Transcript

~ibUDJabaro Senin o Selasa • Rabu o Mingguo Kamis 0 Jumat o Sabtu

2 317 18 19

45620 21

8 9 10 1123 24 25 26

12 1327 28

14 1529 30 31

OJan OPeb oMar OApr oJun 0 Jul '0Ags OSep OOkt ONov .Des

HariIbudanl(ontestasi SiInbo

~~~

SETIAP tanggal22Desember diperingatisebagai hari Ibu. Dalamperingatan ini, kotaBandung memiliki sejarahyang lekat denganmomentum peringatanHari Ibu. Pada 72 tahunlalu, tepatnya 22 Desem-ber 1938, dalam KonggresWanita Indonesia (Ko-wani) ke-3 di Bandungmenyepakati tanggaltersebut sebagai Hari Ibu.Tujuannya tentu sajamulia, yakni menjagasemangat kebangkitankaum ibu Indonesia secaraterorganisir hingga bisabergerak di ruang publiksejajar dengan kaum laki-laki. Inilah langkahsirnbolik kaum ibumeretas jalan panjangkesejarahan dalamperingatan yang di-formalkan.Sejarah Hari Ibu, dapat

ditelusuri dari bertemunyapara pejuang wanita yangmcngadakan konggrespada tahun yang samadengan Sumpah Pemudayakni 1928 di Yogyakarta.Organisasi perempuan

sebenarnya sudah adasejak 1912, diilhami olehperjuangan para pahlawanwanita abad ke-19 sepertiM. Christina Tiahahu, CutNya 1)1"n, 'ut IL t .di, 'Kartiru, I, nd: aran isDewi Sartika, NyaiAchmad Dahlan, Rang-kayo Rasuna Said dan lain-lain. Namun, baru pada22-25 Desember 1928itulah, para aktivis kaumibu berkonggres diYogyakarta yang dikemudian hari kitamengenalnya sebagaiKonggres Wanita Indone-sia (Kowani) pertama.Hadir kurang lebih 30organisasi wanita dari 12kota di Jawa dan Sumatrayang telah menjadipartisipan. Merekaberkumpul dan mem-persatukan organisasi-organisasi wanita tersebutke dalam sebuah wadah

podium

GUN GUN HERYANTOKandidat Doktor

Komunikasi UNPAD

perjuangan guna menun-jukkan identitas dan spiritberjuang untuk sejajardengan kaum laki-laki.Melihat potensi kaum

ibu yang luar biasa inilah,Presiden Soekarno,sempat mengeluarkanDekrit No 316 Tahun 1959pada 16 Desember 1959yang menetapkan HariIbu sebagai I lari Nasionalmeskipun tidak termasukke dalam kalender harilibur nasional.[ika kita amati dari

berbagai catatan sejarah,dapat kita katakan HariIbu ini merupakan sirnboldari perjuangan identitas.Yakni, identitas bum ibu;,t:'b,I~'l1 b..igl. 1 utuhdlga llegara yang saru«

halnya dengan kaum pria,bisa memberikan kontri-busi bagi perjuangannegeri ini. Sebelumkemerdekaan, Kowaniikut terlibat dalampergerakan internasionalguna memalingkanperhatian warga duniatentang keberadaanIndonesia selain jugaterlibat dalam perjuangankemerdekaan. Begitu punsetelah kemerdekaandigapai, upayatersebut terusberlanjut. ../Misalnya saja,

tahun 1973 Kowanimenjadi anggota penuhInternational Council of

Kliping Humas Unpad 2010

Women (ICW) sebuahdewan konsultatif yangmenjadi salah satu dewanberpengaruh diPerserikatan Bangsa-bangsa. Jika Hari Kartinidicatat sebagai perjuanganidentitas RA Kartinisebagai individu, makaHari Ibu merupakanperjuangan identitas darigerakan emansipasi yanglebih luas yakni kaum ibunusantara.

Dalam realitas sosial saatini, ada sejumlah faktayang menunjukkan masihperlunya gerakan kaumibu untuk mernberda-yakan perannya dimasyarakat. Ambil sajabeberapa contoh faktasebagai bahan refleksi.Memang Hari Ibu takcukup hanya menjadirutinitas peringatansimbolik, melainkan harusmengartikulasikan secaralebih substantif danstrategis dari gerakankaurn ibu di Indonesia.Tak dimungkiri,hingga saat initerjadi kontestasicitra kaum ibudimatakhalayak luas.Sebuahpertarunganidentitasy.H1~ ••k.1I111lellltll-

jukkanwajahpositif ataunegatifkaum ibukita.Kontestasiitupalingti-

dak masih tergambar jelasdi tiga bidang.

Pertama, gerakanemansipasi kerap men-dapat kendala besar daripola budaya patriarki.Posisi perempuan yangselalu dianggap wajar danseharusnya berada dalamsubordinasi dan superio-ritas kaum laki-laki,Tradisi budaya feodal danpelembagaan "keakuan"kaum laki-laki dalam carapandang yang salahten tang budaya keti-muran, telah memosisikankaum ibu dalam wilayahveriperal.

Kedua, kesadaran kaumibu untuk berdaya jugaharus berkontestasidengan cara pandang daninterpretasi masyarakatterhadap ajaran agamayang mereka yakini.Banyak kasusdalam rnenaf-sirkan kitabsuci Alquran,tidakdiimbangi

sensitivi-

tas gender. Sehingga,kebenaran mutlak dariprilaku skripturalismeyang eksklusif dan tidakmembuka ruang dialogmenempatkan kaum ibukian terpojok.

Ketiga, kontestasi jugaterjadi di realitas simbolikmedia. Kampanye untukmenjadikan kaum ibumemiliki dtra mandiri,sejajar dengan kaum priadan mampu, kerapdireduksi oleh media massabaik cetak maupunelektronika. Kita bisamengamati banyak acaratelevisi, radio atau tulisan dimedia cetak yang menem-patkan perempuan sebagaiobjek atau korban dariprilaku diskriminatif.Misalnya saja di berbagaisinetron, kebanyakansinetron yang kejar tayangdi televisi kita memperton-tonkan perempuan sebagibiang gosip, lemah,cengeng, bergantung padalaki-laki, nerimo, hedo-nistik, dan konsumtif atau

gaya glamour khasmetropolitan.

Tak hanya sinetrontapi juga dalam realityshow, news, atautalkshow yang me-:mosisikan perem-

puan dalamlakon-lakon

marginal.Tentu, jikakita meng-inginkanperempuan

yang kianberdaya dalam

peran-peran sosialrnereka, maka

ketiga ranah kontes-tasi tadi harus lebih

memberi tempat padaperan substantif gerakan

emansipasi sehinggapendtraan kaum ibu kianpositif. Hari Ibu hanyaakan menjadi sebuahseremonial yang takbermakna jika kontestasiselalu memosisikan kaumibu dalam ketidak-berdayaan. (*)


Top Related