Download - Problem Pendidikan Umat Islam
PROBLEM PENDIDIKAN UMAT ISLAM
A. Pendahuluan
Sebelum menemukan paradigma baru untuk menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi oleh pendidikan Islam, sekiranya perlu menengok kembali bagaimana kondisi
pendidikan nasional selama ini. Hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui apa dan bagaimana
permasalahan yang dihadapi oleh pendidikan nasional. Untuk itu dapat diketahui langkah apa
yang harus dilakukan sebagai tindak lanjut penyelesaian masalah tersebut. Fakta berbicara,
pendidikan nasional berada di ujung tanduk – tidak tentu arah dan nasibnya. Semua kondisi
menggambarkan betapa muramnya wajah pendidikan nasional. Dimulai dari minimnya
kualitas pembelajaran, rendahnya profesionalisme guru, minat belajar siswa yang cenderung
menurun, terbatasnya sarana dan prasarana dan kurikulum yang tidak menentu yang secara
representatif tidak memenuhi kebutuhan siswa. Tentu implikasi logis yang harus diterima
adalah rendahnya kualitas output yang dihasilkan. Tilaar (2004:66) menggambarkan bahwa;
Pendidikan nasional terseok-seok dilanda krisis. Mungkin krisis itu sendiri disebabkan
kualitas output pendidikan nasional itu sendiri. Krisis yang menimpa pendidikan nasional
bukan hanya semata-mata karena krisis dana, tetapi mungkin pula karena kekaburan arah dan
kehilangan kemudi. Oleh karena itu, pembenahan pendidikan nasional merupakan syarat
mutlak untuk membenahi kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia yang ditimpa krisis
yang berkepanjangan.
Yang tidak kalah menarik juga, pendidikan nasional selalu dihebohkan dengan
tersedianya dana yang minim untuk membenahi pendidikan nasional. Sebenarnya masalah
bukan hanya sekedar dana yang kecil, tetapi pemerintah mulai kehilangan komitmen dalam
bagaimana mengembangkan pendidikan nasional untuk membangun kembali bangsa
Indonesia dan untuk mewujudkan cita-cita reformasi yaitu membangun masyarakat baru yang
demokratis dan sejahtera. Melihat realita tersebut, patut dipertanyakan di mana letak
relevansi janji manis pemerintah seperti saat kampanye calon atau tujuan pembagunan
nasional yaitu membangun rakyat Indonesia secara keseluruhan dan mencerdaskan kehidupan
bangsa dengan realita pendidikan yang ada, semuanya omong kosong.
Pendidikan nasional yang sedang terpuruk sangat membutuhkan paradigma baru –
paradigma pencerahan – yang dapat mendukung terselenggaranya pendidikan yang
berkualitas, sebagaimana idealnya. Dengan kata lain, perlu dilakukan rekonstruksi paradigma
baru yang dapat menjamin lahirnya era baru dalam pendikan nasional. Hal ini dilakukan
untuk mereposisi pendidikan sebagaimana mestinya yang nota bene sebagai ikon utama
dalam pembentukan manusia Indonesia secara keseluruhan.
Akan tetapi, berbicara tentang permasalahan pendidikan di Indonesia, termasuk
pendidikan Islam di dalamnya sungguh kompleks sekali, tidak ubahnya seperti
menyelesaikan benang kusut, harus hati-hati dan juga dipertanyakan dari mana dimulai.
Mungkin tulisan singkat ini hanya dapat merangkum sebagaian kecil saja dari permasalahan
yang muncul di permukaan yang dapat dilihat secara nyata dalam keseharian kita.
B. Pendidikan Islam di Indonesia
Barangkali dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan penolong utama bagi
manusia untuk menjalani kehidupan ini. Tanpa pendidikan, maka manusia sekarang tidak
akan berbeda dengan keadaan pendahulunya pada masa purbakala. Asumsi ini melahirkan
suatu teori ekstrim, bahwa maju mundur atau baik buruknya suatu bangsa akan ditentukan
oleh keadaan pendidikan yang dijalani bangsa itu.
Memang sangat rasional apabila pendidikan menjadi indikator maju mundurnya
sebuah bangsa. Indonesia yang saat ini sedang mengalami keterpurukan dalam segala aspek
kehidupan merupakan imbas dari kegagalan pelaksanaan pendidikan, termasuk pendidikan
Islam di dalamnya. Kegagalan pendidikan di Indonesia telah berakibat pada kemerosotan
moral bangsa yang ditandai dengan munculnya tindakan kriminal di mana-mana. KKN
meraja lela di semua instansi, pembantaian, pembunuhan, tawuran antar pelajar bahkan antar
kampung dan konplik antar golongan kerapkali mewarnai sejarah bangsa ini.
Dengan demikian, tanggung jawab pendidikan untuk membangun kembali bangsa
yang telah lama rusak, semakin berat dan membutuhkan waktu yang lama dan usaha yang
ekstra maksimal. Jadi, berdasarkan asumsi di atas bahwa baik buruknya negara ini di masa
yang akan datang tergantung pada pendidikan yang diselengarakan oleh negara ini.
Untuk menyikapi permasalahan tersebut, sebagian tanggung jawab menurut asumsi di
atas, terletak di pundak lembaga pendidikan Islam yang sekaligus sebagai bagian dari sistem
pendidikan nasional. Secara ideal, pendidikan Islam akan berusaha mengantarkan manusia
mencapai keseimbangan pribadi secara menyeluruh. Dengan kata lain, manusia yang
berkualitas unggul baik lahiriah maupun batiniah serta berbobot dalam prilaku, sehingga
survive dalam arus dinamika perubahan sosial budaya pada masa hidupnya (Arifin,
2003:204).
Betapa besar tanggung jawab pendidikan Islam, di samping mencetak manusia yang
mempunyai ketajaman intelektual tetapi juga harus melahirkan manusia yang mempunyai
kedalaman spiritual dan keluhuran budi pekerti. Tetapi, sungguh disayangkan dalam
pembangunan aspek moral, hanya dalam porsi yang kecil saja menjadi tanggung jawab
pendidikan Islam.
Memang terasa janggal, dalam suatu komunitas masyarakat Muslim, pendidikan
Islam tidak diberikan kesempatan yang luas untuk bersaing dalam membangun umat yang
besar ini. Perhatian pemerintah yang dicurahkan pada pendidikan Islam sangatlah kecil
porsinya, padahal masyarakat Indonesia selalu diharapkan agar tetap berada dalam lingkaran
masyarakat sosialistis religius. Dan bahkan tidaklah salah jika dikatakan, bahwa pendidikan
Islam di Indonesia justru menempati kelas dua dalam masyarakat yang mayoritas Muslim.
Beberapa bukti tentang kecilnya perhatian pemerintah dalam pengembangan
pendidikan Islam terlihat dari minimnya anggaran untuk lembaga-lembaga pendidikan Islam
dan lembaga pendidikan Islam tidak diberikan kewenangan secara otonom oleh pemerintah
dalam berpastisipasi membangun bangsa yang besar ini. Selain minimmya dana yang
dikucurkan pemerintah untuk anggaran pendidikan nasional, menurut Daulay (2004:156)
bahwa secara struktural lembaga-lembaga pendidikan Islam berada di bawah kontrol dan
kendali Departemen Agama, termasuk pendanaannya. Problema yang timbul adalah alokasi
dana yang dikelola oleh Departemen Agama selain kecil juga dipergunakan untuk membiayai
berbagai sektor di lingkungan Departemen Agama termasuk pembiayan pendidikan.
Akibatnya alokasi pendanaan bagi lembaga pendidikan yang berada di bawah
Departemen Agama sangat terbatas. Dampaknya kekurangan fasilitas dan peralatan dan juga
terbatasnya upaya-upaya pengembangan dan peningkatan kegiatan-kegiatan nonfisik.
Idealnya pendanaan pendidikan ini tidak melihat kepada struktural, tetapi melihat kepada
biaya per siswa atau mahasiswa
Di samping masalah-masalah di atas terdapat dua permasalahn yang sangat krusial
yang turut mempengaruhi kemunduran pendidikan Islam, yaitu sistem pendidikan nasional
yang bercorak sentralistik dan adanya pemahaman dikotonomi ilmu pengetahuan umum dan
ilmu agama di tengah masyarakat sehingga lahir dua sistem pendidikan yaitu pendidikan dan
pendidikan umum.
Sistem pendidikan nasional selama ini bercorak sentralistik, di mana manajemen
pendidikan berasal dari struktur kekuasaan dari Pemerintah Pusat dan menjalar ke lembaga-
lembaga pendidikan. Dengan sendirinya lembaga-lembaga pendidikan tersebut tidak
mempunyai otonomi karena segala sesuatu telah ditentukan oleh suatu sistem yang ketat dari
atas.
Dengan pola sentralistis yang demikian, lembaga-lembaga pendidikan tidak
mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri, sebab segala sesuatu telah ditentukan
prosedurnya. Masyarakat tidak mempunyai hak di dalam menentukan arah dan jalannya
proses pendidikan itu sendiri. Masyarakat hanya menjadi penonton dan tidak mempunyai
tanggung jawab di dalam terjadinya proses pendidikan. Output pendidikan bukan saja
menjadi masalah bahkan menjadi beban masyarakat. Pendidikan Islam sejak lahirnya yang
tumbuh dari masyarakat, tumbuh dari bawah, oleh sebab itu, mengenal manajemen yang
tumbuh dari bawah.
C.Pendidikan Islam Masa Depan
Prospek pendidikan Islam pada masa mendatang, harus pula dikaji dan diteropong
melalui lensa realitas pendidikan islam di Indonesia yang ada pada hari ini. Melihat kendala
yang dihadapi oleh pendidikan nasional, minimal telah terpantul sinar yang juga
menggambarkan tentang kondisi pendidikan Islam di Indonesia pada masa kini. Adapun
kendala tersebut berupa:
a. Kurikulum yang belum mantap, terlihat dari beragamnya jumlah presentasi untuk
pelajaran umum dan agama pada berbagai sekolah yang berlogo Islam.
b. Kurang berkualitasnya guru, yang dimaksud disini adalah kurang kesadaran
professional, kurang inofatif, kurang berperan dalam pengembangan pendidikan,
kurang terpantau.
c. Belum adanya sentralisasi dan disentralisasi.
d. Dualisme pengelolaan pendidikan yaitu antara Depag dan Depdikbud.
e. Sisa-sisa pendidikan penjajahan yang masih ditiru seperti penjurusan dan pemberian
gelar.
f. Kendali yang terlalu ketat pada pendidikan tinggi.
g. Minimnya persamaan hak dengan pendidikan umum
h. Minimnya peminat sekolah agama karena dipandang prospeknya tidak jelas.
Beberapa strategi yang perlu dicanangkan untuk memprediksi pendidikan Islam masa
depan adalah sebagai berikut.
1. Strategi sosial politik
Menekankan diperlukannya merinci butir-butir pokok formalisasi ajaran Islam di
lembaga-lembaga negara melalui upaya legal formalitas yang terus menerus oleh
gerakan Islam terutama melalui sebuah partai secara eklusif khusus bagi umat Islam
termasuk kontrol terhadap aparatur pemerintah. Umat Islam sendiri harus mendidik
dengan moralitas Islam yang benar dan menjalankan kehidupan islami baik secara
individu maupun masyarakat.
2. Strategi Kultural
Dirancang untuk kematangan kepribadian kaum muslimin dengan memperluas
cakrawala pemikiran, cakupan komitmen dan kesadaran mereka tentang
kompleksnya lingkungan manusia.
3. Strategi Sosio cultural
Diperlukan upaya untuk mengembangkan kerangka kemasyarakatan yang
menggunakan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam.
D. PEMETAAN MASALAH PENDIDIKAN
Dalam memetakan masalah pendidikan maka perlu diperhatikan realitas pendidikan
itu sendiri yaitu pendidikan sebagai sebuah subsistem yang sekaligus juga merupakan suatu
sistem yang kompleks. Gambaran pendidikan sebagai sebuah subsistem adalah kenyataan
bahwa pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang berjalan dengan dipengaruhi
oleh berbagai aspek eksternal yang saling terkait satu sama lain. Aspek politik, ekonomi,
sosial-budaya, pertahanan-keamanan, bahkan ideologi sangat erat pengaruhnya terhadap
keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan, begitupun sebaliknya.
Sedangkan pendidikan sebagai suatu sistem yang kompleks menunjukan bahwa
pendidikan di dalamnya terdiri dari berbagai perangkat yang saling mempengaruhi secara
internal, sehingga dalam rangkaian input-proses-output pendidikan, berbagai perangkat yang
mempengaruhinya tersebut perlu mendapatkan jaminan kualitas yang layak oleh berbagai
stakeholder yang terkait.
A. Permasalahan Pendidikan Sebagai Suatu Sub-Sistem
Sebagai salah satu sub-sistem di dalam sistem negara/ pemerintahan, maka
keterkaitan pendidikan dengan sub-sistem lainnya diantaranya ditunjukan sebagai berikut:
Pertama, berlangsungnya sistem ekonomi kapitalis di tengah-tengah kehidupan telah
membentuk paradigma pemerintah terhadap penyelenggaraan pendidikan sebagai bentuk
pelayanan negara kepada rakyatnya yang harus disertai dengan adanya sejumlah pengorbanan
ekonomis (biaya) oleh rakyat kepada negara. Pendidikan dijadikan sebagai jasa komoditas,
yang dapat diakses oleh masyarakat (para pemilik modal) yang memiliki dana dalam jumlah
besar saja.
Kedua, berlangsungnya kehidupan sosial yang berlandasakan sekulerisme telah menyuburkan
paradigma hedonisme (hura-hura), permisivisme (serba boleh), materialistik (money
oriented), dan lainnya di dalam kehidupan masyarakat. Motif untuk menyelenggarakan dan
mengenyam pendidikan baik oleh pemerintah maupun masyarakat saat ini lebih kepada
tujuan untuk mendapatkan hasil-hasil materi ataupun keterampilan hidup belaka (yang tidak
dikaitkan dengan tujuan membentuk kepribadian (shaksiyah) yang utuh berdasarkan
pandangan syari’at islam
Ketiga, berlangsungnya kehidupan politik yang oportunistik telah membentuk karakter
politikus machiavelis (melakukan segala cara demi mendapatkan keuntungan) di kalangan
eksekutif dan legislatif termasuk dalam perumusan kebijakan pendidikan Indonesia.
B. Permasalahan Pendidikan Sebagai Sebuah Sistem Kompleks
Dalam kaitan pendidikan sebagai suatu sistem, maka permasalahan pendidikan yang
saat ini tengah berkembang diantaranya tergambar dengan pemetaan sebagai berikut:
A. Pemerataan Pendidikan
1. Keterbatasan Aksesibilitas dan Daya Tampung
2. Kerusakan Sarana/ Prasarana Ruang Kelas
3. Kekurangan Jumlah Tenaga Guru
B. Pengelolaan dan Efisiensi
Masalah pengelolaan dan efisiensi pendidikan diantaranya dikelompokan berdasarkan
tiga hal yaitu:
1. Kinerja dan Kesejahteraan Guru Belum Optimal
2. Proses Pembelajaran Yang Konvensional
3. Jumlah dan Kualitas Buku Yang Belum Memadai
4. Mutu SDM Pengelola pendidikan
5. Life skill yang dihasilkan tidak sesuai kebutuhan
E. Upaya Mendinamisasikan Pendidikan Islam
Untuk menaggulangi permasalahan-permasalahan yang muncul dibutuhkan ide-ide
kreatif untuk membangun kembali pendidikan Islam guna mereposisi eksistensi dan
peranannya di tengah bangsa yang besar ini. Ada beberapa terobosan kreatif yang dapat
digalakkan dalam membangun kembali pendidikan Islam sesuai dengan cita-cita reformasi
yang sering diteriakkan oleh elit-elit politik negara ini, yaitu membangun Indonesia Baru
dalam lingkaran demokrasi dan Pancasila.
Adapun terobosan-terobosan tersebut di antaranya;
1. Desentralisasi pengelolaan pendidikan nasional.
Desentralisasi pendidikan adalah ide utama apabila pendidikan dikaitkan dengan
otonomi daerah. Di dalamnya ada otonomi pendidikan, di mana daerah berhak menentukan
arah pendidikannya sesuai dengan kebutuhan daerah, namun tetap berkoordinasi dengan
pemerintah pusat secara proporsional. Dengan kata lain, pemerintah memberikan
kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proposional yang
diwujudkan dalam peraturan yang berkeadilan serta perimbangan antara keuangan pusat dan
daerah. Dengan demikian, bangsa Indonesia mampu membangun pendidikannya dengan
kebhinekaan yang dimiliki.
2. Menerapkan manajemen pendidikan Islam dengan pola simbiotik (pendidikan yang
tumbuh dari bawah).
Manajemen pendidikan dalam pola simbiotik diakui adanya berbagai jenis lembaga
pendidikan yang hidup dalam masyarakat. Hal ini berarti pendidikan yang diselenggarakan
oleh negara, yang diselenggarakan oleh masyarakat sendiri (pendidikan swasta) termasuk
pendidikan Islam di dalam bentuk pesantren, madrasah dan pendidikan tinggi Islam
mempunyai hak hidup dan bereksplorasi untuk kemajuan pendidikannya.
3. Mengadakan kerja sama dengan pihak luar negeri dan meminta pinjaman dana pendidikan
untuk membangun kembali pendidikan di negara ini.
Tambahan dana merupakan salah satu solusi yang sangat mendukung terlaksananya
pendidikan nasional secara maksimal, termasuk pendidikan Islam di dalamnya. Dana dapat
dikatakan sebagai faktor utama penentu keberhasilan pendidikan. Dengan dana yang cukup,
fasilitas pendidikan akan tersedia dan tenaga pendidik yang berkualitas mampu direkrut oleh
lembaga pendidikan yang kekurangan tenaga pendidik profesional seperti lembaga
pendidikan Islam.
4. Lembaga-lembaga pendidikan Islam setidaknya mendirikan dan mengembangkan sentral-
sentral ekonomi seperti koperasi, mini market, toko dan lain-lain sebagai salah satu
penunjang dana pendidikan.
5. Mensiasati kekurangan jam pengajaran agama dengan merubah orientasi dan fokus
pengajaran agama yang semula bersifat subject matter oriented menjadi pengajaran yang
berorientasi pada pengalaman belajar dan pembentukan sikap keagamaan melalui pembiasaan
hidup dan menambah jam belajar di luar jam sekolah
F. PEMECAHAN MASALAH
Solusi masalah mendasar itu adalah dengan melakukan pendekatan sistemik yaitu
secara bersamaan melakukan perubahan paradigma dalam penyelenggaraan sistem ekonomi
yang kapitalistik menjadi islami, tatanan sosial yang permisif dan hedonis menjadi islami,
tatanan politik yang oportunistik menjadi islami, dan ideologi kapitalisme-sekuler menjadi
mabda islam, sehingga perubahan sistem pendidikan yang materialistik juga dapat diubah
menjadi pendidikan yang dilandasi oleh aqidah dan syariah islam sesuai dengan
karakteristiknya. Perbaikan ini pun perlu dilanjutkan dalam perbaikan aspek formalitas, yaitu
dengan dibuatnya regulasi tentang pendidikan yang berbasiskan pada konsep syari’ah islam.
Upaya perbaikan secara tambal sulam dan parsial, semisal perbaikan kurikulum,
kualitas pengajar, sarana-prasarana dan sebagainya tidak akan dapat berjalan dengan optimal
sepanjang permasalahan mendasarnya belum diperbaiki.
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan
dengan sistem pendidikan, antara lain: sistem ekonomi, sistem politik, sistem sosial, ideologi,
dan lainnya. Dengan demikian, penerapan ekonomi syari’ah sebagai pengganti ekonomi
kapitalis ataupun sosialis akan menyeleraskan paradigma pemerintah dan masyarakat tentang
penyelenggaraan pendidikan sebagai salah satu bentuk kewajiban negara kepada rakyatnya
dengan tanpa adanya pembebanan biaya yang memberatkan ataupun diskriminasi terhadap
masyarakat yang tidak memiliki sumber dana (capital).
Kedua, solusi teknis, yakni solusi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan internal dalam
penyelenggaraan sistem pendidikan. Diantaranya:
Secara tegas, pemerintah harus mempunyai komitmen untuk mengalokasikan dana
pendidikan nasional dalam jumlah yang memadai yang diperoleh dari hasil-hasil eksploitasi
sumber daya alam yang melimpah yang merupakan milik ummat. Dengan adanya
ketersediaan dana tersebut, maka pemerintahpun dapat menyelesaikan permasalahan
aksesibilitas pendidikan dengan memberikan pendidikan gratis kepada seluruh masyarakat
usia sekolah dan siapapun yang belum bersekolah baik untuk tingkat pendidikan dasar (SD-
SMP) maupun menengah (SLTA), bahkan harus pula berlanjut pada jenjang perguruan
tinggi. merekrut jumlah tenaga pendidik sesuai kebutuhan di lapangan disertai dengan adanya
jaminan kesejahteraan dan penghargaan untuk mereka. Pembangunan sarana dan prasarana
yang layak dan berkualitas untuk menunjang proses belajar-mengajar. Penyusunan kurikulum
yang berlandaskan pada nilai-nilai syari’ah (Al-Qur’an dan As-Sunnah). Melarang segala
bentuk kapitalisasi dan komersialisasi pendidikan baik oleh pemerintah maupun masyarakat,
serta menjamin terlaksananya pendidikan yang berkualitas dengan menghasilkan lulusan
yang mampu menjalani kehidupan dunia dengan segala kemajuannya (setelah menguasai
ilmu pengetahuan dan keterampilan teknologi serta seni baik yang berasal dari islam maupun
hadharah ’am) dan mempersiapkan mereka untuk mendapatkan bagiannya dalam kehidupan
di akhirat kelak dengan adanya penguasaan terhadap tsaqofah islam dan ilmu-ilmu keislaman
lainnya.
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung cukup lama. Di dalam perjalanannya
itu telah terjadi dinamika. Perubahan-perubahan itu pada dasarnya adalah ilmiah.
Perubahana-perubahan ke arah kemajuan pendidikan yang bersumber dari ajaran Islam
merupakan trend masa kini. Kendatipun kesadaran umat Islam Indonesia telah tumbuh sejak
hampir seratus tahun yang lalu bahwa pendidikan Islam bukanlah semata-mata pendidikan
yang mengarah kepada pendidikan ukhrawi saja, namun untuk meralisasaikannya dalam
bentuk nyata masih terasa banyak hambatan. Hambatan-hambatan itu bisa disebabkan faktor
intern dan bisa juga karena faktor ekstern. Namun, upaya untuk menanggulangi hambatan-
hambatan itu belum dilakukan secara mendasar, sehingga terkesan seadanya saja.
Berkenaan dengan itu pengkajian-pengkajian pendidikan secara mendalam dan menukik
masih sangat dibutuhkan.
Dengan pengkajian yang mendalam akan dapat disatukan visi dalam menatap masa
depan dan sekaligus dapat diaplikasikan dalam dunia pendidikan Islam di Indonesia, baik dari
teori maupun praktik. Inilah tanggung jawab generasi muda Muslim untuk membangun
kembali negara ini, dengan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam sistem pendidikan
yang aplicable dan compatible agar tetap survive dalam setiap perubahan konteks ruang dan
waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Arifi, Ahmad, 2009, Politik Pendidikan Islam; Menelusuri Ideologi dan Aktualisasi
Pendidikan Islam Di Tengah Arus Globalisasi, Yogyakarta: Teras.
Arief, Armani, 2005, Reformulasi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press.
Natsir, M., 1973, Kapita Selekta, Jakarta: Bulan Bintang,
Sanaky, Hujair AH., 2003. Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani
Indonesia, Yogyakarta: Safiria Insania Press,
Faisal, Jusuf Amir, 1995, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insani,
Djohar, 2006, Pengembangang Pendidikan Nasional Menyongsong Masa Depan,
Yogyakarta: Grafika Indah.