Download - PERUBAHAN SOSIAL DAN EKONOMI KAMPUNG …
i
PERUBAHAN SOSIAL DAN EKONOMI KAMPUNGPRAWIRATAMAN, YOGYAKARTA
1920-1975
SKRIPSI
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
Program Studi Ilmu Sejarah
Disusun Oleh:
Khotifah
064314004
PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH
JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis benar-benar merupakan
karya saya sendiri dan tidak diambil dari karya orang lain, kecuali disebutkan
dalam kutipan, catatan kaki, dan daftar pustaka.
Yogyakarta, 01 Agustus 2013
Penulis
Khotifah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
Motto
“Not All Those Who Wander Are Lost”J.R.R, Tolkien – The Fellowship of the Ring
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
Skripsi ini dipersembahkan untuk ibu, bapak, dan adik saya,
In Consideration of Love and Affection
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Skripsi dengan judul Perubahan Sosial dan Ekonomi KampungPrawirataman Yogyakarta (1920-1975) ini bertujuan untuk menjawab tigapermasalahan. Pertama, Mengapa Kampung Prawirataman mengalami perubahandari pemukiman prajurit menjadi sentra industri batik namun pada akhirnyamenekuni bidang pariwisata. Kedua, Bagaimana proses berlangsungnyaperubahan-perubahan tersebut dalam rentang waktu 1920 - 1975. Ketiga, Apa sajakah dampak sosial dan ekonomi yang timbul akibat perubahan-perubahantersebut. Ketiga permasalahan tersebut kemudian akan dijelaskan dalam beberapabab.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Metode yang digunakandalam melakukan penulisan ini adalah dengan studi pustaka, dan juga wawancaradengan warga Prawirataman dan sekitarnya yang mengetahui tentang topik yangmenjadi bahasan dalam skripsi ini. Analisis dilakukan dengan mengelompokkan,mengkaitkan, dan interpretasi terhadap data yang telah berhasil dikumpulkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan sosial dan ekonomi yangterjadi di daerah Prawirataman tidak hanya dipandang sebagai perubahan lokalsetempat saja tetapi juga mencerminkan dinamika politik, sosial dan ekonomiyang terjadi pada tingkat nasional.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Thesis titled Social and Economic Changes in Kampung Prawirataman,Yogyakarta (1920 – 1975) aimed to answers three issues. First, Why doesKampung Prawirataman changed from being palace’s troop residence to center ofbatik industry, but ultimately engaged in the tourism industry. Second, How doesthe process of these changes. Third, What are the social and economic impactsarising from these changes. These three issues will be explained in severalchapters.
This study is a qualitative research. The method used in conducting thisstudy are literature reviews, as well as interviews with the residents of KampungPrawirataman and surroundings who know about the topic discussed in this thesis.The analysis were performed by grouping, linking, and interpretation of the datathat has been collected.
The results showed that the social and economic changes that occurred inthe Prawirataman’s area not only seen as a local change, but also reflects thedynamics of political, social and economic at the national level.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Eindelijk! It’s such a big relief that these years of wander has finally come
to its end. Tentunya penulisan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dari
banyak pihak, karena itu pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan banyak
terima kasih to whom who have made the years of writing this thesis fun,
miserable, exciting, frustrating, challenging, weird, and most of all legendary:
1. Dosen Pembimbing, Bapak Drs. Silverio R. L. A Sampurno, M. Hum,
terima kasih banyak atas bimbingan, kesediaan waktu, tenaga dan telinga
untuk selalu mendengar, memberikan motivasi serta kesabaran yang telah
diberikan dalam menghadapi kemalasan saya baik saat-saat masih kuliah
atau pun selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Pak Hery Santosa, yang bersedia membuang waktu untuk mendengar dan
memberikan feedback dan saran-saran demi kelancaran penulisan ini.
Banyak terima kasih juga untuk setiap cerita dan pengalaman yang
inspiratif, serta untuk jawaban atas semua pertanyaan-pertanyaan konyol
saya.
3. Pak Sandiwan, Pak Purwanta, Rm. G. Budi Subanar, SJ, Rm. FX. Baskara
T. Wardaya, SJ, terimakasih banyak atas kesabaran, pencerahan, motivasi,
dan waktu-waktu kuliah yang rasanya sudah tidak terhitung berapa
semester banyaknya.
4. Bapak, ibu warga Kampung Prawirataman dan sekitarnya yang telah
bersedia menjadi nara sumber dalam penelitian ini. Kepada Ibu Edi, Ibu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
Lulu, Pak Slamet, Pak Hartono, Pak Prapto, Pak Soegiran, Pak Sarijan,
Pak Ayik, Pak Tri, Mas Aryo, Mas Agung dan Mba Anjar dihaturkan
bnayak terimakasih. Tidak lupa juga miss Betty yang bersedia meluangkan
waktu untuk menemani.
5. My parents, mukke dan babe – for being my number one supporter since
day one, for always believing in me and for allowing me the freedom of
pursuing whatever dreams i have.
6. My sister, Fammy A. and my cousin, Nuzul Dwi – for being the greatest
part of family anyone could ever have. I do appreciate all the support, as
well as the abundance of help from time to time.
7. My mates of the year 2006, Theo, Tati dan Ismi – for all good times, for
the class assignments to the slackers periode, for the the good food and
karaoke moments.
8. My seniors whose helped a lot through this writing process: Mas Darwin
and miss Tanaya - atas kebaikan hati, serta waktu yang dihabiskan untuk
membantu. Maaf selalu merepotkan! Mas Agus, Mas Sempal, Mas Tri di
Sekretariat, Mba Adda - for the willingness and kindness to help.
9. Jeng Vannie, Oom Greg dan keluarga besar Ketjil Bergerak, terima kasih
untuk setiap kesempatan yang diberikan untuk terus belajar bertumbuh,
mempelajari dan mencoba hal-hal yang baru.
10. Those whom i called friends: Lutfi and the Mbak Uuk’s family, Yessi
Widy, Citra Ayu, miss Raita, Ignasia Oyo, Dyah Eko, Lucia Retno, Teguh
Eki, Lee ‘May’ Seung-ju, Cha-cha & Jeng Isti, The Poeloeng Redjo’s
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
family and all the great people i met during the guiding experiences – for
the friendship and all the time we have spent together, for the laugh and
the tears, the fun, the weird and crazy moments, for the calmness and
patience in dealing such a weirdos like me. I could thank you all for zillion
things during our friendship.
11. My Xanax: Oskar, Alex, Sebastian, Joren and some other names – for
always being the best isolated bubbles which keeps me in a great distance
from the world around me. Thank you guys for everyday that you have
made my life easier!
12. These unbelievable persons i met the last minutes when i’m about to
giving up, Mba Lisis – for being a great mentor. M. Schlund – especially
for the 17 hours we’ve spent together and those conversation about
nothing and everything. Media Hutabarat – simply for being the coolest
person who happend to be the best partner in crime during all those shitty
times dealing with the so-called ‘hell-stuff.’
13. All the beautiful people who helped, but i couldn’t mention one by one
(believe me, i’m shouting your names by heart).
14. Last but not least: caffeine, confections, yoghurt, movies, Chris Martin,
Arkarna, Silverchair, and many other, P. Coelho, I. Natassa, S. Kinsella,
and friends – for always being the best companion who help me through
all the rough. You’re indeed my best Ritalin.
Karya tulis ini jauh dari sempurna, oleh karena itu feed back, kritikan dan
saran sangat diharapkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………...……………………….. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………… ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………… iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................................................. v
HALAMAN MOTTO..................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………… vii
ABSTRAK…………………………………………………………………. viii
ABSTRACT………………………………………………………………… ix
KATA PENGANTAR……………………………………………………… x
DAFTAR ISI……………………………………………………………….. xiii
DAFTAR TABEL………………………………………………………….. xvi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. xvii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1A. Latar Belakang......................................................................................... 1B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah...................................................... 8
1. Identifikasi Masalah.......................................................................... 82. Pembatasan Masalah......................................................................... 10
C. Rumusan Permasalahan........................................................................... 10D. Tujuan Penelitian..................................................................................... 11
1. Tujuan Akademis.............................................................................. 112. Tujuan Praktis................................................................................... 12
E. Manfaat Penelitian................................................................................... 121. Manfaat Teoretis............................................................................... 13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
2. Manfaat Praktis................................................................................. 13F. Kerangka Teori........................................................................................ 14G. Tinjauan Pustaka...................................................................................... 21H. Metode Penelitian.................................................................................... 24I. Sistematika Penulisan.............................................................................. 25
BAB II PRAWIRATAMAN KAMPUNG PEMUKIMAN PRAJURITPRAWIRATAMA........................................................................................... 27A. Letak Geografis Kampung Prawirataman................................................ 27B. Tinjauan Historis Kampung Prawirataman.............................................. 29
1. Menelusuri Riwayat Prajurit Kasultanan Yogyakarta....................... 292. Prawiratama Sebagai Prajurit Kasultanan Yogyakarta..................... 403. Prawirataman Sebagai Kampung Pemukiman Prajurit..................... 41
BAB III KAMPUNG PEMUKIMAN PRAJURIT YANG MENEKUNIDUNIA BATIK.............................................................................................. 47A. Daerah Prawirataman dan Perkenalan dengan Dunia Batik.................... 50B. Usaha Batik di Yogyakarta dan Daerah Prawirataman Tahun 1920-
an............................................................................................................. 53C. Pasca Depresi Ekonomi, Proklamasi, dan Awal Kebangkitan Kembali
Usaha Batik............................................................................................. 58D. Perkembangan Usaha Batik di Yogyakarta dan Daerah Prawirataman
Tahun 1950-an........................................................................................ 62E. Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Usaha Batik di Daerah
Prawirataman........................................................................................... 68F. Kemerosotan Usaha Batik dan Perkenalan dengan Dunia Pariwisata..... 72
BAB IV DAMPAK PERUBAHAN SOSIAL DAN EKONOMI DIPRAWIRATAMAN....................................................................................... 78A. Proses Perkembangan Industri Pariwisata Terutama Usaha Jasa
Penginapan di Kampung Prawirataman................................................... 80B. Dampak Ekonomi dari Perubahan di Prawirataman................................ 85C. Dampak Sosial dari Perubahan di Prawirataman..................................... 93
BAB V PENUTUP.......................................................................................... 99
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 103
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jumlah Perusahaan dan Pekerja Batik di Wilayah Yogyakarta Pada
Tahun 1920-1924…………………………………………………….. 55
Tabel 2 Jumlah Perusahaan Batik di Yogyakarta dan Sekitarnya Pada Tahun
1927…………………………………………………………………... 57
Tabel 3 Nama Cap Dagang dan Alamat Produsen Batik Daerah Prawirataman
Pada Tahun 1950-an…………………………………………………... 67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Narasumber dari Penelitian Lapangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Definisi sejarah tidak semata-mata berhenti pada peristiwa yang terjadi
pada masa lampau saja, tetapi juga terkandung berbagai dimensi dan kompleksitas
di dalamnya, baik dimensi politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain sebagainya.
Bukan hanya umat manusia yang terlibat dalam babakan peristiwa masa lampau
itu, akan tetapi juga dinamika dan fenomena-fenomena alam yang terjadi di
dalamnya. Iklim, letak geografis atau kondisi lingkungan alam suatu wilayah
tertentu juga dapat memberikan pengaruh pada kondisi sosio-kultural suatu
kelompok manusia, dan sebaliknya. Keterkaitan-keterkaitan ini tentunya sangat
berperan bagi perkembangan sejarah umat manusia.
Salah satu contoh bentuk keterkaitan itu terjadi dalam sejarah persebaran
umat manusia. Tuntutan pemenuhan kebutuhan pangan dengan cara berburu
binatang telah menuntun manusia purba untuk menjadi nomaden. Aktivitas ini
sering kali membuat mereka tidak sadar bahwa mereka sebenarnya telah berada di
belahan bumi lainnya. Berkurangnya hewan buruan juga memaksa mereka
mengkonsumsi bahan pangan yang lain dari tumbuh-tumbuhan. Pola kehidupan
yang berpindah-pindah pun akhirnya berubah. Manusia mulai menetap di suatu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
daerah tertentu serta mulai bercocok tanam. Lambat laun, berbagai macam
keterampilan dan keahlian serta kehidupan berkelompok juga mulai berkembang.
Selain itu, ketakutan dan kepercayaan akan kekuatan yang lebih besar di
alam semesta membawa mereka pada suatu bentuk upacara dan pemujaan-
pemujaan. Tanda, gambar, dan simbol-simbol mulai dibuat, huruf-huruf mulai
diciptakan, tradisi tulis menulis mulai berkembang. Dari sinilah catatan dan
pengetahuan tentang bagaimana mereka memaknai hidup serta dunia yang mereka
tinggali ataupun peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan mereka dapat
diketahui. Inilah sebuah masa dimana sejarah tercipta. Dan mempelajari sejarah
pun menjadi sebuah hal yang signifikan untuk dilakukan agar kita dapat
memahami konteks masa kini.
Selain mempelajari sejarah itu sendiri, cara menuangkan peristiwa-
peristiwa masa lalu itu secara tertulis juga tidak kalah penting karena dari tulisan-
tulisan tersebut dapat diketahui banyak hal, misalnya bagaimana kehidupan para
generasi-generasi sebelumnya, peristiwa-peristiwa yang terjadi, apa yang mereka
rasakan, bagaimana mereka memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, dan
sebagainya. Harus diakui bahwa kehidupan sekarang memang sudah sangat
berbeda dengan generasi terdahulu. Akan tetapi, mempelajari kehidupan masa lalu
dapat dijadikan sebagai semacam tolak ukur bagi kehidupan yang sekarang,
sehingga manusia dapat belajar menyikapi segala sesuatunya dengan lebih
bijaksana dan dapat merancang masa depan yang lebih baik.
Seiring bergulirnya waktu, penulisan sejarah di Indonesia juga mengalami
perkembangan. Historiografi Indonesia modern dimulai sekitar tahun 1957, saat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
diselenggarakannya Seminar Sejarah Nasional Indonesia Pertama di Yogyakarta.
Tahun itu dianggap sebagai titik tolak kesadaran sejarah yang baru dimana
nasionalisasi historiografi Indonesia dimulai.1 Selanjutnya, perkembangan
penulisan sejarah bukan hanya sejarah naratif yang sekedar menceritakan masa
lalu semata tetapi juga penulisan sejarah analitis. Penulisan sejarah analitis ini
membutuhkan ilmu-ilmu sosial yang lain sebagai pendekatannya. Dampak yang
kemudian muncul adalah bahwa corak penulisan sejarah Indonesia menjadi
semakin beragam, bukan hanya sejarah politik, sejarah perang, sejarah tentang
peristiwa besar, ataupun sejarah orang-orang besar semata. Akan tetapi juga
sejarah sosial, sejarah kebudayaan, sejarah ekonomi, sejarah lokal, sejarah
pedesaan, sejarah kota, dan lain sebagainya.
Berbicara mengenai sejarah sosial, Sartono Kartodirdjo mengungkapkan
bahwa arti istilah dan konsep yang ditunjukkannya selama perkembangan
historiografi sangat beragam. Sejarah sosial ini bisa mencakup segala aspek
kehidupan dalam bermasyarakat. Salah satu contoh cakupannya adalah tentang
sejarah demografis, yaitu pertumbuhan penduduk, migrasi, urbanisasi dan
sebagainya. Tema ini berkaitan erat dengan sejarah kota sebagai pusat pemukiman
dengan berbagai kompleksitas di dalamnya.2
Sementara itu, Kuntowijoyo menegaskan bahwa sejarah kota belum
banyak mendapat perhatian kalangan sejarawan akademis. Padahal kalau mau
1Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: PT. Tiara WacanaYogya. 1994, hal. 1
2Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah,Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 1993, hal. 157 - 158.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
digali lebih dalam, tata pemukiman kota lahir bukan hanya berdasar alasan
ekonomis semata, akan tetapi juga dikarenakan suatu pola sosio-kultural.
Selanjutnya, Sartono juga berpendapat bahwa sejarah kota bertalian erat dengan
penampilan golongan sosial yang tinggal di kota: kaum pedagang, pengusaha,
kaum buruh, rakyat jelata, serta golongan elite.3 Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa kota juga menyimpan berbagai macam kekayaan historis yang layak
dijadikan bahan pertimbangan dalam penulisan sejarah.
Kota Yogyakarta misalnya, selain terdiri atas pedesaan, perkampungan di
dalam kotanya juga menyimpan berbagai fenomena kehidupan dan keunikan
tersendiri. Wilayah Yogyakarta memang relatif kecil dibandingkan dengan kota-
kota penting lainnya di Indonesia, namun demikian kedudukannya sebagai kota
pendidikan, kebudayaan, dan tujuan pariwisata, baik secara nasional maupun
internasional tidak bisa dianggap remeh. Selain itu, kota Yogyakarta juga
memiliki nilai-nilai historis, serta semangat perjuangan yang bergema dalam skala
nasional. Oleh karenanya, mengikuti dinamika perubahan-perubahan sosial yang
terjadi di dalam kehidupan perkampungan di dalam kota Yogyakarta akan
menjadi sangat menarik untuk dilakukan.
Istilah ‘kampung’4 sendiri tentu bukan merupakan sesuatu yang baru
dalam tatanan kehidupan masyarakat Indonesia. Meskipun seiring dengan
3Sartono Kartodirdjo, Ibid., hal. 158.
4Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar BahasaIndonesia Edisi Ketiga Jakarta: Balai Pustaka. 2007. Hal. 498. Istilah kampungdalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti: 1) kelompok rumah yangmerupakan bagian kota (biasanya dihuni orang berpenghasilan rendah); 2) desa;dusun; 3) kesatuan administrasi terkecil yang menempati wilayah tertentu, terletak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
perkembangan zaman sekarang ini istilah perumahan, apartemen, ataupun rumah
susun juga sudah mulai dikenal di kalangan masyarakat luas, namun dari segi
jumlah, kampung tetap mendominasi. Artinya bahwa sebagian besar wilayah
pemukiman penduduk di Indonesia terdiri atas kampung-kampung. Hal yang sama
juga berlaku di kota Yogyakarta.
Di samping tradisi dan budayanya masih kental, Yogyakarta juga
mempunyai Kraton sebagai pusat kota yang memiliki kedudukan sentral, bahkan
sampai sekarang. Kuntowijoyo mengungkapkan bahwa di sekitar Kraton dapat
dibangun rumah-rumah para sentana dan abdi dalem, tempat ibadah, dan pasar.5
Hal ini menjadi suatu keistimewaan tersendiri bagi kota Yogyakarta. Keunikan
lain yang menyelimuti kota Yogyakarta juga dapat ditilik dari nama-nama
kampungnya. Adanya beberapa kesamaan dalam proses penamaan sejumlah
kampung menjadi menarik karena dari situ kita bisa mengetahui dan bahkan
mencoba membayangkan bagaimana kira-kira kehidupan masyarakatnya pada
masa lampau.
Kampung-kampung di kota Yogyakarta dulunya dibagi ke dalam dua
wilayah berdasarkan letaknya, yaitu yang berada di dalam kompleks Kraton atau
disebut “Jero/Jeron Beteng” (Dalam Benteng) dan “Jaba/Jaban Beteng” (Luar
Benteng). Pemberian nama kampung baik di dalam benteng atapun di luar
benteng pada umumnya didasarkan pada profesi yang banyak ditekuni oleh
di bawah kecamatan; 4) terkebelakang (belum modern); berkaitan dengankebiasaan di kampung; kolot.
5 Kuntowijoyo, op. cit., hal. 53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
warganya, keahlian yang dimiliki, kedudukan dalam pemerintahan, hingga nama
kesatuan pasukan prajurit. Dalam perkembangan selanjutnya, keberagaman
penduduk yang mendiami kota Yogyakarta membawa dampak pada munculnya
nama-nama baru pada wilayah luar benteng.
Saat ini kondisi sebagian kampung-kampung tersebut mungkin tidak lagi
menunjukkan kesesuaian dengan namanya. Namun demikian, perubahan-
perubahan yang terjadi justru menjadi sangat menarik untuk dikaji. Salah satu
contohnya adalah Kampung Prawirataman. Pada mulanya, nama kampung
tersebut merupakan nama salah satu Kesatuan Pasukan Prajurit Kraton
Ngayogyakarta Hadiningrat. Bregada atau kesatuan prajurit yang dimaksud
bernama “Kesatuan Prajurit Prawiratama.”6
Sebagaimana pejabat Kraton lainnya, Kesatuan Prajurit Prawiratama juga
mendapatkan tanah lungguh7 yang kemudian digunakan sebagai daerah
pemukiman bagi seluruh anggota bregada dan keluarganya. Nama Prawiratama
kemudian digunakan sebagai nama daerah pemukiman mereka, yaitu
Prawirataman. Sistem penamaan seperti ini berlaku juga untuk wilayah
6Kata “Prawiratama” dan “Prawirataman” ditulis dengan ejaan dalambahasa Jawa.
7Suhartono, Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta1830-1920. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya. 1991. Sistem tanah lungguhatau apanage timbul dari suatu konsep bahwa penguasa adalah pemilik tanahseluruh kerajaan. Di dalam menjalankan pemerintahannya penguasa dibantu olehseperangkat pejabat dan keluarganya, dan sebagai imbalannya mereka diberi tanahapanage atau tanah lungguh yang merupakan tanah jabatan sementara, sebagaiupah atau gaji seorang priyayi atau bangsawan. Tanah apanage dapatdieksploitasikan sehingga menghasilkan pajak yang berupa uang, barang dantenaga kerja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
pemukiman Kesatuan Prajurit Kraton yang lain, misalnya Kesatuan Prajurit
Wirabraja kemudian menempati pemukiman yang disebut Wirabrajan, Kesatuan
Prajurit Bugis tinggal di Kampung Bugisan, dan seterusnya.
Sebagai sebuah kampung pemukiman, Kampung Prawirataman tidak
hanya berperan sebagai tempat tinggal para anggota Kesatuan Prajurit
Prawiratama semata. Namun juga merupakan kampung yang mengembangkan
usaha batik. Pada awalnya batik merupakan kerajinan rumah tangga yang
dikembangkan sebagai usaha meningkatkan penghasilan keluarga, lambat laun
berubah menjadi industri. Banyaknya jumlah pengrajin serta perusahaan batik
yang kemudian muncul, menjadikan Kampung Prawirataman ini terkenal sebagai
kampung batik sejajar dengan kampung kota di sekitarnya seperti Karangkajen,
Mantrijeron, Kotagede, dan lain-lain.
Pasang surut perjalanan industri batik di kota Yogyakarta turut memberi
pengaruuh pada Kampung Prawirataman. Industri batik yang sangat berkembang
pada tahun 1920-an, tiba-tiba mengalami penurunan sekitar tahun 1930, baik
karena krisis ekonomi dunia. Akan tetapi, berbagai usaha yang kemudian
dilakukan salah satunya dengan mendirikan koperasi untuk para pengusaha batik,
memberikan dampak yang cukup signifikan bagi perkembangan industri batik,
sehingga pada kisaran tahun 1950-an, Prawirataman kembali menjadi sentra
industri batik.
Namun sangat disayangkan, kebangkitan kembali industri batik tersebut
sekali lagi harus dihadapkan pada berbagai hambatan. Ketatnya persaingan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
industri perbatikan dan munculnya teknologi baru, seperti teknik printing
disinyalir sebagai penyebab yang mulai menggeser kedudukan batik tradisional.
Di Kampung Prawirataman sendiri, masa kejayaan industri batik ini mulai
mengalami titik kemunduran pada kisaran tahun 1960-an. Meredupnya industri
batik itu, memberikan dampak yang besar. Para pengusaha batik mulai gulung
tikar dan banting setir ke bidang usaha yang lain. Di lain pihak, sektor pariwisata
yang mulai berkembang di Indonesia pada saat itu membawa peluang baru bagi
para pengusaha batik tersebut. Jasa-jasa penginapan bagi wisatawan mulai banyak
dibuka. Banyak dari pengusaha batik itu yang mulai beralih profesi dengan
menjadi pengusaha jasa hotel dan penginapan. Berawal dari situlah di masa kini
Kampung Prawirataman mulai dikenal luas sebagai kampung turis.
Berdasarkan uraian di atas, kiranya penelitian tentang perubahan sosial
masyarakat di Kampung Prawirataman pada tahun 1920-1975 menjadi menarik
untuk dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana sejarah
Kampung Prawirataman dan dinamika perubahan yang terjadi di dalamnya,
perkembangan atau kemunduran yang dialami, serta dampak-dampaknya bagi
masyarakat, terutama dalam ranah sosial dan ekonomi pada kurun waktu 1920-
1975.
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Prawirataman merupakan salah satu daerah perkampungan yang ada di
dalam wilayah kota Yogyakarta. Kampung ini terletak sekitar 3 kilometer di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
sebelah tenggara Kraton Yogyakarta. Awalnya kampung ini merupakan suatu
tanah pemberian dari Kraton sebagai pemukiman Kesatuan Prajurit Prawiratama.
Pemberian nama Prawirataman untuk kampung pemukiman tersebut mengacu
pada nama kesatuan prajurit itu.
Sebagaimana kampung lain di Yogyakarta, Kampung Prawirataman ini
juga mempunyai berbagai peran penting dalam membela Kraton Yogyakarta,
salah satunya adalah turut berperan dalam perang kemerdekaan. Tidak hanya
mengandalkan profesi sebagai prajurit Kraton, usaha-usaha yang lain untuk
pemenuhan kebutuhan hidup mulai dikembangkan. Industri batik dipilih sebagai
sasaran sumber penghasilan. Industri batik ini sangat berkembang dan pada tahun
1920-an Kampung Prawirataman menjadi salah satu sentra industri batik di
Yogyakarta.
Namun sayangnya pada rentangan tahun tahun 1960 – 1970-an, usaha
batik mereka mulai mengalami kemunduran karena ketatnya persaingan. Untuk
itu usaha-usaha lain yang dapat meningkatkan perekonomian mulai
dikembangkan. Meningkatnya sektor pariwisata Indonesia berimbas besar pada
kota Yogyakarta. Banyaknya jumlah wisatawan yang datang berkunjung ke
Yogyakarta dimanfaatkan sebagai peluang usaha yang baru. Besar dan luasnya
rumah-rumah para pengusaha batik menjadi aset penting yang kemudian
dimanfaatkan sebagai lahan penginapan, sehingga sampai sekarang banyak
terdapat penginapan dan hotel di kawasan ini.
Terdapat empat gang di kawasan Kampung Prawirataman ini. Gang-gang
tersebut terkenal dengan sebutan Prawirataman I, II, III, dan IV. Namun demikian,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
hanya Prawirataman I dan II saja yang masih banyak mengembangkan usaha jasa
pariwisata. Terdapat banyak penginapan, hotel, restoran serta biro pariwisata baik
di Prawirataman I dan II. Sementara itu, meskipun masih terdapat satu atau dua
hotel ataupun restoran di Prawirataman III dan IV, namun kawasan ini lebih
banyak dikenal sebagai perkampungan penduduk saja.
2. Pembatasan Masalah
Dengan berbagai kompleksitas dan perubahan-perubahan yang terdapat di
Kampung Prawirataman tersebut, serta rentangan waktu yang cukup panjang
yakni antara tahun 1920 - 1975, maka agar penelitian ini lebih fokus,
permasalahannya akan dibatasi pada:
a. Tinjauan historis Kesatuan Prajurit Prawiratama yang bermukim di
Kampung Prawirataman.
b. Proses perubahan yang berlangsung di dalam kampung tersebut. Suatu
perkampungan yang awalnya merupakan pemukiman prajurit, kemudian
dikenal sebagai sentra usaha batik namun dalam perkembangannya justru
menjadi kampung wisata.
c. Dampak sosial dan ekonomi di Kampung Prawirataman setelah terjadinya
perubahan.
C. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang dan
setelah dilakukan identifikasi serta pembatasan permasalahan, terdapat beberapa
pertanyaan yang kemudian muncul. Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
suatu rangkaian permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Apa yang melatarbelakangi terjadinya perubahan sosial dan ekonomi yang
terjadi di Kampung Prawirataman dalam rentang waktu 1920 - 1975?
2. Bagaimanakah proses perubahan yang terjadi pada kampung tersebut,
yaitu dari pemukiman prajurit, menjadi sentra industri batik dan pada
akhirnya mengembangkan usaha pariwisata?
3. Bagaimanakah dampak sosial dan ekonomi yang timbul sebagai akibat
dari perubahan tersebut?
D. Tujuan Penelitian
Sebagaimana permasalahan yang telah dijabarkan di atas, maka tujuan
yang ingin dicapai dari penulisan tentang Perubahan Sosial dan ekonomi di
Kampung Prawirataman Yogyakarta Tahun 1920-1975 adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Akademis
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan, menganalisa dan
menguraikan sejarah serta perubahan sosial ekonomi yang terjadi di Kampung
Prawirataman. Kampung yang pada awalnya merupakan pemukiman prajurit
Kraton Yogyakarta yang mengembangkan industri batik dan sangat berhasil
dalam bidang yang digeluti tersebut, namun pada akhirnya justru dikenal sebagai
kampung wisatawan.
Penulisan ini juga ingin melihat dampak yang kemudian timbul dari
perubahan yang terjadi di Kampung Prawirataman. Dampak yang timbul tentu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
akan sangat beragam dan melingkupi berbagai bidang. Namun demikian, agar
pembahasannya tidak terlalu melebar, maka fokus penulisannya hanya akan
dibatasi pada lingkup sosial dan ekonomi saja.
2. Tujuan Praktis
Perubahan sosial yang terjadi di Kampung Prawirataman, termasuk
berbagai faktor baik yang memperlancar atau menghambat terjadinya perubahan
tersebut, setidaknya dapat memberikan sumbangan pengetahuan dalam bidang
kesejarahan. Sebagaimana diketahui bahwa kajian sejarah yang berkembang lebih
banyak berbicara tentang politik, tentang peristiwa-peristiwa atau orang besar.
Maka dari itu penulisan tentang sejarah dan perubahan sosial yang terjadi di
Kampung Prawirataman diharapkan dapat menyuguhkan pelajaran dan variasi
baru dalam penulisan sejarah. Lebih jauh lagi, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kesadaran baru bagi masyarakat, bahwa tiap-tiap daerah baik
kampung kota atau pedesaan memiliki banyak keunikan dan kekayaan yang
terkandung di dalamnya.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para
pembacanya, baik manfaat akademis ataupun praktis yang dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoretis
Donald G. MacLeod (1977) mengatakan bahwa terdapat tiga sektor yang
terlibat langsung dalam pemanfaatan hasil penelitian, yaitu akademisi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
pemerintah, dan masyarakat. Selain itu, manfaat hasil penelitian juga dapat
ditujukan untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu
pengetahuan dan kebudayaan.8 Oleh karena itu, manfaat teoretis dari penulisan ini
terkait dengan pemberian informasi, pengetahuan dan gambaran yang lebih jelas
tentang perubahan-perubahan sosial dalam suatu masyarakat khususnya di
Kampung Prawirataman Yogyakarta. Selanjutnya, dari informasi-informasi
tersebut diharapkan dapat menambah dan memberi sumbangan baru pada ilmu
pengetahuan, khususnya dalam bidang sejarah, terutama sejarah kampung.
Sumbangan yang dimaksud berkaitan dengan perubahan-perubahan sosial yang
terjadi di Kampung Prawirataman dalam kurun waktu 1920-1975.
2. Manfaat Praktis
Tulisan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang perubahan
sosial yang terjadi di Kampung Prawirataman tahun 1920-1975. Dari hasil
penelitian ini diharapkan bahwa nantinya dapat memberikan masukan tentang
masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat, terutama yang terkait dengan
terjadinya suatu perubahan. Perkembangan atau kemunduran yang terjadi dalam
suatu lingkup pemukiman masyarakat tentu membawa dampak yang tidak sedikit.
Pengetahuan akan perubahan, hambatan dan dampak yang ditimbulkan tersebut
dapat menjadi pengetahuan dan pelajaran agar para masyarakat atau instansi yang
terkait menjadi lebih sadar akan pola-pola yang ada, sehingga nantinya dapat
mengambil kebijakan-kebijakan yang lebih baik bagi kampungnya.
8 Mohammad Chawari, “Bangunan Tradisional Jawa Di Kampung KaumanYogyakarta Sebuah Model Pengelolaan”. Tesis: Yogyakarta: Program PascaSarjana Universitas Gadjah Mada.2008.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
F. Kerangka Teori
Sejarah yang analitis bukan sekedar memaparkan suatu peristiwa masa
lalu dan hanya bersifat naratif yang hanya mengandalkan common sense semata,
tetapi juga membutuhkan pendekatan dari ilmu-ilmu sosial yang lain.9 Dengan
demikian penelitian suatu peristiwa sejarah yang dihasilkan nantinya merupakan
suatu penjelasan yang analitis dan mendalam.
Pendekatan ilmu-ilmu sosial sangat dibutuhkan dalam penulisan sejarah.
Rapproachement atau proses saling mendekati antara ilmu sejarah dan ilmu-ilmu
lain salah satunya disebabkan karena penulisan sejarah deskriptif-naratif sudah
tidak lagi memuaskan untuk menjelaskan pelbagai masalah atau gejala yang serba
kompleks.10 Ilmu-ilmu sosial yang dimaksud dapat berupa Ilmu Politik, Sosiologi,
Antropologi, Psikologi, Geografi, Ekonomi, dan lain sebagainya. Selain untuk
memperkaya khasanah pemikiran, ilmu bantu dari cabang-cabang ilmu sosial
yang lain tersebut juga dapat membantu dalam memberikan eksplanasi dan
penjelasan yang lebih mendalam atas suatu peristiwa sejarah yang sedang menjadi
9 Sartono Kartodirjo, op. cit. hal. 121
10 Ibid,. hal. 120- 121. Terkait dengan proses saling mendekati antara ilmusejarah dan ilmu-ilmu sosial yang lain itu, Sartono memaparkan bahwa penyebabyang lainnya antara lain; (1) pendekatan multidimensional atau social scientificadalah yang paling tepat untuk dipergunakan sebagai cara menggarappermasalahan atau gejala yang ada. (2) ilmu-ilmu sosial telah mengalamiperkembangan pesat, sehingga dapat menyediakan teori dan konsep yangmerupakan alat analitis yang relevan sekali untuk keperluan analisis historis, (3)Lagi pula, studi sejarah tidak terbatas pada pengkajian hal-hal informatif tentangapa, siapa, kapan, di mana, dan bagaimana, tetapi juga ingin melacak pelbagaistruktur masyarakat, pola kelakuan, kecenderungan proses dalam pelbagai bidang,dan lain-lain. Kesemuanya itu menuntut adanya alat analitis yang tajam danmampu mengekstrapolasikan fakta, unsur, pola, dan sebagainya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
bahan kajian. Sehingga pada akhirnya tulisan sejarah yang akan dihasilkan pun
lebih bersifat analitis dan ilmiah.
Terkait dengan masalah di atas, maka tulisan ini juga mencoba untuk
menggunakan pendekatan dari ilmu sosial yang lain. Sebagaimana telah
dijabarkan sebelumnya bahwa tema besar yang diambil sebagai fokus dalam
penelitian ini adalah tentang perubahan sosial. Oleh karena itu, pendekatan yang
akan digunakan adalah teori-teori yang relevan dengan perubahan sosial.
Ada begitu banyak teori yang telah dihasilkan oleh para ahli baik dari
dalam atau luar negeri sehubungan dengan perubahan sosial. Sebagaimana
diungkapkan oleh Sartono Kartodirdjo bahwa perubahan sosial merupakan tema
yang luas cakupannya. Kedatangan agama Islam beserta sistem politiknya ke
wilayah Indonesia, masuknya bangsa Barat dengan proses modernisasi
(westernisasi); dan peningkatan proses modernisasi sejak abad ke-19 merupakan
peristiwa-peristiwa yang sarat akan perubahan sosial. Hal ini berdampak pada
berbagai bidang kehidupan, baik ekonomi, sosial, politik, dan budaya.11
Salah satu lapisan kehidupan masyarakat yang terkena dampak dari proses
modernisasi yang melanda bangsa Indonesia sejak abad ke-19 tersebut adalah
kampung. Kata kampung sendiri tentu saja tidak asing dan sudah sangat lazim
digunakan. Dalam penulisan karya ini pun subyek yang menjadi obyek penelitian
adalah Kampung Prawirataman di Yogyakarta, dalam kurun waktu 1920-1975.
Oleh karena itu, terlebih dahulu akan diuraikan tentang definisi kampung itu
sendiri.
11 Ibid., hal. 145.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Sebagaimana dipaparkan oleh Sullivan dan Murray dalam Hans-Dieter
Evers Urbanisme di Asia Tenggara, bahwa istilah kampung setidaknya
memperlihatkan sesuatu yang terkait dengan desa dan komunitas-komunitas.
Namun istilah tersebut sebenarnya tidak bisa didefinisikan sebagai komunitas
usaha (corporate community) karena ikatan sosial yang ada umumnya adalah
antar tetangga saja. Aspek komunitas dalam kampung itu telah ditunjukkan
dengan baik, yaitu dalam urusan bertetangga atau neighbourship. Sullivan juga
menyatakan bahwa terdapat tekanan kuat pada orang kampung agar menjadi
tetangga yang baik. Tetangga yang baik (neighbourliness) persisnya ditetapkan
dalam kampung, begitu juga sanksi-sanksi berat yang berfungsi untuk membuat
anggota komunitas berperilaku sejalan dengan konvensi-konvensi yang berlaku.
Sedangkan Murray dalam Evers berpendapat bahwa kampung bukanlah suatu
entitas yang mampu merencanakan strategi, tetapi suatu komunitas dari orang
perorang yang menyesuaikan diri mereka dengan situasi perkotaan dan kian hari
kian banyak orang yang datang untuk bekerja sama dan bersaing.12
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa corak kehidupan
kampung kota juga memiliki suatu kekhasan tersendiri yang tentu berbeda dengan
pedesaan. Lebih lanjut lagi hal ini juga akan berpengaruh pada ciri dan
karakteristik masyarakat di dalamnya. Oleh karena itulah masyarakat yang
berdiam di perkampungan kota dikenal dengan istilah masyarakat kota. Namun
demikian, terlepas dari berbagai perbedaan yang ada, perubahan sosial merupakan
12 Hans-Dieter Evers dan Rudiger Korff, Urbanisme Di Asia TenggaraMakna dan Kekuasaan Dalam Ruang-Ruang Sosial, Jakarta: Yayasan OborIndonesia. 2002. Hal. 408 – 409.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
suatu proses yang terjadi baik di desa ataupun di kota. Berbagai pengaruh yang
masuk dalam suatu komunitas pemukiman baik di desa ataupun di kota juga turut
mendorong terjadinya perubahan, baik yang sifatnya kemajuan (progress) ataupun
kemunduran (regress).
Perubahan sosial tersebut biasanya terjadi tidak dalam jangka waktu yang
singkat. Sebagaimana dipaparkan oleh Darwis Khudori bahwa homogenitas
penduduk kampung mulai terkikis, baik dari segi agama, suku bangsa, aliran
politik, mata pencaharian maupun tingkat pendapatan. Keterikatan terhadap
kampung dan kehidupan pertetanggaan bagi sebagian penduduk juga berkurang
seiring dengan tuntutan modernisasi. Namun ada dua kenyataan yang belum akan
berubah dalam jangka waktu yang lama, yaitu pertama, bahwa kampung
merupakan satu-satunya jenis pemukiman yang bisa menampung golongan
penduduk Indonesia yang tingkat perekonomian dan pendidikannya paling
rendah, meskipun tidak tertutup bagi penduduk dengan penghasilan dan tingkat
pendidikan yang tinggi. Kedua, bahwa terdapat organisasi sosial di setiap
kampung yang mengatur dan mengawasi tata tertib kehidupan kemasyarakatan
warga kampung yang bersangkutan.13
Lebih jauh lagi, Sartono berpendapat bahwa apabila dipandang dari
perspektif sejarah sosial, proses sejarah dalam keseluruhannya merupakan proses
13 Darwis Khudori, Menuju Kampung Pemerdekaan MembangunMasyarakat Sipil dari Akar-akarnya Belajar dari Romo Mangun di PinggiranKali Code. Yogyakarta: Yayasan Podok Rakyat. 2002. Hal. 7-8.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
perubahan sosial dalam berbagai dimensi. Dipandang sebagai proses modernisasi,
perubahan sosial mencakup permasalahan-permasalahan sebagai berikut:14
1. Proses akulturasi, artinya proses yang mencakup usaha masyarakat
menghadapi pengaruh kultural dari luar dengan mencari bentuk
penyesuaian berdasarkan kondisi, disposisi, dan referensi kultural yang
menentukan sikap terhadap pengaruh baru.
2. Berkaitan dengan proses akulturasi itu kemudian muncul adanya proses
seleksi dan diferensiasi berdasarkan lokasi sosiohistoris pelbagai golongan
sosial. Variasi sikap kultural dan heterogenitas baik yang sifatnya
penolakan atau penerimaan mulai muncul. Di sini konflik sosial
merupakan dampak yang menyertai terjadinya perubahan sosial.
3. Perubahan dari heterogenitas yang inkoheren ke heterogenitas yang
koheren.
4. Proses modernisasi yang merupakan proses pokok dalam transformasi
struktural.
5. Adanya proses integrasi dan desintegrasi, atau disorganisasi dan
reorganisasi yang silih berganti sebagai bentuk transformasi sosial.
6. Munculnya jaringan sosial yang mencakup interdependensi antara
pelbagai sektor atau fungsi masyarakat yang dalam keseluruhannya
mewujudkan suatu sistem sebagai akibat dari kompleksitas stukturasi
hubungan sosial masyarakat.
14 Sartono Kartodirjo, op. cit. hal.160.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
7. Perubahan sosial adalah gejala yang inheren dalam setiap perkembangan
atau pertumbuhan (development). Penting diketahui bahwa proses
perkembangan itu tidak dengan sendirinya menunjukkan arah
pertumbuhan serta tujuan. Berdasarkan kerangka teoretisnya,
evolusionisme, fungsionalisme, positivisme, pelbagai paradigma
menunjukkan bahwa masing-masing memandang arah dan tujuan
perkembangan secara berbeda-beda.15
Teori perubahan sosial lain yang turut mendukung datang dari Selo
Soemardjan yang berpendapat bahwa perubahan sosial adalah segala perubahan
pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang
mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola
perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.16
Masih menurut Selo Soemardjan, bahwa jenis dari perubahan sosial
penting untuk diketahui agar dapat mengetahui pelopor perubahannya. Pelopor
perubahan adalah seseorang atau sekelompok orang yang dipercayai oleh
masyarakat sebagai pemimpin dalam salah satu atau beberapa lembaga sosial.
Orang atau kelompok itu mempelopori jalan meninggalkan masa lampau menuju
zaman baru, yakni menetapkan kaidah sistem sosial baru atau yang diperbaharui.
Perubahan-perubahan yang terjadi di Yogyakarta sendiri sejak akhir masa
penjajahan Belanda dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu perubahan yang
15 Ibid., hal. 160-162
16 Selo Soemardjan, Perubahan Sosial di Yogyakarta, Jakarta: KomunitasBambu. 2009. Hal. 147.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
disengaja/direncanakan sebelumnya (intended) dan perubahan yang tidak
disengaja/tidak diketahui dan direncanakan (unintended). Proses perubahan yang
disengaja dan tidak disengaja tersebut memiliki kecenderungan untuk saling
memperkuat satu dengan yang lainnya.17
Dengan demikian, perubahan yang terjadi di Kampung Prawirataman,
yaitu yang pada awalnya merupakan kampung pemukiman prajurit, kemudian
mengembangkan usaha batik dan berhasil menjadi salah satu sentra industri batik
di Yogyakarta, namun pada akhirnya justru bergerak dalam sektor pariwisata
dengan mengembangkan usaha penginapan, dapat digolongkan pada jenis
perubahan yang tidak disengaja dan tidak direncanakan. Situasi dan kondisi yang
terjadi di lingkungan sekitar didukung dengan kebijakan-kebijakan pemerintah
membawa dampak terjadinya perubahan tanpa direncanakan sebelumnya.
G. Tinjauan Pustaka
Terdapat beberapa penelitian dan tulisan yang telah dibuat oleh beberapa
orang sebelumnya. Tulisan-tulisan tersebut antara lain:
“Sejarah Kauman Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah” karya
Ahmad Adaby Darban. Merupakan buku yang membahas tentang sejarah lokal
dan perubahan sosial suatu daerah tertentu, yaitu Kampung Kauman. Kampung
Kauman Yogyakarta sendiri dulunya juga merupakan salah satu kompleks hunian
bagi para abdi dalem pamethakan, yang bertugas dalam bidang keagamaan,
khususnya urusan kemasjidan. Di dalam buku tersebut diungkapkan bahwa terjadi
17 Ibid., hal. 448 – 449.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
banyak perubahan di kampung tersebut dalam kurun waktu 1900 – 1950. Namun
demikian perubahan yang terjadi bukan pada tatanan nilai tetapi lebih banyak
pada ranah tatanan norma kehidupan masyarakat. Daerah yang menjadi obyek
penelitian dalam buku tersebut memang bukan Kampung Prawirataman
melainkan Kampung Kauman, namun demikian obyek pembahasan yang fokus
pada satu wilayah tertentu merupakan referensi yang bagus dan berguna dalam
tulisan ini.
Karya tulis yang membahas tentang Kampung Prawirataman sendiri
memang tidak sedikit. Salah satunya adalah makalah hasil penelitian terhadap
kampung wisata Prawirataman yang pernah dilakukan oleh Retno Kumolohadi,
Nugroho Dwi Priyohadi, dan Th. Agung M. Harsiwi dengan judul “Studi
Terhadap Kampung Wisata Prawirotaman Yogyakarta.” Studi tersebut dilakukan
untuk mengetahui pengaruh sosial budaya dan ekonomi serta perilaku akibat
pariwisata di Kampung Prawirataman. Di dalam makalah hasil penelitian itu
dipaparkan bahwa perubahan dari kampung batik menjadi kampung pariwisata
yang mengalami perkembangan pesat membawa dampak positif maupun negatif.
Dampak positifnya terjadi dalam bidang ekonomi dengan berkembangnya
berbagai bidang usaha yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakatnya baik
secara formal maupun informal, misalnya dalam bidang jasa. Sedangkan dampak
negatifnya dirasakan dari segi sosial budaya dan perilaku yaitu timbulnya sikap
individualistis, pragmatis dan profit oriented. Selain itu juga sikap dan perilaku
yang cenderung lebih mengagung-agungkan wisatawan mancanegara dan perilaku
konsumtif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Hasil penelitian tentang Prawirataman di atas baik, akan tetapi titik berat
penelitiannya lebih pada bidang kepariwisataan. Bagaimana pariwisata di
Kampung Prawirataman memberi dampak pada bidang ekonomi juga terhadap
perilaku masyarakat di Prawirataman. Namun demikian, belum banyak aspek-
aspek historis yang diungkapkan.
Lebih spesifik lagi tesis dari Chiyo Inui Kawamura yang berjudul
“Peralihan Usaha dan Perubahan Sosial di Prawirotaman, Yogyakarta 1950 –
1900-an.” Di dalam karya tulisnya tersebut Chiyo Inui Kawamura
merekonstruksikan perubahan sosial dan proses peralihan usaha dari industri batik
tradisional ke industri pariwisata yang bersifat modern masyarakat Prawirataman
pasca kemerdekaan Republik Indonesia.
Fokus penulisan yang diambil Kawamura lebih pada proses peralihan
usaha yang terjadi di daerah Prawirataman, yaitu dari usaha batik yang
berkembang pesat pada tahun 1950-an menjadi usaha pariwisata pada tahun 1990-
an. Kawamura menyimpulkan bahwa dalam kurun waktu 1950 – 1990-an telah
terjadi perubahan drastis di daerah Prawirataman, dimana “zaman batik” yang
berlangsung pada tahun 1950-an mengalami kemerosotan karena perubahan-
perubahan yang terjadi di tingkat nasional maupun di dalam lingkungan kampung
sejak awal tahun 1960. Dan karena pengaruh dari kebijakan pemerintah industri
pariwisata kemudian berkembang di Prawirataman sehingga tidak terdapat lagi
rumah industri batik di jalan Prawirataman pada tahun 1990-an.
Penelitian Kawamura tersebut memberikan cukup banyak informasi dan
dapat digunakan sebagai sumber referensi yang baik. Meskipin topik bahasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
yang menjadi subyek penelitian hampir sama, akan tetapi periode penelitiannya
berbeda. Melalui pendekatan sosial-ekonomi, penelitian ini bermaksud melihat
sedikit lebih jauh ke belakang, yaitu pada tahun 1920-an dimana pada saat itu
usaha batik telah begitu berkembang di Jawa termasuk di Prawirataman.
Kedudukan Kampung Prawirataman yang pada mulanya merupakan kampung
pemukiman prajurit, dan hubungannya dengan perkembangan usaha batik di
daerah tersebut.
Kemudian titik akhir yang diambil dalam penelitian ini adalah pada tahun
1975, dimana pada kisaran tahun 1970-an itu merupakan masa-masa transisi bagi
Kampung Prawirataman. Dengan kata lain, apabila penelitian Chiyo Inui
Kawamura dilakukan dalam kurun waktu dimana usaha yang berkembang di
Prawirataman sudah matang dan mantap, maka dalam tulisan ini ingin melihat
kembali masa awal perkembangan usahanya, berbagai dinamika dan perubahan
sosial di Kampung Prawirataman sendiri, baik dari pemukiman prajurit yang
merupakan akar dan cikal bakal munculnya masyarakat Prawirataman, proses
serta usaha-usaha yang dilakukan sampai kemudian menjadi salah satu sentra
industri batik, namun pada akhirnya justru merintis dan mulai mengembangkan
usaha pariwisata.
H. Metode Penelitian
Dalam penulisan sejarah yang bersifat deskriptif-analisis diperlukan suatu
metode penelitian sejarah. Demikian halnya dalam penelitian tentang perubahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
sosial di Kampung Prawirataman ini. Metode penelitian yang dipakai dalam
penulisan ini adalah studi pustaka dan studi lapangan.
Dalam meneliti melalui studi pustaka, menggunakan sumber tertulis dari
buku-buku, artikel-artikel, laporan dan hasil penelitian, juga melalui situs-situs di
internet yang relevan dengan topik yang akan dibahas. Sumber yang akan dicari
sebisa mungkin adalah sumber primer yang dapat menerangkan dinamika sejarah
yang terkait dengan sejarah Kampung Prawirataman sebagai topik pembahasan.
Sumber primer memaparkan kata-kata yang sebenarnya dari seseorang yang
berpartisipasi atau menyaksikan peristiwa-peristiwa yang digambarkan atau dari
seseorang yang memperoleh informasi dari yang ikut berpartisipasi. Sedangkan
sumber sekunder mencatat penemuan dari seseorang yang tidak mengamati
peristiwa tetapi menyelidiki bukti-bukti primer.18
Proses pengumpulan data lain yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah studi lapangan dengan melakukan wawancara. Wawancara akan dilakukan
dengan kriteria sebagai berikut: penduduk asli Prawirataman ataupun pendatang,
baik laki-laki ataupun perempuan yang sekiranya mengetahui dan dapat
menjelaskan tentang sejarah daerahnya, pemilik penginapan atau usaha perjalanan
pariwisata, karyawan, tukang becak dan atau orang-orang yang telah
berkecimpung di wilayah Prawirataman dan tahu banyak tentang perkembangan
kampung tersebut. Studi lapangan ini sebenarnya bersifat terbuka, dalam artian
bahwa peneliti tidak akan membatasi pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan,
18 Jules R. Benjamin, A Student’s Guide to History, Boston: BedfordBooks. 1994. Hal. 6-9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
akan tetapi tetap harus bisa memenuhi tuntutan jawaban yang diperlukan,
sehubungan dengan perubahan yang terjadi di Kampung Prawirataman.
Setelah data-data diperoleh, langkah selanjutnya adalah menganalisa dan
mengolahnya. Pada tahapan ini, penafsiran dan pemberian tanggapan atas data
dilakukan sesuai dengan persoalan yang dibahas. Hal ini dilakukan agar
subjektivitasnya dapat dikurangi. Sehingga tulisan yang dihasilkan walaupun
bersifat ilmiah dan analitis tetapi hendaknya dapat dipahami berbagai kalangan.
I. Sistematika Penulisan
Penulisan hasil penelitian ini rencananya akan dibagi kedalam 5 bab yang
sistematikanya adalah sebagai berikut:
Bab I berisi Pendahuluan yang memuat sembilan subbab. Subbab itu
terdiri atas: Latar Belakang, Identifikasi dan Pembatasan Masalah, Rumusan
Permasalahan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Tinjauan
Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. Inti dari Bab I adalah latar
belakang penelitian dan permasalahan yang mendorong untuk mengadakan
penelitian dan penyusunan tulisan ini.
Bab II akan menguraikan tentang latar belakang Kampung Prawirataman.
Latar belakang yang dimaksud disini adalah tinjauan historis Kesatuan Prajurit
Prawiratama yang bermukim di Kampung Prawirataman.
Bab III akan membahas tentang faktor-faktor dan proses terjadinya
perubahan sosial dan ekonomi di Kampung Prawirataman dalam kurun waktu
1920 – 1975.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Bab IV merupakan paparan yang berisi tentang dampak sosial dan
ekonomi yang muncul sebagai akibat dari perubahan yang terjadi di Kampung
Prawirataman.
Bab V merupakan bagian akhir atau penutup dari tulisan ini. Bab ini berisi
Kesimpulan yang merupakan jawaban dan pernyataan penulis mengenai hasil
penelitian sekaligus jawaban atas rumusan permasalahan yang diuraikan pada
bagian pendahuluan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PRAWIRATAMAN KAMPUNG PEMUKIMAN
PRAJURIT PRAWIRATAMA
A. Letak Geografis Kampung Prawirataman
Kampung Prawirataman merupakan satu dari lima kampung yang berada
dalam wilayah Kelurahan Brontokusuman, Kecamatan Mergangsan, Kota
Yogyakarta.1 Sebagaimana telah disebutkan pada bab sebelumnya, Kampung
Prawirataman terletak sekitar 3 km di sebelah tenggara Kraton Yogyakarta dan
kurang lebih 600 meter dari Pojok Beteng Wetan. Kampung ini diapit oleh dua
ruas jalan besar yang keduanya merupakan akses menuju wilayah Kabupaten
Bantul, yaitu Jalan Parangtritis yang berada di sebelah barat dan Jalan
Sisingamangaraja yang terletak di sebelah timur.
1 Djoko Suryo Penduduk dan Perkembangan Kota Yogyakarta 1900-1990dalam Freek Colombijn, dkk. (Ed). Kota Lama Kota Baru Sejarah Kota-kota DiIndonesia Yogyakarta: Penerbit Ombak. 2005. Hal. 32. Kedudukan KotaYogyakarta sejak kemerdekaan hingga masa kini ialah menjadi Ibu Kota ProvinsiDaerah Istimewa Yogyakarta yang dipimpin oleh Gubernur, dan saat ini dijabatoleh Sultan Hamengku Buwono X. Selain itu Kota Yogyakarta masa kini jugamenjadi Ibu Kota Pemerintah Kota Yogyakarta yang dipimpin oleh seorang WaliKota. Wilayah Pemerintah Kota Yogyakarta terbagi atas 14 Wilayah Kecamatan,45 Kelurahan, 617 RW (Rukun Warga) dan 2.532 RT (Rukun Tetangga).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Secara umum, Kampung Prawirataman dibagi menjadi empat kawasan
berdasarkan ruas jalan utama yang kemudian juga disebut dengan gang. Keempat
jalan atau gang utama yang terdapat di dalam kampung tersebut dikenal dengan
istilah Prawirataman I, II, III dan IV.
Di sepanjang gang I terdapat banyak fasilitas akomodasi dan penginapan
baik yang berbintang ataupun melati, restoran dan kafe, kantor biro perjalanan
pariwisata, persewaan sepeda, sepeda motor serta mobil, ATM, art shop/gallery,
salon kecantikan, jasa penukaran mata uang asing, dan berbagai fasilitas
penunjang kegiatan pariwisata yang lainnya. Hal itulah yang menjadikan kawasan
ini jauh lebih ramai dikunjungi oleh wisatawan dibandingkan dengan tiga gang
lainnya. Dalam perkembangan selanjutnya nama Prawirataman I ini lebih banyak
dikenal sebagai Jalan Prawirataman atau sering disebut sebagai Prawirataman
saja.
Beberapa fasilitas yang berhubungan dengan pariwisata juga dapat
dijumpai di Prawirataman II yang terletak di sebelah selatan Prawirataman I.
Sebuah pasar tradisional yang sering disebut sebagai Pasar Prawirataman berada
di ujung barat gang ini tepatnya di ruas Jalan Parangtritis. Namun demikian,
dalam kaitannya dengan wisatawan kawasan ini masih belum seramai Jalan
Prawirataman I. Sementara itu, di kawasan Prawirataman III dan Prawirataman IV
juga terdapat beberapa penginapan dan restoran, tetapi jumlahnya tidak banyak
sehingga kawasan ini lebih dikenal sebagai perkampungan penduduk saja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
B.Tinjauan Historis Kampung Prawirataman
1. Menelusuri Riwayat Prajurit Kasultanan Yogyakarta
Latar belakang dan perjalanan sejarah keberadaan prajurit Kraton sudah
berlangsung dalam kurun waktu yang sangat lama, bahkan cikal bakalnya telah
ada sebelum berdirinya Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Pada waktu itu,
Pangeran Mangkubumi yang merupakan adik dari Paku Buwana II menentang
perjanjian yang disepakati oleh kakaknya tersebut dengan VOC. Protes akan
ketidaksetujuan tersebut dilakukan dengan meninggalkan istana dan kemudian
melakukan pemberontakan.2
Pemberontakan tersebut dilakukan dengan menyusun kekuatan prajurit
yang beranggotakan baik dari kalangan bangsawan (Tumenggung, Pangeran,
Bupati) ataupun rakyat biasa. Pasukan itu kemudian melakukan penyerangan ke
berbagai daerah. Serangan yang dilakukan oleh Pangeran Mangkubumi beserta
pasukannya itu membawa dampak pada bertambah besarnya jumlah kekuatan
prajuritnya.
2 Alamsyah, Kajian Arkeomusikologi Terhadap Alat Musik PrajuritKraton Yogyakarta, Skripsi: Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya UniversitasGadjah Mada. Yogyakarta. 2005. Pangeran Mangkubumi adalah putra dariAmangkurat IV (1719-1796) yaitu generasi keempat dari Sultan Agung rajapertama kerajaan Mataram Islam, dan dilahirkan oleh Mas Ayu Tedjowati yangmerupakan permaisuri kedua. Khairuddin H, Filsafat Kota YogyakartaYogyakarta: Penerbit Liberti. 1995. Hal.21. menambahkan bahwa PangeranMangkubumi terlahir dengan nama Raden Mas Sujono. Selain sebagai ahlistrategi perang, ahli tirakat, juga merupakan arsitek yang handal. Karena jasa-jasanya dalam ikut serta di bidang pemerintahan, kemudian diberi gelar KanjengPangeran Harya Mangkubumi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Prajurit Pangeran Mangkubumi berjumlah 13.000 yang terdiri dari 2.000
pasukan kavaleri dan sisanya merupakan pasukan infantri. Jumlah tersebut
merupakan akumulasi dari gabungan antara prajurit Mangkubumi sendiri dan
prajurit dari Raden Mas Said. Desa Ayogya yang terletak di antara Kraton
Kotagede dan Plered dijadikan sebagai markas/basis dalam menyusun strategi
perang.3
Bertambahnya jumlah kekuatan pasukan Pangeran Mangkubumi serta
keberhasilannya menaklukkan berbagai daerah, menimbulkan kekhawatiran yang
besar di pihak VOC. Upaya perundingan pun dilakukan. Akhirnya kesepakatan
dicapai dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti pada tanggal 13 Februari
1755 oleh Sunan Paku Buwana III dan Pangeran Mangkubumi. Kesepakatan
dalam perjanjian tersebut diantaranya adalah tentang Palihan Nagari atau
Pembagian Dua Kerajaan, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kesultanan
Ngayogyakarta.
Setelah perjanjian tersebut, Pangeran Mangkubumi kemudian mendirikan
Kota Istana atau Kota Kraton. Pendirian pusat pemukiman dilakukan dengan
konsep “Babad Alas” atau membuka hutan dan kemudian menempatkan istana
sebagai pusat pemerintahan kerajaan.4 Kota Istana tersebut kemudian diberi nama
Ngayogyakarta Hadiningrat, dengan ibukota Ngayogyakarta yang berarti baik dan
3Ibid., hal 17.
4 Djoko Suryo, op.cit. hal. 33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
rahayu. Dengan artian yang lebih dalam yaitu masyarakat yang tinggal di
Ngayogyakarta ini sebagai orang yang berakhlak baik dan berhati tulus.5
Pangeran Mangkubumi kemudian bertahta sebagai raja yang pertama.
Gelar yang digunakan adalah Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun
Kanjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati Ing Ngalaga, Abdurrahman Sayidin
Panatagama Kalifatullah ingkang Jumeneng Kaping I ing Ngayogyakarta
Hadiningrat,6 atau kemudian lebih dikenal dengan Sri Sultan Hamengku Buwana
I. Gelar tersebut menunjukkan bahwa raja Kasultanan Yogyakarta secara simbolis
dan filosofis mencerminkan kerangka konseptual tentang raja, kerajaan, sifat
keilahian dalam pandangan Islam.7
Dalam hubungannya dengan masalah keprajuritan, Sri Sultan Hamengku
Buwana I ini tidak begitu saja membubarkan pasukan prajurit bersenjata yang
turut berjuang bersamanya. Akan tetapi, merupakan pilar penting berdirinya
5 Dwi Ratna Nurhajarini, dkk Yogyakarta: Dari Hutan Beringan KeIbukota Daerah Istimewa, Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan NilaiTradisional. 2002. Hal. 9. Pembahasan yang lain terdapat dalam Tim Penyusun,“Sejarah Perkembangan Pemerintahan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”Yogyakarta: Tim Penyusun Sejarah Perkembangan Pemerintahan Propinsi DaerahIstimewa Yogyakarta. 1990. Hal. 62. Di dalam buku tersebut disebutkan bahwaYogyakarta berarti (kota) Yogya yang “karta” atau kota Yogya yang makmur.Sedangkan Ngayogyakarta Hadiningrat maksudnya adalah kota yang makmur danyang paling utama atau yang merupakan keindahan di bumi.
6 Tim Penulis, Prajurit Kraton Yogyakarta Filosofi dan Nilai BudayaYang Terkandung di Dalamnya, Yogyakarta: Dinas Pariwisata dan KebudayaanYogyakarta.2009. Hal. 6.
7 Dwi Ratna Nurhajarini, dkk. op cit. hal. 9.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Kasultanan Ngayogyakarta yang menjadi perangkat strategis dan taktik
pertahanan kerajaan, serta representasi dari kekuatan politik seorang raja.
Selain sebagai pasukan pertahanan dan pengamanan Kraton, pasukan-
pasukan prajurit yang ada dibagi ke dalam kesatuan (bregada) yang memiliki
tugas dan fungsi masing-masing. Misalnya, terdapat pasukan khusus yang sangat
handal dalam berperang, kemudian selain mengamankan kerajaan, terdapat juga
pasukan prajurit yang bertanggung jawab sebagai pengawal raja pada saat
melakukan kegiatan dan tugas-tugas di luar istana, berburu, dan lain-lain.
Sebagai pasukan militer kerajaan, sarana dan prasarana prajurit serta
persenjataan yang dimiliki menjadi sangat penting. Persenjataan prajurit terdiri
atas beberapa jenis senjata api, serta senjata tradisional, seperti tombak, keris,
panah, pedang dan alat pelindung badan berupa tameng. Selain itu juga beberapa
alat musik (unen-unen) yang dibunyikan sebagai pertanda dimulainya kegiatan
keprajuritan.8
Namun demikian, pada masa pemerintahan Hamengku Buwana II (1792 –
1811), perubahan yang besar terjadi. Kekuatan asing yang menguasai wilayah
Nusantara bukan lagi kongsi dagang (VOC), akan tetapi berada langsung di
bawah kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda.9 Perubahan tersebut juga turut
memberikan pengaruh yang tidak sedikit bagi perjalanan sejarah Kraton
Kasultanan Yogyakarta dan seluruh elemen yang terkandung di dalamnya.
8 Tim Penulis, op cit. hal. 8 - 9
9 Tim Penyusun, Sejarah Perkembangan Pemerintahan Propinsi DaerahIstimewa Yogyakarta, Yogyakarta: Tim Penyusun Sejarah PerkembanganPemerintahan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 1990. Hal. 63.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Saat Pemerintah Kolonial Belanda menggantikan kedudukan VOC di
Yogyakarta, mereka juga terus berusaha menciptakan persekongkolan untuk
mendapatkan peluang serta melancarkan campur tangannya di dalam
pemerintahan kerajaan. Salah satunya, melalui campur tangan Daendels, Sultan
Hamengku Buwana II dipaksa untuk menyerahkan tahtanya kepada putra
mahkota. Putra mahkota kemudian bertahta sebagai Hamengku Buwana III (1810-
1811). Hamengku Buwana III juga dikenal sebagai Sultan Raja.10
Sultan Hamengku Buwana II sendiri masih diperbolehkan tinggal di dalam
Kraton meskipun tidak lagi memerintah. Dengan demikian ada dua raja di dalam
istana, yaitu Sultan Raja dan Sultan Sepuh. Selain itu, meskipun resminya sudah
mengundurkan diri, tetapi Sultan Sepuh masih memiliki banyak pengaruh.
Melalui pengaruhnya, Sultan Sepuh berhasil merebut kembali tahta kerajaan dan
berkuasa.
Pada saat yang bersamaan, pemerintah Inggris telah berhasil menguasai
pulau Jawa. Kebijakan Kraton yang menentang kekuasaan Inggris, membawa
akibat pada serangan pasukan Inggris ke dalam kerajaan. Pihak Kraton
mengalami kekalahan. Hamengku Buwana II diasingkan dan putra mahkota atau
Hamengku Buwana III kembali naik tahta (1812-1814). Selain itu, Inggris juga
menyita harta kekayaan Kraton.11
10 G. Moedjanto, Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman,Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 1994. Hal. 16.
11 Sutrisno Kutoyo, dkk Sejarah Daerah Daerah Istimewa YogyakartaJakarta: Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Pusat Direktoratdan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1997. Hal 118-119. Raja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Tidak hanya itu, Inggris juga melakukan pengurangan jumlah prajurit
Kraton. Sebagaimana tertuang dalam perjanjian yang ditandatangani Hamengku
Buwono III dengan Rafless, prajurit Kraton tidak boleh lagi berada dalam format
sebagai angkatan perang dan pasukan militer yang kuat sebagaimana sebelumnya.
Kualitas kesatuan prajurit Kraton itu diperlemah sehingga tidak mungkin lagi
menjadi kekuatan militer, dan selanjutnya fungsi prajurit hanya sebatas pengawal
Sultan dan penjaga Kraton. Tidak berhenti sampai di situ saja, para prajurit ini
juga mendapatkan pengawasan yang ketat dari pasukan Inggris.12
Ketentuan tersebut juga masih berlaku ketika Inggris menyerahkan
kembali kekuasaannya atas wilayah Nusantara ke tangan Pemerintah Kolonial
Hindia Belanda tahun 1816. Praktek sewa tanah yang mulai diberlakukan Inggris
pada masa pemerintahan Hamengku Buwana IV (1814-1822) masih tetap
dipertahankan. Akan tetapi, karena pihak swastalah yang lebih diuntungkan, maka
kemudian pada tahun 1823, larangan atas usaha tersebut mulai diberlakukan.
Surakarta yang juga dianggap bersalah mendapatkan hukuman yang sama daripihak Inggris. Kedua kerajaan tersebut diharuskan menyerahkan tanah-tanahkerajaan yang kemudian disebut sebagai Karesidenan Kedu, dan sebagian dariKaresidenan Semarang, Rembang, dan Surabaya. Menurut ketentuan-ketentuanlain sebagaimana tertuang dalam perjanjian yang tertanggal 1 Agustus 1812, rajaSurakarta dan Yogyakarta berkewajiban mendirikan pos-pos polisi yangpermanen dan mengadili kawula Gubernur yang berdasar hukum yang benar.Kedua orang raja itu harus mengakui kekuasaan tertinggi orang Eropa atas PulauJawa, menyerahkan hutan-hutan jati, menyerahkan sarang burung, menyerahkanpasar dan rumah-rumah cukai, menghilangkan semua hukuman siksaan danmenurut nasehat-nasehat. Perlu dicatat bahwa dalam hal penyerahan rumah-rumahcukai, raja mendapat ganti rugi berupa uang. Maka sejak itu kekuasaan tertinggiEropa di atas kerajaan Surakarta dan Yogyakarta dikokohkan. Kalau dua kerajaanJawa itu melanggar perjanjian yang ada, dapat ditindak dengan kekuatan senjata.
12 Tim Penulis, op. cit. hal 10.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Kebijakan ini yang kemudian menjadi salah satu faktor yang memicu terjadinya
Perang Diponegoro atau Perang Jawa (1825-1830).
Meskipun kemenangan ada di pihak Pemerintah Kolonial Hindia Belanda,
namun perang yang berlangsung selama 5 tahun tersebut membawa ketakutan
yang besar bagi pihak Belanda. Ketakutan akan munculnya pemberontakan
serupa, berakibat pada berkurangnya sebagian besar wilayah kekuasaan
Kasultanan.
Berbagai tekanan politik yang terjadi di dalam kerajaan tersebut, juga turut
memberi dampak dalam bidang keprajuritan. Berdasarkan kesepakatan dengan
pihak Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, terjadi pengurangan prajurit secara
besar-besaran. Kesatuan prajurit Kraton yang awalnya berjumlah 26, dipangkas
dan hanya tersisa setengahnya saja. Pada setiap kesatuan diperkirakan terjadi
pelucutan kekuatan bersenjata sampai 75%, sehingga hanya menyisakan sekitar
1625-3250 dengan asumsi setiap kesatuan terdiri dari 125-250 orang.13
13 Alamsyah, op. cit., hal. 24. Kesatuan prajurit yang berjumlah 26 tersebutterdiri dari Kesatuan Prajurit Mantri Lebet, Mantri Panilih, Ketanggel,Sumatmaja, Blambangan, Bugis, Daeng, Demang, Jagakarya, Nyutra, Mandhung,Miji Pranakan, Anirmala, Suranggama, Kawandasa, dan Wirabraja. Kemudianprajurit di Kadipaten yang terdiri dari Prawiratama, Jayengastra, Langenastra,Pancasura dan Surakarsa. Selanjutnya adalah Prajurit Pangrembe yaitu, Suranata,Sesela, Juru Sabin, Ngasrama, dan Arahan. Kemudian berdasarkan kesepakatandemiliterasi dengan pihak Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, pada masapemerintahan Hamengku Buwana V terjadi pengurangan pasukan prajuritsehingga hanya tersisa 13 kesatuan yang terdiri atas, Mantri Lebet/Mantri Jero,Ketanggel/Ketanggung, Nyutra, Miji Pranakan, Prawitratama, Patangpuluh,Jagakarya, Daeng, Wirabraja, Suranata, Bugis, Surakarsa, dan Arahan. Dalambuku Prajurit Kraton Yogyakarta Filosofi dan Nilai Budaya yang Terkandung di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Tidak hanya berkurang dalam hal jumlah, fungsi dan pemaknaan prajurit
Kraton pun ikut mengalami perubahan. Dalam fungsinya, prajurit Kraton bukan
lagi prajurit perang, tetapi lebih merupakan prajurit pasif (tidak berperang) yang
aktivitasnya hanya sebagai obyek simbol politis dalam beberapa upacara
seremonial, tugas pengawalan, dan penjagaan benteng Kraton.14 Hal ini terus
berlangsung sampai masa pemerintahan sultan selanjutnya.
Pada masa pemerintahan GRM Dorojatun yang bergelar Sultan Hamengku
Buwana IX (1940-1988), perubahan dalam bidang keprajuritan kembali terjadi.
Sebelum dilantik, GRM Dorojatun sudah dihadapkan pada tiga pokok masalah
yang menjadi kebuntuan dalam perundingan dengan Gubernur Jendral Belanda
yang saat itu dijabat oleh Dr. Lucian Adam. Ketiga pokok permasalahan tersebut
yaitu:
1. Jabatan Patih berdasarkan keinginan Belanda yaitu mengemban Dwi
Kesetiaan yang dalam tugasnya memiliki dua tanggung jawab yaitu,
kepada pihak Belanda dan Kesultanan Yogyakarta, yang digambarkan
dalam topi yang digunakan Patih. Dua lambang menjadi satu, yaitu
lambang Singa dari Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, dan lambang
Lar Praba (sayap bersinar) milik Kasultanan. Hal ini tidak disepakati
oleh GRM Dorojatun karena alasan politis bahwa akan sangat sulit
mendapatkan loyalitas dari dua majikan dalam satu jabatan.
Dalamnya, ditambahkan bahwa pada masa pemerintahan Sultan HamengkuBuwana VII dan VIII, jumlah pasukan tinggal 12 bregada.
14 Alamsyah, op. cit., hal. 25.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
2. Dewan Penasihat menurut Belanda adalah sepenuhnya atas persetujuan
pihak Belanda yang diwakili oleh Gubernur Jendral Belanda dan tidak
lagi mempunyai kebebasan bicara, walaupun pada prakteknya Sultan
diberi kebebasan untuk mengajukkan separuh dari jumlah anggota
dewan dari pihak Kasultanan Yogyakarta. GRM Dorojatun tidak
menyetujui kesepakatan ini karena monopoli Belanda terhadap
keputusan Dewan Penasihat mengakibatkan kebuntuan aspirasi rakyat.
3. Prajurit Kraton menurut keinginan Belanda adalah legiun di bawah
komand KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Legere/Tentara
Kerajaan Hindia Belanda) yang tidak dapat diperintah oleh Kasultanan
Yogyakarta, akan tetapi di lain sisi Kasultanan Yogyakarta
bertanggung jawab atas perekrutan dan gaji prajurit kraton. Dalam hal
ini GRM Dorojatun menyetujui asalkan langsung berada di bawah
komandonya.
Perundingan tersebut berjalan sangat alot dan berlangsung sekitar 4 bulan.
Kesepakatan atas ketiga permasalahan tersebut akhirnya tercapai dengan
pertimbangan-pertimbangan yang disetujui oleh kedua belah pihak. Untuk
permasalahan Patih disepakati sesuai dengan permintaan pihak Pemerintah
Kolonial Hindia Belanda, akan tetapi dua permintaan lain yang berhubungan
dengan Dewan Penasihat dan Prajurit Kraton Yogyakarta berhasil digagalkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Kesepakatan ini secara resmi dicapai pada tanggal 18 Maret 1940 bersamaan
dengan penobatan GRM Dorojatun sebagai Sultan ke IX.15
Dalam dua tahun masa kepemimpinanya, Jepang datang ke wilayah
Nusantara dan berhasil menaklukan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Masa
pendudukan Jepang ini berlangsung sekitar 3 tahun (1942-1945). Namun
demikian dampak yang ditimbulkan sangat besar dan mencakup berbagai aspek
kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, pendidikan, dan
sebagainya.
Dampak yang timbul di wilayah pemerintahan Kasultanan Yogyakarta
sendiri juga tidak sedikit. Berbagai macam perubahan, efisiensi, dan penghematan
dilakukan sebagai salah satu cara untuk mengatasi bencana kekurangan pangan
yang timbul pada masa pendudukan Jepang itu. Berbagai macam kebiasaan dan
formalitas disederhanakan, salah satunya pelaksanaan upacara dan ritus yang
mahal dan rumit tanpa mengurangi makna kultural, keagamaan dan nilai
magisnya. Selain itu, fungsi patih juga dihapuskan dan prajurit Kraton dibubarkan
sesuai dengan perjanjian dengan pihak Jepang yang tidak memperbolehkan
adanya prajurit di dalam Kraton Kasultanan Yogyakarta.16 Pembubaran ini juga
dilakukan Sultan Hamengku Buwana IX untuk menghindarkan keterlibatan para
prajurit dalam Perang Asia Timur Raya.
Masa vakum dalam bidang keprajuritan terus berlangsung hingga masa
kemerdekaan, bahkan beberapa tahun sesudahnya. Namun kemudian pada tanggal
15 Alamsyah, op. cit, hal. 27-28
16 Ibid. hal. 28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
7 Oktober 1956, prajurit Kraton kembali dimunculkan atas prakarsa Camat
Mantrijero dan KRT. Brajanegara serta disetujui oleh Sultan Hamengku Buwana
IX. Satu bregada atau kompi prajurit Daeng turut dalam acara karnaval untuk
menyemarakkan HUT Kota Yogyakarta yang ke-200. Hal itu memicu munculnya
gagasan akan revitalisasi. Selanjutnya, atas prakarsa kerabat Sultan (warga RK
Ngasem) dan seorang putera Hamengku Buwana IX yaitu BRM Harjuno Dalpito
(sekarang Sri Sultan Hamengku Buwana X), RM. Mudjanat Tistomo, serta RM.
Tirun Marwito, revitalisasi prajurit kraton diadakan.
Pada awal revitalisasi, prajurit Kraton hanya terdiri dari Kesatuan
Wirabraja, Daeng, Nyutra, dan Ketanggung. Namun demikian revitalisasi terus
berlangsung hingga kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwana IX. Jumlah
total anggota prajurit pada tahun 1994 sekitar 700-an orang dengan perincian
sebagai berikut: Prajurit Wirabraja 86 orang, Prajurit Daeng 85 orang, Prajurit
Patangpuluh 83 orang, Prajurit Jagakarya 85 orang, Prajurit Prawiratama 81
orang, Prajurit Nyutra 64 orang, Prajurit Ketanggung 83 orang, Prajurit gabungan
Mantrijero-Langenastra 83 orang, Prajurit Bugis 65 orang dan Prajurit Surakarsa
55 orang.17
Revitalisasi tersebut juga dilakukan untuk melengkapi fungsi berbagai
upacara adat dan seremonial serta atraksi budaya bagi kepentingan pariwisata
budaya. Prajurit Kraton dilibatkan dan berfungsi pada upacara Gerebeg Syawal
17 Alamsyah, op. cit, hal. 30.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
(Idul Fitri), Gerebeg Besar (Idul Adha), dan Gerebeg Mulud (Rabi'ulawal) serta
acara-acara budaya lainnya.18
Saat ini, bregada atau kesatuan prajurit yang masih ada berjumlah
sepuluh, antara lain prajurit Wirabraja, Jagakarya, Daeng, Patangputuh,
Prawiratama, Ketanggung, Mantrijero, Nyutra, Bugis dan Surakarsa. Kesatuan
prajurit tersebut berada di bawah Pengageng Tepas Keprajuritan.19 Saat Upacara
Gerebeg atau acara adat dan seremonial Kraton yang lain sedang berlangsung,
bregada-bregada Prajurit ini selalu tampil dengan urutan dan formasi tertentu
sesuai peran dan fungsi masing-masing. Sama halnya dengan kesatuan Prajurit
Prawiratama.
2. Prawiratama Sebagai Prajurit Kasultanan Yogyakarta
Secara etimologis, nama Prawiratama berasal dari kata “prawira” dan
“tama.” Kata “prawira” berasal dari bahasa Kawi yang berarti “berani,”
“perwira,” “prajurit,” sedangkan “tama” atau “utama” merupakan kata dari
bahasa Sansekerta yang berarti “utama,” “lebih” dan dalam bahasa Kawi berarti
“ahli,” “pandai.” Jadi secara filosofis Prawiratama bermakna pasukan yang
pemberani dan pandai dalam setiap tindakan, selalu bijak walau dalam suasana
perang.20
Struktur prajuritnya terdiri atas 2 orang Panji, 2 orang Sersan, seorang
pembwa panji-panji, serta prajurit yang membawa senapan serta tombak yang
18 Tim Penulis, op. cit, hal. 11
19 Ibid. hal. 14
20 Ibid. hal. 51.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
disebut dengan nama Kangjeng Kyai Trisula. Sedangkan istrumen yang
dipergunakan terdiri atas Slompret, Tambur dan Seruling.21
Panji/benderanya berwarna dasar hitam dengan bulatan berwarna merah
tepat di tengah. Bendera itu disebut Geniroga. Geniroga terdiri atas dua kata yaitu
“geni” yang berarti “api” dan “roga” yang merupakan kata dari bahasa
Sansekerta yang berarti “sakti.” Secara filosofis bermakna pasukan yang
diharapkan dapat selalu mengalahkan musuh dengan mudah.22 Masing-masing
bregada memiliki bendera sendiri dan seorang Kapten sebagai pemimpin, yang
kekuasaannya di bawah komandan prajurit yang bertanggungjawab langsung
kepada Sultan.23
3. Prawirataman Sebagai Kampung Pemukiman Prajurit Kasultanan
Yogyakarta
Pasca Perjanjian Giyanti, proses membuka hutan, pembangunan Kraton
serta pembangunan fisik kota berlangsung secara bertahap dan
berkesinambungan. Sebagai kota kerajaan, Kraton dibangun dengan konsep tata
ruang berdasarkan aspek kosmologis yang memadukan makrokosmos-
mikrokosmos, dengan wujud tata ruang sumbu filosofis Kraton, yaitu Gunung
Merapi – Tugu – Kraton – Panggung Krapyak – Laut Selatan. Kemudian aspek
ekologis yang diwujudkan dengan berbagai tanaman bernilai filosofis di sekitar
21 Ibid. hal. 33
22 Ibid, hal 51.
23 Sutrisno Kutoyo, dkk., op.cit, hal 171. Pada hari besar kraton (misalnyaGrebeg, penobatan Sri Sultan) prajurit keluar dan sebelumnya diadakan persiapanselama 10 hari di Alun-alun Selatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Kraton, di sepanjang garis atau sumbu filosofis Kraton. Terakhir adalah aspek
konsentris yang dapat diketahui dari keberadaan tata letak wilayah maupun
toponim yang mengacu, berorientasi dan memiliki koherensi dengan Kraton.24
Aspek strategis, dan keamanan juga tidak luput dari perhatian. Belajar dari
pengalaman Kraton Surakarta yang dengan mudah dapat jatuh ke tangan musuh
karena tidak memiliki benteng pertahanan, maka Pangeran Mangkubumi
merancang pembangunan Kraton ini dengan seksama. Cepuri kedathon
merupakan ring pertahanan utama. Kemudian sebagai ring pertahanan pertama
dibangun benteng (baluwarti) beserta parit yang mengelilingi benteng tersebut.
Sungai Code dan Sungai Winongo menjadi pertahanan yang kedua. Ring
pertahanan ketiga adalah Sungai Gajah Uwong dan Sungai Bedhog, sedangkan
Sungai Opak serta Sungai Progo merupakan ring pertahanan keempat.25
Sebagai strategi pertahanan yang lain juga dibangun sebuah taman rekreasi
yang berada di tengah-tengah danau buatan juga dibangun. Pembangunan taman
24 Aditya Kusumawan, Dari Kampung Menjadi Kelurahan: Patehan 1940-an – 1970-an, Skripsi: Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas GadjahMada. Yogyakarta. 2009.
25 Dwi Ratna Nurhajarini, dkk, op. cit, hal 11. Sementara itu, Tim Penulisbuku Prajurit Kraton Yogyakarta Filosofi dan Nilai Budaya yang Terkandung diDalamnya, juga ditambahkan bahwa benteng Kraton tersebut dibangun pada masapemerintahan Hamengku Buwono I oleh Putra Mahkota (kelak naik tahta menjadiHamengku Buwono II) pada tahun Jimakir, 1706 Jw. Benteng itu didirikandengan candrasengkala "Rasa Sunyo Lenggahing Panunggal" atau tahun 1782 Mdengan suryasengkala "Paningaling Kawicaksanan Salingga Bathara". Sebagaipenanggungjawab kegiatan pembangunan benteng adalah patih putra mahkota,yaitu Tumenggung Wiraguna. Keberadaan benteng dalam strategi pertahananmerupakan salah satu fasilitas penting yang menyatu dengan tugas-tugaskeprajuritan untuk perlindungan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
yang dikenal dengan nama Tamansari tersebut dilengkapi dengan lorong-lorong
bawah tanah yang merupakan jalan rahasia ketika Kraton tiba-tiba diserang
musuh. Taman ini dilengkapi dengan pintu air yang dapat dibuka dan ditutup.
Di samping itu, struktur dan tata ruang Kraton yang sarat akan makna
simbolis juga turut mewarnai perkembangan dan pertumbuhan pemukiman di
Yogyakarta. Berdasarkan kajian mengenai toponim atau nama tempat dan asal
usulnya dapat diketahui bahwa pemukiman-pemukiman yang nantinya akan
membentuk suatu perkampungan tersebut menunjukkan keberagaman kelompok-
kelompok sosial masyarakat, jabatan dan kedudukan maupun profesi yang
digeluti. Dari kajian tentang toponim tersebut juga kemudian dapat diketahui
nama-nama kampung yang memiliki keterkaitan erat dengan Kraton.
Prawirataman menjadi salah satu dari sekian banyak kampung yang
memiliki keterkaitan dengan Kraton meskipun letaknya berada di luar benteng
istana (Jaba/Jaban Benteng).26 Secara historis, kampung ini merupakan salah satu
26 Djoko Suryo, op. cit., hal. 35-36. Istana atau Kraton yang terletak dipusat kota dikelilingi oleh bangunan benteng dan wilayah yang ada di dalamnyadikenal sebagai daerah “Jero/Jeron Benteng” atau “Dalam Benteng.” Daerah initerdiri atas Alun-alun Utara, Tratag, Pagelaran, Sitihinggil, Prabayaksa, KeratonKilen, tempat tinggal raja, dan Alun-alun Kidul. Selain keluarga kerajaan sertakerabatnya, juga terdapat sejumlah kampung tempat tinggal para abdi dalem yangbertugas melayani kebutuhan sehari-hari kraton, misalnya Kampung Kemitbumenmerupakan tempat tinggal abdi dalem kemit bumi yang bertugas membersihkankraton, Kampung Patehan, menjadi tempat tingal abdi dalem yang bertugasmenyiapkan minuman di kraton, dll. Sedangkan kampung yang tumbuh di daerahluar benteng (Jaba/Jaban Benteng) kebanyakan merupakan tempat tinggal hambaistana lainnya, kelompok profesional seperti petugas dalam bidang administrasipemerintahan, prajurit, tukang, pengrajin, serta kaum bangsawan. Beberapacontohnya adalah sebagai berikut; Kampung Pajeksan merupakan tempat tinggal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
pemukiman anggota prajurit Kraton Yogyakarta yang bernama Prawiratama. Pada
awalnya Sri Sultan memang menghendaki agar para prajurit dapat bertempat
tinggal di dalam benteng istana, namun karena wilayah serta situasi pada saat itu
dipandang kurang memadai, maka hanya mereka yang dianggap sangat penting
saja yang tinggal di dalam benteng.27
Penempatan pemukiman prajurit di luar benteng istana itu terjadi bukan
tanpa sebab dan latar belakang. Setelah serbuan besar-besaran yang dilakukan
oleh Inggris pada tahun 1812, tata ruang Kraton juga mengalami perombakan.
Penataan pemukiman di dalam benteng pertahanan dibenahi. Kedudukan strategis
Kesatuan Prajurit di dalam benteng mulai dipindah. Hal ini dilakukan untuk
melindungi intervensi dan kepentingan pihak Inggris dan menghindarkannya dari
kemungkinan pemberontakan. Selanjutnya, pemukiman kesatuan prajurit dipindah
keluar benteng atau berada di sekeliling benteng.
Sebagaimana terpapar dalam Serat Rerenggan, Sinom, Pupuh XXIV
disebutkan sebagai berikut:
"Ya ta ingkang winurcita, karsa dalem Sri Bupati, kang jumeneng pingsekawan, byantu lan pamrentah nagri, ing mangke ngewahi, pemahan jronbeteng agung, prajurit wismanira, gelondhong dadya satunggil, mantrijero,ketanggung, nyutra disuda".
"Pra prajurit wismanira, tancep lama kanan kering, sakilen sawetan pura,samangke dadya sawiji, reh niyaka jro jawi, byantu ngusung griyanipun,weneh ngulon mangetan, ler ngidul pundi den broki, pan gumerah swaranyawong ngusung griya."
para jaksa, Kampung Dagen adalah tempat kediaman petugas tukang kayu,Kampung Wirabrajan, Patangpuluhan, Daengan, Jogokaryan, Ketanggungan,Bugisan, Nyutran, Mantrijeron, Surakarsan serta Prawirataman merupakan tempattinggal para anggota prajurit kraton.
27 Aditya Kusumawan, op. cit., hal 20.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
(Sebagaimana dikisahkan, atas kehendak Sri Bupati yang keempat (SultanHamengku Buwono IV), dibantu penguasa negeri, terjadi perubahan pentingmenyangkut prajurit yang bermukim di dalam benteng rumahnya dipindah jadisatu di luar benteng, jumlah Prajurit Mantrijero, Ketanggung, Nyutradikurangi. Terjadi gerakan pemindahan rumah para prajurit dari dalam bentengmenuju ke segala arah di luar benteng. Ramai sekali suara orang memindahkanrumah-rumah prajurit ini.
Beberapa kesatuan prajurit bersama perumahan mereka dipindahkan kebagian sisi sebelah barat, selatan, dan timur benteng Kraton. Kesatuan prajurityang ditempatkan di sisi sebelah barat benteng Kraton dari arah paling utara keselatan adalah Prajurit Wirabraja, Ketanggung, Patang Puluh, Bugis, danSuranggama. Kesatuan Prajurit yang ditempatkan di sisi sebelah selatanbenteng Kraton dari arah barat ke timur adalah Prajurit Dhaeng, Jagakarya,Mantrijero, Prawiratama, dan kesatuan Prajurit yang ditempatkan di sisisebelah timur benteng dari arah utara ke selatan adalah Prajurit Surakarsa danNyutra.”)28
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa alasan pemberian tanah
lungguh atau apanage bagi para prajurit Kraton yang juga merupakan abdi dalem
tersebut, bukan hanya sebagai upah atau gaji semata. Pemindahan kampung
prajurit di luar istana dengan penempatan di berbagai arah yang berbeda, dapat
dilihat sebagai suatu bentuk pertahanan kerajaan dari serangan musuh. Namun
demikian, pemindahan tersebut juga tidak bisa dilepaskan dari pengaruh dan
unsur-unsur politis. Dalam artian bahwa di dalam konsep dan struktur kebudayaan
Jawa yang menempatkan Kota Istana Kerajaan sebagai pusat politik pemerintahan
dengan raja sebagai penguasa tertinggi, ternyata juga mengalami berbagai bentuk
intervensi, pengaruh, tekanan dan campur tangan kekuatan asing, baik dari
Inggris, Pemerintah Kolonial Belanda ataupun Jepang sekalipun, dan pengaruh
tersebut memberikan dampak yang tidak sedikit bagi perkembangan kota istana
tersebut.
28 Tim Penulis, op.cit. hal. 10-11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Di samping itu, asal usul munculnya Kampung Prawirataman juga ikut
terkuak. Berdasarkan keputusan dan perintah raja, Kesatuan Prajurit Prawiratama
ditempatkan di selatan benteng Kraton. Sebagaimana tetap diakui oleh masyarakat
di daerah tersebut bahwa asal muasal tanah yang mereka tinggali merupakan
pemberian raja kepada nenek moyang mereka yang bekerja sebagai prajurit
Kraton. Kemudian daerah yang ditinggali oleh Kesatuan Prajurit Prawiratama
tersebut kemudian diberi nama berdasarkan nama kesatuan mereka. Dengan kata
lain dapat dikatakan bahwa Prajurit Prawiratama menempati suatu kampung yang
bernama Prawirataman.29
Hal dan ketentuan yang sama juga berlaku untuk Kesatuan-kesatuan prajurit
Kraton yang lainnya seperti misalnya, Kesatuan Prajurit Wirabraja kemudian
menempati kampung yang disebut sebagai Wirabrajan, Kesatuan Prajurit
Ketanggung bertempat di kampung yang disebut Ketanggungan, kemudian
Kesatuan Prajurit Bugis tinggal di Kampung Bugisan, dan seterusnya.
29 Chiyo Inui Kawamura, Peralihan Usaha dan Perubahan Sosial diPrawirotaman, Yogyakarta 1950 - 1900-an, Tesis: Program Pasca SarjanaUniversitas Gadjah Mada Yogyakarta. 2004. Hal: 34. Disebutkan bahwa terdapatdua pembahasan yang berbeda mengenai nama daerah Prawirataman ini.Pembahasan pertama menyebutkan bahwa nama Prawirataman terdiri dari duaunsur kata, yaitu Prawira dan Utama yang merupakan nama bregada prajuritKraton Yogyakarta, dan ditambahkan akhiran “-an” yang dalam bahasa Jawabermakna daerah. Pembahasan kedua mengungkapkan bahwa nama Prawiratamanberasal dari kata Prawira dan Taman. Prawira berarti prajurit Kraton, sedangkankata Taman berarti tempat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
KAMPUNG PEMUKIMAN PRAJURIT YANG
MENEKUNI DUNIA BATIK
Batik merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang adiluhung atau
bernilai tinggi.1 Terdapat banyak perdebatan di kalangan para ilmuwan mengenai
asal usul batik ini. Beberapa dari mereka berpendapat bahwa seni batik berasal
dari India atau Srilanka, namun demikian seorang arkeolog Belanda, J.L.A
Brandes membantah pendapat tersebut. Brandes mengatakan bahwa batik sudah
dikenal sejak jaman prasejarah, dan bahkan menjadi salah satu kemampuan asli
Indonesia sebelum masuknya budaya asing.2
Sejarah batik di Yogyakarta sendiri sudah dikenal sejak kerajaan Mataram,
dan desa Plered merupakan daerah pembatikan pertama.3 Saat itu, kegiatan dan
ketrampilan membatik terbatas dalam lingkungan keluarga Kraton yang
1 Ila Keller, Batik: The Art and Craft Japan: Charles E. Tuttle CompanyCo., Inc. 1966. Hal.14. Kata Batik berasal dari kata ambatik, yang artinya kaindari bintik atau titik-titik kecil. Kata tik-nya sendiri menyerupai kata tritik atautaritik dalam bahasa Jawa.
2 Hafda Zuraida, “Sejarah Batik Tradisional Imogiri 1935 – 1942”,Skripsi: Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma.Yogyakarta. 2010. Hal. 1.
3 Siska Narulita, “Sejarah Koperasi Batik PPBI Yogyakarta 1950 – 1980”,Skripsi: Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada.Yogyakarta. 2004.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
dikerjakan oleh wanita-wanita pembantu ratu. Kegiatan membatik ini juga banyak
dilakukan oleh putri-putri Kraton sebagai kegiatan yang membutuhkan
konsentrasi, kesabaran dan pembersihan pikiran melalui doa-doa. Putri Kraton
tersebut melakukan pekerjaan membatik dengan cara menutup permukaan kain
dengan lilin, sedang proses pewarnaan dan finishing dilakukan oleh abdi dalem.4
Keterampilan membatik tersebut, lambat laun meluas ke kerabat istana
yang lain. Pengetahuan dan ketrampilan abdi dalem istana juga tidak lagi hanya
sebatas pada proses pewarnaan semata. Istri para abdi dalem yang tinggal di
sekitar kerajaan, tentara kerajaan, juga mulai mengenal ketrampilan membatik.
Kemudian saat keluarga kerajaan sedang menghadiri upacara-upacara resmi
kerajaan, kain batik sering kali dipergunakan. Rakyat yang berkesempatan
4 Chusnul Hayati, Gender dan Perubahan Ekonomi: Peranan PerempuanDalam Industri Batik di Yogyakarta 1900-1965, Pdf file:http://www.geocities.ws/konferensinasionalsejarah/chusnul_hayati.htm. Diakasespada 10 Oktober 2011. Menurut sejarahnya, batik merupakan barang seni yangmemiliki nilai-nilai kultural yang unik. Di Jawa ada beberapa motif batik yangberhubungan dengan pemakai dan pengaruh lingkngan sosial budaya yaitu BatikKraton, batik Sudagaran, Batik Petani, Batik Belanda, dan Batik Cina. BatikKraton berasal dari kerajaan-kerajaan di Jawa yang berakar dari KerajaanMataram dan telah berkembang sejak masa Sultan Agung Hanyakrakusuma padaawal abad ke-17. Batik Kraton secara eksklusif digunakan untuk keluargakerajaan dan berkembang di Kesunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, PuraMangkunegara, Pura Pakulaman, Kraton Cirebon, dan Kraton Sumenep. Di tiapkerajaaan tersebut masing-masing batik mempunyai ciri khas tersendiri. Batiksudagaran adalah batik untuk kaum pedagang yang mendapat pengaruh dari citarasa masyarakat pedagang. Sementara itu batik pertani merupakan hasil adaptasidari desain tradisional yang dipadu dengan lingkungan desa. Batik Belanda baikpola maupun warna mendapat pengaruh kuat dari bangsa Belanda dengan cirikhas buket, sedang batik Cina merupakan refleksi dari pengaruh budaya Cina.Batik kemudian berkembang secara luas dan digunakan oleh berbagai lapisanmasyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
mengunjungi upacara dan perayaan-perayaan tersebut mulai tertarik, dan kegiatan
ini mulai dikenal luas oleh kalangan di luar istana.5
Batik yang awalnya dikerjakan dan dikenakan keluarga Kraton dan
bangsawan kemudian berkembang menjadi industri rumah tangga yang banyak
dikelola baik oleh kerabat kerajaan ataupun abdi dalem. Namun demikian industri
kerajinan rumah tangga itu tidak serta merta berjalan dengan lancar dan mulus.
Situasi politik dan perekonomian yang terjadi pada saat itu memiliki andil besar
dalam perjalanan perkembangan batik ini. Terlebih lagi saat kekuatan asing mulai
menunjukkan campur tangan serta monopoli mereka di dalam kerajaan. Kekangan
dan belenggu penjajahan yang berdampak buruk bagi kondisi ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat juga dirasakan oleh para pejabat dan abdi dalem
Kraton. Sumber penghasilan yang lain harus diciptakan agar dapat mencukupi
ekonomi keluarga. Dari situlah kemudian para istri abdi dalem semakin giat
menekuni ketrampilan membatik dan membatu mencukupi kebutuhan keluarga.
Lambat laun kegiatan membatik tersebut menjadi semakin berkembang dan
perkampungan di Kota Yogyakarta yang mengembangkan usaha batik, seperti
Prawirataman, Karangkajen, Kotagede, Kauman, dan lain sebagainya berubah
menjadi sentra industri batik. Bahkan kemudian daerah-daerah pedesaan seperti di
Bantul dan Kulon Progo juga mulai menekuni ketrampilan membatik sebagai
5 Siska Narulita, op. cit. hal. 3. Pada abad ke-18 persebaran batik inimeluas sampai ke daerah-daerah yang lain, sebagai akibat dari pernikahan ataupunpeperangan antar kerajaan serta serangan Belanda yang mengharuskan keluarga-keluarga raja mengungsi dan menetap di daerah baru, seperti Banyumas,Pekalongan, Tulungagung, dan lain sebagainya. Dalam perkembangannya,daerah-daerah tersebut kemudian juga menjadi sentra-sentra industri batik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
sumber penghasilan tambahan. Di samping itu, kain batik yang dihasilkan bukan
hanya untuk memenuhi permintaan dan kebutuhan Kraton semata, tetapi menjadi
komoditi dagang yang pasarannya meluas ke berbagai daerah.
Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa perkembangan
batik sebagai komoditi dagang di wilayah Yogyakarta, dimulai dari kampung-
kampung para abdi dalem Kraton atau orang-orang yang pekerjaannya
berhubungan erat dengan Kasultanan Yogyakarta. Pembuatan batik tersebut pada
awalnya dilakukan sebagai pekerjaan sambilan untuk menambah penghasilan, di
samping pekerjaan utama mereka sebagai abdi dalem Kraton. Lambat laun
pekerjaan sambilan tersebut merambat menjadi sumber penghasilan utama
sehingga banyak pengusaha batik yang bermunculan.
A. Daerah Prawirataman dan Perkenalan dengan Dunia Batik
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa kegiatan membatik pada
awalnya dikerjakan terbatas pada lingkungan istana, kemudian usaha batik
tersebut menyebar ke luar istana dengan dipelopori oleh orang-orang yang
pekerjaannya masih berhubungan dengan Kraton. Demikian halnya dengan
daerah Prawirataman, perkenalan dengan dunia batik di kampung Prawirataman
juga terkait erat dengan usaha-usaha istri abdi dalem prajurit Kraton yang tinggal
dan menempati kawasan tersebut.6
6 Wawancara dengan Ibu Sri Fitriyati, 52 tahun, tanggal 11 Maret 2013. DiPrawirataman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Sehubungan dengan perkembangan batik di daerah Prawirataman tersebut,
Chiyo Inui Kawamura mengungkapkan bahwa salah satu faktor pendorong usaha
dan perkembangan industri batik di Prawirataman tidak dapat dilepaskan dari
peran kelompok kekerabatan yang tergabung dalam trah keluarga. Trah keluarga
tersebut merupakan pemilik tanah besar di daerah Prawirataman. Lima trah
keluarga tersebut adalah Suraprawira, Werdajaprawira, Mangunprawira,
Pideksaprawira dan Gandaprawira.7
Ki Ng. Suraprawira yang ayahnya merupakan anak dari seorang pembuat
cap batik yang berasal dari daerah Pleret dan kemudian membuat batik di daerah
Karangkajen, merupakan pelopor usaha batik di daerah Prawirataman. Tidak jauh
dari tempat tinggalnya, merupakan kediaman adiknya yang bernama Ki
Werdajaprawira dan pamannya Ki Mangunprawira, yang juga mengembangkan
usaha batik. Ketiga orang tersebut juga tergabung dalam kesatuan Prajurit
Prawiratama dan bekerja untuk Kraton. Selain ketiga orang tersebut, anggota
keluarga lain yang juga ikut mengembangkan usaha batik adalah Nyi
Pideksaprawira. Nyi Pideksaprawira merupakan sepupu dari Ki Ng. Suraprawira.
Dan selanjutnya, Nyi Hendrawerdaja yang merupakan anak dari Ki
Werdajaprawira, dan merupakan cikal bakal trah Gandaprawira ikut
7Chiyo Inui Kawamura, op. cit. hal. 35. Trah Gandaprawira merupakancabang keluarga/branch family keluarga trah Werdajaprawira. Selain kelima trahbesar tersebut, terdapat pula beberapa trah lain pada sosial masyarakatPrawirataman, yaitu trah Atmohantolo, Muchtarom, dan Sukartono(Mertaprawira).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
mengembangkan usaha batik di ujung barat jalan yang pada masa kini dikenal
sebagai Jalan Prawirataman.8
Ki Ng. Suraprawira menikah dengan anak pertama dari Mas Ng. Lurah
Natadinama yang tinggal di daerah Kumendaman. Dari pernikahan ini lahir
sebelas anak, namun empat diantaranya meninggal dunia. Ketujuh anak Ki Ng.
Suraprawira ini kemudian mengikuti jejak orang tuanya sebagai pengusaha batik.
Usaha batik yang mereka kembangkan tersebut terus berlangsung ke generasi
berikutnya meskipun tidak semua keturunan dari Ki Suraprawira itu tinggal di
daerah Prawirataman.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk memperluas jaringan usaha batik
ini adalah dengan ikatan perkawinan. Pada saat itu, ikatan perkawinan yang terjadi
di kalangan pengusaha batik merupakan suatu jaminan untuk mempertahankan
status sosial dan kekayaan, menjaga kemajuan usaha, serta memperluas
perkembangan usaha batiknya. Oleh karena itu, ikatan perkawinan terjadi tidak
hanya antar anggota kekerabatan trah-trah yang berasal dari Prawirataman saja,
akan tetapi juga dari kalangan pengusaha batik yang berada di daerah yang lain.
Jadi, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa semakin luas ikatan perkawinan dan
pertalian darah yang terjadi sama artinya dengan semakin berkembangnya usaha
batik mereka.9
8 Ibid., hal. 40 - 41
9 Ibid., hal 43.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
B. Usaha Batik di Yogyakarta dan Daerah Prawirataman Tahun
1920-an
Kegiatan membatik mengalami perkembangan yang sangat pesat pada
awal abad ke-20. Teknik baru pada proses pembuatan batik yang mulai dikenal
pada kisaran tahun 1910 menjadi salah satu pemicu perkembangan ini. Tidak lama
setelah munculnya teknik cap ini, kain mori batik yang hasil produksi dari Inggris
dan Belanda, serta zat-zat pewarna kimia yang diimpor dari Inggris dan Jerman
mulai banyak beredar.10 Kemajuan ini menjadi memberikan dampak yang besar
bagi pengusaha batik. Batik tulis yang dalam pembuatannya memakan waktu
yang lama, dapat dipersingkat dengan teknik cap ini, selain itu produksinya juga
dapat ditingkatkan secara massal. Produksi massal ini juga berakibat pada
penurunan biaya produksi yang artinya harga pasaran batik juga ikut turun,
sehingga permintaan batik di pasaran menjadi semakin meningkat.
Itu berarti bahwa batik yang mulai dikenal luas oleh masyarakat kemudian
menjadi semacam komoditi massal. Tingginya permintaan pasar memunculkan
kelompok masyarakat baru yang disebut sebagai pengusaha atau juragan-juragan
batik. Di samping itu, kebutuhan tenaga kerja yang semakin banyak, berdampak
pada perluasan lapangan pekerjaan. Selain mempekerjakan perajin atau buruh
10 Siska Narulita. op. cit, hal. 21-22. Pada awalnya pengusaha batik diYogyakarta menggunakan zat pewarna lokal yang berasal dari nila, tinggi dansoga. Kain putihnya juga merupakan hasil tenunan sendiri. Obat pewarna yangdikenalkan dari luar negeri adalah indigo dan ergansoga. Obat-obat kimiawi dariluar negeri tersebut lebih mudah dan cepat meresap ke dalam kain sehingga lebihbanyak dipilih dan dipergunakan oleh kalangan pengusaha batik di Yogyakarta.Akibatnya, obat dan zat pewarna lokal sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
batik, para juragan tersebut juga memborongkan sebagian dari proses pembuatan
batiknya kepada penduduk sekitar, bahkan sampai ke pelosok desa. Para juragan
tersebut yang bertanggung jawab dalam mengatur pembagian kerja, menetapkan
upah serta mengatur penjualan hasil penduduk desa yang mengerjakan batik.11
Lambat laun industri rumah tangga ini menjadi semakin besar. Sehingga
terdapat banyak daerah di kota Yogyakarta yang kemudian berkembang menjadi
sentra industri batik. Berdasarkan fakta tersebut dapat dikatakan bahwa pada
tahun 1920-an merupakan masa-masa gemilang bagi industri batik di Yogyakarta.
Adapun gambaran tentang jumlah perusahaan dan pekerja batik pada tahun 1920-
an tersebut dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Jumlah Perusahaan Dan Pekerja Batik Di Wilayah Yogyakarta PadaTahun 1920 - 1924
Tahun Jumlah Perusahaan Jumlah Pekerja1920 212 3.4281921 207 2.2891922 166 1.5391923 129 9791924 147 1.634
Sumber: Abdurrachman Surjomihardjo, Kota Yogyakarta 1880 – 1930: SejarahPerkembangan Sosial, Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia, 2000. Hal. 39.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari tahun pertama ke
tahun-tahun berikutnya, terjadi penurunan jumlah perusahaan yang tentu saja juga
berdampak pada turunnya jumlah perekrutan tenaga kerja. Namun pada tahun
1924 jumlah perusahaan dan tenaga kerjanya kembali mengalami peningkatan
jika dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya. Keadaan itu juga dipengaruhi
11 Abdurrachman Surjomihardjo, Kota Yogyakarta 1880 – 1930: SejarahPerkembangan Sosial, Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia, 2000. Hal. 38.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
berbagai faktor, seperti kondisi fluktuatif harga dan situasi pasar perdagangan
bahan baku saat itu. Kemunduran batik tulis tradisional, dan berkembang pesatnya
teknik batik cap, secara tidak langsung memberi pengaruh pada ketergantungan
para pengusaha batik pada bahan baku impor.
Di samping itu juga karena kebijakan dan anjuran Pemerintah Kolonial
Belanda untuk menggunakan kain mori sebagai upaya meningkatkan kualitas
batik. Kebijakan itu diwujudkan dengan mendirikan Cambric and Grey
Covenants, yaitu semacam sistem impor oligopoli untuk kain mori dan obat
pewarna batik, dengan sistem penyalurannya mempergunakan para pedagang Cina
dan Arab.12 Dengan kata lain, pengusaha batik harus membeli segala
kebutuhannya dari para pengecer Cina setempat yang merupakan distributor
tunggal perusahaan-perusahan Belanda. Sistem pengaturan ini membuat
pengusaha batik menjadi sangat tergantung pada pedagang Cina dan Arab yang
telah ditunjuk sebagai perantara. Hal ini sangat merugikan pengusaha batik karena
pedagang perantara tersebut banyak melakukan permainan harga.
Monopoli dan permainan harga yang dilakukan oleh pedagang Cina dan
Arab atas bahan baku pembuatan batik, lemahnya permodalan, serta pengetahuan
akan perdagangan dari para pengusaha batik yang bisa dibilang masih tertinggal
dibandingkan dengan pedagang Cina ataupun Arab, membuat para pengusaha
batik itu terlilit hutang. Kemudian karena hutang yang semakin menumpuk,
pengusaha batik yang pada awalnya merupakan produsen, jatuh dan menjadi
12 Siska Narulita, op. cit, hal. 26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
buruh batik atau pengorganisir tenaga buruh batik, bahkan tidak sedikit yang
akhirnya menjadi bangkrut dan menghentikan kegiatan usahanya.
Pada tahun 1927, Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan Pusat
Penelitian Batik di Yogyakarta. Badan ini melakukan penelitian mengenai proses
produksi batik dengan tujuan untuk meningkatkan mutu dan kualitas batik,
sehingga kemudian mampu bersaing dan memperluas pasaran batik baik di dalam
ataupun di luar negeri. Selain itu, fasilitas kredit juga diberikan oleh Pemerintah
Kolonial Belanda kepada para pengusaha batik.13
Pada tahun yang sama, 1927, P. de Kat Angelino melakukan penelitian
dengan menghitung kembali jumlah perusahaan batik di kota Yogyakarta dan
desa-desa terdekat dan di Kota Gede. Berdasarkan penelitian tersebut, tercatat ada
169 perusahaan, yang 20 diantaranya merupakan tempat kerja milik orang Cina.14
Rincian dari pencatatan tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Jumlah Perusahaan Batik Di Yogyakarta dan Sekitarnya Tahun 1927Nama Kampung Jumlah Perusahaan
Kauman 26Prawirataman 10Karangkajen 14Brantakusuman 5Mantrijeron 11Tugu 32Tempat lain di kota 57Kota Gede (Yogyakarta) 11Kota Gede (Sala) 3
Jumlah 169Sumber: Abdurrachman Surjomihardjo, Kota Yogyakarta 1880 – 1930: Sejarah
Perkembangan Sosial, Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia, 2000. Hal. 39.
13 Ibid.
14 Abdurrachman Surjomihardjo, loc. cit, hal. 39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa Kampung
Prawirataman sendiri telah menjadi salah satu sentra industri batik pada tahun
1927, dan sudah terdapat 10 perusahaan batik di daerah tersebut. Hasil laporan
tersebut menjadi semacam bukti bahwa kegiatan usaha batik yang pada awalnya
dipelopori oleh kelompok kekerabatan, dan dikerjakan sebagai pekerjaan sambilan
bagi para abdi dalem, telah berkembang menjadi industri yang juga mampu
memberikan penghasilan bagi para masyarakat sekitarnya.
Namun demikian, maraknya impor bahan baku pembuatan batik yang
dilakukan oleh pengusaha batik, secara tidak langsung meletakkan keberadaan
industri batik di Yogyakarta pada titik ketergantungan pada situasi perekonomian
dunia. Dalam artian bahwa ketika terjadi suatu kegoncangan dan perubahan
situasi di luar negeri, juga akan turut memberikan dampak pada keberlangsungan
industri batik di dalam negeri. Jadi ketika terjadi krisis ekonomi dunia pada
sekitar tahun 1930, impor bahan-bahan baku pembuatan batik menjadi turun
drastis sehingga banyak pengusaha batik yang terpaksa gulung tikar dan
menghentikan kegiatan usahanya.
Sebagaimana hasil penelitian P. de Kat Angelino tentang industri batik di
wilayah Indonesia. P. de Kat Angelino mengindikasikan bahwa hal yang menjadi
faktor penyebab bangkrutnya perusahaan batik di wilayah Indonesia pada
umumnya adalah ketidakmampuan para pengusaha batik membayar hutang
kepada pedagang-pedagang Cina dan Arab yang ditunjuk oleh Pemerintah
Kolonial Belanda sebagai pedagang perantara. Meskipun demikian, masih ada
beberapa pengusaha batik di Yogyakarta yang tetap dapat bertahan dan menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
pedagang “tangan pertama” dalam penjualan kain-kain batik karena memiliki
ketersediaan modal yang kuat.15
C. Pasca Depresi Ekonomi, Proklamasi dan Awal Kebangkitan
Kembali Usaha Batik
Depresi ekonomi yang melanda dunia turut berimbas besar pada industri
batik di Yogyakarta. Pasca krisis tersebut, Jepang mulai memasukkan produk
morinya ke pasaran Indonesia melalui sistem dumping.16 Akibatnya, Pemerintah
Kolonial Belanda mengalami kesulitan dalam membendung pesatnya produk
Jepang tersebut, sehingga kemudian pada tanggal 1 Maret 1934, Pemerintah
Kolonial Belanda mulai memberlakukan Undang-undang Contingenteering yang
membatasi masuknya mori impor dari Jepang. Harga kain mori melambung
sangat tinggi sehingga bahan-bahan baku pembuatan batik menjadi sulit
didapatkan. Keadaan ini semakin memperburuk kondisi industri batik di
Yogyakarta.17
15 Siska Narulita, op. cit, hal. 27
16 Sistem dumping merupakan suatu strategi pemasaran dimana suatunegara eksportir menjual barangnya lebih murah daripada di dalam negeri bahkanlebih murah daripada biaya produksinya sendiri. Hal ini dilakukan untukmemenuhi target pemasaran, atau untuk menguasai pangsa pasar atau kawasantertentu di luar negeri. Sistem ini diciptakan untuk menciptakan ketergantunanakan suatu produk, sehingga kemudian ketika suatu negara sudah sangattergantung pada produk tersebut, maka negara produsen akan mulai melakukanberbagai trik politik yang pada akhirnya menguntungkan negaranya. Jepangmerupakan salah satu pencetus politik dumping ini, dan politik dumping tersebutmerupakan salah satu bagian dari politik penjajahan Jepang di Asia.
17 Ibid., hal. 29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Diberlakukannya peraturan dalam Undang-undang Contingenteering
tersebut tidak disambut secara antusias oleh para pengusaha batik di Yogyakarta.
Para pengusaha batik tersebut merasa bahwa mereka lah yang terancam
mengalami kerugian sangat besar akibat perubahan kualitas kain yang digunakan.
Oleh karena itu, aksi protes mulai dilancarkan. Pertemuan demi pertemuan
diadakan baik dari delegasi Jepang, Pemerintah Kolonial Belanda dan perwakilan
dari pengusaha batik. Sebagai jawabannya, didirikanlah suatu organisasai sebagai
wadah dan alat perjuangan yang dinamakan “Persatuan Perusahaan Batik Bumi
Putera (PPBBP).”18 Pada mulanya jumlah anggota koperasi batik PPBBP terdiri
dari 74 pengusaha batik, dan seiring berjalannya waktu anggotanya mulai
betambah banyak dan diikuti dengan pendirian koperasi sejenis di berbagai daerah
yang lain, seperti Solo, Cirebon, dll.
Tujuan didirikannya batik PPBBP antara lain adalah untuk mendapatkan
bahan baku batik, baik kain mori ataupun bahan pewarna batik tanpa melalui
perantara, mendirikan badan kredit untuk menolong dan melindungi anggotanya
dari jeratan lintah darat, serta untuk mencari pemasaran batik dan penjualan
bersama. Namun demikian, kendala yang ditemui koperasi batik PPBBP dalam
praktek dan pelaksanaannya masih banyak, salah satunya dalam hal harga,
18 Ibid. hal. 32. Organisasi Persatuan Perusahaan Batik Bumi Puteratersebut berjiwa koperasi dan didasarkan pada Undang-undang No. 91/1927 yaituReglement Voor de Oprichting Van Inlandse Cooperative (Peraturan PendirianPerkumpulan Koperasi Bumiputera). Pelopor berdirinya koperasi PPBBP iniantara lain, M. Djajengkarso, H. Bilal, M. Mangunprawira, Zarkasi, H. Abubakar,Saebani, Ronosentiko, ramelan, H. Muchadi, H. Romowiruno dan M. Ng.Suraprawira. M. Djajengkarso dan M. Mangunprawira kemudian diangkat sebagaiKetua I dan II.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
pedagang Cina menjual bahan baku batik dengan lebih murah daripada koperasi.
Kemudian keharusan membeli secara kontan di koperasi, padahal selama ini para
pengusaha batik tersebut melakukan pembelian secara kredit melalui pedagang
Cina. Sehingga pembelian melalui pedagang Cina masih lebih disukai, dan hal ini
berdampak pada kurang lancarnya pertumbuhan koperasi batik PPBBP itu.19
Meskipun demikian, koperasi batik PPBBP ini masih tetap bertahan.
Pada waktu pemerintah militer Jepang masuk dan menduduki wilayah
Jawa pada tahun 1942, perkembangan koperasi batik PPBBP ini semakin
memburuk dan mengalami berbagai kemunduran karena Jepang membekukan
seluruh kegiatan koperasi, dan menganjurkan jenis koperasi yang baru yang
disebut Kumiai. Namun sayangnya koperasi ini hanya merupakan alat bagi
pemerintah militer Jepang untuk mengumpulkan hasil-hasil produksi rakyat bagi
pemenuhan kebutuhan logistik mereka.20
Kekurangan bahan baku batik juga berlangsung selama masa perjuangan
dan revolusi. Berbagai usaha dilakukan untuk mempertahankan kelangsungan
usaha batik. Salah satunya dengan menyembunyikan kain batik setengah jadi.
Selain itu, ada pula penjual batik yang menjual kain batik bekas yang dibatik
ulang dan dikenal dengan sebutan batik lawasan/sengguhan.21
19 Ibid., hal 34 - 36
20 Ibid., hal. 37.
21 Chiyo Inui Kawamura, op. Cit. Hal. 49 - 50. Sebutan itu berasal darikata sengguh dan maksudnya batik yang disengguhke dalam Bahasa Jawa.Artinya sama dengan batik yang dianyarke yang dalam Bahasa Jawa bermaknadiperbaharui.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Kemudian setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia perubahan kembali
terjadi. Proklamasi Kemerdekaan tersebut secara politis membawa banyak
dampak positif dalam berbagai bidang, termasuk dalam sektor ekonomi dan
perkembangan industri batik. Pemerintah berupaya untuk menciptakan sistem
perekonomian yang dimaksudkan untuk menumbuhkan nasionalisme ekonomi.
Sehingga kebijakan yang kemudian muncul lebih mengarah kepada pembangunan
perekonomian masyarakat dan bangsa Indonesia.
Selain itu, pemerintah juga turut memberikan dukungan dalam
perkembangan usaha perkoperasian. Namun demikian agresi militer yang
dilancarkan Pemerintah Kolonial Belanda menyulitkan perkembangan gerakan
koperasi tersebut. Terlebih lagi dengan dilakukannya blokade ekonomi oleh
Pemerintah Kolonial Belanda, kesulitan untuk mendapatkan bahan baku
pembuatan batik menjadi semakin meningkat. Melihat situasi yang demikian,
semangat dan antusiasme berkoperasi muncul kembali. Koperasi-koperasi
kemudian mengambil peran sebagai distributor barang-barang kebutuhan rakyat,
termasuk koperasi batik PPBBP yang ikut berjuang untuk mendatangkan kain
mori dari luar negeri.
Besarnya antusiasme dan semangat perjuangan koperasi batik PPBBP itu
juga diikuti dengan perubahan namanya karena nama Bumi Putera tidak sesuai
lagi dengan semangat dan jiwa nasionalisme Indonesia yang sedang berkobar
pada saat itu. Sebagai gantinya kemudian didirikan Persatuan Pengusaha batik
Indonesia atau PPBI.22
22 Ibid., hal. 39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Perkembangan dan kemajuan yang dicapai oleh PPBI di kemudian hari,
memberikan andil besar terhadap berdirinya sebuah organisasi gabungan yang
bersifat nasional. Tujuannya adalah sebagai wadah untuk mengorganisasi
koperasi-koperasi batik di seluruh wilayah Indonesia yang telah berdiri pada
tahun-tahun sebelumnya. Organisasi tersebut diberi nama Gabungan Koperasi
Batik Indonesia (GKBI) dan didirikan pada tanggal 18 September 1948 bertempat
di kantor Kementrian Kemakmuran, Jalan Malioboro no. 85 Yogyakarta.23 Sejalan
dengan pemindahan kembali ibu kota RI dari Yogyakarta ke Jakarta, kantor pusat
GKBI juga ikut dipindahkan ke Jakarta. Dengan berdirinya GKBI tersebut,
seluruh koperasi batik yang berada pada tingkat lokal menjadi berstatus koperasi
batik primer yang digabungkan pada GKBI. Organisasi ini juga yang kemudian
akan menjadi wadah dan basis bagi kejayaan industri batik pada masa-masa
berikutnya.24
D. Perkembangan Usaha Batik di Yogyakarta dan Daerah
Prawirataman Tahun 1950-an
Pasca kemerdekaan RI, pemerintah mencoba menumbuhkan semangat
nasionalisme dalam berbagai bidang. Salah satu kebijakan utama yang dibuat
pada saat itu dikenal dengan istilah “Indonesianisasi” yang tujuan pentingnya
adalah untuk mengubah struktur ekonomi Indonesia, dari sistem ekonomi kolonial
ke sistem ekonomi nasional. Pelaksanaan perubahan sistem ekonomi tersebut
23 Ibid., hal. 40 – 42.
24 Chiyo Inui Kawamura, op. cit, hal. 51.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
dilakukan dengan jalan membantu dan membina para pengusaha dalam negeri.
Salah satu yang termasuk di dalamnya adalah perlindungan terhadap usaha batik
tradisional.
Dalam pelaksanaan “Indonesianisasi” terutama yang bertalian dengan
masalah batik, pada tahun 1951, pemerintah membuat kebijakan yang
membebaskan para pengusaha batik dari pajak penjualan dan melarang impor
tekstil yang bermotif batik serta kain batik imitasi.25 Satu tahun kemudian, atau
pada tahun 1952, pemerintah mulai mengontrol impor dan distribusi kain mori
yang pada saat itu masih didatangkan dari luar negeri. Tahun berikutnya, dibentuk
JPP atau Jajasan (Yayasan) Perbekalan Bahan-bahan Perindustrian yang
merupakan importir tunggal kain mori dengan harga murah dan
mendistribusikannya kepada para pengusaha batik melalui GKBI dan koperasi-
koperasi primer lokal di masing-masing daerah. Hak monopoli untuk mengimpor
25 Ibid. hal. 53 -54. Kain batik imitasi merupakan kain bermotif batik.Siska Narulita dalam Sejarah Koperasi Batik PPBI Yogyakarta 1950 – 1980,Skripsi: Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada.Yogyakarta. 2004, menambahkan bahwa kain batik imitasi ini diproduksi olehperusahaan percetakan tekstil di Inggris dengan menggunakan zat pewarnasintetis. Tujuan pembuatan batik imitasi ini adalah untuk menyediakan danmenawarkan kain batik buatan pabrik dengan harga yang murah dan mutu yangrendah untuk pasaran Jawa. Ketika Pemerintah Kolonial Belanda berhasilmengambil alih kekuasaan atas Jawa dari tangan Inggris, produksi batik imitasi inipun diambil alih oleh perusahaan Belanda. Tidak lama kemudian beberapaperusahaan batik imitasi yang lain juga didirikan di berbagai kota di Belanda,yang selanjutnya menyebar dan diikuti oleh negara-negara Eropa yang lainnya,salah satunya Swiss. Perusahaan-perusahaan tersebut kemudian mengekspor hasilproduksi mereka ke Jawa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
kain mori tersebut kemudian diserahkan kepada GKBI setelah JPP dibubarkan
pada tahun 1955.26
Kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah tersebut berdampak pada
meningkatnya jumlah permintaan akan kain batik, yang artinya produksi kain
batik juga meningkat. Jumlah anggota koperasi batik di Jawa juga mengalami
peningkatan, termasuk jumlah anggota PPBI di Yogyakarta. Jumlah anggota PPBI
Yogyakarta pada tahun 1950 mencapai 522 pengusaha batik, dan dari jumlah
tersebut 46 orang diantaranya tinggal di daerah Prawirataman.27 Jumlah anggota
PPBI tersebut tersebar di seluruh wilayah Yogyakarta dan terus mengalami
peningkatan pada tahun-tahun berikutnya.
Mengingat jumlah anggota koperasi yang terus mengalami peningkatan,
maka kemudian dibentuk lima unit koperasi yang berada di bawah naungan GKBI
sebagai koperasi batik primer di wilayah kota Yogyakarta. Lima unit koperasi
batik tersebut dibentuk berdasarkan lima blok (blok I – V) yang telah ada dan
dibuat pada tahun sebelumnya.28
Tujuan dibentuknya koperasi-koperasi primer ini adalah untuk mendukung
kelancaran penyaluran bahan baku pembuatan batik, dan memberikan pelayanan
26 Ibid. hal. 53.
27 Ibid. hal. 60
28 Blok I - V yang ada pada saat itu dibentuk dan diatur berdasarkan letakwilayah atau daerah pengembang usaha batik, yang kemudian digabungkan kedalam suatu blok tertentu. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya untukmendekatkan hubungan koperasi PPBI dengan jumlah anggotanya yang sangatbanyak dengan letaknya yang tersebar di berbagai wilayah kota Yogyakarta.Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, didirikan sebuah koperasi yangmenjadi koperasi primer di tiap-tiap blok yang ada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
yang lebih baik kepada seluruh anggotanya. Kelima koperasi primer tersebut
antara lain, Koperasi Batik Mataram, Koperasi Batik Senopati, Koperasi Batik
Baratha yang kemudian berganti nama menjadi Koperasi Batik PPBI, Koperasi
Batik Tamtama, dan Koperasi Batik Karang Tunggal.29
Koperasi Batik Tamtama yang menaungi para pengusaha batik daerah
Prawirataman dan sekitarnya didirikan pada tahun 1964. Saat itu jumlah
anggotanya tercatat 158 orang, dan 68 di antaranya merupakan pengusaha batik
yang berasal dari daerah Prawirataman.30
Dalam mengembangkan usaha batiknya, para pengusaha batik
Prawirataman juga membuat cap dagang batik yang menggambarkan ciri khas
perusahaannya. Cap dagang batik ini merupakan merek dagang atau tanda yang
dipakai dalam perdagangan batik. Di daerah Prawirataman sendiri paling tidak
29 Siska Narulita, op. cit. hal. 60 – 61. Blok I merupakan Koperasi BatikMataram yang daerah kerjanya meliputi Wirabrajan, Nataprajan, Kauman,Gandamanan (Kecamatan Wirabrajan, Ngampilan, Kraton dan Gandamanan) danberkantor di Jl. P. Tendean Yogyakarta. Sementara itu Blok II beralih menjadiKoperasi Batik Senopati yang wilayah kerjanya meliputi Panembahan, Siliran,Langenarjan, Suryoputran, Gamelan (Kecamatan Kraton dan Gandakusuman).Kemudian Blok III menjadi Koperasi Batik PPBI, yang semula berkantor di Jl.Bridgen Katamso 59 Yogyakarta, namun kemudian pindah ke Jl.Suryadiningratan 39 Yogyakarta. Wilayah kerjanya meliputi Tirtodipuran,Mangkuyudan, Jagakaryan, Suryadiningratan, Pugeran (Kecamatan Mantrijeron).Blok IV merupakan Koperasi Batik Tamtama, yang berkantor di Jl. KolonelSugiyono Yogyakarta, dan daerah kerjanya meliputi Prawirataman,Brantakusuman, Timuran, Pujakusuman (Kecamatan Mergangsan bagian utara).Blok yang terakhir, yaitu Blok V kemudian beralih menjadi Koperasi BatikKarang Tunggal yang daerah kerjanya meliputi Karangkajen, Karangkunti,Karanganyar (Kecamatan Mergangsan bagian selatan), dan berkantor di Jl.Karangkajen Yogyakarta.
30 Chiyo Inui Kawamura, op.cit, hal. 62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
terdapat 38 cap dagang batik yang dihasilkan dan dipasarkan tahun 1950-an.31
Adapun perincian dari 38 cap dagang batik tersebut dapat dilihat dalam tabel
sebagai berikut:
Tabel 3. Nama Cap Dagang dan Alamat Produsen BatikDaerah Prawirataman Pada Tahun 1950-an
No Nama Cap Dagang Batik Alamat Produksi Batik1 Cap Abimanyu Prawirataman 9A2 Cap Anak Prawirataman 24B3 Cap Baji Prawirataman 28, 684 Cap Baji Kembar Prawirataman 345 Cap Berlian Prawirataman 226 Cap Betet Prawirataman 317 Cap Bintang Prawirataman 308 Cap Bunga Anggrek Prawirataman 8, 99 Cap Bunga Mawar Prawirataman 7410 Cap Dea Prawirataman 6811 Cap Dewi Sinto Prawirataman 9812 Cap Garuda Prawirataman 6-813 Cap Gunting Prawirataman 714 Cap Jatayu Prawirataman 2615 Cap Jeep Prawirataman 516 Cap Kemonggo Prawirataman 24B17 Cap Kidang Mas Prawirataman 5518 Cap Kupu Prawirataman 2619 Cap Menjangan Prawirataman 2620 Cap Murni Prawirataman 4421 Cap Mustika Prawirataman 63322 Cap Narodo Prawirataman 9A23 Cap Oenta Prawirataman 5624 Cap Onta Mas Prawirataman 61325 Cap Parikesit Prawirataman 24B25 Cap Payung Prawirataman 6-827 Cap Permadi Prawirataman 2928 Cap Prabu Romo Prawirataman 68
31 Ibid. hal. 62.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
29 Cap Puntodewo Prawirataman 10730 Cap Ringin Prawirataman 1631 Cap Shinta Prawirataman 532 Cap Songsong Emas Prawirataman 6833 Cap Sri Wisnoe Prawirataman 10834 Cap Subali Prawirataman 9835 Cap Tjiptoning Prawirataman 10B36 Cap Traju Mas Prawirataman 2237 Cap Tuti Prawirataman 438 Cap Werkudoro Prawirataman 34
Sumber: Chiyo Inui Kawamura, “Peralihan Usaha dan Perubahan Sosial di Prawirotaman,Yogyakarta 1950 – 1900-an”, Tesis: Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta. 2004. Hal. 64.
Masing-masing cap dagang batik yang tertera dalam tabel di atas mewakili
seorang pengusaha batik. Jumlah pengrajin batik dan buruh borongan yang
dipekerjakan oleh masing-masing pengusaha atau juragan batik bisa sangat
berbeda satu dengan yang lainnya. Jumlah tersebut tidak dapat dibayangkan hanya
dengan melihat jumlah cap dagang batik yang ada di daerah tersebut. Oleh
karenanya Chiyo Inui Kawamura menggambarkan strukturnya seperti sebuah
piramida. Dalam piramida tersebut para buruh dan pengrajin batik berada pada
tingkat yang bawah, juragan penerima borongan batik berada pada tingkat
menengah, dan kemudian sang pengusaha batik berada dipuncaknya.32
Berdasarkan jumlah anggota Koperasi Tamtama yang khususnya berasal
dari daerah Prawirataman, serta jumlah cap dagang batik sebagaimana diuraikan
dalam tabel di atas dapat dilihat bahwa usaha batik di daerah Prawirataman pada
tahun 1950-an mengalami perkembangan yang cukup pesat. Usaha batik yang
dirintis sebagai kegiatan rumah tangga itu berkembang menjadi suatu industri
32 Ibid. hal 62.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
yang menguntungkan. Dalam situasi seperti itu lah daerah Prawirataman
kemudian berkembang kembali menjadi salah satu sentra usaha dan industri batik
di kota Yogyakarta.
E. Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Usaha Batik di Daerah
Prawirataman
Keberhasilan kembali daerah Prawirataman menjadi salah satu sentra
usaha batik di Yogyakarta pada tahun 1950-an sangat didukung oleh berbagai
faktor. Selain faktor-faktor eksternal seperti kebijakan-kebijakan pemerintah baik
pusat ataupun daerah yang cenderung memberikan perlindungan terhadap
perkembangan industri batik, faktor internal seperti orang-orang yang terlibat
langsung dalam proses pembuatan dan produksi batik juga memegang perananan
yang sangat penting.
Tentunya terdapat banyak pihak yang terlibat dalam proses produksi kain
batik di daerah Prawirataman ini. Mulai dari proses pembelian bahan baku
pembuatan batik sampai dengan proses pendistribusian kain batik yang siap pakai.
Kain mori sebagai bahan baku pembuatan batik dapat diperoleh dari Koperasi
Batik Tamtama dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan yang
beredar di pasaran karena subsidi dari pemerintah. Namun ketika stok kain mori
di Koperasi Tamtama atau koperasi primer yang lain sedang mengalami
kekurangan atau keterlambatan pasokan, para pengusaha batik di Prawirataman
juga bisa membelinya di tempat yang lain seperti misalnya Pasar Beringharjo.
Sama halnya dengan bahan baku batik yang lainnya seperti zat pewarna, malam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
atau parafin. Selain itu masih ada tenaga yang terlibat secara langsung dalam
proses pembuatan batik, yaitu para pengrajin dan buruh batik, serta para
pemborong batik.
Di daerah Prawirataman sendiri, proses produksi batiknya masih banyak
dikerjakan secara manual. Produk batik tersebut dapat digolongkan ke dalam tiga
kategori sesuai dengan teknik pembuatannya, yaitu teknik batik tulis, teknik batik
cap dan kombinasi. Teknik batik kombinasi merupakan perpaduan antara teknik
batik tulis dan cap. Di antara ketiga kategori tersebut, batik cap menduduki tempat
pertama dalam skala prioritas produksi batik atau dengan kata lain yang paling
banyak dibuat dan diproduksi di daerah Prawirataman.33 Dalam proses produksi
batik cap ini diperlukan alat-alat khusus, antara lain meja cap serta berbagai
macam cap. Pekerjaan mereka ini biasanya dilakukan di rumah para juragan atau
pengusaha batik. Proses produksi batik cap yang karena pekerjaannya
dikategorikan sebagai pekerjaan berat, maka lebih banyak dikerjakan oleh laki-
laki.34
Sementara untuk pekerja yang mengerjakan proses produksi batik tulis
lebih banyak perempuan. Pada umumnya mereka berasal dari desa-desa dari
daerah Imogiri dan beberapa daerah lain di Kabupaten Bantul. Mereka datang
33Wawancara dengan Ibu Sri Fitriyati, 52 tahun, tanggal 11 Maret 2013dan Ibu Dalulu Wanisa, 50 tahun, tanggal 12 Juni 2013. Sebagaimana dipaparkanpada halaman 67 dalam tesisnya Chiyo Inui Kawamura, menyebutkan bahwaperusahaan-perusahaan yang khusus memproduksi batik cap di daerahPrawirataman, antara lain perusahaan batik Cap Anggrek, Cap Betet, dan Cap BajiKembar.
34 Wawancara dengan Ibu Sri Fitriyati, 52 tahun, tanggal 11 Maret 2013dan Ibu Dalulu Wanisa, 50 tahun, tanggal 12 Juni 2013, di Prawirataman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
pada pagi hari dan berbondong-bondong pulang pada sore harinya, baik dengan
menggunakan sepeda atau berjalan kaki.35 Selain pekerja tetap yang memang
bekerja untuk rumah produksi batik, buruh batik sambilan juga memiliki peranan
yang sangat penting. Buruh batik tersebut membatik hanya sebagai pekerjaan
sambilan untuk menambah penghasilan keluarga, pekerjaannya dilakukan pada
waktu luang di rumah masing-masing. Jumlah pekerja sambilan ini sangat banyak,
pada tahun 1958 diperkirakan terdapat 25.000 orang pekerja sambilan di seluruh
rumah industri batik di daerah Yogyakarta. Sedangkan orang yang menjadi
pekerja tetap di rumah para pengusaha batik hanya sekitar 9.000 orang.36
Pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh buruh sambilan tersebut antara
lain ngerok, mbironi,37 atau membatik tulis kain mori yang telah didesain oleh
para juragan batik yang tinggal di Prawirataman. Membatik menjadi pekerjaan
sambilan karena bagi mereka sektor pertanian adalah bidang pekerjaan utama
yang mereka geluti. Jadi, para pekerja sambilan ini hanya membatik ketika sedang
tidak memiliki kesibukan pada sektor pertanian. Pekerjaan membatik tersebut
dikerjakan di rumah masing-masing, kemudian setelah selesai diantarkan kembali
ke tempat juragan batik di Prawirataman, sekaligus mengambil upah yang
35 Wawancara dengan Ibu Dalulu Wanisa, 50 tahun, tanggal 12 Juni 2013,di Prawirataman.
36 Chiyo Inui Kawamura, op. cit. hal 68.
37 Ibid. hal. 69. Istilah pada proses pembuatan batik. Ngerok adalahkegiatan menghilangkan lilin, terutama lilin klowong pada bagian-bagian yangkemudian dikehendaki berwarna merah (coklat pada waktu disoga). Sedangkanmbironi bermaksud menutup dengan lilin bagian yang berwarna biru agarwarnanya tetap biru ketika disoga; karena kalo tidak demikian, warna birutersebut akan berubah menjadi hitam ketika disoga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
diperhitungkan sesuai dengan jumlah helai kain yang telah diselesaikan, serta
mengambil bahan lagi untuk dikerjakan di rumah. Hasil pekerjaan dari para
pekerja sambilan ini biasanya masih berupa batik yang setengah jadi.
Pada tahap selanjutnya, yaitu penyelesaian atau finishing seperti
pemberian warna dan proses menghilangkan lilin yang melekat pada kain batik
dengan cara mencelupkannya ke dalam air panas secara berulang-ulang, biasanya
dikerjakan oleh para pekerja tetap yang bekerja di rumah pengusaha batik.
Dengan demikian, proses produksi batik tradisional yang rumit dan memakan
waktu cukup lama itu dilakukan melalui kerjasama antara para pengusaha dengan
pekerja tetapnya serta pekerja sambilan dari daerah pedesaan yang bekerja dengan
sistem kontrak.38
Kemudian pada tahap pemasaran dan distribusinya, para pengusaha batik
tersebut melakukannya dengan berbagai macam cara. Baik dengan menjualnya
secara langsung kepada konsumen yang datang ke rumah, menjual produknya
melalui koperasi-koperasi primer, menjual atau menitipkannya kepada toko-toko
atau pedagang di pasar, serta memasarkan dan menjual produknya ke daerah-
daerah lain, baik di Jawa ataupun di luar Jawa seperti Bali, Sumatera, dan
Kalimantan, baik dikirim langsung kepada pemesan ataupun melalui pedagang
perantara. Sejumlah kecil pengusaha juga mempunyai pasar di luar negeri,
terutama di Belanda.39
38 Ibid. Hal. 70.
39 Ibid. hal 72.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pasca Proklamasi Kemerdekaan
RI, daerah Prawirataman menjadi salah satu sentra industri batik yang cukup
penting di Yogyakarta. Kegiatan para juragan atau pengusaha batik di daerah
Prawirataman tersebut juga memiliki peranan yang penting dalam perkembangan
usaha batik di Indonesia pada tahun 1950-an. Jaringan produksi dan distribusi
batik Prawirataman tidak hanya terbatas pada tingkatan lokal setempat tetapi juga
pada skala nasional bahkan internasional.
F. Kemerosotan Usaha Batik dan Perkenalan dengan Dunia
Pariwisata
Kesuksesan yang dicapai dalam industri batik di daerah Prawirataman
tidak berlangsung lama. Usaha batik yang berhasil bangkit kembali dan
mengalami perkembangan yang pesat pada tahun 1950-an tersebut, sekali lagi
harus menghadapi tekanan pada kisaran awal tahun 1960-an. Tekanan yang
dimaksud di sini adalah kesiapan dan kesigapan para pengusaha batik untuk
mempertahankan kelangsungan usahanya. Inflasi ekonomi yang terjadi di
Indonesia pada pertengahan tahun 1950-an, dan berlangsung terus menerus
sampai akhir masa kepemimpinan Presiden Soekarno, membawa pengaruh yang
tidak sedikit pula. Oleh karena itu, dalam subbab ini akan diuraikan faktor-faktor
yang menjadi penyebab dari kemerosotan usaha batik di Prawirataman.
Berdasarkan hasil studi lapangan yang telah dilakukan, hampir semua dari
responden yang diwawancarai mengatakan bahwa perkembangan dan ekspansi
batik printing dipandang sebagai penyebab utama runtuhnya usaha batik di daerah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Prawirataman.40 Batik printing adalah batik yang proses pembuatannya
menggunakan sistem sablon, atau hand-print dan bukan tekstil bermotif batik
yang dibuat dengan mesin. Walaupun proses pembuatannya dikerjakan dengan
tangan, tetapi kain tersebut dapat diproduksi secara besar-besaran dalam waktu
singkat, sehingga harganya menjadi lebih murah dibandingkan dengan batik
tradisional yang berupa batik tulis dan batik cap.41
Batik printing ini pertama kali muncul pada tahun 1960-an, dengan mutu
printing dan motif yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan batik tradisional.
Tetapi kemudian dengan bantuan teknologi dan bahan pewarna baru, mutunya
dapat ditingkatkan hingga menyamai kualitas batik tradisional. Hal ini menjadi
ancaman bagi batik tradisional karena meskipun kualitasnya sama, tetapi harga
batik printing jauh lebih rendah. Oleh karena itu, lambat laun pasar industri batik
tradisional menjadi semakin sempit.
Situasi sosial dan kebiasaan masyarakat yang pada saat itu lebih banyak
menggunakan pakaian modern dan bukan batik sebagai pakaian sehari-hari,
menjadi salah satu faktor pendorong pesatnya perkembangan batik printing ini.
Sama halnya dengan masyarakat di daerah Prawirataman. ‘Modernisasi’ dalam
hal berpakain menjadi semacam alasan bagi keengganan menggunakan pakaian
batik tradisional yang terkesan lebih ribet, sehingga akhirnya batik menjadi tidak
40 Wawancara dengan Ibu Sri Fitriyati, 52 tahun, tanggal 11 Maret 2013,Ibu Dalulu Wanisa, 50 tahun, tanggal 12 Juni 2013, Bapak Suprapto, 65 tahun,tanggal 13 Juli 2013 di Prawirataman.
41 Ibid. hal. 84.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
laku.42 Perkembangan batik printing juga didukung dengan kebijakan pemerintah
yang mengharuskan kalangan pegawai negeri untuk mengenakan seragam batik
pada hari-hari tertentu, akibatnya jumlah permintaan batik printing meningkat,
sementara pemasaran batik tradisional menjadi semakin sulit.
Pada saat Soeharto resmi menjadi presiden pada tahun 1968, kebijakan-
kebijakan perekonomian yang diberlakukan pada masa pemerintahannya juga
turut memberi pengaruh pada perkembangan usaha batik printing ini. Di bawah
bendera pemulihan dan rehabilitasi perekonomian Indonesia pasca inflasi,
kebijakan ekonomi yang melindungi pengusaha lokal dicabut dan subsidi kain
mori melalui koperasi batik dihentikan. Selain itu peraturan yang sebelumnya
membatasi kegiatan perekonomian dan perusahaan milik orang asing juga dicabut,
akibatnya tekstil buatan luar negeri dan bahan tekstil lain yang sebelumnya
dilarang masuk ke Indonesia, mulai banyak beredar di pasaran. Maraknya tekstil
impor ini semakin memperparah posisi batik tradisional.
Dengan dihapuskannya berbagai program nasionalisasi yang telah
dikembangkan pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, maka dengan
sendirinya industri batik tradisional menjadi kehilangan pelindungnya. Industri
batik tradisional harus berjuang sendiri dalam melawan derasnya arus persaingan
dengan industri batik printing pada khususnya dan bahan-bahan tekstil baru pada
umumnya, sehingga kemunduran dan kemerosotan pasar batik tradisional menjadi
tidak dapat dihindarkan.
42 Wawancara dengan Bapak Heriyadi Ayik, 54 tahun, tanggal 17 Juli2013, di Prawirataman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Meredup dan merosotnya usaha batik tradisional yang melanda sentra-
sentra industri batik di Jawa dan seluruh Indonesia pada umumnya, tentunya juga
terjadi di daerah Prawirataman. Namun demikian, kemerosotan usaha batik di
Prawirataman ini tidak terjadi serentak secara bersamaan, maksudnya dari 38
perusahaan batik yang ada, tidak semuanya menutup usahanya secara bersamaan.
Pengusaha berskala besar yang memiliki jaringan serta modal yang kuat dapat
bertahan sampai sekitar tahun 1970. Namun demikan, banyak di antara pengusaha
batik yang sudah gulung tikar tersebut mulai menjajaki dan mencoba
peruntungannya dengan mengembangkan usaha yang lain. Banyak usaha-usaha
baru yang dikembangkan, misalnya art shop yang menjual lukisan-lukisan batik,
peternakan ayam, rumah kos-kosan, rumah penginapan, dan lain sebagainya.
Di lain pihak, Pemerintah Indonesia mulai giat mengembangkan sektor
pariwisata. Perkembangan sektor pariwisata itu mendapatkan dukungan penuh
dari pemerintah dengan dikeluarkannya kebijakan yang secara formal
menempatkan sektor pariwisata dalam Rencana Pembangunan Semesta 8 tahun
dari tahun 1960 – 1968, serta dalam REPELITA I pada tahun 1969.43 Daerah
Yogyakarta menjadi terkenal sebagai daerah tujuan wisata selain karena obyek-
obyek wisatanya yang memang menarik untuk dikunjungi, juga didukung oleh
akses yang mudah, baik melalui transportasi darat, ataupun udara sehingga
kemudian Yogyakarta terkenal sebagai daerah tujuan wisata kedua setelah Bali.
Semakin banyaknya jumlah wisatawan yang datang berkunjung ke Yogyakarta,
43 Ibid., hal. 103-105.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
artinya semakin membuka jalan bagi perkembangan usaha yang baru dalam
bidang hotel dan penginapan.
Bagi sebagian pengusaha batik di Prawirataman, perkembangan industri
pariwisata tersebut juga dimaknai sebagai peluang usaha yang baru. Letak daerah
Prawirataman yang strategis, dan tidak begitu jauh dari Kraton Yogyakarta
sebagai pusat kota memudahkan akses bagi para wisatawan yang datang
berkunjung. Selain itu, salah satu modal besar yang sangat mendukung dan
dimiliki oleh para pengusaha batik Prawirataman adalah rumah dengan ukurannya
sangat besar dan bagus, ditambah dengan tanah pekarangan yang luas. Oleh
karena itu, dari berbagai bidang usaha yang coba dikembangkan pasca industri
batik meredup, jasa penginapan menjadi salah satu pilihan.
Usaha jasa penginapan di daerah Prawirataman itu dimulai dari salah
seorang pengusaha batik yang menyewakan kamarnya kepada wisatawan yang
tertarik dengan batik. Saat itu hanya terdapat beberapa perusahaan batik yang
bertahan, juga beberapa art shop yang menjual lukisan batik. Dari mulut ke mulut
berita tentang Prawirataman tersebar sehingga jumlah wisatawan yang datang
bertambah. Pengusaha batik yang pada awalnya hanya menyewakan kamar di
rumahnya, kemudian mulai membangun penginapan yang bersifat homestay44
pada sekitar tahun 1968, di Prawirataman sebelah barat, dekat dengan Jalan
Parangtritis.
44 Chiyo Inui Kawamura, op. cit. hal. 102. Homestay adalah rumahkeluarga yang digunakan untuk menerima tamu atau wisatawan yang inginmenginap. Hubungan antara keluarga di rumah itu dengan tamunya tidak bersifatkomersial semata, tetapi juga bersifat kekeluargaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Usaha jasa penginapan tersebut berjalan sangat baik dan banyak
peminatnya. Melihat potensi tinggi yang dimiliki sektor pariwisata Yogyakarta,
dan jumlah wisatawan yang terus bertambah, banyak pengusaha batik lain yang
kemudian tertarik dan ikut merintis usaha yang sama. Beberapa dari mereka yang
pada awalnya memanfaatkan rumah mereka sebagai kos-kosan dan dikontrakkan,
mulai banting setir mengalihkan usaha mereka. Bangunan rumah kos-kosan
tersebut kemudian di renovasi menjadi kamar-kamar dengan fasilitas yang lebih
baik dan layak disewakan kepada para wisatawan. Berawal dari sinilah usaha
akomodasi dan penginapan di daerah Prawirataman mulai berkembang, dan
menjadi sangat ramai dan pesat pada tahun-tahun selanjutnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
DAMPAK PERUBAHAN SOSIAL DAN EKONOMI DI
PRAWIRATAMAN
Setiap perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, baik yang
disengaja atau pun tidak disengaja, secara langsung atau tidak langsung,
sebagian atau menyeluruh, tentu membawa konsekuensi, dampak, dan pengaruh
bagi masyarakatnya. Ketika berbicara mengenai dampak, tentu tidak dapat lepas
dari dampak yang sifatnya primer dan sekunder. Dampak yang bersifat primer
disini maksudnya adalah perubahan suatu lingkungan tertentu yang disebabkan
secara langsung oleh suatu kegiatan. Sedangkan dampak sekunder merupakan
perubahan yang terjadi secara tidak langsung dari suatu kegiatan, artinya
perubahan yang terjadi sebagai kelanjutan dari dampak yang sifatnya primer.
Dampak yang timbul baik primer maupun sekunder tersebut dapat bersifat negatif
maupun negatif.1
Cepat atau lambat dan besar kecilnya pengaruh yang kemudian timbul
dalam mempengaruhi kehidupan masyarakat suatu tempat, akan sangat tergantung
1 Sudarmo Ali Murtopo, dkk, Dampak Pembangunan Ekonomi (Pasar)Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta(Studi Kasus Pertanian Salak Pondoh Desa Bangunkerto). Yogyakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995/1996. Hal. 87-88.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
pada keadaan dan kesiapan masyarakat tersebut. Meskipun demikian, dorongan
dan tekanan dari luar, juga dapat memberikan pengaruh yang tidak terduga. Satu
hal yang perlu dijadikan catatan bahwa perubahan yang terjadi itu tidak selamanya
memberikan dampak yang sifatnya kemajuan (progress), namun juga dapat
mengakibatkan kemunduran (regress).
Sama halnya dengan perubahan yang terjadi di Prawirataman. Berbagai
perubahan yang terjadi di daerah tersebut, sampai kemudian industri pariwisata
masuk sebagai alternatif baru yang dipilih sebagai usaha perekonomian
masyarakat setelah industri batik mengalami kemunduran, disadari atau pun tidak,
pasti akan membawa pengaruh bagi masyarakat yang tinggal di Prawirataman
sendiri dan juga masyarakat yang tinggal lingkungan di daerah sekitar. Lambat
laun perubahan tersebut sedikit banyak juga akan memberikan pengaruh terhadap
perkembangan usaha pariwisata di wilayah Yogyakarta.
Oleh karena itu, dalam bab ini akan coba dibahas tentang dampak dan
akibat yang ditimbulkan oleh perubahan yang terjadi di daerah Prawirataman,
dalam hubungannya dengan perkembangan industri pariwisata terutama dalam
bidang usaha jasa penginapan sebagai solusi yang dipilih akibat merosotnya usaha
batik di daerah tersebut. Dampak-dampak yang muncul sudah tentu dapat
melanda berbagai bidang kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial, ataupun
budaya. Namun demikian agar pembahasannya tidak melebar kemana-mana,
maka dalam penelitian ini dampak yang akan dilihat akan lebih banyak berfokus
pada bidang sosial dan ekonomi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Untuk memberi gambaran terperinci tentang awal mula usaha jasa
penginapan di daerah Prawirataman dan dampak yang ditimbulkan sebagai akibat
dari perkembangan usaha jasa penginapan yang menggantikan merosotnya usaha
batik tersebut, pembahasan dalam bab ini akan dibagi ke dalam tiga subbab, yaitu
proses muncul dan berkembangannya usaha jasa penginapan di Prawirataman,
dampak ekonomi yang timbul sebagai akibat dari berbagai perubahan yang
terjadi, dan kemudian pengaruh dan dampak sosial yang muncul di Kampung
Prawirataman.
A. Proses Perkembangan Industri Pariwisata Terutama Usaha
Jasa Penginapan di Kampung Prawirataman
Industri pariwisata dapat dilihat sebagai salah satu upaya pemerintah
dalam memperkenalkan nilai-nilai baru kepada masyarakat. Upaya tersebut
merupakan suatu proses mempertemukan dan saling penyesuaian antara nilai-nilai
baru dengan nilai-nilai yang selama ini menjadi pedoman hidup masyarakat. Oleh
karena itu, sikap masyarakat yang bakal timbul nantinya, dapat diprediksi menjadi
(1) menerima nilai-nilai baru tersebut dan menghilangkan nilai yang lama, (2)
nilai baru dan nilai-nilai lama berjalan seiring, (3) menolak nilai-nilai baru dan
mempertahankan nilai-nilai yang lama. Jadi, keikutsertaan masyarakat pada
pembangunan pariwisata dipandang turut memsukseskan program pemerintah,
namun bisa jadi keterlibatan tersebut justru membawa pengaruh terhadap nilai-
nilai yang selama ini dipertahankan. Dengan kata lain, konsekuensi logis dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
pengembangan pariwisata, cepat atau atau lambat dapat membawa dampak bagi
masyarakat.2
Produk yang dihasilkan dari industri pariwisata tersebut dapat dikatakan
memang bukan merupakan produk nyata yang berupa benda, akan tetapi
merupakan rangkaian jasa yang tidak hanya bersifat ekonomis, tetapi juga
memiliki segi-segi yang bersifat sosial, psikologis, dan lain sebagainya. Jadi,
ketika berbicara tentang kata ‘industri’ dalam pengertian industri pariwisata
artinya adalah suatu rangkaian perusahaan-perusahaan yang menghasilkan produk
jasa.3 Rangkaian perusahaan yang termasuk dalam industri wisata tersebut antara
lain, penginapan, restoran, agen perjalanan wisata, perusahaan penukaran uang,
perusahaan penyewaan sarana transportasi, dan lain sebagainya. Perusahaan-
perusahaan tersebut kemudian saling bekerjasama satu dengan lainnya untuk
menghasilkan produk wisata.
Sejalan dengan proyek pembangunan pariwisata Yogyakarta yang diawali
dengan proyek seni drama tari Ramayana di Candi Prambanan pada tahun 1961,
jumlah kunjungan wisatawan baik domestik ataupun asing ke wilayah Yogyakarta
mengalami peningkatan. Walaupun sempat mengalami penurunan pada sekitar
tahun 1965/1966 karena kerusuhan politik yang terjadi pada masa itu, namun pada
tahun-tahun berikutnya jumlahnya terus mengalami peningkatan. Misalnya pada
2 Zulyani Hidayat, ed. Dampak Pariwisata Terhadap Pola PemukimanPenduduk Cipanas Garut, Jawa Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan danKebudayaan. 1994/1995. Hal. 46.
3 Spillane, James J. Pariwisata Indonesia: sejarah dan Prospeknya.Yogyakarta: Kanisius. 1987. Hal. 88-89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
tahun 1968, jumlah wisatawan asing yang mengunjungi Kraton Yogyakarta
mencapai 2.191 orang, dan 28.961 orang wisatawan domestik.4 Proyek
pembangunan pariwisata di Yogyakarta itu kemudian dikaitkan dengan
pembangunan berbagai sarana dan prasarana penunjang kegiatan pariwisata yang
lain termasuk akomodasi perhotelan.
Bagi banyak kalangan termasuk sejumlah anggota masyarakat di
Kampung Prawirataman, hal itu dipandang sebagai kesempatan yang
menguntungkan karena pada saat itu usaha batik yang mereka tekuni juga sedang
mengalami masa suram. Sehingga kemudian kesempatan yang ada itu
dimanfaatkan sebagai alternatif untuk mengembangkan usaha yang baru. Dan
batik printing yang walaupun pada saat itu sedang mengalami perkembangan
pesat namun justru tidak dipilih sebagai alternatif usaha.5
Di samping itu, para pengusaha batik tersebut juga memiliki modal berupa
tanah yang luas dan rumah besar yang dilengkapi dengan tempat produksi dan
pembuatan batik serta kamar-kamar untuk pegawai tetap di pekarangan belakang
rumahnya. Terlebih lagi, uang dan kekayaan yang diperoleh dari usaha
sebelumnya, serta lokasi yang cukup strategis karena dekat dengan tempat-tempat
4 Chiyo Inui Kawamura, op. cit. hal. 104 – 106.
5 Wawancara dengan Bapak H.R. Suhartono, tanggal 19 Juli 2013 diPrawirataman. Bapak Suhartono juga mengungkapkan bahwa “faktor permodalanbesar yang bila para pengusaha waktu itu akan mengikuti dengan proses printing,maka akan mengalami kesulitan di dalam finansialnya. Dan juga faktor alihperalatan dari tradisional menjadi modern, akan berubah sistem dan proses-prosesselanjutnya. Juga perlu diingat, para pengrajin batik waktu itu adalah turuntemurun dari para kakek dan neneknya, juga faktor pendidikannya tidak terlalutinggi.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
wisata di Kota Yogyakarta. Jadi secara fisik, dapat dikatakan bahwa semua modal
yang dibutuhkan sudah tersedia.
Kemudian pada tahun 1968, salah satu juragan batik di Prawirataman
mengalihfungsikan rumahnya dan mulai merintis usaha penginapan dengan
menyewakan kamar-kamarnya kepada wisatawan yang datang. Usaha tersebut
dipandang menguntungkan, dan karena jumlah wisatawan yang datang semakin
banyak namun fasilitas penginapan yang ada masih terlalu sedikit, maka
kemudian sejumlah orang lainnya yang berasal dari kelima trah keluarga besar
Prawirataman mulai ikut mengembangkan usaha yang sama.
Kesempatan yang baik untuk mengembangkan usaha pariwisata dan lebih
spesifiknya usaha jasa penginapan tersebut juga diungkapkan oleh Bapak H.R.
Suhartono yang merupakan salah satu keturunan dari trah keluarga tersebut,
sebagai berikut:
“Pada waktu pemerintahan Orde Baru/Soeharto sebagai Presiden RI ke-2,mempunyai program-program pemerintah dibidang kepariwisataan,digalakkan karena bidang kepariwisataan bisa mendatangkan devisa yangbesar. Jadi pada waktu kami mulai merintis usaha jasa perhotelan itu,dipermudah mencari ijin-ijin pariwisata.”6
Berdasarkan pernyataan Bapak Suhartono tersebut dapat diketahui bahwa
masyarakat Prawirataman juga memandang bahwa dukungan yang diberikan
pemerintah dalam bidang kepariwisataan memang besar. Sebagaimana diuraikan
oleh Selo Soemardjan bahwa pariwisata terutama pariwisata internasional
termasuk dalam program pembangunan nasional Indonesia sebagai salah satu
6 Wawancara dengan Bapak H.R Suhartono, tanggal 19 Juli 2013, diPrawirataman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
sektor pembangunan ekonomi. Dari pariwisata diharapkan dapat diperoleh devisa,
baik dari pengeluaran para wisatawan di negara kita, maupun sebagai penanaman
modal asing dalam industri pariwisata. Secara garis besar inti dari peranan
pariwisata dalam pembangunan negara dapat dikategorikan menjadi tiga segi,
yaitu segi ekonomis sebagai sumber devisa dan pajak-pajak, segi sosial yang
berupa penciptaan lapangan kerja, dan segi kebudayaan yang memperkenalkan
kebudayaan Indonesia kepada wisatawan asing yang datang berkunjung.7
Oleh karena itu perkembangan usaha-usaha pariwisata di Indonesia dan
Yogyakarta pada khususnya mendapatkan perhatian dan dukungan penuh dari
pemerintah. Keikutsertaan daerah Prawirataman dalam industri pariwisata ini
ditandai dengan banyaknya penginapan yang bersifat homestay atau guest house
di daerah tersebut. Sebagian besar dari penginapan tersebut adalah milik
perorangan yang berskala kecil sehingga banyak yang belum terdaftar dalam
statistik pemerintah.8
Namun demikian, usaha jasa penginapan tersebut terus berkembang secara
luas. Potensi dalam bidang kepariwisataan yang dipandang sangat potensial
membukakan jalan baru bagi para mantan pengusaha batik di Prawirataman serta
kerabat keluarga dari kelima trah Prawirataman yang tinggal di daerah lain,
misalnya di Dagen, dan Taman Siswa. Sehingga kemudian mereka juga turut
mengembangkan usaha jasa penginapan di daerah masing-masing.
7 Gatut Murniatmo dan Tshadi, Dampak Pengembangan PariwisataTerhadap Kehidupan Sosial Budaya daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993. Hal 78-78
8 Chiyo Inui Kawamura, op. cit. hal. 107
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Dengan demikian, faktor-faktor yang mendorong perkembangan usaha
jasa penginapan di daerah Prawirataman setelah usaha batiknya mengalami
kemerosotan tidak hanya datang dari kondisi pengusaha batik sendiri, akan tetapi
juga turut didukung oleh kebijakan pemerintah sehubungan dengan pembangunan
pariwisata. Usaha jasa penginapan di daerah Prawirataman yang pada mulanya
diawali oleh trah keluarga besar mantan pengusaha batik, berangsur-angsur
diikuti banyak kalangan dan berkembang luas sehingga pada masa kini Kampung
Prawirataman dikenal sebagai kampung turis.
B. Dampak Ekonomi dari Perubahan di Prawirataman
Dalam kurun waktu 1920 – 1975, masyarakat Prawirataman telah
mengalami berbagai perubahan bidang perekonomian. Kelompok masyarakat
yang pada awalnya merupakan abdi dalem keprajuritan Kraton yang
mengembangkan usaha batik untuk memenuhi kebutuhan batik di kalangan istana,
kemudian berkembang menjadi komoditi dagang dengan pangsa pasar yang lebih
luas, mengalami masa kejayaan dalam bidangnya pada tahun 1920-an, dan sempat
mengalami kemunduran usaha pada tahun 1930-an karena depresi ekonomi yang
melanda dunia, namun pada akhirnya berhasil meraih kesuksesannya kembali
pada tahun 1950-an. Sekitar sepuluh tahun kemudian, industri batik tersebut
kembali collapse yang salah satu penyebabnya adalah terjadinya ekspansi dan
perkembangan batik printing. Berbagai macam potensi kegiatan perekonomian
yang baru coba dikembangkan, misalnya peternakan ayam, rumah kos-kosan,
galeri lukisan batik, dll. Namun sekitar tahun 1968, salah seorang juragan batik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
membuka penginapan untuk wisatawan. Usaha baru tersebut mendapatkan
sambutan yang baik sehingga kemudian pada tahun 1970-an, usaha penginapan-
penginapan yang lain mulai bermunculan. Pada saat yang bersamaan, pemerintah
sedang gencar-gencarnya menggalakkan program pariwisata sebagai penghasil
devisa negara, sehingga usaha penginapan di daerah Prawirataman juga ikut
berkembang dan lambat laun menjadi kegiatan perekonomian yang utama.
Dari segi ekonomi, kegiatan perekonomian utama di daerah Prawirataman
itu telah mengalami suatu perubahan, yaitu dari industri sekunder yang
memproduksi batik menjadi industri tersier yang menyediakan jasa terutama
dalam bidang pariwisata. Perubahan tersebut praktis membawa pengaruh pada
cara hidup warga masyarakat setempat, yang secara pasti ditunjukkan dengan alih
profesi para juragan batik menjadi pengusaha penginapan, guesthouse atau
homestay dengan memfungsikan rumahnya sebagai tempat penginapan.
Selanjutnya, perubahan dan alih profesi yang dilakukan oleh para juragan batik
tersebut juga akan menimbulkan konsekuensi dan pengaruh terhadap pola
kehidupan masyarakat Prawirataman pada umumnya.
Alih profesi yang dilakukan oleh juragan batik tersebut kemudian diikuti
oleh beberapa perubahan yang lain, antara lain dalam bidang ketenagakerjaan.
Sebagaimana telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya bahwa pada saat
Prawirataman menjadi sentra industri batik, masyarakat yang tinggal di di
Prawirataman, dan lingkungan sekitarnya bahkan di daerah pedesaan juga turut
terlibat sebagai tenaga kerja, baik yang tetap ataupun musiman (borongan). Dan
kemudian ketika industri tersebut berubah menjadi penginapan, tidak semua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
tenaga kerjanya mendapatkan keuntungan yang sama sebagaimana dirasakan oleh
para juragan batik.
Akibat yang paling dirasakan dari sikap para juragan batik tersebut adalah
timbulnya pengangguran. Memang ada beberapa dari mantan perajin batik yang
kemudian juga ikut beralih menekuni bidang jasa penginapan di bawah juragan
yang sama. Bahkan agar dapat mendukung kelancaran usahanya, ada juragan
batik yang memberikan kesempatan kepada para bekas perajin batik tersebut
untuk belajar bahasa asing, terutama Bahasa Inggris. Hal ini dilakukan dengan
harapan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada tamu-tamu asing yang
menginap.9 Namun bagi sebagian dari perajin batik yang kurang beruntung,
mereka mulai menekuni bidang pekerjaan yang lain, misalnya sebagai tukang
becak, buruh bangunan, dan lain sebagainya.
Perkembangan usaha jasa penginapan pada khususnya dan pariwisata pada
umumnya, juga merupakan faktor pendorong berubahnya pola mata pencaharian
penduduk. Hal itu berjalan beriringan dengan perubahan lingkungan kegiatan
perekonomian di daerah Prawirataman sendiri. Maksudnya, sejalan dengan
berkembangnya usaha jasa penginapan di daerah itu, tumbuh pula berbagai usaha
penunjang pariwisata lainnya, antara lain restoran dan rumah makan, money
changer, tempat penyewaan moda transportasi, biro perjalanan wisata, toko
9 Wawancara dengan Bapak Heriyadi Ayik, 54 tahun, tanggal 17 Juli 2013,dan Bapak Suprapto, 65 tahun, tanggal 13 Juli 2013, di Prawirataman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
kerajinan tangan dan suvenir, toko yang menjual barang keperluan pribadi, dan
lain sebagainya.
Namun demikian, pemilik usaha-usaha tersebut tidak semuanya berasal
dari Kampung Prawirataman, walaupun tanah dan bangunan yang mereka tempati
disewa dari orang setempat. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan
situasi ketika usaha batik sedang sangat berkembang. Pada masa kejayaan industri
batik, kegiatan usaha batik merupakan bisnis rumah tangga yang dimiliki dan
dijalankan oleh penduduk Prawirataman sendiri, meskipun tenaga kerjanya
berasal dari berbagai daerah. Sedangkan yang terjadi kemudian terutama pada saat
usaha penginapan berkembang, para pengusaha dari luar Prawirataman datang dan
membuka suatu bisnis tertentu yang berhubungan dengan kegiatan kepariwisataan
dengan menyewa tanah dan bangunan dari mantan pengusaha batik dan penduduk
setempat.
Perubahan pada lingkungan kegiatan perekonomian tersebut merupakan
suatu hubungan yang saling menguntungkan. Artinya bukan hanya pemilik usaha
penunjang pariwisata yang mendapatkan keuntungan, akan tetapi juga sebagian
anggota masyarakat di Prawirataman karena mereka dapat menyewakan tanah
kosong atau bangunan rumahnya kepada para pengusaha tersebut, sehingga secara
teratur mendapatkan uang sewa dari pihak penyewa.
Selain itu, sebagian dari penduduk Prawirataman yang letak rumahnya
agak masuk ke dalam dan tidak berada di sepanjang utama atau Jalan
Prawirataman menjalankan usaha kos-kosan dan kontrakan. Kamar-kamar kosong
di rumah mereka disewakan kepada para karyawan yang bekerja di guest house,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
restoran, biro perjalanan wisata serta usaha-usaha penunjang pariwisata lainnya
yang berasal dari daerah pedesaan atau luar kota.
Perkembangan usaha jasa penginapan tersebut juga memberi dampak dan
manfaat bagi sebagian dari masyarakat setempat yang ingin turut ambil bagian
dalam mencari celah yang diperkirakan dapat dimanfaatkan sebagai usaha untuk
memperbaiki taraf perekonomiannya. Hal ini dapat dipandang sebagai salah satu
bentuk perluasan kesempatan kerja. Kesempatan kerja yang tidak hanya
diperuntukkan bagi penduduk setempat, tetapi juga dapat menarik pendatang-
pendatang baru dari luar daerah.
Sebagai salah satu contohnya adalah tukang becak. Ketika usaha
penginapan mulai berkembang dan banyak wisatawan yang datang untuk
menginap di daerah Prawirataman, pekerjaan sebagai penarik becak menjadi
sangat populer. Banyak warga sekitar Prawirataman dan dari pedesaan yang
berbondong-bondong mengadu peruntungan sebagai tukang becak di
Prawirataman.
Pekerjaan sebagai penarik becak secara fisik memang tidaklah ringan.
Namun demikian, pekerjaan ini dirasa sangat menguntungkan terutama ketika
mereka mendapat pelanggan wisatawan asing. Harga yang dipatok untuk
wisatawan asing biasanya lebih tinggi, sehingga mereka mendapatkan penghasilan
lebih. Selain mengantarkan para wisatawan ke obyek-obyek wisata terdekat, para
tukang becak tersebut juga akan menawarkan program belanja batik atau suvenir
ke toko-toko yang menawarkan sistem komisi. Artinya, ketika wisatawan yang
dibawa tukang becak tersebut membeli sesuatu, pihak toko akan memberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
sekian persen dari total pembeliannya kepada tukang becak sebagai komisi. Dari
situlah para tukang becak tersebut akan mendapatkan keuntungan yang jauh lebih
besar.
Oleh karena itu lah, banyak sekali orang yang datang untuk mengadu nasib
sebagai tukang becak di Prawirataman. Sehingga untuk mendata jumlah tukang
becak dan menghindari konflik dibentuk suatu paguyuban. Paguyuban atau
perkumpulan yang disebut P2BPJ atau Perkumpulan Pengemudi Becak
Prawirataman Jogjakarta itu bertujuan untuk memberikan pelayanan transportasi
lokal bagi para wisatawan. Melalui perkumpulan tersebut, para tukang becak
tersebut mendapatkan pembagian tempat ‘mangkal’ untuk menunggu kedatangan
tamu. Mereka juga membuat sistem pengaturan agar setiap tukang becak
mendapatkan jatah penumpang secara bergiliran. Dari perkumpulan tersebut para
tukang becak juga mendapatkan pelatihan Bahasa Inggris, baik dari wisatawan
asing yang sering datang ke Prawirataman ataupun petugas-petugas dari Dinas
Pariwisata.10
Berdasarkan penelitian lapangan yang dilakukan, tidak sedikit cerita
tentang tukang becak yang mendapatkan bantuan secara finansial dari para turis
dan wisatawan asing yang datang berkunjung. Bapak Sarijan, salah satu tukang
becak, sudah menjalankan pekerjaannya selama lebih dari 35 tahun di
Prawirataman. Setelah mencoba berbagai macam pekerjaan akhirnya memutuskan
untuk menjadi tukang becak karena banyaknya jumlah wisatawan yang datang
10 Wawancara dengan Bapak Sarijan, 67 tahun, dan Bapak Soegiran, 62tahun, di Prawirataman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
berkunjung di Yogyakarta. Prawirataman dipilih karena letaknya dekat dengan
tempat tinggalnya. Pada saat menarik becak dan mengantarkan wisatawan asing,
tidak sedikit dari wisatawan itu yang berbelanja batik ataupun kerajinan perak
sehingga selain ongkos becak, Bapak sarijan sering mendapatkan komisi. Di
samping itu, berdasarkan pengalamnnya hampir setiap wisatawan yang datang
dari Belanda dan naik becaknya selalu memberikan pakaian sebagai tanda terima
kasih. Ketika sedang beruntung, tidak jarang pula wisatawan asing yang
memberikan uang tambahan atau tip dalam jumlah besar. Selain itu, tidak jarang
pula wisatawan yang menawarkan bantuan finansial kepada para tukang becak.
Salah satu bantuan besar yang diterima Bapak sarijan datang dari turis asal
Amerika yang membantu biaya sekolah anak-anaknya. Bapak Sarijan memiliki
tujuh orang anak, dan berhasil menyekolahkan ketujuh anaknya. Salah satu dari
ketujuh anaknya, yaitu anak perempuan yang nomer tiga mendapatkan
kesempatan untuk sekolah di Amerika berkat bantuan salah satu pelanggan
becaknya. Saat ini anaknya tersebut bekerja di sebuah bank, sudah berkeluarga
dan menetap di Amerika. Meskipun mendapatkan kiriman uang dari sang anak
setipa bulannya, tetapi Bapak Sarijan masih mencintai pekerjaannya sebagai
tukang becak.11
Kasus seperti Bapak Sarijan di atas cukup sering terjadi dan dialami oleh
beberapa tukang becak. Terdapat banyak cerita tentang tukang becak
Prawirataman yang mendapatkan berbagai bantuan finansial dari wisatawan asing
11 Wawancara dengan Bapak Sarijan, 67 tahun, pada tanggal 16 Juli 2013,di Prawirataman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
yang datang menginap di daerah tersebut. Ada yang dibelikan tanah, rumah, uang
sebagai modal usaha, dibelikan becak dan kemudian menjadi juragan becak di
Prawirataman, dan lain sebagainya. Cerita tentang kesuksesan para tukang becak
tersebut juga diakui oleh penduduk setempat.12
Selain pemilik penginapan dan usaha-usaha penunjang pariwisata, serta
tukang becak seperti telah disebutkan di atas, perluasan lapangan pekerjaan juga
terjadi dengan bertambahnya jumlah orang yang menekuni profesi guide atau
pemandu wisata. Kehadiran pemandu wisata lokal berguna karena selain
memandu wisatawan ke obyek-obyek wisata, juga mengantarkan wisatawan ke
tempat penginapan milik orang yang dikenal baik. Sama halnya dengan toko-toko
cinderamata, tidak jarang pula para pemandu wisata yang meminta komisi sebagai
balas jasa karena telah membawa tamu menginap ke penginapan tersebut.
Sebagian pemuda dari Prawirataman dan daerah-daerah sekitarnya juga turut
merasakan keuntungan dari pesatnya perkembangan industri pariwisata di
Prawirataman sebagai pemandu wisata tersebut.13
Perubahan dalam bidang ekonomi tersebut, pada satu sisi memang
memberikan keuntungan bagi sebagian anggota masyarakat Prawirataman dan
daerah sekitarnya. Namun demikian, kecenderungan para tukang becak dan
pemandu wisata untuk membawa wisatawan ke toko-toko suvenir dimana mereka
12 Wawancara dengan Ibu Sri Fitriyati, 52 tahun, tanggal 11 Maret 2013,Ibu Dalulu Wanisa, 50 tahun, tanggal 12 Juni 2013, Bapak Sarijan, 67 tahun, danBapak Soegiran, 62 tahun, pada tanggal 16 Juli 2013 di Prawirataman.
13 Wawancara dengan Bapak Aryo, 55 tahun, tanggal 7 Juli 2013, diPrawirataman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
mendapatkan komisi, bisa menjadi hal yang sangat merugikan pihak wisatawan.
Lambat laun, hal semacam ini akan sangat berpengaruh pada pencitraan dunia
pariwisata di Yogyakarta pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya.
C. Dampak Sosial dari Perubahan di Prawirataman
Selain dampak-dampak dalam bidang ekonomi sebagaimana telah
diuraikan di atas, berbagai perubahan dan pergantian bidang usaha yang ditekuni
juga menimbulkan pengaruh pada bidang kehidupan yang lain. Persinggungan
dengan dunia pariwisata dan pertemuan dengan kebudayaan-kebudayaan yang
baru yang dibawa oleh wisatawan asing yang datang berkunjung dan menginap di
Prawirataman, sedikit banyak turut memberikan pengaruh dan pergeseran pada
kehidupan masyarakat setempat. Daerah Prawirataman yang kemudian menjadi
salah satu pusat penginapan dapat dikategorikan sebagai daerah yang intensitas
hubungan antara wisatawan dan penduduk lokal relatif tinggi. Jika berlangsung
terus menerus, hal itu tentu saja akan memunculkan pergeseran-pergeseran yang
pada akhirnya akan mendorong timbulnya perubahan sosial pada masyarakat.
Perubahan yang terjadi di daerah Prawirataman, khususnya setelah terjadi
alih profesi dari juragan batik menjadi pengusaha dalam bidang penginapan dan
pariwisata, juga membawa pengaruh pada kebiasaan dan adat yang dulunya
dikembangkan. Salah satunya adalah dalam hal pernikahan. Terdapat perubahan
pada pola pernikahan yang terjadi di kalangan para pengusaha penginapan yang
dulunya merupakan mantan juragan batik yang menjalankan usahanya secara
turun-temurun. Runtuhnya usaha batik, membawa perubahan pada jenis usaha
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
yang mereka kembangkan, sehingga ikatan pernikahan yang didasarkan pada
jaringan usaha batik tidak lagi terjadi.
Pada masa lalu sering terjadi pernikahan antar individu yang masih
memiliki hubungan kekerabatan, dalam hal ini adalah anggota kekerabatan
pengusaha batik di daerah Prawirataman. Hal ini merupakan suatu ekspresi yang
dilakukan dengan harapan untuk tetap menjaga ruang lingkup kekeluargaannya,
dan atau ketakutan mendapatkan pasangan yang kurang baik bagi keturunan
keluarga tersebut. Sebagian memandang pernikahan sekerabat antar keluraga
juragan batik tersebut dilakukan untuk menghindarkan terjadinya perpindahan
kekayaan atau ‘ndak bandane keliyan’.14 Jadi anak-anak dari juragan batik
tersebut dicarikan jodoh yang tingkat atau status sosial dan ekonominya sederajat.
Dan terkadang juga terjadi pernikahan sekerabat agar harta kekayaan yang telah
dimiliki oleh trah-trah keluarga di Prawirataman tersebut tidak berpindah tangan.
Namun kemudian, kebiasaan mencarikan jodoh dan pernikahan berdasarkan
kekerabatan dan jaringan batik tersebut ikut memudar seiring dengan meredupnya
usaha batik dan berbagai perubahan yang terjadi.
Selain dalam hal pernikahan, kebebasan juga diberikan dalam pilihan
mengembangkan usaha. Dahulu pada masa kejayaan industri batik, usaha tersebut
merupakan usaha turun temurun dan anak-anaknya sudah belajar tentang dunia
membatik sejak masih muda, namun ketika usaha baru mulai dikembangkan dan
14 Wawancara dengan Ibu Dalulu Wanisa, 50 tahun, pada tanggal 12 Juni2013, di Prawirataman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
faktor pendidikan serta pengetahuan yang lebih luas, mereka mendapatkan
kebebasan untuk menentukan pilihan. “Ada anak yang mau meneruskan usaha
keluarganya, ada yang tidak mau lalu memilih menjadi pegawai negeri, sekolah
tinggi, dan lain-lain.”15
Kebebasan pilihan tersebut secara tidak langsung juga memiliki pengaruh
pada perubahan lingkungan di Prawirataman dalam hubungannya dengan hak
kepemilikan tanah dan bangunan. Juragan batik yang memiliki rumah dan
bangunan besar beserta tanah pekarangan yang sangat luas, kemudian
membaginya untuk diberikan kepada anaknya sebagai warisan. Dari beberapa
anak yang dimiliki tersebut, ada yang tetap bertahan dan meneruskan usaha
peninggalan orang tuanya dan menetap di Prawirataman. Akan tetapi tidak sedikit
pula yang menyewakan bahkan malah menjual tanah yang diwariskan kepadanya,
serta memilih tinggal di daerah yang lain. Keadaan yang seperti itu tidak lagi
menunjukkan kesesuaian dengan situasi yang terjadi di masa lalu ketika usaha
batik begitu berkembang di Prawirataman, baik pada tahun 1920-an ataupun
1950-an.
Pada saat daerah Prawirataman menjadi sentra industri batik, para pekerja
tetap mendapatkan kamar untuk menginap. Di samping itu, para perajin batik
yang bukan merupakan karyawan tetap dan datang dari tempat yang cukup jauh
dari Prawirataman, dapat menumpang tinggal atau ‘ngindung’16 di pekarangan
15 Wawancara dengan Bapak Suprapto, 65 tahun, tangga 13 Juli 2013, diPrawirataman.
16 Ngindung adalah kata dalam Bahasa Jawa yang berarti induk. Ngindungadalah penduduk yang turut menghuni rumah atau tanah dari pemilik rumah atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
yang dimiliki juragan-juragan batik tempat mereka bekerja ataupun penduduk asli
Prawirataman yang memiliki tanah pekarangan yang luas. Seiring dengan
perkembangan zaman, dan ketika rumah-rumah besar milik juragan batik dan
pekarangannya dialih fungsikan menjadi penginapan, otomatis para pengindung
tersebut harus meninggalkan tempat yang mereka tinggali. Selanjutnya seiring
dengan tumbuh dan berkembangnya usaha jasa penginapan, tanah-tanah kosong
atau sebagian dari bangunan yang dimiliki mulai disewakan kepada para
pendatang yang berkeinginan untuk membuka usaha-usaha penunjang pariwisata.
Hal ini dilakukan untuk tujuan komersial dan memperoleh keuntungan
Konsekuensi lain yang kemudian timbul dari perubahan dan
perkembangan usaha jasa penginapan di Prawirataman ini adalah timbulnya
persaingan yang terkadang berlebihan dan kurang sehat. Para pemilik usaha-usaha
jasa penunjang wisatawan itu tidak semuanya merupakan keluarga atau memiliki
hubungan kekerabatan selayaknya terjadi pada masa Prawirataman menjadi sentra
industri batik. Oleh karena itu persaingan, terutama dalam menentukan harga dan
fasilitas antara satu pengusaha dan yang lainnya menjadi semakin jelas.
Persaingan itu juga muncul dalam hubungannya dengan perluasan
lapangan kerja. Maksudnya adalah kesempatan dan lapangan pekerjaan yang
muncul seiring dengan berkembangnya usaha jasa penginapan di daerah
Prawirataman menjadi semakin luas sehingga tidak hanya dinikmati oleh
tanah tersebut. Para pengindung ini tidak memiliki hak milik atas tanah,melainkan hanya hak pakai saja. Adat ngindung ini pada prinsipnya hampir samadengan sewa menyewa tanah. Namun demikian, dalam prakteknya, adat ngindungini juga sangat tergantung adari pemilik tanah, ada dari mereka yang menuntutuang sewa ada yang tidak dan hanya didasarkan pada hubungan baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
penduduk setempat. Akan tetapi, ketersediaan lapangan pekerjaan tersebut juga
dapat menarik pendatang-pendatang dari luar daerah. Para pendatang yang masuk
ke wilayah Prawirataman ini tentu saja juga membawa adat dan kebiasaan
masing-masing, yang tidak selalu sama dengan sifat, adat dan kebiasaan penduduk
setempat. Penerimaan, perlawanan ataupun penolakan terhadap kebaruan yang
muncul tersebut tentu sangat tergantung pada keterbukaan masyarakat daerah
Prawirataman sendiri.
Sikap yang sama juga diperlukan dalam menghadapi derasnya gelombang
wisatawan asing yang berkunjung dan menginap di Prawirataman. Pandangan dan
persepsi yang keliru tentang para pendatang dan wisatawan itu, lambat laun dapat
memberikan dampak pada perubahan pola hidup masyarakat setempat. Misalnya
saja, besarnya pengeluaran dan uang yang dibelanjakan para wisatawan, di satu
sisi memberikan keuntungan bagi penduduk setempat, namun demikian
peningkatan pendapatan tersebut juga dapat mendorong timbulnya pola hidup
yang konsumtif. Meskipun demikian, keterbukaan sikap yang ditunjukan oleh
masyarakat Prawirataman terhadap unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk ke
daerah mereka, tidak begitu saja menghilangkan nilai-nilai tradisional yang sudah
ada di daerah tersebut. Namun justru dapat dikatakan bahwa nilai yang lama dapat
berjalan beriringan dengan nilai baru yang datang. Hal ini dapat dilihat dari masih
banyaknya kegiatan kampung yang dijalankan di Prawirataman, misalnya
siskamling, pengajian, perkumpulan RT, perkumpulan pemuda-pemudi, kerja
bakti, dan lain sebagainya. Dan ketika masyarakat ingin mengadakan kegiatan
tertentu, misalnya pembangunan gapura, lomba takbiran dan lain-lain, mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
juga melibatkan para pengusaha jasa pariwisata di Prawirataman, baik untuk
berpartisipasi aktif dalam rapat dan pertemuan ataupun sebagai penyumbang dana.
Kegiatan-kegiatan dalam masyarkat tersebut juga dapat menjadi salah satu daya
tarik bagi wisatawan yang tinggal di Prawirataman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
PENUTUP
Dalam rentang waktu 1920 – 1975 pemukiman Prajurit Prawiratama yang
dikenal dengan nama Kampung Prawirataman telah mengalami berbagai proses
perubahan. Di dalam proses perubahan tersebut, Kampung Prawirataman
mengalami perkembangan, kemajuan, kemunduran dan pergantian dalam bidang
usaha yang ditekuni, yaitu dari industri batik menjadi industri pariwisata.
Perubahan tersebut terjadi bukan hanya karena faktor internal dari dalam
masyarakatnya sendiri, yaitu tuntutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Akan
tetapi juga dipengaruhi oleh dinamika dan situasi yang terjadi pada tingkat
nasional, baik dalam bidang ekonomi, sosial ataupun politik. Berbagai kebijakan
yang dikeluarkan pemerintah, baik lokal ataupun nasional juga turut memberikan
pengaruh.
Proses perubahan yang terjadi di Kampung Prawirataman pada kurun
waktu 1920 – 1975 tersebut adalah sebagai berikut, kampung Prawirataman
awalnya merupakan suatu pemukiman yang tanahnya diberikan oleh Kraton
kepada abdi dalem dengan profesi prajurit yang tergabung dalam Kesatuan
Prajurit Prawiratama, sehingga kemudian nama kampungnya disebut
Prawirataman. Para istri dari abdi dalem prajurit tersebut menekuni usaha batik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
untuk memenuhi kebutuhan batik istana, dan juga sebagai sumber penghasilan
tambahan. Lambat laun peminat kain batik semakin meluas bukan hanya untuk
kalangan istana saja, sehingga batik menjadi komoditi dagang yang sangat
populer. Permintaan pasar yang tinggi bersamaan dengan berkembangnya
penemuan teknik cap yang memudahkan proses pembuatan batik dalam waktu
yang relatif singkat, daerah Prawirataman tumbuh menjadi salah satu sentra
industri batik yang penting di Yogyakarta.
Industri batik tersebut mengalami kemunduran pada saat krisis ekonomi
melanda dunia pada kisaran tahun 1930. Namun kemudian, perjuangan melawan
keterpurukan yang dilakukan para pengusaha batik di Yogyakarta mendapatkan
dukungan dari pemerintah pasca Proklamasi Kemerdekaan RI. Kebijakan
pemerintah yang membatasi impor kain bermotif batik dan melindungi industri
dalam negeri, membawa nama Prawirataman kembali pada tingkat kesuksesan,
meskipun tidak berlangsung lama. Situasi dan dinamika sosial, politik serta
ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1960-an, membawa pengaruh yang
besar. Situasi itu diperparah dengan berbagai kebijakan baru dari pemerintahan
yang baru pula. Di samping itu juga adanya ekspansi batik printing secara besar-
besaran. Kemunduran dan kemerosotan industri batik tidak dapat dihindarkan,
banyak pengusaha batik yang terpaksa menutup usaha mereka, dan mencoba
peruntungan dengan mengembangkan berbagai jenis usaha yang baru misalnya
rumah kos, peternakan ayam, dan lain sebagainya.
Pada tahun 1968, salah satu mantan pengusaha batik di Prawirataman
memulai usaha baru dengan mengalihfungsikan rumah bekas usaha batiknya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
sebagai tempat penginapan. Usaha tersebut dipandang berhasil karena pada saat
itu pemerintah sedang gencar-gencrnya menggalakkan program pariwisata sebagai
penghasil devisa negara. Keberhasilan usaha penginapan tersebut kemudian
diikuti dengan munculnya penginapan-penginapan yang lain, sehingga kemudian
dan bahkan sampai sekarang, daerah industri batik Prawirataman beralih menjadi
daerah yang menekuni sektor pariwisata.
Bidang sosial dan ekonomi merupakan dampak yang paling dirasakan
masyarakat sebagai akibat dari perubahan tersebut. Masyarakat yang dulunya
menekuni usaha batik berkenalan dengan dunia pariwisata melalui usaha jasa
penginapan. Usaha baru dalam bidang pariwisata itu disatu sisi membawa
kerugian bagi para buruh batik yang kehilangan pekerjaan, namun kemudian
eksternalisasi positif yang berupa perluasan kesempatan kerja yang baru kembali
muncul bagi masyarakat. Bukan hanya dalam bidang penginapan, akan tetapi juga
usaha penunjang pariwisata lainnya, misalnya rumah makan, tempat penyewaan
moda transportasi, biro perjalanan wisata, tukang becak, pemandu wisata, dan lain
sebagainya. Sebagian dari penduduk Prawirataman juga memperoleh penghasilan
dari usaha mereka menyewakan tanah dan bangunan yang dimiliki kepada para
pendatang.
Perubahan sosial yang signifikan juga dialami oleh sebagian masyarakat
terutama mantan pengusaha batik yang berasal dari lima trah kekerabatan yang
dipandang sebagai pelopor usaha batik di Prawirataman. Pola pernikahan
berdasarkan pada jaringan usaha batik yang dulu terjadi di kalangan para
pengusaha yang menjalankan usahanya batiknya secara turun-temurun, tidak lagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
terjadi seiring dengan merosotnya usaha batik tersebut. Keturunan para pengusaha
batik tersebut diberi kebebasan dalam menentukan pasangan hidupnya serta usaha
perekonomian yang dijalankan.
Meskipun telah terjadi perubahan yang signifikan di daerah Prawirataman
seperti telah diuraikan di atas, namun masih ada hal yang sampai sekarang masih
bertahan, yaitu ikatan masyarakat setempat yang masih kuat. Ikatan yang
dimaksud di sini adalah bahwa meskipun daerah Prawirataman telah berkembang
menjadi industri tersier dalam bidang kepariwisataan dan merupakan daerah
domisili bagi wisatawan lokal ataupun asing dari berbagai negara dan
kebudayaan, tidak serta merta merubah perilaku dan gaya hidup masyarakatnya.
Dengan kata lain, walaupun budaya asing dan nilai-nilai baru masuk ke daerah
Prawirataman namun nilai-nilai tradisional yang hidup di masyarakatnya masih
tergolong kuat. Hal ini tercermin dari kegiatan-kegiatan kampung yang masih
tetap dilaksanakan, misalnya kerja bakti, siskamling, pengajian, pertemuan RT,
dan lain-lain.
Batik sebagai cikal bakal usaha di daerah Prawirataman juga tidak
sepenuhnya hilang dan mati. Masih ada satu perusahaan yang tetap menekuni
bidang usaha batik, meskipun dengan skala produksi yang kecil. Usaha pelestarian
batik ini juga bisa dilihat dengan adanya beberapa biro perjalanan wisata yang
menjual paket kursus membatik bagi para wisatawan. Di samping itu ikatan
kekerabatan yang didasarkan pada trah-trah kekerabatan yang juga merupakan
pelopor dalam industri batik Prawirataman masih tetap dihargai oleh masyarakat
setempat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Abdurrachman Surjomiharjo, Kota Yogyakarta 1880-1930: SejarahPerkembangan Sosial. Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia, 2000.
Aditya Kusumawan, Dari Kampung Menjadi Kelurahan: Patehan 1940-an–1970-an, Skripsi: Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UniversitasGadjah Mada. Yogyakarta. 2009.
Ahmad Adaby Darban, Sejarah Kauman Menguak Identitas KampungMuhammadiyah. Yogyakarta: Tarawang. 2000
Alamsyah, Kajian Arkeomusikologi Terhadap Alat Musik Prajurit KratonYogyakarta, Skripsi: Jurusan Arkeologi fakltas Ilmu Budaya, UniversitasGadjah Mada. Yogyakarta: 2005.
Darwis Khudori, Menuju Kampung Pemerdekaan Membangun Masyarakat Sipildari Akar-akarnya Belajar dari Romo Mangun di Pinggiran Kali Code.Yogyakarta: Yayasan Podok Rakyat. 2002.
Djoko Suryo, Penduduk dan Perkembangan Kota Yogyakarta 1900 – 1990, dalamFreel Colombijn, dkk. (ed), Kota lama Kota Baru Sejarah Kota-Kota diIndonesia. Yogyakarta: Penerbit Ombak. 2005.
Dwi Ratna Nurhajarini, dkk. Yogyakarta: Dari Hutan Beringan Ke IbukotaDaerah Istimewa. Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan NilaiTradisional. 2002.
Evers, Hans-Dieter dan Korff, Rudiger, Urbanisme di Asia Tenggara Makna danKekuasaan Dalam Ruang-ruang Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.2002.
Gatut Murniatmo dan Tshadi, Dampak Pengembangan Pariwisata TerhadapKehidupan Sosial Budaya daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993.
Hafda Zuraida, Sejarah Batik Tradisional Imogiri 1935 – 1942, Skripsi: JurusanIlmu Sejarah, Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta:2010.
Keller, Ila, Batik: The Art and Craft, Japan: Charles E. Tuttle Company Co, Inc.1966.
Jules R. Benjamin, A Student’s Guide to History, Boston: Bedford Books. 1994.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Kawamura, Chiyo Inui, Peralihan Usaha dan Perubahan Sosial di KampungPrawirotaman 1950-1990-an. Tesis: Program Pasca Sarjana UniversitasGadjah Mada Yogyakarta. 2004.
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya. 1994.
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka. 2005.
Mohammad Chawari, Bangunan Tradisional Jawa Di Kampung KaumanYogyakarta Sebuah Model Pengelolaan. Tesis: Program Pasca SarjanaUniversitas Gadjah Mada. 2008.
Moedjanto, G, Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman, Yogyakarta:Penerbit Kanisius. 1994.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa IndonesiaEdisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. 2007.
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama. 1993.
Selo Soemardjan, Perubahan Sosial di Yogyakarta, Jakarta: Komunitas Bambu.2009.
Siska Narulita, Sejarah Koperasi Batik PPBI Yogyakarta 1950 -1980, Skripsi:Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta: 2004.
Spillane, James J, Pariwisata Indonesia: Sejarah dan Prospeknya. Yogyakarta:Kanisius. 1987.
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: CV. Rajawali. 1982.
Sudarmo Ali Murtopo, dkk, Dampak Pembangunan Ekonomi (Pasar) TerhadapKehidupan Sosial Budaya Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta (StudiKasus Pertanian Salak Pondoh Desa Bangunkerto). Yogyakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995/1996.
Suhartono, Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta 1830-1920. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya. 1991.
Sutrisno Kutoyo, dkk. Sejarah Daerah, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta:Proyek Pengkajian dan Pembinan Nilai-nilai Budaya Pusat Direktorat danNilai Tradisional, Direktorat Jendral Kebudayaan. 1997.
Tim Penulis, Prajurit Kraton Yogyakarta Filosofi dan Nilai Budaya yangTerkandung di Dalamnya. Yogyakarta: Dinas Pariwisata dan KebudayaanYogyakarta. 2009.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Tim Penyusun, Sejarah Perkembangan Pemerintahan Propinsi Daerah IstimewaYogyakarta. Yogyakarta: Tim Penyusun Sejarah PerkembanganPemerintahan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 1990.
Zulyani Hidayat, (ed). Dampak Pariwisata Terhadap Pola Pemukiman PendudukCipanas Garut, Jawa Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan danKebudayaan. 1994/1995.
Pdf files:
Chusnul Hayati, Gender dan Perubahan Ekonomi: Peranan Perempuan DalamIndustri Batik di Yogyakarta 1900-1965.http://www.geocities.ws/konferensinasionalsejarah/chusnul_hayati.htm.Diakses pada 10 Oktober 2011.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN 1
Data Narasumber dari Penelitian LapanganNo. Nama Umur Pekerjaan Alamat
1. Dalulu Wasina 50 Tahun Perawat Prawirataman
2. Heriyadi Ayik 54 Tahun Ketua RT 06 Prawirataman
3. HR. Hartono Tidak dijawab Pemilik Penginapan Prawirataman
4. Sarijan 67 Tahun Tukang Becak Prawirataman
5. Soegiran 65 Tahun Tukang Becak Prawirataman
6. Sri Fitriyati 52 Tahun Wiraswasta Prawirataman
7. Suprapto 65 Tahun Pemilik Penginapan Prawirataman
Catatan: Jumlah narasumber yang diwawancarai untuk penelitian ini kurang lebih
ada sepuluh orang dan tujuh diantaranya tercatat di dalam daftar ini.
Ketujuh orang tersebut merupakan narasumber yang perkataannya
dipakai sebagai sumber lisan dalam skripsi ini.
Sumber: Hasil penelitian lapangan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI