Download - Praktikum Kimia Dasar (Termokimia)
LAPORAN MINGGUANPRAKTIKUM KIMIA DASAR
TERMOKIMIA
MAKALAH
Oleh :
Nama : Nur Rahayu Setiawati NRP : 113020117 Kelompok : E Meja : 1 (Satu) Tanggal Praktikum : 17 Desember 2011 Asisten : Dandy Yusuf
LABORATORIUM KIMIA DASARJURUSAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG2011
I PENDAHULUAN
Bab ini menugaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Tujuan Percobaan,
dan (3) Prinsip Percobaan.
1.1 Latar Belakang
Perubahan energi biasanya dihasilkan dari kerja mekanik terhadap sistem
atau dari kestabilan kontak termal antara dua sistem pada suhu berbeda. Dalam
kimia, salah satu sumber perubahan energi yang penting adalah kalor yang
dihasilkan atau yang diserap selama reaksi berlangsung. Perubahan kalor yang
menyertai reaksi kimia dinamakan termokimia.
Energi yang menyertai reaksi kimia lebih sering dinyatakan dalam bentuk
entalpi, sebab banyak reaksi-reaski kimia yang dilakukan pada tekanan tetap,
bukan pada volum tetap. Suatu besaran yang sangat berguna dalam reaksi kimia
adalah perubahan entalpi molar standar, dilambangkan dengan ∆H0, yang
menyatakan perubahan entalpi jika satu mol pereaksi diubah menjadi produk pada
keadaan standar. (Sunarya, 2000).
Salah satu sumber perubahan energi yang penting adalah kalor yang
dihasilkan atau yang diserap selama reaksi berlangsung. Perubahan kalor yang
menyertai reaksi kimia dinamakan termokimia. Termokimia merupakan
perubahan yang terjadi karena adanya faktor perpindahan energi antara system
dengan lingkungan. Termokimia mempelajari tentang perubahan kalor dalam
suatu reaksi kimia. Pelajaran hukum-hukum termodinamika dapat diperoleh pada
diktat kuliah dan buku teks. Perubahan kalor pada percobaan termokimia terjadi
pada tekanan konstan. Perubahan yang ditentukan adalah perubahan entalpi.
(Sutrisno, 2011).
1.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan termokimia ini adalah untuk menentukan setiap
reaksi kimia selalu disertai dengan perubahan energi, untuk menentukan
perubahan kalor dapat diukur atau dipelajari dengan percobaan yang sederhana,
dan untuk mempelajari reaksi kimia dapat berlangsung eksoterm dan endoterm.
(Sutrisno, 2011)
1.3 Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan termokimia ini adalah berdasarkan Hukum Hess
mengenai jumlah panas : “Keseluruhan perubahan sebagai hasil urutan langkah-
langkah dan harga ΔH untuk keseluruhan proses adalah jumlah dari percobaan
entalpi yang terjadi selama perjalanan ini”. Berdasarkan Hukum Lavoisier : “Pada
setiap reaksi kimia massa zat-zat yang bereaksi adalah sama dengan massa produk
reaksi”. Dalam versi modern, “Dalam setiap reaksi kimia tidak dapat dideteksi
perubahan massa”. (Sutrisno, 2011)
II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan mengenai : (1) Pengertian Termokimia, (2)
Perubahan Entalpi, (3) Reaksi Endoterm-Reaksi Eksoterm, dan (4)
Kesetimbangan Termal.
2.1 Pengertian Termokimia
Termokimia adalah bagian dari termodinamika yang membahas masalah
perubahan panas reaksi kimia. Reaksi kimia umumnya berlangsung pada tekanan
tetap sehingga energi panas yang diserap atau dilepaskan dinyatakan dengan ∆H
atau disebut juga dengan perubahan entalpi (Keenan, 1995).
Termokimia dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang
perubahan energi atau kalor dari suatu zat atau materi dalam reaksi-reaksi kimia.
Pada percobaan termokimia ini harus mempergunakan beberapa satuan Sistem
Internasional (SI), yaitu :
a. Satuan baru untuk temperature termodinamika adalah Kelvin dengan lambang
K (bukan °K atau derajat K).
b. Milli liter diganti dengan centimeter kubik (cm³)
c. Satuan energi adalah Joule (J) menggantikan kalori, dalam banyak hal kilo joule
digunakan sebagai satuan perubahan entalpi dengan lambang kJ.
d. Satuan SI yang sering digunakan adalah mol sebagai pengganti gram atom atau
gram molekul. (Sutrisno, 2011).
Energi yang menyertai reaksi kimia lebih sering dinyatakan dalam bentuk
entalpi, sebab banyak reaksi-reaski kimia yang dilakukan pada tekanan tetap,
bukan pada volum tetap. Suatu besaran yang sangat berguna dalam reaksi kimia
adalah perubahan entalpi molar standar, dilambangkan dengan ∆H0, yang
menyatakan perubahan entalpi jika satu mol pereaksi diubah menjadi produk pada
keadaan standar.
2.2 Perubahan Entalpi
Entalpi adalah jumlah total dari kerja yang dilakukan system dengan
energi dalamnya, diantaranya energi kinetik, energi potensial, dan energi dalam.
Sedangkan perubahan entalpi (ΔT) adalah perubahan kalor selama suatu proses
dilakukan pada suatu tekanan konstan.
Perubahan entalpi harus dinyatakan dalam jumlah kalor per jumlah zat dan
suhu reaksi. Nilai ΔH biasanya diberikan dalam jumlah kalor yang diserap atau
dilepaskan untuk reaksi dalam satuan mol yang diungkapkan dalam reaksi kimia
yang telah setara. Entalpi pembentukan zat (ΔHf) adalah perubahan entalpi jika
satu mol suatu zat terbentuk dari unsur-unsur pembentukannya pada keadaan
standar. (Sutrisno, 2011).
2.3 Reaksi Endoterm-Reaksi Eksoterm
Reaksi endoterm adalah reaksi yang menyerap kalor atau memerlukan
energi sehingga reaksinya memiliki entalpi yang lebih tinggi daripada zat semula.
Sedangkan reaksi eksoterm adalah reaksi yang melepaskan kalor atau
menghasilkan energi, akibatnya hasil reaksi mempunyai entalpi yang lebih rendah
daripada zat semula. Pada reaksi ini terjadi pelepasan energi, sehingga entalpi
sistem berkurang dan perubahan entalpi bertanda negatif dan lingkungan akan
terasa panas. Reaksi eksoterm pada umumnya dapat bereaksi secara sponran dan
kalor yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai suatu sumber energi panas.
Suatu proses yang terjadinya sedemikian rupa sehingga tidak ada panas masuk
atau keluar system disebut proses adiabatik. (Sears, 1982)
Naiknya tekanan dan suhu akibat pengaliran panas masuk ke dalam zat
yang berada dalam sebuah ruang yang tidak dapat memuai merupakan salah satu
contoh proses isokorik. Proses isokorik adalah suatu proses zat dalam volumenya
tidak berubah. (Sears, 1982)
2.4 Kesetimbangan Termal
Kesetimbangan termal adalah keadaan yang dicapai oleh dua atau lebih
sistem yang dicirikan oleh keterbatasan harga koordinat sistem itu setelah sistem
saling berantaraksi melalui dinding diaterm. Dinding diaterm yang sering
dijumpai adalah lempengan logam yang tipis. (Zemansky, 1986).
Suhu semua sistem yang dalam keadaan setimbang termal dapat
dinyatakan dengan angka. Menetapkan skala suhu tidak lain ialah menentukan
aturan-aturan memberikan harga dalam angka kepada suhu. Syarat bagi
kesetimbangan temal antara dua sistem ialah sama tingginya suhu keduanya
begitu pula apabila suhunya berbeda, pastilah kedua sistem itu tidak berada dalam
kesetimbangan termal. (Sears, 1982)
III ALAT, BAHAN, DAN PROSEDUR PERCOBAAN
Bab ini menguraikan mengenai: (1) Alat-alat yang digunakan, (2) Bahan-
bahan yang digunakan, dan (3) Prosedur Percobaan.
3.1 Alat-alat yang digunakan
Termostat, gelas ukur, termometer, gelas kimia, gelas ukur, alat pemanas,
neraca digital, batang pengaduk, stopwatch, dan botol semprot.
3.2 Bahan digunakan
Aquades, Zn, CuSO4, etanol, HCl, dan NaOH.
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Penentuan Tetapan Kalorimeter
1. Masukkan 20 ml aquades kedalam termostat, catat temperaturnya
2. Panaskan 20 ml aquades kedalam gelas kimia 90oC, catat temperaturnya.
3. Campurkan air panas kedalam termostat, aduk atau kocok, amati temperaturnya
selama 10 menit dengan selang 1 menit setelah pencampuran.
4. Buat kurva pengamatan temperatur vs selang waktu untuk melakukan harga
penurunan temperatur air panas dan kenaikan temperatur air dingin.
3.3.2 Penentuan kalor reaksi Zn(s) + CuSO4(l)
1. Masukkan 20 ml larutan CuSO4 1 M kedalam termostat
2. Catat temperaturnya selama 2 menit dengan selang waktu setengah menit
3. Timbang 2 gram Zn dengan menggunakan neraca digital
4. Masukkan bubuk Zn kedalam larutan CuSO4 yang berada didalam termostat
5. Ukur kenaikan temperatur dengan menggunakan grafik.
3.3.3 Penentuan Kalor Etanol dalam Air
1. Masukkan 18 ml aquades kedalam termostat.
2. Ukur temperatur air dalam kalorimeter selama 2 menit dengan selang waktu
setengah menit.
3. Ukur temperatur etanol dalam buret kedua, masukkan dengan cepat 29 ml
etanol kedalam termostat.
4. Kocok campuran dalam kalorimeter, catat temperatur selama 4 menit dengan
selang waktu setengah menit.
5. Hitung ∆H pelarutan per mol etanol pada berbagai tingkat perbandingan mol
air/etanol.
3.3.4. Penentuan Kalor Penetralan HCl dan NaOH
1. Masukkan 20 ml HCl 2 M kedalam termostat.
2. Catat kedudukan termometer
3. Ukur 20 ml NaOH 2,05 M, catat temperatur (atur sedemikian rupa) sehingga
temperatur sama dengan temperatur HCl.
4. Campurkan basa ini kedalam kalorimeter dan catat temperatur campuran
selama 5 menit dengan selang waktu setengah menit
5. Buat grafik untuk memperoleh perubahan temperatur akibat reaksi ini.
IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan mengenai: (1) Hasil pengamatan, dan (2)
Pembahasan
4.1 Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil PengamatanNo. Percobaan Hasil1. Penetapan Kalorimeter Td = 300 K
Tp = 367 KTc = 314 KQ1 = 2352 JQ2 = 8940 JQ3 = 6552 JK = 468 J/K
2. Penentuan Kalor Reaksi Zn + CuSO4 Td = 298,5 KTc = 309 K∆T1j = 10,5 KQ4 = 4914 JQ5 = 842,69 JQ6 = 5756,7 JΔH = 84 J/mol
3. Penentuan Kalor Etanol dalam Air TM = 299 KTA = 300,66 K∆T2j = 1,66 KQ7 = 125,5 JQ8 = 92,43 JQ9 = 776,88 JQ10 = 994,81 J∆H = 1579,06 J/mol
4. Penentuan Kalor Penetralan HCl dan NaOH
TM = 298,75 KTA = 304,13 K∆T3j = 5,38 KQ11 = 852,192 JQ12 = 2517,84 JQ13 = 3370,03 JΔH = 84250,75 J/mol
(Sumber : Nur Rahayu Setiawati, Meja 1, Kelompok E, 2011)
Tabel 2. Hasil Pengamatan Penetapan Kalorimetern t (x) T (y) x² x.y1. 1 41°C = 314 K 1 3142. 2 40°C = 313 K 4 6263. 3 40°C = 313 K 9 9394. 4 39,5°C = 312,5 K 16 12505. 5 39°C = 312 K 25 15606. 6 38,75°C = 311,75 K 36 1870,57. 7 38,5°C = 311,5 K 49 2180,58. 8 38°C = 311 K 64 24809. 9 37,5°C = 310,5 K 81 2794,510. 10 37°C = 310 K 100 3100
∑n = 10 ∑x = 55 ∑y = 3119,25 K ∑x² = 385 ∑xy = 17122,5(Sumber : Nur Rahayu Setiawati, Meja 1, Kelompok E, 2011)
Tabel 3. Hasil Pengamatan Penentuan Kalor Reaksi Zn + CuSO4
n t (x) T (y) x² x.y1 0,5 36°C = 309 K 0,25 154,52 1 35,5°C = 308,5 K 1 308,53 1,5 35°C = 308 K 2,25 4624 2 34,5°C = 307,5 K 4 615
∑n = 4 ∑x = 5 ∑y = 1233 K ∑x² = 7,5 ∑xy = 1540(Sumber : Nur Rahayu Setiawati, Meja 1, Kelompok E, 2011)
Tabel 4. Hasil Pengamatan Penentuan Kalor Etanol + Airn t (x) T (y) x² x.y1. 0,5 31,3°C = 304,5 K 0,25 152,252. 1 31°C = 304 K 1 3043. 1,5 30,5°C = 303,5 K 2,25 455,254. 2 30°C = 303 K 4 6065. 2,5 29,5°C = 302,5 K 6,25 756,256. 3 29°C = 302 K 9 9067. 3,5 28,5°C = 301,5 K 12,25 1055,258. 4 28,5°C = 391,5 K 16 1206
∑n = 8 ∑x = 18 ∑y = 2422,5 K ∑x² = 51 ∑xy = 5441(Sumber : Nur Rahayu Setiawati, Meja 1, Kelompok E, 2011)
Tabel 5. Hasil Pengamatan Penentuan Kalor Penetralan HCl dan NaOHn t (x) T (y) x² x.y1. 0,5 31,5°C = 304,5 K 0,25 152,252. 1 31,5°C = 304,5 K 1 304,53. 1,5 31,5°C = 304,5 K 2,25 456,754. 2 31,5°C = 304,5 K 4 609
n t (x) T (y) x² x.y5. 2,5 31,5°C = 304,5 K 6,25 761,256. 3 31,5°C = 304,5 K 9 913,57. 3,5 31,5°C = 304,5 K 12,25 1065,758. 4 31,5°C = 304,5 K 16 12189. 4,5 31°C = 304 K 20,25 136810. 5 31°C = 304 K 25 1520
∑n = 10 ∑x = 27,5 ∑y = 3044 K ∑x² = 96,25 ∑xy = 8369(Sumber : Nur Rahayu Setiawati, Meja 1, Kelompok E, 2011)
4.2 Pembahasan
Dari percobaan termokimia ini, didapat hasil dari penetapan kalorimeter
adalah Td=300 K ; Tp=367 K ; Tc=314 K ; Q1=2352 J ; Q2=8940 J ; Q3=6552 J,
dan K= 468 J/K. Hasil dari penentuan kalor reaksi Zn + CuSO4 didapat Td=298,5
K ; Tc=309 K ; ∆T1j=10,5 K ; Q4=4914 J ; Q5=842,69 J ; Q6=5756,7 J ; dan
ΔH=84 J/mol. Hasil dari penentuan kalor etanol dalam air didapat TM=299 K ;
TA=300,66 K ; ∆T2j=1,66 K ; Q7=125,5 J ; Q8=92,43 J ; Q9=776,88 J ;
Q10=994,81 J ; ∆H=1579,06 J/mol. Hasil dari penentuan kalor penetralan HCl
dan NaOH didapat hasil TM=298,75 K ; TA=304,13 K ; ∆T3j=5,38 K ;
Q11=852,192 J ; Q12=2517,84 J ; Q13=3370,03 J ; ΔH=84250,75 J/mol.
Tepat atau tidaknya hasil perhitungan tetapan suatu kalorimeter, kalor
penetralan, kalor reaksi, dan kalor pelarutan selain bergantung pada penggunaan
kalorimeternya juga tergantung pada ketelitian praktikan dalam melakukan
percobaan, terutama dalam pencampuran larutan, dimana pencampuran larutan
tersebut harus sesuai dengan volume yang tepat, yang berpengaruh pada ketelitian
praktikan dalam pencatatan temperatur sistem. Pada saat melakukan percobaan
termokimia ini, dalam menggunakan kalorimeter harus tertutup rapat, jika tidak
tertutup rapat maka kemungkinan adanya uap dari sistem yang keluar dapat
diperkecil, dimana akan mempengaruhi hasil tetapan kalorimeter dan kalor reaksi
suatu sistem.
Reaksi endoterm adalah reaksi yang menyerap kalor atau memerlukan
energi. Sehingga hasil reaksinya memiliki entalpi yang lebih tinggi daripada zat
semula. Reaksi endoterm pada umumnya membutuhkan adanya kalor untuk
terjadinya suatu reaksi. Sehingga reaksi endoterm tidak dapat terjadi secara
spontan. Contoh reaksi endoterm pada percobaan yaitu pada percobaan penetapan
kalorimeter. Pada percobaan penetapan kalorimeter, termostat merupakan sistem
sedangkan air panas merupakan lingkungan. Lalu percobaan penentuan kalor
reaksi Zn + CuSO4. Percobaan penentuan kalor reaksi Zn dan CuSO4, Zn adalah
logam sebagai penghasil panas, sedangkan CuSO4 yang menyerap Zn.
Reaksi eksoterm adalah reaksi yang melepaskan kalor atau menghasilkan
energi. Akibatnya hasil reaksi mempunyai entalpi yang lebih rendah daripada zat
semula. Reaksi eksoterm pada umumnya dapat beraksi secara spontan dan kalor
yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai suatu sumber energi panas. Bila suatu
reaksi eksoterm dibalik persamaan reaksinya, maka reaksi tersebut akan endoterm.
Contoh reaksi eksoterm pada percobaan yaitu pada percobaan penentuan kalor
etanol dalam air, aquades adalah yang memberi kalor kepada etanol. Sedangkan
percobaan penentuan kalor penetralan HCl dan NaOH termasuk penetralan
atautidak ada reaksi eksoterm dan endoterm karena asam bertemu dengan basa
akan terjadi reaksi penetralan.
Jumlah total kalor yang diserap atau dilepaskan selama reaksi berlangsung
dan mengembalikan zat ke keadaan suhu semula dinamakan kalor reaksi. Jika
reaksi terjadi pada tekanan tetap, kalor reaksi dinyatakan sebagai perubahan
entalpi, ∆H. Nilai ∆H bergantung pada jenis pereaksi, jumlah pereaksi yang
terlibat, dan suhu. Oleh sebab itu, perubahan entalpi harus dinyatakan dalam
jumlah kalor per jumlah zat dan suhu reaksi. Nilai ∆H biasanya diberikan dalam
jumlah kalor yang diserap atau dilepaskan unutk reaksi dalam satuan mol yang
diungkapkan dalam persamaan kimia yang telah setara. Karena entalpi merupakan
fungsi keadaan, maka sangat penting untuk menerapkan keadaan sistem pada saat
entalpi diukur, terutama suhu dan tekanan sistem. Untuk maksud tersebut telah
disepakati bahwa perubahan entalpi pada keadaan standar adalah pengukuran
entalpi zat pada tekanan tetap 1 atm dan 298,15 K dalam keadaan paling stabil
dari zat itu. Dengan kata lain, perubahan entalpi standar adalah perubahan kalor
yang terjadi dalam suatu reaksi kimia diukur pada 1atm dan 298,15 K.
Dari faktor alat yaitu kalorimeter yang tidak memenuhi persyaratan.
Contohnya termostat yang bocor, dan tutup termostat yang retak. Dengan
termostat yang kurang baik, akan ada kalor dari dalam kalorimeter yang keluar
ataupun kalor yang dari luar masuk kedalam, sehingga mempengaruhi pada
pembacaan termometer. Meskipun dalam pengukurannya harga kalorimetri telah
ditetapkan terlebih dahulu, tapi jika kondisinya tidak baik, maka hasil pengukuran
kalor akan terus berkurang dan akhirnya hasilnya lebih kecil dari yang
diharapkan. Tetapi jika termostat dalam keadaan baik, maka hasil dari
pengukurannya baik dan sesuai dengan yang diharapkan.
Pengukuran kalor suatu reaksi lebih sering dilakukan pada keadaan
tekanan tetap daripada volum tetap, sebab banyak reaksi kimia membutuhkan
pengadukan, juga pengamatan secara langsung terhadap sistem reaksi untuk
melihat perubahannya. Oleh karena itu, mereaksikan zat dalam wadah terbuka
atau tekanan tetap lebih sering dilakukan di laboratorium kimia, seperti tabung
reaksi atau gelas kimia. Untuk mengukur ∆Hreaksi dapat dilakukan dengan cara
mengukur perubahan panas yang terjadi. Sebagai indikator panas adalah suhu.
Jadi, perubahan kalor yang terlibat dalam suatu reaksi dapat diukur melalui
perubahan suhu selama reaksi bergantung. Hubungan suhu dan kalor diungkapkan
melalui kapasitas kalor, lebih tepatnya menggunakan prinsip Black. Wadah atau
reaktor yang digunakan harus kedap panas agar tidak banyak kalor yang hilang
atau diserap oleh reaktor, reaktor ini dinamakan kalorimeter.
Pada pembuatan tape, ragi mengeluarkan panas karena ragi merupakan
makhluk hidup. Ragi juga mengeluarkan uap, sehingga ketan atau singkong
menyerap kalor yang dikeluarkan oleh ragi. Ketan atau singkong pun
mengeluarkan pati dari dalam. Maka rasa ketan manis dan sedikit terasa asam.
Penentuan kalor reaksi Zn + CuSO4. Pada penentuan kalor reaksi untuk
reaksi Zn-CuSO4 terdapat penaikan dan penurunan temperatur. Pada awal reaksi
Zn logam bereaksi dengan larutan CuSO4 (reaksi redoks) menghasilkan sejumlah
kalor. Reaksi berlanjut dimana Zn bereaksi membentuk Zn2+ (ion logam) dalam
larutan dan Cu2+ menjadi Cu(s). Terbentuknya Cu(s) ini mengakibatkan terjadinya
penurunan temperatur pada reaksi Zn-CuSO4, dimana Cu(s) yang terbentuk
menutupi logam Zn sehingga Zn tidak dapat lagi bereaksi dengan Cu2+. Menurut
Vogel, bila sepotong logam Zn dicelupkan dalam larutan tembaga sulfat,
permukaannya akan tersalut dengan logam tembaga dan ion zink dalam larutan.
Zn(s) + Cu2+ Zn2+ + Cu(s)
H reaksi Zn+CuSO4 adalah 84 J/mol dimana reaksinya adalah eksoterm yaitu
menghasilkan sejumlah kalor. Walaupun terjadi penurunan kalor saat reaksi
berlangsung, tapi hal itu tidak menunjukkan bahwa reaksinya adalah endoterm.
Suatu proses yang terjadinya sedemikian rupa sehingga tidak ada panas
masuk atau keluar sistem disebut proses adiabatik. Naiknya tekanan dan suhu
akibat pengaliran panas masuk ke dalam zat yang berada dalam sebuah ruang
yang tidak dapat memuai merupakan salah satu contoh proses isokorik. Proses
isokorik adalah suatu proses zat dalam volumenya tidak berubah. Proses isotermik
terjadi pada suhu konstan. Contohnya apabila air memasuki ketel dan dipanaskan
sampai pada titik didihnya lalu menguap dan kemudian uap itu ditinggikan lagi,
maka seluruh proses ini berlangsung isobarik.
Penentuan kalor pelarutan etanol-air. Dari percobaan yang dilakukan,
diperoleh hasil bahwa kalor yang dihasilkan reaksi etanol-air (pelarutan etanol
dalam air) adalah semakin kecil/ menurun, yang dapat diamati dari T larutan.
Pada penetapan kalor pelarutan jumlah kalor yang terlibat bergantung dari jumlah
air yang ditambahkan dalam sejumlah larutan terlarut. Jika konsentrasi larutan
diencerkan, disitu ada perubahan kalor yang bergantung dari jumlah air yang
ditambahkan, dimana kalor yang dihasilkan berangsur-angsur turun.
Hasil percobaan termokimia untuk penentuan kalor pelarutan etanol dalam
air adalah bervariasi sesuai sesuai dengan perubahan konsentrasi larutan yaitu dari
mol etanol yang besar ke mol etanol yang kecil dengan pelarut air menghasilkan
kalor pelarutan yang berangsur membesar.
Kalor pelarutan ini menghasilkan reaksi eksoterm karena terdapat kalor yang
dilepaskan pada saat pelarutan sehingga mempunyai H negatif. Pada proses ini
pelarut yang digunakan adalah air dengan volume yang semakin membesar. Bila
air yang ditambahkan semakin banyak maka kalor yang dilepaskan tidak
bertambah atau hanya bertambah sedikit dan larutannya dikatakan encer, hal ini
nampak pada grafik hubungan H/ mol etanol Vs mol air/mol etanol. Dimana
pada penambahan pelarut yang semakin besar H/mol etanol akan tetap atau
berubah sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa untuk penambahan pelarut pada
volume tak hingga H/mol akan mendekati konstan.
Aplikasi di bidang pangan yaitu proses fermentasi pada susu yang bisa
dibuat youghurt dan keju. Proses fermentasi pada kedelai yang bisa dibuat tauco
dan tempe. Proses fermentasi pada ketan atau singkong yang bisa dibuat tape.
Lalu untuk mengetahui kalori yang terdapat pada makanan seperti karbohidrat,
lemak, dan protein.
V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan mengenai: (1) Kesimpulan, dan (2) Saran
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan termokimia ini, didapat hasil dari penetapan kalorimeter
adalah Td=300 K ; Tp=367 K ; Tc=314 K ; Q1=2352 J ; Q2=8940 J ; Q3=6552 J,
dan K= 468 J/K. Hasil dari penentuan kalor reaksi Zn + CuSO4 didapat Td=298,5
K ; Tc=309 K ; ∆T1j=10,5 K ; Q4=4914 J ; Q5=842,69 J ; Q6=5756,7 J ; dan
ΔH=84 J/mol. Hasil dari penentuan kalor etanol dalam air didapat TM=299 K ;
TA=300,66 K ; ∆T2j=1,66 K ; Q7=125,5 J ; Q8=92,43 J ; Q9=776,88 J ;
Q10=994,81 J ; ∆H=1579,06 J/mol. Hasil dari penentuan kalor penetralan HCl
dan NaOH didapat hasil TM=298,75 K ; TA=304,13 K ; ∆T3j=5,38 K ;
Q11=852,192 J ; Q12=2517,84 J ; Q13=3370,03 J ; ΔH=84250,75 J/mol.
Tepat atau tidaknya hasil perhitungan tetapan suatu kalorimeter, kalor
penetralan, kalor reaksi, dan kalor pelarutan selain bergantung pada penggunaan
kalorimeternya juga tergantung pada ketelitian praktikan dalam melakukan
percobaan, terutama dalam pencampuran larutan, dimana pencampuran larutan
tersebut harus sesuai dengan volume yang tepat, yang berpengaruh pada ketelitian
praktikan dalam pencatatan temperatur sistem. Pada saat melakukan percobaan
termokimia ini, dalam menggunakan calorimeter harus tertutup rapat, jika tidak
tertutup rapat maka kemungkinan adanya uap dari sistem yang keluar dapat
diperkecil, dimana akan mempengaruhi hasil tetapan kalorimeter dan kalor reaksi
suatu sistem.
5.2 SaranDalam percobaan termokimia memerlukan ketelitian yang tinggi untuk itu
praktikan harus mengerti dan memahami tentang materi termokimia ini agar
dalam melakukan percobaan tidak terdapat kesalahan, baik kesalahan dalam
melakukan perhitungan maupun kesalahan dalam hal lainnya. Selain itu juga
praktikan harus berhati-hati dalam menggunakan peralatan yang akan digunakan
dalam melakukan percobaan.
LAMPIRAN
1. Penetapan KalorimetriDik : Td = 300 K Tp = 367 K Tc = 314 K V air dingin = 20 ml V air panas = 20 ml
a = ( ∑y)(∑x 2 ) – (∑x)(∑xy) n (∑x2) – (∑x)2
= (3119,25)(385) – (55)(17122,5) 10 (385) – (55)2
= 1200911,25 – 941737,5 3850 – 3025 = 259173,5 = 314,15 825
b = ∑n (∑x.y) – (∑x)(∑y) n (∑x2) – (∑x)2
= 10 (17122,5) – (55)(3119,25) 10 (385) – (55)2
= 171225 – 171558,75 3850 – 3025 = - 333,75 = - 0,4 825
Yn = a + b . XnY1 = 314,15 + (-0,4) 1 = 314,15 – 0,4 = 313,75
Yn = a + b . XnY2 = 314,15 + (-0,4) 2 = 314,15 – 0,8
= 313,35
Yn = a + b . XnY3 = 314,15 + (-0,4) 3 = 314,15 – 1,2 = 312,95
Yn = a + b . XnY4 = 314,15 + (-0,4) 4 = 314,15 – 1,6 = 312,55
Yn = a + b . XnY5 = 314,15 + (-0,4) 5 = 314,15 – 2 = 312,15
Yn = a + b . XnY6 = 314,15 + (-0,4) 6 = 314,15 – 2,4 = 311,75
Yn = a + b . XnY7 = 314,15 + (-0,4) 7 = 314,15 – 2,8 = 311,35
Yn = a + b . XnY8 = 314,15 + (-0,4) 8 = 314,15 – 3,2 = 310,95
Yn = a + b . XnY9 = 314,15 + (-0,4) 9 = 314,15 – 3,6 = 310,55
Yn = a + b . XnY10 = 314,15 + (-0,4) 10 = 314,15 – 4 = 310,15
Q1 = m . C . ∆T (Tc-Td) = 40 x 4,2 ( 314 – 300 ) = 168 x 14 = 2352 J
Q2 = m . C . ∆T (Tp-Tc) = 40 x 4,2 ( 367 – 314 ) = 168 x 53 = 8904 J
Q3 = Q2 – Q1
= 8940 – 2352 = 6552 J
K = Q3 . ΔT (Tc – Td) = 6552 . (314 – 300) = 6552 . 14 = 468 J/K Yn
Grafik 1. Penetapan Kalorimetri
2. Penentuan Kalor Reaksi Zn + CuSO4
Dik : Td = 298,5 KTc = 309 K
a = ( ∑y)(∑x 2 ) – (∑x)(∑xy) n (∑x2) – (∑x)2
= (1233)(7,5) – (5)(1540) 4 (7,5) – (5)2
= 9247,5 – 7700 30 – 25 = 1547,5 = 309,5 5
b = ∑n (∑x.y) – (∑x)(∑y) n (∑x2) – (∑x)2
= 4 (1540) – (5)(1233) 4 (7,5) – (5)2
= 6160 – 6165 30 – 25 = - 5 = - 1 5
Yn = a + b . XnY1 = 309,5 + (-1) 1 = 309,5 – 1 = 308,5
Yn = a + b . XnY2 = 309,5 + (-1) 2 = 309,5 – 2
= 307,5
Yn = a + b . XnY3 = 309,5 + (-1) 3 = 309,5 – 3 = 306,5
Yn = a + b . XnY4 = 309,5 + (-1) 4 = 309,5 – 4 = 305,5
∆T1j = Tc – Td = 309 – 298,5 = 10,5 K
Q4 = K x ∆T1j = 468 x 10,5 = 4914 J
Q5 = Vcam . Scam . Ccam . ∆T1j = 20 . 1,14 . 3,52 . 10,5 = 842,69 J
Q6 = Q4 + Q5 = 4914 + 842,69
= 5756,7 J
ΔH = Q 6 . Mol Zn = 5756,7 2/65
= 5756,7 0,03 = 191890 J/mol
Grafik 2. Penentuan Kalor Reaksi Zn + CuSO4
3. Penentuan Kalor Etanol dalam AirDik : Tair = 298, 5 K Tetanol = 300 K
a = ( ∑y)(∑x 2 ) – (∑x)(∑xy) n (∑x2) – (∑x)2
= (2422,5)(51) – (18)(5441) 8 (51) – (18)2
= 123547,5 – 97938 408 – 324 = 25609,5 = 304,8 84
b = ∑n (∑x.y) – (∑x)(∑y) n (∑x2) – (∑x)2
= 8 (5441) – (18)(2422,5) 8 (51) – (18)2
= 43528 – 43605 408 – 324 = -77 = - 0,92 84
Yn = a + b . XnY1 = 304,8 + (-0,92) 1 = 304,8 – 0,92 = 303,88
Yn = a + b . XnY2 = 304,8 + (-0,92) 2 = 304,8 – 1,84
= 302,96
Yn = a + b . XnY3 = 304,8 + (-0,92) 3 = 304,8 – 2,76 = 302,04
Yn = a + b . XnY4 = 304,8 + (-0,92) 4 = 304,8 – 3,68 = 301,12
Yn = a + b . XnY5 = 304,8 + (-0,92) 5 = 304,8 – 4,6 = 300,2
Yn = a + b . XnY6 = 304,8 + (-0,92) 6 = 304,8 – 5,52 = 299,28
Yn = a + b . XnY7 = 304,8 + (-0,92) 7 = 304,8 – 6,44 = 298,36
Yn = a + b . XnY8 = 304,8 + (-0,92) 8 = 304,8 – 7,36 = 297,44
Q7 = M aquades . C . ΔT= 15 . 4,2 . 1,66= 125,5 J
Q8 = M etanol . C . ΔT= 29 . 1,92 . 1,66= 92,43 J
Q9 = K . ΔT2j= 468 . 1,66= 776,88 J
Q10 = Q7 + Q8 + Q9
= 125,5 + 92,43 + 776,88= 994,81 J
ΔH = Q 10 . Mol etanol = 994,81 29/46
= 994,81 0,63 = 1579,06 J/mol
TM = T air + T etanol 2 = 298,5 + 299,5 2 = 598 2
= 299 K
TA = Y1 + Y8 2
= 303,88 + 297,44 2
= 601,32 2
= 300,66 K
ΔT2j = TA – TM= 300,66 – 299= 1,66 K
Grafik 3. Penentuan Kalor Etanol dalam Air
4. Penentuan Kalor Penetralan HCl dan NaOHDik : T HCl = 298,5 K T NaOH = 299 K
a = ( ∑y)(∑x 2 ) – (∑x)(∑xy) n (∑x2) – (∑x)2
= (3044)(96,25) – (27,5)(8369) 10 (96,25) – (27,5)2
= 292985 – 230147,5 962,5 – 756,25 = 62837,5 = 304,66 206,25
b = ∑n (∑x.y) – (∑x)(∑y) n (∑x2) – (∑x)2
= 10 (8369) – (27,5)(3044) 10 (96,25) – (27,5)2
= 83690 – 83710 962,5 – 756,25 = -20 . = - 0,096 206,25
Yn = a + b . XnY1 = 304,66 + (-0,096) 1 = 304,66 – 0,096 = 304,56
Yn = a + b . XnY2 = 304,66 + (-0,096) 2 = 304,66 – 0,192
= 304,46
Yn = a + b . XnY3 = 304,66 + (-0,096) 3 = 304,66 – 0,288 = 304,37
Yn = a + b . XnY4 = 304,66 + (-0,096) 4 = 304,66 – 0,384 = 304,27
Yn = a + b . XnY5 = 304,66 + (-0,096) 5 = 304,66 – 0,48 = 304,18
Yn = a + b . XnY6 = 304,66 + (-0,096) 6 = 304,66 – 0,576 = 304,08
Yn = a + b . XnY7 = 304,66 + (-0,096) 7 = 304,66 – 0,672 = 303,98
Yn = a + b . XnY8 = 304,66 + (-0,096) 8 = 304,66 – 0,768 = 303,89
Yn = a + b . XnY9 = 304,66+ (-0,096) 9 = 304,66 – 0,864 = 303,79
Yn = a + b . XnY10 = 304,66 + (-0,096) 10 = 304,66 – 0,96 = 303,7
TM = THCl + TNaOH 2 = 298,5 + 299 2 = 597,5 2
= 298,75 K
TA = Y 1 + Y 10 2
= 304,56 + 303,7 2
= 608,26 2= 304,13 K
ΔT3j = TA – TM= 304,13 – 298,75= 5,38 K
Q11 = M cam . C cam . ΔT3j= 40 . 3,96 . 5,38= 852,192 J
Q12 = K . ΔT3j= 468 . 5,38= 2517,84 J
Grafik 4. Larutan NaOH dan HCl
Grafik 5. Penentuan Kalor Penetralan HCl dan NaOH
DAFTAR PUSTAKA
Keenan, Kleinfelter, Wood, (1995), Kimia Universitas, Edisi Ke-enam, Erlangga, Jakarta
Sears, Francis.W, (1982), Fisika untuk Universitas 1, Binacipta, Jakarta.
Sutrisno, E. T, dkk. (2011), Penuntun Praktikum Kimia Dasar, Jurusan Teknologi Pangan Universitas Pasundan : Bandung
Sunarya, Yayan, (2000), Kimia Dasar 1, Alkemi Grafisindo Press, Bandung.
Zemansky, Mark.W dan Richard H. Dittman, (1982), Kalor dan Termodinamika, Edisi keenam, Bandung