1
Potensi Tumbuhan Hutan Pamah di Zona Inti Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi Sebagai Tumbuhan Obat
Annisa Pramita Siwi dan Dr. Nisyawati, MS.
Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia
Abstrak
Penelitian etnobotani tumbuhan obat belum banyak dikaitkan dengan penelitian mengenai vegetasi hutan sebagai sumber tumbuhan obat. Telah dilakukan penelitian oleh Anas (2013), Rahma (2013), dan Sehati (2013) yang mendata 213 jenis Angiospermae berhabitus pohon (tingkat pohon, belta, dan semai) dari 53 famili di zona inti Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD). Data tersebut menjadi bahan studi potensi tumbuhan obat untuk mengetahui manfaat pengobatan spesies tumbuhan dari ketiga penelitian tersebut. Studi dilakukan melalui penelusuran pustaka, wawancara ahli, dan dokumentasi tumbuhan. Delapan puluh tiga jenis merupakan tumbuhan obat yang digunakan berbagai etnis di Indonesia dengan keragaman bagian yang digunakan dan penyakit yang diobati. Daun merupakan bagian tumbuhan obat yang paling banyak digunakan. Jenis penyakit yang paling banyak diobati dengan tumbuhan obat adalah gangguan gastrointestinal. Bioaktivitas dari 14 jenis tumbuhan telah diketahui sesuai dengan penggunaan tumbuhan tersebut. Sebanyak 28 jenis berada dalam database IUCN red list dengan 5 jenis berada dalam daftar high risk. Aquilaria malaccensis merupakan satu-satunya jenis yang berada dalam apendiks II CITES.
Kata kunci : Bioaktivitas; Bukit Duabelas; etnobotani; tumbuhan obat; status konservasi
Potency of Lowland Forest Plants in the Core Zone of Bukit Duabelas National Park, Jambi as Medicinal Plants
Abstract
Analysis about forest vegetation are rarely related to medicinal potency of the plants. There are 213 species of Angiospermae in tree form (tree, belt, and seedling level) from 53 family recorded from Anas’ (2013), Rahma’s (2013), and Sehati’s (2013) researches in the core zone of Bukit Duabelas National Park. This data become the material of analysis about medicinal ethnobotany to understand about medicinal properties of plant species’ from those three researches. The analysis is done by literature study, interview with ethnobotany researcher, and plant documentation. There are eighty three species used as medicinal plants in several Indonesian tribes and ethnics with high variation in use and disease. Leaves are the most frequently used part of medicinal plants and gastrointestinal disfunctions treatment are the one that use the most medicinal plants. Comparation between ethnobotanical study and bioactivity assay only shows correlation for fourteen species. Known that 28 species are in the IUCN red list database with 5 species in high risk list. Aquilaria malaccensis is the only plant included in the appendix II of CITES.
Keywords : Bioactivity; Bukit Duabelas; conservation status; ethnobotany; medicinal plant
Potensi Tumbuhan ..., Annisa Pramita Siwi, FMIPA UI, 2016
2
Pendahuluan
Hutan hujan tropis Indo-Malaya didominasi ekosistem hutan pamah. Hutan pamah dicirikan dengan
kerapatan spesies pohon tinggi dengan perkiraan lebih dari 200 spesies pohon dengan diameter
setinggi dada ≥ 10 cm per hektare (Whitmore, 1986). Salah satu hutan pamah dengan potensi
kekayaan sumber daya alam yang tinggi berada di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD), Jambi
(Setiawan, 2010). Taman Nasional Bukit Duabelas merupakan kawasan konservasi yang terletak di
Provinsi Jambi (Kemenhut & Balai TNBD, 2011).
Potensi tumbuhan kawasan hutan tropis Indonesia sebagai obat belum dimanfaatkan dan dilestarikan
dengan baik. Hal tersebut terjadi sebab penggunaan tumbuhan obat di Indonesia cenderung diteliti di
etnis tertentu sehingga terjadi keterbatasan informasi untuk dikembangkan (Sangat, 2000). Namun,
degradasi hutan menjadi ancaman bagi kelestarian spesies tumbuhan hutan yang potensial untuk
analisis bioprospeksi termasuk tumbuhan obat. Oleh karena itu, studi etnobotani tumbuhan obat
memerlukan perbandingan dengan analisis mengenai vegetasi hutan (Silalahi, 2011).
Studi komposisi, keanekaragaman spesies tumbuhan, dan struktur hutan di zona inti kawasan
TNBD telah dilakukan oleh Anas (2013), Rahmah (2013), dan Sehati (2013). Penelitian-penelitian
tersebut mengumpulkan data komposisi, keanekaragaman spesies tumbuhan terutama mengenai
tumbuhan berhabitus pohon, dan struktur hutan di zona inti TNBD, Jambi. Berdasarkan data spesies
dari penelitian Anas (2013), Rahma (2013), dan Sehati (2013), akan dilakukan pengolahan data untuk
mengetahui keanekaragaman pohon tumbuhan obat di zona inti TNBD dan studi status konservasi
masing-masing spesies. Penelitian ini dilakukan untuk menyusun data tumbuhan dari penelitian Anas
(2013), Rahmah (2013), dan Sehati (2013) sebagai acuan studi potensi tumbuhan obat di zona inti
TNBD dan mendaftar tumbuhan dengan status konservasi khusus berdasarkan International Union for
Conservation of Nature (IUCN) red list dan Convention of International Trade in Endangered Species
of Wild Fauna and Flora (CITES). Tumbuhan dari data penelitian tersebut diduga merupakan
tumbuhan obat yang digunakan etnis-etnis di Indonesia dan sebagian tumbuhan memiliki status
konservasi khusus berdasarkan database IUCN red list dan CITES. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat digunakan sebagai acuan pengembangan potensi dan konservasi tumbuhan obat di Indonesia.
Tinjauan Teoritis 2.1 Taman Nasional Bukit Duabelas
Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) semula termasuk area Hak Pengusahaan Hutan sejak tahun
1985. Kawasan tersebut ditunjuk sebagai cagar alam pada tahun 1999 sebelum dinyatakan sebagai
taman nasional pada tahun 2000 berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 258/Kpts-II/2000
tanggal 23 Agustus 2000. Berdasarkan surat keputusan tersebut, lokasi TNBD termasuk kawasan
konservasi Provinsi Jambi yang berada di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Sarolangun (± 15%),
Potensi Tumbuhan ..., Annisa Pramita Siwi, FMIPA UI, 2016
3
Batanghari (± 65%), dan Bungo Tebo (±20%). Kawasan tersebut terdiri dari Cagar Alam Bukit
Duabelas ditambah dengan Kawasan Hutan Produksi Terbatas Serengan Hulu dan Serengan Hilir serta
kawasan penggunaan lain. Perluasan area konservasi tersebut didasari keberadaan Suku Anak Dalam
(SAD) dan ekosistem yang patut dilindungi karena mengandung flora dan fauna yang khas terutama
tumbuhan obat di luar kawasan yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai cagar alam (KKI Warsi,
2013).
Pengelolaan TNBD dilakukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi di bawah Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan dengan sistem zonasi
(Setiawan, 2010; Kemenhut dan Balai TNBD, 2011). Secara langsung, pengelolaan TNBD
dimandatkan kepada Balai Taman Nasional Bukit Duabelas. Pembagian zonasi TNBD dilakukan
dengan partisipasi SAD yang menghasilkan enam zona seperti yang terlihat pada angka-angka di
Gambar 2.1. Zona inti merupakan hutan rimba asli di daerah perbukitan (angka 1). Zona rimba
sebagai penopang zona inti berada di sekitar zona inti (angka 5). Daerah dengan potensi wisata seperti
kehidupan tradisional SAD, air terjun, sungai, dan kegiatan konservasi di sekitar resort dimasukkan ke
dalam zona pemanfaatan (angka 2). Aktivitas SAD dikonsentrasikan dalam zona tradisional yang
berisi kebun, pondok, area perburuan, maupun pohon sialang madu (angka 3). Lokasi yang
dikeramatkan oleh SAD dimasukkan ke dalam zona religi (angka 4) sedangkan zona terakhir adalah
zona rehabilitasi (angka 6). Zona tersebut merupakan lahan kritis bekas pembakaran atau perambahan
yang perlu direboisasi dengan tumbuhan asli (Kemenhut & Balai TNBD, 2011).
Gambar 2.1 Peta zonasi Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) [Sumber: Kemenhut & Balai TNBD 2011: 4.]
Potensi Tumbuhan ..., Annisa Pramita Siwi, FMIPA UI, 2016
4
2.2 Potensi Tumbuhan Obat
Tumbuhan obat adalah spesies tumbuhan yang menghasilkan senyawa aktif yang digunakan untuk
perawatan kesehatan atau pengobatan (Allo, 2010; Saroya, 2011). Terdapat 6000 spesies tumbuhan
yang memiliki efek pengobatan di antara 30.000 spesies tumbuhan di Indonesia. Dari jumlah tersebut,
1.300 tumbuhan obat bersumber dari hutan yang digunakan sebagai obat dalam bentuk sediaan tunggal
atau ramuan (Sangat dkk., 2000).
Pemanfaatan tumbuhan obat secara tradisional dilakukan dengan mengambil bagian-bagian tumbuhan
untuk kemudian diramu sesuai dengan pengetahuan lokal yang diwariskan secara turun menurun
(Noorcahyati, 2011). Meskipun masyarakat yang menggunakan tumbuhan obat secara tradisional
tidak mengetahui pasti reaksi fisiologis tubuh terhadap tumbuhan tersebut, obat-obatan alami terbukti
mampu mengatasi berbagai penyakit atau sekedar meningkatkan kebugaran (Indrawan dkk., 2007).
Penggunaan tumbuhan obat secara tradisional tetap dipertahankan karena alasan historis dan budaya di
negara-negara berkembang sedangkan di negara maju tumbuhan obat digunakan sebagai terapi
alternatif (WHO, 1999). Penggunaan tumbuhan obat secara tradisonal di negara berkembang juga
disebabkan oleh keterbatasan sumber daya ekonomi dan isolasi geografis masyarakat tertentu untuk
mendapatkan layanan pengobatan modern (Kamoga, 2010).
Kandungan senyawa kimia dan fungsi fisiologis senyawa tumbuhan obat perlu diteliti dan
didokumentasikan. Hal tersebut bertujuan untuk menyediakan informasi mengenai keamanan,
kemanjuran, dan kontrol kualitas terutama bagi tumbuhan obat yang digunakan secara luas. Deskripsi
yang perlu didokumentasikan antara lain karakter botani, identifikasi, distribusi, dan hasil uji kimiawi.
Selain penggunaan secara tradisional, aplikasi klinis dan farmasi seperti kontraindikasi, peringatan,
dan efek samping juga diperlukan untuk mencegah efek negatif tumbuhan obat (WHO, 1999; Dewoto,
2007).
2.3 Status Konservasi Tumbuhan Obat
Pepohonan sebagai habitus dominan penyusun vegetasi hutan (Whitmore 1986) merupakan sumber
tumbuhan obat potensial. Meskipun masyarakat lebih banyak menggunakan tumbuhan dengan habitus
herba atau liana sebagai obat (Hidayat, 201), beberapa pohon seperti pulai (Alstonia scholaris), pasak
bumi (Eurycoma longifolia), dan anggota famili Moraceae seperti Ficus sp. menyediakan bahan obat
yang sering digunakan oleh masyarakat (Purwanto dkk., 2011).
Eksploitasi berlebihan telah menyebabkan keberadaan spesies-spesies pohon penghasil obat tersebut
terancam (Erdelen dkk., 1998). Hasil studi di Malaysia menunjukkan peningkatan industri
fitofarmaka di negara tersebut telah menyebabkan kerusakan hutan tanpa regulasi perlindungan
terhadap spesies-spesies tumbuhan yang dieksploitasi (FAO, 2004).
Potensi Tumbuhan ..., Annisa Pramita Siwi, FMIPA UI, 2016
5
Metode Penelitian
3.1 Diagram Alir Metode Penelitian
Proses penelitian dilakukan dengan mengikuti pola diagram alir pada Gambar 3.1 di bawah.
4
5 Gambar 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian [Sumber: pengolahan data penulis.]
3.2 Metoda Pengumpulan Data Data tumbuhan, kondisi geografis situs pengoleksian tumbuhan, penggunaan tradisional
tumbuhan dalam pengobatan, dan bioaktivitas tumbuhan obat didapatkan dari sumber literatur
berupa buku, jurnal, tesis, dan disertasi. Pendataan dan identifikasi tumbuhan telah dilakukan
oleh Anas, Rahma, dan Sehati pada tahun 2013. Hal tersebut dilakukan di zona inti TNBD,
Potensi Tumbuhan ..., Annisa Pramita Siwi, FMIPA UI, 2016
6
Jambi yang terletak di antara 102˚ 29’—102˚ 49’ BT dan 01˚ 44’—01˚ 58’LS . Zona Inti
TNBD merupakan hutan rimba alami yang terletak di wilayah perbukitan dengan variasi
ketinggian 260—400m di atas permukaan laut. Penelitian tersebut menghasilkan data
keanekagaman spesies pohon pada tingkah pohon, belta, dan semai sebanyak 213 spesies dari
53 famili. Data disusun menggunakan program Microsoft excel dan dianalisis.
Hasil Penelitian 4.1 Keanekaragaman Pohon Tumbuhan Obat di Zona Inti TNBD
Terdapat 83 spesies tumbuhan dari 39 famili di zona inti TNBD yang telah terdokumentasi
sebagai tumbuhan obat secara etnobotani di Indonesia (Lampiran 1). Sebanyak 12 famili dari
jumlah keseluruhan 51 famili yang ditemukan di zona inti TNBD belum ditemukan
penggunaan sebagai tumbuhan obat di Indonesia. Sebanyak 19 spesies tumbuhan zona inti
TNBD telah didokumentasikan sebagai tumbuhan obat Indonesia sejak jaman Hindia Belanda
(Heyne 1987d: 2099—2127) dan 12 spesies terdokumentasi sebagai tumbuhan obat Asia
Tenggara (Jansen dkk. 1993: 220—250). Keanekaragaman jumlah spesies tumbuhan
berdasarkan famili dibandingkan dengan jumlah yang ditemukan di zona inti TNBD terdapat
pada Gambar 4.1.
Penggunaan tumbuhan obat lebih banyak ditujukan untuk penyakit-penyakit yang umum
diderita masyarakat dalam kehidupan sehari-hari seperti ditunjukkan Tabel 4.1. Lima
kelompok penyakit yang paling banyak diobati dengan tumbuhan obat dilihat dari jumlah
spesies tumbuhan secara berurutan adalah gangguan gastrointestinal, gangguan sistem syaraf
ringan, penyakit kulit dan luka, ramuan persalinan, dan gangguan pernapasan. Tumbuhan
obat yang sama dapat digunakan untuk mengobati penyakit sejenis oleh etnis yang berbeda.
Kelompok penyakit yang menggunakan banyak jenis tumbuhan obat memiliki kecenderungan
penggunaan yang banyak pula di etnis-etnis yang berbeda.
Potensi Tumbuhan ..., Annisa Pramita Siwi, FMIPA UI, 2016
7
Gambar 4.1. Keanekaragaman tumbuhan obat di zona inti TNBD Tabel 4.1 Keragaman penyakit dan jumlah spesies tumbuhan obat yang digunakan.
No Kategori Penggunaan Jumlah Spesies Yang Digunakan
Jumlah Penggunaan Berdasarkan Etnis
1 Gastrointestinal: sakit perut, diare, masalah pencernaan
37,35% 37
2 Sistem syaraf: demam, sakit kepala, pegal linu
33,73% 41
3 Penyakit kulit dan luka 27,74% 36 4 Ramuan persalinan dan pendarahan 22,89% 23 5 Penyakit pernapasan: batuk, sesak
napas, TBC 18,07% 18
6 Gigi dan mulut 16,87% 18 7 Sistem reproduksi: sekresi ASI,
kesuburan, masalah menstruasi 13,25% 16
8 Malaria 12,05% 15 9 Penyakit dalam: Ginjal, Hepatitis,
nyeri dada, sirkulasi, dsb 12,05% 12
10 Cacingan 10,84% 7 11 Tonik: penambah stamina, afrodisiak 9,64% 12 12 Penyakit kelamin dan darah kotor 7,23% 8 13 Gangguan saluran kencing 4,82% 5 14 Ortopedi 3,61% 3 15 Kosmetik: bedak 3,61% 3 16 Perawatan bayi dan anak 2,41% 3 17 Antiracun 2,41% 2 18 Sakit mata 1,20% 1 19 Sakit telinga 1,20% 1 20 Lain-lain: keringat malam, beri-beri,
pengganti tumbuhan obat lain 4,82% 4
11
9
14
12 13
12
8 8 8
6
10
6
3
5
3 2
5 4 4
2 1
2 3
4
2 2 1
6
2 1
5
2 1 1
2 1
2 2 2
6 5 5 5
4 4 4 4 3 3 3
2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Jumlah Ditemukan Jumlah Tumbuhan Obat
Potensi Tumbuhan ..., Annisa Pramita Siwi, FMIPA UI, 2016
8
4.2 Perbandingan Bioaktivitas dan Penggunaan Tumbuhan Obat
Tabel 4.2 menunjukkan kesesuaian penggunaan spesies tumbuhan obat secara tradisional dari
Lampiran 1 dengan penelusuran hasil penelitian mengenai bioaktivitas spesies tumbuhan
terkait. Terdapat 14 penggunaan dari 13 spesies tumbuhan obat yang sesuai dengan pengujian
bioaktivitas. Jumlah tersebut merupakan 15,7 % dari jumlah keseluruhan spesies tumbuhan
obat dari penelitian Anas (2013), Rahma (2013), dan Sehati (2013). Jumlah terbanyak
diperoleh untuk penyakit kulit yaitu 4 penggunaan, kemudian gangguan pencernaan dan sakit
gigi masing-masing 3 penggunaan. Persalinan, kesehatan mulut, afrodisiak, dan malaria
masing-masing didapati 1 kesesuaian penggunaan.
Tabel 4.2 Kesesuaian penggunaan dengan bioaktivitas tumbuhan obat
No Penyakit Tumbuhan (Famili: Spesies) Bioaktivitas 1 Pemulihan pasca
persalinan Anacardiaceae: Mangifera indica Senyawa fenol:
antioksidan 2 Luka infeksi dan
penyakit kulit dan luka infeksi
Annonaceae: Cananga odorata Antibakteri dan antifungi
Bombacaceae: Durio zibethinus Tanin: antiseptik Rubiaceae: Uncaria gambir Tanin: antiseptik dan
astringen kulit Hyperaceae: Cratoxyllum arborescens antibakteri 3 Gangguan
gastrointestinal Bombacaceae: Durio zibethinus Tanin: astringen
gastrointestinal, antibakteri
Cluciaceae: Garcinia celebica Rubiaceae: Uncaria gambir
4 Sakit gigi Bombacaceae: Durio zibethinus Tanin: antiseptik Cluciaceae: Garcinia celebica Rubiaceae: Uncaria gambir
5 Kesehatan mulut: sariawan, panas dalam
Lauraceae: Cinnamomum sintoc Senyawa fenol: antioksidan
6 Afrodisiak Simaroubaceae: Eurycoma longifolia Stigmasterol: steroid 7 Malaria Simaroubaceae: Eurycoma longifolia Quassinoid:
antiplasmodia
4.3 Status Konservasi Tumbuhan Obat
Tiap tumbuhan yang didapatkan dari data penelitian Anas (2013), Rahma (2013), dan Sehati
(2013) telah dibandingkan dengan database IUCN red list dan CITES untuk mengetahui
status konservasi tumbuhan tersebut. Status konservasi dari seratus enam puluh enam spesies
yang telah teridentifikasi hingga nama spesies dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Potensi Tumbuhan ..., Annisa Pramita Siwi, FMIPA UI, 2016
9
Tabel 4.3 Status Konservasi dan Frekuansi Tumbuhan di Zona Inti TNBD
No Status Konservasi* Spesies Keberadaan di Zona Inti TNBD**
1 IUCN red list
CE Parashorea lucida Jarang 2 Shorea acuminata Jarang 3 EN Shorea leprosula Agak jarang—jarang 4 VU Memecylon wallichii Jarang sekali 5 VU Aquilaria malaccensis Jarang sekali 6 LR LR/NT Dimocarpus longan Jarang sekali 7 LR/CD Koompassia excelsa 8 Koompassia
malaccensis Jarang
9 LR/LC Anisophyllea disticha 10 Dyera costulata Jarang sekali 11 Dacryodes rostrata Agak umum 12 Bhesa paniculata Jarang sekali 13 Calophyllum
tetrapterum Jarang sekali
14 Alangium javanicum Jarang sekali 15 Diospyros areolata Agak jarang 16 Archidendron
ellipticum
17 Cratoxylum arborescens
Jarang sekali
18 Cratoxylum cochinchinense
Jarang sekali
19 Litsea spathacea Jarang 20 Scaphium macropodum Jarang 21 Aglaia odoratissima Jarang—jarang sekali 22 Aphanamixis
polystachya
23 Knema latifolia Jarang sekali 24 Knema globularia Jarang sekali 25 Prunus arborea Agak jarang—Jarang
sekali 26 DD Mangifera odorata Jarang sekali 27 Ochanostachys
amentacea Jarang sekali
28 CITES Apendiks II Aquilaria malaccensis Jarang sekali
[Sumber: *) CITES 2014: 1; IUCN red list 2012 **) Anas 2013:57—59; Rahma 2013: 59—61; Sehati 2013:
68—70.]
Keterangan: DD (Data Deficient); LR (Low Risk); LR/LC (Low Risk/Low Concern); LR/NT (Low Risk/ Near Threatened); LR-CD (Low concern but with conservation dependent); V (Vulnerable); E (Endangered); CE (Critically Endangered); frekuensi sebaran 10,1—25%: agak jarang; frekuensi sebaran 5,1—10%: jarang; frekuensi sebaran 1—5%: jarang sekali. Pembahasan Beberapa famili yang sering ditemukan sebagai vegetasi penyusun hutan pamah di Sumatera
adalah Dipterocarpaceae, Anacardiaceae, Burseraceae, Flacourtiaceae, Myristicaceae,
Connaraceae, Dilleaniaceae, dan Rhizophoraceae (Steenis, 2006). Spesies-spesies dari
seluruh famili tersebut ditemukan di zona inti TNBD. Namun demikian, seluruh famili
Potensi Tumbuhan ..., Annisa Pramita Siwi, FMIPA UI, 2016
10
tersebut bukan merupakan famili-famili yang menempati sepuluh peringkat teratas dari
jumlah spesies yang ditemukan di zona inti TNBD. Jumlah tumbuhan obat dari famili-famili
tersebut berkisar antara 0 hingga 2 spesies dengan tidak ditemukan tumbuhan obat dari famili
Flacourtiacea. Hal tersebut kemungkinan terjadi sebab zona inti TNBD memiliki keragaman
dan kerapatan pohon yang relatif rendah dibandingkan dengan hutan Sumatera yang lain dan
pernah memiliki rumpang. Perbandingan tersebut bahkan terjadi dengan Hutan Adat Imbo
Mengkadai, Sarolangun, Jambi (Hidayat, 2013; Mahmudah, 2013). Jumlah spesies yang
sedikit menyebabkan kemungkinan tumbuhan obat dari famili tertentu tidak terwakili oleh
spesies yang ditemukan di zona inti TNBD.
Jumlah spesies tumbuhan obat yang digunakan di Indonesia berjumlah 83 spesies atau 39%
dari jumlah spesies tumbuhan di data awal. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Biota
Medika di Cagar Alam Bukit Duabelas pada tahun 1998 yang telah mendapatkan 101
tumbuhan obat, 8 spesies tumbuhan obat yang sama. Tumbuhan obat tersebut adalah Styrax
benzoin, Durio zibethinus, Artocarpus integer, Parkia roxburghii, Tetrastigma lanceolarium,
Cananga odorata, Eurycoma longifolia, dan Prunus arborea (Sangat dkk., 2000). Hal
tersebut terjadi karena data penelitian Anas (2013), Rahma (2013), dan Sehati (2013)
merupakan data tumbuhan berhabitus pohon sedangkan mayoritas spesies dan famili
tumbuhan dari penelitian tahun 1998 tidak termasuk pohon seperti spesies-spesies dari famili
Zingiberaceae, Piperaceae, dan Poaceae yang tidak diukur dalam penelitian Anas (2013),
Rahma (2013), dan Sehati (2013). Terdapat dua puluh tujuh tumbuhan yang tidak
teridentifikasi dari penelitian Biota Medika tahun 1998 juga dapat menyebabkan perbedaan
tersebut (Sangat dkk., 2000).
Menurut Soraya (2011: 6-7), mayoritas tumbuhan obat yang umum digunakan adalah herba
atau liana. Hal serupa juga terjadi di kawasan lain Sumatera namun pohon masih merupakan
sumber obat tradisional yang diambil dari hutan seperti di masyarakat Aceh (Yuliyanti 2009:
38), Batak (Silalahi 2014: 24—37), dan Melayu (Hidayat 2013: 38; Mahmudah 2013: 10—13
& 33).
Hasil Pengobatan penyakit ringan yang banyak dilakukan masyarakat seperti untuk sakit
perut, sakit kepala, dan luka dilakukan sendiri atau dengan bantuan ahli pengobatan
tradisional setempat. Hal tersebut dilakukan bila penyakit tidak kunjung sembuh (Silalahi,
2014). Pengobatan penyakit ringan biasa menggunakan tumbuhan tunggal sedangkan
penyakit yang berat dan sulit disembuhkan menggunakan beberapa tumbuhan (Yuliyanti,
2009; Hidayat, 2013; Silalahi, 2014). Jumlah tumbuhan obat biasa digunakan untuk
Potensi Tumbuhan ..., Annisa Pramita Siwi, FMIPA UI, 2016
11
menyembuhkan penyakit ringan demam, luka, infeksi, dan influenza membuktikan spesies
penyakit tersebut sering diderita oleh masyarakat sehingga dijumpai penggunaan serupa di
berbagai etnis (Mahmudah, 2013).
Penemuan 101 tumbuhan obat pada tahun 1998 menunjukkan pengetahuan lokal, khususnya
di kalangan SAD, masih terjaga. Namun, pemanfaatan yang dilakukan masih sebatas pribadi
dan tidak ada upaya membudidayakan maupun menjual tumbuhan obat tersebut (Sangat dkk.,
2000). Padahal, pengembangan potensi tumbuhan obat tersebut dapat bermanfaat bagi
kesehatan dan perekomian SAD (Setiawan, 2010). Pengembangan ke arah uji bioaktivitas
tumbuhan obat dari penelitian tahun 1998 tersebut ditambah dengan tumbuhan obat dari 83
tumbuhan obat dari zona inti TNBD berpotensi sebagai sumber pengembangan obat baru
(Sangat dkk., 2000). Hal tersebut terlihat dari keberadaan 14 penggunaan tumbuhan obat
yang ditemukan di TNBD yang sesuai dengan hasil penelitian bioaktivitas. Sebagai contoh,
sebanyak 74% obat yang dikembangkan dari tumbuhan yang didapatkan hingga tahun 1985
berasal dari isolasi senyawa aktif yang sesuai dengan penggunaan etnobotani tumbuhan
tersebut (Soraya, 2011).
Soraya (2011: 3) menyatakan alkaloid, glikosida, saponin, resin, sesquiterpen, lacton, dan
minyak esensial merupakan senyawa aktif yang melimpah di dunia tumbuhan. Senyawa lain
dapat ditemukan namun distribusi senyawa tersebut sangat jarang di antara famili tumbuhan.
Bila dibandingkan dengan data awal spesies tumbuhan yang ada di zona inti TNBD,
bioaktivitas tumbuhan yang telah diketahui seperti yang tercantum pada Tabel 4.2 berasal dari
14 spesies tumbuhan obat. Hal tersebut terjadi karena kecenderungan penelitian bioaktif
dilakukan pada herba atau liana terutama dari famili Zingiberaceae yang tidak diukur dalam
penelitian Anas (2013), Rahma (2013), dan Sehati (2013). Hal tersebut sesuai dengan tren
penggunaan tumbuhan obat secara tradisional di masyarakat Indonesia (Susiarti dkk. 2011:
211—212; Silalahi 2014: 22; Walujo 2014: Komunikasi Pribadi). Hal serupa dijumpai pada
pengobatan ayurvedic India dan Traditional Chinese Medicine (TCM) (Soraya 2011: 26)
yang populer di Indonesia. Studi literatur African Traditional Medicine (ATM) juga
memperlihatkan bahwa Hal ini sesuai dengan literatur bahwa Rutaceae, Asteraceae, dan
Zingiberaceae merupakan famili yang telah banyak diteliti dalam hal senyawa fitokimia dan
bioaktivitas (Ntie-Kang dkk. 2013: 150).
Terdapat lima spesies tumbuhan dari zona inti TNBD yang dikategorikan terancam menurut
IUCN red list. Kategori vulnerable dimiliki oleh Memecylon wallichii dan Aquilaria
malaccensis. Tumbuhan yang berstatus endangered adalah Shorea leprosula sedangkan
Shorea acuminata dan Parashorea lucida termasuk critically endangered. Kelima spesies
Potensi Tumbuhan ..., Annisa Pramita Siwi, FMIPA UI, 2016
12
tersebut agak jarang hingga jarang sekali dijumpai di zona inti. Tidak dijumpai Memecylon
wallichii di zona inti bagian barat (Sehati, 2013) sedangkan di zona inti bagian tengah tidak
ditemukan Shorea acuminata dan Aquilaria malaccensis (Anas, 20113). Spesies terancam
yang ditemukan di zona inti bagian timur adalah Shorea acuminata (Rahma, 2013). Spesies-
spesies meranti dan Aquilaria malaccensis (Pusat penelitian tumbuhan KRB & LIPI, 2010)
telah dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Hal tersebut diharapkan
mampu menghentikan eksploitasi spesies-spesies tersebut dari alam dan bahkan
meningkatkan populasi tumbuhan-tumbuhan tersebut untuk tujuan konservasi dengan
penanaman di lokasi konservasi. Perdagangan internasional Aquilaria malaccensis juga
diatur dalam apendiks II CITES (CITES, 2014).
Kesimpulan
1. Hasil penelusuran dokumentasi penelitian tumbuhan obat menunjukkan terdapat 83 spesies
tumbuhan obat yang digunakan di Indonesia dari spesies pohon yang ada di zona inti TNBD.
Cara penggunaan dan penyakit yang diobati bervariasi dari etnis-etnis yang ada di Indonesia.
2. Bioaktivitas dari 38 spesies tumbuhan obat yang dijumpai di zona inti TNBD telah diketahui dan
14 bioaktivitas dari tumbuhan obat tersebut telah sesuai dengan penggunaan tradisional tumbuhan
tersebut berdasarkan hasil penelusuran dokumentasi penelitian tumbuhan obat.
3. Terdapat 28 tumbuhan dari zona inti TNBD yang termasuk dalam database IUCN red list dengan
status low risk hingga critically endangered. Terdapat perdagangan satu spesies tumbuhan dari
zona inti TNBD yang diatur dalam apendiks II CITES.
Saran
1. Diperlukan studi lanjutan untuk mengetahui potensi spesies-spesies lain dari tumbuhan yang
ditemukan di zona inti Taman Nasional Bukit Duabelas sebagai tumbuhan obat, baik dari segi
etnobotani maupun bioaktivitas. Pengujian bioaktivitas hendaknya dilakukan secara tertentu
pada suatu lokasi karena terjadi variasi hasil pengujian di lokasi yang berbeda.
2. Diperlukan studi yang lebih luas mengenai pengujian bioaktivitas tumbuhan obat yang belum
ditemukan termasuk dengan menghubungi lembaga atau perorangan yang sedang melakukan
penelitian mengenai hal tersebut.
Potensi Tumbuhan ..., Annisa Pramita Siwi, FMIPA UI, 2016
13
3. Diperlukan studi berulang dan berkala mengenai ukuran dan keadaan populasi tumbuhan-
tumbuhan tersebut karena status konservasi tertentu yang tertera dalam database IUCN red list
belum diperbarui menurut kategori terbaru.
4. Konservasi tumbuhan yang jarang ditemukan di zona inti dan berada dalam status khusus IUCN
red list sebaiknya memiliki sarana khusus seperti bulian dan anggrek. Pembudidayaan daat
dilakukan di luar zona inti. Hal tersebut mengingat potensi tumbuhan dari zona inti termasuk 83
spesies pohon tumbuhan obat yang bermanfaat bagi kesehatan.
Daftar Referensi Allo, M.K. (2010). Kajian keragaman tumbuhan hutan berkhasiat obat berdasarkan
etnobotani dan fitokimia di Taman Nasional Lore Lindu. Laporan hasil penelitian
insentif. (2010). Balai Penelitian Kehutanan Makassar.
Anas, A. (2013). Studi fitososiologi hutan pamah di zona inti bagian tengah Taman Nasional
Bukit Duabelas, Jambi. Tesis Program Studi Biologi Program Pascasarjana, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok.
CITES. (2014). The CITES appendices. Diakses pada 22 April 2014 dari
http://www.cites.org/app/index.php.
Dewoto, H.R. (Juli 2007). Pengembangan obat tradisional Indonesia menjadi fitofarmaka.
Artikel Majalah Kedokteran Indonesia.
Erdelen, W.R., K. Adimihardja, H. Moesdarsono & Sidik. (1998). Biodiversity,
biogeography, and conservation of indigenous medicinal plant in Indonesia. Dalam:
Kebijakan Masyarakat Lokal dalam Mengelola dan Memanfaatkan keanekaragaman
hayati di Indonesia. 2000. Laboratorium Etnobotani, Balitbang Botani. Puslitbang
Biologi LIPI, Cibinong.
Food and Agriculture Organization (FAO). (2004). Trade in medicinal plant. Background
paper for Workshop on Medicinal Plants: 22 – 26 July 2004 Bangalore, India: 62 hlm.
Hidayat, R. (2013). Etnoekologi dan etnobotani masyarakat melayu di dusun Mengkadai,
Sarolangun, Jambi. Tesis Program Studi Biologi Program Pascasarjana, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok.
Indrawan, M., R.B. Primack & J. Supriyatna.(2007). Biologi Konservasi.Edisi revisi.Yayasan
Obor Indonesia, Jakarta.
IUCN red list. 2013. The IUCN red list of threatened species. Diakses pada 22 April 2014
dari http://www.IUCN redlist.org/app/redlist/.
Potensi Tumbuhan ..., Annisa Pramita Siwi, FMIPA UI, 2016
14
Kamoga, D. (2010). Some pharmalogical activities of selected medicinal plant species used
for treating cattle disease in Kabira sub-county, Rakai District. Disertasi Program
Pascasarjana, College of Health Science, Universitas Makerere, Kampala, Uganda.
Kementerian Kehutanan dan Balai Taman Nasional Bukit Duabelas. (2011). Buku informasi
Taman Nasional Bukit Duabelas. Balai Kementerian Kehutanan Propinsi Jambi, Jambi.
Komunitas Konservasi Indonesia: Warung Konservasi (KKI Warsi). 2013. TNBD rumah
Orang Rimba. Diakses pada 11 Maret 2014 dari
http://kkiwarsi.wordpress.com/2013/05/14/tnbd-rumah-orang-rimba/.
Mahmudah, R.H. (2013). Konservasi dan valuasi keanekaragaman spesies tumbuhan
berguna di Hutan Adat Imbo Mengkadai Sarolangun, Jambi. Tesis Program Studi
Biologi Program Pascasarjana, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Indonesia, Depok.
Noorcahyati, Z. Arifin & M.K. Ningsih. (2011). Potensi etnobotani Kalimantan sebagai
sumber penghasil tumbuhan berkhasiat obat. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
BPTKSDA Samboja I: 27—37.
Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor (KRB) dan Pusat Penelitian Biologi LIPI.
(2010). Ensiklopedia Flora. (Jilid 5). PT Kharisma Ilmu, Bogor.
Purwanto, Y. & E.B. Walujo. 2011. Rancangan studi valuasi hasil hutan bukan kayu (Non
Timber Forest Products, NTFPs) di hutan kawasan konservasi HTI: Pendekatan
multidisiplin pengelolaan sumber daya keanekaragaman hayati. Dalam Y. Purwanto,
E.B. Walujo & A. Wahyudi (eds). Valuasi hasil hutan bukan kayu Kawasan Lindung PT
Wirakarya Sakti, Jambi. Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong.
Rahmah. (2013). Vegetasi hutan pamah di zona inti bagian timur Taman Nasional Bukit
Duabelas, Jambi. Tesis Program Studi Biologi Program Pascasarjana, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok.
Sangat, H.M., E.A.M. Zuhud & E.K. Damayanti. (2000). Kamus penyakit dan tumbuhan obat
Indonesia: Etnofitomedika I. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Sehati. (2013). Komposisi dan struktur hutan pamah di zona inti bagian barat Taman
Nasional Bukit Duabelas, Jambi. Tesis Program Studi Biologi Program Pascasarjana,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok.
Setiawan, B. (2010). Kebijakan pembangunan sosial masyarakat adat orang rimba di
kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi. Tesis Program Studi Ilmu
Sosial Program Pascasarjana, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Indonesia, Depok.
Potensi Tumbuhan ..., Annisa Pramita Siwi, FMIPA UI, 2016
15
Silalahi, M. (2014). Tumbuhan etnomedisin pada kelompok etnis Batak, Sumatera Utara dan
perspektif konservasinya. Disertasi Program Studi Biologi Program Pascasarjana,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok (dalam
persiapan).
Soraya, A.S. (2011). Herbalism, phytochemistry, and Ethnopharmacology. CRC Press, Boca
Raton.
Steenis, C.G.G.J.V. (2006). Flora pegunungan Jawa. Terj. dari The Mountain Flora of Java,
oleh Jenny, A. LIPI Press, Jakarta.
Whitmore, T.C. (1986). Tropical rain forest of the far east. Oxford University Press, Oxford.
Yuliyanti, S. (2009). Perspektif kultural pengelolaan pemanfaatan keanekaragaman hayati
oleh Orang Leukon di Pulau Simeulue, Nanggroe Aceh Darussalam. Jambi. Disertasi
Program Studi Biologi, Program Pascasarjana, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok.
Potensi Tumbuhan ..., Annisa Pramita Siwi, FMIPA UI, 2016