Download - PHI Resume
BAB I
HUKUM PERDATA MATERIIL
A. Pluralisme Hukum Perdata Materiil
Hukum perdata material yang berlaku di Indonesia bersifat pluralis,hal ini terkaitdengan
sejarah politik hukum pada masa Hindia Belanda berdasarkan
IndischeStaatsregeling ( IS ) S tb 1925 No .1415 yang menga tu r t en t ang
penggo longan penduduk dan hukumnya yang berlaku bagi mereka.
• Hukum Perdata Barat (KUHPerdata) dan KUHDagang (WVK) :
Yangd imaksud dengan Hukum pe rda t a Indones i a ada l ah hukum pe rda t a
yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku
diIndonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang pada awalnya
berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belandaatau
dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebag i an
ma te r i B .W. sudah d i cabu t be r l akunya & sudah d igan t i dengan Undang-
Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU
Kepailitan.Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan
UUD1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikandengan
undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BWHindia Belanda
disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun PerdataIndonesia sebagai induk hukum
perdata Indonesia. Hukum dagang ada l ah hukum yang menga tu r t i ngkah
l aku manus i a yang turut melakukan perdagangan dalam usahanya
memperoleh keuntungan.Dapat juga dikatakan, hukum dagang adalah hukum yang
mengatur hubungan hukum antara manusia-manusia dan badan-badan hukum satu
sama lainnya,da l am l apangan pe rdagangan (C .S .T . Kans i l , 1985 : 7 ) .
Penge r t i an l a i n , hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus
dari lapanganperusahaan (H.M.N. Purwosutjipto, 1987 : 5).
• Hukum Perdata Adat : Hukum Adat adalah adalah seperangkat norma danaturan
adat/kebiasaan yang berlaku di suatu wilayah. misalnya diperkampungan pedesaan
terpencil yang masih mengikuti hukum adat.Sumbernya adalah peraturan-peraturan
hukum tidak tertulis yang tumbuh danberkembang dan dipertahankan dengan
kesadaran hukum masyarakatnya.Ka rena pe ra tu r an -pe ra tu r an i n i t i dak
t e r t u l i s dan t umbuh kembang , maka hukum adat memiliki kemampuan
menyesuaikan diri dan elastis.
• Hukum Pe rda t a I s l am : Schach t menu l i s bahwa "Hukum suc i
I s l am adalah sebuah badan yang mencakup semua tugas agama, totalitas
perintahAllah yang mengatur kehidupan setiap muslim dalam segala aspeknya."
B. Kodifikasi dan Non kodifikasi Hukum Perdata Materiil
Kodi f i k a s i Huk um i a l ah pem buku an j en i s - j en i s hukum t e r t en tu da l am
k i t ab undang-undang secara sistematis dan lengkap. Yang termasuk kodifikasi
hukum materiil di Indonesia adalah Kitab Undang-undang Hukum Dagang (1 Mei 1848) dan
Kitab Undang-undang Hukum Sipil (1 Mei 1848). Sedangkan yang termasuk
Nonkodifikasi hukum adalah hukum adat (termasuk hukum kebiasaan dan awig-awig)
dan hukum agama
C. Hukum Pribadi, Hukum Keluarga, Hukum Waris, Hukum Benda
Hukum Perdata Materiil terdiri dari 4 bagian antara lain:
1. Hukum Pribadi atau Hukum Perorangan (Persoonenrecht) yang antara lain mengatur
tentang:
a. Orang sebagai subjek hukum, dan
b. Orang dalam kecakapannya untuk memiliki hak-hak dan bertindak sendiri untuk
melaksanakan haknya itu.
2. Hukum Keluarga (Familierecht) yang memuat antara lain:
a. Keturunan
b. Perkawinan, perceraian beserta hubungan hukum yang timbul di dalamnya seperti
hukum harta kekayaan antara suami dan istri.
c. Hubungan hukum antara orang tua dan anak-anaknya atau kekuasaan orang tua
(ouderlijk macht),
d. Pendewasaan
e. Perwalian (voogdij), dan
f. Pengampunan (curatele)
3. Hukum Kekayaan atau Hukum Harta Kekayaan (Vermogensrecht) yang mengatur
tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Hukum harta
kekayaan ini meliputi:
a. Hak Mutlak adalah hak-hak yang berlaku terhadap setiap orang.
b. Hak Perorangan adalah hak-hak yang hanya berlaku terhadap seorang atau suatu
pihak tertentu saja.
4. Hukum Waris (Erfrecht) mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia
meninggal dunia (mengatur akibat-akibat hukum dari hubungan keluarga terhadap
harta warisan yang ditinggalkan seseorang).
1. Hukum Pribadi (Persoonenrecht)
Hukum Pribadi mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban pribadi sebagai
“subjek hukum”. Subjek hukum terdiri atas:
- manusia (naturlijk persoon), dan
- badan hukum (rechts persoon)
Manusia sebagai pembawa hak dan kewajiban terjadi sejak ia lahir dan berakhir
setelah ia meninggal dunia. Sejak ia lahir hidup, ia dapat dianggap sudah sebagai subjek
hukum (Pasal 2 ayat (1) BW). Akan tetapi apabila ia lahir dalam keadaan meninggal, ia
dianggap tidak pernah ada (Pasal 2 ayat (2) BW). Ketentuan yang termuat dalam Pasal 2
BW tersebut dinamakan rechtsfictie. Ketentuan ini sangat penting dalam hal warisan.
Badan Hukum yang berstatus sebagai pembawa hak dan kewajiban (sebagai
subjek hukum), misalnya negara,provinsi,kabupaten,perseroan terbatas,gereja dan
sebagainya.
Suatu perkumpulan dapat juga dijadikan Badan Hukum asal saja memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum,yaitu
a. Didirikan dengan Akta Notaris
b. Didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat
c. Anggaran dasarnya disahkan oleh Menteri Kehakiman
d. Diumumkan dalam Berita Negara
Orang dan badan hukum sebagai subjek hukum dapat melakukan perbuatan
hukum sebagai pelaksanaan hak dan kewajibannya. Dalam melaksanakan perbuatan
hukum, badan hukum diwakili oleh para pengurusnya.
Orang untuk dapat melakukan perbuatan hukum harus sudah dewasa (menurut
BW harus sudah berumur 21 tahun) atau sudah kawin sebelum umur tersebut. Batas usia
dewasa menurut Undang-undang nomor 1 tahun 1974 dan Yurisprudensi MA adalah 18
tahun.
Orang yang sudah dewasa berarti oleh hukum dianggap sudah cakap untuk
melakukan perbuatan hukum/bertindak sendiri. Perbuatan hukum yang dapat dilakukan
oleh orang atau badan hukum sebagai subjek hukum,misalnya:
a. Mengadakan perjanjian jual beli tanah;
b. Mengadakan perjanjian sewa-menyewa rumah;
c. Mengadakan perjanjian pinjam-meminjamm uang atau barang;
d. Mengadakan perjanjian kerja;
e. Dan lain-lain.
Disamping manusia sebagai sebagai subjek hukum, yang dianggap sama dengan
itu ialah “pribadi hukum”. Pribadi hukum merupakan pribadi ciptaan hukum. Pribadi
hukum ini ditimbulkan sebagai akibat:
1. adanya suatu kebutuhan untuk memenuhi kepentingan tertentu, atas dasar
kegiatan yang dilakukan bersama.
2. Adanya tujuan ideal yang perlu dicapai tanpa selalu tergantung kepada pribadi
secara perorangan.
2. Hukum Keluarga
Hukum keluarga adalah rangkaian peraturan hukum yang timbul untuk mengatur
pergaulan hidup kekeluargaan. Hukum keluarga meliputi sebagai berikut.
a. Keturunan
Masalah keturunan menurut UU no. 1 tahun 1974 ditentukan dalam Pasal 55 bahwa
“asal-usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akta kelahiran yang otentik, yang
dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang”. Apabila akta kelahiran itu tidak ada,
pengadilan dapat mengeluarkan penetapan tentang asal-usul anak itu. Atas penetapan
pengadilan itu, pegawai pencatat kelahiran dapat mengeluarkan akta kelahiran terhadap
anak itu. Dalam Pasal 42 dinyatakan bahwa “anak yang sah adalah anak yang dilahirkan
dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Seorang anak yang dilahirkan diluar
perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya”. Ketentuan ini sebagai
ketetapan untuk menyatakan tentangkedudukan hukum seorang anak. Dalam Pasal 44
dinyatakan bahwa istrinya telah berzina, dan anak itu adalah karena perbuatan zina.
Sahnya penyangkalan itu hanya dapat mempunyai kekuatan hukum yang pasti kalau telah
diputuskan oleh pengadilan atas permintaan suami.
b. Kekuasaan Orang Tua (Onderlijke Macht)
Masalah kekuasaan orang tua yang berupa hak dan kewajibannya menurut Pasal 45
UU no.1 tahun 1974 dinyatakan bahwa “kedua orang tua wajib untuk memelihara dan
mendidik anak-anak mereka dengan sebaik-baiknya. Kewajiban itu berlaku sampai
anaknya menikah atau dapat berdiri sendiri walaupun hubungan perkawinan antara kedua
orang tuanya telah putus. Kalau seorang anak telah dewasa, menurut kemampuannya dia
wajib memelihara orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas kalau mereka
memerlukan bantuan (Pasal 46). Seorang anak yang belum mencapai usia 18 tahun atau
belum pernah menikah, dirinya berada dibawah kekuasaan orang tua. Orang tua mewakili
anak mengenai segala perbuatan hukum yang dilakukan kecuali perbuatan hukum yang
memerlukan penyelesaian di pengadilan. Pasal 48 menyatakan bahwa “Orang tidak
diperbolehkan atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang
belum berumur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila
kepentingan anak itu menghendakinya”. Salah seorang atau kedua orang tua dapat
dicabut kekuasaannya terhadap anak atas permintaan :
a. Orang tua yang lain (dalam perceraian);
b. Keluarga dalam garis lurus ke atas;
c. Saudara kandung yang telah dewasa;
d. Pejabat yang berwenang dengan keputusan pengadilan, karena:
1. Sangat melalaikan kewajiban terhadap anak; dan
2. Berkelakuan buruk sekali.
Walaupun telah dicabut kekuasaannya, maka orang tua masih tetap berkewajiban untuk
member biaya pemeliharaan kepada anak-anaknya (Pasal 49).
c. Perwalian (Voogdij)
Masalah perwalian diatur dalam Pasal 50,51,52,53 dan 54 UU no. 1 tahun 1974.
Seorang anak yang belum mencapai usia delapan belas tahun atau belum pernah
menikah, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasaan
wali. Pasal 51 menyatakan hal-hal dibawah ini.
a. Wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua
sebelum ia meninggal dunia dengan surat wasiat atau dengan lisan di hadapan dua
orang saksi.
b. Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak atau orang lain yang usdah
dewasa, berpikir sehat, adil, jujur, dan berkelakuan baik.
c. Wali wajib mengurus anak yang dibawah penguasaanya dan harta bendanya
sebaik-baiknya dengan menghormati agama dan kepercayaan anak itu.
d. Wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada di bawah kekuasaannya
pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua perubahan harta benda anak
atau anak-anak itu.
e. Wali bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada di bawah
perwaliannya serta kerugian yang yang ditimbulkan karena kesalahan atau
kelalaiannya.
Kekuasaan wali dapat dicabut dengan keputusan pengadilan karena:
a. Sangat melalaikan kewajibannya; dan
b. Berkelakuan buruk sekali.
Apabila wali telah menyebabkan kerugian pada harta benda anak yang di bawah
perwaliannya, wali wajib mengganti kerugian itu atas keputusan pengadilan.
d. Pendewasaan
Pendewasaan (handlichting) merupakan suatu pernyataan bahwa seseorang yang
belum mencapai usia dewasa atau untuk beberapa hal tertentu dipersamakan kedudukan
hukumnya dengan seseorang yang telah dewasa. Misalnya saja dalam hal mengurus
perusahaan. Pendewasaan itu dapat diberikan atas keputusan pengadilan bagi yang telah
berusia delapan belas tahun.
e. Pengampunan (Curatele)
Seseorang yang telah dewasa dan sakit ingatan, menurut undang-undang harus
diletakkan di bawah pengampunan (curatele). Demikian juga bagi seseorang yang terlalu
mengabaikan harta bendanya, sebab kurang mampu mengurus kepentingan dirinya. Yang
berhak meminta seseorang di bawah pengampunan, karena gila:
a. Setiap anggota keluarga;
b. Suami atau istri;
c. Jaksa, kalau orang itu dapat membahayakan umum.
Sementara itu, yang berhak meminta pengampunan bagi orang yang keborosan ialah:
a. Anggota keluarga yang sangat dekat; dan
b. Suami atau istri.
Permintaan itu harus diajukan kepada pengadilan. Kedudukan seseorang yang berada di
bawah pengampunan adalah sama dengan seorang yang belum dewasa. Akan tetapi,
seorang karena keborosan dirinya masih dapat membuat surat wasiat serta menikah.
f. Perkawinan
Perkawinan menurut Hukum Perdata (BW) adalah hubungan keperdataan antara
seorang pria dan seorang wanita dalam hidup bersama sebagai suami istri.
Menurut KUH Perdata (BW) perkawinan itu sah apabila memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut.
1. Pihak calon mempelai dalam keadaan tidak kawin.
2. Laki-laki berumur 18 tahun, perempuan 15 tahun.
3. Dilakukan di muka pegawai Kantor Pencatatan Sipil.
4. Tidak ada pertalian darah yang terlarang antara kedua calon mempelai.
5. Dengan kemauan bebas tanpa paksaan dari pihak lain.
Setelah perkawinan terjadi, timbul hak dan kewajiban suami istri. Hak dan kewajiban
itu ialah sebagai berikut.
1. Suami mempunyai kekuasaan materiil
2. Adanya kewajiban memberi nafkah,memelihara,dan mendidik
3. Istri wajib mengikuti kewarganegaraan suami
4. Istri wajib mengikuti tempat tinggal suami
Pekawinan dapat putus oleh sebab-sebab tertentu, yaitu
1. Karena kematian salah satu pihak atau kedua-duanya,
2. Karena kepergian suami/istri selama 10 tahun berturut-turut tanpa adanya
pemberitahuan/kabar,
3. Karena perpisahan meja dan ranjang, dan
4. Karena perceraian.
Perceraian terjadi karena beberapa sebab:
1. Zinah,
2. Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan sengaja,
3. Karena salah satu pihak dihukum selama minimal 5 tahun, dan
4. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat.
Perceraian sah sesudah diumumkan dan didaftarkan pada pegawai Kantor Pencatatan
Sipil di tempat perkawinan itu berlangsung. Setelah perceraian itu terjadi segala hak dan
kewajiban yang berhubungan dengan perkawinan tidak ada lagi.
3. Hukum Benda
Pengertian dalam arti luas
- Segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang
Pengertian dalam arti sempit
- Sebagai barang yang dapat terlihat saja
Sistem Hukum Benda
Menganut sistem tertutup
Orang tidak dapat mengadakan hak– hak kebendaan baru selain yang sudah ditetapkan
dalam Buku II BW
Undang– Undang membagi benda dalam beberapa macam :
1. Benda yang dapat diganti (contoh : uang ) dan yang tidak dapat diganti (contoh :
seekor kuda)
2. Benda yang dapat diperdagangkan (praktis tiap barang dapat diperdagangkan) dan
yang tidak dapat diperdagangkan atau "di luar perdagangan" (contoh : jalan– jalan dan
lapangan umum)
3. Benda yang dapat dibagi (contoh : beras) dan yang tidak dapat dibagi (contoh : seekor
kuda)
4.Benda yang bergerak (contoh : perabot rumah) dan benda yang tak bergerak (contoh :
tanah )
Benda Tak Bergerak
Benda dapat digolongkan kedalam klasifikasi benda tak bergerak, dikarenakan :
Sifatnya
Tidak dapat berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain atau biasa dikenal dengan
benda tetap. Contoh : Tanah, juga segala dengan isinya / segala sesuatu yang melekat
diatasnya
Tujuan pemakaiannya
Ialah segala apa yang meskipun tidak secara sungguh-sungguh digabungkan dengan tanah
atau bangunan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk waktu yang agak lama .
Contoh : mesin– mesin dalam suatu pabrik (507 KUHPer)
Memang demikian ditentukan oleh Undang - Undang
Segala hak atau penagihan yang mengenai suatu benda yang tak bergerak. Contoh : Kapal
dengan bobot 20 M Kubik (Pasal 314 KUHPer) meskipun menurut sifatnya dapat
dipindahkan
Benda Bergerak
Benda dihitung masuk ke dalam golongan benda bergerak karena :
1. Sifatnya
Benda yang dapat dipindahkan / berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya Contoh :
perabot rumah, meja, mobil, motor, komputer, dll
2. Ditentukan oleh Undang– Undang
Benda tidak berwujud, yang menurut UU dimasukkan ke dalam kategori benda bergerak
Contoh : saham, obligasi, cek, tagihan– tagihan, dsb
Hak Kebendaan
Hak kebendaan adalah suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda,
yang dapat dipertahankan terhadap tiap orang.
BEZIT
Bezit adalah suatu keadaan lahir, dimana seorang menguasai suatu benda seolah– olah
kepunyaannya sendiri, yang oleh hukum dilindungi dengan tidak mempersoalkan hak
milik atas benda itu sebenarnya ada pada siapa.
a. Bezit atas benda yang bergerak
Diperoleh dengan pengambilan barang tersebut dari tempatnya semula, sehingga secara
terang atau tegas dapat terlihat maksud untuk memiliki barang tersebut. Bezit barang
bergerak oleh bantuan orang lain, diperoleh dengan penyerahan barang itu dari tangan
bezitter lama ke tangan bezitter baru
b. Bezit atas benda tak bergerak
Ditentukan oleh Undang– Undang bahwa, orang yang menduduki sebidang tanah harus
selama satu tahun terus menerus mendudukinya dengan tidak mendapat gangguan dari
sesuatu pihak, barulah ia dianggap sebagai bezitter tanah itu (Pasal 545 BW)
oleh bantuan orang lain (pengoperan), terjadi dengan suatu pernyataan,
apabila orang yang menyatakan adalah bezitter.
Hak milik / Hak Eigendom adalah hak untuk menikmati kegunaan suatu benda dengan leluasa,
merupakan hak yang paling sempurna atas suatu benda ( Pasal 570 KUHPer). Awalnya tidak
terbatas, tetapi menimbulkan beberapa masalah, yang akhirnya diberi batasan bahwa hak
eigendom tidak boleh mengganggu hak orang lain.
Cara Memperoleh Eigendom ( Pasal 584 KUHPer) :
1.Pengambi lan, misal : sarang tawon
2.Ikutan / Natrekking, suatu pelipatan / penambahan karena perbuatan alam, misal : kuda
beranak, pohon berbuah, dsb.
3.Daluwarsa, lewatnya waktu
4.Pewa risan, baik menurut UU ataupun testamen
5.Penyerahan / Lavering, baik secara nyata (dari tangan ke tangan) maupun
secara yuridis
Dua Sistem Penyerahan (Lavering):
1. KUHPer menganut causal stelsel, dimana sah tidaknya penyerahan hak ini digantungkan kepada
sah tidaknya perjanjianatau adanya "alas hak". Berarti, ada dua hubungan kasual antara
penyerahan hak dengan perjanjian. Penyerahan barang sah jika perjanjiannya sah.
2. Abstrak Stelsel, dimana sah tidaknya penyerahan hak dipandang terlepas dari perjanjian / alas hak.
Berarti membawa konsekuensi : penyerahan dapat sah walaupun alas haknya tidak sah. Ini akan
merugikan pemilik baru.
4. Hukum Waris
Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan
harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, dengan kata lain, mengatur peralihan
harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibat – akibatnya
bagi ahli waris. Pada asasnya, yang dapat diwariskan hanyalah hak – hak dan kewajiban
di bidang hukum kekayaan saja. Kecuali, ada hak dan kewajiban dalam bidang hukum
kekayaan yang tidak dapat diwariskan, yaitu Perjanjian kerja, hubungan kerja,
keanggotaan perseroan, dan pemberian kuasa.
Subjek Hukum Waris
Pewaris
- meninggalkan harta
- Diduga meninggal dengan meninggalkan harta
Ahli waris
- Sudah lahir pada saat warisan terbuka (Pasal 863 KUHPer)
Syarat Pewarisan
1. Pewaris meninggal dengan meninggalkan harta2. Antara pewaris dan ahli waris harus ada hubungan darah (untuk mewaris berdasarkan
UU)3. Ahil waris harus patut mewaris (Pasal 838 KUHPer)
Pasal 838 KUHPer berisi :
Orang – orang yang tidak patut mendapatkan warisan :
1. Mereka yang telah dihukum karena membunuh atau mencoba membunuh pewaris2. Mereka yang karena putusan hakim secara fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap
pada yang si meninggal, ialah suatu pengaduan telah melakukan sesuatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat
3. Mereka yang dengan kekerasan telah mencegah si yang meninggal untuk mencabut wasiatnya
4. Mereka yang telah menggelapkan atau merusak wasiat dari si meninggal.
Meninggal Bersama – sama antara Pewaris dan Ahli Waris
1. Pasal 831 KUHPer : malapetaka yang sama2. Jika tidak diketahui siapa yang meninggal lebih dulu tidak saling mewaris3. Harus dibuktikan, selisih 1 detik dianggap tidak meninggal bersama – sama.
Prinsip Umum Dalam Kewarisan
1. Pewarisan terjadi karena meninggalnya pewaris dengan sejumlah harta2. Hak – hak dan kewajiban di bidang harta kekayaan "beralih" demi hukum. Pasal 833
KUHPer (Saisine) menimbulkan hak menuntut (Heriditatis Petitio)3. Yang berhak mewaris menurut UU adalah mereka yang mempunyai hubungan darah
(Pasal 832 KUHPer)4. Harta tidak boleh dibiarkan tidak terbagi5. Setiap orang cakap mewaris kecuali onwaardig berdasarkan Pasal 838 KUHPer
Cara Memperoleh Warisan
1. Mewaris berdasarkan Undang – Undang (ab intestato)1. atas dasar kedudukan sendiri2. atas dasar penggantian
2. Mewaris berdasarkan testament / wasiat
Mewaris Berdasarkan Undang – Undang
a. Atas Dasar Kedudukan Sendiri
Penggolongan ahli waris berdasarkan garis keutamaan
Golongan I (Pasal 852 – 852 a KUHPer) : Adalah Suami/isteri dan semua anak serta keturunannya dalam garis lurus kebawah
Golongan II (Pasal 855 KUHPer) : Orangtua dan saudara – saudara pewaris Golongan III (Pasal 850 jo 858 KUHPer) : Kakek nenek, baik dari pihak ayah maupun
ibu Golongan IV (Pasal 858 s.d 861 KUHPer) : Kerabat pewaris dalam garis menyamping
sampai derajat keenam
b. Berdasarkan Penggantian
Syarat penggantian : orang yang digantikan telah meninggal terlebih dahulu dari pewaris
Macam – macam penggantian :
- Dalam garis lencang kebawah tanpa batas (Pasal 842 KUHPer)
- Dalam garis menyamping ; saudara digantikan anak – anaknya (Pasal 844 KUHPer)
- Penggantian dalam garis ke samping dalam hal ini yang tampil adalah anggota keluarga yang lebih jauh tingkat hubungannya daripada saudara, misalnya paman, bibi atau keponakan
Harta Peninggalan Tak Terurus
Pasal 1126 KUHPer :
Harta peninggalan tak terurus jika :
tidak ada yang tampil sebagai ahli waris
Semua ahli waris menolak
Pasal 1127 KUHPer
Demi hukum, BHP wajib mengurus harta tersebut pada saat awal pengurusannya harus memberitahu kejaksaan
Pasal 1128 KUHPer
Kewajiban BHP :
1. Dalam hal dianggap perlu, menyegel Harta Peninggalan (HP)2. Membuat daftar tentang HP3. Membayar hutang pewaris4. Menyelesaikan Legaat5. Membuat pertanggungjawaban
Pasal 1129 KUHPer
Lewat jangka waktu 3 tahun terhitung mulai terbukanya warisan, tidak ada ahli waris yang tampil, BHP harus membuat perhitungan penutup pada negara "Negara berhak menguasai harta peninggalan"
Mewaris berdasarkan Testamen
Arti Testamen (Pasal 875 KUHPer), suatu akta yang memuat tentang apa yang dikehendaki terhadap harta setelah ia meninggal dunia dan dapat dicabut kembali
Unsur – Unsur Testament
o Aktao Pernyataan kehendako Apa yang akan terjadi setelah ia meninggal terhadap aktao Dapat dicabut kembali
Syarat membuat Testament
1. Dewasa2. Akal sehat3. Tidak dapat pengampuan4. Tidak ada unsur paksaan, kekhilafan, kekeliruan5. Isi harus jelas
Isi Testament
Erfstelling (Pasal 954 KUHPer)
- Testamentair erfgenaam
Legaat (Pasal 957 KUHPer)
- Legetaris
Codicil (tidak berhubungan dengan harta)
Pencabutan Testament
1. Secara tegas, jika dibuat wasiat baru yang isinya mengenai pencabutan surat wasiat2. Secara diam – diam, dibuat testament baru yang memuat pesan – pesan yang
bertentangan dengan testament lama
Hak dan Kewajiban Pewaris dan Ahli Waris
1. Pewariso Hak, berkaitan dengan testamento Kewajiban, memperhatikan batasan bagian mutlak (legitime portie)o Legitime Portie, bagian tertentu dari ahli waris tertentu yang tidak dapat
disingkirkano Pasal 914 KUHPer, ahli waris yang mempunyai hak LP anak saho Pasal 915 KUHPer, LP orangtuao Pasal 916 KUHPer, LP, anak luar kawin
2. Ahli Waris
· Hak
a. Menentukan sikap terhadap harta peninggalan
b. Menerima diam – diam atau tegas
c. Menerima dengan catatan
d. Menolak warisan
· Kewajiban
o Memelihara Harta Peninggalano Cara pembagian warisano Melunasi hutango Melaksanakan wasiat
Pembagian Warisan
Prinsip pembagian warisan (Pasal 1066 KUHPer)
1. Tidak seorang ahli waris pun dapat dipaksa untuk membiarkan harta warisan tidak terbagi2. Pembagian harta warisan dapat dituntut setiap saat (walaupun ada testament yang
melarang)3. Pembagian dapat ditangguhakan jangka waktu 15 tahun dengan persetujuan semua ahli
waris
Cara pembagian warisan :
Pasal 1069 KUHPer
Jika semua ahli waris hadir maka pembagian dapat dilakukan menurut cara yang mereka kehendaki bersama, dengan akta polihan mereka
Pasal 1071 & 1072 KUHPer
- salah satu ahli waris tidak mau membantu
- Salah satu ahli waris lalai
- Salah satu ahli waris belum dewasa / di bawah pengampuan, dengan keputusan hakim, Balai Harta Peninggalan (BHP) mewakilli mereka
Pasal 1074 KUHPer
- Pembagian harus dengan akta otentik
- Soal yang berhubungan erat dengan pembagian warisan – Inbreng, pengembalian benda pada boedel warisan
Bagian Anak Luar Kawin
Diakui Pasal 862 – 863 KUHPer
1. Bersama golongan I : 1/3 bagian anak sah2. Bersama golongan II : ½ harta peninggalan3. Bersama golongan III : ¾ harta peninggalan
BAB II
HUKUM PERDATA FORMIL
A. Asas-asas Hukum Perdata Formil
Asas-asas Hukum Acara Perdata Asas-asas Hukum Acara Perdata
1. Hakim bersifat menunggu===inisiatif mengajukan tuntutan hak diserahkan
sepenuhnya kepada yang berkepentingan===Pasal 118 HIR/142 RBg
2. Hakim bersifat Pasif=== ruang lingkup atau luas pokok perkara ditentukan para pihak
berperkara tidak hakim. Hakim tidak boleh menjatuhkan putusan melebihi dari
yang dituntut
3. Persidangan terbuka untuk umum===setiap orang dibolehkan hadir dan
mendengarkan pemeriksaan perkara, walaupun ada beberapa perkara yang
dilakukan pemeriksaannya secara tertutup. Contoh dalam perkara perceraian.
1.Mendengarkan kedua belah pihak
2. Putusan harus disertai dengan alasan alasan.
3. Berperkara dikenai biaya.
4. Beracara tidak harus diwakilkan=== bisa langsung pihak yang berperkara beracara di
pengadilan atau dapat diwakilkan
B. Hal-hal pokok dalam Hukum Acara Perdata
a) Setelah suatu gugatan dari seseorang masuk ke pengadilan dan ditentukan apakah dalam
menyelesaikan perkara itu diperlukan hakim tunggal atau majelis (perkara perdata tanpa
Jaksa), maka pada waktu yang ditentukan para pihak diminta kehadirannya. Terlebih dahulu
pihak yang di gugat (tergugat) diberi salinan gugatannya.
b) Dalam sidang pertama perkara itu dapat ditempuh dengan lisan seluruhnya atau melalui
tulisan, setelah hakim memberikan kesempatan untuk berdamai, lebih dahulu.
c) Kalau ditempuh secara lisan, tergugat wajib mengemukakan argumentasinya sebagai
tangkisan. Selanjutnya, terjadi debat lisan dan dalam waktu sidang berikutnya dapat
diberikanputusan.
d) Kalau ditempuh secara tulisan, prosesnya diberikan kesempatan kepada tergugat untuk
menyampaikan jawaban tertulis. Selanjutnya setiap, sidang berturut-turut penggugat
mengajukan replik, kemudian duplik dari tergugat. Setelah itu dapat diajukan saksi-saksi dan
bukti-bukti otentik atau di bawah tangan dari para pihak.
e) Setelah proses itu dilalui, maka kesempatan berikutnya untuk para pihak dapat
menyampaikankesimpulan.
f) Dalam sidang yang terakhir, hakim mengajukan pertimbangan hukumnya yang ditutup
dengan putusan. Proses perkara perdata yang terbuka untuk umum (dapat dihadiri oleh setiap
orang) itu memerlukan biaya yang akan dipukul oleh para pihak berperkara. Besarnya biaya
akan dibebankan kepada kedua belah pihak atau salah satu pihak, tergantung kepada putusan
hakim. Kalau salah satu pihak memang benar-benar tidak mampu membayar biaya perkara,
terhadapnya dapat dimintakan agar biaya perkara itu ditanggung oleh negara (Departemen
Kehakiman).
C. Prosedur penyelesaian perkara litigasi
Penyelesaian perkara secara litigasi adalah salah satu teknik / proses penanganan /
penyelesaian perkara atau kasus hukum yang terjadi melalui jalur / proses pengadilan. Dalam
menjalankan kegiatan bisnis, kemungkinan timbulnya sengketa suatu hal yang sulit untuk
dihindari. Oleh karena itu, dalam peta bisnis modern dewasa ini, para pelaku bisnis sudah mulai
mengantisipasi atau paling tidak mencoba meminimalisasi terjadinya sengketa. Langkah yang
ditempuh adalah dengan melibatkan para penasehat hukum (legal adviser) dalam membuat dan
ataupun menganalisasi kontrak yang akan ditanda tangani oleh pelaku usaha. Yang menjadi soal
adalah, bagaimana halnya kalau pada awal dibuatnya kontrak, para pihak hanya mengandalkan
saling percaya, kemudian timbul sengketa, bagaimana cara penyelesaian sengketa yang tengah
dihadapi pebisnis.
BAB III
HUKUM PIDANA MATERIIL
A. Unifikasi Hukum Pidana
Unifikasi Hukum Pidana dilakukan atas dasar pada zaman penjajah terdapat hukum yang
hanya berlaku untuk golongan eropa dan ada hukum yang hanya berlaku untuk golongan
pribumi.
B. Asas-asas Pidana
Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan
pidana dalam Perturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu
dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP). Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan
dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling
ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP) Dan Asas Tiada Pidana Tanpa
Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak
pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.1
C. Yurisdiksi Hukum Pidana Materiil
Pengertian yurisdiksi sendiri adalah kekuasaan atau kemampuan hukum negara terhadap
orang, benda, atau peristiwa (hukum). Yurisdiksi ini merupakan refleksi dari prinsip dasar
kedaulatan negara, kesamaan derajat negara, dan prinsip tidak campur tangan. Praktek
pelaksanaan yurisdiksi oleh negara-negara terhadap orang, harta benda atau tindakan-
tindakan atau peristiwa-peristiwa berbeda-berbeda disetiap negara dan perbedaan perbedaan
ini disebabkan faktor-faktor histories dan geografis, yang meskipun kurang memainkan
peranan penting karena dengan alasan perkembangan-perkembangan teknologi, negara-
negara seperti Inggris, yang perbatasan lautnya menonjol, sangat menaati prinsip yurisdiksi
territorial.
D. Macam-macam pemidanaan Hukum Pidana Materiil
Pasal 10 KUHP
Pidana terdiri atas :
- Pidana pokok:
1. Pidana mati;
1 Pengantar Hukum Indonesia, Fully Handayani, S.H, M.kn, Hal. 59-61
2. Pidana penjara;
3. Pidana kurungan;
4. Pidana denda;
5. Pidana tutupan.
- Pidana tambahan:
1. Pencabutan hak-hak tertentu;
2. Perampasan barang-barang tertentu;
3. Pengumuman putusan hakim.
Pidana mati hukuman gantung oleh algojo (pasal 11 KUHP) diganti dengan
hukuman tembak (pasal 1 STB 1945:123)
Penjara (pasal 12 KUHP)
1. Seumur hidup
2. Waktu tertentu. Min 1 hari, maks 15 tahun. Bisa maks 20 tahun tapi dengan
catatan (ayat 3)
3. Kurungan (pasal 18 KUHP) min 1hari, maks 1 tahun 4 bulan
4. Denda (pasal 30-33 KUHP) bisa dibayar oleh siapa saja tidak harus terpidana
5. UU no. 20 tahun 1946 “Pidana Tutupan” sebagai pengganti pidana penjara
diperuntukkan bagi orang yang dihormati seperti : mantan presiden.
BAB IV
HUKUM PIDANA FORMIL
A. Asas-asas Hukum Pidana Formil
Adapun yang menjadi Asas-Asas Berlakunya KUHP
1. Asas teritorial atau Wilayah.
Undang-undang Hukum Pidana berlaku didasarkan pada tempat atau teritoir dimana
perbuatan dilakukan
2. Asas Nasionalitas Aktif atau Personalitas.
Berlakunya KUHP didasarkan pada kewarganegaraan atau nasionalitas seseorang yang
melakukan suatu perbuatan. Undang-undang Hukum Pidana hanya berlaku pada warga
negara, tempat dimana perbuatan dilakukan tidak menjadimasalah
3. Asas Nasionalitas Pasif atau Asas Perlindungan.
Didasarkan kepada kepentingan hukum negara yang dilanggar. Bila kepentingan hukum
negara -dilanggaroleh warga negara atau bukan, baik di dalam ataupun diluar negara yang
menganut asas tersebut, makaundang-undang hukum pidana dapat diberlakukan terhadap si
pelanggar. Dasar hukumnya adalah bahwa tiap negara yang berdaulat pada umumnya berhak
melindungi kepentingan hukum negaranya
4. Asas Universalitas.
Undang-undang hukum pidana dapat diberlakukan terhadap siapapun yang melanggar
kepentingan hukum dari seluruh dunia. Dasar hukumnya hádala kepentingan hukum seluruh
dunia
B. Proses penyelesaian perkara Pidana Formil
a. Tahap Penyelidikan
Ruang lingkup penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat
atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang
ini2.
b. Tahap Penyidikan
Penyidikan adalah suatu istilah yang dimaksudkan sejajar dengan pengertian opsporing3
(Belanda) dan investigation4 (Inggris) atau penyiasatan atau siasat (Malaysia), KUHAP
sendiri memberikan pengertian dalam Pasal 1 angka 2, sebagai berikut:
Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti
itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
2 UU no. 26 tahun 2000, pasal 1 angka 53Menurut de Pinto, opsporing berarti pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat yanguntuk itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah mereka dengan jalan apapun mendengarkabar yang sekedar beralasan, bahwa ada terjadi sesuatu pelanggaran hukum (Hamzah, Op.cit,halaman 72)4 Investigation is an examination for the purpose of discovering information about something (thenew webster Dictionary, Ibid.)
tersangkanya.
c. Tahap Penuntutan
Setelah proses penyidikan dilakukan maka penyidik melimpahkan berkas perkara
tersebut kepada penuntut umum
d. Tahap Pemeriksaan Pengadilan
Apabila terhadap suatu perkara pidana telah dilakukan penuntutan, maka perkara
tersebut diajukan ke pengadilan. Tindak pidana tersebut untuk selanjutnya diperiksa,
diadili dan diputus oleh majelis hakim Pengadilan Negeri yang berjumlah 3 (tiga) orang.
e. Tahap Pelaksanaan Putusan
Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dilakukan oleh
jaksa. Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap tersebut dilakukan
dengan tetap memelihara perikemanusiaan dan perikeadilan dan dilaksanakan jaksa
setelah menerima salinan surat putusan pengadilan yang disampaikan oleh panitera.
BAB V
HUKUM TATA NEGARA
A. Fungsi dan kedudukan MPR
Tugas dan Fungsi MPR
Perubahan tugas dan fungsi MPR dilakukan untuk melakukan penataan ulang sistem
ketatanegaraan agar dapat diwujudkan secara optimal yang menganut sistem saling mengawasi
dan saling mengimbangi antarlembaga negara dalam kedudukan yang setara, dalam hal ini antara
MPR dan lembaga negara lainnya seperti Presiden dan DPR.
Saat ini MPR tidak lagi menetapkan garis-garis besar haluan negara, baik yang berbentuk
GBHN maupun berupa peraturan perundang-undangan, serta tidak lagi memilih dan mengangkat
Presiden dan Wakil Presiden. Hal ini berkaitan dengan perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menganut sistem pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
secara langsung oleh rakyat yang memiliki program yang ditawarkan langsung kepada rakyat.
Jika calon Presiden dan Wakil Presiden itu menang maka program itu menjadi program
pemerintah selama lima tahun. Berkaitan dengan hal itu, wewenang MPR adalah melantik
Presiden atau Wakil Presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Dalam hal ini MPR tidak
boleh tidak melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden yang sudah terpilih.
Wewenang MPR berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD Tahun 1945
adalah:
1) mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar;
2) melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden;
3) memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-
Undang Dasar;
4) memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden apabila terjadi
kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya;
5) memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam
masa jabatannya, dari dua pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang diusulkan
oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan calon Wakil
Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya,
sampai berakhir masa jabatannya.
B. Fungsi dan kedudukan DPR/DPD
Berikut isi tata tertib yang menjelaskan mengenai Bab II Susunan dan Kedudukan, Fungsi,
Serta Tugas dan Wewenang dari anggota DPR.
Bagian Kesatu
Susunan dan Kedudukan
Pasal 2
DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan
umum.
Pasal 3
DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara.
Bagian Kedua
Fungsi
Pasal 4
1. DPR mempunyai fungsi :
a. legislasi;
b. anggaran; dan
c. pengawasan.
Fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam kerangka representasi
rakyat.
Pasal 5
1. Fungsi legislasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dilaksanakan
sebagai perwujudan DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-undang.
2. Fungsi anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dilaksanakan
untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan
terhadap rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden.
3. Fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c dilaksanakan
melalui pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan APBN.
Bagian Ketiga
Tugas dan Wewenang
Pasal 6
DPR mempunyai tugas dan wewenang:
a. membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan
bersama;
b. memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap peraturan
pemerintah pengganti undang-undang yang diajukan oleh Presiden untuk menjadi
undang-undang;
c. menerima rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPD berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah;
d. membahas rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam huruf c bersama
Presiden dan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden;
e. membahas rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden atau DPR yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan
mengikutsertakan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden;
f. memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang tentang APBN dan
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;
g. membahas bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan
memberikan persetujuan atas rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan
oleh Presiden;
h. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang dan APBN;
i. membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD terhadap
pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan
penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;
j. memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan negara lain, serta membuat perjanjian internasional
lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang
terkait dengan beban keuangan negara dan/atau mengharuskan perubahan atau
pembentukan undang-undang;
k. memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesti dan abolisi;
l. memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal mengangkat duta besar dan
menerima penempatan duta besar negara lain;
m. memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD;
n. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara yang disampaikan oleh BPK;
o. memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota
Komisi Yudisial;
p. memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk
ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden;
q. memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden untuk
diresmikan dengan keputusan Presiden;
r. memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara yang menjadi
kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan terhadap
perjanjian yang berakibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan
beban keuangan negara;
s. menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat; dan
t. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam undang-undang.
Berikut mengenai fungsi dan kedudukan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang
diatur dalam UUD 1945 dan UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPD, DPR, dan
DPRD.
Kutipan bunyi UUD 1945
BAB VIIA
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
Pasal 22C
(1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui
pemilihan umum.
(2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama
danjumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari
sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
(4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan
undangundang.
Pasal 22D
(1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat rancangan undang undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat
dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah.
(2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undangundang yang
berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah;
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah;
pengelolaan sumberdaya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuang
an pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat atas rancangan undangundang anggaran pendapatan
dan belanja negara dan rancangan undang undang yang berkaitan dengan
pajak, pendidikan, dan agama.
(3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksa naan undang
undang mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah,
hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak,
pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan
Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk
ditindaklanjuti.
(4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat
syarat dan tata caranya diatur dalam undangundang.
Kutipan UU Nomor 27 Tahun 2009
BAB IV DPD
Bagian Kesatu
Susunan dan Kedudukan
Pasal 221
DPD terdiri atas wakil daerah provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum.
Pasal 222
DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara.
Bagian Kedua
Fungsi
Pasal 223
(1) DPD mempunyai fungsi:
a. pengajuan usul kepada DPR mengenai rancangan undang-undang yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah;
b. ikut dalam pembahasan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan
pusat dan daerah;
c. pemberian pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang anggaran
pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan, dan agama; dan
d. pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan,
pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan
agama.
(2) Fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam kerangka perwakilan
daerah.
C. Fungsi dan kedudukan Presiden dan Wapres
Tugas dan wewenang:
- Memiliki keusaan legislative ( pasal 5ayat 1, pasal 21 ayat 2, pasal 22 ayat 1, pasal 23
ayat 2)
- Memiliki kekuasaan yudikatif
- Membentuk perpemerintahan
- Membentuk UU tentang peraturan lembaga tinggi Negara
- Berperan Sebagai kepala Negara ( pasal 10 , pasal 11 ayat 1,pasal 12, pasal 13 ayat 1,2
dan 3, pasal 15, pasal 16, pasal17 ayat 2 dan 1)
b. Wakil presiden
Tugas dan wewenang:
-membantu presiden dalam melakukan tugasnya
- Membantu presiden
- Memperhatikan masalg tentang kesejahtraan rakyat
- Melakukan pengawasan oprasional pembangunan dengan
bantuan departemen
D. Fungsi dan kedudukan MA
Perkembangan selanjutnya dengan Undang-Undng No. 14 tahun 1970 tentang;
"Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman" tanggal 17 Desember 1970, antara lain
dalam pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara
tertinggi dalam arti Mahkamah Agung sebagai badan pengadilan kasasi (terakhir) bagi
putusan-putusan yang berasal dari Pengadilan-pengadilan lain yaitu yang meliputi keempat
lingkungan peradilan yang masing-masing terdiri dari:
1. Peradilan Umum;
2. Peradilan Agama;
3. Peradilan Militer;
4. Peadilan Tata Usaha Negara.
Bahkan Mahkamah Agung sebagai pula pengawas tertinggi atas perbuatan Hakim dari
semua lingkungan peradilan. Sejak tahun 1970 tersebut Mahkamah Agung mempunyai
Organisasi, administrasi dan keuangan sendiri. Mahkamah Agung menjalankan tugasnya dengan
melakukan 5 fungsi yang sebenarnya sudah dimiliki sejak Hooggerechtshof, sebagai berikut:
1. Fungsi Paradilan;
2. Fungsi Pengawasan;
3. Fungsi Pengaturan;
4. Fungsi Memberi Nasehat;
5. Fungsi Administrasi.
1. Fungsi Peradilan
a. Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi
yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan
peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah
negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar.
b. Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang memeriksa
dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir
- semua sengketa tentang kewenangan mengadili.
-
permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap (Pasal 28, 29,30,33 dan 34 Undang-undang Mahkamah Agung No. 14
Tahun 1985)
- semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal
perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku (Pasal 33 dan Pasal 78
Undang-undang Mahkamah Agung No 14 Tahun 1985)
c. Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang
menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang tentang
hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan
dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14
Tahun 1985).
2. Fungsi Pengawasan
a. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua
lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan
diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang
sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa
dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok
Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).
b. Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan :
-
terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat
Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok
Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan
menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang
hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran dan
petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan Hakim (Pasal 32 Undang-undang
Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
-Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan (Pasal 36
Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
3. Fungsi Mengatur
a. Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran
penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-
undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau
kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27
Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985).
b. Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk
mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-undang.
4. Fungsi Nasehat
a. Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan dalam
bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah
Agung No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku
Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang
Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang
Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan
untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga
rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai
rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur
pelaksanaannya.
b. Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada
pengadilan disemua lingkunga peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25
Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman. (Pasal 38 Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).
5. Fungsi Administratif
a. Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan
Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang
No.14 Tahun 1970 secara organisatoris, administrative dan finansial sampai saat ini masih
berada dibawah Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-
undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan Mahkamah Agung.
b. Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan
tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan
Atas Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman).
6. Fungsi lain-lain
Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap
perkara yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun
1970 serta Pasal 38 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat diserahi
tugas dan kewenangan lain berdasarkan Undang-undang.
E. Fungsi dan kedudukan MK
Kedudukan MK
Digantikannya sistem division of power (pembagian kekuasaan) dengan separation of
power (pemisahan kekuasaan) mengakibatkan perubahan mendasar terhadap format
kelembagaan negara pasca amandemen UUD 1945. Berdasarkan division of power yang dianut
sebelumnya, lembaga negara disusun secara vertikal bertingkat dengan MPR berada di puncak
struktur sebagai lembaga tertinggi negara. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 sebelum perubahan
menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR.
Sebagai pelaku sepenuhnya kedaulatan rakyat, MPR sering dikatakan sebagai rakyat itu sendiri
atau penjelmaan rakyat. Di bawah MPR, kekuasaan dibagi ke sejumlah lembaga negara, yakni
presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah Agung (MA) yang kedudukannya sederajat dan
masing-masing diberi status sebagai lembaga tinggi negara.
Akibat utama dari anutan sistem separation of power, lembaga-lembaga negara tidak lagi
terkualifikasi ke dalam lembaga tertinggi dan tinggi negara. Lembaga-lembaga negara itu
memperoleh kekuasaan berdasarkan UUD dan di saat bersamaan dibatasi juga oleh UUD. Pasca
amandemen UUD 1945, kedaulatan rakyat tidak lagi diserahkan sepenuhnya kepada satu
lembaga melainkan oleh UUD. Dengan kata lain, kedaulatan sekarang tidak terpusat pada satu
lembaga tetapi disebar kepada lembaga-lembaga negara yang ada. Artinya sekarang, semua
lembaga negara berkedudukan dalam level yang sejajar atau sederajat.
Dalam konteks anutan sistem yang demikian, lembaga negara dibedakan berdasarkan
fungsi dan perannya sebagaimana diatur dalam UUD 1945. MK menjadi salah satu lembaga
negara baru yang oleh konstitusi diberikan kedudukan sejajar dengan lembaga-lembaga lainnya,
tanpa mempertimbangkan lagi adanya kualifikasi sebagai lembaga negara tertinggi atau tinggi.
Sehingga, sangat tidak beralasan mengatakan posisi dan kedudukan MK lebih tinggi dibanding
lembaga-lembaga negara lainnya, itu adalah pendapat yang keliru. Prinsip pemisahan kekuasaan
yang tegas antara cabang-cabang kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif dengan
mengedepankan adanya hubungan checks and balances antara satu sama lain.
Selanjutnya, UUD 1945 memberikan otoritas kepada MK untuk menjadi pengawal
konstitusi. Mengawal konstitusi berarti menegakkan konstitusi yang sama artinya dengan
“menegakkan hukum dan keadilan”. Sebab, UUD 1945 adalah hukum dasar yang melandasi
sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini MK memiliki kedudukan, kewenangan
serta kewajiban konstitusional menjaga atau menjamin terselenggaranya konstitusionalitas
hukum.
Fungsi dan Peran MK
Fungsi dan peran utama MK adalah adalah menjaga konstitusi guna tegaknya prinsip
konstitusionalitas hukum. Demikian halnya yang melandasi negara-negara yang mengakomodir
pembentukan MK5 dalam sistem ketatanegaraannya. Dalam rangka menjaga konstitusi, fungsi
pengujian undang-undang itu tidak dapat lagi dihindari penerapannya dalam ketatanegaraan
Indonesia sebab UUD 1945 menegaskan bahwa anutan sistem bukan lagi supremasi parlemen
melainkan supremasi konstitusi. Bahkan, ini juga terjadi di negara-negara lain yang sebelumnya
menganut sistem supremasi parlemen dan kemudian berubah menjadi negara demokrasi. MK
dibentuk dengan fungsi untuk menjamin tidak akan ada lagi produk hukum yang keluar dari
koridor konstitusi sehingga hak-hak konstitusional warga terjaga dan konstitusi itu sendiri
terkawal konstitusionalitasnya
Untuk menguji apakah suatu undang-undang bertentangan atau tidak dengan konstitusi,
mekanisme yang disepakati adalah judicial review6 yang menjadi kewenangan MK. Jika suatu
5 Tidak semua negara menyebut lembaga baru itu dengan istilah MK. Prancis misalnya menyebut dengan Dewan Konstitusi (Counseil Constitutionnel), Belgia menyebutnya Arbitrase Konstitusional (Constitusional Arbitrage) karena lembaga ini dianggap bukan pengadilan dalam arti yang lazim karena itu, para anggotanya juga tidak disebut hakim. Persamaan dari ke-78 negara itu adalah pada MK yang dilembagakan tersendiri di luar MA.6 Judicial review merupakan hak uji (toetsingrechts) baik materiil maupun formil yang diberikan kepada hakim atau lembaga peradilan untuk menguji kesahihan dan daya laku produk-produk hukum yang dihasilkan oleh eksekutif legislatif maupun yudikatif di hadapan peraturan perundangan yang lebih tinggi derajat dan hierarkinya. Pengujian biasanya dilakukan terhadap norma hukum secara a posteriori, kalau dilakukan secara a priori disebut judicial preview sebagaimana misalnya dipraktekkan oleh Counseil Constitusional (Dewan Konstitusi) di Prancis. Judicial review bekerja atas dasar adanya peraturan perundang-undangan yang tersusun hierarkis.
undang-undang atau salah satu bagian daripadanya dinyatakan terbukti tidak selaras dengan
konstitusi, maka produk hukum itu akan dibatalkan MK. Sehingga semua produk hukum harus
mengacu dan tak boleh bertentangan dengan konstitusi. Melalui kewenangan judicial review ini,
MK menjalankan fungsinya mengawal agar tidak lagi terdapat ketentuan hukum yang keluar dari
koridor konstitusi.
Fungsi lanjutan selain judicial review, yaitu (1) memutus sengketa antarlembaga negara,
(2) memutus pembubaran partai politik, dan (3) memutus sengketa hasil pemilu. Fungsi lanjutan
semacam itu memungkinkan tersedianya mekanisme untuk memutuskan berbagai persengketaan
(antar lembaga negara) yang tidak dapat diselesaikan melalui proses peradilan biasa, seperti
sengketa hasil pemilu, dan tuntutan pembubaran sesuatu partai politik. Perkara-perkara semacam
itu erat dengan hak dan kebebasan para warga negara dalam dinamika sistem politik demokratis
yang dijamin oleh UUD. Karena itu, fungsi-fungsi penyelesaian atas hasil pemilihan umum dan
pembubaran partai politik dikaitkan dengan kewenangan MK
Fungsi dan peran MK di Indonesia telah dilembagakan dalam Pasal 24C ayat (1) UUD
1945 yang menentukan bahwa MK mempunyai empat kewenangan konstitusional
(conctitutionally entrusted powers) dan satu kewajiban konstitusional (constitusional obligation).
Ketentuan itu dipertegas dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d Undang-Undang
Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Empat kewenangan MK adalah:
1. Menguji undang-undang terhadap UUD 1945
2. Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh UUD 1945.
3. Memutus pembubaran partai politik.
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilu.
Sementara, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) sampai dengan (5) dan Pasal 24 C ayat (2) UUD
1945 yang ditegaskan dalam Pasal 10 ayat (2) UU Nomor 24 Tahun 2003, kewajiban MK adalah
memberi keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan atau Wakil Presiden telah
melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat sebagai
Presiden dan atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
F. Fungsi dan kedudukan KY
Kedudukan Komisi Yudisial ini sangat penting. Secara struktural kedudukannya
diposisikan sederajat dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Namun demikian
meskipun secara struktural kedudukannya sederajat dengan MA dan MK, tetapi secara
fungsional, peranannya bersifat penunjang (auxiliary) terhadap lembaga kekuasaan kehakiman.
Komisi Yudisial, meskipin fungsinya berkaitan dengan kehakiman, tidak menjalankan fungsi
kekuasaan kehakiman.
Komisi ini bukanlah lembaga penegak norma hokum (code of law), melainkan lembaga
penegak norma etik (code of ethics). Karena itu, meskipun secara struktural kedudukannya
sederajat dengan MA dan juga MK, namun karena sifatnya fungsinya khusus dan penunjang
(auxilary), kedudukan protokolernya tidak perlu diperlakukan sama dengan MA dan MK serta
DPR, MPR, DPD dan BPK. Karena Komisi Yudisial itu bukanlah lembaga negara yang
menjalankan fungsi kekuasaan negara secara langsung.
Komisi Yudisial bukanlah lembaga yudikatif, eksekutif atau legislatif. Komisi ini hanya
berfungsi menunjang tegaknya kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim sebagai
pejabat penegak hukum dan lembaga yang menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman (judiciary).
Dengan demikian, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KY juga berdampingan dengan
MA dan MK.
Berdasarkan ketentuan Pasal 24B ayat (4) UUD 1945 dikeluarkanlah UU no.22 Tahun
2004 tentang Komisi Yudisial, ketentuan Pasal 1 angka 1 ditegaskan bahwa Komisi Yudisial
adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Lebih lanjut ditegaskan bahwa
Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan
wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya. Anggota Komisi
Yudisial diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Ketua, wakil ketua dan anggota KY
diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh presiden atas usul KY. Komisi Yudisial
bertanggung jawab kepada public melalui DPR.
Menurut ketentuan Bab III Pasal 13 UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial,
Komisi Yudisial mempunyai wewenang : (a) mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada
DPR, (b) Menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.
Selanjutnya dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Komisi
Yudisial mempunyai Tugas :
melakukan pendaftaran calon Hakim Agung
melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung
menetapkan calon Hakim Agung dan
Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.
Dalam menjalankan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, Komisi
Yudisial mempunyai tugas melalukan pengawasan terhadap perilaku hakim dalam rangka
menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim. Untuk
melaksanakannya, Komisi Yudisial bertugas mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim
kepada pimpinan Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi.
Dari penegasan di atas dapat diketahui bahwa kedudukan Komisi Yudisial dalam struktur
ketatanegaraan Indonesia adalah termasuk ke dalam lembaga negara setingkat dengan Presiden
dan bukan lembaga pemerintahan yang bersifat khusus atau lembaga khusus yang bersifat
independen (state auxiliary institution). Komisi Yudisial tidak sama dengan komisi-komisi
lainnya semacam KPU atau KomnasHAM dan komisi lainnya karena: Komisi Yudisial
kewenangannya diberikan langsung oleh UUD 1945 yaitu Pasal 24 B, selain itu karena KY
secara tegas dan tanpa keraguan merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman karena
pengaturannya ada dalam Bab. 1X kekuasaan kehakiman yang terdapat dalam UUD 1945.
Melalui lembaga Komisi Yudisial ini diharapkan dapat diwujudkan lembaga peradilan
yang sesuai bersih dan imparsial sekaligus diwujudkan penegakkan hokum dan pencapaian
keadilan melalui putusan hakim yang terjaga kehormatan dan keluhuran martabatnya.
BAB VI
HUKUM ADMINISTRASI
A. Pengertian dan peristilahan Hukum Administrasi
Pengertian Hukum Administrasi
Hukum administrasi, tanpa atribut negara, sebagaimana yang dianut oleh Hadjon, dengan
alasan bahwa pada kata administrasi itu sudah mengandung konotasi
negara/pemerintahan7
Berikut merupakan beberapa contoh pengertian Hukum Administrasi/Hukum
Administrasi Negara yang dikemukakan oleh para sarjana :
Hukum Administrasi Negara adalah seperangkat peraturan yang memungkinkan
administrasi negara menjalankan fungsinya, yang sekaligus juga melindungi warga
terhadap sikap tindak administrasi negara, dan melindungi administrasi negara itu
sendiri.8
Het administratief recht of bestuursrecht behelst regelen die betrekking hebben op het
openbaar bestuur. Maar niet alle regelen die op het openbaar bestuur betrekking
hebben behoren tot het terrain van het administratief recht. Er zijn namelijk
rechtsregels die op dat bestuur betrekking hebben en behoren tot het terrain van het
staatsrecht.9
(Hukum Administrasi Negara atau hukum tata pemerintahan berisi peraturan-peraturan
yang berkenaan dengan pemerintahan umum. Akan tetapi, tidak semua peraturan-
peraturan yang berkenaan dengan pemerintahan umum termasuk dalam cakupan HAN
(Hukum Administrasi Negara) sebab ada peraturan yang berkenaan dengan
pemerintahan umum termasuk dalam cakupan HAN sebab ada peraturan yang
menyangkut pemerintahan umum, tetapi tidak termasuk daalam HAN, melainkan
masuk pada lingkup HTN)
Utrecht menyebutkan bahwa HAN adalah hukum yang mengatur sebagian lapangan
pekerjaan administrasi negara. Bagian lain yang diatur oleh Hukum Tata
Negara(hukum negara dalam arti sempit), Hukum Privat, dan sebagainya.10
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, tampak bahwa dalam hukum administrasi
negara terkandung dua aspek yaitu pertama, aturan-aturan hukum yang mengatur dengan
7 Philipus M.Hadjon, et.al., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Yogyakarta:Gadjah Mada University Press, 1993),hlm.6.8 Sjachran Basah,Perlindungan Hukum terhadap Sikap-Tindak Administrasi Negara (Bandung:Alumni,1992),hlm.4.9 Algemene Bepalingen van Administratief Recht,loc.cit.,hlm.1.10 E.Utrecht,op.cit.,hlm.8-9.
cara bagaimana alat-alat perlengkapan negara itu melakukan tugasnya; kedua, aturan-
aturan hukum yang mengatur hubungan hukum (rechtsbetrekking) antara alat
perlengkapan administrasi negara atau pemerintah dengan para warga negaranya.11
Peristilahan Hukum Administrasi
Secara teoritis, hukum administrasi negara merupakan fenomena kenegaraan dan
pemerintahan yang keberadaannya setua dengan konsepsi negara hukum atau muncul
bersamaan dengan diselenggarakannya kekuasaan negara dan pemerintahan berdasarkan
aturan hukum tertentu.
Di negeri Belanda ada dua istilah mengenai hukum ini yaitu bestuursrecht dan
administratief recht, dengan kata dasar ‘administratief’ dan ‘bestuur’. Terhadap dua
istilah ini para sarjana Indonesia berbeda pendapat dalam menerjemahkannya. Untuk kata
administratie ini ada yang menerjemahkan dengan administrasi saja, sedangkan kata
bestuur diterjemahkan secara seragam dengan pemerintahan.
Administrasi
Kata administrasi berasal dari bahasa Latin “administrare” yang berarti to manage.
Derivasinya antara lain menjadi “administration” yang berarti besturing atau
pemerintahan. Dalam KBBI, administrasi diartikan sebagai; (1) usaha dan kegiatan
yang meliputi penetapan tujuan serta penetapan cara-cara penyelenggaran pembinaan
organisasi; (2) usaha dan kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan
kebijaksanaan serta mencapai tujuan; (3) kegiatan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pemerintahan; (4) kegiatan kantor dan tata usaha.12
B. Asas-asas Hukum Administrasi
Dengan adanya kebebasan bertindak pada alat administrasi negara maka tidak
jarang terjadi perbuatan alat administrasi negara tersebut menyimpang dari peraturan
hukum yang berlaku yang tendensinya dapat menimbulkan kerugian pihak
administrabele. Sehubungan dengan ini, guna meningkatkan perlindungan hukum bagi
penduduk, maka untuk penyelenggaraan tata pemerintahan di Indonesia harus
11 Soehino,Asas-asas Hukum Tata Pemerintahan (Yogyakarta:Liberty,1984),hlm.2. Pendapat senada dikemukakan oleh Muchsan, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia (Yogyakarta:Liberty,1982),hlm.9.12 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),Edisi Kedua, Balai Pustaka,Jakarta,1994,hlm.8
dipedomani dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, yang terdiri dari :
1) Asas kepastian hukum
Prof van der Pot, menyatakan bahwa untuk sahnya suatu ketetapan administratif, harus
memenuhi persyaratan yang bersifat materiil dan persyaratan yang bersifat formil.
Persyaratan materiil yakni persyaratan yang berhubungan dengan kewenangan bertindak,
yang meliputi :
a. Alat negara yang membuat ketetapan harus berwenang
b. Dalam kehendak alat negara yang membuat ketetapan tidak boleh ada kekurangan
yuridis
c. Ketetapan harus berdasarkan suatu keadaan (situasi)tertentu
d. Ketetapan harus dapat dilakukan, dan tanpa melanggar peraturan-peraturan lain,
menurut “isi dan tujuan” sesuai dengan peraturan yang menjadi dasar ketetapan itu.
Sedangkan persyaratan formil yakni persyaratan yang berhubungan dengan bentuk dari
ketetapan itu sendiri, yang meliputi :
a. Syarat-syarat yang ditentukan berhubungan dengan persiapan dibuatnya ketetapan dan
berhubungan dengan cara dibuatnyya ketetapan, harus dipenuhi.
b. Ketetapan harus diberi bentuk yang ditentukan
c. Syarat-syarat yang ditentukan berhubung dengan dilakukannya ketetapan harus
dipenuhi
d. Jangka waktu ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan dibuatnya
ketetapan dan diumumkannya ketetapan itu tidak boleh dilewati.
Apabila ketetapan itu telah memenuhi persyaratan seperti tersebut, maka ketetapan itu
sudah sah dan dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak administrabele,
meskipun mungkin terjadi kesalahan dari pihak alat administrasi negara dalam membuat
ketetapan tersebut. Hal ini perlu demi kepastian hukum serta perlindungan pihak
administrabele dari tindakan penguasa.
2) Asas Keseimbangan
Dalam asas ini dinyatakan bahwa antara tindakan-tindakan disiplin yang dijatuhkan oleh
atasan dan kelalaian yang dilakukan oleh seorang pegawai negeri harus proporsional atau
sebanding/seimbang
3) Asas kesamaan dalam mengambil keputusan
Yang dimaksud dengan asas ini, bahwa hendaknya alat administrasi negara terhadap
kasus-kasus yang faktanya sama diambil tindakan-tindakan yang sama pula.
4) Asas bertindak cermat
Asas ini menghendaki bahwa pemerintah harus bertindak hati-hati agar tidak
menimbulkan kerugian bagi warga masyarakatnya.
5) Asas motivasi
Yang dimaksud dengan asas ini adalah bahwa setiap keputusan badan-badan pemerintah
harus mempunyai motivasi/alasan yang cukup sebagai dasar keputusan tersebut dan
dituntut agar motivasi itu benar dan jelas. Dengan adanya motivasi tersebut diharapkan
pihak administrabele memperoleh pengertian yang cukup jelas atas keputusan yang
ditujukan kepadanya sehingga apabila tidak menerima keputusan itu dapat mengambil
alasan untuk naik banding guna mencari dan memperoleh keadilan.
6) Asas larangan untuk mencampur adukkan kewenangan
Asas ini menghendaki, apabila suatu instansi pemerintahan diberikan kekuasaan untuk
memberikan keputusan tentang sesuatu masalah maka kekuasaan ini tidak boleh
dipergunakan untuk maksud-maksud yang lain, kecuali maksud/tujuan diberikannya
kekuasaan tersebut.
7) Asas permainan yang layak/asas perlakuan yang jujur
Yang dimaksud dengan asas ini, bahwa pemerintah hendaknya memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada warga negara untuk mencari kebenaran. Ini berarti bahwa
asas ini sangat menghargai instansi banding guna kesempatan bagi warga negara untuk
dapat mencari kebenaran dan keadilan.
8) Asas keadilan atau kewajaran
Prinsip ini menyatakan bahwa bertindak secara sewenang-wenang atau tidak layak
dilarang. Apabila aparat pemerintahan bertindak bertentangan dengan asas ini,
keputusannya dapat dibatalkan.
9)Asas menanggapi penghargaan yang wajar.
Salah satu prinsip HAN di Nederland adalah bahwa tindakan pemerintahan itu harus
menimbulkan harapan-harapan pada penduduk. Oleh karenanya, di dalam melakukan
tindakannya alat pemerintahan harus memperhatikan hal ini
10) Asas meniadakan akibat suatu keputusan yang batal
Dalam suatu keputusan pemberhentian seorang pegawai negeri dinyatakan batal oleh
Peradilan Kepegawaian maka instansi pemerintah tidak saja harus menerima kembali
pegawai yang diberhentikan itu, akan tetapi juga harus membayar semua kerugian yang
diderita oleh pegawai yang bersangkutan yang disebabkan karena pemberhentian
tersebut. Hal ini didasarkan atas asas pemulihan dalam hak-hak dan kedudukan semula
atau asas-asas meniadakan akibat suatu keputusan yang batal.
11) Asas perlindungan atas pandangan hidup/cara hidup.
Asas ini menghendaki bahwa setiap pegawai negeri mempunyai hak atas kehidupan
pribadinya, dan pemerintah harus menghormati hak tersebut.
12) Asas kebijaksanaan.
Asas ini menghendaki bahwa pemerintah dalam segala tindak tanduknya harus selalu
berpandangan luas dan dapat menghubungkan dalam menghadapi tugasnya itu gejala-
gejala masyarakat yang harus dihadapinya, serta pandai memperhitungkan lingkungan
akibat-akibat tindak pemerintahannya dengan penglihatan yang jauh ke depan.
13) Asas penyelenggaraan kepentingan umum.
Sebagai tindakan aktif dan positif daripada tindak pemerintahan adalah penyelenggaraan
kepentingan umum. Tugas penyelenggaraan kepentingan umum ini merupakan tugas dari
seluruh aparat pemerintahan. Kepentingan umum meliputi kepentingan nasional dalam
arti kepentingan bangsa, masyarakat dan negara. Kepentingan umum harus diutamakan
daripada kepentingan individu, kepentingan golongan dan kepentingan daerah. Meskipun
demikian tidak berarti bahwa kita tidak mengakui adanya kepentingan individu sebagai
hakekat pribadi manusia, hanya saja dalam penyelenggaraan kepentingan umum ini
kepentingan individu dibatasi, sehingga tidak berdasar asas “Jus suum cuiquetribuere” di
mana kepada masing-masing orang diberikan mutlak apa yang menjadi haknya.
C. Hubungan Hukum Administrasi dengan Hukum Tata Negara
- Hubungan Hukum Administrasi dengan Hukum Tata Negara adalah saling terkait
yang mana tidak bisa terpisah satu dengan yang lain dan saling melengkapi.
- Hubungan antara HTN dengan HAN adalah mirip hubungan antara Hukum Perdata
Umum dengan Hukum Dagang, sehingga berlaku “Lex Specialis Derogat Lex
Generalis”. Asas-asas yang berlaku dalam HTN yang berkaitan dengan Administrasi
Negara, berlaku pula bagi HAN.