Download - Pki Dari Gon
Latar Belakang
PKI merupakan partai Stalinis yang terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni
Sovyet. Anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya.
PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan
pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk
pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI
mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di bawah
dekrit presiden - sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan
bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno
menjalankan sistem "Demokrasi Terpimpin". PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno
dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu
antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.
Pada era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum
burjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani,
gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor
menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer
menjadi wabah.
PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk
memperkuat dukungan untuk rezim Demokrasi Terpimpin dan, dengan persetujuan dari
Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk "Angkatan Kelima" dengan mempersenjatai
pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini.
Dari tahun 1963, kepemimpinan PKI makin lama makin berusaha menghindari
bentrokan-bentrokan antara aktivis massanya dan polisi dan militer. Pemimpin-pemimpin PKI
mementingkan "kepentingan bersama" polisi dan "rakyat". Pemimpin PKI DN Aidit mengilhami
slogan "Untuk Ketentraman Umum Bantu Polisi". Di bulan Agustus 1964, Aidit menganjurkan
semua anggota PKI membersihkan diri dari "sikap-sikap sektarian" kepada angkatan bersenjata,
mengimbau semua pengarang dan seniman sayap-kiri untuk membuat "massa tentara" subyek
karya-karya mereka.
Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ratusan ribu petani bergerak merampas tanah dari
para tuan tanah besar. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka dan polisi dan para
pemilik tanah. Untuk mencegah berkembangnya konfrontasi revolusioner itu, PKI mengimbau
semua pendukungnya untuk mencegah pertentangan menggunakan kekerasan terhadap para
pemilik tanah dan untuk meningkatkan kerjasama dengan unsur-unsur lain, termasuk angkatan
bersenjata.
Pada permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan
minyak milik AS. Kepemimpinan PKI menjawab ini dengan memasuki pemerintahan dengan
resmi. Pada waktu yang sama, jendral-jendral militer tingkat tinggi juga menjadi anggota
kabinet. Menteri-menteri PKI tidak hanya duduk di sebelah para petinggi militer di dalam
kabinet Sukarno ini, tetapi mereka terus mendorong ilusi yang sangat berbahaya bahwa
angkatan bersenjata adalah merupakan bagian dari revolusi demokratis "rakyat".
Aidit memberikan ceramah kepada siswa-siswa sekolah angkatan bersenjata di mana ia
berbicara tentang "perasaan kebersamaan dan persatuan yang bertambah kuat setiap hari antara
tentara Republik Indonesia dan unsur-unsur masyarakat Indonesia, termasuk para komunis".
Rejim Sukarno mengambil langkah terhadap para pekerja dengan melarang aksi-aksi mogok di
industri. Kepemimpinan PKI tidak berkeberatan karena industri menurut mereka adalah milik
pemerintahan NASAKOM.
Tidak lama PKI mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan untuk pembentukan rejim
militer, menyatakan keperluan untuk pendirian "angkatan kelima" di dalam angkatan bersenjata,
yang terdiri dari pekerja dan petani yang bersenjata. Bukannya memperjuangkan mobilisasi
massa yang berdiri sendiri untuk melawan ancaman militer yang sedang berkembang itu,
kepemimpinan PKI malah berusaha untuk membatasi pergerakan massa yang makin mendalam
ini dalam batas-batas hukum kapitalis negara. Mereka, depan jendral-jendral militer, berusaha
menenangkan bahwa usul PKI akan memperkuat negara. Aidit menyatakan dalam laporan ke
Komite Sentral PKI bahwa "NASAKOMisasi" angkatan bersenjata dapat dicapai dan mereka
akan bekerjasama untuk menciptakan "angkatan kelima". Kepemimpinan PKI tetap berusaha
menekan aspirasi revolusioner kaum buruh di Indonesia. Di bulan Mei 1965, Politbiro PKI
masih mendorong ilusi bahwa aparatus militer dan negara sedang diubah untuk memecilkan
aspek anti-rakyat dalam alat-alat negara.
1. MUNCULNYA PKI
Peristiwa G30S yaitu peristiwa bersejarah di Indonesia yang paling sering disinggung untuk
diluruskan sejarah. Alasannya dari peristiwa ini ada keterkaitan dengan permasalahan kenaikan
Soeharto menjadi Presiden yang menggantikan Soekarno. Dan, setelah ia turun jabatan tuntutan-
tuntutan yang meluruskan sejarah G30S bermunculan. Salah satunya yaitu muncul dari para
korban politik sang Jenderal Besar semasa berkuasa. Ada tiga alasan yang bisa melatarbelakangi
tuntutan tersebut. Pertama, mereka ingin membenarkan apa yang sebenarnya terjadi pada
peristiwa G30S. Kedua, mereka ingin membersihkan nama baik mereka dari stigma-stigma
pemberian Orde Baru. Ketiga, orang-orang merasa sakit hati terhadap Soeharto, kemudian ingin
membuka kedok siapa Soeharto, karena mereka mengutamakan balas dendam kepada Soeharto..
Muncul berbagai versi usulan untuk meluruskan peristiwa G30S ini. Dan juga permasalahan ini
tidak terlepas dari yang ditulis oleh para ahli-ahlis sejarah. Peristiwa G30S bisa saja merupakan
peristiwa sejarah yang paling banyak memiliki versi sejarah dibanding lainnya. Sedikitnya
terdapat lima versi yang meluruskan apa yang sebenarnya terjadi dalam gerakan ini.
Versi pertama adalah versi pemerintah Orde Baru. Versi ini adalah versi tunggal yang (harus)
diakui dan ajarkan di sekolah sekolah. Menurut versi Orde Baru Peristiwa G30S adalah sebuah
kudeta yang dilancarkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) terhadap Pancasila.
Versi kedua adalah hasil dari Ben Anderson dan Ruth McVey (sejarawan Cornell University).
Hasil penelitian mereka yaitu tepatnya dalam sebuah kertas kerja berjudul Prelimenary Analysis
of the October 1, 1965; Coup in Indonesia (Cornell Paper). Ben Anderson, dkk., berkesimpulan
bahwa peristiwa ini adalah puncak konflik internal Angkatan Darat.
Versi ketiga yaitu dari Prof. Wertheim, seorang sejarawan Belanda, mendukung tesis dalam
Cornell Paper yang juga menambahkan keterlibatan Sjam Kamaruzjaman sebagai agen
rangkap/ganda (double agent) yang bekerja untuk PKI dan AD.
Versi keempat adalah versi yang ditulis John Hughes dan Antonie C Dake. Menurut mereka
Soekarno adalah otak di balik gerakan ini. G30S adalah skenario yang dipersiapkannya untuk
melenyapkan oposisi sebagian perwira tinggi AD. Tetapi pada akhirnya kesimpulan versi ini
mendapatkan pertentangan keras dari keluarga Soekarno.
Versi kelima berasal dari pandangan Peter Dale Scott yang berkesimpulan bahwa didalam
permasalahan ini adanya keterlibatan pihak asing yang dituding kepada agen intelejen Amerika
Serikat yaitu CIA yang merancang sebuah konspirasi dengan tujuan untuk menggulingkan
kekuasaan Presiden Soekarno. CIA dianggap bekerja sama dengan sebuah klik Angkatan Darat
untuk memprovokasi PKI.
Selain meninggalnya korban dari para perwira tinggi Angkatan Darat yang diculik, terjadi pula
pembunuhan massal terhadap orang-orang yang dianggap terlibat dalam G30S maupun
simpatisan PKI. Jumlah manusia yang terbunuh pun diperkirakan mencapai ratusan ribu hingga
jutaan jiwa. Setelah Soeharto berkuasa penuh atas kendali pemerintahan, Pemerintah Soeharto
melakukan pembuangan terhadap tahanan-tahanan politik (tapol) ke Pulau Buru. Akibatnya juga
dirasakan pula oleh keturunan mereka yang harus mengalami ketidakpastian hidup akibat
menyandang cap sebagai anak eks-komunis atau tapol. Ketiga kejadian tersebut oleh Asvi
Warman Adam disebut sebagai trilogi karya utama rezim Soeharto.
Yang jelas, di masa mendatang, versi pertama tampaknya harus ditinjau kembali, paling tidak
dilengkapi dengan berbagai versi lainnya.
Secara garis besar, bahwa tragedi 1965 ini merupakan peristiwa yang menjadi titik awal lahirnya
“Indonesia Baru”, yang berbeda dengan karakter bangsa Indonesia ketika didirikan. Semua akan
dijelaskan dalam tulisan ini selanjutnya.
Peristiwa 1965 adalah puncak dari segala konspirasi yang telah dipersiapkan untuk menjatuhkan
kekuatan politik bangsa ini. Akhir dari kisah Revolusi yang telah dikibarkan oleh Presiden
Sukarno. Peristiwa gerkan ini tidak terlepas dari konteks Perang Dingin. Perang Dingin telah
memecah dunia menjadi dua polar blok besar, yaitu blok blok barat (dipimpin Amerika
Serikat ), dan blok timur (oleh Uni Soviet). Amerika Serikat dengan berideologi kapitalisme,
sedangkan Uni Soviet yang berideolgi komunisme.
Peristiwa
Isu Dewan Jenderal
Pada saat-saat genting sekitar bulan September 1965 muncul isu adanya Dewan Jenderal, yang
mengungkapkan bahwa para petinggi Angkatan Darat tidak puas terhadap Soekarno dan berniat
untuk menggulingkannya. Menanggapi isu ini, Soekarno memerintahkan pasukan Cakrabirawa
untuk menangkap dan membawa mereka untuk diadili. Namun secara tak terduga, dalam operasi
penangkapan tersebut para jenderal tersebut terbunuh.
Isu Dokumen Gilchrist
Dokumen Gilchrist diambil dari nama duta besar Inggris untuk Indonesia, Andrew Gilchrist.
Beredar hampir bersamaan waktunya dengan isu Dewan Jenderal. Dokumen ini oleh beberapa
pihak dianggap pemalsuan. Di bawah pengawasan Jenderal Agayant dari KGB Rusia, dokumen
ini menyebutkan adanya "Teman Tentara Lokal Kita" yang mengesankan bahwa perwira-
perwira Angkatan Darat telah dibeli oleh pihak Barat. Kedutaan Amerika Serikat juga dituduh
memberi daftar nama anggota PKI kepada tentara untuk "ditindaklanjuti".
Isu Keterlibatan Soeharto
Menurut isu yang beredar, Soeharto saat itu menjabat sebagai Pangkostrad (Panglima Komando
Strategis Cadangan Angkatan Darat) tidak membawahi pasukan.
2. VERSI DARI PERISTIWA PKI
Ragam Versi Peristiwa G-30-S
A. Versi Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto. Menurut versi ini, PKI adalah dalang
sekaligus pelaku G-30-S. Oleh karena itu maka Orde Baru menamai peristiwa ini dengan
G-30-S/PKI. Versi Orde Baru ini bahkan difilmkan lewat film yang berjudul
“Pengkhianatan G-30-S/PKI”. Secara keseluruhan isi film ini adalah kisah kekejian PKI,
yang menyiksa dan membantai para Jenderal Angkatan Darat. Semua
organisasi/kelompok yang terlibat, baik itu Cakrabirawa, Pemuda Rakyat, Gerwani, dan
lain-lain, menurut versi ini, berada di bawah pengaruh PKI.
John Roosa, di dalam bukunya yang berjudul, “Dalih Pembunuhan Massal,
Gerakan 30 September”, mengatakan bahwa Pusat Penerangan Angkatan telah
mempublikasikan tiga jilid buku, dari bulan Oktober sampai Desember 1965, dengan
tujuan untuk membuktikan bahwa PKI secara organisasional adalah dalang G-30-S.
Bukti utama yang diulas dalam buku tersebut adalah pengakuan Untung, yang ditangkap
di Jawa Tengah tanggal 13 Oktober, dan Latief, yang ditangkap tanggal 11 Oktober di
Jakarta. Kedua pengakuan ini merupakan dokumentasi laporan interogasi terhadap kedua
orang ini. Akan tetapi pada tahun 1978, Latief mengemukakan bahwa pengakuannya
terkait perannya dalam G-30-S yang merupakan kesukarelaan, dan untuk kepentingan
PKI, adalah disampaikan dalam kondisi setengah sadar, dan sedang mengalami infeksi
luka akibat tusukan bayonet di kaki kirinya. Dalam sidang-sidang Mahmilub, keduanya,
baik Untung maupun Latief, menyangkal laporan-laporan interogasi mereka, dan
menyatakan bahwa G-30-S berada di bawah kepemimpinan mereka, sementara PKI
diajak ikut serta hanya sebagai tenaga bantuan saja (Roosa, 2008 : 94-95).
B. Versi kedua mengenai G-30-S adalah berasal dari “analisa awal” Bennedict Anderson,
dan Ruth Mc Vey. Di dalam analisa ini dijelaskan bahwa karena tidak ada bukti-bukti
yang kuat mengenai keterlibatan PKI seperti yang dituduhkan dalam berita-berita pers,
dan pernyatan-pernyataan Angkatan Darat, maka yang lebih masuk akal adalah
menjelaskan G-30-S sebagai suatu konflik internal Angkatan Darat (Roosa, 2008 : 95-
96). Ben Anderson dan Ruth McVey berpendapat bahwa, G-30-S adalah sebuah
pemberontakan dalam Angkatan Darat dari perwira-perwira muda yang berasal dari Jawa
Tengah. Alasan pemberontakan adalah karena jijik terhadap kemerosotan gaya hidup,
dan garis politik pro-Barat dari para Jenderal SUAD (Staf Umum Angkatan Darat) di
Jakarta. G-30-S adalah sebuah usaha untuk mengubah Angkatan Darat menjadi lebih
merakyat. Jaringan perwira Jawa Tengah ini menurut Anderson dan McVey, bertujuan
untuk membersihkan Angkatan Darat dari para Jenderal yang korup dan konservatif,
juga untuk memberi keleluasaan pada Soekarno untuk menjalankan berbagai
kebijakannya (Roosa, 2008 : 102-103).
C. Versi ketiga adalah versi Harold Crouch. Menurut Crouch, G-30-S, adalah persekutuan
antara perwira-perwira muda dengan PKI. Inisiatif awal G-30-S adalah berasal dari
perwira-perwira muda ini. PKI terlibat, akan tetapi bukan sebagai kelompok inti yang
merencanakan dan mengeksekusi. Versi ini sama dengan versi Sudisman (anggota
Dewan Harian Politbiro CC PKI yang selamat, sisanya yaitu Aidit, Lukman, dan Nyoto
dieksekusi secara rahasia oleh TNI). Sudisman berpendapat bahwa G-30-S adalah
peristiwa internal Angkatan Darat. Ia mengakui bahwa beberapa pimpinan PKI terlibat,
akan tetapi PKI sebagai institusi tidak terlibat (Roosa, 2008 : 106).
D. Versi keempat adalah pendapat W.F Wertheim. Menurutnya, G-30-S adalah konspirasi
antara Soeharto dengan teman-temannya yaitu Latief, Sjam, dan Untung (tim inti G-30-
S). (Roosa, 2008 : 112). Beberapa pimpinan PKI terlibat G-30-S, karena mereka ditipu
oleh Sjam, dan komplotan perwira anti-PKI yang ingin menghancurkan PKI dan
menggulingkan Soekarno (Roosa, 2008 : 116).
3. PENUMPASAN PKI
A. Penumpasan di Jakarta
Usaha penumpasan G 30 S/PKI sedapat mungkin di lakukan tanpa bentrokan senjata.
Anggota pasukan Batalyon 530/Brawijaya minus 1 Kompi, berhasil di insafkan dari
pemberontakan dan berhasil ditarik ke markas Kostrad di Medan Merdeka Timur.
Anggota Batalyon 545/Diponegorosekitar puluk 17.00 di tarik mundur oleh pihak
pemberontak ke Lanuma Halim Perdanakusuma. Sekitar pukul 19.15pasukan RPKAD
sudah berhasil menduduki RRI dan Gedung Telekomunikasi dan mengamkan
pemberontakan tanpa bentrokan senjata. Sementara itu pasukan-pasuka yang lain
berhasil pula mengamkan pemberontakan. Setelah diketahui bahwa pusat pemberontakan
di sekitar Lanuma Halim PerdanaKusuma, langkah selanjutnya adalah membebaskan
Pabgkalan Udara Halim. Banyak kejadian penting terjadi pada penumpasan G 30 S/PKI.
Sekalipun peranan PKI makin terungkap sebagai dalang peristiwa G 30 S/PKI dan
demonstrasi menuntut pembubaran PKI semkain memuncak, namun presiden Soekarno
belum menganbil langkah – langkah ke arah penyelesainan politik daripada masalah G
30 S/PKI sebagaimana di janjikanya. D.N Aidit dalam pelarianya, tanggal Oktober 1965
mengiri surat kepada Presiden, yang mengusulkan supaya melarang adanya pernyataan-
pernyataan yangbersifat mengutuk G 30 S serta melarang adanya Tuduh menuduh serta
salah menyalahkan, diharapkan amarah Rakyat terhadap PKI reda, namun aksi-aksi terus
berjalan. Dalam pada itu Papelrada – Papelrada ( Penguasa Pelaksana Dwikora Daerah )
yakni Kodam, berturut – turut mebekukan PKI dan Ormas-ormasnya.
B. Penumpasan Di Jawa TengahDiantara pemberontakan G 30 S/PKI daerah yang paling gawat keadaannya adalah Jakarta dan Jawa Tengah. Di Jawa Tengah dan DI. Yogyakarta, PKI melakukan pembunuhan terhadap Kolonel Katamso (Komandan Korem 072/Yogyakarta) dan Letnan Kolonel Sugiyono (Kepala Staf Korem 072/Yogyakarta). Mereka diculik PKI pada sore hari 1 Oktober 1965. Kedua perwira ini dibunuh karena secara tegas menolak berhubungan dengan Dewan Revolusi. Pemberontakan PKI ini juga terjadi di Solo, Salatiga, Klaten, Boyolali, Semarang dengan menguasai beberapa tempat penting sperti RRI dan Gedung Telekominikasi. Jawa tengah merupakan basis PKI yang kuat, oleh karena itu Aidit memilih Jawa Tengah sebagai tempat pelariannya. Akan tetapi dengan usaha dari komando ABRI berturut-turut kota yang pernah dikuasai oleh pihak G 30 S/PKI berhasil direbut kembali. Sebelum tertangkap tanggal 22 November 1965 di Jawa Tengah, D. N Aidit mengeluarkan “Instruksi Tetap” pada tanggal 10 November 1965 yang ditujukan kepada seluruh CDB PKI seluruh Indonesia. Setelah dikeluarkan nya Instruksi Tetap Aidit gerakan pengacauan PKI mulai melemah dan pembubaran serat pembakaran Bendera PKI dialkukan. Entah karena alasan apa kurang jelas karena Keinsafan atau taktik semata sesuai dengan Istruksi tetap Aidit. Terbukti PKI masih mendirikan SPR (Sekolah perlawanan Rakyat), KKPR (Kursus Kilat Perang Rakyat), serta menyusun Kompro-kompro (Komite Proyek) sebagai Basis menuju Camback nya PKI. Dengan pembentukan badan-badan diatas terbukti PKI juga tetap melancarkan usaha pengukuhan kembali. Tetapi penumpasan PKI di berbagai daerah tetap dilaksakan. Misalnya di Blitar Selatan PKI menpengaruhi rakyat dengan 3T (tidak tahu, tidak mengerti, tidak kenal)dan operasi penumpasan ini diberi nama operasi Trisula dilaksakan pada tanggal 3 juli 1965 dan mengimbangi 3T dengan 3M ( Menyerah, Membantu, atau Mati) penumpasan PKI dan ormas-ormasnya pun terus-menerus dilakukan.Penyelesaian Aspek politik sebagaimana diputuskan dslam sidang kabinet Dwikora 6 Oktober 1965 akan ditangani langsung oleh presiden Soekarno. Dan aksi penghapusan terhadap Pki terus meningkat, yang dipelopori oleh KAPPI, KAMI, KAPI, KABI, KASI, KAWI, KAGI, dan lainnya. Dan kemudian membulatkan kesatuan dalam barisan dan membentuk Front Prancasila. Setelah lahirnya Front Pancasila tuntutan pembubaran PKI terus meningkat. Konflik politik makin menjurus dan situasi ekonomi semakin memburuk. Lalu tercetuslah Tri Tuntunan Hati Nurani Rakyat ( Tritura). Pada tanggal 12
Januari 1966 dipelopori oleh KAMI dan KAPPI, kesatuan Front Pancasial ini mendatangi gedung DPR-GR mengajajukan 3 buah Tuntutan yaitu :a. Pembubaran PKIb. Pembersihan Kabinet dari Unsur-unsur G-30-S/PKI;c. Penurunan harga/perbaikan ekonomi.
Perkembangan selanjutnya mengenai masalah tuntutan pembubaran PKI, dilaksanakan oleh Letnan Jendral Soeharto tanggal 12 maret 1966 sehari setelah menerima Surat Perintah 11 Maret (SP 11 Maret/Supersemar). Sejak itu dimulailah koreksi total atas segala penyelewengan yang dilakukan Orde Lama. Karena itu tanggal 11 maret 1966 sebagai permulaan Orde Baru.
4. DAMPAK
a. Dampak atas negara. Seharusnya negara sebagai alat utama bangsa dalam usahanya
membangun masyarakat adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia. Tetapi de
fakto muncul sebagai organisasi kekuasaan besar.
b. Dampak atas kita semua, bangsa Indonesia, cara kita berpikir dan bertindak dan dengan
begitu membentuk masyarakat dan budaya Indonesia;
c. Dampak atas korban langsung; kejahatan melawan kemanusiaan di atas ibarat anak
beranak dan terus menerus menimbulkan korban langsung lagi, yang sampai
sekarang terabaikan;
A. Dampak atas Negara Orde Baru jenderal Suharto
Peristiwa september 1965 seperti sudah dtuturkan di atas melawan kekuasaan Presiden
Soekarno yang bercitra membangun masyarakat sosialis, berdampak selanjutnya
atas perkembangan politik Indonesia dan akhirnya mengesampingkan Soekarno dan
menaikkan jenderal Suharto ke tahkta kekuasaan. Ini kita maklumi semua. Akan
tetapi sebutan Orde Baru bagi tata kenegaraan yang dikuasai Suharto menyesatkan.
Sebab mengesankan lahirnya tata kenegaraan yang berbeda sama sekali dari yang
sebelumnya. Sedangkan dampak peristiwa September 1965, khususnya operasi
penghancuran PKI , justru melestarikan dan memperkokoh beberapa ciri tata kenegaraan
dan budaya demokrasi terpimpin. .Ada juga ciri tertentu yang terdapat pada negara dan
masyarakat semasa demokrasi terpimpin yang dilenyapkan oleh pembantaian massal
tahun 1965. Baik ciri yang diperkukuh, maupun akibat dari lenyapnya ciri tertentu dari
negara dan masyarakat akan ditelaah.
FORUM SARASEHAN ¨MAWAS DIRI PERISTIWA SEPTEMBER 1965¨ - Leuven 20
B. Dampak atas tata negara R.I.: Kemandirian Politik Angkatan Darat dalam negara R.I.
Dampak perbuatan jahat bukan hanya dirasakan oleh korban, melainkan juga oleh
pelakunya. Dampak terhadap pelaku sering berhubungan dengan hasil kejahatan tetapi
bisa juga tergantung dari modus-operandi-nya, cara bagaimana perbuatan dilakukan.
Modus operandi bisa juga mempengaruhi perubahan watak pelaku. Bagaimanapun,
sesudah pembantaian massal tahun 1965, nampak perkembangan politik yang
berubah cepat dan kemudian terjadi pergantian pemerintahan. Sistim Demokrasi
Terpimpin dinyatakan sebagai Orde Lama dan tamat riwayatnya dan tata negara dan tata
politik yang dinamakan Orde Baru dimulai. Kita akan menelusuri apa dampak
pembantaian masal dalam proses perubahan politik ini.
Dalam sistem Demokrasi Terpimpin ada tiga kekuatan politik yang menonjol: di
sisi kanan Angkatan Darat,di tengah Bung Karno dan di sisi kiri PKI . Dikatakan bahwa
Angkatan Darat dan PKI merupakan dua organisasi terkuat di Indonesia yang kurang
lebih seimbang. Bung Karno-lah yang menjaga perimbangan itu. Karenanya beliau
merupakan kekuatan politik sendiri. Pembantaian massal tahun 1965 menghancurkan
saingan politik terkuat dari Angkatan Darat dan, dengan demikian, sangat menperkuat
posisinya.Tetapi bukan itu saja dampak pembantaian massal.
Sewaktu melancarkan operasi penghancuran PKI, Jenderal Suharto yang
dibantu oleh Jenderal Nasution, menggerakkan Angkatan Darat sebagai lembaga
mandiri dari pemerintahan sipil dan melibatkan rakyat kedalam operasi militer itu
dengan rekayasa atau paksa. Dampak pertama dari pelaksanaan pembantaian masal
sekaligus penghancuran PKI adalah perkukuhan kemandirian politik Angkatan Darat
dalam negara R.I yang sudah diusahakan oleh Nasution sebelum dan selama
Demokrasi Terpimpin. Pengukuhan kemandirian politik Angkatan Darat di dalam
negara berarti bahwa Angkatan Darat menjurus menjadi negara sendiri dalam negara
R.I.. Berarti Angkatan Darat memiliki kebebasan lebih besar baik dari campur tangan
pemerintah sipil, maupun dari lembaga negara lainnya (DPR, MPR dan Pengadilan
sipil). Dengan begitu Angkatan Darat lebih menjurus memiliki kekebalan hukum.
Dengan lain perkataan, citra otoriter Angkatan Darat bertambah. Karena pengaruhnya
atas R.I. kuat, maka juga citra otoriter R.I. dalam Orde Baru juga menguat, melampaui
apa yang terjadi dalam masa Demokras Terpimpin.
Dampak kedua dari berhasilnya pembantaian massal dengan melibatkan rakyat,
adalah bertambahnya kemampuan Angkatan Darat untuk melibatkan rakyat dalam rangka
mencapai tujuan-tujuannya sendiri. Kemampuannya bertambah, karena kesiagaan
FORUM SARASEHAN ¨MAWAS DIRI PERISTIWA SEPTEMBER 1965¨ - Leuven 21
rakyat untuk mengawasinya berkurang, dengan lenyapnya kekuatan kiri dan bertambah
angkernya Angkatan Darat dan ketakutan rakyat terhadap Angkatan Darat yang tega
membinasakan lawan. Dengan bertambahnya kemampuan Angkatan Darat, sekaligus
bertambah pula kepercayaan pimpinannya bahwa melibatkan rakyat dengan rekayasa
atau paksa untuk tujuan militer adalah wajar dan efektif. Dengan lain perkataan citra
demokrasi Angkatan Darat berkurang. Sama halnya juga citra demokrasi Orde Baru
rendah, lebih rendah ketimbang waktu demokrasi Terpimpin.
Perkembangan politik tahun 1966 menghasilkan rekayasa politik Supersemar ,
kekuasaan KOPKAMTIB yang makin besar, pembentukan MPRS yang bersih dari
pendukung Sukarno, namun dengan perwakilan Angkatan Darat yang kuat di bawah
pimpinan Jenderal Nasution, pencopotan segala kekuasaan dari Sukarno dan
pelimpahan kekusaan negara tertnggi kepada Jenderal Suharto oleh MPRS.
Perkembangan politik 1966 menunjukkan bagaimana modus operandi pembantaian
massal juga digunakan Jenderal Suharto untuk merebut kekusaan kenegaraan
tertinggi dari tangan Presiden Sukarno, yakni dengan menggerakkan Ankatan Darat
sebagai lembaga yang mandiri dan melibatkan rakyat untuk tujuan Angkatan Darat.
Terhitung sejak tahun berikutnya dan selama lebih dari 30 tahun, jenderal dan Presiden
Suharto tetap menjalankan modus operandi yang sama. Rekayasa persidangan DPR dan
MPRS disusul penggiringan pemilihan umum, pengebirian sistim kepartaian politik,
kemunculan KORPRI dan GOLKAR, pengendalian kehidupan politik, pemilihan
Presiden oleh MPR dan penilaian pertanggunganjawabannya oleh MPR menjadi
sandiwara dukungan penuh, dan semuanya dijalankan dalam rangka melibatkan
rakyat untuk memajukan kepentingan Presiden. Bersamaan dengan itu peluasan
DWIFUNGSI Angkatan Darat menambah jaminan kemandirian Angkatan Darat.
Kemandirian AngkatanDarat yang bertambah ,dilambangkan oleh lembaga pelaksanaan
hukum istimewa KOPKAMTIB, didirikan oleh Soeharto untuk menanggulangiG30S/PKI
dan berkembang menjadi lembaga pengawasan keamanan yang paling berkuasa.
C. Dampak atas Masyarakat dan Rakyat: Perusakan Citra Moral dan Hukum
Saya kira kemunafikan yang begitu menonjol selama Orde Baru juga berkaitan dengan
pembantaian massal tahun 1965. Bukankah pembantaian dan modus operandinya
sendiri merupakan kejahatan melawan kemanusiaan, yang mustahil diingkari
kekejemannya, kekejiannya, kejahatannya bagi semua orang. Kejahatan itu bukan
diakui kejahatannya dan disesalkan terjadinya, malah dianggap terpuji, dirayakan
sebagai perbuatan amal, perbuatan yang merupakan kemenangan Pancasila atas
FORUM SARASEHAN ¨MAWAS DIRI PERISTIWA SEPTEMBER 1965¨ - Leuven 22
pemberontakan G30 S/PKI, bukti kesaktian Pancasila. Kejahatan melawan kemanusiaan
itu selama lebih dari 30 tahun didiamkan oleh hampir seluruh bangsa Indonesia.
Kemunafikan merusak kejujuran,bukan hanya dalam berbicara, melainkan juga dalam
perbuatan. Nama Orde Baru sendiri munafik, sebab merupakan dalam banyak hal
hanya lanjutan demokrasi tepimpin.
Fungsi moral dan hukum yang penting adalah menentukan tujuan apa yang
wajar kita ikhtiarkan. Fungsi lain adalah pembatasan cara dan sarana yang dapat kita
gunakan agar ikhtiar kita wajar, etis dan adil. Pembantaian massal dan modus
operandi-nya bukan saja merupakan kejahatan melawan kemanusian, tetapi sebagai
tindakan politik melecehkan citra moral dan hukum, dalam memilh cara dan sarana
untuk mencapai tujuan politik Dampak pembenarannya atau pendiamannya adalah
juga merajalelanya paham dan praktik bahwa tujuan menghalalkan semua cara; bahwa
hukum sekedar sarana untuk mencapai tujuan dan selalu dapat dikesampingkan.
Pengakuan Presiden Suharto yang dicetak dan disebarkan luas bahwa penembakan
misterius yakni penembakan mati ribuan penjahat dengan mayatnya ditinggalkan
begitu saja, misterius juga tidak, sebab dilakukan atas perintahnya.Tandasannya: Dengan
sendirinya kita harus mengadakan treatment, merupakan ungkapan ketidakpedulian
citra hukum pada Kepala Negara dan PemimpinPemerintahan R.I selama lebih dari 30
tahun.(Otobiografi,p.389-390)
D. Dampak Lain Usaha Penguasa Mengendalikan Rakyat (modus operandi pembantaia
masal)
Pemeliharaan ketakutan akan komunisme dan memajukan agama sebagai sarana
untuk memerangi komunisme sebagai atheisme, menimbulkan akibat sampingan
bahwa setiap golongan memutlakkan doktrin agama-nya sendiri, menyuburkan
fanatisme agama, keduanya merongrong toleransi antar agama.
Penindasan sewenang-wenang dari orang yang disangka musuh Orde Baru
menyebabkan bahwa teror mencekam masyarakat,/rakyat, menyuburkan budaya
panutan, sehingga penguasa semakin cenderung dan mampu bertindak sewenang-
wenang. Penumpasan setiap gerakan kiri yang bersumber marxisme/sosialime yang
sejak zaman kolonial menjadi bagian gerakan politik Indonesia, memiskinkan
kehidupan politik Indonesia karena menyebabkan hilangnya cita-cita sosialis: keadilan
sosial sebagai cita-cita nasional. Kecurigaan terhadap kesadaran buruh, pelarangan
terhadap gerakan buruh yang benar-benar memperjuangkan kepentingan buruh
menghilangkan solidaritas horizontal dan memudahkan perpecahan nasional.
FORUM SARASEHAN ¨MAWAS DIRI PERISTIWA SEPTEMBER 1965¨ - Leuven 23
Perpecahan dalam organisasi dan golongan memang merupakan alat yang pemerintah
biasa gunakan untuk merebut/melestarikan penguasaan.
Kursus-kursus wajib penghayatan & pengamalan Pancasila, meyebarluaskan
kemunafikan dan sinisme terhadap nilai-nilai luhur,karena menyelubungi praktek
kehidupan politik dan masyarakat yang melanggarnya terang-terangan.
E. Dampak atas korban langsung: kejahatan melawan kemanusiaan diatas ibarat anak
beranak dan terus menerus menimbulkan kejahatan dan korban langsung lagi.
Seolah-olah untuk membenar-benarkan alasan bahwa ratusan ribu orang
anggota dan simpatisan PKI dibunuh dalam pembantaian masal th 1965,karena mereka
berbahaya,maka sanak saudara,kawan,,keluarga,setiap orang yang dapat dipandang
berfikir sama dengan mereka dianggap berbahaya.
Pada th 1965 puluhan ribu orang beraliran politik kiri dipenjarakan dan tahun-
tahun berikut setelah aksi-aksi penertiban/pembersiha personil Aparatur Negara dan
dikalangan organisasi politik /massa jumlah itu bertambah terus Alasan resmi adalah
keterlibatan mereka dalam G30S/PKI.Mereka dibagi dalam 3 golongan,A,B,danC.
Perumusan dasar resmi pengklassifikasian menunjukkan, bahwa kebanyakan dari
“tapol”(tahanan politik) ditahan berlawanan dengan hukum .,sebab dari semula jelas
bahwa golongn B dan C tidak memenuhi persyaratan perundang-undangan untuk
diajukan kepengadilan .Golongan A adalah mereka yang nyata-nyata terlibat secara
langsung,ikut merencanakan atau mengetahui adanya prencanaan gerakan
penchianatan tetapi tidak melaporkannya kepada yang berwajib.Akan tetapi ternyata juga
tidak semua dari golongan ini memenuhi persyaratan untuk diajukan
kepengadilan misalnya karena tidak ada bukti,Golongan B dan C yang ditahan karena
keterlibatan secara tidak langsung ditahan semata-mata
FORUM SARASEHAN ¨MAWAS DIRI PERISTIWA SEPTEMBER 1965¨ - Leuven 24
karena aliran atau pandangan politiknya.Pada th 1968 klassifikasi dilakukan terhadap hampir
64.000 tapol.Dari 1965sd1980 golongan A berjumlah hampir
1.900orang,termasuk LetKol Untung,tetapi jugaLaksamana UdaraOmarDhani
Dari th 1969 sd 1972 ,10.000 orang gol.B ,seperti pak Hersri,dikirim kepulau Buru.Golongan
C mulai dilepaskan akhir th 60-an,golonganB akhir th70-an .Setelah kembali
dimasyarakat,mereka dilarang kerja dikantor pemerintah dan banyak perusahaan
takut memberi pekerjaan kepada orang yang kartu pengenalnya menujukkan bahwa
ia ex-tapol.dan banyak orang takut bergaul dengannya, takut ketularan cap kiri.Ketakutan ini
bukan tanpa dasar,sebab proses pembersihan oleh petugas KOPKAMTIB dan pembantunya
terus menerus dilakukan.Bergaul dengan ex- Tapol bisa menandakan berfikir atau bersimpati
kiri dan itu saja cukup untuk diklasifikasi terlibat tak langsung.
Orang Indonesia beraliran kiridiluar negeri ,sekalipun sedang melakukan perjalanan
dinas,juga dianggap terlibat dalam G30S/Pki dan karenanya paspornya bisa disita oleh
Kedutaan R.I.dinegara tempat dia sedang dinas,tamasya atau belajar.Penyitaan paspor
membikin orang kehilangan kewarganegaraan dan segala hak berdasarkan itu.Ia tergantung
dari pertolongan dan kasihan orang asingDiEropa ratusan orang indonesia mengalami
nasib ini, yang juga ada kaitannya dengan permulaanOrde Baru