Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 1
RINGKASAN EKSEKUTIF
Risiko pada perekonomian global semakin meningkat di tengah mewabahnya virus Corona (COVID-19) yang semakin menyebar luas ke 213 negara. Dampak yang ditimbulkan oleh COVID-19 pada perekonomian global mulai terlihat pada pertumbuhan ekonomi Tiongkok triwulan 1 2020 yang tumbuh negatif. Perekonomian global hampir dipastikan akan mengalami kontraksi di tahun 2020, IMF memproyeksikan ekonomi global tumbuh -3,0%, memperkuat estimasi JP Morgan -1,1%, EIU -2,2%, dan Fitch -1,9 %.
Pada bulan Maret 2020, kinerja bursa saham Indonesia mengalami penurunan yang cukup dalam sejalan dengan kondisi bursa global, melanjutkan penurunan di bulan Februari. Yield pasar Surat Berharga Negara menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Credit Default Swap juga meningkat menunjukkan persepsi investor atas risiko di dalam negeri. Tekanan-tekanan tersebut senada dengan pergerakan arus modal yang mengalami Net Foreign Selling (NFS) sangat besar mencapai Rp126,8 triliun. Sejalan dengan hal tersebut, nilai tukar Rupiah pada bulan Maret 2020 mengalami depresiasi yang cukup dalam mencapai 17,74%, melanjutkan depresiasi bulan sebelumnya.
Perkembangan likuiditas dalam perekonomian di awal tahun 2020, sedikit membaik dibanding akhir tahun 2019. Sementara hingga bulan Maret 2020, likuiditas di pasar keuangan tetap terjaga, antara lain ditunjukkan oleh masih terjadinya penurunan suku bunga PUAB dan JIBOR, serta peningkatan penempatan dana perbankan di Bank Indonesia. Sementara itu di sisi simpanan masyarakat di perbankan terdapat sedikit perbaikan, walaupun masih pada tingkat yang sangat terbatas. Laju pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tumbuh 6,8% (yoy) di tengah masih melambatnya pertumbuhan kredit, telah menyebabkan penurunan Loan to Deposit Ratio (LDR) menjadi 92,8%. Dari sisi rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio – CAR) perbankan masih cukup baik mencapai 22,83% dan Non-Performing Loan (NPL) perbankan mulai meningkat menjadi 2,19% namun masih dalam kategori aman.
Inflasi bulan Maret 2020 tercatat mencapai 0,10% (mtm) atau 0,76 (ytd) atau 2,96% (yoy). Penurunan inflasi dipengaruhi oleh berlanjutnya tren penurunan harga beberapa komoditas hortikultura dan tarif angkutan udara di tengah kenaikan harga emas perhiasan dan komoditas pangan. Laju inflasi komponen inti mengalami sedikit peningkatan didorong kenaikan harga emas dan komoditas inti pangan. Sementara itu, laju inflasi volatile food Maret dan inflasi administered price menunjukkan perlambatan. Indikator perkembangan sektor riil juga menunjukkan adanya perlambatan yang ditunjukkan oleh Indeks Penjualan Ritel yang menunjukkan kontraksi, selain itu penjualan mobil nasional dan mobil niaga juga menunjukkan adanya kontraksi. Namun demikian, optimisme konsumen masih terjaga pada level positif (diatas 100), yang tercermin pada Indeks Keyakinan Konsumen. Sementara itu aktivitas investasi mulai terpengaruh pandemi yang terlihat dari realisasi investasi yang mencatatkan kontraksi pada sisi PMA, walaupun pada sisi PMDN masih menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi.
Kinerja Perdagangan bulan Maret 2020 mengalami surplus USD743,4 juta, melanjutkan surplus bulan sebelumnya walaupun sedikit mengalami penurunan. Surplus tersebut didorong surplus non migas sebesar USD1,67 miliar sementara sektor migas mengalami defisit mencapai USD932,6 juta. Secara kumulatif Januari-Maret 2020, neraca perdagangan masih mengalami surplus sebesar USD2,61 miliar, membaik jika dibandingkan tahun 2019 yang
mencatatkan defisit USD62,8 juta.
PEREKONOMIAN GLOBAL
Penyebaran virus Corona (COVID-19) terus meningkat. Hingga
19 April 2020, kasus positif COVID-19 di dunia mencapai lebih
dari 2,2 juta kasus, dengan jumlah kematian mencapai 160
ribu. Dalam jangka waktu 4 bulan sejak kasus pertama terjadi di
Wuhan, Tiongkok, COVID-19 telah menyebar luas ke 213
negara. AS masih menjadi negara dengan total kejadian COVID-
19 tertinggi dengan jumlah 738 ribu. Jumlah kematian akibat
COVID-19 di AS juga merupakan yang tertinggi di dunia yang
mencapai 39 ribu orang, lebih banyak dibandingkan Italia.
Meski terus meningkat, laju pertambahan kasus COVID-19 di AS
dan beberapa negara Eropa seperti Inggris, Perancis, Spanyol
dan Italia sudah menunjukkan perlambatan. Sementara itu,
tren yang terjadi di beberapa negara ASEAN termasuk
April 2020
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 2
Indonesia, kasus COVID-19 masih tereskalasi meskipun secara
total kasus masih jauh di bawah negara Eropa atau AS. HIngga
19 April 2020, jumlah kasus COVID-19 di Indonesia mencapai
6.575, dengan total pasien sembuh 686 orang, dan pasien
meninggal 582.
Dampak dari COVID-19 sudah sangat nampak pada
perekonomian global. Pertumbuhan ekonomi di Tiongkok pada
triwulan pertama 2020 turun sangat dalam -6,8% dan
merupakan kontraksi pertama yang dialami Tiongkok sejak
1992. Meski demikian, PMI manufaktur dan jasa Tiongkok
sudah mengalami rebound, setelah pada Februari terkontraksi
dalam akibat penanganan COVID-19 yang signifikan termasuk
melakukan lockdown. Berbeda dengan Tiongkok, aktivitas
ekonomi di negara-negara lain yang tercermin dari PMI berada
dalam teritori kontraksi (indeks di bawah 50). Harga minyak
mentah dunia juga masih melanjutkan tren penurunan, saat ini
di kisaran $20 dolar per barel, meskipun Rusia dan Arab Saudi
telah menyepakati untuk memangkas produksi. Hal ini
menunjukkan bahwa kekhawatiran akan syok permintaan
akibat COVID-19 cukup tinggi.
Dengan tekanan pandemi yang sangat kuat, perekonomian
global hampir dipastikan akan mengalami kontraksi di tahun
2020. Proyeksi terkini yang dikeluarkan oleh IMF menunjukkan
pertumbuhan global tahun 2020 akan turun -3,0%, atau
terkoreksi drastis dibanding proyeksi sebelumnya di bulan
Januari yang masih memprediksi ekonomi global mengalami
perbaikan di tingkat 3,3%. Sementara tingkat perdagangan
global juga diperkirakan terkoreksi cukup dalam mencapai -11%
di tahun 2020. Proyeksi IMF tersebut memperkuat estimasi dari
beberapa lembaga lain seperti JP Morgan, EIU, dan Fitch yang
memperkirakan pertumbuhan global 2020 masing-masing -1,1
%, -2,2 %, dan -1,9 %. Namun, divergensi angka proyeksi
menunjukkan adanya ketidakpastian yang tinggi pada arah
ekonomi global ke depan. Ditinjau dari kelompok negara,
ekonomi negara maju diperkirakan akan menjadi kelompok
yang terdampak paling parah. Sementara di negara
berkembang, beberapa negara seperti Tiongkok, India, dan
Indonesia diperkirakan masih dapat mencatatkan pertumbuhan
positif di 2020.
NILAI TUKAR, ARUS MODAL KE PASAR KEUANGAN, DAN
CADANGAN DEVISA
Pada bulan Maret 2020 kinerja pasar keuangan Indonesia
mengalami tekanan yang cukup besar, baik pada pasar saham
maupun pasar Surat Berharga Negara. Sejalan dengan hal
tersebut arus keluar modal asing juga tercatat cukup besar
sehingga pada akhirnya memberi tekanan kepada nilai tukar
Rupiah.
Kinerja bursa saham Indonesia selama bulan Maret 2020
menunjukkan penurunan yang cukup dalam sejalan dengan
kondisi bursa global, melanjutkan penurunan di bulan Februari .
Tekanan pada pasar saham yang cukup dalam di bulan Maret
terjadi pada tanggal 9 Maret 2020, dimana IHSG turun 6,58%.
Perkembangan ini mendorong OJK untuk merespon guna
meredam penurunan yang lebih dalam dengan menerbitkan
peraturan nomor S-274/PM.21/2020 tentang auto trading halt
pada tanggal 10 Maret, dengan ketentuan sebagai berikut :
- IHSG turun s.d 5% -> trading halt 30 menit
- IHSG penurunan lanjutan s.d 10% -> trading halt 30 menit.
IHSG penurunan lanjutan s.d 15% -> suspend (dengan
ketentuan: sampai akhir sesi perdagangan, atau lebih dari 1
(satu) sesi perdagangan setelah mendapat persetujuan atau
perintah OJK).
Peraturan tersebut cukup efektif menahan tekanan penurunan
IHSG lebih lanjut. Namun demikian, IHSG masih terkena auto
trading halt tersebut sebanyak 5 kali pada periode berikutnya
hingga akhir Maret. Pada tanggal 24 Maret 2020, IHSG
mengalami penurunan hingga di bawah tingkat 4000 yaitu di
level 3937,6. Level IHSG tersebut merupakan tingkat IHSG yang
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 3
terendah sejak Agustus 2012. Penurunan IHSG di bulan Maret
juga sejalan dengan pergerakan bursa-bursa global yang
bergerak di zona negatif. Namun demikian di minggu terakhir
Maret, IHSG mengalami rebound dan pada 31 Maret IHSG
ditutup pada level 4538,93. Rebound tersebut juga terjadi di
bursa saham banyak negara yang didorong oleh membaiknya
keyakinan investor setelah berbagai negara meluncurkan
stimulusnya guna penanggulangan COVID-19, termasuk di
Indonesia.
Pada tanggal 31 Maret, Pemerintah Indonesia meluncurkan
stimulus senilai Rp405,1 triliun dalam rangka penanganan
pandemi COVID-19 melalui tambahan belanja dan pembiayaan
pada APBN 2020. Stimulus tersebut meliputi belanja kesehatan,
jaminan sosial, dukungan industri dan pembiayaan program
pemulihan ekonomi nasional. Secara umum indeks di ahkir
Maret telah turun 16,76% atau lebih dari 900 poin
dibandingkan dengan posisi akhir bulan Februari 2020,
sementara jika dibandingkan dengan kondisi akhir tahun 2019
yang mencapai 6.299,5, IHSG pada 31 Maret telah turun 27,94%
atau lebih dari 1750 poin.
Di sisi lain, tingkat imbal hasil (yield) pasar Surat Berharga
Negara pada bulan Maret 2020 menunjukkan tren
peningkatan yang cukup signifikan. Berdasarkan composite
bloomberg per Maret 2020, untuk seri benchmark 5 tahun dan
10 tahun masing-masing berada pada level 7,31% dan 7,91%,
meningkat signifikan dibandingkan posisi di akhir Februari 2020
yang berada pada 6,16% dan 6,95. Kenaikan Yield SBN tersebut
juga diiringi dengan meningkatnya Credit Default Swap (CDS),
khususnya terlihat pada CDS Indo 5Y yang juga menunjukkan
peningkatan yang cukup tajam. Hal ini sejalan dengan perilaku
investor yg mulai shifting aset-aset berisikonya ke aset-aset
safe haven. Namun demikian SBN masih cukup menarik bagi
investor dalam negeri, dikarenakan obligasi pemerintah
dipandang memiliki risiko lebih rendah dibanding instrumen
lain seperti saham dan obligasi korporasi. Kondisi tersebut
tercermin pada bid to cover ratio lelang-lelang SBN yang masih
cukup tinggi.
Tekanan-tekanan yang terjadi di pasar keuangan juga senada
dengan pergerakan arus modal di bulan Maret 2020 yang
mengalami Net Foreign Selling (NFS) atau arus keluar yang
sangat besar, mencapai Rp126,8 triliun. Arus modal keluar
tersebut didorong aliran modal asing keluar dari pasar SBN yang
mencapai Rp121,3 triliun maupun di pasar saham sebesar Rp5,6
triliun. NFS tersebut merupakan NFS bulanan yang terbesar
sejak 2007 dan merupakan kelanjutan dari NFS di bulan
Februari yang mencapai Rp33,7 triliun. Secara kumulatif, arus
keluar modal asing pada periode Januari – Maret 2020 telah
mencapai Rp147,6 Triliun. Arus keluar tersebut terdiri dari NFS
di pasar SBN sebesar Rp135 triliun, arus keluar di pasar saham
sebesar Rp10,3 triliun dan arus keluar SBI sebesar Rp2,3 triliun.
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 4
Sejalan dengan kondisi NFS tersebut, nilai tukar Rupiah pada
bulan Maret 2020 mengalami depresiasi yang cukup dalam,
juga melanjutkan depresiasi bulan sebelumnya (Februari 2020).
Per 31 Maret 2020, nilai tukar Rupiah ditutup pada tingkat
Rp16.367/USD, terdepresiasi 17,74% dibandingkan akhir tahun
2019 yang mencapai Rp13.901/USD. Selama bulan Maret,
depresiasi terdalam Rupiah terjadi pada minggu ketiga, dan
menjadi mata uang yang mengalami tekanan terbesar
dibandingkan mata uang regional lainnya. Adapun rata rata
kumulatif (YTD) nilai tukar Rupiah sampai dengan 31 Maret
2020 mencapai Rp14.234/USD, jauh melemah dibandingkan
rata-rata Rupiah pada 28 Februari 2020 mencapai Rp
13.753/USD.
Perkembangan depresiasi nilai tukar rupiah dan capital
outflow yang terjadi telah menyebabkan penurunan cadangan
devisa Indonesia. Posisi cadangan devisa pada bulan Maret
2020 tercatat USD120,97 miliar, turun cukup signifikan
dibandingkan Februari 2020 yang mencapai USD130,4 miliar.
Nilai cadangan devisa tersebut masih cukup untuk membiayai
impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah selama
7,0 bulan (masih berada pada tingkat yang aman, di atas
standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor).
Penurunan cadangan devisa tersebut antara lain dipengaruhi
oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan keperluan
stabilisasi nilai tukar Rupiah. Berdasarkan strukturnya,
prosentase komponen cadangan devisa tidak banyak berubah
dan masih didominasi surat berharga (85,62%), diikuti oleh
Uang Kertas Asing dan Simpanan (8,32%) dan Emas Moneter
(3,38%). Namun demikian, secara nominal surat berharga turun
cukup signifikan, mencapai USD9,9 miliar sementara Uang
Kertas Asing dan Simpanan meningkat USD492 juta. Hal ini
menjelaskan bahwa untuk kegiatan stabilisasi nilai tukar, Bank
Indonesia terutama mempergunakan dua komponen cadangan
devisa tersebut.
PERKEMBANGAN MONETER DAN PERBANKAN
Perkembangan likuiditas dalam perekonomian di awal tahun
2020, sedikit membaik dibanding akhir tahun 2019. Sementara
hingga bulan Maret 2020, likuiditas di pasar keuangan tetap
terjaga, antara lain ditunjukan oleh masih terjadinya
penurunan suku bunga PUAB dan JIBOR, serta peningkatan
penempatan dana perbankan di Bank Indonesia.
Laju pertumbuhan uang beredar (M1 dan M2) pada bulan
Januari 2020 mencapai 7,9% dan 7,1% (yoy), sedikit lebih tinggi
dibanding Desember 2019 yang masing-masing tumbuh 7,1%
dan 6,5%. Perbaikan tersebut di antaranya dipengaruhi dampak
kebijakan BI untuk menurunkan suku bunga acuan 100 bps
selama tahun 2019 hingga Januari 2020. Penurunan suku bunga
acuan juga telah mendorong penurunan suku bunga Pasar Uang
Antar Bank dan JIBOR yang juga mengindikasikan perbaikan
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 5
likuiditas di pasar keuangan. Penurunan suku bunga acuan juga
telah diikuti oleh penurunan suku bunga kredit dan deposito.
Namun demikian, penurunan suku bunga kredit relatif lebih
lambat dibandingkan penurunan suku bunga deposito,
khususnya deposito jangka pendek (<12 bulan).
Namun di sisi lain, pertumbuhan kredit konsumsi terus
mencatat perlambatan yang mengisyaratkan tingkat konsumsi
masyarakat yang masih lemah, sejalan dengan perkembangan
indikator konsumsi dalam PDB.
Pada bulan Februari dan Maret 2020, Bank Indonesia telah
kembali menurunkan suku bunga acuan sebesar 50 bps,
sehingga tingkat suku bunga acuan mencapai 4,5%. Langkah
tersebut dimaksudkan untuk memberikan stimulus bagi
perekonomian dan keringanan bagi perbankan yang
menghadapi risiko dampak negatif dari merebaknya wabah
pandemi COVID-19.
Perkembangan kredit perbankan di awal tahun 2020 masih
menjadi tantangan bagi kinerja perekonomian dalam negeri,
khususnya terkait pertumbuhan kredit yang masih cukup
lambat. Pertumbuhan kredit perbankan yang pada bulan
Desember 2019 mencatat tingkat yang rendah sebesar 5,9%
(yoy), kembali menurun di bulan Januari 2020 ke tingkat 5,7%
(yoy). Berdasarkan komponennya, pertumbuhan kredit modal
kerja dan kredit konsumsi sedikit meningkat dibanding
pertumbuhan pada bulan sebelumnya. Di sisi lain, terjadi
penurunan yang lebih besar pada komponen pertumbuhan
kredit investasi.
Sementara itu di sisi simpanan masyarakat di perbankan
terdapat sedikit perbaikan, walaupun masih pada tingkat yang
sangat terbatas. Laju pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) di
perbankan per Januari 2020 tumbuh 6,8% (yoy), sedikit lebih
tinggi dibanding bulan sebelumnya sebesar 6,5% (yoy).
Peningkatan DPK tersebut, di tengah masih melambatnya
pertumbuhan kredit, telah menyebabkan penurunan Loan to
Deposit Ratio (LDR) dari 93,9% (Desember 2019) menjadi 92.8%
(Januari 2020). Penurunan LDR tersebut diharapkan dapat
memberikan ruang gerak yang lebih besar bagi perbankan
untuk mendorong peningkatan kreditnya.
Beberapa permasalahan yang masih perlu mendapat perhatian
dalam hal rendahnya akselerasi kredit perbankan, di antaranya
adalah (1) rendahnya permintaan kredit dari sektor riil, seiring
dampak ketidakpastian global dan lemahnya aktivitas ekonomi
domestik, (2) masih lambatnya sumber pendanaan kredit
perbankan, terutama yang berasal dari DPK, (3) langkah
perbankan untuk menjaga likuiditasnya dengan menjaga
penyaluran kredit pada debitur yang kredibel dan terbatas,
serta (4) masih lambatnya penurunan suku bunga kredit yang
terjadi.
Secara umum perkembangan kredit perbankan pada Januari
2020 masih didominasi oleh sektor perdagangan dan
manufaktur. Sementara itu, untuk pertumbuhan kredit
tertinggi terjadi pada sektor konstruksi, diikuti sektor
transportasi dan telekomunikasi, serta sektor utilitas (Listrik,
Air, Gas). Pertumbuhan kredit pada sektor-sektor tersebut
dipengaruhi oleh akselerasi pembangunan infrastruktur.
Dengan memperhatikan alokasi porsi kredit dan
pertumbuhannya, maka pertumbuhan kredit perbankan secara
total terutama ditopang oleh kredit pada sektor konstruksi,
diikuti sektor perdagangan dan sektor transportasi dan
telekomunikasi. Perlu diwaspadai pertumbuhan kredit sektor
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 6
manufaktur yang cukup rendah dan berisiko berdampak pada
keterbatasan kemampuan pertumbuhan ekonomi ke depan.
Sementara itu kinerja perbankan secara umum per Januari
2020 berhasil membukukan Net Interest Margin (NIM) sebesar
4.96%, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan Januari 2019
sebesar 4.92%. Sedangkan dari sisi rasio kecukupan moda
(Capital Adequacy Ratio – CAR) perbankan mencapai 22,83%,
masih jauh berada di atas batas minimal yang dipersyarakatkan
oleh BIS sebesar 8%. Namun demikian, dampak dari COVID-19
mulai terlihat kepada kualitas kredit perbankan. Secara umum,
Non-Performing Loan (NPL) perbankan mulai meningkat dari
2,04% pada Desember 2019 menjadi 2,19% pada Januari 2020.
Adapun ke depan, kondisi moneter dan perbankan akan
kembali mendapat tekanan akibat terganggunya akselerasi
pertumbuhan ekonomi. Perkembangan kredit perbankan yang
masih terdapat permasalahan dari sisi akselerasi akan semakin
tertekan akibat dampak penurunan aktivitas ekonomi domestik
seiring pembatasan sosial dan kegiatan usaha untuk
pencegahan menyebarnya virus COVID-19. Dalam hal ini, perlu
untuk terus diwaspadai tingkat kesehatan dan likuiditas
perbankan.
PERKEMBANGAN HARGA
Maret 2020, laju inflasi mencapai 0,10% (mtm) atau 0,76 (ytd) atau 2,96% (yoy). Laju inflasi Maret 2020 menurun dibandingkan bulan Februari, dipengaruhi oleh berlanjutnya tren penurunan harga beberapa komoditas hortikultura dan tarif angkutan udara di tengah kenaikan harga emas perhiasan dan komoditas pangan, seperti telur ayam ras, bawang bombay, dan gula pasir. 47 kota sampel IHK mengalami deflasi secara bulanan, sementara 43 lainnya mengalami inflasi. Deflasi terdalam terjadi di Timika (Papua) mencapai 1,91% (mtm) dipengaruhi oleh penurunan harga aneka cabai dan tarif angkutan udara. Sementara itu, inflasi tertinggi terjadi di Kota Lhokseumawe (Aceh) yang mencapai 0,64% (mtm), didorong oleh peningkatan harga ikan segar dan emas perhiasan.
Laju inflasi komponen inti mengalami sedikit peningkatan mencapai 2,87% (yoy) pada Maret dari 2,76% (yoy) di Februari 2020. Peningkatan dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas seperti emas perhiasan akibat kondisi ketidakpastian ekonomi
global. Selain itu, komoditas inti pangan juga mengalami peningkatan seiring dengan kelangkaan pasokan dan kendala impor, seperti bawang bombay dan gula pasir. Namun di sisi lain, inflasi inti untuk komponen non pangan selain emas serta kelompok jasa menunjukkan tren penurunan. Hal tersebut dipengaruhi oleh terbatasnya permintaan domestik akibat terdampak oleh penerapan pembatasan sosial (social distancing) untuk antisipasi penyebaran COVID-19. Dampak pandemi ini juga masih mendorong laju inflasi kelompok kesehatan meningkat, terutama untuk subkelompok obat-obatan dan produk kesehatan.
Sementara itu, laju inflasi komponen volatile food Maret
mencapai 6,48%(yoy) mengalami sedikit perlambatan dari
Februari yang mencapai 6,68% (yoy), didorong oleh penurunan
harga aneka cabai seiring dengan melimpahnya pasokan panen
dari beberapa daerah sentra cabai, seperti Jawa Barat dan Jawa
Timur. Produksi cabai diperkirakan surplus sampai bulan Juni
sehingga dapat memenuhi kebutuhan pada masa Ramadan dan
Idul Fitri. Mulai masuknya pasokan impor bawang putih dari
Tiongkok juga mendorong penururnan harga. Di sisi lain,
tekanan harga terjadi pada telur ayam ras dan beberapa jenis
sayuran dan buah-buahan yang dipengaruhi oleh peningkatan
permintaan menjelang Bulan Ramadan.
Sementara itu produktivitas komoditas pertanian terpengaruh
oleh intensitas hujan yang tinggi, terutama bawang merah
yang berada dalam musim tanam. Sedangkan, komoditas beras
menunjukkan pergerakan harga yang relatif stabil. Beras sudah
memasuki masa panen, sementara permintaan beras
meningkat di tengah kondisi pandemi COVID-19. Meskipun
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 7
harga beras internasional mulai meningkat akibat pembatasan
ekspor beberapa negara produsen utama dunia, seperti
Vietnam dan India, namun kebutuhan domestik diperkirakan
tetap dapat dipenuhi mengingat perkiraan puncak panen raya
pada bulan April. Terkendalinya harga beras juga didukung oleh
stok beras Bulog yang masih aman (1-1,5 juta ton) dan
kebijakan Ketersediaan Pangan dan Stabilisasi Harga (KPSH)
dalam rangka stabilisasi harga.
Sementara itu, inflasi administered price terus menunjukkan
perlambatan, mencapai 0,16% (yoy) pada Maret menurun dari
Februari yang mencapai 0,54% (yoy). Rendahnya laju inflasi
administered price terutama didorong oleh deflasi angkutan
udara yang terjadi dalam 3 bulan terakhir berturut-turut.
Dampak wabah dan penerapan kebijakan social distancing
berdampak pada terbatasnya aktivitas masyarakat, terutama
kegiatan bisnis luar kota dan pariwisata, mendorong turunnya
permintaan sehingga berdampak pada deflasi tarif angkutan
udara. Di sisi lain, harga rokok eceran masih mengalami sedikit
kenaikan sebagai dampak kebijakan kenaikan cukai dan Harga
Jual Eceran (HJE) 2020.
PERKEMBANGAN SEKTOR RIIL: KINERJA PERDAGANGAN
Neraca perdagangan bulan Maret 2020 mengalami surplus
USD743,4 juta, melanjutkan surplus bulan sebelumnya
walaupun sedikit mengalami penurunan. Surplus tersebut
didorong surplus non migas sebesar USD1,67 miliar sementara
sektor migas mengalami defisit mencapai USD932,6 juta.
Namun demikian penurunan surplus dibandingkan Februari
2020 disebabkan kenaikan nilai impor yang cukup signifikan
mencapai 19,83% (mtm) sementara ekspor relatif stabil. Secara
kumulatif Januari-Maret 2020, neraca perdagangan masih
mengalami surplus sebesar USD2,61 miliar, membaik jika
dibandingkan periode yang sama tahun 2019 yang
mencatatkan defisit USD62,8 juta.
Nilai ekspor Indonesia Maret 2020 mencapai USD14,09 miliar,
meningkat tipis sebesar 0,23% (mtm) dibandingkan Februari
2020 dan terkontraksi -0,20% (yoy) dibandingkan Maret 2019.
Kinerja ekspor Maret 2020 masih ditopang oleh ekspor non
migas yang mengalami peningkatan sebesar 1,24% (mtm) dan
3,38% (yoy). Komoditas yang menopang ekspor non migas
diantaranya besi dan baja (HS72), bijih, terak dan abu logam
(HS28), kertas, karton dan barang dari kertas (HS48). Di sisi lain,
ekspor sektor migas, turun signifikan baik secara bulanan
maupun tahunan yaitu masing-masing sebesar 16,29% mtm
dan 40,9% (yoy). Penurunan tersebut terutama didorong oleh
turunnya harga minyak dunia.
Untuk ekspor sektoral non migas, ekspor sektor pertanian
masih tumbuh positif sebesar 6,1% (mtm) atau 17,28% (yoy),
didorong oleh peningkatan ekspor rempah-rempah, tanaman
obat, aromatik, buah-buahan dan hasil hutan bukan kayu
lainnya. Ekspor industri pengolahan mengalami kontraksi tipis
sebesar -0,2% (mtm) walaupun secara tahunan masih
mengalami kenaikan sebesar 7,41% (yoy). Sementara itu,
ekspor sektor pertambangan mengalami kenaikan sebesar
9,23% (mtm), namun secara year on year, sektor ini mengalami
penurunan sebesar 16% (yoy).
Nilai impor pada bulan Maret 2020 sebesar USD13,35 miliar,
meningkat 15,60% (mtm) dibandingkan bulan Febuari 2020 dan
terkontraksi sebesar -0,75% (yoy) dibandingkan bulan Maret
2019. Peningkatan impor didominasi oleh impor sektor non
migas yang meningkat signifikan 19,83% (mtm), terutama
didorong meningkatnya impor senjata dan amunisi serta
bagiannya (HS93), logam mulia, perhiasan dan permata (HS71),
dan mesin dan perlengkapan elektronik (HS84). Sementara itu,
sektor migas mengalami penurunan sebesar 8,07% (mtm),
namun mengalami kenaikan sebesar 5,44% (yoy). Sama dengan
ekspor migas yang terkontraksi, impor migas juga terkontraksi
akibat penurunan harga minyak dunia.
Berdasarkan kelompok penggunaan, impor barang konsumsi
meningkat tajam 43,8% (mtm) didorong oleh peningkatan
impor senjata dan amunisi, buah-buahan dan bawang putih.
Impor barang baku/penolong juga mengalami peningkatan
sebesar 16,34% (mtm). Di sisi lain, impor barang modal
terkontraksi baik secara bulanan maupun tahunan sebesar -
1.5% (mtm) dan 18,07% (yoy). Penurunan impor barang modal
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 8
tersebut mengindikasikan moderasi aktivitas investasi. Sebagai
catatan, impor yang terbesar masih datang dari negara
Tiongkok dan tumbuh positif pada bulan ini, setelah bulan
sebelumnya mencatatkan pertumbuhan impor negatif yang
cukup dalam. Setidaknya, hal ini mengindikasikan negara
Tiongkok telah berada dalam masa recovery path yang cukup
cepat.
PERKEMBANGAN SEKTOR RIIL: INDIKATOR PERTUMBUHAN
EKONOMI
Konsumsi masyarakat pada Maret 2020 terus menunjukkan
indikasi perlambatan. Penjualan eceran mengalami kontraksi
semakin dalam, terindikasi dari Indeks Penjualan Riil (IPR)
Maret 2020 sebesar 217,8 atau terkontraksi -5,4% (yoy) lebih
dalam dari penurunan bulan sebelumnya yang sebesar -0,8%
(yoy). Penurunan penjualan terjadi pada seluruh kelompok
komoditas, dimana penurunan terdalam terjadi pada sub
kelompok Sandang, akibat penurunan permintaan sebagai
dampak wabah COVID-19. Selain itu, kelompok komoditas
Peralatan Informasi dan Komunikasi serta Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor juga mengalami penurunan permintaan
yang cukup dalam. Sementara itu, pertumbuhan penjualan
eceran pada triwulan I 2020 terkontraksi dari triwulan
sebelumnya, dimana rata-rata pertumbuhan IPR triwulan I 2020
berada pada level -2,2% (yoy), terkontraksi cukup dalam
dibanding triwulan IV 2019 yang sebesar 1,5% (yoy) maupun
triwulan I 2019 yang sebesar 8,8% (yoy). Secara spasial,
kontraksi pertumbuhan penjualan di bulan Maret 2020 tidak
hanya terjadi di kota Medan, Surabaya, Denpasar, dan
Bandung, melainkan juga di Jakarta, Semarang, dan
Banjarmasin.
Namun demikian, optimisme konsumen masih terjaga pada
level positif (diatas 100), tercermin pada Indeks Keyakinan
Konsumen (IKK) Maret 2020 sebesar 113,9, meskipun tidak
sekuat optimisme di bulan sebelumnya dengan IKK sebesar
117,7. Pelemahan optimisme konsumen ini disebabkan
menurunnya persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi
saat ini dan ekspektasi ke depan. Penurunan Indeks Ekonomi
Saat Ini (IKE) terutama dipengaruhi oleh menurunnya keyakinan
terhadap ketersediaan lapangan kerja saat ini yang lebih
terbatas dibandingkan kondisi 6 bulan yang lalu serta keyakinan
konsumen untuk melakukan pembelian barang tahan lama.
Sedangkan penurunan Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK)
dipengaruhi melemahnya persepsi konsumen terhadap kondisi
kegiatan usaha, penghasilan, dan ketersediaan tenaga kerja
pada 6 bulan mendatang. Penurunan IKK pada Maret 2020
terjadi pada hampir seluruh kategori pengeluaran, di mana
penurunan terdalam terjadi pada responden dengan
pengeluaran Rp 3,1 juta sampai dengan Rp 4 juta per bulan.
Sementara secara triwulanan, rata-rata IKK triwulan I 2020
sebesar 117,7, lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2019 yang
sebesar 123,0. Berdasarkan wilayah, penurunan IKK terdalam
terjadi di kota Denpasar, Palembang, dan Manado.
Penjualan mobil nasional terus mengalami penurunan, di
mana penjualan pada Maret 2020 tumbuh negatif sebesar -
15% (yoy), jauh lebih dalam dibandingkan kontraksi bulan
Februari 2020 yang sebesar -2,5% (yoy). Penjualan mobil turut
terpukul seiring pandemi COVID-19 yang berdampak pada
berkurangnya mobilitas masyarakat, lesunya sektor pariwisata
dan berkurangnya kebutuhan kendaraan untuk mengangkut
wisatawan, serta penurunan aktivitas ekspor komoditas.
Sementara itu, penjualan mobil niaga di awal tahun 2020,
masih melanjutkan tren penurunan seperti tahun sebelumnya.
Pada Maret 2020, penjualan mobil penumpang tercatat
terkontraksi cukup dalam -20,7% melanjutkan tren penurunan
dari bulan Februari yang terkontraksi -1,6%, sedangkan
penjualan mobil niaga tercatat kontraksi -14,7% (yoy), menurun
dibandingkan bulan Februari yang kontraksi -2,1% (yoy), namun
masih lebih baik dibandingkan bulan Januari yg mencatatkan
kontraksi hingga -23,4% (yoy). Di sisi lain konsumsi semen
nasional juga mengalami tren yang hampir sama dengan
penjualan mobil niaga. Konsumsi semen pada bulan maret 2020
tercatat mengalami kontraksi -7% (yoy), menurun dibandingkan
Februari yang mencatatkan kontraksi -0,1% dan Januari yang
kontraksi -7,4%. Pertumbuhan konsumsi semen tersebut
sejalan dengan progres pembangunan infrastruktur yang
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 9
dilakukan oleh Pemerintah dan Swasta yang sementara banyak dihentikan akibat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) sebagai antisipsi penyebaran COVID-19.
Adapun Realisasi investasi langsung melalui penanaman modal pada Triwulan I 2020 mencapai Rp210,7 T, meningkat 8,0%
(yoy) dibandingkan triwulan I 2019 yang sebesar Rp195,1 T. Peningkatan bersumber dari pertumbuhan PMDN sebesar 29,3%
(yoy), semenatara PMA kontraksi 9,2% (yoy). PMDN mengalami pertumbuhan cukup tinggi dan menjadi penopang utama
investasi ditengah PMA yang mengalami kontraksi akibat ketidakpastian global.
Sementara itu, hingga akhir Maret tahun 2020, realisasi belanja modal pemerintah pusat telah mencapai 5,7% dari anggaran
belanja modal pada APBN 2020. Realisasi ini tumbuh 32,1% dibandingkan realisasi pada periode yang sama di tahun 2019.
Diharapkan pemerintah daerah juga dapat meningkatkan realisasi belanja modal mereka sekaligus juga untuk upaya
peningkatan efisiensi.
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 10
Pengarah : Kepala Badan Kebijakan Fiskal Penanggung Jawab : Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro
Penyusun : Thomas NPD Keraf, Roni Parasian, Lilik Surya, Immanuel Bekti Hartanto, Raditiyo Harya Pamungkas, Dwi Anggi Novianti, Dedy Sunaryo, Aktiva Primananda H., Nurul Putri R. Layout : Patria Yoga Asmara Sumber Data : CEIC, BPS, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan
Dokumen ini disusun hanya sebatas sebagai informasi. Semua hal yang relevan telah dipertimbangkan untuk memastikan informasi ini benar, tetapi tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut
akurat dan lengkap serta tidak ada kewajiban yang timbul terhadap kerugian yang terjadi atas tindakan yang dilakukan dengan mendasarkan pada laporan ini. Hak cipta Badan Kebijakan Fiskal,
Kementerian Keuangan.
Tabel Neraca Perdagangan (dalam miliar USD)