PT. PENGEMBANGAN PARIWISATA INDONESIA
(PERSERO)P.O. BOX 3 NUSA DUA Bali – Indonesia,
Telp. (0361)771010, Fax (0361) 771014.
ADENDUM ANDAL DAN RKL-RPL
PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA
MANDALIKA RESORT DI KABUPATEN LOMBOK
TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
TAHUN 2018
BAB IPENDAHULUAN
Pendahuluan ……………………. I - 1
1.1.LATAR BELAKANG
Kawasan Pariwisata Mandalika yang terletak di Kabupaten Lombok
Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan kawasan yang
sangat unik dan menarik karena menggabungkan keindahan alam pesisir
dengan keunikan budaya masyarakat dan keragaman biodiversitas sumber
daya flora dan fauna. Kawasan ini sejak tahun 1987 sudah direncanakan akan
dikembangkan sebagai kawasan pariwisata unggulan di Pulau Lombok.
Secara sporadis di beberapa tempat sudah mulai dibangun home stay,
penginapan, restoran dan jasa pelayanan wisatawan lainnya.
Pada pertengahan tahun 2011, Pemerintah Republik Indonesia
meluncurkan kebijakan pembangunan nasional yang dikenal dengan Master
Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Kebijakan pemerintah ini ditidaklanjuti dengan dilaksanakannya beberapa
pembangunan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan dan bandar udara. Pada
tanggal 20 Oktober 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresemikan
beroperasinya Bandar Udara Internasional Lombok di Kecamatan Pujut,
Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi NTB. Keberadaan bandara ini sangat
mendukung akses wisatawan untuk mencapai lokasi Kawasan Pariwisata
Mandalika.
Dukungan pemerintah terhadap pengembangan Kawasan Pariwisata
Mandalika semakin bertambah dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 52 Tahun 2014 yang menetapkan Kawasan Pariwisata Mandalika
sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Berlandaskan PP tersebut,
investor yang ingin membangun di Kawasan Pariwisata Mandalika akan
mendapatkan insentif kemudahan pajak dan non pajak. Insentif ini diberikan
sebagai dukungan dari Pemerintah Indonesia agar kegiatan investasi tumbuh
dan berkembang yang pada akhirnya dapat memberikan multifier effect yang
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTB.
Berbagai keunggulan Kawasan Pariwisata Mandalika menjadi daya
tarik para wisatawan nusantara maupun mancanegara. Keindahan alam di
pantai Kuta yang terbilang luas dengan garis pantai berpasir putih bersih
dibayangi dengan Bukit Mandalika yang berdiri kokoh menampilkan
eksotisme alam yang menakjubkan. Di sebelah baratnya terhampar Pantai
Seger dengan Monumen Putri Mandalika yang memiliki even tahunan Festival
Pendahuluan ……………………. I - 2
Bau Nyale, yakni perayaan terhadap legenda Putri Mandalika. Terdapat juga
Pantai Tanjung Aan dengan variasi pasir pantainya yang bulat seperti merica
dan lembut seperti tepung.
PT. Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau umumnya
disebut Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) merupakan satu-
satunya perusahaan Negara yang bergerak dibidang usaha pengembangan
Kawasan Pariwisata. Sejak tahun 1972 ITDC mengembangkan dan mengelola
Kawasan Pariwisata Nusa Dua di Provinsi Bali. Pengalaman dan keberhasilan
ITDC dalam mengelola Kawasan Pariwisata Nusa Dua hingga menjadi
kawasan pariwisata yang sangat dikenal di dunia menyebabkan pemerintah
Indonesia kembali memberikan kepercayaan kepada ITDC untuk mengelola
kawasan lainnya di Indonesia.
Sejak tahun 2008, ITDC ditugaskan oleh pemerintah Republik Indonesia
untuk mengelola lahan seluas 1.175 Ha di Kawasan Pariwisata Mandalika
(Mandalika Resort), Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi
NTB untuk dikembangkan menjadi Kawasan Pariwisata Terpadu. Untuk
mendukung dan mempercepat rencana pengembangan Mandalika Resort,
ITDC melaksanakan beberapa program akselerasi yang diharapkan dapat
memberikan dampak secara langsung untuk terwujudnya pembangunan dan
pengembangan Mandalika Resort.
PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) pada tahun 2012
merencanakan kegiatan pembangunan dengan mengacu pada Master Plan
Pengembangan Kawasan Pariwisata Mandalika. Deskripsi kegiatan yang
akan dilakukan adalah membangun kamar sebanyak 10.335 buah, 1.585 unit
residensial, dan fasilitas penunjang ( jalan sepanjang 10 km, jaringan air kotor
26 km, IPAL kapasitas 320 m3/hari, kapasitas listrik 123 MVA, dan lainnya)
pada lahan seluas 1250 ha. Kegiatan pengembangan tersebut telah
mendapatkan Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup (SKKLH)
No.660 Tahun 2012 yang selanjutnya mendapatkan Ijin Lingkungan
berdasarkan Keputusan Gubernur NTB Nomor 48 Tahun 2013.
Pada tahun 2018, berdasarkan perkembangan dan perubahan pasar
pariwisata dunia, PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero)
berencana melakukan perubahan pengembangan Kawasan Pariwisata
Mandalika agar sesuai dengan Master Plan yang baru. Deskripsi perubahan
meliputi penambahan jumlah kamar menjadi 26.737 buah, 5.384 unit
residential dan fasilitas penunjang ( jalan sepanjang 50 km, jaringan air kotor
34 km, IPAL kapasitas 1.800 m3/hari, kapasitas listrik 260 MVA dengan
penambahan Pembangkit Listrik Tenaga Surya, Sumber Air dengan Sea
Water Reverse Osmosis, Monorail Kawasan, dan lainnya). Adanya
Pendahuluan ……………………. I - 3
perubahan rencana kegiatan dan/atau usaha yang dilakukan oleh ITDC ini
memerlukan harmonisasi perizinan yang sudah dimiliki.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan,Pasal 50 Ayat (1) menyebutkan Penanggungjawab Usaha
dan/atau Kegiatan wajib mengajukan permohonan perubahan Izin Lingkungan
apabila Usaha dan/atau Kegiatan yang telah memperoleh Izin Lingkungan,
direncanakan untuk dilakukan perubahan. Ayat (4) menyebutkan Penerbitan
Perubahan Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup dilakukan melalui: a.
penyusunan dan penilaian dokumen Amdal baru; atau b. penyampaian dan
penilaian terhadap dokumen adendum Andal dan RKL-RPL. Oleh karena
kegiatan Pengembangan Kawasan Pariwisata Mandalika sudah memiliki Izin
Lingkungan berdasarkan Keputusan Gubernur NTB Bali Nomor 48 Tahun
2013, maka adanya tambahan pembangunan memerlukan perubahan Izin
Lingkungan tersebut melalui pengajuan dokumen Adendum Andal dan RKL-
RPL. Format penulisan dokumen Adendum Andal dan RKL-RPL
menggunakan modifikasi yang mengacu pada Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012, tentang Pedoman Penyusunan
Dokumen Lingkungan Hidup, Lampiran I, Lampiran II dan Lampiran III.
Selanjutnya, dengan mengacu pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 08 Tahun 2013 tentang Tata Laksana Penilaian dan
Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup dan Penerbitanan Izin Lingkungan
Hidup dilaksanakan oleh Komisi Penilai Amdal Provinsi NTB.
1.2.TUJUAN DAN MANFAAT
1.2.1.Tujuan
Tujuan dari pengembangan Kawasan Pariwisata Mandalika Kabupaten
Lombok Tengah, Provinsi NTB adalah:
a. Membangun penambahan jumlah kamar menjadi 26.737 buah, 5.384 unit
residential dan fasilitas penunjang ( jalan sepanjang 50 km, jaringan air
kotor 34 km, IPAL kapasitas 1.800 m3/hari, kapasitas listrik 260 MVA
dengan penambahan Pembangkit Listrik Tenaga Surya, Sumber Air
dengan Sea Water Reverse Osmosis, Monorail Kawasan, dan lainnya).
b. Meningkatkan wisatawan lokal dan asing berkunjung ke Pulau Lombok;
1.2.2. Manfaat
Manfaat pengembangan Kawasan Pariwisata Mandalika Kabupaten
Lombok Tengah, Provinsi NTB bagi pemerintah adalah meningkatkan
pendapatan negara di sektor non migas, terutama bidang pariwisata.
Pendahuluan ……………………. I - 4
Sedangkan bagi masyarakat, kegiatan ini akan menciptakan peluang kerja
dan usaha baru bagi masyarakat sekitar dalam skala lokal di tingkat desa,
kecamatan, dan kabupaten. Selain itu daerah ini akan lebih terbuka, sehingga
lebih memudahkan akses perekonomian dan peningkatan taraf hidup dengan
adanya kegiatan CSR dari ITDC.
1.3. IDENTITAS PELAKSANA
1.3.1. Pemrakarsa
Pemrakarsa kegiatan penyusunan Dokumen Adendum Andal dan RKL-
RPL Pengembangan Kawasan Pariwisata Mandalika adalah:
1). Nama Lembaga : PT Pengembangan Pariwisata Indonesia
(Persero)
2). Jenis Kegiatan : Kawasan Pariwisata
3). Penanggungjawab : Abdulbar M. Mansoer
4). Jabatan : Direktur Utama
5). Alamat : P.O. BOX 3 NUSA DUA Bali – Indonesia,
6). Telpon/Fax : (0361) –771010/ (0361) 771014
1.3.2. Penyusun
Tim penyusun Dokumen Adendum Andal dan RKL-RPL
Pengembangan kawasan Pariwisata Mandalika dilaksanakan oleh penyusun
perorangan. Hal tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan RI No P.102/ MENLHK/SETJEN/ KUM.1/12/ 2016 Pasal 4 (2)
serta mengadopsi Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 7 Tahun
2010 tentang Sertifikasi Persyaratan Kompetensi dan Penyusunan Dokumen
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan Persyaratan Lembaga
Kompetensi Penyusunan Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup. Pada Pasal 4 ayat 1 menguraikan bahwa penyusunan dokumen
Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan oleh tim penyusun
yang ditetapkan oleh pemrakarsa. Dalam hal ini, pemrakarsa kegiatan telah
menetapkan susunan tim penyusun sebagai berikut:
Pendahuluan ……………………. I - 5
1).Ketua : Dr. Drs.Ketut Gede Dharma Putra,M.Sc
(KTPA) Alamat : Jl.Gutiswa No 24 Denpasar Bali
Telpon/HP : 08123970922
Sertifikat KTPA No 71201 2133 6 000147 2017
2).Anggota : Ir.Nyoman Parining,M.Rur.M
(ATPA) Alamat : Perum Bhuana Permai I No 3 Denpasar Bali
Telpon/HP: 08123986017
Sertifikat ATPA No 74909 2133 6 0000138 2017
3).Anggota : Parinatra Candrarka Nugraha,SE.,MAB
(ATPA) Alamat : Banjar Tusan Blahbatuh Gianyar Bali
Telpon/HP 082112570874
Sertifikat ATPA No 74909 2133 6 0000137 2017
4). Tim Ahli :
1. Fisik-Kimia : Ni Putu Indria Novitasari,ST 2. Biologi : Drs.Job Nico Subagyo,M.Si 3. Sosial Ekonomi : Dra. Ida Ayu Suryasih,MP 4. Sosial Budaya : Virgina Dharmasasmitha,S.Psi.M.Si. 5. Hidrooceanography : Ir. Nyoman Surayasa,M.Si 6. Kesehatan Masyarakat : dr.Indira Dharmasamitha,S.Ked. 7. Tanah : Ir. Padusung,MP 8. Manajemen Lingkungan : Rani Ekawaty,S.Pi.,M.Env.M 9. Geologi : Gede Yatha Pradipta,ST.,MT. 10. Sipil Transportasi : Ir. Putu Preantjaya Winaya,MT
5). Tenaga Pendukung :
1. Administrasi : Gede Wahyu Yoga Dana,ST 2. Operator Komputer : I Ketut Suwastika,ST
1.4. OPERASIONAL KAWASAN PARIWISATA MANDALIKA
Operasional Kawasan Pariwisata Mandalika dilaksanakan oleh PT
Pengembangan Pariwisata Indonesia Persero) berdasarkan beberapa
kebijakan diantaranya : Surat Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik
Negara Nomor : SK – 198/MBU/10/2015 tanggal 22 Oktober 2015 tentang
Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan dan Pengangkatan
Pendahuluan ……………………. I - 6
Anggota-Anggota Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT.
Pengembangan Pariwista Indonesia; Keputusan Menteri Badan Usaha Milik
Negara Nomor : KEP-75/MBU/2011 Tanggal 21 Maret 2011 Tentang
Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota-Anggota Direksi Perusahaan
Perseroan (Persero) PT Pengembangan Pariwisata Bali, oleh karena itu sah
untuk dan atas nama mewakili PT Pengembangan Pariwisata Indonesia
(Persero) / Indonesia Tourism Development (ITDC) merupakan badan hukum
yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia, sesuai dengan Anggaran Dasar
Perseroan yang telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir sesuai
dengan akta nomor 40 tanggal 15 Mei 2009 dibuat dihadapan Notaris Evi
Susanti Panjaitan, SH., dan telah memperoleh pengesahan dari Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia berdasarkan Surat
Keputusan Nomor : AHU.39726.AH.01.02.Tahun 2009 tanggal 14 Agustus
2009 dan perubahan terakhir Anggaran Dasar dibuat dengan Akta Notaris
Nomor 63 tanggal 24 Maret 2014 dibuat dihadapan Evi Susanti Panjaitan, SH.,
dan telah memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Nomor : AHU-
15415.AH.01.02.Tahun 2014 tanggal 16 Mei 2014 dengan Akta Nomor 63
tanggal 24 Maret 2014 yang dibuat dihadapan Evi Susanti Panjaitan, S.H.,
Notaris dan telah memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Nomor: AHU-
15414.AH.01.02.Tahun 2014 tanggal 16 Mei 2014.
Kegiatan operasional Kawasan Pariwisata Mandalika terdiri atas
kegiatan penyiapan sarana dan prasarana kawasan, serta pelaksanaan
program pemberdayaan masyarakat. Deskripsi kegiatan operasional meliputi
kegiatan yang berlangsung pada lahan dengan rincian seperti pada Tabel 1.1.
Pendahuluan ……………………. I - 7
Tabel 1.1.Deskripsi Penggunaan Areal Kawasan Pariwisata Mandalika Sesuai Master Plan Tahun 2015
PERUNTUKAN LAHAN KAWASAN PARIWISATA
SUB KOMPONEN PENGGUNAAN LAHAN Luas (Ha) Persentase (%)
Distrik A - Pusat Transportasi Kuta Permukiman (Residential)
Perumahan (Affordable Housing) 6,0
Total Permukiman 6,0 6,0%
Penggunaan Bersama (Permukiman/Hotel/Office/Pertokoan) (Mixed Use (Residential/Hotel/Office/Retail))
Perluasan Desa (Existing Village Expansion) (Kuta Downt) 34,8
Pusat Tranportasi (dengan hotel) (Transportation HUB (with hotel))
14,6
Total Penggunaan Bersama (Mixed Use Total) 49,4 49,8%
Pertokoan / Perniagaan (Retail / Commercial)
Perniagaan (Commercial) 5,0
Total Pertokoan / Perniagaan (Retail / Commercial Total) 5,0 5,0%
Fasilitas Publik (Public Facility)
Fasilitas Keagamaan (Religious facilities) 1,0
Total Fasilitas Publik (Public Facility Total) 1,0 1,0%
Infrastruktur (Infrastructure)
Jalan (Road) 11,1
Utilitas (Utility) 2,4
Pendahuluan ……………………. I - 8
PERUNTUKAN LAHAN KAWASAN PARIWISATA
SUB KOMPONEN PENGGUNAAN LAHAN Luas (Ha) Persentase (%)
Total Infrastruktur (infrastructure Total) 13,5 13,6%
Ruang Terbuka (Open Space)
Pertanian (Perkebunan) (Agriculture (Plantation)) 3,1
Badan Air (Danau, Laguna, dll) (Water Body (lake, lagoon etc.))
2,4
Penghijauan (Taman, Jalan, Headland, dll) (Green (Park,Trails, Headland etc.))
18,8
Total Ruang Terbuka (Open Space Total) 24,3 24,5%
Perkiraan Lahan Distrik (Estimated District Land) 99,0 100,0%
Distrik B – Gerbang Pertokoan / Perniagaan (Retail / Commercial)
Perniagaan (Commercial) 5,0
Total Pertokoan / Perniagaan (Retail / Commercial Total) 5,0 9,5%
Tempat Bersantai / Rekreasi (Leisure / Recreation)
Tempat Bersantai (Leisure Zone) 3,0
Total Distrik Rekreasi (Recreational District Total) 3,0 5,7%
Fasilitas Publik (Public Facility)
"Gerbang" pusat kebudayaan ("The Gateway" cultural centre)
1,7
Pertahanan Sipil (Civil Defence) 1,6
Total Fasilitas Publik (Public Facility Total) 3,2 6,2%
Pendahuluan ……………………. I - 9
PERUNTUKAN LAHAN KAWASAN PARIWISATA
SUB KOMPONEN PENGGUNAAN LAHAN Luas (Ha) Persentase (%)
Infrastruktur (Infrastructure)
Jalan (road) 7,2
Total Infrastruktur (Infrastructure Total) 7,2 13,7%
Ruang Terbuka (Open Space)
Pertanian (Perkebunan) (Agriculture (Plantation)) 2,6
Penghijauan (Taman, Jalan, Headland, dll) (Green (Park,Trails, Headland etc.))
31,6
Total Ruang Terbuka (Open Space Total) 34,1 64,9%
Perkiraan Lahan Distrik (Estimated District Land) 52,6 100,0%
Distrik C - Quiet Gateway Permukiman (Residential)
Laguna Permukiman (termasuk air) (Lagoon Residential (Includes Water))
20,1
Perkebunan Permukiman (Plantation Residential) 13,9
Total Permukiman (Residential Total) 34,0 38,2%
Hotel
Quiet Getaway 11,2
Laguna Resort (termasuk air) (Lagoon Resort (Includes Water))
4,5
Novotel 2,0
Total Hotel 15,7 17,6%
Pendahuluan ……………………. I - 10
PERUNTUKAN LAHAN KAWASAN PARIWISATA
SUB KOMPONEN PENGGUNAAN LAHAN Luas (Ha) Persentase (%)
Pertokoan / Perniagaan (Retail / Commercial)
Pusat Sosial (Neighbourhood centre) 0,1
Total Pertokoan / Perniagaan (Retail / Commercial Total) 0,1 0,1%
Infrastruktur (Infrastructure)
Jalan (road) 8,7
Total Infrastruktur (Infrastructure Total) 8,7 9,8%
Ruang Terbuka (Open Space)
Pertanian (Perkebunan) (Agriculture (Plantation)) 5,0
Penghijauan (Taman, Jalan, Headland, dll) (Green (Park,Trails, Headland etc.))
19,4
Pantai umum (Public Beach) 6,1
Total Ruang Terbuka (Open Space Total) 30,5 34,2%
Perkiraan Lahan Distrik (Estimated District Land) 89,0 100,0%
Distrik D - Desa Budaya Penggunaan Bersama (Permukiman/Hotel/Office/Pertokoan) (Mixed Use (Residential/Hotel/Office/Retail))
“Desa Budaya” (The "Cultural Village") 14,4
Total Penggunaan Bersama (Mixed Use Total) 14,4 22,8%
Tempat Bersantai / Rekreasi (Leisure / Recreation)
Pendahuluan ……………………. I - 11
PERUNTUKAN LAHAN KAWASAN PARIWISATA
SUB KOMPONEN PENGGUNAAN LAHAN Luas (Ha) Persentase (%)
Tempat Bersantai (Leisure Zone) 1,6
Aquarium 2,4
Total Distrik Rekreasi (Recreational District Total) 4,0 6,3%
Infrastruktur (Infrastructure)
Jalan (road) 4,3
Utilitas (Utility) 0,0
Total Infrastruktur (Infrastructure Total) 4,3 6,8%
Ruang Terbuka (Open Space)
Badan Air (Danau, Laguna, dll) (Water Body (lake, lagoon etc.))
5,9
Penghijauan (Taman, Jalan, Headland, dll) (Green (Park,Trails, Headland etc.))
30,1
Pantai umum (Public Beach) 4,5
Total Ruang Terbuka (Open Space Total) 40,5 64,1%
Perkiraan Lahan Distrik (Estimated District Land) 63,1 100,0%
Distrik E - Zona Keluarga Permukiman (Residential)
Perkebunan Permukiman (Plantation Residential) 13,3
Total Permukiman (Residential Total) 13,3 26,0%
Hotel
Resort Keluarga (Family Resort) 29,6
Pendahuluan ……………………. I - 12
PERUNTUKAN LAHAN KAWASAN PARIWISATA
SUB KOMPONEN PENGGUNAAN LAHAN Luas (Ha) Persentase (%)
Total Hotel (Hotel Total) 29,6 57,8%
Infrastruktur (Infrastructure)
Jalan (road) 2,5
Utilitas (Utility) 0,0
Total Infrastruktur (Infrastructure Total) 2,5 4,9%
Ruang Terbuka (Open Space)
Pertanian (Perkebunan) (Agriculture (Plantation)) 1,2
Penghijauan (Taman, Jalan, Headland, dll) (Green (Park,Trails, Headland etc.))
0,8
Pantai umum (Public Beach) 5,5
Total Ruang Terbuka (Open Space Total) 5,8 11,4%
Perkiraan Lahan Distrik (Estimated District Land) 51,2 100,0%
Distrik F - Zona Perbukitan (The Hill Zone) (F1)
Permukiman (Residential)
Permukiman di Puncak Bukit (Hilltop Residential) 5,8
Total Permukiman (Residential Total) 5,8 10,8%
Infrastruktur (Infrastructure)
Jalan (road) 1,2
Total Infrastruktur (Infrastructure Total) 1,2 2,2%
Ruang Terbuka (Open Space)
Pendahuluan ……………………. I - 13
PERUNTUKAN LAHAN KAWASAN PARIWISATA
SUB KOMPONEN PENGGUNAAN LAHAN Luas (Ha) Persentase (%)
Penghijauan (Taman, Jalan, Headland, dll) (Green (Park,Trails, Headland etc.))
45,2
Pantai umum (Public Beach) 1,1
Total Ruang Terbuka (Open Space Total) 46,4 87,0%
Perkiraan Lahan Distrik (Estimated District Land) 53,3 100,0%
Distrik F - Zona Perbukitan (The Hill Zone) (F2)
Permukiman (Residential)
Permukiman di Puncak Bukit(Hilltop Residential) 1,1
Total Permukiman (Residential Total) 1,1 5,3%
Tempat Bersantai / Rekreasi (Leisure / Recreation)
Golf Club House 2,1
Total Rekreasial Distrik (Recreational District Total) 2,1 9,8%
Infrastruktur(Infrastructure)
Jalan (road) 1,7
Total Infrastruktur (Infrastructure Total) 1,7 7,8%
Ruang Terbuka (Open Space)
Penghijauan (Taman, Jalan, Headland, dll) (Green (Park,Trails, Headland etc.))
16,5
Total Ruang Terbuka (Open Space Total) 16,5 77,1%
Perkiraan Lahan Distrik (Estimated District Land) 21,4 100,0%
Pendahuluan ……………………. I - 14
PERUNTUKAN LAHAN KAWASAN PARIWISATA
SUB KOMPONEN PENGGUNAAN LAHAN Luas (Ha) Persentase (%)
Distrik F - Zona Perbukitan (The Hill Zone)(F3)
Hotel
Resort 6,4
Total Hotel (Hotel Total) 6,4 32,20%
Infrastruktur (Infrastructure)
Jalan (road) 0,6
Total Infrastruktur (Infrastructure Total) 0,6 2,90%
Ruang Terbuka
Penghijauan (Taman, Jalan, Headland, dll) 12,9
Total Ruang Terbuka (Open Space Total) 12,9 64,90%
Perkiraan Lahan Distrik (Estimated District Land) 20,0 100,00%
Distrik F - Zona Perbukitan (The Hill Zone)(F4)
Permukiman (Residential) 12,4
Total Permukiman (Residential Total) 12,4 24,4%
Hotel
Resort 2,4
Total Hotel (Hotel Total) 2,4 4,8%
Pertokoan / Perniagaan (Retail / Commercial)
Pendahuluan ……………………. I - 15
PERUNTUKAN LAHAN KAWASAN PARIWISATA
SUB KOMPONEN PENGGUNAAN LAHAN Luas (Ha) Persentase (%)
Pusat Sosial (Neighbourhood Centre) 0,2
Total Pertokoan / Perniagaan (Retail / Commercial Total) 0,2 0,3%
Infrastruktur (Infrastructure)
Jalan(road) 6,0
Total Infrastruktur (Infrastructure Total) 6,0 11,8%
Ruang Terbuka (Open Space)
Penghijauan (Taman, Jalan, Headland, dll)) (Green (Park,Trails, Headland etc.))
29,2
Perkebunan (Plantation) 0,6
Pantai umum (Public Beach) 0,0
Total Ruang Terbuka (Open Space Total) 29,8 58,7%
Perkiraan Lahan Distrik (Estimated District Land) 50,8 100,0%
Distrik F - Zona Perbukitan (The Hill Zone)(F5)
Hotel
Resort 1,2
Total Hotel 1,2 10,4%
Infrastruktur (Infrastructure)
Jalan(road) 1,3
Total Infrastruktur (Infrastructure Total) 1,3 11,6%
Ruang Terbuka (Open Space)
Pendahuluan ……………………. I - 16
PERUNTUKAN LAHAN KAWASAN PARIWISATA
SUB KOMPONEN PENGGUNAAN LAHAN Luas (Ha) Persentase (%)
Penghijauan (Taman, Jalan, Headland, dll) (Green (Park,Trails, Headland etc.))
9,0
Total Ruang Terbuka (Open Space Total) 9,0 78,1%
Perkiraan Lahan Distrik (Estimated District Land) 11,5 100,0%
Distrik G- Zona Permainan Golf (Golf Zone) Distrik G-1
Permukiman (Residential)
Golf Course Residential 24,1
Total Permukiman (Residential Total) 24,1 18,7%
Lapangan Golf (Golf Course)
Lapangan Golf (Golf Course) 59,1
Total Lapangan Golf (Golf Course Total) 59,1 45,9%
Infrastruktur (Infrastructure)
Jalan (road) 15,5
Total Infrastruktur (Infrastructure Total) 15,5 12,1%
Ruang Terbuka (Open Space)
Pertanian (Perkebunan) (Agriculture (Plantation)) 4,7
Badan Air (Danau, Laguna, dll) (Water Body (lake, lagoon etc))
1,8
Penghijauan (Taman, Jalan, Headland, dll) (Green (Park,Trails, Headland etc.))
23,5
Total Ruang Terbuka (Open Space Total) 30,1 23,4%
Pendahuluan ……………………. I - 17
PERUNTUKAN LAHAN KAWASAN PARIWISATA
SUB KOMPONEN PENGGUNAAN LAHAN Luas (Ha) Persentase (%)
Perkiraan Lahan Distrik (Estimated District Land) 128,8 100,0%
Distrik G-2
Permukiman (Residential)
Golf Course Residential 9,2
Total Permukiman (Residential Total) 9,2 8,4%
Lapangan Golf (Golf Course)
Lapangan Golf (Golf Course) 82,5
Total Lapangan Golf (Golf Course Total) 82,5 74,9%
Infrastruktur (Infrastructure)
Jalan (road) 9,0
Total Infrastruktur (Infrastructure Total) 9,0 8,2%
Ruang Terbuka (Open Space)
Badan Air (Danau, Laguna, dll) (Water Body (lake, lagoon etc))
4,3
Penghijauan (Taman, Jalan, Headland, dll) (Green (Park,Trails, Headland etc.))
3,5
Pantai umum (public beach) 1,6
Total Ruang Terbuka (Open Space Total) 9,4 8,6%
Perkiraan Lahan Distrik (Estimated District Land)
110,2 100,0%
Pendahuluan ……………………. I - 18
PERUNTUKAN LAHAN KAWASAN PARIWISATA
SUB KOMPONEN PENGGUNAAN LAHAN Luas (Ha) Persentase (%)
Distrik H- Pusat
Permukiman (Residential)
Medical Residential 5,0
Total Permukiman (Residential Total) 5,0 9,5%
Penggunaan Bersama (Permukiman/Hotel/Kantor/Pertokoan) (Mixed Use (Residential/Hotel/Office/Retail))
“Pusat” (The "Heart") 11,7
M.I.C.E 5,8
Penggunaan BersamaTotal (Mixed Use Total) 17,5 33,0%
Pusat Kesehatan/Kesejahteraan (Medical/welfare Centre)
Pusat Kesehatan/Kesejahteraan (Medical/welfare Centre) 2,8
Total Pusat Kesehatan/Kesejahteraan (Medical / Welfare Centre Total)
2,8 5,3%
Infrastruktur (Infrastructure)
Jalan (road) 6,6
Utilitas (Utility) 0,0
Total Infrastruktur (Infrastructure Total) 6,6 12,4%
Ruang Terbuka (Open Space)
Mangrove 4,6
Pendahuluan ……………………. I - 19
PERUNTUKAN LAHAN KAWASAN PARIWISATA
SUB KOMPONEN PENGGUNAAN LAHAN Luas (Ha) Persentase (%)
Badan Air (Danau, Laguna, dll) (Water Body (lake, lagoon etc))
7,7
Penghijauan (Taman, Jalan, Headland, dll) (Green (Park,Trails, Headland etc.))
8,9
Total Ruang Terbuka (Open Space Total) 21,1 39,8%
Perkiraan Lahan Distrik (Estimated District Land) 53,1 100,0%
Distrik I - Zona Hijau
Hotel
Eco Resort (Mangrove) 3,2
Hotel Total 3,2 3,9%
Penggunaan Bersama (Permukiman/Hotel/kantor/Pertokoan) (Mixed Use (Residential/Hotel/Office/Retail))
Desa Gerupuk Desa Marina (Gerupuk Village Marina Village)
1,3
Penggunaan BersamaTotal (Mixed Use Total) 1,3 1,6%
Tempat Bersantai / Rekreasi (Leisure / Recreation)
Kebun Mangrove & Pusat Pendidikan (Mangrove Zoo & Education Centre)
18,0
Rekreasi Distrik Total (Recreational District Total) 18,0 22,1%
Infrastruktur (Infrastructure)
Pendahuluan ……………………. I - 20
PERUNTUKAN LAHAN KAWASAN PARIWISATA
SUB KOMPONEN PENGGUNAAN LAHAN Luas (Ha) Persentase (%)
Jalan (road) 4,5
Total Infrastruktur (Infrastructure Total) 4,5 5,5%
Ruang Terbuka (Open Space)
Mangrove 41,6
Badan Air (Danau, Laguna, dll) (Water Body (lake, lagoon etc))
4,2
Penghijauan (Taman, Jalan, Headland, dll) (Green (Park,Trails, Headland etc.))
8,6
Total Ruang Terbuka (Open Space Total) 54,5 66,9%
Perkiraan Lahan Distrik (Estimated District Land) 81,3 100,0%
Distrik J - Agro Zona
Permukiman (Residential)
Permukiman dekat pantai (Beach Residential) 36,2
Perkebunan Permukiman (Plantation Residential) 63,0
Total Permukiman (Residential Total) 99,2 48,9%
Pertokoan / Perniagaan (Retail / Commercial)
Pusat Sosial (Neighbourhood Centre) 1,3
Pertokoan / Perniagaan Total (Retail / Commercial Total)
1,3 0,6%
Tempat Bersantai / Rekreasi (Leisure / Recreation)
Equestrian Stable 3,0
Pendahuluan ……………………. I - 21
PERUNTUKAN LAHAN KAWASAN PARIWISATA
SUB KOMPONEN PENGGUNAAN LAHAN Luas (Ha) Persentase (%)
Rekreasial Distrik Total (Recreational District Total) 3,0 1,5%
Infrastruktur (Infrastructure)
Jalan(road) 18,9
Total Infrastruktur (Infrastructure Total) 18,9 9,3%
Ruang Terbuka (Open Space)
Salt Flat 12,0
Badan Air (Danau, Laguna, dll) (Water Body (lake, lagoon etc))
5,8
Pertanian (Perkebunan) (Agriculture (plantation)) 31,5
Penghijauan (Taman, Jalan, Headland, dll) (Green (Park,Trails, Headland etc.))
31,2
Total Ruang Terbuka (Open Space Total) 80,5 39,7%
Perkiraan Lahan Distrik (Estimated District Land) 202,9 100,0%
Distrik K- 'The Enclave'
Permukiman (Residential)
Beach Residential 8,1
Plantation Residential 16,9
Total Permukiman (Residential Total) 25,0 27,1%
Hotel
The Enclave 24,1
Total Hotel 24,1 26,1%
Pendahuluan ……………………. I - 22
PERUNTUKAN LAHAN KAWASAN PARIWISATA
SUB KOMPONEN PENGGUNAAN LAHAN Luas (Ha) Persentase (%)
Infrastruktur (Infrastructure)
Jalan (road) 6,0
Utilitas (Utility) 0,0
Total Infrastruktur (Infrastructure Total) 6,0 6,5%
Ruang Terbuka (Open Space)
Penghijauan (Taman, Jalan, Headland, dll)) (Green (Park,Trails, Headland etc.))
28,1
Pantai umum (Public Beach) 9,0
Total Ruang Terbuka (Open Space Total) 37,2 40,3%
Perkiraan Lahan Distrik (Estimated District Land) 92,3 100,0%
Distrik L- The 'Conservative Quarter'
Permukiman (Residential)
Permukiman Konservatif (Conservative Residential) 11,7
Total Permukiman (Residential Total) 11,7 34,7%
Hotel
Conservative Quarter 10,1
Hotel Total 10,1 29,9%
Pertokoan / Perniagaan (Retail / Commercial)
Neighbourhood Centre 1,3
Pertokoan / Perniagaan Total (Retail / Commercial Total) 1,3 3,8%
Pendahuluan ……………………. I - 23
PERUNTUKAN LAHAN KAWASAN PARIWISATA
SUB KOMPONEN PENGGUNAAN LAHAN Luas (Ha) Persentase (%)
Infrastruktur (Infrastructure)
Jalan (road) 1,5
Total Infrastruktur (Infrastructure Total) 1,5 4,6%
Ruang Terbuka(Open Space)
Penghijauan (Taman, Jalan, Headland, dll)) (Green (Park,Trails, Headland etc.))
5,5
Pantai Pribadi (Private Beach) 3,7
Total Ruang Terbuka (Open Space Total) 9,1 27,0%
Perkiraan Lahan Distrik (Estimated District Land) 33,8 100,0%
Distrik M- Marina Beach
Permukiman (Residential)
Permukiman dekat pantai (Beach Residential) 22,6
Total Permukiman (Residential Total) 22,6 64,6%
Penggunaan Bersama(Permukiman/Hotel/Office/Pertokoan) (Mixed Use (Residential/Hotel/Office/Retail))
"Desa"Marina (Marina "Village") 3,7
Penggunaan BersamaTotal (Mixed Use Total) 3,7 10,7%
Infrastruktur (Infrastructure)
Jalan(road) 0,7
Pendahuluan ……………………. I - 24
PERUNTUKAN LAHAN KAWASAN PARIWISATA
SUB KOMPONEN PENGGUNAAN LAHAN Luas (Ha) Persentase (%)
Total Infrastruktur (Infrastructure Total) 0,7 1,9%
Ruang Terbuka (Open Space)
Penghijauan (Taman, Jalan, Headland, dll)) (Green (Park,Trails, Headland etc.))
0,9
Pantai Umum (Public Beach) 7,1
Total Ruang Terbuka (Open Space Total) 8,0 22,8%
Perkiraan Lahan Distrik (Estimated District Land) 35,0 100,0% Sumber: ITDC,2018
Pendahuluan ……………………. I - 25
116o15’00” 116o22’30”
8o52’30”
ADENDUM ANDAL DAN RKL-RPL
PT PENGEMBANGAN PARIWISATA INDONESIA (PERSERO)_
Gambar 1.1 Peta Rencana Lokasi Kegiatan Kawasan Pariwisata Mandalika
Lombok
Sumber : RTRW Kabupaten Lombok Tengah, 2011
1 2 3 Cm 0 1 2 3
Km 0
Lokasi Kawasan Pariwisata Mandalika
Pendahuluan ……………………. I - 26
8o52’30”
PT PENGEMBANGAN PARIWISATA INDONESIA (PERSERO)
Gambar 1.2 Site Wide Structure Kawasan
Pariwisata Mandalika Lombok
Sumber : ITDC, 2017
ADENDUM ANDAL DAN RKL-RPL
LEGENDA : LOKAS
STP 2
Pendahuluan ……………………. I - 27
8o52’30” ADENDUM ANDAL DAN RKL-RPL
LEGENDA :
PT PENGEMBANGAN PARIWISATA
INDONESIA (PERSERO)
Gambar 1.3. Nama Distrik-Distrik
Pendahuluan ……………………. I - 28
1.4.2.Pelaksanaan RKL-RPL
Operasional Pengembangan Kawasan Pariwisata Mandalika yang
dilaksanakan oleh PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero)
mengacu pada Master Plan Pengembangan Kawasan Pariwisata Mandalika.
Deskripsi kegiatan yang dilakukan adalah membangun kamar sebanyak
10.335 buah, 1.585 unit residensial, dan fasilitas penunjang ( jalan sepanjang
10 km, jaringan air kotor 26 km, IPAL kapasitas 320 m3/hari, kapasitas listrik
123 MVA, dan lainnya) pada lahan seluas 1250 ha. Kegiatan pengembangan
tersebut telah mendapatkan Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup
(SKKLH) No.660 Tahun 2012 yang selanjutnya mendapatkan Ijin
Lingkungan berdasarkan Keputusan Gubernur NTB Nomor 48 Tahun 2013.
Sejak diterbitkannya Ijin Lingkungan, maka secara rutin ITDC telah
melaksanakan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup terhadap dampak
penting yang terjadi. Pelaporan pelaksanaan RKL-RPL telah secara rutin
dilakukan setiap 6(enam) bulan.
1.5. PENGEMBANGAN KAWASAN PARIWISATA MANDALIKA TAHUN
2018.
Gambaran umum perubahan yang dilaksanakan oleh ITDC terhadap
kegiatan Pengembangan Kawasan Pariwisata Mandalika diuraikan secara
umum. Deskripsi perubahan meliputi penambahan jumlah kamar menjadi
26.737 buah, 5.384 unit residential dan fasilitas penunjang ( jalan sepanjang
50 km, jaringan air kotor 34 km, IPAL kapasitas 1.800 m3/hari, kapasitas listrik
260 MVA dengan penambahan Pembangkit Listrik Tenaga Surya, Sumber Air
dengan Sea Water Reverse Osmosis, Monorail Kawasan, dan lainnya).
Perbandingan perubahan yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Pendahuluan ……………………. I - 29
Tabel 1.2. Perbandingan Data Pengembangan
No Variabel Pengembangan Awal Pengembangan Tahun 2018
1 Lahan 1250 Ha 1175 ha
2 Jumlah Kamar 10.533 Kamar (hal 2-73) 26.737 kamar (hal 125)
3 Jumlah Residensial 1.585 Unit (hal 2-73) 5.384 Unit (hal 125)
4 Sellable Area 56% (hal 2-73) 65.70% (hal 125)
Berdasarkan pengembangan pada tahun 2018, aspek arsitektur kawasan
juga mengalami pengembangan, seperti ditampilkan pada Tabel 1.5.
Tabel 1.3. Perbandingan Data Arsitektur
No Variabel Bita Jv Egis PT. Pede
1 Jumlah Distrik 16 14
2 Jumlah Lot - 179
3 Perubahan Nama Lot Contoh: H17 Menjadi TTA 1
4 RDGL Contoh: PF 2 Menjadi MR
5 LDGL
Perubahan dari sisi perencanaan arsitektur antara Master Plan Awal
dengan Master Plan yang Baru adalah pada jumlah distrik. Pada
perencanaan awal jumlah distrik sebanyak 16 buah, sedangkan pada
perencanaan yang baru berjumlah 14 buah. Nama-nama distrik pada master
plan awal adalah sebagi berikut:
1) Cultural village renewal
2) The gateway
3) The lagoon
4) The cultural village
5) The family district
6) The hill top west
7) The golf distrik
Pendahuluan ……………………. I - 30
8) The heart west 9) The hill top east 10) The heart east 11) Luxurious enclave 12) The conservative 13) Theme park 14) Fisherman wharf district 15) The mangrove 16) The buffer
Nama-nama distrik yang menjadi arahan desain arsitektur pada master plan awal dapat dilihat pada Gambar 1.4.
Pendahuluan ……………………. I - 31
Gambar 1.4. Lay Out Distrik Master Plan
Pendahuluan ……………………. I - 32
Sementera itu, nama-nama distrikpada Master Plan yang baru sebanyak 14
buah adalah sebagai berikut:
1) The breze
2) The festival
3) The alun-alun
4) The laguna
5) The serenity
6) West amenity
7) The west circle hub
8) The scenary
9) Villa on the hill
10) East amenity
11) The east circle hub
12) The trainquil
13) The rainbow
14) The sanctuary
Perubahan yang sangat signifkan dapat dilihat dari jumlah lot yang
tersedia. Contoh perubahan lot dapat dilihat dari area luxurious enclave serta
the conservative(Bita) dan area The trainquil (Pede). Pada DMP 2015 total lot
dari dua area tersebut berjumlah 17 lot, sedangkan lot pada masterplan 2018
berjumlah 4 lot. Perbandingan lot-lot dapat dilihat pada Gambar 1.5 dibawah
ini.
Pendahuluan ……………………. I - 33
Gambar 1.5. Lay Out Distrik Master Plan
Pendahuluan ……………………. I - 34
Gambar 1.6. Perbandingan jumlah lot pada lot disekitar Pantai Tanjung Aan
Pendahuluan ……………………. I - 35
Perbedaan lot diatas hanya merupakan salah satu contoh zona yang ada
dalam point 2 ini. Perubahan nama-nama Lot Selain pertambahan lot dan
perubahan nama distrik, perubahan lainnya terdapat dalam perubahan nama-nama
lot. Salah satu contoh perubahan nama lot dilokasi yang sama dapat dilihat pada
nama lot H17(Bita) dan TTA 1(Pede). Perbandingan nama lot dapat dilihat pada
gambar 2.4 dibawah ini. RDGL merupakan suatu panduan untuk membangun suatu
kawasan. Panduan itu terdiri dari :
Fungsional lot
Luasan
KDB (koefisien dasar bangunan)
KLB (koefisien lantai bangunan)
GSB (garis sempadan bangunan)
Garis sempadan pantai
Allowable Room (AR)
Pada pembahasan mengenai perbedaan menurut RDGL ini salah satu
contoh perbedaan yang akan ditampilkan merujuk pada point nomor a yaitu
fungsional lot (Contoh lain dapat dilihat pada lampiran). Pada DMP 2015 PF2
yang berada pada distrik the cultural village renewal merupakan public
facilities (sekolah tinggi Pariwisata) dengan lahan yang sangat luas,
sedangkan pada MP 2018 daerah PF 2 berubah menjadi MR (Masjid Raya) .
Selain itu penempatan hotel syariah disekitar masjid juga telah didefinisikan
dalam MP 2018 ini. Perbandingan RDGL dapat dilihat pada gambar 2.5
dibawah ini.
Pendahuluan ……………………. I - 36
Gambar 1.7. Posisi Lot
Pendahuluan ……………………. I - 37
Gambar 1.8. Perbandingan Perubahan Fungsi Lot
Pendahuluan ……………………. I - 38
Data kepemilikan tanah juga berpengaruh dalam perubahan MP ini.
Update tentang pertanahan selalu dilakukan guna mengetahui daerah-
daerah yang benar-benar dimiliki oleh ITDC sepenuhnya. Hal ini
menyebabkan adanya pertambahan lot-lot baru seperti adanya lot BKC1-
BKC3 di daerah Kuta. pertambahan lot dapat dilihat pada gambar 2.6
dibawah ini.
Gambar 1.9 Penambahan Lot Baru
Pendahuluan ……………………. I - 39
Meningkatnya jumlah kamar pada kawasan otomatis akan
berpengaruh pada kapasitas infrastruktur kawasan. Berikut pada Tabel 1.4
terlampir perubahan kapasitas infrastruktur Mandalika resort.
Tabel 1.4 Perbandingan kapasitas Infrastruktur
No Variabel Bita Jv Egis PT. Pede
1 Jaringan Jalan dan PJU ±34 Km ±50 Km
2 Drainase Swale sistem Modular tank
3 Box Utility ±34 Km (kiri dan kanan) ±50 Km (satu sisi)
4 Jaringan Air Bersih ±26 Km ±34 Km
5 Jaringan Air Kotor ±26 Km ±34 Km
6 Jaringan Air Irigasi ±26 Km ±34 Km
7 Jaringan Listrik ±110 MVA ±260 MVA
8 Jaringan ICT, CCTV, SCADA
Mengikuti Jalan Mengikuti Jalan
9 Jaringan Gas Mengikuti Jalan Mengikuti Jalan
10 A.WWTP ±14000m3/hari ±18000m3/hari
B.SWRO ± 17000 M3/HARI ATAU ± 245
LITER/DETIK ± 22500 M3/HARI ATAU ± 312
LITER/DETIK
11 TPS - ±185m3/hari
12 West circle Hub - Street Race Cirkuit (Vinci)
13 Konsep Monorail - Monorail Kawasan
Untuk detail perubahan dari poin infrastruktur dapat dilihat pada uraian berikut
ini:
1). Jaringan Jalan dan PJU
Jaringan jalan dan PJU sangat dibutuhkan untuk akses menuju lot-lot
yang diminati oleh investor. Seiring dengan bertambahnya jumlah kamar maka
terjadilah peningkatan kapasitas jalan. Pertambahan panjang jalan ini terjadi
di area Backbone (menghubungkan west-east), area villa on the hills dan jalan
di area gerupuk. Jalan area gerupuk bertujuan untuk memberi akses untuk
warga yang menuju daerahnya tanpa melewati kawasan Mandalika. Berikut
pada Gambar 1.10 dan 1.11 terlampir perbandingan layout jalan Kawasan
Pariwisata Mandalika.
Pendahuluan ……………………. I - 40
Gambar 1.10. Layout jalan (Bita) sepanjang ±34 Km
Pendahuluan ……………………. I - 41
Gambar 1.11. Lay Out Jalan Master Plan Baru
Pendahuluan ………………………. I - 42
2). Drainase
Sistem drainase yang digunakan pada design awal adalah saluran
swale biasa. Pada MP 2018 ini sistem drainase dimodifikasi dengan swale
ditambah dengan pemakaian modular tank disepanjang ruas jalan. Selain itu
pembuatan retention pond yang dilengkapi dengan sistem wetland berada
pada area kuta. Pada Gambar 1.12 dibawah ini terlampir keterangan posisi
retention pond dan jalur modular tank
Gambar 1.12 Layout drainase dan posisi retention pond
Pendahuluan ………………………. I - 43
3). Box Utility
Box utility berfungsi sebagai tempat diletakkan semua jaringan utilitas.
Baik jaringan kabel ataupun jaringan air. Perbedaan design untuk box utility
terletak pada posisi atau perletakan box. Pada DMP 2015 box utility diletakkan
disisi kanan dan kiri jalan, sedangkan pada MP 2018 Box utility diletakkan
pada satu sisi saja. Untuk mencapai lot-lot yang diinginkan, crossing box utility
sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan konstruksi nantinya. Detail crossing
box utility dapat dilihat pada Gambar 1.13 dibawah ini.
Gambar 1.13 Detail Crossing Box Utility
Pendahuluan ………………………. I - 44
4). Jaringan Air Bersih
Jaringan air bersih berfungsi sebagai penyalur air bersih untuk hotel
yang ada di Mandalika. Supply air bersih sepenuhnya dilakukan oleh SWRO
sedangkan PDAM hanya digunakan sebagai supporting. SWRO disupply ke
GWT kemudian dialirkan ke hotel-hotel dengan sistem gravitasi. Layout
jaringan air bersih dapat dilihat pada Gambar 1.14 dan 1.15 dibawah ini.
Gambar 1.14 Layout jaringan air bersih (Bita) ±26 Km
Gambar 1.15 Layout jaringan air bersih (Pede) ±34 Km
Pendahuluan ………………………. I - 45
5). Jaringan Air Kotor
Jaringan kotor berfungsi untuk mengalirkan air kotor (Black and Gray
Water) dari Tenant. Pada setiap lot-lot hotel dipasang SLS (sewage liftpump
station). Berikut pada Gambar 1.16 dan 1.17 dapat dilihat layout jaringan air
kotor Kawasan Pariwisata Mandalika.
Gambar 2.12 Layout jaringan air kotor (Bita) ±26 Km
Gambar 1.16 Layout Jaringan Air Kotor Desain Awal
Gambar 1.17 Layout Jaringan Air Kotor (Pede) ±34 Km
Pendahuluan ………………………. I - 46
6). Jaringan Air Irigasi
Jaringan air irigasi bersumber dari olahan dari WWTP. Jaringan air
irigasi berfungsi untuk area landscape (siram tanaman). Tidak ada perubahan
mendasar pada sistem jaringan ini, hanya saja terjadi pertambahan jangkauan
area. Berikut pada Gambar 1.18 dan 1.19 terlampir layout jaringan air kotor
Kawasan Pariwisata Mandalika
Gambar 1.18 Layout jaringan air irigasi (Bita) ±26 Km
Gambar 1.19 Layout jaringan air irigasi(Pede) ±34 Km
Pendahuluan ………………………. I - 47
7). Jaringan Listrik
Secara sistem kelistrikan design DMP 2018 dan MP 2018 masihlah
sama. Pendistribusian dilakukan dari gardu induk menuju MPC ( Main Panel
Contol) kemudian didistribusikan lagi menujugardu distribusi. Perbedaan
terjadi pada penempatan MPC dan kapasitas listrik yang dibutuhkan. Bita
mendesign kebutuhan listrik sebesar ±110 MVA sedangkan Pede mendesign
dengan ±260 MVA. Berikut pada Gambar 1.20 dan 1.21 terlampir layout
jaringan listrik Kawasan Pariwisata Mandalika.
Gambar 2.15 Layout jaringan Litrik (Bita)
Gambar 1.20 Layout jaringan Listrik (Pede)
Gambar 1.21 Layout jaringan Listrik (Pede)
Main Panel Contorol(MPC)
Pendahuluan ………………………. I - 48
8). Jaringan ICT , CCTV, EWS, dan Scada
Adapun produk dari sistem ICT dan CCTV adalah sebagai berikut:
Data telepon
Mobile phone
Media information
Advertisement
Security sistem
Network sistem
Monitoring kawasan
Monitoring and control
Display and recording
Perbedaan untuk jaringan tidak terlalu mendasar, hanya saja terjadi
perubahan jangkauan area
Gambar 1.22 Layout jaringan ICT, CCTV dan Scada (Bita)
Gambar 1.23 Layout jaringan ICT, CCTV dan Scada (Pede)
Pendahuluan ………………………. I - 49
9). Jaringan Gas
Perbedaan pada jaringan gas terletak pada posisi gas facilities. Pada
DMP 2015 posisi gas facilities berada didaerah gerupuk, sedangkan pada
design MP 2018 Gas Facilities terletak di land utility utara jalan provinsi.
Berikut pada Gambar 1.24 terlampir layout jaringan listrik Kawasan
Pariwisata Mandalika.
Gambar 1.24 Layout jaringan gas (bita dan pede)
Pendahuluan ………………………. I - 50
10). Waste Water Treatment Plan dan Sea Water Reverse Osmosis a). Waste Water Treatment Plan (WWTP)
WWTP berfungsi untuk mengolah air kotor menjadi air irigasi yang bisa
digunakan untuk penyiram tanaman. WWTP dibagi menjadi 2 area. Area barat
dengan kapasitas ±10.000 m3/hari dan area timur ±9000 m3/hari. Jadi total
estimasi untuk air kotor Mandalika resort sebesar ±18000 m3/hari.
b).Sea Water Reverse Osmosis (SWRO)
SWRO adalah plan untuk mengolah air laut menjadi air minum. Konsep
yang digunakan DMP 2015 dan MP 2018 pada prinsipnya tidaklah berbeda
karena sama-sama menggunakan air bersumber dari SWRO. adapun
kebutuhan air minum dengan design Pede sebesar ±312 ltr/detik.
Berikut pada Gambar 1.25 dan Gambar 1.26 terlampir layout WWTP dan
SWRO kawasan pariwisata Mandalika.
Gambar 1.25 layout WWTP dan SWRO (bita)
Pendahuluan ………………………. I - 51
Gambar 1.26 layout WWTP dan SWRO (pede)
Pendahuluan ………………………. I - 52
11.Tempat Pembuangan Sampah (TPS)
Ada hal yang berbeda dari sistem pengolahan sampah yang terjadi
pada design pede. Sistem pengolahan sampah yang didesign oleh pede
menggunakan sistem pengolahan yang dilakukan secara mandiri (contoh:
penggunanaan incinerator) dan pembagian area TPS pun dibagi menjadi 2
area. Berikut pada Gambar 1.27 dan 1.28 terlampir proses pengolahan
sampah dan layout.
Gambar 1.27 layout TPS (Bita VS pede)
Gambar 1.28 Proses Pengolahan Sampah(pede)
Pendahuluan ………………………. I - 53
12). Street Race Area (BY Vinci)
Adanya street race circuit pada MP 2018 merupakan perbedaan yang
sangat signifikan. Pada DMP 2015, area tersebut hanya digunakan untuk
akses biasa. Luas lahan yang digunakan untuk street race itu sebesar ± 160
Ha dengan panjang lintasan ±4.32 Km dengan 17 tikungan. Konsep street
race mengacu kepada circuit dimonaco. Jika race tidak diselenggarakan, jalan
circuit bisa digunakan sebagai jalan umum. Berikut pada Gambar 1.29
terlampir street race Circuit.
Gambar 1.29 layout street race circuit
Pendahuluan ………………………. I - 54
13). Konsep Monorail
Sistem transportasi missal dengan menggunakan monorail digunakan
untuk melayani pergerakan pengunjung dalam jumlahyang cukup besar
dengan tingkat ketepatan waktu dan kenyamanan yang tinggi. Sistem
pembangunan jalur monorail ini berupa jalan rel laying (elevated track). Berikut
terlampir pada Gambar 1.30 kriteria design monorail dan layout jalur monorail
pada Gambar 1.31.
Gambar 1.30 Kriteria Design Monorail
Pendahuluan ………………………. I - 55
Gambar 2.25 Layout Jalur Monorail
Gambar 1.31. Lay Out Monorail
Pendahuluan ………………………. I - 56
1.5.2. Tahap Kegiatan
Kegiatan Pengembangan Kawasan Pariwisata Mandalika oleh ITDC
akan dilakukan setelah semua persyaratan perizinan terkait telah dimiliki.
Tahap kegiatan pembangunan disajikan pada Tabel 1.5.
Tabel 1.5. Tahap Kegiatan
No Tahap Kegiatan Jenis Kegiatan
I Prakonstruksi 1. Pengurusan Perizinan
2. Sosialisasi Rencana Kegiatan
II Konstruksi
1. Penerimaan Tenaga Kerja Konstruksi
2. Mobilisasi Peralatan, Material
3. Operasional Base Camp
4. Pembersihan/Penyiapan Lahan
5. Pembangunan Hotel dan Residential
6. Pembangunan Fasilitas Pendukung
7. Pembersihan Material Galian/Sisa
8. Penghijauan dan Pertamanan
9. Demobilisasi Peralatan
10. Pelepasan Tenaga Kerja Konstruksi
III Operasional
1. Penerimaan Tenaga Kerja Operasional
2. Operasional Kawasan Pariwisata Mandalika
3. Pemeliharaan Kawasan Pariwisata Mandalika
4. Program Pengembangan Masyarakat
(Community Development)
IV Pasca
Operasional
1. Penghentian Operasional
2. Pemutusan Hubungan Kerja
Tahap kegiatan pengembangan Kawasan Pariwisata Mandalika yang
diperkirakan akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan adalah sebagai
berikut
Pendahuluan ………………………. I - 57
I.Tahap Prakonstruksi
Kegiatan pada tahap prakonstruksi yang berpotensi menimbulkan
dampak lingkungan adalah:
1).Pengurusan Perizinan
Izin-izin yang dibutuhkan untuk kegiatan pengembangan Kawasan
Pariwisata Mandalika akan diurus agar dalam pelaksanaan pembangunan
tidak terjadi hambatan dan masalah yang dapat merugikan berbagai pihak,
baik pemrakarsa, pemerintah, masyarakat maupun lingkungan. Pada saat ini,
pemrakarsa telah memiliki Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup
(SKKLH) No.660 Tahun 2012 yang selanjutnya mendapatkan Ijin
Lingkungan berdasarkan Keputusan Gubernur NTB Nomor 48 Tahun 2013.
Izin-izin lain yang terkait dengan pengembangan Kawasan Pariwisata
Mandalika lainnya akan diurus kemudian setelah dokumen Adendum Andal
dan RKL-RPL ini mendapatkan penetapan kelayakan lingkungan dan Izin
Lingkungan.
2).Sosialisasi Rencana Kegiatan
Sosialisasi rencana kegiatan merupakan kegiatan awal dari proses
pengurusan izin lingkungan seperti tertuang di dalam Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan
Masyarakat dalam Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan Izin
Lingkungan. Sosialisasi ini dilakukan untuk memberikan informasi yang
lengkap tentang rencana kegiatan kepada masyarakat dan pihak-pihak terkait.
Pelaksanaan keterlibatan masyarakat dalam proses analisis mengenai
dampak lingkungan hidup dan izin lingkungan ini berdasarkan prinsip dasar
yang meliputi pemberian informasi yang transparan dan lengkap, kesetaraan
posisi antara pihak-pihak yang terkait, penyelesaian masalah yang bersifat adil
dan bijaksana, serta koordinasi, komunikasi dan kerjasama di kalangan pihak-
pihak yang terkait.
II.Tahap Konstruksi
1). Penerimaan Tenaga Kerja Konstruksi
Pada tahap konstruksi akan dibutuhkan sejumlah tenaga kerja baik
tenaga kerja luar (terutama tenaga ahli) maupun tenaga kerja lokal. Tenaga
kerja lokal akan diambil dari tenaga kerja setempat sesuai dengan
keterampilan yang dimilikinya. Kebutuhan tenaga kerja antara lain meliputi
pimpinan proyek, manajer, pengawas, teknisi sipil, mesin, listrik, buruh dan
tenaga penunjang lainnya. Pada saat kegiatan puncak, jumlah tenaga kerja
Pendahuluan ………………………. I - 58
yang dibutuhkan diperkirakan akan mencapai 2000 orang seperti terlihat pada
Tabel 1.6.
Tabel 1.6. Jumlah Tenaga Kerja pada Tahap Konstruksi
No. Jenis Pekerjaan Jumlah Pekerja (orang)
I. PEREKAYASA DAN PENGAWAS
1. Rekayasa Sipil dan transpotasi/jalan 100
2. Rekayasa Kelautan 15
3. Rekayasa Mekanik 20
4. Rekayasa lingkungan 20
4. Rekayasa Listrik 70
5. Rekayasa arsitek dan lansekap 10
7. Commisioning 15
II. TEKNISI DAN PEKERJA
1. Teknisi Sipil 160
2. Teknisi Kelautan 50
3. Teknisi Mekanik 40
4. Teknisi Listrik 150
5. Teknisi lingkungan (IPAL, air bersih dsb) 30
6. Intrumentasi 40
7. Teknisi arsitek dan lansekap 40
8. Langging Worker 30
9. Pengendali Material 30
10. Mill Wight 60
11. Tukang Cat 50
12. Pemasang Pipa 60
13. Operator Alat Pengangkat/Alat Berat 60
14. Sopir dan Kernet 140
15. Pengelas 80
16. Perlengkapan 80
17. Pekerjaan Umum 500
18. Jumlah 2.000 Sumber : ITDC, 2017
Mekanisme penerimaan tenaga kerja lokal dengan cara berkoordinasi
dengan aparat desa/tokoh masyarakat dan memasang pengumuman di kantor
desa yang mencantumkan persyaratan keahlian dan jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan. Selanjutnya pihak desa mengusulkan tenaga kerja kepada
kontraktor/ PT. Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) dan dilakukan
seleksi. Sedangkan untuk tenaga kerja yang mempunyai keahlian dilakukan
dengan cara mengumumkan di koran jumlah tenaga yang dibutuhkan dan
persyaratannya. Selanjutnya dilakukan seleksi hingga terpilih tenaga kerja
yang dibutuhkan. Prosentase tenaga kerja tahap konstruksi adalah 800 orang
(40%) dari Kecamatan Pujut, 400 orang (20%) dari Lombok Tengah, 400
orang (20%) dari Pulau Lombok, 400 orang (20%) Luar Pulau Lombok. Bila
Pendahuluan ………………………. I - 59
proyek sudah selesai, maka akan dilakukan pelepasan tenaga kerja dengan
mengacu pada kontrak yang sudah disepakati dan pelepasan tenaga kerja ini
mengikuti peraturan ketenagakerjaan yang berlaku.
2).Mobilisasi Peralatan dan Material Bangunan
Mobilisasi material tahap konstruksi yang akan digunakan dalam
pembangunan sarana dan prasarana Pariwisata Mandalika akan didatangkan
dari Kota Praya atau dari Kota Mataram dan sebagian dari luar wilayah Nusa
Tenggara Barat (dari Surabaya, Jawa Timur misalnya batu) sedangkan bahan
yang didatangkan dari lokasi adalah pasir, kerikil dengan perkiraan seperti
terlihat pada Tabel 1.7. Material dalam pembangunan akan diambil dari
pengusaha yang telah memiliki perizinan. Mobilisasi alat dan bahan yang
berasal dari wilayah Nusa Tenggara Barat akan menggunakan akses jalan
yang ada dan yang akan dibangun menuju rencana kegiatan, sedangkan
pengangkutan dari luar wilayah akan menggunakan jalur laut. Perkiraan jenis
peralatan berat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.8.
Untuk meminimisasi kerusakan jalan maka dipilih jalur mobilisasi yang
sesuai dengan memperhitungkan kapasitas maksimum beban barang yang
akan diangkut dan kelas jalan yang akan dilalui. Disamping itu mobilisasi juga
akan menggunakan kendaraan bersumbu banyak/lebih dari 3 agar tingkat
kerusakan jalan dapat diminimisasi. Jika ada lokasi yang berpotensi
menyebabkan bangkitan debu yang dapat mengganggu lingkungan sekitar,
PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) akan melakukan
penyiraman secara berkala. Penyiraman secara berkala dilakukan pada ruas
jalan yang berpotensi menimbulkan bangkitan debu secara signifikan.
Penyiraman dilakukan beberapa saat sebelum jalan dilalui oleh kendaraan
pengangkut peralatan dan material.
Pendahuluan ………………………. I - 60
Tabel 1.7 Prakiraan Kebutuhan Material Kegiatan Pembangunan Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok
ANALISA MATERIAL BANGUNAN
DALAM 1 M2
PERKIRAAN MATERIAL PADA SETIAP TAHAP KONSTRUKSI
No Bahan & Upah Satuan
2018 2020 2025
Room Room Room Room
260 160 1480 160 2560 160 12290
A Bahan Pasangan Luas Lantai
Luas Lantai
Luas Lantai
Luas Lantai
1 Pasir beton M3 41600 7.350,72 236800 41.842,56 409600 72.376,32 1966400 2 Pasir pasang M3 41600 6.323,20 236800 35.993,60 409600 62.259,20 1966400 3 Pasir urug M3 41600 6.739,20 236800 38.361,60 409600 66.355,20 1966400 4 Semen PC Zak 41600 124.750,08 236800 710.115,84 409600 1.228.308,48 1966400 5 Kerikil Beton M3 41600 56.259,84 236800 320.248,32 409600 553.943,04 1966400 6 Kerikil Koral M3 41600 56.259,84 236800 320.248,32 409600 553.943,04 1966400
B Bahan Pasangan 1 Batu kali/Batu
belah/batu gunung M3 41600 3.902,08 236800 22.211,84 409600 38.420,48 1966400
C Bahan Lantai
1 Granito M2 41600 40.360,32 236800 229.743,36 409600 397.393,92 1966400
D Bahan Dinding 1 Batako Uk 20x40x40 BTNG 41600 336.535,68 236800 1.915.664,64 409600 3.313.582,08 1966400 2 Batu bata Uk
5,5x11x23 BTNG 41600 3.618.093,44 236800 20.595.301,12 409600 35.624.304,64 1966400
3 Batu tela Uk 20x30x10
BTNG 41600 448.714,24 236800 2.554.219,52 409600 4.418.109,44 1966400
Pendahuluan ………………………. I - 61
ANALISA MATERIAL BANGUNAN
DALAM 1 M2
PERKIRAAN MATERIAL PADA SETIAP TAHAP KONSTRUKSI
E Bahan Penutup Plafond
1 Kayu lapis 4 mm 120 LBR 41600 3.806,40 236800 12.667,20 409600 37.478,40 1966400
F Bahan Penutup Atap
1 Bubungan genteng plentong S
Buah/unit 41600 3.806,40 236800 21.667,20 409600 37.478,40 1966400
2 Genteng Plentong S Buah/unit 41600 583.157,12 236800 3.319.509,75 409600 5.741.854,72 1966400 G Struktur Kayu
1 Kayu balok kelas I M3 41600 70,72 236800 402,56 409600 696,32 1966400 2 Kayu balok kelas II M3 41600 6.905,60 236800 39.308,80 409600 67.993,60 1966400
3 Kayu papan kelas II M3 41600 49,92 236800 284,16 409600 491,52 1966400 4 Kayu papan kelas III M3 41600 4.164,16 236800 23.703,68 409600 41.000,96 1966400 5 Kayu papan kelas IV M3 41600 91,52 236800 520,96 409600 901,12 1966400 6 Kayu lapis 4 MM UK
8” x 4” LBR 41600 7.188,48 236800 40.919,04 409600 70.778,88 1966400
7 Kayu lapis 12 MM UK 8” x 4”
LBR 41600 104,00 236800 592,00 409600 1.024,00 1966400
H Bahan Besi
1 Besi beton polos DIA. 1 mm
KG 41600 417.501,76 236800 2.376.548,48 409600 4.110.786,56 1966400
2 Besi ulir DIA. 13 mm”
KG 41600 827.220,16 236800 4.708.791,68 409600 8.144.936,96 1966400
3 Kawat bendrat beton KG 41600 113.825,92 236800 647.932,16 409600 1.120.747,52 1966400 4 Paku Uk 3cm - 7 cm KG 41600 10.716,16 236800 60.999,68 409600 105.512,96 1966400
Pendahuluan ………………………. I - 62
ANALISA MATERIAL BANGUNAN
DALAM 1 M2
PERKIRAAN MATERIAL PADA SETIAP TAHAP KONSTRUKSI
I Bahan Sanitair
1 Bak Reservoir Fibre glass kap 1000 ltr
UNIT 41600 54,08 236800 307,84 409600 532,48 1966400
2 Buis beton ½ Dia 20 cm
UNIT 41600 2.558,40 236800 14.563,20 409600 25.190,40 1966400
3 Pipa GIP Dia 1” M1 41600 5.229,12 236800 29.765,76 409600 51.486,72 1966400 4 Pipa GIP Dia 1 1/2” M1 41600 58,24 236800 331,52 409600 573,44 1966400 5 Pipa GIP Dia 2” M1 41600 12.887,68 236800 73.360,64 409600 126.894,08 1966400 6 Pipa GIP Dia 2” M1 41600 170,56 236800 970,88 409600 1.679,36 1966400 7 Pipa GIP Dia 4” M1 41600 341,12 236800 1.941,76 409600 3.358,72 1966400
8 Kloset duduk UNIT 41600 45,76 236800 260,48 409600 450,56 1966400 9 Urinoir standard UNIT 41600 282,88 236800 1.610,24 409600 2.785,28 1966400
10 Washtafel gantung keramik
UNIT 41600 49,92 236800 284,16 409600 491,52 1966400
J Bahan Finishing
1 Cat besi KG 41600 507,52 236800 2.888,96 409600 4.997,12 1966400
2 Cat dinding KG 41600 18.536,96 236800 105.518,08 409600 182.517,76 1966400 3 Cat kayu KG 41600 8.340,80 236800 47.478,40 409600 82.124,80 1966400
K Bahan lain-lain 1 Kaca bening 5 mm M2 41600 2.184,00 236800 12.432,00 409600 21.504,00 1966400 2 Instalasi listrik TTK 41600 54,08 236800 307,84 409600 532,48 1966400 3 Bahan lain-lain 41600 540,80 236800 3.078,40 409600 5.324,80 1966400
Sumber : ITDC, 2017
Pendahuluan ………………………. I - 63
Tabel 1.8 Prakiraan Kebutuhan Peralatan Kegiatan Pembangunan Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok.
No. Nama Peralatan Kapasitas Satuan Volume
1. Bulldozer 160 Hp unit 10
2. Excavator 130 Hp unit 10
3. Motor grade 145 Hp unit 3
4. Hydraulic submersible pump unit 2
5 Dump truck 18 ton unit 30
7. Tronton 8 ton unit 25
8. Trailer 10 ton unit 15
9. Truck 5 m3 unit 50
10. Concrete mixer 0,3 m3 unit 10
11. Alat pengangkat unit 10
Sumber : ITDC, 2017
Pendahuluan ………………………. I - 64
3). Pengoperasian Base Camp
Untuk menampung tenaga kerja konstruksi, terutama yang berasal dari
luar daerah, akan dibangun base camp. Di dalam base camp terdapat
kegiatan kantor developer/kontraktor, gudang dan bengkel. Selain itu, base
camp juga berfungsi sebagai barak tempat istirahat tenaga kerja yang terlibat
dalam kegiatan konstruksi. Lokasi base camp berada di lokasi proyek pada
lahan yang tidak terisi bangunan. Di dalam lokasi ini juga akan dilengkapi
dengan fasilitas MCK untuk seluruh tenaga kerja konstruksi yang berjumlah
10 buah.
Dalam pengoperasian base camp akan dihasilkan sampah, baik sampah
basah maupun sampah kering, yang seluruhnya akan diangkut keluar tapak
kegiatan/proyek dengan bekerjasama dengan pihak ketiga, yang akan
ditangani sepenuhnya oleh pihak kontraktor yang menangani kegiatan
konstruksi.
4).Pembersihan/Penyiapan Lahan
Kegiatan pembersihan lahan dan perataan lahan di lokasi kegiatan
dilaksanakan untuk menghilangkan vegetasi yang ada di lokasi kegiatan.
Vegetasi yang ada di lokasi kegiatan berupa pohon, perdu, dan semak
belukar. Kegiatan pembersihan lahan ini membutuhkan alat berat seperti
buldozer, excavator dan lain-lain. Setelah lahan dibersihkan dilakukan
kegiatan cut and fill di beberapa lokasi. Kegiatan utama pada tahap ini adalah
penimbunan lahan untuk meratakan ketinggian. Sebagian tanah untuk
pengisian dan penimbunan diambil dari lahan di dalam lokasi rencana
kegiatan yang akan diratakan.
5).Pembangunan Hotel dan Residential
Pembangunan hotel dan residential di kawasan Pariwisata Mandalika
disesuaikan dengan perencanaan dalam Master Plan Kawasan Pariwisata
Mandalika. Jumlah kamar hotel yang akan dibangun berjumlah 26.737 kamar
dan residential sebanyak 5.384 unit. Masing-masing pembangunan akan
dilaksanakan pada lokasi lot yang sudah ditetntukan. Pada setiap
pembangunan, maka ada beberapa tahapan kegiatan yang akan dilakukan,
yang meliputi:
Pendahuluan ………………………. I - 65
Pembangunan di Basement
Luas basement yang akan dibangundisesuaikan dengan rencana
bangunan pada masing-masing lot. Akan dilakukan penggalian tanah untuk
bangunan basement dan tanah galian dibuang keluar site (dijual kepada
masyarakat umum yang membutuhkan atau ke proyek lain yang dimiliki oleh
pemrakarsa/kontraktor). Volume galian tanah secara bertahap akan diangkut
keluar site menggunakan truk dengan kapasitas maksimal 4 ton untuk
menghindari kerusakan sarana jalan di sekitar lokasi pembangunan. Untuk
pekerjaan tersebut, kontraktor akan menggunakan standar konstruksi yang
dipersyaratkan bagi kegiatan penggalian sesuai dengan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum RI Nomor 12/PRT/M/2014 tentang Penyelenggaran Sistem
Drainase Perkotaan dan SNI 03-6456.1-2000 tentang Pedoman Pekerjaan
Dewatering. Pengelolaan terhadap potensi genangan air di areal galian
dilakukan dengan sistem pemasangan tanggul sementara dari baja, sehingga
air yang masuk sangat sedikit dan akan dikeluarkan dengan sistim dewatering,
dinding basement dibuat kedap-air, didalam ruangan basement tersebut
dibuat/dipasang sump-pit lengkap dengan pompa penyedotnya. Bilamana
ternyata di dalam lantai bawah tersebut masih terdapat air, air tersebut
mengalir ke sump-pit yang sudah disiapkan, dan secara otomatis pompa yang
tersedia akan menyedotnya dan membuangnya ke saluran luar. Sebelum
pembuangan ke saluran drainase, diupayakan agar tidak terdapat kandungan
lumpur dari air buangan untuk mencegah sedimentasi atau pendangkalan.
Pompa yang dipasang tersebut selalu minimal satu pasang (dua unit) yang
bekerja secara parallel-alternate.
Pembangunan di bawah tanah berupa pekerjaan pemasangan
pondasi (tiang pancang) yang direncanakan menggunakan struktur dengan
ketentuan sebagai berikut:
Struktur pondasi: jenis pondasi yang dipilih adalah “bore pile” dengan
dimensi Ø 50-55 cm dimana pondasi bangunan disesuaikan dengan
kondisi struktur tanah yang ada, berapa besar beban yang disangga dan
klasifikasi bangunannya. Dengan demikian rencana pembangunan telah
dilakukan dengan mempertimbangkan lingkungan di sekitar yang sebagian
berbatasan dengan bangunan-bangunan permukiman penduduk dan
bangunan lainnya yang sensitif terhadap getaran. Dinding bangunan
bunker dan ruang genset terbuat dari beton yang pelaksanaannya
langsung di lokasi, dimana galian tanah langsung ditahan oleh dinding
penahan tanah dengan sistem soldier pile. Konstruksi soldier pile
merupakan sistem konstruksi dinding beton bertulang yang dicor secara
insitu dan secara kontinyu di sepanjang tepi galian dengan tebal dinding Ø
60 cm, agar mempunyai kekedapan yang baik dan dibuat dengan mutu
Pendahuluan ………………………. I - 66
beton yang tinggi dengan rasio tulangan baja yang cukup aman dalam
menahan lenturan.
Pekerjaan struktur atas di bawah tanah: struktur utama dari konstruksi
adalah kombinasi struktur Portal Terbuka (open-frame structures) dengan
dinding geser (shear-wall) dan berdaktilitas penuh. Keduanya disatukan
oleh plat yang berfungsi sebagai diafragma kaku, sehingga pergerakan
bangunan, baik translasi maupun rotasi pada setiap lantai akan sama.
Struktur terbuat dari bahan utama beton bertulang yang dicor di lokasi.
Untuk penutup atap dipasang struktur ringan dari baja profil dengan
struktur rafter.
Kriteria desain: bentuk bangunan yang direncanakan didasarkan atas
pertimbangan segi estetika, tapak bangunan dan tampak bangunan,
berdasarkan konsep rumah tradisional Sasak. Untuk itu, sebelum
melakukan kegiatan, pemrakarsa akan berkonsultasi dengan instansi
teknis terkait masalah pembangunan gedung. Berbagai jenis dampak
diperkirakan akan muncul sebagai akibat dari kegiatan ini, yang meliputi:
meningkatnya kebisingan, menurunnya kualitas udara, dan meningkatnya
getaran.
Pembangunan di atas tanah (super structure)
Kegiatan pembangunan di atas tanah meliputi: pembuatan pagar areal,
paving block, bangunan gedung , serta rangka atap baja dan ACP (alluminium
composite panel). Kegiatan tersebut banyak membutuhkan bahan-bahan
bangunan seperti: semen, koral, kerikil, pasir dan alat-alat sipil berat yang
akan berdampak terhadap meningkatnya kadar debu, kebisingan, dan
kesehatan serta keselamatan tenaga kerja.
Berbagai jenis dampak diperkirakan akan muncul sebagai akibat dari kegiatan
ini, yang meliputi: peningkatan kebisingan, penurunan kualitas udara, dan
timbulnya kecelakaan kerja.
Pemasangan dan uji coba instalasi
Pemasangan dan uji coba instalasi Mechanical Electrical (ME)
bangunan direncanakan sebagai berikut:
Sistem mekanikal, terdiri dari instalasi plambing (air bersih, air kotor, air
panas dan air hujan), instalasi kebakaran (sprinkler, hydrant), dan instalasi
kolam renang.
Sistem ventilasi dan air conditioning, terdiri dari instalasi ventilasi mekanis
(dapur, toilet, parkir, pressurized tangga kebakaran, fresh air AC) dan
instalasi air conditioning.
Sistem transportasi vertikal, terdiri dari lift, stair dan janitor.
Pendahuluan ………………………. I - 67
Sistem elektrikal, terdiri dari instalasi TM & trafo distribusi, instalasi genset,
instalasi distribusi daya dan penerangan, instalasi penerangan dalam dan
luar gedung, instalasi penangkal petir dan grounding.
Sistem elektronik, terdiri dari instalasi telpon dan data, instalasi fire alarm,
instalasi tata surya, instalasi BAS (building automation system), instalasi
MATV (master antena television) serta instalasi CCTV (closed circuit
television).
Untuk aspek keselamatan bangunan akan dilengkapi dengan pintu
darurat dan disediakan jalan untuk mobil pemadam kebakaran yang dapat
digunakan apabila terjadi situasi dan kondisi yang dapat membahayakan
keselamatan dan keamanan pengunjung dan/atau penghuni serta karyawan,
seperti: kebakaran, gempa bumi, hingga teror bom. Bangunan juga akan
dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran yang diletakkan pada lokasi-
lokasi yang dinilai strategis dan mudah dijangkau untuk penanganan pertama
apabila terjadi kebakaran.
6).Pembangunan Fasilitas Pendukung
Beberapa fasilitas pendukung yang akan dibangun meliputi:
Sarana Air Bersih
Kebutuhan air untuk tahap konstruksi akan dipenuhi dari PDAM dan dari
sumur gali di lokasi kegiatan. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih pada saat
operasional akan berasal dari PDAM. Untuk mengatasi keterbatasan pasokan
air PDAM, maka di Kawasan Pariwisata Mandalika akan dibangun sumber air
dengan penggunaan Sea Water Reverse Osmosis (SWRO). Operasional
SWRO akan dilaksanakan oleh pihak ketiga yang melakukan kerjasama
dengan manajemen ITDC untuk melayani kebutuhan air di seluruh kawasan.
Proses pengurusan perizinan untuk operasional SWRO dilakukan oleh
perusahaan yang mengelolanya termasuk aspek pengelolaan limbah yang
dihasilkan dari kegiatan SWRO tersebut.
Kebutuhan air pada tahap konstruksi diperlukan untuk pemenuhan
kebutuhan air pengecoran, diperkirakan kebutuhan air tiap 1 m2 bangunan
adalah 215 liter, sedangkan untuk air untuk tenaga kerja konstruksi adalah
100 liter/orang. Proses pembangunan ini dilakukan dengan sistem shift. Luas
lantai adalah 4.274,41 m2 maka kebutuhan air untuk konstruksi diperkirakan
sebesar 918.998,15 liter, apabila diasumsikan pengerjaan konstruksi
bangunan selama 1 tahun, maka diperkirakan kebutuhan air untuk konstruksi
sebesar 2552,67 liter per hari. Kebutuhan air untuk penyiraman adalah 10 %
x 2552,67 = 255,3 liter per hari. Kebutuhan air untuk pekerja adalah 100 x
Pendahuluan ………………………. I - 68
100 liter = 10.000 liter per hari. Jadi total air yang dibutuhkan untuk kegiatan
konstruksi adalah 12.807,8 liter per hari atau 12 m3 per hari.
Drainase dan Resapan
Drainase dan resapan dibuat untuk pengelolaaan air hujan dan
pencegahan banjir, terutama di sekitar lokasi kegiatan. Di samping itu, sumur
resapan mempunyai fungsi untuk menjaga keseimbangan siklus hidrologi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No.12 Tahun
2009, tentang Pemanfaatan Air Hujan, maka setiap jenis usaha dan atau
kegiatan yang menutup permukaan tanah yang menyebabkan air hujan tidak
dapat masuk ke dalam tanah atau infitrasi, diwajibkan untuk membuat kolam
penampungan air hujan atau sumur resapan biopori yang jumlah, ukuran dan
kapasitasnya didasarkan pada luasan tutupan lahan oleh bangunan. Luas
penutupan lahan yang digunakan untuk lantai 1 adalah 1047,61 m2, maka
berdasarkan peraturan tersebut mengisyaratkan bahwa setiap penutupan
seluas 1.000 m2 diperlukan sumur resapan dengan kapasitas 40 m3.
Sarana Proteksi Kebakaran (fire alarm, sprinkler, box tools)
Sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran menggunakan
sistem penyediaan alat pemadam kebakaran portable yaitu APAR, hydrant
kebakaran gedung, smoke detector, heat detector, terminal box fire alarm 1
titik dan splinker head. Laju aliran hydrant dihitung berdasarkan jumlah riser
(SNI 03-1745-2000) yaitu 1.250 GPM. Indoor hydrant box menggunakan class
III NFPA, sedangkan Outdoor hydrant box menggunakan class I NFPA.
Kebutuhan air untuk pemadam sebesar ± 568 m3.
Sarana Daya Listrik
Sumber daya listrik diambil dari 3 sumber yaitu sumber normal (PLN)
dan sumber emergency (genset) dan Pembangkit Listrik tenaga Surya (PTLS).
Kebutuhan energi listrik akan dipasok dari PLN dengan tegangan menengah
(TM) dari PLN 20 kV diturunkan ke tegangan rendah (TR) 380/220 V melalui
trafo kering (dry type) 2 x 20MW. Apabila pasokan dari PLN tidak mencukupi
pada penggunaan puncak maupun terhentinya pasokan listrik, maka akan
dioperasikan genset pada masing-masing lot/hotel dan sarana penunjang
kawasan dengan tegangan 380/220 V. Kapasitas genset adalah 150% dari
kebutuhan normal, jumlah genset pada tiap-tiap lot dan fasilitas penunjang
adalah 2 x 1250 kVA. Ruangan genset akan dibuat dengan sistem kedap
suara untuk meredam suara bising yang ditimbulkan pada saat
Pendahuluan ………………………. I - 69
pengoperasiannya. Pengurusan izin yang dibutuhkan terkait dengan
pengoperasian genset ini akan dilakukan oleh pemrakarsa.
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dibangun sebagai
komplementer dari sumber listrik PLN. Sistem distribusi dari PLTS akan
masuk ke Gardu Induk PLN, kemudian dialirkan ke fasilitas yang
membutuhkan.
Pengelolaan Limbah
a).Air Limbah
Air limbah yang dihasilkan pada umumnya mempunyai sifat-sifat yang
dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1) sifat fisik meliputi warna dan
mengandung padatan; 2) sifat kimia organik meliputi kandungan karbohidrat,
minyak dan lemak, protein dan unsur surfaktan (sabun dan deterjen); 3) sifat
kimia inorganik meliputi kandungan alkalinitas, khlorida, nitrogen, fospor dan
sulfur; dan 4) sifat/unsur biologi meliputi bakteri, protista dan virus. Dari
unsur/sifat tersebut, rata-rata karakteristik air limbah adalah mengandung
BOD berkisar antara 200 – 300 mg/lt dan kandungan TSS berkisar antara 200
– 250 mg/lt. Untuk menentukan sistem pengolahan air limbah, diperlukan
teknologi yang tepat untuk memenuhi aspek efektif dan murah dalam
investasi, operasional dan perawatan IPAL-nya. Bagian yang terpenting
adalah hasil olahannya memenuhi baku mutu limbah yang dapat dibuang ke
lingkungan. Adapun baku mutu limbah cair yang berlaku adalah Peraturan
Gubernur Bali No 16 tahun 2016, dengan ketentuan parameter kunci yaitu:
kadar maksimum BOD adalah 30 mg/L, kadar maksimum COD adalah 50
mg/L, kadar maksimum TSS adalah 500 mg/L, dengan pH antara 6 – 9.
Seluruh air limbah yang dihasilkan disalurkan melalui pemipaan dan
dilengkapi dengan flow meter, dialirkan ke IPAL dengan cara kerja sebagai
berikut : bak pengendap awal (pengendapan partikel lumpur, pasir dan organik
tersuspensi). Bak ini juga berperan sebagai pengontrol aliran, dan pengurai
padatan organik. Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan
ke bak konfaktor anaerobik dengan sistem aliran bawah ke atas. Bak ini
dilengkapi dengan matrik/sarang tawon (attachment microorganism) dengan
jumlah bak 3 buah. Bak ini berfungsi untuk mengurangi beban (massa) limbah
dengan penguraian mikroorganisme anaerob dan fakultatif, yang akan
membentuk lapisan film yang berperan sebagai biofiltrasi.
Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak kontaktor
aerob. Bak kontaktor aerob terdiri dari tangki aerasi dan biofilter aerob. Dalam
bak biofilter aerob juga dilengkapi dengan matrik/sarang tawon (attachment
microorganism), dimana mikrorganisme aerob akan membentuk lapisan film
Pendahuluan ………………………. I - 70
yang merupakan media penyaring/pengurai polutan secara aerobik.
Penguraian akan terjadi melalui kontak polutan dalam padatan tersuspensi
dengan mikroorganisme dalam biofilm. Hal ini akan mengefektifkan
penguraian zat organik, deterjen, dan nitrifikasi (penghilangan amonia).
Selanjutnya, air limpasan dari bak kontaktor aerob dialirkan ke bak
pengendapan akhir. Dalam bak ini, lumpur aktif yang berperan dalam proses
penguraian bahan pencemar akan diendapkan, dan ini merupakan sumber
lumpur aktif yang dapat disirkulasikan kembali, sedangkan air limpasan hasil
dari proses bak ini selanjutnya dialirkan ke bak klorinasi untuk membunuh
kuman yang masih ada. Air olahan dari bak klorinasi dapat langsung dibuang
ke saluran umum atau dapat dipakai untuk menyiram tanaman.
Spesifikasi sesuai dengan jumlah limbah dengan kapasitas IPAL yaitu:
- BOD masuk = 200 – 300 mg/L
- SS masuk = 200 – 250 mg/L
- BOD keluar = 20 – 30 mg/L
- SS keluar = 20 – 30 mg/L
Pengolahan Sampah
Sampah yang dihasilkan dari aktivitas di Kawasan Pariwisata Mandalika
akan dikumpulkan dalam suatu sistem pengelolaan sampah terpadu. Kegiatan
tahap operasional diperkirakan akan menghasilkan sampah sebanyak rata-
rata 2500 liter per hari. Perkiraan timbulan sampah tersebut berdasarkan SNI
19-3242-1994 : Tata Cara Pengelolaan Sampah Perkotaan dan UU LH
18/2008 tentang Pengelolaan Sampah yakni 2,5 liter/orang/hari.
Adapun jenis sampah yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah sampah
organik, dan anorganik. Sampah organik (sampah basah) berasal dari
aktivitas kafetaria, sisa makanan dan minuman pengunjung, sisa-sisa
sayuran, buah, bunga dan sampah dedaunan dari taman. Diasumsikan jumlah
sampah yang dihasilkan hotel sebesar 26.737 kamar x 2,5 kg/hari = 66.843
kg/hari. Jumlah sampah yang dihasilkan oleh unit residential sebesar 5384 x
3 kg/hari = 16.152 kg/hari. Secara keseluruhan kawasan Mandalika akan
menghasilkan sampah sebesar 82.995 kg/hari. Apabila diasumsikan
kawasan yang didatangi oleh masyarakat umum dan aktivitas perdagangan
yang sudah ada di dalam kawasan, maka total sampah yang dihasilkan +
100 ton/hari. Jumlah sampah tersebut akan dikelola dengan menggunakan
metode waste to energi. Pengelolaan sampah akan dilakukan oleh pihak
ketiga yang bekerjasama dengan manajemen ITDC.
Pengelolaan sampah di beberapa unit yang masih memungkinkan
menggunakan metode 3R, untuk mereduksi/ memanfaatkan sampah dari
Pendahuluan ………………………. I - 71
jenis organik akan dikelola dengan menyediakan sarana komposting. Sistem
pengelolaan sampah akan mengacu ketentuan dalam Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Sampah yang
dihasilkan dari aktivitas operasional diangkut oleh pihak ketiga yang memiliki
izin pengangkutan sampah menuju TPA.
7). Pembersihan Material Galian/Sisa
Pembersihan material galian dan sisa bongkaran yang sudah tidak
dimanfaatkan akan dilakukan pada tempat disposal area yang sudah
dipersiapkan oleh kontraktor ditempat lain. Berbagai bahan sisa seperti
batuan, sisa semen dan pecahan keramik, batu bekas, kawat dan kabel-kabel
bekas/rusak akan dibuang ke disposal area dan atau dijual kepihak ketiga
sehingga dapat digunakan sebagai bahan urugan di tempat lain. Beberapa
material yang masih bisa dimanfaatkan untuk bahan bangunan diupayakan
untuk digunakan kembali agar dapat mengurangi jumlah limbah bahan
galian/bongkaran. Kegiatan pembersihan material sisa/galian diperkirakan
akan menimbulkan dampak penurunan kualitas udara, peningkatan
kebisingan, timbulnya sampah dan gangguan K-3.
8). Penghijauan dan Pertamanan
Penghijauan akan difokuskan dengan penanaman tumbuhan yang
dapat mengurangi /mereduksi pencemaran udara khususnya untuk mereduksi
CO2. Beberapa contoh tumbuhan beserta kemampuannya untuk mereduksi
CO2 adalah Trembesi/Ki Hujan (Samanea saman) 28.448,39 Kg/pohon/tahun,
Cassia (Cassia sp.) 5.295,47 Kg/pohon/tahun, Kenanga (Canangium
odoratum) 756,59 Kg/pohon/tahun, Mahoni (Swettiana mahagoni) 295,73
Kg/pohon/tahun, serta tanaman lain untuk menambah keindahan dan
kenyamanan di sekitar lokasi kegiatan. Pemilihan pohon akan disesuaikan
dengan desain dan rancangan estetika dari sub-kontraktor yang menangani
pertamanan.
Areal yang digunakan untuk pembangunan di Kawasan Pariwisata
Mandalika yang sudah memiliki areal pertaman. Sementara areal y ruang
terbuka hijau akan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk pertamanan dan
penghijauan. Jenis pohon yang ditanam menyesuaikan dengan kondisi lahan
yang ada. Kegiatan penghijauan dan pertamanan ini diperkirakan akan
menimbulkan dampak gangguan flora akibat introduksi tanaman baru di lokasi
pembangunan.
Pendahuluan ………………………. I - 72
9).Demobilisasi Material dan Peralatan
Demobilisasi material dan peralatan merupakan pekerjaan pengeluaran
material dan peralatan yang sudah tidak digunakan peralatan dari dalam tapak
proyek sehingga bangunan proyek dapat beroperasi. Tidak banyak material
dan peralatan yang harus dikeluarkan karena volume pekerjaan bangunan
relatif kecil. Namun, karena akan mulai dilakukan operasional kegiatan maka
kawasan tersebut harus bersih dan siap beroperasi. Kegiatan demobilisasi
material dan peralatan ini diperkirakan akan menimbulkan dampak penurunan
kualitas udara akibat debu dan peningkatan kebisingan.
10). Pelepasan Tenaga Kerja Konstruksi
Pelepasan tenaga kerja konstruksi berhubungan dengan pemutusan
hubungan kerja karena mengingat pekerjaan fisik bangunan sudah selesai.
Kontraktor diwajibkan mengembalikan tenaga kerja yang berasal dari daerah
lain agar tidak menetap di sekitar lokasi proyek. Kegiatan ini akan
menyelesaikan segala urusan yang berhubungan pelunasan gaji/upah
sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Dampak dari kegiatan
pelepasan tenaga kerja konstruksi yang diperkirakan adalah timbulnya
kekhawatiran masyarakat terkait hilangnya pekerjaannya.
III.Tahap Operasional
1).Penerimaan Tenaga Kerja Operasional
Kebutuhan tenaga kerja untuk operasional Kawasan Pariwisata
Mandalika sekitar ± 10.020 orang, dimana sebagian kebutuhan tenaga kerja
tersebut akan menyerap tenaga kerja lokal yang sesuai dengan kebutuhan
dan memenuhi syarat untuk memenuhi kekurangan tenaga kerja yang sudah
ada. Penyerapan tenaga lokal ini akan berdampak positif bagi kegiatan proyek
dan perekonomian lokal.
Pendahuluan ………………………. I - 73
Tabel 1.9. Perkiraan Jumlah Tenaga Kerja Pada Tahap Operasional
No Keahlian Jumlah
1. Manajemen Estate 150
2. Manajemen Pariwisata 50
3. Manajemen Perhotelan 100
4. Lansekap dan Pertamanan dan tim 200
5. Rekayasa Lingkungan 30
6. Karyawan Hotel dan resort 3000
7. Karyawan Restoran, kafe, dll 2000
8. Koki dan ahli boga 300
9. Mechanical electrical 50
10. Ahli Plumbing (perpipaan) 40
11. Art and Interior 100
12. Outbond, watersports, extreme sports dsb 300
13. Karyawan Lapangan Golf, caddy dll 200
14. Souvenir shops dll 1000
15. Tour Guide 200
16. Pekerja Seni dan hiburan 300
17. Driver, montir, parkir 300
18. Klinik dan kesehatan 200
19. Travel agent dsb 500
20. Operasi dan Pemeliharaan 200
21. Cleaning service 500
22. Security 300
TOTAL 10.020
Sumber : ITDC, 2017
Mekanisme penerimaan tenaga kerja lokal dengan cara berkoordinasi
dengan aparat desa dan memasang pengumuman di kantor desa yang
mencantumkan persyaratan keahlian dan jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan. Selanjutnya pihak desa mengusulkan tenaga kerja dan dilakukan
seleksi. Sedangkan untuk tenaga kerja yang mempunyai keahlian dilakukan
dengan cara mengumumkan di koran jumlah tenaga yang dibutuhkan dan
persyaratannya. Selanjutnya dilakukan seleksi hingga terpilih tenaga kerja
yang dibutuhkan. Selain itu juga ITDC akan bekerjasama dengan Pemda
untuk membangun sekolah pariwisata dan SMK industri.
Prediksi konfigurasi proporsi tenaga kerja di Kawasan Pariwisata
Mandalika Lombok pada tahap opersional kurang lebih tercermin pada
diagram berikut, yang diasumsikan dari konfigurasi proporsi tenaga kerja di
Nusa Dua, Bali sebagai analogi. Dimana sebagian besar tenaga kerja berasal
Pendahuluan ………………………. I - 74
dari Pulau Lombok (65 %), sedangkan dari Lombok Tengah sekitar 22%, dari
luar Pulau Lombok sebesar 12%, dan dari tenaga kerja asing sebesar 1%.
2). Operasional Kawasan Pariwisata Mandalika
Areal hasil pembangunan kawasan Pariwisata akan dimanfaatkan untuk
berbagai macam pembangunan sarana dan prasarana untuk menunjang
pengembangan kawasan pariwisata Lombok. Dari berbagai kegiatan yang
akan beroperasi di kawasan pariwisata tersebut di prakirakan menimbulkan
dampak.
a).Penanganan Limbah
Penanganan Limbah Padat (sampah)
Seperti sudah diuraikan pada tahap konstruksi, pengelolaan sampah
di kawasan akan dilaksanakan oleh pihak ketiga yang akan melakukan
pengelolaan sampah dengan metode waste to energy. Total sampah yang
dihasilkan sebesar 100 ton/hari akan di kelola untuk menghasilkan listrik
menggunakan incinerator.
Penanganan Limbah Cair
Penanganan limbah cair terutama yang berasal dari hotel dan restaurant
akan diolah menggunakan metode IPAL terpadu. Gambaran tentang skematik
sistem kolam pengolahan limbah sebagai berikut.
Pendahuluan ………………………. I - 75
Gambar 1.33. Bagan Pengaliran Limbah Tiap Hotel
Dalam implementasinya kelak, sistem kolam pengolahan limbah cair
komunal (IPAL Komunal) yang akan digunakan pada KPML akan
mempedomani model system kolam pengolahan limbah cair sebagaimana
yang diterapkan di ITDC Nusa Dua Bali sebagai berikut
Pendahuluan ………………………. I - 76
Gambar 1.34. Skema Penyaluran Limbah Cair Ke lagoon
Tabel 1.10. Data Teknis IPAL
URAIAN KAPASITAS KETERANGAN
Cell 1 300 x 120 m Persegi empat
Cell 2a 120 x 150 m Trapesium
Cell 2b 120 x 180 m Persegi empat
Cell 3 120 x 100 m Persegi empat Aerator 120 x 160 m 8 buah aerator
Sedimentasi 25 x 35 m 2 buah
Sand filter 70 liter/detik 1 unit
Rapid sand filter 3 buah Liftpump station 3 buah
Pompa limbah : LPS 1
LPS 2
LPS
Kapasitas 11,5 m3/min Kapasitas 1,5 m3/min Kapasitas 1,2 m3/min
3 buah 2 buah 3 buah
Pompa air irigasi Kapasias 100 m3/min 6 buah
Untuk menjaga keseimbangan lingkungan di kawasan, ITDC sebagai
pengelola kawasan akan melengkapi KPML dengan fasilitas pengolahan
limbah cair dan berusaha mengoptimalkan pemanfaatan air hasil olahan untuk
Pendahuluan ………………………. I - 77
air penyiram di dalam kawasan. Hal tersebut untuk memanfaatkan
sumberdaya air dengan efisien serta menjaga citra kawasan yang
berwawasan lingkungan. Untuk pengelolaan air limbah dan lagoon ITDC akan
mempunyai suatu unit khusus yaitu Unit Pengelolaan Air Limbah yang memiliki
tugas pokok: mengawasi pengaliran limbah cair dari hotel dalam kawasan
sampai ke lagoon pengolahan limbah ITDC sampai memenuhi standar
kualitas sebagai air irigasi untuk penyiraman taman dalam kawasan.
IPAL ITDC yang sering disebut Lagoon dengan rencana kapasitas
15.000m3/hari. Luas area Lagoon adalah 30 Ha. Pemanfaatan lahan untuk
instalasi dan rumah pompa sekitar 17 Ha. Lagoon ITDC akan terdiri dari 2
instalasi : Instalasi untuk pengolahan limbah (Cell 1, 2a, 2b dan 3) dan instalasi
untuk produksi air irigasi (kolam, aerator, sedimentasi dan filtrasi). Limbah cair
yang akan diolah di Lagoon ITDC adalah limbah cair domestik yang masing-
masing berasal dari bagian dalam hotel seperti : kamar mandi, toilet, laundry,
kolam renang, pendingin ruangan (AC), dapur dan semua kegiatan hotel yang
menggunakan air.
Setiap hotel menampung limbah dari masing-masing bagian
hotel/restoran dalam suatu collection pit yang selanjutnya dipompa ke saluran
pipa limbah utama. Dari pipa limbah utama tersebut limbah cair mengalir
secara gravitasi menuju ke lift purn station (LPS) yang terdekat dan pompa
submersible di LPS akan bekerja secarah otomatis memompa limbah tersebut
ke Lagoon. Sistem pengolahan limbah cair yang diterapan adalah Waste
Stabilization Pond (Kolam Stabilisasi). Limbah segar dari LPS keluar lewat
inlet di Cell 1 dan mengalami proses oksidasi. Cell 1 terdiri dari 2 bagian (1a
dan 1b) yang dipisahkan oleh fiber glass pada bagian atas yang berfungsi
sebagai alat penangkap lemah (greasetrap) untuk mengurangi lemak dan
kotoran terapung masuk ke cell-cell berikutnya. Lemak dan kotoran yang
tertahan pada perangkap lemak secara rutin akan dibersihkan oleh pekerja di
Lagoon. Setelah melewati cell 1 maka air menglir masuk ke cell 2a, selanjutya
mengalir ke cell 2 b (cell terluas). Di cell 2b proses oksidasi akan berlangsung
cukup lama (karena sangat luas). Untuk memantau toksitas/kadar racun air,
di cell ini telah dilepaskan ikan-ikan mujair yang dapat dipakai sebagai
indikator biologis untuk mengetahui perubahan kualitas didalamnya.
Selanjutnya air mengalir ke dalam cell 3, air di cell ini sudah tidak berbau dan
berwarna kehijauan. Dalam cell ini juga dilepaskan ikan mujair untuk
memantau perubahan kualitas air dalam cell.
Pendahuluan ………………………. I - 78
Untuk meningkatkan kualitas air setelah proses oksidasi alami
selanjutnya diproses kembali di kolam aerasi dengan 8 buah mekanik aerator
yang menyala selama 8 jam/hari untuk menambah oksigen terlarut dalam air.
Setelah itu air dialirkan ke kolam sedimentaasi/pengendapan (tersedia 2
buahn kolam) untk mengendapkan lumpur dan kotoran lain yang ikut terbawa
ke kolam ini. Lumpur di kolam sedimentasi akan dikuras/dikeringkan secara
berkala (sludge drying bed). Setelah keluar air kolam sedimentasi air akan
difiltrasi/disaring dengan sand filter supaya air yang dihasilkan tingkat
kekeruhannya lebih rendah. Setelah proses filtrasi air masuk ke reservoar,
dimana air dari reservoar ini merupakan air irigasi yang sudah siap
didistribusikan ke konsumen melalui instalasi pipa air irigasi sebagai air
penyiraman untuk landscape yang ada di Kawasan Pariwisata Mandalika
Lombok dan dalam hotel-hotel.
Gambar 1.35 Skema Rencana Sistem Pembuangan Air.
Pendahuluan ………………………. I - 79
Penanganan Limbah B3
Pengelolaan limbah B3 dilakukan bekerja sama dengan pihak ketiga
yang telah mendapatkan izin operasi dari instansi terkait, sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 18 jo Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 74
Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Jenis –
jenis limbah B3 yang dihasilkan yaitu aki bekas, oli bekas, sisa cairan
pembersih, radioaktif dari poliklinik atau laboratorium kesehatan, dan sisa
kemasan. Limbah B3 yang dihasilkan akan dikumpulkan di tempat
penyimpanan sementara (Gudang Limbah B3) yang akan mengikuti
spesifikasi yang ditentukan oleh peraturan perundangan yang berlaku. Untuk
selanjutnya limbah B3 ini akan dimusnahkan melalui kerjasama dengan pihak
ketiga (lembaga pengelola dan pemusnah limbah B3 yang sudah
bersertifikasi).
Bangunan tempat penyimpanan sementara limbah B3 akan memiliki
spesifikasi sbb:
a. memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang sesuai
dengan jenis, karakteristik dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan/akan
disimpan;
b. terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun tidak
langsung;
c. dibuat tanpa plafon dan memiliki sistem ventilasi udara yang memadai
untuk mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam ruang
penyimpanan, serta memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah
masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke dalam ruang
penyimpanan;
d. memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai
untuk operasional penggudangan atau inspeksi rutin. Jika
menggunakan lampu, maka lampu penerangan harus dipasang
minimal 1 meter di atas kemasan dengan sakelar (stop contact) harus
terpasang di sisi luar bangunan.
e. dilengkapi dengan sistem penangkal petir;
f. pada bagian luar tempat penyimpanan diberi penandaan (simbol)
sesuai dengan tata cara yang berlaku.
Pendahuluan ………………………. I - 80
g. Lantai bangunan penyimpanan harus kedap air, tidak bergelombang,
kuat dan tidak retak. Lantai bagian dalam dibuat melandai turun
kearah bak penampungan dengan kemiringan maksimum 1 % pada
bagian luar bangunan, kemiringan lantai diatur sedemikian rupa
sehingga air hujan dapat mengalir kearah menjauhi bangunan
penyimpanan.
3)Pemeliharaan Gedung
Kegiatan pemeliharaan bangunan yang ada di Kawasan Pariwisata
Mandalika termasuk juga pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan yang meliputi kegiatan terpadu dalam menjaga keberlanjutan
umur bangunan dan sarana prasarana yang ada. Berbagai kegiatan yang
berkaitan dengan pemeliharaan ini meliputi perawatan gedung/bangunan,
perawatan berbagai peralatan dan perabotan, dan perawatan instalasi dan
utilitas. Di samping pemeliharaan tersebut, juga dilakukan upaya perbaikan
agar tidak terjadi kerusakan yang lebih parah.
Pelaporan terhadap pelaksanaan kegiatan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup merupakan bagian yang secara terpadu
dilaksanakan dengan rutin sebagai komitmen pentaatan terhadap peraturan
perundangan yang berlaku. Pihak manajemen diharapkan memenuhi semua
peraturan operasional termasuk standarisasi dan sertifikasi karyawan
maupun usaha sesuai peraturan perundangan yang ada baik di tingkat
pemerintah daerah, pemerintah pusat maupun tuntutan lembaga-lembaga
internasional. Kegiatan pemeliharaan gedung diperkirakan akan
menimbulkan dampak perubahan kualitas udara, peningkatan kebisingan, dan
timbulnya masalah K3.
4). Program Pengembangan Masyarakat
Kegiatan pembangunan masyarakat (Community Development) adalah
kegiatan kemitraan antara manajemen ITDC dengan masyarakat. Masyarakat
yang menjadi sasaran adalah masyarakat lokal terutama yang ada di
Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah dan sekitarnya. Beberapa
kegiatan pengembangan masyarakat yang mungkin untuk dilakukan antara
lain adalah pendampingan usaha kesehatan masyarakat dan bantuan sosial
bagi masyarakat yang memerlukan layanan kesehatan. Kegiatan
pembangunan masyarakat diperkirakan akan menimbulkan dampak timbulnya
persepsi dan sikap masyarakat.
Pendahuluan ………………………. I - 81
IV.Tahap Pasca Operasional
1).Penghentian Operasional
Tahap kegiatan ini berkaitan dengan proses penghentian operasional
Kawasan Pariwisata Mandalika yang terkait dengan aspek legal dan masalah
lahan. Berdasarkan ketentuan maka pemanfaatan lahan yang sudah tidak
difungsikan lagi harus dikembalikan pada fungsi untuk kegiatan semula, atau
ada proses penyerahan permasalahan penghentian operasional terkait
kewenangan kepemilikan lahan. Kegiatan ini diperkirakan akan menimbulkan
dampak perubahan persepsi dan sikap masyarakat.
2).Pemutusan Hubungan Kerja
Tahap kegiatan ini berkaitan dengan permasalahan ketenaga kerjaan
sebagai akibat terhentinya operasional Kawasan Pariwisata Mandalika.
Aktivitas yang terkait persoalan ketenagakerjaan akan berpotensi
menimbulkan dampak timbulnya kekhawatiran masyarakat.
1.6. DAMPAK PENTING HIPOTETIK YANG DIKAJI
Dampak penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat
mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. Sebelum
menentukan dampak penting terlebih dahulu akan ditentukan dampak
penting hipotetik (DPH) yang dievaluasi dari dampak potensial. Proses
evaluasi dilakukan dengan melihat dampak yang akan timbul yang
dihubungkan dengan kriteria dampak penting.
DPH dapat diperoleh dengan menelaah hubungan interaksi antara
rencana kegiatan dengan komponen lingkungan hidup yang mungkin terkena
dampak baik pada komponen geofisik-kimia, biologi maupun komponen sosial
ekonomi budaya dan kesehatan masyarakat. Juga menelaah dampak pada
lingkungan hidup yang paling kuat yang dihubungkan dengan rencana
kegiatan, mengevaluasi dampak potensial yang mungkin terjadi, atau
melakukan analogi (merujuk pada kegiatan sejenis yang pernah diakukan
ditempat lain).
1.6.1. Identifikasi Dampak Potensial
Semua dampak yang mungkin terjadi diidentifikasi tanpa
mempertimbangkan pentingnya dampak. Pada saat identifikasi dampak
potensial, maka tidak ada penekanan pada pentingnya dampak atau semua
dampak akan diidentifikasi. Untuk mengidentifikasi dapat menggunakan
Pendahuluan ………………………. I - 82
matrik. Pada matrik ini memuat tentang dampak yang potensial tanpa
menentukan pentingnya dampak. Dari Tabel 1.11 dapat dilihat hubungan
antara aktivitas pengembangan Kawasan Pariwisata Mandalika dengan
komponen lingkungan yang diperkirakan terdampak sehingga dapat
diperkirakan dampak potensial yang mungkin timbul baik pada tahap
prakonstruksi, tahap konstruksi, tahap operasional, dan tahap pasca
operasional.
Pendahuluan ………………………. I - 83
Tabel 1.11 Matrik Identifikasi Dampak Potensial
No Komponen Lingkungan
Komponen Tahap Kegiatan
TA
HA
P P
RA
KO
NS
TR
UK
SI
TA
HA
P
KO
NS
TR
UK
SI
TA
HA
P
OP
ER
AS
ION
AL
T
ah
ap
Pa
sca
Op
era
sio
na
l
Penguru
san P
eiz
inan
Sosi
alis
asi
i Renca
na K
egia
tan
Penerim
aan
Tenaga K
erja
Konst
ruksi
Mobili
sasi
Pera
lata
n D
an
Mate
rial
Opera
sional Base
Cam
p
Pem
bers
ihan/P
enyia
pan
Lahan
Pem
bangunan
Hote
l dan
Resi
dential
Pem
bangunan F
asi
litas
Pendukung
Pem
bers
ihan M
ate
rial
Galia
n/S
isa
Penghijauan d
an P
ert
am
anan
Dem
obili
sasi
Mate
rial dan
Pera
lata
n
Pele
pasa
n
tenaga K
erja
Konst
ruksi
Penerim
aan
Tenaga K
erja
Opera
sional
Opera
sional K
aw
asa
n
Pariw
isata
Mandalik
a
Pem
elih
ara
an K
aw
asa
n
Pariw
isata
Mandalik
a
Pengem
bangan M
asy
ara
kat
Penghentian O
pera
sional
Pem
utu
san H
ubungan K
erja
I Komponen Lingkungan Geofisik-Kimia
1 Kualitas Udara √ √ √ √ √ √ √
2 Kebisingan √ √ √ √ √ √ √
3 Kuantitas Air √ √ √
4 Kualitas Air √ √
5 Sedimentasi √
6 Sampah √ √
7 Limbah Cair √ √
8 Limbah B-3 √
9 Lalu Lintas √ √ √ √
Pendahuluan ………………………. I - 84
No Komponen Lingkungan
Komponen Tahap Kegiatan
TA
HA
P P
RA
KO
NS
TR
UK
SI
TA
HA
P
KO
NS
TR
UK
SI
TA
HA
P
OP
ER
AS
ION
AL
T
ah
ap
Pa
sca
Op
era
sio
na
l
Penguru
san P
eiz
inan
Sosi
alis
asi
i Renca
na K
egia
tan
Penerim
aan
Tenaga K
erja
Konst
ruksi
Mobili
sasi
Pera
lata
n D
an
Mate
rial
Opera
sional Base
Cam
p
Pem
bers
ihan/P
enyia
pan
Lahan
Pem
bangunan
Hote
l dan
Resi
dential
Pem
bangunan F
asi
litas
Pendukung
Pem
bers
ihan M
ate
rial
Galia
n/S
isa
Penghijauan d
an P
ert
am
anan
Dem
obili
sasi
Mate
rial dan
Pera
lata
n
Pele
pasa
n
tenaga K
erja
Konst
ruksi
Penerim
aan
Tenaga K
erja
Opera
sional
Opera
sional K
aw
asa
n
Pariw
isata
Mandalik
a
Pem
elih
ara
an K
aw
asa
n
Pariw
isata
Mandalik
a
Pengem
bangan M
asy
ara
kat
Penghentian O
pera
sional
Pem
utu
san H
ubungan K
erja
10 Sarana Jalan √
Komponen Lingkungan Biologi
11 Flora √ √
12 Fauna √
13 Biota Perairan
III Komponen Lingkungan Sosekbudkesmas
14 Kesempatan Kerja √ √
15 Pendapatan Daerah √
16 Persepsi dan Sikap Masyarakat √ √ √ √
17 Warisan Budaya √ √ √ √ √ √
18 Keamanan dan Ketertiban Masyarakat √
Pendahuluan ………………………. I - 85
No Komponen Lingkungan
Komponen Tahap Kegiatan
TA
HA
P P
RA
KO
NS
TR
UK
SI
TA
HA
P
KO
NS
TR
UK
SI
TA
HA
P
OP
ER
AS
ION
AL
T
ah
ap
Pa
sca
Op
era
sio
na
l
Penguru
san P
eiz
inan
Sosi
alis
asi
i Renca
na K
egia
tan
Penerim
aan
Tenaga K
erja
Konst
ruksi
Mobili
sasi
Pera
lata
n D
an
Mate
rial
Opera
sional Base
Cam
p
Pem
bers
ihan/P
enyia
pan
Lahan
Pem
bangunan
Hote
l dan
Resi
dential
Pem
bangunan F
asi
litas
Pendukung
Pem
bers
ihan M
ate
rial
Galia
n/S
isa
Penghijauan d
an P
ert
am
anan
Dem
obili
sasi
Mate
rial dan
Pera
lata
n
Pele
pasa
n
tenaga K
erja
Konst
ruksi
Penerim
aan
Tenaga K
erja
Opera
sional
Opera
sional K
aw
asa
n
Pariw
isata
Mandalik
a
Pem
elih
ara
an K
aw
asa
n
Pariw
isata
Mandalik
a
Pengem
bangan M
asy
ara
kat
Penghentian O
pera
sional
Pem
utu
san H
ubungan K
erja
18 Keselamatan dan Kesehatan Kerja(K-3) √ √ √ √ √
19 Sanitasi Lingkungan √ √
20 Penyakit Menular √ √
Pendahuluan ……………………………..I - 86
1.6.2.Evaluasi Dampak Potensial
Evaluasi dampak potensial untuk menentukan dampak penting
hipotetik dilakukan dengan bagan alir dan matrik. Diagram alir dampak dapat
memberikan arahan untuk menelusuri dampak potensial dan dampak
sekunder dan seterusnya dapat menggunakan bagan alir dampak tersebut
untuk menentukan dampak penting hipotetik (DPH). Bagan alir dapat dipilah
berdasarkan tahapan pembangunan yaitu pada tahap prakonstruksi, tahap
konstruksi, tahap operasional dan tahap pasca operasional.
I.Tahap Prakonstruksi
Pada tahap prakonstruksi ada 2 kegiatan yang diperkirakan akan
menimbulkan dampak pada komponen lingkungan hidup. Bagan alir dampak
pada tahap prakonstrusi seperti pada Gambar 1.37.
Komponen
Kegiatan
Dampak Primer Dampak
Sekunder
Dampak
Penting
Hipotetik
Gambar 1.37.Bagan Alir Dampak pada Tahap Prakonstruksi
Timbulnya Kekhawatiran Masyarakat
Gangguan Kamtibmas
Timbulnya Persepsi &Sikap Negatif Masyarakat
Timbulnya Kekhawatiran Masyarakat
Timbulnya Persepsi & Sikap Negatif Masyarakat
Proses Perizinan
Sosialisasi Rencana
Kegiatan
Pendahuluan ……………………………..I - 87
II.Tahap Konstruksi
Pada tahap konstruksi ada 9 kegiatan yang diperkirakan akan menimbulkan
dampak pada komponen lingkungan hidup Bagan alir dampak pada tahap Konstrusi
seperti pada Gambar 1.37.
Komponen
Kegiatan
Dampak Primer Dampak Sekunder Dampak Penting
Hipotetik
Gambar 1.38 Bagan Alir Dampak pada Tahap Konstruksi
Penerimaan Tenaga Kerja Konstruksi
Peningkatan Kesempatan kerja
Timbulnya Kekhawatiran Masyarakat
Peningkatan Pendapatan masyarakat
Peningkatan Kesempatan Kerja
Mobilisasi Peralatan, Material
Penurunan Kualitas Udara
Peningkatan Kebisingan
Gangguan Lalu Lintas
Rusaknya Sarana Jalan
Gangguan Kenyamanan Masyarakat Sekitar
Timbulnya Kecelakaan Lalu lintas
Peningkatan Kebisingan
Operasional Base Camp
Timbulnya Sampah
Gangguan Sanitasi Lingkungan
Timbulnya Penyakit Menular
Timbulnya Limbah Cair
Gangguan Kesehatan Lingkungan lingkungan
Penurunan Estetika
Timbulnya Vektor Penyakit
Gangguan Sanitasi Lingkungan
Gangguan Lalu Lintas
Timbulnya Penyakit Menular
Pendahuluan ……………………………..I - 88
Lanjutan Gambar 1.38
Komponen
Kegiatan
Dampak Primer Dampak Sekunder Dampak Penting
Hipotetik
Pembersihan dan Penyiapan Lahan
Penurunan Kualitas Udara
Peningkatan Kebisingan
Timbulnya Sedimentasi
Perubahan Tata Guna Lahan
Gangguan Kenyamanan
Penurunan Kualitas Udara
Gangguan Lalu Lintas
Gangguan K-3
Pembangunan Fisik
Penurunan Kualitas Udara
Peningkatan Kebisingan
Gangguan Kuantitas Air
Penurunan Kualitas Air
Gangguan Lalu Lintas
Penurunan Kualitas Sanitasi Lingkungan
Gangguan Kamtibmas
Gangguan K-3
Timbulnya Persepsi dan Sikap Negatif Masyarakat
Gangguan Flora
Timbulnya Pencemaran air
Peningkatan Kebisingan
Penurunan Kualitas Udara
Peningkatan
Kebisingan
Penurunan Kualitas Air
Gangguan Lalu Lintas
Gangguan K-3
Gangguan Kenyamanan
Timbulnya Kemacetan
Timbulnya Kecelakaan Kerja
Gangguan Fauna
Gangguan aktivitas sekitar
Gangguan Aktivitas Sekitar
Pendahuluan ……………………………..I - 89
Lanjutan Gambar 1.38
Komponen
Kegiatan
Dampak Primer Dampak Sekunder Dampak Penting
Hipotetik
Pembangunan Jaringan Utilitas
Gangguan K-3
Penurunan Kualitas Air
Peningkatan Kebisingan
Gangguan Kenyamanan
Peningkatan Kebisingan
Pembersihan Material Galian/ sisa
Penurunan Kualitas Udara
Peningkatan Kebisingan
Gangguan K-3
Gangguan Kesehatan
Penurunan Kualitas Sanitasi Lingkungan
Penurunan Kualitas Udara
Penghijauan dan Pertamanan
Gangguan Kuantitas Air
Demobilisasi Peralatan dan Material
Gangguan Lalu Lintas
Gangguan Flora
Kerusakan Prasarana jalan
Gangguan K-3
Timbulnya Kekhawatiran Masyarakat
Gangguan Lalu Lintas
Peningkatan Kebisingan
Gangguan Kenyamanan
Pelepasan Tenaga Kerja Konstruksi
Pendahuluan ……………………………..I - 90
III.Tahap Operasional
Pada tahap operasional ada 4 kegiatan yang diperkirakan akan menimbulkan
dampak pada komponen lingkungan hidup. Bagan alir dampak pada tahap operasi
seperti pada Gambar 1.39.
Komponen
Kegiatan
Dampak Primer Dampak Sekunder Dampak Penting
Hipotetik
Gambar 1.39. Bagan Alir Dampak pada Tahap Operasional
Penerimaan Tenaga Kerja Operasional
Peningkatan Kesempatan Kerja
Timbulnya Lowongan Kerja
Peningkatan Kesempatan Kerja
Timbulnya Kekhawatiran Masyarakat
Timbulnya Persepsi&Sikap Negatif Masyarakat
Gangguan Kesehatan
Penurunan Kualitas Udara
Operasional Pengolahan Sampah medis
Peningkatan Kebisingan
Gangguan Kenyamanan
Gangguan Kesehatan
Gangguan Kuantitas Air
Timbulnya Sampah
Gangguan Lalu Lintas
Peningkatan Pendapatan Daerah
Penurunan Kualitas
Sanitasi Lingkungan
Timbulnya Penyakit Menular
Timbulnya Kemacetan Lalu Lintas
Timbulnya Vektor Penyakit
Timbulnya
Kecemburuan Sosial
Timbulnya Kekhawatiran Masyarakat
Penurunan Kualitas Air
Timbulnya Limbah Cair
Timbulnya Limbah B-3
Penurunan Kualitas Udara
Peningkatan Kebisingan
Timbulnya Sampah
Timbulnya Limbah Cair
Timbulnya Limbah B-3
Penurunan Kualitas Sanitasi Lingkungan
Penurunan Kualitas Air
Gangguan Estetika
Gangguan Lalu Lintas
Pendahuluan ……………………………..I - 91
Lanjutan Gambar 1.39
Komponen
Kegiatan Dampak Primer Dampak Sekunder
Dampak Penting
Hipotetik
Pemeliharaan Instalasi Pengolahan Sampah medis
Penurunan Kualitas Udara Gangguan
Kenyamanan
Gangguan K-3
Peningkatan Kebisingan
Timbulnya Kecelakaan Kerja
Peningkatan Kebisingan
Pengembangan Masyarakat
Timbulnya Persepsi dan Sikap Negatif Masyarakat
Timbulnya Pemberdayaan Masyarakat
Gangguan Kamtibmas
Timbulnya Partisipasi Masyarakat
Timbulnya Persepsi dan Sikap Negatif Masyarakat
Gangguan K-3
Pendahuluan ……………………………..I - 92
IV.Tahap Pasca Operasional.
Pada tahap pasca operasional ada 2 kegiatan yang diperkirakan akan
menimbulkan dampak pada komponen lingkungan hidup. Bagan alir dampak
pada tahap pasca operasional seperti pada Gambar 1.40.
Komponen Kegiatan
Dampak Primer
Dampak Sekunder
Dampak Penting
Hipotetik
Gambar 1.40 Bagan Alir Dampak pada Tahap Pasca Operasional
Evaluasi dampak potensial juga dilakukan dengan menampilkan matrik
evaluasi dampak. Berdasarkan hasil evaluasi dampak potensial telah
Penghentian
Operasional
Pemutusan Hubungan Kerja
Timbulnya Persepsi dan Sikap Negatif Masyarakat
Timbulnya Kekhawatiran Masyarakat
Hilangnya
Pendapatan
Timbulnya Kekhawatiran Masyarakat
Timbulnya Kekhawatiran Masyarakat
Hilangnya Pendapatan Timbulnya
Kekhawatiran Masyarakat
Pendahuluan ……………………………..I - 93
didapatkan beberapa dampak penting hipotetik (DPH) yang selanjutnya akan
dievaluasi melalui penilaian dan/atau penapisan dengan menggunakan 4
pertanyaan berikut :
1. Apakah beban terhadap lingkungan tertentu sudah tinggi ? (Pertanyaan
ini bisa dijawab dengan pendekatan terhadap hasil analisis data sekunder
dan pengamatan/kunjungan lapangan).
2. Apakah komponen lingkungan tersebut memegang peranan penting
dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat sekitar (nilai sosial dan
ekonomi) dan terhadap komponen lingkungan hidup lainnya (nilai
ekologis) sehingga perubahan besar pada kondisi lingkungan tersebut
akan sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat dan keutuhan
ekosistem ? (Pertanyaan ini dapat dijawab dengan pendekatan terhadap
hasil pengamatan/kunjungan lapangan).
3. Apakah ada kehawatiran masyarakat yang tinggi tentang komponen
lingkungan tersebut? (Pertanyaan ini dapat dijawab dengan pendekatan
terhadap pemahaman atas hasil sosialisasi dan/atau konsultasi publik).
4. Apakah ada aturan atau kebijakan yang akan dilanggar dan/atau
dilampaui oleh dampak tersebut? (Pertanyaan ini dapat dijawab dengan
pendekatan terhadap peraturan-peraturan yang menetapkan baku mutu
lingkungan, baku mutu emisi/limbah, tata ruang dan sebagainya).
Apabila pada setiap dampak yang dievaluasi terdapat jawaban (ya)
maka dampak potensial tersebut adalah dampak penting hipotetik, sehingga
akan dikaji dalam Andal. Berdasarkan penilaian dengan cara sebagaimana
diuraikan di atas maka dampak penting hipotetik (DPH) yang dihasilkan pada
masing-masing tahapan kegiatan (prakonstruksi, konstruksi, operasional dan
pasca operasional) disajikan seperti pada Tabel 1.12 berikut.
Pendahuluan ……………………………..I - 94
Tabel 1.12 Evaluasi Dampak Penting Hipotetik
No
Sumber Dampak Komponen Lingkungan Terkena Dampak Kriteria DPH
DTPH Komponen Jenis Dampak 1 2 3 4
I Tahap Pra-konstruksi
1 Pengurusan Perizinan Persepsi dan Sikap Masyarakat
Timbulnya Persepsi dan Sikap Negatif Masyarakat
Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
2 Sosialisasi Rencana Kegiatan Persepsi dan Sikap Masyarakat
Timbulnya Persepsi dan Sikap Negatif Masyarakat
Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
Kekhawatiran Masyarakat
Timbulnya Kekhawatiran Masyarakat
Ya Ya Tidak Tidak DPH
II Tahap Konstruksi
1 Penerimaan Tenaga Kerja Konstruksi
Kesempatan Kerja Peningkatan Kesempatan Kerja
Ya Tidak Ya Tidak DPH
Kekhawatiran Masyarakat
Timbulnya Kekhawatiran Masyarakat
Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
2 Mobilisasi Peralatan dan Material
Kualitas Udara Penurunan Kualitas Udara Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
Kebisingan Peningkatan Kebisingan Ya Tidak Tidak Tidak DPH
Lalu lintas Gangguan Lalu Lintas Ya Tidak Tidak Tidak DPH
Sarana Jalan Rusaknya Sarana Jalan Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
3 Operasional Base Camp Sampah Timbulnya Sampah Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
Limbah Cair Timbulnya Limbah Cair Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
Sanitasi Lingkungan Gangguan Sanitasi Lingkungan
Ya Ya Ya Tidak DPH
Penyakit Menular Timbulnya Penyakit Menular
Ya Ya Ya Tidak DPH
4 Pembersihan dan Penyiapan Lahan
Kualitas Udara Penurunan Kualitas Udara Ya Tidak Tidak Tidak DPH
Kebisingan Peningkatan kebisingan Ya Ya Ya Tidak DPH
Pendahuluan ……………………………..I - 95
No
Sumber Dampak Komponen Lingkungan Terkena Dampak Kriteria DPH
DTPH Komponen Jenis Dampak 1 2 3 4
Sedimentasi Timbulnya Sedimentasi Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
Tata Guna Lahan Perubahan Tata Guna Lahan Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
Lalu Lintas Gangguan Lalu Lintas Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
K-3 Gangguan K-3 Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
5 Pembangunan Hotel dan Residential
Kualitas Udara Penurunan Kualitas Udara Ya Ya Ya Tidak DPH
Kebisingan Peningkatan Kebisingan Ya Ya Ya Tidak DPH
Kuantitas Air Gangguan Kuantitas Air Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
Kualitas Air Penurunan Kualitas Air Ya Ya Ya Tidak DPH
Lalu Lintas Gangguan Lalu Lintas Ya Ya Ya Tidak DPH
Sanitasi Lingkungan Gangguan Sanitasi Lingkungan Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
Fauna Gangguan Fauna Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
Flora Gangguan Flora Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
Kamtibmas Gangguan Kamtibmas Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
K-3 Gangguan K-3 Ya Ya Tidak Tidak DPH
Persepsi dan Sikap Masyarakat
Timbulnya Persepsi dan Sikap Negatif Masyarakat
Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
6 Pembangunan Fasilitas Pendukung
Kualitas Air Penurunan Kualitas Air Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
Kebisingan Peningkatan Kebisingan Ya Ya Ya Tidak DPH
K-3 Peningkatan Kecelakaan Kerja Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
7 Pembersihan Material Galian/Sisa
Kualitas Udara Penurunan Kualitas Udara Ya Ya Ya Tidak DPH
Kebisingan Peningkatan Kebisingan Ya Ya Ya Tidak DPH
K-3 Peningkatan Kecelakaan Kerja Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
Sanitasi Lingkungan Penurunan Kualitas Sanitasi Lingkungan
Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
Pendahuluan ……………………………..I - 96
No
Sumber Dampak Komponen Lingkungan Terkena Dampak Kriteria DPH
DTPH Komponen Jenis Dampak 1 2 3 4
8 Penghijauan dan Pertamanan Kuantitas Air Perubahan Kuantitas Air Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
Flora Gangguan Flora Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
9 Demobilisasi Material dan Peralatan
K-3 Gangguan K-3 Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
Lalu Lintas Gangguan Lalu Lintas Ya Tidak Tidak Tidak DPH
10 Pelepasan Tenaga Kerja Konstruksi
Kekhawatiran Masyarakat
Timbulnya Kekhawatiran Masyarakat
Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
Kamtibmas Gangguan Kamtibmas Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
III Tahap Operasional
1 Penerimaan Tenaga Kerja Operasional
Kesempatan Kerja Peningkatan Kesempatan Kerja
Ya Ya Ya Tidak DPH
Persepsi Dan Sikap Masyarakat
Timbulnya Persepsi Dan Sikap negatif Masyarakat
Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
Kekhawatiran Masyarakat
Timbulnya Kekhawatiran Masyarakat
Ya Ya Ya Tidak DPH
2 Operasional Kawasan Pariwisata Mandalika
Kualitas Udara Penurunan Kualitas Udara Ya Ya Ya Tidak DPH
Kebisingan Peningkatan Kebisingan Ya Ya Ya Tidak DPH
Kuantitas Air Gangguan Kuantitas Air Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
Kualitas Air Penurunan Kualitas Air Tidak Ya Tidak Tidak DPH
Sampah Timbulnya Sampah Ya Ya Ya Tidak DPH
Limbah Cair Timbulnya Limbah Cair Ya Ya Ya Tidak DPH
Limbah B-3 Timbulnya Limbah B-3 Ya Ya Ya Tidak DPH
Lalu Lintas Peningkatan Kepadatan Lalu Lintas
Ya Tidak Tidak Tidak DPH
Pendapatan Daerah Peningkatan Pendapatan Daerah
Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
Pendahuluan ……………………………..I - 97
No
Sumber Dampak Komponen Lingkungan Terkena Dampak Kriteria DPH
DTPH Komponen Jenis Dampak 1 2 3 4
Sanitasi Lingkungan Penurunan Kualitas Sanitasi Lingkungan
Ya Ya Ya Tidak DPH
Penyakit Menular Timbulnya Penyakit Menular Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
3 Pemeliharaan Kawasan Pariwisata Mandalika
Kualitas Udara Penurunan Kualitas Udara Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
Kebisingan Peningkatan Kebisingan Tidak Tidak Tidak Tidak DPH
K-3 Gangguan K-3 Ya Ya Ya Tidak DPH
4 Program Pengembangan Masyarakat (Community Development)
Persepsi Dan Sikap Masyarakat
Timbulnya Persepsi Dan Sikap Negatif Masyarakat
Ya Tidak Ya Tidak DPH
Kamtibmas Gangguan Kamtibmas Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
Iv Tahap Pasca Operasional
1 Penghentian Operasional Persepsi Dan Sikap Masyarakat
Perubahan Persepsi Dan Sikap Masyarakat
Tidak Tidak Tidak Tidak DTPH
2 Pemutusan Hubungan Kerja Kekhawatiran Masyarakat
Timbulnya Kekhawatiran Masyarakat
Ya Tidak Ya Tidak DPH
Pendahuluan ……………………………..I - 98
1.6.2.Dampak Penting Hipotetik
Berdasarkan hasil evaluasi dampak potensial maka dapat dirumuskan
dampak penting hipotetik (DPH) yang perlu di kaji dalam adendum Andal.
Adapun dampak penting hipotetik tersebut adalah:
I..Dampak Penting Hipotetik pada Tahap Pra Konstruksi
1) Timbulnya Kekhawatiran Masyarakat.
II.Dampak Penting Hipotetik pada Tahap Konstruksi
1) Peningkatan Kesempatan Kerja
2) Penurunan Kualitas Udara
3) Peningkatan Kebisingan
4) Penurunan Kualitas Air
5) Penurunan Kualitas Sanitasi Lingkungan
6) Gangguan Lalu Lintas
7) Gangguan K-3
8) Timbulnya Penyakit Menular
III.Dampak Penting Hipotetik pada Tahap Operasional
1) Peningkatan Kesempatan Kerja
2) Timbulnya Persepsi dan Sikap Negatif Masyarakat
3) Timbulnya Kekhawatiran Masyarakat
4) Penurunan Kualitas Udara
5) Peningkatan Kebisingan
6) Penurunan Kualitas Air
7) Timbulnya Sampah
8) Timbulnya Limbah Cair
9) Timbulnya Limbah B-3
10) Penurunan Kualitas Sanitasi Lingkungan
11) Gangguan K-3
IV.Dampak penting Hipotetik pada Tahap Pasca Operasional
1) Timbulnya Kekhawatiran Masyarakat
Pendahuluan ……………………………..I - 99
1.7 Batas Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian
1.7.1.Batas Wilayah Studi
Batas wilayah studi ditentukan atas dasar batas proyek, batas ekologis,
batas sosial, dan batas administratif.
a.Batas Kegiatan/Proyek
Batas proyek yaitu ruang dimana seluruh komponen kegiatan akan
dilakukan, termasuk komponen kegiatan tahap pra-konstruksi, konstruksi,
operasional, dan pasca-operasional. Batas tapak proyek Kegiatan
Pengembangan Kawasan Pariwisata Mandalika yang akan mengambil
tempat pada areal seluas 1175 Ha yang berada di wilayah Kecamatan
Pujut,Kabupaten Lombok Tengah,Provinsi NTB.
b. Batas Ekologis
Batas ekologis, yaitu ruang terjadinya sebaran dampak-dampak
lingkungan dari rencana pembangunan yang akan dikaji, mengikuti media
lingkungan masing-masing (seperti air dan udara), dimana proses alami yang
berlangsung dalam ruang tersebut diperkirakan akan mengalami perubahan
mendasar. Batas ekologi wilayah daratan terkait dengan sebaran dampak
lingkungan di sekitar tapak proyek. Batas ekologi yang dipergunakan dalam
kajian ini, untuk dampak terkait penurunan kualitas udara dan peningkatan
kebisingan yang bersumber dari aktivitas tahap konstruksi akan meliputi
wilayah di sekitar pembangunan yaitu + 1 - 1,5 km dari tapak proyek.
Terhadap dampak penurunan kualitas air yang bersumber dari tahap kegiatan
konstruksi akan meliputi areal di sekitar lokasi kegiatan, pada radius + 1-1,5
km karena adanya aliran air sungai yang menuju kawasan sekitarnya.
Sementara itu, pada tahap operasional, terkait dampak penurunan kualitas
udara akan diperkirakan menimbulkan dampak bagi areal + 1,5 km sesuai
dengan pergerakan arah angin. Sementara itu, penurunan kualitas air akan
sampai mencapai kawasan pesisir dan pantai di sekitar Kawasan Pariwisata
Mandalika sebagai akibat adanya perkiraan timbulan sampah dan limbah,
sehingga memerlukan pengelolaan lingkungan yang memadai.
c. Batas sosial
Batas sosial, yaitu ruang di sekitar rencana pembangunan yang
merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang
mengandung norma dan nilai tertentu yang sudah mapan (termasuk sistem
dan struktur sosial), sesuai dengan proses dan dinamika sosial suatu
kelompok masyarakat, yang diperkirakan akan mengalami perubahan
mendasar akibat rencana pembangunan. Berdasarkan dampak penting
hipotetik, maka batas sosial dalam kajian ini, akan terkait langsung dengan
Pendahuluan ……………………………..I - 100
ruang tempat berlangsungnya kegiatan pemukiman, perdagangan,
pendidikan, peribadatan, pelayanan dan kegiatan sosial pemerintahan di
wilayah Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi NTB.
Pertimbangan yang mendasari ruang yang ditetapkan sebagai batas sosial
meliputi perubahan yang terjadi terkait timbulnya persepsi dan sikap negatif
masyarakat, timbulnya kekhawatiran masyarakat, peningkatan kesempatan
kerja, timbulnya penyakit menular, dan penurunan kualitas sanitasi
lingkungan.
d.Batas administratif
Batas administratif, yaitu wilayah administratif terkecil yang relevan yang
wilayahnya tercakup dalam batas proyek, ekologis dan sosial. Wilayah
administratif yang dibahas dalam studi ini adalah wilayah administrasi di
Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi NTB.
1.7.2.Batas Waktu Kajian
Batas waktu kajian yang akan digunakan dalam melakukan prakiraan dan
evaluasi dampak yang dilakukan untuk penyusunan dokumen Adendum Andal
dan RKL-RPL Pengembangan Kawasan Pariwisata Mandalika adalah pada
tahap pra konstruksi, tahap konstruksi, tahap operasional, dan tahap pasca
operasional.
Pendahuluan ……………………………..I - 101
Pendahuluan ……………………………..I - 102
BAB IIRONA LINGKUNGAN HIDUP
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 1
2.1.KOMPONEN LINGKUNGAN GEO FISIK KIMIA
2.1.1.Klimatologi
Keadaan iklim di wilayah sekitar Kawasan Pariwisata Mandalika
Lombok akan digambarkan dengan keadaan Kelembaban Relatif (RH),
temperatur udara, angin dan keadaan curah hujan diperoleh dari data
sekunder hasil pencatatan yang dilakukan Stasiun Meteorologi Selaparang
Ampenan Prop. NTB dalam periode 10 tahun (2007 – 2017). Stasiun
pengamatan tersebut dianggap representatif mewakili daerah lokasi kegiatan
karena memiliki karakteristik area yang relatif sama dan berjarak dekat secara
klimatologi. Pengolahan dan penafsiran data sekunder tersebut akan
memberikan gambaran keadaan iklim secara umum, sedangkan untuk
kepentingan gambaran mikroklimatologi akan didasarkan pada data primer
hasil pengamatan.
a. Jenis Iklim
Berdasarkan data pengamatan hujan selama periode 10 tahun, wilayah
studi dikategorikan memiliki jenis iklim tipe C (agak basah), yaitu memiliki nilai
Q antara 33.3 dan 60 dengan nilai Q = 58.4 % berdasarkan perhitungan
metoda Schmidt & Ferguson, dimana nilai Q adalah jumlah rata-rata bulan
kering dibagi dengan jumlah rata-rata bulan basah selama periode
pengamatan. Rata-rata jumlah bulan kering tahunan adalah 3.8 bulan dan
rata-rata bulan basah adalah 6.5 bulan.
b. Keadaan Hujan
Dilihat dari pola curah hujan yang meliputi Indonesia khususnya Bagian
Timur termasuk pada pola curah hujan jenis Monsun yang dicirikan memiliki
distribusi curah hujan bulanan berbentuk ’V’ dalam satu tahun dari Januari
sampai Desember. Pada saat musim Monsun Barat jumlah curah hujan
melimpah yaitu pada bulan-bulan Desember, Januari dan Februari sedangkan
pada Monsun Timur jumlah curah hujan sedikit terutama pada bulan-bulan
Juni, Juli dan Agustus. Dari data pengamatan periode 10 tahun (2007-2017)
pada Stasiun Meteorologi Selaparang Ampenan Prop. NTB, Jumlah curah
hujan rata-rata tahunan yang tercatat 1.558 mm dengan jumlah hari hujan 65
hari.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 2
Distribusi curah hujan bulanan rata-rata untuk stasiun pengamatan
Selaparang Ampenan selama periode pengamatan dapat dilihat pada
Tabel 2.1 dan Gambar 2.1
Sumber : Stasiun Meteorologi Selaparang Ampenan Prop. NTB
Gambar 2.1
Distribusi Curah Hujan Bulanan Rata-rata pada Tahun 2007 – 2017
c. Temperatur Udara
Keadaan temperatur udara tahunan rata-rata di lokasi kegiatan
berdasarkan data (BMG) di Stasiun Meteorologi Selaparang Ampenan Prop.
NTB adalah 31,7 oC untuk temperatur maksimum dan 23,2oC untuk temperatur
minimum, sedangkan temperatur rata-rata daerah tapak kegiatan adalah 26,6 oC.
Berdasarkan pengamatan, temperatur udara pada jam-jam terjadinya
temperatur maksimum relatif tinggi, mencapai 33oC. Pengukuran temperatur
udara yang dilakukan dalam kondisi tersebut di atas sangat memungkinkan
untuk mendapatkan temperatur yang ekstrim. Relatif tingginya temperatur
udara di lokasi kegiatan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain
lokasi tersebut merupakan tanah terbuka dimana intensitas penyinaran
matahari menjadi tinggi.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 3
d. Kelembaban Udara
Gambaran keadaan kelembaban udara (RH) berdasarkan data
sekunder, kelembaban udara relatif (RH) tahunan rata-rata di lokasi kegiatan
rencana Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok adalah 79 %.
e. Keadaan Angin
Berdasarkan hasil pencatatan angin di Stasiun Meteorologi Selaparang
Ampenan Prop. NTB periode 10 tahun, Wind Rose menunjukkan arah angin
dominan tahunan, yaitu dari arah Barat dengan berkisar antara 7-11 knot,
Kecepatan angin maksimum 11.4 knots dengan kecepatan rata-rata 6.5 knots
pertahunnya.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 4
Tabel 2.1 Suhu Udara Harian Rata-Rata Maksimum, Minimum dan Kelembaban Relatif pada Tahun 2007 –2017
No Bulan
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-Rata
Tm
a Tmi RH
Tm
a Tmi RH
Tm
a Tmi RH Tma Tmi RH Tma Tmi RH Tma Tmi RH
Tm
a Tmi RH
Tm
a Tmi RH
Tm
a Tmi RH
Tm
a Tmi RH
Tm
a Tmi RH
1 Januari 31.7 24.2 83 31.7 24.
6 84 31.8 24.4 82 31.9 24.9 80 30.8 24.6 84 31.7 24.7 78 31.5 24.5 80 31.3 24.5 81 31.8 24.6 82 31.7 24.2 80 31.6 24.5 81
2 Februari 31.2 24.7 81 31.8 24.
4 83 31.8 24.8 80 32.5 24.4 83 31.6 24 82 32.1 24.3 82 31.4 24.2 81 31.1 24.4 81 32.6 24.6 82 31.6 24.5 79 31.8 24.4 81
3 Maret 31.9 24 84 32.4 24 81 31.8 25 83 32.1 24.3 83 31.3 24.4 83 31.5 25 79 31.4 23.3 84 32.2 23.6 80 33 24 80 31.8 24.1 81 31.9 24.2 82
4 April 32.5 23.4 81 32.9 23.
9 80 32.9 23.4 80 32 23.7 83 31.5 24 83 31.8 23.6 85 32 23 81 33 23.6 80 32.9 24.5 81 31 23.8 85 32.3 23.7 82
5 Mei 32.2 22.3 80 31.6 22.
5 81 32.2 23.6 80 32.6 22.1 77 31.7 23.2 82 32.2 23.3 81 31.6 22.4 78 32.2 23.2 81 32.1 24.5 85 31.8 22.8 82 32.0 23.0 81
6 Juni 31.1 21.4 77 31.3 21.
5 80 31.2 20.2 76 32.4 22.3 80 30.6 22.2 79 30.7 23.4 80 30.8 21.8 78 32.3 21.6 76 31.8 23 81 30.4 20.7 78 31.3 21.8 79
7 Juli 31.1 20.8 79 30.5 20.
9 78 31.1 20.9 77 31.7 21.5 77 30.3 20.9 79 30.7 21 77 30.2 21.3 75 31.5 20.9 74 31.1 22.8 82 30.9 21 76 30.9 21.2 77
8 Agustus 30.8 20.1 36 30.9 21.
1 76 31.1 20.7 74 31.3 21.8 76 31 20.1 74 30.6 21.5 75 30.8 21.9 76 31.6 21.3 75 31.1 22.9 79 31.1 20.4 77 31.0 21.2 72
9 September 31.5 22.2 78 30.7 22.
6 79 31.9 22 75 32.3 22.9 75 31.7 21.6 74 31.6 22.4 75 31.9 23.1 76 31.5 23 79 31.3 23.5 84 31.8 22.1 76 31.6 22.5 77
10 Oktober 32.3 23.3 78 31.9 23.
7 77 32.1 23.5 78 31.9 24.3 80 32.9 22.9 75 32.7 23.9 76 32.7 24 79 31.9 23.7 78 32.2 24 82 32.5 23.7 79 32.3 23.7 78
11 November 32.7 24.6 81 32.7 24.
3 82 32.3 24.3 83 31.8 24.1 78 32.9 24.4 78 32.1 24.3 81 31.8 24 84 33 23.5 77 32.4 24.2 81 32.4 24.2 81
12 Desember 32.2 24.3 84 30.9 24.
7 85 31.8 24.4 85 31.3 24.2 84 32.7 24.7 82 31.7 24.1 84 31.4 24.5 80 32.2 24.5 80 31 24.3 82 31.7 24.4 83
Rata-rata 31.8 22.9 77 31.6 23.
2 81 31.8 23.1 79 32.0 23.4 80 31.6 23.1 80 31.6 23.5 79 31.5 23.2 79 32.0 23.2 79 31.9 23.9 82 31.5 22.7 79 31.7 23.2 79
Sumber: Stasiun Meteorologi Selaparang Ampenan Prop. NTB
Keterangan :
Tma : Suhu Maksimum
Tmi : Suhu Minimum
RH : Kelembaban Udara
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 5
Tabel 2.2 Kecepatan Angin Rata-Rata dan Arah Angin pada Tahun 2007 – 2017
THN/BLN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOV DES
R AB R AB R AB R AB R AB R AB R AB R AB R AB R AB R AB R AB
2002 3.6 B 6.2 U 3.0 B 3.6 TG 3.3 TG 5.4 TG 5.4 TG 6.0 TG 6.2 TG 7.5 B 7.6 B 7.4 B
2003 7.7 B 8.7 U 8.4 B 7.3 B 6.4 TG 6.6 TG 6.9 TG 6.4 TG 6.7 TG 6.9 TG 4.2 B 4.1 B
2004 3.9 B 5.4 B 3.9 B 3.9 TG 6.2 TG 4.8 TG 4.0 TG 5.9 TG 5.6 TG 4.7 TG 3.5 TG 3.5 B
2005 4.1 B 4.0 B 3.2 B 2.2 B 2.7 B 7.1 B 7.4 TG 7.9 TG 7.9 TG 6.2 TG 8.6 BD 7.9 B
2006 8.5 B 8.3 B 8.7 B 7.7 B 6.7 TG 8.3 TG 7.0 TG 8.0 TG 8.0 TG 8.2 S 8.5 B 9.6 B
2007 7.3 B 8.0 B 11.4 BL 6.5 BL 6.0 B 7.1 TG 6.3 TG 6.8 TG 7.5 TG 7.5 B 7.3 B 6.5 B
2008 6.5 B 9.2 BL 7.2 B 6.6 B 6.8 TG 6.1 TG 6.3 TG 5.8 TG 6.5 TG 6.3 B 6.1 B 5.9 B
2009 7.2 B 9.0 B 7.8 B 7.5 B 6.9 E 6.6 B 6.6 TG 6.5 TG 6.7 TG 6.9 TG 7.4 B 6.9 B
2010 7.2 B 6.8 B 6.9 B 6.7 B 6.4 B 5.9 TG 6.5 TG 6.0 E 5.9 TG 6.4 TG 7.1 B 6.9 B
2011 7.8 BL 7.7 BL 7.2 B 6.3 B 7.0 B 6.3 TG 6.5 TG 7.0 TG 6.3 TG 7.2 TG Sumber: Stasiun Meteorologi Selaparang Ampenan Prop. NTB
Keterangan:
R : Kecepatan Angin Rata-rata (Knots)
AB: Arah Angin Terbanyak (Dominan)
U : Utara TG : Tenggara B : Barat
TL : Timur Laut S : Selatan BL : Barat Laut
T : Timur BD : Barat Daya
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 6
Gambar 2.2 Wind Rose Daerah Wilayah Studi
Tabel 2.3. Distribusi Frekuensi Arah dan Kecepatan Angin (%) Tahunan
Periode 2007 – 2017
Sumber : Stasiun Meteorologi Selaparang Ampenan Prop. NTB
Keterangan : 1 Knot ~ 0,5 m/s
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 7
2.1.2.Kualitas Udara dan Kebisingan
a. Kualitas Udara
Pengambilan sampel kualitas udara dilakukan 7 lokasi diantaranya Dusun
Katapang, Dusun Rangkap I, Teluk Seger, Persimpangan Jalan Ebunut,
Lapangan Sungai Gerupuk, Dusun Gerupuk dan Teluk Molok Dusun Gerupuk.
Pemeriksaan kualitas udara ambien meliputi kondisi lingkungan, pengukuran
tingkat polutan (NO2, SO2, CO, HC dan debu). Untuk lebih jelas mengenai
hasil pengukuran kualitas udara di sekitar rencana lokasi kegiatan dapat dilihat
pada Tabel 2.4.
Hasil pengukuran kualitas udara ambient disekitar rencana lokasi kegiatan
menunjukan kualitas udara yang baik, dimana tidak ada satu parameterpun
yang melebihi baku mutu sesuai PP nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara. Peta lokasi pengambilan sampel udara
dapat dilihat pada Gambar 2.3 Masing-masing parameter polutan
sebagaimana disebutkan di atas memiliki karakteristik dan pengaruhnya
terhadap lingkungan sebagai berikut:
Sulfur dioksida
Polusi oleh sulfur oksida terutama disebabkan oleh komponen gas yang
tidak bewarna ,yaitu sulfur dioksida (SO2) dan Sulfur trioksida (SO3) dan
keduanya disebut sebagai SOx. Sulfur Dioksida mempunyai karakteristik bau
yang tajam dan tidak terbakar di Udara , sedangkan sulfur trioksida merupakan
komponen yang tidak reaktif.
Pembakaran bahan-bahan yang mengandung sulfur akan menghasilkan
kedua bentuk sulfur oksida, tetapi jumlah relatif masing-masing tidak
dipengaruhi oleh oksigen yang tersedia, meskipun jumlah udara yang tersedia
dalam jumlah cukup. SO2 selalu terbentuk dalam jumlah tersebesar, jumlah
SO3 yang terbentuk dipengaruhi oleh kondisi reaksi, terutama suhu, dan
bervariasi dari 1 sampai 10 % dari total SO2
Mekanisme pembentukan SOx dapat dituliskan dalam dua persamaan berikut
:
S + O2 ------------ SO2
2SO2 + O2 ---------- 2 SO3
SO3 + H2O ----------------H2SO4
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 8
Tabel 2.3 Hasil Analisis Kualitas Udara Ambien
NO PARAMETER SATUAN BAKU
MUTU
HASIL PENGUJIAN
Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Lokasi 4 Lokasi 5 Lokasi 6 Lokasi 7
Kondisi Lingkungan
1 Suhu ºC - 30,6 30,5 29,8 29,35 31,05 29,9 30,8
2 Kecepatan Angin m/det - 2,5 2,3 5,4 0,7 2,25 1,6 1,7
3 Arah Angin Dominan - Selatan Barat Barat Barat Utara Utara Utara
4 Kelembaban % - 66,3 66,1 66,25 66,3 64,25 68,4 67,4
5 Tekanan kPa - 100,68 100,66 100,63 100,61 100,62 100,68 100,68
KIMIA
1 NO2 µg/Nm3 400 < 10 < 10 < 10 < 10 < 10 < 10 < 10
2 SO2 µg/Nm3 900 94,76 71,06 < 25 < 25 < 25 < 25 40,06
3 CO µg/Nm3 30.000 180 220 145 165 155 165 250
4 HC µg/Nm3 - < 0,1 < 0,1 < 0,1 < 0,1 < 0,1 < 0,1 < 0,1
FISIKA
1 Debu (TSP) µg/Nm3 230 12 8 14 16 14 16 11
Sumber : Data Primer, 04 – 11 Juni 2017 Baku mutu : PPRI No. 41 tahun 1999
Keterangan :
Lokasi 1 : Dusun Katapang ( S 08o 53' 31,3'' & E 116o 16' 23,0'' )
Lokasi 2 : Dusun Rangkap I (S 08o 53' 45,1'' & E 116o 17' 37,6'')
Lokasi 3 : Teluk Seger ( S 08o 54' 11,6'' & E 116o 17' 43,3'' )
Lokasi 4 : Persimpangan Jalan Ebunut ( S 08o 54' 00,2'' & E 116o 18' 21,6'' )
Lokasi 5 : Lapangan Sungai Gerupuk ( S 08o 54' 06,0'' & E 116o 19' 42,5'' )
Lokasi 6 : Dusun Gerupuk ( S 08o 54' 34,9'' & E 116o 20' 36,7'' )
Lokasi 7 : Teluk Molok Dusun Gerupuk ( S 08o 54' 57,0'' & E 116o 20' 12,0'' )
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 9
Gambar 3.3 Peta Lokasi Pengambilan Sampel
PETA LOKASI PENGAMBILAN SAMPEL
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 10
Pengaruh Sulfur Dioksida Terhadap tanaman
Kerusakan tanaman oleh SO2 dipengaruhi oleh dua faktor,yaitu
konsentrasi SO2 dan waktu kontak. Kerusakan tiba-tiba(akut) terjadi jika terjadi
kontak dengan SO2 pada konsentrasi tinggi dalam waktu sebentar, dengan
gejala beberap daun menjadi kering dan mati,dan biasanya warnanya
memucat. Kontak dengan SO2 pada konsentrasi yang rendah dalam waktu
yang lama menyebabkan kerusakan kronis, yang ditandai dengan
menguningnya warna daun karena terhambatnya pembentukan khlorofil.
Pengaruh Sulfur Diokasida pada manusia
Polutan SOx mempunyai pengaruh terhadap manusia dan hewan pada
konsentrasi yang jauh lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk merusak
tanaman. Kerusakan pada tanaman terjadi pda konsentrasi 0,5 ppm,
sedangkan pada konsentrasi yang berpengaruh pada manusia dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.5. Pengaruh Sulfur Diokasida pada manusia
Konsentrasi (ppm) Pengaruh
3-5 Jumlah terkecil yang dapat dideteksi dari baunya
8-12 Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi
tenggorokan
20 Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi
mata
20 Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan batuk
20 Maksimum yang diperbolehkan untuk kontak
dalam jangka waktu lama
50-100 Maksimum yang diperbolehkan untuk kontak
dalam waktu singkat (30 menit)
400-500 Berbahaya meskipun kontak secara singkat
Pengaruh SOx terhadap Bahan Lain
Kerusakan akibat polutan SO2 terhadap bahan lain terutama
disebabkan oleh sama sulfat yang diproduksi jika SO3 beraksi dengan uap air
di atmosfir. Salah satu pengaruh SO2 terhadap bahan lain adalah terhadap
cat, dimana jangka waktu pengeringan dan pengerasan beberapa cat
meningkat jika mengalami kontak dengan SO2.Beberapa fil cat menjadi lunak
dan rapuh jika dikeringkan dengan adanya SO2. Kecepatan korosi
kebanyakan metal, terutama besi, baja dan seng dirangsang pada kondisi
lingkungan yang terpolusi SO2.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 11
Sulfur dioksida merupakan salah satu komponen polutan udara hasil
pembakaran pada proses industri, kendaraan bermotor, generator listrik, atau
sampah organik. Gas ini mudah menempel pada partikel udara dan masuk ke
saluran pernafasan dan sulit hilang serta bila bereaksi dengan air
menghasilkan asam sulfat yang dapat menyebabkan iritasi. Disamping itu,
bilamana SO2 bereaksi dengan air di atmosfir menghasilkan asam sulfat yang
dapat mengakibatkan hujan asam. Pengaruh SO2 terhadap vegetasi berupa
pembentukan noda pucat pada daun. Nilai ambang batas gas SO2 di udara
adalah 900 µg/Nm3. Hasil pengamatan konsentrasi kandungan SO2 di lokasi
Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok masih di bawah baku mutu.
Nitrogen dioksida
Nitrogen oksida (NOx) adalah kelompok gas yang terdapat di atmosfir
yang terdiri dari gas nitrik oksida (NO) dan Nitrogen Dioksida (NO2). Walaupun
bentuk nitrogen oksida lainnya ada, akan tetapi kedua gas ini yang paling
banyak ditemui sebagai polutan udara .Nitrik Oksida merupakan gas yang
tidak bewarna dan tidak berbau,sebaliknya Nitorogen Dioksida mempunyai
warna coklat kemerahan dan berbau tajam.
Oksida yang lebih rendah, yaitu NO terdapat di atmosfir dalam jumlah
lebih besar dari NO2. Pembentukan NO dan NO2 mencakup reaksi antara
nitrogen dan oksigen di udara sehingga membentuk NO, kemudian reaksi
selanjutnya antara NO dengan lebih banyak oksigen membentuk NO2.
Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut :
N2 + O2 ------------------- 2 NO
2 NO + O2 ------------------2 NO2
Pengaruh NOx terhadap Tanaman
Adanya NOx di atmosfir akan mengakibtkan kerusakan tanaman, tetapi
sukar ditentukan apakah kerusakan tersebut disebabkan langsung oleh NOx
atau polutan yang sekunder yang diproduksi dalam siklus fotolitik NO2.
Percobaan dengan cara fumigasi tanam-tanaman dengan NO2 menunjukkan
terjadinya bintik-bintik pada daun jika digunakan pada konsentrasi 1,0 ppm ,
sedangkan pada konsentrasi yang lebih tinggi (3,5 ppm atau lebih) terjadi
nekrosis atau kerusakan tenunan daun (Stoker and Seager,1972).
Pengaruh NOx terhadap Manusia.
Kedua bentuk Nitrogen Oksida ,yaitu NO dan NO2 sangat berbahaya
terhadap manusia. Penelitian aktivitas mortalitas kedua komponen tersebut
menunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih beracun dari NO. Selama ini belum
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 12
pernah dilaporkan terjadinya keracunan NO yang mengakibatkan kematian.
Pada konsentrasi yang normal ditemukan di atmosfir, NO tidak mengakibatkan
iritasi dan tidak berbahaya ,tetapi pada konsentrasi udara ambbien yang
normal NO dapat mengalami oksidasi menjadi NO2 yang lebih beracun.
Senyawa nitrogen dioksida dihasilkan dari pembakaran/oksidasi bahan-
bahan organik. Gas ini dapat menimbulkan iritasi paru-paru dan diketahui
dapat menyebabkan edema dan pendarahan paru-paru. Di samping itu NO2
berkontribusi pada hujan asam. Terhadap vegetasi, efek gas ini berupa luka
berwarna putih atau coklat pada pangkal daun. Nilai ambang batas gas NO2
di udara adalah 400 µg/Nm3. Hasil pengukuran nitrogen dioksida pada semua
titik sampling menunjukkan pada titik depan lokasi kegiatan masih di bawah
baku mutu.
Karbon monoksida
Gas CO tidak berwarna dan tidak berbau tetapi sangat beracun.
Senyawa ini terbentuk dari pembakaran tidak sempurna bahan yang
mengandung unsur karbon, seperti bensin, batu bara, kayu dan lain-lain. Gas
ini bersifat racun karena dapat diikat oleh hemoglobin sehingga transpor
oksigen ke jaringan terhalangi. Konsentrasi 100 ppm dapat menimbulkan sakit
kepala, pusing, pening, dan susah bernafas. Efek konsentrasi rendah jangka
panjang belum diketahu secara pasti, namun diduga memperburuk gangguan
jantung dan pernafasan. Nilai ambang batas gas CO di udara adalah 30000
µg/Nm3. Hasil pengukuran Karbon Monoksida di lokasi kegiatan masih di
bawah baku mutu.
Pengaruh CO terhadap tanaman
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian CO selama 1
sampai 3 minggu pada konsentrasi sampai 100 ppm tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap tanam-tanaman tingkat tinggi.Akan tetapi
kemampuan fiksasi nitrogen akan terhambat dengan pemberian CO selama
35 jam pada konsentrasi 2000 ppm.Demikian pula kemampuan fiksasi
nitrogen oleh bakteri yang terdapat pada akar tanaman juga akan terhambat
dengan pemberian CO sebesar 100 ppm selama satu bulan. Karena
konsentrasi CO di udara jarang mencapai 100 ppm, meskipun dalam waktu
sebentar ,maka pengaruh CO terhdapat tanam-tanaman biasanya tidak
terlihat secara nyata.
Pengaruh CO terhadap Manusia
Pengaruh beracun CO terhadap tubuh manusia terutama disebabkan
oleh reaksi antara CO dengan hemaglobin (Hb) di dalam darah, Hemoglobin
di dalam darah secara normal berfungsi dalam sistem transpor untuk
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 13
membawa oksigen dalam bentuk oksihemoglobin (HbO2) dari paru-paru ke
sel-sel tubuh, dan membawa CO2 dalam bentuk HbCO2 dari sel-sel tubuh ke
paru-paru. Dengan adanya CO, hemoglobin dapat membentuk
karboksihemoglobin. Jika reaksi demikian terjadi, maka kemampuan darah
untuk mentranspor oksigen menjadi berkurang. Afinitas CO terhadap
hemoglobin adalah 200 kali lebih tinggi dari afinitas oksigen terhadap
hemoglobin,akibatnya juka CO2 dan O2 terdapat bersama-sama di udara akan
terbentuk HbCO dalam jumlah yang lebih banyak dari pada HbO2.
Faktor penting yang menentukan pengaruh CO terhadap tubuh
manusia adalah konsentrasi HbCO yang terdapat dalam darah, dimana
semakin tinggi persentase hemoglobin yang terikat dalam bentuk HbCO
,semakin parah pengaruhnya terhadap kesehatan manusia. Hubungan antara
konsentrasi HbCO di dalam darah dan pengaruhnya dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 2.6. Pengaruh Karbon Diokasida pada manusia
Konsentrasi
HbCO dalam
darah (%)
Pengaruhnya terhadap kesehatan
<10 Tidak ada pengaruh
1,0-2,0 Penampilan agak tidak normal
2,0-5,0 Pengaruhnya terhadap sistem syaraf central, reaksi
panca indera tidak normal,benda terlihat agak kabur
>5,0 Perubahan fungsi jantung dan pulmonari
10,0-80,0 Kepala pening,mual ,berkunang-kunang, pingsan,
kesukaran bernafas, kematian
Partikel Debu
Partikel atau disebut juga debu dihasilkan oleh kegiatan mekanis atau
alami berupa penghancuran, peledakan, grinding dan sebagianya. Ukuran
partikel bervariasi, mulai dari 0,1 sampai 25 µm. Partikel berukuran 5 – 10 µm
ditahan oleh sistem pernafasan bagian atas; partikel berukuran 3 – 5 µm
ditempatkan langsung pada bagian alveoli paru; partikel berukuran dibawah
0,1 µm menimbulkan gerak brown. Nilai ambang batas partkel di udara adalah
230 µg/Nm3 menurut PP. Nomor : 41 Tahun 1999, tentang Baku Mutu Udara
Ambien Nasional dan KEPMEN Negara Lingkungan Hidup No : KEP-
50/MENLH/II/1996. Hasil pengukuran Partikel debu di lokasi kegiatan masih
sesuai dengan baku mutu.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 14
Pengaruh Partikel Debu terhadap Tanaman
Pengaruh partikel terhadap tanaman terutama adalah dalam bentuk
debunya,dimana debu tersebut jika bergabung dengan uap air atau air hujan
gerimis,membentuk kerak yang tebal pada permukaan daun,dan tidak dapat
tercuci dengan air hujan kecuali dengan menggosoknya. Lapisan kerak
tersebut akan menganggu proses fotosintesinya pada tanaman karena
menghambat masuknya sinar matahari dan mencegah pertukaran CO2
dengan atmosfir,akibatnya pertumbuhan tanaman menjadi terganggu.
Pengaruh Partikel Debu terhadap Manusia
Polutan partikel masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui
sistem pernafasan, oleh karena itu pengaruh yang merugikan langsung
terutama terjadi pada sistem pernafasan. Faktor yang paling berpenagruh
terhadap sistem pernafasan terutama adalah ukuran partikel, karena ukuran
partikel yang menentukan seberapa jauh penetrasi partikel ke dalam sistem
pernafasan.
Sistem pernafasan mempunyai beberapa sistem pertahanan yang
mencegah masuknya partikel-partikel, baik berbentuk padat maupun cair,
kedalam paru-paru. Bulu-bulu hidung akan mencegah masuknya partikel-
partikel berukuran besar, sedangkan partikel-partikel yang lebih kecil akan
dicegah masuk oleh membran mukosa yang terdapat di sepanjang sistem
penrnafasan yang merupakan tempat partikel menempel. Pada beberapa
bagian sistem pernafasan terdapat bulu-bulu halus (silia) yang bergerak ke
depan dan ke belakang bersama-sama mukosa sehingga membentuk aliran
yang membawa partikel yang ditangkapnya ke luas dari sistem pernafasan ke
tenggorokan, dimana partikel tersebut tertelan.
Pengaruh Partikel Terhadap Bahan Lain
Partikel – partikel yang terdapat di udara dapat mengakibatkan
berbagai kerusakan pada berbagai bahan. Jenis dan tingkat kerusakan yang
dihasilkan oleh partikel dipengaruhi oleh komposisi kimia dan sifat fisik partkel
tersebut. Kerusakan pasif terjadi jika partikel menempel atau mengendap
pada bahan-bahan yang terbuat dari tanah sehingga harus sering dibersihkan.
Kandungan partikel udara pada lokasi pengamatan berkisar antara
57,49 – 417,18 µg/Nm3, konsentrasi partikel tertinggi ditemukan di lokasi
pemukiman masyarakat. tingginya di pintu masuk dalam lokasi pemukiman
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 15
masyarakat sebagian besar diakibatkan dari tekanan kendaraan roda dua
masyarakat yang keluar masuk dalam kondisi jalan yang berdebu. Konsentrasi
terendah ditemukan di dalam lokasi kegiatan, rendahnya partikel debu dalam
lokasi diakibatkan tidak adanya aktifitas serta lahan yang terbuka sudah
tertutup dengan konstruksi kedap air dan sebagian lagi ditumbuhi oleh
tanaman gramine dengan kerapatan yang tinggi. Kondisi lahan dalam lokasi
kegiatan yang tertutup oleh aspal dan tanaman mengakibatkan butiran-butiran
tanah dan pasir tidak dapat terangkat keudara.
b. Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki (unwanted sound), dapat
secara kontinyu maupun impulsif. Pemaparan kebisingan secara terus
menerus pada intensitas tinggi dapat menyebabkan ketulian baik tuli
sementara (temporary threshold shift) maupun ketulian menetap (permanently
threshold shift). Lokasi pengambilan sampel kebisingan sama halnya dengan
kualitas udara di 7 titik. Pengukuran kebisingan menggunakan metode manual
alat, sampling dilakukan selama 5 detik selama 10 menit. Untuk lebih jelas
mengenai hasil pengukuran kebisingan di lokasi kegiatan dan sekitarnya dapat
dilihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7. Hasil Pengukuran Kebisingan
No. Lokasi Satuan Baku Mutu Hasil Pengukuran
1. Dusun Katapang
( S 08o 53' 31,3'' & E 116o 16' 23,0'' ) dBA 55* 57,16
2. Dusun Rangkap I
(S 08o 53' 45,1'' & E 116o 17' 37,6'') dBA 55* 53,78
3. Teluk Seger
( S 08o 54' 11,6'' & E 116o 17' 43,3'' ) dBA 70** 55,43
4. Persimpangan Jalan Ebunut
( S 08o 54' 00,2'' & E 116o 18' 21,6'' ) dBA 60*** 49,03
5. Lapangan Sunagi Gerupuk
( S 08o 54' 06,0'' & E 116o 19' 42,5'' ) dBA 60*** 30,83
6. Dusun Gerupuk
( S 08o 54' 34,9'' & E 116o 20' 36,7'' ) dBA 55* 58,53
7. Teluk Molok Dusun Gerupuk
( S 08o 54' 57,0'' & E 116o 20' 12,0'' ) dBA 70** 48,01
Sumber : Data Primer, 04 – 11 Juni 2017
Keterangan : Baku mutu : Kep. Men. LH No. Kep-48/MENLH/11/1996
(Peruntukan Kawasan Perumahan dan Pemukiman) *
(Peruntukan Kawasan Rekreasi) **
(Peruntukan Kawasan Pemerintahan dan Fasilitas Umum) ***
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 16
Dari hasil pengukuran di delapan titik, tingkat kebisingan yang terukur
masih memenuhi baku mutu kecuali di Dusun Katapang dan Dusun Gerupuk.
Untuk peta lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 17
Gambar. 2.4. Lokasi Pengambilan Sampel Kualitas Udara Ambien dan Kebisingan
8o52’30”
Sumber
: RTRW
Kabupaten Lombok Tengah, 2011
116o19’30”
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP
KAWASAN PARIWIISATA
MANDALIKA LOMBOK
PT PENGEMBANGAN PARIWISATA BALI
Gambar 3.4 Lokasi Pengambilan Sampel Kualitas
Udara Ambien dan Kebisingan
LEGENDA :
1 2 3 Cm 0
0,5
0
1,00 1,50 Km 0
Lokasi sampel kualitas udara ambien dan kebisingan
Sumber : RTRW Kabupaten Lombok Tengah, 2011
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 18
2.1.3.Fisiografi dan geologi
a. Fisiografi Tapak Proyek
Fisiografi merupakan bentukan alami yang di permukaan bumi, baik di
daratan maupun di bawah permukaan air yang dibedakan berdasarkan
proses-proses pembentukan dan evolusinya. Komponen yang ditelaah
meliputi topografi bentukan lahan (morfologi), struktur geologi, jenis tanah,
kelongsoran, keunikan, kerawanan bentuk lahan dan batuan secara geologis.
Fisiografi Lembar Lombok termasuk dalam Busur Bergunung api Nusa
Tenggara yang merupakan bagian dari Busur Sunda sebelah timur dan Busur
Banda Dalam Bergunungapi sebelah barat. Busur tersebut terbentang mulai
dari pulau Jawa ke Nusa Tenggara dan selanjutnya melengkung mengitari laut
Banda.
Fisiografi lokasi kegiatan pembangunan Kawasan Pariwisata
Mandalika Lombok dan sekitarnya merupakan daerah berombak hingga
bergelombang dengan ketinggian asli 0 hingga 10 meter di atas permukaan
laut (dpl). Secara regional lokasi tapak proyek terletak pada daerah angkatan
(uplifted landforms). Wilayah ini merupakan hasil proses angkatan dengan
permukaan yang bergelombang. Bentuk wilayah (morfologi) lokasi tapak
proyek dan sekitarnya merupakan daerah berombak perbukitan (peta
geomorfologi ).
b. Geologi Tapak Proyek
Berdasarkan peta geologi RTRW Lombok Tengah, daerah studi ditutupi
endapan aluvial. Berdasarkan geologi regional terdapat 2 satuan batuan di
Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok ini disajikan dalam gambar (peta
Geologi):
Endapan Aluvial, Endapan Aluvial terletak tidak selaras di atas batuan
yang lebih tua (batuan Gunungapi Baturape-Cindako), penyebarannya sangat
luas terutama di lokasi tapak proyek dan sekitarnya. Batuan ini terbentuk pada
zaman Kuarter (Aluvium) dan dalam geologi regional endapan aluvial sungai,
rawa dan pantai (Qac). Berdasarkan sifat fisik litologi penyusun dan posisi
terdapatnya, endapan aluvial merupakan batuan termuda di kawasan ini.
Umumnya satuan batuan ini terdiri atas pasir kasar, pasir halus, lempung dan
liat, serta beberapa tempat ditemukan pecahan binatang laut.
Batuan-batuan Terobosan (Tmi), terdiri atas batuan terobosan
berkomposisi andesitik dan dasitik, diperkirakan terbentuk pada Miosen.
Terdapat di beberapa tempat di pulau Lombok bagian selatan antara lain
Silong Blanak, Mereje Barata, Pengulu, Sekotong Barat dan Janggala di
Lombok Utara.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 19
Gambar.2.5. Peta Kelerengan Kawasan Pariwisata Mandalika dan Sekitarnya
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 20
ALBUM PETA
Gambar.2.6. Peta Geologi Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 21
c. Gempa Bumi dan getaran
Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 (enam) wilayah gempa, dalam hal
ini wilayah gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan
wilayah gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi. Untuk jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 2.7. Pembagian Wilayah Gempa ini, didasarkan atas
percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh gempa rencana dengan
periode ulang 500 tahun yang dinilai rata-ratanya untuk setiap wilayah gempa.
Tinjauan terhadap faktor kegempaan ini dimaksudkan agar struktur
bangunan yang direncanakan memiliki ketahanan gempa sesuai dengan yang
direncanakan berdasarkan standar yang berlaku dan dapat berfungsi:
a. Menghindari terjadinya korban jiwa manusia oleh runtuhnya struktur
bangunan akibat gempa yang kuat.
b. Membatasi kerusakan struktur bangunan akibat gempa ringan sampai
sedang, sehingga masih dapat diperbaiki.
c. Membatasi ketidaknyamanan penghunian bagi penghuni struktur
bangunan ketika terjadi gempa ringan sampai sedang.
d. Mempertahankan setiap saat layanan vital dari fungsi struktur
bangunan.
Berdasarkan studi pustaka kegempaan yang telah dilakukan
menunjukkan, bahwa pengaruh struktur geologi seperti sesar aktif, tidak
nampak berperan terhadap kejadian gempa di daerah lokasi tapak proyek
pembangunan Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok dan sekitarnya.
Berdasarkan Peta Pembagian Wilayah Gempa Indonesia Gambar 3.7, lokasi
tapak proyek tersebut terdapat pada wilayah gempa 4 (dua), berwarna kuning
(0,20 g) termasuk kriteria sedang. Bila mengacu pada Peta Zonasi Gempa
Indonesia (Pekerjaan Umum, 2010) daerah lokasi tapak proyek pembangunan
kawasan pariwisata Mandalika Lombok dan sekitarnya termasuk (0,30-040) g
masih termasuk kriteria sedang, Gambar 2.8
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 22
16o
14o
12o
10o
8o
6o
4o
2o
0o
2o
4o
6o
8o
10o
16o
14o
12o
10o
8o
6o
4o
2o
0o
2o
4o
6o
8o
10o
94o
96o
98o
100o
102o
104o
106o
108o
110o
112o
114o
116o
118o
120o
122o
124o
126o
128o
130o
132o
134o
136o
138o
140o
94o
96o
98o
100o
102o
104o
106o
108o
110o
112o
114o
116o
118o
120o
122o
124o
126o
128o
130o
132o
134o
136o
138o
140o
Banda Aceh
Medan
Padang
Bengkulu
Jambi
Palangkaraya
Samarinda
BanjarmasinPalembang
Bandarlampung
Jakarta
Sukabumi
Bandung
Garut Semarang
Tasikmalaya Solo
Blitar Malang
BanyuwangiDenpasar Mataram
Kupang
Surabaya
Jogjakarta
Cilacap
Makasar
Kendari
Palu
Tual
Sorong
Ambon
Manokwari
Merauke
Biak
Jayapura
Ternate
Manado
Gambar 2.1. Wilayah Gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan perioda ulang 500 tahun
Pekanbaru
: 0,03 g
: 0,10 g
: 0,15 g
: 0,20 g
: 0,25 g
: 0,30 g
Wilayah
Wilayah
Wilayah
Wilayah
Wilayah
Wilayah
1
1
1
2
2
3
3
4
4
56
5
1
1
1
1
1
1
2
2
2
22
2
3
3
3
33
3
4
4
4
44
4
5
5
5
55
5
6
6
6
4
2
5
3
6
0 80
Kilometer
200 400
Gambar 2.7. Peta Pembagian Wilayah Gempa Indonesia
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 23
Gambar 3.8. Peta zonasi Gempa Indonesia (kementrian Pekerja Umum, 2010)2.1.5.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 24
2.1.5. Hidrologi
a. Kualitas Air Sungai
Untuk mengetahui kualitas air sungai yang ada di sekitar rencana lokasi
kegiatan, dilakukan pengambilan sampel air di Sungai Ai Lengis 1, Sungai Ai
Lengis 2, Sungai Nyarak 1, Sungai Nyarak 2, Sungai Tanjung Aan 1, Sungai
Tanjung Aan 2, Sungai Gerupuk 1 dan Sungai Gerupuk 2. Sampel air tersebut
kemudian dianalisis di laboratorium dan dibandingkan dengan baku mutu
berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Karena
hingga saat ini belum ada peraturan daerah yang mengatur kelas peruntukan
air sungai di Kabupaten Lombok Tengah, maka klasifikasi sungai sesuai
Peraturan Pemerintah tersebut harus dimasukkan sebagai sungai dengan
peruntukan Kelas II. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 25
Tabel 2.8. Hasil Pengukuran Kualitas Air Sungai
NO PARAMETER SATUAN BAKU MUTU
HASIL PENGUJIAN
METODA
Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3
Lokasi
4
Lokasi
5
Lokasi
6
Lokasi
7
Lokasi
8
FISIKA
1. Bau - -
Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tidak
berbau
Tidak
berbau
Tidak
berbau
Tidak
berbau
Tidak
berbau
organoleptik
2. Residu Terlar ut (TDS) mg/L 1.000 465,7 1.720 714,1 985 865 765 855 765 SNI 06.6989.27-2005
3. Daya Hantar Listrik µmhos/cm - 546,8 3.751 1.567 1.585 1.650 1.560 1.655 1.240 SNI 06-6989.1-2004
4. Kekeruhan NTU - 3,62 3,14 8,29 3,50 30,7 82,1 83,2 82,,3 SNI 06.6989.25-2005
5. Rasa - - Tidak berasa Tidak berasa Tidak berasa Tidak
berasa
Tidak
berasa
Tidak
berasa
Tidak
berasa
Tidak
berasa
Organoleptik
6. Suhu ºC Deviasi 3 25 24 25 25 25 25 25 25 SNI 06.6989.24-2005
7. Warna TCU - 15 <5 <5 12 15 10 15 10 NI 06.6989.23-2005
KIMIA
1. Alumunium (Al)* mg/L - <0,02 <0,02 <0,02 <0,02 <0,02 <0,02 <0,02 <0,02 SNI 06 - 6989.35 -2005
2. Amoniak (NH3-N) mg/L - 0,35 0,45 0,38 0,18 0,22 0,1 0,12 0,18 SNI 06-6989.30-2005
3. Arsen (As) mg/L 1 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 SM 3114 –C **
4. Fesi (Fe) mg/L - <0,01 0,29 0,20 0,1 0,05 0,12 0,18 0,18 SNI 06.6989.4-2009
5. BOD5 mg/L 6 4,8 4,5 4,8 5 5 12 18 10 SNI 6989.72:2009
6. COD mg/L 50 <5 <5 <5 24,85 24,5 34,5 42,2 39,5 SNI 6989.2:2009
7. Oksigen Terlarut (DO) mg/L >3 12,46 12,49 14,33 6,27 14,38 19,53 19,57 14,29 SNI 06-2424-1991
8. Fenol mg/L 0,001 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 SNI 06-6989.21-2004
9. Kadmium (Cd)* mg/L 0,01 <0,003 <0,003 <0,003 <0,003 <0,003 <0,003 <0,003 <0,003 SNI 6989.16:2009
10. Klorida (Cl-) mg/L - 531,75 283,6 673,58 235 285 198,5 98,5 184,3 SNI 6989.19:2009
11. Kobalt (Co) mg/L 0,2 <0,01 <0,01 <0,01 0,02 0,02 0,02 0,05 <0,02 Hach Method 8078
12. Krom Total (Cr) mg/L - <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 SNI 6989.17:2009
13. Mercury (Hg) mg/L 0,002 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 SNI 6989.78:2011
14. Minyak dan Lemak mg/L 1 <1 <1 <1 <1 <1 <1 <1 <1 SNI 06-6989.10-2004
15. Nitrit (NO2) mg/L 0,06 0,37 0,02 0,11 0,12 0,08 0,18 0,18 0,19 SNI 06-6989.9-2004
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 26
NO PARAMETER SATUAN BAKU MUTU
HASIL PENGUJIAN
METODA
Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3
Lokasi
4
Lokasi
5
Lokasi
6
Lokasi
7
Lokasi
8
16. Seng (Zn) mg/L 0,05 0,06 0,28 0,78 0,12 0,10 0,08 0,08 0,10 SNI 6989.7:2009
17. Timbal (Pb) mg/L 0,03 0,02 0,01 0,04 0,05 0,06 0,04 0,08 0,08 SNI 6989.8:2009
Sumber: Data Primer, 04 – 11 Juni 2017
Baku mutu : PP No 82 Tahun 2001 Kelas III tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
Keterangan : *Nilai hasil uji parameter tersebut merupakan nilai total kandungan **Standar Methode Edisi ke 21 Tahun 2005
Lokasi 1 : Sungai Ai Lengis 1 ( S 08o 53' 31,1'' & E 116o 16' 23,5'' ) Lokasi 5 : Sungai Tanjung Aan 1 ( S 08o 54' 26,8'' & E 116o 18' 11,2'' )
Lokasi 2 : Sungai Ai Lengis 2 (muara) (S 08o53'34,9" & E 116o16'43,0") Lokasi 6 : Sungai Tanjung Aan 2 ( S 08o54'31,4" & E 116o19'14,9")
Lokasi 3 : Sungai Nyarak 1 ( S 08o 53' 58,1'' & E 116o 18' 11,2'' ) Lokasi 7 : Sungai Gerupuk 1 ( S 08o 54' 08,4'' & E 116o 19' 31,2'' )
Lokasi 4 : Sungai Nyarak 2 (muara) ( S 08o54'24,1" & E 116o17'56,8") Lokasi 8 : Sungai Gerupuk 2 ( S 08o 54' 18,4'' & E 116o 20' 22,6'' )
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 27
Sungai Ai Lengis 1
Hasil pengukuran kualitas air di Sungai Ai Lengis 1, secara fisik masih
memenuhi baku mutu yaitu tidak berasa dan tidak berbau. Parameter yang
melebihi baku mutu adalah parameter Nitrit dan Seng hal ini disebabkan oleh
adanya limbah organik dan aktifitas manusia lainnya. Sedangkan parameter
terukur lainnya masih memenuhi baku mutu.
Sungai Ai Lengis 2 (Muara)
Kualitas air di Sungai Ai Lengis 2 (muara), parameter residu terlarut
(TSS) tidak memenuhi baku mutu, hal ini disebabkan oleh adanya
sedimentasi. Begitu juga dengan logam berat Seng tidak memenuhi baku
mutu, sedangkan parameter lain yang terukur masih memenuhi baku mutu
yang telah ditetapkan.
Sungai Nyarak 1
Sama halnya dengan Sungai Ai Lengis 1, parameter yang melebihi
baku mutu di Sungai Nyarak 1 adalah parameter Nitrit, Seng dan Timbal, yang
ditimbulkan karena adanya aktifitas manusia. Sedangkan untuk parameter
secara fisik dan kimia lain yang terukur masih memenuhi baku mutu.
Sungai Nyarak 2 (Muara)
Begitu juga dengan Sungai Nyarak 2, secara fisika masih memenuhi
baku mutu tidak berbau dan tidak berasa. Sedangkan parameter kimia yang
terukur juga masih memenuhi baku mutu kecuali parameter Nitrit, Seng dan
Timbal yang disebabkan oleh limbah domestik dari aktifitas manusia.
Sungai Tanjung Aan 1
Sama halnya dengan Sungai Nyarak 1 dan 2, parameter yang melebihi
baku mutu di Sungai Tanjung Aan 1 adalah parameter Nitrit, Seng dan Timbal.
Sungai Tanjung Aan 2
Berdasarkan hasil analisis laboratorium, parameter yang melebihi baku
mutu adalah BOD dan Nitrit yang disebabkan adanya limbah domestik.
Sedangkan logam berat yang tidak memenuhi baku mutu adalah parameter
Seng dan Timbal.
Sungai Gerupuk 1 dan 2
Berdasarkan hasil analisis laboratorium, parameter yang melebihi baku
mutu adalah BOD dan Nitrit yang disebabkan adanya limbah domestik.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 28
Sedangkan logam berat yang tidak memenuhi baku mutu adalah parameter
Seng dan Timbal.
Dari hasil analisis kualitas air sungai tersebut, terlihat bahwa hampir di
setiap titik sampling memperlihatkan parameter Timbal (Pb) dan Nox, Zn yang
berada di atas baku mutu yang ditetapkan. Tingginya hasil analisis untuk
parameter-parameter tersebut diduga berasal dari kegiatan pertambangan
emas tradisional yang berada di bagian Utara-Timur Kawasan Mandalika
selain diduga dari jenis batuan pada sungai-sungai yang disampling, terutama
karena pada saat sampling dilakukan beberapa sungai relatif kering dan tidak
mengalir sehingga meningkatkan konsentrasi parameter-parameter tsb.
b. Kualitas Air Tanah
Untuk mengetahui kualitas air tanah dilakukan dengan pengambilan
sampel air yang diambil langsung dari titik tertentu yang representatif dengan
cara grab sampling. Kemudian sampel tersebut diperiksa di laboratorium,
tetapi untuk parameter-parameter yang cepat berubah seperti temperatur dan
pH diukur langsung di lapangan.
Air tanah yang diamati berasal dari air sumur penduduk terdekat
dengan lokasi kegiatan. Hasil analisis air tanah tersebut kemudian
dibandingkan dengan Persyaratan Kualitas Air Bersih Indonesia berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 416/MENKES/IX/1990.
Hasil analisis kualitas air tanah dapat dilihat pada Tabel 2.9.
Sumur Bor Bapak Agus, Dusun Katapang, Desa Kuta
Secara fisika, kimia dan mikrobiologi, Sumur Bor Bapak Agus masih
memenuhi baku mutu tidak berasa dan tidak berbau serta mempunyai pH
normal yaitu 7,52. Kedalaman sumur tersebut 8 m.
Sumur Bor Bapak Giri, Dusun Rangkap I, Desa Kuta
Secara fisik maupun kimia, dan mikrobiologi kualitas air sumur bor
Bapak Giri di Dusun Rangkap I Desa Kuta masih memenuhi baku mutu
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/Men-Kes/PER/IX/1990.
Kedalaman sumur tersebut 10 m.
Sumur Bor Mushola Ebunut, Dusun Ebunut, Desa Kuta
Dari hasil pengukuran kualitas air sumur bor Mushola Dusun Ebunut
Desa Kuta, masih memenuhi baku mutu, tetapi untuk parameter klorida
melebihi baku mutu hal ini dikarenakan oleh mineral tanah. Kedalaman sumur
tersebut 6 m
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 29
Sumur Bor Bapak Saidin, Dusun Gerupuk, Desa Kuta
Parameter yang melebihi baku mutu untuk kualitas air sumur Bapak
Saidin, Dusun Gerupuk, Desa Kuta adalah parameter klorida dan coliform.
Tingginya nilai coliform disebabkan air sumur tersebut telah tercemar oleh
limbah domestik. Sedangkan parameter lain yang terukur baik secara fisik
maupuk kimia masih memenuhi baku mutu. Kedalaman sumur 6 meter.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 30
Tabel 2.9. Hasil Pengukuran Kualitas Air Tanah
NO PARAMETER SATUAN BAKU MUTU HASIL PENGUJIAN
METODA Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Lokasi 4
FISIKA
1. Bau - Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Organoleptik
2. Residu Terlar ut (TDS) mg/L 1.500 693,2 393,3 1.261 873,4 SNI 06.6989.27-2005
3. Kekeruhan NTU 25 3,08 5,28 4,15 4,65 SNI 06.6989.25-2005
4. Rasa - Tidak berasa Tidak berasa Tidak berasa Tidak berasa Tidak berasa Organoleptik
5. Suhu ºC Suhu udara ± 3 24,3 24,8 24,4 24,5 SNI 06.6989.24-2005
6. Warna TCU 50 <5 40 20 20 SNI 06.6989.23-2005 KIMIA
1. Arsen (As)* mg/L 0,05 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 SM 3114 - C **
2. Fesi (Fe) mg/L 1 0,06 0,05 <0,01 0,01 SNI 06.6989.4-2009
3. Fenol mg/L - <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 SNI 06-6989.21-2004
4. Kadmium (Cd)* mg/L 0,005 <0,003 <0,003 <0,003 <0,003 SNI 6989.16:2009
5. Klorida (Cl-) mg/L 600 319,5 496,3 638,1 673,55 SNI 6989.19:2009
6. Krom Total (Cr) mg/L - <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 SNI 6989.17:2009
7. Mangan (Mn) mg/L 0,5 0,08 0,08 0,08 0,08 SNI 06-6855-2002
8. Mercury (Hg) mg/L 0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 SNI 6989.78:2011
9. Minyak dan Lemak mg/L - <1 <1 <1 <1 SNI 06-6989.10-2004
10. Nitrit (NO2) mg/L 1 0,12 0,10 0,15 0,16 SNI 06-6989.9-2004
11. pH - 6,5 - 9,0 8,32 8,44 8,24 8,44 SNI 06-6989.11-2004
12. Salinitas ‰ - 7,52 4,31 16,54 1,0 Potensiometri
13. Selenium (Se) mg/L 0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 SM 3114 - C **
14. Sulfat (SO42-) mg/L 400 226,8 134,08 25,44 52,32 SNI 06-6989.20-2009
15. Timbal (Pb) mg/L 0,05 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 SNI 6989.8-2009
16. Nilai Permanganat (KmnO4) mg/L 10 <0,1 <0,1 <0,1 <0,1 SNI 06-6989.22-2004 MIKROBIOLOGI
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 31
NO PARAMETER SATUAN BAKU MUTU HASIL PENGUJIAN
METODA Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Lokasi 4
1. Coliform Jml/100mL 50 14 20 4 1,1 X 103 SM 9221 B **
Sumber: Data Primer, 04 – 11 Juni 2017
Baku mutu : Permenkes No. 416/Men-Kes/PER/IX/1990 Tentang Air Bersih
Keterangan : *Nilai hasil uji parameter tersebut merupakan nilai total kandungan
**Standar Methode Edisi ke 21 Tahun 2005
Lokasi 1 : Sumur Bor Bapak Agus Dusun Katapang Desa Kuta ( S 08o 53' 35,1'' & E 116o 17' 08,3'' )
Lokasi 2 : Sumur Bor Bapak Giri Dusun Rangkap I Desa Kuta (S 08o 53' 41,5'' & E 116o 17' 17,3'')
Lokasi 3 : Sumur Bor Mushola Ebunut Dusun Ebunut Desa Kuta ( S 08o 53' 39,4'' & E 116o 18' 25,5'' )
Lokasi 4 : Sumur Bor Bapak Saidin Dususn Gerupuk Desa Kuta ( S 08o 54' 35,7'' & E 116o 20' 37,6'' )
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 32
Gambar. 2.9. Peta Lokasi Sampling Kualitas Air Sungai dan Tanah
8o52’30”
Sumber : RTR W
Kabupaten Lombok Tengah, 2011
116o19’30”
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP
KAWASAN PARIWIISATA
MANDALIKA LOMBOK
PT PENGEMBANGAN PARIWISATA BALI
Gambar 3.9 Peta Lokasi Sampling Kualitas Air
Sungai dan Air Tanah
LEGENDA :
1 2 3 Cm 0
0,5
0
1,00 1,50 Km 0
Lokasi sampel Air Sungai
Lokasi sampel Air Tanah Sumber : BTDC, 2011 Sumber : RTRW Kabupaten Lombok Tengah, 2011
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 33
2.1.6.Hidrooseanografi
a. Bathimetri
Kondisi Perairan di bagian Selatan Pulau Lombok memiliki karakteristik
pantai seperti wilayah Selatan pada umumnya di Indonesia yaitu dengan ciri
khas pantai berpasir, bertebing, dan profil kedalaman perairan yang curam.
Informasi bathimetri wilayah studi diperoleh dari peta No 291 Selat Lombok
Skala 1:200.000 Dinas Hidro Oseanografi TNI AL. Kondisi bathimetri di
wilayah Mandalika memiliki karakteristik kedalaman perairan yang curam
dimana kedalaman 10 m berada pada jarak + 100 m, kedalaman >30 m dapat
ditemui pada jarak + 150 m dari garis pantai dengan nilai kemiringan > 20 %.
Berikut Gambar 2.9 peta bathimetri wilayah studi.
b. Gelombang
Gelombang laut merupakan fenomena alam yang tidak asing bagi kita
semua terutama bagi mereka yang hidup dipinggir pantai. Angin adalah
penyebab utama terjadinya gelombang di laut berupa sea/wind wave
(ombak) dan swell (gelombang/alun). Berdasarkan informasi dari BMKG data
tanggal 23-30 Oktober 2017 di wilayah Selatan dari Pulau Lombok memiliki
tinggi signifikan rata-rata antara 0.3-1.5 meter dan tinggi maksimum rata-rata
antara 0.75-2 meter. Dengan melihat morfologi pantai wilayah studi dimana
terdiri dari beberapa tanjung maka pada musim-musim tertentu tinggi
gelombang diatas 2 meter. Kondisi ini terjadi akibat daerah tanjung
cenderung mengalami pukulan gelombang yang lebih besar dari pada
daerah teluk.
Berikut ini prakiraan tinggi gelombang mingguan untuk tinggi gelombang
signifikan dan maksimum area studi.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 34
Gambar 2. 1 Peta Bathimetri Wilayah Studi
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP
KAWASAN PARIWIISATA MANDALIKA
LOMBOK
PT PENGEMBANGAN PARIWISATA BALI
Gambar 3.10.
Peta Batimetri Wilayah Studi
Sumber : Dinas Hidro - Oseanografi, 2003
9o00’00”
116o20’00”
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 35
Gambar 2.11. Refraksi Gelombang di Sekitar Teluk dan Tanjung
c. Arus Laut
Arus laut merupakan parameter yang sangat penting dalam kajian
wilayah pesisir dan laut, karena arus laut dapat mentransportasikan dan
mendistribusikan zat yang berada dalam air laut, terutama yang keluar masuk
daerah pantai. Dari hasil data sekunder dalam laporan pelayaran INSTANT
Rotation Cruise 2005 LEG 1 (Jakarta-Selat Lombok-Lintasan Timor-Kupang)
didapat bahwa kecepatan arus di wilayah Selatan Pulau Lombok berkisar
antara 0.1-0.3 m/s.
Hasil pengukuran arus laut tentu saja tidak dapat meliputi setiap titik di
suatu daerah studi, karena pengukuran semacam itu pastilah akan sangat
mahal. Untuk mendapatkan gambaran sirkulasi arus lebih menyeluruh di suatu
daerah studi umumnya dilakukan studi dengan model simulasi hidrodinamik,
dan hasil pengukuran dapat digunakan untuk memverifikasi hasil model,
sehingga akhirnya didapat suatu model simulasi hidrodinamika yang cocok
untuk daerah itu. Model simulasi semacam ini dapat diterapkan untuk skala
besar maupun kecil bergantung kepada keperluannya.
Pola arus di perairan Indonesia sangat dipengaruhi oleh musim. Oleh
karena itu informasi mengenai pola arus harus dilakukan secara seksama.
Model hidrodinamika dua dimensi dapat digunakan untuk mempelajari
dinamika arus .Model hidrodinamika dua dimensi dapat mensimulasi pola arus
dan dapat memprediksi apa yang akan terjadi terhadap arus bila kekuatan
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 36
angin, misalnya berubah. Informasi dasar mengenai arus laut ini sangat
diperlukan untuk kepentingan perencanaan dan pemanfaatan sumberdaya
kelautan di wilayah pesisir dan laut.
d. Pasang Surut
Pasang surut laut (Pasut) adalah suatu fenomena naik turunnya muka air
laut yang disertai oleh gerakan horizontal dari massa air laut secara periodik.
Karakteristik pasang surut di daerah studi ditetapkan berdasarkan persamaan
yang direkomendasikan oleh seorang physicist dari Belanda, P. Van Der Stock
yang mengklasifikasikan karakteristik pasut suatu daerah berdasarkan
perbandingan amplitudo dari komponen diurnal dan semidiurnalnya, yang
dirumuskan sebagai :
FK O
M S
1 1
2 2
Tipe pasang surut di suatu daerah diklasifikasikan sebagai berikut:
Semi Diurnal, bila 0 < F < 0.25
Campuran Semidiurnal, bila 0.25 < F < 1.5
Campuran Diurnal, bila 1.5 < F < 3.0
Diurnal, bila > F > 3.0
Berikut ini komponen pasang surut wilayah studi.
Tabel 2.10 Komponen Pasang surut Pulau Lombok
Konstituen SO M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 M4 MS4
Amplitudo (cm) 110 27 16 - 11 36 24 13 - -
Beda Fasa (o) 52 43 - 42 76 96 77 - -
Sumber : Data sekunder, Daftar Pasang Surut, Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL
M2 = komponen utama bulan (semi diurnal).
S2 = komponen utama matahari (semi diurnal).
N2 = komponen eliptis bulan.
K2 = komponen bulan.
K1 = komponen bulan.
O1 = komponen utama bulan (diurnal).
P1 = komponen utama matahari (semi diurnal).
M4 = komponen utama bulan (kuarter diurnal).
MS4 = komponen utama matahari-bulan.
SO = Mean Sea Level (MSL).
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 37
Pasang surut di lokasi ini termasuk jenis campuran semiduurnal dengan
nilai Folmz 1,39 dimana pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
dalam sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut
dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda.
e. Kualitas Air Laut
Untuk mengetahui kualitas air laut yang ada di sekitar rencana lokasi
kegiatan, dilakukan pengambilan sampel air laut di tujuh titik yaitu Air Laut
Teluk Seger, Air Laut Teluk Serenting, Air Laut Teluk Aan, Air Laut Teluk Kelili,
Air Laut Teluk Gerupuk, Air Laut Teluk Kuta 1 dan 2. Sampel air tersebut
kemudian dianalisis di laboratorium dan dibandingkan dengan Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Lamp. III Tentang Baku Mutu
Untuk Biota Laut. Hasil analisis dapat dilihat di Tabel 2.11. Sedangkan gambar
titik sampling disajikan pada Gambar 2.12.
Air Laut Teluk Seger
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air laut di Teluk Seger,
mempunyai sifat fisika yang masih memenuhi baku mutu. Sedangkan
pengukuran secara kimia yang tidak memenuhi baku mutu diantaranya
parameter Fosfat, Nitrat, Seng, Sulfida, Tembaga dan Timbal.
Air Laut Teluk Serenting
Sama halnya dengan kualitas air laut di Teluk Seger, kualitas air laut di
Teluk Serenting mempunyai sifat fisika yang masih memenuhi baku mutu.
Sedangkan pengukuran secara kimia yang tidak memenuhi baku mutu
diantaranya parameter Fosfat, Nitrat, Oksigen terlarut (DO), Seng, Sulfida,
Tembaga dan Timbal.
Air Laut Teluk Aan
Secara fisika kualitas air laut di Teluk Aan masih memenuhi baku mutu
yaitu kecerahan dan kekeruhan masih normal serta pH 7,29. Sedangkan
parameter yang melebihi baku mutu adalah Amoniak, Fosfat, Nitrat yang
disebabkan oleh banyaknya kandungan organik dalam teluk tersebut.
Sedangkan logam berat yang melebihi baku mutu adalah Sulfida, Tembaga
dan Timbal.
Air Laut Teluk Kelili
Pengukuran kualitas air laut di Teluk Kelili, parameter yang tidak
memenuhi baku mutu adalah kekeruhan, Amoniak, Fosfat, Nitrat, Seng,
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 38
Sulfida, Tembaga dan Timbal sedangkan parameter lainnya masih memenuhi
baku mutu.
Air Laut Teluk Gerupuk
Sama halnya dengan kualitas air laut di Teluk Kelili, pengukuran
kualitas air laut yang melebihi baku mutu adalah kekeruhan, Amoniak, Nitrat,
Seng, Sulfida, Tembaga dan Timbal sedangkan parameter lainnya masih
memenuhi baku mutu.
Air Laut Teluk Kuta 1 dan 2
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air laut di Teluk Kuta 1 dan 2,
mempunyai sifat fisika yang masih memenuhi baku mutu. Sedangkan
pengukuran secara kimia yang tidak memenuhi baku mutu diantaranya
parameter Fosfat, Nitrat, Sulfida, Tembaga dan Timbal.
Dari hasil analisis kualitas air laut tersebut terlihat bahwa hampir di
setiap sampling memperlihatkan parameter PO4, NO3, Zn, CN, H2S, Cu dan
Pb yang tidak memenuhi baku muru. Hal ini dikarenakan adanya pengatuh
dari sifat batuan alami setempat maupun dari kegiatan lain di sekitar rencana
kegiatan misalnya kegiatan pertambangan emas tradisional.
f. Sedimentasi
Untuk mengetahui kualitas sedimen maka dilakukan pengambilan
sampel di beberapa titik diantaranya Tj. Aan, Tj. Seger (Medas), Teluk Kuta
(Scorpion), Gerupuk 1, Gerupuk 2 dan Palawang. Untuk lebih jelasnya hasil
analisa dapat dilihat pada Tabel 2.12.
Hasil pengujian sedimen di lokasi Tj. Aan, Tj. Seger (Medas), Teluk
Kuta (Scorpion), Gerupuk 1, Gerupuk 2 dan Palawang menunjukkan bahwa
lokasi tersebut memiliki tekstur pasir dan Liat yang berbeda - beda yaitu Tj.
Aan (tekstur pasir (kasar = 2 %, sedang = 36 %, halus = 54 %) dan liat = 7 %);
Tj. Seger (Medas) (tekstur pasir (kasar = 5 %, sedang = 62 %, halus = 27 %)
dan liat = 5 %); Teluk Kuta (Scorpion) (tekstur pasir (kasar = 79 %, sedang =
9 %, halus = 5 %) dan liat = 6 %); Gerupuk 1 (tekstur pasir (kasar = 80 %,
sedang = 7 %, halus = 8 %) dan liat = 8 %); Gerupuk 2 (tekstur pasir (kasar =
82 %, sedang = 7 %, halus = 5 %) dan liat = 5 %); Pelawang (tekstur pasir
(kasar = 77 %, sedang = 7 %, halus = 9 %) dan liat = 5 %). Sedangkan untuk
tekstur debu, disemua lokasi memiliki karekteristik yang sama yaitu debu = 1
%.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 39
Tabel 2.11. Hasil Pengukuran Kualitas Air Laut
NO PARAMETER SATUAN BAKU MUTU
HASIL PENGUJIAN
METODA
Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3
Lokasi
4
Lokasi
5
Lokasi
6
Lokasi
7 FISIKA
1. Kecerahan m >3 3,5 3,4 3,5 2,55 3,65 2,55 2,75 Secci Disk
2. Kekeruhan NTU <5 3,19 2,23 2,24 42,8 15,5 2,65 2,85 SNI 06-6989.25-2005
3. Residu Tersuspensi (TSS) mg/L 80 45 38 48 78 74 37 42 SNI 06-6989.3-2004
4. Suhu ºC 28 - 32 28,7 28,6 28,6 28,7 28,6 28,7 28,7 SNI 69-6989.23-2005 KIMIA
1. Amoniak (NH3-N) mg/L 0,3 0,12 0,12 0,45 0,38 0,44 0,11 0,12 SNI 06-6989.30-2005
2. Arsen (As)* mg/L 0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 < 0,005 < 0,005 SM 3114 - C **
3. BOD5 mg/L 20 18 18 20 20 20 15 16 SNI 6989.72:2009
4. Fenol mg/L 0,002 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 < 0,005 < 0,005 SNI 06-6989.21-2004
5. Fosfat (PO4) mg/L 0,015 0,05 0,04 0,3 0,56 <0,01 0,03 0,01 SM 4500 - P. D **
6. Kadmium (Cd)* mg/L 0,001 <0,003 <0,003 <0,003 <0,003 <0,003 < 0,003 < 0,003 SNI 6989.16:2009
7. Khromium (Cr)6+ mg/L 0,002 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 < 0,01 < 0,01 SNI 6989.71:2009
8. Mercury (Hg)* mg/L 0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 < 0,001 < 0,001 SNI 6989.78:2011
9. Minyak & Lemak mg/L 1 <1 <1 <1 <1 <1 < 1 < 1 SNI 06-6989.10-2004
10. Nikel (Ni)* mg/L 0,05 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 < 0,005 < 0,005 SNI 6989.18:2009
11. Nitrat (NO3) mg/L 0,002 1,35 2,33 1,18 2,28 0,98 1,15 1,65 SNI 6989.79:2011
12. Oksigen Terlarut (DO) mg/L >6 6,77 1,79 13,54 6,85 6,90 6,77 5,76 SNI 06-2425-1991
13. pH - 7,0 - 8,5 7,95 7,24 7,29 8,04 7,9 7,85 7,65 SNI 06-6989.11-2004
14. Salinitas ‰ 33 - 34 32 35 34 34 32 30 31 Potensiometri
15. Seng (Zn)* mg/L 0,05 0,10 0,58 0,30 0,07 0,11 0,05 0,05 SNI 6989.7:2009
16. Sianida (CN)* mg/L 0,05 <0,05 <0,05 <0,05 <0,05 <0,05 < 0,05 < 0,05 SNI 6989.77:2011
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 40
NO PARAMETER SATUAN BAKU MUTU
HASIL PENGUJIAN
METODA
Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3
Lokasi
4
Lokasi
5
Lokasi
6
Lokasi
7
17. Sulfida sebagai H2S mg/L 0,0002 0,01 0,02 0,02 0,06 0,05 0,01 0,01 SNI 6989.70:2009
18. Tembaga (Cu)* mg/L 0,008 0,02 0,02 0,02 0,03 0,01 0,01 0,02 SNI 6989.67:2009
19. Timbal (Pb)* mg/L 0,008 0,01 0,01 0,02 0,01 0,02 0,01 0,02 SNI 6989.8:2009
Sumber:: Data Primer, 04 – 11 Juni 2017
Baku mutu : KepMenLH No. 51 Tahun 2004 Lamp. III Tentang Baku Mutu Untuk Biota Laut
Keterangan : *Nilai hasil uji parameter tersebut merupakan nilai total kandungan **Standar Methode Edisi ke 21 Tahun 2005
Lokasi 1 : Air Laut Teluk Seger (S 08o 54' 33,5'' & E 116o 17' 51,7'') Lokasi 5 : Air Laut Teluk Gerupuk (S 08 o 54' 34,7'' & E 116 o 20' 38,3'')
Lokasi 2 : Air Laut Teluk Serenting (S 08o 54' 26,5'' & E 116o 18' 37,0'') Lokasi 6 : Air Laut Teluk Kuta 1 (S 08 o 53' 58,62'' & E 116 o 16' 42,47'' )
Lokasi 3 : Air Laut Teluk Aan (S 08o 54' 30,2'' & E 116o 19' 41,5'') Lokasi 7 : Air Laut Teluk Kuta 2 (S 08 o 53' 59,17'' & E 116 o 17' 16,98'' )
Lokasi 4 : Air Laut Teluk Kelili (S 08 o 54' 58,0'' & E 116 o 20' 11,8'' )
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 41
Sumber: Data Primer, 04 – 11 Juni 2017
Keterangan :
Kode Lapang
No.
LAB
TEKSTUR Eks. 1:2.5 Terhadap bahan kering 1050C
Pasir
Debu Liat pH
C N C/N
Bray 1 Olsen
MVK
HCl 25 % KCl 1N Eks. Amonium Acetat 1N pH 7
KB EC Kasar Sedang Halus
H2O KCl P2O5 P2O5 K2O Al.00
H. 00
Ca Mg K Na Jml
KTK
Pipet (gravimetri) pH Meter Spekto Kjeldahl Spektrofometer Flame Spektro Flame Tirtasi AAS Dest.
%
%
Ppm me/100g % mS/m
1. Tj. Aan FBR 1 2 36 54 1 7 8,9 8,8 - 0,04 - - 30,5 372,8 - - - - - - - - - - - -
2. Tj. Seger (Medas) FBR 2 5 62 27 1 5 9,0 9,0 - 0,03 - - 16,4 186,0 - - - - - - - - - - - -
3. Teluk Kuta (Scorpion) FBR 3 79 9 5 1 6 9,0 9,0 - 0,05 - - 15,9 209,3 - - - - - - - - - - - -
4. Gerupuk 1 FBR 4 80 3 8 1 8 9,0 9,0 - 0,06 - - 15,4 170,2 - - - - - - - - - - - -
5. Gerupuk 2 FBR 5 82 7 5 1 5 9,0 8,9 - 0,10 - - 30,8 158,0 - - - - - - - - - - - -
6. Pelawang FBR 6 77 7 9 1 5 8,9 8,9 - 0,08 - - 17,9 229,1 - - - - - - - - - - - -
Lokasi 1 : Tanjung Aan (S 08o 55' 04,9" & E 116o19' 39,2")
Lokasi 2 : Tanjung Seger (S 08o 54' 49,1" & E 116o 17' 31,8")
Lokasi 3 : Teluk Kuta (S 08o 53' 57,9"& E 116o 16' 48,5")
Lokasi 4 : Gerupuk 1 (S 08o 54' 53,0" & E 116o 22' 09,0")
Lokasi 5 : Gerupuk 2 (S 08° 54' 4,08" & E 116° 20' 36,20")
Lokasi 6 : Pelawang (S 08o 54' 37,0" & E 116o 16' 41,0")
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 42
Gambar 2.12. Lokasi Pengambilan Sampel Air Laut dan Sedimen.
8o52’30”
116o19’30”
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP
KAWASAN PARIWIISATA
MANDALIKA LOMBOK
PT PENGEMBANGAN PARIWISATA BALI
Gambar 3.12 Lokasi Pengambilan Sampel Air Laut
dan Sedimentasi
LEGENDA :
1 2 3 Cm 0
0,5
0
1,00 1,50 Km 0
Lokasi Sampel Air Laut dan
Sedimentasii
Sumber : BTDC, 2011 Sumber : RTRW Kabupaten Lombok Tengah, 2011
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 43
2.1.7.Ruang, Lahan dan Tanah
a. Ruang
Kawasan Strategis merupakan kawasan yang di dalamnya berlangsung
kegiatan yang mempunyai pengaruh besar terhadap :
A. Tata ruang di wilayah sekitarnya;
1. Kegiatan lain dibidang yang sejenis dan kegiatan di bidang lainnya;
dan/atau
2. Peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Nilai strategis kawasan tingkat nasional, provinsi dan kabupaten diukur
berdasarkan aspek eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi penanganan
kawasan. Dalam penataan ruang wilayah Kabupaten Lombok Tengah
pendekatan sistem perwilayahan yang dipergunakan merupakan kombinasi
dari pendekatan geografis (fisik kawasan), fungsional dan administratif.
Berdasarkan kombinasi tersebut maka pembagian Satuan Wilayah
Pengembangan (SWP) di Kabupaten Lombok Tengah adalah sebagai
berikut :
1. Wilayah Pengembangan (WP) Lombok Tengah Bagian Utara meliputi:
Kecamatan Batukliang Utara, Kecamatan Batukliang, sebagian
Kecamtan Kopang (meliputi : Desa Wajageseng, Desa Lendangare,
Desa Bebuak, Desa Kopang Rembiga, Desa Montong Gamang, Desa
Dasan Baru), dan sebagian Kecamatan Pringgarata (meliputi: Desa
Pemepek, Desa Sepakek, Desa Murbaya, Desa Pringgarata, Desa
Sintung) dengan pusat pengembangan di Desa Mantang. Fungsi
utama WP Lombok Tengah Bagian Utara adalah konservasi dan
pertanian yang mendukung fungsi konservasi;
2. Wilayah Pengembangan (WP) Lombok Tengah Bagian Tengah
meliputi: Kecamatan Jonggat, Kecamatan Praya, sebagian
Kecamatan Praya Barat (meliputi: Desa Batujai, Desa Bonder, Desa
Kateng, Desa Penujak, dan Desa Setangor), sebagian Kecamatan
Praya Tengah (meliputi: Desa Batunyala, Kelurahan Gerantung,
Kelurahan Jontlak, Desa Kelebuh, Desa Lajut, Desa Pejanggik, dan
Kelurahan Sesake), sebagian Kecamatan Praya Timur (meliputi: Desa
Marong, Desa Sukaraja, Desa Ganti, Desa Sengkerang, dan Desa
Mujur) , sebagian wilayah Kecamatan Praya Barat Daya (meliputi:
Desa Darek, Desa Pelambik, dan Desa Pandan Indah) sebagian
Kecamatan Pujut (meliputi : Desa Pengembur, Desa Segala Anyar,
Desa Tanak Awu dan sebagian wilayah Desa Sengkol), sebagian
wilayah Kecamatan Kopang (meliputi: Desa Muncan, Desa Darmaji,
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 44
dan Desa Monggas), dan sebagian Kecamatan Pringgarata (meliputi:
Desa Bagu dan Desa Bilebante) dengan pusat pengembangan di Kota
Praya. Fungsi utama WP Lombok Tengah Bagian Tengah adalah
pusat pelayanan umum skala kabupaten, pusat pelayanan
perhubungan udara Internasional dan kegiatan pertanian.
3. Wilayah Pengembangan (WP) Lombok Tengah Bagian Selatan
meliputi : sebagian Kecamatan Praya Barat Daya (meliputi: Desa
Serage, Desa Montong Sapah, Desa Kabul, Desa Montong Ajang, dan
Desa Batu Jangkih), sebagian wilayah Kecamatan Praya Barat
(meliputi: Desa Selong Belanak, Desa Mangkung, Desa Banyu Urip,
Desa Mekarsari dan sebagian Desa Kateng), sebagian wilayah
Kecamatan Pujut (meliputi: Desa Pengembur, Desa Tumpak, Desa
Prabu, Desa Kuta, Desa Rembitan Desa Sukadana, Desa Pengenget,
Desa Truwai, Desa Mertak dan sebagian wilayah Desa Sengkol), dan
sebagian wilayah Kecamatan Praya Timur (meliputi: Desa Kidang dan
Desa Bilelando) dengan pusat pengembangan di Desa Sengkol.
Fungsi utama WP Lombok Tengah Bagian Selatan adalah kegiatan
pariwisata dan pertanian.
Adapun kebijakan pengembangan Kabupaten Lombok Tengah, berdasarkan
sistem perwilayahan di atas adalah sebagai berikut:
a. Kebijakan Pengembangan WP Lombok Tengah Bagian Utara
Kebijakan pengembangan WP Lombok Tengah Bagian Utara adalah
:
Mempertahankan Lombok Tengah Bagian Utara sebagai kawasan
resapan air (fungsi konservasi);
Mengembangkan pertanian dengan sistem wanatani (campuran
tanaman semusim dan tahunan) sebagai kegiatan budidaya utama;
Mengembangkan agrowisata dan agroindustri yang menunjang
kegiatan pertanian.
b. Kebijakan Pengembangan WP Lombok Tengah Bagian Tengah
Kebijakan pengembangan WP Lombok Tengah Bagian Tengah,
adalah sebagai berikut :
Memantapkan fungsi dan peran Kota Praya sebagai Pusat
Kegiatan Wilayah (PKW);
Mempertahankan wilayah Lombok Tengah Bagian Tengah sebagai
kawasan pertanian dalam arti luas ;
Mencegah alih fungsi lahan sawah dengan meningkatkan
produktivitas dan pendapatan petani.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 45
c. Kebijakan Pengembangan WP Lombok Tengah Bagian Selatan
Kebijakan pengembangan WP Lombok Tengah Bagian Selatan,
adalah sebagai berikut:
Mengembangkan dan memantapkan wilayah Lombok Tengah
Bagian Selatan sebagai kawasan pariwisata;
Mengembangkan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu dan
berkelanjutan;
Mengembangkan pertanian dengan sistem wanatani (campuran
tanaman semusim dan tahunan) sebagai kegiatan budidaya utama.
Berdasarkan kebijakan pengembangan kabupaten Lombok, kegiatan
Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok tidak bertentangan dengan
Rencana Tata Ruang, hal ini dapat dilihat dengan mengoverlay antar
lokasi kawasan dengan peta pembagian wilayah kabupaten Lombok
Tengah pada Gambar 2.13.
b. Lahan
Lahan di Kecamatan Pujut didominasi oleh lahan hutan, persawahan
dan lahan kering. Kondisi lahan telah mengalami perubahan yaitu perubahan
peruntukan lahan dari daerah pertanian yang bercirikan pedesaan menjadi
daerah permukiman yang bercirikan perkotaan.
Lokasi Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok berada di Desa Kuta,
Desa Mertak, Desa Sengkol, Desa Sukadana, Desa Truwai di Kecamatan
Pujut. Tata guna lahan di sekitar Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok saat
ini berupa lahan perkebunan (peta Penggunaan Lahan)
Berdasarkan data dari Kecamatan Pujut Dalam Angka Tahun 2010 dapat
dilihat bahwa :
1. Pemanfaatan lahan di Desa Kuta didominasi oleh tanah kering seluas
1.446 Ha atau 61,12% dari total luas desa keseluruhan, jenis lahan
terluas kedua adalah hutan seluas 718 Ha atau 30,35% dari total luas
desa.
2. Pemanfaatan lahan di Desa Mertak didominasi oleh lahan hutan seluas
792 Ha atau 55,50% dari total luas desa keseluruhan, jenis lahan
terluas kedua adalah tanah kering seluas 286 Ha atau 20,04% dari total
luas desa.
3. Pemanfaatan lahan di Desa Sengkol didominasi oleh Persawahan
seluas 725 Ha atau 28,51% dari total luas desa keseluruhan, jenis
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 46
lahan terluas kedua adalah tanah kering seluas 719 Ha atau 28,27%
dari total luas desa.
4. Pemanfaatan lahan di Desa Sukadana didominasi oleh bangunan
seluas 494 Ha atau 51,57% dari total luas desa keseluruhan, jenis
lahan terluas kedua adalah sawah seluas 196 Ha atau 20,48% dari total
luas desa.
5. Pemanfaatan lahan di Desa Truwai didominasi oleh hutan seluas 3.501
Ha atau 59,02 % dari total luas desa keseluruhan, jenis lahan terluas
kedua adalah tanah kering seluas 1.424 Ha atau 14,63 % dari total luas
desa. Jenis penggunaa lahan di lokasi tapak proyek adalah:
Tabel 2.13. Luas Penggunaan Lahan di Dalam Kawasan
Jenis Penggunaan lahan Persentase
Pertanian Lahan kering 28,80
Semak/Belukar 45,19
Tambak 6,65
Hutan Lahan Kering 6,51
Tanah Terbuka 10,09
Rawa 2,73
Jumlah 100
Sumber: Hasil analisis GIS
Berdasarkan data tersebut penggunaan lahan terbesar adalah Semak
Belukar dengan persentase penutupan 45, 19% dengan luas 645 Ha,
kemudian disusul dengan penggunaan lahan Pertanian lahan kering dengan
persentase 28,8% dengan luas 411 ha. Sedangkan luas hutan lahan kering di
dalam lokasi sebesar 93 Ha. Jenis penggunaan lahan di dalam lokasi tapak
proyek dapat dilihat pada Gambar 2.13.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 47
ALBUM PETA
Gambar. 3.13. Peta Lokasi Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok Berdasarkan Pembagian Wilayah Kab. Lombok Tengah Tahun 2011
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 48
Gambar. Overlay Rencana Lokasi Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok dengan Pembagian Wilayah Kabupaten
Lombok Tenga
ALBUM PETA
Gambar.3.14. Peta Penggunaan Lahan di Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok dan Sekitarnya
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 49
c. Erosi Tanah
Erosi adalah suatu peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian
tanah dari suatu tempat yang terangkut ke tempat lain, yang disebabkan oleh
pergerakan air. Di daerah tropis basah, seperti Indonesia, erosi terutama
disebabkan oleh air. Erosi air timbul apabila terdapat aksi dispersi dan tenaga
pengagkut oleh air hujan yang mengalir dipermukaan tanah.
Metode untuk menghitung laju erosi tanah digunakan metode USLE (Universal
Soil Loss Equation) Wischmeier dan Smith (1978).
A = R.K.L.S.C.P
Untuk memperkirakan kerusakan tanah akibat erosi (tingkat bahaya
erosi), akan dievaluasi beberapa faktor penentu erosi, yaitu faktor R (erosivitas
hujan), faktor jenis tanah (K), faktor panjang lereng (L), faktor kemiringan
lereng (S), faktor C (penutupan lahan), dan faktor P (macam tindakan
konservasi). Nilai-nilai parameter tersebut di atas yang menentukan tingkat
bahaya erosi, dapat ditentukan berdasarkan data skunder yang telah
dihimpun.
Dengan menggunakan rumus Lainvain (1975) Pusat Penelitian Tanah
Bogor (1994), maka nilai erosivitas hujan (R) di daerah studi diperoleh sebesar
1257. Nilai kepekaan erosi tanah di lokasi tapak proyek didekati berdasarkan
nilai Tabel K dengan memperhatikan karakteristik tanah di lokasi tapak proyek.
Nilai faktor lereng (LS) dihitung dengan memperhatikan parameter panjang
lereng dan kemiringan lereng. Untuk nilai faktor tutupan lahan (C) diperoleh
dari hasil identifikasi di lapangan, kemudian membandingkan nilai C
berdasarkan nilai Tabel C. Demikian halnya nilai faktor pengelolaan (P)
digunakan nilai Tabel P , dengan kondisi lapangan tanpa pengelolaan. Dengan
menggunakan rumus USLE (Universal Soil Loss Equation), maka diperoleh
besarnya erosi pada tahap rona awal sebagaimana Tabel 2.14.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 50
Tabel 2.14. Prediksi Laju Erosi (ton/ha/tahun) pada Rona Awal Tapak
Proyek Rencana Pembangunan Kawasan Pariwisata
Mandalika Lombok
Jenis Tutupan
Lahan R K LS C P
A
ton/ha/thn
Kualitas
Lingkungan
Semak
Belukar 1257 0,2 6,95 0,2 0,35 122,3061 3
Keterangan: Skala Kualitas Lingkungan: 5: sangat baik (0-15 ton/ha/th); 4: baik (15-60 ton/ha/th), 3:
sedang (60-180 ton/ha/th); 2: buruk (180-460 ton/ha/th); dan 1: sangat buruk (>460 ton/ha th).
Berdasarkan nilai-nilai parameter terukur tersebut di atas (Tabel 3.15),
maka dapat disimpulkan bahwa tingkat erosi tanah di lokasi tapak proyek
Rencana Pembangunan Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok, bahwa
kondisi rona awal tergolong sedang yaitu 122 ton/ha/tahun, sehingga kualitas
lingkungannya tergolong sedang (skala: 3).
2.1.8.Transportasi
Setiap kegiatan pembangunan akan memerlukan akses jaringan jalan,
baik berupa jaringan baru maupun jalan yang sudah ada. Adanya rencana
pembangunan kawasan pariwisata yang berlokasi di Kecamatan Pujut,
Kabupaten Lombok Tengah, NTB setidaknya akan terkait dengan jaringan
jalan yang sudah ada. Untuk menyesuaikan jaringan jalan dengan jalan yang
ada baik pada tahap pra konstruksi, konstruksi dan tahap operasi maka akan
dilakukan kajian megenai kondisi transportasi di sekitar wilayah studi
diantaranya kondisi dan jaringan jalan diwilayah studi, pola pergerakan lalu
lintas, jenis kendaraan yang ada di wilayah studi, dan marka jalan yang ada di
ruas jalan di wilayah studi.
a. Kondisi Jaringan Jalan dan Sarana Angkutan di Wilayah Studi
Berdasarkan letak geografis, lokasi Kawasan Pariwisata Mandalika
dihubungkan oleh 2 (dua) ruas jalan utama yaitu Jalan Raya Kuta dan Jalan
By Pass. Untuk lebih jelasnya mengenai jaringan jalan yang ada dapat dilihat
pada Gambar 2.15.
Jalan Raya Kuta merupakan jalan utama di lokasi Kawasan Pariwisata
Mandalika dimana di ruas jalan ini terdapat tujuan utama lokasi wisata yakni
Kawasan Pantai Kuta. Jalan ini berfungsi sebagai jalan lokal dengan lebar
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 51
5,5 meter. Karena ruas jalan ini merupakan pusat lokasi wisata, maka ruas
jalan ini juga merupakan lokasi pusat kegiatan jasa yang mendukung lokasi
pariwisata yaitu hotel, penginapan dan pasar.
Sementara Jalan By Pass merupakan jalan utama yang berfungsi
sebagai jalan kolektor primer dengan lebar 10 meter yang menghubungkan
kawasan kegiatan kota ke pusat-pusat lingkungan perumahan dan fasilitas
sosial lainnya. Ruas jalan ini juga merupakan jalan utama yang
menghubungkan ruas jalan lain untuk menuju lokasi Kawasan Pantai Kuta dan
jalan utama untuk menuju ke Sengkol.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 52
Gambar 2.15. Peta Jaringan Jalan Wilayah Studi
Gambar 2. 2 Peta Penggunaan Lahan
Lokasi Rencana Kegiatan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP
KAWASAN PARIWIISATA MANDALIKA
LOMBOK
PT PENGEMBANGAN PARIWISATA BALI
Gambar 3.15
Peta Jarinagn Jalan Wilayah
Studi
Sumber : RTRW Kabupaten Lombok Tengah, 2011
116o15’00” 116o22’30”
8o52’30”
LOKASI RENCANA KEGIATAN
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 53
Lokasi Kawasan Pariwisata Mandalika terletak di kawasan strategis
sehingga akses dalam mencapai lokasi terbilang mudah. Selain kendaraan
pribadi, kawasan ini juga dilayani oleh angkutan umum berupa angkutan kota
dan delman/cidomo.
b. Volume Lalu Lintas Eksisting
Perhitungan LHR (Lalu Lintas Harian Rata-rata) dihitung dengan tujuan
untuk memberikan gambaran volume lalu lintas di daerah tersebut. Salah satu
tempat/kegiatan yang mendatangkan bangkitan lalu lintas adalah
kegiatan/kawasan pariwisata. Oleh karena itu sangat penting diketahui
besarnya volume lalu lintas yang melewati daerah Jalan Raya Kuta dan Jalan
By Pass sebelum ada pengembangan Kawasan Pariwisata Mandalika.
Dengan demikian bisa diperkirakan besarnya volume lalu lintas pada masa
yang akan datang setelah Kawasan Pariwisata Mandalika ini dikembangkan
agar kita mengetahui sejauh mana lalu lintas yang diakibatkan oleh kegiatan
tersebut berpengaruh pada kondisi lalu lintas secara keseluruhan.
Perhitungan lalu lintas dilakukan 3 (tiga) kali pada jam puncak yaitu pagi, siang
dan sore hari dengan lokasi titik pengamatan berada di Jalan Raya Kuta dan
Bundaran Jalan By Pass.
Jalan Raya Kuta
Lalu lintas harian rata-rata kendaraan di Jalan Raya Kuta pada pagi hari
mencapai 367 kendaraan/jam yang didominasi oleh kendaraan roda dua
berupa sepeda motor yaitu sebanyak 289 kendaraan/jam. Pada siang hari lalu
lintas harian rata-rata berkurang menjadi 316 kendaraan/jam untuk kendaraan
yang mendominasi masih sepeda motor sebanyak 246 kendaraan/jam di
tambah dengan mobil pribadi yaitu sebanyak 36 kendaraan/jam. Untuk sore
hari lalu lintas harian rata-rata meningkat kembali menjadi 428 kendaraan/jam
dengan kendaraan yang banyak melewati adalah sepeda motor sebanyak 332
kendaraan/jam disusul oleh kedaraan pribadi berupa mobil pribadi sebanyak
48 kendaraan/jam.
Bundaran Jalan By Pass
Lalu lintas harian rata-rata kendaraan yang lewat di bunderan Jalan By
Pass pada pagi hari cukup tinggi dimana aktivitas penduduk seperti pergi
untuk bekerja dan belajar (ke sekolah). Lalu lintas harian rata-rata di bunderan
Jl. By Pass ini pada pagi hari tercatat 1217 kendaraan/jam yang banyak
didominasi oleh kendaraan roda dua yaitu sepada motor sebanyak 924
kendaraan/jam dan mobil pribadi sebanyak 187 kendaraan/jam. Pada siang
hari lalu lintas harian rata-rata di bunderan Jl. By Pass berkurang yaitu menjadi
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 54
935 kendaraan/jam dan masih didominasi oleh kendaraan roda dua yaitu
sepeda motor sebanyak 711 kendaraan/jam. Sementara untuk lalu lintas
harian rata-rata pada sore hari menjadi bertambah lagi dan tercatat sebanyak
1073 kendaraan/jam dan masih didominasi oleh sepeda motor yaitu sebanyak
817 kendaraan/jam dan mobil pribadi sebanyak 145 kendaraan/jam.
Melihat dari angka-angka lalu lintas harian rata-rata di setiap ruas yang
diteliti dapat dijelaskan bahwa aktivitas yang banyak dilakukan oleh warga
adalah pada pagi dan sore hari. Hal ini menunjukkan bahwa jam puncak di
wilayah studi adalah pada pagi dan sore hari. Untuk lebih jelasnya mengenai
jumlah lalu lintas harian rata-rata di masing-masing ruas jalan yang diteliti
dapat dilihat pada Tabel 2.15.
.
Tabel 2.15 Volume Lalu Lintas Jam Puncak Pada Ruas Jalan di Wilayah
Studi
Titik
Pengamat
an
Kendaran
Ringan
Kendaraan Barang &
Penumpang Kendaraan Non Mesin
Total
(knd/ja
m) Mob
il
Moto
r
Angk
ot
Tax
i
Tru
k
Kec
il
Truk
Besa
r
Bi
s
Seped
a
Delma
n
Rod
a
Pagi
1. Jalan
Raya Kuta 42 289 10 0 21 0 0 2 2 1 367
2. Bundaran
Jalan By
Pass
187 924 40 5 56 0 1 4 0 0 1217
Siang
1. Jalan
Raya Kuta 36 246 8 0 18 0 0 3 4 1 316
2. Bundaran
Jalan By
Pass
144 711 31 5 43 0 1 0 0 0 935
Sore
1. Jalan
Raya Kuta 48 332 13 0 24 0 0 6 3 2 428
2. Bundaran
Jalan By
Pass
145 817 54 3 49 0 2 3 0 0 1073
Sumber:: Hasil Survey LHR, 2017
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 55
Gambar 2.16. Lokasi Pengambilan Sampel Transportasi
Gambar 2. 3 Peta Penggunaan Lahan
Lokasi Rencana Kegiatan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP
KAWASAN PARIWIISATA MANDALIKA
LOMBOK
PT PENGEMBANGAN PARIWISATA BALI
Gambar 3.16
Lokasi Pengambilan Sampel
Transportasi
Sumber : RTRW Kabupaten Lombok Tengah, 2011
116o15’00” 116o22’30”
8o52’30”
Lokasi Sampel Transportasi
DESA
PRABU
DESA SENGKOL ( DUSUN
GERUPUK)
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 56
Kinerja Jalan Eksisting
Kinerja jalan akan dihitung melalui volume per kapasitas atau VCR
dengan bersumber pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia untuk perkotaan.
Kapasitas dihitung dengan formula atau persamaan;
C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs
Dengan :
C : Kapasitas smp/jam
Co : Kapasitas dasar untuk kondisi ideal
FCW : Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas
FCSP : Faktor penyesuaian pemisah arah
FCSF : Faktor penyesuaian hambatan samping
FCCS : Faktor penyesuaian ukuran kota
(sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997)
Melihat dari lebar dan keadaan lingkungan jalan ditiap-tiap ruas jalan yang
diteliti relatif hampir sama sehingga kapasitas jalan untuk kedua ruas jalan
diasumsikan sama yaitu dengan perhitungan sebagai berikut yang dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.16. Perhitungan Kapasitas Jalan
No. Ruas Jalan Co Faktor Hambatan Samping
C FCw FCsp FCsf FCcs
1 Jl. Raya Kuta 2900 0,87 0,88 0,82 0,86 1565,71
2 Bunderan Jl By
Pass
2900 1,29 1 0,86 0,86 2766,84
Sumber: Hasil analisis, 2017
Berdasarkan tabel kapasitas tersebut maka nilai VCR dari tiap-tiap ruas
jalan yang diteliti adalah sebagai berikut.
Tabel 2.17. Kinerja Lalu Lintas Eksisiting Dilihat dari Nilai VCR
Titik Pengamatan Volume
(smp)
Kapasitas VCR
1. Jalan Raya Kuta 428,00 2445,12 0,2
2. Bunderan Jalan By Pass 1217,00 3141,00 0,4 Sumber : Hasil analisis, 2017
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 57
Berdasarkan hasil tabel di atas maka kinerja jalan eksisting di ruas
Jalan Raya Kuta dan Jalan By Pass masih dalam keadaan stabil artinya arus
kendaraan masih dalam keadaan normal dengan nilai volume capasitas ratio
(VCR) masih di bawah 1.
2.2.KOMPONEN LINGKUNGAN BIOLOGI
2.2.1.Flora
Survey analisis vegetasi di kawasan mandalika dilakukan terutama di
daerah-daerah perbukitan yang merupakan hutan hasil penghijauan. Selain
itu juga diakukan inventarisasi tumbuhan di sekitar pekarangan, kebun dan
pantai serta mangrove. Hasil analisi vegetasi di beberapa lokasi perbukitan
yang tumbuhannya cukup lebat dan beragam dapat dilihat pada Tabel 2.18.
Dari Tabel 2.18 nampak jenis dari pohon akasia (Acacia auriculiformis)
dan tumbuhan pionir (Macaranga dan Mallothus) merupakan jenis-jenis yang
banyak dijumpai di berbagai lokasi pengamatan (INP terbesar). Namun pada
beberapa lokasi perbukitan yang dekat ke laut, pada umumnya berupa padang
rumput yang hijau dan banyak dijumpai hewan ternak sedang digembalakan.
Sementara itu hasil inventarisasi jenis-jenis tumbuhan di sekitar
pekarangan dan kebun adalah seperti yang tercatat pada Tabel 2.19. dan
Tabel 2.20.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 58
Tabel 2.18. Jenis-jenis Tumbuhan Hasil Analisis Vegetasi di Perbukitan, Kawasan Mandalika - Lombak Tengah
No Nama Jenis Nama Suku INP Bukit
Kuning
Bukit
Benjon
Bukit
Tajam
Bukit
Batik
Bantar
Gunung
Siwak Keterangan
1 Abutilon indicum Malvaceae 8.22 v Semak
2 Acacia auriculiformis Mimosaceae 39.35 v v v v Pohon
3 Alstonia scholaris Apocynaceae 8.95 v Pohon
4 Anacardium occidentale Anacardiaceae 4.77 v Pohon
5 Athrophyllum diversifolium Asteraceae 44.91 v v v v v Semak
6 Breynia racemosa Euphorbiaceae 18.37 v v v Semak
7 Bridelia monoica Euphorbiaceae 30.18 v v v v Semak
8 Caesalpinia bonduch Caesalpiniaceae 17.48 v v v Semak
9 Cassia siamea Caesalpiniaceae 4.94 v Pohon
10 Chromolaena odorata Asteraceae 52.25 v v v v v Semak
11 Dalbergia latifolia Fabaceae 5.78 v Pohon
12 Euphorbia tirucali Euphorbiaceae 16.43 v v Semak
13 Ficus adanospara Moraceae 19.08 v v v v Pohon
14 Ficus septic Moraceae 13.81 v v v Pohon
15 Grewia excelsa Tiliaceae 35.26 v v v v v Pohon
16 Homalanthus populneus Euphorbiaceae 28.60 v v v v v Pohon
17 Lannea coromandelica Anacardiaceae 32.86 v v v v Pohon
18 Lantana camara Verbenaceae 52.25 v v v v v Semak
19 Macaranga triloba Euphorbiaceae 35.37 v v v v v Pohon
20 Mallothus paniculatus Euphorbiaceae 36.09 v v v v v Pohon
21 Opuntia sp Cactaceae 7.32 v Semak
22 Orophaea sp Annonaceae 20.62 v v v Semak
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 59
23 Schleichera oleosa Sapindaceae 15.04 v v Pohon
24 Sesbania grandiflora Fabaceae 6.70 v Pohon
25 Vitex pubescens Verbenaceae 13.40 v v Pohon
26 Zizyphus canoplea Tiliaceae 31.97 v v v v Semak
Catatan :
INP = Indeks Nilai Penting
Vegetasi di perbukitan (terutama yang menghadap ke laut), sebagian besar ditumbuhi rumput/ berupa padang rumput, adapun jenis-jenis
rumputnya antara lain adalah :
Chloris barbata Eleusine indica
Chrysopogon aciculatus Eragrostis tenella
Cynodon dactylon Paspalum conjugatum
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 60
Tabel 2.19. Jenis-jenis Tumbuhan yang Tercatat di Sekitar
Pekarangan
No Nama Jenis Nama Suku Nama Indonesia
1. Amorphophallus sp. Araceae Suweg
2. Ananas comosus Bromeliaceae Nanas
3. Annona squamosa Annonaceae Srikaya
4. Areca catechu Arecaceae Pinang
5. Artocarpus heterophylla Moraceae Nangka
6. Capsicum frutescens Solanaceae Cabe rawit
7. Carica papaya Caricaceae Pepaya
8. Ceiba pentandra Bombacaceae Randu
9. Citrus maxima Rutaceae Jeruk besar
10. Cocos nucifera Arecaceae Kelapa
11. Colocasia esculenta Araceae Talas
12. Jatropha curcas Euphorbiaceae Jarak pagar
13. Lannea coromandelica Anacardiaceae Kayu banten
14. Leucanea leucocephala Mimosaceae Lamtoro
15. Mangifera indica Anacardiaceae Mangga
16. Mirabilis jalapa Nyctaginaceae Bunga pukul 4
17. Musa paradisiaca Musaceae Pisang
18. Persea americana Lauraceae Alpukat
19. Psidium guajava Myrtaceae Jambu biji
20. Riccinus communis Euphorbiaceae Jarak
21. Sauropus androgynus Euphorbiaceae Katuk
22. Schleichera oleosa Sapindaceae Kesambi
23. Sesbania grandiflora Fabaceae Turi
24. Syzygium aqueum Myrtaceae Jambu air
25. Tamarindus indica Caesalpiniaceae Asam
Sumber: Hasil Pengamatan, Juni 2017
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 61
Tabel 2.20. Jenis-jenis Tumbuhan yang Tercatat di Sekitar Kebun
No Nama Jenis Nama Suku Nama Indonesia
1 Acacia auriculiformis Mimosaceae Akasia
2 Achras zapota Sapotaceae Sawo
3 Alstonia scholaris Apocynaceae Pulai
4 Amorphophallus sp. Araceae Suweg
5 Ananas comosus Bromeliaceae Nanas
6 Annona squamosa Annonaceae Srikaya
7 Areca catechu Arecaceae Pinang
8 Arenga pinnata Arecaceae Aren
9 Artocarpus altilis Moraceae Sukun
10 Artocarpus heterophylla Moraceae Nangka
11 Callophyllum inophyllum Clusiaceae Nyamplung
12 Canna edulis Cannaceae Ganyong
13 Carica papaya Caricaceae Pepaya
14 Ceiba pentandra Bombacaceae Randu
15 Citrus maxima Rutaceae Jeruk besar
16 Cocos nucifera Arecaceae Kelapa
17 Coffea canefora Rubiaceae Kopi
18 Colocasia esculenta Araceae Talas
19 Dioscorea alata Dioscoreaceae Gadung
20 Erythryna variegata Fabaceae Dadap
21 Gigantochloa apus Poaceae Bambu
22 Hibiscus tiliaceus Malvaceae Waru
23 Jatropha curcas Euphorbiaceae Jarak pagar
24 Lannea coromandelica Anacardiaceae Kayu banten
25 Leucanea leucocephala Mimosaceae Lamtoro
26 Mangifera indica Anacardiaceae Mangga
27 Morinda citrifolia Rubiaceae Mengkudu
28 Moringa pterygosperma Moringaceae Kelor
29 Muntingia calabura Tiliaceae Kersen
30 Musa paradisiaca Musaceae Pisang
31 Persea americana Lauraceae Alpukat
32 Phyllanthus acidus Euphorbiaceae Ceremey
33 Psidium guajava Myrtaceae Jambu biji
34 Riccinus communis Euphorbiaceae Jarak
35 Saccharum officinarum Poaceae Tebu
36 Sauropus androgynus Euphorbiaceae Katuk
37 Schleichera oleosa Sapindaceae Kesambi
38 Sesbania grandiflora Fabaceae Turi
39 Syzygium aqueum Myrtaceae Jambu air
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 62
No Nama Jenis Nama Suku Nama Indonesia
40 Tamarindus indica Caesalpiniaceae Asam
Sumber: Hasil Pengamatan, Juni 2017
Kawasan mangrove yang teramati adalah merupakan sisa-sisa hutan
mangrove yang telah rusak, seperti mangrove di dekat Hotel Novotel, juga di
sekitar Teluk Ann, terkecuali tumbuhan mangrove di dekat Bukit Benjon yang
nampak tidak berubah. Mangrove di sekitar Pantai Gerupuk juga sudah mulai
terdesak oleh permukiman, nampak pada beberapa sudut sudah ada
pengurugan.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 63
Tabel 2.21 Jenis Tumbuhan Mangrove dan Tumbuhan Pantai yang Teramati
No Nama Jenis Nama Suku
Pantai
sekitar
Bukit
Benjon
Pantai
Seger
Mangrove
sekitar Teluk
Ann
Pantai
Teluk
Ann
Mangrove
sekitar
Grupuk
Mangrove
sekitar
Novotel
1. Sonneratia alba Sooneratiaceae v v
2. Avicenia alba Aviceniaceae v v
3. Lumnitzera racemosa Myrsinaceae v
4. Excoecaria agallocha Euphorbiaceae v
5. Clerodendrum inerme Verbenaceae v
6. Xylocarpus moluccensis Meliaceae v
7. Ceriops tagal Rhizophoraceae v
8. Crinum asiaticum Amarylidaceae v v
9. Pandanus tectorius Pandanaceae v v
10. Premna integrifolia Verbenaceae v
11. Scaveola taccada Scaveolaceae v
12. Spinifex littoreus Poaceae v
13. Rhizophora mucronata Rhizophoraceae v
14. Pongamia pinnata Fabaceae v
15. Tacca palmata Taccaceae v
16. Amorphophalus sp. Araceae v v
17. Calotropis gigantea Asclepiadaceae v v v
18. Cerbera odolam Apocynaceae v
19. Vitex trifolia Verbenaceae v
20. Ipomoea pres-caprae Convolvulaceae v v
21. Casuarina equisetifolia Casuarinaceae v
Sumber: Hasil Pengamatan, Juni 2017
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 64
2.2.2.Fauna
Pengamatan dilakukan pada saat musim penghujan, dengan kondisi hujan-
berawan dan satu hari cerah. Berdasarkan informasi penduduk setempat,
angin laut sedang dalam kondisi Baratan yang dapat diartikan kondisi sedang
berombak/riak besar.
Secara umum survey lapangan digunakan untuk mengumpulkan data
gambaran kondisi dan komposisi fauna yang berada pada setiap tataguna
lahan. Transek utama pengamatan mengikuti jalur setapak yang tersedia
diletakan pada setiap lokasi survey yang mewakili tipe habitat yang ada. Pada
jalur transek tersebut, dilakukan pengambilan data fauna dengan teknik Belt
transect dan Rapid Assessment Survey. Metode Visibility Encounter Sampling
(VES) ditambahkan untuk pengambilan data reptil, amphibi, dan mammalia.
Dilakukan pula pendataan pada setiap perpindahan lokasi (antar lokasi) dan
diluar transek pengamatan yang ditentukan dengan mencatat setiap jenis dan
individu fauna yang teramati. Pengamatan yang dilakukan pada survey ini,
hanya terbatas pada fauna diurnal dan beberapa amphibi nokturnal.
Interview/wawancara melalui informan kunci dari masyarakat lokal dan tokoh
masyarakat setempat juga dilakukan untuk menggali informasi lebih jauh
mengenai jenis fauna yang ada di setiap lokasi pengamatan.
Topografi umum daerah pengamatan adalah berupa daerah perbukitan
dengan ketinggian mencapai 100 m diatas permukaan laut. Sebagian besar
wilayah pengamatan merupakan daerah binaan atau daerah bekas hutan
sekunder yang telah menjadi padang rumput atau semak. Daerah-daerah
tersebut saat ini lebih banyak digunakan sebagai area penggembalaan ternak,
seperti kambing dan kerbau. Beberapa bagian hutan primer telah dikonversi
menjadi kawasan budidaya dan dearah peruntukan pemukiman. Diantara
peralihan antar tipe habitat binaan, terdapat patch sisa kawasan hutan
sekunder atau hasil reboisasi di bagian utara lokasi proyek (Bukit Sekar
Kuning). Gambaran mengenai daerah yang dilalui dalam survey dapat dilihat
pada Gambar 2.17.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 65
Gambar 2.17
Daerah pengamatan Kajian Kehati Fauna
(Garis biru menunjukkan jalur yang dilalui dalam transek)
Gambar berikut menunjukkan bagaimana penampakan dari citra satelit
Google Earth pada kondisi kemarau dengan pemandangan yang gersang
berubah menjadi sangat hijau dan ditumbuhi oleh rumput dan ilalang di musim
hujan. Gambaran seperti ini banyak dijumpai di hampir semua lokasi
pengamatan, yang menandakan daerah tersebut sangat dipengaruhi oleh
musim. Dengan demikian, maka daerah pengamatan memiliki catatan
perbedaan satwa pada musim yang berbeda.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 66
Daerah pengamatan dilakukan di 5 lokasi (Sekar Kuning, Bukit Benjon,
Bukit Tajam, Bukit Pedau, Gunung Siwak) yang meliputi daeah-daerah
pegunungan dengan tutupan lahan berupa hutan sekunder, daerah padang
rumput dan semak-semak, serta kawasan binaan. Sedangkan kawasan
mangrove, dilakukan pengamatan di 6 lokasi yakni Pantai Benjon, Pantai
Seger, Pantai Teluk Aan, Pantai Mrisik, Pantai Grupuk, dan Sekitar Novotel.
Daerah-daerah pengamatan tersebut tampak pada titik lokasi pengamatan
dibawah ini.
Daerah Pengamatan Tanjung Mrisik di Musim
Kemarau pada Citra Google Earth Daerah yang Sama dengan Gambar 3 .14. pada Musim Hujan menunjukkan
Perubahan Tutupan Lahan
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 67
Gambar 2.18.
Gambaran Titik dan Jalur Pengamatan di Rencana Pengembangan
Kawasan Pariwisata Mandalika, Lombok Tengah
Setiap lokasi pengamatan umumnya memiliki karakteristik tersendiri
yang menarik untuk dijelajahi, karena diperkirakan masih menyimpan
kekayaan kehati yang tersisa. Berdasarakan informasi dari masyaralat sekitar,
daerah berbukit yang berisi semak, dahulu merupakan kawasan hutan primer
dengan tegakan tinggi, seperti jenis kayu Dalbergia sp dan dari jenis
Dipterocarpaceae. Sedangkan jenis mangrove besar yang masih tersisa
adalah jenis Soneratia alba dengan diameter batang mencapai 70 cm.
Gambaran mengenai setiap lokasi pengamatan, dapat dilihat pada Tabel 2.22
berikut.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 68
Tabel 2.22. Gambaran Formasi Vegetasi Lokasi Pengamatan
Vegetasi pantai pada daerah
berbukit di sekitar Pantai
Novotel
Vegetasi hutan sekunder di
daerah bukit Sekar Kuning
Kawasan hutan mangrove
alami yang masih tersisa di
daerah Bukit Benjon dengan
populasi utama dari jenis
Sonneratia alba
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 69
Kawasan tanjung yang berisi
padang rumput dan semak,
namun telah dikonversi
menjadi kawasan budidaya
di daerah Teluk Ann.
Kawasan di sekitar Gunung
Siwak merupakan daerah
dengan bermacam-macam
tipe habitat. Saat ini,
komunitas kebun kelapa
telah diganti oleh tanaman
anual yang memiliki masa
panen cepat.
Vegetasi Bakau di daerah
Kampung Grupuk
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 70
Vegetasi sawah dan
pertanian lainnya di sekitar
Grupuk
Inventarisasi data pengamatan fauna yang berhasil dikumpulkan
selama periode pengamatan, dapat dilihat pada Tabel 2.23 dan Tabel 2.24.
Tabel 3.23. Data Pengamatan Keanekaragaman Jenis Mamalia, Reptil
dan Amphibi
Nama jenis Nama
Indonesia/lokal Lokasi Penemuan
Mamalia Sus scrova* Babi hutan Hutan sekunder
Macaca fascicularis monyet Seluruh lokasi
Hystrix javanica* Landak Hutan sekunder
Tragulus sp* Kancil Hutan sekunder
Muntiacus muntjak* Kijang Hutan sekunder
Microchiroptera Kelelawar gua Daerah gua
Reptil Varanus salvator Biawak Mangrove
Naja sp* kobra Hutan sekunder
Emoia sp Kadal bakau Mangrove
Mabuya multifasciata Kadal Seluruh lokasi
Gecko sp Tokek Seluruh lokasi
Chelonia mydas* Penyu hijau Pantai Gunung Siwak
Dermochelys coreacea* Penyu belimbing Pantai Gunung Siwak
Amphibi Bufo melanostictus Kodok Seluruh lokasi
Fajervarya sp Katak Seluruh lokasi
Limnonectes sp Katak Seluruh lokasi
*laporan dari penduduk
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 71
Tabel 2.24. Data pengamatan keanekaragaman jenis burung
No Nama Ilmiah Nama Indonesia lokasi
1 Alcedo coerulescens Rajaudang Biru Mangrove
2 Amaurornis phoenicurus Kareo Padi Sawah dan mangrove
3 Anthus novaeseelandiae Apung Tanah Sawah dan ladang
4 Ardea alba Cangak Besar Mangrove
5 Ardea cinerea Cangak Abu Mangrove
6 Ardea purpurea Cangak Merah Mangrove
7 Ardeola speciosa Blekok Sawah Mangrove
8 Artamus leucorynchus Kekep Babi Semua lokasi
9 Cacomantis sepulcralis Wiwik Uncuing Semua lokasi
10 Caradrius alexandrinus cerek tilil Semua lokasi
11 Centropus bengalensis Bubut Alang-alang Semua lokasi
12 Chalcophaps indica Delimukan Zamrud Semua lokasi
13 Cisticola juncidis Cici Padi Sawah dan padang rumput
14 Cisticola exilis Cici merah Sawah dan padang rumput
15 Collocalia esculenta Walet Sapi Semua lokasi
16 Collocalia fuciphagus Walet Sarang-putih Semua lokasi
17 Corvus macrorhynchos Gagak Kampung Semua lokasi
18 Coturnix chinensis Puyuh Batu Sawah dan ladang
19 Egretta garzetta Kuntul kecil Mangrove dan sawah
20 Falco molucensis alap sapi Hutan sekunder
21 Freata andrewsi Cikalang christmas Pantai
22 Halcyon chloris Cekakak Sungai Semua lokasi
23 Heteroscelus brevipes Trinil ekor kelabu Semua lokasi
24 Hirundo rustica Layanglayang Asia Semua lokasi
25 Hirundo tahitica Layanglayang Batu Semua lokasi
26 Ictinaetus malayensis Elang hitam Hutan sekunder
27 Ixobrychus cinnamomeus Bambangan Merah Sawah
28 Lalage sueurii Kapasan Sayap-putih Semua lokasi
29 Lanius schach Bentet Kelabu Semua lokasi
30 Lichmera lombokia Isapmadu Topi-sisik Semua lokasi
31 Lonchura leucogastroides Bondol Jawa Semua lokasi
32 Lonchura pallida Bondol Kepala-pucat Semua lokasi
33 Lonchura punctulata Bondol Peking Semua lokasi
34 Lonchura quinticolor Bondol pancawarna Semua lokasi
35 Merops ornatus Kirik-kirik Australia Semua lokasi
36 Motacilla flava Kicuit Kerbau Semua lokasi
37 Nectarinia jugularis Burungmadu Sriganti Semua lokasi
38 Orthotomus sepium Cinenen Jawa Semua lokasi
39 Padda oryzivora Gelatik Jawa Semua lokasi
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 72
No Nama Ilmiah Nama Indonesia lokasi
40 Parus major Gelatikbatu Kelabu Semua lokasi
41 Passer montanus Burunggereja Erasia Semua lokasi
42 Phylloscopus trivirgatus Cikrak Daun Semua lokasi
43 Ploceus philippinus Manyar Tempua Sawah dan ladang
44 Pycnonotus aurigaster Cucak Kutilang Hutan sekunder
45 Pycnonotus goiavier Merbah Cerukcuk Semua lokasi
46 Rhipidura rufifrons Kipasan Dada-hitam Semua lokasi
47 Streptopelia chinensis Tekukur Biasa Semua lokasi
48 Turnix suscitator Gemak Loreng Ladang dan padang rumput
49 Zosterops chloris Kacamata Laut Hutan sekunder dan mangrove
Sumber: Hasil Pengamatan, Juni 2017
Lokasi pengamatan merupakan kawasan pariwisata yang sejak dulu
dikenal memiliki keindahan alam terutama pantai. Pantai yang menghadap ke
Samudra Hindia menjadikan karakteristik pantai dengan ombak yang
kencang. Kondisi ombak dan gelombang yang tinggi ini menarik para turis
untuk berolahraga selancar sebagai bagian alternatif pilihan lokasi setelah
Bali. Morfologi pantai yang ada di sekitar Kecamatan Pujut. Kabupaten
Lombok Tengah ini memiliki variasi yang sangat tinggi mulai dari pantai landai
hingga bukit karang yang terjal, yang menyajikan salah satu persyaratan
keindahan alam dengan nilai jual tinggi.
Pemandangan Pantai dari Salah
Satu Bukit di Sekitar Teluk Aan
Pemandangan Pantai Kuta dilihat dari
Bukit Sekar Kuning Sebelah Utara
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 73
Pada saat dilakukan survey, kenampakan vegetasi yang ada tidak
menunjukkan kondisi vegetasi alami, namun telah beralih menjadi lahan
pertanian dan perkebunan. Beberapa bagian wilayah studi masih nampak
vegetasi pepohonan alami namun telah lebih banyak disisipi oleh vegetasi
reboisasi seperti jenis Akasia dan Sengon.
Hasil studi vegetais menunjukkan jenis-jenis tumbuhan utama yang ada
merupakan jenis sekunder. Berdasarkan wawancara dengan penduduk yang
merintis desa disekitar Desa Grupuk, daerah Gunung Siwak dan Bukit Sekar
Kuning banyak ditumbuhi jenis pohon kayu besar, namun tidak dapat
diidentifikasi lebih lanjut jenis pohon yang ada (kemungkinan dari jenis
Dipterocarpacea, dengan kualitas kayu kelas I hingga kelas II).
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 74
Tabel 2.25. Jenis-jenis Tumbuhan Hasil Analisis Vegetasi di Perbukitan, Kawasan Mandalika-Lombok Tengah
No Nama Jenis Nama Suku INP Bukit
Kuning
Bukit
Benjon
Bukit
Tajam
Bukit
Batik Bantar
Gunung
Siwak Keterangan
1 Abutilon indicum Malvaceae 8.22 v Semak
2 Acacia auriculiformis Mimosaceae 39.35 v v v v Pohon
3 Alstonia scholaris Apocynaceae 8.95 v Pohon
4 Anacardium occidentale Anacardiaceae 4.77 v Pohon
5 Athrophyllum diversifolium Asteraceae 44.91 v v v v v Semak
6 Breynia racemosa Euphorbiaceae 18.37 v v v Semak
7 Bridelia monoica Euphorbiaceae 30.18 v v v v Semak
8 Caesalpinia bonduch Caesalpiniaceae 17.48 v v v Semak
9 Cassia siamea Caesalpiniaceae 4.94 v Pohon
10 Chromolaena odorata Asteraceae 52.25 v v v v v Semak
11 Dalbergia latifolia Fabaceae 5.78 v Pohon
12 Euphorbia tirucali Euphorbiaceae 16.43 v v Semak
13 Ficus adanospara Moraceae 19.08 v v v v Pohon
14 Ficus septica Moraceae 13.81 v v v Pohon
15 Grewia excelsa Tiliaceae 35.26 v v v v v Pohon
16 Homalanthus populneus Euphorbiaceae 28.60 v v v v v Pohon
17 Lannea coromandelica Anacardiaceae 32.86 v v v v Pohon
18 Lantana camara Verbenaceae 52.25 v v v v v Semak
19 Macaranga triloba Euphorbiaceae 35.37 v v v v v Pohon
20 Mallothus paniculatus Euphorbiaceae 36.09 v v v v v Pohon
21 Opuntia sp Cactaceae 7.32 v Semak
22 Orophaea sp Annonaceae 20.62 v v v Semak
23 Schleichera oleosa Sapindaceae 15.04 v v Pohon
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 75
24 Sesbania grandiflora Fabaceae 6.70 v Pohon
25 Vitex pubescens Verbenaceae 13.40 v v Pohon
26 Zizyphus canoplea Tiliaceae 31.97 v v v v Semak
Catatan :
INP = Indeks Nilai Penting
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 76
Dari hasil analisis vegetasi, dapat diketahui, perubahan yang telah terjadi
di sekitar daerah studi, sehingga hal ini mempengaruhi komposisi jenis satwa
yang ada di dalamnya. Hasil pengamatan kondisi satwa juga menunjukkan
tidak adanya perbedaan yang signifikan pada komposisi jenis satwa yang ada
di setiap lokasi yang disurvey.
a. Mamalia
Jenis mamalia yang dijumpai secar langsung adalah jenis monyet ekor
panjang (Macaca fascicularis) dan kelelawar Microchiroptera. Monyet ekor
panjang tersebar hampir di semua daeah yang masih menyisakan vegetasi
rapat, seperti di sekitar Bukit Benjon, Tanjung Ann, Gunung Siwak dan
sekitaran Bukit Sekar Kuning.
Dari studi yang telah dilakukan sebelumnya, diketahui terdapat jenis
landak (Hystrix javanica). Hal ini diakui oleh masyarakat sekitar Benjon dan
Gunung Siwak, namun jenis ini telah punah (sulit sekali dijumpai) karena
perburuan masyarakat yang mengkonsumsi dagingnya. Sisa-sisa hutan di
daerah Gunung Siwak dan pantai sekitaran Mawun dan Selongbelanak. Jenis
mamalia lain juga diperoleh dari wawancara dengan petani. Gembala, dan
penduduk sekitar lokasi survey. Penduduk mengatakan bahwa di daeah studi
pernah terdapat jenis kijang (Muntiacus muntjak), kancil (Tragulus sp) dan
babi hutan (Sus scrofa). Penduduk dan penggembala masih cukup sering
menemukan kawanan babi hutan yang melintas di area terbuka daerah jelajah
para gembala. Jenis hewan ternak yang umum digembala di lokasi sampling
adalah jenis kerbau (Bubalus sp).
Macaca Fascicularis di sekitar Tanjung Ann
dan kawasan mangrove Benjon
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 77
Daerah jelajah kerbau yang cukup luas juga memberikan tekanan
tersendiri terhadap keberadaan jenis mamalia liar berukuran besar. Dengan
adanya kawanan gembala kerbau dalam jumlah besar yang mengekplorasi
hampir seluruh bagian kawasan sisa hutan menjadikan jenis hewan liar,
terutama kijang dan herbivora lainnya semakin tersingkir.
b. Burung
Dari hasil survey, berhasil ditemukan 50 jenis burung, yang umumnya
adalah tipe generalis. Jenis burung ini dapat menggunakan sumber daya
serangga, buah-buahan dan nektar (polen). Hal ini berkaitan dengan tipe
habitat yang umumnya telah teralterasi menjadi daerah terbuka dan padang
rumput.
Vegetasi di perbukitan (terutama yang menghadap ke laut), sebagian
besar ditumbuhi rumput / berupa padang rumput, adapun jenis-jenis
rumputnya antara lain adalah :
Chloris barbata
Chrysopogon aciculatus
Cynodon dactylon
Eleusine indica
Eragrostis tenella
Paspalum conjugatum
Kawanan Ternak Kerbau yang Digembala Kawasan Gunung Siwak
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 78
Jenis vegetasi saliara (Lantana camara) dan waru (Hibiscus tiliceus)
memberikan sumberdaya yang melimpah secara langsung untuk jenis burung
madu sriganti (Nectarinia jugularis) dan isapmadu topisisik (Lichmera
lombokia). Jenis insectivora lainnya memanfaatkan serangga yang datang ke
bunga waru dan saliara sebagai sumber pakan harian. Jenis yang
memanfaatkan serangga ini adalah Merbah terucuk (Pycnonotus goaivier),
kapasan sayap putih (Lalage sueurii), kacamata laut (Zosterops chloris) dan
jenis burung walet dan layang-layang.
.
Jenis burung umum lainnya adalah yang mendiami kawasan berair
(lahan basah), sebagaiamana tergambar apda daerah studi yang berada di
sekitaran pesisir. Genangan-genangan air sisa pembukaan hutan bakau dan
bekas tambak merupakan daerah utama jenis burung air mencari makan.
Selain genangan, kehadiran jenis burung air juga teramati di sekitar area
persawahan.
Burung isapmadu topisisik
(Lichmera lombokia) Burung madu sriganti
(Nectarini jugularis)
Merbah cerukcuk
(Pycnonotus goaivier) Kapasan sayap belang
(Lalage sueurii)
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 79
Daerah lahan basah ini banyak dijumpai burung jenis blekok sawah
(Ardeola speciosa), Kuntul Besar (Ardea alba), cangak abu (Ardea cinerea),
Cekakak sungai (Halcyon chloris), Raja udang biru (Alcedo coerulescens).
Jenis burung ini memanfaatkan serangga, amphibi dan reptil kecil serta ikan
kecil dan udang-udangan yang ada di sekitar lahan basah.
Daerah Lahan Basah yang Ditinggalkan oleh Petani Tambak Sekitar Pantai Mertak
Kawasan Lahan Basah di Sekitar Pantai Novotel
Cekakak Sungai
(Halcyon cyanoventris) Blekok sawah
(Ardeola speciosa)
Sekitar Lahan Basah Pantai Novotel
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 80
Pada daerah lahan basah, juga terdapat jenis burung pemakan
serangga lain yang umum juga ditemukan di semua lokasi, seperti jenis cici
padi (Cisticola juncidis), cici merah (Cisticola exilis), kirik-kirik australia
(Merops ornatus), bentet (Lanius schach) dan Cinenen jawa (Orthotomus
sepium). Kawasan sekitar rencana resort juga masih memiliki beberapa petak
sawah yang dikelola oleh masyarakat, meskipun tanah tersebut telah dibeli
oleh pengembang. Kawasan sawah tersebut masih menyediakan tempat atau
setidaknya masih menjadi koridor pergerakan burung-burung sawah dari
beberapa lokasi persawahan di luar kawasan rencana resort Mandalika
dengan daerah sekitarnya. Jenis burung sawah yang ditemukan adalah
bondol pucat (Lonchura pallida), bondol jawa (Lonchura leucogastroides),
bondol pancawarna (Lonchura quinticolor), bondol lurik (Lonchura punctulata),
mayar tempua (Ploceus philippinus), gelatik (Padda oryzivora), dan jenis
apung (Anthus novaeseelandiae).
Raja Udang biru
(Alcedo coerulescens) Cangak Abu
(Ardea cinerea)
Sekitar Pantai Mertak
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 81
Burung Banyak dijumpai di Areal Terbuka, Padang Rumput, Sawah dan
Kebun
Bentet
(Lanius scach) Kirik-kirik australia
(Merops ornatus)
Cici merah
(Cisticola exilis) Cinenen padi
(Cisticola juncidis)
Cinenen jawa
(Orthotomus sepium)
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 82
Jenis-jenis Burung yang Umum Dijumpai di Daerah Persawahan dan
Ladang
bondol pucat (Lonchura pallida)
bondol pancawarna (Lonchura quinticolor)
bondol lurik (Lonchura punctulata)
bondol jawa (Lonchura leucogastroides)
apung
(Anthus novaeseelandiae) mayar tempua
(Ploceus philippinus)
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 83
Untuk jenis burung pemangsa, tidak banyak dijumpai jenis ini. Hal ini
diduga karena keterbatasan mangsa dan daerah jelajah. Pada saat
survey, hanya ditemukan 2 jenis burung pemangsa, yakni Burung alap
sapi (Falco moluccensis) dan elang hitam (Ictinaetus malayensis). Jenis
burung ini ditemukan di sekitar Gunung Siwak dan Bukit Tajam dekat
pantai Mertak. Burung alap sapi ditemukan sepasang tengah soaring dan
hinggap diantara dahan kelapa. Daerah tersebut diduga masih banyak
menyediakan mangsa, seperti : mamalia kecil, kelelawar, burung, kadal,
dan bahkan serangga. Kawasan Gunung Siwak dan Bukit Tajam yang
memiliki relief bukit cadas terjal, merupakan salah satau habitat bersarang
yang disukai jenis burung alap.
Bukit Tajam Dilihat dari Arah Selatan
(jalan raya)
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 84
Survey yang dilakukan oleh Flora Fauna Indonesia (2011)
menunjukkan daerah downstream dari DAS Renggung dan Palung (bermuara
di sekitar pantai Kuta), menemukan 4 jenis burung pemangsa diantaranya
adalah jenis elang bondol (Haliastur indus) dan elang laut (Haliaeetus
leucogaster). Kedua jenis burung ini merupakan jenis yang paling umum dan
tersebar di semua pantai Indonesia. Namun pada saat survey, tidak satupun
dijumpai jenis burung ini. Diduga erat kaitannya dengan musim baratan yang
menyebabkan gelombang dan angin buruk di sekitar Teluk Kuta dan
sekitarnya.
Jenis burung lain yang dijumpai pada saat survey adalah famili
Cokumbidae, seperti tekukur (Streptopelia chinensis) dan delimukan zamrud
(Chalcopaps indica), jenis burung insektivora seperti kacamata laut (Zosterops
chloris) dan kekep babi (Arthamus leucorhyncus). Sedangkan jenis trinil
merupakan jenis yang paling banyak dijumpai di pantai-pantai pasir sekitar
lokasi kegiatan seperti cerek tilil (Caradrius alexandrinus) dan trinil ekor kelabu
(Heteroscelus brevipes).
Alap Sapi (Falco moluccensis) sedang Soaring dan Perching di Pelepah Pohon Kelapa
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 85
Burung yang Banyak dijumpai di Sekitar Semak Pendek
Cakalang Christmas (Fregata anderwesi)
kekep babi (Arthamus leucorhyncus)
kacamata laut
(Zosterops chloris)
bubut alang-alang
(Centropus bengalensis)
layang api
(Hirundo rustica)
tekukur
(Streptopelia chinensis)
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 86
Burung yang Dijumpai di Sekitar Pantai
Untuk jenis pakan, burung memiliki tingkat kesukaan terhadap jenis
pakan tertentu, sehingga dalam memenuhi kebutuhan pakan, burung akan
mencari habitat yang mampu menyediakan jenis pakan yang sesuai. Jenis
burung yang ditemukan di lokasi survei dapat dikelompokkan menjadi 5
kelompok berdasarkan jenis pakannya, yaitu pemakan daging (karnivora),
pemakan biji (granivora), pemakan buah (frugivora), pemakan nectar
(nectarivora), pemakan ikan (piscivora), dan pemakan serangga (insectivora)
seperti tergambar pada grafik dibawah ini.
Gambar 3.19.
Diagram Komposisi Jenis Burung berdasarkan Tipe Makanan
Series1; karnivora; 2;
4%
Series1; nectarivora; 2;
4%Series1;
frugivora; 3; 6%
Series1; granivora; 11;
22%
Series1; piscivora; 12;
25%
Series1; insectivora;
19; 39%
karnivora
nectarivora
frugivora
granivora
piscivora
insectivora
cerek tilil
(Caradrius alexandrinus)
gagak
(Corvus macrorhynchos)
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 87
Dari grafik, dapat diketahui bahwa jenis insectivora cukup mendominasi
jenis burung yang ada di seluruh lokasi pengamatan. Jenis burung pemakan
serangga dibedakan menjadi burung pemakan serangga sejati yang artinya
jenis tersebut hanya mengkonsumsi satu jenis makanan dan jenis burung
yang mengkonsumsi makanan lain selain serangga. Jenis-jenis serangga
yang dimanfaatkan oleh burung antara lain belalang, ulat, kupu-kupu, dan
capung. Beberapa serangga seperti kupu-kupu sangat berpengaruh terhadap
kehadiran burung disuatu tipe habitat tertentu. Menurut Winarni (2007) dalam
Indrawan et al (2007), menyatakan bahwa jika di suatu tempat memiliki
keragaman kupu-kupu yang tinggi maka keanekaragaman jenis burung pun
akan tinggi.
Herpetofauna
Jenis herpetofauna yang ditemukan langsung adalah jenis kadal bakau
(Emoia sp), biawak (Varanus salvator), tokek (Gecko sp), kodok (Bufo
melanostictus) dan katak dari genus Limnonectes dan Fajervarya. Laporan
masyarakat menyebutkan masih dijumpai jenis penyu hijau (Chelonia mydas)
dan penyu belimbing (Dermochelys coreacea). Hal ini didasarkan pada
pengakuan penjual telur penyu yang ada di sekitar Teluk Ann yang telah
mengambil dari sarang penyu.
Salah satu hal yang unik dari herpetofauna, terutama amphibi, yaitu
memiliki kulit yang permeable. Kondisi tersebut membuat herpetofauna sangat
senstifif terhadap kualitas air dan radiasi sinar ultra violet (Vitt et al., 1990),
sehingga sebagian besar jenis herpetofauna hidup di habitat yang baik, seperti
hutan primer. Semua jenis amphibi yang ditemukan dalam pengamatan ini
termasuk kedalam jenis non hutan. Bufo melanostictus merupakan salah satu
amphibi yang termasuk kedalam jenis tersebut. Kodok jenis ini merupakan
jenis yang sangat adaptif. Kodok ini umumnya ditemukan di daerah dataran
rendah yang terganggu, mulai dari pantai, daerah pertanian, hingga
pemukiman. Kodok ini sangat tidak umum di hutan yang memiliki kondisi
habitat yang bagus. Selain itu jenis Limnonectes dan Fajervarya juga
merupakan jenis non hutan yang banyak dijumpai di kawasan pemukiman
atau daerah binaan lainnya.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 88
Keberadaan penyu di sekitar lokasi kegiatan cukup menarik. Hal ini
diakui oleh banyak nelayan yang ada di sekitar pantai Benjon dan Grupuk
(Gunung Siwak). Perairan samudra hindia memang memiliki akses yang
sangat luas dengan pulau-pulau kecil, yang kemungkinan digunakan penyu
sebagai bagian dari jalur pertumbuhannya. Pegamatan daerah pendaratan
penyu di Derawan, Kalimantan Timur (Suwelo, 1988) menunjukkan preferensi
penyu terhadap pantai dengan kemiringan landai dan memiliki lebar pantai
antara 30-50 m serta pada umumnya ditumbuhi vegetasi pandan (pandanus
tectorius).
Pantai di sekitar Bukit Benjon dan Gunung Siwak memiliki bulir pasir
yang halus serta memiliki vegetasi yang rimbun. Hal ini cukup dapat dimengerti
bagaimana penyu akan memilih loksi di kedua pantai ini sebagai daerah
pendaratan dan bertelur. Selain itu, kedua daerah ini juga masih dapat
dikatakan sebagai daerah alami yang minim gangguan.
Kadal jenis Emoia sp Katak
(Limnonectes sp) kodok
(Bufo melanostictus)
Jenis Herpetofauna yang Ditemukan
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 89
Dari semua pantai yang telah dilakukan survey, maka pantai di Gunung
Siwak merupakan pantai dengan potensi terbesar sebagai daerah pendaratan
penyu. Hal ini juga didukung dengan kondisi pantai yang banyak menyediakan
salah satu komposisi pakan penyu, yakni lamun.
Pantai Benjon sebagai Salah Satu Daerah
yang Diduga sebagai Daerah Pendaratan
Penyu Hijau (Chelonia mydas)
Pantai Siwak di Gunung Siwak sebagai salah satu
daerah yang diduga sebagai daerah pendaratan Penyu
Hijau (Chelonia mydas) dan penyu belimbing
(Dermochelys coreacea)
Pantai Siwak di Gunung Siwak
Menyediakan Salah Satu Jenis Pakan Alami
Penyu, yakni Komunitas Lamun
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 90
Jenis-jenis satwa yang teramati dan memiliki nilai konservasi dapat dilihat
Tabel 3.26.
Tabel 3.26. Jenis-jenis Hewan Bernilai Konservasi di Kawasan
Mandalika –
Lombok Tengah
kelompok spesies IUCN CITES
Peraturan Pemerintah
(PP)
Mamalis Hystrix javanica LC PP No. 7 Tahun 1999
Muntiacus muntjak PP No. 7 Tahun 1999
Tragulus sp PP No. 7 Tahun 1999
reptil Chelonia mydas EN
appendix
I PP No. 7 Tahun 1999
Dermochelys
coreacea EN
appendix
I PP No. 7 Tahun 1999
Burung
Alcedo
coerulescens LC PP No. 7 Tahun 1999
Ardea purpurea LC PP No. 7 Tahun 1999
Ardeola speciosa LC PP No. 7 Tahun 1999
Artamus
leucorynchus LC PP No. 7 Tahun 1999
Cacomantis
sepulcralis LC PP No. 7 Tahun 1999
Egretta garzetta LC PP No. 7 Tahun 1999
Falco molucensis LC PP No. 7 Tahun 1999
Freata andrewsi LC PP No. 7 Tahun 1999
Halcyon chloris LC PP No. 7 Tahun 1999
Ictinaetus
malayensis LC PP No. 7 Tahun 1999
Lichmera lombokia LC PP No. 7 Tahun 1999
Nectarinia jugularis LC PP No. 7 Tahun 1999
Padda oryzivora VU PP No. 7 Tahun 1999
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 91
Status konservasi pada jenis-jenis hewan yang dijumpai mengacu
pada PP nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwa, CITES dan IUCN Red Data Book. Keterangan untuk setiap tabel
adalah sebagai berikut :
PP : PP No 7 Tahun 1999
EN : ENDANGERED, TERANCAM PUNAH
VU : VULNERABLE, RENTAN
NT : NEAR THREATENED, HAMPIR TERANCAM
LC : LEAST CONCERN, BERESIKO RENDAH
Berdasarkan Red List of Threatened Species (IUCN, 2002) jenis-jenis fauna
penting tersebut
diklasifikasikan menurut tingkat keterancamannya berdasarkan kategori :
a. Critically Endangered (CR), yaitu jenis-jenis kritis yang paling tinggi tingkat
keterancaman akan kepunahannya;
b. Endangered (EN), yaitu jenis-jenis yang tertinggi kedua tingkat
keterancaman akan kepunahannya;
c. Vulnerable (VU), yaitu jenis-jenis rentan akan kepunahan;
d. Lower Risk (Conservation dependent; Near threatened; Least Concern,
LR/nt), yaitu jenis- jenis yang rendah resiko kepunahannya.
Berdasarkan status pemanfaatannya menurut CITES, terdapat tiga kategori
jenis-jenis avifauna penting, yaitu :
a. Apendiks I : Kategori ini memuat jenis-jenis yang dianggap sangat langka,
sehingga pemanfaatannya hanya pada hal-hal yang luar biasa sifatnya
(bukan untuk kepentingan komersial) dan pengaturan mengenai
perdagangan pada kategori ini diatur oleh pengaturan yang ketat. Peranan
pemegang otoritas keilmuan dalam proses pemberian ijin ekspor dan impor
sangat penting.
b. Apendiks II : Kategori ini memuat jenis-jenis yang dianggap langka, tetapi
masih dapat dimanfaatkan secara terbatas, antara lain melalui sistem
penjatahan (kuota) dan pengawasan. Dalam kategori ini otoritas keilmuan
dan otoritas manajemen berperan besar dalam proses perizinan.
c. Apendiks III : Kategori ini memuat jenis-jenis yang dianggap sangat langka
bagi negara/kawasan tertentu sehingga perlu dilindungi dari eksploitasi.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 92
2.2.3.Biota Laut
a. Plankton
Plankton adalah organisme air yang hidup melayang secara pasif dan
penyebarannya tergantung pada aliran atau arus. Plankton lebih berkembang
di dalam perairan tergenang daripada air yang mengalir apalagi deras.
Organisme ini sangat penting dalam keseimbangan ekosistem perairan
karena peranannya dalam rantai makanan dan pengurai bahan organik. Oleh
karena itu plankton menjadi indikator tingkat pencemaran dan menjadi
parameter kunci dalam penentuan kualitas perairan secara biologis.
Kelimpahan plankton akan menentukan produktivitas suatu perairan.
Kehidupan plankton dipengaruhi oleh banyak faktor meliputi musim, arus air,
kecerahan, daya hantar listrik atau konduktivitas, sumber nitrogen terutama
nitrat. Komposisi plankton keseluruhan disajikan pada Tabel 2.27 dan Tabel
2.28.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 93
Tabel 2.27. Hasil Analisis Plankton Pesisir Pantai
Kawasan Pariwisata Mandalika, Lombok
KELAS NAMA
TAKSA
KODE LOKASI
PB
1
PB
2
PB
3
PB
4
PB
5
PB
6
PB
7
PH
YT
OP
LA
NT
ON
BACILLARIOPHYCE
AE
Bacillaria sp.
0 142
1
135 0 192
6
0 0
Biddulphia
sp.1
0 299 92 86 544 0 0
Biddulphia
sp.2 0 673
0 0 133
3 0 0
Chetoceros
sp.1 819 449 165 90
103
3
416 249
9
Chetoceros
sp.2 0
104
7
98 0 832 0
112
6
Chaetoceros
sp. 3 177 0 0 135 599 0 0
Coscinodiscu
s sp. 251
134
6 300
691 113
1
808 782
Hyalodiscus
sp. 0
0 0 0 0
0 448
Hyalotheca
sp. 0 0 0
300 0 0 0
Navicula sp.1 128 73 116 0 238 542 681
Navicula sp.2 0 177 0 0 275 0 0
Nitzschia
sp.1 770 374 86 391 0 268 243
Nitzschia
sp.2 0 897 0 0 783 0 0
Rhizosolenia
sp. 110 523 0 893 526 514
107
7
Streptotheca
sp. 92 897 177 575
119
2 838 720
Thallasiosirra
sp. 0 0 0 0 0 661 929
Thallasiothrix
sp. 697
157
0 92 0
140
0 0 0
ZO
OP
LA
NK
TO
N
CILLIATA
Cilliata sp.1 135 0 61 0 0 0 0
Tintinopsis
sp. 49 98
0
128
214
117 216
CRUSTACEA
Copepoda 98 150 79 300 465 170 193
Crustacea
sp.1
55
0 0 190 177
227
184
Crustacea
sp.2
0
0 0 0
92 0
0
Nauplius 1 98 449 49 73 147 158 439
DINOFLAGELLATA Ceratium sp. 0 0 0 153 110 0 95
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 94
KELAS NAMA
TAKSA
KODE LOKASI
PB
1
PB
2
PB
3
PB
4
PB
5
PB
6
PB
7
Leprotintinop
sis sp. 0 150 0 73
0
710
102
8
Chrolococcu
s sp. 0 0 0 0
0
94 880
Jumlah Individual Total (Ind/L) 0 150 0 226 110 804 200
3
Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon -
Wiener
2.1
2
2.5
4
2.3
6
2.3
2
2.6
6
2.3
7
2.5
0
Keteranga
n:
1. PB 1 (Tanjung Aan 1) - (S080 55’
04,9 ‘’ & E 1160 19’ 39,2 ‘’)
5. PB 5 (Pelawang) - (S080 54’ 37,0 ‘’ & E
1160 16’ 41,0 ‘’)
2. PB 2 (Tanjung Aan 2) - (S080 54’
48,7 ‘’ & E 1160 19’ 19,4 ‘’)
6. PB 6 (Gerupuk 1) - (S080 54’ 53,0 ‘’ & E
1160 22’ 09,0 ‘’)
3. PB 3 (Medas) - (S080 54’ 49,1 ‘’
& E 1160 17’ 31,8 ‘’)
7. PB 7 (Gerupuk 2) - (S080 54’ 04,08 ‘’ & E
1160 20’ 36,20 ‘’)
4. PB 4 (Scorpion) - (S080 53’
57,9 ‘’ & E 1160 16’ 48,5 ‘’)
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 95
Tabel 2.28. Hasil Analisis Plankton Pesisir Pantai Kawasan Pariwisata
Mandalika, Lombok
KELAS NAMA
TAKSA
KODE LOKASI
PB
8
PB
9
PB
10
PB
11
PB
12
PB
13
PB
14
PB
15
PH
YT
OP
LA
NT
ON
BACILLARIOPHY
CEAE
Bacillaria
sp. 0 0 0 0 0 0
630
0
564
0
Bacteriastru
m sp. 0 0 0 0 0 0
360 480
Biddulphia
sp. 0 0 0 0 0 0 90 60
Chetoceros
sp.
55
0
35
0
37
5 250
27
5
23
8
120
0
720
Coconeis
sp. 0 0 0 0 0 0 60 0
Cyclotella
sp. 0
12
5 0 0 0 0
0 0
Corethron
sp. 0 0 0 0 0 30
Coscinodisc
us sp.
32
5
20
0
45
0 100
46
2
32
5 90 60
Leptocylindr
us sp. 0 0 0 0 0 0 270
90
Melosira sp. 0 0 0 0 0 0 150 90
Nitzschia 89
14
8
20
0 150
32
5
37
5
180 60
Planktonell
a sp. 0 0 0 0 0 0 90 0
Pleurosigm
a sp. 0 0 0 0 0 0 0 60
Rhizosoloni
a sp.
45
0
37
5
20
0 250
16
5
29
3
975
0
125
40
Scenedesm
us 0 0 0 0
15
0 0 0 0
Skeletonem
a sp. 0 0
42
5 0
15
0
35
0 0 30
Thalassione
ma sp. 0 0 0 0 0 0 840 360
Thalassiotri
x sp. 0 0 0 0 0 0 150 60
ZO
OP
LA
N
KT
ON
CILLIATA Tintinopsis
sp. 0 0 0 0 0 0
60 0
CRUSTACEA Balanus sp. 0 0
15
0 300
10
0 50
60 90
Calanus sp. 0 0 0 0 0 0 90 300
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 96
KELAS NAMA
TAKSA
KODE LOKASI
PB
8
PB
9
PB
10
PB
11
PB
12
PB
13
PB
14
PB
15
Centrpgafa
ges sp. 0 0 0 0 0 0
90 360
Macrostella
sp. 0 0 0 0 0 0
30 30
Nauplii 51 48 75 150
17
5
12
5
630 540
Oithona sp. 0 0 0 0 0 0 330 270
Oncaea sp. 0 0 0 0 0 0 0 90
DINOFLAGELLAT
A
Ceratium
sp.
12
8
16
4
25
0 350
12
5
37
5 960
123
0
Trichodesm
ium 0 0 0 300 0
25
0 750 960
Peridinium
sp. 0 0 0 200
10
0 0
60 30
POLYCHAETA Nereis sp. 0 0 0 0 0 0 90 30
Jumlah Individual Total (Ind/L) 17
9
21
2
47
5
130
0
50
0
80
0
226
80
242
10
Indeks Keanekaragaman (H’)
Shannon - Wiener
1.5
2
1.7
9
1.9
6
2.1
3
2.1
7
2.1
0
Keterangan :
1. PB 8 (Sungai Ai Lengis 1) - (S080 53’ 31,1 ‘’ & E 1160 16’ 23,2 ‘’)
2. PB 9 (Sungai Ai Lengis 2 (Muara)) - (S080 53’ 34,9 ‘’ & E 1160 16’ 43,0 ‘’)
3. PB 10 (Sungai Nyarak 1) - (S080 53’ 57,9 ‘’ & E 1160 18’ 11,0 ‘’)
4. PB 11 (Sungai Nyarak 2 (Muara)) - (S080 54’ 24,1 ‘’ & E 1160 17’ 56,8 ‘’)
5. PB 12 (Sungai Tanjung Aan 1) - (S080 54’ 26,8 ‘’ & E 1160 19’ 10,4 ‘’)
6. PB 13 (Sungai Tanjung Aan 2) - (S080 54’ 31,4 ‘’ & E 1160 19’ 14,9 ‘’)
7. PB 14 (Sungai Gerupuk 1) - (S080 54’ 18,4 ‘’ & E 1160 20’ 22,6 ‘’)
8. PB 15 (Sungai Gerupuk 2) - (S080 54’ 06,4 ‘’ & E 1160 19’ 24,1 ‘’)
Secara umum dari hasil survey plankton di 15 lokasi menunjukkan adanya
perbedaan jumlah, jenis, dan keragaman plankton antara di kawasan pesisir
dengan di sungai. Kelimpahan, jumlah jenis maupun keragaman plankton di
pesisir lebih tinggi daripada di sungai.
Keberadaan fitoplankton dari kelas Bacillariophyta dari hasil pengamatan di
pesisir lebih banyak daripada di sungai. Hal ini diduga disebabkan oleh
salinitas yang relatif tinggi di pesisir, yaitu berkisar antara 30-35‰. Menurut
Sachlan (1972), fitoplankton yang hidup pada kisaran salinitas diatas 20‰
sebagian besar merupakan plankton dari kelompok Bacillariophyta. Keadaan
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 97
demikian menurut Riley (1967), diduga berkaitan dengan kondisi perairan
yang mendukung terutama keadaan salinitas dan ketersediaan unsur hara.
Yudilasmono (1996) dalam Arsil (1999), menyatakan bahwa Bacillariophyta
atau Bacillariophyceae lebih mudah beradaptasi dengan lingkungannya dan
merupakan kelompok fitoplankton yang disenangi oleh ikan dan larva udang.
Sedangkan untuk zooplankton, di seluruh lokasi sampling di kawasan
pesisir banyak ditemukan kelas crutaceae dari taxa Copepoda seperti
copepoda dan naupilius. Copepoda merupakan zooplankton yang
mendominasi di semua laut dan samudera, serta merupakan herbivora utama
dalam perairan-perairan bahari dan memiliki kemampuan menentukan bentuk
kurva populasi fitoplankton. Copepoda berperan sebagai mata rantai yang
amat penting antara produksi primer fitoplankton dengan para karnivora besar
dan kecil (Nybakken,1992). Sebagai zooplankton predominan,
mengindikasikan bahwa perairan di lokasi studi cukup potensial untuk
mendukung kehidupan biota laut pelagis. Hal ini didukung oleh penelitian para
pakar, yang menyatakan bahwa ikan-ikan pelagis seperti teri, kembung,
lemuru, tembang dan bahkan cakalang berpreferensi sebagai pemangsa
Copepoda dan larva decapoda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wiadnyana
[16] bahwa kelompok Copepoda di dalam lingkungan yang kondisinya normal,
bergerombolnya biota laut hampir selalu berkaitan erat dengan banyaknya
mangsa pakan di suatu perairan. Copepoda sebagai unsur dominan yang
ditemukan pada komunitas zooplankton di perairan lokasi studi.
Keragaman jenis merupakan parameter yang digunakan dalam mengetahui
suatu komunitas. Parameter ini mencirikan kekayaan jenis dan keseimbangan
dalam suatu komunitas. Ekosistem dengan keragaman rendah adalah tidak
stabil dan rentan terhadap pengaruh tekanan dari luar dibandingkan dengan
ekosistem yang memiliki keragaman tinggi (Boyd, 1999). Fitoplankton selain
berfungsi dalam keseimbangan ekosistem perairan budidaya, juga berfungsi
sebagai pakan alami di dalam usaha budidaya. Romimohtarto dan Juwana
(1998) menyatakan bahwa Crustacea merupakan jenis zooplankton yang
terpenting bagi ikan-ikan, baik di perairan tawar maupun di perairan laut.
Dari hasil penghitungan Indeks Keanekaragaman (Diversity Index) terhadap
jenis-jenis plankton yang teramati di tiap lokasi sampling secara umum bahwa
indeks keanekaragaman plankton di sungai H’ < 2,3026 sedangkan di pesisir
umumnya keanekaragaman plankton H’ > 2,3026. Menurut klasifikasi Wilhm
dan Dorris (1968) dalam Mason (1981) :
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 98
H’ < 2,3026 : keanekaragaman kecil dan kestabilan komunitas
rendah
2,3026<H’> 6,9078: keanekaragaman dan kestabilan komunitas
sedang
H’ > 6,9078 : keanekaragaman tinggi dan kestabilan komunitas tinggi
Maka keanekaragaman di daerah sungai tergolong kecil dan kestabilan
komunitas rendah sedangkan keanekargaman di pesisir tergolong keragaman
sedang dan kestabilan komunitas sedang.
Keanekaragaman di pesisir yang tergolong sedang ini dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan seperti adanya padang lamun, terumbu karang dan hutan
bakau sehingga kondisi perairan di lokasi studi mempunyai kelimpahan lebih
padat dengan demikian dapat dikatakan bahwa perairan di lokasi studi cukup
subur akan nutrisi.
Ekosistem mangrove merupakan penghasil detritus, sumber nutrien
dan bahan organik yang dibawa ke ekosistem padang lamun oleh arus laut.
Sedangkan ekosistem lamun berfungsi sebagai penghasil bahan organik dan
nutrien yang akan dibawa ke ekosistem terumbu karang. Selain itu, ekosistem
lamun juga berfungsi sebagai penjebak sedimen (sedimen trap) sehingga
sedimen tersebut tidak mengganggu kehidupan terumbu karang. Selanjutnya
ekosistem terumbu karang dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari
hempasan ombak (gelombang) dan arus laut. Ekosistem mangrove juga
berperan sebagai habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding
ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan
(spawning ground) bagi organisme yang hidup di padang lamun ataupun
terumbu karang.
Plankton di kawasan perairan hutan mangrove keadaannya agak
berbeda. Menurut Barnes (1974) konsentrasi laut lepas, karena fungsi
fitoplankton ini disubtitusi oleh daun-daun mangrove yang telah terurai dan
larut terdekomposisi diperairan sekitarnya. Daun-daun yang gugur tersebut
menjadi substrat yang baik bagi pertumbuhan bakteri, fungi juga fitoplankton
yang nantinya akan menjadi makanan zooplankton,dan akhirnya menjadi
makanan larva ikan demikian seterusnya.
Disebutkan oleh Ridd et al. dan Lugo & Snedaker, bahwa perairan di
sekitar hutan mangrove memiliki peranan dan memegang kunci dalam
perputaran nutrien, sehingga eksistensinya dapat berperan dalam menopang
dan memberikan tempat kehidupan biota laut, apabila lingkungannya relatif
stabil, kondusif dan tidak terlalu berfluktuatif.
Komunitas mangrove merupakan tempat yang ideal bagi fitoplankton
dan larva-larva biota laut untuk hadir dan mengawali kehidupan, karena
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 99
tersedianya tempat dan pakan yang memadai. Umumnya biota-biota yang ada
di daerah terseut adalah larva ikan yang masih planktonik yang sangat
tergantung arus untuk datang dan pergi ke komunitas mangrove (Nyabakken,
1992).
Pada jenis-jenis mangrove yang berbeda akan terjadi perbedaan pula
pada fungsi mekanik (penahan ombak) dari perakaran hutan mangrove. Hal
ini berurut-turut akan berpengaruh trhadap akumulasi sedimen, kandungan
bahan organik dan intensitas proses dekomposisi. Selanjutnya juga akan
berpengaruh terhadap kelimpahan fitoplankton dan dengan demikian energi
yang siap dialihkan pada biota diatasnya
b. Benthos
Benthos adalah organisme yang hidup merayap atau menetap di dasar
perairan yang ikut menentukan kualitas perairan. Produksi ikan dari suatu
perairan antara lain ditentukan oleh kelimpahan benthos, karena benthos
adalah salah satu sumber pakan ikan. Kehidupan benthos ditentukan oleh
faktor-faktor lingkungan termasuk debit dan arus air. Hasil identifikasi
diperoleh jenis-jenis benthos seperti yang disajikan pada Tabel 2.29 dan
Tabel 2.30.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 100
Tabel 3.29. Hasil Analisis Benthos Pesisir Pantai Kawasan Pariwisata
Mandalika, Lombok
KELAS NAMA TAKSA
KODE LOKASI
PB
1
PB
2
PB
3
PB
4
PB
5
PB
6
PB
7
BACILLARIOPHYCEAE
Pharella acutidens 44 0 89 0 44 44 44
Mactra sp. 89 89 0 0 311 267 133
Liochoncha ornata 0 0 0 0 178 133 89
Paphis sp. 0 0 0 0 0 89 64
Scapharca sp. 2 0 0 0 0 0 44 178
Codakia sp. 0 0 0 89 0 44 192
Scapharca sp. 1 0 0 0 44 0 0 0
GASTROPODA
Architectonica
maxima 0 0 133 0 0 89 133
Cerithium
echinatum 0 0 44 133 44 0 0
Chantarus sp. 0 0 311 133 44 267 133
Cheritidea sp. 0 0 44 0 44 0 0
Conus sp. 0 0 89 133 0 0 89
Cymatium
muricinum 0 0 44 0 0 0 89
Cypraea sp. 133 0 89 44 0 0 0
Mitra sp. 1 44 0 356 44 0 89 44
Mitra sp. 2 267 178 489 489 133 578 44
Nerita sp. 0 0 444 44 0 0 44
Oliva sp. 0 133 0 0 0 133 0
Patelloida sp. 1 0 0 44 89 44 44 0
Patelloida sp. 2 0 0 0 44 0 0 0
Terebra maculata 44 133 133 178 44 0 44
Trochus sp. 0 0 0 0 0 44 44
Umbonium sp. 0 0 0 0 0 133 178
Xenophora sp. 0 0 0 0 0 89 0
SCAPHOPODA Dentalium sp. 0 0 0 267 0 44 0
Jumlah Individual Total (Ind/L) 0 0 0 267 0 311 222
Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon -
Wiener 1.54 1.36 2.21 2.24 1.87 2.41 2.63
Keterangan: 1. PB 1 (Tanjung Aan 1) -
(S080 55’ 04,9 ‘’ & E 1160
19’ 39,2 ‘’)
5. PB 5 (Pelawang) - (S080
54’ 37,0 ‘’ & E 1160 16’
41,0 ‘’)
2. PB 2 (Tanjung Aan 2) -
(S080 54’ 48,7 ‘’ & E
1160 19’ 19,4 ‘’)
6. PB 6 (Gerupuk 1) - (S080
54’ 53,0 ‘’ & E 1160 22’
09,0 ‘’)
3. PB 3 (Medas) - (S080
54’ 49,1 ‘’ & E 1160 17’
31,8 ‘’)
7. PB 7 (Gerupuk 2) - (S080
54’ 04,08 ‘’ & E 1160 20’
36,20 ‘’)
4. PB 4 (Scorpion) - (S080 53’
57,9 ‘’ & E 1160 16’ 48,5 ‘’)
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 101
Tabel 2.30. Hasil Analisis Benthos Pesisir Pantai Kawasan
Pariwisata Mandalika, Lombok
KELAS NAMA TAKSA
KODE LOKASI
PB
8
PB
9
PB
10
PB
11
PB
12
PB
13
PB
14
PB
15
ANNELIDA Branchiura sp. 89 0 0 0 400 44 0 0
Lumbriculus sp. 0 0 0 0 44 44 0 0
GASTROPODA
Bellamya sp. 0 0 0 133 133 89 20 15
Brothia sp. 0 0 0 0 0 0 40 20
Gastropoda 1 0 0 44 0 0 0 0 0
Melanoides sp. 89 44 0 89 0 133 15 15
DIPTERA Chironomus sp. 0 0 0 0 0 0 15 0
LYMNAIDAE Lymnaea sp, 0 0 0 0 89 44 25 0
PELECYPODA Corbicula sp, 44 44 0 44 0 844 0 5
Jumlah Individual Total (Ind/L) 222 88 44 267 666 1199 115 55
Indeks Keanekaragaman (H’)
Shannon - Wiener 1.05 0.69 0.00 1.01 1.08 1.05
1.535 1.295
Keterangan :
1. PB 8 (Sungai Ai Lengis 1) - (S080 53’ 31,1 ‘’ & E 1160 16’ 23,2 ‘’)
2. PB 9 (Sungai Ai Lengis 2 (Muara)) - (S080 53’ 34,9 ‘’ & E 1160 16’ 43,0 ‘’)
3. PB 10 (Sungai Nyarak 1) - (S080 53’ 57,9 ‘’ & E 1160 18’ 11,0 ‘’)
4. PB 11 (Sungai Nyarak 2 (Muara)) - (S080 54’ 24,1 ‘’ & E 1160 17’ 56,8 ‘’)
5. PB 12 (Sungai Tanjung Aan 1) - (S080 54’ 26,8 ‘’ & E 1160 19’ 10,4 ‘’)
6. PB 13 (Sungai Tanjung Aan 2) - (S080 54’ 31,4 ‘’ & E 1160 19’ 14,9 ‘’)
7. PB 14 (Sungai Gerupuk 1) - (S080 54’ 18,4 ‘’ & E 1160 20’ 22,6 ‘’)
8. PB 15 (Sungai Gerupuk 2) - (S080 54’ 06,4 ‘’ & E 1160 19’ 24,1 ‘’)
Dari hasil survey bentos di 15 lokasi menunjukkan adanya kemiripan
dengan hasil plankton yaitu adanya perbedaan jumlah, jenis, dan keragaman
bentos di pesisir lebih tinggi daripada di sungai.
Dari hasil penghitungan Indeks Keanekaragaman (Diversity Index)
terhadap jenis-jenis bentos yang teramati di tiap lokasi sampling secara umum
bahwa indeks keanekaragaman bentos di sungai dan di pesisir umumnya H’
< 2,3026 kecuali di Gerupuk 1 dan 2. Menurut klasifikasi Wilhm dan Dorris
(1968) dalam Mason (1981) keanekaragaman bentos di daerah sungai sungai
dan pesisir secara umum tergolong kecil dan kestabilan komunitas rendah
kecuali di Gerupuk 1 dan 2 tergolong keanekaragaman dan kestabilan
komunitas sedang.
Keanekaragaman di Gerupuk 1 dan 2 ini tergolong sedang, hal ini
diperkirakan berhubungan dengan keberadaan hutan mangrove di pantai
Gerupuk. Hutan mangrove memiliki beberapa fungsi ekologis. Salah satu
fungsinya adalah sebagai penghasil sejumlah besar detritus, terutama yang
berasal dari serasah (daun, ranting, bunga dan buah yang gugur). Sebagian
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 102
detritus ini dimanfaatkan sebagai bahan makanan oleh fauna makrobenthos
pemakan detritus.
c. Terumbu Karang dan Lamun
Ekosistem pesisir utama yang umum dijumpai di pesisir pantai
Kawasan Pariwisata Mandalika, Lombok yaitu ekosistem estuari, ekosistem
lamun dan ekosistem terumbu karang. Ketiganya merupakan ekosistem yang
sangat vital, dinamis, memiliki high bio-diversity, dan memiliki produktivitas
tinggi. Ekosistem estuari, lamun dan terumbu karang memiliki fungsi ekologi
dan ekonomi yang sangat penting.
Kondisi existing ekosistem pesisir diketahui dengan melakukan
pengamatan rona lingkungan dan pencuplikan biologi di beberapa lokasi
sepanjang garis pantai yang termasuk pesisir pantai Kawasan Pariwisata
Mandalika, Lombok. Adapun lokasi dan komponen biologi yang dicuplik dapat
dilihat pada Tabel 2.31.
Tabel 3.31. Koordinat Pencuplikan Ekosistem Pesisir Pantai Kawasan
Pariwisata Mandalika, Lombok
Kode Lokasi Lokasi Koordinat
Komponen Biologi S E
TK 1, PB 1 Tanjung Aan 1 08o55'04,9" 116o19'39,2" Terumbu karang, sedimen, plankton, bentos
TK 2, L 1, PB
2 Tanjung Aan 2 08o54'48,7" 116o19'19,4" Terumbu karang, lamun, plankton, bentos
TK 3, PB 3 Tanjung Seger
(Medas) 08o54'49,1" 116o17'31,8" Terumbu karang, sedimen, plankton, bentos
TK4, PB4 Teluk Kuta 1
(Scorpion) 08o53'57,9" 116o16'48,5" Terumbu karang, sedimen, plankton, bentos
TK5, PB5 Pelawang 08o54'37,0" 116o16'41,0" Terumbu karang, sedimen, plankton, bentos
TK6, L2, PB6 Gerupuk 1 08o54'53,0" 116o22'09,0" Terumbu karang, lamun, sedimen, plankton,
bentos
TK7, L3, PB7 Gerupuk 2 08°54'4,08" 116°20'36,20
"
Terumbu karang, lamun, sedimen, plankton,
bentos
L4 Tanjung Aan 08o54'34,3" 116o19'44,0" Lamun
L5 Pantai Kuta 08o53'40,5" 116o17'00,8" Lamun
L6 Pantai Seger 08o54'24,6" 116o18'09,7" Lamun
PB8 Sungai Ai Lengis 1 08o53'31,1" 116o16'23,2" Plankton, bentos
PB9 Sungai Ai Lengis 2
(Muara) 08o53'34,9" 116o16'43,0" Plankton, bentos
PB10 Sungai Nyarak 1 08o53'57,9" 116o18'11,0" Plankton, bentos
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 103
PB11 Sungai Nyarak 2
(Muara) 08o54'24,1" 116o17'56,8" Plankton, bentos
PB12 Sungai Tanjung Aan
1 08o54'26,8" 116o19'10,4" Plankton, bentos
PB13 Sungai Tanjung Aan
2 08o54'31,4" 116o19'14,9" Plankton, bentos
Keterangan: TK (Terumbu Karang); L (Lamun); PB (Plankton & Bentos)
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 104
Gambar 2.20. Lokasi Pencuplikan Ekosistem Pesisir
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 105
Kegiatan Pengukuran Kondisi Existing Ekosistem Terumbu Karang
Ekosistem Terumbu Karang
Pengukuran dan pengamatan kondisi existing ekosistem terumbu
karang dilakukan di tujuh lokasi. Metode Line Intercept Transect (LIT) hanya
dilakukan di tiga lokasi yaitu Tanjung Aan (2 lokasi) dan Scorpion. Tiga lokasi
lain yaitu Medas, Pelawang dan Gerupuk hanya dilakukan pengamatan visual
karena kondisi terumbu karang sudah sangat rusak, hampir 80% karang telah
mati. Persentase penutupan terumbu karang di lokasi Tanjung Aan dan
Scorpion dapat dilihat pada Tabel 2.32.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 106
Tabel 2.32 Persentase penutupan terumbu karang di tiga lokasi survei
berdasarkan bentuk hidup terumbu karang
BENTUK HIDUP Persentase Penutupan
Tj. Aan 1 Tj. Aan 2 Scorpion
Karang Keras
Acropora Branching (ACB) 0 12.74 14
Acropora Digitate (ACD) 0 2.04 0
Acropora Submassive (ACS) 0 24.14 26.5
Coral Branching (CB) 0 1.18 7.35
Coral Foliose (CF) 0 0 0.85
Coral Massive (CM) 8.26 2.28 2.15
Millepora (CME) 0.41 0 0
Coral Submassive (CS) 2.48 0.59 0
Jumlah Karang Keras 11.16 42.96 50.85
Dead Coral (DC) 6.07 0 0
Dead Coral with Algae (DCA) 30.70 28.77 42.55
Jumlah Karang Mati 36.77 28.77 42.55
Fauna Lain
Soft Coral (SC) 40.33 1.42 1.5
Other (OT) 0.99 0 0
Jumlah Fauna Lain 41.32 1.42 1.5
Alga
Macroalgae (MA) 3.10 25.67 2.6
Jumlah Alga 3.10 25.67 2.60
Abiotik
Rubbel (RB) 0 1.18 2.5
Sand (S) 7.02 0 0
Water (W) 0.62 0 0
Jumlah Abiotik 7.64 1.18 2.50
Tanjung Aan 1 (TK1)
Pengukuran kondisi existing terumbu karang di lokasi Tanjung Aan 1
dilakukan pada kedalaman 6-8 meter. Kondisi perairan sangat keruh dengan
jarak pandang 1-2 meter, kontur landai dan substrat dasar didominasi oleh
karang mati yang telah diselimuti alga. Terumbu karang yang terdapat di lokasi
Tanjung Aan 1 berasosiasi dengan lamun. Ikan karang yang dijumpai antara
lain Famili Chaetodontidae, Ephiphedae, Pomacentridae, Acanthuridae,
Apogonidae, Gobiidae, Scaridae dan Labridae.
Komposisi terumbu karang terdiri dari karang keras hidup sebesar
11,16%; Fauna lain yang terdiri dari Soft Coral dan berbagai biota lain
(teripang, bintang laut) sebesar 41,32; Makroalga sebesar 3,10% dan biotik
sebesar 7,64%. Adanya muara sungai di daerah Tanjung Aan merupakan
salah satu penyebab tingginya particle suspended solid yang membawa
materi organik ke badan perairan. Kondisi tersebut menyebabkan makroalga
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 107
tumbuh subur di dasar perairan terutama di permukaan karang yang telah
mati. Perairan yang keruh dapat mengakibatkan berkurangnya penetrasi
cahaya matahari ke dasar perairan serta terhalangnya polip-polip yang
terdapat pada karang sehingga terumbu karang tidak dapat tumbuh dengan
optimal. Berdasarkan Kepmen LH No. 400/2004, terumbu karang di lokasi
Tanjung Aan 1 termasuk dalam kategori buruk karena hanya memiliki
tutupan karang keras yang hidup sebesar 11,16%.
Tanjung Aan 2 (TK2)
Terumbu karang di lokasi Tanjung Aan 2 terletak di kedalaman 2-3
meter, perairan keruh dengan jarak pandang 1-2 meter. Kontur dasar perairan
relatif landai dengan substrat dasar berupa pasir-lumpur. Komposisi terumbu
karang di lokasi Tanjung Aan 2 terdiri dari karang keras yang hidup sebesar
42,96%; Fauna lain yaitu soft coral sebesar 1,42%; Makroalga sebesar
25,67%; dan patahan karang sebesar 1,18%. Karang keras yang telah mati
dan mati diselimuti alga sebesar 28,77%.
Ekosistem terumbu karang di lokasi Tanjung Aan 2 berasosiasi dengan
ekosistem lamun, selain itu juga terdapat beberapa biota lain diantaranya bulu
babi, bintang laut (Linckia laevigata), bintang laut mengular (Ophiomastix sp.),
dan berbagai ikan karang yang termasuk famili Serranidae, Apogonidae,
Chaetodontidae, Pomacentridae, dan Labridae.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 108
Berdasarkan kriteria Kepmen LH No.400/2004, terumbu karang di
lokasi Tanjung Aan 2 termasuk dalam kategori sedang. Lokasi ini merupakan
lokasi yang dijadikan oleh masyarakat nelayan sebagai salah satu daerah
tangkapan berbagai ikan karang komersil.
Medas (TK3)
Terumbu karang yang terdapat di lokasi Medas berupa atol yang
terpisah dari daratan utama Pulau Lombok. Terumbu karang dijumpai di
kedalaman 15-18 meter dengan jarak pandang 1-2,5 meter. Lokasi ini
umumnya didominasi oleh soft coral, karang keras sebagian besar telah mati
dan ditumbuhi oleh soft coral. Lokasi terumbu karang yang terpisah dari
daratan utama tersebut menyebabkan tingginya kelimpahan berbagai ikan
karang maupun ikan pelagis.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 109
Scorpion (TK4)
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 110
Palawang (TK5)
Lokasi survei terletak di daerah tanjung Palawang dengan kontur
landai di kedalaman 2-3 meter sepanjang kurang lebih 100 meter dari
garis pantai, selanjutnya drop off mulai kedalaman 8 meter hingga 15
meter. Arus sangat kuat dan perairan sangat keruh dengan jarak
pandang hanya sekitar 1-2 meter. Terumbu karang di lokasi ini
didominasi oleh karang lunak, karang keras hampir sebagian besar
mati. Di lokasi ini terdapat masukan air tawar yang berasal dari muara
sungai, sehingga bila musim hujan perairan menjadi sangat keruh
karena tingginya partikel terlarut dan sedimen di badan perairan.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 111
Kondisi existing ekosistem terumbu karang di lokasi Palawang.
Terumbu karang didominasi oleh karang lunak. Kondisi perairan yang keruh
dan arus yang relatif kuat menyebabkan karang keras tidak dapat tumbuh
dengan optimum
Gerupuk 1 (TK6)
Berbagai bentuk hidup terumbu karang yang dijumpai di lokasi Tanjung
Aan 1, didominasi oleh makroalga jenis Halimeda sp. dan karang lunak
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 112
Gerupuk 2 (TK7)
Berbagai bentuk hidup terumbu karang dan biota yang berasosiasi di
lokasi Tanjung Aan 2. Terumbu karang didominasi oleh bentuk hidup
Acropora Submassive, termasuk jenis Favia sp., Porites sp. dan
Pocillopora sp.
Ekosistem Lamun
Lamun merupakan tumbuhan berbunga serupa rerumputan yang
tumbuh di areal zona tidal (pasang surut) air laut. Seperti halnya tumbuhan
berbunga, lamun memiliki organ daun, batang, dan akar serta bunga yang
jelas, dan termasuk ke dalam tumbuhan monokotil (berkeping biji tunggal).
Padang lamun merupakan lansekap yang ditumbuhi komunitas lamun (baik
sejenis maupun berbagai jenis) membentuk vegetasi yang khas di zona
pasang surut air laut. Padang lamun sendiri menyediakan habitat bagi berbagi
jenis organism laut seperti ikan, echinodermata dan berbagai invertebrate lain
membentuk suatu ekosistem padang lamun. Ekosistem padang lamun
berfungsi sebagai penyuplai energi, baik pada zona bentik maupun pelagis.
Detritus daun lamun yang tua didekomposisi oleh sekumpulan jasad bentik
(seperti teripang, kerang, kepiting, dan bakteri), sehingga dihasilkan bahan
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 113
organik, baik yang tersuspensi maupun yang terlarut dalam bentuk nutrien.
Nutrien tersebut tidak hanya bermanfaat bagi tumbuhan lamun, tetapi juga
bermanfaat untuk pertumbuhan fitoplankton dan selanjutnya zooplankton, dan
juvenil ikan/udang.
Seperti padang lamun pada umumnya, di Mandalika,bersama dengan
komunitas terumbu karang ekosistem padang lamun menyediakan kehidupan
bagi biodiversitas air laut sehingga memiliki nilai penting bagi kawasan
tersebut. Pengukuran dan Penilaian terhadap kondisi padang lamun perlu
dilakukan untuk menilai kondisi kualitas ekosistem lingkungan laut dan
terutama dapat membantu memberikan pertimbangan terhadap
pembangunan di areal tersebut.
Penilaian kondisi lamun di area ini telah dilakukan pada bulan Januari
2017 meliputi lokasi : Kuta, Benjon, Serenting, Tanjung Aan dan Gerupuk.
Metode yang dilakukan adalah Rapid Assessment dengan melihat jenis lamun
dan estimasi tutupan lahannya, substrat, dan kekeruhan. lamun diukur dengan
menggunakan petak berukuran 50 x 50 cm2 pada titik yang ditentukan secara
random meliputi pendataan jenis lamun dan persen tutupan lahannya.
Pelaksaanan pengukuran dilakukan dengan scuba divie dan snorkeling. Hasil
pelaksanaan pengukuran lamun berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat
pada Tabel 2.33. Sedangkan estimasi persen tutupan lahan terlihat pada
Tabel 2.34.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 114
Tabel 2.33. Total Jenis Lamun yang Dijumpai di Areal Pengamatan
Jenis
Lokasi
Kuta Benjon Serenting Tanjung
Aan
Gerupuk
Cymodocea rotundata
Cymodocea serrulata
Enhalus acoroides
Halodule pinifolia
Halodule uninervis
Halophila ovalis
Halophila spinulosa
Syringodium isoetifolium
Thallasia hemprichii
Thalassodendron ciliatum
total 7 4 3 8 7
Sumber: Hasil Pengamatan Langsung, Juni 2017
Tabel 2.34. Estimasi Persen Tutupan Lamun (%) di Tiap Lokasi
Jenis
Lokasi
Kuta Benjon Serenting Tanjung
Aan
Gerupuk
Cymodocea rotundata 29.35 41.6 36.8 9.8 8.5
Cymodocea serrulata - - - 15.3 -
Enhalus acoroides 27.4 - - 20.8 20.87
Halodule pinifolia - 10 - - -
Halodule uninervis <5 17.9 - - <5
Halophila ovalis <5 - - <5 <5
Halophila spinulosa - - - <5 <5
Syringodium isoetifolium 17.04 30.3 10.5 19.7 16.12
Thallasia hemprichii 14.20 - 52.6 <5 10.4
Thalassodendron ciliatum <5 - - 26.3 34.15
total 100 100 100 100 100
Sumber : Hasil Perhitungan, 2017
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 115
Di beberapa lokasi dijumpai jenis lamun yang telah mengalami ‘grazing’
yang diduga dimakan oleh herbivora laut seperti dugong (seperti yang
dijumpai di Kuta ditemukan bangkai Dugong dengan panjang tubuh 2.1 m).
Jenis lamun tersebut adalah Cymodocea rotundata. Berikut merupakan hasil
pengamatan di tiap lokasi pengamatan:
Kuta (L6)
Di Kuta, kondisi perairan memiliki kekeruhan yang cukup tinggi dengan
jarak pandang bekisar 10-50 cm. substrat berupa pasir dengan butiran kasar
(diameter 0.5-2 mm) dan butiran halus (diameter <0.5 cm), kedalaman lamun
bekisar 1-3 m dibawah permukaan laut (kondisi pasang). Estimasi persen
tutupan lamun tertinggi adalah Cymodocea rotundata (29, 35) dan Enhalus
acoroides (27, 46), lainnya tertera pada Tabel 3.34.
Jenis yang dijumpai:
Cymodocea rotundata
Enhalus acoroides
Halodule univervis
Halophila ovalis
Syringodium isoetifolium
Thallasia hemprichii
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 116
Benjon-Novotel (L5)
Di lokasi ini, terdapat muara sungai yang cukup besar yang membawa
substrat tanah ke laut yang menyebabkan pertumbuhan lamun terhambat. Hal
tersebut mengakibatkan luas area padang lamun tidak cukup luas. Hanya
ditemui sebanyak 4 jenis lamun dengan persen tutupan lamun terbesar adalah
Cymodocea rotundata (41.67) dan Syringodium isoetifolium (30..3), lainnya
adalah Halodule pinifolia (10.1) dan H. uninervis (17.9). saat pengamatan
dilakukan jarak pandang hanya sekitar 50-1.5 meter, dan kedalaman lamun
sekitar 1.5-3 meter dibawah permukaan laut. Substrat lamun berupa pasir
kasar (diam. 0.5-2 mm) dan halus (diam. <0.5 mm).
Cymodocea rotundata
Halodule pinifolia
Halodule univervis
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 117
Serenting (L1)
Di lokasi ini tidak dijumpai cukup banyak jenis lamun, hanya sekitar 3 jenis
yaitu:
Cymodocea rotundata
Thallasia hemprichii
Syringodium isoetifolium
Lamun dengan persen tutupan lahan tertinggi adalah Thallasia
hemprichii yaitu 52.6 sedangkan lainnya 36.8 Cymodocea rotundata dan 10.5
Syringodium isoetifolium. Di daerah ini substrat berupa pasir kasar (diam. 0.5-
2 mm) dan halus (diam. <0.5 mm). dengan jarak pandang (pada saat
pengamatan 1.5 – 2 meter.
Tanjung Aan (L4)
Di lokasi ini dijumpai cukup banyak jenis lamun yaitu sebanyak 8 jenis:
Cymodocea rotundata
Cymodocea serulatta
Syringodium isoetifolium
Thalassodendron ciliatum
Halophila ovalis
Enhalus acoroides
Halophila spinulosa
lamun di lokasi Serenting
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 118
Dengan persen tutupan lamun tertinggi 26.37 oleh Thalassodendron
ciliatum (Tabel 2.34), dan lainnya Enhalus acoroides (20.87), Syringodium
isoetifolium (19.78). Di daerah ini substrat berupa pasir kasar (diam. 0.5-2 mm)
dan halus (diam. <0.5 mm). dengan jarak pandang (pada saat pengamatan
1.5 – 2 meter.
Kondisi existing lamun di lokasi Tanjung Aan
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 119
Gerupuk (L2 & L3)
Di daerah ini dijumpai jenis lamun dengan kearagamn tertinggi yaitu 9 jenis
yaitu:
Enhalus acoroides
Thalassodendron ciliatum
Syringodium isoetifolium
Halophila spinulosa
Cymodocea rotundata
Thallasia hemprichii
Halodule univervis
Halophila minor
Halophila ovalis
Persen tutupan lamun tertinggi adalah Thalassodendron ciliatum
(34.15) diikuti oleh Enhalus acoroides (20.8) dan Syringodium isoetifolium
(16.12). kedalaman lamun yang dijumpai berada pada sekitar 2-5 meter
dibawah permukaan laut. Di daerah ini substrat berupa pasir kasar (diam. 0.5-
2 mm) dan halus (diam. <0.5 mm). dengan jarak pandang (pada saat
pengamatan 1 – 2 meter.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 120
Kondisi existing lamun di lokasi Gerupuk
d. Bau Nyale
Diantara keindahan pantai sepanjang pesisir Lombok Tengah, terdapat
cerita yang sangat melegenda tentang penghormatan dan konservasi alam.
Sebuah tradisi untuk mengenang dan menghayati anugrah Sang Pencipta
untuk kesuburan dan berkah sumber makanan. Tradisi ini lebih dikenal
dengan sebutan Bau Nyale, tradisi menangkap Nyale, kelompok cacing yang
secara massal muncul di daerah pesisir selatan sepanjang Pulau Lombok.
Belum jelas asal usul tradisi yang berkembang di pesisir pantai Kuta ini,
menurut cerita masyarakat sekitar pantai Kuta, dikabarkan telah ada semenjak
abad ke 16 masehi. Bau nyale diadakan di 16 pantai yang memanjang sejauh
72 Km dari arah timur hingga ke barat di pesisir Selatan Lombok Tengah,
terutama di sekitar pantai Seger. Bau nyale ini dilakukan setiap tanggal
duapuluh, bulan kesepuluh dalam penanggalam Sasak yaitu sekitar akhir
Februari kadang juga bulan Maret, atau 5 hari setelah purnama.
Tradisi Bau nyale dipercaya timbul akibat pengaruh keadaan alam dan
pola kehidupan masyarakat tani yang mempunyai kepercayaan yang
mendasar akan kebesaran Tuhan, menciptakan alam dengan segala isinya
termasuk nyale . Kemunculannya nyale diyakini masyarakat ditandai dengan
fenomena keajaiban alam. Beberapa waktu sebelum nyale keluar, ditandai
dengan hujan deras di malam hari yang diselingi kilat dan petir yang
menggelegar disertai angin yang sangat kencang (hujan angin). Malam
menjelang nyale keluar, hujan angin reda lalu berganti dengan hujan rintik-
rintik. Suasana menjadi demikian tenang. Pada dini hari, nyale mulai terlihat
bergulung-gulung bersama ombak yang gemuruh memecah pantai, secepat
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 121
itu nyale berangsur-angsur lenyap dari permukaan laut bersama dengan fajar
menyingsing dari ufuk timur.
Keajaiban nyale bagi suku Sasak telah menciptakan legenda (dongeng)
tentang kejadian yang tersebar hampir keseluruh lapisan masyarakat Lombok
dan sekitarnya. Dongeng ini sangat menarik dengan cerita penuh filosofi
kepemimpinan dan berkembang melalui penuturan orang-orang tua yang
kemudian tersusun dalam dongeng legenda nyale .
Dongeng ini berkisah seputaran cerita seorang putri cantik jelita dari
yang bernama Putri Mandalika yang menjadi rebutan banyak pangeran.
Karena berbagai ancaman dan desakan untuk segera memilih calon
pasangan, maka putri Mandalika dihadapan rakyat yang diperintah
kerajaannya dan kerajaan para pangeran, melakukan pengorbanan dengan
melompat ke laut di pantai Kuta, dan berpesan bahwa dia adalah milik semua
rakyat, hingga akhirnya rakyatnya menjumpai cacing-cacing yang keluar dari
celah karang tempat putri meloncat ke laut. Sejak itulah masyarakat mencari
nyale, yang diyakini sebagai manifestasi kasih sayang putri bagi rakyatnya.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 122
Pantai Seger, Tempat Pemusatan Upacara Bau Nyale
Gambaran Kegiatan Bau Nyale di sekitar Pesisir Lombok Tengah
(Referensi gambar dari Internet)
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 123
Diluar semua mitos yang sangat melegenda di masyarakat, tradisi
nyale setidaknya berperan dalam pengelolaan kawasan pantai disekitar
wilayah Lombok Tengah. Nyale yang keluar dari celah coral yang ada di
sepanjang pantai berpasir, mengharuskan masyarakat dan pemda untuk
senantiasa menjaga ekosistem di sekitar pantai, seperti misalnya kawasan
terumbu karang dan padang lamun.
Nyale yang dikatakan oleh masyarakat terdiri atas beberapa warna dan
ukuran, sejatinya menunjukkan bahwa nyale adalah sebutan untuk komunitas
cacing yang tergolong polychaeta. Cacing laut Polichaeta (filum Annelida)
adalah salah satu biota yang keberadaannya cukup dominan pada ekosistem
laut maupun estuaria. Kehadiran cacing ini memiliki arti penting pada rantai
dan jejaring makanan (Nybakken, 1993). Cacing polychaeta dapat berperan
sebagai detritivor dan menyediakan sumber makanan untuk ikan, udang dan
organisme besar lainnya di wilayah intertidal.
Uniknya, beberapa spesies dari cacing laut Polikhaeta juga biasa
dikonsumsi oleh masyarakat di beberapa kawasan di Indonesia Timur. Jenis
cacing laut yang dikonsumsi oleh mereka, umumnya, berasal dari spesies
yang menunjukkan fenomena swarming. Swarming ini adalah fenomena
kemunculan massal cacing laut untuk melakukan perkawinan secara external.
Monk et al. (1997), dalam penelitiannya di perairan Lombok, Sumba,
dan Ambon melaporkan ada 4 jenis cacing laut Polychaeta yang menunjukkan
fenomena swarming, yakni Eunice siciliensis, E. viridis, Licydice collaris, dan
Dendronereides heteropoda. Sementara di perairan Kyushu, Jepang,
Hanafiah et al. (2006) dalam Pamungkas (2009) melaporkan ada 4 jenis
cacing laut Polychaeta yang juga memperlihatkan fenomena swarming, yakni
Hediste japonica, H. diadroma, Tylorrhynchus osawai, dan Nectoneanthes
oxypoda.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 124
Beberapa gambaran hasil tangkapan Cacing Polychaeta, Nyale
(Sumber : detik.com, diakses maret 2017)
Selain di wilayah Lombok, fenomena tradisi nyale juga dikenal di
wilayah Sumba dengan nama palolo, dan Maluku dengan nama laor. Jenis
cacing polychaeta ini memiliki pola dan preferensi habitat yang sama, yakni
swarming di sekitaran bulan Maret dan hidup di antara pantai berkarang.
Perilaku swarming diduga terjadi akibat siklus kematangan gonad dari
cacing polychaeta dan faktor alam (tinggi muka air laut pada saat purnama di
bulan februari-maret). Cacing Polychaeta nyale ini dapat melakukan
reproduksi secara aseksual (tumbuh dari fragmen yang terputus) atau secara
seksual, hasil reproduksi sel telur dan sel sperma. Pada saat kegiatan
reproduksi eksternal ini akan dilakukan, cacing nyale akan mengalami
fenomena perubahan karakteristik morfologi secara terbatas dari organisme
bentik menjadi planktonik, diantaranya mengubah setae (rambut halus pada
tubuh) menjadi kaki renang.
Dengan serangkaian keunikan dan perilaku yang dihubungkan dengan
mitos Legenda Putri Mandalika, keberadaan nyale secara ekologis sangat
berperan dalam menjaga kesintasan ekosistem intertidal sekitar pantai di
lombok Tengah dan pantai lainnya. Sistem pengambilan nyale dalam tradisi
bau nyale ini, secara tradisional tidak mempengaruhi secara signifikan
terhadap populasi cacing polychaeta secara signifikan, hal ini terjadi karena
dengan pola pengambilan menjelang fajar, maka proses pemijahan
(spwaning) cacing telah terlewati dan generasi baru akan segera tumbuh. Hal
ini mirip dengan pola migrasi ikan salmon ke hulu untuk melakukan pemijahan
dan setelah itu ikan salmon mati.
Tradisi ini telah menarik perhatian semua pihak, bahkan pemerintah
daerah lombok tengah telah menjadikan event ini sebagai event atraksi
pariwisata tahunan dalam kalender pariwisatanya. Meskipun dari segi sosial
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 125
budaya, tradisi bau nyale mulai kehilangan citra diri karena dibeberapa tempat,
upacara ini lebih menonjolkan hiburan suguhan musik modern dibandingkan
pelestarian budaya kearifan lokal.
Promosi Bau Nyale dalam Kalender Event Pariwisata Kabupaten Lombok
Tengah
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 126
2.3.KOMPONEN LINGKUNGAN SOSIAL
2.3.1.Kependudukan
a. Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk
Lokasi kegiatan pariwisata Mandalika sebagian besar terletak di
wilayah Kecamatan Pujut. Berkaitan dengan kegiatan sosial ekonomi
masyarakat maka lahan di kawasan ini akan mengggunakan lahan di Desa
Kuta, Sengkol, Mertak, Sukadana dan Truwai. Selain kelima desa tersebut,
terdapat sepuluh desa lain yang berada di wilayah Kecamatan Pujut.
Berdasarkan hal tersebut maka pembahasan rona lingkungan hidup sosial
ekonomi dari studi ini akan mencakup seluruh desa di Kecamatan Pujut
dengan pembagian wilayah penelitian yaitu lima desa yang lahannya
digunakan sebagai lokasi kegiatan (wilayah 1) dan lokasi sekitarnya yang
termasuk dalam kecamatan Pujut (Wilayah 2).
Luas wilayah Kecamatan Pujut adalah 233,55 km2 dengan jumlah
rumah tangga sebanyak 28.622 dan jumlah penduduk sebanyak 97.857 jiwa,
maka kepadatan penduduk adalah 419 jiwa per kilometer persegi.
Luas wilayah Desa Kuta adalah 23,66 km2 dengan jumlah rumah tangga
sebanyak 2.132 dan jumlah penduduk sebanyak 7.831 jiwa, maka kepadatan
penduduk adalah 331 jiwa per km2, sedangkan luas wilayah Desa Mertak
adalah 14,27 km2 dengan jumlah rumah tangga sebanyak 2.228 dan jumlah
penduduk sebanyak 7.501 jiwa, maka kepadatan penduduk adalah 526 jiwa
per km2.
Desa Sengkol mempunyai luas wilayah 18,36 km2 dengan jumlah
rumah tangga sebanyak 3.028 dan jumlah penduduk sebanyak 10.427 jiwa,
maka kepadatan penduduk adalah 568 jiwa per km2.
Desa Sukadana mempunyai luas wilayah 7,83 km2 dengan jumlah
rumah tangga sebanyak 1.519 dan jumlah penduduk sebanyak 4.977 jiwa,
maka kepadatan penduduk adalah 636 jiwa per km2.
Desa Truwai mempunyai luas wilayah 59,32 km2 dengan jumlah rumah
tangga sebanyak 1.519 dan jumlah penduduk sebanyak 4.811 jiwa kepadatan
penduduk adalah 81 jiwa per km2,
Pada tahun 2017 Desa Truwai telah dimekarkan menjadi dua desa,
yaitu Desa Truwai dan Desa Bangket Perak, sehingga jumlah Desa di
Kecamatan Pujut adalah 16 Desa.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 127
Diantara lima wilayah tersebut terlihat bahwa penduduk yang paling
padat terdapat di Desa Sukadana, sedangkan kepadatan penduduk yang
paling rendah berada di Desa Truwai, untuk wilayah sepuluh desa lainnya
yang termasuk wilayah Kecamatan Pujut, total luas lahan sebesar 233,55 Km2
dengan jumlah rumah tangga sebanyak 28.622 rumah tangga dan jumlah
penduduk sebanyak 97.857 jiwa kepadatan penduduk adalah 401 jiwa per km2
(lihat Tabel 2.35).
Mengacu kepada standar kepadatan penduduk menurut Badan Pusat
Statistik, Kepadatan penduduk dikelompokkan kedalam tiga kriteria kepadatan
yaitu:
Kriteria kepadatan tinggi apabila penduduk berjumlah lebih dari 2.000 jiwa
per km2.
Kriteria kepadatan sedang apabila penduduk berjumlah antara 1.000 jiwa
sampai dengan 2.000 jiwa per km2.
Kriteria kepadatan rendah apabila penduduk berjumlah kurang dari 1.000
jiwa per km2.
Sesuai dengan acuan tersebut maka tingkat kepadatan penduduk di
Kecamatan Pujut secara keseluruhan termasuk kedalam kepadatan rendah,
begitu juga di lima desa wilayah studi termasuk kriteria kepadatan rendah,
hanya di Desa Kawo dan di Desa Ketara saja yang termasuk kategori
kepadatan sedang.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 128
Tabel 2.35 Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Desa Wilayah
Studi
Sumber: Kecamatan Pujut Dalam Angka Tahun 2011
Perbandingan penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Pujut
rata-rata menunjukkan angka 123, yang berarti diantara 100 orang laki-laki
terdapat 123 orang perempuan. Angka tersebut menunjukkan besarnya
potensi penduduk perempuan.
b. Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur
Untuk melihat sampai sejauh mana komposisi masing-masing usia
penduduk, dilakukan analisis terhadap kondisi usia penduduk dengan Ratio
Angka Beban Tanggungan (Dependency Ratio) yang diperoleh melalui
Desa
Luas
Lahan
(km2)
Jumlah
Rumah
Tangga
Jumlah Penduduk Kepadata
n
Pendudu
k
(jiwa/km2)
Laki-laki Perempuan Jumlah
Kuta 23,66 2.132 3.904 3.927 7.831 331
Mertak 14,27 2.228 3.687 3.814 7.501 526
Sengkol 18,36 3.208 4.979 5.448 10.427 568
Sukadana 7,83 1.519 2.365 2.612 4.977 636
Truwai 59,32 1.519 2.356 2.455 4.811 81
Total
Wilayah 1 123,44 10.786 17.291 18.256 35.547 428
Tumpak 34,54 1.547 2.397 2.725 5.122 148
Prabu 4,93 1.026 1.837 1.951 3.788 768
Rembitan 14,75 1.954 3.500 3.871 7.371 499
Pengengat 11,97 1.746 2.667 2.876 5.543 463
Gapura 3,40 806 1.239 1.367 2.606 766
Kawo 8,36 2.680 4.370 4.656 9.026 1.079
Segala Anyar 4,50 895 1.405 1.506 2.911 646
Pengembur 13,33 2.592 4.083 4.813 8.896 667
Ketara 3,56 1.116 1.913 2.175 4.088 1.148
Tanak Awu 10,77 2.502 4.195 4.549 8.744 811
Total
Wilayah 2 110,11 16.864 25.534 31.699 57.233 520
Kecamatan 233,55 28.622 46.946 50.911 97.857 401
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 129
perbandingan antara penduduk usia tidak produktif yaitu (penduduk usia 0 -
14 tahun dan di atas 65 tahun) dengan penduduk usia produktif yaitu
penduduk usia diatas usia 15 – 64 tahun.
Menurut Kecamatan Pujut dalam angka tahun 2011 usia produktif lebih
banyak dibandingkan dengan usia tidak produktif, Penduduk angkatan kerja
yang merupakan potensi menghadapi masalah diantaranya kualitas tingkat
pendidikan yang relatif rendah. Hal ini membuat pilihan mereka terhadap
lapangan kerja menjadi terbatas. Faktor inilah yang sering membuat tidak
bertemunya antara permintaan tenaga kerja dengan penawarannya.
Dari hasil perhitungan berdasarkan data tersebut diperoleh rasio beban
ketergantungan penduduk di Kecamatan Pujut adalah 58, ini berarti bahwa
tiap 100 orang yang produktif menanggung 58 orang yang tidak produktif.
Tabel 2.36. Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur
Kecamatan Pujut
Desa
Penduduk Usia
Produktif Penduduk Usia Non Produktif
Defendensi ratio
15-64 th 0-14 th ≥65
Wilayah 1
Kuta 4.922 2.484 349 58
Mertak 4.751 2379 334 58
Sengkol 6.556 3.308 465 58
Sukadana 3.129 1.578 222 58
Truwai 5.673 2862 402 58
Total wilayah 1 25.031 12.611 1.772 58
Wilayah 2
Tumpak 3.220 1.625 228 58
Prabu 2381 1.201 169 58
Rembitan 4.634 2.338 329 58
Pengengat 3.484 1.758 247 58
Gapura 1638 827 116 64
Kawo 5.674 2.863 402 58
Segala Anyar 1.829 923 130 58
Pengembur 5.593 2.822 397 58
Ketara 2.570 1.297 182 58
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 130
Desa
Penduduk Usia
Produktif Penduduk Usia Non Produktif
Defendensi ratio
15-64 th 0-14 th ≥65
Tanak Awu 5.497 2.773 390 58
Total wilayah 2 36.520 18.427 2.590 58
Kecamatan 61.551 31.038 4.362 58
Sumber: Kecamatan Pujut Dalam Angka Tahun 2017
c. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Wilayah 1
sebagian besar adalah baru menamatkan lulus SD. Data yang disajikan pada
Tabel 2.37, yang merupakan hasil wawancara menunjukkan bahwa lulusan
SD mencapai 29,36%. Kemudian lulusan SMP mencapai 25,67% dan lulusan
SMA sebanyak 14,18%. Untuk lulusan Diploma sebanyak 2,41% dan lulusan
Perguruan Tinggi sebanyak 5,1%.
Besarnya jumlah lulusan SD menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
penduduk masih relatif rendah. Masalah yang dihadapi penduduk untuk
menempuh pendidikan yang lebih tinggi adalah faktor biaya dan waktu. Faktor
waktu adalah ketiadaan kesempatan bagi penduduk usia sekolah untuk
menempuh sekolah yang lebih tinggi, karena harus membantu orangtua
bekerja. Pekerjaan yang harus dibantu baik dalam kegiatan pertanian,
menangkap ikan maupun mengurus ternak.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 131
Tabel 2.37. Tingkat Pendidikan di Desa-desa Lokasi Pembangunan Kawasan Pariwisata Kuta
No. Tingkat
Pendidikan
Kuta Sengkol Mertak Truwai Sukadana Total
Laki
-laki
Peremp
uan Jumlah
Laki
-laki
Peremp
uan Jumlah
Laki
-laki
Peremp
uan Jumlah
Laki
-laki
Peremp
uan Jumlah
Laki
-laki
Peremp
uan Jumlah
Laki-
laki %
Perempu
an % Jumlah %
1.
Masih
sekolah di
SD
23 31 54 11 12 23 9 11 20 13 17 30 11 17 28 67 9,50 88 12,48 155 21,9
9
2. Lulus SD 21 34 55 14 19 33 17 27 44 17 23 40 14 21 35 83
11,7
7 124 17,59 207
29,3
6
3.
Lulus
SMP 27 39 66 11 7 18 13 18 31 6 3 9 25 32 57 82
11,6
3 99 14,04 181
25,6
7
4.
Lulus
SMA 15 12 27 8 7 15 15 12 27 8 7 15 9 7 16 55 7,80 45 6,38 100
14,1
8
5.
Lulus
Diploma 3 3 2 5 0 0 0 0 0 0 2 2 4 0 0 0 5 0,71 4 0,57 9 1,28
6.
Sarjana
S-1 4 1 5 2 1 3 1 1 2 4 2 6 1 0 1 12 1,70 5 0,71 17 2,41
7.
Tidak
pernah
sekolah
2 5 7 2 4 6 2 4 6 2 4 6 4 7 11 12 1,70 24 3,40 36 5,11
Jumlah 95 124 219 48 50 98 57 73 130 52 58 110 64 84 148 316 44,8
2 389 55,18 705 100
Sumber: Data Primer, 2017
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 132
Untuk kondisi pendidikan di wilayah 2, jumlah lulusan terbanyak adalah
lulusan SD (29,99%). Kemudian disusul oleh lulusan SMA sebanyak 16,85%
dan lulusan sebanyak 7,87%. Jumlah lulusan D3 dan Sarjana masing
sebanyak 2,02% dan 4,94%. Komposisi tersebut mirip dengan penduduk di
Wilayah 1, namun penduduk yang menempuh pendidikan SLTA cenderung
lebih besar. Menurut keterangan, hal ini didukung oleh kedekatan akses
penduduk ke sekolah–sekolah yang setaraf SMA.
Tabel 2.38 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di
Wilayah 2
No. Jenis Pendidikan Laki -laki %
Perem
puan % Jumlah %
1 Masih Sekolah di TK dan SD 69 15,51 77 17,30 146 32,81
2. Lulusan SD 58 13,03 74 16,63 132 29,66
3. Lulusan SMP 14 3,15 21 4,72 35 7,87
4. Lulusan SMA 48 10,79 27 6,07 75 16,85
5. Lulus D3 6 1,35 3 0,67 9 2,02
6. Lulus Sarjana 13 2,92 9 2,02 22 4,94
7. Tidak pernah sekolah 9 2,02 17 3,82 26 5,84
Jumlah 217 48,76 228 51,24 445 100
Sumber: Data Primer, 2017
Meskipun kondisi tingkat pendidikan di kedua wilayah masih relatf
rendah karena faktor biaya dan waktu, namun motivasi untuk menempuh
pendidikan cukup meningkat. Hal ini didukung oleh fasilitas sekolah yang ada
di wilayah Kec. Pujut serta kesadaran para orangtua untuk menyekolahkan
anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi dari sekolah dasar. Menurut
mereka, tingkat pendidikan dan pemilikan keterampilan diperlukan untuk
meraih peluang-peluang kerja di luar pertanian, terutama dengan adanya
peningkatan kegiatan pariwisata di sekitar Desa Kuta. Persepsi penduduk
mengenai peluang kerja pada kegiatan pariwisata tersebut ditunjukkan
dengan adanya lembaga pendidikan SMK dengan jenis pendidikan pariwisata
yang diselenggarakan oleh sebuah lembaga pendidikan di Desa Kuta.
Minat penduduk lainnya untuk menempuh menyelenggarkan pendidikan
adalah mengelola madrasah, yaitu sekolah umum yang menitikberatkan
pendidikan agama (Islam). Seperti yang dibahas dalam dokumen Kerangka
Acuan, fasilitas sekolah di Kecamatan Pujut mulai tingkat SD hingga SMA
berjumlah 390 unit dan sebanyak 281 unit (72%) adalah sekolah-sekolah
madrasah tingkat Ibtidaiyah (setara SD) hingga Aliyah (setara SMA) yang
diselenggarakan masyarakat. Untuk menempuh pendidikan tingkat diploma
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 133
dan Perguruan Tinggi harus dtempuh ke luar daerah, terutama Kota Mataram
dan propinsi lainnya di wilayah Indonesia.
d. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan penduduk yang ditejkuni penduduk di Wilayah 1, yang
paling banyak adalah sebagai petani (20,28%), Kemudian disusul oleh jenis
pekerjaan nelayan (3,83%) dan pekerjaan yang dilakukan penduduk yang
berstatus sebagau isteri yaitu sebagai Ibu Rumahtangga (21,42%) (Lihat
Tabel 2.39). Kedua jenis pekerjaan tersebut (petani dan nelayan) dikerjakan
baik oleh laki-laki maupun perempuan, meskipun kelompok laki-laki nampak
lebih dominan.
Selain kedua jenis pekerjaan tersebut, terdapat limabelas jenis
pekerjaan lain yang berjenis pekerjana profesional dan jasa. Namun demikian,
nampak bahwa jenis –jenis pekerjaan lain nampak terkonsentrasi di Desa Kuta
dan sebagian kecil di DesaTruwai. Hal ini menunjukkan bahwa keterbukaan
dari luar desa yang dipengaruhi oleh kegiatan Pariwisata lebih banyak diraih
oleh penduduk Desa Kuta.
Peluang dari kegiatan Pariwsata di pantai adalah penduduk yang
bekerja sebagai pemandu wisata (1,13%), manajer dan karyawan hotel.
Penduduk yang berperan sebagai pengusaha hotel tidak terdapat di seluruh
wilayah studi. Hal ini diduga karena pemilikan hotel adalah penduduk dari luar
desa.
Perbandingan antara peran laki-laki dan perempuan, nampak bahwa
partisipasi kerja dan peluang kerja yang muncul lebih banyak dikerjakan oleh
perempuan. Dari delapan jenis pekerjaan yang muncul, nampak bahwa
kelompok perempuan hanya mempunyai akses dalam kegiatan mengelola
warung dan kios, sebagai tenaga kerja di luar negeri dan sebagai pegawai
negeri. Meskipun demikian, peran perempuan cukup menonjol sebagai tenaga
kerja di luar negeri (TKI). Dari segi pendapatan keluarga, meskipun dalam
jumlah yang kecil, penghasilan yang dikirimkan (remmitances) oleh TKI cukup
besar dan sangat membantu memenuhi kebutuhan rumahtangga warga yang
menjadi TKI tersebut.
Data lain yang disajikan dalam Tabel 2.39, terdapat data penduduk usia
kerja yang masih menganggur sebesar 16,88%. Apabila dibandingkan dengan
angka pengangguran tingkat nasional sebesar 8% (Badan Pusat Statistik ,
Januari 2017), maka tingkat pengangguran di Wilayah 1 lebih besar.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 134
Tabel 2.39. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan Pokok
N
o Jenis Pekerjaan
Kuta Sengkol Mertak Truwai Sukadana Total
L P Jml
h L P
Jml
h L P
Jml
h L P
Jml
h L P
Jumla
h L P
Jml
h %
Jumla
h %
1. Petani
2
1 5 26
1
1 2 13
3
3 2 35
2
7 2 29
3
8 2 40
13
0
18,4
4 13 1,84 143
20,2
8
2. Nelayan
1
1 3 14
1
2 0 12 1 0 1 0 0 0 0 0 0 24 3,40 3 0,43 27 3,83
3. Pemandu wisata 4 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0,57 0 0,00 4 1,13
4. Manajer Hotel 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 7 1 0,14 7 0,99 8 0,27
5. Karyawan Hotel 2 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0,28 0 0,00 2 0,28
6. Sopir 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0,14 0 0,00 1 0,14
7 Buruh konstruksi 3 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0,43 0 0,00 3 0,43
8 Mengelola peternakan 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0,14 0 0,00 1 0,14
9 Mengelola sekolah 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0,14 0 0,00 1 0,14
10 Pedagang eceran 2 16 18 0 0 0 0 0 0 3 3 6 0 0 0 5 0,71 19 2,70 24 3,40
11 Warun dan kios 3 11 14 0 0 0 0 3 3 0 0 0 0 4 4 3 0,43 18 2,55 21 2,98
12
tenaga kerja di luar
negeri 0 3 3 0 2 2 0 2 2 0 0 0 0 3 3 0 0,00 10 1,42 10 1,42
13 Guru 2 2 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0,28 2 0,28 4 0,57
14 Musisi 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0,14 0 0,00 1 0,14
15 Pegawai negeri 3 1 4 0 2 2 1 1 2 2 1 3 2 0 2 8 1,13 5 0,71 13 1,84
16
. Anggota TNI 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0,14 0 0,00 1 0,14
1
7 Peternak 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0,14 0 0,00 1 0,14
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 135
18
Mengurus
Rumahtangga 0 37 37 0
1
9 19 0
3
4 34 0
2
7 27 0
3
4 34 0 0,00 ###
21,4
2 151
21,4
2
19 Masih menganggur
1
2 15 27 9
1
1 20
1
2
2
0 32 6 8 14
1
1
1
5 26 50 7,09 69 9,79 119
16,8
8
20 Masih sekolah/kuliah
2
7 31 58
1
6
1
4 30 9
1
1 20
1
3
1
7 30
1
3
1
9 32 78
11,0
6 92
13,0
5 170
24,1
1
Jumlah 9
5
12
4 219
4
8
5
0 98
5
7
7
3 130
5
2
5
8 110
6
4
8
4 148
31
6
44,8
2 ###
55,1
8 705 100
Sumber:: Data Primer, 2017
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 136
Untuk penduduk di Wilayah 2, jenis pekerjaan penduduk, nampak lebih
sedikit dibandingkan dengan wilayah 1, yaitu terdapat tujuh jenis pekerjaan
dan sebagian besar adalah pekerjaan pengolahan lahan pertanian (20,22%).
Jenis pekerjaan lainnya adalah penduduk yang mengelola warung serta kios
dan pedagang eceran.
Kegiatan pariwisata nampak tidak memberikan peluang yang
signifikan, kecuali adanya kampung tradisional Suku Sasak yang terletak di
Dusun Sade, Desa Rambitan yang sering dikunjungi oleh wisatawan. Dari
kunjungan wisata tersebut, jenis matapencaharian yang dapat dimanfaatkan
adalah perdagangan kain dan cendera mata lainnya. Pembuatan kain tenun
dan penjualannya, nampak ditekuni oleh penduduk perempuan. Selain
menjual barang kain dan kerajinan di Dusun Sade, penduduk perempuan dari
pemukiman tersebut menjualnya di lokasi wisata pantai Desa Kuta dan
sekitarnya.
Tabel 2.40. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan di
Wilayah 2
No. Jenis Pekerjaan Laki -
laki % Perempuan % Jumlah %
1 Petani 88 19,78 2 0,45 90 20,22
2 Nelayan 4 0,90 0 0,00 4 0,90
3 Kerajinan 4 0,90 0 0,00 4 0,90
4 Mengelola peternakan 6 1,35 0 0,00 6 1,35
5 Warung dan kios 3 0,67 17 3,82 20 4,49
6 Pedagang eceran 2 0,45 7 1,57 9 2,02
7 tenaga kerja di luar negeri 6 1,35 18 4,04 24 5,39
8 Mengurus Rumahtangga 0 0,00 68 15,28 68 15,28
9 Masih menganggur 37 8,31 39 8,76 76 17,08
10 Masih Sekolah di TK dan SD 67 15,06 77 17,30 144 32,36
Jumlah 217 23,37 228 26,07 445 100,00
Sumber: Data Primer, 2017
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 137
Peluang-peluang pekerjaan lainnya yang dapat dimasuki oleh
kelompok perempuan adalah pengelolaan warung dan kios (3,82%) dan
tenaga kerja di luar negeri (4,04%), sedangkan penduduk yang berstatus
sebgaai isteri cederung berperan dalam mengurus rumahtangga.
Jumlah penduduk usia kerja yang masih menganggur adalah 17,08%.
Jumlah pengangguran ini nampak relatif sebanding dengan Wilayah 1, dan
lebih besar apabila dibandingkan dengan rata-rata Angka Pengangguran
Nasional (8%).
2.3.2.Sosial Ekonomi
a. Pola Pemanfaatan dan Pemilik Lahan
Pemanfaatan lahan di Kecamatan Pujut didominasi oleh tanah kering
seluas 8.341 Ha atau 35,71% dari total luas Kecamatan Pujut, jenis lahan
terluas kedua adalah hutan seluas 6.928 Ha atau 29,66% dari total luas
Kecamatan Pujut, selebihnya adalah tanah sawah, bangunan, perkantoran,
tanah kuburan dan lain lain. Tanah persawahan di wilayah ini merupakan
sawah tadah hujan dan sawah irigasi setengah teknis.
Tabel 2.41. Penggunaan Lahan di Kecamatan Pujut
No Penggunaan Wilayah
Kecamatan Pujut
Jumlah (ha/m2) %
1 Tanah Sawah 6754 28.92%
2 Tanah Kering 8341 35.71%
3 Bangunan 1053 4.51%
4 Hutan 6928 29.66%
5 Lainnya 279 1.19%
Total Luas 23355 100.00% Jenis Pengairan Sawah :
1 Sawah Irigasi Teknis 0 0.0%
2 Sawah Irigasi ½ Teknis 1459 21.6%
3 Sawah Tadah Hujan 5295 78.4%
4 Sawah Irigasi Sederhana 0 0.0%
Total Luas Tanah Sawah 6875 100%
Sumber: Kecamatan Pujut Dalam AngkaTahun 2011
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 138
Penduduk petani di wilayah Kecamatan Pujut mengandalkan sawah
sebagai sumber pemenuhan kebutuhan pokok dan sumber penghasilan dari
gabah hasil panen yang dijual. Namun demikian, lahan sawah di Kecamatan
Pujut sebagian besar adalah sawah tadah hujan yang rata-rata hanya dapat
ditanami setahun sekali. Selain keterbatasan air, lahan sawah di Kecamatan
Pujut juga memiliki kesuburan yang terbatas, Untuk memaksimalkan hasil
pertanian, maka pengolahan sawah dilaksanakan dengan sistem gogo
rancah, yaitu sistem pengolahan lahan pada saat musim kemarau sebagai
persiapan masa produksi padi pada saat musim hujan.
Lahan kering di Kecamatan Pujut juga ditanami tanaman palawija seperti
jagung dan ketela pohon.
Pola penguasaan lahan penduduk mengacu pada konsep pemilikan lahan
yang diakui oleh warga lain atau memiliki legalitas dari lembaga pemerintahan
atau lembaga adat. Berdasarkan konsep tersebut, maka diketahui bahwa
sebanyak 46,04% penduduk memiliki lahan sawah dan 69% memiliki kebun.
Cara penduduk menguasai lahan adalah dengan membuka sendiri,
membeli dari warga atau melalui hibah dan waris. Cara penguasaan yang
dahulu pernah dilakukan, namun kini sudah berkurang, adalah meminta lahan
yang sudah ditinggalkan oleh orang lain, dengan perantaraan Kepala
Kampung. Cara ini berkaitan dengan pola pertanian/peladangan berpindah.
Luas lahan yang dimiliki penduduk sebagian besar kurang dari rata-rata
antara kurang dari 1000 m2 sampai dengan lebih dari 5.000 m2 (0,5 hektar).
Meskipun demikian, nampak bahwa pengelolaan efisien hanya seluas 2000 –
3000 m2 saja. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan modal pertanian dan
pengelolaan yang mengandalkan tenaga kerja keluarga. Kondisi tersebut
nampak dari data yang disajikan pada Tabel 2.42, yang menunjukkan bahwa
sebagian besar penduduk, menguasasi lahan kurang dari 1000 m2 dan
penguasaan lahan penduduk ada yang lebih luas dari 0,5 hektar.
Pengakuan terhadap pemilikan lahan antara lain diberikan oleh
tetangga ataupun Pemerintah Desa. Gejala yang berkembang selama sepuluh
sampai limabelas tahun terakhir adalah adanya penduduk yang menggarap
lahan yang telah dibeli oleh perusahaan pemerintah. Menurut keterangan,
gejala ini diduga berkaitan dengan pengalaman penduduk pada masa dahulu
yang sering membuka lahan yang terlantar atas ijin penggarap sebelumnya.
Lahan-lahan tersebut dapat diidentifikasi sebagai lokasi rencana
pengembangan Pariwisata Kuta yang merupakan inti dari studi ini.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 139
Tabel 2.42. Kondisi Pemilikan Lahan Pertanian di Wilayah 1
Untuk Penduduk di Wilayah 2, Penguasaan lahan penduduk tidak jauh
berbeda, yaitu sebanyak 55% penduduk memilikil lahan sawah dan sebanyak
79% penduduk memiliki lahan untuk ladang dan kebun. Bagi penduduk yang
tidak memiliki lahan, dapat menyiasatinya kebutuhan lahan pertanian dengan
cara kerjasama penggrapan lahan melalui sistem bagi hasil (maro atau
ngadas) Melalui sistem lahan pemilik dan penggarapa lahan sepakat bahwa
pigak penggarap akan diberi hak untuk mengolah lahan untuk budidaya
tanaman tertentu dengan menyediakan biaya produksi dan tenaga kerja,
sedangkan panen dibagi dua.
Luas Pemilikan
lahan Kuta Sengkol Mertak Truwai Sukadana
Jumlah dan
% Total
A. Sawah
kurang dari 1000 m2 2 0,90 3 1,35 1 0,45 0 0,00 0 0,00 6 2,69
1000 m2 - 2 000 m2 2 0,90 7 3,14 4 1,79 2 0,90 4 1,79 19 8,52
2001 m2 - 3000 m2 4 1,79 8 3,59 5 2,24 3 1,35 4 1,79 24 10,76
3001 m2 - 4000m2 3 1,35 7 3,14 6 2,69 2 0,90 2 0,90 20 8,97
4 001 m2 - 5 000 m2 3 1,35 4 1,79 7 3,14 4 1,79 3 1,35 21 9,42
Lebih dari 5 000m2 2 0,90 5 2,24 3 1,35 1 0,45 3 1,35 14 6,28
Tidak memiliki lahan
sawah 25 11,21 31 13,90 22 9,87 26 11,66 15 6,73 119 53,36
Jumlah 41 18,39 65 29,15 48 21,52 38 17,04 31 13,90 223 100,00
B. Ladang/Kebun
kurang dari 1000 m2 2 0,90 0 0,00 0 0,00 1 0,45 0 0,00 3 1,35
1000 m2 - 2 000 m2 4 1,79 15 6,73 5 2,24 4 1,79 3 1,35 31 13,90
2001 m2 - 3000 m2 7 3,14 9 4,04 7 3,14 9 4,04 4 1,79 36 16,14
3001 m2 - 4000m2 11 4,93 13 5,83 9 4,04 7 3,14 6 2,69 46 20,63
4 001 m2 - 5 000 m2 6 2,69 4 1,79 8 3,59 3 1,35 3 1,35 24 10,76
Lebih dari 5 000m2 3 1,35 3 1,35 4 1,79 2 0,90 4 1,79 16 7,17
Tidak memiliki lahan
sawah 8 3,59 21 9,42 15 6,73 12 5,38 11 4,93 67 30,04
Jumlah 41 18,39 65 29,15 48 21,52 38 17,04 31 13,90 223 100,00
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 140
Tabel 2.43. Kondisi Pemilikan Lahan Pertanian di Wilayah 2
Luas Pemilikan lahan Jumlah
A. Sawah Jumlah %
kurang dari 1000 m2 4 4
1000 m2 - 2 000 m2 18 18
2001 m2 - 3000 m2 11 11
3001 m2 - 4000m2 9 9
4 001 m2 - 5 000 m2 7 7
Lebih dari 5 000m2 6 6
Memiliki lahan sawah 55 55
Tidak memiliki lahan sawah 45 45
Jumlah 100 100,00
B. Ladang/Kebun
kurang dari 1000 m2 8 8
1000 m2 – 2 000 m2 18 18
2001 m2 – 3000 m2 14 14
3001 m2 – 4000m2 19 19
4 001 m2 – 5 000 2 11 11
Lebih dari 5 000m2 9 9
Memiliki lahan kebun/ladang 79 79
Tidak memiliki lahan kebun 21 21
Jumlah 100 100,00
Sumber: Data Primer, 2017
b. Pola Pemanfaatan Sumberdaya Lahan
Pola Usaha Tani
Sistem budidaya padi gogo rancah seolah-olah kita anggap tanaman
padi seperti tanaman palawija. Sehingga kebutuhan air dalam sistem ini
sangatlah minim. Sistem budidaya padi gogo biasanya dilakukan pada tanah-
tanah yang kering atau tanah tadah hujan. Kelebihan sistem tanam gogo
rancah dibanding sistem sawah diantaranya adalah penghematan tenaga
kerja tanam, penghematan tenaga kerja pemeliharaan dan tentunya lebih
menghemat waktu. Adapun kekurangan cara tanam gogo rancah adalah
produksi yang dihasilkan tidak sebesar dengan sistem tanah sawah. Data
yang disajikan pada Tabel 2.44 yang merupakan hasil wawancara dengan
petani di Desa Mertak, menunjukkan bahwa untuk 0,5 hektar lahan sawah
memerlukan dana Rp 2.500.000,- dan dari hasil penjualan gabah, maka
didapatkan keuntungan Rp 1.520.000,-. Jika masa tanam padi selam tiga
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 141
bulan, maka pendapatan petani dengan luas lahan sawah adalah Rp.
510.000,- per bulan.
Tabel 2.44. Analisis Usaha Tani Padi dengan Luas Lahan 4500 m2 di
Wilayah Studi
Jenis pengeluaran Satuan Volume Harga per satuan
(Rp)
Jumlah
(Rp)
Bibit kg 20 5.000 100.000
Tenaga Kerja Pembalikan tanah personal 10 50.000 500.000
Tenaga Kerja menanam padi (nandur) personal 3 30.000 90.000
Pupuk urea kg 20 12.000 240.000
Pestisida botol 1 50.000 50.000
Jumlah 980.000
Penghasilan :
Gabah blek 50 50.000 2.500.000
Keuntungan : Penghasilan dikurangi Pengeluaran :
Rp 2.500.000,- Rp 980.000 = Rp 1.520.000,-
Sumber: Data Primer, 2017
Minimnya pendapatan dari pengolahan sawah, disiasati dengan
menanam palawija pada musim kemarau. Palawija yang ditanam antara lain
adalah cabai rawit dan ketimun. Hasil penanaman cabai rawit penduduk akan
memperoleh hasil penjualan Rp. 600.000,- dalam masa produksi tiga bulanan.
Masa produksi yang juga selama tiga bulan adalah tanaman jagung yang
menghasilkan hasil Rp. 300.000,-
Pola Pembuatan Garam
Pembuatan garam dilakukan di ladang garam yang terketak di lokasi
di sebelah Utara Desa Mertak dan sebelah Timur Desa Truwai. Ladang garam
tersebut telah dmulai sejak sekitar duapuluh tahun dan sempat berhenti
karena alasan kendala ekonomis Namun sejak awal tahun 2017 terdapat
lahan seluas 4 hektar milik seorang penduduk dari Desa Truwai. Aktifnya
kelompok pembuatan garam tidak terlepas dari bimbingan teknis dan bantuan
modal Dinas Perikanan dan Kelautan Kab Lombok Tengah Total luas hektar
terdiri dari terdiri 2 hektar ladang dan 2 hektar sungai buatan untuk menabung
air laut. Ladang seluas 2 hektar terbagi dalam 80 petak.
Lahan tersebut digarap oleh dua kelompok yang masing-masing terdiri
dari sepuluh orang. Cara membuat garam di lokasi ini adalah dengan cara
menyekop tanah dari ladang, kemudian masukkan air laut , biarkan 7 hari
sampai gembur, dipadatkan oleh alat pengepak, diratakan, masukkan air laut,
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 142
diamkan 7 hari, dipadatkan, masukkan lagi air laut, 7-10 hari, tunggu sampai
menjadi garam.
Setiap minggu satu petak ladang akan menghasilkan 5 kwintal sampai
1 ton garam. Harga garam bervariasi, yaitu antara Rp. 50.000,- hingga dapat
mencapai Rp. 300.000,- perkarung. Harga garam dapat melambung apabila
produksi garam menurun di pasaran, karena pengaruh musim hujan. Dari hasil
tersebut, maka penghasilan anggota kelompok setelah dipotong biaya
transportasi pengangkutan garam ke pasar rata-rata adalah Rp. 150.000,- per
minggu.
Pola Peternakan Kerbau dan Sapi
Peternakan kerbau adalah kegiatan usaha penduduk yang bersifat
usaha investasi tahunan. Kegiatan peternakan kerbau dapat dimulai dengan
cara membeli bibit/anak kerbau dengan harga Rp. 1.000.000,- per ekor.
Setelah dilakukan perawatan selama 3 – 4 tahun maka kerbau dapat dijual
hingga Rp. 6 sampai 7 juta ekor, tergantung kondisi fisik (berat badan) dan
harga pasaran. Profil penduduk di Desa Kuta yang menekuni peternakan
kerbau memiliki hingga 27 ekor hewan ini, yang berkembang biak melalui
proses beranak pinak.
Pada lima tahun terkahir, selain kerbau ada pula penduduk yang
merintis peternakan Sapi Bali. Biaya Investasi Sapi Bali diketahui lebih besar,
karena harga bibit yang relatif lebih tinggi dari kerbau, yaitu dapat mencapai
tiga kali lipat dari harga bibit kerbau.
Berkaitan dengan besarnya biaya pengadaan bibit kerbau atau Sapi Bali,
maka tidak semua penduduk dapat menjalankan kegiatan usaha ini. Namun
demikian, kegiatan peternakan ini masih cukup diminati, karena harga jual
yang cukup tinggi dan perawatan yang cukup mudah serta fasilitas padang
rumput luas yang tersedia di sekitar pemukiman mereka. Agar dapat
mendapatkan penghasilan, maka sebagian penduduk menjalani pola
kerjasama pengurusan kerbau, Sapi Bali dan bahkan kambing (ngadas
ternak). Melalui kerjasama ini, maka penduduk yang ngadas akan mengurus
sepasang ternak atau lebih dengan tujuan mendapatkan hasil ternak yang
lebih banyak. Apabila seekor ternak beranak lebih dari satu anak, maka
kepemilikannya akan dibagi dua dengan pemilik ternak. Pemisahan pemilikan
tersebut merupakan jasa bagi penduduk yang ngadas atas perawatan yang
dilakukannya terhadap ternak.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 143
c. Pengelolaan Sumberdaya Kelautan
Pola Penangkapan Ikan
Para nelayan di Desa Kuta sebagian besar hanya beraktivitas di
wilayah pantai, dikenal dengan “nelayan pantai” yaitu nelayan yang mencari
sumber daya ikan hanya di lokasi-lokasi laut yang tidak jauh dari pantai. Pada
umumnya mereka menggunakan perahu mesin 5 sampai 15 PK, Area
penangkapannya tidak dapat terlalu jauh dari wilayah pantai. Menurut
pengakuan penduduk, area penangkapan mereka adalah sejauh 1-2 mil ke
arah laut dan menjangkau area seluas 20 km2. Pada dasarnya terdapat dua
musim berdasarkan arus angin yang diterapkan dalam pola pencarian ikan,
yaitu :
Musim Barat (Januari – April). Pada musim ini kondisi angin di laut sangat
kencang, ombak cukup besar, sehingga para nelayan sangat sulit untuk
beraktivitas di laut. Kadang selama satu bulan berturut-turut mereka tidak
melakukan aktivitasnya di laut, sesekali mendapatkan kesempatan
menangkap ikan hasilnya hanya berkisar antara 1 – 2 kg yang dijual
dengan harga Rp 30.000 – Rp 50.000. Dengan demikian pendapatan
nelayan pada musim ini sangat minim. Namun demikian, sekitar Bulan
Nopember (saat musim Utara) terdapat pola gerakan udang mendekati
perairan pantai (termasuk di pantai rencana pelabuhan). Gejala ini
dimanfaatkan nelayan untuk menangkap biota laut tersebut dengan hasil
yang cukup melimpah.
Musim Timur (mei hingga Agustus) . Musim ini merupakan musimnya para
nelayan Desa Kuta melakukan aktivitasnya di laut, karena kondisi angin
dan ombak relatif tenang Pada musim ini kondisi angin di relatif tenang,
arus-arus laut tidak terlalu besar.
Selain penangkapan ikan, nelayan di Desa Kuta juga berkesempatan
untuk menyewakan perahunya kepada para wisatawan. Para wisatawan
gemar menuju tempat-tempat yang menarik untuk melakukan
penyelaman, observasi keindahan alam dan memancing. Besarnya jumlah
yang diterima nelayan cukup bervarasi yaitu Rp. 300.000,- hingga Rp.
750.000,- per satu kali perjalanan, tergantung jarak yang ditempuh.
Pola Budidaya Rumput Laut dan Udang Lobster
Budidaya rumput laut (tambak) dengan menggunakan tali (model
longlay) yang dipintal sama/memanjang. 1 petak 20x50 m sebagian besar
dilaksanakan di Dusun Gerupuk, Desa Kuta. 1 long line menghasilkan 4
kwintal (1,5 bulan). Rumput laut yang dihasilkan hanya 1 jenis yaitu jenis katoni
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 144
(maumeri). Biaya awal 1 long line Rp. 6.000.000 biasanya gabungan dari 6
orang. Setelah itu bibit bisa diambil dari dari rumput laut yang tumbuh,
kemudian diikat dan ditanam kembali.
Budidaya rumput laut dilakukan bersama dengan menggunakan tenaga
kerja anggota keluarga, yaitu Kepala Keluarga nelayan, istri dan anak. Peran
istri dan dan anak mengerjakan pekerjaan yang bisa dilakukan di darat, seperti
mengikat bibit di long line, atau mengambil hasilnya.
Dalam usaha budidaya rumput laut, perawatan tanaman adalah sangat
penting. Kegiatan perawatan meliputi hal-hal sebagai berikut:
Membersihkan tanaman dari kotoran yang melekat, endapan atau
tumbuban lain yang menempel;
Mengganti tanaman yang rusak dengan tanaman yang baru atau tanaman
yang pertumbuhannya baik;
Memperbaiki konstruksi yang rusak seperti jangkar tercabut, atau tali-tali
lepas atau putus.
Tanaman sudah dapat dipanen setelah berumur 45-60 hari sejak
ditanam. Panen dilakukan dengan cara mengangkat seluruh tanaman. Setelah
kering dan bersih dari segala macam kotoran maka rurnput laut dimasukkan
kedalam karung plastik untuk kemudian siap dijual atau disimpan di gudang.
Petani/nelayan rumput laut yang mempunyai areal budidaya sekitar 5 are tiap
bulannya mendapat tambahan penghasilan Rp. 350.000,-.
Selain budidaya rumput laut ada pula budidaya lobster yang dipanen
setiap satu tahun sekali. Biasanya bibit yang ditanam sejumlah 250 bibit/petak
dan akan panen sekitar 150/petak. Harga bibit Rp. 5.000/ekor, sedangkan
harga jual Rp. 250.000/kg dengan berat sekitar 1 ons/ekor.
Masyarakat nelayan di Desa Gerupuk telah membentuk Koperasi
Trasna sejak tahun 2005 dengan pola simpan pinjam untuk membantu
kebutuhan dana dalam mengelola rumput laut dan lobster/ikan laut. Saat ini
jumlah anggota sebanyak 25 orang, dengan iuran wajib Rp.10.000/bulan dan
pinjaman sekitar Rp. 2.000.000 yang dilunasi dalam jangka waktu 6-10 bulan.
d. Tingkat Kesejahteraan dan Sumber-sumber Penghasilan
Meninjau pola pemanfaatan sumberdaya ekonomi bagi penduduk,
maka menarik untuk diketahui tingkat kesejahteraan penduduk. Tingkat
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 145
kesejahteraan pada studi ini diukur dengan jumlah pendapatan perkapita
pertahun berdasarkan standar Badan Pusat Statistik (Januari, 2017).
Berdasarkan standar tersebut, maka pendapatan perkapita perbulan kurang
dari 168.500,- dikategorikan kelompok Miskin, Pendapatan antara Rp
168.500,- sampai Rp 199.000,- dikategorikan Kelompok Hampir Miskin ,
kelompok penghasilan Rp 199.500 hingga Rp 243.750 dikategorikan
mendekati kecukupan dan lebih Rp 243.750,- dikategorikan Kelompok Cukup
(lihat Tabel 2.45).
Tabel 2.45. Pendapatan Perkapita Perbulan Penduduk di Wilayah 1
Kelompok Penghasilan
Perkapita Perbulan Kuta Sengkol Mertak Truwai Sukadana Jumlah %
Kurang dari Rp 168 500,- 4 14 7 2 11 38 17,04
Rp 168 500,- s/d Rp 199 000,- 9 5 4 3 4 25 11,21
Rp 199 000,- s/d Rp 243 7500,- 10 5 8 4 3 30 13,45
Lebih dari Rp 243 000,- 18 41 29 29 13 130 58,30
Jumlah 41 65 48 38 31 223 100
Sumber: Data Primer, 2017
Berdasarkan standar tersebut maka diketahui bahwa sebanyak 17,11%
penduduk kelompok berada dalam garis kelompok miskin, kemudian
sebanyak 11,21% berada dalam kelompok hampir miskin dan sebanyak
45,45% berada dalam kelompok cukup.
Kelompok dengan kategori hampir miskin adalah kelompok beresiko
untuk turun menjadi kategori kelompok dibawahnya, apabila pendapatan yang
dihasilkan tidak stabil atau bahkan bila sumberdaya yang diandalkan hilang.
Dari jenis-jenis pekerjaan penduduk, maka diperkirakan bahwa jenis-jenis
mata pencahariaan petani dan nelayan merupakan sumber penghasilan yang
rawan. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat kerawanan tersebut apabila
sumber mata pencaharian penduduk terganggu, maka dapat diperhitungkan
dari jumlah kontribusi masing-masing sumber penghasilan.
2..3.3.Sosial Budaya
a. Pola Kepemimpinan
Pola kepemimpinan mengacu pada orientasi penduduk terhadap tokoh
yang dijadikan panutan atau teladan dalam kehidupan bemasyarakat.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka terdapat tiga tokoh masyarakat yang
menjadi pola panutan masyarakat di wilayah 1. Tiga tokoh tersebut adalah
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 146
Kepala Desa, tokoh ulama dan Ketua RT. Secara umum, maka tokoh yang
paling banyak disebutkan oleh reponden adalah Kepala Desa (39,46%),
kemudian Ketua RT (32,39%) dan Tokoh Ulama (28,25%).
Apabila menilik masing-masing desa, maka nampak bahwa setiap desa
mempunyai orientasi yang berbeda terhadap tiga tokoh tersebut. Untuk
masyarakat di Desa Kuta dan Sengkol, maka penokohan paling banyak
adalah kepada tokoh ulama (56,11%) sedangkan di Desa Sukadana, Truwai
dan Mertak, penokohan cenderung kepada Kepala Desa.
Alasan penduduk berorientasi kepada tokoh ulama, karena ulama
dianggap sebagai pribadi yang mempunyai pengetahuan yang tinggi dalam
bidang agama dan sesuai dengan perannya selalu mengajak kepada
kebaikan. Alasan lainnya adalah karena tokoh ulama selalu aktif dalam
kegiatan masyarakat, terutama pembinaan pendidikan, dengan cara
mengelola lembaga-lembaga pendidikan.
Kemudian, penokohan kepada Kepala Desa, sebagian besar (21%),
karena tokoh tersebut selalu siap melayani kebutuhan warga. Alasan lainnya
adalah karena tokoh tersebut yang memimpin dalam pembangunan fasilitas
umum di desa, dan ada pula yang menokohkannya karena dianggap pribadi
yang dermawan dan siap membantu.
Adapun tokoh ketua RT dijadikan pola panutan karena alasan yang sama
dengan tokoh Kepala Desa, yaitu selalu siap melayani kebutuhan warga.
Alasan lainnya adalah Ketua RT adalah tokoh yang perilakunya menjadi
teladan masyarakat serta diperlukan jika ada perselisihan antar warga.
b. Partisipasi Penduduk dalam Organisasi Sosial
Untuk mengetahui hubungan atau pola interaksi penduduk, dipelajari
interaksi sesama kerabat, hubungan ketetanggaan dan ikatan kebersamaan
sebagai warga kampung. Pola ini diukur dari aktifitas pertemuan warga dan
motivasi mereka.
Masyarakat di daerah ini dicirikan pula oleh derajat kooperasi di antara
warganya cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari adanya kegiatan-kegiatan atau
pertemuan-pertemuan sesama warga, dalam bentuk pengajian, koperasi,
gotong royong membangun atau memelihara fasilitas umum, kegiatan
olahraga dan kesenian, serta kegiatan bersama lainnya.
Menurut hasil wawancara dengan tokoh-tokoh masyarakat dan
penduduk menunjukan bahwa kunjungan antar tetangga relatif masih sering
terjadi, baik hanya sekedar ngobrol-ngobrol saja/silaturahmi, maupun untuk
keperluan lainnya. Hal ini menunjukkan tingkat paguyuban penduduk di sekitar
proyek relatif masih baik. Ikatan kebersamaan antara kerabat, tetangga dan
warga sekampung seperti terlihat dalam Tabel 2.46, bentuk-bentuk pertemuan
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 147
rutin antar penduduk relatif masih sering dilakukan dan masih seringnya
responden/penduduk mengikuti kegiatan pertemuan warga. Jumlah mereka
yang sering mengikuti pertemuan warga masih menonjol. Sebanyak 69,30%
penduduk mengaku mengikuti berbagai organisasi sosial dan 28,70% tidak
mengikuti organisasi sosial.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 148
Tabel 2.46. Partisipasi Penduduk Dalam Organisasi Sosial di Wilayah 1
Partisipasi Penduduk
dalam Kegiatan Sosial
Kuta Sengkol Mertak Truwai Sukadana Jumlah
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Pengajian 11 26,83 21 32,31 15 31,25 12 31,58 14 45,16 73 32,74
Koperasi 7 17,07 11 16,92 6 12,5 3 7,89 4 12,90 31 13,90
Persatuan Pemandu
Wisata 4 9,76 0 0,00 0 0 1 2,63 0 0,00 5 2,24
Kelompok tani garam 0 0,00 0 0,00 0 0 4 10,53 0 0,00 4 1,79
Linmas 3 7,32 0 0,00 0 0 2 5,26 0 0,00 5 2,24
Partai Politik 3 7,32 3 4,62 2 4,167 2 5,26 3 9,68 13 5,83
Kelompok seni 2 4,88 2 3,08 2 4,167 2 5,26 2 6,45 10 4,48
Kelompok binaan PNPM 3 7,32 0 0,00 0 0 2 5,26 1 3,23 6 2,69
Olahraga 2 4,88 4 6,15 2 4,167 2 5,26 2 6,45 12 5,38
Tidak mengikuti
organisasi sosial 6 14,63 24 36,92 21 43,75 8 21,05 5 16,13 64 28,70
Jumlah 41 100 65 100 48 100 38 100 31 100 223 100
Sumber: Data Primer, 2017
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 149
Organisasi sosial yang paling banyak diikuti adalah Pengajian
(32,74%). Kegiatan ini adalah kegiatan yang berkaitan pendukung ritual
keagamaan (Islam). Melalui kegiatan ini penduduk mendapatkan
pengetahuan mengenai kewajiban sebagai penganut agama moral dan tata
cara beribadah. Basis kegiatan pengajian cukup beragam mulai dari tingkat
Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) sampai tingkat yang lebih
tinggi. Demikian pula kelompok perempuan mempunyai kelompok pengajian
tersendiri. Berlangsungnya kegiatan ini didukung oleh sumberdaya yang luas
yaitu jaringan organisasi pesantren dan tokoh–tokoh ulama yang rajin
memberikan nasihat dan pengetahuannya kepada anggota kelompok
pengajian.
Ada pula organisasi yang bermotif ekonomi dan sifat kegiatannya
adalah kesejahteraan anggota yaitu kelompok usaha tani, koperasi dan
kelompok binaan PNPM Mandiri. Kelompok usaha adalah kerjasama dalam
usaha bersama dalam mengelola sumberdaya alam seperti pembuatan
garam, budidaya udang lobster dan rumput laut. pengumpulan dana secara
kolektif dan rutin dan diberikan secara bergiliran. Kelompok binaan PNPM
adalah organisasi sosial ekonomi yang berdiri atas prakarsa dari program
pemberdayaan masyarakat yang diselenggarakan pemerintah. Program
tersebut adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri-
Perdesaan.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri merupakan
program yang diintroduksikan oleh Pemerintah Pusat dan merupakan program
nasional. Tujuan dilaksanakannya program ini antara lain adalah
pengentasan kemisikinan dan pemberdayaan masyarakat melalui prinsip-
prinsip demokratisasi, partisipasi masyarakat, memrioritaskan masyarakat
miskin dan kelompok perempuan serta transparansi dan akuntabilitas serta
keberlanjutan (sustainabilty).
Meninjau dari tujuan tersebut, maka diketahui program tersebut
berprinsip gagasan –gagasan global tentang pemberdayaan masyarakat.
Program yang dilaksanakan di wilayah studi adalah PNPM Mandiri Wilayah
Perkotaaan. Wilayah perkotaan adalah untuk membedakannya dengan
program yang diberlakukan untuk wilayah Perdesaan. Dari evaluasi perintisan
program yang dilakukan secara nasional, Ke-empat Kelurahan Wilayah Studi
termasuk wilayah perkotaan, merujuk pada jumlah penduduk serta
karakateristik sosial ekonomi penduduk yang cenderung menunjukkan
heterogintas ciri khas wilayah kota.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 150
Bantuan yang disediakan oleh pemerintah pusat melalui sekretariat
tingkat kabupaten adalah dana pagu tahunan untuk kelurahan, bantuan
teknis oleh konsultan/fasilitator mulai tingkat nasional sampai desa, bantuan
teknis berupa pelatihan dan lain-lain. PNPM memang bermaksud membentuk
organisasi pelaksana di tingkat desa untuk melaksanakan rencana pelestarian
sehingga bantuan-bantuan untuk penyelenggaraan pelatihan cukup
diutamakan.
Organisasi sosial lainnya antara lain adalah organisasi profesi
kelompok Pemandu Wisata, Organisasi Massa dan Partai Politik yang
berorientasi pada pembinaan masyarakat melalui kegiatan kepemudaan, seni
budaya dan politik. Sesuai dengan cakupan kegiatannya, maka organisasi
yang diikuti oleh penduduk tersebut mempunyai jalur pembinaan dan jaringan
ke tingkat Kota , Propinsi dan bahkan Nasional.
Untuk kelompok-kelompok kesenian yang diikuti oleh penduduk
sebagian besar mengikuti dua jenis kesenian yaitu kesenian Gendang Belek
dan Cilokak+ kecimol. Gendang Belek adalah bentuk kesenian yang
menampilkan gamelan dan tarian, sedangkan Cilokak + Kecimol adalah musik
instrumentalia gamelan. Kedua kelompok tersebut biasa tampil dalam acara-
acara pesta seperti pernikahan dan syukuran lainnya. Salah satu kelompok
Gendang Belek dari Desa Kuta yang cukup terkenal sering meraih
penghargaan dan juara dalam berbagai lomba hingga tingkat Propinsi Nusa
Tenggara Barat.
c. Festival Bau Nyale
Setiap desa tercatat memiliki kelompok-kelompok kesenian yang secara
rutin tampil dalam Festival Bau Nyale di Pantai Seger, Desa Kuta. Festival ini
dinamakan "Bau Nyale" yang dalam Bahasa Sasak berarti "menangkap
nyale". Nyale adalah sejenis cacing laut yang biasa hidup di dasar air laut,
seperti di lubang-lubang batu karang. Kegiatan ini diadakan setiap tanggal dua
puluh bulan kesepuluh dalam penanggalan Sasak atau lima hari setelah bulan
purnama. Biasanya jatuh pada bulan Maret. Acara inti dalam festival ini adalah
menangkap nyale yang hanya muncul setahun sekali di beberapa lokasi
tertentu di Pantai Selatan Pulau Lombok. Nyale akan muncul pada
pertengahan malam hingga menjelang subuh.
Sebelum perayaan inti dimulai, banyak sekali kesenian dan acara
tradisional yang dipentaskan. Para wisatawan telah memenuhi pantai sejak
sore hari, mereka mendirikan tenda-tenda kecil untuk peristirahatan sejenak.
Dari tenda ini para wisatawan bisa menyaksikan Betandak (berbalas pantun),
Bejambik (pemberian cendera mata kepada kekasih), serta Belancaran
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 151
(pesiar dengan perahu), dan tak ketinggalan pula, digelar drama kolosal Putri
Mandalika.
Banyak pengunjung yang datang ke Pulau Lombok dari berbagai
tempat hanya untuk menyaksikan suasana riuh dan ramai ketika menangkap
nyale. Pada festival ini tampak suasana kebersamaan dimana masyarakat
membaur menjadi satu dengan lainnya mencari nyale secara masif.
3.3.4. Peristiwa Konflik dan Pola Penyelesaiannya
Catatan mengenai peristiwa konflik yang diingat dan atau didengar
penduduk, merupakan infromasi mengenai jenis dan frekuensi peristiwa
tersebut menurut ingatan penduduk. Berdasarkan pemahaman tersebut maka
di wilayah 1, sebanyak 52,1% penduduk pemah melihat atau mendengar
mengenai konflik antar anggota masyarakat atau masyarakat dengan pihak
lain.
Jenis-jenis konflik yang terjadi, yang paling sering terjadi adalah
sengketa lahan (20,63%), perebutan sumberdaya air untuk pertanian (13%)
dan Kesalahpahaman dalam pergaulan sehari-hari (13,45%).
Sengketa lahan bisa terjadi dalam batas-batas lahan serta kasus
perebutan antar ahli waris. Kemudian perebutan sumberdaya air disebabkan
oleh penduduk petani yang sama-sama memerlukan air yang volume memang
terbatas. Adapun kesalahpahaman dalam pergaulan sehari-hari terjadi karena
ketersinggungan salah satu pihak oleh pihak lain yang sebetulnya saling
mengenal. Kesalahpahaman tersebut bisa berujung pada kekerasan dan
meluas menjadi konflik kekerasan antar kelompok yang masing-masing
membela saudara atau tetangganya.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 152
Tabel 2.47. Peristiwa Konflik dan Pola Penyelesaiannya di Wilayah 1
Jenis Konflik yang Pernah
Diketahui
Kut
a
Sengk
ol
Merta
k
Truw
ai
Sukadan
a
Jumla
h %
Kesalahpahaman 3 4 11 6 6 30
13.4
5
Sengketa Lahan 12 17 6 8 3 46
20.6
3
Perebutan sumberdaya alam 4 11 5 6 3 29
13.0
0
Penganiayaan atas pelaku
kejahatan 3 0 0 4 4 11 4.93
Tidak pernah melihat/mendengar 19 33 26 14 15 107
47.9
8
JUMLAH 41 65 48 38 31 223 100
Mediasi/didamaikan oleh tokoh
masyarakat 12 17 10 11 10 60
26.9
1
Perdamaian dengan cara adat 3 2 6 3 3 17 7.62
Menempuh jalur hokum 7 13 6 10 3 39
17.4
9
Kelompok yang tidak pernah
melihat/mendengar 19 33 26 14 15 107
47.9
8
Jumlah 41 65 48 38 31 223 100
Sumber: Data Primer, 2017
Atas peristiwa konflik tersebut, pola penyelesaian konflik yang ditempuh
adalah dengan cara mediasi atau didamaikan oleh tokoh masyarakat, atau
perdamaian dengan cara adat, yaitu adanya denda yang harus dibayar oleh
pihak yang dianggap bersalah dalam persengketaan. Ada pula penyelesaian
dengan cara menempuh jalur hukum.
Sengketa lahan antara pemerintah yang diwakili oleh sebuah
perusahaan BUMN dengan warga masyarakat dalam rangka proses jual beli
lahan untuk kebutuhan proyek pengembangan pariwisata ini adalah salah satu
yang diingat oleh penduduk. Minimal ada dua masalah yang mendasari
terjadinya konflik menurut versi penduduk. Pertama; belum selesainya
pembayaran atas lahan milik penduduk yang berhak menerima pembayaran.
Kedua; penyerobotan lahan milik penduduk.
Atas konflik tersebut, maka kelompok penduduk yang mempunyai
permasalahan tersebut , telah menempuh jalur hukum dan telah mendapatkan
keputusan pengadilan.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 153
Untuk kondisi di wilayah 2, nampak bahwa seluruh responden pernah
melihat atau mendengar serta mengetahui berbagai jenis konflik yang pernah
terjadi. Jenis–jenis konflik sama dengan penduduk di wilayah 1. Namun yang
diingat penduduk adalah konflik dengan kekerasan yang sering melibatkan
beberapa penduduk Desa Ketara. Menurut keterangan, penduduk desa ini
memiliki pola penyelesaian konflik dengan cara kekerasan.
Konflik yang terjadi dapat belatar belakang balasan atas penganiyaan
warga lainnya , sehingga kelompok penduduk akan menyerang desa lainnya
dengan menggunakan senjata tajam. Kemudian , ada pula pola konflik berupa
penganiayaan terhadap pelakku kejahatan atau pelaku kecelakaan lalu lintas.
Kecelakaan lalu lintas kerap terjadi, setelah fasilitas jalan umum diperbaiki
sehingga memancing pengemudi mobil atau sepeda motor untuk menambah
kecepatan kendaraannya. Pada pihak lain jalan tersebut melintasi
perkampungan penduduk, aktivitas sehari-hari penduduk yang menggunakan
jalan atau berada di sekitar jalan dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas,
jika pengemudi dan penduduk tidak berhati-hati.
Menurut keterangan, pelaku kecelakaan lalu lintas dianggap telah
melakukan kejahatan, karena mencelakakan orang lain, sehingga dengan
spontan penduduk menghakimi penyebab kecelakaan.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 154
Tabel 2.48. Peristiwa Konflik dan Pola Penyelesaiannya di Wilayah 2
Peristiwa Total
Jumlah %
Kesalahpahaman dalam pergaulan 24 21.00
Sengketa Lahan 56 69.00
Balasan atas penganiayaan terhadap warga lainnya 12 4.00
Penganiayaan atas pelaku kejahatan dan kecelekaan lalulintas 8 6.00
Jumlah 100 100
Cara Penyelesaian yang ditempuh :
Mediasi/didamaikan oleh tokoh masyarakat 11 11
Penyelesaian secara adat 9 9
Menempuh jalur hukum 56 56
Belum ada penyelesaian 24 24
Jumlah 100 100
Sumber: Data Primer, 2017
Dari beberapa jenis konflik tersebut, maka pola penyelesaian konflik
mirip dengan yang terjadi di wilayah 1 yaitu dengan cara mediasi atau
didamaikan oleh tokoh masyarakat, atau perdamaian dengan cara adat, yaitu
adanya denda yang harus dibayar oleh pihak yang dianggap bersalah dalam
persengketaan. Ada pula penyelesaian dengan cara menempuh jalur hukum.
Namun dari permasalahan tersebut, maka perilaku agresif penduduk
Desa Ketara masih belum mendapatkan solusi untuk menghentikannya.
Menurut keterangan Kepala Desa Ketara, kebiasaan tawuran warga desa ini
disebabkan oleh sembilan faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah
warga masyarakat yang bersikap reaksioner, tidak adanya pola anutan
masyarakat , Adanya fasilitas Short Message Services (SMS) dalam ponsel
yag menyebabkan pesan cepat diterima, termasuk himbauan untuk terlibat
tawuran. Kemudian ada pula sikap solidaritas sosial yang tanpa reserve,
sehingga seseorang merasa dirinya anggota kelompok dan akan memberikan
pembelaan atas kasus sengketa dengan pihak lain. Kemudian, ada pula
pelajaran kekerasan kepada penduduk yang dilibatkan untuk melawan
penduduk Desa Tanaq Awu dalam rangka pembebasan lahan untuk Bandara
Internasional Lombok (lomboknews, 2009).
Catatan mengenai sengketa lahan, juga pernah terjadi saat persiapan atau
kegiatan pembebasan lahan Bandara Internasional Lombok (BIL). Dari
peristiwa ini berlatar belakang ketidakpuasan penduduk Desa Tanaq Awu
terhadap harga penggantian lahan. Atas ketidakpuasan tersebut, sejumlah
penduduk Desa Tanaq Awu melakukan protes dan unjukrasa dan perlawanan
terhadap rencana pembangunan.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 155
2.3.4. Persepsi Penduduk Terhadap Rencana Pembangunan Kawasan
Pariwisata Mandalika dan Pembangunan Sarana Penunjang
Persepsi masyarakat terhadap rencana kegiatan pemrakarsa
merupakan interpretasi tentang kegiatan dan dampaknya. Dampak terhadap
persepsi masyarakat ini selanjutnya dapat diidentifikasi dari respons sebagai
hasil dari persepsi masyarakat. Tipe respons masyarakat dapat berbentuk
tindakan pindah ke tempat lain, berkembangnya opini tentang lingkungan
tempat mereka tinggal atau dampak psikologis misalnya stress, rasa cemas
dan lain-lain (Homenuck dalam Hadi, 1995). Tipe respons itu sangat
bergantung pada tingkat pendidikan, informasi dan pengetahuan masyarakat.
Persepsi masyarakat pada penelitian difokuskan pada pernyataan setuju atau
tidak setuju terhadap rencana kegiatan Proyek Pengembangan Pariwisata
Mandalika dan sarana penunjangnya serta alasan yang mendasarinya.
Data yang disajikan pada Tabel 2.49, menunjukkan, bahwa terdapat
dua pendapat umum tentang rencana pembangunan kawasan wisata, yaitu
pendapat yang setuju dengan pembangunan (93,27%) dan tidak setuju
dengan rencana pembangunan (6,73%).
Bagi penduduk yang beralasan menyetujui rencana Proyek Kawasan
Pariwisata, sebanyak 61,78% menyatakan bahwa kegiatan ini dapat
memberikan peluang kerja bagi penduduk. Alasan ini berdasarkan
pengalaman sebelumnya pada proyek-proyek pembangunan hotel di sekitar
wilayah studi yang kerap menumbuhkan peluang kerja bagi masyarakat di
sekitarnya. Peluang kerja dimaksud mulai dari pekerjaan non-skill, pekerjan
yang memerlukan keterampilan serta pekerjaan yang bersifat administratif.
Alasan lainya bagi penduduk yang menyetujui adalah bahwa
pembangunan dan keberadaan Kawasan Pariwisata Mandalika akan
memberikan peluang bagi pembangunan fasilitas umum dan kegiatan yang
diselenggarakan masyarakat (14,80%). Alasan ini juga berdasarkan
pengalaman sebelumnya pada proyek-proyek pembangunan di sekitar
wilayah yang cukup terbuka untuk memberikan bantuan pembangunan
fasilitas umum yang diperlukan masyarakat seperti peningkatan kualitas jalan
lingkungan, sarana ibadah, sarana olahraga dan lain-lain.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 156
Tabel 3.49. Persepsi Penduduk Terhadap Rencana Pembangunan
Kawasan
Pariwisata Mandalika di Wilayah 1
Jenis Pendapat Penduduk Kuta Sengkol Mertak Truwai Sukadana Jumlah %
Penduduk menyatakan
setuju :
Proyek akan memberikan
peluang kerja 25 47 32 19 17 140 62,78
Proyek akan memberikan
peluang usaha 7 3 7 9 9 35 15,70
Proyek akan memberikan
bantuan untuk
pembangunan daerah 7 11 6 5 4 33 14,80
Sub -Jumlah Pernyataan
Setuju 39 61 45 33 30 208 93,27
Penduduk menyatakan
tidak setuju :
Khawatir kehilangan
matapencaharian 1 1 2 4 1 9 4,04
Khawatir adanya
gangguan keamanan 1 3 1 1 0 6 2,69
Sub jumlah pernyataan
tidak setuju 2 4 3 5 1 15 6,73
Jumlah Total 41 65 48 38 31 223 100
Sumber: Data Primer, 2017
Bertentangan pendapat dominan mengenai persetujuan tersebut,
sebanyak 4,04% lainnya menyatakan tidak setuju, karena pembangunan
kawasan wisata akan merubah lahan pertanian yang digarap penduduk
menjadi kawasan wisata. Perubahan ini akan menghilangkan pendapatan dari
kelompok petani penggarap.
Pendapat lain mengenai ketidaksetujuan adalah adanya kekhawatiran
penduduk mengenai kemungkinan gangguan keamanan di sekitar kawasan.
Gangguan keamanan yang dimaksud adalah peristiwa kejahatan berupa
pencurian kendaraan dan perampokan terutama terhadap wisatawan.
Menurut keterangan, pencurian terhadap sepeda motor meningkat
frekuensinya saat kawasan pantai di Desa Kuta dikunjungi oleh wisatawan
yang ingin mengikuti Festival Bau Nyale. Dan perampokan pernah terjadi
kepada wisatawan mancanegara di jalan yang sepi. Menurut keterangan
petugas Polres Kuta (yang berlokasi di Desa Kuta), jumlah pencurian sepeda
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 157
motor pada Tahun 2011 di wilayah pelayanan Polres Kuta adalah 46 kali, dan
pelaku pencurian yang pernah tertanggkap rata-rata adalah penduduk dari
luar wilayah Desa Kuta .Menurut petugas Kepolisian, hal ini menunjukkan
bahwa kawasan ini berpotensi menjadi daerah sasaran pencurian oleh
penjahat.
Gangguan keamanan lainnya, adalah kekhawatiran tokoh ulama
mengenai adanya pengaruh negatif perkembangan daerah terhadap perilaku
penduduk di desa-desa kawasan pariwisata. Pengaruh negatif tersebut adalah
kebiasaan minuman keras dan perilaku menyimpang lainnya. Meskipun
demikian, menurut pengalaman pengaruh tersebut datang dari penduduk luar
desa di Propinsi Nusa Tenggara Barat dan bukan dari turis mancanegara yang
justru rata-rata berperilaku sopan dan memperhatikan etika lokal.
Sementara itu, bagi penduduk di wilayah 2, sebanyak 95% menyatakan
setuju dengan proyek dan sebanyak 5% lainnya menyatakan tidak setuju. Bagi
penduduk yang menyatakan setuju, sebanyak 72% adalah mengharapkan
peluang kerja dari kegiatan konstruksi dan operasional Kawasan Pariwisata.
Persepsi tersebut sama dengan pendapat penduduk di wilayah 1 dan
sekaligus menunjukkan besarnya kebutuhan peluang kerja di wilayah studi.
Alasan lainnya, adalah bahwa pembangunan dan pengembangan
kawasan pariwisata ini akan memberikan peluang usaha dari kontrak
kerjasama yang diberikan kepada penduduk lokal (23%). Menurut responden,
peluang usaha yang dapat dipenuhi oleh pengusaha lokal adalah jasa
konstruksi dan suplai bahan–bahan bangunan pada saat konstruksi.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 158
Tabel 2.50. Persepsi Penduduk Terhadap Rencana Pembangunan
Kawasan di Wilayah 2
Jenis Pendapat Total
Jumlah %
Pendapat yang menyatakan setuju :
Proyek akan memberikan peluang kerja 72 72
Proyek akan memberikan peluang usaha 23 23
Sub jumlah penduduk yang menyatakan setuju 95 95
Penduduk yang menyatakan tidak setuju :
Khawatir menimbulkan gangguan kamtibmas 3 3
Khawatir menimbulkan kecelakaan lalu lintas 2 2
Sub jumlah penduduk yang menyatakan tidak setuju 5 5
Jumlah 100 100
Sumber: Data Primer, 2018
Bertentangan dengan pendapat mengenai persetujuan tersebut,
sebanyak 3% penduduk di wilayah 2 menyatakan kekhawatiran bahwa
pengembangan kawasan pariwisata akan menimbulkan gangguan
kamtibmas. Gangguan kamtibmas yang dimaksud adalah sejenis yang
dikemukakan oleh responden dari wilayah 1, yaitu meningkatnya kejadian
pencurian kendaraan bermotor.
Kemudian alasan lainnya adalah kekhawatiran bahwa pengembangan
kawasan pariwisata ini akan menimbulkan kecelakaan lalu lintas yang dapat
menimbulkan korban. Kejadian kecelakaan berpotensi terjadi di desa-desa
yang dilintasi kendaraan antara Desa Tanak Awu (lokasi Bandara
Internasional Lombok, dengan Kuta (Kawasan Pariwisata Mandalika).
2.4.KOMPONEN KESEHATAN MASYARAKAT
Aspek kesehatan masyarakat yang dikaji dalam rona lingkungan adalah
pola penyakit utama di lokasi proyek yang diperoleh dari puskesmas setempat
atau sarana pelayanan kesehatan lain, gambaran kelompok penduduk yang
beresiko terkait dengan rencana kegiatan, kondisi sanitasi di permukiman
penduduk sekitar lokasi proyek serta jenis, jumlah fasilitas pelayanan
kesehatan, sumberdaya kesehatan dan status gizi masyarakat.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 159
2.4.1.Gambaran Umum Penduduk yang Beresiko
Pada umumnya masyarakat di wilayah studi adalah petani, nelayan dan
buruh.
2.4.2. Kondisi Permukiman
Kondisi perumahan di wilayah kegiatan, umumnya didominasi rumah
semi permanen dan permanen. Perumahan di sekitar wilayah studi masih ada
didominasi oleh rumah yang tembok dan kayu, yang dekat dengan akses jalan
raya kondisi perumahan cenderung padat dan mengelompok. Kondisi rumah
pada desa yang masih bersifat rural dan sebagian desa urban, ventilasi
berupa lubang angin dan jendela pada rumah-rumah di permukiman tersebut
cukup baik untuk sirkulasi udara.
2.4.3.Sumber Air Bersih
Sumber air bersih masyarakat di wilayah studi umumnya adalah air
sumur gali. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.51. Cakupan Pelayanan Air Bersih di Wilayah kerja
Puskesmas Kuta, Puskesmas Sengkol dan Puskesmas Truwai Tahun
2010
Keterangan Puskesmas
Kuta Sengkol Truwai
Jumlah Keluarga Yang Ada 7.944 15.629 4.976
Jumlah Keluarga Yang Diperiksa 7.944 15.629 2.312
% Keluarga Yang Diperiksa 100,00 100,00 46,46
Akses Air Bersih
Ledeng 333 5.236 385
% Ledeng 4,19 33,5 16,65
SPT - - 3
% SPT - - 0,001
SGL 1.840 6.593 1.560
% SGL 23,16 42,18 67,47
Jumlah 2.173 11.829 1.948
Sumber: Profil Puskesmas Kuta dan Puskesmas Sengkol Tahun 2018
2.4.4.Sanitasi Lingkungan
Di wilayah kerja Puskesmas Kuta, dari 7.944 kepala keluarga yang ada,
hanya 25,89% yang memiliki jamban, dengan kategori sehat sebanyak
87,75%, yang memiliki saluran pengelolaan limbah sebanyak 33,59%, dengan
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 160
kategori sehat sebanyak 92,80, dan yang memiliki tempat sampah sebanyak
67,17%, dengan kategori sehat sebanyak 45,56%.
Di wilayah kerja Puskesmas Sengkol, dari 15.629 kepala keluarga yang
ada, hanya 66,11% yang memiliki jamban, dengan kategori sehat sebanyak
78,06%, yang memiliki saluran pengelolaan limbah sebanyak 87,16%, dengan
kategori sehat sebanyak 50,88, dan yang memiliki tempat sampah sebanyak
40,45%, seluruhnya termasuk dalam kategori sehat.
Di wilayah kerja Puskesmas Truwai, dari 4.976 kepala keluarga yang ada,
hanya 46,46% yang memiliki jamban, dengan kategori sehat sebanyak
96,97%, yang memiliki saluran pengelolaan limbah sebanyak 45,82%, dengan
kategori sehat sebanyak 79,69%, dan yang memiliki tempat sampah sebanyak
51,53%, dengan kategori sehat sebanyak 81,12%.
Tabel 2.52. Sanitasi Lingkungan di Wilayah kerja Puskesmas Kuta,
Puskesmas Sengkol dan Puskesmas Truwai Tahun 2010
Keterangan Puskesmas
Kuta Sengkol Truwai
Jumlah Kepala Keluarga 7.944 15.629 4.976
Jamban Jumlah KK Memiliki 2.057 10.333 2.312
Jumlah Sehat 1.805 8.066 2.242
% KK Memiliki 25,89 66,11 46,46
% Sehat 87,75 78,06 96,97
Pengelolaan Air
Limbah
Jumlah KK Memiliki 2.668 13.622 2.280
Jumlah Sehat 2.476 6.931 1.817
% KK Memiliki 33,59 87,16 45,82
% Sehat
92,80 50,88 79,69
Tempat Sampah Jumlah KK Memiliki 5.336 6.322 2.564
Jumlah Sehat 2.431 6.322 2.080
% KK Memiliki 67,17 40,45 51,53
% Sehat 45,56 100,00 81,12
Sumber: Profil Puskesmas Kuta dan Puskesmas Sengkol Tahun 2018
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 161
2.4.5.Fasilitas Kesehatan
Fasilitas kesehatan yang ada wilayah studi dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.53. Fasilitas dan Sumber Daya Kesehatan di Wilayah Studi
No. Fasilitas dan Sumber Daya
Kesehatan
Puskesmas
Kuta
Puskesmas
Sengkol
Puskesmas
Truwai
1. Puskesmas 1 1 1
2. Puskesmas Pembantu 5 4 1
3. Poskesdes 4 6 2
4. Posyandu 69 88 53
5. Balai Pengobatan 1 - 4
6. Dokter 1 3 1
7. Bidan 7 10 4
8. Perawat 28 31 16
9. Tenaga Kesehatan Masyarakat 8 14 12
10. Tenaga Sanitasi 8 - 3
Sumber: Profil Puskesmas Kuta dan Puskesmas Sengkol Tahun 2018
2.4.6.Status Gizi Masyarakat
Status gizi bayi di wilayah studi umumnya adalah baik dan dapat dilihat pada
Tabel 2.54 berikut.
Tabel 2.54. Status Gizi Bayi di wilayah Puskesmas Kuta
Puskesma
s
Balita Yang
Ada
Balita
Ditimbang
Gizi Lebih Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk
Juml
ah %
Juml
ah %
Jum
lah %
Jum
lah %
Kuta 3928 3211 31 0,97 3085 96.08 90 2.80 5 0.16
Sengkol 4943 4250 25 0,59 3838 90.31 385 9.06 2 0.05
Truwai 2849 2849 142 0,98 2650 93.02 57 2.00 0 0.00
Sumber: Profil Puskesmas Kuta dan Puskesmas Sengkol Tahun 2018
2.4.7.Pola Penyakit
Pola penyakit di lokasi studi dapat dilihat dari data 10 penyakit penyakit
terbesar yang ada di Puskesmas Kuta, Puskesmas Sengkol dan Puskesmas
Truwai. Data dari puskesmas tersebut menunjukkan penyakit pada saluran
pernapasan bagian atas merupakan penyakit yang memiliki prevalensi
tertinggi di wilayah studi. Penyakit lainnya yang banyak diderita oleh
masyarakat di lokasi studi dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 162
Tabel 2. 55. Daftar 10 Penyakit Terbesar di Wilayah Puskesmas Kuta
No Jenis Penyakit %
1 Penyakit akut lain pada saluran pernapasan bagian atas 19,7
2 Penyakit pada sistem otot dan jaringan pengikat 15,4
3 Penyakit kulit infeksi 15,2
4 Penyakit lainnya 13,6
5 Diare (termasuk tersangka kolera) 8,6
6 Penyakit kulit alergi 7,7
7 Gastritis 5,9
8 Penyakit lain pada saluran pernapasan bagian atas 5,6
9 Penyakit kulit karena jamur 5,0
10 Hipertensi 3,3
Total 100
Sumber: Profil Puskesmas Kuta Tahun 2010
Tabel 2.56. Daftar 10 Penyakit Terbesar di Wilayah Puskesmas
Sengkol
No Jenis Penyakit %
1 ISPA 33,14
2 Sistem Otot 20,57
3 Penyakit Lainnya 14,86
4 Diare 9,71
5 Penyakit Kulit 8,00
6 Anemia 4,57
7 Infeksi Penyakit Usus Lainnya 3,43
8 Darah Tinggi 2,29
9 Penyakit Saluran Kencing 2,29
10 Asma 1,14
Total 100
Sumber: Profil Puskesmas Sengkol Tahun 2018
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 163
Tabel 2.57. Sepuluh besar Penyakit di Wilayah Puskesmas Truwai
No Jenis penyakit %
1 Ispa 18,92
2 Gastritis 14,86
3 Artritis 12,16
4 Asma brocihiale 9,73
5 Hipertensi 6,76
6 Hipotensi 5,41
7 Ge +dehidrasi 5,41
8 Isk 4,59
9 Abserpasi febris 18,11
10 Alergi kulit 4,05
Total 100
Sumber: Profil Puskesmas Truwai Tahun 2018
Jumlah kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired
Immune Deficiency Syndrome (AIDS) menurut data Nusa Tenggara Barat
Dalam Angka tahun 2011 di Provinsi Nusa Tenggara Barat, jumlah penderita
HIV sebanyak 210 dan jumlah penderita AIDS sebanyak 173 orang,
sedangkan pada tahun 2010 sesuai dengan Profil Kesehatan Provinsi Nusa
Tenggara Barat Tahun 2010 di Provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu sebanyak
219 penderita HIV dan 166 penderita AIDS. Dengan data tersebut diatas
terlihat bahwa penderita HIV mengalami penurunan sebanyak 4,1%, dan
penderita AIDS mengalami peningkatan sebanyak 4,2% dari tahun 2010
sampai dengan tahun 2011. Sedangkan di Kabupaten Lombok Tengah
menurut sumber yang sama menunjukan bahwa jumlah kasus Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome
(AIDS) pada tahun 2010 dan Tahun 2011 tidak mengalami perubahan yaitu
sebanyak 18 penderita HIV dan 20 Penderita AIDS.
Rona Lingkungan Hidup .................... II - 164
Tabel 2.58. Jumlah Kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) di Provinsi Nusa
Tenggara Barat
Tahun HIV AIDS
2010 219 166
2011 210 173
Sumber: Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 dan Nusa Tenggara Barat Dalam Angka
Tahun 2011
BAB IIIPRAKIRAAN DAMPAK PENTING
Prakiraan Dampak ………………….. III - 1
Analisis prakiraan dampak penting pada dasarnya menghasilkan
informasi mengenai besaran (magnitude) dan sifat penting (importance)
dampak untuk setiap dampak penting hipotetik (DPH) yang dikaji. Besaran
dampak ditentukan baik secara matematis (dengan menggunakan rumus-
rumus empiris/analogi) maupun berdasarkan pada hasil telaahan
pustaka,pengalaman serta penilaian para ahli (professional judgement).
Pendekatan matematis hanya dilakukan bagi parameter lingkungan yang telah
memiliki dan/atau dapat dibuatkan standar baku matematisnya. Pendekatan
analogi (termasuk penggunaan rumus-rumus empiris, hanya dilakukan sejauh
terdapat kesamaan/kemiripan karakteristik spesifik kondisi biofisik dan
sosekbudkesmas. Justifikasi ahli hanya dilakukan apabila ketersediaan data
dan/atau informasi relatif terbatas.
Perubahan kualitas lingkungan hidup yang diprakirakan akan terjadi
akibat adanya aktivitas suatu rencana pembangunan dapat diuraikan secara
kualitatif. Uraian kualitas lingkungan yang mengalami perubahan dari waktu
ke waktu akibat rencana kegiatan diprakirakan dengan menetapkan
beberapa kriteria seperti:
1) Tidak ada perubahan yang skalanya diberi angka nol (0) untuk
menunjukankan tidak terjadi perubahan mendasar terhadap kualitas
lingkungan.
2) Perubahan yang skalanya sangat kecil dengan nilai 1(satu) untuk
menjelaskan ada perubahan namun tidak signifikan menimbulkan
perubahan yang mendasar terhadap kualitas lingkungan.
3) Perubahan yang skalanya kecil dengan nilai 2 (dua) untuk menjelaskan
adanya perubahan yang cukup signifikan menimbulkan perubahan yang
mendasar terhadap kualitas lingkungan.
4) Perubahan yang skalanya sedang dengan nilai 3(tiga) untuk menjelaskan
adanya perubahan yang signifikan menimbulkan perubahan yang
mendasar terhadap kualitas lingkungan.
5) Perubahan yang skalanya besar dengan nilai 4(empat) untuk
menjelaskan adanya perubahan yang sangat signifikan terhadap
lingkungan.
Prakiraan Dampak ………………….. III - 2
6) Perubahan yang sekalanya sangat besar dengan nilai 5(lima) untuk
aktivitas kegiatan yang merusak daya dukung lingkungan.
Besaran dan sifat penting dampak dari Pengembangan Kawasan
Pariwisata Mandalika diuraikan dari dampak penting hipotetik yang dihasilkan
pada tahap pelingkupan. Penentuan dampak penting hipotetik diawali dengan
melakukan identifikasi dampak potensial yang dihasilkan dari interaksi antara
komponen kegiatan, rona lingkungan awal, informasi tentang kegiatan di
sekitar, dan hasil konsultasi publik sehingga menghasilkan dampak penting
hipotetik yang selanjutnya akan dianalisis secara cermat mengenai besaran
dampak pada setiap tahap kegiatan.
Metode yang digunakan dalam memperkirakan besaran dampak
penting tersebut adalah metode formal dan metode non formal. Metode formal
digunakan manakala cukup tersedia data kuantitatif yang diperlukan,
sedangkan bila persyaratan data kuatitatif tidak terpenuhi maka prakiraan
dampak penting dilakukan dengan menggunakan metode non formal, yaitu
menggunakan pendekatan analogi atau perbandingan dengan nilai baku mutu
lingkungan (BML) atau dengan pendekatan professional judgement
(pertimbangan kepakaran). Formula sederhana yang dipakai untuk
menentukan besaran dampak adalah:
∆K = KLdp - KL tp
Dimana
∆K = Perubahan kondisi kualitas lingkungan hidup
KLdp = Kondisi kualitas lingkungan hidup yang diprakirakan dengan adanya usaha
dan/atau kegiatan ( Dengan Proyek)
KLtp = Kondisi kualitas lingkungan hidup yang diperkirakan tanpa adanya usaha
dan/atau kegiatan (Tanpa Proyek)
Prakiraan dampak diawali dengan penyajian nilai parameter pada rona
lingkungan hidup awal yang dikonversi ke skala kualitas lingkungan. Hasil
prakiraan perubahan nilai parameter lingkungan yang akan datang ( dengan
dan tanpa proyek) yang menggambarkan perubahan nilai lingkungan juga
dikonversi ke perubahan skala kualitas lingkungan sehingga hasil perkiraan
dampak ini dinyatakan dalam perubahan skala kualitas lingkungan.
Prakiraan Dampak ………………….. III - 3
Skala kualitas lingkungan pada rona lingkungan awal (RLA) dan pada sat
kegiatan berlangsung (setiap tahap) akan ditampilkan dalam skala numerik
(skala 1,2,3,4,5) sebagai berikut:
Tabel 3.1. Skala Kualitas Lingkungan
Skala Kualitas Lingkungan
1 Sangat buruk
2 Buruk
3 Sedang
4 Baik
5 Sangat baik
Apabila dalam penentuan skala kualitas lingkungan baik RLA
maupun hasil prakiraan dampak ditemui beberapa skala kualitas lingkungan
yang berbeda, maka dalam penentuannya dipilih skala kualitas lingkungan
yang paling buruk. Selisih nilai skala kualitas lingkungan di atas digunakan
untuk menentukan besaran dampak. Selisih skala besaran dampak
dinyatakan sebagai berikut:
Tabel 3.2. Selisih Skala Besaran Dampak
Selisih Skala Besaran Dampak
4 Sangat Besar
3 Besar
2 Sedang
1 Kecil
0 Sangat Kecil
Evaluasi sifat penting dampak dilakukan dalam konteks keterkaitan
antar dampak lingkungan dalam suatu mata-rantai dampak lingkungan yang
dikaji secara menyeluruh (holistik). Pada tahap selanjutnya, kondisi/nilai
dampak lingkungan dianalisis menurut tingkat kepentingan dampak dengan
memberikan notasi “P” untuk parameter dampak lingkungan yang tergolong
Penting; serta notasi “TP” untuk dampak lingkungan yang Tidak Penting.
Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Pasal 22 poin (2),
penentuan arti penting dan tidak pentingnya dampak didasarkan atas hasil
penilaian terhadap 7 kriteria penentuan dampak penting yaitu :
Prakiraan Dampak ………………….. III - 4
Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha
dan / atau kegiatan.
Luas wilayah penyebaran dampak.
Intensitas dan lamanya dampak berlangsung.
Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak.
Sifat kumulatif dampak.
Berbalik atau tidak berbaliknya dampak.
Kriteria lain sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
Dari acuan tersebut diatas apabila salah satu saja dari tujuh kriteria
dampak penting tersebut dapat terpenuhi, maka dampak tersebut
dikategorikan sebagai dampak penting.
3.1. PRAKIRAAN DAMPAK PADA TAHAP PRAKONSTRUKSI
3.1.1.Sosialisasi Rencana Kegiatan
Peningkatan Keresahan Masyarakat
a. Sumber Dampak
Sebelum kegiatan pembangunan konstruksi, maka sebelumnya akan
dilakukan bebagai survei dan studi. Kegiatan ini ditandai dengan kehadiran
para ahli serta pekerja lainnya dan secara fisik ditandai dengan kegiatan
pengukuran dan pemasangan patok-patok. Hal ini menimbulkan pertanyaan
pada masyarakat sekitar mengenai manfaat dan resiko kegiatan ini.
Selanjutnya muncul rasa khawatir apabila kegiatan ini berpengaruh terhadap
sumber penghasilan harta-benda dan aset lainnya.
b. Besaran Dampak
Indikator yang digunakan dalam pengukuran besaran dampak terhadap
keresahan masyarakat adalah jumlah masyarakat yang tidak setuju dengan
pembangunan kawasan pariwisata Mandalika Lombok. Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan, untuk penduduk di Wilayah 1 (Desa Kuta,
Sengkol, Mertak, Truwai dan Sukadana) sebanyak 4,04% yaitu sebanyak
1436 orang yang menyatakan tidak setuju, karena pembangunan kawasan
pariwisata akan merubah lahan pertanian yang digarap penduduk menjadi
kawasan pariwisata. Perubahan ini akan menghilangkan pendapatan dari
kelompok petani penggarap. Kemudian, sebanyak 2,69% atau sekitar 956
orang khawatir mengenai kemungkinan gangguan keamanan di sekitar
kawasan. Gangguan keamanan yang dimaksud adalah peristiwa kejahatan
berupa pencurian kendaraan dan perampokan terutama terhadap wisatawan.
Prakiraan Dampak ………………….. III - 5
Sehingga total masyarakat yang tidak setuju dengan pembangunan kawasan
pariwisata Mandalika Lombok ini adalah sebesar 2393 orang dari 35.547 jiwa.
Untuk penduduk di wilayah 2 (Desa Tanaq Awu, Rembitan, Kawo, Ketara,
Segala Anyar) sebanyak 3% 1716 orang (jumlah penduduk wilayah 2 atau
wilayah Kec. Pujut yang tidak masuk kawasan adalah 57233 orang) sebanyak
penduduk menyatakan kekhawatiran bahwa pengembangan kawasan
pariwisata akan menimbulkan gangguan kamtibmas. Gangguan kamtibmas
yang dimaksud adalah sejenis yang dikemukakan oleh responden dari wilayah
1, yaitu meningkatnya kejadian pencurian kendaraan bermotor.
c. Nilai Kepentingan Dampak
No Faktor Penentu Dampak Penting Indikator
1. Jumlah manusia yang akan terkena
dampak
Masyarakat Desa Kute, Mertak, Sengkol,
Sukadana, dan Truwai
2. Luas wilayah persebaran dampak Desa Kuta, sengkol, Mertak, Truwai dan
Sukadana
3. Intensitas dan lamanya dampak
berlangsung
Intensitas dampak tinggi dan berlangsung
lama
4. Banyaknya komponen lingkungan lainnya
yang akan terkena dampak Persepsi
5. Sifat kumulatif dampak Kumulatif
6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak Berbalik
Bobot Dampak Negatif Penting (-P)
3.1.2. Proses Perizinan
Perubahan Peruntukan Lahan
a. Sumber Dampak
Kegiatan perijinan akan menimbulkan dampak perubahan peruntukan ruang.
Sebelumnya lahan garapan petani akan di ubah dengan berbagai macam
bentuk sesuai dengan kondisi dan tempat khususnya di Kecamatan Pujut
(Desa Kuta, Mertak, Sengkol, Sukadana dan Truwai). Pemanfaatan ruang
Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok seperti: pemukiman, hotel,
pertokoan/perniagaan/pusat sosial, pusat kesehatan, lapangan golf, tempat
rekreasi, fasilitas publik, infrastruktur, dan ruang terbuka hijau
b. Besaran Dampak
Indikator besaran dampak yang digunakan adalah luas alih fungsi lahan yang
mungkin terjadi dengan adanya proyek. Berkurangnya produksi pertanian, dan
luas kawasan hutan yang semakin menurun menjadi salah satu isu saat ini.
Prakiraan Dampak ………………….. III - 6
Asumsi produksi padi saat ini adalah 2.055 ton/tahun dengan luas areal 411
Ha, sedangkan kebutuhan padi saat ini dalam kawasan adalah sebesar 8.886
ton/tahun sehingga defisit 6831 ton/ha. Asumsi dengan hilangnya luas lahan
pertanian tersebut maka akan terjadi defisit gabah kering sebesar 8.886
ton/tahun. Defisit ini untuk masyarakat setempat saja di luar kunjungan
wisatawan dan tenaga kerja hotel. Jika asumsi jumlah tamu yang datang
sebanyak 9.600/hari dan total tenaga kerja sebanyak 10.020 maka kebutuhan
gabah kering untuk operasional kawasan sebesar 4.950 ton/tahun. Sehingga
total defisit gabah dengan adanya proyek adalah 13.837 Ton/tahun.
c. Nilai Kepentingan Dampak
No Faktor Penentu Dampak Penting Indikator
1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak Masyarakat Desa Kute, sengkol, Mertak,
Teruwai dan Sukadana
2. Luas wilayah persebaran dampak Desa Kuta, sengkol, Mertak, Teruwai dan
Sukadana
3. Intensitas dan lamanya dampak
berlangsung
Intensitas dampak tinggi dan berlangsung
lama
4. Banyaknya komponen lingkungan lainnya
yang akan terkena dampak -
5. Sifat kumulatif dampak Kumulatif
6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak Berbalik
Bobot Dampak Negatif Penting (-P)
3.2. PRAKIRAAN DAMPAK PADA TAHAP KONSTRUKSI
3.2.1. Penerimaan Tenaga Kerja
Terbukanya Kesempatan Kerja
a. Sumber dampak
Dampak berupa terbukanya kesempatan kerja dari tahap prakonstruksi
bersumber dari kebutuhan tenaga kerja dalam pembangunan kawasan
pariwisata Mandalika Lombok.
b. Besaran dampak
Indikator yang digunakan untuk mengukur besaran dampak dari kegiatan
penerimaan tenaga kerja ini adalah jumlah masyarakat sekitar yang mampu
terserap pada tahap konstruksi. Berdasarkan data, terdapat data penduduk
usia kerja yang masih menganggur sebesar 16,88% atau sekitar 6000 orang
Prakiraan Dampak ………………….. III - 7
dari 35.547 penduduk di dalam kawasan pariwisata Mandalika Lombok.
Kebutuhan tenaga kerja pada tahap konstruksi sebesar 2000 orang. Jika
asumsi perbandingan tenaga kerja lokal dengan tenaga kerja dari luar daerah
adalah 90:10 maka jumlah masyarakat lokal yang bisa terserap adalah1800
orang. Artinya adalah jumlah pengangguran di dalam kawasan dengan
adanya kegiatan konstruksi berkurang menjadi 4200 orang atau pengurangan
tingkat pengangguran sebesar 30%.
c. Nilai kepentingan dampak
No Faktor Penentu Dampak Penting Indikator
1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak Diatas 2.000 orang
2. Luas wilayah persebaran dampak Desa Kute, Mertak, Sengkol,Teruwei, dan Sukadana serta di luar kecamatan Pujut
3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung Intensitas dampak sedang dan berlangsung lama
4. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak
Persepsi
5. Sifat kumulatif dampak Kumulatif
6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak Berbalik
Bobot Dampak Positif Penting (+P)
3.2.2.Mobilisasi Material dan Alat Berat
Penurunan Kualitas Udara dan Kebisingan
a. Sumber Dampak
Pengangkutan alat berat dilakukan dalam waktu yang singkat dengan
menggunakan kendaraan container dan kendaraan pengangkut material
bangunan menggunakan truck kapasitas 6 ton. Kegiatan pengangkutan
diperkirakan akan meningkatakan konsentrasi polutan di udara yang
dihasilkan dari emisi kendaraan pengangkut.
b. Besaran Dampak
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas udara yang dilakukan di 7 titik jalur
jalan depan lokasi kegiatan menunjukkan konsentrasi SO2 sebesar (25-94,76)
µg/Nm3 diperkirakan akan mengalami peningkatan sampai 900 µg/Nm3, CO
sebesar (145-250) µg/Nm3 meningkat maksimal sampai 30.000 µg/Nm3, NO2
sebesar <10 µg/Nm3 maksimal mengalami peningkatan sampai 400 µg/Nm3,
HC sebesar <0,1 µg/Nm3 maksimal peningkatannya mencapai 1 µg/Nm3, dan
partikel debu sebesar (8-16) µg/Nm3 diperkirakan akan mengalami
peningkatan sampai 230 µg/Nm3. Peningkatan ini terjadi pada saat kendaraan
pengangkut melintas di jalur jalan masuk menuju lokasi kegiatan. Kebisingan
Prakiraan Dampak ………………….. III - 8
sebesar (30,83-58,53) dBA dan akan mengalami peningkatan sampai diatas
70 dBA pada titik dimana kendaraan pengangkut berada.
c. Nilai Kepentingan Dampak
No Faktor Penentu Dampak Penting Indikator
1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak Semua masyarakat yang bermukim di sekitar jalan yang digunakan
2. Luas wilayah persebaran dampak Sepanjang jalur jalan yang dilalui
3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung Intensitas dampak sedang dan berlangsung lama
4. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak
Kesehatan masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Kumulatif
6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak Berbalik
Bobot Dampak Negatif penting (-P)
Gangguan Kesehatan Masyarakat
a. Sumber Dampak
Dampak gangguan kesehatan merupakan dampak turunan dari penurunan
kualitas udara dan peningkatan kebisingan. Parameter kualitas udara yang
diperkirakan mengalami peningkatan sampai diatas baku mutu lingkungan
adalah pertikel debu di sekitar jalur jalan masuk lokasi kegiatan. Dampak ini
besar pada saat intensitas penyinaran matahari tinggi dan dapat
mengakibatkan gangguan terhadap saluran pernafasan bagian atas dan iritasi
pada mata.
b. Besaran Dampak
Besaran dampak terhadap gangguan kesehatan masyarakat akibat dari
kegiatan pengangkutan material adalah jumlah manusia yang berada di
sekitar jalur pengangkutan. Berdasarkan hal tersebut maka, potensi manusia
yang terkena dampak dari kegiatan ini cukup banyak.
Prakiraan Dampak ………………….. III - 9
c. Nilai Kepentingan Dampak
No Faktor Penentu Dampak Penting Indikator
1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak Semua masyarakat yang bermukim disekitar jalur jalan masuk lokasi kegiatan
2. Luas wilayah persebaran dampak Jalur jalan yang digunakan
3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung Intensitas dampak sedang dan berlangsung lama
4. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak
Persepsi dan keresahan
5. Sifat kumulatif dampak Kumulatif
6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak Berbalik
Bobot Dampak Negatif Penting (-P)
3.2.3.Pembersihan dan Perataan Lahan
Berkurangnya Flora dan Fauna
a. Sumber Dampak
Pembersihan lahan dan Perataan lahan dengan cara menghilangkan semua
tanaman penutup lahan mengakibatkan semua jenis tanaman hilang dan
fauna akan berpidah karena kehilangan habitatnya yang berdampak terhadap
ekosistem darat yang ada di dalam lokasi kegiatan.
b. Besaran dampak
Indikator besaran untuk mengukur besaran dampak adalah luas hutan yang
akan dibebaskan dan komposisi flora fauna yang ada di dalam kawasan.
Berdasarkan hasil analisis GIS pada peta penggunaan lahan Lombok tengah,
maka luas hutan lahan kering yang ada di dalam kawasan seluas 93 Ha,
sehingga dengan adanya proyek kawasan pariwisata Mandalika Lombok ini di
asumsikan bahwa hutan lahan kering tersebut akan hilang. Berdasarkan hasil
analisis Vegetasi di perbukitan Kawasan Mandalika Lombok terdapat 26 jenis
tumbuhan dengan Indeks Nilai Penting Berkisar antara 4,77 (Anacardium
occidentale) – 52,25 (Lantana camara). Terdapat beberapa jenis fauna yang
berpotensi migrasi karena hilangnya habitat seperti burung, mamalia, dan
herpatofauna.
Prakiraan Dampak ………………….. III - 10
c. Nilai kepentingan Dampak
No Faktor Penentu Dampak Penting Indikator
1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak
Tidak ada
2. Luas wilayah persebaran dampak Dalam lokasi kegiatan
3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
Intensitas dampak tinggi dan berlangsung lama
4. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak
Hidrologi, kualitas air, erosi dan sedimentasi, biota perairan
5. Sifat kumulatif dampak Kumulatif
6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak Berbalik
Bobot Dampak Negatif Penting (-P)
Erosi Tanah Dan Sedimentasi
a. Sumber Dampak
Pembersihan lahan dan Perataan Lahan dengan cara menghilangkan semua
tanaman penutup lahan akan berdampak terhadap kondisi fisik tanah yang
ada di dalam lokasi kegiatan. Sistem perakaran tanaman sangat
mempengaruhi keutuhan tanah yang ada di dalam wilayah perakrannya,
dengan hilangnya tanaman penutup mengakibatkan tanah menjadi labil dan
mudah terbongkar dari tekanan yang ada
b. Besaran Dampak
Indikator yang digunakan untuk mengukur besaran dampak adalah tingkat
erosi prediksi. Berdasarkan hasil analisis dengan memperhatikan faktor Curah
Hujan, Erodibilitas, jenis tanah, penutupan lahan, kelerengan dan tindakan
konservasi tanah yang ada saat ini di dalam kawasan maka tingkat erosi
prediksi tanap proyek adalah sebesar 122 ton/ha/tahun. Dengan adanya
proyek maka, akan terjadi perubahan penutupan lahan, dan tindakan
konservasi tanah sehingga tingkat erosi prediksi yang akan terjadi tahap
konstruksi adalah 305 ton/ha/tahun.
Prakiraan Dampak ………………….. III - 11
c. Nilai Kepentingan Dampak
No Faktor Penentu Dampak Penting Indikator
1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak Masyarakat yang lahannya berada di sisi timur dan selatan lokasi kegiatan.
2. Luas wilayah persebaran dampak Persawahan bagian timur dan selatan lokasi kegiatan
3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
Intensitas dampak sangat tinggi pada saat curah hujan besar dan berlangsung selama hujan turun
4. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak
Kualitas air dan biota perairan
5. Sifat kumulatif dampak Kumulatif
6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak Berbalik
Bobot Dampak Negatif Penting (-P)
3.2.3. Pembangunan Sarana dan prasarana
Penurunan Kualitas udara
a. Sumber Dampak
Kegiatan pembangunan sarana dan prasarana kawasan diperkirakan akan
meningkatakan konsentrasi polutan di udara yang dihasilkan dari emisi
kendaraan dan mesin yang di gunakan pada saat pembangunan sarana dan
prasarana kawasan.
b. Besaran Dampak
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas udara yang dilakukan di 7 titik jalur
jalan depan lokasi kegiatan menunjukkan konsentrasi SO2 sebesar (25-94,76)
µg/Nm3 diperkirakan akan mengalami peningkatan sampai 900 µg/Nm3, CO
sebesar (145-250) µg/Nm3 meningkat maksimal sampai 30.000 µg/Nm3, NO2
sebesar <10 µg/Nm3 maksimal mengalami peningkatan sampai 400 µg/Nm3,
HC sebesar <0,1 µg/Nm3 maksimal peningkatannya mencapai 1 µg/Nm3, dan
partikel debu sebesar (8-16) µg/Nm3 diperkirakan akan mengalami
peningkatan sampai 230 µg/Nm3
Prakiraan Dampak ………………….. III - 12
c. Nilai Kepentingan Dampak
No Faktor Penentu Dampak Penting Indikator
1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak Semua masyarakat yang bermukim di sekitar lokasi kegiatan
2. Luas wilayah persebaran dampak Sepanjang jalur jalan yang dilalui
3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung Intensitas dampak sedang dan berlangsung lama
4. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak
Kesehatan masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Kumulatif
6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak Berbalik
Bobot Dampak Negatif penting (-P)
Penurunan Kualitas Air
a. Sumber Dampak
Meningkatnya aliran air permukaan di dalam lokasi rencana kegiatan
diperkirakan akan berdampak pada kualitas air yang ada di bagian timur dan
selatan lokasi kegiatan. Penurunan kualitas air sungai dan air tanah penduduk
ini diakibatkan perairan yang ada di bagian timur lokasi menjadi penerima
dampak langsung dan selanjutnya dialirkan masuk di perairan di bagian
selatan lokasi kegiatan.
b. Besaran Dampak
Penurunan kualitas air tanah lebih diakibatkan dari meningkatnya kekeruhan
dan TDS di air yang ada di bagian timur lokasi kegiatan. Berdasarkan hasil
analisis yang dilakukan di 4 lokasi pengambilan sampel air tanah
menunjukkan konsentrasi TDS sebesar (393,2-1.261)mg/L dan akan
mengamami peningkatan sampai diatas 1.500 mg/L pada saat limpasan air
permukaan dari dalam lokasi tapak proyek tinggi, sedangkan hasil analisis
yang dilakukan di 7 lokasi pengambilan sampel air sungai menunjukkan
konsentrasi TDS sebesar (765-1.720)mg/L, lokasi 2 yaitu sungai Ai Lengis 2
menunjukkan nilai 1.720 yang sudah jauh melewati ambang batas sebelum
adanya proyek dan lokasi lainnya akan mengamami peningkatan sampai
diatas 1.000 mg/L pada saat limpasan air permukaan dari dalam lokasi tapak
proyek tinggi.
Prakiraan Dampak ………………….. III - 13
c. Nilai Kepentingan Dampak
No Faktor Penentu Dampak Penting Indikator
1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak Semua masyarakat yang menggunakan air sungai dan air tanah di bagian timur lokasi kegiatan
2. Luas wilayah persebaran dampak Bagian timur dan selatan lokasi kegiatan
3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
Intensitas dampak besar pada musim hujan dan berlangsung lama
4. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak
Kesehatan masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Kumulatif
6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak Berbalik
Bobot Dampak Negatif Penting (-P)
3.3. PRAKIRAAN DAMPAK PADA TAHAP OPERASIONAL
3.3.1.Penerimaan Tenaga Kerja dan Pelatihan
Terbukanya Kesempatan Kerja dan Konflik Perebutan Lapangan
Kerja
a. Sumber Dampak
Dampak berupa terbukanya kesempatan kerja dari tahap prakonstruksi
bersumber dari kebutuhan tenaga kerja dalam operasional kawasan
pariwisata Mandalika Lombok.
b. Besaran Dampak
Indikator yang digunakan untuk mengukur besaran dampak dari kegiatan
penerimaan tenaga kerja ini adalah jumlah masyarakat sekitar yang mampu
terserap pada tahap operasional. Berdasarkan data, terdapat data penduduk
usia kerja yang masih menganggur sebesar 16,88% atau sekitar 6000 orang
dari 35.547 penduduk di dalam kawasan pariwisata Mandalika Lombok.
Kebutuhan tenaga kerja pada tahap operasional sebesar 10.200 orang.
Dengan kebutuhan tenaga kerja yang cukup banyak ini maka jumlah
pengangguran yang berada di dalam lokasi mampu terserap bahkan untuk
memenuhi kebutuhan tenaga kerja di datangkan dari luar.
Prakiraan Dampak ………………….. III - 14
c. Nilai Kepentingan Dampak
No Faktor Penentu Dampak Penting Indikator
1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak Diatas 10.020 orang
2. Luas wilayah persebaran dampak Desa Kute, Mertak, Sengkol,Teruwei, dan Sukadana serta di luar kecamatan Pujut
3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung Intensitas dampak tinggi dan berlangsung lama
4. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak
Pendapatan dan persepsi
5. Sifat kumulatif dampak Kumulatif
6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak Berbalik
Bobot Dampak Positif Penting (+P)
3.3.2.Operasional Kawasan Pariwisata
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
a. Sumber Dampak
Dampak peningkatan Pendapatan Asli daerah bersumber dari kegiatan pajak
hasil dari operasional kawasan pariwisata Mandalika Lombok. Peningkatan
pendapatan asli daerah ini juga dapat bersumber dari fect multiflier effect dari
ketigian kawasan.
b. Besaran Dampak
Salah satu indikator yang digunakan dalam penentuan besaran dampak
adalah nilai pajak yang merupakan salah satu sumber PAD. Proyeksi
perhitungan diasumsikan sesuai dengan studi FS yang dilaksanakan pada
tahun 2011, Kecamatan Pujut memiliki jumlah pajak sebesar Rp.
939.938.142,-. Dengan adanya kegiatan Kawasan Pariwisata Mandalika
Lombok ini akan terjadi peningkatan pendapatan asli daerah dari sektor pajak
dengan asumsi bahwa tingkat pendapatan tenaga kerja rata-rata Rp.
3.504.000,- maka akan dikenakan pajak sebesar Rp.350.400/tenaga
kerja/bulan. Dari dasar tersebut maka jumlah penerimaan daerah pada sektor
pajak pertambahan hasil sebesar Rp. 3.504.000 x 1.000.000 = 3,5 triliun x 10%
= 350M. Pendapatan daerah ini belum termasuk retribusi yang dikenakan dan
pajak-pajak lainnya yang diatur dalam Peraturan Daerah seperti pajak
restoran = 3.504.000 x 200.000 x 10% = 70.080.000.000/tahun.
Prakiraan Dampak ………………….. III - 15
c. Nilai Kepentingan Dampak
No Faktor Penentu Dampak Penting Indikator
1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak Semua warga lingkar Kabupaten Lombok Tengah
2. Luas wilayah persebaran dampak Wilayah administrasi Kabupaten Lombok Tengah
3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung Intensitas dampak tinggi dan berlangsung lama
4. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak
Persepsi
5. Sifat kumulatif dampak Kumulatif
6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak Berbalik
Bobot Dampak Positif Penting (+P)
Timbulnya Limbah Cair
a. Sumber Dampak
Kegiatan pengoperasian kawasan pariwisata berdampak terhadap timbulan
limbah cair dari kegiatan sehari-hari seperti keperluan mandi, mencuci, dan
sebagainya.
b. Besaran dampak
Berdasarkan data, produksi limbah cair saat ini yang diukur dari jumlah
kunjungan rata-rata di dalam kawasan sebesar 76.800 Liter/hari dengan
jumlah kunjungan rata-rata 800 wisatawan dengan okuvansi 48%. Dengan
adanya kegiatan kawasan pariwisata Mandalika Lombok maka di perkirakan
jumlah limbah cair yang dihasilkan sebesar :
Asumsi jumlah daya tampung untuk pengunjung
= jumlah kamar yg tersedia x kapasitas kamar x 0,48
= 10.000 x 2 x 0,48 = 9600.
Jadi limbah cair yang di hasilkan pengunjung setiap hari
= 9600 orang x 200 L x 0,8 = 1.536/orang/m3/hari
Jadi limbah cair yang di hasilkan tenaga kerja setiap hari
= 1.020 orang x 200 L x 0,8
= 1.305,6/orang/m3/hari
Jadi total limbah cair yang dihasilkan perhari
= 1.536 + 1.305,6 = 2.841.6 m3/hari
Prakiraan Dampak ………………….. III - 16
c. Nilai Kepentingan dampak
No Faktor Penentu Dampak Penting Indikator
1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak Semua warga lingkar Kabupaten Lombok Tengah khususnya desa Kute, Mertak, Sengkol, Sukadana dan Teruwai
2. Luas wilayah persebaran dampak Lokasi studi khususnya lokasi di desa-desa dari desa Kuta, Sengkol, Mertak, Teruwai dan Sukadana.
3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung Intensitas dampak tinggi dan berlangsung lama
4. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak
Persepsi dan Kesehatan Masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Kumulatif
6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak Berbalik
Bobot Dampak Negatif Penting (-P)
Timbulnya Limbah Padat
a. Sumber dampak
Kegiatan pengoperasian kawasan pariwisata berdampak terhadap timbulan
sampah (limbah padat)
b. Besaran dampak
Berdasarkan data, produksi limbah padat saat ini yang diukur dari jumlah
kunjungan rata-rata di dalam kawasan sebesar 1152 kg/hari dengan jumlah
kunjungan rata-rata 800 wisatawan dengan okuvansi 48%. Dengan adanya
kegiatan kawasan pariwisata Mandalika Lombok maka di perkirakan jumlah
limbah padat yang dihasilkan sebesar :
asumsi jumlah daya tampung untuk pengunjung = jumlah kamar yg
tersedia x kapasitas kamar x 0,48
= 10.000 x 2 x 0,48 = 9600.
Jadi sampah yang di hasilkan pengunjung setiap hari
= 9600 orang x 3 kg
= 28.8 ton/hari
Jadi sampah yang di hasilkan tenaga kerja setiap hari
= 1.020 orang x 3 kg
= 3,6 ton/hari
Jadi total sampah yang dihasilkan perhari = 28.8 + 3,6 = 32,4 ton/hari
Prakiraan Dampak ………………….. III - 17
c. Nilai Kepentingan Dampak
No Faktor Penentu Dampak Penting Indikator
1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak Semua warga lingkar Kabupaten Lombok Tengah khususnya desa Kute, Mertak, Sengkol, Sukadana dan Teruwai
2. Luas wilayah persebaran dampak Lokasi studi khususnya lokasi di desa-desa dari desa Kuta, Sengkol, Mertak, Teruwai dan Sukadana.
3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung Intensitas dampak tinggi dan berlangsung lama
4. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak
Persepsi dan Kesehatan Masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Kumulatif
6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak Berbalik
Bobot Dampak Negatif Penting (-P)
Timbulnya Limbah B3
a. Sumber Dampak
Sumber dampak adalah kegiatan operasional kawasan pariwisata. Limbah B3
berupa oli bekas yang bersumber dari operasional genset dengan buangan
oli, penggunaan Aki, dan Lampu.
b. Besaran Dampak
Berdasarkan data, jumlah hotel yang ada saat ini di dalam kawasan sebanyak
37 hotel dengan 400 kamar. Dengan nilai tersebut dapat jumlah penggunaan
oli dalam kawasan saat ini adalah sebesar 185 liter/bulan dari pemakaian
genset, jumlah aki sebanyak 37 buah/tahun, dan lampu sebanyak 400
buah/tahun. Dengan adanya kegiatan kawasan pariwisata Mandalika Lombok
maka di perkirakan kenaikan jumlah oli, aki, dan lampu sebanyak =
Asumsi Jumlah hotel dalam kawasan adalah 100 hotel dengan penggunaan
genset setiap hotel 1 buah, jumlah oli yang dibutuhkan setiap genset sebanyak
5 liter/bulan sehingga limbah oli yang dihasilkan sebanyak 500 liter/bulan.
Untuk jumlah aki yang dibuthkan untuk operasional aki sebanyak 100
buah/tahun, sedangkan untuk limbah lampu yang dihasilkan sebanyak 10.000
buah/tahun.
Prakiraan Dampak ………………….. III - 18
c. Nilai Kepentingan dampak
No Faktor Penentu Dampak Penting Indikator
1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak Semua warga lingkar Kabupaten Lombok Tengah khususnya desa Kute, Mertak, Sengkol, Sukadana dan Teruwai
2. Luas wilayah persebaran dampak Sungai yang ada di lokasi studi khususnya lokasi di desa-desa dari desa Kuta, Sengkol, Mertak, Teruwai dan Sukadana.
3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
Intensitas dampak tinggi dan berlangsung lama
4. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak
Persepsi dan Kesehatan Masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Kumulatif
6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak Berbalik
Bobot Dampak Negatif Penting (-P)
Defisit Air
a. Sumber Dampak
Jumlah tenaga kerja yang digunakan pada tahap operasional sebayak 10.200
orang. berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Direktorat
Pengembangan Air Minum, Dirjen Cipta Karya pada tahun 2010 menunjukkan
setiap orang indonesia menggunakan air rata-rata sebanyak 3 kg/perhari. Dari
sejumlah itu pemakaian terbesar untuk keperluan air mandi dll.
b. Besaran Dampak
Kegiatan operasional kawasan pariwisata Mandalika Lombok membutuhkan
air bersih sebanyak = Asumsi jumlah pengunjung sebanyak 9.600 orang
ditambah karyawan sebanyak 10.200 orang sehingga total kebutuhan air
selama operasional adalah 3.960 M3/hari, sedangkan suplai PDAM yang ada
sebanyak 3.456 M3/hari dengan asumsi kemampuan suplay PDAM sebanyak
40 ltr/dtk.
Prakiraan Dampak ………………….. III - 19
c. Nilai Kepentingan Dampak
No Faktor Penentu Dampak Penting Indikator
1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak Masyarakat yang menggunkan air yang terpapar dampak
2. Luas wilayah persebaran dampak Sekitar lokasi kegiatan dan Sungai
3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung Intensitas dampak sedang dan berlangsung lama
4. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak
Kekeringan dan kesehatan masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Kumulatif
6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak Berbalik
Bobot Dampak Negatif Penting (-P)
Keamanan Kawasan
a. Sumber Dampak
Adanya kegiatan pembangunan Kawasan Pariwisata Mandalika yang
berdekatan dengan pantai, akan menjadi sumber kekhawatiran masyarakat,
bahwa akan terjadi berbagai macam tindak kejahatan karena pola hidup
masyarakat di lokasi kegiatan masih tergolong ekonomi dan pendidikan
menengah kebawah. Sehingga dengan adanya wisatawan yang masuk ke
lokasi dia jadikan ajang untuk kejahatan seperti perampokan, pemerkosaan,
dll
b. Besaran Dampak
Berdasarkan data jumlah kejahatan konvensional di Kabupaten Lombok
Tengah Tahun 2011, jenis kejahatan yang umumnya terjadi di Kabupaten
Lombok Tengah adalah perkelahian dan pencabulan/pemerkosaan. Rata-rata
tingkat perkelahian di Lombok Tengah 5 tahun terkahir adalah 9 jumlah
perkara/tahun, sedangkan untuk pencabulan dan pemerkosaan rata-rata 6
jumlah perkara/tahun.
Prakiraan Dampak ………………….. III - 20
c. Nilai Kepentingan
No Faktor Penentu Dampak Penting Indikator
1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak Masyarakat yang bermukim di sekitar lokasi (desa Kute, Mertak, Sengkol, Sukadana, dan Teruwai) serta wisatan
2. Luas wilayah persebaran dampak Wilayah Administrasi Kabupaten Lombok Tengah
3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung Intensitas dampak tinggi dan berlangsung lama
4. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak
Persepsi dan keresahan masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Kumulatif
6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak Berbalik
Bobot Dampak Negatif Penting (-P)
Dukungan Event Bau Nyale
a. Sumber Dampak
Pada sisi lain, pantai di lokasi rencana kegiatan mempunyai fungsi sosial
ekonomi dan sosial budaya. Fungsi sosial ekonomi ditunjukkan kegiatan
nelayan dan budidaya rumput laut serta udang lobster dan jasa pemandu
wisata. Fungsi sosial budaya antara lain nampak dari kegiatan Festival Bau
Nyale. Dengan demikian keberadaan pantai sangat dekat dengan kegiatan
sehari –hari masyarakat, terutama di Wilayah 1 (Desa Kuta, Sengkol, Mertak,
Teruwai dan Sukadana)
b. Besaran dampak
Tahun 2011 terjadi peningkatan jumlah wisatawan ke Lombok Tengah sekitar
30 persen. Tahun ini animo wisatawan asing yang melihat Tradisi Bau Nyale
diprediksi meningkat karena hunian kamar di hotel dan beberapa penginapan
penuh sejak sebulan terakhir. Untuk mengukur jumlah wisatawan asing bisa
dilihat dari tingkat hunian di hotel. Dengan adanya ketersediaan pelayanan
Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok dapat meningkat hingga 70%.
Prakiraan Dampak ………………….. III - 21
c. Nilai Kepentingan Dampak
No Faktor Penentu Dampak Penting Indikator
1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak Penduduk di wilayah kecamatan Pujut, serta di luar kabupaten Lombok tengah
2. Luas wilayah persebaran dampak Sekitar lokasi kegiatan dan Sungai
3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung Lokasi studi khususnya lokasi di desa-desa dari desa Kuta, Sengkol, Mertak, Teruwai dan Sukadana.
4. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak
Persepsi
5. Sifat kumulatif dampak Kumulatif
6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak Berbalik
Bobot Dampak Positif Penting (+P)
Kemacetan Lalu Lintas
a. Sumber Dampak
Jumlah tenaga kerja operasional dan pengunjung (wisatawan)yang berpotensi
menimbulkan kemacetan terutamayang memiliki kendaraan pribadi. Titik
rawan munculnya kemacetan terjadi di persimpangan jalan dan kabupaten
dengan jalan provinsi yang dilalui. Kepadatan lalulintas di jalur jalan provinsi
mengalami peningkatan tinggi pada saat hari kerja dan liburan, Kemacetan
yang rawan muncul yaitu dipersimpangan.
b. Besar Dampak
Berdasarkan hasil pengamatan. Kondisi LHR saat ini adalah rata-rata 370
SMP/jam di jalan raya Kuta. Dengan adanya kegiatan Kawasan Pariwisata
Mandalika Lombok ini dengan asumsi pengunjung sebanyak orang, maka
akan terjadi peningkatan laju harian Rata-rata sebanyak 2.018 SMP/jam dari
aktivitas tamu, karyawan dan masyarakat sekitar.
Prakiraan Dampak ………………….. III - 22
c. Nilai Kepentingan Dampak
No Faktor Penentu Dampak Penting Indikator
1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak Masyarakat pengguna jalan
2. Luas wilayah persebaran dampak Persimpangan jalan kabupaten denga jalan provinsi
3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung Intensitas dampak sedang dan besar pada hari kerja dan Libur serta berlangsung lama
4. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak
Persepsi
5. Sifat kumulatif dampak Kumulatif
6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak Berbalik
Bobot Dampak Negatif Penting (-P)
Peningkatan Prostitusi, Miras, dan Narkoba
a. Sumber Dampak
Kegiatan Pariwisata selain memberikan dampak positif juga beresiko
menimbulkan pola penyakit baru, yaitu Penyakit Menular Seksual (PMS).
Jumlah kunjung-an wisatawan di daerah pariwisata juga dapat dikatakan
memiliki suatu keterkaitan dengan pergerakan penyebaran penyakit HIV/
AIDS. Hal ini disebabkan oleh tempat hiburan yang memiliki pekerja seks
komersil (Ketshabile dalam Azza, 2010).
Penyakit menular seksual, atau PMS adalah berbagai infeksi yang dapat
menular dari satu orang ke orang yang lain melalui kontak seksual. Menurut
the Centers for Disease Control (CDC) terdapat lebih dari 15 juta kasus PMS
dilaporkan per tahun. Kelompok remaja dan dewasa muda (15-24 tahun)
adalah kelompok umur yang memiliki risiko paling tinggi untuk tertular PMS, 3
juta kasus baru tiap tahun adalah dari kelompok ini (Azza, 2010).
Beberapa penyakit menular seksual kemungkinan terjadi akibat kontak
seksual adalah
1. Klamidia – klamidia adalah PMS yang sangat berbahaya dan
biasanya tidak menunjukkan gejala; 75% dari perempuan dan 25%
dari pria yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala sama sekali.
2. Gonore – gonore adalah salah satu PMS yang sering
dilaporkan. 40% penderita akan mengalami penyakit radang
panggul (PRP) jika tidak diobati, dan hal tersebut dapat
menyebabkan kemandulan.
3. Hepatitis B – vaksin pencegahan penyakit ini sudah ada, tapi sekali
terkena penyakit ini tidak dapat disembuhkan; dapat menyebabkan
kanker hati.
Prakiraan Dampak ………………….. III - 23
4. Herpes – terasa nyeri dan dapat hilang timbul; dapat diobati untuk
mengurangi gejala tetapi tidak dapat disembuhkan.
5. HIV/AIDS – dikenal pertama kali pada tahun 1984, AIDS adalah
penyebab kematian ke enam pada laki-laki dan perempuan
muda. Virus ini fatal dan menimbulkan rasa sakit yang cukup lama
sebelum kemudian meninggal.
6. Human Papilloma Virus (HPV) & Kutil kelamin – PMS yang paling
sering, 33% dari perempuan memiliki virus ini, yang dapat
menyebabkan kanker serviks dan penis dan nyeri pada kelamin.
7. Sifilis – jika tidak diobati dapat menyebabkan kerusakan otak dan
hati yang serius.
8. Trikomoniasis – dapat menyebabkan keputihan yang berbusa atau
tidak ada gejala sama sekali. Pada perempuan hamil dapat
menyebabkan kelahiran prematur.
Sedangkan, penularan (PMS ) terutama HIV/AIDS adalah :
Hubungan seksual berganti-ganti pasangan tanpa kondom
Pemakaian jarum suntik tidak steril, bekas dipakai orang lain secara
bergantian atau tercemar darah mengandung HIV.
Tranfusi darah yang tidak melalui proses pemeriksaan terhadap
HIV.
Dari Ibu HIV positif kepada bayinya saat hamil, proses melahirkan
spontan/normal dan menyusui
b. Besaran dampak
Dengan demikian, penduduk yang beresiko terkena PMS bukan hanya pihak
yang melakukan kontak seksual dan pengguna narkoba , namun juga
penduduk lainnya yang terpapar melalui cara transfusi darah dan kehamilan.
Menurut penelitan Departemen Kesehatan (2006), sebanyak 6)% pria dewasa
yang pernah melakukan hubungan Pekerja seks telah terjangkit PMS. Jumlah
kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS) menurut data Nusa Tenggara Barat Dalam Angka tahun
2011 di Provinsi Nusa Tenggara Barat, jumlah penderita HIV sebanyak 210
dan jumlah penderita AIDS sebanyak 173 orang, sedangkan pada tahun 2010
sesuai dengan Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 di
Provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu sebanyak 219 penderita HIV dan 166
penderita AIDS. Dengan data tersebut diatas terlihat bahwa penderita HIV
mengalami penurunan sebanyak 4,1%, dan penderita AIDS mengalami
peningkatan sebanyak 4,2% dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2011.
Sedangkan di Kabupaten Lombok Tengah menurut sumber yang sama
menunjukan bahwa jumlah kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) pada tahun 2010 dan Tahun
Prakiraan Dampak ………………….. III - 24
2011 tidak mengalami perubahan yaitu sebanyak 18 penderita HIV dan 20
Penderita AIDS
c. Nilai Kepentingan Dampak
No Faktor Penentu Dampak Penting Indikator
1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak
Jumlah penduduk lokal di pemukiman , Jika dihitung secara maksimal , maka penduduk yang beresiko terkena adalah 60% dari seluruh penduduk di desa –desa terdekat dengan kegiatan Pariwisata.
2. Luas wilayah persebaran dampak Lokasi studi yang meliputi wilayah 1 adalah desa Kuta, sengkol, Mertak, Teruwai dan Sukadana
3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung Intensitas tinggi dan berlansung selama tahap operasional berlangsung
4. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak
Persepsi
5. Sifat kumulatif dampak Kumulatif
6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak Berbalik
Bobot Dampak Negatif Penting (-P)
BAB IVEVALUASI DAMPAK PENTING
Evaluasi Dampak ................... IV - 1
Evaluasi holistik dampak lingkungan rencana Pengembangan kawasan
Pariwisata Mandalika dimaksudkan untuk menelaah keterkaitan dan interaksi seluruh
dampak penting hipotetik (DPH) dalam rangka penentuan karakteristik dampak
rencana kegiatan secara total terhadap lingkungan hidup. Selanjutnya, akan disusun
gambaran mekanisme aliran dampak penting dengan bagan alir yang menguraikan
dampak penting hipotetik (DPH) pada tiap tahap kegiatan pembangunan.
Telaahan secara holistik atas berbagai komponen lingkungan yang
diperkirakan mengalami perubahan mendasar seperti telah diuraikan pada Bab III
(Prakiraan Dampak Penting) akan ditelaahan lagi keterkaitan dan interaksi dampak
penting hipotetik (DPH) yang ditemukan dalam studi Amdal ini untuk dapat dilakukan
langkah berikutnya yakni menguraikan :
• Bentuk hubungan keterkaitan dan interaksi DPH beserta karakteristiknya antara
lain seperti frekuensi terjadi dampak, durasi dan intensitas dampak, yang pada
akhirnya dapat digunakan untuk menentukan sifat penting dan besaran dari
dampak-dampak yang telah berinteraksi pada ruang dan waktu yang sama.
• Komponen-komponen rencana usaha dan/atau kegiatan yang paling banyak
menimbulkan dampak lingkungan.
• Area-area yang perlu mendapat perhatian penting (area of concerns) beserta
luasannya (lokal, regional, nasional, atau bahkan international lintas batas
negara), antara lain sebagai contoh seperti: (1) area yang mendapat paparan dari
beberapa dampak sekaligus dan banyak dihuni oleh berbagai kelompok
masyarakat; (2) area yang rentan/rawan bencana yang paling banyak terkena
berbagai dampak lingkungan; dan/atau dan (3) kombinasi dari area sebagaimana
dimaksud di atas.
Berdasarkan informasi hasil telaahan seperti di atas, selanjutnya dilakukan
telahaan atas berbagai opsi pengelolaan dampak lingkungan yang mungkin
dilakukan, ditinjau dari ketersediaan opsi pengelolaan terbaik (best available
technology), kemampuan pemrakarsa untuk melakukan opsi pengelolaan terbaik
(best achievable technology) dan relevansi opsi pengelolaan yang tersedia dengan
kondisi lokal. Dari hasil telaahan ini dirumuskan arahan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup yang menjadi dasar bagi penyusunan RKL-RPL yang
lebih detail/rinci dan operasional.
Arahan pengelolaan dilakukan terhadap seluruh komponen kegiatan yang
menimbulkan dampak penting, baik komponen kegiatan yang paling banyak
memberikan dampak turunan (dampak yang bersifat strategis) maupun komponen
kegiatan yang tidak banyak memberikan dampak turunan. Arahan pemantauan
dilakukan terhadap komponen lingkungan yang relevan untuk digunakan sebagai
Evaluasi Dampak ................... IV - 2
indikator untuk mengevaluasi penaatan (compliance), kecenderungan (trendline) dan
tingkat kritis (critical level) dari suatu pengelolaan lingkungan hidup.
Berdasarkan informasi tersebut di atas (hasil telahaan keterkaitan dan
interaksi dampak lingkungan/dampak penting hipotetik, alternatif terbaik, arahan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan), pemrakarsa/penyusun Amdal dapat
menyimpulkan atau memberikan pernyataan kelayakan lingkungan hidup atas
rencana usaha dan/atau kegiatan yang dikaji, dengan mempertimbangkan kriteria
kelayakan antara lain sebagai berikut:
• Rencana tata ruang sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
• Kebijakan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta sumber
daya alam yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
• Kepentingan pertahanan keamanan.
• Prakiraan secara cermat mengenai besaran dan sifat penting dampak dari aspek
biogeofisik kimia, sosial, ekonomi, budaya, tata ruang, dan kesehatan masyarakat
pada tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi, dan pasca operasi rencana usaha
dan/atau kegiatan.
• Hasil evaluasi secara holistik terhadap seluruh dampak penting sebagai sebuah
kesatuan yang saling terkait dan saling mempengaruhi sehingga diketahui
perimbangan dampak penting yang bersifat positif dengan yang bersifat negative.
• Kemampuan pemrakarsa dan/atau pihak terkait yang bertanggung jawab dalam
menanggulanggi dampak penting negatif yang akan ditimbulkan dari rencana
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan dengan pendekatan teknologi, sosial,
dan kelembagaan.
• Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak menganggu nilai-nilai sosial atau
pandangan masyarakat (emic view).
• Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak akan mempengaruhi dan/atau
mengganggu entitas ekologis yangmerupakan. 1) entitas dan/atau spesies kunci
(key species).
4.1.TELAAH TERHADAP DAMPAK PENTING
Pada Bab Prakiraan Dampak Penting telah teridentifikasi komponen
kegiatan-kegiatan yang akan menimbulkan dampak negatif penting maupun
positif penting terhadap komponen lingkungan fisik, kimia, biologi, sosial
ekonomi dan budaya serta kesehatan masyarakat akibat rencana
pembangunan Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok. Dampak-dampak
tersebut timbul mulai dari tahap pra-konstruksi, tahap konstruksi, dan tahap
operasi.
Pada tahap prakonstruksi, kegiatan berdampak pada dua komponen
lingkungan yaitu komponen Sosial Ekonomi dan Budaya, dan komponen Geo-
Fisik Lingkungan.
Evaluasi Dampak ................... IV - 3
1. Dampak terhadap komponen Sosial, ekonomi dan budaya bersumber dari
kegiatan Sosialisasi dan Pembebasan Tanah. Kegiatan sosialisasi
menimbulkan dampak berupa terjadinya peningkatan keresahan
masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan., Sedangkan kegiatan
Pembebasan Lahan menimbulkan dampak berupa konflik antar pemiliki
lahan berkenan dengan ganti rugi lahan.
2. Dampak terhadap komponen Geofisik bersumber dari kegiatan Perizinan.
Kegiatan perizinan kawasan pariwisata Mandalika Lombok ini
menimbulkan dampak berupa perubahan peruntukan lahan di dalam
kawasan.
Pada tahap konstruksi komponen lingkungan yang terkena dampak adalah
Sosial Ekonomi dan Budaya, Biologi, Kesehatan Masyarakat dan komponen
Geofisik.
1. Dampak terhadap Komponen Sosial Ekonomi dan budaya bersumber dari
kegiatan Penerimaan tenaga kerja konstruksi. Pada penerimaan tenaga
kerja konstruksi akan berdampak pada terbukanya kesempatan kerja
sehingga tingkat pengangguran di lokasi kegiatan dapat menurun dan
tingkat pendapatan masyarakat dapat meningkat
2. Dampak terhadap komponen Geofisik bersumber dari kegiatan mobilisasi
material dan alat berat, Pembersihan Lahan, dan pembangunan sarana
dan prasarana. Kegiatan mobilisasi material dan alat berat menimbulkan
peningkatan partikel debu dan partikel-partikel lainnya yang dapat melebihi
baku mutu. Kegiatan pembersihan lahan berdampak pada peningkatan
erosi karena berkurangnya penutupan lahan, sedangkan kegiatan
pembangunan sarana dan prasarana akan menimbulkan penurunan
kualitas air dan kualitas udara. Penurunan kualitas air karena peningkatan
aliran permukaan dan laju sedimentasi, sedangkan penurunan kualitas
udara bersumber dari penggunaan alat-alat mesin selama tahap
konstruksi.
3. Dampak terhadap komponen biologi bersumber dari kegiatan pembersihan
lahan berupa berkurangnya flora dan fauna di dalam lokasi tapak proyek
Pada tahap operasi, komponen lingkungan yang terkena dampak adalah
komponen sosial ekonomi dan budaya dan Geo Fisik.
1. Dampak terhadap Komponen Sosial Ekonomi dan budaya bersumber dari
kegiatan Penerimaan tenaga kerja konstruksi dan operasi Kegiatan. Pada
penerimaan tenaga kerja konstruksi akan berdampak pada terbukanya
kesempatan kerja sehingga tingkat pengangguran di lokasi kegiatan dapat
menurun dan tingkat pendapatan masyarakat dapat meningkat,
Sedangkan pada tahap operasi dampak yang terjadi berupa peningkatan
Evaluasi Dampak ................... IV - 4
asli daerah, Keamanan kawasan, dukungan terhadap event bau nyale, dan
peningkatan kegiatan prostitusi, miras dan narkoba.
2. Dampak terhadap Komponen Geofisik bersumber dari kegiatan operasi
Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok berupa produksi limbah cair,
limbah padat, limbah B3, dan Defisit Air.
Dampak-dampak tersebut di atas, selanjutnya dievaluasi secara holistik
dengan menggunakan metoda yang dikemukakan oleh Fisher & Davies
(Fandeli, 1992). Pertama yang ditetapkan adalah nilai kuantifikasi skala
kualitas lingkungan tanpa proyek. Pada kolom (3) diisi nilai skala keadaan
sekarang dan pada kolom (4) diisi nilai skala yang akan datang. Skala
digunakan mulai dari angka 1 sampai 5. Angka 1 menunjukkan skala
lingkungan yang jelek, dan 5 untuk lingkungan yang baik. Bilamana skala
tersebut tidak akan berubah, maka nilainya tetap.
Selanjutnya, untuk evaluasi dimulai dengan mengisi skala lingkungan
yang akan datang dengan adanya proyek. Kolom (5) diisi skala kualitas
lingkungan dengan adanya proyek. Evaluasi kondisi lingkungan dapat berupa
positif (diisi pada kolom 6) atau negatif (diisi pada kolom 7). Seterusnya,
dampak lingkungan untuk komponen lingkungan yang dinilai merupakan
selisih antara kolom (5) dengan kolom (4). Penjumlahan nilai skala dampak
tersebut, akan menunjukkan apakah pada tahap tertentu dampak yang
didapatkan positif atau negatif.Hasil evaluasi dampak yang timbul dari setiap
tahap kegiatan pembangunan Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok di
Kecamatan Pujut adalah sebagai berikut:
4.1.1.Evaluasi Dampak Pada Tahap Prakonstruksi
Hasil evaluasi dampak yang timbul dari kegiatan yang akan dilakukan pada
tahap prakonstruksi menunjukkan bahwa dampak penting (Tabel 4.1).
Evaluasi Dampak ................... IV - 5
Tabel 4.1. Matriks Evaluasi Dampak pada Tahap Prakonstruksi
No Komponen
Lingkungan
Skala Kualitas
Lingkungan
Tanpa Proyek
Evaluasi Evaluasi
Kondisi Dengan
Proyek
Kondisi
dengan
Proyek
Selisih
(5-3)
Dampak
(5-4)
Saat
Ini
Mendatang a b c + -
1 2 3 4 5 6 7
1. Peningkatan
Keresahan
Masyarakat
5 5 3 3 -2 -2
2. Perubahan
Peruntukan
Lahan
4 4 1 1 -3 -3
3. Konflik Antar
Pemilik Lahan 4 4 2 2 -2 -2
Total 13 13 6
Rata - Rata 4.33 4.33 2
Dampak -2.3
Keterangan:
a. Sosialisasi Kegiatan, b. Perizinan, dan c. Pembebasan lahan
Evaluasi pada tahap prakonstruksi menunjukkan bahwa dampak terhadap
perubahan peruntukan lahan memberikan konstribusi dampak terbesar (skala
dampak -3). Besaran skala yang dihasilkan oleh ketiga dampak akibat
kegiatan ini adalah -2,3.
4.1.2. Evaluasi Dampak Pada Tahap Konstruksi
Evaluasi dampak yang timbul dari kegiatan yang akan dilakukan pada tahap
konstruksi menunjukkan hasil dampak negatif penting (Tabel 4.2).
Evaluasi Dampak ................... IV - 6
Tabel 4.2. Matriks Evalusi Dampak pada Tahap Konstruksi
No Komponen
Lingkungan
Skala Kualitas
Lingkungan
Tanpa Proyek
Evaluasi Evaluasi
Kondisi Dengan
Proyek
Kondisi
dengan
Proyek
Selisih
(5-3)
Dampak
(5-4)
Saat
Ini
Mendatang a b c d + -
1 2 3 4 5 6 7
1.
Terbukanya
Kesempatan
Kerja
2 2 4
4 2 2
2.
Penurunan
Kualitas Udara
dan Kebisingan
4 4 3 3
3 -1 -1
3.
Gangguan
Kesehatan
Masyarakat
4 4 3
3 -1 -1
4. Berkurangnya
Flora dan Fauna 4 4 1
1 -3 -3
5. Erosi Tanah dan
Sedimentasi 3 3 2
2 -1 -1
6.
Penurunan
Kualitas Air
4 4 3 3 -1 -1
Total 21 21 16
Rata - Rata 3.50 3.50 2.67
Dampak -0.8
Keterangan:
a. Penerimaan tenaga kerja, b. Mobilisasi Material dan Alat Berat, c. Pembersihan Lahan, d;
Pembangunan Sarana dan Prasarana.
Hasil evaluasi dampak menunjukkan bahwa dampak negatif penting
yang timbul pada tahap konstruksi didominasi dampak negatif, hanya pada
dampak terbukanya kesempatan kerja yang merupakan dampak positif. Bobot
terbesar dampak terjadi pada komponen berkurangnya flora dan fauna
dengan bobot dampak -3.
Evaluasi Dampak ................... IV - 7
4.1.3. Evaluasi Dampak Pada Tahap Operasi
Hasil evaluasi dampak yang timbul dari kegiatan yang akan dilakukan
pada tahap operasi menunjukkan bahwa dampak yang ditimbulkan adalah
dampak negatif penting (Tabel 4.3).
Tabel 4.3. Matriks Evalusi Dampak pada Tahap Operasi
No Komponen
Lingkungan
Skala Kualitas
Lingkungan Tanpa
Proyek
Evaluasi
Kondisi
Dengan
Proyek
Evaluasi
Kondisi
dengan
Proyek
Selisih
(5-3)
Dampak
(5-4)
Saat
Ini
Mendatang a b + -
1 2 3 4 5 6 7
1.
Terbukanya
Kesempatan Kerja
dan Konflik
Perebutan Lapangan
Kerja
2 2 5 5 3 3
2. Peningkatan PAD 3 3 5 5 2
3. Timbulnya Limbah
Cair 4 4 2 2 2 -2 -2
4. Timbilnya Limbah
Padat 4 4 2 2 -2 -2
5. Timbulnya Limbah
B3 4 4 2 2 -2 -2
6. Defisit Air 4 4 2 2 -2 -2
7. Keamanan Kawasan 4 4 3 3 -1 -1
8. Dukungan Event Bau
Nyale 4 4 5 5 1 1
9. Kemacetan Lalu
Lintas 4 4 2 2 -2 -2
10.
Peningkatan
Prostitusi, Miras dan
Narkoba
4 4 3 3 -1 -1
Total 36 31
Rata - Rata 3.60 3.50 3.10
Dampak -0.5
Keterangan:
a. Penerimaan Tenaga Kerja Operasi, b. Operasi Kawasan
Evaluasi Dampak ................... IV - 8
Hasil Evaluasi dampak pada tahap operasi menunjukkan nilai yang negatif,
dampak negatif yang ditimbulkan lebih besar dari pada dampak postifnya,
walaupun dampak terbesar dari penerimaan tenaga kerja pada tahap operasi.
4.2.PEMILIHAN ALTERNATIF TERBAIK
Dalam rencana kegiatan Pembangunan Kawasan Pariwisata Lombok,
Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, tidak ada kajian alternatif baik
alternatif lokasi, teknologi, proses dan sebagainya, karena tahap Perencanaan
Kawasan Pariwisata Lombok ini sudah menyusun master plan yang sudah
ditetapkan.
4.3.TELAAH SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN
Berdasarkan hasil prakiraan dan evaluasi dampak penting yang timbul dari
serangkaian kegiatan Pengembangan Kawasan Pariwisata Mandalika
Lombok oleh PT. Pengembangan Pariwisata Bali (Persero), maka ada
beberapa jenis dampak negatif dan positif penting yang perlu dikelola dan
dipantau. Dampak penting tersebut muncul pada tahap pra konstruksi,
konstruksi, operasi.
4.3.1.Peningkatan Keresahan Masyarakat
Pada tahap prakonstruksi dampak negatif berupa keresahan masyarakat
bersumber dari kegiatan sosialisasi. Dampak ini merupakan dampak turunan
dari persepsi negatif masyarakat terhadap kegiatan yang akan dilakukan.
Karena dampak ini merupakan dampak turunan dari persepsi masyarakat,
maka arahan pengelolaan dampaknya sama dengan arahan pada
pengelolaan dampak persepsi masyarakat.
Arahan pengelolaan dampak:
(1) Melakukan sosialisasi pada masyarakat di sekitar lokasi proyek tentang
tujuan dilakukannya kegiatan;
(2) Membicarakan kompensasi atas hilangnya lahan garapan, tanaman pada
tapak proyek. Pembicaraan dilakukan antara pemrakarsa dengan
penduduk yang kehilangan lahan garapan dan tanamannya.
Arahan pemantauan dampak:
a. Metode Pemantauan.
Pemantauan dilakukan dengan metode survei dan Focus Group
Discussion (FGD). Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan
bantuan tabel.
Evaluasi Dampak ................... IV - 9
b. Lokasi dan Frekuensi Pemantauan.
Lokasi pemantauan lingkungan hidup adalah desa yang berada di sekitar
kegiatan. Pemantauan dilakukan dua kali setahun selama tahap konstruksi
dan operasi.
4.3.2.Perubahan Peruntukan Lahan
Perubahan peruntukan ruang bersumber dari kegiatan perizinan pada tahap
prakonstruksi. Perubahan peruntukan ruang dari lahan garapan petani akan
menjadi berbagai macam bentuk peruntukan seperti permukiman, hotel,
perkantoran, fasilitas publik dan fasilitas-fasilitas lainnya yang mendukung
pengembangan kawasan pariwisata Mandalika.
Arahan pengelolaan dampak:
(1) Pemberian Izin pemanfaatan ruang hanya diberikan kepada
pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang;
(2) Pemberian sanksi terhadap pelanggaran rencana tata ruang yang
terjadi;
(3) Pengembangan perangkat insentif dan disinsentif yang diterapkan
dengan tetap memperhatikan hak penduduk sebagai warga negara,
seperti dibidang ekonomi pemberian kompensasi dan imbalan,
dibidang fisik melalui pembangunan sarana dan prasarana seperti
jalan, listrik, air minum dan sebagainya untuk melayani pengembangan
kawasan sesuai dengan rencana tata ruang.
Arahan pemantauan dampak:
a. Metode Pemantauan
Tujuan Pemantauan adalah untuk memeriksa kesesuaian antar penggunaan
lahan dengan rencana proyek. Metode pemantauan peruntukan ruang adalah
dengan metode observasi langsung dengan pengumpulan data dan informasi
berupa kondisi aktual dari struktur ruang dan pola ruang dan membandingkan
dengan tata guna ruang pada rencana proyek.
b. Lokasi dan frekuensi pemantauan
Lokasi pemantauan adalah di kawasan pariwisata Mandalika Lombok selama
tahap konstruksi dan operasi dengan frekuensi setahun sekali.
4.3.3.Konflik Antar Pemilik Tanah
Kegiatan pembebasan lahan menimbulkan dampak berupa konflik antar
pemilik tanah pada tahap pra konstuksi. Tujuan pengelolaan adalah
mencegah terjadinya keresahan sosial, kecemburuan sosial dan kriminiitas.
Evaluasi Dampak ................... IV - 10
Arahan pengelolaan dampak:
(1) Memberikan kesempatan yang luas kepada penduduk yang bermukim di
sekitar lokasi untuk menerima ganti rugi kepemilikan lahan sesuai dengan
harga yang ditetapkan;
(2) Menjalin interaksi sosial yang harmonis antara pihak kontraktor dan
masyarakat sekitar;
(3) Melakukan tindakan-tindakan preventif agar keresahan masyarakat tidak
mengarah kepada terjadinya konflik sosial dan gangguan keamanan dan
ketertiban;
(4) Melakukan pendekatan kepada pemerintah daerah (camat, lurah dan
organisasi sosial masyarakat) untuk bertindak sebagai mediator dalam
meredam keresahan masyarakat di sekitar lokasi rencana pengembangan
kawasan.
Arahan pemantauan dampak:
a. Metode Pemantauan
- Melakukan pengamatan langsung dan wawancara dengan kuesioner
dan pengolahan data dengan metode tabulasi silang dan dianalisis
dengan metode analisis deskriptif;
- Pendekatan partisipatif dengan menerapkan curah pendapat melalui
proses sosialisasi, diskusi kelompok terarah, dan pertemuan konsultasi
masyarakat, untuk menampung dan mengakomodasi pendapat, sikap
dan persepsi serta aspirasi masyarakat yang terkena dampak.
b. Lokasi dan frekuensi pemantauan
Lokasi pemantauan lingkungan hidup di lokasi Kawasan Pariwisata Mandalika
Lombok dilakukan 1 kali selama kegiatan pembebasan lahan pada tahap pra-
konstruksi.
4.3.4.Kesempatan Kerja
Pengembangan Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok memerlukan tenaga
kerja dengan jumlah yang cukup besar. Besarnya jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan baik pada tahap kegiatan konstruksi dan operasi dapat
menyebabkan konflik atau perebutan lapangan kerja.
Arahan pengelolaan dampak:
(1) Menginformasikan adanya penerimaan tenaga kerja kepada masyarakat
seluas-luasnya dan sejelas-jelasnya kepada masyarakat melalui selebaran
(leaflet) dan pengumuman di kantor desa yang berisi informasi tentang
jumlah dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan;
Evaluasi Dampak ................... IV - 11
(2) Melakukan proses penerimaan tenaga kerja secara transparan dan sesuai
kebutuhan;
(3) Memberikan jaminan sosial dan perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) sesuai denga peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Arahan pemantauan dampak:
a. Metode Pemantauan.
Melakukan pengamatan langsung untuk mengumpulkan data primer dengan
metode wawancara semi terstruktur. Teknik penentuan responden secara
purposive sampling, dengan pertimbangan bahwa responden yang dipilih
telah memanfaatkan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha selama
tahap konstruksi. Jumlah responden yang akan diwawancarai sebanyak (10–
15%) dari populasi masyarakat yang memperoleh manfaat. Data yang
dikumpulkan diolah dan dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif.
b. Lokasi dan frekuensi pemantauan.
Lokasi pemantauan lingkungan hidup pada lokasi rencana pembangunan
Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok. Pemantauan lingkungan hidup
dilakukan 1 kali selama kegiatan mobilisasi tenaga kerja pada tahap konstruksi
dan selama tahap operasi.
4.3.6.Penurunan Kualitas Udara dan Kebisingan
Pada tahap konstruksi dampak negatif penting penurunan kualitas udara dan
Kebisingan bersumber dari kegiatan mobilisasi material dan alat berat,
pembangunan sarana dan prasarana kawasan. Dampak ini akan dirasakan
oleh masyarakat yang bermukim di sekitar jalan yang dilalui kendaraan
pengangkut dan permukiman disekitar lokasi kegiatan.
Arahan pengelolaan dampak:
(1) Kendaraan pengangkut material dan alat berat dilengkapi dengan filter
emisi gas buang disaluran knalpot;
(2) Memasang filter kebisingan pada kendaraan pengangkut yang
digunakan serta mengatur kecepatan kendaraan;
(3) Melakukan pengangkutan material dan alat berat di luar jam istirahat;
(4) Melakukan penanaman pohon di sekitar loksi tapak proyek yang dapat
mengapsorbsi kebisingan yang dihasilkan. Jenis pohon yang cocok
diantaranya adalah bambu dan tanaman yang bertajuk banyak dan
berdaun banyak;
(5) Melakukan penutupan material yang diangkut dengan menggunakan
terpal;
Evaluasi Dampak ................... IV - 12
(6) Melakukan pengangkutan yang sesuai dengan kapasitas kendaraan dan
jalan yang dilalui;
(7) Menggunakan kendaraan yang layak pakai;
(8) Melakukan pemeriksaan kedaraan secara berkala;
(9) Menjaga kelembaban udara di dalam lokasi;
(10) Melakukan ”wet suppression” atau dengan cara pembasahan dan
penyiraman (watering) untuk mencegah terjadinya resuspensi debu pada
daerah yang rawan munculnya debu;
(11) Menanam pohon di batas tapak proyek untuk meminimalkan penyebaran
partikel;
(12) Penggunaan alat pelindung seperti masker, sarung tangan, helem dan
lain-lain;
(13) Memasang filter emisi pada mesin produksi yang digunakan.
Arahan pemantauan dampak:
a. Metode Pemantauan.
Pengumpulan data komponen kualitas udara dilakukan melalui
pengambilan sampel di lapangan dengan menggunakan air pump sampler
udara dan level sound meter untuk kebisingan selanjutnya dianalisis di
laboratorium secara deskriptif analitik.
b. Lokasi dan Frekuensi Pemantauan.
Lokasi pemantauan
Permukiman sekitar lokasi tapak proyek seperti, Desa Kuta,
Sengkol, Mertak, Teruwai dan Sukadana.
Dalam lokasi tapak proyek.
Jalur jalan yang digunakan kendaraan pengangkut.
Frekuensi pemantauan dilakukan minimal dua kali setahun selama
tahap konstruksi berlangsung.
4.3.7.Gangguang Kesehatan Masyarakat.
Pada tahap konstruksi dampak negatif berupa gangguan kesehatan
masyarakat bersumber dari kegiatan mobilisasi material dan alat berat.
Arahan pengelolaan dampak:
(1) Melakukan relokasi permukiman penduduk yang ada di dalam Kawasan
Pariwisata Mandalika Lombok dan yang berlokasi di sekitar batas tapak
proyek;
(2) Memperbaiki kondisi kualitas udara dengan cara menggunakan filter dan
penyiraman untuk meminimalkan emisi dan partikel debu serta
kebisingan;
(3) Menerapkan teknologi produksi bersih pada semua jenis kegiatan.
Evaluasi Dampak ................... IV - 13
Arahan pemantauan dampak:
a. Metode pemantauan.
Pemantauan dilakukan dengan menggunakan metode survei dan Focus
Group Discussion (FGD), sedang analisis data dilakukan secara deskriptif.
b. Lokasi dan frekuensi pemantauan.
Lokasi pemantauan lingkungan hidup adalah permukiman di sekitar lokasi
kegiatan dan di instansi kesehatan yang terdekat. Pemantauan dilakukan
dua kali setahun selama tahap konstruksi.
4.3.8.Berkurangnya Flora dan Fauna
Berkurangnya flora dan fauna terjadi akibat dari kegiatan pembersihan lahan
dan perataan lahan pada tahap konstruksi. Beberapa jenis flora akan hilang
dan fauna yang ada di sekitar lokasi akan berpindah karena hilangnya habitat.
Arahan pengelolaan dampak:
(1) Melakukan pembersihan lahan secara bertahap
(2) Meminimalkan pembakaran dalam pembersihan lahan
(3) Menyediakan relokasi untuk flora dan fauna yang kehilangan habitat
sebagai kompensasi kegiatan.
Arahan pemanatauan dampak:
a. Metode Pemantauan
- Pengumpulan data secara langsung dan data sekunder mengenai
jumlah tumbuhan yang tertimbun dan jumlah Fauna yang direlokasi
- Metode pengumpulan dan analisis data Inventarisasi jumlah, jenis
dan jarak tanaman-tanaman penghijau melalui pengamatan dan
pencatatan langsung pada kawasan penghijauan.
- Analisis evaluasi keberhasilan pelaksanaan penghijauan meliputi :
Jumlah, jenis dan jarak tanaman penghijauan
Prosentase tingkat keberhasilan : prosentase luas lahan yang
dihijaukan dan prosentase keberhasilan tumbuh tanaman
penghijauan
b. Lokasi dan frekuensi pemantauan
Lokasi pemnatauan dilakukan di dalam kawasan pariwisata Mandalika
difokuskan pada lahan penghijauan yang dilakukan sebanyak 3 kali
selama penanaman dan pemeliharaan pada tahap konstruksi.
4.3.9.Erosi Tanah dan Sedimentasi
Pada tahap konstruksi dampak negatif penting terhadap peningkatan laju erosi
tanah bersumber dari kegiatan pembersihan lahan dan perataan lahan.
Evaluasi Dampak ................... IV - 14
Arahan pengelolaan dampak:
(1) Memasang lubang-lubang pelarian air pada setiap sisi konstruksi penahan
tanah dengan ukuran jarak maksimal satu meter;
(2) Membuat tanggul-tanggul kecil di daerah yang menjadi lokasi pelarian air
limpasan dari dalam lokasi tapak proyek.
Arahan pemantauan dampak:
a. Metode Pemantauan.
Pengambilan sampel air untuk analisis kandungan TSS dan kekeruhan air
menggunakan Kemmerer Water Sampler. Analisis sampel di laboratorium
dilakukan dengan metoda Turbidimetrik/Gravimetrik. Data yang diperoleh
dianalisis secara deskriptif dengan bantuan tabel.
b. Lokasi dan Frekuensi Pemantauan.
Lokasi pemantauan lingkungan hidup pada perairan penerima dampak.
Pemantauan dilakukan dua kali setahun selama tahap konstruksi berjalan.
4.3.10.Penurunan Kualitas Air
Pada tahap konstruksi dampak negatif penting terhadap komponen kualitas
air bersumber dari kegiatan pembangunan saran dan prasarana kawasan.
Arahan pengelolaan dampak:
(1) Semua limbah cair yang berasal dari aktifitas pekerja dialirkan ke IPAL;
(2) Instalasi Pengolahan Air Limbah dilengkapi dengan bak sterilisasi dan
sluran filtrasi dan absorpsi serta pond sedimen;
(3) Penggunaan air hendaknya diminimalkan dengan cara menggunakan air
yang sesuai kebutuhan;
(4) Pengambilan air baku di Sungai hendaknya dilakukan secara terbatas
yaitu dilakukan hanya pada saat mengalami kekurangan air;
(5) Air limbah yang telah di jernikan di dalam lokasi pond sedimen
hendaknya dimanfaatkan kembali sebagai air produksi guna
meminimalkan limbah yang ditimbulkan;
(6) Melakukan pemantauan kualitas air limbah secara terus menerus untuk
meminimalkan daya cemaran yang dihasilkan. Pemantauan intensif
dilakukan pada pond sedimen akhir yang air limbahnya akan dibuang ke
sungai;
(7) Pembuangan air limbah ke Sungai dilakukan pada saat air limbah sudah
jenuh dan pembuangannya di atur debit agar mudah terjadi pengenceran
serta mencegah terjadinya akumulasi pembuangan;
(8) Air limbah yang dibuang harus memenuhi standar baku mutu air limbah
yang telah ditetapkan;
(9) Melakukan pemeriksaan secara terus menerus pada unit pengolahan air
limbah;
(10) Menerapakan konsep teknologi produksi bersih.
Evaluasi Dampak ................... IV - 15
Arahan pemantauan dampak:
a. Metode Pemantauan.
Pengambilan sampel air di lapangan dengan menggunakan alat seperti
TDS Metrik, klorimeter, termometer, pH meter, buret, Do meter, AAS,
peralatan titrasi, spektrofotometer.
Analisis sampel di laboratorium dilakukan dengan metoda TDS Metrik,
Grafimentrik, pemuaian, potensimetrik, winkler, titrimetrik, in situ,
spektrofotometri, tetrameter, titrimeter, klorimeter,dan turbidimetrik
serta MPN.
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan bantuan tabel
dan hasil analisis data dibandingkan dengan baku mutu.
b. Lokasi dan Frekuensi Pemantauan.
Lokasi pemantauan lingkungan hidup pada Sungai dan persawahan
disekitar lokasi tapak proyek dengan Intensitas atau Frekuensi
pemantauan dilakukan secara terus menerus pada saat akan dilakukan
pembuangan limbah.
4.3.10.Penurunan Kualitas Udara
Pada tahap konstruksi dampak negatif penting penurunan kualitas udara
bersumber dari kegiatan pembangunan sarana dan prasarana kawasan.
Dampak ini akan dirasakan oleh masyarakat yang bermukim di sekitar lokasi
kegiatan.
Arahan pengelolaan dampak:
(1) Perawatan mesin kendaraan mesin secara berkala;
(2) Meminimalisir penggunaan alat berat;
(3) Melakukan penyiraman pada lokasi tapak proyek;
(4) Menggunakan kendaraan yang layak pakai;
(5) Melakukan pemeriksaan kedaraan secara berkala;
(6) Menjaga kelembaban udara di dalam lokasi;
(7) Melakukan ”wet suppression” atau dengan cara pembasahan dan
penyiraman (watering) untuk mencegah terjadinya resuspensi debu pada
daerah yang rawan munculnya debu;
(8) Menanam pohon di batas tapak proyek untuk meminimalkan penyebaran
partikel;
Arahan pemantauan dampak:
c. Metode Pemantauan.
Pengumpulan data komponen kualitas udara dilakukan melalui
pengambilan sampel di lapangan dengan menggunakan air pump sampler
Evaluasi Dampak ................... IV - 16
udara dan level sound meter untuk kebisingan selanjutnya dianalisis di
laboratorium secara deskriptif analitik.
d. Lokasi dan Frekuensi Pemantauan.
Lokasi pemantauan
Permukiman sekitar lokasi tapak proyek seperti, Desa Kuta,
Sengkol, Mertak, Teruwai dan Sukadana.
Dalam lokasi tapak proyek.
Jalur jalan yang digunakan kendaraan pengangkut.
Frekuensi pemantauan dilakukan minimal dua kali setahun selama tahap
konstruksi berlangsung.
4.3.11.Terbukanya Kesempatan Kerja dan Konflik Perebutan lapangan
Kerja
Pada tahap operasi dampak positif penting berupa terbukanya kesempatan
kerja dan pelatihan untuk mendukung kegiatan operasional Kawasan
Pariwisata Mandalika Lombok.
Arahan pengelolaan dampak:
(1) Melakukan penyampaian/pengumuman secara terbuka kepada
masyarakat mengenai jumlah dan jenis keahlian tenaga kerja operasional
yang dibutuhkan melalui media massa.
(2) Memprioritaskan masyarakat lokal untuk direkrut sebagai tenaga kerja
operasional sesuai dengan skill/keterampilan yang dimiliki.
(3) Memprioritaskan masyarakat eks tenaga kerja pada tahap konstruksi
untuk direkrut kembali sesuai dengan bidang keahliannya.
(4) Memberikan pelatihan kepada tenaga kerja untuk menunjang kegiatan
operasional kawasan.
Arahan pemantauan dampak:
a. Metode Pemantauan.
Pemantauan dilakukan dengan metode survei dan Focus Group
Discussion (FGD). Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan
bantuan tabel.
b. Lokasi dan Frekuensi Pemantauan.
Lokasi pemantauan lingkungan hidup adalah desa yang berada di sekitar
kegiatan. Pemantauan dilakukan dua kali setahun selama tahap
konstruksi dan operasi
Evaluasi Dampak ................... IV - 17
4.3.12.Pendapatan Asli Daerah
Pada tahap operasi dampak positif penting berupa Pendapatan Asli Daerah
(PAD) bersumber dari kegiatan operasional Kawasan Pariwisata Mandalika
Lombok. Peningkatan PAD terjadi akibat adanya pajak dan retribusi dari
kegiatan yang dilakukan seperti operasional hotel, restoran dll.
Arahan pengelolaan dampak:
(5) Semua pengurusan perizinan dilakukan dengan koordinasi instansi terkait
yang ada di wilayah Kabupaten Lombok Tengah;
(6) Setiap aktivitas perdagangan yang dilakukan harus sepengetahuan
pemerintah daerah untuk mengetahui besaran pajak dan retribusi yang
harus dibayarkan ke pemerintah;
(7) Membayarkan pajak-pajak ke daerah sehubungan dengan penggunaan
fasilitas milik pemerintah, seperti jalan, air dan lain-lainnya.
Arahan pemantauan dampak:
a. Metode Pemantauan.
Pemantauan dilakukan dengan metode survei dan Focus Group
Discussion (FGD). Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan
bantuan tabel.
b. Lokasi dan Frekuensi Pemantauan.
Lokasi pemantauan lingkungan hidup di dalam lokasi Kawasan Pariwisata
Mandalika Lombok dan di kantor instansi penerima pajak dan retribusi
daerah. Frekuensi pemantauan dilakukan setiap bulan selama kegiatan
tahap operasi.
4.3.13.Timbulnya Limbah Cair
Pada tahap operasi dampak negatif penting yang timbul berupa limbah cair
bersumber dari kegiatan operasi kawasan pariwisata. Limbah cair akan
mempengaruhi perubahan parameter fisik, kimia dan biologi akibat terpapar
pada media lingkungan.
Arahan pengelolaan dampak:
(1) Semua limbah cair yang dihasilkan dialirkan ke IPAL;
(2) Instalasi Pengolahan Air Limbah dilengkapi dengan bak sterilisasi dan
sluran filtrasi dan absorpsi serta pond sedimen;
(3) Penggunaan air hendaknya diminimalkan dengan cara menggunakan air
yang sesuai kebutuhan;
(4) Air limbah yang telah dijernihkan di dalam lokasi pond sedimen hendaknya
dimanfaatkan kembali sebagai air produksi guna meminimalkan limbah
yang ditimbulkan;
Evaluasi Dampak ................... IV - 18
(5) Melakukan pemantauan kualitas air limbah secara terus menerus untuk
meminimalkan daya cemaran yang dihasilkan. Pemantauan intensif
dilakukan pada pond sedimen akhir yang air limbahnya akan dibuang ke
sungai;
(6) Air limbah yang dibuang harus memenuhi standar baku mutu air limbah
yang telah ditetapkan;
(7) Melakukan pemeriksaan secara terus menerus pada unit pengolahan air
limbah;
(8) Menerapkan konsep teknologi produksi bersih.
Arahan pemantauan dampak:
a. Metode Pemantauan.
Pengambilan sampel air di lapangan dengan menggunakan alat seperti
TDS Metrik, klorimeter, termometer, pH meter, buret, Do meter, AAS,
peralatan titrasi, spektrofotometer.
Analisis samplel di laboratorium dilakukan dengan metoda TDS Metrik,
Grafimentrik, pemuaian, potensimetrik, winkler, titrimetrik, in situ,
spektrofotometri, tetrameter, titrimeter, klorimeter,dan turbidimetrik
serta MPN
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan bantuan tabel
dan hasil analisis data dibandingkan dengan baku mutu.
b. Lokasi dan Frekuensi Pemantauan.
Lokasi pemantauan lingkungan hidup pada sungai dan persawahan di
sekitar lokasi tapak proyek. Intensitas atau frekuensi pemantauan
dilakukan secara terus menerus pada saat akan dilakukan pembuangan
limbah.
4.3.14.Timbulnya Limbah Padat
Kegiatan pengoperasian kawasan pariwisata berdampak terhadap timbulan
sampah (limbah padat). Pengelolaan dampak yang kurang baik dapat
menimbulkan gangguan estetika dan mengganggu kenyamanan.
Arahan pengelolaan dampak:
(1) Melakukan pengelolaan sampah dengan sistem 3R (Reduce, Reuse,
Recycle);
(2) Melakukan pemilahan sampah organik dan anorganik agar memudahkan
dalam pengelolaan;
(3) Memperbanyak tempat pembuangan sampah dan yang diutamakan untuk
tempat-tempat publik;
Evaluasi Dampak ................... IV - 19
(4) Meminimalkan penggunaan bahan-bahan yang susah untuk didaur ulang
seperti plastik.
Arahan pemantauan dampak:
a. Metode Pemantauan
Dampak penting yang dipantau adalah gangguan estetika dengan indikator
tidak ada sampah yang tidak dikelola. Metode pemantauan adalah dengan
melakukan pengamatan langsung terhadap sistem penanganan sampah.
b. Lokasi dan frekuensi pemantauan
Lokasi pemantauan adalah di kawasan pariwisata Mandilika Lombok
khususnya di tempat-tempat penanganan sampah dengan frekuensi
pemantauan dilakukan setiap 6 bulan sekali salama operasi.
4.3.15.Timbulnya Limbah B3
Limbah B3 merupakan dampak yang bersumber dari kegiatan operasi
kawasan pariwisata. Dampak yang diprakirakan timbul adalah penurunan
kualitas air/lingkungan akibat limbah B3 yang akan timbul akibat masuknya
limbah B3 ke sungai dan perairan.
Arahan pengelolaan dampak:
(1) Minimalisasi limbah;
(2) Konsep “cradle to Grave” ialah upaya pengelolaan limbah B3 secara
sistematis yang mengatur, mengontrol, dan memonitor perjalanan limbah
dari mulai terbentuknya limbah sampai terkubur pada penanganan limbah
(3) Membuat TPS limbah B3;
(4) Melakukan pengelolaan limbah B3 dengan pihak yang sudah mendapat
izin pengolahan limbah B3;
(5) Polluters Pays Principle.
Arahan pemantauan dampak:
a. Metode Pemantauan.
Pengambilan sampel air di lapangan dengan menggunakan alat seperti
TDS Metrik, klorimeter, termometer, pH meter, buret, Do meter, AAS,
peralatan titrasi, spektrofotometer.
Analisis samplel di laboratorium dilakukan dengan metoda TDS Metrik,
Grafimentrik, pemuaian, potensimetrik, winkler, titrimetrik, in situ,
spektrofotometri, tetrameter, titrimeter, klorimeter,dan turbidimetrik
serta MPN
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan bantuan tabel
dan hasil analisis data dibandingkan dengan baku mutu.
Evaluasi Dampak ................... IV - 20
b. Lokasi dan Frekuensi Pemantauan.
Lokasi pemantauan lingkungan hidup pada sungai dan persawahan
disekitar lokasi tapak proyek. Intensitas atau Frekuensi pemantauan
dilakukan secara terus menerus pada saat akan dilakukan pembuangan
limbah.
4.3.16.Defisit Air
Defisit air bersumber dari terjadinya peningkatan penggunaan air dari kegiatan
operasi kawasan pariwisata.
Arahan pengelolaan dampak:
(1) Minimalisasi penggunaan air;
(2) mengupayakan sendiri kebutuhan air baku dari dalam kawasan.
Kebutuhan air untuk pengembangan kawasan tidak boleh didatangkan
dari luar kawasan karena status kebutuhan air di wilayah sekitar telah
dalam keadaan defisit. Salah satu teknologi yang disarankan adalah
pengolahan air laut menjadi air tawar;
(3) Mendaur ulang sebagian air limbah untuk keperluan lain seperti menyiram
tanaman dan lain-lain.
Arahan Pemantauan dampak:
a. Metode Pemantauan
Metode pemantauan defisit air dilakukan dengan observasi langsung dengan
menghitung kebutuhan air kawasan dan mebandingkan dengan ketersediaan
atau suplay air yang ada.
b. Lokasi dan frekuensi pemantauan
Pemantauan dilakukan di dalam kawasan pariwisata Mandalika Lombok dan
dilakukan selama operasional kawasan.
4.3.17.Keamanan Kawasan
Adanya kegiatan pembangunan Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok yang
berdekatan dengan pantai akan menjadi sumber kekhawatiran masyarakat
karena kemungkinan terjadinya berbagai tindak kejahatan seperti
perampokan, pemerkosaan dan lain-lain. Tujuan pengelolaan lingkungan
adalah memimalkan terjadinya gangguan keamanan/ketertiban pada
masyarakat sekitar lokasi pengembanagn Kawasan Pariwisata Mandalika
Lombok.
Arahan pengelolaan dampak:
(1) Melakukan pendekatan dan membuka komunikasi dengan penduduk
disekitar Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok;
Evaluasi Dampak ................... IV - 21
(2) Melakukan tindakan-tindakan preventif agar keresahan masyarkat tidak
mengarah kepada terjadinya konflik sosial dan gangguan keamanan serta
ketertiban;
(3) Melakukan pendekatan institusional sebagai mediator.
Arahan pemantauan dampak:
a. Metode Pemantauan.
Melakukan pengamatan langsung dan wawancara dengan menggunakan
daftar pertanyaan. Data ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif.
b. Lokasi dan frekuensi pemantauan.
Lokasi pemantauan dilakukan di Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok
dengan pemantauan lingkungan dilakukan selama kegiatan operasional
kawasan.
4.3.18.Dukungan Event Bau Nyale
Adanya kegiatan pembangunan Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok yang
tapak proyeknya merupakan satu kesatuan dengan Pantai Seger yang
merupakan lokasi acara tradisi Bau Nyale dapat mendukung terlaksananya
event Bau Nyale.
Arahan pengelolaan dampak:
(1) Tetap menjaga kelestarian Event Bau Nyale di sekitar kawasan pariwisata
Mandalika dengan memelihara kondisi ekosistem;
(2) Melakukan promosi Event Bau Nyale sampai ke tingkat mancanegara.
Arahan pemantauan dampak:
a. Metode pemantauan.
Metode pemantauan dengan melakukan observasi langsung dan analisis data
sekunder tingkat kunjungan wisatawan pada Event Bau Nyale di Kawasan
Pariwisata Mandalika Lombok.
b. Lokasi dan frekuensi pemantauan.
Lokasi pemantauan di pantai Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok dengan
frekuensi pemantauan sekali dalam setahun pada awal musim hujan.
4.3.19.Kemacetan Lalu Lintas
Adanya operasional Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok yang
menyebabkan adanya peningkatan jumlah wisatawan baik domestik maupun
mancanegara dapat mengakibatkan peningkatan lalulintas yang dapat
menimbulkan kemacetan lalulintas.
Evaluasi Dampak ................... IV - 22
Arahan pengelolaan dampak:
(1) Melakukan perbaikan dan peningkatan kelas jalan yang digunakan;
(2) Menempatkan petugas pengatur lalulintas pada tiap-tiap persimpangan
jalan yang dilalui dan di titik-titik rawan kemacetan;
(3) Pemasangan rambu lalulintas terutama pada persimpangan jalan masuk
ke lokasi Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok;
(4) Muatan kendaraan pengangkut disesuaikan dengan tonase kendaraan
dan kelas jalan;
(5) Intensitas pengangkutan dikurangi pada saat jam-jam puncak kepadatan
lalulintas.
Arahan pemantauan dampak:
a. Metode pemantauan.
Monitoring intensitas lalulintas harian dilakukan dengan pengamatan
kendaraan yang melintas mulai pukul 06:00 pagi hari sampai jam 18:00
petang. Besarnya angka Lalulintas Harian Rata-rata (LHR) ditentukan dengan
menggunakan angka satuan mobil penumpang (SMP). Angka tersebut
diperoleh dengan menjumlahkan hasil perkalian antara banyaknya jenis
kendaraan yang lewat dengan angka konversi yang ditetapkan oleh Direktorat
Jenderal Bina Marga di dalam Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya
No. 13/1970. Menghitung volume lalulintas harian rata-rata (V), kapasitas jalan
(C), rasio volume (PHF), serta kualitas tingkat pelayanan jalan berdasarkan
PHF. Analisis data dilakukan secara deskriptif analitik.
b. Lokasi dan frekuensi pemantauan.
Lokasi pemantauan lingkungan hidup adalah pada jalan masuk lokasi
pengelolaan, jalan poros Kuta - Praya. Pemantauan dilakukan dua kali
setahun selama tahap operasi.
4.3.20. Peningkatan Prostitusi, Miras dan Narkoba
Banyaknya kunjungan wisatawan ke Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok
diperkirakan akan terjadi peningkatan kegiatan yang mengarah pada
degradasi moral berupa praktek prostitusi, penyalah gunaan miras dan
narkoba.
Arahan pengelolaan dampak:
(1) Melakukan sosialisasi pencegahan penyakit menular seperti AIDS dan
HIV;
(2) Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala terhadap pekerja dan
penduduk sekitar kawasan pariwisata;
(3) Melakukan razia rutin.
Evaluasi Dampak ................... IV - 23
Arahan pemantauan dampak:
a. Metode Pemantauan.
Inventarisasi dan identifikasi data sekunder mengenai jenis-jenis penyakit
yang di laporkan dalam profil kesehatan masyarakat di Puskesmas
Kecamatan Pujut dan profil kesehatan Kabupaten Lombok Tengah.
b. Lokasi dan frekuensi pemantauan.
Lokasi pemantauan di Puskesmas Kuta, Puskesmas Sengkol dan Puskesmas
Teruwai serta Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah. Jangka waktu
dan frekuensi pemantauan dilakukan setiap 6 bulan sekali, selama tahap
operasi.
4.4.REKOMENDASI PENILAIAN KELAYAKAN
Hasil evaluasi dampak yang telah dilakukan pada bagian 4.1.
menunjukkan bahwa pembangunan kawasan Pariwisata Mandalika Lombok
memberikan dampak positif dan dampak negatif. Meskipun pada hasil
evaluasi menunjukkan bobot negatif untuk semua tahap namun semua bentuk
kegiatan yang menghasilkan dampak pada umumnya dapat dikelola seperti
yang disajikan pada bagian 4.3. Pada bagian 4.3, dampak-dampak tersebut
diarahkan untuk dikelola dengan baik, sehingga dampak negatif dapat
diminimumkan dan dampak positif dapat dimaksimumkan
Oleh karena itu, dapat direkomendasikan bahwa kegiatan pembangunan
dan/atau pengembangan Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok layak
secara lingkungan dengan pertimbangan sebagai berikut:
(1) Lokasi kegiatan tidak bertentangan dengan Tata Ruang dan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lombok Tengah;
(2) Dampak negatif yang timbul pada kegiatan ini dapat dikelola dengan
teknologi yang ada;
(3) Teknologi yang digunakan dalam pengelolaan dampak dapat digunakan
oleh pemrakarsa;
(4) Kegiatan ini mendapatkan dukungan dari masyarakat;
(5) Pembebasan lahan telah dilakukan dengan permufakatan masyarakat
yang dimediasi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Tengah;
(6) Dengan melakukan pengelolaan lingkungan hidup yang disarankan dan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, maka kegiatan ini akan
memberikan dampak positif yang lebih besar bagi masyarakat sekitar dan
Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah dan Pemerintah Provinsi Nusa
Tenggara Barat.
BAB VRENCANA PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ………………… V - 1
5.1.RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN PADA TAHAP PRAKONSTRUKSI
5.1.1.Sosialisasi Rencana Kegiatan
Peningkatan Keresahan Masyarakat
(1) Dampak Penting dan Sumber Dampak
a. Dampak Penting
Jenis dampak penting adalah peningkatan keresahan masyarakat.
b. Sumber Dampak
Dampak penting yang muncul adalah timbulnya Keresahan
masyarakat akibat persepsi negatif masyarakat khususnya di Desa
Kuta, Desa Mertak, Desa Sengkol, Desa Sukadana dan Desa Truwai
karena kekhawatiran terhadap PT Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero) yang tidak akan memprioritaskan penduduk
setempat untuk diterima sebagai tenaga kerja, nilai ganti rugi lahan
yang rendah dan kerusakan lingkungan pada kegiatan sosialisasi.
(2) Tolok Ukur Dampak
Jumlah dan sebaran penduduk yang bermukim di sekitar lokasi
Pengembangan Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok di Desa Kute,
Mertak, Sengkol, Sukadana, dan Truwai Kecamatan Pujut kab. Lombok
Tengah yang mengalami keresahan akibat kegiatan sosialisasi.
(3) Tujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
Tujuan rencana pengelolaan lingkungan hidup adalah meminimalkan
persepsi negatif masyarakat yang muncul disekitar lokasi kegiatan
Pengembangan.
(4) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
a. Pendekatan Sosial Ekonomi
Melakukan publikasi melalui media massa.
Membentuk Unit Hubungan Masyarakat (HUMAS) sejak tahap
prakonstruksi.
b. Pendekatan Institusi
Melakukan koordinasi dengan pihak yang berkepentingan pada
tingkat institusi (stakeholders) seperti tokoh adat, agama,
pemerintah daerah di sekitar lokasi rencana kegiatan.
Melakukan sosialisasi setiap kegiatan/tahapan di tingkat desa.
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ………………… V - 2
(5) Lokasi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
Lokasi Rencana Pengelolaan meliputi Desa Kute, Mertak, Sengkol,
Sukadana, dan Truwai Kecamatan Pujut Kab. Lombok Tengah.
(6) Periode Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
Rencana pengelolaan lingkungan hidup dilakukan sebelum dilakukan
kegiatan pengukuran dan pematokan batas lokasi rencana kegiatan.
(7) Institusi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
a. Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero)
b. Instansi Pengawas : Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Lombok Tengah.
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Desa.
c. Instansi Pelaporan : Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Provinsi NTB.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
5.1.2. Proses Perijinan
Perubahan Peruntukan Lahan
(1) Dampak Penting dan Sumber Dampak
a. Dampak Penting.
Jenis dampak penting adalah perubahan peruntukan ruang.
b. Sumber Dampak.
Sumber dampak adanya kegiatan perijinan.
(2) Tolak Ukur Dampak.
Tolak ukur dampak adalah besarnya perubahan peruntukan ruang di sekitar
lokasi Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah.
(3) Tujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tujuan rencana pengelolaan lingkungan hidup adalah memaksimalkan/
mengoptimalkan pembangunan sehingga perubahan peruntukan ruang tidak
berdampak negatif terhadap lingkungan.
(4) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Rencana pengelolaan lingkungan hidup adalah:
Penyelarasan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Lombok Tengah;
Pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) minimal 30% dan yang
direncanakan sebanyak 60%;
Melakukan penghijauan untuk perlindungan mata air pada kawasan
tangkapan air sampai radius 100 m dari mata air;
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ………………… V - 3
Melakukan penghijauan pada daerah sempadan sungai sampai sejauh 30
m dan sempadan pantai sejauh 100 m dari pasang pantai.
(5) Lokasi Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
Lokasi rencana pengelolaan meliputi Desa Kute, Mertak, Sengkol, Sukadana,
dan Truwai Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah.
(6) Periode Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
Rencana Pengelolaan lingkungan hidup dilakukan sebelum kegiatan
konstruksi dilakukan.
(7) Institusi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
a. Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero).
b. Instansi Pengawas : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah.
Dinas Pekerjaan Umum (PU) & ESDM
Kabupaten Lombok Tengah.
Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda) Kabupaten Lombok
Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Desa.
c. Instansi Pelaporan : Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi NTB.
Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda) Provinsi NTB.
5.1.3. Kegiatan Pembebasan Lahan
Konflik Antar Pemilik Tanah
(1) Dampak Penting dan Sumber Dampak
a. Dampak Penting.
Jenis dampak penting adalah konflik antar pemilik tanah.
b. Sumber Dampak.
Sumber dampak adalah kegiatan pembebasan lahan.
(2) Tolak Ukur Dampak
Tolak ukur dampak adalah: Jumlah masyarakat yang berstatus pemilik
lahan di area rencana kegiatan.
(3) Tujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
Tujuan rencana pengelolaan lingkungan hidup adalah meminimalkan
jumlah warga yang konflik pada saat terjadi pembebasan lahan.
(4) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
Rencana pengelolaan lingkungan hidup adalah melakukan pembebasan
tanah dengan melibatkan para pihak dan difasilitasi oleh Badan
Pertanahan Nasional (BPN), Pemda Lombok Tengah, Pemerintah Desa
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ………………… V - 4
dan pihak ketiga sesuai dengan harga pasar dan atau Nilai Jual Obyek
pajak (NJOP).
(5) Lokasi Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
Lokasi rencana pengelolaan meliputi desa-desa yang masuk kawasan
yaitu desa Kute, Mertak, Sengkol, Sukadana, dan Truwai Kecamatan
Pujut Kabupaten Lombok Tengah.
(6) Periode Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
Rencana pengelolaan lingkungan hidup dilakukan selama kegiatan
pembebasan lahan pada tahap prakonstruksi.
(7) Institusi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
a. Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero)
b. Instansi Pengawas : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah.
Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Lombok Tengah.
Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan
Perlindungan Masyarakat Kabupaten
Lombok Tengah.
Badan Pertanahan Negara (BPN)
Kabupaten Lombok Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Desa.
c. Instansi Pelaporan : Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Provinsi NTB.
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
Provinsi NTB.
Badan Pertanahan Negara (BPN) Provinsi
NTB.
5.2. RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN PADA TAHAP KONSTRUKSI.
5.2.1. Penerimaan Tenaga Kerja.
Terbukanya Kesempatan Kerja.
(1) Dampak Penting dan Sumber Dampak.
a. Dampak Penting.
Jenis dampak penting adalah terbukanya kesempatan kerja dan
konflik perebutan lapangan kerja akibat kegiatan yang akan
dilaksanakan pada tahap konstruksi.
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ………………… V - 5
b. Sumber Dampak.
Sumber dampak adalah berasal dari penerimaan tenaga kerja pada
kegiatan konstruksi.
(2) Tolok Ukur Dampak.
Prosentase tenaga kerja lokal yang terserap minimal 50%.
(3) Tujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tujuan rencana pengelolaan lingkungan hidup adalah memaksimalkan/
mengoptimalkan jumlah masyarakat lokal yang direkrut sebagai tenaga
kerja konstruksi.
(4) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Pendekatan Sosial Ekonomi.
Melakukan penyampaian/pengumuman penerimaan tenaga kerja
secara terbuka kepada masyarakat melalui media massa.
Penerimaan Tenaga kerja mengutamakan masyarakat yang
dibebaskan lahannya, kemudian masyarakat yang bermukim di
tapak proyek (5 desa), masyarakat Kecamatan Pujut dan
masyarakat Kabupaten Lombok Tengah.
b. Pendekatan Institusi.
Pendekatan institusi dilakukan dengan cara meningkatkan koordinasi
dengan instansi terkait utamanya Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Lombok Tengah serta bekerja sama dengan
lembaga independent dan HRD BTDC, pemerintah Kecamatan/Desa
untuk memfasilitasi proses perekrutan tenaga kerja.
(5) Lokasi Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lokasi rencana pengelolaan dilakukan di dalam Kawasan Pariwisata
Mandalikan Lombok dan di kantor-kantor desa dalam kawasan.
(6) Periode Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Rencana Pengelolaan lingkungan hidup dilakukan selama perekrutan
tenaga kerja.
(7) Institusi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero)
b. Instansi Pengawas : Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Lombok Tengah
Pemerintah Kecamatan/Desa
c. Instansi Pelaporan : Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Provinsi NTB
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ………………… V - 6
5.2.2. Mobilisasi Material dan Alat Berat.
Penurunan Kualitas Udara dan Kebisingan.
(1) Dampak Penting dan Sumber Dampak.
a. Dampak Penting.
Jenis dampak penting adalah penurunan kualitas udara dan
kebisingan.
b. Sumber Dampak.
Sumber dampak penting adalah peningkatan konsentrasi CO, Pb,
NO2, dan SO2 serta partikel debu di udara akibat kegiatan mobilisasi
material dan alat berat pada tahap konstruksi.
(2) Tolok Ukur Dampak.
a. Kualitas Udara: kandungan partikel debu di udara berdasarkan PP No.
41 tahun 1999 tentang baku mutu udara ambien nasional.
b. Bising: intensitas bising berdasarkan Kepmen LH No. KEP-48/
MENLH/11/96 tentang baku mutu tingkat kebisingan.
(3) Tujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tujuan Rencana Pengelolaan lingkungan hidup adalah:
Meminimalkan peningkatan kandungan partikel debu dan konsentrasi
CO, Pb, NO2, dan SO2 di udara.
Meminimalkan kebisingan.
(4) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Pendekatan Teknologi.
Pengangkutan material dan alat berat pada malam hari atau diluar
jam puncak.
Mengatur jarak atau waktu pengangkutan masing-masing
kendaraan pengangkut.
Melakukan penyiraman jalan yang dilalui oleh kendaraan
pengangkut material.
Menutup bak kendaraan pengangkut dengan terpal.
Penggunaan kendaraan laik jalan menurut hasil uji instansi teknis
(Dinas Perhubungan).
b. Pendekatan Sosial Ekonomi.
Pendekatan sosial ekonomi dilakukan dengan cara melibatkan
penggunaan alat angkut masyarakat setempat (masyarakat lokal).
c. Pendekatan Institusi.
Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait terutama dengan
Dinas Perhubungan, Kepolisian dan Pemerintah Desa.
(5) Lokasi Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lokasi Rencana Pengelolaan lingkungan adalah seluruh jalan-jalan desa
di dalam dan luar kawasan yang dilalui kendaraan pengangkut material
dan alat berat.
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ………………… V - 7
(6) Periode Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Rencana Pengelolaan lingkungan hidup dilakukan selama kegiatan
mobilisasi bahan material dan alat berat pada tahap konstruksi.
(7) Institusi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero)
b. Instansi Pengawas : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah.
Dinas Pekerjaan Umum & ESDM
Kabupaten Lombok Tengah.
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
Informatika Kabupaten Lombok Tengah.
Pemerintah Desa.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
c. Instansi Pelaporan : Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTB.
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
Informatika Provinsi NTB.
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah.
Gangguan Kesehatan Masyarakat.
(1) Dampak Penting dan Sumber Dampak.
a. Dampak Penting.
Jenis dampak penting adalah gangguan kesehatan masyarakat.
b. Sumber Dampak.
Sumber dampak penting adalah dari kegiatan Mobilisasi Material dan
alat berat.
(2) Tolok Ukur Dampak.
Tolok ukur dampak adalah kuantitas kejadian kecelakaan kerja dan
penyebaran pola penyakit.
(3) Tujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tujuan Rencana Pengelolaan lingkungan hidup adalah meminimalkan/
mengantisipasi kemungkinan adanya kecelakaan kerja dan penyebaran
pola penyakit.
(4) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Pendekatan Teknologi.
Melakukan penyiraman jalan dan pembagian masker bagi
penduduk/masyarakat yang lokasi permukimannya dilalui kendaraan
pengangkutan material dan alat berat.
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ………………… V - 8
b. Pendekatan Institusi.
Pendekatan institusi dilakukan dengan cara meningkatkan koordinasi
antara pemrakarsa dengan instansi terkait seperti pemerintah
Kecamatan/Desa/Kelurahan.
(5) Lokasi Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lokasi Rencana Pengelolaan lingkungan adalah seluruh jalan-jalan desa
di dalam dan luar kawasan yang dilalui kendaraan pengangkut material
dan alat berat.
(6) Periode Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Rencana pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dua kali setahun
selama kegiatan konstruksi berlangsung.
(7) Institusi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero)
b. Instansi Pengawas : Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok
Tengah.
Dinas Pekerjaan Umum Lombok Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Desa.
c. Instansi Pelaporan : Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Prov. NTB.
Dinas Kesehatan Provinsi NTB.
5.2.3.Pembersihan dan Perataan Lahan.
Berkurangnya Flora dan Fauna.
(1) Dampak Penting dan Sumber Dampak.
a. Dampak Penting.
Jenis dampak penting adalah gangguan pada flora fauna.
b. Sumber Dampak.
Sumber dampak penting adalah dari kegiatan pembersihan lahan dan
perataan lahan.
(2) Tolok Ukur Dampak.
Tolak ukur dapak adalah keanekaragaman jenis flora dan fauna.
(3) Tujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tujuan rencana pengelolaan lingkungan hidup adalah meminimalkan
gangguan terhadap flora fauna.
(4) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Pendekatan Teknologi.
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ………………… V - 9
Melakukan penanaman pohon pada seluruh bagian kawasan yang
masih terbuka dan memungkinkan untuk dihijaukan.
Pembukaan lahan secara bertahap (Sistem Blok).
Jarak pembukaan lahan dengan pekerjaan konstruksi bangunan
tidak terlalu lama (maksimal selama 1 bulan).
Dalam melakukan kegiatan pembersihan dan perataan lahandan
pembangunan di area berlereng/berbukit harus memperhatikan
kondisi tanah seperti tidak mengupas lahan terlalu dalam,
membuat penyangga lahan, membuat drainase.
b. Pendekatan institusi.
Pendekatan institusi dilakukan dengan cara meningkatkan koordinasi
antara pemrakarsa dengan instansi terkait seperti pemerintah
Kecamatan/Desa/Kelurahan.
(5) Lokasi Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lokasi rencana pengelolaan lingkungan adalah di dalam seluruh kawasan
pengembangan pada lokasi pembebasan lahan dan perataan lahan.
(6) Periode Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Rencana Pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dua kali setahun
selama kegiatan pembukaan lahan.
(7) Institusi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero)
b. Instansi Pengawas : Balai Konservasi dan Sumberdaya Alam
(BKSDA) NTB.
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah.
Dinas Pertanian dan Peternakan
Kabupaten Lombok Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Desa.
c. Instansi Pelaporan : Balai Konservasi dan Sumberdaya Alam
(BKSDA) NTB.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi
NTB.
Erosi Tanah dan Sedimentasi.
(1) Dampak Penting dan Sumber Dampak.
a. Dampak Penting.
Jenis dampak penting adalah erosi tanah
b. Sumber Dampak.
Sumber dampak penting adalah kegiatan pembersihan lahan dan
perataan lahan pada tahap konstruksi.
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ………………… V - 10
(2) Tolok Ukur Dampak.
Tolok ukur dampak adalah jumlah tanah yang tererosi.
(3) Tujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tujuan Rencana Pengelolaan lingkungan hidup adalah meminimalkan
terjadinya erosi tanah.
(4) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Pendekatan Teknologi.
Melakukan penanaman pohon pada kawasan terbuka yang
memiliki akar kuat.
Pembukaan lahan secara bertahap (sistem Blok).
Tidak melakukan pembersihan lahan di atas 40%.
b. Pendekatan Institusi.
Pendekatan institusi dilakukan dengan cara meningkatkan koordinasi
antara pemrakarsa dengan instansi terkait seperti pemerintah
Kecamatan/Desa/Kelurahan.
(5) Lokasi Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lokasi rencana pengelolaan lingkungan adalah di dalam seluruh kawasan
pengembangan pada lokasi pembebasan lahan dan perataan lahan.
(6) Periode Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Rencana Pengelolaan lingkungan hidup dilakukan selama pembersihan
lahan dan perataan lahan pada tahap konstruksi.
(7) Institusi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero)
b. Instansi Pengawas : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah.
Balai PSDA Kabupaten Lombok Tengah.
c. Instansi Pelaporan : Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB
Balai PSDA Kabupaten Lombok Tengah.
5.2.4.Pembangunan Sarana dan Prasarana Kawasan.
Penurunan Kualitas Udara.
(1) Dampak Penting dan Sumber Dampak.
a. Dampak Penting.
Jenis dampak penting adalah penurunan kualitas udara.
b. Sumber Dampak.
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ………………… V - 11
Sumber dampak penting adalah peningkatan konsentrasi CO, Pb,
NO2, dan SO2 serta partikel debu di udara akibat kegiatan
pembangunan sarana dan prasarana kawasan.
(2) Tolok Ukur Dampak.
Tolok ukur dampak adalah peningkatan konsentrasi CO, Pb, NO2, dan
SO2 serta partikel debu di udara berdasarkan PP No. 41 tahun 1999
tentang baku mutu udara ambien nasional.
(3) Tujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tujuan rencana pengelolaan lingkungan hidup meminimalkan
peningkatan kandungan partikel debu dan konsentrasi CO, Pb, NO2, dan
SO2 di udara.
(4) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Pendekatan Teknologi.
Perawatan mesin kendaraan secara berkala.
Minimalisasi penggunan alat berat.
Melakukan penyiraman pada lokasi tapak proyek.
Penggunaan kendaraan laik jalan menurut hasil uji instansi teknis
(lulus uji emisi dari Dinas Perhubungan).
b. Pendekatan Institusi.
Pendekatan institusi dilakukan dengan cara meningkatkan koordinasi
antara pemrakarsa dengan instansi terkait.
(5) Lokasi Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lokasi rencana pengelolaan lingkungan adalah di dalam seluruh kawasan
pengembangan.
(6) Periode Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Rencana Pengelolaan lingkungan hidup dilakukan selama kegiatan
pembangunan sarana dan prasarana kawasan pada tahap konstruksi.
(7) Institusi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero).
b. Instansi Pengawas : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah.
Dinas Pekerjaan Umum & ESDM
Kabupaten Lombok Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Desa.
c. Instansi Pelaporan : Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTB.
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ………………… V - 12
Penurunan Kualitas Air.
(1) Dampak Penting dan Sumber Dampak.
a. Dampak Penting.
Jenis dampak penting adalah penurunan kualitas air.
b. Sumber Dampak.
Sumber dampak penting adalah aliran permukaan yang terjadi di
lokasi pembangunan sarana dan prasarana kawasan.
(2) Tolok Ukur Dampak.
Tolok ukur dampak adalah Kandungan TSS dan kekeruhan berdasarkan
Keputusan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
(3) Tujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tujuan Rencana Pengelolaan lingkungan hidup adalah meminimalkan
dampak aliran permukaan di lokasi pembangunan sarana dan prasarana
kawasan.
(4) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Pendekatan Teknologi.
Penanaman pohon sepanjang sempadan sungai.
Pembuatan pagar keliling dan saluran drainase proyek sebelum
pembangunan sarana dan prasaran dilakukan.
Minimalisasi penggunan alat berat.
Pembangunan Sediment Trap di sekitar area rancana bangunan
konstruksi untuk mengendapkan dan mencegah sedimen masuk
ke badan air.
b. Pendekatan Institusi.
Pendekatan institusi dilakukan dengan cara meningkatkan koordinasi
antara pemrakarsa dengan instansi terkait.
(5) Lokasi Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lokasi Rencana Pengelolaan lingkungan adalah di lokasi pembangunan
sarana dan prasarana pada seluruh kawasan pengembangan.
(6) Periode Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Rencana Pengelolaan lingkungan hidup dilakukan selama kegiatan
pembangunan sarana dan prasarana kawasan pada tahap konstruksi.
(7) Institusi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero).
b. Instansi Pengawas : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah.
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ………………… V - 13
Dinas Pekerjaan Umum & ESDM
Kabupaten Lombok Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Desa.
c. Instansi Pelaporan : Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTB.
5.3.RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN PADA TAHAP OPERASI.
5.3.1 Penerimaan Tenaga Kerja dan Pelatihan.
Terbukanya Kesempatan Kerja dan Konflik Perebutan Lapangan Kerja.
(1) Dampak Penting dan Sumber Dampak.
a. Dampak Penting.
Jenis dampak penting adalah terbukanya kesempatan kerja dan pelatihan
akibat kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahap operasi.
b. Sumber Dampak.
Sumber dampak penting adalah kegiatan penerimaan tenaga kerja
operasional dan pelatihan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan
operasional kawasan.
(2) Tolok Ukur Dampak.
a. Jumlah masyarakat sekitar Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok yang
diterima sebagai tenaga kerja operasional kawasan.
b. Jumlah kelompok masyarakat yang diikutkan pelatihan untuk menunjang
kegiatan operasional kawasan.
(3) Tujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tujuan Rencana Pengelolaan lingkungan hidup adalah:
a. Mengoptimalkan masyarakat di sekitar Kawasan Pariwisata Mandalika
Lombok yang diterima sebagai tenaga kerja operasional kawasan.
b. Mengoptimalkan kelompok masyarakat yang diikutkan pelatihan untuk
menunjang kegiatan operasional kawasan.
(4) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Pendekatan sosial ekonomi.
Melakukan penyampaian/pengumuman secara terbuka kepada
masyarakat mengenai jumlah dan jenis keahlian tenaga kerja
operasional yang dibutuhkan melalui media massa.
Memprioritaskan masyarakat lokal untuk direkrut sebagai tenaga kerja
operasional sesuai dengan skill/keterampilan yang dimiliki.
Memprioritaskan masyarakat eks tenaga kerja pada tahap konstruksi
untuk direkrut kembali sesuai dengan bidang keahliannya.
Memberikan pelatihan kepada tenaga kerja untuk menunjang kegiatan
operasional kawasan.
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ………………… V - 14
b. Pendekatan institusi.
Pendekatan institusi dilakukan dengan cara melakukan rekruitmen
bekerja sama dengan lembaga independen, instansi terkait dan HRD
BTDC.
(5) Lokasi Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lokasi Rencana Pengelolaan dilakukan pada tapak proyek terutama pada
bagian penerimaan tenaga kerja dan tempat lokasi pelatihan tenaga kerja.
(6) Periode Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Rencana Pengelolaan lingkungan hidup dilakukan selama kegiatan
penerimaan tenaga kerja dan pelatihan tenaga kerja.
(7) Institusi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero)
b. Instansi Pengawas : Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kabupaten Lombok Tengah.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Lombok Tengah.
Balai Latihan Kerja Kabupaten Lombok
Tengah.
c. Instansi Pelaporan : Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Provinsi NTB.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi
NTB.
5.3.2 Operasional Kawasan Pariwisata.
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
(1) Dampak Penting dan Sumber Dampak.
a. Jenis Dampak Penting.
Jenis dampak positif penting adalah peningkatan pendapatan asli daerah.
b. Sumber Dampak Penting.
Sumber dampak penting adalah dampak turunan dari pembayaran pajak
hotel dan restoran akibat adanya kegiatan operasional kawasan.
(2) Tolok Ukur Dampak.
Tolok ukur dampak adalah besarnya kontribusi kegiatan ini terhadap PAD
Provinsi NTB dan Kabupaten Lombok Tengah.
(3) Tujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tujuan Rencana Pengelolaan lingkungan hidup adalah meningkatkan/
memaksimalkan jumlah penerimaan dari pengoperasian kawasan pariwisata
terutama dari pajak hotel dan restoran.
(4) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Pendekatan sosial ekonomi.
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ………………… V - 15
Minimal 25% Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Kawasan Pariwisata
Mandalika Lombok (KPML) digunakan untuk perbaikan prasarana
kawasan.
Melakukan pemantauan terhadap penerimaan pajak hotel dan
restoran.
2,5% dari Sisa Hasil Usaha (SHU) untuk CSR kawasan.
Program dan kegiatan perbaikan prasarana dan pemberdayaan
masyarakat dilakukan secara efektif untuk pembangunan,
pengembangan dan kemajuan kawasan.
Peningkatan Peluang berusaha masyarakat melalui upaya:
o Pembinaan UMKM masyarakat lokal.
o Pembangunan sarana/fasilitas publik untuk pengembangan
masyarakat lokal.
o Pembinaan dan Perlindungan terhadap petani dan lahan
pengusahaan garam masyarakat.
o Pembinaan terhadap peternak yang mengembalakan ternaknya
secara liar di dalam kawasan dan mengembangkan sistem
kandang kolektif.
b. Pendekatan institusi.
Pendekatan institusi dilakukan dengan cara meningkatkan koordinasi
dengan dinas pendapatan dan pengelolaan asset dalam pembayaran
retribusi/pajak.
(5) Lokasi Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lokasi rencana pengelolaan dilakukan dalam Kawasan Pariwisata Mandalika
Lombok khususnya pada hotel dan restoran.
(6) Periode Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Rencana pengelolaan lingkungan hidup dilakukan selama kegiatan
pengoperasian kawasan.
(7) Institusi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata Indonesia(Persero)
b. Instansi Pengawas : Dinas Pendapatan Provinsi NTB.
Dinas Pendapatan Kabupaten Lombok Tengah.
Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Desa.
c. Instansi Pelaporan : Dinas Pendapatan Provinsi NTB.
Dinas Pendapatan Kabupaten Lombok Tengah.
Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah.
Timbulnya Limbah Cair.
(1) Dampak Penting dan Sumber Dampak.
a. Jenis Dampak Penting.
Jenis dampak penting adalah timbulnya limbah cair.
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ………………… V - 16
b. Sumber Dampak Penting.
Sumber dampak penting adalah limbah cair yang dihasilkan dari
operasioanal Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok.
(2) Tolak Ukur Dampak.
Tolak ukur dampak adalah baku mutu parameter limbah cair yang mengacu
pada SK. MENLH No. 113/2003 yaitu TSS = 400 mg/l, Besi (Fe) = 7 mg/l
dan Mangan (Mn) = 4 mg/l, pH = 6 – 9.
(3) Tujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tujuan rencana pengelolaan lingkungan hidup adalah mengurangi dan
mencegah terjadinya limbah cair khususnya peningkatan kandungan TSS,
penurunan pH, peningkatan Besi (Fe) dan Mangan (Mn).
(4) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pendekatan Teknologi.
Melakukan pengolahan/treatment terhadap limbah cair di dalam kolam
IPAL komunal berukuran 11.109 m3 dengan luas areal (standar minimal)
= 3 Ha yang berada dalam Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok dan
setelah memenuhi standar (baku mutu limbah cair) maka limbah cair
tersebut dapat dibuang ke media lingkungan.
(5) Lokasi Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lokasi Rencana Pengelolaan lingkungan adalah di dalam Kawasan
Pariwisata Mandalika Lombok dengan alternatif sebagai berikut:
Di sekitar Pantai Seger;
Di sekitar Desa Mertak (dekat lahan garam);
Di sekitar Desa Truwai yang berbatasan dengan Kawasan Pariwisata
Mandalika Lombok.
Rencana pembangunan untuk penanganan limbah padat dan limbah cair
akan dibangun sebagai satu kesatuan pada area alternatif tersebut
termasuk pembangunan TPS limbah B3. Lokasi ini kelak harus dibuatkan
buffer zone pada sekeliling area penanganan limbah dengan
tanaman/tegakan.
(6) Periode Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Rencana Pengelolaan lingkungan hidup dilakukan selama operasional
kawasan.
(7) Institusi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero).
b. Instansi Pengawas : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah.
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ………………… V - 17
Dinas Pekerjaan Umum dan ESDM
Kabupaten Lombok Tengah.
UPT Kebersihan Kab. Lombok Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Desa.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
c. Instansi Pelaporan : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTB.
Timbulnya Limbah Padat.
(1) Dampak Penting dan Sumber Dampak.
a. Jenis Dampak Penting.
Jenis dampak penting adalah terjadinya timbulan limbah padat.
b. Sumber Dampak Penting.
Sumber dampak penting adalah limbah/sampah padat yang dihasilkan
dari beroperasinya Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok.
(2) Tolak Ukur Dampak.
Tolok ukur dampak adalah jumlah volume limbah padat yang dihasilkan oleh
operasional kawasan.
(3) Tujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tujuan rencana pengelolaan lingkungan hidup adalah mencegah dan/atau
meminimasi timbulnya volume dan cemaran limbah padat dari kegiatan
opersional kawasan.
(4) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Membangun Tempat Pembuangan Sementara (TPS) serta melakukan
pengolahan sampah dengan system 3R.
Membangun TPA dengan system sanitary landfill atau teknologi terbaru
(sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi).
Mengelola sampah organik untuk menjadi kompos dan hasilnya
digunakan untuk pupuk tanaman kawasan dan selebihnya diberikan
kepada petani.
(5) Lokasi Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lokasi rencana pengelolaan lingkungan adalah di dalam Kawasan Pariwisata
Mandalika Lombok dengan alternatif sebagai berikut:
Di sekitar Pantai Seger;
Di sekitar Desa Mertak (dekat lahan garam);
Di sekitar Desa Truwai yang berbatasan dengan Kawasan Pariwisata
Mandalika Lombok.
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ………………… V - 18
Rencana pembangunan untuk penanganan limbah padat dan limbah cair
akan dibangun sebagai satu kesatuan pada area alternatif tersebut termasuk
pembangunan TPS limbah B3. Lokasi ini kelak harus dibuatkan buffer zone
pada sekeliling area penanganan limbah dengan tanaman/tegakan.
(6) Periode Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Rencana pengelolaan lingkungan hidup dilakukan selama operasional
kawasan.
(7) Institusi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero).
b. Instansi Pengawas : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah.
Dinas Pekerjaan Umum dan ESDM
Kabupaten Lombok Tengah.
UPT Kebersihan Kabupaten Lombok
Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Desa.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
c. Instansi Pelaporan : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTB.
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah.
Timbulnya Limbah Berbahaya dan Beracun (B3)
(1) Dampak Penting dan Sumber Dampak Penting.
a. Jenis Dampak Penting.
Jenis dampak penting adalah terjadinya timbulan limbah B3.
b. Sumber Dampak Penting.
Sumber dampak penting adalah limbah B3 yang dihasilkan dari
operasional Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok.
(2) Tolak Ukur Dampak.
Tolok ukur dampak adalah volume limbah B3 dari hasil kegiatan
operasional Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok.
(3) Tujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tujuan rencana pengelolaan lingkungan hidup adalah mencegah dan/atau
meminimasi timbulnya volume dan cemaran limbah B3 dari kegiatan
opersional kawasan.
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ………………… V - 19
(4) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Mengumpulkan limbah B3 pada tempat khusus (TPS Limbah B3) dan
kemudian diserahkan ke pihak ketiga yang berkompeten yang telah
memiliki izin dalam penanganan limbah B3.
(5) Lokasi Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lokasi rencana pengelolaan lingkungan adalah di dalam Kasawan
Pariwisata Mandalika Lombok di dekat lokasi pembangunan IPAL
komunal dan TPA kawasan.
(6) Periode Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Rencana pengelolaan lingkungan hidup dilakukan selama operasional
kawasan.
(7) Institusi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero)
b. Instansi Pengawas : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah.
UPT Kebersihan Kabupaten Lombok
Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Desa.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
c. Instansi Pelaporan : Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah.
Defisit Air.
(1) Dampak Penting dan Sumber Dampak Penting.
a. Jenis Dampak Penting.
Jenis dampak penting adalah defisit air.
b. Sumber Dampak Penting.
Sumber dampak penting adalah berkurangnya penyediaan air bersih
akibat dari kegiatan operasional kawasan.
(2) Tolak Ukur Dampak.
Tolak ukur dampak adalah berkurangnya volume penyediaan air bersih.
(3) Tujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tujuan rencana pengelolaan lingkungan hidup adalah untuk mencegah
terjadinya defisit air dalam operasional kawasan.
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ………………… V - 20
(4) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pendekatan Teknologi.
a. Memelihara sumber air warga dari PDAM yang berproduksi 40
liter/detik.
b. Membangun sumur bor sebanyak 100 unit dengan debit 25
liter/detik.
c. Membangun unit pengolahan air laut dengan kapasitas 50
liter/detik.
d. Reuse untuk air limbah dengan IPAL kapasitas 25 liter/detik.
e. Pembuatan biopori dalam kawasan pariwisata Mandalika Lombok.
f. Membuat sumur-sumur resapan.
g. Mengembangkan kawasan untuk persediaan air permukaan dan
air tanah melalui:
Penghijauan sempadan/bantaran sungai dalam kawasan;
Pemeliharaan air sungai dalam kawasan dengan membangun
check dam.
Perlindungan muara sungai
Pembangunan danau buatan/embung.
Pegembangan area hutan-hutan terbatas.
Pengembangan/ perluasan tanaman magrove.
(5) Lokasi Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lokasi rencana pengelolaan lingkungan adalah di dalam Kawasan
Pariwisata Mandalika Lombok meliputi Desa Kuta, Mertak, Sengkol,
Sukadana, dan Truwai.
(6) Periode Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Rencana pengelolaan lingkungan hidup dilakukan selama operasional
kawasan.
(7) Institusi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero)
b. Instansi Pengawas : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah.
PDAM Kabupaten Lombok Tengah.
Dinas Pekerjaan Umum dan ESDM
Kabupaten Lombok Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Desa.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
c. Instansi Pelaporan : Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTB.
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah.
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ………………… V - 21
Keamanan Kawasan.
(1) Dampak Penting dan Sumber Dampak Penting.
a. Jenis Dampak Penting.
Jenis dampak penting adalah keamanan kawasan.
b. Sumber Dampak Penting.
Sumber dampak penting adalah terganggunya keamanan kawasan
akibat dari kegiatan operasional kawasan.
(2) Tolak Ukur Dampak.
Tolak ukur dampak adalah jumlah wisatawan dan masyarakat sekitar yang
resah akibat keamanan yang terganggu.
(3) Tujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tujuan rencana pengelolaan lingkungan hidup adalah mencegah
terjadinya ganguan keamanan kawasan.
(4) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
- Memberikan pembinaan terhadap masyarakat/pemuda di sekitar
Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok menyangkut pemeliharaan
situasi keamanan kawasan.
- Membuat Perda tentang keamanan dan kenyamanan bagi pengunjung
atau wisatawan.
- Memberikan sanksi kepada karyawan berupa pemecatan bagi yang
berbuat anarkis.
- Melakukan pengamanan dengan melibatkan masyarakat dan
memprioritaskan petugas keamanan dari masyarakat lokal.
- Memberikan kesempatan kerja kepada masyarakat/pemuda yang
mengganggu keamanan kawasan dengan persyaratan yang
bersangkutan memiliki ketrampilan dan bersedia untuk dilatih.
- Sosialisasi mengenai Emergency Response Plan kepada masyarakat
sesuai dengan kapasitas sosial budaya masyarakat.
(5) Lokasi Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lokasi rencana pengelolaan lingkungan adalah di dalam Kasawan
Pariwisata Mandalika Lombok.
(6) Periode Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Rencana Pengelolaan lingkungan hidup dilakukan selama operasional
kawasan.
(7) Institusi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero)
b. Instansi Pengawas : Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten
Lombok Tengah.
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ………………… V - 22
Kodim Praya.
Polres Lombok Tengah.
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
Kabupateng Lombok Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Desa.
c. Instansi Pelaporan : Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi NTB
Polda NTB.
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
Provinsi NTB.
Dukungan Event Bau Nyale.
(1) Dampak Penting dan Sumber Dampak Penting.
a. Jenis Dampak Penting.
Jenis dampak penting adalah Event Bau Nyale.
b. Sumber Dampak Penting.
Sumber dampak penting adalah adanya dukungan terhadap Event
Bau Nyale akibat pengembangan Kawasan Pariwisata Mandalika
Lombok.
(2) Tolak Ukur Dampak.
Jumlah dan ragam penduduk/masyarakat yang ikut dalam Event Bau
Nyale setiap tahunnya .
(3) Tujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tujuan Rencana Pengelolaan lingkungan hidup adalah mengoptimalkan
manfaat kawasan pariwisata terhadap Event Bau Nyale.
(4) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pendekatan sosial ekonomi budaya.
a. Dijadikan sebagai promosi paket wisata ke Lombok.
b. Mengalokasikan anggaran untuk mendukung kebutuhan dana dan
ketersediaan akomodasi serta akses masyarakat agar tidak
terganggu dalam Event Bau Nyale.
c. Memelihara habitat Nyale agar tetap terpelihara.
d. Membangun akses jalan publik di pesisir yang membatasi areal
publik dan areal privat.
(5) Lokasi Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lokasi rencana pengelolaan lingkungan adalah di dalam Kawasan
Pariwisata Mandalika Lombok khususnya pada areal Event Bau Nyale.
(6) Periode Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Rencana Pengelolaan lingkungan hidup dilakukan selama operasional
kawasan.
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ………………… V - 23
(7) Institusi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero)
b. Instansi Pengawas : Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok
Tengah.
Sekertariat Daerah (SETDA) Kabupaten
Lombok Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Desa.
c. Instansi Pelaporan : Setda Provinsi NTB.
Setda Kabupaten Lombok Tengah.
Dinas Pariwisata Provinsi NTB.
Kemacetan Lalulintas.
(1) Dampak Penting dan Sumber Dampak.
a. Jenis Dampak Penting.
Jenis dampak penting adalah kemacetan lalulintas.
b. Sumber Dampak Penting.
Sumber dampak penting adalah kegiatan operasional Kawasan
Pariwisata Mandalika Lombok.
(2) Tolak Ukur Dampak.
Kemacetan yang terjadi pada saat puncak kunjungan wisata.
(3) Tujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tujuan Rencana Pengelolaan lingkungan hidup adalah untuk mencegah
dan meminimalkan terjadinya kemacetan lalu lintas pada saat saat puncak
kunjungan wisata.
(4) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Melakukan pengaturan arus lalulintas yang rawan macet dengan
menggunakan petugas lalulintas dan bantuan satuan pengaman
(Satpam).
b. Pemasangan rambu-rambu lalulintas secara memadai khususnya
pada jalur rawan macet.
c. Mengoptimalkan pemeliharaan jalan.
d. Mengembangkan tiga jalur jalan alternatif menuju Kawasan Pariwisata
Mandalika Lombok (Jalur Awang, jalur Selong Belanak dan jalur
Sengkol). Perlu juga dikembangkan jaringan jalan yang memadai
untuk mengatasi kemacetan lalulintas dalam kawasan.
e. Untuk gangguan lalulintas dan keamanan laut perlu dilakukan hal-hal
berikut:
Membuat rambu-rambu lalulintas laut di sekitar rencana bangunan
dermaga.
Menyusun kesepakatan bersama antara pihak PT.
Pengembangan Pariwisata Indonesia(Persero) dan kelompok
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ………………… V - 24
nelayan dalam rangka jalur pelayaran dan keamanan lalulintas
laut.
(5) Lokasi Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lokasi rencana pengelolaan lingkungan adalah di seluruh lokasi rawan
macet baik di dalam kawasan maupun di luar Kawasan Pariwisata
Mandalika Lombok (Jalur Awang, jalur Selong Belanak dan jalur Sengkol).
(6) Periode Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Rencana pengelolaan lingkungan hidup dilakukan selama kegiatan
operasional kawasan.
(7) Institusi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero)
b. Instansi Pengawas : Dinas Pekerjaan Umum & ESDM
Kabupaten Lombok Tengah.
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
Informatika Kabupaten Lombok Tengah.
Polres Lombok Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Desa.
c. Instansi Pelaporan : Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTB.
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
Informatika Provinsi NTB.
Polda NTB.
Peningkatan Prostitusi, Miras dan Narkoba.
(1) Dampak Penting dan Sumber Dampak.
a. Dampak Penting.
Jenis dampak penting adalah peningkatan praktek prostitusi, penyalah
gunaan miras dan narkoba.
b. Sumber Dampak.
Sumber dampak penting adalah kegiatan operasional Kawasan
Pariwisata Mandalika Lombok.
(2) Tolak Ukur Dampak.
Jumlah masyarakat yang melakukan praktek prostitusi, jumlah pengguna
miras dan narkoba di Kabupaten Lombok Tengah.
(3) Tujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tujuan rencana pengelolaan lingkungan hidup adalah untuk mencegah
dan meminimalisir penyebaran praktek prostitusi dan pengguna/pecandu
miras dan narkoba.
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ………………… V - 25
(4) Upaya Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pendekatan sosial ekonomi.
a. Melakukan razia rutin khususnya di tempat-tempat rawan praktek
prostitusi dan pengguna/pecandu miras dan narkoba.
b. Melakukan sosialisasi/penyuluhan bahaya penyakit prostitusi,
mengkonsumsi miras dan narkoba.
(5) Lokasi Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lokasi rencana pengelolaan adalah di dalam Kawasan Pariwisata
Mandalika Lombok dan Desa Kute, Mertak, Sengkol, Sukadana, dan
Truwai Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah.
(6) Periode Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Rencana pengelolaan lingkungan hidup dilakukan selama kegiatan
operasional kawasan.
(7) Institusi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero).
b. Instansi Pengawas : Dinas Kesehatan Kab. Lombok Tengah.
Dinas Sosial tenaga kerja dan transmigrasi
Kab. Lombok Tengah.
Polres Lombok Tengah.
Polisi Pamong Praja Kabupaten Lombok
Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Desa.
c. Instansi Pelaporan : Dinas Kesehatan Provinsi NTB .
Dinas Sosial tenaga kerja dan transmigrasi
Provinsi NTB.
Polda NTB.
BAB VIRENCANA PEMANTAUAN
LINGKUNGAN HIDUP
Adendum ANDAL dan RKL-RPL
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ……………… VI - 1
6.1.PEMANTAUAN LINGKUNGAN PADA TAHAP PRAKONSTRUKSI.
6.1.1.Kegiatan Sosialisasi.
Peningkatan Keresahan Masyarakat.
(1) Jenis dan Sumber Dampak
a. Jenis dampak penting yang dipantau.
Jenis dampak penting adalah terjadinya peningkatan keresahan
masyarakat akibat kegiatan sosialisasi.
b. Sumber dampak penting
Dampak penting yang muncul adalah timbulnya Keresahan
masyarakat akibat persepsi negatif masyarakat khususnya di Desa
Kuta, Desa Mertak, Desa Sengkol, Desa Sukadana dan Desa Truwai
karena kekhawatiran terhadap PT Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero) yang tidak akan memprioritaskan penduduk
setempat untuk diterima sebagai tenaga kerja, nilai ganti rugi lahan
yang rendah dan kerusakan lingkungan pada kegiatan sosialisasi.
(2) Tujuan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Tujuan pemantauan lingkungan hidup adalah untuk mengetahui jumlah
masyarakat yang dilibatkan dalam kegiatan sosialisasi dan persepsi
negative masyarakat.
(3) Rencana Pemantaun Lingkungan Hidup.
a. Parameter Lingkungan Hidup yang Dipantau
Parameter lingkungan hidup yang dipantau adalah kuantitas
masyarakat dan persepsi masyarakat sekitar lokasi rencana kegiatan.
b. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup
Pemantauan dilakukan dengan metode survei dan Focus Group
Discussion (FGD). Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan
bantuan tabel.
Adendum ANDAL dan RKL-RPL
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ……………… VI - 2
c. Lokasi Pemantauan Lingkungan Hidup.
Lokasi pemantauan lingkungan hidup adalah desa yang berada di
sekitar lokasi tapak proyek yaitu Desa Kute, Mertak, Sengkol,
Sukadana dan Truwai.
d. Periode Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Pemantauan dilakukan satu kali selama kegiatan sosialisasi
e. Institusi Pemantauan Lingkungan Hidup.
Instansi Pelaksana : PT.Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero)
Instansi Pengawas : Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Lombok Tengah.
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Kelurahan/Desa.
Instansi Pelaporan : Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Propinsi Nusa Tenggara
Barat.
Badan Lingkungan Hidup Provinsi Nusa
Tenggara Barat.
6.1.2.Kegiatan Perijinan.
Perubahan Peruntukan Lahan.
(1) Dampak Penting dan Sumber Dampak.
a. Jenis dampak penting
Jenis dampak penting adalah perubahan peruntukan ruang.
b. Sumber dampak penting.
Sumber dampak penting adalah adanya kegiatan perijinan.
(2) Tujuan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Tujuan pemantauan lingkungan hidup adalah untuk mengetahui luasan
perubahan peruntukan ruang yang terjadi.
(3) Rencana Pemantaun Lingkungan Hidup.
a. Parameter Lingkungan Hidup yang Dipantau.
Parameter lingkungan hidup yang dipantau adalah luasan perubahan
peruntukan ruang yang terjadi akibat kegiatan perizinan.
b. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup
Pemantauan dilakukan dengan metode survei dan Focus Group
Discussion (FGD). Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan
Adendum ANDAL dan RKL-RPL
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ……………… VI - 3
bantuan tabel.
c. Lokasi Pemantauan Lingkungan Hidup
Lokasi pemantauan lingkungan hidup adalah di Desa Kute, Mertak,
Sengkol, Sukadana dan Truwai
d. Periode Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan Hidup
Pemantauan lingkungan hidup dilakukan minimal satu kali selama
kegiatan perijinan.
e. Institusi Pemantauan Lingkungan Hidup.
Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero).
Instansi Pengawas : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lombok
Tengah.
Dinas Pekerjaan Umum (PU) & ESDM
Kabupaten Lombok Tengah.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Kabupaten Lombok Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Kelurahan/Desa.
Instansi Pelaporan : Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
Dinas Pekerjaan Umum (PU) & ESDM
Provinsi NTB.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Provinsi NTB.
6.2.PEMANTAUAN LINGKUNGAN PADA TAHAP KONSTRUKSI.
6.2.1.PenerimaanTenaga Kerja.
Terbukanya Kesempatan Kerja.
(1) Jenis dan Sumber Dampak.
a. Jenis Dampak penting.
Jenis dampak penting adalah terbukanya kesempatan kerja dan
konflik perebutan lapangan kerja.
b. Sumber dampak penting.
Sumber dampak adalah penerimaan tenaga kerja pada kegiatan
konstruksi.
Adendum ANDAL dan RKL-RPL
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ……………… VI - 4
(2) Tujuan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Tujuan pemantauan lingkungan hidup adalah untuk mengetahui jumlah
masyarakat lokal yang direkrut sebagai tenaga kerja dan konflik yang
terjadi akibat perebutan lapangan kerja.
(3) Rencana Pemantauan Lingkungan.
a. Parameter Lingkungan Hidup yang Dipantau.
Jumlah masyarakat lokal yang direkrut sebagai tenaga kerja
konstruksi dan tingkatan konflik perebutan lapangan kerja.
b. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup.
Pemantauan dilakukan dengan metode survei dan Focus Group
Discussion (FGD). Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan
bantuan tabel.
c. Lokasi Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Lokasi rencana pemantauan dilakukan di dalam Kawasan Pariwisata
Mandalikan Lombok dan di kantor-kantor desa dalam kawasan.
d. Periode Pemantauan Lingkungan Hidup.
Rencana Pemantauan lingkungan hidup dilakukan selama perekrutan
tenaga kerja.
e. Institusi Pemantauan Lingkungan Hidup.
Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero)
Instansi Pengawas : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah.
Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Lombok Tengah.
Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan
Perlindungan Masyrakat Kabupaten
Lombok Tengah.
Badan Pertanahan Negara (BPN)
Kabupaten Lombok Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Kelurahan/Desa.
Instansi Pelaporan : Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Provinsi NTB.
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
Provinsi NTB.
BPN Provinsi NTB.
Adendum ANDAL dan RKL-RPL
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ……………… VI - 5
6.2.2.Kegiatan mobilisasi Material dan Alat Berat.
Penurunan Kualitas Udara dan Kebisingan.
(1) Jenis dan Sumber Dampak.
a. Jenis dampak penting.
Jenis dampak penting adalah penurunan kualitas udara dan
kebisingan.
b. Sumber dampak penting.
Sumber dampak penting adalah peningkatan konsentrasi CO, Pb,
NO2, dan SO2 serta partikel debu di udara akibat kegiatan mobilisasi
material dan alat berat.
(2) Tujuan Pemantauan Lingkungan Hidup
Tujuan pemantauan lingkungan hidup adalah untuk mengetahui
perubahan kadar gas buang, debu dan kebisingan.
(3) Rencana Pemantauan Lingkungan.
a. Parameter Lingkungan Hidup yang Dipantau
Parameter Lingkungan Hidup yang Dipantau perubahan kadar gas
SOX, NOX, CO dan debu berdasarkan PP No. 41 tahun 1999
tentang baku mutu udara ambien nasional.
Bising: intensitas bising berdasarkan Kepmen LH No. KEP-
48/MENLH/11/96 tentang baku mutu tingkat kebisingan.
b. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup.
Pengumpulan data komponen kualitas udara dilakukan melalui
pengambilan sampel di lapangan dengan menggunakan air pump
sampler, dan selanjutnya dianalisis di laboratorium.
Kebisingan diukur dengan alat sound level meter pada titik-titik
pantau yang telah ditentukan.
c. Lokasi Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Lokasi Rencana Pemantauan lingkungan adalah seluruh jalan-jalan
desa di dalam dan luar kawasan yang dilalui kendaraan pengangkut
material dan alat berat.
d. Periode Pemantauan Lingkungan Hidup.
Rencana Pemantauan lingkungan hidup dilakukan dua kali setahun
selama kegiatan konstruksi.
Adendum ANDAL dan RKL-RPL
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ……………… VI - 6
e. Institusi Pemantauan Lingkungan Hidup.
Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero)
Instansi Pengawas : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah.
Dinas Pekerjaan Umum & ESDM
Kabupaten Lombok Tengah.
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
Informatika Kabupaten Lombok Tengah.
Pemerintah Desa.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
Instansi Pelaporan : Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTB.
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
Informatika Provinsi NTB.
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah.
Gangguan Kesehatan Masyarakat.
(1) Jenis dan Sumber Dampak.
a. Jenis dampak penting.
Jenis dampak penting adalah gangguan kesehatan masyarakat.
b. Sumber dampak penting.
Sumber dampak penting adalah kegiatan mobilisasi material dan alat
berat yang mengakibatkan terganggunya kesehatan masyarakat.
(2) Tujuan Pemantauan Lingkungan Hidup
Tujuan rencana pemantauan lingkungan hidup adalah untuk mengetahui
adanya penyebaran pola penyakit akibat kegiatan mobilisasi material dan
alat berat.
(3) Rencana Pemantauan Lingkungan.
a. Parameter Lingkungan Hidup yang Dipantau.
Parameter lingkungan hidup yang dipantau adalah penyebaran pola
penyakit yang berkembang.
b. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup.
Melakukan pengamatan langsung dan wawancara dengan
menggunakan koesioner dan tabulasi silang yang dilanjutkan dengan
analisis deskriptif.
Adendum ANDAL dan RKL-RPL
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ……………… VI - 7
c. Lokasi Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Lokasi Rencana Pemantauan lingkungan adalah seluruh jalan-jalan
desa di dalam dan luar kawasan yang dilalui kendaraan pengangkut
material dan alat berat.
d. Periode Pemantauan Lingkungan Hidup.
Rencana pemantauan lingkungan hidup dilakukan dua kali setahun
selama kegiatan konstruksi berlangsung.
e. Institusi Pemantauan Lingkungan Hidup.
Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero)
Instansi Pengawas : Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok
Tengah.
Dinas Pekerjaan Umum Lombok Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Kelurahan/Desa.
Instansi Pelaporan : Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Prov. NTB.
Dinas Kesehatan Provinsi NTB.
6.2.3.Kegiatan Pembersihan Lahan dan Perataan Lahan.
Berkurangnya Flora Fauna.
(1) Dampak Penting dan Sumber Dampak.
a. Jenis dampak penting.
Jenis dampak penting adalah hilangnya vegetasi penutup lahan dan
migrasi fauna di dalam kawasan.
b. Sumber dampak penting.
Sumber dampak penting adalah kegiatan pembersihan. lahan dan
perataan lahan.
(2) Tujuan Pemantauan Lingkungan. Hidup.
Tujuan pemantauan lingkungan hidup adalah untuk mengetahui
perubahan struktur dan komposisi jenis tumbuhan penyusun vegetasi
serta keanekaragaman jenis flora dan fauna.
(3) Rencana Pemantauan Lingkungan.
a. Parameter Lingkungan Hidup yang Dipantau
Perubahan struktur dan komposisi jenis tumbuhan penyusun vegetasi
serta keanekaragaman jenis flora dan fauna.
Adendum ANDAL dan RKL-RPL
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ……………… VI - 8
b. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup
Flora
Pengumpulan data dilakukan pada plot berukuran 20 m x 20 m.
variable yang diukur adalah semua, diameter batang pohon yang
berdiameter > 10 cm pada ketinggian 130 cm dari permukaan tanah
dengan menggunakan pits diameter. Data hasil pengukuran di
lapangan, digunakan dalam menghitung Indeks Nilai Penting (INP)
dengan menggunakan rumus:
INP = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif + Dominasi Relatif
Untuk penentuan kerapatan jenis tumbuhan akan digunakan rumus:
A
nN
Dimana:
N = Kerapatan tumbuhan
n = Jumlah individu setiap jenis
A = Luas seluruh plot pengamatan
Kerapatan relatif (KR) dihitung dengan rumus:
x100%jenisseluruh Kerapatan
jenissuatu Kerapatan KR
Untuk penentuan frekuensi kehadiran suatu jenis tumbuhan akan
digunakan rumus :
pengamatanplot seluruh luasJumlah
jenissuatu iplot terisJumlah F
Dimana : F = Frekuensi kehadiran
Frekuensi relatif (FR) dihitung dengan rumus :
100%x jenisseluruh Frekuensi
jenissuatu FrekuensiFR
Untuk penentuan dominasi jenis tumbuhan akan digunakan rumus :
pengamatanplot seluruh luasJumlah
jenissuatu LbdsJumlah D
Dimana :
D = Diminasi jenis
LBDS (Luas bidang dasar) = 3,14/4.d2
Dominasi relatif (DR) dihitung dengan rumus :
100%x jenisseluruh Dominasi
jenissuatu DominasiDR
Untuk penentuan keanekaragaman jenis (H) tumbuhan akan dihitung
berdasarkan rumus indeks keanekaragaman sebagai berikut :
Adendum ANDAL dan RKL-RPL
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ……………… VI - 9
s
i
ii
n
n
n
nH
1
In
Dimana :
H = Keanekaragaman jenis tumbuhan
ni = Jumlah individu setiap jenis tumbuhan dalam sampel plot.
n = Jumlah total individu dalam satu plot.
s = Jumlah jenis tumbuhan dalam sampel plot.
Fauna
Pengumpulan data satwa liar dilakukan dengan metode titik (count
point) pada line transect. Pengamatan dilakukan pada setiap titik yang
ditentukan secara sistematik (setiap 200 m) dalam garis transek,
dimana semua satwa yang ditemukan akan dihitung jumlah
individunya dan diukur jaraknya ke pusat titik pengamatan. Untuk
satwa kecil yang mempunyai pergerakan lambat, pengamatannya
dilakukan dalam plot berukuran 10 m x 10 m yang juga diletakkan
secara sistematik, yakni setiap 200 m dalam suatu garis transek.
Untuk penentuan kerapatan jenis satwa akan digunakan rumus :
A
nN
Dimana :
N = Kerapatan satwa
n = Jumlah individu setiap jenis satwa
A = Luas seluruh plot pengamatan
Luas plot pengamatan siswa dihitung dengan menggunakan rumus :
A = X Y
Dimana :
A = Luas sampel plot
X = Panjang jalur titik pengamatan
Y = Rata-rata jarak antara satwa dengan titik pengamatan
Untuk penentuan keanekaragaman jenis satwa akan dihitung
berdasarkan rumus indeks keanekaragaman sebagai berikut:
s
i
ii
n
n
n
nH
1
In
Dimana :
H = Keanekaragaman jenis tumbuhan
ni = Jumlah individu setiap jenis tumbuhan dalam sampel plot.
n = Jumlah total individu dalam satu plot.
s = Jumlah jenis tumbuhan dalam sampel plot.
Adendum ANDAL dan RKL-RPL
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ……………… VI - 10
c. Lokasi Pemantauan Lingkungan Hidup.
Lokasi rencana pemantauan lingkungan adalah di dalam seluruh
kawasan pengembangan pada lokasi pembebasan lahan dan
perataan lahan.
d. Periode Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Rencana Pemantauan lingkungan hidup dilakukan dua kali setahun
selama kegiatan pembukaan lahan.
e. Institusi Pemantauan Lingkungan Hidup.
Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero)
Instansi Pengawas : Balai Konservasi dan Sumberdaya Alam
(BKSDA) NTB.
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lombok
Tengah.
Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten
Lombok Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Kelurahan/Desa.
Instansi Pelaporan : Balai Konservasi dan Sumberdaya Alam
(BKSDA) NTB.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi
NTB.
Erosi Tanah dan Sedimentasi.
(1) Jenis dan Sumber Dampak.
a. Jenis dampak penting.
Jenis dampak penting adalah peningkatan erosi tanah
b. Sumber dampak penting.
Sumber dampak penting adalah kegiatan pembersihan lahan dan
perataan lahan..
(2) Tujuan Pemantauan Lingkungan Hidup
Tujuan pemantauan lingkungan hidup adalah untuk mengetahui
peningkatan laju erosi dan sedimentasi.
(3) Rencana Pemantauan Lingkungan.
a. Parameter Lingkungan Hidup yang Dipantau.
Parameter lingkungan yang dipantau adalah kandungan padatan
tersuspensi (TSS) dan kekeruhan badan air sungai di dalam kawasan.
Adendum ANDAL dan RKL-RPL
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ……………… VI - 11
b. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup.
Pengambilan sampel air untuk analisis kandungan TSS dan kekeruhan
air di Sungai dengan menggunakan Kemmerer Water Sampler.
Analisis sampel di laboratorium dilakukan dengan metode
Turbidimetrik/Gravimetrik. Data yang diperoleh dianalisis secara
deskriptif dengan bantuan tabel.
c. Lokasi Pemantauan Lingkungan Hidup.
Lokasi rencana pemantauan lingkungan adalah di dalam seluruh
kawasan pengembangan pada lokasi pembebasan lahan dan
perataan lahan.
d. Periode Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Rencana pemantauan lingkungan hidup dilakukan selama
pembersihan lahan dan perataan lahan pada tahap konstruksi.
e. Institusi Pemantauan Lingkungan Hidup.
Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero)
Instansi Pengawas : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah.
Balai PSDA Kabupaten Lombok Tengah.
Instansi Pelaporan : Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB
Balai PSDA Kabupaten Lombok Tengah.
6.2.4.Pembangunan Sarana dan Prasarana Kawasan.
Penurunan Kualitas Udara.
(1) Jenis dan Sumber Dampak.
a. Jenis dampak penting.
Jenis dampak penting adalah perubahan kualitas udara.
b. Sumber dampak penting.
Sumber dampak penting adalah penurunan kualitas udara akibat
kegiatan pembangunan sarana dan prasarana kawasan.
(2) Tujuan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Tujuan pemantauan lingkungan hidup adalah untuk mengetahui
perubahan kandungan partikel debu di udara.
(3) Rencana Pemantauan Lingkungan.
Adendum ANDAL dan RKL-RPL
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ……………… VI - 12
a. Parameter Lingkungan Hidup yang Dipantau.
Parameter lingkungan hidup yang dipantau adalah parameter udara
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 41/26/05/1999 tentang Baku
Mutu Udara Ambien Nasional.
b. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup.
Pengumpulan data komponen kualitas udara dilakukan melalui
pengambilan sampel di lapangan dengan menggunakan air pump
sampler, dan selanjutnya dianalisis di laboratorium.
c. Lokasi Pemantauan Lingkungan Hidup
Lokasi rencana pemantauan lingkungan adalah di dalam seluruh
kawasan pengembangan.
d. Periode Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan Hidup
Rencana pemantauan lingkungan hidup dilakukan selama kegiatan
pembangunan sarana dan prasarana kawasan pada tahap konstruksi.
e. Institusi Pemantauan Lingkungan Hidup.
Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero).
Instansi Pengawas : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah.
Dinas Pekerjaan Umum & ESDM
Kabupaten Lombok Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Kelurahan/Desa.
Instansi Pelaporan : Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTB.
Penurunan Kualitas Air.
(1) Jenis dan Sumber Dampak.
a. Jenis dampak penting.
Jenis dampak penting adalah perubahan kualitas air pada badan air
di sungai-sungai di dalam kawasan.
b. Sumber dampak penting.
Sumber dampak penting adalah penurunan kualitas air akibat
pembangunan sarana dan prasarana kawasan.
(2) Tujuan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Tujuan pemantauan lingkungan hidup adalah untuk mengetahui
Adendum ANDAL dan RKL-RPL
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ……………… VI - 13
perubahan kualitas air permukaan.
(3) Rencana Pemantauan Lingkungan.
a. Parameter Lingkungan Hidup yang Dipantau.
Perubahan kualitas air permukaan yang ada di dalam kawasan
pengembangan, khususnya parameter BOD5, COD, pH, TSS dan Fe.
b. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup.
a. Pengambilan sampel air di lapangan dengan menggunakan
Kemmerer Water Sampler.
b. Analisis sampel di laboratorium dilakukan dengan metode
Gravirnetrik
c. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan bantuan
tabel dan hasil analisis data dibandingkan dengan baku mutu.
c. Lokasi Pemantauan Lingkungan Hidup.
Lokasi Rencana pemantauan lingkungan adalah di lokasi
pembangunan sarana dan prasarana pada seluruh kawasan
pengembangan.
d. Periode Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Rencana pemantauan lingkungan hidup dilakukan selama kegiatan
pembangunan sarana dan prasarana kawasan pada tahap konstruksi.
e. Institusi Pemantauan Lingkungan Hidup.
Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero).
Instansi Pengawas : Dinas Lingkungan Hidup Kab. Lombok
Tengah.
Dinas PU & ESDM Kab. Lombok Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Kelurahan/Desa.
Instansi Pelaporan : Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTB.
6.3.PEMANTAUAN LINGKUNGAN PADA TAHAP OPERASI.
6.3.1.Penerimaan Tenaga Kerja dan Pelatihan.
Terbukanya Kesempatan Kerja dan Konflik Perebutan Lapangan Kerja.
(1) Jenis dan Sumber Dampak.
a. Jenis dampak penting.
Adendum ANDAL dan RKL-RPL
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ……………… VI - 14
Jenis dampak penting adalah terbukanya kesempatan kerja dan
konflik perebutan lapangan kerja.
b. Sumber dampak penting.
Sumber dampak penting adalah kegiatan penerimaan tenaga kerja
dan perebutan lapangan kerja.
(2) Tujuan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Tujuan pemantauan lingkungan hidup adalah untuk mengetahui jumlah
tenaga kerja dan tata cara perekrutan tenaga kerja serta jumlah kelompok
masyarakat yang diikutkan dalam pelatihan. .
(3) Rencana Pemantauan Lingkungan.
a. Parameter Lingkungan Hidup yang Dipantau.
Parameter lingkungan hidup yang dipantau adalah jumlah penduduk
lokal yang direkrut sebagai tenaga kerja dan mendapat pelatihan.
b. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup.
Pemantauan dilakukan dengan metode survei dan Focus Group
Discussion (FGD). Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan
bantuan tabel.
c. Lokasi Pemantauan Lingkungan Hidup.
Lokasi Rencana Pengelolaan dilakukan pada tapak proyek terutama
pada bagian penerimaan tenaga kerja dan tempat lokasi pelatihan
tenaga kerja.
d. Periode Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Rencana Pengelolaan lingkungan hidup dilakukan selama kegiatan
penerimaan tenaga kerja dan pelatihan tenaga kerja.
e. Institusi Pemantauan Lingkungan Hidup.
Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero)
Instansi Pengawas : Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Lombok Tengah.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Lombok Tengah.
Balai Latihan Kerja Kabupaten Lombok
Tengah.
Instansi Pelaporan : Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Provinsi NTB.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi
NTB.
Adendum ANDAL dan RKL-RPL
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ……………… VI - 15
6.3.2.Pengoperasian Kawasan Pariwisata.
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
(1) Jenis dan Sumber Dampak.
a. Jenis dampak penting.
Jenis dampak penting adalah peningkatan Pendapatan Asli Daerah
(PAD).
b. Sumber dampak penting
Sumber dampak penting adalah pendapatan melalui retribusi/pajak
hotel, restoran dan lain-lain.
(2) Tujuan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Tujuan pemantauan lingkungan hidup adalah untuk mengetahui
perubahan PAD akibat operasional pengembangan Kawasan Pariwisata
Mandalika Lombok.
(3) Rencana Pemantauan Lingkungan.
a. Parameter Lingkungan Hidup yang Dipantau.
Parameter lingkungan hidup yang dipantau adalah perubahan PAD
dan kontribusi kegiatan terhadap PAD dan PDRB Kabupaten Lombok
Tengah.
b. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup.
Pemantauan dilakukan dengan metode survei dan. Focus Group
Discussion (FGD). Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan
bantuan tabel.
c. Lokasi Pemantauan Lingkungan Hidup.
Lokasi rencana pengelolaan dilakukan dalam Kawasan Pariwisata
Mandalika Lombok khususnya pada hotel dan restoran.
d. Periode Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Rencana pengelolaan lingkungan hidup dilakukan selama kegiatan
pengoperasian kawasan.
e. Institusi Pemantauan Lingkungan Hidup.
Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero)
Instansi Pengawas : Dinas Pendapatan Provinsi NTB.
Dinas Pendapatan Kabupaten Lombok Tengah.
Adendum ANDAL dan RKL-RPL
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ……………… VI - 16
Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Kelurahan/Desa.
Instansi Pelaporan : Dinas Pendapatan Provinsi NTB.
Dinas Pendapatan Kabupaten Lombok Tengah.
Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah.
Timbulnya Limbah Cair.
(1) Jenis dan Sumber Dampak.
a. Jenis dampak penting.
Jenis dampak penting adalah timbulan limbah cair.
b. Sumber dampak penting
Sumber dampak penting adalah produksi limbah cair yang dihasilkan
dari operasional Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok.
(2) Tujuan Pemantauan Lingkungan Hidup
Tujuan pemantauan lingkungan hidup adalah untuk mengetahui kadar pH,
kandungan Fe dan padatan tersuspensi (TSS) pada outlet IPAL komunal
dan parameter BOD5, COD, pH, TSS pada badan sungai di dalam
kawasan.
(3) Rencana Pemantauan Lingkungan.
a. Parameter Lingkungan Hidup yang Dipantau.
Parameter lingkungan hidup yang dipantau adalah kadar pH,
kandungan Fe dan padatan tersuspensi (TSS) pada outlet IPAL
komunal dan parameter BOD5, COD, pH, TSS pada badan sungai di
dalam kawasan. .
b. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup
a. Pengambilan sampel air di lapangan dengan menggunakan
Kemmerer Water Sampler.
b. Analisis sampel di laboratorium dilakukan dengan metode
Gravimetrik
c. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan bantuan
tabel dan hasil analisis data dibandingkan dengan baku mutu.
c. Lokasi Pemantauan Lingkungan Hidup
Lokasi Pemantauan lingkungan hidup adalah sungai-sungai,
persawahan dan sumur penduduk yang ada di dalam kawasan.
d. Periode Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan Hidup
Pemantauan dilakukan setiap 6 bulan sekali selama pengoperasian
Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok.
Adendum ANDAL dan RKL-RPL
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ……………… VI - 17
e. Institusi Pemantauan Lingkungan Hidup
Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata Indonesia(Persero).
Instansi Pengawas : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lombok
Tengah.
Dinas Pekerjaan Umum dan ESDM Kabupaten
Lombok Tengah.
UPT Kebersihan Kab. Lombok Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Kelurahan/Desa.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
Instansi Pelaporan : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lombok
Tengah.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTB.
Timbulnya Limbah Padat.
(1) Jenis dan Sumber Dampak.
a. Jenis dampak penting.
Jenis dampak penting adalah timbulan limbah padat.
b. Sumber dampak penting.
Sumber dampak penting adalah produksi limbah/sampah padat yang
dihasilkan dari operasional Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok.
(2) Tujuan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Tujuan pemantauan lingkungan hidup adalah untuk mengetahui volume
sampah/limbah padat di dalam kawasan.
(3) Rencana Pemantauan Lingkungan.
a. Parameter Lingkungan Hidup yang Dipantau
Parameter lingkungan hidup yang dipantau adalah volume dan jenis
sampah/limbah padat di dalam kawasan.
b. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup.
Pengamatan langsung dan perlakuan di lapangan dengan bantuan
data volume sampah di TPA/TPS.
c. Lokasi Pemantauan Lingkungan Hidup.
Lokasi Pemantauan lingkungan hidup adalah di tapak proyek lokasi
pengoperasian kawasan pariwisata mandalika lombok.
d. Periode Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Adendum ANDAL dan RKL-RPL
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ……………… VI - 18
Pemantauan dilakukan selama pengoperasian Kawasan Pariwisata
Mandalika Lombok.
e. Institusi Pemantauan Lingkungan Hidup.
Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero).
Instansi Pengawas : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah.
Dinas Pekerjaan Umum dan ESDM
Kabupaten Lombok Tengah.
UPT Kebersihan Kab. Lombok Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Kelurahan/Desa.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
Instansi Pelaporan : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTB.
Timbulnya Limbah Berbahaya dan Beracun (B3).
(1) Jenis dan Sumber Dampak.
a. Jenis dampak penting.
Jenis dampak penting adalah terjadinya timbulan limbah B3.
b. Sumber dampak penting.
Sumber dampak penting adalah produksi limbah B3 yang dihasilkan
dari operasional Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok.
(2) Tujuan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Tujuan pemantauan lingkungan hidup adalah untuk mengetahui volume
dan jenis limbah B3 yang ada di dalam kawasan.
(3) Rencana Pemantauan Lingkungan.
a. Parameter Lingkungan Hidup yang Dipantau.
Parameter lingkungan hidup yang dipantau adalah jenis dan volume
limbah B3 di dalam kawasan.
b. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup
Pengamatan langsung dan pengumpulan data jenis dan volume
limbah B3 di dalam kawasan.
c. Lokasi Pemantauan Lingkungan Hidup
Lokasi rencana pengelolaan lingkungan adalah di dalam Kawasan
Pariwisata Mandalika Lombok.
d. Periode Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan Hidup
Adendum ANDAL dan RKL-RPL
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ……………… VI - 19
Rencana pemantauan lingkungan hidup dilakukan selama operasional
kawasan.
e. Institusi Pemantauan Lingkungan Hidup.
Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero)
Instansi Pengawas : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lombok
Tengah.
UPT Kebersihan Kabupaten Lombok Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Kelurahan/Desa.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
Instansi Pelaporan : Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB.
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lombok
Tengah.
Defisit Air.
(1) Jenis dan Sumber Dampak.
a. Jenis dampak penting.
Jenis dampak penting adalah defisit air.
b. Sumber dampak penting.
Sumber dampak penting adalah berkurangnya ketersediaan air bersih
yang dibutuhkan dalam operasional kawasan.
(2) Tujuan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Tujuan pemantauan lingkungan hidup adalah untuk mengetahui debit dan
penyebab terjadinya defisit air.
(3) Rencana Pemantauan Lingkungan.
a. Parameter Lingkungan Hidup yang Dipantau.
Parameter lingkungan hidup yang dipantau adalah debit/volume dan
sistem penyediaan dan penyaluran air bersih.
b. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup.
Pemeriksaan lapangan dan melakukan pengukuran debit air pada
sistem penyediaan dan penyaluran air di dalam kawasan.
c. Lokasi Pemantauan Lingkungan Hidup.
Lokasi pemantauan lingkungan hidup di tapak proyek meliputi Desa
Kute, Mertak, Sengkol, Sukadana, dan Truwai.
d. Periode Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Adendum ANDAL dan RKL-RPL
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ……………… VI - 20
Pemantauan dilakukan dua kali selama pengoperasian Kawasan
Pariwisata Mandalika Lombok.
e. Institusi Pemantauan Lingkungan Hidup
Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero)
Instansi Pengawas : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lombok Tengah
Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan ESDM
Kabupaten Lombok Tengah
UPT Kebersihan Kabupaten Lombok
Tengah
Pemerintah Kecamatan/Kelurahan/Desa
Instansi Pelaporan : BLHP Prov. Nusa Tenggara Barat
Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan ESDM
Prov. Nusa Tenggara Barat
UPT Kebersihan Prov. Nusa Tenggara
Barat
Keamanan Kawasan.
(1) Jenis dan Sumber Dampak.
a. Jenis dampak penting.
Jenis dampak penting adalah perubahan atau penurunan keamanan
kawasan.
b. Sumber dampak penting.
Sumber dampak penting adalah gangguan keamanan kawasan terkait
dengan operasional kegiatan kepariwisataan.
(2) Tujuan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Tujuan pemantauan lingkungan hidup adalah untuk mengetahui kondisi
dan sumber penurunan keamanan kawasan.
a. Parameter Lingkungan Hidup yang Dipantau.
Parameter lingkungan hidup yang dipantau adalah jumlah wisatawan
dan masyarakat sekitar kawasan yang resah akibat keamanan yang
terganggu.
b. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup.
Pemantauan dilakukan dengan metode, survei dan Focus Group
Discussion (FGD). Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan
bantuan tabel.
Adendum ANDAL dan RKL-RPL
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ……………… VI - 21
c. Lokasi Pemantauan Lingkungan Hidup.
Lokasi pemantauan lingkungan hidup disekitar kawasan..
d. Periode Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Pemantauan dilakukan dua kali setahun dilakukan selama operasional
Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok.
e. Institusi Pemantauan Lingkungan Hidup.
Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero)
Instansi Pengawas : Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten
Lombok Tengah.
Kodim Praya.
Polres Lombok Tengah.
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
Kabupateng Lombok Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Kelurahan/Desa.
Instansi Pelaporan : Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi NTB
Polda NTB.
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
Provinsi NTB.
Dukungan Event Bau Nyale.
(1) Jenis dan Sumber Dampak.
a. Jenis dampak penting
Jenis dampak penting adalah berkembangnya Event Bau Nyale.
b. Sumber dampak penting
Sumber dampak penting adalah dukungan Event Bau Nyale dari
adanya pengembangan Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok.
(2) Tujuan Pemantauan Lingkungan Hidup
Tujuan pemantauan lingkungan hidup adalah untuk mengetahui tingkat
pemanfaatan Event Bau Nyale sebagai bagian dari kegiatan
pengembangan Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok.
(3) Rencana Pemantauan Lingkungan.
a. Parameter Lingkungan Hidup yang Dipantau
Parameter lingkungan hidup yang dipantau adalah jumlah masyarakat
dan wisatawan yang terlibat dalam Event Bau Nyale setiap tahun.
Adendum ANDAL dan RKL-RPL
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ……………… VI - 22
b. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup
Pemantauan dilakukan dengan metode, survei dan Focus Group
Discussion (FGD). Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan
bantuan tabel.
c. Lokasi Pemantauan Lingkungan Hidup
Lokasi pemantauan lingkungan hidup disekitar kawasan khususnya
tempat dilaksanakannya Event Bau Nyale..
d. Periode Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Pemantauan dilakukan satu tahun sekali pada saat Even Bau Nyale
dan dilakukan selama operasional Kawasan Pariwisata Mandalika
Lombok.
e. Institusi Pemantauan Lingkungan Hidup.
Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero)
Instansi Pengawas : Dinas Pekerjaan Umum & ESDM
Kabupaten Lombok Tengah.
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
Informatika Kabupaten Lombok Tengah.
Polres Lombok Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Kelurahan/Desa.
Instansi Pelaporan : Dinas Pekerjaan Umum & ESDM Provinsi
NTB.
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
Informatika Provinsi NTB.
Polda NTB.
Kemacetan Lalu Lintas.
(1) Jenis dan Sumber Dampak.
a. Jenis dampak penting.
Jenis dampak penting adalah kemacetan lalu lintas.
b. Sumber dampak penting.
Sumber dampak penting adalah peningkatan kepadatan lalulintas
akibat kegiatan operasional Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok.
(2) Tujuan Pemantauan Lingkungan Hidup
Tujuan pemantauan lingkungan hidup adalah untuk memantau tingkat
terjadinya kemacetan lalu lintas pada saat puncak kepadatan
pengunjung/wisatawan.
Adendum ANDAL dan RKL-RPL
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ……………… VI - 23
(3) Rencana Pemantauan Lingkungan
a. Parameter Lingkungan Hidup yang Dipantau
Parameter lingkungan hidup yang dipantau adalah kemacetan yang
terjadi pada saat puncak pengunjung/wisatawan
b. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup
Pemantauan dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan
dengan menggunakan koesioner dan mencari data sekunder tentang
LHR. Data tersebut ditabulasikan dan dianalisis dengan statistik
deskriptif.
c. Lokasi Pemantauan Lingkungan Hidup
Lokasi rencana pemantau lingkungan adalah di seluruh lokasi rawan
macet baik di dalam kawasan maupun di luar Kawasan Pariwisata
Mandalika Lombok (Jalur Awang, jalur Selong Belanak dan jalur
Sengkol)
d. Periode Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Pemantauan dilakukan dua kali setahun selama kegiatan operasional
Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok.
e. Institusi Pemantauan Lingkungan Hidup.
Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero)
Instansi Pengawas : Dinas Pekerjaan Umum & ESDM
Kabupaten Lombok Tengah.
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
Informatika Kabupaten Lombok Tengah.
Polres Lombok Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Kelurahan/Desa.
Instansi Pelaporan : Dinas Pekerjaan Umum & ESDM Provinsi
NTB.
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
Informatika Provinsi NTB.
Polda NTB.
Peningkatan Prostitusi, Miras dan Narkoba.
(1) Jenis dan Sumber Dampak
a. Jenis dampak penting
Jenis dampak penting adalah berkembangnya prostitusi, miras dan
narkoba
Adendum ANDAL dan RKL-RPL
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ……………… VI - 24
b. Sumber dampak penting
Sumber dampak penting adalah kegiatan operasional Kawasan
Pariwisata Mandalika Lombok.
(2) Tujuan Pemantauan Lingkungan Hidup
Tujuan pemantauan lingkungan hidup adalah untuk mengetahui
penyebaran praktek prostitusi dan pengguna/pecandu miras dan narkoba
di dalam kawasan.
(3) Rencana Pemantaun Lingkungan
a. Parameter Lingkungan Hidup yang Dipantau
Parameter lingkungan hidup yang dipantau adalah masyarakat yang
melakukan praktek prostitusi, jumlah pengguna miras dan narkoba di
dalam kawasan.
b. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup
Pemantauan dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan
dengan menggunakan koesioner dan mengambil data sekunder di
dinas terkait di wilayah kabupaten lombok tengah. Data tersebut
ditabulasi dan dianalisis dengan statistik deskriptif.
c. Lokasi Pemantauan Lingkungan Hidup
Lokasi rencana pengelolaan adalah di dalam Kawasan Pariwisata
Mandalika Lombok dan Desa Kute, Mertak, Sengkol, Sukadana, dan
Truwai Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah.
d. Periode Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan Hidup:
Pemantauan dilakukan dua kali setahun selama kegiatan operasional
Kawasan Pariwisata Mandalika Lombok.
e. Institusi Pemantauan Lingkungan Hidup
a. Instansi Pelaksana : PT. Pengembangan Pariwisata
Indonesia(Persero).
b. Instansi Pengawas : Dinas Kesehatan Kab. Lombok Tengah.
Dinas Sosial tenaga kerja dan transmigrasi
Kab. Lombok Tengah.
Polres Lombok Tengah.
Polisi Pamong Praja Kabupaten Lombok
Tengah.
Pemerintah Kecamatan/Kelurahan/Desa.
c. Instansi Pelaporan : Dinas Kesehatan Provinsi NTB .
Dinas Sosial tenaga kerja dan transmigrasi
Provinsi NTB.
Polda NTB.
BAB VIIJUMLAH IZIN PPLH
Adendum ANDAL dan RKL-RPL
Jumlah dan Izin Izin PPLH Yang Diperlukan …………….. VII - 1
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 27 tahun
2012 tentang Izin Lingkungan, penyusunan Adendum Andal dan RKL-RPL
digunakan untuk mengurus izin lingkungan. Tujuan dikeluarkannya izin
lingkungan antara lain untuk memberikan perlindungan terhadap lingkungan
hidup yang lestari dan berkelanjutan, meningkatkan upaya pengendalian
kegiatan yang memberikan dampak negatif pada lingkungan hidup, memberi
kejelasan prosedur, mekanisme dan koordinasi antar instansi dalam
penyelenggaraan perizinan, serta memberikan kepastian hukum.
Berdasarkan kajian terhadap dampak lingkungan rencana kegiatan dan/atau
usaha yang akan dilaksanakan, pemrakarsa kegiatan memerlukan
pengurusan Izin Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)
sebagai berikut:
7.1. Izin Lingkungan
Izin lingkungan diperlukan berdasarkan Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No 27 Tahun 2012. Tujuan dikeluarkannya izin tersebut antara lain
untuk memberikan perlindungan terhadap lingkungan hidup agar tetap lestari
dan berkelanjutan, meningkatkan upaya pengendalian kegiatan yang
berdampak negatif pada lingkungan hidup, memberikan kejelasan prosedur
dan mekanisme koordinasi antar instansi dalam penyelenggaraan perizinan
kegiatan serta memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan usaha
dan/atau kegiatan. Izin lingkungan didapatkan setelah pemrakarsa kegiatan
menyampaikan dokumen lingkungan hidup yang disusun berdasarkan
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang
Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup.
7.2.Izin Tempat Penyimpanan Sementara Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B-3)
Proses pembangunan akan diperkirakan menimbulkan dampak akibat
adanya limbah dari aktivitas konstruksi dan operasional yang termasuk bahan
berbahaya dan beracun (B-3). Oleh karena itu, pemrakarsa perlu memiliki izin
penyimpanan sementara limbah B-3. Izin ini didapatkan berdasarkan
beberapa peraturan perundangan yang ada seperti Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B-3,
Adendum ANDAL dan RKL-RPL
Jumlah dan Izin Izin PPLH Yang Diperlukan …………….. VII - 2
sebagaimana telah diubah dengan PP No. 85 tahun 1999 yang sekarang telah
diubah lagi menjadi PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah
B3, Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009
tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah B-3, Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana
Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
beracun serta pengawasan Pemulihan akibat Pencemaran Limbah B-3,
7.3. Izin Pembuangan Air Limbah
Pelaksanaan konstruksi dan operasional kegiatan diperkirakan akan
memanfaatkan air yang akan berubah menjadi air limbah setelah digunakan.
Pemrakarsa perlu memiliki izin pembuangan air limbah agar memenuhi
kaidah peraturan perundangan yang berlaku. Izin ini didapatkan berdasarkan
peraturan yang terdapat dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2009 tentang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dan
peraturan lainnya.
7.4. Izin –Izin lainnya
Selain izin PPLH, pemrakarsa kegiatan wajib memenuhi semua
peraturan perundangan yang terkait, serta perlu mendapatkan izin-izin lainnya
seperti izin penggunaan air tanah (ABT), izin operasional usaha pariwisata
(TDUP, Laik Sehat, Izin Limbah Cair + B3, SIUP-MB, TDP ), izin penjualan
minuman beralkohol, dan lain lain. Pemrakarsa harus melaksanakan kegiatan
dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat
setempat untuk dapat menjadi tenaga kerja. Oleh karena itu, pemrakarsa
perlu melengkapi perencanaan kegiatan dengan ketentuan peraturan
perundangan yang menjadi kebijakan instansi teknis dan terkait di tingkat
Kelurahan/Desa, Kecamatan, Kota/Kabupaten, Provinsi dan Pemerintah
Pusat. Hasil kesepakatan dan konsultasi masyarakat perlu dijadikan acuan
sehingga pada saat akan dilaksanakannya kegiatan tidak terjadi hal-hal yang
mengakibatkan perencanaan kegiatan tidak dapat dilaksanakan seperti yang
diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Pustaka ……………….. 1
Barker, R dan Quintana E.U “ Penelitian Pendapatan dan Biaya Produksi
Beras Bibit Setempat dengan Bibit Unggul “dalam Mubyarto (ed) “ Teori
Ekonomi dan Penerapannya di Asia” . PT. Gramedia , Jakarta, 1999.
Canter, Larry W, 1996. “Environmental Impact Assessment”. McGraw-Hill,
Inc.
Cooper David, Alley, 1994. “Air Pollution Controll’. Waveland Press.Inc, Illinois
USA.
Dr. Muhammad Idrus, Metode metode penelitian sosial, pendekatan kualitatif
dan kuantitatif, UII Press, Yogyakarta, 2007.
Edmonson, W.T. , 1959. “Fresh Water Biology”. John Wiley and Sons, Inc.
New York, 124 h”.
Golterman, H.L. , 1969. “Methods for Chemical Analysis of Fresh Waters”. IBP-
Handbook No. 8. “International Biological Programme”, 7 Marylebone Road,
London, NW. 1, 172 h.
Hellawell, J.M. 1989. “Biological indicators of Fresh Water Pollution and
Environemtals Management”. Elsevier Scinece Publishers ( ltd, New York ).
Idrus, Muhammad, Metode metode penelitian sosial, pendekatan kualitatif dan
kuantitatif, UII Press, Yogyakarta, 2007.
Iyengar, NS, dkk “ Manfaat Ukuran dalam Konsumsi Rumahtangga “ dalam
Mubyarto (ed) “ Teori Ekonomi dan Penerapannya di Asia” . PT. Gramedia ,
Jakarta, 1999.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi (ed.). Metode
Penelitian Survai. Jakarta, LP3ES. 1989.
Odum, 1975. “Fundamental of Ecology”, Saunder Company, Toronto.
Daftar Pustaka ……………….. 2
Peavy H. S et al., 1985 “Enviromental Engineering”. Mc Graw-Hill Book
Company New York.
Patrick David, 1994. “Toxic Air Pollution Handbook”. Van Nostrand Reinhold,
New York.
PT Qipra Galang Kualita, World Bank Office Jakarta dan Kementerian
Lingkungan Hidup RI, 2002. “Konsultasi Masyarakat dalam AMDAL”.
Ravera, O., 1978. “Biological Aspects of Freswater Pollution Commission of
European Communities”, Pergamon Press, New York.
Soemarwoto, O. , 1988. “Analisis Dampak Lingkungan”. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Soemartono, O, 1992. “Analisis Dampak Lingkungan”, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Soeratmo, F.G., 1989. “Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)”,
Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Soeratmo, F.G., 1998. “Analisis Mengenai Dampak Lingkungan”, Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.
Tjasyono, H.K. Bayong., 1986. “Iklim dan Lingkungan”. PT. Cendikia Jaya
Utama, Bandung.
Tjasyono, H.K. Bayong., 1999. “Klimatologi Umum”. ITB, Bandung