SEJARAH PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARATENTANG PEREMPUAN TAHUN 1922-1959
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh GelarSarjana Sejarah Pada Program Studi Sejarah
Oleh :
Iva Olami Hasdani
NIM. 144314007
PROGRAM STUDI SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
MOTTO
berjalan tak seperti rencana adalah jalan yang sudah biasajalan satu-satunya, jalani sebaik kau bisa
-FSTVLST/ GAS!-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk Bapak, Ibuk dan Mbak Ernest yang secara
nyata mendukung saya dalam setiap pergumulan menyelesaikan skripsi. Tentu
saja, skripsi ini juga saya persembahkan untuk penulisan sejarah mengenai
perempuan di Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
Abstrak
Iva Olami Hasdani, Sejarah Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Tentang Perempuan
Tahun 1922-1959. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas
Sastra, Universitas Sanata Dharma, 2019.
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab tiga permasalahan. Pertama apa
yang melatar belakangi pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang perempuan.
Kedua apa saja buah pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang perempuan. Ketiga
bagaimana pengaruh pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang perempuan.
Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini yaitu metode sejarah
yang tahapnya antara lain heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi.
Sumber primer yang dijadikan objek penelitian dalam skripsi ini yaitu tulisan-
tulisan Ki Hadjar Dewantara yang terdapat dalam bukunya yang berjudul
“Kebudayaan”, maupun dalam artikel-artikel pada majalah Wasita. Skripsi ini
menggunakan perspektif sejarah pemikiran dan teori gender milik Jane Pilche dan
Imelda Whelehan. Kemudian beberapa konsep juga digunakan untuk
mempermudah membatasi penelitian yaitu konsep perempuan Jawa dan konsep
bangsawan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemikiran Ki Hadjar Dewantara
mengenai perempuan yaitu kodrat bagi kaum perempuan adalah hal yang utama.
Kodrat bagi perempuan menurut Ki Hadjar Dewantara ialah menjadi ibu yang
mengandung, melahirkan serta menyusui anaknya. Kodrat perempuan yang
menjadi gagasan Ki Hadjar Dewantara merupakan aspek biologis yang dimiliki
oleh perempuan. Kendati demikian, Ki Hadjar Dewantara tetap memberi ruang
bagi kaum perempuan untuk berkarya dalam bidang pendidikan serta mempunyai
peran dan kedudukan yang sama dengan laki-laki.
Kata Kunci: Ki Hadjar Dewantara, Sejarah Pemikiran, Perempuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
Abstract
Iva Olami Hasdani, Sejarah Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Tentang Perempuan
Tahun 1922-1959. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas
Sastra, Universitas Sanata Dharma, 2019.
This study is supposed to answer three main problems. First, what was
beyond Ki Hadjar Dewantara’s thought on woman, what are his thought on
woman and the last one is how Ki Hadjar Dewantara’s thought on woman
affected.
The method which is used on the study is historical method, that could be
divided into some steps. Those steps are heuristic, source criticism, interpretation
and historiographic. The primary sources of the study are his writing on his book
entitled “Kebudayaan” or some of essays on the Wasita Magazine. Jane Pilche
and Imelda Whelehan writings are used on the study for the historical thought
perspective and gender studies. Then some concepts also apply on this study to
make a clear emphasize on the woman and nobility concept in Javanese culture.
Through all those methods and perspective, this study has successfully
drawn on what Ki Hadjar Dewantara’s thought on woman. He emphasized on the
nature of a women as a mother. He believed that biologically woman has their
special roles as a mother which is supposed to be respected, such as give birth and
caring their children. However, He still gave a room for women to work in the
education perspective and have the same roles compares to men.
Keywords : Ki Hadjar Dewantara, History of thought, Woman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Skripsi bagi saya adalah suatu proses akademik yang cukup melelahkan.
Namun saya bersyukur karena saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
lancar. Meski dalam perjalanan mengerjakan skripsi, saya selalu menemui
kesulitan, akan tetapi banyak orang-orang yang selalu mendukung. Orang-orang
tersebutlah yang memacu saya untuk terus semangat meraih apa yang saya
impikan setelah saya lulus dari kuliah. Maka dari itu saya ingin mengucapkan
banyak terimakasih kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus atas berkat, perlindungan, kesehatan serta penyertaan
dalam kehidupan saya, terlebih saat saya bergumul pada proses
perkuliahan dan skripsi.
2. Kedua orang tua saya, Bapak Purwanto dan Ibu Sri Suprihatin, serta kakak
saya, Ernesta Katrini, yang tanpa henti memberi kasih sayang serta
dukungan untuk terus berkarya dalam hidup.
3. Dosen pembimbing skripsi, Bapak Heri Priyatmoko, M.A, yang selalu
memberikan pencerahan serta kesabaran dalam membimbing skripsi saya.
4. Para dosen Program Studi Sejarah, (alm) Ibu Lucia Juningsih, Bapak Hery
Santosa, Bapak Silverio R.L. Aji Sampurno, Bapak Yerry Wirawan,
Bapak Heri Priyatmoko, Romo Baskara T. Wardaya, Bapak Hieronymus
Purwanta, Bapak Manu, Ibu Retno, Ms. Siska, dan Mbak Diah yang telah
memberikan serta menambah wawasan saya mengenai sejarah Indonesia
dan sejarah Dunia.
5. Mas Doni selaku staf Sekretariat Program Studi Sejarah Fakultas Sastra
yang telah banyak membantu proses administrasi perkuliahan.
6. Pihak Perpustakaan serta Museum Kirti Griya Dewantara yang telah
banyak membantu serta memfasilitasi saya dalam menulis skripsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
7. Pihak Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah banyak
membantu serta memfasilitasi saya dalam menulis skripsi.
8. Teman-teman seperjuangan saya di Program Studi Sejarah angkatan 2014
Axl Gerard Beelt, Gustanto, Katon Mahanani, Gregorius Aditya
Wicaksana, Bimo Bagas Basworo, Fransiska Sri Astuti, Tiur Angelina
O.B.N, Rosma, Charles Advendi Kurniawan, Ageng Pasek Dharmajati,
Luis Christian Anderson, Fransiskus Hendi, Andika Gilang Nugroho,dan
Achmad Hidayat Fajar.
9. Teman-teman Program Studi Sejarah baik kakak tingkat maupun adik
tingkat yang sudah memberikan warna dalam proses belajar saya di
Sejarah.
10. Teman-teman Teater Seriboe Djendela yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu, terimakasih karena sudah memperbolehkan saya masuk dalam
lingkar kekeluargaan yang luar biasa.
11. Teman-teman panitia JAKSA 2015 dan JAKSA 2016 atas seluruh
dinamikanya, terimakasih sudah mengajarkan saya tentang kesabaran dan
tanggung jawab.
12. Orang-orang terkasih saya Yohanes Marino, Lilis Pawestri, Agatha
Yuansa, Melinda Kristiana, Dhyaning Putri, Laurensius Dhion, Agatha
Carniela, Ayu Maharani, Waluyo Adi Santoso, dan Guruh Nugroho Aji
atas seluruh dukungan dan cinta kasih yang luar biasa.
Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi
tersebut, masih banyak kesalahan dan kekurangan. Maka penulis sangat
berterimakasih jika ada yang berkenan memberikan kritik serta saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii
HALAMAN MOTTO.............................................................................................iv
HALAMAN PERSEMBAHAN..............................................................................v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA............................................vi
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS..........vii
ABSTRAK............................................................................................................viii
ABSTRACT............................................................................................................ix
KATA PENGANTAR.............................................................................................x
DAFTAR ISI..........................................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................11.1 Latar Belakang.............................................................................................11.2 Identifikasi dan Pembatasan Masalah..........................................................3
1.2.1 Identifikasi Masalah.........................................................................31.2.2 Pembatasan Masalah........................................................................4
1.3 Rumusan Masalah........................................................................................51.4 Tujuan Penelitian..........................................................................................51.5 Manfaat Penelitian........................................................................................51.6 Landasan Teori.............................................................................................61.7 Tinjauan Pustaka..........................................................................................81.8 Metode Penelitian.......................................................................................121.9 Sistematika Penulisan.................................................................................14
BAB II BIOGRAFI KI HADJAR DEWANTARA...............................................152.1 Ki Hadjar Dewantara dan Keluarga Pura Pakualaman..............................152.2 Ki Hadjar Dewantara dan Kejawaannya....................................................202.3 Pendidikan Ki Hadjar Dewantara...............................................................25
BAB III PEREMPUAN DALAM KACAMATA KI HADJARDEWANTARA.......................................................................................32
3.1 Ki Hadjar Dewantara yang Jurnalis...........................................................323.2. Pandangan Ki Hadjar Dewantara Mengenai Perempuan...........................40
3.2.1 Persamaan Hak..................................................................................47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
3.2.2 Pendidikan.........................................................................................493.2.3 Kesehatan..........................................................................................553.2.4 Organisasi..........................................................................................573.2.5 Pekerjaan...........................................................................................59
BAB IV PENGARUH PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA MENGENAIPEREMPUAN.........................................................................................67
4.1 Penerapan Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Tentang Perempuan DalamWanita Taman Siswa...............................................................................67
4.2 Peran Dan Kedudukan Wanita Taman Siswa..........................................754.3 Pengaruh Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Mengenai Perempuan..........79
4.3.1 Perempuan dan Kodratnya..............................................................794.3.2 Pemikiran Soekarno Mengenai Perempuan....................................82
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................905.1 Kesimpulan...............................................................................................905.2 Saran.........................................................................................................93
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................95
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hari Pendidikan Nasional merupakan sebuah momentum untuk mengenang
jasa pahlawan pada bidang pendidikan. Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada
tanggal 2 Mei setiap tahunnya bukan tanpa alasan. Tanggal tersebut merupakan
tanggal lahir Ki Hadjar Dewantara tepat pada tahun 1889.1 Seluruh masyarakat
Indonesia, khususnya instansi pendidikan, selalu memperingatinya dengan cara
upacara bendera. Kini, tanggal lahir tersebut selalu dikenang tidak hanya untuk
mengingat kembali seorang Ki Hadjar Dewantara, tetapi juga untuk merefleksikan
pendidikan Indonesia dahulu dan kini.
Berkat jasanya besarnya ini, Ki Hadjar Dewantara kemudian dikenal sebagai
Bapak Pendidikan Indonesia. Keseriusan dan dedikasi yang tinggi dalam bidang
pendidikan membuatnya bergairah untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia kala
itu. Beliau percaya bahwa pendidikan dapat membawa Indonesia menuju
kemerdekaan. Selain itu, kegelisahannya terhadap sistem pendidikan Belanda yang
hanya menguntungkan Belanda dapat terhapus dengan pendidikan kebangsaan ala Ki
1 Darsiti Soeratman, Ki Hadjar Dewantara, (Jakarta: Departemen Pendidikan DanKebudayaan, 1983), hal 8.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Hadjar Dewantara. Meskipun dalam perjuangannya beliau mendapat kecaman dari
pihak Belanda, tidak membuat dirinya putus asa.
Perjuangannya dalam bidang pendidikan diwujudnyatakan dengan
membangun perguruan Tamansiswa.2 Dalam praktek pengajarannya, Tamansiswa
selalu menyelipkan pengetahuan tentang Indonesia yang tidak pernah diajarkan di
sekolah-sekolah milik Belanda. Selain Tamansiswa, gagasannya mengenai
pendidikan tertuang dalam semboyan dan sistem tripusat pendidikan. Keduanya
sangat relevan dengan tujuan dan cita-cita Ki Hadjar Dewantara serta perguruan
Tamansiswanya.
Semboyan pendidikan Ki Hadjar Dewantara pertama yaitu Ing Ngarsa Sung
Tuladha yang berarti bahwa seorang pendidik harus selalu di depan memberi teladan
serta contoh yang baik dalam perkataan maupun perbuatan. Kedua Ing Madya
Mangun Karsa yaitu seorang pendidik harus selalu berada di tengah-tengah muridnya
untuk memotivasi, memberikan semangat dan dukungan agar murid-murid selalu
produktif dalam menghasilkan karya. Ketiga yaitu Tut Wuri Handayani artinya
seorang pendidik harus selalu mendukung murid-muridnya agar berkarya ke arah
yang benar.
Siapa sangka seorang Ki Hadjar Dewantara juga pernah menulis tentang
perempuan di beberapa surat kabar dan majalah. Adanya anggapan bahwa seorang
2 Abdurrachman Surjomihardjo, Ki Hadjar Dewantara Dan Tamansiswa DalamSejarah Indonesia Modern, (Jakarta: Sinar Harapan,1986), hal 87.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
perempuan hanya masak, macak, manak semakin membatasi gerak perempuan.3
Bahkan perempuan tidak boleh mengenyam pendidikan karena adanya asumsi bahwa
takdir perempuan nantinya hanya akan melayani suami serta anak-anak dan mengurus
rumah tangga. Pemikiran serta tulisan-tulisanya mengenai perempuan adalah sisi lain
mengenai Ki Hadjar Dewantara yang tidak banyak orang ketahui. Ki Hadjar
Dewantara mampu menghadirkan gagasan baru mengenai permasalahan yang tidak
banyak disinggung selama ini. Karena itulah studi ini melacak mengenai pemikiran
Ki Hadjar Dewantara mengenai perempuan serta pengaruhnya.
1.2 Identifikasi dan Pembatasan Masalah
1.2.1 Identifikasi
Ki Hadjar Dewantara adalah salah satu tokoh pejuang kemerdekaan
Indonesia. Perjuangannya bertumpu pada pemikirannya tentang pendidikan yang
direalisasikan lewat Tamansiswa pada 3 Juli 1922. Pemikirannya ini tentu saja tidak
sebatas tentang pendidikan saja, tetapi juga tentang keadaan politik pemerintahan
Belanda, kesenian, kebudayaan, juga perempuan. Salah satu hal yang ditulis Ki
Hadjar Dewantara yaitu tentang perempuan. Sebagai seorang bangsawan, Ki Hadjar
Dewantara tidak luput dari aturan dan adat yang mengikat. Namun dirinya mencoba
memberikan narasi lain mengenai perempuan.
3 Atik Catur Budiati, Aktualisasi Diri Perempuan Dalam Sistem Budaya Jawa:Persespai Perempuan Terhadap Nilai-Nilai Budaya Jawa Dalam Mengaktualisasikan Diri,(Pamator, Vol. 3, No. 1, 2010), hal 51.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
1.2.2 Pembatasan Masalah
Penelitian akan dibatasi pada tulisan Ki Hadjar Dewantara tentang perempuan
yang ada pada bukunya yang berjudul Kebudayaan terbitan Majelis Luhur Persatuan
Taman Siswa tahun 1967. Terdapat Sembilan tulisan tentang perempuan yang
ditulisnya antara tahun 1928 hingga 1935. Tulisan-tulisan tersebut berjudul Kodrat
Perempuan, Perempuan Dalam Dunia Pendidikan, Pengaruh Perempuan Pada
Barang Dan Tempat Kelilingnya, Perempuan dan Sport, Wanita Tamansiswa,
Vrouwenraad dalam Tamansiswa, Perempuan Didalam Pertumbuhan Adab,
Kemajuan Adab Perempuan, Kongres Jakarta dan Protes Semarang, Berkobarnya
Rasa Kehormatan Dan Rasa Kebangsaan, Lapangan Kerja Bagi Perempuan. Selain
itu, juga analisis beberapa foto-foto Ki Hadjar Dewantara dan perempuan di Taman
Siswa.
Kemudian dalam konteks waktu, akan dibatasi dari tahun 1922 sampai tahun
1959. Tahun 1922 adalah tahun pertama Wanita Taman Siswa didirikan meskipun
baru pada tahun 1931 dibentuk secara formal. Hal ini dapat menjadi acuan dasar
munculnya gagasan Ki Hadjar Dewantara tentang perempuan. Kemudian tahun 1959
adalah tahun dimana Ki Hadjar Dewantara wafat. Dari sini pula, dapat diketahui
seberapa jauh pengaruh pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang perempuan terhadap
dinamika gerakan perempuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan di atas, maka diajukan beberapa pertanyaan sebagai
fokus penelitian, yakni:
a) Apa yang melatarbelakangi Ki Hadjar Dewantara memiliki kepedulian
terhadap perempuan ?
b) Bagaimana pandangan Ki Hadjar Dewantara terhadap perempuan ?
c) Bagaimana pengaruh pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang perempuan
terhadap masyarakat ?
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
a) Mengetahui latar belakang Ki Hadjar Dewantara memiliki kepedulian
terhadap perempuan.
b) Mengetahui pandangan Ki Hadjar Dewantara terhadap perempuan.
c) Mengetahui pengaruh pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang
perempuan terhadap masyarakat.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman baru mengenai
sejarah pemikiran tentang perempuan lewat kacamata seorang Ki Hadjar Dewantara.
Selain itu hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
penulisan sejarah Indonesia mengenai perempuan. Hasil penelitian ini juga
diharapkan membawa angin segar terhadap pandangan masyarakat tentang Ki Hadjar
Dewantara bahwa ia bukan hanya berfokus pada bidang pendidikan saja.
1.6 Landasan Teori
Penelitian sejarah diwajibkan untuk memiliki teori pengetahuan yang
dipinjam dari suatu teori yang berkesinambungan dengan topik penelitian.
Berdasarkan keterangan diatas, penelitian ini akan menggunakan teori gender yang
ditulis oleh Jane Pilcher dan Imelda Whelehan dalam bukunya yang berjudul Fifty
Key Concepts in Gender Studies. Dikatakan bahwa gender digunakan sebagai analisis
untuk menggambarkan sebuah garis pemisah antara sex biologis serta cara untuk
menginformasikan perilaku-perilaku dan kemampuan-kemampuan yang nantinya
akan ditetapkan sebagai masculine atau feminim.4
Selain itu, akan menggunakan beberapa konsep guna melengkapi teori dalam
penelitian ini. Konsep-konsep tersebut yaitu konsep perempuan Jawa dan konsep
bangsawan serta menggunakan perspektif sejarah pemikiran. Konsep dan perspektif
tersebut digunakan untuk membatasi wilayah penelitian yang akan diteliti.
1. Konsep Perempuan Jawa
4 Jane Pilcher -melda Wheleman, Fifty Key Concepts in Gender Studies, (London:SAGE Publications Ltd., 2004).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Perempuan dalam budaya Jawa diidentikkan dengan istilah kanca wingking
serta garwa atau sigaraning nyawa.5 Kedua istilah ini sangat melekat pada
perempuan terutama mereka yang sudah menikah. Pada konsep ini dijelaskan bahwa
perempuan jawa sangat identik dengan kultur budaya jawa seperti halus, tenang,
kalem, tidak suka konflik, mementingkan harmoni, menjunjung tinggi nilai keluarga,
mampu mengerti dan memahami orang lain, sopan, pengendalian diri tinggi, daya
tahan untuk menderita tinggi, memegang peranan secara ekonomi, dan setia atau
loyalitas tinggi.6
2. Konsep Bangsawan :
Bangsawan dalam masyarakat Jawa lebih akrab disebut sebagai priyayi.
Menurut Sartono Katodirdjo priyayi berasal dari kata para yayi (para adik) yang
dimaksud adik dari raja.7 Dalam struktur sosial masyarakat jawa, priyayi berada pada
strata sosial tertinggi. Maka priyayi merupakan orang yang sangat berpengaruh
dalam struktur pemerintahan maupun dalam kehidupan sosialnya. Golongan priyayi
sangat mengeksklusifkan dirinya karena sangat membatasi pergaulan dengan
golongan di bawahnya termasuk para rakyat jelata.
5 Christina S. Handayani dan Ardhian Novianto, Kuasa Wanita Jawa, (Yogyakarta:LKiS, 2004), hal 118-120.
6 Ibid., hal 130.
7 Sartono Kartodirdjo dkk, Perkembangan Peradaban Priyayi, (Yogyakarta: GadjahMada University Press, 1987), hal 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Penelitian ini menggunakan perspektif sejarah pemikiran. Menurut
Kuntowijoyo, sejarah pemikiran adalah sejarah yang dilakukan pada perorangan.8
Pemikiran tersebut mempunyai tiga pendekatan yaitu kajian teks, konteks sejarah,
dan kajian hubungan antara teks dan masyarakat.9 Kajian teks melihat bagaimana
seorang tokoh mencetuskan pemikirannya seperti genesis pemikiran, konsistensi
pemikira, evolusi pemikiran, sistematika pemikiran, varian pemikiran, komunikasi
pemikiran, serta kesinambungan pemikiran. Konteks sejarah dilihat dari condongnya
sebuah pemikiran pada bidang tertentu misalnya pendidikan atau perempuan.
Sedangkan kajian hubungan antara teks dan masyarakat yaitu melihat bagaimana
hubungan antara hasil pemikiran tokoh tersebut dengan lingkungan sekitarnya seperti
dampaknya dengan masyarakat.
1.7 Tinjauan Pustaka
Ada penulisan terkait yang bertema perempuan ataupun Ki Hadjar Dewantara.
Pada buku berjudul Visi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara Tantangan dan Relevansi
karya Bartolomeus Samho membahas tentang biografi Ki Hadjar Dewantara sejak
masih kecil hingga dewasa. Dalam buku ini banyak membahas perihal gagasan Ki
Hadjar Dewantara tentang pendidikan Tamansiswa.
8 Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), hal 190.
9 Ibid., hal 191.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Buku terkait lainnya berjudul Sejarah Perempuan Indonesia Gerakan Dan
Pencapaian karya Cora Vreede- De Stuers. Meskipun buku ini tidak membahas
tentang Ki Hadjar Dewantara, namun dalam buku ini dibahas bagaimana gerakan
perempuan di Indonesia muncul pertama kali. Selain itu, buku ini juga membahas
mengenai adat-istiadat Indonesia dalam memandang perempuan. Permasalahan
mengenai sistem kekerabatan serta sistem perkawinan yang mengikat perempuan
Indonesia dapat dihapuskan meskipun tidak serta merta dengan pendidikan.10
Tema yang sama namun dengan pendekatan berbeda yaitu artikel karya
Yuliati berjudul “Konsep Pendidikan Perempuan di Tamansiswa” pada jurnal yang
berjudul Sejarah dan Budaya. Artikel tersebut mengatakan bahwa perempuan sangat
berperan dalam bidang pendidikan. Tamansiswa telah melihat bahwa perempuan
mempunyai peranan penting dalam mendewasakan anak-anak. Emansipasi
perempuan juga diperhatikan tetapi Tamansiswa tetap berpegang teguh pada kodrat
perempuan. Oleh karena itu pada kasus ini, Tamansiswa sangat menerapkan sistem
among yang bermateri pendidikan kebangsaan, idealisme, dan cinta tanah air.11
Studi berjudul Aktualisasi Diri Perempuan Dalam Sistem Budaya Jawa
(Persepsi Perempuan Terhadap Nilai-Nilai Budaya Jawa Dalam Mengaktualisasikan
Diri) karya Atik Catur Budiati. Dijelaskan bahwa proses perubahan sosial membawa
10 Cora Vreede- De Stuers, Sejarah Perempuan Indonesia Gerakan Dan Pencapaian,(Jakarta: Komunitas Bambu, 2008).
11Yuliati. (Konsep Pendidikan Perempuan di Tamansiswa).http://journal.um.ac.id/index.php/sejarah-dan-budaya/article/view/5919 pada 5 April 2017.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
perubahan pola pikir terhadap nilai-nilai budaya Jawa. Budaya Jawa yang patriarki
mulai berubah nilainya sehingga perempuan Jawa kini memiliki kapasitas untuk
mengembangkan potensi dirinya. Hal ini membuktikan bahwa perempuan mampu
mengembangkan diri tidak hanya dalam lingkup domestik saja tetapi juga ruang
publik.12
Selanjutnya terdapat penelitian skripsi dengan tema Ki Hadjar Dewantara
milik Felisitas Berni Ora. Skripsi tersebut berjudul Peranan Ki Hadjar Dewantara
Dalam Memajukan Pendidikan Pribumi Tahun 1922-1930. Skripsi tersebut
menyatakan bahwa terdapat tiga faktor yang mendorong Ki Hadjar Dewantara dalam
memajukan pendidikan yaitu politik, ekonomi dan sosial. Faktor politik yaitu
berkuasanya Pemerintah Belanda pada waktu itu yang membuat rakyat Indonesia
merasa terpuruk. Kedua yaitu faktor ekonomi dimana tanam paksa membuat rakyat
hanya semakin menderita. Ketiga yaitu faktor sosial dimana keadaan pada waktu itu
membuat jurang pemisah antara kaum elit atau bangsawan dan priyayi menjadi
semakin tebal dengan rakyat biasa.
Skripsi milik Felisitas Berni Ora tersebut juga meneliti mengenai bagaimana
upaya-upaya Ki Hadjar Dewantara dalam mendirikan Taman Siswa pada tahun 1922-
1930.13 Dalam menjalankan Taman Siswanya Ki Hadjar Dewantara membuat asas-
12Atik Catur Budiati, op.cit.,13 Felisitas Berni Ora, Skripsi: Peranan Ki Hadjar Dewantara Dalam Memajukan
Pendidikan Pribumi Tahun 1922-1930”, (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
asas hingga dasar-dasar Taman Siswa yang berisi mengenai hak dan kewajiban para
anggota Taman Siswa. Tidak hanya mengenai bagaimana usaha Ki Hadjar Dewantara
dalam memajukan Taman Siswa, dalam skripsi ini juga dituliskan mengenai
hambatan-hambatan Taman Siswa. Hambatan-hambatan tersebut seperti pajak rumah
tangga, semakin banyaknya murid-murid yang ingin bersekolah di Taman Siswa,
hingga hambatan dari Pemerintah Belanda yaitu Ordonansi Sekolah Liar.
Kemudian skripsi tersebut juga menuliskan mengenai dampak usaha-usaha Ki
Hadjar Dewantara dalam dampak politik, ekonomi, sosial, kesenian, dan pendidikan.
Dampak politik yaitu Taman Siswa menjadi tempay mendidik generasi muda yang
mempunyai jiwa nasional. Dampak ekonomi yaitu menghasilkan anak diidk yang
mandiri dan mempunyai karya nyata dalam masyarakat serta dapat mengurangi
pengangguran. Dampak sosial yaitu Ki Hadjar Dewantara mampu membuktikan pada
pemerintah Belanda waktu itu bahwa dengan daya , upaya serta usaha sendiri, rakyat
Indonesia dapat berkarya untuk kemajuan bangsanya. Dampak kesenian yaitu Taman
Siswa selalu memasukkan kesenian seperti gamelan dan tari-tarian dalam kegiatan
belajar mengajar. Kemudia dampak pendidikan yaitu tersebarnya sekolah Taman
Siswa ke berbagai daerah di dalam pulau Jawa maupun luar pulau Jawa. Kemudian
semboyan Tut Wuri Handayani menjadi semboyan resmi pendidikan di Indonesia
hingga sekarang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
1.8 Metode Penelitian
Rancangan serta analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa
deskriptif naratif, karena akan menuliskan bagaimana pemikiran Ki Hadjar
Dewantara tentang perempuan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
sejarah yang terdiri dari beberapa tahap yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi,
dan historiografi.
1. Heuristik :
Langkah heuristik atau pengumpulan sumber ditempuh melalu studi arsip,
studi pustaka maupun film. Studi arsip dan studi pustaka dilakukan dengan
mengumpulkan sumber-sumber primer dan sumber terkait serta referensi
lainnya tentang Ki Hadjar Dewantara dan Perempuan. Sumber-sumber
tersebut didapat dari majalah Wasita, Poesara serta buku yang berjudul
Kebudayaan karya Ki Hadjar Dewantara yang diterbitkan oleh Majelis Luhur
Persatuan Taman Siswa. Dalam melakukan studi arsip dan studi pustaka,
penelitian dilakukan di Perpustakaan Kirti Griya Taman Siswa dan
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma.
Film yang digunakan berjudul “Tokoh Nasional Ki Hadjar Dewantara”
diproduksi oleh Perusahaan Film Nasional. Dalam film tersebut, tokoh Ki
Hadjar Dewantara bukan diperagakan oleh aktor melainkan oleh dirinya
sendiri. Film yang disutradarai oleh RM. Soetarto dan Mardhani S. Dipo M.A
bercerita mengenai perjalanan Ki Hadjar Dewantara dalam usahanya
memperjuangkan kemerdekaan melalui Taman Siswa. Selain itu dalam film
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
ini juga ditayangkan wawancara salah seorang murid Taman Siswa dengan Ki
Hadjar Dewantara mengenai perjalanan hidup sewaktu tergabung dalam
Indische Partij.
2. Kritik sumber :
Setelah sumber-sumber yang akan digunakan terkumpul, tahap selanjutnya
yaitu memeriksa data melalui kritik sumber. Sumber yang sudah didapat
kemudian dibandingkan satu dengan yang lainnya. Jika sumber yang
dibandingkan sudah sesuai dengan topik penelitian, maka akan digunakan
dalam tahap selanjutnya. Sebaliknya jika sumber tidak sesuai maka sumber
tersebut tidak dipakai pada tahap selanjutnya.
3. Interpretasi :
Metode penelitian selanjutnya yaitu interpretasi sumer. Data yang sudah
diperoleh kemudian direkonstruksi untuk mendapatkan analisis yang sesuai
dengan sejarah pemikiran Ki Hadjar Dewantara maupun tentang sejarah
pemikiran tentang perempuan. Selanjutnya analisis tersebut akan
menghasilkan fakta yang sesuai dengan topik penelitian.
4. Historiografi :
Historiografi atau penulisan sejarah merupakan tahap akhir dari metode
penelitian sejarah. Fakta-fakta yang dihasilkan pada tahap sebelumnya
kemudian dituliskan ke dalam laporan penelitan dalam bentuk skripsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
1.9 Sistematika Penulisan
Penulisan akan diawali dengan bab I yang mencakup pendahuluan yang berisi
latar belakang pemilihan topik, pembatasan masalah, rumusan masalah, kerangka
teori, tinjauan pustaka, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika. Selanjutnya
bab II akan membahas mengenai biografi Ki Hadjar Dewantara dan hasil pemikiran
Ki Hadjar Dewantara tahun 1922 hingga 1941. Kemudian pada bab III akan
membahas mengenai perempuan dalam kacamata Ki Hadjar Dewantara tahun 1942-
1945. Bab IV akan membahas mengenai perbandingan persepsi antara Ki Hadjar
Dewantara dengan tokoh lain mengenai perempuan tahun 1945-1959. Pada bab V
sebagai bab penutup akan berisi tentang kesimpulan dari penulisan bab-bab
sebelumnya serta jawaban dan setiap rumusan masalah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
BAB II
BIOGRAFI KI HADJAR DEWANTARA
2.1 Ki Hadjar Dewantara Dan Keluarga Pura Pakualaman
Telah banyak studi pustaka yang menulis tentang Ki Hadjar Dewantara antara
lain Darsiti Soeratman,1 Sajoga,2 Gerfasius Tasen,3. Dalam studi ini, biografi Ki
Hadjar Dewantara dihadirkan kembali untuk mengingat bagaimana karakter dan
pemikiran Ki Hadjar Dewantara dibentuk. Akan tetapi, biografi Ki Hadjar Dewantara
dibatasi mengenai interaksi masa kecil di istana, adat istiadat budaya Jawa, dan
1 Darsiti Soeratman menulis buku biografi yang berjudul Ki Hadjar Dewantara. Bukutersebut berisi mengenai kehidupan Ki Hadjar Dewantara mulai dari lingkungan tempattinggal, pendidikan, upaya-upaya dalam proses mencapai kemerdekaan, hingga perjalanan KiHadjar Dewantara dalam hukuman buangnya. Selain itu, buku tersebut juga membahastentang proses Ki Hadjar Dewantara pada Taman Siswa salah satunya saat melawanOrdonansi Sekolah Liar tahun 1932.
2 Sajoga menulis biografi mengenai Ki Hadjar Dewantara dalam buku yang berjudulTaman Siswa 30 Tahun. Tulisan tersebut diberi judul Riwayat Perjuangan Tamansiswa 1922-1952 berisi tentang proses awal mulanya terbentuknya Taman Siswa hingga pada massaIndonesia Merdeka. Isi tulisan mengenai Ki Hadjar Dewantara antara lain tentang karirnya diperpolitikan bersama Sarekat Islam, Indische Partij, hingga pada massa pembuangannya diBelanda. Penulisan biografi ini masih berlanjut hingga pulangnya Ki Hadjar Dewantara dariBelanda kembali ke Indonesia.
3 Studi pustaka berupa skripsi milik Gerfasius Tasen meneliti perihal kehidupan KiHadjar Dewantara ketika berada di Belanda untuk menjalani pengasingan. Skripsi yangberjudul “Pengasingan Ki Hadjar Dewantara (1913-1917)” memuat mengenai apa saja yangmelatar-belakangi Ki Hadjar Dewantara hingga dirinya diberi hukuman tersebut. Selain itu,dituliskan juga mengenai dampak pengasingan tersebut terhadap pendidikan di Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
perkembangan pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Pembatasan tersebut bertujuan
supaya tidak menyimpang dengan topik penelitian yang ditulis.
Meninggal sebagai warga biasa, Ki Hadjar Dewantara tetap tercatat sebagai
keturunan bangsawan. Lahir pada 2 Mei 1889 darah kebangsawanannya berasal dari
sang ayah yaitu K.P.H Suryoningrat, anak dari Sri Paku Alam III.4 Sri Paku Alam III
menikah dengan puteri B.P.H Puger yaitu anak Sri Sultan Hamengku Buwono II.5
Dengan begitu darah kebangsawanan Ki Hadjar Dewantara tidak hanya dari trah Pura
Pakualaman tetapi juga dari Keraton Yogyakarta.
Nama kecilnya yaitu Suwardi yang bergelar Raden Mas. Ayahnya, K.P.H
Suryaningrat, adalah pewaris tahta sebagai raja selanjutnya. Akan tetapi hal ini tidak
pernah terjadi karena Pangeran Suryaningrat menderita tuna netra sejak kecil. Selain
itu setelah wafatnya Sri Paku Alam III, ayah Suwardi diharuskan keluar dari istana
dan menetap di kampung bersama dengan rakyat biasa lainnya. Namun hal ini tidak
menjadi suatu masalah bagi Suwardi dan keluarganya.
Keluarnya Pangeran Suryaningrat dari istana bukan tanpa alasan. Sri Paku
Alam III adalah seorang raja yang berani menentang kebijakan-kebijakan pemerintah
4 Sri Paku Alam III adalah gelar kebangsawanan yang diberikan untuk Kanjeng GustiPangeran Hadipati Harjo Surjosasraningrat sebagai raja Puro Pakualaman yang ke tiga. LihatBartolomeus Samho, Citra Kepribadian Ki Hadjar Dewantara: Visi Pendidikan Ki HadjarDewantara Tantangan dan Relevansi, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2013), hal 27.
5 Puteri B.P.H Puger adalah garwa padmi atau permaisuri Sri Paku Alam III. Darigarwa padminya ini Sri Paku Alam III mempunyai dua orang anak yaitu K.P.H Suryoningratdan K.P.H Sasraningrat. Lihat Djoko Dwiyanto, Puro Pakualaman: Sejarah, Kontribusi DanNilai Kejuangannya, (Yogyakarta: Paradigma Indonesia, 2009), hal 30.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Belanda. Sri Paku Alam III mempunyai pemikiran dan pandangan politik yang
berbanding terbalik dengan pemerintah Belanda. Sehingga ketika Sri Paku Alam III
wafat pada 1864, pemerintah Belanda segera mengambil alih kekuasaan dengan
mengangkat Pangerang Nataningrat sebagai Sri Paku Alam IV.6 Rupanya
penentangan ini juga menurun pada Pangeran Suryoningrat yang menyebabkan
dirinya harus keluar dari istana.
Proses keluarnya Pangeran Suryoningrat membuat Suwardi tumbuh dengan
dua budaya yang berbeda. Sebagai seorang bangsawan, Suwardi membawa gelarnya
yaitu Raden Mas pada identitasnya di istana. Akan tetapi gelarnya ini dia tanggalkan
ketika dirinya bermain dengan teman-temannya di kampung. Peristiwa ini pula yang
nantinya mempengaruhi Suwardi benar-benar menanggalkan identitas
kebangsawaannya ketika kepulangannya dari pengasingan di Belanda.
Sejak kecil Suwardi dikenal sebagai anak yang pandai, berani, dan jujur dalam
menyatakan pendiriannya.7 Dirinya bahkan membimbing anak-anak kampung untuk
berkegiatan seperti pentas sandiwara, karawitan, pencak silat, serta pemberantasan
buta huruf. Dalam kegiatan pemberantasan buta huruf Suwardi dibantu oleh kakaknya
yaitu Suryopranoto. Selain itu, Suwardi sangat menekankan kepada seluruh pelayan
yang ada di rumahnya agar dapat menulis dan membaca. Ketika akan memulai
mengajari menulis dan membaca Suwardi berpesan agar menghiraukan hubungan
6 Budiawan, Anak Bangsawan Bertukar Jalan, (Yogyakarta: LKiS, 2006), hal 23.
7 B.S. Dewantara, Nyi Hadjar Dewantara, (Jakarta: Gunung Agung, 1984),hal 43.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
antara Putera anak Pangeran dengan anak rakyat biasa. Hal ini dia lakukan agar
mereka dapat berani bertanya hal-hal yang tidak diketahui oleh mereka.
Pura Pakualaman mempunyai kebijakan agar anak-anak keturunan bangsawan
diwajibkan untuk bersekolah baik di sekolah Eropa maupun di dalam istana.
Pendidikan di dalam istana tidak lain adalah pendidikan mengenai budaya-budaya
Jawa.8 Istana Paku Alam selalu menyediakan guru-guru yang ahli dalam bidangnya
untuk mengajar pelajaran seperti sejarah, kesusastraan hingga kesenian. Pendidikan
tersebut bukan hanya pendidikan mengenai istana Pura Pakualaman saja tetapi juga
mengenai kebudayaan Jawa yang luas.
Pendidikan di dalam istana pada kalangan bangsawan bertujuan untuk
melestarikan tradisi-tradisi dari generasi ke generasi.9 Melalui hal ini, secara tidak
langsung menjadikan tradisi sebagai hal utama dalam kehidupannya. Pendidikan yang
terkesan eksklusif ini juga mempertebal kesadaran akan status sosialnya terhadap
lingkungan masyarakat. Akan tetapi hal ini berbeda dengan Suwardi yang selalu
mengesampingkan status sosialnya.
Sifat merakyat Pangeran Suryoningrat tidak hanya ditunjukkan melalui
kedekatannya dengan rakyat saja. Sebagai kerabat kerjaan sudah semestinya untuk
8 Darsiti Soeratman, Ki Hadjar Dewantara, (Jakarta: Departemen Pendidikan DanKebudayaan Direktorak Sejarah Dan Nilai Tradisional, 1984), hal 15.
9 Sartono Kartodirdjo, dkk, Perkembangan Peradaban Priyayi, (Yogyakarta: GadjahMada University Press, 1987), hal 100.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
membuat upacara kelahiran yang mewah dan megah layaknya keturunan bangsawan
lainnya. Hal ini dilakukan karena, bagi para bangsawan anak merupakan lambang
keberadaan serta lambang kemakmuran keluarga.10 Akan tetapi hal ini jauh berbeda
dengan Pangeran Suryoningrat yang hanya melakukan upacara dengan sederhana,
bahkan jauh dari kata mewah.
Ketika Suwardi lahir, Pangeran Suryoningrat tidak mengadakan upacara
kelahiran sesuai dengan tradisi di lingkungan istana. Pemberian hadiah atau bingkisan
kepada tamu-tamu yang menjenguk ditiadakan. Tidak hanya kepada tamu saja,
pemberian hadiah kepada para dhayang yang begadang serta bermain judi juga
ditiadakan.11 Akan tetapi tidak serta merta upacara kelahiran tersebut tidak
diselenggarakan. Pembacaan kitab-kitab Sastra Jawa masih tetap dilakukan dengan
ditambah Tadarus Al-Quran.
Meskipun Suwardi tinggal di luar istana, dirinya masih tetap menjalin
hubungan baik dengan keluarga yang tinggal di istana. Hal ini dibuktikan dengan
kedekatannya dengan Sutartinah, anak dari pamannya. Sutartinah tidak segan untuk
membantu Suwardi ketika dirinya mengajari menulis dan membaca. Selain itu
10 Koentjoroningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta: Balai Pustaka), hal 235.
11 Bambang Sokawati Dewantara, Ki Hadjar Dewantara: Ayahku, (Jakarta: PustakaSinar Harapan, 1989), hal 26.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Sutartinah juga setia mendampingi Suwardi ketika Suwardi mengikuti lomba mengaji
dan adzan dikalangan anak-anak.12
2.2 Kejawaan Ki Hadjar Dewantara
Ketika kita berbicara mengenai kejawaan seseorang, maka tidak akan bisa
lepas dari budaya yang melekat. Budaya Jawa sendiri sangatlah kompleks dengan
segala adat istiadat, sejarah, serta aturan-aturan yang mengikat. Akan tetapi, hal ini
bukanlah suatu masalah, malah masyarakat Jawa sendiri melihatnya sebagai suatu
karunia yang ditinggalkan oleh para leluhur dan setia menjaga tanpa pamrih. Budaya
inilah yang selalu diselaraskan dengan jiwa dan tindak-tanduk dalam kehidupan
sehari-hari.
Dalam kehidupan sehari-hari terdapat dua segi fundamentalis yang
merupakan hal mendasar dan menyatu dalam diri manusia. Dua segi fundamentalis
ini saling berkesinambungan sehingga tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lainnya yaitu segi lahir dan segi batin.13 Segi lahir merupakan hal-hal yang dapat
dilihat oleh manusia dengan mata telanjang seperti tingkah laku, pembawaannya
dalam lingkungan masyarakat, hingga cara bicara. Sedangkan segi batin merupakan
12 B.S. Dewantara, op.cit., hal 45.
13 Christina S. Handayani dan Ardhian Novianto, Kuasa Wanita Jawa, (Yogyakarta:LKiS, 2004), hal 51.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
kesadaran manusia untuk menemukan kebenaran dan kebijaksanaan yang diperoleh
melalui olah rasa.14
Dari kedua segi fundamentalis tersebut, terdapat prinsip-prinsip kesopanan.
Prinsip-prinsip ini berguna untuk menyeimbangkan antara segi lahir dan segi batin.
Prinsip pertama, bagaimana seorang manusia dapat membawa diri di dalam
lingkungan sosialnya. Kedua, untuk tidak langsung mengatakan pendapatnya
terhadap sesuatu yang tidak sejalan dengan pemikirannya. Ketiga, tidak
memberitahukan hal-hal yang dianggap tidak penting. Keempat, untuk mengontrol
sikap disetiap keadaan agar tidak menimbulkan kesan yang tidak sopan.
Suwardi tidak pernah menerima pengajaran tentang kedua segi
fundamentalis serta prinsip-prinsip kesopanan tersebut. Akan tetapi sebagai putra asli
Jawa hal tersebut kemudian diajarkan melalui praktek kehidupan sehari-hari. Salah
satu segi fundamentalis, yaitu segi batin, dipelajari melalui pelajaran-pelajaran agama
Islam serta ajaran lama yang dipengaruhi oleh filsafat Hindu, yaitu wayang.15
Sedangkan prinsip-prinsip kesopanan tercermin dalam setiap tulisan Suwardi yang
ringkas namun penuh dengan nilai dan pengetahuan serta tidak memojokkan
siapapun.
14 Olah rasa dilakukan dengan bertapa di tempat-tempat yang dianggap keramat danmempunyai nilai mistik yang kuat.
15 Darsiti Soeratman, op.cit., hal 16.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Dalam pengajaran agama Islam dan filsafat Hindu untuk mengolah segi
bantinnya, Pangeran Suryoningratlah yang mempunyai andil besar di dalamnya.
Pangeran Suryoningrat adalah seorang pemeluk agama Islam yang taat sekaligus
pencinta wayang.16 Dalam mencintai wayang, Pangeran Suryoningratpun rutin
menggelar pertunjukan wayang kulit dengan mengundang seorang dalang ke
rumahnya. Hal ini dilakukannya bukan hanya sekedar hiburan dan seni melainkan
juga untuk media pendidikan bagi anak-anaknya.
Bagi masyarakat Jawa khususnya para priyayi, pernikahan merupakan hal
yang penting. Dari pernikahan dapat menunjukkan status sosial serta kedudukannya
di dalam kelompok masyarakat. Dalam memilih calon pengantinpun selalu
memperhatikan bibit, bebet dan bobotnya. Bagi para priyayi memilih calon pengantin
sangatlah penting agar darah kebangsawanan mereka tidak pudar. Selain itu,
pernikahan yang diadakan bertujuan untuk menjalin silaturahmi antara kerajaan satu
dengan kerajaan yang lain. Hal ini juga terjadi pada pernikahan Suwardi dimana
dirinya dinikahkan dengan Sutartinah.
Sebenarnya Suwardi dan Sutartinah merupakan saudara sepupu karena ayah
keduanya merupakan saudara kandung kakak beradik. Mereka dinikahkan pada tahun
1913 tepat sebelum Suwardi bersama dengan dua rekannya, Douwess Dekker dan
Tjipto Mangunkusumo, akan berangkat ke Belanda untuk menjalani masa
16 Budiawan, op.cit., hal 41.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
pembuangan. Namun, pernikahan keduanya dilangsungkan dengan cara yang
sederhana mengingat saat itu Suwardi akan menjalani hukuman buang. Maka dari itu,
Sutartinah pun ikut ke Belanda menemani Suwardi dalam masa pembuangannya.
Kejawaan Suwardi tidak hanya dilihat melalui kedua segi fundamentalis dan
prinsip-prinsip kesopanan saja. Ketika dirinya menjalani hukuman buang di Belanda
lahirlah anak pertama dan keduanya.17 Douwes Dekker yang pada waktu itu
menjalani hukuman yang sama di Belanda, ikut memberi nama kepada ke dua anak-
anak Suwardi. Pada anak pertama, Douwes Dekker memberi nama Asti yang
kemudian menjadi nama panggilannya sehari-hari dan kepada anak kedua, yaitu Aryo
Mataram.18
Suatu kehormatan pada setiap masyarakat Jawa yang bisa ikut memberikan
nama kepada seorang bayi yang baru lahir. Masyarakat Jawa sendiri menganggap
nama adalah sebuah doa agar kehidupan sang bayi nantinya berjalan sesuai harapan
orang tua. Sering kali nama-nama bayi yang baru lahir ini kemudian diambil dari
cerita-cerita mitologi Jawa.19 Seperti Suwardi yang memberi nama anak keduanya,
17 Hukuman buang atau hukuman Internering adalah hukuman yang diberikanpemerintah kolonial Belanda kepada masyarakat Indonesia yang dianggap membangkangatau memberontak sistem pemerintahan waktu itu. Ki Hadjar Dewantara menjalani hukumanbuang dari tahun 1913-1915 dengan kedua temannya yaitu Douwes Dekker dan TjiptoMangunkusumo. Ki Hadjar Dewantara pun mengajak sang istri yaitu Nyi Hadjar Dewantara.Lihat Bartolomeus Samho, op.cit., hal 61.
18 Bambang Sokawati Dewantara, op.cit., hal 20.
19 Koentjoroningrat, op.cit., hal 238.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
yaitu Subroto yang artinya Satria Pertapa. Sedangkan nama Aryo Mataram artinya
merupakan sebuah harapan serta cerminan keagungan bangsa.20
Unsur kejawaan lain yang dimiliki Suwardi, yaitu bidang kesenian.
Keahliannya dalam bidang kesenian ini diperoleh sebagai ciri khas keluarga kerajaan
Pakualaman. Pura Pakualaman sendiri menaruh perhatian yang lebih terhadap bidang
kesenian terutama pada serat-serat. Bahkan, pengetahuan mengenai budaya Jawa
diberikan kepada setiap anak-anak kerabat Pakualaman sebagai sebuah pendidikan.
Kegiatan semacam ini kemudian memupuk rasa Suwardi terhadap kebudayaannya
sendiri.
Lantaran sang ayah yang kerap menggelar pertunjukkan wayang kulit di
rumahnya serta pendidikan Jawa yang diperolehnya dari istana membuat
pengetahuannya akan budaya Jawa sangat luas. Tidak heran ketika dirinya berada di
negeri Belanda dikenal sebagai seorang ahli sastra Jawa.21 Bahkan Suwardi diundang
dalam Kongres Pengajaran Kolonial I di Den Haag pada Agustus 1916 sebagai
seorang ahli kesenian.22 Hal ini sangat kompleks mengingat bahwa selama ini dirinya
berkecimpung dalam bidang jurnalistik dan berbagai organisasi politik lainnya.
20 Bambang Sokawati Dewantara, op. cit., hal 22.
21 Darsiti Soeratman, op.cit., hal 70.
22 Kongres ini merupakan kongres yang membahas tentang bahasa pengantar padasekolah-sekolah Bumiputera di Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
2.3 Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
Saat bersekolah, Suwardi menemukan dunia yang baru. Dirinya dikelilingi
dengan orang-orang dari berbagi daerah seperti Ambon bahkan hingga orang-orang
Indo. Tidak jarang pula Suwardi menerima ejekan dari orang-orang Indo karena
dirinya adalah orang Jawa. Namun, dengan bersekolah membuat pengetahuan
Suwardi bertambah tidak hanya tentang budaya dan sastra Jawa. Dengan bersekolah
pula Suwardi menjadi tidak buta akan nasib bangsanya.
Pada pertengahan abad ke- 19, lembaga pendidikan yang diselenggarakan
oleh pemerintah Belanda semakin bertambah. Bertambahnya lembaga yang didirikan
dikarenakan semakin banyaknya orang-orang Belanda, bahkan orang-orang Eropa
lainnya yang datang ke Indonesia. Tentunya selain orang-orang Eropa, masyarakat
Indonesia ada pula yang bersekolah di sekolah-sekolah Belanda. Tetapi hanya
masyarakat dari golongan elite dan bangsawan saja yang boleh bersekolah.
Sekolah-sekolah yang menjadi tempat Suwardi mendapatkan pendidikan
Belanda antara lain Sekolah Dasar Belanda III, Kweekschool, dan STOVIA. Sekolah
Dasar Belanda III menjadi pilihan Suwardi dan keluarga dalam menempuh
pendidikan. Hal ini dikarenakan semenjak wafatnya Sri Paku Alam III perekonomian
keluarga Suwardi menjadi tidak stabil. Maka dari itu, dirinya disekolahkan di sekolah
yang biayanya lebih terjangkau. Sementara itu seluruh kerabat Pura Pakualaman
memilih Sekolah Dasar Belanda I sebagai pendidikannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Dasar Belanda III, Suwardi
melanjutkan sekolahnya di Kweekschool pada tahun 1904.23 Akan tetapi, beliau tidak
menyelesaikan pendidikan gurunya setelah bertemu Dr. Wahidin Sudirohusodo.
Pertemuannya dengan Dr. Wahidin Sudirohusodo membawanya pada bidang
kedokteran dengan menawarkan beasiswa pendidikan. Beasiswa tersebut berada pada
sekolah dokter Jawa atau yang lebih dikenal STOVIA.24
Pengalaman baru didapatkannya ketika bersekolah di STOVIA pada 1905-
1910. Menjadi murid STOVIA mengharuskan Suwardi untuk tinggal di asrama yang
sangat berbeda jauh dengan kehidupannya di Pakualaman. Murid-murid lainnya
berasal dari berbagai macam daerah serta latar belakang yang berbeda serta agama
yang berbeda pula. Hal ini membuat Suwardi dapat beradaptasi dengan lingkungan
baru.
Selama menjadi murid STOVIA Suwardi semakin mengolah kemampuannya
dalam berbagai bidang, termasuk berorganisasi. Organisasi pertama yang diikutinya
23 Kweekschool merupakan sekolah pendidikan guru untuk sekolah vervolg atausekolah kelas II. Bahasa pengantarnya yaitu Bahasa Belanda. Tamatan Kweekschoolmempunyai wewenang untuk mengajar sampai kelas tinggi. Lihat I. Djumhur dan Drs. H.Danasuparta, Sejarah Pendidikan, (Bandung: CV. Ilmu, 1976), hal 140.
24 STOVIA atau School Ter Opleiding van Indische Artsen didirikan tahun 1902.Untuk memenuhi kebutuhan akan banyaknya mantri cacar, maka tahun 1851 dibuka sekolahuntuk para mantra cacar. Lulusan dari sini kemudian diberi gelar Dokter Jawa lalusekolahnya dinamakan Sekolah Dokter Jawa. Kemudian pada tahun 1902 sekolah tersebutmengalami reorganisasi dan berganti nama menjadi STOVIA. Lihat Ibid., hal 144-145.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
yaitu Budi Utomo tahun 1908.25 Budi Utomo menjadi ajang tempat pertemuannya
dengan Douwes Dekker. Melalui organisasi inilah Suwardi menaruh perhatian pada
bidang jurnalistik serta politik. Selalu berperan aktif saat menjadi anggota sehingga
dipercayai menjalani tugas propaganda. Inilah fase awal Suwardi dalam perjuangan
kemerdekaan.
Tahun 1910 adalah tahun akhirnya bersekolah di STOVIA, Suwardi harus rela
dikeluarkan dari sekolah karena dirinya dinyatakan tidak naik kelas. Alasannya
adalah Suwardi tidak masuk selama empat bulan akibat sakit keras. Akibatnya
beasiswanya dicabut dan tidak dapat melanjutkan pendidikanya. Akan tetapi, pihak
sekolah memberikan surat keterangan baik dalam berbahasa Belanda untuk Suwardi.
Dikeluarkannya Suwardi dari sekolah menuntunnya untuk fokus dalam organisasi
serta perjuangan kemerdekaanya.
Setelah dikeluarkan, Suwardi melanjutkan untuk bekerja di laboratorium
Pabrik Gula di Banyumas. Kemudian tahun 1911 dirinya pindah ke Yogyakarta dan
bekerja sebagai asisten apoteker di Rathkamp. Akan tetapi, Suwardi kembali
berorganisasi dengan menjadi ketua Sarikat Islam cabang Bandung bersama dengan
25 Budi Utomo didirikan pada 20 Mei 1908 dalam sebuah rapat mahasiswa diSTOVIA. Organisasi Budi Utomo merupakan sebuah wadah bagi para mahasiswa saat ituuntuk dapat menampung segala aspirasinya. Selain itu, pembentukan Budi Utomo dilatarbelakangi oleh aksi Dr. Wahidin Sudirohusodo yang berkeliling Jawa menemui pada Bupatidan Priyayi untuk menggalang dana beasiswa yang diperuntukkan para kaum mudaIndonesia. Lihat Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: SejarahPergerakan Nasional Dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme Jilid 2, (Jakarta: PTGramedia, 1990), hal 100-102.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Abdoel Moeis dan Wignyodisastro.26 Bersama dengan rekannya yang lain, yaitu
Douwes Dekker dan Tjipto Mangunkusumo, Suwardi mendirikan sebuah partai
bernama Indische Partij ditahun berikutnya.27
Bersama dengan Indische Partij Suwardi sangat produktif menghasilkan
karya-karya jurnalistik. Tulisan-tulisannya sangat mencerminkan sikapnya yang tegas
namun tenang serta tidak meledak-ledak. Hal ini dibuktikan saat Suwardi menulis
tentang sikap pemerintah Belanda yang mengadakan perayaan Seratus Tahun di
Hindia Belanda.28 Tulisannya yang berjudul Seandainya Aku Seorang Belanda,
mampu membuat pemerintah Belanda merasa terancam keberadaannya. Akibatnya
Suwardi menerima hukuman dari pemerintah Belanda bersama dengan Douwess
26 Sarikat Islam merupakan suatu organisasi yang bergerak di berbagai macam bidangserta tidak tertuju pada satu orientasi tujuan. Bidang-bidang tersebut diantaranya yaituekonomi,sosial, politik dan kultural. Sementara itu, agama Islam digunakan sebagai ideologiuntuk melandasi segala aspek serta bidang-bidang yang berlaku. Lihat Sartono Kartodirdjo,op.cit., hal 107 dan B.S. Dewantara, op.cit., hal 58.
27 Indische Partij merupakan organisasi politik pertama di Indonesia yangberanggotakan Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat.Ketiganya sangat produktif dalam menghasilkan tulisan-tulisan yang bersifat provokatifkepada kaum muda untuk melawan pemerintahan Belanda. Tak heran maka keduanya harusmenjalani hukuman dari pemerintah Belanda.
28 Perayaan Seratus Tahun dilakukan Belanda untuk mengenang lepasnya Belandadari jajahan Prancis. Pemerintah Belanda sendiri mengadakan sebuah acara denganmendirikan Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda yang diadakandengan menggalang dana dari rakyat. Sebagai sebuah perlawanan maka Suwardi menulis disebuah surat kabar de Expres dengan judul “Seandainya Aku Seorang Belanda” dan menuaibanyak kritikan dari pihak Belanda. Tulisannya ini juga didasari atas tidak diberikannya izinbadan hukum bagi Indische Partij dari pemerintah Belanda. Pemerintah Belanda menganggapbahwa Indische Partij dapat membangkitkan semangat nasionalisme kaum muda untukbangkit menentang pemerintahan Belanda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Dekker dan Tjipto Mangunkusumo. Mereka bertiga kemudian mendapatkan hukuman
buang atau hukuman internering di Belanda.
Gambar 2.1: Tokoh “Tiga Serangkai”, Dr. Cipto Mangunkusuno, Douwes Dekker,dan R.M. Soewardi Sorjaningrat.29
Ketiga orang yang menamai dirinya Tiga Serangkai kemudian pada 15
September 1913 berlayar menggunakan kapal Bullow ke Belanda.30 Pembuangannya
ke Belanda tidak pernah disia-siakan oleh Suwardi. Di Belanda dirinya terus
menambah wawasan dengan belajar pada berbagai bidang. Bidang-bidang yang
dipelajarinya antara lain yaitu pendidikan, seni, hingga jurnalistik. Meskipun masa
pembuangan adalah masa hukuman bagi dirinya serta kedua temannya, masih dapat
29 “Tiga Serangkai,” Koleksi Foto Digital Museum Dewantara Kirti Griya(Tamansiswa), accessed November 21, 2018,https://museumdewantara.omeka.net/items/show/3292.
30 B.S. Dewatara, op.cit., hal 68.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk menambah wawasan yang diperlukan
untuk perjuangan.
Salah satu bidang yang dipelajari secara teori yaitu pendidikan dengan belajar
berbagai macam metode pembelajaran dari tokoh-tokoh pendidikan ternama. Tokoh-
tokoh pendidikan tersebut antara lain J.J. Rousseau, Dr. Frobel, Dr. Montessori,
Rabindranath Tagore, John Dewey, dan Kerschenteiner.31 Diantara beberapa tokoh
diatas Dr. Frobel dan Dr. Montessorilah yang menginspirasi dirinya dalam
merealisasikan perjuangannya. Kedua tokoh pendidikan inilah yang banyak
mempengaruhi pemikiran Suwardi dalam bidang pendidikan.
Kedua tokoh baik Dr. Frobel dan Dr. Montessori merupakan ahli-ahli
pendidikan yang bergerak pada pendidikan taman kanak-kanak. Menurut Dr. Frobel
melatih otak anak dengan menyediakan alat-alat dapat melatih gerak dan imajinasi
mereka. Dengan melatih imajinasi, maka kita dapat melatih pula cara berpikir anak-
anak. Sedangkan Dr. Montessori lebih berfokus pada perilaku anak dan sikap anak-
anak. Metode milik Montessori inilah yang berkembang hingga ke Asia.32
Pendidikan formal yang ditempuh Suwardi memang tidak memuaskan,
bahkan harus dikeluarkan dari sekolahnya. Namun, jika dilihat dari apa yang sudah
disumbangkan bagi masyarakat sekitar hingga bangsa bukanlah sesuatu yang bisa
31 Darsiti Soeratman, op.cit., hal 68.
32 Ibid., hal 69.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
dibandingkan. Selain memperoleh pendidikan lewat sekolah-sekolah formal, Suwardi
juga aktif dalam berbagai organisasi yang membuat pengetahuannya bertambah.
Organisasi-organisasi tersebut mengajarkan beliau berjuang memerdekakan bangsa
dengan cara yang berbeda. Tidak hanya dengan menulis pemikirannya, tetapi juga
memberanikan diri untuk merealisasikannya di tengah-tengah kondisi bangsa yang
tidak kondusif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
BAB III
PEREMPUAN DALAM KACAMATA KI HADJAR
DEWANTARA
3.1 Ki Hadjar Dewantara Yang Jurnalis
Jurnalistik merupakan langkah awal yang ditempuh Suwardi dalam proses
kemerdekaan Indonesia. Tidak susah untuk seorang Suwardi mempelajari jurnalistik
karena latar belakang keluarganya yang menyukai serat maupun karya sastra Jawa
lainnya. Bidang jurnalistik dijadikannya sebagai alat untuk menyingkirkan
pemerintah Belanda dengan cara menuangkan ide-ide kritisnya. Hal ini sangat efektif
karena para generasi muda dapat dengan mudah membacanya di beberapa surat kabar
sehingga mereka tergugah untuk melawan pemerintah Belanda.
Meskipun Suwardi memiliki latar belakang tulis-menulis dari keluarganya,
dirinya tetap mempunyai proses dalam menulisnya sendiri. Sutartinah, istrinya, selalu
mendorongnya untuk terjun dalam bidang jurnalistik walau Suwardi sekolah di
bidang kedokteran. Sutartinah pula orang pertama yang menemukan bakat terpendam
Suwardi untuk menjadi jurnalis ketika Suwardi membuat karya tulis tentang sebuah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
penyakit dengan pandangan sosial, ekonomi dan politik.1 Kemudian Sutartinah
mencoba mengarahkan Suwardi untuk mengirimkan karya tulisnya ke surat kabar.
Kemampuan jurnalistik Suwardi berkembang ketika dirinya terjun menjadi
anggota organisasi Budi Utomo. Pandangannya pun semakin luas pada bidang politik
yang membuatnya menjadi sosok yang makin anti-pati terhadap pemerintahan
Belanda. Latar belakang keluarga yang kontra dengan perpolitikan pemerintah
Belanda, membuat Suwardi kian getol dalam menuliskan ide-idenya terhadap
pemerintah Belanda. Kecintaan Suwardi pada bidang jurnalistik menemui titik terang
tatkala pertemuannya dengan Douwes Dekker pada 1908.2 Pada waktu itu Douwes
Dekker adalah seorang redaktur majalah Bataviaasche Nieuwsblad.
Tahun 1910 ketika Suwardi dikeluarkan dari sekolah dirinya tambah leluasa
untuk terjun dalam jurnalistik. Kendati Suwardi tidak langsung bekerja pada bidang
jurnalistik, tahun 1912 dirinya mendapatkan kesempatan untuk mengurus sebuah
surat kabar. Bersama dengan Douwes Dekker dan Tjipto Mangunkusumo, Suwardi
1 B.S Dewantara, Nyi Hadjar Dewantara, (Jakarta: Gunung Agung, 1984), hal 56.
2 Nama lengkap Douwes Dekker adalah Ernest Francois Eugene Douwes Dekker.Dirinya adalah seorang Indo-Belanda yang lahir di Pasuruan pada tahun 1879. DouwesDekker mempunyai nama Indonesia yaitu Dr. Danudirja Setiabudhi. Sebelum denganSuwardi dan Tjipto Mangunkusumo, dirinya adalah seorang redaktur majalah Belanda yaituBataviaasche Nieuwsblaad. Kemudian dirinya dipecat dan mendirikan surat kabar sendiridengan nama De Express. Ketika Perang Boer di Afrika Selatan sedang berjalan, dirinya ikutberperang melawan penjajahan Inggris yang menyebabkan dirinya kehilangan status sebagaiwarga negara Belanda. Sehingga ketika Douwes Dekker akan mengikuti ujian doctor diUniversitas Zurich di Swiss, ia menyebutkan bahwa dirinya berkebangsaan Jawa. LihatH.A.H. Harahap dan B.S. Dewantara, Ki Hadjar Dewantara dan Kawan-Kawan: Ditangkap,Dipenjarakan dan Diasingkan¸ (Jakarta: Gunung Agung, 1980), hal 4-7).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
dipercaya memegang jabatan sebagai pembantu tetap di majalah De Express.3
Dengan semangat dan kepentingan yang sama, mendirikan sebuah organisasi yaitu
Indische Partij yang menyatakan diri sebagai partai politik.
Tulisan Suwardi yang paling terkenal berjudul Seandainya Aku Seorang
Belanda tersebut dimuat dalam berbagai surat kabar salah satunya De Express dan
dalam sebuah brosur milik Komite Bumi Putera.4 Tulisan tersebut dikirim hingga ke
daerah pelosok Jawa sehingga semua orang dapat membacanya. Pemerintah Belanda
kemudian menyita seluruh brosur-brosur tersebut dan memasalahkannya pada pihak
kejaksaan. Bagi pemerintah Belanda, tulisan Suwardi merupakan tulisan yang dapat
menghasut pikiran-pikiran rakyat Indonesia. Akan tetapi, bagi rakyat Indonesia
sendiri, tulisan Suwardi disambut hangat sebagai tulisan yang berani dan tegas.
Ditahun 1913 ketika tulisannya dilarang, Suwardi bersama dengan Tjipto
Mangunkusumo dan Douwes Dekker menerima hukuman, yaitu hukuman buang ke
negeri Belanda. Kehidupannya di Belanda membuatnya semakin giat untuk
3 Majalah De Express adalah majalah yang didirikan oleh Douwes Dekker setelahdirinya dipecat dari majalah Bataviaasche Nieuwsblad. Majalah ini lahir di Bandung denganmengajar Ki Hadjar Dewantara dan Tjipto Mangunkusumo untuk mengelolanya. De Expressmenggunakan bahasa Belanda dalam penerbitannya dan sangat mencerminkan tujuanketiganya dalam mencapai Indonesia merdeka.
4 Komite Bumi Putera dibentuk pada Juli 1913 oleh Tjipto Mangunkusumo, SuwardiSuryaningrat, Adul Muis, dan A.H. Wignyadisastra. Komite ini merupakan komite tandinganpemerintahan Belanda yang mengadakan Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Belanda ditanah jajahan. Tujuan dibentuknya Komite Bumi Putera yaitu sebagai wadah kritik rakyatterhadap kebijakan pemerintah Belanda pada waktu itu. Selain itu sebagai alat untukmencerdaskan rakyat dengan menyebarkan brosur yang memuat masalah-masalahketatanegaraan dan ekonomi dalam bahasa Belanda dan Melayu. Lihat H.A.H. Harahap danB.S. Dewantara, op.cit., hal 15-16.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
menyuarakan suara-suara rakyat Indonesia. Kemampuan jurnalistiknya semakin
terasah ketika dirinya harus rajin-rajin menulis agar mendapatkan uang demi
mencukupi kebutuhan hidupnya di Belanda. Kemudian, Sutartinah, sebagai istrinya
ikut mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan menjadi guru di Frobel
School atau Taman Kanak-Kanak di Den Haag.5
Pada tahun 1914, Suwardi mendirikan biro pers Indonesia dengan nama
Indonesische Pers Bureau dibantu Sutartinah. Biro pers yang dibuat oleh Suwardi
merupakan biro pertama yang menggunakan nama Indonesia. Tujuan didirikannya
biro pers ini adalah untuk memberikan informasi-informasi kepada surat kabar di
Belanda tentang berbagai macam situasi yang sedang berlangsung di Indonesia.
Selain itu, brosur-brosur serta risalah-risalah mengenai Budi Utomo, Sarikat Islam,
Indische Partij dan lain-lain diterbitkan oleh Indonesische Pers Bureau.
Melalui biro pers yang didirikannya Suwardi kemudian menerbitkan brosur
untuk memperingati masa pembuangannya di Belanda. Brosur tersebut berisi
beberapa tulisan Suwardi yang telah dilarang oleh pemerintah Belanda. Tulisan
lainnya yang dimuat dalam brosur tersebut yaitu tulisan dari Tjipto Mangunkusumo,
Douwes Dekker dan H. Mulder. Tulisan-tulisan tersebut adalah tulisan yang sudah
dilarang dan dicabut oleh pemerintah Belanda. Akan tetapi oleh Sutartinah, tulisan
5 B. S. Dewantara, Nyi Hadjar Dewantara, (Jakarta: Penerbit Gunung Agung, 1984),hal 73.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
tersebut dikumpulkan dan dirawat ketika mereka akan berangkat menuju tanah
pembuangan.
Biro pers milik Suwardi ternyata membuahkan hasil ketika Dewan Perwakilan
Rakyat Belanda berunding dan memperdebatkan pembuangan Suwardi, Tjipto
Mangunkusumo dan Douwes Dekker. Indonesische Pers Buerau berhasil untuk
membentuk pendapat umum yang kemudian mendukung serta membela “Tiga
Serangkai”. Melalui keputusan votting dihasilkan bahwa golongan demokrat, sosial,
serta golongan progresif lainnya mendukung upaya pembebasan Tiga Serangkai
tersebut. Keputusan pun dapat diambil yaitu pada tahun 1918 ketiganya dibebaskan
oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Graaf van Limburg Stirum.6
Suwardi semakin melebarkan sayapnya dalam berkiprah di bidang jurnalistik.
Sekembalinya di Indonesia dirinya memimpin majalah De Beweging serta majalah
berbahasa melayu yaitu Persatuan Hindia. Dirinya mengerahkan secara maksimal
kemampuannya dalam menulis dengan banyak mengirimkan tulisan-tulisannya ke
berbagai koran ataupun majalah-majalah. Meskipun Suwardi sudah dibebaskan dari
hukuman buang, dirinya masih menulis tentang politik dan pembebasan rakyat
Indonesia dari penjajahan Belanda. Tulisannya masih sangat sensitif bagi pemerintah
6 B.S. Dewantara, op.cit., hal 95.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Belanda. Sehingga Suwardi kembali mendapatkan hukuman dari pemerintah Belanda
berupa Pers Delict.7
Akan tetapi dari seluruh perjalanan karier jurnalistik Suwardi, hanya
Sutartinah lah yang menjadi pendorongnya. Sutartinah sendiri sangatlah mengetahui
bagaimana watak suaminya ketika akan menuangkan ide-idenya ke dalam tulisan.
Bagi Sutartinah, Suwardi adalah sosok yang cerdas, berani dan mempunyai semangat
juang yang tinggi. Sutartinah juga berpendapat bahwa Suwardi terlalu gegabah dan
sulit mengendalikan emosi. Dalam hal ini Sutartinah senantiasa mengarahkan
Suwardi agar tidak terjebak dalam emosi oleh pemerintah Belanda.
7 Pers Delict adalah istilah dalam hukum yang digunakan untuk memidanakan kasus-kasus yang berkaitan dengan pers. Atau dapat diartikan lagi sebagai tindak kejahatan yangdilakukan oleh pers. Selain itu penyiaran tulisan atau gambar dalam media pers yangdianggap sebagai pelanggaran hukum dapat juga dinamai sebagai pers delict. Pihak-pihakyang dapat dikenai pers delict adalah pembuat tulisan atau gambar, redaktur, penerbit, sertapencetak. Terdapat tiga unsur agar si pembuat tulisan dapat dikenai pers delict. Pertamaadanya penyebarluasan gagasan melalui barang cetakan, kedua gagasan tersebut harusmerupakan perbuatan yang dapat dipidanakan menurut hukum, dan ketiga gagasan tersebutharus dapat dibuktikan telah dipublikasi. Lihat dihttps://www.jurnalrozak.web.id/2014/05/pengertian-dan-unsur-delik-pers.html danhttps://arti-pengertian-definisi.blogspot.com/2014/02/pengertian-delik-pers.html diakses pada14 Agustus 2018.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Gambar 3.1: Ki dan Nyi Hadjar Dewantara8
Tepat di usianya yang ke 40, Suwardi mengubah namanya menjadi Ki Hadjar
Dewantara. Begitu pula dengan istrinya, Sutartinah, dirinya juga mengubah namanya
menjadi Nyi Hadjar Dewantara. Perubahan nama tersebut berawal dari sebuah
julukan yang diberikan oleh R.M. Sutatmo ketika memimpin sidang dalam acara
“Seloso-Kliwonan”.9 R.M. Sutatmo memberikan julukan “Ki Ajar”. Julukan ini
8 “Ki dan Nyi Hadjar Dewantara ,” Koleksi Foto Digital Museum Dewantara KirtiGriya (Tamansiswa), accessed November 21, 2018,https://museumdewantara.omeka.net/items/show/3326.
9 Seloso-Kliwonan adalah sebuah paguyuban yang didirikan oleh Ki AgengSuryamataraman sebagai ketua dan Ki Hadjar Dewantara sebagai sekertaris. Paguyuban inimengagendakan untuk berdiskusi setiap malam selasa kliwon membicarakan tentang caranyameraih kemerdekaan. Anggotanya terdiri dari para pendidik, budayawan, politikus, dan ahlijiwa. Melalui Paguyuban Seloso-Kliwon, cikal bakal pemikiran mengenai pendidikan untukrakyat Indonesia tercetus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
diberikan kepada Suwardi karena dirinya dianggap mampu dalam hal ilmu keguruan
dan pendidikan.10
Julukan tersebut menjadi hal yang serius ketika Suwardi dan istrinya
menjadikannya sebuah nama untuk selamanya. Perubahan nama ini juga
membuktikan bahwa Suwardi dan Sutartinah sudah memantabkan diri untuk
melepaskan statusnya sebagai bangsawan. Dengan tidak lagi memakai gelar pada
namanya menandakan bahwa dirinya sama seperti orang biasa. Selain itu, dirinya
juga sudah siap melepas atribut bangsawan yang telah lama melekat. Sehingga sudah
tidak ada batasan antara dirinya yang seorang bangsawan dengan masyarakat biasa
lainnya.
Dalam memperjuangkan kemerdekaan, tentunya Ki Hadjar Dewantara tidak
sendiri. Nyi Hadjar Dewantara pun mulai ikut terjun dalam kegiatan organisasi yang
bergerak dalam bidang pergerakan perempuan. Dalam perkembangannya, Nyi Hadjar
Dewantara menjadi ketua organisasi Wanita Taman Siswa sekaligus merangkap
sebagai anggota Badan Penasehat Pemimpin Umum. Nyi Hadjar Dewantara
kemudian juga terjun dalam bidang jurnalistik dengan menulis beberapa artikel
tentang perempuan.
10 Bambang Sokawati Dewantara, Ki Hadjar Dewantara: Ayahku, (Jakarta: PustakaSinar Harapan, 1989), hal 33.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
3.2 Pandangan Ki Hadjar Dewantara Mengenai Perempuan
Darah bangsawan yang mengalir dalam tubuh Ki Hadjar Dewantara tidak
dapat ditutupi. Prinsip-prinsip Jawa serta keyakinan terhadap agamanya bahkan bisa
dijalankan secara bersamaan. Rendah hati dan merakyat merupakan kata-kata yang
pantas diberikan pada Ki Hadjar Dewantara. Lugas dan tegas dalam setiap
tuturkatanya serta lemah-lembut pada setiap perbuatannya menjadikan Ki Hadjar
Dewantara selalu dihormati. Keprihatinan terhadap keadaan bangsanya membuatnya
sadar akan tugasnya untuk membawa perubahan pada sistem pendidikan.
Kehidupan Ki Hadjar Dewantara diselimuti budaya Jawa yang mempengaruhi
pola pikirnya. Salah satunya, pemikiran budaya Jawa mengenai perempuan.
Perempuan dalam adat budaya Jawa selalu ditempatkan di belakang laki-laki.
Pengaruh budaya patriarki yang kuat serta konstruksi sosial yang dibangun membuat
banyak aturan yang mengikat para perempuan. Adat maupun aturan tersebut mampu
mengekang kebebasan perempuan dalam mengeksplorasi dirinya baik dalam keluarga
maupun masyarakat. Sehingga sedikit perempuan yang menyadari pentingnya posisi
perempuan pada keluarga maupun masyarakat.
Budaya Jawa sering kali menempatkan perempuan pada posisi nomor dua
setelah laki-laki. Perempuan juga selalu diidentikkan dengan pekerjaan pada sektor
domestik. Pada sektor ini perempuan hanya diberi tanggung jawab terhadap
kehidupan keluarga. Sedangkan laki-laki di tempatkan pada sektor publik dimana
laki-laki diharuskan untuk mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan hidup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
sekaligus melindungi keluarga ketika menghadapi urusan luar rumah tangga.11 Hal ini
mampu mempengaruhi perempuan dalam kedudukannya di masyarakat dimana
mereka jarang diberi kesempatan untuk mengambil keputusan dalam kehidupan
bermasyarakat.12
Tidak hanya pada adat serta banyaknya aturan saja yang mengikat perempuan
Jawa, kesusastraan pun memuat nilai tentang seharusnya perempuan Jawa
berperilaku. Pada Serat Centhini terdapat kias lima jari tangan yang menggambarkan
kedudukan perempuan dalam keluarga. Kiasan ini menggambarkan bagaimana
seharusnya perempuan bertindak agar tidak membawa keburukan terhadap
suaminya.13 Kiasan tersebut antara lain :
1. Jempol atau ibu jari digambarkan sebagai Pol ing tyas yang berarti bahwa
istri harus mengikuti kehendak suami serta menuruti apa yang suami
katakan.
2. Penuduh atau telunjuk digambarkan sebagai tudhung kakung yang berarti
tidak boleh mematahkan petunjuk suami.
11 Tanti Hermawati, Budaya Jawa dan Kesetaraan Gender, (Jurnal KomunikasiMassa, Vol. 1, No. 1, 2007), hal 19.
12 Dr. Budi Susanto, Citra Wanita dan Kekuasaan (Jawa), (Yogyakarta: PenerbitKanisius, 1992), hal 23.
13 Ibid., hal 24.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
3. Penunggul atau jari tengah yaitu selalu meluhurkan serta menjaga
martabat suami.
4. Jari manis yang berarti tidak boleh menunjukkan ekspresi marah, harus
selalu manis di depan suami bila menghendaki sesuatu.
5. Jejenthik atau kelingking yang berarti sebagai seorang istri harus cerdas
dan lincah dalam melayani suami.
Pada serat berikutnya yaitu Serat Panitasastra, perempuan hanya dilihat dari
fungsi reproduksinya saja. Fungsi reproduksi menurut serat tersebut menekankan
pada faktor perempuan yang melahirkan keturunan serta tuntutan untuk setia pada
suami.14 Dalam melahirkan keturunan, anak dianggap sebagai sumber kebahagiaan
orang tua serta cerminan orang tuanya. Terlebih lagi jika perempuan melahirkan anak
yang berjenis kelamin laki-laki, karena anak laki-laki tersebut akan dijunjung tinggi.
Berbeda lagi jika perempuan tidak bisa mempunyai anak, maka perempuan itu
dianggap sia-sia.15 Selain fungsi reproduksinya, dalam serat ini perempuan dianggap
lemah dalam hal kebijakan dan kekuatan.
14 Ibid., hal 40.
15 Atik Catur Budiati, Aktualisasi Diri Perempuan Dalam Sistem Budaya Jawa:Persepsi Perempuan Terhadap Nilai-Nilai Budaya Jawa Dalam Mengaktualisasikan Diri,(Pamator, Vol. 3, No. 1, 2010), hal 53.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Selain serat-serat Jawa, budaya Jawa sendiri mempunyai beberapa istilah yang
menempatkan posisi perempuan lebih rendah dari laki-laki.16 Istilah pertama yang
paling sering diucapkan yaitu kanca wingking yang dalam Bahasa Indonesia artinya
teman belakang. Kanca wingking dalam bahasa Jawa ditujukan untuk para perempuan
yang diharapkan dapat mengurusi urusan belakang rumah tangga, yaitu mengurus
anak hingga mengurusi pekerjaan rumah tangga. Istilah lainnya masak,macak, dan
manak yang dalam Bahasa Indonesia artinya memasak, berdandan dan melahirkan.
Istilah ini mengharuskan perempuan untuk dapat memasak untuk keluarga, berdandan
untuk suaminya serta melahirkan keturunan sebagai penerus keluarga.
Peran dan kedudukan perempuan dalam budaya Jawa lambat laun membentuk
stereotip tentang bagaimana seharusnya perempuan berperilaku.17 Aturan yang
dibungkus oleh adat secara tidak sadar mampu mengekang aktifitas perempuan dalam
bersosialisasi. Maka tidak heran bahwa perempuan tidak dapat mengembangkan
dirinya. Sebagai seorang bangsawan Jawa, Ki Hadjar Dewantara sudah lekat dengan
berbagai aturan yang mengikat tentang perempuan.
Ki Hadjar Dewantara ternyata mempunyai pandangan berbeda dengan yang
lainnya, termasuk mengenai perempuan. Di beberapa tulisan dirinya menulis tentang
perempuan dengan beberapa aspek yang dapat dikembangkan oleh perempuan. Dapat
dikatakan bahwa Ki Hadjar Dewantara memiliki perhatian khusus terhadap
16 Tanti Hermawati, op.cit, hal 20.
17 Atik Catur Budiati, op.cit., hal 55.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
perempuan di beberapa aspek, bahkan tidak pernah terpikirkan. Aspek mendasar bagi
kaum perempuan seperti pendidikan, pekerjaan, organisasi dan lain-lain.
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai perempuan diwujudnyatakan
dalam kehidupannya melalui Nyi Hadjar Dewantara. Misalnya keikut sertaan Nyi
Hadjar Dewantara sebagai ketua dalam Wanita Taman Siswa.18 Selanjutnya tanpa
meninggalkan Wanita Taman Siswa sebagai wakil, Nyi Hadjar Dewantara
melebarkan sayapnya dengan berperan serta dalam pembentukan Kongres Perempuan
Indonesia pada 22 Desember 1928. Kongres Perempuan Indonesia bertujuan untuk
memperkuat hubungan antara organisasi perempuan satu dengan yang lainnya serta
membicarakan perihal perempuan baik mengenai kewajiban, keperluan serta
kemajuannya.19
18 Wanita Taman Siswa merupakan sebuah badan kewanitaan yang berada di dalamnaungan Taman Siswa sehingga azas dan tujuannya harus lurus dengan azas dan tujuanTaman Siswa. Wanita Taman Siswa bersifak eksklusif, hanya para anggota dari Taman Siswasaja yang boleh menjadi anggota Wanita Taman Siswa. Lihat Buku Peringatan Tamansiswa30 Tahun, (Yogyakarta: Percetakan Tamansiswa, 1981), hal 97.
19 Sejarah Setengah Abad Pergerakan Wanita Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1978), hal 33.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Gambar 3.2: Nyi Hadjar Dewantara menyampaikan pidato pada acara Kongres PPIISurabaya 14 Desember 193020
Keikutsertaan Nyi Hadjar Dewantara dalam berbagai organisasi perempuan
membuatnya terdorong untuk mengikuti jejak suaminya dalam menulis. Setelah
sering mengirim artikel tentang perempuan ketika menjadi ketua Wanita Taman
Siswa, pada Kongres Perempuan Indonesia dirinya menjadi redaktur di surat kabar
milik Kongres Perempuan Indonesia. Melalui kegiatan ini, Nyi Hadjar Dewantara
terus mengasah kemampuan menulis terkait masalah perempuan.
Kendati Ki Hadjar Dewantara mendorong perempuan untuk berkiprah di luar
sektor domestik, satu hal yang selalu ditekankan adalah kodrat sebagai perempuan. Ki
Hadjar Dewantara berpendapat bahwa di seluruh dunia tidak ada hal yang paling
berpengaruh atas hidup dan penghidupan manusia dari pada perihal perempuan.21
Perempuan menjadi lambang kesempurnaan hidup manusia karena dalam diri
perempuan terdapat petunjuk-petunjuk kehidupan bagi manusia dalam bertindak.
20 “Nyi Hadjar Dewantara di Kongres Perempuan ,” Koleksi Foto Digital MuseumDewantara Kirti Griya (Tamansiswa), accessed October 8,2018, https://museumdewantara.omeka.net/items/show/3298.
21 Ki Hadjar Dewantara, Kebudayaan, (Yogyakarta: Majelis Luhur Tamansiswa,1967), hal 236.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Maka, kodrat perempuan menjadi satu hal yang paling pokok dan penting ketika
membicarakan soal perempuan.
Kodrat perempuan menurutnya yaitu kewajiban menjadi ibu, mengandung
anak, melahirkan anak dan lain-lain.22 Pada umunya kodrat perempuan, yaitu
mengandung, melahirkan, dan menyusui. Kodrat perempuan inilah yang
membedakan perilaku antara perempuan dan laki-laki. Kodrat ini yang membuat
perempuan sangat istimewa karena tidak bisa dipertukarkan dengan laki-laki. Hal ini
yang membuat Ki Hadjar Dewantara selalu menekankan pada kodrat perempuan
dalam setiap tulisannya tentang perempuan. Maka dari itu, Ki Hadjar Dewantara
selalu menegaskan dalam setiap tulisannya agar perempuan tidak boleh meninggalkan
kodratnya apapun jenis pekerjaannya.
Tulisan Ki Hadjar Dewantara mengenai perempuan mempunyai beberapa
aspek yang dapat membuat perempuan tergugah untuk mengembangkan dirinya.
Persamaan hak, pendidikan, kesehatan, organisasi, serta pekerjaan adalah beberapa
aspek yang dapat ditemukan dalam tulisan-tulisan Ki Hadjar Dewantara. Beberapa
aspek tersebut adalah hal-hal yang sangat mendasar bagi manusia agar dapat
mengembangkan dirinya. Hal-hal tersebut sebelumnya sangat tabu jika dilakukan
oleh kaum perempuan dikarenakan aturan dan adat yang berlaku.
22 Ibid., hal 237.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
3.2.1 Persamaan Hak
Dalam tulisannya, Ki Hadjar Dewantara berpendapat bahwa persamaan antara
laki-laki dan perempuan seharusnya terdapat tiga hal yakni persamaan hak, derajat
dan harga, bukan mengenai persamaan hidup. Tidak berlakunya persamaan hidup
berhubungan dengan kodrat perempuan sebagai ibu yaitu mengandung, melahirkan
dan menyusui. Jadi dapat dikatakan bahwa persamaan hak antara laki-laki dan
perempuan bukan berarti perempuan dapat menjalankan tugas laki-laki sepenuhnya.
Persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dapat ditemukan dalam bidang
pendidikan terutama saat berada di dalam kelas. Seperti dalam tulisan Ki Hadjar
Dewantara pada tahun 1928, sebagai berikut:
“Begitulah djuga didalam kelas. Kalau ada anak perempuan, nistjajalah murid-muridlaki-laki takut akan berbuat kasar. Dalam perkataannja-pun mereka terpaksa berhati-hati, harus berkata halus dan sopan. Kalau kelas tidak ada muridnja perempuan,biasanya anak-anak berbitjara dan bertindak semau-maunja, seringkali kasar dankotor. Guru laki-laki jang masih muda, terkadang ada djuga jang turut berbuat kasar.Itulah sebabnya lalu timbul suasana kasar”.23
23 Ki Hadjar Dewantara, “Pengaruh Perempuan Pada Barang Dan TempatKelilingnja”, Wasita, Desember 1928, Jilid 1, No. 3 dalam Ki Hadjar Dewantara,Kebudayaan, (Yogyakarta: Madjelis Luhur Persatuan Tamansiswa, 1967), hal 240.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Gambar 3.3: Suasana kelas di Taman Indria.24
Sangat disarankan untuk murid perempuan yang belajar bersama-sama dengan
murid laki-laki. Hal ini pun dapat berpengaruh pada perkembangan perilaku murid
laki-laki dimana ketika ada murid perempuan, mereka tidak akan berbuat kasar.
Selain tidak akan berbuat kasar, murid laki-laki akan menjaga kesopanan dalam
berbicara saat ada murid perempuan di kelas. Jadi ketika di kelas terdapat murid laki-
laki dengan murid perempuan, kedudukan mereka setara sebagai murid. Tidak ada
yang lebih tinggi atau rendah, serta tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan.
Selain membahas persamaan hak pada tingkat pendidikan, Ki Hadjar
Dewantara juga menuliskan persamaan hak pada tingkat organisasi. Menurutnya,
24 Foto tersebut merupakan salah satu tayangan yang ada dalam film documenter KiHadjar Dewantara produksi Perusahaan Film Nasional tahun 1960. Film tersebutmenayangkan tentang perjalanan hidup Ki Hadjar Dewantara salah satunya mengenai TamanSiswa. Dalam film yang berdurasi kurang lebih empat puluh menit tersebut terdapat salahsatu tayangan yang menayangkan tentang suasana kelas di Taman Indria. Di dalam kelastersebut terdapat murid perempuan dan murid laki-laki yang sedang mengikuti proses belajarmengajar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
kedudukan perempuan dan laki-laki pada tingkat organisasi adalah setara. Dirinya
menyatakan bahwa kedudukan Wanita Taman Siswa berdiri sejajar dengan
kedudukan Majelis Luhur dalam Taman Siswa. Seperti pada artikel yang ditulisnya
pada tahun 1935, sebagai berikut :
“...Dalam kedudukan itu perempuan berdiri sedjadjar dan bersamaan deradjat denganlaki-laki. Dengan setjara sambil lalu bolehlah kiranya saja memperingatkan, bahwadidalam organisasi “Persatuan Taman Siswa” kedudukan perempuan yang luhur itudiudjudkan terang dengan peraturan, bahwa badan “Wanita Taman Siswa” itu tidakberdiri dibawah penguasa Madjelis-Luhur, akan tetapi berdiri berdjadjardisampingnja...”.25
Kesejajaran kedudukan antara laki-laki dan perempuan membuat diri Taman
Siswa semakin kuat. Hal ini juga yang membuat Wanita Taman Siswa menjadi salah
satu badan perempuan dalam Taman Siswa yang mempunyai pengaruh penting bagi
keberlangsungan Taman Siswa. Kaum perempuan dalam Taman Siswa memiliki
wadah guna mengemukakan pendapatnya dalam sebuah forum yang mempunyai
dasar sendiri.
3.2.2 Pendidikan
Pendidikan adalah cara bagi setiap individu untuk memperoleh ilmu
pengetahuan baik laki-laki maupun perempuan. Sudah semestinya kaum perempuan
mendapat haknya untuk berpendidikan tanpa adanya perbedaan dengan laki-laki
25 Ki Hadjar Dewantara, “Perempuan Di Dalam Pertumbuhan Adab”, Wasita, Juli1935, Jilid 1, No. 6 dalam ibid., hal 247.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
supaya tidak menimbulkan ketimpangan. Adanya ketimpangan dalam pendidikan ini
dapat ditelusuri melalui budaya masyarakat yang male oriented atau yang lebih
mengutamakan pendidikan bagi anak laki-laki.26 Male oriented dapat berkaitan
dengan budaya yang telah mengakar pada masyarakat yakni budaya patriarki.
Anggapan lainnya bahwa perempuan tidak memerlukan pendidikan yang tinggi sebab
nantinya hanya akan ke dapur saja.
Ketika pemerintah Kolonial Belanda menduduki Indonesia, pendidikan juga
diatur dengan hanya memperbolehkan kaum laki-laki yang bersekolah. Pada saat itu,
kaum perempuan tidak leluasa dalam mengenyam pendidikan ditambah lagi aturan
adat bahwa perempuan harus dipingit jika sudah akil baligh. Ketika dipingit, mereka
akan sulit berkegiatan di luar rumah termasuk bersekolah. Hal ini menyebabkan
pendidikan mereka hanya sebatas mengaji, legenda-legenda Jawa, serta bahasa dan
aksara Jawa Kuno.27
Aturan adat bagi kaum perempuan yang berupa pingitan juga dialami oleh
R.A Kartini yang merupakan keturunan bangsawan. Kartini dipingit saat usia 12
tahun dan tidak boleh melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi oleh
ayahnya.28 Meski dipingit, Kartini mempunyai pendirian akan adanya persamaan hak
26 Enny Zuhni Khayati, Pendidikan dan Idependensi Perempuan.
27 Cora Vreede-De Stuers, Sejarah Perempuan Indonesia: Gerakan dan Pencapaian,(Jakarta: Komunitas Bambu, 2008), hal 85.
28https://nasional.kompas.com/read/2016/04/22/04471261/Menjadi.Ibu.Alasan.Kartini.soal.Pentingnya.Pendidikan.bagi.Perempuan?page=2 diakses tanggal 20 Agustus 2018.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
serta pengajaran bagi anak-anak gadis. Kartini beranggapan bahwa dengan
pendidikan, perempuan akan lebih baik dalam mengerjakan tugasnya sebagai
pendidik pertama manusia. Kemudian usaha yang dilakukan oleh Kartini adalah
membuka kelas untuk anak-anak gadis dan diberi pelajaran membaca, menulis,
memasak, menjahit dan keterampilan lainnya.
Perihal pendidikan untuk kaum perempuan, Ki Hadjar Dewantara mempunyai
keresahan yang sama. Ia berpendapat bahwa pendidikan merupakan hal yang penting
bagi kaum perempuan. Dunia pendidikan sangat sesuai dengan kodrat perempuan.
Sehingga sewaktu menempuh pendidikan, perempuan tidak akan meninggalkan
kodratnya walau berada di luar aturan adat yang seharusnya, seperti yang dituliskan
dalam artikel berjudul Perempuan Dalam Dunia Pendidikan pada tahun 1928,
sebagai berikut:
“...Berhubung dengan itu, maka mudahlah kita mengerti, bahwa dunia pendidikanitulah tempat kaum perempuan jang sangat laras dengan kodrat isteri, lahir danbatin...”.29
Salah satu cara agar wawasan seseorang dapat bertambah luas adalah dengan
pendidikan. Tidak mengherankan jika Ki Hadjar Dewantara sangat menganjurkan
kaum perempuan untuk terjun dalam dunia pendidikan. Dengan berbekal pendidikan,
kaum perempuan dapat mengetahui berbagai informasi dan pengetahuan. Selain itu,
29 Ki Hadjar Dewantara, “Perempuan Dalam Dunia Pendidikan”, Wasita, Desember1928, Jilid, No. 3 dalam op.cit., hal 238.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
kaum perempuan menjadi lebih bijak tatkala dihadapkan oleh berbagai situasi dan
informasi.
Dalam pendidikan, selain para murid, Ki Hadjar Dewantara juga menekankan
pada para gurunya, guru menjadi salah satu ujung tombak dalam dunia pendidikan.
Menurutnya, menjadi guru sangatlah sesuai dengan kodrat perempuan sebagai ibu.
Kaum perempuan dapat memberikan pelajaran yang lebih dari sekedar pengajaran
saja ketika menjadi guru. Sifat keibuan yang dimiliki perempuan menjadikan anak-
anak nyaman dalam belajar. Karenanya anak-anak dapat menemukan sosok ibu dari
para guru perempuan.
Gambar 3.3: Nyi Kustiadi Hadisoekatno.30
30 Nyi Kustihadi Hadisoekatno adalah salah satu guru yang mengajar di TamanSiswa. Beliau mengajar seni tari pada anak-anak, lihat “Nyi Kustihadi Hadisoekatno,”Koleksi Foto Digital Museum Dewantara Kirti Griya (Tamansiswa), accessed November 20,2018, https://museumdewantara.omeka.net/items/show/3215.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Terdapat beberapa guru perempuan atau disebut juga pamong di dalam Taman
Siswa. Seperti foto di atas yaitu Nyi Kustihadi Hadisoekatno sebagai pamong Taman
Siswa yang mengajar dibidang tari. Nyi Kustihadi Hadisoekatno adalah pamong tari
yang berasal dari Keraton. Nyi Kustiadi Hadisoekatno bersekolah di Taman Guru
Indriya.
Gambar 3.4: Pamong-pamong Taman Siswa pada tahun 1934.31
Tahun 1934 Taman Siswa memiliki beberapa pamong yang sebagian besar
diantaranya terdiri dari para perempuan. Pada foto di atas pamong tersebut berjumlah
tiga belas orang. Sedangkan pamong perempuan berjumlah tujuh orang, dan pamong
laki-laki berjumlah enam orang, sudah termasuk Ki Hadjar Dewantara. Nama-nama
pamong perempuan tersebut adalah Nyi Surip, Nyi Sudarminto, Nyi Hadjar
31 “Pamong - pamong Taman Siswa pada tahun 1934 ,” Koleksi Foto Digital MuseumDewantara Kirti Griya (Tamansiswa), accessed November 20, 2018,https://museumdewantara.omeka.net/items/show/3035.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Dewantara, Nyi Mangunsarkoro dan Nyi Sunaryati Sukemi. Lalu nama-nama
pamong laki-laki tersebut adalah Ki Mangun Sarkoro, Ki Hadjar Dewantara, Ki
Suwarjo, Suryo Adiputro.
Gambar 3.5: Murid-murid Taman Guru.32
Pendidikan dalam Taman Siswa tidak berhenti pada literasi saja. Taman
Siswa pun memberikan pendidikan kepada para murid-murid perempuan yang
bersifat keterampilan.. Pada gambar di atas, terdapat beberapa murid perempuan yang
sedang belajar di ruang terbuka. Pelajaran keterampilan melatih mereka membuat
suatu kerajinan yang bisa digunakan menjadi property dalam mainan anak kancil
mencuri timun.
Dunia pendidikan, menurut Ki Hadjar Dewantara adalah bagian dari
kehidupan perempuan, sebagaimana tertulis dalam artikelnya pada tahun 1928 :
32 Film documenter “Ki Hadjar Dewantara” Produksi Perusahaan Film Negara tahun1960 karya R.M. Soetarto dan Mardhani S. Dipo, M.A diambil pada menit ke 01:08.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
“Maka dari itu saja serukan: Hai, kaum perempuan Indonesia, masuklah keduniapendidikan! Disitulah kamu akan merasakan kenikmatan diri, karena kamu bekerdjaguna kemuliaan rakjat dan bangsa, selaras dengan kodratmu lahir, dan batin.”.33
Dalam tulisannya, Ki Hadjar Dewantara kembali menegaskan bahwa kodrat
perempuan yang utama adalah menjadi ibu. Menjadi ibu sama halnya dengan menjadi
pusat kehidupan seseorang. Sebagai pusat kehidupan, tentu saja ibu harus dapat
mendidik anak-anak serta dapat menentukan arah perkembangan seorang anak. Budi
pekerti seorang anak juga dapat ditentukan dari bagaimana seorang ibu mendidik
anaknya. Maka perempuan harus mengenyam pendidikan yang layak agar bisa
menjalankan tugasnya sebagai ibu dengan baik.
3.2.3 Kesehatan
Perihal perempuan lainnya yang dibahas oleh Ki Hadjar Dewantara yaitu
tentang kesehatan. Kesehatan perempuan ditulisnya berjudul Perempuan dan Sport
pada majalah Wasita tahun 1935. Kata Sport di sini mempunyai arti olah raga.
Kemudian Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa terdapat tiga hal yang menjadi
dasar dalam kesehatan perempuan melalui bidang olah raga.
Olah raga menurut Ki Hadjar Dewantara bukan hanya tentang kesenangan
saja, tetapi juga suatu bentuk pemeliharaan serta pendidikan bagi kesehatan badan
seperti dalam kalimat yang ditulisanya, yaitu:
33 Ibid., hal 239.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
“Untuk permulaan haruslah diterangkan, apakah artinja sport itu? Adapun sport ituselain suatu kesenangan, djuga suatu usaha pemeliharaan atau pendidikan tubuh gunakesehatan badan
Lain dari pada kesehatan badan, maka sport itu berguna djuga untuk pendidikanbatin, jaitu untuk mendidik tabiat: sedjuk hati, saksama, awas, tertib, dan lain-lain.”.34
Maka bagi Ki Hadjar Dewantara setiap perempuan berhak untuk berolahraga
bagi kesehatan badannya. Kendati demikian, olah raga bagi perempuan harus berbeda
dengan olah raga yang dilakukan laki-laki. Perbedaan ini disebabkan oleh kodrat
perempuan yang berbeda dengan kodrat laki-laki. Hal inilah yang mempengaruhi
jenis olah raga apa saja yang diperbolehkan untuk perempuan.
Menurut Ki Hadjar Dewantara kesehatan pada perempuan mengarah pada
badan yang sehat. Yang dimaksud badan yang sehat adalah badan yang tidak mudah
terserang penyakit. Pengertian badan sehat antara perempuan dan laki-laki menurut
Ki Hadjar Dewantara sangatlah berbeda. Laki-laki memiliki badan yang sehat dan
kuat adalah laki-laki yang dapat mengerjakan pekerjaan laki-laki seperti mengangkat
benda berat, melawan perbuatan yang harus dilakukan dengan kekuatan badan,
melindungi atau membantu dengan menggunakan kekuatan. Sedangkan badan yang
sehat untuk perempuan adalah perempuan yang mudah mengerjakan segala perbuatan
perempuan.
Ki Hadjar Dewantara kembali mengatakan bahwa tubuh perempuan harus
sehat sebagaimana mestinya agar mudah mengandung, melahirkan, dan menjaga
34 Ki Hadjar Dewantara, “Perempuan Dan Sport”, Wasita, Desember 1935, Jilid 1,No. 3 dalam ibid., hal 242.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
anak-anak. Hal ini menjelaskan bahwa kesehatan reproduksi perempuan sangatlah
penting. Untuk mudah mengandung dan melahirkan, rahim perempuan menjadi faktor
yang sangat penting. Rahim berfungsi sebagai tempat janin tumbuh dan berkembang
sebelum dilahirkan.
Ketiga ketika perempuan berolah raga masih harus ditekankan pada prinsip
kesopanan. Prinsip kesopanan ini menuju pada jenis olah raga apa yang tidak boleh
dilakukan oleh perempuan. Pada jenis olah raga tertentu misalnya seperti tinju yang
tidak boleh dilakukan perempuan karena mengandung unsur kekerasan. Serta olah
raga yang pakaiannya memperlihatkan bentuk tubuh perempuan juga menjadi salah
satu syarat kesopanan yang harus ditaati oleh perempuan menurut Ki Hadjar
Dewantara.
3.2.4 Organisasi
Dalam tulisannya yang berjudul Wanita Taman Siswa: Vrouwenraad dalam
Taman Siswa pada tahun 1935, Ki Hadjar Dewantara memaparkan fungsi adanya
sebuah badan perempuan, yaitu:
“Belum selang lama ini dalam rapat tjabang dan rapat guru Taman Siswa diMataram-Jogjakarta turut bersidang djuga ,,Madjelis Wanita” kita, untuk ikutmemperbintjangkan suatu soal yang sempurna dirundingkan kalau tentang halitu suara wanita tak kedengaran. Sesungguhnya sudah lama kita rasakanbetapa perlunya kita mempunyai ,,Vrouwenraad” jang dapat memberipenerangan pada kita dan dapat bekerdja mengenai beberapa perkarakeperempuanan, misalnja soal pendidikan anak perempuan, pengadjaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
kepandaian puteri, pemeliharaan gadis, pelanggaran adab dan kesopanan olehatau terhadap wanita, soal kesutjian dan keadaban, hal kesusilaan tingkahlaku, kesusilaan pakaian perempuan, hal tjeritera dan bacaan jang baik untukanak perempuan dan lain sebagainja.”.35
Adanya kesadaran baik dari kaum laki-laki maupun perempuan bahwa tenaga
perempuan sangatlah diperlukan terutama dalam mengajar anak-anak maka Wanita
Taman Siswa dibentuk. Selain mengajar, Wanita Taman Siswa berfokus pada bidang
keperempuanan di Taman Siswa seperti pendidikan perempuan, pengajaran
kepandaian putri, pemeliharaan gadis, pelanggaran adab dan kesopanan oleh atau
terhadap perempuan, soal kesucian, hal kesusilaan tingkah laku, kesusilaan pakaian
perempuan, hal cerita dan bacaan yang baik untuk anak perempuan dan sebagainya.36
Meskipun Wanita Taman Siswa berfungsi pada pengajaran dan perempuan,
pada nyatanya badan tersebut dibentuk untuk menyeimbangkan badan-badan lain
yang ada di Taman Siswa. Seperti yang dipaparkan oleh Ki Hadjar Dewantara berikut
ini :
“Menurut pandangan kami badan wanita kita itu harus djadi sebagian dari MadjelisLuhur kita, sedjadjar dengan badan Paniteraan, badan Bendahara, badan Perusahaan,badan Pengajaran, badan Kesehatan, badan Pemeliharaan Anggota jang sudah tua(Ouderdomzorg) dan lain-lain bagian jang belum atau jang sudah ada, meski masihbersifat persediaan (provisorich).”.37
35 Ki Hadjar Dewantara, “Wanita Taman Siswa: Vrouwenraad dalam Taman Siswa”,Wasita, Desember 1935, Jilid 1 No. 3 dalam ibid., hal 244.
36 Buku Peringatan Tamansiswa 30 Tahun 1922-1952, log.cit.
37 Ki Hadjar Dewantara, “Wanita Taman Siswa: Vrouwenraad dalam Taman Siswa”,Wasita, Desember 1935, Jilid 1 No. 3 dalam op.cit., hal 245.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Sejajarnya kedudukan Wanita Taman Siswa dengan badan-badan lain yang
ada di Taman Siswa menunjukkan bahwa posisi perempuan di Taman Siswa memang
diperhitungkan. Hal ini juga menunjukkan bahwa Ki Hadjar Dewantara maupun
Taman Siswa sendiri memperhitungkan suatu wadah untuk perempuan yang
berkegiatan di Taman Siswa. Selain itu dibentuknya Wanita Taman Siswa secara
tidak langsung mengajarkan pada kaum perempuan bahwa kaum perempuan harus
terlibat aktif dalam segala pekerjaan baik dari segi ide maupun prakteknya.
3.2.5 Perkerjaan
Pekerjaan untuk kaum perempuan ditulis oleh Ki Hadjar Dewantara dengan
judul “Lapangan Kerdja Bagi Perempuan” pada tahun 1935. Pemikiran Ki Hadjar
Dewantara mengenai pekerjaan kaum perempuan diawali dengan keresahan beliau
akan mata pencaharian atau pekerjaan yang dilakukan oleh kaum perempuan. Tulisan
Ki Hadjar Dewantara mengenai pekerjaan kaum perempuan kembali mengingatkan
bahwa apapun yang kaum perempuan lakukan, mereka tidak akan pernah bisa
meninggalkan kodratnya.
Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa kaum perempuan semakin sadar
akan pekerjaannya. Kaum perempuan mempunyai pandangan bahwa tidak baik hanya
bekerja di sektor domestik dan menggantungkan keberlangsungan hidup pada laki-
laki atau sanak saudara yang lain. Terlebih lagi tidak semua kaum laki-laki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
mempunyai pekerjaan yang layak untuk menghidupi keluarganya. Maka dari itu,
banyak kaum perempuan yang akhirnya keluar rumah dan mencari pekerjaan untuk
keberlangsungan hidup.
Mata pencaharian bagi kaum perempuan tidak semata-mata hanya untuk
peningkatan perekonomian saja. Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa mata
pencaharian bagi kaum perempuan harus disesuaikan dengan sifat atau kodrat
perempuan, sebagai berikut :
“Sebaliknja tentang sifatnja mata-pentjaharian buat kaum perempuan, itulah tidaksadja nampak sebagai soal penghidupan belaka, akan tetapi djuga sebagai masalahjang berhubungan dengan perikeadaban kita, jaitu karena tjara hidup perempuan kitaamat berbeda dengan tjara hidupnja kaum perempuan dinegeri-negeri jang disebutmodern”.38
Bagi Ki Hadjar Dewantara pekerjaan yang dilakukan oleh kaum perempuan
tidak hanya untuk peningkatakan perekonomian saja. Pekerjaan yang dilakukan oleh
kaum perempuan haruslah sesuai dengan batas-batas kesopanan serta norma-norma
yang berlaku. Hal ini dikarenakan kehidupan perempuan Indonesia sangatlah berbeda
dengan kehidupan perempuan-perempuan Eropa.39
38 Ki Hadjar Dewantara,”Lapangan Kerdja Bagi Perempuan”, Wasita, November1935, Jilid 1, No. 3 dalam ibid., hal 258.
39 Kehidupan perempuan-perempuan Eropa dijelaskan oleh Ki Hadjar Dewantarapada tulisannya yang berjudul “Kodrat Perempuan”. Ki Hadjar Dewantara mengatakanbahwa perempuan-perempuan Eropa, pada saat itu, sedang berusaha untuk mendapatkan hakyang sama dengan kaum laki-laki. Akan tetapi, persamaan hak yang dituntut perempuan-perempuan Eropa tidak sesuai dengan kodrat perempuan pada umumnya. Perempuan-perempuan Eropa tersebut meminta persamaan hak di segala bidang dengan kaum laki-laki.Selain itu, kehidupan perempuan Eropa dijelaskan dalam tulisannya yang berjudul“Perempuan Dan Sport” tentang bagaimana cara perempuan-perempuan Eropa berpakaian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Kaum perempuan di Eropa, menurut Ki Hadjar Dewantara, sering kali bekerja
hanya sebagai penarik publik atau sebagai penjaga toko maupun restoran. Mereka
diperintahkan oleh majikannya untuk menarik para tamu yang berasal dari kalangan
atas untuk masuk ke dalam restoran. Bahkan para tamu yang datang, memberikan
perlakuan yang melebihi batas kesopanan kepada perempuan-perempuan tersebut.
Pekerjaan perempuan Eropa yang seperti inilah yang sudah melebihi batas kesopanan
dan tidak menghiraukan kodrat perempuan sebagaimana mestinya.
Seorang majikan yang menggunakan kaum perempuan sebagai pekerjanya,
menurut Ki Hadjar Dewantara terdapat beberapa alasan sebagai berikut :
“...a. semata-mata untuk menarik perhatian publik karena ketjantikannya;b. untukmelakukan pekerjaan jang berhubungan dengan laku kemaksiatan; c. karena orangperempuan sebagai pegawai biasanya lebih murah dari pada pegawai laki-laki; d. adapula (tetapi ini bahkan terbilang jarang) kaum madjikan memakai kaum perempuanitu, sebab mereka tjakap melakukan pekerdjaan-pekerdjaan jang chusus dan pasti,misalnya djabatan pengasuh anak-anak, juru rawat, bidan, modes, guru dansebagainja, jang semuanya itu memang sesuai dengan kodratnja perempuan.”.40
Dalam pernyataan Ki Hadjar Dewantara kaum perempuan di posisikan
sebagai objek. Para majikan menjadikan perempuan sebagai alat agar mendapat
keuntungan yang lebih banyak. Peryataan Ki Hadjar Dewantara tersebut juga
menunjukkan bahwa bentuk fisik dari perempuan sangat diutamakan. Akan tetapi,
pada akhir pernyataan, Ki Hadjar Dewantara memaparkan tentang majikan yang
mempekerjakan perempuan sesuai dengan kodratnya.
Ki Hadjar Dewantara menuliskan bahwa cara berpakaian perempuan-perempuan Eropasangat memperlihatkan bagian-bagian tubuh yang seharusnya tidak boleh terlihat.
40 Ki Hadjar Dewantara., op.cit, hal 259.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Ki Hadjar Dewantara berpendapat setidaknya ada tiga hal yang perlu
diperhatikan ketika kaum perempuan ketika mencari pekerjaan. Hal pertama yang
harus dilakukan adalah sebagai berikut:
“Jang pertamakali wabjiblah kita menjelidiki keadaan lahir dan batin si perempuanjang akan mentjari djabatan. Bagaimakah dasar-dasarnja kebatinan atau budipekerti?Tertibkah tingkah lakunya? Tjukupkah pengetahuannja untuk dapat melakukanpekerdjaannja itu? Lagi pula tjakapkah atau kuatkah tubuhnya untuk djabatan itu?Demikianlah seterusnja pertanjaan-pertanjaan jang mengenai keadaan djiwa danraganja si perempuan jang akan melakukan pekerjaan itu.”.41
Kondisi kesehatan perempuan sebagai hal pertama yang kemukakan Ki
Hadjar Dewantara. Kesehatan menjadi hal penting guna melihat bagaimana
perempuan tersebut dapat bekerja dengan baik atau tidak. Seorang perempuan harus
memiliki budi pekerti serta ilmu pengetahuan yang baik agar pekerjaannya nanti
dapat dikerjakan dengan mudah. Hal ini begitu diperhatikan agar kaum perempuan
bekerja sesuai dengan ilmu pengetahuan dan kecakapan dibidangnya.
Kedua, ketika kaum perempuan mencari pekerjaan sebaiknya perlu
diperhatikan mengenai jumlah lowongan pekerjaan yang ada, seperti berikut:
“Kedua kalinja haruslah kita selalu mengingat akan banjak atau sedikitnja djabatan-djabatan itu didalam masarakat. Djika lowongan djabatan itu hanja sedikit,djanganlah kiranja kita mengandjur-andjurkan anak-anak perempuan kita untukmengedjar djabatan itu, kalau ia sekiranya tidak terbilang sungguh pandai, hinggamelebihi ketjakapannja orang-orang lain buat pekerdjaan itu.”.42
Memperhatikan jumlah lowongan pekerjaan menjadi salah satu hal penting
ketika akan mencari pekerjaan. Jumlah lowongan pekerjaan dapat memberikan
41 Ibid., hal 259.
42 Ibid., hal 260.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
informasi mengenai berapa jumlah pekerjaan yang membutuhkan pekerja dan berapa
jumlah calon pekerja yang dibutuhkan. Selain itu, informasi mengenai jumlah
lowongan pekerjaan juga dapat memberikan informasi mengenai jenis pekerjaan dan
spesifikasi calon pekerja yang dibutuhkan. Sehingga kaum perempuan dapat
mengambil pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
Hal ketiga yang disampaikan oleh Ki Hadjar Dewantara yaitu mengenai
keinginan dalam memilih pekerjaan, sebagai berikut:
“Ketiga kalinja wadjiblah kita selalu mengindahkan keinginan dari anak-anakkita,agar mereka dapat memilih dengan merdeka; karena pilihan jang merdeka itu –asalkan berlaku dengan sabar— akan memberi rasa puas atau bahagia kepada anak-anak kita.”.43
Memilih pekerjaan sesuai dengan keinginan sendiri, dapat memberikan efek
puas terhadap diri sendiri. Selain itu, jika pekerjaan yang didapatkan sesuai dengan
keahlian yang dimiliki akan lebih mudah mengerjakannya. Ki Hadjar Dewantara
berpendapat bahwa memilih pekerjaan sebaiknya dilakukan oleh anak-anak yang
sudah dewasa dalam berpikir. Mereka yang sudah dewasa dipercaya dalam memilih
dan memilah pekerjaan yang sesuai dengan keinginan serta keahliannya.
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang perempuan selalu menegaskan bahwa
apapun yang perempuan lakukan dan kerjakan tidak boleh sampai meninggalkan
kodratnya. Kodrat perempuan, menurut Ki Hadjar Dewantara adalah sebagai ibu yang
mengandung, melahirkan dan menyusui anaknya. Kodrat perempuan tersebut
43 Ibid., hal 261.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
berpengaruh terhadap apa yang dapat dan apa yang tidak dapat dikerjakan oleh
perempuan dalam bidang tertentu. Seperti pada keterangan diatas bahwa persamaan
hak, pendidikan, kesehatan, organisasi dan pekerjaan merupakan bidang yang dapat
perempuan kerjaan sesuai dengan kodratnya. Namun, pemikiran Ki Hadjar
Dewantara tentang perempuan tidak berhenti pada ke lima hal tersebut.
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai perempuan terdapat juga pada
tulisannya yang berjudul “Kemadjuan Adab Perempuan: Kongres Djakarta dan
Protes Semarang” pada tahun 1935. Ki Hadjar Dewantara mengemukakan
pendapatnya mengenai perbedaan aliran yang ada pada P.P.I.I ketika kongres ini
dibentuk44. Beberapa aliran tersebut yaitu aliran kebangsaan, aliran agama,
kemasyarakatan, perekonomian serta kerumahtanggaan. Meski berbagai aliran
terdapat pada P.P.I.I, peratuan tetap selalu mereka jaga.
Pada judul tulisan yang sama pula, Ki Hadjar Dewantara mengemukakan
pendapatnya mengenai kaum perempuan yang dijadikan model pertunjukan pada
acara pasar malam di Semarang tahun 1935. Acara tersebut adalah ajang kecantikan
44 P.P.I.I dibentuk sebagai hasil dari Kongres Perempuan I pada 22-28 Desember1928. Organisasi perempuan tersebut dahulu bernama Perikatan Perkumpulan PerempuanIndonesia yang berganti nama menjadi Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia. Agenda P.P.I.Ipertama mengangkat persoalan mengenai pendidikan bagi perempuan, yatim piatu dan janda,perkawinan anak-anak, reformasi undang-undang perkawinan Islam, peningkatan harga diriperempuan dan perkawinan paksa. Kemudian pada agenda ke dua mengangkat mengenaipersoalan perdagangan perempuan, hak suara perempuan, perlunya Kantor PeneranganTenaga Kerja untuk perempuan, serta penelitian keadaan sanitasi di kampong serta tingginyaangka kematian bayi. Lihat Muhadjir Darwin, Gerakan Perempuan di Indonesia dari Masake Masa, (Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 7, No. 3, 2004), hal 285).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
yang diikuti oleh kaum perempuan yang mendaftar. Mereka yang mendaftar untuk
mengikuti ajang tersebut mengenakan pakaian lurik dan diberi nilai oleh para juri.
Menurut Ki Hadjar Dewantara para perempuan yang mengikuti ajang tersebut hanya
digunakan sebagai alat pertunjukan guna mencari uang, sebagai berikut:
“Protes jang timbul di Semarang dan akan mendjalar kemana-mana itu teranglahsuatu bukti, bahwa kaum perempuan kita dengan persetudjuan dan sokongan darikaum kebangsaan dalam umumnja, sungguhlah sadar, lagi selalu bersedia untukmembela diri dimana bordjuis hendak mempermainkan mereka guna alat kesenangan(atraksi, penarik) dan alat untuk mentjari uang. Semangat jang demikian itulahsemangat jang pokok dan haruslah terus dianjurkan-andjurkan, oleh karena hanjaitulah jang akan dapat melawan semangat manusia jang verburgerlijkt dan senantiasamempergunakan perempuan sebagai alat perdagangan. Dalam prinsipnya hanja ada,,gradueel verschil” (hanja sedikit bedanja) antara konkurs-konkurs perempuan itudengan protisusi, jang dua-duanja tjuma dapat hidup karena dapat pemeliharaan jangsebaik-baiknya dari fihak bordjuis”.45
Ki Hadjar Dewantara menegaskan kembali mengenai kodrat perempuan pada
tulisannya yang berjudul Perempuan Dalam Pertumbuhan Adab tahun 1935. Kodrat
perempuan sebagai ibu merupakan hal yang tidak dapat dipertukarkan oleh laki-laki.
Akan tetapi menjadi seorang ibu yang baik, tidak semua perempuan dapat
melakukannya. Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa menjadi seorang ibu,
seluruh bibit, bebet, bobot nya harus baik, seperti berikut ini :
“... ,,Bibit” bermaksud : harus baik, sehat, utuh dan sempurna bibitnja, jaitu tubuhdjasmaninja si – ladjer atau si pemangku (sjarat fisik); ,,bebet” bermaksud : harusberasal dari turunan jang baik, misalnya turunan ksatrya, turunan dari pendeta dansebagainja (sjarat biogenetis); ,,bobot” bermaksud : harus baik, dan berat isinja (sjaratkebatinan). Disinilah terbukti adanja ilmu eugenetik nasional.”.46
45 Ki Hadjar Dewantara, “Kemadjuan Adab Perempuan: Kongres Djakarta danProtes Semarang”, Wasita, Agustus 1935, Jilid 1, No. 7 lihat Ki Hadjar Dewantara, op.cit.,252.
46 Ki Hadjar Dewantara, op.cit., hal 248.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Bibit, bebet dan bobot seorang perempuan adalah salah satu faktor yang dapat
melengkapi kodrat perempuan. Bibit, bebet, bobot merupakan semboyan dalam
Taman Siswa terlebih saat akan menentukan calon anak menantu.47 Semboyan
tersebut mempunyai maksud agar dalam memilih anak menantu haruslah memilih
anak yang sehat. Selain itu anak menantu tersebut haruslah mempunyai pengetahuan
yang luas. Taman Siswa menggunakan semboyan tersebut dalam setiap pengajaran
adab dan kebudayaan yang bertujuan untuk menyehatkan keturunan.
47 Buku Peringatan Tamansiswa 30 Tahun 1922-1952, op.cit., hal 67.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
BAB IV
PENGARUH PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA
MENGENAI PEREMPUAN
4.1 Penerapan Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Tentang
Perempuan Dalam Wanita Taman Siswa
Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai apa saja pemikiran Ki
Hadjar Dewantara mengenai perempuan. Terdapat juga bagaimana Ki Hadjar
Dewantara merealisasikan buah pemikirannya mengenai perempuan di dalam
keberlangsungan Taman Siswa. Salah satu realisasi pemikiran Ki Hadjar
Dewantara perihal perempuan terdapat pada Wanita Taman Siswa. Wanita Taman
Siswa juga selalu identik dengan Nyi Hadjar Dewantara sebagai tokoh pendirinya.
Kehadiran Wanita Taman Siswa berjalan seiring dengan dibentuknya
Taman Siswa pada 3 Juli 1922. Wanita Taman Siswa berfungsi sebagai pengamat
serta penanggung jawab mengenai masalah perempuan baik perorangan maupun
kelompok.1 Secara kepengurusan yang resmi Wanita Taman Siswa dibentuk pada
tahun 1931 dengan pengurusnya yaitu Nyi Hadjar Dewantara, Ni Surip, Nyi
Sudarminto, Nyi S. Sukemi, Nyi Sri Mangunsarkoro, dan Nyi Sudjarwo.
1 Kenangan Tujuh Dasa Warsa Wanita Tamansiswa 3 Juli 1922-3 Juli 1993,(Yogyakarta: Badan Pusat Wanita Tamansiswa, 1992), hal 5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Gambar 4.1: Pengurus Wanita Tamansiswa.2
Foto diatas merupakan foto pengurus Wanita Taman Siswa yang diambil
pada tahun 1929. Pengurus tersebut yaitu Nyi Hadjar Dewantara, S. Sukaptinah,
Nyi Sri Mangunsarkoro, Nyi Surip, Nyi Sugining Suparta, Nyi Achadiyah
Suwandi, Nyi Sunryadi dan Ni Sukemi. Selain berfungsi sebagai pengamat dan
penanggung jawab masalah perempuan dalam Taman Siswa, Wanita Taman
Siswa dibentuk sebagai badan yang mewakili guru perempuan dan istri guru
dalam Taman Siswa.
Seperti pada bab sebelumnya, sudah diterangkan sedikit mengenai Wanita
Taman Siswa yang bersifat ekslusif. Eksklusifnya Wanita Taman Siswa dapat
2 “Pengurus Wanita Taman Siswa Yang Pertama ,” Koleksi Foto Digital MuseumDewantara Kirti Griya (Tamansiswa), accessed November 20, 2018,https://museumdewantara.omeka.net/items/show/3073.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
dilihat melalui anggota yang terdapat di dalamnya. Wanita Taman Siswa hanya
memperbolehkan guru, istri guru serta anggota-anggota perempuan yang
tergabung dalam Taman Siswa saja. Perempuan yang tidak terdaftar dalam Taman
Siswa tidak diperbolehkan menjadi anggota Wanita Taman Siswa.
Sifat keanggotaan Wanita Taman Siswa telah ditetapkan pada tahun 1931
ketika badan tersebut telah resmi secara kepengurusan. Kemudian Ki Hadjar
Dewantara mempertegas sifat keanggotaan Wanita Taman Siswa dengan
mengatakan bahwa badan ciri khas Wanita Taman Siswa sebagai pemberi nasihat
dan korektif bagi Majelis Luhur tidak boleh dipengaruhi oleh orang luar.3 Akibat
dari keanggotaannya yang ekslusif, Wanita Taman Siswa tidak boleh ikut campur
dalam urusan partai politik.
Gambar 4.2: Konferensi Wanita Taman Siswa.4
Pada tahun 1932, Taman Siswa menghadapi suatu masalah dimana
Pemerintah Hindia Belanda kala itu mengeluarkan peraturan atau lebih dikenal
3 Ibid., hal 9.
4 “Konferensi Wanita Taman Siswa,” Koleksi Foto Digital Museum DewantaraKirti Griya (Tamansiswa), accessed November 20, 2018,https://museumdewantara.omeka.net/items/show/3064
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
sebagai Ordonansi Sekolah Liar.5 Peraturan tersebut berdampak pada guru-guru
yang terkena larangan mengajar dari pemerintah Hindia Belanda. Maka pada
Desember 1932, Wanita Taman Siswa mengadakan konferensi untuk menghadapi
peraturan tersebut. Pada konferensi tersebut Ki Hadjar Dewantara mengatakan
bahwa Wanita Taman Siswa harus menjadi Srikandi-Srikandi dan Sembrodo-
Sembrodo dalam menghadapi peraturan tersebut.
Wanita Taman Siswa kembali menjadi salah satu anggota Kongres
Perempuan Indonesia ke dua pada tahun 1935. Pada Kongres Perempuan
Indonesia yang pertama tahun 1928, Wanita Taman Siswa yang diwakili oleh Nyi
Hadjar Dewantara menjadi salah satu pencetusnya. Dalam pencetusan Kongres
Perempuan Indonesia, Nyi Hadjar Dewantara bersama-sama dengan dua orang
lainnya yaitu Ny. Sukonto dari Wanita Utomo dan N. Suyatin dari Putri
Indonesia. Masalah yang dibahas antara lain sama dengan Wanita Indonesia
namun dengan luang lingkup yang lebih luas.
Seiring dengan bergantinya tahun, Wanita Taman Siswa pun mengalami
reorganisasi kepengurusan. Tercatat sudah sebanyak empat periode sejak
diresmikannya badan tersebut hingga tahun 1959. Pergantian kepengurusan
tersebut mengalami perkembangan baik dalam jumlah anggota maupun dalam
jenis bidang-bidangnya, antara lain
5 1 Oktober 1932 Pemerintah Hindia Belanda mulai memberlakukan Undang-Undang Pengajaran atau yang lebih dikenal sebagai Ordonansi Sekolah Liar.Pemberlakuan peraturan tersebut dilatar-belakangi semakin kuatnya pergerakan nasionalterutama dalam pendidikan. Taman Siswa menjadi salah satu sekolah yang merasakanadanya peraturan tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
a. Periode pertama tahun 1931-1936 jumlah pengurus masih terbatas yaitu
Nyi Hadjar Dewantara sebagai ketua, Ni Soerip sebagai Panitera, Nyi
Sudarminto dan Nyi Sunaryati sebagai anggota. Kemudia terdapat dua
perwakilan yaitu Nyi Sri Mangunsarkoro sebagai perwakilan Jawa Barat
dan Nyi Sudjarwo sebagai perwakilan Jawa Timur.
b. Periode kedua yaitu 1937-1949 Nyi Hadjar Dewantra dan Ni Soerip masih
menjabat sebagai ketua dan pemimpin umum. Akan tetapi, pada periode
ini panitera dijabat oleh Ni Marminah. Nyi Mangunsarkoro, Nyi Moch
Tauhid, Nyi Hadiprabowo dan Nyi Soemantri menjabat sebagai pengurus
badan pertimbangan. Sedangkan Nyi Soedarminta, Nyi Samsoe SH, Nyi
Satriya, Nyi Soehardjo, dan Nyi Bariyoen menjabat sebagai badan
pengawas.
c. Periode tahun 1950-1955 jumlah anggota dan jumlah
kepengurusansemakin bertambah banyak. Nyi Hadjar Dewantara, Ni
Soerip dan Nyi Soehardjo menjabat sebagai ketua. Ni Marminah dan Nyi
Isti Kartini menjabat sebagai panitera, sedangkan bagian bendahara dijabat
oleh Ni Sakdiah Saleh dan Nyi S. Sastrahutama. Bagian terakhir adalah
pembantu umum yaitu Nyi Sudarminto, Nyi Sastrowibowo, Ni Sutarti
Amirin, dan Nyi Sugondo Kartidiprodjo.
d. Periode 1956-1959 mengalami perkembangan jumlah yang banyak. Nyi
Hadjar Dewantara sebagai pemimpin umum, Nyi Tuti Darmani Djiwa
sebagai ketua, dan Nyi Ramelan sebagai wakil ketua. Panitera dijabat oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Nyi Darsiti Soeratman dan Nyi Mulyanto. Bendahara dijabat oleh Nyi A.
Hertog dan Nyi Murwantiyah. Nyi Isti Kartini pada bagian usaha dan
sosial, Ni Karmini dan Ni Subaring pada bagian pembantu umum. Bagian
pendidikan dan penerangan dijabat oleh Ni Supadmi dan Nyi Ramelan.
Pada periode ini, Wanita Taman Siswa menyebarkan perwakilannya pada
Yayasan Hari Ibu Yogyakarta yaitu Nyi Ramelan, pada Kowani Jakarta
yaitu Nyi Suwarti dan Nyi Satriyowibowo. Sedangkan perwakilan pada
daerah yaitu diserahkan oleh masing-masing cabang yaitu cabang Ibu
Pawiyatan, cabang Bandung, cabang Jakarta, cabang Palembang dan
cabang Pematag Siantar.
Wanita Taman Siswa mengalami perkembangan dari tahun ke tahun.
Bahkan badan tersebut mampu menjalankan tugasnya seiring dengan asas-asas
Taman Siswa. Selain itu, atas peran dan kedudukannya dalam Taman Siswa,
Wanita Taman Siswa dapat mengoptimalkan kerjanya baik ke dalam maupun ke
luar. Hal ini membuktikan bahwa Wanita Taman Siswa yang merupakan sebuah
badan perempuan dapat sederajat kedudukannya dengan badan lain yang ada di
Taman Siswa.
Dalam tulisannya yang berjudul Wanita Taman Siswa: Vrouwendraad
Dalam Taman Siswa, Ki Hadjar Dewantara menyadari akan pentingnya peran
perempuan terutama dalam menghadapi masalah keperempuanan. Maka dari itu,
pembentukan sebuah badan keperempuanan dirasa cocok untuk mengurusi
masalah tersebut. Tidak hanya sebagai badan yang mengurusi masalah
keperempuanan, terbentuknya Wanita Taman Siswa diharapkan mampu untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
menjadi penyeimbang dalam kemajuan Taman Siswa. Masalah keperempuanan
yang menjadi fokus utama Wanita Taman Siswa merupakan yang terdapat dalam
Taman Siswa.6
Ki Hadjar Dewantara kembali mengemukakan pendapatnya bahwa Wanita
Taman Siswa dalam menjalankan pekerjaan harus sejajar kedudukannya dengan
badan-badan lainnya yaitu Badan Paniteraan, Badan Bendahara, Badan
Perusahaan, Badan Pengajaran, Badan Kesehatan, serta Badan Pemeliharaan
Anggota yang Sudah Tua.7 Selain itu, Ki Hadjar Dewantara menegaskan bahwa
Wanita Taman Siswa menjadi bagian dari keberlangsungan Taman Siswa dalam
Majelis Luhur.
Sebagai pendiri Taman Siswa, Ki Hadjar Dewantara memang tidak banyak
terjun langsung dalam kepengurusan Wanita Taman Siswa. Ki Hadjar Dewantara
menyerahkan segala urusan mengenai perempuan di Taman Siswa pada Wanita
Taman Siswa. Meski Wanita Taman Siswa merupakan sebuah badan
keperempuanan, dasar-dasarnya atau asas-asasnya tidak boleh menyeleweng dari
asas-asas dan dasar-dasar Taman Siswa. Maka beberapa pemikiran Ki Hadjar
Dewantara mengenai perempuan ada yang dijadikan asas oleh Wanita Taman
Siswa.
6 Urusan keperempuanan dalam Taman Siswa yaitu pendidikan anak perempuan,pengajaran kepandaian putri, pemeliharaan gadis, pelanggaran adab dan kesopanan olehatau terhadap wanita, soal kesucian dan keadaban, hal kesusilaan tingkah laku, kesusilaanpakaian perempuan, hal cerita dan bacaan yang baik untuk anak perempuan dan lainsebagainya, lihat Ki Hadjar Dewantara, “Wanita Taman Siswa: Vrouwendraad DalamTaman Siswa”, Wasita¸ Desember 1928, Jilid 1, No. 3.
7 Ibid.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai kodrat manusia menjadi salah
satu hal utama yang adopsi. Asas Wanita Taman Siswa menjelaskan bahwa kodrat
manusia menjadi laki-laki dan perempuan bersifat kekal. Sifatnya yang kekal ini
lah maka laki-laki menjadi tiang turunan sedangkan perempuan menjadi
pemangku turunan. Sebagai tiang turunan dan pemangku turunan, laki-laki dan
perempuan senantiasa merawat dan menjaga turunannya. Hal ini dimaksudkan
agar turunan mereka tidak menyimpang dari kodrat mereka sebagai laki-laki
maupun sebagai perempuan.
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai persamaan hak antara
perempuan dan laki-laki menjadi salah satu dasar pemikiran yang dijadikan asas
Wanita Taman Siswa. Perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama dalam
kehidupannya seperti kedudukan dan perannya pada masyarakat. Perbedaan yang
terletak antara perempuan dan laki-laki hanyalah perebedaan mengenai sifat lahir
dan batin. Sifat lahir dan batin merupakan sifat yang melekat pada diri laki-laki
dan perempua. Keduanya tidak dapat dihilangkan ataupun dipisahkan.
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai perempuan yang terdapat pada
asas Wanita Taman Siswa lainnya yaitu pengaruh perempuan sebagai pemangku
turunan. Pemangku turunan diartikan sebagai seorang ibu yang mempunyai tugas
untuk mendidik turunannya. Maka dari itu, seorang perempuan diharuskan
mempunyai budi pekerti dan pendidikan yang baik. Kedua hal ini dapat
mempengaruhi sifat perempuan ketika mendidik anak-anaknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
4.2 Peran dan Kedudukan Wanita Taman Siswa
Wanita Taman Siswa merupakan salah satu badan yang bertanggung
jawab terhadap keberlangsungan Taman Siswa khususnya pada bidang
perempuan. Hampir seluruh aspek yang bersinggungan dengan perempuan pada
Taman Siswa, Wanita Taman Siswa lah yang menanganinya. Selain itu, adanya
badan Wanita Taman Siswa telah membuktikan bahwa Taman Siswa memberikan
wadah bagi kaum perempuan untuk mengoptimalkan dirinya di luar pekerjaan
yang seharusnya. Hal ini yang membuat badan Wanita Taman Siswa sangat
diperhitungkan kedudukannya dalam Taman Siswa.
Sebagai suatu badan yang berdiri sejajar dengan badan lainnya, maka
Wanita Taman Siswa juga mempunyai peraturan. Peraturan tersebut berupa asas-
asas Wanita Taman Siswa yang isinya sama-sekali tidak menyimpang dari asas-
asas Taman Siswa sendiri. Asas-asas tersebut berbunyi demikian:8
1. Kodrat iradatnya hidup manusia yang berwujud perempuan dan laki-laki
itu, sungguhlah mengandung maksud akan kekalnya turunan, dalam hal
mana orang laki-laki menjadi lajer atau tiang turunan dan orang
perempuan menjadi pemangku turunan.
2. Dalam pangkal hidupnya perempuan dan laki-laki itu hak dan harga
mereka itu samalah, sedangkan perbedaan antara mereka itu hanya semata-
8 Kenangan Tujuh Dasa Warsa Wanita Tamansiswa 3 Juli 1922-3 Juli 1993,(Yogyakarta: Badan Pusat Wanita Tamansiswa, 1992), op.cit., hal 9-11.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
mata mengenai perbedaan hidup lahir dan batin yang khusus buat masing-
masing.
3. Manusia sebagai makhluk yang insyaf akan hidup, wajiblah berusaha akan
kekal dan baiknya turunan sesuai dengan kodrat alam, sebagai terbukti
dari beberapa alamat, yang dalam hakikatnya bermaksud mengenal dan
memperbaiki turunan itu, atau melawan segala perbuatan dan segala
keadaan yang merintangi kekal dan baiknya turunan itu.
4. Segala syarat untuk mencapai kekal dan baiknya turunan, haruslah
bermaksud memperteguh rasa kesucian dalam batinnya manusia dan
memajukan ketertiban dalam hidupnya manusia bersama, seperti
terkandung dalam syarat agama, adat dan hukum.
5. Menurut kodrat iradatnya hidup dan terbukti dari riwayat kemanusiaan
zaman purbakala, maka amatlah besar pengaruhnya perempuan sebagai
pemangku turunan atas bertumbuhnya rasa kesucian dan rasa ketertiban,
sehingga pendidikan anak-anak atas pembangunan masyarakat tidak akan
dapat sempurna, jika tidak mempergunakan pengaruh perempuan yang
baik itu.
6. Di mana Taman Siswa mewujudkan dirinya keluarga besar yang suci
maka berhak dan wajiblah kaum perempuan di dalam kalangan Taman
Siswa selalu mempergunakan pengaruh keperempuanan yang menuju ke
arah kesucian dan ketertiban dalam masyarakat Taman Siswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
7. Oleh karena Wanita Taman Siswa adalah sebagian dari badan Taman
Siswa, maka segala syarat keperempuanan, yang diadakan olehnya tidak
boleh menyalahi asas Taman Siswa dan harus sesuai dengan kebangsaan
dalam maksudnya yang sejati, yaitu memperteguh adat kemanusiaan.
Asas-asas Wanita Taman Siswa tersebut juga dilengkapi dengan hak dan
kewajiban para anggota Wanita Taman Siswa sebagai bagian dari Taman Siswa.
Kewajiban Wanita Taman Siswa adalah membantu Taman Siswa dalam segala
usahanya yang bersifat ke dalam maupun ke luar.9 Kewajiban ke dalam yaitu
segala bidang yang berhubungan dengan Taman Siswa terutama yang mengenai
masalah keperempuanan. Sedangkan kewajiban ke luar yaitu mengadakan
hubungan dengan dunia luar atau organisasi lain yang asas dan tujuannya tidak
bertentangan dengan asas dan tujuan Wanita Taman Siswa.
Kewajiban luar Wanita Taman Siswa dijalankan salah satunya dengan
menjadi anggota Kongres Perempuan. Pada Kongres Perempuan pertama tahun
1928, Nyi Hadjar Dewantara menjadi salah satu anggota Wanita Taman Siswa
yang menjadi perintis diadakannya Kongres tersebut. Maksud dan tujuan
diadakannya Kongres tersebut yaitu sebagai sarana untuk mempertemukan
berbagai organisasi Wanita Indonesia supaya bisa secara bersama-sama
membicarakan perihal kewajiban keperluan dan kemajuan wanita.10
9 Darsiti Soeratman, Wanita Taman Siswa dan Hidup Kekeluargaan,(Yogyakarta: Badan Pusat Wanita Taman Siswa, 1979), hal 19.
10 Sejarah Setengah Abad Pergerakan Wanita Indonesia, (Jakarta: PN BalaiPustaka, 1978), hal 33.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Atas peran dan kedudukan Wanita Taman Siswa dalam keberlangsungan
Taman Siswa, maka beberapa anggota Wanita Taman Siswa ada yang menjadi
perwakilan dalam kepengurusan Mejelis Luhur Persatuan Taman Siswa, sebagai
berikut:11
- Tahun 1934 Nyi Hadjar Dewantara dan Ni Surip menjadi anggota
Majelis Luhur.
- Tahun 1936 Nyi Hadjar Dewantara menjadi anggota Badan Pemangku
Asas.
- Tahun 1938 Nyi Hadjar Dewantara dan Nyi Sukemi menjadi anggota
Badan Pemangku Asas.
- Tahun 1942 ketika Jepang menduduki Indonesia Nyi Hadjar
Dewantara dan Ni Surip menjadi anggota Majelis Luhur.
- Tahun 1944 Nyi Hadjar Dewantara dan Ni Surip kembali menjadi
anggota Majelis Luhur.
- Tahun 1947 Nyi Hadjar Dewantara menjabat sebagai anggota Dewan
Pengetua, Nyi S. Mangunsarkoro dan Nyi D.M. Hadiprabowo
menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan, sedangkan Nyi S.
Satriyowibowo dan Ni Soerip menjabat sebagai anggota Badan
Pendidikan.
11 Kenangan Tujuh Dasa Warsa Wanita Tamansiswa 3 Juli 1922-3 Juli 1993,op.cit., hal 11.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
- Tahun 1950 Ni Marminah menjabat sebagai anggota Bagian
Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan.
4.3 Pengaruh Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Mengenai
Perempuan
4.3.1 Perempuan Dan Kodratnya
Masyarakat masih banyak yang keliru mengenai konsep pemikiran akan
kodrat manusia terutama kodrat kaum perempuan. Pemahaman masyarakat
mengharuskan perempuan untuk bekerja hanya di dalam rumah seperti memasak,
mengurus rumah, suami, serta anak-anaknya. Perempuan pun masih dianggap
tabu jika dirinya memiliki pendidikan yang tinggi. Anggapan tersebut kembali
pada pemahaman masyarakat bahwa tugas utama perempuan hanyalah mengurus
rumah tangga, suami, dan anak-anaknya.
Pemahaman masyarakat yang demikian merupakan suatu konstruksi sosial
atas tugas dan peran antara laki-laki dan perempuan. Tugas dan peran antara laki-
laki dan perempuan tersebut terbagi menjadi dua yaitu sektor publik dan sektor
domestik. Terbaginya tugas dan peran dalam masyarakat kemudian dijadikan
kewajiban dalam mengatur pekerjaan. Lambat laun, konsep tersebut dianggap
sebagai suatu pemberian Tuhan serta kodrat yang harus dilaksanakan baik antara
perempuan maupun laki-laki. Masyarakat di daerah Jawa masih sangat kental
dengan konsep tersebut.
Konsep tersebut kemudian dipatahkan Ki Hadjar Dewantara dengan
mengatakan bahwa kodrat perempuan yaitu menjadi ibu. Ki Hadjar Dewantara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
tidak membenarkan bahwa kodrat perempuan adalah mengurusi hal rumah tangga
saja. Bahkan Ki Hadjar Dewantara berani memberikan narasi bahwa kaum
perempuan diharuskan untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Menurut
Ki Hadjar Dewantara, pendidikan merupakan wadah yang cocok bagi kaum
perempuan. Pendidikan mampu memberikan pandangan, wawasan serta
pengetahuan baru bagi perempuan tanpa harus meninggalkan kodratnya.
Ki Hadjar Dewantara mampu memberikan pemahaman mengenai kodrat
antara perempuan dan laki-laki dengan tidak menyinggung pemahaman yang
sudah ada. Kodrat menurut Ki Hadjar Dewantara yaitu, pada perempuan menjadi
pemangku turunan, sedangkan pada laki-laki yaitu menjadi tiang turunan atau
ladjer.12 Seperti yang dikatakan Ki Hadjar Dewantara berikut ini :
“Teranglah dari pada tjeritera dimuka itu, bahwa untuk kemadjuan hidup manusianjatalah ,,ladjer-turunan” harus kuat, sedang ,,pemangku-turunan” harus sutji.”13
Kedua perumpamaan tersebut menggunakan kata-kata turunan yang sama
halnya dengan kata keturunan. Keturunan dapat diartikan sebagai anak, cucu, atau
generasi yang dilahirkan dari generasi sebelumnya.14 Maka baik ladjer turunan
dan pemangku turunan keduanya berhubungan dengan keturunan yang akan
12 Pemangku turunan dan tiang turunan atau ladjer adalah sebuah kataperumpamaan yang digunakan Ki Hadjar Dewantara untuk menyebut perempuan danlaki-laki. Perumpamaan tersebut digunakan berdasarkan kodrat antara perempuan danlaki-laki yang sesungguhnya.
13 Ki Hadjar Dewantara, Perempuan Dalam Pertumbuhan Adab, “Wasita”, Juli1935, Jilid 1, No. 6 dalam Ki Hadjar Dewantara, Kebudayaan, (Yogyakarta: MadjelisLuhur Persatuan Tamansiswa, 1967), hal 248.
14 https://kbbi.kata.web.id/turunan/ diakses pada tanggal 8 Januari 2019.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
dihasilkan kemudian. Ladjer turunan dan pemangku turunan haruslah memiliki
latar belakang yang baik, sehingga dapat memperbaiki keturunannya.
Beberapa kali telah dituliskan bahwa menjadi ibu adalah kodrat bagi kaum
perempuan. Ditegaskan kembali bahwa menjadi ibu yaitu berarti akan
mengandung anak dan melahirkan anak.15 Mengandung dan melahirkan anak
adalah salah satu sifat biologis yang dimiliki oleh kaum perempuan. Maka dapat
dikatakan bahwa pemahaman kodrat perempuan menurut Ki Hadjar Dewantara
yaitu perempuan dalam sifat bilogisnya. Tentu saja sifat biologis perempuan tidak
hanya perihal mengandung dan melahirkan anak, tetapi juga mengenai ciri-ciri
fisik yang terlihat yang berbeda dengan laki-laki.
Dari keterangan diatas menunjukkan bahwa pemahaman Ki Hadjar
Dewantara mengenai kodrat perempuan yaitu sesuatu yang bersifat alami. Sifat
tersebut sangat melekat antara laki-laki dan perempuan dan tidak dapat
dipertukarkan satu sama lain. Jika dikonsep kan, maka pemikiran Ki Hadjar
Dewantara tentang kodrat perempuan adalah konsep sex atau jenis kelamin.
Konsep sex ini membagi peran antara perempuan dan laki-laki yang ditentukan
secara biologisnya.16 Sifat biologis pada perempuan adalah memiliki alat
15 Ki Hadjar Dewantara, “Kodrat Perempuan”, Wasita, Desember 1928, Jilid 1,No. 3 dalam Ki Hadjar Dewantara, op.cit., hal 238.
16 Dr. Mansour Fakih, Analisisi Gender Dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2003); hal 8.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
reproduksi yaitu rahim dan saluran untuk melahirkan, memiliki payudara untuk
menyusui, memiliki vagina dan memproduksi telur.17
4.3.2 Ki Hadjar Dewantara Menginspirasi Soekarno Bicara Mengenai
Perempuan
Sebagai seorang tokoh nasional, tidak bisa dipungkiri bahwa pemikiran Ki
Hadjar Dewantara menginspirasi banyak orang. Sepak terjangnya pada perjuangan
kemerdekaan menjadi sebuah landasan oleh setiap orang yang mengidolakannya.
Semangatnya dalam melawan sistem pemerintahan Belanda mampu
menggerakkan setiap insan demi menuju Indonesia merdeka. Salah satu tokoh
nasional yang terinspirasi oleh pemikiran Ki Hadjar Dewantara yaitu Soekarno.
Sejarah pemikiran Soekarno mengenai perempuan, dia tuangkan dalam
sebuah buku karyanya yang berjudul “Sarinah”.18 Sarinah sendiri adalah nama
seorang pengasuh Soekarno yang membantu ibunya merawat Soekarno ketika
masih kecil. Nama pengasuh tersebut kemudian dia jadikan sebuah judul buku
sebagai rasa terimakasih karena telah merawat Soekarno. Rasa terimakasih
Soekarno dikarenakan Sarinah banyak mengajarkan dirinya tentang mencintai
orang kecil.
17 Ibid.,
18 Soekarno, Sarinah, (Yogyakarta: Yayasan Gema Indonesia dan Pena Persada,Cetakan kedua, 2003).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Kegelisahan Soekarno mengenai perempuan berawal ketika dirinya sedang
berkunjung ke rumah temannya. Pada waktu itu, Soekarno masih seorang
interniran.19 Rumah teman Soekarno mempunyai sebuah toko di depan rumah
utamanya. Tentunya Soekarno tidak sendiri, dia bersama dua orang teman lainnya
yang merupakan pasangan suami istri. Ketika istri teman Soekarno menanyakan
kepada tuan rumah tentang istrinya, langsung saja tuan rumah menjawab bahwa
istrinya sedang tidak ada di rumah. Tuan rumah tidak mempersilahkan istrinya
untuk duduk bersama para tamu dan berbincang-bincang.
Pada waktu tuan rumah berbicara bahwa istrinya tidak berada di rumah,
Soekarno melihat ke arah rumah utama yang hanya disekat menggunakan tirai
dengan toko. Di balik tirai tersebut, Soekarno melihat seorang perempuan yang
sedang mengintip pembicaraan mereka. Seketika itu, pikiran Soekarno terpecah
antara sang tuan rumah yang berkata bahwa istrinya tidak di rumah dengan
seorang perempuan yang sedang mengintip di balik tirai. Kemudian Soekarno
mengetahui bahwa perempuan tersebut adalah istri dari sang tuan rumah. Hatinya
bergejolak, mengapa sang tuan rumah tidak mau berterus terang bahwa istrinya
sedang di rumah.
Perihal kedua yang menjadi awal kegelisahan Soekarno datang dari
temannya yang berasal dari Bengkulu. Temannya adalah orang terpandang di
19 Menurut KBBI, interniran berasal dari kata internir yang mempunyai arti yaitumenempatkan orang atau sekelompok orang (tawanan perang, pelarian dan sebagainya) disuatu tempat tinggal tertentu dan melarangnya meniggalkan tempat tersebut atauberhubungan dengan orang lain; mengasingkan; memenjarakan. Jadi interniran yaituorang yang diinternir atau orang yang diasingkan dan dipenjarakan lihathttps://kbbi.web.id/internir diakses tanggal 9 Januari 2019.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Bengkulu dan sudah mempunyai istri. Akan tetapi, sang suami tidak
memperbolehkan istrinya untuk pergi ke luar rumah. Alasan suami tersebut yaitu
karena dirinya amat sangat mencintai istrinya. Selain itu, sang suami tersebut
sangat menghormati dan menjunjung tinggi istrinya, sehingga ia tidak mau jika
istrinya kelak ada yang menghina. Pada akhir percakapan Soekarno dengan
temannya dari Bengkulu, suami tersebut mengatakan bahwa dia memperlakukan
istrinya sebagai sebutir mutiara.
Bagi Soekarno, dalam proses menyusun negara serta masyarakat tidak
akan mendapatkan hasil yang baik jika perihal perempuan tidak diperhatikan.20
Perempuan, dalam kehidupannya harus diberi kemerdekaan agar dapat
mengoptimalkan dirinya sebagai istri maupun sebagai ibu. Dua peristiwa diatas
menyadarkan Soekarno bahwa dengan menganggap istri sebagai mutiara tak lain
hanya mengurungnya. Perempuan yang dianggap sebagai mutiara tersebut mereka
jaga, hormati, dan muliakan. Akan tetapi, perlakuan tersebut membuat kaum
perempuan merasa terkurung, hanya di dalam rumah, dan tidak bebas.
Pengaruh pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai perempuan pada
pemikiran Soekarno terletak pada adanya kutipan yang ditulis Soekarno. Dalam
buku “Sarinah”, setidaknya ada satu kutipan kalimat Ki Hadjar Dewantara yang
dikutip lalu menjadi salah satu dasar Soekarno dalam berbicara mengenai
perempuan. Kutipan tersebut merupakan salah satu kalimat yang ditulis Ki Hadjar
20 Ibid., hal 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Dewantara dengan judul “Kodrat Perempuan” pada majalah Wasita tahun 1928.
Kutipan tersebut adalah sebagai berikut:
“... “Janganlah tergesa-gesa meniru cara modern atau cara Eropa, janganlah jugaterikat oleh rasa konservatif atau rasa sempit, tetapi cocokkanlah semua barangdengan kodratnya” Inilah perkataan Ki Hadjar Dewantara yang pernah saya baca.Saya kira buat soal perempuan kalimat inipun menjadi pedoman yang baiksekali...”.21
Sebelum mengutip tulisan Ki Hadjar Dewantara tersebut, Soekarno
berbicara mengenai pergerakan perempuan di negara-negara Eropa. Menurut
Soekarno, pergerakan perempuan di negara-negara Eropa yang lebih dikenal
dengan feminisme, ternyata tidak berjalan dengan seharusnya. Pergerakan yang
pada mulanya digunakan untuk menuntut persamaan hak antara laki-laki dan
perempuan, dalam perkembangannya digunakan untuk mencari-cari hal lain yang
dapat disamakan antara laki-laki dan perempuan. Hal-hal tersebut antara lain yaitu
persamaan tingkah laku, persamaan cara hidup, hingga persamaan bentuk pakaian.
Soekarno mengatakan dengan tegas bahwa pergerakan feminisme yang
terjadi di Eropa sudah tidak pada tempatnya. Pergerakan feminisme tersebut
sudah pada level dimana kodrat perempuan mulai disamakan dengan laki-laki.
Kaum perempuan di Eropa mulai mengikuti kaum lelaki untuk mencari nafkah
pada perusahaan-perusahaan dengan menjadi buruh. Pekerjaan utama seorang
perempuan sebagai ibu serta istri ditambahi dengan sebagai buruh. Akan tetapi,
pekerjaan sebagai buruh tidak memberikan waktu yang cukup kepada kaum
perempuan di Eropa untuk menjadi ibu dan istri. Hal ini lah yang membuat
Soekarno berpendapat bahwa feminisme di Eropa terasa gagal.
21 Soekarno, op.cit., hal 8.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Ketika Soekarno melihat bagaimana kaum perempuan di Eropa
berperilaku, terdapat kesamaan dengan bagaimana Ki Hadjar Dewantara
melihatnya. Pada tulisan Ki Hadjar Dewantara yang berjudul “Kodrat
Perempuan”, beliau melihat bahwa kaum perempuan di Eropa sudah menuntut
hak yang sama dengan kaum laki-laki dalam segala hal. Kemudian, Ki Hadjar
Dewantara menjadikan khasus tersebut sebagai contoh kepada kaum perempuan
dalam menuntut persamaan hak. Hal ini diperkuat lagi, dimana Ki Hadjar
Dewantara melihat dengan kacamatanya sendiri bagaimana keadaan bangsa Eropa
ketika dirinya menjalani hukuman di Belanda.
Dikutipnya tulisan Ki Hadjar Dewantara oleh Soekarno, menunjukkan
bahwa dalam membahas mengenai masalah perempuan, Soekarno sependapat
dengan Ki Hadjar Dewantara. Terlebih ketika Soekarno membandingkan kaum
perempuan di Indonesia dengan di Eropa. Maksud dan tujuan Soekarno menulis
gerakan feminisme di Eropa bukan untuk menyulut api dengan perempuan
Indonesia. Melainkan untuk memberikan contoh kepada kaum perempuan
Indonesia, agar dapat meniru hal baik dari gerakan feminisme, dan meninggalkan
hal buruk seperti contoh diatas.
Meski Soekarno hanya mengutip sepenggal kalimat dari Ki Hadjar
Dewantara, dalam perkembangannya terdapat beberapa pemikiran yang sama
antara dua tokoh nasional tersebut. Pemikiran tersebut antara lain adalah
mengenai persamaan hak dan kodrat perempuan. Adanya persamaan pemikiran
mengenai perempuan, membuktikan bahwa Ki Hadjar Dewantara mempunyai
pengaruh besar terhadap perekembangan pemikiran Soekarno. Meski begitu, baik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Soekarno maupun Ki Hadjar Dewantara masih mempunyai keunikannya sendiri-
sendiri dalam menuangkannya melalui tulisan.
Persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, menurut Ki Hadjar
Dewantara adalah persamaan mengenai kedudukan dan perannya dalam
masyarakat. Persamaan hak ini, mengandung arti bahwa setiap peran dalam
masyarakat, baik laki-laki dan perempuan, harus memikul tanggung jawab secara
bersama-sama. Persamaan hak juga ada batasnya karena antara laki-laki dan
perempuan memiliki kodrat yang berbeda. Baik laki-laki dan perempuan hal yang
tidak dapat disamakan adalah hal lahir dan juga hal batin.22 Kedua hal tersebut
sudah melekat pada diri laki-laki dan perempuan dan tidak dapat diubah oleh
konstruksi sosial apapun.
Sedangkan menurut Soekarno, persamaan hak yang terdapat antara laki-
laki dan perempuan berkaitan juga dengan praktek kemanusiaan. Laki-laki dan
perempuan harus bisa menjalankan perannya secara beriringan sebagai
masyarakat. Baik laki-laki atau perempuan harus sejajar agar tidak ada dominasi
dalam suatu masyarakat. Hal tersebut Soekarno tulis dalam bukunya sebagai
berikut :
“... Dan kemanusiaan akan terus pincang, selama sap yang satu menindas sapyang lain. Harmoni hanyalah dapat tercapai, kalau tidak ada sap satu diatas sap
22 Hal lahir seperti pakaian, perilaku, maupun pekerjaan. Sedangkan hal batinyaitu rasa adab, cinta kasih, kehalusan budi, kesucian serta kesopanan. Lihat Ki HadjarDewantara, “Kodrat Perempuan”, Wasita, Jilid 1, No. 3 dalam Ki Hadjar Dewantara,Kebudayaan¸(Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1967), hal 238.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
yang lain, tetapi dua “sap” itu sama-derajat,--berjajar—yang satu disebelah yanglain, yang satu memperkuat kedudukan yang lain..”.23
Penjelasan Soekarno mengenai persamaan hak antara laki-laki dan
perempuan, adalah sama dengan persamaan hak yang dibicarakan oleh Ki Hadjar
Dewantara. Keduanya mempunyai pandangan mengenai persamaan akan
kedudukan, serta peran yang sejajar antara laki-laki dan perempuan dalam
masyarakat. Jika terdapat ketimpangan seperti laki-laki lebih mendominasi atau
perempuan yang lebih mendominasi, maka kondisi masyarakat tersebut tidak
dapat seimbang. Keputusan-keputusan yang dibuat pun hanya terpaku pada satu
pemikiran saja yaitu pemikiran laki-laki saja atau pemikiran perempuannya saja.
Persamaan pemikiran lainnya yaitu terdapat pada pemikiran akan kodrat
perempuan. Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa kodratnya perempuan
adalah menjadi ibu. Menjadi ibu menurut Ki Hadjar Dewantara, bukanlah menjadi
seorang ibu rumah tangga saja yang pekerjaannya hanya berkutat pada rumah dan
segala isinya. Menjadi ibu menurut Ki Hadjar Dewantara, adalah menjadi ibu
secara biologis yaitu melahirkan anak, menyusui anaknya serta mengurusi
anaknya. Maka dapat dikatakan bahwa kodrat perempuan menjadi ibu, adalah
menjadi ibu secara biologis.
Pemikiran akan kodrat perempuan menurut Soekarno hampir sama dengan
Ki Hadjar Dewantara. Hanya saja, Soekarno menggunakan kata-kata yang begitu
tegas, seperti berikut ini:
23 Soekarno, op.cit., hal 11.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
“Sekali lagi: ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Tetapi sekali lagipula saya ulangi disini, bahwa perbedan-perbedaan itu hanyalah karena dan untuktujuan kodrat alam, yakni hanyalah karena dan untuk tujuan perlaki-istrian danperibuan saja. Dan sebagai tadi saya katakan, kecuali perbedaan tubuh, untuk halini adalah perbedaan psikis pula antara laki-laki dan perempuan yakni perbedaanjiwa.”24
“Ya, makin nyatalah kepada kita, bahwa penghidupan menurut kodrat yangmenempatkan perempuan kesisi periuk-nasi dan panci-gulai itu, tak lain takbukan adalah bukan penghidupan menurut kodrat, bukan penentu kodrat,(sebagai menerima zat anak, mengandung anak, melahirkan anak, memeliharaanak), tetapi adalah penghidupan yang masyarakat sekarang dan hukummasyarakat sekarang kasihkan kepadanya.”25
Dua kutipan diatas, merupakan kodrat perempuan menurut Soekarno yang
dipengaruhi pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Kedua kutipan tersebut
membenarkan bahwa kodrat perempuan yang sebenarnya yaitu menjadi ibu.
Menjadi ibu yang berhubungan dengan proses kehamilan, kelahiran serta
mengurus anak-anaknya. Bahkan dalam pemikirannya mengenai kodrat
perempuan, Soekarno menegaskan bahwa konstruksi pemikiran terhadap
perempuan di masyarakat dewasa ini, hanya memikirkan bahwa pekerjaan
perempuan berkutat pada urusan dapur dan kebersihan rumah saja.
24 Ibid., hal 23.
25 Ibid., hal 37.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai perempuan dilatarbelakangi
oleh Nyi Hadjar Dewantara yang mampu berperan aktif dalam beberapa bidang.
Sebagai seorang ibu, Nyi Hadjar Dewantara mampu menjalankan tugasnya
dengan baik. Selain itu, dalam Taman Siswa, Nyi Hadjar Dewantara dibantu
dengan pengurus wanita lainnya mendirikan badan yang mengurusi perihal
perempuan yaitu Wanita Taman Siswa serta Kongres Perempuan. Pada akhirnya,
Nyi Hadjar Dewantara terjun pada bidang jurnalistik dengan banyak menulis
tentang perempuan.
Mengingat Ki Hadjar Dewantara adalah seorang bangsawan Jawa, maka
penulisannya mengenai perempuan menjadi menarik. Ki Hadjar Dewantara
mampu memberikan narasi lain mengenai perempuan yang sangat berbeda dengan
latar belakangnya serta keadaan sosial pada periode tersebut. Perihal perempuan
yang amat penting menurut Ki Hadjar Dewantara adalah kodratnya sebagai
perempuan. Kodrat perempuan adalah menjadi ibu yang mengandung,
melahirkan, serta menyusui anaknya. Maka dari itu, perempuan dan laki-laki
memiliki tugas yang berbeda karena adanya kodrat tersebut.
Meski perempuan dan laki-laki mempunyai perbedaan, dalam peran dan
kedudukannya dalam masyarakat, perempuan dan laki-laki mempunyai hak yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
sama. Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa meskipun perempuan dan laki-
laki memiliki kodrat yang berbeda, akan tetapi keduanya memiliki hak yang sama.
Persamaan hak ditunjukkan Ki Hadjar Dewantara dalam Taman Siswa saat berada
di kelas. Murid perempuan dijadikan satu kelas dengan murid laki-laki, mereka
tidak dipisah menurut jenis kelamin. Hal ini juga dapat mempengaruhi perilaku
antara murid perempuan dan murid laki-laki.
Guru adalah salah satu pekerjaan atau profesi yang menurut Ki Hadjar
Dewantara sangat selaras dengan kodrat perempuan. Perempuan tidak hanya akan
memberikan pengetahuan saja tetapi juga memberikan kasih sayang kepada anak
didiknya. Menjadi seorang guru, berarti kaum perempuan mendidik dan merawat
serta memberikan pengajaran kepada para muridnya. Murid-murid akan
dianggapnya sebagai anaknya sendiri, sebagaimana perempuan merawat anaknya
sendiri.
Ketika mendirikan Taman Siswa, Ki Hadjar Dewantara juga memberikan
wadah bagi para perempuan untuk berkarya. Wadah tersebut adalah berupa badan
bernama Wanita Taman Siswa yang mengurusi berbagai hal mengenai perempuan
di dalam Taman Siswa. Badan tersebut berdiri sejajar dengan badan-badan yang
lain yang berada dalam Taman Siswa. Meski Wanita Taman Siswa bersifat
eksklusif dalam merekrut anggotanya, namun Wanita Taman Siswa mampu
berperan aktif dalam kegiatan di luar Taman Siswa. Wanita Taman Siswa tercatat
pernah beberapa kali menjadi anggota Kongres Perempuan Indonesia. Bahkan Nyi
Hadjar Dewantara adalah salah satu penggagas terselenggaranya Kongres
Perempuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai perempuan, nyatanya mampu
mempengaruhi pola pikir sekitarnya seperti Wanita Taman Siswa hingga
Soekarno. Sebagai sebuah badan, Wanita Taman Siswa memiliki asas-asas
sebagai dasar untuk menjalankan tugasnya. Asas-asas tersebut tidak boleh
menyimpang dengan asas-asas Taman Siswa, karena Wanita Taman Siswa masih
dalam bagian Taman Siswa. Akan tetapi, dalam perumusan asas-asas tersebut,
mengadaptasi pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai perempuan. Beberapa
hal seperti kodrat perempuan, persamaan hak, hingga bagaimana perempuan
berperilaku sebagai calon ibu dijelaskan dalam asas-asas tersebut.
Kemudian pengaruh pemikiran Ki Hadjar Dewantara pada pemikiran
Soekarno terletak pada sebuah tulisan Ki Hadjar Dewantara yang dikutip
Soekarno dalam bukunya yang berjudul “Sarinah”. Kutipan tersebut diawali
dengan pernyataan Soekarno yang tidak senang atas pergerakan perempuan di
Eropa. Soekarno berpendapat bahwa pergerakan perempuan di Eropa sudah
melewati batas kodrat yang ada. Kaum perempuan Eropa sudah meminta
persamaan dalam segala bidang dengan laki-laki. Lambat laun kaum perempuan
Eropa tidak mempedulikan lagi kodratnya sebagai ibu.
Selain itu, pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai kodrat perempuan
juga menjadi salah satu hal yang mempengaruhi Soekarno. Pernyataan Ki Hadjar
Dewantara mengenai perempuan dan kodratnya yaitu menjadi ibu yang
mengandung, melahirkan serta menyusui anaknya, sama seperti kodrat perempuan
yang dibicarakan oleh Soekarno. Kemudian Soekarno menambahkan dengan
pernyataannya yaitu bahwa kodrat perempuan bukanlah mengerjakan pekerjaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
rumah ataupun urusan dapur. Meski sebenarnya Soekarno mempunyai pandangan
tersendiri perihal perempuan, tetapi dengan adanya kutipan milik Ki Hadjar
Dewantara sudah membuktikan bahwa Soekarno terpengaruh pemikiran Ki
Hadjar Dewantara.
5. 2 Saran
Penulisan sejarah Indonesia masih berkutat pada gerakan sosial, politik,
maupun kemanusiaan yang mempunyai skala besar. Penulisan tersebut banyak
dilirik oleh sebagian penduduk karena menganggap gerakan tersebut mampu
mempengaruhi dinamika Indonesia. Sedangkan sejarah pemikiran yang
menggerakan orang jarang disuguhkan dalam historiografi Indonesia. Salah
satunya yaitu sejarah pemikiran mengenai perempuan.
Meski penulisan sejarah mengenai perempuan sudah banyak dibahas, akan
tetapi pembahasan tersebut masih seputar pada peristiwa gerakan perempuan
seperti Gerwani atau Kongres Perempuan. Penulisan gerakan perempuan ditulis
dengan diawali oleh bagaimana gerakan tersebut terbentu, lalu konflik yang ada
hingga dampak-dampaknya terhadap keadaan Indonesia pada masa tersebut.
Penulisan gerakan perempuan juga disertai dengan konsep-konsep feminisme
yang memetakan perempuan dalam sebuah gerakan melawan penjajahan.
Dari keterangan diatas, sebaiknya penulisan sejarah perempuan juga
dibarengi dengan pemikiran mengenai perempuan. Penulisan sejarah pemikiran
mengenai perempuan berarti bahwa kita menulis tentang pandangan kita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
mengenai perempuan. Penulisan sejarah mengenai perempuan tidak perlu ditulis
dengan memperhatikan peristiwa-peristiwa yang besar saja. Akan tetapi,
penulisan sejarah mengenai perempuan dapat ditulis dengan melihat pemikiran
seseorang mengenai perempuan.
Skripsi ini, mengangkat pandangan Ki Hadjar Dewantara dalam melihat
perempuan. Melalui pandangan Ki Hadjar Dewantara, kita dapat mengetahui
bagaimana perempuan seharusnya bersikap dan berperilaku. Penulisan sejarah
perempuan seperti memberi warna lain tentang citra perempuan di mata
masyarakat. Melalui penulisan sejarah perempuan ini kita dapat pula mengetahui
sisi lain seseorang ketika dirinya mempunyai pandangan mengenai perempuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrachman Surjomihardjo. Ki Hadjar Dewantara Dan Tamansiswa DalamSejarah Indonesia Modern. Jakarta: Sinar Harapan,1986.
Bambang Sokawati Dewantara. Ki Hadjar Dewantara: Ayahku. Jakarta: PustakaSinar Harapan, 1989.
----------------------------------------. Nyi Hadjar Dewantara. Jakarta: GunungAgung, 1984.
Budi Susanto, Dr. Citra Wanita dan Kekuasaan (Jawa). Yogyakarta: PenerbitKanisius, 1992.
Budiawan. Anak Bangsawan Bertukar Jalan. Yogyakarta: LKiS, 2006.
Buku Peringatan Tamansiswa 30 Tahun. Yogyakarta: Percetakan Tamansiswa,1981.
Christina S. Handayani dan Ardhian Novianto. Kuasa Wanita Jawa. Yogyakarta:LKiS, 2004.
Darsiti Soeratman. Ki Hadjar Dewantara. Jakarta: Departemen Pendidikan DanKebudayaan, 1983.
-----------------------. Wanita Taman Siswa dan Hidup Kekeluargaan. Yogyakarta:Badan Pusat Wanita Taman Siswa, 1979.
De Stuers, Cora Vreede. Sejarah Perempuan Indonesia Gerakan DanPencapaian. Jakarta: Komunitas Bambu, 2008.
Djoko Dwiyanto. Puro Pakualaman: Sejarah, Kontribusi Dan NilaiKejuangannya. Yogyakarta: Paradigma Indonesia, 2009.
Djumhur, I. dan Drs. H. Danasuparta. Sejarah Pendidikan. Bandung: CV. Ilmu,1976.
Enny Zuhni Khayati. Pendidikan dan Idependensi Perempuan.
Harahap , H.A.H. dan Bambang Sokawati Dewantara. Ki Hadjar Dewantara danKawan-Kawan: Ditangkap, Dipenjarakan dan Diasingkan. Jakarta:Gunung Agung, 1980.
Kenangan Tujuh Dasa Warsa Wanita Tamansiswa 3 Juli 1922-3 Juli 1993.Yogyakarta: Badan Pusat Wanita Tamansiswa, 1992.
Ki Hadjar Dewantara. Kebudayaan. Yogyakarta: Majelis Luhur Tamansiswa,1967.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Koentjaraningrat. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003.
Mansour Fakih, Dr. Analisisi Gender Dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2003.
Pilcher, Jane dan Wheleman, Imelda. Fifty Key Concepts in Gender Studies.London: SAGE Publications L.td, 2004.
Samho, Bartolomeus. Citra Kepribadian Ki Hadjar Dewantara: Visi PendidikanKi Hadjar Dewantara Tantangan dan Relevansi. Yogyakarta: PenerbitKanisius, 2013.
Sartono Kartodirdjo. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah PergerakanNasional Dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme Jilid 2. Jakarta: PTGramedia, 1990.
Sartono Kartodirdjo dkk. Perkembangan Peradaban Priyayi. Yogyakarta: GadjahMada University Press, 1987.
Sejarah Setengah Abad Pergerakan Wanita Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,1978.
Soekarno. Sarinah. Yogyakarta: Yayasan Gema Indonesia dan Pena Persada,Cetakan kedua, 2003.
MAJALAH
Ki Hadjar Dewantara. “Kodrat Perempuan”. Wasita. Desember 1928. Jilid 1, No.3.
----------------------------. “Perempuan Dalam Dunia Pendidikan”. Wasita,Desember 1928. Jilid 1, No. 3.
----------------------------. “Perempuan Dan Sport”. Wasita. Desember 1928. Jilid1, No. 3.
----------------------------. “Pengaruh Perempuan Pada Barang Dan TempatKelilingnja”. Wasita. Desember 1928, Jilid 1, No. 3.
----------------------------. “Wanita Taman Siswa: Vrouwenraad dalam TamanSiswa”. Wasita. Desember 1928. Jilid 1 No. 3.
----------------------------. “Perempuan Dalam Pertumbuhan Adab”. Wasita. Juli1935. Jilid 1, No. 6.
----------------------------. “Perempuan Di Dalam Pertumbuhan Adab”. Wasita. Juli1935. Jilid 1, No. 6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
---------------------------. “Kemadjuan Adab Perempuan: Kongres Djakarta danProtes Semarang”. Wasita. Agustus 1935. Jilid 1, No. 7.
----------------------------.”Lapangan Kerdja Bagi Perempuan”. Wasita. November1935. Jilid 1, No. 3.
SKRIPSI
Tasen, Gerfasius. Pengasingan Ki Hadjar Dewantara (1913-1917).
Ora, Felisitas Berni. Peranan Ki Hadjar Dewantara Dalam MemajukanPendidikan Pribumi Tahun 1922-1930.
JURNAL
Atik Catur Budiati. Aktualisasi Diri Perempuan Dalam Sistem Budaya Jawa:Persespai Perempuan Terhadap Nilai-Nilai Budaya Jawa DalamMengaktualisasikan Diri. Pamator. Vol. 3, No. 1, 2010.
Tanti Hermawati. Budaya Jawa dan Kesetaraan Gender. Jurnal KomunikasiMassa, Vol. 1, No. 1, 2007.
Yuliati. Konsep Pendidikan Perempuan di Tamansiswa. Diunduh melalui GoogleScholar pada 5 April 2017.
Muhadjir Darwin. Gerakan Perempuan di Indonesia dari Masa ke Masa. JurnalIlmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 7, No. 3, 2004
WEBSITE
“Ki dan Nyi Hadjar Dewantara ,” Koleksi Foto Digital Museum Dewantara KirtiGriya (Tamansiswa), accessed November 21, 2018,https://museumdewantara.omeka.net/items/show/3326.
“Konferensi Wanita Taman Siswa,” Koleksi Foto Digital Museum DewantaraKirti Griya (Tamansiswa), accessed November 20, 2018,https://museumdewantara.omeka.net/items/show/3064
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
“Nyi Hadjar Dewantara di Kongres Perempuan ,” Koleksi Foto Digital MuseumDewantara Kirti Griya (Tamansiswa), accessed October 8,2018, https://museumdewantara.omeka.net/items/show/3298.
“Nyi Kustihadi Hadisoekatno,” Koleksi Foto Digital Museum Dewantara KirtiGriya (Tamansiswa), accessed November 20, 2018,https://museumdewantara.omeka.net/items/show/3215.
“Pamong - pamong Taman Siswa pada tahun 1934 ,” Koleksi Foto DigitalMuseum Dewantara Kirti Griya (Tamansiswa), accessed November 20,2018, https://museumdewantara.omeka.net/items/show/3035.
“Pengurus Wanita Taman Siswa Yang Pertama ,” Koleksi Foto Digital MuseumDewantara Kirti Griya (Tamansiswa), accessed November 20, 2018,https://museumdewantara.omeka.net/items/show/3073.
“Tiga Serangkai,” Koleksi Foto Digital Museum Dewantara Kirti Griya(Tamansiswa), accessed November 21, 2018,https://museumdewantara.omeka.net/items/show/3292.
https://kbbi.kata.web.id/turunan/ diakses pada tanggal 8 Januari 2019.
https://kbbi.web.id/internir diakses tanggal 9 Januari 2019.
https://nasional.kompas.com/read/2016/04/22/04471261/Menjadi.Ibu.Alasan.Kartini.soal.Pentingnya.Pendidikan.bagi.Perempuan?page=2 diakses tanggal20 Agustus 2018.
https://www.jurnalrozak.web.id/2014/05/pengertian-dan-unsur-delik-pers.htmldiakses pada 14 Agustus 2018.
https://arti-pengertian-definisi.blogspot.com/2014/02/pengertian-delik-pers.htmldiakses pada 14 Agustus 2018.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI