AKURASI RUKYATUL HILAL PUSAT OBSERVASI BULAN LAPAN
WATUKOSEK GEMPOL KABUPATEN PASURUAN
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
FINZA KHASIF GHIFARANI
11150440000020
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1441 H/2019 M
v
ABSTRAK
Finza Khasif Ghifarani. NIM 11150440000020. AKURASI RUKYATULHILAL
PUSAT OBSERVASI BULAN LAPAN WATUKOSEK GEMPOL PASURUAN.
Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441 H/2019 M.
Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan Standar Operasional Prosedur
pendirian POB, praktik rukyatulhilal di POB Lapan, juga keakurasian hasil
rukyatulhilal di POB Lapan yang dikonfirmasikan dengan data hisab yang
dimiliki BMKG.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian field research atau penelitian
lapangan yang dilakukan dengan cara pengamatan, yakni mengamati gejala yang
diteliti dan apa yang ditangkap tadi, dicatat lalu catatan tersebut dianalisis. Dalam
hal ini penulis menjadi participant observation.
Hasil penelitian ini adalah bahwa pemilihan lokasi rukyatulhilal
berdasarkan rekomendasi dari tokoh-tokoh yang dipercaya oleh masyarakat,
karena Kementrian Agama RI sebagai lembaga yang mempunyai tupoksi dibagian
hisab rukyat belum mengeluarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam
pemilihan lokasi rukyatulhilal.
Sebelum pelaksanaan rukyatulhilal hendaknya perukyat sudah memiliki
data hisab sebagai acuan untuk melaksanakan rukyatulhilal. Ketika waktu
matahari terbenam, perukyat diharapkan mendekati alat rukyatulhilal untuk
bersiap memburu hilal. Jika ada salah satu perukyat yang berhasil melihat hilal
maka dianjurkan untuk berteriak takbir lalu diambil sumpahnya untuk dilaporkan
ke Departemen Agama.
Persentase keberhasilan rukyatulhilal di POB Lapan Watukosek Gempol
relatif kecil yaitu 12,5% dibandingkan dengan persentase ketidakberhasilan yaitu
sebesar 87,5%. Ketidakberhasilan rukyatulhilal tidak otomatis menunjukkan
akurat atau tidak akuratnya Lapan Watukosek sebagai Pusat Observasi Bulan.
Faktor ketidakberhasilan rukyatulhilal disebabkan oleh beberapa hal diantaranya
yaitu posisi hilal yang belum mencapai dan masih dibawah imkanur rukyat atau
faktor cuaca yang tidak mendukung keberhasilan rukyatulhilal.
Kata Kunci: Rukyatulhilal, Pusat Observasi Bulan, Standar Operasional Prosedur
Pembimbing : Dr. Maskufa, M.A.
Daftar Pustaka : Tahun 1989 s.d Tahun 2018
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan banyak karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik. Salam dan cinta penulis selalu tercurahkan kepada kekasih
penulis yang telah membimbing kehidupan penulis yaitu Nabi Muhammad SAW.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu
kelancaran penyusunan skripsi ini, baik berupa dorongan sprirituil, moril maupun
materil. Oleh karena itu, penulis secara khusus menyampaikan ucapan terima
kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag, S.H, M.H, M.A., selaku dekan
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Ibu Dr. Mesraini, M.Ag., selaku ketua program studi Hukum Keluarga dan
Bapak Chairul Hadi, M.A., selaku sekretaris program studi Hukum Keluarga.
3. Dr. Yayan Sopyan, S.H., M.Ag. selaku dosen Pembimbing Akademik penulis
yang telah memberikan dukungan dan kemudahan bagi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Dr. Maskufa, M.A. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan
dukungan, bimbingan, dan saran kepada penulis hingga selesainya skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan ilmunya.
6. Pimpinan dan seluruh karyawan Perpustakaan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas untuk studi
kepustakaan.
7. Kedua orang tua penulis yaitu Ayahanda Fatkhul Mubin dan Ibunda
Maisyaroh serta kedua adik penulis adinda Ahmad Daniel Falach dan Filza
Abidah Badzlin yang selalu mendukung bahkan turut serta dalam proses
penelitian dan observasi.
8. Dian Yudha Risdianto, Kepala Balai Pengamatan Antariksa dan Atmosfer
vii
Lapan Pasuruan dan seluruh pegawai Balai Pengamatan Antariksa dan
Atmosfer Lapan Pasuruan yang telah membantu dalam penelitian ini baik
memberikan informasi berupa data maupun wawancara.
9. Drs. H. Sa’ad, Penyelenggara Syariah Kemenag Kab. Pasuruan beserta
seluruh pegawai pada Kemenag Kab. Pasuruan yang telah memberikan data
isbat rukyatulhilal dari Pengadilan Agama Bangil.
10. Drs. Purnomo, M.Hum., Ketua Pengadilan Agama Bangil beserta seluruh
Panitera Muda yang telah memberikan salinan penetapan rukyatulhilal di
Kab. Pasuruan.
11. Teruntuk para kerabat, sahabat, dan teman-teman yang selalu ada ketika
penulis mengalami kendala dalam proses penyelesaian skripsi ini, terkhusus
untuk Defanti Putri Utami, Ana Eka Fitriani dan Arabbyatul Aidawiyah.
12. Sahabat PMII Hukum Keluarga angkatan 2015 terkhusus untuk sahabat Nur
Ilhamillaili FM, Visca Melyana, Milah Karmilah, M. Iqbal Ibnu A., A. Syarif
Ramadhan, Rizky S. Adams, M. Syukur R., M. Kahfi dan Rizki Rahman A.
13. Keluarga besar Hukum Keluarga angkatan 2015.
14. Keluarga besar Ardina dan Isnina Kos khususnya Fadhilah Athiya Rahma,
Nazihah, Maya Jelita Hasibuan, Ira Putri Wahyuni dan Agustin Wahyuni.
Oleh karenanya, penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh
komponen yang telah berjasa dan berkontribusi dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis tidak bisa membalas kebaikan mereka kecuali dengan doa, semoga Allah
SWT membalas perbuatan baik dan memberikan kelancaran rezeki bagi kita
semua. Aamiin.
Jakarta, 16 September 2019
Penulis
viii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ........................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................................ v
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................................... 4
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................................. 5
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................................... 5
E. Kajian Studi Terdahulu .................................................................................. 6
F. Metodologi Penelitian .................................................................................... 7
G. Sistematika Penulisan ..................................................................................... 10
BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG RUKYATULHILAL ............................ 12
A. Pengertian Rukyatulhilal ................................................................................ 12
B. Dasar Hukum Rukyatulhilal ........................................................................... 13
C. Praktik Rukyatulhilal ...................................................................................... 16
D. Problematika Rukyatulhilal Dalam Penentuan Awal Bulan Qamariah ......... 27
BAB III PROFILE PUSAT OBSERVASI BULAN LAPAN WATUKOSEK
GEMPOL .................................................................................................................. 33
A. Standar Parameter Pendirian Pusat Observasi Bulan ..................................... 33
B. Aspek Historis Penentuan LAPAN Watukosek Gempol Sebagai Pusat
Observasi Bulan ............................................................................................. 34
C. Kelebihan dan Kekurangan Pusat Observasi Bulan LAPAN Watukosek
Gempol ........................................................................................................... 37
ix
BAB IV TINGKAT AKURASI RUKYATULHILAL DI PUSAT OBSERVASI
BULAN LAPAN WATUKOSEK GEMPOL......................................................... 39
A. Praktik Rukyatulhilal di LAPAN Watukosek Gempol .................................. 39
B. Data Hisab Awal Ramadan dan Awal Syawal di Pusat Observasi Bulan
LAPAN Watukosek Gempol Tahun 2016-2019 ............................................ 41
C. Analisis Keakurasian Hasil Rukyatulhilal di Pusat Observasi Bulan
LAPAN Watukosek Gempol .......................................................................... 45
BAB V PENUTUP .................................................................................................... 63
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 63
B. Saran ............................................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 65
LAMPIRAN
Surat Permohonan Pembimbing
Surat Permohonan Data
Pertanyaan Wawancara
Dokumentasi
x
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Data Hisab Awal Ramadhan Th. 2016-2019 M ......................................... 44
Tabel 4.2 Data Hisab Awal Syawal Th. 2016-2019 M .............................................. 44
Tabel 4.3 Laporan Hasil Rukyatul Hilal Awal Ramadhan Th. 2016-2019 M ........... 53
Tabel 4.4 Laporan Hasil Rukyatul Hilal Awal Syawal Th. 2016-2019 M ................ 61
Tabel 4.5 Persentase Keterlihatan Hilal di POB Lapan Th 2016-2019 M ................. 62
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Altimeter................................................................................................. 17
Gambar 2.2 Theodolit................................................................................................. 19
Gambar 2.3 Kompas................................................................................................... 20
Gambar 2.4 Rubu’ Mujayyab ..................................................................................... 20
Gambar 2.5 Gawang Lokasi ....................................................................................... 22
Gambar 2.6 Tongkat Istiwa ........................................................................................ 23
Gambar 2.7 Teropong ................................................................................................ 24
Gambar 3.1 Tampak Depan Gedung Lapan Watukosek Gempol .............................. 36
Gambar 3.2 Peta Lokasi Lapan Watukosek Gempol ................................................. 37
Gambar 4.1 Peta Ketinggian Hilal tanggal 5 Juni 2016 ............................................. 45
Gambar 4.2 Peta Umur Bulan tanggal 5 Juni 2016 .................................................... 46
Gambar 4.3 Peta Ketinggian Hilal tanggal 26 Mei 2017 ........................................... 47
Gambar 4.4 Peta Umur Bulan tanggal 26 Mei 2017 .................................................. 48
Gambar 4.5 Hilal Awal Ramadan H+1 th 2017 ......................................................... 48
Gambar 4.6 Peta Ketinggian Hilal tanggal 15 Mei 2018 ........................................... 49
Gambar 4.7 Peta Umur Bulan tanggal 15 Mei 2018 .................................................. 50
Gambar 4.8 Peta Ketinggian Hilal tanggal 5 Mei 2019 ............................................. 51
Gambar 4.9 Peta Umur Bulan tanggal 5 Mei 2019 .................................................... 52
Gambar 4.10 Peta Ketinggian Hilal tanggal 4 Juli 2016 ............................................ 54
Gambar 4.11 Peta Umur Bulan tanggal 4 Juli 2016 .................................................. 55
Gambar 4.12 Peta Ketinggian Hilal tanggal 24 Juni 2017 ......................................... 56
Gambar 4.13 Peta Umur Bulan tanggal 24 Juni 2017 ................................................ 56
Gambar 4.14 Peta Ketinggian Hilal tanggal 14 Juni 2018 ......................................... 58
Gambar 4.15 Peta Umur Bulan tanggal 14 Juni 2018 ................................................ 58
Gambar 4.16 Hilal Awal Syawal th 2018 .................................................................. 59
Gambar 4.17 Peta Ketinggian Hilal tanggal 3 Juni 2019 ........................................... 60
Gambar 4.18 Peta Umur Bulan tanggal 3 Juni 2019 .................................................. 61
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak lima belas abad yang lalu umat Islam yang tinggal
berdekatan tidak merasakan persamaan antara memulai dan mengakhiri
ibadah puasanya. Pada dasarnya perbedaan hasil penentuan awal Ramadan
dan Syawal ini sangat beragam, dan ternyata bukan hanya antar rukyat dan
hisab. Sesama praktisi yang menggunakan cara pengamatan (rukyat) pun
terdapat hasil yang berbeda-beda. Lebih banyak lagi didapatkan
beragamnya hasil dari perhitungan (hisab) dikarenakan mereka
menggunakan metode yang berbeda-beda juga. Penyebab lain dari
perbedaan hasil pendekatan yang sama, antar rukyat dan antar hisab, terbit
dari cara maupun tolok ukur penilaian terhadap keabsahan hasilnya. Satu
pengamatan bisa dianggap sah oleh suatu kalangan, tetapi tidak sah
menurut kalangan lainnya, misalnya disebabkan karena perbedaan
penilaian terhadap pengamatnya.1
Nahdhatul Ulama melalui Lajnah Bahsul Masail mengeluarkan
keputusan bahwa penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah atas
dasar rukyatulhilal atau istikmal, sebagaimana tersurat dalam Keputusan
Munas Ulama 13-16 Rabiul Awal 1404 H/18-21 Desember 1983 M di
Situbondo, Jawa Timur:
“Penetapan Pemerintah tentang awal Ramadan dan Syawal dengan
menggunakan dasar hisab, tidak wajib diikuti. Sebab menurut
Jumhur Salaf bahwa tsubut awal Syawal dan Ramadan itu hanya bi
al-ru’yah au itmam al-‘adad tsalasina yauman. Adapun
mengamalkan hisab untuk menetapkan awal Ramadan dan Syawal
hanya boleh bagi ahli hisab itu sendiri dan orang yang
mempercayainya.”2
1 ICMI Orsat Kawasan PUSPIPTEK, “Rangkuman Diskusi Panel Teknologi Rukyah”
dalam BJ Habibie, Rukyah Dengan Teknologi (Uapaya Mencari Kesamaan Pandangan tentang
Penentuan Awal Ramadan dan Syawal), (Jakarta: Gema Insani Press, 1994), hal. 13-14. 2 Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyah, (Jakarta: Erlangga, 2007), hal. 9.
2
Selanjutnya untuk keseragaman di kalangan warga Nahdhatul
Ulama di dalam melaksanakan keputusan yang dimaksud termasuk di
dalam hal penetapan Idul Adha, maka Munas Alim Ulama pada tanggal
23-24 Rabiul Awal 1408 H/15-16 November 1987 di PP Al-Ihya
Ulumuddin Kasugihan Cilacap, Jawa Tengah telah mengambil kesimpulan
sebagai berikut:
a. Menegaskan bahwa penetapan awal Ramadan, Idul Fitri dan Idul
Adha oleh Qadhi atau penguasa yang diberlakukan kepada masyarakat
(itsbat al-am) dapat dibenarkan jika berdasarkan rukyatulhilal atau
istikmal.
b. Nahdhatul Ulama telah lama mengikuti pendapat ulama yang tidak
membedakan mathla’ dalam penetapan awal Ramadan, Idul Fitri, atau
Idul Adha, yakni rukyatulhilal di salah satu tempat di Indonesia yang
diterima oleh Pemerintah sebagai dasar penetapan awal Ramadan, Idul
Fitri, dan Idul Adha berlaku di seluruh wilayah Indonesia walaupun
berbeda mathla’.
c. Melakukan rukyatulhilal untuk penetapan awal Ramadan, Idul Fitri,
dan Idul Adha adalah fardhu kifayah menurut madzhibil arba’ah
kecuali Madzhab Hambali yang berpendapat bahwa hukumnya
sunnah. Pelaksanaan rukyatulhilal yang dilaksanakan Pemerintah
sudah cukup sebagai pelaksanaan fardhu kifayah bagi seluruh umat
Islam Indonesia.
d. Lajnah Falakiyah dan Rukyat PBNU perlu melakukan upaya bagi
terlaksananya prinsip rukyatulhilal atau istikmal antara lain dengan
cara:
1. Membuat kepastian awal Sya’ban dengan rukyatulhilal atau
istikmal untuk keperluan awal Ramadan.
2. Melakukan rukyatulhilal pada malam 30 syawal dan 30
Dzulqa’dah selanjutnya menanyakan hasil rukyatulhilal tanggal 1
Dzulhijjah pada Pemerintah. Hal ini perlu dilakukan, sebab
Pemerintah sering kali tidak mengeluarkan pengumuman
penetapan 1 Dzulhijjah secara rinci. Kemudian hasilnya
diumumkan segera kepada wilayah dan cabang Nahdhatul Ulama
di seluruh Indonesia untuk keperluan Idul Adha.
e. Untuk keperluan memulai puasa Ramadan, melaksanakan Idul Fitri,
dan Idul Adha kepada warga Nahdlatul Ulama terutama anggota
pimpinan dari tingkat pusat sampai dengan tingkat ranting
diintruksikan agar menyimak pengumuman dan penetapan pemerintah
melalui RRI dan TVRI mengenai 3 hal ini. Jika pengumuman dan
penetapannya berdasarkan rukyatulhilal atau istikmal maka warga
Nahdhatul Ulama wajib mengikuti dan menaati. Tetapi jika
pengumuman dan penetapannya hanya semata-mata berdasarkan
3
hisab, maka warga Nahdlatul Ulama tidak wajib mengikuti dan
menaatinya, selanjutnya mengawali puasa Ramadan, melaksanakan
Idul Fitri, dan Idul Adha pada hari berikutnya.3
Tujuan pelaksanaan rukyatulhilal tersebut, disamping untuk
penentuan awal bulan dan akhir ibadah puasa Ramadan, juga untuk
mengumpulkan data sejauh mana hilal-hilal awal bulan Qamariyah dapat
dilihat, yang kemudian akan diolah sebagai bahan kebijakan dalam
menetapkan hari-hari besar Islam, yang merupakan salah satu tugas
Departemen Agama.4
Namun sebelum rukyatulhilal dilaksanakan, ada beberapa segi
yang melandasi pelaksanaan itu yang perlu diketahui dan dipersiapkan
dengan sebaik-baiknya. Melakukan rukyatulhilal baik dengan cara
tradisional maupun dengan cara yang lebih maju, minimal memerlukan
sarana atau peralatan bantu. Di dalam persiapan itu termasuk juga
pemilihan lokasi atau tempat yang memenuhi syarat untuk rukyatulhilal.
Penggunaan jam yang menunjuk waktu secara akurat adalah suatu hal
yang mutlak diperlukan, demikian pula dengan tanda-tanda petunjuk arah
yang dijadikan patokan dalam pengukuran posisi benda langit.5
Penggunaan alatpun mengalami perkembangan dalam pelaksanaan
rukyatulhilal. Dari pelaksanaan tanpa alat kemudian berkembang menjadi
pelaksanaan yang dilengkapi alat-alat observasi. Alat yang digunakan di
suatu daerah dapat berbeda dengan alat di daerah lainnya. Hal ini
tergantung pada kreatifitas dan dana yang tersedia. Namun pada umumnya
alat-alat tersebut terdiri dari kompas, rubu’mujayyab, gawang lokasi,
tongkat istiwa (bencet) dan teropong.6
3 Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyah, hal. 9. 4 Drs. H. Wahyu Widiana, MA, “Pelaksanaan Rukyatul hilal di Indonesia” dalam
Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Pembinaan Peradilan
Agama, Selayang Pandang Hisab Rukyat, (Jakarta: 2004), hal. 26. 5 Departemen Agama RI. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, PedomanTehnik Rukyat, (Jakarta: 1994),
hal. 19. 6 Drs. H. Wahyu Widiana, MA, “Pelaksanaan Rukyatul hilal di Indonesia” dalam
Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Pembinaan Peradilan
Agama, Selayang Pandang Hisab Rukyat, hal. 27.
4
Pada tahun 2016, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU)
Jawa Timur menyiapkan 17 lokasi rukyatulhilal atau pengamatan hilal
(rembulan usia muda pertanda pergantian kalender). Ini dilakukan untuk
menentukan awal Ramadan 1437 Hijriah.
Ke-17 lokasi rukyatulhilal yang dimaksud adalah Tanjungkodok
(Lamongan), Bukit Condrodipo (Gresik), Bukit Wonocolo Kedewan
(Bojonegoro), Pantai Serang dan Bukit Banjarsari (Blitar), Satuan Radar
TNI AU Kabuh (Jombang), dan Pantai Tanjung Mulya Bawean (Gresik).
Lokasi lainnya, Lapan Watukosek (Pasuruan), Pantai Gebang (Bangkalan),
Pelabuhan Taddan (Sampang), Pantai Ambat (Pamekasan), Bukit Sadeng
(Jember), Pantai Pancur (Banyuwangi), Watoe Dhakon dan Gunung
Sekekep (Ponorogo), serta PP Kwagean Pare (Kediri).7
Satu-satunya POB di Pasuruan yang masih sering digunakan
untuk rukyatulhilal adalah POB Lapan yang terletak di Watukosek
Gempol. Selain itu Lapan ini adalah salah satu POB yang berada di Kab.
Pasuruan yang sudah diresmikan Kantor Wilayah Jawa Timur untuk
dijadikan POB. Sehingga data-data rukyatulhilal mudah didapatkan karena
sudah terstruktur dengan baik. Untuk itu penulis ingin meneliti lebih lanjut
tentang POB Lapan Watukosek baik dari segi pemilihan lokasi, proses dan
hasil rukyatulhilalnya. Adapun penelitian ini diberi judul “AKURASI
RUKYATULHILAL PUSAT OBSERVASI BULAN LAPAN
WATUKOSEK GEMPOL KABUPATEN PASURUAN”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang sebagaimana diungkapkan diatas,
terdapat sejumlah permasalahan yang diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Metode apa saja yang dipakai untuk menetapkan awal bulan hijriah?
2. Apa saja yang diperlukan untuk melakukan rukyatulhilal?
3. Dimana saja lokasi yang dipakai untuk rukyatulhilal?
7 Angga Indrawan, republika.co.id, Berita Ramadan/Kabar Ramadan: 2016/06/04/NU-
Jatim-Siapkan-17-Lokasi-Rukyatul-Hilal.(diunduh pada tanggal 11 Desember 2018 pada pukul
9.23 WIB).
5
4. Apakah rukyatulhilal dilakukan pada setiap awal bulan hijriah?
5. Seberapa besar markas POB mempengaruhi keberhasilan
rukyatulhilal?
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah penulis dalam melakukan penelitian dan
pembahasan skripsi, sehingga pembahasan masalahnya jelas, maka
penulis membatasi masalahnya hanya pada akurasi rukyatulhilal POB
Lapan Watukosek Gempol Kabupaten Pasuruan pada awal bulan
Ramadan dan awal bulan Syawal tahun 2016-2019.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka inti dari
permasalahannya adalah bagaimana akurasi hasil rukyatulhilal POB
Lapan Watukosek Gempol Kabupaten Pasuruan.
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka pertanyaan
penelitian yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses Rukyatulhilal di POB Lapan Watukosek
Gempol Kabupaten Pasuruan?
2. Bagaimana tingkat akurasi Rukyatulhilal di POB Lapan
Watukosek Gempol Kabupaten Pasuruan?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ditetapkan berdasarkan rumusan
masalah adalah untuk mengetahui bagaimana akurasi Rukyatulhilal POB
Lapan Watukosek Gempol Kabupaten Pasuruan.
Adapun manfaat yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Manfaat Bagi Penulis
Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat dalam rangka memenuhi
kewajiban dan sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelar
Sarjana Hukum dalam Program Studi Hukum Keluarga Fakultas
Syariah dan Hukum.
6
b. Manfaat Bagi Masyarakat
Manfaat bagi masyarakat dalam penulisan skripsi ini adalah agar
masyarakat mengetahui sebab musabab kenapa terjadi perbedaan
dalam memulai dan mengakhiri bulan hijriah dan proses dalam
melaksanakan rukyatulhilal.
E. Kajian Studi Terdahulu
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menemukan beberapa skripsi
yang membahas tentang kelayakan Pusat Observasi Bulan. Adapun kajian
terdahulu yang penulis temukan diantaranya:
Muhammad Zaenuri (092111103) dengan judul skripsi “Uji
Kelayakan Tempat Pengamatan Hilal Di Yayasan Lajnah Falakiyah Al
Husniyah Cakung, Jakarta Timur”. Ia merupakan salah satu mahasiswa
program studi Ilmu Falak Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Institut
Agama Islam Negeri Walisongo Semarang tahun 2013. Hasil
penelitiannya yaitu kondisi lokasi rukyat yang berada -9 M dpl tidak
menjamin proses rukyatulhilal menjadi mudah karena permukaan piringan
hilal semakin jelas terlihat seperti yang dianalogikan Ust. Nutyazid tapi
kondisi di ufuk Barat, baik diamati dari ketinggian atau kedalaman suatu
tempat yang sebenarnya paling berpengaruh bagi keberhasilan rukyat. Hal
ini juga yang menjadi salah satu alasan kenapa laporan Cakung yang
menyatakan berhasil melihat hilal saat rukyatulhilal awal syawal 1427 H /
2006 M ditolak.
Ahmad Marzuki (092111082) dengan judul skripsi “Uji Kelayakan
Pantai Pasir Putih Situbondo Jawa Timur Sebagai Tempat Rukyatul
Hilal”. Ia merupakan salah satu mahasiswa program studi Ilmu Falak
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Institut Agama Islam Negeri
Walisongo Semarang tahun 2013. Hasil penelitiannya adalah Pantai Pasir
Putih Situbondo ditinjau dari perspektif geografis dan atmosfer untuk
dijadikan tempat rukyat tidak layak. Dari segi atmosfer Pantai Pasir Putih
kurang bagus karena curah hujan dan kelembapan udara yang tebal. Hal
ini membuat kondisi langit barat cenderung berawan. Dari perspektif
7
geografis Pantai Pasir Putih memiliki kelemahan di ufuk barat. Yaitu
pandangan mata pada ufuk bagian selatan dari titik barat sejati sebesar 4°
45’ 43” memiliki hambatan berupa pojok teluk kota Probolinggo. Oleh
karena itu, jika pantai ini tetap dijadikan tempat rukyat, maka hasil
pengamatan akan nihil. Selain itu, pada sisi selatan pantai ada Pembangkit
Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang memiliki cahaya yang dapat
mengganggu saat melaksanakan rukyatulhilal.
M. Zainul Musthofa (092111113) dengan judul skripsi “Uji
Kelayakan Pantai Kartini Jepara Sebagai Tempat Rukyatul Hilal”. Ia
merupakan salah satu mahasiswa Program Studi Ilmu Falak Fakultas
Syariah dan Ekonomi Islam Institut Agama Islam Negeri Walisongo
Semarang tahun 2013. Hasil penelitiannya ialah ditinjau dari aspek letak
Geografis, Pantai Kartini Jepara terbukti memiliki ufuk yang bagus dan
bersih dari polusi udara yang disebabkan oleh asap pabrik, ataupun polusi
cahaya dari gedung-gedung tinggi yang dapat menghalangi pandangan
perukyat. Adapun secara Astronomis, Pantai Kartini Jepara bagus untuk
digunakan sebagai tempat rukyat, karena medan pandang rukyatnya secara
astronomis peredaran Bulan, bebas dari halangan apa pun.
Hal yang membedakan penelitian penulis dengan penelitian
sebelumnya bahwa jika di penelitian-penelitian sebelumnya membahas
tentang kelayakan lokasi Pusat Observasi Bulan, namun kali ini penulis
memilih untuk tidak hanya meneliti POB dari segi lokasinya saja namun
juga akurasi hasil rukyatulhilal di POB Lapan Watukosek Gempol
Kabupaten Pasuruan.
F. Metodologi Penelitian
Metodologi Penelitian merupakan ilmu mengenai jenjang-jenjang
yang harus dilalui dalam suatu proses penelitian. Atau ilmu yang
membahas metode ilmiah dalam mencari, mengembangkan, dan menguji
kebenaran suatu pengetahuan.8
8 Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2010), hal. 1.
8
Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud
dengan penelitian ilmiah (research) adalah suatu kegiatan yang
dilaksanakan secara sistematis, objektif, dan logis dengan mengendalikan
atau tanpa mengendalikan berbagai aspek/variabel yang terdapat dalam
fenomena, kejadian, maupun fakta yang diteliti untuk menjawab
pertanyaan atau masalah yang diselidiki.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian
Lapangan atau field research. Penelitian Lapangan atau field research
merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara pengamatan, yakni
mengamati gejala yang diteliti. Panca indra manusia (penglihatan dan
pendengaran) diperlukan untuk menangkap gejala yang diamati. Dan
apa yang ditangkap tadi, dicatat dan selanjutnya catatan tersebut
dianalisis.9 Dalam hal ini penulis akan menjadi participant
observation yakni dengan mengikuti proses rukyatulhilal pada awal
Ramadan tahun 1440 H.
2. Sumber Data
a. Data Primer
Dalam hal ini data diambil langsung dari Lapangan ataupun
sumber asli yang berhubungan langsung dengan masalah yang
diteliti, yaitu berupa hasil wawancara terhadap Ketua POB,
perukyat, hasil pengamatan hilal secara langsung dan dokumentasi
dari POB Lapan Watukosek Gempol Kabupaten Pasuruan.
b. Data Sekunder
Data ini diperoleh dari pihak lain, secara tidak langsung diperoleh
oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Dalam hal ini yaitu dengan
mengkaji beberapa data yang berasal dari bahan-bahan
kepustakaan, baik berupa buku-buku, artikel karya-karya ilmiah
yang dimuat dalam media massa dan juga jurnal ilmiah maupun
9 Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, hal. 70.
9
laporan-laporan hasil penelitian serta data-data yang diterbitkan
oleh lembaga-lembaga pemerintah.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan, penulis
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, diantaranya:
a. Wawancara
Wawancara adalah suatu kejadian atau suatu proses interaksi
antara pewawancara dan sumber informasi atau orang yang
diwawancarai melalui komunikasi secara langsung.10 Wawancara
yang akan dilakukan oleh penulis adalah dengan cara tanya jawab
langsung dengan para pihak yang berkaitan dengan pembahasan
penulis, seperti pengurus Lajnah Falakiyah PCNU Pasuruan
sebagai satu-satunya organisasi yang mengkoordinir proses
rukyatulhilal, Pimpinan POB Lapan Watukosek Gempol
Kabupaten Pasuruan, Penyelenggara Syariah Kemenag Kabupaten
Pasuruan dan yang terakhir masyarakat-masyarakat yang mengikuti
proses rukyatulhilal.
b. Observasi
Observasi adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara
sistematis, objektif, dan logis dengan mengendalikan atau tanpa
mengendalikan berbagai aspek/variabel yang terdapat dalam
fenomena, kejadian, maupun fakta yang diteliti untuk dapat
menjawab pertanyaan atau masalah yang diselidiki.11 Dalam hal ini
penulis akan melakukan penelitian langsung terhadap objek
wilayah penelitian penulis.
c. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan atau karya seseorang tentang
sesuatu yang sudah berlalu. Dokumen itu dapat berbentuk teks
10 A. Muri Yusuf, Metodologi Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, & Penelitian Gabungan,
(Jakarta: Pranada Media, 2016), hal. 372. 11 A. Muri Yusuf, Metologi Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, & Penelitian Gabungan,
hal. 26.
10
tertulis, artefacts, gambar, maupun foto.12 Penulis mengambil
dokumen atau data-data yang tersedia di POB Lapan Watukosek,
Kemenag Kab. Pasuruan dan Pengadilan Agama Kab. Pasuruan.
Selain dokumen dari lembaga yang telah disebut diatas, penulis
juga mengambil data-data dari literatur dan referensi yang
berkaitan dengan judul penelitian ini.
4. Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan oleh penulis adalah analisis data
deskriptif. Dikarenakan dalam penelitian ini penulis mendeskripsikan
profile POB, proses dan juga hasil rukyatulhilal. Dalam hal ini, akan
diadakan penelitian khususnya terhadap POB Lapan Watukosek
Gempol.
5. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan yang akan digunakan dalam penelitian
ini berdasarkan buku pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh
Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan dalam penulisan, skripsi ini
dibagi atas lima bab yang saling berkaitan satu sama lain.
Bab pertama dalam penelitian ini berisi pendahuluan yang meliputi
latar belakang yang menjadi dasar mengapa penulisan ini diperlukan,
identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, kajian studi terdahulu, metodologi penelitian, dan
sistematika penulisan.
Kemudian bab kedua ini menjelaskan tentang pengertian
rukyatulhilal, dasar hukum rukyatulhilal, praktik rukyatulhilal dan
problematika rukyatulhilal dalam penentuan awal bulan Qamariah.
12 A. Muri Yusuf, Metodologi Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, & Penelitian Gabungan,
hal. 391.
11
Selanjutnya pada bab tiga memuat tentang standar parameter
pendirian POB, profil POB Lapan Watukosek Gempol serta sejarah
penggunaan POB Lapan Watukosek Gempol sebagai tempat rukyatulhilal.
Selanjutnya adalah bab empat merupakan pokok dari pembahasan
penulisan penelitian yang dilakukan, yakni praktik rukyatulhilal di POB
Lapan Watukosek Gempol, data hisab awal Ramadan dan awal Syawal
tahun 2016-2019, analisis keakurasian hasil rukyatulhilal di pusat
observasi bulan Lapan watukosek gempol, dan persentase keterlihatan
hilal Ramadan dan Syawal di POB Lapan Watukosek Gempol Tahun
2016-2019.
Adapun bab lima ini berisi tentang kesimpulan dan saran.
12
BAB II
KAJIAN TEORITIS TENTANG RUKYATULHILAL
A. Pengertian Rukyatulhilal
Ra a (رأى( merupakan kata kerja dari rukyat (رؤية) yang berarti
“melihat”. Ra a memiliki banyak mashdar diantaranya adalah rukyan (رأاي)
dan rukyatan (رؤية). Arti kata rukyan adalah “mimpi” (تراه ىف املنامما),
sedangkan arti kata rukyatan adalah “melihat dengan mata atau dengan
akal atau dengan hati” (نظرابلعني اوابلعقل هوابلقلب). Keduanya memiliki isim
jamak yang sama, yakni Ru an (رؤى).1
Secara estimologis kata rukyat berasal dari kata ra’a, yara, ra’yan,
wa ru’yatan yang memiliki banyak makna yakni melihat, mengerti,
menyangka, menduga, dan mengira, to see, to behold (melihat), perceive
(merasa), notice, observe (memperhatikan/melihat) dan discern (melihat).2
Kata rukyat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
didefinisikan dengan penglihatan, pengamatan yakni perihal melihat bulan
tanggal satu untuk menentukan hari permulaan dan penghabisan puasa
Ramadan.3Ahli linguistik Arab, al-Khalil bin Ahmad yang berasal dari
Oman dalam buku Mengkompromikan Rukyat dan Hisab mendefiisikan
hilal dengan sinar bulan pertama, ketika melihat dengan nyata bulan sabit
pada awal sebuah bulan.4
1 Departemen Agama RI. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, PedomanTehnik Rukyat, (Jakarta: 1994),
hal. 1. 2Maskufa, Ilmu Falaq, (Jakarta: Gaung Persada, 2009), hal. 149. 3Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi
Keempat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal. 1.187. 4Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat & Hisab, (Jakarta: Amythas Publicita, 2007),
hal. 83.
13
Hilal dalam Kamus Arab-Indonesia Almunawwir berarti bulan
sabit (2 malam dari awal bulan) atau bulan yang terlihat pada awal bulan.5
Sedangkan hilal menurut Kamus Kontemporer Arab-Indonesia adalah
القمر هالل من yang berarti bulan sabit atau sesuatu yang berbentuk bulan
sabit.6
Jika digabungkan definisi rukyatulhilal adalah melihat hilal pada
saat terbenam matahari pada akhir bulan hijriah untuk menentukan awal
bulan hijriah berikutnya. Jika pada saat matahari terbenam tersebut hilal
sudah terlihat, maka malam itu dan keesokan harinya masuk tanggal satu
bulan baru, tetapi jika hilal masih belum terlihat maka bulan yang sedang
berlangsung disempurnakan menjadi 30 puluh hari.7 Maka dari itu, penting
melakukan lokalisir kedudukan hilal secara cermat sebelum melakukan
rukyat, yakni dengan cara menentukan tinggi hilal, menentukan azimuth,
menentukan miringnya falak bulan dari ekliptika. Karena dengan ini, akan
dapat diketahui secara pasti kedudukan bulan tersebut, selanjutnya gerakan
bulan harian yang sejajar dengan equator juga ditentukan.8
Muhyiddin Khazin dalam bukunya ilmu falak dalam teori dan
praktik mendefinisikan rukyatulhilal sebagai suatu kegiatan atau usaha
melihat bulan sabit di langit (ufuk) sebelah barat sesaat setelah matahari
terbenam menjelang awal bulan baru, khususnya menjelang bulan
Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah untuk menentukan kapan bulan itu
dimulai.9 Dengan ini rukyatulhilal yang dimaksud adalah sebagai salah
satu usaha untuk menentukan awal bulan hijriah tertentu dengan tujuan
agar ibadah utama yang terdapat dibulan tersebut dapat terlaksana di waktu
5Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir Kamus Arab-Indonesia Edisi Kedua,
(Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), hal. 1515. 6Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Pondok
Krapyak: Multi Karya Grafika), hal. 1978. 7Departemen Agama RI. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Pedoman Tehnik Rukyat, hal. 1. 8Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI Tahun 2007, Almanak
Hisab Rukyat, (Jakarta: 2007), hal. 193. 9Watni Marpaung, Rukyatul Hilal Metode Menetukan Awal Bulan Qamariyah Menurut
Nahdhatul Ulama, Jurnal Syariah, Vol. 08 No. 1 tahun 2016, hal. 2.
14
yang tepat dengan berdasarkan dasar hukum yang akan dibahas dibab
selanjutnya.
B. Dasar Hukum Rukyatulhilal
Dasar hukum rukyatulhilal terdapat dalam Alquran dan hadis nabi,
diantaranya sebagai berikut:
1) Dasar Hukum dari Alquran
يسألونك عن األهلة قل هي مواقيت للناس والج وليس الب بن تتوا الب يوت من
ابا وات قوا الل لعلكم ت فلحون من أب و ظهورها ولكن الب من ات قى وأتوا الب يوت
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah:
"Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi
ibadah) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari
belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang
bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya; dan
bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung. (QS. Al-Baqarah:
189).
Pada ayat ini Orang-orang bertanya kepada Rasulullah saw. ihwal
bulan sabit, “Ya Rasulullah, untuk apa bulan sabit diciptakan?” maka
Allah menurunkan ayat, ‘mereka bertanya kepadamu ihwal bulan sabit.
Jawablah, ‘Ia merupakan penentu waktu bagi manusia.’ Nabi bersabda,
“Allah menjadikan bulan sabit untuk menentukan waktu berpuasa bagi
kaum muslimin, waktu berbuka, masa iddah bagi wanita, dan urusan
agama mereka yang lain.”10
Allah mengajar Nabi Muhammad SAW menjawab pertanyaan
sahabatnya tentang guna dan hikmah “bulan” bagi umat manusia, yang
pada mulanya tampak kecil tipis kemudian terus bertambah hingga
penuh dengan cahaya lalu kembali sebagaimana semula, maka
keadaannya tidak seperti matahari yang tetap.11 Yaitu bulan tersebut
untuk keperluan perhitungan waktu dalam melaksanakan urusan
10Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Taisiru al-Aliyyu Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir
Jilid 1, (Jakarta: Gema Insani Press, 1989), hal. 305. 11Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan Tafsir
Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 1, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2017), hal. 99.
15
ibadah mereka seperti: sholat, puasa, haji dan sebagainya dan juga
urusan dunia yang diperlukan. Allah menerangkan perhitungan waktu
itu dengan perhitungan bulan Qamariah, karena lebih mudah dari
perhitungan menurut peredaran matahari (Syamsiyah) dan lebih sesuai
dengan tingkat pengetahuan bangsa Arab pada zaman itu.12
Seperti terlihat diatas, jawaban yang diberikan ini tidak sesuai
dengan pertanyaan yang diajukan. Karena jawaban yang seharusnya
diberikan adalah bahwa bulan memantulkan sinar matahari ke bumi
melalui permukaannya yang tampak dan terang hingga terbitlah sabit.
Apabila pada paruh pertama bulan berada pada posisi diantara
matahari dan bumi, bulan itu menyusut yang berarti muncul bulan
sabit baru. Dan, apabila berada di arah berhadapan dengan matahari,
dimana bumi berada di tengah akan tampak bulan purnama. Kemudian
purnama itu kembali mengecil sedikit demi sedikit sampai ke paruh
kedua. Dengan demikian, sempurnalah satu bulan Qamariyah selama
29,5309 hari. Atas dasar ini, dapat ditentukan penanggalan Arab, sejak
munculnya bulan sabit hingga bulan tampak sempurna sinarnya. Bila
bulan sabit tampak seperti garis tipis di ufuk barat, kemudian
tenggelam beberapa detik setelah tenggelamnya matahari, ketika itu
terjadi rukyat terhadap bulan.13
Memang tidak salah bila Alquran menjawab pertanyaan mereka
dengan jawaban ilmiah, sebagaimana dijelaskan dalam astronomi,
yakni keadaan bulan seperti itu akibat peredaran bulan dan matahari
serta posisi masing-masing dalam memberi dan menerima cahaya
matahari. Tetapi, bila jawaban ini yang disampaikan, disamping
masalah yang lebih penting terungkap, penjelasan menyangkut
pertanyaan itu bukan merupakan bidang Alquran karena Alquran
adalah kitab hidayah bukan kitab ilmiah. Di samping itu, jawaban
ilmiah berdasar astronomi itu belum dapat terjangkau oleh para
12Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia, Alquran dan Tafsirnya, hal. 320. 13M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an Vol. 1,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 504.
16
penanya ketika itu. Demikian ayat ini mengajarkan agar tidak
menjawab persoalan yang tidak termasuk otoritas anda, tidak juga
memberi jawaban yang diduga keras tidak dimengerti oleh penanya,
sebagaimana ia mengajarkan agar mengarahkan penanya kepada
pertanyaan dan jawaban yang bermanfaat baginya, didunia dan
akhirat.14
2) Dasar Hukum dari As-Sunnah
صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غب عليكم وعن أب هري رة قال: قال رسول الل
ة شعبان ثالثني ي وما )متفق عليه( فأكملوا عد
Dan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda:
“Berpuasalah kalian karena melihat bulan, dan berharirayalah kalian
karena melihat dia. Kemudian jika awan menutupi kalian, maka
sempurnakanlah bilangan sya’ban itu 30 hari”. (HR Bukhari dan
Muslim).15
عن عبد هللا بن عمر رضي هللا عنها قال: س عت رسول هللا ي قول: أذا راي تموه فصوموا و
أذا راي تموه وأفطروا فأن غم عليكم فاقدروله )اخرجه البخاري ومسلم(
Abdullah bin Umar r.a. berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda,“Jika kalian melihat hilal (awal Ramadhan) maka
berpuasalah, jika kalian melihatnya (awal syawal) maka berbukalah.
Jika ia tertutup awan maka hitunglah (menjadi 30 hari).” (HR.
Bukhori dan Muslim).16
Kata “perkirakanlah” ditafsirkan bermacam-macam.
Lafal: “faqduru” (kira-kirakanlah) itu termasuk kalimat perintah.
Hamzahnya adalah hamzah washol dan huruf “Dal” dikasrahkan dan
didlommahkan (jadi boleh dibaca: faqdiruu atau faqduruu).
14 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an Vol. 1,
hal. 504. 15Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Al-bukhori, Shoheh al-Bukhari Juz 1, hal.
459-460. Lihat juga Almanak Hisab Rukyat hal. 12. 16Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Al-bukhori, Shoheh al-Bukhori Juz 1 hal.
458. Lihat juga Syaikh Al-Hafizh Taqiyudin Abu Muhammad Abdulghani bin Abdulwahid bin Ali
bin Surur Al-Maqdisi Al-Jumaili Al Hanbali, Umdatul Ahkam, (Sukoharjo: Al-Qowam, 2015), hal.
199.
17
Maksud kalimat: “faqduru lahu tsalatsin dan akmilul’iddata
tsalatsin” itu ditafsirkan: berbukalah pada hari ke 30 itu dan
perkirakanlah sempurna bulan itu.17
Menurut jumhur ulama, disempurnakan sampai 30 hari. Menurut
sebagian ulama, diperhitungkan dengan dasar hisab. Sedang menurut
Ibnu Umar18, harus tetap berpuasa hingga lengkap 30 hari.
C. Praktik Rukyatulhilal
Awalnya rukyatulhilal dilakukan dengan sederhana. Orang-orang
hanya melihat hilal dari tempat yang tinggi dan menghadap ke arah barat
pada saat matahari terbenam. Namun setelah berkembangnya Ilmu
Astronomi, mereka banyak memanfaatkan ilmu tersebut dalam
pelaksanaan rukyatulhilal. Data ephemeris seperti ijtima’ hilal, deklinasi
matahari, azimuth matahari dan hilal, lintang tempat, bujur tempat sudah
banyak diaplikasikan oleh perukyat maupun masyarakat.19
Bahkan penggunaan alatpun mengalami perkembangan. Dari
pelaksanaan tanpa alat kemudian berkembang menggunakan alat-alat
rukyatulhilal. Fasilitas alat rukyatulhilal berbeda disetiap daerah
tergantung dana yang dimilki oleh daerah tersebut. Tetapi pada umumnya
alat yang digunakan dalam proses rukyatulhilal adalah sebagai berikut:
a. Altimeter: alat pengukur suatu tinggi tempat yang berdasarkan pada
tekanan udara tempat tersebut dibandingkan dengan tempat yang lain.20
17Drs. Abu Bakar Muhammad, Terjemahan Subulus Salam II Hadits-hadits Hukum,
(Surabaya: Al-Ikhlas, 1991), hal. 599. 18Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Jilid 1, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), hal. 637. 19Drs. H. Wahyu Widiana, MA, “Pelaksanaan Rukyatulhilal di Indonesia” dalam
Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Pembinaan Peradilan
Agama, Selayang Pandang Hisab Rukyat, hal. 27. 20Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI Tahun 2007,
Almanak Hisab Rukyat, hal. 218.
18
Gambar 2.1 Altimeter.
b. Theodolit: alat yang digunakan untuk mengukur tinggi dan azimuth
suatu benda langit.21
Apabila rukyat menggunakan theodolit, maka hal-hal yang
sebaiknya dilakukan adalah sebagai berikut:22
• Siapkan data hilal menurut hisab, mengenai:
1. Azimuth hilal (ketika matahari terbenam).
2. Irtifa’ hilal.
3. Lama hilal.
4. Waktu matahari terbenam.
• Siapkan Theodolit, kemudian lakukan:
a) Mengukur Azimuth Hilal.
1. Pasang theodolit pada tiang penyangganya.
2. Stel theodolit (dengan 3 skrup di bagian bawah) hingga
benar-benar datar ➔ (perhatikan waterpass)
3. Arahkan teleskop pada ufuk barat, kemudian stel
diafragmanya hingga ufuk terlihat paling cerah.
4. Pasang kompas di puncak theodolit atau ditempat yang
telah disediakan.
21Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI Tahun 2007,
Almanak Hisab Rukyat, hal. 218. 22Muhyiddin Khazir, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Buana Pustaka),
hal. 180.
19
5. Arahkan sasaran theodolit ke titik barat dengan mengintai
pada lubang kompas (angka kompas menunjukkan 270°)
➔perhatikan variasi magnet.
6. Kuncilah theodolit (dengan horizontal clamp
dikencangkan), agar tidak bergerak secara horizontal.
7. Hidupkan theodolit dengan memindah tombol power ke
posisi “on”.
8. Tunggu sejenak hingga display (kaca penyaji) menampilkan
angka.
VA = Vertical Angle (untuk ketinggian)
HA = Horizontal Angel (untuk azimuth)
9. Perhatikan Azimuth hilal menurut hisab. Apakah posisi hilal
di sebelah utara titik barat ataukah di selatannya. Apabila
posisi hilal di utara titik barat, maka tekan L/R hingga
tampil “R”; apabila hilal di sebelah selatan titik barat maka
tampilan “L”
10. Bukalah kunci horizontal tadi (kendurkan skrup horizontal
clamp)
11. Arahkan sasaran theodolit sebesar azimuth hilal. (Sasaran
theodolit ke azimuth hilal ini dapat dipantau pada display),
kemudian kuncilah kembali dengan horizontal clamp.
12. Apabila angka pada display kurang tepat, maka gerak
horizontal theodolit darat diperhalus dengan memutar-mutar
skrup penyetel horizontal (Horizontal tangent Clamp).
b) Mengukur Irtifa’ Hilal.
1. Arahkan sasaran teleskop tepat pada ufuk mar’i. Kemudian
periksalah angka pada display ➔ (VA = .....?), catatlah
angka itu dan gunakan untuk mengoreksi irtifa’ hilal hasil
hisab.
VA = berapa saja
HA = 00° 00’ 00”
20
2. Gerakkan teleskop ke atas-bawah, hingga display (VA)
menunjukkan angka tinggi (irtifa’) hilal setelah dilakukan
koreksian tadi.
3. Kemudian kuncilah dengan pengunci vertikal (vertical
clamp). Apabila angka pada display kurang tepat, maka
teleskop dapat digerakkan secara halus dengan Vertical
Tangent Clamp.
Dengan demikian, posisi hilal ketika matahari terbenam
sudah terbidik dengan theodolit, yaitu bila dilihat dari lubang
pengincar maka hilal berada dititik fokus lensa theodolit.
Gambar 2.2 Theodolit.
c. Kompas: adalah alat penunjuk arah mata angin. Sebaiknya dalam
penggunaan kompas harus dikoreksi dengan koreksian magnetik untuk
daerah tersebut. Daftar besaran koreksi tersebut dapat diperoleh dari
BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika).
Gambar 2.3 Kompas.
21
d. Rubu’ mujayyab: suatu alat hitung yang berbentuk segiempat lingkaran
untuk hitungan goneometris. Alat ini sangat berguna untuk
memproyeksikan peredaran benda-benda langit pada bidang vertikal.
Saat pelaksanaan rukyatulhilal, rubu’ mujayyab digunakan untuk
mengukur sudut ketinggian hilal (irtifa’).23
Gambar 2.4 Rubu’ Mujayyab.
e. Gawang lokasi: semacam tiang-tiang yang dipancangkan yang berguna
mengarah dan menfokuskan pandangan kita pada saat tertentu. Alat
tersebut memiliki dua bagian yaitu:
1. Tiang pengincar: tiang yang berbahan baku besi dan mempunyai
tinggi sekitar satu sampai satu setengah meter dan diujung tiang
diberi lobang kecil untuk mengincar hilal.
2. Gawang lokasi: dua buah tiang tegak, juga terbuat dari besi
berongga dan memiliki ketinggian yang sama dengan tiang
teropong. Keduanya dihubungkan dengan mistar datar sepanjang
kurang lebih 15-20 sentimeter.24
23Muhammad Riyan, “Kelayakan Pantai Anyer Banten Sebagai Tempat Rukyat Al-Hilal”
(Skripsi S-1 Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Walisongo, 2014), hal. 20. 24Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI Tahun 2007,
Almanak Hisab Rukyat, hal. 220.
22
Apabila rukyat menggunakan Gawang Lokasi, maka yang
sebaiknya dilakukan adalah sebagai berikut:25
1. Kompas diletakkan di tempat yang datar serta bebas dari
pengaruh magnet.
2. Benang ditarik ke arah barat dan timur dengan melintas tepat
titik pusat kompas, kemudian dicari arah titik barat dan titik
timur, lebih lanjut dikoreksi dengan variasi kompas. Dengan
demikian, benang ini menggambarkan adanya garis lurus yang
mengarah ke titik barat dan titik timur sejati.
3. Menentukan sebuah titik di benang atau garis tersebut (no. 2)
bagian timur, misalnya dengan titik P.
4. Dari titik P (no. 3) diukur ke barat sepanjang ... meter (misalnya
3 meter); kemudian diberi titik B, sehingga terbuat garis PB.
5. Pada titik B (no. 4) ini dibuat garis tegak lurus ke utara dan atau
ke selatan sesuai arah terbenam hilal pada saat itu (besar sudut B
= 90°).
6. Pada garis (no. 5) ini, kemudian dari titik B diukur sepanjang
harga rumus 4 atau BG = tan AHT x PB
Ingat: Langkah no. 4, garis PB berapa meter.
7. Ujung hasil ukur (no. 6) diberi titik G, sehingga terbuatlah garis
BG
8. Di titik G inilah diletakkan tiang Gawang Lokasi yang sudah
dipersiapkan sebelumnya. Sedangkan tiang lubang pengincar
diletakkan di titik P.
9. (Usahakan betul-betul tegak, jangan sampai miring. Untuk itu
gunakan lot atau bandul atau pendulum!).
10. Lubang pengincar disetel sedemikian rupa (naik-turun) sesuai
ketinggian mata orang yang akan melakukan pengincaran.
25Muhyiddin Khazir, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, hal. 178.
23
11. Gawang lokasi disetel pula (naik-turun) pula hingga antara
lubang pengincar, sisi bawah Gawang Lokasi, dan ufuk tepat
pada satu garis lurus.
12. Sisi Atas Gawang Lokasi (SAG) disetel (naik-turun) setinggi
harga rumus 3 atau SAG = (PP : cos AHM) x tan H
Gambar 2.5 Gawang Lokasi.
Dengan demikian, posisi hilal sesaat setelah matahari
terbenam sudah terlokalisir, yaitu bila dilihat dari lubang pengincar
maka hilal itu berada di dalam gawang lokasi.26
f. Tongkat istiwa (bencet): tongkat yang ditancapkan dengan posisi tegak
lurus pada bidang datar dan diposisikan di tempat terbuka sehingga
mendapatkan cahaya matahari secara bebas.27
26Muhyiddin Khazir, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, hal. 180. 27Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI Tahun 2007,
Almanak Hisab Rukyat, hal. 225.
24
Gambar 2.6 Tongkat Istiwa.
g. Teropong.28
Penggunaan alat lensa seperti teropong dan binokular dirasa kurang
efektif dibanding penggunaan alat-alat yang lain. Oleh karena itu alat yang
sedang dikembangkan adalah dengan memakai metode gawang lokasi
dengan menggunakan data dari almanak-almanak astronomi internasional
seperti Almanak Nautika dan American Ephemeris. Dengan menggunakan
metode tersebut dan data astronomis yang akurat, perukyat akan mudah
mengarahkan pandangannya ke posisi hilal.29
Gambar 2.7 Teropong.
28Drs. H. Wahyu Widiana, MA, “Pelaksanaan Rukyatulhilal di Indonesia” dalam
Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Pembinaan Peradilan
Agama, Selayang Pandang Hisab Rukyat, hal. 29. 29Ibid
25
Sebelum pelaksanaan rukyat tiba, ada beberapa persiapan yang
harus dilaksanakan dengan baik, diantaranya:
a. Menyusun tim rukyat yang terdiri dari Departemen Agama (Pusat,
Provinsi, Kabupaten/Kota), Ormas Islam, Tokoh Agama30, Ahli Hisab,
Orang yang memiliki keterampilan rukyat, dll atau dapat juga sebuah
tim dari suatu organisasi masyarakat dengan koordinasi unsur-unsur
tersebut.31
b. Sarana Rukyat
Usaha yang dilakukan perukyat untuk mendapatkan hasil sempurna
terhadap objek pengamatan salah satunya ialah menggunkan teropong.
Ada tiga fungsi utama yang dimiliki teropong, pertama: meningkatkan
kejelasan cahaya objek pengamatan; kedua: objek terlihat lebih detail
dan sempurna dibanding dengan pengihatan secara mata telanjang;
ketiga: membuat objek tampak lebih besar.
Selain menggunakan teropong, ternyata banyak sarana dan prasana
penunjang lainnya seperti jam. Jam disini fungsinya adalah untuk
mengecek saat matahari terbenam dan untuk memberi tahu berapa lama
pengamat dapat mencari objek sasaran itu sebelum terbenam. Prasarana
yang lain adalah data ephemeris tentang matahari dan bulan. Data ini
digunakan untuk menyebutkan ketinggian dan azimuth bulan maupun
azimuth matahari agar dapat diketahui bulan berada disebelah utara atau
disebelah selatannya.
c. Penentuan Lokasi
Dalam hal penentuan lokasi, perukyat disarankan untuk mencari
lokasi di gedung-gedung yang tinggi, menara atau puncak bukit. Bisa
juga mencari tempat di dataran rendah, ditepi pantai asalkan terbuka
sampai ufuk barat kelihatan. Bahkan perukyat harus peka terhadap
30A. Jamil, Ilmu Falak (Teori & Aplikasi) Arah Qiblat, Awal Waktu, dan Awal Tahun
(Hisab Kontemporer), (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009), hal. 154. 31Muhyiddin Khazir, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, hal. 175.
26
cuaca yang sedang terjadi ketika pelaksanaan rukyat, agar langit tidak
tertutup oleh mendung awan.
d. Mencocokkan Jam
Jam yang kita gunakan untuk rukyatulhilal harus dicocokkan
dengan waktu GMT, maka dari itu kita harus mendengarkan siaran
radio yang biasa menyiarkan waktu. Dalam hal ini, kita harus
memahami koreksi waktu dari GMT ke waktu sipil atau waktu wilayah
dimana kita berada.
Untuk keperluan rukyat pada prinsipnya penunjukkan waktu yang
dapat menunjukkkan jam dan menit, tetapi lebih baik menggunakan
khronometer yang secara akurat dapat menujukkan waktu sampai detik
dan bagian yang lebih kecil lagi.
e. Penentuan Arah Geografis
Azimuth biasanya ditentukan dari arah utara atau selatan sejajar
dengan horizon, sampai pada posisi benda langit itu. Pengukurannya
sesuai dengan putaran arah jarum jam. Sehubungan dengan penentuan
azimuth itu, maka pada setiap lokasi pengamatan kedua arah tadi harus
diketahui dengan pasti. Dalam hal ini, lebih baik menggunakan alat
bantu jarum magnet kompas karena dirasa paling mudah dalam
pengaplikasiannya.32
f. Melihat Hilal33
1. Mencatat waktu terbenamnya matahari mulai dari saat matahari
belum terbenam sampai tepat pada saat bagian piringan atas
matahari terbenam.
2. Mengamati bulan pada daerah perkiraan letak bulan.
3. Mencatat waktu ketika terlihat hilal dengan teliti, dan juga catat
tinggi hilal dan azimuthnya.
32Departemen Agama RI. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Pedoman Tehnik Rukyat, hal. 17. 33Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI Tahun 2007,
Almanak Hisab Rukyat, hal. 204.
27
g. Membuat laporan rukyat untuk disampaikan kepada Pemerintah cq.
Departemen Agama yang akan diteruskan kepada Pemerintah Pusat.
Laporan ini yang akan dijadikan bahan pertimbangan oleh dewan Isbat
dalam menentukan awal bulan.34
Ada dua macam prosedur yang harus dilaksanakan dalam
penyampaian laporan hasil rukyat, yaitu:
1. Prosedur Struktural yakni laporan bulanan dan tahunan yang
disampaikan oleh Pengadilan Agama kepada Pengadilan Tinggi
Agama dan kepada Ditbinbapera Islam, yang berisikan tentang
kegiatan rukyat yang sudah dilaksanakan oleh seluruh
Pengadilan Agama yang ada di wilayah juridiksinya.
2. Prosedur non struktur yakni laporan yang disampaikan secara
langsung ke Pusat, baik oleh Pengadilan Agama, Pengadilan
Tinggi Agama atau petugas lainnya di luar laporan bulanan
atau tahunan seperti yang sudah dipaparkan diatas. Ada dua
macam laporan yang disampaikan dengan cara non struktural,
yang pertama adalah laporan lisan untuk kepentingan
penentuan awal bulan Ramadan atau Syawal. Dan yang kedua
adalan laporan tulisan untuk kepentingan teknis hisab rukyat.35
Selain persiapan yang telah tersebut diatas diperhatikan ada hal
lain yang sebaiknya kita perhatikan juga, yakni permasalahan-
permasalahan rukyatulhilal yang akan dipaparkan di bab selanjutnya.
D. Problematika Rukyatulhilal Dalam Penentuan Awal Bulan Qamariah
Sebelum ilmu astronomi ini berkembang, visabilitas hilal menjadi
sangat penting dalam penentuan awal bulan hijriah. Teknik melihat hilal
secara visual inilah yang dinamakan rukyat sebagai penginterpretasian dari
hadis Rasulullah. Padahal akan banyak masalah yang menghambat dalam
proses pelaksanaan rukyat tersebut, diantaranya:
34A. Jamil, Ilmu Falak (Teori & Aplikasi) Arah Qiblat, Awal Waktu, dan Awal Tahun
(Hisab Kontemporer), hal. 154. 35Departemen Agama RI. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Pedoman Tehnik Rukyat, hal. 45.
28
1. Faktor Alam
a. Kualitas mata pengamat;
Sebagai alat penginderaan manusia, mata memiliki beberapa
kemampuan dari segi visual, sehingga mata dapat menerima informasi
dari lingkungan dengan cara melihat. Beberapa kemampuan mata
adalah sebagai berikut:
1) Akomodasi
Akomodasi adalah suatu proses pemfokusan dan
penyesuaian lingkungan lensa mata, yang dilakukan dengan
menggunakan otot getar di sekitar lensa mata. Kemampuan ini
digunakan untuk menyesuaikan diri terhadap objek yang dilihatnya.
Secara fisis proses akomodasi ini dapat dilihat dari keadaan
menebal atau menipisnya lensa mata.
Lebih mudahnya, dalam pengambilan gambar oleh kamera
DSLR, sering kita menjumpai hasil foto yang mempunyai titik
fokus hanya pada satu objek, dan objek yang lain disekitarnya
menjadi blur atau samar terlihat. Proses untuk mencari fokus itulah
yang dimaksud dengan daya akomodasi. Saat rukyatulhilal, salah
satu proses penting yang perlu dilakukan oleh mata adalah fokus
pada titik dimana hilal berada, tentunya mata yang mempunyai
fungsi akomodasi yang kurang, akan kesulitan untuk mendapatkan
fokus hilal tersebut.
2) Ketajaman pandangan
Ketajaman pandangan adalah kemampuan mata untuk
membedakan secara cermat (objek dan latar belakangnya), yang
sangat bergantung pada kemampuan akomodasi mata.
Ketajaman pandangan terdiri atas perbedaan persepsi atau
jarak. Pada umumnya ketajaman pandangan bertepatan dengan
kekuatan memecahkan suatu visual yang dihadapi oleh sistem
optik. Untuk akomodasi mata lebih umum daripada ketajaman
pandangan, akomodasi mata lebih kepada cepat lambatnya atau
29
proses yang dilakukan mata untuk memperoleh fokus suatu objek,
sementara ketajaman mata lebih kepada rentang fokus yang dapat
diproses oleh mata.
Ketajaman pandangan ini yang biasanya digunakan untuk
menentukan penggunaan kacamata, dalam dunia klinik lebih
dikenal dengan istilah visus. Tapi bagi seorang ahli fisika
ketajaman pandangan ini biasanya disebut resolusi mata.
3) Kepekaan terhadap kontras (Contras Censitivity)
Kontras merupakan tingkatan terang gelapnya suatu objek
dibandingkan dengan latarnya. Ambang batas kontras adalah
jumlah kontras minimal yang dibutuhkan untuk membedakan objek
dengan latarnya. Sensitivitas kontras merupakan kebalikan dari
ambang batas kontras yaitu kemampuan mata untuk mendeteksi
perubahan cahaya yang minimal dalam mendeteksi suatu objek
dengan berbagai frekuensi spasial dan atau berbagai tingkat
kontras.
Ukuran suatu objek pun akan mempengaruhi berapa banyak
kontras yang dibutuhkan untuk membedakan objek tersebut
terhadap latarnya. Jika pembahasan ini ditarik dalam praktek
rukyatulhilal, maka jumlah kontras hilal yang minimum terhadap
latar belakang senja, akan bisa dilihat oleh orang yang mempunyai
tingkat sensitivitas kontras yang baik (tinggi).
4) Adaptasi
Adaptasi adalah kemampuan mata untuk dapat
menyesuaikan diri pada kondisi pencahayaan sumber informasi.
Kemampuan ini disebabkan oleh fungsi sel-sel fotoreseptor yang
ada pada retina, yaitu sel-sel antena dan sel-sel kerucut. Sel antena
berfungsi pada kondisi pencahayaan rendah. Sedangkan sel kerucut
berfungsi pada kondisi pencahayaan tinggi.
Pada tingkat perubahan cahaya yang mendadak, daerah
pupil pada matalah yang pertama kali berubah sekitar 0,25. Daerah
30
tersebut dapat berubah dengan suatu faktor sebesar 1:16. Proses
yang terjadi kemudian kira-kira berlangsung dari 20 sampai 30
menit dari cahaya terang sampai kondisi gelap (adaptasi gelap).
Adaptasi dari gelap ke terang biasanya berlangsung tidak lebih dari
3-2 menit (adaptasi terang). Pengaruh dari terangnya suatu objek
tergantung pada keadaan penerima dari mata. Jika daerah
penglihatan mengandung suatu cahaya yang sangat terang, mata
akan cenderung untuk menerimanya dan mengurangi kepekaannya
sampai ke wilayah yang lebih gelap. Penerangan dari suatu objek
tergantung dari suasana terang yang ada disekelilingnya, dimana
mata dapat menerima suasana tersebut.
Dalam pengamatan bintang saat malam hari contohnya,
jangan mengharapkan angkasa langsung bersinar terang, berikanlah
waktu secukupnya agar mata dapat menyesuaikan diri dalam
kegelapan. Hal ini kemudian yang dikenal dengan istilah adaptasi
mata, hal ini terjadi karena adanya perubahan fisis pada mata. Saat
di kegelapan, pupil mata mula-mula akan membuka sebesar
mungkin hingga sekitar 6,35 mm. selanjutnya cairan yang disebut
visual purple mengalir ke retina dan membuatnya lebih sensitif dari
pada di siang hari.36
b. Kondisi Psikologis perukyat
Proses interpretasi yang direkam oleh otak dalam pelaksanaan
rukyatulhilal ini merupakan proses mental yang merupakan proses
kognitif (yaitu proses pemahaman dengan membandingkan apa yang
tergambar dalam center of vision dengan apa yang telah direkam dalam
memori) ini banyak sekali yang dipengaruhi oleh kejiwaan perukyat.
Bila perukyat tidak konsentrasi, semuanya akan mempengaruhi
36Muhammad Faishol Amin, Ketajaman Mata Dalam Kriteria Visibilitas Hilal, Jurnal
Astronomi dan Ilmu-Ilmu Berkaitan Vol. 3 No. 2 tahun 2017, hal. 30.
31
keputusannya dalam menentukan apakah benda yang dilihatnya betul-
betul hilal yang sedang diamanatkan kepadanya untuk diamati.37
c. Tempat Observasi
Sebaiknya tempat yang digunakan untuk rukyatulhilal adalah
tempat yang bebas pandangan ke arah barat dan mempunyai azimuth
240° s/d 300°.38
d. Ketinggian hilal dan matahari
Kriteria Danjon adalah syarat minimum jarak Matahari dan
Bulan. Kriteria ini pada dasarnya dipersyaratkan untuk menghindari
suatu kondisi apabila bulan dan matahari terlalu dekat. Jarak tersebut
meliputi jarak azimuth relatif dan jarak ketinggian minimum yang
bervariasi antara 2°, 4°, 5°, dan 7° atau kombinasi diantara keduanya.
Kriteria Ilyas menyebutkan bahwa ketinggian minimum adalah 5°,
namun Departemen Agama RI menggunakan ketinggian minimum 4°.39
e. Jarak antara Bulan dan Matahari (bila terlalu dekat, meskipun
matahari sudah terbenam, berkas sinarnya masih menyilaukan
sehingga sulit mendeteksi terlihatnya hilal);
f. Jauhnya jarak hilal (bulan) dari permukaan bumi (mencapai sekitar
40.000 kilometer), sementara bulan hanya mengisi sudut sekitar 2
½ derajat yang berarti hanya mengisi 1/80 sudut pandang mata
manusia tanpa menggunakan alat. Ini berarti hilal hanya mengisi
sekitar 1,25 % dari pandangan, oleh sebab itu pengaruh benda
sekitar yang mengisi 98,75 % sangatlah besar.
g. Hilal hadir hanya sebentar saja (sekitar 15 menit s.d. 1 jam),
padahal pandangan mata sering terhalang oleh awan yang banyak
terdapat di negara tropis dan basah karena banyaknya lautan seperti
Indonesia. Karena lembabnya permukaan lautan maupun daratan
didekatnya maka hasil penguapannya membentuk awan yang
37Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat & Hisab, hal. 98. 38Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI Tahun 2007,
Almanak Hisab Rukyat, hal. 195. 39Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat & Hisab, hal. 91.
32
mengumpul di dekat permukaan disekitar ufuk. Justru pada
ketinggian yang rendah disekitar ufuk inilah hilal diharapkan hadir
dan dapat dilihat.40
h. Cahaya Bulan Sabit
i. Posisi Benda Langit
Letak bulan dinyatakan oleh perbedaan ketinggiannya dengan
matahari dan selisih azimuth di antara keduanya. Jadi keterangan hilal
saja tidak cukup memberikan informasi tentang letak bulan. Hal ini
disebabkan oleh letak bulan yang dapat bervariasi dari 0° sampai sekitar
5° dari matahari ke arah utara dan selatan.41
j. Banyak penghalang di udara berupa awan, asap kendaraan, asap
pabrik, dll.
2. Faktor non Alam
a. Kualitas alat (optik) untuk pengamatan;
b. Waktu dan biaya;
c. Transparansi proses.42
Masalah obyektifitas proses pengamatan rukyat merupakan
salah satu problematika dalam pelaksanaan rukyatulhilal. Meskipun
perukyat merupakan orang-orang terpilih yang diangkat dan disumpah,
dengan beban psikologis dan teknis yang dihadapinya, jelas bahwa
proses pengamatan rukyat merupakan proses yang tidak transparan dan
pada tingkat tertentu sangat riskan karena sahnya ibadah ratusan juta
umat islam hanya tergantung pada hasil pengamatan beberapa puluh
orang saja.43 Jadi siapa saja yang berhasil melihat hilal agar segera
diambil sumpahnya karena sebagai bentuk pertanggung jawaban
dengan apa yang dilihatnya.
40Drs. H. Muhammad, M.H., Permasalahan Hisab dan Rukyat di Indonesia, pta-
mataram.go.id/sys-content/uploads/file/eDoc/Artikel/Artikel_Muhammad_2013-05-
20_Permasalahan_Hisab_dan_Rukyat.pdf. (diunduh pada tanggal 27 April 2019 pada pukul 6.12
WIB). 41Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI Tahun 2007,
Almanak Hisab Rukyat, hal. 196. 42Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat & Hisab, hal. 87. 43Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat & Hisab, hal. 99.
33
BAB III
PROFILE PUSAT OBSERVASI BULAN LAPAN WATUKOSEK GEMPOL
A. Standar Parameter Pendirian Pusat Observasi Bulan
Dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 42
Tahun 2016 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Agama
Pasal 414 yang isinya “Subdirektorat Hisab Rukyat dan Syariah
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria, bimbingan
teknis, dan evaluasi di bidang hisab rukyat dan syariah”, disini sudah
dijelaskan bahwa Kementrian Agama seharusnya mempunyai standart,
kriteria, prosedur dalam pelaksanaan hisab ataupun rukyat.
Namun pada kenyataannya, sampai hari ini Kementrian Agama
masih belum mempunyai Standar Operasional Prosedur dalam pemilihan
lokasi rukyatulhilal. Maka dari itu, selama ini pemilihan lokasi
rukyatulhilal hanya berdasakan rekomendasi tokoh-tokoh yang dipercaya
masyarakat.
Thomas Djamaluddin, Kepala Lapan (Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional) dan Peneliti Antariksa Lapan juga sebagai
Dosen/Pembimbing Program Magister dan Doktor Ilmu Falak UIN
Walisongo Semarang dalam menentukan tempat rukyat setidaknya ada
empat kriteria yang harus dipenuhi, diantaranya:
1. Memiliki medan pandang terbuka mulai +28,5° LU sampai dengan -
28,5° LS dari titik barat,
2. Tempat rukyat harus bebas dari polusi cahaya, baik cahaya akibat
aktifitas manusia ataupun bangunan,
3. Bebas dari potensi gangguan cuaca, dan
4. Secara posisi geografis tempat rukyat tersebut memang ideal untuk
dilakukan proses rukyatulhilal.1
1 Noor Aflah, “Parameter Kelayakan Tempat Rukyat” (Skripsi S-1 Fakultas Syariah,
Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, 2014), hal. 68.
34
Kemudian dari Wakil Ketua Lajnah Falakiyah PCNU Kabupaten
Pasuruan, M. Rusdi Spd.i mengatakan bahwa penunjukan lokasi rukyat
didasarkan kepada beberapa pertimbangan, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Ufuk yang dimiliki oleh lokasi POB harus 0° serta harus menjangkau
matahari dan bulan saat matahari terbenam.
2. Pandangan mata perukyat harus bebas.
3. Lokasi rukyat harus mempunyai kelembapan udara yang rendah agar
lokasi tidak terganggu embun yang menguap ketika lokasi yang
ditunjuk untuk melaksanakan rukyat mempunyai tingkat kelembapan
yang tinggi.2
Begitu juga seperti yang dikatakan oleh Drs. H. Sa’ad sebagai
Penyelenggara Syariah Kemenag Kab. Pasuruan, bahwa penunjukan lokasi
rukyat atas dasar ketinggian tempat yang memungkinkan untuk melihat
matahari terbenam serta mempunyai pandangan yang bebas terhadap
langit. Lokasi rukyat harus terletak di daerah yang strategis agar mudah
dijangkau perukyat. Lokasi rukyat juga hendaknya dilaksanakan di daerah
laut utara, dikarenakan jika rukyatulhilal dilakukan di laut bagian selatan
lebih cenderung beruap, sehingga sulit melihat hilal.3
Selain dari tokoh diatas, Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) juga mempunyai kriteria tempat untuk melaksanakan
rukyatulhilal. Tempat pengamatan hilal yang ideal harus memilki lima
kriteria sebagai berikut:
1. Kearah barat bebas pandangan azimuth 240° sampai 300°.
2. Berada ditempat yang tinggi dan jauh dari pantai.
3. Nilai kontras hilal harus berada diambang batas tertentu terhadap nilai
kecerlangan langit.
4. Bebas dari polusi cahaya.
2 M. Rusdi, Wakil Ketua Lajnah Falakiyah PCNU Kabupaten Pasuruan, Interview
Pribadi, Pasuruan, 19 Januari 2019. 3 Drs. H. Sa’ad, Penyelenggara Syariah Kemenag Kab. Pasuruan, Interview Pribadi,
Pasuruan, 10 Mei 2019.
35
5. Terdapat listrik yang stabil dan jaringan internet.4
B. Aspek Historis Lapan Watukosek Gempol Sebagai Pusat Observasi
Bulan
Lapan Pasuruan terletak di wilayah Gunung Perahu, terletak di
pinggir jalan raya Mojokerto – Gempol tepatnya berada di Desa
Watukosek, masuk wilayah Kecamatan Gempol. Kegiatan Lapan Pasuruan
pertama kali adalah meluncurkan balon stratosfer dalam observasi gerhana
matahari total pada Tahun 1983. Pada waktu itu, nama Lapan masih
bernama Stasiun Peluncuran Balon Stratosfer (STASBAL) dimana
kegiatan tersebut dilakukan dengan menerbangkan balon stratosfer oleh dr.
R.Soenaryo sebagai ketua Lapan dan Drs. Hariadi T. E. Sebagai Kepala
Stasiun Peluncuran BalonWatukosek.
Kegiatan peluncuran balon ini dilakukan untuk mendapatkan data
parameter atmosfer secara vertical yang dimulai dari permukaan bumi
sampai pada ketinggian sekitar 40 km. Karena kegiatan tersebut
membutuhkan lahan yang cukup luas dan ada beberapa kondisi
lingkungan, maka pemilihan lokasi perlu pertimbangan sebagai berikut:
• Berada di bagian timur Pulau Jawa: karena pola angin pada
umumnya kearah barat, sehingga payload akan mudah untuk
ditemukan kembali.
• Dataran tinggi: agar kegiatan observasi yang akan dilakukan tidak
ada penghalang (sudut pandang terbuka).
• Jauh dari pemukiman: aman dari kawasan perumahan warga
karena menyimpan beberapa botol gas hydrogen (H2) yang sangat
berbahaya.
• Jauh dari pantai (laut): Payload yang diterbangkan tidak beresiko
jatuh kelaut.5
4 Ahdina Constantinia, “Studi Analisis Kriteria Tempat Rukyatulhilal Menurut Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)” (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Walisongo Semarang, 2018), hal. 68. 5 Sejarah Lapan Watukosek Gempol, diakses tanggal 7 Mei 2019 pukul 19.00 WIB, dari:
https://www.Lapan.go.id/index.php.
36
Dengan beberapa pertimbangan tersebut diatas, stasiun peluncuran
balon stratosfer Lapan yang semula dilakukan survey di beberapa tempat
yaitu kawasan Mojokerto dan Gempol akhirnya memilih di Gunung
Perahu, Desa Watukosek merupakan pilihan yang ditempatkan di Lapan
Pasuruan.
Kegiatan kedua Lapan adalah pelaksanaan rukyatulhilal. Pada
tahun 2013 Kemenag dan PCNU Kab. Pasuruan mencari lokasi untuk
dijadikan lokasi rukyatulhilal. Pada tahun 2013 ini pertama kali Lapan
dijadikan lokasi rukyatulhilal oleh Ormas Kab. Pasuruan, Kemenag dan
LF PCNU Kab. Pasuruan. Karena lokasi Lapan ini sudah memenuhi
kriteria lokasi rukyatulhilal, maka Lapan Watukosek ini layak untuk
diresmikan sebagai Pusat Observasi Bulan. Maka pada tahun 2015 Lapan
Watukosek Gempol resmi dilegalisasikan oleh Kantor Wilayah Propinsi
Jawa Timur.6
Lokasi pengamatan hilal di Balai Pengamatan Antariksa dan
Atmosfer (BPAA) Pasuruan berada pada lokasi : 7° 34' 2.00" LS, 112°
40' 32.00" BT, Alt 50 meter diatas permukaan laut (dpl). Secara geografis
Lapan Pasuruan sangat ideal digunakan sebagai tempat pengamatan hilal,
karena lokasi tersebut terpisah dengan pemukiman dan merupakan dataran
tinggi bila dibandingkan dengan tempat disekitarnya. Lokasi Lapan
Pasuruan juga sudah ditetapkan sebagai lokasi pengamatan hilal serta telah
ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN). 7
6 Dian Yudha Risdianto, Kepala Balai Pengamatan Antariksa dan Atmosfer Lapan
Pasuruan, Interview Pribadi, Pasuruan, 5 Mei 2019. 7 Data Geografis Lapan Watukosek Gempol (Arsip Lembaga)
37
Gambar 3.1
Tampak Depan Gedung Lapan Watukosek Gempol (Internet)
Gambar 3.2 Peta Lokasi Lapan (Google Maps)
C. Kelebihan dan Kekurangan Pusat Observasi Bulan Lapan Watukosek
Gempol
Adapun beberapa kelebihan daripada Pusat Observasi Bulan Lapan
Watukosek Gempol baik dari segi lokasi, ketersediaan sarana dan
prasarana dan Sumber Daya Manusia adalah bahwa POB ini terletak di
lokasi yang sangat strategis. Dekat dengan Kab. Mojokerto, Kab. Sidoarjo,
38
Kab. Kediri, Kab. Pasuruan, Kab. Tosari dll.8 Terletak di ketinggian 48
dari permukaan laut sehingga pandangan bebas ke arah terbenamnya
matahari. Lokasi Lapan mudah dijangkau semua transportasi, halaman
yang luas sehingga bisa menampung ormas pemburu hilal baik dari
berbagai daerah, ormas, komunitas dan instansi. Lapan juga memiliki alat
rukyatulhilal yang sudah memadai dan juga dilengkapi dengan alat-alat
yang dibawa sendiri oleh pemburu hilal lainnya.9
Hanya saja kekurangan di Lapan ini adalah meskipun halaman luas
tapi tidak tertata dengan rapi. Sehingga ketika dilakukan kegiatan
rukyatulhilal, pemburu hilal banyak yang menutupi alat-alat yang sudah
disiapkan, pemburu hilal juga banyak yang tidak sengaja menggeser
benang gawang lokasi yang sudah disiapkan panitia dan ini menghambat
proses jalannya pelaksanaan rukyatulhilal.10 Sehingga kedepan perlu
diperbaiki baik dari segi dokumentasi, pengarsipan serta sarana dan
prasana POB Lapan Watukosek.
8 Dian Yudha Risdianto, Kepala Balai Pengamatan Antariksa dan Atmosfer Lapan
Pasuruan, Interview Pribadi, Pasuruan, 5 Mei 2019. 9 Drs. H. Sa’ad, Penyelenggara Syariah Kemenag Kab. Pasuruan, Interview Pribadi,
Pasuruan, 10 Mei 2019. 10 Drs. H. Sa’ad, Penyelenggara Syariah Kemenag Kab. Pasuruan, Interview Pribadi,
Pasuruan, 10 Mei 2019.
39
BAB IV
TINGKAT AKURASI RUKYATULHILAL
DI PUSAT OBSERVASI BULAN LAPAN WATUKOSEK GEMPOL
A. Praktik Rukyatulhilal di Pusat Observasi Bulan Lapan Watukosek
Gempol
Pengamatan rukyatulhilal di Balai Pengamatan Antariksa dan
Atmosfer) BPAA Pasuruan bekerjasama dengan Kementrian Agama
Pasuruan dilaksanakan 3 (tiga) kali dalam satu tahun. Pengamatan
rukyatulhilal penentuan 1 Ramadan, penentuan 1 Syawal, dan penentuan 1
Dzulhijjah biasa dilakukan di BPAA Pasuruan. Pukul 15.00 WIB seluruh
peserta rukyatulhilal dari beberapa pondok pesantren, dari Kementrian
Agama Pasuruan, sudah berkumpul di BPAA Pasuruan untuk melakukan
persiapan pengamatan. Tim rukyat yang menghadiri pelaksanaan
rukyatulhilal di Lapan ini adalah Tim Kementrian Agama Kab. Pasururuan
(Kepala KUA dan Penyuluh Agama Islam), LFNU Bangil, LFNU
Pasuruan, LFNU Sidoarjo, Badan Hisab Rukyat (BHR) Kab. Pasuruan dan
MUI Kab. Pasuruan. Pelaksanaan rukyatulhilal juga didukung dan dihadiri
oleh Pengadilan Agama Kota Pasuruan, Pengadilan Agama Kab. Pasuruan,
BMKG Kab. Pasuruan, Pondok Pesantren Lebak, Instansi UIN Sunan
Ampel Surabaya, Instansi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Sebelum rukyatulhilal dilaksanakan, perhitungan hisab dilakukan
oleh setiap ormas yang mengikuti rukyatulhilal. Metode hisab yang
digunakan meliputi metode Ephemeris, Irsyadul Murid, Al Darul Aniq,
Nurul Anwar, Badi’atul Mitsal, Ahillah dan Fathur Rouf. Hasil hisab dari
beberapa metode tersebut dikumpulkan untuk mencari kesimpulan waktu
ghurub, azimuth matahari maupun azimuth bulannya.
Pengamatan hilal dilakukan dengan dua cara yakni dengan cara
digital dan manual. Pengamatan hilal yang dilakukan dengan cara digital
adalah dengan teleskop, teropong dan theodolit yang sudah disiapkan oleh
Lapan. Dari pihak Lapan memasang beberapa teleskop yang salah
40
satunya disambungkan ke laptop dan disambungkan juga ke layar monitor
agar mudah dilihat oleh lebih banyak orang. Beberapa pondok pesantren
ada yang membawa teleskop pribadi dan menyiapkan perhitungan atas
posisi hilal yang akan muncul.
Pengamatan hilal secara manual adalah dengan cara melihat hilal
dengan mata telanjang dan dibantu oleh gawang lokasi. Semua alat
tersebut sudah disiapkan jauh sebelum pelaksanaan rukyatulhilal
dilaksanakan. Persiapannya pun tidak mudah, peletakan alat seperti
terleskop dan teropong harus diarahkan kepada azimuth matahari dan
azimuth bulan yang telah diukur menggunakan rubu’ mujayyab dan
kompas. Begitupun dengan gawang lokasi, benang yang digunakan untuk
melihat hilal harus sesuai dengan azimuth matahari dan azimuth bulan.
Lalu ketika mendekati waktu maghrib, langit mulai gelap, senja
mulai berganti malam diwaktu-waktu tersebutlah hilal atau bulan baru
baru akan mulai terlihat. Perukyat bersiap-siap mendekat ke alat untuk
memburu hilal dengan dipandu oleh Ust. Rusdi Spd.i sebagai pemandu
rukyatulhilal perwakilan dari LFNU Pasuruan. Bagi siapa saja yang
melihat hilal harap segera melapor ke panitia agar bisa dikonfirmasi dan
diambil sumpahnya.
Waktu matahari terbenam adalah pukul 17.20 WIB-17.49 WIB.
Namun ketika sudah sampai pada pukul 17.49 WIB, ternyata hilal tidak
tampak. Jadi sudah dipastikan rukyatulhilal yang dilaksanakan di Lapan
Watukosek ini tidak berhasil karena cuacanya mendung sehingga banyak
awan yang menggumpal dibagian barat. Ini menyebabkan pandangan mata
terhalang oleh banyaknya awan. Alternatif yang dilakukan yaitu
melakukan live streaming melalui youtube untuk mengetahui hasil
pengamatan di daerah lain dengan kondisi cuaca yang lebih mendukung.
Setelah diketahui hasilnya, maka perukyat membuat laporan rukyat
agar disampaikan kepada Pemerintah cq. Departemen Agama yang akan
diteruskan kepada Pemerintah Pusat. Laporan ini yang akan dijadikan
bahan pertimbangan oleh dewan Isbat dalam menentukan awal bulan.
41
B. Data Hisab Awal Bulan Ramadan dan Awal Bulan Syawal di Pusat
Observasi Bulan LAPAN Watukosek Gempol Pasuruan
a. Data Hisab Tahun 2016 M/1437 H.
➢ Ramadan, 5 Juni 2016 M
Posisi Lokasi : 112° 51.00’ BT – 7° 47.00’ LS
Waktu Matahari Terbenam : 17:18 WIB
Waktu Bulan Terbenam : 17:37 WIB
Azimuth Matahari : 292° 42.69’
Azimuth Bulan : 288° 53.78’
Tinggi Hilal : 3° 41.02’
Elongasi Bulan : 5° 45.33’ Bulan di sebelah Selatan
– Atas Matahari
➢ Syawal, 4 Juli 2016 M
Posisi Lokasi : 112° 51.00’ BT – 7° 47.00’ LS
Waktu Matahari Terbenam : 17:24 WIB
Waktu Bulan Terbenam : 17:19 WIB
Azimuth Matahari : 292° 54.91’
Azimuth Bulan : 288° 25.62’
Tinggi Hilal : -1° 20.59’
Elongasi Bulan : 4° 37.45’ Bulan disebelah Selatan –
Bawah Matahari
b. Data Hisab Tahun 2017 M/1438 H.
➢ Ramadan, 26 Mei 2017 M.
Posisi Lokasi : 112° 54.34’ BT - 7° 38.48’ LS
Waktu Matahari Terbenam : 17:17 WIB
Waktu Bulan Terbenam : 17:56 WIB
Azimuth Matahari : 291° 16.37’
Azimuth Bulan : 289° 21.83’
Tinggi Hilal : 8° 0.86’
Elongasi Bulan : 8° 56.72’ Bulan di sebelah Selatan
– Atas Matahari
42
➢ Syawal, 24 Juni 2017 M.
Posisi Lokasi : 112° 54.34’ BT - 7° 38.48’ LS
Waktu Matahari Terbenam : 17:21 WIB
Waktu Bulan Terbenam : 17:39 WIB
Azimuth Matahari : 293° 30.06’
Azimuth Bulan : 290° 16.36’
Tinggi Hilal : 3° 24.58’
Elongasi Bulan : 5° 9.55’ Bulan di sebelah Selatan –
Atas Matahari
c. Data Hisab Tahun 2018 M/1439 H.
➢ Ramadan, 15 Mei 2018 M.
Posisi Lokasi : 112° 54.34’ BT - 7° 38.48’ LS
Waktu Matahari Terbenam : 17:18 WIB
Waktu Bulan Terbenam : 17:18 WIB
Azimuth Matahari : 288° 57.68’
Azimuth Bulan : 284° 8.12’
Tinggi Hilal : 0° -11.54’
Elongasi Bulan : 4° 49.54’ Bulan di sebelah Selatan
– Atas Matahari
➢ Syawal, 14 Juni 2018 M.
Posisi Lokasi : 112° 54.34’ BT - 7° 38.48’ LS
Waktu Matahari Terbenam : 17:19 WIB
Waktu Bulan Terbenam : 17:55 WIB
Azimuth Matahari : 293° 22.09’
Azimuth Bulan : 292° 4.01’
Tinggi Hilal : 7° 13.31’
Elongasi Bulan : 8° 2.56’ Bulan di sebelah Selatan –
Atas Matahari
d. Data Hisab Tahun 2019 M/1440 H.
➢ Ramadan, 5 Mei 2019 M.
Posisi Lokasi : 112° 54.34’ BT - 7° 38.48’ LS
43
Waktu Matahari Terbenam : 17:20 WIB
Waktu Bulan Terbenam : 17:46 WIB
Azimuth Matahari : 286° 15.89’
Azimuth Bulan : 284° 45.62’
Tinggi Hilal : 5° 29.01’
Elongasi Bulan : 6° 20.82’ Bulan di sebelah Selatan
– Atas Matahari
➢ Syawal, 3 Juni 2019 M.
Posisi Lokasi : 112° 54.34 BT - 7° 38.48’ LS
Waktu Matahari Terbenam : 17:18 WIB
Waktu Bulan Terbenam : 17:17 WIB
Azimuth Matahari : 292° 23.55’
Azimuth Bulan : 289° 32.37’
Tinggi Hilal : 0° -15.75’
Elongasi Bulan : 2° 51.18’ Bulan di sebelah Selatan
– Bawah Matahari1
1 Berita Perkiraan Hilal BMKG diakses tanggal 16 Juli 2019 pada pukul 11.00 WIB, dari
: https://www.bmkg.go.id/berita/?p=informasi-prakiraan-hilal-saat-matahari-terbenam-
44
Rekapitulasi Hasil Hisab Awal Ramadan dan Awal Syawal di POB Lapan Watukosek Gempol Tahun 2016-2019
Tabel 4.1
Data Hisab Awal Ramadan th. 2016-2019
Tabel 4.2
Data Hisab Awal Syawal th 2016-2019
Tahun Posisi Lokasi Ijtima’ Sunset Moon Set Azimuth
Matahari Azimuth Bulan Tinggi Hilal Elongasi
5 Juni 2016 112° 51.00’ BT – 7° 47.00’ LS 10:00 17:18 17:37 292 42.69’ 288 53.78’ 3 41.02’ 5 45.33’
26 Mei 2017 112° 54.34’ BT - 7° 38.48’ LS 02:44 17:17 17:56 291° 16.37’ 289° 21.83’ 8° 0.86’ 8° 56.72’
15 Mei 2018 112° 54.34’ BT - 7° 38.48’ LS 18:48 17:18 17:18 288° 57.68’ 284° 8.12’ 0° -11.54’ 4° 49.54’
5 Mei 2019 112° 54.34’ BT - 7° 38.48’ LS 5:45 17:20 17:46 286° 15.89’ 284° 45.62’ 5° 29.01’ 6° 20.82’
Tahun Posisi Lokasi Ijtima’ Sunset Moon Set Azimuth
Matahari Azimuth Bulan Tinggi Hilal Elongasi
4 Juli 2016 112° 51.00’ BT – 7° 47.00’ LS 18:01 17:24 17:19 292° 54.91’ 288° 25.62’ -1° 20.59’ 4° 37.45’
24 Juni 2017 112° 54.34’ BT - 7° 38.48’ LS 09:31 17:21 17:39 293° 30.06’ 290° 16.36’ 3° 24.58’ 5° 9.55’
14 Juni 2018 112° 54.34’ BT - 7° 38.48’ LS 02:43 17:19 17:55 293° 22.09’ 292° 4.01’ 7° 13.31’ 8° 2.56’
3 Juni 2019 112° 54.34 BT - 7° 38.48’ LS 17:02 17:18 17:17 292° 23.55’ 289° 32.37’ 0° -15.75’ 2° 51.18’
45
C. Analisis Keakurasian Hasil Rukyatulhilal di Pusat Observasi Bulan
Lapan Watukosek Gempol
Data hisab awal Ramadan dan Syawal di POB Lapan Watukosek
Gempol seperti yang sudah dijelaskan diatas, sesudah dikonfirmasi dengan
metode rukyatulhilal, didapatkan hasil seperti yang akan dideskripsikan di
bawah ini.
1. Hasil Rukyatulhilal Awal Ramadan tahun 2016
Pada tahun 2016, Ijtima’ awal Ramadan terjadi pada hari Ahad, 5
Juni 2016 pukul 10.00 WIB dengan ketinggian hilal di POB Lapan
Watukosek sebesar 3° 41.02’ sesuai dengan data yang dilangsir oleh
BMKG sebagai berikut:
Gambar 4.1
Peta Ketinggian Hilal tanggal 5 Juni 2016 untuk pengamat di Indonesia
Dari peta diatas, tinggi hilal di seluruh wilayah Indonesia berada
pada angka 2,5 sampai dengan 4 diatas ufuk. Di Jayapura tingginya
46
sudah mencapai 2,36° dan di Pelabuhan Ratu tinggi hilal sama dengan
3,93°.
Pada gambar 4.2 menampilkan peta umur bulan saat matahari
terbenam tanggal 5 Juni 2016. Umur bulan adalah selisih waktu antara
terbenam matahari dengan waktu terjadinya konjungsi. Sebagaimana
terlihat pada Gambar 4.2, umur bulan di Indonesia pada tanggal 5 Juni
2016 berkisar antara 5,44 jam di Merauke, Papua sampai dengan 8,85 jam
di Sabang Aceh.
Gambar 4.2
Peta Umur Bulan tanggal 5 Juni 2016 untuk pengamat di Indonesia
Dari data gambar peta 4.1 dan 4.2 menunjukkan bahwa posisi hilal
sudah mencukupi angka imkanur rukyat yaitu melebihi dari angka 2°.
Hasil hisab awal Ramadan tahun 2016 itu kemudian dikonfirmasi dengan
proses rukyatulhilal yang dilaksanakan pada tanggal 5 Juni 2016 di POB
Lapan Watukosek. Adapun laporan rukyatulhilal sebagaimana penetapan
47
Isbat rukyatulhilal oleh Pengadilan Agama Bangil dinyatakan tidak
berhasil.
Maka ditarik kesimpulan bahwa awal bulan Ramadan pada tahun
2016 sesuai dengan Penetapan Pemerintah jatuh pada tanggal 06 Juni
2016.
2. Hasil Rukyatulhilal Awal Ramadan tahun 2017
Pada tahun 2017, Ijtima’ awal Ramadan terjadi pada hari Jum’at,
26 Mei 2017 pukul 02:44 WIB dengan ketinggian hilal di POB Lapan
Watukosek sebesar 8° 0.86’ sesuai dengan data yang dilangsir oleh
BMKG sebagai berikut:
Pada gambar 4.3 menampilkan tinggi hilal di seluruh wilayah
Indonesia berada pada angka 6,75° sampai dengan 8,5° diatas ufuk. Di
Jayapura tingginya sudah mencapai 6,81° dan di Tua Pejat, Sumatera Barat
tinggi hilal sama dengan 8,36°.
Pada gambar 4.4 ditampilkan peta umur Bulan saat matahari
terbenam tanggal 26 Mei 2017. Umur Bulan di Indonesia pada tanggal 26
Mei 2017 berkisar antara 12, 69.25 jam di Merauke, Papua sampai dengan
16,07 jam di Sabang, Aceh.
Gambar 4.3 Peta Ketinggian Hilal tanggal 26 Mei 2017 untuk pengamat di Indonesia
48
Gambar 4.4
Peta Umur Bulan tanggal 26 Mei 2017 untuk pengamat di Indonesia
Dari data gambar peta 4.3 dan 4.4 menunjukkan bahwa posisi hilal
sudah mencukupi angka imkanur rukyat yaitu melebihi dari angka 2°.
Hasil hisab awal Ramadan tahun 2017 itu kemudian dikonfirmasi dengan
proses rukyatulhilal yang dilaksanakan pada tanggal 26 Mei 2017 di POB
Lapan Watukosek. Adapun laporan rukyatulhilal sebagaimana penetapan
Isbat rukyatulhilal oleh Pengadilan Agama Bangil dinyatakan tidak
berhasil.
Maka bisa ditarik kesimpulan bahwasannya awal Ramadan pada
tahun 2017 sesuai dengan penetapan Pemerintah jatuh pada tanggal 27 Mei
2017.
Gambar 4.5 Hilal Awal Ramdhan H+1 th 2017 (Dok. Lapan)
49
3. Hasil Rukyatulhilal Awal Ramadan tahun 2018
Pada tahun 2018, Ijtima’ awal Ramadan terjadi pada hari Selasa,
15 Mei 2018 pukul 18:48 WIB dengan ketinggian hilal di POB Lapan
Watukosek sebesar 0 -11.54’ sesuai dengan data yang dilangsir oleh
BMKG sebagai berikut:
Gambar 4.6
Peta Ketinggian Hilal tanggal 15 Mei 2018 untuk pengamat di Indonesia
Pada gambar peta diatas menampilkan tinggi hilal di seluruh
wilayah Indonesia berada pada angka -1,5 sampai dengan 0° diatas ufuk.
Ketinggian hilal di Indonesia saat matahari terbenam pada 15 Mei 2018
bekisar antara -1,64 di Melonguane, Sulawesi Utara sampai dengan -
0°,05’ di Pelabuhan Ratu, Jawa Barat (Hilal masih dibawah horizon).
50
Gambar 4.7 Peta Umur Bulan tanggal 15 Mei 2018 untuk pengamat di Indonesia
Pada gambar 4.7 ditampilkan peta umur bulan saat matahari
terbenam tanggal 15 Mei 2018. Umur bulan di Indonesia pada tanggal 15
Mei 2018 berkisar antara -3,35 jam di Merauke, Papua sampai dengan -
0,02 jam di Sabang, Aceh.
Dari data gambar peta 4.6 dan 4.7 menunjukkan bahwa posisi hilal
belum mencukupi angka imkanur rukyat yaitu kurang dari angka 2°. Hasil
hisab awal Ramadan tahun 2018 itu kemudian dikonfirmasi dengan proses
rukyatulhilal yang dilaksanakan pada tanggal 15 Mei 2018 di POB Lapan
Watukosek. Adapun laporan rukyatulhilal sebagaimana penetapan Isbat
Rukyatulhilal oleh Pengadilan Agama Bangil dinyatakan tidak berhasil.
Seperti yang tertera pada hadits nabi yang sebelumnya sudah dijelaskan
yakni:
صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غبه عليكم فأكملوا وعن أب هري رة قال: قال ر سول الله
ة شعبان ثالثي ي وما )متفق عليه( عد
Dan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda:
“Berpuasalah kalian karena melihat bulan, dan berharirayalah kalian
51
karena melihat dia. Kemudian jika awan menutupi kalian, maka
sempurnakanlah bilangan sya’ban itu 30 hari”. (HR Bukhari).2
Maka bahwasannya bulan Sya’ban pada tahun 2018
disempurnakan menjadi 30 hari dan awal Ramadan pada tahun 2018
sesuai dengan penetapan Pemerintah jatuh pada tanggal 17 Mei 2018.
4. Hasil Rukyatulhilal Awal Ramadan tahun 2019
Pada tahun 2019, Ijtima’ awal Ramadan terjadi pada hari Ahad, 5
Mei 2019 pukul 5:45 WIB dengan ketinggian hilal di POB Lapan
Watukosek sebesar 5° 29.01’ sesuai dengan data yang dilangsir oleh
BMKG sebagai berikut:
Gambar 4.8 Peta Ketinggian Hilal tanggal 5 Mei 2019 untuk pengamat di Indonesia
Pada gambar 4.8 menampilkan tinggi hilal di seluruh wilayah
Indonesia berada pada angka 4,5° sampai dengan 6° diatas ufuk. Di
Jayapura tingginya sudah mencapai 4,52° dan di Tua Pejat, Sumatera Barat
tinggi hilal sama dengan 5,75°.
2 Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Al-bukhori, Shoheh al-Bukhari Juz 1, hal.
459-460.
52
Gambar 4.9
Peta Umur Bulan tanggal 5 Mei 2019 untuk pengamat di Indonesia
Pada gambar 4.4 ditampilkan peta umur bulan saat matahari
terbenam tanggal 5 Mei 2019. Umur bulan di Indonesia pada tanggal 5
Mei 2019 berkisar antara 9,72 jam di Merauke, Papua sampai dengan
13,01 jam di Sabang, Aceh.
Dari data gambar peta 4.8 dan 4.9 menunjukkan bahwa posisi hilal
sudah mencukupi angka imkanur rukyat yaitu melebihi dari angka 2°.
Hasil hisab awal Ramadan tahun 2019 itu kemudian dikonfirmasi dengan
proses rukyatulhilal yang dilaksanakan pada tanggal 5 Mei 2019 di POB
Lapan Watukosek. Adapun laporan rukyatulhilal sebagaimana penetapan
Isbat Rukyatulhilal oleh Pengadilan Agama Bangil dinyatakan tidak
berhasil.
Maka bahwasannya awal Ramadan pada tahun 2019 sesuai
penetapan Pemerintah jatuh pada tanggal 6 Mei 2019 dikarenakan pada
saat itu, di lokasi lain banyak yang berhasil melihat hilal namun di POB
Lapan Watukosek awan tertutup oleh gumpalan awan mendung sehingga
hilal tidak terlihat.
53
Tabel 4.3
Laporan Hasil Rukyatulhilal Awal Ramadan Th. 2016-2019 M
No. Tgl, Bln, Thn Tinggi Hilal Kesimpulan
1 5 Juni 2016 3° 41.02’ Tidak berhasil melihat Hilal
2 26 Mei 2017 8° 0.86’ Tidak berhasil melihat Hilal
3 15 Mei 2018 0° -11.54’ Tidak berhasil melihat Hilal
4 5 Mei 2019 5° 29.01’ Tidak berhasil melihat Hilal
54
1. Hasil Rukyatulhilal Awal Syawal tahun 2016
Pada tahun 2016, Ijtima’ awal Syawal terjadi pada hari Senin, 4
Juli 2016 pukul 18:01 WIB dengan ketinggian hilal di POB Lapan
Watukosek sebesar -1° 20.59’ sesuai dengan data yang dilangsir oleh
BMKG sebagai berikut:
Gambar 4.10
Peta Ketinggian Hilal tanggal 4 Juli 2016 untuk pengamat di Indonesia
Pada gambar 4.10 menampilkan tinggi hilal di seluruh wilayah
Indonesia berada pada angka 3° sampai dengan -1° diatas ufuk. Di
Jayapura tingginya sudah mencapai -3,14° dan di Tua Pejat, Sumatera
Barat tinggi hilal sama dengan -1,15°.
Pada gambar 4.11 ditampilkan peta umur bulan saat matahari
terbenam tanggal 4 Juli 2016. Umur bulan di Indonesia pada tanggal 4 Juli
2016 berkisar antara -2,49 jam di Merauke, Papua sampai dengan 0,93 jam
di Sabang, Aceh.
55
Gambar 4.11
Peta Umur Bulan tanggal 4 Juli 2016 untuk Pengamat di Indonesia
Dari data gambar peta 4.10 dan 4.11 menunjukkan bahwa posisi
hilal belum mencukupi angka imkanur rukyat yaitu kurang dari angka 2°.
Hasil hisab awal Syawal tahun 2016 itu kemudian dikonfirmasi dengan
proses rukyatulhilal yang dilaksanakan pada tanggal 4 Juli 2016 di POB
Lapan Watukosek. Adapun laporan rukyatulhilal sebagaimana penetapan
Isbat rukyatulhilal oleh Pengadilan Agama Bangil dinyatakan tidak
terdokumentasi. Sehingga penulis tidak bisa mengambil kesimpulan.
2. Hasil Rukyatulhilal Awal Syawal tahun 2017
Pada tahun 2017, Ijtima’ awal Syawal terjadi pada hari Sabtu, 24
Juni 2017 pukul 9:31 WIB dengan ketinggian hilal di POB Lapan
Watukosek sebesar 3° 24.58’ sesuai dengan data yang dilangsir oleh
BMKG sebagai berikut:
Pada gambar 4.12 menampilkan tinggi hilal di seluruh wilayah
Indonesia berada pada angka 2° sampai dengan 3,75° diatas ufuk. Di
Jayapura tingginya sudah mencapai 2,14° dan di Tua Pejat, Sumatera Barat
tinggi hilal sama dengan 3,65°.
56
Gambar 4.12 Peta ketinggian Hilal tanggal 24 Juni 2017 untuk pengamat di Indonesia
Gambar 4.13 Peta Umur Bulan tanggal 24 Juni 2017 untuk pengamat di Indonesia
57
Pada gambar 4.13 ditampilkan peta umur bulan saat matahari
terbenam tanggal 24 Juni 2017. Umur bulan di Indonesia pada tanggal 24
Juni 2017 berkisar antara 5.98 jam di Merauke, Papua sampai dengan 9,42
jam di Sabang, Aceh. Hal ini menunjukkan bahwa lama waktu yang
terentang sejak terjadinya konjungsi hingga Matahari terbenam di
Merauke, Papua adalah 5,98 jam. Sementara untuk lokasi Sabang, Aceh
lama waktunya adalah 9,42 jam. Adapun di kota-kota lainnya di Indonesia,
lama waktu yang terrentang sejak terjadinya konjungsi hingga Matahari
terbenam di setiap kota adalah di antara kedua nilai tersebut.
Dari data gambar peta 4.12 dan 4.13 menunjukkan bahwa posisi
hilal sudah mencukupi angka imkanur rukyat yaitu melebihi dari angka 2°.
Hasil hisab awal Syawal tahun 2017 itu kemudian dikonfirmasi dengan
proses rukyatulhilal yang dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 2017 di POB
Lapan Watukosek. Adapun laporan rukyatulhilal sebagaimana penetapan
Isbat rukyatulhilal oleh Pengadilan Agama Bangil dinyatakan tidak
berhasil. Dengan ini bisa ditarik kesimpulan bahwa awal Syawal yang
ditetapkan Pemerintah jatuh pada tanggal 25 Juni 2017.
3. Hasil Rukyatulhilal Awal Syawal tahun 2018
Pada tahun 2018, Ijtima’ awal Syawal terjadi pada hari Kamis, 14
Juni 2018 pukul 02:43 WIB dengan ketinggian hilal di POB Lapan
Watukosek sebesar 7° 13.31’ sesuai dengan data yang dilangsir oleh
BMKG sebagai berikut:
Pada gambar 4.14 menampilkan tinggi hilal di seluruh wilayah
Indonesia berada pada angka 6° sampai dengan 7,75° diatas ufuk. Di
Jayapura tingginya sudah mencapai 6,08° dan di Tua Pejat, Sumatera Barat
tinggi hilal sama dengan 7,64°.
Pada gambar 4.15 ditampilkan peta umur bulan saat matahari
terbenam tanggal 14 Juni 2018. Umur bulan di Indonesia pada tanggal 14
Juni 2018 berkisar antara 12,74 jam di Merauke, Papua sampai dengan
16,16 jam di Sabang, Aceh.
58
Gambar 4.14 Peta ketinggian Hilal tanggal 14 Juni 2018 untuk pengamat di Indonesia
Gambar 4.15 Peta Umur Bulan tanggal 14 Juni 2018 untuk pengamat di Indonesia
Dari data gambar peta 4.14 dan 4.15 menunjukkan bahwa posisi
hilal sudah mencukupi angka Imkanur Rukyat yaitu melebihi dari angka
59
2°. Hasil hisab awal Syawal tahun 2018 itu kemudian dikonfirmasi dengan
proses rukyatulhilal yang dilaksanakan pada tanggal 14 Juni 2018 di POB
Lapan Watukosek. Adapun laporan rukyatulhilal sebagaimana penetapan
Isbat Rukyatulhilal oleh Pengadilan Agama Bangil dinyatakan berhasil.
Pegadilan Agama Bangil telah menerima laporan perukyat
kesaksian rukyatulhilal awal bulan Syawal 1439 H pukul 17.34 WIB, lama
4 detik, melihat dengan mata telanjang, posisi hilal berada di sebelah kiri
matahari, dengan posisi terlentang miring ke Selatan di Lapan Watukosek
Kecamatan Gempol Kab. Pasuruan. Berikut biodata perukyat yang
menyaksikan hilal:
Nama : Muhammad Nufail
Tempat/Tgl. Lahir : Pasuruan, 5 September 1989
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Jl. Pesantren No. 15, RT. 02/RW. 03, Krajan
Karangrejo, Purwosari, Pasuruan
Maka bahwasannya awal Syawal pada tahun 2018 sesuai penetapan
Pemerintah jatuh pada tanggal 15 Juni 2018.
Gambar 4.16 Hilal Awal Syawal th 2018 (Dok. Lapan)
60
4. Hasil Rukyatulhilal Awal Syawal tahun 2019
Pada tahun 2019, Ijtima’ awal Syawal terjadi pada hari Senin, 3
Juni 2019 pukul 17:2 WIB dengan ketinggian hilal di POB Lapan
Watukosek sebesar 0° -15.75’ sesuai dengan data yang dilangsir oleh
BMKG sebagai berikut:
Gambar 4.17 Peta ketinggian Hilal tanggal 3 Juni 2019 untuk pengamat di Indonesia
Pada gambar 4.17 menampilkan tinggi hilal di seluruh wilayah
Indonesia berada pada angka -1,5° sampai dengan 0° diatas ufuk.
Ketinggian hilal di Indonesia saat matahari terbenam pada tanggal 3 Juni
2019 berkisar antara -1,43° di Jayapura, Papua sampai dengan -0,06 di Tua
Pejat, Sumatera Barat.
Pada gambar 4.18 ditampilkan peta umur bulan saat matahari
terbenam tanggal 3 Juni 2019. Umur bulan di Indonesia pada tanggal 3
Juni 2019 berkisar antara -1,60° jam di Merauke, Papua sampai dengan
1,81 jam di Sabang, Aceh.
61
Gambar 4.18 Peta Umur Bulan tanggal 3 Juni 2019 untuk pengamat di Indonesia
Dari data gambar peta 4.17 dan 4.19 menunjukkan bahwa posisi
hilal belum mencukupi angka imkanur rukyat yaitu kurang dari angka 2°.
Hasil hisab awal Syawal tahun 2019 itu kemudian dikonfirmasi dengan
proses rukyatulhilal yang dilaksanakan pada tanggal 3 Juni 2019 di POB
Lapan Watukosek. Adapun laporan rukyatulhilal sebagaimana penetapan
Isbat Rukyatulhilal oleh Pengadilan Agama Bangil dinyatakan tidak
berhasil.
Maka bahwasannya bulan Ramadan pada tahun 2019
disempurnakan menjadi 30 hari dan awal Syawal pada tahun 2019 sesuai
dengan penetapan Pemerintah jatuh pada tanggal 5 Juni 2019.
Tabel 4.4
Laporan Hasil Rukyatulhilal Awal Syawal th 2016-2019
No. Tgl, Bln, Thn Tinggi Hilal Kesimpulan
1 4 Juli 2016 -1° 20.59’ Tidak Terdokumentasi
2 24 Juni 2017 3° 24.58’ Tidak berhasil melihat hilal
3 14 Juni 2018 7° 13.31’ Berhasil melihat hilal
4 3 Juni 2019 0° -15.75’ Tidak berhasil melihat hilal
62
Adapun angka keterlihatan hilal Ramadan dan Syawal di POB
Lapan Watukosek Gempol dideskripsikan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 4.5
Persentase Keterlihatan Hilal di POB Lapan th 2016-2019 M.
Ramadan Syawal Jumlah (%)
Berhasil Tidak Berhasil Berhasil Tidak Berhasil Berhasil Tidak Berhasil
Jumlah 0 4 1 3 1 (12,5%) 7 (87,5%)
Dari persentase keberhasilan rukyatulhilal di POB Lapan
Watukosek Gempol relatif kecil yaitu 12,5% dibandingkan dengan
persentase ketidakberhasilan yaitu sebesar 87,5%.
Ketidakberhasilan rukyatulhilal tidak otomatis menunjukkan
akurat atau tidak akuratnya Lapan Watukosek sebagai Pusat Observasi
Bulan. Faktor ketidakberhasilan rukyatulhilal disebabkan oleh beberapa
hal diantaranya yaitu posisi hilal yang belum mencapai dan masih dibawah
ufuk misalnya seperti tinggi hilal Syawal pada tahun 1437 H. (2016) yaitu
-1° 20.59’, tinggi hilal Syawal 1440 H. (2019) yaitu 0° -15.75’ dan tinggi
hilal Ramadan 1439 H. (2018) yaitu 0° -11.54’ atau faktor cuaca yang
tidak mendukung keberhasilan rukyatulhilal seperti halnya Ramadan pada
tahun 1438 H. (2017) tinggi hilal sudah diatas ufuk dan mencapai angka
imkanur rukyat yaitu sebesar 8° 0.86’ tetapi tidak berhasil melihat melihat
hilal dikarenakan cuaca yang buruk.
63
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah penulis paparkan pada bab-bab
sebelumnya, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Proses Rukyatulhilal di POB Lapan Watukosek Gempol Pasuruan
adalah sebagai berikut:
Pelaksanaan rukyatulhilal di POB Lapan dilaksanakan 3 kali dalam
setahun di bulan Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah. Perukyat terdiri
dari Tim Pondok Pesantren, Instansi Universitas, LFNU Bangil, LFNU
Pasuruan, LFNU Sidoarjo, BHR Pasuruan dan BMKG. Data hilal
sebelumnya sudah dimiliki oleh setiap perukyat yang akan mengikuti
rukyatulhilal. Peralatan dan perlengkapan yang sudah disiapkan oleh
POB Lapan meliputi theodolit, teleskop, rubu’ mujayyab, kompas.
Namun masing-masing tim perukyat dianjurkan untuk membawa
peralatan dan perlengkapan sendiri-sendiri.
Pada waktu matahari terbenam hendaknya pelaksanaan
rukyatulhilal dimulai. Sesudah diketahui hasilnya, maka perukyat yang
berhasil melihat hilal diambil sumpahnya dan membuat laporan rukyat
agar disampaikan kepada Pemerintah cq. Departemen Agama yang
akan diteruskan kepada Pemerintah Pusat. Laporan ini yang akan
dijadikan bahan pertimbangan oleh dewan Isbat dalam menentukan
awal bulan.
2. Dari persentase keberhasilan rukyatulhilal di POB Lapan Watukosek
Gempol relatif kecil yaitu 12,5% dibandingkan dengan persentase
ketidakberhasilan yaitu sebesar 87,5%. Ketidakberhasilan rukyatulhilal
tidak otomatis menunjukkan akurat atau tidak akuratnya Lapan
Watukosek sebagai Pusat Observasi Bulan. Faktor ketidakberhasilan
rukyatulhilal disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu posisi
64
hilal yang belum mencapai dan masih dibawah imkanur rukyat atau
faktor cuaca yang tidak mendukung keberhasilan rukyatulhilal.
B. SARAN
Berdasarkan penelitian, pembahasan, dan kesimpulan penulisan ini.
Maka penulis perlu untuk memberikan saran-saran sebagai bahan
pertimbangan di kemudian hari. Saran-saran tersebut penulis tujukan
kepada:
1. Kementrian Agama RI hendaknya segera menyelesaikan Standar
Operasional Prosedur dalam pemilihan lokasi rukyatulhilal.
2. Pemerintah Kementrian Agama Pasuruan dan Pengadilan Agama
Bangil hendaknya dapat menyimpan soft file atau hard file yang
berkaitan dengan rukyatulhilal dengan safety agar tidak tercecer hilang
jika sewaktu-waktu dibutuhkan.
3. Pegawai POB Lapan untuk selalu mendokumentasikan agenda
rukyatulhilal yang sudah menjadi agenda wajib tahunan. Dimulai dari
data hisab, hasil rukyatulhilal, dokumentasi pelaksanaan rukyatulhilal
dll.
4. Akademisi, hasil penelitian ini dapat menjadi landasan untuk
melakukan penelitian selanjutnya. Dan juga senantiasa
mengembangkan keilmuannya agar memiliki pengaruh besar terhadap
kemajuan dan meningkatkan pengetahuan masyarakat.
65
Daftar Pustaka
Abdulghani, Syaikh Al-Hafizh Taqiyudin Abu Muhammad bin Abdulwahid bin
Ali bin Surur Al-Maqdisi Al-Jumaili Al Hanbali. Umdatul Ahkam.
Sukoharjo: Al-Qowam, 2015.
Adi, Rianto. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta: Granit, 2010.
Aflah, Noor. “Parameter Kelayakan Tempat Rukyat”. Skripsi S1 Fakultas
Syariah, Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, 2014.
Ali, Atabik dan Ahmad Zuhdi Muhdlor. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia.
Pondok Krapyak: Multi Karya Grafika.
Al-Mahalli, Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As-Suyuti. Terjemahan Tafsir
JalalainBerikut Asbabun Nuzul Jilid 1. Bandung: Sinar Baru Algensindo,
2017.
Amin, Muhammad Faishol. “Ketajaman Mata Dalam Kriteria Visibilitas Hilal”.
Jurnal Astronomi dan Ilmu-Ilmu Berkaitan. Vol. 3 No. 2 tahun 2017, hal.
30. Artikel diakses pada 25 April 2019 dari
http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/almarshad/article/view/1526/1571
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. “Taisiru al-Aliyyu Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu
Katsir Jilid 1. Jakarta: Gema Insani Press, 1989.
Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia, Alquran dan Tafsirnya.
BMKG. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika – bmkg.go.id
Constantinia, Ahdina. “Studi Analisis Kriteria Tempat Rukyatul Hilal Menurut
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)”. Skripsi S-1
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang, 2018.
Departemen Agama RI. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama
Islam, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam. Pedoman
Tehnik Rukyat. Jakarta, 1994.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa
Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI Tahun 2007.
Almanak Hisab Rukyat. Jakarta: 2007.
66
Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Pembinaan
Peradilan Agama. Selayang Pandang Hisab Rukyat. Jakarta, 2004.
Habibie, BJ. Rukyah Dengan Teknologi (Uapaya Mencari Kesamaan Pandangan
tentang Penentuan Awal Ramadhan dan Syawal). Jakarta: Gema Insani
Press, 1994.
Hamidy, Mua’ammal dkk. Terjemahan Nailul Authar Jilid 3. Surabaya: PT. Bina
Ilmu.
Indrawan, Angga. “NU Jatim Siapkan 17 Lokasi Rukyatul Hilal”. Berita
Ramadhan/Kabar Ramadhan. 04 Juni 2016. Artikel diakses pada 11
Desember 2018 pada pukul 9.23 WIB dari
https://republika.co.id/berita/ramadhan/kabar-
ramadhan/16/06/04/o8967l365-nu-jatim-siapkan-17-lokasi-rukyatul-hilal
Interview Pribadi dengan Dian Yudha Risdianto, Kepala Balai Pengamatan
Antariksa dan Atmosfer Lapan Pasuruan, Pasuruan, 5 Mei 2019.
Interview Pribadi dengan Drs. H. Sa’ad, Penyelenggara Syariah Kemenag Kab.
Pasuruan, Pasuruan, 10 Mei 2019.
Interview Pribadi dengan M. Rusdi, Wakil Ketua Lajnah Falakiyah PCNU
Kabupaten Pasuruan, Pasuruan, 19 Januari 2019.
Izzuddin, Ahmad. Fiqih Hisab Rukyah. Jakarta: Erlangga, 2007.
Jamil, A. Ilmu Falak (Teori & Aplikasi) Arah Qiblat, Awal Waktu, dan Awal
Tahun (Hisab Kontemporer. Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009.
Khazir, Muhyiddin. Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Buana
Pustaka.
Marpaung, Watni. “Rukyatul Hilal Metode Menetukan Awal Bulan Qamariyah
Menurut Nahdhatul Ulama”. Jurnal Syariah. Vol. 08 No. 1 tahun 2016, hal.
2. Artikel diakses pada 24 Juli 2019 dari
http://repository.uinsu.ac.id/825/1/1.%20JURNAL%20JURIS%20PRUDEN
SI%20825.pdf
Maskufa. Ilmu Falaq. Jakarta: Gaung Persada, 2009.
Muhammad. “Permasalahan Hisab dan Rukyat di Indonesia”. Artikel. Tahun
2013, hal. 7. Artikel diakses pada 27 April 2019 dari pta-mataram.go.id/sys-
content/uploads/file/eDoc/Artikel/Artikel_Muhammad_2013-05-
20_Permasalahan_Hisab_dan_Rukyat.pdf.
67
Muhammad, Abu Bakar. Terjemahan Subulus Salam II Hadits-hadits Hukum.
Surabaya: Al-Ikhlas, 1991.
Munawwir, Ahmad Warson. Al Munawwir Kamus Arab-Indonesia Edisi Kedua.
Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.
Riyan, Muhammad “Kelayakan Pantai Anyer Banten Sebagai Tempat Rukyat Al-
Hilal”. Skripsi S1 Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Walisongo,
2014.
Rusyd, Ibnu. Bidayatul Mujtahid Jilid 1. Jakarta: Pustaka Amani, 2007.
Saksono, Tono. Mengkompromikan Rukyat & Hisab. Jakarta: Amythas Publicita,
2007.
Sejarah Lapan Watukosek Gempol, diakses tanggal 7 Mei 2019 pukul 19.00 WIB,
dari: https://www.lapan.go.id/index.php.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an
Vol. 1. Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Silalahi, Ulber. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Refika Aditama, 2009.
Solikha. “Studi Perbandingan Penentuan Awal Bulan Metode Kitab Fathur Al-
Ra’uf Al-Manan dan Metode Ephemiris”. Skripsi S1 Fakultas Syari’ah
Universitas Islam Negeri Malang, 2008.
Yusuf, A. Muri. Metodologi Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, & Penelitian
Gabungan. Jakarta: Pranada Media, 2016.
PERTANYAAN WAWANCARA
Hari/Tanggal : Ahad, 5 Mei 2019
Tempat : Pusat Observasi Bulan Lapan Watukosek Gempol Pasuruan
Objek wawancara : Ketua Pusat Observasi Bulan Lapan Watukosek Gempol
Pasuruan
1. Bagaimana sejarah Lapan Watukosek Gempol Pasuruan diakui menjadi
Pusat Observasi Bulan?
Kegiatan LAPAN Pasuruan pertama kali adalah meluncurkan balon
stratosfer dalam observasi gerhana matahari total pada Tahun 1983.
Kegiatan kedua LAPAN adalah pelaksanaan Rukyatul Hilal. Pada tahun
2013 Kemenag dan PCNU Kab. Pasuruan mencari tempat untuk dijadikan
lokasi Rukyatul Hilal. Pada tahun 2013 ini pertama kali LAPAN dijadikan
lokasi Rukyatul Hilal oleh Ormas Kab. Pasuruan, Kemenag dan LF PCNU
Kab. Pasuruan. Karena lokasi LAPAN ini sudah memenuhi kriteria lokasi
Rukyatul Hilal, maka LAPAN Watukosek ini layak untuk diresmikan
sebagai Pusat Observasi Bulan. Maka pada tahun 2015 Lapan Watukosek
Gempol resmi dilegalisasikan oleh Kanwil Surabaya.
Lokasi pengamatan hilal di Balai Pengamatan Antariksa dan Atmosfer
(BPAA) Pasuruan berada pada lokasi : 7° 34' 2.00" LS, 112° 40' 32.00"
BT, Alt 50 meter diatas permukaan laut (dpl). Secara geografis LAPAN
Pasuruan sangat ideal digunakan sebagai tempat pengamatan hilal,
karena lokasi tersebut terpisah dengan pemukiman dan merupakan
dataran tinggi bila dibandingkan dengan tempat disekitarnya. Lokasi
LAPAN Pasuruan juga sudah ditetapkan sebagai lokasi pengamatan hilal
serta telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN).
2. Seberapa persen pengaruh lokasi POB dengan keberhasilan rukyat?
Sekitar 75% keberhasilan rukyatul hilal dipengaruhi oleh lokasi
rukyatul hilal. 3 dari 5 kali pelaksanaan rukyatul hilal dinyatakan berhasil
melihat hilal di lokasi POB Lapan ini.
3. Apa saja kelebihan dan kekurangan Lapan Watukosek Gempol Pasuruan
sebagai lokasi POB?
Adapun beberapa kelebihan daripada Pusat Observasi Bulan LAPAN
Watukosek Gempol baik dari segi lokasi, ketersediaan sarana dan
prasarana dan Sumber Daya Manusia adalah bahwa POB ini terletak di
lokasi yang sangat strategis. Dekat dengan Kab. Mojokerto, Kab. Sidoarjo,
Kab. Kediri, Kab. Pasuruan, Kab. Tosari dll.
Hanya saja kekurangan di Lapan ini adalah meskipun halaman luas
tapi tidak tertata dengan rapi. Sehingga ketika dilakukan kegiatan rukyatul
hilal, pemburu hilal banyak yang menutupi alat-alat yang sudah disiapkan,
pemburu hilal juga banyak yang tidak sengaja menggeser benang gawang
lokasi yang sudah disiapkan panitia dan ini menghambat proses jalannya
pelaksanaan rukyatul hilal.
4. Ketika hasil hari ini minus, apakah pada tanggal 30 masih dilakukan
rukyatul hilal? Apa fungsinya?
Ketika hasil minus, maka keesokannya tidak dilakukan rukyatul hilal
kembali karena sudah dipastikan bulan tersebut disempurnakan menjadi
30 hari.
5. Apakah pelaksanaan rukyatul hilal dilakukan setiap bulan atau bulan-
bulan tertentu?
Rukyatul hilal yang dilakukan di POB Lapan hanya di tiga bulan
utama saja seperti Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.
6. Bulan apa saja yang wajib disumpah hasil rukyatnya?
Siapa saja yang berhasil melihat hilal di setiap bulan wajib diambil
sumpahnya. Dikarenakan di POB Lapan hanya dilaksanakan 3 kali dalam
setahun, maka yang diambil sumpahnya juga di 3 bulan tersebut.
7. Bagaimana data hasil rukyatul hilal dalam 5 tahun terakhir?
Kebetulan POB Lapan tidak menyimpan hasil rukyatul hilal mulai dari
pertama kali diadakan rukyatul hilal disini. Silahkan coba di cek di
Kemenag karena Kemenag pasti menyimpan data hisab dan rukyatul hilal
disini.
PERTANYAAN WAWANCARA
Hari/Tanggal : Jum’at, 10 Mei 2019
Tempat : Kementrian Agama Kab. Pasuruan
Objek wawancara : Penyelenggara Syariah Kemenag Kab. Pasuruan
1. Bagaimana standart operasional prosedur penunjukan lokasi POB di
Pasuruan?
Bahwa penunjukan lokasi rukyat atas dasar ketinggian tempat yang
memungkinkan untuk melihat matahari terbenam serta mempunyai
pandangan yang bebas terhadap langit. Lokasi rukyat harus terletak di
daerah yang strategis agar mudah dijangkau perukyat. Lokasi rukyat juga
hendaknya dilaksanakan di daerah laut utara, dikarenakan jika rukyatul
hilal dilakukan di laut bagian selatan lebih cenderung beruap, sehingga
sulit melihat hilal.
2. Adakah juklak pemilihan lokasi rukyat? Atas dasar apa?
Sejauh ini masih belum ada juklak atau peraturan tulis yang dibuat
Kemenag tentang pemilihan lokasi rukyat.
3. Adakah peluang untuk meregistrasi POB mandiri kedepannya?
Kedepannya insyaAllah akan meregistrasi POB mandiri yang
sekiranya layak untuk dijadikan lokais rukyatul hilal seperti PP Bayt Al-
Hikmah.
4. Adakan data hasil rukaytul hilal di Lapan selama 5 tahun terakhir?
InsyaAllah ada, dan ternyata yang ada cuma tahun 2016 dan 2019.
PERTANYAAN WAWANCARA
Hari/Tanggal : Sabtu, 19 Januari 2019
Tempat : Kantor PCNU Kabupaten Pasuruan
Objek wawancara : Wakil Ketua Lajnah Falakiyah PCNU Kab. Pasuruan
1. Pertimbangan apa saja yang dijadikan acuan untuk memilih lokasi
rukyatul hilal?
Ufuk yang dimiliki oleh lokasi POB harus 0° serta harus menjangkau
matahari dan bulan saat matahari terbenam, pandangan mata perukyat
harus bebas, lokasi rukyat harus mempunyai kelembapan udara yang
rendah agar lokasi tidak terganggu embun yang menguap ketika lokasi
yang ditunjuk untuk melaksanakan rukyat mempunyai tingkat
kelembapan yang tinggi.
2. Ada berapa Pusat Observasi Bulan di Pasuruan?
Sebenarnya, kami LF PCNU Pasuruan masih mencari lokasi baru
untuk rukyatul hilal selain di Lapan Watukosek Gempol. Biasanya yang
sering kami pakai adalah Pondok Pesantren Bayt Al-Hikmah dan Pondok
Pesantren Sidogiri. Namun harus melalui izin pimpinan pondok terlebih
dahulu jika ingin memakainya.
3. Alat apa saja yang sudah dimilki oleh LF PCNU Kab. Pasuruan?
Teleskop, Kamera, Kompas, Rubu’ dll.
Bersama Ust. Rusdi, S.Pdi. (Wakil Ketua Lajnah Falakiyah PCNU Kab.
Pasuruan) di Kantor PCNU Kabupaten Pasuruan
Bersama Bpk. Dian Yudha Risdianto (Kepala Balai Pengamatan Antariksa dan
Atmosfer Lapan Pasuruan) di Kantor Lapan.