Download - Proposal Anak Ekonomi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Otonomi daerah merupakan suatu konsekuensi reformasi yang harus
dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota sebagai
unit pelaksana otonomi daerah. Agar lebih siap melaksanakan otonomi daerah,
perlu pembelajaran bagi masing-masing daerah agar dapat merubah tantangan
menjadi peluang bagi kemajuan masing-masing daerah. Demikian pula dengan
pemerintah pusat, sebagai pihak yang mengatur pengembangan konsep otonomi
daerah, bertanggung jawab agar konsep otonomi daerah dapat dilaksanakan
sebagaimana yang diharapkan.
Ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang
pemerintah daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tentang perimbangan
keuangan pusat dan daerah membawa paradigma baru dalam pengelolaan daerah,
daerah sudah diberikan kewenangan untuk mengatur sumber daya yang
dimilikinya. Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam
pengambilan keputusan daerah secara lebih leluasa untuk mengelola sumber daya
yang dimilikinya sesuai dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri.
Otonomi bagi pemerintah daerah telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Otonomi yang diberikan kepada daerah kabupaten dan kota dilaksanakan dengan
memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya.
Untuk melaksanakan otonomi daerah, pemerintah harus dapat cepat
1
1
mengidentifikasi sektor-sektor potensial sebagai motor penggerak pembangunan
daerah, terutama melalui upaya pengembangan potensi Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Pengembangan potensi kemandirian daerah melalui PAD dapat tercermin
dari kemampuan pengembangan potensi dan peran serta masyarakat melalui pajak
dan retribusi.
Pada era desentralisasi fiskal dan otonomi daerah seperti sekarang ini,
fungsi dan peran pajak sebagai salah satu sumber penerimaan negara terasa sangat
penting. Sejalan dengan otonomi daerah masalah perimbangan keuangan pusat
dan daerah merupakan salah satu elemen penting untuk dilakukan dalam
kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah. Oleh karena itu, kemandirian
daerah dalam mengelola keuangan daerah akan semakin berperan dan semakin
penting.
Kemadirian ini berupa kemandirian dalam perencanaan maupun dalam
pengelolaan sumber-sumber keuangan daerah. Analisis pengelolaan keuangan
daerah, pada dasarnya menyangkut tiga bidang analisis yang saling terkait satu
sama lain. Ketiga bidang analisis tersebut meliputi (Mardiasmo:2000) :
1) Analisis Penerimaan, yaitu analisis mengenai seberapa besar kemampuan
pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatan yang potensial
dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk meningkatan pendapatan tersebut;
2) Analisis Pengeluaran , yaitu analisis mengenai seberapa besar biaya-biaya dari
suatu pelayanan publik dan faktor yang menyebabkan biaya-biaya tersebut
meningkat; 3) Analisis Anggaran, yaitu analisis mengenai hubungan antara
2
2
pendapatan dan pengeluaran serta kecenderungan yang diproyeksikan untuk masa
depan.
Sedangkan kunci kemandirian daerah adalah pengelolaan PAD. Pajak
daerah sebagai salah satu sumber PAD diharapkan mampu memberikan kontribusi
yang besar bagi daerah itu sendiri sehingga dapat memperlancar penyelenggaraan
pemerintah dan pembagunan daerah. Dalam konteks daerah, pajak daerah adalah
pajak-pajak yang dipunggut oleh pemerintah daerah (misal : propinsi, kabupaten,
kotamadya) yang diatur berdasarkan peraturan daerah dan hasil punggutannya
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerahnya.
Dalam mengestimasi potensi PAD, diperlukan informasi dan tolak ukur
yang riil terjadi di lapangan dan secara konkrit dikehendaki oleh masyarakat di
daerah. Salah satu tolak ukur finansial yang dapat digunakan untuk melihat
kesiapan daerah dalam pelaksanaan otonomi adalah dengan mengukur seberapa
jauh kemampuan keuangan suatu daerah. Sedangkan kemampuan keuangan
daerah ini biasanya diukur dari besarnya proporsi/konstribusi Pendapatan Asli
Daerah (PAD) terhadap anggaran pendapatan daerah, maka pihak pemerintah
daerah kabupaten Aceh Timur dengan jalan menggali sumber-sumber pendapatan
daerah yang dimiliki. Salah satunya adalah dengan mengoptimalkan hasil pajak
daerah yang sudah ada.
Konstribusi PAD (Own Revenues) dalam APBD (local government
budget) merupakan salah satu indikator penting untuk mengukur keberhasilan
penyelenggaraan otonomi daerah. Tujuan otonomi adalah untuk menigkatkan
kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud
3
3
jika daerah mampu meningkatkan pelayanan dan membiayai pembagunan dari
sumber pembiayaan sendiri.
Pembentukan pemekaran daerah kabupaten/kota bertujuan untuk lebih
memahami kebutuhan masyarakat setempat. Dengan asumsi bahwa semakin dekat
dengan pusat pengambilan keputusan dengan masyarakat, semakin memahami
tentang kebutuhan masyarakat setempat yang pada gilirannya akan menigkatkan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Indikator penting keberhasilan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, salah satunya adalah besarnya kontribusi
PAD dalam APBD. Semakin besar kontribusi PAD dalam APBD semakin
mandiri daerah otonom yang bersangkutan.
Otonomi daerah juga dimaksudkan untuk memaksimalkan usaha
penggalian potensi daerah. Dengan otonomi, pemerintah setempat lebih
memahami potensi daerah yang dapat dikembangkan untuk menigkatkan
kesejahteraan masyarakat. Otonomi membuka kesempatan yang seluas-luasnya
bagi daerah untuk mengaktualisasikan segala potensinya secara optimal. Dengan
demikian setiap daerah keunggulan tertentu relatif terhadap daerah lainnya, baik
berasal dari aspek lokasi atau geografis ataupun dari aspek anugerah sumber
(factor endowment).
4
4
TABEL 1-1
TARGET DAN REALISASI PENERIMAAN PAD DI KAB. ACEH TIMUR
SELAMA TAHUN 2004 – 2008
TAHUN TARGET (Rp) REALISASI (Rp) PENCAPAIAN (%)
2004
2005
2006
2007
2008
6.604.062.629,-
2.592.113.880,-
5.888.686.993,-
13.115.396.105,-
27.396.898.164,-
3.828.431.764,82
1.957.088.167,96
7.157.361.669,18
7.151.859.557,66
14.411.181.053,28
57,97
75,50
121,54
54,53
52,60
Sumber : APBD Kabupaten Aceh Timur (Data diolah) 2009
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2004 target PAD Aceh
Timur sebesar Rp. 6.604.062.629,-. Sedangkan realisasinya sebesar
Rp. 3.828.431.764,82 atau 57,97% dari yang ditargetkan pada tahun 2005 target
turun menjadi Rp. 2.592.113.880,- dan dapat direalisasikan sebesar Rp.
1.957.088.167,96 dan persentasenya naik menjadi 75,50%. Berkurangnya target
yang terjadi di tahun 2005 karena adanya pengurangan PAD karena situasi dan
kondisi yang tidak kondusif. Pada tahun 2006 PAD kembali naik drastis targetnya
menjadi Rp. 5.888.686.993,- dan realisasinya juga terjadi kenaikan menjadi
Rp.7.157.859.537,66. kontribusi PAD terhadap Anggaran Pendapatan Daerah
terasa sangat kecil. Dengan demikian ketergantungan keuangan pemerintah daerah
kepada pemerintah pusat sangat tinggi.
5
5
Penelitian ini dilakukan pada daerah otonom kabupaten Aceh Timur,
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, yang antara lain yaitu daerah
kabupaten induk. Terungkap bahwa dalam realisasi anggaran tahun 2004, 2005,
dan 2006 memperlihatkan kontribusi PAD dan APBD jumlahnya atau
persentasenya sangat kecil jika dibandingkan dengan kontribusi PAD dalam
APBD, maka pendapatan pemerintah kabupaten sangat tergantung pada transfer
pemerintah pusat melalui dana perimbangan, terutama dari Dana Alokasi Umum.
Berdasarkan data dalam realisasi PAD dalam APBD tahun 2004, 2005, 2006,
2007 dan 2008 tidak ada yang kontribusi PAD-nya diatas 10% semuanya berada
dibawah 10%.
Idealnya semua pengeluaran pemerintah daerah, terutama pengeluaran
rutin dapat dicukupi atau setara dengan jumlah pendapatan melalui PAD.
Rendahnya kontribusi PAD terhadap pengeluaran dalam APBD, mengindikasikan
bahwa ketergantungan pemerintah daerah terhadap pengeluaran rutin dan
pembangunan dari transfer pemerintah pusat melalui dana perimbangan. Dengan
demikian, juga dapat mengindikasikan bahwa derajat otonomi daerah sangat
rendah.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka pokok masalah
yang akan diuraikan adalah :
1.2.1 Seberapa besarkah potensi pajak daerah sebagai sumber PAD di Kabupaten
Aceh Timur ?
6
6
1.2.2. Seberapa besarkah kontribusi pajak daerah terhadap PAD di Kabupaten
Aceh Timur
1.2.3. Sejauh mana efektifitas yang dihasilkan dari sistem pemugutan pajak daerah
di Kabupaten Aceh Timur
1.3. Pembatasan Masalah
Target dan realisasi pendapatan kabupaten Aceh Timur yang bersumber
dari Pemerintah Kabupaten Aceh Timur selama tahun anggaran 2003-2004 s/d
2007/2008.
1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian yang
diketengahkan adalah :
1. Untuk mengetahui besarnya potensi pajak daerah sebagai sumber
PAD di Kabupaten Aceh Timur
2. Untuk Mengetahui besarnya kontribusi pajak daerah yang
diberikan terhadap PAD di Kabupaten Aceh Timur
1.5. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Dinas DPKKD di harapkan dapat digunakan sebagai bahan
masukan guna meningkatkan pajak daerah
2. Bagi Masyarakat Kabupaten Aceh Timur diharapkan tercipta suatu
kesadaran akan arti pentingnya pajak daerah dalam kaitannya dengan
pemberlakuan otonomi daerah.
7
7
BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN
2.1 Kerangka Teoritis
2.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pajak daerah adalah iuran yang wajib dilakukan oleh pribadi atau badan
kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dilaksanakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembagunan daerah (Erly
Suandy, Hukum Pajak, hal 143)
PAD bersumber dari kapasitas penerimaan yang berasal dari pontensi
ekonomi daerah, semakin besar kapasitas (potensi) dapat menyebabkan
penerimaan PAD semakin tinggi, karena banyak objek/pos-pos PAD yang dapat
diciptakan guna ditarik penerimaannya oleh pemerintah daerah.
Pendapat lain dikemukakan oleh Sutrisno (2001:29) mendefinisikan
PAD adalah pendapatan pemerintah daerah yang diterima secara rutin (regulatif)
dan sumber dari potensi ekonomi daerah pada waktu ke waktu tertentu, biasanya
dalam 1 tahun anggaran. Dengan demikian besaran PAD dapat diketahui dari
Buku Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Dari Berbagai pendapat diatas penulis simpulkan bahwa PAD
merupakan pendapatan yang berasal dari potensi ekonomi dan digunakan untuk
memperkuat posisi keuangan daerah dalam rangka pembiayaan yang dilakukan
oleh Pemerintah Daerah.
8
8
2.1.2. PAD dan Sumber-sumbernya
Secara umum sumber-sumber PAD setiap daerah di Indonesia sama,.
Tetapi kapasitas dan tarif yang diberlakukan berbeda antara satu daerah dengan
daerah lain. Hal ini sangat tergantung dari kondisi ekonomi disetiap daerah.
Dalam hal ini daerah yang lebih maju memiliki kapasitas sumber PAD yang besar
dan tarif yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah lain yang kurang
maju. Kesemuanya ini diterapkan agar diperoleh prinsip equity (keadilan).
Menurut Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang pemerintahan
daerah sumber pendapatan daerah umum membiayai APBD terdiri dari :
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
2. Dana Perimbangan
3. Pinjaman Daerah
4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah (Pasal 79 UU Pemda)
Pendapatan Asli Daerah terdiri dari :
1. Hasil Pajak Daerah
2. Hasil retribusi daerah
3. Hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan
4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang dipisahkan.
Kriteria pajak daerah tidak jauh berbeda dengan kriteria pajak pusat yang
membedakan keduanya adalah pihak pemungutnya. Menurut davey (1998) dalam
bukunya Financing Regional Government, ada 4 (empat) kriteria dari pajak
daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, pusat, tapi penetapan
9
9
tarifnya dilakukan pemerintah daerah, pajak yang dipungut dan diadministrasikan
oleh pemerintah pusat tetapi hasil pungutannya diberikan kepada pemerintah
daerah. Dari kriteria diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian pajak daerah
adalah pajak yang ditetapkan dan dipungut di wilayah dan ada bagi hasil pajak
antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Dari sudut kewenangan pemungutannya, pajak daerah garis besar
dibedakan menjadi 2(dua), yaitu pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah
daerah tingkat propinsi (pajak propinsi), berupa kendaraan bermotor dan
kendaraan diatas air, bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas
air, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak pengambilan dan pemanfaatan
air bawah tanah dan air pemukiman, dan pajak daerah yang dipungut oleh
pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota (pajak kabupaten/kota), antara lain
pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan, pajak
parkir (Mardismo,2003).
Dinas pendapatan daerah berfungsi sebagai pengkoordinasi dari seluruh
keuangan yang berhubungan dengan pemungutan, pengumpulan dan sumber
pendapatan asli daerah lainnya ke dalam kas daerah dengan demikian maka Dinas
Pendapatan Daerah menjadi sentral informasi mengenai penerimaan daerah yang
berasal dari sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah.
2.1.3. Otonomi daerah
Sebagaimana diketahui desentarlisasi dan otonomi menjadi bagian yang
tak terpisahkan dari proses demokrasi. Dalam proses demokrasi, dimana proses
10
10
otonomi berlangsung di daerah yang berlangsung sejak tahun 2001 memberikan
warna penting bagi kemandirian dan prakasa daerah belajar banyak bagaimana
mengelola pemerintahan tanpa harus senantiasa bersandar pada petunjuk
pemerintah pusat (Kristiadi,2002:130)
Selanjutnya menurut pendapat Suparmoko (2001:142) yang dimaksud
dengan otonomi adalah kewenangan daerah dalam mengelola keuangan daerah
berdasarkan aspirasi masyarakat di daerah dan ini akan memperlihatkan
kemadirian suatu daerah sangat bergantung pada kemampuan keuangan didaerah
tersebut.
Menurut Nick Devas (1999:82) yang diterjemahkan oleh Masri Marris
adalah daerah otonomi untuk mengatur masyarakat setempat menurut prakasa
sendiri, sedangkan daerah otonomi adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas daerah tertentu, memiliki wewenang untuk mengatur
masyarakat setempat menurut prakasa sendiri berdasarkan aspirasi masyarkat.
Otonomi daerah adalah kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri
terutama berkaitan dengan pemerintahan umum maupun pembagunan, yang
sebelumnya diurus pemerintah pusat. Untuk itu, selain diperlukan kemampuan
keuangan, diperlukan juga adanya sumber daya manusia berkualitas, sumber daya
alam, modal dan teknologi (Rudini 1995:48 dalam silalahi et, al 1995)
Berdasarkan berbagai pendapat diatas, maka dapat penulis simpulkan
bahwa otonomi daerah merupakan kewenangan daerah dalam mengatur
masyarakatnya atas dasar prakasa sendiri dengan pembiayaan yang bersumber
pada keuangan daerah yang digali sendiri pemerintah daerah.
11
11
2.2. Hubungan Pemerintah Dalam Konsep Otonomi Daerah
Ditinjau dari sudut hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah akan tercermin dari hubungan-hubungan dibawah ini (Suparmoko,
2001:312)
a. Adanya urusan pemerintahan yang diserahkan ke daerah urusan tersebut
merupakan isi otonomi yang menjadi dasar bagi pelaksanaan kewenangan
daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri.
b. Adanya kelembagaan yang merupakan pewadahan dari urusan pemerintahan
yang diserahkan kepada daerah.
c. Adanya pegawai yang mempunyai tugas untuk menjalankan urusan
pemerintahan yang menjadi isi dari rumah tangga daerah yang bersangkutan.
d. Adanya sumber-sumber keuangan untuk membiayai urusan pelaksanaan
kegiatan pemerintahan tersebut.
e. Adanya unsur perwakilan yang merupakan perwujudan dari wakil-wakil
rakyat yang telah mendapatkan legitimasi untuk membantu penyelenggaraan
pemerintah di daerah, termasuk adanya Kepala Daerah yang capable,
acceptable dan credible yang dipilih secara demokratis.
f. Adanya pelayanan publik sebagai hasil akhir atau end product dari
Pemerintah Daerah yang disediakan secara efisien, efektif, ekonomis dan
akuntabel
g. Adanya supervisi, monitoring, evaluasi, fasilitas dan pemberdayaan
(capacity building) yang efektif dan efisien, sehingga daerah dapat
menjalankan otonominya secara optimal.
12
12
Ketujuh faktor diatas secara intergated merupakan suatu sistem yang
menjadi dasar penyelenggaraan pemerintah daerah. Untuk itu penataan
pemerintah daerah akan selaku berkaitan dengan penataan ketujuh elemen diatas.
Penataan haruslah bersifat terpadu dan menyeluruh agar dapat diperoleh hasil
yang maksimal.
Ditinjau dari sudut hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah akan tercermin dari hubungan ketujuh elemen diatas. Dari setiap elemen
akan nampak bagaimana hubungan pusat dengan daerah, namun secara umum
menurut Kristiadi (202:139) hubungan tersebutdapat dilihat, sebagai berikut :
a. Adanya hubungan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kebijakan
desentralisasi dimaksudkan untuk memberikan kewenangan kepada daerah
untuk mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
b. Hubungan kewenangan. Daerah otonom diberi kewenangan untuk
mengelola urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah. Seluas
apapun otonomi daerah harus tetap berada dalam batas dan ruang lingkup
wewenang pemerintah pusat yang mengatur hubungan pusat dan daerah
yang dituangkan dalam bentuk norma, standar dan prodesur sebagai muatan
peraturan perundangan yang bersifat mengikat kedua belah pihak. Hubungan
tersebut haruslah memperhatikan aspirasi daerah, sehingga tercipta sinergi
antara kepentingan pusat dan daerah.
c. Hubungan Daerah Otonom Propinsi dengan Daerah Otonom
Kabupaten/Kota. Hubungan kewenangan antara daerah otonom propinsi
13
13
dengan daerah otonom kabupaten/kota adalah tindakan hirarkis. Propinsi
memiliki kewenangan mengurus urusan-urusan pemerintah yang bersifat
antar Kabupaten/kota sedangkan kabupaten/kota memiliki kewenangan
menangani urusan-urusan pemerintahan yang berskala lokal. Keterkaitan
dengan wewenang dan dampak adalah untuk menjamin akuntabilitas dan
penyelenggaraan otonomi daerah tersebut. Pemerintah daerah
kabupaten/kota bertanggung jawab atas urusan-urusan pemerintahan yang
berdampak lokal sedangkan pemerintah daerah propinsi bertanggung jawab
atas urusan-urusan pemerintahan yang berdampak regional.
d. Hubungan Keuangan. Agar daerah otonom dapat menyelenggarakan
otonominya, maka daerah diberikan sumber-sumber pendapatan yang
berasal dari desentralisasi fiskal dalam bentuk pajak daerah, retribusi daerah,
bagi hasil pajak dan bukan pajak. Sumber pendapatan lainnya adalah dalam
bentuk subsidi (grant), hibah, hasil penjualan aset, hasil BUMD dan hasil-
hasilnya.
Hubungan keuangan akan tergambar dari sumber-sumber keuangan apa
saja yang diberikan kepada daerah dalam konteks desentralisasi fiskal, hubungan
lainnya berasal dari sumber-sumber subsidi (grant) yang diberikan pusat kepada
daerah. Untuk subsidi yang pemanfaatannya khusus atau tertentu dituangkan
dalam bantuan khusus (specific grant) atau DAK, sedangkan subsidi yang bersifat
umum (block grant) atau DAU
14
14
2.3. Derajat Penyerahan Urusan Pemerintahan ke Daerah
Secara teoritis penyerahan urusan kepada daerah didasarkan atas
pertimbangan bahan urusan-urusan tersebut lebih efisien, efektif dan akuntabel
bila pengeluarannya diserahkan kepada daerah. Dalam akuntabel dapat diartikan
bahwa dalam menjalankan urusannya pemerintahan daerah bertanggung jawab
kepada rakyat pemilih. Kepala Daerah dan DPRD yang menyelenggarakan
pemerintahan daerah adalah dipilih dan mendapatkan legitimasi atau kepercayaan
rakyat melalui pemilihan. Dalam hal ini pemerintah daerah bertanggung jawab
kepada rakyat yang telah memberikan legitimasi dan biaya untuk menjalankan
kekuasaannya. Demikian esensi dari akuntabilitas tersebut.
Menurut Guritno (2005:138) menyatakan bahwa berdasarkan praktik
dibeberapa negara maju, dimana kekuatan pasar dapat mempengaruhi sistem
pemerintahan daerah. Tuntunan akan efisiensi telah melakukan kebijakan
amaligamation, yaitu suatu kebijakan penggabungan unit-unit pemerintahan yang
lebih besar untuk mencapai efisiensi, terutama dalam penyediaan pelayanan
kepada masyarakat seperti air, listrik, gas, dan sistem transportasi serta
perencanaan.
2.4. Peranan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Daerah
Sebagaimana diketahui bahwa otonomi daerah mengalami peningkatan
sejalan dengan peningkatan kegiatan pemerintahannya dari tahun ke tahun
selanjutnya. Hal ini disebabkan di samping adanya pertambahan penduduk yang
pada gilirannya dapat meningkatkan kebutuhan masyarakat juga disebabkan
15
15
adanya kebocoran-kebocoran dari pengelolaan dana/pengalokasian dana. Untuk
itu dapat memenuhi tambahan pengeluaran tersebut, maka pemerintah daerah
berusaha meningkatkan penerimaannya dalam batas yang wajar. Penerimaan yang
wajar tersebut diharapkan mengalami peningkatan dari suatu tahun ke tahun
selanjutnya, sehingga mampu mengatasi tambahan pengeluaran tersebut.
Menurut sutrisno (2002:142) berpendapat keuangan daerah bersumber
dari pendapatan asli daerah, sedangkan pendapatan asli daerah bersumber dari
pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD, dan dana perimbangan. Dalam hal ini
dana perimbangan dapat memperkokoh keuangan daerah yang pada gilirannya
dapat mencerminkan kemampuan kegiatan pemerintahan di daerah yang dapat
mempercepat derajat otonomi suatu daerah.
Berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka perlu direnungkan
bahwa pelaksanaan kegiatan pemerintah di daerah sebahagian besar masih
disubsidi atau dibantu oleh pemerintah atasan. Atau dengan kata lain kemampuan
keuangan daerah belum cukup untuk membiayai kegiatan pemerintahan sendiri,
sehingga pemerintah daerah diharapkan untuk berusaha seoptimal mungkin untuk
meningkatkan posisi keuangannya guna memperluas status otonomi di daerahnya.
Untuk mewujudkan hal diatas maka administrasi keuangan daerah harus
disempurnakan, karena merupakan elemen yang penting dalam menentukan
keberhasilan keuangan pemerintah daerah. Dalam hal ini pelaksanaannya dimiliki
dari perencanaan anggaran yang sekaligus merupakan rencana kerja pemerintah
dalam jangka pendek sampai tujuan yang diinginkan dalam jangka panjang
16
16
tercapai. Dengan kegiatan yang dilakukan harus berpedoman pada anggaran yang
ditetapkan.
Berkaitan dengan hal di atas, maka pemerintah daerah dalam
melaksanakan administrasi keuangan sesuai dengan pedoman yang telah
ditetapkan baik dalam bidang penerimaan maupun pengeluaran. Dalam bidang
penerimaan berkaitan erat dengan penerimaan sumber-sumber PAD, terutama
pungutan pajak dan retribusi daerah secara baik sehingga dapat meminimalkan
pungutan-pungutan di luar ketentuan hukum yang berlaku. Kesemuanya itu
diberlakukan dengan baik agar dapat berperan aktif dalam memperluas status
otonomi suatu daerah.
2.5. Penelitian Sebelumnya
Banyak peneliti tentang ekonomi publik, baik berasal dari kalangan
akademis maupun birokrat bahwa ada juga peneliti pemula yang berbentuk tugas
akhir oleh mahasiswa yang sedang menyelesaikan studinya.
Menurut Dyah Rahmawati (2009) yang melakukan penelitian tentang
PAD di Kabupaten Salatiga selama kurun waktu tahun 2004-2008 diperoleh hasil
penelitian bahwa ratio PAD terhadap penerimaan pemerintah daerah sebesar 5,2%
artinya kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai kegiatan
pemerintahannya di daerah masih lemah yaitu 5,2%, sedangkan sebahagian
besarnya dibiayai oleh penerimaan dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana
Alokasi Khusus (DAK) dan Dana perimbangan lainnya.
17
17
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Bappeda Provinsi NAD
(2006:69) menyatakan bahwa merosotnya penerimaan PAD di Banda Aceh dan
sekitarnya tahun 2005 disebabkan karena eksternalitas gempa bumi dan tsunami
yang terjadi pada penghujung tahun 2004, sehingga subjek dan objek sumber-
sumber PAD belum dapat diberdayakan secara wajar. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa realisasi penerimaan PAD sebesar 49% dari yang
ditargetkan yaitu Rp. 39.000.000.000,00. ketidakmampuan tersebut disamping
disebabkan oleh berkurangnya sumber-sumber PAD juga disebabkan oleh kinerja
aparatur pemerintah daerah relatih rendah, karena baru mengalami musibah
tersebut.Penelitian yang dilakukan Randi (2009) tentang posisi keuangan daerah
di Kota Langsa dengan menggunakan data time series dari tahun 2004-2008
dimana secara rata-rata perkembangan PAD sebesar 5,45% sedangkan
perkembangan penerimaan pemerintah naik 20% secara rata-rata pada periode
yang sama.
Menurut Azwir (2006:91) menyatakan bahwa dari berbagai daerah yang
ada di Indonesia terdapat lebih dari 70% jumlah daerah di Indonesia, terutama
daerah-daerah yang terletak di luar pulau jawa mengalami kesulitan keuangan
guna mempercepat pelaksanaan otonomi di daerahnya secara luas dan mandiri
sedangkan 30% dari jumlah daerah telah dapat membiayai kegiatan
pemerintahannya di daerah dengan menggunakan sumber-sumber keuangan yang
digali dari daerahnya sendiri.
18
18
2.5. Hipotesis
Adapun dugaan sementara yang dapat peneliti tarik adalah variabel PAD
Kabupaten Aceh Timur dapat memperkuat posisi keuangan daerah dalam rangka
memperluas otonomi daerah di Kabupaten Aceh Timur.
19
19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Aceh Timur dengan objek
penelitian adalah variabel PAD dan sumber-sumbernya serta variabel pendapatan
pemerintah daerah Kabupaten Aceh Timur sebagai sumber pembiayaan kegiatan
pemerintahan di daerah dalam rangka penyelenggaraan/pelaksanaan otonomi
daerah. Penelitian ini termasuk dalam konsentrasi mata kuliah Ekonomi Publik.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Sebahagian besar data dalam penelitian ini adalah data sekunder,
sedangkan data primer lebih bersifat kuantitatif, karena menyangkut dengan
informasi atau keterangan para penjabat yang berwenang dalam menghimpun
PAD dan keuangan pemerintah daerah secara umum di Kabupaten Aceh Timur.
Adapun sumber data sekunder antara lain sebagai berikut :
a. Bappeda Kabupaten Aceh Timur
b. Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (DPKKD) Kabupaten
Aceh Timur
c. Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Aceh Timur
d. Buku-buku perpustakaan baik perpustakaan daerah maupun Universitas
Samudra Langsa.
20
20
Data primer bersumber dari :
a. Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (DPKKD)
Kabupaten Aceh Timur
b. Staf Keuangan
c. Bendahara dan Sekretaris
3.3. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data primer dilakukan penelitian lapangan (field
research), maksudnya peneliti melakukan observasi langsung terhadap objek-
objek yang diteliti berdasarkan sumber data yang ada hubungannya dengan
penelitian ini. Dalam hal ini peneliti juga melakukan dialog dengan para penjabat
yang berwenang dalam pengumpulan PAD.
Data sekunder peneliti peroleh dengan cara membaca buku-buku
Ekonomi Publik dan penelitian-penelitian orang lain yang ada hubungannya
dengan kebutuhan penelitian ini serta membaca artikel-artikel yang berkenaan
dengan otonomi daerah dan keuangan daerah.
3.4. Metode Analisis Data
Data-data yang ada dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif,
maksudnya semua data yang ada kaitannya dengan penelitian ini dibuat dalam
suatu tabel kemudian diadakan penjelasan terhadap tabel-tabel tersebut sesuai
dengan kebutuhan penelitian ini.
21
21
Untuk mengetahui berapa besar peranan PAD dalam posisi keuangan
daerah digunakan rumus (Dumairy, 2004:69) :
β =
Keterangan :
Β = Peranan PAD terhadap pendapatan pemerintah daerah
PAD = Besarnya PAD setiap tahunnya
Y = Pendapatan Pemerintah Kabupaten Aceh Timur
Untuk menganalisis pertumbuhan rata-rata dalam PAD digunakan rumus
(Dumairy, 2004:136) sebagai berikut :
Pn = Po (1+r)n
Keterangan :
Pn = PAD tahun ke-n (tahun 2008)
Po = PAD tahun dasar (tahun 2004)
r = Tingkat perkembangan rata-rata
n = Jarak Po ke Pn (n=5)
3.5. Definisi Operasional Variabel
Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah semua penerimaan yang bersumber
dari pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD dan penerimaan pemerintah
lainnya yang sah dalam suatu tahun tertentu dan dinyatakan dalam rupiah.
22
22
b. Pendapatan Pemerintah Daerah adalah semua variabel pendapatan baik
berasal dari PAD, dana perimbangan block grant dan specific grant serta
hibah yang dilakukan orang atau lembaga kepada Pemerintah Daerah dalam
jangka waktu satu tahun dan dinyatakan dalam rupiah.
c. Variabel perkembangan rata-rata maupun pendapatan pemerintah daerah
dihitung selama 5 tahun dan dinyatakan dalam bentuk persentase.
d. Otonomi Daerah adalaah kewenangan daerah dalam mengelola keuangan
yang diperlihatkan oleh keuangan daerah yang semakin baik (tinggi),
sehingga dapat menurunkan derajat desentralisasi dan dinyatakan dalam
persentase.
23
23
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, 2005, AnalisisPendapatan Asli Daerah Kabupaten Pidie, Skripsi
(tidak dipublikasikan), Fakultas Ekonomi Unsyiah, Darussalam, Banda
Aceh.
Ahmad, H., 1999, Analisis Posisi Pendapatan Asli Daerah di Indonesia, Kasus
Daerah Istimewa Aceh, Jawa Timur dan DKI Jakarta, Fakultas
Ekonomi Unsyiah, Darussalam, Banda Aceh.
Arnita, Kustadi, 2004, Sistem Perpajakan di Indonesia, Penerbit Alumni
Bandung
Azwir, 2006, Analisis Pendapatan Asli Daerah di Indonesia, BPFE-UI, Jakarta
Dumairy, 2004, Matematika Terapan Untuk Bisnis dan Ekonomi, Cetakan ke-
8, jilid 3, BPFE-UGM, Jogjakarta
Lanis, 1999, Pendapatan Daerah Dalam Ekonomi Orde Baru, BPFE-UI,
Jakarta
Guritno, 2005, Ekonomi Publik dan Aplikasi Ekonomi, BPFE-UGM ,
Jogjakarta.
Kristiadi, J.B., 2002 Problema Pendapatan Daerah, Prisma No. 18 Edisi ke-8,
Jakarta
Hendri, Ahmadi, 2000, Analisis Dampak Perekonomian Wilayah Terhadap
Keuangan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia,
Makalah seminar pada tanggal 15 Agustus 2008 di Jakarta
24
24
Nick, Devas, 1999, Central-Local Financial Relation, Terjemahan Masri
Morris, BPFE-UGM , Jogjakarta.
Suparmoko, 2001, Keuangan Negara Lanjutan, Jilid 2 Edisi ke-4, BPFE-UI,
Jakarta.
Sutrino, 2002, Pengantar Keuangan Negara, PT. Raja Grafindo Indonesia,
Jakarta.
25
25