MAK: 1800.202.006.065
PROPOSAL PENELITIAN
SISTEM PENGELOLAAN LAHAN KERING MASAM
UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN
KAWASAN PANGAN
Dr. Maswar, M.Agr.,Sc
BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIANI
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTRIAN PERTANIAN
2018
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul RPTP : Sistem Pengelolaan Lahan Kering Masam untuk
Mendukung Pengembangan Kawasan Pangan
2. Unit kerja : Balai Penelitian Tanah
3. Alamat unit kerja : Jl. Tentara Pelajar No. 12, Cimanggu, Bogor
4. Sumber Dana : DIPA/RKAKL Satker Balai Penelitian Tanah
5. Status Penelitian : Baru
6. Penanggung Jawab
a. Nama
b. Pangkat/Golongan
c. Jabatan
:
:
:
Dr. Ir. Maswar, M.Agric,Sc.
IV.a/Pembina
Kepala Balai
7. Lokasi : Pulau Sumatera dan Kalimantan
8. Agroekosistem Lahan Kering Masam
9. Tahun Mulai 2018
10. Tahun Selesai 2019
11 Output tahunan : 1. Paket teknologi budidaya tanaman jagung di lahan
kering masam yang mampu meningkatkan produksi
dan berpotensi besar untuk diterapkan masyarakat.
2. Teknologi ameliorasi dengan aplikasi co-compost
biochar limbah organik untuk meningkatkan
produktivitas lahan kering masam dan efisiensi pupuk
NPK pada pertanaman jagung-kedelai.
3. Teknologi pengelolaan hara pada budidaya tanaman
pangan pada lahan kering masam dengan
menggunakan sistem alley cropping
4. Rekapitalisasi fosfat ,pemupukan berimbang, dan
budidaya varietas unggul baru meningkatkan
produktivitas jagung pada lahan kering masam
5. Teknologi dan pendampingan rekapitalisasi fosfat dan
budiaya jagung varietas unggul baru meningkatkan
kapasitas petani dalam adopsi dan akses teknologi
introduksi
6. Teknologi introduksi yang mampu meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan petani lahan kering
masam
7. 3 (tiga) draft KTI (Karya tulis ilmiah)
12 Output akhir Teknologi pengelolaan lahan kering masam untuk
peningkatan produksi tanaman pangan
13 Biaya Rp. 4.930.000.000,- (Empat milyar sembilan ratus tiga
puluh juta rupiah).
Korodinator Program
Dr. Ir. Neneng Laela Nurida
NIP. 19631229 199003 2 001
Penanggungjawab RPTP
Dr. Ir. Maswar, M.Agric,Sc.
NIP. 19620527 1 199303 1 001
Mengetahui,
Kepala Balai Besar Litbang
Sumberdaya Lahan Pertanian
Prof. Dr. Ir. Dedi Nursyamsi, M.Agr.
NIP. 19640623 198903 1 002
Kepala Balai Penelitian Tanah
Dr. Husnain, MP, MSc.
NIP. 19730910 200112 2 001
RINGKASAN
1. Judul Kegiatan RPRP : Sistem Pengelolaan Lahan Kering Masam untuk
Mendukung Pengembangan Kawasan Pangan
2. Nama dan alamat unit
kerja
: Balai Penelitian Tanah
Jl. Tentara Pelajar No. 12, Cimanggu, Bogor
3. Sifat usulan penelitian : Baru
4. Penanggungjawab : Dr. Ir. Maswar, M.Agric,Sc.
5. Justifikasi : Lahan yang masih tersedia dan berpotensi untuk
pengembangan pertanian di Indonesia saat ini
salah satunya adalah lahan kering masam (LKM).
Namun demikian, secara alami produktivitas LKM
tergolong rendah, karena kendala fisik, kimia
dan biologi tanahnya. Berbagai komponen
teknologi penanganan masalah lahan kering
masam untuk budidaya tanaman pangan telah
banyak diteliti dan dihasilkan. Secara umum
hasil-hasil penelitian tersebut telah dapat
mengatasi kendala utama budidaya tanaman
pangan di LKM antara lain: pH rendah (masam),
miskin unsur-unsur hara, defisiensi nitrogen (N)
dan fosfor (P). Diantara komponen teknologi
yang telah teruji tersebut adalah penggunaan
pupuk yang tepat (jenis, dosis dan waktu),
pengapuran, penggunaan pembenah tanah
(amelioran), pupuk posfat alam, pupuk hayati
dan pengelolaan air. Bagaimanapun, teknologi
yang telah teruji tersebut belum sepenuhnya
dapat diimplementasikan dan dikembangkan
pada tingkat petani. Hal ini disebabkan oleh
karena teknologi tersebut belum sepenuhnya
dikaji dan/atau diuji kelayakannya khususnya
aspek kelayakan ekonomi dan aspek sosial
masyarakat (petani) calon pemakai teknologi
tersebut. Pada sisi lain, teknologi tersebut belum
sepenuhnya di diseminasikan pada petani,
sehingga petani belum mendapatkan informasi
terkait teknologi tersebut.
7. Luaran yang diharapkan : (1) Paket teknologi budidaya tanaman pangan
(jagung) yang adaptif di LKM, produksi
tinggi, dan berpotensi besar untuk
diterapkan oleh petani.
(2) Komponen teknologi ameliorasi dengan
aplikasi co-compost biochar limbah organik
untuk meningkatkan produktivitas lahan
kering masam dan efisiensi pupuk NPK pada
pertanaman jagung-kedelai
(3) Teknologi pengelolaan hara pada budidaya
tanaman pangan (jagung) dalam sistem
pertanaman lorong (alleycropping)
(4) Rekapitalisasi fosfat ,pemupukan
berimbang, dan budidaya varietas unggul
baru meningkatkan produktivitas jagung
pada lahan kering masam
(5) Teknologi dan pendampingan rekapitalisasi
fosfat dan budiaya jagung varietas unggul
baru meningkatkan kapasitas petani dalam
adopsi dan akses teknologi introduksi
(6) Teknologi introduksi yang mampu
meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan petani lahan kering masam
(7) Tiga (3) draft Karya tulis ilmiah (KTI)
10. Lokasi penelitian : Sumatera dan Kalimantan
11. Jangka waktu : TA 2018-2019
12. Suber dana : DIPA/RKAKL Satker: Balai Penelitian Tanah, TA.
2018
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Program pembangunan pertanian Indonesia yang utama pada saat ini adalah
terfokus pada upaya mewujudkan swasembada dan ketersediaan komoditas pangan
strategis dan sekaligus memantapkan ketahanan pangan nasional yang
berkelanjutan.Untuk bisa memenuhi kebutuhan pangan yang terus berkembang sebagai
konsekwensi logis dari pertambahan penduduk, maka upaya penyediaan pangan
seharusnya dilakukan dengan mengembangkan sistem produksi pangan yang berbasis
pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal, efisiensi sistem usaha tani,
mengembangkan teknologi produksi, sarana dan prasarana produksi, serta
mempertahankan dan mengoptimalkan sumberdaya lahan. Untuk mewujudkan upaya
tersebut, pemerintah telah mencanangkan “Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019 di bidang pertanian yang lebih fokus pada pengembangan
komoditas unggulan yaitu padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, tebu dan daging
sapi.
Menurut Hutapea dan Mashar (2005) rendahnya laju peningkatan produksi dan
terus menurunnya produksi pangan di Indonesia antara lain disebabkan oleh: (1)
produktivitas tanaman pangan yang masih rendah dan terus menurun; (2) peningkatan
luas areal penanaman-panen yang stagnan bahkan terus menurun khususnya di lahan
pertanian pangan produktif seperti di pulau Jawa. Kombinasi kedua faktor di atas
menyebabkan laju pertumbuhan produksi dari tahun ke tahun cenderung terus
menurun. Untuk mengatasi dua permasalahan teknis yang mendasar tersebut perlu
dilakukan upaya-upaya khusus dalam pembangunan pertanian pangan khususnya dalam
kerangka program ketahanan pangan nasional. Disamping itu, faktor dominan penyebab
rendahnya produktivitas adalah: (a) penerapan teknologi budidaya yang masih lemah
(konvensional); (b) tingkat kesuburan lahan yang terus menurun, dan (c) eksplorasi
potensi genetik tanaman yang masih belum optimal.
Dalam RPJMN 2015-2019 komoditas jagung merupakan prioritas kedua setelah
padi yang ditergetkan untuk swasembada. Berkaitan dengan hal tersebut, untuk
meningkatkan produksi komoditas jagung dapat dilakukan melalui peningkatan
produktivitas dan/atau melalui perluasan areal tanam. Upaya yang dapat dilakukan
salah satunya adalah melalui pemanfaatan lahan suboptimal dan lahan terdegradasi
salah satunya adalah lahan kering masam yang potensi ketersediannya cukup
luas.Pengembangan pertanian pada lahan suboptimal tidak terhindarkan, karena
ketersediaan lahan subur semakin terbatas. Luas lahan kering masam di Indonesia
mencapai 107,36 juta ha dan sebagian besar tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan
dan Sulawesi (Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian 2014).
Optimalisasi lahan suboptimal, khususnya lahan kering masam untuk
pengembangan budidaya tanaman jagung sangat berpotensi diwujudkan yaitu dengan
cara terlebih dahulu menginfentarisasi dan menganalisis kembali kelayakan teknologi-
teknologi yang telah banyak dihasilkan, baik melalui penelitian skala plot (komponen
dan/atau paket teknologi) maupun penelitian pengembangan. Selanjutnya komponen
dan/atau paket teknologi tersebut diuji dan dianalisis kelayakannya, diantaranya melalui
analisis preferensi pengguna, analisis kelayakan sosek, dan analisis dampak dari
teknologi terpilih. Dengan demikian, akan diperoleh teknologi unggulan budidaya jagung
di lahan kering masam yang secara ekonomi layak, sosial diterima dengan baik oleh
petani dan teknologinya tepat. Berkaitan dengan tersebut, perlu dipilih dan
dikembangkan teknologi terpadu yang secara teknik mengintegrasikan antara
pengelolaan tanah dan air, manajemen hara dan biologi tanah, serta mensinkronkanya
dengan aspek sosial ekonomi masyarakat.
Untuk mencapai produktivitas tanaman jagung yang tinggi pada lahan kering
masam, aplikasi pembenah tanah berupa kapur dan rekapitalisasi fosfat perlu dilengkapi
dengan pemberian bahan organik dan unsur hara makro lainnya terutama nitrogen dan
kalium. Dosis optimum semua input tersebut diestimasi dengan konsep pemupukan
berimbang melalui pendekatan uji tanah. Hal ini penting karena berdasarkan
karakteristik tanah dan keperluan tanaman akan unsur haram maka dosis optimum yang
direkomendasikan dalam formulasi pemupukan berimbang berbeda (Widjaja Adhi dan
Silva, 1986).
Benih unggul baru yang berdaya hasil tinggi merupakan faktor produksi penting
lainnya yang sangat menentukan keberhasilan target produksi yang sudah ditentukan
dimana untuk jagung pada lahan sub optimal berkisar antara 15-20 ton biji pipilan
kering panen. Varietas unggul adalah galur hasil pemuliaan yang mempunyai satu atau
lebih keunggulan khusus seperti potensi hasil tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit,
toleran terhadap cekaman lingkungan, mutu produk baik, dan atau sifat-sifat lainnya
serta telah dilepas oleh pemerintah. Budidaya jagung varietas unggul baru berdaya hasil
tinggi perlu didukung dengan input terutama pupuk dalam kondisi yang berimbang.
Selain itu, populasinya bisa ditingkatkan dengan aplikasi tanam sistem zig-zag yang
mampu meningkatkan populasi sekitar 1,4-1,8 kali (Balai Penelitian Tanah, 2017).
Beberapa varietas jagung yang dikembangkan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian antara lain varietas jagung Seri Bima (seperti Bima 3 - 12)
dengan potensi hasil sekitar 11,7 – 13,2 t/ha dengan umur tanaman sekitar 88-100 hari,
varietas jagung Seri Bisi (seperti Bisi 2-8), dan varietas jagung seri JH (Jagung Hibrida),
seperti JH 27 dan JH 36 dengan umur tanaman sekitar 90-98 hari dan potensi hasil
sekitar12,2 t/ha. Selain itu ada juga varietas jagung yang dikembangkan oleh Non
Badan Litbang Pertanian seperti varietas jagung seri NT, NK, dan DK (Erawati dan
Awaludin, 2009).
1.2. DasarPertimbangan
1.2.1. Kegiatan 1 : Penelitian Pengelolaan Lahan Kering Masam untuk Mendukung
Pengembangan Kawasan Pangan
1.2.1.a. Penelitian pengelolaan lahan kering masam (LKM) untuk meningkatkan produksi
tanaman pangan (jagung) melalui modifikasi paket teknologi pengelolaan
lahan.
Berdasarkan tren kebutuhan nasional terhadap komoditas pangan khususnya
jagung, maka hingga tahun 2025 dibutuhkan perluasan areal untuk tanam jagung
sekitar 1,3 juta ha. Padahal, ketersedian lahan yang subur sudah sangat terbatas, lahan
cadangan yang tersisa sebagian besar merupakan lahan sub optimal khususnya lahan
kering masam (yang potensinya masih cukup luas). Lahan kering masam (LKM)
merupakan salah satu bagian dari lahan suboptimal yang berpotensi untuk dijadikan
pendukung pembangunan pertanian khususnya jagung, baik ditinjau dari aspek potensi
luasan maupun resiko lingkungan. Total luas LKM sekitar 108,8 juta ha (sekitar 69%
dari total luas lahan Indonesia), dan yang berpotensi untuk pertanian sekitar 62,65 juta
ha (Mulyani dan Sarwani, 2013). Namun demikian didalamnya masih terdapat areal-
areal dengan status areal yang tidak memungkinkan untuk dimanfaatkan untuk
pertanian (dalam status tidak tersedia). Oleh sebab itu, opsi utama yang dapat
ditempuh untuk memenuhi kebutuhan swasembada jagung adalah pengembangan dan
optimalisasi lahan suboptimal khususnya lahan kering masam, baik melalui pendekatan
intensifikasi maupun secara ekstentifikasi.
Komponen dan/atau paket teknologi unggulan budidaya jagung untuk lahan
kering masam sudah banyak dihasilkan, namun masih banyak pula yang belum sampai
dan/atau diterapkan oleh petani di lapangan. Hal ini menandakan masih lemahnya
sistem dilevery teknologi dari penghasil (litbang) ke pengguna (user) petani.
Konsekwensi logis atau dampak dari belum sampainya teknologi unggulan tersebut ke
petani, tercermin dari masih rendahnya produktivitas tanaman yang dibudidayakan di
lahan kering masam sampai saat ini.
1.2.1.b. Penelitian Peningkatan Produktivitas Lahan Kering Masam dengan Aplikasi Co-
compost Biochar Berbahan Baku Limbah Organik
Potensi limbah sisa pertanian yang dapat dikonversi menjadi bahan pembenah
tanah atau amelioran cukup melimpah. Kotoran hewan dan sisa tanaman atau limbah
organic lainnya dengan rasio C/N rendah (<15) merupakan bahan baku yang umum
digunakan masyarakat untuk pembuatan kompos. Selain itu, masih terdapat limbah
organik dengan rasio C/N yang relatif tinggi (>25) seperti residu kayu, tempurung
kelapa, sekam padi, kulit buah kakao, tongkol jagung. Limbah organik yang sulit
terdekomposisi tersebut potensinya cukup besar dan berpotensi untuk dikonversi
menjadi biochar (Sarwani et al., 2013: Nurida 2014). Kompos dan biochar keduanya
mempunyai fungsi sebagai amelioran yang mampu memperbaiki kualitas tanah
pertanian.
Fungsi kompos dan biochar dalam memperbaiki kualitas tanah sudah banyak
dibuktikan. Namun demikian, proses pengomposan dapat menurunkan kandungan hara
seperti N dan K sehingga kandungan hara kompos lebih rendah dibandingkan bahan
bakunya. Sementara biochar mempunyai kemampuan meretensi hara NPK sehingga
tidak mudah hilang atau tercuci. Pembuatan co-compost biochar kotoran hewan
diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembenah tanah yang dihasilkan adanya
proses pengkayaan selama proses pengomposan.
Optimalisasi lahan kering masam perlu meminimalisir kendala sifat tanah seperti
kemasaman tanah yang tinggi, kadar c-organik yang rendah, defisiensi hara N dan P.
Pemberian kompos dan biochar diharapkan dapat meningkatkan kualitas lahan masam
karena mampu meningkatkan pH, C-organik dan meminimalisir kehilangan hara NPK.
Aplikasi kotoran hewan dan biochar dama bentuk co-compost diharapkan akan
meningkatkan kualitas lahan kering masam dengan lebih efektif dan efisien.
1.2.1.c. Neraca Hara Pada Pengelolaan Lahan Kering Masam untuk Tanaman Pangan
(jagung) dengan sistem Alley Cropping
Lahan kering masam mempunyai potensi besar untuk pengembangan pertanian
tanaman pangan, sayuran, maupun tanaman perkebunan/kehutanan. Kendala utama
pengelolaan ini adalah kadar bahan organik rendah, kahat P dan K, peka erosi dan
aliran permukaan, serta pH tanah yang rendah dan kejenuhan Al yang tinggi. Pemberian
bahan organik diyakini mampu mempertahankan kadar bahan organik, memperlambat
laju pengurasan hara dalam tanah, dan kesuburan tanah. Sistem budidaya lorong atau
dikenal dengan sistem alley cropping sudah diperkenalkan lama kepada petani,
pemerintah daerah, dan direktorat teknis terkait namun perkembangannya masih
lambat. Lambatnya adopsi oleh masyarakat antara lain disebabkan oleh berkurangnya
sebagian lahan untuk tanaman pagar, biaya pemangkasan yang periodik, adanya
persaingan hara antara tanaman pagar dan tanaman utama.
Sistem budidaya lorong di KP Taman Bogo, Lampung Timur sudah dilaksaakan
sejak 2010, namun masih banyak data dan informasi yang belum digali, antara lain
neraca hara, karakteristik biologi tanah. Penelitian ini diharapkan dapat membantu
memberikan data dan informasi terkait neraca hara pada sistem budi daya lorong
padalahan kering masam.
1.2.2. Kegiatan 2 : Pengembangan Jagung Berbasis Pemupukan Berimbang Dan
Varietas Unggul Baru Pada Lahan Kering Masam
Lahan Kering Masam adalah hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau
digenangi air pada sebagian besar waktu dalam setahun. Lahan kering masam
tersebar luas di Indonesia sekitar 99.564.000 ha dengan penggunaan untuk pertanian
meliputi pekarangan, tegal/kebun/ladang/huma, padang rumput, lahan untuk tanaman
berkayu, perkebunan, dan lahan sementara tidak diusahakan (Hidayat dan Mulyani,
2002). Produktivitas lahan kering masam tergolong rendah dan memerlukan sentuhan
teknologi yang spesifik lokasi, mampu diterapkan petani serta secara ekonomis mampu
memberikan keuntungan kepada petani. Pemanfaatan lahan kering masam juga
terhambat oleh kondisi petani yang umumnya belum bisa mengakses teknologi yang
diinovasikan terkait dengan kondisi perekonomiannya yang masih lemah.
Sebagai sumberdaya lahan yang sebarannya sangat luas, lahan kering masam
berpotensi sebagai sentra pengembangan pertanian melalui partisipasi yang lebih
intensif dari semua pihak terkait. Rumusan paket teknologi spesifik lokasi, efesien dan
efektif dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani menjadi kunci
keberhasilan pemanfaatan lahan kering masam. Inovasi teknologi tersebut perlu
diiringi dengan peningkatan kapasitas petani dalam mengadopsi teknologi dan
kemampuan petani dalam mengakses teknologi yang diintroduksikan.
Dari aspek luasan, keberhasilan dalam peningkatan produktivitas lahan kering
masam akan berdampak nyata terhadap peningkatan produksi jagung nasional.
Khususnya bagi petani, peningkatan ini akan meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan petani. Lebih jauh, keberhasilan ini diharapkan bisa mempertahankan
swasembada jagung nasional berkelanjutan.
1.3. TUJUAN
1. Menguji paket teknologi budidaya tanaman pangan (jagung) yang adaptif untuk
meningkatkan produktivitas LKM, dan potensi kelayakannya diadopsi petani.
2. Mendapatkan komponen teknologi ameliorasi dengan aplikasi co compost
biochar limbah organik untuk meningkatkan produktivitas lahan kering masam
dan efisiensi pupuk NPK pada pola tanam jagung-kedelai.
3. Menghitung input – output hara pada budidaya tanaman pangan dengan
menggunakan sistem alley cropping di lahan kering masam.
4. Meningkatkan kualitas tanah kering masam dengan meningkatkan ketersediaan
hara tanah melalui rekapitalisasi fosfat dan pemupukan berimbang
5. Meningkatkan produktivitas jagung melalui rekapitalisasi fosfat dan varietas
unggul baru berpotensi hasil tinggi
6. Meningkatkan kapasitas petani dalam menerapkan teknologi rekapitalisasi fosfat,
pemupukan, dan budidaya varietas unggul baru.
Jangka Panjang
Meningkatkan produktivitas lahan kering masam yang berkelanjutan, yaitu secara
teknik tepat, dari aspek ekonomi layak, dan dari aspek sosial diterima masyarakat
(petani) guna mendukung swasembada pangan berkelanjutan dan peningkatan
pendapatan petani.
1.4. Keluaran yang diharapkan
Tahunan
1. Paket teknologi budidaya tanaman pangan (jagung) yang adaptif di LKM dengan
produksi tinggi, dan potensinya diadopsi/diterapkan oleh petani.
2. Komponen teknologi ameliorasi dengan aplikasi co-compost biochar limbah
organik untuk meningkatkan produktivitas lahan kering masam dan efisiensi
pupuk NPK pada pola tanam jagung-kedelai.
3. Teknologi pengelolaan hara pada budidaya tanaman pangan (jagung) dalam
sistem pertanaman lorong di lahan kering masam.
4. Rekapitalisasi fosfat ,pemupukan berimbang, dan budidaya varietas unggul baru
meningkatkan produktivitas jagung pada lahan kering masam
5. Teknologi dan pendampingan rekapitalisasi fosfat dan budiaya jagung varietas
unggul baru meningkatkan kapasitas petani dalam adopsi dan akses teknologi
introduksi
6. Teknologi introduksi yang mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
petani lahan kering masam
7. Tiga (3) draft Karya tulis ilmiah (KTI)
Jangka Panjang
Teknologi untuk meningkatkan produktivitas lahan kering masam yang
berkelanjutan, yaitu secara teknik tepat, dari aspek ekonomi layak, dan dari aspek sosial
diterima masyarakat (petani) guna mendukung swasembada pangan berkelanjutan dan
peningkatan pendapatan petani.
a. Perkiraan manfaat dan dampak dari kegiatan yang dirancang
Penciptaan teknologi yang bersifat holistik yaitu teknologi pengelolaan lahan
kering masam yang efektif dan efisien serta adaptif bagi masyarakat akan bermanfaat
bagi optimalisasi lahan kering masam karena mampu meningkatkan kualitas tanah dan
produktivitas tanaman. Optimalisasi lahan suboptimal seperti lahan kering masam
sebagai sanagt diperlukan guna mendukung swasembada tanaman pangan. Mengingat
luasnya lahan kering masam, maka dampak dari perbaikan kualitas lahan tersebut
melalui inovasi teknologi akan mampu meningkatkan ketersediaan pangan dan produk
tanaman pangan lainnya yang sangat dibutuhkan masyarakat baik di tingkat lokal,
regional maupun nasional.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kendala pengembangan lahan kering masam
Lahan kering masam umumnya terletak pada wilayah dengan curah hujan relatif
tinggi > 2000 mm tahun-1 (Rochayati dan Dariah 2012), tingkat pencucian hara
berlangsung intensif sehingga tingkat kesuburan lahan kering masam tergolong rendah.
Secara umum, lahan kering masam dicirikan oleh pH masam (< 5,5), kandungan C-
organik dan basa-basa dapat ditukar rendah, serta kejenuhan basa dan kapasitas tukar
kation juga rendah, peka terhadap erosi dan pori air tersedia rendah dan bobot isi relatif
tinggi. Intensitas matahari yang tinggi berdampak pada tingginya tingkat dekomposisi
bahan organik baik secara kimia maupun fisik (Glaser et al. 2002).
Peluang untuk meningkatkan produktivitas lahan kering masam sangat tinggi,
karena teknologi penanggulangan kendala-kendala pembatasnya telah banyak diketahui
dan/atau dihasilkan. Namun, teknologi yang telah dihasilkan tersebut masih bersifat
parsial dan masih terdapat kendala-kendala (fisik, kimia dan biologi tanah) yang belum
terpecahkan. Oleh karena itu, wilayah lahan kering masam yang potensial, perlu
diidentifikasi terlebih dahulu dan teknologi penanggulangan kendala-kendalanya perlu
dicari dan dirumuskan secara terintegrasi agar diperoleh produktivitas lahan kering yang
tinggi dan berkelanjutan.
Optimalisasi lahan kering masam dihadapkan pada kendala beberapa faktor yaitu
fisika, kimia, dan biologi tanah, sebagai contoh tingginya nilai bobot isi (BD) tanah pada
lahan kering masam menyebabkan terjadinya pemadatan tanah (Hairiah et al. 2004).
Selain kendala alami yang dimiliki lahan kering masam, pengelolaan lahan yang kurang
tepat juga dapat menyebabkan semakin menurunnya kualitas lahan. Pengelolaan lahan
yang kurang tepat mencakup kegiatan, pengangkutan biomasa sisa panen ke luar dari
lahan dan pengolahan tanah intensif. Intensifnya penggunaan lahan kering masam
tanpa adanya pergantian tanaman dapat menyebabkan terkurasnya unsur hara esensial
dari dalam tanah pada saat panen, dan kesuburan tanah akan menurun secara terus
menerus. Menurunnya kesuburan tanah dapat menjadi faktor utama yang
mempengaruhi produktivitas lahan kering masam, sehingga diperlukan upaya
rehabilitasi lahan dan penambahan unsur hara dalam tanah melalui proses pemupukan.
Kedua upaya tersebut sangat penting dilakukan pada lahan kering masam agar dapat
diperoleh produksi yang optimal dan menguntungkan dari tanaman yang dibudidayakan.
Upaya rehabilitasi lahan kering masam merupakan faktor penting yang harus
dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan kering masam. Hasil penelitian
Dariah dan Nurida (2011) mendapatkan bahwa tanpa rehabilitasi lahan dengan bahan
ameliorasi, pertumbuhan tanaman menjadi sangat terhambat. Bahan amelioran yang
biasa digunakan adalah kapur (Taupiq et al. 2007), biomasa tanaman (Nurida 2006),
biochar (Nurida et al. 2014). Selain itu, gejala defisiensi hara ganda seperti hara N dan
P sering terjadi di lahan kering masam (Santoso dan Sofyan 2005). Penggunaan pupuk
P dalam bentuk P-Alam dapat menanggulangi faktor rendahnya ketersediaan P di lahan
kering masam (Rochayati et al. 2005).
Hasil kajian terhadap aktivitas mikroba di lahan kering masam (Ultisols)
menunjukkan bahwa populasi mikroba cukup rendah, yaitu berkisar antara 29,4 x 101-
14,8 x104 cfu/gram tanah, tetapi keragamannya cukup tinggi dan juga mengandung
beberapa jenis mikroba yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman (Prihastuti et al.
2006). Sebagai pembanding, pada lahan yang subur mengandung lebih dari 100 juta
mikroba per gram tanah (Isroi 2004). Keadaan ini menunjukkan bahwa dalam upaya
meningkatkan kesuburan lahan kering masam, mutlak memerlukan masukan mikroba
(Prihastuti et al. 2007). Beberapa jenis mikroba yang berhasil diisolasi dari lahan kering
masam Ultisol bersifat sebagai beneficial microbe, meliputi bakteri dan jamur yang aktif
dalam melakukan transformasi unsur hara, terutama nitrogen dan fosfat, dan bersifat
adaptif terhadap lingkungan tumbuhnya. Beneficial microbe yang ditemukan ada yang
bersifat simbiosis dan non simbiosis (hidup bebas).
Teknologi mengatasi kendala lahan kering masam
Pengapuran merupakan salah satu teknik ameliorasi, dalam rangka untuk
meningkatkan produktivitas lahan kering masam, khususnya mengatasi kendala
kandungan Al dan Fe yang tinggi, disamping itu dapat menetralisasi keracunan Al
maupun Fe tersebut. Disamping itu penggunaan bahan organik juga perlu mendapat
perhatian yang lebih besar pula, karena mengingat lahan kering masam umumnya telah
mengalami degradasi bahan organik. Untuk meningkatkan kandungan P tanah pada
lahan kering masam hanya dapat dilakukan dengan menambahkan pupuk P. Pada tanah
mineral masam, ion fosfat dari pupuk P diambil dari larutan tanah dan dierap oleh
oksida besi dan aluminum pada permukaan liat.
Pengapuran penting untuk meningkatkan kesuburan dan produktivitas tanah
kering masam yang mengandung unsur beracun Al dan Fe. Kapur yang diberikan ke
tanah akan mengikat unsur-unsur racun tersebut, sehingga pH tanah meningkat dan
unsur-unsur hara seperti P dan K menjadi bebas dan tersedia bagi tanaman. Namun
demikian, pengapuran yang dilakukan seyogyanya didasarkan kepada batas kritis
toleransi tanaman terhadap unsur racun tersebut, khususnya untuk Al. Hasil penelitian
pengapuran menunjukkan bahwa pemberian 2,0 ton CaCO3/ha, 5,0 ton bahan
organik/ha dan 40 kg P-alam/ha dapat meningkatkan hasil tanaman kedelai di Kubang
Ujo, Jambi (Santoso 2003)
Selain defisiensi nitrogen (N), defisiensi fosfor (P) juga merupakan pembatas
utama pada lahan-lahan kering masam. Dengan pemberian pupuk dan pengelolaan
tanah dan tanaman yang baik, produktivitas lahan kering masam dapat ditingkatkan
menjadi 5 kali lipat, yaitu dari sekitar 0,5-1,0 menjadi 2,5- 3,5 t ha-1 padi gogo atau
jagung per musim (Santoso 1997; Von Uexkull 1997; Adiningsih et al. 2001). Pada
tanah mineral masam, ion fosfat dari pupuk P diambil dari larutan tanah dan dierap oleh
oksida besi dan aluminum pada permukaan liat. Kemampuan tanah untuk mengerap P
merupakan keuntungan karena tanah dapat menyimpan pupuk P yang ditambahkan dan
secara perlahan-lahan P yang dierap koloid tanah tersebut akan dilepaskan kembali
yaitu melalui proses penciptaan keseimbangan ion dalam larutan tanah sehingga dapat
dimanfaatkan oleh tanaman, sehingga pemupukan P pada lahan kering masam
mempunyai efek residu untuk jangka panjang (Sanchez et al. 1997).
Penggunaan bahan organik pada lahan kering masam biasanya dilakukan
berurutan dengan teknik mulsa karena bahan organik yang digunakan untuk mulsa
pada musim sebelumnya, digunakan sebagai pupuk organik yang dibenamkan ke dalam
tanah saat pengolahan. Bahan organik baik yang berasal dari sisa tanaman (pupuk
hijau) maupun dari kotoran hewan (pupuk kandang) efektif dalam memperbaiki sifat
fisik tanah. Penelitian Suwardjo et al. (1987) pada tanah Ultisol Lampung menunjukkan
bahwa bahan organik yang berasal dari lamtoro, kaliandra dan flemingia dapat
meningkatkan stabilitas agregat dan air tersedia. Penelitian lainnya yang dilaksanakan
oleh Hafif et al. (1993) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk hijau dari system alley
cropping, cover crop, dan sisa tanaman yang dikombinasikan dengan pupuk kimia dapat
memperbaiki sifat-sifat fisik tanah, yaitu menurunkan bobot isi, meningkatkan total
ruang pori, dan meningkatkan pori air tersedia.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemberian amelioran dalam bentuk
biochar dan kompos berpengaruh positif terhadap tanah dan tanaman. Biochar
merupakan amelioran yang efektif untuk meningkatkan sifat tanah dan produktivitas
tanaman, khususnya pada tanah masam (Jeffery et al. 2011; Atkinson et al. 2010;
Spokas et al. 2012). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa aplikasi biochar mampu
meminimalkan pencucian hara N, P dan K (Novak et al. 2009; Hale et al. 2013 dan
Nurida et al. 2013). Kompos kotoran hewan umum digunakan untuk pembenah tanah
atau sumber hara. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pencampuran kompos
dengan biochar berdampak positif terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Aplikasi
biochar kompos mampu meningkatkan ketersediaan hara N dan P dibandingkan jika
hanya menggunakan biochar saja (Kammann 2015; Agegnehu et al. 2016; Zchulz et al.
2014). Penambahan biochar pada saat pengomposan akan sangat menguntungkan bagi
pertumbuhan tanaman dan kesuburan tanah (Schulz et al. 2013).
III. METODOLOGI
3.1. Kegiatan 1 : Sistem Pengelolaan Lahan Kering Masam untuk Mendukung
Pengembangan Kawasan Pangan
Sub Kegiatan 1.a: Penelitian pengelolaan lahan kering masam (LKM) untuk
meningkatkan produksi tanaman pangan (jagung) melalui modifikasi
paket teknologi pengelolaan lahan.
Kegiatan ini direncanakan akan dilaksanakan selama 2 (dua) tahun, pada lahan
kering masam di Provinsi Lampung. Paket teknologi yang akan diuji adalah meliputi
kombinasi beberapa komponen teknologi (pemupukan berimbang, posfat alam, kapur,
kompos, pembenah tanah, pemanfaatan micro-organisme) yang telah pernah dihasilkan
melalui berbagai kegiatan penelitian pada budidaya jagung di lahan kering masam .
Komponen teknologi tersebut dirakit menjadi satu paket teknologi yang dianggap paling
berpotensi menghasilkan produktivitas tinggi dan diperkirakan dapat diadopsi oleh
petani. Penelitian direncanakan dilaksanakan/diaplikasikan pada luasan lahan lebih
kurang 1 ha. Paket teknologi yang dipilih untuk diujikan yaitu: Pemupukan berimbang
(NPK dosis rekomendasi + Rock phosphate dosis 1 ton/ha) + dolomit 1 ton/ha + pupuk
kandang 5 ton/ha, dan jarak tanam sistem jejar legowo, yaitu 40 cm antar barisan x 20
cm dalam barisan, dan jarak antara dua barisan berikutnya 80 cm (Gambar 1).
Disamping pengujian paket teknologi pada luasan 1 ha tersebut, juga akan dilakukan
penelitian superimpose, yaitu penelitian pengujian beberapa paket teknologi modifikasi
dari peket teknologi yang diterapkan pada lahan 1 ha tersebut. Penelitian dirancang
dalam bentuk rancangan percobaan yaitu “Rancangan Acak Kelompok (RAK) atau
Randomized Block Desain (RCBD) dengan 5 perlakuan, dan 4 ulangan.
Perlakuan yang akan diuji adalah:
T1: Kontrol 1 (perlakuan pola petani umumnya pada lokasi setempat), dengan jarak
tanam 75 cm (antar barisan) x 20 cm (dalam barisan).
T2: Kontrol 2 (perlakuan pola petani umumnya pada lokasi setempat) + modifikasi
jarak tanam menjadi sistem “Z” yatu : 75 cm antar barisan x 25 cm dalam
barisan, dan diantara barisan disisipkan 1 tanaman pada pertengahan diagonal
antara dua barisan tanaman, jarak antara dua barisan tanaman berikutnya 75
cm (Gambar 1)
T3: Pemupukan berimbang (NPK dosis rekomendasi + Rock phosphate dosis 1
ton/ha) + dolomit dosis 1 ton/ha + pupuk kandang 5 ton/ha.
T4: Pemupukan berimbang (NPK dosis rekomendasi + Rock phosphate dosis 1
ton/ha) + dolomit dosis 1 ton/ha + Biochar dosis 5 ton/ha.
T5: Pemupukan berimbang (NPK dosis rekomendasi+ Rock phosphate dosis 1
ton/ha) + dolomit dosis 1 ton/ha + Pengembalian sisa tanaman (jagung) ke
dalam tanah dosis 10 ton/ha.
Jarak tanam jagung pada perlakuan T3, T4 dan T5 sama dengan perlakuan T2. Pada
perlakuan T2, T3, T4, dan T5 untuk masing-masing plot ditambahkan pupuk hayati
dosis rekomendasi.
Gambar 1. Jarak tanam jagung sistem “Z” untuk perlakuan T2, T3, T4, dan T5.
Ukuran masing-masing petak adalah 15 m x 10 m, menggunakan tanaman
jagung varietas hibrida (yang umum digunakan dan/atau disukai oleh petani di Provinsi
Lampung). Untuk setiap lobang tanaman ada 1 tanaman.
Pengamatan:
1. Biofisik
a. Pertumbuhan (tinggi), produksi biomasa dan biji tanaman
b. Sifat fisika (BD, pF, agregat, permeabilitas), kimia (N, P, K, Ca, Mg, C-org),
biologi (aktivitas mikrob tanah) sebelum dan sesudah diperlakukan.
2. Preferensi dan/atau persepsi petani terhadap paket teknologi yang diuji atau
diperkenalkan.
3. Nilai input dan output usaha tani.
Sub Kegiatan 1.b : Penelitian Peningkatan Produktivitas Lahan Kering Masam dengan Aplikasi
Co-compost Biochar Berbahan Baku Limbah Organik
Penelitian akan dilakukan selama dua (2) tahun, dimulai TA 2018 hingga TA
2019 pada skala research (dengan tidak melibatkan petani) di Kebun Percobaan Taman
Bogo, Kecamatan Purbolinggo, Lampung Timur. Pada umumnya aplikasi kompos dan
biochar dilakukan secara terpisah atau premixed (dicampur ketika akan diaplikasikan)
namun pada penelitian ini biochar akan dicampur dengan kororan sapi lalu dikomposkan
(co-compost) sehingga kualitas pembenah tanah berbahan baku limbah organik yang
diperoleh dapat ditingkatkan. Pada tahun 2018, kegiatan akan dilaksanakan pada pola
tanam jagung-kedelai.
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan rancangan kelompok petak
terpisah (Split plot design), dengan tiga ulangan. Perlakuan yang diuji adalah:
Petak utama: dosis N
1. 100% dosis NPK rekomendasi
2. 75% dosis NPK rekomendasi
Anak petak:
1. Tanpa pembenah tanah
2. Pembenah tanah Biochar 10 t/ha
3. Pembenah tanah premixed kompos-biochar 10 t/ha (50:50 % berat)
4. Pembenah tanah co-compost biochar 15 t/ha (50:50 % berat)
5. Pembenah tanah co-compost biochar 15 t/ha (75:25 % berat)
Bahan baku biochar yang digunakan adalah tongkol jagung yang banyak tersedia
di sekitar lokasi, sedangkan bahan baku kompos adalah kotoran ternak sapi. Proses
pembuatan biochar akan menggunakan Kon Tiki yang sederhana namun lebih aman
untuk lingkungan (produksi asap lebih bersih, lebih rendah emisi GRK) dan mudah
diaplikasikan oleh petani. Pada saat pengomposan akan digunakan dekomposer M-dec
atau Agrodeko sesuai dosis anjuran dan lamanya pengomposan sekitar 2-3 minggu.
Ukuran masing-masing petak adalah 5 m x 4,5 m, dengan tanaman indikator
jagung varietas P27 (musim tanm pertama) dan kedelai varietas Anjasmoro (musim
tanam kedua). Saat tanam diberi pupuk N sesuai perlakuan yang diuji sedangkan PK
sesuai dosis rekomendasi (PUTK).Seluruh sisa tanaman diaplikasikan sebagai mulsa
permukaan pada musim tanam berikutnya.
Pelaksanaan di Lapang
Pelaksanaan di lapang dimulai dengan menyiapkan biomas sisa tanaman berupa
tongkol jagung untuk bahan baku biochar dan kotoran ternak sapi untuk kompos
dengan jumlah sesuai kebutuhan. Selanjutnya tongkol jagung dijemur hingga kering,
proses pembuatan biochar sendiri dilakukan dengan menggunakan Kon Tiki, diperlukan
beberapa kali proses pembuatan untuk memenuhi jumlah biochar yang dibutuhkan.
Pembuatan kompos kotoran ternak sapi dengan menggunakan dekomposer M-
Dec/Agrodeko sesuai jumlah yang diperlukan, Pada waktu yang bersamaan membuat
co-compost yaitu mencampur biochar dengan kotoran sapi sesuai jumlah yang
diperlukan, lalu diberi dekomposer M-Dec/Agrodeco. Kemudian kedua proses
pengomposan dibiarkan/inkubasi selama 2-3 minggu sebelum diaplikasikan. Semua
bahan amelioran yang akan diuji dianalisis di laboratorium tanah Bogor.
Pengolahan tanah dilakukan sebelum penanaman (pembersihan gulma,
pembuatan petak percobaan dan parit antar petakan). Selanjutnya dilakukan aplikasi
pembenah tanah sesuai perlakuan dan diinkubasi selama 1-2 minggu. Selanjutnya
dilakukan penanaman jagung (musim tanam pertama) diatas campuran pembenah
tanah dan pupuk. Jarak tanam jagung adalah 25 cm X 75 cm. Saat tanam diberi pupuk
PK sesuai dengan dosis rekomendasi (PUTK) dan pupuk N sesuai perlakuan. Pada
tanaman jagung, pupuk Urea diberikan 3 kali masing-masing 20% saat tanam, 40 %
pada umur 21 HST dan 40% lagi pada umur 42 HST, sedangkan pupuk SP36 dan KCl
diberikan bersamaan tanam. Penyulaman dilakukan paling lambat pada umur 7 hari
setelah tanam (HST) dan penyemprotan hama dan penyakit dilakukan sesuai jenis
serangan. Selain itu, dilakukan penyiangan secara intensif sebelum pupuk susulan
diberikan yaitu pada saat tanaman berumur 20 HST dan 41 HST. Pada musim tanam
kedua akan ditanam kedelai dan tidak diberikan lagi pembenah tanah hanya diberi
pupuk anorganik untuk melihat efek residu. Jarak tanam kedelai adalah 25 cm x 25 cm.
Pupuk anorganik yang diberikan Urea 100 kg/ha, SP36 200 kg/ha dan KCl 100 kg/ha.
Pengambilan contoh tanah komposit dan contoh tanah utuh pada saat sebelum
panen dan setelah panen jagung dan kedelai dari masing-masing plot (60 sample).
Contoh tanah diambil pada kedalaman tanah 0-20 cm. Pengambilan contoh tanah utuh
(tanah tidak terganggu) menggunakan ring sample berukuran diameter 7,5 cm dan
tinggi 4 cm. Contoh tanah komposit dengan menggunakan bor berukuran 1 inci dan
diambil dari enam titik pengambilan kemudian dicampur, bagian tanaman dibuang
kemudian diambil ± 0,5 kg.
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan terdiri dari1) Sifat fisik tanah: water stable
aggregate (WSA) (pengayakan basah), bulk density (BD) dan porositas (gravimetric), 2)
sifat kimia tanah: pH (H2O dan KCl), kandungan C-organik (Walkley and Black), N-total
(Kjeldahl), kation dapat ditukar dan KTK ( NH4OAc 1 N, pH 7) serta kemasaman tanah
(KCl 1 N) 3) pertumbuhan dan hasil tanaman. Sebelum aplikasi akan dilakukan
pengambilan satu sample tanah, dan sesudah aplikasi perlakuan akan diambil sample
tanah untuk setiap petak perlakuan.
Pengolahan data
Analisis data dilakukan secara statistik terhadap variabel yang diamati,
menggunakan analysis of variance (ANOVA) atau uji keragaman dengan selang
kepercayaan 95%. Untuk melihat pengaruh beda nyata dari peubah akibat perlakuan
serta interaksinya dilakukan uji jarak berganda Duncan (DMRT= Duncan Multiple Range
Test), pada taraf nyata 95% ( = 5%). Selain itu akan dilakukan analisis deskriptif sifat
tanah untuk mengetahui perubahan sifat tanah setelah aplikasi perlakuan dibandingkan
kondisi tanah awal.
Sub Kegiatan 1.c : Neraca Hara Pada Pengelolaan Lahan Kering Masam untuk Tanaman
Pangan dengan Alley Cropping
Pendekatan
Penelitian menggunakan lokasi sistem alley croppingyang sudah ada di
KP Taman Bogo Lampung, Timur sejak tahun 2010. Petak-petak percobaan
dirancang menyesuaikan petak-petak yang sudah ada pada sistem alley cropping.
Tanaman pagar (hedgerow crop) pada sistem alley cropping di KP Taman Bogo
adalah tanaman kacang-kacangan Flemingia congesta, kaliandra, lamtoro, gamal,
dan rumput setaria. Tanaman pagar ini nantinya akan dipangkas dengan interval
pangkasan 1,5 – 2 bulan. Sebagai tanaman lorong/alley adalah jagung hibrida.
Input-output hara dalam sistem alley cropping ini akan didekati dengan mengetahui
jumlah hara yang diberikan dibandingkan dengan jumlah hara yang keluar saat.
Selain itu akan diketahui juga pengaruh pemberian bahan organik yang kontinue
melalui sistem alley cropping terhadap peningkatan produktivitas tanaman pangan,
karakteristik tanah, baik kimia, fisika, dan biologi tanah.
Lingkup Kegiatan
Penelitian ini dirancang jangka panjang 3 tahun mulai tahun 2018 dan akan
berakhir tahun 2020. Lingkup kegiatan antara lain:
1. Mengamati bobot biomas tanaman pagar (hedgerow crop)
2. Mengamati pertumbuhan tanaman pokok, yaitu jagung hibrida
3. Mengamati kadar hara makro, C-organik dalam tanah setiap musim tanam
4. Menganalisis neraca hara pada sistem budidaya lorong
Bahan
Bahan yang digunakan untuk penelitian antara lain pupuk organik (pukan),
anorganik (urea, SP 36, KCl), kaptan, pangkasan tanaman pagar (Flemingia
congesta, lamtoro, dan gamal/gliriside, benih jagung, pestisida, bahan untuk papan
percobaan, bahan kimia untuk analisis di laboratorium, dan bahan penunjang
lainnya untuk pelaksanaan percobaan lapang.
Metode Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada lahan kering masam di KP Taman Bogo,
Lampung Timur. Penelitian dilaksanakan pada sistem alley cropping yang sudah
dibangun sejak tahun 2010. Tanaman pagar yang digunakan adalah (Gambar 1):
1. Flemingia congesta : luas areal 75 m x 45 m, jarak antara tanaman pagar 4 m,
jumlah baris tanaman pagar 10 baris
2. Lamtoro : luas area 75 m x 20 m, jarak tanaman pagar 11 m, jumlah baris
tanaman pagar 2 baris
3. Gamal/Glirisidia : luas areal 75 m x 21 m, jarak tanaman pagar 7 m, jumlah
baris tanaman pagar 2 baris
Pada masing-masing jenis tanaman pagar akan ditempatkan perlakuan
pemupukan, yaitu NPK, kapur pertanian (kaptan), dan pupuk kandang (Tabel 1).
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak elompok dengan
6perlakuan dan 3 ulangan. Luasan petakan akan disesuaikan dengan luas areal
yang ada pada masing-masing jenis tanaman pagar yang sudah ada.
Tabel 1. Kompoisisi perlakuan pada Penelitian Neraca Hara di KP Taman Bogo
Lampung
No Perlakuan
Pupuk
Urea SP 36 KCl Pukan Kaptan/Pel
arut P
kg/ha
1 Tanpa Pupuk 0 0 0 0 0
2 Pupuk 1 300 150 100 0 0
3 Pupuk 2 300 150 100 0 1 x Aldd
4 Pupuk 3 300 150 100 5000 0
5 Pupuk 4 300 150 100 5000 1 x Aldd
6 Pupuk 5 225 114,5 75 0 Pelarut P
Keterangan: Kaptan = kapur pertanian, pukan = pupuk kandang sapi, Aldd = Al
dapat ditukar
Tanaman pangan indikator yang digunakan adalah jagung hibrida dengan
jarak tanam 75 cm x 25 cm, dengan 2 biji perlubang yang nantinya hanya
dipelihara satu tanaman saja. Kapur sebanyak 1 x Aldddiberikan satu minggu
sebelum tanam, yaitu pada saat pemholahan tanah ke dua/penghalusan, dengan
cara ditebar pada seluruh permukaan tanah, kemudian diaduk merata. Kapur
diberikan pada saat perataan petakan/penghalusan tanah. SP 36 diberikan
sebanyak satu kali dengan cara dilarik pada barisan tanaman. Urea dan KCl
diberikan 2 kali yaitu pada saat tanam dan 5 minggu setelah tanam (MST), masing-
masing dengan ½ dosis. Pemberian pertama dilakukan saat tanam, pemberian
berikutnya diberikan sekitar 5 minggu setelah tanam.
Biomas tanaman pagar dipangkas secara periodik setiap 6 minggu. Pangkasan
biomas tanaman pagar diberikan sebagai mulsa secara merata pada seluruh
petakan. Biomas jagung hasil panen dikembalikan sebagai mulsa secara merata.
Parameter yang diamati:
Tanaman jagung:
Tinggi tanaman pada umur 2, 4, 6, 8 minggu setelah tanam (MST)
Saat Panen : bobot biomas basah dan kering, bobot klobot + tongkol + biji
basah dan kering, biji kering, bobot tongkol+klobot kering.
Kadar hara N, P, K dalam biji, biomas/batang, klobot+tongkol
Umur vegetatif maksimum (7 MST) : tiga tanaman per petak dipanen, bobot
biomas basah dan kering, kadar hara N, P, K.
Tanaman pagar:
Bobot biomas basah dan kering, dipangkas setiap 6 minggu
Kadar hara NPK
Tanah : C-organik, N, P, K, Ca, Mg, KTK, aktivitas mikroba
Pupuk : pupuk organik, kaptan, NPK
Perhitungan Neraca Hara
Perhitungan neraca hara dilakukan seperti yang dilakukan oleh Dierolf et
al.,(2000), Kasno et al.(2009), Nurjaya et al. (2012)yaitu perimbangan jumlah hara
yang ditambahkan (input) dengan jumlah hara yang dikeluarkan dari sistem
produksi (output). Perhitungan neraca hara dilakukan dengan cara mengurangi
input hara ke dalam tanah dan output hara dari tanah melalui panenHara dikatakan
seimbang apabila selisih input dan output mendekati nol. Diasumsikan bahwa hara
yang masuk melalui air hujan dan kehilangan hara melalui aliran permukaan dan
erosi adalah sama.
Neraca hara = input(melalui pupuk) – Output(panen)
Komponen input meliputi hara yang masuk melalui pupuk, pembenah, sisa
tanaman, dan pangkasan tanaman pagar pada sistem alley cropping. Adapun
komponen output adalah jumlah hara yang terangkut panen meliputi biji, bonggol +
tongkol jagung, dan sisa tanaman.
3.2. Kegiatan 2 : Pengembangan Jagung Berbasis Pemupukan Berimbang
Dan Varietas Unggul Baru Pada Lahan Kering Masam
Ruang Lingkup
Pada tahun 2018, kegiatan peningkatan produktivitas tanaman jagung pada
lahan kering masam melalui rekapitalisasi fosfat, pemupukan berimbang, dan
penggunaan varietas unggul baru pada lahan kering masam dilaksanakan di 2
lokasi yaitu Kabupaten Lampung Timur Provinsi Lampung (dengan luasan ± 50 ha)
dan Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan (dengan luasan ± 250 ha).
Lokasi tersebut milik petani yang dikelola dalam bentuk sawah atau tegalan.
Demfarm dilakukan di lahan petani, bekerjasama dengan petani dimana peneliti
sebagai sumber inovasi teknologi dan petani sebagai pelaksana lapang. Peneliti dan
teknisi terlibat berasal dari lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
pada Unit Kerja Balai Penelitian Tanah, Balai Penelitian Rawa, Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan, dan Unit Kerja lainnya yang relevan.
Pelaksanaan denfarm tersebut akan didukung dengan kegiatan bimbingan
teknis (bimtek) untuk meningkatkan pemahaman dan kapasitas petani dalam
aplikasi rekapitalisasi fosfat, pemupukan berimbang, dan jagung varietas unggul
baru. Kegiatan ini dilakukan sebelum aplikasi teknologi introduksi oleh petani
kooperator. Materi bimtek meliputi aspek (a) karakteristik dan solusi pengelolaan
lahan kering masam, (b) karakteristik dan peranan rock fosfat Marocco untuk
tanaman pangan pada lahan kering masam, (c) konsep dan keunggulan
pemupukan berimbang, (d) Budidaya jagung varietas baru berdaya hasil tinggi, dan
(e) analisis finansial usahatani jagung berbasis rekapitalisasi rock fosfat,
pemupukan berimbang, dan varietas unggul baru. Peserta bimtek mencakup staf
dinas pertanian Kabupaten Lampung Timur dan Kabupaten Tanah Laut, jajaran
penyuluh pertanian tanaman pangan Kabupaten Lampung Timur dan Kabupaten
Tanah Laut, petani koperator dan non koperator di lokasi penelitian, petani pewakil
kelompok tani di kecamatan terdekat dengan lokasi penelitian.
Kegiatan lainnya adalah kunjungan lapang dengan obyek keragaan tanaman
jagung pada umur generatif optimum. Temu lapang bertujuan untuk mempercepat
penyebar luasan (diseminasi) teknologi pengelolaan lahan kering masam untuk
tanaman jagung berbasis pada rekapitalisasi fosfat, pemupukan berimbang, dan
varietas unggul baru dengan sistem tanam zig-jag super. Peserta temu lapang sama
dema dengan perserta bimtek dengan asumsi bahwa keragaan tanaman jagung
pada kondisi optimum merupakan hasil dari aplikasi bimtek. Selama temu lapang
dilakukan diskusi teknis antara petani kooperator dengan moderator peneliti Badan
Litbang Pertanian.
Sebagai unit usaha komersial, aspek ekonomi usahatani jagung berbasis
rekapitalisasi fosfat, pemupukan berimbang, dan varietas uggul baru juga diamati.
Aspek ekonomi ini akan didekati melalui analisis finansial menggunakan B/C rasio.
Dalam kasus ini, analisis finansial juga dilakukan pada budidaya jagung model
petani sebagai pembanding. Tahapan dan luaran kegiatan disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Tahapan pelaksanaan kegiatan denfarm jagung berbasis rekapitalisasi
fosfat, pemupukan berimbang, dan varietas unggul baru pada lahan kering
masam
Kegiatan Luaran
2018 2019
Koordinasi dan
pemantapan lokasi
demfarm
Bimbingan teknis
dan pendampingan
aplikasi teknologi
Denfarm jagung
varietas unggul
Temu Lapang
denfarm usahatani
jagung
Pengamatan
pertumbuhan dan
produksi jagung
- Sosialisasi kegiatan dengan Pemda
dan BPTP setempat, Kelompok Tani
- Lokasi demfarm di Kabupaten
Lampung Timur seluas ± 50 ha dan
Kabupaten Tanah Laut seluas ± 250
ha
- Kesamaan persepsi dan kesediaan
petani untuk terlibat dalam
pelaksanaan demfarm
- Bimbingan teknis pengelolaan lahan
kering masam berkelanjutan,
pembuatan pupuk organik, manfaat
dan aplikasi pupuk hayati, pemupukan
berimbang, budidaya varietas unggul
baru
- Keragaan denfarm usahatani jagung
varietas unggul baru dengan
rekapitalisasi fosfat, pemupukan
berimbang, dan varietas unggul baru
seluas ± 50 ha di Lampung Timur dan
seluas ± 250 ha di Tanah Laut Kalsel.
- Temu lapang di salah satu lokasi
denfarm menjelang panen dihadiri
oleh sekitar 300 orang dilakukan di
dua lokasi yaitu Lampung dan Kalsel.
Pengamatan terhadap parameter (tinggi
tanaman, berangkasan, pipilan biji
jagung) selama pertumbuhan dan
panen jagung
- Penyempurnaan
teknologi denfarm
usahatani jagung
berbasis pemupukan
berimbang dan
varietas unggul baru
- Temu lapang di salah
satu lokasi denfarm
menjelang panen
dihadiri oleh sekitar
300 orang
- Pengamatan terhadap
parameter (tinggi
tanaman,
berangkasan, pipilan
biji jagung) selama
pertumbuhan dan
panen jagung
Pelaksanaan Kegiatan
Koordinasi dan Sosialisasi
Demfarm usahatani jagung berbasis rekapitalisasi fosfat, pemupukan berimbang,
dan varietas unggul baru merupakan kegiatan yang dilakukan di lahan petani dan
bekerjasama dengan petani. Oleh karena itu, kegiatan yang paling awal dilakukan
koordinasi dan sosialisasi teknologi introduksi dengan Pemda Kabupaten Lampung Timur
dan jajarannya, Pemda kabupaten Tanah Laut dan jajarannya, kelompok tani, dan
pemuka masyarakat. Dalam kegiatan ini disampaikan rencana pelaksanaan demfarm,
mekanisme kerja sama semua pihak terkait, dan hal-hal lainnya yang diperlukan selama
kegiatan berlangsung.
Penentuan lokasi (CPCL)
Lokasi demfarm ditentukan berdasarkan aspek infrastruktur penunjang
usahatani, aksesibilitas, memenuhi karakteristik lahan kering masam, ada sumber air
untuk tanaman, dan lokasi termasuk strategis. Penentuan lokasi ini dilakukan melalui
wawancara focus group discussion (FGD) untuk memperoleh gambaran biofisik lahan
dan sumberdaya manusia yang komprehensif. Output dari tahapan ini adalah lokasi
demfarm berupa lahan kering masam milik petani baik hamparan sawah maupun
tegalan dengan luasan ± 50 ha di Kabupaten Lampung Timur dan ± 250 ha di
Kabupaten Tanah Laut. Untuk yang di Kabupaten Lampung Timur lokasi dalam 1
hamparan, sedangkan di Kabupaten Tanah Laut bisa 2-3 hamparan. Hal ini terkait
dengan antispasi ketersediaan air dan pengelolaan OPT yang semakin terkendali jika
hamparan tanaman semakin luas.
Demonstrasi Farm Usahatani Jagung
Demfarm usahatani jagung berbasis rekapitalisasi fosfat, pemupukan berimbang,
dan pemanfaatan varietas unggul baru berdaya hasil tinggi dilakukan di lahan petani
dan bekerja sama dengan petani dalam pelaksanaan demfarm. Demfarm dilakukan di
Kabupaten Lampung Timur seluas ±50 ha, dan di Kabupaten Tanah Laut seluas ± 250
ha. Paket teknologi yang diaplikasikan merupakan paket teknologi pilihan yang sudah
terbukti paling baik dari aspek produktivitas optimal, layak secara ekonomi, petani
mampu mengaplikasikan di lahannya.
Komponen teknologi usahatani tanaman jagung yang diaplikasikan terdiri dari:
- Reactive Rock Phosphate Marocco sebanyak 1 toh/ha sebagai sumber fosfat
- Dolomit sebanyak 1 ton/ha sebagai pembenah tanah dan peningkatan pH tanah
untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara. Disamping itu, dolomit juga sebagai
sumber unsur kalsium dan magnesium.
- Urea sebanyak 450 kg sebagai sumber nitrogen
- KCl sebanyak 100 kg/ha sebagai sumber kalium
- Pupuk organik (bisa pupuk kandang, kompos dll.) sebanyak 2 ton/ha, sebagai bahan
pembenah tanah dan sumber unsur hara makro/mikro
- Pupuk hayati sebanyak 0,5 kg/ha dengan fungsi meningkatkan kesehatan tanaman
- Benih jagung tergolong benih hibrida berdaya hasil tinggi sebanyak 25-30 kg/ha.
Benih sudah bebas dari kontaminasi pestisida maupun fungisida, diberi perlakuan
(seed treatment) dengan fungisida Ridomil.
- Tanam jagung sistem Zig-Jag Super yang dapat meningkatkan populasi tanaman
sampai 180% dibandingkan dengan sistem tanam biasa.
Tahapan Pelaksanaan Demfarm
Tahapan pelaksanaan demfarm usahatani jagung secara detil sebagai berikut:
Bimbingan Teknis dan Pendampingan
Bimbingan teknis dilakukan paling awal sebagai pembekalan petani dalam
aplikasi paket teknologi usahatani jagung berbasis rekapitalisasi fosfat, pemupukan
berimbang, dan pemanfaatan benih unggul baru berdaya hasil tinggi. Materi yang
disampaikan dalam bimbingan teknis meliputi aspek pengelolaan lahan kering masam
berkelanjutan, pemupukan berimbang, keunggulan benih unggul, pembuatan pupuk
organik, pemanfaatan pupuk hayati. Peneliti dari Badan Litbangtan Pertanian ( BBSDLP,
Balittanah, Balitsereal) sebagai narasumber didampingi teknisi. Peserta bimbingan teknis
terdiri dari petani cooperator, PPL, petani maju dengan harapan teknologi yang
diaplikasikan bisa tersebar luas dalam waktu relatif singkat. Bimbingan teknis meliputi
penyampaian teori di dalam kelas, diikuti dengan praktek pembuatan pupuk organik
insitu berbahan by products usahatani di lapangan.
Karakteristik dan potensi lahan kering masam penting untuk diketahui karena
memberikan gambaran tingkat kesesuaian lahan untuk pengembangan komoditas
tertentu seperti tanaman pangan atau tanaman perkebunan. Tingkat kesesuaian lahan
ada beberapa kelas yaitu sangat sesuai, cukup sesuai, sesuai bersyarat, dan tidak
sesuai. Kelas kesesuaian lahan sangat sasuai berkaitan dengan rekomendasi jenis dan
dosis pemupukan yang rendah-sedang untuk mencapai produksi optimal. Sebaliknya
kelas kesesuaian lahan sesuai bersyarat memerlukan perbaikan kualitas lahan dengan
pembenah tanah, diikuti dengan jenis dan dosis pupuk tinggi untuk mencapai produksi
optimal. Sifat tanah yang membantu dalam penyediaan hara fosfat dari fosfat alam
yakni reaksi tanah yang masam (pH 4,0-5,0). Dalam hal ini, tingkat kemasaman tanah
akan membantu kelarutan hara fosfat yang terkandung dalam fosfat alam sehingga
lebih tersedia untuk tanaman.
Fosfat alam merupakan material alam yang mengandung unsur hara fosfat.
Bahan ini banyak dijumpai di beberapa perbukitan di Indonesia, tetapi terbanyak
dijumpai di Maroko dan sekitarnya. Fosfat alam mengandung unsur hara fosfat
bervariasi dari 28-32% P2O5 sehingga bisa dijadikan sumber fosfat bagi tanaman. Fosfat
yang terkandung dalam fosfat alam bersifat slow release yakni lambat tersedia untuk
tanaman, mempunyai efek residu yang lama di dalam tanah. Sifat ini memiliki
keunggulan karena tidak perlu memberikan fosfat alam setiap musim tanam melainkan
cukup memberikan sekali untuk beberapa musim tanam. Namun demikian, jumlah
pemberian harus dalam jumlah banyak untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan
fosfat dalam jangka waktu yang lama. Berbeda dengan fosfat yang terkandung dalam
pupuk SP-36, fosfat alam memiliki efek residu lebih lama. Hal lainnya lagi adalah
metode aplikasi fosfat alam memerlukan cara yang spesifik agar efek residunya lama.
Pemupukan berimbang direkomendasikan untuk menjaga kelestarian
produktivitas lahan dalam mendukung tingkat produksi tanaman yang optimal karena
kondisi lahan pertanian cenderung mengalami degradasi akibat aplikasi pupuk yang
tidak berimbang. Pemupukan berimbang adalah pemupukan yang mengaplikasikan jenis
dan dosis pupuk berbasis kemampuan tanah dalam menyediakan unsur hara (tercermin
dari kelas kesesuaian lahan), kebutuhan tanaman akan unsur hara, dan laju kehilangan
unsur hara melalui penguapan, aliran permukaan, erosi, dan terbawa panen. Peranan
pupuk organik semakin meningkat dalam upaya untuk mencapai produksi yang optimal
karena ditenggarai kualitas lahan semakin menurun terkait dengan semakin
menurunnya kadar bahan organik tanah dan unsur hara tanah.
Pupuk organik lebih difokuskan untuk meningkatkan bahan organik tanah
sehingga bisa mengurangi kebutuhan unsur hara yang berasal dari pupuk anorganik.
Hasil samping usahatani seperti sisa panen, pangkasan tanaman pagar, kotoran ternak
bisa dijadikan pupuk organik dengan menambahkan mikroba perombak. Mikroba
perombak yang murah dan petani bisa membuat adalah Mikroorganisme Lokal (MOL)
dengan bahan-bahan dari lingkungan petani antara lain: buah papaya, anakan pohon
bambu melalui proses fermentasi. Namun demikian, dekomposer formulasi pabrikan
seperti Stardec, Biodec, dan lain-lain perlu dilatihkan sebagai pembanding kualitas dan
dampaknya terhadap tanaman.
Biochar adalah bahan pembenah tanah selain pupuk organik yang bisa
diproduksi dari bahan-bahan yang ada di lingkungan petani seperti: batok kelapa,
sekam padi, batang kayu Acasia sp., tongkol jagung dan lain-lain. Pembuatan biochar
relatif sederhana yakni dengan membakar terbatas bahan-bahan tersebut sampai
terbentuk arang tetapi tidk hancur (arang aktif). Di dalam tanah, peranan dan fungsi
biochar mirip dengan pupuk organik sehingga bisa dijadikan alternatif selain pupuk
organik dalam memperbaiki kualitas lahan. Selain itu, biochar dapat bertahan di dalam
tanah dalam jangka waktu yang lama sehingga bisa meningkatkan sekuestrasi karbon di
dalam tanah. Peningkatan kadar karbon tanah akan diikuti oleh menigkatnya kualitas
lahan berupa perbaikan sifat kimia, fisika, dan biologi tanah.
Persiapan Lahan, Aplikasi Fosfat Alam, Dolomit, dan Pupuk Organik
Persiapan lahan untuk tanam jagung diawali dengan pengolahan tanah setelah
lahan dibersihkan dari vegetasi yang didominasi oleh rumput dan alang-alang. Tahap ini
diikuti dengan penyebaran fosfat alam berupa rock fosfat Marocco sebanyak 1 ton/ha
atau setara dengan 300 kg P2O5/ha di permukaan tanah. Tanah diolah secara
konvensional dengan melakukan pengolahan tanah pertama dengan bajak singkal (disk
harrow) dengan kedalaman 15-20 cm, kemudian dibiarkan selama 2-3 minggu. Fosfat
alam tergolong pupuk sumber fosfat dengan pola menyediakan unsur P dalam waktu
yang lama (P lambat tersedia, slow release) sehingga memiliki residu di dalam tanah
sampai musim tanam berikutnya. Berdasarkan hasil penelitian Balai Penelitian Tanah
(2017), aplikasi fosfat alam Marocco sebanyak 1 ton/ha pada tanah kering masam
mampu menyediakan unsur hara fosfat sampai 4 musim tanam berikutnya.
Setelah masa inkubasi fosfat alam Marocco selama 1 minggu sejak pengolahan
tanah pertama, dolomit sebanyak 1 ton/ha disebar rata di permukaan tanah, dan
diinkubasi selama 3-4 hari. Setelah 3-4 hari dari penyebaran dolomit, disebar pupuk
organik sebanyak 2 ton/ha, diikuti dengan pengolahan tanah II berupa perataan tanah
dengan rotary atau garu. Tujuan pengolahan tanah II untuk meratakan tanah dan
mencapur dolomit serta pupuk organik dengan tanah lapisan olah. Pada tahap ini tanah
sudah siap ditanami benih jagung.
Tanam
Demonstrasi farm usahatani jagung berbasis rekapitalisasi fosfat, pemupukan
berimbang, dan varietas unggul baru menerapkan sistem tanam Zig-Jag Super. Dalam
sistem tanam ini, jagung ditanam dalam 2 barisan yaitu barisan tanaman utama dengan
jarak tanam 70 x 35 cm, disusul barisan sisipan dengan jarak tanam 70 x 35 cm juga.
Posisi barisan tanam susulan adalah 12,5 cm disebelah dalam barisan tanaman utama,
rumpun pertama terletak di tengah-tengah antara rumpun1 dan rumpun2 dari barisan
tanaman pokok (17,5 cm dari rumpun 1 dan 17,5 cm dari rumpun2) (Gambar 2).
Populasi tanaman jagung dengan sistem Zig-Jag Super ini lebih tinggi
dibandingkan dengan populasi sistem tanam biasa sekitar 50 %. Secara matematika,
populasi dapat dihitung sebagai berikut:
- Populasi pada sistem tanam biasa dengan jarak tanam 75 x 25 cm:
133 x 400 = 53.200 rumpun
- Dengan asumsi adanya kehilangan 2 barisan tanaman dan 2 jajar tanaman pada
barisan tanaman susulan, populasi pada sistem Zig-Jag Super:
142 x 569 = 80.798 rumpun
- Peningkatan populasi pada sistem tanam Zig-Jag Super:
80.798/53 200 = 1,51 kali lipat atau 151%.
Gambar 2. Sistem tanam jagung varietas unggul baru sistem Zig-Jag Super.
Benih jagung yang ditanam sesuai dengan varietas yang biasa ditanam petani.
Pada sistem tanam biasa, kebutuhan benih adalah sekitar 15-20 kg/ha (2 benih/lubang).
Dengan adanya peningkatan populasi sebesar 196% maka kebutuhan benih pada
sistem tanam Zig-Jag Super antara 30-35 kg/ha (1 biji/lubang tanam). Sebelum benih
ditanam dilakukan seed treatment dengan menggunakan fungisida dan insektisida untuk
menghindari jamur bawaan dan pembusukan serta gangguan insek terutama semut.
Benih jagung ditanam menggunakan tugal dengan kedalaman ±5 cm dan diisi 1 benih
perlubang.
Pemeliharaan tanaman
Tanaman jagung seperti halnya tanaman lain memerlukan pemeliharaan agar
tumbuh dan berproduksi dengan baik. Pemeliharaan ini meliputi kegiatan penyulaman,
pemupukan, penyiangan, pengendalian hama/penyakit, dan pembunbunan. Penyulaman
dilakukan 4-5 hari setelah tanam, dilakukan apabila ditemukan benih yang tidak tumbuh
atau tanaman tumbuh tetapi ada serangan hama penggerek batang sehingga tanaman
tumbuh tidak normal. Penyiangan dilakukan pada umur tanaman 28-35 hari setelah
tanam, menggunakan weeder atau alat lainnya.
Pupuk yang diperlukan adalah pupuk sumber nitrogen (Urea) dan sumber kalium
(KCl) karena unsur hara fosfat sudah dicukup dari fosfat alam Marocco. Pemupukan
Urea dan KCl dilakukan 2x yaitu 50% dari dosis pada 7 HST dan sisanya sebanyak 50%
dari dosis pada saat 35 HST. Pemupukan pertama dilakukan dengan cara ditugal 5-7 cm
dari batang jagung dengan kedalaman ± 5 cm kemudian ditutup untuk menghindari
penguapan. Pada saat tanaman berumur 28-35 HST dilakukan pembumbunan tanaman
dan aplikasi pemupukan kedua. Pembunbunan bertujuan untuk menutup akar sehingga
penyerapan unsur hara lebih maksimal dan untuk menghindari tanaman roboh.
Selanjutnya untuk pengendalian hama/penyakit, penyiangan dan penyiraman tanaman
dilakukan tergantung pada situasi lapang.
Panen
Panen dilakukan pada saat biji jagung sudah matang fisiologis. Kondisi jagung
matang fisiologis dapat diketahui dari kulit jagung (klobot) telah berwarna coklat
keputihan, atau apabila biji dilepas akan ada warna coklat kehitaman pada areal
perbatasan antara ujung biji dan tongkolnya (black layer). , KOndisi ini umumnya
diperoleh pada saat umur jagung antara 100-110 HST, tergantung pada varietas dan
musim tanam. Untuk mengestimasi produktivitas tanaman jagung, panen dilakukan
dengan cara mengambil petak ubinan dengan luasan 5m x 5m. Pengambilan petak
ubinan sedemikian rupa sehingga mewakili keragaan tanaman di lapangan. Untuk itu,
sebaran petak ubinan diambil sebanyak 3 lokasi pada keragaan tanaman kurang baik, 3
petak pada keragaan tanaman baik, dan 3 petak pada keragaan tanaman sangat baik.
Pengamatan
Pengamatan tanaman lebih ditujukan untuk mengestimasi produktivitas tanaman
jagung pada teknologi rekapitalisasi fosfat, pemupukan berimbang, dan pemanfaatan
benih unggul baru. Pengamatan pertumbuhan berupa tinggi tanaman dilakukan pada
saat tanaman jagung umur jagung menjelang panen. Sedangkan parameter panen
ubinan adalah berat biomas basah, berta tongkol basah, berat pipilan basah, jumlah
tongkol, jumlah populasi, berat pipilan kering dan biomas kering.
Pengambilan contoh tanah
Pengambilan contoh tanah dilakukan sebanyak 2 kali yaitu sebelum perlakuan
pupuk dan sesudah panen. Contoh tanah sebelum perlakuan pupuk diambil
menggunakan bor tanah pada kedalaman 0-20 cm (lapisan olah). Sampel tanah yang
diambil sebanyak 5 sampel pada setiap lokasi demfarm yang berasal dari 50 titik sub
sampel, diaduk rata dan diambil sebanyak 5 sampel komposit. Contoh tanah setelah
panen diambil ditempat yang sama dengan cara yang sama.
Analisis kelayakan ekonomi dan ketersediaan pasar
Analisis perbandingan tambahan manfaat terhadap tambahan biaya atau
Incrementarl benefit cost ratio (IBSR) sederhana digunakan untuk menghitung
kelayakan finansial usahatani rekapitalisasi fosfat, pemupukan berimbang, dan varietas
unggul baru pada lahan kering masam. Tambahan manfaat penggunaan pupuk fosfat
alam, pembenah tanah, dan pupuk organik pada usahatani jagung dapat berupa
peningkatan produktivitas dan/atau pengurangan biaya usahatani karena adanya
peningkatan efisiensi usahatani, seperti penghematan penggunaan pupuk an-organik. Di
sisi lain penggunaan sarana produksi tersebut sangat memungkin akan meningkatkan
biaya usahatani, misalnya penggunaan tenaga kerja untuk aplikasi fosfat alam dan
harga fosfat alamnya.
Suatu inovasi teknologi dinyatakan layak apabila tambahan manfaat lebih besar
daripada tambahan biayanya. Pada penelitian ini dihipotesakan bahwa tambahan
manfaat penggunaan fosfat alam lebih besar daripada tambahan biayanya, sehingga
IBCR > 0. Teknologi usahatani pembanding yang digunakan adalah budidaya jagung
cara petani tanpa fosfat alam.
IV. ANALISIS RESIKO
4.1. Daftar Risiko
No. RISIKO PENYEBAB DAMPAK
1.
2.
3.
4
Sulit mendapatkan
Lokasi yang
memenuhi syarat
Proses pengadaan
bahan terhambat
Kendala musim
Faktor Biofisik
Kompromi dan
negosiasi dengan
petani tidak tercapai
Kuantitas dan kualitas
bahan bahan
penelitian yang
dibutuhkan cukup
tinggi
Musim hujan yang
tidak menentu
Kondisi lahan tidak
seragam
Lokasi yang dipilih tidak ideal
Terlambatnya pelaksanaan
penelitian di lapang
Terlambatnya jadwal
tanam
Diperlukan tenaga dan
dana ektra untuk
penanganan kekurangan
air dan penanggulangan
hama
Gagal panen Data
hasil/produksi tanaman
tidak diperoleh
Pengaruh
ketidakseragaman lahan
lebih dominan (misalnya
akibat perlakuan
sebelumnya) dibanding
perlakuan
5.
6
Serangan hama
Penyakit
Pemotongan
anggaran
Bibit tanaman tanpa
seed treatment,
penyemprotan dengan
dosis rendah
sedangkan sekitarnya
dosis tinggi.
Beberapa tahun
terakhir terjadi
pemotongan anggaran
untuk seluruh
kementrian
Produksi lebih rendah
dibandingkan dengan rata-
rata petani
Beberapa kegiatan
pengamatan harus
dikurangimengurangi
output
4.2. Daftar Penanganan Risiko
No. RISIKO PENYEBAB PENANGANAN RISIKO
1.
2.
3.
4.
5.
Sulit mendapatkan
Lokasi yang memenuhi
syarat
Proses pengadaan
bahan terhambat
Kendala musim
Faktor Biofisik
Serangan hama
Penyakit
Keterbatasan
ketersedian lahan di KP
Tamanbogo
Kuantitas dan kualitas
bahan bahan penelitian
yang dibutuhkan cukup
tinggi
Musim hujan yang tidak
menentu
Ketidakseragaman
kondisi lahan
Bibit tanaman tanpa
seed
treatment,penyemprotan
dengan dosis rendah
sedangkan sekitarnya
dosis tinggi.
Melibatkan Staf KP
Tamanbogo untuk
menyiapkan lahan sesuai
yang dibutuhkan
Menjalin kerjasama
dengan peneliti (inventor)
tentang produk yang akan
dipakai
Mempercepat proses
pengadaan bahan dan
mencari proses alternatif
lain
Mengusahakan agar
jadwal tanam tepat
waktu, memilih
tanaman varietas
genjah, pengamatan
hingga fase vegetatif
Mempercepat
pelaksanaan penelitian,
penyiapan jaringan
irigasi suplemen
(kerjasama dengan
Balitklimat dan
hidrologi)
Penyemprotan
insektisida secara
berkala
Perbaikan metode
pengolahan tanah dan
ploting untuk
meminimalisir faktor
ketidak seragaman lahan
penelitian.
6.
Pemotongan anggaran
Beberapa tahun terakhir
terjadi pemotongan
anggaran untuk seluruh
kementrian
Penerapan metode
pengendalian hama
terpadu
Menggunakan obat-obatan
yang berisfat ramah
lingkungan (biopestisida),
prioritas yang telah
dikembangkan Balitbang
Pertanian
Merancang skenario
minimum yang mesti
dicapai
V. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANAAN
5.1. Tenaga yang terlibat dalam penelitian
Nama lengkap.
Gelar dan NIP
Jabatan Kedudukan dalam
RPTP
Alokasi
waktu
(OB)
Fungsional Struktural
Dr Husnain
NIP. 19730910200112
001
Dr Maswar
NIP.
196205271993031001
Peneliti Madya
Penelitia Madya
Ka. Balittanah
Ka. Kelti FKT
Narasumber
Png kegiatan RPTP
LKM/ PJ ROPP 1.a
6
6
Dr. Neneng L. Nurida
NIP.
196312291990032001
Penelitia Madya Png kegiatan 1.b 6
Ir. Joko Purnomo MS
NIP.
Penelitia Madya Png kegiatan 1.c 6
Dr. I Gusti Putu
Wigena
NIP
PenelitiMadya Ka Kelti KKT Png Keg RPTP
Jagung
6
Sutono, Sp, MS
NIP.
195408291981011001
Peneliti Madya Anggota 3
Yoyo Sulaeman, MS
NIP.19540201198202
1001
Peneliti Madya Anggota 3
Ir. Nurjaya, MS
NIP.19600826199303
1 001
Peneliti Madya Anggota 3
Ir. Jati Purwani, MS
NIP.19620304199203
2 001
Peneliti Madya Anggota 3
Endang Windiyanti,
SSi
NIP.19620925199803
2001
Peneliti Madya Anggota 3
Denny Hikmatullah Peneliti Madya Anggota 3
Dr. Sri Rochayati
Dr. I Wayan Suastika
Dr. Wiwik Hartatik
Dr. I Gusti Made
Subiksa
Dr. Diah Setyorini
Ir. A. Kasno, M.Si
Peneloti Madya
Peneloti Utama
Peneloti Madya
Peneloti Madya
Peneliti Utama
Peneliti Madya
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
3
3
3
3
3
3
3
Ir. Nurjaya, MP
Dr. Setiari Marwanto
Dr. Adha F Siregar
Dr. Surono
Ibrahim Adamy, SP,
M.Sc
Heri Wibowo, ST,
M.Sc
Septiyana, SP., M.Si
Dr. Cinta Badia
Ginting
Dr. Erny Yuniarti
Dr. Ety Pratiwi
Kartiwa
Jojon Suryono, SP
Endang Hidayat
Ir. Didik
Sukristiyohastono
Sutarji
Ahmad Samsun, SP
Imam Purwanto, SP.
Andi
Suwandi
Cahayana
PUMK
Peneliti Muda
Peneliti Muda
Peneliti Pertama
Peneliti Pertama
Peneliti Muda
Peneliti Muda
Peneliti muda
Litkayasa
Litkayasa
Litkayasa
Litkayasa
Litkayasa
Litkayasa
Litkayasa
Litkayasa
Litkayasa
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
5.2. Jangka waktu kegiatan
Kegiatan Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Pembuatan proposal dan rencana
kegiatan xx
2. Kegiatan desk work xx xx
3. Pemilihan lokasi xx xx xx*
4. Persiapan penelitian xx xx xx
5. Pelaksanaan penelitian lapangan xx xx xx xx xx xx xx xx
6. Pengamatan xx xx xx xx xx xx xx xx xx
7. Analisis data dan pelaporan xx xx xx xx xx
Keterangan : xx* = Khusus untuk kegitan 2
5.3. Pembiayaan
Kegiatan 1. X
1000
MAT Tolok Ukur Unit Satuan
Harga
satuan Jumlah
521211 Belanja Bahan
- Foto copy, pengganddan, penjilidan 3 Paket
2.000
6.000
521213 Honor output kegiatan
- Honorarium pembantu lapang 975 OH
80
78.000
- Upah analisis 470 OJ
50
23.500
521811
Belanja Barang Persedian Barang
Konsumsi 0
- ATK dan komputer supplier 3 Paket
2.500
7.500
- Bahan penunjang lapang 9 Paket
5.000
45.000
- Bahan kimia 6 Paket
5.000
30.000
524111 Belanja perjalanan biasa 0
- Perjalanan dinas dalam rangka
kegiatan penelitian 96 OP
2.500 240.000
Total
430.000
Kegiatan 2.
DESKRIPSI ANGGARAN Triwulan tahun 2018 BIAYA
(X 1.000) I II III IV
Belanja bahan 155.600
-Foto copy dan penjilidan 2.000 6.000 8.000
4.000 20.000
-Konsumsi
rapat/pertemuan) 3.560 10.680 14.240
7.120 35.600
-Bahan temu lapang dan
bimtek (2 lokasi) 10.000 30.000 40.000 20.000 100.000
Honor Output Kegiatan 293.000
-Upah kerja pembantu
lapang 28.800 86.400 115.200
57.600 288.000
-Upah analisis contoh tanah,
tanaman dan pupuk 500 1.500 2.000
1.000 5.000
Belanja barang Non
Operasional lainnya
48.600
-Pengiriman contoh
tanah/bahan 360 1.080 1.440
720 3.600
-Upah tenaga detasir 4.500 13.500 18.000
9.000 45.000
Belanja barang
persediaan barang
konsumsi
3.290.000
-ATK dan bahan komputer 4.000 12.000 16.000
8.000 40.000
-Bahan penunjang 324.000 972.000 1.296.000
648.000 3.240.000
-Bahan kimia 1.000 3.000 4.000
2.000 10.000
Belanja jasa profesi 37.800
-Honor Nara sumber
(pakar/praktisi/pembicara) 3.780 11.340 15.120
7.560 37.800
Belanja Perjalanan
Biasa 675.000
- Perjalanan dinas dlm
rangka pelaksanaan
kegiatan
67.500 202.500 270.000 135.000 675.000
Total 450.000 1.350.000 1.800.000 900.000 4.500.000
DAFTAR PUSTAKA
Agegnehu G., Nelson P.N., Bird M.I. 2016. Crop yield, plant nutrient uptake and soil
physicochemical under organic soil amendments and nitrogen fertilization on
Nitisols. Soil Tillage Res. 160:1-3
Ahn PM. Tropical Soils and Fertilizer Use. Longman. UK. 1993
Atkinson,C. J., J. D. Fitzgerald, N. A. Hipps. 2010. Potential mechanisms for achieving
agricultural benefits from biochar application to temperate soils: a review. Plant
Soil 337:1–18.
Balai Besar Litbang Sumberdaya lahan, 2014. Laporan Teknis Sumberdaya Lahan
Pertanian Indonesia: Luas, Penyebaran dan Potensi Ketersediaan. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 62 hal.
Balai Penelitian Tanah. 2017. Improving Yield of Food Crop through Direct Application of
Reactive Phosphate Rock on Acid Soil. Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian.
Bogor
Dariah, A. dan N.L. Nurida. 2011. Formula pembenah tanah diperkaya senyawa humat
untuk meningkatkan produktivitas tanah Ultisol Tamabogo, Lampung. Jurnal
Tanah dan Iklim 33: 33-38.
Erawati, B.T.R. dan H. Awaludin. 2009. Daya adaptasi beberapa varietas unggul baru
jagung hibrida di lahan sawah Nusa Tenggara Barat. Prosiding Semnas Serealia:
31-38. Balitserealia. Malang.
Glaser, B., J. Lehmann, and W. Zech. 2002. Ameliorating physical and chemical
properties of highly weathered soils in the tropics with charcoal: A review. Biol.
Fertil. Soils 35:219-230.
Hale S. E., Alling, V, Martinsen V, Mulder J, Breedveld G.D., and Cornelissen, G., 2013.
The sorption and desorption of phosphate-P, ammonium-N and nitrate-N in cacao
shell and corn cob biochars. Chemosphere 91 (2013) 1612–1619
Hidayat. A dan A. Mulyani. 2002. Lahan Kering untuk Pertanian. Teknologi Pengelolaan
Lahan Kering. A.Adimihardja, Mappaona, A. Saleh (Eds). Pp. 1-34. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor
Hutapea dan Mashar. 2005. Ketahanan Pangan dan Teknologi Produktivitas Menuju
Kemandirian Pertanian di Indonesia. Kementerian Pertanian RI. Jakarta.
IFDC. Proceedings of Seminar on Phosphate Rock for Direct Application. International
Fertilizer Development Center, Muscle Shoals, Alabama, USA. 1978
Jeffery,S., Verheijen, F.G.A., van der Velde,M. and Bastos,A.C., 2011. A quantitative
review of the effects of biochar application to soil on crop productivity using meta-
analysis, Agriculture Ecosystems&Environment, 144(1):175-187
Kementerian Pertanian. 2015. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2015-
2019. Kementerian Pertanian
Kammann C. I. 2015. Plant growth improvement mediated by nitrate capture in co-
composted biochar. Sci. Rep. 5:11080.
Novak, J.M., Busscher, W.J., Laird, D.L., Ahmedna, M.A. Watts, D.W. and Nandou
M.A.S. 2009. Impact of biochar amendment on fertility of a southeastern coastal
plain. Soil Science 174:105-111.
Nurida, N. L. 2006. Peningkatan Kualitas Ultisol Jasinga Terdegradasi dengan
pengolahan Tanah dan Pemberian bahan Organik. Disertasi Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Nurida, N.L, A. Dariah dan A. Rachman. 2013. Peningkatan kualitas tanah dengan
pembenah tanah biochar limbah pertanian. Jurnal tanah dan Iklim 37(2); 69-78.
Nurida N. L. 2014. Potensi pemanfaatan biochar untuk rehabilitasi lahan kering di
Indonesia. Jurnal Sumberdaya Lahan. Edisi khusus Karakteristik dan Variasi
Sumberdaya Lahan Pertanian: 57-68
Rochayati, R., A. Mulyani, dan J.S. Adiningsih. 2005. Pemanfaatan lahan alang-alang.
Hlm 39-72 dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif
dan Ramah Lingkung. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang
Pertanian. Departemen Pertanian.
Rochayati S. dan A. Dariah. 2012. Perkembangan Lahan Kering masam: Peluang,
Tantangan dan Strategi serta Teknologi Pengelolaan dalam Prospek Pertanian
Lahan Kering dalam mendukung Ketahanan Pangan. Editor Dariahet al. hal 187-
206. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Sanchez PA, Shepherd K D, Soule M J, Place FM, Buresh RJ, Izac AMN, Mukwenye AV,
Kwesiga GR, Ndiritu CG and Woomer PL. Soil fertility replenishment in Africa: an
investment in natural resource capital. In “Replenishing Soil Fertility in Africa” Soil
Science Society of America Special Publication No. 51, Madison, WI, USA. 1997
Santoso.D dan A. Sofyan. 2002. Pengelolaan Hara Tanaman pada Lahan kering.
Teknologi Pengelolaan Lahan Kering. A.Adimihardja, Mappaona, A. Saleh (Eds).
Pp. 73-102. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor
Santoso, D. dan A. Sofyan. 2005. Pengelolaan hara tanaman pada lahan kering. Hlm.
73-100 dalamTeknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif
dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang
Pertanian. Departemen Pertanian.
Sarwani, M., N.L.Nurida, and F. Agus. 2013. Greebhouse emissions and land use issues
related to the use of bioenergy in Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pertanian 32(2):56-66
Schulz, H. Dunst, G and Glaser, B. 2013. Positif effect of composted biochar on plant
growth and soil fertility. Agron. Sustain. Dev. 33: 817-827.
Schulz, H. Dunst, G and Glaser, B. 2014. No effect level of co-composted biochar on
plant growth and soil properties in a greenhouse experiment. Agronomy 4:34-51
Spokas, K.A., Cantell, K.B., Novak, J.M., Archer, D.W., Ippolito, J.A., Collin, H.P.,
Boateng, A.A., Lima, I.M,. Lamb, M.C., Mc Aloon, A.J., Lentz, R.D. and Nichols,
K.A., 2012. Biochar: A synthesis of Its Agronomic Impact beyond Carbon
Sequestration. J. Environ Qual 41(4):973-989
Taupiq A., H. Kuntyastuti, C. Prahoro dan T. Wardani. 2007. Pemberian kapur dan
pupuk kandang pada kedelai di lahan kering masam. Jurnal Penelitian Pertanian
Tanaman Pangan 26 (1): 78-85
USGS, 2013 U.S. Geological Survey, Mineral Commodity Summaries, January 2015.
https://minerals.usgs.gov/minerals/pubs/commodity/phosphate_rock/mcs-2015-
phosp.pdf
Widjaja-Adhi; IPG; and Silva. 1986. Development of soil testing, principles, concepts,
phylosophy and methodology. Discussion paper presented at Fertilizer Efficiency
Research in the Tropics Training Program.