TUGAS INDIVIDU BLOK KEDOKTERAN OLAHRAGA
RESUME JURNAL GIZI OLAHRAGA : POLA MAKAN DAN KEBUGARAN JASMANI ATLET PENCAK SILAT SELAMA PELATIHAN
DAERAH PEKAN OLAHRAGA NASIONAL XVII PROPINSI BALI TAHUN 2008
Disusun oleh :
TRI ADINDA GUSVI MEISYA
G0009208
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2012
RESUME JURNAL
Pola Makan dan Kebugaran Jasmani Atlet Pencak Silat Selama
Pelatihan Daerah Pekan Olahraga Nasional XVII Propinsi Bali Tahun
2008
Putu Ayu Widiastuti, B.M. Wara Kushartanti, B.J. Istiti Kandarina
Pemenuhan kebutuhan gizi merupakan kebutuhan dasar bagi atlet olahraga, karena
dengan pengaturan olahraga dan pemenuhan kebutuhan gizi yang sesuai akan menghasil prestasi
olahraga yang baik. Faktor pemenuhan gizi yang kurang baik merupakan salah satu penyebab
merosotnya prestasi olahraga atlet. Salah satu contohnya adalah pada pelatda Bali untuk PON
XVII pada tahun 2008 yang tidak didampingi oleh ahli gizi. Padahal hal ini tentunya akan
mempengaruhi performa dan kebugaran atlet. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
dukungan pola makan atlet pencak silat Bali terhadap latihan fisik selama pelatda PON XVII
propinsi Bali tahun 2008. Penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitik dengan
pendekatan kuantitif dan kualitatif dengan rancangan cross sectional. Data yang dikumpulkan
berupa pola makan, latihan fisik, kebugaran jasmani, fisiologi tubuh, dan prestasi atlet.
Kebugaran jasmani responden penelitian dinilai dari VO2maks, persen lemak tubuh, dan
kadar hemoglobin. Pada penilaian VO2max atlet, terdapat 84,6% atlet yang tergolong dalam
kategori VO2maks baik dan 15,4% pada kategori VO2maks kurang, karena tidak memenuhi
standar yang ditetapkan yaitu 52ml/kg/bb untuk laki-laki dan 49ml/kg/bb untuk perempuan. Pada
penilaian persen lemak tubuh, 26,9% atlet pencak silat mempunyai persen lemak tubuh kurang,
30,8% atlet mempunyai persen lemak tubuh normal, dan 42,3% atlet mempunyai persen lemak
tubuh lebih. Penggolongan ini berdasarkan standar persen lemak tubuh yaitu 6,3-33,3%.
Kemudian pada penilaian hemoglobin didapatkan 61,5% atlet memiliki kadar hemoglobin
kurang dan 38,5% atlet memiliki kadar hemoglobin cukup.
Hasil penelitian secara kuantitaif menunjukkan sebanyak 84,6% konsumsi energy
respoden telah sesuai dengan kebutuhan, sebanyak 3,8% kurang, dan 11,6% konsumi energy
responden melebihi kebutuhan. Sedangkan untuk konsumsi karbohidrat, sebanyak 57,7%
responden telah mengkonsumi karbohidrat sesuai kebutuhan sedangkan responden yang kurang
dan lebih dalam mengkonsumi karbohidrat berturut-turut adalah sebanyak 38,5% dan 3,8%.
Selain itu, konsumsi Protein dan Fe para atlet juga belum sesuai. Hal ini ditunjukkan oleh hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa sebanya 92,3% dan 61,5% responden mengkonsumsi kedua
zat tersebut secara berlebihan. Hal serupa juga terdapat pada asupan lemak dan vitamin C para
seluruh atlet.
Dari hasil penelitian tersebut,seluruh atlet pencak silat wilayah Bali mendapatkan diet
yang cenderung rendah karbohidrat namun tinggi lemak dan protein. Hal ini terlihat pada menu
makanan para atlet yang berupa daging kambing, ikan, bebek goring, daging sapi, makanan
berlemak dan bersantan. Padahal jika dikonsumsi secara berlebihan, protein dapat memperberat
kerja ginjal dalam mengeluarkan sisa metabolism dan dapat disimpan menjadi lemak.
Selain itu dapat disimpulkan juga bahwa dapat disimpulkan bahwa nilai VO2maks atlet
yang tidak sesuai standar ternyata mendapatkan asupan protein, lemak, dan vitamin C yang
berlebih. Konsumsi energy, karbohidrat, protein, dan lemak tidak berkorelasi dengan nilai
VO2maks, sedangkan konsumsi vitamin C dan besi memiliki korelasi kuat dengan kapasitas
VO2maks. Hal ini dimungkinkan karena Vitamin C dan besi penting dalam pembentukan
hemoglobin. Vitamin C dapat mereduksi ferro menjadi ferri di saluran cerna sehingga mudah
diabsorbsi. Kemudian ferri bergabung dengan protein globin dan menjadi hemoglobin.
Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya korelasi antara protein, lemak, vitamin C, dan
besi dengan persen lemak tubuh, sedangkan karbohidrat memiliki nilai koefisien korelasi negatif.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsumsi karbohidrat, persen lemak tubuh akan
semakin menurun. Hal ini dimungkinkan karena intensitas dan porsi latihan para atlet ternyata
melebihi dari apa yang dilaporkan pelatih. Dari hasil penelitian di atas, para atlet disarankan
untuk tidak makan daging secara berlebih dan juga menambah konsumsi karbohidrat. Demikian
juga dengan konsumsi suplemen besi dan vitamin C agar tidak berlebihan, karena dapat
membebani kerja ginjal dan bersifat toksik untuk tubuh.