i
SKRIPSI EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE DEMONSTRASI
DALAM MENINGKATKAN MINAT BELAJAR PAI PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (AUTIS)
DI GRAHA AUTIS KEKALEK MATARAM TAHUN 2017
OLEH NURHASANAH
NIM: 15.1.14.1.248
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
2017
ii
EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE DEMONSTRASI DALAM MENINGKATKAN MINAT BELAJAR PAI
PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (AUTIS) DI GRAHA AUTIS KEKALEK MATARAM
TAHUN 2017
Skripsi diajukan kepada Universitas Islam Negeri Mataram
untuk Melengkapi Persyaratan Mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
NURHASANAH NIM. 15.1.14.1.248
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
MATARAM 2017
iii
iv
iv
vii
Motto :
ز أبي عن خا, ع اه رضي لك ا بن أنس حل ي اه ص اه رس ي عن وس ع اه ص الي ك ن يؤ ا: قال وس ع ا أخي يحب حت أح
فس يحب ار روا( ل (ال
“Dari Abu Hamzah , Anas bin Malik
radiallohuanhu, pembantu Rasulullah Shallallahualaihi
Wasallam, beliau bersabda: “Tidak beriman seseorang
diantaramu hingga ia mencintai saudaranya
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. (HR. Bukhari)1
1 Hussein Bahreisj, Hadits Shahih Al-Jami’us Shahih Bukhari-Muslim (Surabaya:
Karya Utama), h. 6.
viii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahhirabbilaalamiin, puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas
selesainya penulisan naskah skripsi yang sederhana ini. Karena semua ini
tidak akan terjadi tanpa adanya taufiq, hidayah dan iradah-Nya. Shalawat dan
salam senantiasa saya sampaikan kepada sang pembawa rahmat bagi seluruh
alam yakni Nabi Muhammad SAW. serta kepada para keluarga, sahabat,
tabi’in, tabi’it tabi’in, hingga sampai kepada kita seluruh umat Islam sampai
waktu tibanya hari pembalasan. Taklupa pula saya sampaikan salam ta’zim
dan terima kasih yang setinggi-tingginya untuk orang-orang yang telah begitu
banyak berjasa dalam hidup saya. Sehingga ucapan terima kasih saya
persembahkan naskah skripsi yang sederhana ini kepada:
1. Kepada sang motivator terbaik dalam hidupku yaitu ayahanda tercinta
H.Nurdin dan Jakyah ibunda tercintaku. Saya persembahkan karya
sederhana ini sebagai bukti dari keberhasilan selaku menjadi orang tuaku.
Dengan dukungan dan do’a yang selalu untukku telah membuatku dapat
menyelesaikan tugas naskah skripsi ini.
2. Adinda tersayang Nur’aini sebagai motivasi diri ini untuk selalu ingin
melagkah lebihbaik, saudariku satu-satunya yang menjadi pengobat rasa
lelah dengan senyuman dan do’amu untukku.
3. Kepada pendamping hidupku Farizi. S.Kom.i terima kasih banyak juga
telah meluangkan sebagian kehidupanmu dan setia menemaniku dalam
suka dan duka bersama skripsi ini.
ix
4. Buat sahabat-sahabatku yang senantiasa menyemagati dan menemani
perjuangan ini. Rosyatun fitriani, Kuni Afifa, Rabiatul Adawiyah, Linda,
Yunita, Azi, dan sahabat-sahabat lainnya yang tak cukup bila kutuliskan di
kertas ini. Terima kasih tetap mendukung saat tawa ataupun sedih, kisah
kita akan tetap abadi.
5. Dr. Akhmad Asyari, S.Ag, M.Pd selaku dosen pembimbing I dan Drs. H.
Ziyad, M.Ag selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing dan mengarahkan serta memberikan saran
dalam penyusunan skripsi ini.
6. Drs. H. Baehaqi, M.Pd selaku penguji I dan Dr. Ahmad Sulhan, M.Pd.I selaku
penguji II, yang telah meluangkah waktu untuk menganalisis naskah skripsi ini.
7. Keluarga besar kelas F/C Jurusan Pendidikan Agam Islam angkatan 2014,
terima kasih canda tawa kalian akan kurindukan selalu.
8. Almamater kebanggaan Universitas Islam Negeri Mataram yang telah
menjadi saksi bisu dalam proses dan pengalaman yang telah kutempuh
selama ini.
x
KATA PENGANTAR
بسم اه الرحمن الر حيم
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Syukur Alhamdulillah segala puji hanya bagi Allah SWT, yang telah
memberikan berbagai macam nikmat, baik nikmat umur, rizki, dan terlebih lagi
nikmat iman dan ihsan bagi kita semua. Shalawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, Nabi yang senantiasa menjadi
figur dan menjadi contoh suri tauladan yang baik bagi seluruh umat Islam dan
semoga kelak nanti kita mendapatkan syafa’atnya. Aamiin.
Peneliti menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan, dorongan, dan motivasi dari semua pihak. Oleh karena itu
penulis mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Mutawali, M.Ag. selaku Rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Mataram.
2. Dr. Hj. Lubna, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Mataram
3. Dr. Saparudin M.Ag selaku Ketua jurusan Pendidikan Agama Islam
4. Dr. Akhmad Asyari, S.Ag, M.Pd selaku dosen pembimbing I dan Drs. H.
Ziyad, M.Ag selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing dan mengarahkan serta memberikan saran
dalam penyusunan skripsi ini.
xi
5. Drs. H. Baehaqi, M.Pd selaku penguji I dan Dr. Ahmad Sulhan, M.Pd.I selaku
penguji II, yang telah meluangkah waktu untuk menganalisis naskah skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan bimbingan selama penulis
melaksanakan studi di UIN Mataram.
7. Segenap pegawai dan pengasuh serta anak-anak penyandang autis di
Graha Autis Mataram yang telah memberikan banyak pelajaran berharga
bagi peneliti. Peneliti mengucapkan terimakasih banyak atas ilmu,
kesempatan dan kesediaan yang diberikan selama proses penelitian
sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.
8. Semua pihak yang telah membantu peneliti baik secara moril maupun
materil sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.
Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan karunia kepada pihak
yang telah banyak memberikan bantuan dan bimbingan sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan dengan baik, karena kemampuan peneliti yang
terbatas. Oleh karenanya, saran dan kritikan yang sifatnya membangun,
sangat peneliti harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kalam,
peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Mataram,…………………2017
(NURHASANAH)
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .............................................................................. i
HALAMAN JUDUL ................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iv
HALAMAN NOTA DINAS ...................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ............................................. vi
HALAMAN MOTTO ............................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................ viii
KATA PENGANTAR .............................................................................. x
DAFTAR ISI .............................................................................................. xii
ABSTRAK ................................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Konteks Penelitian ............................................................................... 1
B. Fokus Penelitian ................................................................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 8
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian ................................................ 9
E. Telaah Pustaka ..................................................................................... 10
F. Kerangka Teoritik ................................................................................ 12
1. Efektivitas ...................................................................................... 12
2. Cara Mengukur dan Mengetahui Efektivitas Pembelajaran .......... 13
3. Indikator Pembelajaran Efektif ...................................................... 14
4. Metode Demonstrasi ...................................................................... 14
xiii
5. Minat Belajar ................................................................................. 20
6. Anak Autis ..................................................................................... 26
G. Metode Penelitian ................................................................................ 36
1. Pendekatan Penelitian .................................................................... 36
2. Kehadiran Peneliti .......................................................................... 37
3. Sumber Data Penelitian .................................................................. 38
4. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 38
a. Metode Obervasi ...................................................................... 39
b. Metode Wawancara (Interview) ............................................... 40
5. Tekhnik Analisa Data..................................................................... 42
BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN ........................................... 46
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................... 46
1. Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya Graha Autis ..................... . 46
2. Letak Geografis Graha Autis .......................................................... . 48
3. Identitas Lembaga ........................................................................... . 49
4. Sarana dan Prasarana ...................................................................... 49
5. Visi dan Misi Graha Autis .............................................................. . 50
6. Tenaga Pengajar Graha Autis ......................................................... . 51
7. Maksud dan Tujuan Graha Autis .................................................... . 51
8. Program Kerja LSM GrahaAutis .................................................... . 53
9. Potensi LSM Graha Autis ............................................................... . 63
10. Keadaan Proses Pembelajaran Anak-anak di GrahaAutis .............. . 65
xiv
B. Efektivitas Penerapan Metode Demonstrasi Pada Pembelajaran PAI Untuk
Anak Autis ........................................................................................... 67
1. Proses Pembelajaran yang dilakukan di GrahaAutis ...................... 67
2. Penerapan Metode Demonstrasi dalam proses pembelajaran anak di Graha
Autis ................................................................................................ 69
3. Langkah-langkah Penerapan Metode Demonstrasi di Graha Autis 70
4. Pengembangan minat dan bakat anak di Graha Autis .................... 71
5. Peningkatan pengetahuan anak dari sebelumnya ........................... . 72
6. Proses perkembangan belajar anak di Graha Autis ........................ 73
7. Kemampuan-kemampuan anak autis dalam sebuah pembelajaran. 74
C. Kendala-Kendala Yang Dihadapi Oleh Guru Dalam Menerapkan Metode
Demonstrasi ......................................................................................... 80
BAB III PEMBAHASAN ......................................................................... 94
A. Efektivitas Penerapan Metode Demonstrasi Pada Pembelajaran PAI Untuk
Anak Autis ........................................................................................... 94
B. Kendala-Kendala Yang Dihadapi Oleh Guru Dalam Menerapkan Metode
Demonstrasi ......................................................................................... 102
BAB IV PENUTUP………………………………………………………. 110
A. Kesimpulan .......................................................................................... 110
B. Saran .................................................................................................... 110
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 112
LAMPIRAN
xv
EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE DEMONSTRASI DALAM MENINGKATKAN MINAT BELAJAR PAI PADA ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS (AUTIS) DI GRAHA AUTIS KEKALEK MATARAM TAHUN 2017
Oleh: NURHASANAH
NIM: 15.1.14.1.248
ABSTRAK
Anak autis merupakan anak yang ingin menjadi berpendidikan sama seperti anak biasa yang tidak disebut autis dan berkebutuhan khusus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan metode pada proses pembelajaran anak autis dan berkebutuhan khusus serta kendala yang dialami oleh guru di Graha Autis dalam melakukan proses pembelajaran. Penelitian tentang efektivitas penerapan metode demonstrasi dalam meningkatkan minat belajar PAI pada anak berkebutuhan khusus (autis) ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriftif, dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Sedangkan metode analisis data diawali dengan pengumpulan data, penyederhanaan data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Sementar akredibilitas data melalui triangulasi. Berdasarkan analisis data dan temuan yang dipaparkan sehingga bisa menjawab fokus penelitian, penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan metode demonstrasi pada pembelajaran PAI untuk anak autis di Graha Autis dalam proses belajar mengajar sangat efektif dengan memenuhi indikator dari pembelajaran yang efektif serta dengan menunjukkan perubahan perkembangan kemampuan anak autis yang semakin meningkat dari sebelum memulai pembelajaran di GrahaAutis, sedangkan kendala yang dihadapi oleh guru dalam menerapkan metode demonstrasi di Graha Autis yaitu berdasarkan perbedaan kemampuan anak autis yang dimiliki serta tingkat daya ingat anak yang lebih rendah dalam proses pembelajaran.
Kata Kunci: Efektivitas, metode demonstrasi, minat, belajar, anak autis.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia untuk menjalani
kehidupan, karena pendidikan memiliki tujuan untuk mencapai kepribadian
individu yang lebih baik. Pendidikan merupakan suatu usaha dari manusia
dewasa yang telah sadar dengan kemanusiaannya, dalam membimbing,
melatih mengajar, dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan
hidup kepada generasi muda agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan
bertanggung jawab terhadap tugas-tugasnya sebagai manusia2. Dan dalam arti
sederhananya pendidikan juga bisa diartikan sebagai usaha manusia untuk
membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan
kebudayaan. Kemudian dalam perkembangannya pendidikan juga berarti
bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang
dewasa agar menjadi dewasa.3
Adapun pengertian pendidikan menurut Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasioanl No. 20 tahun 2003 Pasal 1 butir 1, bahwa pendidikan
adalah:
“Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”4
2 Prasetya, Filsafat Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia 1997)h. 13. 3Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006) h.1 4Anas Salahuddin dan Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan karakter; Pendidikan Berbasis
Agama & Budaya Bangsa (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), h. 41.
1
2
Dengan definisi dari pendidikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
proses belajar mengajar adalah proses yang bertujuan.5Maka dari itu seorang
pendidik sangat membutuhkan metode untuk mencapai tujuan dari
pendidikan tersebut.
Adapun dalam hal kegiatan belajar mengajar yaitu terjadinya
interaksi edukatif antara guru dan anak didik di kelas. Dalam hal
penyampaian pembelajaran guru harus menggunakan strategi yang tepat,
disinilah kehadiran metode menempati posisi yang penting dalam
penyampaian bahan pembelajaran.6 Maka metode itu adalah suatu teknik
penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar murid dapat menangkap
pelajaran dengan mudah, elektif dan dapat dicerna oleh anak dengan baik,
serta di samping itu penting pula memperhatikan hakikat anak didik yang
hendak di didik, dan bahan pelajran yang hendak disampaikan.
Metode adalah jalan yang harus ditempuh dalam rangka
memberikan sebuah pemahaman terhadap murid tentang pelajaran yang
mereka pelajari. Metode sangat penting dan yang harus dimiliki oleh seorang
guru sebelum memasuki ruang belajar dan harus dipakai oleh guru. Metode
sangat berpengaruh besar dalam pengajaran, dengan metode nilai bisa baik
atau bisa buruk, dengan metode pula pembelajaran bisa sukses atau gagal.
Kebanyakan seorang guru yang menguasai materi tetapi bisa gagal dalam
pembelajaran karna tidak mendapatkan metode yang tepat untuk memberikan
pemahaman pada murid. Oleh karena itu metode sangat berperan penting
5Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2007), h. 22. 6Anisatul Mufaroqah, Strtegi Mengajar, (Yogyakarta TERAS 2009 ) h. 80
3
dalam pendidikan, karena metode merupakan pondasi awal untuk mencapai
suatu tujuan pendidikan dan asas keberhasilan sebuah pembelajaran.
Metode dalam penerapannya banyak menyangkut permasalahan
individual atau sosial peserta didik itu sendiri, sehingga dalam menggunakan
metode seorang pendidik harus memperhatikan dasar-dasar umum metode
pendidikan. Sebab metode pendidikan itu merupakan sarana atau jalan
menuju tujuan pendidikan, sehingga segala jalan yang ditempuh oleh seorang
pendidik haruslah mengacu pada metode pendidikan tersebut. Jadi metode
dapat dikatakan bahwa metode itu hanyalah menentukan prosedur yang
diikuti dan di capai.7
Penggunaan metode yang tepat turut menentukan efektivitas dan
efesiensi pembelajaran.8Sedangkan implikasinya pada pembelajaran harus
memberikan pengalaman yang bervariasi dengan metode yang efektif dan
bervariasi juga. Pembelajaran harus memperhatikan minat dan kemampuan
peserta didik, karenapelajaran dapat berjalan lancar bila ada minat belajar
siswa.9Serta minat itu dapat ditingkatkan dengan menggunakan berbagai
metode mengajar yang tepat dengan kondisi peserta didik dan materi
pembelajaran. Apabila proses pembelajaran dilangsungkan dengan metode
yang tidak tepat, maka siswa juga akan kehilangan minat belajar, tidak ada
jaminan untuk perkembangan siswa, tidak ada kesempatan bagi siswa untuk
mewujudkan hasil karya, serta siswa mengalami kesulitan dalam
7Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran Dalam Islam(Jakarta: Bumi Aksara 2001 ) h.61
8E Mulyasa, Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 107. 9S. Nasution, Didaktis Asas-Asas Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 82.
4
mengembangkan nilai-nilai pembelajaran dan sikap-sikap utama yang
diharapkan.
Dari permasalahan diatas dapat diketahui bahwa pendidikan tidak
hanya dibutuhkan oleh anak-anak yang normal saja, tetapi pendidikan juga
dibutuhkan oleh anak-anak berkebutuhan khusus (autis). Pendidikan pada
anak autis harus lebih diperhatikan, karena tidak semua anak autis mampu
belajar bersama dengan anak-anak pada umumnya, disebabkan anak autis
sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi. Dalam kondisi seperti inilah
dirasakan perlunya pelayanan yang mempokuskan kegiatan dalam membantu
peserta didik yang menderita gangguan autis secara pribadi agar dapat
berhasil dalam proses pendidikannya.10
Untuk mewujudkan tingkat minat belajar anak autis dibutuhkan
pendidikan khusus sesuai dengan keadaan kesulitan yang dialaminya,
terutama dalam penerapan metode guru ketika memberikan pemahaman pada
anak autis itu sendiri. Adapun salah satu metode atau tekhnik penyajian yang
dikuasai guru untuk mengajar dengan tepat untuk diterapkan pada anak autis,
yaitu metode demonstrasi, karena metode demonstrasi merupakan metode
mengajar yang sangat efektif, dengan metode mengajar yang memperlihatkan
bagaimana proses terjadinya sesuatu.11
Selanjutnya agar tujuan dari pembelajaran tersebut bisa tercapai
secara maksimal dan dapat dilaksanakan secara efektif dan efesien. Dengan
10Nuraeni, “Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis di Sekolah Lanjutan Autis Fredofios Yogyakarta”, (Skripsi, Yogyakarta, 2012), h. 4. 11Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar (Sinar Baru Algensindo, 2014), h. 83.
5
demikian penerapan metode dalam suatu pembelajaran dapat ditentukan
sesuai dengan materi pembelajran yang di ajarkan, untuk itu perlu diketahui
bahwa dalam proses pembelajaran tidak ada suatu metode yang dianggap
paling baik diantara metode-metode yang lain, namun setiap metode tentu
memiliki karaktristik yang berbeda-beda dengan segala kekurangan dan
kelebihan yang dimilki. Dan suatu metode mungkin sesuai dengan situsi dan
kondisi tertentu, tetapi tidak menutup kemungkinan dapat diterapkan pada
situasi dan kondisi yang lain, seperti pada pendidikan anak autis di Graha
Autis Kekalek Mataram.
Graha Autis merupakan sebuah lembaga pendidikan yang
menyediakan ruang belajar dan mengajar bagi anak-anak autis dan anak
berkebutuhan khusus. Lembaga ini tidak jauh beda dengan lembaga
pendidikan formal lainnya, yang membuat beda hanyalah orang-orang yang
belajar didalamnya. Dimana anak-anak yang belajar didalamnya adalah
beberapa anak yang kesulitan dalam berintraksi dalam proses pembelajaran
dan memahami pelajaran yang diajarkan. Sehingga dalam disiplin ilmunya
itulah yang disebut anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus (ABK).
Dari hasil observasi sementara, peneliti menemukan bahwa anak-
anak autis tersebut sangat antusias untuk belajar dan memiliki minat belajar
yang kuat. Tetapi untuk mengungkapkan minat belajar yang kuat tersebut
mereka tidak mampu mengkomunikasikan secara verbal sebagaimana anak-
anak normal pada umumnya. Dari kekurangan itu bukan berarti tidak bisa
untuk mengembangkan minat belajar yang dimilikinya, maka untuk itu
6
dibutuhkan metode pengajaran yang tepat dengan kondisi anak-anak autis
sehingga dapat menutupi kekurangan yang dialaminya.
Di dalam interaksi sosial percakapan timbal-balik cenderung
kurang kecairan dan ketanggapan saat berbicara dengan seseorang yang autis.
Dalam interaksi tersebut kelakuan individu yang satu mempengaruhi,
mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, atau sebaliknya.12
Bahkan, bagi seorang yang punya ahli verbal, pemahaman dan penggunaan
norma-norma budaya, gambar-gambar ujaran dan idiom-idiom, gestur, kontak
mata dan bahasa tubuh masih tetap tantangan yang besar. Apalagi bagi
individu autis, sering kali kurang mampu daripada rekan sebayanya untuk
menyimpulkan, memahami dan menindaklanjuti emosi orang lain dan kondisi
internalnya sendiri13.
Setiap orangtua yang mempunyai anak penyandang autis pasti
menginginkan kesembuhan bagi anaknya agar bisa berinteraksi dengan
teman-teman dan lingkungannya. Oleh karena itu diperlukan penanganan-
penanganan untuk anak autis melalui metode ataupun terapi serta pendidikan
tertentu. Dalam hal ini, selain orang tua tentu diperlukan dukungan dan
bantuan dari pengasuh, dokter, maupun seorang terapis untuk membantu
menangani anak autis tersebut. Pada dasarnya, ada cara yang dapat dilakukan
untuk menghilangkan beberapa keganjalan yang sering dilakukan oleh
penderita autis, yaitu dengan menggunakan empat macam terapi. Saat ini,
sudah terdapat beberapa terapi bagi penderita autis, baik itu terapi perilaku
12W.A. Gerungan, Psikologi Sosial (Bandung: PT Refika Aditama, 2004), h. 62. 13Anjali Sastry dan Blaise Aguirre, Parenting Anak dengan Autisme (Yogjakarta: Pustaka
Pelajar, 2014), h. 37.
7
ABA (Applied Behavior Analysis), terapi sensori integrasi, terapi okupasi,
terapi wicara, maupun terapi tambahan seperti terapi musik.14
Oleh karena demikian, anak autis juga memiliki hak untuk
mendapatkan suatu pendidikan yang layak untuk mereka menjalani
kehidupannya. Adapun kesulitan yang harus ditempuh oleh anak autis sendiri
yaitu perkembangan dan kesulitan dalam mengikuti pembelajaran yang
bersifat akademik maupun nonakademik. Biasanya gangguan perkembangan
ini meliputi cara berkomunikasi, berinteraksi sosial dan kemampuan
berimajinasi15. Tetapi, setiap orangtua yang memiliki anak autis juga
menginginkan anaknya untuk bisa berkembang dan tumbuh dengan perilaku
yang mandiri dan lebih baik, terutama pada perilaku sopan santun yang
membuat orang lain semakin nyaman dengan anaknya.
Dari latar belakang pemikiran di atas peneliti tertarik untuk
meneliti persoalan dimaksud dengan judul “Efektivitas Penerapan Metode
Demonstrasi Dalam Meningkatkan Minat Belajar PAI Pada Anak
Berkebutuhan Khusus (autis) di Graha Autis Kekalek Mataram”.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah efektivitas penerapan metode demonstrasi pada
pembelajaran PAI untuk anak autis di Graha Autis Kekalek Mataram ?
14Sri Mulyati, Penanganan Terhadap Anak Autis, (Semarang: PT. Sindur Press, 2010), h. 28. 15Ibid, h. 9.
8
2. Apakah kendala-kendala yang dihadapi dalam menerapkan metode
demonstrasi untuk meningkatkan minat belajar PAI pada anak autis di
Graha Autis Kekalek Mataram ?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang
diharapkan oleh penulis adalah :
a. Untuk mengetahui efektivitas penerapan metode demonstrasi pada
pembelajaran PAI untuk anak autis di Graha Autis Kekalek Mataram.
b. Untuk mengetahui apa kendala-kendala yang dihadapi dalam
menerapakan metode demonstrasi untuk meningkatkan minat belajar
PAI pada anak autis di Graha Autis Kekalek Mataram.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Manfaat toritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk
menjembatani atau mengintegrasikan antara konsep teoritis dengan
praktis dari keilmuan-keilmuan yang dipelajari mahasiswa di jurusan
Pendidikan Agama Islam khususnya di bidang Mata Kuliah Psikologi
Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Juga sebagai
bahan pelajaran dan refrensi bagi mahasiswa selanjutnya.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penilitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi
Jurusan Pendidikan Agama Islam. Bermanfaat bagi lembaga-lembaga
9
yang terkait seperti Dinas sosial, Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), khususnya bagi Graha Autis (lembaga pendidikan autisme dan
anak berkebutuhan khusus). Adapun yang dirasakan oleh peneliti,
yaitu dapat melihat, dan mengalami secara lebih jelas tentang situasi
dan permasalahan- permasalahan yang kerap terjadi, sehingga peneliti
menjadi lebih peka untuk menghadapi atau mengatasinya.
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian
Untuk menghindari pembahasan yang terlalu melebar dan keluar
dari fokus penelitian maka peneliti membuat batasan dalam penelitian ini
hanya membahas pada hal-hal yang terkait dan ada hubungannya dengan
fokus penelitian yang sudah di ungkapkan sebelumnya mengenai efektivitas
penerapan metode demonstrasi dalam meningkatkan minat belajar PAI pada
anak berkebutuhan khusus (autis) di Graha Autis Kekalek Mataram.
Sedangkan setting atau lokasi penelitiaan yang dipilih adalah salah
satu Lembaga swadaya masyarakat yakni Graha Autis (Lembaga pendidikan
autisme dan anak berkebutuhan khusus) Mataram, yang beralamatkan di Jl.
Gili Air I, Blok A2, No. 18, Kelurahan Taman Sari, Ampenan Selatan.
Adapun alasan peneliti memilih lokasi ini sebagai tempat penelitian, karena
Graha Autis sebagai lembaga pendidikan autisme dan anak berkebutuhan
khusus merupakan tempat pelayanan, pengasuhan dan pendidikan anak-anak
penyandang autisme dan anak-anak berkebutuhan khusus sebagai wadah
solusi kepada para orang tua untuk mengantarkan putra putri mereka ke
jenjang pendidikan lanjutan formal melalui sekolah umum.
10
E. Telaah Pustaka
1. Mustakim. Skripsi, IAIN Mataram, 2014. “Penerapan metode
pembelajaran demonstrasi pada pembelajaran PAI kelas V pokok bahasan
shalat di SDN 12 Sakra Lombok Timur”. Peneliti Mustakim
mempokuskan pembahasannya tentang bagaimana penerapan metode
pembelajaran demonstrasi pada pembelajaran PAI kelas V dengan pokok
bahasan tentang shalat yang lokasi penelitiannya di SDN 12 Sakra
Lombok Timur, untuk meningkatkan minat siswa dalam belajar, seperti
siswa lebih cepat dalam memahami materi serta terjadi peningkatan pada
pemahaman siswa dalam hal praktiknya dan siswa juga lebih aktif dalam
pembelajaran.16
Perbedaan penelitian yang peneliti lakukan yaitu tentang efektivitas
penerapan metode demonstrasi dalam meningkatkan minat belajar PAI
pada anak berkebutuhan khusus (autis) adalah peneliti lebih
mempokuskan penelitian pada efektivitas penerapan metode demonstrasi
untuk meningkatkan minat belajar pada anak autis, serta pendidikan
akhlak (kemandirian) pada anak autis.
2. Nikmah. Skripsi IAIN Mataram, 2013. “Penerapan metode demonstrasi
berbasis media gambar untuk meningkatkan kompetensi murid kelompok
B dalam melaksanakan shalat lima waktu pada TK Aisyiyah Bustanul
Atfal Teros Kec. Labuhan Haji”. Peneliti Nikmah mempokuskan
pembahasannya tentang penerapan metode demonstrasi berbasis media
16Mustakim, “Penerapan Metode Pembelajaran Demonstrasi Pada Pembelajaran PAI Kelas V Pokok Bahasan Shalat Di SDN 12 Sakra Lombok Timur (Skripsi, IAIN Mataram, Mataram, 2014), h. 68.
11
gambar dapat meningkatkan kompetensi murid kelompok B dalam
melaksanakan shalat lima waktu pada TK Aisyiyah Bustanul Atfal
Teros.17
Perbedaan penelitian yang peneliti lakukan yaitu tentang efektivitas
penerapan metode demonstrasi dalam meningkatkan minat belajar PAI
pada anak berkebutuhan khusus (autis) adalah peneliti lebih
mempokuskan penelitian pada efektivitas penerapan metode demonstrasi
untuk meningkatkan minat belajar pada anak autis, serta pendidikan
akhlak (kemandirian) pada anak autis.
3. Lilik Kusumawati. Skripsi IAIN Mataram, 2015. “Pengaruh penggunaan
media gambar terhadap kemampuan komunikasi verbal anak autis di
SDLB Dharma Wanita Mataram tahun pelajaran 2015/2016”. Penelitian
ini menggunakan desain penelitian kolerasional dengan pendekatan
kuantitatif dengan instrument tes hasil belajar dan lembar observasi,
teknik analisis data yang digunakan adalah teknik uji t-tes. Adapun
populasi penelitian ini adalah siswa autis yang berada SDLB Dharma
Wanita Provinsi Mataram yang berjumlah 12 orang anak. Hasil penelitian
ini adalah ada pengaruh media gambar dalam meningkatkan komunikasi
17Nikmah, “Penerapan Metode Demonstrasi Berbasis Media Gambar Untuk Meningkatkan Kompetensi Murid Kelompok B Dalam Melaksanakan Shalat Lima Waktu Pada TK Aisyiyah Bustanul Atfal Teros Kec. Labuhan Haji”, )Skripsi, IAIN Mataram, Mataram, 2013), h. 54.
12
verbal anak autis di SDLB Dharma Wanita Mataram tahun pelajaran
2015/2016.18
Perbedaan penelitian yang peneliti lakukan yaitu tentang efektivitas
penerapan metode demonstrasi dalam meningkatkan minat belajar PAI
pada anak berkebutuhan khusus (autis) adalah peneliti lebih
mempokuskan penelitian pada efektivitas penerapan metode demonstrasi
untuk meningkatkan minat belajar pada anak autis, serta pendidikan
akhlak (kemandirian) pada anak autis.
F. Kerangka Teoritik
1. Efektivitas
Kata efektif mempunyai arti efek, pengaruh, akibat atau dapat
membawa hasil.19Efektivitas adalah akibat atau hasil dari sebuah
kegiatan atau rutinitas yang telah dilaksanakan.Efektivitas adalah
sebuah tolak ukur atas keberhasilan suatu lembaga atas pembinaan
terhadap pelaksanaan program yang sudah maupun yang sedang
berjalan. Efektivitas pembinaan dalam sebuah lembaga atau panti
merupakan faktor yang sangat menentukan pada berhasil atau tidaknya
suatu kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang berkaitan erat
dengan program-program suatu lembaga.
18Lilik Kusumawati, “Pengaruh Penggunaan Media Gambar Terhadap Kemampuan Komunikasi Verbal Anak Autis di SDLB Dharma Wanita Mataram Tahun Pelajaran 2015/2016”, )Skripsi, IAIN Mataram, Mataram, 2015). h. 62.
19Susan Dwi Anggriani, “Pengertian Efektivitas dan Landasan Teori Efektivitas”, dalamcontent://com.sec.android.app.sbrowser/readinglist/1014124921.mhtml, diakses pada, Ahad 14 Oktober 2017, pukul 12:10 wita.
13
Efektivitas berarti terjadi suatu efek atau akibat yang
dikehendaki dalam suatu perbuatan. Setiap pekerjaan yang efisien
tentu juga berarti efektif, karena dilihat dari segi hasil, tujuan, atau
akibat yang dikehendaki dari perbuatan itu telah dicapai secara
maksimal (mutu atau jumlahnya ). Sebaliknya dilihat dari segi usaha
efek yang diharapkan juga telah tercapai dan bahkan dengan
penggunaan unsur usaha secara maksimal.20
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa efektifitas
merupakan suatu hasil yang dapat dicapai dengan kesesuaian dari apa
yang telah dilakukan dengan baik dan tepat.
2. Cara Mengukur dan Mengetahui Efektivitas Pembelajaran
Pembelajaran dapat diukur menggunakan empat indikator, yaitu:21
a. Kualitas pembelajaran, yaitu seberapa besar kadar informasi yang
disajikan sehingga siswa dengan mudah dapat mempelajarinya atau
tingkat kesalahannya semakin kecil. Semakin kecil tingkat
kesalahan yang dilakukan berarti semakin efektif pembelajaran.
b. Kesesuaian tingkat pembelajaran, yaitu sejauh mana guru
memastikan tingkat kesiapan siswa dalam menerima materi baru.
c. Insentif, yaitu seberapa besar usaha guru memotivasi siswa untuk
menyelesaikan atau mengerjakan tugas-tugas dan mempelajari
materi yang diberikan. Semakin besar motivasi yang diberikan,
20Ahmad Muharrar,Efektivitas Rehabilitasi Terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual di
LPA NTB(Skripsi, IAIN Mataram, Mataram 2015), h. 10-11. 21Rijal, “Pembelajaran Cara Mengukur dan Mengetahui Efektivitas Pembelajaran”, dalam Content://com.sec.android.app.sbrowser/readinglist.1014194349.mhtml, diakses pada, Ahad 14 Oktober 2017, pukul 18:48.
14
semakin besar pula keaktifan siswa sehingga pembelajaran menjadi
efektif.
d. Waktu, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
kegiatan pembelajaran. Pembelajaran menjadi efektif apabila siswa
dapat menyelesaikan pelajaran sesuai dengan waktu yang
ditentukan.
3. Indikator Pembelajaran Efektif
Adapun indikator untuk mengetahui suatu pembelajaran yang
efektif, yaitu:
a. Pengorganisasian materi yang baik
b. Komunikasi yang efektif
c. Penguasaan dan antusiasme terhadap materi pembelajaran
d. Sikap positif terhadap siswa
e. Pemberian nilai yang adil
f. Keluwesan dalam pendekatan pembelajaran
g. Hasil belajar siswa yang baik22
4. Metode Demonstrasi
a. Pengertian metode demonstrasi
Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang
dikehendaki.23
22 Content://com.sec.android.app.sbrowser/readinglist/0102194037.mhtml. Diakses,
taggal 03 Januari 2018, Pukul 08:47 23Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta Timur: Rawamangun, 2011), h. 319.
15
Sedangkan pengertian metode demonstrasi adalah metode
mengajar yang menggunakan peragaanyaitu untuk memperjelas
suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana melakukan
sesuatu kepada anak didik. Dan perakteknya dapat dilakukan oleh
guru itu sendiri atau langsung oleh anak didik dan bisa juga oleh
orang lain.24
Di dalam kenyataannya, cara atau metode mengajar yang
digunakan untuk menyampaikan informasi berbeda dengan cara
yang ditempuh untuk memantapkan siswa dalam menguasai
pengetahuan, keterampilan, dan sikap (kognitif, psikomotor,
afektif). Khusus metode mengajar di dalam kelas, efektivitas suatu
metode dipengaruhi oleh faktor tujuan, faktor siswa, faktor situasi
dan faktor gutu itu sendiri.
Dengan memiliki pengetahuan secara umum mengenai sifat
berbagai metode, seorang guru akan lebih mudah menetapkan
metode yang paling sesuai dalam situasi dan kondisi pengajaran
yang khusus.25
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa metode
demonstarsi merupakan suatu metode yang harus diperagakan oleh
guru kepada siswa dengan memperlihatkan secara langsung
peroses terjadinya sesuatu dalam peroses belajar mengajar
24Zakiyah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 296. 25Abu Ahmadi, Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 52.
16
kemudian yang kemudian perateknya dapat dilakukan oleh guru,
peserta didik maupun orang lain yang ada dilingkungan kelas.
Sehingga dapat membantu dengan cepat untuk memberikan
pemahaman pada siswa.
b. Kelebihan dan kekurangan metode demonstrasi
Adapun kelebihan dan kekurangan dari metode demonstrasi
tersebut, yaitu:26
1). Kelebihan metode demonstrasi
a) Keaktifan peserta didik akan bertambah, lebih-lebih kalau
peserta didik diikut sertakan.
b) Pengalaman peserta didik bertambah karena peserta didik
turut membantu pelaksanaan suatu demonstrasi sehingga ia
menerima pengalaman yang bisa mengembangkan
kecakapannya.
c) Pelajaran yang diberikan lebih tahan lama. Dalam suatu
demonstrasi, peserta didik bukan saja mendengar suatu
uraian yang diberikan oleh pendidik tetapi juga
memperhatikannya bahkan turut serta dalam pelaksanaan
suatu demonstrasi.
d) Pengertian lebih cepat dicapai. Peserta didik dalam
menaggapi suatu proses adalah dengan mempergunakan
alat pendengar, penglihat, dan bahkan dengan perbuatannya
26Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), h. 314.
17
sehingga memudahkan pemahaman peserta didik dan
menghilangkan sifat verbalisme dalam belajar.
e) Perhatian peserta didik dapat dipusatkan dan titik yang
dianggap penting oleh pendidik dapat diamati oleh peserta
didik seperlunya. Sewaktu demonstrasi perhatian peserta
didik hanya tertuju kepada suatu yang didemonstrasikan
sebab peserta didik lebih banyak diajak mengamati proses
yang sedang berlangsung dari pada hanya semata-mata
mendengar saja.
f) Mengurangi kesalahan-kesalahan. Penjelasan secara lisan
banyak menimbulkan salah paham atau salah tafsir dari
peserta didik apalagi kalau penjelasan tentang suatu proses.
Tetapi dalam demonstrasi, disamping penjelasan dengan
lisan juga dapat memberikan gambaran konkrit.
g) Beberapa masalah yang menimbulkan pertanyaan atau
masalah dalam diri peserta didik dapat terjawab pada waktu
peserta didik mengamati proses demonstrasi.
h) Menghindari “coba-coba dan gagal” yang banyak memakan
waktu belajar, di samping praktis dan fungsional,
khususnya bagi peserta didik yang ingin berusaha
mengamati secara lengkap dan teliti atau jalannya sesuatu.
2). Kekurangan metode demonstrasi27
27Ibid, h. 314.
18
a) Metode ini membutuhkan kemampuan yang optimal dari
pendidik, untuk itu perlu persiapan yang matang.
b) Sulit dilaksanakan kalau tidak ditunjang oleh tempat, waktu
dan peralatan yang cukup.
c. Langkah-langkah penerapan metode demonstrasi
Suatu demonstrasi yang baik membutuhkan persiapan yang
teliti dan cermat. Sejauh mana persiapan itu dilakukan amat banyak
tergantung kepada pengalaman yang telah dilalui dan kepad
demonstrasi apa yang ingin disajikan:28
1). Tahap persiapan penerapan metode demonstrasi29
a) Merumuskan tujuan yang jelas, baik dari sudut kecakapan
atau kegiatan yang diharapkan dapat ditempuh setelah
metode demonstrasi berakhir.
b) Menetapkan garis-garis besar langkah-langkah demostrasi
yang akan dilaksanakan
c) Memperhitungkan waktu yang dibutuhkan.
d) Selama demonstrasi berlangsung, seorang guru
memperhatikan kejelasan keterangan yang disampaikan
atau media yang digunakan.
e) Menetapkan rencana penilaian terhadap kemampuan
peserta didik.
2). Tahap pelaksanaan penerapan metode demonstrasi30
28Ibid., h. 315. 29Content://com.sec.android.app.sbrowser/readinglist/0102193423.mhtml. Diakses
tanggal, 02 Januari 2018. Pukul 08:30.
19
a) Memulai demonstrasi dengan menarik perhatian peserta
didik.
b) Mengingat pokok-pokok materi yang akan
didemonstrasikan agar demonstrasi mencapai sasaran.
c) Memperhatikan keadaan peserta didik, apakah semua
peserta didik mengikuti demonstrasi dengan baik.
d) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif
memikirkan lebih lanjut tentang apa yang dilihat dan
didengarnya dalam bentuk mengajukan pertanyaan.
e) Menghindari ketegangan dan menciptakan suasana yang
harmonis.
3). Langkah-langkah penerapan metode demonstrasi31
a) Persiapkan alat-alat yang diperlukan.
b) Guru menjelaskan kepada anak-anak apa yang
direncanakan dan apa yang dikerjakan.
c) Guru mendemonstrasikan kepada anak-anak secara
perlahan-lahan, serta memberikan penjelasan yang cukup
singkat.
d) Guru mengulang kembali selangkah demi selangkah dan
menjelaskan alasan-alasan setiap langkah.
30Content://com.sec.android.app.sbrowser/readinglist/0102193423.mhtml. Diakses
tanggal, 02 Januari 2018. Pukul 08:30. 31Content://com.sec.android.app.sbrowser/readinglist/0102193423.mhtml. Diakses
tanggal, 02 Januari 2018. Pukul 08:30.
20
e) Guru menugaskan kepada siswa agar melakukan
demonstrasi sendiri langkah demi langkah dan disertai
penjelasan.
Dengan mengetahui kelebihan dan kekurangan suatu metode
sangat membantu guru dalam menyesuikan penerapannya pada siswa,
sehingga penerapan metode tersebut dapat berjalan dengan lancar dan
dapat mencapai tujuan pembelajaran yang efektif.
5. Minat Belajar
a. Pengertian minat belajar
Minat adalah keinginan yang kuat, gairah, kecendrungan
hati yang sangat tinggi terhadap sesuatu.32
Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan
pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Minat pada
dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri
sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau semakin
dekat hubungan tersebut, semakin besar minat.33Minat
kecendrungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang
beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan
terus-menerus yang disertai dengan rasa senang serta minat selalu
diikuti dengan perasaan senang dan dari situ diperoleh kepuasan.
32Suyoto Bakir, Sigit Suryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Tanggerang: Karisma Publishing Group, 2009), h. 379. 33Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), h. 180.
21
Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua
lapisan masyarakat. Bagi para pelajar atau mahasiswa kata
“belajar” merupakan kata yang tidak asing, bahkan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan mereka dalam
menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal.Kegiatan belajar
mereka lakukan setiap waktu sesuai dengan keinginan.Entah
malam hari, siang hari, sore hari, atau pagi hari.34
Belajar sebagai perubahan kelakuan berkat pengalaman dan
latihan. Belajar membawa sesuatu perubahan pada individu yang
belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan
melainkan juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap,
pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri, pendeknya
mengenai segala aspek organisme atau pribadi seseorang. Karena
itu seorang yang belajar itu tidak sama lagi dibandingkan dengan
saat sebelumnya, karena ia lebih sanggup menghadapi kesulitan
memecahkan masalah atau menyesuaikan diri dengan keadaan. Ia
tidak hanya menambah pengetahuannya, akan tetapi dapat pula
menerapkan secara fungsional dalam situasi-situasi hidupnya.35
Minat belajar adalah suatu faktor yang sangat penting
dalam keberhasilan belajar, karena minat merupakan kunci sukses
dalam belajar, dengan adanya minat berarti siswa memiliki
perhatian serta kepentingan dalam belajar.
34Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2011), h. 12. 35S. Nasution, Didaktis Asas-Asas Mengajar (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), h. 34-35.
22
Menurut Sardiman menjelaskan bahwa, “...minat belajar
adalah suatu kecendrungan akan kepentingan belajar yang timbul
tidak secara tiba-tiba/spontan, melainkan timbul akibat partisipasi,
pengalaman dan kebiasaan terhadap aktivitas belajar.”36
Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila
bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa,
maka siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak
ada daya tarik baginya. Ia segan-segan untuk belajar, ia
memperoleh kepuasan dari pelajaran itu. Bahan pelajaran yang
menarik minat siswa, lebih mudah dipelajari dan di simpan karena
minat menambah kegiatan belajar.
b. Cara meningkatkan minat belajar
Mengembangkan minat terhadap sesuatu pada dasarnya
adalah membantu siswa melihat bagaimana hubungan antara materi
yang diharapkan untuk dipelajarinya dengan dirinya sendiri sebagai
individu. Proses ini berarti menunjukkan pada siswa bagaimana
pengetahuan atau kecakapan tertentu mempengaruhi dirinya,
melayani tujuan-tujuannya, memuaskan kebutuhan-kebutuhannya.
Dengan demikian, adapun cara untuk meningkatkan minat
belajar siswa, yaitu:37
1) Dengan menggunakan minat-minat siswa yang telah ada.
2) Pengajar berusaha membentuk minat-minat baru pada diri siswa.
36Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: Rajawali Pres, 1998), h.
76.
37Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang..., h. 181.
23
3) Menghubungkan bahan pengajaran dengan suatu berita
sensasional yang sudah diketahui kebanyakan siswa.
4) Pengajar dapat memakai insentif (alat) yang dapat
membangkitkan motivasi siswa, dan minat terhadap bahan yang
diajarkan.
c. Faktor yang mempengaruhi minat belajar
Minat belajar tidak dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh
kemudian.Minat belajar penyokong belajar. Walaupun minat
belajar bukan hal yang hakiki untuk mempelajari hal tersebut,
asumsi menyatakan bahwa minat belajar akan membantu seseorang
mempelajarinya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi minat
belajar yaitu:38
1) Minat
Minat belajar seseorang akan menjadi semakin tinggi bila
disertai minat, baik itu minat yang bersifat internal ataupun
eksternal.
2) Belajar
Minat belajar dapat diperoleh melalui belajar, karena
dengan belajar siswa yang semula tidak menyenangi suatu
pelajaran tertentu, lama kelamaan lantaran bertambahnya
pengetahuan mengenai pelajaran tersebut, minat belajarpun
38http://meiske-katampuge.blogspot.co.id/2013/07/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-minat_7.html?m=1.Diakses pada, senin, 24 April 2017.Pukul, 09.52.
24
tumbuh sehingga akan lebih giat lagi mempelajari pelajaran
tersebut.
3) Bahan pelajaran dan sikap guru
Faktor yang dapat membangkitkan dan merangsang minat
belajar adalah factor bahan pelajaran yang diajarkan pada siswa.
Bahan pelajaran yang menarik minat belajar siswa, sering
dipelajari oleh siswa yang bersangkutan. Dan sebaliknya bahan
pelajaran yang tidak menarik minat belajar siswa tentu
dikesampingkan oleh siswa itu sendiri.39
4) Keluarga
Orang tua adalah orang yang terdekat dalam keluarga, oleh
karenanya keluarga sangat berpengaruh dalam menentukan
minat belajar seorang siswa terhadap pelajaran. Apa yang
diberikan oleh keluarga sangat berpengaruh bagi perkembangan
jiwa anak. Dalam proses perkembangan minat belajar
diperlukan dukungan perhatian dan bimbingan dari keluarga
khususnya orang tua.
5) Teman pergaulan
Melalui pergaulan seseorang dapat terpengaruh arah minat
belajarnya oleh teman-temannya, khususnya teman akrabnya.
6) Lingkungan
39http://meiske-katampuge.blogspot.co.id/2013/07/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-minat_7.html?m=1. Diakses pada, senin, 24 April 2017.Pukul, 09.52.
25
Melalui pergaulan seseorang dapat terpengaruh minat
belajarnya. Karena minat belajar dapat diperoleh dari kemudian
sebagian dari pengalaman mereka dari lingkungan dimana
mereka tinggal.
7) Cita-cita
Setiap manusia memiliki cita-cita didalam hidupnya,
termasuk para siswa. Cita-cita juga mempengaruhi minat belajar
siswa, bahkan cita-cita juga dapat dikatakan sebagai perwujudan
dari minat belajar seseorang dalam prospek kehidupan dimasa
depan.
8) Bakat
Melalui bakat, seseorang memiliki minat belajar. Karena
dengan mengembangkan bakat yang sesuai dengan minat pasti
menghasilkan yang memuaskan terutama untuk seseorang
tersebut.40
9) Hobi
Bagi setiap orang, hobi merupakan salah satu hal yang
menyebabkan timbulnya minat belajar.Dengan demikian, faktor
hobi tidak dapat dipisahkan dari faktor minat belajar.
10) Media massa
Apa yang ditampilkan di media massa, baik media cetak
ataupun media elektronik, dapat menarik dan merangsang
40http://meiske-katampuge.blogspot.co.id/2013/07/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-
minat_7.html?m=1. Diakses pada, senin, 24 April 2017.Pukul, 09.52.
26
khalayak untuk memperhatikan dan menirunya. Pengaruh
tersebut menyangkut istilah, gaya hidup, nilai-nilai, dan juga
perilaku sehari-hari. Minat belajar khalayak dapat terarah pada
apa yang dilihat, didengar, atau diperoleh dari media massa.
11) Fasilitas
Berbagai fasilitas berupa sarana dan prasarana, baik yang
berada dirumah, disekolah, dan dimasyarakat memberikan
pengaruh yang positif dan negatif. Apabila fasilitas yang
lengkap, maka timbul minat belajar anak untuk menambah
wawasannya, tetapi apabila fasilitas yang ada justru mengikis
minat belajar pendidikannya tentu berdampak negatif bagi
pertumbuhan minta belajar tersebut.41
6. Anak Autis
a. Pengertian anak autis
Autisme sebetulnya berasal dari kata auto yang berarti
sendiri. Untuk itulah mengapa penyandang autism hidup di
dunianya sendiri. Beberapa ahli mengartikan autisme berbeda beda,
diantaranya :
Menurut Kartono Autisme diartikan sebagai gejala menutup
diri sendiri secara total dan tidak mau berhubungan lagi dengan
dunia luar karena keasyikannya yang ekstrim dengan pikiran dan
fantasi sendiri. Autisme merupakan gangguan yang parah pada
41http://meiske-katampuge.blogspot.co.id/2013/07/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-
minat_7.html?m=1. Diakses pada, senin, 24 April 2017.Pukul, 09.52.
27
kemampuan komunikas yang berkepanjangan yang tampak pada
usia tiga tahun pertama. Ketidakmampuan berkomunikasi ini
diduga mengakibatkan anak penyandang autis menyendiri dan
tidak ada respon terhadap orang lain42.
Sedangkan Yuniar menambahkan bahwa autisme adalah
gangguan perkembangan yang kompleks, dan memengaruhi
perilaku, yang akibatnya membuat penderita menjadi kekurangan
kemampuan berkomunikasi, hubungan sosial dan emosional
dengan orang lain, sehingga sulit untuk mempunyai keterampilan
dan pengetahuan yang diperlukan sebagai anggoa masyarakat.
Dari keterangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
autisme adalah gejala menutup diri secara total, dan tidak mau
berhubungan lagi dengan dunia luar, serta merupakan gangguan
perkembangan yang kompleks, memengaruhi perilaku, dengan
akibat kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan sosial dan
emosional dengan orang lain.43
Definisi gangguan autistik dalam DSM-IV (Diagnostic
Statistical Manual, edisi ke-4).
1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang ditunjukkan
oleh paling sedikit dua diantaranya :
42Sri Mulyati, Penanganan Terhadap… ,h. 09-10.
43Ibid, h. 11.
28
a) Ciri gangguan yang jelas dalam penggunaan berbagai
perilaku nonverbal seperti kontak mata, ekspresi wajah,
gesture, dan gerak isyarat untuk melakukan interaksi sosial.
b) Ketidakmampuan mengembangkan hubungan pertemanan
sebaya yang sesuai dengan tingkat perkembangannya.
c) Ketidakmampuan merasakan kegembiraan orang lain.
d) Kekurangmampuan dalam berhubungan emosional secara
timbal balik dengan orang lain44.
2) Gangguan kualitatif dalam berkomunikasi yang ditunjukkan
oleh paling sedikit salah satu dari yang berikut ini :
a) Keterlambatan atau kekurangan secara menyeluruh dalam
berbahasa lisan.
b) Ciri gangguan yang jelas pada kemampuan untuk memulai
atau melanjutkan pembicaraan dengan orang lain meskipun
dalam percakapan sederhana.
c) Penggunaan bahasa yang repetitive (diulang-ulang) atau
stereotip (meniru-niru) atau bersifat idiosinkratik (aneh).
d) Kurang beragamnya spontanitas dalam permainan pura-
pura atau meniru orang lain yang sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
3). Pola minat perilaku yang terbatas, repetitive, dan stereotip.
44Theo Peeters, Panduan Autisme Terlengkap (Jakarta: PT Dian Rakyat, 2009) , h. 1-2.
29
a). Meliputi keasyikan dengan satu atau lebih pola minat yang
terbatas atau stereotip yang bersifat abnormal baik dalam
intensitas maupun fokus.
b). Kepatuhan yang tampaknya didorong oleh rutinitas atau
ritual spesifik (kebiasaan tertentu) yang nonfungsional (tidak
berhubungan dengan fungsi).
c). Perilaku gerakan repetitife dan stereotip (seperti terus-
menerus membuka-tutup genggaman, memuntir jari atau tangan
atau menggerakkan tubuh dengan cara yang kompleks).
d). Keasyikan yang terus-menerus terhadap bagian-bagian dari
sebuah benda.45
Tidak seperti kondisi medis yang lain, autisme tidak bisa
dideteksi lewat tes darah atau pemindaian otak. Para spesialis pun
mencari perilaku spesifik di tiga aspek tersebut untuk menemukan
apakah seseorang memiliki autisme atau tidak, ketiga aspek
tersebut adalah:.
1) Interaksi Sosial : umumnya sulit bagi individu di spektrum
autisme yang ingin berbagi pengalaman dengan orang lain.
Para klinis menduga ia mengalami ketidakmampuan untuk
memahami perasaan dan emosi orang lain.
2) Komunikasi: Kesulitan berkomunikasi berjangkauan dari
ketidakmampuan memproduksi kata-kata yang bermakna hingga
45Ibid., h. 2.
30
problem memahami dan mengkontekskan apa yang dikatakan,
ditulis atau diekspresikan orang lain secra non-verbal. Persolaan
umum bagi individu di spektrum autisme yang ini adalah
ketidakmampuan mempertahankan percakapan yang lazim,
contohnya melantur kemana-mana, dan bergumam sendiri tidak
jelas.
3) Minat dan prilaku : Individu dengan autisme cenderung
menampilkan perilaku yang dianggap orang lain tidk lazim atau
tidak biasa. Perilaku ini bisa meliputi gerakan tubuh berulang
dan gerakan fisik yang menarik perhatian seperti bertepuk
tangan.46
Autisme merupakan cacat yang terjadi selama
perkembangan anak yang ditandai dengan lemahnya kemampuan
berkomunikasi, berinteraksi sosial, dan berperilaku secara normal
dan umumnya tampak sebelum anak berumur dua atau tiga tahun.
Diperkirakan 1 dari 150 anak mengalami autism spectrum disorder
(ASD), dimana anak laki-laki punya peluang empat kali lebih besar
dibandingkan dengan anak perempuan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa deteksi dan adanya campur tangan dini adalah
hal paling penting untuk mempersempit dampak autisme yang
melumpuhkan47.
46Anjali Sastry dan Blaise Aguirre,Parenting Anak dengan Autisme(Yogjakarta: Pustaka
Pelajar, 2014), h. 22-23.
47Tara Delaney, 101 Permainan dan Aktivitas untuk Anak-anak Penderita Autisme, Asperger, dan Gangguan Pemrosesan Sensorik ( ANDI: Yogyakarta, 2000), h. 254.
31
Bahasa tidak bisa dipisahkan dari interaksi sosial, dan
individu autis biasanya bermasalah dengan bahasa. Namun, masih
terdapat campuran riil antara kekuatan dan persoalan. Putra-putri
anda mungkin lulus saat membaca kata-kata (dekoding) namun
berjuang keras untuk bisa menafsirkan bahkan cerita yang paling
sederhana. Beberapa individu autis adalah pengeja yang sempurna
dari beberapa anak bahkan bisa belajar bahasa asing dengan
mudah. Sedangkan yang lain terus menghadapi tantangan untuk
bisa menghasilkan ujaran atau ungkapan yang benar gramatikanya,
atau memahami materi yang diucapkan dan ditulis48.
Kata “autisme” tetap menimbulkan kebingungan karena,
tanpa melihat semua publikasi dan bukti ilmiah terbaru, banyak
orang tetap mengaitkan sindrom autisme dengan satu gejala
penarikan diri. Walau demikian, bagi yang membaca definisi
autisme dengan hati-hati dapat menyimpulkan bahwa penarikan
diri mungkin terjadi, tetapi bukan merupakan ciri pokok dalam
diagnosa autisme. Banyak penyandang autisme tidak menarik diri
lagi tapi tetap menderita “kesepian”49.Salah satu aspek kesulitan
yang dimiliki oleh para penyandang autisme dalam interaksi sosial
dijelaskan dalam hipotesis “teori pikiran” dari Uta Firth dan rekan-
rekannya. Dalam bukunya Autism Explaining the enigma (Autisme
menjelaskan teka-teki), memproduksi sebuah lukisan dari George
48AnjaliSastry dan Blaise Aguirre,Parenting Anak…,h. 36.
49Theo Peeters, Panduan Autisme…,h. 107-108.
32
la Tour. Setelah memperhatikan lukisan tersebut anda dapat
menebak apa yang sedang terjadi dalam fikiran. Untuk
menyusunnya secara agak abstrak, dengan mengamati penampilan
luar sesuatu, atau berusaha menebak makna yang ada di
dalamnya.Dapat ditahu bahwa membaca perilaku dan wajah serta
membuat hipotesis atau dugaan tentang apa yang sedang
dipikirkan, dirasakan, dan direncanakan seseorang. Dengan kata
lain memiliki sebuah “teori pikiran”, dapat diketahui bahwa ada
emosi dan niat yang tersembunyi di balik apa yang dilihat secara
apa adanya50.
Penyandang autisme memilki kesulitan “membaca” emosi,
niat dan pikiran. Secara luas mengalami “buta pikiran”, buta secara
sosial. Dan tidak memiliki atau hanya sedikit memiliki “teori
pikiran”. Dalam hal ini Firth menyebut sebagai para ahli yang
kaku, sebuah tindakan benar-benar hanya merupakan sebuah
tindakan, makna dibalik tindakan tersebut seringkali terabaikan.
Tampaknya tidak memikirkan orang lain, tapi ini bukan merupakan
masalah egoisme emosional. Tapi lebih merupakan masalah
kekakuan kognitif )kesulitan mereka dengan “metafisik”). Dalam
hal ini berbeda sama sekali dengan penderita kelainan psikotik
tertentu yang melihat pemikiran dan niat di balik segala hal
50Ibid, h. 110-111.
33
(memiliki pikiran yang delusif atau bersifat khayal)51. Bagi para
penyandang autisme hidup bagaikan sebuah “permainan” panjang
dengan aturan-aturan yang jauh lebih rumit dibandingkan aturan
dalam permainan sepak bola.
Pembagian penyandang autisme dewasa kedalam kelompok
“penyendiri” dan “aktif tapi aneh”, seperti berasal dari Lorna Wing.
Sekitar 20 tahun yang lalu dia dan Judith Gould memulai sebuah
penelitian untuk melihat konsekuensi-konsekuensi bagi pendidikan
penyandang autisme muda dan gangguan-gangguan yang terkait.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 21 dari 10.000 anak dari
kelompok usia yang sama memilki kesulitan dalam perkembangan
kemampuan berkomunikasi, kemampuan interaksi sosial, dan
imajinasi sekaligus. Proporsi pada anak muda yang lebih besar dari
anak yang menderita Sindrom Kanner atau Autisme Klasik,yang
hanya diderita oleh 5 dari 10.000 anak. Menurut Leo Kanner,
gejala-gejala autisme yang utama adalah :
a) Ketidakmampuan anak untuk berhubungan secara normal
dengan orang lain dan situasi sejak lahir.
b) Perkembangan niat dan perilaku repetitif yang rumit
c) Keinginan yang kompulsif (memaksa) untuk mempertahankan
kesamaan.52
51Ibid, h. 112.
52Ibid., h. 120.
34
Gangguan-gangguan dalam berkomunikasi, interaksi sosial
dan imajinasi sering saling berkaitan sehingga semuanya dapat
digambarkan sebagai tiga serangkai. Anak-anak yang menderita
tiga serangkai ini mungkin mendapati keseluruhan pola minat yang
didominasi oleh aktivitas-aktivitas stereotip yang repetitif, yang
dapat bertahan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
Anak-anak yang dikelompokkan sebagai anak-anak
penyendiri memiliki masalah perilaku yang menunjukkan sedikit
kesadaran. Masalah yang meliputi perilaku buruk seperti
mengamuk, secara tidak terduga menggigit, memukul atau
mencakar, melukai diri-sendiri, berkeliaran tanpa tujuan jelas,
berteriak, meludah atau mencoret-coret. Perilaku stereotip itu
biasanya sederhana dan diatur sendiri, seperti melihat gerakan jari,
melambai-lambaikan tangan atau mengayunkan badan kedepan dan
belakang.Anak-anak yang “pasif” biasanya berperilaku paling baik
selama anak-anak dapat mengikuti rutinitas harian yang dapat
dipercaya. Permainan imajinatif yang dilakukan anak-anak autis
biasanya tidak ada atau hanya terdiri dari perilaku meniru aktivitas
anak-anak lain, sebagai contoh memberi makan atau memandikan
boneka.
Permainan mereka tidak memilki spontanitas dan sifat
inventif (berdaya cipta), hanya bersifat repetitif dan terbatas
cakupannya. Anak-anak yang ”aktif tapi aneh” memiliki gabungan
35
berbagai gangguan perilaku yang diarahkan secara sosial dan
masalah yang berkaitan dengan tiadanya kesadaran sosial yang
membingungkan para orang tua dan guru. Banyak yang melakukan
aktivitas-aktivitas repetitif seperti membangun dan membangun
kembali jaringan jalan dan jembatan dengan pola imajinasi yang
sama, atau bermain “permainan pura-pura”, sebagai contoh
menjadi sebuah benda mati seperti kereta api, binatang atau tokoh
dari film seri di televisi. Rutinitas repetitif dengan benda biasanya
kemudian digantikan oleh minat yang lebih abstrak. Kemungkinan-
kemungkinan adanya minat tersebut sangat bervariasi. Minat-minat
ini dengan sendirinya tidak abnormal karena kesetiaan terhadap
minat tersebut, dengan ketiadaan minat terhadap hal-hal yang lain.
Anak-anak ini memilki sedikit atau tidak sama sekali pemahaman
terhadap penggunaan praktis minat-minat tersebut dalam kehidupan
sehari-hari53.
Anak-anak penyandang tiga serangkai gangguan sosial,
komunikasi dan imajinasi mungkin dilahirkan tanpa atau dengan
terbatas tetapi kapasitas untuk memahami dan menghasilkan suara-
suara spesifik yang normal. Anak-anak autis juga tidak memiliki
kemampuan untuk menghayati lingkungan dan membentuk
pemahaman yang kompleks mengenai lingkungan, dan untuk
menyadari bahwa manusia sangatlah penting dan merupakan mitra
53Ibid, h. 120-121.
36
potensial dalam proses pertukaran sosial. Hal ini memiliki
konsekuensi sosial yang serius bagi perkembangan interaksi sosial
dua arah, pemahaman dan penggunaan komunikasi verbal dan
nonverbal serta permainan “pura-pura” yang simbolik.Perilaku
repetitif yang khas pada anak-anak penyandang autisme mungkin
merupakan sebuah pengganti bagi rutinitas dan kegiatan yang
mengarah pada satu tujuan54.
G. Metodologi Penelitian
Pada hakikatnya penelitian adalah suatu cara yang pernah ditempuh
dilakukan dalam mencari kebenaran. Cara mendapatkan kebenaran itu
ditempuh melalui metode ilmiah.55
Metode adalah aspek yang sangat penting dan besar pengaruhnya terhadap
berhasil tidaknya suatu penelitian, terutama untuk mengumpulkan data.Sebab
data yang diperoleh dalam suatu penelitian merupakan gambaran dari obyek
penelitian.
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami subyek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi dan tindakan. Secara holistik dan dengan cara deskripsi
54Ibid., h. 125.
55Subana, Sudrajat, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), h. 10.
37
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.56
Pendekatan yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif deskriptif
untuk mengumpulkan dan memaparkan data mengenai tingkat efektivitas
penerapan metode demonstrasi dalam meningkatkan minat belajar PAI
pada anak berkebuthan khusus (autis) di Graha Autis(Lembaga Pendidikan
Autisme dan Anak Berkebutuhan Khusus ) Kekalek Mataram.
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai human instrumen,
yaitu menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data,
melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data,
menafsirkan data dan membuat kesimpulan. Sedangkan instrument
pengumpulan data yang lain selain manusia adalah berbagai bentuk alat-
alat bantu dan berupa dokumen-dokumen lainnya yang dapat digunakan
untuk menunjang keabsahan hasil penelitian, namun berfungsi sebagai
instrument pendukung. Oleh karena itu, kehadiran peneliti secara langsung
di lapangan sebagai tolak ukur keberhasilan untuk memahami kasus yang
diteliti, sehingga keterlibatan peneliti secara langsung dan aktif dengan
informan dan atau sumber data lainnya di sini mutlak diperlukan.
Peneliti sebagai instrument tunggal (Human Instrument) dengan
cara terjun langsung ke lapangan atau observasi partisipasif. Adapun unsur
56Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 6.
38
informan terdiri dari kepala lembaga, para pengasuh, para orang tua anak
penyandang autisme, dan anak-anak penyandang autisme.
3. Sumber Data Penelitian
a. Data Primer
Adapun yang menjadi sumber data primer dari penelitian ini adalah
ibu Rita Susanti, S.Pd. selaku Kepala Lembaga Graha Autis sekaligus
menjadi pengasuh anak-anak penyandang autis. Dan data lain juga
peneliti dapatkan dari pengasuh lain dan orang tua anak penyandang
autisme.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data-data yang didapat dari sumber bacaan
dan berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat
pribadi, buku harian, notula rapat perkumpulan, sampai dokumen-
dokumen resmi dari berbagai instansi pemerintah.Data sekunder juga
dapat berupa majalah, buletin, publikasi dari berbagai organisasi,
lampiran-lampiran dari badan-badan resmi seperti kementrian-
kementrian, hasil-hasil studi, tesis, hasil survey, studi historis, dan
sebagainya.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan bagian yang terpenting dalam
penelitian, bahkan merupakan keharusan bagi seorang peneliti dalam
penelitian. Adapun dalam memperoleh data yang di perlukan dalam
penelitian ini di antaranya:
39
1. Observasi
Observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis
terhadap gejala-gejala yang diteliti.Observasi menjadi salah satu
teknik pengumpulan data apabila sesuai dengan tujuan penelitian,
direncanakan dan dicatat secara sistematis, dan dapat dikontrol
realibilitas dan validitasnya.Dalam menggunakan teknik observasi
yang terpenting adalah mengandalkan pengamatan dan ingatan
peneliti.57
Macam-macam Observasi
a) Observasi Partisipan
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan
sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan
sebagai sumber data penelitian.58
Observasi partisipan merupakan observasi yang dilakukan
oleh peneliti yang berperan sebagai anggota yang berperan serta
dalam kehidupan masyarakat topik penelitian.Biasanya peneliti
tinggal atau hidup bersama anggota masyarakat dan ikut terlibat
dalam semua aktivitas dan perasaan masyarakat.Selanjutnya
peneliti memainkan dua peran, yaitu pertama berperan sebagai
peserta dalam kehidupan masyarakat, dan kedua sebagai peneliti
57Husaini Usman dan Purnomo Seiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta:
Bumi Aksara, 2004), h. l54.
58Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2016), h. 145.
40
yang mengumpulkan data tentang perilaku masyarakat dan
perilaku individunya.
b) Observasi Non-partisipan
Adalah observasi yang menjadikan peneliti sebagai
penonton atau penyaksi terhadap gejala atau kejadian yang
menjadi topik penelitian.Dalam observasi jenis ini peneliti
melihat atau mendengarkan pada situasi sosial tertentu tanpa
partisipasi aktif di dalamnya.59
2. Wawancara
Wawancara dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan untuk
mendapatkan informasi atau data dari responden dengan cara bertanya
langsung secara bertatap muka (face to face). Kualitas hasil
wawancara banyak dipengaruhi oleh kemampuan pewawancara dalam
membangun dan mengembangakan interaksinya dengan responden.
Selain faktor pewawancara dan responden, kualitas data hasil
wawancara juga dipengaruhi oleh situasi wawancara dan topik
penelitian yang biasanya tertuang dalam bentuk kuesioner (daftar
pertanyaan).Dari keempat faktor ini, posisi pewawancara sangatlah
menentukan.Artinya, pewawancara dituntut mampu mengadakan
pendekatan kepada responden, menjelaskan topik penelitian dengan
59Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data(Jakarta: Rajawali Press, 2012), h. 39-40.
41
baik kepada responden sehingga dapat membangun dan menciptakan
situasi yang kondusif terhadap kelancaran wawancara.60
Wawancara merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh
seseorang untuk mendapatkan informasi secara langsung dari pihak
responden kepada pewawancara, sehingga pewawancara mendapatkan
hasil yang sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh responden.
a) Wawancara Terstruktur
Wawancara terstruktur dilakukan oleh peneliti bila
mengetahui secara jelas dan terperinci apa informasi yang
dibutuhkan dan memiliki satu daftar pertanyaan yang sudah
disusun sebelumnya yang dapat disampaikan kepada responden.
b) Wawancara Tak Terstruktur
Disebut wawancara tak terstruktur sebab pewawancara
tidak memiliki setting wawancara dengan frekuensi pertanyaan
yang direncanakan yang kemudian ditanyakan kepada responden.
Dengan kata lain, pewawancara dalam wawancara tak terstruktur
secara khas hanya mempunyai satu daftar tentang topik atau isu,
sering dinamakan sebagai suatu interview guide, yang secara khas
dicakup.61
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi
partisipan maupun non-partisipan dan juga teknik wawancara tak
terstruktur sebagai bahan untuk mengumpulkan data-data karena
60Bagong Suyatno dan Sutinah, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: Prenada Media
Group, 2007), h. 69-70.
61Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT. Refika Aditama, 2010), h. 313.
42
teknik inilah yang cocok dan sesuai dengan masalah yang diteliti
oleh peneliti juga mempermudah peneliti dalam proses
penelitiannya.
5. Teknik Analisa Data
a. Pengertian Analisis Data
Analisa data adalah proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar
sehingga dapat di temukan tema dan dapat di rumuskan hipotesis kerja
seperti yang di sarankan oleh data. Dari data-data seperti catatan
lapangan dan tanggapan peneliti, gambar, foto, dokumentasi berupa
laporan, biografi, artikel, dan sebagainya.Pekerjaan analisis dalam hal
ini ialah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan
kode, dan mengkatagorisasikannya. Pengorganisasian dan
pengelolahan data tersebut bertujuan menemukan tema dan hipotesis
kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substansif.62Analisis data
mempunyai dua tujuan, yakni meringkas dan menggambarkan data
dan membuat inferensi dari data untuk populasi dari mana sampel
ditarik.Analisis berarti kategorisasi, penataan, manipulasi, dan
peringkatan data untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan
penelitian. Kegunaan analisis ialah mereduksikan data menjadi
62Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian…, h. 190-191.
43
perwujudan yang dapat dipahami dan ditafsir dengan cara tertentu
hingga relasi masalah penelitian dapat ditelaah serta diuji63.
b. Analisis Kualitatif
Analisis data kualitatif dilakukan apabila data empiris yang
diperoleh adalah data kualitatif berupa kumpulan berwujud kata-kata
dan bukan rangkaian angka serta tidak dapat disusun dalam kategori-
kategori atau unsur klasifikasi. Data mungkin telah dikumpulkan
dalam aneka macam cara (observasi, wawancara, intisari dokumen,
pita rekaman) dan biasanya “diproses” sebelum siap digunakan
(melalui pencatatan, pengetikan, penyuntingan, atau alih-tulis), tetapi
anlisis kualitatif tetap menggunakan kata-kata yang biasanya disusun
ke dalam teks yang diperluas, dan tidak menggunakan perhitungan
matematis atau statistika sebagai alat bantu analisis64.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan teknik analisis analisis
kualitatif dalam penelitiannya untuk menganalisis data. Karena
peneliti menggunakan pendekatan penelitain kualitatif dan
mengumpulkan data menggunakan teknik observasi, wawancara, dan
dokumentasi yang kemudian ditulis, dikelompokkan, dan di analisis
sesuai dengan data yang diperoleh dilapangan.
c. Keabsahan Data
Untuk memperoleh data yang valid peneliti menggunakan beberapa
teknik antara lain :
63Ulber Silalahi. Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT Refika Aditama. 2010), h. 332. 64Ibid, h. 339.
44
1) Memperpanjang kehadiran peneliti
Untuk mendapatkan data yang valid, maka salah satu cara
yang digunakan yaitu memperpanjang kehadiran peneliti di
lapangan dengan cara mencari data yang memiliki kredibilitas
tinggi dari orang-orang yang dianggap mempunyai nilai informasi
paling akurat, dalam hal ini adalah orang yang terlibat secara
langsung dengan objek peneliti.
2) Pemeriksaan dengan teman sejawat
Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspose sementara
hasil akhir yang diperoleh dalam diskusi analitik dengan rekan-
rekan sejawat.Teknik ini mengandung beberapa maksud
yaitu:Untuk membuat agar peneliti tetap mempertahankan sikap
terbuka dan kejujuran.
3) Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu, dalam hal ini
bertujuan untuk mengecek kebenaran hasil penelitian dengan
membandingkan serta memanfaatkan sesuatu yang lebih atau kunci
informasi dalam pengecekan data tersebut.65Ada beberapa jenis
triangulasi yaitu:
65Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian…, h. 330.
45
a). Triangulasi sumber data dilakukan dengan cara mengecek data
yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.66Sedangkan
Moleong menjelaskan bahwa, triangulasi dengan sumber berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda
dalam penelitian kualitatif.67
b). Triangulasi metode
Menurut Patton dalam bukunya Moleong terdapat dua
strategi dalam menggunakan triangulasi dengan metode yaitu,
pertama, pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil
penelitian beberapa teknik pengumpulan data.Kedua, pengecekan
derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang
sama.68
c). Triangulasi teori
Triangulasi dengan teori, menurut Lincoln dan Guba dalam
bukunya Moleong, berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat
diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Di
pihak lain Patton berpendapat yaitu, hal itu dapat dilaksanakan dan
hal itu dinamakannya penjelasan banding (rival explanation).69
66Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif…, h. 373.
67Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian…, h. 330. 68Ibid., h. 331.
69Ibid., h. 331.
46
BAB II
PAPARAN DATA DAN TEMUAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya Graha Autis
Lembaga ini pada awal terbentuknya bernama Yard Therapy and
Learning – Anak Lombok Mataram pada 18 Agustus 2002 berkedudukan
di Jalan Barito IV/28 Perumnas Tanjung Karang Ampenan – Mataram,
pada tahap ini belum memiliki tempat terapi, tenaga terapis yang
mengunjungi rumah anak pendertia autis dan berkebutuhan khusus. Pada
tahun 2003 s/d 2009 YTAL – Anak Lombok Mataram meminjam ruang
kelas TK Aisiyah 3 sebagai tempat terapi, dan pada Oktober 2009 sampai
Juli 2010 terapi kembali dilakukan di rumah Jl. Barito IV/28 Perumnas.
Pada periode ini, belum YTAL – Anak Lombok Mataram belum memiliki
badan hukum dan pengelolaannya masih sederhana berdasarkan
kepercayaan orang tua siswa dan bedasarkan kekeluargaan70.
Seiring perjalanan waktu, jumlah orang tua anak autis dan
berkebutuhan khusus yang mempercayakan anaknya untuk terapi di YTAL
– Anak Lombok Mataram pun semakin bertambah, kondisi tersebut
mendorong lembaga ini untuk mengembangkan diri, maka pada 28 Juni
2010 YTAL – Anak Lombok Mataram dinyatakan berdiri sebagai badan
hukum dan mulai berkegiatan sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat
berdasarkan Akta Notaris Eka Nugraha, SH., M.Kn. Pada tahun 2010
70Rita Susanti, Wawancara, Graha Autis, 23 September 2017.
46
47
lembaga ini juga mendapatkan dukungan pembangunan ruang kelas dari
PT. Newmont Nusa Tenggara di atas tanah hibah murni seluas 12 are di Jl.
Gili Air I, Blok A2, No. 18, Kelurahan Taman Sari, Ampenan Selatan.
Mulai dari tanggal 30 Juli 2010 aktivitas terapi telah dilakukan dibangunan
yang baru tersebut, program asrama secara sederhana pun dijalankan serta
proses bimbingan belajar maupun klinik kesehatan sebatas tentang
konsultasi anak autis telah dilaksanakan. Harapan dan cita-cita dari pendiri
dan pegiat Lembaga Swadaya Masyarakat YTAL – Anak Lombok
Mataram untuk melayani berbagai macam keperluan anak autis dan
berkebutuhan khusus semakin berkembang71.
Program kerja dan kegiatan-kegiatan semakin beragam dan
bertambah luas jangkuan sasarannya. Hal tersebut merupakan dasar
pemikiran pendiri dan para pegiat di YTAL – Anak Lombok Mataram
untuk merubah nama lembaga menjadi “GRAHA AUTIS”, diharapkan
mampu menjadi pusat dunia autis dan anak berkebutuhan khusus di Pulau
Lombok pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Program kerja
pun semakin luas sasarannya, bukan hanya melibatkan anak-anak
penderita saja, namun orang tua dan masyarakat luas.Pelayanan terhadap
anak-anak pun diharapkan mampu menjadi semakin baik.Graha Autis
berdiri bukan hanya karena kehebatan dari para pengelolanya namun
dukungan dari masyarakat dan instansi terkait. Graha Autis akan selalu
terbuka dengan berbagai pihak selama tidak mengikat untuk menjalain
71Rita Susanti ,wawancara, Kekalek, 26 September 2017.
48
kerja sama dan kemitraan. Semoga Graha Autis dapat selalu memberikan
yang terbaik bagi anak-anak, dunia autis dan anak berkebutuhan khusus,
serta melakukan yang terbaik bagi nusa dan bangsa72.
2. Letak Geografis Graha Autis
Letak geografis Graha Autis yang terletak di tengah-tengah pemukiman
masyarakat dan batas wilayah lembaga adalah :
Sebelah utara berbatas dengan : Perumahan masyarakat kelurahan
Ampenan selatan
Sebelah selatan berbatas dengan : Tanah kosong milik Graha Autis
Sebelah timur berbatas dengan : Jln. Gili Air 1. Taman sari,
Kelurahan Ampenan selatan
Sebelah barat berbatas dengan : Perumahan masyarakat kelurahan
Ampenan
Melihat letak geografis Lembaga Graha Autis yang berada di
tengah-tengah masyarakat sehingga mempermudah akses dan kegiatan-
kegiatan yang ada di dalam lembaga, baik itu kegiatan pendidikan, terapi,
keagamaan dan kegiatan lainnya.Menurut persepsi peneliti sekalipun graha
autis merupakan tempat yang nyaman serta aman bagi anak-anak autisme
dan anak berkebutuhan khusus yang bisa dirasakan seperti berada di rumah
sendiri bersama keluarga sendiri karena di graha autis memang diterapkan
72Observasi, Graha Autis, Kekalek, 26 September 2017.
49
sistem pengasuhan yang berdasarkan dengan cinta dan kasih sayang
layaknya keluarga sendiri73.
3. Identitas Lembaga
Pada umumnya setiap lembaga mempunyai identitas dan akta
notaris. Begitupula dengan lembaga swadaya masyarakat Graha Autis
(Lembaga pendidikan anak autis dan anak berkebutuhan khusus) Mataram
yang didirikan berdasarkan akta notaris dan identitas sebagai berikut
:Nama Lembaga : Graha Autis
Alamat : Jln. Gili Air 1. Blok A2 No. 18, Taman Sari,
Kelurahan Ampenan Selatan
Telp/Faks : 081999555731
e-mail : [email protected]
4. Sarana dan Prasarana
Graha Autis beralamat di Jl. Gili Air I, Blok A2, No. 18, Taman
Sari, Ampenan Selatan, Mataram Nusa Tenggara Barat memiliki luas areal
sebanyak ±12 are yakni ±10 are lahan tanah masih kosong dan ±2 are
lahan tanah aktif dengan rincian sebagai berikut :
a. 6 Lokal ruang kelas
b. 1 Lokal perpustakaan
c. 4 Lokal kamar asrama
d. 1 Unit Aula
e. 1 Unit Dapur
73Observasi, Graha Autis, Kekalek, 25 September 2017.
74
Observasi, Graha Autis, Kekalek, 25 September 2017.
50
f. 2 Unit Kamar mandi
g. 3 Buah TV
h. Taman bermain anak75
Selain itu Graha Autis telah mengikuti standar sarana dan prasarana yang
diwajibkan di setiap sekolah untuk memiliki sarana yang mencakup perabotan,
peralatan pendidikan seperti meja dan kursi, media pendidikan, buku dan
sumber belajar lainnya, alat administrasi, belajar-mengajar dan penelitian serta
perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran
yang teratur dan berkelanjutan76.
5. Visi dan Misi Graha Autis
a. Visi
Mendidik anak autisme dan anak berkebutuhan khusus lainnya untuk
dapat berkarya dan berguna bagi lingkungan dengan kemandirian penuh.
b. Misi
1) Mengembangkan dan mengoptimalkan bakat dan minat anak autisme dan
anak kebutuhan lainnya.
2) Dapat berkarya untuk masa depanya.
3) Memberikan kesempatan anak autisme untuk dapat dididik secara formal.
4) Memberikan kesempatan pada semua pihak untuk mensosialisasikan
autisme.
5) Menjadi sumber informasi bagi masyarakat dan instansi-instansi terkait77.
75Observasi, Graha Autis, Kekalek, 26 September 2017.
76Observasi, Graha Autis, Kekalek, 29 September 2017.
77Rita Susanti ,wawancara, Kekalek, 29 September 2017.
51
6. Tenaga Pengajar Graha Autis
1. Rita Susanti, S.Pd. (owner LSM)
2. Marina, S.Pd.
3. Febriana Harianti, S.Pd.
4. Muliana Amaniatun Aini, S.Pd.
5. Rahayu Hikmayanti, A.Md.
6. Nia Kurnianti, A.Md.Tw.
7. Irawan Mathuriadi
8. Bambang Ibnu Sina, S.Pd.
9. Fathoni Nurkholis, S.E.78
7. Maksud dan Tujuan Graha Autis
a. Maksud
Graha Autis hadir ditengah masyarakat dengan maksud
memberikan pelayanan terbaik kepada berbagai pihak yang terkait dengan
dunia autis dan anak berkebutuhan khusus.Graha autis tidak hanya
melibatkan anak-anak penderita autis dan anak berkebutuhan khusus,
namun melibatkan pula orang tua, masyarakat, lembaga/instansi lainnya
yang memiliki kepedulian terhadap dunia autisme dan anak berkebutuhan
khusus. Graha autis pun berharap dapat meringankan beban orang tua
penderita autis dan orang tua anak berkebutuhan khusus yang tidak mampu
(secara ekonomi) untuk melaksanakan terapi dan latihan menjalani
kemandirian hidup bagi anak-anak mereka, serta Graha Autis sebagai
78Nia Kurnianti,wawancara, Graha Autis, Kekalek, 29 september 2017.
52
solusi bagi orang tua dalam memecahkan masalah dan mencari solusi bagi
orang tua yang ingin mengantarkan putra-putrinya ke jenjang pendidikan
lanjutan formal melalui sekolah umum79.
b. Tujuan
1) Graha Autis sebagai pusat kegiatan dunia autisme dan anak
berkebutuhan khusus. Melibatkan anak-anak autis, anak-anak
berkebetuhan khusus, orang tua, masyarakat dan lembaga/instansi
terkait lainnya.
2) Membantu orang tua mencari alternatif-alternatif efektifitas
pembelajaran anak autis dan anak berkebutuhan khusus dalam
mempersiapkan memasuki sekolah formal.
3) Mewujudkan anak autis dan anak berkebutuhan khusus agar
mendapatkan pendidikan yang layak. Mempersiapkan anak-anak autis
untuk mengikuti sekolah formal dengan melibatkan shadow teacher
atau guru pendamping serta melakukan pendekatan inquiry kepada
sekolah-sekolah umum dan masyarakat agar para guru dapat memahami
dunia anak autis dan anak berkebutuhan khusus dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan anak-anak autis dan anak yang berkebutuhan
khusus.
4) Memberikan harapan anak autis dan anak berkebutuhan khusus masa
depan yang layak. Graha autis berusaha mempersiapkan anak autis dan
79Rita Susanti ,wawancara, Kekalek, 23 September 2017.
53
anak berkebutuhan khusus untuk mampu menghadapi masa depan
secara mandiri.
5) Mempersiapkan masa depan anak autis dan berkebutuhan khusus untuk
mampu ikut berkarya dan berkreasi sebagai mata pencaharian mereka.
Selain itu melibatkan orang tua anak autis dan anak berkebutuhan
khusus yang tidak mampu (secara ekonomi) agar mampu hidup secara
layak.
6) Mewujudkan komunitas peduli autisme dan anak berkebutuhan khusus,
sebagai wadah kepedulian masyarakat terhadap dunia autis dan anak
berkebutuhan khusus dengan membentuk satu perkumpulan masyarakat
peduli anak autis dan anak berkebutuhan khusus.
7) Menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk melaksakan program
kerja sebagai solusi terbaik bagi dunia autisme dan anak berkebutuhan
khusus80.
8. Program Kerja LSM-Graha Autis
a) Therapy
Secara umum anak autis memiliki ciri-ciri autis dominan yaitu
kurangnya inisiatif untuk berkomunikasi, mengalami kesulitan verbalisme,
selalu berbicara tidak jelas, mengulang-mengulang kata yang didengarnya
atau sama sekali tidak berkomunikasi, adanya perilaku yang tidak terarah
dan tidak wajar yang cenderung agresif. Disamping itu gangguan motorik
kerap menyertai anak autis. Graha Autis melayani terapi yang bertujuan
80Rita Susanti , wawancara, Kekalek, 23 September 2017
54
untuk lebih fokus melayani pada gangguan autis atau kelainan yang telah di
diagnosis seperti gangguan komunikasi, gangguan perilaku, gangguan
motorik, gangguan sosialisasi atau interaksi sosial, dan gangguan
intelegensi.81
b) Klinik kesehatan
Graha Autis bermaksud membuka klinik kesehatan bertujuan untuk
melayani masalah kesehatan pada penderita autis secara khusus, dan
masyarakat pada umumnya.Selain itu, klinik ini memberikan pelayanan
konsultasi menjaga kesehatan anak autis termasuk pola makan yang
tepat.Klinik Kesehatan ini juga berharap dapat membantu masalah
kesehatan bagi masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi82.
c) Pengobatan Herbal (Apotek)
Graha Autis bermaksud untuk memberikan pelayanan pengobatan
secara herbal bagi anak penderita autis.Pengobatan herbal yang diolah
secara alami dinilai lebih ekonomis bagi orang tua pendertia anak autis
karena bahan-bahannya mudah didapatkan dilingkungan sekitar, terutama di
Pulau Lombok lokasi Graha Autis83.
d) PAUD Inklusi
Jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia terus meningkat,
namun keberadaan sekolah inklusi atau sekolah yang memberi perlakuan
sama pada anak normal dan berkebutuhan khusus masih sedikit, apalagi
pada jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD). Meskipun anak
81Rita Susanti ,wawancara, Kekalek, 23 September 2017.
82Rita Susanti ,wawancara, Kekalek, 23 September 2017.
83Rita Susanti ,wawancara, Kekalek, 23 September 2017.
55
berkebutuhan khusus belum bisa menerima materi seperti anak lain, tetapi
mengikuti PAUD bisa menjadi ajang sosialisasi dengan teman sebayanya.
Anak autis dan anak berkebutuhan khusus selayaknya diberi perhatian
penuh untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya baik melalui
program inklusi maupun program taman kanak-kanak luar biasa. Hal ini
sangat penting untuk menghindari diskriminasi pendidikan. Oleh sebab
itulah, Graha Autis akan mendirikan PAUD Inklusi untuk autis dan anak
berkebutuhan khusus, namun karena keterbatasan sarana dan prasarana
menunjang PAUD Inklusi ini belum bisa dilaksanakan sesuai rencana84.
e) Bimbingan Belajar
Persiapan belajar materi akademik bagi anak-anak autis dan anak
berkebutuhan khusus yang sudah mampu berkomunikasi secara verbalisasi
dan mampu bersosialisasi agar mereka bisa menempuh sekolah formal
sesuai usianya85.
f) Asrama Autisme dan Anak Berkebutuhan Khusus
Autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks
pada anak.Penanganan yang tepat anak dengan autisme untuk dapat
mencapai kemajuan dan mengatasi ketertinggalan, dibutuhkan diagnosis
akurat, pendidikan yang tepat, dan dukungan yang kuat agar anak dengan
autisme tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan berhasil.Anak dengan
autis membutuhkan layanan pendidikan yang khusus, dan memerlukan jenis
terapi yang khusus. Untuk mendapatkan hasil terapi yang optimal anak autis
84Observasi, Graha Autis, Kekalek, 23 September 2017.
85Observasi, Graha Autis, Kekalek, 23 September 2017.
56
dan anak berkebutuhan khusus sebaiknya diasramakan, karena dapat
membantu dalam pelayanan selama 24 jam, agar dapat memantau kebutuhan
anak tersebut dan memberikan perlakuan, pelayanan serta terapi yang layak
bagi anak autis dan anak berkebutuhan khusus. Untuk itulah, Graha Autis
berharap bantuan untuk membangun asrama bagi anak autis dan anak
berkebutuhan khusus.Saat ini Graha Autis, telah menjalankan program
asrama untuk beberapa orang anak penderita autisme dengan sarana dan
prasaranaya seadanya86.
g) Tempat Penitipan Anak
Graha Autis bermaksud untuk meringankan beban orang tua anak
pada umumnya dan termasuk orang tua anak penderita autis. Anak-anak
membutuhkan perhatian yang pelayanan yang layak, bila orang tua
mengalami permasalahan mengasuh anak ketika ada keperluan atau tidak
memiliki kesempatan, maka Graha Autis adalah orang tua kedua bagi anak-
anak normol, anak autis dan anak berkebutuhan khusus. Graha Autis
bertujuan untuk melayani Tempat Penitipan Anak Autis, baik dalam jangka
waktu beberapa jam maupun dalam beberapa hari87.
h) Kejar Paket A, B, C
Anak-anak autis dan anak berkebutuhan khusus tetap berhak
mendapatkan pendidikan, anak-anak autis dan anak berkebutuhan khusus
juga membutuhkan lebih banyak waktu untuk mengejar ketertinggalan
dibandingkan anak normal. Bagi anak autis dan anak berkebutuhan khusus
86Rita Susanti, wawancara, Kekalek, 23 September 2017.
87Rita Susanti, wawancara, Kekalek, 23 September 2017.
57
yang telah “pulih” untuk mengejar ketertinggalan di dunia akademi formal,
Graha Autis memfasilitasi untuk meraih dunia pendidikan (SD, SLTP,
SLTA) melalui kejar paket A, B dan C, bertujuan agar masa depan mereka
lebih baik dan dapat merasakan seperti apa dirasakan oleh manusia normal
lainnya88.
i) Taman Bacaan/Perpustakaan Graha Autis
Graha Autis berharap dalam melayani kebutuhan pengetahuan dan
edukasi (pendidikan) masyarakat secara umum dan anak-anak pada
khususnya.Pelayanan ini dalam bentuk menyediakan buku-buku tentang
autis dan anak berkebutuhan khusus, perkembangan mental anak-anak
maupun jurnal-jurnal tentang anak-anak.Selain itu, buku-buku tentang
keilmuan dan pendidikan untuk orang tua dan masyarakat umum juga
disediakan untuk mengisi perpustakaan89.
j) Laboratorium Bahasa Graha Autis
Anak autis umumnya mengalami gangguan komunikasi (berbahasa)
untuk itulah Graha Autis berharap dapat memfasilitasi anak autis untuk
dapat berkomunikasi dengan baik dan benar.Pilihan laboratorium bahasa
bagi anak autis yaitu laboratorium bahasa multimedia berupa perangkat
elektronik audio maupun video yang terdiri dari instructor console sebagai
mesin utama.Selain itu juga dilengkapi dengan perangkat multimedia
lainnya seperti tape recorder, VCD/ DVD Player, monitor atau ada juga
repeater language learning machine.Selain itu ada pula komponen
88Rita Susanti ,wawancara, Kekalek, 23 September 2017.
89Rita Susanti ,wawancara, Kekalek, 23 September 2017.
58
komputer multimedia sebagai komponen tambahan yang dapat
dikombinasikan dengan kesemuanya itu.Artinya, peralatan lab bahasa itu
mencakup berbagai jenis media dengan fungsi masing-masing yang
bervariasi.Dengan laboratorium bahasa multimedia, terapis kreatif dapat
memanfaatkan aneka jenis program pelajaran bahasa baik yang dikemas
dalam bentuk kaset audio, video, maupun CD interaktif. Bahkan, dengan
alat lab bahasa dan software lab bahasa ini terapis juga dapat memanfaatkan
kemampuan dirinya dalam memfasilitasi anak autis agar terlibat dalam
proses komunikasi secara aktif melalui headset dan microphone yang
tersedia pada masing-masing meja90.
k) Taman Seni Graha Autis
Graha Autis berusaha memberikan kesempatan bagi anak autis dan
anak berkebutuhan khusus untuk bisa berkarya.Seni merupakan media yang
tepat sebagai sarana terapi dan melatih perkembangan mental anak autis dan
anak berkebutuhan khusus.Oleh sebab itulah, Graha Autis berharap dapat
mewujudkan wadah berkarya melalui seni anak autis dan berkebutuhan
khusus maupun anak-anak normal lainnya dalam wadah bernama Taman
Seni Graha Autis91.
l) Penyelenggaraan Kegiatan (Event Organizer)
Upaya untuk terus memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat
khususnya terkait dengan dunia autis, Graha Autis bermaksud
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan di luar dari program kerja, yaitu
90Rita Susanti ,wawancara, Kekalek, 23 September 2017.
91Rita Susanti ,wawancara, Kekalek, 23 September 2017.
59
berupa mengadakan kegiatan seminar, jambore anak autis, pameran karya
anak autis dan berkebutuhan khusus, musyawarah anak autis, dan kegiatan
lain-lain yang mendukung perkembangan dunia autis dan anak
berkebutuhan khusus. Kegiatan-kegiatan ini tentu butuh dukungan dari
berbagai pihak, Graha Autis membutuhkan mitra agar dapat menjalankan
kegaitan dengan lancar92.
m) Pusat Pelatihan Volunteer Autism
Graha Autis akan tetap berusaha memberikan yang terbaik bagi anak
autis dan anak berkebuthan khusus. Untuk mewujudkan hal tersebut
diperlukan pula para terapis yang memiliki keahlian kemampuan
memadai.Graha Autis ikut berperan aktif dalam upaya menciptakan terapis
yang handal, oleh sebab itulah, peluang dibuka selebar mungkin bagi
masyarakat awam untuk menjadi volunteer terapis dan memberikan
pembinaan di Pusat Pelatihan Volunteer Autism yang diselenggarakan oleh
Graha Autis.Semakin banyak masyarakat yang bersedia menjadi volunteer
autism, semakin banyak yang peduli terhadap dunia autis dan anak
berkebutuhan khusus, diharapkan anak-anak autis dan berkebutuhan khusus
semakin banyak mendapatkan perhatian dan pelayanan yang layak di tengah
masyarakat umum93.
n) Pusat Penelitian Autis
Dunia autisme dan anak berkebutuhan khusus sangat kompleks dan
rumit.Graha Autis merasakan sangat perlu ada pengembangan metode
92Rita Susanti ,wawancara, Kekalek, 23 September 2017.
93Rita Susanti ,wawancara, Kekalek, 23 September 2017.
60
ilmiah untuk percepatan penanganan penderita autisme dan anak
berkebutuhan khusus. Karena alasan inilah, Graha Autis berusaha untuk
menghimbau agar berbagai pihak yang peduli terhadap anak-anak pada
umumnya dan anak autis dan berkebutuhan khusus untuk terus mengadakan
penelitian demi memberikan yang terbaik bagi anak-anak penderita autis
dan berkebutuhan khusus, sehingga Graha Autis berharap dapat
mewujudkan pusat penelitan autism, tentunya membutuhkan dukungan
materil dan moral dari berbagai pihak94.
o) Life Skill (Wirausaha)
Salah satu bagian terpenting dari kehidupan adalah memiliki masa
depan yang cerah. Anak autis dan berkebutuhan khusus juga berhak
mendapatakan masa depan cerah. Setelah mereka pulih, tentu kita perlu ikut
memikirkan bagaimana mereka dapat meraih masa depan cerah. Untuk
itulah, Graha Autis berusaha memberikan kemampuan life skill atau
kecakapan hidup dalam bentuk wirausaha bagi anak-anak yang telah pulih
dari derita autisme dan berkebutuhan khusus, minimal untuk bisa hidup
mandiri dan mampu ikut berperan aktif mensejahterakan kehidupan
masyarakat di lingkungan sekitar, terutama keluarga dan kerabat dekat
lainnya95.
p) Workshop Graha Autis
Anak autis dan berkebutuhan khusus membutuhkan tempat untuk
melatih kemampuan kecakapan hidup (life skill) terutama di bidang
94Rita Susanti ,wawancara, Kekalek, 23 September 2017.
95Rita Susanti ,wawancara, Kekalek, 23 September 2017.
61
wirausaha.Graha Autis menyadari hal ini, untuk itulah berusaha
menyediakan bengkel kerja bagi anak autis dan berkebutuhan khusus untuk
mengembangkan kemampuan dibidang wirausahan dengan membuka
Workshop Graha Autis96.
q) Koprasi Graha Autis
Anak-anak selepas pada derita autis dan berkebutuhan khusus, akan
beranjak dewasa dan mengalami kehidupan yang normal, anak-anak autis
yang sudah pulih dari autisnya juga harus memiliki penghasilan untuk
mempertahankan hidup di era kekinian. Atas dasar tersebut, Graha Autis
menyediakan Koperasi Graha Autis bagi mereka yang telah memiliki
kemampuan life skill dan berhasil dalam program workshop97.
r) Penerbitan Jurnal Autisme (Media Cetak)
Aktivitas dunia autis dan anak berkebutuhan khusus membutuhkan
dukungan positif dan masyarakat umum. Namun kenyataan berkata lain,
karena keterbatasan pengetahuan masyarakat awam tentang anak autis dan
berkebutuhan khusus mengakibatkan anak autis dan berkebutuhan khusus
kerap mendapatkan perlakukan yang tidak semestinya. Graha Autis
berusaha mengajak masyarakat secara luas ikut serta memperhatikan dan
memberikan perlakuan yang selayaknya, oleh sebab itulah Penerbitan Jurnal
(media cetak) seputar dunia autis dan anak berkebutuhan khusus dirasakan
penting kehadirannya di kehidupan sehari-hari dalam masyarakat
luas.Penerbitan Jurnal ini diharapakan sebagai media publikasi hasil-hasil
96Observasi, Graha Autis, Kekalek, 23 September 2017.
97Observasi, Graha Autis, Kekalek, 23 September 2017.
62
penelitian tentang anak-anak pada umumnya dan dunia autisme dan anak
berkebutuhan khusus pada umumnya.Selain itu, Jurnal Autisme juga
menyiarkan berita-berita dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pelaku
di dunia autisme dan anak berkebutuhan khusus98.
s) Media Informasi
Perkembangan teknologi informasi di era kekinian, menarik
perhatian Graha Autis untuk ikut serta membangun silaturahmi kepada
masyarakat luas untuk memberikan informasi-informasi seputar aktivitas
dunia autisme dan anak berkebutuhan khusus.Setidaknya sebagai wadah
komunikasi secara luas dunia autisme dan anak berkebutuhan khusus dan
diharapkan ada imbal balik sebagai alat untuk pendataan anak autis dan
berkebutuhan khusus99.
t) Komunitas Peduli Autis
Graha Autis berharap setelah terjalin komunikasi yang baik dengan
masyrakat luas melalui jaringan Penerbitan Jurnal Autisme dan situs media
informasi jaringan internet, akan mewujudkan Komunitas Peduli Autis.
Komunitas ini bersifat terbuka dan kumpulan orang-orang yang peduli
terhadap dunia autisme dan anak berkebutuhan khusus untuk mendukung
agar anak-anak tersebut mendapatkan perlakukan yang layak di masyarakat
umum. Semakin banyak orang yang peduli terhadap dunia autisme dan anak
berkebutuhan khusus, diharapkan semakin cepat pula proses pemulihan
menjadi manusia yang normal.
98Observasi, Graha Autis, Kekalek, 23 September 2017.
99Observasi, Graha Autis, Kekalek, 23 September 2017.
63
u) Advokasi Graha Autis
Perlindungan terhadap anak perlu semakin ditegakkan, termasuk
pula pelindungan bagi anak autis dan berkebutuhan khusus. Tindakan
pelecahan akan memperburuk kondisi anak penderita autis dan
berkebutuhan khusus. Graha Autis bermaksud untuk ikut berperan aktif
dalam pembelaan hak anak-anak maupun anak autis dan berkebutuhan
khusus. Tentunya Graha Autis membutuhkan dukungan praktisi hukum,
kepolisian dan pihak lainnya untuk proses Advokasi100.
v) Travel Graha Autis
Graha Autis berusaha memberikan pelayanan terbaik bagi berbagai
pihak, termasuk orang tua yang anaknya menderta autis dan berkebutuhan
khusus. Untuk itulah, Travel Graha Autis akan diwujudkan, melayani antar-
jemput anak-anak penderita autisme dan berkebutuhan khusus101.
9. Potensi LSM Graha Autis
a) Graha Autis didukung oleh sumber daya manusia yang memiliki yang
berkualifikasi akademik S1 dan berlatar belakang pendidikan khusus. Graha
Autis bekerja sama dengan tenaga terapis sebanyak 10 orang. Graha autis
pun memiliki sumber daya manusia untuk mengelola administrasi lembaga
sebanyak3 orang untuk mendukung kelancaran jalannya lembaga/organisasi.
b) Kepercayaan orang tua menyerahkan anaknya untuk dididik dan diterapi di
Graha Autis telah mencapai 60 orang anak mulai ketika nama lembaga
masih YTAL - Anak Lombok Mataram.
100
Dokumentasi, Graha Autis, Kekalek, 23 September 2017.
101
Dokumentasi, Graha Autis, Kekalek, 23 September 2017.
64
c) Memiliki sarana dan prasarana untuk menyelenggarakan pendidikan khusus.
Graha Autis memliki ruang kelas dan alat-alat yang digunakan untuk
administrasi, kegiatan belajar mengajar, penelitian dan sebagainya. Graha
Autis telah mengikuti standar sarana dan prasarana yang diwajibkan setiap
sekolah untuk memiliki sarana yang mencakup perabotan, peralatan
pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan
habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang
proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Sarana dan prasarana
tersebut masih sederhana membutuhkan dukungan materil dan moril dari
berbagai pihak untuk menjalin kerja sama agar sarana dan prasarana tersebut
menjadi lebih ideal dan optimal.102
d) Graha Autis memiliki lahan kosong yang akan digunakan untuk
pembangunan sarana dan prasana memperlancar jalannya program kerja.
Dukungan dari donatur tidak mengikat sangat dibutuhkan untuk
pembangunan aula, asrama dan area bermain agar program kerja dapat
segera dilaksanakan dengan sebagaimana yang telah diharapkan.
e) Graha Autis dipercayakan untuk mengelola dana dari donatur tidak
mengikat dan partisipasi masyarakat terutama orang tua anak penderita
autisme dan anak berkebutuhan khusus sebagai sumber finansial
menjalankan operasional lembaga. Graha Autis telah diberikan kepercayaan
dari donatur tidak mengikat berupa bantuan pembangunan ruang kelas oleh
PT. Newmont Nusa Tenggara.
102Dokumentasi, Graha Autis, Kekalek, 23 September 2017.
65
f) Kemitraan yang telah dibangun oleh Graha Autis dengan lembaga-lembaga
lain baik lembaga pemerintah maupun non pemerintah. Graha Autis
membuka lebar peluang kerja sama dengan pihak lainnya selama bersifat
tidak mengikat untuk kepentingan pelayanan terhadap dunia autime dan
anak berkebutuhan khusus.
g) Program kerja Graha Autis dari 22 program kerja telah melaksanakan 4
program kerja yaitu, 1) Terapi anak autisme dan berkebutuhan khusus, 2)
Bimbingan Belajar Anak Autisme, 3) Asrama bagi anak autisme dan
berkebutuhan khusus, 4) Klinik Autime berupa kolsultasi orang tua tentang
perkembangan anak autisme dan berkebutuhan khusus. Graha Autis
membutuhkan dukungan dari berbagai pihak untuk dapat melaksanakan 18
program kerja yang belum berjalan secara ideal dan optimal103.
10. Keadaan proses pembelajaran anak-anak di Graha Autis
Sejauh ini kepercayaan orang tua menitipkan anaknya untuk dididik
dan diterapi di Graha Autis telah mencapai 60 orang sejak nama lembaga ini
YTAL Anak Lombok Mataram baik yang sudah masuk sekolah formal dan
yang masih menjalankan proses terapi dan pendidikan sampai sekarang, baik
itu yang menjalani pendidikan dan terapi bolak-balik dari rumah dan juga
anak yang mengikuti program asrama. Adapun daftar nama anak yang masih
menjalan pendidikan dan terapi saat ini adalah sebagai berikut104.
Tabel No. 1.1
Daftar nama anak105
103
Dokumentasi, Graha Autis, Kekalek, 23September 2017.
104
Dokumentasi, Graha Autis, Kekalek, 17 Maret 2017. 105
Dokumentasi, Graha Autis, Kekalek, 17 Maret 2017.
66
Nama Anak Tempat dan Tanggal Lahir
L/P Tahun Masuk
Theolifus Yudha Goid So’e
22 Juli 2002 L 08 Juli 2010
Ananda Rafiq
Mataram, 12 Juni 2004 L 08 Juli 2010
Happy Adinda Putri Narmada, 19 Juni 2015 P 10 Juni 2009
Andhika Pratama Sweta, 01 November 2005
L 08 Juli 2010
A’an Mataram, 30 Agustus 2003
L 08 Juli 2010
Rofi Mataram, 02 Desember 2005
L 08 Juli 2010
Safitri Amalia Tristanto
Midang, 08 April 2002 P 12 September 2009
Tristan Mataram, 01 Maret 2008
L 09 April 2011
Latifa Mataram, 10 Agustus 2008
P 25 Maret 2011
Tara Sabda Nugraha Sumbawa, 24 Mei 2007
L 12 Mei 2012
Desi Aulia Utari Mataram, 01 Mei 2003 P 06 Februari 2011
I Gusti Agung Ayu Liana P.
Mataram, 18 Mei 2009 P 19 Juni 2012
Mussafaqqul Fikri Mataram, 13 Mei 2008 L 21 September 2012
Abdul Malik Mataram, 19 Mei 1997 L 22 Desember 2003
Mutia Padini Mataram, 18 Agustus 2002
P 30 Agustus 2007
Rian Wira Setia Bakti
Mataram, 20 Oktober 1999
L 11 Desember 2006
Ahmad Bagus Rizaldi
Mataram, 01 November 2000
L 04 Desember 2006
Regina Aprilianna Mataram, 17 April 2000
P 09 September 2004
Nafira Mutmainnah Mataram, 13 Oktober 1993
P 11 September 2003
Taufiq Rahman Mataram, 05 Februari L 22 Januari
67
Tabel No. 1.2
Daftar nama anak yang mengikuti program Asrama106
NO NAMA Umur L/P Tahun Masuk
1 Alya Najwa 10 Tahun P 08 Juli 2010
2 Muhammad Rahman
12 Tahun L 05 Januari 2013
3 Adinda Putri 11 Tahun P 19 Oktober 2013
4 Lalu Adrian 10 Tahun L 04 Maret 2013
5 Kezia 11 Tahun P 05 Januari 2013
6 Kalia Yuliandani
09 Tahun P 22 Maret 2013
7 Ribat 7 Tahun L 7 Februari 2015
8 Arya 7 Tahun L 30 Agustus 2015
9 Kadek 8 Tahun L 21 Juli 2015
B. Efektivitas Penerapan Metode Demonstrasi Pada Pembelajaran PAI
Untuk Anak Autis
1. Proses pembelajaran yang dilakukan di Graha Autis
Dalam proses pembelajaran anak autis juga tidak berbeda dengan
proses pembelajaran anak-anak yang normal, anak autis juga mempelajari
106
Dokumentasi, Graha Autis, Kekalek, 17 Maret 2017.
Hasyim 2000 2007 I Gede Martadinata Mataram, 11 Maret
1999 L 18
September 2007
I Gusti Devi Ayuning P.
Pemenang, 08 Agustus 2002
P 30 Agustus 2010
68
dasar-dasar pembelajaran, baik itu terkait dengan huruf abjad, angka,
gambar ekspresi, gambar buah, bahkan dengan pembelajaran yang
menggunakan bahasa Inggris. Para guru yang ada di Graha Autis sangat
memperhatikan proses pembelajaran yang diajarkan, sehingga guru dapat
memberikan hasil yang dapat dipahami oleh anak-anak di Graha Autis.
Seperti yang dikatakan oleh ibu Rita salah satu guru di Graha Autis
sebagai berikut:
“Proses pengajaran juga sangat diperhatikan guna mencapai hasil yang baik pula, sehingga jelas bahwa ada perubahan yang terjadi pada anak-anak yang sebelum mulai masuk pendidikan di Graha Autis “.107
Dengan prinsip guru yang demikian membuktikan bahwasanya
sangat besar kepastian anak autis untuk mencapai pendidikan yang baik
dan tepat dengan pembelajaran seperti yang telah dibuktikan dengan hasil
perubahan yang baik pula pada anak-anak di Graha Autis, yang
semulanya orang tua yang menyerahkan anaknya di Graha Autis tanpa
ada pengetahuan yang kemudian anak-anak tersebut menjadi pribadi yang
lebih mandiri dari sebelumnya. Seperti yang dikatakan oleh ibu Rita
Susanti sebagai berikut:
“Anak-anak yang dimasukkan oleh orang tuanya disini memang sebelumnya belum bisa mandiri, untuk diperintahkan, sopan santun (duduk atau berdiri) mereka belum paham, apalagi untuk bisa belajar yang lain, karena memang orang tuanya juga yang belum memahami bagaimana menyikapi anaknya sendiri “.108
107Rita Susanti, wawancara, Kekalek, Senin, 02 Oktober 2017, pukul 10 : 15 Wita. 108Rita Susanti, wawancara, Kekalek, Senin, 02 Oktober 2017, pukul 10 : 35 Wita.
69
Dari fakta yang terjadi pada orang tua anak autis yang belum bisa
memahami anaknya dalam kondisi yang kurang tersebut semakin
memberikan banyak motivasi pada para guru di Graha Autis untuk
memberikan keyakinan bahwa anak tersebut dapat menjadi lebih baik dari
sebelumnya, dengan demikian para guru menggunakan beberapa metode
untuk memberikan pengajaran yang tepat pada masing-masing anak yang
diajarkan.109
Demikian yang ditemukan oleh peneliti bahwasanya para guru di
Graha Autis sangat berusaha semaksimal mungkin untuk bisa
memberikan suatu proses pembelajaran dengan baik, sehingga dapat
mewujudkan perubahan yang lebih baik untuk anak didik, serta dapat
mendemonstrasikan kembali pembelajaran yang telah dilakukan
sebelumnya. Maka dari itu, perubahan yang terjadi membuat para orang
tua anak autis menjadi semakin banyak peluang untuk melihat
perkembangan anaknya yang semakin membaik.
2. Penerapan metode dalam proses pembelajaran anak di Graha Autis
Dengan penuh kesabaran dan perhatian yang sesuai dengan
kebutuhan dan kekurangan pada anak autis, maka para guru juga
memberikan metode pembelajaran yang sesuai dengan tingkat
kemampuan yang mudah diterima oleh anak autis itu sendiri, sehingga
sebagian besar dari guru tersebut menggunakan metode demonstrasi
untuk memudahkan pemahaman pada anak-anak dan dapat
109 Observasi, Graha Autis, Kekalek, 26 September 2017, pukul 10: 40 Wita.
70
memperagakan atau mengikuti kembali apa yang dicontohkan oleh
gurunya, baik yang diperagakan langsung oleh gurunya ataupun yang
diperagakan oleh guru dengan bantuan media gambar langsung. Dengan
berulang kali guru itu menyampaikan dan memperagakan sesuatu yang
diajarkannya, sehingga anak tersebut dapat mengenalinya serta
memahami ketika ada perintah yang sama.110
Demikian yang peneliti temukan bahwa guru-guru yang menjadi
pendidik bagi anak didik melakukan proses pembelajaran dengan
menerapkan metode yang tepat untuk memenuhi kebutuhan pemahaman
anak didik, sehingga metode yang tepat bagi individu anak autis dan anak
berkebutuhan khusus adalah penerapan metode demonstrasi sehingga
anak dapat mendemonstrasikan kembali pembelajaran yang telah
dipahami diajarkan pada anak didik.
3. Langkah-langkah penerapan metode demonstrasi di Graha Autis
Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh para guru di Graha
Autis dalam menerapkan metode demonstrasi setiap pada anak didik
yaitu:
a. Memperhatikan kondisi anak didik sebelum memulai proses
pembelajaran.
b. Menyiapkan ala-alat demonstrasi yang sesuai dengan materi
pembelajaran.
c. Menjelaskan materi yang akan diajarkan kepada anak didik.
110Observasi, Graha Autis, Kekalek, 26 September 2017, pukul 03: 37 Wita.
71
d. Menarik perhatian anak didik untuk menjadikan anak didik lebih
konsentrasi mengikuti proses pembelajaran.
e. Mendemonstrasikan alat-alat media gambar yang sudah disediakan
sebelumnya.
f. Meminta anak didik untuk mendemonstrasikan kembali apa yang
sudah di demonstrasikan oleh gurunya sebelumnya.
g. Guru dapat melihat kemampuan anak didik setelah melakukan
demonstrasi ulang setelah gurunya.
h. Guru memberikan nilai kepada anak didik.111
Demikian pengamatan yang ditemukan peneliti bahwa langkah-
langkah yang dilakukan oleh setiap guru yang menerapkan metode
demonstrasi pada setiap individu anak autis dan anak berkebutuhan
khusus, bahwa dengan langkah-langkah penerapan metode demonstrasi
yang telah dilakukan memberikan hasil yang efektif untuk pemahaman
anak didik dan penerapan kembali pembelajaran yang di praktekkan anak
didik dalam kesehariannya.
4. Pengembangan minat dan bakat anak di Graha Autis
Para guru di Graha Autis mengetahui bagaimana minat belajar
anak yang kuat dan minat belajar anak yang memang sederhana. Seperti
ungkapan oleh pak Irawan Mathuriadi sebagai berikut:
“ Anak-anak autis juga memiliki minat dan bakat seperti anak normal lainnya, ada yang memang tingkat minat belajar mereka yang tinggi dan ada juga yang tingkat minat belajar mereka yang sederhana, yang kemudian dapat kita kembangkan dan jaga
111 Observasi, Graha Autis, Kekalek, 26 September 2017, pukul 09: 37 Wita.
72
kemampuan mereka dengan metode pembelajaran yang tepat, contonya salah satunya yang sangat suka dengan bergambar…”112 Memang benar bahwasanya kemampuan anak autis dalam
menangkap pemahaman tidak akan sebanding dengan anak normal,
karena untuk memberikan satu pemahaman pada anak yang memang
minat belajarnya sederhana maka itu membutuhkan waktu minimalnya
satu jam untuk satu materi dengan metode demonstrasi yang berulang
kali, seperti yang diamati peneliti yaitu untuk memberikan pemahaman
yang tepat dengan huruf A saja, guru harus sabar dalam
mendemonstrasikan huruf A, sehingga dapat mengenal huruf A tersebut
dan dapat menulisnya.113Tetapi tidak terlepas dari anak yang proses
pengembangan minatnya tinggi, maka dengan sangat cepat untuk
mengutarakan minatnya, baik itu dengan bimbingan ataupun dengan
sendirinya.
Dari hasil yang ditemukan peneliti terkait dengan kelangsungan
dalam mengamati anak didik dalam proses pembelajaran yang
menerapkan metode demonstrasi dikatakan dapat menjadikan guru
mengetahui minat setiap individu anak didik dan mampu untuk melihat
perubahan yang semakin membaik pada anak didik.
5. Peningkatan pengetahuan anak dari sebelumnya
Adapun perkembangan pengetahuan anak terlihat jelas dengan
metode demonstrasi yang diterapkan di Graha Autis, sebagaimana yang
112Irawan Mathuriadi, wawancara, Kekalek, 30 September 2017, pukul 10: 10 Wita. 113Observasi, Graha Autis, Kekalek, 02 Oktober 2017, pukul 10: 11 Wita.
73
diamati peneliti, bahwasanya anak-anak di Graha Autis menjadi lebih
pintar dari sebelumnya, baik yang hanya belajar ataupun yang diam di
asrama Graha Autis. Seperti yang dikatakan salah satu pengasuh di Graha
Autis “Kami tahu kemungkinan kesembuhan bagi anak-anak disini
mungkin sangat kecil tetapi sesungguhnya tujuan kami merawat mereka
disini adalah agar mereka bisa lebih baik dari sebelumnya”.114Dengan
bantuan pendidikan dan pembelajaran tersebut memberikan kesan yang
baik pada orang tua anak-anak autis tersebut.115
Demikian yang ditemukan peneliti terkait dengan pengamatan anak
didik yang semakin memiliki perubahan pengetahuan yang lebih luas dari
hari ke hari berikutnya. Melihat perubahan anak didik yang demikian itu
menjadikan peneliti beranggapan bahwa penerapan metode demonstrasi
ini sangat efektif untuk meningkatkan pengetahuan individu anak autis
dan anak berkebutuhan khusus.
6. Proses perkembangan belajar anak di Graha Autis
Anak-anak yang mengikuti proses pembelajaran dengan baik dan
tekun di Graha Autis, memberikan perubahan yang semakin meningkat
pada setiap individu, yang artinya bahwa bukan hanya perubahan tingkah
laku yang baik saja yang tertanam dalam setiap individu anak, tetapi juga
pada pengetahuan yang telah diajarkan serta anak-anak dapat meniru
kembali apa yang sudah diajarkan, seperti dalam membaca huruf, angka,
warna, huruf hijaiyah, bentuk gambar ekspresi, nama buah, serta gambar-
114Ibu Maria, Wawancara, Graha Autis, Kekalek Mataram, 7 Maret 2017. 115Observasi, Graha Autis, Kekalek, 06 Oktober 2017, pukul 09 : 05 Wita
74
gambar yang menunjukkan tentang suatu aktivitas. Demikianlah yang
terjadi bahwa anak-anak tersebut ketika duduk sendiri ataupun sesama
temannya berkomunikasi seperti pembelajaran yang sedang berlangsung,
mereka dapat saling bertanya satu sama lain dan mampu menjawabnya
dengan baik dan benar.116
Dari hasil pengamatan peneliti terkait dengan proses
perkembangan belajar anak autis dan anak berkebutuhan khusus di Graha
Autis menyatakan bahwa anak didik memang dapat mendemonstrasikan
kembali apa yang telah diajarkan oleh gurunya, baik ketika anak didik
bersama gurunya ataupun bersama anak didik yang lainnya.
7. Kemampuan-kemampuan anak autis dalam sebuah pembelajaran
a. Bahasa
Anak autis juga memiliki kemampuan dalam berbahasa, baik dari
bahasa komunikasi ataupun bahasa tubuh. Anak autis yang
mempunyai kelemahan dalam bahasa untuk berkomunikasi, maka
yang digunakan untuk komunikasi antar sesama anak autis ataupun
guru dan orang lain adalah dengan menggunakan bahasa tubuh
mereka. Sehingga dapat dipahami oleh siapapun yang berkomunikasi
dengan anak tersebut. Demikian juga dengan anak yang berbakat
dalam bahasa yang kemudian mampu berkomunikasi dengan orang
lain secara tepat, tanpa menggunakan bahasa tubuh mereka sendiri.117
116Observasi, Graha Autis, Kekalek, 04 Oktober 2017, pukul 10 : 05 Wita. 117Nana, wawancara, Graha Autis, Kekalek, 18 Oktober 2017.
75
Demikian hasil wawancara yang didapatkan leh peneliti terkait
dengan kemampuan anak dalam memahami bahasa, bak bahasa tubuh
ataupun bahasa dengan komunikasi secara langsung dengan anak
didik. Tidak terlepas dari kemampuan anak tersebut juga telah dilatih
dengan penerapan metode demonstrasi dalam kesehariannya.
b. Keterampilan bersosialisasi dan menjalin hubungan
Sama halnya dengan anak yang normal bahwasanya anak autis juga
memiliki kemampuan yang tinggi dalam bersosialisasi dan menjalin
hubungan dengan orang lain. Anak autis yang terbiasa dengan
kemampuan sosialisasi dengan orang baru, menjadi semakin
meningkatkan kemampuan mereka dalam menjalin hubungan dengan
teman sekitarnya ataupun dengan orang baru yang dikenalnya.
Demikian juga dengan anak yang memiliki kemampuan
bersosialisasi masih sedikit mentalnya untuk mengenal orang lain,
maka anak tersebut membutuhkan waktu untuk pendekatan dengan
orang baru tersebut, minimalnya empat atau lima hari berturut-turut.
Sehingga anak dapat mengenali orang baru dengan baik serta dapat
menjalin hubungan dengan baik.118
Dari hasil wawancara yang peneliti dapatkan dalam kemampuan
anak autis dan anak berkebutuhan khusus dalam bidang keterampilan
bersosialisasi dan menjalin hubungan yaitu anak didik dapat
mewujudkan hubungan yang menarik dan harmonis terhadap siapa
118Hasanah, wawancara, Graha Autis, Kekalek, 18 Oktober 2017.
76
saja yang berminat untuk mendekatinya serta anak didik tersebut
merespon dengan sangat baik.
c. Pengetahuan tentang dunia
Secara umum anak autis yang ada di Graha Autis tersebut sudah
dapat mengenal dunia, dikarenakan setiap satu kali dalam seminggu,
para guru memprogramkan untuk liburan bersama, entah itu liburan
ke pantai yang satu dan yang lainnya. Dari program tersebut secara
langsung anak dapat mengenali dunia, yang kemudian anak tersebut
mengamati apa yang dilihatnya.
Anak autis yang sudah melanjutkan pembelajaran pada tingkat TK
dan SD, sudah jelas bahwasanya mereka dapat mengetahui tentang
dunia, baik dari segi nama dan gambarannya. Dikarenakan
bahwasanya para guru di Graha Autis juga mengulangi pembelajaran
yang diajarkan guru di sekolah anak tersebut, dengan maksud bahwa
pembelajaran di sekolah tersebut adalah pengenalan tentang suatu
teori, yang kemudian diperkuat lagi oleh para guru di Graha Autis
tersebut, sehingga perkembangan anak menjadi terlihat dalam setiap
evalusi yang diberikan.119
Dari hasil wawancara yang peneliti dapatkan dalam kemampuan
anak autis dan anak berkebutuhan khusus dalam bidang pengetahuan
tentang dunia bahwasanya anak didik dapat menyebutkan nama-nama
alam yang dilihatnya ketika anak didik diajak untuk pergi berliburan.
119Irawan, wawancara, Graha Autis, Kekalek, 18 Oktober 2017.
77
Demikian kemampuan anak didik yang tidak terlepas juga dampak
positif dari penerapan metode demonstrasi yang telah dilakukan setiap
proses pembelajaran, bahwa anak-anak didik dilatih untuk memahami
dan mampu menyebutkan nama-nama alam yang demonstrasikan
dengan bantuan media gambar sehingga ketika anak didik diberikan
pertanyaan dalam dunia nyata maka anak didik menjawab dengan
spontan karena telah memahami pertanyaan tersebut.
d. Pengetahuan tentang diri sendiri
Anak autis yang baru mengikuti pembelajaran di Graha Autis yang
semulanya tidak bisa mengerti arti sebutan kamar mandi, duduk,
berdiri, tidur, kencing, baju, celana, buku, pensil, pintu, jendela dan
namanya sendiri, nama benda lainnya ataupun kata kerja lainnya yang
tidak pahami sama sekali, tetapi setelah mengikuti pembelajaran di
Graha Autis tersebut, minimal anak dapat memahami arti kata benda
dan kata kerja tersebut. Sehingga ketika diperintahkan ataupun
disuruh untuk menyebutkan anak tersebut bisa melakukannya.120
Dari hasil wawancara yang peneliti dapatkan dalam kemampuan
anak autis dan anak berkebutuhan khusus dalam bidang pengetahuan
tentang diri sendiri yaitu menjelaskan bahwasanya anak didik yang
semulanya tidak dapat memahami dirinya sendiri sebelum masuk
pendidikan di Graha Autis menjadi anak yang dapat mengetahui
dirinya sendiri, baik dari segi komunikasi apa yang diinginkan serta
120Nana, wawancara, Graha Autis, Kekalek, 18 Oktober 2017.
78
pengetahuan yang belum diketahuinya sama sekali. Sehingga
mengakibatkan penerapan dampak positif pada perubahan anak didik
yang telah mampu membedakan antara suatu perintah dan suatu
pernyataan yang diberikan orang lain ataupun keinginan dari dirinya
sendiri.
e. Perkembangan fisik dan saraf
Anak autis juga mengalami suatu perkembangan, baik dari segi
fisik ataupun saraf. Anak autis yang memang memiliki kekurangan
khusus IQ pada dirinya, yang kemudian dapat dikembangkan melalui
pembelajaran. Demikianlah tujuan dari pembelajaran yang dilakukan
di Graha Autis, yaitu untuk memberikan dan mengembangkan fisik
dan pemikiran mereka. Dengan pembelajaran yang telah dilakukan
terbukti bahwa semua manusia mempunyai kekurangan dan
kelebihan, baik itu anak normal ataupun anak autis.121
Dari hasil wawancara yang peneliti dapatkan dalam kemampuan
anak autis dan anak berkebutuhan khusus dalam bidang
perkembangan fisik dan saraf membuktikan bahwa anak didik mampu
memiliki perubahan yang baik dari hasil proses pembelajaran, adapun
bagi anak didik yang memiliki IQ tinggi maka perkembangannya akan
semakin meningkat baik perkembangan dari pertumbuhan diri ataupun
ilmu pengetahuan yang diajarkan.
f. Keterampilan berkomunikasi
121Hasanah, wawancara, Graha Autis, Kekalek, 18 Oktober 2017.
79
Anak autis yang memang tidak memiliki kekurangan dalam
hambatan bahasa, maka anak tersebut menjadi sangat terampil dalam
berkomunikasi, baik komunikasi yang didengar dari orang lain
ataupun yang diucapkan oleh dirinya sendiri. Anak yang terampil
dalam berkomunikasi tersebut identik mengulangi komunikasi yang
didengarkannya.122
Dari hasil wawancara yang peneliti dapatkan dalam kemampuan
anak autis dan anak berkebutuhan khusus dalam bidang keterampilan
komunikasi ini menyatakan bahwa anak autis dan anak berkebutuhan
khusus ketika berkomunikasi dengan siapa saja, maka akan
menimbulkan rasa nyaman karena orang yang mengajak komunikasi
itu merasakan respon yang baik dari anak didik tersebut.
g. Mengembangkan kecerdasan
Salah satu anak yang diamati oleh peneliti bernama Hanif, dengan
umur kurang lebih empat tahun, anak tersebut sangat cerdas, baik dari
segi kemandiriannya ataupun akademiknya.123 Anak tersebut dapat
mengulangi musik yang pernah didengarnya dalam dua kali putaran,
kemudian anak tersebut akan langsung bernyanyi dengan sendirinya.
Anak tersebut sudah menghafal angka 1-10 dalam bahasa Inggris,
kemudian huruf hijaiyah sudah dihafal, huruf abjad juga sudah
dihafalnya.Anak tersebut merupakan anak autis yang tergolong
122Hasanah, wawancara, Graha Autis, Kekalek, 18 Oktober 2017.
123Observasi, Graha Autis, Kekalek, 18 Oktober 2017.
80
memiliki kecerdasan yang tinggi, yang kemudian ditingkatkan
kecerdasannya oleh para guru di Graha Autis.124
Dari hasil observasi yang peneliti temukan dalam kemampuan anak
autis dan anak berkebutuhan khusus dalam bidang pengembangan
kecerdasan merupakan hal yang sangat menarik bagi para guru,
karena bagi anak didik yang memang sudah mempunyai pengetahuan
sebelumnya dapat memudahkan guru untuk membantu anak didik
semakin mengembangkannya sehingga penerapan metode demonstrasi
juga menjadi sangat efektif untuk anak autis dan anak berkebutuhan
khusus.
C. Kendala-Kendala Yang dihadapi Oleh Guru Dalam Menerapkan
Metode Demonstrasi
1. Kekurangan waktu dalam penyampaian materi
Dalam proses pembelajaran anak autis itu membutuhkan waktu
yang banyak untuk dapat memahami suatu pembelajaran, dengan kata lain
bahwasanya anak autis juga bisa merasakan bosan dalam belajar dan
membutuhkan waktu istirahat juga, sedangkan waktu yang ditargetkan
dalam satu kali pertemuan itu adalah satu jam. Disamping itu juga, dalam
proses pemahaman yang diberikan dengan demonstrasi ini, maka guru
124Suriani, Graha Autis, Kekalek, 18 Oktober 2017.
81
juga memberikan evaluasi pada anak tersebut untuk melatihnya menulis
dan menyebutnya dengan benar.125
Dari hasil wawancara yang peneliti dapatkan dalam kendala yang
dihadapi oleh guru dalam menerapkan metode demonstrasi terkait dengan
waktu, karena bagi anak autis dan anak berkebutuhan khusus yang baru
masuk pembelajaran di Graha Autis terutama ketika anak didik masih
belum mengenal dirinya sendiri sehingga membutuhkan waktu yang
cukup lama untuk menjelaskan secara berulang kali suatu pembelajaran
dengan penerapan metode demonstrasi.
2. Perbedaan kemampuan anak dalam kecepatan menerima materi
Dalam proses pembelajaran dapat dilihat bahwa kemampuan anak
yang berbeda dalam kecepatan memahami materi pembelajaran. Hal
demikian juga disebabkan karena kekurangan yang dialami oleh anak
autis itu sendiri.Adapun anak yang memang sangat cepat menerima
pembelajaran, cukup mendemonstrasikan dua kali saja langsung paham,
dan sebaliknya juga ada yang membutuhkan waktu yang lama untuk bisa
paham tentang materi tersebut.126
Dari hasil wawancara yang peneliti dapatkan dalam kendala yang
dihadapi oleh guru dalam menerapkan metode demonstrasi terkait dengan
kemampuan anak autis dan berkebutuhan khusus dalam kecepatan
menerima materi menjadikan guru semakin harus lebih memahami
kondisi anak didik, sehingga membutuhkan kesabaran dalam menerapkan
125Rita Susanti, wawancara, Kekalek, 02 Oktober 2017, pukul 10 : 37 Wita.
126Rita Susanti, wawancara, Kekalek, 02 Oktober 2017, pukul 11 : 37 Wita.
82
metode demonstrasi dalam proses pembelajaran, karena guru akan
mengulang beberapa kali untuk mendemonstrasikan materi untuk
memberikan pemahaman kepada anak didik.
3. Tingkat daya ingat anak yang lebih rendah
Meskipun dengan penerapan metode yang sama, ada juga anak
yang memang daya ingatnya rendah. Dia akan cepat lupa dengan
pelajaran yang diberikan, sehingga membutuhkan pengulangan yang
banyak dan melatihnya untuk menulis dan mengacak materi tersebut,
guna meningkatkan daya ingat yang rendah tersebut.127
Dari hasil observasi yang peneliti temukan dalam kendala yang
dihadapi oleh guru dalam menerapkan metode demonstrasi terkait dengan
tingkat daya ingat anak yang lebih rendah menjadikan guru semakin harus
lebih memahami kondisi anak didik, sehingga membutuhkan kesabaran
dalam menerapkan metode demonstrasi dalam proses pembelajaran,
karena guru akan mengulang beberapa kali untuk mendemonstrasikan
materi untuk memberikan pemahaman kepada anak didik dengan baik,
sehingga anak didik mampu mengingat materi dengan baik.
4. Faktor orang tua yang mendidik anak tidak sama dengan yang diajarkan
di sekolah.
Meskipun anak sudah paham tentang pelajaran yang di sekolah,
ternyata ketika dievaluasi kembali besok harinya disekolah, anak tersebut
tidak ingat lagi, terutama dalam pembelajaran akhlak (sopan
127Observasi, Graha Autis, Kekalek, 02 Oktober 2017, pukul 12 : 05 Wita.
83
santun/kemandirian), disebabkan karena anak yang sudah diajarkan dan
dilatih sebelumnya kembali dimanjakan orang tuanya dirumah, sehingga
memperlambat pemahaman anak tersebut.128
Dari hasil wawancara yang peneliti dapatkan dalam kendala yang
dihadapi oleh guru dalam menerapkan metode demonstrasi terkait dengan
faktor orang tua yang mendidik anak tidak sama dengan yang diajarkan di
sekolah, dengan demikian merupakan kesulitan guru untuk mengulang
kembali pemahaman anak didik yang diperlakukan biasa saja oleh orang
tuanya. Artinya bahwa sebagian orang tua anak didik hanya
mengandalkan proses pembelajaran di Graha Autis saja tanpa membantu
anak didik untuk menguatkan kembali kemampuan anak didik di
rumahnya.
5. Karakteristik anak berkesulitan belajar
a. Masalah persepsi dan koordinasi
Masalah persepsi dan koordinasi ini dialami banyak autis, terutama
pada anak yang pembelajarannya masih dasar dan baru memulai
proses pembelajaran. Adapun anak di Graha Autis yang mengalami
masalah persepsi dan koordinasi di Graha Autis,yaitu anak yang
bernama Yusuf, Vidya, dan Ojan. Anak-anak tersebut memiliki
kelemahan pada masalah persepsi dan koordinasi, yang dimana anak-
anak tersebut menjadi merasa cepat terganggu ketika dalam proses
pembelajaran, dikarenakan ketergangguan pada perintah menulis
128Rita Susanti, wawancara, Kekalek, 02 Oktober 2017, pukul 09 : 11 Wita.
84
misalnya ataupun ketika bermain yang membutuhkan gerakan bebas,
melompat-lompat rendah misalnya.129
Dari hasil wawancara yang peneliti dapatkan dalam kendala yang
dihadapi oleh guru dalam menerapkan metode demonstrasi terkait
dengan masalah persepsi dan koordinasi merupakan kondisi anak
yang berkesulitan dalam menerapkan pembelajaran yang masih baru
dikenalnya serta masih kaku untuk mendemonstrasikan kembali
materi yang telah didemonstrasikan gurunya.
b. Gangguan perhatian dan hiperaktif
Gangguan perhatian dan hiperaktif ini merupakan kendala dalam
proses pembelajaran, karena anak-anak yang belajar menjadi kurang
optimal dalam menerima pembelajaran tersebut, adapun anak-anak
yang tergolong dalam gangguan perhatian dan hiperaktif di Graha
Autis, yaitu Alifia, Amel, Fairuz, dan Hanif. Anak-anak tersebut
merupakan anak yang cepat dalam proses pemahaman materi
pembelajaran, hanya saja agak susah untuk dipokuskan perhatiannya
dalam proses pembelajaran satu arah dengan gurunya.130
Dari hasil wawancara yang peneliti dapatkan dalam kendala yang
dihadapi oleh guru dalam menerapkan metode demonstrasi terkait
dengan gangguan perhatian dan hiperaktif menjadikan guru kesulitan
dalam menarik perhatian anak didik guna mempokuskan untuk
129Hardian, wawancara, Graha Autis, Kekalek, 18 Oktober 2017. 130Ria Agustina, wawancara, Graha Autis, Kekalek, 18 Oktober 2017.
85
mempercepat pemahaman anak didik dalam materi yang telah
didemonstrasikan.
c. Mengalami gangguan dalam mengingat dan berpikir
Anak autis yang mengalami hambatan dalam proses mengingat dan
berpikir merupakan kendala yang dialami dalam proses pembelajaran,
sehingga agak sulit dalam melanjutkan materi yang diajarkan oleh
guru, dengan gangguan mengingat dan berpikir juga menyebabkan
guru harus banyak mengulangi materi yang diajarkan tersebut, serta
membutuhkan waktu yang lebih luang dalam setiap pembelajaran.
Adapun anak-anak yang termasuk dalam gangguan mengingat dan
berpikir yaitu Ahmad, Keysa, Ridho dan Gede. Anak-anak tersebut
memiliki kemampuan dalam lain, akan tetapi ada keterlambatan
menjawab dalam mengingat dan menyebutkan materi yang diajarkan
oleh gurunya, sehingga guru yang memberikan pembelajaran harus
benar-benar teliti dalam mendengar jawaban mereka dan meluruskan
kembali materi yang dilupakan oleh anak-anak tersebut.131
Dari hasil wawancara yang peneliti dapatkan dalam kendala yang
dihadapi oleh guru dalam menerapkan metode demonstrasi terkait
dengan gangguan mengingat dan berpikir menjadikan guru harus lebih
bersabar untuk mengulang proses penerapan metode demonstrasi pada
pembelajaran.
d. Kurang mampu menyesuaikan diri
131Muhammad Zulkipli, wawancara, Graha Autis, Kekalek, 18 Oktober 2017.
86
Masalah dalam kategori kurang mampu menyesuaikan diri ini
sebenarnya bukan hanya dialami oleh anak-anak autis saja, tetapi oleh
semua orang, termasuk anak-anak yang bukan tergolong autis.Dalam
pengamatan bahwasanya anak autis yang mempunyai masalah
kesulitan dalam menyesuaikan diri ini timbul karena anak tersebut
belum bisa menerima kehadiran orang yang baru dikenalnya dengan
sempurna.Anak yang mempunyai masalah kesulitan dalam
menyesuaikan diri tersebut, membutuhkan perhatian yang lebih dari
sebelumnya sehingga dapat memberikan kesan pada anak tersebut
serta memudahkan untuk mengajarkan penyesuaian diri dengan baik.
Dengan demikian anak dapat merasakan perubahan mental yang lebih
baik dari sebelumnya.Adapun anak yang mengalami gangguan dalam
penyesuaian diri di Graha Autis, yaitu Yusuf, dan Fairuz.Anak
tersebut sangat membutuhkan perhatian khusus untuk lebih banyak
memberikan pemahaman, serta anak tersebut semakin dekat dengan
penyembuhan gangguan penyesuaian diri di lingkungan yang baru
nantinya.132
Dari hasil wawancara yang peneliti dapatkan dalam kendala yang
dihadapi oleh guru dalam menerapkan metode demonstrasi terkait
dengan kelemahan anak didik dalam menyesuaikan diri menjadikan
guru harus lebih berhati-hati untuk mengajarkan anak didik
menyesuaikan diri berada di Graha Autis, sehingga menjadi terbiasa
132Bayu Segara, wawancara, Graha Autis, Kekalek, 18 Oktober 2017.
87
mengikuti demonstrasi pembelajaran yang diajarkan guru untuk
penyesuaian pada anak didik.
e. Menunjukkan gejala sebagai siswa yang tidak aktif
Anak autis yang biasa menunjukkan dirinya sebagai anak yang
kurang aktif merupakan kendala bagi guru dalam melakukan proses
pembelajaran, dikarenakan anak tersebut biasanya memiliki rasa
bosan setelah mengikuti setengah dari proses pembelajaran yang telah
ditentukan. Anak yang mempunyai kekurangan yang demikian juga
adalah akibat dari rasa kemauan yang nyaman dan tidaknya ketika
proses pembelajaran dilakukan. Anak yang menunjukkan dirinya
seperti anak yang kurang aktif tersebut memiliki kemampuan untuk
menyelesaikan proses pembelajaran, tetapi guru harus tegas dalam
membimbing anak tersebut, sehingga dapat menarik perhatian anak
tersebut serta sedikit demi sedikit anak tersebut dapat menjadi
semakin semangat untuk mengikuti proses pembelajaran dengan
gurunya. Adapun anak yang memiliki gejala sebagai anak yang
kurang aktif di Graha Autis, yaitu Gede, Ridho, Ribat dan Kadek.133
Anak-anak tersebut memiliki minat belajar yang kuat, hanya saja
terkendala oleh rasa mute yang dimilikinya, sehingga guru menjadi
lebih tegas ketika ditengah proses pembelajaran anak mengalami
gejala sebagai anak yang kurang aktif, dengan sikap guru yang
133Ulul Azmi, wawancara, Graha Autis, Kekalek, 18 Oktober 2017.
88
demikian juga menjadikan anak-anak tersebut menjadi lebih baik
untuk mengatasi kendala yang dimilikinya tersebut.134
Dari hasil wawancara yang peneliti dapatkan dalam kendala yang
dihadapi oleh guru dalam menerapkan metode demonstrasi terkait
dengan anak yang bersikap seolah anak yang kurang aktif menjadikan
guru lebih tegas dalam menerapkan metode demonstrasi pada anak
didik sehingga bisa merubah sikap anak didik menjadi anak didik
yang mengikuti pembelajaran dengan konsentrasi.
f. Pencapaian hasil belajar yang rendah
Sebagian anak memiliki hasil belajar yang rendah, yang artinya
bahwa ketika anak dipokuskan pada materi yang terkait dengan
akademik, maka anak tersebut kurang mampu dalam menulis huruf,
berhitung, dan menulis angka. Anak yang memiliki kekurangan dalam
kategori demikian membutuhkan waktu yang lebih luang untuk
melakukan evaluasi setiap proses pembelajaran berlangsung. Adapun
anak yang termasuk dalam kelemahan hasil belajar di Graha Autis,
yaitu Vidya, Ridho, dan Keysa.135
Anak-anak tersebut memiliki hasil belajar yang rendah dalam
bentuk penulisan, tetapi anak-anak tersebut sangat kuat dalam hafalan,
anak tersebut dapat merekam dan mengulagi apa yang diucapkan oleh
gurunya. Hanya saja untuk menulis apa yang diperintahkan tersebut
membutuhkan waktu yang luang dan pengulangan yang lebih banyak
134Muliani, wawancara, Graha Autis, Kekalek, 18 Oktober 2017. 135Nining Anggriani, wawancara, Graha Autis, Kekalek, 18 Oktober 2017.
89
terkait dengan materi yang diajarkan, sehingga guru banyak
memberikan waktu untuk latihan menulis, guna menguatkan ingatan
anak yang sesuai dengan penyebutan dengan angka dan huruf yang
disebutnya. Artinya bahwasanya anak tersebut menjadi mampu
menulis dan menyebutnya dengan benar dan tepat, meskipun anak
tersebut membutuhkan waktu yang luang untuk melanjutkan materi
yang diajarkan oleh gurunya. Demikianlah yang dilakukan oleh guru
di Graha Autis, untuk memberikan perubahan yang lebih baik dari
sebelumnya.136
Dari hasil wawancara yang peneliti dapatkan dalam kendala yang
dihadapi oleh guru dalam menerapkan metode demonstrasi terkait
dengan masalah hasil belajar yang rendah menjadikan guru semakin
banyak menerapkan metode demonstrasi dan lebih banyak
mengadakan evalusi kepada anak didik untuk mewujudkan
pemahaman kepada anak didik dan meningkatkan hasil belajar yang
lebih baik.
g. Masalah dalam komunikasi
Anak-anak autis yang memiliki kelemahan dalam komunikasi
adalah kendala yang paling beresiko dalam keterlambatan proses
pembelajaran. Anak yang memiliki gangguan dalam komunikasi
menyebabkan kesukaran dalam menerima materi yang diajarkan dan
kesukaran guru dalam memberi materi pembelajaran serta guru juga
136Suriani, wawancara, Graha Autis, Kekalek, 18 Oktober 2017.
90
menjadi sukar dalam memberikan evaluasi.Adapun anak autis yang
tergolong dalam gangguan komunikasi di Graha Autis, yaitu Nabila,
Yuda, Kaliya, Ribat, dan Dinda.137
Meskipun anak-anak tersebut memiliki gangguan dalam
komunikasi tetapi anak-anak tersebut bukan berarti tidak memiliki
minat belajar seperti temannya yang lain ataupun tidak membutuhkan
pembelajaransama sekali, tetapi sebaliknya bahwa anak-anak tersebut
tetap membutuhkan proses pembelajaran. Bagi anak-anak yang
mengalami gangguan dalam komunikasi, maka pembelajaran yang
cocok diberikan oleh guru adalah bimbingan pembelajaran terkait
dengan alat peraga, puzzle, dan media sejenis yang membantu anak-
anak tersebut untuk berpikir dan terus mencoba menyelesaikan
penyusunan dari alat peraga yang diberikan.Sehingga anak-anak
tersebut mengalami perkembangan untuk dirinya yang lebih baik dari
sebelumnya.138
Dari hasil wawancara yang peneliti dapatkan dalam kendala yang
dihadapi oleh guru dalam menerapkan metode demonstrasi terkait
dengan masalah komunikasi menjadikan guru semakin banyak
menerapkan metode demonstrasi dengan bantuan media gambar untuk
mewujudkan pemahaman kepada anak didik.
h. Masalah sensorik yang rumit
137Irawan, wawancara, Graha Autis, Kekalek, 18 Oktober 2017.
138Bq. Ida, wawancara, Graha Autis, Kekalek, 18 Oktober 2017.
91
Masalah sensorik pada setiap anak autis dialaminya berbeda dalam
setiap orang, sehingga guru membutuhkan waktu yang lebih lama
untuk memahami anak-anak terkait dengan sensitivitas yang ada pada
masing-masing anak. Adapun sensitivitas yang dialami anak, yaitu:
1). Sensitivitas pendengaran
Sensitivitas pendengaran merupakan kendala bagi anak
dalam perkembangan di lingkungan tempat tinggalnya ataupun
dalam proses pembelajaran dengan gurunya, disebabkan karena
kurangnya konsentrasi dalam menerima dan memahami suatu
pembelajaran yang diajarkan oleh gurunya. Anak yang memiliki
sensitivitas pada pendengaran biasanya diberikan pembelajaran
dengan suara guru yang lebih tegas dan nada suara yang lebih
tinggi.Sehingga anak menjadi lebih memperhatikan gurunya dari
kejelasan suara yang disampaikan oleh gurunya, yang kemudian
dapat dipahami oleh anak tersebut.139
2). Sensitivitas perabaan
Sensitivitas perabaan ini dialami oleh anak autis yang
memang kurang cepat dalam bersosialisasi dengan orang yang baru
dikenalnya, sehingga anak tersebut belum siap mental sepenuhnya
untuk langsung berdekatan dengan orang lain, kecuali orang yang
memang sudah dekat dengan anak tersebut. Dalam sensitivitas
perabaan ini, anak memerlukan pendekatan dengan perhatian yang
139Isna Kurniawati, wawancara, Graha Autis, Kekalek, 18 Oktober 2017.
92
lebih khusus sehingga anak tersebut tidak merasa malu dan merasa
canggung untuk berkomunikasi, anak tersebut juga akan berusaha
menceritakan apa yang dialaminya kepada siapa yang ia percaya
dengan kata lain yaitu orang yang mendekatinya dan dapat menarik
perhatian anak tersebut.140
3). Sensitivitas penglihatan
Anak yang mengalami sensitivitas dalam penglihatan
biasanya menunjukkaan sensitivitasnya dengan menghindari apa
yang tidak suka dilihatnya dengan menatap kearah lain, kemudian
anak tersebut tidak dapat dipaksakan untuk pokus dalam
memperhatikan terhadap apa yang tidak suka dilihatnya. Maka dari
sikap yang ditunjukkan anak tersebut membuat gurunya paham
pada sensitivitas yang dialami anak tersebut.141
4). Sensitivitas penciuman
Anak yang mengalami sensitivitas pada penciuman ini
mengalami penghindaran terhadap bau-bau yang terlalu harum
ataupun bau yang tidak sedap.Anak yang mengalami sensitivitas
pada penciuman juga secara spontan untuk meninggalkan tempat
yang berbau tersebut.Dari perilaku tersebut dapat dipahami oleh
gurunya ataupun orang tuanya terhadap sensitivitas yang dialami
anaknya, kemudian dapat diatasi dengan menjauhkan anak-anak
yang memiliki sensitivitas pada penciuman tersebut. Sehingga anak
140Hasanah, wawancara, Graha Autis, Kekalek, 18 Oktober 2017. 141Nana, wawancara, Graha Autis, Kekalek, 18 Oktober 2017.
93
yang memiliki sensitivitas pada penciuman menjadi aman dalam
bermain ataupun dalam mengikuti proses pembelajaran yang
diberikan oleh gurunya.142
5). Sensitivitas pengecapan
Anak yang mengalami sensitivitas pada pengecapan ini bisa
diketahui secara langsung oleh orang tuanya ataupun gurunya
ketika disuguhkan makanan, karena anak yang mengalami
sensitivitas pada pengecapan ini akan langsung memberikan respon
terhadap suguhan tersebut. Ketika anak yang sensitivitas
pengecapan melihat makanan yang disukainya, maka anak tersebut
yang langsung meminta ataupun mengambilnya dengan sendiri.
Sedangkan anak yang sensitivitas pengecapan melihat makanan
yang tidak disukainya, maka makanan tersebut akan dibiarkan
tanpa mengambilnya ataupun memintanya sedikitpun.143
Dari hasil wawancara yang peneliti dapatkan dalam kendala yang
dihadapi oleh guru dalam menerapkan metode demonstrasi terkait
dengan masalah sensorik yang rumit menjadikan guru semakin
banyak harus menerapkan metode demonstrasi dan memahami kondisi
individu anak didik serta menyesuaikan materi untuk diajarkan
dengan bantuan media gambar untuk mewujudkan pemahaman
kepada anak didik.
142Nana, wawancara, Graha Autis, Kekalek, 18 Oktober 2017. 143Rita Susanti, wawancara, Graha Autis, Kekalek, 18 Oktober 2017.
94
BAB III
PEMBAHASAN
Pada bab sebelumnya peneliti telah memaparkan data dan hasil temuan
peneliti, selanjutnya dalam bab ini peneliti akan melanjutkan kepada
pembahasan sebagaimana yang telah peneliti cantumkan pada fokus
penelitian dan untuk lebih jelasnya, maka disini peneliti akan membahas satu
persatu untuk lebih mudah dipahami.
A. Efektivitas Penerapan Metode Demonstrasi Pada Pembelajaran PAI
Untuk Anak Autis
Di sepanjang hidup, pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang
diperoleh dari sebuah pengalaman dapat membantu dalam belajar suatu yang
baru dimasa selanjutnya. Belajar berarti menguatkan diri sendiri. Inilah
sebabnya pendidikan dan pembelajaran dianggap penting.
Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang
terjadi melalui pengalaman, bukan karena pertumbuhan atau perkembangan
tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Proses belajar terjadi
melalui banyak cara, baik disengaja maupun tidak disengaja dan berlangsung
sepanjang waktu dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar.
Perubahan yang dimaksud adalah perubahan perilaku tetap berupa
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang baru diperoleh
individu. Sedangkan pengalaman merupakan interaksi antara individu dengan
linkungan sebagai sumber belajarnya.
94
95
Jadi, “Belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku tetap dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil menjadi terampil dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, serta bermanfaat bagi lingkungan maupun individu itu sendiri.144
Dengan demikian, maka untuk mewujudkannya dibutuhkan suatu
pembelajaran yang efektif. “Kefektifan pembelajaran adalah hasil guna yang
diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar.”145 Keefektifan
mengajar dalam proses interaksi belajar yang baik adalah segala upaya guru
untuk membantu para siswa agar bisa belajar dengan baik serta memberikan
tes, yang kemudian hasil tes tersebut dapat dipakai untuk mengevaluasi
berbagai aspek proses pengajaran.
1. Penerapan metode demonstrasi pada pembelajaran
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku berdasarkan
pengalaman dan latihan. Prinsip-prinsip belajar merupakan suatu
ketentuan yang harus dilakukan anak ketika belajar.Anak merupakan
pembelajar yang aktif.Saat bergerak, anak mencari stimulasi yang dapat
meningkatkan kesempatan untuk belajar.
“Metode pembelajaran adalah pola umum perbuatan guru dan murid dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar.Metode pembelajaran adalah segala usaha guru untuk menerapkan berbagai metode pembelajaran dalam mencapai tujuan yang diharapkan”.146 Dengan demikian, metode pembelajaran menekankan kepada
bagaimana aktivitas guru mengajar dan anak belajar. Anak menggunakan
144Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif(Jakarta: Kencana, 2009), h. 16-17. 145Ibid, h. 20. 146Mukhtar Latif. dkk, Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta: Kencana, 2013), h. 108.
96
seluruh tubuhnya sebagai alat untuk belajar, dan secara energi mencari
cara untuk menghasilkan potensi maksimum.
Sesuai dengan hasil yang telah ditemukan peneliti bahwa metode
demonstrasi telah diterapkan oleh para guru di Graha Autis, guna
menjadikan anak lebih mudah memahami pembelajaran dan penguasaan
materi yang diajarkan. Dengan terpilihnya metode demonstrasi pada
pembelajaran anak autis dan anak berkebutuhan menjadikan pengetahuan
anak lebih luas dengan demonstrasi yang dilakukan anak didik setelah
diajarkan.
2. Kemampuan-kemampuan anak autis dalam sebuah pembelajaran
Sebelum mengetahui tentang bagaimana pembelajaran pada anak
autis, terlebih dahulu diketahui tentang belajar itu sendiri untuk memberi
perhatian dan terlibat di dalamnya, kemampuan untuk belajar juga
bergantung pada kemampuan, pengetahuan dan keterampilan yang anda
miliki, seiring juga dengan minat, motivasi dan perasaan saat belajar, serta
kapasitas yang baik pula.
Menurut Anjali Sastry menyebutkan bahwa minat juga merupakan
elemen yang memampukan anak belajar, namun ada masih banyak
elemen lain juga, yaitu kemampuan untuk belajar yang kritis bagi individu
autis meliputi kemampuan bahasa dan sosial, pengetahuan tentang dunia
dan dirinya sendiri, serta perkembangan fisik dan sarafnya.147
a. Bahasa
147Anjali Sastry Blaise Aguirre, Parenting Anak Dengan Autisme (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), h. 172.
97
Sulit untuk membayangkan instruksi kelas tradisional tanpa ujaran
dan tulisan. Selain berkomunikasi formal, bayangkan juga sejumlah
besar informasi yang bisa diperoleh lewat nada guru, gesture tubuh
dan interaksi fisiknya. Setiap aspek bahasa penting untuk memahami
orang lain, mengekspresikan diri sendiri, dan beradaptasi dengan tepat
ke sebuah situasi.148
Terkait dengan kemampuan anak dalam berbahasa selama ini
peneliti temukan telah melaksanakan hal tersebut, baik untuk
pengembangan bahasa dengan berkomunikasi langsung dengan anak
didik, adapun bagi anak didik yang memiliki kelemahan dalam bahasa
atau komunikasi, maka anak tersebut diajarkan melalui bahasa tubuh
dan bantuan pembelajaran dengan media gambar untuk mempercepat
pemahaman anak didik.
b. Keterampilan bersosialisasi dan menjalin hubungan
Kemampuan bersosialisasi memampukan untuk melakukan
interaksi-interaksi, memecahkan masalah, dan menegosiasikan apa
yang diinginkan, untuk memperoleh makna dari pengalaman bersama,
dan untuk memahami orang lain.149
Terkait dengan kemampuan anak autis dan anak berkebutuhan
khusus dalam bidang sosialisasi dan menjalin hubungan merupakan
realita yang terjadi di lapangan, peneliti juga merasakan kedekatan
dengan anak didik ketika berpartisipasi dalam memberikan suatu
148Ibid., h. 173. 149Anjali Sastry Blaise Aguirre, Parenting…, h. 173.
98
pembelajaran, serta anak didik juga dapat merespon peneliti dengan
cara yang baik pula. Bagi anak-anak yang baru masuk di Graha Autis
lebih sering diajarkan cara bersosialisasi dengan demonstrasi guru
kepada anak didik.
c. Pegetahuan tentang dunia
Entah bagi pengetahuan akademik maupun pengetahuan praktis,
pengetahuan tentang sehari-hari tentang dunia amat penting. Jangan
lupakan juga tingkatn budaya, norma dan aturan sosial yang
disesuaikan untuk seorang anak, dan pengetahuan umum tentang hal-
hal berjalan (seperti apa arti pesta ulang tahun dan apa yang mestinya
terjadi di momen tersebut). Dan bagi performa praktis dan akademis,
keterampilan dan pengetahuan prosedural (seperti bagaimana
membagi suatu rangkaian panjang atau mengepak baju untuk
perjalanan liburan.150
Terkait dengan kemampuan anak autis dan anak berkebutuhan
khusus dalam bidang pengetahuan tentang dunia ini telah ditemukan
oleh peneliti melalui program liburan anak autis dan anak
berkebutuhan khusus yang dijalankan sekali dalam seminggu. Dengan
demikian anak didik menjadi lebih banyak pengetahuan serta
memahami apa yang dilihatnya terkait dengan pemandangan alam,
karena dalam pembelajaran gurunya telah mengajarkannya melalui
150Ibid., h. 173
99
demonstrasi yang dibantu dengan media gambar serta menguatkan
daya ingat anak.
d. Pengetahuan tentang diri sendiri
Pemahaman anak terhadap dirinya sendiri berkembang seiring
waktu dan memperhatikan dan mengidentifikasi sensasi tubuh dan
perasaannya, sampai tahu apa yang bisa menyemangati atau
menstimulasikan dirinya, hingga mengatur tubuh dan tindakannya
sendiri dalam rangka menghindari masalah dan membangkitkan suatu
pengalaman bagus, yang semuanya ini bisa memfasilitasi pengaturan
diri. Seiring waktu, anak bisa lebih baik memahami bagaimana anak
dapat merasa di masa depan atau bersikap di situasi tertentu,
memampukan dirinya mengatur pengalamannya sendiri. Komponen
pengetahuan dirinya mengatur pengalamnnya sendiri.Komponen
pengetahuan diri yang lebih jauh bersifat fisiologis, perasaan anak
dalam pembelajaran tentang keterampilan dan kemampuannya sendiri,
yang memengaruhi keyakinan dirinya.151
Terkait dengan kemampuan anak autis dan anak berkebutuhan
khusus dalam bidang pengetahuan tentang diri telah diterapkan
pembelajarannya dalam keseharian oleh gurunya. Peneliti juga
melihat bahwa pengetahuan tentang diri individu anak sangat di bina
dengan baik. Peneliti menemukan perubahan bahwa anak yang
semulanya tidak bisa membedakan kata perintah, pernyataan dan
151Anjali Sastry Blaise Aguirre, Parenting…, h. 174.
100
pertanyaan kini telah menjadi anak yang sangat mandiri. Sehingga
anak tersebut merupakan kebaggaan orang tuanya dan kebanggaan
para guru di Graha Autis.
Terkait dengan kemampuan anak autis dan anak berkebutuhan
khusus dalam bidang pengetahuan tentang diri telah diterapkan
pembelajarannya dalam keseharian oleh gurunya. Peneliti juga
melihat bahwa pengetahuan tentang diri individu anak sangat di bina
dengan baik. Peneliti menemukan perubahan bahwa anak yang
semulanya tidak bisa membedakan kata perintah, pernyataan dan
pertanyaan kini telah menjadi anak yang sangat mandiri. Sehingga
anak tersebut merupakan kebaggaan orang tuanya dan kebanggaan
para guru di Graha Autis.
e. Perkembangan fisik dan saraf
Bayangkan apa yang mungkin dilakukan ketika anak memegang
pensil, menangkap bola. Keterampilan motorik, koordinasi otot dan
kekuatannya, kapasitas untuk memfokuskan diri pada sejumlah input
indrawi sembari mengabaikan input indrawi lain, dan memfungsikan
tubuh dalam segala hal dari gerakan mata hingga pencernaan yang
membuat belajar dimungkinkan lewat pembentukan atensi, partisipasi
dan tindakan.152
Terkait dengan kemampuan anak autis dan anak berkebutuhan
khusus dalam bidang perkembangan fisik dan saraf telah dilakukan di
152Ibid., h. 174.
101
Graha Autis melalui beberapa cara yaitu perkembangan fisik dengan
terapi dan permainan serta melakukan perkembangan saraf dengan
pembelajaran ilmu pengetahuan yang bersifat akademik ataupun non
akademik.
3. Proses pembelajaran pada anak autis
Jika anak telah mencapai kemampuan perilaku tertentu maka anak
dapat melanjutkan pembelajaran di sekolah. Tetapi banyak ahli
menyarankan, sebaiknya anak autis mendapatkan pendidikan khusus
sebelum pendidikan umum.Pendidikan khusus adalah pendidikan
individual yang terstruktur bagi para penyandang autis.Pada pendidikan
autis diterapkan satu guru untuk satu anak.Sebagaimana anak-anak, agar
bisa terbiasa dengan huruf dan kata-kata, agar bisa sampai pada titik
dimana anak-anak autis dapat melihat sekilas bahwa angka atau huruf
tertentu mirip dengan yang lainnya.153Jadi, sangat perlu memberikan
anak-anak autis waktu yang banyak dan tidak bersikap kesal atau marah
bila terlihat sangat lamban dan melakukan kesalahan.Sistem ini paling
efektif karena anak tidak mungkin dapat memusatkan perhatiannya dalam
satu kelas besar.154
Banyak orang tua tetap memasukkan anaknya ke dalam kelompok
bermain atau TK normal, dengan harapan anaknya bisa belajar
bersosialisasi.Untuk penyandang autis yang ringan, ini bisa dilakukan,
tetapi anak harus tetap mendapatkan pendidikan khusus.Bagi penyandang
153John Holt, Bagaimana Siswa Belajar (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012), h. 162. 154Bonny Danuatmaja, Terapi Anak Autis di Rumah (Jakarta: Puspa Swara, 2003), h. 174.
102
autis yang sedang atau berat, sebaiknya diberikan pendidikan individual
dahulu.Setelah mengalami kemajuan, anak bisa dicoba dimasukkan ke
dalam kelas dengan kelompok kecil secara bertahap, misalnya anak per
kelas.Setelah lebih maju lagi baru anak dicoba dimasukkan ke dalam
kelompok bermain (TK), atau SD formal. Namun, sebaiknya jenis terapi
yang lain tetap dilanjutkan.
Terkait dengan kemampuan anak autis dan anak berkebutuhan
khusus dalam bidang pembelajaran di Graha Autis telah mewujudkan
keinginan orang tua yang menitipkan anaknya di Graha Autis untuk
melakukan proses pembelajaran serta para guru di Graha Autis telah
berhasil dalam menyekolahkan anak didik ke sekolah tingkat yang lebih
tinggi mulai dari TK dan SD. Hal demikian menunjukkan suatu
keberhasilan yang besar bagi para guru di Graha Autis dan suatu bentuk
perubahan yang sangat efektif dari hasil pembelajaran dengan penerapan
metode demonstrasi.
B. Kendala-kendala Yang Dihadapi Oleh Guru Dalam Menerapkan
Metode Demonstrasi
Dari setiap sesuatu pasti memiliki kesuksesan dan kelancaran serta
pasti ada namanya kendala juga yangdihadapi. Terutama dalam proses
pembelajaran, baik yang disertakan dengan metode pembelajaran ataupun
tanpa metode dalam pembelajaran.
1. Karakteristik anak berkesulitan belajar
103
Menurut Clement dalam bukunya E.Kosasih menjelaskan bahwa
terdapat 10 gejala yang sering dijumpai pada anak berkesulitan
belajar, yaitu:155
a. Hiperaktif
b. Gangguan persepsi motorik
c. Emosi yang labil
d. Kurang koordinasi
e. Gangguan perhatian
f. Impulsif
g. Gangguan memori dan berpikir
h. Kesulitan pada akademik khusus (membaca, matematika, dan
menulis)
i. Gangguan berbicara dan mendengar
j. Hasil electroencephalogram (EEG) tidak teratur serta tanda
neurologis yang tidak jelas.
Sedangkan Hallahan menjelaskan dalam bukunya E.Kosasih
bahwa tidak semua gejala selalu ditemukan pada anak yang
mengalami kesulitan belajar. Ada kalanya hanya beberapa ciri yang
tampak, yaitu:156
a. Masalah persepsi dan koordinasi
Beberapa anak berkesulitan belajar menunjukkan gangguan
dalam persepsi penglihatan dan pendengaran. Masalah ini tidak
155E.Kosasih, Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus (Bandung: Yrama Widya, 2012), h. 37. 156Ibid, h. 37.
104
sama dengan masalah ketajaman penglihatan dan ketajaman
pendengaran seperti yang dialami oleh seorang tunanetra atau
tunarungu. Misalnya, anak yang mengalami gangguan persepsi
visual. Sulit untuk membedakan huruf atau kata-kata yang
bentuknya mirip, seperti huruf “d” dengan “b” atau membedakan
kata “sakit” dengan “sabit”. Kemudian anak yang mengalami
masalah persepsi pendengaran akan mengalami kesulitan
membedakan kata yang bunyinya hampir sama seperti “kopi”
dengan “topi”.
Di sisi lain, pada anak yang mengalami masalah koordinasi
motorik, yaitu gangguan keterampilan motorik halus, seperti
gangguan dalam menulis dan keterampilan motorik kasar seperti
melompat atau menendang bola secara tepat.157
b. Gangguan perhatian dan hiperaktif
Anak yang berkesulitan belajar mengalami kesulitan untuk
memusatkan perhatian dan mengalami hiperaktif.Meskipun
terdapat anak yang memiliki masalah dalam perhatian dan
hiperaktif tanpa disertai kesulitan belajar, munculnya masalah
kesulitan belajar sangat tinggi di antara anak yang mengalami
masalah perhatian dan hiperaktif.
Para ahli, menekankan bahwa dalam hal ini masalahnya
bukan pada kelebihan geraknya, melainkan yang lebih mendasar,
157 E.Kosasih, Cara Bijak Memahami …,h. 38.
105
masalah pada sulitnya berkosentrasi.Walaupun anak banyak yang
melakukan gerakan yang dalam batas-batas tertentu gerakannya
lebih terarah, belum tentu disebut hiperaktif.Anak yang hiperaktif
banyak bergerak, tetapi tidak mengarah dan tidak bisa tenang
dalam waktu yang ditetapkan, seperti menyelesaikan pekerjaan
yang ditetapkan, seperti menyelesaikan pekerjaan dalam waktu 2-3
menit. Di samping itu, anak yang hiperaktif sulit untuk melakukan
kontak mata dan sulit untuk mengosentrasikan
perhatiannya.Segala stimulus yang ada didekatnya direspons tanpa
ada seleksi.Bila anak diberi tugas untuk melakukan sesuatu, maka
anak tidak dapat menuntaskan pekerjaannya karena perhatiannya
cepat beralih dari satu objek ke objek lainnya.158
c. Mengalami gangguan dalam mengingat dan berpikir
1) Masalah mengingat
Anak berkesulitan belajar kurang mampu menggunakan
strategi untuk mengingat sesuatu.Contohnya, kepada beberapa
angka diperhatikan suatu daftar kata untuk diingat.Anak
normal secara spontan mengategorikan kata-kata tersebut agar
mudah diingat, sedangkan anak berkesulitan belajar juga
mempunyai kesulitan mengingat materi secara verbal
158E.Kosasih, Cara Bijak Memahami …, h. 38.
106
dikarenakan mereka mempunyai masalah dalam pemahaman
bunyi bahasa.159
2) Masalah berpikir
Berpikir meliputi kemampuan untuk memecahkan masalah
sampai kepada konsep atau pengertian, sedangkan anak
berkesulitan belajar tidak mampu untuk menemukan strategi
yang diperlukan untuk kepentingan itu.160
d. Kurang mampu menyesuaikan diri
Anak berkesulitan belajar menunjukkan gejala kurang
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.Pada umumnya,
anak yang mengalami kegagalan sesuai dengan tingkat
kesulitannya.Dampak dari kegagalan tersebut yaitu anak menjadi
kurang percaya diri, merasa cemas, dan takut melakukan
kesalahan yang menjadi bahan ejekan teman-temannya sehingga
anak menjadi ragu-ragu dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.161
e. Menunjukkan gejala sebagai siswa yang tidak aktif
Anak berkesulitan belajar kurang mampu melakukan
strategi untuk memecahkan masalah akademik secara spontan.Hal
ini karena anak-anak sering mengalami kegagalan. Contohnya,
159Ibid, h. 39.
160E.Kosasih, Cara Bijak Memahami …,h. 39.
161Ibid, h. 39.
107
anak berkesulitan belajar tidak berani menjawab pertanyaan guru
atau menjawab pertanyaan di depan papan tulis secara spontan.162
f. Pencapaian hasil belajar yang rendah
Sebagian anak berkesulitan belajar tidak mampu dalam
berbagai bidang akademik, seperti membaca, pengucapan, tulisan,
berhitung, dan sebagian lagi hanya pada satu atau dua aspek
saja.163
2. Masalah sensorik yang rumit
Masalah utama yang mereka miliki adalah sensitivitas
sensorik.Artinya, berbagai rangsang yang diterima oleh panca indera
mereka menimbulkan sensasi yang tidak menyenangkan atau
menyakitkan.Sensasi tersebut mungkin dirasakan pada salah satu
indera saja, misalnya anak merasa amat terganggu oleh suara peluit
yang melengking.Namun, bisa juga pada kombinasi dua indera yang
berbeda, misalnya anak menolak makanan tertentu bukan karena
baunya yang menyengat tetapi juga rasanya tidak bisa ditolerir.
Setiap anak mempunyai masalah yang khusus.Kondisi pada saat
satu anak bisa amat berbeda dengan anak lainnya.Sensitivitas biasanya
dirasakan beberapa panca indera dan bisa berubah sepanjang
waktu.Masalah sensorik ini memang amat kompleks membingungkan,
baik bagi si anak maupun orang-orang yang berinteraksi dengannya.
Dibutuhkan pengamatan yang cermat dan dalam waktu lama untuk
162E.Kosasih, Cara Bijak Memahami …, h. 40.
163Ibid, h. 40.
108
bisa memahami hal apa saja yang membuat anak-anak marasa tidak
nyaman. Berikut ini adalah gambaran dari sensensitivitas sensorik
yang umum dimiliki oleh anak-anak autis, yaitu:164
a. Sensitivitas pendengaran, sebagian besar anak autis punya
pendengaran yang amat sensitiv, walaupun tampaknya mereka
tidak terganggu oleh suara-suara yang keras.165
b. Sensitivitas perabaan, hipersentivitas terhadap sentuhan dapat
muncul sejak masa bayi. Mereka tidak suka dengan kedekatan
fisik dan tidak suka disentuh, kecuali oleh orang-orang yang
mereka percaya.166
c. Sensitivitas penglihatan, sinar matahari yang terang, gabungan
beberapa warna yang mencolok, lampu neon, dan perubahan
pemandangan dari satu tempat ke tempat lain dirasakan amat
mengganggu bagi anak dengan sensitivitas penglihatan. Mereka
sering memincingkan mata atau meletakkan tangan di atas mata
untuk mengurangi serbuan sinar dari luar. Jadi jangan heran bila
melihat anak lebih suka melirik saat melihat orang lain atau
benda-benda di sekitarnya.167
d. Sensitivitas penciuman, sebagian anak autis amat sensitive pada
bau-bauan tertentu, misalnya wangi parfum, asap rokok, bau
mulut, bau makanan tertentu dan pewangi kamar mandi.
164Andrian S.Ginanjar, Menjadi Orang Tua…h, 37.
165Ibid, h. 37.
166Ibid, h. 38.
167Andrian S.Ginanjar, Menjadi Orang Tua…h. 38.
109
Sensitivitas penciuman membuat mereka mual dan pening kepala
karena berbagai aroma menyengat yang bercampur aduk.168
e. Sensitivitas pengecapan, sensitivitas pada daerah mulut
menyebabkan anak hanya menyukai jenis makanan tertentu,
misalnya yang renyah, sangat panas atau yang amat lembut.
Misalnya saat belajar anak suka menggigit karet penghapus, ujung
pensil, kepingan puzzle, kerah baju, sedotan dan benda lainnya.169
Terkait dengan kendala yang ditemukan dalam proses pembelajaran di
Graha Autis yaitu masing-masing kendala yang dipaprkan di atas ada
pada beberapa individu anak autis dan anak berkebutuhan khusus, akan
tetapi satu dari bagian-bagian kendala dalam setiap individu anak didik.
Sehingga dengan adanya kendala-kendala tersebut, para guru di Graha
Autis berusaha menutupi kekurangan anak didik tersebut baik dengan
cara pembelajaran yang bersifat akademik ataupun bersifat non
akademik.
168Ibid, h. 39.
169Ibid, h. 39.
110
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian data dan pembahasan, maka peneliti dapat
menyimpulkan bahwa:
1. Penerapan metode demonstrasi pada pembelajaran PAI untuk anak
autis di Graha Autis dalam proses belajar mengajar sangat efektif,
dengan memenuhi indikator dari pembelajaran yang efektif serta
dengan menunjukkan perubahan perkembangan kemampuan anak
autis yang semakin meningkat dari sebelum memulai pembelajaran di
Graha Autis.
2. Kendala yang dihadapi oleh guru dalam menerapkan metode
demonstrasi di Graha Autis yaitu berdasarkan perbedaan kemampuan
anak autis yang dimiliki serta tingkat daya ingat anak yang lebih
rendah dalam proses pembelajaran.
B. Saran
1. LSM Graha Autis Mataram
Bagi para pengasuh anak-anak di Graha Autis Mataram agar terus
berjuang dan meningkatkan kesabaran atas rasa kepedulian untuk
penyembuhan anak penyandang autis dan anak berkebutuhan
khusus.Serta tetap membangun kerjasama dengan pihak-pihak yang
110
111
terkait agar program-program yang telah direncanakan dapat terlaksana
demi kebaikan anak-anak dan masyarakat.
2. Masyarakat dan Orang Tua
Untuk para orang tua dan masyarakat diharapkan berperan secara
aktif dalam membantu proses terapi untuk kesembuhan anak autis di
Graha Autis Mataram dan lembaga-lembaga lainnya di Indonesia pada
umumnya dan di Nusa Tenggara Barat pada khususnya. Diharapkan
juga bagi para orangtua agar tidak mudah putus asa dan tetap berjuang
memberikan yang terbaik untuk anak autis dan berkebutuhan khusus
agar siap bersosialisasidi lingkungan masyarakat.
3. Bagi peneliti lain
Hasil penelitian ini nantinya agar bisa dijadikan salah satu refrensi
bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian sejenis atau yang
ada kaitannya untuk tujuan yang lebih baik.
112
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi, Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar (Bandung: Pustaka Setia, 1997). Ahmad Muharrar,Efektivitas Rehabilitasi Terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual di LPA NTB (Skripsi, IAIN Mataram,2015). Andriana S Ginanjar,Menjadi Orang Tua Istimewa (Jakarta : PT Dian Rakyat, 2008). Anas Salahuddin dan Irwanto Alkrienciehie,Pendidikan karakter; Pendidikan Berbasis Agama & Budaya Bangsa (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013). Anisatul Mufaroqah, Strtegi Mengajar, (Yogyakarta: TERAS, 2009 ). AnjaliSastry dan Blaise Aguirre, Parenting Anak dengan Autisme (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2014). Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta Timur: Rawamangun, 2011). Bagong Suyatno dan Sutinah, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: Prenada Media Group, 2007). Bonny Danuatmaja, Terapi Anak Autis di Rumah (Jakarta: Puspa Swara, 2003). Content://com.sec.android.app.sbrowser/readinglist/1014124921.mhtml,di akses pada, Ahad 14 Oktober 2017, pukul 12:10 wita. E.Kosasih, Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus (Bandung: Yrama Widya, 2012). Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data(Jakarta: Rajawali Press, 2012). E.Mulyasa, Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013). http://meiske-katampuge.blogspot.co.id/2013/07/faktor-faktor- yanmempengaruhi- minat_7.html?m=1.Di akses pada, Senin, 24 April 2017.Pukul, 09.52.
112
113
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2006). Husaini Usman dan Purnomo Seiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: Bumi Aksara, 2004). Ibu Maria, wawancara, 7 Maret 2017.
John Holt, Bagaimana Siswa Belajar (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012). Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999). Mustakim,Penerapan Metode Pembelajaran Demonstrasi Pada Pembelajaran PAI Kelas V Pokok Bahasan Shalat Di SDN 12 Sakra Lombok Timur (Skripsi IAIN Mataram, 2014). Mukhtar Latif. dkk, Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta: Kencana, 2013). Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar (Sinar Baru Algensindo, 2014). Nikmah, Penerapan Metode Demonstrasi Berbasis Media Gambar Untuk Meningkatkan Kompetensi Murid Kelompok B Dalam Melaksanakan Shalat Lima Waktu Pada TK Aisyiyah Bustanul Atfal Teros Kec. Labuhan Haji(Skripsi, IAIN Mataram, 2013). Skripsi. Nuraeni, “Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis di Sekolah Lanjutan Autis Fredofios Yogyakarta”, (Skripsi: Yogyakarta, 2012). S.Nasution, Didaktis Asas-Asas Mengajar (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010). Prasetya, Filsafat Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia 1997). Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2005). Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana,2007). Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: Rajawali Pres, 1998). Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003).
114
Sri Mulyati, Penanganan Terhadap Anak Autis, (Semarang: PT Sindur Press, 2010). Sumiati, Peran Sistem Pelayanaan Perpustakaan dalam Meningkatkan Minat Belajar Siswa di Madrasah Tsanawiyah Negeri 3 Mataram(Skripsi, IAIN Mataram, 2013). Subana, Sudrajat, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011). Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2016). Suyoto Bakir, Sigit Suryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Tanggerang: Karisma Publishing Group, 2009). Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2011). Tara Delaney, 101 Permainan dan Aktivitas untuk Anak-anak Penderita Autisme, Asperger, dan Gangguan Pemrosesan Sensorik (ANDI: Yogyakarta, 2000). Theo Peeters, Panduan Autisme Terlengkap(Jakarta: PT Dian Rakyat, 2009).
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif (Jakarta: Kencana, 2009).
Ulber Silalahi. Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT Refika Aditama. 2010). W.A. Gerungan, Psikologi Sosial (Bandung: PTRefikaAditama,2004).
Zakiyah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2011). Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran Dalam Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2001 ).
115
LAMPIRAN-LAMPIRAN
116
Lampiran I : Pedoman wawancara
PEDOMAN WAWANCARA
EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE DEMONSTRASI DALAM
MENINGKATKAN MINAT BELAJAR PAI PADA ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS (AUTIS) DI GRAHA AUTIS KEKALEK MATARAM TAHUN 2017
A. Gambaran umum lokasi penelitian
B. Sejarah dan latar belakang berdirinya Graha Autis
C. Visi dan misi Graha Autis
D. Tenaga pengajar Graha Autis
E. Maksud dan tujuan Graha Autis
F. Program kerja LSM Graha Autis
1. Therapy
2. Klinik kesehatan
3. Pengobatan herbal
4. Paud inklusi
5. Tempat penitipan anak
6. Kejar paket A, B, C
7. Perpustakaan Graha Autis
8. Laboratorium Bahasa Graha Autis
9. Taman seni Graha Autis
10. Pusat pelatihan
11. Pusat penelitian anak autis dan anak berkebutuhan khusus
117
12. Wirausaha
13. Workshop Graha Autis
14. Koprasi Graha Autis
G. Penerapan metode dalam proses pembelajaran anak di Graha Autis
H. Pengembangan minat dan bakat anak di Graha Autis
I. Kemampuan-kemampuan anak autis dalam sebuah pembelajaran
1. Bahasa
2. Keterampilan bersosialisasi dan menjalin hubungan
3. Pegetahuan tentang dunia
4. Pengetahuan tentang diri sendiri
5. Perkembangan fisik dan saraf
6. Mengembangkan kecerdasan
J. Kendala-kendala yang dihadapi oleh guru dalam menerapkan metode
demonstrasi
1. Kekurangan waktu dalam penyampaian materi
2. Perbedaan kemampuan anak dalam kecepatan menerima materi
3. Faktor orang tua yang mendidik anak tidak sama dengan yang
diajarkan di sekolah
K. Karakteristik anak berkesulitan belajar
1. Masalah persepsi dan koordinasi
2. Gangguan perhatian dan hiperaktif
3. Mengalami gangguan dalam mengingat dan berpikir
118
4. Kurang mampu menyesuaikan diri
5. Menunjukkan gejala sebagai siswa yang tidak aktif
6. Pencapaian hasil belajar yang rendah
7. Masalah dalam komunikasi
8. Masalah sensorik yang rumit
a) Sensitivitas pendengaran
b) Sensitivitas perabaan
c) Sensitivitas penglihatan
d) Sensitivitas penciuman
e) Sensitivitas pengecapan
119
Lampiran II : Pedoman observasi
PEDOMAN WAWANCARA
EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE DEMONSTRASI DALAM
MENINGKATKAN MINAT BELAJAR PAI PADA ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS (AUTIS) DI GRAHA AUTIS KEKALEK MATARAM TAHUN 2017
A. Letak geografis Graha Autis
B. Identitas lembaga
C. Sarana dan prasarana
D. Program kerja LSM Graha Autis
1. Bimbingan belajar
2. Asrama anak autis dan anak berkebutuhan khusus
3. Penerbitan jurnal autism
4. Media informasi
5. Komunitas peduli autis
E. Proses perkembangan belajar anak dari sebelumnya
F. Pengembangan minat dan bakat anak di Graha Autis
G. Peningkatan pengetahuan anak dari sebelum masuk Graha Autis dengan
sesudahnya
H. Kendala-kendala yang dihadapi oleh guru dalam menerapkan metode
demonstrasi
1. Tingkat daya ingat anak yang lebih rendah
2. Perbedaan kemampuan anak dalam kecepatan menerima materi
120
Lampiran III : Pedoman dokumentasi
PEDOMAN WAWANCARA
EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE DEMONSTRASI DALAM
MENINGKATKAN MINAT BELAJAR PAI PADA ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS (AUTIS) DI GRAHA AUTIS KEKALEK MATARAM TAHUN 2017
A. Potensi LSM Graha Autis
B. Keadaan proses pembelajaran di Graha Autis
C. Program kerja LSM Graha Autis
1. Advokasi Graha Autis
2. Travel Graha Autis
D. Data anak-anak autis dan anak berkebutuhan khusus di Graha Autis
1. Daftar nama anak-anak autis dan anak berkebutuhan khusus
2. Daftar nama anak-anak yang mengikuti program asrama
E. Lampiran-lampiran
121
FOTO LAMPIRAN
1. LSM Graha Autis (lokasi penelitian)
2. Partisipatif dalam proses pembelajaran
122
3. Penerapan metode demonstrasi pada anak oleh pimpinan LSM Graha Autis
4. Proses pembelajaran dalam membaca Iqra’
123
124
5. Penerapan metode demonstrasi pada anak autis dengan satu guru satu murid
6. Beberapa anak-anak yang kurang dalam komunikasi, tetapi tetap belajar dengan media pembelajaran yang lain.
125
7. Anak-anak autis yang sudah memiliki perkembangan perubahan yang semakin menigkat dalam proses pembelajaran
130
131
132