Download - REVISI METLIT.docx
A. Pendahuluan
Bagi sebagian besar negara, tak terkecuali Indonesia sebagai Negara
berkembang, pajak merupakan unsur paling penting dalam menopang
anggaran penerimaan negara. Suatu negara membutuhkan dana untuk
membiayai segala kegiatan yang dilakukannya baik pengeluaran rutin maupun
pengeluaran pembangunan dalam menjalankan roda pemerintahan. Dalam
melaksanakan dan merealisasikan rencana pembangunan nasional, Pemerintah
memerlukan dana yang cukup besar guna mewujudkannya. Salah satu
pemasukan terbesar adalah dari sektor pajak.
Berdasarkan UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan
terakhir dengan UU No.16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan pasal 1 ayat (1) “pajak adalah kontribusi wajib kepada negara
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”. Hal yang hampir senada diungkapkan oleh Prof. Dr.
Rochmat Soemitro, SH dalam Mardiasmo (2011:1) “pajak adalah Iuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Pengertian- pengertian definisi pajak dari beberapa pendapat tersebut sangat
jelas menunjukkan bahwa semua rakyat yang menurut Undang- undang
termasuk sebagai wajib pajak harus membayar pajak sesuai dengan
kewajibannya dan pihak pemerintah sebagai pemungut pajak tidak
mempunyai kewajiban apapun untuk memberikan jasa timbal balik apapun
kepada pembayar.
Menurut Syafrianto (dalam Ningsih, 2014:1) susunan APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) tahun 2014, rencana total
1
penerimaan yang ditetapkan oleh pemerintah adalah sebesar Rp 1.667,1 triliun
yang diantaranya sebesar Rp 1.110,2 triliun berasal dari sektor pajak.
Persentase sebesar 66,59% tersebut menunjukkan bahwa penerimaan sektor
pajak memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan Negara.
Kondisi ini mengharuskan pemerintah meningkatkan kualitas askpek
perpajakan yang ada di Indonesia, baik dari sisi system perpajakan maupun
sumber daya manusianya..
Zain (2005:43) mengatakan pembebanan pajak oleh pemerintah yang
berbentuk pemungutan pajak terhadap wajib pajak, pada hakikatnya
merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban dan peran serta wajib
pajak untuk secara langsung dan bersama- sama melaksanakan kewajiban
perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan Negara dan pembangunan
nasional, namun satu hal yang harus diingat bahwa pajak bukanlah merupakan
iuran yang sifatnya sukarela, akan tetapi iuran yang dapat dipaksakan,
sehingga munculnya kelalaian dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
Muncul juga beberapa pertanyaan dari diri masyarakat digunakan untuk apa
uang yang mereka setor selama ini. Adanya beberapa pemberitaan mengenai
peningkatan jumlah pendapatan pajak per tahun membuat mereka semakin
menunggu wujud nyata dari pengeluaran Negara untuk kesejahteraan rakyat
tersebut. Apabila hal tersebut terus menerus berlanjut, dikhawatirkan akan
mengakibatkan keengganan rakyat untuk membayar pajak bahkan akan
cenderung menggelapkan pajak.
Selain itu tujuan pemerintah untuk memaksimalkan pendapatan dari
sektor pajak berlawanan dengan tujuan wajib pajak yang cenderung ingin
meminimalkan besarnya pajak yang akan dibayarkan tidak banyak rakyat
yang dapat merasakan apa yang mereka keluarkan. Suminarsasi (2012:2)
dalam jurnalnya juga menyatakan Sistem pemungutan pajak merupakan salah
satu elemen penting yang menunjang keberhasilan pemungutan pajak suatu
2
negara. Secara umum terdapat tiga sistem pemungutan pajak, yaitu official
assessment system, self assessment system, dan withholding system. Menurut
Bina Fiskal Indonesia (2014:2) salah satu ciri dari system pemungutan pajak
Indonesia adalah self assessment yaitu system pemungutan pajak yang
memberikan kepercayaan kepada masyarakat WP untuk menghitung,
memperhitugkan, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang
terutang. Sistem pemungutan pajak tersebut mempunyai arti bahwa
penentuan/ penetapan, serta pelaporan secara teratur tentang besarnya pajak
terutang dan jumlah pajak yang telah dibayar, sebagaimana ditentukan dalam
peraturan perundang- undangan perpajakan dipercayakan sepenuhnya kepada
WP. Administrasi perpajakan berperan aktif dalam melaksanakan
pengendalian administrasi pemungutan pajak yang meliputi tugas- tugas
pembinaan, pelayanan, pengawasan, dan penerapan sanksi perpajakan. Jadi,
system pemungutan pajak self assessment yang berlaku di Indonesia memberi
kebebasan wajib pajak untuk menghitung sendiri besaran pajak yang terutang.
Hal ini memberi kesempatan kepada wajib pajak untuk dapat meminimalkan
jumlah pajak yang terutang melalui mekanisme perencanaan pajak (tax
planning).
Menurut Arifianto (dalam Ningsih, 2014:1) perencanaan pajak ( tax
planning) adalah “upaya wajib pajak untuk meminimalkan pajak terutang
melalui cara yang telah jelas di atur dalam peraturan perpajakan.” Terdapat
dua jenis perencanaan pajak yang dikenal masyarakat, yaitu penghindaran
pajak (tax avoidance) dan penggelapan pajak (tax evasion). Perbedaan
keduanya terletak pada kepatuhannya atas peraturan yang sedang berlaku.
Oleh karena itu, sistem ini akan berjalan dengan baik apabila masyarakat
memiliki tingkat kesadaran perpajakan secara sukarela (voluntary tax
compliance) yang tinggi. Apabila tingkat kesadaran mereka tersebut masih
rendah, hal ini akan menimbulkan berbagai masalah perpajakan, diantaranya
3
yaitu penggelapan pajak (tax evasion). Balter (dalam Zain, 2005:49)
menyatakan penyelundupan pajak mengandung arti sebagai usaha yang
dilakukan oleh wajib pajak- apakah berhasil atau tidak- untuk mengurangi
atau sama sekali menghapus utang pajak yang berdasarkan ketentuan yang
berlaku sebagai pelanggaran terhadap perundang- undangan perpajakan.
Salah satu indikasi adanya penggelapan pajak mungkin dapat kita lihat
melalui banyaknya kasus penggelapan pajak yang terjadi di Indonesia.Seperti
yang diungkapkan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian
Keuangan dalam surat kabar elektronik CNN Indonesia dalam keterangannya
dia mengatakan bahwa, masih tingginya praktik penggelapan yang dilakukan
oleh para wajib pajak sepanjang 2014. Hal tersebut tercermin dari jumlah
kasus perpajakan yang naik 280 persen dibandingkan 2013 lalu.Direktur
Intelijen dan Penyidikan Ditjen Pajak Yuli Kristiyono mencatat tahun lalu
jumlah kasus pajak yang ditangani divisinya sebanyak 42 kasus, sementara
pada 2013 hanya menangani 15 berkas perkara, ‘‘42 kasus itu kami telah
serahkan berkasnya dan telah di P-21 kan oleh Kejaksaan. Jumlah potensi
kerugian negara akibat kasus-kasus tersebut mencapai Rp 266,9 miliar,” ujar
Yuli di Jakarta, Rabu (28/1) petang.
Faktor yang mendukung atau mencegah pelaksanaan tax evasion oleh
wajib pajak dibedakan menjadi dua yaitu ekternal dan internal wajib pajak itu
sendiri. Faktor internal yang dikatakan disini ialah kecenderungan sifat
seseorang untuk melakukan penggelapan pajak.Sementara itu faktor eksternal
bersumber dari persepsi wajib pajak mengenai bagaimana peraturan atau
pelaksanaan perpajakan Indonesia dari www.pajakpribadi.com pada jurnal
Elmiza dkk. (2014)
Persentase tingkat kepatuhan Wajib Pajak pada tahun 2012 masih
tergolong sangat rendah, tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Data yang didapat oleh Ditjen pajak pada tahun 2012 menyatakan bahwa
4
orang pribadi yang seharusnya membayar pajak atau yang mempunyai
penghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) sebanyak 60 juta
orang, tetapi jumlah yang mendaftarkan dirinya sebagai Wajib Pajak hanya 20
juta orang dan yang membayar pajaknya atau melapor surat pemberitahuan
(SPT) pajak npenghasilannya hanya 8,8 juta orang dengan rasio SPT sekitar
14,7 persen. Sementara badan usaha yang terdaftar sebanyak 5 juta, yang mau
mendaftarkan dirinya sebagai Wajib Pajak hanya 1,9 juta dan yang membayar
pajak atau melapor surat pemberitahuan (SPT) pajak penghasilannya hanya
520ribu badan usaha dengan rasio SPT sekitar 10,4 persen.(www.pajak.go.id)
Berdasarkan jurnal Ardyaksa (2014), fenomena ini terjadi disebabkan
karena sudut pandang pembayar pajak merasa membayar pajak dapat
mengurangi laba dan kenikmatan yang diperolehnya dari hasil kerja kerasnya,
sehingga dengan adaya hal ini memunculkan ide untuk merencakanan
pengurangan beban pajak yang harus dibayarkan. Serta adanya Compalin Cost
(Biaya Kepatuhan) yang dikeluarkan wajib pajak dalam menghitung pajaknya
sendiri (self assessment) membuat wajib pajak harus membayar lebih untuk
menyewa jasa konsultan dalam merencanakan pajaknya (tax planning). Jadi,
apabila mereka tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak, uang
tersebut dapat digunakan untuk menambah pemenuhan kebutuhan lainnya.
Suminarsasi (2012) dalam jurnalnya mengemukakan bahwa system
perpajakan di Indonesia yang belum optimal, disertai pemahaman Wajib
Pajak yang masih rendah akan peraturan perpajakan yang berlaku merupakan
salah satu faktor yang dapat memicu Wajib Pajak melakukan tax evasion
(penggelapan pajak).
Dari jurnal Putra (2011) yang meneliti tentang pengaruh penggelapan
pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak menyimpulkan bahwa penggelapan
pajak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini membuktikan
5
bahwa penggelapan pajakdi Indonesia berpengaruh besar terhadap penerimaan
pajak di Indonesia
Banyaknya kasus penggelapan pajak di Indonesia menimbulkan
pertanyaan, apakah penggelapan pajak ini etis untuk dilakukan? Pandangan
dari masyarakat terhadap sesuatu yang dikatakan etis atau tidakpun berbeda-
beda sesuai sudut pandang masing- masing. Oleh karena itu, penelitian ini
berusaha mengembangkan penelitian sebelumnya mengenai persepsi etika
atas penggelapan pajak. Untuk melihat seberapa besar pengaruh dari keadilan,
sistem perpajakan, dan juga kepatuhan terhadap etika penggelapan pajak.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti mengidentifikasi masalah
diantaranya:
1. Para Wajib Pajak menganggap adanya ketidakadilan didalam
kontribusinya dalam membayar pajak dalam hal timbal balik yang
diberikan pemerintah.
2. Para Wajib Pajak cenderung melakukan penggelapan pajak karena adanya
sistem self assessment
3. Kurangnya kesadaran dalam pelaporan pajak bagi para wajib pajak.
4. Persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan pajak berbeda- beda
5. Penerimaan pajak penghasilan orang pribadi setiap tahunnya belum mencapai
target maksimalnya.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka
perumusan masalah yang ada pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1. Adakah pengaruh keadilan terhadap persepsi wajib pajak orang pribadi
mengenai etika penggelapan pajak?
2. Adakah pengaruh sistem perpajakan terhadap persepsi wajib pajak orang
pribadi mengenai etika penggelapan pajak?
6
3. Adakah pengaruh kepatuhan wajib pajak terhadap persepsi wajib pajak
orang pribadi mengenai etika penggelapan pajak?
D. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
a. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh keadilan,
sistem perpajakan, dan pemahaman perpajakan terhadap persepsi
wajib pajak orang pribadi mengenai etika penggelapan pajak.
2. Manfaat
a. Manfaat Teoritis
1) Bagi Penulis
Memberikan masukan terhadap masalah yang dihadapi, serta
memberikan bahan pertimbangan guna mengambil langkah
kebijaksanaan selanjutnya untuk mencapai tujuan.Dan
memberikan tambahan informasi untuk dapat dipergunakan
sebagai tambahan ilmu pengetahuan khususnya tentang perpajakan
di Indonesia.
2) Bagi Universitas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan
sebagai informasi bahan pembanding bagi peneliti lain yang ingin
membahas masalah ini di Universitas Pamulang.
3) Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai acuan untuk meneliti dan diharapkan mengembangkan
penelitiannya lebih dalam.Dan memberikan tambahan informasi
untuk dapat dipergunakan sebagai tambahan ilmu pengetahuan
khususnya tentang perpajakan di Indonesia.
7
b. Manfaat Praktis
1) Bagi Instansi
Memberikan masukan terhadap masalah yang dihadapi, serta
memberikan bahan pertimbangan guna mengambil langkah
kebijaksanaan selanjutnya untuk mencapai tujuan.
E. Kerangka pemikiran
Kerangka pemikiran menurut Augustine dan Kristaung (2013:222)
adalah “rangkaian penalaran dalam suatu kerangka berdasarkan pada teori /
konsep untuk sampai pada simpulan – simpulan yang berakhir pada hipotesis
– hipotesis yang akan diuji secara empiris”.
Kerangka pemikiran adalah gambaran dalam tinjauan pustaka atas
dasar teori-teori yang menjadi landasan dalam penelitian. Berdasarkan teori-
teori yang telah dideskripsikan tersebut, selanjutnya dianalisis secara kritis
dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antar
variabel yang diteliti. Adapun kerangka berfikir dalam penelitian ini
digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut :
8
Gambar 1.1 kerangka pemikiran
9
FenomenaKurangnya keadilan dalam pendistribusian dana pajak,Pelaporan penggunaan pajak yang kurang transparan,Kurangnya kesadaran/ kepatuhan wajib pajak orang pribadi
Pengaruh keadilan, sistem perpajakan, dan diskriminasi terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion)
Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Dan Diskriminasi Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi Atas Perilaku Penggelapan Pajak (Studi Empiris Pada Wajib Pajak Terdaftar di KPP Pratama Semarang Candisari
Middle theory
Zain.2005.“Manajemen perpajakan”
Grand theoryPerpajakan: Mardiasmo.2013.”Perpajakan edisi revisi”.
Wajib pajak orang pribadi di pamulang
Variable xX1=keadilanX2=sistem perpajakanX3=kepatuhan wajib pajak
Pengaruh keadilan, sistem perpajakan, dan kepatuhan wajib pajak orang pribadi terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak
Variable yPersepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak
HipotesisH1 :Ada hubungan positif antara keadilan dengan
persepsi wajib pajak orang pribadi mengenai etika penggelapan pajak.
H2 :Ada hubungan positif antara sistem perpajakandengan persepsi wajib pajak orang pribadi mengenai etika penggelapan pajak.
H3 :Ada hubungan positif antara kepatuhandengan persepsi wajib pajak orang pribadi mengenai etika penggelapan pajak.
Hasil
DEDUKTIF
INDUKTIF
F. Hipotesis
Hipotesis menurut Sekaran (2011:135) adalah “hubungan yang
diperkirakan secara logis antara dua atau lebih variable yang diungkapkan
dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji”.
1. Dalam penelitian ini kami menentukan bahwa
H0 : Keadilan, sistem perpajakan, dan kepatuhan wajib pajak tidak
berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak orang pribadi mengenai etika
penggelapan pajak.
2. Berdasarkan jurnal Mesri Elmiza dkk. pengaruh keadilan, sistem
perpajakan, dan diskriminasi terhadap persepsi wajib pajak mengenai
etika penggelapan pajak (tax evasion)
H1 : Keadilan berpengaruh positif terhadap persepsi wajib pajak orang
pribadi mengenai etika penggelapan pajak.
3. Berdasarkan jurnal Wahyu Suminarsasi dan Supriyadi pengaruh keadilan,
sistem perpajakan, dan diskriminasi terhadap persepsi wajib pajak
mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion)
H2 : Sistem perpajakan berpengaruh signifikan terhadap persepsi wajib
pajak orang pribadi mengenai etika penggelapan pajak.
4. Berdasarkan jurnal Handayani dan Cahyonowati Analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai penggelapan pajak
H3 : Kepatuhan berpengaruh positif terhadap persepsi wajib pajak orang
pribadi mengenai etika penggelapan pajak.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisanan ini bertujuan untuk memberi gambaran
mengenai skripsi secara singkat, sehingga pembaca akan mudah
memahaminya. Penulis membuat sistematika penulisan dengan membaginya
dalam lima bab dan setiap bab terbagi atas sub bab, adapun susunan yang
dapat dikemukakan dalam laporan ini adalah sebagai berikut:
10
1. Sampul Muka
Sampul muka merupakan bagian depan dari karya tulis ini, yang
berisikan informasi tentang judul dan penulis.
2. Halaman Pengesahan
Halaman pengesahan berisikan tentang keterangan mengenai
pernyataan lulus atas pengujian terhadap karya ilmiah yang telah selesai
dibuat oleh penulis.
3. Halaman Pernyataan
Halaman pernyataan berisikan pernyataana yang dibuat oleh penulis
mengenai keaslian atas karya tulis yang disusun.
4. Halaman Abstrak (Bahasa Indonesia)
Halaman abstrak merupakan gambaran garis besar mengenai sisi dari
karya tulis, yang diungkapkan dalam bahasa Indonesia oleh penulis.
5. Halaman Abstrak (Bahasa Inggris)
Halaman abstrak merupakan gambaran garis besar mengenai sisi dari
karya tulis, yang diungkapkan dalam bahasa Inggris oleh penulis.
6. Kata Pengantar
Kata pengantar berisikan ungkapan terim kasih dan puji syukurpenulis
kepada pihak-pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung
berperan serta membantu baik materi maupun non materi dalam
penyusunan karya tulis ini sehingga dapat diselesaikan dengan baiik.
7. Daftar Isi
Daftar isi merupakan susunan informasi atas isu dari karya tulis yang
telah disusun oleh penulis, sehingga memudahkan para pembaca atau
pihak-pihak yang berkepentingan dalam mencari informasi yang
dibutuhkan.
11
8. Daftar Tabel
Daftar tabel merupakan ringkasan tabel-tabel yang terdapat dalam
karya tulis ini.
9. Daftar Gambar
Daftar gambar merupakan ringkasan gambar-gambar yang terdapat
dalam karya tulis ini.
10. Daftar Lampiran
Daftar lampiran merupakan daftar yang berisikan informasi tentang
lampiran-lampiran dokumen yang digunakan oleh pihak penulis dalam
penyusunan karya tulis ini.
11. Bagian Utama
Bagian utama terdiri dari lima bab dan setiap bab terdiri dari sub bab
yaitu sebagai berikut
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
E. Kerangka Pemikiran
F. Hipotesis
G. Sitematika Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
B. Model Penelitian
C. Populasi dan Sampel
D. Metode Pengumpulan Data
E. Metode Analisis Data
12
F. Operasionalisasi Variabel
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
B. Hasil Penelitian
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
12. Bagian Akhir
A. Daftar pustaka
B. Lampiran
C. Surat Bukti atas Keterangan Melakukan Penelitian
H. Pendekatan Data dan Keilmuan
1. Keadilan
Banu (dalam Elmiza, dkk. 2014:4) mengatakan “keadilan pajak
adalah salah satu asas dalam aturan perpajakan, tetapi dalam pelaksanaan
hal tersebut sering dianggap masyarakat tidak sesuai dengan maksud
keadilan yang menjadi asas dari perpajakan”.
Sedangkan Mardiasmo (2011:2) mengutarakan bahwa :Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.Sedangkan adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak kepada wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam penerapan pajak
suatu negara adalah adanya keadilan. Hal ini karena secara psikologis
masyarakat menganggap bahwa pajak merupakan suatu beban. Oleh
karena itu tentunya masyarakat memerlukan suatu kepastian bahwa
mereka mendapatkan perlakuan yang adil dalam pengenaan dan
pemungutan pajak oleh negara. Hal ini dimaksudkan agar tidak
menghambat jalannya sistem perpajakan yang ada. Dikarenakan sistem
13
pemungutan pajak di Indonesia menggunakan self assesment system,
prinsip keadilan ini sangat diperlukan agar tidak menimbulkan
perlawanan-perlawanan pajak seperti tax avoidance maupun tax evasion.
“Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak
dikenakan kepada orang pribadi harus sebanding dengan kemampuan
dalam membayar pajak dan sesuai dengan manfaat yang diterima.Semakin
adil system perpajakan yang berlaku menurut persepsi wajib pajak maka
kepatuhan akan menurun dan cenderung memicu tindakan penggelapan
pajak.” Ardyaksa ( 2014:477 )
Keadilan pajak menurut Siahaan (dalam Suminarsasi, 2012:6)
dibagi ke dalam tiga pendekatan aliran pemikiran, yaitu:
a. Prinsip Manfaat (benefit principle)
Seperti teori yang diperkenalkan oleh Adam Smith serta
beberapa ahli perpajakan lain tentang keadilan, mereka mengatakan
bahwa keadilan harus didasarkan pada prinsip manfaat. Prinsip ini
menyatakan bahwa suatu sistem pajak dikatakan adil apabila
kontribusi yang diberikan oleh setiap wajib pajak sesuai dengan
manfaat yang diperolehnya dari jasa-jasa pemerintah.Jasa pemerintah
ini meliputi berbagai sarana yang disediakan oleh pemerintah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan prinsip ini maka
sistem pajak yang benar-benar adil akan sangat berbeda tergantung
pada struktur pengeluaran pemerintah. Oleh karena itu prinsip manfaat
tidak hanya menyangkut kebijakan pajak saja, tetapi juga kebijakan
pengeluaran pemerintah yang dibiayai oleh pajak.
b. Prinsip Kemampuan Membayar (ability to pay principle)
Pendekatan yang kedua yaitu prinsip kemampuan
membayar.Dalam pendekatan ini, masalah pajak hanya dilihat dari sisi
pajak itu sendiri terlepas dari sisi pengeluaran publik (pengeluaran
14
pemerintah untuk membiayai pengeluaran bagi kepentingan publik).
Menurut prinsip ini, perekonomian memerlukan suatu jumlah
penerimaan pajak tertentu, dan setiap wajib pajak diminta untuk
membayar sesuai dengan kemampuannya.Prinsip kemempuan
membayar secara luas digunakan sebagai pedoman pembebanan pajak.
Pendekatan prinsip kemempuan membayar dipandang jauh lebih baik
dalam mengatasi masalah redistribusi pendapatan dalam masyarakat,
tetapi mengabaikan masalah yang berkaitan dengan penyediaan jasa-
jasa publik.
c. Keadilan Horizontal dan Keadilan Vertikal
Mengacu pada pengertian prinsip kemampuan membayar,
dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat dua kelompok besar keadilan
pajak:
Keadilan Horizontal
Keadilan horizontal berarti bahwa orang-orang yang
mempunyai kemampuan sama harus membayar pajak dalam
jumlah yang sama. Dengan demikian prinsip ini hanya menerapkan
prinsip dasar keadilan berdasarkan undang-undang. Misalnya
untuk pajak penghasilan, untuk orang yang berpenghasilan sama
harus membayar jumlah pajak yang sama.
Keadilan Vertikal
Prinsip keadilan vertikal berarti bahwa orang-orang yang
mempunyai kemampuan lebih besar harus membayar pajak lebih
besar. Dalam hal ini nampak bahwa prinsip keadilan vertikal juga
memberikan perlakuan yang sama seperti halnya pada prinsip
keadilan horizontal, tetapi beranggapan bahwa orang yang
mempunyai kemampuan berbeda, harus membayar pajak dengan
jumlah yang berbeda pula.
15
Jadi dapat disimpulkan keadilan pajak adalah memperlakukan
wajib pajak sesuai dengan haknya, memberikan manfaat berupa
pembangunan sarana umum, untuk memberikan rasa aman bagi
seluruh masyarakat dan untuk membiayai jaminan kesejahteraan dan
pelayanan publik. Pelayanan ini termasuk pendidikan, kesehatan,
pensiun, bantuan bagi yang belum mendapat pekerjaan, dan
transportasi umum. Bukan sebaliknya, wajib pajak tidak merasakan
adanya manfaat pajak yang telah mereka keluarkan untuk membayar
pajak tetapi disalahgunakan oleh pengelola pajak yang biasanya
digunakan untuk kepentingan sendiri.
2. Sistem Perpajakan
Sistem perpajakan nasional merupakan refleksi dari nilai-nilai
bangsa dan nilai yang dipegang oleh pihak yang memang kekuasaan
politik. Untuk menciptakan sistem perpajakan, sebuah bangsa harus
membuat pilihan terkait distribusi beban pajak, siapa yang akan membayar
pajak dan seberapa banyak mereka harus membayar, dan bagaimana pajak
yang telah dipungut kemudian dibelanjakan. Dalam sistem demokrasi
dimana rakyat memilih orang-orang yang bertanggung jawab dalam
menjalankan sistem perpajakan, pilihan rakyat menunjukkan jenis
komunitas yang ingin diciptakan oleh rakyat. Pada negara yang rakyat
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sistem perpajakan,
sistem perpajakan merupakan refleksi dari nilai-nilai dari pihak yang
berkuasa. Menurut McGee (dalam Suminarsasi, 2012:8) mengaitkan
sistem perpajakan dengan tarif pajak dan kemungkinan korupsi dalam
sistem apapun.
Menurut Mardiasmo (2011:7) sistem pemungutan pajak dibagi
menjadi 3(tiga) yaitu Official Assessment System, Self Assessment System,
dan With Holding System. Sistem yang dipakai oleh Indonesia dalam
16
sistem perpajakannya memakai self assessment system, dimana Wajib
Pajak yang berperan aktif dalam menghitung, melaporkan dan membayar
pajaknya. Pemerintah dalam hal ini hanya bertindak sebagai pengawas
dari jalannya kegiatan perpajakan.
Wajib Pajak diwajibkan menghitung, memperhitungkan dan
membayar sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan
besarnya pajak yang terutang berada pada Wajib Pajak sendiri. Sistem
perpajakan juga merupakan keseluruhan yang terpadu dari satuan kegiatan
perpajakan yang berkaitan satu sama lain untuk mencapai tujuan dalam
perpajakan itu sendiri.
3. Kepatuhan
Kepatuhan menurut jurnal Handayani dan Cahyonowati (2014:2)
adalah “Kepatuhan dalam perpajakan adalah wajib pajak melakukan
kewajiban untuk melaksanakan perpajakan.”
Apabila wajib pajak memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi dalam
perpajakan maka wajib pajak akan semakin beretika untuk tidak
melakukan tindakan penggelapan pajak (tax evasion).
4. Etika
Menurut Rachmadi (2014:17) dalam penelitiannya “Secara
etimologis, etika berasal dari kata Yunani, yang berarti adat istiadatatau
kebiasaan. Dalam pengertian ini etika berkaitan dengan kebiasaan hidup
yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat atau
berkelompok”.
Merujuk pada uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa etika
pajak adalah peraturan dalam lingkup dimana orang per orang atau
kelompok orang yang menjalani kehidupan dalam lingkup perpajakan,
bagaimana mereka melaksanakan kewajiban perpajakannya, apakah sudah
17
benar, salah, baik ataukah jahat. Pendapat para ahli maka etikaadalah
teori dan pandangan mengenai baik dan buruk perilaku serta memuat
tentang tugas dan kewajiban.
5. Persepsi
Persepsi adalah tindakan menyusun, mengenali, dan menafsirkan
informasi sensoris guna memeberikan gambaran dan pemahaman tentang
lingkungan.Persepsi mempunyai sifat subjektif, karena bergantung pada
kemampuan dan keadaan dari masing-masing individu, sehingga akan
ditafsirkan berbeda oleh individu yang satu dengan yang lain. Dengan
demikian persepsi merupakan proses perlakuan individu yaitu pemberian
tanggapan, arti, gambaran, atau penginterprestasian terhadap apa yang
dilihat, didengar, atau dirasakan oleh indranya dalam bentuk sikap,
pendapat, dan tingkah laku atau disebut sebagai perilaku individu.
Menurut Stephen dalam Tanjung (dalam Herlina, 2013:5)
“Persepsi merupakan proses aktivitas seseorang dalam memberikan kesan,
penilaian, pendapat, memahami, mengorganisir, menafsirkan yang
memungkinkan situasi, peristiwa yang dapat memberikan kesan perilaku
yang positif atau negatif”.
Menurut penelitian Aryobimo (dalam Herlina, 2013:5) “persepsi
wajib pajak tentang kualitas pelayanan fiskus berpengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak.” Persepsi wajib pajak akan mempengaruhi
tindakan wajib pajak sehingga wajib pajak cenderung berusaha
menghindari untuk membayar pajak, salah satu bentuknya yaitu dengan
mengecilkan beban pajak yang harus dibayar termasuk dengan
perencanaan pajak.
Pareek (dalam Rachmadi, 2014:11-12) mengemukakan bahwa
persepsi mencakup dua proses kerja yang saling terkait, yaitu:
18
a. Menerima kesan melalui penglihatan, sentuhan dan melalui indera
lainnya.
b. Penafsiran atau penetapan arti atas kesan-kesan inderawi tersebut. Arti
ditetapkan melalui kesan-kesan inderawi dengan struktur pengertian
(keyakinan relevan yang muncul dari pengalaman masa lalu)
seseorang dan struktur evaluatif (nilai-nilai yang dipegang seseorang).
6. Penggelapan pajak
Penggelapan pajak mengacu pada tindakan yang tidak benar yang
dilakukan oleh wajib pajak mengenai kewajibannya dalam perpajakan.
Menurut Mardiasmo (2011:9) “penggelapan pajak (tax evasion) adalah
usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang- undang
(menggelapkan pajak).” Para wajib pajak menggelapkan kewajiban
pajaknya misalnya dengan melakukan pemalsuan dokumen atau mengisi
data dengan tidak lengkap dan tidak benar.
Menurut Elmiza, dkk. (2014:5) dalam jurnalnya penggelapan pajak
adalah “usaha aktif wajib Pajak dalam hal mengurangi, manipulasi
terhadap utang pajak sebagaimana yang telah terutang menurut aturan
perundangundangan”.
Rahman (dalam Ardyaksa, 2014:479) menyatakan penggelapan
pajak diukur dengan indikator sebagai berikut: penerapan tarif pajak dan
pentingnya kerja sama yang baik antara fiskus dan wajib pajak,
penggelapan pajak dianggap beretika karena pelaksanaan hukum yang
mengaturnya lemah dan terdapat peluang terhadap wajib pajak dalam
melakukan penggelapan pajak (tax evasion), integritas atau mentalitas
aparatur perpajakan/fiskus dan pejabat pemerintah yang buruk serta
pendiskriminasian terhadap pelaksanaan pajak, konsekuensi melakukan
penggelapan pajak (tax evasion).
19
I. Tim Peneliti
No. Nama Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Anggy Anugrah Pandini
Anni Yusnida Siregar
Irma Mulyani
Luthfia Aristiana
Luwi Adha Diswara
Uswatun Khasanah
Tim Peneliti
J. Jadwal Kegiatan2015Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt
Penyusunan ProposalPengumpulan ProposalSeminar ProposalPenyusunan SkripsiPengumpulan DataSidang SkripsiRevisi SkripsiWisuda
2016 2017
K. Anggaran Penelitian
No Anggaran Jumlah1 Biaya Print 500.0002 Biaya Transportasi 500.000
3 Biaya Penyusunan Proposal & Skripsi 1.000.000
4 Biaya Pembimbing 1.000.0005 Biaya Wisuda 2.000.000
Jumlah 5.000.00
0
L. Pedoman Peliputan Data
Pedoman yang digunakan dalam peliputan data yaitu menggunakan
data primer. Data primer diperoleh menggunakan kuisioner yang dibagikan
kepada wajib pajak yang ada di Daerah Pamulang, Kota Tangerang Selatan.
20
Selain itu data diperoleh dari buku – buku dan informasi yang berasal dari
jurnal di internet.
M. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini berdasarkan tujuan penelitian adalah penelitian
dasar (basic research) karena peneliti ingin memperkaya ilmu
pengetahuan. Jenis penelitian diharapkan diperoleh informasi yang cukup
memadai dengan mutu yang tinggi adalah penelitian survey. Karena
peneliti terjun langsung kepada masyarakat.
2. Model Penelitian
Model penelitian yang digunakan peneliti adalah Penelitian
Kuantitatif. Karena peneliti berusaha menjelaskan keadaan yang terjadi
saat ini pada pemasalahan yang diambil peneliti.
3. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Menurut Sekaran (2006:121) “populasi mengacu pada
keseluruhan kelompok orang, kejadian, atau hal minat yang ingin
peneliti investigasi”. Sedangkan Nasution (2003:1) bependapat bahwa
populasi adalah keseluruhan objek yang akan/ingin diteliti.Populasi
dari penelitian ini adalah para Wajib Pajak Orang Pribadi di daerah
Tangerang Selatan.
b. Sampel
Menurut Sekaran (2006:123) “sampel adalah sebagian dari
populasi”. Sedangkan Nasution, (2003:1) sampel adalah bagian dari
populasi yang menjadi objek penelitian (sampel sendiri secara harfiah
berarti contoh). Sampel yang digunakan adalah para Wajib Pajak
Orang Pribadi di daerah Pamulang dan sekitarnya.
21
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Penelitian ini melakukan observasi di daerah Pamulang dan
sekitarnya untuk mengetahui bagaimana pengaruh terhadap kepatuhan
Wajib Pajak Orang Pribadi di daerah Pamulang dan sekitarnya.
b. Kuesioner
Penelitian ini juga melakukan penyebaran kuesioner.
Penyebaran kuesioner ini dilakukan dengan cara mendatangi langsung
responden ke lapangan, agar lebih meyakinkan bahwa data yang
dikumpulkan memang diisi oleh para Wajib Pajak Orang Pribadi di
daerah Pamulang dan sekitarnya mengenai pengaruh keadilan, sistem
perpajakan dan pemahaman Wajib Pajak terhadap etika penggelapan
pajak.
c. Studi Pustaka
Penelitian ini berpedoman pada beberapa jurnal dan penelitian
terdahulu yaitu :
1) Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Dan Diskriminasi
Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak
(Tax Evasion), Penulis Mesri Elmiza , Popi Fauziati ,Yunilma pada
tahun 2012
2) Pengaruh Keadilan, Tarif Pajak, Ketepatan Pangalokasian,
Kecurangan, Teknologi dan Infomasi Tehadap Tax Evasion,
Penulis Theo Kusuma Ardyaksa dan Kiswanto pada tahun 2014
3) Faktor-Faktor Yang Mampengaruhi Perencanaan Wajib Pajak Di
Surabaya, Penulis Herlina dan Agus Arianto Toly pada tahun 2013
4) Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Wajib Pajak
Mengenai Penggelapan Pajak, Penulis Annisa’ul Handyani M dan
Nur Cahyonowati pada tahun 2014
22
5) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Wajib Pajak Orang
Pribadi Atas Perilaku Penggelapan Pajak (Studi Empiris Pada
Wajib Pajak Terdaftar di KPP Pratama Semarang Candisari),
Penulis Wahyu Rachmadi pada tahun 2014
6) Pengaruh persepsi system perpajakan, keadilan pajak, diskriminasi
pajak dan pemahaman perpajakan terhadap perilaku penggelapan
pajak(Studi Empiris Pada Wajib Pajak Orang PribadiTerdaftar di
KPP Pratama Purworejo), penulis Muhammad Ary Wicaksono
pada tahun 2014
7) Determinan Persepsi Mengenai Etika Atas Penggelapan Pajak
(Tax Evasion) (Studi pada Mahasiswa jurusan akuntansi fakultas
ekonomi dan bisnis Universitas Brawijaya), penulis Devi Nur
Cahya Ningsih tahun 2014
8) Pengaruh keadilan, sistem perpajakan, dan diskriminasi terhadap
persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax
evasion), penulis Wahyu Suminarsasi dan Supriyadi tahun 2012
9) Dampak kasus penggelapan pajak di Indonesia terhadap
kepatuhan wajib pajak di Kota Padang, penulis Putra, Firmanto
Rahmad dkk tahun 2011.
5. Pengolahan dan Analisis Data
6. Analisis data yang akan dilakukan peneliti adalah menganalisis data langsung
kepada para Wajib Pajak Orang Pribadi dengan menyebakan kuesioner secara
langsung kepada responden. Tahapan yang dilakukan peneliti adalah sebagai
berikut:
a. Validitas
b. Relabilitas
c. Uji Asumsi Klasik
d. Regresi
e. Korelasi
23
f. Koefisien Determinasi
g. Uji T
h. Uji F
7. Operasionalisiasi Variabel
a. Primer
Menurut Sugiyono (2011:137) sebagai berikut “Sumber primer
merupakan sumber data yang langsung memberikan data kepada
pengumpul data”.
Data primer dalam penelitian ini yaitu berupa kuesioner yang
akan dibagikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi di daerah
Pamulang.
Variabel Dimensi Indikator Skala
Keadilan
(X1)
Maksud keadilan yang menjadi asas dari perpajakan.
Ketidak
percayaan
masyarakat
terhadap
keadilan dalam
pelaksanaan
sistem
perpajakan
Tidak meratanya
pendistribusian
dana pajak ke
masyarakat.
Sistem
Perpajakan
(X2)
Tinggi rendahnya tarifPajak
Perubahan
sistem
perpajakan yang
kurang fleksibel
Perubahan iklim ekonomi yang terjadi
Kepatuhan
(X3)
Tingkat
kepatuhan
Wajib Pajak
Kurangnya
kepatuhan
dalam
pembayaran dan
Kepatuhan
mengenai
perpajakan kurang
24
pelaporan pajak
Persepsi
wajib pajak
mengenai
etika
Penggelapan
Pajak (Y)
Pemahaman
mengenai
etika dalam
perpajakan
Kurangnya
pemahaman dan
kesadaran
mengenai etika
penggelapan
pajak
Banyaknya kasus
penggelapan pajak
yang dilakukan
oleh oknum atau
petugas pajak.
b. Sekunder
Menurut Sugiyono (2011:137) sebagai berikut “Sumber
sekunder merupakan sumber data yang diperoleh dengan cara
membaca, mempelajari dan memahami melalui media lain yang
bersumber dari literatur, buku-buku, serta dokumen perusahaan.” Data
sekunder dalam penelitian ini yaitu undang-undang perpajakan, jurnal-
jurnal ilmiah serta buku-buku yang membahas mengenai perpajakan.
X1 = Dimensi keadilan yang dirasakan oleh wajib pajak orang
pribadi di daerah Pamulang
X2 = Dimensi Sistem perpajakan yang dirasakan oleh wajib
pajak orang pribadi di daerah Pamulang
X3 = Dimensi Kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam
pembayaran dan pelaporan pajak
Y = Persepsi wajib pajak orang pribadi mengenai etika
penggelapan pajak.
25
N. Daftar Pustaka
Ardyaksa, Theo Kusuma dan Kiswanto.2014.Pengaruh Keadilan, Tarif Pajak,
Ketepatan Pangalokasian, Kecurangan, Teknologi dan Infomasi
Tehadap Tax Evasion.Accounting Analysis Journal.ISSN 2252-6765
Augustine, Yvonne dan Robert Kristaung.2013.metodologi penelitian bisnis
dan akuntansi.dian rakyat.Jakarta
Bina fiscal Indonesia.2014.Brevet A&B Jilid 1.Jakarta
CNN Indonesia.Bisnis.liputan6.com. Diakses 24 desember 2015
Direktorat Jendral Pajak.2012.Susunan dalam satu naskah undang – undang
perpajakan
Elmiza, Mesri dkk.2012.Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Dan
Diskriminasi Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika
Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Handyani M, Annisa’ul dan Nur Cahyonowati.2014. Analisis Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Persepsi Wajib Pajak Mengenai Penggelapan
Pajak. Diponegoro journal of accounting Volume 3, Nomor 3, Tahun
2014, Halaman 1-7. ISSN (Online): 2337-3806
Herlina dan Agus Arianto Toly.2013.Faktor-Faktor Yang Mampengaruhi
Perencanaan Wajib Pajak Di Surabaya.Tax and Accounting Review,
Vol. 3, No.2, 2013
Kamus besar bahasa Indonesia.http://kbbi.web.id/penelitian. Diakses 25
Desember 2015
Mardiasmo.2013.perpajakan edisi revisi.Andioffset.Jakarta
26
Nasution, Rozaini.2003.Teknik Sampling.USU digital library : Sumatera Utara
Ningsih, Devi.2014.Determinan persepsi mengenai etika atas penggelapan
pajak ( tax evasion ) ( studi pada Mahasiswa jurusan Akuntansi
fakultas ekonomi dan bisnis Universitas Brawijaya )
Putra, Firmanto Rahmad dkk.2011.Dampak kasus penggelapan pajak di
Indonesia terhadap kepatuhan wajib pajak di Kota Padang
Rachmadi, Wahyu.2014.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Wajib
Pajak Orang Pribadi Atas Perilaku Penggelapan Pajak (Studi Empiris
Pada Wajib Pajak Terdaftar di KPP Pratama Semarang
Candisari).Universitas Diponegoro : Semarang.
Sekaran, Uma.2007.Research Methods For Businesss Buku 2 Edisi 4.Salemba
Empat : Jakarta.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D.Bandung: Alfabeta.
Suminarsasi.2012.Pengaruh keadilan,sistem perpajakan, dan diskriminasi
terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak ( tax
evasion )
Wicaksono, Ary.Pengaruh persepsi sistem perpajakan,keadilan
pajak,diskriminasi pajak dan pemahman pajak terhadap etika
kewajiban pajak ( studi empiris pada wajib pajak orang pribadi
terdaftar di KPP Pratama Purworejo )
www.pajak.go.id . diakses 22 Desember 2015
www.kabanten.com .diakses 22 Desember 2015
Zain, Muhammad.2005.Manajemen perpajakan.Salemba empat.Jakarta
27