SIFAT FISIK, ORGANOLEPTIK DAN KELAYAKAN EKONOMI ES KRIM YOGURT PROBIOTIK SEBAGAI ALTERNATIF
MINUMAN FUNGSIONAL DENGAN PENAMBAHANEKSTRAK ROSELLA YANG BERBEDA
PROPOSAL
Bestarina Rahma L
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKANFAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PETERNAKAN BOGOR2009
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT PERTANIAN BOGORFAKULTAS PETERNAKAN
Jl. Rasmala Kampus IPB Daramaga, Bogor 16680Telepon: 0251-622841 Faximile: 0251-622842
LEMBAR PENGESAHAN
Identitas Mahasiswa dan Lembar PengesahanNama lengkap Bestarina Rahma LestariNomor pokok mahasiswa D14061299Alamat di Bogor Puri Madani, BadonengAlamat asal Bukit Pamulang Indah, Blok F7/1
Pamulang-TangerangBeban studi yang diambil semester ini 7 SKSJumlah SKS yang telah diselesaikan 138 SKSIPK 3,38Judul Sifat fisik, organoleptik dan kelayakan
ekonomi es krim yogurt probiotik sebagai alternatif minuman fungsional dengan penambahan ekstrak rosella yang berbeda
Lokasi penelitian Laboratorium Pengolahan Susu Fakultas Peternakan
Lama penelitian 3 Bulan
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
DAFTAR TABEL....................................................................................................4
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................5
PENDAHULUAN....................................................................................................6
Latar Belakang.............................................................................................6Tujuan...........................................................................................................8Perumusan Masalah......................................................................................8Manfaat.........................................................................................................8
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................9
Susu..............................................................................................................9Es Krim.......................................................................................................11Yogurt.........................................................................................................12Rosela (Hibiscus sabdariffa)......................................................................14Jambu Biji...................................................................................................14Serat (Fiber)...............................................................................................16Vitamin C...................................................................................................17Antioksidan................................................................................................20Uji Organoleptik.........................................................................................21Analisis Titik Impas (Break Even Point)...................................................22
MATERI DAN METODE PENELITIAN.............................................................25
Lokasi dan Waktu.......................................................................................25Materi.........................................................................................................25
Bahan................................................................................................25Alat....................................................................................................25
Metode Penelitian.......................................................................................25Perlakuan...........................................................................................29Peubah yang diamati.........................................................................29Waktu Leleh......................................................................................30Viskositas..........................................................................................30Nilai pH.............................................................................................30Uji Organoleptik...............................................................................31
Rancangan Percobaan.................................................................................32
RENCANA BIAYA...............................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................35
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Karakteristik Susu Segar menurut Standard Nasional Indonesia
01-3141-1998........................................................................................... 9
2. Komposisi Umum dari Adonan Es Krim.................................................. 11
3. Kandungan Vitamin C dari Berbagai Makanan yang Belum Dimasak..... 18
4. Kebutuhan rata-rata vitamin per orang per hari......................................... 19
5. Komposisi adonan es krim yogurt probiotik yang digunakan dalam
penelitian................................................................................................... 29
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Diagram Alir Proses Pembuatan Yogurt Probiotik.....................................26
2. Diagram Alir Pembuatan Es Krim Yogurt Probiotik “IC-ROZE”..............28
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Makanan yang kita makan memberikan nutrisi penting yang diperlukan oleh
tubuh. Dewasa ini, dengan semakin berkembangnya teknologi dan juga kesadaran
masayarakat akan kesehatan, mulai banyak dikembangkan inovasi dalam bidang
pangan, terutama makan-makan yang mengandung bahan-bahan makanan yang sehat
dan menyehatkan tubuh orang yang mengkonsumsinya. Perkembangan konsumen
saat ini yang lebih teredukasi dan lebih perduli terhadap kesehatan menjadikan
permintaan akan makanan fungsional (functional food) meningkat. Makanan yang
diklasifikasikan dalam makanan fungsional (functional foods) merupakan makanan
yang mengandung komponen nutrisi, di luar nutrisi dasar yang dibutuhkan tubuh,
yang dapat memberikan kesehatan bagi tubuh. Indrasari (2006) menyatakan bahwa
pangan fungsional adalah pangan yang secara alami atau telah melalui proses tertentu
mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah
dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi
kesehatan. Contoh dari makanan fungsional (functional food) yaitu buah-buahan,
yang merupakan sumber antioksidan yang baik bagi tubuh. Buah-buahan juga
mengandung antosianin, flavonoid dan asam fenolik. Selain itu, functional food juga
dapat mencegah timbulnya beberapa penyakit (Wang, 2007).
Pertimbangan konsumen dalam memilih bahan pangan adalah kandungan
gizi, citarasa dan aspek kesehatan serta dari segi ekonominya. Hal ini menuntut
adanya bahan pangan yang tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan dasar tubuh,
tetapi juga bersifat fungsional (Indrasari, 2006), seperti yang terdapat dalam es krim
yogurt rosela dan jambu biji, IC ROZE. Sesuai dengan namanya, jenis pangan ini
merupakan sejenis es krim yang mengandung yogurt dengan penambahan rosela dan
jambu biji sebagai penambah nutrisi dalam es krim.
Es krim adalah salah satu produk olahan susu yang sangat digemari
masyarakat dari berbagai usia dan merupakan makanan dessert beku yang paling
populer di dunia. Makanan dessert beku akan dinilai terutama karena flavornya yang
menyenangkan, efek dingin dan kesegarannya (Marshall dan Arbuckle, 1996). Akan
tetapi, kandungan lemak yang tinggi pada es krim menjadikan makanan ini dihindari
oleh beberapa orang, terutama bagi mereka yang mengalami obesitas. Oleh karena
itu, diperlukan penambahan nilai gizi dari es krim dengan menambahkan yogurt,
rosela dan jambu biji.
Yogurt merupakan salah satu jenis produk olahan susu yang diasamkan
dengan menambahkan kultur starter Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus
thermophillus dan Lactobacillus acidophillus. Kelebihan utama dari produk susu
fermentasi adalah kandungan zat gizi yang mudah dicerna oleh mukosa usus. Adanya
enzim laktose (beta-galaktosidase) pada bakteri asam laktat mampu menurunkan
kandungan laktosa usus dan mengubahnya menjadi asam laktat,sehingga
meningktakan toleransi produk bagi orang yang mengalami difisiensi laktosa
(Trinandasari, 1999). Oleh karena itu, yogurt berguna untuk kesehatan, mencegah
diare dan baik bagi para penderita lactose intoleran.
Penambahan rosela dan jambu biji berguna dalam meningkatkan serat dan
vitamin C dalam es krim. Dibandingkan dengan sumber serat pangan (dietary fiber)
lainnya, sayuran dan buah-buahan merupakan sumber yang paling baik dan utama.
Serat pangan bermanfaat untuk mencegah berbagai penyakit degenaratif, seperti
kanker usus besar (kanker kolon), divertikulosis, aterosklerosis, gangguan jantung,
diabetes mellitus, hipertensi dan penyakit batu ginjal (Astawan dan Kasih, 2008).
Selain itu, kandungan antioksidan yang tinggi pada rosela juga dapat memberikan
efek yang baik bagi kesehatan tubuh.
Buah jambu biji juga merupakan buah yang penting untuk dikonsumsi karena
mengandung asam askorbat yang tinggi, dapat mencapai lima kali lebih tinggi
dibandingkan dengan buah jeruk dan 10 kali lebih banyak daripada buah tomat.
Kandungan asam askorbat yang tinggi tersebut dapat menjadikan buah jambu biji
sebagai antioksidan alami yang baik bagi kesehatan (Astawan dan Kasih, 2008).
Penambahan yogurt, rosela dan jambu biji ke dalam es krim, selain berguna
untuk meningkatkan nilai gizi, juga untuk memberikan citarasa yang khas pada es
krim. Oleh karena itu diperlukan pengujian fisik dan organoleptik untuk mengetahui
tingkat kesukaan konsumen terhadap es krim yogurt ini. Selain itu, diperlukan juga
analisa ekonomi untuk dapat mengetahui volume produksi yang tepat agar dapat
memberikan harga yang sesuai bagi konsumen. Sehingga dapat menciptakan pangan
sehat yang mudah terjangkau oleh semua kalangan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan organoleptik es krim
yogurt dengan penambahan ekstrak rosella yang berbeda. Tujuan lain dari penelitian
ini adalah untuk menganalisa kelayakan ekonomi pada tiap formulasi es krim.
Perumusan Masalah
Es krim yogurt probiotik merupakan produk baru dalam bidang pangan yang
dapat berfungsi sebagai makanan fungsional kaya serat dan vitamin C, sehingga
perlu diketahui sifat fisik dan organoleptik serta pengaruh penambahan ekstrak
rosella dan jambu biji dengan taraf pemberian yang berbeda terhadap kandungan
serat pangan dan vitamin C yang dimilikinya. Selain itu juga bertujuan untuk
mengetahui kelayakan ekonomi dari es krim yogurt probiotik untuk menciptakan
pangan yang sehat dengan harga terjangkau.
Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan diversifikasi produk
makanan fungsional yang berasal dari susu yaitu es krim yang enak dan
menyehatkan dan dengan harga yang terjangkau.
TINJAUAN PUSTAKA
Susu
Susu segar merupakan cairan yang berasal dari ambing sapi sehat yang
diperah dengan cara pemerahan yang benar, tidak mengalami penambahan atau
pengurangan suatu komponen apapun dan tidak mengalami proses pemanasan
(Dewan Standardisasi Nasional, 1998). Susu dapat diartikan sebagai cairan yang
disekresikan dari kelenjar hewan mamalia betina untuk asupan nutrisi anaknya. Susu
yang diperoleh dari sapi disebut sebagai susu utuh (whole milk). Susu mengandung
87% air, 4% butterfat, 2,8% kasein, 0,5% albumin, 5% laktosa dan 0,7% mineral
(Judkins, 1966). Susu merupakan campuran yang kompleks dari lipid, karbohidrat,
protein dan banyak komponen organik lainnya dan kandungan garam inorganik yang
larut atau terdispersi dalam air (Cross and Overby, 1988). Susu disekresikan dari
kelenjar mamae untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan memberikan perlindungan
immunologikal pada anak (Jenness, 1988). Komponen utama susu adalah protein
(kasein dan whey protein), lemak, laktosa dan mineral. Mineral biasanya
digolongkan sebagai abu (Cross and Overby, 1988). Komponen susu dibagi menjadi
dua kelompok utama, yaitu kandungan air dan padatan (solid). Kandungan lain selain
air disebut total solid (TS). Total solid dikurangi dengan butterfat disebut solid-non-
fat (SNF). Semua kandungan susu, kecuali butterfat, disebut serum susu (Judkins,
1966).
Butterfat berada dalam susu sebagai pengemulsi. Globula lemak dikelilingi
oleh membran tipis. Membran ini berfungsi dalam menjaga lemak agar tidak menjadi
minyak bebas dan menyebabkan oiling off ketika susu dipanaskan, misalnya dalam
pateurisasi, atau saat agitasi pengalengan susu. Membran lemak ini juga melinungi
lemak dari enzim, seperti lipase, yang dapat menyebabkan ketengikan (Judkins and
Keener, 1966).
Tabel 1. Karakteristik Susu Segar menurut Standard Nasional Indonesia 01-3141- 1998
Karakteristik Syarat
Berat jenis (pada suhu 27,5oC) minimum 1,0280
Kadar lemak minimum 3,0%
Kadar bahan tanpa lemak minimum 8,0%
Kadar protein minimum 2,7%
Warna, bau, rasa dan kekentalan Tidak ada perubahan
Uji alkohol (70%) Negatif
Derajat asam 6-70 SH
Uji katalase maksimum 3 (cc)
Angka reduktase 2-5 jam
Uji peroksidase Positif
Uji pemalsuan Negatif
Kotoran dan benda asing Negatif
Total kuman maksimum 1 x 106 cfu/ml
Salmonella dan E. coli (patogen) Negatif
Koliform 20 cfu/ml
Staphylococcus aureus 4 x 105 cfu/ml
Cemaran merkuri (Hg), Seng (Zn) dan Arsen (As) maks 0,5 ppm
Sumber: Dewan Standardisasi Nasional (1998)
Lemak susu (milk fat) mengandung campuran kompleks dari lipid, terutama
dalam bentuk triacylglyceride, dan sisanya dalam bentuk di- dan monoacylglyceride,
fosfolipid, kolesterol dan asam lemak non-esterified. Protein susu mengandung 95%
nitrogen susu, dan terdiri dari kasein (α, β, κ dan γ), protein whey (β-lactoglobulin
dan α-lactalbumin), serum albumin dan imunoglobulin. Kandungan kasein 76-86%
dari total protein susu. Laktosa berperan penting dalam sistem osmotik dan regulasi
dalam sekresi air oleh karena itu akan mempengaruhi volume susu (Lock and
Shingfield, 2004).
Pemanasan yang baik pada susu merupakan salah satu tahapan yang sangat
penting dalam pembuatan produk cultured milk. Pemanasan berpengaruh pada
keberadaan bakteri asam laktat dalam susu dengan menghancurkan zat penghambat,
menurunkan kandungan oksigen (nilai Eh) dan membentuk zat penstimulus (Cross
and Overby, 1988). Pengaruh paling penting dalam susu saat pemanasan yaitu terjadi
perubahan protein susu menjadi curd, yang dapat meningkatkan viskositas dan
stabilitas dari produk cultured milk.
Es Krim
Salah satu produk beku yang paling diminati oleh masyarakat adala es krim.
Es krim merupakan produk makanan manis yang mengandung lemak susu dan
padatan tanpa lemak (solid non-fat) dan dibekukan saat dikocok (penangkapan
udara) (Goff and Hartel, 2004). Tidak banyak yang mengetahui mengenai sejarah es
krim. Perkembangan es krim mungkin di awali dari pembekuan air oleh bangsa
Eropa sekitar abad ke 16–17. Definisi es krim menurut Judkins (1960) yaitu
campuran dari berbagai macam produk susu, pemanis, bahan penstabil dan berbagai
macam perasa yang dibekukan. Umumnya, meskipun tidak selalu, mengandung
pewarna buatan. Dapat mengandung telur.
Es krim merupakan produk makanan beku yang terbuat dari campuran bahan-
bahan asal susu, seperti susu, krim dan susu tanpa lemak yang dicampurkan dengan
gula, perasa, buah dan kacang. Minimal es krim mengandung 10% lemak (Bassette et
al., 1988).
Tabel 2. Komposisi Umum dari Adonan Es Krim
Komponen Konsentrasi
Lemak susu > 10 – 16%
Padatan tanpa lemak susu
Protein, laktosa dan mineral
9 – 12%
Pemanis
Sukrosa
10 -14%
Sirup jagung 3 – 5%
Bahan penstabil 0 – 0,25%
Emulsifier 0 – 0,25%
Air 55 – 64%
Sumber: Goff and Hartel (2004)
Terdapat hubungan yang berkebalikan antara lemak dan total padatan
dibandingkan dengan padatan susu tanpa lemak (milk solid non fat). Peningkatan
komponen laktosa dalam total padatan dengan pengurangan jumlah air dapat
meningkatkan kristalisasi laktosa. Selain itu, dengan meningkatnya total padatan
maka bahan penstabil yang digunakan akan lebih sedikit. Gula jagung berfungsi
dalam kehalusan tekstur dan pembentukan tekstur yang lebih diinginkan dengan
berkurangnya padatan total. Selain itu, peningkatan kadar lemak dapat menurunkan
jumlah emulsifier yang digunakan (Goff and Hartel, 2004).
Lemak dalam produk es krim dapat meningkatkan flavor, menjadikan produk
es krim lembut dengan meminyaki bagian langit-langit mulut, membantu
pembentukan body es krim dan berperan dalam pelelehan es krim (melting
properties). Padatan tanpa lemak susu meningkatkan tekstur es krim, membantu
pembentukan badan es krim dan memberikan produk yang tidak dapat dikunyah,
dapat memberikan nilai overrun yang tinggi tanpa menjadikan tekstur snowy atau
flaky (Goff and Hartel, 2004).
Umumnya es krim yang disukai adalah es krim yang terasa manis. Oleh
karena itu, bahan pemanis perlu ditambahkan ke dalam pembuatan es krim, biasanya
sebanyak 12-17% dari berat campuran adonan es krim. Pemanis berfungsi dalam
pembentuka tekstur es krim, meningkatkan flavor dan merupakan sumber total
padatan yang paling murah. Bahan pemanis yang biasanya digunakan yaitu sukrosa
atau dicampur dengan gula (Goff and Hartel, 2004).
Stabilizer yang biasa digunakan dalam pembuatan es krim yaitu polisakarida.
Tujuan utama penggunaan bahan penstabil adalah untuk membentuk badan dan
tekstur es krim yang halus, mengurangi kristalisasi laktosa selama penyimpanan,
keseragaman produk dan tahan meleleh (Goff and Hartel, 2004).
Emulsifier digunakan untuk meningkatakan kualitas whipping, memberikan
produk akhir yang halus. Kuning telur merupakan emulsifier yang biasa digunakan
(Goff and Hartel, 2004).
Yogurt
Pembuatan susu fermentasi dan keju merupakan salah satu metode yang telah
lama digunakan manusia untuk mengawetkan bahan makanan yang mudah busuk
dan kaya akan nutrisi (contohnya susu), menjadi produk dengan daya simpan yang
lebih lama (Tamime and Marshall, 1997). Yogurt merupakan produk susu fermentasi
yang dihasilkan dari penambahan kultur pada susu atau dengan penambahan susu
yang telah dipisahkan bagian lemaknya, baik susu tanpa lemak (nonfat milk) yang
telah dikeringkan atau susu skim bubuk. Tekstur yogurt dapat bervariasi mulai dari
seperti puding rennet sampai berbentuk seperti krim (creamy), cairan dengan
viskositas tinggi, tergantung pada kandungan padatan dan lemak salam susu
(Bassette et al., 1988).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Robinson dan Tamime (1975),
level bahan padatan dalam susu yang digunakan dalam pembuatan yogurt berkisar
dari yang paling rendah, yaitu 9% hingga yang tertinggi yaitu 30% pada jenis yogurt
tertentu. Yogurt yang paling baik dihasilkan dari susu dengan kandungan total
padatan 15-16%.
Komponen pemanis umumnya ditambahkan dalam yogurt buah atau yogurt
yang memiliki rasa buah dan yogurt alami manis. Tujuan utama penambahan bahan
pemanis dalam yogurt adalah untuk menurunkan tingkat keasaman produk (Robinson
dan Tamime, 1975). Buah segar dapat digunakan sebagai bahan penambah citarasa
pada yogurt, akan tetapi di industri jarang digunakan karena persedian buah segar
tergantung dari musim, selain itu juga karena kualitasnya yang tidak seragam. Oleh
karena itu, buah yang telah mengalami proses pengolahan lebih banyak digunakan,
misalnya manisan buah, buah kalengan, buah beku dan buah-buahan campuran
(Robinson dan Tamime, 1975)
Yogurt merupakan produk susu asam yang dikentalkan, mengandung sedikit
atau tanpa alkohol yang diberasal dari susu kambing, kerbau atau sapi (Winton and
Winton, 1949). Fermentasi susu disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, ragi,
jamur, atau kombinasinya) yang dapat memfermentasi laktosa utama menjadi asam
laktat. Fermentasi ini bertanggung jawab pada pembentukan rasa yang tajam dan
menyegarkan dari produk susu fermentasi dan meskipun secara relatif non-volatile,
hal tersebut menjadikan dasar dalam pembentukan aroma khas dari berbagai jenis
susu fermentasi (Desmazeaud, 1990).
Bakteri asam laktat merupakan kelompok mikroorganisme utama yang telah
digunakan selama beberapa dekade untuk pembuatan susu fermentasi, diantaranya
bakteri yang digunakan yaitu Lactococcus, Leuconostoc, Streptococcus dan
Lactobacillus. Berdasrkan morfologinya, mikroorganisme ini termasuk dalam
mikroorganisme berbentuk kokus dan batang, dan berdasarkan suhu pertumbuhan
optimalnya, dibagi ke dalam kultur starter mesofilik (20-30oC) dan termofilik (37-
45oC) (Tamime et al., 2006). Umumnya yogurt dibuat dari kultur bakteri yang
tumbuh optimal pada suhu 37-45oC, yaitu Lactobacillus delbrueckii subsp.
Bulgaricus dan Streptococcus thermophillus (Robinson et al., 2006).
Rosela (Hibiscus sabdariffa)
Rosela (Hibiscus sabdariffa) termasuk ke dalam famili Malvaceae dan
merupakan tanaman asli dari India, tetapi sudah diperkenalkan pada negara-negara
lain, seperti Amerika Tengah, India Barat dan Afrika. Rosela dapat tumbuh dengan
baik di daerah tropis dan sub tropis (Fasoyiro et al., 2005). Rosela merupakan jenis
tanaman yang banyak ditanam di Afrika bagian Sub Sahara, tumbuh pada jenis tanah
berpasir setelah tanaman utama dipanen (kacang tanah atau jenis tanaman padi-
padian) untuk tambahan pemasukan bagi masyarakat desa (Gassama-Dia et al.,
2004).
Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) merupakan jenis tanaman semak-semak, yang
umumnya dapat digunakan untuk membuat jelly, selai dan minuman ringan. Warna
merah cerah dan rasanya yang unik, menjadikan rosela sebagai produk makanan
yang bernilai tinggi (Tsai et al., 2002).
Kandungan asam organik utama yang terkandung dalam rosela yaitu succinic
acid dan oxalic acid, selain itu, rosela memiliki kandungan gula utama berupa
glukosa (Wong et al., 2002). Karakteristik fisikokimia dari rosela yaitu memiliki
keasaman buah yang tinggi dengan kandungan gula yang rendah (Fasoyiro et al.,
2005). Kandungan pigmen antosianin pada rosela menyebabkan terbentuknya warna
merah pada rosela. Selain itu, antosianin yang terkandung dalam rosela juga
berpengaruh terhadap kandungan antioksidan pada rosela (Tsai et al., 2002).
Jambu Biji
Buah jambu biji merah termasuk ke dalam buah-buahan berwarna merah.
Pigmen utama yang terdapat pada buah-buahan yang berwarna merah adalah likopen.
Likopen merupakan pigmen karotenoid yang membawa warna merah. Likopen
tersebut berfungsi sebagai antikanker, antioksidan, mengatasi diabetes,
meningkatkan kualitas seksual dan mencegah osteoporosis (Astawan dan Kasih,
2008).
Nama botani jambu biji adalah Psidium guajava. Kata psidium adalah
pembelokan dari suku kata side yang berarti kecubung. Kata guajava berasal dari
bahasa Spanyol guajaba yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti
“jambu biji”. Maka Psidium guajava dapat diartikan buah jambu yang berbentuk
seperti buah kecubung dan berbiji banyak (Rismunandar, 1989).
Bentuk buah jambu biji dapat dibagi ke dalam dua golongan, yaitu yang
berbentuk bulat dan yang lonjong seperti buah peer. Selain kedua bentuk tersebut ada
pula buah yang bentuknya agak bulat dan bagian di dekat tangkai buahnya agak
meruncing (Rismunandar, 1989). Daging buah jambu biji terdiri atas dua bagian,
yaitu daging luar dan dalam yang diliputi biji. Daging luar di bawah kulit yang sukar
dikelupas, rata-rata warnanya agak kekuningan. Daging dalam dapat berwarna putih
kekuningan hingga merah. Rasa daging dalam rata-rata lebih manis daripada bagian
luar. Daging luar sedikit banyak mengandung butiran yang agak keras (sel-sel batu)
yang mengakibatkan teksturnya kasar, sedangkan daging dalam bertekstur halus
(Rismunandar, 1989).
Jambu (guava) termasuk ke dalam famili Myrtaceae, yang memiliki lebih
dari 80 genus dan 3000 spesies, tersebar pada daerah tropis dan subtropis di
Amerika, Asia dan Australia. Jambu biji (Psidium guajava L.) dapat tumbuh pada
berbagai jenis tanah dengan pH anatara 5-7. Tanaman jambu juga toleran terhadap
garam. Tanaman jambu biji dapat tumbuh dengan baik dengan kelembaban 1000-
2000 mm dan toleran terhadap musim kemarau. Suhu optimal pertumbuhan tanaman
jambu biji adalah 23-28oC (Nakasone and Paull, 1999).
Buah jambu biji memiliki banyak biji dengan diameter buah antara 2,5 – 10
cm. Bentuk buah bervariasi, ada yang bulat, lonjong, memanjang atau seperti buah
peer (Nakasone and Paull, 1999). Kulit jambu biji berwarna kuning ketika sudah
masak, akan tetapi daging buahnya dapat berwarna merah muda, seperti warna
salmon, putih atau kuning. Flavor dan aroma buah jambu biji sangat bervariasi,
diantaranya tipe dengan rasa asam yang rendah, jenis jambu biji manis, berdaging
buah lunak dengan keasaman dan kandungan gula yang rendah dan jenis jambu biji
dengan keasaman tinggi (Nakasone and Paull, 1999).
Jambu, Psidium guajava L., merupakan tanaman dengan pohon yang kecil
dan tersebar luas di daerah tropis dan daerah subtropis yang hangat, dan merupakan
buah yang dapat dimakan (Gould and Raga, 2002). Buah jambu biji dapat
dikonsumsi segar ataupun dalam bentuk jus buah, es krim, jeli ataupun dijadikan
manisan (diawetkan). Buah jambu biji juga merupakan buah yang penting untuk
dikonsumsi karena kandungan ascobic acid nya yang tinggi, dapat mencapai lima
kali lebih tinggi dibandingkan dengan buah jeruk dan 10 kali lebih banyak daripada
buah tomat.
Serat (Fiber)
Serat dalam makanan merupakan bagian dari tanaman yang tidak dapat
dicerna, pada umumnya polisakarida non pati tidak dapat dicerna oleh enzim
pencernaan manusia, walaupun beberapa diantaranya dapat dicerna oleh bakteri yang
berada di dalam kolon. Serat terdiri dari selulosa, hemiselulosa, pektin, gums,
mucilages, dan lignin nonpolisakarida (Sizer and Whitney, 2008).
Serat dapat dibagi dalam dua kelompok utama berdasarkan kandungan kimia,
fisik dan kegunaannya. Kelompok pertama merupakan serat larut dalam air (soluble
fibers). Kelompok serat ini berbentuk gel (viscous) dan mudah dicerna oleh bakteri
penghuni usus besar (mudah difermentasi). Biasanya ditemukan dalam barley,
kacang-kacangan, buah-buahan, oat dan sayuran. Penambahan serat jenis ini dalam
makanan, misalnya penambahan pektin dalam gel untuk pembuatan jelly, dan
penambahan gum pada saus salad untuk mengentalkan saus (Sizer and Whitney,
2008).
Kelompok serat lainnya (insoluble fibres), tidak larut dalam air, tidak
membentuk gel (tidak kental), dan tidak mudah difermentasi. Contoh serat ini adalah
selulosa dan hemiselulosa. Kedua jenis serat ini dapat ditemukan dalam lapisan
terluar dari gandum, seledri, sekam, dan kulit dari jagung kernel. Serat dalam
golongan ini dapat mempertahankan struktur dan teksturnya yang kasar meskipun
telah mengalami pemasakan berjam-jam. Do dalam tubuh, serat ini membantu sistem
pencernaan dengan mempermudah pengeluaran sisa pencernaan. Anjuran asupan
serat adalah 38 gram dari total serat per hari untuk pria berumur sampai 50 tahun, 30
gram untuk pria di atas 51 tahun, serta 25 gram per hari bagi wanita berumur sampai
50 tahun, dan 21 gram untuk wanita di atas 51 tahun. (Sizer and Whitney, 2008).
Dugaan bahwa serat merupakan senyawa inert secara gizi didasarkan atas
asumsi bahwa senyawa tersebut tidak dapat dicerna serta hasil-hasil fermentasinya
tidak dapat digunakan oleh tubuh. Ternyata bahwa senyawa yang tidak dapat dicerna
tersebut tidak hanya terdiri dari serat (selulosa), tetapi juga lignin, hemiselulosa,
pentosan, gum dan senyawa pektik. Oleh karena itu digunakan istilah serat makanan
(dietary fiber), untuk menunjukkan bagian lignin serta karbohidrat lain dari makanan
yang tidak dapat dicerna dan diserap oleh tubuh (Muchtadi, 1989).
Istilah serat makanan juga harus dibedakan dari istilah serat kasar yang biasa
digunakan dalam analisis proksimat makanan. Serat kasar (crude fiber) adalah bagian
dari makanan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan
untuk menentukan kadar serat kasar, yaitu asam sulfat (H2SO4 1,25%) dan natrium
hidroksida (NaOH 1,25%), sedangkan serat makanan adalah bagian dari makanan
yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Oleh karena itu, kadar
serat kasar nilainya lebih rendah dibandingkan dengan serat makanan, karena asam
sulfat dan natrium hidrolisa mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk
menghidrolisa komponen-komponen makanan dibandingkan dengan enzim-eznim
pencernaan(Muchtadi, 1989).
Pada masa-masa yang lalu, serat makanan hanya dianggap sebagai sumber
energi yang tidak tersedia dan hanya dikenal mempunyai efek sebagai pencahar
perut. Akan tetapi, Burkitt dan Trowel menyatakan bahwa terdapat suatu hubungan
erat antara konsumsi serat makanan dan insiden timbulnya berbagai penyakit
(Muchtadi, 1989).
Vitamin C
Vitamin C memiliki beberapa fungsi dalam tubuh, dua diantaranya adalah
sebagai pengatur jaringan penghubung dan sebagai antioksidan. Vitamin C embantu
beberapa kerja enzim. Contohnya, enzim yang terlibat dalam pembentukan dan
pengaturan protein kolagen, aktivitasnya bergantung pada vitamin C. Kolagen
membentuk dasar dari jaringan penghubung, seperti tulang, gigi, kulit dan tendon.
Vitamin C juga berperan sebagai kofaktor dalam reaksi sintesis lainnya, seperti
produksi karnitin, komponen penting dalam transportasi asam lemak di antara sel
(Sizer and Whitney, 2008).
Fungsi lain dari vitamin C adalah sebagai antioksidan. Vitamin C melindungi
zat-zat dalam makanan dan tubuh dari oksidasi. Contohnya, sel dalam sistem imun
menjaga vitamin C dalam jumlah yang tinggi untuk melindungi dirinya sendiri dari
serangan radikal bebas dari bakteri atau serangan lainnya. Beberapa vitamin C yang
teroksidasi didegradasi secara permanen dan harus digantikan dalam makanan, tetapi
vitamin C dalam jumlah banyak tidak hilang dan akan mengalami siklus daur ulang
untuk dapat dipergunakan kembali. Siklus ini memegang peranan penting dalam
pengaturan pemenuhan vitamin C dalam sel (Sizer and Whitney, 2008).
Vitamin C di dalam usus melindungi zat besi dari oksidasi dan meningkatkan
penyerapan zat besi. Vitamin C dalam darah melindungi unsur pokok darah yang
sensitif dar oksidasi dan membantu melindungi vitamin E dan mendaur ulangnya
menjadi bentuk aktif. Konsumsi vitamin C yang berlebihan memiliki efek samping
yang berkebalikan, yaitu akan menjadi prooksidan dengan mengaktifkan elemen
oksidasi, seperti zat besi dan copper. Selain itu juga dapat menyebabkan penyakit
ginjal, lambung (Sizer and Whitney, 2008).
Dosis aman konsumsi vitamin C adalah minimal 10 miligram per hari
samapai dengan 2000 miligram (2 gram). Konsumsi vitamin C hingga dosis 10 gram
dapat menjadi tidak aman (Sizer and Whitney, 2008). Bourne (1978) menambahkan,
bahwa 10 mg vitamin Chari dapat mencegah penyakit kudis. Menurut Recommended
Dietary Allowance (1974) asupan vitamin C bagi orang dewasa adalah 45 mg per
hari. Konsumsi vitamin C bagi pria direkomendasikan adalah 90 mg per hari, dan
bagi wanita adalah 75 mg per hari. Sedangkan bagi perokok ditambahkan 35 mg per
hari pada masing-masing kebutuhan.
Vitamin C secara luas banyak ditemukan pada tanaman dalam bentuk
ascorbic acid ataupun pada hewan dalam bentuk dehydroascorbic acid, keduanya
dalam keadaan kesetimbangan. Buah-buahan, sayuran dan organ daging (misalnya
hati dan ginjal) merupakan sumber vitamin C yang paling baik, dan hanya sebagian
kecil ditemukan dalam otot. Beberapa tanaman mengakumulasikan vitamin dalam
tingkatan yang cukup tinggi, seperti daun teh segar, beberapa berry, jambu dan rose
hip (Combs, 1992).
Tabel 3. Kandungan Vitamin C dari Berbagai Makanan yang Belum Dimasak
Sumber
Makanan
Kandungan Vitamin
C (mg/100g)
Sumber
makanan
Kandungan Vitamin
C (mg/100g)
Buah-buahan Sayuran
Apel 10-30 Asparagus 15-30
Pisang 10 Buncis 10-30
Ceri 10 Brokoli 90-150
Anggur 40 Kubis 30-60
Jambu 300 Wortel 5-10
Hawthorne
berries
160-300 Kembang kol 60-80
Melon 13-33 Seledri 10
Jeruk, lemon 50 Collard green 100-150
Peach 7-14 Jagung 12
Raspberry 18-25 Kangkung 120-180
Rose hip 1000 Bawang perai 15-30
Srawberry 40-90 Gandum 0
Tangerine 30 Bawang 10-30
Kacang polong 10-30
Produk
asal ternak
Peterseli 170
Daging 0-2 Lada 125-200
Hati, ginjal 10-40 Kentang 10-30
Susu sapi 1-2 Padi 0
Bayam 50-90
Sumber: Combs, 1992
Asam askorbat hanya berfungsi sebagai vitamin pada primata (termasuk
manusia) karena mamalia lain dapat mensintesisnya dari glukosa. Asam askorbat
merupakan vitamin yang paling tidak stabil, mudah sekali teroksidasi oleh oksigen
dari atmosfir, atau karena aksi enzim askorbat-oksidase. Vitamin C terdapat dalam
dua bentuk, yaitu asam askorbat dan asam dehidroaskorbat.
Tabel 4. Kebutuhan rata-rata vitamin per orang per hari
Vitamin Nama lain Kebutuhan (mg)
Larut lemak:
Vitamin A Retinol 1,5-2,0
Vitamin D Kalsiferol 0,015
Vitamin E Tokoferol 5
Vitamin K Filokuinon 0,001 (disintesis flora usus)
Larut air:
Vitamin B1 Tiamin 0,5-1,0
Vitamin B2 kompleks Riboflavin
Nikotinamid
Asam folat
Asam pentotenat
1,0 (disintesis dalam tubuh)
1,0-2,0
3,0-5,0
Vitamin B6 Piridoksin 2,0
Vitamin B12 Kobalamin 0,001
Vitamin C Asam Askorbat 75,0
Vitamin H Biotin 0,25
Sumber : Jacob (1975)
Asam askorbat agak stabil dalam larutan asam, tetapi akan mengalami
dekomposisi bila terkena cahaya, dan dekomposisi ini akan dipercepat dengan
adanya alkali, oksigen, tembaga dan besi. Beberapa fungsi metabolisme vitamin C
yaitu sebagai kofaktor enzim, elektron transport, sintesis kolagen, metabolisme
tyrosin, meningkatkan bioavaibilitas Fe, reaksi anti-histamin, fungsi imun, anti
karsinogenik dan antioksidan (Combs, 1992).
Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa-senyawa yang dapat memperlambat atau
mencegah oksidasi lemak, asam nukleat ataupun molekul lainnya dengan
menghambat inisiasi atau perambatan reaksi rantai oksidasi. Terdapat dua kategori
dasar antioksidan, yaitu alami dan buatan (sintetis). Permintaan akan antioksidan
alami saat ini meningkat dengan sangat cepat, untuk digunakan dalam makanan atau
bahan obat-obatan, untuk menggantikan fungsi antioksidan sintetis, yang saat ini
penggunaannya mulai dilarang karena merupakan bahan karsinogenik. Buah-buahan
merupakan sumber alami antioksidan yang baik dan mengandung banyak
phytonutrient. Fitonutrien pada buah-buahan berpengaruh terhadap aktivitas
antioksidan terutama pada senyawa antosianin, fenolik dan senyawa flavonoid
lainnya. Senyawa-senyawa ini dapat beraksi secara terpisah ataupun bersama-sama
sebagai anti kanker atau sebagai agen cardio-protective dari berbagai mekanisme.
Aktivitas antioksidan dari senyawa phenolic sebagian besar dalam kaitannya dengan
sifat redox yang berperan sangat penting dalam penyerapan dan netralisasi radikal
bebas, menghambat singlet dan triplet oksigen atau dekomposisi peroksida (Wang,
2007)
Secara umum, buah-buahan dapat lebih mempertahankan kandungan gizinya
jika dibekukan dengan cepat, disimpan dalam kemasan kedap udara dan dithaw
dengan cepat. Suhu freezer sebaiknya -18oC atau lebih rendah. Penyimpanan
makanan pada suhu -22oC secara konstan hanya akan menyebabkan kehilangan
vitamin C sebanyak 25% dalam satu tahun. Konsentrasi gula yang tinggi (>20%)
melindungi antosianin. Kadar sukrosa yang cukup (13%) juga menunjukkan sedikit
peningkatan stabilitas antosianin (Wang, 2007).
Antioksidan adalah sejumlah komponen protein dan enzim yang disintesis
dalam tubuh yang berperan dalam menangkal oksidasi oleh radikal bebas, terdiri dari
katalase, superoksida dismutase, serta protein yang berikatan dengan logam, seperti
transferin dan seruloplasmin. Kadar antioksidan yang berasal dari protein ini
ditentukan oleh laju sintesis dalam tubuh sehingga tidak mudah untuk dimanipulasi
dari makanan sehingga dinamakan antioksidan endogen. Terdapat pula antioksidan
eksogen yang bersumber dari makanan, terdiri dari tokoferol (vitamin E), asam
askorbat (vitamin C), karotenoid (vitamin A) dan flavonoid. Antioksidan jenis
eksogen ini dapat dimodifikasi dengan makanan dan suplemen (Furkon, 2006).
Antioksidan pada prinsipnya merupakan ingredien yang melindungi kualitas
makanan dengan mencegah kerusakan akibat dari oksidasi lipid (Andarwulan dan
Hariyadi, 2005). Fungsi antioksidan adalah mentralisasi radikal bebas, sehingga
tubuh terlindungi dari pelbagai macam penyakit degeneratif dan kanker. Fungsi lain
antioksidan adalah membantu menekan proses penuaan atau antiaging. Antioksidan
didefinisikan sebagai zat yang dapat menetralisasi radikal bebas, sehingga atom dan
elektron yang tidak berpasangan menjadi tidak liar lagi atau stabil (Tapan, 2005).
Uji Organoleptik
Karakteristik sensori, seperti flavor, aroma dan tekstur memiliki peranan
penting pada penerimaan produk oleh konsumen. Keuntungan pengujian sensori
yaitu memberikan hasil pengukuran langsung, memberikan informasi langsung dari
respon konsumen dan dapat dibandingkan dengan hasil pengujian dengan
menggunakan alat. Selain itu, pengujian sensori juga dapat memberikan informasi
tambahan yang tidak didapatkan dari pengujian dengan alat, misalnya karakteristik
produk saat di dalam mulut, daya leleh (Muñoz et al., 1992).
Beberapa tipe uji sensori yang sering digunakan, yaitu Overall differences
test, difference from control, uji deskriptif, in/out of specification, typical
measurrement, deskripsi kualitatif dari produksi yang khas dan quality grading. Uji
ranking biasa digunakan dalam pengujian telur, minyak, es krim, produk susu dan
cumi-cumi. Beberapa komponen uji ranking, yaitu penilaian, sistem skor dimana tiap
kualitas berbeda mendapat nilai berbeda, penilaian kualitas secara menyeluruh dan
deskripsi karakteristik penilaian sensori (Muñoz et al., 1992).
Informasi kesukaan, pilihan dan keinginan konsumen terhadap penerimaan
produk dapat diketahui melalui pengujian dengan konsumen terlatih atau dengan
panelis tidak terlatih. Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui kesukaan terhadap
produk. Skala tingkatan kategori dari sangat suka, netral sampai sangat tidak suka,
dengan menggunakan angka yang berbeda untuk tiap kategori. Panelis menunjukkan
derajat kesukaan mereka terhadap produk dengan memilih kategori yang sesuai
untuk tiap sampel. (Watt et al., 1989).
Analisis Titik Impas (Break Even Point)
Analisis titik impas atau break even point diperlukan untuk mengetahui
hubungan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya produksi,
biaya lainnya baik bersifat tetap maupun variabel, dan laba atau rugi (Jumingan,
2008). Jika dianalisis dalam jangka pendek, skala usaha dapat dihubungkan dengan
analisis titik impas. Skala usaha yang berbeda akan meyebabkan titik BEP yang
berbeda, karena struktur biaya yang terjadi juga berbeda-beda. Titik impas adalah
hasil penjualan sama dengan biaya total produksi dimana perusahaan tidak
mengalami kerugian maupun laba (Cafah, 2009). Syarat penggunaan analisis titik
impas yaitu harus mengetahui total biaya tetap, biaya variabel rata-rata dan harga
satuan output (Stani, 2009).
Analisis titik impas (BEP) merupakan metode analisis keuntungan dengan
melihat perbandingan (nisbah) antara tingkat penerimaan dengan besarnya biaya
yang dikeluarkan. Handoko (2000) menyatakana bahwa analisis titik impas
digunakan untuk menentuka berapa jumlah produk (dalam rupiah atau unit keluaran)
yang harus dihasilkan agar perusahaan minimal tidak menderita rugi. Tidak hanya
semata-mata untuk mengetahui keadaan perusahaan yang break even point saja, akan
tetapi analisis break even mampu memberikan informasi kepada pimpinan
perusahaan mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungannya dengan
kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan.
Kuswadi (2005), menyatakan bahwa analisis titik impas selain dapat
digunakan untuk membantu menetapkan sasaran atau tujuan perusahaan, juga
mempunyai kegunaan-kegunaan lain, seperti:
1. untuk mengetahui hubungan volume penjualan (produksi), harga jual, biaya
produksi dan biaya-biaya lain serta mengetahui laba rugi perusahaan.
2. sebagai sarana merencanakan laba (profit planning).
3. sebagai alat pengendalian (controlling) kegiatan operasi yang sedang berjalan.
4. sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan harga jual.
5. sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan
kebijakan perusahaan, misalnya menentukan usaha yang perlu dihentikan atau yang
harus tetap dijalankan ketika perusahaan dalam keadaan tidak mampu menutupi
biaya-biaya tunai.
Rumus yang digunakan untuk menentukan titik impas yaitu:
BEP (dalam liter) = biaya tetap Harga satuan output – biaya variabel rata-rata
Asumsi-asumsi dalam analisis BEP sebagai berikut:
1. biaya-biaya dapat ddintefikasikan sebagai biaya variabel atau biaya tetap.
2. biaya tetap tidak mengalami perubahan meskipun volume produksi berubah atau
kegiatan berubah. Hubungan antara biaya tetap dan biaya variabel tidak bervariasi.
3. biaya variabel per unit tetap sama. Biaya variabel akan berubah secara
proporsional dalam jumlah keseluruhan, tapi biaya per unitnya akan tetap sama.
4. harga jual per unit sama, berapa pun jumlah unit produk yang terjual.
5. perusahaan hanya menjual atau memproduksi satu jenis produk. Jika menjual lebih
dari satu jenis produk , harus dianggap sebagai satu jenis produk dengan kombinasi
yang selalu tetap, atau dengan kata lain bauran penjualannya konstan.
6. pada saat mengestimasi besarnya BEP, barang yang diproduksi dianggap terjual
semua dalam periode yang bersangkutan. Jadi, tidak ada sisa produk atau persediaan
akhir.
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2009 di
Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi.
Materi
Bahan
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah susu segar,
yoghurt probiotik, gula, gum arab, kuning telur ayam, jambu biji merah, ekstrak
rosella, kultur starter bakteri, indikator fenolftalein, indikator pati, larutan NaOH,
larutan HCl, larutan buffer natrium fosfat, larutan BPW, petrolium eter, enzim
termamyl, enzim pepsin, enzim pankreatin, media agar MRSA, larutan etanol 95%,
larutan etanol 78% dan larutan aseton.
Alat
Alat-alat yang akan digunakan yaitu panci, kompor, mixer, thermometer,
sendok pengaduk, timbangan, refrigerator, ice cream maker (alat pembuat es krim)
merk Gelato Chef 2500 Proffesional Italia, freezer, stopwatch, penangas air, kemasan
berupa gelas plastik, pH meter, oven, labu erlenmeyer, kertas saring, desikator, tanur,
timbangan, saringan, inkubator dan gelas.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pembuatan
yogurt probiotik dan ekstrak rosella. Pembuatan yogurt probiotik dengan
menggunakan kultur starter bakteri Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus
thermophillus dan Lactobacillus acidophilus. Pembuatan Ekstrak rosella dengan
merebus 20 mg rosella basah dalam 1 liter air pada suhu 100°C selama 20 menit serta
pengujian kandungan vitamin C dan serat pangan. Gambar 1 menunjukkan diagram
alir proses pembuatan yogurt probiotik.
Tahap kedua adalah pembuatan es krim probiotik dengan penambahan
ekstrak rosella pada level yang berbeda. Proses pembuatan es krim menurut Buckle
et al. (1985) meliputi tahap pencampuran bahan, pasteurisasi, homogenisasi,
pembekuan dan pembuihan serta pengemasan dan pengerasan.
Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Yogurt Probiotik
Es krim probiotik IC-ROZE dibuat dengan tahapan sebagai berikut:
1. Bahan-bahan cair ditimbang dan dimasukkan dalam panci pencampur. Panci
dipanaskan sampai kira-kira 40-50°C, lalu bahan-bahan kering seperti gula,
garam dan bahan penstabil ditambahkan dan dicampurkan supaya larut dengan
baik.
2. Campuran adonan es krim dipasteurisasi seperti halnya pada susu, tetapi dengan
menggunakan panas dan waktu yang lebih lama untuk mengatasi masalah
Susu skim
segar
Pasteurisasi (80° C; 30 menit)
Penyaringan I
Inokulasi 5% kultur starter
Inkubasi selama 7 jam
(42-45° C)
Penyaringan II
Stirred yogurt probiotik
Pendinginan (42-45° C)
Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Yogurt Probiotik
pengaruh perlindungan terhadap penghancuran bakteri yang disebabkan oleh
lemak dan gula yang ditambahkan. Proses pasteurisasi yang biasa dipakai adalah
25 detik pada suhu 80°C.
3. Homogenisasi dilakukan ketika campuran masih panas. Homogenisasi dilakukan
dengan mixer selama 10 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Homogenisasi
berfungsi untuk mencegah tercampur-aduknya susu selama pembuihan,
mengurangi waktu yang diperlukan bagi “pematangan” campuran dan
mempengaruhi kekentalan, sehingga akan memperbaiki tekstur dan massa
(body) es krim. Campuran itu kemudian didinginkan (proses aging) sampai suhu
mencapai 4°C di dalam refrigerator selama 12-24 jam.
4. Ekstrak rosella, buah jambu biji merah yang telah diblansir dan yogurt probiotik
dihancurkan dalam blender serta didinginkan terlebih dahulu selama 12-24 jam
di dalam refrigerator. Setelah itu dihomogenisasi menjadi satu dengan adonan
es krim.
5. Pembekuan dan pembuihan dengan menggunakan ice cream maker selama 45
menit memberikan pengaruh penting pada tekstur es krim yang mengeras.
Tujuannya adalah membekukan sampai suhu terendah, secepat mungkin serta
mendapatkan kenaikan volume es krim yang cukup selama pembekuan, akibat
penyatuan gelembung udara yang halus dalam proses pembuihan. Biasanya,
kelebihan itu mencapai kira-kira 100%-120% untuk mendapatkan tekstur yang
paling diharapkan. Pembekuan dan pembuihan merupakan suatu proses yang
terus menerus pada suhu -10°C. Pembekuan harus dilakukan secepat mungkin
untuk menghindari terbentuknya kristal es yang besar, sehingga tidak
mendapatkan tekstur es krim yang kasar.
6. Pengemasan dilakukan pada saat es krim dikeluarkan dari ice cream maker. Es
krim harus segera dikemas dan dipindahkan ke freezer untuk proses pengerasan
(hardening) pada suhu terjaga tetap -20 sampai -50°C selama 24 jam.
Tahap ketiga adalah pengujian sifat fisik dan organoleptik yang meliputi
overrun, viskositas, waktu leleh, nilai pH, total asam tertitrasi dan uji organoleptik
mutu hedonik. Gambar 2 menunjukkan diagram alir proses pembuatan es krim
yogurt probiotik “IC-ROZE”.
Penimbangan
Bahan
Bahan I: susu segar, cremodan-
SIM 0,85%, gula pasir (13%)
dan garam secukupnya
Bahan II: kuning telur ayam (2.13%) yang telah dimixer hingga
mengembang dan berwarna putih
Pencampuran Bahan
Pasteurisasi (80°; 25 detik)
Pendinginan (45° C)
Pendinginan (4°C)
Aging/ Penuaan (4°C;24 jam)
Air Incorperation/ Penyergapan Udara (-5°C; 45 menit)
Pengerasan (-20°C)
Es Krim Yogurt Probiotik
“IC-ROZE”
Pengemasan
buah jambu bji merah
(35%), yogurt 60% dan
ekstrak rosella (0%, 5%
dan 10%) yang telah
didinginkan
Homogenisasi
Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Es Krim Yogurt Probiotik “IC-ROZE”
Perlakuan
Penelitian ini mengunakan tiga macam formula adonan es krim berdasarkan
variasi penambahan ekstrak rosella dalam adonan. Formula adonan yang akan
digunakan pada penelitian ini ditampilkan pada Tabel 6.
Tabel 5. Komposisi adonan es krim yogurt probiotik yang digunakan dalam penelitian
Formula Perlakuan
R1 R2 R3
Adonan Es Krim 1 bagian 1 bagian 1 bagian
Susu full cream 41,39% 27,56% 20,69%
Kuning telur 1,07% 0,71% 0,53%
Karagenan 0,05% 0,03% 0,025%
Gula pasir 7,5% 5,0% 3,75%
Sub total 50% 33,3% 25%
*Adonan Mix Yogurt 1 bagian 2 bagian 3 bagian
Yogurt probiotik 32,5% 43,29% 48,75%
Jambu biji merah 12,5% 16,65% 18,75%
Ekstrak rosela 5% 6,66% 7,5%
Sub total 50% 66,7% 75%
Total 100% 100% 100%
Sumber: Arbuckle (1986), Ardiyastuti (2001) dan Leli (2001) yang dimodifikasi
Peubah yang diamati
Peubah yang diukur dan diamati pada penelitian ini adalah sifat fisik, kimia
dan organoleptik es krim berupa overrun, viskositas, waktu leleh, jumlah bakteri
asam laktat, nilai pH, total asam tertitrasi, kadar air, jumlah padatan, kadar protein,
kadar lemak, kadar serat pangan, kadar vitamin C dan uji organoleptik terhadap
warna, aroma, rasa, keasaman, tekstur dan penerimaan umum es krim.
Overrun (Arbuckle, 1996). Pengembangan volume es krim dinyatakan sebagai nilai
overrun dan dihitung berdasarkan perbedaan volume es krim dengan volume adonan
pada massa yang sama atau berdasarkan perbedaan massa es krim dan massa adonan
pada volume yang sama (Arbuckle, 1996). Nilai overrun dihitung berdasarkan
rumus:
Overrun =
W1 = berat adonan (g)
W2 = berat es krim (g)
Penimbangan berat adonan pada volume yang sama yaitu 120 ml, dilakukan
sebelum proses pendinginan dan penimbangan berat es krim dilakukan setelah es
krim dihasilkan oleh ice cream maker, sebelum es krim dimasukkan ke dalam ruang
pengeras.
Waktu Leleh (Arbuckle, 1986). Pengukuran waktu leleh dilakukan terhadap es
krim yang telah dikeraskan selama 24 jam.Waktu leleh diukur dengan cara sebagai
berikut: sebanyak 10 g es krim ditempatkan pada saringan dan ditampung oleh
gelas, lalu dibiarkan mencair pada suhu 25 dan 37° C. Suhu 25 °C adalah suhu ruang
di laboratorium dan suhu 37 °C adalah suhu inkubator yang diasumsikan sesuai
dengan suhu tubuh manusia normal. Waktu leleh adalah waktu yang dibutuhkan
untuk mencair sempurna pada suhu tersebut dengan menggunakan satuan menit.
Viskositas (Manual Laboratory Brookfield Viscometer, 2006). Pengukuran
viskositas dilakukan dengan menggunakan alat Brookfield Viscometer. Sebelum
diukur, sampel dilelehkan dan dibiarkan hingga mencapai suhu ruang. Rotor
dipasang pada alat dan dicelupkan ke dalam sampel yang ditempatkan dalam wadah.
Rotor akan berputar dan jarum penunjuk arah bergerak sampai diperoleh nilai
viskositas produk. Pembacaan nilai viskositas dilakukan saat jarum penunjuk stabil.
Nilai pH (DSN, 1992). Pengukuran nilai pH menggunakan pH meter. Sebelum
digunakan, alat dikalibrasi dengan larutan buffer pH 4 dan 7. Sampel sebanyak 10 ml
diambil dan selanjutnya elektroda pH meter dicelupkan ke dalam sampel tersebut.
Nilai yang dibaca adalah nilai saat pH meter telah stabil.
Total Asam Tertitrasi (DSN, 1992). Pengukuran total asam tertitrasi pada es krim
diukur dengan metode titrasi yang dinyatakan sebagai persentase asam laktat. Sampel
es krim yang telah dicairkan sebanyak 10 ml dipipet ke dalam labu erlenmeyer,
kemudian ditambahkan indikator fenolftalein (PP) 2-3 tetes dan dititrasi dengan
NaOH 0,1 N. Titrasi dihentikan apabila telah terjadi perubahan warna merah muda
yang tetap.
Total asam tertitrasi (% asam laktat) =
Keterangan: N = Normalitas NaOH
V1 = Warna titran (volume NaOH)
Eqwt = Besar equident asam yang dominan
V2 = Volume sampel
Uji Organoleptik (Rahayu, 1998). Uji hedonik terhadap es krim dilakukan dengan
menggunakan skala penilaian satu sampai lima (1=sangat tidak suka, 2=tidak suka,
3=netral, 4=suka, 5=sangat suka) untuk kesan cita rasa, aroma, tekstur, warna,
keasaman, daya leleh dan penerimaan secara umum.
Analisis Kelayakan Ekonomi. Analisis kelayakan ekonomi meliputi analisis biaya
produksi, analisis biaya pokok dan analisis titik impas. Analisis biaya produksi dapat
dihitung menggunakan rumus (Pramudya dan Dewi, 1992):
BT = BTT + BVT
Keternangan:
BT = Biaya Total (Rp)
BTT = Biaya Tetap Total (Rp)
BVT = Biaya Variabel Total (Rp)
Biaya pokok produksi adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi suatu barang, sehingga barang tersebut dapat digunakan. Menurut
Pramudya dan Dewi (1992), biaya pokok dapat dihitung dengan menggunakan
rumus:
keterangan:
BP = Biaya Pokok (Rp/unit)
BT = Biaya Total (Rp)
PT = Produksi Total (unit)
Analisa titik impas (break even point) adalah suatu cara untuk mengetahui
volume produksi berapakah perusahaan tersebut mengalami kerugian atau mendapat
keuntungan. Menurut Jumingan (2008), untuk menghitung titik impas produksi dapat
digunakan empat rumus, yaitu:
Keterangan:
BEP = Titik Impas Produksi (unit)
FC = Biaya Tetap Produksi (Rp)
1 = konstanta
= variable cost ratio (VCR – perbandingan antara biaya variabel dengan hasil
penjualan
Apabila produksi dan penjualan berada pada titik impas, berarti perusahaan
tersebut tidak akan mengalami kerugian maupun mendapat keuntungan dengan
menjual sebanyak TIP unit. Sedangkan jika ingin mendapatkan keuntungan
makaharus menjual lebih dari TIP unit.
Dimana = marginal income rasio (rasio pendapatan marginal dengan hasil
penjualan). MIR = 1 – VCR
Keterangan:
P = harga jual per unit
V = biaya variabel per unit
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan
acak lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan. Unit percobaan yang diamati adalah es
krim. Perlakuan yang diberikan pada unit percobaan adalah taraf pemberian ekstrak
rosella yaitu 0%, 5% dan 10%. Peubah yang diamati adalah overrun, waktu leleh,
viskositas, nilai pH, total asam tertitrasi, dan uji organoleptik mutu hedonik.
Model rancangan percobaannya berdasarkan Steel dan Torrie (1993) adalah:
Yij = µ+αi+ℇij
Dimana: i = 1, 2, 3, 4
j = 1, 2
Keterangan:
Yij = Respon pengaruh faktor penggunaan ekstrak rosella pada es krim pada
konsentrasi ke-i dan ulangan ke-j
µ = Nilai rata-rata umum
αi = Pengaruh penambahan ekstrak rosella pada konsentrasi ke-i
ℇij = Pengaruh galat percobaan
Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut:
H0 = Penambahan ekstrak rosella tidak berpengaruh terhadap sifat fisik dan
organoleptik es krim yang dihasilkan
H1 = Penambahan ekstrak rosella berpengaruh terhadap sifat fisik dan organoleptik
es krim yang dihasilkan
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis ragam pada taraf beda
nyata 5% (P<0,05). Jika hasil analisis ragam berbeda nyata, dilanjutkan dengan uji
lanjut beda nyata jujur (uji Tukey). Data hasil uji organoleptik diuji dengan uji
nonparametrik Kruskal Wallis. Uji Kruskal Wallis ini bertujuan untuk mengetahui
apakah terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan dan ranking. Apabila hasil
analisis menunjukkan adanya pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji Multiple
Comparison yang bertujuan untuk mengetahui perlakuan mana saja yang
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter yang dianalisis.
RENCANA BIAYA
No. Bahan Rincian Jumlah (Rp)
1. Susu cair 9 liter x @ Rp 6.000,- 54.000
2. Susu skim 5 liter x @ Rp. 9.000,- 45.000
3 Sukrosa (gula tebu) 2 kg x @ Rp. 4000,- 8.000
4. Cremodan-SIM 15.000
5. Jambu biji merah 2 kg x@ Rp 8.000,- 16.000
6. Rosella kering 1/2 kg x @ Rp 80.000,- 40.000
7. Pembelian bahan-bahan kimia 250.000
8. Analisis kandungan gizi
-Kandungan serat pangan
-Kandungan vitamin C
4 p x 3 u x Rp 100.000,-
4 p x 3 u x Rp 125.000,-
1200.000
1500.000
9. Peminjaman alat 100.000
10. Analisis organoleptik 250.000
11. Dokumentasi 50.000
12.
Pembuatan proposal dan
perbanyakan laporan akhir
6 x @ Rp 20.000,- 120.000
TOTAL 2.344.000
DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan, N. dan P. Hariyadi. 2005. Optimasi produksi antioksidan pada proses
perkecambahan biji-bijian dan diversifikasi produk pangan fungsional dari
kecambah yang dihasilkan. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing.
Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Arbuckle, W. S. 1986. Ice Cream. The AVI Publishing Company, hc., Westport,
Connecticut.
Astawan, M. dan AL. Kasih. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Bassette, Richard and Judith S. Acosta. 1988. Composition of Milk Products. Dalam:
Fundamentals of Dairy Chemistry. 3rd Ed. Wong, Noble P (Ed). Van
Nostrand Reinhold, New York.
Bourne, G. H. 1978. Human and Veterinary Nutrition. World Review of Nutrition
and Dietetics. Vol. 30., New York.
Cafah, G.F. 2009. Analisis biaya produksi pada usaha produksi tahu di pabrik tahu
Bandung Raos Cap Jempol, Dramaga, Bogor. Skripsi. Departemen Teknik
Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.
Combs, G. F. 1992. The Vitamins: Fundamental Aspects in Nutrition and Health.
Academic Press, Inc., London.
Cross, H. R. and A. J. Overby. Meat Science, Milk Science and Technology. Elsevier
Science Publisher, Amsterdam.
Dewan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan
Minuman. Standar Nasional Indonesia, Jakarta.
Fasoyiro, S.B., O.A. Ashaye, A. Adeola and F.O. Samuel. 2005. Chemical and
Storability of Fruit-Flavoured (Hibiscus sabdariffa) Drinks. World Journal of
Agricultural Sciences 1 (2): 165-168.
Furkon, L.A. 2006. Konsumsi pangan sumber antioksidan mahasiswa TPB-IPB serta
kaitannya dengan daya tahan tubuh terhadap penyakit flu dan diare akibat
infeksi. Laporan Penelitian Dosen Muda. Departemen Gizi Masyarakat.
Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Gassama-Dia, Y.K., D. Sane and M. Ndoye. 2004. Direct genetic transformation of
Hibiscus sabdariffa L. African Journal of Biotechnology. Vol. 3(4):226-228
Goff, H.D. and R.W. Hartel. 2004. Ice Cream and Frozen Desserts. Dalam:
Handbook of Frozen Foods. Y.H. Hui, P. Cornillon, I.G. Legaretta, M.H.
Lim, K.D. Murrell and Wai-Kit Nip (Eds). Marcel Dekker, Inc., New York.
Gould, W.P. and A. Raga. 2002. Pests of Guava. Dalam: Tropical Fruits Pests and
Pollinators: Biology, Economic Importance, Natural Enemies and Control.
J.E. Pena, J.L. Sharp and M. Wyoski. CABI Publishing, New York.
Handoko, T. 2000. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE,
Yogyakarta.
Indrasari, S.D. 2006. Padi Aek Sibundong: Pangan Fungsional. Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. No. 6. Vol. 28.
Jacob, A. 1975. La Nutrition. Presses Universitarres den France, Paris.
Jenness, R. 1988. Composition of Milk. Dalam: Fundamentals of Dairy Chemistry.
3rd Ed. Wong, Noble P (Ed). Van Nostrand Reinhold, New York
Judkins, H.F and H. A. Keener. 1966. Milk Production and Processing. John Wiley
and Sons, Inc., New York.
Jumingan. 2008. Analisis Laporan Keuangan. PT. Bumi Aksara, Jakarta
Kuswadi. 2005. Meningkatkan Laba Melalui Pendekatan Akuntansi Keuangan dan
Akuntansi Biaya. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Limbong, W.H. dan P. Sitorus. 1989. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu-
ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. IPB, Bogor.
Lock, A.L. and K.J. Shingfield. 2004. Optimising Milk Composition. Dalam:
Dairying: using science to meet consumers’ needs. E. Kebreab, J.A.N. Mills
and D.E. Beever. Nottingham University Press, Nottingham.
Manual Laboratory Brookfield Viscometer. 2006. More Solutions to Aticky
Problems: A Guide to Gettingmore from Your Brookfield Viscometer.
Brookfield Engineering Labs., Inc. Middwboro, USA.
Muchtadi, D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Dept. Pendidikan dan Kebud.
Dirjend Dikti. Pusat Antar Univeritas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Mulyadi. 1986. Akuntansi Biaya, Penentuan Harga Pokok Produksi dan
Pengendalian Biaya. BPFE, UGM. Yogyakarta.
Muñoz, A.M., G.V. Civille and B.T. Carr. 1992. Sensory Evaluation in Quality
Control. Van Nostrand Reinhold, New York
Nakasone, H.Y. and R.E. Paull. 1999. Tropical Fruits. CAB Internasional, New
York.
Recommended Dietary Allowance. 8th ed. (National Academy of Science,
Washington).
Rismunandar. 1989. Tanaman Jambu Biji. Sinar Baru, Bandung
Riyanto, B. 1993. Dasar-dasar Pembelajaran Perusahaan. Edisi Ketiga. Yayasan
Penerbit Gajah Mada, Yogyakarta.
Robinson, R.K., J.A. Lucey and A.Y. Tamime. 2006. Manufacture of Yoghurt.
Dalam: Fermented Milks. Tamime, A. Y (Ed). Blackwell Science Ltd.,
Oxford.
Sizer, F. S. and E. N. Whitney. 2008. Nutrition Concepts and Controversies. 11th
Edition. Thomson Wadsworth, Belmont.
Soemarsono. 1984. Peranan Harga Pokok dalam Penentuan Harga Jual. ESG,
Jakarta.
Stani, D. 2009. Analisis struktur biaya usaha ternak kambing perah (kasus: tiga skala
pengusahaan di Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis. Fakultas
Ekonomi dan Manajemen. IPB, Bogor.
Sudarsono. 1986. Pengantar Ekonomi Mikro. LP3ES, Jakarta
Tamime, A. Y. and V. M. E. Marshall. 1997. Microbiology and technology of
fermented milks. Dalam: Microbiology and Biochemistry of Cheese and
Fermented Milk. 2nd Edition. Law, B. A. (Ed). Blackie Academic and
Professional, London
Tamime, A. Y., A. Skriver dan L.E. Nilsson. 2006. Starter Cultures. Dalam:
Fermented Milks. Tamime, A. Y (Ed). Blackwell Science Ltd., Oxford.
Tapan, E. 2005. Kanker, Antioksidan dan Terapi Komplementer. PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta
Tsai, P.J., J. McIntosh, P. Pearce, B. Camden, and B.R. Jordan. 2002. Anthocyanin
and antioxidant capacity in Roselle (Hibiscus Sabdariffa L.) extract. J. Food
Research International. 35 (2002):351-356.
Wang, S.Y. 2007. Fruits with High Antioksidant Activity as Functional Food.
Dalam: Functional Food Ingredients and Nutraceuticals: Processing
Technologies. John Shi (Ed). CRC Press, Boca Raton
Wasis. 1988. Pengantar Ekonomi Perusahaan. Alumni, Bandung.
Watts, B.M., G.L. Ylimaki, L.E. Jeffery, L.G. Elias. 1989. Basic Sensory Methods
for Food Evaluation. International Development Research Centre, Ottawa
Winton, A. L. and K. B. Winton. 1949. The Structure and Composition of Food.
Volume III. John Wilwy & Sons, Inc., New York.
Wong, P., Y.H.M. Salmah and Y.B. Cheman, 2002. Physico-chemical characteristics
of roselle (Hibiscus sabdariffa l.). Nutr. and Food Sci., 32: 68-73.