Download - ppp statistik
Fenomena Penurunan Perolehan Suara Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) pada Pemilu Legislatif Tahun 2009
di Kabupaten Jepara
Oleh :
Ulis Sa’adah D2B008079
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sistem politik yang demokratis didasarkan pada kedaulatan rakyat. Pemilu
merupakan sebuah sarana demokrasi guna mewujudkan sistem pemerintahan yang
berkedaulatan rakyat. Pemilu pada dasarnya merupakan ajang pertemuan dan
persetujuan di antara rakyat untuk menentukan wakil-wakil rakyat yang duduk di
parlemen.
Dalam suatu sistem demokrasi, keberadaan partai politik merupakan suatu
keniscayaan. Partai politik merupakan pengejawentahan aspirasi rakyat. Partai
politik muncul sebagai penghubung antara rakyat disatu sisi, dan negara di sisi yang
lain. Ia muncul dengan satu dasar pemikiran bahwa dengan keberadaan partai
politik, maka aspirasi rakyat akan dapat lebih terwadahi dan memiliki aksentuasi
yang lebih kuat untuk turut mempengaruhi proses politik.
Konsep pemilihan umum dan partai politik menemukan benang merahnya
sebagai dua entitas yang muncul untuk menjamin kedaulatan rakyat yang
merupakan ciri sistem politik demokratis. Pemilihan umum memungkinkan rakyat
untuk memilih siapa yang akan mewakilinya untuk memegang kekuasaan,
sedangkan partai politik memungkinkan rakyat untuk turut bersaing dalam pemilu
dan memperebutkan kekuasaan.
Dalam sejarah Indonesia, pemilu telah dilaksanakan sebanyak sepuluh kali
yakni pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009,
terjadi suatu dinamika yang mengiringi setiap pelaksanaan pemilu yang ada.
Dinamika itu meliputi sistem penyelenggaraan pemilu, lembaga penyelenggara
pemilu, siapa saja pihak yang turut berkompetisi dalam pemilu, jumlah peserta
pemilu itu sendiri, konstelasi politik sebelum penyelenggaraan pemilu, sampai
dengan komposisi pemenang pemilu.
Pemilihan Umum pertama di Indonesia diadakan pada masa orde lama,
yakni pada tahun 1955. Hal yang khas pada pemilu 1955 adalah adanya politik
aliran. Istilah aliran di Indonesia merujuk pada pengelompokan politik pada tahun
1950-an yang menghasilkan partai-partai politik yang kemudian ikut serta dalam
pemilihan umum pertama pada tahun 1955.
Pada masa orde baru, pemilu pertama terselenggara pada tahun 1971 yang
diikuti oleh PKRI, PSII, NU, Parmusi, Parkindo, PNI, Perti, IPKI dan Golongan
Karya. Kemudian pada tahun 1973 parta-partai tersebut melakukan fusi sehingga
hanya terbentuk tiga partai politik yaitu Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) dan Golongan Karya (Golkar). PDI merupakan
gabungan dari PNI, IPKI, Partai Kristen dan Partai Murba. Sedangkan PPP
merupakan gabungan dari NU, Parmusi, PSII dan Perti. Secara kesuluruhan,
pemilihan umum telah diadakan sebanyak enam kali pada masa orde baru.
Era reformasi yang ditandai dengan berakhirnya rezim kekuasaan Orde Baru
pada tanggal 21 Mei 1998, telah membuka peluang berbagai lapisan masyarakat
untuk menuntut terlakasananya reformasi di segala bidang. Aksi unjuk rasa
mahasiswa Indonesia menuntut reformasi meniupkan angin segar dalam kehidupan
nasional. Salah satu buah dari reformasi yang tengah bergulir pada saat itu adalah
komunitas politik di Indonesia kembali menghirup udara segar kelahiran partai-
partai politik.
Pemilu 1999 diikuti oleh 48 partai politik, termasuk tiga partai yang lama
yaitu Golongan Karya, PPP dan PDI. Dalam hal ini, PPP dapat dikategorikan
sebagai partai politik yang membawa identitas Islam. Oleh karena itu, segmen pasar
yang dibidik adalah massa Islam yang mayoritas dari masa Nahdaltul Ulama,
Muhammadiyah, PSII dan kaum intelelektual Islam kota.
Pada kenyataannya PPP bukanlah satu-satunya partai politik yang
mengusung platform keislaman. Sebagai konsekuensi logis atas hal ini, banyak
massa yang berasal dari pendukung lama yang meninggalkan PPP karena sudah ada
wadahnya sendiri. Maka wajar jika jumlah perolehan suara PPP pada pemilu 1999
lebih kecil dibandingkan pemilu 1997.
Dalam sejarah pemilu di Kabupaten Jepara, PPP merupakan salah satu partai
yang selalu turut menyemarakkan perhelatan akbar tersebut sejak masa orde baru
sampai dengan masa reformasi. Jika dibandingkan dengan perolehan suara pada
pemilu 2004, maka perolehan suara PPP pada pemilu 2009 semakin menurun.
Bahkan, selama lima pemilu terakhir, telah terjadi trend penurunan jumlah
perolehan suara PPP, yang hal ini dapat dilihat misalnya dalam kasus PPP di
Kabupaten Jepara berikut ini :
Tabel 1.1Jumlah Perolehan suara PPP
Pemilihan Umum Anggota DPRD Kabupaten Jepara dari Tahun ke Tahun
NOPartai
Politik1992 1997 1999 2004 2009
1 PPP188.815
(42,22%)
223.087
(43,65%)
230.098
(40,36%)
177. 694
(31,70%)
158.247
Sumber: KPUD Jepara
Ini merupakan fenomena yang buruk bagi prospek pemenangan Pemilu PPP pada
masa yang akan datang.
Untuk itu, perlu adanya penelitian untuk mengidentifikasi kualitas calon
legislative dan kampanyenya sebagai suatu langkah strategi yang jitu perlu
diterapkan untuk mengetahui penyebab penurunan perolehan suara PPP dari tahun
ke tahun. Dengan penelitian ini maka diharapkan pimpinan PPP bias menerapkan
sebuah strategi baru untuk memenangkan pemilu berikutnya.
Dari latar belakang yang telah diutarakan di atas maka peneliti mengambil
judul Fenomena Penurunan Perolehan Suara Partai Persatuan Pembangunan
(PPP) pada Pemilu Legislatif Tahun 2009 di Kabupaten Jepara
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari sistem pemilu langsung terhadap
perolehan suara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Kabupaten Jepara?
2. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari kualitas caleg PPP dan caleg partai
lain terhadap perolehan suara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di
Kabupaten Jepara?
3. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari kampanye caleg PPP dan partai
politik terhadap perolehan suara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di
Kabupaten Jepara?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Mengetahui pengaruh yang signifikan dari sistem pemilu langsung terhadap
perolehan suara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Kabupaten Jepara.
2. Mengetahui pengaruh yang signifikan dari kualitas caleg PPP dan caleg partai
lain terhadap perolehan suara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di
Kabupaten Jepara.
3. Mengetahui pengaruh yang signifikan dari kampanye caleg PPP dan partai
politik lain terhadap perolehan suara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di
Kabupaten Jepara.
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Praktis
a. Kegunaan praktis bagi mahasiswa adalah untuk melengkapi tugas
Mata Kuliah Statistik pada Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro.
b. Kegunaan praktis bagi masyarakat adalah agar masyarakat umum
mengetahui tentang perolehan suara Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
pada Pemilu Legislatif tahun 2009 di Kabupaten Jepara sehingga bisa
membandingkan dengan partai lain.
c. Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi masukan bagi DPC
PPP di Jepara tentang kualitas calon legislatif dan kampanyenya dibanding
dengan partai politik lain, untuk kemudian diketahui strategi yang tepat
bagaimana meningkatkan jumlah pemilih PPP di Jepara pada Pemilu yang
akan datang.
2. Kegunaan Teoritis
Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan akan memperkaya khasanah
keilmuan mengenai kualitas calon legislatif PPP di Jepara.
1.5. Kerangka Teori
1.5.1. Pemilu
Pemilu menurut Franklin adalah merupakan:
“…occasions when governments defended their polities and voters hold them accountable by confirming them in office or kicking the rascals out. In the process, elections legitimate the government by giving it a mandate for future actions” (Peristiwa-peristiwa ketika pemerintah mempertahankan kebijakan-kebijakan mereka dan para pemilih memberikan penilaian. Andaikata kebijakan pemerintah dapat dipertanggungjawabkan, mereka tetap berkuasa; apabila tidak, mereka harus segera mundur. Sementara itu, pemilu itu sendiri mengabsahkan pemerintah dengan cara memberi mandat untuk bertindak selanjutnya).1
1 Pradanawati, Ari & Tri Cahyo Utomo. (2008). Pemilu dan Demokrasi. Semarang:Fisip Undip. Hal.3
Dasar hukum yang digunakan dalam pemilu 2009 adalah UU no.22 tahun
2007 tentang Penyelenggara Pemilu, UU no.2 tahun 2008 tentang Partai
Politik, UU no.10 tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD
dan UU no.12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU no.32 tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan dasar hukum ini menjadikan
pemilu legislatif 2009 mempunyai wajah baru yang berbeda dengan pemilu
sebelumnya dimana perolehan kursi Dewan tidak lagi ditentukan oleh nomor
urut calon, melainkan oleh suara yang diperoleh masing-masing calon
legislatif. Banyaknya partai politik yang mengikuti pemilu membuat kertas
suara yang digunakan menjadi terlalu besar dan menyusahkan bagi pemilih,
apalagi bagi orang-orang yang buta huruf dan orang tua. Kemudian yang
terjadi adalah banyaknya kertas suara yang rusak dan kertas suara tersebut
dianggap tidak sah. Hal ini juga menjadikan pengeluaran pemilu menjadi
membengkak. Selain itu pemilu 2009 juga tidak lagi menggukan cara
mencoblos melainkan mencentang (dalam sosialisasi KPU menggunakan
istilah mencontreng). Perubahan ini menjadi semakin menyulitkan pemilih
apalagi sosialisasi yang diberikan KPU tergolong lambat sementara KPUlah
yang menentukan tata cara memberikan tanda pada kertas suara sesuai dengan
UU no. 10 tahun 2008. Tata cara memberikan tanda yang kemudian
digunakan dalam Pemilu 2009 adalah dengan mencontreng satu kali pada
kolom nama parpol atau kolom nama calon, jika mencontreng keduanya maka
dianggap tidak sah.
Pemilu pada dasarnya merupakan ajang pertemuan dan persetujuan di
antara massa-rakyat untuk menentukan wakil-wakil rakyat yang akan duduk di
parlemen.2 Pada hakekatnya pemilu di negara manapun mempunyai esensi
yang sama. Pemilu berarti rakyat melakukan memilih orang atau sekelompok
orang (partai politik) untuk menjadi pemimpin rakyat atau pemimpin negara.
Dalam pandangan Surbakti, pada dasarnya ada tiga tujuan pemilu
diselenggarakan:3
1. Pemilihan umum sebagai mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin
pemerintahan dan alternatif kebijakan umum. Sesuai dengan prinsip
demokrasi yang memandang rakyat yang berdaulat, tetapi pelaksanannya
dilakukan oleh wakil-wakilnya.
2. Pemilihan umum juga dapat dikatakan sebagai mekanisme memindahkan
konflik kepentingan dari masyarakat kepada badan-badan perwakilan
rakyat yang terpilih atau melalui partai-partai yang memenangkan kursi
sehingga integrasi masyarakat tetap terjamin.
3. Pemilihan umum merupakan sarana memobilisasikan dan/atau menggalang
dukungan rakyat terhadap negara dan pemerintahan dengan jalan ikut serta
dalam proses politik.
Pemilu merupakan sebuah keniscayaan dalam sebuah negara yang
demokratis dimana penyelenggaraan pemerintahannya dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Untuk itulah perlu adanya penyelenggaraan
pemuli yang berkualitas.
2 Juliantara, Dadang. (1998). Meretas Jalan Demokrasi. Yogyakarta: Kanisius. hal. 993 Surbakti, Ramlan. (1992). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia. Hal.181-182
Kirkpatrick menjelaskan terdapat empat prasyarat agar sebuah pemilu
dapat dikatakan berkualitas.4
1. Bersifat kompetitif
Partai politik beserta calon-calonnya memiliki hak yang sama untuk
berkumpul, berbicara, bergerak dan memenangkan pemilu. Para
peserta pemilu memperoleh kebebasan untuk bersaing satu sama lain.
Mereka memiliki kebebasan untuk mengkritik program-progran
pemerintah dan sekaligus mengajukan program-program tandingan.
2. Dilakukan secara berkala
Biasanya negara-negara demokratis menyelenggarakan pemilu sekali
dalam jangka waktu tertentu (lima tahun sekali). Maksud pemilu ini
adalah memberi kesempatan kepada rakyat untuk mengevaluasi kinerja
pemerintah. Bila kinerjanya terpuji, mandate pemerintah dapat
diperpanjang; apabila tidak, maka pemerintah akan segera diganti.
Negara yang memiliki sistem politik yang sehat tidak akan
membenarkan pemimpinnya berkuasa sepanjang hidup.
3. Bersifat inklusif
Pemilu member kesempatan yang begitu luas kepada setiap warga
negara yang telah memiliki hak untuk memberikan suaranya.
Perbedaan latar belakang sosial-ekonomi, politik maupun gender tidak
boleh digunakan sebagai parameter boleh tidaknya seseorang ikut
pemilu.
4 Op.cit. hal.4
4. Bersifat definitif
Pemilu bukan semata-mata sarana menentukan wakil rakyat atau
pemimpin yang dikehendaki, akan tetapi juga menentukan program-
program yang dianggap paling tepat bagi bangsa yang bersangkutan.
Pemilu juga merupakan barometer watak suatu bangsa dalam berpolitik
terutama watak pemerintahan dan para kontestan dalam pemilu, tidak hanya
sebagai pihak-pihak yang terlibat, tetapi juga sebagai pihak yang bertanggung
jawab. Di sejumlah negara yang menerapkan atau setidaknya mengklaim diri
sebagai negara demokrasi, pemilu memang dianggap sebagai lambang
sekaligus tolak ukur demokrasi. Artinya pelaksanaan dan hasil pemilu
merupakan refleksi dari suasana keterbukaan dan aplikasi dari dasar
demokrasi, disamping perlu adanya kebebasan berendapat dan berserikat yang
dianggap cerminan pendapat warga negara. Pemilu memang dianggap
akan melahirkan suatu representasi aspirasi rakyat yang tentu saja
berhubungan erat dengan legitimasi bagi pemerintah.
Melalui pemilu pula, klaim bahwa jajaran elit pemerintah bekerja untuk
dan atas nama kepentingan rakyat menjadi dapat diakui. Memang pemerintah
bukan merupakan hasil langsung pikiran rakyat, melainkan hasil bentukan
parlemen. Namun anggota parlemen yang dipilih lewat pemilu jelas berperan
sebagai penyalur aspirasi rakyat yang memilihnya.
Keberhasilan pemilihan umum dapat tercapai dengan baik jika
diselenggarakan dengan cara-cara yang demokratis dan tidak adanya unsur-
unsur kekerasan, dan yang tidak kalah pentingnya adalah kesadaran
masyarakat agar pemilu dapat dilaksanakan dengan jujur dan adil. Pada
dasamya pemilu harus pula didukung oleh seluruh lapisan masyarakat,
termasuk di dalamnya dukungan dari para tokoh masyarakat dan para
ulama.
1.5.2. Partai Politik
Menurut J. Carl Friedrick, partai politik adalah sekumpulan manusia
yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan
penguasaan terhadap pemerintahan yang resmi bagi pimpinan partainya dan
berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya
kemanfaatan yang bersifat idiil maupun materiil .5
Partai politik merupakan suatu organisasi sosial politik. Sebagai suatu
organisasi tentunya memiliki suatu tujuan tujuan tertentu. Organisasi dibentuk
pada dasarnya karena ingin mengejar tujuan dan sasaran-sasaran tertentu.
Tercapainya tujuan-tujuan organisasi tergantung pada baik buruknya
penerapan prinsip-prinsip organisasi.
Beberapa prinsip organisasi antara lain :
1. Adanya pembagian kegiatan
2. Wewenang dan tanggung jawab
3. Pelimpahan orang-orang
4. Pelimpahan wewenang
5. Koordinasi
6. Tata hubungan
5 Budiardjo, Miriam. (2002). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia. Hal.161
7. Tujuan
Apabila prinsip-prinsip organisasi itu diterapkan dan dilaksanakan
dengan baik, maka tujuan yang ingin dicapai dapat diwujudkan.
Sementara fungsi partai politik menurut Budiardjo antara lain:6
1. Partai Politik sebagai Sarana Komunikasi Politik.
Salah satu tugas dari partai politik adalah menyalurkan aneka ragam
pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa
sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang. Di
samping itu partai politik juga berfungsi untuk memperbincangkan dan
menyebarluaskan rencana-rencana dan kebijaksanaan-kebijaksanaan
pemerintah.
2. Partai Politik sebagai Sarana Sosialisasi Politik
Partai politik juga main peranan sebagai sarana sosialisasi politik
(instrumen of political socializazion). Dalam ilmu politik sosialisasi
politik dapat diartikan sebagai proses melalui mana seseorang memperoleh
sikap dan orientasi terhadap phenomena politik, yang umumnya berlaku
dalam masyarakat di mana ia berada. Biasanya proses sosialisasi politik
berjalan secara berangsur-angsur dari masa kanak-kanak hingga dewasa.
3. Partai Politik sebagai Sarana Rekruitmen Politik. Partai politik juga
berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut
aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai (political
recruitment). Dengan demikian partai turut memperluas partisipasi
6 Ibid. hal 163-164
politik.
4. Partai Politik sebagai Sarana Pengatur Konflik
Dalam suasana demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dalam
masyarakat merupakan soal yang wajar. Jika sampai terjadi konflik maka
partai politik seharusnya berusaha untuk mengatasinya.
1.5.3. Kualitas Calon Legislatif
Seorang calon legislatif yang berkualitas merupakan suatu syarat mutlak
demi keberlangsungan badan legislatif yang baik, meskipun pada
kenyataannya tidak semua calon legislatif berkualitas. Akan tetapi, kualitas
calon legislatif mempunyai nilai tersendiri bagi posisi tawar calon. Untuk
itulah sebuah partai hendaknya mempunyai dasar nilai tersendiri dalam
menentukan kader yang akan dijadikan kandidat.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh partai politik dalam
menentukan calon legislatif:
1. Rekruitmen yang baik
Partai politik harus menerapkan sistem rekruitmen yang jelas dan tegas
serta memastikan bahwa kader yang terjaring adalah yang berkompeten
dan berkualitas. Proses rekruitmen dan kaderisasi yang matang yang telah
dijalani oleh seorang kandidat akan membentuk pribadi yang tangguh dan
mampu mengambil sebuah keputusan untuk menyelesaikan suatu masalah.
Pendidikan politik selama kaderisasi akan menentukan gaya
kepemimpinannya. Rekruitmen dan kaderisasi yang baik akan menentukan
kualitas kandidat.
2. Faktor pendidikan
Tidak bisa dipungkiri jika pendidikan merupakan salah satu faktor
terpenting yang menentukan orientasi politik seseorang. Pengetahuan dan
pengalaman yang dimiliki oleh seorang calon legislatif merupakan daya
jual yang tinggi dalam percaturan perpolitikan. Masyarakatpun akan lebih
memandang orang dengan pendidikan tinggi daripada yang berpendidikan
rendah.
3. Memahami masalah yang dihadapi masyarakat
Calon legislatif yang dianggap berkualitas adalah salah satunya orang
yang mampu menangkap fenomena yang terjadi dalam masyarakat dan
mengidentifikasikan masalah yang ada untuk kemudian mencarikan solusi
bersama.
4. Mampu mengakomodir yang merealisasikan aspirasi masyarakat
Calon legislatif sebagai wakil rakyat harus mampu menyerap dan
merealisasikan aspirasi masyarakat. Salah satu indikator calon dikatakan
berkualitas adalah calon yang berpihak pada masyarakat dan mengabdi
pada masyarakat.
5. Ketenaran
Dikenal oleh banyak orang adalah merupakan salah satu kunci untuk
memenangkan sebuah pemilu. Untuk itu diharapkan seorang calon
memiliki ketenaran. Meskipun hal ini bukan merupakan faktor utama,
akan tetapi pada kenyataannya banyak masyarakat yang lebih memilih
orang yang dikenalnya.
1.5.4. Kampanye Calon Legislatif
Kampanye politik adalah periode yang diberikan oleh panitia kepada
peserta pemilu kepada semua kontestan, baik partai politik atau perorangan,
untuk memaparkan program-program kerja dan mempengaruhi opini publik
sekaligus memobilisasi masyarakat agar memberikan suara kepada mereka
sewaktu pencoblosan.7
Persaingan politik menemukan intensitasnya menjelang pemilu. Untuk
itulah setiap kandidat mulai merancang strategi kampanye politik untuk
memperoleh dukungan suara pemilih sebanyak-banyaknya. Strategi yang
pertama harus dilakukan adalah dengan membangun image. Image politik
yang baik dari suatu partai ataupun calon akan memberikan efek yang positif
bagi pemilih guna memberikan suaranya bagi calon tersebut.
Macam kampanye yang dilakukan dalam politik:
1. Kampanye pemilu (short time)
Kampanye ini hanya dilakukan dalam jangka waktu tertentu menjelang
pemilu. Kampanye ini bertujuan untuk menggiring masa ke bilik suara
agar memberikan suaranya pada calon. Strategi yang digunakan adalah
dengan memobilisasi masa (Push Marketing). Dalam kampanye jenis ini,
komunikasi politik hanya terbangun satu arah dengan penekanan pada
janji-janji politik dari kandidat. Kampanye pemilu ini cenderung membuat
7 Firmanzah. (2007). Marketing Politik. Jakarta: Yayasan Obor. Hal.268
memori masyarakat tentang calon mudah hilang karena waktunya
tergolong singkat dan tentunya banyak calon yang melakukan kampanye
jenis ini dalam waktu yang bersamaan.
2. Kampanye politik (long time)
Kampanye politik harus dilakukan secara permanen daripada periodic
karena akan lebih melekat bagi masyarakat. Kampanye ini dilakukan
dalam jangka panjang dan terus-menerus untuk membentuk image politik
yang baik dimata masyarakat. Strategi yang dilakukan adalah dengan
membangun dan membentuk reputasi politik (Pull Marketing) dan
berinteraksi serta mencari pemahaman dan solusi atas masalah yang
dihadapi oleh masyarakat. Kampanye jenis ini menanamkan ideologi dan
sistem nilai yang melandasi tujuan partai. Kampanye ini sangat efektif
karena bias menarik simpati masyarakat melalui kepedulian-kepedulian
yang diberikan pada masyarakat.
Menyinggung tentang kampanye politik, kita tidak bisa lepas dari
marketing politik.
1.6. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, hipotesis ada 2, hipotesis hipotesis alternatif (Ha) dan Hipotesis nol
(Ho). Ha dinyatakan dalam bentuk hipotesis alternatif sedangkan Ho merupakan
pernyataan tidak adanya pengaruh. Biasanya pengujian hipotesis digunakan untuk
menerima Ha dan untuk menolak Ho Penelitian ini menggunakan bentuk hipotesis
asosiatif yang menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih sebagai berikut:
Hipotesis alternatif (Ha)
1. Ada pengaruh yang signifikan dari sistem pemilu langsung terhadap perolehan
suara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Kabupaten Jepara
2. Ada pengaruh yang signifikan dari kualitas caleg PPP dan caleg partai lain
terhadap perolehan suara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Kabupaten
Jepara
3. Ada pengaruh yang signifikan dari kampanye caleg PPP dan partai politik
terhadap perolehan suara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Kabupaten
Jepara
Hipotesis nol (Ho)
1. Tidak ada pengaruh yang signifikan dari sistem pemilu langsung terhadap
perolehan suara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Kabupaten Jepara
Ho : Þ ≠ 0
“tidak sama dengan nol” berarti lebih besar dari nol atau
kurang dari nol berarti ada hubungan
Þ = nilai korelasi dalam formulasi yang dihipotesiskan
Ho : Þ = 0
0 berarti tidak ada hubungan
Þ = nilai korelasi dalam formulasi yang dihipotesiskan
2. Tidak ada pengaruh yang signifikan dari kualitas caleg PPP dan caleg partai lain
terhadap perolehan suara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Kabupaten
Jepara
3. Tidak ada pengaruh yang signifikan dari kampanye caleg PPP dan partai politik
terhadap perolehan suara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Kabupaten
Jepara
1.7. Definisi Konsep
Ada beberapa konsep yang hendak didefinisikan dalam penelitian ini antara
lain:
Pemilihan Umum adalah sebuah prosedur yang mengatur proses pemberian
mandat dari rakyat kepada wakil-wakilnya untuk duduk di legislatif maupun
eksekutif dalam rangka mengendalikan jalannya roda pemerintahan
Perolehan Suara yang dimaksud disini adalah suara rakyat yang didapatkan
oleh masing-masing partai politik melalui pemilu yang diselenggarakan
Partai Politik adalah organisasi yang terdiri dari sekelompok warga negara
yang mempunyai tujuan, asas, ideologi yang sejenis yang terorganisir,
bertindak sebagai kesatuan politis untuk menggapai kekuasaan dan memilih
untuk mengawasi jalannya pemerintahan, serta melaksanakan kebijaksanaan
umum mereka.
Kualitas Calon Legislatif disini adalah kemampuan calon legislatif dari
partai politik untuk mengakomodir aspirasi masyarakat dan mampu untuk
melaksanakan tugasnya dengan baik
Kampanye Calon Legislatif disini adalah berbagai jenis kampanye (promosi)
yang dilakukan oleh calon legislatif untuk memaparkan program-program
kerja dan mempengaruhi opini publik dan untuk memobilisasi masyarakat
agar memberikan suaranya pada saat pemilu berlangsung.
1.8. Definisi Operasional
Setelah pendefinisian secara konseptual variabel-variabel yang akan diteliti,
maka definisi-definisi tersebut harus dijabarkan dalam satuan-satuan pengukuran
yang disebut indikator, agar dapat dioperasionalkan. Indikator-indikator tersebut
yaitu:
1. Sistem Pemilu Langsung
2. Kualitas calon legislatif Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
3. Kualitas calon legislatif partai politik lain
4. Kampanye calon legislatif Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
5. Kampanye calon legislatif partai politik lain
1.9. Metode Penelitian
1.9.1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe
explanatori yang menjelaskan hubungan variabel bebas dan terikat dari tema
penelitian, yaitu menjelaskan kedudukan variabel sistem pemilu langsung,
kualitas calon legislatif Partai Persatuan Pembangunan (PPP), kualitas calon
legislatif partai politik lain, kampanye calon legislatif Partai Persatuan
Pembangunan (PPP), kampanye calon legislatif partai politik lain serta
hubungan antar variabel satu dengan variabel yang lain
1.9.2. Populasi dan Sampel
1.9.2.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Jepara
dengan unit analisis individu. Individu yang menjadi unit analisis
penelitian ini adalah laki-laki atau perempuan yang memilih PPP pada
pemilihan umum 2009.
1.9.2.2. Sampel
Dari populasi yang ada tidak akan mungkin dilakukan penelitian
secara keseluruhan. Maka untuk melakukan kajian diperlukan
pengambilan sampel dengan purpossive sampling (pengambilan sampel
bertujuan) dengan mempertimbangkan prinsip degree of
representativeness (keterwakilan). Prinsip ini dilakukan dengan
melakukan pengelompokkan agar populasi bisa dipilah menjadi
homogen sehingga mudah diambil sampelnya, untuk dilakukan
generalisasi.
Dalam penelitian ini, proses penentuan sampel dilakukan melalui
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Untuk memilih suatu wilayah yang dianggap mewakili pemilih PPP
Jepara, dipilih Daerah Pemilihan (DP) yang berisi pemilih PPP yang
paling banyak. Dari data yang ada, dapat diketahui DP III Kabupaten
Jepara merupakan DP dengan pemilih PPP terbanyak.
2. Berikutnya, dari DP III didapati bahwa terdapat 3 (tiga) kecamatan
di dalamnya, yakni Kecamatan Batealit, Kecamatan Kalinyamatan
dan Kecamatan Pecangaan.
3. Dari tiga kecamatan yang ada, didapati bahwa Kecamatan Batealit
terdiri dari 11 desa, Kecamatan Kalinyamatan terdiri dari 12 Desa,
sedangkan Kecamatan Pecangaan terdiri dari 12 desa.
4. Dari setiap kecamatan, diambil masing-masing 10% dari total desa
yang ada sebagai sampel penelitian, sehingga didapati bahwa
disetiap kecamatan diambil 1 desa sebagai sampel. Dalam hal ini,
sampel desa yang dipilih adalah desa dengan perolehan suara PPP
tertinggi.
5. Selanjutnya, dari data yang ada, diketahui bahwa di Kecamatan
Batealit, desa yang memperoleh suara PPP terbanyak adalah Desa
Raguklampitan. Sedangkan di Kecamatan Kalinyamatan, desa yang
memperoleh jumlah pemilih PPP terbanyak adalah Desa Robayan.
Sementara itu, di Kecamatan Pecangaan, desa yang memperoleh
suara PPP terbesar adalah Desa Krasak.
6. Berikutnya, dari data yang ada diketahui bahwa Desa Raguklampitan
terdiri dari 21 TPS, Desa Robayan terdiri dari 16 TPS, dan Desa
Krasak terdiri dari 15 TPS.
7. Dari total TPS yang ada di setiap desa, diambil masing-masing 10%
sebagai sampel, sehingga didapati 2 (dua) TPS di setiap Desa
sebagai sampel. Dalam hal ini, 2 (dua) TPS yang dipilih adalah TPS
dengan jumlah pemilih PPP tertinggi.
8. Dari data yang ada, diketahui bahwa 2 (dua) TPS dengan suara
tertinggi di Desa Raguklampitan, adalah TPS 3 dan TPS 9.
Sementara itu, 2 (dua) TPS dengan suara tertinggi Desa Robayan
adalah TPS 8 dan TPS 9. Sedangkan, 2 (dua) TPS dengan suara
tertinggi di Desa Krasak adalah TPS 2 dan TPS 4.
Secara sederhana, alur penarikan sampel di atas dapat digambarkan
dalam bagan berikut ini:
Kabupaten Jepara
DP III DP IV DP VDP IIDP I
TPS 8 TPS 9TPS 9 TPS 2TPS 3 TPS 4
Kecamatan Kalinyamatan
Kecamatan Pecangan
Kecamatan Batealit
Desa RobayanDesa Raguklampitan
Desa Krasak
Dalam penelitian ini, populasi sampling yang digunakan adalah
pemilih PPP dari TPS 3 (120 orang) dan TPS 9 (98 orang) desa
Raguklampitan, TPS 8 (137 orang) dan TPS 9 (146 orang) desa
Robayan dan TPS 2 (90 orang) dan TPS 4 (131 orang) desa Krasak.
(jumlah populasi 722 orang). Perhitungan sampel dari populasi tersebut
adalah :
= 722x 1,962 x 0,5 (1-0.5)
722x 0,12 + 1,962 x 0,5 (1-0.5)
= 693.4088
8.1804
= 84.76
Keterangan : n = Jumlah sampel
N = Jumlah Populasi
Z = Nilai variabel, normal dalam penelitian ini 1,96
p = Harga patokan tertinggi yang ditentukan, yaitu 0,5 (untuk
kepentingan ketepatan) 95%
d = sampling error, dalam penelitian ini yaitu 0,1
Nilai hasil perhitungan dibulatkan menjadi 85. Hasil penghitungan
tersebut akan dijabarkan sebagai berikut :
TABEL I.2Jumlah Responden
DesaRaguklampitan(25 responden)
Robayan(34 responden)
Krasak (26 responden)
TPS 3 TPS 9 JML TPS 8 TPS 9 JML TPS 2 TPS 4 JML
Laki-laki 7 6 8 9 6 7
Perempuan 7 5 8 9 6 7JUMLAH 14 11 25 16 18 34 12 14 26
Sumber: data diolah dari hasil perhitungan.
1.9.3. Teknik Pengumpulan Data
1.9.3.1. Questioner
Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan memberikan
questioner yang berisi daftar pertanyaan kepada responden yang menjadi
unit analisis penelitian, yakni mereka yang menjadi pemilih PPP Jepara
pada Pemilu Legislatif 2009 yang lalu.
1.9.3.2. Observasi
Yaitu tehnik pengumpulan data dengan cara pengamatan dan
pencatatan yang dilakukan secara sistematis terhadap gejala-gejala sosial
yang relevan dengan obyek penelitian. Peneliti menggunakan bentuk
observasi semi terlibat, yakni peneliti tidak secara penuh mengambil
bagian dari kehidupan subyek yang diteliti. Peneliti hanya mengadakan
pengamatan dan pencatatan terhadap sikap, pendapat, pengetahuan,
pemahaman, kegiatan dan lain-lain yang sekiranya dapat mendukung
penelitian.
1.9.3.3. Studi Pustaka
Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mencari dan
mempelajari data, artikel, arsip, dokumen, peraturan, peraturan
perundang-undangan, serta buku-buku literatur yang dinilai relevan
dengan permasalahan penelitian.
1.9.4. Teknik Pengolahan Data
Data-data yang telah terkumpul selanjutnya diolah dengan menggunakan
tehnik-tehnik tersebut dibawah ini:
a. Recording, yaitu proses merekam, mendokumentasikan, dan menyimpan
semua data yang diperoleh di lapangan, baik merekam semua kejadian dan
fakta yang ada serta mencatat sebagian, ataupun keseluruhan hal-hal yang
terjadi di lapangan yang berhubungan dengan objek penelitian.
b. Editing, yaitu memeriksa kembali data yang diperoleh untuk menjamin
kemantapan terhadap data tersebut. Memeriksa berarti mengoreksi data,
sehingga apabila ada kesalahan pada pewawancara segera bisa dicek
kembali.
c. Koding, yaitu mengkategorikan data dengan memberikan kode menurut
kriteria yang ditentukan
d. Tabulasi, yaitu menyajikan data yang telah diperiksa dalam bentuk tabel
untuk dianalisa kembali
e. Skala pengukuran. Dalam penelitian ini menggunakan skala pengukuran
yang dikategorikan menjadi lima alternative, yaitu:
1) Untuk jawaban (a) mendapatkan score 5
2) Untuk jawaban (b) mendapatkan score 4
3) Untuk jawaban (c) mendapatkan score 3
4) Untuk jawaban (d) mendapatkan score 2
5) Untuk jawaban (e) mendapatkan score 1
1.9.5. Teknik Analisis Data
Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan tujuan untuk
meringkas dan menyederhanakan data agar dapat lebih berarti dan mampu
diinterpretasikan, sehingga permasalahan dapat dipecahkan.
Data yang telah dikumpulkan dari berbagai sumber kemudian diseleksi
dan diklasifikasikan menurut fokus penelitian, sehingga mampu menjawab
permasalahan. Lebih jauh, analisa yang dikembangkan dalam penelitian ini
harus dilakukan berdasarkan pertimbangan logika rasional serta
mengandalkan teori atau dalil-dalil yang berlaku umum. Untuk itu, selama
melakukan analisis, peneliti juga masih perlu mendalami kepustakaan guna
mengkonfirmasi teori atau menjustifikasi teori baru yang mungkin ditemukan.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Regresi Linier Sederhana
Untuk pengujian hipotesis yang pertama, kedua dan ketiga menggunakan
regresi linier sederhana. Regresi linier sederhana didasarkan pada
hubungan fungsional ataupun kausal satu variabel independent dengan
satu variabel dependen. Persamaan umum regresi linier sederhana adalah :
Y = a + bx
Dimana
Y = Variabel Orientasi Politik
a = Harga Y bila X = 0 (harga konstan)
b = Angka arah atau koefisien regresi yang menunjukkan angka
ataupun penurunan variabel dependent ataupun penurunan variabel
independent.
2) Regresi Linier Berganda
Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel indepeden (X¹, X², X³) dan satu
dependen (Y). Rumusan masalah deskriptif ada 4.
Rumus : Y = a + b1 x1 + b2 x2 + b3 x3
Keterangan:
Y = orientasi politik a = konstanta
X1 = sistem pemilu langsung b1 = koefisien regresi
X2 = kualitas caleg b2 = koefisien regresi
X3 = kampanye caleg b3 = koefisien regresi
Hasil analisis regresi adalah berupa koefisien regresi untuk masing-masing
variabel independent. Koefisien regresi dihitung dengan dua tujuan, yaitu
meminimumkan penyimpangan antara nilai aktual dan nilai estimasi
X¹
Y
X³
X²
variabel dependen dan mengoptimalkan korelasi antara nilai aktual dan nilai
estimasi variabel dependen berdasarkan data yang ada.
3) Koefisien Determinasi
Adalah alat statistik untuk mengetahui besarnya prosentase hubungan
variabel independen terhadap variabel dependen.
Rumusnya adalah :
R = r² x 100 %
Keterangan
R = besarnya koefisien determinan
r = besarnya koefisien regresi berganda
4) Uji F
Digunakan untuk mengetahui apakah secara stimulant (bersama-sama)
koefisien regresi variabel bebas mempunyai pengaruh nyata atau tidak
terhadap variabel tergantung. Formula untuk uji F sebagai berikut :
F = R²(K-1) (1-R²) / (N-K)
Dimana: R² = Koefisien determinasi
K = Jumlah variabel
N = Jumlah sampel
Kriteria keputusan pengujian
Apabila nilai F hitung < F tabel maka Ho diterima, artinya
variabel independen (x) secara bersama tidak mempengaruhi variabel
dependen (Y) secara signifikan.
Apabila nilai F > F tabel maka Ho ditolak, artinya variabel
independen (x) secara bersama mampu mempengaruhi variabel
dependen (Y) secara signifikan
5) Uji-t (parsial)
Uji-t merupakan pengujian secara individual, pengujian ini dimaksudkan
untuk mengetahui apakah variabel independent (x) secara individual dapat
berpengaruh berarti (signifikan) atau tidak terhadap variabel dependen (Y).
digunakan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
t = r v n-2 1 - r² Dimana: t = nilai t hitung / uji t
r = koefisien korelasi sebagai pembanding
n = jumlah ukuran data
Kriteria keputusan pengujian
Apabila nilai t hitung < T tabel maka Ho diterima, artinya
variabel independen (x) tidak mempengaruhi variabel dependen (Y)
Apabila nilai t hitung > T tabel maka Ho ditolak, artinya
variabel independen (x) mampu mempengaruhi variabel dependen (Y)
secara signifikan