PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN
KEREKAYASAAN
PUSAT PEMANFAATAN
PENGINDERAAN JAUH - PUSFATJA
Jalan Kalisari No. 8 Pekayon, Pasar Rebo Jakarta Timur 13710
Telp. 021-8710061 | Fax. 021-8722733
Website: http://pusfatja.lapan.go.id
DEPUTI BIDANG PENGINDERAAN JAUH
LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL
2018
PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN
KEREKAYASAAN
PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH - PUSFATJA
1
Booklet PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN PEREKAYASAAN
PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH
PUSFATJA
Penyusun:
Pengarah:
Dr. Orbita Roswintiarti
Penanggung Jawab:
Dr. M. Rokhis Khomarudin
Penyunting, Desain, dan Layout:
Muhammad Priyatna, S.Si., MTI.
Syarif Budhiman, M.Sc.
Parwati, M.Sc.
Winanto, S.T.
Cetakan ke-1
DEPUTI BIDANG PENGINDERAAN JAUH
LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL
2018
Jalan Kalisari No. 8 Pekayon, Pasar Rebo Jakarta Timur 13710 Telp. 021-8710061 | Fax. 021-8722733
Website: http://pusfatja.lapan.go.id
1
NGANTAR
KEPALA PUSAT PEMANFAATAN
PENGINDERAAN JAUH
Dr. M. Rokhis Khomarudin, M. Si.
Kelompok Jabatan
Fungsional
KEPALA BAGIAN
ADMINISTRASI
Winanto, S. T.
KEPALA BIDANG
PROGRAM DAN FASILITAS
Syarif Budhiman, S. Pi., M.
Sc.
KEPALA BIDANG DISEMINASI
Muhammad Priyatna, S. Si., MTI
KEPALA SUB BAGIAN
SDM DAN TU
Muhammad Bayu, S.
Sos.
KEPALA SUB BAGIAN
KEUANGAN DAN BMN
Haris Benediktus, S. E.
PENGANTAR
Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Assalamu'alaikum wr.wb.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmatnya kepada kita semua sehingga booklet ringkasan kegiatan penelitian, pengembangan, dan
perekayasaan di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh (Pusfatja) dapat diselesaikan.
Kegiatan aplikasi pemanfaatan penginderaan jauh yang dilakukan di Pusfatja secara umum dikategorikan dalam aplikasi untuk sumberdaya wilayah darat (kehutanan, pertanian,
perkebunan, sumberdaya mineral, sumberdaya air, tatakota), aplikasi sumberdaya wilayah laut dan pesisir (mangrove,
perikanan, kualitas air, terumbu karang), lingkungan dan mitigasi bencana (kerusakan lingkungan, banjir/kekeringan, gunungapi,
kebakaran hutan/lahan), aplikasi wahana baru (satelit LAPAN A2/A3, UAV, satelit baru lainnya), serta kegiatan perekayasaan sistem untuk mendukung diseminasi produk hasil litbang. Booklet
ini diharapkan dapat menjadi jembatan antara Pusfatja dengan para pengguna informasi berbasis data satelit penginderaan jauh
sehingga pengguna dapat mengetahui potensi implementasinya sebagai salah satu dasar pengambil kebijakan/keputusan sesuai
sektor terkait.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya bagi
para pihak yang telah mendukung terbitnya booklet ini. Semoga
dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Daftar Isi Road Map Pusfatja 2 Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Sumber Daya Wilayah Darat 3 Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Sumber Daya Laut dan Pesisir 9 Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Lingkungan dan Mitigasi Bencana 14 Kerekayasaan Sistem Pemantauan Bumi Nasional 18
2
2019
• Pengembangan SPBN (SIPANDA dan SIMBA)
(18 jenis informasi; Pengguna: 20K/L, 34 Pemprov, 10 Universitas, 8
BUMN/Swasta; 4 Sistem Otomatisasi Informasi; ISO 9001: 100%;
IKM: 82)
• Pusat Unggulan Bidang Pemanfaatan Penginderaan Jauh
(Tahap Pembinaan); Capaian Akademik (25 publikasi nasional, 10
publikasi internasional, 5 buku bunga rampai)
2018
• Pengembangan SPBN (SIPANDA dan SIMBA)
(16 jenis informasi; Pengguna: 20K/L, 30 Pemprov, 10 Universitas, 5
BUMN/Swasta; 4 Sistem Otomatisasi Informasi; ISO 9001: 100%; IKM: 81)
• Pusat Unggulan Bidang Pemanfaatan Penginderaan Jauh
(Tahap Pembinaan); Capaian Akademik (25 publikasi nasional, 10 publikasi
internasional, 5 buku bunga rampai)
2017
• Pengembangan SPBN (SIPANDA dan SIMBA)
(15 jenis informasi; Pengguna: 20K/L, 23 Pemprov, 10 Universitas, 5 BUMN/Swasta; 3
Sistem Otomatisasi Informasi; ISO 9001: 100%; IKM: 81)
• Pusat Unggulan Bidang Pemanfaatan Penginderaan Jauh
(Tahap Pembinaan); Capaian Akademik (20 publikasi nasional, 8 publikasi internasional, 4
buku bunga rampai)
2016
• Pengembangan SPBN (SIPANDA dan SIMBA)
(14 jenis informasi; Pengguna: 17K/L, 16 Pemprov, 10 Universitas, 5 BUMN/Swasta; 2 Sistem
Otomatisasi Informasi; ISO 9001: 50%; IKM: 80)
• Pusat Unggulan Bidang Pemanfaatan Penginderaan Jauh
(Tahap Registrasi dan Evaluasi); Capaian Akademik (15 publikasi nasional, 6 publikasi
internasional, 3 buku bunga rampai)
2015
• Pengembangan SPBN (SIPANDA dan SIMBA)
(14 jenis informasi; Pengguna: 10 K/L, 7 Pemprov, 5 Universitas, 3 BUMN/Swasta;
2 Sistem Otomatisasi Informasi; ISO 9001: 20%; IKM: 80)
• Pusat Unggulan Bidang Pemanfaatan Penginderaan Jauh
(Tahap Persiapan); Capaian Akademik (10 publikasi nasional, 4 publikasi
internasional, 2 buku bunga rampai)
Keterangan:
SPBN : Sistem Pemantauan Bumi
Nasional
SIPANDA : Sistem Informasi Sumber Daya
Alam dan Lingkungan
SIMBA : Sistem Informasi Mitigasi Bencana
NGANTAR
Kelompok Pemanfaatan dan Kerekayasaan Penginderaan Jauh
Kelompok Pemanfaatan Sumber Daya Wilayah Darat
Kelompok Pemanfaatan
Laut dan Pesisir
Kelompok Pemanfaatan Lingkungan dan Mitigasi
Bencana
Kerekayasaan
3
Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk
Sumber Daya Wilayah Darat
Kelompok pemanfaatan sumber daya wilayah darat berfokus pada kegiatan litbang dan pemantauan produksi informasi fase pertumbuhan padi dan luas baku sawah yang terdapat pada Sistem Pemantauan Bumi Nasional. Di samping itu, dilakukan pula berbagai kajian diantaranya :
Pemanfaatan data SAR dan optis untuk identifikasi fase pertumbuhan padi dan luas baku sawah
Pemanfaatan data optis untuk lahan kritis pertanian
Pemanfaatan data SAR dan optis untuk pemantauan kelapa sawit
Pemanfaatan data SAR dan optis untuk monitoring danau
Pemanfaatan data SAR dan optis untuk identifikasi lading ganja
Pemanfaatan data SAR untuk pertambangan
Pemanfaatan data optis untuk kehutanan
Pemanfaatan data multispektral LAPAN Surveillance Aircraft (LSA) dan data foto udara LAPAN Surveillance UAV (LSU) untuk tata ruang perkotaan dan identifikasi lahan baku sawah
Dr. Ir. Dony Kushardono, M. Eng.
Kepala KelompokPemanfaatan
email:
Tim:
Dr. Dede Dirgahayu
Ir. I Made Parsa, M.Si.
Ir. Ita Carolita, M.Si.
Dra. Tatik Kartika, M.Si
Ir. Arum Tjahjaningsih, M. Si.
Dra. Sri Harini
Samsul Arifin, S. Si., M. Si.
Heru Noviar, S. Si., M. Si.
Ir. Johannes Manalu, M. Si.
Atriyon Julzarika, S. T., M. Si.
Mukhoriyah, S.T., M. Si.
Siti Hawariyah, S. Si., M. Sc.
Dipo Yudhatama, S. T.
Udhi Catur Nugroho, S. T.
Nurwita Mustika Sari, S. Si.
Esthi Kurnia Dewi, S. Si.
Galdita Aruba Chulafak, S. Si.
Anugrah Indah Lestari, S. Si.
Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh dalam Pengembangan Model Fase Pertumbuhan Padi
Peningkatan produksi tanaman pangan khususnya tanaman padi perlu dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai kemandirian pangan. Untuk mencapai tujuan tersebut, kondisi pertumbuhan padi dan lahan sawah perlu dipantau secara berkelanjutan menggunakan teknologi satelit, sehingga pemerintah dapat segera mengambil tindakan yang cepat dan tepat untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi padi nasional. Informasi fase pertumbuhan padi telah diproduksi secara kontinu melalui Sistem Pemantauan Bumi Nasional (SPBN). Hingga tahun 2017, data satelit yang dapat digunakan untuk pemantauan tanaman padi dengan cakupan wilayah yang luas dan temporal yang tinggi adalah data MODIS dari satelit Terra dan Landsat. Data Sentinel-1A digunakan pula untuk identifikasi fase pertumbuhan padi. Selain Jawa, pengembangan model fase pertumbuhan padi dilakukan terhadap wilayah Sumatra dan Sulawesi.
Hasil kerjasama penelitian dengan BBSDLP (2016) menghasilkan 7 model pertumbuhan padi yang digunakan untuk membuat informasi spasial fase pertumbuhan padi dalam 6 kelas, yaitu : Air (penggenangan sebelum tanam), Vegetatif 1 (1-40 HST), Vegetatif2 (41-64 HST), Generatif 1 (65-96
4
HST), Generatif 2 (97-112 HST), dan bera. Deteksi tanaman padi yang ditanami di lahan sawah ditentukan berdasarkan 3 kriteria utama, yaitu EVI Maksimum, nilai Enchanced Vegetation Index (EVI) saat penggenangan/awal tanam, serta perbedaan EVi Maksimum dengan EVI saat tanam. Manfaat penelitian dapat menentukan kelas tingkat kehijauan vegetasi (TKV) tanaman padi, memantau fase pertumbuhan tanaman padi, dan memprediksi waktu dan luas panen berdasarkan estimasi umur tanaman padi. Berdasarkan model pertumbuhan padi yang diperoleh, maka informasi spasial Umur/fase tanaman Padi dapat dibuat dengan pengelompokan umur tertentu (5 harian, mingguan, atau 10 harian) atau disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Hasil analisis menunjukkan ketepatan model menghasilkan akurasi sebesar 90.4 % pada beberapa lokasi.
Informasi spasial umur dan fase tanaman padi
Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Perkebunan Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack) merupakan
salah satu tanaman pohon tropis yang paling
penting di dunia. Dunia produksi minyak kelapa
sawit telah meningkat spektakuler dalam 20
tahun terakhir, terutama di Malaysia dan Indonesia.
Pada perkebunan komersial, kelapa sawit ditanam
di blok usia seragam. Perusahaan perkebunan
memiliki peta usia blok kelapa sawit, akan tetapi
informasi spasial ini tidak mudah diakses.
Demikian pula perusahaan milik rakyat,
informasi spasial sulit didapat karena pelaporan
tidak secara berkala dilakukan. Infomasi ini sangat
dibutuhkan untuk tujuan penilaian dampak
lingkungan atau besar produksi kelapa sawit itu
sendiri. Penginderaan jauh memberikan
kemungkinan dengan biaya yang efektif untuk
untuk memetakan kelapa sawit serta
memprediksi umurnya.
Penelitian dan pengembangan metode
pemantauan pertumbuhan kelapa sawit dan upaya
mengidentifikasi umurnya telah dilakukan baik
menggunakan data satelit optik dan SAR. Data
optis yang digunakan adalah Landsat, SPOT, dan
Pleiades
Landsat-8
5
Pleiades, sedangkan ALOS PALSAR digunakan
sebagai data SAR. Secara umum model
pertumbuhan yang diperoleh adalah model
kuadratik untuk data optis (dengan R2 sekitar
0.56 untuk SPOT dan 0.8 untuk Landsat),
sedangkan untuk data SAR berpola logaritmik
dengan R2 sekitar 0.65 untuk polarisasi HH dan
0.75 untuk polarisasi HV
Hasil-hasil ini masih memerlukan peningkatan,
dan diperlukan pembedaan area berdasarkan
karakteristik lahannya. Oleh karena itu diperlukan
penelitian lanjut, yang akan meningkatkan hasil
(dalam hal ini R2 untuk model pertumbuhan dan
prediksi usia dengan menggunakan beberapa
indeks dari data optik, serta nilai backscatter untuk
SAR) dan model kombinasi antara data optik dan
SAR.
Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Sumber Daya Hutan Gambut dan Ladang Ganja
Kajian lahan rawa gambut dalam lingkup
wilayah yang luas (regional) memerlukan waktu
yang lama dan biaya yang besar sehingga
teknologi penginderaan jauh dan Sistem
Informasi Geografi (SIG) mampu memberikan
informasi yang dibutuhkan dalam kurun waktu
yang relatif cepat, obyektif, dan mutakhir.
Namun demikian, tetap harus disertai adanya
pengamatan lapangan.
Untuk mendapatkan model prediksi kedalaman
gambut, digunakan data backscatter SAR citra
PALSAR ALOS polarisasi HH, HV, RGB (HH,
HV, HV/HH), SPOT, dan data hasil pengukuran
lapangan. Dari hasil analisis regresi yang
dilakukan, terdapat hubungan yang cukup
tinggi (70%) antara nilai backscatter dengan
kedalaman gambut dan land system.
6
Tanaman ganja jenis Cannabis Sativa L mengandung zat psikoaktif, karena mengandung Tetra Hydro
Cannabinol (THC) yang dapat merusak sistem kesehatan tubuh manusia, sehingga dilarang di Indonesia.
Wilayah Aceh terkenal dengan banyaknya penanaman ganja yang semakin marak. Kondisi ini menjadi
perhatian serius bagi pemerintah, dalam hal ini Badan Narkotika Nasional (BNN), untuk mengidentifikasi
ladang ganja.
Metode yang digunakan untuk identifikasi adalah dengan menganalisis perubahan penutup lahan di hutan
lindung, dimana tahapan pertumbuhan dimulai dengan pembukaan areal hutan. Pembukaan lahan
tersebut dapat dideteksi dengan menggunakan Indeks Lahan Terbuka (ILT). Selanjutnya, fase vegetative
dan fase pasca panen yaitu kembali menjadi lahan terbuka dengan jangka waktu sekitar 9 bulan yang
dapat dideteksi menggunakan Indeks Vegetasi. Identifikasi tersebut menggunakan data Landsat 8 dan
SPOT. Selain itu data SAR Sentinel-1A juga digunakan untuk identifikasi lading ganja.
Ladang Ganja Teridentifikasi dari Citra Landsat Multitemporal
Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan Perkembangan Fisik
Kota
Data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi
atau sangat tinggi sangat bermanfaat untuk
mendukung penyusunan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW), khususnya pembuatan
Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) kabupaten
dan kota. Penelitian bertujuan untuk
mengembangkan model pemanfaatan data
satelit penginderaan jauh resolusi tinggi untuk
memantau perkembangan fisik kawasan
perkotaan. Data satelit yang digunakan adalah
citra satelit optik Landsat 5, Landsat 7, Landsat
8, dan SPOT 6/7.
7
Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Sumber Daya Air
Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk sumberdaya air berfokus pada pemantauan kualitas ekosistem danau dimana dilakukan kajian mengenai standarisasi pengolahan data multi sensor dan multi temporal, kajian parameter ekosistem daerah tangkapan air dan kajian parameter untuk menilai kualitas ekosistem perairan danau (Trisakti et al., 2014). Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan pemanfaatan penginderaan jauh untuk identifikasi dan evaluasi potensi sumberdaya perairan darat. Daerah penelitian identifikasi potensi sumberdaya perairan darat meliputi 15 danau prioritas, yaitu Danau Singkarak, Danau Maninjau, Danau Kerinci, Danau Batur, Danau Sentani, Danau Matano, Danau Tempe, Danau Poso, Danau Limboto, Danau Tondano, Danau Sentarum, Danau Cascade Mahakam, Danau Rawa Pening, Danau Toba, dan Danau Rawa Dano.
Pada kajian parameter ekosistem daerah tangkapan air telah dilakukan pengamatan perubahan lahan secara multi temporal, dan pendugaaan koefisien run-off, debit air permukaan dan lajur erosi tanah dengan menggunakan data multi temporal. Di samping itu, pada kajian parameter ekosistem perairan danau telah dilakukan pengembangan metode pemetaan luas permukaan air danau, sebaran vegetasi air, lokasi penempatan keramban jaring apung dan kualitas perairan (meliputi kecerahan perairan dan TSS). Informasi terkait kualitas air dan citra satelit danau prioritas dapat diakses melalui Sistem Pemantauan Bumi Nasional.
Informasi Kualitas Air
Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Lingkungan Terkait Reklamasi Daerah Tambang
Pengembangan model pemanfaatan data penginderaan jauh untuk lingkungan terkait reklamasi daerah tambang berfokus pada pengembangan model pemanfaatan data Landsat-8 untuk deteksi indikasi kerusakan lahan akses terbuka akibat kegiatan pertambangan. Klasifikasi tingkat kerusakan area bekas penambangan ditentukan berdasarkan perubahan nilai indeks, yaitu Normalized Difference Vegetation Index (NDVI), Normalized Difference Soil Index (NDSI), Normalized Difference Water Index (NDWI), atau Global Environment Monitoring Index (GEMI). Setiap wilayah ditentukan indeks yang paling senstitif berdasarkan nilai separabilitas dari nilai indeks tersebut. Tingkat kerusakan dibedakan menjadi tiga, yaitu: Tinggi (T), Sedang (S), dan Rendah (R). Klasifikasi ditentukan berdasarkan perubahan (selisih) nilai indeks sebelum aktivitas penambangan dan kondisi eksisting. Pembagian kelas ditentukan dari nilai ambang batas yang diambil dari rerata dan simpangan bakunya.
8
Analisis Citra untuk Identifikasi Lahan Akses Terbuka dan Indikasi Kerusakannya
Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh dalam Sektor Energi
Pemanfaatan data penginderaan jauh dalam bidang energy yaitu untuk identifikasi potensi panasbumi dan ekstraksi parameter geologi. Kajian meliputi potensi pemanfaatan data penginderaan jauh untuk identifikasi manifestasi hidrothermal. Pada tahun ini, dipergunakan data penginderaan jauh yang meliputi data optik (Landsat 8), SAR, microwave, dan Lidar. Identifikasi manifestasi geothermal dilakukan dengan metode geodesi fisis. Parameter yang diukur meliputi gravity disturbance, isostatis, free air, koreksi Bouguer, dan model tinggi. Gangguan gravitasi (gravity disturbance) adalah perbedaan antara gravitasi yang terukur pada suatu titik (P) dan gravitasi normal pada titik yang sama. Sedangkan anomali gravitasi (gravity anomaly) adalah selisih antara gravitasi yang diamati P, dan gravitasi normal pada geoid (Q). Isostatis dapat dihitung bahwa defleksi yang diamati dapat dijelaskan jika massa gunung berlebih dicocokkan dengan defisiensi massa yang sama di bawahnya. Pegunungan berada dalam ekuilibrium isostatik.
Hasil deteksi potensi manfestasi panasbumi
9
Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk
Sumber Daya Laut dan Pesisir
Kelompok pemanfaatan penginderaan jauh berfokus pada kegiatan litbang dan pemantauan produksi informasi Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) dan kualitas air laut yang terdapat dalam Sistem Pemantauan Bumi Nasional. Di samping itu dilakukan pula kajian terkait pemanfaatan data penginderaan jauh untuk batimetri, inventarisasi terumbu karang, budidaya perikanan,dan sebaran mangrove.
Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Sumber Daya Alam Kelautan (ZPPI, Perairan Dangkal)
Informasi ZPPI harian merupakan produk layanan rutin kepada pengguna di berbagai instansi di wilayah Indonesia. Informasi ZPPI dihasilkan dengan input data suhu permukaan laut. Dari data suhu permukaan laut dideteksi kejadian termal front menggunakan metode single image edge detection (SIED). Hasil deteksi thermal front merupakan area polygon, kemudian ditentukan titik tengahnya menggunakan metode pusat massa polygon. Titik tersebut merupakan titik koordinat ZPPI yang terdiri dari posisi bujur dan lintang.
Suhu permukaan laut juga dapat diperoleh melalui data satelit Himawari-8. Sehingga dapat diketahui keakuratan data SPL dari Himawari-8 sebagai alternatif atau pengganti data SPL dari MODIS. Di samping itu, penting juga untuk melakukan analisis klorofil-a di perairan laut Indonesia dengan tujuan untuk mengetahui konsentrasi klorofil-a pada posisi titik koordinat ZPPI.
Dr. Ety Parwati
Kepala Kelompok Pemanfaatan
email:
Tim :
Prof. Muchlisin Arief
Dr. Wikanti Asrinigrum, M. Si.
Syarif Budhiman, S. Pi., M. Sc.
Dra. Maryani Hartuti, M. Sc.
Gathot Winarso, S. T., M. Sc.
Kuncoro Teguh S, S. Si., M. Si.
Sartono Marpaung, S. Si.
Nanin Anggraini, S. Si., M. Si.
Anang Dwi P., S. Si., M. Si.
Syifa Wismayati Adawiyah, S. Pi.
Devica Natalia Br. Ginting, S. Si.
Rizky Faristyawan, S. Si.
Titik Koordinat ZPPI dari Data Satelit MODIS dan Himawari-8
10
Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan Potensi Pulau-Pulau Kecil Terluar
Indonesia merupakan negara kepulauan dan sebagian besar merupakan pulau-pulau kecil yang tersebar di seluruh nusantara. Indonesia menjadi negara kepulauan sejak ditetapkan melalui Deklarasi Juanda pada tahun 1957 dan dikukuhkan oleh Undang-Undang Nomor 4/PrP/1960, yang kemudian diganti dengan Undang-Undang RI nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia dan secara internasional diakui melalui Konvensi Hukum Laut PBB yaitu United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 yang telah diratifikasi Indonesia dalam Undang-undang No. 17 tahun 1985.
Melihat fungsi penting dari pulau-pulau terluar tersebut, perlu dilakukan pemantauan terhadap pulau-pulau kecil terluar. Pemantauan diperlukan terutama untuk melihat kondisi fisik keberadaan pulau tersebut. Dalam hal ini, peranan sains dan teknologi terkait sangat diperlukan. Penginderaan jauh sebagai sains dan teknologi diharapkan ikut memberikan kontribusi dalam upaya pemantauan tersebut, salah satunya yaitu dengan pemanfaatan data citra satelit yang mampu menggambarkan kondisi pulau-pulau kecil terluar.
Data yang dipergunakan dalam pemantauan ini yaitu citra satelit Landsat 8, SPOT, Worldview, Pleiades, dan GeoEye. Inventarisasi pulau kecil terdapat dalam Sistem Pemantauan Bumi Nasional.
10
11
Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pengembangan Model Ekstraksi Informasi Kualitas Air
Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk ekstraksi informasi kualitas air dilakukan dengan tujuan melakukan validasi model ekstraksi informasi kualitas perairan untuk parameter Muatan Padatan Tersuspensi (MPT) dan Chlorofil-a (Chl-a) serta melakukan pengembangan model pengolahan data penginderaan jauh untuk ekstraksi informasi SPL (Suhu Permukaan Laut) dan MPT. Informasi SPL telah dapat diakses secara kontinu melalui Sistem Pemantauan Bumi Nasional.
11
12
Informasi SPL pada SPBN
Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Ekosistem Pesisir Mangrove
Pemanfaatan penginderaan jauh untuk ekosistem pesisir mangrove berfokus pada identifikasi kerapatan mangrove. Penelitian ini berfungsi untuk mendukung pengembangan model sebaran mangrove yang terdapat dalam Sistem Pemantauan Bumi Nasional. Secara global, citra satelit penginderaan jauh telah memainkan peran penting dalam pemetaan dan pemantauan mangrove (Giri et al, 2011; Heumann, 2011). Data citra resolusi tinggi dapat digunakan untuk identifikasi kerapatan mangrove. Pemetaan dan pemantauan hutan mangrove sangat penting untuk berbagai bidang ilmiah seperti perkiraan (estimates) stok karbon dari wilayah-wilayah pesisir tropis, secara efektif dapat mengelola perikanan secara komersial (berkembang biak ikan-ikan kecil) dan pembibitan mangrove, dan pemahaman dinamika geomorpologi vegetasi pantai dan mitigasi bencana pesisir. Letak geografis ekosistem mangrove yang berada pada daerah peralihan darat dan laut memberikan efek perekaman yang khas jika dibandingkan obyek vegetasi darat lainnya. Efek perekaman tersebut sangat erat kaitannya dengan karakteristik spektral ekosistem mangrove, hingga dalam identifikasi memerlukan suatu transformasi tersendiri. Pada umumnya untuk deteksi vegetasi digunakan transformasi indeks vegetasi (Danoedoro, 1996).
Metode analisis indeks vegetasi yang digunakan dalam identifikasi kerapatan mangrove antara lain NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) dan EVI (Enhanced Vegetation Index), GNDVI (Green Normalized Difference Vegetation Index), dan OSAVI (Optimized Soil Adjusted Vegetation Index). Beberapa indek vegetasi tersebut dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kerapatan vegetasi yang terbagi menjadi mangrove sangat jarang, jarang, sedang, lebat, dan sangat lebat. Informasi tingkat kerapatan mencerminkan kondisi dari vegetasi di suatu wilayah, masih bagus atau sudah mengalami kerusakan. 12
13
Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Ekosistem Pesisir Terumbu Karang
Terumbu adalah Endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang utamanya dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain yang mensekresi kapur, seperti alga berkapur dan Mollusca (Zong Y et al, 1999). Penelitian dan pengembangan untuk ekstraksi informasi terumbu perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas, efisiensi dan akurasi hasil pengolahan sehingga lebih aktual dan faktual. Fokus penelitian data pemanfaatan penginderaan jauh untuk ekosistem pesisir terumbu karang adalah melakukan pengkajian metode pengolahan data penginderaan jauh untuk membedakan makro alga dengan karang, lamun dan pasir di kawasan terumbu karang serta mengidentifikasi kemampuan penginderaan jauh untuk mengkelaskan makro alga, menganalisis pengaruh makro alga, karang, lamun dan pasir terhadap total reflektan yang diterima oleh sensor, mengembangkan metode pengambilan data yang konsisten untuk menyediakan input dalam kalsifikasi terawasi dan skema klasifikasi.
Metode yang digunakan dalam pengolahan data adalah klasifikasi terawasi yaitu pengelompokan piksel-piksel (untuk klasifikasi berbasis piksel) maupun segmen-segmen (untuk klasifikasi berbasis obyek) menjadi kelas tertentu dimana pengguna dapat memilih sampel piksel-piksel dalam citra yang mewakili karakter kelas tertentu. Faktor yang mempengaruhi identifikasi untuk membedakan mikro alga diantaranya adalah penetrasi dalam kolom air yang rendah khususnya pada perairan yang relatif keruh serta keberadaan mikro alga sering di bawah kemampuan sensor menembus kedalaman air sehingga sulit membedakannya.
Analisa Data Citra Utuk Identifikasi terumbu karang
13
Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk
Lingkungan dan Mitigasi Bencana Alam
Kelompok pemanfaatan lingkungan dan mitigasi bencana berfokus pada kegiatan litbang dan pemantauan produksi informasi Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran (SPBK), pemantauan kondisi titik panas (hotspot), potensi banjir, potensi banjir/kekeringan di wilayah pertanaman padi, letusan gunung berapi, kabut asap kebakaran dan informasi bekas lahan terbakar, analisis kekeringan di wilayah Indonesia menggunakan data penginderaan jauh yang terdapat pada Sistem Pemantauan Bumi Nasional. Data utama yang digunakan adalah data satelit MODIS, SNPP-VIIRS, Himawari, Landsat, Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM), dan Climate Hazard Group InfraRed Precipitation with Station (CHIRPS). Data satelit SAR dan optis digunakan sebagai pendukung untuk memberikan informasi tanggap darurat bencana seperti bencana banjir dan letusan gunung berapi. Di samping itu, dilakukan pula kajian terkait pemanfaatan data penginderaan jauh untuk analisis tumpahan minyak dan bencana longsor.
Dr. Indah Prasasti
Kepala Kelompok Peneliti
email: [email protected]
Tim:
Dr. Jalu Tejo Nugroho Dra. Nanik Suryo Haryani, M. Si. Sayidah Sulma, S. Pi., M.Si.
Suwarsono, S. Si., M. Si. Nur Febrianti, S. Si., M. Si. Fajar Yulianto, S. Si., M. Si. Hana Listi Fitriana, S. T. Drs. Jansen Sitorus, M. Si.
Mohammad Ardha, S. Si. Khalifah Insan Nur R., S. Si.
Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan/lahan merupakan bencana yang selalu mengancam wilayah Indonesia karena terjadi secara berulang dan terus-menerus terutama saat musim kemarau. Dampak langsung dari terjadinya kebakaran hutan adalah masuknya partikel yang berasal dari asap ke dalam atmosfer yang dapat mempengaruhi kualitas udara serta mengganggu kesehatan dan aktifitas masyarakat baik di wilayah kebakaran maupun wilayah sekitarnya. Sebagai antisipasi dari dampak kebakaran hutan, deteksi asap merupakan salah satu isu penting dalam penelitian mengenai kebakaran hutan.
Dalam perkembangan lebih lanjut semakin dirasakan pula bahwa dukungan inderaja tidak hanya terbatas pada informasi hotspot melainkan juga informasi lain yang dapat diekstrak dari data tersebut, misalnya tutupan lahan yang dapat menilai tingkat bahaya dari suatu lokasi, maupun deteksi sebaran asap serta luas area bekas terbakar untuk mengetahui besarnya dampak usai kebakaran. Selain itu, juga membantu dalam memberikan informasi bagi upaya rekonstruksi dan rehabilitasi lahan pasca kebakaran.
Pemanfaatan data penginderaan jauh seperti Himawari-8 digunakan untuk pengembangan model deteksi hotspot dan deteksi asap kebakaran hutan/lahan. Pemanfaatan data VIIRS digunakan untuk pengembangan model deteksi asap dan kebakaran hutan/lahan. Kedua model tersebut nantinya akan digunakan dalam Sistem Pemantauan Bumi Nasional.
Pada penelitian pengembangan model untuk deteksi hotspot dapat diketahui bahwa hotspot dari kebakaran yang besar dapat dideteksi dari data Himawari-8 dengan menggunakan teknik thresholding algoritma berdasarkan suhu kecerahan.
Pemanfaatan data Himawari-8 digunakan dalam penelitian pengembangan model pemanfaatan data Himawari-8 untuk deteksi asap kebakaran hutan/lahan. Penelitian dilakukan dilakukan dengan menganalisis karakteristik spektral objek asap kebakaran hutan dan lahan dari data Himawari 8. Analisis dilakukan terhadap karakteristik spektral berdasarkan nilai reflektansi dan Brightness Temperature (BT) objek asap dan bukan asap.
14
10
Pemanfaatan data VIIRS digunakan dalam pengembangan model deteksi asap kebakaran hutan/lahan dilakukan dengan mendeteksi sebaran asap kebakaran hutan dan lahan menggunakan suatu metode secara digital.
15
Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Bencana Banjir dan Longsor
Data penginderaan jauh dapat berperan dalam pemanfaatan model hasil ekstraksi parameter geo-bio-fisik untuk mitigasi bencana hidrometeorologi. Banjir merupakan salah satu bencana hidrometereologi yang paling sering terjadi, dengan frekuensi tertinggi atau sebesar 32% dari total seluruh kejadian bencana di Indonesia.
Salah satu penyebab banjir yaitu tingginya tekanan penduduk yang telah menyebabkan alih fungsi lahan di sekitar DAS. Perubahan penggunaan/penutup lahan (LULC) menjadi masalah besar dengan semakin meningkatnya lahan terbangun dan semakin menyusutnya lahan resapan yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan limpasan permukaan, debit aliran sungai saat musim penghujan dan menyebabkan banjir. Lemahnya dan kurang tesedianya informasi dan data secara historis di suatu wilayah menjadi kendala tersendiri dalam mempelajari pola perubahan dari setiap parameter geo-bio-fisik yang diturunkan. Padahal, parameter ini menjadi sangat penting dan menjadi syarat utama untuk melakukan upaya prediksi dan mempelajari karakteristiknya diwaktu yang akan datang. Terobosan pemanfaatan teknologi data penginderaan jauh dapat menjawab keterbatasan dan kebutuhan dalam menyediakan informasi secara historis, yang selanjutnya berdasarkan pola dari perubahannya dapat dikembangkan suatu model untuk keperluan prediksinya di beberapa waktu yang akan datang. Proyeksi perubahan LU/LC dan proyeksi daerah rentan banjir di wilayah tersebut akan dapat digunakan untuk perencanaan wilayah sebagai rencana mitigasi bencana hidrometeorologi.
Peranan data citra penginderaan jauh untuk mendukung penanggulangan dan permasalahan banjir diantaranya a) identifikasi perubahan morfologi pada bentuk lahan, b) identifikasi perubahan pada penggunaan lahan, c) identifikasi penurunan land subsidence, dan d) identifikasi sumber dan daerah terdampak banjir.
Hasil-hasil Pemetaan dan Pemodelan Dinamika Topografi Pesisir dari Tahun
1978-2017 di DAS Citarum
16
Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan Gunungapi
Indonesia memiliki sekitar 129 gunungapi aktif yang berpotensi mengalami erupsi dan menimbulkan bencana. Bencana yang berasal dari erupsi gunungapi dapat berasal dari abu vulkanik, semburan lava pijar, jatuhan piroklastik, dan juga dari aliran lahar dingin. Kejadian besar bencana erupsi gunungapi di beberapa tahun terakhir diantaranya Gunung Sinabung, Gunung Agung, dan Gunung Merapi telah menimbulkan dampak bencana yang nyata. Mengingat dampak-dampak yang ditimbulkan oleh erupsi gunungapi tersebut maka diperlukan suatu upaya mitigasi bencana, salah satunya dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh (inderaja).
Data penginderaan jauh optis kanal termal digunakan dalam pengembangan model untuk pemantauan aktivitas erupsi gunungapi. Salah satu jenis data penginderaan jauh yang sering dipergunakan untuk pemantauan aktivitas erupsi (vulkanisme) adalah MODIS (Coppola et al., 2012; Wright et al., 2002; Wright et al., 2004), ASTER (Pieri et al., 2003), maupun Landsat (Lombardo et al., 2003). Sensor MODIS yang terpasang pada satelit memiliki karakteristik spektral yang dapat dimanfaatkan untuk mengukur abu vulkanik, es, sulfat dan belerang oksida dengan menggunakan rekaman data infra merah termal (8 – 12 μm) yang dimilikinya (Watson et al., 2004).
Data MODIS mampu memperlihatkan anomali berupa peningkatan emisi panas ketika aktivitas vulkanik meningkat. Data MODIS juga dapat dipergunakan untuk memahami karakter erupsi efusif dan stromboli dari energi radiasi yang dihasilkan pada saat terjadinya erupsi. Dengan menggunakan kanal-kanal panjang gelombang 4 μm dan ~12 μm dari data MODIS, Wright et al. (2002) merumuskan parameter NTI (Normalized Thermal Index) yang telah diuji dan memberikan hasil yang baik untuk membedakan antara lava flow dan tipe tutupan lahan lainnya pada citra.
Hasil pemantauan gunungapi berdasarkan data MODIS
Informasi Tanggap Darurat Bencana Gunungapi Berbasis Citra Satelit
117
18
Kerekayasaan Sistem Pemantauan
Bumi Nasional
Prototipe Pengembangan Sistem Kerekayasaan Infrastruktur Sistem Pemantauan Bumi Nasional (SPBN)
Pengembangan infrastruktur Sistem Pemantauan Bumi Nasional untuk mendukung program diseminasi hasil-hasil litbang dan operasionalisasi pemanfaatan penginderaan jauh untuk sumber daya alam dan mitigasi bencana.
Program Kegiatan Rekayasa Sistem Pemantauan Bumi Nasional (Earth Observation System) merupakan jembatan yang sangat baik antara hasil penelitian, pengembangan dan perekayasaan pemanfaatan penginderaan jauh dengan para stakeholder. Program Kegiatan Rekayasa Sistem Pemantauan Bumi Nasional bertujuan menyediakan Framework di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh - LAPAN, untuk mengintegrasikan semua hasil litbang dan produksi informasi ke dalam suatu sistem yang memberikan jaminan adanya interoperabilitas dan kemudahan akses informasi pemanfaatan penginderaan jauh oleh para pengguna secara luas, sehingga dapat dengan mudah ditemukan, digabungkan, dievaluasi dan digunakan ulang.
Perkembangan ilmu dan teknologi membawa pengaruh terhadap perkembangan jenis informasi yang semakin tinggi resolusinya baik resolusi spektral maupun spasial. Demikian juga dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi spasial yang memungkinkan orang dapat memperoleh informasi pemanfaatan penginderaan jauh yang cepat dan akurat. Hal tersebut menjadi tantangan bagi peneliti dan perekayasa di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk terus mengembangkan metode dan model pemanfaatan penginderan jauh yang lebih baik sehingga lebih dapat dipercaya. Demikian juga dengan penyampaian informasi publik hasil penelitian, pengembangan dan perekayasaandengan cepat dan akurat kepada masyarakat pengguna secara luas.
Untuk menjawab tantangan tersebut, maka Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh mencanangkan dan menyelenggarakan Program Kegiatan Rekayasa Sistem Pemantauan Bumi Nasional dengan tema Pengembangan Sistem Otomatisasi dan Diseminasi Informasi Pemanfaatan Penginderaan. Terdapat dua prioritas kegiatan yaitu Rekayasa Infrastruktur dan Konten Informasi Sistem Pemantauan Bumi Nasional.
Prototipe sistem perekayasaan infrastruktur Sistem Pemantauan Bumi Nasional (SPBN) dikembangkan dengan GeoNode dan GET SDI Portal. Prototipe Geoportal SPBN berbasis platform GeoNode yang telah dikembangkan bersifat free dan open source software.
Taufik Hidayat, S.Si
Kepala Kelompok Perekayasa
email: [email protected]
Tim Perekayasa:
Drs. Sarno, MT
Ahmad Sutanto, S.Si, MT
Ir. Silvia
Soko Budoyo, S.Kom
Anwar Annas, ST
Aby Alkhudri, S.Kom
19
Perancangan konseptual dan implementasi SPBN
Prototipe Sistem Kerekayasaan Konten Informasi Sistem Pemantauan Bumi Nasional
Rekayasa konten dan informasi Sistem Pemantauan Bumi Nasional untuk mendukung ketahanan pangan dan sumber daya kelautan. Prototipe sistem perekayasaan konten informasi Sistem Pemantauan Bumi Nasional memberikan capaian berupa integrasi konten informasi hasil litbang kedalam SPBN dengan GeoNode dan GET SDI Portal dengan ouput berupa standarisasi data/informasi, metadata, tabulasi, simbol dari setiap informasi yang akan ditampilkan pada SPBN.
SPBN memberikan dukungan untuk menyebarkan informasi pemanfaatan data penginderaan jauh bagi pengambil keputusan dan mitra dalam persiapan dan respon terhadap keadaan darurat bencana. Informasi Pemanfaatan Penginderaan Jauh dalam SPBN dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu Sistem Informasi Mitigasi Bencana Alam (SIMBA) dan Sistem Informasi Sumber daya Alam (SIPANDA). SIMBA adalah layanan informasi peringatan dini dan tanggap darurat bencana berbasis data penginderaan jauh. Informasi ini ditujukan sebagai bahan masukan bagi para pemangku kepentingan (diantaranya: Kementerian Lingkungan dan Kehutanan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, pemerintah daerah dll) baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah terkait kondisi sebelum, pada saat, dan sesudah terjadinya bencana. Jenis informasi yang disajikan di SIMBA adalah Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran (SPBK), hotspot, potensi banjir, letusan gunung api dan informasi bekas lahan terbakar. Informasi tersebut dalam format webgis atau pdf. SIPANDA adalah layanan informasi mengenai sumberdaya alam dan lingkungan wilayah darat, pesisir dan laut berbasis data satelit penginderaan jauh. Informasi ini ditujukan sebagai bahan masukan bagi para pemangku kepentingan (diantaranya: Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, pemerintah daerah dll) baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah untuk pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang lestari. Jenis informasi yang disajikan dalam SIPANDA adalah Sebaran Mangrove, Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI), Pemantauan Fase Pertumbuhan Padi, Informasi hutan dan non hutan dan Kualitas air danau. Informasi tersedia dalam format webgis dan pdf. SIMBA dan SIPANDA diperbarui harian, delapan harian, bulanan dan tahunan.
20
Tampilan halaman muka SPBN hasil modifikasi sistem GeoNode
2018