-
1
REDD+ PRAKTEK-PRAKTEK YANG MENGINSPIRASI: DESA PERCONTOHAN-PENDORONG PENGEMBANGAN HIJAU DI INDONESIA
W W F F O R E S T A N D C L I M AT E
FACTSHEET
2019
-
2
-
3
FOTO Apa» Suatu program perconto-
han yang memberikan kesempatan bagi lima desa di Kabupaten Kutai Barat dan Mahakam Ulu, Indonesia untuk memilih, merencanakan, men-ganggarkan, dan mengawasi kegiatan-kegiatan konservasi hijau berbasis lokal dan produksi berkelanjutan dengan cara partisipasif dan transparan. Empat desa berhasil menyele-saikan program ini.
Siapa» Desa Minta, Linggang
Melapeh, Laham dan Long Tuyoq
» WWF
DimanaKabupaten Kutai Barat dan Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, Indonesia
Kapan2017-melanjutkan
Narahubung Tim ProyekZulfira Warta Warta, [email protected]
Sri Jimmy Kustini [email protected]
FOTO SAMPUL: © WWF / SIMON RAWLES
FO
TO ©
© W
WF / S
IMO
N R
AW
LES
-
4
RINGKASAN
Praktek REDD+ yang menginspi-rasi ini difokuskan pada implementasi dari suatu proses percontohan yang mendukung pembangunan hijau di lima desa kecil yang pada umumnya dihuni masyara-kat Dayak di Kabupaten Kutai Barat dan Mahakam Ulu di Propinsi Kalimantan Timur, Pulau Kalimantan.
Proses ini melibatkan anggota masyarakat dalam memilih, meng-ganggarkan, dan mengawasi kegiatan-kegiatan konservasi dan produksi yang berkelanjutan, seperti pengembangan persemaian bibit coklat dan perbaikan pada infrastruk-tur lokal yang memungkinkan pengawasan lebih dekat terhadap kawasan hutan yang dilestarikan. Melalui pekerjaan ini, masyarakat di empat desa yang sudah menyelesaikan
program percontohan menjadi mampu merumuskan visi untuk pembangunan hijau, mendukung wirausaha yang sesuai dengan visi tersebut dan mengembangkan kapasitas untuk merencanakan, menganggarkan, dan mengevaluasi wirausaha yang mereka wujudkan itu.
FO
TO ©
EM
ELIN
GA
SPA
RR
INI / W
WF F
OR
ES
T AN
D C
LIMAT
E H
UB
-
5
KONTEKS
Berada di jantung Kalimantan Indonesia, Kutai Barat dan Mahakam Ulu di Kalimantan Timur merupakan pusat berkem-bangnya keanekaragaman hayati. Kawasan ini merupakan rumah bagi beberapa spesies yang tidak ditemukan di tempat lainnya di dunia. Kawasan ini memiliki 2,4 juta hektar hutan tropis, memanjang di daerah aliran air utama sungai pulau Kalimantan. Kawasan ini juga rumah bagi jutaan penduduk, termasuk tempat tinggal suku pedalaman yang dikenal dengan Dayak yang tergantung pada sumber-daya hutan untuk kehidupan dan mata pencarian mereka.
Berbagai sumberdaya dan lansekap unik penyangga mereka, terancam hilang. Indonesia kehilangan 1,17 juta hektar hutan setiap tahun, dan area Kalimantan Timur masih berada pada
ancaman konstan ekologi. Hampir setengah kawasan hutan telah dialoka-sikan untuk pembangunan. Ancaman penggundulan hutan yang tidak jelas seperti perkebunan kelapa sawit, pembalakan yang tidak menentu, dan pertambangan semakin menghancur-kan sumberdaya alam dari pulau ini. Bersamaan dengan ini, perluasan kawasan kota, kebakaran dan budi-daya air juga berkontribusi pada hilangnya habitat dan meningkatkan emisi CO2.
Menjadi hal penting untuk memerangi perubahan iklim dimana karbon yang diserap tanaman dan tanah dari kawasan ini masih asli dan hutan tropis terlestarikan. Pemerintah lokal, masyarakat dan sektor swasta telah bermitra dengan WWF untuk mengim-plementasikan strategi-strategi REDD+ untuk dapat menghasilkan dampak positif ekologi dan ekonomi. Hal ini termasuk insentif keuangan untuk bersaing dengan
praktek-praktek yang menguntungkan saat ini, seperti membentuk dan mendukung program-program yang melindungi hutan seraya memperkuat hak-hak dan peluang pendapatan masyarakat lokal.
WWF telah bekerjasama dengan pemerintah Kabupaten Kutai Barat dan Mahakam Ulu dengan melibatkan masyarakat lokal dan adat untuk menciptakan rencana aksi strategis yang menguraikan jalur yang spesifik dalam implementasi REDD+ yang efektif. Jalur ini, terintegrasi dengan bantuan ekonomi dari organisasi dan negara lain, akan digunakan untuk memandu Kalimantan Timur menjadi ekonomi hijau yang menguntungkan masyarakat lokal dan lingkungan.
Pada tahun 2014, Pemerintah Indonesia menerbitkan Undang Undang Desa, yang memungkinkan desa-desa untuk menerima dana dari pemerintah pusat, propinsi dan
FO
TO ©
WW
F / SIM
ON
RA
WLE
S
-
6
kabupaten untuk rencana-rencana pengembangan, tetapi juga persyaratan-persyaratan perencanaan yang digunakan, penganggaran dan pelaporannya yang terbukti menakutkan bagi desa-desa.
WWF kemudian mencari cara membantu desa-desa mengembangkan kapasitas yang dibutuhkan untuk memaksimalkan sumberdaya yang tersedia dan untuk keberhasilan perencanaan pembangunan hijau untuk desa mereka sendiri. WWF menguji coba satu pendekatan untuk melakukannya dengan mengimplementasi-kan program percontohan pada lima desa terpilih karena mereka telah mewakili keanekaragaman ekosistem dan tradisi agama dan budaya dari lansekap Mahakam. Desa-desa ini menerima dana hibah kecil sesuai rerangka keuangan Undang-undang Desa yang didesain secara khusus untuk mendukung proyek-proyek konservasi lokal dan pembangunan berkelanjutan. Anggota masyarakat juga menerima dukungan dalam perencanaan dan pen-ganggaran untuk pelaksanaan proyek. Tujuannya adalah untuk memberdayakan masyarakat lokal menciptakan invetasi yang pastisipasif, terbuka dalam pemban-gunan hijau dan inovasi, tanpa menimbulkan resiko pada pendanaan desa yang sudah ada dan sejalan dengan nilai-nilai dan prioritas mereka. Akhirnya, program percontohan ini ditujukan sebagai proses pembelajaran dengan mata tertuju pada menaikkan skalanya ke tingkat kabupaten dan provinsi.
PEMANGKU KEPENTINGAN LANGSUNG
Terlibat dalam desain proyek, membuat keputusan, dan menerima keuntungan
WWF
Desa Minta, Linggang Malapeh, Laham, dan Long Tuyoq
PERUBAHAN YANG DIHARAPKAN
Mengembangkan metodologi berdasar pada partisipasi masyarakat untuk mendukung inovasi berkelanjutan melalui investasi dalam konservasi dan
FO
TO ©
MA
RT
IN H
AR
VE
Y / W
WF
-
7
kegiatan-kegiatan produksi hijau lainnya;
Mengembangkan kapasitas bagi anggota masyarakat – termasuk masyarakat yang sebelumnya marginal, seperti kaum perem-puan, pemuda, dan petani – dalam memilih, merencanakan, dan mengganggarkan, mengawasi, dan mengevaluasi wirausaha hijau yang bersesuaian dengan tujuan mata pencarian dan pembangunan masyarakat;
Memberdayakan masyarakat untuk mengembangkan visi mereka terhadap pembangunan hijau dan membuat keputusan sendiri untuk menganggarkan kegiatan-keg-iatan yang menindaklanjuti visi mereka.
KERANGKA WAKTU PENGEMBANGAN PROYEK
2009: Indonesia mengembangkan Rencana Aksi Nasional untuk Tujuan Perubahan Iklim (RAN-GRK), melibatkan negara ke REDD+ dan mendirikan Jantung Borneo (HOB) – dan, dengan Kutai Barat – sebagai suatu kawasan strategis.
2010: Pengembangan kapasitas masyarakat, pemetaan dan inventarisasi hutan dimulai dengan pendirian kantor WWF Kutai Barat.
2011: Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat menandatangani kesepakatan pengali-han hutang untuk lingkungan dengan investasi sebesar US$28,5 juta untuk membantu perlindungan hutan Kalimantan, dengan Kutai Barat sebagai satu dari tiga prioritas kabupaten.
2011: Dalam beberapa bulan, zonasi masyara-kat partisipasif dan perencanaan penggunaan lahan dilakukan di Kuta Barat melalui perte-muan-pertemuan, lokakarya dan pelatihan lapangan. Dibekali dengan pengetahuan dan perangkat baru, masyarakat desa mulai mengidentifikasi keterbatasan masyarakat, kawasan yang penting secara budaya dan sejarah, dan potensi konflik penggunaan lahan dengan masyarakat desa tetangga. Sebagai hasilnya, beberapa desa berhasil mendapatkan kembali Kawasan Konservasi Masyarakat yang dapat melindungi pemanfaatan tradisional mereka dari hutan.
2012: Di bulan Desember, Pemerintah Indonesia menyetujui proposal yang
FO
TO ©
EM
ELIN
GA
SPA
RR
INI / W
WF F
OR
ES
T AN
D C
LIMAT
E H
UB
-
8
memisahkan Kabupaten Kutai Barat, membuat Kabupaten baru Mahakam Ulu.
2014: Pemerintah Indonesia mener-bitkan Undang-undang Desa yang memungkinkan desa menerima uang dari pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten melalui mekanisme keuangan berbasis pada presentasi dan persetujuan rencana pengemban-gan dan penganggaran tahunan.
2017: WWF Indonesia mulai mengim-plementasikan proyek percontohan di lima desa di Kabupaten Kutai Barat dan Mahakam Ulu yang memung-kinkan anggota masyarakat desa untuk mendukung pembangunan hijau sesuai kerangka keuangan Undang-undang Desa. Dengan tambahan hibah US$5,000, setiap desa mampu untuk mendanai kegiatan lokal pembangunan hijau tanpa beresiko pada alokasi pendan-aan dari Undang-undang Desa, dengan tujuan memperbaiki mata pencarian masyarakat lokal dan penerimaan pembangunan berkelanjutan.
CAPAIAN
Melalui pendanaan program percontohan tambahan, empat dari 5 desa – masyarakat Dayak penghuni dari Minta, Linggang Melapeh, Laham dan Long Tuyoq
– berhasil berinvestasi di wirausaha hijau yang memperbaiki kualitas kehidupan anggota masyarakat, termasuk membeli perahu untuk patroli kawasan konservasi masyarakat; memperbaiki kualitas jalan setapak dan jembatan untuk membantu mengawasi kawasan yang dikonservasi; membangun perkebunan kakao yang dicampur dengan tanaman lain, ketela dan hasil pertanian pangan lainnya; pengembangan pembibitan kakao berkelanjutan; membangun tempat pertemuan untuk asosiasi petani desa; dan mulai membangun kandang kambing dalam menjajaki pemanfaatan feses kambing untuk pupuk tanaman.
Perencanaan dan penganggaran untuk pembangunan hijau menjadi proses yang terbuka dan partisipatif di empat desa program perconto-han. Dimana sebelumnya hanya sedikit yang berpartisipasi dalam
perencanaan pembangunan hijau dan administrasi dana lokal, saat ini ada pengukuran keterlibatan masyarakat bahkan dari kelompok yang sebelumnya marginal seperti kaum perempuan, pemuda dan petani.
Perencanaan dan penganggaran untuk pembangunan hijau menjadi lebih mudah diakses, dimana masyarakat telah mengembangkan kapasitas yang dibutuhkan untuk bekerja dalam kerangka keuangan Undang-undang Desa. Meskipun kerangka ini telah menyediakan manfaat dari dukungan keuangan tambahan, tetapi juga mempunyai persyaratan rumit dan kadangkala kontradiktif yang dapat mematah-kan semangat masyarakat dalam memanfaatkan pendanaan tersebut yang sebenarnya menjadi hak mereka. Melalui program perconto-han, anggota masyarakat memperoleh perangkat dan keahlian yang dapat memandu kerangka tata kelola yang kompleks dan manfaat dari pendanaan yang tersedia untuk mereka.
Desa-desa pilot menemukan bahwa program sangat bermanfaat dan
FO
TO ©
EM
ELIN
GA
SPA
RR
INI / W
WF F
OR
ES
T AN
D C
LIMAT
E H
UB
-
9
mereka pilih untuk melanjutkan pendanaan inovasi hijau lokal dan melalui inisiatif mereka sendiri dalam Dana Desa. Pelaksanaan program juga sedang diperluas ke tingkat kabupaten dan provinsi.
TANTANGAN
Persyaratan untuk transparansi menghadapi beberapa penolakan. Program percontohan memerlu-kan transparansi Desa-Desa yang berpartisipasi, dengan bentuk kesepakatan bahwa Desa-desa akan membagi informasi tentang penganggaran dan alokasinya dengan masyarakat lain sehingga masyarakat lain dapat belajar dari mereka dan mengidentifi-kasi peluang untuk kerjasama. Satu dari desa terpilih telah menolak untuk menandatangani kesepakatan, mengutip perha-tian pemimpin desa tentang informasi keuangan, dan desa ini harus dikeluarkan dari percontohan.
Ketidakpercayaan terhadap orang luar yang tinggi dan telah memperlambat kemajuan. Masyarakat Indonesia telah kehilangan lahan mereka karena faktor-faktor external dan orang luar yang hanya mewakili kepentingan untuk keuntungan mereka sendiri, dan pengalaman ini dapat dipahami menyebab-kan ketidakpercayaan yang kuat dan mendalam. Staf WWF menghabiskan waktu yang banyak pada tahun pertama program percontohan memban-gun kepercayaan dengan desa-desa yang berpartisipasi.
Perencanaan untuk pengemban-gan masyarakat merupakan upaya kompleks yang dapat menimbulkan pertanyaan-per-tanyaan yang menantang.
Anggota masyarakat harus berkutat dengan penjelasan dimana hutan seharusnya dijaga, dimana lahan baru kakao harus ditanam, dan masalah-masalah lainnya membuat berpotensi pada ketidaksepakatan – baik di dalam desa maupun antar desa tetangga – menjadi tinggi.
Pengembangan kapasitas menjadi sulit di setiap tingkatan dan di berbagai cara. Anggota masyarakat punya keinginan dan kapabilitas untuk belajar keterampilan yang mereka butuhkan dalam mengembang-kan rencana dan anggaran mereka sendiri, tetapi mereka punya keterbatasan akses pada pengetahuan dan waktu yang terbatas untuk belajar sementara mereka harus menopang mata pencarian mereka. Staf WWF bekerja melatih dan mendukung anggota masyarakat selama pengembangan keterampilan, tetapi staf WWF juga mengha-dapi masalah atas kapasitasnya sendiri: kurangnya anggota staf yang dapat menyediakan dukungan, kurangnya waktu untuk melakukan perjalanan ke lokasi masyarakat dan menye-diakan apa yang dibutuhkan, dan sebagainya.
Memonitor pengaruh dan dampak program percontohan terbukti problematis. WWF telah berfokus pada memonitor pengembangan kapasitas pada monitoring karbon, pelaporan dan verifikasi (MRV), tetapi juga memonitor dampak-dampak dari cara baru untuk perencanaan, anggaran, dan implementasi kegiatan pembangunan hijau yang secara mendasar berbeda dari MRV dan membutuhkan kapasitas yang lebih tinggi dari yang diharapkan atau yang tersedia. Dengan keterbatasan pendanaan, tantangan
FO
TO ©
EM
ELIN
GA
SPA
RR
INI / W
WF F
OR
ES
T AN
D C
LIMAT
E H
UB
-
10
transportasi dan waktu – beberapa desa perlu ditempuh sampai 3 jam dari pusat utama area menggu-nakan mobil dan perahu boat – dan kurangnya akses internet atau listrik yang diandalkan, memban-gun keterampilan untuk memonitor dampak-dampak ini dan kemudian mempertahankan upaya-upaya ini menjadi sangat sulit.
Inklusi gender dan kelompok marginal lainnya juga terus menerus dihadapi. Program percontohan secara khusus ditujukan dan memecah pemikiran bahwa perencanaan dan pengang-garan untuk pembangunan hijau adalah kegiatan “laki-laki”. Program percontohan juga beru-paya memasukkan suara kelompok marginal – seperti perempuan, pemuda, dan petani – dengan mengundang anggota kelompok ini berpartisipasi dalam lokakarya, memperhatikan kebutuhan mereka sendiri, ketertarikan dan tantan-gannya. Akan tetapi, masih ada pekerjaan yang perlu diselesaikan untuk memastikan adanya dukun-gan bagi perempuan dan anggota masyarakat marginal lainnya dalam menghadiri pertemuan-pertemuan perencanaan dan merasa diberday-akan untuk berpartisipasi.
PELAJARAN YANG DIPETIK
Kunci untuk mendefinisikan dan mengimplementasikan pembangunan hijau adalah komitmen, kebebasan memilih, proaktif, kearifan dari anggota masyarakat. Mempunyai kerangka hukum dan kelembagaan yang cukup, dukun-gan organisasi aliansi seperti WWF dan dana untuk membiayai inisiatif pembangunan hijau tidak akan membawa kepada kenyataan dan berkelanjutan, kecuali jika anggota masyarakat merangkul peluang pembangunan hijau dan belajar bagaimana mengolah semua sumberdaya ini untuk menciptakan masa depan yang sejalan dengan nilai dan prioritas masyarakat.
Membangun kepercayaan adalah penting dan hal ini bisa terjadi ketika masyarakat didengar dan didukung. Menghadapi ketidakpercayaan yang bisa dipahami dari anggota masyarakat di desa percontohan, staf WWF membutuhkan pengem-bangan kepercayaan jangka panjang dengan hanya mendengar dan memberikan dukungan. Staf WWF menyediakan ruang bagi pertim-bangan dan ide anggota masyarakat dan menawarkan perangkat dan
sumberdaya untuk menghadapinya tanpa pernah memimpin atau menggiring pandangan staf WWF sendiri. Sebagai hasilnya, anggota masyarakat akhirnya mempercayai WWF dan berbalik kepada staf WWF untuk mendapatkan dukun-gan dalam mencapai tujuan masyarakat, sementara masyarakat juga merasakan kepemilikan terhadap hasil dari rencana mereka, penganggaran dan implementasinya.
Transparansi selalu menjadi prinsip panduan dalam bekerja dengan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya. Karena ketiadaan transparansi dapat menyebabkan ketidakberhasilan, dimana faktor ini harusnya disiapkan di tahap awal. Oleh karena itu hal ini menjadi penting untuk membuka dan mengklarifikasi prinsip-prinsip yang tidak dapat ditawar pada inti kegiatan dari awal dan menjajaki reaksi pemangku kepentingan terhadap prinsip ini. Jika ada penolakan terhadap prinsip ini yang tidak bisa diatasi –seb-agaimana yang terjadi pada satu desa percontohan – selanjutnya proses berikutnya tidak dapat diteruskan dengan kelompok pemangku kepentingan tersebut.
FO
TO ©
EM
ELIN
GA
SPA
RR
INI / W
WF F
OR
ES
T AN
D C
LIMAT
E H
UB
-
11
[email protected] • PANDA.ORG /FORESTCLIMATE
Mengapa kam
i berada di sini
ww
w.panda.org/forestclimate
Untuk m
enghentikan degradasi lingkungan alamplanet ini dan m
embangun m
asa depan di mana
manusia hidup selaras dengan alam
Foto dan gambar ©
WW
F atau digunakan dengan izin. Teks tersedia di baw
ah lisensi Creative C
omm
ons.
® Pem
ilik Merek D
agang Terdaftar WW
F © 1986, W
WF-W
orld Wide Fund for N
ature(sebelum
nya World W
ildlife Fund), Gland, Sw
iss
VISI KAMITim
Hutan dan Iklim
WW
F bekerja untuk mem
astikan hal itukonservasi hutan tropis karena sim
panan karbon terjamin
oleh pembangunan ekonom
i hijau yang bermanfaat bagi
masyarakat, iklim
dan keanekaragaman hayati secara
transformasional.
panda.org/forestclimate
REDD+ PRAKTEK-PRAKTEK YANG MENGINSPIRASI: DESA PERCONTOHAN-PENDORONG PENGEMBANGAN HIJAU DI INDONESIA
100%RECYCLED
Dokumen ini diproduksi sebagai bagian dari Perjanjian Proyek Dari REDD + hingga Hasil REDD +: Menghasilkan Hasil untuk Mengamankan Konsensus,
sebuah Badan Norwegia untuk Kerjasama Pembangunan dan Iklim dan Hutan Internasional Norwegia Program yang didukung inisiatif.
Ditulis oleh Gisela Telis, for WWF Forest and Climate Dirancang oleh Jo Curnow of 1 Tight Ship for WWF
Diedit oleh Maria Fernanda Jaramillo Botero and Emelin Gasparrini of WWF Forest and Climate Diterjemahkan oleh Adrian Cohen
FO
TO ©
ALA
IN C
OM
PO
ST / W
WF
Penataan suatu kelompok pemangku kepentingan meru-pakan strategi terbaik dalam melaksanakan program pemban-gunan hijau berskala besar. Mengembangkan dan mempertahankan kapasitas yang memadai untuk mereal-isasikan pekerjaan yang dilakukan di desa percontohan sangat menantang di setiap segi. Mendapatkan dana yang cukup, dukungan, sumberdaya, keter-ampilan dan waktu menuntut kreativitas dan kerja keras yang terus-menerus dari semua peserta dan kadangkala juga tidak cukup. Saat ini tujuannya adalah untuk memperbesar pekerjaan ini ke ratusan desa di provinsi Kalimantan Timur and cukup jelas bahwa mengerjakan ini akan memerlukan kombinasi beberapa kapasitas yang beragam dan keahlian dengan aturan peran yang jelas. Tidaklah mungkin bagi satu atau dua lembaga membawa lusinan kapasitas pekerjaan
yang memerlukan keterampilan. Akan menjadi keharusan bagi para pemangku kepentingan untuk bersama-sama dan menggabungkan kapasitas dan sumber daya mereka agar membuatnya terjadi.
SUMBER
1. http://awsassets.panda.org/downloads/14small.pdf
2. Rate of deforestation for period 2003 – 2006. Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Hutan, Departemen Kehutanan. 2008. Perhitungan Deforestasi Indonesia Tahun 2008. Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Hutan, Departemen Kehutanan. 2008: Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2008. Available at http://www.dephut.go.id/
http://awsassets.panda.org/downloads/14small.pdfhttp://awsassets.panda.org/downloads/14small.pdfhttp://www.dephut.go.id/ http://www.dephut.go.id/