Download - Rangkuman Bab 8 Dan 9
Disusun oleh :
Bima Ady Sanjaya (F 0311030)
Deamy Filianto Nugroho (F 0311035)
Yudha Adhitya (F 0311123)
BAB 8
MENCEGAH FRAUD
Seperti mengangani penyakit, lebih baik mencegahnya daripada “mengobati”nya. Para
ahli memperkirakan bahwa fraud yang terungkap merupakan bagian kecil dari seluruh fraud
yang terjadi. Oleh karena itu, upaya utama seharusnya adalah pada pencegahannya. Ada
ungkapan yang secara mudah ingin menjelaskan penyebab atau akar permasalahan dari fraud.
Ungkapan itu adalah: fraud by need, fraud by greed, and fraud by opportunity. Kata fraud
dalam ungkapan tersebut bisa diganti dengan corruption, financial crime, dan lain-lain.
Menghilangkan atau menekan need dan greed yang mengawali terjadinya fraud dilakukan
sejak menerima seseorang (recruitment process), meskipun kita tahu bahwa proses itu
bukan jaminan penuh. Ini terus ditanamkan melalui fraud awareness dan contoh-contoh
yang diberikan pemimpin perusahaan atau lembaga. Contoh yang diberikan atasan telah
terbukti merupakan unsur pencegah yang penting. Unsur by opportunity dalam ungkapan di
atas biasanya ditekan oleh pengendalian intern.
Di samping pengendalian interal, dua konsep penting lainnya dalam pencegahan fraud,
yakni menanamkan kesadaran tentang adanya fraud (fraud awareness) dan upaya
menilai risiko terjadinya fraud (fraud risk assessment).
Gejala Gunung Es
Meskipun belum ada penelitian mengenai besarnya fraud (termasuk korupsi) di Indonesia,
sulit untuk menyebutkan suatu angka yang andal. Akan tetapi, penelitian yang
dilakukan di luar negeri (dengan sampling) mengindikasikan bahwa fraud yang
terungkap, sekalipun secara absolut besar, namun dibandingkan dengan seluruh fraud
yang sebenarnya terjadi, relatif kecil. Inilah gejala gunung es. Davia et al. mengelompokkan
fraud dalam tiga kelompok sebagai berikut.
Fraud yang sudah ada tuntutan hukumnya (prosecution), tanpa memperhatikan
keputusan pengadilan.
Fraud yang ditemukan, tetapi belum ada tuntutan hukum.
Fraud yang belum ditemukan.
Davia et al. memperkirakan bahwa dari fraud universe, Kelompok I hanyalah 20%,
sedangkan kelompok II dan III, masing-masing 40%. Kesimpulannya, Lebih banyak
yang tidak kita ketahui daripada yang kita ketahui tentang fraud. Hal yang lebih gawat
lagi, fraud ditemukan secara kebetulan.
Pengendalian Internal
Pengendalian intern atau internal control mengalami perkembangan dalam pemikiran
dan praktiknya. Oleh karena itu, Davia et al. Mengingatkan kita untuk meyakinkan apa
yang dimaksud dengan pengendalian intern, ketika orang menggunakannya dalam
percakapan sehari-hari. Mereka mencatat sedikitnya empat definisi pengendalian intern
sebagai berikut.
Definisi 1 (sebelum September 1992) yaitu Kondisi yang diinginkan, atau merupakan
hasil, dari berbagai proses yang dilaksanakan suatu entitas untuk mencegah (prevent)
dan menimbulkan efek jera (deter) terhadap fraud.
Definisi 2 (sesudah September 1992), yaitu suatu proses yang dirancang untuk dan
direncanakan oleh dewan, manajemen, dan pegawai untuk memberikan kepastian
yang memadai dalam mencapai kegatan usaha yang efektif dan efisien, keandalan
keuangan, dan kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan lainnya yang
relavan. (definisi COSO)
Definisi 3 (AICPA 1988), yaitu untuk tujuan audit saldo laporan keuangan, struktur
pengendalian intern suatu entitas terdiri atas tiga unsur: lingkungan pengendalian,
sistem akuntansi, dan prosedur-prosedur pengendalian. (SAS No. 53)
Definisi 4 (khusus untuk mencegah fraud), yaitu suatu sistem dengan proses
dan prosedur yang bertujuan khusus dirancang dan silaksanakan untuk tujuan
utama, kalau bukan satu-satunya tujuan, untuk mencegah dan menghalangi (dengan
membuat jera) terjadi fraud.
Fraud-Specific Internal Control
Perusahaan besar berkebutuhan yang berbeda dari yang kecil. Perusahaan go public berbeda
dari yang tertutup. Terlepas dari perbedaan antar-perusahaan, dasar-dasar utama dari desain
pengendalian intern untuk mengangani fraud banyak kesamaannya. Dasar-dasar utama inilah
yang akan dibahas.
Semua pengendalian dapat digolongkan dalam pengendalian intern aktif dan pengendalian
intern pasif. Kata kunci untuk pengendalian intern aktif adalah to prevent, mencegah. Kata
kunci untuk pengendalian pasif adalah to deter, mencegah karena konsekuensinya terlalu
besar, membuat jera.
Pengendalian Intern Aktif
Pengendalian yang membatasi, menghalangi, atau menutup akses si calon pelaku fraud.
Sarana-sarana yang digunakan antara lain: tanda tangan; tanda tangan kaunter
(caountersigning); password atau PIN; pemisahan tugas; pengendalian aset secara fisik;
pengendalian persediaan secara real time; pagar, gembok,tembok dan semua bangunan
pengahalang fisik; pencocokan dokumen; dan formulir yang sudah dicetak nomornya.
Kelemahan Pengendalian Intern Aktif
Kelemahan manusia merupakan musuh utama pengendalian internal aktif
Sangat rawan invasi (ditembus) pelaku fraud
Biayanya mahal
Banyak unsur pengendalian intern aktif yang menghambat pelayanan
Pengendalian Intern Pasif
Pengendalian yang tidak menampakkan adanya pengamanan, namun ada peredaman yang
membuat pelanggar atau pelaku fraud akan jera.
Sarana-sarana yang digunakan: pengendalian yang khas untuk masalah yang dihadapi
(customized control); jejak audit (audit trails); audit yang fokus (focused audits); pengintaian
atas kegiatan utama (survillance of key activities); pemindahan tugas (rotation of key
personel).
Kesimpulan Pengendalian Intern Pasif
Tidak mahal.
Tidak tergantung pada manusia, tidak people dependent.
Tidak memengaruhi produktifitas, tidak menghambat pelayanan.
Tidak rawan untuk ditembus atau disusupi pelaku fraud.
BAB 9
MENDETEKSI FRAUD
Sejak permulaan, profesi audit yang dijalankan akuntan publik menolak mengambil
tanggungjawab dalam menemukan fraud. Namun dalam dasawarsa terakhir perubahan lebih
banyak dalam retorika daripada substansi.
Orang awam mengharapkan suatu audit umum dapat mendeteksi segala macam fraud, baik
yang melekat pada laporan keuangan maupun yang berupa pencurian asset. Namun
akuntan publik berupaya memasang pagar-pagar yang membatasi tanggung jawabnya,
khususnya mengenai penemuan atau pengungkapan fraud. Hal tersebut dikuatkan dalam
SA seksi 110 tentang tanggungjawab dan fungsi auditor indepenen sebagai berikut.
“Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk
memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji
material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Oleh karena sifat bukti audit
dan karakterisitik kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, namun bukan
mutlak, bahwa salah saji material terdeteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk
merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan bahwa salah saji
terdeteksi, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang tidak material
terhadap laporan keuangan.”
Fraudulent Financial Reporting
Fraudulent Financial Reporting adalah kesengajaan atau kecerobohan dalam melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan, yang menyebabkan
laporan keuangan menjadi menyesatkan secara material. Penyebab Fraudulent Financial
Reporting yaitu keserakahan dan adanya tekanan yang dirasakan manajemen untuk
menunjukkan prestasi.
Standar Audit Untuk Menemukan Fraud
Auditor dalam melaukan audit harus berdasarkan standar, apabila tidak posisi auditor menjadi
lemah. Davia et al. menganjurkan adanya standar yang secara spesifik ditujukan untuk
menemukan fraud yang disebut dengan fraud-specific examination.
Pemahaman minimal yang harus diketahui/disadari oleh praktisi/auditor:
Mereka tidak bisa, karenanya tidak boleh, memberikan jaminan bahwa mereka bias
menemukan fraud.
Fraud dapat atau tidak dideteksi tergantung dari keahlian dan jangka waktu
pelaksanaan audit. Hal ini tentu saja berpengaruh kepada fee yang dibayarkan pula.
Seluruh pekerjaan didasarkan pada standar audit. Di Indonesia standar yang
digunakan adalah SPAP atau SPKN untuk keuangan Negara.
Jumlah fee bergantung pada luasnya upaya pemeriksaan yang ditetapkan klien.
Praktisi bersedia memperluas jasanya dari tahap proactive review ke tahap
pendalaman/investigative apabila ada indikasi terjadinya fraud.
Audit Umum Dan Pemeriksaan Fraud
Issue Audit Umum Fraud Examination
Timming Recurring
Audit dilakukan secara
teratur, berkala, dan berulang
kembali (recurring).
Non-recurring
Pemeriksaan fraud tidak
berulang kembali, dan
dilakukan setelah ada cukup
indikasi.
Scope General
Lingkup audit adalah
pemeriksaan atas laporan
keuangan secara umum.
Specific
Pemeriksaan diarahkan pada
dugaan, tuduhan, atau
sangkaan yang spesifik.
Objective Opinion
Yaitu memberikan pendapat
atas kewajaran penyajian
laporan keuangan.
Affix Blame
Untuk memastikan fraud
memang terjadi, mengapa
terjadi, dan siapa yang
bertanggungjawab.
Relationship Non-adversarial
Sifat audit tidak bermusuhan
Adversarial
Karena pada akhirnya
pemeriksa harus menentukan
siapa yang bersalah.
Methodology Audit Techniques
Audit terutama dengan data-
data keuangan
Fraud Examination
Techniques
Pemeriksaan dilakukan
dengan memeriksa dokumen,
telaah data ekstern, dan
wawancara.
Presumption Proffesional Skepticism
Auditor melakukan tugasnya
dengan skeptisme
professional
Proof
Berupaya untuk
mengumpulkan bukti untuk
mendukung atau membantah
dugaan, tuduhan atau
sangkaan terjadinya fraud.
Teknik Pemeriksaan Fraud
Ada bermacam-macam teknik audit investigative untuk mengungkap fraud, antara lain:
Penggunaan teknik-teknik audit yang dilakukan oleh internal maupun eksternal
auditor dalam mengaudit laporan keuangan.
Pemanfaatan teknik audit investigative dalam kejahatan terorganisir dan
penyelundupan pajak penghasilan, yang juga dapat diterapkan terhadap data
kekayaan pejabat Negara
Penelusuran jejak-jejak uang
Penerapan analisis dalam bidang hukum
Penggunaan teknik audit investigative untuk mengungkap fraud pengadaan barang
Penggunaan computer forensic
Penggunaan teknik interogasi
Penggunaan teknik penyamaran
Pemanfaatan whistleblower