1
Sanksi untuk Pembakar Hutan 10 perusahaan terkena sanksi akibat pembakaran hutan yang menyebabkan kabut asap
22 Oktober 2015 18:30 Fransisca Ria Susanti
http://www.sinarharapan.co/news/read/151022445/sanksi-untuk-pembakar-hutan-
Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, Siti Nurbaya, Senin
(19/10), mengumumkan 10 perusahaan
yang terlibat pembakaran hutan yang
menyebabkan kabut asap di sejumlah
wilayah di Indonesia.
Sebelumnya, pada 22 September
2015, ia telah mengumumkan empat
perusahaan pembakar hutan. Artinya,
total sudah ada 14 perusahaan yang
diumumkan sebagai pembakar hutan.
Perusahaan-perusahaan tersebut
akan dikenai sanksi administratif,
mulai dari sanksi paksa untuk
memenuhi kewajiban yang diminta pemerintah (kewajiban tersebut di antaranya
menyediakan alat pemadam kebakaran), pembekuan izin, hingga pencabutan izin operasi.
Menurut Siti, dari 10 perusahaan terkena sanksi yang diumumkan Senin lalu, empat
perusahaan mendapatkan sanksi paksaan pemerintah, empat perusahaan lainnya terkena
sanksi pembekuan izin, dan dua lainnya terkena sanksi pencabutan izin.
Empat perusahaan yang dijatuhi sanksi paksaan pemerintah adalah PT BSS (perusahaan
perkebunan di Kalimantan Barat), PT KU (perusahaan perkebunan di Jambi), PT IHM
(hutan tanaman industri atau HTI di Kalimantan Timur), dan PT WS (HTI di Jambi).
Empat perusahaan yang dijatuhi sanksi pembekuan izin adalah PT SBAWI (HTI di
Sumatera Selatan), PT PBP (hak pengusahaan hutan atau HPH di Jambi), PT DML (HPH di
Kalimantan Timur), dan PT RPM (perusahaan perkebunan di Sumatera Utara).
Dua perusahaan yang dijatuhi sanksi pencabutan izin adalah PT Mega Alam Sentosa (HTI
di Kalimantan Barat) dan PT Dyera Hutan Lestari (HTI di Jambi).
http://www.sinarharapan.co/news/author/Fransisca%20Ria%20Susantihttp://www.sinarharapan.co/news/read/151022445/sanksi-untuk-pembakar-hutan-
2
Kita tentu saja mengapresiasi apa yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (LHK) terkait pemberian sanksi kepada perusahaan-perusahaan pembakar
hutan. Terlebih lagi, Menteri Siti menekankan sanksi ini akan diberikan bersamaan
dengan kasus pidana yang sedang diproses di Markas Besar Kepolisian dan Kepolisian
Daerah setempat terhadap 26 perusahaan.
Sejumlah perusahan pembakar hutan tersebut ada yang teridentifikasi dari Singapura,
Malaysia, Tiongkok, dan Australia. Kementerian LHK menyebutkan, hingga saat ini sudah
ada 34 perusahaan yang diperiksa.
Dari jumlah tersebut, 14 sudah diumumkan statusnya, sedangkan sisanya masih
diverifikasi data. Kementerian LHK juga masih menargetkan pemeriksaaan 41
perusahaan lain. Sementara itu, dari kepolisian dilaporkan tujuh perusahaan penanaman
modal asing (PMA) telah dijadikan tersangka kasus pembakaran hutan dan lahan. Satu
perusahaan berbasis di Tiongkok, satu di Australia, dan lima di Malaysia.
Tujuh korporasi itu berinisial PT ASP (Tiongkok) membakar lahan di Kalimantan Tengah;
PT KAL (Australia) membakar lahan di Kalimantan Barat; PT IA (Malaysia), PT H
(Malaysia), dan PT MBI (Malaysia) di Sumatera Selatan; serta PT PAH (Malaysia) dan PT
AP (Malaysia) membakar lahan di Jambi.
Kita berharap pemerintah benar-benar serius dalam penegakan hukum kasus pembakaran
hutan. Sinergi antara Kementerian LHK dan kepolisian benar-benar kita harapkan bisa
membuat jera para pelaku.
Target perusahaan meraup keuntungan dengan mengorbankan ekosistem lingkungan dan
kehidupan di sekitar hutan benar-benar tak bisa ditoleransi dan harus diberi hukuman
yang pantas.
Pernyataan anggota DPR yang mengkhawatirkan pengumuman sanksi perusahaandengan
menyebut nama-nama perusahaan tersebut sebelum keputusan sidang pengadilanakan
menurunkan iklim investasi menurun, tak perlu didengar. Sudah saatnya
perusahaan-perusahaan tersebut tahu bahwa kita bisa bersikap tegas terhadap tindakan
mereka yang menyebabkan kerugian bagi lingkungan dan masyarakat di sekitarnya.
Pada 2015 ini saja, areal hutan dan lahan yang terbakar telah mencapai 1,7 hektare.
Kabut asap yang ditimbulkannya telah membuat masyarakat di Sumatera, Kalimantan,
3
hingga Malaysia dan Singapura harus kehilangan jarak pandang yang membuat semua
aktivitas terganggu dan mengalami gangguan kesehatan.
Kerugian materiil dan imateriil yang diakibatkan dari kabut asap tersebut terlalu besar.
Penyelidikan yang dilakukan Kementerian LHK menunjukkan luas areal yang terbakar itu
berada di 413 entitas perusahaan. Jadi, wajar jika pertanggungjawaban harus diminta
pada perusahaan-perusahaan tersebut.
Selain penegakan hukum, kita berharap pemerintah mulai memikirkan penciptaan
struktur insentif dalam pengelolaan hutan. Kita tahu bahwa luas hutan Indonesia
membuat pemerintah kewalahan dalam melakukan pengawasan dan kontrol. Ini juga
terkait minimnya anggaran.
Karena itu, penciptaan sistem insentif bisa memberikan subsidi besar untuk pengelolaan
hutan. Kita bisa mencontoh bagaimana negara-negara di Amerika Latin menyubsidi
kegiatan hutan tanaman mereka. Subsidi ini bisa berbentuk keringanan pajak, pinjaman
berbunga rendah, pembayaran langsung, penyediaan makanan untuk melaksanakan
program ini, bantuan bibit tanaman, dan bantuan teknis gratis.
Sebuah penelitian yang dirilis di Brasil menunjukkan, penebangan hutan hanya bisa
diperlambat apabila tersedia insentif kuat untuk itu. Hal yang perlu dilakukan adalah
menyusun aturan hukum dan perpajakan guna memastikan pemeliharaan hutan lebih
menguntungkan dibandingkan menebangnya.
* * *
Sumber : Sinar Harapan