Download - Proposal Penelitian Baru
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan mempunyai peranan yang sangat penting karena
pada dasarnya kesehatan berkaitan erat dengan peningkatan sumberdaya manusia
yang merupakan modal dasar pembangunan. Pembangunan kesehatan yang
dilaksanakan selama ini telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
secara cukup bermakna, walaupun masih dijumpai berbagai masalah dan hambatan
yang akan mempengaruhi pelaksanaan pembangunan kesehatan.1
Salah satu masalah dalam mencapai derajat kesehatan tersebut adalah masih
tingginya angka kematian akibat penyakit saluran napas. Asma bronchial merupakan
salah satu penyakit saluran pernafasan yang bersifat kronis dan tidak menular tetapi
merupakan penyakit yang dapat diturunkan.2
Asma bronkial adalah suatu penyakit kronis yang ditandai dengan
peningkatan kepekaan bronkus terhadap berbagai rangsangan sehingga menyababkan
penyempitan saluran pernafasan yang luas dan reversible secara spontan dengan
pengobatan. Asma bronkial masih menjadi masalah kesehatan dihampir semua negara
di dunia. Lebih kurang 100 juta orang di dunia menderita penyakit asma. Penyakit ini
diderita oleh anak-anak sampai orang dewasa dengan derajat penyakit yang ringan
sampai berat, bahkan mematikan.3,4
Asma bronkial merupakan penyakit yang sudah dikenal di masyarakat.asma
tercatat sebagai Penyebab kematian nomor tiga pada penyakit saluran pernafasan.
Insidennya meningkat di seluruh dunia terutama pada anak sehubungan dengan
kemajuan industri dan meningkatnya polusi. Peningkatan morbilitas dan mortilitas
asma di seluruh dunia, khususnya peningkatan jumlah perawatan pasien di rumah
sakit atau kunjungan ke emergensi menunjukkan bahwa pengelolaan asma belum
berjalan sebagaimana yang diharapkan, terutama di daerah perkotaan dan industri, hal
ini juga disebabkan oleh karena peningkatan kontaj dan interaksi alergen di rumah
(asap perokok pasif) dan atmosfer (debu kendaraan). Kondisi sosioekonomi yang
rendah juga menyulitkan dalam pemberian terapi yang baik.4,5
1
Prevalensi asma di seluruh dunia adalah sebesar 8-10% pada anak-anak dan 3-
5% pada orang dewasa dan dalam 10 tahun terakhir ini meningkat sebesar 50%.
Setiap tahun mortalitas asma meningkat di seluruh dunia daro 0,8 per 100.000 (1977),
menjadi 1,2 per 100.000 (1990) dan meningkat lagi menjadi 2,1 per 100.000 (1991).6
Di Negara-negara berkembang seperti India diperkirakan 15-29 juta pasien
menderita asma. Di afrika trendnya bervariasi, di Kenya dari seluruh penduduk
terdapat 11% penderita asma dan di Nigeria prevalensinya 18%. Singapura
melaporkan peningkatan prevalensi asma dari 3,9% (1976) menjadi 13,7% (1987), di
Manilla dari 14,2% (1976) menjadi 22,7% (1987).5,7
I.2 Rumusan Masalah
Belum diketahuinya karakteristik penderita asma bronkial dewasa yang
dirawat di RSUD Labuang Baji periode Januari-Desember 2013.
I.3 Tujuan Penelitian
I.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik penderita asma bronkial dewasa yang dirawat
inap di RS Labuang Baji tahun 2012-2013.
I.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui distribusi penderita bedasarkan umur.
b. Mengetahui distribusi penderita bedasarkan jenis kelamin.
c. Mengetahui distribusi penderita berdasarkan pekerjaan .
d. Mengetahui distribusi penderita berdasarkan suku.
e. Mengetahui distribusi penderita berdasarkan riwayat orang tua/keluarga.
f. Mengetahui distribusi penderita berdasarkan riwayat keluhan utama.
1.4 Manfaat Penelitian
I.4.1 Sebagai bahan masukan dan memberikan informasi bagi pihak RS Labuang Baji
Makassar terutama bagi pembuat keputusan untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan dalam pengobatan dan perawatan bagi penderita asma brokial.
I.4.1 Bagi penulis, penelitian ini sangat berguna untuk meningkatkan wawasan dan
pengetahuan tentang penyakit asma bronkial serta menambah pengalaman khususnya
2
dalam melakukan penelitian ini, selain itu sebagai tugas dalam rangka menyelesaikan
studi penulis di FK UNHAS Makassar.
I.4.3 Sebagai bahan masukan peneliti lain yang membutuhkan data penelitian ini.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.I. Paru-paru dan Cara Kerjanya
Fungsi utama paru-paru adalah menyuplai oksigen (O2), udara masuk ke
dalam aliran darah dan menegeluarkan karbondioksida (CO2) dari tubuh ke udara.
Berkaitan dengan fungsi paru-paru tersebut maka seseorang yang terkena penyakit
asma, yang merupakan salah satu bentuk penyakit paru-paru, proses mekanisme
suplai oksigen dan pengeluaran karbondioksida akan terganggu. Itulah sebabnya
seseorang yang menderita asma dapat kekurangan oksigen sehingga dapat
menimbulkan akibat yang serius atau setidaknya akibat yang lebih ringan tubuh dapat
kelebihan karbondioksida.
Saluran pernafasan dimulai dari hidung dan mulut. Setelah melewati hidung,
udara masuk ke faring (tenggorokan). Ujung bagian bawah dari faring akan terbelah
menjadi dua saluran yang berbeda, yaitu trakea (saluran pernafasan) dan esophagus
(saluran makanan).
Sewaktu melewati trakea, udara mengalami proses pembersihan yang
dilakukan lapisan dalam di sepanjang permukaan trakea. Lapisan dalam trakea ini
akan menyapu lendir yang tercemar menuju ke arah atas menjauhi paru-paru. Dengan
demikian kotoran dapat dikeluarkan saat batuk atau menelannya.
Untuk memudahkan pemahaman mengenai anatomi paru-paru berikut ini
akan diuraikan tentang bagian paru-paru.
4
Gambar 1. Anatomi Paru
2.1.1 Trakea
Trakea bercabang menjadi 2 saluran atau bronkus. Satu saluran menuju paru-
paru kiri dan saluran lainnya menuju paru-paru kanan. Untuk selanjutnya trakea ini
bercabang-cabang menjadi saluran lebih kecil.
2.1.2 Bronkiolus
Bronkiolus yang paling ujung (bronkiolus pernafasan) mengarah ke pembuluh
alveolar dan berakhir pada kantung-kantung mikro yang disebut alveoli. Tugas
bronkiolus adalah melakukan pertukaran gas antara udara dan darah.
2.1.3 Alveoli
Alveoli jumlahnya sangat banyak mencapai jutaan kantong. Di bagian paru-
paru ini akan terjadi pertukaran gas antara O2 dengan CO2.
Tepat di sebelah alveoli terdapat pembuluh darah kapiler halus yang berfungsi
membawa darah yang telah mengalami deoksigenasi (pengosongan oksigen) dari sisi
kanan jantung. Oksigen menyebar dari udara masuk ke darah dan mengisinya hingga
darah kembali bermuatan oksigen. Sementara karbondioksida dipindahkan dari darah
ke udara lewat paru-paru sehingga dapat dikeluarkan dari tubuh lewat nafas.
5
Perpindahan oksigen dari udara ke dalam darah terjadi pada akhir rangkaian saluran
yang panjang, pembuluh dan rongga. Begitulah proses ini berlangsung sepanjang
hayat seseorang.
Berbagai penyakit paru-paru menimbulkan pengaruh buruk. Penyakit asma
akan menimbulkan gangguan pernafasan pada tingkat yang berbeda. Untuk
memahami penyakit asma ini maka perlu diketahui mekanisme menghirup dan
mengeluarkan udara dari dan ke paru-paru lewat suatu proses kontraksi dan relaksasi
otot. Oleh para dokter kejadian tersebut disebut ventilasi.
Paru-paru bekerja seperti sepasang penghembus dengan dilengkapi gelang
kenyal yang mengelilingi gagangnya. Serangkaian otot secara periodic akan
melakukan kontraksi (peregangan) sehingga menyebabkan dada membesar. Hal ini
akan mengakibatkan penurunan tekanan udara di dalam paru-paru sehingga udara
luar akan terhisap masuk ke dalam paru-paru. Kemudian di saat otot mengalami
relaksasi (mengendur), dada mengempis kembali ke ukuran aslinya dan udara
ditiupkan keluar. Secara normal proses demikian berlangsung secraa konsisten dan
tanpa disadari. Udara akan masuk dan keluar di bawah kendali pusat saraf di otak.
Bila seseorang melakukan aktivitas olahraga, sedang gembira, kaget, atau
takut maka pusat pernafasan akan meningkatkan kecepatan dan kedalaman nafas
guna memenuhi kebutuhan ekstra dari tubuh.
Pada manusia yang sehat dan tidak sedang menderita asma, saluran
pernafasan secara keseluruhan memiliki ruang lingkar yang cukup memadai sehingga
udara dapat keluar dan masuk dengan leluasa tanpa hambatan.8
2.2 Definisi Penyakit Asma Bronkial
Dari dulu, yaitu sejak munculnya ilmu kesehatan, penyakit asma telah dikenal
orang. Istilah asma digunakan pertama kali lebih dari 2000 tahun yang lalu oleh
Hipocrates. Asma berasal dari bahasa Yunani yang berarti sesak.9
Asma bronkial adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh peningkatan
respon dari trakea dan bronkus terhadap bermacam-macam stimulus, ditandai dengan
penyempitan bronkus atau brokiolus yang berakibat sesak nafas. Penyempitan
bronkus disebabkan oleh kontraksi otot polos, pembengkakan dinding bronkus dan
6
sekresi yang berlebihan dari kelenjar-kelenjar di mukosa bronkus. Atau lebih
sederhana lagi Asma Bronkial adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan
saluran nafas yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam
maupun luar tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan
saluran pernafasan secara menyeluruh.9,10
Asma itu merupakan salah satu jenis penyakit yang dapat hilang dan timbul.
Bahkan pada penderita yang parah sekalipun penyakit ini tidak secara terus menerus
hadir.5
2.3 Epidemiologi Asma
2.3.1 Distribusi dan Frekuensi
Asma merupakan penyakit yang umum didapat pada seluruh lapisan
masyarakat, selalu dianggap penyakit yang ringan oleh sebagian besar orang tetapi
dapat menyebabkan kenaikan angka kematian setiap tahunnya. Penyakit ini diketahui
dapat menyerang semua kalangan, mulai dari anak kecil sampai dewasa, baik laki-
laki maupun perempuan, baik pada orang yang sosial ekonominya tinggi maupun
orang yang sosial ekonominya rendah.
Beberapa penelitian member petunjuk bahwa peningkatan prevalensi asma
sebagian besar negara adalah lambat, terutama di antara negara-negara berkembang
yang mana angka di daerah perkotaan lebih tinggi di daerah pedesaan. Di Amerika
Serikat asma lebih banyak ditemukan di antara orang yang berkulit hitam daripada
orang yang berkulit putih tetapi di Inggris hubungan ini tidak begitu jelas. Orang Asia
mempunyai prevalensi yang lebih rendah dibandingkan orang yang berkulit putih di
Inggris.9
Pada anak-anak prevalensi asma dalam kelompok umur 5-12 tahun di atas
10%. Penelitian di Australia menunjukkan prevalensi mendekati 20%. Rasio jenis
kelamin pada anak-anak sekitar 7 tahun menunjukkan bahwa anak laki-laki satu
setengah sampai dua kali lebih sering terkena asma daripada anak perempuan, tetapi
selama masa remajanya keadaan anak laki-laki lebih baik daripada anak perempuan
dan pada saat mereka mencapai masa dewasa insidennya menjadi hampir sama.9,10
7
Gambaran umum untuk prevalensi asma di Inggris adalah 5 % pada orang
dewasa dan 10% pada anak-anak. Pada anak-anak, angka prevalensi yang diperoleh
dari penelitian pada lokasi yang berbeda di Inggris berkisar antara 8% sampai 15%.
Prevalensi ini juga terlihat meningkat di negara-negara lainnya, seperti Kanada,
Australia, dan New Zealand. Pada orang dewasa, pria dan wanita kurang lebih
prevalensinya sama, sedangkan pada anak-anak, perbandingan antara laki-laki dan
perempuan adalah sekitar 2:1.11
Penelitian prevalensi asma di Australia 1982-1992 didasarkan kepada data
atopi, mengi dan HRB menunjukkan kenaikan prevalensi asma akut di daerah lembab
(Belmont), dari 4,4% (1982) menjadi 11,9% (1992). Data dari daerah Perifer yang
kering adalah sebesar 0,5% dari 215 anak dengan bakat atopi sebesar 20,5%, mengi
2%, HRB 4%.
Di Indonesia belum didapatkan angka-angka yang pasti. Di Rumah Sakit
Kariadi Semarang pada tahun 1974 didapatkan 763 penderita 15% dari seluruh
pengunjung sedang pada tahun 1975 didapatkan 883 penderita (6% dari seluruh
pengunjung) menderita asma bronkial.9
Dari seluruh penyakit yang disebabkan alergi, asma bronkial merupakan
frekuensi terbesar yang menyebabkan morbiditas dan mortilitas. Kematian oleh
karena asma terus meningkat, di Inggris dan Wales didapatkan angka kematian anak-
anak usia 5 tahun sampai dengan 64 tahun berjumlah 720 penderita.9
Asma lebih umum terdapat pada anak-anak. Sebagian besar penderita
mengalami serangan sebelum berusia 10 tahun. Asma dapat timbul pertama kali
setiap usia, tetapi paling umum pada masa kanak-kanak. Gejala-gejala dapat
berkembang pada 50% penderita asma anak-anak dengan serangan pada waktu
berusia 3 tahun dan 80% dengan serangan pada waktu berusia 5 tahun.9
2.3.2.Determinan
a. Faktor Penyebab Asma Bronkial
Asma merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan penyempitan jalan
nafas yang reversible. Masalah utamanya adalah kepekaan seaput lendir bronkial dan
8
hiperreaktif otot bronkial.11 Jika ada rangsangan pada bronkus yang hiperreaktif akan
terjadi hal-hal berikut ini:
1. Otot bronkus akan mengerut dan menyempit
2. Selaput lendir bronkus membengkak
3. Produksi lendir menjadi banyak dan kental. Lendir yang kental ini sulit
dikeluarkan sehingga penderita menjadi sesak nafas.10
Keadaan bronkus yang sangat peka dan hiperreaktif pada penderita asma yang
menyebabkan saluran menjadi sempit, akibatnya pernafasan yang terganggu. Di
dalam paru-paru, ada jaringan otot yang mengelilingi semua saluran pernafasan,
kecuali saluran pernafasan yang terkecil. Pada orang normal, fungsi otot ini tidak
diketahui, tetapi pada penderita asma, otot ini mempunyai arti penting. Kontraksi otot
inilah (disertai radang dan produksi lendir yang berlebihan), yang menyebabkan
hambatan pada saluran pernafasan yang menjadi sebab ketidaknyamanan penderita
asma.10
Kontraksi otot saluran pernafasan, merupakan kejadian utama dalam asma,
terjadinya kontraksi otot ini juga menimbulkan reaksi lain di saluran pernafasan paru-
paru. Reaksi ini merupakan respon tubuh yang biasa terjadi terhadap segala jenis
serangan ataupun iritasi, dan disebut radang.11
Salah satu akibat radang adalah timbulnya pembengkakan. Hal ini terutama
karena akibat berkumpulnya cairan, dan dikenal sebagai oedema. Biasanya
pembengkakan ini tidak menimbulkan masalah besar, tetapi dalam saluran pernafasan
yang sempit di dalam paru-paru, pengaruhnya sama sekali berbeda.11
Pada penderita asma, saluran pernafasan dan cabangnya telah terhambat oleh
kontraksi otot halus ini. Pembengkakan dinding saluran pernafasan akan
memperburuk keadaan, karena mengurangi pembukaan yang bisa dilalui udara.12
Reaksi radang juga menyebabkan paru-paru membentuk lebih banyak
substansi kental serta lengket yang disebut mukosa atau lendir. Lendir bertumpuk di
saluran pernafasan yang sempit, makin menyumbat saluran ini. Disaat penderita asma
berusaha untuk menghembuskan nafas, tekanan udara bertambah di dalam dada,
9
menekan saluran pernafasan dan mempersempitnya. Pada saat ini mulai terjadi awal
lingkaran setan.11
Keadaan ini berkaitan dengan proses pernafasan. Saat kita menarik nafas,
tekanan dalam dada menurun, menciptakan kekosongan. Berkurangnya tekanan ini
membantu mempertahankan agar saluran-saluran pernafasan tetap terbuka, yakni
dengan menarik dindingnya.12
Di lain pihak, saat kita menghembuskan nafas, tekanan meningkat, sehingga
berpengaruh terhadap dinding saluran pernafasan dan cabang-cabangnya, akibatnya
cenderung menjadihkan pipih. Keadaan ini membuat saluran pernafasan semakin
sempit sehingga makin menyulitkan untuk menghembuskan nafas. Inilah alas an
mengapa penderita asma mengalami kesulitan besar saat harus menghembuskan nafas
dan mengapa suara mengi terjadi pada saat yang bersamaan.11
b. Faktor Pencetus Asma
Berikut ini beberapa faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan asma:
1. Alergen
Alergen adalah zat yang menimbulkan alergi. Alergen merupakan faktor
pencetus yang sering dijumpai pada asma. Diperkirakan 30-40% serangan asma pada
orang dewasa dicetuskan oleh alergen, sedangkan pada anak jumlah ini lebih tinggi
lagi. Alergen dapat masuk ke dalam tubuh melalui hirupan, makanan, minuman
suntikan, atau tempelan pada kulit. Jenis alergen adalah makanan (susu, telur, kacang,
ikan laut, coklat), debu rumah, tungau debu rumah, spora jamur, serpihan kulit anjing
atau kucing, dll.
Dari semua alergen tersebut yang paling sering menjadi pencetus asma adalah
tungau debu rumah (Dermatophagoides pteronyssymus atau Dermatophagoides
farina).
Tungau debu rumah senang hidup di tempat yang lembab dan banyak
makanan, seperti di tempat tidur dan dapur. Mereka juga hidup di karpet, buku-buku
tua, barang-barang berbulu, seperti selimut, gorden, dan kursi. Kotoran, air seni, dan
potongan-potongan badan tungau yang telah mati juga dapat mencetuskan asma,
karena sangat kecil dan ringan, partikel-partikel tungau sangat mudah tertiup angin
10
dan tersebar di udara. Hewan peliharaan juga dapat mencetuskan asma, contohnya
anjing,kucing, dan kuda.
2. Non Alergen
a. Infeksi saluran nafas
Infeksi saluran nafas merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering
menimbulkan asma. Diperkirakan dua pertiga asma anak dan sepertiga penderita
asma dewasa, serangannya ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas. Berbagai virus,
misalnya virus influenza sangat sering dijumpai pada penderita yang sering mndapat
serangan asma. Kemungkinan mendapat serangan asma semakin besar jika infeksi
yang terjadi cukup berat.
Pada orang normal, infeksi saluran nafas hanya akan menyebabkan batuk,
pilek, dan demam. Namun pada penderita asma, gejala ini akan diikuti dengan
serangan asma.
b. Iritan
Iritan atau polusi udara dalam rumah dapat menimbulkan asma misalnya, asap
rokok, minyak wangi, semprotan obat nyamuk, atau semprotan rambut. Penderita
yang tidak merokok bisa mendapat serangan asma karena berada dalam ruangan yang
penuh asap rokok.
Polusi udara akibat pabrik juga dapat mengganggu penderita asma karena
penderita asma sangat peka terhadap zat-zat hasil sampingan yang dikeluarkan
pabrik, terutama asap yang mengandung hasil pembakaran berupa sulfur dioksida dan
oksida fotokemikal.
c. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik yang terlalu berat atau terlalu berlebihan menimbulkan
serangan asma pada sebagian besar penderita asma. Lari cepat dan bersepeda paling
cepat enimbulkan serangan asma.
Pada penderita asma dianjurkan untuk melakukan pemanasan sebelum
berolahraga. Serangan asma akibat kegiatan jasmani biasanya terjadi setelah selesai
olahraga. Biasanya, berupa sesak yang berlangsung selama 10-60 menit.
11
Meskipun demikian, penderita asma tidak perlu menjauhi olahraga karena
dalam jangka panjang olahraga justru bermanfaat bagi penderita asma dan akan
meningkatkan kabugaran paru-parunya. Yang penting diperhatikan adalah porsi
olahraganya.
d. Obat-obatan tertentu
Obat-obat tertentu juga dapat mencetuskan serangan asma. Yang paling sering
adalah obat-obat yang termasuk dalam golongan penyekat reseptor-beta (beta-
blockers) yang digunakan sebagai pengobatan pada penyakit jantung koroner dan
tekanan darah tinggi. Aspirin dan obat-obatan anti rematik juga dapat mencetuskan
serangan asma pada 2-10% penderita asma. Serangan asma yang ditimbulkan bisa
berat, kadang-kadang disertai dengan gejala alergi lain, seperti mata dan bibir
bengkak serta gatal-gatal pada kulit, meskipun mekanismenya bukan reaksi alergi.
Obat-obat lain, bahkan anti asma pernah juga dilaporkan dapat mencetuskan asma,
meskipun jarang.
e. Faktor emosi
Faktor emosi, misalnya rasa marah dan cemas, selain dapat mencetuskan asma
juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada.
Asma yang disertai luapan emosi misalnya tertawa dan menangis dapat
berkaitan dengan respon saluran nafas yang hiperreaktif terhadap inspirasi dalam atau
terhadap penghirupan udara yang dingin dan kering dan bukan terhadap emosi itu
sendiri.
f. Cuaca
Cuaca yaitu perubahan tekanan udara, perubahan suhu udara dan kelembaban
udara, juga dapat menimbulkan serangan asma. Udara dengan kelembaban yang
tinggi dapat mencetuskan serangan asma. Udara yang terlalu panas atau terlalu dingin
juga dapat menimbulkan serangan asma.
g. Akibat pekerjaan
Beberapa ahli memperkirakan bahwa lebih dari 5% dari kasus asma orang
dewasa mempunyai sumber di tempat kerja dan lebih dari 200 pencetus telah
dilaporkan, misalnya debu dan udara yang dingin.
12
Masih ada beberapa bulan lain yang belum disebutkan di atas yang dapat
mencetuskan serangan asma, misalnya zat pengawet atau zat pewarna makanan. Pada
sebagian penderita, meskipun telah dilakukan beberapa pemeriksaan ternyata sulit
sekali untuk menentukan faktor yang menjadi pencetus serangan asma.
Hubungan Asma dengan Faktor Keturunan dan Alergi
Alergi adalah reaksi yang tidak normal terhadap zat-zat tertentu, yang bagi
sebagian besar orang zat-zat tersebut tidak menimbulkan gangguan yang spesifik.
Gejala alergi akan timbul jika kita mempunyai bakat atau kecenderungan alergi dan
ada zat yang menimbulkannya.
Kecenderungan untuk mendapatkan alergi dipengaruhi oleh faktor keturunan
meskipun belum diketahui mekanismenya. Yang jelas penderita dengan penyakit
alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga menderita alergi. Jika salah satu
dari kedua orang tua menderita alergi, kemungkinan anaknya akan menderita alergi
adalah 50%. Kemungkinan bertambah menjadi 75% jika kedua orang tuanya
menderita alergi. Penyakit alergi yang diderita belum tentu sama dengan alegi yang
diderita oleh orang tuanya karena yang diturunkan bukan penyakitnya, melainkan
bakat atau sifat alerginya. Seorang ayah yang menderita asma, mungkin akan
menurunkan pada anaknya alergi pada kulit (eksim) atau hidung (pilek).
2.4 Klasifikasi Asma Bronkial
2.4.1 Asma Bronkial Tipe Atopik (Ekstrinsik)
Individu yang pertama kali didiagnosa menderita asma pada masa anak-anak
cenderung menderita asma yang disebut asma atopik, asma alergi atau asma
ekstrinsik. Atopik merupakan sifat keturunan. Seseorang yang mengidap atopik jika
terkena rangsang dari luar akan membuat yang bersangkutan menjadi lebih sensitive
terhadap substansi alergi yang dapat mendorong terjadinya respon alergi.
Pada golongan penderita atopik munculnya keluhan biasanya terkait langsung
dengan terjadinya kontak seseorang terhadap alergi dalam suasana lingkungan yang
spesifik. Respon ini umumnya dapat diuji derajat kepekaannya, misalnya dengan uji
kulit atau perangsangan bronkial. Sifat-sifat yang sering melekat pada asma atopik
adalah sebagai berikut:
13
a. Timbul sejak kanak-kanak
b. Terdapat anggota family lain yang menderita asma
c. Sering ditandai dengan adanya eksim pada waktu bayi
d. Sering menderita rhinitis
Penderita atopi akan lebih mudah terserang penyakit-penyakit alergi seperti
eksim dan hay fever karena atopik bersifat keturunan maka asma atopik cenderung
diturunkan dalam keluarga. Walaupun tidak semua anggota keluarga menderita asma,
seringkali ada riwayat dan bakat tertentu dari masing-masing anggota keluarga
terhadap penyakit atopik jenis lain, seperti eksim.
Dalam perkembangannya, gangguan atopik tersebut akan berangsur membaik
sejalan dengan bertambahnya usia. Hal ini dialami oleh banyak penderita. Atopik
dapat hilang sama sekali ketika seseorang mulai menginjak masa pubertas.
Asma atopik yang alergik juga dikenal sebagai bentuk asma ekstrinsik, karena
serangan biasanya ditimbulkan oleh alergen dari luar.
2.4.2 Asma Bronkial Tipe Non-atopik (intrinsik)
Pada golongan penderita asma bronkial tipe non-atopik, keluhan tidak ada
hubungannya dengan kontak seseorang terhadap alergen.
Sifat-sifat yang melekat pada penyakit asma ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Serangan timbul setelah dewasa
b. Tidak ada anggota keluarga yang menderita asma
c. Penyakit infeksi sering memperberat keadaan
d. Ada hubungan dengan pekerjaan ata, beban fisik
e. Rangsangan psikis mempunyai peran yang cukup nyata menimbulkan
serangan asma
f. Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan non-spesifik merupakan keadaan
yang peka bagi penderita.
Dalam berbagai hal, asma bronkial non-atopik ini berbeda dengan asma
atopik. Individu dengan asma non-atopik tidak memiliki alergen khas dan nyata yang
dapat mengakibatkan terjadinya serangan. Walaupun ada faktor-faktor tertentu yang
memicu timbulnya serangan, tetapi penyebabnya bukan alergi. Pada saat serangan
14
datang maka sifatnya cenderung berlangsung dalam jangka waktu lama dan seringkali
bersifat serius. Tidak jarang penyakit ini berubah menjadi kronis sehingga
membutuhkan pengobatan secara terus menerus. Kadangkala penderita asma intrinsic
dapat menjadi peka terhadap aspirin dan obat-obat sejenis. Namun karena kepekaan
ini bukan merupakan gejala alergi sesungguhnya, maka keadaan tersebut disebut
sebagai intoleransi aspirin.
a. Asma tak aktif
Penderita asma tak aktif pada orang dewasa atau remaja ditandai dengan
riwayat asma yang samar-samar. Kondisinya sering tidak menampakkan gejala asma
dan ketika diperiksa fungsi paru-parunya ternyata tidak menampakkan gejala asma
dan ketika diperiksa fungsi paru-parunya ternyata tidak normal demikian juga gas
darah arterinya.
b. Asma ringan
Penderita asma ringan mengalami serangan asma kurang dari dua episode
asma per bulan. Gejalanya tidak melumpuhkan dan mudah dipulihkan dengan aerosol
bronkodilator.
c. Asma sedang
Penderita asma sedang mengalami serangan asma hampir setiap minggu. Sifat
serangannya menetap sampai berjam-jam dalam beberapa hari. Gejalanya bersifat
kronik dan mengganggu kehidupan sehari-hari.
d. Asma berat
Penderita asma berat mengalami gejala serangan setiap hari, menderita asma
kontinu, dan pola kehidupan harian mereka mengalami kemunduran dengan sangat
jelas. Penderita asma berat selalu disertai dengan fungsi paru-paru yang abnormal.
Jenis asma ini memerlukan terapi jangka panjang, berminggu-minggu sampai
berbulan-bulan.
e. Status asmatikus
Penderita yang mengalami status asmatikus menderita asma berat setiap hari,
terus menerus, dan mengalami kesulitan pernafasan secara nyata. Respon terhadap
pengobatan yang dilakukan berlangsung secara perlahan-lahan. Fungsi paru-paru
15
sangat terganggu sehingga penderita sering tak sanggup mejalani uji-uji yang
dilakukan oleh rumah sakit. Pada keadaan ini, status gas darah menunjukkan pada
keadaan asam, mengalami kekurangan oksigen berat, dan terjadi peningkatan tajam
kadar CO2 dalam darah.
2.4.3 Asma Bronkial Campuran (mixed)
Pada golongan penderita asma bronkial, gejala dan keluhan akan diperburuk
oleh faktor-faktor intrinsic dan ekstrinsik. Jenis asma ini berlangsung lama dan
cenderung terjadi pada individu yang berumur tua serta banyak merokok.
Tanda utama asma bronkial campuran adalah batuk-batuk berlendir yang
sering kambuh. Salah satu akibatnya adalah menyempitnya saluran pernafasan dan
timbulnya sumbatan-sumbatan di tempat-tempat tertentu yang biasanya bersifat
permanen. Keadaan ini menjadi alas an sehingga dokter kemudian memasukkan jenis
asma ini ke dalam kelompok penyakit penyumbatan saluran pernafasan kronis.
Penyakit lain yang masuk golongan ini adalah emphysema, bronchitis dan
bronchiectasis. Namun demikian, kadang kala sumbatan udara yang berkaitan dengan
penyakit ini cukup beragam. Oleh karenanya, sampai pada tingkatan tertentu penyakit
asma campuran ini sering dianggap dapat diabaikan. Akibat lebih jauh lagi bila
kondisi sumbatannya berat seingkali menimbulkan nafas mengi.
2.5 Gambaran Klinis
Serangan asma mendadak secara klinis dapat dibagi atas tiga stadium.
2.5.1 Stadium pertama ditandai dengan batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi
sebagai akibat iritasi riak yang kental dan yang mengumpul. Pada stadium ini
terjadi edema atau pembengkakan dinding bronkus.
2.5.2 Stadium kedua, ditandai dengan batuk dan pasien mulai sesak nafas. Berusaha
nafas lebih dalam, ekspirasi memanjang dan timbul bunyi wheezing (mengi)
pada saat mengeluarkan nafas. Sela-sela iga tertarik ke dalam. Penderita lebih
senang duduk dengan membungkuk, tangan menekan pada pinggir tempat
tidur atau kursi. Penderita tampak pucat, gelisah, warna kulit sekitar mulut
mulai membiru.
16
2.5.3 Stadium ketiga, ditandai dengan hampir tidak terdengarnya suara nafas karena
aliran udara sedikit akibat penyumbatan penyempitan bronkus. Batuk hampir
tidak ditemukan. Timbul kesan seolah-olah sudah ada perbaikan. Oleh karena
itu stadium ini sangat berbahaya. Pernafasan menjadi dangkal dan tidak
teratur, irama pernafasan menjadi lebih cepat karena asfiksia. Adakalanya
perjalanan penyakit memburuk sehingga tidak menunjukkan perbaikan
walaupun sudah dilakukan tindakan pengobatan yang lazim. Keadaan
demikian dikenal sebagai “asma statikus” dan merupakan suatu keadaan
darurat medis yang harus ditanggulangi tepat. Penanggulangan yang tidak
tepat dapat membawa kematian atau kerusakan otak.
2.6 Diagnosa
Faktor utama tingginya angka kejadian dan kematian penyakit asma adalah
tidak terdiagnosisnya penyakit asma. Berikut ini hal-hal yang perlu dilakukan untuk
menentukan diagnosis penyakit asma:
2.6.1 Anamnesis (wawancara)
Untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit, dokter memerlukan berbagai
informasi dari penderita dan keluarganya yang diperoleh dengan cara wawancara
(anamnesis).
Pada penyakit asma, dokter tidak saja memerlukan informasi mengenai
penderita dan penyakit, tetapi juga mengenai kerluarganya. Berikut ini hal-hal yang
perlu diketahui dokter mengenai penderita dan penyakitnya.
a. Frekuensi serangan asma
b. Beratnya serangan asma
c. Saat timbul dan lamanya serangan
d. Faktor-faktor yang dapat mencetuskan asma
e. Penyakit lain yang pernah diderita
f. Obat-obat yang pernah atau sedang diminum
g. Lingkungan rumah, keadaan kamar tidur, hewan peliharaan, dll.
Mengenai keluarga, dokter memerlukan keterangan mengenai riwayat asma
atau alergi dalam keluarga.
17
2.6.2 Pemeriksaan fisik
Setelah dokter memperoleh data di atas, mungkin sudah memberikan
gambaran kasar mengenai penyakit asma yang dialami. Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan fisik secara lengkap, mencatat semua kelainan yang dijumpai pada saat
pemeriksaan, dan kemudian ditafsirkannya bersama-sama dengan data yang telah
diperoleh dari anamnesis serta data yang diperoleh dari pemeriksaan penyokong.
Pemeriksaan fisik dimulai dari ujung rambut sampai ujung kaki, tentunya dengan
berbagai penekanan pada organ atau sistem tubuh tertentu seperti sistem
kardiovaskuler, sistem pernafasan, telinga hidung tenggorokan, gigi, mata, abdomen,
kulit.
Hanya dengan stetoskop saja, dokter belum dapat memastikan diagnosa
penyakit asma. Pada keadaan serangan asma, dokter dapat menemukan adanya mengi
yang dapat didengar, baik tanpa stetoskop maupun dengan stetoskop.
2.6.3 Pemeriksaan Fungsi Paru
Pemeriksaan fungsi paru bertujuan untuk mengetahui adanya penyempitan
saluran nafas. Pemeriksaan fungsi paru dapat dilakukan dengan alat yang disebut
dengan spirometer. Caranya, penderita diminta untuk menghirup udara sebanyak-
banyaknya, kemudian meniupkannya secara cepat sampai habis ke dalam alat
spirometer.
Pemeriksaan dengan spirometer tidak saja berguna untuk menegakkan
diagnosis asma, juga bermanfaat untuk mengetahui berat ringannya penyempitan
saluran nafas dan untuk menilai hasil pengobatan asma.
Alat yang lebih sederhana untuk mengetahui penyempitan saluran nafas
adalah flow meter. Alat ini lebih praktis karena dapat dibawa ke mana-mana dan lebih
murah. Meskipun hasil pengukuran dengan flow meter tidak seteliti dengan
spirometer, tetapi alat ini dapat membantu penderita dalam memantau penyakitnya di
rumah atau di mana saja. Meskipun demikian, pemeriksaan ini tidak dapat digunakan
pada semua anak karena hanya dapat digunakan untuk anak besar yang sudah dapat
menerima petunjuk dan berkoordinasi.
18
2.6.4 Pemeriksaan Skin Test
Pemeriksaan ini bertujuan untuk membantu diagnosis asma, khususnya dalam
menentukan alergen sebagai pencetus asma.
2.6.5 Pemeriksaan IgE
Pemeriksaan IgE dalam seruan juga dapat membantu menegakkan diagnosis
asma, tetapi ketepatan diagnosisnya kurang karena lebih dari 30% populasi menderita
alergi.
2.6.6 Tes Provokasi Bronkial
Pemeriksaan baru dilakukan jika dokter masih belum dapat memastikan
diagnosis asma meskipun ia sudah melakukan berbagai macam pemeriksaan. Dengan
melakukan provokasi, baik dengan zat kimia (seperti histamine dan metakolin), hawa
dingin, atau dengan kegiatan jasmani dalam beberapa menit, saluran nafas penderita
asma akan menyempit. Penyempitan ini diukur dengan alat spirometer yang
dilakukan sebelum dan sesudah provokasi. Pada orang normal, tes ini tidak akan
menyebabkan penyempitan saluran nafas.
2.6.7 Pemeriksaan Rontgen
Pemeriksaan rontgen paru hanya sedikit dalam membantu diagnosis asma
karena pemeriksaan ini tidak dapat menunjukkan adanya penyempitan saluran nafas.
Tujuan pemeriksaan rontgen pada asma adalah untuk melihat adanya penyakit paru
lain (seperti tuberkulosis) atau komplikasi asma (seperti infeksi paru atau pecahnya
alveoli).
2.7 Tindakan Pencegahan dan Pengobatan
2.7.1 Pencegahan
Pencegahan asma dapat berupa pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan
pimer adalah upaya untuk mencegah terjadinya penyakit asma. Jadi dilakukan pada
masyarakat atau individu yang belum menderita asma. Sedangkan pencegahan
sekunder adalah upaya mencegah eksaserbasi asma pada orang-orang yang selalu
menderita penyakit ini serta menghindari perburukan fungsi paru atau kematian
karena asma.
19
a. Pencegahan primer
Seperti halnya alergi lain, kecenderungan timbulnya penyakit asma
dipengaruhi oleh peranan beberapa gen dan faktor lingkungan. Penelitian pencegahan
primer yang banyak ditujukan pada faktor lingkungan dan cara hidup dibandingkan
dengan faktor genetic. Namun kedua faktor ini saling terkait. Upaya-upaya yang
dilakukan dalam pencegahan primer adalah untuk menurunkan/mengurangi faktor-
faktor pencetus yang ada, misalnya:
1. Asap rokok
Anak-anak dan remaja mempunyai resiko tinggi untuk mendapat asma jika
salah satu atau kedua orang tuanya merokok. Hal ini terutama dianjurkan pada ibu
hamil selama dan sesudah kehamilan. Pada orang dewasa, merokok dapat
meningkatkan kadar serum IgE.
2. Lingkungan di luar rumah
Polusi lingkungan, terutama gas Nitrogenoksida merupakan hasil pembakaran
tak sempurna dari bahan bakar minyak. Polutan tersebut yang kadarnya meningkat
terus setiap tahun, dapat merusak epitel saluran nafas. Meskipun nitrogen oksida
secara langsung tidak berpengaruh pada asma, tetapi secara tidak langsung kerusakan
epitel saluran nafas menyebabkan alergen mudah masuk ke dalam paru. Dalam
lingkungan kerja, beberapa zat dalam lingkungan tersebut dapat menimbulkan asma
akibat kerja. Upaya penghindaran polusi alergen di lingkungan kerja punya peranan
dalam pengurangan sensitivitas.
3. Infeksi
Infeksi virus saluran nafas masa kanak-kanak seperti bronchitis dan
bronkiolitis dapat memicu timbulnya asma di kemudian hari. Upaya pencegahan
infeksi tersebut diharapkan dapat mencegah timbulnya asma. Dimasa mendatang
vaksinasi terhadap virus mungkin akan memberikan manfaat.
4. Lain-lain
Gangguan nutrisi dan berat lahir rendah diperkirakan cukup mendukung
terjadinya asma, meskipun bukti-bukti yang ada masih kontroversi.
20
Sebagai ringkasan dapat dikemukakan bahwa upaya pencegahan primer
terutama ditujukan untuk mengurangi keterpaparan alergen seperti tungau debu
rumah atau bulu kucing. Ibu hamil jangan merokok dan bayi serta anak-anak
dihidarkan dari asap rokok. Perbaikan nutrisi bagi ibu hamil dan pengurangan polusi
udara kendaraan bermotor diharapkan dapat menurunkan prevalensi asma.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah eksaserbasi, penurunan fungsi
paru karena asma. Hal ini identik dengan penatalaksanaan asma jangka panjang.
Tujuan pencegahan asma jangka panjang adalah mencapai dan
mempertahankan keadaan gejala asma yang terkendali, misalnya mencegah
eksaserbasi asma, mempertahankan fungsi paru senormal mungkin, mempertahankan
aktivitas yang normal, mencegah timbulnya limitasi saluran nafas yang irreversibel.
Dalam perawatan pencegahan sekunder ini diperlukan bimbingan yang
bersifat mendidik penderita agar lambat laun penderita dapat menyesuaikan diri
dengan keadaan fisiknya, dan menyesuaikan diri dengan tatanan kehidupan yang
sesuai dengan kelemahan-kelemahannya.
Berdasarkan faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma yang
beranekaragam, tindakan yang dapat dilakukan untuk pencegahan bermacam-macam,
yang penting jangan sampai menimbulkan kesan proteksi yang berlebihan untuk
menghindarkan penderita dari kelainan-kelainan psikosomatik. Berikut ini
pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindarkan penderita dari serangan asma
adalah:
1. Sanitasi lingkungan
Penderita harus sedapat mungkin dihindarkan dari pemaparan terhadap faktor
alergen inhalan, alergen kontaktan, alergen ingesten serta faktor iritan, yang
merupakan polusi dari lingkungan tempat penderita bertempat tunggal atau bekerja.
Alergen inhalan yang sering menimbulkan serangan asma adalah debu rumah. Bila
serangan asma timbul waktu tidur atau setelah membersihkan tempat tidur, alergi
terhadap debu rumah merupakan dugaan yang kuat.
21
Jamur merupakan alergen kedua yang paling sering menyebabkan asma.
Alergen lain yang juga banyak berperan menyebabkan asma adalah serpihan kulit
mati dari hewan seperti anjing, kucing dan burung.
Sanitasi tempat tunggal dan kamar yang baik akan mengurangi atau menekan
serangan asma bronkial.
Tindakan-tindakan untuk mengurangi perkembangbiakan kutu debu rumah
pada tempat tunggal dapat dilakukan dengan membersihkan semua ruangan seluruh
rumah paling sedikit seminggu sekali, menjaga perabotan rumah tangga bebas dari
debu. Jamur tempat tidur langsung di bawah sinar matahari sesering mungkin.
Menjaga kebersihan hewan peliharaan.
2. Penyesuaian pekerjaan
Asma bronkial yang terjadi karena ada kaitannya dengan pekerjaan tersebut
sebagai occupational asthma. Jenis serangan asma ini dapat terlihat pada mereka
yang bekerja di pabrik tekstil, pabrik asbes, pabrik semen, perusahaan roti, dan lain-
lain.
Orang-orang yang telah mempunyai bakat alergi (atopik) lebih mudah
mendapat serangan asma daripada mereka yang tidak ada riwayat alergi. Pencegahan
untuk mereka yang atopik sangat perlu diperhatikan. Orang-orang yang telah
mempunyai atopi sebaiknya jangan memilih pekerjaan di pabrik-pabrik atau
perusahaan yang berpolusi. Mereka yang sudah bekerja di tempat-tempat tersebut
sebaiknya menggunakan berbagai sarana pengaman seperti masker dan alat pelindung
diri lainnya. Pemeriksaan berkala dapat mendeteksi secara dini kemungkinan
serangan asma pada kelompok pekerja tersebut. Dalam hal ini, peranan dokter
perusahaan sangat penting.
3. Pengawasan terhadap infeksi
Infeksi saluran nafas disebut sebagai faktor pencetus serangan asma bronkial.
Disamping itu, serangan asma sering meninggalkan akibat bagi penderitanya
sedemikian rupa sehingga mudah terserang penyakit infeksi. Oleh karena itu, faktor
infeksi saluran nafas pada penderita asma harus selalu diawasi dengan ketat. Bila
22
ditemukan ada faktor infeksi maka harus ditanggulangi secara tuntas. Penggunaan
antibiotika harus hati-hati karena adanya faktor alergi terhadap obat-obatan.
4. Obat-obatan
Penderita asma dengan atopi lebih besar kemungkinannya untuk memberikan
reaksi alergi terhadap obat-obatan daripada penderita asma yang non-atopi. Banyak
kasus asma yang terjadi karena penggunaan aspirin, oleh sebab itu penderita asma
harus hati-hati dalam menggunakan obat, sebaiknya konsultasi terlebih dahulu
dengan dokter sebelum minum obat-obata di luar resep yang diberikan.
Obat-obatan golongan bronkodilator sering diberikan dengan tujuan untuk
mencegah. Selain itu banyak juga obat baru yang dinyatakan mempunyai manfaat
untuk mencegah serangan asma.
5. Immunoterapi
Pada umumnya immunoterapi diberikan kepada penderita-penderita dengan
penyakit seperti asma bronkial, rhinitis alergi, kongjutivitis alergi, hay fever, dan
penyakit-penyakit alergi lainnya. Alergen yang diduga sebagai Penyebab serangan
asma disuntikkan kepada penderita dimulai dengan dosis larutan yang sangat rendah.
Dosis alergen dinaikkan perlahan-lahan sampai tercapai suatu dosis optimal dengan
tidak menimbulkan gejala-gejala klinis. Jadi jelaslah bahwa dengan immunoterapi
diharapkan terjadi toleransi tertentu terhadap alergen yang bersangkutan.
Persyaratan-persyaratan tertentu yang harus yang harus dipenuhi oleh
penderita sebelum immunoterapi mempunyai kriteria yaitu adanya gangguan alergi,
jenis alergen yang dapat ditunjukkan, tidak ada mekanisme patogenetik lainnya, dapat
dikenali faktor-faktor psikologik yang berperan, tersedianya suatu sistem pengawasan
terhadap keselamatan dan efektivitas pada tiap-tiap penderita dan harus mendapatkan
terapi suntikan dalam waktu lama.
2.7.2 Pengobatan
Pengobatan adalah perawatan yang diberikan kepada penderita pada waktu
terjadi serangan. Serangan asma dapat dibagi dalam tiga bentuk. Pertama, serangan
asma akut yang tidak berkembang menjadi status asmatikus. Kedua, status asmatikus
dan ketiga, eksaserbasi ringan.
23
Pada umumnya pengobatan yang diberikan kepada penderita dengan serangan
asma adalah sama, kecuali pada status asmatikus. Obat-obatan yang umumnya
diberikan dokter kepada penderita pada waktu ada serangan antara lain:
a. Golongan bronkodilator yang mempunyai efek melonggarkan bronkus.
b. Mukolitik atau ekspektoran. Obat golongan mukolitik adalah obat yang
mempunyai efek mengencerkan lendir sehingga mudah dikeluarkan lendir
sehingga mudah dikeluarkan. Obat golongan ekspektoran juga mempunyai
efek yang sama.
c. Kortiosteroid berfungsi sebagai penghambat produksi lendir dan mengurangi
edema (pembengkakan) dinding bronkus dan trachea.
d. Sedativum, pada umumnya mempunyai peranan kecil dalam penanganan
serangan akut atau status asmatikus.
e. Antibiotikum, obat ini diberikan bila dijumpai faktor infeksi yang
mencetuskan serangan asma.
f. Oksigen harus diberikan bila terdapat tanda-tanda yang menunjukkan
kekurangan oksigen, seperti warna biru di sekitar mulut atau hidung. Oksigen
mutlak diberikan pada status asmatikus.
g. Bila terjadi asmatikus atau serangan yang berat, perlu diberikan cairan
intravena (infus) untuk memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit serta
mencegah asidosis.
h. Inhaler, merupakan pengobatan yang sudah canggih dan dikenal di
masyarakat. Yang termasuk golongan inhaler adalah salbutamol (venolin
inhaler), fluticasone propionate dan salmeterol (seretide inhaler).
24
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep
3.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian
Sesuai dengan masalah, tujuan dan model penelitian beserta dengan definisi
operasionalnya, masing-masing adalah sebagai berikut:
a. Umur adalah usia penderita sesuai dengan yang tertulis di kartu status yang ada di
rekam medis sewaktu berobat di RS Labuang Baji.
b. Jenis kelamin adalah jenis kelamin penderita sesuai dengan yang tertulis di dalam
kartu status yang ada di rekam medis.
c. Suku adalah suku penderita sesuai dengan yang tertulis di dalam kartu status yang
ada di rekam medik.
d. Pekerjaan adalah pekerjaan yang dilakukan di luar/di dalam rumah untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarga yang tercatat dalam rekam medik.
e. Riwayat org tua/keluarga adalah didasarkan pd ada tidaknya riwayat asma &
bakat atopi (alergi) di dlm anggota keluarga pasien sesuai dgn kartu status.
f. Keluhan utama adalah keluhan atau keadaan penderita sewaktu datang ke RSUD
Labuang Baji.
25
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian adalah studi deskriptif yang bersifat cross sectional dan data
diambil secara retrospektif.
4.2 Lokasi Penelitian
4.2.1 Lokasi
Penelitian dilakukan di RSUD Labuang Baji Makassar dengan pertimbangan
alasan sebagai berikut:
a. Adanya kasus asma di RS Labuang Baji Makassar.
b. Peneliti berdomisili di Makassar.
c. Belum pernah dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita Asma yang
dirawat inap di RS Labuang Baji Makassar.
d. RSUD Labuang Baji Makassar merupakan salah satu pusat pelayanan
kesehatan pemerintah yang besar di Sulawesi Selatan, dimana dengan fasilitas
yang tersedia, masyarakat atau penderita yang datang dengan berbagai
penyakit dapat dijaring sesuai dengan unit yang tersedia.
e. Adanya data rekam medik yang tersedia di RSUD Labuang Baji selama tahun
2012-2013.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan mulai 5-11 Mei 2014
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi adalah semua penderita asma bronkial dewasa yang dirawat inap di
rumah sakit di Makassar periode Januari-Desember 2013.
4.3.2 Sampel
Sampel adalah seluruh penderita asma bronkial yang dirawat di RSUD
Labuang Baji Makassar periode Januari-Desember 2013 (total sampling).
26
4.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diperoleh dari kartu status
penderita asma bronkial dewasa rawat inap yang berasal dari rekam medis di RSUD
Labuang Baji Makassar periode Januari-Desember 2013. Semua kartu status
penderita asma dikumpulkan,dilakukan pencatatan tabulasi sesuai dengam jenis
variable yang diteliti.
4.5 Teknik Analisa Data
Data yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan computer dan dianalisis
secara statistik deskriptif dengan program SPSS dan dusajikan dalam bentuk tabel
distribusi dan grafik.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes, 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Indonesia Sehat 2010.
Depkes RI, Jakarta.
2. ------------, 2002. Penatalaksanaan Asma Masa Kini.
www.pupdi.or.id/penatalaksanaanasmamasakini
3. Budiman I, 2002. Inovasi Baru Mengontrol Asma.
www.pikiran-rakyat.com/hikmah/lain4.com
4. --------------, Penegakan Diagnosis dan Terapi Asma dengan Metode Obyektif.
Cermin Dunia Kedokteran, ISSN 0125-913X N0.128
5. Dahlan Zul, 1998. Masalah Asma di Indonesia dan Penanggulangannya.
Cermin Dunia Kedokteran, ISSN 0125-913X N0.121
6. ------------, 2002. Strategi pencegahan dan Pengobatan Asma Bronkial.
www.alergi.co.id/topikutama/edisi398.htm
7. Dina H, Mahdi H, 1984. Pemakaian Dermatophagoides Pteronyssinus Sebagai
Pendekatan Tunggal guna Pembuktian Atopi pada Asma Bronkial.
Universitas Airlangga Press, Surabaya.
8. Rees John, Price John, 1998. Petunjuk Penting Asma. Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta.
9. Crockett Antoni, 1997. Penanganan Asma dalam Perawatan Primer.
Hippocrates, Jakarta.
10. Sinclair Chris, 1995. ASMA. Arcan, Jakarta
11. Tjen Daniel, 1991. Alergi dan Asma Bronkial. Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta.
28