Download - PK KARDIO
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
1. Mengetahui cara pemeriksaan dan interpretasi laju endap darah
2. Mengetahui cara pemeriksaan dan penetapan kadar hemoglobin dengan cara sahli
3. Mengetahui cara pemeriksaan kadar hematokrit dengan cara kapiler
1.2 Prinsip Kerja
1.2.1 Pemeriksaan Laju Endap Darah
Kecepatan endap darah atau laju endap darah adalah mengukur kecepatan
sedimentasi sel eritrosit di dalam plasma. Satuannya mm/jam. Proses pemeriksaan
sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur dengan memasukkan darah kita ke dalam
tabung khusus selama satu jam. Makin banyak sel darah merah yang mengendap
maka makin tinggi Laju Endap Darah (LED)-nya.
1.2.2 Pemeriksaan Kadar Hemoglobin
Hemoglobin darah diubah menjadi asam hematin dengan pertolongan larutan
HCL, lalu kadar dari asam hematin ini diukur dengan membandingkan warna yang
terjadi dengan warna standard memakaimata biasa.
1.2.3 Pemeriksaan kadar Hematokrit
Mengetahui jumlah volume eritrosit dalam 100 ml darah dengan bantuan
centrifuge dengan kecepatan dan waktu yang ditentukan, nilai hematokrit dinyatakan
dalam % (persen)
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemeriksaan Laju Endap Darah
Laju Endap Darah adalah kecepatan mengendapnya eritrosit dalam sampel darah yang
diperiksa dengan suatu alat tertentu yang dinyatakan dalam mm/jam. Laju Endap Darah
menggambarkan keadaan plasma dan perbandingan antara eritrosit dengan plasma.
Pemeriksaan Laju Endap Darah merupakan pemeriksaan hematologi sederhana yang banyak
diminta dokter. Pemeriksaan Laju Endap Darah ada dua metode yaitu metode Westergren dan
Wintrobe, akan tetapi metode Westergren lebih umum digunakan sesuai yang
direkomendasikan oleh The International Commite For Standarisation In Hematology(ICSH)
(Martin, 1998).
Metode Westergren mensyaratkan menggunakan tabung khusus yang disebut tabung
Westergren, tabung berskala yang terbuat dari kaca atau polysterene. Penggunaan tabung ini
dengan cara darah dimasukan kedalam tabung sampai tanda 0 kemudian ditempatkan pada
rak khusus dengan posisi vertikal atau tegak lurus. Pembacaan hasil Laju Endap Darah
dilakukan dengan melihat tinggi kolom plasma pada batas miniskus plasma bagian bawah
yang berbatasan dengan permukaan buffycoat bagian atas dinyatakan dalam mm/jam, selama
1 dan 2 jam (Wittman, 1997).
Pemeriksaan Laju Endap Darah metode Westergren mempunyai beberapa kelebihan,
antara lain memiliki skala tabung yang panjang sehingga memungkinkan untuk menghitung
skala pembacaan yang besar. Seiring dengan meningkatnya jumlah pemeriksaan, maka waktu
yang diperlukan akan semakin banyak, padahal waktu yang diperlukan untuk tes Laju Endap
Darah sampai 2 jam.
Pemeriksaan Laju Endap Darah yang sering dilakukan antara lain cara Westergren
dengan tabung diposisikan miring 45.0 Sampai saat ini laboratorium di rumah sakit daerah
dan Puskesmas jika jumlah tes Laju Endap Darah banyak, maka tes dilakukan dengan cara
memiringkan rak pipet Westergren pada kedudukan 450 selama 7 menit. Seperti yang
dilakukan di RSUD Purworejo ataupun Puskesmas Ngemplak I, masih ada beberapa spot
yang menggunakan metode dimiringkan tetapi karena tidak ada izin untuk menyebutkan
maka tidak penulis sebutkan. Hasilnya setara dengan metode Westergreen posisi tegak lurus
selama 2 jam. Pemeriksaan Laju Endap Darah posisi tabung miring 450 ini merupakan
-
modifikasi metode Westergreen dan menjadi salah satu pilihan yang dipakai untuk efisiensi
waktu (Ibrahim et al.,2006).
Dalam aplikasinya sering digunakan hasil nilai Laju Endap Darah posisi tabung
miring 450 disetarakan dengan hasil nilai Laju Endap Darah posisi tegak lurus pada jam
pertama. Berdasarkan latar belakang diatas, maka agar pemeriksaan Laju Endap Darah
dengan metode Westergren posisi miring 450 dapat digunakan perlu dilakukan uji perbedaan
untuk membandingkan nilai Laju Endap Darah metode Westergren dengan posisi tegak lurus
dan posisi miring 45.0 Sebagai acuan adalah metode Westergren posisi tegak lurus
sebagaimana direkomendasi oleh The International Commite For Standarisation In
Hematology (ICSH).
2.2 Penetapan Kadar Hemoglobin
Hemoglobin merupakan protein yang banyak mengandung zat besi dan memiliki
afinitas terhadap oksigen untuk membentuk oksihemoglobin di dalam eritrosit. Dari
mekanisme tersebut dapat berlangsung proses distribusi oksigen dari pulmo menuju jaringan
(Pearce, 1991). Pada hemoglobin manusia dewasa normal (hemoglobin A), terdapat 2 jenis
rantai polipeptida yang dinamakan rantai dan rantai . Pada rantai , masing-masing
mengandung 141 gugus asam amino, sedangkan pada rantai masing-masing mengandung
146 rantai asam amino. Sehingga hemoglobin A dinamai 22. Akan tetapi tidak semua
hemoglobin dalam darah dewasa normal merupakan hemoglobin A, sekitar 2,5% hemoglobin
merupakan hemoglobin A2, tempat rantai diganti oleh rantai (22) (Ganong, 2001).
Adanya hemoglobin dalam darah ini menyebabkan eritrosit berwarna merah, karena
hemoglobin merupakan penyusun 30% dari total isi eritrosit (Mutschler, 1991). Hemoglobin
mempunyai berat molekul 64.450 dan merupakan suatu molekul yang dibentuk oleh 4 rantai
polipeptida, dimana pada tiap polipeptida melekat pada gugus heme. Heme adalah suatu
turunan porfirin yang mengandung besi (Fe). Polipeptida ini dinamai secara bersama sebagai
bagian dari globin dari molekul hemoglobin. Adapun fungsi dari hemoglobin ini adalah
sebagai alat transportasi O2 serta membawa hasil akhir proses respirasi CO2.
Sintesis Hemoglobin berlangsung dalam sumsum tulang. Sintesis hemoglobin dimulai
pada tahap eritroblast dan berlangsung hingga tingkat retikulosit dan kemudian menjadi
eritrosit matur. Sel darah muda yang telah keluar dari sumsum tulang tetap membentuk
hemoglobin pada hari berikutnya. Sintesis tersebut dimulai dari kondensasi glisin dan suksinil
koenzim A (CoA) dibawah aksi enzim kunci -aminolevulinic acid sintetase (ALA-sintetase)
-
untuk membentuk ALA (Amino Levulinic Acid) selanjutnya ALA mengalami dehidrasi
menjadi phorphobilinogen oleh enzim ALAD (ALA Dehidratase). Setelah melewati beberapa
tahapan reaksi, senyawa phophobilinogen mengalami perubahan bentuk menjadi
protoporfirin. Salah satu senyawa protoporfirin, yaitu protoporfirin IX akan berikatan dengan
Fe membentuk heme. Heme bereaksi dengan globin dimana 4 molekul heme berikatan
dengan satu molekul globin dan ion logam Fe2+ dengan bantuan enzim ferrochelatase
membentuk hemoglobin (Hoffbrand dan Petit, 1987 ; Palar, 1994 ; Darmono, 1995 ; Sadikin,
2001).
Kandungan Hb normal rata-rata adalah 16 g / dL pada pria dan 14 g / dL pada wanita
yang semuanya terdapat pada eritrosit ( Ganong, 2001 ). Kekurangan kadar Hb dalam darah
dapat menyebabkan anemia.
2.3 Pemeriksaan Kadar Hematokrit
Hematokrit merupakan suatu hasil pengukuran yang menyatakan perbandingan sel
darah merah terhadap volum darah.
Hematokrit memiliki satuan menggunakan persen, contoh 42% (memiliki arti bahwa
terdapat 42 ml sel darah merah di dalam 100 ml darah). Setiap manusia memiliki nilai normal
hematokrit yang berbeda-beda. Perbedaan ini didasarkan pada usia pasien dan tempat
laboratorium. Secara garis besar, beberapa nilai normal hematokrit, yaitu :
Bayi baru lahir : 55-68%
Usia 1 bulan : 37-49%
Usia 1 tahun : 29-41%
Usia 10 tahun : 36-40%
Dewasa pria : 40-50%
Dewasa perempuan : 36-44%
Hematokrit digunakan untuk mengukur sel darah merah. Pengukuran ini dilakukan
bila ada kecurigaan penyakit yang mengganggu sel darah merah, baik berlebihan ataupun
kekurangan.
-
Beberapa contoh penyakit yang menyebabkan hematokrit menurun, antara lain:
Anemia (kekurangan sel darah merah)
Perdarahan
Penghancuran sel darah merah
Kekurangan gizi atau malnutrisi
Konsumsi air yang berlebihan
Beberapa jenis penyakit atau kondisi yang dapat meningkatkan hemaokrit, yaitu:
Penyakit jantung atau paru
Dehidrasi atau kekurangan cairan
Polisitemia vera
Hipoksia (keadaan rendah oksigen sehingga tubuh berupaya dengan meningkatkan
sel darah merah)
Pemeriksaan hematokrit dilakukan dengan mengambil sampel darah dari pembuluh
darah vena. Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan jarum suntik. Darah yang
sudah terambil akan dimasukan ke dalam wadah khusus. Pemeriksaan dilakukan dengan
sentrifugasi (memutar sampel dengan kecepatan tinggi). Dengan sentrifugasi, sel darah merah
akan terpisah dengan komponen darah lainnya. Komponen sel darah merah ini yang
digunakan untuk menghitung hematokrit.
-
BAB III
ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA
3.1 Pemeriksaan Laju Endap Darah
3.1.1 Alat
1. Pipet Westergren
2. Rak pipet Westergren
3.1.2 Bahan
Darah dengan antikoagulan K3EDTA atau Na2EDTA yang dicampur dengan larutan
Natrium Sitrat 0,109 M atau larutan NaCl 0,9% dengan perbandingan 4 : 1
3.1.3 Cara Kerja
1. Campurlah darah vena dengan antikoagulan K3EDTA/Na2EDTAdalam tabung
penampung agar merata (homogen).
2. Isaplah 0,4 ml larutan Natrium Sitrat 0,109 M atau NaCl 0,9 % dalam suatu tabung
reaksi
3. Isaplah 1,6 ml darah vena ke dallam tabung reaksi sehingga didapatkan 2,0 ml
campuran
4. Isaplah campuran tersebut dengan menggunakan pipet Westergren sampai garis
bertanda 0 mm, kemudian biarkan pipet itu dalam tegak lurus dalam rak Westergren
selama 60 menit.
5. Biarkan dalam suhu kamar (18-25 0C). Jauhkan dari cahaya matahari dan getaran.
6. Setelah tepat 60 menit (1 jam) bacalah hasilnya yaitu letak garsi batas permukaan atas
eritosit dengan plasma.
-
3.2 Penetapan Kadar Hemoglobin
3.2.1 Alat
1. Reagen HCl 0,1 N
2. Aquadest
3. Alat hemoglobinometer (hemometer) Sahli
4. Tabung pengencer Sahli
5. Pipet Sahli 20 mikroliter
6. Batang gelas pengaduk
7. Pipet tetes
3.2.2 Bahan
Darah dengan antikoagulan K3EDTA atau Na2EDTA
3.2.3 Cara Kerja
1. Campurlah darah K3EDTA atau Na2EDTA dalam tabung penampung agar homogen
2. Masukkan 5 tetes HCl 0,1 N kedalam tabung Sahli (tabung pengencer hemometer)
3. Isaplah darah K3EDTA atau Na2EDTA menggunakan pipet sahli sampai garis tanda
20 mikroliter, apaus kelebihan darah diluar pipet dengan menggunakan tissue.
4. Keluarkan darah dengan hati-hati ke dalam reagen HCl dalam tabung pengencer
Sahli, bilas isi pipet dengan cara menghisap reagen dan mengeluarkannya lagi
beberapa kali. Hati-hati jangan sampai terbentuk gelembung udara.
5. Campurlah isis tabung itu supaya darah dan asam bersenyawa, segera terbentuk warna
coklat. Catat waktu saat darah pertama bercampur dengan HCl
6. Tambahkan aquadest setetes demi setetes sambil diaduk dengan menggunakan batang
pengaduk sampai warna campuran menjadi sama dengan warna standard pada alat
hemometer Sahli. Sebaiknya kesetaraan warna tersebut dicapai dalam 3-5 menit dari
saat darah bercampur pertama kali dengan HCl
7. Baca kadar hemoglobin (Hb) sesuai permukaan cairan campuran darah-reagen-
aquadest
-
3.3 Pemeriksaan Kadar Hematokrit
3.3.1 Alat
1. Pipet kapiler (tabung mikrokapiler) dengan panjang 75 mm dan diameter dalamnya
1,2-1,5 mm.
2. Mikrosentrifuge dengan kecepatan 16.000 putaran permenit
3. Bahan penutup pipa kapiler (malam)
4. Grafik mikrohematokrit
3.3.2 Bahan
Darah vena dengan antikoagulan K3EDTA/Na2EDTA atau darah kapiler
3.3.3 Cara Kerja
1. Campurlah darah K3EDTA atau Na2EDTA ke dalam tanung agar homogen.
2. Isikan darah pada pipa kapiler (mikrokapiler) sebanyak 2/3 panjang pipa.
3. Sumbatlah salah satu ujung pipa dengan menggunakan bahan penutuoan pipa kapiler
(malam). Dapat juga ditutup dengan cara membakar salah satu ujung dan tabung
dijaga agar darah tidak ikut terbakar.
4. Letakkan pipakapiler ke dalam mikrosentrifuge dengan kecepatan 16.000 putaran
permenit dan dipusingkan selama 3-5 menit. Bagian ujung kapiler yang tersumbat
menghadap keluar.
5. Setelah dipusingkan, bacalah hasil dengan menggunakan alat baca skala (grafik
mikrohematokrit). Niali hematokrit sesuai panjang kolom eritrosit dengan panjang
kolom farah pada garis 100.
6. Jika nilai hematokrit diatas 50 %, maka pipa kapiler harus dipusingkan lagi selama 3-
5 menit untuk menyakinkan bahwa pemusingan bahwa pemusingan telah cukup dan
mencapai keadaan yang sebenarnya.
-
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemeriksaan Laju Endap Darah
Nama OP : Sarah Gustia Woromboni
Umur: 19 tahun
Jenis Kelamin: Perempuan
Interpretasi Normal LED
1. Laki-laki : < 10mm
2. Perempuan :
-
merah inilah yang disebut LED. Atau dapat dikatakan makin banyak sel darah merah yang
mengendap maka makin tinggi Laju Endap Darah (LED).
Di dalam tubuh, suspensi sel-sel darah merah akan merata di seluruh plasma sebagai
akibat pergerakan darah. Akan tetapi jika darah ditempatkan dalam tabung khusus yang
sebelumnya diberi antikoagulan dan dibiarkan 1 jam, sel darah akan mengendap dibagian
bawah tabung karena pengaruh gravitasi. Laju endap darah ( LED ) berfungsi untuk
mengukur kecepatan pengendapan darah merah di dalam plasma ( mm/jam ).
Pada praktikum ini, dilakukan perhitungan Laju Endap Darah (LED) terhadap Sarah
Gustia (OP). Pada hasil pengamatan, OP memiliki nilai LED lebih dari normal yaitu 25
mm/jam.
Tinggi rendahnya nilai pada Laju Endap Darah (LED) memang sangat dipengaruhi
oleh keadaan tubuh kita, terutama saat terjadi radang. Namun pada pasien anemia, dalam
kehamilan dan para lansia pun memiliki nilai Laju Endap Darah yang tinggi. Jadi orang
normal pun bisa memiliki Laju Endap Darah tinggi, dan sebaliknya bila Laju Endap Darah
normalpun belum tentu tidak ada masalah. Jadi pemeriksaan Laju Endap Darah masih
termasuk pemeriksaan penunjang, yang mendukung pemeriksaan fisik dan anamnesis.
Hasil pemeriksaan laju endap darah juga dapat dipengaruhi akibat kesalahan dalam
melakukan pemeriksaan. Sumber kesalahan dapat berasal dari :
1. Pencampuran darah dengan anti koagulan K3EDTA atau NA2EDTA kurang tepat
perbandingannya sehingga terjadi bekuan atau perubahan eritrosit
2. Saat pengambilan darah vena atau pungsi vena dilakukan pembendungan lengan yang
terlalu kuat atau terlalu lama sehingga terjadi pemekatan darah (hemokonsentrasi).
Maka nilai hematokrit yang didapat lebih dari sebenarnya
3. Tidak melakukan pencampuran darah agar homogen sebelum dilakukan pemeriksaan
4. Terjadi pembekuan darah akibat pencampuran dengan koagulan kurang baik
5. Timbul busa pada pencampuran darah dengan anti koagulan
6. Menggunakan pipet yang basah atau kotor. Bila pipet kotor bersihkan pipet dengan
aira lalu alkohol kemudian aseton, biarkan kering. Jangan menggunakan detergen
7. Suhu ruangan yang terlalu panas dan posisi pipet yang tidak tegak lurus sehingga
hasil menjadi lebih tinggi daripada yang sebenarnya.
-
4.2 Penetapan Kadar Hemoglobin Cara Sahli
Nama OP : Sarah Gustia Woromboni
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Berdasarkan hasil percobaan didapatkan kadar Hb pada OP yaitu 12 g/dL dimana
untuk interpretasi Hb normal pada perempuan yaitu 12 g/dL-16 g/dL sehingga dapat
dinyatakan bahwa kadar Hb OP normal.
Metode Sahli mengandalkan pembentukan asam hematin yang kemudian diukur
kadarnya dengan cara membandingkan warna hasil pengenceran dengan warna standart. Pada
langkah langkah cara kerja menggunakan metode Sahli harus dilakukan penghisapan
larutan HCl yang telah dicampur dengan darah yang kemudian dikeluarkan lagi dan diulang
sebanyak 3 kali hal ini dimaksudkan untuk menghomogenkan larutan campuran darah dan
HCl serta untuk memasukkan udara (O2 ). Setalah homogen, kemudian larutan campuran
didiamkan selama 8 10 menit, hal ini dimaksudkan agar Hb bereaksi dengan HCl sehingga
dapat terbentuk asam hematin dan kadar asam ini dapat dihitung dan yang sekaligus kadar Hb
juga dapat diketahui.
Penggunaan HCl dalam praktikum kali ini bertujuan untuk melisiskan eritrosit
sehingga Hb yang terdapat dalam eritrosit dapat keluar dan bereaksi dengan HCl membentuk
-
asam hematin. Pada metode Sahli membutuhkan ketelitian visualisasi praktikan dalam
membandingkan warna yang diperoleh dari pengenceran dengan warna standart.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penilaian dalam pengambilan data sangat
subjektif mengingat kemampuan visualisasi tiap individu berbeda.
4.3 Pemeriksaan Kadar Hemartokrit Cara Kapiler
Nama OP : Wilda Mutia Astari
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Perhitungan waktu pemeriksaan kadar hematokrit:
-
Berdasarkan praktikum yang dilakukan didapatkan nilai hematokrit OP yaitu 40%
dimana untuk interpretasi nilai hematokrit normal pria adalah 40-48 % sedangkan wanita 37-
43%, sehingga berdasarkan hasil interpretasi dapat dinyatakan kadar hematokrit OP normal.
Kadar hematokrit normal menunjukkan bahwa tidak terdapat kelainan pada sel darah merah
OP.
Penetapan hematokrit dapat dilakukan secara teliti dengan kesalahan rata-rata kurang
lebih 2%. Pada mikrohematokrit buffycoat sukar dilihat dan intensitas warna kuning plasma
juga kurang nyata
-
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Laju endap darah OP berada distas rentang normal yaitu 25 mm/jam, namun
hasil tersebut perlu dikonfirmasi dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik
pada OP karena tingginya hasil laju endap darah dapat disebabkan karena
adanya kesalahan pada praktikum.
2. Kadar hemoglobin OP dibawah normal yaitu 9,0 sehingga OP dinyatakan
mengalami anemia
3. Kadar hematokrit OP dalam rentang normal sehingga dinyatakan tidak
terdapan gangguan pada sel darah merah OP.
5.2 Saran
1. Pada pemeriksaan laju endap darah sebaiknya pastikan tidak terdapat
kesalahan sehingga hasil yang diperoleh dapat diinterpretasikan secara
obyektif.
2. Pada praktikum sebaiknya pencampuran darah dilakukan dengan baik agar
darah menjadi homogen sebelum dilakukan pemeriksaan.
-
DAFTAR PUSTAKA
Dacie, S.J.V. dan Lewis S.M., 1991, Practical Hematology, 7th ed., Longman Singapore
Publishers Ptc. Ltd., Singapore.
Gandasoebrata, R., 1992, Penuntun Laboratorium Klinik, Dian Rakyat, Bandung.
Ganong, William F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta : EGC
Kee, Joyce LeFever, 2007, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik, Edisi 6,
EGC, Jakarta.
Koepke, J.A., 1991, Practical Laboratory Hematology, 1st ed., Churchill Livingstone, New
York.
Oesman, Farida & R. Setiabudy, 1992, Fisiologi Hemostasis dan Fibrinolisis, dalam :
Setiabudy, R. (ed.), 1992, Hemostasis dan Trombosis, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Ratnaningsih, T. dan Usi Sukorini, 2005, Pengaruh Konsentrasi Na2EDTA Terhadap
Perubahan Parameter Hematologi, FK UGM, Yogyakarta.
Sacher, Ronald A. dan Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan Dewi
Wulandari, editor : Huriawati Hartanto, 2004, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta.
Widmann, Frances K., alih bahasa : S. Boedina Kresno dkk., 1992, Tinjauan Klinis Atas
Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi 9, cetakan ke-1, EGC, Jakarta, hlm. 117-132