Download - Proposal TA PGE
“ PEMODELAN TENTATIF PANASBUMI MELALUI STUDI GEOLOGI,
GEOKIMIA, DAN GEOFISIKA PADA LAPANGAN PANAS BUMI X”
USULAN PENELITIAN SKRIPSI KAJIAN KHUSUS
STUDI: GEOTHERMAL
Oleh:
Muhammad Harvan
270110120120
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2014
BAB 1
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Kebutuhan masyarakat Indonesia akan energi, terutama energi listrik, kian meningkat
dari tahun ke tahun. Menurut prediksi berdasarkan data statistik yang dipublikasikan oleh
kementrian EBTKE (Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi), jika Indonesia terus
mengandalkan sumber daya bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan energinya,
Indonesia bisa menjadi negara net-energy importing country pada tahun 2019 (EBTKE,
2012). Hal ini dikarenakan bahan bakar fosil di negara ini semakin sedikit cadangannya serta
tidak bersifat renewable atau tidak terbarukan. Oleh sebab itu, pemerintah menggalakan
target untuk mengembangkan sektor energi baru dan terbarukan, terkhususnya di bidang
panasbumi atau geothermal, sebagai defisit energi yang diprediksikan tidak akan terjadi.
Panasbumi adalah energi unconventonal yang ramah lingkungan serta jumlah
cadangannya berlimpah di Indonesia. Sebanyak 40% dari cadangan energi panasbumi dunia,
yakni sekitar 29.000 MW terdapat di Indonesia. Energi panasbumi lebih bersifat sustainable
karena fluida panasbumi yang telah diambil dari bawah permukaan melalui sumur produksi,
setelah uap panasnya diambil dan diolah menjadi energi listrik, dapat disirkulasikan kembali
ke bawah permukaan melalui sumur injeksi dibandingkan energi fossil yang harus menunggu
jutaan tahun untuk kembali terbentuk. Energi ini juga bersifat ramah lingkungan sebab emisi
karbon dioksida maupun polutan lainnya berjumlah sangat sedikit dibandingkan dengan
energi lain seperti gas atau minyak bumi.
Akan tetapi, potensi energi panasbumi di Indonesia belum dikembangkan secara
optimal. Hal ini dikarenakan oleh berbagai faktor, diantaranya kurangnya pemahaman
sumber daya manusia akan sistem panasbumi secara mendalam, seperti karakteristik air panas
dan pola alterasi hidrothermal di permukaan yang akan menggambarkan tipe reservoir suatu
sistem panasbumi, serta kondisi geologi bawah permukaan suatu lapangan panasbumi.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai
panasbumi lebih lanjut khususnya mengenai Pemodelan Tentatif Panasbumi Melalui
Metode Geofisika, Geologi, Serta Geokimia sebagai topik Tugas Akhir.
1.2 BATASAN DAN IDENTIFIKASI MASALAH
Beberapa batasan masalah dalam pengerjaan, pembahasan, dan penulisan Tugas
Akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Penentuan batas dan geometri lapisan batuan penudung dan lapisan reserovir batuan
pada sistem panasbumi melalui data geofisika
2. Penentuan lokasi kedalam zona reservoir berprospek dengan menggunakan data bor
melalui analisis tipe alterasi dan mineral penciri, loss circulation, serta penampang
tekanan dan temperatur dari sumur eksplorasi.
3. Penarikan garis isoterm dan dan penentuan zona upflow dan zona outflow
menggunakan data manifestasi panas bumi.
Berdasarkan ketersediaan data tersebut, maka masalah mendasar yang akan diteliti
adalah model panasbumi tentatif daerah penelitian. Adapun masalah yang dikaji lebih lanjut
yakni:
1. Bagaimana kondisi geologi bawahpermukaan daerah penelitian?
2. Berapa kedalaman top reservoir pada daerah penelitian?
3. Dimana lokasi zona prospek panasbumi daerah penelitian?
4. Dimana target lokasi sumur produksi diletakkan?
1.3 MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN
Kegiatan penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa
terhadap sumber daya panasbumi di lapangan ini, diantaranya adalah:
1. Mengetahui kondisi geologi bawah permukaan daerah lapangan paasbumi
2. Mengetahui gradien suhu pada daerah lapangan panasbumi
3. Mendapatkan model panasbumi tentatif dari reservoir panasbumi di daerah penelitian
4. Mengetahui zona prospek panasbumi daerah penelitian
5. Mengetahui faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan lokasi sumur
produksi
1.4 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Waktu penelitian direncanakan akan dimulai pada bulan Februari 2015 atau sesuai
waktu yang dijadwalkan perusahaan. Penelitian ini akan dilaksanakan selama tiga bulan.
Sedangkan untuk lokasi penelitian, dilaksanakan pada salah satu lapangan panasbumi PT
Pertamina Geothermal Energy yang diberikan kepada penulis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PANAS BUMI
2.1.1 Definisi Panasbumi
Panasbumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air,
dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat
dipisahkan dalam suatu sistem Panasbumi dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses
penambangan (Pasal 1 UU No.27 tahun 2003 tentang Panasbumi).
2.1.2 Konsep Dasar Panasbumi
Panasbumi membentuk suatu sistem tertentu yang disebut dengan sistem panasbumi.
Hochstein dan Browne (2000) mendefinisikan sistem panasbumi sebagai perpindahan panas
secara alami dalam volume tertentu di kerak bumi dimana panas dipindahkan dari sumber
panas ke zona pelepasan panas.
Sistem panasbumi merupakan daur hidrologi yang dalam perjalanannya air
berhubungan langsung dengan sumber panas yang bertemperatur tinggi sehingga terbentuk
airpanas atau uap panas yang terperangkap pada suatu reservoir berupa batuan poros dengan
permeabilitas tinggi.Sistem panasbumi dengan suhu tinggi terletak pada tempat-tempat
tertentu. Batas-batas pertemuan lempeng yang bergerak merupakan pusat lokasi kemunculan
hidrotermal magma. Transfer energi panas secara konduktif pada lingkungan tektonik
lempeng diperbesar oleh gerakan magma dan sirkulasi hidrotermal. Energi panasbumi 50%
berada dalam magma, 43% dalam batu kering panas (hot dry rock) dan 7% dalam sistem
hidrotermal.
Secara umum dapat dikatakan proses yang menghasilkan pembentukan anomali
geothermal adalah proses transfer panas ke permukaan bumi yang disebabkan oleh magma.
Dimana panas yang dibawa ini kemudian disimpan sementara di dalam kerak bumi dekat
permukaan <10km (Muffler, 1976, Raybach-Muffler, 1981).
Konsep tektonik lempeng menjelaskan bahwa magma yang menuju permukaan bumi
umumnya berada di sepanjang tepian lempeng (plate boundaries). Sehingga sumberdaya
panasbumi yang disebabkan oleh aktivitas magmatik atau intrusi magma diduga akan berada
di sepanjang daerah pemekaran lempeng (spreading ridges), daerah subduksi (convergent
margin), dan peluruhan batuan di tengah lempeng (interplate melting anomalies).
Prinsip dari pembentukan sistem panasbumi selalu memerlukan sirkulasi air yang
memadai. Daur hidrologi di daerah panasbumi dimulai dari air hujan yang masuk ke dalam
tanah, kemudian membentuk aquifer air, lalu terpanasi oleh sumber panas dalam bumi. Fluida
panas ini naik ke permukaan melalui retakan-retakan batuan membentuk sumber-sumber
airpanas dan keluar sebagai uap atau airpanas yang disemburkan. Airtanah yang mengalami
pemanasan akan keluar dengan dorongan arus konveksi melalui jalur-jalur struktur yang ada.
Sistem panasbumi dijumpai pada daerah dengan gradien geotermal relatif normal, terutama
pada bagian tepi lempeng dimana gradien geotermal biasanya mempunyai kisaran suhu yang
lebih tinggi daripada suhu rata-rata (Dickson dan Fanelli, 2004).
Gambar 2.1. Skema ideal sistem panasbumi (Sumber:
http://blog.ub.ac.id/vanino/files/2013/11/sabtanto-1.jpg).
2.1.2.1 Komponen Sistem Panasbumi
Sistem panasbumi yang terbentuk di kulit bumi memiliki 5 komponen utama yaitu :
1. Sumber panas
Pembentukan sumber panasbumi memerlukan panas asal yang akanmembentuk
perputaran (cycle) fluida hidrothermal dalam bentuk perbandingan uap dan airpanas.
Massa panas ini dapat berupa :
Massa panas padat, berupa berbagai macam batuan yang bersifat pembawa atau
penghantar panas (matriks batuan) hasil kontak yang berasal dari aktivitas
volkanik, seperti batuan ekstrusif maupun batuan inrusif.
Massa panas cair, dapat sebagai fluida pembawa atau penghantar panas (out flow
dan down flow sumber panasbumi yang berkaitan dengan proses kontaminasi air
tanah) dari daur panasbumi dan pengaruh struktur geologi (penekanan) sistem
hidrologi yang terjebak pada perlapisan batuan.
Massa panas mineral radioaktif, timbul dari decay mineral-mineral radioaktif
yang terdapat dibagian pluton.
Reaksi kimia (eksotermik).
2. Fluida
Fluida berfungsi sebagai media penyimpan panas dan mengalirkan panas dari
sumber panas ke permukaan bumi.Manifestasi adanya aliran panas tesebut di
permukaan bumi dapat berupa mata air, fumarol, solfatara maupun mud
volcano.Interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan mengakibatkan perubahan
komposisi batuan.Hasil dari ubahan (alterasi) hidrotermal tersebut tergantung pada
beberapa faktor, yaitu suhu, tekanan, jenis batuan asal, komposisi fluida atau tingkat
keasaman fluida, dan lamanya interaksi antara fluida panasbumi denganbatuan asal
(Browne, 1984).Fluida yang berasal langsung dari reservoir panasbumi berupa air
klorida, yaitu air atau fluida panasbumi yang mempunyai kandungan anion utama
berupa klorida, bersifat netral atau sedikit asam (dipengaruhi oleh jumlah CO2
terlarut).
3. Batuan reservoir
Batuan reservoir yaitu sebagai batuan yang bertindak sebagai tempat terakumulasinya
fluida panasbumi (uap, airpanas).Zona ini tersusun oleh batuan yang bersifat
permeabel.Reservoir panasbumi yang produktif harus memiliki porositas dan
permeabilitas yang tinggi, mempunyai geometri yang besar, suhu tinggi, dan
kandungan fluida yang cukup.
4. Batuan Penudung
Batuan penudung (cap rock) merupakan zona yang tidak lolos atau kedap air
(impermeable) atau permeabilitas rendah yang disusun oleh berbagai jenis batuan dan
berada di atas batuan reservoir, berfungsi mencegah konveksi fluida reservoir yang
panas ke luar permukaan..Dimana batuan ini bertindak sebagai perangkap sumber-
sumber panasbumi uap dan air panas. Pada umumnya pengaruh ubahan hidrothermal
cukup intensif berlangsung pada zona ini, sehingga sangat penting untuk
menginterpretasikan sifat-sifat fisik tertentu, seperti densitas dan daya hantar listrik
atau kemagnetan. Zona ini tidak selalu terbentuk oleh tekstur batuan kedap air tetapi
dapat pula oleh pengaruh ubahan hidrothermal atau disebut sebagai tertudung sendiri
oleh aktivitasnya,akibat dari pengersikan maupun pengisian mineral silika atau
mineral lempungan.
5. Permeabilitas
Permeabilitas berkurang karena pengendapan atau pembentukan mineral hidrotermal,
akan tetapi aktivitas tektonik membantu untuk membuka kembali rekahan-rekahan
yang menjadi jalan bagi fluida panasbumi (zona permeabel) (Utami dan Browne,
1999).
2.1.2.2 Manifestasi Panasbumi
Selain komponen penyusun sistem panasbumi, keberadaan suatu sistem panasbumi
ditandai oleh kehadiran manifestasi panas di permukaan. Prihadi (2005) menjelaskan pada
sistem panasbumi konvektif yang memiliki sirkulasi fluida dari daerah recharge masuk ke
dalam reservoir kemudian keluar menuju permukaan melalui daerah upflow dan outflow,
fluida akan beraksi dengan batuan sekitar dan kemudian keluar melalui rekahan-rekahan
dalam batuan. Interaksi fluida dengan batuan sekitarnya menghasilkan mineral-mineral
ubahan, sedangkanfluida yang keluar melalui rekahan akan menghaslikan air panas atau uap
panas. Gejala-gejala seperti itu yang disebut sebagai manifestasi panasbumi. Beberapa contoh
manifestasi panasbumi, antara lain:
1. Acid Crater Lake (Danau Kawah Asam)
Merupakan danau du dalam kawah gunungapi, memiliki suhu yang tinggi dan pH air
yang rendah (acid).Air dalam kawah berasal dari air meteorik yang bercampur dengan
air hasil kondensasi uap dan gas-gas magmatik dari dalam gunungapi.
2. Fumarol
Fumarol adalah uap panas yang keluar melalui celah-celah dalam batuan dan
kemudian berubah menjadi uap air (steam). Fumarol yang berasosiasi dengan sistem
hidrotermal vulkanik dapat mengeluarkan uap air dengan kecepatan >150m/s dan
umumnya mengandung gas magmatik seperti HF, HCL dan SO2. Apabila kandungan
SO2 dominan, maka suhu uap air bisa mencapai >130°C.
3. Solfatara
Solfatara adalah rekahan dalam batuan yang menyemburkan uap air yang bercampur
dengan CO2 dan H2S, kadang terdapat SO2. Disekitar lubang rekahan tersebut
diendapkan sulfur dalam jumlah yang banyak.
4. Steaming Ground
Steaming Ground terbentuk apabila uap air yang keluar sedikit jumlahnya dan keluar
melalui pori dalam tanah atau batuan. Kenampakannya berupa uap putih dan hangat,
tidak terdengar bunyi dari tekanan uap yang tinggi seperti pada fumarol.
5. Warm Ground
Gas dan uap air yang naik ke permukaan akan menaikkan suhu di sekitar daerah
thermal area sehingga suhu di daerah tersebut akan lebih tinggi dari sekitarnya dan
juga lebih tinggi dari suhu udara dekat permukaan, dimana suhu tersebut bisa
mencapai 30o -40o.
6. Neutral Hot Spring
Merupakan mata air panas dengan pH netral atau mendekati netral (6-7). Mata air ini
diassosiasikan sebagai direct discharge fluida dari reservoir ke permukaan bumi.
Umumnya mengandung ion klorida yang tinggi sehingga seringkali disebut air
klorida. Mata air ini memiliki suhu yang tinggi (>75oC) sehingga seringkali
diselimuti oleh uap panas. Di sekitar mata air sering dijumpai endapan silica sinter
dan mineral-mineral sulfida seperti galena, pirit, dan lain-lain.
7. Acid Hot Spring
Merupakan mata air panas dengan pH asam (pH<6) yang terbentuk hasil kondensasi
gas magmatik dan uap panas di dekat permukaan bumi kemudian melarut dan
bercampur dengan air meteorik.Fluida asam ini melarutkan batuan sekitar mata air
menjadi partikel-partikel kecil yang terdiri dari silica dan lempung. Apabila partikel-
partikel ini bercampur dengan air dari mata air, maka akan membentuk mudpoolsatau
mudpots. Apabila tidak bercampur dengan air, tetapi hanya berupa uap asam panas,
maka batuan yang terdisintegrasi ini akan menyebabkan ground collapse dan
membentuk lubang besar.
8. Batuan Ubahan
Temperatur tinggi dalam lapangan panasbumi akan menyebabkan reaksi antara fluida
dengan batuan yang di lewatinya, reaksi itu mengakibatkan terjadiperubahan susunan
mineral dalam batuan tersebut atau biasa disebut alterasi hidrotermal (Ellis, 1970).
2.1.2.3 Klasifikasi Sistem Panasbumi
Berdasarkan temperatur reservoirnya, Hochstein dan Browne (2000)
mengklasifikasikan sistem panasbumi menjadi:
1. Sistem bersuhu tinggi (>225oC)
2. Sistem bersuhu sedang (125o C - 225o C)
3. Sistem bersuhu rendah (<125oC)
Namun sistem panasbumi dapat dikelompokkan berdasarkan lingkungan geologinya dan
rezim perpindahan panasnya menjadi :
1. Sistem panasbumi konduktif
Sistem ini dicirikan oleh rezim panas yang disebabkan oleh konduksi itu sendiri dan
seringkali pada tempat yang tetap. Sistem panasbumi konduktif dibagi menjadi
(Raybach dan Muffler, 1981, Bowen, 1989, Nicholson, 1993):
Low Temperature(Low Enthalpy Aquifers)
Sistem panasbumi ini terbentuk pada akifer sedimen dengan porositas dan
permeabilitas tinggi, bercirikan temperature rendah/entalpi rendah dan berada
di daerah heatflow normal atau agak tinggi.
Hot Dry Rock
Sistem ini berada pada lingkungan yang memilliki temperatur tinggi dan
permabilitas rendah.
2. Sistem panasbumi konvektif
Sistem panasbumi ini dicirikan oleh adanya sirkulasi fluida.Kebanyakan panas yang
dipindahkan oleh sirkulasi fluida tersebut lebih besar daripada sistem
konduktif.Konveksi mengarah pada penambahan temperatur pada bagian atas sistem
sirkulasi sedangkan temperatur pada bagian bawah berkurang.Indikasi lokasi sistem
panasbumi konvektif pada kedalaman dangkal yang berhubungan dengan sistem
intrusi muda dapat diketahui dengan pemetaan gravitasi, yaitu berupa anomali negatif
gravitasi. Sistem panasbumi konvektifini dibagi lagi menjadi (Hochstein dan Browne,
2000, Raybach dan Muffler,1981, Bowen, 1989, Nicholson, 1993):
Volcanic Hydrothermal Syste Sistem ini umumnya terdapat pada gunungapi
bertipe stratovolcano atau kaldera yang berumur muda.
High Temperature System (Sistem Temperature Tinggi)
Sistem geothermal temperature tinngi berasosiasi dengan pusat vulkanisme
pada elevasi tinggi.Dimana pada sistem ini, panas yang mencapai ke
permukaan ialah panas yang dibawa oleh sirkulasi air meteorik dalam yang
menyapu sumber panas di bawah permukaan, umumnya berupa batuan
plutonik yang membeku. Kemudian air meteorik yang membawa panas ini ke
permukaan dengan cara konveksi. Sistem panasbumi temperatur tinggi yang
berasosiasi dengan pusat vulkanisme pada elevasi tinggi dapat dibagi lagi
berdasarkan karakteristik batuan reservoir dan batuan sekitarnya serta infiltrasi
meteorik ke dalam sistem, menjadi tiga macam yaitu: sistem dominasi uap
(vapor dominated), sistem dominasi air (liquid dominated), dan sistem
dominasi dua fase (two phase system).
1) Sistem dominasi uap (vapor dominated)
Dalam sistem ini, sirkulasi aliran dalam reservoir dan perpindahan panas didominasi oleh uap
(Goff dan Janik, 2000). Hal tersebut terjadi karena adanya tekanan termodinamika dalam
massa zat alir yang meningkat. Sumber panas umumnya berupa vulkan berumur Miosen atau
Kuarter maupun intrusi dan terdapat pada kedalaman 2 - 7 km. Saturasi air < 40% dan
saturasi uap > 60%. Besarnya suhu dan tekanan pada reservoir mendekati entalpi maksimum
"dry steam" (~240oC dan 3,3 MPa) dan bersifat konstan hingga pada bagian bawah steam
zone. Batuan pada reservoir yang memenuhi syarat untuk sistem ini adalah batuan yang
memiliki porositas dan permeabilitas tinggi, batuan sekitar yang permeabilitasnya kecil
(sehingga recharge air kecil ~<1 mD), serta batuan penudung yang kedap air. Sistem ini
memiliki permeabilitas reservoir yang tinggi, tetapi permeabilitas dalam recharge area kecil.
Saturasi air dalam reservoir adalah 0,4<(SI)<0.
Berdasarkan perubahan fase dan suhunya, sistem dominasi uap dapat dibagi lagi menjadi:
Sistem dominasi uap kering yaitu air berubah fase seluruhnya menjadi
uap. Suhu yang dibutuhkan >500 oC.
Sistem dominasi uap basah yaitu adanya percampuran air dan uap panas. Pada sistem
ini terjadi penurunan panas dan air bergerak ke permukaan. Suhu yang dibutuhkan
minimal 100 oC. Manifestasi yang sering dijumpai yaitu fumarola, steaming ground,
dan mataair sulfat. Sistem panasbumi dominasi uap ini jarang dijumpai, antara lain di
Larderello (Italia), the Geyser (USA), Matsukawa (Jepang), Kamojang dan Darajat
(Indonesia) (Goff dan Janik, 2000).
2) Sistem dominasi air (liquid dominated)
Sistem panasbumi ini sangat umum dijumpai. Sirkulasi aliran terjadi`pada fase cair dan
proses perpindahan panas ke permukaan terbentuk tanpa adanya batuan penudung. Suhu yang
dibutuhkan 50oC - 150oC. Reservoir dijumpai pada kedalaman 1800 m-3000 m.
Permeabilitas batuan pada reservoir tinggi, sedangkan pada zona recharge, permeabilitasnya
sedang. Saturasi air dalam reservoir adalah 0,7<(SI)<1. Di Indonesia, sistem panasbumi
dominasi air umumnya berasosiasi dengan gunungapi strato andesitik.
3) Sistem dominasi dua fase (two phase system)
Merupakan sistem dominasi dua fasa yaitu uap dan air. Sistem ini terjadi bila batuan pada
reservoir dan recharge area mempunyai permeabilitas sedang. Saturasi air dalam reservoir
adalah 0,4<(SI)<0,7. Contoh daerah yang memiliki sistem ini yaitu Eburru (Kenya Rift
Valley), Namarumu (Kenya Utara), dan Aluto (Ethiopian Rift).
4) Sistem Geotermal Temperatur Tinggi yang Berada pada Elevasi Sedang (Moderate
Terrain)
Dimana pada sistem ini, sumber panasnya adalah batuan kerak bumi yang panas dan luas.
Energi panas yang dihasilkannya antara lain dari partial melting bagian atas kerak bumi,
intrusi dyke pada daerah pemekaran lempeng berada dalam batuan basalt, dan batuan plutonik
yang mendingin yang berada sangat dalam di bawah permukaan bumi.
5) Intermediate and Low Temperature System (Sistem Temperatur Sedang dan Rendah)
Sistem ini terbentuk di berbagai kerangka geologi dan hidrologi, baik di sepanjang batas
lempeng aktif maupun di luar batas lempeng aktif. Semua sistem bertemperatur sedang
adalah reservoir liquid dominated (Hochstein dan Browne, 2000). Umumnya sistem ini
menghasilkan energi dari air meteorik yang masuk sangat dalam ke bawah permukaan bumi.
Sistem panasbumi seringkali juga diklasifikasikan berdasarkan entalpi fluida yaitu sistem
entalpi rendah, sedang, dan tinggi. Kriteria yang digunakan sebagai dasar klasifikasi pada
kenyataannya tidak berdasarkan pada harga entalpi, akan tetapi berdasarkan pada temperatur
mengingat entalpi adalah fungsi dari temperatur. Pada Tabel 2.1 ditampilkan klasifikasi
sistem panasbumi yang biasa digunakan.
Tabel 2.1 Klasifikasi Sistem Panasbumi Berdasarkan Temperatur
2.2 GEOLOGI PANASBUMI
Data-data geologi panasbumi bisa didapat baik dari pemetaan permukaan maupun
data bawahpermukaan seperti dari data pemboran batuan inti. Umumnya, data geologi
panasbumi berupa litologi serta tipe alterasi batuan yang terdapat dalam lapangan panasbumi.
2.2.1. Alterasi Batuan
Interaksi antara fluida panas dengan batuan reservoar atau batuan samping akan
menghasilkan sekumpulan mineral sekunder yang biasa disebut sebagai mineral alterasi
hidrotermal (Freestone dan Browne, 1994; Browne, 1997). Alterasi hidrotermal tersebut
meliputi serangkaian reaksi devitrifikasi, rekristalisasi, pelarutan, dan pengendapan (Ellis &
Mahon, 1977).
Fluida panasbumi mempunyai suhu dan tekanan yang mempengaruhi mineral-mineral
pembentuk batuan oleh proses devitrification, atau “hydrothermal rock alteration”. Browne
(1984) berpendapat pembentukan mineral-mineral alterasi hidrotermal dipengaruhi beberapa
faktor, yaitu:
Suhu
Suhu atau temperatur merupakan faktor yang mempengaruhi pembentukan mineral
alterasi hidrotermal. Pengaruh tersebut makin besar seiring dengan naiknya
temperatur. Mineral alterasi hidrotermal akan terbentuk pada kisaran temperatur
tertentu, dengan demikian keberadaan suatu mineral alterasi akan dapat memberikan
informasi mengenai temperatur, terutama bagi mineral-mineral yang mengandung OH
atau H2O di dalam strukturnya, misalnya klorit, zeolit, dsb.
Tekanan
Dibandingkan dengan lingkungan metamorfik, besarnya tekanan fluida pada
lingkungan panasbumi relatif lebih rendah. Pengaruh tekanan terhadap mineral
alterasi hidrotermal adalah sebagai pengontrol kedalaman terjadinya boiling, terutama
pada saat temperatur berada pada titik kritis. Berdasarkan pertimbangan ini, biasanya
pembahasan tekanan selalu dikaitkan dengan temperatur.
Jenis batuan induk
Tipe batuan asal sangat mempengaruhi macam-macam mineral alterasi yang
terbentuk melalui kontrol permeabilitas. Pengaruh ini sangat besar, terutama pada
kondisi temperatur rendah. Hal ini dikarenakan mineral alterasi dapat terbentuk akibat
adanya reaksi antara fluida hidrotermal dengan mineral-mineral penyusun batuan
yang dilewatinya. Misalnya : batuan asal yang bersifat basa relatif lebih mudah
teralterasi dibandingkan dengan batuan yang bersifat asam.
Permeabilitas reservoir
Mineral-mineral dan fluida yang bereaksi jarang yang mempunyai kesamaan
kandungan kimia (isochemical), karena itu diperlukan rongga atau celah untuk
melewatkan fluida tersebut dalam rangka mencapai keseimbangan. Pada batuan
dengan permeabilitas rendah, kesetimbangan antara mineral-mineral dengan fluida
yang melewatinya sangat jarang tercapai karena fluida tidak dapat bergerak bebas
sehingga mineral-mineral primer dan gelas masih tetap bertahan (belum teralterasi).
Komposisi fluida
Fluida bergerak dan bereaksi dengan mineral yang dilewatinya dalam rangka
keseimbangan kimiawi. Selama proses reaksi tersebut berlangsung, komposisi fluida
dan mineral-mineral penyusun batuan mengalami perubahan. Perubahan ini dapat
terjadi karena selama reaksi berlangsung, ada unsur-unsur dalam batuan masuk ke
dalam fluida atau sebaliknya, dan setelah keseimbangan terjadi maka terbentuklah
mineral alterasi. Adanya perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan mineral
alterasi yang dihasilkan menjadi bermacam-macam. Metode yang dipakai untuk
mengetahui komposisi fluida yang melewati batuan dengan cara melakukan reaksi
pemisahan kation dan anion dari mineral-mineral alterasi yang terbentuk.
Lamanya aktivitas proses ubahan
Semua faktor pembentuk mineral ubahan tersebut saling berhubungan, tidak mampu
berdiri sendiri.Hasil akhir proses ubahan dipengaruhi oleh konsentrasi CO2 dan H2S
yang terdapat dalam fluida hidrotermal. Kedua jenis gas tersebut merupakan
pengontrolyang penting dari jenis mineral sekunder yang terbentuk oleh proses
ubahan seperti yang ditunjukan oleh zonasi mineralnya. Dalam penentuan tingkat
alterasi mineral pada suatu batuan misalnya dari pemboran atau cutting mengacu
kepada tabel berikut.
Intensitas Alterasi Keterangan
Proses Pelapukan Mineral-mineral utama dan massa dasar
terubah oleh oksidasi temperatur rendah
Tidak Teralterasi Tidak terdapat alterasi pada minera
Alterasi lemah Rekristalisasi minor, fenokris dan massa
dasar terlaterasi lemah, urat-urat minor
Alterasi sedang Ferro-mangesia terubah, mieral-mineral
lainnya secara sedang terubah, tekstur
relik dapat terlihat, urat-urat mulai
terlihat.
Alterasi kuat Secara intensif massa dasar dengan
ferro-magnesian terubah, fenokris
feldspar terubah lemah-sedang, tekstur
relik dapat dilihat, urat-urat sering
muncul
Alterasi sangat kuat Massa dasar, ferromagnesian dan
mineral secara utuh terubah. Tekstur
relik sulit diamati
Tabel 2.2.1 Tabel Tingkat Intensitas Alterasi Hidrothermal
2.2.1.1 Kelompok Mineral Ubahan
Corbett & Leach (1998) membagi mineral ubahan menjadi 8 kelomppok berdasarkan
tingkat keasaman (Gambar 2.3), yaitu:
Kelompok silika, pH <2
Kelompok alunit, pH 2-3
Kelompok alunit-kaolin, pH 3-4
Kelompok kaolin, pH 4-5
Kelompok illit-kaolin, pH 4-5
Kelompok illit, pH 5-6
Kelompok klorit, pH 6-7
Kelompok calc-silikat, pH >7
2.2.1.2 Tipe-Tipe Alterasi Hidrotermal
Corbett dan Leach (1993) mengelompokan tipe alterasi berdasarkan mineral-mineral
ubahannya menjadi:
1. Advanced argillic termperatur rendah
Terbentuk pada temperature <180oC dengan pH asam. Tipe ini dicirikan oleh mineral
ubahan kaolinit, alunit dan kalsedon dengan mineral asesori kalsedon, kristobalit,
kuarsa dan pirit.
2. Argilik
Mineral sekunder penciri dari tipe ini adalah smektit, montmorilonit, ilitsmektit dan
kaolinit dengan mineral asesori pirit, klorit, kalsit dan kuarsa. Mineralmineral tersebut
terbentuk pada temperature antara 200o-300oC dengan pH asam hingga netral dan
salinitas rendah.
3. Advanced argillic temperatur tinggi
Terbentuk pada temperature 250o-350oC dengan pH asam. Mineral penciri dari tipe
ini adalah pirofilit, diasfor, dan andalusit dengan mineral asesori kuarsa, turmalin,
enargit dan luzonit.
4. Filik
Mineral ubahan yang hadir pada tipe ini adalah kuarsa, serisit dan pirit dengan
mineral asesori anhidrit, pirit dan kalsit. Tipe ini terbentuk pada temperature 200o-
250oC dengan pH asam hingga netral, dan salinitas beragam.
5. Propilitik
Tipe ini dicirikan oleh mineral ubahan klorit, epidot dan karbonat dengan mineral
asesori albit, kuarsa, kalsit, pirit, illit atau mineral lempung, danoksida besi. Tipe ini
diperkirakan terbentuk pada temperatur antara 100o-250oC dengan pH mendekati
netral, salinitas beragam dan permeabilitas rendah.
6. Potasik
Tipe ini dicirikan oleh mineral-mineral ubahan utama biotit dan kuarsa dengan
mineral asesori klorit, epidot, pirit dan ilit-serisit. Tipe ini terbentuk di dekat dengan
batuan intrusi sehingga memiliki temperatur >300oC dan salinitas yang tinggi.
2.2.1.3 Paleotemperatur
Alterasi hidrothermal menghasilkan mineral-mineral sekunder yang terbentuk stabil
pada temperatur tertentu, dengan situasi tersebut kita dapat mencari jejak fosil panasbumi
atau temperatur awal pembentukan mineral atau interaksi fluida yang terjadi.Beberapa
mineral asam yang stabil dapat terbentuk pada temperatur < 1500 C. seperti kaolinit, alunit,
disebabkan oleh uap air panas dekat permukaan yang bersuhu 100o C, karena adanya aliran
perkolasi kearah bawah sepanjang rekahan. Penentuan mineralogi menggunakan cara
paleotemperatur di mana setiap mineral mempunyai suhu dan tingkat keasaman (pH)
masingmasing
Tabel 2.2.2 Tabel Paleotemperatur Stabilitas Mineral
2.3 GEOFISIKA PANASBUMI
Metoda geofisika merupakan salah satu metoda yang umum digunakan dalam
eksplorasi sumber daya energi dan sering digunakan dalam tahapan eksplorasi pendahuluan.
Metode geofisika yang sering dilakukan dalam eksplorasi panasbumi adalah metode
geolistrik, gaya berat, magnetik, dan magnetotellurik.
2.3.1 Magnetotellurik
Metode magnetotellurik merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan
untuk mengetahui penyebaran nilai resistivitas bawah permukaan dengan memanfaatkan
medan elektromagnetik dengan cara melakukan pengukuran pasif komponen medan listrik
dan medan magnet alam yang berubah terhadap waktu.
Pada dasarnya, metode magnetotelurik memanfaatkan tanggapan dari bumi terhadap
penjalaran gelombang elektromagnetik yang tersusun atas dua buah komponen vektor
orthogonal yaitu intensitas medan listrik dan medan magnet dalam suatu bidang dan saling
tegak lurus dengan arah penjalarannya
Gambar 2.3.1.1 Arah penjalaran gelombang elektromagnetik
Sumber medan magnet yang digunakan pada metode ini berasal dari interaksi antara
solar wind dengan magnetosphere bumi dan mengakibatkan ionosphere mengalami fluktuasi
medan elektromagnetik dan kemudian menginduksi bumi. Sumber medan elektromagnet ini
memiliki frekuensi yang rendah (<1 Hz). Sumber medan elektromagnetik yang memiliki
frekuensi tinggi (>1 Hz) berasal dari kegiatan guntur dan kilat yang terjadi di dalam lapisan
atmosfer bumi. Selain berasal dari alam, sumber gelombang elektromagnetik juga dapat
berupa sumber buatan yaitu dengan menginjkesikan arus ke bawah permukaan.
Medan elektromagnetik mampu menginvestigasi penyebaran tahanan jenis di bawah
permukaan bumi dari beberapa puluh meter hingga kedalaman ribuan meter karena medan
elektromagnetik mempunyai kawasan frekuensi dengan rentang band frekuensi panjang.
Makin rendah frekuensi yang dipilih makin dalam jangkauan penetrasi.
Gambar 2.3.1.2 Ilustrasi sumber medan elektromagnetik alam yang berasal dari kilat dan
guntur untuk frekuensi tinggi (>1 Hz) dan berasal dari gelombang mikro untuk frekuensi
rendah (<1 Hz)
Persamaan Maxwell merupakan himpunan persamaan yang mendeskripsikan sifatsifat
medan listrik dan medan magnet dan hubungannya dengan sumber-sumbernya, muatan listrik
dan arus listrik. Secara terpisah, keempat persamaan ini masing-masing disebut sebagai
Hukum Ampere, Hukum Induksi Faraday, Hukum Gauss untuk Magnetisme, dan Hukum
Gauss.
1. Hukum Ampere
Menurut F. Simpson dan K. Bahr (2005), arus listrik pada lintasan tertutup akan
berasosiasi dengan medan magnet yang besarnya sebanding dengan total aliran arus.
Prinsip ini menjelaskan rapat arus bebas dan medan pergerakan listrik pada waktu
tertentu yang ditimbulkan dari interaksi ion yang terjadi pada lapisan ionosfer akan
menciptakan medan magnet yang kemudian merambat ke bumi.
= f + ∂D/∂t
Dimana, H = intensitas medan magnet (Ampere/meter),
f = rapat arus bebas/rapat arus listrik (A/m2),
D = medan pergeseran listrik/displacement current (Coulomb/m2),
t = satuan waktu
2. Hukum Induksi Faraday
Hukum Faraday menjelaskan bagaimana medan magnet yang berubah terhadap waktu
akan dapat menghasilkan medan listrik. Jika ada rapat fluks (B) yang berubah
terhadap waktu dan menembus suatu bidang yang dikelilingi lintasan tertutup, maka
akan menghasilkan medan listrik (E) yang arah sesuai dengan arah lintasan tertutup
tersebut.
= − (∂B/∂t)
Dimana, E = intensitas medan listrik (Volt/meter),
B = densitas flux magnetik (Weber/m2),
t = satuan waktu
3. Hukum Gauss untuk Magnetisme
Persamaan ini menjelaskan bahwa medan magnet hanya dihasilkan oleh medan listrik
yang berubah terhadap waktu atau dihasilkan oleh muatan listrik yang berubah
terhadap waktu seperti yang dijelaskan dari Hukum Ampere. Tidak ada muatan
magnetik sebagai sumber dari medan magnetik.
. = 0
dimana = densitas flux magnetik (Weber/m2)
4. Hukum Gauss
Hukum Gauss menjelaskan bahwa suatu muatan listrik akan menjadi sumber
timbulnya medan listrik/rapat fluks listrik. Jumlah total rapat fluks yang
meninggalkan suatu permukaan tertutup sama dengan total muatan yang dilingkupi
oleh permukaan itu sendiri.
. =
Dimana, = rapat arus konduksi (A/m2),
D = medan pergeseran listrik/displacement current (Coulomb/m2),
= rapat muatan bebas/densitas muatan listrik (Coulomb/m3)
Persamaan Gelombang Elektromagnetik
2 – (∂2E/∂t
2) = 0 dan 2 – ( 2 / )2
= 0
Deskripsi hubungan medan magnet dan medan listrik terhadap medium:
=
=
=
Dimana, = permitivitas material (F/m),
= permeabilitas magnetik material (H/m), dan
= konduktivitas material (Siemen/m)
Agar perilaku gelombang elektromagnetik pada batas – batas struktur dapat terekam
dengan baik, maka pengukuran resistivitas dengan metode magnetotellurik (MT) dilakukan di
tiap titik yang disusun membentuk suatu line yang sejajar dengan struktur utama regional
(inline) dan memotong struktur utama regional (xline). Selain itu, lokasi pengukuran MT
dilakukan di daerah yang relatif datar. Karena pengukuran pada daerah lembah akan
memberikan efek resistif, sedangkan pengukuran di daerah bukit memberikan efek konduktif.
Pengukuran MT juga dilakukan pada daerah yang jauh dari aktivitas yang menghasilkan
getaran elektrik dan magnetik (geoelectrical boundary) dan dilakukan pada malam hari untuk
memperkecil kemungkinan terekamnya noise.
Tanggapan yang diberikan oleh batuan di bawah permukaan berbeda – beda,
tergantung dari sifat kelistrikan dari masing – masing batuan. Resistivitas merupakan
kemampuan material bumi untuk menahan suatu arus/aliran listrik kedalam struktur batuan di
dalam bumi. Nilai resistivitas batuan berbanding terbalik dengan nilai konduktivitas batuan.
Sifat ini sangat berguna karena sifat resistivitas material/batuan sangat bervariasi. Bila tidak
mengandung mineral lempung, maka resistivitas batuan bergantung pada matriks batuan,
porositas, fluida pengisi pori – pori batuan, temperatur air formasi, dan salinitas air formasi
(Prihadi, 2005). Sementara pada batuan yang mengandung mineral lempung, arus listrik
mudah mengalir disebabkan oleh ion-ion negatif dan positif bebas kandungan mineral
lempung sehingga resistivitas batuan mengecil atau berkurang.
Tabel 2.3.1.1 Nilai tahanan jenis berbagai jenis batuan menurut M.H. Loke (2000)
Menurut Prihadi (2005), anomali resistivitas dari formasi batuan merupakan anomali
geofisika yang berkaitan langsung dengan proses yang terjadi dalam sistem panasbumi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai resistivitas adalah:
1. Matriks batuan
Apabila matriks batuan semakin segar dan kering, maka nilai konduktivitas batuan
tersebut akan semakin kecil dan nilai resistivitas batuan tersebut akan semakin besar.
Namun apabila batuan tersebut telah teralterasi atau mengandung mineral lempung,
maka batuan tersebut akan mengkungkung air yang berarti nilai konduktivitas batuan
tersebut akan semakin besar.
2. Porositas
Semakin besar volume pori dari suatu tubuh batuan, maka akan semakin banyak
volume fluida yang mungkin tertampung dalam batuan tersebut. Oleh karena itu, nilai
konduktivitas suatu tubuh batuan akan semakin meningkat apabila perbandingan
antara volume pori dengan volume batuan semakin besar.
3. Fluida pengisi pori batuan
Apabila fluida pengisi pori-pori batuan merupakan air, maka nilai resistivitas batuan
tersebut akan lebih kecil dibandingkan dengan batuan yang fluida pengisi pori-
porinya adalah uap.
4. Salinitas air formasi
Semakin tinggi salinitias air suatu formasi, maka semakin banyak ion-ion yang berada
dalam air formasi tersebut. Hal tersebut menyebabkan nilai konduktivitas air formasi
meningkat.
5. Temperatur air formasi
Nilai resistivitas berubah pada temperatur air formasi tertentu pada kondisi tertentu.
2.4 GEOKIMIA PANASBUMI
Data kimia fluida panasbumi sangat bermanfaat untuk memberikan perkiraan
mengenai sistem panasbumi yang terdapat di bawah permukaan (temperatur, reservoir, asal
dan tipe air), dan untuk mengetahui sifat fluida khususnya tentang korosifitasnya serta
kecenderungannya untuk membentuk endapan padat (scale) yang diperlukan untuk
perencanaan sistem pemipaan dalam sistem pembangkit listrik.
Kandungan kimia fluida panasbumi pada setiap tempat biasanya berbeda. Konsentrasi
ion yang berbeda-beda dapat disebabkan karena banyak hal, antara lain:
Temperatur
Kandungan gas
Sumber air
Jenis batuan
Kondisi dan lamanya interaksi air batuan
Adanya pencampuran antara air dari satu sumber dengan air dari sumber
lainnya.
2.4.1 Tipe Air Panas
Nicholson (1993) membagi air panas menjadi beberapa tipe berdasarkan kandungan
anion Cl-SO4-HCO3 yaitu:
1. Air Panas Klorida
Tipe air ini merupakan ciri khas dari fluida panasbumi dalam (deep geothermal fluid)
dan termasuk ke dalam sistem panasbumi bertemperatur tinggi. Air panas klorida
memiliki kandungan Cl, Na, dan K yang tinggi, Ca seringkali rendah, SiO2 cukup
tinggi (tergantung temperatur).
2. Air Panas Sulfat
Air panas sulfat biasanya terjadi di daerah panasbumi yang dikontrol oleh kegiatan
vulkanik aktif dimana uap terkondensasi menjadi air permukaan.Air panas tipe ini
memiliki ion SO4 yang tinggi, Cl dan HCO3 sangat rendah (terkadang 0),
mengandung Na, K, Ca, Mg, Fe, dan pH rendah (<2-3).
3. Air Panas Bikarbonat
Air panas bikarbonat merupakan hasil dari kondensasi uap air dan gas ke dalam air
bawah permukaan yang miskin oksigen, ditemukan di daerah non-vulkanik dengan
sistem bertemperatur tinggi. Kandungan ion utamanya adalah HCO3 dan memiliki pH
mendekati netral sebagai hasil dari reaksi air dengan batuan lokal.Di permukaan, air
panas tipe ini dicirikan oleh kehadiran endapan sinter karbonat atau travertine.
4. Air Panas mixing Klorida-Sulfat
Tipe air panas mixing water klorida-sulfat dapat terbentuk melalui proses
percampuran air klorida dengan air sulfat pada kedalaman tertentu; air yang dekat
dengan permukaan mengalami discharge dengan air klorida; kondensasi gas vulkanik
menjadi air meteorik; kondensasi uap magmatik atau fluida yang mengalir
mengandung klorida.
5. Air Panas Dilute Klorida-Bikarbonat
Air panas tipe ini dibentuk oleh interaksi air klorida dengan air tanah atau air
bikarbonat selama perjalanannya ke permukaan (lateral flow). Air panas ini
kemungkinan berada di daerah batas (margin) dari suatu sistem panasbumi
bertemperatur tinggi. Komposisi ion dari air panas inididominasi oleh ion klorida dan
bikarbonat dalam jumlah yang bervariatif serta memiliki pH 6-8.
Untuk menentukan jenis fluida panasbumi dapat dilakukan plotting diagram ternary.
Adapun diagram ternary yang umum digunakan adalah Ternary Plot Diagram Cl-SO4-HCO3
serta Ternary Plot Diagram Na-K-Mg.
1. Tenary Plot Diagram Cl-SO4-HCO3
Plotting diagram Cl-SO4-HCO3 dilakukan untuk menentukan tipe air dari suatu mata
air panas dengan cara memplot anion klorida, sulfat dan bikarbonat pada segitiga
ternary plot Nicholson (1993) dari hasil plot dapat diketahui air panas bertipe klorida,
sulfat, bikarbonat, mixing waters klorida-sulfatm dilute klorida-bikarbonat atau sistem
heated water steam condensates.
Gambar 2.4.1.1 Ternary Plot Diagram Cl-SO4-HCO3 (Nicholson,1993)
2. Plot Diagram Na-K-Mg
Plotting unsur Na-K-Mg ini digunakan untuk mengetahui asal dan lingkungan air
panas serta untuk mengetahui perkiraan temperatur bawah permukaan dengan cara
memplot unsur-unsur tersebut kedalam diagram segitiga Giggenbach Na-K-Mg.
Gambar 2.4.1.2 Diagram Na-K-Mg (Giggenbach,1988)
2.4.2 Temperatur Bawah Permukaan
Geothermometer adalah metode yang umum digunakan untuk memprediksi
temperatur bawah permukaan yang biasa digunakan dalam eksplorasi panasbumi (Ellis dan
Mahon, 1977). Media yang digunakan dalam geothermometer ini dapat berupa ion-ion atau
senyawa yang larut dalam air, gas-gas, maupun isotop-isotop. Perhitungan geotermometer ini
baik digunakan untuk manifestasi yang memiliki kadar klorida tinggi, sedangkan untuk tipe
air sulfat dan bikarbonat kurang baik digunakan karena fluida pada manifestasi tidak
berhubungan langsung dengan fluida reservoir (Sagala, 2009).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini, adapun untuk mencapai hasil yang diiinginkan, maka peneliti
akan melakukan beberapa metode, yang dibagi –bagi menjadi beberapa tahap yaitu Tahap
Persiapan, Tahap Pengumpulan Data, Tahap Pengolahan Data, Tahap Interpretasi Data, dan
Tahap Penyusunan Laporan yang dapat dilihat lebih rinci dalam bagan alir
Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian
3.2 LAPORAN
Hasil penelitian ini akan diberikan dalam bentuk susunan laporan baik secara tertulis
maupun dengan acara presentasi di PT Pertamina Geothermal Energy, juga dalam bentuk
laporan Tugas Akhir (TA) yang akan di kolokiumkan di depan Dewan Dosen Penguji,
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, Bandung sebagai
salah satu syarat bagi mahasiswa untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Geologi.
3.3 RENCANA JADWAL PENELITIAN
Penelitian ini direncanakan akan berjalan selama 5 bulan dengan kegiatan pengambilan data
diperkirakan akan berlangsung selama tiga bulan dan dilaksanakan di PT Pertamina
Geothermal Energy. Rencana jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tahun 2015
Juli Agustus September Oktober November
1. Persiapan
1.1 Studi Pustaka
2. Pelaksanaan
2.1 Pengumpulan Data
2.2 Analisa Data,
Diskusi, Konsultasi,
dan Evaluasi
3. Penyelesaian
3.1Penyusunan
Laporan dan
konsultasi
3.2 Presentasi Laporan
dan Kolokium
Tabel 3.2. Rencana Jadwal Penelitian
*). Jadwal bisa disesuaikan dengan kesepakan dan ketentuan dari PT Pertamina Geothermal
Energy
3.4 PEMBIMBING
Pembimbing untuk kegiatan penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu :
1. Pembimbing lapangan adalah pembimbing yang berasal dari perusahaan dimana
mahasiswa melaksanakan Tugas Akhir, dalam hal ini adalah dari pihak PT Pertamina
Geothermal Energy.
2.
BAB IV
PENUTUP
4.1 PENUTUP
Kesempatan yang diberikan PT Pertamina Geothermal Energy kepada mahasiswa
tentunya tidak akan pernah disia-siakan. Kesempatan tersebut akan dimanfaatkan seoptimal
mungkin dan hasilnya akan disusun sebaik-baiknya untuk PT Pertamina Geothermal Energy
serta kalangan akademis dalam hal ini Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran.
Semoga dengan adanya kesempatan tersebut akan terus terjalin kerjasama erat yang
akan saling menguntungkan antara pihak PT Pertamina Geothermal Energy dengan institusi
pendidikan Universitas Padjadjaran, Fakultas Teknik Geologi.
Jatinangor, 21 April 2015
Mahasiswa Peneliti
Muhammad Harvan
NPM 270110120120
Mengetahui
Ketua Program Studi S-1
Fakultas Teknik Geologi
Universitas Padjadjaran
Dr. Sc. Yoga Andriana Sendjadja, ST.M.Sc.
NIP. 197210101999031002