RESPON MASYARAKAT TERHADAP IMPLEMENTASI SISTEM
VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (SVLK) DI KELOMPOK TANI
MAKMUR DESA TOTOPROJO KECAMATAN WAYBUNGUR
KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
(Skripsi)
Oleh
GILANG EKSELSA
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
ABSTRACT
COMMUNITY RESPONSE TO THE IMPLEMENTATION OF TIMBER
LEGALITY VERIFICATION SYSTEM (TLVS) IN TANI MAKMUR
GROUP TOTOPROJO VILLAGE WAY BUNGUR SUB DISTRICT
EAST LAMPUNG DISTRICT
By
Gilang Ekselsa
The Capability level of knowledge about the implementation of the TLVS at this
pointis still very limited, as well as TLVS gains and losses for farmers TLVS
community forests farmers. Tani Makmur Group response to the implementation
and importance TLVS policy is not yet known, led to this important research to be
done. This research aimed to measurethe knowledge, attitudes and behavior
towards the implementation of TLVS in Tani Makmur Group, TotoprojoVillage,
Way Bungur Sub District, East Lampung District. The research was conducted by
the method of in-depth interviewsanda question nairein December2014.The level
of public knowledge of the implementation of TLVS is ingood
category(82,35%),the publicattitudetowardstheimplementation ofTLVS isingood
category(50,00%),and the disagreed behavior of people towardsTLVS
implementation(41,18%).
Keywords: Community Forests,EastLampung,Response, Tani Makmur Group,
TLVS.
ABSTRAK
RESPON MASYARAKAT TERHADAP IMPLEMENTASI
SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (SVLK)
DI KELOMPOK TANI MAKMURDESA TOTOPROJO
KECAMATAN WAY BUNGURKABUPATEN LAMPUNG TIMUR
Oleh
Gilang Ekselsa
Tingkat kesiapan pengetahuan tentang pelaksanaan SVLK pada saat ini masih
sangat terbatas, begitu pula dengan keuntungan dan kerugian SVLK bagi petani
Hutan Rakyat. ResponKelompokTaniMakmur terhadap pelaksanaan dan
pentingnya kebijakan SVLK yang belumdiketahui,
menyebabkanpenelitianinipentinguntukdilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengukur pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap implementasi
SVLK di Kelompok Tani Makmur, Desa Totoprojo, Kecamatan Way Bungur,
Kabupaten Lampung TimurpadaDesember 2014. Penelitian dilakukan dengan
metode wawancara secara mendalam dan kuesioner pada 34 responden. Tingkat
pengetahuan masyarakat terhadap implementasi SVLK dalam kategori baik
(82,35%), sikap masyarakat terhadap implementasi SVLK dalam kategori baik
(50,00%), dan perilaku masyarakatterhadap implementasi SVLK tidak setuju
(41,18%).
Kata kunci: Hutan Rakyat,KelompokTaniMakmur, Lampung
Timur,Respon,SVLK.
RESPON MASYARAKAT TERHADAP IMPLEMENTASI SISTEM
VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (SVLK) DI KELOMPOK TANI
MAKMUR DESA TOTOPROJO KECAMATAN WAYBUNGUR
KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
Oleh
GILANG EKSELSA
Skripsi
sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA KEHUTANAN
pada
Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cicadas pada tanggal 08 Juli
1991, anak ke dua dari pasangan Bapak Asep Sudiana
dan Ibu Juju Setiawati. Penulis menyelesaikan
pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) di TK Melati
pada tahun 1997.
Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan pada tahun 2003 di SD Alkautsar.
Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 22 Bandar Lampung
diselesaikan pada tahun 2006 dan kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah
Atas yang diselesaikan pada tahun 2009 di SMA N 1 Natar. Tahun 2009, penulis
diterima sebagai mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas
Lampung.
Selama kuliah, penulis telah melaksanakan Praktek Umum di Kesatuan
Pemangkuan Hutan (KPH) Banten BKPH Cibaliung pada bulan Juli hingga
Agustus. Selanjutnya, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di
Kecamatan Penengahan Kabupaten Lampung Selatan pada bulan Januari hingga
Februari tahun 2013. Selain menjalani perkuliahan sebagai peningkatan softskill
penulis juga aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan sebagai wadah
pembelajaran dan peningkatan kapasistas softskill. Periode tahun 2009/2010
penulis aktif sebagai anggota muda Himpunan Mahasiswa Jurusan Kehutanan
(Himasylva). Tahun 2010 penulis terdaftar sebagai anggota muda himpunan
mahasiswa jurusan kehutanan (Himasylva). Penulis telah mengikuti Seminar
Nasional Konferensi Nasional Sylva Indonesia (KNSI) XV tahun 2010, Seminar
Nasional Pertanian tahun 2012,dan Pendampingan Mahasiswa Upaya Khusus
Program Padi Jagung Kedelai di Kecamatan Bengkunat, Kabupaten Pesisir Barat
tahun 2015.
Penulis,
Gilang Ekselsa
SANWACANA
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayahNya saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Respon Masyarakat
Terhadap Implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu Di Kelompok Tani
Makmur Desa Totoprojo Kecamatan Way Bungur Kabupaten Lampung Timur”.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kehutanan di Universitas Lampung. Tidak lupa shalawat beserta salam semoga
selalu tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta para sahabatnya
hingga ke akhir zaman.
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada beberapa
pihak sebagai berikut.
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Ibu Dr. Melya Riniarti, S.P., M.Si., selaku Ketua Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
3. Bapak Dr. Ir. Slamet Budi Yuwono, M.S. selaku pembimbing utama
sekaligus dosen Pembimbing Akademik, atas bimbingan, saran, dan
motivasi yang telah diberikan dalam proses penyelesaian skripsi ini.
ii
4. Bapak Rudi Hilmanto, S.Hut., M.Si. selaku pembimbing ke dua atas
bimbingan, kritik, saran, dan motivasi yang telah diberikan dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu Dr. Hj. Bainah Sari Dewi, S.Hut., M.P. selaku penguji utama skripsi atas
kritik dan saran yang telah diberikan dalam proses penyelesaian skripsi ini.
6. Seluruh Dosen Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung
atas ilmu yang telah diberikan.
7. Bapak dan Ibu di rumah yang saya cintai atas doa, dukungan, dan kasih
sayang yang tiada henti untuk keberhasilan saya.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, saya
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, Juli 2016
Gilang Ekselsa
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .......................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. vii
I. PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................... 2
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................... 3
1.5. Kerangka Pemikiran ................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 7
2.1 Hutan Rakyat ............................................................................ 7
2.1.1 Definisi dan Batasan Hutan Rakyat ................................ 7
2.1.2 Pelaku Pengusahaan Hutan Rakyat ................................. 8
2.1.3 Penatausahaan Hasil Hutan ............................................. 8
2.2 Sertifikasi Hutan ........................................................................ 9
2.2.l Konsep Sertifikasi Hutan ................................................ 9
2.2.2 Sistem Verifikasi Legalitas Kayu ................................... 10
2.3 Respon ........................................................................................ 13
2.3.1 Pengetahuan Masyarakat ................................................ 13
2.3.2 Sikap Masyarakat ............................................................ 14
2.3.3 Perilaku Masyarakat........................................................ 16
2.3.4 Perubahan Respon ........................................................... 17
III. METODE PENELITIAN .............................................................. 19
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................. 19
iv
Halaman
3.2 Alat dan Objek Penelitian ........................................................ 20
3.3 Batasan Penelitian .................................................................... 20
3.4 Metode Pengambilan Data ....................................................... 20
3.4.1 Jenis data yang dikumpulkan ......................................... 20
3.5 Metode Pengumpulan Data ...................................................... 21
3.6 Definisi Operasional ................................................................ 23
3.7 Teknik Pengambilan Sampel ................................................... 24
3.8 Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................... 25
3.9 Teknik Analisis Data ................................................................ 27
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ......................... 29
4.1 Desa Totoprojo ......................................................................... 29
4.2 Kondisi Geografis dan Topografi ............................................ 29
4.3 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat...................................... 30
4.3.1 Mata Pencaharian ............................................................. 30
4.3.2 Status Petani .................................................................... 30
4.3.3 Agama dan Etnis .............................................................. 31
4.3.4 Jumlah Penduduk ............................................................ 31
4.3.5 Tingkat Pendidikan .......................................................... 32
4.4 Kelembagaan Kelompok Tani Makmur .................................... 32
4.4.1 Sejarah Kelompok Tani Makmur..................................... 32
4.4.2 Kondisi Umum ................................................................. 32
4.4.3 Struktur Kelembagaan KP-SPKP Makmur ...................... 32
4.4.4 Pembinaan Anggota Kelompok ....................................... 33
4.4.5 Aspek Legalitas Yang Di Miliki Oleh Kelompok Tani
Makmur ........................................................................... 33
4.4.6 Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat ........................ 34
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 35
5.1 Karakteristik Responden ......................................................... 35
5 .1.1 Tingkat Umur .................................................................. 36
v
Halaman
5.1.2 Pendidikan....................................................................... 36
5.1.3 Luas lahan yang tersertifikasi dalam SVLK ................... 37
5.1.4 Tingkat pendapatan ......................................................... 38
5.1.5 Frekuensi Penyuluhan .................................................... 39
5.2 Pengetahuan responden terhadap implementasi SVLK ......... 40
5.3 Sikap responden terhadap implementasi SVLK ..................... 42
5.4 Perilaku responden terhadap implementasi SVLK ................. 44
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 48
6.1. Simpulan .................................................................................. 48
6.2. Saran ........................................................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 49
LAMPIRAN ........................................................................................... 54
Tabel 6 ............................................................................................... 55-56
Gambar 6—11 .................................................................................. 57-61
Panduan wawancara penelitian ......................................................... 62-67
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
l. Definisi operasional dan skala pengukurannya ................................ 23
2. Kriteria Interpretasi Skor Pengetahuan Sikap dan Perilaku ........... 28
3. Penggunaan Lahan Desa Totoprojo ................................................. 29
4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian .......................... 30
5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Status Lahan Garapan .................... 31
6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin ............... 31
7. Karakteristik Responden Kelompok Tani Makmur ......................... 35
8. Pengetahuan Masyarakat Terhadap Implementasi SVLK .............. 40
9. Sikap Masyarakat Terhadap Implementasi SVLK ........................... 42
10. Perilaku Masyarakat Terhadap Implementasi SVLK .................... 44
11. Responden anggota Kelompok Tani Makmur ................................ 55
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Respon Masyarakat Terhadap
Implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) .......... 6
2. Peta lokasi penelitian .................................................................. 19
3. Jenjang Pendidikan Formal Responden ...................................... 36
4. Tingkat Pendapatan Responden .................................................. 38
5. Frekuensi Penyuluhan Responden .............................................. 39
6. Sertifikat Koperasi SPKP Makmur ............................................ 57
7. Akta pendirian koperasi .............................................................. 59
8. Bapak Abdurrahman menerima penghargaan dari Provinsi
Lampung sebagai juara pertama kelompok tani kehutanan
2010 ............................................................................................. 60
9. Bapak Gusdur bersama anggota kelompok tani Makmur dalam
training tentang pemeliharaan pohon di Lampung Timur 2013 . 60
10. Anggota aktif kelompok tani Makmur ........................................ 61
11. Anggota kelompok tani Makmur pada saat pelaksanaan proses
pencapaian SVLK ....................................................................... 61
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mayoritas pemegang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK)
hanya mampu berproduksi 60% dari kapasitas produksinya. Kontribusi Hutan
Rakyat terhadap pemenuhan bahan baku kayu di Provinsi Lampung mencapai
lebih kurang 75%, sisanya dipenuhi dari Hutan Kawasan/Hutan Produksi melalui
Hutan Tanaman Industri (HTI) 10%, dari luar Provinsi Lampung 15% (Dishut
Provinsi Lampung, 2010).
Sertifikasi memberikan resiko peningkatan beban ekonomi terhadap ekonomi
rumah tangga petani Hutan Rakyat. Meski sesungguhnya SVLK bertujuan untuk
tata kelola hutan yang baik, namun sertifikasi seringkali dikaitkan dengan
premium price bagi petani. Akibatnya terdapat kekecewaan bagi petani karena
ternyata harga kayu tidak lebih baik setelah sertifikasi. Sehingga terjadi distrust
terhadap sertifikasi dan beberapa asosiasi petani akhirnya menyatakan penolakan
terhadap SVLK.
SVLK memastikan agar industri kayu mendapatkan sumber bahan baku dengan
cara legal dari sebuah sistem pengelolaan Sumberdaya Hutan (SDH) yang lestari,
yang mengindahkan aspek legalitas, pengelolaan hutan berkelanjutan (Sustainable
Forest Management, SFM), dan tata kelola pemerintah yang transparan dan
2
akuntabel. Sumber bahan baku industri kayu hampir seluruhnya diperoleh dari
Hutan Rakyat.
Kesiapan dan pengetahuan tentang pelaksanaan SVLK di tingkat lokal masih
sangat terbatas, begitu pula dengan keuntungan dan kerugian SVLK bagi petani
lokal. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan
perilaku masyarakat terhadap pelaksanaan kebijakan SVLK di Kelom-pok Tani
Makmur, Desa Totoprojo, Kecamatan Way Bungur, Kabupaten Lampung Timur.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengetahuan masyarakat terhadap implementasi SVLK di
Kelompok Tani Makmur?
2. Bagaimana sikap masyarakat terhadap implementasi SVLK di Kelompok Tani
Makmur?
3. Bagaimana perilaku masyarakat terhadap implementasi SVLK di Kelompok
Tani Makmur?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. mengetahui pengetahuan masyarakat terhadap implementasi SVLK di
Kelompok Tani Makmur.
2. mengetahui sikap masyarakat terhadap implementasi SVLK di Kelompok Tani
Makmur.
3. mengetahui perilaku masyarakat terhadap implementasi SVLK di Kelompok
Tani Makmur.
3
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi bagi para petani mengenai manfaat SVLK dan
pengelolaan hutan produksi lestari agar petani mengetahui berapa besar
manfaat yang diterima sehingga dapat membangun kesadaran petani.
2. Memberikan referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian
tentang implementasi SVLK di hutan rakyat.
1.5 Kerangka Pemikiran
Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) adalah persyaratan untuk memenuhi
legalitas kayu/produk yang dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak (stake-
holder) kehutanan yang memuat standard, kriteria, indikator, verifier, metode
verifikasi dan norma penilaian (Permenhut No. P.38/Menhut-II/2009 Pasal 1
Ayat 10). Sertifikat Legalitas Kayu (SLK) adalah surat keterangan yang diberikan
kepada pemegang izin atau pemilik hutan hak yang menyatakan bahwa pemegang
izin atau pemilik hutan hak telah mengikuti standard legalitas kayu (legal
compliance) dalam memperoleh hasil hutan kayu (Permenhut No. P.38/Menhut-
II/2009 Pasal 1 Ayat 12).
Pada bulan Maret 2013 mulai efektif berlakunya Regulasi Kayu Eropa (Uni
Eropa Timber Regulation), untuk memacu kesiapan Indonesia dalam meng-
hadapi batas waktu tersebut diatas Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan
menerbitkan surat Nomor: S.574/VI-BPPHH/2012 tanggal 24 Juli 2012 yang
intinya menyampaikan kepada pemegang UPHHKHA/HT/RE/HKm/HTR/
HD/HTHR/IPK dan pemilik Hutan Hak bahwa, batas akhir kepemilikan S-
4
PHPL dan S-LK adalah tanggal 22 Desember 2012. Dalam rangka keberpihakan
kepada pemilik hutan rakyat, maka Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan
menerbitkan surat nomor : S.575/VI-BPPHH/2012 tanggal 25 Juli 2012 dengan
tujuan agar pemilik hutan hak siap dalam proses verifikasi yang dilakukan
Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (LVLK), dialokasikan biaya pendampingan
kepemilikan S-LK secara kelompok dengan syarat :
1. tergabung dalam kelompok hutan hak/koperasi,
2. memiliki susunan pengurus kelompok, daftar anggota dan alamat, luas minimal
500 Ha atau dalam satu kabupaten, peta lokasi, bukti kepemilikan dan diajukan
oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi Kehutanan kepada
Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan.
Materi Penyuluhan V-LK hutan rakyat akan membekali Penyuluh Kehutanan
dalam melakukan kegiatan pendampingan, terutama pendampingan penyiapan
lembaga pengaju, pendampingan penyiapan dokumen wajib dan dokumen
penunjang. Penyiapan materi ini juga untuk memenuhi salah satu fungsi dasar/
unit kompetensi penyuluh kehutanan sebagaimana diatur dalam SK Menakertrans
Nomor Kep. 137/Men/V/2011 tanggal 27 Mei 2011 tentang SKKNI sektor
kehutanan bidang penyuluhan yaitu melaksanakan pendampingan penatausahaan
hasil hutan kayu rakyat.
Tahapan pendampingan meliputi identifikasi wilayah, sosialisasi SVLK Hutan
Rakyat, Pendampingan penyiapan lembaga pengaju verifikasi legalitas kayu
rakyat, Pendampingan penyiapan dokumen verifikasi legalitas kayu rakyat.
Dengan demikian pada rangkaian proses verifikasi legalitas kayu rakyat, maka
5
ruang lingkup pendampingan oleh penyuluh kehutanan mencakup penyiapan
kelembagaan petani/pemilik hutan rakyat yang akan bertindak sebagai pengaju
VLK, sekaligus sebagai manajemen representatif, dan penyiapan dokumen
verifikasi legalitas kayu rakyat.
Beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh masyarakat jika mereka terlibat
dalam proses sertifikasi hutan, atau pun verifikasi legalitas kayu. Pertama,
mereka harus berhadapan dengan biaya sertifikasi yang sangat mahal padahal
produksi kayu bukanlah menjadi pemasukan yang utama bagi masyarakat.
Mereka masih menerapkan penebangan tradisional di mana selalu lebih rendah
dari jumlah tebangan yang diperbolehkan. Hutan rakyat di Desa Totoprojo,
Kecamatan Waybungur, Kabupaten Lampung Timur telah mendapatkan SVLK
untuk pertama kalinya, maka perlu mengetahui respon masyarakat terhadap
implementasi SVLK.
Menurut Sajogyo (2002), respon adalah setiap kegiatan yang ditimbulkan oleh
suatu stimulus (perangsang). Stimulus adalah kekuatan dari luar dan dari dalam
yang bekerja terhadap suatu reseptor yang kemudian akan membentuk suatu
sikap. Dalam respon sendiri terdapat 3 tingkatan pada komunikan, yaitu respon
kognitif (mengetahui), afektif (sikap), serta konatif (tindakan atau prilaku).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku
masyarakat di kelompok Tani Makmur terhadap implementasi SVLK karena
sistem sertifikasi tersebut bersifat mandatory (wajib) yang diberlakukan oleh
kementrian kehutanan untuk memudahkan masyarakat dalam mengekspor kayu
6
keluar dan mendapat harga yang lebih mahal dibandingkan dengan tidak memakai
sertifikasi, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Respon Masyarakat Terhadap
Implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK)
Dinas Kehutanan
Penyuluhan
SVLK
Kelompok Tani
Makmur
Respon
Pendampingan Identifikasi
wilayah Sosialisasi
Pengetahuan
Sikap
Prilaku
Mengetahui Respon Masyarakat Terhadap
Implementasi SVLK
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hutan Rakyat
2.1.1 Definisi dan Batasan Hutan Rakyat
Hutan menurut Undang-undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999 tentang
kehutanan diartikan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
yang berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam per-
sekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat
dipisahkan. Status hutan menurut Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 dibagi
menjadi dua, yaitu hutan negara dan hutan hak. Definisi hutan hak menurut
undang-undang tersebut adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak
atas tanah (Departemen Kehutanan, 1999).
Mengacu pada definisi tersebut maka berdasarkan statusnya, hutan rakyat
termasuk dalam hutan hak. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan di dalam
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.26/Menhut-II/2005 tentang pedoman
pemanfaatan hutan hak, bahwa hutan hak identik dengan hutan rakyat yang
berupa lahan milik atau lahan yang memiliki sertifikat izin penggunaan lahan
(Departemen Kehutanan, 2005). Hardjanto (2000) menegaskan bahwa hutan
rakyat merupakan hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan oleh
kepemilikan lahan, karenanya hutan rakyat juga disebut hutan milik.
8
2.1.2 Pelaku Pengusahaan Hutan Rakyat
Pelaku usaha hutan rakyat dibedakan menjadi dua yaitu petani dan bukan petani
hutan rakyat. Petani yang dimaksud di sini menurut Hardjanto (2000) khususnya
adalah para petani pemilik lahan seperti kebun, talun, ladang dan istilah lain
sejenisnya. Petani lahan basah umumnya tidak termasuk dalam petani hutan
rakyat. Sementara itu yang dimaksud bukan petani pada konteks ini, adalah
pihak-pihak lain yang terkait dengan usaha hutan rakyat pada masa panen dan
pasca panen, mulai dari para penebang pohon, tengkulak/bandar pembeli pohon,
penyedia jasa angkutan dan industri pengolah kayu rakyat.
Hardjanto (2000) mengemukakan bahwa terdapat beberapa ciri pengusahaan
hutan rakyat yaitu :
1. usaha hutan rakyat dilakukan oleh petani, tengkulak dan industri dimana petani
umumnya masih memiliki posisi tawar yang rendah.
2. petani belum dapat melakukan usaha hutan rakyat menurut prinsip usaha dan
prinsip kelestarian yang baik.
3. bentuk hutan rakyat sebagian besar berupa budidaya campuran, yang
diusahakan dengan cara-cara sederhana.
4. pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih diposisikan sebagai pendapatan
sampingan dan bersifat insidental dengan kisaran tidak lebih dari 10% dari
pendapatan total.
2.1.3 Penatausahaan Hasil Hutan
Penatausahaan hasil hutan didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan yang meliputi
penatausahaan tentang perencanaan produksi, pemanenan atau penebangan,
9
pengukuran dan pengujian, pengangkutan/peredaran dan penimbunan, pengolahan
dan pelaporan. Kebijakan terhadap penatausahaan hasil hutan diatur dalam
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2006 jo Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor P.63/Menhut-II/2006 untuk Hutan Negara, dan Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor P.51/Menhut-II/2006 jo Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.62/Menhut-II/2006 untuk Hutan Hak. Implementasi kebijakan tersebut
telah efektif berlaku sejak 1 Januari 2007. Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun
2007 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta
pemanfaatan hutan pasal 117 ayat (1) dinyatakan bahwa dalam rangka melindungi
hak-hak negara atas hasil hutan dan kelestarian hutan, dilakukan pengendalian dan
pemasaran hasil hutan melalui penatausahaan hasil hutan. Pernyataan tersebut
dapat dilihat bahwa dalam upaya menjaga hak-hak negara atas hasil hutan dan
terjaganya kelestarian hutan, maka harus ada penatausahaan hasil hutan. Penata-
usahaan hasil hutan dimaksudkan untuk memberikan pedoman kepada semua
pihak yang melakukan usaha atau kegiatan di bidang kehutanan, sehingga penata-
usahaan hasil hutan berjalan dengan tertib dan lancar agar kelestarian hutan,
pendapatan negara dan pemanfaatan hasil hutan yang optimal dapat dicapai.
2.2 Sertifikasi hutan
2.2.1 Konsep Sertifikasi Hutan
Sertifikasi hutan merupakan suatu prosedur untuk mengevaluasi yang dilakukan
oleh lembaga sertifikasi independen, yang berpegang pada kriteria pengelolaan
hutan atau hutan tanaman yang disepakati menurut kerangka ekologis, sosial dan
produktivitas ekonomi (Muhtaman dan Rahmat, 2005). Sertifikat ekolabel adalah
10
sebuah pengakuan yang ditunjukkan dengan adanya label produk yang
menunjukkan bahwa produk tersebut diproduksi dengan memperhatikan kaidah-
kaidah kelestarian sumberdaya alam (SDA) dan lingkungan hidup. Dalam
konteks kehutanan, sertifikasi ekolabel dapat dijadikan sebagai salah satu alat
yang berpotensi mendorong tercapainya keseimbangan antara kelestarian sumber
daya hutan dengan kebutuhan ekonomi dan perdagangan (Bayunanda, 2006).
Sertifikasi hutan juga merupakan suatu voluntary publik, dimana individu
perusahaan diundang untuk berpartisipasi, akan tetapi keputusan untuk bergabung
atau tidaknya ke dalam program ini merupakan pilihan bagi perusahaan tersebut
(Maryudi, 2006). Program ini mendorong manajer dan pemilik hutan untuk
menghasilkan public goals, dan sebagai imbalannya mereka bisa menerima
keuntungan dimana non-participan tidak akan mendapatkannya, yaitu intensif
pasar (Maryudi, 2006).
Sertifikasi hutan diharapkan bisa menawarkan akses pasar yang lebih baik dan
harga premium untuk produk yang tersertifikasi (Maryudi, 2006). Beberapa
analisis menyatakan bahwa keuntungan yang bisa didapatkan dari program ini
adalah suatu brand atau image yang menyatakan bahwa partisipan tidak merusak
hutan, yang diharapkan bisa memberikan keuntungan komparatif vis a vis non-
participan (Maryudi, 2006).
2.2.2. Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK)
Mengacu pada Permenhut P.38/Menhut-II/2009, SVLK didefinisikan sebagai
persyaratan untuk memenuhi legalitas kayu/produk yang dibuat berdasarkan
kesepakatan para pihak (stakeholder) kehutanan yang memuat standard, kriteria,
11
indikator, verifier, metode verifikasi, dan norma penilaian. Selanjutnya, banyak
pihak yang mendefinisikan SVLK dengan berbagai cara, tetapi mereka tetap
mengacu pada peraturan SVLK yang berlaku. Semua definisi dari berbagai
stakeholder mencakup aspek-aspek yang sama: 1) Sistem/mekanisme, 2)
Legalitas kayu, 3) Alur penelusuran, 4) Standar verifikasi, 5) Metode verifikasi,
6) Proses multi-stakeholder, dan 7) Kebijakan yang wajib.
Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) merupakan sistem pelacakan yang
disusun secara multistakeholder untuk memastikan legalitas sumber kayu yang
beredar dan diperdagangkan di Indonesia. SVLK dikembangkan untuk
mendorong implementasi peraturan pemerintah yang berlaku terkait perdagangan
dan peredaran hasil hutan yang legal di Indonesia (Supomo dan Mahardika,2014).
Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) adalah salah satu inisiatif pemerintah
yang muncul untuk mengatasi pembalakan liar dan mempromosikan kayu legal di
Indonesia. Sistem ini bertujuan untuk memastikan bahwa kayu dan produk kayu
yang diproduksi di Indonesia berasal dari sumber-sumber yang legal yang dapat
diverifikasi. SVLK diterapkan melalui mekanisme sertifikasi oleh pihak
independen Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (LVLK) yang telah terakreditasi
oleh Komite Akreditasi Nasional (Lembaga Ekolabel Indonesia, 2014).
Melalui peraturan Menteri Kehutanan no. P.38/Menhut-II/2009 jo. P.68/Menhut-
II/2011. SVLK hukumnya menjadi wajib diterapkan di semua unit manajemen
hutan, termasuk hutan rakyat atau hutan hak. Kemudian, penerapan SVLK di
pasar internasional akan diberlakukan mulai tahun 2013. Bagi pemilik hutan hak,
untuk dapat memperoleh SVLK harus dapat membuktikan bahwa kayunya dapat
12
dibuktikan keabsahannya. Bukti keabsahannya berupa dokumen kepemilikan
lahan yang sah (alas titel atau dokumen yang lain yang diakui), peta areal hutan
hak dan batas-batasnya di lapangan, dokumen SKAU atau SKSKB cap KR, serta
faktur atau kuitansi penjualan.
Kayu disebut SAH/LEGAL jika kebenaran asal kayu, ijin penebangan, sistem dan
prosedur penebangan, administrasi dan dokumen angkutan, pengelolaan,
perdagangan / pemindah tanganannya dapat dibuktikan memenuhi semua
persyaratan legal yang berlaku (Supomo dan Mahardika, 2014).
Tujuan SVLK adalah:
1. membangun suatu alat verifikasi legalitas yang kredibel, efisien dan adil
sebagai salah satu upaya mengatasi persoalan pembalakan liar.
2. memperbaiki tata kepemerintahan (governance) kehutanan Indonesia dan
untuk meningkatkan daya saing produk kehutanan Indonesia.
3. meningkatkan daya saing produk perkayuan Indonesia
4. mereduksi praktek illegal logging dan illegal trading
5. meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Prinsip SVLK adalah:
1. tata Kelola Kehutanan yang baik (Governance)
2. keterwakilan (Representatif)
3. transparansi/keterbukaan (Credibility)
Pelaku utama dalam SVLK:
1. kementerian Kehutanan sebagai pembuat kebijakan, fungsi pembinaan,
menetapkan LP-PHPL atau LV-LK, unit pengelola informasi VLK.
13
2. komite Akreditasi Nasional, melakukan akreditasi terhadap LP-PHPL dan LV-
LK.
3. LP-PHPL & LV-LK, melakukan penilaian kinerja PHPL dan/atau melakukan
verifikasi legalitas kayu berdasarkan sistem dan standar yang telah ditetapkan
pemerintah.
4. auditee (Unit Managemen), pemegang izin atau pada hutan hak yang
berkewajiban memiliki sertifikat PHPL (S-PHPL) atau Sertifikat Legalitas
Kayu (S-LK).
5. pemantau Independen, masyarakat madani baik perorangan atau lembaga yang
berbadan hukum Indonesia, yang menjalankan fungsi pemantauan terkait
dengan pelayanan publik di bidang kehutanan seperti penerbitan S-PHPL/S-LK
(Supomo dan Mahardika, 2014).
2.3 Respon
Respon dalam arti umum mengandung pengertian jawaban atau reaksi terhadap
sesuatu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), respon berarti
tanggapan; reaksi; jawaban. Respon individu terhadap sesuatu dapat diberikan
dalam bentuk ucapan, isyarat, atau tingkah laku yang terobservasi, hal ini
tergantung dari kemampuan yang memberikan respon (Rojat, 2001). Respon
yang ditunjukkan oleh masyarakat terhadap penerimaan suatu proyek/kegiatan
berbeda-beda.
Perbedaan respon yang ditunjukkan masyarakat terhadap kegiatan tersebut dapat
dilihat dari tahapan yang disebut proses adopsi. Menurut Rogers dan Shoemaker
(1971) proses-proses adopsi tersebut terdiri dari 5 tahap, yaitu:
14
1. awareness stage (Tahap sadar): Individu belajar dari keberadaan ide baru tetapi
kekurangan informasi tentang ide baru tersebut.
2. interest stage (Tahap minat): Individu mengembangkan minat dalam inovasi
dan mencari informasi tambahan tentang inovasi tersebut.
3. eluation stage (Tahap evaluasi): Individu mengaplikasikan ide baru di dalam
kehidupannya dan mengantisipasi situasi yang akan datang dan memutuskan
apakah mencobanya atau tidak.
4. trial stage (Tahap percobaan): Individu menerapkan ide baru tersebut dalam
skala kecil untuk menentukan kegunaannya dalam situasi sendiri.
5. adoption stage (Tahap adopsi): Individu menggunakan ide baru secara terus
menerus (kontinu) pada skala yang penuh.
2.3.1. Pengetahuan Masyarakat
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 1988).
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku
seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan langgeng apabila tidak
didasari oleh pengetahuan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
menurut Wawan dan Dewi (2010):
1. faktor Internal
a. Pendidikan
15
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan
orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk
berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang, termasuk juga perilaku seseorang
akan pola hidup, terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam
pembangunan (Notoatmodjo, 1988).
b. Pekerjaan
Menurut Thomas (1993), pekerjaan dalah kegiatan yang harus dilakukan, terutama
untuk menunjang kehidupan. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih
merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak
tantangan.
c. Umur
Menurut Hurlock (1998), semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja.
2. Faktor Eksternal
a. Lingkungan
Menurut Mariner, dkk (1989), lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di
sekitar manusia dan dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu
atau kelompok.
b. Sosial Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi sikap dalam
menerima informasi.
16
2.3.2. Sikap Masyarakat
Sikap itu sendiri merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk
bertingkahlaku tertentu jika menghadapi ransang tertentu. Sikap adalah suatu
respon evaluatif. Respon hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada
suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif
berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya disadari
oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap
stimulus dalam bentuk nilai baik, positif-negatif, menyenangkan-tidak
menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek
(Rakhmat, 2001).
Oleh karena itu sikap itu dapat bersifat positif, yakni cenderung menyenangi,
mendekati mengharapkan objek tertentu, atau muncul sikap negatif yakni
menghindari, membenci suatu objek. Sikap pada penelitian ini yaitu sikap
masyarakat terhadap implementasi SVLK, apakah masyarakat setuju dan
mendukung atau tidak terhadap implementasi SVLK tersebut.
2.3.3. Perilaku Masyarakat
Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku manusia adalah semua kegiatan atau
aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati
oleh pihak luar. Perilaku merupakan proses interaksi antara kepribadian dan
lingkungan yang mengandung rangsangan (stimulus), kemudian ditanggapi dalam
bentuk respon. Respon inilah yang disebut perilaku, perilaku ditentukan oleh
17
persepsi dan kepribadian, sedang persepsi dan kepribadian dilatarbelakangi oleh
pengalamannya.
Perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perilaku tertutup dan perilaku
terbuka. Perilaku tertutup merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk tertutup. Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada
perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang
yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara langsung.
Sedangkan perilaku terbuka merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah
jelas dalam bentuk tindakan atau praktek yang dengan mudah dapat diamati atau
dilihat oleh orang lain. Pada penelitian ini perilaku masyarakat yang dimaksud
adalah bagaimana perilaku masyarakat tersebut dalam merespon implementasi
SVLK. Setiap individu tentunya akan mempunyai perilakunya sendiri.
2.3.4. Perubahan Respon
Perbedaan respon terhadap perubahan yang ditunjukkan oleh masyarakat yang
terlibat dalam program ada 3 macam yaitu (Sajogyo dan Pudjiwati, 2002):
1. respon positif: Terjadi jika orang-orang dalam masyarakat setempat, yakni
para penerima suatu unsur baru, terdorong ikut serta mengambil bagian dalam
seluruh perencanaan dan pemenuhan proyek tersebut.
2. respon negatif: Terjadi jika unsur pembaharu tidak berhasil membuat rakyat
setempat ikut serta baik dalam perencanaan maupun dalam pemenuhannya.
18
3. respon netral: Terjadi jika pengikutsertaan rakyat setempat tidak relevan
dengan hasil rencana tersebut.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kelompok Tani Makmur, Desa Totoprojo, Kecamatan
Way Bungur, Kabupaten Lampung Timur pada bulan Desember 2014.
Gambar 2. Peta lokasi penelitian di Desa Totoprojo, Kecamatan Way Bungur,
Kabupaten Lampung Timur dengan skala 1:30.000 (Setiawan, 2013).
3.2. Alat dan Objek Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kamera, alat tulis, kuisioner,
alat hitung (kalkulator), komputer. Objek penelitian adalah petani yang sudah
20
mendapat izin SVLK di Kelompok Tani Makmur Desa Totoprojo Kecamatan
Way Bungur, Kabupaten Lampung Timur.
3.3. Batasan Penelitian
1. Penelitian dilakukan di Kelompok Tani Makmur.
2. Sampel yang digunakan adalah anggota Kelompok Tani Makmur yang sudah
mendapat izin SVLK.
3.4. Metode Pengambilan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskrip-
tif. Menurut Nawawi (1993) metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan
subjek/objek (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang
berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana mestinya. Hasil peneliti-
an ini ditekankan pada memberikan gambaran secara objektif tentang keadaan
atau peristiwa sebenarnya dari objek yang diselidiki. Dengan menggunakan
metode deskiptif dalam penelitian ini diharapkan dapat mengetahui respon masya-
rakat terhadap implementasi SVLK.
3.4.1. Jenis Data yang dikumpulkan
Data yang perlu diambil dari penelitian ini terdiri dari.
1. Data Primer
Data yang diperoleh langsung dari observasi, wawancara dan kuesioner di lapa-
ngan pada masyarakat di Kelompok Tani Makmur Desa Totoprojo, Kecamatan
Way Bungur, Kabupaten Lampung Timur.
21
2. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari kondisi yang ada dilokasi penelitian. Seperti kondisi so-
sial ekonomi, monografi desa, data statistik, jumlah penduduk di Kelompok Tani
Makmur dan literatur-literatur lainnya yang relevan. Penelitian yang didapat dari
jurnal, rujukan buku, maupun penelitian sejenis.
3.5. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ada 2, yaitu metode pengumpulan
data primer dan metode pengumpulan data sekunder. Metode pengumpulan data
primer pada penelitian ini adalah.
1. Observasi lapangan dan diskusi informal
Observasi lapangan sangat berguna untuk memperoleh pengetahuan tentang kon-
disi aktual hutan rakyat terkait dengan kondisi fisik, sosial, kultural, dan ekonomi.
Selain itu, hubungan antara masyarakat lokal dan perilaku mereka dapat diidentifi-
kasi melalui metode ini. Selama di lapangan, peneliti dapat memperoleh informa-
si tentang berbagai kegiatan, fenomena, perilaku, dan interaksi terkait dengan pe-
laksanaan SVLK yang mungkin tidak bisa diperoleh hanya dari wawancara atau
tinjauan pustaka saja.
2. Wawancara mendalam
Wawancara mendalam bertujuan untuk mencari tahu informasi lebih detail terkait
dengan pengetahuan, pengalaman, dan perilaku responden dalam melaksanakan
22
SVLK di hutan rakyat. Panduan wawancara terdiri dari lembar kerahasiaan res-
ponden dan sejumlah pertanyaan atau konsep yang akan ditanyakan selama wa-
wancara (Boyce dan Neale, 2006), yang mengacu pada tujuan penelitian.
3. Angket/Kuesioner
Angket/Kuesioner merupakan teknik penelitian berupa penyebaran instrumen be-
risi sejumlah pertanyaan yang harus diisi oleh responden. Kuesioner merupakan
alat yang digunakan untuk mengumpulkan data kuantitatif dan dapat juga untuk
mengumpulkan informasi-informasi yang kualitatif.
Selain itu menurut Riduwan (2011) angket/kuesioner adalah daftar pertanyaan
yang diberikan kepada orang yang bersedia memberikan respons (responden)
sesuai dengan permintaan pengguna (peneliti). Tujuan penyebaran angket ialah
mencari informasi yang lengkap mengenai suatu masalah dari responden.
Kuesioner ini ditujukan untuk masyarakat untuk memperoleh data tentang respon
masyarakat yang meliputi persepsi, sikap dan perilaku masyarakat serta berbagai
hal yang menyangkut SVLK.
4. Tinjauan pustaka dan pengumpulan data sekunder
Tinjauan pustaka dilakukan untuk menemukan, mempelajari, dan membandingkan
pelaksanaan SVLK di hutan rakyat dengan artikel ilmiah sebelumnya guna
melengkapi hasil observasi lapangan dan wawancara (Strauss dan Corbin, 1998).
Sementara itu, data sekunder seperti peraturan dasar, buku/laporan tentang
sertifikasi/verifikasi hutan, dan dokumen terkait lainnya.
23
3.6. Definisi Operasional
Suatu definisi yang mengungkapkan semua variabel yang diteliti operasionalnya
yang dilengkapi dengan indikator empiris dan pengukurannya (Gulo, 2002).
Tabel 1. Definisi operasional dan skala pengukurannya.
No Variabel Definisi Operasional Indikator Skala
ukur Instrument
1 Karakteristik
responden
Menguraikan atau
memberikan gambaran
mengenai identitas responden
penelitian ini.
Umur
Jenjang
pendidikan
formal
Pendapatan
Luas lahan.
Skala
Nominal
Kuesioner
2 Pengetahuan
masyarakat
terhadap
implementasi
SVLK
Pengetahuan adalah fakta
atau ide yang didapat
melalui proses observasi,
belajar, atau penelitian.
Pengetahuan
SVLK
Tujuan SVLK
Isi SVLK
Tugas dan
tanggung jawab
kepengurusan
Syarat pengajuan
SVLK
Kelengkapan
pengajuan SVLK
Potensi lahan
Wajib SVLK
Konsekuensi
apabila tidak
memiliki SVLK
Skala
Ordinal
Kuesioner
3 Sikap masyarakat
terhadap
implementasi
SVLK
Sikap adalah kecenderungan
yang dipelajari untuk
bertingkah laku secara
konsisten terhadap seseorang,
sekelompok orang, suatu
objek.
Setuju dengan
tujuan SVLK
Setuju ikut
sosialisasi
Setuju dengan
penerapan SVLK
Setuju SVLK
meningkatklan
pendapatan
Setuju SVLK
sumber
penghasilan
utama
Setuju
menggunakan
SVLK dalam
pengusahaan
kayu
Setuju
pendapatan
memberikan
status petani
Setuju membayar
SVLK
Setuju
melengkapi
persyaratan
Skala
Ordinal
Kuesioner
24
Tabel 1. Lanjutan.
No Variabel Definisi Operasional Indikator Skala
ukur Instrument
4 Frekuensi
Penyuluhan
Banyaknya
penyuluhan dapat
menambah
pengetahuan
Banyaknya
penyuluhan
memberikan
keuntungan
Banyaknya
penyuluhan
meningkatkan
motivasi
Banyaknya
penyuluhan
mengurangi
pendapatan petani
Penyuluhan
merupakan faktor
utama keberhasilan
impelementasi SVLK
Jumlah kehadiran
penyuluhan
5 Perilaku
masyarakat
terhadap
implementasi
SVLK
Perilaku adalah hal-hal
yang telah dilakukan
responden berkenaan
dengan pengetahuan yang
telah didapat.
SVLK dapat menjaga
hak-hak Negara
Mekanisme
pengajuan SVLK
SVLK dapat
melestarikan hutan
SVLK dapat
mengendalikan illegal
logging
Efektifitas
pelaksanaan SVLK
Konsekuensi tidak
memiliki SVLK
Dukungan terhadap
SVLK
Permasalahan dalam
SVLK
Saran perbaikan
dalam SVLK
Skala
Ordinal
Kuesioner
3.7. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini diambil secara purposive sampling.
Menurut Sugiyono (2010) purposive sampling yaitu pengambilan responden seca-
ra sengaja (tidak acak) yang disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian
dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu secara sengaja yang dalam penelitian
25
ini adalah anggota kelompok tani yang mendapatkan izin SVLK. Jumlah petani
yang mendapatkan izin SVLK sebanyak 140 orang dan yang menjadi responden
penelitian sebanyak 34 responden. Jumlah responden diperoleh menggunakan
rumus (Rakhmat, 2001):
n = N
N (d2) + 1
Keterangan:
n = Jumlah sampel responden yang diambil dalam penelitian ini
N = Jumlah populasi petani anggota kelompok yang ada di lokasi penelitian
adalah 140 orang.
d = Presisi (15%)
3.8. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan alat ukur berupa pedo-
man wawancara dan instrumen kuesioner yang telah disusun secara terstruktur.
Pedoman wawancara digunakan untuk memperoleh data mengenai segala
sesuatu yang berkaitan dengan SVLK, sementara kuesioner digunakan untuk
mengukur pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat.
Setelah data yang diperlukan yang berkaitan dengan penelitian ini terkumpul,
kemudian tahapan selanjutnya adalah melalukan pengolahan data dengan langkah-
langkah sebagai berikut menurut Rahayu (2010).
1. Tahap persiapan
Langkah ini dimaksudkan untuk mengetahui kelengkapan data yang terkumpul
melalui instrumen penelitian.
26
2. Editing
Langkah ini dilakukan untuk memeriksa atau meneliti kembali data yang telah ter-
kumpul apakah data tersebut cukup baik atau relevan untuk diproses atau diolah
lebih lanjut. Tujuan editing adalah untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan
yang terdapat pada pencatatan di lapangan dan bersifat koreksi.
3. Coding
Coding adalah pemberian/pembuatan kode-kode pada tiap-tiap data yang membe-
rikan petunjuk atau identitas pada suatu informasi atau data yang akan dianalisis.
Langkah ini dilakukan dalam rangka pengklasifikasian jawaban dari para respon-
den maupun informasi yang didapat berdasarkan kategorinya sehingga memudah-
kan proses berikutnya.
4. Skoring
Skoring ini adalah proses penentuan skor atas jawaban responden yang dilakukan
dengan membuat klasifikasi dan kategori yang cocok tergantung pada anggapan
atau opini responden. Penghitungan skoring dilakukan dengan menggunakan
skala Likert.
5. Tabulasi Data
Setelah proses editing dan coding, tahapan selanjutnya adalah melakukan
tabulasi data yaitu proses penyusunan dan analisis data dalam bentuk tabel sesuai
dengan analisis yang dibutuhkan.
6. Interpretasi Data
Langkah ini dilakukan untuk mendeskripsikan data yang diperoleh, sesuai dengan
pertanyaan dan maksud dalam penelitian.
27
3.9. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tabel
tunggal yaitu menghitung frekuensi dan membuat persentase jawaban responden
pada pertanyaan kuesioner yang diajukan, dengan menggunakan rumus Sugiyono
(2010):
Keterangan:
P = Persentase
n = Jumlah sampel
f = Frekuensi
Pada angket/kuesioner ini, angka jawaban responden dimulai dari angka 1 sampai
3. Sikap, pengetahuan dan perilaku masyarakat ini dinyatakan dalam tinjauan
kontimum. Menurut Sugiyono (2010) untuk melihat pengetahuan, sikap dan peri-
laku masyarakat secara keseluruhan, dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut.
1. Menentukan total skor maksimal : skor tertinggi x jumlah responden
2. Menentukan total skor minimal : skor terendah x jumlah responden
3. Persentase skor : (total skor:nilai maksimal) x 100
Setelah melakukan perhitungan tersebut, dilakukan interpretasi skor untuk melihat
hasil persepsi dan sikap masyarakat tersebut. Berikut adalah kriteria interpretasi
skor menurut Wawan dan Dewi (2010):
28
Tabel 2. Kriteria interpretasi skor pengetahuan, sikap dan perilaku.
Skor Persepsi
<56% Kurang
56% - 75% Cukup
76% - 100% Baik
Sumber: Wawan dan Dewi (2010).
Selanjutnya penentuan kategori pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat ter-
hadap SVLK dilakukan dengan menggunakan rumus interval menurut Sugiyono
(2003):
I = NT – NR
K
NT = Nilai Tertinggi
NR = Nilai Terendah
K = Kategori
I = Interval
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Desa Totoprojo
Desa Totoprojo adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Way Bungur
Kabupaten Lampung Timur dan memiliki luas wilayah 510 Ha dengan
penggunaan lahan, disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Penggunaan lahan Desa Totoprojo.
No Penggunaan Lahan Luasan (Ha) Persentase (%)
1 Pemukiman 127,5 25
2 Tanaman Keras 153 30
3 Tumpang Sari Kurang Produktif 51 10
4 Perkebunan 51 10
5 Pertanian 127,5 25
Total 510 100 Sumber : Profil Desa Totoprojo, 2014.
4.2 Kondisi Geografis dan Topografi
Desa Totoprojo memiliki curah hujan rata-rata per tahun tergolong tinggi, berkisar
antara 2000—3000 mm/tahun, dengan jumlah bulan hujan enam bulan per tahun.
Suhu rata-rata harian berkisar antara 22°C—23°C. Topografi Desa Totoprojo
sebagian besar datar dan berbukit. Secara administratif batas-batas wilayah Desa
Totoprojo, yaitu.
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Taman Nasional Way Kambas
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tambah Subur
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tanjung Tirto
30
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Taman Negeri dan Tegal Ombo.
Desa Totoprojo dengan Kecamatan Way Bungur adalah 2,5 km dan jarak Desa
Totoprojo dengan Kabupaten Lampung Timur 16 km. Jenis tanah Desa Totoprojo
di dominasi Podsolit Merah Kuning (PMK) dengan kisaran pH 5-7.
4.3 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat
Jumlah penduduk Desa Totoprojo yang sampai akhir tahun 2014 yaitu 1963 jiwa,
yang terdiri dari 692 KK dengan jumlah laki-laki 1003 jiwa dan jumlah perem-
puan 960 jiwa (Profil Desa Totoprojo, 2014).
4.3.1 Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk Desa Totoprojo mayoritas adalah petani dan buruh
tani, disamping itu juga ada yang bermata pencaharian sebagai PNS, pedagang,
peternak dan lainnya. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian disajikan
pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian.
Mata Pencaharian Jumlah Penduduk
(Orang)
Persentase
(%)
Petani 466 61,07
Buruh tani 133 17,43
Peternak 80 10,48
Jasa/Tukang 38 4,98
Pedagang 6 0,79
PNS/TNI/POLRI 15 1,96
Lainnya 25 3,28
Jumlah 763 100,00
Sumber: Profil Desa Totoprojo, 2014.
31
4.3.2 Status Petani
Status lahan garapan penduduk Desa Totoprojo mayoritas berstatus sebagai
pemilik 51,45%, selanjutnya 21,44% pemilik sekaligus penggarap, buruh tani
14,26% dan penggarap 12,86%. Status lahan garapan penduduk Desa Totoprojo
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah penduduk berdasarkan status lahan garapan.
Status Jumlah Penduduk
(Orang)
Persentase (%)
Pemilik 480 51,45
Penggarap 120 12,86
Pemilik Penggarap 200 21,44
Buruh Tani 133 14,26
Jumlah 933 100,00 Sumber: Profil Desa Totoprojo, 2012.
4.3.3 Agama dan Etnis
Agama yang dianut masyarakat Desa Totoprojo mayoritas Islam (99,00%) dan
Kristen (1,00%) dengan etnis mayoritas suku Jawa.
4.3.4 Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk di Desa Totoprojo pada tahun 2014 adalah 1963 jiwa yang
terdiri dari 1003 pria dan 960 wanita, serta terdiri dari 692 Kepala Keluarga.
Jumlah penduduk Desa Totoprojo disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin.
Umur Pria Wanita Jumlah
0 - 20 tahun 279 226 505
21 - 40 tahun 413 342 755
41 - 60 tahun 267 292 559
> 61 tahun 44 100 144
Jumlah 1003 960 1963
Sumber: Profil Desa Totoprojo, 2014.
32
4.3.5 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Totoprojo masih sangat rendah meskipun
sebaran tingkat pendidikannya bermacam-macam, mulai dari belum sekolah
sebanyak 340 orang (26,54%) sampai dengan sarjana sebanyak 14 orang (1,09%).
4.4 Kelembagaan Kelompok Tani Makmur
4.4.1 Sejarah Kelompok Tani Makmur
Kelompok Tani Makmur berdiri sejak tahun 2003, tetapi sekarang masuk dalam
Koperasi Produksi Sentral Penyuluhan Kehutanan Pedesaan (KP-SPKP) Makmur
di Kabupaten Lampung Timur yang disahkan pada tanggal 6 November 2013
melalui akta notaris.
4.4.2 Kondisi Umum
KP-SPKP Makmur berada di Desa Totoprojo, Kecamatan Way Bungur, Lampung
Timur. Luas lahan yang dikelola oleh Kelompok Tani Makmur adalah 32,00 Ha.
Didominasi oleh jenis tanaman akasia (Accacia mangium) dengan jumlah 6.954
batang, yang telah diinventarisasi oleh pemiliknya, untuk keperluan pengajuan
Sertifikasi Legalitas Kayu (SLK). Jumlah anggota kelompok Tani Makmur
adalah 140 orang.
4.4.3 Struktur Kelembagaan KP-SPKP Makmur
Struktur kelembagaan di KP-SPKP Makmur terdiri dari.
1. Dewan Pengawas :
a. Ketua : Yayat Priatno
33
b. Anggota 1 : Wagito
c. Anggota 2 : Marlan
2. Pengurus :
a. Ketua : Abdur Rahman
b. Sekertaris : Syaiful Anwar
c. Bendahara : Yulianto
d. Manager
3. Anggota Kelompok
4.4.4 Pembinaan Anggota Kelompok
Kegiatan atau pelatihan yang pernah diikuti oleh pengurus atau anggota KP-SPKP
Makmur diantaranya :
a. Kegiatan Study Tour Petani Sukses Gunung Kidul Yogyakarta.
b. Training tentang pembibitan.
c. Kegiatan verifikasi SVLK
d. Training tentang pemeliharaan pohon.
e. Training tentang wood crafting.
f. Training tentang pemanenan pohon.
g. Training tentang pemeliharaan pohon dalam pembuatan sekat bakar.
4.4.5 Aspek Legalitas yang Dimiliki Kelompok Tani Makmur
Kelompok Tani Makmur mempunyai badan hukum atau akta pendirian koperasi
yang berbentuk KP-SPKP Makmur pada tanggal 06 November 2013 No.
17/BH/X.7/XI/2013 oleh Notaris Yohanes Wisnu Suryo Nugroho, SH.
34
4.4.6 Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat
Penjualan kayu sebagian besar dalam bentuk glondong, hanya sebagian kecil saja
yang dijual dalam bentuk olahan. Cabang dan ranting dimanfaatkan untuk
bangunan dapur, kandang dan kayu bakar. Masyarakat Desa Totoprojo sebagian
besar bermata pencaharian sebagai petani.
Secara sosial dan ekonomi, masyarakat menerapkan pola pemenuhan kebutuhan
konsumsi sehari-hari melalui menanam padi atau jagung, beternak sapi atau
kambing, kemudian baru dari hasil kayu. Penanaman pohon juga bertujuan untuk
tabungan masa depan dalam menghadapi kebutuhan mendesak dan dalam jumlah
besar.
VI. SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
1. Tingkat pengetahuan responden Kelompok Tani Makmur terhadap
SVLK sebanyak 28 orang (82,:35%) baik, sebanyak 6 orang (17,65%)
cukup, dan tidak ada yang menjawab tidak tahu.
2. Sikap Kelompok Tani Makmur terhadap implementasi SVLK sebanyak 17
orang (50,00%) baik, sebanyak 8 orang (23,53%) cukup, dan sebanyak 9
orang (26,47%) kurang.
3. Perilaku Kelompok Tani Makmur terhadap implementasi SVLK sebanyak 9
orang (26,47%) setuju, sebanyak 11 orang (32,35%) ragu-ragu, dan
sebanyak 14 orang (41,18%) tidak setuju.
6.2 Saran
1. Untuk peneliti lain perlu adanya penelitian lanjutan mengenai efektifitas
implementasi kebijakan SVLK di hutan rakyat.
2. Untuk Kelompok Tani lain perlu adanya pembinaan/pendampingan,
pembiayaan, serta peningkatan kualitas dan kuantitas bahan baku kayu, serta
bmendapatkan pemasaran kayu tingkat ekspor.
3. Untuk Dinas Kehutanan, BP2HP Provinsi Lampung dan instansi terkait,
dapat menjembatani implementasi SVLK dan sosialisasi lebih lanjut setelah
mendaptkan sertifikasi SVLK.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. 2010. Bapak Abdurrahman Menerima Penghargaan Dari Provinsi
Lampung Sebagai Juara Pertama Kelompok Tani Kehutanan 2010. Tidak
dipublikasikan.
Adhawati, S.S. 1997. Analisis Ekonomi Pemanfaatan Lahan Pertanian Dataran
Tinggi Di Desa Parigi (Hulu DAS Malina) Kabupaten Goa. Tesis.
Universitas Hasanudin. Makasar. 84p.
Amzu, E. 2007. Sikap masyarakat dan konservasi suatu analisis kedawung (Parkia
timoriana (DC) Merr.) sebagai stimulus tumbuhan obat bagi masyarakat,
kasus di Taman Nasional Meru Betiri. Jurnal Media Konservasi. 12(1): 22-
32.
Azwar, S. 1998. Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannya. Edisi 2. Buku. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta. 198p.
Assyh, N. 2014. Efektivitas Implementasi Kebijakan Sertifikasi Legalitas Kayu Di
Hutan Rakyat Studi Kasus Di Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah.
Tesis. Institµt Pertanian Bogor. Bogor. 72 p.
Bayunanda, A. 2006. Sertifikasi pengelolaan hutan berbasis masyarakat lestari di
Indonesia. Skripsi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. 161-177 p.
Boyce, C., dan Neale, P. 2006. Conducting In-Depth Interviews: A Guide For
Designing And Conducting Indepth Interviews For Evaluation Input. Buku.
Pathfinder International Watertown. Massachusetts. 16 p.
Dewi, B.S. 2014. Kisah Pejuang Kehutanan Indonesia. Buku. Aura publishing.
Bandar Lampung. 224 p.
Departemen Kehutanan. 2009. P. 38/Menhut-II/2009. C.F.R. 2009. Standar Dan
Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Dan
Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin Atau Pada Hutan Hak.
Jakarta. 11 p.
50
Departemen Kehutanan. 1999. Permenhut RI No. 41/1999 tentang Kehutanan.
Jakarta. 55 p.
Departemen Kehutanan. 2012. Permenhut RI No. 45/2012 pasal 4 ayat 4. Jakarta.
7 p.
Departemen Kehutanan. 2005. Permenhut RI No. 26/2005 tentang Pedoman
Pemanfaatan Hutan Hak. Jakarta. 8 p.
Departemen Kehutanan. 2012. Permenhut RI No. 30/2012 tentang Penata Usahaan
Hasil Hutan. Jakarta. 17 p.
Departemen Kehutanan. 2008. Permenhut RI No. 35/2008 tentang Izin Usaha
Industri Hutan Hasil Primer. Jakarta. 26 p.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Buku. Balai Pustaka. Jakarta. 2365 p.
Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. 2012. Daftar Izin Usaha Industry Primer
Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) Di Provinsi Lampung. Lampung.
Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. 2010. Data Dan Informasi Pemasaran Hasil
Hutan Kayu Provinsi Lampung Tahun 2010. Lampung.
Direktorat Pendidikan Tinggi. 2003. UU No. 20 Tahun 2003. Jakarta. 26 p.
Elmunah. 2014. Anggota Aktif Kelompok Tani Makmur. Tidak dipublikasikan.
Gulo, W. 2002. Metode Penelitian. Buku. PT. Grasindo. Jakarta. 262 p.
Hardjanto. 2000. Beberapa ciri pengusahaan hutan rakyat di Jawa dalam Suhardjito
(penyunting) hutan rakyat di Jawa perannya dalam perekonomian desa
Bogor. Buletin Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Masyarakat (P3KM). 7-11 p.
Hinrichs A, dkk. 2008. Sertifikasi Hutan Rakyat Di Indonesia. Buku. GTZ. Jakarta.
149 p.
Hurlock, E. B. 1998. Psikologi Perkembagan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan). Buku. Erlangga. Jakarta. 447 p.
Kartasapoetra, A.G. 1994. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Buku. Bumi Aksara.
Jakarta. 170 p.
51
KSPSI. 2014. Standar kebutuhan hidup layak (KHL). http://kspsi.com/analisa- dan-
data/analisa/standar-kebutuhan-hidup-layak-khl/. diakses tanggal 1 Oktober
2015.
Lembaga Ekolabel Indonesia. 2014. Menjamin Kayu Legal Dari Hutan Kita. Buku.
Lembaga Ekolabel Indonesia. Bogor. 8 p.
Lia. 2014. Anggota Kelompok Tani Makmur Pada Saat Pelaksanaan Proses
Pencapaian SVLK. Tidak dipublikasikan.
Magdalena., Setiadi, A. dan Effendi, R. 2013. Sistem verifikasi legalitas kayu vs
lacey act: peluang dan tantangan. Jumal Policy Brief. 7(1):1-8.
Mantra, I.B. 2000. Demografi Umum. Buku. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 396 p.
Mariner., Tomey, R.N.,dan Faan.1989. Guide To Nursing Management And
Leadership. Buku. Mosby Company. USA. 523 p.
Maryudi, A. 2006. Beberapa Kendala Bagi Sertiftkasi Hutan Rakyat. Skripsi.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 9 p.
Maryudi, A. 2006. Instrumen Baru Dalam Kebijakan Kehutanan (Referensi Program
Sertifikasi Hutan). Review Literatur. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
17 p.
Muhtaman.,dan Rahmat .D. 2005. Sertifikasi Di Simpang Jalan: Politik
Perdagangan, Penyelamatan Sumberdaya Alam, Dan Pemberatasan
Kemiskinan. Buku. Lembaga Ekolabel Indonesia. Bogor. 235 p.
Mutiara, 2013. Bapak Gusdur Bersama Anggota Kelompok Tani Makmur Dalam
Training Tentang Pemeliharaan Pohon Di Lampung Timur 2013. Tidak
dipublikasikan.
Nawawi, H. 1993. Metode Penelitian Sosial. Buku. Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta. 68 p.
Notoatmodjo, S. 1988. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Buku. Rineka Cipta.
Jakarta. 156 p.
P.SNI-BPPHH/2012 C.F.R. 2012. Standar Dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian
Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) Dan Verifikasi
Legalitas Kayu (VLK). Buku. Peraturan Direktorat Jenderal Bina Usaha
Kehutanan. Jakarta. 458 p.
52
Pahlawanti, R. 2014. Bergerak Maju: Praktek Terbaik Legalitas Kayu Menuju
SVLK Di Lampung. Buku. Aura publishing. Bandar lampung. 150 p.
Purnomo, H., Irawati, H,R., dan Wulandari, R.J. 2001. Kesiapan produsen mebel di
Jepara dalam menghadapi sertifikasi ekolabel (the readiness in Jepara
furniture manufactured in confront of ecolabel certification). Jurnal
Manajemen Hutan Tropika. 17(3):127-134.
Purwanti, R. 2007. Pendapatan petani dataran tinggi Sub Das Malino studi kasus
Kelurahan Gantarang Kabupaten Gowa. Jurnal Penelitian Sosial
dan Ekonomi Kehutanan. 4(3):257-269.
Purwanto, H. 1998. Pengantar Perilaku Manusia Untuk Keperawatan. Buku. EGC.
Jakarta. 167 p.
Profil Desa Totoprojo. 2014. Data Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Totoprojo,
Kecamatan Waybungur, Kabupaten Lampung Timur. Tidak dipublikasikan.
Rahayu, S.K. 2010. Perpajakan Indonesia : Konsep & Aspek Formal. Buku. Graha
Ilmu. Bandung. 353 p.
Rakhmat, J. 2001. Metode Penelitian Komunikasi. Buku. PT. Remaja Rosda Karya.
Bandung. 239 p.
Riduwan. 2011. Dasar-Dasar Statistika. Buku. Alfabeta. Bandung. 273 p.
Rogers E.M. dan Shoemaker, F.F.. 1971. Communication Of Innovation. Buku. The
Free Press. New York. 476 p.
Rojat, A. 2001. Respon Remaja Terhadap Sinetron Televisi. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 109 p.
Saifuddin, A. 2011. Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannya Edisi 2. Buku.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 198 p.
Sajogyo. dan Pudjiwati. 2002. Sosiologi Pedesaan. Buku. Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta. 205 p.
Satriani., Golar., dan Ihsan, M. 2013. Persepsi dan sikap masyarakat terhadap
penerapan program pemberdayaan di sekitar sub daerah aliran sungai Miu
(kasus program SCBFWM Di Desa Simoro Kecamatan Gumbasa
Kabupaten Sigi). Jurnal Warta rimba, 1(1):1-9.
53
Setiawan, T. 2013. Peta Hutan Rakyat Desa Totoprojo Kecamatan Way Bungur
Kabupaten Lampung Timur. Tidak dipublikasikan.
Strauss, dan Corbin. 1998. Basics Of Qualitative Research : Techniques And
Procedures For Developing Grounded Theory Grounded Theory. Buku.
Sage Publications. Indiana Polis. 312 p.
Suhardono. 2003. Pengelolaan hutan rakyat Di Wonosobo. Jurnal Hutan Rakyat.
5(1 ): 1-8.
Sugiyono. 2010. Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dan R & D. Buku.
Alfabeta. Bandung. 334 p.
Supomo, D. dan Mahardika, Y. 2014. Panduan Menuju Sertifikasi Legalitas Kayu.
Buku. Jakarta. 64 p.
Thomas, L.S. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Seri Manajemen
No. 134 . Buku. PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. 269 p.
Triani, A. 2009. Analisis Willingness To Accept Masyarakat Terhadap
Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Cidanau. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 142 p.
Wawan, A. dan Dewi, M. 2010. Teori Dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap Dan
Perilaku Manusia. Buku. Nuha Medika. Yogyakarta. 132 p.