Download - Referat Abd
REFERAT
ALAT BANTU DENGAR
PEMBIMBING:
Dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KLDr. M. Bima Mandraguna, Sp. THT-KL
Penyusun:
Dea Haykalsani Harahap (030.11.065)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTIRUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA & LEHER
PERIODE 25 MEI- 27 JUNI 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat, rahmat, dan petunjuk-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat berjudul “Alat Bantu Dengar”.
Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepanitraan klinik di bagian THT-KL Rumah Sakit Umum Daerah Karawang. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. H. Yuswandi Affandi, Sp.THT-KL selaku dokter pembimbing dan rekan-rekan kepanitraan klinik yang ikut membantu memberi dorongan semangat serta moril. Tidak lupa penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. M. Bima Mandraguna, Sp. THT-KL yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat kekurangan serta kesalahan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang ilmu THT-KL khususnya dan bidang kedokteran pada umumnya.
Karawang, 21 Juni 2015
Penulis
i
DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 2
2.1. Anatomi dan fisiologi telinga ................................................ 2
2.2 Fisiologi pendengaran ............................................................ 6
2.3 Gangguan pendengaran.......................................................... 7
2.4 Alat bantu dengar ................................................................... 8
2.5 Klasifikasi alat bantu dengar .................................................. 10
2.6 Pemakaian alat bantu dengar ................................................. 13
BAB III KESIMPULAN ............................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Komponen panca indra pada manusia sangat penting dalam kelangsungan hidup
manusia itu sendiri, termasuk telinga dengan fungsi pendengaran dan keseimbangan.
Pendengaran yang baik merupakan salah satu kebutuhan hidup yang sangat penting bagi kita.
Jika kita mengalami gangguan pendengaran maka hal itu akan sangat berdampak buruk
dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas hidup adalah hal penting yang sangat dikompromikan
bagi orang yang mengalami gangguan pendengaran dan keluarganya. Gangguan pendengaran
dapat dikatakan memiliki kategori berat, dimana suara yang cukup keras tidak dapat
terdengar atau yang biasanya terjadi orang tersebut sangat sulit mengerti kata-kata yang
diucapkan. Dalam kasus-kasus tersebut beberapa jenis suara atau percakapan sulit untuk
didengar, terutama di lingkungan suara yang bising.
Saat ini sudah tersedia teknik penanganan gangguan pendengaran yang baru dan lebih
baik. Penanganan gangguan pendengaran yang efektif telah terbukti menghasilkan efek
positif terhadap kualitas hidup. Setelah diketahui seorang anak menderita ketulian upaya
habilitasi pendengaran harus dilaksanakan sedini mungkin. American Joint Commitee on
Infant Hearing (2000) merekomendasikan upaya habilitasi sudah harus dimulai sebelum usia
6 bulan. Penelitian-penelitian telah membuktikan bahwa bila habilitasi yang optimal sudah
dimulai sebelum usia 6 bulan maka pada usia 3 tahun perkembangan wicara anak yang
mengalami ketulian dapat mendekati kemampuan wicara anak normal.
Pemasangan alat bantu dengar (ABD) merupakan upaya pertama dalam habilitasi
pendengaran yang akan dikombinasikan dengan terapi wicara atau terapi audio verbal.
Sebelum proses belajar harus dilakukan penilaian tingkat kecerdasan oleh Psikolog untuk
melihat kemampuan belajar anak. Anak usia 2 tahun dapat memulai pendidikan khusus di
Taman Latihan dan Observasi (TLO), dan melanjutkan pendidikannya di SLB-B atau SLB-C
bila disertai dengan retardasi mental. Proses habilitasi pasien tunarungu membutuhkan
kerjasama dari beberapa disiplin, antara lain dokter spesialis THT, audiologist, ahli madya
audiologi, ahli terapi wicara, psikolog anak, guru khusus untuk tuna rungu dan keluarga
penderita.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA
TELINGA LUAR
Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus,
dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana
timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata.
Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali
lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu pengumpulan
gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus.
Gambar 1. Potongan frontal telinga Gambar 2. Pembagian telinga
Tepat di depan meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput
mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus
ketika membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5
sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit
terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius
eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus,
glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen.
2
Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar
tetinga. Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi
kulit.
TELINGA TENGAH
Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral
dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana
timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga,
Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan
translulen.Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli
(tulang telinga tengah) dihubungan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan
beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal.
Gambar 3. Membran Timpani
Gambar 4. Tulang-tulang Pendengaran, Kanal semisirkularis, dan Potongan Koklea
Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes.
Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu
hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang
3
memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela
oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara.
Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang
agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah
mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga
tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.
Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm, menghubngkan
telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka akibat
kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap atau menelan.
Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga
tengah dengan tekanan atmosfer.
TELINGA DALAM
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk
pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII
(nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari
komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirint.
Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral erletak membentuk sudut 90 derajat satu
sama lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ ahir
reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan arah dan gerakan seseorang.
Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua
setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ
Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak sem-purna mengisinya,Labirin membranosa
terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan
serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis.
Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis,
duktus koklearis, dan organan Corti. Labirin membranosa memegang cairan yang
dina¬makan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan
endolimfe dalam telinga dalam; banyak kelainan telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini
terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan dalam cairan telinga dalam di dalam
kanalis dan merang-sang sel-sel rambut labirin membranosa. Akibatnya terja¬di aktivitas
elektris yang berjalan sepanjang cabang vesti-bular nervus kranialis VIII ke otak.
4
Perubahan posisi kepala dan percepatan linear merangsang sel-sel rambut utrikulus.
Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh nervus kranialis
VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus koklearis (akus-dk), yang muncul dari
koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis semisirkularis,
utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus kranialis VIII). Yang bergabung
dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus fasialis (nervus kranialis
VII). Kanalis auditorius internus mem-bawa nervus tersebut dan asupan darah ke batang otak.
Fisiologi fungsional jendela oval dan bulat memegang peran yang penting. Jendela
oval dibatasi olehj anulare fieksibel dari stapes dan membran yang sangat lentur,
memungkinkan gerakan penting,dan berlawanan selama stimulasi bunyi, getaran stapes
menerima impuls dari membrana timpani bulat yang membuka pada sisi berlawanan duktus
koklearis dilindungi dari gelombang bunyi oleh menbran timpani yang utuh, jadi
memungkinkan gerakan cairan telinga dalam oleh stimulasi gelombang suara. pada membran
timpani utuh yang normal, suara merangsang jendela oval dulu, dan terjadi jedai sebelum
efek terminal stimulasi mencapai jendela bulat. namun waktu jeda akan berubah bila ada
perforasi pada membran timpani yang cukup besar yang memungkinkan gelombang bunyi
merangsang kedua jendela oval dan bulat bersamaan. Ini mengakibatkan hilangnya jeda dan
menghambat gerakan maksimal motilitas cairan telinga dalam dan rangsangan terhadap sel-
sel rambut pada organ Corti. Akibatnya terjadi penurunan kemampuan pendengaran.
Gambar 5. Organ Corti
Gelombang bunyi dihantarkan oleh membrana timpani ke osikuius telinga tengah
yang akan dipindahkan ke koklea, organ pendengaran, yang terletak dalam labirin di telinga 5
dalam. Osikel yang penting, stapes, yang menggo dan memulai getaran (gelombang) dalam
cairan yang berada dalam telinga dalam. Gelombang cairan ini, pada gilirannya,
mengakibatkan terjadinya gerakan membrana basilaris yang akan merangsang sel-sel rambut
organ Corti, dalam koklea, bergerak seperti gelombang. Gerakan membrana akan
menimbulkan arus listrik yang akan merangsang berbagai daerah koklea. Sel rambut akan
memulai impuls saraf yang telah dikode dan kemudian dihantarkan ke korteks auditorius
dalam otak, dan kernudian didekode menjadi pesan bunyi.
Pendengaran dapat terjadi dalam dua cara. Bunyi yang dihantarkan melalui telinga
luar dan tengah yang terisi udara berjalan melalui konduksi udara. Suara yang dihantararkan
melalui tulang secara langsung ke telinga dalam dengan cara konduksi tulang. Normalnya,
konduksi udara merupakan jalur yang lebih efisien; namun adanya defek pada membrana
timpani atau terputusnya rantai osikulus akan memutuskan konduksi udara normal dan
mengaki¬batkan hilangnya rasio tekanan-suara dan kehilangan pendengaran konduktif.
2.2 FISIOLOGI PENDENGARAN
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut
menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah
diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga
perilimf pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang
mendorong endolimf, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan
membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut
sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial
aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.
6
2. 3 GANGGUAN PENDENGARAN
Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif,
sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli saraf, yang terbagi atas tuli koklea dan
tili retrokoklea. Sumbatatan tuba eustachius menyebabkan gangguan telinga tengah dan akan
terdapat tuli konduktif. Gangguan pada vena jugulare berupa aneurisma akan menyebaban
telinga berbunyi sesuai dengan dunyut jantung.
Antara inkus dan maleus berjalan cabang n. fasialisis yang disebut korda timpan. Bila
terdapat radang di telinga tengah atau trauma mungkin korda timpani terjepit, sehingga
timbul gangguan pengecap. Di dalam telinga dalam terdapat alat keseimbangan dan alat
pendengaran. Obat-obat dapat merusak stria vaskularis, sehingga saraf pendengaran rusak,
dan terjadi tuli saraf. Setelah pemakaian obat ototoksik seperti streptomisin, akan terdapat
gejala gangguan pendengaran berupa tuli saraf dan gangguan keseimbangan.
Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli saraf (sensorineural deafness) serta tuli campur
(mixed deafness). Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh
kelainan atau penyakit di telinga luar atau telinga tengah. Pada tili saraf (perseptif,
sensorineural) kelainan tredapat pada koklea (telinga dalam), nervus VII atau di pusat
pendengaran< sedangkan tuli campur, disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli
saraf. Tuli campur dapat merupakan satu penyakit, msalnya tumor nervus VIII (tuli saraf)
dengan radang telinga tengah (tuli konduktif).
Jadi jenis ketulian sesuai dengan letak kelainan. Suara yang didengar dapat dibagi
dalam bunyi, nada murni dan bising. Bunyi (frekuensi 20 Hz – 18.000 Hz) merupakan
frekuensi nada murni yang dapat didengar oleh telinga normal. Nada murni (pure tone),
hanya satu frekueni, misalnya dari garpu tala, piano.
Bising (noise) disebabkan antara : NB (narrow band), terdiri atas beberapa frekuensi,
spektrumnya terbatas dan WN (white noise), yang terdiri dari banyak frekuensi.
Derajat Gangguan Pendengaran / Ketulian Menurut ISO
Derajat Pendengaran Kehilangan Pendengaran
Normal
Ringan
0-25 dB
26 – 40 dB
7
Sedang
Sedang Berat
Berat
Sangat berat
41 – 55 dB
56 – 70 dB
71 – 90 dB
>90 dB
2. 4 ALAT BANTU DENGAR (HEARING AID)
Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan batere,
yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa berjalan dengan
lancar.
Alat bantu dengar terdiri dari:
Microphone, bagian yang berperan menerima suara dari luar dan mengubah sinyal
suara menjadi energi listrik, kemudian meneruskannya ke amplifier.
Amplifier, berfungsi memperkeras suara dengan cara memperbesar energi listrik yang
selanjutnya mengirimkannya ke receiver.
Receiver atau loudspeaker, mengubah energi listrik yang telah diperbesar amplifier
menjadi energi bunyi kembali dan meneruskannya ke liang telinga
Batere, sebagai sumber tenaga.
Gambar 6. Komponen Alat Bantu Dengar
8
Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang audiologis bisa menentukan
apakah penderita sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologis adalah seorang
profesional kesehatan yang ahli dalam mengenali dan menentukan beratnya gangguan fungsi
pendengaran).
Alat bantu dengar sangat membantu proses pendengaran dan pemahaman percakapan
pada penderita penurunan fungsi pendengaran sensorineural.
Dalam menentukan suatu alat bantu dengar, seorang audiologis biasanya akan
mempertimbangkan hal-hal berikut:
Kemampuan mendengar penderita
Aktivitas di rumah maupun di tempat bekerja
Keterbatasan fisik
Keadaan medis
Penampilan
Harga.
Pemrosesan Suara Pada Alat Bantu Dengar
Saat ini sebagian besar alat bantu dengar sudah memakai teknologi digital, artinya
sinyal suara yang ditangkap oleh mikrofon dirubah (konversi) menjadi kode-kode digital,
yang kemudian diproses menggunakan perhitungan matematis.
Pemrosesan suara secara digital memungkinkan untuk melakukan “teknik
memanipulasi sinyal” contohnya : memisahkan sinyal suara percakapan dengan sinyal bising.
Sebagian besar alat bantu dengar saat ini memiliki kemampuan (dalam memproses) lebih
baik dibanding komputer desktop, tidak seperti alat bantu dengar yang ada di beberapa tahun
lalu yang tidak lebih dari sekedar amplifier.
Algoritma yang kompleks dapat memisahkan suara/bunyi ke beberapa frekuensi dan
mengamplifikasi tergantung dari settingan/program yang diberlakukan pada alat bantu
dengar yang sesuai dengan kondisi gangguan pendengaran klien. Dengan metode algoritma
juga memungkinkan untuk membedakan jumlah amplifikasi antara suara yang pelan,sedang
dan keras. Dengan cara tersebut diharapkan suara yang pelan dapat terdengar, namun suara
yang keras tidak terasa menyakitkan telinga (over amplifikasi). Dan pemrosesan digital
memastikan replika sinyal asal secara presisi dengan distorsi yang minimal agar
menghasilkam kualitas suara yang bagus.
9
2.5 KLASIFIKASI ALAT BANTU DENGAR
Menurut sistim kerjanya
Secara umum sistim kerja ABD dibedakan menjadi:
a. Analog
Prinsip sistem analog adalah memperkeras suara yang masuk telinga melalui
komponen mekanik dasar yang sederhana. Sirkuit ABD ini telah diatur dari pabrik sehingga
kemampuan pengaturan yang lebih individual sangat terbatas atau kurang fleksibel. Sistim ini
mudah mengalami distorsi, terjadi noise (bising) pada rangkaian komponen dan rentan
terhadap bising di sekitarnya
b. Digital
Sistem analog merupakan ABD yang menggunakan chip komputer yang menganalisa
suara yang masuk. Setelah suara diamplifikasi, teknologi digital akan memilih suara yang
perlu diteruskan ke dalam telinga dan menyingkirkan suara yang tidak diharapkan (noise).
ABD Sistim digital bisa menerima program komputer tertentu yang dapat memilih frekuensi
syang spesifik sesuai dengan kebutuhan. ABD Sistim digital menjadi sangat fleksibel karena
secara otomatis dapat beradaptasi dengan suara yang keras atau halus, sehingga tidak terjadi
perkerasan yang berlebihan.
Menurut hantarannya
Berdasarkan jenis hantaran suaranya, ABD dapat dibedakan menjadi 2 macam:
a. ABD Jenis hantaran tulang
Bone conduction aid digunakan pada gangguan pendengaran jenis hantaran
(konduktif). Biasanya dimanfaatkan pada kasus atresia liang telinga. Selain itu, jenis ini juga
digunakan pada kasus dimana sewaktu-waktu liang telinga terisi cairan yang berasal dari
infeksi telinga tengah. ABD jenis hantaran tulang dibedakan menjadi:
1. ABD hantaran tulang konvensional
Suara dari luar akan yang ditangkap akan mengaktifkan bone vibrator. Getaran tulang
dihasilkan oleh bone vibrator yang ditempelkan pada tulang mastoid dengan bantuan ikat
kepala khsus, kaca mata, atau plastik mirip bando. Kerugian ABD jenis ini adalah tidak
praktis, penampulan kurang menarik (kosmetik), butuh amplifikasi besar dan timbul lecet
10
pada kulit yang menempel dengan bone vibrator. Pilihan model ABD pada sistim ini adalah
jenis saku atau BTE.
2. ABD jenis BAHA (Bone Anchored Hearing AID)
ABD yang mirip jenis saku dihubungkan melalui kabel dengan penggetar tulang
(bone vibrator) yang dapat dipasang dan dilepas melalui sistim sekrup-baut dengan
lempengan logam dari bahan titanium yang telah ditanam ke dalam tulang mastoid melalui
tindakan operasi. Hantaran tulang lebih efektif dibandingkan ABD jenis hantaran tulang.
b. ABD Jenis hantaran udara
ABD jenis hantaran udara merupakan ABD yang lebih lazim ditemukan dan
tersedia dalam berbagai bentuk. ABD jenis ini bekerja dengan prinsip mengurangi jarak dari
sumber suara dengan cara meletakkan loudspeaker di telinga penderita.
Menurut bentuknya
Setiap bentuk ABD memiliki keuntungan dan kerugiannya masing-masing. Berikut
adalah pembahasan beberapa jenis ABD yang ada saat ini:
a. ABD Jenis Saku (Pocket / Body Worn Type)
ABD jenis ini dapat dianggap sebagai ABD jenis terbesar. Mikrofon dan
amplifier berada dalam satu unit berbentuk kotak; sedangkan receiver terpisah dan berada di
liang telinga. Antara kotak (mikrofon, amplifier, dan baterai) dengan receiver dihubungkan
melalui kabel. Biasanya kotak ditempatkan pada saku baju atau kantung khusus yang
digantungkan pada dada.
Pada ABD jenis saku penempatan terpisah ini dimaksudkan agar pengguna
dapat leluasa memperbesar output tanpa khawatir timbulnya bunyi feedback. Jadi ABD jenis
saku ini diperlukan oleh penderita tuli berat atau sangat berat yang membutuhkan perkerasan
bunyi atau output yang besar. Hal ini dianggap sebagai faktor yang menguntungkan untuk
ABD jenis saku. Keuntungan lain adalah dapat menggunakan baterai silinder biasa (ukuran
AAA) yang selain murah juga mudah didapat. Selain itu, tombol pengatur juga mudah
disesuaikan.
Faktor yang merugikan dari ABD jenis saku:
Penampilan kosmetik kurang baik
Kemampuan mikrofon melokalisir bunyi dari belakang terhalang oleh tubuh
11
Tidak praktis karena ukuran relatif besar
Kabel dapat putus
Dapat timbul bunyi gesekan antara ABD dengan kain saku
b. ABD jenis Belakang Telinga (BT) / Behind The Ear (BTE)
ABD ini dipasang pada lekukan daun telinga bagian belakang, dengan mikrofon
mengarah ke depan. Posisi ini cukup baik karena selain selalu mengikuti gerakan kepala juga
menghadap lawan bicara. Suara yang telah diperkeras (output) disalurkan melalui pipa plastik
(tubing) yang terhubung dengan ear mould di concha daun telinga, untuk selanjutnya
diteruskan ke liang telinga.
Kemampuan amplifikasinya cukup besar, juga tersedia jenis super power. Dalam hal
mencegah bunyi feedback masih sedikit dibawah jenis saku. Sumber tenaga berupa batere
yang bentuknya pipih dan tipis (disc). Penyetelan tombol pengatur juga relatif lebih mudah
dibandingkan ABD jenis lain yang lebih kecil.
c. Open-fit mini BTE
ABD jenis ini merupakan abd yang paling baru dikembangkan. ABD jenis ini
mengkombinasikan keelebihan akustik dari ABD berukuran besar dan kelebihan kosmetik
dari ABD berukuran kecil. Open-fit mini BTE terdiri dari alat BTE yang kecil, tuba kurus
tersembunyi yang berfungsi sebagai pengait daun telinga, dan receiver yang halus dan tidak
sampai menutupi liang telinga. Hasilnya, efek oklusi yang dialami pasien berkurang, baterai
dan amplifier yang lebih baik dibandingkan tipe yang lebih kecil, tampilan kosmetik yang
lebih baik dibanding ABD tipe besar lainnya, dan pemakaian yang lebih singkat karena tidak
memerlukan cetakan personal yang presisi sebagaimana ABD tipe BTE dan ITE butuhkan.
d. ABD Jenis Dalam Telinga (DT) / In The Ear (ITE)
ABD jenis ITE ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan BTE. Dipasang pada
bagian concha daun telinga. Komponen ABD menyatu dengan ear mould. Karena ukurannya
yang relatif kecil berarti jarak antara mikrofon dengan receiver juga lebih pendek, akibatnya
kemampuan amplifikasinya terbatas sehingga hanya cocok untuk ketulian derajat sedang.
e. ABD tipe kanalis / In The Canal (ITC) & Completely In Canal (CIC)
12
ABD jenis ini dibedakan menjadi dua macam: ITC dan CIC. ABD jenis ITC
ukurannya lebih kecil lagi daripada jenis ITE. Pemasangan sampai setengah bagian luar liang
telinga. Amplifikasi suara baik untuk frekuensi tinggi, karena dipasang cukup dalam pada
liang telinga. Akan tetapi karena keterbatasan ukuran, hanya bermanfaat untuk tuli derajat
sedang. Selain itu juga terdapat jenis CIC yang merupakan ABD terkecil dan dipasang pada
sisi dalam liang telinga, jadi lebih dekat dengan gendang telinga. Permukaan luar dilengkapi
dengan tangkai plastik untuk mempermudah memasang dan melepaskan ABD. Sebagaimana
halnya dengan jenis ITC, pengaturan secara manual lebih sulit. Namun hal ini dapat diatasi
pada model terbaru yang telah dilengkapi dengan remote control
f. ABD jenis kacamata / Spectacle Aid
ABD ditempatkan pada tangkai kaca mata bagian belakang. Umumnya jenis
BTE, namun dapat juga jenis bone conduction, meskipun pemanfaatan cara ini untuk ABD
jenis hantaran tulang kurang efektif karena tekanan bone vibrator tidak stabil.
2.6 PEMAKAIAN ALAT BANTU DENGAR
Kandidat pemakai alat bantu dengar
Setiap orang dengan kesulitan mendengar atau memahami pembicaraan harus
mempertimbangkan penggunaan alat amplifikasi pendengaran. Hal ini terutama sangat
dianjurkan untuk anak-anak dengan gangguan pendengaran, dimana intervensi harus
dianjurkan sedini mungkin. Gangguan pendengaran dapat secara umum dikelompokkan
menjadi:
1. Mild Hearing Loss (20-40 dB)
Penggunaan alat bantu dengar dapat membantu kemampuan komunikasi pasien.
Beberapa pasien dapat mempertimbangkan pemakaian alat bantu dengar paruh waktu / pada
kondisi-kondisi tertentu saja
2. Moderate Hearing Loss (45-65 dB)
Penggunaan alat bantu dengar sudah menjadi kebutuhan bagi pasien dalam kategori
ini. Pada umumnya alat bantu dengar memberikan hasil yang baik bila dipakai dengan
strategi pemakaian yang sesuai
3. Severe Hearing Loss (70-85 dB)
13
Alat bantu dengar harus digunakan bila pasien masih ingin berkomunikasi dengan
suara sebagai media penerimaan primernya. Pada beberapa kasus pasien dengan tingkat
gangguan pendengaran ini membutuhkan implantasi koklea
4. Profound Hearing Loss (>85 dB)
Keberhasilan penggunaan alat bantu dengar pada pasien ini berbeda-beda tergantung
umur dan berbagai faktor lainnya. Pada kasus yang baik, kemampuan komunikasi pasien
dapat membaik, dan pada kasus terburuk pun, setidaknya alat bantu dengar masih dapat
membantu sebagai warning device. Pasien dengan gangguan pendengaran jenis ini
merupakan kandidat kuat untuk implantasi koklea
Selain tipe dan derajat ketulian, ada beberapa faktor lainnya yang perlu
diperhitungkan mengenai apakah seorang pasien membutuhkan alat bantu dengar, antara lain:
1. Umur dan kondisi kesehatan mental dan fisik pasien secara umum
2. Motivasi pasien (Bukan keluarga atau pihak lain)
3. Kondisi keuangan pasien
4. Pertimbangan kosmetis
5. Kebutuhan pasien akan komunikasi, terutama dalam kehidupan dan pekerjaan
Pemilihan alat bantu dengar
Setelah ditentukan bahwa kandidat akan sangat tertolong dengan pemakaian alat
bantu dengar, maka harus diseleksi spesifikasi alat tersebut. Untuk tujuan ini telah
dikembangkan sejumlah metode dan rumusan. Umumnya tiap prosedur pemilihan
membutuhkan informasi audiometrik berupa:
1) Ambang pendengaran / Threshold (T)
2) Tingkat Pendengaran paling nyaman / Most Comfortable Level (MCL)
3) Tingkat kekerasan yang mengganggu / Loudness Discomfort Level (LDL)
Setelah itu, klinisi harus menentukan apakah pasien membutuhkan alat bantu
pendengaran pada satu atau kedua telinga. Bilamana mungkin sangat dianjurkan
menggunakan alat bantu pada kedua telinga (binaural).
Keuntungan amplifikasi binaural antara lain :
1. Minimalisasi / Eliminasi efek bayangan kepala (Head Shadow)
14
Efek bayangan kepala adalah berkurangnya intensitas sinyal dari sisi kepala yang
berlawanan dari lokasi pemakaian alat bantu dengar. Dengan pemakaian binaural, hal ini
dapat membaik atau bahkan hilang seluruhnya.
2. Peningkatan kemampuan lokalisasi
Dengan perbedaan intensitas dan waktu masuknya sinyal ke alat bantu dengar
binaural, penderita dapat dengan lebih mudah menentukan lokasi sumber suara (lokalisasi).
3. “Efek peredam” atau penekanan bising latar belakang (Binaural squelch)
Binaural squelch adalah kemampuan otak untuk memisahkan suara dengan bising.
Hal ini disebut juga sebagai central masking dan dapat bekerja dengan lebih baik dengan
membandingkan suara dari dua telinga.
4. Sumasi binaural (Binaural loudness summation)
Sumasi binaural adalah kemampuan otak untuk memproses suara dengan lebih baik
melalui informasi yang repetitif, dalam hal ini melalui sinyal suara yang serupa dari kedua
telinga.
Paham yang dianut sekarang adalah bilamana mungkin sangat dianjurkan
menggunakan pendengaran binaural. Akan tetapi, untuk alasan pribadi ataupun audiologik,
pada beberapa pasien tidak dapat dilakukan amplifikasi binaural. Dengan demikian perlu
dilakukan pemilihan salah satu telinga yang paling diuntungkan dengan teknik amplifikasi.
Secara umum dapat dikatakan bahwa telinga yang terpilih adalah telinga dengan diskriminasi
bicara yang lebih baik dan dengan rentang dinamik yang lebih luas. Rentang dinamik adalah
perbedaan antara tingkat ambang pendengaran dengan ambang ketidaknyamanan
pendengaran.
Gangguan pendengaran unilateral
Untuk pasien dengan gangguan pendengaran unilateral, diberlakukan penanganan
yang berbeda. Bila ketulian unilateral tidak melampaui kehilangan sebesar 60-70 dB, atau
bila diskriminasi bicara relatif baik dan jika bunyi yang diperbesar ditoleransi dengan baik,
maka dapat dilakukan amplifikasi pada telinga yang terganggu. Akan tetapi bila telinga yang
terganggu tidak memenuhi kriteria diatas, dapat digunakan alat bantu dengar CROS
(Contralateral Routing Of Signals = Pengalihan sinyal kontralateral). Mikrofon diletakkan
15
pada satu alat bantu sementara amplifier dan penerima ditempatkan pada alat bantu kedua.
Penataan seperti ini dapat pula diterapkan pada kacamata. Maka sinyal akan dihantarkan dari
telinga yang terganggu ke telinga dengan pendengaran normal. Suatu sirkuit frekuensi radio
dapat digunakan untuk menghantarkan bunyi dari satu sisi ke sisi lainnya. Meskipun alat
bantu dengar CROS hanya sedikit membantu dalam memperbaiki lokalisasi, namun alat ini
kadang-kadang terbukti bermanfaat pada beberapa kondisi mendengar suara bising dan juga
meminimalkan efek bayangan kepala.
Berbagai variasi CROS yang disebut Bi-CROS atau Multi-CROS dapat digunakan
bila terdapat gangguan pendengaran yang cukup bermakna pada telinga yang lebih baik,
sedangkan telinga yang lebih buruk tidak sesuai untuk teknik amplifikasi. Tipe Bi-CROS
memiliki mikrofo pada masing-masing alat bantu dan suatu pemasok bunyi amplifier pada
telinga yang lebih baik.
Setelah itu, klinisi menentukan jenis alat bantu pendengaran yang sesuai dengan jenis
gangguan pendengaran pasien dan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari
berbagai jenis alat bantu pendengaran, baik dari aspek medis maupun pribadi pasien.
Berikut tabel ringkas keuntungan dan kerugian macam-macam ABD:
Jenis alat bantu pendengaran Keuntungan Kerugian
Body Worn Type
Harga murahBaterai tahan lama dan mudah didapatFeedback tidak adaAmplifikasi lebih kuatPengaturan manual mudah
Bentuk besarAda kabelBunyi gesekan dengan kainSelit menangkap suara dari belakangDapat rusak oleh sekret telinga pasien
Behind-the-ear type
Amplifikasi kuatFeedback minimalPengaturan manual relatif
Membutuhkan ear mouldMemberikan efek oklusiDapat rusak oleh sekresi telinga pasien
In-the-ear typeSulit terlihat Amplifikasi terbatas
Membutuhkan ear mould
In-the-canal type
Sulit terlihatAmplifikasi cukup baik karena terpasang dalam
Rentan terhadap feedbackPengaturan manual sulit
Completely-in-canal
Tidak terlihat kecuali melihat langsung ke liang telinga pemakai
Pengaturan manual sulitRentan feedbackFitur tertentu tidak dapat digunakan
Spectacle aidSecara kosmetik lebih dapat diterima
Letak receiver menjadi relatif tidak stabil
Open-fit mini BTE Baterai relatif lebih tahan Harga mahal
16
Amplifikasi kuatFeedback minimalPengaturan mudahSulit terlihatTidak perlu ear mouldTidak menimbulkan efek oklusiMemungkinkan keluarnya sekret telinga pasien
Ketersediaan masih terbatas karena merupakan teknologi baru
Gambar 7. Tipe Alat Bantu Dengar
Gambar 8. Alat Bantu Dengar tipe Spectacle
17
Gambar 9. Alat Bantu Dengar tipe Body Worn
18
BAB III
KESIMPULAN
Alat Bantu Dengar (ABD) adalah Alat suatu perangkat elektronik yang berguna untuk
memperkeras (mengamplifikasi) suara yang masuk ke dalam telinga, sehingga si pemakai
dapat mendengar lebih jelas suara yang ada di sekitarnya. Pada umumnya, mekanisme kerja
ABD berupa: masuknya suara melalui mikrofon, pengerasan suara oleh amplifier, dan
penyampaian ulang suara oleh receiver / loudspeaker yang mana keseluruhan sistemnya
diperdayai oleh suatu komponen baterai.
Terdapat berbagai macam jenis ABD: Menurut sistem kerjanya, Menurut jenis
hantarannya, dan Menurut bentuknya yang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-
masing. Untuk pemakaian alat bantu pendengaran, pertama-tama klinisi harus
mengidentifikasi derajat ketulian penderita, mengenali jenis ketuliannya, menentukan TL,
MCL, dan LDL, menentukan jumlah alat bantu dengar yang sebaiknya digunakan oleh
pasien, baru kemudian bersama pasien mempertimbangkan bentuk ABD yang akan
digunakan beserta kelebihan, kekurangan, dan faktor-faktor lain dari diri pasien.
Seringkali ABD sendiri tidak cukup untuk mengembalikan kualitas hidup pasien
secara sempurna. Karenanya dibutuhkan pelengkap dari ABD yang bisa berupa: ALD, baik
ALD yang dihubungkan ke ABD maupun tidak; Fitur-fitur tambahan; dan Implantasi koklea
bila ABD tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan.
Setelah Pemakaian ABD, perlu dilakukan penilaian ulang untuk menentukan
keberhasilan pemakaian ABD dengan beberapa tes, seperti Assessment of Word Recognition
& Sound Quality, Probe Tube Measure, dan Subjective Scaling.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Arsyad, Efiaty S. dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &
Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010.
2. Moller, Aage R Hearing: Anatomy, Physiology, and Disorders of the Auditory System
Second Edition. California: Academic Press. 2006
3. Thomas R. et al. Otolaryngology: Basic Science and Clinical Review. New York: Thieme
Medical Publishers. 2006
4. Rahman, Sukri. Dkk. Neuropati Auditori. Jurnal Kesehatan Andalas. 2012. Available at
http://jurnal.fk.unand.ac.id. Accessed on June 20, 2015.
5. Swartz, Mark H. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
6. Kimball, Suzanne H. et al. Hearing Aids. Available at . http:// medscape.com . Accessed on
June 20, 2015.
7. Snow, James B Jr. Ballenger’s Manual of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery.
London: BC Decker. 2002
8. Kochkin, Sergei. Your Guide to Hearing Aids. Alexandria: Better Hearing Institute. 2005
20