Download - Short Case 1 (Neuro)
-
7/29/2019 Short Case 1 (Neuro)
1/22
STATUS KEPANITERAAN KLINIK
SMF ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT OTORITA BATAM
Nama Mahasiswa : I Gusti Agung Ayu Widyarini
Nim : 030.09.113
Dokter Pembimbing : dr. H. Agus Permadi, Sp.S
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. BK
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Nelayan
Agama : Islam
Suku : Melayu
Alamat : Tiban
Tanggal masuk RS : 31 Juli 2013
No MR : 33-43-54
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 27 Agustus 2013 pukul 09.30 WIB di
Bangsal Teratai RSOB.
Keluhan Utama :
- Penurunan kesadaran sejak 2 jam SMRS
Keluhan Tambahan :
1
-
7/29/2019 Short Case 1 (Neuro)
2/22
- Kejang 2 jam SMRS
- Demam sejak 1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat/ IGD Rumah Sakit Otorita Batam RSOB
dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 2 jam SMRS. Pasien mengalami pingsan
sesaat setelah mengalami kejang di rumah. Kejang terjadi di seluruh tubuh, kejang
berlangsung sekitar 10 menit. Badan pasien bergerak-gerak dan mata pasien menatap ke
satu sisi saja. Lidah tergigit dan mulut berbusa disangkal. Pasien juga tidak dapat
menggerakkan anggota gerak kanan dan kiri. Pasien juga buang air kecil spontan. Sejak
1 hari SMRS pasien mengalami demam dan suhu tinggi dengan perabaan tangan.
Terdapat peningkatan frekuensi buang air besar sebanyak 5x dalam sehari, dengan
konsistensi cair, tidak berdarah, dan tidak berlendir.
Sejak 1 bulan terakhir pasien mengalami kelumpuhan di tubuh bagian kanan.
Anggota gerak kanan dirasakan kaku dan tidak bisa digerakkan. Pasien juga
mengeluhkan nyeri kepala berdenyut sejak 1 bulan terakhir. Terdapat penglihatan dobel
pada pasien. Pasien mengobati penyakitnya dengan membeli obat-obatan yang pasien
lupa namanya di apotik. Setiap minum obat, keluhan pasien berkurang, dan keluhan
kambuh lagi setiap obat habis. Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami hal serupa. Riwayat hipertensi dan
diabetes mellitus tidak diketahui karena pasien jarang ke dokter. Pasien mempunyai
riwayat asma sejak kecil, dengan faktor pencetus udara dingin. Riwayat sakit jantung
disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, dan sakit jantung disangkal. Pasien tidak
mengetahui riwayat atopi dikeluarganya.
Riwayat Kebiasaan
2
-
7/29/2019 Short Case 1 (Neuro)
3/22
Pasien seorang perokok berat sejak remaja, dan sudah berhenti merokok sejak 4 tahun
yang lalu. Pasien juga gemar minum alkohol. Pasien bekerja sebagai nelayan, dan sering
begadang.
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Dilakukan tanggal 31 Juli 2013 di IGD RS Otorita Batam
Keadaan umum : tampak sakit berat
Kesadaran : somnolen
GCS : E3M5V4 12
Tanda vital
- TD 161/80 mmHg
- Nadi 109 kali/ menit
- Suhu 39,8 C
- Pernapasan 20 kali/ menit
Status generalis
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid (-), massa (-)
Thorax
- Inspeksi : Pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis
- Auskultasi : Vesikuler kiri dan kanan, ronki -/-, wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
- Inspeksi : Datar, jejas (-)
- Palpasi : Nyeri tekan (-), supel
- Perkusi : Timpani
3
-
7/29/2019 Short Case 1 (Neuro)
4/22
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
- Atas : akral hangat
- Bawah : akral hangat
b. Dilakukan tanggal 27 Agustus 2013 di IGD RS Otorita Batam
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
GCS : E4M6V5 15
Tanda vital
- TD 130/80 mmHg
- Nadi 88 kali/ menit
- Suhu 36,7 C
- Pernapasan 16 kali/ menit
Status generalis
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid (-), massa (-)
Thorax
- Inspeksi : Pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis
- Auskultasi : Vesikuler kiri dan kanan, ronki -/-, wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
- Inspeksi : Datar, jejas (-)
- Palpasi : Nyeri tekan (-), supel
4
-
7/29/2019 Short Case 1 (Neuro)
5/22
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
- Atas : akral hangat
- Bawah : akral hangat
Status Neurologis
Pemeriksaan pupil
- Diameter : 3 mm/ 3 mm, isokor
- Refleks cahaya langsung : +/+
- Refleks cahaya tidak langsung : +/+
Pemeriksaan tanda rangsang meningeal
- Kaku kuduk : (-)
- Laseque sign : (-)
- Kernigs sign : (-)
- Brudzinski I : (-)
- Brudzinski II : (-)
Nervus cranialis
N. I (Olfaktorius)
Daya penghidu : Normal
N. II (Optikus)
Visus : Tidak dilakukan
Lapangan pandang : Normal
N. III (Okulomotorius)
Reflex cahaya langsung : (+/+)
Reflex cahaya konsensuil : (+/+)
Bentuk pupil : Bulat, isokor
Ptosis : (-/-)
Strabismus divergen : (-/-)
Gerak bola mata : Normal
5
-
7/29/2019 Short Case 1 (Neuro)
6/22
N. IV (Troklearis)
Strabismus konvergen : (-/-)
Gerak bola mata : Normal
N. V (Trigeminus)
Menggigit : (+)
Membuka mulut : (+)
Sensibilitas wajah : (+)
Reflex kornea : (+/+)
Reflex masseter : (+)
Gerakan mengunyah: (+)
N. VI (Abdusen)
Strabismus konvergen : (-/-)
Diplopia : (+/+)
Gerak bola mata lateral : Normal
Nystagmus : (-/-)
N. VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi : Normal Bersiul : (+/+)
Mengedip : (+/+) Meringis : (+/+)Menutup mata : (+/+) Tic facialis : (-/-)
Lakrimasi : t.d.l Daya kecap 2/3 ant : t.d.l
Mengembungkan pipi: (+/+)
N. VIII (Vestibulo-koklearis)
Tes berbisik : (+/+)
Tes Rinne : t.d.l
Tes Weber : t.d.lTes Schwabach : t.d.l
N. IX (Glosofaringeus)
Reflex muntah : t.d.l Suara sengau : (+)
Daya kecap 1/3 post : t.d.l
N.X (Vagus)
Bersuara : (+) Menelan : (+)
N.XI (Asesorius)
6
-
7/29/2019 Short Case 1 (Neuro)
7/22
Memalingkan kepala : (+/+) Kekuatan bahu : (+/+)
Sikap bahu : Simetris Trophy otot bahu : Eutrophy
N. XII (Hipoglosus)
Artikulasi : Normal Deviasi lidah : (-)Tremor : (-) Kekuatan lidah : t.d.l
PemeriksaanMotorik
Tonus
o Ekstremitas atas : Hipotonus lengan atas kiri
o Ekstremitas bawah : Normal
Kontur otot
o Eutrofi
o Hipertrofi (-)
Lengan Atas Lengan Bawah Tangan
D S D S D S
Kekuatan 5 4 5 4 5 4
Tonus N hipotonus N hipotonus N hipotonus
Tungkai Atas Tungkai Bawah Kaki
D S D S D SKekuatan 5 5 5 5 5 5
Tonus N N N N N N
Reflex fisiologis dextra/sinistra
Bisep +/-, Triceps -/-, Patella +/-, Achilles -/-
Reflex patologis D/S
Babinski -/-, Chaddock -/-, Shaeffer -/-
Gordon -/-, Oppenheim -/-, Hoffman-tromner -/-
Sensorik, Otonom, Koordinasi
Kesan sensorik : Normal
Otonom
Inkontinensia urin (-)
Inkontinensia alvi (-)
Retensio urin (-)
Koordinasi
7
-
7/29/2019 Short Case 1 (Neuro)
8/22
Finger to point test : kiri tidak dapat dilakukan
Disdiadokinesis : kiri tidak dapat dilakukan
Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 31 Juli 2013
Parameter Nilai Nilai Rujukan Satuan
HGB 12,7 11,0-16,5 g/dL
RBC 4,09 3,8-5,8 106/uL
HCT 38,6 35,0-50,0 %
MCV 94,4 80,0-97,0 fL
MCH 31,1 26,5-33,5 pg
MCHC 32,9 31,5-35,0 g/dL
RDW-CV 12,8 10,0-15,0 %
WBC 11,45 4-11 103/uL
EOS% 0,2 0-4 %
BASO% 0,2 0-1 %
NEUT% 76,9 46-75 %
LYMPH% 19,3 17-48 %
MONO% 3,4 4-10 %
EO# 0,02 - 103/uL
BASO# 0,02 - 103/uL
NEUT# 8,81 - 103/uL
LMPH# 2,21 - 103/uL
MONO# 0,39 - 103/uL
PLT 305 150-450 103/uL
RDW 11,8 10,0-18,0 fL
MPV 10,6 6,5-11,0 fL
LED 5 0 - 20 mm/ jam
Na+ 128 135-147 mmol/L
8
-
7/29/2019 Short Case 1 (Neuro)
9/22
K+ 3,9 3,5-5,0 mmol/L
Cl- 107 94-111 mmol/L
Urea 34,5 13-43 mg/dl
Creatinine 0,9 0,60-1,30 mg/dl
GDS 220 70 - 140 mg/dl
Tanggal 2 Agustus 2013
Pemeriksaan Hasil Satuan Intepretasi Hasil
IgM anti Toxoplasma 0,06 IU/ml Negatif: < 0,55
Positif : 0,65
IgG anti Toxoplasma 141 IU/ml Negatif: < 4
Positif : 8
HIV - - -
Tanggal 23 Agustus 2013
Parameter Nilai Nilai Rujukan Satuan
HGB 11,4 11,0-16,5 g/dL
RBC 3,72 3,8-5,8 106/uL
HCT 33,3 35,0-50,0 %
MCV 89,5 80,0-97,0 fL
MCH 30,6 26,5-33,5 pg
MCHC 34,2 31,5-35,0 g/dL
RDW-CV 12,6 10,0-15,0 %
WBC 9,65 4-11 103/uL
EOS% 5,5 0-4 %
BASO% 0,5 0-1 %
NEUT% 68,9 46-75 %
LYMPH% 16,3 17-48 %
9
-
7/29/2019 Short Case 1 (Neuro)
10/22
MONO% 8,8 4-10 %
EO# 0,53 - 103/uL
BASO# 0,05 - 103/uL
NEUT# 6,65 - 103/uL
LMPH# 1,57 - 103/uL
MONO# 0,85 - 103/uL
PLT 314 150-450 103/uL
RDW 9,1 10,0-18,0 fL
MPV 8,9 6,5-11,0 fL
LED 7 0 - 20 mm/ jam
Bilirubin total 0,08 < 1,10 mg/dl
Bilirubin direk 0,21 0,30 mg/dl
SGOT 37 < 38 U/l
SGPT 60 < 41 U/l
Alkali phosphatase 116 40 129 U/l
Total protein 5,8 6,6 8,7 g/dl
Albumin 3,9 3,4 4,8 g/dl
Globulin 1,9 1,3 2,7 g/dl
Na+ 132 135-147 mmol/L
K+ 4,1 3,5-5,0 mmol/L
Cl- 100 94-111 mmol/L
Urea 26,8 13-43 mg/dl
Creatinine 0,46 0,60-1,30 mg/dl
GDS 103 70 - 140 mg/dl
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan CT-scan kepala kontras
10
-
7/29/2019 Short Case 1 (Neuro)
11/22
Tanggal 31 Juli 2013
Kesan : tampak nodul multiple pada hemisfer serebri bilateral (parietalis kiri kanan,
temporalis kiri kanan, oksipitalis kiri kanan, frontal kanan) dan pada serebelum kanan,
tampak juga perifokal udem disekitar nodul
Tanggal 25 Agustus 2013
11
-
7/29/2019 Short Case 1 (Neuro)
12/22
Pemeriksaan rontgen thoraks
Kesan : gambaran foto thoraks normal, CTR 46 %, tidak tampak peningkatan corakan
bronkovaskuler, tidak tampak gambaran infiltrate
IV. Resume
Pasien, laki-laki, Tn. BK datang ke Instalasi Gawat Darurat/ IGD Rumah Sakit Otorita
Batam RSOB dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 2 jam SMRS. Pasien mengalami
pingsan sesaat setelah mengalami kejang di rumah. Kejang terjadi di seluruh tubuh, kejang
berlangsung sekitar 10 menit. Pasien juga mengalami tetraparese. Sebelumnya pasien
12
-
7/29/2019 Short Case 1 (Neuro)
13/22
mengalami demam dan diare. Terdapat riwayat hemiparese dextra dan nyeri kepala sejak 1
bulan SMRS. Pasien juga mengalami diplopia. Pada pemeriksaan fisik pertama kali pada
tanda vital terdapat hipertensi stage 2, febris, dan takikardia, kesadaran pasien somnolen.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan keadaan leukositosis, hiponatremia, dan
pemeriksaan serologi untuk Toxoplasma positif. Pada hasil CT scan kepala didapatkan
multiple nodul dengan udem pada hemisfer serebri bilateral. Pada saat pemeriksaan
selanjutnya (hari ke-23 perawatan) pasien mengalami perbaikan. Dari pemeriksaan
neurologis didapatkan bahwa ekstremitas kiri dan kanan pasien sudah dapat digerakkan.
Namun pada ekstremitas kiri didapatkan keadaan hipotonus dibandingkan bagian kanan.
V. Diagnosis Kerja
Diagnosis Klinis : Tetraparesis
Diagnosis Topis : Hemisfer serebri bilateral
Diagnosis Patologis : Multipel nodul
Diagnosis Etiologis : Toksoplasmosis serebral
VI. Diagnosis Banding
Tetraparesis ec. Abses serebri
Tetraparesis ec. Tumor otak
VII. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
IVFD 2A / 8jam
Spiramisin 3 x 1
Cefixime 2 x 200 mg
Citicolin 2 x 500 mg
Diazepam 1 x 2 g
13
-
7/29/2019 Short Case 1 (Neuro)
14/22
Phenitoin 3 x 1
Inpepsa 4 x 2 cth
Omeprazole 1 x 1 cap
Mutivitamin B complex 1 x 1
Vitamin B 12 1 x 1
b. Non-medikamentosa
Diet tinggi kalori tinggi protein
Fisioterapi
VIII. Prognosis
Quo ad Vitam : ad bonam
Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
14
-
7/29/2019 Short Case 1 (Neuro)
15/22
TINJAUAN PUSTAKA
ENSEFALITIS TOKSOPLASMA
A. Ensefalitis toksoplasma
Disebut juga toksoplasmosis otak, muncul pada kurang lebih 10% pasien AIDS
yang tidak diobati. Hal ini disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa
oleh kucing, burung dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar
oleh tinja kucing dan kadang pada daging mentah atau kurang matang. Begitu parasit
masuk ke dalam sistem kekebalan, ia menetap di sana; tetapi sistem kekebalan pada
orang yang sehat dapat melawan parasit tersebut hingga tuntas, mencegah penyakit.
Gejala termasuk ensefalitis, demam, sakit kepala berat yang tidak menanggapi
pengobatan, lemah pada satu sisi tubuh, kejang, kelesuan, kebingungan yang
meningkat, masalah penglihatan, pusing, masalah berbicara dan berjalan, muntah dan
perubahan kepribadian. Tidak semua pasien menunjukkan tanda infeksi.
B. Etiologi
Disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa oleh kucing, burung
dan hewan lainyang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh tinja kucing dan
kadang pada daging mentah ataukurang matang. Begitu parasit masuk ke dalam
sistem kekebalan, ia menetap di sana; tetapi sistem kekebalan pada orang yang sehat
dapat melawan parasit tersebut hingga tuntas, mencegah penyakit. Transmisi pada
manusia terutama terjadi bila memakan daging babi atau domba yang mentahyang
mengandung oocyst (bentuk infektif dari T.gondii). Bisa juga dari sayur yang
terkontaminasi ataukontak langsung dengan feses kucing. Selain itu dapat terjadi
transmisi lewat transplasental, transfusidarah, dan transplantasi organ. Infeksi akut
pada individu yang immunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia dengan
imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksilaten. Yang akan
mengakibatkan timbulnya infeksi opportunistik dengan predileksi di otak.
C. Daur Hidup
15
-
7/29/2019 Short Case 1 (Neuro)
16/22
Toxoplasma gondii hidup dalam 3 bentuk: thachyzoite, tissue cyst (yang
mengandung bradyzoites) dan oocyst( yang mengandung sporozoites). Bentuk akhir
dari parasit diproduksi selama siklus seksual pada usus halus dari kucing. Kucing
merupakan pejamu definitif dari T gondii. Siklus hidup aseksual terjadi pada
pejamu perantara, (termasuk manusia ). Dimulai dengan tertelannya tissue cystatau
oocyst diikuti oleh terinfeksinya sel epitel usus halus oleh bradyzoites atau
sporozoites secara berturut-turut. Setelah bertransformasi menjadi tachyzoites,
organisme ini menyebar ke seluruh tubuh lewat peredaran darah atau limfatik. Parasit
ini berubah bentuk menjadi tissue cysts begitu mencapai jaringan perifer. Bentuk ini
dapat bertahan sepanjang hidup pejamu, dan berpredileksi untuk menetap pada otak,
myocardium, paru, otot skeletal dan retina. Tissue cystada dalam daging, tapi dapat
dirusak dengan pemanasan sampai 67oC, didinginkan sampai 20oC atau oleh iradiasi
gamma. Siklus seksual entero-epithelial dengan bentuk oocyst hidup pada kucing
yang akan menjadi infeksius setelah tertelan daging yang mengandung tissue cyst.
Ekskresi oocysts berakhir selama 7-20 hari dan jarang berulang. Oocyst menjadi
infeksius setelah diekskresikan dan terjadi sporulasi. Lamanya proses ini tergantung
dari kondisi lingkungan, tapi biasanya 2-3 hari setelah diekskresi. Oocysts menjadi
infeksius di lingkungan selama lebih dari 1 tahun.
Transmisi pada manusia terutama terjadi bila makan daging babi atau domba yang
mentah yang mengandung oocyst. Bisa juga dari sayur yang terkontaminasi atau
kontak langsung dengan feces kucing. Selain itu dapat terjadi transmisi lewat
transplasental, transfusi darah, dan transplantasi organ. Infeksi akut pada individu
yang imunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia dengan imunitas tubuh
yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten. yang akan mengakibatkan
timbulnya infeksi oportunistik dengan predileksi di otak. Tissue cystmenjadi ruptur
dan melepaskan invasive tropozoit (takizoit). Takisoit ini akan menghancurkan sel
dan menyebabkan focus nekrosis.
Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi
prediktor kemungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4 < 200
sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi. Oportunistik
infeksi yang mungkin terjadi pada penderita dengan CD4 < 200 sel/mL adalah
pneumocystis carinii, CD4
-
7/29/2019 Short Case 1 (Neuro)
17/22
primer. M. tuberculosis dan candida species dapat menyebabkan infeksi oportunistik
pada CD4 > 200 sel/mL.
D. Tanda dan gejala
Gejala termasuk ensefalitis, demam, sakit kepala berat yang tidak respon
terhadap pengobatan,lemah pada satu sisi tubuh, kejang, kelesuan, kebingungan yang
meningkat, masalah penglihatan,pusing, masalah berbicara dan berjalan, muntah dan
perubahan kepribadian. Tidak semua pasien menunjukkan tanda infeksi. Nyeri kepala
dan rasa bingung dapat menunjukkan adanya perkembangan ensefalitis fokal dan
terbentuknya abses sebagai akibat dari terjadinya infeksi toksoplasma. Keadaan ini
hampir selalumerupakan suatu kekambuhan akibat hilangnya kekebalan pada
penderita-penderita yang semasa mudanya telah berhubungan dengan parasit ini.
Gejala-gejala fokalnya cepat sekali berkembang dan penderita mungkin akan
mengalami kejang dan penurunan kesadaran.
E. Patofisiologi
HIV secara signifikan berdampak pada kapasitas fungsional dan kualitas
kekebalan tubuh. HIV mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang
mempunyai reseptor CD4. Beberapa sel lain yangjuga mempunyai reseptor CD4
adalah : sel monosit, sel makrofag, sel folikular dendritik, sel retina, sel leher rahim,
dan sel langerhans. Infeksi limfosit CD4 oleh HIV dimediasi oleh perlekatan virus
kepermukaan sel reseptor CD4, yang menyebabkan kematian sel dengan
meningkatkan tingkat apoptosispada sel yang terinfeksiSelain menyerang sistem
kekebalan tubuh, infeksi HIV juga berdampak pada sistem saraf dandapat
mengakibatkan kelainan pada saraf. Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat
penurunan kekebalantubuh pada penderita HIV/AIDS. Infeksi tersebut dapat
menyerang sistem saraf yang membahayakanfungsi dan kesehatan sel saraf
Mekanisme bagaimana HIV menginduksi infeksi oportunistik seperti
toxoplasmosis sangat kompleks. Ini meliputi deplesi dari sel T CD4; kegagalan
produksi IL-2, IL-12, dan IFN-gamma; kegagalan aktivitas Limfosit T sitokin. Sel-sel
dari pasien yang terinfeksi HIV menunjukkan penurunan produksi IL-12 dan IFN-
gamma secara in vitro dan penurunan ekspresi dari CD 154 sebagai respon terhadap
17
-
7/29/2019 Short Case 1 (Neuro)
18/22
T gondii. Hal ini memainkan peranan yang penting dari perkembangan toxoplasmosis
dihubungkan dengan infeksi HIV.
Ensefalitis toxoplasma biasanya terjadi pada penderita yang terinfeksi virus HIV
dengan CD4 T sel < 100/mL. Ensefalitis toxoplasma ditandai dengan onset yang
subakut. Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa defisit neurologis fokal (69%),
nyeri kepala (55%), bingung / kacau (52%), dan kejang (29%)9. Pada suatu studi
didapatkan adanya tanda ensefalitis global dengan perubahan status mental pada 75 %
kasus, adanya defisit neurologis pada 70% kasus, Nyeri kepala pada 50 % kasus,
demam pada 45 % kasus dan kejang pada 30 % kasus. Defisit neurologis yang
biasanya terjadi adalah kelemahan motorik dan gangguan bicara. Bisa juga terdapat
abnormalitas saraf otak, gangguan penglihatan, gangguan sensorik, disfungsi
serebelum, meningismus, movement disorders dan menifestasi neuropsikiatri.
Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi
prediktor untuk validasi kemungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien
dengan CD4 < 200 sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat
tinggi.
18
-
7/29/2019 Short Case 1 (Neuro)
19/22
F. Diagnosa
Pemeriksaan Serologi :didapatkan seropositif dari anti-T.gondii IgG dan
IgM. Deteksi juga dapat dilakukan denganindirect fluorescent antibody (IFA),
aglutinasi, atau enzyme linked immunosorbent assay (ELISA).Titer IgG
mencapai puncak dalam 1-2 bulan setelah terinfeksi kemudian bertahan
seumur hidup.
Pemeriksaan cairan serebrospinal: menunjukkan adanya pleositosis ringan
dari mononuklear predominan dan elevasi protein.
Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) : mendeteksi DNA
T.gondii. PCR untuk T.gondii dapat juga positif pada cairan bronkoalveolar
dancairan vitreus atau aquos humor dari penderita toksoplasmosis yang
terinfeksi HIV. Adanya PCRyang positif pada jaringan otak tidak berarti
terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapat bertahanlama berada di otak
setelah infeksi akut.
CT scan : menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens
multiple disertai dan biasanya ditemukan lesi berbentuk cincin atau
penyengatan homogen dan disertai edema vasogenik padajaringan sekitarnya.
Ensefalitis toksoplasma jarang muncul dengan lesi tunggal atau tanpa lesi.
19
-
7/29/2019 Short Case 1 (Neuro)
20/22
Biopsi otak: untuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak
G. Penatalaksanaan
Toksoplasmosis otak diobati dengan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin.
Kedua obat ini dapat melalui sawar-darah otak.
Toxoplasma gondii membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin
menghambat pemerolehan vitamin B oleh tokso. Sulfadiazin menghambat
penggunaannya.
Kombinasi pirimetamin 50-100 mg perhari yang dikombinasikan dengan
sulfadiazin 1-2 g tiap 6 jam.
Pasien yang alergi terhadap sulfa dapat diberikan kombinasi pirimetamin 50-
100 mg perhari dengan clindamicin 450-600 mg tiap 6 jam.
Pemberian asam folinic 5-10 mg perhari untuk mencegah depresi sumsum
tulang.
Pasien alergi terhadap sulfa dan clindamicin, dapat diganti dengan
Azitromycin 1200 mg/hr, atau claritromicin 1 gram tiap 12 jam, atau
atovaquone 750 mg tiap 6 jam. Terapi ini diberikan selam 4-6 minggu atau 3
minggu setelah perbaikan gejala klinis.
Terapi anti retro viral (ARV) diindikasikan pada penderita yang terinfeksi HIV
dengan CD4 kurang dari 200 sel/mL, dengan gejala (AIDS) atau limfosit total
kurang dari 1200. Pada pasien ini, CD4 42, sehingga diberikan ARV.
20
-
7/29/2019 Short Case 1 (Neuro)
21/22
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru W. Sudoyo, dkk. HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
III. Edisi IV.Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 20062.
2. Sylvia Price dan Lorraine Wilson. Human Immunodeficiency (HIV)/Acquired
Immunodeficiency Sindrome). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Volume 1. Edisi 6. Jakarta: EGC,20063.
3. Patric Davey. Infeksi HIV dan AIDS. At a Glance Medicine. Jakarta: EMS. 20064.
4. Profesor.dr.H.Jusf Misbach, dkk. HIV-AIDS Susunan Saraf Pusat. Neurologi. Jakarta:
PerhimpunanDokter Spesialis Saraf Indonesia 2006.5.
5. Gilroy J. Basic Neurology. Mc Graw-Hill. 3rd edition. New York. 2000 : 482-90.6.
6. Belman Anita L,Maletic-Savatic Mirjana. Human Immunodeficiency Virus and
Acquired Immunodeficiency Syndrome. In Textbook Clinical Neurology. Goetz.2003:955-89.7.
7. Harrington Robert. Opportunistic Infection in HIV Disease. Best Practice Medicine.
Januari 2003.8.
8. Howard L. Weiner, dkk. AIDS dan system saraf. Buku Saku Neurologi. Jakarta: EGC.
20019.
9. HIV and Hepatitis. 2008. Accessed in September, 6th 2013. Available at:
http://www.hivandhepatitis.com/recent/2008/09c.html10.
21
-
7/29/2019 Short Case 1 (Neuro)
22/22
10. HIV insite. 2003. Accessed in September, 6th 2013. Available at:
http://hivinsite.ucsf.edu/InSite?page=kb-04-01-011.
22