Download - Skripsi Baabullah Bab 4
![Page 1: Skripsi Baabullah Bab 4](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022100506/5571f22249795947648c38b4/html5/thumbnails/1.jpg)
67
BAB IV
ANALISIS
A. ANALISIS SECARA UMUM
1. Kerangka Pendapat Satria Effendi M. Zein
Satria Effendi M. Zein menyusun uraian pendapatnya tentang hukum akad
nikah melalui telepon secara cermat dan sistematis.
Pada bagian awal, beliau membuka pendapatnya dengan penguraian latar
belakang masalah yang menjadi obyek yang akan ia analisis. Yakni bagaimana
Pengadilan Agama Jakarta Selatan mengesahkan praktik akad nikah melalui
telepon dalam putusan No. 1751/P/1989. Beliau juga memberikan alasan
pentingnya mengomentari putusan ini, karena beliau menduga akan muncul media
komunikasi yang lebih maju dari telepon, yakni dapat didengar suaranya sekaligus
dilihat gambar yang berbicara, yang pada masa sekarang terwujud dalam
teknologi teleconference.
Kemudian beliau melanjutkan pembahasannya dan memfokuskannya
kepada hakikat dan kedudukan ijab kabul dalam akad nikah. Dengan
ditambahkannya hadits riwayat Muslim, uraian ini akhirnya membawa
kesimpulan bahwa ijab kabul dalam akad nikah sangat penting. Oleh karena
begitu pentingnya, ijab kabul mempunyai syarat-syarat yang ketat untuk dianggap
sah. Dan salah satunya adalah syarat Ittihad Al-Majelis seperti yang disepakati
para ulama' empat madzhab.
![Page 2: Skripsi Baabullah Bab 4](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022100506/5571f22249795947648c38b4/html5/thumbnails/2.jpg)
68
Dari situ, beliau mengarahkan pembaca kepada ulasan-ulasan yang perlu
untuk menjelaskan lebih dalam maksud dari ittihad al-majelis yang jadi inti
permasalahan akad nikah semacam ini. Ulasan yang beliau hadirkan nampak
sedapat mungkin meliputi semua pendapat dari empat madzhab yang ada disertai
alasan yang mendasarinya.Lalu beliau menyimpulkan pendapat-pendapat tersebut,
mengkomparasikannya dengan putusan pengadilan yang sedang beliau komentari.
2. Karakteristik Pendapat Satria Effendi M. Zein
Dalam menelusuri sebuah permasalahan, Satria Effendi terlebih dahulu
mencari dan menyajikan dalil nash, kemudian membandingkan pendapat-
pendapat ulama' yang ada yang dikutipkan dari berbagai sumber, setelah itu ia
melakukan qiyas dan menguji maslahat serta Maqasid As-Syari'ah yang ada
dalam masalah itu, barulah kemudian ia menyimpulkannya.1
Di sinilah letak kedalaman, originalitas, dan kontribusi pemikiran Satria
Effendi mengenai hukum keluarga Islam di Indonesia.
Meskipun dalam kehidupannya sehari-hari secara pribadi Satria Effendi
dikenal oleh para koleganya sebagai pengikut mazhab Syafi'i, tetapi dalam
analisisnya ia sangat dinamis memilih pendapat mazhab yang dinilainya paling
kuat argumentasinya.2
1 Satria Effendi, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Kencana, Jakarta, 2004, hal. xxxix
2 Ibid.
![Page 3: Skripsi Baabullah Bab 4](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022100506/5571f22249795947648c38b4/html5/thumbnails/3.jpg)
69
Dalam membuahkan pendapatnya, Satria Effendi M. Zein mempunyai
karakter dan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Mengacu kepada Maqashid As-Syari'ah.3
Satria Effendi M. Zein berusaha dalam berpendapat berusaha menjangkau
tujuan ditetapkan hukum dalam Islam. Dalam hal ini, terlihat jelas bagaimana
beliau menyatakan “...dengan demikian masalah pelaksanaan akad nikah tidak
bisa berkembang...”4 ketika mengomentari kekakuan pemahaman Syafi'iyah
sesuai temuannya. Komentar semacam ini adalah bentuk kepeduliannya kepada
pengembangan pelaksanaan akad nikah dengan mengikuti perkembangan jaman.
b. Bercorak komparatif.5
Satria Effendi M. Zein dalam mengomentari masalah ini, membandingkan
dua pendapat yang beredar dalam menafsiri Ittihad Al-Majelis. Pendapat yang ia
bandingkan adalah pendapat madzhab Hanafy dan Hambaly di satu sisi dengan
madzhab Syafi'iy di sisi lain. Selain itu, corak komparatif ini juga nampak dalam
pemilihan kitab yang beliau rujuk, yakni Al-Fiqh 'Ala Mazahibil Arba'ah karya
Abdurrahman Al-Jaziri.
Pembahasan masalah fikih dengan model perbandingan bukanlah sesuatu
yang asing lagi, terutama pada periode modern ini. Berbagai literatur fikih
disajikan dalam bentuk studi perbandingan dengan memperhatikan apa yang
3 Ibid., hal. 5294 Ibid., hal. 135 Ibid., hal. 529
![Page 4: Skripsi Baabullah Bab 4](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022100506/5571f22249795947648c38b4/html5/thumbnails/4.jpg)
70
menjadi inti persoalannya, dan yang mempeloporinya adalah Ibnu Rusyd dalam
kitab bidayatu Al-Mujtahidnya.6
c. Berupaya membangun Fiqh Lintas Madzhab.7
Upaya untuk membangun fikih lintas mazhab terlihat jelas dalam analisis
satria Effendi terhadap berbagai masalah dalam buku ini. Yang menjadi menarik
manakala beliau mengungkap pendapat secara qauly sesuai dengan Ulama yang
berpendapat, dan kadangkala secara manhajiy.8 Hal ini bisa dilihat dalam
mengungkapkan pendapat Ibnu Qudamah secara pribadi, dan mengumpulkan
pendapat Ulama' Syafi'iyah dan mengungkapkannya dalam bentuk pendapat
kelompok secara manhaj.
d. Menggunakan pendekatan Ta'abbudi dan Ta'aqquli.9
Pendekatan ini tampak jelas ketika Satria Effendi berusaha membedakan
pendapat Syafi'iyah dengan pendapat Hanabilah dan Hanafiyah dalam menyikapi
akad nikah, apakah tergolong Ta'abbudi atau Ta'aqquli. Pendekatan semacam ini
menjadikan kesimpulan yang beliau tawarkan lebih tajam, berbobot dan variatif.
3. Kelebihan Pendapat Satria Effendi M. Zein
Tak dapat disangkal apabila Satria Effendi adalah kelompok intelektual
muslim yang menganut paham Madrasah Moderat, suatu istilah yang digunakan
oleh Yusuf Qaradhawi dalam menjuluki kelompok penengah antara literal dan 6 Ibid.7 Ibid.8 Ibid.9 Ibid.
![Page 5: Skripsi Baabullah Bab 4](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022100506/5571f22249795947648c38b4/html5/thumbnails/5.jpg)
71
liberal. Berikut adalah ciri-ciri penganut Madrasah Moderat menurut Qaradhawi:
1. Mencari maksud syariat sebelum mengeluarkan hukum10. Ini yang dilakukan
Satria Effendi dalam menggali maksud dari ittihad al-majelis.
2. Memahami teks dalam bingkai sebab dan kondisinya11. Ini terlihat ketika
beliau mengomentari ketidakjelasan uraian keputusan PA Jakarta Selatan
tentang hadits riwayat Abu Daud dari Uqbah bin Amir tentang praktik tawkil.
3. Membedakan antara maksud-maksud yang mapan dan wasilah-wasilah yang
berubah12. Hal ini nampak dalam kejelian beliau mengidentifikasi bahwa
ittihad al-majelis adalah wasilah, bukan maksud dari akad nikah.
4. Menyesuaikan dengan yang telah mapan dan yang akan senantiasa
berubah.13Ini terlihat dari anggapan beliau bahwa putusan akad nikah melalui
telepon perlu dan mendesak untuk dianalisis, karena bisa jadi di kemudian hari
muncul problem serupa.
5. Melihat perbedaan makna dalam ibadah dan muamalah14. Ini tidak lain adalah
pendekatan Ta'abbudi dan Ta'aqquli yang beliau anut yang telah disinggung di
bagian sebelumnya.
Kelebihan lain dari pendapat Satria Effendi adalah pemahamannya atas
hukum positif dan sistem hukum sipil yang dianut di Indonesia. Satria
10 Yusuf Qaradhawi, Fiqih Maqashid Syariah, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2004, hal. 539 Fiqh maqashid syariah hal 160
11 Ibid., 16712 Ibid.13 Ibid., hal 21414 Ibid., hal 217
![Page 6: Skripsi Baabullah Bab 4](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022100506/5571f22249795947648c38b4/html5/thumbnails/6.jpg)
72
menyatakan bahwa hakim berhak untuk rechtsvinding15. Seperti dalam
pernyataannya “...dua kesimpulan hukum tersebut di atas, dapat dijadikan
alternatif selama belum ada ketegasan pendapat mana yang diberlakukan di
peradilan agama...” ketika memberikan dua alternatif kesimpulan kedudukan
akad nikah melalui telepon.
4. Kekurangan Pendapat Satria Effendi M. Zein
Beberapa kekurangan dapat dijumpai dari pendapat Satria Effendi. Di
antaranya adalah beliau tidak merujuk kepada peraturan perundang-undangan
tentang hukum keluarga yang berlaku di negeri-negeri muslim di dunia modern
sekarang ini, di luar Indonesia. Padahal perbandingan seperti itu amat diperlukan,
agar supaya para pemikir hukum Islam tidak sendirian di dalam melakukan
terobosan-terobosan pemikiran hukumnya. Inilah yang dapat disebut dengan
kajian komparatif horizontal. Sedangkan apa yang telah dilakukan oleh Satria
Effendi pada dasarnya adalah kajian komparatif vertikal, yaitu membandingkan
masalah hukum yang dihadapi dengan apa yang terdapat dalam kitab-kitab fikih.16
Selain itu, Pendapat Satria Effendi hanyalah bersifat catatan dan komentar
dalam kemasan keilmuan. Sebab putusan pengadilan yang beliau komentari
adalah mengikat, maka catatan dan komentar atas putusan tersebut hanya berperan
memberikan alternatif-alternatif untuk pengembangan hukum selanjutnya,17 dan
tidak berdampak hukum apa-apa.
15 Satria Effendi, Op. Cit., hal. xviii-xix16 Ibid., hal. xliii17 Ibid., hal. xxiv
![Page 7: Skripsi Baabullah Bab 4](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022100506/5571f22249795947648c38b4/html5/thumbnails/7.jpg)
73
B. ANALISIS ATAS DASAR SATRIA EFFENDI M. ZEIN
Satria Effendi tidak meletakkan kitab-kitab filsafat hukum Islam sejajar
atau bahkan lebih penting dari kitab fiqh. Meskipun demikian, nampak bahwa
Satria Effendi mengutamakan Maqasid As-Syari'ah dan kemaslahatan, yang
menjadi dua topik penting dalam ilmu ushul fiqh.18
Pemilihan hadits yang beliau bawa untuk pembahasan pendapatnya telah
tepat. Satu hadits riwayat Muslim tentang keagungan akad nikah dan dua hadits
riwayat Abu Daud tentang tawkil.
Lalu dalam pemilihan kitab rujukan, nampak keseimbangan yang hendak
beliau jaga, dan maksud membangun fiqh lintas madzhab yang betul-betul toleran
dan dinamis. Kitab lintas madzhab yang diwakili oleh Fiqh As-Sunnah dan Fiqh
'Ala Madzahib Arba'ah, kemudian kitab yang mewakili pendapat pertama diwakili
oleh kitab Al-Mughni dan kitab yang mewakili pendapat kedua diwakili oleh kitab
Tuhfatul Muhtaj dan Al-Muhazzab beserta syarahnya, Al-Majmu'.
Kesesuaian ini berlanjut ketika beliau menyajikan PP RI No. 9 tahun 1975
sebagai penambah keterangan bahwa undang-undang tersebut masih berpeluang
multitafsir.
C. ANALISIS ATAS METODE SATRIA EFFENDI M. ZEIN
Satria Effendi M. Zein menggunakan metode komparatif vertikal, yaitu
metode di mana beliau membandingkan perkara yang dihadapi yakni tentang
18
![Page 8: Skripsi Baabullah Bab 4](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022100506/5571f22249795947648c38b4/html5/thumbnails/8.jpg)
74
hukum akad nikah melalui telepon menggunakan hadits, pendapat ulama dan
peraturan perundangan yang ada. Metode komparatif vertikal ini adalah metode
yang tepat dimana peristiwa akad nikah melalui telepon yang bersifat dinamis,
untuk mengetahui kedudukan hukumnya maka perlu melihat dalil dan pendapat
yang sifatnya tetap.
Pengujian ini tidak berhenti di sini. Satria Effendi melakukan metode
qiyas, di mana permasalahan akad nikah melalui telepon yang kontemporer,
diambilkan titik-titik kesamaan dengan pendapat-pendapat ulama' terdahulu
tentang berbagai macam pelaksanaan akad nikah. Titik-titik kesamaan yang beliau
tentukan adalah:
1. Calon suami dengan wali calon istri tidak berkumpul dalam satu tempat ketika
berakad , yang pencarian hukumnya beliau kiaskan dengan akad melalui surat
ala Hanafiyah.
2. Para saksi tidak melihat pelaku akad secara langsung, yang pencarian
hukumnya beliau kiaskan dengan diterimanya kesaksian orang buta menurut
Hanabilah atau penolakan kesaksian dalam gelap.
Kemungkinan salah atau keliru dalam putusan hakim tetap ada, karena itu
pada tempatnya pula jika penulis melakukan analisis terhadap putusan-putusan
hakim tersebut.
Kemungkinan salah atau keliru pada hasil analisis penulis dalam karyanya
juga tetap ada. Hal ini karena menyangkut karakteristik fiqh muamalah
![Page 9: Skripsi Baabullah Bab 4](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022100506/5571f22249795947648c38b4/html5/thumbnails/9.jpg)
75
(ijtihadiyat) yang dikajinya, yaitu a). memiliki kebenaran yang sifatnya relatif, b).
keberlakuannya bisa tidak universal dan boleh jadi tidak permanen, dan c) bersifat
ta'aqquli. (معقول المعنى)
Baik para hakim yang telah memutus perkara maupun penulis dalam buku
ini telah melakukan ijtihad dalam kategori ijtihad tatbiqi طبيقى) هاد ت (إجت yang
pijakannya bukan hanya nash-nash al-quran dan as-sunnah serta pendapat para
ulama, namun juga situasi dan kondisi pihak-pihak yang berperkara (الظروف).
Dalam kasus ini pemikiran penulis sangat kental dengan pertimbangan
maslahat sebagai tujuan utama disyariatkannya hukum Islam dengan indikator
utamanya, yaitu:
a) memberikan manfaat (فع dan b) dan kemudian menghindarkan (الجلب الن
madharat (دفع الضرر)
Nash-nash Al-Quran dan atau As-Sunnah yang secara jelas dan tegas
menyatakan suatu ketentuan hukum, itulah acuan utama penulis. Undang-undang
atau hukum positif merupakan alternatif utama bilama seputar kasus yang
dianalisisnya terdapat perbedaan pendapat para ulama. Hal ini sesuai dengan
kaidah
(حكم الحاكم ملزم يرفع الخلف)
“Keputusan hakim/penguasa menghilangkan perbedaan pendapat”.
Kapasitas penulis dalam berbagai kajiannya dapat digolongkan sebagai
pakar hukum Islam yang berpegang kepada prinsip:
![Page 10: Skripsi Baabullah Bab 4](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022100506/5571f22249795947648c38b4/html5/thumbnails/10.jpg)
76
(المحافظخة على القديم الصالح والخذا بالجديد الصلح)
“memelihara produk pemikiran klasik yang masih relevan dan mengambil
produk pemikiran baru yang lebih relevan”.