Download - Referat Spirometri
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pesatnya perkembangan industri beserta produknya memiliki dampak
positif terhadap kehidupan manusia berupa makin luasnya lapangan kerja,
kemudahan dalam komunikasi dan transportasi dan akhirnya juga berdampak
pada peningkatan sosial ekonomi masyarakat. Disisi lain dampak negatif yang
terjadi adalah timbulnya penyakit akibat pajanan bahan-bahan selama proses
industri atau dari hasil produksi itu sendiri. Hal tersebut menghawatirkan karena
mengancam kesehatan dan lingkungan, diantaranya pencemaran udara ataupun
proses pengolahan bahan baku tertentu yang berpotensi bahaya seperti debu batu
bara, semen, kapas, asbes, zat-zat kimia, gas-gas beracun, dan lainnya.
Tergantung jenis paparan yg terhisap, berbagai penyakit paru dapat timbul
pada seseorang/pekerja. Penyakit tersebut terjadi akibat rusaknya jaringan paru-
paru yang dapat berpengaruh terhadap produktivitas dan kualitas kerja
(Baharudin, 2010).
Menurut data ILO pada tahun 1999, penyakit saluran pernapasan
menempati urutan ketiga sebagai penyebab kematian yang berhubungan dengan
pekerjaan. Tujuh persen dari semua kematian di seluruh dunia setiap tahun
disebabkan oleh penyakit paru dan pernafasan yang sesungguhnya dapat dicegah.
Jutaan orang sedang menjalani usia tua yang menyakitkan karena penyakit paru
dan pernafasan yang seharusnya dapat diobati jika saja sudah terdeteksi secara
dini melalui pemeriksaan yang tepat yaitu spirometri (Baharudin, 2010)
Spirometri adalah tes fisiologis yang mengukur bagaimana seseoranng
mengembuskan napas atau menghirup udara sebagai fungsi waktu. Sinyal utama
diukur dalam spirometri mungkin volume atau aliran. Spirometri sangat berharga
sebagai tes skrining umum pernafasan kesehatan dengan cara yang sama dengan
tekanan darah yang memberikan informasi penting tentang kardiovaskular
kesehatan (Guyton, 2007).
B. TUJUAN
1. Untuk mendemostrasikan dan menganalisa kapasitas pernafasan manusia
2. Untuk mengukur efektivitas dan kecepatan paru dalam mengisi dan
mengosongkan udara
3. Untuk mengetahui fungsi atau faal paru
4. Untuk mengetahui adanya gangguan di paru dan saluran pernapasan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI SISTEM PERNAPASAN
Sistem pernapasan merupakan saluran penghantar udara yang terdiri dari
beberapa organ dasar seperti hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan paru-
paru. Organ-organ ini bekerja sama dalam menerima udara bersih, pergantian
udara dari darah, dan mengeluarkan udara yang telah dimodifikasi (Seeley, 2004).
Sistem pernapasan dapat dibagi menjadi 2 bagian tergantung fungsinya,
yaitu konduksi, sebagai bagian yang berfungsi dalam proses penghantaran dan
bagian respiratorik yang terdiri atas alveoli dan regio distal lainnya yang
berfungsi dalam pertukaran gas. Organ-organ respirasi dapat dibagi lagi menurut
letaknya, yaitu upper respiratory tract yang terdiri dari daerah dari hidung hingga
laring dan lower respiratory tract yang terdiri dari trakea, bronkus, bronkiolus,
dan paru-paru (Seeley, 2004).
Gambar 1. Sistem Pernapasan
Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran
mukosa bersilia. Ketika udara masuk melalui rongga hidung, maka udara disaring,
dihangatkan, dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari
mukosa respirasi yang terdiri dari sel epitel bertingkat, bersilia, dan bersel goblet.
Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblet dan
kelenjar mukosa. Partikel debu yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang
terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam
lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke bagian posterior di
dalam rongga hidung dan ke bagian superior di dalam sistem pernapasan bagian
bawah menuju ke faring. Dari sini partikel halus akan tertelan atau dibatukkan
keluar. Lapisan mukus memberikan air untuk kelembaban, dan banyaknya
jaringan pembuluh darah di bawahnya akan menyuplai panas ke udara inspirasi.
Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sehingga ketika mencapai faring hampir
bebas debu, bersuhu mendekati temperatur tubuh, dan kelembabannya mencapai
100% (Price, 2006).
Udara akan mengalir dari faring menuju laring. Laring terdiri dari
rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung
pita suara. Laring juga mempunyai fungsi batuk untuk membantu menghalau
benda-benda asing dan sekret keluar dari saluran pernapasan bagian bawah. Di
antara pita suara terdapat ruang berbentuk segitiga (glotis) yang bermuara ke
dalam trakea, dan merupakan pemisah antara saluran napas bagian atas dan
bawah. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu
kuda. Struktur trakea dan bronkus dianalogikan sebagai pohon trakeobronkial.
Tempat trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan disebut karina.
Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme serta batuk
yang berat jika dirangsang (Price, 2006).
Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus utama kanan lebih
pendek dan lebar serta merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir
vertikal. Sebaliknya, bronkus utama kiri lebih panjang dan sempit serta
merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam. Oleh sebab itu,
benda asing yang terhirup lebih sering tersangkut pada percabangan bronkus
kanan karena arahnya yang vertikal. Cabang utama bronkus kanan dan kiri akan
membentuk bronkus lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini
berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya lebih kecil sampai akhirnya
membentuk bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak
mengandung alveolus. Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang
merupakan unit fungsional paru sebagai temapat pertukaran udara. Asinus terdiri
dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan sakus alveolaris terminalis
yang merupakan struktur akhir paru. Alveolus merupakan bagian dari struktur
paru-paru yang sangat fungsional. Alveolus merupakan kantong bundar
berdiameter 0.2-0.5 mm (Price, 2006).
Paru-paru merupakan organ yang luas, berbentuk konkaf pada bagian
basalnya pada diafragma, serta berbentuk tumpul pada bagian apeksnya. Paru-
paru merupakan muara dari bronkus, pembuluh darah, pembuluh limfe, dan
nervus. Paru-paru kiri berukuran lebih kecil daripada yang kanan akibat
kemiringan jantung ke sisi kiri. Paru-paru kiri memiliki dua lobus, yaitu lobus
superior dan lobus inferior. Kedua lobus ini dipisahkan oleh fisura obliqua.
Sedangkan paru-paru kanan memiliki tiga lobus, yaitu lobus superior, lobus
medius, dan lobus inferior. Ketiga lobus tersebut dipisahkan oleh fisura obliqua
dan fisura horizontalis (Price, 2006).
Pleura merupakan suatu lapisan membran serosa yang menutupi paru-
paru. Pleura ada dua macam, yaitu pleura viseralis yang menjulur ke dalam fisura,
serta pleura parietalis yang melekat di mediastinum dan permukaan superior dari
diafragma. Di antara pleura parietalis dan pleura viseralis terdapat suatu ruangan
yang disebut pleural cavity, yang diisi oleh cairan pelumas dengan beberapa
fungsi, contohnya sebagai lubrikan. Cairan pleural bersifat licin sehingga dapat
mengurangi gesekan pada saat paru-paru mengembang. Selain itu, cairan pleural
juga akan menciptakan suatu gradien tekanan di dalam paru-paru (Seeley, 2004).
B. FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN
Sistem pernapasan mempunyai fungsi utama untuk menyediakan oksigen
(O2) dan mengeluarkan karbondioksida (CO2) dari tubuh. Fungsi ini merupakan
fungsi yang vital bagi kehidupan. Oksigen dibutuhkan dalam metabolisme sel
untuk menghasilkan energi bagi tubuh yang dipasok terus-menerus, sedangkan
karbondioksida merupakan bahan toksik yang harus segera dikeluarkan dari
tubuh. Bila CO2 menumpuk di dalam darah akan menyebabkan penurunan pH
sehingga dapat menimbulkan keadaan asidosis yang mengganggu fungsi tubuh
dan bahkan dapat menyebabkan kematian (Seeley, 2004).
Proses pernapasan berlangsung melalui beberapa tahapan, yaitu :
1. Ventilasi paru, yang berarti pertukaran udara antara atmosfer dan alveolus
paru
2. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan darah
3. Pengangkutan oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan tubuh ke
dan dari sel jaringan tubuh (Guyton, 2007).
Udara bergerak masuk dan keluar paru karena adanya selisih tekanan yang
terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Diantaranya
itu perubahan tekanan intrapulmonar, tekanan intrapleural, dan perubahan volume
paru (Guyton, 2007). Keluar masuknya udara pernapasan terjadi melalui 2 proses
mekanik, yaitu :
1. Inspirasi : proses aktif dengan kontraksi otot-otot inspirasi untuk menaikkan
volume intratoraks, paru-paru ditarik dengan posisi yang lebih mengembang,
tekanan dalam saluran pernapasan menjadi negatif dan udara mengalir ke
dalam paru-paru.
2. Ekspirasi : proses pasif dimana elastisitas paru (elastic recoil) menarik dada
kembali ke posisi ekspirasi, tekanan recoil paru-paru dan dinding dada
seimbang, tekanan dalam saluran pernapasan menjadi sedikit positif sehingga
udara mengalir keluar dari paru-paru, dalam hal ini otot-otot pernapasan
berperan (Yulaekah, 2007).
Parameter Fungsi Paru
a. Volume Paru
Ada empat jenis volume paru, yaitu :
1) Volume tidal, yaitu jumlah udara yang dihirup atau dihembuskan
dalam satu siklus pernapasan normal. Besarnya kira-kira 500 ml
pada rata-rata orang dewasa.
2) Volume cadangan inspirasi, yaitu jumlah maksimal udara yang
masih dapat dihirup setelah akhir inspirasi kuat. Biasanya mencapai
3.000 ml.
3) Volume cadangan ekspirasi, yaitu jumlah maksimal udara yang
masih dapat dihembuskan sesudah akhir ekspirasi kuat. Jumlahnya
sekitar 1.100 ml.
4) Volume residu, yaitu jumlah udara yang masih ada di dalam paru
sesudah melakukan ekspirasi maksimal atau ekspirasi yang paling
kuat. Volume tersebut ± 1.200 ml (Guyton, 2007).
b. Kapasitas Paru
Peristiwa dalam sikus paru mencakup dua atau lebih nilai volume
paru. Kombinasi ini disebut kapasitas paru, yang dijelaskan sebagai
berikut :
1) Kapasitas inspirasi sama dengan volume tidal ditambah volume
cadangan inspirasi. Ini adalah jumlah udara (kira-kira 3.500 ml)
yang dapat dihirup oleh seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi
normal dan pengembangan paru sampai jumlah maksimal.
2) Kapasitas residu fungsional sama dengan volume cadangan ekspirasi
ditambah volume residu. Ini adalah jumlah udara yang tersisa dalam
paru pada akhir ekspirasi normal (kira-kira 2.300 ml).
3) Kapasitas vital sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah
volume tidal dan volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah
udara maksimum yang dapat dikeluarkan oleh seseorang dari paru,
setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan
kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya (kira-kira 4.600 ml).
4) Kapasitas paru total adalah volume maksimum yang dapat
mengembangkan paru sebesar mungkin dengan inspirasi sekuat
mungkin (kira-kira 5.800 ml). Jumlah ini sama dengan kapasitas
vital ditambah volume residu (Guyton, 2007).
Gambar 2. Volume dan Kapasitas Paru
Semua volume dan kapasitas paru pada wanita 25% lebih kecil
dibandingkan dengan pria. Kapasitas vital rata-rata pria dewasa kira-kira
4,8 liter sedangkan wanita dewasa 3,1 liter. Pengukuran kapasitas vital
paru seringkali digunakan secara klinis sebagai indeks fungsi paru. Nilai
tersebut memberikan informasi mengenai kekuatan otot-otot pernapasan
serta beberapa aspek fungsi pernapasan lainnya (Yulaekah, 2007).
Pengukuran Faal Paru
Pemeriksaan faal paru sangat dianjurkan bagi tenaga kerja, yaitu
menggunakan spirometer, karena pertimbangan biaya yang murah, ringan,
praktis dibawa kemana-mana, akurasinya tinggi, cukup sensitif, tidak invasif
dan dapat memberi sejumlah informasi yang handal. Dari berbagai
pemeriksaan faal paru, yang sering dilakukan adalah :
1. Kapasitas Vital (VC) adalah volume udara maksimal yang dapat
dihembuskan setelah inspirasi maksimal. Ada dua macam kapasitas vital
paru berdasarkan cara pengukurannya, yaitu vital capacity (VC) dengan
subjek tidak perlu melakukan aktivitas pernapasan dengan kekuatan penuh
dan forced vital capacity (FVC), subjek melakukan aktivitas pernapasan
dengan kekuatan maksimal. Pada orang normal tidak ada perbedaan antara
FVC dan VC, sedangkan pada kelainan obstruksi terdapat perbedaan
antara VC dan FVC. VC merupakan refleksi dari kemampuan elastisitas
jaringan paru atau kekakuan pergerakan dinding toraks. VC yang menurun
menunjukkan kekakuan jaringan paru atau dinding toraks, sehingga dapat
dikatakan pemenuhan (compliance) paru atau dinding toraks mempunyai
korelasi dengan penurunan VC. Pada kelainan obstruksi ringan, VC hanya
mengalami penurunan sedikit atau mungkin normal.
2. Forced Expiratory Volume in 1 Second (FEV1) merupakan besarnya
volume udara yang dikeluarkan dalam satu detik pertama. Lama ekspirasi
pertama pada orang normal berkisar antara 4-5 detik dan pada detik
pertama orang normal dapat mengeluarkan udara pernapasan sebesar 80%
dari nilai VC. Fase detik pertama ini dikatakan lebih penting dari fase-fase
selanjutnya. Adanya obstruksi pernapasan didasarkan atas besarnya
volume pada detik pertama tersebut. Interpretasi tidak didasarkan pada
nilai absolutnya tetapi pada perbandingan nilai FEV1 dengan FVC. Bila
FEV1/FVC kurang dari 75 % berarti abnormal. Pada penyakit obstruktif
seperti bronkitis kronik atau emfisema terjadi pengurangan FEV1 yang
lebih besar dibandingkan kapasitas vital (kapasitas vital mungkin normal)
sehingga rasio FEV1/FVC kurang dari 75%.
NORMAL KVP dan KV > 80% nilai prediksi VEP 1 > 80 nilai prediksi VEP 1 / KVP > 75% nilai prediksi VEP 1 > 80% nilai prediksi VEP 1 / KVP > 75% nilai prediksi
OBSTRUKSI VEP 1 < 80 nilai prediksi VEP 1 / KVP < 75% nilai prediksi Obstruksi ringan 75% > VEP 1 / KVP > 60% Obstruksi sedang 60% > VEP 1 / KVP > 30% Obstruksi berat VEP 1 / KVP < 30%
RESTRIKSI KV < 80 nilai prediksi KVP < 80% nilai prediksi Restriksi ringan 80% > KV > 60% Restriksi sedang 60% > KV > 30% Restriksi berat KV < 60%
Gambar 3. Klasifikasi Penilaian Fungsi Paru
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Fungsi Paru
1. Jenis kelamin. Kapasitas vital rata-rata pria dewasa muda lebih kurang 4,6
liter dan perempuan muda kurang lebih 3,1 liter. Volume paru pria dan
wanita berbeda dimana kapasitas paru total pria 6,0 liter dan wanita 4,2
liter.
2. Posisi tubuh. Nilai kapasitas fungsi paru lebih rendah pada posisi tidur
dibandingkan posisi berdiri. Pada posisi tegak, ventilasi persatuan volume
paru di bagian basis paru lebih besar dibandingkan dengan bagian apeks.
Hal ini terjadi karena pada awal inspirasi, tekanan intrapleura di bagian
basis paru kurang negatif dibandingkan bagian apeks, sehingga perbedaan
tekanan intrapulmonal-intrapleura di bagian basis lebih kecil dan jaringan
paru kurang teregang. Keadaan tersebut menyebabkan persentase volume
paru maksimal posisi berdiri lebih besar nilainya.
3. Kekuatan otot-otot pernapasan. Pengukuran kapasitas fungsi paru
bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kekuatan otot-otot
pernapasan. Apabila nilai kapasitas normal tetapi nilai FEV1 menurun,
maka dapat mengakibatkan rasa nyeri, contohnya pada penderita asma.
4. Ukuran dan bentuk anatomi tubuh. Obesitas meningkatkan resiko
penurunan kapasitas residu ekspirasi dan volume cadangan ekspirasi
dengan semakin beratnya tubuh. Pada pasien obesitas, volume cadangan
ekspirasi lebih kecil daripada kapasitas vital sehingga dapat
mengakibatkan sumbatan saluran napas.
5. Proses penuaan atau bertambahnya umur. Umur meningkatkan resiko
mortalitas dan morbiditas. Selain itu juga dapat terjadi penurunan volume
paru statis, arus puncak ekspirasi maksimal, daya regang paru, dan
tekanan O2 paru. Aktivitas refleks saluran napas berkurang pada orang
yang lanjut usia, akibatnya kemampuan daya pembersih saluran napas
juga berkurang. Insiden tertinggi gangguan pernapasan biasanya pada usia
dewasa muda. Pada wanita frekuensi mencapai maksimal pada usia 40-50
tahun, sedangkan pada pria frekuensi terus meningkat sampai sekurang-
kurangnya mencapai usia 60 tahun.
6. Daya pengembangan paru (compliance). Peningkatan volume dalam paru
menghasilkan tekanan positif, sedangkan penurunan volume dalam paru
menimbulkan tekanan negatif. Perbandingan antara perubahan volume
paru dengan satuan perubahan tekanan saluran udara menggambarkan
compliance jaringan paru dan dinding dada. Compliance paru sedikit lebih
besar apabila diukur selama pengempisan paru dibandingkan diukur
selama pengembangan paru.
7. Masa kerja dan riwayat pekerjaan. Semakin lama tenaga kerja bekerja
pada lingkungan yang menyebabkan gangguan kesehatan, maka
penurunan fungsi paru pada orang tersebut akan bertambah dari waktu ke
waktu.
8. Riwayat penyakit paru. Banyak para pekerja yang terkena gangguan
pernapasan bukan karena keturunan, melainkan akibat tertular oleh kuman
atau basilnya. Biasanya kuman tersebut berasal dari lingkungan rumah,
pasar, terminal, stasiun, lingkungan kerja, ataupun tempat-tempat umum
lainnya.
9. Olahraga rutin. Kebiasaan olah raga akan meningkatkan denyut jantung,
fungsi paru, dan metabolisme saat istirahat.
10. Kebiasaan merokok. Tembakau merupakan penyebab penyakit gangguan
fungsi paru-paru yang bersifat kronis dan obstruktif, yang pada akhirnya
dapat menurunkan daya tahan tubuh (Yulaekah, 2007).
C. GANGGUAN FUNGSI PARU
Pada individu normal terjadi perubahan (nilai) fungsi paru secara
fisiologis sesuai dengan perkembangan umur dan pertumbuhan parunya (lung
growth). Mulai dari fase anak sampai kira- kira umur 22-24 tahun terjadi
pertumbuhan paru sehingga pada waktu itu nilai fungsi paru semakin besar
bersamaan dengan pertambahan umur. Beberapa waktu nilai fungsi paru menetap
(stasioner) kemudian menurun secara gradual, biasanya pada usia 30 tahun mulai
mengalami penurunan, selanjutnya nilai fungsi paru mengalami penurunan rata-
rata sekitar 20 ml tiap pertambahan satu tahun usia seseorang (Yulaekah, 2007).
Gangguan fungsi ventilasi paru menyebabkan jumlah udara yang masuk
ke dalam paru-paru akan berkurang dari normal. Gangguan fungsi ventilasi paru
yang utama adalah :
1. Restriksi, yaitu penyempitan saluran paru-paru yang diakibatkan oleh bahan
yang bersifat alergen seperti debu, spora jamur, dan sebagainya, yang
mengganggu saluran pernapasan.
2. Obstruksi, yaitu penurunan kapasitas fungsi paru yang diakibatkan oleh
penimbunan debu-debu sehingga menyebabkan penurunan kapasitas fungsi
paru.
3. Kombinasi obstruksi dan restriksi (mixed), yaitu terjadi juga karena proses
patologi yang mengurangi volume paru, kapasitas vital dan aliran udara,
yang juga melibatkan saluran napas. Rendahnya FEVl/FVC (%) merupakan
suatu indikasi obstruktif saluran napas dan kecilnya volume paru merupakan
suatu restriktif (Yulaekah, 2007).
D. SPIROMETRI
Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur
sebagian terbesar volume dan kapasitas paru-paru. Spirometri merekam secara
grafis atau digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa. Volume
Ekspirasi Paksa (VEP) atau Forced Expiratory Volume (FEV) adalah volume dari
udara yang dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum dengan usaha
paksa minimum, diukur pada jangka waktu tertentu. Biasanya diukur dalam 1
detik (VEP1). Kapasitas Vital paksa atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah
volume total dari udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi
maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum. Pemeriksaan dengan
spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih
mendalam. Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu
gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan
pengembangan paru). Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru
obstruktif bila nilai VEP1/KVP kurang dari 70% dan menderita gangguan fungsi
paru restriktif bila nilai kapasitas vital kurang dari 80% dibanding dengan nilai
standar (Alsagaff, dkk, 2005).
Prosedur yang paling umum digunakan adalah subyek menarik nafas
secara maksimal dan menghembuskannya secepat dan selengkap mungkin dan
Nilai KVP dibandingkan terhadap nilai normal dan nilai prediksi berdasarkan
usia, tinggi badan dan jenis kelamin. Spirometer menggunakan prinsip salah satu
hukum dalam fisika yaitu hukum Archimedes. Hal ini tercermin pada saat
spirometer ditiup, ketika itu tabung yang berisi udara akan naik turun karena
adanya gaya dorong ke atas akibat adanya tekanan dari udara yang masuk ke
spirometer. Spirometer juga menggunakan hukum newton yang diterapkan dalam
sebuah katrol. Bandul ini kemudian dihubungkan lagi dengan alat pencatat yang
bergerak diatas silinder berputar. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting
untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih mendalam. Melalui spirometri
ini, bisa diketahui gangguan obstruksi ,sumbatan dan restriksi atau pengembangan
paru. (Blondshine,2000 ).
Gambar 4. Spirometri
1. Indikasi Pemeriksaan Spirometri
Ada beberapa indikasi-indikasi pemeriksaan spirometri
seperti :
Diagnostik
Untuk mengevaluasi gejala dan tanda
Untuk mengukur efek penyakit pada fungsi paru
Untuk menilai resiko pra-operasi
Untuk menilai prognosis
Untuk menilai status kesehatan sebelum memulai aktivitas
fisik berat program
Monitoring
Untuk menilai intervensi terapeutik
Untuk menggambarkan perjalanan penyakit yang
mempengaruhi fungsi paru-paru
Untuk memantau efek samping obat dengan toksisitas paru
diketahui
Untuk memantau orang terkena agen merugikan
Penurunan Nilai Evaluasi
Untuk menilai pasien sebagai bagian dari program rehabilitasi
Untuk menilai resiko sebagai bagian dari evaluasi asuransi
2. Kontraindikasi Spirometri
Pneumotoraks : Pengumpulan udara atau gas dalam
rongga pleura yang berada antara paru dan thoraks.
Hemoptisis : Darah yang keluar dari system
pernafasan atau paru-paru.
Infark miokard : nekrosis miokard akibat aliran darah ke
otot jantung yang terganggu.
Status kardiovaskuler tidak stabil
Emboli Paru : kondisi medis yang ditandai dengan
pernafasan pendek yang mendadak.
3. Prosedur Pemeriksaan Spirometri
Ada beberapa hal yang perlu disiapkan dan diperhatikan saat
pemeriksaan spirometri :
Siapkan alat spirometri dan kalibrasi harus dilakukan
sebelum pemeriksaan
Pasien harus dalam keadaan sehat, tidak dalam keadaan
flu atau infeksi saluran nafas bagian atas dan hati-hati
pada penderita asma karena dapat memicu serangan
asma.
Masukkan data yang diperlukan yaitu umur, jenis
kelamin, tinggi badan, berat badan dan ras untuk
mengetahui nilai prediksi.
Beri petunjuk dan demonstrasikan maneuver pada
tenaga kerja, yaitu pernafasan melalui mulut, tanpa ada
udara lewat hidung dan celah bibir yang mengatup
mouth tube.
Tenaga kerja dalam posisi duduk atau berdiri, lakukan
pernafasan biasa, tiga kali berturut-turut, kemudian
langsung menghisap sekuat dan sebanyak mungkin
udara kedalam paru-paru, dan kemudian dengan cepat
dan sekuat-kuatnya dihembuskan udara mouth tube.
Manuver dilakukan tiga kali untuk mengetahui FVC
dan FEV1.
Hasil dapat dilihat pada print out.
4. Interpretasi Pemeriksaan Spirometri
Interpretasi hasil spirometri bias langsung dibaca pada print out
setelah hasil yang didapat dibandingkan dengan nilai prediksi sesuai
dengan tinggi badan, umur, berat badan, jenis kelamin, dan ras yang
datanya terlebih dahulu dimasukkan kedalm spirometri sebelum
pemeriksaan dimulai.
RESTRIKTIF
FCV/nilai prediksi (%)
PENGGOLONGAN OBSTRUKTIF
FEV1/FVC (%)
≥80 NORMAL ≥75
60-79 RINGAN 60-74
30-59 SEDANG 30-59
<30 BERAT <30
Sumber : Pusat Hiperkes dan KK, Depnaketrans (2005)
a) Jenis Gangguan Paru Obstruktif
Tidak dapat menghembuskan udara (Unable to get air out).
FEV1/FVC <75%. Semakin parah obstruksinya jika :
FEV1 : 60-75% = mid
FEV1 : 40-29% = moderate
FEV1 : <70% = severe
Jalan nafas yang menyempit akan mengurangi volume udara
yang dapat dihembuskan pada satu detik pertama ekspirasi. Amati
bahwa FVC hanya dapat dicapai setelah ekshalasi yang panjang.
Ratio FEV1/FVC berkurang secara nyata. Ekspirasi diperlama
dengan peningkatkan kurva, dan plateau tidak tercapai sampai waktu
15 detik.
b) Jenis Gangguan Paru Restriktif
Tidak dapat menarik nafas (Unable to get air in).
FVC rendah ; FEV1/FVC normal atau meningkat.
TLC berkurang sebagai Gold Standar.
FEV1 atau FVC menurun, karena jalan nafas tetap terbuka,
ekspirasi bias cepat dan selesai dalam waktu 2-3 detik. Rasio
FEV1/FVc tetap normal atau malah meningkat, tetapi
volume udara yang terhirup dan terhembus lebih kecil
dibandingkan normal.
c) Gangguan Fungsi Paru Gabungan (Mixed)
Ekspirasi diperlama dengan peningkatan kurva perlahan
mencapai plateau. Kapasitas vital berkurang signifikan dibandingkan
gangguan obstruktif. Pola campuran ini, jika tidak terlalu parah, sulit
dibedakan dengan pola obstruktif.
5. Kapasitas Vital
Nilai kapasitas ini mencakup dua atau lebih nilai isi paru pada :
Kapasitas Paru Total (KPT)
Kapasitas Vital (KV)
Kapasitas Inspirasi (KI)
Kapasitas Residu Fungsional (KRF)
Nilai untuk tiap isi paru dan kapasitas diatas dapat diperoleh
dengan spirometri biasa kecuali isi residu dan kapasitas yang
mengandung isi residu. Untuk menghitung isi residu ini diperlukan
teknik tertentu.
6. Beberapa Masalah yang berkaitan dengan pemeriksaan spirometri :
a. Submaksimal usaha
b. Kebocoran antara bibir dan mulut
c. Tidak lengkap inspirasi atau ekspirasi (sebelum atau selama
manuver paksa)
d. Ragu-ragu pada awal pemeriksaan
e. Batuk (terutama dalam hitungan detik pertama ekspirasi)
f. Penutupan Glotis
g. Obstruksi corong dengan lidah
h. Fokalisasi selama manuver dipaksa
i. Buruknya postur tubuh.
Sekali lagi, demonstrasi prosedur akan mencegah banyak
masalah yang berkaitan dengan pemeriksaan spirometri dan,
mengingat bahwa semua upaya pengukuran tergantung akan variabel
pada pasien yang tidak kooperatif atau mencoba untuk menghasilkan
nilai-nilai rendah. Penutupan glotis harus dicurigai jika aliran berhenti
tiba-tiba selama tes bukan menjadi halus terus menerus kurva.
Rekaman dengan batuk, terutama jika ini terjadi dalam hitungan detik
pertama, atau ragu-ragu di awal harus ditolak. Fokalisasi selama
pengujian akan mengurangi arus dan tidak bisa melakukan manuver
dengan leher diperpanjang sering membantu. Upaya yang kuat
diperlukan untuk spirometri sering difasilitasi dengan menunjukkan
tes sendiri. Instrumen Terkait Masalah Ini sangat tergantung pada jenis
spirometer yang digunakan. Pada volume perpindahan spirometer
mencari kebocoran pada koneksi selang; pada aliran-sensing
spirometer mencari robekan dan air mata dalam tabung konektor
flowhead, di spirometer elektronik sangat berhati-hati tentang
kalibrasi, akurasi dan linearitas. Standar menyarankan memeriksa
kalibrasi setidaknya setiap hari dan diri tes sederhana spirometer
merupakan pemeriksaan, tambahan sehari-hari berguna bahwa
instrumen berfungsi dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Baharudin, Syamsurrijal. 2010. Analisis Hasil Spirometri Karyawan Pt. X
yang Terpajan Debu di Area Penambangan dan Pemrosesan Nikel,
http://mru.fk.ui.ac.id, diakses tanggal 1 April 2012.
2. Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Penerbit
EGC . Jakarta.
3. Price & Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. Volume 2. EGC : Jakarta.
4. Scanlon VC, Sanders T. Essential of Anatomy and Physiology. 5th ed.
Philadelphia ; F. A. Davis ; 2007
5. Seeley, et al. 2004. Anatomy & Physiology : Sixht Edition. The McGraw-Hill
Companies
6. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Kedokteran : Dari Sel ke Sistem, 2nd ed.
EGC : Jakarta.
7. Yulaekah, Siti. 2007. Paparan Debu & Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja
Industri Batu Kapur. Available from
http://eprints.undip.ac.id/18220/1/SITI_YULAEKAH.pdf, di akses tanggal 6
April 2012.