Download - PRESKAS KARDIO
Presentasi Kasus
Hipertensi
Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Usia : 48 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : pegawai swasta
Status : Menikah
Alamat : Gp. Jawa
Anamnesis
KU :Pegal di tengkuk
KT : Berat dan pegal di tengkuk kepala, mual, muntah, keringat dingin
RPS :Pasien datang dengan keluhan berat dan pegal di daerah tengkuk kepala sejak
2 tahun yang lalu dan memberat dalam 1 minggu ini. flu (-), batuk (-), mual
(+), muntah (+) saat di Puskesmas berupa cairan bening ± 3sendok makan,
sesak napas (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan, keringat dingin (+), demam
disangkal. OS mengaku punya riwayat hipertensi.
RPD : DM (-), penyakit ginjal (-), jantung (-)
Riwayat Keluarga : Hipertensi (+), DM (-), stroke (+) ibu
Riwayat Pengobatan : Konsumsi obat antihipertensi (captopril) tiap pusing atau sakit kepala
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Psikososial : menu makanan tidak diperhatikan, Merokok (setengah bungkus
rokok/hr), Minum kopi (± 1x/hr), Bergadang (jarang), Olahraga (-)
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sakit ringan
kesadaran : compos mentis
Tanda Vital :
TD : 170/100 mmHg
P : 18x /menit,
N : 80/ menit
Suhu : 36 0C
Antropometri :
BB : 75 kg
TB : 168cm
IMT : 26,57 (obes 1)
Status Generalisata
Kepala : normal
- Mata
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterik (-)
Reflex cahaya : (+)
Pupil : Ishokor
Hidung : Sekret (-), epitaksis (-),
mulut : bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),
Leher : pembesaran KGB (-)
Telinga : tidak ada kelainan
Paru
Inspeksi : kedua lapang paru simetris, otot bantu pernapasan (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler
Jantung
Auskultasi : BJ I&II normal
Abdomen
Inspeksi : simetris
Auskultasi : bising usus(+)
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+) , hepatomegali (-),splenomegali (-)
Perkusi : timpani pada ke empat kuadran
Ekstremitas atas : akral hangat,udem (-)
Ekstremitas bawah :akral hangat, udem (-)
RCT : <2 detik
Diagnosa : Hipertensi Stage II
Penata laksanaan:
Farmakologi non farmakologi
captopril 25mg 3x1 diet rendah garam dan lemak
ISDN 10mg 3x1 olahraga teratur (min.30menit)
Tiazid 2mg /hr minum obat antihipertensi teratur
rajin kontrol tekanan darah
berhenti rokok dan kopi
Pembahasan
Hipertensi adalah masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi yang tidak terkontrol
dapat memicu timbulnya penyakit degeneratif, seperti gagal jantung congestive, gagal ginjal,
dan penyakit vaskuler. Hipertensi disebut “silent killer” karena sifatnya asimptomatik dan
telah beberapa tahun menimbulkan stroke yang fatal atau penyakit jantung. Meskipun tidak
dapat diobati, pencegahan dan penatalaksanaan dapat menurunkan kejadian hipertensi dan
penyakit yang menyertainya.
Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang
tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar
kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan
pertambahan penduduk saat ini.
Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis,
yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, diketahui hampir seperempat (24,5%) penduduk
Indonesia usia di atas 10 tahun mengkonsumsi makanan asin setiap hari, satu kali atau lebih.
Sementara prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% dari populasi pada usia
18 tahun ke atas. Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan
sisanya pada jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Pada orang dewasa, peningkatan tekanan
darah sistolik sebesar 20 mmHg menyebabkan peningkatan 60% risiko kematian akibat
penyakit kardiovaskuler.
Berdasarkan American Heart Association (AHA, 2001), terjadi peningkatan rata-rata
kematian akibat hipertensi sebesar 21% dari tahun 1989 sampai tahun 1999. Secara
keseluruhan kematian akibat hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%. Data
Riskesdas menyebutkan hipertensi sebagai penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan
tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian pada semua umur
di Indonesia.
Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan dan
menunjukkan, di daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh
pelayanan kesehatan. Baik dari segi case-finding maupun penatalaksanaan pengobatannya
jangkauan masih sangat terbatas dan sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai
keluhan. Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15% tetapi angka-angka
ekstrim rendah seperti di Ungaran, Jawa Tengah 1,8%; Lembah Balim Pegunungan Jaya
Wijaya, Irian Jaya 0,6%; dan Talang Sumatera Barat 17,8%.
PEMBAHASAN
1. DEFINISI HIPERTENSI
The Joint National Community On Preventation, Detection Evaluation And Treatment
Of High Blood Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia WHO dengan International
Society of Hipertention membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah seseorang
tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau lebih atau
sedang memakai obat anti hipertensi.
Pada anak-anak, definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah lebih dari 95 persentil
dilihat dari umur, jenis kelamin, dan tinggi badan yang diukur sekurang-kurangnya tiga kali
pada pengukuran yang terpisah.Nilai normal tekanan darah seseorang dengan ukuran tinggi
badan, berat badan, tingkat aktifitas normal dan kesehatan secara umum adalah
120/80mmHg. Dalam aktivitas sehari-hari, tekanan darah normalnya adalah dengan nilai
angka kisaran stabil. Tetapi secara umum, angka pemeriksaan tekanan darah menurun saat
tidur dan meningkat diwaktu beraktifitas atau berolahraga.
2. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: hipertensi
esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi renal.
1) Hipertensi esensial
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut
juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya
seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin,
defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang
meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer
biasanya timbul pada usia 30 – 50 tahun.
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab
spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal,
hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta,
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain – lain.
a) Hipertensi pada penyakit ginjal
Penyakit ginjal dapat meningkatkan tekanan darah dan sebaliknya hipertensi
dalam jangka waktu yang lama dapat mengganggu ginjal. Secara klinis sulit untuk
membedakan dua keadaan tersebut, terutama pada penyakit ginjal menahun.
Beratnya pengaruh hipertensi terhadap ginjal tergantung dari tingginya tekanan
darah dan lamanya menderita hipertensi. Makin tinggi tekanan darah dalam waktu
lama makin berat komplikasi yang mungkin ditimbulkan.
Hipertensi pada penyakit ginjal dapat terjadi pada penyakit ginjal akut maupun
penyakit ginjal kronik, baik pada kelainan glumerolus maupun pada kelainan
vaskular.
Hipertensi pada penyakit ginjal dapat dikelompokkan dalam :
1. Penyakit glumerolus akut
Hipertensi terjadi karena adanya retensi natrium yang menyebabkan
hipervolemik. Retensi natrium terjadi karena adanya peningkatan reabsorbsi
natrium di duktus koligentes. Peningkatan ini dimungkankan abibat adanya
retensi relatif terhadap Hormon Natriuretik Peptida dan peningkatan aktivitas
pompa Na – K – ATPase di duktus koligentes.
2. Penyakit vaskuler
Pada keadaan ini terjadi iskemi yang kemudian merangsang sistem renin
angiotensin aldosteron.
3. Gagal ginjal kronik
Hipertensi yang terjadi karena adanya retensi natrium, peningkatan sistem
Renin Angiotensinogen Aldosteron akibat iskemi relatif karena kerusakan
regional, aktifitas saraf simpatik yang meningkat akibat kerusakan ginjal,
hiperparatiroidis sekunder, dan pemberian eritropoetin.
4. Penyakit glumerolus kronik
Sistem Renin-Angiotensinogen-Aldoteron (RAA) merupakan satu sistem
hormonal enzimatik yang bersifat multikompleks dan berperan dalm naiknya
tekanan darah, pangaturan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit.
b) Hipertensi pada penyakit renovaskular.
Hipertensi renovaskular merupakan penyebab tersering dari hipertensi sekunder.
Diagnosa hipertensi renovaskular penting karena kelainan ini potensial untuk
disembuhkan dengan menghilangkan penyebabnya yaitu stenosis arteri renalis.
Stenosis arteri renalis adalah suatu keadaan terdapatnya lesi obstruktif secara
anatomik pada arteri renalis. Sedangkan hipertensi renovaskular adalah hipertensi
yang terjadi akibat fisiologis adanya stenosis arteri renalis.
Istilah nefropati iskemik menggambarkan suatu keadaan terjadinya penurunan
fungsi ginjal akibat adanya stenosis arteri renalis. Jika terjadi gangguan fungsi
ginjal, kelainan ini akan menetap walaupun tekanan darahnya dapat dikendalikan
dengan pengobatan yang meliputi medikamentosa antihipertensi, revaskularisasi
dengan tindakan bedah ataupun angioplasti.
c) Hipertensi pada kelainan endokrin
Salah satu penyakit yang disebabkan oleh kerusakan endokrin adalah
aldosteronisme primer (Sindrom Conn). Hiperaldosteronisme primer adalah
sindrom yang disebabkan oleh hipersekresi aldesteron yang tidak terkendali yang
umumnya berasal dari kelenjar korteks adrenal. Hiperaldosteronisme primer
secara klinis dikenal dengan triad terdiri dari hipertensi, hipokalemi, dan alkalosis
metabolik. Sindrom ini disebabkan oleh hiperplasi kelenjar korteks adrenal,
adenoma atau karsinoma adrenal.
d) Sindrom Cushing\
Sindrom cushing disebabkan oleh hiperplasi adrenal bilateral yang disebabkan
oleh adenoma hipofisis yang menghasilkan Adenocorticotropin Hormone
(ACTH).
e) Hipertensi adrenal kongenital
Hipertensi adrenal kongenital merupakan penyabab terjadinya hipertensi pada
anak (jarang terjadi).
f) Feokromositoma
Feokromositoma adalah salah satu hipertensi endokrin yang patut dicurigai
apabila terdapat riwayat dalam keluarga. Tanda – tanda yang mencurigai adanya
feokromositoma yaitu hipertensi, sakit kepala, hipermetabolisme, hiperhidrosis,
dan hiperglikemia. Feokromositomia disebabkan oleh tumor sel kromatin asal
neural yang mensekresikan katekolamin. Sebagian besar berasal dari kelenjar
adrenal, dan hanya 10 % terjadi di tempat lain dalam rantai simpatis. 10 % dari
tumor ini ganas dan 10 % adenoma adrenal adalah bilateral. Feokromositomia
dicurigai jika tekanan darah berfluktuasi tinggi, disertai takikardi, berkeringat atau
edema paru karena gagal jantung.
g) Koartasio aorta
Koarktasi aorta paling sering mempengaruhi aorta pada distal dari arteri subklavia
kiri dan menimbulkan hipertensi pada lengan dan menurunkan tekanan pada kaki,
dengan denyut nadi arteri femoralis lemah atau tidak ada. Hipertensi ini dapat
menetap bahkan setelah reseksi bedah yang berhasil, terutama jika hipertensi
terjadi lama sebelum operasi.
h) Hipertensi pada kehamilan
Hipertensi pada kehamilan merupakan penyebab utama peningkatan morbiditas
dan mortalitas maternal, janin dan neonatus. Kedaruratan hipertensi dapat menjadi
komplikasi dari preeklampsia sebagaimana yang terjadi pada hipertensi kronik.
Perempuan hamil dengan hipertensi mempunyai risiko yang tinggi untuk
terjadinya komplikasi yang berat seperti abruptio plasenta, penyakit
serebrovaskuler, gagal organ, koagulasi intravaskular.
Penelitian observasi pasien hipertensi kronik yang ringan didapatkan risiko
kehamilan preaklampsia 10 – 25 %, abruptio 0,7 – 1,5 %, kehamilan prematur
kurang dari 37 minggu 12 – 34 %, dan hambatan pertumbuhan janin 8 – 16 %.
Risiko bertambah pada hipertensi kronik yang berat pada trimester pertama
dengan didapatnya preaklampsia sampai 50 %. Terhadap janin, mengakibatkan
risiko retardasi perkembangan intrauterin, prematuritas dan kematian intrauterin.
Selain itu risiko hipertensi seperti gagal jantung, ensepalopati, retinopati,
perdarahan serebral, dan gagal ginjal akut dapat terjadi.
Sampai sekarang yang belum jelas apakah tekanan darah yang terkontrol secara
agresif dapat menurunkan terjadinya eklampsia.
i) Hipertensi akibat dari penggunaan obat – obatan.
Penggunaan obat yang paling banyak berkaitan dengan hipertensi adalah pil
kontrasepsi oral (OCP). 5% perempuan mengalami hipertensi sejak mulai
penggunaan. Perempuan usia lebih tua (> 35 tahun)lebih mudah terkena,
begitupula dengan perempuan yang pernah mengalami hipertensi selama
kehamilan. Pada 50 % tekanan darah akan kembali normal dalam 3 – 6 sesudah
penghentian pil. Penggunaan estrogen pascamenopause bersifat kardioproteksi
dan tidak meningkatkan tekanan darah. Obat lain yang terkait dengan hipertensi
termasuk siklosporin, eritopoietin, dan kokain.
3. MACAM-MACAM LEVEL HIPERTENSI
Menurut WHO
a. Hipertensi ringan yaitu jika pada pengukuran tekanan darah, tekanan darah sistolik berada
diantara 140-159mmHg dan tekanan darah diastolic berada diantara 90-99mmHg.
b. Hipertesi sedang yaitu jika pada pengukuran tekanan darah, tekanan darah sistolik berada
diantara 160-179mmHg dan tekanan darah diastolic berada diantara 100-109mmHg.
c. Hipertensi berat yaitu jika pada pengukuran tekanan darah, tekanan darah sistolik
>180mmHg dan tekanan darah diastolic ≥110mmHg.
4. GEJALA HIPERTENSI
Hipertensi diduga dapat berkembang menjadi masalah kesehatan yang lebih serius
dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Seringkali hipertensi disebut sebagai silent killer
karena dua hal, yaitu:
• Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala khusus.
Gejala ringan seperti pusing, gelisah, mimisan, dan sakit kepala biasanya jarang berhubungan
langsung dengan hipertensi. Hipertensi dapat diketahui dengan mengukur tekanan darah
secara teratur.
• Penderita hipertensi, apabila tidak ditangani dengan baik, akan mempunyai risiko besar
untuk meninggal karena komplikasi kardiovaskular seperti stroke, serangan jantung, gagal
jantung, dan gagal ginjal. Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan
gejala; meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang
dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan
kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang
dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
• Sakit kepala
• Kelelahan
• Mual
• Muntah
• Sesak nafas
• Gelisah
• Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung
dan ginjal.
• Sering buang air kecil terutama di malam hari
• Telinga berdenging
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma
karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang
memerlukan penanganan segera
5. PATOFISIOLOGI HIPERTENSI
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis
penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi
di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi
angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan
darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik
(ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada
ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya,
volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan
tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal.
Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi
NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl
akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada
gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
6. FAKTOR RISIKO HIPERTENSI
Hipertensi disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat dimodifikasi atau dikendalikan
serta faktor yang tidak dapat dimodifikasi.
a. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi atau dikendalikan
1. Genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga tersebut
mempunyai resiko menderita hipertensi. Individu dengan orangtua hipertensi mempunyai
resiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada individu yang tidak
mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Pada 70-80% kasus Hipertensi primer,
didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada
kedua orang tua, maka dugaan Hipertensi primer lebih besar. Hipertensi juga banyak
dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita
Hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam
terjadinya Hipertensi.
2. Umur
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia. Individu yang
berumur di atas 60 tahun, 50-60% mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan
140/90 mmHg. Hal itu merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang
bertambah usianya.
3. Jenis Kelamin
Laki-laki mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi lebih awal. Laki-
laki juga mempunyai resiko yang lebih besar terhadap morbiditas dan mortalitas
kardiovaskuler. Sedangkan di atas umur 50 tahun hipertensi lebih banyak terjadi pada
perempuan.
4. Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam daripada yang berkulit
putih. Belum diketahui secara pasti penyebabnya, namun dalam orang kulit hitam ditemukan
kadar renin yang lebih rendah dan sensitifitas terhadap vasopresin lebih besar.
5. Penyakit Ginjal
Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:
• Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang akan
menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke normal.
• Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga
volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal.
• Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut
renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi, yang selanjutnya akan memicu
pelepasan hormon aldosteron.
Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah, karena itu
berbagai penyakit dan kelainan pda ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi.
Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa
menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa
menyebabkan naiknya tekanan darah.
6. Obat-obataan
Penggunaan obat-obatan seperti beberapa obat hormon (Pil KB), Kortikosteroid,
Siklosporin, Eritropoietin, Kokain, dan Kayu manis (dalam jumlah sangat besar), termasuk
beberapa obat antiradang (anti-inflammasi) secara terus menerus (sering) dapat meningkatkan
tekanan darah seseorang. Minuman yang mengandung alkohol juga termasuk salah satu
faktor yang dapat menimbulkan terjadinya tekanan darah tinggi.
7. Preeklampsi pada kehamilan
Preeklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg
setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih
awal terjadi. Preeklamsi terjadi sebagai akibat dari gangguan fungsi organ akibat
penyempitan pembuluh darah secara umum yang mengakibatkan iskemia plasenta (ari-ari)
sehingga berakibat kurangnya pasokan darah yang membawa nutrisi ke janin.
8. Keracunan timbal akut
Timbal bisa menyebabkan lesi tubulus proksimalis, lengkung henle, serta
menyebabkan aminosiduria, sehingga timbul kelainan pada ginjal (Peradangan dan cedera
pada salah satu atau kedua ginjal) bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi.
b. Faktor yang dapat dimodifikasi atau dikendalikan
1. Stress
Stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung
sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatetik. Adapun stres ini dapat berhubungan
dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal. Mekanisme hubungan
antara stress dengan Hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis adalah
saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja
pada saat kita tidak beraktivitas. Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan
tekanan darah secara intermitten (tidak menentu).
Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.
Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih
tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress
yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota.
2. Obesitas
Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat kaitannya dengan
hipertensi. Tingginya peningkatan tekanan darah tergantung pada besarnya penambahan berat
badan. Peningkatan risiko semakin bertambah parahnya hipertensi terjadi pada penambahan
berat badan tingkat sedang. Tetapi tidak semua obesitas dapat terkena hipertensi. Tergantung
pada masing – masing individu. Peningkatan tekanan darah di atas nilai optimal yaitu > 120 /
80 mmHg akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler. Penurunan berat
badan efektif untuk menurunkan hipertensi, Penurunan berat badan sekitar 5 kg dapat
menurunkan tekanan darah secara signifikan.
3. Asupan
a. Asupan Natrium
Natrium adalah kation utama dalam cairan extraseluler konsentrasi serum normal
adalah 136 sampai 145 mEg / L, Natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan dalam
kompartemen tersebut dan keseimbangan asam basa tubuh serta berperan dalam transfusi
saraf dan kontraksi otot.
Perpindahan air diantara cairan ekstraseluler dan intraseluler ditentukan oleh kekuatan
osmotik. Osmosis adalah perpindahan air menembus membran semipermiabel ke arah yang
mempunyai konsentrasi partikel tak berdifusinya lebih tinggi. Natrium klorida pada cairan
ekstraseluler dan kalium dengan zat – zat organik pada cairan intraseluler, adalah zat – zat
terlarut yang tidak dapat menembus dan sangat berperan dalam menentukan konsentrasi air
pada kedua sisi membran.
Hampir seluruh natrium yang dikonsumsi (3-7 gram sehari) diabsorpsi terutama di
usus halus.Mekanisme penngaturan keseimbangan volume pertama – tama tergantung pada
perubahan volume sirkulasi efektif. Volume sirkulasi efektif adalah bagian dari volume
cairan ekstraseluler pada ruang vaskular yang melakukan perfusi aktif pada jaringan. Pada
orang sehat volume cairan ekstraseluler umumnya berubah – ubah sesuai dengan sirkulasi
efektifnya dan berbanding secara proporsional dengan natrium tubuh total.
Natrium diabsorpsi secara aktif setelah itu dibawa oleh aliran darah ke ginjal, disini
natrium disaring dan dikembalikan ke aliran darah dalam jumlah yang cukup untuk
mempertahankan taraf natrium dalam darah. Kelebihan Na yang jumlahnya mencapai 90-99
% dari yang dikonsumsi, dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran urin ini diatur oleh hormon
aldosteron yng dikeluarkan kelenjar adrenal bila kadar Na darah menurun. Aldosteron
merangsang ginjal untuk mengasorpsi Na kembali. Jumlah Na dalam urin tinggi bila
konsumsi tinggi dan rendah bila konsumsi rendah.
Garam dapat memperburuk hipertensi pada orang secara genetik sensitif terhadap
natrium, misalnya seperti: orang Afrika-Amerika, lansia, dan orang hipertensi atau diabetes.
Asosiasi jantung Amerika menganjurkan setiap orang untuk membatasi asupan garam tidak
lebih dari 6 gram per hari.
Pada populasi dengan asupan natrium lebih dari 6 gram per hari, tekanan darahnya
meningkat lebih cepat dengan meningkatnya usia, serta kejadian hipertensi lebih sering
ditemukan. Hubungan antara retriksi garam dan pencegahan hipertensi masih belum jelas.
Namun berdasarkan studi epidemiologi diketahui terjadi kenaikan tekanan darah ketika
asupan garam ditambah.
b. Asupan Kalium
Kalium merupakan ion utama dalam cairan intraseluler, cara kerja kalium adalah
kebalikan dari Na. konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya di
dalam cairan intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan
menurunkan tekanan darah. Sekresi kalium pada nefron ginjal dikendalikan oleh aldosteron.
Peningkatan sekresi aldosteron menyebabkan reabsorbsi natrium dan air juga ekskresi
kalium. Sebaliknya penurunan sekresi aldosteron menyebabkan ekskresi natrium dan air juga
penyimpanan kalium. Rangsangan utama bagi sekresi aldosteron adalah penurunan volume
sirkulasi efektif atau penurunan kalium serum. Ekskresi kalium juga dipengaruhi oleh
keadaan asam basa dan kecepatan aliran di tubulus distal.
Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa asupan rendah kalium akan
mengakibatkan peningkatan tekanan darah dan renal vascular remodeling yang
mengindikasikan terjadinya resistansi pembuluh darah pada ginjal. Pada populasi dengan
asupan tinggi kalium tekanan darah dan prevalensi hipertensi lebih rendah dibanding dengan
populasi yang mengkonsumsi rendah kalium.
c. Asupan Magnesium
Magnesium merupakan inhibitor yang kuat terhadap kontraksi vaskuler otot halus dan
diduga berperan sebagai vasodilator dalam regulasi tekanan darah. The joint national
Committee on Prevention, detection, Evaluation and Treatment of High Blood Presure (JNC)
melaporkan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara magnesium dan tekanan darah.
Sebagian besar penelitian klinis menyebutkan, suplementasi magnesium tidak efektif untuk
mengubah tekanan darah. Hal ini dimungkinkan karena adanya efek pengganggu dari obat
anti hipertensi. Meskipun demikian, suplementasi magnesium direkomendasikan untuk
mencegah kejadian hipertensi.
d. Kalsium
Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
diet kalsium dengan prevalensi hipertensi. Hubungan diet kalsiun dengan hipertensi tampak
pada perempuan ras Afrika Amerika. Peningkatan konsumsi per hari (untuk total asupan
kalsium 1500 mg per hari) tidak memberikan pengaruh terhadap tekanan darah pada laki-laki.
Dengan demikian, peran suplementasi kalsium untuk mencegah hipertensi tidak terbukti.
Namun, JNC VI merekomendasikan peningkatan asupan kalium, magnesium dan kalsium
untuk pencegahan dan pengelolaan hipertensi. Asupan kalsium yang direkomendasikan
sebesar 1000 sampai 2000mg par hari.
4. Merokok
Penelitian terakhir menyatakan bahwa merokok menjadi salah satu faktor risiko
hipertensi yang dapat dimodifikasi. Merokok merupakan faktor risiko yang potensial untuk
ditiadakan dalam upaya melawan arus peningkatan hipertensi khususnya dan penyakit
kardiovaskuler secara umum di Indonesia.
5. Kurang olahraga
Gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga) bisa memicu terjadinya hipertensi
pada orang-orang memiliki kepekaan yang diturunkan.
Penanggulangan Hipertensi
a. Penatalaksanaan farmakologis
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga
mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat.
Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( Joint
National Committee On Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure, USA,
1988 ) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau
penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan
keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.
Pengobatannya meliputi :
• Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
• Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
Dosis obat pertama dinaikkan
Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa
blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
• Step 3
Alternatif yang bisa ditempuh:
Obat ke-2 diganti
Ditambah obat ke-3 jenis lain
• Step 4
Alternatif pemberian obatnya:
Ditambah obat ke-3 dan ke-4
Re-evaluasi dan konsultasi
Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi
yang baik antara pasien dan petugas kesehatan (perawat, dokter) dengan cara pemberian
pendidikan kesehatan.
b. Penatalaksanaan non farmakologis ( diet)
Penatalaksanaan non farmakologis (diet) sering sebagai pelengkap penatalaksanaan
farmakologis, selain pemberian obat-obatan antihipertensi perlu terapi dietetik dan merubah
gaya hidup.
Tujuan dari penatalaksanaan diet
• Membantu menurunkan tekanan darah secara bertahap dan mempertahankan tekanan darah
menuju normal.
• Mampu menurunkan tekanan darah secara multifaktoral
• Menurunkan faktor resiko lain seperti BB berlebih, tingginya kadar asam lemak, kolesterol
dalam darah.
• Mendukung pengobatan penyakit penyerta seperti penyakit ginjal, dan DM.
Prinsip diet penatalaksanaan hipertensi
• Makanan beraneka ragam dan gizi seimbang
• Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi penderita
• Jumlah garam dibatasi sesuai dengan kesehatan penderita dan jenis makanan dalam daftar
diet. Konsumsi garam dapur tidak lebih dari ¼ - ½ sendok teh/hr atau dapat menggunakan
garam lain diluar natrium.
DAFTAR PUSTAKA
Armilawaty, dkk..2007. Hipertensi dan Faktor Resiko dalam Kajian Epidemiologi. Makassar:
FKM Unhas.
Bustan, M.N. 2007. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta : Rineka Cipta
Chung, Edward.K. 1995. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III. diterjemahkan
oleh Petrus Andryanto, Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Marvyn, Leonard. 2002. Hipertensi : Pengendalian lewat vitamin, gizi dan diet. Jakarta :
Penerbit Arcan.
Kuswardhani, Tuty. Penatalaksanaan Hipertensi Pada Lanjut Usia. 2006. Diakses 20 Februari
2013. http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/udejournal/penatalaksanaan
%20hipertensi%20pada%20lanjut%20us1a%20%28dr%20ra%20tuty%20k%29.pdf.
Armilawaty, dkk. Hipertensi dan Faktor Risikonya Dalam Kajian Epidemiologi. 2007.
Diakses tanggal 20 Februari 2013. http://www.infopenyakit.com/2008/01/penyakit-darah-
tinggi-hipertensi.html.
Puspitorini, Myra. Hipertensi Cara Mudah Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. Jogjakarta :
Image Press. 2008.
Utami, Prapti. Solusi Sehat Mengatasi Hipertensi. Jakarta Selatan : Agromedia. 2009.
Darmojo, R. Boedhi dan H. Hadi Martono. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut)
Ed. 3. Jakarta : FKUI. 2004.
Gunawan, Lany. Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Jogjakarta : Kanisius. 2001.
Guyton, A & Hall, J. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC. 2002.