40
2.1.6.2.1 The Altman Model........................... 40
2.1.6.2.2 Revisi Altman Model....................... 43
2.1.6.2.3 A Future Revision Model................. 43
2.2 Kerangka Pemikiran ................................................................ 44
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian yang Digunakan ......................................... 50
3.1.1 Objek Penelitian ............ ............................................. 50
3.1.2 Metode Penelitian ............. .......................................... 50
3.2 Definisi dan Operasionalisasi Variabel ................................... 51
3.2.1 Definisi Variabel .......................................................... 51
3.2.2 Operasionalisasi Variabel ............................................ 55
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ............................................... 58
3.3.1 Populasi Penelitian ...................................................... 58
3.3.2 Teknik Sampling .......................................................... 58
3.3.3 Sampel Penelitian ........................................................ 60
3.4 Sumber Data.... ........................................................................ . 61
3.4.1 Teknik Pengumulan Data ............................................ 62
3.4.2 Prosedur Pemilihan Objek Penelitian .......................... 63
3.4.3 Model Penelitian .......................................................... 63
3.5 Rancangan Analisis Data dan Pengujian Hipotesis.... .............. . 64
3.5.1 Analisis Data ................................................................ 64
3.5.2 Uji Asumsi Klasik ....................................................... 65
3.5.2.1 Uji Normalitas ............................................... 65
3.5.2.2 Uji Multikolinearitas ..................................... 66
3.5.2.3 Uji Autokorelasi ............................................ 66
3.5.2.4 Uji Asumsi Heteroskedastisitas ..................... 67
3.5.3 Statistika Deskriftif ...................................................... 68
3.5.4 Analisis Regresi ........................................................... 70
3.5.4.1 Analisis Regresi Linear Sederhana ................ 70
3.5.4.2 Analisis Regresi Berganda Simultan ............. 71
3.5.5 Analisis Korelasi .......................................................... 72
3.5.5.1 Analisi Korelasi Parsial ................................. 72
3.5.5.2 Analisis Korelasi Berganda (Simultan) ......... 73
3.5.6 Pengujian Hipotesis ..................................................... 74
3.5.7 Koefisien Determinasi ................................................. 78
3.5.8 Penarikan Kesimulan ................................................... 79
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ........................................................................ 82
4.1.1 Gambaran Umum Perusahaan Perbankan ............ ...... 82
4.1.2 Non Performing Loan ............. .................................... 88
4.1.3 Return on Asset ............ .............................................. 91
4.1.4 Loan to Deposit ratio ............. ..................................... 94
4.1.5 Credit Risk ............ ...................................................... 97
4.1.6 Financial Distress ............. .......................................... 100
4.2 Pembahasan .......... ................................................................ 104
4.2.1 Pengujian Asumsi Klasik ............ ................................ 104
4.2.1.1 Uji Normalitas ............................................... 104
4.2.1.2 Uji Multikolinearitas ..................................... 105
4.2.1.3 Uji Autokorelasi ............................................ 106
4.2.1.4 Uji Heteroskedasitas ...................................... 107
4.2.2 Analisis Deskriptif ............. ......................................... 109
4.2.2.1 Analisis Statistik Deskriptif Non Performing
Loan Perusahaan Perbankan .......................... 109
4.2.2.2 Analisis Statistik Deskriptif Return on Asset
Perusahaan Perbankan ................................... 121
4.2.2.3 Analisis Statistik Deskriptif Loan to Deposit
Ratio Perusahaan Perbankan ......................... 113
4.2.2.4 Analisis Statistik Credit Risk Perusahaan
Perbankan ...................................................... 115
4.2.2.5 Analisis Statistik Deskriptif Financial
Distress Perusahaan Perbankan ..................... 116
4.2.3 Analisis Pengaruh Non Performing Loan terhadap
Financial Distress ......................................................... 117
4.2.4 Analisis Pengaruh Return on Asset terhadap Financial
Distress ......................................................................... 123
4.2.5 Analisis Pengaruh Loan to Deposit Ratio terhadap
Financial Distress ......................................................... 129
4.2.6 Analisis Pengaruh Credit Risk terhadap Financial
Distress ......................................................................... 134
4.2.7 Analisis Pengaruh Non Performing Loan, Return on
Asset, Loan to Dpeosit Ratio, Credit Risk Terhadap
Financial Distress Secara Simultan .............................. 140
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .............................................................................. 155
5.2 Saran ........................................................................................ 168
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel ........................................................ 57
Tabel 3.2 Penyeleksian untuk Sampel ..................................................... 60
Tabel 3.3 Daftar Perusahaan Perbankan yang Dijadikan Sampel .......... 61
Tabel 3.4 Kriteria Penelitian .................................................................... 69
Tabel 3.5 Pedoman Koefisien Korelasi ................................................... 73
Tabel 4.1 Non Performing Loan Perbankan 2008-2010 .......................... 99
Tabel 4.2 Return on Asset Perbankan 2008-2010 .................................... 102
Tabel 4.3 Loan to Deposit Ratio Perbankan 2008-2010 ......................... 105
Tabel 4.4 Credit Risk Perbankan 2008-2010 ............................................ 108
Tabel 4.5 Financial Distress Perbankan 2008-2010 ................................ 112
Tabel 4.6 Uji Multikolinearitas ............................................................... 116
Tabel 4.7 Hasil Analisis Deskriptif Rasio Non Performing Loan ........... 119
Tabel 4.8 Kriteria Penilaian ..................................................................... 120
Tabel 4.9 Hasil Analisis Deskriptif Return on Asset ............................... 121
Tabel 4.10 Kriteria Penilaian ...................................................................... 122
Tabel 4.11 Hasil Analisis Deskriptif Loan to Deposit Ratio ..................... 123
Tabel 4.12 Kriteria Penilaian ...................................................................... 124
Tabel 4.13 Hasil Analisis Credit Risk ....................................................... 125
Tabel 4.14 Kriteria Penilaian ...................................................................... 126
Tabel 4.15 Hasil Analisis Financial Distress ............................................. 127
Tabel 4.16 Kriteria Penilaian ...................................................................... 128
Tabel 4.17 Korelasi NPL Terhadap Financial Distress ............................. 129
Tabel 4.18 Kriteria Penilaian ...................................................................... 129
Tabel 4.19 Regresi NPL Terhadap Financial Distress ............................... 131
Tabel 4.20 Hasil Pengujian Uji t ................................................................ 132
Tabel 4.21 Hasil Perhitungan Korefisien Determinasi Parsial ................... 133
Tabel 4.22 Korelasi Parsial ROA terhadap Financial Distress .................. 135
Tabel 4.23 Kriteria Penilaian ...................................................................... 135
Tabel 4.24 Regresi ROA Terhadap Financial Distress .............................. 136
Tabel 4.25 Hasil Perhitungan Uji t ............................................................. 138
Tabel 4.26 Hasil Perhitungan Korefisien Determinasi Parsial ................... 139
Tabel 4.27 Korelasi Loan to Deposit Ratio Terhadap Financia DIstress .. 141
Tabel 4.28 Kriteria Penilaian ...................................................................... 141
Tabel 4.29 Regresi Penilain LDR Terhadap Financial Distress ................ 142
Tabel 4.30 Hasil Perhitungan Uji t ............................................................. 144
Tabel 4.31 Hasil Perhitungan Korefisien Determinasi Parsial ................... 145
Tabel 4.32 Korelasi Credit Risk Terhadap Financial Distress .................. 146
Tabel 4.33 Kriteria Penilaian ...................................................................... 147
Tabel 4.34 Regresi Penilaian Credit Risk Terhadap FD ............................. 148
Tabel 4.35 Hasil Perhitungan Uji t ............................................................. 149
Tabel 4.36 Hasil Perhitungan Korefisien Determinasi Parsial ................... 150
Tabel 4.37 Korelasi Berganda Non Performing Loan (NPL), Return on Asset
(ROA), Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Credit Risk Terhadap
Financial Distres................................................................... 151
Tabel 4.38 Kriteria Penilaian ...................................................................... 152
Tabel 4.39 Regresi Berganda Non Performing Loan, Return on Asset, Loan
to Deposit Ratio dan Credit Risk Terhadap Financial Distres. .....153
Tabel 4.40 Hasil Pengujian Uji F ............................................................... 155
Tabel 4.41 Hasil Penghitungan Koefisien Determinasi Secara Simultan... 156
Tabel 4.42 Rekapitulasi Hasil Uji Asumsi Klasik..................................... 158
Tabel 4.43 Rekapitulasi Penelitian Pengaruh Non Performing Loan terhadap
Financial Distress.................................................................. 159
Tabel 4.44 Rekapitulasi Penelitian Pengaruh Return on Asset (ROA) terhadap
Financial Distress.................................................................. 160
Tabel 4.45 Rekapitulasi Penelitian Pengaruh Loan to Deposit Ratio terhadap
Financial Distress.................................................................. 161
Tabel 4.46 Rekapitulasi Penelitian Pengaruh Credit Risk terhadap Financial
Distress.................................................................................. 162
Tabel 4.47 Rekapitulasi Penelitian Pengaruh Non Performing Loan (NPL),
Return on Asset (ROA), Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Credit
Risk (CR) Terhadap Financial Distress................................... 163
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ................................................................ 48
Gambar 3.1 Model Penelitian ...................................................................... 64
Gambar 4.1 Normal Probability-Plot ........................................................... 115
Gambar 4.2 Scatterplot ................................................................................. 118
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Non Performing Loan (NPL) .................................................. 100
Grafik 4.2 Return on Asset (ROA) ............................................................. 103
Grafik 4.3 Loan to Deposit Ratio (LDR) .................................................. 106
Grafik 4.4 Credit Risk (CR) ...................................................................... 109
Grafik 4.5 Financial Distress (FD) ........................................................... 113
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini dunia perbankan berada dalam lingkungan persaingan yang
berubah cepat, sistem dan subsistem organisasi menjadi semakin terbuka dan
tingkat persaingan semakin ketat dan tajam, bahka semakin tidak menentu
arah perubahannya. Sebuah bank harus dapat berkompetisi dengan bank-bank
kompetitor dan financial intermediary unit lainnya yang juga memberikan
layanan jasa keuangan agar dapat mempertahankan kelangsungan hidup dalam
sistem keuangannya. Suatu bank dikatakan berhasil memenangkan kompetisi
bisnisnya jika mampu memberikan layanan jasa keuangan lebih baik daripada
kompetitornya, sekaligus mampu mengadaptasikan diri dengan perubahan
lingkungan sehingga bank tersebut mampu terhindar dari financial distress
Luciana dan Kristijadi (2003).
Kebangkrutan merupakan masalah yang sangat esensial yang harus di
waspadai oleh perusahaan. Apabila suatu perusahaan telah bangkrut berarti
perusahaan tersebut benar-benar mengalami kegagalan usaha, oleh karena itu
perusahaan harus sedini mungkin untuk melakukan berbagai analisis terutama
analisis tentang kebangkrutan. Analisis kebangkrutan dilakukan untuk
memperoleh peringatan awal kebangkrutan (tanda-tanda awal kebangkrutan).
Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan tersebut, semakin baik bagi pihak
manajemen karena pihak manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan.
Pihak kreditur dan juga pihak pemegang saham bisa melakukan persiapan-
persiapan untuk mengatasi berbagai kemungkinan yang buruk. (Hanafi dan
Halim, 1996:263).
Kebangkrutan perusahaan dapat terjadi karena perusahaan mengalami
masalah keuangan yang dibiarkan berlarut-larut. Beberapa perusahaan yang
mengalami masalah keuangan mencoba mengatasi masalah tersebut dengan
melakukan pinjaman dan penggabungan usaha. Ada juga yang mengambil
alternatif singkat dengan menutup usahanya. Salah satu alasan perusahaan
menutup usahanya karena pendapatan yang diperoleh perusahaan lebih kecil
dari biaya yang dikeluarkan perusahaan selama jangka waktu tertentu.
Disamping itu perusahaan juga tidak dapat membayar kewajiban-kewajibannya
kepada pihak lain pada saat jatuh tempo karena perusahaan tidak memperoleh
laba tiap periode operasinya, Hofer (1980) dan Whitaker (1999).
Financial distress adalah suatu konsep luas yang terdiri dari beberapa
situasi dimana suatu perusahaan menghadapi masalah kesulitan keuangan.
Istilah umum untuk menggambarkan situasi tersebut adalah kebangkrutan,
kegagalan, ketidakmampuan melunasi hutang dan default (Atmini, 2005).
Menurutnya, ketidakmampuan melunasi hutang menunjukkan adanya masalah
likuiditas, sedangkan default berarti suatu perusahaan melanggar perjanjian
dengan kreditur dan dapat menyebabkan tindakan hukum.
Balwin dan Scott (1983) dalam Parulian (2007) menjelaskan bahwa
suatu perusahaan dikatakan mengalami kondisi financial distress apabila
perusahaan tersebut tidak dapat memenuhi kewajiban financialnya. Menurut
mereka, sinyal pertama dari kesulitan ini adalah dilanggarnya persyaratan-
persyaratan utang (debt covenants) yang disertai dengan penghapusan atau
pengurangan pembayaran dividen. Wruck (1990) dalam Parulian (2007)
mendefinisikan financial distress sebagai suatu penurunan kinerja (laba),
sedangkan Elloumi dan Gueyie (2001) dalam Parulian (2007)
mengkategorikan perusahaan dengan financial distress apabila selama dua
tahun berturut-turut mengalami laba bersih negatif. Namun, Classens et al.
(1999) dalam Wardhani (2006) mendefinisikan perusahaan yang berada
dalam kesulitan keuangan yaitu perusahaan yang memiliki interest coverage
ratio (rasio laba usaha terhadap biaya bunga) kurang dari satu.
Menurut Platt dan Platt (2002) dalam Atmini (2005), financial distress
adalah tahap penurunan kondisi keuangan yang dialami oleh suatu
perusahaan, yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi.
Kondisi ini biasanya ditandai dengan adanya penundaan pengiriman, kualitas
produk yang menurun dan penundaan pembayaran tagihan. Apabila kondisi
financial distress ini diketahui sejak awal, diharapkan dapat dilakukan
tindakan untuk memperbaiki situasi tersebut sehingga perusahaan tidak akan
masuk ke tahap kesulitan yang lebih berat seperti kebangkrutan atau likuidasi.
Tujuan utama suatu perusahaan atau perbankan adalah mendapatkan laba.
Laporan laba rugi disusun dengan maksud untuk menggambarkan hasil
operasi perusahaan dalam suatu periode waktu tertentu. Dengan kata lain,
laporan laba rugi menggambarkan keberhasilan atau kegagalan operasi
perusahaan dalam upaya mencapai tujuannya. Hasil operasi perusahaan
diukur dengan membandingkan antara pendapatan perusahaan dengan biaya.
Apabila pendapatan lebih besar daripada biaya maka dikatakan bahwa
perusahaan memperoleh laba dan bila terjadi sebaliknya maka perusahaan
mengalami rugi. Salah satu kegunaan dari informasi laba yaitu untuk
mengetahui kemampuan perusahaan dalam pembagian deviden kepada para
investor. Laba bersih suatu perusahaan digunakan sebagai dasar pembagian
deviden kepada investornya. Jika laba bersih yang diperoleh perusahaan
sedikit atau bahkan mengalami rugi maka pihak investor tidak akan
mendapatkan deviden. Hal ini jika terjadi berturut-turut akan mengakibatkan
para investor menarik investasinya karena mereka menganggap perusahaan
tersebut mengalami kondisi permasalahan keuangan atau financial distress.
Kondisi ini ditakutkan akan terus menerus terjadi yang nantinya akan
berakhir pada kondisi kebangkrutan. Dengan kondisi demikian maka laba
dapat dijadikan indikator oleh pihak investor untuk mengetahui kondisi
keuangan perusahaan Platt dan Platt (2002) dan Luciana dan Kristijadi
(2003).
Disamping itu, arus kas juga merupakan laporan yang memberikan
informasi yang relevan mengenai penerimaan dan pengeluaran kas dalam
periode waktu tertentu. Setiap perusahaan dalam menjalankan operasi
usahanya akan mengalami arus masuk kas (cash inflows) dan arus keluar
(cash outflows). Apabila arus kas yang masuk lebih besar daripada arus kas
yang keluar maka hal ini akan menunjukkan positive cash flows, sebaliknya
apabila arus kas masuk lebih sedikit daripada arus kas keluar maka akan
tejadi negative cash flows. Informasi arus kas dibutuhkan pihak kreditor
untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam pembayaran hutangnya.
Apabila arus kas suatu perusahaan jumlahnya besar, maka pihak kreditor
mendapatkan keyakinan pengembalian atas kredit yang diberikan. Jika arus
kas suatu perusahaan bernilai kecil, maka kreditor tidak mendapatkan
keyakinan atas kemampuan perusahaan dalam membayar hutang. Jika hal ini
berlangsung secara terus menerus, kreditor tidak akan mempercayakan
kreditnya kembali kepada perusahaan atau nasabah kebada perbankan karena
perusahaan atau perbankan dianggap mengalami permasalahan keuangan atau
financial distress. Dengan kondisi demikian maka arus kas dapat dijadikan
indikator oleh pihak kreditor atau invesmen/nasabah untuk mengetahui
kondisi keuangan instansi Luciana dan Meliza (2003).
Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan atau dapat dikatakan
sebagai peringatan dini atau awal terhadap adanya kebangkrutan pada masa
yang akan datang dan apabila tidak segera diselesaikan akan berdampak besar
bagi perusahaan yang mengalaminya, menurut Muhammad Akhyar Adnan
dan Eha (2000) dalam Delfi (2004).
Kasus kesulitan keuangan pada skala nasional yang terjadi di indonesia
antara lain pada Bank Century dan PT Texmaco. Kontroversi pemberian
bailout pemerintah sebesar Rp 6,762 triliun kepada bank century dalam kurun
waktu 23 November 2008 sampai dengan 21 Juli 2009, berawal dari
terjadinya ketidakmampuan pada sesi kliring di Bank Indonesia pada tanggal
13 November 2008 (majalah saroha 2009). Berdasarkan laporan keuangan
pada Bank Century, Tbk per 31 Oktober 2008 Capital Adequacy Ratio (CAR)
atau Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) menunjukkan angka -
35,92% (syarat minimal yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 8%) Return
on Asset (ROA) sebesar -0,5209, Return on Equity (ROE) sebesar -9,8163
Loan to Deposite Ratio (LDR) sebesar 93,16%, surat-surat berharga (SBB)
vales sebesar US$ 76 juta dan US$ 45 juta yang jatuh tempo tanggal 3
November 2008. Penetapan status macet terhadap aktiva produktif yang
macet tersebut, selain itu adanya koreksi pengakuan bunga sebesar 390 miliar
yang bukan berasal dari penerimaan tunai dan kekurangan penyisihan
penghapusan aktiva (PPA) aktiva yang diambil alih (AYDA) yang beli
sebesar 59 miliar. Sejak saat itulah pemerintah mengucurkan dana bailout
(dana talangan) untuk menyelamatkan Bank Century dalam empat tahap.
http://dodik.student.umm.ac.id/2010/01/29/kasus-bank-century/.
Kasus kesulitan keuangan lainnya yang gagal diselamatkan terjadi pada
Group Texmaco. Gejalanya dapat dilihat dari laporan keuangan PT Taxmaco
Jaya per 31 desember 2006 atau dua tahun sebelum PT Taxmaco jaya
dinyatakan delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Tingginya
ketergantungan perusahaan terhadap pendanaan pihak ketiga dapat dilihat
dari tingginya perbandingan jumlah hutang dibandingkan dengan jumlah
aktiva perusahaan yaitu sebesar 459,85% stuktur pembiayaan seperti ini
menimbulkan beban bunga yang tinggi bagi perusahaan, beban bunga yang
tinggi dan keharusan pemenuhan pembayaran pokok dan bunga pinjaman
jatuh tempo menyebabkan terganggunya modal kerja perusahaan dengan
indikasi berupa rasio likuiditas curren ratio dan net working capital to asset
ratio masing masing sebesar 4% dan menjadi negatif 227,74%, terganggunya
modal kerja pada akhirnya menganggu operasional perusahaan sehingga
profitabilitas perusahaan juga menurun dengan capaian profit margin dan
ruturn on asset masing-masing negatif 0,51 dan negatif 0,07. Copyright
novery [email protected],http://dodik.student.umm.ac.id/2
010/01/29/kasus-bank-century/.
Badan penyehatan perbankan nasional (BPPN) secara resmi
menyatakan grup texmaco berstatus default alias gagal bayar.
Konsekuensinya perusahaan harus langsung melunasi seluruh hutanggnya
senilai Rp. 29 triliun yang semula diperpanjang hingga 11 tahun melalui
program restrukturasi yang direncanakan sebelumnya. Dan pada tanggal 5
september 2008, bursa efek indonesia ahirnya melakukan delisting PT
Taxmaco Jaya secara signifikan berpengaruh negatif terhadap
kelangsungan usaha, baik secara financial atau secara hukum, dan tidak
dapat menunjukkan indikasi pemulihan memadai, bursa efek indonesia:
lembar pengumuman penghapusan pencatatan efek nomor peng-
004/BEI.PSR/DEL/09-2008 tanggal 5 september 2008 keputusan ini
efektif berlaku pada tanggal 10 Oktober 2008.
Gambaran kasus-kasus diatas menunjukkan bahwa kondisi
financial distress dapat diawali dengan ketidakmampuan perusahaan atau
bank dalam memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo, selain itu
penyebab utama kegagalan bank adalah manajemen bank yang buruk
akibat terlalu berani mengambil risiko dan longgarnya pengawasan
terhadap tindak penipuan dan penggelapan (Pantalone & Platt 1987 dalam
Muliaman dkk, 2004:5)
Informasi lebih awal financial distress pada perusahaan atau bank
memberikan kesempatan bagi manajemen, pemilik, investor dan regulator
dan para stakeholder lainnya untuk melakukan upaya-upaya yang relevan.
Perlu disusun suatu sistem yang dapat memberikan peringatan dini (Early
Warning) adanya problematik keuangan yang mengancam operasional
perusahaan atau bank untuk mengantisipasi munculnya kesulitan
keuangan, Elloumi dan Gueyie (2001) dalam Parulian (2007).
Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan kondisi financial
distress bank pada umumnya menggunakan rasio keuangan bank.
Penelitian sebelumnya yang melakukan prediksi financial distress pada
bank dilakukan oleh, Muliaman D Hadad dkk, dengan judul “model
prediksi kepailitan bank umum di indonesia” yang dipublikasikan oleh
biro stabilitas keuangan direktorat penelitian dan pengaturan perbankan
bank indonesia.
Penelitian Platt dan Platt (2002) dan Luciana dan Kristijadi (2003)
bertujuan untuk membentuk model prediksi kepailitan bank umum di
indonesia berdasarkan laporan keuangan bank yang bersangkutan.
Variabel independen yang digunakan adalah faktor rasio-rasio modal, risio
keuangan, variabel dumy waktu sedangkan variabel dependen adalah
kepailitan bank. Data yang digunakan merupakan data bulanan priode
Januari 1995 sampai dengan Desember 2000 sebagai desain periode
januari 2001 sampai dengan Desember 2003 sebagai populasi validasi.
Oleh karena kepailitan bank tidak terjadi secara tiba-tiba maka model
prediksi yang dibangun meliputi model prediksi 3 bulan (MP3), 6 bulan
(MP6) dan 12 bulan (MP12) sebelum pailit. Hasil penelitan menunjukkan
bahwa dari ketiga model prediksi yang berhasil dibangun, ternyata MP3
yang layak dipergunakan sebagai model prediksi kepailitan bank umum di
indonesia. Model prediksi yang dihasilkan memiliki kinerja yang baik
sebab mampu mengklasifikasikan 89.3% kegagalan bank populasi desain
dan 83,9% populasi validasi dengan benar.
Peneitian yang dilakukan Platt dan Platt (1990) melakukan
penelitian financial distress dan kebangkrutan perusahaan dengan
menggunakan sample beberapa industri. Platt melakukan penyelidikan
stabilitas dan kelengkapan model berdasarkan industry relative ratio. Hasil
penelitian memberikan bukti bahwa industry relative ratio memiliki
tingkat klasifikasi yang leih tinggi dibandingkan denagan rasio keuangan
yang tidak disesuaikan berdasarkan jenis industrinya.
Pada penelitian terdahulu terdapat ketidak konsistenan hasil
penelitian CAR mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap problem/
insolvensy/failed bank tinggat kesehatan bank (suharman 2007) sedangkan
penelitian sanoso (19960 dan sinkey 1975) menyatakan CAR positif
signifikan sebaliknya penelitian Haryati (2006) memberikan CAR tidak
signifikan. Variabel LDR mempunyai pengaruh positif signifikan pada
tinggat resiko keuangan bank (suharman, 2007) sedangkan penelitian
santoso tidak signifikan pada α=5%, menurut penelitian haryati (2006)
tidak signifikan, NPL mempunyai pengaruh negatif signifikan pada
penelitian Suharman (2007) sedangkan hasil penelitian Haryati (2006) dan
Santoso (1996) memberikan bukti empiris positif signifikan. Variabel
ROA pada peneitian Altman (1998) yang menggunakan EBIT/TA
menunjukkan positif signifikan pada kebankrurtan bank sedangkan
santoso (1996) menyatakan negatif signifikan.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik melakukan penelitian
dengan menggunakan variabel rasio CAMEL, dan risiko perbankan dalam
mengkur kebangkrutan bank. Variabel rasio CAMEL diproksikan dengan
NPL. ROA, dan LDR, risiko perbankan diproksikan dengan rasio risiko
keuangan sesuai penelitian Haddad (2004) yaitu credit risk dalam
mengukur kondisi financial distress pada perbankan yang terdaftar di
bursa efek indonesia, penelitian ini berjudul ”PENGARUH RASIO
CAMEL, RISIKO PERBANKAN TERHADAP KONDISI
FINANCIAL DISTRES”
1.2 Identifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka permasalahan yang
dapat diidentifikasikan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kondisi non performing loan, return on asset, loan to
deposit dan credit risk pada perusahaan yang diteliti.
2. Bagaimana kondisi financial distress pada perusahaan yang diteliti.
3. Seberapa besar pengaruh non performing loan, return on asset, loan to
deposit dan credit risk terhadap financial distress secara parsial.
4. Seberapa besar pengaruh non performing loan, return on asset, loan to
deposit dan credit risk terhadap financial distress secara simultan.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk menganalisis peranan rasio-
rasio keuangan yang diperoleh dari laporan keuangan yang diterbitkan
oleh perbankan terhadap kondisi financial distress.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui kondisi non performing loan, return on asset,
loan to deposit dan credit risk pada perusahaan yang diteliti ?
2. Untuk mengetahui kondisi financial distress pada perusahaan yang
diteliti ?
3. Untuk mengetahui pengaruh non performing loan, return on asset,
loan to deposit dan credit risk terhadap financial distress secara
parsial.
4. Untuk mengetahui pengaruh non performing loan, return on asset,
loan to deposit dan credit risk terhadap financial distress secara
simultan.
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memberi mamfaat bagi
semua pihak yang berkepentingan diantaranya:
1. Bagi penulis, untuk menerapkan dan menambah pengetahuan penulis
yang diperoleh selama mengikuti kegiatan perkuliahan khususnya
aplikasi analisis rasio dan risiko keuangan terhadap kondisi financial
distress bank.
2. Bagi pihak-pihak yang mempelajari bidang keuangann, sebagai
konfirmasi atas teori analisis laporan keuangan, khususnya analisis
rasio keuangan, dalam aplikasinya sebagai alat untuk mengukur
kondisi financial distress bank.
3. Bagi pengguna informasi rasio keuangan bank, seperti para investor,
regulator, auditor, debitor dan manajemen mengembil keputusan yang
relevan dengan informasi kemumungkinan terjadinya kondisi financial
distress pada bank-bank yang terdaftar di bursa efek indonesia
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penulis akan melakukan Penelitian di Pojok Bursa Efek Indonesia
(BEI) dan www.idx.co.id dan sebagai pelengkap penulis juga melakukan
penelitian pada perusahaan perbankan atau bukan perbankan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2008 sampai 2010.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Arti dan Fungsi Bank
Definisi atau batasan mengenai bank pada dasarnya tidak berbeda satu
sama lain, kalaupun ada perbedaan hanya akan tampak pada tugas dan
jenis usaha bank tersebut, bank adalah salah satu lembaga keuangan yang
beroperasi tidak ubahnya sama seperti perusahaan lainnya, yaitu tujuannya
mencari keuntungan. Menurut G.M. Verryn Stuart “bank adalah suatu
badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan
alat-alat pembayaran sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari
orang lain, atau pun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar dan
uang giral”
Pengertian bank terdapat pada pasal 1 Undang-Undang No 10 Tahun
1998 tentang perubahan Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang
perbankan yaitu bank adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya
sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediaries), yang
menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan dana ((idle fund surplus
unit) kepada pihak yang membuhtuhkan dana atau kekurangan dana
(deficit unit) pada waktu yang ditentukan,
Bank adalah badan usaha yang usaha utamanya menciptakan kredit
(Suyanto, 1996:1)
Menurut A. Abdurahman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan
Perdagangan “Bank adalah suatu suatu jenis lembaga keuangan yang
melaksanakan berbagai macam jasa, seperti memberikan pinjaman,
mengedarkan mata uang, pengawasan mata uang, bertindak sebagai tempat
penyimpanan benda-benda berharga, membiayai usaha perusahaan-
perusahaan dan lain-lain”.
Pengertian diatas menjelaskan bahwa bank berfungsi sebagai
penghimpun dan menyalurkannya secara kredit baik kepada perorangan
maupun badan usaha. Bank memperkenalkan berbagai bentuk jasa
perbankan dalam rangka menghimpun dana dari masyarakat. Hasil dari
penghimpunan dana tersebut disalurkan kembali kepada masyarakat atau
pihak yang memerlukan dalam bentuk pinjaman. Keberadaan bank harus
bermamfaat dan harus dapat dirasakan langsung oleh siapa saja baik oleh
deposan maupun debitur, pelaku bisnis, ataupun karyawan. Bagi pelaku
bisnis atau pengusaha, bank merupakan media perputaran lalu lintas uang,
dan tempat di mana permasalahan keuangan dapat diselesaikan, baik
melalui produk-produk bank maupun jasa bank yang ditawarkan kepada
nasabahnya, semakin sempurna produk dan jasa yang diberikan bank
kepada nasabahnya, tentunya akan memperlancar kegiatan bisnis nasabah
serta lebih leluasa untuk bertransaksi di bank tersebut, Supriyon Maryanto
(2007).
2.1.2 Aktivitas Bank
Bank pada umumnya atau yang di teliti oleh penulis ialah bank
komersial yaitu sebagai lembaga perantara keuangan yang berfungsi
mengumpulkan dana dari deposan (suplier dana) dengan menerbitkan
kewajiban dan mengalokasikannya ke pihak debitor (demender dana),
sehingga menjadi asset bank, aktivitas bank yang dapat dilihat dari
neracanya (balance sheet) antara lain terdiri dari (T. Sunaryo, 1999):
a. Kewajiban (Liabilities)
Kewajiban adalah instrumen bank komersial untuk menarik dana dari
pihak ketiga (deposan/kreditor), terdiri dari:
Checkable deposits, atau cek giro adalah simpanan nasabah yang dapat
dicairkan dengan menulis cek, sehingga memiliki likuiditas yang tinggi.
Jika deposan atau pemegang cek yang namanya tercantum di dalamnya
menunjukkan cek tersebut kepada bank dan meminta penarikan dana,
maka bank wajib membayarnya dengan segera atau menambahkan dana
tersebut ke dalam rekening pemengang cek.
Nontransaction deposits, yaitu sumber dana bank, di mana bank
membatasi likuiditas nasabah. Ada dua macam nontransaction deposit,
yaitu saving deposit (tabungan) dan time deposit (deposito berjangka).
Borrowings, dalam kondisi bank kekurangan dana misalnya karena
nasabah menarik dananya secara berlebihan, bank dapat mencari pinjaman
dana di pasar antar bank (fed-fund market).
Bank capital, atau kekayaan neto dari bank adalah selisih antara total dan
total kewajiban. komponen penting dari capital/modal bank adalah
cadangan kerugian pinjaman (loan-loss reserses), yaitu dana yang
dipersiapkan sebagai perendam (cushion) terhadap penurunan nilai asset
bila terjadi kredit saham baru atau meningkatkan laba ditahan (retained
earning), (T. Sunaryo,1999).
b. Asset (aktiva)
Dana yang diperoleh bank dialokasikan untuk membeli aset atau
memberikan pinjaman kepada debitor, terdiri dari:
Cadangan (Reserves), ada dua jenis cadangan, pertama cadangan
minimum yaitu kewajiban bank umum/komersial untuk menyimpan
bagian tertentu di bank sentral. Kedua, cadangan lebih (excess reserves),
yaitu dana tunai yang dimiliki bank untuk memenuhi transaksi hariannya.
Cash items in process of collection adalah aliran dana yang belum
diterima oleh bank, misalnya bank menerima simpanan dalam bentuk cek
yang dikeluarkan oleh bank lain, bank baru akan menerima dananya
beberapa hari kemudian.
Deposits at otherbanks, bank-bank kecil menyimpan bagian tertentu
dananya di bank-bank besar untuk memperoleh jasa correspondent
banking, seperti check collection, transaksi valuta asing dan transaksi
pembelian sekuritas. Securities (surat berharga/sekuritas) merupakan aset
bank yang penting karena memberikan pendapatan yang cukup besar.
Bank melakukan berbagai macam aktivitas setiap harinya, Lukman
Dendawijaya (2005:15) mengelompokkan kegiatan bank umum menjadi
enam kegiatan utama, yaitu:
1. Pengkreditan
kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan utama bank umum karena
pengkreditan merupakan kegiatan/aktivitas yang terbesar dalam
perbankan, hal ini dapat dilihat dari besarnya angka pos kredit yang
diberikan dalam neraca dan penghasilan terbesar bank.
2. Pemasaran (Marketing)
Kegiatan pemasaran suatu bank umum erat hubungannya dengan
stategi dan kiat yang harus dilakukan oleh eksekutif bank. Strategi
tersebut mencakup seluruh aspek seperti perencanaan, survey pasar,
ramalan pasar, serta strategi pemasaran.
3. Treasury
Kegiaatan treasury (pendanaan) lebih diutamakan kepada pengelolaan
dana oleh para eksekutif bank. Hal ini dimaksutkan agar diperoleh
kinerja yang optimal dalam memperoleh dana serta memaksimalkan
alokasi dana kepada aktiva produktif.
4. Operations
Kegiatan operation adalah kegiatan unit-unit dalam bank yang bersifat
membantu kegiatan-kegiatan unit bank utama bank lainnya.
5. Pengelolaan sumber daya manusia (Human Resources)
Pengelolaan sumber daya manusia dalam bank mencakup seluruh
siklus di bidang sumber daya manusia meliputi:
a. Perencaanaan sumber daya manusia, (b) penarikan tenaga kerja (c)
seleksi (d) penemptan pegawai dst,.
6. Audit ( Pengawasan)
Pengawasan bisnis perbankan terdapat 3 jenjang pengawasan atau
audit, yaitu sebagai berikut:
a. pengawasan intern
adalah pengawasan yang dilakukan oleh suatu unit dalam bank
yang dikenal dengan nama suatuan kerja unit audit.
b. Pengawasan ekstern
ialah pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan publik yang
penunjukannya ditetapkan dalam rapat umum tahunan pemengang
saham bank yang bersangkutan.
c. Pengawasan BI
Adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh Bank Indonesia, baik
secara berkala maupun secara mendadak berdasarkan kebutuhan
tertentu menurut pertimbangan Bank Indonesia.
2.1.3 Laporan Keuangan Bank
Berdasarkan Undang-Undang RI No 7 1992 tentang perbankan Pasal
34 setiap bank umum diwajibkan menyampaikan laporan keuangan berupa
neraca dan perhitungan laba/rugi berdasarkan waktu dan bentuk yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2.1.3.1 Neraca Bank
Neraca bank adalah suatu daftar yang menggambarkan kekayaan,
kewajiban dan modal bank suatu periode tertentu. Aktiva bank pada
umumnya terdiri dari alat-alat likuid, aktiva produktif dan aktiva tidak
produktif. Sisi aktiva dalam neraca bank menggambarkan pola
pengalokasian dana bank. Sisi pasiva dalam neraca bank menggambarkan
kewajiban bank yaitu berupa klaim pihak ketiga atau pihak lainnya atas
kekayaan bank, selain itu modal bank menggambarkan nilai buku pemilik
saham bank, (Surat Edaran Bank Indonesia N0. 23/19/BPPP Tanggal 28
Februari 1991)
2.1.3.2 Laporan Laba Rugi Bank
Laporan perhitungan laba rugi bank atau lebih dikenal dengan
income statemen adalah suatu laporan keuangan bank yang
menggambarkan pendapatan dan biaya operasional dan nonoperasional
bank serta keuntungan bersih bank untuk suatu periode tertentu. Laporan
laba rugi bank harus disusun berdasarkkan ketentuan yang sudah
ditetapkan oleh bank indonesia serta harus dilaporkan dan diumumkan
melalui media cetak yang memiliki peredaran yang luas. Keterlambatan
penyampaian serta bentuk laporan yang tidak mengikuti standarisasi yang
telah ditetapkan bank akan dikenakan sanksi, Teguh Pudjo Muljono
(1999;159).
Laporan laba rugi suatu bank umum terdiri dari komponen
pendapatan biaya laba rugi sebelum pajak sisa laba rugi tahun lalu dan
laba rugi bersih. Pos pendapatan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu
pendapatan operasional dan pendapatan nonoperasional. Pendapatan
operasional terdiri atas semua pendapatan yang merupakan hasil langsung
dari kegiatan usah bank yang benar-benar telah diterima seperti hasil
bunga, provisi dan komisi, pendapatan valuta asing lainnya dan
pendapatan lainnya. Pos biaya juga terdiri dari biaya operasional dan biaya
bunga biaya valuta asing lainnya, biaya tenaga kerja, penyusutan dan biaya
lainnya sedangkan biaya nonoperasional adalah semua biaya yang tidak
berhubungan dengan kegiata usahaa bank, misalnya kerugian karena
penjualan/kehilangan harta tetap dan inventaris, (Surat Edaran Bank
Indonesia N0. 23/19/BPPP Tanggal 28 Februari 1991)
2.1.3.3 Analisis Risiko Perbankan
Setiap usaha yang dilakukan oleh manajemen perbankan memiliki
suatu risiko yang akan berdampak terhadap penghasilan atau return
perusahaan. Selain dari penilaian tingkat likuiditas, kecukupan modal,
rentabilitas, efisiensi serta pengaruh inflasi, para analis keuangan juga
memberi perhatian yang cukup terhadap tingkat risiko yang timbul.
Menurut Teguh Pudjo Muljono (1999:159), risiko yang dihadapi oleh
industri perbankan terbagi ke dalam tiga kriteria, yaitu financial risk,
delivery risk dan environment risk.
2.1.3.3.1 financial Risk
Menurut Teguh Pudjo Muljono (1999;159) financial risk
merupakan risiko yang mungkin diderita suatu bank karena pengelolaan
keuangan maupun kegiatan operasionalnya yang kurang baik, maka akan
mempunyai dampak negatif pada kondisi keuangan yang bersangkutan.
Rasio ini meliputi:
a. Credit Risk
Merupakan suatu risiko akibat ketidakmampuan nasabah
mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta
imbalannya sesuai jangka waktu yang telah ditentukan.
b. Liquidity Risk
Merupakan risiko yang mungkin dihadapi bank untuk memenuhi
kebutuhan likuiditas dalam rangka memenuhi permintaan kredit
dan semua penarikan dana oleh penabung pada suatu waktu.
2.1.3.3.2 Delivery Risk
Merupakan risiko yang terjadi karena kegagalan proses kegiatan
operasioanl bank yang besangkutan di dalam penyampaian produk lain
AssetTotal
NPLRiskCredit
DepositTotal
BorrowinTermShortAssetLiquidRiskLiquidity
dan jasa kepada para pelanggannya. banyak faktor yang mendukung
keberhasilan suatu bank di dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya
untuk memasarkan produk dan jasanya kepada para pelanggannya, faktor-
faktor tersebut adalah faktor teknologi, faktor pengembangan produk,
faktor stategis bisnis, dan faktor personal dan opeasional, Teguh Pudjo
Muljono (1999;159)
2.1.3.3.3 Environment Risk
Merupakan risiko yang mungkin diderita suatu bank karena pengaruh
situasi dan kondisi masyarakat, sosial dan politik, prekonomian moneter
dan fiskal yang telah ada di masa bank tersebut melakukan kegiatan
usahanya, risiko ini juga menyangkut tingkat persaingan bisnis maupun
berbagai sistem regulasi dan otoritas moneter yang berlaku dapat pula
mengakibatkan kondisi usaha yang positif maupun negatif. Dalam
penelitian ini, risiko yang diamati adalah risiko keuagan yang terdiri dari
credit risk dan liquidity risk, Teguh Pudjo Muljono (1999;159).
2.1.4 Asset Liability Manajemen (ALMA)
2.1.4.1 Pengertian ALMA
Menurut Raflus Rax dalam buku yang berjudul asset liability comite
(1996:24) “asset liability management adalah suatu proses perencanaan
pengawasan operasi perbankan yang terkoordinasi dan secara konsekuen
di jalankan dengan selalu memperhatikan perkembangan foktor-faktor
yang mempengaruhi operasi perbankan, baik itu berasal dari luar atau pun
faktor stuktual yang berasal dari dalam”
ALMA menurut Slamet Riyadi (2003:33) pada dasarnya adalah
merupakan suatu proses planning, organizing, actuating dan controling
untuk mendapatkan penetapan kebijaksanaan di bidang pengelolaan:
a. Permodalan(equity)
b. Pemupukan dana (funding)
c. Penggunaan dana (asset)
Yang satu sama lain terkait (koordinasi) dalam mencapai tingkat laba yang
optimal dengan tingkat risiko yang telah diperhitungkan.
2.1.4.2 Fungsi ALMA
Menurut Raflus Rax (1996:41) terdapat 4 (empat) fungsi utama ALMA:
1. Manajemen likuiditas
a. Mempetahankan status rasio likuiditas.
b. Memperkecil dana yang menganggur guna menaikkan income.
c. Memenuhi kebutuhan proyeksi cash ke depan.
2. Managemen GAP
a. Mengelola risiko ”maturity dan repricing” posisi terhadap sekenario
tingkat bunga.
b. Berusaha memaksimumkan pendapatan bunga (NIM)
3. Manajemen investasi dan pendapatan (earning & invesment
management)
a. Mengelola portel investasi.
b. Menata perolehan NII/NIM
c. Menata deposit-mix dalam usaha menekan biaya dana.
2.1.4.3 Tujuan ALMA
Tujuan ALMA yang dilakukan oleh setiap bank di dunia ini
menurut Selamet Riyadi (2003:34) pada umumnya mencakup hal-hal
sebagai berikut:
a. Pertumbuhan bank yang wajar
b. Pendapatan/laba yang maksimum
c. Menjaga likuiditas yang memadai
d. Membentuk cadangan-cadangan untuk berjaga-jaga atas hal-hal
tertentu yang mungkin timbul
e. Memelihara/menjaga dana masyarakat yang dipercayakan melalui
kegiatan bank yang wajar/bijaksana.
f. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan kredit.
2.1.5 Analisis Rasio Keuangan
2.1.5.1 Analisis Rasio
Salah satu teknik analisis laporan keuangan adalah dengan melakukan
analisis rasio keuangan. Menurut Gitman (2003), analisis rasio diartikan
sebagai berikut. “ratio analysis involes method of calculating and
interpreting financial ratio to assess the firm’s performance, the basic
inputs to ratio analysis are the firm’s income statement and balance
sheet”
Berdasarkan pernyataan di atas, analisis rasio merupakan analisis yang
dipelukan dalam pengambilan keputusan meliputi seluruh kondisi
keuangan yang sebenarnya dalam pengambilan keputusan meliputi seluruh
kondisi keuangan yang sebenarnya dan merupakan satu kesatuan, artinya
analisis keuangan tidak terpisah atau tidak dapat dilakukan secara terpisah-
pisah karena antara satu perhitungan rasio berhubungan dengan rasio
lainnya.
Pada dasarya, analisis rasio dilakukan dengan dua macam cara
perbandingan seperti yang dikemukakan oleh Bambang Riyanto (1997),
yaitu:
a. Membandingkan rasio sekarang dengan rasio dari waktu ke waktu
yang telah lewat: atau dengan rasio-rasio yang diperkirakan untuk
waktu-kewaktu yang akan datang dari perusahaan yang sama.
b. Membandingkan rasio-rasio dari suatu perusahaan dengan rasio sejenis
dari perusahaan-perusahaan lain pada industri yang sama untuk waktu
yang sama. Dengan membandingkan rasio perusahaan dengan industri,
maka kita dapat mengetahui apakah perusahaan yang bersangkutan itu
dalam aspek keuangan tertentu berada di atas rata-rata industri (abave
averege), berada pada rata-rata (avarage) atau dibawah rata-rata
(below avarage.)
Analisis rasio keuangan merupakan salah satu alat analisis
keuangan yang paling populer dan hanya digunakan (Subramanyam et
al., 2008:36) rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil
perbandingan dari suatu pos laporan keuangan dengan pos lainnya
yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan.
2.1.5.2 Tujuan Analisis Rasio Keuangan
Gilman (2006) menyatakan tujuan dari analisis rasio tidak hanya
berupa perhitungan rasio tetapi ada hal yang lebih penting yaitu
interprestasi dari nilai rasio yang didapat agar dapat dipertimbangkan dan
menjawab apakah nilai rasio tersebut baik atau tidak. Selain itu pihak-
pihak diluar perusahaan dapat menggunakan analisis rasio keuangan
untuk:
1. Bagi pemberi pinjaman untuk menentukan pemberian hutang.
2. Bagi pemeringkat kredit untuk menilai kelayakan kredit perusahaan.
3. Bagi investor untuk menentukan kelayakan berinvestasi dari
perusahaan.
4. Bagi suplier untuk menentukan apakah layak memberi hutang bagi
perusahaan.
2.1.5.3 Keunggulan dan Keterbatasan Analisis Rasio
Dibandingkan dengan teknik analisis laporan keuangan lainnya,
analisis rasio memiliki keunggulan (Sofyan Syarif Harahap, 2006:298)
sebagai berikut:
a. Rasio merupakan angka-angka atau iktisar statistik yang lebih
mudah dibaca dan ditabsirkan.
b. Rasio merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi
yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.
c. Mengetahui posisi keuangan perusahaan di tengah industri lain.
d. Sangat bermamfaat untuk bahan dalam mengisi model-model
pengambilan keputusan dan model prediksi.
Namun demikian analisis rasio juga memiliki beberapa keterbatasan
yang harus disadari sewaktu-waktu oleh penggunanya (Keown et al.,
1991:448-449) yaitu:
a. Kadangkala sulit untuk mengidentifikasi kategori industri dari
perusahan pada saat perusahan memiliki lebih dari satu jenis jalur
bisnis.
b. Rata-rata industi yang dipublikasikan merupakan angka taksiran
dan panduan umum bagi para pemakai serta bukan merupakan
rata-rata rasio yang ditentukan secara ilmiah atas semua kejadian
pada perusahaan yang mewakili dalam industri.
c. Perbedaan praktik akuntansi diantara perusahaan dan dapat
mengarah pada perbedaan perhitungan rasio.
2.1.5.4 Jenis-Jenis Rasio Keuangan
2.1.5.4.1 Rasio CAMEL (Capital, Asset, Management, Earning,
Liquidity)
Dalam kamus perbankan (Institut Bankir Indonesia) edisi
kedua tahun 1999 CAMEL adalah aspek yang paling banyak
berpengaruh terhadap kondisi keuagan bank, yang mempengaruhi
pula tingkat kesehatan bank, CAMEL merupakan tolok yang
menjadi objek pemeriksaan bank yang dilakukan oleh pengawasan
bank, CAMEL terdiri atas lima kinerja yaitu modal, aktiva
manajeman, pendapatan dan likuiditas. Berdasarkan kamus
perbankan (Institut Bankir Indonesia) edisi kedua tahun 1999
peringkat CAMEL dibawah 81 memperlihatkan kondisi keuangan
yang lemah yang ditunjukkan oleh neraca bank, seperti rasio kredit
tak lancar terhadap total aktiva yang meningkat, apabila hal
tersebut tidak diatasi akan mengganggu kelangsungan usaha bank,
bank yang terdaftar pada pengawasan dianggap sebagai bank
bermasalah dan diperiksa lebih sering oleh pengawas bank jika
dibandingkan dengan bank yang tidak bermasalah. Bank dengan
peringkat camel di atas 81 adalah bank dengan pendapatan yang
kuat dan aktiva tak lancar sedikit dan peringkat CAMEL tidak di
informasikan secara luas.
Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang tentang
perbankan tersebut, bank Indonesia telah mengeluarkan surat
edaran N0. 26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993, yang mengatur
tentang tata cara penilain tingkat kesehatan bank. Ketentuan ini
merupakan penyempurnaan ketentuan yang dikeurkan bank
Indonesia dengan surat edaran N0.23/21/BPPP tanggal 28 Februari
1991.
Metode atau cara penilain tingkat kesehatan bank tersebut
di atas kemudian dikenal sebagai metode CAMEL. Karena setelah
dilakukan perhitungan tingkat kesehatan bank berdasarkan metode
CAMEL, dilanjutkan dengan perhitungan tingkat kepatuhan bank
pada beberaa ketentuan khusus, metode tersebut akhirnya lebih
dikenal dengan istilah metode CAMEL.
Metode CAMEL berisikan langkah-langkah yang dimulai
dengan menghitung besarnya masing-masing rasio pada
komponen-komponen berikut:
1. Kualitas Aktiva (Asset)
Aktiva yang dimiliki oleh bank terdiri dari aktiva produktif dan
aktiva non produktif. Aktiva produktif adalah penyediaaan dana bank
untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk kredit, surat berharga,
penempatan dana antar bank, tagihan akseptasi, tagihan atas surat
berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repurchase
agreenment) tagihan derivatif, penyertaan, transaksi dipersamakan
dengan itu. Aktiva non produktif adalah aset bank selain aktiva
produktif yang memiliki potensi kerugian, antara lain dalam bentuk
agunan yang diambil alih, properti tembengkalai, rekening antar kantor
dan suspense account (Peraturan Bank Indonesia No 7/2/PBI/2005).
Aktiva dapat diukur dengan menggunakan rasio NPL, (Lukman
Dendawijaya, 2004:141)
Non Performing Loan (NPL)/ Kredit Bermasalah
NPL adalah perbandingan antara jumlah kredit yang diberikan dengan
tingkat kolektibilitas dengan total kredit yang diberikan bank. Kredit
bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan
macet.
Rasio NPL dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
NPL = Kredit Bermasalah
Total Kredit
2. Rentabilitas (Earning)
Analisis rentabilitas dimaksudkan untuk mengukur tingkat efisiensi
usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan.
Dalam analisis rentabilitas ini akan dicari hubungan guna mendapat
berbagai indikasi yang berguan untuk mengukur efisiensi dan
profitabilitas bank yang bersangkutan.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas
antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen
sebagai berikut, (Lukman Dendawijaya).
Return on Total Asset (ROA)
ROA (Return On Assets) digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak)
yang dihasilkan dari total asset bank yang bersangkutan. Semakin besar
ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank
tersebut (Dendawijaya, 2003).
Besarnya nilai return on total assets dapat dihitung dengan rumus
berikut ini:
ROA = Laba Sebelum Pajak × 100 %
Total Aktiva
3. Likuiditas (Liquidity)
Suatu bank dikatakan liqiud apabila bank yang bersangkutan dapat
memenuhi utangnya, dapat membayar kembali semua deposannya,
serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi
penangguhan, oleh karena itu bank dikatakan liquid apabila :
1. Bank tersebut memiliki cash asset sebesar kebutuhan yang
akan digunakan untuk memenuhi likuidnya.
2. Bank tersebut memiliki cash asset yang lebih kecil dari butir
(1) diatas, tetapi yang bersangkutan, memiliki asset lainnya
(khususnya surat-surat berharga) yang dapat dicairkan sewaktu-
waktu tanpa mengalami penurunan nilai pasarnya.
3. Bank tersebu mempunyai kemampuan untuk menciptakan
berbagai cash asset baru melalui berbagai bentuk hutang.
Indikator yang digunakan yaitu:
LDR (Loan to Deposite Ratio)
Rasio ini digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank yang
dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank
terhadap dana pihak ketiga, LDR tersebut menyatakan seberapa
jauh kemampuan bank dalam membayar kredit yang diberikan
sebagi sumber likuiditas. Berarti LDR menilai peranan simpanan
bank dalam pinjaman keuangan. Perhitungan rasio ini adalah
(Drs.Lukman Dendawijaya).
LDR = Jumlah Kredit yang Diberikan × 100 %
Dana Pihak Ketiga + KLBI + Modal Inti
2.1.6 Financial Distress
2.1.6.1 Pengertian Financial Distress
Financial distress merupakan kondisi dimana keuangan
perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis. Kondisi
financial distress terjadi sebelum perusahaan mengalami
kebangkrutan. Kebangkrutan dapat diartikan sebagai suatu keadaan
atau situasi di mana perusahaan gagal atau tidak mampu lagi
memenuhi kewajiban-kewajiban debitur karena perusahaan
mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk
menjalankan atau melanjutkan usahanya lagi. Model financial
distress perlu dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi
financial distress perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan
tindakan-tindakan untuk mengantispasi yang mengarah kepada
kebangkrutan (M.Sinungan,1994)
Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan atau dapat
dikatakan sebagai peringatan dini atau awal terhadap adanya
kebangkrutan pada masa yang akan datang dan apabila tidak segera
diselesaikan akan berdampak besar bagi perusahaan yang
mengalaminya, menurut Muhammad Akhyar Adnan dan Eha
(2000) dalam Delfi (2004) menjelaskan definisi kebangkrutan
sebagai kegagalan yang dapat dibedakan menjadi:
1. Kegagalan ekonomi, biasanya diartikan apabila perusahaan
kehilangan uang atau pendapatan dan perusahaannya tidak
mampu menutupi biaya operasional sehari-hari perusahaannya,
ini berati tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau arus
kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban.
2. Kegagalan keuangan, kegagalan keuangan bisa diartikan
sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan
dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk
yaitu:
a. Insolvensi teknis
Dimana terjadi apabila perusahaan tidak dapat
memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo
walaupun total aktivanya sudah melebihi total
utangnya.
b. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan
Dimana didefinisikan sebagai kekayaan bersih negatif
dalam neraca konvensional atau nilai sekarang arus kas
yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban.
Pengertian kebangkrutan (bankruptcy) sendiri biasanya
diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi
perusahaan untuk menghasilkan laba (Supardi, 2003:79).
Sedangkan menurut Undang-Undang No. 4 tahun 1998 adalah
dimana suatu institusi dinyatakan oleh keputusan pengadilan bila
debitur memiliki dua atau lebih kreditur dan tidak membayar
sedikitnya satu hutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Kebangkrutan sering juga disebut likuidasi perusahaan atau
penutupan perusahaan ataupun insolvibilitas.
Kebangkrutan sebagai suatu kegagalan yang terjadi pada
sebuah perusahaan didefinisikan dalam beberapa pengertian
menurut Martin dalam Supardi (2003:79) yaitu:
1. Kegagalan Ekonomi (Economic Distress)
Kegagalan dalam ekonomi berarti bahwa perusahaan
kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak mampu
menutupi biaya produksinya sendiri, ini berarti tingkat labanya
lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus
kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi
bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jauh di
bawah arus kas yang diharapkan. Bahkan kegagalan dapat juga
berarti bahwa tingkat pendapatan atas biaya historis dari
investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan yang
dikeluarkan untuk sebuah investasi tersebut.
2. Kegagalan Keuangan (Financial Distress)
Pengertian financial distress menurut Supardi (2003:79)
mempunyai makna kesulitan dana baik dalam arti dana dalam
pengertian kas atau dalam pengertian modal kerja. Sebagian
asset liability management sangat berperan dalam pengaturan
untuk menjaga agar tidak terkena financial distress.
Kebangkrutan akan cepat terjadi pada perusahaan yang
berada di negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi,
karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya
kebangkrutan perusahaan yang mungkin tadinya sudah sakit
kemudian semakin sakit dan bangkrut. Perusahaan yang belum
sakitpun akan mengalami kesulitan dalam pemenuhan dana untuk
kegiatan operasional perusahaan akibat adanya krisis ekonomi
tersebut. Namun demikian, proses kebangkrutan sebuah
perusahaan tentu saja tidak semata-mata disebabkan oleh faktor
ekonomi saja tetapi bisa disebabkan oleh faktor lain yang sifatnya
non-ekonomi.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kebangkrutan
dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu kebangkrutan yang terjadi
pada perbankan di Indonesia disebabkan oleh nilai mata uang
rupiah yang menurun, suku bunga tinggi, terjadinya rush, hutang
membengkak, simpanan nasabah rendah dan tingginya kredit
macet yang melanda hampir seluruh bank di Indonesia. Menurut
Jauch dan Glueck dalam Adnan (2000:139) faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan adalah:
Faktor Eksternal Perusahaan
1. Faktor Pelanggan atau Nasabah
Perusahaan harus bisa mengidentifikasi sifat konsumen, karena
berguna untuk menghindari kehilangan konsumen, juga untuk
menciptakan peluang untuk menemukan konsumen baru dan
menghindari menurunnya hasil penjualan dan mencegah
konsumen berpaling ke pesaing.
2. Faktor Pemasok/Kreditur
Kekuatannya terletak pada pemberian pinjaman dan
mendapatkan waktu pengembalian hutang yang tergantung
kepercayaan kreditor terhadap kelikuiditasan suatu bank.
3. Faktor Pesaing/Bank Lain
Faktor ini merupakan hal yang harus diperhatikan karena
menyangkut perbedaan pemberian pelayanan kepada nasabah,
perusahaan juga jangan melupakan pesaingnya karena jika
produk pesaingnya lebih diterima oleh masyarakat perusahaan
tersebut akan kehilangan nasabah dan mengurangi pendapatan
yang diterima.
Faktor Internal Perusahaan
Faktor-faktor yang menyebabkan kebangkrutan secara internal
menurut Harnanto dalam Adnan (2000:140) sebagai berikut:
1. Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada nasabah
sehingga akan menyebabkan adanya penunggakan dalam
pembayaran sampai akhirnya tidak dapat membayar.
2. Manajemen tidak efisien yang disebabkan karena kurang
adanya kemampuan, pengalaman, ketrampilan, sikap inisiatif
dari manajemen.
3. Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan dimana sering
dilakukan oleh karyawan, bahkan manajer puncak sekalipun
sangat merugikan apalagi yang berhubungan dengan keuangan
perusahaan.
Dalam memprediksi suatu kebangkrutan atau dalam keadaan
bermasalah juga dapat dilihat dari kinerja perbankan tersebut.
Kinerja bank dapat dilihat dari beberapa rasio keuangan yang
menunjukkan perbandingan antara satu jumlah dengan jumlah
yang lain yang dapat memberikan angka yang menunjukkan baik
buruknya atau posisi keuangan suatu bank (Almilia dan Herdining
Tyas, 2005). Menurut Khasmir (2005) ukuran kinerja juga dapat
dilihat dari tingkat kesehatan bank yang penilaiannya dilakukan
oleh Bank Indonesia meliputi beberapa aspek diantaranya:
1. Aspek Permodalan
Didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum
bank. Penilaian tersebut didasarkan pada CAR (Capital
Adequacy Ratio) pada tahun 1999 ditetapkan sebesar minimal
8%.
2. Aspek Kualitas Asset
Dengan memperbandingkan aktiva produktif diklasifikan
dengan aktiva produktif.
3. Aspek Kualitas Manajemen
Kualitas menajemen dapat dilihat dari kualitas manusia dalam
memanajemen permodalan, aktiva, manajemen umum,
rentabilitas, dan manajemen likuiditas.
4. Aspek Likuiditas
Suatu bank dapat dikatakan liquid apabila bank yang
bersangkutan dapat membayar semua hutangnya terutama
tabungan, giro, deposito pada saat ditagih, dan dapat memenuhi
permohonan kredit yang layak dibiayai.
5. Aspek rentabilitas
Merupakan kemampuan bank dalam meningkatkan labanya
apakah setiap periode atau mengukur tingkat efisiensi usaha
dan profitabilitas yang dicapai bank bersangkutan. Penilaian
dapat dilakukan dengan :
a. Rasio laba terhadap Total Asset (ROA)
b. Perbandingan biaya operasi dengan pendapatan operasi
(BOPO)
Rasio keuangan menjelaskan perubahan posisi keuangan bank
dan memberikan informasi yang efisien dalam menunjukkan
karakteristik bank yang mengalami kegagalan dan tidak mengalami
kegagalan (Gunsel,2007). Dengan Rasio keuangan memungkinkan
manajemen mengidentifikasi perubahan- perubahan pokok pada
trend, jumlah dan hubungan sehingga dapat memberikan
pertimbangan mengenai potensi keberhasilan perusahaan dimasa
yang akan datang (Nasser dan Aryati, 2002). Menurut Nurazi dan
Evans (2005) bahwa rasio CAMEL menunjukkan kualitas
manajemen dan kepatuhan terhadap peraturan.
2.1.6.2 Analisis Diskriminasi Altman
Analisis diskriminan ini mengacu pada rasio-rasio
keuangan perusahaan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau
perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain,
dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio, rasio ini akan
dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada analisis tentang
baik buruknya keadaan atau posisis keuangan suatu perusahaan
terutama apabila angka rasio itu dibandingkan dengan angka rasio
pembanding yang digunakan sebagai standar (Munawir, 1998).
Analisis diskriminan Altman merupakan suatu model
statistik yang dikembangkan oleh Altman yang kemudian berhasil
merumuskan rasio-rasio financial terbaik dalam memprediksi
terjadinya kebangkrutan perusahaan, dari rasio tersebut kemudian
dirumuskan dalam Z skor kebangkrutan perusahaan, dimana
perusahaan yang diteliti mendekati atau menjauhi kebangkrutan.
Terdapat beberapa model Altman, yaitu:
2.1.6.2.1 The Altman Model (1968)
Altman (1968) menemukan bahwa perusahaan dengan
profitabilitas serta solvabilitas yang sangat rendah berpotensi
mengalami kebangkrutan. Altman menggambarkan model
kebangkrutan dengan menggunakan 22 rasio keunangan yang
diklasifikasikan kedalam lima kategori, yaitu liquidity,
profitability, leverage, solvency, activity. Model Alman adalah
sebagai berikut:
Z = 1,21 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 1,0 X5
Dimana:
X1 = Net working Capital /total assets (liquidity)
Rasio ini menyimpulkan bahwa suatu perusahaan yang
berpotensi gagal mulai berkurang investasinya untuk aktiva lancar.
Jadi apabila dalam beberapa tahun investasi terhadap aktiva lancar
mengalami penurunan karena perusahaan mengalami rugi operasi
terus-menerus maka perlu diwaspadai mengenai X1 yang
merupakan unsur kebangkrutan (Altman, 2000).
X2 = Retained Earning/ Total Asseets (Lavarage)
Rasio ini mengukur tingakat levarage perusahaan, semakin
besar nilai rasio, maka perusahaan dikatakan telah menggunakan
banyak hutang. Altman (2000) menyatakan bahwa semakin muda
suatu perusahaan, maka semakin besar kemungkinannya untuk
bangkrut karena perusahaan yang masih muda belum memiliki
cukup waktu untuk menghasilkan laba kumulatif tetapi tidak
menutup kemungkinan perusahaan yang besar pun mengalami
kebangkrutan.
X3 = Earning Before Interest Taxes/ Total Assets (profitability)
Mencerminkan keseluruhan kekuatan perusahaan dalam
mendatangkan pendapatan, melemahnya faktor ini merupakan
indikator akan hadirnya kebangkrutan, karena berjalannya suatu
perusahaan bergantung juga pada laba yang diperoleh oleh
perusahaan.
X4 = Market Values of Euity / book Values of Liabilitiies
(solvency)
Mengembangkan solvabilitas kemampuan financial jangka
panjang dari suatu perusahaan.
X5 = Sales / Total Assets (Activity)
Menunjukkan rasio perputaran modal yang menunjukkan
besar kecilnya kemampuan manajemen untuk menjual aset-aset
perusahaan atau bisa dikatakan seberapa jauh kemampuan akiva
menciptakan penjualan.
Keterangan:
Z ≤ 1,81 : Perusahaan tidak sehat
1,81 < Z ≤ 2,90 : Perusahaan dalam kondisi rawwan
Z > 2,90 : Perusahaan sehat
2.1.6.2.2 Revisi Alman Model
Karena banyaknya perusahaan yang tidak go public
sehingga tidak mempunyai nilai pasar, kemudian Altman
mengembangkan model alternatif dengan menngantikan nilai pasar
menjadi nilai buku. Dengan demikian, model tersebut dapat
dipakai untuk perusahaan yang go public dan tidak go public.
Persamaan yang diperoleh yaitu:
Z = 0,717 X1 + 0,847 X2 + 3,107 X3 + 0,420 X4 + 0,998 X5
Keterangan:
Z ≤ 1,23 : Perusahaan tidak sehat
1,23 < Z ≤ 2,90 : Perusahaan dalam kondisi rawan
Z > 2,90 : Perusahaan sehat
2.1.6.2.3 A further revision-Altman Model
Model yang dikembangkan sebelumnya mengalami revisi
yang tujuannya adalah agar model prediksinya tidak hanya
digunakan pada perusahaan manufaktur tetapi juga digunakan pada
selain manufaktur. Model revisi Altman yaitu:
Z = 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72 X3 + 1,0 X4
Keterangan:
Z ≤ 1,1 : Perusahaan tidak sehat
1,1 < Z ≤ 2,60 : Perusahaan dalam kondisi rawan
Z > 2,60 : Perusahaan sehat
Dalam penelitian ini menggunakan unit penelitian pada
perusahaan bukan perbankan, Sedangkan untuk perbankan
menggunakan analisis CAMEL dengan rasio keuangan adalah
rasio permodalan, rasio kualitas aktiva, rasio rentabilitas, dan rasio
likuiditas. maka dalam penelitian digunakan A further revision-
Alman Model untuk menentukan kondisi financial distress
perbankan.
2.2 Kerangka Pemikiran
Laporan keuangan yang diterbitkan oleh bank merupakan salah
satu sumber informasi mengenai posisi keuangan bank, kinerja serta
perubahan posisi keuangan bank yang sangat berguna untuk mendukung
pengambilan keputusan yang tepat bagi para pengguna laporan keuangan
baik pengguna internal maupun penggunan eksternal. Informasi posisi
keuangan dan kinerja di masa lalu sering kali digunakan sebagai dasar
untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja di masa depan dan sebagai
pertimbangan pengambilan keputusan bagi pengguna internal dan
eksternal, seperti pembayaran deviden upah dan keputusan untuk
menyimpan uang bagi para calon nasabah. Informasi tidak perlu harus
dalam bentuk ramalan eksplisit tetapi kemampuan laporan keuangan untuk
menampilkan informasi tentang transaksi dan peristiwa masa lalu seperti
nilai prediktif laporan laba rugi dapat ditingkatkan kalau pos-pos
penghasilan atau beban yang tidak biasa, abnormal dan jarang terjadi
diungkapkan secara terpisah, (Brigham dan Daver 2008:840).
Rasio yang digunakan sebagai variabel bebas adalah rasio camel,
risiko dalam kasus perbankan (Institut Bankir Indonesia) edisi kedua tahun
1999 dijelaskan bahwa CAMEL adalah aspek yang paling banyak
berpengaruh terhadap kondisi keuangan bank, analisis rasio memberikan
gambaran baik buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu bank.
Ada beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan kajian
penelitian yang akan penulis lakukan, diantaranya penelitian yang
dilakukan Luciana Spica Almilia dan Emanuel Kristijadi (2003) dengan
judul ”analisis rasio keuangan untuk memprediksi kondisi financial
distress perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek jakarta (BEJ)
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan model logit untuk
memprediksi financial distress antar industi, financial distresss merupakan
variabel dependen kategori dalam model ini. Hasil dari penelitian ini
adalah bahwa rasio-rasio keuangan dapat digunakan untuk
memprediksimkan financial distress suatu perusahaan sedangkan
tambahan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel risiko
keuangan yang paling dominan dalam menentukan financial distress suatu
perusahaan adalah sebagi berikut: rasio profit margin yaitu (NI/S), rasio
financial levarage ( CL/TA), raasio likuiditas yaitu (CA/CL) dan rasio
pertumbuhan yaitu (growth NI/TA).
Penelitian Luciana Spica Almilia dan Winny Herdiningtyas (2006)
dengan judul penelitian Analisis Rasio CAMEL terhadap Prediksi Kondisi
Bermasalah pada Lembaga Perbankan Periode 2000-2002, hasil dari
penelitian ini adalah terdapat perbedaan signifikan rasio-rasio keuangan
bank yang bermasalah dan yang tidak bermasalah pada rasio CAR, APB,
PPA, PAP, NIM, BOPO, NPL, dan ROA, Model regresi logistik dengan
rasio CAMEL sebagai prediktor menghasilkan model yang fit dengan data
yang diobservasi: Prediktor yang berpengaruh signifikan terhadap
kemungkinan terjadinya bank bermasalah atau tidak bermasalah adalah
CAR dan BOPO. Ketepatan prediksi model regresi logistik sebesar 93,1%
yang terdiri dari ketepatan prediksi bank bermasalah sebesar 83,3% dan
bank tidak bermasalah sebesar 97,9%.
Penelitan Mulyani, Sri, 2009 dengan judul penelitian
“Implementasi Manajemen Risiko Pembiayaan dalam Upaya Menjaga
Likuiditas bank Syariah (Studi pada PT Bank Syariah Mandiri Cabang
Malang) Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengelolaan
manajemen risiko pembiayaan yang dilakukan oleh PT. Bank Syariah
Mandiri Cabang Malang dan likuiditas PT. BSM secara konsolidasi. Hasil
yang diperoleh dari penelitian ini adalah: pengelolaan risiko pembiayaan
pada PT BSM pada dasarnya mengacu pada arahan, pedoman dan
kebijakan dari BSM Pusat. Kebijakan terbut dikemas dalam Enterprice
Risk Management (ERM) yang berisi program kerja antara lain
pemutakhiran manual kebijakan dan pedoman operasional, optimalisasi
organisasi organisasi manajemen risiko, SIMRIS (Syariah Mandiri Risk
Information System),
Penelitian financial distress dan kebangkrutan perusahaan seperti
yang dilakukan oleh Platt dan Platt (1990) menggunakan sample pada
beberapa industri dengan melakukan penyelidikan stabilitas dan
kelengkapan model kebangkrutan berdasarkan industry relative ratio yang
dibandingkan dengan rasio yang tidak disesuiakan berdasarkan jenis
industrinya. Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa indusrti relative
ratio memiliki tingkat klasifikasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
rasio keuangan yang tidak disesuaikan berdasarkan jenis industrinya
Semua dimensi tersebut berpengaruh dan mempunyai hubungan
yang kaitannya dengan financial distress. Berdasarkan uraian diatas maka
kerangka pemikiran penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1
BAGAN KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN
Perusahaan Publik Perbankan
Risiko
Perbankan.
Rasio CAMEL
(capital, asset,
management,
earning dan
Liquidity)
SE BI No.
6/23/DPNP/200
444
1. Asset:NPL
2. Earning : ROA
3. Likuiditas: LDR
Financial Risk :
Credit risk
Financial Distress
2.3 Hipotesis Penelitian
Pengertian hipotesis menurut Sugiyono (20011:93) yaitu:
“hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, oleh karena itu rumusan masalah peneltian biasanya disusun
dalam bentuk kalimat pernyataan. Dikatakan sementara, karena jawaban
yang diberikan baru didasarkan pada fakta-fakta empris yang diperoleh
melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai
jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban
yang empirik”.
Hipotesis dalam penelitia ini berkaitan dengan ada tidaknya pengauh
yang signifikan dari variabel rasio CAMEL, dan risiko perbankan
terhadap variabel financial distress pada suatu perusahaa perbankan. maka
hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah:
“Rasio CAMEL (,NPL, ROA, dan LDR), Risiko perbankan (Credit risk)
berpengaruh secara signifikan baik secara parsial maupun parsial terhadap
kondisi financial distres pada bank”
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian yang Digunakan
3.1.1 Objek Penelitian
Objek penelitian yang akan diteliti adalah rasio CAMEL, risiko
perbankan terhadap financial distress sebagaimana tercantum dalam
laporan keuangan perusahaan perbankan dengan priode pengamatan tahun
2008 sampai dengan tahun 2010 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI).
3.1.2 Metode Penelitian
Menurut Sugiyono (2012:4) metode penelitian adalah: “cara ilmiah
untuk mendapatkan data valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan
dan dikembangkan sutau pengetahuan sehingga pada gilirannya dapat
digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah”.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif
asosiatif, karena penelitian ini inigin membuktikan adanya variabel-
variabel yang akan ditelaah hubungannya yang signifikan serta tujuannya
untuk menyajikan gambaran secara terstuktur, faktual mengenai fakta-
fakta serta hubungan antara variabel yang diteliti.
Menurut Moh. Nazir (2011:54) metode deskriptif adalah: ”suatu
metode dalam meneliti suatu kelompok manusia, suatu objek, suatu
kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa
sekarang” tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat
deskriptif gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki”
Dalam penelitian ini, metode deskriptif akan dipakai untuk
menjelaskan tentang beberapa variabel penelitian yaitu rasio CAMEL,
risiko perbankan dan financial distress.
Sedangkan pengertian metode asosiatif menurut Sugiyono (2012:
53) adalah sebagai berikut: “suatu pertanyaan penelitian yang bersifat
menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih.”
Penelitian asosiatif dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
pengaruh beberapa variabel penelitian yang terdiri dari rasio CAMEL,
risiko perbankan, terhadap financial distress secara parsial maupun
simultan
3.2 Definisi dan Operasionalisasi Variabel
3.2.1 Definisi Variabel
Menurut Sugiyono (2010:58) mendefinisikan pengertian variabel
adalah sebagai berikut: “segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari sehingga diperoleh informasi
hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya”.
Dalam penelitian ini penulis melakukan pengukuran terhadap
keberadaan suatu variabel dengan menggunakan instrumen penelitian.
Setelah itu penulis akan melanjutkan analisis untuk mencari pengaruh
suatu variabel dengan variabel lain. Menurut Sugiyono (2010:59),
berdasarkan hubungan antara satu variabel dengan variabel lain, maka
macam-macam variabel dalam penelitian adalah sebagai berikut:
3.2.1.1 Variabel Bebas (independent Variabel (X))
Variabel ini sering disebut juga sebagai variabel simulus, prediktor,
antecedent. atau sering disebut dengan variabel bebas, menurut (Sugiyono,
2010:59) variabel bebas (independent variabel) yaitu variabel yang
mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel
dependen/terikat. Maka dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas
(independen variabel) adalah rasio CAMEL (X1), risiko perbankan (X2)
tetapi dalam penelitian ini penulis tidak menggunaka variabel capital yaitu
CAR karena terdapat distribusi yang tidak normal, sehingga apabila di
masukkan ke dalam pengujian SPSS akan menghasilkan data yang error
sehingga variabel CAR akan dihapuskan dan juga variabel management
karna variabel ini bersifat kualitatif. Berikut pengertian dari masing-
masing variabel dan pengukurannya:
3.2.1.1.1 Variabel Independen (X1): Rasio CAMEL (Asset (NPL), Earning
(ROA), Liqudity (LDR))
1. Asset
Aktiva produktif sebagaimana di maksud dalam Surat
Edaran Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR tanggal 12
November 1998 adalah penanaman dana baik dalam rupiah atau
valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan antar
bank, penyertaan, termasuk komitmen dan kontijensi pada
transaksi rekening administratif. Rasio yang digunakan untuk
mengukur asset ialah non performing loan, dan bad debt ratio
(BDR), tetapi dalam penelitian ini penulis menggunakan rasio non
performing loan (NPL) karna rasio ini adalah rasio yang paling
akurat untuk menguji variabel asset dan data-data yang
dibuhtuhkan oleh penulis telah tersedia di laporan keuangan bank
dengan jelas. Rumus NPL:
NPL = Total Kredit Bermasalah × 100 %
Total Kredit
Sumber : Lukman Dendawijaya (2004:141)
2. Earning (Rentabilitas)
Analisis rentabilitas dimaksudkan untuk mengukur tingkat
efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang
bersangkutan. Dalam analisis rentabilitas ini akan dicari hubungan
guna mendapat berbagai indikasi yang berguan untuk mengukur
efisiensi dan profitabilitas bank yang bersangkutan. Dalam
mengukur earnings rasio yang digunakan antara lain return on
asset (ROA), besarnya nilai return on total assets dapat dihitung
dengan rumus berikut ini:
ROA = Laba Sebelum Pajak × 100 %
Total Aktiva
Sumber : Lukman Dendawijaya (2004:141)
3. Likuiditas
Yang dimaksud dengan likuiditas adalah kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang akan segera jatuh
tempo, (Gilman). Dalam mengukur nilai likuiditas rasio yang dapat
digunakan ialah loan to deposit ratio dan net call money to current
asset, dan di dalam penelitian ini penulis menggunkan rasio LDR,
karena rasio LDR merupakan rasio yang menyatakan seberapa jauh
kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang
dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan
sebagai sumber likuiditasnya, dan hal ini sesuai dengan kebutuhan
penulis, dan data-data yang dibutuhkan oleh penulis untuk rasio ini
telah tercantum di laporan keuangan perbankan. LDR dapat diukur
dengan rumus sebagai berikut:
LDR = Jumlah Kredit yang Diberikan × 100 %
Dana Pihak Ketiga + KLBI + Modal Inti
Sumber : Lukman Dendawijaya (2004:141)
3.2.1.1.2 Variabel Independen (X2): Risiko Perbankan
Risiko keuangan yang mungkin diderita suatu bank karena
pengelolahan keuangan dan operasional yang kurang baik. Setiap
usaha yang dilakukan oleh manajemen perbankan memiliki suatu
risiko yang akan berdampak terhadap penghasilan atau return
perusahaan. Menurut Teguh Pudjo Muljono (1999:159), risiko yang
dihadapi oleh industri perbankan terbagi ke dalam tiga kriteria, yaitu
financial risk, delivery risk dan environment risk, tetapi dalam
penelitian ini penulis hanya menggunakan 1 kriteria yaitu financial
risk yang terdiri dari credit risk.
1. Financial Risk
Menurut Teguh Pudjo Muljono (1999;159) financial risk
merupakan risiko yang mungkin diderita suatu bank karena
pengelolaan keuangan maupun kegiatan operasionalnya yang
kurang baik, maka akan mempunyai dampak negatif pada kondisi
keuangan yang bersangkutan. Rasio ini meliputi:
Credit Risk
Merupakan suatu risiko akibat ketidakmampuan nasabah
mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta
imbalannya sesuai jangka waktu yang telah ditentukan.
Dapat di hitung dengan menggunakan rumus:
AssetTotal
NPLRiskCredit
3.2.1.2 Variabel Dependen (Y) : Financial Distress
Variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat kerena adanya variabel bebas,
(Sugiyono,2010:59) . sesuai dengan masalah yang akan diteliti maka yang
akan menjadi variabel terikat (dependent variable) adalah Financial
Distress. Dalam penelitian ini indikator yang akan digunakan adalah Z
yaitu bankrupcy index.
Plat dan Plat (2002) mendefinisikan financial distress sebagai tahap
penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan
ataupun likuidasi.
3.2.2. Operasionalisasi Variabel
Operasional variabel diperlukan untuk menentukan jenis dan
indikator dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian. Selain
itu, proses ini juga dimaksudkan untuk menentukan skala pengukuran dari
masing-masing variabel sehingga pengujian hipotesis dengan,
menggunakan alat bantu statistik dapat dilakukan dengan benar”. rasio
sebagai berikut:
Sesuai dengan judul skripsi yang diteliti yaitu ”pengaruh Rasio
CAMEL, dan Risiko Perbankan terhadap kondisi financial distress”. maka
terdapat dua variabel penelitian yaitu:
1. Rasio CAMEL sebagai variabel bebas (X1)
2. Risiko Perbankan sebagai vaiabel bebas (X2)
3. Financial Distress sebagai variabel terikat (Y)
Agar lebih jelas untuk mengetahui variabel penelitian yang penulis
gunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini.
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel
Pengaruh Rasio CAMEL, Risiko Perbankan Terhadap Financial Distress.
Variabel Konsep
Variabel
Indikator Skala
Pengukuran
Rasio
CAMEL
(X11,
X12,X13)
Asset
Earning
Liquidity
NPL = Total kredit bermasalah
Total Kredit
ROA= Pendapatan sebelum pajak × 100 %
Total Aktiva
LDR = Jumlah Kredit yang Diberikan ×100%
Dana Pihak Ketiga + KLBI + Modal Inti
Rasio
Risiko
Perbankan
(X2)
Credit Risk
Credit Risk = NPL
Total asset
Rasio
Financial
Distress
(Y)
financila
distress
berdasarkan
model revisi
altman
revision.Altm
an Model.
Z = bankrupcy index
Z ≤ 1,1 = Tidak Sehat
1,1 < Z >2,6 = Rawan
Z > 2,6 = Sehat
Rasio
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi menurut Sugiyono (2012:115) adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan.
Sesuai dengan penelitian yang akan diteliti yaitu pengaruh rasio CAMEL,
dan risiko perbankan terhadap financial distress. Maka yang akan menjadi
populasi dalam penelitian ini adalah data laporan keuangan perusahaan
perbankan di bursa efek indonesia (BEI) selama 3 tahun mulai dari tahun
2008 sampai 2010, sehingga diperoleh populasi sebanyak 30 perusahaan.
3.3.2 Teknik Sampling
Menurut Sugiyono (2010:116-117) teknik sampling merupakan
teknik pengambilan sampel. Untuk menentukan sampel yang akan
digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang
digunakan.
Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan oleh
penulis adalah teknik non probability sampling, menurut sugiyono
(2010:120) non probability sampling adalah:
“teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau
kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih
menjadi sampel”
Teknik non probability sampling yang digunakan dalam pengambilan
sample pada penelitian yaitu teknik purposive sampling. Pengertian
purposive sampling menurut sugiyono (2010”122) adalah:
“purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu.”
Alasan pemilihan sampel dengan menggunakan purposive
sampling adalah karena tidak semua sampel memiliki kriteria yang sesua
dengan yang telah penulis tentuka n, oleh karena itu penulis memilih
teknik purposive sampling dengan menetapkan pertimbangan-
pertimbangan atau kriteria-kriteria tertentu yang harus digunakan dalam
penelitian ini adalah:
a. Perusahaan yang diteliti dalam penelitian ini adalah semua
perusahaan perbankan yang telah terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (listing) selama tiga tahun berturut-turut dengan
pengamatan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010.
b. Perusahaan Perbankan tersebut telah menerbitkan laporan
keuangan tahunan (financial statement) yang telah di audit
untuk priode pengamatan tahun 2008 sampai dengan tahun
2010.
c. Perusahaan yang dijadikan sampel penelitian, memiliki
kelengkapan data yang menyangkut data yang akan diteliti oleh
penulis, seperti memiliki data atau rasio Non Performing Loan,
Return on Asset, Loan to Deposit Ratio dan tidak mengalami
financial distress.
Adapun jumlah sampel perusahaan yang masuk dalam kriteria dalam
penelitian ini dapat dilihat dari tabel 3.2 dibawah ini:
Tabel 3.2
Tahap penyeleksian untuk sampel penelitian
Kriteria 2008
Total perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2008-
2010
30
Bank yang tidak memiliki kelengkapan data sesuai
dengan kebutuhan penulis dan perusahaan yang
mengalami financial distress
(22)
Total bank yang akan dijadikan sampel 8
3.3.3. Sampel Penelitian
Menurut Moh. Nazir (2011:271) “sebuah sampel adalah bagian
dari populasi. Survei sampel adalah prosedur di mana hanya sebagian dari
populasii saja yag diambil dan dipergunakan untuk menentukan sifat serta
ciri yang dikehendaki oleh populasi.”
Berdasarkan populasi penelitian di atas, maka sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang
memenuhi beberapa kriteria pada tabel 3.2 yaitu sebanyak 8 perusahaan.
Adapun perusahaan perbankan yang menjadi sampel penelitian
antara lain:
Tabel 3.3
Daftar Perusahaan Perbankan yang Dijadikan Sampel
No Nama Perusahaan Perbankan Kode
1 Bank Central Asia, Tbk BBCA
2 Bank Permata, Tbk BNLI
3 Bank Rakyat Indonesia, Tbk BBRI
4 Bank Tabungan Negara, Tbk BBTN
5 Bank Danamon Indonesia, Tbk BDMN
6 Bank Mandiri (persero) Tbk BMRI
7 Bank CIMB Niaga, Tbk BNGA
8 Bank Internasional Indonesia, Tbk BBII
3.4. Sumber Data
Sumber data penelitian merupakan faktor penting yang menjadi
pertimbangan dalam penentuan metode pengumpulan data. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data kumulatif yaitu data yang
dinyatakan dalam angka-angka, menunjukkan nilai terhadap besaran atau
variabel yang diwakilinya, (Sugiono 2012:13)
Dilihat dari sumber datanya, pengunpulan data dapat
menggunakan sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder. Adapaun
menurut Sugiono (2012:402) yang dimaksud dengan data sekunder ialah
“sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul
data, misalnya lewat orang lain atau dokumen.”
Data yang diperoleh dan dikumpulkan dari dokumen laporan
keuangan tahunan yang diperoleh penulis lewat website BEI
(www.idx.co.id), website masing-masing perusahaan perbankan, Indonesia
Capital Market Directory (ICMD) untuk periode 2008-2010, dan sumber-
sumber lain yang penulis peroleh dari beberapa buku, jurnal, makalah dan
hasil penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini.
3.4.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam untuk
mendapatkan data sekunder digunakan teknik pengumpulan data dengan
metode dokumentasi. Yang mana pada tahap ini penulis berusaha untuk
memperoleh berbagai informasi sebanyak-banyaknya untuk dijadikan
sebagai dasar berupa buku-buku, jurnal, makalah, maupun penelitian-
penelitian terdahulu yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Pengumpulan data juga diperoleh dari situs-situs terkait untuk memperoleh
tambahan literatur, jurnal, dan data lainnya.
Teknik ini digunakan untuk memperoleh data sekunder dengan
cara mengumpulkan informasi berupa teori-teori dan konsep dasar yang
diperoleh dari buku-buku, artikel-artikel, majalah dan internet. Data
sekunder dari internet bersumber dari website Bursa Efek indonesia
(www.idx.co.id) dan dari website lain yang berhubungan dengan masalah
yang akan dibahas. Selain data sekunder yang telah disebutkan diatas, data
sekunder diperoleh dari sumber-sumber data sekunder lainnya yang dapat
menunjang dan berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data
yang diperlukan untuk mengukur rasio CAMEL dan Risiko Perbankan,
dan Financial distress pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI).
3.4.2 Prosedur Pemilihan Objek Penelitian
Penelitian dilakukan oleh penulis melalui studi kepustakaan yaitu
dengan cara membaca dan mempelajari literatur-literatur, buku-buku,
artikel, koran, internet dan sumber-sumber data sekunder lainnya yang
dapat menunjang dan berhubungan dengan penelitian yang penulis
lakukan.
3.4.3 Model Penelitian
Dalam sebuah penelitian, model penelitian merupakan abstraksi
dari fenomena-fenomena yang diteliti. Sesuai dengan judul skipsi yang
dikemukakan penulis yaitu ”pengaruh rasio CAMEL dan risiko perbankan
terhadap financial distress.” Maka untuk menggambarkan hubungan
antara variabel independen dan variabel dependen, penulis memberikan
model penelitian yang dapat dinyatakan dalam gambar sebagai berikut
Gambar 3.1 Model Penelitian
3.5 Rancangan Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
3.5.1 Analisis Data
Menurut Sugiyono (2010:147), mengemukakan bahwa: “Analisis
data ialah, mengelompokan data berdasarkan variabel dan jenis
responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden,
menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk
Financial Distress
(Y)
Rasio CAMEL
(X1)
Risiko Perbankan
(X2)
rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis
yang telah diajukan.”
Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis
statistik dengan menggunakan SPSS windows version 17. Adapun analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
3.5.2 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan untuk menilai ada tidaknya bias atas
hasil analisis regresi yang telah dilakukan, dimana dengan menggunakan
uji asumsi klasik dapat diketahui sejauh mana hasil hasil analisis regresi
dapat diandaikan tingkat keakuratannya. (F. Poernamawatie, 2008) uji
asumsi klasik terdiri dari uji normalitas, multikolinearitas, autokorelasi dan
heterokedastisitass (Dedy dan Fransiska, 2008) .
3.5.2.1 Uji Normalitas
Sebelum melakukan uji statistik regresi dan kolerasi perlu
dilakukan pengujian normalitas data, hal ini dilakukan untuk mengetahui
apakah sampel yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari populasi
yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Kalmogorov-Smirnov Test yang nantinya akan diolah
dengan bantuan SPSS V 17.0 for windows, kemudian alat uji statistik
paremetrik dapat digunakan bila asumsi data sampel berdistribusi normal
terpenuhi.
Dasar pengambilan keputusan bisa dilakukan berdasarkan
probabilitas (Asymtotik Significance), yakni:
a. Jika Probabilitas > 0,05 maka distribusi dari populasi adalah
normal.
b. Jika Probabilitas < 0,05 maka populasi tidak berdistribusi normal.
3.5.2.2 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui apakah model
regresi mempunyai kolerasi antara variabel bebas. Model regresi yang baik
tidak terjadi kolerasi diantaranya variabel bebasnya. Jika variabel bebas
saling berkolerasi, maka variabel-variabel tidak orthogonal, yaitu kolerasi
diantara variablel tidak nol. Uji multikolineritas dilakukan dengan melihat
tolerance value dan Variance Inflation Factor (VIF). metode ini diajukan
untuk mendeteksi variabel-variabel mana yang menyebabkan terjadinya
multikolinearitas, menurut Gujarati (2003:351) besar nilai VIF dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Variance Inflation Factors : VIF = 1
( 1 -r2
ij)
(Gujarati, 2003: 351)
Dinama
VIF = Variance Inflation Faktor dan tolerance
Rij
= Besarnya Kolerasi natara variabel i dan variabel j
Menurut Ghozali (2005:95), pedoman suatu model regresi yang
bebas multikolinieritas adalah yang mempunyai nilai VIF disekitar angka
1 dan angka tolerance mendekati 1. Batas VIF adalah 10, jika VIF
dibawah 10, maka tidak terjadi gejala multikolineritas atau sebaliknya.
3.5.2.3. Uji Autokorelasi
Dedi dan fransiska (2008) mengemukakan bahwa uji autokorelasi
bertujuan untuk meguji apakah model regresi linear ada korelasi antara
kesalahan pengganngu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi
korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Model yang baik
adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.
Algifari (2009) mengemukakan uji auotokorelasi dapat dilakukan
dengan uji Durbin Watson (DW test). Adapaun cara mendekteksi
terjadinya autokorelasi secara umum dapt diambil patokan sebagai berikut:
Nilai DW Keterangan
Kurang dari 1,08 ada autokorelasi
1,08 sd 1,66 tampa kesimulan
1,66 sd 2,34 tidak ada autokorelasi
2,34 sd 2,92 tampa kesimpulan
lebih dari 2,92 ada autokorelasi
3.5.2.4. Uji Asumsi Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Situasi heteroskedastisitas akan
menyebabkan penaksiran koefisien-koefisien regresi menjadi tidak efisien
dan hasil taksiran dapat menjadi kurang atau melebihi dari yang
semestinya. Dengan demikian, agar koefisien koefisienregresi tidak
menyesatkan, maka situasi heteroskedastisitas tersebut harus dihilangkan
dari model regresi.
Uji heterokedastisitas untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi kesamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan
lainnya. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya.
Jika varian dari residual satu pengamatan-pengamatan lain tetap, maka
disebut homoskedasitas. Model regresi yang baik adalah homoskedasitas.
Salah satu cara untuk melihat adanya problem heterokedastisitas
adalah dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat
(ZPRED) dengan residualnya (SRESID) (Tony Wijaya, 2012:124) cara
menganalisisnya:
- Dengan melihat apakah titik-titik memiliki pola tertentu yang
teratur seperti bergelombang, melebar kemudian menyempit,
jika terjadi maka mengidentifikasikan terdapat
heterokedastisitas.
- Jika tidak terdapat pola tertentu yang jelas, serta titik-titik
menyebar siatas dan dibawah angka 10 pada sumbu Y maka
mengindikasikan tidak terjadi heterokedastisitas.
3.5.3 Statistika Deskriptif
Statistik deskriptif merupakan analisis yang meneliti objek dalam
keadaan apa adanya, sesuai dengan data yang diperoleh kemudian disusun
dan disampaikan (Sugiyono, 2011:206). Dalam analisis ini akan dilaukan
pembahasan mengenai rasio CAMEL, risiko perbankan, dan financial
distress. Analisi deskriftif yang digunakan adalah nilai maksimum, nilai
minimum, mean (rata-rata) dan standar deviasi (penyebaran data).
Sedangkan untuk menentukan kategori penilaian setian nilai rata-rata
(mean) perubahan pada variabel penelitian, maka dibuat tabel distribusi
frekuensi dengan langkah sebagai berikut:
a. Menentukan jumlah kriteria yaitu 5 kriteria
b. Menetukan selisih nilai maksimum dan minimum = (nilai maks – nilai
min)
c. Menetukan range = (jarak interval kelas)
d. Menentukan nilai rata-rata perubahan pada setiap variabel penelitian.
e. Membuat tabel distribusi frekuensi nilai perubahan untuk setiap
variabel penelitian.
Tabel 3.4
Tabel Kriteria Penilain
SANGAT
RENDAH
Batas bawah (nilai min) (range) Batas atas 1
RENDAH (batas atas 9) +0,01 (range) Batas atas 2
SEDANG (batas atas 2) + 0,01 (range) Batas atas 3
TINGGI (Batas atas 3) + 0,01 (range) Batas atas 4
Keterangan:
Batas atas 1 = batas bawah (nilai min) + range
Batas atas 2 = (batas atas 1 + 0,01) + range
Batas atas 3 = (batas atas 2 + 0,01) + range
Batas atas 4 =(batas atas 3 + 0,01) + range
3.5.4. Analisis Regresi
3.5.4.1 Analisis Regresi Linear Sederhana
Regresi linear sederhana didasarkan pada hubungan funsional
ataupun kuasal satu variabel independen dengan satu variabel dependen.
Persamaan umum regresi sederhana menurut Sugiyono (2010:261) adalah:
Ŷ = α + β X
Dimana :
Ŷ = subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan
α = Konstanta atau harga Y bila X = 0
β = Koefisien regresi yang menunjukan angka peningkatan ataupun
penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen.
Bila β (+) maka naik, dan bila β (-) maka terjadi penurunan.
Menurut Sugiyono (2010:262) besarnya α dan β dapat diketahui
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
α = ( ∑ Y) (∑ X2) – (∑X) (∑XY)
n∑X2
- (∑X)2
β = n∑XY – (∑X) – (∑Y)
n∑X2 – (∑X)
2
Dimana :
X = Variabel X
Y = Variabel Y
α = Bilangan Konstan
β = Koefisien arah garis regresi
n = lamanya priode (tahun)
3.5.4.2 Analisis Regresi Berganda (Simultan)
Moh. Nazir (2011:463) menjelaskan bahwa jika parameter dari
suatu hubungan fungsional antara satu variabel dependen dengan lebih
dari satu variabel ingin diestimasikan, maka analisis regresi yang
dikerjakan berkenaan dengan regresi berganda (multiple regression).
Persamaan umum regresi berganda menutut Sugiyono (2010:277) adalah:
Y= α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β 4X4 + є
Dimana :
Y= Financial Distres
α = Konstanta, merupakan nilai terkait yang dalam hal ini adalah Y pada
saat variabel bebasnya adalah 0 (X1, X2, X3, X4 = 0)
β1 = Koefisien regresi berganda antar variabel bebas X1 terhadap variabel
terikat Y, bila variabel bebas X2 X3 X4 dianggap konstan.
β2 = Koefisien regresi berganda antar variabel bebas X2 terhadap variabel
terikat Y, bila variabel bebas X2 X3 X4 dianggap konstan.
β3 = Koefisien regresi berganda antar variabel bebas X3 terhadap variabel
terikat Y, bila variabel bebas X2 X3 X4 dianggap konstan.
β4 = Koefisien regresi berganda antar variabel bebas X4 terhadap variabel
terikat Y, bila variabel bebas X2 X3 X4 dianggap konstan.
X1 = Rasio CAMEL
X2 = Risiko Perbankan
Є = Faktor-faktor lain yang mempengaruhi variabel Y
Arti koefisien β adalah jika nilai β posotif (+), hal tersebut
menunjukkan hubungan yang searah antara variabel bebas dengan variabel
terikat. Dengan kata lian peningkatan atau penurunan besarnya variabel
bebas akan diikuti oleh peningkatan atau penurunan besarnya variabel
terikat. Sedangkan jika β negatif (-), menunjukkan hubungan yang
berlawanan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dengan kata lain
setiap peningkatan besarnya nilai variabel bebas akan diikuti oleh
penurunan besarnya nilai variabel terikat, dan sebaliknya
3.5.5 Analisis Korelasi
3.5.5.1 Analisis Korelasi Parsial.
Analisis korelasi bertujuan untuk mengukur kekuatan asosiasi
(hubungan) linier antara dua variabel. Korelasi juga tidak menunjukkan
hubungan fungsional. Dengan kata lain, analisis korelasi tidak
membedakan antara variabel dependen dengan variabel independen.
Dalam analisis regresi, analisis korelasi yang digunakan juga
menunjukkan arah hubungan antara variabel dependen dengan variabel
independen selain mengukur kekuatan asosiasi (hubungan).
Teknik ini digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan
hipotesis hubungan dua variabel bila data kedua variabel berbentuk
interval atau rasio, dan sumber daa dari dua variabel atau lebih tersebut
adalah sama. Rumus koefisien korelasi adalah sebagai berikut:
rxy = n ∑ xi yi - ∑ xi ∑ yi
√{n ∑ xi 2 – (∑ xi )
2 } {n∑ yi
2 – (∑ yi )
2 }
Dengan mengetahui koefisien korelasi antara masing-masing
variabel X dan Y maka dapat ditentukan koefisien determinasi untuk
mengetahui besarnya pengaruh yang ditimbulkan masing-masing variabel
bebas terhadap variabel terikat.
Tabel 3.5
Pedoman untuk Memberikan Interprestasi terhadap Koefisien
Korelasi
Interval Koefisien Kriteria
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Cukup Kuat
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
(Sugiyono, 2010:231)
3.5.5.2 Analisis Korelasi Berganda (Simultan)
Analisis korelasi berganda ini berkenaan dengan hubungan tiga
atau lebih variabel. Sekurang-kurangnya dua variabel bebas dihubungkan
dengan variabel terikatnya. Dalam korelasi ganda koefisien korelasinya
dinyatakan dalam R.
Analisis ini digunakan untuk mencari hubungan antara dua
variabel bebas atau lebih yang secara bersama-sama dihubungkan dengan
variabel terikatnya, sehingga dapat diketahui besarnya sumbangan seluruh
variabel bebas yang menjadi objek penelitian terhadap variabel bebas yang
menjadi objek penelitian terhadap variabel terikatnya.
Ryx1x2 = √ r
2 yx
+ r 2 yx
– 2 ryx2
rx1 x2
1- r 2
x1x2
Dimana :
R yx1x2 = Koefisien Korelasi ganda antar variabel x1 dan x2
ryx1 = Koefisien Korelasi X1 terhadap Y
ryx2 = Koefisien Korelasi X2 terhadap Y
ryx3 = Koefisien Korelasi X1 terhadap X2
3.5.6 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan pengujian
secara parsial (uji t) dan penyajian secara simultan (uji F). hipotesis yang
akan diuji dan dibuktikan dalam penelitian ini berkaitan dalam penelitian
ini berkaitan dengan pengaruh variabel-variabel bebas yaitu rasio
CAMEL, risiko perbankan, terhadap financial distress.
Menurut Nazir (2003:394), tingkat signifikan (signifikant level)
yang sering digukan adalah sebesar 5% atau 0,05 karena dinilai cukup
ketat dalam menguji hubungan variabel-variabel yang diuji atau
menunjukkan bahwa korelasi antara kedua variabel cukup nyata disamping
itu tingkat signifikan 0,05 nartinya adalah kemungkinan besar dari hasil
penarikan kesimpulan mempunyai probabilitas 95% atau toleransi
kesehatan sebesar 5%. Untuk menguji hipotesis, dapat menggunakan
rumus berikut ini:
a. Uji Parsial (t-test)
Uji t (t-test) melakukan pengujian terhadap koefisien regresi secara
parsial, pengujian ini dilakukan untuk mengetahui signifikansi peran
secara parsial antara variabel independen terhadap variabel dependen
dengan mengasumsikan bahwa variabel independen lain dianggap
konstan, (Sugiyono 2010:250) merumuskan uji t sebagai berikut:
t = r √n – 2
√1-r 2
Keterangan:
t = Distribusi t
n = Jumlah data
r = Koefisien Korelasi Parsial
r 2 = Koefisien determinasi
(t-test) hasil perhitungan ini selanjutnya dibandingkan dengan t tabel
dengan menggunakan tingkat kesalahan 0,05. Kriteria yang digunakan
sebagai dasar perbandingan sebagai berikut:
Ho diterima jika nilai thitung < ttabel atau nilai sig > α
Ho ditolak jika nilai thitung > ttabel atau nilai sig < α
Bila terjadi penerimaan Ho maka dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat pengaruh signifikan, sedangkan bila Ho ditolak artinya terdapat
pengaruh yang signifikan.
Rancangan pengujian hipotesis statistik ini untuk menguji ada
tidaknya pengaruh antara variabel independent (X) yaitu rasio CAMEL
(X1), Risoko Perbankan (X2), terhadap Financial Distress (Y), adapun
yang menjadi hipotesi dalam penelitian ini adalah:
Ho: β = 0 : tidak terdapat pengaruh yang signifikan
Ha : β ≠ 0 : terdapat pengaruh yang signifikan
“Rasio CAMEL (NPL, ROA dan LDR), Risiko perbankan (Credit risk)
berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi financial distress pada
bank”
b. Uji F (pengujian secara Simultan)
Uji F adalah pengujian terhadap koefisien regresi secara simultan.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh semua variabel
independen yang terdapat di dalam model secara bersama-sama
(simultan) terhadap variabel dependen. Uji F dalam penelitian ini
digunakan untuk menguji signifikasi pengaruh rasio CAMEL, Risio
Perbankan, terhadap Financial Distress secara simultan dan parsial.
Menurut Sugiyono (2010:257) rumus pengujian adalah:
F = R2
/ k
( 1 – R2) / ( n – k – 1 )
Keterangan :
R2 = koefisien Determinasi
K = Jumlah Variabel Independen
N = Jumlah data atau kasus
F hasil perhitungan ini dibandingkan dengan Ftabel yang diperoleh
dengan menggunkan tingkat risiko atau signifikan level 5% atau dengan
degree freedom = n – k – 1 dengan kriterian sebagai berikut :
Ho ditolak jika Fhitung > F tabel atau nilai sig < α
Ho diterima jika Fhitung < F tabel atau nilai sig > α
Jika terjadi penerimaan Ho, maka dapat diartikan tidak
berpengaruh signifikan model regresi berganda yang diperoleh sehingga
mengakibatkan tidak signifikan pula pengaruh dari variabel-variabel bebas
bebas secara simultan terhadap variabel terikat.
Adapun yang menjadi hipotesis nol (Ho) dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Ho: β1 = β2 = β3 = β4 = 0 : tidak berpengaruh signifikan
Ha: β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ 0 : terdapat pengaruh yang signifikan
X1 (Rasio CAMEL), X2 (Risiko Perbankan), berpengaruh signifikan terhadap
Financial Distress (Y) pada perusahaan Perbankan yang telah listing di BEI.
1. Penetapan tingkat signifikansi
Pegujian hipotesis akan dilakukan dengan menggunakan tingkat
signifikansi sebesar 0,05 (α=0) atau tingkat keyakinan sebesar 0,95.
Dalam ilmu-ilmu sosial tingkat signifikansi 0,05 sudah lazim
digunakan karena dianggap cukup tepat untuk mewakili hubungan
antar-variabel yang diteliti.
2. Penetapan kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis
Hipotesis yang telah ditetapkan sebelumnya diuji dengan
menggunakan metode pengujian statistik uji t dan uji F dengan kriteria
penerimaan dan penolakan hipotesis sebgai berikut:
Uji t:
Ho diterima jika nilai – ttabel < thitung < ttabel
Ho ditolak jika nilai – thitung < ttabel atau thitung < -ttabel
Uji F:
Ho ditolak jika Fhitung > F tabel
Ho diterima jika Fhitung ≤ F tabel
3.5.7 Koefisien Determinasi
Untuk melihat seberaa besaar tingkat engaruh variabel independen
tehadap variabel dependen secara parsial digunakan koefisien determinasi
(Kd) dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
KD: Koefisien Determinasi
r2 :
Koefisien Regresi
koefisien determinasi (KD) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.
Besarnya koefisien determinasi ini adalah 0 sampai dengan 1. nilai KD
yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam
menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang dependen
mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir
KD = r2 X 100 %
semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen (Ghozali, 2009:49).
3.5.8 Penarikan Kesimpulan
Dari hipotesis-hipotesis yang didapat tadi, maka ditarik kesimpulan
apakah variabel-variabel bebas secara simultan memiliki pengaruh yang
signifikan atau tidak terhadap variabel terikat, dan pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat, dan pengaruh variabel bebas terhadap variabel
terikat secara parsial.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Perusahaan Perbankan
1. Bank Central Asia (BBCA)
BCA secara resmi berdiri pada tanggal 21 Februari 1957 dengan
nama Bank Central Asia NV. Banyak hal telah dilalui sejak saat berdirinya
itu, dan barangkali yang paling signifikan adalah krisis moneter yang
terjadi di tahun 1997. Krisis ini membawa dampak yang luar biasa pada
keseluruhan sistem perbankan di Indonesia. Namun, secara khusus,
kondisi ini mempengaruhi aliran dana tunai di BCA dan bahkan sempat
mengancam kelanjutannya. Banyak nasabah menjadi panik lalu beramai-
ramai menarik dana mereka. Akibatnya, bank terpaksa meminta bantuan
dari pemerintah Indonesia. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)
lalu mengambil alih BCA di tahun 1998.
Saat ini, BCA terus memperkokoh tradisi tata kelola perusahaan
yang baik, kepatuhan penuh pada regulasi, pengelolaan risiko secara baik
dan komitmen pada nasabahnya baik sebagai bank transaksional maupun
sebagai lembaga intermediasi finansial.
2. Bank Permata (BNLI)
Permata Bank telah berkembang menjadi sebuah bank swasta
utama yang menawarkan produk dan jasa inovatif serta komprehensif
terutama di sisi delivery channel-nya termasuk Internet Banking dan
Mobile Banking. Permata Bank memiliki aspirasi untuk menjadi penyedia
jasa keuangan terkemuka di Indonesia, dengan fokus di segmen Konsumer
dan Komersial. Melayani sekitar 2 juta nasabah di 57 kota di Indonesia,
Permata Bank memiliki 289 cabang (termaksuk 12 cabang Syariah) dan
776 ATM dengan akses tambahan di lebih dari 40.000 ATM (VisaPlus,
Visa Electron, MC, Alto, ATM Bersama dan ATM Prima).
Permata Bank dibentuk sebagai hasil merger dari 5 bank di bawah
pengawasan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), yakni PT
Bank Bali Tbk, PT Bank Universal Tbk, PT Bank Prima Express, PT Bank
Artamedia, dan PT Bank Patriot pada tahun 2002. Di tahun 2004, Standard
Chartered Bank dan PT Astra International Tbk mengambil alih Permata
Bank dan memulai proses transformasi secara besar-besaran di dalam
organisasi. Selanjutnya, sebagai wujud komitmennya terhadap Permata
Bank, kepemilikan gabungan pemegang saham utama ini meningkat
menjadi 89,01% pada tahun 2006.
3. Bank Rakyat Indonesia (BBRI)
Sejarah berdirinya Bank Rakyat Indonesia tidak terlepas dari
adanya beberapa kali pergantian nama sebelum menjadi Bank Rakyat
Indonesia itu sendiri. Sejarah tersebut dimulai ketika pada tanggal 16
desember 1895.
Sebagai suatu langkah kebijakasanaan Pemerintah menuju
pembentukan Bank Tunggal. BKTN diintergrasikan pula ke dalam Bank
Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan
Nelayan baerdasarkan Penpres Nomor 9 tahun 1965 dan Surat Menteri
Bank Sentral Nomor 42 tahun 1965 dan Nomor 47 tahun 1965. Ketika
Penpres tersebut baru berjalan satu bulan, keluarlah Penpres Nomor 17
tahun 1965 tentang Pembentukan Bank Tunggal dengan nama Bank
Negara Indonesia, dan Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan
Nelayan (ex. BKTN) diintergrasikan dengan nama Bank Negara
Indonesia Unit II.
Pada akhirnya berdasarkan Surat Keputusan Direksi BRI Nokep :
S. 67-DIR/12/1982 tanggal 2 Desember 1982 Direksi Bank Indonesia
menetapkan, bahwa Hari Jadi Bank Rakyat Indonesia adalah tanggal 16
Desember 1895.
4. Bank Tabungan Negara (BBTN)
Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 memberikan
inspirasi kepada Bapak Darmosoetanto untuk memprakarsai
pengambilalihan Tyokin Kyoku dari pemerintah Jepang ke pemerintah RI
dan terjadilah penggantian nama menjadi Kantor Tabungan Pos. Banyak
kejadian bernilai sejarah sejak 1950, tetapi yang terpenting bagi sejarah
Bank Tabungan Negara (BTN) adalah dikeluarkannya UU darurat No. 9
Tahun 1950 Tanggal 9 Februari 1950 yang mengubah nama “Posts Paar
Bank Indonesia” berdasarkan Staasbalt No. 295 Tahun 1941 menjadi Bank
Tabungan Pos dan memidahkan induk kementrian keuangan dibawah
menteri urusan Bank Central. Tanggal 9 Februari 1950 ditetapkan sebagai
hari dan tanggal BTN.
Penegasan status BTN sebagai Bank Tabungan milik negara
ditetapkan dengan UU No. 20 tahun 1968 tanggal 19 Desember 1968 yang
sebelumnya (sejak tahun 1964) BTN menjadi BNI unit V (lima). Jika
tugas utama saat pendirian Posts Paar Bank (1897) sampai dengan BTN
(1968) adalah bergerak dalam lingkup perhimpunan dana masyarakat
melalui tabungan, maka sejak tahun dalam lingkup perhimpunan dana
masyarakat melalui tabungan, maka sejak tahun 1974 BTN ditambah
tugasnya yaitu memberikan pelayanan KPR dan untuk pertamakalinya
penyaluran KPR terjadi pada tanggal 10 Desember yang diperinganti
sebagai hari KPR bagi BTN.
5. Bank Danamon (BDMN)
PT Bank Danamon Indonesia Tbk adalah bank swasta nasional
terbesar ke dua, dan termasuk dalam lima besar bank komersial di
Indonesia. Bank Danamon memiliki jaringan distribusi geografi yang
terluas dari semua bank di Indonesia dengan 500 kantor cabang, 790
ATM, serta didukung oleh lebih dari 13.000 karyawan. Bank Danamon
saat ini dikenal sebagai salah satu bank terkemuka di bidang konsumen
dan UKM selain melayani nasabah korporasi dan kelembagaan di seluruh
Indonesia.
6. .Bank Mandiri (BMRI)
Bank Mandiri merupakan salah satu bank terkemuka dan terbesar
di Indonesia dari sisi aktiva, kredit yang diberikan dan simpanan. Kegiatan
usaha utama Bank Mandiri adalah corporate banking, commercial banking
dan consumer banking. Kegiatan corporate banking dan commercial
banking menyediakan berbagai produk dan jasa termasuk produk
simpanan dan kredit, serta berbagai jasa yang memiliki nilai tambah
seperti jasa pembiayaan perdagangan (trade finance), jasa cash
management, jasa treasury, dan jasa corresponden banking. Kegiatan
consumer banking menyediakan berbagai produk dan jasa termasuk kredit,
Simpanan, kartu kredit, kartu debit, traveller’s cheques, safe
deposit box dan jasa pembayaran tagihan. Selain itu, kegiatan treasury
and capital market adalah suatu kegiatan yang mengelola likuiditas
internal dan mengawasi serta mengelola jasa-jasa keuangan yang
ditawarkan kepada nasabah seperti transaksi penukaran mata uang asing,
custodian dan jasa pasar modal lainnya.
7. Bank CIMB Niaga (BNGA)
Bank Niaga didirikan pada tanggal 26 September 1955, dan saa ini
merupakan bank ke-7 terbesar di Inonesia berdasarkan aset sertaerbesar di
segmen kredit kepemilikan rumah dengan pangsa pasar sekitar 9-10%.
Bumiputra-Commerce Holding Berhad (BCHB) memegang kepemilikan
mayoritas sejak 25 Noverber 2002. Kemudian dilalihkan kepada CIMB
Group anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh BCHB. Bank
Niaga menawarkan berbagai peroduk barang dan jasa perbankan, baiik
konvesional merupakan syariah melalui 256 kantor cabang di 48 kota di
Indonesia. Bank Niaga memiliki reputasi yang sangat baik di bidang
pelayanan nasabah dan tata kelola perusahaan, serta nasabahnya.
Diantatra melahirkan banyak bankir handal di jalur distribusi perbankan
elektronik. Bank Niaga menghadirkan layanan perbankan yang dikemas
sesuai selera nasabnya.
8. Bank Internasional Indonesia (BBII)
PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII) didirikan 15 Mei 1959.
Setelah mendapatkan ijin sebagai bank devisa pada 1988, BII mencatatkan
sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang Bursa
Efek Indonesia atau BEI) pada 1989. BII adalah salah satu bank terbesar di
Indonesia dengan jaringan internasional yang memiliki 337 cabang
termasuk lima kantor cabang syariah dan lima cabang luar negeri, 1.001
ATM dan 15 CDM (Cash Deposit Machines) BII di seluruh Indonesia, dan
juga sudah terkoneksi dengan lebih dari 20.000 ATM yang tergabung
dalam Jaringan ATM PRIMA, ATM BERSAMA, ALTO, CIRRUS dan
jaringan MEPS di Malaysia dan sekaligus terhubung dengan lebih dari
2.800 ATM Maybank di Malaysia dan Singapura serta memiliki kantor
cabang luar negeri di Mauritius, Mumbai dan Cayman Islands. Dengan
total simpanan nasabah sebesar Rp60,2 triliun dan aset sebesar Rp77,4
triliun per 31 Maret 2011, BII menyediakan serangkaian jasa keuangan
melalui kantor cabang dan jaringan ATM, phone banking dan internet
banking. BII telah tercatat di Bursa Efek Indonesia (BNII) dan aktif di
sektor UKM/Komersial, Konsuer dan Korporasi.
4.1.2 Non Performing Loan (NPL)/ Kredit Bermasalah
NPL adalah perbandingan antara jumlah kredit yang diberikan
dengan tingkat kolektibilitas dengan total kredit yang diberikan bank.
Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan
dan macet, (Lukman Dendawijaya).
Non Performing Loan (NPL) atau sering disebut juga kredit bermasalah
merupakan variabe bebas kedua (X2) yang termaksut dalam rasio CAMEL
yaitu asset, Rasio NPL dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
NPL = Kredit Bermasalah
Total Kredit
Berikut ini adalah data Non Performing Loan (NPL) tahun 2008
sampai dengan tahun 2010.
Tabel 4.1
Non Performing Loan (NPL) 2008-2010
No Nama Perusahaan Kode
Emiten
Non Performing Loan
(NPL)
Tahun 2008
1 Bank Centra Asia BBCA 0,006
2 Bank Permata BNLI 0,011
3 Bank Rakyat Indnesia BBRI 0,028
4
Bank Tabungan
Negara BBTN 0,0266
5 Bank Danamon BDMN 0,023
6 Bank Mandiri BMRI 0,011
7 Bank CIMB Niaga BNGA 0,014
8
Bank Internasional
Indonesia BBII 0,02
Tahun 2009
1 Bank Centra Asia BBCA 0,007
2 Bank Permata BNLI 0,015
3 Bank Rakyat Indnesia BBRI 0,0352
4
Bank Tabungan
Negara BBTN 0,0275
5 Bank Danamon BDMN 0,045
6 Bank Mandiri BMRI 0,004
7 Bank CIMB Niaga BNGA 0,0104
8
Bank Internasional
Indonesia BBII 0,0158
Tahun 2010
1 Bank Centra Asia BBCA 0,006
2 Bank Permata BNLI 0,007
3 Bank Rakyat Indnesia BBRI 0,0278
4
Bank Tabungan
Negara BBTN 0,0266
5 Bank Danamon BDMN 0,03
6 Bank Mandiri BMRI 0,006
7 Bank CIMB Niaga BNGA 0,0185
8
Bank Internasional
Indonesia BBII 0,0178
Adapun Grafik dari Non Performing Loan periode 2008 sampai dengan
2010 dari 8 sampel penelitian adalah sebagai berikut:
Grafik 4.1 Non Performing Loan
Apabila dilihat per entitas, berdasarkan grafik diatas dapat diketahui
bahwa Bank Central Asia (BBCA) memiliki Non Performing Loan
tertinggi pada tahun 2009 yaitu mencapai 0,007 dan terendah pada tahun
2008 dan 2010 yaitu 0,006. Bank Permata (BNLI) NPL tertinggi pada
tahun 2008 yaitu mencapai 0,011 dan terendah pada tahun 2010 yaitu
hanya mencapai 0,007. Bank Rakyat Indonesia (BBRI) NPL tertinngi pada
tahun 2009 yaitu mencapai 0,0352 dan yang terendah pada tahun 2008
yaitu hanya mencapi 0,0266. Bank Tabungan Negara (BBTN) NPL
BBCA BNLI BBRI BBTN BDMN BMRI BNGA BBII
2008 0,006 0,011 0,028 0,0266 0,023 0,011 0,0142 0,02
2009 0,007 0,015 0,0352 0,0275 0,045 0,004 0,0104 0,0158
2010 0,006 0,007 0,0278 0,0266 0,03 0,006 0,0185 0,0174
0
0,005
0,01
0,015
0,02
0,025
0,03
0,035
0,04
0,045
0,05
Axi
s Ti
tle
Non Performing Loan (NPL)
tertinngi pada tahun 2009 yaitu mencapai 0,275 dan terendah pada tahun
2008 dan 2010 yaitu hanya mencapai 0,0266. Bank Danamon NPL
tertinngi pada tahun 2009 yaitu mencapai 0,045 dan yang terendah pada
tahun 2010 yaitu hanya mencapai 0,03. Bank Mandiri (BMRI) NPL
tertinggi pada tahun 2008 yaitu mencapai 0,011 dan terendah pada tahun
2009 yaitu hanya mencapai 0,004. Bank CIMB Niaga memiliki NPL
tertinggi pada tahun 2010 yaitu mencapai 0,0185 dan terendah pada tahun
2009 yaitu hanya mencapai 0,0104 dan Bank Internasiona Indonesia NPL
tertinggi pada tahun 2010 yaitu mencapai 0,0174 dan terendah pada tahun
2008 yaitu hanya mencapai 0,02.
4.1.3 Return On Assets (ROA)
ROA (Return On Assets) digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak)
yang dihasilkan dari total asset bank yang bersangkutan. Semakin besar
ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut
(Dendawijaya, 2003).
Return On Assets (ROA) merupakan variabel bebas ketiga (X3) dari
variabel CAMEL, besarnya nilai return on assets dapat dihitung dengan
rumus berikut ini:
ROA = Laba Sebelum Pajak × 100 %
Total Aktiva
Berikut adalah data Return On Assets (ROA) tahun 2008 sampai dengan
2010 dari perusahaan yang dijadikan sampel penelitian:
Tabel 4.2
Return On Assets (ROA) 2008-2010
No Nama Perusahaan Kode
Emiten Return On Assets (ROA)
Tahun 2008
1 Bank Centra Asia BBCA 0,034
2 Bank Permata BNLI 0,017
3 Bank Rakyat Indnesia BBRI 0,0418
4 Bank Tabungan Negara BBTN 0,0118
5 Bank Danamon BDMN 0,0152
6 Bank Mandiri BMRI 0,025
7 Bank CIMB Niaga BNGA 0,011
8
Bank Internasional
Indonesia BBII 0,0084
Tahun 2009
1 Bank Centra Asia BBCA 0,034
2 Bank Permata BNLI 0,014
3 Bank Rakyat Indnesia BBRI 0,0373
4 Bank Tabungan Negara BBTN 0,0147
5 Bank Danamon BDMN 0,015
6 Bank Mandiri BMRI 0,03
7 Bank CIMB Niaga BNGA 0,021
8
Bank Internasional
Indonesia BBII -0,0007
Tahun 2010
1 Bank Centra Asia BBCA 0,035
2 Bank Permata BNLI 0,02
3 Bank Rakyat Indnesia BBRI 0,0464
4 Bank Tabungan Negara BBTN 0,0205
5 Bank Danamon BDMN 0,0219
6 Bank Mandiri BMRI 0,034
7 Bank CIMB Niaga BNGA 0,0275
8
Bank Internasional
Indonesia BBII 0,0068
Adapun Grafik dari return on assets pada tahun 2008 sampai dengan 2010
dari 8 sampel penelitian sebagai berikut:
Grafik 4.2 Return On Assets (ROA)
Apabila dilihat per entitas, berdasarkan grafik diatas dapat diketahui
bahwa Bank Central Asia (BBCA) memiliki Return On Assets tertinggi
pada tahun 2010 yaitu mencapai 0,035 dan terendah pada tahun 2008 dan
2009 yaitu 0,034. Bank Permata (BNLI) ROA tertinggi pada tahun 2008
yaitu mencapai 0,017 dan terendah pada tahun
2010 yaitu hanya mencapai 0,02. Bank Rakyat Indonesia (BBRI) ROA
tertinngi pada tahun 2010 yaitu mencapai 0,0464 dan yang terendah pada
tahun 2009 yaitu hanya mencapi 0,0373. Bank Tabungan Negara (BBTN)
BBCA BNLI BBRI BBTN BDMN BMRI BNGA BBII
2008 0,034 0,017 0,0418 0,0118 0,0152 0,025 0,011 0,0084
2009 0,034 0,014 0,0373 0,0147 0,015 0,03 0,021 -0,0007
2010 0,035 0,02 0,0464 0,0205 0,0219 0,034 0,0275 0,0068
-0,01
0
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
Axi
s Ti
tle
Return On Assets (ROA)
ROA tertinngi pada tahun 2010 yaitu mencapai 0,0205 dan terendah pada
tahun 2008 yaitu hanya mencapai 0,0118. Bank Danamon ROA tertinngi
pada tahun 2010 yaitu mencapai 0,0219 dan yang terendah pada tahun
2008 yaitu hanya mencapai 0,0152. Bank Mandiri (BMRI) memiliki ROA
tertinggi pada tahun 2010 yaitu mencapai 0,034 dan terendah pada tahun
2008 yaitu hanya mencapai 0,025. Bank CIMB Niaga ROA tertinggi pada
tahun 2009 yaitu mencapai 1,021 dan terendah pada tahun 2008 yaitu
hanya mencapai 0,011 dan Bank Internasiona Indonesia memiliki ROA
tertinggi pada tahun 2008 yaitu mencapai 0,0084 dan terendah pada tahun
2009 yaitu hanya mencapai -0,0007.
4.1.4 Loan to Deposite Ratio (LDR)
Rasio ini digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank dengan
cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak
ketiga, LDR terebut menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam
membayar kredit yang diberikan sebagi sumber likuiditas, (Drs.Lukman
Dendawijaya).
Loan to Deposite Ratio (LDR) merupakan variabel bebas yang
keempat (X4) dari variabel rasio CAMEL, adapun rumus untuk mencari
LDR adalah sebagai berikut:
LDR = Jumlah Kredit yang Diberikan × 100 %
Dana Pihak Ketiga + KLBI + Modal Inti
Berikut adalah data Loan to Deposite Ratio (LDR) tahun 2008 sampai
dengan 2010 dari perusahaan perbankan yang dijadikan sampel penelitia:
Tabel 4.3
Loan to Deposite Ratio (LDR) 2008-2010
No Nama Perusahaan Kode
Emiten
Loan to Deposit Ratio
(LDR)
Tahun 2008
1 Bank Centra Asia BBCA 0,538
2 Bank Permata BNLI 0,818
3 Bank Rakyat Indnesia BBRI 0,7993
4
Bank Tabungan
Negara BBTN 1,0183
5 Bank Danamon BDMN 0,8642
6 Bank Mandiri BMRI 0,592
7 Bank CIMB Niaga BNGA 0,8784
8
Bank Internasional
Indonesia BBII 0,1979
Tahun 2009
1 Bank Centra Asia BBCA 0,503
2 Bank Permata BNLI 0,906
3 Bank Rakyat Indnesia BBRI 0,8088
4
Bank Tabungan
Negara BBTN 1,0129
5 Bank Danamon BDMN 0,8876
6 Bank Mandiri BMRI 0,614
7 Bank CIMB Niaga BNGA 0,9511
8
Bank Internasional
Indonesia BBII 0,1484
Tahun 2010
1 Bank Centra Asia BBCA 0,552
2 Bank Permata BNLI 0,875
3 Bank Rakyat Indnesia BBRI 0,7517
4
Bank Tabungan
Negara BBTN 1,0842
5 Bank Danamon BDMN 0,9383
6 Bank Mandiri BMRI 0,676
7 Bank CIMB Niaga BNGA 0,8804
8
Bank Internasional
Indonesia BBII 0,128
Adapun Grafik dari Loan to Deposite Ratio pada Periode 2008-2010 dari 8
sampel penelitian adalah sebagai berikut:
Grafik 4.3 Loan to Deposit Ratio (LDR)
Apabila dilihat per entitas, berdasarkan grafik diatas dapat diketahui
bahwa Bank Central Asia (BBCA) memiliki Loan to Deposit Ratio
tertinggi pada tahun 2010 yaitu mencapai 0,552 dan terendah pada tahun
2009 yaitu 0,503. Bank Permata (BNLI) LDR tertinggi pada tahun 2009
yaitu mencapai 0,906 dan terendah pada tahun 2010 yaitu hanya mencapai
0,875. Bank Rakyat Indonesia (BBRI) LDR tertinngi pada tahun 2009
yaitu mencapai 0,8088 dan yang terendah pada tahun 2010 yaitu hanya
mencapi 0,7517. Bank Tabungan Negara (BBTN) LDR tertinngi pada
tahun 2010 yaitu mencapai 1,0842 dan terendah pada tahun 2009 yaitu
BBCA BNLI BBRI BBTN BDMN BMRI BNGA BBII
2008 0,538 0,818 0,7993 1,0183 0,8642 0,592 0,8784 0,1979
2009 0,503 0,906 0,8088 1,0129 0,8876 0,614 0,9511 0,1484
2010 0,552 0,875 0,7517 1,0842 0,9382 0,676 0,8804 0,128
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
Axi
s Ti
tle
Loan to Deposit Ratio (LDR)
hanya mencapai 0,129. Bank Danamon LDR tertinngi pada tahun 2010
yaitu mencapai 0,9383 dan yang terendah pada tahun 2008 yaitu hanya
mencapai 0,8642. Bank Mandiri (BMRI) LDR tertinggi pada tahun 2010
yaitu mencapai 0,676 dan terendah pada tahun 2008 yaitu hanya mencapai
0,592. Bank CIMB Niaga LDR tertinggi pada tahun 2009 yaitu mencapai
0,9511 dan terendah pada tahun 2008 yaitu hanya mencapai 0,8784 dan
Bank Internasiona Indonesia LDR tertinggi pada tahun 2009 yaitu
mencapai 0,8903 dan terendah pada tahun 2009 yaitu hanya mencapai
0,8293.
4.1.5 Credit Risk
Merupakan suatu risiko akibat ketidakmampuan nasabah
mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta
imbalannya sesuai jangka waktu yang telah ditentukan, Pudjo Muljono
(1999:159) Credit risk merupakan variabel bebas ke enanam dari variabel
risiko perbankan, adapun rumus untuk mencari credit risk adalah sebagai
berikut:
AssetTotal
NPLRiskCredit
Berikut adalah data credit risk tahun 2008 sampai dengan 2010 dari
perusahaan perbankan yang dijadikan sampel penelitian:
Tabel 4.5
Credit Risk 2008-2010
No Nama Perusahaan Kode
Emiten Return On Assets (ROA)
Tahun 2008
1 Bank Centra Asia BBCA 0,0244
2 Bank Permata BNLI 0,203
3 Bank Rakyat Indnesia BBRI 0,113
4 Bank Tabungan Negara BBTN 0,591
5 Bank Danamon BDMN 0,214
6 Bank Mandiri BMRI 0,03
7 Bank CIMB Niaga BNGA 0,135
8
Bank Internasional
Indonesia BBII 0,351
Tahun 2009
1 Bank Centra Asia BBCA 0,0247
2 Bank Permata BNLI 0,267
3 Bank Rakyat Indnesia BBRI 1,11
4 Bank Tabungan Negara BBTN 0,470
5 Bank Danamon BDMN 0,456
6 Bank Mandiri BMRI 0,01
7 Bank CIMB Niaga BNGA 0,097
8
Bank Internasional
Indonesia BBII 0,259
Tahun 2010
1 Bank Centra Asia BBCA 0,018
2 Bank Permata BNLI 0,094
3 Bank Rakyat Indnesia BBRI 0,087
4 Bank Tabungan Negara BBTN 0,419
5 Bank Danamon BDMN 0,253
6 Bank Mandiri BMRI 0,013
7 Bank CIMB Niaga BNGA 0,128
8
Bank Internasional
Indonesia BBII 0,236
Adapun grafik dari credit risk periode 2008 sampai dengan 2010 dari 8
sampel penelitian adalah sebagai berikut:
Grafik 4.4 Credit risk
Apabila dilihat per entitas, berdasarkan grafik diatas dapat diketahui
bahwa Bank Central Asia (BBCA) memiliki credit risk tertinggi pada
tahun 2009 yaitu mencapai 0,247 dan terendah pada tahun 2008 yaitu
0,244. Bank Permata (BNLI) memiliki CR tertinggi pada tahun 2010 yaitu
mencapai 0,94 dan terendah pada tahun 2008 yaitu hanya mencapai 0,203.
Bank Rakyat Indonesia (BBRI) memiliki CR tertinggi pada tahun 2008
yaitu mencapai 0,113 dan yang terendah pada tahun 2010 yaitu hanya
mencapi 0,068. Bank Tabungan Negara (BBTN) mamiliki CR tertinngi
pada tahun 2008 yaitu mencapai 0,59 dan terendah pada tahun 2010 yaitu
hanya mencapai 0,038. Bank Danamon memiliki CR tertinngi pada tahun
BBCA BNLI BBRI BBTN BDMN BMRI BNGA BBII
2008 0,024 0,203 0,113 0,591 0,214 0,03 0,135 0,351
2009 0,0247 0,267 1,11 0,47 0,456 0,01 0,097 0,259
2010 0,018 0,094 0,087 0,419 0,253 0,013 0,128 0,236
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
Axi
s Ti
tle
Credit Risk
2009 yaitu mencapai 0,45 dan yang terendah pada tahun 2008 yaitu hanya
mencapai 0,214. Bank Mandiri (BMRI) memiliki CR tertinggi pada tahun
2010 yaitu mencapai 4,4 dan terendah pada tahun 2008 yaitu hanya
mencapai 3,04. Bank CIMB Niaga memiliki CR tertinggi pada tahun 2008
yaitu mencapai 8,5 dan terendah pada tahun 2009 yaitu hanya mencapai
0,09 dan Bank Internasiona Indonesia memiliki CR tertinggi pada tahun
2008 yaitu mencapai 0,35 dan terendah pada tahun 2010 yaitu hanya
mencapai 0,231.
4.1.6 Financial Distress
Financial distress merupakan kondisi dimana keuangan
perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis. Kondisi financial
distress terjadi sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan.
Kebangkrutan dapat diartikan sebagai suatu keadaan atau situasi di mana
perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-kewajiban
debitur karena perusahaan mengalami kekurangan dan ketidak cukupan
dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya lagi. Model financial
distress perlu dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial
distress perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan tindakan-
tindakan untuk mengantispasi yang mengarah kepada kebangkrutan.
Untuk perbankan analisis CAMEL menggunakan rasio keuangan yaitu
rasio permodalan, rasio kualitas aktiva, rasio rentabilitas, dan rasio
likuiditas, (M.Sinungan,1994).
Dalam penelitian ini menggunakan model Altman yang akan digunakan
sebagai ukuran financial distres perusahaan perbankan adalah sebagai
berikut:
Z = 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72 X3 + 1,0 X4
Keterangan:
Z ≤ 1,1 : Perusahaan tidak sehat
1,1 < Z ≤ 2,60 : Perusahaan dalam kondisi rawan
Z > 2,60 : Perusahaan sehat
Berikut adalah data-data rasio keuangan perusahaan yang mendukung
untuk mengukur financial distress suatu perusahaan perbankan yang
dijadikan sampel penelitian:
Tabel 4.5
Financial Distress 2008-2010
No Nama Perusahaan Emiten NPL(x1) ROA(x2) LDR(x3) FD
Tahun 2008
1 Bank Central Asia BBCA 0,006 0,034 0,538 0,578
2 Bank Permata BNLI 0,011 0,017 0,818 0,846
3 Bank Rakyat Indonesia BBRI 0,028 0,0418 0,7993 0,8691
4 Bank Tabungan Negara BBTN 0,0266 0,0118 1,0183 1,0567
5 Bnak Danamon BDMN 0,023 0,0152 0,8642 0,9024
6 Bank Mandiri BMRI 0,011 0,025 0,592 0,628
7 Bnak CIMB Niaga BNGA 0,014 0,011 0,8784 0,9034
8 Bank Internasional Ind BBII 0,02 0,0084 0,8653 0,8937
Tahun 2009
1 Bank Central Asia BBCA 0,007 0,034 0,503 0,544
2 Bank Permata BNLI 0,015 0,014 0,906 0,935
3 Bank Rakyat Indonesia BBRI 0,0352 0,0373 0,8088 0,8813
4 Bank Tabungan Negara BBTN 0,0275 0,0147 1,0129 1,0551
5 Bnak Danamon BDMN 0,045 0,015 0,8876 0,9476
6 Bank Mandiri BMRI 0,004 0,03 0,614 0,648
7 Bnak CIMB Niaga BNGA 0,0104 0,021 0,9511 0,9825
8 Bank Internasional Ind BBII 0,0158 -0,0007 0,8293 0,8444
Tahun 2010
1 Bank Central Asia BBCA 0,006 0,035 0,552 0,593
2 Bank Permata BNLI 0,007 0,02 0,875 0,902
3 Bank Rakyat Indonesia BBRI 0,028 0,0464 0,7517 0,8261
4 Bank Tabungan Negara BBTN 0,0266 0,0205 1,0842 1,1313
5 Bnak Danamon BDMN 0,03 0,0219 0,9383 0,9902
6 Bank Mandiri BMRI 0,006 0,034 0,676 0,716
7 Bnak CIMB Niaga BNGA 0,0185 0,0275 0,8804 0,9264
8 Bank Internasional Ind BBII 0,0178 0,0068 0,8903 0,9149
Adapaun grafik dari financial distress periode 2008 sampai dengan
2010 dari 8 sampel penelitian sebagai berikut:
Grafik 4.5 Financial Distres
Apabila dilihat per entitas, berdasarkan grafik diatas dapat diketahui
bahwa Bank Central Asia (BBCA) memiliki financial distres tertinggi
pada tahun 2009 yaitu mencapai 0,944 dan terendah pada tahun 2008 yaitu
0,736. Bank Permata (BNLI) memiliki FD tertinggi pada tahun 2008 yaitu
mencapai 1,157 dan terendah pada tahun 2010 yaitu hanya mencapai
1,043. Bank Rakyat Indonesia (BBRI) memiliki FD tertinggi pada tahun
2009 yaitu mencapai 0,0133 dan yang terendah pada tahun 2010 yaitu
hanya mencapi 0,9635. Bank Tabungan Negara (BBTN) mamiliki FD
tertinggi pada tahun 2010 yaitu mencapai 1,2987 dan terendah pada tahun
2008 yaitu hanya mencapai 1,2181. Bank Danamon memiliki FD tertinngi
pada tahun 2009 yaitu mencapai 1,1546 dan yang terendah pada tahun
BBCA BNLI BBRI BBTN BDMN BMRI BNGA BBII
2008 0,736 1,157 1,0004 1,2181 1,0564 0,839 1,0595 1,0916
2009 0,944 1,057 1,0113 1,2705 1,1546 0,805 2,1184 0,9928
2010 0,913 1,043 0,9635 1,2987 1,1502 0,872 1,0588 1,0425
0
0,5
1
1,5
2
2,5
Axi
s Ti
tle
Financial Distress
2008 yaitu hanya mencapai 1,0564. Bank Mandiri (BMRI) memiliki FD
tertinggi pada tahun 2010 yaitu mencapai 0,872 dan terendah pada tahun
2009 yaitu hanya mencapai 0,805. Bank CIMB Niaga memiliki FD
tertinggi pada tahun 2009 yaitu mencapai 2,1184 dan terendah pada tahun
2010 yaitu hanya mencapai 1,0588 dan Bank Internasiona Indonesia
memiliki FD tertinggi pada tahun 2008 yaitu mencapai 1,0916 dan
terendah pada tahun 2009 yaitu hanya mencapai 09928.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengujian Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan untuk menilai ada tidaknya bias atas
hasil analisis regresi yang telah dilakukan, dimana dengan menggunakan
uji asumsi klasik dapat diketahui sejauh mana hasil analisis regresi dapat
diandalkan tingkat keakuratnnya. (F. Poernamawatie, 2008). Pengujian
asumsi klasik dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan program
SPSS 17.0 for windows.
4.2.1.1 Uji Normalitas
Nugroho (2005:18) menjelaskan bahwa data yang baik dan layak
digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal,
untuk menguji apakah distribusi normal atau tidak, dapat dilihat melalui
normal probabilityplot dengan membandingkan distribusi kumulatif dan
distribusi normal. Data normal akan membentuk suatu garis lurus
diagonal, dan ploting data akan dibandingkan dengan garis diagonal.
Setelah dilaksanakan uji normalitas pada data yang akan digunakan, hasil
yang diperoleh dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.1 Normal Probability-Plot
Sember: Hasil pengolahan SPSS ver.17
Dari gambar plot di atas terlihat bahwa titik-titik tersebar di sekita garis
diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka dapat dikatakan bahwa
model regresi memenuhi asumsi normalitas.
4.2.1.2 Uji Multikolinearitas.
Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat tolarance value
dan VIF. Multikolinearitas tidak terjadi bila nilai tolerance value diatas
0,10 dan VIF di bawah 10, Ghozali (2009:95). Hasil uji multikolinearitas
disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.7
Uji Multikolinearitas Coefficients
a
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .013 .150 .088 .931
NPL -3.482 5.993 -.102 -.581 .568
ROA -.764 3.888 -.025 -.197 .846
LDR 1.217 .180 .889 6.757 .000
CR -.033 .256 -.022 -.127 .900
a. Dependent Variable: FD
Sumber : hasil pengolahan SPSS ver.17
Dari tabel diatas terlihat bahwa nilai tolerance value nya diatas 0,1 dan
nilai VIF dibawah 10, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terjadi
multikolinearitas diantara variabel-variabel bebas.
4.2.1.3 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dimaksutkan untuk mengetahui apakah terjadi
korelasi antara kesalahan pengganngu periode t dengan kesalahan
pennganngu pada periode t-1. Untuk mendekteksi pelanggaran asumsi
autokorelasi, maka uji statistik yang dapat digunakan adalah uji Durbin-
Watson. Kriteria yang digunakan untuk menentukan ada tidaknya
autokorelasi menurut Algifari (2009) adalah sebagai berikut :
Nilai DW Keterangan
Kurang dari 1,08 ada autokorelasi
1,08 sd 1,66 tampa kesimulan
1,66 sd 2,34 tidak ada autokorelasi
2,34 sd 2,92 tampa kesimpulan
lebih dari 2,92 ada autokorelasi
selengkapnya, hasil uji autokorelasi dengan menggunakan pengujian
Durbin-Watson (DW) ditunjukkan pada tabel betikut ini:
Model Summaryb
Model R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .851a .725 .667 .2135825 2.220
a. Predictors: (Constant), CR, ROA, LDR, NPL
b. Dependent Variable: FD
Sumber: Hasil pengolahan data SPSS ver.17
Dari hasil perhitungan di atas diperoleh angka DW sebesar 2,220.
Dengan berpedoman pada kriteria umum yang telah disebutkan diatas,
nilai tersebut berada di antara lebih dari 1,66 sd 2,34 maka dapat
simpulkan bahwa model regresi yang telah diperoleh tidak ada
autokorelasi atau bebas dari autokorelasi.
4.2.1.4 Uji Heteroskedasitas
Tujuan dari uji heteroskedassitas adalah untuk menguji apakah
dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual dari
suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Untuk mendeteksi ada
tidaknya heteroskedasitas dapat diperiksa dengan melihat plot diagram
pencar residual, yaitu selisih antara nilai Y prediksi dan nilai Y observasi.
Jika diagram pencar tidak membentuk pola atau acak, regresi tidak
mengalami ganguan heteroskedastisitas.
Untuk selengkapnya hasil uji heteroskedastisitas ditunjukkan pada
grafik scatterploy berikut ini:
Gambar 4.2
Uji Heteroskedastisitas
Sumber : hasil pengolahan data SPSS ver.17
Berdasarkan gambar plot diatas, diagram pencar membentuk pola
acak yang bisa disimpulkan tidak terjadi situasi heteroskedasitas yang
bersifat merusak model.
4.2.2. Analisis Deskriptif
4.2.2.1 Analisis Statistik Deskriptif Non Performing Loan (NPL) Perusahaan
Perbankan.
Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan dengan
menggunakan SPSS ver.17 for windows, maka hasil regresi akan disajikan
pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.8
Hasil Analisis Deskriptif Rasio Non Performing Loan (NPL)
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
NPL 24 .0040 .0450 .018300 .0108062
Valid N
(listwise)
24
Sumber : Hasil pengolahan data SPSS ver.17
Dengan melihat hasil analisis deskriptif pada tabel 4.8 di atas,
dapat disimpulkan bahwa rata-rata Non Performing Loan (NPL) pada 8
perusahaan perbankan pada periode 2008 sampai dengan 2010 adalah
sebesar 0,18300. NPL maksimum terdapat pada Bank Rakyat Indonesi
(BBRI) pada tahun 2008 sebesar 0,045 kali yang artinya terdapat nilai
kredit bermasalah sebesar 0,045 kali dari nilai total kreditnya. Sedangkan
rasio NPL minimum terdapat Bank Central Asia (BBCA) pada tahun 2009
sebesar 0,0040 kali yang artinya terdapat nilai kredit bermasalah sebesar
0,0040 kali dari nilai total kreditnya.
Untuk menentukan penilaian atas rata-rata rasio NPL, dapat dilihat dari
tabel kriteria penilaian di bawah ini, berikut langkah-langkahnya:
Range =
=
0,010
1. Terdapat 4 jenis kriteria yaitu : rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.
2. Nilai rata-rata rasio Non Performing Loan (NPL) adalah sebesar 0,18300.
3. Nilai tertinggi rasio Non Performing Loan (NPL) sebesar 0,045 dan nilai
terendah sebesar 0,0040.
4. Selisih dari nilai tertinggi (0,045) dan terendah (0,0040) yang kemudian
dibagi 4 di dapat hasil sebesar 0,010 yang digunakan sebagai nilai range
untuk setiap interval.
Tabel 4.8
Kriteria Penilaian
Interval Koefisien Kriteria
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Cukup Kuat
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
(Sugiyono, 2010:231)
5. Dilihat dari nilai rata-rata rasio Non Performing Loan (NPL) sebesar
0,18835 menunjukkan bahwa tingkat rasio NPL perusahaan perbankan
pada tahun 2008 sampai dengan 2010 masuk pada kriteria “Sangat
rendah” karena berada pada interval 0,00-0,199.
4.2.2.2. Analisis Statistik Deskriptif Return on Asset (ROA) Perusahaan
Perbankan.
Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan dengan
menggunakan SPSS ver.17 for windows, maka hasil regresi akan disajikan
pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.9
Hasil Analisis Deskriptif Return on Asset (ROA)
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
ROA 24 -.0007 .0464 .022546 .0120146
Valid N
(listwise)
24
Sumber : Hasil olah data SPSS ver.17
Dengan melihat hasil analisis deskriptif pada tabel 4.9 di atas,
dapat disimpulkan bahwa rata-rata Rasio Return on Assets pada 8
perusahaan perbankan pada periode 2008 sampai dengan 2010 adalah
sebesar 0,022546. ROA maksimum terdapat pada Bank Tabungan Negara
pada tahun 2010 sebesar 0,0464 kali yang artinya bahwa nilai kemampuan
perusahaan menghasilkan laba 0,045 kali dari nilai total labanya.
Sedangkan rasio ROA minimum terdapat Bank Central Asia pada tahun
2009 sebesar -0,0007 kali yang artinya bahwa kemampuan perusahaan
menghasilkan laba hanya sebesar -0,007 kali dari nilai total labanya.
Untuk menentukan penilaian atas rata-rata rasio , dapat dilihat dari
ROA tabel kriteria penilaian di bawah ini, berikut langkah-langkahnya:
Range =
=
0,0156
1. Terdapat 4 jenis kriteria yaitu: rendah, sedang, tinggi dan
sangat tinggi.
2. Nilai rata-rata rasio Return on Asset adalah sebesar 0,022546.
3. Nilai tertinggi rasio Return on Asset sebesar 0,0464 dan nilai
terendah sebesar -0,0007.
4. Selisih dari nilai tertinggi (0,0464) dan terendah (-0,0007) yang
kemudian dibagi 4 di dapat hasil sebesar 0,0156 yang
digunakan sebagai nilai range untuk setiap interval.
Tabel 4.10
Kriteria Penilaian
Interval Koefisien Kriteria
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Cukup Kuat
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
(Sugiyono, 2010:231)
5. Dilihat dari nilai rata-rata rasio Return on sset sebesar 0,022048
menunjukkan bahwa tingkat rasio ROA perusahaan perbankan
pada tahun 2008 sampai dengan 2010 masuk pada kriteria
“Rendah ” karena berada pada interval 0,00-0,199.
4.2.2.3. Analisis Statistik Desktiptif Loan to Deposit (LDR) Perusahaan
Perbankan.
Dari data tabel 4.4 dapat dihitung nilai statistik Loan to Deposit
Ratio (LDR) dengan menggunakan SPSS 17.0 for windows. Hasilnya
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.11
Hasil Analisis Deskriptif Loan to Deposit Ratio (LDR)
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
LDR 24 .1280 1.0842 .725979 .2701446
Valid N
(listwise)
24
Sumber : Hasil olah data SPSS ver.17
Dengan melihat hasil analisis deskriptif pada tabel 4.11 di atas,
dapat disimpulkan bahwa rata-rata Loan to Deposit pada 8 perusahaan
perbankan pada periode 2008 sampai dengan 2010 adalah sebesar
0,725979. LDR maksimum terdapat pada Bank Tabungan Negara pada
tahun 2010 sebesar 1,0842 kali yang artinya bahwa nilai kredit yang
diberikan kepada pihak ketiga 1,0842 kali dari nilai total dana
nasabahnya. Sedangkan LDR minimum terdapat Bank Internasional
Indonesia pada tahun 2010 sebesar 0,1280 kali yang artinya bahwa kredit
yang diberikan kepada pihak ketiga 0,1280 kali dari nilai total
nasabahnya.
Untuk menentukan penilaian atas rata-rata rasio LDR, dapat dilihat
dari tabel kriteria penilaian di bawah ini, berikut langkah-langkahnya:
Range =
=
0,239
1. Terdapat 4 jenis kriteria yaitu : tidak sehat, rawan dan sehat
2. Nilai rata-rata rasio Loan to Deposit Ratio adalah sebesar
0,725979.
3. Nilai tertinggi rasio Loan to Deposit Ratio sebesar 1,0842 dan
nilai terendah sebesar 0,1280.
4. Selisih dari nilai tertinggi (1,0842) dan terendah (0,1280) yang
kemudian dibagi 4 di dapat hasil sebesar 0,239 yang digunakan
sebagai nilai range untuk setiap interval.
Tabel 4.12
Kriteria Penilaian
Interval Koefisien Kriteria
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Cukup Kuat
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
(Sugiyono, 2010:231)
5. Dilihat dari nilai rata-rata rasio Loan to Deposit Ratio sebesar
0,734152 menunjukkan bahwa tingkat rasio LDR perusahaan
perbankan pada tahun 2008 sampai dengan 2010 masuk pada
kriteria “Kuat” karena berada pada interval 0,20-0,399.
4.2.2.4 Analisis Statistik Desktiptif Credit Risk Perusahaan Perbankan.
Dari data tabel 4.5 dapat dihitung nilai statistik deskriptif Rasio
credit risk dengan menggunakan SPSS 17.0 for windows. Hasilnya dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.13
Hasil Analisis Deskriptif Credit Risk
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
CR 24 .0100 1.1100 .233462 .2486342
Valid N
(listwise)
24
Sumber: hasil pengolahan data SPSS ver.17
Dengan melihat hasil analisis deskriptif pada tabel 4.13 di atas,
dapat disimpulkan bahwa rata-rata credit risk pada 8 perusahaan
perbankan pada periode 2008 sampai dengan 2010 adalah sebesar
0,233462. CR maksimum terdapat pada Bank Rakyat Indonesia pada
tahun 2009 sebesar 1,1100 kali yang artinya bahwa nilai total resiko kredit
yang diberikan 1,1100 kali dari nilai total kredit yang diberikan.
Sedangkan CR minimum terdapat Bank Mandiri pada tahun 2010 sebesar
0,0100 kali yang artinya bahwa risiko kredit yang diberikan sebesar
0,0100 kali dari nilai total kredit yang diberikan.
Untuk menentukan penilaian atas rata-rata rasio credit risk, dapat
dilihat dari tabel kriteria penilaian di bawah ini, berikut langkah-
langkahnya:
Range =
=
0,275
1. Terdapat 4 jenis kriteria yaitu: rendah, sedang, tinggi dan
sangat tinggi.
2. Nilai rata-rata rasio credit risk adalah sebesar 0,233462.
3. Nilai tertinggi rasio credit risk sebesar 1,1100 dan nilai
terendah sebesar 0,0100
4. Selisih dari nilai tertinggi (1,1100) dan terendah (0,0100) yang
kemudian dibagi 4 di dapat hasil sebesar 0,275 yang digunakan
sebagai nilai range untuk setiap interval.
Tabel 4.14
Kriteria Penilaian
Interval Koefisien Kriteria
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Cukup Kuat
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
(Sugiyono, 2010:231)
5. Dilihat dari nilai rata-rata rasio credit risk sebesar 0,233462
menunjukkan bahwa tingkat rasio CR perusahaan perbankan
pada tahun 2008 sampai dengan 2010 masuk pada kriteria
“Rendah” karena berada pada interval 0,20-0,399.
4.2.2.5 Analisis Statistik Desktiptif Financial Distres Perusahaan
Perbankan.
Dari data tabel 4.6 dapat dihitung nilai statistik deskriptif Rasio financial
distress dengan menggunakan SPSS 17.0 for windows. Hasilnya dapat
dilihat pada tabel berikut
Tabel 4.15
Hasil Analisis Deskriptif Financial Distres
Descriptive Statistics
N
Minimu
m Maximum Mean Std. Deviation
FD 24 .1522 1.9825 .808504 .3698755
Valid N
(listwise)
24
Sumber: hasil pengolahan data SPSS ver.17
Dengan melihat hasil analisis deskriptif pada tabel 4.15 di atas,
dapat disimpulkan bahwa rata-rata financial distress pada 8 perusahaan
perbankan pada periode 2008 sampai dengan 2010 adalah sebesar
0,808504. Hal ini mempunyai arti bahwa rata-rata financial distress
perusahaan yang diteliti bernilai positif sebesar 0,808504%. financial
distress maksimum terdapat pada Bank CIMB niaga pada tahun 2009
sebesar 1,9825%. Sedangkan financial distress minimum terdapat pada
Bank Centra Asia sebesar 0,15522% pada tahun 2008.
Untuk menentukan penilaian atas rata-rata rasio credit risk, dapat
dilihat dari tabel kriteria penilaian di bawah ini, berikut langkah-
langkahnya:
Range =
=
0,457
1. Terdapat 4 jenis kriteria yaitu: rendah, sedang, tinggi dan
sangat tinggi.
2. Nilai rata-rata rasio financial distress adalah sebesar 0.808504.
3. Nilai tertinggi rasio financial distress sebesar 1.9825 dan nilai
terendah sebesar 0,1522.
4. Selisih dari nilai tertinggi (1.9825) dan terendah (0,1522) yang
kemudian dibagi 4 di dapat hasil sebesar 0,457 yang digunakan
sebagai nilai range untuk setiap interval.
Tabel 4.16
Kriteria Penilaian
Interval Koefisien Kriteria
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Cukup Kuat
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
(Sugiyono, 2010:231)
5. Dilihat dari nilai rata-rata rasio financial distress sebesar
0.808504 menunjukkan bahwa tingkat rasio FD perusahaan
perbankan pada tahun 2008 sampai dengan 2010 masuk pada
kriteria “Rendah” karena berada pada interval 0,40-0,599.
4.2.3. Analisis Pengaruh Non Performing Loan Terhadap Financial
Distress.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Non Performing Loan
terhadap Financial Distress, maka langkah-langkah pengujian statistik ini
dilakukan sebagai berikut:
1. Analsisi Korelasi
Analisis korelasi ini digunakan untuk mengetahui kekuatan
hubungan anatara korelasi kedua variabel dan ukuran yang dipakai untuk
menentukan derajat atau kekuatan hubungan korelasi tersebut (Sugiyono,
2012:216). Pengukuran koefisien ini dilakukan dengan menggunakan
koefisien korelasi antara variabel Non Performing Loan (X1) dengan
Financial Distress (Y)
Berdasarkan hasil pengujian data yang telah dilakukan dengan
menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari korelasi disajikan
pada tabel berikut,
Tabel 4.17
Korelasi Rasio Non Performing Loan (NPL) Terhadap Financial Distress
Correlations
NPL FD
NPL Pearson Correlation 1 .196
Sig. (2-tailed) .358
N 24 24
FD Pearson Correlation .196 1
Sig. (2-tailed) .358
N 24 24
Sumber: hasil pengolahan data SPSS ver.17
Untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antar variabel, dapat
digunakan tabel interpretasi nilai koefisien sebagai berikut:
Tabel 4.18
Kriteria Penilaian
Interval Koefisien Kriteria
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Cukup Kuat
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
Berdasarkan tabel di atas, korelasi antara Non Performing Loan (X1)
dengan Financial Distress (Y) adalah 0,196. Jika diinterpretasikan
terhadap tabel koefisien korelasi, menunjukkan bahwa hubungan antara
Non Performing Loan (X1) dengan Financial Distress (Y) adalah sangat
rendah dan hubungan tersebut positif. Nilai positif menunjukan bahwa
terdapat hubungan searah, sehingga apabila terjadi kenaikan Non
Performing Loan maka akan diikuti oleh tingkat keuangan perusahaan
yang sehat.
2. Analisis Regresi Linear Sederhana
Analisis regresi linier sederhana digunakan untuk mengetahui
hubungan antara variabel independent dengan variabel dependent, sehingga
dari hubungan yang diperoleh kita dapat menaksir suatu variabel apabila
harga variabel lainnya diketahui dengan bentuk persamaan regresinya.
Y= 0,686 + 6,717 X1
Berdasarkan pengolahan yang telah dilakukan dengan
menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil regresi akan disajikan
pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.19
Regresi Rasio Non Performing Loan Terhadap Financial Distres
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .686 .151 4.533 .000
NPL 6.717 7.156 .196 .939 .358
a. Dependent Variable: FD
Sumber: hasil pengolahan data SPSS ver.17
Dari perhitungan regresi yang telah diolah diatas, maka diperoleh
persamaan regresi linier sebagai berikut:
Persamaan regresi linier sederhana di atas, mempunyai arti sebagai
berikut :
1. Nilai koefisien konstanta 0,686 memiliki arti bahwa pada saat rasio
Non Performing Loan sama dengan 0 satuan maka kemungkinan
terjadinya Financial Distres perusahaan adalah sebesar 0,686 satuan
persen.
2. Nilai koefisien regresi b= 6,717 merupakan koefisien arah regresi
linier yang artinya bahwa setiap kenaikan NPL sebesar 1 satuan akan
diikuti dengan kenaikan tingkat Financial Distress sebesar 6,717
satuan.
3. Pengujian Hipotesis (uji t)
Pengujian secara parsial dilakukan untuk membuktikan apakah
terdapat pengaruh yang signifikan antara rasio Non Performing Loan
dengan Financial Distres. Kriteria uji koefisien regresi dari variabel Non
Performing Loan terhadap Financial Distres adalah sebagai berikut:
H0 : β1 = 0 : Tidak terdapat pengaruh Non Performing Loan terhadap
Financial Distres.
Ha : β1≠ 0 : Terdapat pengaruh Non Performing Loan terhadap Financial
Distres.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan
menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari uji t disajikan pada
tabel dibawah ini:
Tabel 4.20
Hasil Pengujian Uji t
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .686 .151 4.533 .000
NPL 6.717 7.156 .196 .939 .358
a. Dependent Variable: FD
Nilai thitung = 0,939, sig. = 0.358
Dk (derajat kebebasan) = n-k-1 = 24-4-1 = 19
Uji dilakukan dua sisi (two tail), sehingga nilai ttabel = 2.093
Karena nilai thitung< ttabel atau 0,939 < 2,093 dan sig > 0,05 atau 0,358 >
0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak.
Artinya, bahwa Non Performing Loan (NPL) tidak berprngaruh
signifikan terhadap Financial Distress.
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Zainudin dan Jogiyanto (1999) dan Afanasief et al (2004) dimana
hasil penelitiannya menunjukkan bahwa NPL tidak mempengaruhi
besarnya financial distress secara signifikan itu artinya semakin tinggi
rasio ini, kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.
4. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh variabel Non Performing Loan (X1) dengan Financial Distress
(Y).
Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan
menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari koefisien
determinasi akan disajikan pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.21
Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi Secara Parsial
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .196a .039 -.005 .3708341
a. Predictors: (Constant), NPL
b. Dependent Variable: FD
Sumber: hasil pengolahan data SPSS ver.17
Dari hasil perhitungan di atas maka dapat diketahui nilai koefisien
determinasi (Kd) = (R2) x 100% diperoleh dari R yaitu Kd = 0,196
2 x
100% = 3,9%. Hasil ini sama dengan perolehan dengan menggunakan
software statistika yaitu program SPSS 17 for Windows pada kolom R
square sebesar 3,9%, sedangkan sisanya 96,1% merupakan pengaruh dari
faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini oleh penulis.
Adapun faktor-faktor lain yang tidak diteliti oleh penulis dan memiliki
pengaruh terhadap financial distress antara lain faktor-faktor yang bersifat
teknis meliputi kondisi perdagangan ekonomi, fluktuasi kurs dan volume
transaksi, volume dan frekuensi transakasi serta kekuatan pasar.
4.2.4. Analisis Pengaruh Return on Asset (ROA) Terhadap Financial Distres.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh rasio return on asset
terhadap financial distress, maka langkah-langkah pengujian statistik ini
dilakukan sebagai berikut:
1. Analsisi Korelasi
Analisis korelasi ini digunakan untuk mengetahui kekuatan
hubungan anatara korelasi kedua variabel dan ukuran yang dipakai untuk
menentukan derajat atau kekuatan hubungan korelasi tersebut (Sugiyono,
2012:216). Pengukuran koefisien ini dilakukan dengan menggunakan
koefisien korelasi antara variabel Return on Asset (X2) dengan financial
distress (Y).
Berdasarkan hasil pengujian data yang telah dilakukan dengan
menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari korelasi disajikan
pada tabel berikut:
Tabel 4.22
Korelasi Parsial Rasio Return on Asset (ROA) Terhadap Financial
Distress.
Correlations
ROA FD
ROA Pearson Correlation 1 .138
Sig. (2-tailed) .520
N 24 24
FD Pearson Correlation .138 1
Sig. (2-tailed) .520
N 24 24
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antar variabel, dapat
digunakan tabel interpretasi nilai koefisien sebagai berikut:
Tabel 4.23
Kriteria Penilaian
Interval Koefisien Kriteria
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Cukup Kuat
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
Berdasarkan tabel di atas, korelasi antara Return on Asset (X2) dengan
financial distress (Y) adalah 0,138. Jika diinterpretasikan terhadap tabel
koefisien korelasi, menunjukkan bahwa hubungan antara Return on Asset
(X2) dengan Financial Distres (Y) adalah sanga rendah dan hubungan
tersebut positif. Nilai positif menunjukan bahwa terdapat hubungan searah,
sehingga apabila terjadi kenaikan Return on Asset maka akan diikuti oleh
tingkat keuangan perusahaan yang sehat.
2. Analisis Regresi Linear Sederhana
Analisis regresi linier sederhana digunakan untuk mengetahui hubungan
antara variabel independent dengan variabel dependent, sehingga dari hubungan
yang diperoleh kita dapat menaksir suatu variabel apabila harga variabel
lainnya diketahui dengan bentuk persamaan regresinya.
Berdasarkan pengolahan yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS
17.0 for windows, maka hasil regresi akan disajikan pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.24
Regresi Rasio Return on Asset (ROA) Terhadap Financial Distress
Y= 0,713 + 4,247 X2
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .713 .165 4.312 .000
ROA 4.247 6.501 .138 .653 .520
a. Dependent Variable: FD
Sumber: hasil pengolahan data SPSS ver.17
Dari perhitungan regresi yang telah diolah diatas, maka diperoleh
persamaan regresi linier sebagai berikut:
Persamaan regresi linier sederhana di atas, mempunyai arti sebagai
berikut :
a) Nilai koefisien konstanta 0,713 memiliki arti bahwa pada saat rasio Return
on Asset sama dengan 0 satuan maka Financial Distres perusahaan adalah
sebesar 0,713 persen (%).
b) Nilai koefisien regresi b= 4,247 merupakan koefisien arah regresi linier
yang artinya bahwa setiap kenaikan Return on Asset sebesar 1 satuan akan
diikuti dengan kenaikan tingkat financial distres sebesar 4,247 persen(%).
3. Pengujian Hipotesis (uji t)
Pengujian secara parsial dilakukan untuk membuktikan apakah terdapat
pengaruh yang signifikan antara variabel Retun on Asset dengan financial
distres. Kriteria uji koefisien regresi dari variabel Return on Asset terhadap
financial distres adalah sebagai berikut:
H0 : β1 = 0 :Tidak terdapat pengaruh Return on Asset terhadap financial
distress.
Ha : β1≠ 0 : Terdapat pengaruh Return on Aseet terhadap financial distress..
Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan
menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari uji t disajikan pada tabel
dibawah ini:
Tabel 4.25
Hasil Perhitungan Uji t Coefficients
a
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .713 .165 4.312 .000
ROA 4.247 6.501 .138 .653 .520
a. Dependent Variable: FD
Sumber: hasil olah data SPSS ver.17
Nilai thitung = 0,653, sig. = 0,520
Dk (derajat kebebasan) = n-k = 24-4-1 = 19
Uji dilakukan dua sisi (two tail), sehingga nilai ttabel = 2.093
karena nilai thitung< ttabel atau 0,653 <2,093 dan sig > 0,05 atau 0,520 > 0,05
maka Ho diterima dan Ha ditolak.
Artinya, bahwa Rerurn on Asset tidak berpengaruh signifikan
terhadap financial distres.
Hal ini sejalan dengan ROA yang diteliti oleh Bahtiar Usman (2003)
menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh yang signifikan antara ROA
terhadap financial distress, ROA mempunyai pengaruh tidak signifikan
terhadap kondisi bermasalah pada bank dan pengaruhnya negatif artinya
semakin rendah rasio ROA kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah
semakin kecil. ROA menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam
menghasilkan income dari pengelolaan asset yang dimiliki
(Mulyaningrum, 2008). Almilia dan Herdinigtyas (2005) berpendapat
semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai
bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah pada
bank semakin kecil.
4. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh variabel Return on Asset (X2) dengan financial distress (Y).
Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan
menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari koefisien
determinasi akan disajikan pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.26
Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi Secara Parsial
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .138a .019 -.026 .3745719
a. Predictors: (Constant), ROA
b. Dependent Variable: FD
Dari hasil perhitungan di atas maka dapat diketahui nilai koefisien
determinasi (Kd) = (R2) x 100% diperoleh dari R yaitu Kd = 0.138
2 x
100% = 1,9%. Hasil ini sama dengan perolehan dengan menggunakan
software statistika yaitu program SPSS 17 for Windows pada kolom R
square sebesar 1,9%, sedangkan sisanya 8,1% merupakan pengaruh dari
faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini oleh penulis.
Adapun faktor-faktor lain yang tidak diteliti oleh penulis dan memiliki
pengaruh terhadap financial distress antara lain tingkat suku bunga,
tingkat inflasi, nilai tukar rupiah terhadap valuta asing dll.
4.2.5. Analisis Pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) Terhadap Financial
Distres.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh rasio Loan to Deposit
Ratio terhadap financial distres, maka langkah-langkah pengujian statistik
ini dilakukan sebagai berikut:
1. Analsisi Korelasi
Analisis korelasi ini digunakan untuk mengetahui kekuatan hubungan
anatara korelasi kedua variabel dan ukuran yang dipakai untuk
menentukan derajat atau kekuatan hubungan korelasi tersebut (Sugiyono,
2012:216). Pengukuran koefisien ini dilakukan dengan menggunakan
koefisien korelasi antara variabel Loan to Deposit Ratio (X3) dengan
Financial Distres (Y).
Berdasarkan hasil pengujian data yang telah dilakukan dengan
menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari korelasi disajikan
pada tabel berikut:
Tabel 4.27
Korelasi Rasio Loan to Deposit (LDR) Terhadap Financial Distress
Correlations
LDR FD
LD
R
Pearson
Correlation
1 .844**
Sig. (2-tailed) .000
N 24 24
FD Pearson
Correlation
.844**
1
Sig. (2-tailed) .000
N 24 24
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antar variabel, dapat
digunakan tabel interpretasi nilai koefisien sebagai berikut:
Tabel 4.28
Kriteria Penilaian
Interval Koefisien Kriteria
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Cukup Kuat
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
Berdasarkan tabel di atas, korelasi antara Loan to Deposit Ratio (X3)
dengan Fianacial Distress (Y) adalah 0,844. Jika diinterpretasikan
terhadap tabel koefisien korelasi, menunjukkan bahwa hubungan antara
Loan to Deposit Ratio (X3) dengan Financial Distress (Y) adalah sangat
kuat dan hubungan tersebut positif. Nilai positif menunjukan bahwa
terdapat hubungan searah, sehingga apabila terjadi kenaikan Loan to
deposit ratio maka akan diikuti oleh tingkat keuangan perusahaan yang
sehat.
2. Analisis Regresi Linear Sederhana
Analisis regresi linier sederhana digunakan untuk mengetahui hubungan
antara variabel independent dengan variabel dependent, sehingga dari hubungan
yang diperoleh kita dapat menaksir suatu variabel apabila harga variabel
lainnya diketahui dengan bentuk persamaan regresinya.
Berdasarkan pengolahan yang telah dilakukandengan menggunakan SPSS
17.0 for windows, maka hasil regresi akan disajikan pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.29
Regresi Rasio Loan to Deposit (LDR) Terhadap Financial Distress
Coefficientsa
Y= -0,031+ 1,156 X3
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -.031 .121 -.253 .802
LDR 1.156 .156 .844 7.387 .000
a. Dependent Variable: FD
Sumber: hasil olah data SPSS ver.17
Dari perhitungan regresi yang telah diolah diatas, maka diperoleh
persamaan regresi linier sebagai berikut:
Persamaan regresi linier sederhana di atas, mempunyai arti sebagai
berikut :
a) Nilai koefisien konstanta -0,031 memiliki arti bahwa pada saat Loan to
Deposit Ratio sama dengan 0 satuan maka kemungkinan Financial
Distress perusahaan adalah sebesar -0,031 persen (%).
b) Nilai koefisien regresi b=1,556 merupakan koefisien arah regresi linier
yang artinya bahwa setiap kenaikan Loan to Deposit Ratio sebesar 1
satuan akan diikuti dengan kenaikan tingkat terjadinya Financial
Distress sebesar 1,156 persen(%).
2. Pengujian Hipotesis (uji t)
Pengujian secara parsial dilakukan untuk membuktikan apakah terdapat
pengaruh yang signifikan antara variabel Loan to Deposit Ratio (LDR)
dengan financial distress. Kriteria uji koefisien regresi dari variabel Loan to
Deposit Ratio terhadap financial distress adalah sebagai berikut:
H0 : β1 = 0 :Tidak terdapat pengaruh loan to deposit ratio terhadap financial
distress.
Ha : β1≠ 0 : Terdapat pengaruh loan to deposit ratio terhadap financial distress.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan
menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari uji t disajikan pada tabel
dibawah ini
Tabel 4.30
Hasil Perhitungan Uji t Coefficients
a
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -.031 .121 -.253 .802
LDR 1.156 .156 .844 7.387 .000
a. Dependent Variable: FD
Sumber: Hasil olah data SPSS ver 17
Nilai thitung = 7,387 sig. = 0,000
(derajat kebebasan) = n-k = 24-4-1 = 19
dilakukan dua sisi (two tail), sehingga nilai ttabel = 2.093
karena nilai thitung > ttabel atau 7,387 > 2,093 dan sig < 0,05 atau 0,000 <
0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Artinya, bahwa Loan to Deposit Ratio berpengaruh signifikan
terhadap Financial Distress.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Almilia dan
Herdiningtyas,2005) dan juga Penelitian Suharman (dalam Mulyaningrum,
2008) menyatakan LDR berpengaruh positif signifikan terhadap
kebangkrutan bank.
3. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh variabel Loan to Deposit Ratio (X3) dengan Financial Distress
(Y).
Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan
menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari koefisien
determinasi akan disajikan pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.31
Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi Secara Parsial
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .844a .713 .700 .2027284
a. Predictors: (Constant), LDR
b. Dependent Variable: FD
Dari hasil perhitungan di atas maka dapat diketahui nilai koefisien
determinasi (Kd) = (R2) x 100% diperoleh dari R yaitu Kd = 0.844
2 x
100% = 71,3%. Hasil ini sama dengan perolehan dengan menggunakan
software statistika yaitu program SPSS 17 for Windows pada kolom R
square sebesar 71,3%, sedangkan sisanya 28,7% merupakan pengaruh dari
faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini oleh penulis.
Adapun faktor-faktor lain yang tidak diteliti oleh penulis dan memiliki
pengaruh terhadap financial distress antara lain faktor-faktor yang bersifat
teknis meliputi kondisi perdagangan ekonomi, fluktuasi kurs dan volume
transaksi, volume dan frekuensi transakasi serta kekuatan pasar.
4.2.6. Analisis Pengaruh Credit Risk Terhadap Financial Distress
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Credit risk terhadap
Financial Distres maka langkah-langkah pengujian statistik ini dilakukan
sebagai berikut:
1. Analsisi Korelasi
Analisis korelasi ini digunakan untuk mengetahui kekuatan
hubungan antara korelasi kedua variabel dan ukuran yang dipakai untuk
menentukan derajat atau kekuatan hubungan korelasi tersebut (Sugiyono,
2012:216). Pengukuran koefisien ini dilakukan dengan menggunakan
koefisien korelasi antara variabel Credit Risk (X4) dengan Financial
Distres (Y).
Berdasarkan hasil pengujian data yang telah dilakukan dengan
menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari korelasi disajikan
pada tabel berikut:
Tabel 4.32
Korelasi Credit Risk Terhadap Financial Distres
Correlations
CR FD
CR Pearson Correlation 1 .122
Sig. (2-tailed) .570
N 24 24
FD Pearson Correlation .122 1
Sig. (2-tailed) .570
N 24 24
Sumber: hasil pengolahan data SPSS ver.17
Untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antar variabel, dapat
digunakan tabel interpretasi nilai koefisien sebagai berikut:
Tabel 4.33
Kriteria Penilaian
Interval Koefisien Kriteria
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Cukup Kuat
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
Berdasarkan tabel di atas, korelasi antara Credit Risk (X4) dengan
Financial Distress (Y) adalah 0,122. Jika diinterpretasikan terhadap tabel
koefisien korelasi, menunjukkan bahwa hubungan antara Credit Risk (X4)
dengan Financial Distress (Y) adalah sangat rendah dan hubungan
Y= 0,766 + 0,181 X4
tersebut positif. Nilai positif menunjukan bahwa terdapat hubungan yang
searah, sehingga apabila terjadi kenaikan Credit Risk maka akan diikuti
oleh tingkat keuangan perusahaan yang sehat.
2. Analisis Regresi Linear Sederhana
Analisis regresi linier sederhana digunakan untuk mengetahui
hubungan antara variabel independent dengan variabel dependent, sehingga
dari hubungan yang diperoleh kita dapat menaksir suatu variabel apabila
harga variabel lainnya diketahui dengan bentuk persamaan regresinya.
Berdasarkan pengolahan yang telah dilakukan dengan
menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil regresi akan disajikan
pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.34
Regresi Credit Risk Terhadap Financial Distress
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .766 .106 7.216 .000
CR .181 .315 .122 .576 .570
a. Dependent Variable: FD
Sumber : hasil olah data SPSS ver.17
Dari perhitungan regresi yang telah diolah diatas, maka diperoleh
persamaan regresi linier sebagai berikut:
Persamaan regresi linier sederhana di atas, mempunyai arti sebagai
berikut :
a) Nilai koefisien konstanta 0,766 memiliki arti bahwa pada saat rasio
Credit Risk sama dengan 0 satuan maka kemungkinan Financial
Distress perusahaan adalah sebesar 0,766 persen (%).
b) Nilai koefisien regresi b= 0,181 merupakan koefisien arah regresi
linier yang artinya bahwa setiap kenaikan Credit Risk sebesar 1 satuan
akan diikuti dengan kenaikan tingkat Financial Distress sebesar 0,181
persen (%).
3. Pengujian Hipotesis (uji t)
Pengujian secara parsial dilakukan untuk membuktikan apakah
terdapat pengaruh yang signifikan antara rasio Credi Riskt dengan
Financial Distress. Kriteria uji koefisien regresi dari variabel Credit Risk
terhadap Financial Distress adalah sebagai berikut:
H0 : β1 = 0 : Tidak terdapat pengaruh Credit Risk terhadap Financial
Distress.
Ha : β1≠ 0: Terdapat pengaruh Credit Risk terhadap Financial Distress.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan
menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari uji t disajikan pada
tabel dibawah ini:
Tabel 4.35
Hasil Perhitungan Uji t Coefficients
a
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .766 .106 7.216 .000
CR .181 .315 .122 .576 .570
a. Dependent Variable: FD
Sumber : hasil oalah data SPSS ver.17
Nilai thitung = 0,576 sig. = 0,570
(derajat kebebasan) = n-k = 24-4-1 = 19
dilakukan dua sisi (two tail), sehingga nilai ttabel = 2.093
karena nilai thitung < ttabel atau 0,576 < 2,093 dan sig > 0,05 atau 0,570 >
0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak.
Artinya, bahwa Credit Risk Ratio tidak berpengaruh signifikan
terhadap Financial Distress
Penelitian ini sejalan dengan penelitian menurut Merton (1974) risiko kredit
(credit risk) berpengaruh positif terghadap financial distress, dimana credit
risk suatu perusahaan sangat tergantung pada besar kecilnya kewajiban
perusahaan dan nilai asset perusahaan.
5. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh
variabel Credit Risk (X4) dengan Financial Distress (Y).
Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan
SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari koefisien determinasi akan disajikan
pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.36
Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi Secara Parsial
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .122a .015 -.030 .3753663
a. Predictors: (Constant), CR
b. Dependent Variable: FD
Dari hasil perhitungan di atas maka dapat diketahui nilai koefisien
determinasi (Kd) = (R2) x 100% diperoleh dari R yaitu Kd = 0,122
2 x
100% = 1,5%. Hasil ini sama dengan perolehan dengan menggunakan
software statistika yaitu program SPSS 17 for Windows pada kolom R
square sebesar 1,5%, sedangkan sisanya 8,5% merupakan pengaruh dari
faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini oleh penulis.
Adapun faktor-faktor lain yang tidak diteliti oleh penulis dan memiliki
pengaruh terhadap financial distress antara lain faktor-faktor yang bersifat
teknis meliputi kondisi perdagangan ekonomi, fluktuasi kurs dan volume
transaksi, volume dan frekuensi transakasi serta kekuatan pasar.
4.2.7 Analisis Pengaruh Non Performing Loan, Return on Asset (ROA), Loan
to Deposit Ratio (LDR), Credit Risk Terhadap Financial Distres Secara
Simultan.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Non Performing Loan
(X1), Return on Asset (X2), Loan to Deposit Ratio (X3) dan Credit Riak
(X4) dengan Financial Distres (Y), maka langkah-langkah pengujian
statistik ini dilakukan sebagai berikut:
1. Analisis Korelasi Berganda
Analisis korelasi berganda digunakan untuk mengetahui seberapa
erat hubungan antara seluruh variabel independen (X) dengan variabel
dependen (Y). Pengukuran koefisien ini dilakukan dengan menggunakan
koefisien korelasi antara variabel Non Performing Loan (X1), Return on
Asset (X2), Loan to Deposit Ratio (X3) dan Credit Risk (X4) dengan
Financial Distres (Y).
Berdasarkan hasil pengujian data yang telah dilakukan, maka hasil
dari korelasi disajikan pada tabel berikut”
Tabel 4.37
Korelasi Berganda Non Performing Loan (NPL), Return on Asset (ROA),
Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Credit Risk Terhadap Financial Distres
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .849a .720 .658 .2191679
a. Predictors: (Constant), CR, ROA, LDR, NPL
Sumber : hasil pengolahan data SPSS ver.17
Untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antar variabel, dapat
digunakan tabel interpretasi nilai koefisien sebagai berikut:
Tabel 4.38
Kriteria Penilaian
Interval Koefisien Kriteria
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Cukup Kuat
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa tingkat hubungan atau
korelasi antara variabel Non Performing Loan (X1), Return on Asset (X2),
Loan to Deposit Ratio (X3) dan Credit Risk (X4) secara bersama-sama
dengan variabel Financial Distres (Y) adalah sebesar 0,849 dengan
tingkat hubungan korelasi yang sangat kuat.
2. Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis regresi linier sederhana digunakan bertujuan untuk
mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas (terikat)
atas perubahan dari setiap peningkatan atau penurunan variabel bebas yang
akan mempengaruhi variabel terikat (Meilinda 2012).
Berdasarkan pengolahan yang telah dilakukan dengan
menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil regresi akan disajikan
pada tabel dibawah ini:
Y= 0,13 - 3,482 X1 - 0,764 X2 + 1,217 X3 – 0,33 X4
Tabel 4.39
Regresi Berganda Non Performing Loan (NPL), Return on Asset
(ROA), Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Credit Risk Terhadap
Financial Distres.
Coefficients
a
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .013 .150 .088 .931
NPL -3.482 5.993 -.102 -.581 .568
ROA -.764 3.888 -.025 -.197 .846
LDR 1.217 .180 .889 6.757 .000
CR -.033 .256 -.022 -.127 .900
a. Dependent Variable: FD
Sumber : hasil olah data SPSS ver.17
Dari perhitungan regresi yang telah diolah diatas, maka diperoleh
persamaan regresi linier sebagai berikut:
Persamaan regresi linier sederhana di atas, mempunyai arti sebagai berikut :
a) Nilai koefisien konstanta 0,13 memiliki arti bahwa pada saat rasio Non
Performing Loan, Return on asset, Loan to Deposit Ratio, Credit Risk
sama dengan 0 satuan maka kemungkinan terjadinya Financial Distres
perusahaan adalah sebesar 0,13 persen (%)
b) Non Performing Loan sebesar -3,842 merupakan koefisien arah regresi
linier yang artinya bahwa setiap kenaikan Non Performing Loan sebesar
1 satuan sedangkan variabel lainnya dianggap konstan, maka akan
diikuti dengan penurunan Financial Distres sebesar -3,842.
c) Return on Asset sebesar merupakan koefisien arah regresi linier yang
artinya bahwa setiap kenaikan Return on Asset sebesar 1 satuan
sedangkan variabel lainnya dianggap konstan, maka akan diikuti dengan
penurunan Financial Distress sebesar -0,764.
d) Loan to Deposit Ratio sebesar 1,217 merupakan koefisien arah regresi
linier yang artinya bahwa setiap kenaikan Loan to Deposit Ratio sebesar
1 satuan sedangkan variabel lainnya dianggap konstan, maka akan
diikuti dengan kenaikan Financial Distress sebesar 1,217.
e) Credit Risk sebesar -0,33 merupakan koefisien arah regresi linier yang
artinya bahwa setiap kenaikan Credit Risk sebesar 1 satuan sedangkan
variabel lainnya dianggap konstan, maka akan diikuti dengan penurunan
Financial Distres sebesar -0,33.
3. Pengujian Hipotesis (uji F)
Uji F digunakan untuk menguji goodness of fit test yang
menunjukkan variasi pengaruh variabel independen secara simultan
terhadap variabel dependen (Meilinda, 2008).
Pengujian secara simultan dilakukan untuk membuktikan apakah
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Non Performing Loan,
Return on Asset, Loan to Deposit Ratio, Credit Risk terhadap Financial
Distress, adapun hipotesis adalah sebagai berikut:
H0 : β1, β2, β3, β4= 0 : Tidak terdapat pengaruh Non Performing Loan,
Return on Asset, Loan to Deposit Ratio, Credit Risk
terhadap Financial Distress.
Ha:β1,β2, β3, β4 ≠ 0 : Terdapat pengaruh Non Performing Loan, Return on
Asset, Loan to Deposit Ratio, Credit Risk terhadap
Financial Distress.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan
menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari uji F disajikan pada
tabel dibawah ini:
Tabel 4.40
Hasil Pengujian Uji F
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 2.280 4 .570 12.494 .000a
Residual .867 19 .046
Total 3.147 23
a. Predictors: (Constant), CR, ROA, LDR, NPL
b. Dependent Variable: FD
Nilai Fhitung = 12,494 sig. = 0,000
Dk1 (derajat kebebasan) = k-1 = 4-1 = 3
Dk2 (derajat kebebasan) = n-k = 24-4-1 = 19, sig = 0,05
nilaiFtabel = 5,0
karena nilai Fhitung > F tabel atau 12, 494 > 5,0 dan sig < 0,05 atau 0,000 <
0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Artinya, bahwa Non Performing Loan (NPL), Return on asset (ROA),
Loan to Deposit Ratio (LDR), dan Credit Risk secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap Financial Distress.
Hal ini mempunyai makna bahwa perusahaan-perusahaan
perbankan yang menjadi sampel penelitian yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) harus memperhatikan dengan baik-baik variabel Non
Performing Loan, Return on Asset, Loan to Deposit Ratio dan Credit Risk
ke empat variabel ini mempengaruhi Financial Distress perbankan yang
merupakan penyebab utama kebangkrutan perusahaan perbankan.
4. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh variabel Non Performing Loan (X1), Return on Asset (X2), Loan
to Deposit Ratio (X3) dan Credit Riak (X4) dengan Financial Distres (Y)
sebagai variabel dependen.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan
menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari koefisien
determinasi akan disajikan pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.41
Hasil Penghitungan Koefisien Determinasi Secara Simultan
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
1 .849a .720 .658 .2191679
a. Predictors: (Constant), CR, ROA, LDR, NPL
Sumber: hasil pengolahan SPSS ver.17
Dari hasil perhitungan di atas maka dapat diketahui nilai koefisien
determinasi (Kd) = (R2) x 100% diperoleh dari R yaitu Kd = 0.849
2 x
100% = 72,0%. Hasil ini sama dengan perolehan dengan menggunakan
software statistika yaitu program SPSS 17 for Windows pada kolom R
square sebesar 72,2%, sedangkan sisanya 27,8% merupakan pengaruh dari
faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini oleh penulis.
Adapun faktor-faktor lain yang tidak diteliti oleh penulis dan memiliki
pengaruh terhadap Financial Distress antara lain faktor-faktor yang
bersifat teknis meliputi kondisi perdagangan ekonomi, fluktuasi kurs dan
volume transaksi, volume dan frekuensi transakasi serta kekuatan pasar.
Tabel 4.42
Rekapitulasi Hasil Uji Asumsi Klasik
No. Analisis Hasil Keterangan
1
Uji Normalitas
Data
Titik-titik menyebar
disekitar garis diagonal,
serta penyebarannya
mengikuti garis diagonal
Model regresi layak
dipakai karena
memenuhi asumsi
normalitas
2
Uji
Multikolinearitas
VIF untuk masing-masing
variabel adalah < 10 dan
Tolerance tidak kurang dari
0,1
Hal ini membuktikan
bahwa model regresi
yang digunakan
dalam penelitian ini
tidak terdapat gejala
multikolinearitas.
3
Uji Autokorelasi
Nilai Durbin Watson adalah
2,220
Hal ini dapat
disimpulkan bahwa
data yang akan diolah
tidak terjadi
autokorelasi di antara
variabel independen
karena sesuai
kriterian yang
digunakan sebagai
alat pengukuran.
4
Uji
Heteroskedastisitas
Tidak terlihat adanya pola
tertentu serta titik-titik
menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu
Y
Hal ini dapat
disimpulkan bahwa
tidak terjadi
heteroskedastisitas
Tabel 4.43
Rekapitulasi Penelitian Pengaruh Non Performing Loan terhadap Financial
Distress.
No. Analisis Hasil Keterangan
1
Analisis
Korelasi
r = 0,196
Artinya antara non performing
loan terhadap financial distress
terdapat hubungan yang sangat
rendah, dengan hubungan yang
positif atau searah, artinya
apabila nilai NPL naik maka
akan diikuti peningkatan
keuangan perusahaan yang
sehat.
2
Analisis
Regresi
Sederhana
Y = 0,686 + 6,717 X1
Rumus di samping menunjukan
bahwa setiap kenaikan non
performing loan sebesar 1 kali
akan diikuti dengan
peningkatan tingkat financial
distres sebesar 6,717 kali.
3 Uji t thitung < ttabel yaitu 0,939
< 2,093 dan tingkat
signifikansinya adalah
0,358 > 0,05
Ho diterima dan Ha ditolak.
Maka Non Performing Loan
tidak berpengaruh signifikan
terhadap financial distress.
4
Koefisien
Determinansi
Kd = 3,9%
Artinya bahwa pengaruh Non
Performing Loan terhadap
financial distress sebesar 3,9%
sedangkan sisanya sebesar 96,1
% dipengaruhi oleh faktor lain.
Tabel 4.44
Rekapitulasi Penelitian Pengaruh Return on Asset (ROA) terhadap Financial
Distress
No. Analisis Hasil Keterangan
1
Analisis
Korelasi
r = 0,138
Artinya antara return on asset
terhadap financial distress
terdapat hubungan yang sangat
rendah, dengan hubungan yang
positif atau searah, artinya
apabila nilai ROA naik maka
akan diikuti peningkatan
keuangan perusahaan yang
sehat.
2
Analisis
Regresi
Sederhana
Y = 0,713 + 4,247 X2
Rumus di samping menunjukan
bahwa setiap kenaikan Return
on Asset sebesar 1 kali akan
diikuti dengan peningkatan
tingkat Financial Distress
sebesar 4,247 kali.
3
Uji t
thitung <ttabel yaitu 0,653
<2,093 dan tingkat
signifikansinya adalah
0,520 > 0,05
Ho diterima dan Ha ditotak.
Maka Return on Asset
berpengaruh tidak signifikan
terhadap Financial Distress.
4
Koefisien
Determinansi
Kd = 1,9%
Artinya bahwa pengaruh Return
on Asset terhadap Financial
Distress sebesar 1,9%
sedangkan sisanya sebesar 98,1
% dipengaruhi oleh faktor lain.
Tabel 4.45
Rekapitulasi Penelitian Pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap
Financial Distress.
No. Analisis Hasil Keterangan
1
Analisis
Korelasi
r = 0,844
Artinya antara loan to drposit
ratio terhadap financial distress
terdapat hubungan yang sangat
kuat, dengan hubungan yang
positif atau searah, artinya
apabila nilai LDR naik maka
akan diikuti peningkatan
keuangan perusahaan yang
sehat.
2
Analisis
Regresi
Sederhana
Y = -0,031 + 1,156 X3
Rumus di samping menunjukan
bahwa setiap kenaikan Loan to
Deposit Ratio (LDR) sebesar 1
kali akan diikuti dengan
peningkatan tingkat Financial
Distress sebesar 1,156 kali.
3 Uji t thitung > ttabel yaitu 7,387
>2,093 dan tingkat
signifikansinya adalah
0,000 < 0,05
Ho ditolak dan Ha diterima.
Maka Loan to Deposit Ratio
(LDR) berpengaruh signifikan
terhadap Financial DIstress.
4
Koefisien
Determinansi
Kd = 71,3%
Artinya bahwa pengaruh Loan
to Deposit Ratio terhadap
Financial Distress sebesar 71,3
% sedangkan sisanya sebesar
28,7 % dipengaruhi oleh faktor
lain.
Tabel 4.46
Rekapitulasi Penelitian Pengaruh Credit Risk (CR) terhadap Financial
Distress
No. Analisis Hasil Keterangan
1
Analisis
Korelasi
r = 0,122
Artinya antara credit risk
terhadap financial distress
terdapat hubungan yang sangat
rendah, dengan hubungan
yang positif atau searah,
artinya apabila nilai CR naik
maka akan diikuti peningkatan
keuangan perusahaan yang
sehat.
2
Analisis
Regresi
Sederhana
Y = 0,766 + 0,181 X4
Rumus di samping
menunjukan bahwa setiap
kenaikan Credit Risk sebesar 1
kali akan diikuti dengan
peningkatan financial distress
sebesar 0,181 kali.
3 Uji t thitung < ttabel yaitu 0,576
<-2,093 dan tingkat
signifikansinya adalah
0,570 > 0,05
Ho diterima dan Ha ditolak.
maka Credit Risk tidak
berpengaruh signifikan
terhadap Financial Distress.
4
Koefisien
Determinansi
Kd = 1,5%
Artinya bahwa pengaruh
Credit Risk terhadap Financial
Distress sebesar 1,5 %
sedangkan sisanya sebesar 98,5
% dipengaruhi oleh faktor lain.
Tabel 4.47
Rekapitulasi Penelitian Pengaruh Non Performing Loan (NPL), Return on
Asset (ROA), Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Credit Risk (CR) Terhadap
Financial Distress.
No. Analisis Hasil Keterangan
1
Analisis
Korelasi
r = 0,849
Artinya tingkat hubungan Non
Performing Loan (X1), Return on
Asset (X2), Loan to Deposit Ratio
(X3) dan Credit Risk (X4) secara
bersama terhadap Financial
Distress (Y) adalah sebesar 0,849
dengan tingkat hubungan korelasi
sangat kuat.
2
Regresi
Berganda
Y = 0,13-3,482X1 -0,764 X2
+ 1,217 X3 – 0,33 X4
Rumus di samping menunjukkan
bahwa:
Setiap kenaikan 1 kali pada setiap
Non Performing Loan (NPL)
mempengaruhi penurunan
Financial Distress sebesar 3,482
kali
Setiap kenaikan 1 kali pada setiap
rasio Return on Asset (ROA)
mempengaruhi penurunan
Financial Distress sebesar 0,764
kali
Setiap kenaikan 1 kali pada setiap
Loan to Deposit Ratio (LDR)
mempengaruhi peningkatan
Financial Distress sebesar 1,217
kali
Setiap kenaikan 1 kali pada setiap
Credit Risk (CR) mempengaruhi
penurunan Financial Distress
sebesar 0,33 kali
3
Uji F
Fhitung 12,494 > Ftabel 5,0
dan tingkat
signifikansinya adalah
0,000 < 0,05 (α)
Artinya bahwa Non Performing
Loan, Return On Asset (ROA) Loan
to Deposit Ratio dan Credit Risk
memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap Financial Distress.
4
Koefisien
determinansi
KD = 72,0%
Artinya bahwa Non Performing
Loan (NPL), Return on Asset
(ROA), Loan to Deposit Ratio
(LDR) dan Credit Risk (CR)
memiliki pengaruh sebesar 72,0%
terhadap Financial Distress
sedangkan sisanya 2,8 %
dipengaruhi oleh faktor lain
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada perusahaan
sektor perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2008-2010 dan
analisis yang didukung oleh teori-teori yang melandasi, serta hasil
pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka peneliti mengambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Kondisi non perforing loan, return on asset, loan to deposit
ratio ddan credit risk terhadap financial distress perbankan
yang diteliti:
a. Non performing loan tahun 2008-2010 pada 8 sampel
perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI
mempunyai non performing loan rata-rata yaitu sangat
rendah.
b. Return on asset tahun 2008-2010 pada 8 sampel
perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI
mempunyai return on asset rata-rata sangat rendah.
c. Loan to deposit ratio tahun 2008-2010 pada 8 sampel
perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI
mempunyai loan to deposit rata-rata sangat kuat.
d. Credit risk tahun 2008-2010 pada 8 sampel perusahaan
yang terdaftar di BEI mempunyai credit risk rata-rata
sangat rendah.
2. Kondisi Financial distress tahun 2008-2010 pada 8 sampel
perusahaan yang terdaftar di BEI mempunyai financial distress
rata-rata sangat kuat.
3. Pengaruh non performing loan, return on asset, loan to deposit
ratio dan credit risk terhadap financial distress secara parsial:
a. Berdasarkan analisis korelasi, non performing loan dan
financial distress memiliki hubungan sangat rendah dan
tanda positif menunjukkan adanya hubungan linear
yang searah antara kedua variabel tersebut, yaitu
semakin besar nilai non performing loan akan diikuti
peningkatan keuangan perusahaan yang sehat, atau
sebaliknya. Berdasarkan uji t, non performing loan
berpengaruh tidak signifikan terhadap financial distress.
Besarnya financial distress yang dipengaruhi oleh non
performing loan sebesar 2,9% dan sisanya sebesar 97,1
dipengaruhi oleh faktor lain seperti kondisi
perdagangan ekonomi, fluktuasi kurs dan volume
transaksi, volume dan frekuensi transakasi serta
kekuatan pasar
b. Berdasarkan analisis korelasi, return on asset dan
financial distress memiliki tingkat hubungan sangat
rendah dan tanda positif adanya hubungan linear yang
searah antara kedua variabel tersebut, yaitu semakin
besar nilai return on asset akan diikuti oleh peningkatan
keuangan perusahaan yang sehat atau sebaliknya.
Besarnya financial distress yang dipengaruhi oleh
return on asset sebesar 1,9% dan sisanya 8,1%
dipengaruhi oleh faktor lain.
c. Berdasarkan analisis korelasi, loan to deposit ratio dan
financial distress memiliki tingkat hubungan sangat
kuat dan tanda positif menjukkan adanya hubungan
linear yang searah antara kedua variabel tersebut, yaitu
semakin besar nilai loan to deposit ratio akan diikuti
oleh peningkatan keuangan perusahaan yang sehat, atau
sebaliknya. Berdasarkan uji t, loan to deposit ratio
berpengaruh signifikan tehadap financial distress.
Besarnya financial distress yang dipengaruhi oleh loan
to deposit ratio sebesar 71,3% dan sisanya 28,7%
dipengaruhi oleh faktor lain seperti.
d. Berdasarkan analisis korelasi, credit risk dan financial
distress memiliki tingkat hubungan sangat rendah dan
tanda positif menunjukkan adanya hubungan yang
searah antara kedua variabel tersebut, yaitu semakin
besar nilai credit risk maka akan diikuti peningkatan
keuangan perusahaan yang sehat atau sebaliknya.
Berdasarkan uji t, credit risk tidak berpengaruh
signifikan terhadap financial distress.
4. Berdasarkan analisis korelasi, non performing loan, return on
asset, loan to deposit ratio dan credit risk memiliki hubungan
yang sangat kuat terhadap financial distress. Berdasarkan uji F
non performing loan, return on asset, loan to deposit rario dan
credit risk berpengaruh signifikan terhadap financial distress
secara simultan. Besarnya pengruh sebesar 72,2% sedangkan
sisanya sebesar 27,8% merupakan kontribusi variabel lain yaitu
tingkat suku bungan bank, tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah.
5.2 Saran
Pada bagian akhir skipsi ini, penulis bermaksut mengajukan
beberapa saran yang berkaitan dengan pembahasan yang telah dilakukan
sebelumnya. Saran tersebut ialah:
1. Bagi para pengguna laporan keuangan dan pihak-pihak yang
berkepentingan harus memperhatikan rasio CAMEL dan risiko
perbangkan karena rasio ini sangat berpengaruh terhadap kondisi
financial distress perbankan dan juga dapat mengaplikasikan model
financial distress dalam membuat analisis mengenai kinerja
perbankan, dengan demikian pengguna laporan keuangan terutama
investor dapat memprediksi kepailitan suatu bank sehingga dapat
menghasilkan keputusan investasi yang lebih baik lagi.
2. Saran bagi peneliti selanjutnya:
a. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan mempertimbangkan faktor
lain selain rasio keuangan seperti NPL, ROA, LDR dan credit risk
yang sebagaimana telah diteliti oleh penulis.
b. Penelitian selanjutnya hendaknya memperpanjang periode
penelitian untuk mendapatkan hasil yang lebih barkembang dan
dapat melakukan pengujian lebih lanjut pada emiten industri yang
berbeda untuk mengetahui apakah model prediksi ini dapat juga
diaplikasikan di berbagai sektor industri selain emiten perbankan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada perusahaan
sektor perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2008-2010 dan
analisis yang didukung oleh teori-teori yang melandasi, serta hasil
pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka peneliti mengambil
kesimpulan sebagai berikut:
5. Kondisi non perforing loan, return on asset, loan to deposit
ratio ddan credit risk terhadap financial distress perbankan
yang diteliti:
e. Non performing loan tahun 2008-2010 pada 8 sampel
perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI
mempunyai non performing loan rata-rata yaitu sangat
rendah.
f. Return on asset tahun 2008-2010 pada 8 sampel
perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI
mempunyai return on asset rata-rata sangat rendah.
g. Loan to deposit ratio tahun 2008-2010 pada 8 sampel
perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI
mempunyai loan to deposit rata-rata sangat kuat.
h. Credit risk tahun 2008-2010 pada 8 sampel perusahaan
yang terdaftar di BEI mempunyai credit risk rata-rata
sangat rendah.
6. Kondisi Financial distress tahun 2008-2010 pada 8 sampel
perusahaan yang terdaftar di BEI mempunyai financial distress
rata-rata sangat kuat.
7. Pengaruh non performing loan, return on asset, loan to deposit
ratio dan credit risk terhadap financial distress secara parsial:
e. Berdasarkan analisis korelasi, non performing loan dan
financial distress memiliki hubungan sangat rendah dan
tanda positif menunjukkan adanya hubungan linear
yang searah antara kedua variabel tersebut, yaitu
semakin besar nilai non performing loan akan diikuti
peningkatan keuangan perusahaan yang sehat, atau
sebaliknya. Berdasarkan uji t, non performing loan
berpengaruh tidak signifikan terhadap financial distress.
Besarnya financial distress yang dipengaruhi oleh non
performing loan sebesar 2,9% dan sisanya sebesar 97,1
dipengaruhi oleh faktor lain seperti kondisi
perdagangan ekonomi, fluktuasi kurs dan volume
transaksi, volume dan frekuensi transakasi serta
kekuatan pasar
f. Berdasarkan analisis korelasi, return on asset dan
financial distress memiliki tingkat hubungan sangat
rendah dan tanda positif adanya hubungan linear yang
searah antara kedua variabel tersebut, yaitu semakin
besar nilai return on asset akan diikuti oleh peningkatan
keuangan perusahaan yang sehat atau sebaliknya.
Besarnya financial distress yang dipengaruhi oleh
return on asset sebesar 1,9% dan sisanya 8,1%
dipengaruhi oleh faktor lain.
g. Berdasarkan analisis korelasi, loan to deposit ratio dan
financial distress memiliki tingkat hubungan sangat
kuat dan tanda positif menjukkan adanya hubungan
linear yang searah antara kedua variabel tersebut, yaitu
semakin besar nilai loan to deposit ratio akan diikuti
oleh peningkatan keuangan perusahaan yang sehat, atau
sebaliknya. Berdasarkan uji t, loan to deposit ratio
berpengaruh signifikan tehadap financial distress.
Besarnya financial distress yang dipengaruhi oleh loan
to deposit ratio sebesar 71,3% dan sisanya 28,7%
dipengaruhi oleh faktor lain seperti.
h. Berdasarkan analisis korelasi, credit risk dan financial
distress memiliki tingkat hubungan sangat rendah dan
tanda positif menunjukkan adanya hubungan yang
searah antara kedua variabel tersebut, yaitu semakin
besar nilai credit risk maka akan diikuti peningkatan
keuangan perusahaan yang sehat atau sebaliknya.
Berdasarkan uji t, credit risk tidak berpengaruh
signifikan terhadap financial distress.
8. Berdasarkan analisis korelasi, non performing loan, return on
asset, loan to deposit ratio dan credit risk memiliki hubungan
yang sangat kuat terhadap financial distress. Berdasarkan uji F
non performing loan, return on asset, loan to deposit rario dan
credit risk berpengaruh signifikan terhadap financial distress
secara simultan. Besarnya pengruh sebesar 72,2% sedangkan
sisanya sebesar 27,8% merupakan kontribusi variabel lain yaitu
tingkat suku bungan bank, tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah.
5.2 Saran
Pada bagian akhir skipsi ini, penulis bermaksut mengajukan
beberapa saran yang berkaitan dengan pembahasan yang telah dilakukan
sebelumnya. Saran tersebut ialah:
3. Bagi para pengguna laporan keuangan dan pihak-pihak yang
berkepentingan harus memperhatikan rasio CAMEL dan risiko
perbangkan karena rasio ini sangat berpengaruh terhadap kondisi
financial distress perbankan dan juga dapat mengaplikasikan model
financial distress dalam membuat analisis mengenai kinerja
perbankan, dengan demikian pengguna laporan keuangan terutama
investor dapat memprediksi kepailitan suatu bank sehingga dapat
menghasilkan keputusan investasi yang lebih baik lagi.
4. Saran bagi peneliti selanjutnya:
c. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan mempertimbangkan faktor
lain selain rasio keuangan seperti NPL, ROA, LDR dan credit risk
yang sebagaimana telah diteliti oleh penulis.
d. Penelitian selanjutnya hendaknya memperpanjang periode
penelitian untuk mendapatkan hasil yang lebih barkembang dan
dapat melakukan pengujian lebih lanjut pada emiten industri yang
berbeda untuk mengetahui apakah model prediksi ini dapat juga
diaplikasikan di berbagai sektor industri selain emiten perbankan.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Tugas Bimbingan Skipsi
Lampiran 2 Kartu Perkembangan Skipsi
Lampiran 3 Daftar Perbaikan Skipsi
Lampiran 4 Lembar Persetujuan Perbaikan (Revisi) Skipsi
Lampiran 5 Hasil Perhitungan
Lampiran 6 Hasil Otput SPSS Windows ver.17
Lampiran 7 Laporan Keuangan
Lampiran 8 Tabel Nilai-Nilai dalam Distribusi t
Lampiran 9 Tabel Nilai-Nilai dalam Distribusi F
Lampiran 5
HASIL PERHITUNGAN
Non Performing Loan (NPL) 2008-2010
No Nama Perusahaan Kode Emiten Non Performing Loan (NPL)
Tahun 2008
1 Bank Centra Asia BBCA 0,006
2 Bank Permata BNLI 0,011
3 Bank Rakyat Indnesia BBRI 0,028
4 Bank Tabungan Negara BBTN 0,0266
5 Bank Danamon BDMN 0,023
6 Bank Mandiri BMRI 0,011
7 Bank CIMB Niaga BNGA 0,014
8
Bank Internasional
Indonesia BBII 0,02
Tahun 2009
1 Bank Centra Asia BBCA 0,007
2 Bank Permata BNLI 0,015
3 Bank Rakyat Indnesia BBRI 0,0352
4 Bank Tabungan Negara BBTN 0,0275
5 Bank Danamon BDMN 0,045
6 Bank Mandiri BMRI 0,004
7 Bank CIMB Niaga BNGA 0,0104
8
Bank Internasional
Indonesia BBII 0,0158
Tahun 2010
1 Bank Centra Asia BBCA 0,006
2 Bank Permata BNLI 0,007
3 Bank Rakyat Indnesia BBRI 0,0278
4 Bank Tabungan Negara BBTN 0,0266
5 Bank Danamon BDMN 0,03
6 Bank Mandiri BMRI 0,006
7 Bank CIMB Niaga BNGA 0,0185
8
Bank Internasional
Indonesia BBII 0,0178
Lampiran 5
Return On Assets (ROA) 2008-2010
No Nama Perusahaan Kode Emiten Return On Assets (ROA)
Tahun 2008
1 Bank Centra Asia BBCA 0,034
2 Bank Permata BNLI 0,017
3 Bank Rakyat Indnesia BBRI 0,0418
4 Bank Tabungan Negara BBTN 0,0118
5 Bank Danamon BDMN 0,0152
6 Bank Mandiri BMRI 0,025
7 Bank CIMB Niaga BNGA 0,011
8
Bank Internasional
Indonesia BBII 0,0084
Tahun 2009
1 Bank Centra Asia BBCA 0,034
2 Bank Permata BNLI 0,014
3 Bank Rakyat Indnesia BBRI 0,0373
4 Bank Tabungan Negara BBTN 0,0147
5 Bank Danamon BDMN 0,015
6 Bank Mandiri BMRI 0,03
7 Bank CIMB Niaga BNGA 0,021
8
Bank Internasional
Indonesia BBII -0,0007
Tahun 2010
1 Bank Centra Asia BBCA 0,035
2 Bank Permata BNLI 0,02
3 Bank Rakyat Indnesia BBRI 0,0464
4 Bank Tabungan Negara BBTN 0,0205
5 Bank Danamon BDMN 0,0219
6 Bank Mandiri BMRI 0,034
7 Bank CIMB Niaga BNGA 0,0275
8
Bank Internasional
Indonesia BBII 0,0068
Lampiran 5
Loan to Deposite Ratio (LDR) 2008-2010
No Nama Perusahaan Kode Emiten Loan to Deposit Ratio (LDR)
Tahun 2008
1 Bank Centra Asia BBCA 0,538
2 Bank Permata BNLI 0,818
3 Bank Rakyat Indnesia BBRI 0,7993
4 Bank Tabungan Negara BBTN 1,0183
5 Bank Danamon BDMN 0,8642
6 Bank Mandiri BMRI 0,592
7 Bank CIMB Niaga BNGA 0,8784
8
Bank Internasional
Indonesia BBII 0,1979
Tahun 2009
1 Bank Centra Asia BBCA 0,503
2 Bank Permata BNLI 0,906
3 Bank Rakyat Indnesia BBRI 0,8088
4 Bank Tabungan Negara BBTN 1,0129
5 Bank Danamon BDMN 0,8876
6 Bank Mandiri BMRI 0,614
7 Bank CIMB Niaga BNGA 0,9511
8
Bank Internasional
Indonesia BBII 0,1484
Tahun 2010
1 Bank Centra Asia BBCA 0,552
2 Bank Permata BNLI 0,875
3 Bank Rakyat Indnesia BBRI 0,7517
4 Bank Tabungan Negara BBTN 1,0842
5 Bank Danamon BDMN 0,9383
6 Bank Mandiri BMRI 0,676
7 Bank CIMB Niaga BNGA 0,8804
8
Bank Internasional
Indonesia BBII 0,128
Lampiran 5
Credit Risk 2008-2010
No Nama Perusahaan Kode Emiten Return On Assets (ROA)
Tahun 2008
1 Bank Centra Asia BBCA 0,0244
2 Bank Permata BNLI 0,203
3 Bank Rakyat Indnesia BBRI 0,113
4 Bank Tabungan Negara BBTN 0,591
5 Bank Danamon BDMN 0,214
6 Bank Mandiri BMRI 0,03
7 Bank CIMB Niaga BNGA 0,135
8
Bank Internasional
Indonesia BBII 0,351
Tahun 2009
1 Bank Centra Asia BBCA 0,0247
2 Bank Permata BNLI 0,267
3 Bank Rakyat Indnesia BBRI 1,11
4 Bank Tabungan Negara BBTN 0,470
5 Bank Danamon BDMN 0,456
6 Bank Mandiri BMRI 0,01
7 Bank CIMB Niaga BNGA 0,097
8
Bank Internasional
Indonesia BBII 0,259
Tahun 2010
1 Bank Centra Asia BBCA 0,018
2 Bank Permata BNLI 0,094
3 Bank Rakyat Indnesia BBRI 0,087
4 Bank Tabungan Negara BBTN 0,419
5 Bank Danamon BDMN 0,253
6 Bank Mandiri BMRI 0,013
7 Bank CIMB Niaga BNGA 0,128
8
Bank Internasional
Indonesia BBII 0,236
Lampiran 5
Financial Distress 2008-2010
No Nama Perusahaan Emiten NPL(x1) ROA(x2) LDR(x3) FD
Tahun 2008
1 Bank Central Asia BBCA 0,006 0,034 0,538 0,578
2 Bank Permata BNLI 0,011 0,017 0,818 0,846
3 Bank Rakyat Indonesia BBRI 0,028 0,0418 0,7993 0,8691
4 Bank Tabungan Negara BBTN 0,0266 0,0118 1,0183 1,0567
5 Bnak Danamon BDMN 0,023 0,0152 0,8642 0,9024
6 Bank Mandiri BMRI 0,011 0,025 0,592 0,628
7 Bnak CIMB Niaga BNGA 0,014 0,011 0,8784 0,9034
8 Bank Internasional Ind BBII 0,02 0,0084 0,8653 0,8937
Tahun 2009
1 Bank Central Asia BBCA 0,007 0,034 0,503 0,544
2 Bank Permata BNLI 0,015 0,014 0,906 0,935
3 Bank Rakyat Indonesia BBRI 0,0352 0,0373 0,8088 0,8813
4 Bank Tabungan Negara BBTN 0,0275 0,0147 1,0129 1,0551
5 Bnak Danamon BDMN 0,045 0,015 0,8876 0,9476
6 Bank Mandiri BMRI 0,004 0,03 0,614 0,648
7 Bnak CIMB Niaga BNGA 0,0104 0,021 0,9511 0,9825
8 Bank Internasional Ind BBII 0,0158 -0,0007 0,8293 0,8444
Tahun 2010
1 Bank Central Asia BBCA 0,006 0,035 0,552 0,593
2 Bank Permata BNLI 0,007 0,02 0,875 0,902
3 Bank Rakyat Indonesia BBRI 0,028 0,0464 0,7517 0,8261
4 Bank Tabungan Negara BBTN 0,0266 0,0205 1,0842 1,1313
5 Bnak Danamon BDMN 0,03 0,0219 0,9383 0,9902
6 Bank Mandiri BMRI 0,006 0,034 0,676 0,716
7 Bnak CIMB Niaga BNGA 0,0185 0,0275 0,8804 0,9264
8 Bank Internasional Ind BBII 0,0178 0,0068 0,8903 0,9149
Lampiran 6
HASIL OUTPUT SPSS 17
UJI ASUMSI KLASIK
Uji Normalitas
Uji Multikolinearitas.
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Consta
nt)
.013 .150
.088 .931
NPL -3.482 5.993 -.102 -.581 .568
ROA -.764 3.888 -.025 -.197 .846
LDR 1.217 .180 .889 6.757 .000
CR -.033 .256 -.022 -.127 .900
a. Dependent Variable: FD
Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Mode
l R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate Durbin-Watson
1 .851a .725 .667 .2135825 2.220
a. Predictors: (Constant), CR, ROA, LDR, NPL
b. Dependent Variable: FD
Uji Heteroskedasitas
Analisis Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
NPL 24 .0040 .0450 .018300 .0108062
Valid N
(listwise)
24
Descriptive Statistics
N
Minimu
m Maximum Mean Std. Deviation
ROA 24 -.0007 .0464 .022546 .0120146
Valid N
(listwise)
24
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
LDR 24 .1280 1.0842 .725979 .2701446
Valid N
(listwise)
24
Descriptive Statistics
N
Minimu
m Maximum Mean Std. Deviation
CR 24 .0100 1.1100 .233462 .2486342
Valid N
(listwise)
24
Descriptive Statistics
N
Minimu
m Maximum Mean Std. Deviation
FD 24 .1522 1.9825 .808504 .3698755
Valid N
(listwise)
24
Lampiran 6
ANALISI REGRESI SECARA PARSIAL
4.2.7. Analisis Pengaruh Non Performing Loan Terhadap Financial
Distress.
Correlations
NPL FD
NPL Pearson Correlation 1 .196
Sig. (2-tailed) .358
N 24 24
FD Pearson Correlation .196 1
Sig. (2-tailed) .358
N 24 24
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Cukup Kuat
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constan
t)
.686 .151
4.533 .000
NPL 6.717 7.156 .196 .939 .358
a. Dependent Variable: FD
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .196a .039 -.005 .3708341
a. Predictors: (Constant), NPL
b. Dependent Variable: FD
Lampiran 6
4.2.8. Pengaruh Return on Asset Terhadap Financial Distress.
Correlations
ROA FD
ROA Pearson Correlation 1 .138
Sig. (2-tailed) .520
N 24 24
FD Pearson Correlation .138 1
Sig. (2-tailed) .520
N 24 24
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Cukup Kuat
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .713 .165 4.312 .000
ROA 4.247 6.501 .138 .653 .520
a. Dependent Variable: FD
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 .138a .019 -.026 .3745719
a. Predictors: (Constant), ROA
b. Dependent Variable: FD
Lampiran 6
4.2.9. Pengaruh Loan to Deposit Ratio Terhadap Financial Distress.
Correlations
LDR FD
LD
R
Pearson
Correlation
1 .844**
Sig. (2-tailed) .000
N 24 24
FD Pearson
Correlation
.844**
1
Sig. (2-tailed) .000
N 24 24
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Cukup Kuat
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardize
d
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Consta
nt)
-.031 .121
-.253 .802
LDR 1.156 .156 .844 7.387 .000
a. Dependent Variable: FD
Model Summaryb
Mode
l R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .844a .713 .700 .2027284
a. Predictors: (Constant), LDR
b. Dependent Variable: FD
Lampiran 6
4.2.10. Pengaruh Credit Risk Terhadap Financial Distress.
Correlations
CR FD
CR Pearson Correlation 1 .122
Sig. (2-tailed) .570
N 24 24
FD Pearson Correlation .122 1
Sig. (2-tailed) .570
N 24 24
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Cukup Kuat
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardize
d
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Consta
nt)
.766 .106
7.216 .000
CR .181 .315 .122 .576 .570
a. Dependent Variable: FD
Model Summaryb
Mo
del R R Square
Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 .122a .015 -.030 .3753663
a. Predictors: (Constant), CR
b. Dependent Variable: FD
Lampiran 6
ANALISIS REGRESI SECARA SIMULTAN
Model Summary
Model R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .849a .720 .658 .2191679
a. Predictors: (Constant), CR, ROA, LDR, NPL
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Cukup Kuat
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Consta
nt)
.013 .150
.088 .931
NPL -3.482 5.993 -.102 -.581 .568
ROA -.764 3.888 -.025 -.197 .846
LDR 1.217 .180 .889 6.757 .000
CR -.033 .256 -.022 -.127 .900
a. Dependent Variable: FD
ANOVAb
Model Sum of Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 2.280 4 .570 12.494 .000a
Residual .867 19 .046
Total 3.147 23
a. Predictors: (Constant), CR, ROA, LDR, NPL
b. Dependent Variable: FD
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Tetty Purwasih Simangunsong
Tempat Tanggal Lahir : Medan 16 Februari 1990
Alamat : Jln. Toba Permai No 23 Medan
Agama : Kristen
Nama Ayah : JM Simangunsong
Pekerjaan : Wiraswasta
Nama Ibu : S Siagian
Pekerjaan : Wiraswasta
Kewarganegaraan : Indonesia
PENDIDIKAN FORMAL
1996-2002 : SD Swasta Taruna Karya, Medan
2002-2005 : SLTP Swasta Free Methodis 1, Medan
2005-2008 : SMK Swasta Telkom Sandy Putra, Medan
2009 : Universitas Pasundan Bandung