Transcript

SISTEM PENYALIRAN TAMBANG

1. Sistem Penyaliran Tambang

Penirisan tambang adalah suatu usaha yang diterapkan pada suatu daerah

penambangan yang dilakukan untuk mencegah masuknya air atau untuk

mengeluarkan air yang telah masuk dan menggenangi daerah penambangan

tersebut, sehingga dapat mempengaruhi atau mengganggu aktivitas penambangan,

mempercepat kerusakan peralatan, dan akan menambah kandungan air pada

mineral atau batuan yang akan ditambang.

Secara umum air yang terdapat pada lokasi penambangan berasal dari dua

sumber, yaitu air permukaan dan air bawah tanah. Air yang mengalir pada

permukaan tanah berupa air limpasan permukaan, air yang berasal dari sungai,

danau atau rawa yang terdapat disekitar daerah penambangan, air buangan atau

limbah, dan air yang berasal dari mata air. Sedangkan air di bawah permukaan

tanah berupa air tanah dan air rembesan. Air yang masuk ke dalam lokasi tambang

terbuka sebagian besar berupa air permukaan tanah yang berasal dari hujan. Hal ini

tidak lepas kaitannya dengan sirkulasi air atau daur hidrologi. Daur hidrologi

merupakan suatu daur atau siklus yang dialami oleh air, yang dalam prosesnya air

akan mengalami perubahan bentuk dan tempat.

Penanganan masalah air dalam suatu tambang terbuka dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu :

1. Mine Drainage, yang merupakan upaya untuk mencegah aliran air masuk ke

lokasi penggalian. Hal ini umumnya dilakukan untuk penanganan air tanah dan

air yang berasal dari sumber air permukaan. Ada beberapa cara untuk

mencegah agar air tanah tidak masuk ke dalam lokasi penggalian, yaitu metode

Siemens, metode elektro osmosis, metode pemotongan air tanah, dan metode

kombinasi dengan lubang bukaan bawah tanah.

2. Mine Dewatering, yang merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah

masuk ke lokasi penggalian, terutama untuk penanganan air hujan Ada

beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengeluarkan air yang telah masuk

ke dalam tempat penggalian, yaitu sistem kolam terbuka (open sump) dan

sistem Adit.

sAID ADI FIRDAUS 1

2. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Sistem Penyaliran Tambang

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam merancang sistem

penyaliran pada tambang terbuka adalah :

2.1. Curah Hujan

Curah hujan adalah jumlah air hujan yang jatuh pada satu satuan luas,

dinyatakan dalam milimeter.

Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan

pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di

seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu.

Analisa curah hujan dilakukan dengan menggunakan metode Gumbel,

dimana terlebih dahulu kita ambil data curah hujan bulanan yang ada, kemudian

ambil curah hujan maksimum setiap bulannya dari data tersebut. Tahapan

perhitungan curah hujan rencana yaitu :

1. Tentukan curah hujan maksimum rata-rata (X), dengan rumus :

Keterangan :

= Curah hujan maksimum rata-rata

ΣCH = Jumlah curah hujan maksimum

n = Banyaknya data

2. Tentukan reduced mean, dengan rumus :

Keterangan :

Yn = Reduced mean

n = Banyaknya data

m = Urutan sample (1,2,3,…)

3. Tentukan standar deviation, dengan rumus :

Sx = √∑ (xi− x__ )2

n−1

sAID ADI FIRDAUS 2

…...…………………………….…..…...(3)

…...…………………………………(2)

………………………………………….……(1)

X

Keterangan :

Sx = Standar deviation

Xi = Curah hujan periode ulang T tahun (mm)

= Curah hujan maksimum rata-rata

n = Banyaknya data

4. Tentukan reduced standard deviation, dengan rumus :

Sn =√∑ (Yn−Yn___ )2n−1

Keterangan :

Sn = Reduced standard deviation

Yn = Reduced mean

= Reduced mean rata-rata (hubungan dengan banyaknya data)

n = Banyaknya data

5. Tentukan reduce variate, dengan rumus :

Keterangan :

Yt = Reduce variate

T = Periode ulang hujan

6. Perhitungan resiko hidrologi (PR)

Keterangan :

PR = Resiko hidrologi

TR = Periode ulang

TL = Umur tambang

7. Perhitungan Reduced Variate Factor (k)

k=(Yt−Yn)Sn

Keterangan:

k = Reduced variate factor

Yn = Reduced mean

sAID ADI FIRDAUS 3

…...……………………………………...…..…...(7)

…...……………………………...……..…...(6)

…...………………………………..…...(5)

…...…………………………….…..…...(4)

X

Yn

Yt=−In[−In [T−1T ]]

PR=1−(1− 1TR )

TL

Yt = Reduced variate

Sn = Reduced standar deviation

8. Tentukan curah hujan rencana, dengan rumus :

Xt=X + (k x Sx)

Keterangan :

Xt = Curah hujan rencana

X = Curah hujan rata-rata

k = Reduced variate factor

Sx = Standar deviation

Dari hasil akhir perhitungan diperoleh suatu curah hujan rencana dalam

satuan mm/hari, yang kemudian digunakan dalam perencanaan system penyaliran

tambang.

2.2. Periode Ulang Hujan

Periode ulang hujan adalah jangka waktu suatu hujan dengan tinggi

intensitas yang sama atau lebih besar kemungkinan dapat terjadi lagi. Penentuan

periode ulang hujan untuk perencanaan sarana penirisan tambang dapat dilakukan

dengan berdasarkan pada acuan periode ulang. Untuk sumuran utama dalam

sistem penirisan tambang, harga acuan periode ulang hujan adalah 10-25 tahun.

Frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran hujan disamai

atau dilampaui. Analisis frekuensi diperlukan seri data hujan yang diperoleh dari pos

penakar hujan, baik yang manual maupun yang otomatis. Analisis frekuensi ini

didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh

probabilitas besaran hujan di masa yang akan datang dengan anggapan bahwa

sifat statistik kejadian hujan yang akan datang masih sama dengan statistik kejadian

hujan masa lalu.

2.3. Intensitas Curah hujan

Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan per satuan waktu tertentu

dan dinyatakan dengan satuan mm/jam. Dengan kata lain bahwa intensitas curah

hujan menyatakan besarnya curah hujan dalam jangka pendek yang memberikan

gambaran derasnya hujan perjam. Untuk mengelola data curah hujan menjadi

sAID ADI FIRDAUS 4

…...…………………...…………...…..…...(8)

intensitas hujan di gunakan cara statistik dari data pengamatan curah hujan yang

terjadi.

Besarnya intensitas hujan yang kemungkinan terjadi dalam kurun waktu

tertentu dihitung berdasarkan persamaan Mononobe, yaitu :

I=

R24

24 (24t )

2/3

Keterangan :

R24 = Curah hujan maksimum harian (mm/hari)

t = Lamanya hujan (jam)

I = Intensitas hujan (mm/jam)

Tabel 1Hubungan Antara Derajat Curah Hujan dan Intensitas Hujan

Derajat HujanIntensitas Hujan

(mm/menit)Kondisi

Hujan lemah 0,02 – 0,05 Tanah basah semuaHujan normal 0,05 – 0,25 Bunyi hujan terdengar

Hujan deras 0,25 – 1,00Air tergenang diseluruh permukaan dan terdengar bunyi dari genangan

Hujan sangat deras > 1,00Hujan seperti ditumpahkan,saluran pengairan meluap

2.4. Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)

Catchment area adalah merupakan suatu areal atau daerah tangkapan hujan

dimana batas wilayah tangkapannya ditentukan dari titik-titik elevasi tertinggi

sehingga akhirnya merupakan suatu polygon tertutup yang polanya disesuaikan

dengan kondisi topografi, dengan mengikuti kecenderungan arah gerak air.

Dengan pembatasan catchment area maka diperkirakan setiap debit hujan

yang tertangkap akan terkonsentrasi pada elevasi terendah pada catchment area

tersebut. Pembatasan catchment area biasanya dilakukan pada peta topografi, dan

untuk perencanaan sistem penyaliran dianjurkan dengan menggunakan peta

rencana penambangan dan peta situasi tambang.

2.5. Koefisien limpasan (C)

Koefisien limpasan merupakan parameter yang menggambarkan hubungan

curah hujan dan limpasan, yaitu memperkirakan jumlah air hujan yang mengalir

sAID ADI FIRDAUS 5

…...……………………......….....(9)

menjadi limpasan langsung dipermukaan. Jenis material pada area penambangan

berpengaruh terhadap kondisi penyerapan air limpasan, karena untuk setiap jenis

dan kondisi material yang berbeda memiliki koefisien materialnya masing-masing.

Koefisien limpasan dipengaruhi oleh faktor-faktor tutupan tanah, kemiringan dan

lamanya hujan. Besarnya koefisien limpasan terlihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2 Koefisien Limpasan

Kemiringan Kondisi Daerah Pengaliran Koefisien Limpasan

< 3 %

(datar)

Sawah, Rawa 0,2

Hutan, Perkebunan 0,3

Perumahan 0,4

3 % - 15 %

(sedang)

Hutan, Perkebunan 0,4

Perumahan 0,5

Semak-semak agak jarang 0,6

Lahan terbuka 0,7

> 15 %

(curam)

Hutan 0,6

Perumahan 0,7

Semak-semak agak jarang 0,8

Lahan terbuka daerah tambang 0,9

2.6. Air Limpasan Permukaan (Run Off Water)

Air limpasan permukaan (Run Off Water) adalah air hujan yang mengalir di

atas permukaan tanah. Air limpasan ini secara garis besar dipengaruhi oleh elemen-

elemen meteorologi yang diwakili oleh curah hujan, dan elemen-elemen daerah

pengaliran yang menyatakan sifat fisik dari daerah pengaliran.

Untuk memperkirakan debit air limpasan digunakan rumus rasional, yaitu :

Q = 0,278. C . I .A

Keterangan :

Q = Debit air limpasan maksimum (m3/detik)

C = Koefisien limpasan

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

A = Luas daerah tangkapan hujan (km2)

sAID ADI FIRDAUS 6

….......………………... (10)

3. Saluran penyaliran

Beberapa lubang paritan dibuat pada area penambangan guna menampung

aliran limpasan (run off), sehingga tidak mengganggu pekerjaan penambangan.

Beberapa macam bentuk saluran penirisan dapat dibuat guna melakukan pekerjaan

penirisan, tetapi yang sederhana dan umum digunakan adalah saluran dengan

bentuk trapesium, dengan kemiringan sisinya 1:1 (45o).

Bentuk saluran trapesium sering digunakan karena murah, efisien, mudah

dalam pembuatannya, dan stabilitas kemiringan dindingnya dapat disesuaikan

menurut keadaan daerah.

Gambar 1 Penampang Saluran Bentuk Trapesium

Kemiringan dinding saluran ( m ) = 1/tan α

Panjang bawah ( b ) = 2 {(1 + m2)0,5 – m}

Jari-jari hidrolis ( R ) = 0,5 . d

Panjang atas (B) = b + 2m . d

Panjang sisi luar saluran (a) = d/sin α

Luas penampang saluran ( A ) = (b + m.d).d

Untuk menentukan debit air saluran digunakan persamaan ”Manning”

sebagai berikut :

Q = 1/n x R2/3 x S1/2 x A

Keterangan:

sAID ADI FIRDAUS 7

….....……………... (17)

………... (16)

….....……………... (15)

.........………………(13)

….....……......... (14)

………... (12)

….....……………... (11)

v = Kecepatan aliran (m/detik)

Q = Debit air saluran (m3/detik)

n = Koefisien kekasaran Manning (Tabel 3)

R = Jari-jari hidrolis ( m )

S = Kemiringan memanjang saluran ( % )

A = Luas penampang saluran ( m2 )

Tabel 3 Koefisien Kekasaran Manning

4. Sumuran (Sump)

Sump (sumuran) merupakan kolam penampungan air yang dibuat untuk

menampung air limpasan, yang dibuat sementara sebelum air itu dipompakan, serta

dapat berfungsi sebagai pengendap lumpur. Pengaliran air dari sump dilakukan

dengan cara pemompaan atau dialirkan kembali melalui saluran pelimpah. Tata

letak sump akan dipengaruhi oleh sistem drainase tambang yang disesuaikan

dengan geografis dari daerah tambang dan kestabilan lereng tambang.

Gambar 2

sAID ADI FIRDAUS 8

Penampang Melintang Profil Trapesium

Untuk menghitung volume air yang dapat ditampung sump dapat

menggunakan rumus luas trapesium dikalikan lebar sump sebagai berikut :

Volume Sump = (

12

x (t + b) x d) x L

Keterangan :

t = panjang permukaan sump (m)

b = panjang dasar sump (m)

d = kedalaman sump (m)

L = lebar permukaan sump (m)

5. Sistem Pemompaan

5.1. Head Total Pompa

Dalam pemompaan dikenal istilah julang (head), yaitu energi yang diperlukan

untuk mengalirkan sejumlah air pada kondisi tertentu. Semakin besar debit air yang

dipompa, maka head juga akan semakin besar.

Head ini tidak tergantung dari berat jenis media, dengan kata lain sebuah

pompa sentrifugal dapat menimbulkan head yang sama untuk jenis cairan. Tetapi

berat jenis media akan menyebabkan tekanan pada pompa tersebut. Head total

pompa untuk mengalirkan sejumlah air seperti yang direncanakan dapat ditentukan

dari kondisi instalasi yang akan dilayani oleh pompa tersebut, sehingga head total

pompa dapat dituliskan sebagai berikut :

H=h s +h p+h f + hv

Keterangan :

H = Head total pompa (m)

hs = Head statis pompa (m)

hp = Head belokan pompa (m)

hf = Head gesekan pompa (m)

Hv = Head kecepatan (m),

sAID ADI FIRDAUS 9

….....………...…..… (19)

….....…….…… (18)

Perhitungan berbagai julang pada pemompaan :

a) Head statis (hs)

Head statis adalah kehilangan energi yang disebabkan oleh perbedaan tinggi

antara tempat penampungan dan tempat pembuangan.

h s=h 2−h1

keterangan :

h1 = Elevasi sisi isap (m)

h2 = Elevasi sisi keluar (m)

b) Head belokan (hp)

h p=f ( V 2

2g )Keterangan :

f = Koefisien kerugian pada belokan

f=[0 ,131+1 ,847( D2R )3,5 ]x ( θ90 )

0,5

V = Kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)

g = Kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)

θ = Sudut belokan pipa

R = Jari-jari lengkung belokan (m)

c) Head gesekan (hf)

Head gesekan adalah kehilangan akibat gesekan air yang melalui pipa dan

dinding pipa

h f=f ( LV 2

2Dg )sAID ADI FIRDAUS 10

….....………...………………….……………. (24)

….....………...………………….…………. (23)

….....………...….…………. (22)

….....………...….……………..………….………. (21)

….....………...….……………..………………………. (20)

R= D

tan12θ

keterangan :

f = Koefisien gesek (tanpa satuan)

V = Kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)

L = Panjang pipa (m)

D = Diameter pipa (m)

g = Kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)

Angka koefisien gesekan f dicari dengan menggunakan persamaan:

1

√ f=2 log

3,7 Dk

Keterangan :

k = Koefisien kekasaran pipa (Tabel 4)

D = Diameter dalam pipa (m)

d) Velocity Head (Hv)

H v=v2

2 gVelocity Head adalah kehilangan yang diakibatkan oleh kecepatan air

yang melalui pompa.

keterangan :

v = Kecepatan air yang melalui pompa (m/detik)

g = Gaya gravitasi bumi (m/detik2)

Tabel 4Koefisien kekasaran beberapa jenis pipa

Bahan Koefisien kekasaran pipa

(mm)Baja : baru

lapisan plastik non poros0,010,03

Besi tuang : barulapisan bitumenlapisan semen

0,1 – 1,000,03 – 0,100,03 – 0,10

Polyethylene 0,03 – 0,10Kuningan, tembaga 0,10

Aluminium baru 0,15 – 0,16Beton : baru

”centrifuge” baru ratatanah yang telah diolah

0,030,20 – 0,501,00 – 2,00

sAID ADI FIRDAUS 11

….....………...……………………...…………. (26)

….....………...…………………...……………. (25)

Semen asbes baruBahan dari batu/kaca

0,03 – 0,100,10 – 1,00

5.2. Debit Pompa

Untuk memperkirakan debit pemompaan dihitung dengan Metode Discharge.

Langkah kerja metode ini yaitu buat alat ukur berbentuk “L” seperti terlihat pada

Gambar 3.3. Sisi yang pendek berukuran 4 inchi dan sisi yang lebih panjang

merupakan panjang kekuatan air (X) dinyatakan dalam satuan mm. Ketika air

mengalir keluar dari pipa, letakan sisi L yang panjang pada bagian atas pipa yang

ditentukan pada saat sisi yang pendek menyentuh aliran air seperti yang terlihat

pada gambar. Kemudian catat panjang X. Tabel 3.5 menampilkan hubungan antara

panjang X dan diameter pipa (d) yang menentukan besar debit pompa.

Gambar 3Pengukuran Debit Pompa dengan Metode Discharge

Nilai pengukuran debit pompa menggunakan alat ukur dengan panjang sisi

yang pendek 300 mm ditampilkan pada Tabel 5.

sAID ADI FIRDAUS 12

Tabel 5 Pengukuran Debit Pompa Berdasarkan Panjang “X”

dengan Panjang Sisi Pendek Alat Ukur 300 mmX

(mm)D = 150 mm D = 200 mm d = 250 mm d = 300 mm

Ltr/ dtk m3/ jam Ltr/ dtk m3/ jam Ltr/ dtk m3/ jam Ltr/ dtk m3/ jam300 22 80 39 139 61 218 87 313350 26 93 45 162 71 255 101 364400 30 107 51 185 81 291 116 418450 33 120 58 208 91 327 128 461500 36 131 64 231 101 364 145 522550 40 144 71 254 111 400 159 572600 45 160 77 278 121 436 174 626650 48 173 83 300 131 472 188 677700 52 186 90 324 141 508 202 727750 56 200 96 347 151 544 216 778800 59 213 103 369 162 582 232 835850 63 226 109 392 172 618 244 878900 67 240 115 415 182 654 256 922950 70 251 122 439 192 690 273 983

1000 73 262 128 462 202 727 290 1.0441050 77 275 135 485 212 763 304 1.0941100 80 289 141 508 222 799 318 1.1451150 85 305 148 532 232 835 333 1.1991200 89 320 154 555 242 871 348 1.2531250 93 333 161 578 252 907 362 1.3031300 96 346 167 600 262 943 376 1.354

5.3. Water Balance

Hubungan antara aliran masuk, kapasitas pompa (aliran keluar) dan

kapasitas kolam penampungan air dinyatakan dalam persamaan berikut :

Qi−Qo=

d∀dt

Dimana :

Qi = Debit masuk (m3/dtk)

Qo = Debit keluar atau kapasitas pompa (m3/dtk)

d∀ = Volume tampungan (m3)

dt = Waktu pemompaan (detik)

5.4. Total Suspended Solid

TSS (Total Suspended Solid) atau total padatan tersuspensi adalah padatan

yang tersuspensi di dalam air berupa bahan-bahan organik dan inorganik yang

sAID ADI FIRDAUS 13

….....………...………………….…….... (27)

dapat disaring dengan kertas millipore berpori-pori 0,45 μm. Materi yang tersuspensi

mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi

matahari ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan

gangguan pertumbuhan organisme produser.

Semakin ke hilir maka akan semakin besar jumlah angkutan padatan yang

terkandung, hal ini disebabkan karena aliran air dapat menggerus dan membawa

lapisan atas tanah yang dilewatinya. Selain itu kecepatan juga semakin berkurang

yang mana diakibatkan semakin banyak jumlah sedimen yang terangkut.

Manfaat perhitungan total suspended solid pada settling pond adalah

menghitung jumlah lumpur yang terangkut dan mengendap di dasar kolam yang

dapat menyebabkan pendangkalan kolam. Untuk selanjutnya dapat diperkirakan

waktu pengerukan untuk kolam tersebut.

6. Kolam Pengendapan (Settling Pond)

Kolam pengendapan berfungsi untuk mengendapkan lumpur-lumpur, atau

material padatan yang bercampur dengan air limpasan yang disebabkan adanya

aktivitas penambangan maupun karena erosi. Selain itu, kolam pengendapan juga

dapat berfungsi sebagai tempat pengontrol kualitas dari air yang akan dialirkan

keluar kolam pengendapan, baik itu kandungan materialnya, tingkat keasaman

ataupun kandungan material lain yang dapat membahayakan lingkungan.

Pada kolam pengendapan memiliki 4 zona penting yang terbentuk karena

proses pengendapan material padatan (Gambar 4).

Gambar 4Kolam Pengendapan Lumpur

Keempat zona yang ditunjukkan pada gambar adalah :

1. Zona masukan

sAID ADI FIRDAUS 14

Adalah tempat masuknya aliran air berlumpur ke dalam kolam pengendapan

dengan anggapan campuran antara padatan dan cairan terdistribusi secara

merata.

2. Zona Pengendapan

Tempat dimana partikel akan mengendap, material padatan disini akan

mengalami proses pengendapan disepanjang kolam pengendapan.

3. Zona Endapan Lumpur

Tempat dimana partikel padatan dalam cairan mengalami sedimentasi dan

terkumpul pada bagian bawah saluran pengendap.

4. Zona Keluaran

Tempat keluarnya buangan cairan yangt relatif bersih, zona ini terletak pada

akhir saluran.

6.1. Kecepatan Pengendapan

Kecepatan padatan tersuspensi tergantung pada diameter partikel dalam

padatan yang lolos keluar dari kolam pengendapan, sehingga kecepatan

pengendapan dapat dihitung dengan menggunakan rumus “Stokes”, yaitu :

Dimana :

V = kecepatan pengendapan partikel (m/detik)

g = percepatan gravitasi (m/detik2)

p = berat jenis partikel padatan

a = berat jenis air (kg/m3)

= kekentalan dinamik air (kg/mdetik)

D = diameter partikel padatan (m)

6.2. Perhitungan Presentase Pengendapan

Perhitungan Presentase pengendapan ini bertujuan untuk mengetahui

apakah kolam pengendapan yang akan dibuat dapat berfungsi untuk

mengendapkan partikel padatan yang terkandung dalam air limpasan tambang.

sAID ADI FIRDAUS 15

….....………...……..…... (28)vt=g⋅D2⋅( ρp−ρa )18μ

Debit padatan yang terkandung dalam lumpur pada kolam pengendapan

dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini.

QSolid (Qs) = Qair x % TSS

Dimana :

Qs = Debit Solid (m3/detik)

Qair = Debit air (m3/detik)

%TSS = Nilai Total Suspended Solid (%), (1 %TSS = 10.000 mg/liter)

Waktu yang dibutuhkan oleh partikel untuk mengendap dengan kecepatan

(m/detik) dan kedalaman (m) adalah :

tv=hV

Dimana :

tv = waktu pengendapan partikel (menit)

V = kecepatan pengendapan partikel (m/detik)

h = kedalaman settling pond (m)

Luas permukaan kolam pengendapan dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut :

Dimana :

A = Luas permukaan kolam pengendapan (m2)

t = Panjang atas kolam pengendapan (m)

L = Lebar atas kolam pengendapan (m)

Jika:

Dimana :

Vh = kecepatan mendatar partikel (m/detik)

Qtotal = debit aliran yang masuk ke settling pond (m3/detik)

sAID ADI FIRDAUS 16

….....………...….……..... (32)

….....………....…………..... (30)

A = t x L ….....………...………... (31)

….....…………..….. (29)

vh=Q total

A

A = luas permukaan settling pond (m2)

Maka waktu yang dibutuhkan partikel untuk keluar dari settling pond adalah :

th=Pvh

Dimana :

th = waktu yang dibutuhkan air keluar (detik)

P = Panjang kolam pengendapan (m)

Vh = kecepatan mendatar partikel (m/detik)

Dalam proses pengendapan ini partikel mampu mengendap dengan baik jika

tv tidak lebih besar dari th. Sebab, jika waktu yang dibutuhkan air keluar lebih kecil

dari waktu pengendapan partikel maka proses pengendapan berlangsung tidak baik

dan menyebabkan settling pond tidak dapat menampung debit air yang masuk ke

settling pond tersebut, diakibatkan settling pond tersebut terisi oleh lumpur.

Untuk menghitung presentase pengendapan maka digunakan persamaan :

Dimana :

th = waktu yang dibutuhkan air keluar (detik)

tv = waktu pengendapan partikel (detik)

Dari perumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran

partikel maka semakin cepat proses pengendapan serta semakin besar pula

presentase partikel yang berhasil diendapkan.

6.3. Waktu pengerukan settling pond (maintenance)

Pada setiap settling pond perlu dilakukan penanganan (maintenance) untuk

mengurangi pendangkalan akibat lumpur yang terbawa dari sump. Hal ini dilakukan

agar settling pond tersebut masih dapat menampung debit air dan lumpur yang

masuk sebelum dikeruk selama interval waktu tertentu.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan settling pond yaitu

besarnya nilai Total Suspended Solid (TSS) dan volume padatan yang berhubungan

sAID ADI FIRDAUS 17

….....………... (34)

…………....……..…….……... (33)

% pengendapan =

th(th+ tv )

x 100%

dengan kecepatan pengendapan, debit aliran pompa yang melalui settling pond

tersebut, dan dimensi settling pond.

Untuk menghitung kapan waktu pengerukan (maintenance) digunakan

persamaan :

sAID ADI FIRDAUS 18

T = Volume settling pond Volume total padatan yang berhasil diendapkan

..... (35)


Top Related