-
Hal. 1 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
PUTUSAN NOMOR 106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA; Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang mengadili perkara-perkara pidana
dalam peradilan tingkat banding, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut
dibawah ini dalam perkara atas nama Terdakwa :
Nama lengkap : JOHANNESSITORUS. Tempat lahir : Porsea (Sumatera Utara).
Umur/tgl. lahir : 62 tahun/16 April 1955.
Jenis kelamin : Laki-laki.
Kebangsaan : Indonesia.
Tempat tinggal : Jl. Jend. Sudirman No. 453, Jalan Kavling I No.
6.D. Tangkerang, Kota Pekanbaru.
Agama : Kristen.
Pekerjaan : Wiraswasta (Pimpinan Perkebunan Kelapa
Sawit Lubuk Sakat, Desa Buluh Nipis,
Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar).
Pendidikan : S1 (Tidak Tamat).
Terdakwa ditahan berdasarkan surat perintah/penetapan penahanan sebagai
berikut :
1. Penyidik sejak tanggal 01 Desember 2004 sampai dengan tanggal 15
Desember 2004;
2. Ditangguhkan penahanan oleh Penyidik sejak tanggal 15 Desember 2004;
3. Ditahan oleh Penuntut Umum sejak tanggal 13 Maret 2017 sampai dengan
tanggal 22 Maret 2017;
4. Hakim Pengadilan Negeri Bangkinang sejak tanggal 23 Maret 2017 sampai
dengan tanggal 21 April 2017 ;
PENGADILAN TINGGI TERSEBUT; Telah membaca :
1. Surat Penetapan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Pekanbaru tanggal 30
Mei 2017 Nomor : 106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR, tentang penunjukan
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 2 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
Majelis Hakim yang mengadili perkara atas nama Terdakwa tersebut
diatas dalam tingkat banding ;
2. Surat dakwaan Penuntut Umum Nomor : Reg.Perk: PDM-114/KPR/03/
2017 tertanggal 23 Maret 2017, atas nama Terdakwa yang pada pokoknya
sebagai berikut :
Bahwa ia terdakwa JOHANNES SITORUS, pada hari, tanggal dan bulan yang sudah tidak dapat diingat lagi akan tetapi masih dalam tahun
2000 sampai dengan sekarang, bertempat di Lahan perkebunan Kelapa
Sawit seluas ± 550,16 ha. yang dahulu terletak di Desa Buluh Nipis,
Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar dan sekarang berlokasi di Desa
Kepau Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar atau setidak
tidaknya masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri
Bangkinang, mengerjakan dan atau menggunakan, dan atau menduduki
kawasan hutan secara tidak syah. Perbuatan tersebut terdakwa lakukan
dengan cara-cara sebagai berikut :
Bahwa didalam Daerah Administratif Pemerintahan Kabupaten
Kampar terdapat Kawasan Hutan Tesso Nilo dengan Fungsi Hutan Produksi
Terbatas (HPT). Kawasan HPT. Kelompok Tesso Nilo sebagai kawasan
hutan sudah ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI No. :
173/Kpts-II/1986, tanggal 6 Juni 1986 Tentang Penunjukan Areal Hutan di
Wilayah Propinsi Dati I Riau, sebagai Kawasan Hutan;
Bahwa terhadap Kawasan HPT. Kelompok Tesso Nilo tersebut secara
bertahap telah dilakukan 3 kali Pengesahan Berita Acara Tata Batas (BATB),
yakni :
a. Tanggal 18 Maret 1988 yang disahkan oleh Menteri Kehutanan RI. tanggal
20 Pebruari 1990.
b. Tanggal 24 Maret 1990 yang disahkan oleh Menteri Kehutanan RI. tanggal
26 Pebruari 1992.
c. Tanggal 21 Pebruari 1987 yang disahkan oleh Menteri Kehutanan RI.
tanggal 29 Nopember 1996.
Semua BATB tersebut telah ditanda-tangani oleh seluruh Anggota
Panitia Tata Batas Kawasan Hutan, diantaranya oleh Kepala Kantor Agraria
Daerah Tingkat II Kampar, serta oleh Bupati Kampar sebagai Ketua Panitia
Tata Batas Kawasan Hutan dan terhadap BATB ini telah pula dilengkapi
dengan lampiran petanya sebanyak 7 blad (lembar);
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 3 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
Bahwa terhadap bagian dari luas kawasan HPT. Kelompok Tesso Nilo,
yakni seluas ± 1.027 ha. telah ditunjuk menjadi Kawasan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan Lubuk Sakat oleh Kepala Kantor Wilayah
Departemen Kehutanan Propinsi Riau sebagaimana suratnya No. : 666/Kwl-
4/1993, tanggal 25 Mei 1993. Penunjukan areal seluas ± 1.027 ha. untuk
Kawasan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan berfungsi sebagai ;
a. Plasma nutfah, yakni tersedianya genetik-genetik (sumber bibit tanaman
hutan) ;
b. Habitat satwa yang dilindungi ;
c. Konservasi Ekosistem kawasan hutan dataran rendah rawa gambut dan ;
d. Pengembangan jenis-jenis pohon penghasil pakan lebah.
Bahwa terhadap Kawasan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Lubuk Sakat seluas ± 1.027 ha telah dilakukan pengukuran dan tata batas
pada tanggal 6 Pebruari 1994 oleh Tim Sub Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan (BIPHUT) Pekanbaru. Pada waktu pengukuran dilakukan
diareal Hutan Litbang Lubuk Sakat, keadaan kawasan masih hutan belukar yang ditumbuhi pepohonan besar-besar berbagai jenis dan belum ada kegiatan perladangan ataupun perkebunan masyarakat. Ketika itu Tim Sub BIPHUT Pekanbaru melakukan pemancangan pal batas setiap jarak 100
meter dengan patok bahan semen permanen dengan ukuran 10 x 10 x 130
cm, sehingga patok tersebut terlihat dari permukaan tanah dengan ketinggian
70 cm yang ditanam sepanjang 15 Km;
Bahwa meskipun terhadap kawasan Hutan Litbang Lubuk Sakat tersebut
telah ditata batas ditahun 1994 dan menjadi bagian dari luas kawasan HPT.
Kelompok Tesso Nilo, namun diareal tersebut sering terjadi pembalakan liar
sehinganya menyisakan tunggul-tungul pohon bekas tebangan chain saw.
Selanjutnya pada sekira antara tahun 1995 s/d tahun 1996, masyarakat Desa
Buluh Nipis Dusun IV melakukan kegiatan gotong royong merintis kawasan
Hutan Litbang Lubuk Sakat tersebut untuk dijadikan lahan perladangan
mereka. Kemudian pada tahun 1998 masyarakat yang telah melakukan
kegiatan penanaman perkebunan kelapa sawit dan karet dilokasi itu
berkumpul di SD Negeri 007 Dusun IV Kepau Desa Buluh Nipis untuk
dibuatkan Surat Keterangan Tanah (SKT) oleh perangkat desa Buluh Nipis
Dusun IV Kepau, dengan ketentuan 1 SKT dengan luas areal 2 ha. sehingga
ketika itu diterbitkan 271 eksemplar SKT dengan luas lahan ± 500 ha, namun
keseluruh SKT itu tidak diserahkan kepada masing-masing nama yaag tertera
pada tiap SKT, dan tetap disimpan oleh Kepala Dusun IV Kepau.
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 4 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
Bahwa pada hari dan tanggal yang tidak diingat lagi tetapi masih dalam
tahun 2000, terdakwa JOHANNES SITORUS membeli lahan masyarakat
sekira seluas 500 ha itu dengan mengganti kerugian kepada setiap pemilik
SKT tersebut dengan harga Rp.2.000.000 tiap SKT yang langsung dibayar
terdakwa. Proses pengganti kerugian itu dilakukan dengan menerbitkan Surat
Keterangan Ganti Kerugian (SKGR) yang dilakukan dirumah NAWILIS mulai
dari sekira pukul 09.00 WIB dan selesai hari itu juga sekira pukul 17.00 WIB.
Dari beberapa masyarakat yang menerima penganti kerugian dari terdakwa,
hanya ada menanda-tangani kwitansi penerimaan uang sedangkan mengenai
penanda-tanganan blangko pada SKGR, seperti Surat Kesaksian Sempadan
dan Scheet-Kaart serta Sket Tanah tidak pernah ditanda-tangani sehingga
tanda-tangannya yang tertera pada SKGR itu diduga dipalsukan. Bahkan ada
warga masyarakat yang menerima uang pengganti-rugian tersebut tetapi tidak
mengetahui dimana posisi tanah yang dijualnya itu kepada terdakwa;
Bahwa dengan telah dibayarnya uang pengganti kerugian oleh
terdakwa kepada masyarakat ditahun 2000 tersebut, maka terhadap 271
eksemplar SKGR itu menjadi milik terdakwa, yang penerbitan masing-masing
SKGR itu selain atas nama terdakwa ada juga dengan menggunakan atas
nama keluarga terdakwa, dan orang-orang lain dan sejak itu terdakwa selaku
Direktur PT. Sinar Siak Dian Permai (PT. SSDP) memerintahkan AHMAD
ZAMRUD ST. (Asisten Lapangan PT. SSDP) untuk mengawasi pekerja
lapangan yang melakukan steking/rumput jalur menggunakan alat berat
excavator diatas areal lahan ± 500 ha. yang merupakan kawasan HPT.
Kelompok Tesso Nilo tersebut;
Bahwa sekira awal tahun 2001 terdakwa selaku Direktur PT. SSDP
dengan Surat No. : 23/SSDP/PKU/III/2001 mengajukan Permohonan Ijin
Prinsip Pembangunan Kebun Kelapa Sawit seluas ± 500 ha yang berlokasi di
Desa Buluh Nipis, Kec. Siak Hulu, Kab. Kampar kepada Bupati Kabupaten
Kampar. Atas Surat Permohonan itu Bupati Kampar dengan Surat Perintah
No. : 300/TP/III/2001/255, memerintahkan Tim 9, yaitu :
- Kakan. BPN Kab. Kampar
- Kadis Kehutanan Kab. Kampar
- Kadis Perkebunan Kab. Kampar
- Kabag Tata Pemerintahan Setda Kab. Kampar
- Camat Siak Hulu
- Kasubag Pemerintahan Umum
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 5 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
- Kades Buluh Nipis
- Staf Pol PP Setda Kab. Kampar dan
- Pimpinan PT. Sinar Siak Dian Permai (terdakwa)
Untuk melaksanakan peninjauan lokasi yang dimohonkan oleh PT. Sinar Siak
Dian Permai Pekanbaru tersebut;
Bahwa dari hasil peninjauan lokasi tersebut, Tim 9 dalam laporan hasil
peninjauan lokasi pada bagian VI. KESIMPULAN menyatakan : Lokasi yang
dimohon oleh PT. SSDP bardasarkan Perda Kab. Kampar No. 11 Tahun 1999
tanggal 15 Juli 1999 tentang Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kab. Kampar
(RTRWK) bahwa lokasi yang dimohonkan berada didalam kawasan
perkebunan. Namun pada bagian VII. SARAN ; disebutkan : Berdasarkan dari
data-data diatas, Tim menyarankan kepada Bapak (maksudnya Bupati
Kampar) agar pihak Pemohon mengkoordinasikan kepada Dinas Kehutanan Tingkat I Riau “MASALAH PELEPASAN KAWASAN HUTAN.”
Bahwa setelah diketahuinya lokasi yang dimohonkan terdakwa selaku
Direktur PT. SSDP. tersebut beradasarkan Perda No. 11 Tahun 1999 tanggal
15 Juli 1999 Tentang Peta RTRWK adalah berada didalam kawasan
Perkebunan, selanjutnya Terdakwa selaku Direktur PT. SSDP tanpa
mengkoordinasikannya terlebih dahulu kepada Dinas Kehutanan Tingkat I
Riau mengenai “Masalah Pelepasan Kawasan Hutan,” sebagaimana
rekomendasi SARAN dalam laporan hasil peninjauan lokasi Tim 9 diatas,
mulai melakukan penyemaian bibit kelapa sawit dan dalam bulan Januari
2002 diatas lahan areal ± 500 ha itu dilakukan penanaman bibit kelapa sawit
dan mendirikan rumah karyawan dilokasi tersebut;
Bahwa meskipun beradasarkan Perda No. 11 Tahun 1999 tanggal 15
Juli 1999 Tentang Peta RTRWK itu dinyatakan lokasi yang dikerjakan
terdakwa berada didalam kawasan Perkebunan, namun berdasarkan Perda
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Riau (RTRWP) No. 10 Tahun 1994
lokasi dimaksud berada di dalam arahan Pengembangan Kawasan
Kehutanan. Mengacu kepada ketentuan pasal 25 ayat (1) UU RI No. 26
Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang diatur bahwa Penyusunan Tata Ruang
Wilayah Kabupaten mempedomani Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi,
sehingga menyikapi terhadap ketidak sesuaian ini, berdasarkan ketentuan
diatas tetap mempedomani Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Perda No.
10 Tahun 1994, dan seharusnya terdakwa sebelum memulai kegiatan diatas
lahan areal yang telah dikerjakannya itu terlebih dahulu harus mendapatkan
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 6 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan RI. akan tetapi hal itu
tidak pernah dikordinasikan dan diurus terdakwa;
Bahwa pada masa penanaman bibit kelapa sawit dalam bulan Oktober
2002, terdakwa memisahkan diri dari PT. SSDP dan lahan areal perkebunan ±
500 ha berdasarkan 271 SKGR tersebut menjadi atas nama perorangan
(kelompok) yang langsung dipimpin dan dikelola oleh terdakwa;
Bahwa selanjutnya dalam tahun 2003 terdakwa dengan mewakili nama-
nama yang tertera pada 271 eksemplar SKGR tersebut, dengan dasar SKGR-
SKGR itu mengajukan permohonan penerbitan Sertifikat Tanah (Tanda Bukti
Hak) kepada Kantor BPN Kab. Kampar. Kemudian Kepala Kantor BPN
Kampar dengan dasar 271 SKGR, Perda No. 11 Tahun 1999 tanggal 15 Juli
1999 Tentang Peta RTRWK dan hasil pelaksanaan tugas Tim 9, tanpa
memperhatikan Klausul SARAN dalam Laporan peninjauan lokasi Tim 9, yang
meminta kepada terdakwa mengkoordinasikan kepada Dinas Kehutanan
Tingkat I Riau “MASALAH PELEPASAN KAWASAN HUTAN,” memproses
permohonan terdakwa tersebut, sehingga BPN Kab. Kampar Menerbitkan
271 Buku Sertifikat secara bertahap dengan luas lahan areal seluruhnya 510,
4 ha;
Bahwa seharusnya Kepala Kantor BPN Kab. Kampar menolak
permohonan terdakwa dan tidak menerbitkan 271 Buku Sertifikat, karena
selain terdakwa tidak memenuhi klausul yang disarankan dalam Laporan
Peninjauan Lokasi Tim 9, yang memintanya untuk mengkoordinasikan kepada
Dinas Kehutanan Tingkat I Riau “Masalah Pelepasan Kawasan Hutan”
tersebut, BPN Kab. Kampar jauh sebelumnya juga telah pula
menandatangani Berita Acara Tata Batas (BATB) Kawasan HPT Kelompok
Tesso Nilo yang lahan areal milik terdakwa seluas 550,16 ha yang diterbitkan
buku sertifkat tersebut senyatanya masuk kedalam Kawasan HPT Kelompok
Tesso Nilo tersebut;
Bahwa kemudian terhadap Kawasan Hutan Litbang Lubuk Sakat seluas
± 1.027 ha di Desa Kepau Jaya, Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar
yang merupakan bagian Kawasan (HPT) Kelompok Tesso Nilo ditunjuk oleh
Menteri Kehutanan RI sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus
(KHDTK) Untuk Hutan Penelitian Pakan Lebah Kepau Jaya, sebagaimana
Keputusan Menteri Kehutanan No. : SK. 74/Menhut-II/2005 tanggal 29 Maret
2005 yang lahan perkebunan kelapa sawit milik terdakwa seluas ± 550,16 ha
itu masuk didalam luas ± 1.027 ha KHDTK tersebut;
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 7 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
Bahwa berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan TKP tanggal 15 Agustus
2008, Ahli Pengukuran dan Pemetaan BPKH Wilayah XII Tanjung Pinang ;
SELAMAT SEMBIRING, yang didampingi oleh Penyidik dari BBKSDA Riau,
telah mengambil 4 (empat) titik koordinat dilokasi perkebunan kelapa sawit
yang telah berumur sekira 12 tahun dan dilokasi itu juga terdapat 34 unit
rumah karyawan milik terdakwa JOHANNES SITORUS. Dari ke 4 (empat) titik
koordinat yang diambil tersebut, kemudian diplotingkan ke Peta Tata Batas
HPT Tesso Nilo Blad 5 skala 1 : 25.000, sehingga diketahui lokasi itu berada
didalam Kawasan HPT Kelompok Tesso Nilo;
Bahwa terdakwa dalam mengerjakan dan atau menggunakan, dan atau
menduduki kawasan HPT Kelompok Tesso Nilo tersebut, tanpa dilengkapi izin
pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan RI;
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam
Pasal 50 Ayat (3) huruf (a) jo Pasal 78 Ayat (2) UU. RI No. : 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan;
Menimbang, bahwa terhadap surat dakwaan Penuntut Umum tersebut
terdakwa melalui Penasihat Hukumnya telah mengajukan keberatan tanggal 04
April 2017 yang pada pokoknya adalah sebagai berikut :
Majelis Hakim Yang terhormat,
Sdr. Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Dengan mengucapkan syukur ke Khadirat ALLAH SWT , yang merupakan
sumber dari segala ilmu dan berkat Karunia serta RakhmatNYA jualah maka
kami dapat mengajukan keberatan ini.
Terima kasih kami sampaikan kepada Majelis Hakim yang telah memberikan
kesempatan kepada kami untuk mempergunakan hak kami sesuai pasal 156
KUHAP dimaksud untuk menyampaikan keberatan ini.
Pada prinsipnya sesuai dengan ketentuan Pasal 156 KUHAP Terdakwa berhak
untuk mengajukan Eksepsi (Keberatan) apabila dalam suatu Surat Dakwaan
terdapat kekurangan atau kekeliruan yang bersifat Yuridis. Berdasarkan
Ketentuan Pasal 156 ayat (1) KUHAP tersebut sekarang tiba saatnya bagi kami
Tim Penasihat Hukum untuk mengajukan Eksepsi (Keberatan) terhadap Surat
Dakwaan yang di bacakan Penuntut Umum pada persidangan hari ini Selasa
tanggal 4 April 2017.
Berdasarkan sejumlah pengalaman, pengajuan suatu Keberatan oleh
Terdakwa atau Penasihat Hukum sering dinilai atau dikritik orang sebagai
upaya yang mengada-ada, seakan-akan bertujuan untuk mengulur-ulur
waktu persidangan. Adapula sementara orang yang menilai bahwa
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 8 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
pengajuan Keberatan sebagai suatu kebodohan dari Terdakwa atau
Penasihat Hukumnya, karena menurut mereka hal itu dapat memberikan
peluang kepada Penuntut Umum untuk memperkuat strategi guna
menguatkan Surat Dakwaannya.
Terlepas dari segala penilaian tersebut, untuk tidak mengurangi semangat
Terdakwa dan Penasihat Hukum dalam perkara ini untuk mengajukan
keberatan, kami Penasihat Hukum dalam hal ini berkeyakinan bahwa
ketentuan Pasal 156 KUHAP yang memberikan kesempatan bagi Terdakwa
atau Penasihat Hukum untuk mengajukan keberatan apabila dalam suatu
Surat Dakwaan terdapat kekurangan-kekurangan atau kekeliruan yang
bersifat yuridis yang akan menyebabkan Terdakwa tidak dapat membela
dirinya atau di bela oleh Penasihat Hukumnya dengan sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya di depan Pengadilan.
Kami Penasihat Hukum Terdakwa merasa Majelis Hakim akan Bijaksana
dalam menilai positif dan akan memperhatikan dengan serius secara bijak
dan objektif keberatan kami ini.
Karena menurut prinsip kami, peradilan yang baik, jujur, dan adil itu harus
ditunjang oleh upaya optimal dari seluruh unsur aparat dan pilar penegak
hukum yang berperan di Pengadilan. Substansi Keberatan adalah mengenai
masalah apakah cukup atau tidak cukup alasan suatu Surat Dakwaan yang
diajukan oleh Penuntut Umum yang di dakwakan kepada Terdakwa dalam
kedudukannya sebagai seorang manusia ciptaan Tuhan yang memiliki
harkat, martabat dan kehormatan seperti semua orang.
Keberatan pada hakekatnya tidak hanya merupakan suatu keberatan untuk
kepentingan Si Terdakwa yang kedudukannya pada posisi lemah di depan
Pengadilan, melainkan merupakan “keberatan” untuk kepentingan manusia
dan kemanusiaan yang lebih luas termasuk untuk kita semua yang ada di
ruangan Sidang ini.
Karena pada hakekatnya sebuah dakwaan pidana bagi seseorang yang
merasa tidak bersalah adalah serangan resmi terhadap martabat dan
kehormatan manusia pada umumnya, Sehingga apabila ada suatu Putusan
Sela dari Majelis Hakim yang menyatakan suatu dakwaan Penuntut Umum
“tidak dapat diterima”, hal itu pada hakekatnya merupakan suatu
kemenangan bagi semua para penegak hukum di Pengadilan yang
bersangkutan yang berhasil menegakkan “martabat, kehormatan dan
kemanusiaan”.
Majelis Hakim Yang terhormat,
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 9 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
Sdr. Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Keberatan atas Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum lebih dikenal dengan
istilah “Eksepsi” memilki arti dan makna sebuah keberatan dapat diketahui
dan dipahami dalam Pasal 156 KUHAP. Menurut hemat kami, Eksepsi
mempunyai multi makna terhadap Surat Dakwaan Penuntut Umum.
Makna langsung adalah guna mengoreksi tata aturan penyusunan dakwaan
yang tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap dengan implikasi yuridis
berupa batalnya
sebuah dakwaan tersebut sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 143
ayat (3) KUHAP, dan sekaligus membahas berwenang atau tidak
berwenangnya suatu Pengadilan mengadili suatu kasus, diterima atau tidak
diterimanya surat dakwaan dan apakah telah memenuhi persyaratan hukum
sebagai kasus pidana atau bukan.
Selain itu, walaupun Keberatan itu tidak diterima, tetapi tentunya
mempunyai makna yaitu dapat dijadikan sebagai pembuka tabir
permasalahan kasus yang tertuang dalam dakwaan tersebut, atau setidak-
tidaknya sejak awal telah dapat dilihat warna yuridis yang profesional atau
tidak dari Jaksa Penuntut Umum dalam meneliti dan menyimak kasus yang
tertuang dalam dakwaan tersebut.
Keberatan ini kami sampaikan terhadap Surat Dakwaan Sdr. Jaksa Penuntut Umum
No. Reg. Perk. PDM-114/KPR/03/2017.tanggal Maret 2017 yang tadi telah
dibacakan dipersidangan ini, dimana pada pokoknya Terdakwa didakwa melakukan
tindak pidana dengan Dakwaan Tunggal melakukan tindak pidana yang diatur dalam
Pasal 50 ayat (3) huruf (a) jo Pasal 78 ayat (2) UU RI No.41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan.
Majelis Hakim yang terhormat,
Sdr. Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati.
Adapun keberatan yang kami sampaikan adalah mengenai ;
I. MENGENAI KEWENANGAN MENGADILI. II. DAKWAAN TIDAK DAPAT DITERIMA. III. EXCEPTIO IN TEMPORES (KEWENANGAN MENUNTUT PIDANA
TELAH LEWAT TENGGANG WAKTU ATAU DALUWARSA) IV. DAKWAAN TIDAK CERMAT, TIDAK JELAS DAN TIDAK LENGKAP. V. DAKWAAN PREMATUR.
Dengan uraian sebagai berikut ;
I. MENGENAI KEWENANGAN MENGADILI
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 10 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
1. Bahwa Terdakwa JOHANNES SITORUS memiliki Sertifikat Hak Milik
sebanyak 271 (dua ratus tujuh puluh satu) yang diterbitkan sekitar
tahun 2003 – tahun 2004 untuk tanah seluas 550,16 Ha dan diatas
tanah tersebut dijadikan perkebunan kelapa sawit, yang menurut
Dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada pokoknya menyatakan
“….tanah perkebunan kelapa sawit seluas 550,16 Ha milik Terdakwa
JOHANNES SITORUS tersebut termasuk sebagaimana Keputusan
Menteri Kehutanan No.SK.74/Menhut-II/2005 tanggal 29 Maret 2005
tentang Penunjukan Kawasan Hutan Produksi Tetap Tesso Nilo
seluas 1.027 (seribu dua puluh tujuh) Hektar di Desa Kepau Jaya
Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau sebagai
Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus untuk hutan penelitian pakan
lebah kepau jaya, yang merupakan bagian dari Kawasan Hutan yang
sudah ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan R.I.
No.173/Kpts-II/1986 tanggal 6 Juni 1986 tentang Penunjukan Areal
Hutan di Wilayah Provinsi Dati I Riau sebagai Kawasan Hutan ….”
sehingga Terdakwa didakwa telah mengerjakan dan atau
menggunakan dan atau menduduki Kawasan Hutan secara tidak
syah dan diancam pidana dalam Pasal 50 ayat (3) huruf (a) jo Pasal
78 ayat (2) UU RI No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
2. Bahwa Pasal 1 ayat (3) dari UU No.41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan menyatakan “ Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atauditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap “.
Dan berdasarkan Putusan Putusan Mahkamah Konstitusi No.
45/PUU-IX/2011 tanggal 21 Februari 2012, yang amar putusannya
berbunyi ;
a. Frasa “ ditunjuk dan atau “ dalam Pasal 1 angka 3 Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana
telah diubah dengan Undang Undang Nomor 19 tahun 2004
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang
Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang
Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi
Undang Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4412) bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 11 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
b. Frasa “ ditunjuk dan atau “ dalam Pasal 1 angka 3 Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana
telah diubah dengan Undang Undang Nomor 19 tahun 2004
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang
Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang
Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi
Undang Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4412) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Bahwa dari uraian diatas mengenai adanya norma hukum Pasal 1
ayat (3) UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yaitu frasa “
ditunjuk dan atau “ yang dinyatakan bertentangan dengan UUD Negara Republik Indoensia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No.45/PUU-IX/2011 tanggal 21 Februari 2012 tersebut, maka bunyi
Pasal 1 ayat (3) UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
seharusnya menjadi berbunyi “ Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap “ . Hal ini sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang menyatakan “Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yangditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap “ Jadiyang disebut Kawasan Hutan adalahbukan dari Penunjukan kawasan hutanmelainkanharus dari Penetapan Kawasan Hutan.
3. Bahwa Pasal 16 Peraturan Pemerintah R.I. No.44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutananmengatakan ; (1) Berdasarkan hasil inventarisasi hutan, Menteri
menyelenggarakan pengukuhan kawasan hutan dengan memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah.
(2) Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahapan proses ; a. Penunjukan kawasan hutan ;
b. Penataan batas kawasan hutan ;
c. Pemetaan kawasan hutan ; dan
d. Penetapan kawasan hutan.
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 12 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
Bahwa Pasal 17 Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan mengatakan “ Penunjukan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (2) huruf a dilaksanakan sebagai proses awal suatu wilayah tertentu menjadi kawasan hutan “.
4. Bahwa sebelum adanya Penetapan Kawasan Hutan untuk dikukuhkan sebagai Kawasan Hutan, harus terlebih dahulu menyelesaikan hak-hak atas tanah yang akan dijadikan Kawasan Hutan tersebut, sebagaimana dengan tegas telah diatur dalam Pasal 19, 20 dan 22 Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan yaitu ; Pasal 19 Peraturan Pemerintah R.I. No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutananmengatakan ; 1. Berdasarkan penunjukan kawasan hutan, dilakukan penataan
batas kawasan hutan. 2. Tahapan pelaksanaan penataan batas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mencakup kegiatan ;
a. Pemancangan patok batas sementara ;
b. Pengumuman hasil pemancangan patok batas sementara ;
c. Inventarisasi dan penyelesaian hak-hak pihak ketiga yang berada disepanjang trayek batas dan didalam kawasan hutan.
d. Penyusunan Berita Acara Pengakuan oleh masyarakat disekitar trayek batas atas hasil pemancangan patok batas sementara.
e. Pemasangan pal batas yang dilengkapi dengan lorong
batas;
f. Pemetaan hasil penataan batas ;
g. Pembuatan dan penandatanganan Berita Acara Tata Batas
dan Peta Tata Batas ; dan
h. Pelaporan kepada Menteri dengan tembusan kepada
Gubernur.
3. Berdasarkan criteria dan standard pengukuhan kawasan hutan
sebagimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (3) Gubernur
menetapkan pedoman penyelenggaraan penataan batas.
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 13 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
4. Berdasarkan pedoman penyelenggaraan penataan batas
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bupati/Walikota
menetapkan petunjuk pelaksanaan penataan batas.
5. Bupati/Walikota bertanggung jawab atas penyelenggaraan
penataan batas kawasan hutan diwilayahnya.
Pasal 20 Peraturan Pemerintah R.I. No.44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan mengatakan ; 1. Pelaksanaan penataan batas kawasan hutan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 19 ayat (3) dilakukan oleh Panitia Tata
Batas Kawasan Hutan.
2. Panitia Tata Batas Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibentuk oleh Bupati/Walikota.
3. Unsur keanggotaan, tugas dan fungsi, prosedur dan tata kerja
Panitia Tata Batas kawasan hutan diatur dengan Keputusan
Menteri.
4. Panitia Tata Batas Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) antara lain bertugas ;
a. Melakukan persiapan pelaksanaan penataan batas dan
pekerjaan pelaksanaan dilapangan ;
b. Menyelesaikan masalah-masalah ; 1. hak-hak atas lahan/tanah disepanjang trayek
batas; 2. hak-hak atas lahan/tanah didalam kawasan hutan ;
c. Memantau pekerjaan dan memeriksa hasil-hasil pelaksanaan
pekerjaan tata batas dilapangan ;
d. Membuat dan menanda-tangani Berita Acara Tata Batas
Kawasan Huitan dan Peta Tata Batas Kawasan Hutan.
5. Hasil penataan batas kawasan hutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dituangkan dalam Berita Acara Tata Batas Kawasan
Hutan dan Peta Tata Batas Kawasan Hutan yang ditanda tangani
oleh Panitia Tata Batas Kawasan Hutan dan diketahui oleh
Bupati/Walikota.
6. Hasil penataan batas kawasan hutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) disahkan oleh Menteri.
Bahwa Pasal 22 Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan mengatakan ;
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 14 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
1. Menteri menetapkan Kawasan Hutan didasarkan atas Berita
Acara Tata Batas Kawasan Hutan dan Peta Tata Batas Kawasan
Hutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (6) yang telah
temu gelang.
2. Dalam hal penataan batas kawasan hutan temu gelang tetapi masih terdapat hak-hak pihak ketiga yang belum diselesaikan, makakawasan hutan tersebut ditetapkan oleh Menteri dengan memuat penjelasan hak-hak yang ada didalamnya untuk diselesaikan oleh Panitia Tata Batas yang bersangkutan.
3. Hasil Penetapan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), terbuka untuk diketahui oleh masyarakat.
5. Bahwa kepemilikan Terdakwa JOHANES SITORUS terhadap tanah perkebunan kelapa sawit seluas 550, 16 Hektar dengan Sertifikat Hak Milik sebanyak 271 (dua ratus tujuh puluh satu),
adalahSAH SECARA HUKUM, dan TETAP DINYATAKAN BERLAKU berdasarkan Pasal 22 butir (c) Peraturan Bersama
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Menteri Kehutanan
Republik Indonesia dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia No. 79 Tahun 2014, No.PB.3/Menhut-11/2014, No.17/
PRT/M/2014, No.8/SKB/X/2014 tanggal 17 Oktober 2014, tentang
Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang berada didalam
Kawasan Hutan, menyatakan ; “Pada saat Peraturan Bersama ini
mulai berlaku, terhadap hak atas tanah yang telah diterbitkan tanda bukti haknya secara sporadic kepada orang perorangan, badan social/keagamaan dan instansi pemerintah sesuai ketentuan
dibidang pertanahan yang berada didalam kawasan hutan sebelum berlakunya peraturan ini dinyatakan tetap berlaku“. Apalagi Terdakwa JOHANNES SITORUS selama ini selalu patuh membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas yang dimiliki
oleh Terdakwa tersebut.
6. Bahwa seharusnya Jaksa Penuntut Umum sebelum mengajukan Terdakwa JOHANNES SITORUS ke Peradilan Pidana dengan Dakwaan melanggar Pasal 50 ayat (3) huruf (a) jo Pasal 78 ayat (2)
UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Jaksa Penuntut Umum
harus terlebih dahulumenyelesaikan hak-hak atas tanah kepemilikan Terdakwa JOHANNES SITORUS, atau Jaksa Penuntut
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 15 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
Umum harus terlebih dahulu mengajukan Pembatalan terhadap
271 (dua ratus tujuh puluh satu) Sertifikat Hak Milik Terdakwa
JOHANNES SITORUS tersebut ke Peradilan Tata Usaha Negara
atau ke Peradilan Perdata.
Berdasarkan uraian diatas, maka seharusnya perkara Terdakwa
JOHANNES SITORUS ini termasuk dalam kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara atau kewenangan Peradilan Perdata dan bukan merupakan Kewenangan Peradilan Pidana.
II. DAKWAAN TIDAK DAPAT DITERIMA atau BATAL DEMI HUKUM.
Bahwa Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang menyebutkan
Terdakwa JOHANNES SITORUS melanggar Pasal 50 ayat (3) huruf (a) jo
Pasal 78 ayat (2) UU RI No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
adalahDakwaan yang tidak dapat diterimaataubatal demi hukum,
karena Jaksa Penuntut Umum yang mendakwakan kepada Terdakwa
JOHANNES SITORUS terhadap Pasal 50 ayat (3) huruf (a) jo Pasal 78
ayat (2) UU RI No.41 Tahun 1999 yang TELAH DICABUT dan DINYATAKAN TIDAK BERLAKU LAGI,berdasarkan Pasal 112 UU No.
18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan
Hutan, yang menyatakan :
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku ;
a. Ketentuan Pasal 50 ayat (1) dan ayat (3) huruf a, huruf f, huruf g,
huruf h, huruf j serta huruf k, dan
b. Ketentuan Pasal 78 ayat (1) mengenai ketentuan pidana terhadap
Pasal 50 ayat (1) serta ayat (2) mengenai ketentuan pidana terhadap
Pasal 50 ayat (3) huruf a dan huruf b, ayat (6), ayat (7), ayat (9) dan
ayat (10)
Dalam Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah
diubah dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan menjadi Undang Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4412) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan ini dapat diberlakukan terhadap perkara
Terdakwa Johannes Sitorus sebagaimana dimaksud :
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 16 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
1. Dalam Pasal 110 huruf b Undang-Undang No. 18 Tahun 2013
menyatakan “perkara tindak pidana perusakan hutan dalam kawasan
hutan yang telah ditunjuk oleh Pemerintah sebelum Putusan
Mahkamah Konstitusi No. 45/PUU-IX/2011. Tanggal 12 Februari
2012 tentang Pengujian Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan, berlaku dalam UU ini”. 2. Dalam Pasal 1 ayat (2) KUHPidana yang menyatakan “bilamana
ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan maka terhadap Terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan”.
Oleh karenanya Jaksa Penuntut Umum dalam Dakwaannya telah tidak
cermat dan tidak teliti mengenai Undang Undang yang mengatur tindak
pidana yang didakwakan tersebut, sehingga bertentangan dengan Pasal
143 ayat (2) huruf (b) KUHAP dan berdasarkan Pasal 143 ayat (3)
KUHAP, maka dakwaan Jaksa Penuntut Umum haruslah dinyatakan
BATAL DEMI HUKUM atau setidak tidaknya DAKWAAN DINYATAKAN TIDAK DAPAT DITERIMA.
III. EXCEPTIO IN TEMPORES KEWENANGAN MENUNTUT PIDANA DALUWARSA atau Penuntutan tindak pidana yang diajukan kepada Terdakwa telah melampaui tenggang batas waktu yang ditentukan oleh Undang Undang (That the time priscribed by law for bringing such action or offence has expired). Pasal 78 ayat (1) KUHPidana menyatakan ; Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa ;
1. mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan
percetakan sesudah satu tahun ;
2. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana
kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam
tahun;
3. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah duabelas tahun ;
4. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup, sesudah delapanbelas tahun.
Pasal 79 KUHPidana, menyatakan ; Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan, kecuali dalam hal hal berikut ; ……dan seterusnya.
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 17 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
Pasal 85 ayat (3) menyatakan ;
Tenggang daluwarsa tertuduh selama perjalanan pidana ditunda menurut
perintah dalam suatu peraturan umum, dan juga selama terpidana
dirampas kemerdekaannya, meskipun perampasan kemerdekaan itu
berhubungan dengan pemidanaan lain.
Bahwa Terdakwa didakwa telah melakukan tindak pidana melanggar
Pasal 50 ayat (3) huruf a jo Pasal 78 ayat (2) UU RI No.41 Tahun 1999
tentang Kehutanan
Pasal 50 ayat (3) huruf a , berbunyi ;
(3) setiap orang dilarang ;
a. mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan
hutan secara tidak sah.
Pasal 78 ayat (2) berbunyi ;
(2) barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf a, huruf b, atau huruf c,
diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp.5.000.000.000.- (lima milyar rupiah).
Bahwa dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut, maka Terdakwa
diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun, sehingga
berdasarkan Pasal 78 ayat (1) angka 3 KUHPidana, daluwarsa kewenangan menuntut pidanaadalahsesudah 12 (duabelas) tahun. Bahwa didalam menghitung sejak kapan tenggang waktu daluwarsa dimulai berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 KUHPidana yang mengatakan “Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan, kecuali dalam hal hal berikut ; ……dan seterusnya. Terdapat 2(dua) pendapat baik yang dikemukakan ahli
maupun dari berbagai putusan pengadilan yaitu ;
- Pendapat Pertama mengatakan “ Tenggang waktu mulai dihitung pada hari sesudah perbuatan dilakukan “
- Pendapat Kedua mengatakan “ Tenggang waktu mulai dihitung sejak waktu diketahuinya perbuatan itu “.
Bahwa oleh karena itu untuk menghitung sejak kapan tenggang waktu
daluwarsa dimulai berlaku terhadap perbuatan Terdakwa, maka dapat
dihitung dari :
1. Bahwa apabila penghitungan tenggang wakru mulai dihitung sesudah perbuatan dilakukan, adalah berdasarkan Surat Dakwaan Sdr. Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan pada pokoknya “ ….Terdakwa
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 18 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
Johannes Sitorus pada hari, tanggal dan bulan yang sudah tidak dapat
diingat lagi akan tetapi masih dalam tahun 2000 sampai sekarang bertempat lahan perkebunan kelapa sawit seluas + 550,16 Ha yang
dahulu terletak di Desa Buluh Nipis Kecamatan Siak Hulu Kabupaten
Kampar dan sekarang berlokasi di Desa Kepau Jaya, Kecamatan Siak
Hulu Kabupaten Kampar atau setidak tidaknya masih termasuk dalam
daerah hukum Pengadilan Negeri Bangkinang, mengerjakan dan atau
menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak
syah….dan seterusnya ”.
Maka penghitungan masa tenggang waktu daluwarsa, adalahdimulai sejak tahun 2000 dan terhenti setelah Tersangka dilakukan penahanan oleh Jaksa Penuntut Umum pada tanggal 13 Maret 2017, yaitu16 (enambelas) tahun 3 (tiga) bulan 12 (duabelas) hari.
2. Bahwa apabila penghitungan tenggang waktu sejak diketahuinya perbuatanadalah berdasarkan Laporan Kejadian No.LK.01/IV-K.5/P1/2004 tanggal 30 Nopember 2004 dan kemudian diterbitkan
Surat Perintah Penyidikan No.SPP.02/IV-K.5/P2/2004 tanggal 1
Desember 2004, dimana Terdakwa diduga telah melakukan perbuatan
mengerjakan dan atau menduduki dan atau menggunakan kawasan
hutan secara tidak sah.
Maka dimulai penghitungan masa tenggang waktu daluarsa
adalahsejak adanya laporan kejadian tanggal 30 Nopember 2004atau
sejak diterbitkannya
Surat Perintah Penyidikan tanggal 1 Desember 2004, mulai
penghitungan masa tenggang daluwarsa, dan terhenti setelah
Tersangka dilakukan penahanan oleh Jaksa Penuntut Umum pada
tanggal 13 Maret 2017, yaitu12 (duabelas) tahun 3 (tiga) bulan 12 (duabelas) hari.
Bahwa selama 16 (enambelas) tahun 3 (tiga) bulan 12 (duabelas) hariatauselama 12 (duabelas) tahun 3 (tiga) bulan 12 (duabelas) hari tersebut tidak ada hal-hal yang menghentikan daluarsa sebagaimana ditentukan dalam Pasal 80 KUHPidana dan juga tidak ada perselisihan prayudisial yang menunda daluwarsa sebagaimana ditentukan dalam Pasal 81 KUHPidana, karena dakwaan atau penuntutan pidana pun baru
dilakukan pada hari ini.
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 19 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
Oleh karena itu berdasarkan Pasal 78 ayat (1) angka 3 KUHPidana,
KEWENANGAN MENUNTUT PIDANA yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum adalah HAPUS KARENA DALUWARSA.
IV. DAKWAAN TIDAK CERMAT, TIDAK JELAS DAN TIDAK LENGKAP. Pasal 143 ayat (2) huruf (b) KUHAP memerintahkan supaya Surat
Dakwaan Jaksa Penuntut Umum harus cermat, jelas dan lengkap uraian
mengenai tindak pidana yang didakwakan.
M. Yahya Harahap, dalam buku Pembahasan Permasalahan dan
Penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi
dan Peninjauan Kembali, Edisi Kedua, Tahun 2000, Hal.127-128,
mengatakan pada pokoknya ;
Bahwa Jaksa Penuntut Umum harus menguraikan secara lengkap dan
jelas mengenai :
1. Semua unsur delik yang dirumuskan dalam pasal pidana yang
didakwakan harus cermat disebutkan satu persatu.
2. Menyebut dengan cermat, lengkap dan jelas cara tindak pidana
dilakukan.
3. Menyebut keadaan-keadaan (CIRCUMSTANCES) yang melekat pada tindak pidana, keadaan-keadaan yang melekat pada tindak pidana terutama “keadaan khusus” (Particular Circumstances) adalah bagian yang tidak terpisahkan dari tindak pidana yang terjadi,
Selain itu, seperti kita ketahui, bahwa Jaksa Penuntut Umum mempunyai
KEWAJIBAN HUKUM untuk melindungi Hak Asasi Manusia, termasuk dalam hal ini melindungi Hak Asasi Manusia dari Terdakwa JOHANNES SITORUS agar tidak dilanggar didalam Penegakan Hukum yang dilakukannya, dan seperti yang kita ketahui pula bahwa KEADILAN adalah MILIK SEMUA (Aequitas Agit In Persenam), juga Keadilan milik Terdakwa JOHANNES SITORUS. Oleh karena itu atas dasar adanya Kewajiban Hukum yang melekat pada
Jaksa Penuntut Umum untuk melindungi Hak Asasi Manusia termasuk
Hak Asasi Terdakwa JOHANNES SITORUS dan guna mendapatkan KEADILAN, maka seharusnya Jaksa Penuntut Umum didalam menguraikan fakta hukum pada surat dakwaannya HARUS dan WAJIB memasukkan semua fakta hukum yang ada dan menerapkan Peraturan Perundang undangan yang ada, termasukmenyebut keadaan-keadaan (CIRCUMSTANCES) yang melekat pada tindak
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 20 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
pidanayang didakwakan, karena keadaan-keadaan yang melekat pada tindak pidana terutama “ keadaan khusus ” (Particular Circumstances) adalah bagian yang tidak terpisahkan dari tindak pidana yang terjadi, sebagaimana yang dikehendaki dalam Pasal 143 ayat (2) huruf (b) KUHAP yang telah
disebutkan diatas.
TETAPI KENYATAANNYA : Jaksa Penuntut Umum didalam Surat Dakwaannya tersebut, TIDAK MENGURAIKAN SECARA UTUH SEMUA FAKTA HUKUM DAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN YANG TERKAIT DENGAN PERBUATAN TERDAKWA, Jaksa Penuntut Umum hanya menguraikan Fakta Hukum dan Peraturan Perundang undangan yang tidak lengkap dan
SECARASEPOTONG-SEPOTONGagarTerdakwa JOHANNES SITORUSterlihat seakan-akan bersalah telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakannya yaitu “…telah mengerjakan dan atau
menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak
syah…”,sehinggaTERLIHAT SEKALI Jaksa Penuntut Umum MEMAKSAKAN KEHENDAKNYA dengan tujuanagar menjadikan SUATU PERKARA dan mengajukan Terdakwa ke persidangan. Sehingga Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dapat dikatakan
MENYESATKAN (misleading) yang dapat dikwalifikasi sebagai PERKOSAAN terhadap HAK ASASI Terdakwa JOHANNES SITORUS.
Hal ini terlihat sebagai berikut :
Bahwa Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Dakwaan HANYA MENGURAIKAN pada pokoknya “ ….lahan areal perkebunan sawit milik Terdakwa seluas 550,16 Ha yang telah diterbitkan 271 (dua ratus tujuh
puluh satu) Sertifikat Hak Milik senyatanya masuk kedalam Kawasan
Hutan Produksi Terbatas (HPT) kelompok Tesso Nilo sebagai Kawasan
Hutan yang sudah ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan
R.I. No.173/Kpts-II/1986 tanggal 6 Juni 1986 tentang Penunjukan Areal
Hutan di Wilayah Propinsi Dati I Riau……….yang kemudian lahan
perkebunan sawit milik Terdakwa seluas 550,16 Ha itu termasuk dalam
Kawasan Hutan Litbang Lubuk Sakat seluas + 1.027 Ha di Desa Kapau
Jaya Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar yang merupakan bagian
Kawasan HPT
Kelompok Tesso Nilo yang ditunjuk oleh Menteri Kehutanan RI sebagai
Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) untuk Hutan Penelitian
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 21 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
Pakan Lebah Kepau Jaya sebagaimana Keputusan Menteri Kehutanan
No./SK.74/Menhut-II/2005 tanggal 29 Maret 2005…” , tetapi Jaksa
Penuntut Umum tidak menyebut keadaan-keadaan (CIRCUMSTANCES) yang melekat pada tindak pidanayang didakwakan, karena keadaan-keadaan yang melekat pada tindak pidana terutama “keadaan khusus”
(Particular Circumstances) adalah bagian yang tidak terpisahkan dari tindak pidana yang terjadi, yaitu ; I. Bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak menguraikan dan tidak
menerapkan fakta hukum tentang adanya Norma Hukum dalam Pasal 1 ayat (3) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang telah dinyatakan bertentangan dengan UUD Negara R.I. Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan tindak pidana yang didakwakan, yaitu ; a. Bahwa Pasal 1 Ayat (3) dari UU No.41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan menyatakan “ Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atauditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap “
b. Bahwa berdasarkan Putusan Putusan Mahkamah Konstitusi No.
45/PUU-IX/2011 tanggal 21 Februari 2012, yang amar
putusannya berbunyi ;
Menyatakan pada pokoknya ;
- Frasa “ ditunjuk dan atau “ dalam Pasal 1 angka 3 Undang UndangNomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor
19 tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Undang Undang Nomor 41 tahun 1999
tentang Kehutanan menjadi Undang Undang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4412) bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Frasa “ ditunjuk dan atau “ dalam Pasal 1 angka 3 Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 22 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
19 tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang Undang Nomor
1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang Undang
Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang
Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4412) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Bahwa Pertimbangan Hukum dalam Putusan Mahkamah
Konstitusi tersebut sebagai berikut ;
- Pada halaman 157 alinea terakhir-halaman 158, pada
pokoknya Mahkamah Konstitusi menyatakan “Bahwa dalam
suatu Negara Hukum, Pejabat administrasi Negara tidak boleh
berbuat sekehendak hatinya, akan tetapi harus bertindak
sesuai dengan hukum dan peraturan perundang undangan,
serta tindakan berdasarkan freies Ermessen (discretionary
powers). Penunjukan belaka atas suatu kawasan untuk
dijadikan kawasan hutan tanpa melalui proses atau tahap-
tahap yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan
dikawasan hutan sesuai dengan hukum dan peraturan
perundang undangan, merupakan pelaksanaan pemerintahan
otoriter. Penunjukan kawasan hutan merupakan sesuatu yang
dapat diprediksi, tidak tiba tiba, bahkan harus direncanakan,
dan karenanya tidak memerlukan tindakan freies Emerssen
(discretionary powers). Tidak seharusnya suatu kawasan hutan yang akan dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap menguasai hajat hidup orang banyak, hanya dilakukan melalui penunjukan.
- Pada halaman 158 alinea pertama, pada pokoknya Mahkamah
Konstituasi menyatakan “bahwa antara pengertian yang
ditentukan dalam Pasal 1 angka 3 dan ketentuan Pasal 15 UU
Kehutanan terdapat perbedaan. Pengertian dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang a quo hanya menyebutkan bahwa “kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap”, sedangkan dalam Pasal
15 ayat (1) Undang-Undang a quo menentukan secara tegas
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 23 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
adanya tahap-tahap dalam proses pengukuhan suatu kawasan
hutan. Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang a quo menentukan “pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dilakukan melalui proses sebagai
berikut: a. penunjukkan kawasan hutan; b. penataan batas kawasan hutan; c. pemetaan kawasan hutan; dan d. penetapan kawasan hutan”. Berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang a quo penunjukkan kawasan hutan
adalah salah satu tahap dalam proses pengukuhan kawasan
hutan, sementara itu “penunjukkan” dalam ketentuan Pasal 1
angka 3 Undang-Undang a quo dapat dipersamakan dengan
penetapan kawasan hutan yang tidak memerlukan tahap-
tahapsebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 ayat (1)
Undang-Undang a quo.
- Pada halaman 158 alinea kedua, pada pokoknya Mahkamah
Konstituasi menyatakan “bahwa menurut Mahkamah, tahap-
tahap proses penetapan suatu kawasan hutan sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 15 ayat (1) UU Kehutanan di atas sejalan dengan asas Negara hukum yang antara lain bahwa
pemerintah atau pejabat administrasi Negara taat kepada
peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Selanjutnya ayat (2) dari pasal tersebut yang menentukan“pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah”, menurut Mahkamah ketentuan tersebut antara lain memperhatikan kemungkinan adanya hak-hak perorangan atau hak pertuanan (ulayat) pada kawasan hutan yang akan ditetapkan sebagai kawasan hutan tersebut, sehinggajika terjadi keadaan seperti itu maka penataan batas dan pemetaan batas kawasan hutan harus mengeluarkannya dari kawasan hutan supaya tidak menimbulkan kerugian bagi pihak lain, misalnya masyarakat
yang berkepentingan dengan kawasan yang akan ditetapkan
sebagai kawasan hutan tersebut.
- Pada halaman 159 alinea pertama, pada pokoknya Mahkamah
Konstituasi menyatakan “bahwa karena penetapan kawasan hutan adalah proses akhir dari rangkaian proses
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 24 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
pengukuhan kawasan hutan, maka frasa “ditunjuk dan atau” yang terdapat dalam Pasal 1 angka 3 UU Kehutanan bertentangan dengan asas Negara hukum, seperti tersebut dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Selain itu, frasa “ ditunjuk dan atau” tidak sinkron dengan Pasal 15 Undang-Undang aquo. Dengan demikian ketidaksinkronan tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945
yang menentukan “setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum”.
Bahwa dari uraian diatas mengenai adanya norma hukum Pasal 1 ayat
(3) UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yaitu frasa “ ditunjuk dan atau “ yang dinyatakan bertentangan dengan UUD Negara Republik Indoensia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No.45/PUU-IX/2011 tanggal 21 Februari 2012, maka bunyi Pasal 1 ayat (3) UU
No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi berbunyi “ Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap “ . Hal ini sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang menyatakan “Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yangditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap Jadi yang disebut Kawasan Hutan bukan dari Penunjukan kawasan hutan melainkan harus dari Penetapan Kawasan Hutan. Bahwa Pasal 17 Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan mengatakan “ Penunjukan kawasan hutansebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (2) huruf a dilaksanakan sebagai proses awal suatu wilayah tertentu menjadi kawasan hutan “ Bahwa Pasal 16 Peraturan Pemerintah R.I. No.44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutananmengatakan ;
(1) Berdasarkan hasil inventarisasi hutan, Menteri
menyelenggarakan pengukuhan kawasan hutan dengan memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah.
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 25 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
(2) Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahapan proses ; e. Penunjukan kawasan hutan ; f. Penataan batas kawasan hutan ;
g. Pemetaan kawasan hutan ; dan
h. Penetapan kawasan hutan. Bahwa Pasal 16 Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 2004 tentang
Perencanaan Kehutanan merupakan pelaksanaan dari Pasal 14 dan
Pasal 15 UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yaitu :
Pasal 14 UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan mengatakan ; 1. Berdasarkan inventarisasi hutan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 13 Pemerintah menyelenggarakan pengukuhan kawasan hutan,
2. Kegiatan pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan untuk memberikan kepastian hukum atas
kawasan hutan. Pasal 15 UU No.41 tahun 1999Tentang Kehutanan mengatakan
3. Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 dilakukan melalui proses sebagai berikut ;
c. penunjukan kawasan hutan, d. penataan batas kawasan hutan. e. Pemetaan kawasan hutan, dan f. Penetapan kawasan hutan.
2. Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah.
Dalam Penjelasannya Pasal 15 tersebut mengatakan ; Penunjukan kawasan hutan adalah kegiatan persiapan pengukuhan kawasan hutan antara lain berupa ; 1. pembuatan peta penunjukan yang bersifat arahan tentang batas
luar,
2. pemancangan batas sementara yang dilengkapi dengan lorong
lorong batas,
3. pembuatan parit batas pada lokasi lokasi rawan, dan
4. pengumuman tentang rencana batas kawasan hutan terutama
dilokasi lokasi yang berbatasan dengan tanah hak.
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 26 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
Dari uraian diatas terlihat secara hukum bahwa Surat Keputusan
Menteri Kehutanan R.I. No.173/KPTS-II/1986 tanggal 6 Juni 1986
tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Provinsi Dati I Riau sebagai Kawasan Hutan, haruslah terlebih dahulu disesuaikan dengan UU No.41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan jo Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 2004 tentang
Perencanaan Kehutanan dan Putusan Mahkamah Konstitusi
No.45/PUU-IX/2011.tanggal 21 Februari 2012.
Dengan kata lain Penunjukan areal hutan diwilayah provinsi Dati I
Riau yang didasarkan oleh Surat Keputusan Menteri Kehutanan R.I.
No.173/KPTS-II/1986 tanggal 6 Juni 1986 HANYA SEBAGAI PROSES AWALUNTUK PENETAPAN YANG MENGUKUHKAN SUATU WILAYAH TERTENTU MENJADI KAWASAN HUTAN dan HARUS SESUAI DENGAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) PROVINSI RIAU MAUPUN RTRW KABUPATEN KAMPAR. Bahwa demikian pula sebelum adanya Penetapan Kawasan Hutan
untuk dikukuhkan sebagai Kawasan Hutan, harus terlebih dahulu menyelesaikan hak-hak atas tanah yang akan dijadikan Kawasan Hutan tersebut, sebagaimana dengan tegas telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan yaitu ; Pasal 19 Peraturan Pemerintah R.I. No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan mengatakan ; 1. Berdasarkan penunjukan kawasan hutan, dilakukan penataan
batas kawasan hutan. 2. Tahapan pelaksanaan penataan batas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mencakup kegiatan ;
a. Pemancangan patok batas sementara ;
b. Pengumuman hasil pemancangan patok batas sementara ;
c. Inventarisasi dan penyelesaian hak-hak pihak ketiga yang berada disepanjang trayek batas dan didalam kawasan hutan.
d. Penyusunan Berita Acara Pengakuan oleh masyarakat disekitar trayek batas atas hasil pemancangan patok batas sementara.
e. Pemasangan pal batas yang dilengkapi dengan lorong batas ;
f. Pemetaan hasil penataan batas ;
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 27 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
g. Pembuatan dan penandatanganan Berita Acara Tata Batas
dan Peta Tata Batas ; dan
i. Pelaporan kepada Menteri dengan tembusan kepada
Gubernur.
3. Berdasarkan criteria dan standard pengukuhan kawasan hutan
sebagimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (3) Gubernur
menetapkan pedoman penyelenggaraan penataan batas.
4. Berdasarkan pedoman penyelenggaraan penataan batas
sebagaimana dimaksud pada Ayat (3), Bupati/Walikota
menetapkan petunjuk pelaksanaan penataan batas.
5. Bupati/Walikota bertanggung jawab atas penyelenggaraan
penataan batas kawasan hutan diwilayahnya.
Pasal 20 Peraturan Pemerintah R.I. No.44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutananmengatakan ; 1. Pelaksanaan penataan batas kawasan hutan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 19 Ayat (3) dilakukan oleh Panitia Tata
Batas Kawasan Hutan.
2. Panitia Tata Batas Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibentuk oleh Bupati/Walikota.
3. Unsur keanggotaan, tugas dan fungsi, prosedur dan tata kerja
Panitia Tata Batas kawasan hutan diatur dengan Keputusan
Menteri.
4. Panitia Tata Batas Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) antara lain bertugas ; a. Melakukan persiapan pelaksanaan penataan batas dan
pekerjaan pelaksanaan dilapangan ;
b. Menyelesaikan masalah-masalah ; 1. hak-hak atas lahan/tanah disepanjang trayek batas ; 2. hak-hak atas lahan/tanah didalam kawasan hutan ;
c. Memantau pekerjaan dan memeriksa hasil-hasil pelaksanaan
pekerjaan tata batas dilapangan ;
d. Membuat dan menanda-tangani Berita Acara Tata Batas
Kawasan Huitan dan Peta Tata Batas Kawasan Hutan.
5. Hasil penataan batas kawasan hutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dituangkan dalam Berita Acara Tata Batas Kawasan
Hutan dan Peta Tata Batas Kawasan Hutan yang ditanda tangani
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 28 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
oleh Panitia Tata Batas Kawasan Hutan dan diketahui oleh
Bupati/Walikota.
6. Hasil penataan batas kawasan hutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) disahkan oleh Menteri.
Bahwa Pasal 21 Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan mengatakan : Pemetaan dalam rangka kegiatan pengukuhan kawasan hutan dilakukan melalui proses pembuatan peta ; a. Penunjukan kawasan hutan ;
b. Rencana trayek batas ;
c. Pemancangan patok batas sementara ;
d. Penataan batas kawasan hutan ;
e. Penetapan kawasan hutan Bahwa Pasal 22 Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutananmengatakan ; 1. Menteri menetapkan Kawasan Hutan didasarkan atas Berita
Acara Tata Batas Kawasan Hutan dan Peta Tata Batas Kawasan
Hutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (6) yang telah
temu gelang.
2. Dalam hal penataan batas kawasan hutan temu gelang tetapi masih terdapat hak-hak pihak ketiga yang belum diselesaikan, makakawasan hutan tersebut ditetapkan oleh Menteri dengan memuat penjelasan hak-hak yang ada didalamnya untuk diselesaikan oleh Panitia Tata Batas yang bersangkutan.
3. Hasil Penetapan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), terbuka untuk diketahui oleh masyarakat.
Bahwa oleh karena itu yang menurut Jaksa Penuntut Umum dalam
surat dakwaannya yang mengatakan “....Didalam Daerah Administratif
Pemerintahan Kabupaten Kampar terdapat Kawasan Hutan Tesso Nilo
dengan Fungsi Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang didasarkan pada
Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.173/Kpts-II/1986, tanggal 6
Juni 1986 tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Propinsi Dati I Riau sebagai Kawasan Hutan dan telah dilakukan 3 (tiga) kali
Pengesahan Berita Acara Tata Batas (BATB) oleh Menteri
Kehutanan…...” adalah tidak sesuai dengan UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 2004
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 29 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
tentang Perencanaan Kehutanan dan tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kampar, karena sampai saat ini BELUM ADA PENETAPAN KAWASAN HUTAN TESSO NILO (PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN TESSO NILO) di Kabupaten Kampar tersebut.
Demikian juga mengenaiSurat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.74/Menhut-II/2005 tanggal 29 Maret 2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Produksi Tetap Tesso Nilo seluas 1.027 Ha di Desa
Kepau Jaya Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau
sebagai Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus untuk Hutan
Penelitian Pakan Lebah Kepau Jaya, adalah BELUM MERUPAKAN KAWASAN HUTAN, sebagaimana dimaksud dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 2004
tentang Perencanaan Kehutanan jo Putusan Mahkamah Konstitusi No.
45/PUU-IX/2011 tanggal 21 Februari 2012, karena Penunjukan Kawasan Hutan Produksi Tetap Tesso Nilo seluas 1027 Ha tersebut
baru merupakan PROSES AWAL suatu wilayah tertentu menjadi
kawasan Hutan (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Peraturan
Pemerintah No.44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan) dan
sampai saat ini BELUM ADA PENETAPAN dari Menteri Kehutanan untuk DIKUKUHKAN SEBAGAI KAWASAN HUTANPRODUKSI TETAP TESSO NILLO,selain itu juga BELUM ADA PENYELESAIAN TERHADAP HAK HAK KEPEMILIKAN PIHAK KETIGA YAITU HAK KEPEMILIKAN TERDAKWA atas tanah seluas 550,16 Ha tersebut sebagaimana 271 (dua ratus tujuh puluh satu) Sertifikat Hak Milik (sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22 Peraturan
Pemerintah No.44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan)
Apabila Jaksa Penuntut Umum dengan cermat, teliti, menguraikan dan menerapkan Peraturan Perundang undangan yang terkait dengan
dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa ini yaitu UU No.41
Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Peraturan Pemerintah No.44
Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan dan Putusan Mahkamah
Konstitusi No. 45/PUU-IX/2011 tanggal 21 Februari 2012, Tentunya
Jaksa Penuntut Umum tidak akan mengajukan Terdakwa ini
kepersidangan, dan Terdakwa tidak dapat didakwa melakukan tindak pidana mengerjakan dan atau menggunakan dan atau
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 30 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
menduduki Kawasan HPT Kelompok Hutan Tesso Nilo seluas 550, 16
Ha, karena ;
1. Kawasan Hutan Tesso Nilo tersebut belum dikukuhkan dan belum ditetapkan sebagai Kawasan hutan Tesso Nilo oleh Menteri Kehutanan apalagi Surat Keputusan Menteri Kehutanan
No.SK.74/Menhut-II/2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan
Produksi Tetap Tesso Nilo seluas 1027 Ha di Desa Kepau Jaya
Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau sebagai
Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus untuk Penelitian Pakan
Lebah Kepau Jaya, TIDAK DAPAT DIBERLAKUKAN SURUT, terhadap Terdakwa JOHANNES SITORUS yang sebelumnya
telah memiliki 271 (dua ratus tujuh puluh satu) Sertifikat Hak Milik
yang diterbitkan pada tahun 2003/2004.
2. BELUM ADA PENYELESAIAN TERHADAP HAK-HAK KEPEMILIKAN TERDAKWA JOHANNES SITORUS atas tanah seluas 550,16 Ha tersebut yang telah mempunyai Sertifikat Hak Milik sebanyak 271 (dua ratus tujuh puluh satu) berdasarkan
Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21 dan Pasal 22 Peraturan Pemerintah
No.44 tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan.
Dan HAK-HAK KEPEMILIKAN TERDAKWA terhadap Tanah seluas 550, 16 Ha dengan 271 (dua ratus tujuh puluh satu)
Sertifikat Hak Milik tersebut TETAP DINYATAKAN BERLAKU berdasarkan Pasal 22 butir (c) Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Menteri Kehutanan Republik
Indonesia dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia No. 79 Tahun 2014, No.PB.3/Menhut-11/2014,
No.17/PRT/M/2014, No.8/SKB/X/2014 tanggal 17 Oktober 2014,
tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang berada
didalam Kawasan Hutan, menyatakan ; “..Pada saat Peraturan
Bersama ini mulai berlaku terhadap hak atas tanah yang telah diterbitkan tanda bukti haknya secara sporadic kepada orang perorangan, badan social/ keagamaan dan instansi pemerintah sesuai ketentuan dibidang pertanahan yang berada didalam kawasan hutan sebelum berlakunya peraturan ini dinyatakan tetap berlaku“
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 31 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
Termasuk adanya Hak Kepemilikan masyarakat yang berada dan
berbatasan dengan tanah hak milik Terdakwa JOHANNES
SITORUS.
4. Bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak menguraikan Fakta Hukum mengenai adanya Perkara Gugatan Perdata yang diajukan oleh
Yayasan Riau Madani selaku Penggugat yang menggugat PT. Central
Lubuk Sawit (dalam hal ini Terdakwa JOHANNES SITORUS) selaku
Tergugat I, Dinas Kehutanan Kampar selaku Tergugat II, Balai
Penelitian Hutan Penghasil Serat selaku Tergugat III, Bupati Kampar
selaku Tergugat IV, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam
(BKSDA) selaku Tergugat V, Dinas Kehutanan Provinsi Riau selaku
Tergugat VI, Gubernur Provinsi Riau selaku Tergugat VII dan Menteri
Kehutanan R.I. selaku Tergugat VIII. Sebagaimana tertuang dalam
Putusan Pengadilan Negeri Bangkinang No.17/Pdt.G/2011/PN.BKN
tanggal 4 April 2012, jo Putusan Pengadilan Tinggi Riau No.35/PDT/
2013/PT.R. tanggal 24 Juni 2013, jo Putusan Mahkamah Agung
No.682 K/Pdt/2014 tanggal 27 Oktober 2014. yang telah mempunyai kekuatan hukum yang mengikat (inkracht van gewijsde). Dalam Putusan Pengadilan Negeri Bangkinang No.17/Pdt.G/2011/
PN.BKN tanggal 4 April 2014 telah terurai dengan tepat pertimbangan hukumnya sebagai berikut 1. Dalam Pertimbangan Hukum pada Putusan Pengadilan
Bangkinang pada halaman 133 alinea terakhir dan halaman 134
dinyatakan “ bahwa berdasarkan pertimbangan pertimbangan
tersebut diatas Majelis berpendapat bahwa Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.173/ Kpts-II/1986 tentang Penunjukan areal hutan diwilayah provinsi Dati I Riau sebagai kawasan hutan dan Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan Produksi Terbatas Tesso Nillo yang dibuat pada tahun 1987 sudah tidak relevan lagi untuk menentukan kawasan hutansebagaimana yang dimaksud dalam Undang Undang No.41 Tahun 1999, sebagaimana diuraikan diatas Bahwa pertimbangan hukum Majelis Hakim tersebut telah
diuraikan panjang lebar dalam pertimbangan hukum dari
halaman 123 sampai halaman 134.
2. Dalam Pertimbangan Hukum pada putusan Pengadilan Negeri
Bangkinang pada 134 sampai kehalaman 135, pada pokoknya
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 32 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
menyatakan Bahwa Surat Keputusan Menteri Kehutanan
No.SK.74/ Menhut-II/2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan
Produksi Tetap Tesso Nilo seluas 1027 Ha di Desa Kepau Jaya
Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau sebagai
Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus untuk Penelitian Pakan
Lebah Kepau Jaya tersebut; dibuat berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan No.173/Kpts-II/1986 bukan dibuat berdasarkan RTRWP (Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi) sebagaimana dikehendaki oleh UU No.41 Tahun 1999. Surat Keputusan Menteri Kehutanan tersebut tidak menunjukan secara khusus dimana tepat batas-batas luar dari kawasan hutan Tesso Nilo yang dimaksud melainkan lebih pada penunjukan yang bersifat umum yang hanya menyebutkan bahwa kawasan hutan produksi tetap Tesso Nilo +
1027 Ha di Desa Kepau Jaya Kecamatan Siak Hulu Kabupaten
Kampar.
Didalam Surat Keputusan tersebut disebutkan batas hutan
penelitian lebah Kepau Jaya tersebut adalah sebagaimana
tergambar dalam peta lampiran keputusan, sedangkan batas
tetapnya akan ditentukan kemudian setelah dilaksanakan
pengukuran dan penataan batas dilapangan, hal ini bertentangan dengan Pasal 15 ayat (1) UU No.41 Tahun 1999 yang menyatakan kegiatan persiapan pengukuhan kawasan hutan dilakukan berupa (a) pembuatan peta
penunjukan yang bersifat arahan tentang batas luar, (b)
pemancangan batas sementara yang dilengkapi dengan lorong
batas, (c) pembuatan parit batas pada lokasi lokasi rawan dan
(d) pengumuman tentang rencana batas kawasan hutan,
terutama dilokasi lokasi yang berbatasan dengan tanah hak, hal
ini berarti sebelum menetapkan kawasan hutan maka pengukuran dan penataan batas dilapangan harus sudah dilakukan bukan ditentukan kemudian sebagaimana dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan tersebut.
3. Dalam pertimbangan hukum pada putusan Pengadilan Negeri
Bangkinang pada halaman 137, pada pokoknya menyatakan ;
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 33 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
a. Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 32 PP No.24 Tahun
1997 sifat pembuktian sertifikat sebagai tanda bukti hak
berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data
fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang
data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan surat
ukur dan buku tanah yang bersangkutan.
b. Menimbang bahwa dalam hal suatu bidang tanah sudah
diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau
badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan
itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak
lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat
lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut
apabila dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertifikat
tersebut tidak mengajukan keberatan secara tertulis
kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan
yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke
Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan
sertifikat
c. .Menimbang bahwa dengan diterbitkannya sertifikat
haruslah dipandang bahwa proses pembuatan sertifikat
sebagaimana diuraikan diatas telah dilakukan oleh Badan
Pertanahan Nasional sepanjang tidak ada pihak lain yang
membuktikan sebaliknya.
4. Dalam pertimbangan hukum pada putusan Pengadilan Negeri
Bangkinang pada halaman 139 pada pokoknya menyatakan ;
“Menimbang bahwa berdasarkan uraian uraian tersebut diatas
Majelis berpendapat bahwa tanah terperkara yang dikuasasi oleh Tergugat I (dalam hal ini Terdakwa) bukan merupakan Kawasan Hutan sebagaimana dimaksudkan dalam Undang Undang No.41 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 2004….. dan Tergugat I (dalam hal ini Terdakwa) tidak melakukan perbuatan melawan hukum dengan menguasai tanah terperkara “ Bahwa Putusan Pengadilan Negeri Bangkinang No.17/Pdt.G/
2011/PN.BKN tanggal 4 April 2012, telah dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Riau No.35/PDT/2013/PT.R. tanggal
24 Juni 2013, dan Putusan Mahkamah Agung No.682
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 34 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
K/Pdt/2014 tanggal 27 Oktober 2014. sehingga telah mempunyai kekuatan hukum yang mengikat (inkracht van gewijsde). Bahwa apabila Jaksa Penuntut Umum menguraikan dan atau
menerapkan Putusan Pengadilan Negeri Bangkinang yang
sudah dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Riau dan
Mahkamah Agung tersebut diatas, yang pada pokoknya
menyatakan ;
a. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.173/Kpts-II/1986
tentang Penunjukan areal hutan diwilayah provinsi Dati I
Riau sebagai kawasan hutan dan Berita Acara Tata Batas
Kawasan Hutan Produksi Terbatas Tesso Nillo yang dibuat
pada tahun 1987 sudah tidak relevan lagi untuk menentukan kawasan hutan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang Undang No.41 Tahun 1999.
b. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.SK.74/Menhut-
II/2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Produksi Tetap
Tesso Nilo seluas 1027 Ha di Desa Kepau Jaya Kecamatan
Siak Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau sebagai
Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus untuk Penelitian
Pakan Lebah Kepau Jaya dibuat berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan No.173/Kpts-II/1986 bukan dibuat berdasarkan RTRWP (Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi) sebagaimana dikehendaki oleh UU No.41 Tahun 1999.
c. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.SK.74/Menhut-
II/2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Produksi Tetap
Tesso Nilo seluas 1027 Ha di Desa Kepau Jaya Kecamatan
Siak Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau sebagai
Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus untuk Penelitian
Pakan Lebah Kepau Jaya bertentangan dengan Pasal 15 ayat (1) UU No.41 Tahun 1999 yang menyatakan kegiatan
persiapan pengukuhan kawasan hutan dilakukan berupa (a)
pembuatan peta penunjukan yang bersifat arahan tentang
batas luar, (b) pemancangan batas sementara yang
dilengkapi dengan lorong batas, (c) pembuatan parit batas
pada lokasi lokasi rawan dan (d) pengumuman tentang
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 35 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
rencana batas kawasan hutan, terutama dilokasi lokasi yang
berbatasan dengan tanah hak, hal ini berarti sebelum
menetapkan kawasan hutan maka pengukuran dan penataan
batas dilapangan harus sudah dilakukan bukan ditentukan
kemudian sebagaimana dalam Surat Keputusan Menteri
Kehutanan tersebut.
Bahwa apalagi Surat Keputusan Menteri Kehutanan
No.SK.74/Menhut-II/2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan
Produksi Tetap Tesso Nilo seluas 1027 Ha di Desa Kepau Jaya
Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau sebagai
Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus untuk Penelitian Pakan
Lebah Kepau Jaya, TIDAK DAPAT DIBERLAKUKAN SURUT, terhadap Terdakwa JOHANNES SITORUS yang sebelumnya
telah memiliki 271 (dua ratus tujuh puluh satu) Sertifikat Hak
Milik yang diterbitkan pada tahun 2003/2004, bahkan selama ini
terdakwa JOHANNES SITORUS selalu PATUH membayar
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas tanah hak miliknya itu
TentunyaTerdakwa JOHANNES SITORUS TIDAK DAPAT DIAJUKAN KEPERSIDANGAN INI SELAKU TERDAKWA
5. Bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak menguraikan dan tidak menerapkan mengenai adanya, Putusan Mahkamah Konstitusi yaitu;
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 34/PUU-IX/2011 tanggal 16 Juli
2012, yang amar putusannya pada pokoknya menyatakan ;
a. Pasal 4 ayat (3) Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3888 bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia sepanjang tidak dimaknai “ Penguasaan hutan oleh Negara tetap wajib melindungi, menghormati dan memenuhi hak masyarakat hukum adat sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, hak masyarakat yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional“.
b. Pasal 4 ayat (3) Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 36 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3888) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang
tidak dimaknai “Penguasaan hutan oleh Negara tetap wajib melindungi, menghormati dan memenuhi hak masyarakat hukum adat sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui
keberadaannya, hak masyarakat yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional
Bahwa pertimbangan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi
tersebut pada pokoknya sebagai berikut ;
1. pada halaman 44 alinea pertama pada pokoknya menyatakan
“Menurut Mahkamah, dalam wilayah tertentu dapat saja terdapat hak yang telah dilekatkan atas tanah, seperti hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak hak lainnya atas tanah. Hak hak yang demikian harus mendapat perlindungan konstitusional berdasarkan pasal 28 G ayat (1) dan 28 H ayat (4) UUD 1945. Oleh karena itu, penguasaan hutan oleh Negara harus juga memperhatikan hak-hak yang demikian, selain hak masyarakat hukum adat yang telah dimuat dalam norma aquo “
2. Pada halaman 44 alinea ketiga, pada pokoknya menyatakan “
….kata memperhatikan dalam Pasal 4 ayat (3) UU Kehutanan
haruslah pula dimaknai secara imperative berupa penegasan bahwa Pemerintah saat menetapkan wilayah kawasan hutan, berkewajiban menyertakan pendapat masyarakat terlebih dahulu sebagai bentuk fungsi control terhadap Pemerintah untuk memastikan dipenuhinya hak-hak konstitusional warga Negara untuk hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, mempunyak hak milik
pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara
sewenang wenang oleh siapapun (vide Pasal 28 H ayat (1)
dan ayat (4) UUD 1945), Oleh karena itu Pasal 4 ayat (3) UU
Kehutanan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak
dimaknai “Penguasaan hutan oleh Negara tetap wajib melindungi, menghormati dan memenuhi hak masyarakat hukum adat sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 37 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
keberadaannya, hak masyarakat yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang - undangan serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional“.
Bahwa apabila Jaksa Penuntut Umum menguraikan dan menerapkan
Putusan Mahkamah Konstitusi ini, tentunya Jaksa Penuntut Umum
akan menghormati atas HAK HAK KEPEMILIKAN TERDAKWA terhadap TANAH seluas 550,16 Ha yang telah diterbitkan Sertifikat Hak Miliknya sebanyak 271 (dua ratus tujuh puluh satu) buku dan
KEPEMILIKAN TERDAKWA atas tanah tersebut MASIH TETAP DINYATAKAN BERLAKU berdasarkan Pasal 22 butir (c) Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Menteri Kehutanan Republik Indonesia dan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia No. 79 Tahun 2014, No.PB.3/Menhut-
11/2014, No.17/PRT/M/2014, No.8/SKB/X/2014 tanggal 17 Oktober
2014, tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang
berada didalam Kawasan Hutan.
Tentunya Jaksa Penuntut Umum tidak akan mengajukan Terdakwa ke persidangan ini sebelum adanya penyelesaian terhadap Hak Milik Terdakwa tersebut..
Dari uraian diatas, maka dengan adanya Fakta Hukum yang tidak
diuraikan atau tidak menerapkan hukum Peraturan Perundang-undangan
yang berlaku yaitu ;
1. UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
2. Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 2004 tentang Perencanaan
Kehutanan.
3. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 45/PUU-IX/2011 tanggal 21 Februari
2012.
4. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 34/PUU-IX/2011 tanggal 16 Juli
2012.
5. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Menteri
Kehutanan Republik Indonesia dan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia No. 79 Tahun 2014, No.PB.3/Menhut-11/2014,
No.17/ PRT/M/2014, No.8/SKB/X/2014 tanggal 17 Oktober 2014,
tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang berada
didalam Kawasan Hutan,
6. Putusan Pengadilan Negeri Bangkinang No.17/Pdt.G/2011/PN.BKN
tanggal 4 April 2012, telah dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22
-
Hal. 38 dari 76 hal. Put. No.106/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR
Riau No.35/PDT/ 2013/PT.R. tanggal 24 Juni 2013, dan Putusan
Mahkamah Agung No.682 K/ Pdt/2014 tanggal 27 Oktober 2014.
7. Sertifikat Hak Milik sebanyak 271 (dua ratus tujuh puluh satu) buku
untuk kepemilikan Terdakwa atas tanah seluas 550, 16 Ha.
Dihubungkan dengan maksud dari Pasal 143 Ayat (2) huruf (b) KUHAP, maka jelas secara hukum bahwa Dakwaan Jaksa Penuntut Umum telah tidak menyebutkan keadaan-keadaan (CIRCUMSTANCES) yang melekat pada tindak pidana yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tindak pidana yang terjadi. Hal ini mengakibatkan
Jaksa Penuntut Umum dalam uraian Surat Dakwaannya telah tidak
cermat, tidak jelas dan tidak lengkap mengenai uraian tindak pidana yang
didakwakan, maka berdasarkan Pasal 143 ayat (3) KUHAP, Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dimaksud patut dinyatakan BATAL DEMI HUKUM.
Majelis Hakim yang terhormat,
Dari uraian diatas, jelas sekali bahwa Perkara dengan Terdakwa JOHANNES SITORUS yang sekarang disidangkan ini adalah jelas-jelas merupakan SUATU REKAYASA atau dengan kata lain Terdakwa JOHANNES SITORUS TELAH DIKRIMINALISASI, karena perkara ini DIPAKSAKAN UNTUK MAJU KEPERSIDANGAN, DENGAN MENUTUPI SEMUA FAKTA HUKUM YANG ADA DAN MENUTUPI SEMUA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA YANG DIDAKWAKAN KEPADA TERDAKWA, sehingga seakan-akan Terdakwa JOHANNES SITORUS telah melakukan tindak pidana mengerjakan, dan atau menggunakan dan atau menduduki Kawasan Hutan secara tidak syah, padahal tanah seluas 550, 16 Ha yang dikuasai oleh Terdakwa BELUM MERUPAKAN KAWASAN HUTAN YANG TELAH DITETAPKAN ATAU DIKUKUHKAN sebagaimana yang seharusnya berdasarkan UU No.41 Tahun 1999
tentang Kehutanan dan Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 2004 tentang
Perencanaan Kehutanan dan senyatanya pula secara hukumTerdakwa JOHANNES SITORUStelah memiliki 271 (dua ratus tujuh puluh satu) Sertifikat Hak Milik yang syah secara hukum, bahkan selalu patuh membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan sampai saat ini Sertifikat Hak Milik Terdakwa JOHANNES SITORUS ini masih tetap dinyatakan berlaku oleh Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Menteri Kehutanan Republik Indonesia dan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 79 Tahun 2014,
http://www.pdfcomplete.com/cms/hppl/tabid/108/Default.aspx?r=q8b3uige22