Download - Pupil
1.1. PUPIL
Ukuran pupil normal bervariasi sesuai usia, dari orang ke orang, dan sesuai dengan
keadaan emosi, tingkat kesiagaan, derajat akomodasi, dan cahaya ruangan. Diameter pupil
normal adalah sekitar 3-4 mm, lebih kecil pada bayi, cenderung lebih besar pada masa kanak-
kanak dan kembali mengecil secara progresif seiring dengan pertambahan usia. Ukuran pupil
berkaitan dengan berbagai interaksi antara dilator iris, yang dipersarafi secara parasimpatis,
dengan kontrol supranukleus dari lobus frontalis (kesiagaan) dan oksipitalis (akomodasi).
Pupil secara normal juga berespons terhadap respirasi (yi., hippus). Dua puluh sampai 40
persen pasien normal memiliki sedikit perbedaan dalam ukuran pupil (anisokoria fisiologik),
biasanya kurang dari 1 mm. Obat-obat midriatik dan siklopiegik bekerja lebih efektif pada
mata yang berwarna biru dibandingkan yang berwarna coklat.
1) Neuroanatomi Jaras-Jaras Pupil
Evaluasi respons pupil penting untuk menentukan lokasi lesi yang mengenai jaras
optik. Pemeriksa harus mengetahui seluk-beluk neuroanatomi jaras-jaras respons pupil
terhadap cahaya dan jaras-jaras untuk melihat dekat.
1) REFLEKS CAHAYA
Respons pupil terhadap cahaya adalah suatu refleks murni yang keseluruhan jarasnya
terletak di subkorteks. Serat pupil aferen termasuk dalam nervus opticus dan jaras
penglihatan sampai serat tersebut meninggalkan traktus optikus tepat sebelum nukleus
genikulatus lateralis. Serat-serat tersebut berdekusasi di kiasma dengan cara yang
sama dengan serat-serat sensorik penglihatan lalu masuk ke otak tengah melalui
brachium colliculus superioris dan bersinaps di nukleus pretektalis. Setiap nukleus
pretektalis mendekusasi neuron-neuron di dorsal aqueductus cerebri ke nukleus
Edinger Westphal ipsilateral dan kontralateral melalui komisura posterior dan
substantia grisea periaquaductales. Kemudian terjadi sinaps di nukleus Edinger
Westphal nervus oculomotorius. Jaras eferen berjalan melalui nervus ketiga ke
ganglion ciliare di orbita lateralis. Serat-serat pascaganglion berjalan melalui nervus
ciliaris brevis untuk mempersarafi otot sfingter iris. Cahaya yang menyinari mata
kanan menimbulkan respons langsung (direct) di mata kanan dan suatu respons
konsensual tak langsung (indirect) segera di mata kiri. Intensitas respons di setiap
mata sebanding dengan kemampuan membawa cahaya nervus opticus yang
terstimulasi secara langsung.
2) RESPONS DEKAT
Saat mata melihat ke suatu objek yang dekat, terjadi tiga jenis respons akomodasi,
konvergensi, dan konstriksi pupil yang membawa bayangan tajam ke fokus di titik
retina yang sesuai. Jaras lazim akhir diperantarai oleh nervus oculomotorius yang
bersinaps pada ganglion ciliare. Jaras aferen memasuki otak tengah ventral dari
nukleus Edinger Westphal dan mengirim serat ke kedua sisi korteks. Walaupun ketiga
komponen berhubungan erat, refleks dekat tidak dapat dianggap sebagai suatu refleks
murni karena masing-masing komponen dapat dinetralisasi sementara kedua
komponen lainnya utuh dengan prisma (menetralkan konvergensi), dengan lensa
(menetralkan akomodasi), dan dengan obat midriatik lemah (menetralkan miosis). Hal
ini bahkan dapat terjadi pada orang buta yang diperintahkan untuk melihat hidungnya
sendiri. Kerja refleks dekat bilateral yang berlebihan adalah spasme akomodatif.
Kelumpuhan ako-modatif bilateral terjadi pada keracunan botulisme dan pada varian
Fisher sindrom Guillain-Barre.
2) DEFEK PUPIL AFEREN
Salah satu penilaian terpenting yang harus dilakukan pada pasien yang mengeluhkan
penurunan penglihatan adalah menentukan apakah keluhan tersebut disebabkan oleh masalah
pada mata (mis., katarak) atau oleh masalah nervus opticus yang cenderung lebih serius. Bila
terdapat suatu lesi di nervus opticus, refleks pupil terhadap cahaya (baik refleks langsung di
mata yang dirangsang dan refleks konsensual di mata sebelahnya) kurang kuat saat mata yang
sakit dirangsang dibandingkan saat mata yang normal dirangsang. Fenomena ini disebut
defek pupil aferen relatif (relative afferent pupillary defect, RAPD). Fenomena ini juga akan
positif bila terdapat suatu lesi besar di retina atau lesi berat di makula. Katarak yang padat
sekalipun tidak mengganggu respons pupil. Penyebab penurunan penglihatan unilateral tanpa
defek pupil aferen termasuk gangguan refraksi, kekeruhan media selain katarak, seperti
kekeruhan kornea atau perdarahan vitreus, ambliopia, penurunan penglihatan fungsional.
Pada lesi di brachium colliculus superioris, dapat terjadi defek pupil aferen relatif dengan
fungsi penglihatan yang normal.
Defek pupil aferen absolut adalah istilah yang digunakan bila tidak ada refleks pupil
terhadap cahaya pada mata yang buta total (amaurotik). Penyinaran mata yang normal akan
tetap menimbulkan respons langsung di mata tersebut dan respons konsensual di mata yang
buta tadi.
Suatu defek pupil afereri tetap dapat diketahui bila satu pupil tidak terlihat, akibat
penyakit kornea, atau tidak dapat merespons akibat kerusakan struktural atau kerusakan pada
persarafannya, mis., kelumpuhan nervus ketiga, dengan melakukan pemeriksaan pada pupil
yang normal.
3) PUPILLARY LIGHT-NEAR DISSOCIATION
Refleks cahaya normalnya menimbulkan miosis yang lebih kuat daripada respons
melihat dekat. Kondisi sebaliknya dikenal sebagai pupillary light-near dissociation. Ini
paling sering terjadi akibat suatu defek pupil aferen (mis., penyakit pada nervus opticus)
karena refleks cahaya pada penyinaran pupil mata yang sakit berkurang, tetapi respons
dekatnya normal. Ini juga terjadi pada lesi di ganglion ciliare atau di otak tengah; di otak
tengah jaras refleks cahaya terletak relatif dorsal dan jaras respons dekat relatif ventral.
Penyebabnya adalah pupil tonik (lihat berikut), tumor dan infark di otak tengah, diabetes,
alkoholisme kronik, ensefalitis, dan penyakit degeneratif sistem saraf pusat.
Pupil Argyll Robertson, yang biasanya bilateral, khasnya berukuran kecil (diameter
kurang dari 3 mm), umumnya iregular dan eksentrik, tidak respons terhadap rangsangan
cahaya tetapi merespons terhadap rangsang dekat, dan kurang berdilatasi dengan midriatik
akibat atrofi iris yang menyertai. Pupil jenis ini merupakan indikasi kuat infeksi sifilis di
sistem saraf pusat.
4) PUPIL TONIK
Pupil tonik ditandai oleh pupillary light-near dissociation, kelambatan dilatasi pasca
rangsangan dekat (respons dekat tonik), konstriksi iris segmental, dan konstriksi sebagai
respons terhadap larutan pilocarpine lemah (0,1%) (hipersensitivitas denervasi). Pupil ini
terjadi akibat kerusakan pada ganglion ciliare atau pada nervus ciliaris brevis. Pada fase akut,
pupil mengalami dilatasi dan akomodasi . terganggu. Pola perbaikan dipengaruhi oleh serat-
serat di nervus ciliaris brevis yang lebih banyak mempersarafi respons dekat daripada refleks
cahaya dengan perbandingan 30:1. Akomodasi biasanya pulih sempurna, tetapi reinervasi iris
yang tak lengkap mengakibatkan konstriksi iris segmental dan pupillary light-near
dissociation. Pupil biasanya menjadi lebih kecil dibandingkan pupil sebelahnya. Pupil tonik
biasanya merupakan suatu entitas jinak yang terisolasi; terjadi pada wanita muda. Kelainan
ini biasanya berhubungan dengan hilangnya refleks tendon dalam (sindrom Adie). Pada 50%
individu, mata sebelahnya akan terkena setelah lebih dari 10 tahun, tetapi pupil tonik bilateral
mungkin disebabkan oleh neuropati autonom. Pupil tonik dapat terjadi setelah fotokoagulasi
laser retina.
5) GERAKAN EKSTRAOKULAR
Bagian ini membahas perangkat saraf yang mengontrol gerakan mata dan
menyebabkan gerakan tersebut bergerak secara simultan, ke atas atau bawah dan sisi ke sisi,
serta berkonvergensi atau berdivergensi. Kontrol saraf terhadap gerakan mata pada akhirnya
dipengaruhi oleh perubahan-perubahan aktivitas di nukleus dan serat-serat nervus
oculomotorius, trochlearis, dan abducens. Hal ini disebut sebagai jaras-jaras nukleus dan
infranukleus. Koordinasi gerakan mata memerlukan hubungan antara berbagai nukleus
motorik mata, jaras-jaras internuklearis. Jaras supranukleus berperan memben-tuk perintah
yang diperlukan untuk melakukan gerakan yang sesuai, apakah bersifat volunter maupun
involunter.
1. Klasifikasi
Gerakan mata dapat cepat atau lambat. Gerakan mata cepat mencakup gerakan-
gerakan refiksasi volunter dan involunter (saccades) dan fase cepat nistagmus optokinetik
dan vestibularis (lihat berikut). Sistem gerakan mata cepat diperiksa dengan gerakan-gerakan
refiksasi perintah (command refixation movement) dan dengan fase-cepat nistagmus
vestibularis dan optokinetik. Gerakan mata lambat mencakup gerak mengikuti (pursuit), yang
mengikuti target yang bergerak lambat segera setelah sistem sakadik menempatkan target di
fovea dan diperiksa dengan meminta mata pasien mengikuti target yang bergerak halus-
lambat; gerakan fase lambat, yang dihasilkan oleh rangsangan vestibularis; fase lambat nis-
tagmus optokinetik; dan gerakan vergensi, yang tidak seperti bentuk gerakan mata lainnya
melibatkan gerakan diskonjugasi kedua mata.
Pada kondisi-kondisi fisiologik, rangsangan vestibularis timbul dari gerakan kepala. Gerakan
mata lambat yang timbul, yang dikenal sebagai Respons Vestibulo-Okular (RVO),
mengompensasi gerakan kepala sedemikian sehingga posisi mata dalam ruang tetap statik
dan fiksasi visual yang tetap dapat dipertahankan. Manuver kepala boneka (doll's head
maneuver) adalah metode klinis untuk memeriksa respons vestibulo okular. Pasien diminta
tetap melihat ke sebuah target sementara pemeriksa menggerakkan kepala pasien dalam
bidang horizontal atau vertikal. Bila terdapat defisiensi respons vestibule okular, gerakan
mata kompensasi menjadi tak cukup dan harus dibantu oleh gerakan-gerakan sakadik untuk
mempertahankan fiksasi. Gerakan kepala harus cepat; bila tidak, mekanisme mengikuti akan
mendominasi respons motorik mata. Pada pasien yang tidak sadar, digunakan manuver
kepala boneka untuk menilai fungsi batang otak. Karena sistem gerak-mengikuti dan sakadik
tidak berfungsi, gerakan kepala dapat menjadi lambat. Tidak adanya respons vestibulo-okular
menyebabkan mata tidak dapat bergerak di dalam orbita. Metode metode lain untuk
merangsang vestibular adalah rotasi seluruh tubuh dan uji kalori.
Pembentukan Gerakan Mata
1) FlSIOLOGI
1. Gerak mata cepat Pemahaman paling lengkap mengenai kontrol pergerakan mata
didapatkan pada kasus gerak sakadik. Mekanisme serupa diperkirakan bekerja pada
fase cepat nistagmus. Pembentukan gerak sakadik melibatkan suatu pulsasi (pulse),
hasil peningkatan persa-rafan untuk menggerakkan mata menurut arah yang di-
inginkan, dan suatu peningkatan bertahap (step increase) persaraf antonik untuk
mempertahankan posisi baru dalam orbita dengan cara melawan gaya-gaya
viskoelastik yang mengembalikan mata ke posisi primer. Pulsasi dihasilkan oleh burst
cells generator sakadik. Perubahan bertahap dalam persarafan tonik dihasilkan oleh
tonic cells integrator neural, yang disebut demikian karena keefektifannya dalam
mengintegrasikan pulsasi untuk menghasilkan perubahan bertahap. Terdapat
hubungan yang erat antara amplitudo gerak dan kecepatan puncaknya, gerakan yang
lebih besar memiliki kecepatan puncak yang lebih tinggi. Hilangnya fungsi generator
sakadik menyebabkan perlambatan gerak sakadik. Hilangnya fungsi integrator neural
menimbulkan kegagalan mempertahankan posisi akhir yang diinginkan, yi, tidak
mampu terus menatap. Secara klinis, hal ini biasanya bermanifestasi sebagai gaze-
evoked nystagmus, dengan penyimpangan mata ke arah posisi primer, yang diikuti
oleh gerak sakadik korektif kembali ke posisi tatapan yang diinginkan.
2. Gerak mata lambat Gerak fase lambat yang dihasilkan oleh rangsangan vestibular
adalah respons langsung terhadap deteksi gerakan oleh kanalis semisirkularis.
Kanalis-kanalis tersebut adalah detektor akselerasi, tetapi sinyal yang mereka
keluarkan diintegrasikan untuk menghasilkan suatu sinyal kecepatan yang kemudian
disampaikan ke nukleus motorik okular. Pembentukan gerak mengikuti kurang begitu
dipahami. Fase lambat nistagmus optokinetik sebagian adalah gerak mengikuti, tetapi
juga terdapat gerak optokinetik spesifik lain yang dihasilkan oleh persepsi gerakan
latar belakang pemandangan visual. Gerak optokinetik ini tampaknya dibentuk oleh
jaras-jaras yang terlibat dalam pembentukan gerak vestibular fase lambat, tetapi
dengan input dari retina, baik melalui pusat-pusat di korteks atau secara langsung
melalui suatu jaras subkorteks. Gerak mata vergensi dihasilkan sebagai respons
terhadap disparitas retina, yi., stimulasi lokus lokus retina yang tidak bersesuaian oleh
objek yang bersangkutan. Elektromiografi memastikan bahwa divergensi adalah suatu
proses aktif, bukan relaksasi dari konvergensi.
2) ANATOMI
1. Pusat-pusat batang otak untuk gerak mata cepat Generator sakadik untuk gerak mata
horizontal terletak di formatio reticularis pontis paramedian. Sinyal dari struktur ini
disalurkan melalui nukleus abdusens, yang mengandung neuron-neuron motorik
untuk nervus abducens dan badan sel interneuron yang berjalan melalui fasikulus
longitudinalis medialis untuk mempersarafi neuron-neuron motorik di subnukleus
rektus medialis kontralateral nervus oculomotorius. Pemadu saraf untuk gerak mata
horizontal tampaknya terletak di dekat formatio reticularis pontis paramedian di
nukleus prepositus hipoglossi. Generator sakadik untuk gerak-gerak vertikal terletak
di nukleus interstisium pars rostralis fasikulus longitudinalis medialis di otak tengah
bagian rostral. Jaras ke nukleus motorik mata untuk gerak melihat ke atas melibatkan
komisura posterior, sebelah dorsal aquaductus cerebri, dan nukleusnya. Jaras serupa
untuk gerak mata ke bawah kurang begitu diketahui. Integrasi saraf bagi gerak-gerak
mata vertikal tampaknya berlangsung di nukleus interstisium Cajal, dekat nukleus
interstisium pars rostralis fasikulus longitudinalis medialis di otak tengah dan di
nukleus vestibularis di medula.
2. Fusat-pusat gerak mata cepat di korteks Gerak sakadik volunter dicetuskan di lobus
frontalis (daerah mata frontal area 8). Jaras ini turun melalui ganglia basalis dan crus
anterius capsula interna ke dalam batang otak, berakhir di daerah pretektalis otak
tengah untuk gerak vertikal, dan menyilang ke formatio reticularis pontis paramedian
di sisi pons yang berlawanan untuk gerak horizontal. Pembentukan gerak sakadik
involunter (refleks), sebagai respons terhadap target yang muncul di lapangan
pandang perifer, tergantung pada aktivitas di dalam colliculus superior, yang
menerima inf ormasi dari korteks oksipitalis dan juga secara langsung dari retina
melalui jaras yang seluruhnya subkortikal.
3. Pusat-pusat gerak mata lambat di batang otak Pengolahan informasi dari kanalis
semisirkularis terjadi di nukleus vestibularis, yang kemudian berhubungan langsung
ke nukleus-nukleus motorik mata. Jaras-jaras dari nukleus vestibularis di medula ke
pons dan otak tengah ini berjalan dalam sejumlah traktus serabut saraf, termasuk
fasikulus longitudinalis medialis.
4. Pusat-pusat gerak mata lambat di korteks Gerak mengikuti berasal dari korteks
oksipitalis. Jarasnya turun melalui crus posterius capsula interna ke otak tengah dan
formatio reticularis pontis paramedian ipsilateral. Fase lambat nistagmus optokinetik
kemungkinan dihasilkan paling sedikit di sebagian dari area V5 (atau MT) di taut
antara lobus oksipitalis dan temporalis, yang terlibat dalam deteksi gerakan. Jaras
yang turun mungkin menyertai jaras untuk gerak mengikuti. Gerakan mata vergensi
dihasilkan di korteks oksipitalis, dan jaras tersebut kemungkinan juga turun melalui
crus posterius capsula interna, bersama dengan jaras untuk gerak mengikuti, untuk
berakhir di otak tengah bagian rostral di atau dekat nukleus okulomotorius. Impuls
kemudian berjalan langsung ke masing-masing subnukleus rektus medialis dan
melalui fasikulus longitudinalis medialis ke nukleus abdusens. Masih belum jelas
apakah gerakan konvergensi dan divergensi dikontrol oleh pusat-pusat batang otak
yang sama atau terpisah.