1
SISTEM PENDIDIKAN
PESANTREN PERSATUAN ISLAM (PERSIS) 92 MAJALENGKA
Hafiizh Muhammad Ramadhan Guru
PAI Al-Basyariyah 2 Bandung Al-
Basyariyah 2 Cigondewah Rahayu Bandung 40215 Email:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pesantren merupakan lembaga pendidikan dan keagamaan tertua yang ada di
Indonesia, Dawam Raharjomenyebutkan bahwa Pesantren ada sebelum datangnya Islam
ke Indonesia,ia hidup diperkirakan pada masa Hindu dan Budha,bukti terhadap hal
tersebut terlihat dari beberapa hal yang memperkuat dengan adanya tradisi penghormatan
santri terhadap gurunya, tata hubungan diantara keduanya tidak didasar pada uang
(materil) dan sifat pengajaranya yang murni Agama.Akan tetapi Mastuhu menyebutkan
bahwa asal dari pesantren adalah dari agama Jawa, (Agama Jawa adalah perpaduan
anatara kepercayaan Animisme, Hinduisme dan Bhudisme) yang selanjutnya sistem
pendidikan tersebut diadopsi oleh umat Islam dengan mengonversi nilai ajarannya
dengan nilai ajaran Islam yang dilandasi oleh nilai - nilai Tauhid.1
Terlepas dari itu semua, kata Pesantren kalau coba kita telusuri menurut
Zamakhsari Dhofier berasal dari kata santri, dengan awalan pe dan akhiran an, yang
berarti tempat tingal santri.2SoegardaPoerbakawatja juga menjelaskan pesantren
berasaldarikatasantri,yaituseorang yang belajar agama Islam,dengandemikian
pesantrenmempunyaiarti tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam.3 Menurut
ManfredZiamek bahwa asal etimologi dari pesantren adalah pe – santri – an, ” tempat
santri ” Santri atau murid (umumnya sangat berbeda-beda) mendapat pelajaran dari
pimpinan pesantren (kyai) dan oleh para guru (ulama atau ustadz) Pelajaran mencakup
berbagai bidang tentang pengetahuan Islam.4
1. Ading Kusdiana, M.Ag,Sejarah Pesantren, (Bandung ; Humaniora, 2014) hal 5 2.Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1984) hlm. 18
3. Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedia Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1976)hlm. 223
4. Manfred Ziemek, Pesantren Dalam Perubahan Sosial, Butche B. Soendjono, Pent.(Jakarta: LP3ES,
2
Dalam operasionalnya, Pesantren memiliki nilai- nilai pokok yang tidak dimiliki
oleh lembaga pendidikan lain, yaitu pertama, cara pandang kehidupan secara utuh
(kaffah) sebagai ibadah; kedua, menuntut ilmu tidak berkesudahan (long life education)
yang kemudian diamalkannya. Ilmu dan ibadah menjadi identik baginya, yang dengan
sendirinya akan muncul kecintaan yang mendalam pada ilmu pengetahuan,sebagai nilai
utama (corevalues); danketiga, keikhlasan bekerja untuk tujuan-tujuan bersama
(learningtodotogether with sincerity). Dengan modal itu, eksistensi serta keberadaan
pesantren sangat kuat di mata masyarakat serta mendapat dukungan moral spritual yang
luas.
Adapun model Pendidikan Pesantren di Indonesia terbagi kepada 2 (dua) model,
yaitu dikenal dengan Pesantren Tradisional dan Modern,dengan pengertian yang
dimaksud dengan Pesantren Moderen adalah Sistem kelembagaan pesantren yang di
kelola dengan cara modern, baik dari segi administrasi, sistem pengajaran maupun
dengan kurikulumnya. Pada sistem pendidikan modern kemajuan lembaga pesantren
tidak dilihat dengan figur pemimpinnya (kyai) ataupun dengan banyaknya jumlah santri
akan tetapi lebih dititik tekankan kepada Aspek keteraturan Administrasi (pengelolaan),
dilihat dari segi Kurikulum, maka Pesantren modern mata pelajaran yang dipelajaran
lebih beragam baik agama maupun umum, pelajaran agama tidak terbatas pada kitab
klasik atau satu madzhab fikih saja, akan tetapi kitab klasik amupun kontemporer dan
lintas madzhab.5
Sedangkan yang dimaksud dengan model pendidikan Pesantren
Tradisionaladalah lembaga pesantren yang dalam sistem pembelajarannya tetap
mempertahankan pengajaran kitab Islam klasik sebagai inti dari pembelajaran.Praktek
pendidikan Islam tradisional masih terikat kuat dengan aliran pemikiran para ahli fikih,
hadits, tafsir, tauhid dan tasawuf.Pola pembelajarannya masih mengunakan sistem klasik,
yaitu sorogan dan bandongan. Sistem Sorogan yaitu sistem pembelajaran yang diberikan
kepada satri yang telah dapat membaca Al Quran dengan baik dan benar, sedangkan
Bandongan adalah sistem pembelajaran yang dilakukan seorang Kyai kepada
sekelompok santri dengan membacakan, menerjemahkan, menerangkan dan memberikan
ulasan terhadap materi yang diajarkan dari kitab sedangkan santrinya memperhatikan
dengan membuka kitabnya sendiri dan membuat catatan – catatan baik arti maupun
1985) hlm. 16.
5. Manfred Ziemek, Pesantren Dalam Perubahan Sosial, Butche B. Soendjono, Pent.
(Jakarta: LP3ES, 2985) hlm. 16.
3
keterangan tentang kata-kata ataupun buah fikiran yang sulit.Sedangkan dari segi
kurikulum pendidikan pesantren tradisional menitik beratkan kepada materi pelajaran
agama, nahwu sharaf, dan pengetahuan umum. Kurikulum Agama merupakan materi
pelajaran yang tertulis dan mengandung unsur bahasa arab, dimana fokus materi
kajiannya terfokus pada fikih yaitu fikih empat madzhab dan biasanya berafliasi kepada
satu madzhab yaitu imam syafii, sedangkan akidah yang dipelajarinya adalah faham ahli
kalam asyariyah dan maturidiyah, dan untuk tasawufnya adalah menganut kepada dasar
– dasar ajaran tasawuf Abu Qosim Al Junaidi. 6
Pesantren kalau kita lihat dalam sejarahnya mempunyai andil yang besar bagi
kemerdekaan bangsa Indinesia dari penjajahan dan juga mempertahankan dan menjaga
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),7 dengan fakta tersebut sehinga bisa
dikatakan bahwa lembaga pendidikan Pesantren mempunyai potensi dan modal sosial
yang besar bagi terlaksananya tranformasi sosial.Sehingga Nurkholis Madjid (Cak Nur)
menyebutkan bahawa Pesantren mempunyai potensi yang besar untuk menjadi alternatif
yang baik bagi pendidikan Islam.
Masih menurut Cak Nur selain menyebutkan bahwa pesantren bisa menjadi
alternatif sistem pendidikan Islam akan tetapi juga pesantren juga selain telah mampu
membuktikan diri survival juga lebih dari itu dengan adaftasi, akomodasi dan konsesi
yang diberikannya, pesantren juga pada gilirannya mampu mengembangkan diri dan
bahkan menempatkan diri pada posisi yang penting dalam system pendidikan nasional
Indonesia.8
Dengan begitu pentingnya peran pesantren bagi pendidikan Indonesia sehingga
berbicara pendidikan Indonesia tidak mungkin tanpa menyebutkan tiga institusi
pendukungnya, yakni Pesantren, Madrasah dan Sekolah (Agama), tiga institusi tersebut
menggambarkan dinamika pendidikan Islam di Indonesia.
Begitu besarnya peran dan harapan terhadap Pesantren, akan tetapi dibalik itu
semua, dipandang bahwa Pesantren juga perlu melakukan pembenahan – pembenahan
atau modernisasi, dimana ide modernisasi lembaga pendidikan Pesantren yang menurut
Karel A Steenbrink merupakan imbas dari pemikiran-pemikiran yang berkembang
sebnagai berikut : pertama Keinginan kaum muslimin untuk kembali kepada Al Quran
dan As Sunah, kedua sikap perlawanan dan pertentangan terkadap kolonialisme secara
6. Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, hlm. 148 - 149
7. Imam bawani, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam: Studi tentang daya tahan pesantren
tradisional Islam, ( Surabaya ; Al Ikhlas, 1993) hal. 11
8 Azyumardi Azra, Dr. Kata Pengantar Bilik-bilik Pesantren, (Jakarta; Dian Rakyat, 2005) hal.xxiv
4
nasional, ketiga upaya memperkuat posisi kaum muslim indonesia dalam bidang sosial
ekonomi, keempatKeinginan untuk memperbaharui sistim pendidikan Islam di Indonesia
yang masih bercorak tradisional.9
Gerak pembaharuan pemikiran Islam menemukan momentumnya ketika kondisi
umat islam semakin terdesak oleh peradaban barat, baik segi pemikiran maupun dari segi
materil, kekalahan-kehalahan peperangan pasukan kaum muslim dari barat dan juga
penaklukan yang dilakukan oleh napoleon trehadap mesir dan ditandaipula dengan
keruntuhan kekhalifahan terakhir Islam yaitu kekhalifahan terakhir umat Islam, telah
mendorong kesadaran kaum muslim secara unruk melakukan pengakajian penyebab
kekalahan dan melakukan pembaharuan-pembaharuan pemikiran keislaman dikalangan
kaum muslimin. Maka munculah tokoh pembaharu, seperti Ibnu Taymiyah, Muhammad
Abduh Muhamad bin Abdul al Wahab, Syah Waliyullah al Dahlawi dan Muahmad bin
Ali al Sanusi, yang fokus ide pembahruannya terhadap pemurnian Tauhid, menentang
dominasi madzhab, dan memberantas hal-hal yang dianggap bidah.10
Persatuan Islam (Persis) yang oleh Howard M Federspiel 11, Deliar Noer12 di
kelompokkan pada kalangan muda atau gerakan modernis, dan gerakannya lebih terfokus
kepada aktifitas gerakannya dalam bidang pendidikan dan sosial, memilih untuk
mendirikan lembaga pendidikannya dengan bentuknya adalah Pesantren, ini adalah hal
yang menarik, sebab sebelumnya dengan tokohnya M. Natsir pernah mendirikan
Lembaga Pendidikan Umum yaitu Pendidikan Islam (Pendis), adapun gagasan ini lahir
di sebabkan lembaga pendidikan umum yang tidak mengajarkan ilmu Agama dan juga
dilembaga pendidikan Pesantren yang tidak mengajarkan Ilmu Umum, dengan kata lain
Pendidikan Islam memadukan antara Pendidikan Umum dan Pendidikan Pesantren.
Berbeda dengan M Natsir A. Hasan dan E. Abdurrahman justru mendirikan dan
mengembangkan lembaga Pendidikan Pesantren Persatuan Islam (Persis) No. 1 – 2 di
Bandung dan Pesantren Persatuan Islam (Persis) Bangil di Jawa Timur.13
Dimana dua
pesantren ini merupakan dua pesantren generasi pertama di Persatuan Islam (Persis) dan
di asuh sendiri oleh A Hasan dan E Abdurahman.
9. Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah Pendidikan Islam dalam kurun moderen,
(Jakarta:LP3ES, 1986) hal. 26 – 28.
10. Mahsun Jayadi, Fundamentalisme Muhammadiyah, (Surabaya : PNNM, 2010) hal. 23
11. Howard M. Federspiel, Persatuan Islam ; Pembaharuan Islam abad XXI (Yogyakarta:UGM Pres,
1996) hlm. 59-87).
12. Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia, 1900 – 1942 (Jakarta : LP3ES, 1995) hal. 95 -113
13. Tiar Anwar Bachtiar, Sejarah Pesantren Persis 1936 – 1983, (Jakarta: Pembela Islam, 2012) hal 13-16
5
Pendidikan Islam yang dirintis oleh M Natsir telah berkembang pesat, sehingga
Pendidikan Islam yang didalamnya ada program-program Frober School (Taman Kanak
– kanak) HIS (Holandshe Inlandshe School), MULO serta pertukangan dan perdagangan,
mengadakan Asrama dan Kursus – kursus. Pendidikan Islam pada tahun 1938
mempunyai cabangyang banyak, yaitu 5 (lima) buah di Jawa Barat dan juga berdiri
diluar Jawa (Bangka dan Kalimantan) sampai akhirnya Pendis atau Pendidikan Islam di
tutup oleh Pemerintah Jepang pada tahun 1942.14
Pemilihan dan penggunaan istilah Pesantren bagi nama lembaga pendidikan
Persatuan Islam (Persis) pada masa selanjutnya, pada subtansinya mirip dengan lembaga
Pendidikan Islam Madrasah yang dikelola dengan klasikal, akan tetapi dengan tetap
mempertahankan kekhasannya. Seperti yang dikatakan oleh Latief Mukhtar Persatuan
Islam (Persis) mempunyai sistem pendidikan sendiri yang khas yaitu Madrasah dengan
jiwa Pesantren, yang tidak terikat dengan kurikulum Departemen Agama (Kementerian
Agama sekarang) dan tidak pula dengan Departemen Pendidikan (Dinas Pendidikan
sekarang).15
Dengan hal tersebut dapat dipahami bahwa Pesantren Persatuan Islam (Persis)
memiliki kurikulum pendidikan sendiri, yang berlaku bagi semua jenjang
kependidikannya, baik itu pra sekolah, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah maupun
Pendidikan Tinggi, dengan sistem pendidikannya khas Persatuan Islam (Persis) dan
partikelir (swasta). Dan berbeda dengan lembaga pendidikan yang diselenggarakan
organisasi yang lain, baik itu NU maupun Muhammadiyah, dimana NU dengan Lembaga
Pendidikan Maarifnya dan juga Muhammadiyah dengan lembaga pendidikannya semua
kurikulumnya mengacu kepada kurikulum dari pemerintah dan hanya menambah muatan
Ke Nu an ataupun ke- Muhammadiyahan.16
Seiring dengan perjalanan waktu pesantren Persatuan Islam (Persis) telah
memberikan andil bagi terjadinya kaderisasi dengan menghasilkan kader-kader terbaik
pelanjut estafeta kepemimpinan Persis di berbagai daerah, ataupun telah memlihara
tradisi pemikiran tajdid Persatuan Islam (Persis) akan tetapi tantangan kedepan tentunya
lebih berat dan komplek, dimana Pesantren Persis tentunya harus bisa bertahan dan
dinamis dalam menghadapi tantangan tersebut.
14. Tiar Anwar Bachtiar, Pergulatan Pemikiran Kaum Muda Persis, (Bandung: Granada, 2005) . hal. 60 15. A. Latif Mukhtar, Gerakan kembali ke Islam : Warisan terakhir A. Latief Muchtar(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998) hal. 224 16. Toto Suharto, Kontribusi Pesantren Persatuan Islam bagi Penguatan Pendidikan Islam di Indonesia, (Surakarta: Jurnal Millah Vol. XI, No. 1, Agustus 2011) hal. 110-112
6
Dengan hal tersebut diatas menarik dan mendorong penulis untuk meneliti
tentang keberadaan Pesantren Persatuan Islam (Persis) 92 Majalengka, dengan judul :
“ SISTEM PENDIDIKAN PESANTREN PERSATUAN ISLAM (PERSIS) 92
MAJALENGKA ”
B. Rumusan Masalah Penelitian
1. Bagaimana Sejarah berdirinya Pondok PesantrenPersatuan Islam (Persis) 92
Majalengka ?
2. Bagaimana jadwal pelajaran yang diterapkan di Pondok Pesantren Persatuan Islam
No. 92 Majalengka?
3. Seperti apa metode pembelajaran yang diterapkan di Pondok Pesantren Persatuan
Islam No. 92 Majalengka?
4. Apa Saja Unsur – unsur Pesantren yang ada di Pesantren Persatuan Islam 92
Majalengka ?
5. Berdasarkan analisis, apakah Pondok Pesantren Persatuan Islam 92 Majalengka
Statis atau Dinamis?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya pondok pesantren Persatuan Islam 92
Majalengka.
2. Untuk mengetahui jadwal pembelajaran yang ditetapkan di pondok pesantren
Persatuan Islam 92 Majalengka.
3. Untuk mengetahui seperti apa Metode pembelajaran yang di terapkan di pondok
pesantren Persatuan Islam 92 Majalengka.
4. Untuk mengetahui Unsur – unsur Pesantren yang ada di Pesantren Persatuan Islam
92 Majalengka.
5. Untuk menganalisis apakah pondok pesantren Persatuan Islam 92 Majalengka
termasuk pondok pesantren yang bersifat statis atau dinamis.
D. Metode Penelitian
Dalam mengumpulkan data dan memperoleh data-data yang saya butuhkan, saya
menggunakan dua metode penelitian, yaitu :
1. Metode Wawancara
7
Wawancara merupakan salah satu metode penelitian dengan cara “tanya-
jawab” secara langsung dengan nara sumber yang bersangkutan. Dimana dalam hal
ini kami melakukan wawancara dengan salah satu pengajar dan santri pondok
pesantren salaf An-nur.
2. Metode Observasi
Observasi merupakan salah satu metode penelitian dengan cara terjun
langsung ke objek penelitian, kemudian mencatat, merekam, dan bahkan
mengabadikan hal-hal yang sekiranya menunjang dalam proses penelitian melalui
kamera digital atau media yang lainnya.
3. Studi Dokumentasi
Dokumentasi yaitu suatu alat penelitian yang bertujuan untuk
melengkapi data (sebagai bukti pendukung), yang bersumber bukan
dari manusia yang memungkinkan dilakukannya pengecekan untuk
mengetahui kesesuiannya. Sumber data yang menjadi fokus dalam
penelitian ini adalah dokumentasi pembelajaran di pesantren.
8
LANDASAN TEORI
A. Terminologi Pesantren
Istilah Pesantren bisa disebut pondok saja atau kata ini digabungkan menjadi
pondok pesantren, secara esensial, semua istilah ini menggabungkan makna yang sama.
Sesuai dengan namanya, pondok berarti tempat tinggal/menginap (asrama), dan
pesantren berarti tempat para santri mengkaji agama islam dan sekaligus di asramakan.
Kata Pesantren menurut Zamakhsari Dhofier berasal dari kata santri, dengan
awalan pe dan akhiran an, yang berarti tempat tingal santri. SoegardaPoerbakawatja
juga menjelaskan pesantren berasaldarikatasantri,yaituseorang yang belajar agama Islam,
dengan demikian pesantrenmempunyaiarti tempat orang berkumpul untuk belajar agama
Islam.17
Menurut ManfredZiamek bahwa asal etimologi dari pesantren adalahpe–santri–
an,”tempat santri ” Santri atau murid (umumnya sangat berbeda-beda) mendapat
pelajaran dari pimpinan pesantren (kyai) dan oleh para guru (ulama atau ustadz).dan
Pelajaran mencakup berbagai bidang tentang pengetahuan Islamyang dilandasi oleh nilai
- nilai Tauhid.18
Dalam peraturan menteri agama RI mengatakan Pesantren adalah Lembaga
pendidikan keagamaan Islam berbasis masyarakat baik sebagai satuan pendidikan
dan/atau sebagai wadah penyelenggara pendidikan.19
Pesantren juga memiliki dua arti
yang dilihat dari segi fisik dan pengertian kultural. Dari segi fisik pesantren merupakan
sebuah kompleks pendidikan yang terdiri dari susunan bangunan yang dilengkapi dengan
sarana prasarana yang mendukung penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan secara
kultural pesantren mencakup pengertian yang lebih luas mulai dari sistem nilai khas yang
secara intrinsik melekat di dalam pola kehidupan komunitas santri, seperti kepatuhan
pada kiai sebagai tokoh sentral, sikap ikhlas dan tawadhu, serta tradisi keagamaan yang
diwariskan secara turun-temurun.Ada pula yang mengartikan pesantren dengan arti
bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari,
memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan
menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-sehari.20
Menurut M.Arifin dikutip oleh Mujamil Qomar. Pondokpesantren merupakan
suatu lembaga pendidikan Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar,
17. Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedia Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1976)hlm. 223
18. Ading Kusdiana, M.Ag,Sejarah Pesantren, (Bandung ; Humaniora, 2014) hal 5
19. Permenag No.3 tahun 2012, tentang Pendidikan Keagamaan Islam, BAB I 20. Mastuhu, Dinamika sistem pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994), hal. 55
9
dengan sistem asrama (komplek) dimana santri-santri menerima pendidikan agama
melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada dibawah kedaulatan
dari leader ship seorang atau beberapa orang kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat
kharismatik serta independen dalam segala hal. Penggunaan gabungan kedua istilah
antara pondok dengan pesantren menjadi pondok pesantren, sebenarnya lebih
mengakomodasikan karakter keduanya. Namun penyebutan pondok pesantren kurang
jami‟ ma‟ni (singkat padat). Selagi perhatiannya dapat diwakili istilah yang lebih singkat,
karena orang lebih cenderung mempergunakan yang pendek. Maka pesantren dapat
digunakan untuk menggantikan pondok atau pondok pesantren.
Bardasarkan lembaga reseach islam (pesantren luhur) mendefinisikan pesantren
merupakan suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima pelajaran-
pelajaran agama islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat tinggal.
B. Tujuan Pesantren
Tujuan pesantren merupakan bagian terpadu dari faktor-faktor pendidikan.
Tujuan merupakan rumusan hal-hal yang diharapkan dapat tercapai melalui metode,
sistem dan strategi yang diharapkan. Dalam hal ini tujuan menempati posisi yang amat
penting dalam proses pendidikan sehingga materi, metode dan alat pengajaran harus
disesuaikan dengan tujuan yang diharapkan.
Pada dasarnya pesantren sebagai lembaga pendidikan islam, tidak memiliki
tujuan yang formal tertuang dalam teks tertulis. Namun hal itu bukan berarti pesantren
tidak memiliki tujaun, setiap lembaga pendidikan yang melakukan suatu proses
pendidikan, sudah pasti memiliki tujuan-tujuan yang diharapkan dapat dicapai, yang
membedakan hanya apakah tujuan-tujuan tersebut tertuang secara formal dalam teks atau
hanya berupa konsep-konsep yang tersimpan dalam fikiran pendidik. Hal itu tergantung
dari kebijakan lembaga yang bersangkutan.
Untuk mengetahui tujuan pesantren dapat dilakukan melalui wawancara kepada
kiai atau pengasuh pondok yang bersangkutan. Menurut Mastuhu berdasarkan
wawancara yang dilakukannya, bahwa tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan
dan menggambarkan kepribadian muslim yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa
kepada tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau khidmat kepada
mesyarakat dengan jalan menjadi kaula atau abdi masyarakat yang diharapkan seperti
kepribadian rasul yaitu pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhamad
SAW, mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebabkan agama
10
atau menegakkan islam dan kejayaan umat ditengah-tengah masyarakat (Izz.al-Islam wa
al-muslimin) dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepriadian manusia.
Menurut keputusan hasil musyawarah/lokakarya intensifikasi pengembangan
pondok pesantren yang dilakukan di Jakarta pada tanggal 2 s/d 6 mei 1978, tujuan umum
pesantren yaitu membina warga negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan
ajaran-ajaran agama islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut. Pada segi
kehidupannnya serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama,
masyarakat dan negara.
Adapun tujuan khusus pesantren adalah :
1. Mendidik siswa/santri anggota masyarakat untuk menjadi seorangmuslim yang
bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia,memiliki kecerdasan, keterampilan dan
sehat lahir batin sebagai warga negara yang berpancasila.
2. Mendidik siswa/santri untuk menjadikan manusia muslim selaku kader-kader ulama
dan mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah, tangguh, wiraswasta dalam mengamalkan
sejarah islam secara utuh dan dinamis.
3. Mendidik siswa/santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal semangat
kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan dirinya dan
bertanggung jawab kepada pembangunan bangsa dan negara.
4. Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keluarga) dan regional
(pedesaan/masyarakat lingkungannya).
5. Mendidik siswa/santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai sektor
pembangunan, khususnya pembangunan mental-spiritual.
6. Mendidik siswa/santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat
lingkungan dalam rangka usaha pembangunan masyarakat bangsa.
Semua tujuan yang telah disebutkan diatas semuanya dirumuskan melalui
pemikiran (asumsi), wawancara yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya
maupun keputusan musyawarah/loka karya.
C. Metode Pendidikan Pesantren
Pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua dan khas Indonesia keberadaannya
dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, pertama Pesantren Tradisional dan Pesantren
Moderen, adapun pengertian Pesantren Trasdisional adalah yang melakukan pengajaran
terhadap santri santrinya untuk belajar agama islam secara khusus tanpa
11
mengikutsertakan pendidikan umum didalamnya. Kegiatan yang dilakukan biasanya
mempelajari ajaran belajar menggunakan kitab-kitab kuning atau kitab kuno (klasik),
yang menggunakan metode tradisional seperti hafalan, menerjemahkan kitab kitab
didalam berlangsungnya proses belajar mengajar.
Sedangkan Pesantren Moderen atau disebut juga Pesantren Khalafiyah adalah
pesantren yang mengadopsi sistem madrasah atau sekolah yang memasukkan pelajaran
umum dalam kurikulum madrasah yang dikembangkan, atau pesantren yang
menyelenggarakan tipe sekolah sekolah umum seperti; MI/SD, MTs/SMP,
MA/SMA/SMK dan bahkan PT dalam lingkungannya.21
Ada juga yang mendefinisikan
Pesantren yang selain memberikan pengajaran kitab-kitab klasik juga membuka sekolah-
sekolah umum. Sekolah-sekolah umum itu dalam koordinasi dan berada di lingkungan
pesantren. Keberadaan sekolah dimaksudkan untuk membantu mengembangkan
pendidikan pesantren. Di dalamnya terdapat perpaduan antara ilmu umum dan ilmu
agama. Pengelolaannya tersistem dan terstruktur. Kegiatan di sekolan di dalam pesantren
menjadi seimbang.22
1. Metode Tradisional
a. Metode Sorogan
Metode sorogan merupakan metode yang ditempuh dengan cara ustadz
menyampaikan pelajaran kepada santri secara individual. Sasaran metode ini biasanya
kelompok santri pada tingkat rendah yaitu mereka yang baru menguasai pembacaan Al-
quran. Melalui sorogan, pengembangan intelektual santri dapat ditangkap oleh kiai
secara utuh. Dia dapat memberikan bimbingan penuh sehingga dapat memberikan
tekanan pengajaran terhadap santri-santri tertentu atas dasar observasi langsung terhadap
tingkat kemampuan dasar dan kapasitas mereka. Kelemahan penerapan metode ini
menuntut pengajar untuk besikaf sabar dan ulet, selain itu membutuhkan waktu yang
lama yang berarti pemborosan, kurang efektif dan efisien. Kelebihannya yaitu secara
signifikan kiai/ustadz mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal
kemampuan santri dalam menguasai materi yang diajarkan.
b. Metode Wetonan
21. DEPAG, Pedoman Pondok Pesantren (Jakarta: “t.p.”, 2002), hal. 6
22Klasifikasi ini tertuang dalam Wardi Bakhtiar, Laporan Penelitian Perkembangan Pesantren di
Jawa Barat (Bandung: Balai Penelitian IAIN Sunan Gunung Djati, 1990), hal. 22.
12
Metode wetonan atau di sebut juga metode bandungan adalah metode pengajaran
dengan cara ustadz/kiai membaca, menerjemahkan, menerangkan dan mengulas
kitab/buku-buku keislaman dalam bahasa arab, sedangkan santri mendengarkannya.
Mereka memperhatikan kitab/bukunya sendiri dan membuat catatan-catatan (baik arti
maupun keterangan) tentang kata-kata yang diutarakan oleh ustadz/kiai.
Kelemahan dari metode ini yaitu mengakibatkan santri bersikaf pasif. Sebab
kreatifitas santri dalam proses belajar mengajar di domoninasi oleh ustadz/kiai,
sementara santri hanya mendengarkan dan memperhatikan.
Kelebihan dari metode ini yaitu terletak pada pencapaian kuantitas dan
pencapaian kjian kitab, selain itu juga bertujuan untuk mendekatkan relasi antara santri
dengan kiai/ ustadz.
c. Metode Ceramah
Metode ceramah ini merupakan hasil pergeseran dari metode wetonan dan metode
sorogan. Said dan Affan melaporkan bahwa metode wetonan dan metode sorogan yang
semula menjadi ciri khas pesantren, pada beberapa pesantren telah diganti denganm
metode ceramah sebagai metode pengajaran yang pokok dengan sistem klasik. Namun
pada beberapa pesantren lainnya masih menggunakan metode sorogan dan wetonan
untuk pelajaran agama, sedangkan untuk pelajaran umum menggunakan metode
ceramah. (Said dan Affan : 98).
Kelemahan dari metode ini justru mengakibatkan santri menjadi lebih fasif,
sedangkan kelebihannya yaitu mampu menjangkau santri dalam jumlah banyak, bisa
diterapkan pada peserta didik yang memiliki kemampuan heterogen dan pengajar mampu
menyampaikan materi yang relatif banyak.
d. Metode Muhawarah
Metode muhawarah adalah metode yang melakukan kegiatan bercakap-cakap
dengan menggunakan bahasa arab yang diwajibkan pesantren kepada para santri selama
mereka tinggal di pondok.(Arifin :39). Sebagian pesantren hanya mewajibkan pada saat
tertentu yang berkaitan dengan kegiatan lain, namun sebagian pesantren lain ada yang
mewajibkan para santrinya setiap hari menggunakan bahasa arab.
Kelebihan dari penerapan metode ini yaitu dapat membentuk lingkungan yang
komunikatif antara santri yang menggunakan bahasa arab dan secara kebetulan dapat
13
menambah pembendaharaan kata (mufradat) tanpa hafalan. Pesantren yang menerapkan
metode ini secar intensif selalu berhasil mengembangkan pemahaman bahasa.
e. Metode Mudzakarah
Metode mudzakarah adalah suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik
membahas masalah diniyyah seperti aqidah, ibadah dan masalah agama pada umumnya.
Aplikasi metode ini dapat mengembangkan dan membangkitkan semangat intelektual
santri. Mereka diajak berfikir ilmiah dengan menggunakan penalaran-penalaran yang
didasarkan pada Al-qur‟an dan Al-sunah serta kitab-kitab keislaman klasik. Namun
penerapan metode ini belum bisa berlangsung optimal, ketika para santri membahas
aqidah khususnya, selalu dibatasi pada madzhab-madzhab tertentu. Materi bahasan dari
metode mudzakarah telah mengalami perkembangan bahkan diminati oleh kiai yang
bergabung dalam forum bathsul masail dengan wilayah pembahasan yang sedikit meluas.
f. Metode Majlis Ta’lim
Metode majlis ta‟lim adalah metode menyampaikan pelajaran agama islam yang
bersifat umum dan terbuka, yang dihadiri jama‟ah yang memiliki latar belakang
pengetahuan, tingkat usia dan jenis kelamin.
Metode ini tidak hanya melibatkan santri mukmin dan santri kalong (santri yang
tidak menetap di asrama cuma belajar dipesantren ) saja tetapi masyarakat sekitar
pesantren yang tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti pengajian setiap hari.
Pengajian majlis ta‟lim bersifat bebas dan dapat menjalin hubungan yang akrab antara
pesantren dan masyarakat sekitarnya.23
2. Metode Moderen
Pesantren yang dalam sistem pengajarannya mengadopsi dan menerapkan sistem
pengajaran klasikal moderen.Baik itu pembelajaran dilakukan di dalam ruang atau kelas
dengan adanya meja dan kursi dan juga kyai ataupun ustadz menggukan metode
pengajaran dengan menggunakan metode pembelajaran sebagaimana yang dipakai di
lembaga pendidikan Islam (madrasah) dan Umum (sekolah).
23. HS, Mastuki, El-sha, M. Ishom. ''Intelektualisme Pesantren'', (Jakarta: Diva Pustaka, 2006) Hal 22-25
14
3. Metode Kombinasi
Sesuai dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan teknologi banyak
pesantren yang melakukan pembenahan dalam metode pembelajaran, hal itu dilakukan
guna memperbaiki kualitas-kualitas sumber daya santri sehingga bisa menyesuaikan
dengan perkembangan zaman. Berdaarkan persfektif metodik, pesantren terpolarisasikan
menjadi tiga kelompok yaitu:
a. Pesantren yang hanya meggunakan satu metode yang bersifat tradisional dalam
mengajarkan kitab-kitab klasik.
b. Pesantren yang hanya menggunakan metode-metode hasil penyesuaian dengan
metode yang dikembangkan pendidikan formal.
c. Pesantren yang menggunakan metode-metode bersifat tradisional dan
mengadakan penyesuaian dengan metode pendidikan yang dipakai dalam
lembaga pendidikan formal.
D. Unsur - unsur Pesantren
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang khas Indonesia, dimana
menurut Dhofierunsure – unsur khas pesantren baik tradisional maupun modern yang
membedakannya dengan Pendidikan Islam, yaitu : Mesjid,Pondok, Pengajaran Kitab – kitab
Kuning, Santri dan Kyai.
1. Mesjid
Mesjid mempunyai kedudukan yang penting dalam sistem pendidikan
Pesantren, karena mesjid dainggap sebagai tempat yang tepat untuk mendidik santri,
terutama dalam praktik Sholat lima waktu, Khutbah dan Sholat Jumat, dan pengajaran
kitab Kuning.Lebih daripada itu mesjid dijadikan pusat penggemblengan sikap mental
keagamaan santri yang tinggal di dalam komplek pesantren.Bahkan seringkali
pendirian pesantren terlebih dahulu dengan didirikannya mesjid.Baru setelah santrinya
banyak, maka dilanjutkan dengan pendirian bangunan – bangunan lainnya, seperti
Pondok dan Madrasah.
2. Pondok
Pada tahun 1960-an pusat –pusat pendidikan pesantren di Indonesia lebih
dikenal dengan sebutan istilah Pondok, nama Pondok berarti tempat tinggal atau
Asrama – asrama bagi para santri yang terbuat dari bamboo, atau juga berasal dari
15
bahasa Arab , yaitu funduq yang artinya adalah Hotel atau Asrama. Adanya Pondok
atau Asrama bagi para santri merupakan kekhasan tradisi pesantren, yang
membedakannya dengan dengan system pendidikan tradisional di mesjid – mesjid
yang berkembang di kebanyakan wilayah Islam di Negara-negara lain.
3. Pengajaran Kitab – kitab Kuning
Pengajaran Kitab Klasik adalah pengajaran yang di berikan kepada santri untuk
mengkaji, memperdalam dan menguji pemahaman dan kemahiran mereka membaca
dan memahami kitab – kitab klasik. Adapun kitab-kitab klasik yang diajarkan di
pesantren yaitu : Nahwu, fikih, ushul fikih, hadits, tafsir, tauhid, tasawuf dan etika.
4. Santri
Menurut Nurkholis Majid (Cak Nur) tentang asal muasal istilah santri, Kata
Santri itu berasal dari kata “sastri” kata yang berasal dari bahasa Sansakerta, yang
mempunyai arti melek huruf Hal tersebut dikarenakan menjadi santri berarti menjadi
tahu Agama dengan mempelajari kitab – kitab berbahasa Arab, atau paling tidak bisa
membaxca Al Quran, akan tetapi ada juga yang mengatakan bahwa Santri berasal dari
bahasa jawa, yaitu dari kata Cantrik, yang artinya Seseorang yang selalu mengikuti
seorang guru kemanapun guru tersebut menetap.24
Menurut tradisi Pesantren Santri itu terbagi kepada dua, yaitu Santri mukim dan
Santri Kalong, yang dinamakan Santri mukim adalah santri menetap atau tinggal di
lingkungan Pesantren / atau di Asarama. Sedangkan Santri Kalong adalah Santri yang
berasal dari penduduk di sekitar Pesantren yang tidak tinggal di Asrama atau
dilingkungan Pesantren.
Ada beberapa alasan kenapa santri pergi jauh dari rumahnya dan menetap di
pesantren adalah karena beberapa alas an sebagai berikut, pertama Ingin mempelajari
kitab – kitab lain yang membahas Islam lebih mendalam dibawah bimbingan kyai
yang memimpin pesantren.keduaingin memperoleh penmelek huruf.galaman
kehidupan pesantren, baik suasana pembelajaran, berorganisasi dan berkomunikasi
dengan pesantren lainnya, ketiga ingin fokus study di pesantren tanpa harus terganggu
dengan kesibukan lainnya.
24. Nurkholis Madjud, Bilik bilik Pesantren, hal.21-22
16
5. Kyai.
Kyai adalah unsur yang paling esensial dalam sebuah pesantren, bahkan
terkadang ia pula pendirinya, maka suatu yang wajar ketokohan dan kharisma seorang
mempengaruhi kemajuan dan kemunduran dari sebuah pesantren.
Menurut Asal usulnya Kyai dipakai untuk ketiga jenis gelar yang saling
berbeda, yaitu :
a. Gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat.
b. Gelar kehormatan bagi orang-orang tua pada umumnya
c. Gelar kehormatanyang diberikan oleh masyarakatkepada seorang ahli agama
Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantrendan mengajarkan kitab –
kitab kuning klasik kepada santrinya, selain gelar kyai ia juga bisa di panggil
dengan gelar alim, ustadz, ajengan dan lain lain..25
E. Transformasi Kurikulum Pesantren
1. Materi Dasar Keislaman Dengan Ilmu Keislaman
Sistem pendidikan dipesantren tidak didasarkan pada kurikulum yang digunakan
secara luas, tetapi diserahkan pada penyesuaian elastis antara kehendak kiai dengan
kemampuan santrinya secara individual.
Ketika masih berlangsung dilanggar (surau) atau masjid, kurikulum pengajian
masih dalam bentuk yang sederhana, yakni berupa inti ajaran islam yang mendasar.
Rangkaian trio komponen ajaran islam yang berupa iman, islam dan insan atau dokrin,
ritual, dan mistik telah menjadi perhatian kiai perintis pesantren sebagai kurikulum yang
diajarkan kepada santrinya. Penyampaian tiga komponen ajaran islam tersebut dalam
bentuk yang paling mendasar, sebab disesuaikan dengan tingkat intelektual dengan
masyarakat (santri) dan kualitas keberagamaannya pada waktu itu.
Peralihan dari langgar (surau) atau masjid lalu berkembang menjadi pondok
pesantren ternyata membawa perubahan materi pengajaran. Dari sekedar pengetahuan
menjadi suatu ilmu.
Dalam perkembangan selanjutnya, santri perlu di berikan bukan hanya ilmu-ilmu
yang terkait dengan ritual keseharian yang bersifat praktis-pragmatis, melainkan ilmu-
ilmu yang berbau penalaran yang menggunakan referensi wahyu seperti ilmu kalam,
25. Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1984) hlm. 79 - 93
17
bahkan ilmu-ilmu yang menggunakan cara pendekatan yang tepat kepada Allah seperti
tasawuf.
Ilmu kalam atau ilmu tauhid memberikan pemahaman dan keyakinan terhadap
ke-esaan Allah, fiqih memberikan cara-cara beribadah sebagai konsekuensi logis dari
keimanan yang telah dimiliki seseorang pada penyempurnaan ibadah agar menjadi orang
yang benar-benar dekat dengan Allah.
2. Penambahan dan Perincian Materi Dasar
Kurikulum pesantren berkembang menjadi bertambah luas lagi dengan
penambahan ilmu-ilmu yang masih merupakan elemen dari materi pelajaran yang
diajarkan pada masa awal pertumbuhannya. Beberapa laporan mengenai materi pelajaran
tersebut dapat disimpulkan yaitu: al-qur‟an dengan tajwid dan tafsir, aqa‟id dan ilmu
kalam ,fiqih dengan ushul fiqih dan qawaid al-fiqh, hadits dengan mushthalah hadits,
bahasa arab dengan ilmu alatnya seperti nahwu, sharaf, bayan, ma‟ani, badi, dan „arudh,
tarikh, mantiq, tasawuf, akhlak dan falak.
Tidak semua pesantren mengajarkan ilmu tersebut secara ketat. Kombinasi ilmu
tersebut hanyalah lazimnya ditetapkan di pesantren. Beberapa pesantren lainnya
menetapkan kombinasi ilmu yang berbeda-beda karena belum ada standarisai kurikulum
pesantren baik yang berskala lokal, regional maupun nasional. Standarisasi kurikulum
barang kali tidak pernah berhasil ditetapkan disuruh pesantren.
Sebagian besar kalangan pesantren tidak setuju dengan standarisasi kurikulum
pesantren. Variasi kurikulum pesantren justru diyakini lebih baik. Adanya variasi
kurikulum pada pesantren akan menunjukan ciri khas dan keunggulan masing-masing.
Sedangkan penyamaran kurikulum terkadang justru membelenggu kemampuan santri.
Dengan cermat Saridjo dkk. Menyebutkan bahwa pengetahuan-pengetahuan yang
paling diutamakan adalah pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan bahasa
arab (ilmu sharaf dan ilmu alat yang lain) dan ilmu pengetahuan yang berhubungan
dengan ilmu syari‟at sehari-hari (ilmu fiqih,baik berhubungan dengan ibadah maupun
mu‟amalahnya). Sebaliknya, dalam perkembengan terakhir fiqih justru menjadi ilmu
yang paling dominan.26
26. Abdul Mun'im Muhammad,Khadijah Ummul Mu'minin Nazharat Fi isyraqi Fajril Islam, ( Al Haiah Al
Mishriyah Press, 1994)
18
3. Penyempitan Orientasi Kurikulum
Pada umumnya pembagian keahlian dilingkungan pesantren telah melahirkan
produk-produk pesantren yang berkisar pada: nahwu-sharaf, fiqih, aqa‟id, tasawuf,
hadits, tafsir, bahasa arab dan lain sebagainya.
a. Nahwu-Sharaf
Istilah nahwu-sharaf ini mungkin diartikan sebagai gramatika bahasa arab.
Keahlian seseorang dalam gramatika bahasa arab ini telah dapat merubah status-
keagamaan, bentuk keahliannya yaitu kemampuan mengaji atau mengajarkan kitab-kitab
nahwu-sharaf tertentu, seperti al-jurumiyah,al-fiyah,atau untuk tingkat yang lebih
tingginya lagi, dari karya ibnu Aqil.
b. Fiqih
Menurut Nurcholish Madjid, keahlian dalam fiqih merupakan konotasi terkuat
bagi kepemimpinan keagamaan Islam, sebab hubungan yang erat dengan kekuasaan.
Faktor ini menyebabkan meningkatnya arus orang yang berminat mendalami dalam
bidang fiqih. Umumnya fiqih diartikan sebagai kumpulan hukum amaliah (sifatnya akan
diamalkan) yang di syariatkan Islam.
c. Aqa’id
Aqa‟id meliputi segala hal yang bertalian dengan kepercayaan dan keyakinan
seorang muslim. Tetapi, menurut Nurcholis Madjid, meskpun bidang pokok-pokok
kepercayaan atau aqa‟id ini disebut ushuludin (pokok-pokok agama), sedangkan fiqih
disebut furu (cabang-cabang), namun kenyataannya perhatian pada bidang aqa‟id ini
kalah besar dan kalah antusias dibanding dengan perahtiaan pada bidang piqih yang
hanya merupakan cabang (furu).
d. Tasawuf
Pemahaman yang berkembang tentang ilmu tasawuf hanya seputar tarikat, suluk,
dan wirid. Bahkan dongeng tentang tokoh-tokoh legendaris tertentu, hingga
menimbulkan kultusme pada tokoh-tokoh tertentu baik yang masih hidup maupun yang
telah meninggal dunia. Praktek tasawuf seperti ini banyak diamalkan di Indonesia.
e. Tafsir
Keahlian dibidang tafsir ini amat diperlukan untuk mengantisipasi kemungkinan
munculnya penyelewengan-penyelewengan dalam menafsirkan al-qur‟an. Peran tafsir
sangat urgen dan strategis sekali untuk menangkal segala kemungkinan tersebut.
19
f. Hadits
Nurcholis Madjid berpendapat, produk pondok pesantren menyangkut keahlian
dalam hadits jauh relatif kecil bila dibandingkan dengan tafsir. Padahal penguasaan
hadits jauh lebih penting, mengingat hadits merupakan sumber hukum agama (Islam)
kedua setelah al-qur‟an. Keahlian dibidang ini tentu saja amat diperlukan untuk
pengembangan pengetahuan agama itu sendiri.
g. Bahasa Arab
Keahlian dibidang ini harus dibedakan dengan keahlian dalam nahwu-sharaf
diatas. Sebab, titik beratnya ialah penguasaan “materi” bahasa itu sendiri, baik pasif
maupun aktif. Kebanyakan mereka kurang mengenal lagi kitab-kitab nahwu-sharaf
seperti yang biasa dikenal di pondok-pondok pesantren.27
E. Tipe Pendidikan
Weber mengemukakan tiga tipe pendidikan yaitu :
1. Pendidikan kharismatik ialah membangkitkan intuisi agama serta kesiapan rohani
mencapai pengalaman trensendental.
2. Pendidikan untuk kebudayaan ialah tipe yang didasarkan pada pendirian bahwa
isi-isi (kebudayaan) tertentu yang ditanggapi sebagai sesuatu yang klasik dan
memiliki kemampuan yang kuat untuk melahirkan tipe sosial tertentu.
3. Pendidikan spesialis ialah pendidikan tipe ini berupaya mengalihkan pengetahuan
dan keterampilan khusus serta secara ketat berhubungan dengan pertumbuhan
pemilihan kerja yang menjadikannya kaum spesialis (orang-orang yang memiliki
keahlian khusus ) sangat diperlukan dalam masyarakat industri.
Sedangkan islam, berupaya menggabungkan ketiga tipe pendidikan diatas dalam
sistemnya masing-masing dan memberikan ketinggian pada kesucian batin yang
dicerminkan pada kesadaran sosial dan usaha-usaha idealistik yang ditujukan kepada
penguasaan setiap kecakapan yang menjadi tuntunan tugas seseorang. 28
27. Haedari, H.Amin. ''Transformasi Peasntren'', (Jakarta: Media Nusantara, 2007) Hal 50-53
28 http/www.pendidikan.com
20
PEMBAHASAN
A. Sejarah Singkat Berdirinya Persatuan Islam (Persis)
Persatuan Islam berdiri pada tanggal 12 September 1923 di Bandung, Persis lahir
dari hasil pertemuan – pertemuan dalam acara kenduri yang selanjutnya menjadi
kelompok diskusi kecil yang membahas tentang permasalahan keagamaan ataupun
praktek keagamaan yang ada di masyarakat, di kaji dan diuji dalam timbangan Islam.
Dari hasil kajian yang dilakukan diketahui bahwa masyarakat lam pemahaman Islam
Indonesia, berada dalam keterbelakangan dan kejumudan dalam pemahaman terhadap
Islam, sehingga dipandang perlu dilakukan dibukanya pintu ijtihad, melakukan
pembaharuan dan melakukan pemurnian atau purifikasi terhadap praktek keagamaan
yang sudah mentradisi di masyarakat.29
Selanjutnya kelompok kajian tersebut menamakan dirinya adalah Persatuan
Islam, dengan pimpinannya adalah Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus, Persatuan
Islam atau Persis secara resmi adalah sebuah wadah organisasi umat Islam. Dan nama
Persatuan Islam dimaksudkan mengarah kepada ruhul ijtihad dan jihad, berusaha
sekuaudaya, t tenaga untuk mencapai apa yang menjadi cita – cita organisasi, yaitu
persatuan pemikiran Islam, Persatuan rasa Islam, Persatuan usaha Islam dan Persatuan
suara Islam.
Persatuan Islam lahir sebagai antitesa terhadap fenomena sosial keagamaan
dengan banyaknya sikretisme atau percampuran anatar Agama dan budaya, yang
berdampak pada pengamalan Agama yang terjebak kepada Takhayul, Bidah dan
Khurafat, sebagaimana tergambar dalam Visi dan Misi Persatuan Islam dalam Pedoman
Ja kaffah dmiyahnya yaitu Qanun Asasi yang bunyinya adalah sebagai berikut “Jamiyah
Persis bertuan terlaksananya syariat Islam berladaskan al-Quran dan Assunah secara
kaffah dalam segala aspek kehidupannya”
Nama “Persatuan Islam”, atau disingkat Persis ini, diberikan dengan maksud
untuk mengarahkan ruh al-ijtihad dan jihad, yaitu berusaha dengan sekuat tenaga yang
ada untuk mencapai harapan dan cita-cita yang sesuai dengan kehendak dan cita-cita
organisasi ini, yaitu persatuan pemikiran Islam, persatuan rasa Islam, persatuan usaha
Islam, dan persatuan suara Islam. Pemberian nama ini didasarkan pada firman Allah
dalam al-Qur‟an surat Ali „Imran ayat 103 yang artinya: “ Dan berpegang teguhlah kamu
sekalian kepada tali (undang-undang / aturan) Allah seluruhnya dan janganlah kamu
29. Dadan Wildan, Sejarah Perjuangan Persis (1923 – 1983), (Bandung ; Gema Syahida,1995), hal.29
21
sekalian bercerai-berai ”, serta sebuah hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Tirmidzi,
“Kekuatan Allah itu beserta jama’ah ”.Menurut Dadan Wildan, firman Allah dan hadis
Nabi ini kemudian menjadi motto Persatuan Islam, yang ditulis di dalam lambang
Persatuan Islam yang berada dalam lingkaran bintang bersinar yang bersudut dua belas.30
Berbeda dengan organisasi-organisasi lain yang berdiri pada awal abad ke-20,
Federspiel menilai Persatuan Islam sebagai organisasi mempunyai ciri tersendiri, yaitu
kegiatannya dititikberatkan pada pembentukan paham keagamaan. Adapun kelompok-
kelompok yangtelah diorganisasikan, misalnya Budi Utomo yang didirikan pada 1908,
hanya bergerak dalam bidang pendidikan bagi orang-orang pribumi (khususnya bagi
orang-orang Jawa), sementara Sarekat Islam yang diorganisasikan pada 1912 hanya
bergerak dalam kemajuan bidang perdagangan dan politik. Muhammadiyah yang
didirikan pada 1912, gerakanya diperuntukkan bagi kesejahteraan sosial masyarakat
Muslim dan kegiatan pendidikan keagamaan.31
Dari Qanun Asasi dan Qanun Dakhili Persatuan Islam di atas jelas bahwa organisasi ini
merupakan gerakan pembaruan Islam dalam pengertian purifikasi (pemurnian), yaitu kembali
kepada al-Qur‟an dan Sunnah. Menurut Manifes Perdjuangan Persatuan
Islam, Persatuan Islam sejak awal berdirinya bersemboyan “ mengembalikan umat Islam kepada
pimpinan al-Qur‟an dan Sunnah”. Dengan semboyan ini Persatuan Islam merupakan seleksi dan
koreksi terhadap paham, pandangan, dan keyakinan Islam yang tidak sesuai dan bertentangan
dengan al-Qur‟an dan Sunnah. Oleh karena itu, dalam usaha dan perjuangan menegakkan al-
Qur‟an dan Sunnah ini, Persatuan Islam berkewajiban melakukan islah al-‘aqidah dan islahal-
‘ibadah. Dari Qanun Asasi dan Qanun Dakhili Persatuan Islam di atas jelas bahwa organisasi
ini merupakan gerakan pembaruan Islam dalam pengertian purifikasi (pemurnian), yaitu kembali
kepada al-Qur‟an dan Sunnah.
Menurut Manifes Perdjuangan Persatuan Islam, Persatuan Islam sejak awal berdirinya
bersemboyan “mengembalikan umat Islam kepada pimpinan al-Qur’an dan Sunnah”. Dengan
semboyan ini Persatuan Islam merupakan seleksi dan koreksi terhadap paham, pandangan, dan
keyakinan Islam yang tidak sesuai dan bertentangan dengan al-Qur‟an dan Sunnah. Oleh karena
itu, dalam usaha dan perjuangan menegakkan al-Qur‟an dan Sunnah ini, Persatuan Islam
berkewajiban melakukan islah al-‘aqidah dan islahal-‘ibadah dikalangan kaum Muslim sendiri.
Islah al-‘aqidah adalah membersihkan iman dan tauhid kaum Muslim dari tiap-tiap kepercayaan
dan pandangan serta keyakinan yang dapat membawa kepada kesyirikan. Adapun islah al-
30. Dadan Widan, Pasang Surut Gerakan Pembaharuan, (Puslitbang PP Pemda Persatuan
IslamPersis
Press, 2000)hal. 34
31. Howard M. Federspiel, Persatuan Islam, hal. 11.
22
‘ibadah adalah membersihkan peribadahan kaum Muslim jangan sampai bercampur bid‟ah,
kemodelan, dan barang tambahan yang tidak ada contohnya dari Rasulullah.
B. Sejarah dan Sistem Pesantren Persatuan Islam (Persis)
Persatuan Islam sebagai sebuah jam ‟iyyah yang bergerak dibidang pendidikan
dan sosial, dengan sendirinya memiliki sistem pendidikan tersendiri. Sistem pendidikan
PersatuanIslam ini disebut dengan “Pesantren Persatuan Islam ” . Sistem ini memiliki
kurikulum pendidikan tersendiri yang berlaku bagi semua jenjang kependidikannya,
mulai dari pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah hingga
pendidikan tinggi. Sistem pendidikan Persatuan Islam sesungguhnya terbentuk
melalui proses historis yang cukup panjang. Semenjak kelahirannya, Persatuan Islam
selaku jam ‟iyyah pendidikan, tabligh dan kemasyarakatan telah menyelenggarakan
pendidikan Islam secara khas dan partikelir.
Dengan menggunakan istilah “pesantren” bagi nama lembaganya, yang pada
hakikatnya tidak berbeda dengan sistem madrasah yang dikelola secara klasikal,
Persatuan Islam berusaha sekuat tenaga untuk tetap berada dalam koridornya, yaitu
menyelenggarakan pendidikan madrasah dengan berjiwa pesantren, tapi berbeda
dan berada di luar jangkauan birokrasi pendidikan pemerintah. A. Latief Muchtar,
seorang aktivis Persatuan Islam yang pernah menjabat Ketua Umum periode 1983
hingga1997, menyebutkan bahwa Perastuan Islam, sejak tahun 1950 sampai sekarang,
tampaknya tidak seperti Muhammadiyah, tidak ada gagasan untuk mendirikan SD,
SLTP, dan SMU atau model-model sekolah agama yang diselenggarakan oleh
Departemen Agama.
Karena, dalam pandangan Persis, tujuan pendidikan bukan untuk menjadi
Pegawai Negeri.Karena itu, Persis tetap mempertahankan model madrasah dengan jiwa
pesantren, sesuai dengan garis kebijakan yang didengungkan pada tahun 1936.
Kebijakan ini tidak hanya untuk tingkat pusat, tetapi juga sampai ke tingkat cabang.
Kurikulum pendidikannya sama, tidak terikat oleh kurikulum sekolah-sekolah
Departemen Agama (Kementerian Agama). Guru-gurunya sebagian besar adalah alumni
tingkat Muallimin dari Pesantren Pusat di Bandung. Para alumnus pesantren ini bisa
melanjutkan studinya di IAIN. Adapun alumnusnya yang ingin melanjutkan studi di
perguruan tinggi umum, biasanya mengikuti SMU pada sore hari. Pernyataan Muchtar
di atas menunjukkan bahwa Persatuan Islam bukanlah organisasi Islam yang
23
menyelenggarakan pendidikan dengan mengikuti sistem
pendidikan pemerintah, berbeda dengan pendidikan yang dikelola Nahdlatul Ulama
ataupun Muhammadiyah. NU misalnya, telah menyelenggarakan pendidikan Islam
yang disebut Lembaga Pendidikan Ma‟arif NU, yang menurut catatan Imam
Chuseno, lembaga pendidikan ini belum mempunyai sistem dan kurikulum
pendidikan yang dikeluarkannya. Sistem dan kurikulum pendidikan yang diterapkan
Lembaga Pendidikan Ma‟arif NU adalah sistem dan kurikulum pendidikan
pemerintah, ditambah dengan muatan ke-NU-an dan bidang studi agama yang
berciri Aswaja (Ahlussunnah wal Jama‟ah).
Demikian pula dengan lembaga pendidikan yang dikelola oleh Muhammadiyah.
Menurut Achmadi, Muhammadiyah telah membentuk madrasah dan sekolah, yang
secara institusional berada dibawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan
Departemen Agama (Kementerian Agama). Oleh karena itu, penyelenggaraan
pendidikan Muhammadiyah senantiasa disesuaikan dengan corak dan susunan lembaga
pendidikan pemerintah. Pokok pengajaran madrasah - madrasah Muhammadiyah sejalan
dengan pokok pengajaran madrasah di bawah Kementerian Agama, demikian pula
lembaga-lembaga sekolahnya disesuaikan dengan kurikulum Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan. Kecenderungan denganmengikuti sistem pendidikan pemerintah ini
telah membuat tidak relevannyapendidikan M uhammadiyah dengan cita-citanya.
Menarik mencermati kiprah lembaga Pesantren Persatuan Islam ini adalah
melihat kontribusinya bagi penguatan pendidikan Islam di Indonesia. Persatuan
Islam meskipun dinilai Federspiel sebagai organisasi yang “small and loosely knit”,
karena tidak menjadi mainstream bagi arus perpolitikan Islam di Indonesia,16 namun
sem enjak berdirinya hingga sekarang, ia term asuk organisasi yang serius
menyelenggarakan pendidikan Islam di Indonesia.
Kenyataan itu dipertegas lagi di dalam Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan
Pesantren Persatuan Islam tahun 1984 dan 1996 yang menyebutkan bahwa “lembaga
pendidikan jam’iyyah Persatuan Islam ini dinamakan Pesantren Persatuan Islam”.
Pesantren Persatuan Islam merupakan suatu keseluruhan yang terpadu dari semua
satuan, kom ponen, dan kegiatan pendidikan Persatuan Islam, dari jenjang
pendidikan prasekolah hingga jenjang pendidikan tinggi. Pendidikan Persatuan
Islam dengan sistem kepesantrenan ini berusaha memadukan pendidikan agama
Islam dan pendidikan umum sesuai dengan sifat kekhususannya. Dengan kata lain
24
bahwa di Pesantren Persatuan Islam dengan demikian tidak mengenal dikotomi antara
pendidikan agama dan pendidikan umum.
Sebegitu kuatnya Persatuan Islam m enisbatkan dirinya dengan lembaga
“pesantren” ini, sehingga disebutkan “Persatuan Islam adalah pesantren sebelum
menjadi jam ‟iyyah. Karena itu, sifat pesantren tidak akan lepas dari Persatuan Islam,
sejak dulu, sekarang, dan Insya Allah pada masa-masa yang akan datang” . Lebih
jauh lagi disebutkan, keterkaitan Persatuan Islam dengan lembaga “pesantren”nya
menunjukkan bahwa eksistensi Persatuan Islam itu sendiri tergantung pada lembaga
pendidikannya ini.Istilah “Pesantren Persatuan Islam” untuk kali pertama digunakan semenjak
1936, yaitu ketika dibentuk lembaga pendidikan yang bernama Pesantren Persatuan
Islam pada 4 Maret 1936. Menurut Qanoen Pesanteren Persatoean Islam Bandoeng,
pesantren ini didirikan sebagai upaya melaksanakan keputusan “Conferentie
Persatoean Islam 1935” yang menuntut Pengurus Besar (sekarang Pimpinan Pusat)
Persatuan Islam untuk mengadakan“Cursus Moeballigh”. Menurut Qanoen ini,tujuan
diselenggarakannya Pesantren Persatuan Islam adalah:
“Semata-mata hendak mengeloearkan moeballigh-moeballigh dengan mengadjarkan
bahasa Arab dan alat-alatnja dan ‘ilmoe-’ilmoe agama Islam yang perloe, dan
sedikitsedikit dari peladjaran agama-agama lain, dan sedikit-sedikit dari ‘ilmoe
menghitoeng,djiografi, ‘ilmoe ‘alam, dan lain-lain ‘ilmoe kedoeniaan jang akan
menolongseorangmoeballigh di dalam pekerjaannja bertabligh”.
Untuk memenuhi tujuan ini, dibentuk nazhir-azhir (parapengurus) Pesantren
Persatuan Islam yang dipilih oleh Pimpinan Pusat Persatuan Islam yang bertugas
mengubah, menambah, dan mengurangi isi “Qanoen Pesantren” ini sesuai keadaan dan
perubahan zaman. Pengurus inti Pesantren Persatuan Islamini adalah Ahmad Hassan
(ketua), H. Zamzam (wakil ketua), Samsudin (sekretaris), dan Nastari (bendahara), yang
dibantu oleh H. Azhari, E. Abdurrahman, H.M. Ramli, Kemas Ahmad, dan M. Natsir.
Adapun guru-guru yang mengajar di Pesantren Persatuan
Islamini adalah H.Zamzam, H.Azhari, H.M.Ramli, E.Abdurrahman, O.Qamaruddin,.
Natsir,Fachruddin, Samsudin,A.A.Bana-ama,SulaimanAbuSu‟ud, A.Hassan, dan Abdul
Kadir Hassan.27 Adapun kurikulum yang diajarkan adalah ilmu-ilmu yang diperlukan
untuk dapat mencetak santri menjadi muballigh Islam yang berdasarkan al-Qur‟an dan
Sunnah,yangmencakup mata pelajaran tauhid, fikih, baca al-Qur‟an,tajwid,sharaf,nahwu,
tarikh, tafsir, hadis, khat, ushul fiqih, bacaan, badi‟, m a‟ani,mantiq,bahasaMelayu, dan
25
ilmu-ilmu umum yang meliputi ilmu hisab, ilmu alam, ilmu jurnalistik, dan ilmu-ilmu
lain yang dipandang perlu. Semua kurikulum ini disajikan kepadasantri dengan
menggunakan bahasa Melayu sebagai pengantarnya, dan bahasa Arab sebagai penunjang
yang digunakan dalam waktu – waktu tertentu.
Dari Qonun Pesanteren Persatoean Islam Bandoeng itu kiranya dapat dikatakan
bahwa Pesantren Persatuan Islam ketika itu sudah dapat mengelola pendidikan
dengan cara-cara “modern” untuk masanya. Kurikulum yang memadukan ilmu - ilmu
agama dengan ilmu - ilmu umum ini membuktikan bahwa Pesantren Persatuan
Islam pada saat itu sudah mengenal kurikulum integralistik, yang tidak
mendikotomikan antara ilmu agama dengan ilmu umum. Apalagi sudah ada muatan
pelajaran jurnalistik, yang menandakan bahwa santri-santri alumninya kelak
diharapkan menjadi penulis-penulis yang dapat menunjang aktvitas Persatuan Islam
dalam bidang penerbitan, yang memang menjadi salah satu media organisasi ini
untuk menyebarkan paham kembali kepada al-Qur‟an dan Sunnah. Selain itu, adanya
Qanun ini juga yang menjadikan “pesantren” dalam perspektif Persatuan Islam
berbeda dengan “pesantren” dalam pengertian sebagai lembaga pendidikan Islam
tradisional di Indonesia.
Istilah“pesantren”dalamPersatuan Islam sangatlah berbeda rumusannya dengan
istilah pesantren dalamsistem pendidikan tradisional. M enurut Federspiel, pesantren
dalamsistempendidikan tradisional sering dipahami sebagai lembaga pribadi milik
ulama,yangumumnya dikelola dengan bantuan keluarga mereka. Pada masa yang paling
awal,pesantren merupakan fenomena pedesaan yang berinteraksi dengan masyarakat
setempat. Pengajarannya didasarkan pada “kitab klasik” (kitab kuning) karya para
ulama terkemuka abad Pertengahan (1250-1850M), yang biasanya dari mazhab
hukum Syafi‟i. Materi pengajarannya selalu mencakup tatabahasa Arab (nahwu)
dan konjugasinya (sharf), seni baca al-Qur‟an (qira‟ah), tafsir al-Qur‟an, tauhid,
fiqih, akhlaq, mantiq, sejarah, dan tasawuf. Semua materi ini diajarkan dengan
metode weton atau halaqah, di mana para pelajar duduk melingkar di depan seorang
ulama, yang duduk dan menyuruh para muridnya secara bergantian untuk membaca
Kitab Kuning. Pada abad ke-20, pesantren tradisional mendapat tekanan dari
masyarakat dan pemerintah untuk mengadopsi teknik-teknik baru dan memasukkan
beberapa matapelajaran umum. Banyak pesantren yang memberinya respons dengan
positif, sehingga menjadi pesantren modern, pesantren madrasah, atau pesantren
sekolah yang mengikuti sistem pemerintah. Kemudian secara antropologis
26
Zamakhsyari Dhofier menyebutkan lima elemen bagi lembaga pendidikan tradisional
yang disebut pesantren ini, yaitu adanya pondok, masjid, santri, pengajaran kitabkitab
Islam klasik, dan kyai.30Terma “pesantren” dalam Persatuan Islam tidaklah merujuk
kepadapemahamanpesantren seperti yang disebutkan di atas. Pesantren bagi Persatuan
Islam,sepertidisebutkan dalam Tafsir Qanun Asasi dan DakhiliPersatuan Islam,
bukanlahlembagayang memberikan citra kejumudan, keterbelakangan, sekularisme atau
fatalisme.Pesantren dalam Persatuan Islam lebih berarti sebagai pesantren yang dinamis
danmodernis (mujaddid), yaitu pesantren yang berusaha mengubah dan merombak
citra negatif pesantren.
Itulah makna pesantren bagi Persatuan Islam, sehingga lembaga pendidikannya
disebut Pesantren Persatuan Islam, sebuah pesantren dengan “gaya baru”, yang
berbeda dengan pesantren “gaya lama”. Oleh karena itu, bagi Federspiel, yang
menjadi pembeda antara pesantren dalam pengertian lembaga tradisional dengan
“pesantren” dalam pengertian Persatuan Islam adalah masalah metodenya. Jika
para ulama (kyai) melalui pesantren tradisionalnya menerapkan metode pengajaran
dengan pendekatan master-student (kyai-santri) atau yang disebut weton, maka
Persatuan Islam dengan pesantrennya menggunakan metode klasikal (classrooms).
Dengan melihat hal diatas dapat kita mengatakan bahwa Model pendidikan
pesantrenalaPersatuanIslamitu,Deliar Noer berpendapat bahwa model pendidikan yang
dilaksanakanPersatuanIslam lebih merupakan perpaduan antara sistem pendidikan model
Baratyangmenekankan pelajaran “umum ” dengan sistem pendidikan agama
yangtetapberlandaskan Islam. Sistem ini tidak ada bedanya dengan sistem madrasah
pesantren. Sementara itu, Jusuf Amir Feisal mengatakan bahwa sistem pendidikan
Persatuan Islam merupakan “simbiosis” antara pesantren dan sekolah Islam.
Kurikulumnya berkarakteristik agama, tetapi administrasinya mengikuti model
sekolah Islam. Dalam pada itu, Azra lebih suka menyebut model seperti Pesantren
Persatuan Islam ini dengan sebutan “ Sekolah Islam”, karena pendidikan di sekolah
sekolah Persatuan Islam lebih ditekankan pada aspek keagamaan. pada dasarnya tidak
adaperbedaanantarasekolahIslamdengansekolahumum(negeri).
Model kelembagaan pendidikan “madrasah dengan jiwa pesantren” inilah kiranya
yang dicobaterapkan oleh Persatuan Islam, di saat organisasi-organisasi pembaruan
Islam lainnya, semisal Muhammadiyah, hanya mengadopsi substansi dan metodologi
pendidikan model Barat, tapi dengan muatan Islam. Muhammadiyah dengan model
ini telah menggunakan sistem klasikal, yang berarti meninggalkan metode weton dan
27
sorogan yang ada dalam sistem tradisional saat itu. Pendirian lembaga Muhammadiyah,
yang oleh Steenbrink disebut dengan model “sekolah gubernemen”, merupakan
kepedulian utama Ahmad Dahlan dalam mengimbangi dan menandingi sekolah
pemerintah Belanda. Dia merasa terkesan dengan kerja para misionaris Kristen yang
mendirikan sekolah dengan fasilitas yang lengkap. Dengan mencontoh ini, Dahlan
telah menciptakan lembaga pendidikan M uhammadiyah sebagai lembaga yang
mengajarkan pendidikan agama sebagai matapelajaran wajib. Ilmu bahasa dan ilmu
pasti disampaikan dalam Muhammadiyah sebagai matapelajaran yang mengimbangi
matapelajaran agama (akidah, al-Qur‟an, tarikh, dan akhlak). Di samping model
“sekolah gubernemen”, Muhammadiyah juga mendirikan model madrasah yang tujuan
utamanya adalah mengganti dan memperbaiki pengajaran al-Qur‟an yang waktu itu
masih bercorak tradisional.
Berbeda dengan lembaga pendidikan tradisional yang disebut pesantren yang
mengenal metode weton dan sorogan, dan berbeda dengan madrasah
Muhammadiyah yang lembaganya tetap disebut madrasah, Persatuan Islam tetap
menyebut lembaga pendidikannya dengan istilah “pesantren”, padahal dari segi
substansinya tidak lain adalah “madrasah dengan jiwa pesantren” . Disebut madrasah
karena dilaksanakan secara klasikal, dan disebut pesantren karena mengambil manfaat
dari keunggulan-keunggulan pesantren sehingga disebut “pesantren gaya baru” .
Model ini dipertahankan Persatuan Islam yang merupakan ciri khasnya, sehingga
memiliki keunikan tersendiri, yang dapat dibedakan dari pesantren tradisional dan
madrasah Muhammadiyah.
Dengan lembaga pendidikannya yang disebut Pesantren Persatuan Islam,
lembaga ini melaksanakan kegiatan pendidikannya melalui tiga jalur pendidikan,
yaitu jalur pendidikan pesantren, jalur pendidikan sekolah, dan jalur pendidikan
luar pesantren dan luar sekolah.44 Jalur pendidikan pesantren dan jalur pendidikan
sekolah dilaksanakan secara klasikal,45 berjenjang, berkesinam bungan, dan
berkelanjutan.46 A dapun jalur pendidikan luar pesantren dan luar sekolah
dilaksanakan tidak harus berjenjang dan berkelanjutan. Kegiatan pendidikan yang
masuk jalur luar pesantren dan luar sekolah ini adalah pendidikan keluarga,
kelompok belajar, kursus, pengajian, tadarusan, dan sejenisnya yang ditujukan untuk
meningkatkan akidah, syariah, akhlak mulia serta nilai budaya dan keterampilan
tertentu.47
28
Oleh karena jalur pendidikan pesantren dan jalur pendidikan sekolah
dilaksanakan secara klasikal, berjenjang, berkesinambungan dan berkelanjutan, maka
jenjang-jenjang pendidikan yang ada pada kedua jalur ini adalah: pendidikan
prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Bentuk
satuan pendidikan prasekolah meliputi Taman Kanak-Kanak Islam atau disebut
RA (Raudlatul Athfal), Kelompok Bermain, dan Penitipan Anak, yang semuanya
berada di bawah naungan Persatuan Isteri (Persistri) Persatuan Islam. Bentuk satuan
pendidikan dasar m eliputi pendidikan Ibtidaiyah, Diniyah Ula, Tajhiziyah,
Tsanawiyah, dan Diniyah Wustha. Pendidikan Ibtidaiyah dan Diniyah Ula
diselenggarakan 6 (enam) tahun sejajar dengan SD, sedangkan pendidikan Tajhiziyah
dilaksanakan 1 (satu) tahun sebagai persiapan memasuki Tsanawiyah bagi yang
berasal dari tamatan SD. Adapun pendidikan Tsanawiyah dan Diniyah Wustha
dilaksanakan selama 3 (tiga) tahun setara SMP. Kemudian bentuk satuan
pendidikan menengah hanya mencakup pendidikan M uallimin dan Aliyah yang
dilaksanakan selama 3 (tiga) tahun setara SMA. Satuan ini memiliki tiga program
pengembangan khusus, yaitu ilmu agama, ilmu alam, dan ilmu sosial/bahasa.50
Jenjang pendidikan dasar dan menengah sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan
wewenang Bidang Garapan Pendidikan Dasar dan Menengah (Bidgar Dikdasmen)
PP Persatuan Islam, sedangkan bentuk satuan pendidikan tinggi menjadi tanggung
jawab dan wewenang Bidang Garapan Pendidikan Tinggi (Bidgar Dikti) PP Persatuan
Islam dalam pengelolannya.
C. Sejarah Pesantren Persatuan Islam (Persis) 92 Majalengka
Sejarah Pesantren Persatuan Islam (Persis) 92 Majalengka tentunya tidak terlepas
dengan sejarah Induk organisasinya yaitu Persatuan Islam (Persis) Kabupaten
Majalengka, karena berdirinya pesantren Pesantren Persatuan Islam (Persis) 92
Majalengka tidak terlepas dari peranserta dan dorongan para tasykil Persatuan Islam
Majalengka yang pada waktu itu adalah tingkat PC atau Pimpinan Cabang (PC)
Kabupaten Majelengaka yang memandang perlu adanya regenerasi atau kaderisasi
perjuangan dan kaderisasi yang dipandang paling efektif dan efisien adalah dengan
Pendidikan.
Kalau kita melihat sejarah,masyarakat Majalengka tepatnya Cikijing sudah
mengenal ide – ide pemikiran keislaman dari para ustadz Persis sejak dari tahun 1960an,
29
yaitu melalui interaksi para pedagang ketika bepergian ke bandung dengan aktifis Persis.
Akan tetapi mereka para pedagang Cikijing tidak secara resmi masuk menjadi anggota
persis, baru menjadi simpatisan Persis.
Secara resmi Jamiyah, Persatuan Islam (Persis) ada atau berdiri di Kabupaten
Majalengka, yaitu pada tahun 1975, yaitun di kecamatan Kadipaten, Jatiwangi dan
Sumberjaya dengan menginduk kepada Pimpinan Cabang (PC) Cirebon. Dan pada tahun
1978 Persis majalengka melepaskan diri dari PC Persis Cirebon dan mendirikan PC
Persis sendiri yang berpusat di Sumur Kadu, Desa Panjalin, Kecamatan Sumberjaya
Kabupaten Majalengka.
Masuknya Ust Ma‟sum ke jamiyah Persatuan Islam (Persis) mempunyai hikmah
tersendiri, dikarenakan dengan kapasitas dan aktifitas yang beliau sebelum dan masuk
Persis, yaitu pertama beliau adalah seorang Ustadz yang mmepunyai banyak murid
diseluruh daerah kabuipaten Majalengka dan suka mengadakan Pengajian di Mesjid Al
Ishlah, diaman dalam pengajian tersebut pesertanya bukan hanya warga Persis akan
tetapi juga dari PUI, NU, atau yang lain yang belum berorganisasi, dan adapun metode
yang digunakan adalah Metode Mubahasah, Mudzakaroh dan menyimpulkan.Adapun
waktunya adalah bada Isya yaitu dari pukul 20.00 samapai pukul 22.00.kedua Mantan
pengurus dan Ustadz PUI yang anggotanya tersebar diseluruh pelosok kabupaten
Majalengka, dengan hal tersebut perekrutan Anggota dan pendirian cabang Persis di
daerah-daerah diantaranya karena kafasiatasnya tersebut banyak warga PUI yang masuk
menjadi Anggota Persis, sehingga memudahkan dalam pengembangan Jamiyah. Ketiga
dibidang politik beliau adalah ketua Majelis Da‟wah (MDI) Kabupaten Majalengka
suatu organisasi dibawah Partai Golkar. Keempat karena keaktifan beliau di Partai
Golkar dan juga seorang kepala MTs Negeri di kabupaten Majalengka sehinga beliau
mempunyai relasi yang luas baik dengan para pejabat Pemeritahan dan juga steakhoder
yang lain, sehingga memudahkan komunikasi baik dengan internal maupun
eksternal.Kelima Ustadz Ma‟sum adalah mubaligh yang kondang di kabupaten
majalengka dan sekitarnya, sehingga masayarakat tidak asing lagi dengan sososk beliau.
Dikarenakan dengan ketokohan Ustadz Ma‟sum Nawawi tersebut sehingga
Jamiyah Persis di percayakan olah jamaah Persis untuk dipimpin oleh beliau, dan pada
masa kepemimpinan beliau kedudukan PC Persis Majalengka dipindah dari pinggiran
menuju pusat kota kabupaten Majalengka, dimana dengan pemindahan kedudukan PC
Persis Kabupaten Majalengka menjadi lebih strategis.
30
Selajutnya masa kepemimpinan beliau PC Persis Majalengka merintis medirikan
Pesantren Persatuan Islam, beliau memandang bahwa memang betul lembaga Pendidikan
di kabupaten sudah banyak dan beragam corak system pendidikannya, akan tetapi
banyaknya dan beraneka ragamnya lembaga pendidikan tersebut tidak aka nada
imbasnya atau efeknyan ketika anggota – anggota Persis menyokolahkan lembaga
tersebut bagi keberlangsungan dan dakwah jamiyah, berbeda ketika PC Persis
Majalengka mempunyai lembaga Pendidikan sendiri maka lembaga Pendidikan tersebut
akan menjadi tempat kaderisasi untuk bisa mengkader atau menyiapkan generasi-
generasi yang akan meneruskan estafet perjuangan Persis.Disamping hal tersebut dengan
pendirian Pesantren diharapkan dapat mendorong Dakwah Persis di Majalengka.
Maka pada Tahun 1989 PC Persis Majalengka mulai mendirikan Pesantren dan
menirama Santri Baru, pada masa awal pendirian Pesantren Persis Majalengka Santri
yang mendaftar ada 14 orang santri, yang berasal dari daerah – daerah di seluruh
Kabupaten Majlengka yang disana berdiri Jamiyah Persis, dan Pembelajarannya
menggunakan raung serambi Mesjid Al Ishlah. Kalau hari Jumat amaka Meja dan Kursi
di bereskan dan disimpen diluar samping mesjid, karena ruang belajar akan
dipergunakan untuk Jumatan.
Jumalah Santri yang berjumlah 14 orang santri tersebut diwajibkan untuk tingal
di Asrama, kecuali rumahnya dekat di sekitar Pesantren (Mesjid Al Ishlah) dan
Asramanya untuk Laki – laki dengan menyewa rumahnya bapak Engkun di jalan Slamet
Gang Mesjid, sedangkan Perempuan Asramanya dengan menyewa rumah bapak Maman
Suwarman. Di Jalan Emen Slamet gang Sawo.32
Baru pada Tahun Pelajaran 1990 / 1991 dikarenakan bertambannya satri baru
sehingga ruang Mesjid tidak memungkinkan untuk menampung jumlah santri, yaitu
santri untuk Tajhiziyah dan Tsanawiyah, maka untuk menggulangi hal tersebut, mulai di
gagas untuk mendirikan bangunan ruang kelas, yaitu 3 (tiga) ruang kelas baru, sehingga
pada waktu itu semua jenjang Pimpinan Jamiyah Persatuan Islam Majalengka dipanggil
untuk memusyawarahkan tentang pembangunan ruang kelas dan juga Asrama bagi
santri, sehingga hasil musyawarah tersebut memutuskan dengan sistem jatah atau beban,
dimana setiap jamaah meninfakan disesuaikan dengan kondisi daerahnya, seperti
Jatiwangi diminta Memenuhi kebutuhan semua genteng, Cikijing diminta paku dan
semen, lemah sugih kayu secukupnya, Sumberjaya diminta Kapur karena Sumberjaya
32. ibid hal. 13-14
31
adalah penghasil kapur, Majalengka Sendiri diminta tenaganya dan Kadipaten diminta
untuk ongkos kerjanya. Sedangkan Ibu – ibu persistri bagian Dapur untuk mensuport
konsumsi dan makan, ternyata dengan sistem seperti itu dengan Cuma memakan waktu 3
(tiga ) bulan selesailah gedung tersebut.33
Dan ketika Pesantren Persatuan Islam sudah memiliki Santri hingga ke jenjang
akhir Tsanawiyah (kelas 3 Tsanawiyah) , maka Ust Maksum sebagaimana di ceritakan
Oleh Asatidz generasi awal yaitu, Ust. M. Ridwan, Ust Jajang dan Ust Acep, Ustadz
Ma‟sum mempunyai Ijtihad lagi untuk segera mendirikan langsung tingkat lanjutannya
yaitu Muallimin (setara MA), walaupun sempat terlontar pertanyaan dari tasykil
Persatuan Islam yang laintentang darimana sdmnya, masa lulusan Muallimien ngajar
Muallimin. Akan tetapi belaiau tetap pada pandangannya bahwa daripada Lulusan
Tsanawiyah melanjutkan ke lembaga sekolah yang lain dan atau tidak melanjutkan ke
Pesantren Persis di daerah yang lain karena letak geografis yang jauh.
Terbelinya tanah wakaf di pinggir jalan raya di daerah kelurahan Cijati Kec.
Majalengka Kulon dari ibu Kartika orang majalengka yang menetap di Jakarta, yang
luasnya 2530 meter2yang letaknya memanjang ke sebalah selatan dengan lebar 15 Meter.
Merupakan hasil infak dan pinjaman dari para Agniya yang dfikumpulkan oleh Ustadz
Ma‟sum. Adapun serah terima Wakaf dari H. Ade Firdaus kepada Persis pada Hari Sabtu
tanggal 25 maret 1989 M atau bertepatan dengan 17 sya‟ban1409 H.34
Dari tanah Wakaf tersebut selanjutnya di Bangun Mesjid Al Manar, yang dana
pembangunannya dari Bantuan Timur Tengah ( Quwait) dan juga dibangun ruang kelas,
TU / Kantor Guru, dan juga Asrama Putra sedangkan untuk Putri dengan menyewa
Asrama milik Anggota Persatuan Islam (Persis) yaitu pak Uko Sutarsa untuk Tingkat
Madrasah Alioyah, dan selanjutnya biasa disebut dengan Kampus II Pesantren Persis .
Ide Visioner ustadz Ma‟sum dengan mendirikan langgsung Tingkat Muallimin
sehingga menempatkan Pesantren Persatuan Islam 92 Majalengka sebagai pesantren
yang perkembangannya cukup Dinamis dan cepat sehingga walaupun nomor
pesantrennya termasuk besar akan tetapi hanya beberapa tahun saja sudah memiliki
jenjang lembaga Pendidikan pesantrenyang komplit, baik itu tingkat Tazhijiyah,
Tsanawiyah, Takhosus dan Muallimien.
Pondok Pesantren Persatuan Islam (Persis) 92 Majalengka merupakan Pesantren
Persatuan Islam (Persis) Pertama yang berada di kabupatenMajalengka, dimana
33. Abad Suryawirawan Ibid, hal. 13-15 34. Abad Suryawirawan ibid. Hal 16-17
32
Pesantren ini terletak di pusat kota kabupaten Majalengka, di kabupaten Majalengka
sekarang telah berdiri tiga Pesantren yang tersebar diberbagai daerah di wilayah
kabupaten Majalengka, yaitu Pesantren Persatuan Islam (Persis) 138 Cikijing yang
berada di desa sindang dan Pesantren Persatuan Islam (Persis) Cingambul dan satu
Lembaga Pendidikan SMPIT Al ITTIHAD Sumberjaya di desa Bongas.
Pesantren Persatuan Islam 92 Majalengka tempatnya Kampus I berada di Jalan
Emen Slamet dan Kampus II di Jalan Siti Armilah Kelurahan Majalengka Kulon
Kecamatan Majalengka Kulon Kabupaten Majalengka. Pondok pesantren ini yang
dibangun pertama kali dibangun pertama kali pada tanggal 10 Juli 1989, oleh K.H.
Masum Nawawi diatas tanah wakaf milik jamiyah Persatuan Islam (Persis). Kini telah
memiliki bangunan yang refresentatif, di Kampus I Tingkat MTs / SMP dengan fasilitas
yang dimiliki sebagai berikut : Memiliki 2 buah Asrama Putra, 1 buah Asrama Putri,
Satu Mesjid (Al Ishlah) yang besar dan referensentatif, 1 buah Kopontren Santri, 5 buah
ruang kelas dan sedang dibangun 2 buah lagi ruang kelas baru, 1 buah Kantor Asatidz, 1
buah ruang TU, 1 buah ruang Kepala dan 1 buah laboratorium IPA dan data Siswanya
sebagai berikut :
Sedangkan untuk Kampus II Tingkat MA / SMA fasilitas yang dimiliki oleh
Pesantren adalah sebagai berikut : 1 buah Mesjid (Al Manar), Poskestren, Asrama Putra
dan Putri, Kopontren, Lab Komputer, Ruang Kelas Representatif 6 lokal, ruang Guru,
Ruang Kepala (Mudir), Ruang Tata Usaha dan sarana Olahraga.
D. Unsur – unsur Pesantren Persis 92 Majalengka
Seperti yang diungkapkan oleh Dhofier bahwa siri khas Lembaga Pendidikan
dengan system Pesantren, baik itu Pesantren tradisional maupun Pesantren modern yang
menjadi cirri khas dan membedakannya dengan model pendidikan Islam di Indonesia
yang lain, yaitu Mesjid, Pondok, Kitab Kuning, Santri dan Kyai (Ustadz), dengan hal
tersebut maka kita akan mengetahui bagaimana kekhasan unsur-unsur tersebut di
Pesantren Persatuan Islam 92 Majalengka.
1. Mesjid
Pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan yang khas uintuk bisa
merealisasikan visi dan missinya maka di butuhkan dukungan diantaranya sarana dan
prasarana, yang dalam hal ini adalah Mesjid, Mesjid bagi Pesantren baik itu Pesantren
tradisional maupun Pesantren modern adalah sesuatu yang vital dan urgen, sebab Mesjid
33
bagi Pesantren tidak hanya berfungsi untuk melaksanakan ibadah sholat, berdoa, ittikap,
tadarus al – Quran dan ibadah ritual lainnya akan tetapi berfungsi pula sebagai pusat
penggemblengan sikap mental keagamaan santri yang tinggal didalam komplek
pesantren. Bahkan seringkali sebuah Pesantren awalnya berdirinya melaksanakan seluruh
kegiatan pembelajaran di mesjid, baru sesudah santrinya bertambah banyak maka
didirikan saran prasana yang lain, seperti pondok dan madrasah.35
Demikian pula bagi Pesantren Persatuan Islam 92 Majalengka, Mesjid menjadi
cikal bakal bagi berdirinya pesantren, dimana pada awal berdirinya memanfaatkan
Mesjid Al Ishlah yang berada di jalan Emen Slamet tepatnya di Gang Mesjid, selain
sebagai untuk tempat pengajian akan tetapi pula difungsikan sebagai sarana prasana
pembelajaran bagi Santri.
Pesantren Persatuan Islam 92 Majalengka berdiri berawal dari hidupnya Mesjid
Al Ishlah sebagai tempat pengajian rutin bahkan juga sering diadakan Diskusi – diskusi
tentang berbagai permasalahan keagamaan, bahkan ada juga kajian itensif yang
mengaharuskan jamaah dari berbagai daerah untuk menginap di Mesjid, disebabkan
Acara kajian keagamaan berlangsung sampai dua hari.
Dari kegiatan pengajian umum, rutinan, diskusi dan Kajian itensif itulah hingga
tercetus untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan Islam yang berbentuk Pesantren,
sebagai lembaga yang akan mendidik dan menyiapkan kader penerus perjuangan
jamiyah persatuan Islam, baik itu menyiapkan kader secara kuantitas dan juga kualitas
yang memiliki pandangan tentang ide-ide Persatuan Islam dan juga faham tentang garis
perjuangan jamiyah Persatuan Islam.
Dari motivasi dan keinginan mmepunyai lembaga pendidikan Islam yang menjadi
pusat kaderisasi amak didirikan Pesantren, yang awalnya pembelajaran dilakukan
dimesjid akan tetapi seiringan dengan bertambahnya santri maka didirikan bangun –
bangunan untuk pembelajaran Santri.
Akan tetapi tetap mesjid difungsikan selain sebagai pembinaan mental dan
spiritual atau Akhlak, mesjid juga masih sering digunakan untuk proses pembelajaran
yang bersifat ekstarkulikuler santri, seperti : Diskusi, Tahfidz dan Latihan Dakwah,
bahkan pada masa Al Ustadz Ma‟sum Nawawi diadakan juga pemebelajaran Kajian
Kitab Kuning dengan metode bandungan dan bertempat di Mesjid.
35 . Dhofier, op. cit. hal 49
34
2. Pondok
Adapun cirri khas yang kedua dari lembaga Pendidkan Islam khas pesantren
adalah adnya Pondok, dimana keberadaan Pondok ini yang menurut Bawani yeng
membedakan Pesantren dengan madrasah dan lembaga Pendidikan Islam lainnya.
Pondok disediakn bagi ang datang dari luar daerah atau mereka yang ingin lenig itensif
mempelajari dan mendalami Ilmu Agama.
3. Kitab Kuning
Kitab Kuning adalah Kitab yang berwarna Kuning atau juga Kitab yang ditulis
oleh para Ulama Salafu salih yang telah diakui dan dipergunakan oleh jumhur Ulama
Suni pada pengajaran pengajaran yang dilakukan di Pesantren.
Di Pesantren Persatuan Islam 92 Majalengka Pembelajaran Kitab Kuning, seperti
Bukhori, Subulus Salam, Bulughul Maram, Assulam, Mushtholah Hadtis dan Kitab
Fikihiya dilaksanakan dengan mengadopsi Pendidikan modern yaitu tidak dilaksanakan
di mesjid tapi mengadofsi sistem moderen yaitu dengan sistem klasikal (pembelajaran di
kelas).
4. Santri
Santri di Pesantren Persatuan Islam 92 Majalengka adalah mereka yang terdaftar
secara formal dan resmi di PPI 92 Majalengka, dan diwajibkan untuk bisa mengikuti
seluruh pembelaran di Pesantren, baik formal maupun informal. Dan diwajibkan bagi
Santri untuk tinggal di Pondok atau di Asramakan.
5. Kyai atau Ustadz
Kyai atau yang lebih popular dan akrab dipergunakan dilingkungan Pesantren
Persatuan Islam (Persis) adalah dengan panggilan Ustadz, adalah mereka yang
melakukan proses transfer pengetahuan, membimbing, dan melayani Santri dalam
Pembelajaran. Hubungan Santri dengan ustadz di Pesantren Perastuan Islam Majlengka
tidak terlalu kaku akan tetapi lebih cair seperti orang tua kepada anaknya.
E. Bentuk Evaluasi
Setiap proses pembelajaran tentu harus ada kegiatan evaluasi diakhir
pembelajaran, kegiatan evaluasi dilakukan guna mengukur apakah hasil pembelajaran
sudah sesuai dengan tujuan atau belum. Disamping itu ada juga evaluasi terhadap
35
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan, namun evaluasi disini lebih cenderung bersifat
hukuman agar yang melakukan pelanggaran merasa jera dan tidak akan mengulangi lagi.
Dipondok pesantren juga terdapat bentuk evaluasi, baik itu evaluasi proses
pembelajaran maupun evaluasi terhadap pelanggaran-pelanggaran. Bentuk ini
merupakan bentuk evaluasi yang diterapkan dipondok pesantren:
1. Bentuk evaluasi pembelajaran
Bentuk evaluasi pembelajaran disini berupa ujian Tulis dan lisan yang dilakukan oleh
pengajar/ustadz kepada santri setiap selesai pembelajaran satu bab pada kitab yang
dipelajari. Bentuk evaluasi lisan dilakukan guna melatih berbicara dan mengemukakan
pendapat agar terbiasa.
Evaluasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengukur sejauh mana tingkat
pemahaman santri mengenai materi yang disampaikan, dengan mengukur apakah
hasilnya sudah sesuai dengan yang diharapkan, jika masih belum sesuai bisa dilakukan
perbaikan metode dan strategi agar pada evaluasi selanjutnya hasil yang diperoleh bisa
sesuai dengan yang diharapkan oleh pengajar/ustadz.
2. Bentuk evaluasi terhadap bentuk pelanggaran
Evaluasi ini dilakukan guna memperbaiki sikap-sikap santri yang menyimpang dari
aturan-aturan dan tata tertib yang berlaku. Evaluasi ini dilakukan dengan bentuk kontrol
sosial agar santri jera dan tidak mengulangi pelanggaran-pelanggaran tersebut. Dalam hal
ini evaluasi cenderung lebih bersifat umum. Dan pemberian Hukuman bagi Santri lebih
kepada pendekatan pemberian Pendidikan, atau hukuman yang mendidik santrinmya
supaya menyadari kesalahan yang telah dilakukan dan tidak ingin untk mengulanginya.
36
HASIL ANALISIS
Berdasarkan penelitian yang saya lakukan yaitu berdasarkan hasil data serta
informasi yang saya peroleh dapat ditarik kesimpulan bahwa pesantren Pesantren
Persatuan Islam 92 Majalengka bersifat dinamis / berkembang dari waktu kewaktu, tidak
bersifat statis. Baik dalam segi perkembangan bangunan dan lain-lainnya. Untuk lebih
rincinya berikut ini merupakan hasil analisis saya, mengapa Pesantren Persatuan Islam
92 Majalengka dikatakan bersifat dinamis yaitu berkembang dari waktu kewaktu.
1. Dilihat dari segi bangunan
Dilihat dari segi bangunan dapat disimpulkan bahwa pondok pesantren ini bersifat
dinamis, hal ini dapat dilihat berdasarkan data-data bahwa pertama kali dibangun pondok
pesantren disuatu tempat, kemudian seiring berjalannya waktu proses pembangunan pun
dilakukan lagi dan memiliki dua tempat. Dan ketika pondok pesantren Pesantren
Persatuan Islam 92 Majalengka yang kedua sebagai Tingkat lanjutan dari pondok
Pesantren Persatuan Islam 92 Majalengka yang pertama. Dari situ dapat dilihat bahwa
segi pembangunan, pondok pesantren ini bersifat dinamis, tidak hanya diam
mengandalkan apa yang sudah ada.
2. Dilihat dari segi metode pembelajaran
Pondok pesantren miftahussalam dapat dikatakan bersifat dinamis karena
metode-metode yang digunakan dari waktu kewaktu mengalami perbaikan, disesuaikan
dengan kondisi perkembangan-perkembangan pendidikan serta hasil evaluasi yang
dilakukan setiap selesai satu bab mata pelajaran.
Metode yang baru diterapkan sekarang-sekarang ini yaitu metode karyawisata
dimana metode ini diterapkan berdasarkan kondisi bahwa santri perlu mendapatkan
pengetahuan umum bersifat nyata namun masih dalam konteks menambah pengetahuan
yang ada kaitannya dengan ilmu agama. Dengan adanya metode ini santri dapat melihat
secara langsung dan dapat mengidentifikasi sendiri berdasarkan fakta yang mereka lihat.
Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa pondok pesantren berusaha untuk terus
memperbaiki metode dan strategi yang diterapkan. Untuk itu dapat dikatakan bahwa
pondok pesantren salaf an-nur ini bersifat dinamis.
37
PENUTUP
A. Simpulan
Dari pembahasan penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa pondok pesantren
Pondok Pesantren Persatuan Islam (Persis) 92 Majalengka merupakan Pesantren
Persatuan Islam (Persis) Pertama yang berada di kabupatenMajalengka, dimana
Pesantren ini terletak di pusat kota kabupaten Majalengka, di kabupaten Majalengka
sekarang telah berdiri tiga Pesantren yang tersebar diberbagai daerah di wilayah
kabupaten Majalengka, yaitu Pesantren Persatuan Islam (Persis) 138 Cikijing yang
berada di desa sindang dan Pesantren Persatuan Islam (Persis) Cingambul dan satu
Lembaga Pendidikan SMPIT Al ITTIHAD Sumberjaya di desa Bongas.
Pesantren Persatuan Islam 92 Majalengka tempatnya Kampus I berada di Jalan
Emen Slamet dan Kampus II di Jalan Siti Armilah Kelurahan Majalengka Kulon
Kecamatan Majalengka Kulon Kabupaten Majalengka. Pondok pesantren ini yang
dibangun pertama kali dibangun pertama kali pada tanggal 10 Juli 1989, oleh K.H.
Masum Nawawi diatas tanah wakaf milik jamiyah Persatuan Islam (Persis). Kini telah
memiliki bangunan yang refresentatif, di Kampus I Tingkat MTs / SMP dengan fasilitas
yang dimiliki sebagai berikut : Memiliki 2 buah Asrama Putra, 1 buah Asrama Putri,
Satu Mesjid (Al Ishlah) yang besar dan referensentatif, 1 buah Kopontren Santri, 5 buah
ruang kelas dan sedang dibangun 2 buah lagi ruang kelas baru, 1 buah Kantor Asatidz, 1
buah ruang TU, 1 buah ruang Kepala dan 1 buah laboratorium IPA dan data Siswanya
sebagai berikut :
Sedangkan untuk Kampus II Tingkat MA / SMA fasilitas yang dimiliki oleh
Pesantren adalah sebagai berikut : 1 buah Mesjid (Al Manar), Poskestren, Asrama Putra
dan Putri, Kopontren, Lab Komputer, Ruang Kelas Representatif 6 lokal, ruang Guru,
Ruang Kepala (Mudir), Ruang Tata Usaha dan sarana Olahraga.
Adapun jadwal pembelajaran dipondok pesantren Persatuan Islam 92 Majlengka
yaitu: kegiatan Sholat berjamaah, Pembelajaran seperti Pembelajaran di madrasah akan
tetapi muatan materi pembelajaran adalah banyak agama. Pembelajaran Agama ( Fikih,
SKI, Akidah, Kajian Kitab Kuning dan Mata Pelajaran Umum dilakuan di pagi sampai
menjelang sore hari.
Bentuk evaluasi yang di terapkan di pondok pesantren ini tardapat dua bentuk
evaluasi yaitu : 1) Bentuk evaluasi pembelajaran, evaluasi ini dilakukan dengan tujuan
untuk mengukur sejauh mana tingkat pemahaman santri mengenai materi yang
38
disampaikan, dengan mengukur apakah hasilnya sudah sesuai dengan yang diharapkan,
jika masih belum sesuai bisa dilakukan perbaikan metode dan strategi agar pada evaluasi
selanjutnya hasil yang diperoleh bisa sesuai dengan yang diharapkan oleh
pengajar/ustadz. 2) Bentuk evaluasi terhadap bentuk pelanggaran, evaluasi ini dilakukan
guna memperbaiki sikap-sikap santri yang menyimpang dari aturan-aturan dan tata tertib
yang berlaku. Evaluasi ini dilakukan dengan bentuk kontrol sosial agar santri jera dan
tidak mengulangi pelanggaran-pelanggaran tersebut. Pondok pesantren ini bisa dikatakan
bersifat dinamis yaitu berkembang dari waktu kewaktu karena dilihat dari segi bangunan
dan dilihat dari segi metode pembelajaran.
B. Saran
Apabila dalam penulisan hasil laporan penelitian yang berjudul dinamika
pendidikan di pondok pesantren miftahussalam ini banyak kesalahan dalam hal penulisan
atau dalam hal kurangnya pembahasan, saya selaku penulis mengharapkan saran yang
membangun dari dosen pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu untuk memperbaiki hasil
laporan penelitian ini agar tidak ada kesimpang siuran didalamnya.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Ading Kusdiana, M.Ag,Sejarah Pesantren, (Bandung ; Humaniora, 2014)
2. Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1984)
3. Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedia Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung,
1976)
4. Manfred Ziemek, Pesantren Dalam Perubahan Sosial, Butche B. Soendjono,
Pent.(Jakarta: LP3ES,1985)
5. Fatah, H Rohadi Abdul, Taufik, M Tata, Bisri, Abdul Mukti. ''Rekontruksi
Pesantren Masa Depan'', Jakarta Utara: PT. Listafariska Putra, 2005.
6. HS, Mastuki, El-sha, M. Ishom. ''Intelektualisme Pesantren'', Jakarta: Diva
Pustaka, 2006.
7. Haedari, H.Amin. ''Transformasi Peasntren'', Jakarta: Media Nusantara, 2007.
8. Khadijah Ummul Mu'minin Nazharat Fi isyraqi Fajril Islam'', Al Haiah Al
Mishriyah Press, karya Abdul Mun'im Muhammad 1994.
9. Fadjan, Abdullah “ Peradaban dan pendidikan Islam”, Jakarta: CV. Rajawali,
1991
10. http//www.blogrspesantren.co.id.
11. Pendidikan.com
12. Azyumardi Azra, Dr. Kata Pengantar Bilik-bilik Pesantren, (Jakarta; Dian Rakyat, 2005)
13. Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedia Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung,
1976)
14. Ading Kusdiana, M.Ag,Sejarah Pesantren, (Bandung ; Humaniora, 2014)
15. Permenag No.3 tahun 2012, tentang Pendidikan Keagamaan Islam, BAB I
16. Mastuhu, Dinamika sistem pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994)
17. Wawancara dengan Mudir 'Am Pesantren Persatuan Islam Majalengka, Ustadz
H. A. Jajang Munjali, S.Pd.I
18. Wawancara dengan Pimpinan Daerah Persis Kabupaten Majalengka / Mudir
Muallimien PPI 92 Majalengka, Ustadz. H. Drs. Acep Saepudin, M.Ed
19. Wawancara dengan Ustadz. H. Moch. Ridwan (Sesepuh / Generasi awal
pengasuh PPI 92 Majalengka.