PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP
MALAPRAKTIK MEDIS
(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh
Sukarno Putra
NIM 1112048000051
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S
P R O G R A M S T U D I ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1437 H / 2016 M
v
ABSTRAK
Sukarno Putra, NIM 1112048000051, “PERTANGGUNGJAWABAN
DOKTER TERHADAP MALAPRAKTIK MEDIS (Analisis Putusan Pengadilan
Negeri Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim”, Konsentrasi Hukum Bisnis, Program
Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437 H/ 2016 M, x + 71 halaman.
Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah Pertanggungjawaban
Dokter Terhadap Malapraktik Medis dengan menganalisis Putusan Pengadilan Negeri
Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim. Dari permasalahan tersebut, maka dilakukan
penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui tentang pertanggungjawaban dokter
yang dapat digugat pasien korban malapraktik dengan menelaah Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dan Undang-
undang lain yang terkait. Serta bertujuan untuk melihat apakah hakim dalam
memutus perkara malapraktik telah sesuai atau tidak dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dengan melihat pada Putusan Pengadilan Negeri Nomor
329/Pdt.G.2012/PN.Jkt.Tim sebagai bahan pertimbangan analisis atas permasalahan
yang akan diteliti.
Metode yang digunakan penulis adalah metode penelitian yuridis normatif
dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach),
pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case
approach). Selanjutnya ada tiga bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini,
yakni bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum. Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan Putusan Pengadilan Negeri Nomor
329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim yaitu sengketa antara Erwina Indarti dan Prihasto
Wibowo (Penggugat) melawan RS Primier Jatinegara, Ramsay Health Care Indonesia
dan Prof. Harmani Kalim SpJp(K) (Tergugat).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertanggungjawaban dokter terhadap
pasien korban malapraktik medis dalam bentuk ganti rugi masih belum ditegakkan
dengan baik. Hal itu disimpulkan dari pertimbangan dan putusan hakim pada Putusan
Pengadilan Negeri Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim yang dinilai tidak tepat.
Karena itu hakim dalam memutus harus melihat peraturan perundang-undangan
secara keseluruhan. Eksepsi yang diajukan oleh para Tergugat seharusnya ditolak dan
para Tergugat yang telah melanggar kewajiban dokter dalam peraturan perundang-
undangan harus memberikan ganti rugi kepada Penggugat selaku pasien.
Kata Kunci : Pertanggungjawaban dokter, malapraktik medis,
perlindungan konsumen.
Pembimbing : Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum.
Ahmad Bahtiar, M.Hum.
Daftar Pustaka : Tahun 1964 s.d. Tahun 2014
vi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam yang hanya dengan hidayah dan
nikmat-Nyalah skripsi berjudul “PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PETUGAS
PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP MALAPRAKTIK MEDIS (Analisis
Putusan Pengadilan Negeri Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim)” dapat diselesaikan
dengan baik. Penelitian ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Salawat dan salam semoga tetap selalu tercurahkan pada Nabi
Muhammad Saw, beserta keluarga, sahabatnya.
Tidak mudah bagi penulis untuk membuat karya seperti ini dikarenakan
berbagai keterbatasan yang dimiliki, namun hal ini penulis jadikan sebagai motivasi
rangkaian pengalaman hidup yang berharga. Selesainya penelitian ini tidak terlepas
elaborasi keilmuan yang penulis dapatkan dari kontribusi banyak pihak. Oleh karena
itu, dalam kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada yang
terhormat :
1. Dr. Asep Saepudin Djahar, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
2. Dr. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H., Ketua Program Studi Ilmu
Hukum dan Drs. Abu Thamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah memberikan arahan baik
berupa saran dan masukan material terhadap kelancaran proses penyusunan
skripsi ini.
3. Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum., dan Ahmad Bahtiar, M.Hum., selaku dosen
pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk
memberikan saran, arahan, masukan, dan bimbingan terhadap proses
penyusunan skripsi ini.
4. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
khususnya Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu
pengetahuan dengan tulus dan ikhlas.
5. Kedua Orang Tua tercinta yaitu Drs. Muhammad Rudy, M.B.A., dan Liliana
yang selalu mendoakan, mencintai, memberi dukungan baik moral maupun
material kepada penulis serta menjadi motivasi penulis sekaligus menjadi
inspirasi dalam kehidupan penulis.
6. Kakak dan Adik penulis yaitu Nurlaila, S.Ked., Muhammad Rafky
Satriansyah, dan Muhammad Ridwan yang telah memberikan semangat dan
dukungan baik moral maupun material kepada penulis hingga dapat
terselesaikannya skripsi ini.
viii
7. Febriyan Mentari Putri, S.IKom., yang telah memberikan semangat dan
motivasi serta dukungan moral maupun material dengan meluangkan
waktunya selama pengerjaan skripsi ini.
8. Semua pihak yang telah berkontribusi dalam pengerjaan skripsi ini baik secara
moral maupun material.
Akhir kata penulis berharap semoga segala bentuk kontribusi tersebut akan menjadi
amal baik di sisi Allah Swt.
Wassalamualikum Wr. Wb.
Jakarta, 30 September 2016
Sukarno Putra
ix
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL SKRPSI .............................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA ............................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iv
ABSTRAK ....................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan .................................................. 6
D. Tinjauan Kajian (Review) Terdahulu ......................................... 7
E. Metode Penelitian ...................................................................... . 8
F. Sistematika Penulisan ................................................................ 11
BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................... 13
A. Pengertian Malapraktik Medis ................................................... 13
B. Syarat dan Unsur Malapraktik Medis ........................................ 15
C. Hak Pasien dan Kewajiban Dokter............................................. 17
D. Standar Profesi dan Standar Prosedur...................................... 21
x
E. Informed Consent.......................................................... ............ 23
F. Transaksi Terapeutik.......................................................... ....... 24
G. Risiko Medis.......................................................... .................... 26
BAB III TINJAUAN UMUM PERTANGGUNGJAWABAN
DOKTER TERHADAP MALAPRAKTIK MEDIS ...................... 28
A. Pertanggungjawaban Dokter terhadap Malapraktik
Medis Ditinjau dari Hukum Perdata .......................................... 28
B. Pertanggungjawaban Dokter terhadap Malapraktik
Medis Ditinjau dari Hukum Perlindungan Konsumen .............. 35
C. Pertanggungjawaban Dokter terhadap Malapraktik
Medis Ditinjau dari Hukum Praktik Kedokteran ....................... 37
D. Pertanggungjawaban Dokter terhadap Malapraktik
Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ........................................... 39
E. Pertanggungjawaban Institusi Pemberi Layanan
Kesehatan terhadap Malapraktik Medis......................................40
BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PETUGAS
PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP
MALAPRAKTIK MEDIS (Analisis Putusan Pengadilan
Negeri Nomor 329/ Pdt.G/ 2012/ PN.Jkt.Tim) ................................ 43
A. Posisi Kasus ............................................................................... 43
B. Pertimbangan dan Putusan Hakim ............................................. 47
xi
C. Analisis Putusan ........................................................................ 51
D. Pertanggungjawaban Dokter terhadap Malapraktik
Medis ......................................................................................... 54
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 66
A. Kesimpulan ................................................................................ 66
B. Saran .......................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesehatan merupakan kebutuhan pokok manusia selain sandang,
pangan, papan. Tanpa hidup yang sehat, hidup manusia menjadi tanpa arti,
sebab dalam keadaan sakit, manusia tidak bisa melakukan kegiatan sehari-
hari dengan baik atau seperti keadaan yang normal.1 Kesehatan juga
merupakan hak asasi manusia yang sangat mendasar dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan dalam kegiatan berbangsa dan
bernegara karena merupakan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana
termaktub dalam Undang-undang Dasar 1945 dan sila ke-5 Pancasila.
Pemerintah selaku pemangku kepentingan (stakeholder) yang
berwenang dalam penyelenggaraan, pengawasan, dan regulasi di bidang
kesehatan harus menjamin kesehatan setiap warganya dengan menyusun
regulasi-regulasi untuk menciptakan sistem kesehatan nasional.
Pemerintah melalui sistem kesehatan nasional, berupaya
menyelenggarakan kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata,
dan dapat diterima serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat luas,
guna mencapai derajat kesehatan yang optimal.2
Seringkali terjadi
malapraktik medis di Indonesia yang menimbulkan kerugian besar bagi
1 Wila Chandrawila Supriadi, Hukum Kedokteran, (Bandung: Mandar Maju, 2001), h. 35.
2 Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, (Jakarta:
Rineke Cipta, 2005), h. 2.
2
pasien sehingga pemerintah harus melakukan upaya-upaya dalam
melindungi pasien. Upaya preventif dari pemerintah terhadap malapraktik
medis dengan membentuk Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran yang merupakan bagian dari hukum kesehatan,
ditujukan agar hak-hak pasien lebih dapat dilindungi oleh undang-
undang. Hukum kedokteran tersebut bertumpu pada dua hak asasi
manusia, yaitu hak atas pemeliharaan kesehatan (the right to healthcare)
dan hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self-determination
atau zelf-bechikkingsrecht).3 Sedangkan upaya koersif pemerintah adalah
dengan menghukum dokter untuk bertanggungjawab terhadap pasien
apabila terbukti melakukan malapraktik baik melalui pengadilan maupun
jalur lain yang telah ditentukan oleh undang-undang.
Dokter merupakan ujung tombak untuk mencapai derajat kesehatan
yang optimal. Masyarakat sebagai pasien mempercayakan fisik bahkan
jiwanya kepada dokter dengan harapan penyakitnya dapat disembuhkan.
Namun, sebagai manusia biasa dokter juga memiliki kekurangan dan dapat
membuat kesalahan. Kesalahan tersebut diakibatkan oleh kesalahan
(professional misconduct) atau ketidakcakapan yang tidak dapat diterima
(unreasonable lack of skill) yang diukur dengan ukuran yang terdapat pada
tingkat keterampilan sesuai dengan derajat ilmiah yang lazimnya
dipraktikan pada setiap situasi dan kondisi di dalam komunitas anggota
profesi yang mempunyai reputasi dan keahlian rata-rata atau dikenal
3 Hermien Hadiati Koeswadji, Beberapa Permasalahan Hukum dan Medik, (Bandung: PT
Citra Aditya Bakti, 1992), h.6.
3
dengan sebutan malapraktik.4 Sejak 2006 hingga 2012, tercatat ada 182
kasus kelalaian medis atau malapraktik yang terbukti dilakukan dokter di
seluruh Indonesia.5 Data malapraktik medis yang terjadi menunjukkan
lemahnya pengawasan praktik kedokteran di Indonesia.
Ketika malapraktik terjadi, sering timbul dua anggapan yang
bertentangan, yaitu pada pihak korban yang dalam hal ini merupakan
masyarakat awam yang memunculkan isu adanya dugaan malapraktik
(ketidakprofesionalan dokter dalam menjalankan profesinya), sedangkan
dari pihak dokter dan tempat pelayanan kesehatan meyakini bahwa hal
tersebut bukanlah malapraktik karena pelayanan yang diberikan sesuai
standar yang mengacu pada peraturan perundang-undangan, kode etik
kedokteran Indonesia (KODEKI).6
Bahkan, minimnya pengetahuan
masyarakat mengenai ilmu kedokteran terkadang membuat mereka tidak
sadar bahwa telah menjadi korban malapraktik.
Pada dasarnya kesalahan atau kelalaian dokter (malapraktik medis)
dalam melaksanakan profesi medis, merupakan suatu hal yang penting
untuk dibicarakan. Akibat kesalahan atau kelalaian tersebut mempunyai
dampak yang sangat merugikan. Selain merusak atau mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadap profesi dokter juga menimbulkan
4 Cecep Triwibowo, Etika Hukum Kesehatan, (Yogyakarta: Nuha Medika, 2014), h.262.
5 SG Wibisono, “Sampai Akhir 2012 Terjadi 182 Kasus Malapraktek”, artikel di akses pada
22 Januari 2016 dari http://nasional.tempo.co/read/news/2013/03/25/058469172/sampai-akhir-2012-terjadi-182-kasus-malpraktek.
6 Jusuf Hanafian dan Amri Amir, Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, (Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2008), h. 14.
4
kerugian pada pasien.7 Kerugian-kerugian yang dialami oleh masyarakat
selaku konsumen timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum
perjanjian antara produsen (rumah sakit dan dokter) dengan konsumen
(pasien), maupun akibat dari adanya perbuatan melanggar hukum yang
dilakukan produsen.8
Kerugian tersebut berupa bertambah parahnya
penyakit pasien, cacat bahkan hingga kematian.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (untuk selanjutnya di tulis
KUH Perdata) mengatur mengenai pertanggungjawaban yang dapat
digugat oleh pasien terhadap dokter yang diduga melakukan malapraktik
baik dari segi wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum. Selain itu,
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
memberikan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha
termasuk di bidang jasa pelayanan kesehatan. Konsumen jasa pelayanan
kesehatan (pasien) yang merasa rugikan oleh pelaku usaha (dokter) dapat
menggugat pertanggungjawabannya yang diatur dalam pasal khusus pada
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Rumah sakit sebagai penyelenggara kesehatan juga tidak dapat dipisahkan
dalam masalah pertanggungjawaban dokter karena sudah menjadi
kewajiban rumah sakit menjamin pelayanan yang diberikan oleh dokter
secara optimal. Oleh karena itu, penting bagi pasien untuk mengetahui
7 Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, (Jakarta:
Rineke Cipta, 2005), h. 5.
8 Advendi Simanggungsong dan Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonomi, (Jakarta: PT
Grasindo, 2007), h. 159.
5
pertanggungjawaban apa saja yang dapat dimintakan atau digugat apabila
dokter diduga melakukan malapraktik medis.
Kasus yang penulis akan bahas ini tentang Dokter Harmani Kalim
selaku dokter di rumah sakit Primier Jatinegara yang melakukan praktik
dengan surat izin praktik dokter yang telah habis masa berlakunya serta
melanggar kewajiban dokter dengan tidak merujuk pasien Waludjo Sedjati
ketika tidak mampu melakukan pengobatan kepada pasien hingga akhirnya
menyebabkan kematian. Institusi pemberi layanan kesehatan juga
bertanggung jawab terhadap dokter dibawah pengawasannya. Berdasarkan
permasalahan itu, maka penulis membuat skripsi yang berjudul
“Pertanggungjawaban Hukum Dokter Terhadap Malapraktik Medis
(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.
Jkt.Tim).
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Mengingat penelitian tentang pertanggungjawaban dokter
terhadap malapraktik medis sangat luas, oleh karena itu peneliti
membatasi pembahasan penelitian hanya pada pertanggungjawaban
dokter terhadap malapraktik medis dengan melihat peraturan
perundang-undangan yang berlaku mengacu pada putusan Pengadilan
Negeri Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim.
2. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah dan batasan masalah yang
6
telah dipaparkan, dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai
berikut:
a. Bagaimana analisis terhadap putusan hakim dalam Putusan
Pengadilan Negeri Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim ?
b. Bagaimana pertanggungjawaban dokter dalam Putusan Pengadilan
Negeri Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana analisis terhadap putusan hakim
dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor
329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim;
b. Untuk mengetahui pertanggungjawaban dokter dalam Putusan
Pengadilan Negeri Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim.
2. Manfaat Penelitian
Secara garis besar manfaat penelitian ini dapat dibedakan
menjadi dua yaitu:
a. Manfaat Teoretis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan mengenai apa yang dimaksud dengan
malapraktik medis dan pertanggungjawaban dokter yang dapat di
gugat oleh pasien.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
7
masukan bagi para pasien selaku konsumen jasa pelayanan
kesehatan untuk memahami pertanggungjawaban dokter yang
dapat di gugat oleh pasien untuk mengembalikan hak-haknya.
D. Tinjauan Kajian (Review) Terdahulu
Skripsi mengenai, “Perlindungan Hukum bagi Pasien Korban
Malpraktek (Analisa Putusan Pengadilan Negeri Jakata Barat Nomor
287/Pdt.G/2011)” oleh Verina Pradita Agusti, Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Skripsi ini
membahas sengketa malapraktik dengan meganalisis putusan nomor:
Putusan Pengadilan Negeri Jakata Barat Nomor 287/Pdt.G/2011. Dalam
skripsi ini, penulis memiliki beberapa pembeda dengan skripsi
sebelumnya. Pertama, penulis menitikberatkan penelitian terhadap
pertanggungjawaban dokter dan rumah sakit yang dapat digugat pasien
dalam malapraktik medis. Kedua, peraturan yang penulis gunakan lebih
lengkap. Ketiga, putusan yang dipergunakan adalah Putusan Pengadilan
Negeri Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim. Keempat, penulis
menganalisis terkait metode penemuan hukum yang dilakukan oleh hakim
dalam memutus perkara.
Skripsi mengenai, “Perlindungan Hukum Terhadap Korban
Malpraktik Medik Yang Dilakukan Oleh Dokter Di Kota Makassar” oleh
M Firmansyah Pradana, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin,
Makassar. Skripsi ini membahas sengketa malapraktik dengan studi
lapangan terhadap dokter di Makassar dari segi pidana. Perbedaan
8
penelitian ini dengan penulis lakukan berada pada pembahasan sengketa
malapraktik dari segi hukum perdata dan perlindungan konsumen serta
objek penelitian yakni Putusan Pengadilan Negeri Nomor
329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim.
Buku mengenai, “Etika Profesional dan Hukum
Pertanggungjawaban Pidana Dokter” oleh Oemar Seno Adji, penerbit
Airlangga, Jakarta. Buku ini membahas teori kode etik kedokteran dan
pertanggungjawaban pidana dalam malapraktik medis. Dalam skripsi
penulis memiliki pembeda dengan buku tersebut. Penulis membahas
pertanggungjawaban perdata dan perlindungan konsumen dalam
malapraktik medis.
Jurnal ilmiah mengenai, “Pertanggungjawaban Pidana Oleh Dokter
Yang Melakukan Tindak Malpraktek” oleh Sandy Vatar Simanjuntak,
Fakultas Hukum, Univesitas Atmajaya, Yogyakarta. Jurnal ilmiah ini
membahas pertanggungjawaban pidana oleh dokter yang melakukan
malapraktik medis. Perbedaan penelitian ini dengan penulis lakukan
berada pada pembahasan mengenai pertanggugjawaban dari segi hukum
perdata dan perlindungan konsumen oleh dokter yang melakukan
malapraktik medis yang tidak dibahas dalam penelitian ini.
E. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang
didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang
9
bertujuan untuk mempelajari satu atau segala hukum tertentu dengan
jalan menganalisanya.9 Dalam analisa ini yang menjadi objek analisis
adalah putusan pengadilan negeri.
Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang
dilakukan mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan
perundang-undangan dan keputusan pengadilan serta norma-norma
yang berlaku di masyarakat atau juga yang menyangkut kebiasaan
yang berlaku di masyakarat.10
2. Bahan Hukum
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mencakup
ketentuan-ketentuan perundangan-undangan yang berlaku dan
mempunyai kekuasaan hukum yang mengikat11
. Bahan hukum
primer dalam penelitian ini adalah Putusan Pengadilan Negeri
Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim, Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran, Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang
9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI, 1986), h. 43.
10 Soerdjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Peranan dan Penggunaan Kepustakaan Dalam
Penelitian Hukum, (Jakarta: Pusat Dokumentasi Universitas Indonesiam 1979), h.18.
11 Soerjono Soekanto., Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia, 1986), h.52.
10
Kesehatan, Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 Tentang
Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009
Tentang Rumah Sakit, Peraturan Konsil Nomor 4 Tahun 2011
Tentang Disiplin; Profesional Dokter dan Dokter Gigi, Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 Tentang
Rekam Medis, Surat Edaran Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.HK/MENKES/1920/IX/2011 Tentang Legalitas Izin
Praktik Bagi Dokter/Dokter Gigi Yang Dalam Proses Registrasi
Ulang.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang
hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi meliputi
buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar-
komentar atas putusan pengadilan.
c. Bahan Non-Hukum (Tersier)
Bahan non-hukum (tersier) adalah bahan di luar bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder yang dipandang perlu.
Bahan non-hukum dapat berupa buku-buku mengenai Ilmu
Ekonomi, Sosiologi, Filsafat atau laporan-laporan penelitian non-
hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penelitian.
Bahan-bahan non-hukum tersebut dimaksudkan untuk
memperkaya dan memperluas wawasan peneliti.
11
3. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum
Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun
sumber non-hukum yang telah didapatkan itu kemudian dikumpulkan
berdasarkan rumusan masalah dan diklasifikasikan menurut sumber
dan hierarkinya.
4. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, maupun bahan non-hukum diuraikan dan
dihubungkan sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan
yang lebih sistematis untuk menjawab permasalahan yang telah
dirumuskan. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif
yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat
umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi.12
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun
2012”. Adapun perinciannya sebagai berikut :
Bab pertama berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar
belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan (review) kajian terdahulu, metode penelitian, dan
sistematika penulisan;
Bab kedua berisi tetang landasan teori yang meliputi pengertian
12 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang,
Bayumedia Publishing, Cet-II 2006). h. 393
12
malapratik medis, syarat dan usnur malapraktik medis, hak pasien dan
kewajiban dokter, standar profesi dan standar prosedur, informed consent,
transaksi terapeutik dan risiko medis.
Bab ketiga berisi tentang tinjauan umum pertanggungjawaban
dokter terhadap malapraktik medis yang meliputi pertanggungjawaban
dokter terhadap malapraktik ditinjau dari hukum perdata,
pertanggungjawaban dokter terhadap malapraktik medis ditinjau dari
hukum pidana, pertanggungjawaban dokter terhadap malapraktik ditinjau
dari hukum perlindungan konsumen, pertanggungjawaban dokter terhadap
malapraktik ditinjau dari hukum praktik kedokteran dan
pertanggungjawaban penyelenggaran kesehatan terhadap malapraktik
medis;
Bab keempat berisi tentang analisis pertanggungjawaban hukum
dokter terhadap malapraktik medis (analisis putusan Pengadilan Negeri
Nomor 329/ Pdt.G/ 2012/ PN.Jkt.Tim yang meliputi posisi kasus,
pertimbangan dan putusan hakim, analisis putusan, pertanggungjawaban
dokter terhadap malapraktik medis;
Bab kelima berisi tentang penutup yang meliputi kesimpulan-
kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian serta memberikan
masukan berupa saran-saran terhadap penerapan pertanggungjawaban
dokter terhadap malapraktik medis.
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Malapraktik Medis
Malapraktik berasal dari kata “mala” artinya salah atau tidak
semestinya, sedangkan praktik adalah proses penanganan pasien dari
seorang profesional yang sesuai dengan prosedur kerja yang telah
ditentukan oleh kelompok profesinya.1 Secara harfiah, istilah malapraktik
(malpractice/malapraxis) artinya praktik yang buruk (bad practice),
praktik yang jelek.2 The term malpractice has a broad connotation and is
employed generally to designate bad practice, sometimes called
malapraxis, in the treatment of a patient,3 yang artinya adalah istilah
malapraktik mempunyai sebuah konotasi yang luas dan umumnya
digunakan untuk menunjuk praktik yang buruk, kadang-kadang disebut
malapraxis, dalam pengobatan seorang pasien. Malapraktik diartikan
sebagai suatu penyimpangan dalam menjalankan suatu profesi yang dapat
terjadi pada profesi apa pun, seperti profesi advokat dan akuntan.
Dalam dunia kedokteran, penyimpangan dalam menjalankan
profesi dokter dikenal dengan malapraktik medis (medical malpractice).
Pengertian istilah malapraktik medis menurut World Medical Association,
medical malpractice involves the physician’s failure to conform to the
1 Soekidjo Notoatmodjo, Etika & Hukum Kesehatan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 167
2 Hermin Hadiati Koeswadji, Hukum Kedokteran, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1998),
h.123
3 Emanuel Hayt, Legal Aspects of Medical Record, (Illinois: Physicians’ Record Company,
1964), h. 329
14
standard of care for treatment of the patient’s condition, or lack of skill, or
negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an
injury to the patient, yang artinya malapraktik medis melibatkan kegagalan
dokter memenuhi standar perawatan untuk pengobatan kondisi pasien, atau
kurangnya keterampilan, atau kelalaian dalam memberikan pelayanan
kepada pasien, yang merupakan penyebab langsung dari cedera pasien.
Di dalam buku “Malpraktik Kedokteran” oleh Adami Chazawi
dijelaskan mengenai standar umum dalam menilai malapraktik medis.
Standar umum menyangkut tiga aspek sebagai satu kesatuan untuk melihat
kelakuan malpraktik kedokteran dari sudut hukum yang dapat membentuk
pertanggungjawaban hukum, yakni sikap batin pembuat, aspek perlakuan
medis, dan aspek akibat perlakuan.4 Sikap batin pembuat yang dimaksud
adalah apakah seorang dokter yang terbukti melakukan malapraktik medis
dilakukan secara sengaja (dolus) atau kelalaian (negligence). Aspek
perlakuan medis adalah perlakuan yang meliputi pemeriksaan, cara
pemeriksaan, alat yang dipakai pada pemeriksaan, wujud perlakuan terapi,
maupun perlakuan untuk menghindari kerugian dari salah diagnosis terapi
apakah perlakuan medis tersebut telah sesuai dengan standar profesi
kedokteran, standar prosedur operasional, kode etik kedokteran (KODEKI)
dan kebutuhan medis pasien. Aspek akibat perlakuan merupakan akibat
yang merugikan pasien, baik secara fisik, mental maupun nyawa pasien.
Munir Fuadi merinci akibat malapraktik kedokteran yang salah tindak, rasa
4 Adami Chazawi, Malaraktik Kedokteran, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), h. 5
15
sakit, luka, cacat, kematian, kerusakan pada tubuh, jiwa, atau kerugian lain
yang diderita oleh pasien selama proses perawatan.5
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan malapraktik
medis adalah dokter atau orang yang ada dibawah perintahnya dengan
sengaja atau kelalaian melakukan perbuatan dalam praktik kedokteran
pada pasiennya dalam segala tingkatan yang melanggar standar profesi,
standar prosedur, prinsip-prinsip profesional kedokteran, atau dengan
melanggar hukum karena tanpa informed consent, atau di luar informed
consent, tanpa surat izin praktik atau tanpa surat tanda register, tidak
sesuai dengan kebutuhan medis pasien dengan menimbulkan (causal
verband) kerugian bagi tubuh, kesehatan fisik, mental, dan atau nyawa
pasien sehingga menimbulkan pertanggungjawaban hukum bagi dokter.
B. Syarat dan Unsur Malapraktik Medis
1. Syarat Malapraktik Medis
Selain adanya kerguian yang diderita pasien, terdapat syarat-
syarat yang menjadi penyebab timbulnya malapraktik kedokteran
sehingga dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum ialah
sebagai berikut:6
a. Dilanggarnya standar profesi kedokteran;
b. Dilanggarnya standar prosedur operasional;
c. Dilanggarnya informed consent;
5 Munir Fuadi, Sumpah Hippocrates (Aspek Hukum Malpraktik Dokter), (Bandung: PT
Citra Aditya Bakti, 2005), h. 2
6 Adami Chazawi, Malapraktik Kedokteran, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), h. 27
16
d. Dilanggarnya rahasia dokter;
e. Dilanggarnya kewajiban-kewajiban dokter;
f. Dilanggarnya prinsip-prinsip profesional kedokteran atau
kebiasaan yang wajar di bidang kedokteran;
g. Dilanggarnya nilai etika dan kesusilaan umum;
h. Praktik dokter tidak sesuai dengan kebutuhan medis pasien;
i. Dilanggarnya hak-hak pasien.
2. Unsur-unsur Malapraktik Medis
Suatu perbuatan atau sikap dokter dianggap suatu
kelalaian/malapraktik apabila memenuhi empat unsur dibawah ini,
yaitu:7
a. Duty atau kewajiban tenaga medis untuk melakukan sesuatu
tindakan medis atau untuk tidak melakukan sesuatu tindakan
tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi yang
tertentu;
b. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut;
c. Damage atau kerugian yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh
pasien sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan/kedokteran
yang diberikan oleh pemberi layanan;
d. Direct causa reliationship atau hubungan sebab akibat yang nyata.
Dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab-akibat antara
penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang setidaknya
7 Budi Sampurna, dkk, Bioetik dan Hukum Kedokteran, (Jakarta: Pustaka Dwipar, 2007),
h. 92
17
merupakan penyebab aktif (proximate cause).
Unsur-unsur yang telah dijelaskan bersifat kumulatif, artinya
penyimpangan dokter tidak dapat disebut malapraktik apabila tidak
memenuhi ke empat unsur. Dalam gugatan ganti rugi terhadap
malapraktik medis, apabila salah satu unsur diantaranya tidak dapat
dibuktikan maka gugatan tersebut dinilai tidak cukup bukti.
C. Hak Pasien dan Kewajiban Dokter
1. Hak Pasien
Pengaturan mengenai hak-hak pasien diatur dalam beberapa
peraturan perundang-undangan dan kode etik kedokteran. Pasien
sebagai seorang konsumen jasa pelayanan kesehatan memiliki hak
yang diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999,
yaitu:8
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan
barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
dan/atau jasa yang digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
8 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandun: PT Citra Aditya
Bakti, 2014), h. 32-33
18
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya.
Di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan menyebutkan mengenai hak-hak pasien yaitu:
a. Setiap orang berhak atas kesehatan;
b. Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses
atas sumber daya di bidang kesehatan;
c. Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau;
d. Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab
menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi
dirinya;
e. Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi
pencapaian derajat kesehatan;
f. Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi
tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab;
g. Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data
kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah
maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.
Pengaturan mengenai hak pasien diatur lebih lanjut di dalam
Pasal 52 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran, yaitu:
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis;
b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. Menolak tindakan medis; dan
e. Mendapatkan isi rekam medis.
Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), telah
juga dirumuskan ketenttuan tentang hak-hak pasien sebagai berikut:9
a. Hak untuk hidup, hak atas tubuhnya sendiri dan hak untuk mati
secara wajar;
b. Hak memperoleh pelayanan kedokteran yang manusiawi sesuai
dengan standar profesi kedokteran;
c. Hak memperoleh penjelasan tentang diagnosis dan terapi dari
9 Soekidjo Notoatmodjo, Etika & Hukum Kesehatan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 173
19
dokter yang mengobatinya;
d. Hak memperoleh penjelasan diagnosis dan terapi yang
direncanakan, bahkan dapat menarik diri dari kontrak terapeutik;
e. Hak memperoleh penjelasan tentang riset kedokteran yang akan
diikutinya;
f. Hak menolak atau menerima keikutsertaanya dalam riset
kedokteran;
g. Hak dirujuk kepada dokter spesialis apabila diperlukan dan
dikembalikan kepada dokter yang merujuknya setelah selesai
konsultasi atau pengobatan untuk memperoleh perawatan atau
tindak lanjut;
h. Hak kerahasiaan dan rekam medisnya atas hak pribadi;
i. Hak berhubungan dengan keluarga, penasihat atau rohaniwan dan
lain-lainnya yang diperlukan selama perawatan;
j. Hak memperoleh penjelasan tentang perincian biaya rawat inap,
obat, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan Rontgen,
Ultrasonografi (USG), CT-Scan, Magnetic Resonance Immaging
(MRI), dan sebagainya.
2. Kewajiban Dokter
Sama seperti hak-hak pasien, kewajiban dokter juga diatur di
beberapa peraturan perundang-undangan dan kode etik kedokteran.
Dokter dalam hal ini dokter dikatakan sebagai pelaku usaha karena
menyediakan jasa pelayanan kesehatan kepada pasien (konsumen).
Oleh karena itu, dokter memiliki kewajiban sebagaimana diatur dalam
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, yaitu :
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi
penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif;
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang
dan/atau jasa yang berlaku;
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan
20
dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan;
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai
dengan perjanjian.
Di dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
Tentang Praktik Kedokteran diatur mengenai kewajiban dokter, yaitu:
a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai
keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;
d. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu
melakukannya; dan
e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran atau kedokteran gigi.
Pengaturan mengenai kewajiban dokter diatur lebih lanjut di
dalam Pasal 58 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014
Tentang Tenaga Kesehatan, yaitu:
a. Memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar profesi,
standar pelayanan profesi, standar prosedur operasional, dan etika
profesi serta kebutuhan kesehatan penerima pelayanan kesehatan;
b. Memperoleh persetujuan dari penerima pelayanan kesehatan atau
keluarganya atas tindakan yang akan diberikan;
c. Menjaga kerahasiaan kesehatan penerima pelayanan kesehatan;
d. Membuat dan menyimpan catatan dan/atau dokmen tentang
pemeriksaan, asuhan, dan tindakan yang dilakukan; dan
e. Merujuk penerima pelayanan kesehatan ke tenaga kesehatan lain
yang mempunyai kompetensi dan kewenangan yang sesuai.
Kewajiban dokter juga diatur dalam Pasal 14, 15, 16 dan 17
KODEKI, yang berbunyi:
21
a. Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan
seluruh keilmuan dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien,
yang ketika ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan, atas persetujuan pasien/ keluarganya, ia wajib
merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian untuk
itu;
b. Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar
senantiasa dapat berinteraksi dengan keluarga dan penasihatnya,
termasuk dalam beribadat dan atau penyelesaian masalah pribadi
lainnya;
c. Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien
itu meninggal dunia;
d. Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu
wujud tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain
bersedia dan mampu memberikannya.
D. Standar Profesi dan Standar Prosedur
Dalam Pasal 51 Huruf a Undang-Undang Praktik Kedokteran jo
Pasal 53 Ayat (2) Undang-Undang Kesehatan, mewajibkan dokter untuk
mengikuti standar profesi dan standar prosedur operasional dalam
menjalankan profesinya.10
Salah satu cara untuk membuktikan apakah
suatu perbuatan dokter termasuk dalam kategori malapraktik dilihat dari
apakah tindakan-tindakan dokter tersebut tidak memenuhi standar profesi
dan standar proesedur operasional kedokteran.
Leenen dan van der Mijn ahli hukum kesehatan Belanda
berpendapat bahwa dalam melaksanakan profesinya, seorang tenaga
kesehatan perlu berpegang pada tiga ukuran umum, yaitu:11
1. Kewenangan;
2. Kemampuan rata-rata; dan
10
Adami Chazawi, Malapraktik Kedokteran, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), h. 28
11 Wila Chandrawila Supriadi, Hukum Kedokteran, (Bandung: CV Mandar Maju, 2001), h.
52
22
3. Ketelitian yang umum.
Penjelasan Pasal 50 Undang-Undang Praktik Kedokteran
menerangkan bahwa standar profesi medis adalah batasan kemampuan
(knowledge, skill, and professional attitude) minimal yang harus dikuasai
oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya
pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi.
Leenen menjelaskan tentang standar profesi kedokteran sebagai
berikut :
1. Berbuat secara telilit/seksama;
2. Sesuai ukuran ilmu medis;
3. Kemampuan rata-rata dibanding kategori keahian medis yang sama;
4. Situasi dan kondisi yang sama;
5. Sarana upaya yang sebanding dengan tujuan konkrit tindakan
perbuatan tersebut.12
Disamping standar profesi yang harus diturut dokter dalam
memberikan pelayanan kesehatan, Pasal 50 Undang-Undang Praktik
Kedokteran juga menyebutkan standar prosedur operasional. Pengertian
standar prosedur operasional adalah suatu perangkat instruksi/langkah-
langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin
tertentu. Standar prosedur operasional memberikan langkah yang benar
dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai
kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan
12
Budiyanto, “Standar Profesi”, Artikel diakses pada 24 Juli 2016 dari https://budi399.wordpress.com/2010/11/22/standar-profesi/
23
kesehatan (hospital) berdasarkan standar profesi.13
E. Informed Consent
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan
komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien, dan bertemunya
pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan
terhadap pasien.14
Informed consent sangatlah penting mengingat tidak ada
yang dapat menduga hasil akhir dari pelayanan kedokteran. Dalam
informed consent, dokter menjelaskan mengenai diagnosis penyakit
pasien, terapi yang akan di lakukan serta risiko-risikonya. Pasien secara
bebas dapat menolak atau menyetujui terapi tersebut.
Dengan persetujuan informed consent oleh pasien secara tidak
langsung telah memberikan persetujuan kepada dokter untuk dilakukan
terapi kedokteran dengan segala risikonya. Apabila dalam terapi
kedokteran tersebut menimbulkan kerugian kepada pasien seperti luka,
cacat dan meninggal maka dokter tidak dapat dituntut selama memenuhi
standar profesi dan standar prosedur karena termasuk dalam kategori risiko
medis.
Informasi dan penjelasan dalam informed consent dianggap cukup,
apabila telah mencakup beberapa hal dibawah ini, yaitu :15
1. Tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang akan dilakukan;
13
Adami Chazawi, Malapraktik Kedokteran, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), h. 35
14 Budi Sampurna, dkk, Bioetik dan Hukum Kedokteran, (Jakarta: Pustaka Dwipar, 2007),
h. 79
15 Sri Siswati, Etika dan Hukum Kesehatan, (Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 99
24
2. Tata cara tindakan medis yang akan dilakukan;
3. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi;
4. Alternatif tindakan medis lain yang tersedia serta risikonya masing-
masing;
5. Prognosis penyakit apabila tindakan medis tersebut dilakukan;
6. Diagnosis.
Undang-Undang Praktik Kedokteran menentukan persetujuan
pasien dapat diberikan secara tertulis atau lisan, namun dalam praktik
informed consent dapat dilakukan secara diam, sikap pasrah.16
Persetujuan
tertulis menjadi mutlak terhadap praktik kedokteran yang memiliki risiko
tinggi. Namun, dalam kondisi tertentu seperti keadaan darurat, pasien tidak
sadarkan diri dan dibawah pengampuan maka persetujuannya dapat
ditunda sampai pasien sadar atau meminta persetujuan kepada keluarga
pasien.
F. Transaksi Terapeutik
Menurut seorang pakar hukum H.H. Koeswadji, transaksi
terapeutik adalah perjanjian (verbintenis) untuk mencari atau menentukan
terapi yang paling tepat bagi pasien oleh dokter dan tenaga kesehatan.
Sedangkan menurut Veronica Komalawati, transaksi terapeutik adalah
hubungan hukum antara dokter dan pasien dalam pelayanan medis secara
profesional didasarkan kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan
16
Veronika Komalawati, Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002), h.110
25
keterampilan tertentu dibidang kedokteran.17
Didasarkan mukadimah Kode Etik Kedokteran Indonesia yang
dilampirkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 434/MEN.KES/X/1983 Tentang Berlakunya Kode Etik
Kedokteran Indonesia Bagi Para Dokter di Indonesia, maka yang di
maksud dengan transaksi terapeutik adalah hubungan antara dokter dan
penderita yang dilakukan dalam suasana percaya, serta senantiasa diliputi
oleh segala emosi, harapan dan kekhawatiran makhluk insani.18
Hubungan
yang didasarkan kepercayaan jarang diwujudkan dalam bentuk kontrak
tertulis.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1313
menyebutkan, suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang
atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Pengikatan
diri antara pasien dengan dokter diawal dengan persetujuan pasien
terhadap pengobatan atau terapi yang ditawarkan dokter dalam rangka
penyembuhan (informed consent).
Perikatan hukum dokter dengan pasien termasuk suatu jenis
perikatan hukum yang disebut inspanningverbintenis19
atau perikatan
usaha.20
Artinya, suatu bentuk perikatan yang isi prestasinya adalah salah
17
Cecep Triwibowo, Etika Hukum Kesehatan, (Yogyakarta: Nuha Medika, 2014), h.62
18 Cecep Triwibowo, Etika Hukum Kesehatan, (Yogyakarta: Nuha Medika, 2014), h.62
19 Oemar Seno Adji, Etika Profesional dan Hukum Pertanggungjawaaban Pidana Dokter,
(Jakarta: Erlangga, 1991), h.109
20 Marjanne Termorhuizen, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, (Jakarta: Jambatan, 1999),
h.181
26
satu pihak (dokter) maka harus berbuat sesuatu secara maksimal dengan
sebaik-baiknya dan secermat-cermatnya kepada pihak lain (pasien).
Kewajiban pokok seorang dokter terhadap pasiennya adalah inspanning,
yakni suatu usaha keras dari dokter tersebut yang harus dijalankan dan
yang diperlukan untuk menyembuhkan kesehatan dari pasien.21
Transaksi terapeutik antara dokter dan pasien bukan termasuk
perjanjian resultaats karena objek perjanjian bukan hasil pelayanan medis
oleh dokter, tetapi tingkah laku atau perlakuan pelayanan medis yang di
lakukan dokter. Dokter tidak mampu menjamin hasil akhir.22
G. Risiko Medis
Perlu dibedakan antara malapraktik medis dengan risiko medis
pada tindakan/pelayanan medis. Risiko medis merupakan suatu cedera
yang terjadi dalam suatu tindakan medis, yang tidak dapat
dibayangkan/diperkirakan sebelumnhya dan bukan sebagai akibat dari
kekurangcakapan di pihak dokter melainkan sebuah takdir, dan dokter
tidak betanggungjawab secara hukum.23
Suatu perbuatan dokter yang dikategorikan risiko medis adalah
apabila dokter telah melakukan tugasnya sesuai dengan standar
profesi atau standar prosedur dan/atau standar pelayanan medis yang
baik namun tetap terjadi cedera pada pasien yang di luar dugaan.
21
Oemar Seno Adji, Etika Profesional dan Hukum Pertanggungjawaaban Pidana Dokter, (Jakarta: Erlangga, 1991), h.109
22 Bahar Azwar, Sang Dokter, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2002), h.50
23 Sri Siswati, Etika dan Hukum Kesehatan, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2013), h. 122
27
Keadaan semacam ini seharusnya disebut dengan risiko medis, dan
risiko ini terkadang dimaknai oleh pihak-pihak diluar profesi
kedokteran sebagai medical malpractice. Untuk katagori risiko medis
ini, dokter tidak bisa langsung disalahkan karena apa yang
dilakukan sudah sesuai dengan standar profesi. Sedangkan untuk
medical malpractice itu sendiri adalah kesalahan dalam
menjalankan profesi medis yang tidak sesuai dengan standar
profesi medis dan etika kedokteran dalam menjalankan
profesinya. Untuk ini dokter dapat diminta pertanggungjawabannya
baik secara pidana, perdata, perlindungan konsumen, maupun kode
etik.
28
BAB III
TINJAUAN UMUM PERTANGGUNGJAWABAN DOKTER TERHADAP
MALAPRAKTIK MEDIS
A. Pertanggungjawaban Dokter terhadap Malapraktik Medis Ditinjau
dari Hukum Perdata
Dari sudut hukum perdata, hubungan hukum dokter – pasien berada
dalam suatu perikatan hukum (verbintenis).1 Perikatan artinya hal yang
mengikat subjek hukum yang satu terhadap subjek hukum yang lain.2
Perikatan tadi melahirkan hak dan kewajiban kepada dokter dan pasien
yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak. Disamping melahirkan hak
dan kewajiban para pihak, hubungan hukum dokter-pasien juga
membentuk petanggungjawaban hukum masing-masing. Bagi pihak
dokter, prestasi berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam hal ini (in
casu) tidak berbuat salah atau keliru dalam perlakuan medis yang semata
ditujukan bagi kepentingan kesehatan pasien adalah kewajiban hukum
yang sangat mendasar dalam perjanjian dokter-pasien (perjanjian
terapeutik) yang dalam Pasal 39 Undang-Undang Praktik Kedokteran
disebut sebagai kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien.3
Dilihat dari sumber lahirnya perikatan, ada dua kelompok
perikatan hukum, kelompok pertama ialah perikatan yang lahir oleh suatu
1 Adami Chazawi, Malapraktik Kedokteran, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), h. 41
2 Abdulkadir Muhamad, Hukum Perikatan, (Bandung: Penerbit Alumni, 1982),h. 5
3 Adami Chazawi, Malapraktik Kedokteran, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), h. 42
29
kesepakatan dan kedua ialah perikatan yang lahir oleh undang-undang.
Hubungan hukum dokter-pasien berada dalam kedua jenis perikatan
hukum tersebut. Bentuk perlindungan hukum terhadap korban malapraktik
oleh dokter yang diatur dalam KUH Perdata, yaitu berupa pengaturan
pertanggungjawaban dokter yang melakukan malapraktik untuk
memberikan ganti rugi kepada korban malpraktek atas kerugian yang
timbul karena : a. Tidak ditepatinya perjanjian terapeutik yang telah
disepakati oleh dokter atau wanprestasi (cidera janji), yaitu
berdasarkan Pasal 1243 KUH Perdata. b. Perbuatan melawan hukum,
yaitu berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata. c. Kelalaian atau
ketidakhati-hatian dalam berbuat atau bertindak, yaitu berdasarkan Pasal
1366 KUH Perdata. d. Melalaikan kewajiban berdasarkan Pasal 1367
Ayat (3) KUH Perdata. Pelanggaran kewajiban hukum dokter dalam
perikatan hukum karena kesepakatan (perjanjian terapeutik) membawa
suatu keadaan wanprestasi. Pelanggaran suatu kewajiban hukum atas
kewajiban hukum dokter karena undang-undang membawa suatu keadaan
perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad).4 Penjelasan mengenai
malapraktik kedokteran karena wanprestasi dan perbuatan melawan
hukum dari segi perdata adalah sebagai berikut:
1. Wanprestasi dalam Malapraktik Kedokteran
Hubungan dokter dengan pasien selalu diawali dengan
transaksi terapeutik, yaitu dokter berjanji untuk melakukan upaya
4 Adami Chazawi, Malapraktik Kedokteran, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), h. 43
30
yang maksimal dengan ukuran tidak menyimpang dari standar profesi
medis dan standar prosedur operasional dalam menyembuhkan pasien.
Wanprestasi (wanprestatie) dalam arti harfiah adalah prestasi
yang buruk5 yang pada dasarnya melanggar isi/kesepakatan dalam
suatu perjanjian/kontrak oleh salah satu pihak. Bentuk nyata
pelanggaran perjanjian ada 4 macam yakni sebagai berikut: 6
a. Tidak memberikan prestasi sama sekali sebagaimana yang
diperjanjikan;
b. Memberikan prestasi tidak sebagaimana mestinya tidak sesuai
kualitas atau kuantitas dengan yang diperjanjikan;
c. Memberikan prestasi tetapi sudah terlambat tidak tepat waktu
sebagaimana yang diperjanjikan;
d. Memberikan prestasi yang lain dari yang diperjanjikan semula.
Wanprestasi dokter yang paling dekat pada bentuk
pelanggaran kewajiban pada poin b dan d. Dokter telah memberikan
prestasi berupa pelayanan medis pada pasien tetapi tidak sebagaimana
mestinya, yakni melanggar standar profesi medis atau standar
prosedur termasuk dalam wanprestasi poin b. Dokter yang
memberikan prestasi tidak sesuai dengan kebutuhan medis pasien
adalah wanspretasi poin d.7
Selain melanggar isi perjanjian, dalam wanprestasi juga harus
5 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT Intermasa, 1985), h. 45
6 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT Intermasa, 1985), h. 45
7 Adami Chazawi, Malapraktik Kedokteran, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), h. 45
31
terkandung unsur kerugian yang diakibatkan dari malapraktik
kedokteran secara causal verband (akibat langsung). Setelah terbukti
adanya kerugian, baru pada bagaimana wujud perlakuan medis yang
dilakukan oleh dokter, baik pada saat pemeriksaan untuk mendapatkan
fakta-fakta medis untuk menarik diagnosis dan menjalankan terapi
sampai pada perlakuan-perlakuan setelah terapi dijalankan.
Dokter yang terbukti melakukan wanprestasi dalam
malapraktik medis dapat diminta pertanggungjawabannya lewat
gugatan wanprestasi. Pertanggungjawaban tersebut diatur dalam pasal
1243 KUH Perdata yakni dokter harus memberikan penggantian biaya
dan kerugian. Biaya adalah segala bentuk pengeluaran pasien seperti
biaya berobat, biaya perjalanan dan biaya perawatan. Kerugian
merupakan pengurangan fungsi atau kehilangan sesuatu seperti tangan
pasien yang cacat sehingga tidak bisa bekerja.
Tuntutan atas dasar wanprestasi dan perbuatan melanggar
hukum tidak begitu saja dapat ditukar-tukar. Wanprestasi
menuntut adanya suatu perjanjian antara pasien dan dokter.
Sebaliknya pada perbuatan melanggar hukum, biasanya
penggugat dan tergugat baru pertama kali bertemu ini tidak berarti
bahwa apabila kedua belah pihak telah mengadakan perjanjian dan
kemudian timbul kecelakaan lalu mereka hanya dapat menuntut
atas dasar wanprestasi saja. Karena dapat terjadi, dalam
kejadian tidak terpenuhinya suatu kewajiban kontrak medis
32
juga menimbulkan suatu perbuatan melanggar hukum atau dengan
kata lain wanprestasi mungkin terjadi pada waktu yang sama
menimbulkan juga suatu perbuatan melanggar hukum.
Secara teori malapraktik medis dapat dituntut melalui gugatan
wanprestasi. Namun, pada praktiknya tuntutan malapraktik medis
diajukan dengan gugatan perbuatan melawan hukum. Hal ini
dikarenakan objek yang diperjanjikan di dalam perjanjian terapeutik
merupakan usaha dokter yang sebaik-baiknya dalam menyembuhkan
pasien dengan tolak ukur standar profesi dan standar prosedur.
Berbeda apabila dokter memberikan janji atas perbaikan kondisi atau
kesembuhan pasien. Standar profesi sendiri merupakan bentuk
perikatan yang lahir dari undang-undang yang pelanggarannya
dianggap perbuatan melawan hukum. Karena tolak ukur dari
perjanjian terapeutik umumnya merupakan undang-undang maka pada
tataran praktik malapraktik medis digugat dengan dasar perbuatan
melawan hukum dan bukan dengan wanprestasi.
2. Perbuatan Melawan Hukum dalam Malapraktik Kedokteran
Dalam Pasal 1353 KUH Perdata disebutkan perikatan yang
lahir dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang, muncul dan
suatu perbuatan yang sah atau dan perbuatan melawan hukum.
Maksud dari pasal tersebut adalah perikatan yang berdasarkan
undang-undang timbul dari perbuatan seseorang yang sesuai maupun
bertentangan dengan undang-undang.
33
Syarat bagi seseorang untuk dapat dikatakann telah
melakukan perbuatan melawan hukum adalah :8
a. Adanya perbuatan (daad) yang termasuk klasifikasi perbuatan
melawan hukum;
b. Adanya kesalahan si pembuat;
c. Adaya akibat kerugian (schade);
d. Adanya hubungan perbuatan dengan akibat kerugian (oorzakelijk
verband atau causal verband) orang lain.
Di dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
Tentang Praktik Kedokteran jo Pasal 58 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan diatur mengenai
kewajiban dokter mengatur tentang kewajiban dokter untuk
memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar profesi,
standar prosedur, etika perofesi, dan kebutuhan medis pasien. Apabila
seorang dokter melakukan pelanggaran terhadap pasal-pasal tersebut
maka dikatakan telah melanggar perikatan yang lahir dari undang-
undang dan melakukan perbuatan melawan hukum.
Dalam Pasal 1366 KUH Perdata dijelaskan bahwa seorang
dokter juga harus bertanggung jawab tidak terbatas hanya pada
perbuatannya saja melainkan juga kerugian yang disebabkan akibat
kelalaiannya atau kesalahannya.
Seorang dokter yang terbukti melakukan malapraktik medis
8 Adami Chazawi, Malapraktik Kedokteran, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), h 61
34
dapat dimintakan pertanggungjawabannya melalui gugatan perbuatan
melawan hukum. Pertanggungjawaban dokter medis yang melakukan
malapraktik medis dari segi perbuatan melawan hukum dijelaskan
dalam Pasal 1365, 1370, 1371 KUH Perdata yaitu mewajibkan dokter
yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti
biaya pengobatan dan melakukan penggantian kerugian tersebut.9
Kerugian atau damages dapat diklasifikasikan sebagai berikut:10
a. Kerugian immaterial (general damages, non pecuniary loses);
b. Kerugian materil (special damages, pecuniary loses) :
(1) Kerugian akibat kehilangan kesempatan;
(2) Kerugian nyata :
(a) Biaya yang telah dikeluarkan hingga saat penggugatan;
(b) Biaya yang akan dikeluarkan sesudah saat penggugatan.
Dalam hal yang melakukan tindakan medis adalah seorang
perawat/suster, dokter tetap harus bertanggungjawab atas segala
kerugian yang timbul apabila perawat/suster melakukan tindakan
medis berdasarkan perintah dokter tersebut. Hal ini berdasarkan Pasal
1367 KUH Perdata yaitu seseorang tidak hanya bertanggungjawab
atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga
atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang
menjadi tanggunggannya.
9 Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya
Paramita, 1996), h.346
10 Budi Sampurna, dkk, Bioetik dan Hukum Kedokteran, (Jakarta: Pustaka Dwipar, 2007),
h. 101
35
B. Pertanggungjawaban Dokter terhadap Malapraktik Medis Ditinjau
dari Hukum Perlindungan Konsumen
Hubungan antara dokter dan pasien juga termasuk dalam
hukum perlindungan konsumen. Konsumen adalah pemakai, pengguna
atau pemanfaat barang dan atau jasa, baik untuk diri sendiri maupun
keluarga dan makhluk lain.11
Barang dan jasa adalah setiap benda
berwujud atau tidak, bergerak atau tetap, untuk diperdagangkan, dipakai,
digunakan atau dimanfaatkan.12
Pelaku usaha adalah setiap orang
perseorangan atau badan usaha, baik sendiri maupun bersama-sama
melakukan kegiatan usaha.13
Dari tiga pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa pasien dalam hal ini merupakan konsumen, pelaku
usaha adalah dokter dan jasa merupakan usaha untuk menyembuhkan
pasien. Selain itu, Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.756/MEN.KES/SK/VI/2004 tentang Persiapan Liberalisasi Perdagangan dan
Jasa di Bidang Kesehatan, menyatakan bahwa jasa layanan kesehatan
termasuk bisnis. Bahkan, World Trade Organisation (WTO) memasukkan
rumah sakit, dokter, bidan maupun perawat sebagai pelaku usaha.14
Paradigma jasa kesehatan saat ini sudah mulai bergeser kearah
konsumeristik. Sifat konsumeristik ini terlihat dari pelayanan dari semula
11
AZ. Nasution, dkk, Liku-Liku Perjalanan Undang-Undang Perlindungan Kosumen, (Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 2011), h. 1
12 AZ. Nasution, dkk, Liku-Liku Perjalanan Undang-Undang Perlindungan Kosumen,
(Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 2011), h. 1
13 Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia,
(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011), h. 23
14 Artikel di akses pada 2 Agustus 2016 dari
http://sorot.vivanew.com/news/read/34856-tabib-pengantar-maut
36
bersifat sosial menjadi bersifat komersial dimana masyarakat harus membayar
biaya yang cukup tinggi untuk upaya kesehatannya.15
Pergeseran ini
mengakibatkan para dokter hanya mencari keuntungan semata sehingga dalam
melakukan praktik kedokteran seringkali melupakan hak-hak pasien, standar
prosedur dan standar operasional dan kewajiban-kewajiban dokter yang
harusnya di junjung tinggi. Masyarakat harus sadar akan hak-hak mereka yang
dilanggar karena negara telah melakukan upaya preventif dengan membuat
undang-undang untuk melindungi hak konsumen.
Berdasarkan ketentuan Pasal 19 Ayat (1) Undang-
Undang Perlindungan Konsumen, kerugian yang diderita korban
malapraktik sebagai konsumen jasa akibat tindakan medis yang
dilakukan oleh dokter sebagi pelaku usaha jasa dapat dituntut dengan
sejumlah ganti rugi. Ganti kerugian yang dapat dimintakan oleh
korban malapraktik menurut Pasal 19 Ayat (2) Undang-Undang
Perlindungan Konsumen dapat berupa pengembalian uang
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara
nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan
yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Dapat disimpulkan bahwa bentuk perlindungan hukum
terhadap korban malapraktik yang diatur dalam Undang-Undang
No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu berupa
pengaturan pertanggungjawaban dokter untuk memberikan ganti rugi
15
Safitri Hariyani, Sengketa Medik: Alternatif Penyelesaian Perselisihan Antara Dokter Dengan Pasien, (Jakarta: Diadit Media, 2005), h. 50
37
kepada korban malapraktik selaku konsumen, sebagai akibat adanya
kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatannya atau
malapraktik yang di lakukan oleh dokter selaku pelaku usaha.
Pasal 23 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa pelaku usaha yang menolak
dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas
tuntutan konsumen, pertanggungjawabannya dapat digugat melalui Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di
tempat kedudukan konsumen.16
C. Pertanggungjawaban Dokter terhadap Malapraktik Medis Ditinjau
dari Hukum Praktik Kedokteran
Pasal 29 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan mengatakan, bahwa dalam hal tenaga kesehatan diduga
melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut
harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi. Dalam penjelasannya
tidak disebutkan dengan jelas ke badan apa mediasi itu akan diselesaikan,
namun Undang-Undang Praktik Kedokteran mengamanatkan terbentuknya
lembaga penyelesaian disiplin dokter yang kemudian dikenal dengan
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).17
MKDKI
bukan lembaga mediasi, dalam konteks mediasi penyelesaian sengketa,
namun MKDKI adalah lembaga Negara yang berwenang untuk
16
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014), h.146
17 Michael Daniel Mangkey, Perlindungan Hukum Terhadap Dokter Dalam Memberikan
Pelayanan Medis, (Manado: Sam Ratulangi University, 2014), h. 18-19
38
menentukan ada atau tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter atau
dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran atau kedokteran gigi
dan menetapkan sanksi bagi dokter atau dokter gigi yang dinyatakan
bersalah.18
Jika sidang pemeriksaan disiplin dokter atau dokter gigi selesai
maka majelis pemeriksa disiplin (MPD) akan menetapkan keputusan
terhadap teradu. Keputusan tersebut dapat berupa19
:
1. Dinyatakan tidak melakukan pelanggaran disiplin dokter atau dokter
gigi;
2. Pemberian sanksi disiplin, berupa :
a. Peringatan tertulis;
b. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan, yang dapat
dilakukan dalam bentuk :
1) Reedukasi formal di institusi pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi yang terakreditasi;
2) Reedukasi nonformal yang dilakukan dibawah supervise dokter
atau dokter gigi tertentu di institusi pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi yang terakreditasi, fasilitas pelayanan kesehatan
dan jejaringnya, atau fasilitas pelayanan kesehatan lain yang
ditunjuk, sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan paling lama 1
(satu) tahun.
18
Eka Julianta J Wahjoepramono, Konsekuensi Hukum Dalam Profesi Medik, (Bandung: Karya Putra Darwati, 2012), 301
19 Eka Julianta J Wahjoepramono, Konsekuensi Hukum Dalam Profesi Medik, (Bandung:
Karya Putra Darwati, 2012), 301
39
c. Rekomendasi pencabutan STR atau SIP yang bersifat :
1) Sementara paling lama 1 (satu) tahun;
2) Tetap atau selamanya;
3) Pembatasan tindakan asuhan medis tertentu pada suatu area ilmu
kedokteran atau kedokteran gigi dalam pelaksanaan praktik
kedokteran.
3. Apabila terbukti melakukan pelanggaran disiplin, maka setelah
keputusan dokter atau dokter gigi yang diadukan dapat mengajukan
keberatan terhadap keputusan MKDKI kepada Ketua MKDKI dalam
waktu selambat-lambatnya 30 hari sejak dibacakan atau diterimanya
keputusan tersebut dengan mengajukan bukti baru yang mendukung
keberatannya;20
4. Dalam hal menjamin netralitas MKDKI, Pasal 59 ayat (1) Undang-
Undang Praktik Kedokteran, disebutkan bahwa MKDKI terdiri atas 3
(tiga) orang dokter dan 3 (tiga) orang dokter gigi dari organisasi
masing-masing, seorang dokter dan seorang dokter gigi mewakili
asosiasi rumah sakit dan 3 (tiga) orang sarjana hukum20
. Sehingga tidak
dikhawatirkan lagi pihak dokter akan membela rekan sejawatnya.
D. Pertanggungjawaban Dokter terhadap Malapraktik Medis Ditinjau
dari Hukum Pidana
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur mengenai
pertanggungjawaban dokter jika terjadi malapraktik medis, pengaturan ini
20
Eka Julianta J Wahjoepramono, Konsekuensi Hukum Dalam Profesi Medik, (Bandung: Karya Putra Darwati, 2012), h. 317
40
dapat di temukan dalam beberapa pasal yaitu:21
1. Pasal 359 KUHP, yakni apabila seorang dokter karena kesalahannya
menyebabkan kematian pada pasiennya maka di hukum pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun;
2. Pasal 360 KUHP, yakni apabila dokter karena kesalahannya
mengakibatkan pasien mengalami luka berat maka di hukum pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana kurungan 1 (satu) tahun.
Apabila seorang dokter menyebabkan luka-luka sehingga timbul
penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian
selama waktu tertentu maka di hukum pidana penjara paling lama 9
(sembilan) bulan atau pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan;
3. Pasal 361 KUHP, jika seseorang melakukan perbuatan dalam pasal 359
dan 360 KUHP dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian dalam
hal ini adalah jabatan dokter, maka hukuman pidana ditambah
sepertiga.
E. Pertanggungjawaban Penyelenggara Kesehatan terhadap
Malapraktik Medis
Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua
kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan dirumah sakit.22
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
21
Budi Sampurna, dkk, Bioetik dan Hukum Kedokteran, (Jakarta: Pustaka Dwipar, 2007), h. 95-96 22
Cecep Triwibowo, Etika Hukum Kesehatan, (Yogyakarta: Nuha Medika, 2014), h.231-232
41
Tentang Pengaturan Penyelenggaraan Rumah Sakit, bertujuan untuk:
4. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan; 5. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
6. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; 7. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya
manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.
Suatu rumah sakit mempunyai empat bidang tanggung jawab, yaitu:23
1. Tanggung jawab terhadap personalia, hal ini berdasarkan hubungan
majikan dengan karyawan. Hubungan ini, dahulu bersifat universal
dan negara kita sampai kini masih berlaku berdasarkan KUH Perdata
Pasal 1367. Di dalam tanggung jawab ini termasuk seluruh karyawan
yang bekerja di rumah sakit;
2. Tanggung jawab profesional terhadap mutu pengobatan atau
perawatan, hal ini berarti bahwa tingkat pemberian pelayanan
kesehatan baik oleh dokter maupun oleh perawat dan tenaga
kesehatan lainnya harus berdasarkan ukuran standar profesi. Dengan
demikian, maka secara yuridis rumah sakit bertanggung jawab
apabila ada pemberian pelayanan “cure and care” yang tidak lazim
atau dibawah standar;
3. Tanggung jawab terhadap sarana dan peralatan, didalam bidang
tanggung jawab ini termasuk peralatan dasar rumah sakit, peralatan
medis dan lain-lain. Hal yang terpenting adalah bahwa perlatan
tersebut selalu harus berada didalam keadaan aman dan siap pakai
pada setiap saat;
23
Cecep Triwibowo, Etika Hukum Kesehatan, (Yogyakarta: Nuha Medika, 2014), h.232
42
4. Tanggung jawab terhadap keamanan bangunan dan perawatannya,
sepeti bangunan roboh, genteng jatuh, sampai mencederai orang,
lantainya sangat licin sehingga sampai ada pengunjung yang jatuh.
Hal ini diatur dalam 1369 KUH Perdata tentang tanggung jawab
pemilik terhadap gedung
Penyelenggara kesehatan yakni rumah sakit erat kaitannya
dengan setiap perbuatan yang dilakukan oleh dokter di rumah sakit
tersebut. Rumah sakit dibebani seluruh tanggungjawab (responsibility)
untuk memastikan bahwa pelayanan medis di rumah sakit tersebut dapat
terselenggara dengan baik dan bahwa mutu pelayanan medis yang
diberikan dapat dipertanggungjawabkan (accountable). 24
Dalam Pasal 46
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit disebutkan
“Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian
yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di
Rumah Sakit.” Oleh karena itu, pada praktiknya apabila seorang dokter
terbukti melakukan malapraktik maka kerugian yang ditimbulkan oleh
dokter tersebut juga dibebankan kepada rumah sakit tempatnya bekerja
secara tanggung renteng.
24
Budi Sampurna, dkk, Bioetik dan Hukum Kedokteran, (Jakarta: Pustaka Dwipar, 2007), h. 146
43
BAB IV
ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP
MALAPRAKTIK MEDIS (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Nomor 329/
Pdt.G/ 2012/ PN.Jkt.Tim)
A. Posisi Kasus
Dalam putusan ini merupakan kasus antara Erwina Indarti dan Agung
Prihasto Wibowo (dalam hal ini sebagai penggugat) selaku istri dan anak laki-
laki dari Almarhum Walujo Sedjati yang beralamat di Jl. Kayu Manis Barat
Gg. K-1 No. 30 RT.010/ RW.002, Kelurahan Kayu Manis, Kecamatan
Matraman, Jakarta Timur melawan 1. Rumah Sakit Primier Jatinegara (dalam
hal ini sebagai tergugat I) yang beralamat di Jl. Raya Jatinegara Timur No.
85-87, Jakarta, 2. Ramsay Health Care Indonesia (dalam hal ini sebagai
tergugat II) beralamat di RS. Primier Bintaro, Annex Building 5th Floor, Jl.
M.H. Thamrin No. 1 Sektor 7 Bintaro Jaya, Tangerang, dan 3. Prof. Harmani
Kalim SpJp(K), (dalam hal ini sebagai tergugat III) beralamat di Jl. Jatinegara
Timur No. 85-87, Jakarta.
Almarhum Walujo Sedjati (selanjutnya disebut sebagai “pasien”)
datang ke Rumah Sakit Primier Jatinegara (selanjutnya disebut sebagai “RS
Primier”) untuk melakukan Pemeriksaan Umum/General Check-up dan
setelah pemeriksaan dilakukan Prof. Harmani Kalim (selanjutnya disebut
sebagai “dokter”) yang adalah dokter pada RS Primier menyarankan kepada
keluarga pasien agar terhadap pasien dilakukan kateterisasi untuk memeriksa
adanya kelainan pembuluh darah pada jantung. Setelah tindakan kateterisasi
44
dilakukan dokter menjelaskan bahwa ada dua penyempitan pada pembuluh
jantung. Atas dasar hal tersebut maka dokter menyarankan pemasangan ring
pada jantung pasien. Pada saat tindakan pemasangan ring, pasien hanya
dibius secara lokal sehingga dapat mendengar dan mengetahui apa yang
terjadi di ruangan operasi. Setelah operasi selesai, pasien mengatakan kepada
Erwina Indarti dan Agung Prihasto Wibowo bahwa pada saat pemasangan
ring salah satu pembuluh darah ada yang melengkung sehingga terjadi
kesulitan dalam pemasangan ring tersebut yang mengakibatkan pemasangan
ring berlangsung lebih lama. Keesokan harinya pasien merasakan sakit di
bagian dada merasakan sesak saat bernapas, yang kemudian disertai dengan
muntah. Setelah ditangani oleh beberapa dokter, pasien kemudian langsung
dibawa kembali ke ruang ICCU (intensive cardiac care unit) untuk
diobservasi.
Pasien mengalami serangan/anfal. Setelah kejadian ini dokter
menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa terhadap pasien harus dipasangi
Alat Pacu Jantung/Temporary Pace Makers (selanjutnya disebut sebagai
“TPM”) sebagai upaya untuk merangsang detak jantung dan dikenakan
estimasi biaya sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Setelah itu, dokter melakukan tindakan medis pemasangan TPM, penyedotan
darah beku dan pemasangan ring tamabahan. Namun demikian setelah
tindakan-tindakan medis ini dilakukan dokter mengatakan kepada Erwina
Indarti dan Agung Prihasto Wibowo bahwa kondisi Almarhum semakin
menurun dan memutuskan agar pasien dipindahkan ke Rumah Sakit Harapan
45
Kita (selanjutnya disebut seagai “RSHK”) mengingat RSHK adalah rumah
sakit khusus penyakit jantung sehingga fasilitasnya lebih lengkap
dibandingkan RS Primier Jatinegara. Namun, sebelum pasien dipindahkan ke
RSHK, Almarhum mengalamai serangan/anfal untuk yang kedua kali.
Akibatnya, pasien harus dilakukan tindakan pemasangan ventilator.
Pemasangan ventilator dilakukan oleh dokter Harmani Kalim. Setelah
tindakan pemasangan ventilator selesai dilakukan, pasien tidak sempat
sadarkan diri dan dalam kondisi koma sampai dengan meninggal dunia pada
tanggal 23 Desember 2011.
Setelah almarhum meninggal dunia, keluarga pasien minta kepada
dokter agar dapat mengakses Rekam Medis pasien. Rekam medis yang
kemudian diberikan oleh RS Primier adalah selembar kertas berupa Resume
Medis yang hanya berisi tentang diagnosa masuk, diagnosa keluar, jenis
tindakan/operasi, ringkasan saat masuk, ringkasan perawatan, dan ringkasan
keluar. Resume yang diberikan oleh RS Primier tidak cukup dalam
memberikan penjelasan secara jelas mengenai penanganan/tindakan medis
yang telah dilakukan terhadap Almarhum/pasien dan terlebih lagi tidak
memuat hal-hal yang menurut peraturan perundang-undangan harus
dinyatakan di dalam rekam medis.
RS Primier dan Ramsay Health Care indonesia mengundang Erwina
Indarti dan Agung Prihasto Wibowo untuk datang ke RS Primier, diwakili
oleh dr. Taufani serta 2 (dua) orang dokter yang mengaku bernama dr. Rana
dan dr. Ade yang akan menjelaskan penanganan medis yang dilakukan
46
terhadap pasien dan. bersedia untuk bertanggung jawab atas kematian pasien.
Dalam pertemuan tersebut dr. Rana menawarkan kepada Penggugat
kompensasi sebesar Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) kepada
keluarga pasien; Bahwa nilai kompensasi tersebut tidak dapat diterima oleh
keluarga pasien karena biaya yang sudah dikeluarkan selama pasien dirawat
di RS Primier adalah sebesar Rp 235.000.000,00 (Dua ratus tga puluh lima
juta rupiah). Setelah pertemuan tersebut, pihak keluarga pasien bermaksud
untuk bertemu lagi dengan dr. Rana dan dr. Ade untuk menyampaikan
keberatan pihak keluarga sekaligus menyampaikan kekecewaan atas respon
yang diberikan oleh pihak RS Primier. Namun ketika Erwina Indarti dan
Agung Prihasto Wibowo menghubungi RS Primier untuk membuat janji
bertemu dengan dr. Rana dan dr. Ade teryeta tidak ada dokter RS Primier
yang bernama dr. Rana dan dr. Ade, baik yang bekerja. Hal ini membuktikan
tidak adanya itikad baik dalam penyelesaian permasalahan ini.
Berdasarkan Rekomendasi Izin Praktik Tenaga Medis No.
02.02.12.02156/09121/08.2012 tertanggal 3 Februari 2012 dan Rekomendasi
Izin Praktik No. 01.05.0.12.02155/09121/08.2016 tertanggal 3 Februari 2012
yang masing-masing diterbitkan oleh Ikatan Dokter Indonesia Cabang Jakarta
Timur, diketahui bahwa izin praktik dokter Harmani Kalim berlaku sampai
dengan 7 Agustus 2016. Mengacu pada ketentuan masa berlaku Surat Izin
Praktik yaitu 5 tahun, maka izin praktik Dokter Harmani Kalim seharusnya
telah berakhir pada tanggal 7 Agustus 2011. Namun demikian, izin dokter
Harmani Kalim baru diperpanjang pada tanggal 3 Februari 2012. Dengan
47
demikian pada saat melakukan tindakan medis sampai dengan meninggalnya
Almarhum pada tanggal 23 Desember 2011, Dokter Harmani Kalim telah
melakukan praktik kedokteran secara ilegal, memiliki izin praktik yang habis
masanya. Oleh karena itu rumah sakit Primier Jatinegara dan Ramsay Health
Care Indonesia telah melakukan perbuatan melawan hukum karena dengan
sengaja telah membiarkan dokter yang telah habis masa izin praktiknya untuk
melakukan praktik kedokteran di dalam lingkunga rumah sakit Primier
Jatinegara.
B. Pertimbangan dan Putusan Hakim
1. Pertimbangan Hakim
Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting
dalam menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang
mengandung keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian
hukum, disamping itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang
bersangkutan sehingga pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan
teliti, baik, dan cermat.1 Pada kasus ini Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Timur telah memberikan pertimbangan sebagai berikut:
a. Bahwa sehubungan dengan materi eksepsi yang diajukan oleh para
Tergugat, maka Majelis terlebih dahulu akan mempertimbangkan
materi eksepsi dari Tergugat III khususnya pada point 4 yang
menyatakan gugatan Penggugat prematur karena untuk menilai
1Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004), h.140
48
kelalaian seorang Dokter dalam praktik kedokteran dan Pelanggaran
Kode etik adalah kewenangan dari Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia (selanjutnya disebut sebagai “MKDKI”),
sehingga seharusnya sebelum Penggugat mengajukan gugatan a quo,
Penggugat terlebih dahulu mengajukan laporan kepada MKDKI
terlebih dahulu untuk dinilai apakah tindakan Tergugat III dalam
memberikan pelayanan medis terhadap almarhum Walujo Sedjati
adalah merupakan kelalaian medis atau bukan;
b. Bahwa menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 Peraturan Konsil Nomor
4 Tahun 2011 tentang disiplin profesional dokter dan dokter gigi
ditentukan bahwa Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia (MKDKI) adalah merupakan lembaga yang berwenang
untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter
dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan
kedokteran gigi dan menetapan sanksi;
c. Bahwa menurut ketentuan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Konsil Nomor
4 Tahun 2011 ditentukan bahwa pelanggaran Disiplin Profesional
Dokter dan Dokter Gigi terdiri dari 28 bentuk, bentuk dari
pelanggaran Disiplin Profesional Doter dan Dokter Gigi tersebut
antara lain berupa : a. Melakukan praktik kedokteran dengan tidak
kompeten; b. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi
lain yang memiliki kompetensi yang sesuai; c. Mendelegasikan
pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak memiliki
49
kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut; d. Tidak
melakukan tindakan/asuhan medis yang memadai pada situasi
tertentu yang dapat membahayakan pasien; e. Tidak memberikan
penjelasan yang jujur, etis, dan memadai (adequate information)
kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik
kedokteran; f. Melakukan tindakan/asuhan medis tanpa memperoleh
persetujuan dari pasien atau keluarga terdekat, wali, atau
pengampunya; g. Berpraktik dengan menggunakan surat tanda
registrasi, surat izin praktik, dan/atau sertifikasi kompetensi yang
tidak sah atau berpraktik tanpa memiliki surat izin praktik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia;
d. Menimbang, bahwa sehubungan dengan hal tersebut maka sebelum
Penggugat mengajukan gugatan terhadap Para Tergugat dalam
perkara a quo seharusnya Penggugat harus terlebih dahulu
mengadukan kasus tersebut ke MKDKI untuk menilai apakah
tindakan Tergugat III telah lalai dalam memberikan pelayanan
medis, maka materi eksepsi dari Tergugat III khususnya pada point 4
yang menyatakan gugatan Penggugat prematur menurut Majelis
cukup beralasan dan oleh karena patut untuk dikabulkan;
e. Menimbang, bahwa oleh karena materi eksepsi dari Tergugat III
cukup beralasan dan patut untuk dikabulkan, maka Majelis tidak
perlu lagi mempertimbangkan pokok perkara dan provisi yang
50
diajukan oleh penggugat maupun rekonvensi yang diajukan para
tergugat.
2. Putusan Hakim
1. Dalam Eksepsi:
a. Mengabulkan Eksepsi dari Tergugat III;
b. Menyatakan gugatan Penggugat premature.
2. Dalam provisi :
a. Menyatakan tuntutan provisi dari Penggugat dinyatakan tidak
dapat diterima.
3. Dalam pokok perkara :
a. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet
onvankelijk verklaard).
4. Dalam konvensi :
a. Menyatakan gugatan Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima
(Niet onvankelijk verklaard).
5. Dalam rekonvensi:
a. Menyatakan gugatan Penggugat dalam .Rekonpensi/Tergugat III
dalam Konpensi tidak dapat diterima (Niet onvankelijk verklard).
6. Dalam konvensi dan rekonvensi:
a. Menghukum Penggugat dalam Konpensi/Tergugat dalam
Rekonpensi untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam
perkara ini yang ditaksir sebesar Rp. 722.000,00 ( tujuh ratus dua
puluh dua ribu rupiah).
51
C. Analisis Putusan
Majelis Hakim pada Putusan Nomor: 329/ Pdt.G/ 2012/ PN.Jkt.Tim
memiliki satu pertimbangan utama dalam menjatuhkan putusannya, yaitu:
1. Menyatakan bahwa sebelum Penggugat mengajukan gugatan terhadap
Para Tergugat dalam perkara a quo seharusnya Penggugat harus terlebih
dahulu mengadukan kasus tersebut ke MKDKI untuk menilai apakah
tindakan Tergugat III telah lalai dalam memberikan pelayanan medis.
Pada pertimbangan yang pertama hakim pada intinya mengatakan
bahwa hakim tidak berwenang dalam menentukan seorang dokter telah
melakukan malapraktik karena pelanggaran terhadap disiplin kedokteran
merupakan kewenangan MKDKI. Sebagaimana penulis sampaikan
sebelumnya, bahwa pada pertimbangan ini hakim menginterpretasikan
ketentuan Pasal 1 angka 5 Peraturan Konsil Nomor 4 Tahun 2011 tentang
disiplin profesional dokter dan dokter gigi yang menyebutkan bahwa “Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) adalah merupakan
lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang
dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran
dan kedokteran gigi dan menetapan sanksi.” Menurut kepada ketentuan
tersebut maka hakim memutus bahwa gugatan penggugat premature dan tidak
dapat diterima karena seharusnya penggugat melakukan gugatan terlebih
dahulu ke MKDKI. Setelah para tergugat dinyatakan bersalah oleh MKDKI
barulah gugatan tersebut dapat diajukan ke pengadilan negeri.
52
Apabila melihat yurispudensi yang ada, pada putusan Mahkamah
Agung Nomor: 515 PK/ Pdt/ 2011 yang memutus sengketa antara Pitra
Azmirla dan Damitra Almira selaku keluarga dari pasien dengan Rumah Sakit
Pondok Indah bersama ke 6 (enam dokter) yang mendiagnosis dan/atau
mengobati pasien dalam pengangkatan tumor ovarium sehingga
menyebabkan pasien meninggal. Pada pertimbangannya hakim melihat
bahwa hasil diagnosis CT-Scan yang dilakukan ke 6 (enam) dokter tadi
menyatakan bahwa pasien menderita tumor jinak dan setelah pengobatan
kondisi pasien terus menurun. Selanjutnya pihak keluarga pasien melakukan
CT-Scan di rumah sakit lain dan mendapatkan hasil diagnosis yang berbeda
yakni pasien mengalami kanker ganas. Karena terlambatnya penanganan
kanker ganas tersebut mengakibatkan pasien meninggal. Hakim menilai
apabila diagnosis dokter Rumah Sakit Pondok Indah tidak salah maka pasien
dapat diselamatkan karena akan diobati dengan pengobatan untuk kanker
ganas dan bukan tumor jinak. Para dokter yang tidak teliti dalam melakukan
diagnosis tersebut diputus oleh hakim telah melakukan perbuatan melawan
hukum dalam medis (malapraktik medis). Dalam yurispudensi ini hakim tidak
menyatakan gugatan penggugat premature meskipun tidak didasari oleh
putusan MKDKI. Hakim mendasarkan putusannya pada hasil diagnosis CT-
Scan dan persangkaan terhadap pasal 1365 KUH Perdata.
Menurut penulis pada Putusan Nomor: 329/ Pdt.G/ 2012/ PN.Jkt.Tim
terdapat kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata dalam
pertimbangan hukum yang menyatakan gugatan penggugat premature karena
53
hakim tidak berhak menentukan suatu dokter telah melakukan suatu
perbuatan melawan hukum dalam medis melainkkan MKDKI. Pendapat
penulis juga didasarkan pada Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
Tentang Praktik Kedokteran Pasal 66 ayat (1) yang menyebutkan bahwa
“Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan
dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat
mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia.” Selanjutnya dalam ayat (3) disebutkan pengaduan
“Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak
setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak
yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.” Hal
ini juga senada dengan yurisprudensi putusan 287/PDT.G/2011/P.JKT.PST
yakni mengenai gugatan malapraktik medis yang diajukan orang tua pasien
karena anaknya berinisial ND diduga telah menjadi korban malapraktek
medis oleh 7 (tujuh)dokter di Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo (RSCM).
Pada pertimbangannya orang tua korban selaku penggugat telah mengajukan
pengaduan ke MKDKI tekait kasus malapraktek medis yang di alami ND,
kemudian dibalas dengan oleh MKDKI dengan surat MKDKI nomor:
250/U/MKDKI/II/2011 yang menjelaskan bahwa meskipun MKDKI belum
memutus apakah ke 7 (tujuh) dokter yang melakukan pembedahan tanpa
persetujuan penggugat (informed consent) adalah perbuatan malapraktek
medis. Hal tersebut tidak menghilangkan hak penggugat untuk mengajukan
gugatan ke pengadilan baik seara pidana maupun perdata. Dalam
54
yurisprudensi tersebut jelas bahwa ada atau tidaknya suatu putusan MKDKI
yang menyatakan seorang dokter telah melakukan malapraktek medis, korban
atau keluarganya tetap bisa menggugat dokter tersebut ke pengadilan negeri.
Penulis berpendapat seharusnya hakim dalam perkara nomor: 329/ Pdt.G/
2012/ PN.Jkt.Tim menolak eksepsi dari para tergugat dan melanjutnya kasus
tersebut sampai pada pokok perkara.
D. Pertanggungjawaban Dokter terhadap Malapraktik Medis
Untuk melihat bagaimana pertanggungjawaban dokter terhadap
malapraktik medis, maka harus di lihat terlebih dahulu apakah para tergugat
telah melakukan malapraktik medis atau tidak dengan menganalisis alasan
dari tuntutan penggugat yang pada pokoknya sebagai berikut :
1. Kelalaian dalam penanganan medis yang dilakukan oleh dokter karena
setelah melakukan kateterisasi (pemeriksaan untuk melihat apakah ada
kelainan pada jantung dengan membuat lubang kecil pada pembuluh
darah), penyedotan darah beku, pemasangan ring jantung dan alat pacu
jantung terhadap pasien justru kondisi pasien semakin memburuk dan
mengakibatkan kematian;
2. Rekam medis yang diberikan oleh tergugat I tidak sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/per/III/2008;
3. Pelanggaran pada Pasal 77 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
Tentang Praktik Kedokteran yang dilakukan oleh tergugat III dan
tergugat II karena menghadirkan perwakilan untuk melakukan pertemuan
55
dengan pihak penggugat bukan merupakan karyawan atau pegawai dari
tergugat I dan tergugat II;
4. Dokter yang menangani pasien di Rumah Sakit Primier tidak memiliki
surat izin praktik.
Pada poin pertama, para tergugat membantah tuduhan penggugat
karena dokter sebelum melakukan tindakan telah mendapat persetujuan dari
pasien (informed consent). Dokter dalam hal ini telah melakukan usaha yang
sebaik-baiknya namun dokter tidak dapat menjanjikan hasil yaitu berupa
kesembuhan sehingga perbuatan dokter dianggap sebagai risiko medis.
Namun, para tergugat tidak membantah alasan penggugat bahwasanya setelah
dilakukan pengobatan terhadap pasien yaitu kateterisasi dan pemasangan ring
pada jantung tetapi pasien mengalami serangan jantung lalu diobati kembali
dengan pemasangan ring tambahan, penyedotan darah beku dan pemasangan
alat pompa jantung, namun kondisi pasien semakin menurun sehingga dokter
menyarankan kepada keluarga pasien untuk membawa pasien ke Rumah Sakit
Harapan Kita karena merupakan rumah sakit khusus jantung sehingga
memiliki fasilitas yang lengkap. Pasien mengalami serangan jantung kedua
sebelum dipindahkan dan meninggal.
Di dalam Pasal 51 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 jo
Pasal 58 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 disebutkan bahwa
“Dokter wajib merujuk penerima pelayanan kesehatan ke tenaga kesehatan
lain yang mempunyai keahlian dan kemampuan yang lebih baik apabila tidak
mampu dalam hal pemeriksaan dan pengobatan pasien.” Seharusnya, dokter
56
Harmani Kalim setelah melakukan pemeriksaan dengan kateterisasi dan tidak
sanggup untuk mengobatinya langsung merujuk ke Rumah Sakit Harapan
Kita yang lebih lengkap fasilitasnya bukan mencoba untuk mengobati pasien
sampai 2 (dua) kali namun justru mengakibatkan kondisi pasien memburuk
lalu pada akhirnya baru merujuk pasien ke rumah sakit lain yang memadai.
Kedua, penggugat mendalilkan bahwa isi rekam medis tidak sesuai
dengan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/ MENKES/
PER/ III/ 2008 yaitu isi rekam medis yang lengkap dan bukan berupa
ringkasan. Dalam jawaban tergugat mendalilkan Pasal 12 Ayat (3) dan (4)
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/ MENKES/ PER/ III/ 2008 yang
pada pokonya menyebutkan bahwa isi rekam medis yang dapat diberi, dicatat
atau dicopy oleh pasien adalah dalam bentuk ringkasan medis.
Penulis menganggap alasan tergugat sangat mendasar karena dalam
hal ini penggugat meminta untuk mendapatkan isi rekam medis secara
lengkap sedangkan yang didapat hanya berupa ringkasan medis yang berisi
diagnosa masuk, diagnosa keluar, jenis tindakan/operasi, ringkasan saat
masuk, ringkasan perawatan, dan ringkasan keluar. Dalam undang-undang
tidak dijelaskan mengenai format baku dalam ringkasan medis sehingga apa
yang telah di lakukan tergugat telah sesuai dengan undang-undang.
Ketiga, dalam jawaban tergugat mendalilkan bahwa isi dari Pasal 77
Undang-Undang Praktik Kedokteran pada pokoknya menyebutkan “Setiap
orang dapat dipidana apabila dengan sengaja menggunakan identitas berupa
gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah
57
yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat
tanda registrasi dokter atau tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin
praktik”. Perwakilan yang dikirim oleh para tergugat untuk melakukan
perdamaian dengan pihak penggugat adalah resmi.
Menurut penulis tuntutan yang diajukan penggugat disini tidak jelas
karena Pasal 77 Undang-Undang Praktik Kedokteran merupakan larangan
bagi seseorang yang berpura-pura sebagai dokter resmi dalam rangka
mengobati pasien dan bukan dalam proses penyelesaian masalah secara
kekeluargaaan. Karena dalam proses penyelesaian masalah secara
kekeluargaan para tergugat dapat mengirim perwakilannya siapapun orangnya
baik afiliasi dari tergugat I dan tergugat II serta dokter Karmani Halim selaku
tergugat III maupun kuasanya yang dibuktikan dengan surat kuasa.
Keempat, dalam jawaban tergugat terkait dengan dokter Harmani
Kalim pada saat mengobati pasien surat izin praktiknya sudah habis masa
berlakunya dan belum diperpanjang didasarkan pada Pasal 38 ayat (2)
Undang-Undang Praktik Kedokteran juncto Pasal 14 Ayat (1) Permenkes
Nomor 2052 mengatur tentang pemberlakuan Surat Izin Praktik (selanjutnya
disebut sebagai “SIP”) dan Surat Tanda Registarasi (selanjutnya disebut
sebagai “STR”) yang menyebutkan bahwa SIP berlaku sepanjang STR masih
berlaku dan tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIP
dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan. Kemudian
berdasarkan tanggal 12 September 2011 tentang Legalitas Izin Praktik Bagi
Dokter Gigi Yang Dalam Proses Registrasi Ulang (SE Menkes), menyatakan
58
bahwa dokter dan dokter gigi yang telah menyerahkan persyaratan untuk
proses registrasi ulang penerbitan STR dan yang telah memperoleh STTB
yang dikeluarkan oleh Organisasi Profesi, dapat menggunakan STTB yang
dikeluarkan oleh Organisasi Profesi, dapat menggunakan STTB tersebut
sebagai bukti bahwa yang bersangkutan secara resmi telah melakukan proses
registrasi ulang, sehingga secara otomatis SIP termasuk rekomendasi izin
praktik dinyatakan tetap berlaku selama 6 (enam) bulan sampai proses
registrasi ulang selesai. Bahwa dari SE Menkes tersebut juncto Pasal 14 ayat
(3) Permenkes Nomor 2052 tergugat disimpulkan bahwa bagi dokter yang
STR nya telah habis masa berlakunya saja masih dinyatakan berlaku SIP nya
selama 6 (enam) bulan atau sampai proses registrasi ulang selesai, sedangkan
Tergugat III STR nya tidak pernah habis masa berlakunya bahkan masih
berlaku sampai dengan 7 Agustus 2016.
Menurut penulis, kedua dasar hukum tersebut tidak memiliki
kesinambungan karena pertama tergugat menyatakan bahwa selama STR
berlaku maka SIP tetap berlaku. Namun, pada dasar hukum yang kedua
tergugat menyimpulkan bahwa setelah SIP habis masa berlakunya maka tetap
berlaku selama 6 (enam bulan). Terdapat kecacatan dalam pola pikir tergugat
karena Pasal 38 ayat (2) Undang-Undang Praktik Kedokteran juncto Pasal 14
Ayat (1) Permenkes Nomor 2052 dimana yang dimaksud dengan SIP tetap
berlaku apabila STR tetap berlaku dan tempat praktik sesuai dengan yang
tercantum dalam SIP merupakan larangan bagi dokter untuk melakukan
praktik dalam hal STR telah habis masanya dan tempat pratek dokter tidak
59
sesuai dengan yang tercantum di SIP. Karena apabila merujuk pada alasan
tergugat, maka untuk apa dokter Harmani Kalim memperpanjang SIPnya lagi
pada 3 Februari 2012 padahal STR nya berlaku sampai 7 Agustus 2016.
Selanjutnya, Surat Edaran Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.HK/MENKES/1920/IX/2011 tanggal 12 September 2011 tentang
Legalitas Izin Praktik Bagi Dokter Gigi Yang Dalam Proses Registrasi Ulang
dimaksudkan kepada kondisi tertentu yakni dokter yang SIP ingin
diperpanjang namun STR nya telah habis masanya maka diberikan
kemudahan berupa perpanjangan SIP selama 6 (enam) bulan. Bukan berarti
ketika SIP dokter telah habis masanya namun STR nya belum habis masanya
lalu SIP dokter tersebut masih berlaku selama 6 (enam) bulan karena kondisi
tersebut tidak memenuhi unsur-unsur dari kententuan Surat Edaran Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.HK/MENKES/1920/IX/2011 tanggal 12
September 2011.
Dalam Pasal 7 poin a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen mewajibkan bahwa pelaku usaha (dokter) harus
beritikad baik dalam melakukan usahanya (melayani pasien). Selanjutnya,
Pasal 36 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
menyebutkan “Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik
kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik”. Bahkan di dalam
Pasal 76 Undang-Undang Praktik Kedokteran terdapat ancaman pidana bagi
dokter yang melakukan praktik kedokteran tanpa SIP. Malapraktik medis
masuk ke dalam ranah perbuatan melawan hukum perdata indikatorrnya
60
adalah ketika sudah masuk ataukah tidak keranah pidana. 2Maksud dari
memiliki SIP disini adalah SIP yang belum habis masa berlakunya. Oleh
karena itu, dokter Harmani Kalim yang SIPnya telah habis pada 7 Agustus
2011 dan diperpanjang 3 Februari 2012 namun tetap melakukan pengobatan
terhadap pasien 23 Desember 2011 dapat di katakan telah melakukan praktik
kedokteran dengan melanggar hukum karena tidak mempunyai dasar
kewenangan serta beritikad tidak baik.
Unsur-unsur malapraktik kedokteran telah di penuhi oleh dr. Harmani
Kalim yaitu:3
1. Adanya wujud perbuatan aktif maupun pasif tertentu dalam
praktik kedokteran;
2. Dilakukan oleh dokter atau orang yang ada dibawah perintahnya;
3. Dilakukan terhadap pasiennya;
4. Dengan sengaja maupun kelalaian;
5. Bertentangan standar profesi, melanggar hukum dan dilakukan
tanpa wewenang yakni tanpa SIP;
6. Menimbulkan akibat kerugian bagi nyawa pasien;
7. Membentuk pertanggungjawaban hukum bagi dokter.
Tergugat I dan Tergugat II sebagai penyelenggaran pelayanan
kesehatan juga telah bersalah didasarkan Pasal 42 Undang-Undang Praktik
Kedokteran tegas menyatakan bahwa pimpinan sarana kesehatan dilarang
2 Adami Chazawi, Malaraktik Kedokteran, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), h. 55
3 Adami Chazawi, Malaraktik Kedokteran, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), h. 11
61
mengizinkan dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki surat izin praktik
untuk melakukan praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan tersebut.
Penulis berpendapat bahwa berdasarkan poin 1 dan 4 telah terlihat
jelas adanya pelanggaran oleh dokter terhadap kewajiban-kewajiban dokter
dan standar profesi dalam memberikan pengobatan pada pasien Walujo
Sedjati sehingga menyebabkan kematian. Akibat dari kematian pasien telah
meinmbulkan kerugian bagi penggugat yakni biaya pengobatan selama pasien
di rawat di rumah sakit. Perbuatan tersebut telah memenuhi ketentuan dari
Pasal 1365 KUH Perdata yaitu :
1. Ada perbuatan melawan hukum atau dengan kata lain melawan undang-
undang;
2. Melanggar hak subjektif orang lain yaitu hak-hak perorangan dan hak-hak
atas harta kekayaan;
3. Ada kesalahan (schuld) yang dapat berupa kealpaan dan kesengajaan;
4. Ada kerugian yang diderita orang lain;
5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dengan
kerugian yang diderita.
Islam juga menghukum orang yang beriman yang baik dengan
sengaja maupun karena kelalaiannya membunuh manusia lain. Hal ini
dijelaskan dalam surat An-Nisa ayat 92-93 yang berbunyi:
62
Artinya : “Dan tidak patut bagi seorang yang beriman membunuh seorang
yang beriman (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja). Barang
siapa membunuh seorang yang beriman tersalah (hendaklah) dia
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat
yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka
(keluarga terbunuh) bersedekah. Jika dia (si terbunuh) dari kaum yang
memusuhimu, padahal dia orang beriman, maka hendaklah (si pembunuh)
memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Jika dia (si terbunuh) dari kaum
(kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka
(hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman.
Barang siapa tidak memperolehnya, maka hendaklah dia (si pembunuh)
berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai tobat kepada Allah. Dan Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(Q.S. An-Nisa/4: 92)
63
Artinya : “Dan barang siapa yang membunuh seorang beriman dengan
sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahannam, dia kekal di dalamnya.
Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar
baginya.”(Q.S. An-Nisa/4: 93)
Dalam surat An-Nisa 92-93 telah secara tegas dijelaskan larangan dan
hukuman bagi dokter yang melakukan malapraktik medis baik karena
kelalaiannya menyebabkan kematian bagi pasiennya yakni Walujo Sedjati.
Dalam Pasal 1366 KUH Perdata juga menjelaskan bahwa setiap orang
(dokter) tidak hanya bertanggung jawab atas setiap perbuatan-perbuatannya
melainkan juga karena kelalaiannya dan kesalahannya. Kesalahan dari dokter
Harmani Kalim yang tidak merujuk pasien Waludjo Sedjati ketika
memperoleh hasil pemeriksaan namun setelah pengobatan gagal baru
melakukan rujukan menunjukkan kesalahan dokter yang mengetahui bahwa
dirinya maupun fasilitasnya tidak memadai tetapi tetap melakukan
pengobatan serta tetap melakukan pengobatan terhadap pasien Waludjo
Sedjati meskipun tanpa izin praktik menunjukkan itikad tidak baik dokter
karena melakukan praktik tanpa izin jelas melanggar hukum.
Nafkah yang biasa diberikan oleh pasien Walujo Sedjati kepada anak
dan istrinya juga termasuk dalam kerugian. Hal ini diatur dalam Pasal 1370
KUH Perdata yang menyebutkan “Dalam hal pembunuhan dengan sengaja
atau kematian seseorang karena kurang hati-hatinya orang lain, suami atau
istri yang ditinggalkan, anak atau orangtua korban yang lazimnya mendapat
64
nafkah dan pekerjaan korban, berhak menuntut ganti rugi yang harus dinilai
menurut kedudukan dan kekayaan kedua belah pihak, serta menurut keadaan.”
Oleh karena itu, Penggugat dapat meminta pertanggungjawaban dari dokter
Harmani Kalim selaku Tergugat III dengan melakukan gugatan perdata untuk
meminta ganti kerugian yakni:
1. Kerugian immaterial (kerugian yang tidak nyata), seperti duka yang amat
mendalam dan kesulitan-kesulitan yang timbul akibat perbuatan para
tergugat;
2. Kerugian materil (kerugian nyata):
a. Kerugian akibat kehilangan kesempatan, yakni kehilangan nafkah yang
seharusnya diberikan pasien apabila masih hidup sampai umur
normalnya manusia meninggal;
b. Kerugian nyata:
(1) Biaya yang telah dikeluarkan hingga saat penggugatan, yakni biaya
pengobatan dan perawatan pasien;
(2) Biaya yang akan dikeluarkan sesudah saat penggugatan, yakni
biaya pengurusan jenazah pasien.
Seluruh kerugian tersebut juga dapat di bebankan kepada Tergugat I
dan Tergugat II sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan. Selain karena
telah melanggar pasal 42 Undang-Undang Praktik Kedokteran karena
membiarkan dokter yang berpaktik di tempatnya tanpa surat izin praktik.
Dalam pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit dijelaskan bahwa rumah Sakit bertanggung jawab terhadap semua
65
kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh dokter di
rumah sakit. Oleh karena itu, Rumah Sakit Primier Jatinegara, Ramsay Health
Care Indonesia selaku institusi pemberi layanan kesehatan dan dokter
Harmani Kalim selaku dokter harus bertanggung jawab secara tanggung
renteng mengganti kerugian yang dialami oleh penggugat.
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab
sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Majelis Hakim Pengadilan Negeri telah tidak tepat dalam
pertimbangannya, dimana hakim menyatakan bahwa gugatan penggugat
premature karena harus diselesaikan terlebih dahulu di Mahkamah
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Penyelsaian
melewati MKDKI hanya pilihan hukum (choice of law).
2. Bentuk pertanggungjawaban dokter terhadap malapraktik medis dilihat
dari kesalahannya yakni berupa pelanggaran kewajiban dokter dengan
tidak merujuk ke dokter lain yang lebih baik apabila tidak mampu dalam
memeriksa dan mengobati pasien. Pelanggaran juga terjadi karena Dokter
Harmani Kalim melakukan praktik dengan surat izin yang telah habis
masanya. Rumah Sakit bertanggung jawab terhadap semua kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh dokter di rumah sakit.
Oleh karena itu, penggugat dapat mengajukan gugatan ganti rugi secara
perdata kepada Dokter Harmani Kalim, rumah sakit Primier Jatinegara dan
Ramsay Health Care Indonesua sesuai dengan Pasal 1365 dan 1370 KUH
Perdata yakni meliputi biaya pengobatan dan perawatan, biaya pengurusan
jenazah dan nafkah yang seharusnya didapat oleh penggugat apabila
pasien Walujo Sedjati masih hidup secara tanggung renteng.
67
B. SARAN
1. Penulis menyarankan agar diadakan sosialisasi perihal
pertanggungjawaban dokter terhadap malapraktik medis kepada
masyarakat umum melalui seminar-seminar umum agar masyarakat tahu
apa saja yang dapat dilakukan untuk mengetahui apakah tindakan dokter
merupakan malapraktik atau bukan dan meminta pertanggungjawaban
lewat jalur hukum jika terjadi malapraktik;
2. Penulis menyarankan kepada legislatif agar dibuat undang-undang
khusus yang mengatur tentang malapraktik medis karena kasus ini sangat
sering menciderai rakyat kecil namun pengaturannya sampai saat ini
belum dibuat secara rinci dan jelas sehingga dapat membawa keadilan di
tengah masyarakat;
3. Kepada dokter, untuk melakukan pengobatan terhadap pasien dengan
menghormati hak-hak pasien, melakukan kewajiban dokter, menaati
standar prosedur dan standar operasional, memiliki wewenang untuk
melakukan tindakan medis dan tidak melanggar ketentuan-ketentuan lain
dalam undang-undang;
4. Kepada para Hakim, untuk lebih cermat dan teliti dalam mengambil
keputusan serta mengedepankan asas kemanfaatan (utility), keadilan
(etis) dan kepastian hukum (normatif dogmatic).
DAFTAR PUSTAKA
Kitab Suci
Al-Qur’anul Karim
Buku
Adji, Oemar Seno, Etika Profesional dan Hukum Pertanggungjawaaban Pidana
Dokter, Jakarta: Erlangga, 1991.
Ali, Ahmad, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis),
Jakarta: PT Gunung Agung, 2002.
Arto, Mukti, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004.
Ashshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
Azwar, Bahar, Sang Dokter, Jakarta: Kesaint Blanc, 2002.
Chazawi, Adami, Malaraktik Kedokteran, Malang: Bayumedia Publishing, 2007.
Fuady, Munir, Sumpah Hippocrates (Aspek Hukum Malpraktik Dokter), Bandung:
PT Citra Aditya Bakti, 2005.
Hanafian, Jusuf dan Amri Amir, Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2008.
Hamidi, Jazim, Hermeneutika Hukum, Teori Penemuan Hukum Barudengan
Interpretasi Teks, Yogyakarta: UII Pers, 2005.
Hariyani, Safitri, Sengketa Medik: Alternatif Penyelesaian Perselisihan Antara
Dokter Dengan Pasien, Jakarta: Diadit Media, 2005.
Hayt, Emanuel, Legal Aspects of Medical Record, Illinois: Physicians’ Record
Company, 1964.
Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang,
Bayumedia Publishing, Cet-II 2006
Koeswadji, Hermin Hadiati, Hukum Kedokteran, Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
1998.
_______, Beberapa Permasalahan Hukum dan Medik, Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 1992.
Komalawati, Veronika, Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik,
Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002.
Mamudji, Sri, et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Jakarta: Badan
Penerbit FHUI, 2005
Mangkey, Michael Daniel, Perlindungan Hukum Terhadap Dokter Dalam
Memberikan Pelayanan Medis, Manado: Sam Ratulangi University,
2014.
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, cet-IV 2010.
Mertokusumo, Sudikno, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Yogyakarta:
Liberty, 2007.
Miru, Ahmadi, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di
Indonesia, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011.
Muhamad, Abdulkadir, Hukum Perikatan, Bandung: Penerbit Alumni, 1982.
Nasution, AZ, Hukum Perlindungan Konsumen : Suatu Pengantar, cet II, Jakarta,
Diadit Media, 2011
Nasution, AZ, dkk, Liku-Liku Perjalanan Undang-Undang Perlindungan
Kosumen, Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 2011.
Nasution, Bahder Johan, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Jakarta:
Rineke Cipta, 2005
Notoatmodjo, Soekidjo, Etika & Hukum Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Rifai, Ahmad, Penemuan Hukum oleh Hakim, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h.52
Sampurna, Budi, dkk, Bioetik dan Hukum Kedokteran, Jakarta: Pustaka Dwipar,
2007.
Sidabalok, Janus, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: PT
Citra Aditya Bakti, 2014.
Simanggungsong, Advendi dan Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonomi,
Jakarta: PT Grasindo, 2007.
Siswati, Sri, Etika dan Hukum Kesehatan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2013.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia,
1986.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mahmudji, Peranan dan Penggunaan Kepustakaan
Dakam Penelitian Hukum, Jakarta: Pusat Dokumentasi Universitas
Indonesiam, 1979
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: PT Intermasa, 1985.
Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta:
Pradnya Paramita, 1996.
Supriadi, Wila Chandrawila, Hukum Kedokteran, Bandung: Mandar Maju, 2001
Termorshuizen, Marjanne, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, Jakarta: Jambatan,
1999.
Triwibowo, Cecep, Etika Hukum Kesehatan, Yogyakarta: Nuha Medika, 2014.
Wahjoepramono, Eka Julianta J., Konsekuensi Hukum Dalam Profesi Medik,
Bandung: Karya Putra Darwati, 2012
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen;
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran;
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan;
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit;
Peraturan Konsil Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Disiplin Profesional Dokter Dan
Dokter Gigi;
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 Tentang
Rekam Medis;
Surat Edaran Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.HK/MENKES/1920/IX/2011 Tentang Legalitas Izin Praktik Bagi
Dokter/Dokter Gigi Yang Dalam Proses Registrasi Ulang.
Internet
SG Wibisono, Sampai Akhir 2012 Terjadi 182 Kasus Malapraktek, artikel di
akses pada 22 Januari 2016 dari
http://nasional.tempo.co/read/news/2013/03/25/058469172/sampai-akhir-
2012-terjadi-182-kasus-malpraktek.
Budiyanto, Standar Profesi, artikel diakses pada 24 Juli 2016 dari
https://budi399.wordpress.com/2010/11/22/standar-profesi/.
Tabib Pengantar Maut, diakses pada 2 Agustus 2016 dari
http://sorot.vivanews.com/news/read/34856-tabib_pengantar_maut.
LAMPIRAN
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
P U T U S A N
Nomor : 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim.
“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”
Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang mengadili perkara-perkara
perdata pada tingkat pertama, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut
dalam perkara antara :
NY. ERWINA INDARTI dan AGUNG PRIHASTO WIBOWO, masing-masing
selaku istri dan anak laki-laki dari Almarhum
WALUJO SEDJATI, beralamat di Jl. Kayu
Manis Barat Gg. K-1 No. 30 RT.010/ RW.002,
Kelurahan Kayu Manis, Kecamatan
Matraman, Jakarta Timur, dalam hal ini
diwakili oleh Kuasa Hukumnya : DR. REZA
EDWIJANTO, SH. LL.M., DANIEL ALFREDO,
SH. MH., MARINI SULAEMAN, SH., MH.,
LLM., dan YEHEZKIEL.J.KALIGIS, SH.,
Advokat dan Penasihat Hukum dari Kantor
Hukum Lukman Bachmid & Associates,
beralamat di Jl. Cikini Raya No. 121 D-E,
Jakarta 10330, berdasarkan Surat Kuassa
Khusus tertanggal 25 September 2012,
selanjutnya disebut sebagai PENGGUGAT;
M e l a w a n :
1. RUMAH SAKIT PRIMIER JATINEGARA, yang beralamat di Jl. Raya
Jatinegara Timur No. 85-87, Jakarta 13310, selanjutnya disebut
sebagai .............................................................................................TERGU
GAT I;
2. RAMSAY HEALTH CARE INDONESIA (PT. AFFINITY HEALTH
INDONESIA), beralamat di RS. Premier Bintaro, Annex Building 5th Floor,
Jl. M.H. Thamrin No. 1 Sektor 7 Bintaro Jaya, Tangerang, selanjutnya
disebut sebagai ………………………………………………TERGUGAT II;
1
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
3. Prof. HARMANI KALIM SpJp(K), beralamat di Jl. Jatinegara Timur No.
85-87, Jakarta 13310, selanjutnya disebut sebagai …………TERGUGAT
III;
PENGADILAN NEGERI TERSEBUT;
Telah membaca surat-surat perkara yang bersangkutan;
Telah meneliti surat-surat bukti;
Telah mendengar keterangan pihak Penggugat dan Tergugat;
----------------------------- TENTANG DUDUKNYA PERKARA : ------------------------
Menimbang, bahwa Penggugat dalam surat gugatannya tertanggal 28
September 2012 yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Medan
dibawah Register No.329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim. telah mengemukakan hal-hal
sebagai berikut :
KELALAIAN DALAM PENANGANAN MEDIS YANG DILAKUKAN OLEH
TERGUGAT III PADA RUMAH SAKIT PREMIER JATINEGARA/TERGUGAT I
YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN Almarhum WALUYO SEDJATI.
1. Bahwa pada tanggal 13 Desember 2011 Almarhum WALUJO SEDJATI
(“Almarhum”) datang ke Rumah Sakit Premier Jatinegara (“RS Premier I”)
untuk melakukan Pemeriksaan Umum/General Check-up;
2. Bahwa setelah pemeriksaan umum/general check-up dilakukan,
TERGUGAT III yang adalah dokter pada RS Premier menyarankan
kepada keluarga Almarhum agar terhadap Almarhum dilakukan
kateterisasi untuk memeriksa adanya kelainan pembuluh darah pada
jantung;
3. Bahwa pada tangga 17 Desember 2011 tindakan kateterisasi dilakukan
dan setelah kateterisasi, TERGUGAT III menjelaskan kepada
PENGGUGAT bahwa ada dua penyempitan pada pembuluh jantung
Almarhum. Atas dasar hal tersebut maka TERGUGAT III menyarankan
pemasangan ring pada jantung Almarhum;
4. Bahwa pada hari Minggu tanggal 18 Desember 2011 pemasangan ring
dilakukan. Pada saat tindakan pemasangan ring, Almarhum hanya dibius
2
2
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
secara local sehingga Almarhum mendengar dan mengetahui apa yang
terjadi di ruangan operasi. Setelah operasi selesai, Almarhum bercerita
kepada PENGGUGAT mengenai hal yang didengarnya ketika operasi
berlangsung. Almarhum mengatakan bahwa pada saat pemasangan ring
salah satu pembuluh darah ada yang melengkung sehingga terjadi
kesulitan dalam pemasangan ring tersebut yang mengakibatkan
pemasangan ring berlangsung lebih lama;
5. Bahwa pada hari Senin tanggal 19 Desember 2011 sekitar jam 08.00
WIB Almarhum merasakan sakit di bagian dada merasakan sesak saat
bernapas, yang kemudian disertai dengan muntah. Setelah ditangani oleh
beberapa Dokter, Almarhum kemudian langsung dibawa kembali ke
ruang ICCU untuk diobservasi;
6. Bahwa selanjutnya pada hari Selasa, tanggal 20 Desember 2011 sekitar
jam 15.00 WIB Almarhum mengalami serangan/anfal. Setelah kejadian ini
TERGUGAT III menjelaskan kepada keluarga Almarhum bahwa terhadap
Almarhum harus dipasangi Alat Pacu Jantung/Temporary Pace Makers
(“TPM”) sebagai upaya untuk merangsang detak jantung. Untuk tindakan
ini PENGGUGAT diharuskan untuk menandatangani formulir
pemasangan TPM dan dikenakan estimasi biaya sebesar
Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah). Selain itu menurut
TERGUGAT III selain TPM, terhadap Almarhum juga akan dilakukan
pemasangan ring tambahan;
7. Bahwa pada hari yang sama sekitar jam 18.00 WIB TERGUGAT III
melakukan tindakan medis pemasangan TPM, penyedotan darah beku
dan pemasangan ring tamabahan. Namun demikian setelah tindakan-
tindakan medis ini dilakukan dan ditambah dengan pemberian obat-
obatan secara oral, TERGUGAT III mengatakan kepada PENGGUGAT
bahwa kondisi Almarhum semakin menurun;
8. Bahwa kemudian TERGUGAT III memutuskan agar Almarhum
dipindahkan ke Rumah Sakit Harapan Kita (“RSHK”) mengingat RSHK
adalah rumah sakit khusus penyakit jantung sehingga fasilitasnya lebih
lengkap dibandingkan RS Premier. Namun demikian, sebelum Almarhum
dipindahkan ke RSHK, Almarhum mengalamai anfal untuk yang kedua
3
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
kali. Akibat dari serangan anfal ini, maka terhadap Almarhum harus
dilakukan tindakan pemasangan ventilator. Bahwa pemasangan ventilator
dilakukan oleh TERGUGAT III di RS Premier pada tanggal 21 Desember
2011. Setelah tindakan pemasangan ventilator selesai dilakukan,
Almarhum tidak sempat sadarkan diri dan dalam kondisi koma sampai
dengan meninggal dunia pada tanggal 23 Desember 2011;
REKAM MEDIS YANG DIBERIKAN OLEH TERGUGAT I TIDAK SESUAI
DENGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 269/MENKES/PER/
III/2008.
9. Bahwa setelah almarhum meninggal dunia, PENGGUGAT minta kepada
TERGUGAT I agar dapat mengakses Rekam Medis Almarhum. Rekam
Medis yang kemudian diberikan oleh TERGUGAT I adalah selembar
kertas berupa Resume Medis yang hanya berisi tentang diagnosa masuk,
diagnosa keluar, jenis tindakan/operasi, ringkasan saat masuk, ringkasan
perawatan, dan ringkasan keluar tertanggal 2 Juli 2012;
10.Bahwa Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan No.269/MENKES/
PER/III/2008 (“Permenkes 269”) menyatakan :
“Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien”.
11.Bahwa apabila mendasarkan pada ketentuan peraturan perundang-
undangan, Resume Medis yang diberikan oleh Tergugat I tidak berisi hal-
hal yang seharusnya dimuat dalam Rekam Medis. Sebuah Rekam Medis
berdasarkan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 269/
MENKES/PER/III/2008 tertanggal 12 Maret tentang Rekam Medis
seharusnya berbentuk sebagai berikut :
“Isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari
sekurang-kurangnya memuat :
a. Identitas pasien;
b. Tanggal dan waktu;
4
4
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
c. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat
penyakit;
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;
e. Diagnosis;
f. Rencana penatalaksanaan;
g. Pengobatan dan/atau tindakan;
h. Persetujuan tindakan bila diperlukan;
i. Catatan Observasi klinis dan hasil pengobatan;
j. Ringkasan pulang (discharge summary);
k. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan
tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan;
l. Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu; dan
m. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik.
12.Bahwa kemudian Pasal 5 ayat (3) Pemeriksaan 269 menyatakan :
“Pembuatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan melalui pencatatan dan pendokumentasian hasil
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien”.
Bahwa Resume yang diberikan oleh TERGUGAT I tidak cukup dalam
memberikan penjelasan secara jelas mengenai penanganan/tindakan
medis yang telah dilakukan terhadap Almarhum/pasien dan terlebih lagi
tidak memuat hal-hal yang menurut peraturan perundang-undangan
harus dinyatakan di dalam Rekam Medis;
13.Bahwa Rekam Medis merupakan hak dari pasien dan apabila pasien
meninggal saat mendapat perawatan di rumah sakit yang bersangkutan,
maka keluarga/ahli waris dari almarhum berhak untuk mendapatkan
salinan resmi Rekam Medis yang dikeluarkan oleh rumah sakit yang
bersangkutan.
14.Bahwa PENGGUGAT sudah mengajukan permohonan kepada
TERGUGAT I dan ditembuskan kepada TERGUGAT II untuk
5
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
memberikan salinan Rekam Medis milik Almarhum dengan No. 023/LBA/
VII/2012 tertanggal 16 Juli 2011, tetapi sampai gugatan ini didaftarkan,
TERGUGAT I belum memberikan Rekam Medis yang isinya sesuai
dengan Permenkes 269;
PELANGGARAN PADA PASAL 77 UNDANG-UNDANG NO. 29 TAHUN 2004
TENTANG PRAKTEK KEDOKTERAN YANG DILAKUKAN OLEH TERGUGAT I
DAN TERGUGAT II KARENA MENGHADIRKAN PERWAKILAN UNTUK
MELAKUKAN PERTEMUAN DENGAN PIHAK PENGGUGAT BUKAN
MERUPAKAN KARYAWAN ATAU PEGAWAI DARI TERGUGAT I DAN
TERGUGAT II.
15.Bahwa berdasarkan informasi yang didapat dari website TERGUGAT I,
pemilik TERGUGAT I adalah TERGUGAT II yang merupakan operator
jasa layanan kesehatan terbesar di Australia. TERGUGAT I sendiri
merupakan rumah sakit di Indonesia yang telah mendapat akreditasi dari
Join Commision International; sebuah organisasi yang memberikan
akreditasi dan sertifikasi kepada Rumah Sakit yang memiliki kualitas baik
dan memenuhi standar internasional dalam memberikan pelayanan dan
perawatan kesehatan. Kualitas baik dan memenuhi standar internasional
tersebut diantaranya adalah dengan memberikan pelayanan optimal serta
professional dalam rangka meningkatkan kesehatan pasien;
16.Bahwa seharusnya sebagai penyedia jasa pelayanan kesehatan dengan
standar internasional, TERGUGAT I diharapkan dapat memberikan
pelayanan kesehatan yang profesional, baik dan bertanggung jawab.
Namun sayangnya hal ini gagal dipenuhi oleh TERGUGAT I bahkan
mengakibatkan meninggalnya Almarhum Waluyo Sejati;
17.Bahwa ketidak profesionalan TERGUGAT I dan TERGUGAT II terlihat
ketika PENGGUGAT mohon penjelasan mengenai kejadian sehubungan
dengan meninggalnya Almarhum. PENGGUGAT beberpa kali
mengirimkan surat kepada TERGUGAT I dan TERGUGAT II mohon
penjelasan mengenai kematian Almarhum ketika mendapat perawatan di
RS Premier dan mohon pertanggungjawaban atas meninggalnya
Almarhum, masing-masing tertanggal 9 Januari 2012 (Bukti P-1), 14
Februari 2012 (Bukti P-2), dan 9 April 2012 (Bukti P-3). Setelah surat
6
6
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
ke-3. Tergugat I dan Tergugat II akhirnya mengundang Penggugat untuk
datang ke RS Premier, dimana Tergugat I dan Tergugat II akan
menjelaskan penanganan medis yang dilakukan terhadap Almarhum.
Selain itu Tergugat I dan Tergugat II juga mohon agar permasalahan
yang terjadi antara Penggugat dan Para Tergugat dapat diselesaikan
secara kekeluargaan dan untuk itu TERGUGAT I dan TERGUGAT II
bersedia untuk bertanggung jawab atas kematian Almarhum;
18.Bahwa dalam pertemuan tersebut TERGUGAT I dan TERGUGAT II
diwakili oleh dr. Taufani serta 2 (dua) orang dokter yang mengaku
bernama dr. Rana dan dr. Ade saat itu PENGGUGAT memang tidak
bertanya apakah dr. Rana dan dr. Ade mempunyai kuasa dari
TERGUGAT I dan TERGUGAT II untuk menghadiri pertemuan dengan
PENGGUGAT;
19.Bahwa dalam pertemuan tersebut pihak TERGUGAT I meminta kepada
PENGGUGAT untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluaraan
dengan tidak melibatkan pihak ketiga lainnya. Dalam pertemuan tersebut
Tergugat I juga meminta Penggugat untuk mengajukan besarnya biaya
kompensasi/ganti rugi yang Penggugat inginkan, yang kemudian
Penggugat tindak lanjuti dengan mengirimkan surat tertanggal 14
Februari 2012 (“Surat 14 Februari”) perihal permohonan pemberian
kompensasi/ganti rugi;
20.Bahwa setelah Surat 14 Februari tersebut, Penggugat diundang untuk
menghadiri pertemuan kedua. Yang hadir dalam pertemuan kedua adalah
dr. Taufani, dr. Rana dan Bapak Sukendar. Dalam pertemuan tersebut dr.
Rana menawarkan kepada Penggugat kompensasi sebesar
Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) kepada keluarga Almarhum;
21.Bahwa nilai kompensasi tersebut tidak dapat diterima oleh PENGGUGAT
karena biaya yang sudah PENGGUGAT keluarkan selama Almarhum
dirawat di RS Premier adalah sebesar Rp.235.000.000,- (Dua ratus tga
puluh lima juta rupiah);
22.Bahwa setelah pertemuan tersebut, pihak keluarga Almarhum bermaksud
untuk bertemu lagi dengan dr. Rana dan dr. Ade untuk menyampaikan
7
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
keberatan pihak keluarga sekaligus menyampaikan kekecewaan
PENGGUGAT atas respon yang diberikan oleh pihak RS Premier.
Namun ketika PENGGUGAT menghubungi RS Premier untuk membuat
janji bertemu dengan dr. Rana dan dr. Ade, alangkah terkejutnya
PENGGUGAT ketika mengetahui bahwa tidak ada dokter RS. Premier
yang bernama dr. Rana dan dr. Ade, baik yang bekerja pada TERGUGAT
I maupun TRGUGAT II;
23.Bahwa hal ini membuktikan tidak adanya itikad baik TGATII dalam
penyelesaian permasalahan dengan PENGGUGAT. Tindakan TRGUGAT
I yang mengirimkan dr. Rana dan dr. Ade yang tidak memiliki kompetensi
untuk bertindak mewakili TERGUGAT I dan TERGUGAT II adalah suatu
tindakan yang melecehkan PENGGUGAT;
PELANGGARAN YANG DILAKUKAN TEGUGAT I DAN TERGUGAT II
TERHADAP UNDANG-UNDANG PRAKTEK KEDOKTERAN DAN UNDANG-
UNDANG RUMAH SAKIT KARENA MEMBIARKAN DOKTER MELAKUKAN
PRAKTEK TANPA IZIN.
24.Bahwa UU Praktek Kedokteran menyatakan setiap dokter yang
melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki tanda dan sura
ijin praktik yang masih berlaku yang dikeluarkan oleh Ikatan Dokter
Indonesia cabang Jakarta Tmur. Lebih lanjut UU Praktek Kedokteran
menyatakan sebagai berikut :
a. Pasal 29 ayat (1) : “Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan
praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi
dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi”;
b. Pasal 29 ayat (4) : “Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda
registrasi dokter gigi berlaku selama 5 (lima) tahun dan direstrasi
ulang setiap 5 (lima) tahun sekali dengan tetap memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf
d”;
c. Pasal 36 : “Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik
kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik”;
8
8
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
25.Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit : “Tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran di Rumah
Sakit wajib memiliki Surat Izin Praktik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan”;
26.Bahwa berdasarkan Rekomendasi izin Praktek Tenaga Medis No.
02.02.12.02156/09121/08.2012 tertanggal 3 Februari 2012 dan
Rekomendasi izin Praktek No. 01.05.0.12.02155/09121/08.2016
tertanggal 3 Februari 2012 yang masing-masing diterbitkan oleh Ikatan
Dokter Indonesia Cabang Jakarta Timur, diketahui bahwa izin praktek
TERGUGAT III berlaku sampai dengan 7 Agustus 2016. Mengacu pada
ketentuan 5 tahun tersebut, maka izin praktek TERGUGAT III seharusnya
telah BERAKHIR pada tanggal 7 Agustus 2011. Namun demikian, ijin
TERGUGAT III baru DIPERPANJANG pada tanggal 3 Februari 2012
sebagaimana termaktub dalam kedua surat rekomendasi tersebut.
Dengan demikian pada saat melakukan tindakan medis sampai dengan
meninggalnya Almarhum pada tanggal 23 Desember 2011, TERGUGAT
III telah melakukan praktek kedokteran secara ILEGAL, tanpa memiliki
izin praktek yang sah. Oleh karena itu TERGUGAT I dan TERGUGAT II
telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan sengaja telah
mempekerjakan dokter yang tidak memiliki izin praktek yang sah;
27.Bahwa berdasarkan Pasal 42 UU Praktek Kedokteran, TERGUGAT I dan
TERGUGAT II telah melakukan perbuatan hukum karena telah
mengijinkan TERGUGAT III untuk melakukan tindakan medis di saat ijin
prakteknya sudah tidak berlaku lagi. Pasal 42 UU tegas menyatakan
bahwa pimpinan sarana kesehatan dilarang mengizinkan dokter atau
dokter gigi yang tidak memiliki surat izin praktik untuk melakukan praktik
kedokteran di sarana pelayanan kesehatan tersebut. Selanjutnya sudah
menjadi kewajiban TERGUGAT I dan TERGUGAT II untuk bertanggung
jawab atas perbuatan dari TERGUGAT III yang menyebabkan kematian
dari Almarhum;
28.Bahwa kelalaian TERGUGAT III dalam melakukan tindakan medis
terhadap Almarhum adalah juga merupakan kelalaian TERGUGAT I dan
TERGUGAT II secara kolektif karena menurut Pasal 46 UU RS :
9
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
“Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua
kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan di Rmah Sakit”;
Berdasarkan hal tersebut, jelas dan nyata bahwa TERGUGAT I dan
TERGUGAT II harus bertanggung jawab atas kematian Almarhum
dengan setidak-tidaknya memberikan kompensasi yang layak atas
kerugian yang diderita oleh PENGGUGAT dan keluarga Almarhum.
29.Bahwa tuntutan PENGGUGAT adalah sangat berdasar hukum karena
menurut Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan “Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang
tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan
kesehatan yang diterimanya”.
30.Bahwa lebih lanjut Pasal 32 UU RS menyatakan “Setiap pasien
mempunyai hak .... (q) menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit
apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai
dengan standar baik secara perdata ataupun pidana,” dan “(r)
mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan”.
31.Munir Fuady,SH.,MH.,LL.M., dalam bukunya yang berjudul Perbuatan
Melawan Hukum, Pendekatan Kontemporer, Penerbit PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2002, halaman 3 mengatakan, “Dalam ilmu hukum
dikenal 3 (tiga) kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai
berikut :
• Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan;
• Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur
kesengajaan maupun kelalaian);
• Perbuatan melawan hukum karena kelalaian;”
32.Bahwa TERGUGAT I dan TERGUGAT II secara jelas dan nyata telah
sengaja melakukan perbuatan melawan hukum dengan :
10
10
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
1) Mengijinkan TERGUGAT III melakukan tindakan medis tanpa adanya
ijin praktek yang sah;
2) Mengirimkan perwakilan yang tidak kompeten untuk melakukan
pertemuan dan negosiasi dengan PENGGUGAT dan pihak keluarga
Almarhum sehingga permasalahan antara PENGGUGAT dan PARA
TERGUGAT tidak bisa diselesaiakan secara kekeluargaan;
3) Tidak memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai hal-hal
yang terjadi sehubungan dengan perawatan dan tindakan medis yang
diterima oleh Almarhum selama dirawat di RS Premier.
33.Bahwa kemudian Tergugat III secara jelas dan nyata telah lalai dalam
melakukan tugasnya sebagai dokter karena tidak memberikan informasi
yang jelas mengenai tindakan medis yang diambil serta dampak bak ata
buruknya bagi Almarhum serta tidak memberikan pelayanan secara
optimal terhadap pasien. Hal ini bertentangan dengan Pasal 7 d Kode
Etik Kedokteran yang menyatakan bahwa “Segala perbuatan dokter
terhadap pasien bertujuan untuk memelihara dan kesehatan dan
kebahagiannya”;
34.Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Penggugat mohon kepada Majelis
Hakim yang memeriksa perkara a quo untuk menyatakan bahwa Para
Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;
PERMOHONAN GANTI RUGI :
35.Bahwa hukum perdata Indonesia menekankan keharusan adanya
hubungan sebab akibat antara perbuatan dan kerugian yang diderita.
Penggugat setidaknya telah membuktikan bahwa kelalaian yang
dilakukan oleh Para Tergugat memenuhi syarat sebagai perbuatan
melawan hukum yang mana perbuatan tersebut menyebabkan kerugian
bagi Penggugat;
36.Bahwa akibat dari kelaian yang dilakukan oleh Para Tergugat, Penggugat
harus kehilangan Almarhum yang merupakan tulang punggung keluarga.
Berapa pun besarnya ganti kerugian yang para Tergugat berikan tidak
akan mengembalikan nyawa Almarhum. Namun demikian Penggugat
11
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
berhak mendapatkan kompensasi yang layak atas kelalaian Para
Tergugat;
37.Bahwa Pasal 1365 KUHPerdata menyebutkan, “Tiap perbuatan melawan
hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang
yang karena salahnya menerbitkan kesalahan itu, mengganti kerugian
tersebut”;
38.Kerugian Materiil;
Bahwa kerugian materiil adalah materi yang telah dibayarkan oleh
Penggugat selama Almarhum dirawat di RS Premier ditambah dengan
uang nafkah yang seharusnya diterima oleh Penggugat dari Almarhum
selama 22 tahun (dihitung Penggugat sampai dengan umur 80 tahun
yang saat ini berumur 58 tahun) yang apabila Almarhum masih hidup
diberikan uang nafkah kepada Penggugat sebesar Rp.6.000.000,- (enam
juta rupiah) setiap bulannya atau semuanya berjumlah
Rp.1.584.000.000,- (satu miliar lima ratus delapan puluh empat juta
rupiah) kemudian ditambah dengan uang biaya perawatan yang
dikeluarkan oleh Penggugat sebesar Rp.235.000.000,- (dua ratus tiga
puluh lima juta rupiah). Sehingga besarnya kerugian materiil adalah
Rp.1.819.000.000,- (satu miliar delapan ratus sembilan belas juta rupiah);
Kerugian Imateriil :
Bahwa kehilangan Almarhum menimbulkan duka yang sangat dalam bagi
Penggugat dan Penggugat menyadari bahwa kematian Almarhum tidak
dapat dinilai dengan sejumlah uang. Namun atas kerugian yang diderita
oleh Penggugat sebagai akibat dari kelalaian Para Tergugat serta
kesusahan yang dialami Penggugat atas perbuatan Para Tergugat maka
Penggugat akan menentukan suatu nilai yang Penggugat anggap layak
sebagai kompensasi yang harus diterima oleh Penggugat, yaitu sejumlah
USD 1,500,000 (satu juta Dollar Amerika);
39.Bahwa karena Gugatan ini didasarkan pada bukti-bukti yang sah dan
meyakinkan menurut hukum, maka Penggugat mohon agar terhadap
putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada upaya
12
12
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
hukum, verzet, banding, kasasi atau upaya hukum lainnya (uit voerbaar
bij voorraad) untuk mencegah kerugian yang lebih besar bagi Penggugat.
UANG PAKSA (DWANGSOM).
40.Bahwa untuk menjamin Gugatan Penggugat adalah tidak sia-sia dan
mengingat sangat berharga dan berartinya seseorang, maka Penggugat
mohon agar diterapkan pembayaran dwangsom sebesar Rp.5.000.000,-
(lima juta rupiah) per hari atas setiap keterlambatan pembayaran ganti
rugi berdasarkan keputusan dalam perkara a quo;
PERMOHONAN SITA JAMINAN (CONSERVATOIR BESLAG).
41.Bahwa untuk menjamin agar Gugatan ini tidak menjadi sia-sia (illusoir),
maka Penggugat mencadangkan haknya untuk mengajukan sita jaminan
yang akan dimohonkan kemudian selama proses persidangan
berlangsung;
DALAM PROVISI :
42.Bahwa merujuk kepada Pasal 180 HIR dan dalil-dalil hukum tersebut di
atas, maka Penggugat mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta
Timur up Majelis Hakim pemeriksa perkara aquo untuk dapat
memerintahkan Para Tergugat untuk membayar kepada Penggugat
sejumlah Rp.1.819.000.000,- (satu miliar delapan ratus sembilan belas
juta rupiah) dan USD 1,500,000 (satu juta lima ratus dollar Amerika)
secara tunai dan sekaligus, meskipun ada perlawanan, banding, atau
kasasi dalam perkara a quo.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Penggugat mohon kepada Ketua
Pengadilan Negeri Jakarta Timur up Majelis Hakim yang memeriksa dan
mengadili perkara a quo berkenan memutus sebagai berikut :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;
3. Menyatakan Tergugat III telah melakukan kelalaian dalam melakukan
tindakan medis terhadap Almarhum Waluyo Sedjati;
4. Menyakan Tergugat III dan Tergugat II telah lalai dan melanggar Pasal 13
ayat 1 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal
13
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
29 ayat 1, Pasal 36, Pasal 42, Pasal 77 Undang-Undang No. 29 Thun
2004 tentang Praktik Kedokteran;
5. Menghukum Para Tergugat untuk membayar kerugian materiil sejumlah
Rp.1.819.000.000,- (satu miliar delapan ratus sembilan belas juta rupiah)
dan kerugian immateriil sejumlah USD 1,500,000 (satu juta lima ratus
Dollar Amerika);
6. Memerintahkan Para Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom)
sebesar Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) per hari untuk setiap hari
keterlambatan pelaksanaan putusan ini;
7. Menghukum Para Tergugat untuk membayar biaya perkara;
8. Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun
ada verzet, banding maupun kasasi (uitverbaar bij voorraad);
Atau, Apabila Bapak Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur u.p. Majelis
Hakim yang memeriksa dan memutuskan perkara ini berpendapat lain,
mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex. Aequo et Bono).
Menimbang, bahwa pada hari persidangan yang telah ditentukan, untuk
pihak Penggugat hadir Kuasa Hukumnya : DANIEL. ALFREDO, SH dan
JEHEZKIEL J. KALIGIS, SH, Advokat dan Penasehat Hukum dari kantor Hukum
Lukman Bachmid & Associates, beralamat di Jl. Cikini Raya No. 121 D_E
Jakarta berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 25 September 2012,
sedangkan untuk Tergugat I dan Tergugat II hadir Kuasa Hukumnya :
FIRDAUS, SH dan WAHYU HARGONO, SH , Advokat-advokat pada Karimsyah
Law Firm, beralamat di Plaza Mutiara , lantai 7 Jl. DR. Ide Anak Agung Gde
Agung, Kav.E-12.No.1 & 2 ( d/h Jl. Lingkar Mega Kuningan ) Jakarta
berdasarkan surat Kuasa Khusus tanggal 29 Oktober 2012, dan untuk Tergugat
III hadir Kuasa Hukumnya : ADI WARMAN, SH.MH.MBA, NUR ALIEM
HALVAIMA,SH berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 19 Oktober 2012;
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim telah memberikan
kesempatan bagi kedua belah pihak untuk mengadakan perdamaian dan guna
melaksanakan perdamaian tersebut Majelis Hakim telah menunjuk Hakim
Mediator ;
14
14
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa oleh karena waktu yang diberikan Majelis Hakim
kepada para pihak untuk melakukan mediasi tidak berhasil mencapai
perdamaian maka pemeriksaan perkara ini dimulai dengan pembacaan surat
gugatan Penggugat yang maksud dan isinya tetap dipertahankan oleh
Penggugat ;
Menimbang, bahwa terhadap gugatan Penggugat tersebut, para Tergugat
melalui Kuasanya telah mengajukan Jawaban yang pada pokoknya sebagai
berikut:
Jawaban Tergugat I dan Tergugat II :
I. DALAM EKSEPSI :
A. GUGATAN PENGGUGAT KURANG PIHAK KARENA TIDAK
MENGIKUTSERTAKAN AHLI WARIS LAINNYA SEBAGAI
PENGGUGAT DALAM GUGATAN AQUO (EXCEPTIO PLURIUM
LITIS CONSORTIUM).
1. Bahwa dalam gugatan aquo, yang bertindak sebagai Penggugat
hanyalah Ny. Erwina Indarti dan Agung Prihasto Wibowo masing-
masing sebagai istri dan anak laki-laki dari almarhum Waluyo
Sedjati. Fakta hukum membuktikan berdasarkan data Surat
Persetujuan Tindakan Kedokteran tertanggal 20 Desember 2011
dan tertanggal 21 Desember 2011 yang diperoleh Tergugat I
terbukti bahwa anak dari almarhum Waluyo Soedjati bukan hanya
Agung Prihasto Wibowo saja tetapi masih ada seorang anak
perempuan bernama Astri Sukma Pramesti.
2. Bahwa berdasarkan hukum waris di Indonesia baik berdasarkan
hukum Islam maupun hukum Perdata Barat maka ahli waris dari
almarhum Waluyo Soedjati adalah anak-anak kandung dan
istrinya. Demikian pula dalam melakukan tindakan hukum yang
berkaitan dengan almarhum Walujo Soedjati maka harus
mendapat persetujuan dari seluruh ahli waris yang ada dan
dibuktikan dengan adanya Surat Pernyataan Persetujuan dan/atau
Surat Kuasa kepada pihak lain.
15
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
3. Bahwa fakta membuktikan dalam Surat Kuasa kepada kuasa
hukum Penggugat untuk mengajukan gugatan aquo tidak terdapat
nama Astri Sukma Pramesti. Demikian pula dalam gugatan aquo
hanya diajukan oleh Ny. Erwina Indarti dan Agung Prihasto
Wibowo melalui kuasa hukumnya.
4. Bahwa fakta yang demikian membuktikan gugatan Penggugat
aquo kurang pihak karena tidak mengikutsertakan ahli waris
lainnya. Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 621 K/Sip/1975
tanggal 25 Mei 1977 secara tegas menyebutkan bahwa suatu
gugatan yang kurang pihak sudah seharusnya tidak diterima oleh
pengadilan negeri.
B. PENGGUGAT KELIRU MENGAJUKAN GUGATAN TERHADAP
TERGUGAT II SEHINGGA GUGATAN AQUO ADALAH SALAH
ALAMAT (EKSEPSI ERROR IN PERSONA).
5. Bahwa didalam gugatannya Halaman 5 Angka 15, Penggugat
telah menggugat Tergugat II karena Tergugat II adalah pemilik dari
Tergugat I. Bahwa pada halaman 5-6 Angka 15-23 Gugatannya
secara jelas Penggugat mendalilkan bahwa Tergugat I dan
Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum. Demikian
pula didalam petitum Gugatannya Angka 4 secara eksplisit
Penggugat menyatakan bahwa Tergugat I dan Tergugat II telah
lalai dan melanggar Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang No. 44
Tahun 2009 dan Pasal 29 ayat 1, Pasal 36, Pasal 42, Pasal 77
Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
6. Bahwa diikutsertakannya Tergugat II dalam gugatan aquo adalah
salah alamat karena Tergugat II tidak memiliki hubungan hukum
dengan Penggugat. Tergugat II bukanlah sarana pelayanan
kesehatan tetapi merupakan perusahaan pengelola dari Tergugat
I sehingga dengan demikian maka Tergugat II tidak memiliki
hubungan hukum dengan Penggugat.
7. Bahwa sementara itu terdapat fakta hukum almarhum Waluji
Sedjati tidak pernah dirawat di Tergugat II. Bahkan dokumentasi
16
16
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
berkaitan dengan pendaftaran dan perawatan almarhum Walujo
Sedjati-pun tidak pernah menggunakan formulir dan dokumentasi
yang diterbitkan oleh Tergugat II. Dengan demikian maka
Penggugat telah salah alamat karena menggugat Tergugat II yang
tidak memiliki hubungan langsung dengan almarhum Walujo
Sedjati termasuk Penggugat dalam perkara aquo.
8. Bahwa sudah menjadi Yurisprudensi tetap Mahkamah Agung RI
dalam putusannya No. 601 K/Sip/1975 yang menyatakan gugatan
yang keliru pihak yang ditarik sebagai Tergugat harus dinyatakan
tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).
C. PENGGUGAT TIDAK MEMILIKI PERSONA STANDI IN JUDICIO
(LEGAL STANDING) UNTUK MENGAJUKAN GUGATAN
TERHADAP TERGUGAT II KARENA PENGGUGAT TIDAK MEMILIKI
HUBUNGAN HUKUM DENGAN TERGUGAT II (EKSEPSI
DISKUALIFIKASI IN PERSON).
9. Bahwa pada Halaman 5-6 Angka 15-23 Gugatannya secara jelas
Penggugat mendalilkan bahwa Tergugat I dan Tergugat II telah
melakukan perbuatan melawan hukum. Demikian pula didalam
petitum Gugatannya Angka 4 secara eksplisit Penggugat
menyatakan bahwa Tergugat I dan Tergugat II telah lalai dan
melanggar Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009
dan Pasal 29 ayat 1, Pasal 36, Pasal 42, Pasal 77 Undang-
Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
10.Bahwa sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa Tergugat II
bukanlah sarana pelayanan kesehatan tetapi merupakan
perusahaan pengelola dari Tergugat I sehingga dengan demikian
maka Tergugat II tidak memiliki hubungan hukum secara langsung
dengan Penggugat.
11.Bahwa sebuah gugatan dapat diajukan oleh suatu subjek hukum
yang memiliki hubungan hukum dengan pihak yang akan digugat.
Mahkamah Agung didalam putusannya No. 294 K/Sip/1971
tanggal 7 Juli 1971 mensyaratkan bahwa gugatan harus diajukan
17
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
oleh orang yang mempunyai hubungan hukum dengan Tergugat II
maka sudah seharusnya gugatan Penggugat aquo dinyatakan
tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk verklaard).
II. DALAM POKOK PERKARA.
12.Bahwa hal-hal sebagaimana diuraikan dalam Bagian Eksepsi di
atas merupakan pula bagian dari Jawaban Pokok Perkara berikut
ini dan karenanya mohon dianggap telah termasuk untuk Bagian
Pokok Perkara ini.
13.Bahwa dalil-dalil gugatan Penggugat tidak mencerminkan seluruh
kejadian dan fakta yang sebenarnya terjadi dalam persoalan yang
berkaitan dengan hubungan hukum antara Penggugat dengan
Para Tergugat, sebagaimana akan diuraikan satu-persatu di
bawah ini.
A. RINGKASAN (RESUME) REKAM MEDIS YANG DIBERIKAN
KEPADA PENGGUGAT TELAH SESUAI DENGAN KETENTUAN
UNDANG-UNDANG PRAKTIK KEDOKTERAN DAN PERATURAN
MENTERI KESEHATAN.
14.Bahwa haruslah ditolak dalil Penggugat dalam Gugatannya Angka
9-14 Halaman 3-5 yang mendalilkan bahwa resume medis yang
diberikan oleh Tergugat I kepada Penggugat tidak seusai dengan
ketentuan Undang-Undang Praktik Kedokteran dan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tanggal 12
Maret 2008. Penggugat telah salah mengartikan ketentuan
sebagaimana tersebut dalam ketentuan Undang-Undang Praktik
Kedokteran dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/
MENKES/PER/III/2008 tanggal 12 Maret 2008.
15.Bahwa di dalam Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (UU Praktik Kedokteran)
disebutkan bahwa :
“Dokumen Rekam Medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan
kesehatan sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien”.
18
18
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
16.Sementara itu Pasal 12 ayat (3) dan (4) Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tanggal 12 Maret
2008 tentang Rekam Medis (Permenkes Nomor 269) secara jelas
disebutkan bahwa :
1) Berkas rekam medis merupakan milik sarana pelayanan
kesehatan.
2) Isi rekam medis merupakan milik pasien.
3) Isi rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam
bentuk ringkasan rekam medis.
4) Ringkasan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat diberikan, dicatat atau dicopy oleh pasien atau orang
yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau
keluarga pasien yang berhak untuk itu.
17.Bahwa kedua ketentuan tersebut secara jelas disebutkan bahwa
“Berkas atau Dokumen” Rekam Medis adalah milik sarana
pelayanan kesehatan (dalam hal ini adalah Tergugat I). Yang
dimaksud dengan “isi rekam medis milik pasien” adalah kata “milik
pasien” hanya memberikan keterangan bahwa rekam medis
tersebut menggambarkan keadaan termasuk catatan dan identitas
dari pasien itu sendiri. Dengan demikian maka “isi rekam medis
milik pasien” tidaklah berarti “dokumen/berkas” rekam medis
tersebut milik pasien.
18.Bahwa apabila pasien atau ahli waris meminta rekam medis atas
nama pasien aquo maka dokter, dokter gigi atau sarana pelayanan
kesehatan dapat memberikan dalam bentuk “Ringkasan Rekam
Medis” sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Permenkes Nomor
269.
19.Bahwa fakta hukum membuktikan Tergugat I telah memberikan
Resume Medis atas nama almarhum Waluyo Sedjati pada tanggal
2 Juli 2012 (sebagaimana diakui Penggugat pada gugatannya
Angka 9 Halaman 3) dengan format sebagaimana diatur dalam
Permenkes Nomor 269 aquo.
19
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
20.Bahwa demikian maka haruslah ditolak dalil Penggugat pada
Angka 9-14 Halaman 3-5 yang mengatakan bahwa Tergugat I dan
Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum karena
memberikan rekam medis tidak sesuai dengan Permenkes Nomor
269 aquo.
B. TERGUGAT I TIDAK MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN
HUKUM KARENA TIM YANG HADIR MENEMUI PENGGUGAT
MEMILIKI WEWENANG UNTUK MEWAKILI PARA TERGUGAT.
21.Bahwa haruslah ditolak dalil Penggugat dalam Gugatannya Angka
15-23 Halaman 5-6 yang menyatakan bahwa Tergugat I dan
Tergugat II telah melakukan pelanggaran Pasal 77 UU Praktik
Kedokteran karena menghadirkan perwakilan untuk melakukan
pertemuan dengan Penggugat yang bukan karyawan dari
Tergugat I dan Tergugat II. Dalil tersebut sangat keliru dan
menyesatkan karena fakta membuktikan bahwa Pasal 77 UU
Praktik Kedokteran mengatur tentang perbuatan seseorang yang
mengaku memiliki ijin praktik dokter. Pasal aquo jelas tidak relevan
dikaitkan dengan dalil Penggugat tentang perwakilan Para
Tergugat dalam pertemuan dengan Penggugat sebagaimana
tercantum dalam Gugatannya Angka 15-23 Halaman 5-6.
Selengkapnya Pasal 77 UU Praktik Kedokteran menyebutkan :
“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas
berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi
masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau
dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau
tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin praktik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak
Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah)”;
22.Bahwa disamping itu, fakta membuktikan bahwa tim yang telah
bertemu dengan Penggugat dalam beberapa kali pertemuan
merupakan repressentatif dari Para Tergugat. Bukanlah
merupakan hak Penggugat untuk mengetahui apakah tim wakil
20
20
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Para Tergugat tersebut merupakan karyawan dari Para Tergugat.
Hal yang terpenting dan merupakan fakta hukum adalah bahwa
tim yang telah bertemu dengan Penggugat dalam beberapa kali
pertemuan tersebut merupakan representatif dan wakil yang resmi
dari Para Tergugat untuk menyelesaikan permasalahan yang
muncul antara Penggugat dengan Para Tergugat.
23.Bahwa sementarra itu terdapat kesalahan Penggugat mengapa
tidak menanyakan surat kuasa dari tim tersebut. Penggugat-pun
mengakui dalam gugatannya Angka 18 Halaman 6 bahwa
Penggugat tidak menanyakan surat kuasa dari tim wakil Para
Tergugat aquo. Fakta demikian membuktikan bahwa dalil
Penggugat dalam gugatannya sangat tidak beralasan hukum.
Kesalahan Penggugatgat aquo. Fakta demikian membuktikan
bahwa dalil Penggugat dalam gugatannya sangat tidak beralasan
hukum. Kesalahan Penggugat yang tidak menanyakan surat kuasa
tim wakil Para Tergugat tidaklah dapat diartikan bahwa Para
Terguugat telah melakukan pelanggaran UU Praktik Kedokteran.
24.Bahwa Mohon Akta Majelis Hakim Yang Memeriksa Perkara aquo
bahwa Penggugat telah mengakui hal-hal sebagai berikut :
1) Dalam gugatannya Angka 18 Halaman 6, Penggugat telah
tidak menanyakan surat kuasa dari tim wakil Para Tergugat
membuktikan bahwa kesalahan bukanlah terletak di tangan
Para Tergugat tetapi justrDalam gugatannya Angka 18
Halaman 6, Penggugat telah tidak menanyakan surat kuasa
dari tim wakil Para Tergugat membuktikan bahwa kesalahan
bukanlah terletak di tangan Para Tergugat tetapi justru berada
di tangan Penggugat itu sendiri;
2) Adanya beberapa kali pertemuan antara Penggugat dengan tim
wakil Para Tergugat sebagaimana dalam Gu berada di tangan
Penggugat itu sendiri;
3) Adanya beberapa kali pertemuan antara Penggugat dengan tim
wakil Para Tergugat sebagaimana dalam Gugatannya
21
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Augatannya Angka 19-22 Halaman 6 membuktikan bahwa
Penggugat mengakui tim yang pernah bertemu dengan
Penggugat adalah wakil dari Para Terguugat.
25.Pengakuan Penggugat aquo merupakan bukti yang sempurna
sebagaimana diatur dalam beberapa ketentuan dan yurisprudensi
sebagai berikut :
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Herzien
Inslandsch Reglement (HIR) dan Doktrin Hukum secara tegas
memberikan kekuatan yang sempurna terhadap Pengakuan
tersebut yaitu :
Pasal 1925 KUHPerdata :
“Pengakuan yang dilakukan dimuka hakim memberikan suatu bukti
yang sempurna terhadap siapa yang telah melakukannya baik
sendiri maupun dengan perantaraan seorang yang khusus
dikuasakan untuk itu”.
Pasal 174 HIR :
“Pengakuan yang diucapkan di hadapan hakim, cukup menjadi
bukti untuk memberatkan orang yang mengaku itu, baik yang
diucapkannya sendiri, maupun dengan pertolongan orang lain,
yang istimewa dikuasakan untuk itu”.
Pasal 176 HIR :
“Tiap-tiap pengakuan harus diterima segenapnya dan hakim tidak
bebas akan menerima sebagian dan menolak sebagian lagi,
sehingga merugikan orang yang mengaku itu, kecuali orang yang
berutang itu dengan maksud akan melepaskan dirinya,
menyebutkan perkara yang terbukti yang kenyataannya dusta”.
Prof.Sudikno Mertokusumo,SH., seorang ahli hukum dari
Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta berpendapat dalam
bukunya “Hukum Acara Perdata Indonesia” edisi kelima tahun
1998 penerbit Liberty Yogyakarta halaman 150 sebagai berikut :
22
22
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
“Pengakuan merupakan keterangan yang membenarkan peristiwa,
hak atau hubungan hukum yang diajukan oleh lawan”.
“Dalam hal ini pengakuan bukan hanya sekedar merupakan alat
bukti yang sempurna saja, tetapi juga merupakan alat bukti yang
bersifat menentukan, yang tidak memungkinkan pembuktian
lawan”.
26.Bahwa berdasarkan alasan-alasan hukum, fakta hukum dan
pengakuan Penggugat aquo maka dengan demikian dalil
Penggugat dalam Gugatannya Angka 15-23 halaman 5-6 yang
menyatakan Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan
pelanggaran Pasal 77 UU Praktik Kedokteran karena
menghadirkan perwakilan untuk melakukan pertemuan dengan
Penggugat yang bukan karyawan dari Tergugat I dan Tergugat II
haruslah ditolak.
C. TERGUGAT I DAN TERGUGAT II TIDAK MELAKUKAN
PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN TELAH MEMENUHI
KETENTUAN UU PRAKTIK KEDOKTERAN DAN UU RUMAH
SAKIT KARENA TELAH MEMPEKERJAKAN TERGUGAT III
YANG TELAH MEMILIKI SURAT IJIN PRAKTIK (SIP) DAN
SURAT TANDA REGISTRASI (STR).
27.Bahwa haruslah ditolak dalil Penggugat pada gugatannya
Angkgatrga 24-34 halaman 6-9 yang menyatakan bahwa Tergugat
I dan Tergugat II telah melanggar Pasal 29 ayat (1), (4) dan Pasal
36 UU Praktik Kedokteran dan Pasal 13 ayat (1) UU Rumah Sakit
karena membiarkan dokter melakukan praktik tanpa ijin. Dalil aquo
sangat keliru dan tanpa dasar hukum karena fakta membuktikan
bahwa Tergugat III memiliki SIP dan STR.
28.Bahwa dalam dunia praktik kedokteran dikenal istilah SIP dan STR
dimana pengaturannya terdapat di Undang-undang Nomor 29
Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran (UU Praktik Kedokteran)
dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2052/MENKES/PER/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan
23
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Praktik Kedokteran (Permenkes Nomor 2052). Penggugat salah
mendalilkan bahwa Tergugat III telah habis masa berlaku SIP-nya
tanpa terlebih dahulu mengetahui masa berlakunya STR dari
Tergugat III aquo. Pemberlakuan SIP seorang dokter tidak lepas
dari pemberlakuan STR-nya.
29.Bahwa Pasal 38 ayat (2) Praktik Kedokteran juncto Pasal 14 ayat
(1) Permenkes Nomor 2052 mengatur tentang pemberlakuan SIP
dan STR sebagai berikut :
Pasal 38 ayat (2) Praktik Kedokteran.
Surat izin praktik masih tetap berlaku sepanjang :
a. Surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter
gigi masih berlaku; dan
b. Tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam
surat izin praktik.
Pasal 14 ayat (1) Permenkes Nomor 2052.
“SIP berlaku sepanjang STR masih berlaku dan tempat praktik
masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIP dan dapat
diperpanjang selama memenuhi persyaratan”.
30.Bahwa dari ketentuan tersebut di atas maka sepanjang STR masih
berlaku maka SIP tetap berlaku sepanjang tempat praktik masih
sesuai dengan yang tercantum dalam SIP. Fakta membuktikan
STR milik Tergugat III masih berlaku ketika Tergugat III melakukan
perawatan terhadap almarhum Waluyo Sedjati di tempat Tergugat
I STR Tergugat III masih berlaku sampai dengan tanggal 7
Agustus 2016.
31.Bahwa Permenkes Nomor 2052 memberikan keleluasaan lebih
terkait masa berlakunya SIP dan STR aquo sebagaimana dalam
Pasal 14 ayat (3) sebagai berikut :
Pasal 14 ayat (3).
“Dalam keadaan STR habis berlakunya, SIP dapat diperpanjang
apabila permohonan perpanjangan STR telah diproses yang
24
24
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dibuktikan dengan tanda terima pengurusan yang dikeluarkan oleh
organisasi profesi dengan masa berlaku paling lama 6 (enam)
bulan.
32.Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 14 ayat (3) Permenkes
Nomor 2052 aquo bahkan pemerintah masih memberikan
perlindungan hukum pemberitahuan SIP selama 6 (enam_ bulan
terhadap seorang dokter yang STR-nya telah habis masa
berlakunya. Dengan demikian adanya ketentuan Pasal 14 ayat (3)
Permenkes Nomor 2052 di atas semakin kuat kewenangan
Tergugat III untuk melakukan praktik medis di tempat Tergugat I.
33.Kemudian berdasarkan Surat Edaran Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.HK/MENKES/1920/IX/2011 tanggal 12 September
2011 tentang Legalitas Izin Praktik Bagi Dokter Gigi Yang Dalam
Proses Registrasi Ulang (SE Menkes), menyatakan bahwa :
“ .... dokter dan dokter gigi yang telah menyerahkan persyaratan
untuk proses registrasi ulang penerbitan STR dan yang telah
memperoleh STTB yang dikeluarkan oleh Organisasi Profesi,
dapat menggunakan STTB yang dikeluarkan oleh Organisasi
Profesi, dapat menggunakan STTB tersebut sebagai bukti bahwa
yang bersangkutan secara resmi telah melakukan proses registrasi
ulang, sehingga secara otomatis SIP termasuk rekomendasi izin
praktik dinyatakan tetap berlaku selama 6 (enam) bulan sampai
proses registrasi ulang selesai”.
34.Bahwa dari SE Menkes tersebut jincto Pasal 14 ayat (3)
Permenkes Nomor 2052 dapat disimpulkan bahwa bagi dokter
yang STR nya telah habis masa berlakunya saja masih dinyatakan
berlaku SIP nya selama 6 (enam) bulan atau sampai proses
registrasi ulang selesai, sedangkan Tergugat III STR nya tidak
pernah habis masa berlakunya bahkan masih berlaku sampai
dengan 7 Agustus 2010.
35.Bahwa dengan demikian perpanjangan SIP Tergugat III pada
tanggal 3 Februari 2012 adalah tidak relevan dengan perkara aquo
25
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
karena STR Tergugat III masih berlaku sampai dengan 7 Agustus
2016 dan karenanya secara hukum Tergugat III masih memiiki
wewenang untuk memeriksa pasien termasuk almarhum Waluyo
Sedjati di tempat Tergugat I.
36.Bahwa sementara itu Pasal 29 ayat (1), (4) dan Pasal 36 UU
Praktik Kedokteran dan Pasal 13 ayat (1) UU Rumah Sakit
mengatur tentang kewajiban memiiki izin praktek bagi dokter dan
atau dokter gigi yang melakukan praktek kedokteran di rumah
sakit. Berdasarkan penjelasan di atas, oleh karena STR Tergugat
III tidak pernah habis masa berlakunya sehingga SIP nya pun
masih tatap berlaku, maka dengan demikian terbukti Para
Tergugat tidak melakukan pelanggaran terhadap Pasal 29 ayat (1),
(4) dan Pasal 36 UU Praktek Kedokteran dan Pasal 13 ayat (1) UU
Rumah Sakit.
37.Bahwa dengan demikian maka haruslah ditolak dalil Penggugat
dalam gugatannya Angka 24-34 Halaman 6-9 yang menyatakan
bahwa Tergugat I dan Tergugat II telah melanggar Pasal 29 ayat
(1), (4) dan Pasal 36 UU Prakttik Kedokteran dan Pasal 13 ayat (1)
UU Rumah Sakit karena membiarkan dokter melakukan praktik
tanpa ijin.
D. TINDAKAN PARA TERGUGAT DALAM MENERIMA DAN
MEMERIKSA SECARA MEDIS ALMARHUM WALUYO SEDJATI
TELAH MENDAPAT PERSETUJUAN DARI PASIEN DAN
PENGGUGAT SEBAGAIMANA TERSEBUT DALAM SURAT
PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN (INFORMED
CONSENT).
38.Bahwa haruslah ditolak dalil Penggugat pada Angka 32 butir (3)
Halaman 9 yang mengatakan bahwa Tergugat I dan Tergugat II
telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak
memberikan informasi dan penjelasan yang benar dan akurat
mengenai hal-hal yang terjadi sehubungan dengan perawatan dan
26
26
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
tindakan medis yang diterima oleh almarhum selama dirawat di RS
Premier.
39.Bahwa dalam dunia kedokteran, ketika melakukan tindakan medis
dan pelayanan secara kesehatan, maka seorang dokter dan/atau
sarana pelayanan kesehatan harus mendapat persetujuan dari
pasien dan/atau ahli warisnya yang dikenal dengan istilah
Persetujuan Tindakan Kedokteran atau “Informed Consent” :
40.Bahwa ketentuan tentang Informed Consent ini secara jelas diatur
dalam Pasal 45 ayat (1) s/d. (6) UU Praktik Kedokteran sebagai
berikut :
“Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi.
1) Setiap tindakan kedokteran atau kedoteran gigi yang akan
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus
mendapat persetujuan.
2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.
3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-
kurangnya mencakup :
a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. Tujuan tindakan yang dilakukan;
c. Alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan;
4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
diberikan baik secara tertulis maupun lisan.
5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang
mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan
tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan.
27
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedoteran
atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).,
ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan
Menteri
41. Bahwa dalam perkara aquo, Penggugat dan almarhum Waluyo
Sedjati telah memberikan persetujuan terhadap seluruh tindakan
medis dan/atau pelayanan sarana kesehatan yang dilakukan
Tergugat III di tempat Tergugat I. Adanya fakta yang demikian
membuktikan bahwa Penggugat tidak dapat menuntut Para
Tergugat secara hukum terhadap segala hal yang berkaitan
dengan tindakan medis dan pelayanan medis yang dilakukan oleh
Para Tergugat.
42.Bahwa Informed Consent, Surat Keterangan Perawatan dan Surat
Persetujuan Konsultasi ditandatangani baik oleh almarhum Waluyo
Sedjati maupun keluarga yang dapat dirinci sebagai berikut :
a. Surat Persetujuan Tindakan Kedokteran tanggal 14 Desember
2011 jam 19.30 WIB ditandatangani oleh almarhum Waluyo
Sedjati.
b. Keterangan Perawatan ICU/ICCU/NICU/PICU (Informed
Consent), tanggal 16 Desember 2011 jam 22.00 Wib
ditandatangani oleh almarhum Waluyo Sedjati;
c. Surat Persetujuan Konsultasi, tanggal 18 Desember 2011 jam
09.30 Wib ditandatangani oleh almarhum Waluyo Sedjati;
d. Surat Persetujuan Konsultasi, tanggal 18 Desember 2011 jam
09.20 Wib ditandatangani oleh Almarhum Waluyo Sedjati;
e. Keterangan Perawatan ICU/ICCU/NICU/PICU (Informed
Consent), tanggal 19 Desember 2011 jam 10.45 Wib
ditandatangani oleh Agung Priharso Wibowo;
f. Surat Persetujuan Tindakan Kedokteran, tanggal 20 Desember
2011 jam 16.45 Wib ditandatngani oleh Agung Prihasto
Wibowo;
28
28
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
g. Surat Persetujuan Tindakan Kedokteran, tanggal 20 Desember
2011 jam 18.20 Wib ditandatngani oleh Asti Sukma Pramesti.
h. Surat Persetujuan Konsultasi, tanggal 21 Desember 2011 jam
06.15 Wib ditandatangani oleh Agung Priharso Wibowo.
i. Surat Persetujuan Tindakan Kedokteran, tanggal 21 Desember
2011 jam 22.15 Wib ditandatngani oleh Asti Sukma Pramesti.
43.Bahwa di dalam Informed Consent angka (1) dan (7) terdapat
pernyataan sebagai berikut :
1) Saya telah menerima informasi mengenai diagnosis, tujuan,
sifat dan perlunya tindakan medis, tata cara tindakan yang
dilakukan, penjelasan akan bahaya, resiko dan komplikasi yang
dapat ditimbulkannya serta kemungkinan keberhasilan dan
kemungkinan yang timbul apabila tidak dilakukan tindakan
kedokteran tersebut di atas;
2) Saya telah memahami bahwa tindakan kedokteran yang
dilakukan mungkin tidak memberikan hasil yang diharapkan.
44.Bahwa adanya Informed Consent yang ditandatangani Penggugat
dan almarhum Waluyo Sedjati merupakan suatu PERSETUJUAN
dan PENGAKUAN terhadap Tergugat. Sebagaimana telah
disebutkan di atas bahwa Pengakuan adalah bukan hanya bukti
yang sempurna tetapi juga merupakan alat bukti yang bersifat
menentukan yang tidak memungkinkan pembuktian lawan dan
hakim wajib untuk menerima Pengakuan aquo.
45.Bahwa adanya fakta telah ditandatnganinya Informed Consent dan
disetujuinya segala tindakan medis dan pelayanan medis Para
Tergugat oleh almarhum Walujo Sedjati dan Penggugat,
membuktikan tidak terdapat pelanggaran hukum yang telah
dilakukan oleh Para Tergugat karena almarhum Walujo Sedjati
maupun Penggugat telah mengetahui segala resiko yang mungkin
terjadi. Dengan demikian, haruslah ditolak gugatan Penggugat
untuk seluruhnya.
29
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
E. DALIL KERUGIAN DAN GANTI RUGI PENGGUGAT TIDAK
BERDASAR HUKUM.
46.Bahwa dengan tegas Para Tergugat menolak dalil Penggugat
dalam gugatannya Halaman 10 Angka 38-39 serta Petitum
Halaman 11 Angka 5 tentang kerugian Penggugat akibat
perbuatan melawan hukum yang diduga telah dilakukan oleh Para
Tergugat (Quod Non).
47.Bahwa dalil Penggugat sebagaimana telah disebutkan pada
Halaman 10 Angka 38-39 serta Petitum Halaman 11 Angka 5
tentang kerugian Penggugat di atas merupakan pernyataan yang
tendesius, menyesatkan, tidak masuk akal dan tidak berdasarkan
hukum, dan oleh karena itu Para Tergugat menggunakan haknya
untuk mensomir Penggugat atas pernyataannya tersebut dan
menuntut Penggugat agar membuktikan kebenaraqn
pernyataannya tersebut di atas.
48.Bahwa permohonan ganti rugi yang didalilkan Penggugat Halaman
10 Angka 38-39 serta Petitum Halaman 11 Angka 5, Penggugat
mendalilkan adanya usia harapan hidup bagi almarhum Walujo
Sedjati selama 80 tahun. Dengan mendasarkan kepada usia
harapan hidup merupakan dasar yang sangat tidak masuk akal.
Sebagai manusia, kita tidak dapat mempredisksi sampai berapa
tahun usia seseorang mengingat sampai berapa usia manusia
merupakan hal yang berada di luar kemampuan manusia. Terlebih
lagi, kondisi almarhum Walujo Sedjati sebelum dilakukan tindakan
medis di Tergugat I telah memiliki komplikasi riwayat penyakit.
49.Bahwa sementara itu kita membuktikan bahwa dalil kerugian
sejumlah Rp.235.000.000,- (dua ratus tiga puluh lima juta rupiah)
yang didalilkan merupakan biaya perawatan selama di Tergugat I
merupakan dalil yang tidak berdasarkan hukum karena biaya
perawatan tersebut terbukti ditanggung oleh ansuransi PT. AJ
InHealth Indonesia.
30
30
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
50.Bahwa demikian pula permohonan ganti rugi immaterial sejumlah
USD 1,500,000 (satu juta lima ratus ribu Dollar Amerika Serikat)
sebagaimana didalilkan Penggugat dalam gugatnnya Halaman 10
Angka 38-39 serta Petitum Halaman 11 Angka 5 adalah tidak lebih
dari permohonan yang mengada-ada dan jauh dari fakta yang
sebenarnya serta tidak berdasarkan kepada bukti otentik yang
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Bahkan dalil
kerugian Penggugat hanya merupakan rekaan atau perkiraan yang
tidak dapat dibuktikan di persidangan yang terhormat ini.
51.Bahwa oleh karena terbukti tidak terdapat kelalaian yang dilakukan
oleh Para Tergugat sebagaimana didalilkan oleh Penggugat dalam
Gugatannya Angka 38 Halaman 10 maka dengan demikian dalil
kerugian immaterial yang mengada-ngada aquo haruslah ditolak.
52.Bahwa Mahkamah Agung RI dalam yurisprudensi tetapnya telah
menegaskan tentang hal ini yaitu :
a) Putusan MA-RI No.492 K/Sip/1970 tanggal 16 Desember 1970.
“Ganti kerugian sejumlah uang tertentu tanpa perincian
kerugian-kerugian dalam bentuk apa yang menjadi dasar
tuntutan itu, harus dinyatakan tidak dapat diterima, karena
tuntutan-tuntutan tersebut adalah tidak jelas/tidak sempurna”.
b) Putusan MA-RI No.550 K/Sip/1979 tanggal 8 Mei 1980.
“Karena gugatan ganti rugi tidak diperinci, lagi pula belum
diperiksa oleh judex factie, gugatan ganti rugi tersebut harus
dinyatakan tidak dapat diterima”.
c) Putusan MA-RI No. 19 K/Sip/1983 tanggal 3 September 1983.
“Karena gugatan ganti rugi tidak diperinci, lagi pula belum
diperiksa oleh judex factie, gugatan ganti rugi tersebut harus
dinyatakan tidak dapat diterima”.
d) Putusan MA-RI No. 588 K/Sip/1983 tanggal 28 Mei 1984.
“Tuntutan Penggugat mengenai ganti rugi, karena tidak disertai
dengan bukti-bukti harus ditolak”.
31
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
53.Bahwa dengan demikian permohonan ganti rugi yang telah
diajukan Penggugat dalam perkara aquo adalah beralasan hukum
untuk ditolak.
F. PERMOHONAN UANG PAKSA (DWANGSOM) TIDAK RELEVAN
DENGAN PETITUM GUGATAN PENGGUGAT YANG BERUPA
PEMBAYARAN GANTI KERUGIAN.
54.Bahwa adanya tuntutan pembayaran Uang Paksa (Dwangsom)
sejumlah Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) untuk setiap hari
kelalaian Para Tergugat mematuhi putusan Majelis Hakim
sebagaimana dimohonkan Penggugat dalam gugatannya pada
Halaman 11 Angka 6 adalah tidak sesuai dengan ketentuan
Hukum Acara Perdata Indonesia.
55.Bahwa hukum acara perdata Indonesia hanya mengenal istilah
Uang Paksa (Dwangsom) dalam hal berkaitan dengan adanya
keterlambatan terhadap pelaksanaan isi putusan yang tidak
berupa pembayaran sejumlah uang (Pasal 606A dan Pasal 606B
Rv).
56.Bahwa oleh karena Penggugat di dalam Petitumnya Halaman 11
Angka 6 yang menuntut pembayaran Ganti Rugi berupa sejumlah
uang dan sementara itu Uang Paksa (Dwangsom) hanya berlaku
untuk adanya keterlambatan terhadap pelaksanaan isi putusan
yang tidak berupa pembayaran sejumlah uang (Pasal 606A dan
Pasal 606B Rv) maka dengan demikian maka tuntutan uang paksa
(dwangsom) aquo tidaklah dapat diberlakukan sehingga sudah
seharusnya permohonan uang paksa (dwangsom) ditolak.
G. PERMOHONAN SITA JAMINAN TIDAK BERDASAR.
57.Bahwa dalil alasan permohonan sita jaminan yang sebagaimana
terdapat dalam Fundamentum Petendi gugatannya Halaman 11
Angka 41 adalah keliru dan tidak berdasarkan hukum karena jika
Penggugat akan melakukan permohonan sita jaminan harus
dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh Para Tergugat.
32
32
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 32
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
H. PERMOHONAN PUTUSAN PROVISI DAN PUTUSAN SERTA
MERTA (UIT VOERBAAR BIJ VOORRAD) TIDAK BERDASAR
HUKUM.
58.Bahwa tuntutan putusan Provisi dan Putusan Serta Merta (uit
voerbaar bij voorrad) yang diajukan Penggugat dalam Halaman 11
Angka 42 dan petitum Halaman 11 Angka 8 gugatannya adalah
sangat tidak berdasarkan hukum oleh karenanya harus ditolak. Hal
ini karena permohonan tersebut tidak memenuhi syarat-syarat
untuk dapat diberikan putusan provisi dan putusan uit voerbaar bij
voorrad sesuai dengan Surat Edaran MA-RI No. 3 Tahun 2000
yaitu :
a) Gugatan didasarkan pada bukti surat otentik atau surat tulisan
tangan (handsschrift) yang tidak dibantah kebenaran tentang isi
dan tanda tangannya, yang menurut undang-undang tidak
mempunyai kekuatan bukti;
b) Gugatan tentang hutang piutang yang jumlahnya sudah pasti
dan tidak dibantah;
c) Gugatan tentang sewa menyewa tanah, rumah, gudang dan
lain-lain, dimana hubungan sewa menyewa sudah habis/
lampau, atau penyewa terbukti melalaikan kewajibannya
sebagai penyewa yang beritikad baik;
d) Pokok gugatan mengenai tuntutan pembagian harta
perkawinan (gono gini) setelah putusan mengenai gugatan
cerai mempunyai kekuatan hukum tetap;
e) Dikabulkannya gugatan provisional dengan pertimbangan
hukum yang tegas dan jelas memenuhi Pasal 332 Rv;
f) Gugatan berdasarkan putusan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) dan mempunyai
hubungan dengan pokok gugatan yang diajukan;
g) Pokok sengketa mengenai bezitsrecht.
33
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
59.Bahwa dengan demikian, oleh karena permohonan putusan
Provisi dan putusan Serta Merta (uitvoerbaar bij voorraad) yang
diajukan Penggugat tidak memenuhi syarat-syarat yang telah
ditetapkan dalam Surat Edaran Nahkamah Agung RI sebagaimana
telah disebutkan di atas, maka sudah seharusnya permohonan
tersebut ditolak.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, maka Para Tergugat
mohon agar Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini dapat
memberikan putusan sebagai berikut :
DALAM EKSEPSI :
1. Menyatakan menerima eksepsi Para Tergugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet
Ontvankeijk verklaard);
DALAM POKOK PERKARA :
1. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan bahwa Para Tergugat tidak melakukan Perbuatan
Melawan Hukum;
3. Menolak permohonan ganti kerugian yang diajukan Penggugat
untuk selurunya;
4. Menolak permohonan pembayaran uang paksa (Dwangsom) yang
diajukan Penggugat untuk seluruhnya;
5. Menolak permohonan sita jaminan yang diajukan Penggugat untuk
seluruhnya;
6. Menolak permohonan putusan Serta Merta (uitvoerbaar bij
voorraad) yang diajukan Penggugat;
7. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara.
Atau
Apabila Majelis Hakim berpendapat lain Para Tergugat mohon
putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
34
34
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 34
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Jawaban Tergugat III :
I. DALAM KONPENSI :
A. DALAM EKSEPSI :
1. ALAMAT TERGUGAT III DALAM GUGATAN PENGGUGAT SALAH.
Bahwa alamat Tergugat III dalam Gugatan ditulis Penggugat di Jl.
Raya Jatinegara Timur, No. 85-87, Jakarta adalah alamat yang salah,
karena Tergugat III tidak pernah tinggal di alamat tersebut di atas,
tetapi yang benarTergugat III adalah tinggal dan beralamat di Jl.
Jenderal A. Yani I/C-13, RT. 009/RW.006, Kelurahan Pisangan Timur,
Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur, sesuai dengan Kartu Tanda
Penduduk NIK : 3175021108450004, atas nama Tergugat III, yang
diterbitkan oleh Lurah Pisangan Timur, yang mengatasnamakan
Camat Pulo Gadung, yang berlaku seumur hidup, sehingga dengan
demikian jelas gugatan Penggugat kabur oleh karena itu harus ditolak
atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.
2. SUBYEK PENGGUGAT KABUR DAN MENYESATKAN/OBSCUUR
LIBEL.
2.1. Bahwa gugatan Penggugat, mengenai Subyek Penggugatnya
kabur dan menyesatkan atau Obscuur Libel, karena telah
menggabungkan 2 (dua) penggugat yaitu Ny. ERWINA INDARTI
dan AGUNG PRIHASTO WIBOWO, yang merupakan 2 (dua)
subyek hukum (jamak) yang berbeda dan berdiri sendiri karena
masing-masing kedua subyek hukum tersebut mempunyai hak
dan kewajiban yang berbeda sebagai subyek hukum, serta
memiliki tujuan dan kepentingan hukum yang berbeda, dengan
digabungkannya 2 subyek hukum menjadi satu subyek hukum
dengan sebutan Penggugat menjadi tidak jelas atau kabur
mengenai subyek Penggugatnya, sehingga dalam perkara ini
tidak dapat dibedakan mana yang merupakan tindakan yang
dilakukan bersama-sama oleh Ny. ERWINA INDRARTI dan
AGUNG PRIHASTO WIBOWO dan mana tindakan yang
dilakukan sendiri-sendiri oleh Ny. ERWINA INDARTI atau
35
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 35
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
AGUNG PRIHASTO WIBOWO, karena faktanya tidak semua
tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh Penggugat selalu
dilakukan bersama-sama, seperti : ketika Almarhum Waluyo
Sedjati datang ke Tergugat I pada tanggal 14 Desember 2011
hanya ditemani oleh Ny. ERWINA INDARTI, dan pada saat itu
AGUNG PRIHASTO WIBOWO tidak menemani atau tidak ada di
lokasi Tergugat I, apakah tindakan tersebut dapat dikatakan
tindakan yang dilakukan oleh Penggugat ? Jawabannya tidak !!!
2.2. Bahwa dengan menggabungkan 2 subyek hukum yaitu Ny.
ERWINA INDARTI dan AGUNG PRIHASTO WIBOWO menjadi
satu dengan sebutan Penggugat, maka terbukti gugatan Para
Penggugat kabur dan menyesatkan/Obscuur Lebel.
3. GUGATAN PENGGUGAT KABUR DAN MENYESATKAN/OBSCUUR
LEBEL.
3.1. Bahwa Penggugat dalam gugatannya mendalilkan adanya
perbuatan kelalaian Medik (Vide pada butir 1-8 halaman 2-3
Surat Gugatan Penggugat), namun faktanya dalam gugatan
tersebut tidak ada satupun uraian atau dalil Penggugat yang
menguraikan perbuatan apa dan bagaimana dari Tergugat III
yang dapat dikatakan sebagai perbuatan kelalaian medik, justru
semua tindakan yang diuraikan oleh Penggugat adalah perbuatan
yang sesuai dengan prosedur medik dan prosedur hukum,
bahkan Tergugat III telah semaksimal mungkin telah melakukan
upaya untuk menyelamatkan jiwa Almarhum Waluyo Sedjati,
namun faktanya Allah S.W.T. berkehendak lain, sehingga
meninggalnya Almarhum Waluyo Sedjati adalah hal di luar
jangkauan Tergugat III, dan perlu dicacat juga sampai saat ini
belum ada fakta atau bukti yang menunjukkan bahwa
meninggalnya Almarhum Waluyo Sedjati adalah akibat tindakan
kelaian medik yang dilakukan oleh Tergugat III, tetapi
meninggalnya Almarhum Waluyo Sedjati adalah akibat penyakit-
penyakit yang dideritanya.
36
36
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 36
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
3.2. Berdasarkan hal tersebut di atas maka terbukti bahwa gugatan
Penggugat kabur dan menyesatkan/Obscuur Libel, oleh karena
itu harus ditolak atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.
4. GUGATAN PENGGUGAT PREMATUR.
4.1. Bahwa gugatan Penggugat prematur, karena dalam gugatan
Penggugat pada halaman 2 alinia pertama Penggugat
mendalilkan sebagai berikut “KELALAIAN DALAM
PENANGANAN MEDIS YANG DILAKUKAN OLEH TERGUGAT
III, PADA RUMAH SAKIT PREMIER JATINEGARA/TERGUGAT
I YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN Almarhum WALUJO
SEDJATI” dan butir 33 halaman 9 Surat Gugatan adalah
Prematur.
4.2. Bahwa berdasarkan dalil Penggugat di atas maka untuk menilai
kelalaian seorang Dokter dalam praktik kedokteran dan
Pelanggaran Kode etik adalah kewenangan dari Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), sehingga
seharusnya sebelum Penggugat mengajukan gugatan a quo,
Penggugat terlebih dahulu mengajukan Laporan kepada MKDKI
terlebih dahulu untuk dinilai apakah tindakan Tergugat III dalam
memberikan pelayanan medis terhadap almarhum Walujo Sedjati
adalah merupakan kelalaian medis atau bukan, dengan demikian
terbukti gugatan Penggugat Prematur.
4.3. Bahwa selain hal tersebut di atas Penggugat juga mendalilkan
bahwa Tergugat III telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum
melanggar ketentuan Pasal 77 UU No. 29 Tahun 2004, yang
bunyinya sebagai berikut :
Pasal 77
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas
berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi
masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau
dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau
surat tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin praktik
37
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 37
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling
banyak Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah)” (dikutip sesuai aslinya).
Adalah kewenangan Peradilan Pidana, dan tidak ada satupun
Putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap mengenai
perbuatan yang dituduhkan oleh Penggugat kepada Tergugat III,
dengan demikian terbukti gugatan Penggugat Prematur.
B. DALAM POKOK PERKARA.
1. Bahwa hal-hal yang telah diuraikan dalam Eksepsi oleh Tergugat III,
mohon dianggap pula telah termasuk dan merupakan bagian yang tidak
dapat terpisahkan dengan hal-hal tersebut dalam pokok perkara;
2. Bahwa pada dasarnya Tergugat III menolak seluruh dalil-dalil Penggugat
dalam gugatannya kecuali yang secara tegas diakui kebenarannya;
3. Bahwa tidak benar dalil-dalil gugatan Penggugat pada butir 1-8 halaman
2-3 surat gugatan, karena hal tersebut adalah pemutar balikan fakta yang
sebenarnya, khusus dalil gugatan pada butir 4 halaman 2 adalah dalil
yang sangat tidak etis dan sangat meragukan karena hal ini tidak
mungkin dapat dikonfirmasikan kepada Almarhum Waluyo Sedjati apakah
benar Almarhum Waluyo Sedjati pernah menceritakan hal tersebut
kepada Penggugat (dalam hal ini sangat kabur siapa Penggugat yang
dimaksud apakah Ny. ERWINA INDARTI dan AGUNG PRIHASTO
WIBOWO atau salah satu diantara mereka ? Sehingga hal ini sangat
berkaitan dengan Eksepsi Tergugat III butir 2 di atas), untuk meluruskan
dan memberikan fakta yang sebenarnya maka Tergugat III akan uraian
kronologis yang sebenarnya yaitu sebagai berikut :
3.1. Bahwa pada tanggal 18 Oktober 2011 almarhum Waluyo Sedjati
datangke Poliklinik Rumah Sakit Premier Jatinegara (Tergugat I), dari
hasil pemeriksaan EKG menunjukkan adanya VES bigemini
yang merupakan salah satu aritmia mayor. Saat itu Almarhum
Waluyo Soedjati mendapat terapi Ramipril dan Amiodarone. Tetapi
anti diabetes yang sudah lama diminum tetap dilanjutkan, dan saat itu
38
38
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 38
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Almarhum Waluyo Soedjati diberikan penjelasan tentang keadaan
penyakit jantung dan resiko yang berkaitan dengan aritmia mayor.
3.2.Pada tanggal 14 Desember 2011 Almarhum Waluyo Soedjati datang
kembali ke poliklinik Rumah Sakit Premier Jatinegara (Tergugat I).
Almarhum Waluyo Soedjati didiagnosa penyakit jantung koroner, MR.
Moderat, gagal jantung, dan hipertensi. Lalu Almarhum Waluyo
Sedjati diberi terapi Ramipril 2x5mg dan pada saat itu Almarhum
Waluyo Sedjati disarankan untuk melakukan pemeriksaan angiografi
dan PCI apabila diperlukan. Dan juga dijelaskan kepada Almarhum
Waluyo Sedjati bahwa resikonya adalah pendarahan di tempat yang
disuntuk, kemungkinan timbulnya penyempitan kembali setelah PCI
yang dapat timbul baik jangka panjang maupun pendek serta
penyumbatan mendandak pembuluh koroner. Setelah diberikan
penjelasan maka diberikan kesempatan kepada Almarhum Waluyo
Sedjati untuk bertanya apa bila ada hal-hal yang kurang jelas, dan
saat itu Almarhum Waluyo Sedjati menyatakan sudah jelas dan
memahami, lalu Almarhum Waluyo Sedjati setuju untuk
menandatangani surat persetujuan tindakan medis pada jam 19.30
WIB, dimana dalam surat persetujuan tersebut yang menjadi saksi
adalah Istri Almarhum Waluyo Sedjati dan satu tenaga medis RS
Premier Jatinegara. Selama anamnesis ditanyakan kepada
Almarhum Waluyo Sedjati apakah Almarhum Waluyo Sedjati pernah
menderita penyakit yang relevan dengan tindakan PCI, namun hal
tersebut tidak dijawab oleh Almarhum Waluyo Sedjati.
3.3.Bahwa dari rekam medis ternyata Almarhum Waluyo Sedjati
menderita berbagai kelainan antara lain hepatitis C, Sirosis hati, BPH,
Neurofibromatosis, kolelitiasis, kolesistitis kronik, batu uretra dekstra,
dan haemoroid, Almarhum Waluyo Sedjati ternyata pernah menjalani
laparoskopi, kolesistektomi, RPG, ekstripasi multiple lipoma.
3.4.Pada tanggal 16 Desember 2011, Almarhum Waluyo Sedjati beserta
istri (salah satu Penggugat) datang ke Rumah Sakit Premier
Jatinegara (Tergugat I), dan bila diperlukan dilakukan esok hari.
39
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 39
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
3.5.Bahwa sebelum melakukan tindakan medis terhadap Almarhum
Waluyo Sedjati maka dilakukan persiapan pra tindakan, pemeriksaan
laboratorium rutin. BT, CT, dan anamnesis serta pemeriksaan fisik
oleh Dokter Ruangan. Dilakukan tindakan angiografi dan direct
stenting di proksimal LAD dan D1 pada tanggal 17 Desember 2011
dengan DES. Hasil Baik (residul stenosis 0%) dimana lama prosedur
adalah kurang lebih 1 jam dan tidak terdapat penyulit. Terapi
diberikan sebelum tindakan adalah heparin 7500 unit dan Plavix 4
tablet, .lalu pasien dibawah ke ICCU dalam keadaan stabil, dan
kepada Istri Almarhum Waluyo Sedjati dijelaskan bahwa perawatan di
ICCU berlangsung 8 jam, dengan tujuan untuk melakukan monitoring
jantung, tekanan darah, nadi, dan keluaran urin.
3.6.Bahwa selama di ICCU, pasien dalam keadaan stabil, pasien
mengeluh nyeri saat buang air kecil dan terasa tidak lampias, lalu
Almarhum Waluyo Sedjati dipindahkan ke ruang rawat biasa lantai 6,
dan kemudian Almarhum Waluyo Sedjati dikonsultasikan kepada dr.
Arnold,Sp. U, dr. Pradana.Sp.PD-KEMD., dr. Suharko Sp PD-KEMD.,
Prof. Djoko Widodo,Sp.PD-KPTI..
3.7.Bahwa pada tanggal 19 Desember 2011 pagi Almarhum Waluyo
Sedjati mengeluh nyeri dada setelah dari kamar mandi dan dipindah
ICCU. EKG terdapat ST depresi. Lalu pada pukul 09.55 WIB
Almarhum Waluyo Sedjati dikunjungi oleh dr. Tedjasukmana, lalu
memberi saran terapi Cedocard SL., Imdur 1x1, Concor 1x5mg,
Arixtra 2.5. Disarankan oleh Tergugat III dengan Pemeriksaan Trop T
dan pemindahan Almarhum Waluyo Sedjati ke ruangan ICCU. Pada
pukul 11.30 Almarhum Waluyo Sedjati dikunjungi oleh Tergugat III
dan disarankan untuk rekateterisasi namun Almarhum Waluyo Sedjati
menolak. Lalu Trop T diperiksa dan terapi lain diteruskan, dan siang
hari Almarhum Waluyo Sedjati masih chest pain, lalu oleh Tergugat III
diberikan cedocard drip, nyeri mulai berkurang, namun pada malam
hari Almarhum Waluyo Sedjati merasakan nyeri pada penis saat
buang air kecil dan nyeri pada anus, Almarhum Waluyo Sedjati
mempunyai Haemoroid, saat itu keluhan chest pain minimal.
40
40
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 40
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
3.8.Bahwa pada tanggal 20 Desember 2011, keluhan nyeri pada dada
tidak ada, dan Tergugat III menerima laporan tensi 90/60, nadi 70/80,
diuresi 24 jam 240 cc. diberikan Dobutamin drip dan lasix 2 ampul.
Siang hari nadi Almarhum Waluyo Sedjati mendadak naik menjadi
170x/menit setelah pasien buang air kecil sambil duduk meskipun hal
itu sudah dilarang sebelumnya. Kemudian Waluyo Sedjati mengalami
asistol, dilakukan resusitasi jantung paru. Nadi Almarhum Waluyo
Sedjati kembali menjadi 40-60x/menit. Tekanan darah 60/40mmHg.
Almarhum Waluyo Sedjati diberikan Vascon drip dan dobutamin drip.
Episode bradikardi-hipotensi berlanjut hingga sore meskipun dosis
vascon dan dobutamin sudah dititrasi. Tergugat III dihubungi via
telefon dan mengintruksikan agar dipasang TPM. Pukul 17.00 wib
Tergugat III datang dan menginformasikan kepada Keluarga beserta
Almarhum Waluyo Sedjati untuk tindakan pemasangan TPM dan
kemungkinan intervensi koroner. Keluarga Almarhum Waluyo Sedjati
menyetujui tindakan dan menandatngani surat persetujuan tindakan
medis. Saat dilakukan angiogram pasca pemasangan TPM, didapat
thrombus di LAD dilakukan dilatasi dengan balon dan pemberian
integrillin. Tindakan berhasil dengan TIMI 2 Flow. Malam harinya
Almarhum Waluyo Sedjati tidak mau makan, hanya minum susu.
Nyeri dada berkurang.
3.9.Bahwa pada tanggal 21 Desember 2011 dini hari, Almarhum Waluyo
Sedjati muntah-muntah dan merasa mual. Saat pagi hari, keluhan
nyeri dada sudah berkurang lagi. Siang hari Almarhum Waluyo
Sedjati masih tidak mau makan, hanya minum air jahe. Sakit dada
sudah tak ada. Prof. Djoko Widodo sudah datang memberikan obat-
obat serta menambahkan stabixim 2x1gr. Pada malam hari Tergugat
III datang, pada saat itu Almarhum Waluyo Sedjati mengalami gelisah
dan duduk ingin buang air kecil. Setelah itu Almarhum Waluyo Sedjati
mengalami cardiorespiratoric arrest dan dilakukan resusitasi beserta
intubasi. Tindakan berhasil dengan nadi Almarhum Waluyo Sedjati
kembali 60x/menit dengan tensi 105/60 mmHg. Saat kejadian
disaksikan oleh keluarga Almarhum Waluyo Sedjati.
41
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 41
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
3.10.Bahwa pada tanggal 22 Desember 2011 hasil pemeriksaan
laboratorium menunjukan leukosit 19.400, CRP 62.4, PCT 1.7 suhu
pasien tinggi 38-39C. Tampak jelas sepsis pada Almarhum Waluyo
Sedjati. Stabixim diganti meronem dan pasien diberikan kalmetason.
Sore hari hasil laboratorium menunjukkan D-Dimer 10.900 Vascon
diganti adrenalin, Dosis inotropik maksimal, suhu pasien tinggi dan
GDS tetap tak terkontrol. Selama perawatan, GD tidak pernah
terkontrol baik dan menunjukkan kadar yang tinggi.
3.11.Tanggal 23 Desember 2011 dini hari, Almarhum Waluyo Sedjati
dinyatakan meninggal dunia dihadapan keluarga dan tenaga medis.
Sehingga berdasarkan hal tersebut di atas jelas dalil-dalil Gugatan
Penggugat pada butir 1-8 halaman 2-3 surat gugatan adalah
pemutarbalikan fakta dan hendaknya ditolak dan juga tidak berdasarkan
hukum dengan alasan hukum sebagai berikut :
1) Bahwa hubungan hukum antara Dokter dengan pasien adalah suatu
perjanjian berusaha (inspanningsverbintenis), sehingga dokter tidak
menjamin akan selalu berhasil di dalam pemberian tindakan medis
dan pengobatan, asalkan tindakan dokter tersebut dilakukan secara
lege artis (benar/baik/jelas dan lengkap). Maka seorang dokter tidak
dapat dipersalahkan terhadap suatu akibat yang mungkin timbul dari
suatu tindakan medik yang tidak dapat diduga sebelumnya, seperti :
anafilaktik shok pada pemberian anestesi atau obat lain sebagai
reaksi berlebihan dari tubuh pasien itu sendiri dan lain sebagainya. (J.
Gunawan,SH., Kelalaian Medik (Medikal Negligence), halaman 88,
terbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia).
2) Bahwa tindakan dokter terhadap pasiennya apa bila telah dilakukan
dengan kehati-hatian dan juga telah sesuai dengan standar medik
maka dokter tersebut tidak dapat dipersalahkan apabila timbul akibat
negatif dari tindakan medis dan pengobatan oleh dokter tersebut,
demikian juga halnya tindakan Tergugat III terhadap Almarhum
Waluyo Sedjati telah dilakukan dengan kehati-hatian dan juga telah
sesuai dengan standar medik, namun ajal adalah Takdir Tuhan yang
tidak dapat dihindari walau Tergugat III telah berusaha dengan
42
42
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 42
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
maksimal mungkin sesuai dengan standar medik, sehingga Tergugat
III tidak dapat dipersalahkan atas meninggalnya Almarhum Waluyo
Sedjati.
3) Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 45 UU No. 29 Tahun 2004
Tentang Praktik Kedokteran disebutkan bahwa setiap tindakan medis
yang diambil oleh seorang dokter harus mendapatkan persetujuan
dari pasien dan keluarga pasien, namun sebelumnya harus dijelaskan
secara lengkap tentang tindakan tersebut dan akibat-akibat yang
mungkin timbul dalam tindakan tersebut, adapun bunyi Pasal 45 UU
No. 29 Tahun 2004, selengkapnya adalah sebagai berikut :
1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus
mendapat persetujuan.
2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.
3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-
kurangnya mencakup :
a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. Alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan
baik secara tertulis maupun lisan.
5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang
mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan
tertulis yang ditandatngani oleh yang berhak memberikan
persetujuan.
6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran
atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
43
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 43
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
(2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturaturan
Menteri (dikutip sesuai aslinya).
4) Bahwa tindakan medis yang dilakukan oleh Tergugat III terhadap
Almarhum Waluyo Sedjati adalah telah sesuai dengan lege artis dan
telah sesuai dengan standar medik yaitu bahwa sebelum tindakan
medik yang dilakukan oleh Tergugat III terhadap Almarhum Waluyo
Sedjati terlebih dahulu Tergugat III menjelaskan kepada Almarhum
Waluyo Sedjati dan istrinya tindakan apa yang akan diambil dan apa
akibat yang kemungkinan timbul dari tindakan tersebut dan atas
penjelasan tersebut Almarhum Waluyo Sedjati dan istrinya setuju atas
apa tindakan medik yang akan dilakukan oleh Tergugat III, hal ini
dapat dilihat dan dibuktikan adanya persetujuan tindakan medis,
sehingga dengan demikian jelas bahwa tindakan medik yang
dilakukan oleh Tergugat III terhadap Almarhum Waluyo Sedjati adalah
telah sesuai dengan standar medik sebagaimana diatur dalam
ketentuan Pasal 45 UU No. 29 Tahun 2004.
5) Bahwa tindakan yang diambil oleh seorang dokter terhadap pasiennya
terkadang tidak sesuai dengan keinginan keluarga pasien terutama
bila kondisi si pasien menjadi memburuk, punya gejala sisa (cacat/
squele), atau meninggal dunia, namun bukan berarti membutuknya
keadaan pasien tersebut karena salah tindakan dari dokter justru
sering karena komplikasi dan perjalanan penyakit tersebut, hal ini
sejalan dengan pendapat Dr. Herry Setyaq Yudha Utama, SpB. Fina
Cs, dalam tulisannya yang berjudul “GUGATAN MALPRAKTEK
(MEDIK), LAGU LAMA DENGAN MELODI BARU” dalam alinia 4 yaitu
sebagai berikut :
“MALPRAKTEK sering disalahartikan oleh masyarakat, bukan saja
masyarakat biasa malah orang intelek pun sering salah arti malah
media dan infotainment juga sering salah, masyarakat sering
mengartikan MALPRAKTEK, suatu tindakan atau keadaan yang tidak
sesuai dengan harapannya sehingga tidak memuaskan harapan
dirinya, terutama bila kondisi pasien menjadi memburuk, punya gejala
sisa (cacat/Squele) atau meninggal dunia. Padahal membruknya
44
44
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 44
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
keadaan pasien sering bukan karena salah tindakan dokter justru
sering karena komplikasi dan perjalanan penyakitnya itu sendiri.
Perbedaan persepsi, biasanya disebabkan ketidakmampuan pihak
pasien untuk memahami logika edis bahwa upaya medis adalah
upaya yang penuh uncertainty dan hasilnyapun tidak dapat
diperhitungkan secara matematis karena sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain di luar control dokter untuk mengendalikannya (I.
Nasution), misalnya daya tahan tubuh, mekanisme pertahanan tubuh,
jenis dan tingkat virulensi penyakit, stadium penyakit, kualitas obat,
respon individu terhadap obat serta ketidak patuhan pasien dalam
mengikuti prosedur dan nasihat dokter”.
Demikian juga halnya dengan perkara Almarhum Waluyo Sedjati pada
saat datang ke Tergugat I, yang ditangani oleh Tergugat III dalam
kondisi yang mempunyai riwayat penyakit gula dan telah lama yaitu
sejak tahun 1993 dimana penyakit gulanya tidak terkendali, riwayat
pernah merokok, mempunyai riwayat keluarga yang mempunyai sakit
jantung, dan riwayat sakit darah tinggi, dan juga pada saat itu
rekaman irama jantung tidak teratur yang mayor (berat), sehingga
dengan demikian jelas bahwa Almarhum Waluyo Sedjati pada saat itu
telah mengalami komplikasi penyakit, selain hal tersebut di atas satu
hari sebelum Almarhum Waluyo Sedjati meninggal dunia, Almarhum
Waluyo Sedjati pernah menelpon anaknya yang bernama ASTI
SUKMA PRAMESTI, yang bekerja di Bank CIMB Niaga Purwokerto
dan setelah menelpon anaknya tersebut Alamarhum Waluyo Sedjati
menangis, dan keesokan harinya Almarhum Waluyo Sedjati
meninggal dunia, dan pada hal saat itu Tergugat III mengingatkan
keluarga Almarhum Waluyo Sedjati untuk menghindari hal-hal yang
dapat menimbulkan emosi, karena hal itu sangat berbahaya bagi
pasien yang mengalami serangan jantung sebab ada resiko yang
akan mempengaruhi jantungnya, sehingga tindakan yang dilakukan
oleh Tergugat III terhadap Almarhum Waluyo Sedjati adalah telah
sesuai dengan standar Pelayanan Medis, Standar Pelayanan profesi
dan Standar Pelayanan Operasional kedokteran dan hukum yang
45
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 45
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
berlaku, sebagaimana telah diuraikan dalam butir 5.1 sampai 5.11 di
atas.
4. Bahwa tidak benar dalil-dalil Gugatan Penggugat pada butir 9-14 halaman 3-5
Surat Gugatan, yang pada intinya menyatakan bahwa “rekam medis” yang
diberikan oleh Tergugat I adalah tidak sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan No. : 269/MENKES/PER/III/2008”, dengan alasan hukum sebagai
berikut :
4.1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 47 UU No. 29 Tahun 2004, bahwa
Rekam Medis adalah milik Sarana Pelayanan Kesehatan atau milik
Dokter yang bersifat rahasia, sehingga harus disimpan dan dijaga
kerahasiannya oleh Dokter atau pimpinan sarana Kesehatan sedangkan
isinya adalah milik Tergugat I selaku sarana pelayanan kesehatan, untuk
jelasnya bunyi Pasal 47 UU No. 29 Tahun 2004, sebagai berikut :
Pasal 47
1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan
kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien.
2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan
dan dijaga kerahasiannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan
sarana pelayanan kesehatan.
3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri” (dikutip sesuai
aslinya).
4.2.Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 47 UU No. 29 Tahun 2004 adalah
sudah tepat tindakan Tergugat I hanya memberikan ringkasan medik dari
Rekam Medis, oleh karena itu yang diberikan kepada Penggugat bukan
Rekam Medis tetapi hanya ringkasan medik dari Rekam Medis yang
merupakan hak Penggugat selaku keluarga pasien (Almarhum Waluyo
Sedjati), sehingga format dan bentuk isi rekam medis tidak mengacu
ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan No. : 269/MENKES?PER/
III/2008, (Lihat Permenkes baru) dan tidak ada aturan yang mengatur
tentang format baku dari isi atau ringkasan rekam medis yang akan
46
46
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 46
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
diberikan kepada keluarga Pasien ic. Penggugat, sebab rekam medis
adalah milik Tergugat I dan bersifat rahasia.
4.3.Berdasarkan hal tersebut di atas maka dalil-dalil Gugatan Penggugat
pada butir 9-14 halaman 3-5 Surat Gugatan harus ditolak karena tidak
berdasarkan memiliki dasar hukum.
5. Bahwa tidak benar dalil-dalil Gugatan Penggugat pada butir 14-23 halaman
5-6 Surat Gugatan, dengan alasan hukum sebagai berikut :
5.1. Bahwa pelanggaran ketentuan Pasal 77 UU No. 29 Tahun 2004, adalah
ranah hukum pidana bukan ranah hukum perdata, dan selain itu dengan
ini juga Tergugat III Mensomir Penggugat untuk membuktikan dalil-
dalilnya pada butir 14-23 halaman 5-6 Surat Gugatan.
5.2.Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas jelas bahwa dalil-dalil gugatan
Penggugat pada butir 14-23 halaman 5-6 Surat Gugatan harus ditolak
karena tidak memiliki dasar hukum.
6. Bahwa tidak benar dalil-dalil Gugatan Penggugat pada butir 24-28, 32, dan 34
halaman 6-9 Surat Gugatan, yang pada intinya menyatakan bahwa Tergugat
III telah melakukan praktik kedokteran secara illegal, karena izin praktik
Tergugat III telah habis pada tanggal 7 Agustus 2011 dan baru diperpanjang
pada tanggal 3 Pebruari 2012, adalah dalil-dalil Penggugat yang tidak
memiliki dasar hukum dengan alasan sebagai berikut :
6.1. Bahwa mengenai Surat Izin Praktik (SIP) Dokter milik Tergugat III telah
habis pada tanggal 7 Agustus 2011 tetapi Surat Tanda Registrasi (STR)
Dokter milik Tergugat III baru berakhir pada tanggal 7 Agustus 2016,
sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 38 ayat (2) UU No. 29 Tahun
2004, SIP milik Tergugat III masih tetap berlaku walau sudah habis masa
berlakunya, karena STR milik Tergugat III masih berlaku hingga 7
Agustus 2016, Tergugat III masih tetap berpraktik pada Tergugat I sesuai
dengan yang tercantum dalam SIP untuk jelasnya yang berbunyi Pasal
38 ayat (2) UU No. 29 Tahun 2004, sebagai berikut :
(2) Surat izin praktik masih tetap berlaku sepanjang :
47
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 47
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
a. surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi
masih berlaku; dan
b. tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam surat
izin praktik.
6.2. Bahwa hal tersebut di atas juga diperkuat dalam :
Pasal 14 ayat (3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/ MENKES/
PER/X/2011, Tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran,
memberikan keleluasaan lebih terkait masa berlakunya SIP dan STR
aquo sebagaimana dalam sebagai berikut :
Pasal 14 ayat (3)
“Dalam keadaan STR habis berlakunya SIP dapat diperpanjang apabila
permohonan perpanjangan STR telah diproses yang dibuktikan dengan
tanda terima pengurusan yang dikeluarkan oleh organisasi profesi
dengan masa berlaku paling lama 6 (enam) bulan”;
6.3. Demikian juga halnya dalam Surat Edaran Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.HK/MENKES/1920/IX/2011 tanggal 12 September 2011
tentang Legalitas izin Praktik Bagi Dokter/Dokter Gigi Yang Dalam Proses
Registrasi Ulang (SE Menkes), menyatakan bahwa :
“... dokter dan dokter gigi yang telah menyerahkan persyaratan untuk
proses registrasi ulang penerbitan STR dan yang telah memperoleh
STTB tersebut sebagai bukti bahwa yang bersangkutan secara resmi
telah melakukan proses registrasi ulang, sehingga secara otomatis SIP
termasuk rekomendasi izin praktik dinyatakan tetap berlaku selama 6
(enam) bulan atau sampai proses registrasi ulang selesai”.
6.4.Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas terbukti dalil-dalil gugatan
Penggugat pada butir 24-28, 32, dan 34 halaman 6-9 surat Gugatan,
harus ditolak karena tidak memiliki dasar hukum.
7. Bahwa tidak benar dalil-dalil gugatan Penggugat pada butir 35-39 halaman
9-10 surat gugatan, yaitu tentang permohonan ganti rugi, adalah tidak
mempunyai dasar hukum dengan alasan hukum sebagai berikut :
48
48
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 48
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
7.1. Bahwa berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas terbukti tak ada
satupun ketentuan hukum yang dilanggar oleh Tergugat III dalam
menangani Almarhum Walujo Sedjati, bahkan penangannya telah sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku dan sesuai dengan Standar
Profesi dan Standar Pelayanan Medik tindakan medis yang seharusnya,
selain itu hubungan hukum antara Dokter dengan pasien adalah suatu
perjanjian berusaha (inspanningsverbintenis), sehingga dokter tidak
menjamin akan selalu berhasil di dalam pemberian tindakan medis dan
pengobatan, sedangkan faktanya sebelum Almarhum Walujo Sedjati
melakukan pemeriksaan medis, Almarhum Walujo Sedjati memang
mempunyai banyak penyakit.
7.2.Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, permohonan ganti rugi yang
diajukan oleh Penggugat tidak mempunyai dasar hukum, oleh karena itu
dalil-dalil gugatan Penggugat pada butir 35-39 halaman 9-10 Surat
Gugatan tidak mempunyai dasar hukum.
8. Bahwa tidak benar dalil-dalil Gugatan Penggugat pada butir 40 halaman 10
surat gugatan Penggugat, yaitu tentang uang paksa (Dwangsom) adalah
tidak mempunyai dasar hukum karena berdasarkan Yurisprudensi MA No. :
1172 K/Pdt/2005 dan menurut Pasal 611 a ayat (1) kalimat terakhir B.Rv,
yang pada intinya menyatakan : lembaga uang paksa tidak dapat diterapkan
dalam suatu putusan yang mengandung diktum penghukuman membayar
sejumlah uang, karena penghukuman untuk membayar sejumlah uang itu
selalu dapat diwujudkan (misalnya dengan upaya paksa/eksekusi), sehingga
dengan demikia dalil-dalil Gugatan Penggugat pada butir 40 halaman 10
surat gugatan harus ditolak karena tidak memiliki dasar hukum.
9. Bahwa tidak benar dalil-dalil gugatan Penggugat pada butir 40 halaman 10
surat Gugatan, yaitu tentang Putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad),
dengan alasan hukum sebagai berikut :
9.1. Pasal 18 ayat (1) HIR dan 191 ayat (1) RBG menjelaskan syarat-syarat
yang harus dipenuhi hakim dapat menjatuhkan putusan serta merta,
adalah gugatan didasarkan atas suatu alas hak yang berbentuk akta
otentik, gugatan didasarkan atas akta di bawah tangan yang diakui, dan
49
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 49
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
putusan serta merta yang didasarkan pada putusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap.
9.1. Adapun Pasal 18 ayat (1) HIR dan 191 ayat (1) RBG menjelaskan syarat-
syarat yang harus dipenuhi hakim dapat menjatuhkan putusan serta
merta, adalah gugatan didasarkan atas suatu alas hak yang berbentuk
akta otentik, gugatan didasarkan atas akata di bawah tangan yang diakui,
dan putusan serta merta yang didasarkan pada putusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap.
9.2. Adapun Pasal 54-57 Rv pengaturannya lebih luas, Pasal 54 mengatur
syarat-syarat pengabulan dan pemberian jaminan atas pelaksanaan
putusan tersebut, Pasal 55 mengatur kebolehan pelaksanaan putusan
yang dijalankan lebih dahulu tanpa jaminan tertentu. Sedangkan Pasal 56
Rv memberi hak mengajukan putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu
pada tingkat banding.
9.3.Sementara itu, SEMA No. 3 Tahun 2000 ada tiga point penting yang
diatur. Pertama, para hakim harus betul-betul dan sungguh-sungguh
dalam mempertimbangkan dan memperhatikan serta mentaati syarat-
syarat yang harus dipenuhi sebelum mengabulkan putusan serta merta.
Kedua, tentang keadaan-keadaan tertentu dapat dijatuhkannya putusan
serta merta. Selain keadaan yang sudah diatur Pasal 18 ayat (1) dan 191
ayat (1) RBG, keadaan tertentu yang dimaksud adalah gugatan tentang
hutang-piutang yang jumlahnya sudah pasti dan tidak dibantah, Juga
gugatan tentang sewa-menyewa tanah, rumah, gedung dan lain-lain,
dimana hubungan sewa-menyewa sudah habis, atau penyewa terbukti
melalaikan kewajibannya sebagai Penyewa yang beritikad baik. Demikian
pula dikabulkannya ggatan provisi serta pokok sengketa mengenai
bezitsrecht. Ketiga, tentang adanya pemberian jaminan yang nilainya
sama dengan nilai barang/obyek eksekusi, sehingga tidak menimbulkan
kerugian pada pihak lain, apabila ternyata dikemudian hari dijatuhkan
putusan yang membatalkan putusan Pengadilan Tingkat Pertama.
9.4.Adapun SEMA No. 4 Tahun 2001, selain penegasan kembali mengenai
jaminan dalam SEMA terdahulu. SEMA ini menyatakan bahwa tdak boleh
50
50
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 50
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
ada putusan serta merta tanpa adanya jaminan yang sama nilainya
dengan nilai barang.
9.5.Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas terbukti dalil-dalil gugatan
Penggugat pada butir 40 halaman 10 Surat gugatan, tidak mempunyai
dasar hukum untuk dikabulkan.
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka hendaknya Majelis hakim
menolak gugatan dari Penggugat.
II. DALAM REKONPENSI :
1. Bahwa dalam jawaban ini juga Tergugat III Konpensi mengajukan gugatan
Rekonpensi terhadap Penggugat, untuk selanjutnya Tergugat III disebut
dengan Penggugat Rekonpensi/ Tergugat III Konpensi, sedangkan Ny.
ERWINA INDARTI selanjutnya disebut Tergugat I Rekonpensi/ Penggugat
dan AGUNG WIBOWO selanjutnya disebut Tergugat II Rekonpensi/
Penggugat.
2. Bahwa dalam hal-hal yang telah diuraikan Penggugat III Rekonpensi/
Tergugat III Konpensi dalam Eksepsi dan Pokok Perkara mohon dianggap
pula telah masuk dan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan
dengan hal-hal tersebut dalam Rekonpensi ini.
3. Bahwa pada tanggal 18 Oktober 2011, Almarhum Waluyo Sedjati datang
ke Poliklinik Rumah Sakit Primer, dari hasil pemeriksaan EKG
menunjukkan adanya VES bigemini yang merupakan salah satu petunjuk
adanya aritmia mayor. Saat itu Almarhum Waluyo Sedjati mendapat terapi
Ramipril dan Amiodarone. Terapi anti diabetes yang sudah lama diminum
tetap dilanjutkan dan saat itu Almarhum Waluyo Sedjati diberikan
penjelasan tentang keadaan penyakit jantung dan resiko yang berkaitan
dengan aritmia mayor.
4. Bahwa pada tanggal 14 Oktober 2011, Almarhum Waluyo Sedjati datang
kembali ke poliklinik Rumah Sakit Premier. Almarhum Waluyo Sedjati
didiagnosa penyakit jantung koroner, MR Moderat, gagal jantung, dan
hipertensi. Lalu Almarhum Waluyo Sedjati diberi terapi Ramipril 2x5mg,
Thromboaspilet 1x1, Bisoprolol 1x2,5mg, dan Clopidogrel 1x75mg dan
pada saat itu Almarhum Waluyo Sedjati disarankan untuk melakukan
51
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 51
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
pemeriksaan angiografi dan PCI apabila diperlukan. Dan juga dijelaskan
kepada Almarhum Waluyo Sedjati bahwa resikonya adalah pendarahan di
tempat yang disuntik, kemungkinan timbulnya penyempitan kembali
setelah PCI yang dapat timbul baik jangka panjang maupun pendek serta
penyumbatan mendadak pembuluh koroner. Setelah diberikan penjelasan
maka diberikan kesempatan kepada Almarhum Waluyo Sedjati untuk
bertanya apa bila ada hal-hal yang kurang jelas, dan saat itu Almarhum
Waluyo Sedjati menyatakan sudah jelas dan memahami, lalu Almarhum
Waluyo Sedjati setuju untuk menandatngani surat persetujuan tindakan
medis pada jam 19.30 WIB, dimana dalam surat persetujuan tersebut
yang menjadi saksi adalah Istri Almarhum Waluyo Sedjati (Tergugat I
Rekonpensi/Penggugat) dan satu tenaga medis RS Premier Jatinegara.
Selama anamnesis ditanyakan kepada Almarhum Waluyo Sedjati dan
Tergugat I Rekonpensi/Penggugat (istrinya) apakah Almarhum Waluyo
Sedjati pernah menderita penyakit yang relevan dengan tindakan PCI
namun hal tersebut tidak dijawab oleh Almarhum Waluyo Sedjati.
5. Bahwa dari rekam medis ternyata Almarhum Waluyo menderita berbagai
kelainan antara lain hepatitis C, Sirosis hati, BPH, Neurofibromatosis,
kolelitiasis, kolesistitis kronik, batu uretra dekstra, dan haemoroid. Dan
juga Almarhum Waluyo Sedjati ternyata pernah menjalani laparoskopi,
kolesisteknomi, RPG, ekstirpasi multiple lipoma.
6. Bahwa pada tanggal 16 Desember 2011, Alamarhum Waluyo Sedjati
datang pada malam hari untuk dilakukan tindakan angiografi dan PCI, dan
bila diperlukan dilakukan esok hari.
7. Bahwa sebelum melakukan tindakan medis terhadap Almarhum Waluyo
Sedjati maka dilakukan persiapan pra tindakan, pemeriksaan laboratorium
rutim. BT, CT, dan anamnesis serta pemeriksaan fisik oleh dokter
Ruangan. Dilakukan tindakan angiografi dan direct stenting di proksimal
LAD dan DI pada tanggal 17 Desember 2011 dengan DES. Hasil baik
(residul stenosis 0%), dimana lama prosedur adalah kurang lebih 1 jam.
Terapi diberikan sebelum tindakan adalah heparin 7500 unit dan Plavix 4
tablet, lalu pasien dibawa ke ICCU dalam keadaan stabil, dan kepada Istri
Almarhum Waluyo Sedjati (Tergugat I Rekonpensi/Penggugat) dijelaskan
52
52
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 52
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
bahwa perawatan di ICCU berlangsung 8 jam, dengan tujuan untuk
melakukan monitoring jantung, tekanan darah, nadi, dan keluaran rutin.
8. Bahwa selama di ICCU, pasien dalam keadaan stabil, pasien mengelum
nyeri saat buang air kecil dan terasa tidak lampias, lalu Almarhum Waluyo
Sedjati dipindahkan ke ruang rawat biasa lantai 6, dan kemudian
Almarhum Waluyo Sedjati dikonsultasikan kepada dr. Arnold,Sp.U, dr.
Pradana Sp.PD-KEMD., dr. Suharko Sp. PD-KEMD., Prof. Djoko Widodo,
Sp.PD-KPTI.
9. Bahwa pada tanggal 19 Desember 2011 pagi Almarhum Waluyo Sedjati
mengeluh nyeri dada setelah dari Kamar mandi dan dipindah ICCU. EKG
terdapat ST depresi. Lalu pada pukul 09.55 Wib Almarhum Waluyo Sedjati
dikunjungi oleh dr. Tedjasukmana lalu memberi saran terapi Cedocard
SL., Imdur 1x1, Concor 1x5mg, arixtra 2.5mg. Saran tersebut
ditambahkan oleh Penggugat III Rekonpensi/Tergugat III Konpensi
dengan Pemeriksaan Trop T dan pemindahan Almarhum Waluyo Sedjati
ke ruangan ICCU. Pada Pukul 11.30 Almarhum Waluyo Sedjati dikunjungi
oleh Penggugat Rekonpensi/Tergugat III Konpensi, dan disarankan untuk
rekateterisasi namun Almarhum Waluyo Sedjati menolak. Lalu Trop T
diperiksa dan terapi lain diteruskan, dan siang hari Almarhum Waluyo
Sedjati masih chest pain, lalu oleh Penggugat III Rekonpensi/Tergugat III
Konpensi diberikan cedocard drip, nyeri mulai berkurang, namun pada
malam hari Almarhum Waluyo Sedjati merasakan nyeri pada penis saat
buang air kecil dan nyeri pada anus, Almarhum Waluyo Sedjati
mempunyai Haemoroid, keluhan chest pain minimal.
10.Pada tanggal 20 Desember 2011, keluhan nyeri pada dada tidak ada, dan
Prof. Harmani menerima laporan tensi 90/60, nadi 70/80, diuresi 24 jam
240cc. diberikan Dobutamin drip dan lasix 2 ampul. Siang hari nadi
Almarhum Waluyo Sedjati mendadak naik menjadi 170x/menit setelah
pasien buang air kecil sambil duduk meskipun hal itu sudah dilarang
sebelumnya. Kemudian Almarhum Waluyo Sedjati mengambil asistol,
dilakukan resusitasi jantung paru. Nadi Almarhum Waluyo Sedjati kembali
menjadi 40-60x/menit. Tekanan darah 60/40 mmHg. Almarhum Waluyo
Sedjati diberikan Vascon drip dan dobutamin drip. Episode bradikardi-
53
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 53
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
hipotensi berlanjut hingga sore meskipun dosis vascon dan dobutamin
sudah dititrasi. Tergugat III dihubungi via telepon dan menginstruksikan
agar dipasang TPM. Pukul 17.00 Wib Penggugat III Rekonpensi/Tergugat
III Konpensi datang dan menginformasikan kepada keluarga beserta
Almarhum Waluyo Sedjati untuk tindakan pemasangan TPM dan
kemungkinan intervensi koroner. Keluarga Almarhum Waluyo Sedjati
menyetujui tindakan dan menadatangani surat persetujuan tindakan
medis. Saat dilakukan angiogram pasca pemasangan TPM, didapat
thrombus di LAD dilakukan dilatasi dengan balon dan pemberian
integrillin. Tindakan berhasil dengan TIMI 2 Flow. Malam harinya
Almarhum Waluyo Sedjati tidak mau makan, hanya minum susu. Nyeri
dada berkurang.
11. Pada tanggal 21 Desember 2011 dini hari, Almarhum Waluyo Sedjati
muntah-muntah dan merasa mual. Saat pagi hari, keluhan nyeri dada
sudah berkurang kagi. Siang hari Almarhum Waluyo Sedjati masih tidak
mau makan, hanya minum air jahe. Sakit dada sudah tak ada. Prof. Djoko
Widodo sudah datang memberikan obat-obat serta menambahkan
stabixim 2x1 gr. Pada malam hari Prof. Hermani datang, pada saat itu
Almarhum Waluyo Sedjati mengalami gelisah dan duduk ingin buang air
kecil. Setelah itu Almarhum Waluyo Sedjati mengalami cardiorespiratoric
arrest dan dilakukan resusitasi beserta intubasi. Tindakan berhasil dengan
nadi Almarhum Waluyo Sedjati kembali 60x/menit dengan tensi 105/60
mmHg. Saat kejadian disaksikan oleh keluarga Almarhum Waluyo Sedjati.
12.Pada tanggal 22 Desember 2011 hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukan leukosit 19.400, CRP 62,4, PCT 1.7 suhu pasien tinggi
38-39C. Tampak jelas sepsis pada Almarhum Waluyo Sedjati. Stabixim
diganti meronem dan pasien diberikan kalmetason. Sore hari hasil
laboratorium menunjukkan D-Dimer 10.900. Vascon diganti adrenalin,
Dosis inotropik maksimal, suhu pasien tinggi dan GDS tetap tak terkontrol.
Selama perawatan, DG tidak pernah terkontrol baik dan menunjukkan
kadar yang tinggi.
13.Tanggal 23 Desember 2011 dini hari, Alamarhum Waluyo Sedjati
dinyatakan meninggal dunia dihadapan keluarga dan tenaga medis.
54
54
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 54
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
14.Bahwa hubungan hukum antara Dokter dengan pasien adalah suatu
perjanjian berusaha (inspanningsverbintenis), sehingga dokter tidak
menjamin akan selalu berhasil didalam pemberian tindakan medis dan
pengobatan, asalkan tindakan dokter tersebut dilakukan secara lege artis
(benar/baik/jelas dan lengkap). Maka seorang dokter tidak dapat
dipersalahkan terhadap suatu akibat yang mungkin timbul dari suatu
tindakan medik yang tidak dapat diduga sebelumnya, seperti : anafilaktik
syok pada pemberian anestasi ata obat lain sebagai reaksi berlebihan dari
tubuh pasien itu sendiri dan lain sebagainya. (J. Gunawan,SH., Kelainan
Medik (Medikal Negligence), halaman 88, terbitan Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia).
15.Bahwa tindakan dokter ic. Penggugat rekonpensi/Tergugat III Konpensi
terhadap pasiennya ic. Almarhum Waluyo Sedjati apa bila telah dilakukan
dengan kehati-hatian dan juga telah sesuai dengan standar medik maka
dokter tersebut tidak dapat dipersalahkan apabila timbul akibat negative
(sesuatu yang tidak pernah diperhitungkan sebelumnya oleh ilmu
Kedokteran) tindakan medis dan pengobatan oleh dokter tersebut.
16.Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 45 UU No. 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran disebutkan bahwa setiap tindakan medis yang diambil
oleh seorang dokter harus mendapatkan persetujuan dari pasien dan
keluarga pasien, namun sebelumnya harus dijelaskan secara lengkap
tentang tindakan tersebut dan akibat-akibat yang mungkin timbul dalam
tindakan tersebut, adapun bunyi Pasal 45 UU No. 29 Tahun 2004,
selengkapnya adalah sebagai berikut :
Pasal 45
1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan
oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat
persetujuan.
2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah
pasien mendapat penjelasan secara lengkap.
3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya
mencakup :
55
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 55
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. Alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan
baik secara tertulis maupun lisan.
5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung
risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang
ditandatngani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
(3), ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
17.Bahwa tindakan medis yang dilakukan oleh Penggugat Rekonpensi/
Tergugat III Konpensi terhadap Almarhum Waluyo Sedjati adalah telah
sesuai dengan lege artis dan telah sesuai dengan standar medik yaitu
bahwa sebelum tindakan medik yang dilakukan oleh Penggugat
Rekonpensi/Tergugat III Konpensi terhadap Almarhum Waluyo Sedjati
terlebih dahulu Penggugat Rekonpensi/Tergugat III Konpensi menjelaskan
kepada Almarhum Waluyo Sedjati dan istrinya (Tergugat I Rekonpensi/
Penggugat Konpensi) tindakan apa yang akan diambil dan apa akibat
yang kemungkinan timbul dari tindakan tersebut dan atas penjelasan
tersebut Almarhum Waluyo Sedjati dan istrinya (Tergugat I Rekonpensi/
Penggugat Konpensi) setuju atas apa tindakan medik yang akan
dilakukan oleh Penggugat Rekonpensi/Tergugat III Konpensi, hal ini dapat
dilihat dan dibuktikan adanya persetujuan tindakan medis, sehingga
dengan demikian jelas bahwa tindakan medik yang dilakukan oleh
Penggugat Rekonpensi/Tergugat III Konpensi terhadap Almarhum Waluyo
Sedjati adalah telah seuai dengan standar medik sebagaimana diatur
dalam ketentuan Pasal 45 UU No. 29 Tahun 2004.
56
56
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 56
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
18.Bahwa kemudian timbul masalah yaitu adanya klaim dari Tergugat I
Rekonpensi/Penggugat Konpensi dan Tergugat II Rekonpensi/Penggugat
Konpensi (pihak keluarga Almarhum Waluyo Sedjati) yang dinyatakan
bahwa tindakan medik yang dilakukan oleh Penggugat Rekonpensi/
Tergugat III Konpensi terhadap Almarhum Waluyo Sedjati adalah tidak
sesuai dengan standar medis adalah klaim yang tidak berdasar, karena
sebagaimana tersebut di atas dan juga dalam kronologis terbukti bahwa
Penggugat Rekonpensi/Terggat III Konpensi dalam melakukan tindakan
medik terhadap Almarhum Waluyo Sedjati selalu memberikan penjelasan
tentang apa tindakan yang akan diambil dan akibat yang akan muncul dari
tindakan tersebut dan selalu memberikan kesempatan baik kepada
Almarhum Bapak Waluyo Sedjati dan Istrinya (Tergugat Rekonpensi/
Penggugat Konpensi) untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas,
namun selalu dijawab sudah jelas dan hal ini dibuktikan dalam setiap
tindakan medik yang dilakukan oleh Penggugat Rekonpensi/Tergugat III
Konpensi terhadap Bapak Waluyo Sedjati selalu mendapat persetujuan
tindakan medis, dimana persetujuan tersebut dibuat tanpa ada paksaan
dari pihak Penggugat Rekonpensi/Tergugat III Konpensi juga dari pihak
Rumah Sakit Premier Jatinegara, sehingga tindakan Tergugat I
Rekonpensi/Penggugat Konpensi dan Tergugat II Rekonpensi/Penggugat
Konpensi, yang mendalilkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh
Penggugat Rekonpensi/Tergugat III Konpensi terhadap Almarhum Waluyo
Sedjati adalah perbuatan melawan hukum.
19.Bahwa tindakan Tergugat I Rekonpensi/Penggugat Konpensi dan
Tergugat II Rekonpensi/Penggugat Konpensi dalam dalil-dalil ggatannya
pada butir 24-28, 32 dan 34 halaman 6-9 Surat Gugatan, yang telah
menjustice dan menuduh Penggugat Rekonpensi/Tergugat III Konpensi
telah melakukan praktik kedokteran secara illegal, karena izin praktik
Penggugat Rekonpensi/Tergugat III Konpensi telah habis pada tanggal 7
Agustus 2011, adalah dalil-dalil Penggugat yang tidak memiliki dasar
hukum dengan alasan hukum sebagai berikut :
a. Bahwa Surat Izin Praktik (SIP) Dokter milik Penggugat Rekonpensi/
Tergugat III Konpensi telah habis pada tanggal 7 Agustus 2011,
57
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 57
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
namun Surat Tanda Registrasi (STR) Dokter milik Penggugat
Rekonpensi/Tergugat III Konpensi baru berakhir pada tanggal 7
Agustus 2016, sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 38 ayat (2) UU
No. 29 Tahun 2004, SIP milik Penggugat Rekonpensi/Tergugat III
Konpensi masih tetap berlaku walau sudah habis masa berlakunya,
karena STR milik Penggugat Rekonpensi/Tergugat III Konpensi masih
berlaku hingga 7 Agustus 2016, dan Penggugat Rekonpensi/Tergugat
III Knpensi masih tetap berpraktik pada Rumah Sakit Premier
Jatinegara, untuk jelasnya yang berbunyi Pasal 38 ayat (2) UU No. 29
Tahun 2004, sebagai berikut :
(3) Surat izin praktik masih tetap berlaku sepanjang :
c. surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi
dokter gigi masih berlaku, dan
d. tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam
surat izin praktik.
b. Bahwa hal tersebut di atas juga diperkuat dalam : Pasal 14 ayat (3)
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/MENKES/PER/X/2011,
tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran, memberikan
keleluasaan lebih terkait masa berlakunya SIP dan STR aquo
sebagaimana dalam sebagai berikut :
Pasal 14 ayat (3)
“Dalam keadaan STR habis berlakunya, SIP dapat diperpanjang apabila
permohonan perpanjangan STR telah diproses yang dibuktikan dengan
tanda terima pengurusan yang dikeluarkan oleh organisasi profesi
dengan masa berlaku paling lama 6 (enam) bulan”.
c. Demikian juga halnya dalam Surat Earan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.HK/MENKES/1920/IX/2011 tanggal 12 September 2011
tentang Legalitas Izin Praktik Bagi Dokter/Dokter Gigi Yang Dalam
Proses Registrasi Ulang, menyatakan bahwa :
“....dokter dan dokter gigi yang telah menyerahkanTTB yang dikeluarkan
oleh Organisasi Profesi, dapat menggunakan STTB tersebut sebagai
bukti bahwa yang bersangkuan secara resmi telah melakukan proses
58
58
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 58
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
registrasi ulang, sehingga secara otomatis SIP termasuk rekomendasi
izin praktik dinyatakan tetap berlaku selama 6 (enam) bulan atau sampai
proses registrasi ulang selesai”.
d. Bahwa berdasarkan terbukti atau tidak benar tuduhan Tergugat I
Rekonpensi/Penggugat Konpensi dan Tergugat II Rekonpensi/
Penggugat Konpensi yang menyatakan bahwa Penggugat Rekonpensi/
Tergugat III Konpensi telah melakukan praktik kedokteran secara iilegal,
oleh karena itu tindakan Tergugat I Rekonpensi/Penggugat Konpensi
dan Tergugat II Rekonpensi/Penggugat Konpensi tersebut adalah
perbuatan melawan hukum.
20. Bahwa akibat dari tindakan Perbuatan Melawan Hukum yang telah
dilakukan oleh Tergugat I Rekonpensi/Penggugat Konpensi dan Tergugat II
Rekonpensi/Penggugat Konpensi telah menimbulkan kerugian bagi
Penggugat Rekonpensi/Tergugat III Konpensi, yaitu :
a. Kerugian materiil yaitu biaya yang ditimbulkan akibat ulah Tergugat I
Rekonpensi/Penggugat Konpensi dan Tergugat II Rekonpensi/Penggugat
Konpensi mengajukan gugatan dalam perkara a quo adalah sebesar
Rp.1.819.000.000,- (satu milyar delapan ratus sembilan belas juta
rupiah).
b. Kerugian materiil, yaitu rusaknya nama Penggugat Rekonpensi/Tergugat
III Konpensi dimata pasien-pasien, relasi, dan teman sejawat dan juga
telah menimbulkan beban Psikologis yang sangat berat bagi Penggugat
Rekonpensi/Tergugat III Konpensi, yang dalam hal ini Penggugat
Rekonpensi/Tergugat III Konpensi mengajukan ganti rugi sebesar
USD.1,500,000 (satu juta lima ratus ribu Dollar Amerika).
21. Bahwa untuk melindungi kepentingan Penggugat Rekonpensi/Tergugat III
Konpensi/Tergugat III Konpensi agar Tergugat I Rekonpensi/Penggugat
Konpensi tidak lari dari tanggung jawabnya untuk membayar ganti rugi
akibat perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan oleh Tergugat I
Rekonpensi/Penggugat Konpensi dan Tergugat II Rekonpensi/Penggugat
Konpensi, maka Penggugat Rekonpensi/Tergugat III Konpensi mohon sita
jaminan atas tanah dan bangunan di atasnya yang terletak di Jl. Kayu Manis
59
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 59
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Barat, Gg. K-1, No. 30, RT. 010/RW.002, Kelurahan Kayu Manis,
Kecamatan Matraman, Jakarta Timur, dengan batas-batas sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Gang K-1, Kayumanis Barat;
- Sebelah Barat berbatasan dengan Rumah No. 31 milik Bapak Uha
Suhara;
- Sebelah Timur berbatasan dengan Rumah No. 28 milik Bapak
Sudarsono;
- Sebelah Selatan berbatasan dengan rumah No. 9, milik Bapak Selamet.
Untuk selanjutnya bila penetapan sita jaminan telah dilakukan maka
menyatakan sah dan berharga sita jaminan tersebut.
22. Bahwa karena gugatan ini didasarkan pada bukti-bukti yang sah dan
meyakinkan menurut hukum dan tidak dapat disangkal kebenarannya, maka
berdasarkan Pasal 180 HIR, Penggugat mohon agar putusan ini dapat
dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum verzet, Banding,
Kasasi, atau uapaya hukum lainnya (UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD),
untuk mencegah kerugian yang lebih besar bagi Penggugat.
Maka berdasarkan hal tersebut di atas, mohon agar Pengadilan Negeri Jakarta
Timur berkenan kiranya memutuskan dan menetapkan sebagai berikut :
I. DALAM KONPENSI.
A. DALAM EKSEPSI.
- Menerima Eksepsi Tergugat III untuk seluruhnya.
B. DALAM POKOK PERKARA.
- Menolak gugatan Penggugat seluruhnya.
II. DALAM REKONPENSI.
1. Mengabulkan gugatan Rekonpensi Penggugat Rekonpensi/Tergugat III
Konpensi untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Tergugat I Rekonpensi/Penggugat Konpensi dan Tergugat II
Rekonpensi/Penggugat Konpensi telah melakukan perbuatan melawan
hukum;
60
60
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 60
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
3. Menghukum Tergugat I Rekonpensi/Penggugat Konpensi dan Tergugat II
Rekonpensi/Penggugat Konpensi untuk membayar ganti kerugian yaitu
kerugian materiil Rp.1.819.000.000,- (satu milyar delapan ratus sembilan
belas juta rupiah) dan immateriil sebesar USD.1,500,000 (satu juta lima
ratus Dollar Amerika);
4. Meletakkan sita jaminan (conservatoir beslag) atas tanah dan bangunan di
atasnya yang terletak di Jl. Kayu Manis Barat, Gg. K-1, No. 30, RT. 010/
RW.002, Kelurahan Kayu Manis, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur,
dengan batas-batas sebagai berikut :
• Sebelah utara berbatasan dengan Gang K-1, Kayumanis Barat;
• Sebelah Barat berbatasan dengan rumah No. 31 milik Bapak Uha
Suhara;
• Sebelah Timur berbatasan dengan rumah No. 28 milik Bapak
Sudarsono;
• Sebelah Selatan berbatasan dengan rumah No. 9 milik Bapak
Selamet.
5. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang telah diletakkan dalam
perkara ini;
6. Menyatakan putusan dalam perkara ini dapat dijalankan lebih dahulu
walaupun ada perlawanan (Verzet), Banding atau Kasasi.
III. DALAM KONPENSI DAN REKONPENSI.
• Menghukum Tergugat I Rekonpensi/Penggugat Konpensi dan
Tergugat II Rekonpensi/Penggugat Konpensi membayar biaya
perkara yang timbul dalam perkara ini.
Atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon keadilan yang
seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono).
Menimbang, bahwa atas jawaban dari Tergugat tersebut, Penggugat
menyampaikan Replik tertanggal 18 Pebruari 2013 dan atas Replik tersebut
para Tergugat melalui Kuasa Hukumnya telah pula menyampaikan Dupliknya
masing-masing tertanggal 25 Pebruari 2013 yang mana jawab-jinawab dari para
pihak tersebut selengkapnya sebagaimana yang tersebut dalam Berita Acara
61
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 61
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
persidangan perkara ini dan untuk menyingkat isi putusan ini jawab-jinawab dari
para pihak tersebut dianggap termuat dan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dalam putusan ini;
Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya Penggugat
telah mengajukan bukti surat yaitu berupa :
1. Foto copy Rekening Pasien atas nama WALUYO SEDJATI pada Rumah
Sakit Premier Jatinegara, diberi tanda P-1;
2. Foto copy Surat Kelurahan atas pelayanan Tergugat I dan
ketidakpuasan tindakan dari Tergugat III tertanggal 9 Januari 2013, diberi
tanda P-2;
3. Foto copy Surat dari Penggugat kepada pihak Tergugat I mengenai hasil
pertemuan yang dilakukan pada tanggal 3 Pebruari 2012, diberi tanda
P-3;
4. Foto copy Surat Penggugat kepada Tergugat I tertanggal 9 April 2012
mengenai tindak lanjut penyelesaian kasus atas meninggalnya Almarhum
WALUYO SEDJATI, diberi tanda P-4;
5. Foto copy Surat No. 081/Dir/RSPJ/IV/IV/2012 tertanggal 13 April 2012
tentang tanggapan dari Tergugat I atas surat Penggugat tanggal 9 April
2012, diberi tanda P-5;
6. Foto copy Resume Medis atas WALUYO SEDJATI yang dikeluarkan oleh
Tergugat I dan ditandatangani oleh Tergugat III, diberi tanda P-6;
Menimbang, bahwa bukti surat P-1 sampai dengan P-4 telah disesuaikan
dengan aslinya di persidangan dan telah dibubuhi dengan meterai yang cukup;
Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil-dalil sangkalannya, Tergugat
I dan Tergugat II telah mengajukan bukti surat sebagai berikut :
1. Foto copy Surat persetujuan Tindakan Kedokteran, tanggal 20 Desember
2011 Jam 18.20 Wib ditandatangani oleh Asti Sukma Pramesti ( diberi
tanda T-1 );
2. Foto copy Surat Persetujuan Tindakan Kedokteran tertanggal 21
Desember 2011 ( diberi tanda T-2 );
62
62
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 62
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
3. Foto copy Resume Medis atas nama almarhum Waluyo Sedjati pada
tanggal 2 Juli 2012 ( diberi tanda T-3 );
4. Foto copy Surat Tanda Regidtrasi No. 311140221024238 atas nama
Harmani Kalim, berlaku 7 Agustus 2011-7 Agustus 2016 ( diberi tanda
T-4 );
5. Foto copy Surat ijin Praktik No.2.2.01.3`72.2401/5.30.05/08/16.1 atas
nama Dr.Harmani Kalim Sp.JP ditetapkan pada Juli 2008 ( diberi tanda
T-5 );
6. Foto copy Surat Ijin Praktek No.2.2.01.3172.2401/5.30.05/08.16.1 atas
nama dr Harmani Kalim Sp.Jp ditetapkan pada 8 Pebruari 2012 ( diberi
tanda T-6 );
7. Foto copy Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2053 /
MENKES / PER/ IX/ 2011 YANG DIUNDANGKAN TANGGAL 28 Oktober
2011 tentang izin Praktek Dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran ( diberi
tanda T-7 );
8. Foto copy Surat Persetujuan tindakan Kedokteran, tanggal 14 Desember
2011 ditandatangani oleh almarhum WALUJO SEDJATI ( diberi tanda
T-8 );
9. Foto copy Informed Consent Perawatan ICU/ICCU/NICU/PICU, tanggal
16 Desember 2011 ditandatangani oleh almarhum WALUJO SEDJATI
( diberi tanda T-9 );
10.Foto copy Surat persetujuan konsultasi Dokv./TER Spesialis Urologi,
tanggal 18 Desember 211 Jam 09.20 WIB ditandatangani oleh almarhum
WALUJO SEDJATI ( diberi tanda T-10 );
11.Foto copy Surat Persetujuan Konsultasi Dokter Spesialis Urologi, tangal
18 Desember 2011 Jam 9.20 ditaoyr2’.ndatangan oleh almarhum
WALUJI SEDJATI ( diberi tanda T-11 );
12.Foto copy Informed Consert Perawatan ICU/ICCU/NICU/PICU, tanggal
19 Desember 2011 ditandatangani oleh Agung Prihasto Wiboxo ( diberi
tanda T-12 );
13.Foto copy Surat Persetujuan Tindaka Kedokteran, tanggal 20 Desember
2011 Jam 16.45 WIB ditandatangani oleh Agung Priaso Wibowo ( diberi
tanda T-13 );
63
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 63
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
14.Foto copy Surat Persetujuan Konsultasi Dokter Spesialis Penyakit dalam
tanggal 21 Desember 2011 Jam 06.15 WIB, ditandatangani oleh Aging
Prihasto Wibowo ( diberi tanda T-14 );
15.Foto copy Rincian pembayaran sejumlah Rp. 252.670.151,37 yang
ditanggung oleh asuransi PT.AJ INhealth Indonesia kepada tergugat I
untuk seluruh tindakan medis terhadap almarhum WALUJO SEDJATI
( diberi tanda T-15 );
16.Foto copy Surat Penugasan Rincian Kewenangan Klinis atas nama Prof
Dr. Harmani Kalim Sp.JP(K).MPH tanggal 1 Agustus 2011 yang berlaku
sampai dengan tanggal 1 Agustus 2012 ( diberi tanda T-16 );
17.Foto copy Surat penugasan rincian Kewenangan Klinis Lanjutan atas
nama Prof. Dr. Harmani Kalim, Sp. JP ( K ). MPH tanggal 2
Agustus 2012 yang berlaku samapai dengan 1 Agustus 2013 ( diberi
tanda T-17 );
18.Foto copy Surat Keputusan Nomor :004/SK/AHI-RSPJ/V/2011 tentang
Peraturan Internal Rumah Sakit ( Hospitav/L By Law ) RS Premier
Jatinegara yang ditetapkan pada 13 Mei 2011 ( diberi tanda T-18 );
19.Foto copy Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 755/
MENKES/PER/IV/2011 tentang penyelenggaraan Komite Medik Di
Rumah Sakit yang ditetapkan tanggal 21 April 2011 ( diberi tanda
T-19 );
Bahwa bukti-bukti tersebut berupa foto copy yang telah dibubuhi meterai
secukupnya dan telah disesuaikan dengan aslinya kecuali bukti T-7 dan
T-19 tidak ada aslinya;
Menimbang, bahwa untuk memperkuat dalil-dalil sangkalannya Tergugat
III telah mengajukan bukti-bukti surat sebagai berikut :
1. Foto copy Kartu Tanda Penduduk NIK 3175021108450005 atas nama
HARMANI KALIM ang beralamat di Jl.Jend.A.Yani I/C-13 Rt.009/005
diterbitkan Kelurahan Pisangan Timur Kecamatan Pulogadung Jakarta
Timur yang berlaku seumur hidup ( diberi tanda T.III-1 ) ;
2. Foto copy Surat Konsil Kedokteran Indonesia Nomor : KD.01.01/ 02/ KKI/
VI/ 0859/ 2011 perihal : Pengiriman STR Ulang atas nama HARMANI
KALIM atas nama HARMANI KALIM Nomor : 31.1.1.402.2.2.11.024238,
64
64
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 64
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Komtens : Dokter Spesialis Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
tanggal 30 Juni 2011 ( diberi tanda-T.III-2 ) ;
3. Foto copy Surat Tanda Registrasi dokter No. 31.11.402.1.06.024238,
tanggal 16 Juni 2011 atas nama HARMANI KALIM, yang berlaku hingga
tanggal 7 Agustus 2011 yang diterbitkan oleh Konsil Kedokteran
Indonesia ( T.III-3 );
4. Foto copy Surat Tanda Registrasi Dokter atas nama Harmani Kalim, yang
diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia yang berlakudari tanggal 7
Agustus 2011- 7 Agustus 2016, 16 Juni 2011 ( T.III-4 );
5. Foto copy Surat Izin Praktik ( SIP ) Dokter No. 2.2.01.3172.01329/
30.05/08.11.1 tertanggal Juli 2008, atas nama Dr. HARMANI KALI,
Sp.JP, Juli 2008 yang diterbitkan oleh Pemerintah Kota Administrasi
Jakarta Timur, Suku Dinas Pelayanan Kesehatan ( diberi tanda T.III-5 ) ;
6. Foto copy Surat Izin Praktik ( SIP ) Dokter No : 2.2.01.3172.2401/
5.30.05/ 08.16.1 atas nama DR. harmani kalim, sp.JP tanggal 8 Pebruari
2012 ( Diberi tanda T.III-6 );
7. Foto copy Sertifikat Nomor :001/ KOLEGIUMPERKI/ sertifikat konsultan/
V/2009, tertanggal 1 Mei 2009, yan diterbitkan oleh Kolegium Ilmu
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Indonesia ( T.III-7 );
8. Foto copy Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
Nomor : 215/PB/A.4/05/2008 tentang Pengesahan Susunan Personalia
Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kadsiovaskular Indonesia
dan Kolegium Ilmu Penyakit jantung dan Pembuluh Darah Masa Bakti
Tahun 2008-2010 ( T.III-8 );
9. Foto copy Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
Nomor : 454/PB/A.4/06/2010 tertanggal 1 Juni 2010 tentang
Pemngesahan Susunan Personalia Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskuler Indonesia Masa Bakti Tahun 2010-2012 dan Kolegium
Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Masa bakti tahun 2010-2012
( diberi tanda T.III-9 );
10.Foto copy Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
Nomor : 2207/PB/A.4/06/2012, tertanggal 28 Juni 2012, tentang
Pengesahan Susunan Personalia Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter
65
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 65
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Spesialis Kadiovaskular Indonesia dan Kolegium Ilmu Penyakit Jantung
dan Pembuluh Darah Masa bakti Tahun 2012-2014 ( T.III-10 );
11.Foto copy Surat Keputusan Kolegium Kardiovaskular Indonesia Nomor :
002/KOLEGIUMPERKI/V/2007. Tanggal 8 Mei 2007 ( diberi tanda
T.III-11 );
12.Foto copy Sertifikat Pendidik Nomor : 08100200436 tertanggal 30 Juni
2008, atas nama Prof dr. Harmani Kalim, Sp.JP(K),MPH, Guru Besar
pada niversitas Indonesia sebagai Dosen Profesional bidang Ilmu
Kardiologi yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional
Republik Indonesia ( diberi tanda T.III-12 );
13.Foto copy Certificate of Achevement atas nama Harmani Kalim yang
dikeluarkan Departement of State, Agency for International Development
Govermanment of the United States of American Periode : Agust 6 1972
Desember 1, 1973 Issued at Jakarta , Indonesia 21 st June 1974 ( diberi
tanda T.III-13 ) ;
14.Foto copy Sertifikat Kolegium Ilmu Penyakit jantung dan Pembuluh Darah
Indonesia No. 001/kolegium/Sertifikat consultan/V/2009 atas nama Prof.
Dr. HARMANI KALIM, MPH,SpJP (K) NPA : 077, Jakarta. 1 Mei 2009
( diberi tanda T.III-14 );
15.Foto copy Ijazah Tulane University School of Publik Health and Tropical
Medicine, The Degree of Master of Public Health, May 28 th 1973 ( diberi
tanda T.III-15 ) ;
16.Foto copy Keputusan Menetri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
1055/MENKES/SK/IX/2004 yang member penghargaan berupa Piagam
Tanda Penghargaan “ TRI WINDU” kepada Dr.Harmani Kalim, MPH, Sp-
JP tanggal 22 September 2004 ( diberi tanda T.III-16 );
17.Foto copy Piagam Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya 30
Tahun, kepada Dr.Harmani Kalim MPH,SpJP tanggal 25 Maret 2012
( diberi tanda T.III-17 );
18.Foto copy Piagam Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya 30
tahun kepada Dr. Harmani Kalim, MPH., SpJP, tangal 27 Oktober 2004
( diberi tanda T.III-18 );
66
66
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 66
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
19.Foto copy Piagam Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya 30
Tahun, kepada : Prof.Dr.Harmani kalim, MPH, SpJP, tanggal 2 Agstus
2005 ( diberi tanda T.III-19 );
20.Foto copy Ceertificate of Appreciatin dari International Collage of
Angiologo Presented to Prof. harmani Kalim, MD, MPH, Fiha, Fiha,
Fascc, 19 th day of September 2011 ( diberi tanda T.III-20 );
21.Foto copy Aknowledgement of Contribution HARMANI KALIM, MD.,
MPH, May 22,23, 2010 ( diberi tanda T.III-21 )
22.Foto copy Certificate Of Appreciation atas nama Kalim harmani , MD
Japanese Circulation Society ( diberi tanda T.III-22 );
23.Foto copy Piagam Penghargaan dari Komisi Pemilihan Umum, selaku
Tim Medis Pemeriksa Kesehatan Calon Presiden dan Wakil Presiden
untuk Pemilu Tahun 2004 ( diberi tanda T.III-23 );
24.Foto copy Buku Undang-undang Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004
tentang PRAKTIK KEDOKTERAN dilengkapi dengan : PERATURAN
KONSIL INDONESIA KEPUTUSAN KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA, TATA CARA REGISTRASI DOKTER & DOKTER GIGI,
cetakan kedua : September 2008 yang diterbitkan oleh INDONESIA
LEGAL CENTER PUBLISHING ( diberi tanda T.III-24 );
25.Foto copy Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
2052/Menkes/ER/X/2011 Tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik
Kedokteran ( diberi tanda T.III-25 );
Bukti-bukti tersebut berupa foto copy yang telah dibubuhi meterai secukupnya
dan telah disesuaikan dengan aslinya ;
Menimbang, bahwa para Tergugat di persidangan telah pula mengajukan
saksi-saksi dan saksi ahli yang masing-masing telah didengar keterangannya
dibawah sumpah yaitu sebagai berikut :
Saksi khusus untuk Tergugat I dan Tergugat II :
1. Saksi ADE FIRMANSYAH SUGIHARTO, di bawah sumpah pada
pokoknya menerangkan sebagai berikut :
• Bahwa saksi kenal dengan Penggugat dan para Tergugat;
67
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 67
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Bahwa pada bulan Pebruari 2012 saksi pernah hadir dalam
pertemuan antara pihak keluarga Penggugat dengan para Tergugat
dan kehadiran saksi dalam pertemuan tersebut karena saksi diminta
oleh Manager untuk bertemu dengan keluarga almarhum Waluyo
Sedjati;
• Bahwa profesi saksi adalah sebagai dokter spesialis forensik;
• Bahwa pihak dokter telah menyampaikan mengenai penanganan
medis terhadap almarhum Waluyo Sedjati;
• Bahwa dalam pertemuan tersebut telah terjadi kesepakatan jika
permasalahan tersebut akan diselesaikan secara kekeluargaan;
• Bahwa yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah dr. Taufani, dr.
Ratna dan dr. Ade serta Penggugat;
• Bahwa yang dijelaskan pihak Tergugat I dalam pertemuan tersebut
saksi tidak ingat;
• Bahwa pihak keluarga almarhum Waluyo Sedjati pada saat
pertemuan tersebut menanyakan apa saja tindakan medis yang
dilakukan dokter pada almarhum Waluyo Sedjati pada waktu
almarhum dirawat di Rumah Sakit;
• Bahwa memang sudah menjadi risiko medis jika ada komplikasi dan
waktu itu pihak keluarga Waluyo Sedjati sudah menerima;
• Bahwa almarhum Waluyo Sedjati pada saat dirawat di Rumah Sakit
Premier menderita penyakit jantung;
• Bahwa tindakan yang dilakukan dokter telah dijelaskan sebelumnya
pada saat sebelum penanganan medis;
• Bahwa pada saat pertemuan tersebut masih ada penjelasan yang
kurang puas dari pihak keluarga almarhum Waluyo Sedjati;
• Bahwa saat dirawat di Rumah Sakit Premier almarhum Waluyo
Sedjati ada dilakukan caterisasi jantung;
68
68
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 68
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Bahwa penjelasan dari Rumah Sakit sudah sesuai standar yang
memenuhi SOP kedokteran, akan tetapi secara detailnya saksi tidak
bisa menjelaskan;
• Bahwa saksi tidak bekerja pada Tergugat I namun saksi hanya
diminta untuk ikut dalam pertemuan tersebut untuk bertindak selaku
mediator;
• Bahwa saksi memiliki sertifikat Mediator;
• Bahwa saksi sebagai ahli dalam bidang forensik dan waktu itu saksi
tidak ada melakukan pembedahan terhadap almarhum Waluyo
Sedjati;
• Bahwa saksi sering melakukan mediasi yaitu jika ada masalah dari
pihak keluarga almarhum masih belum jelas dengan keterangan yang
diberikan oleh pihak Rumah Sakit;
• Bahwa tidak terlalu paham dengan penyakit Almarhum Waluyo
Sedjati;
• Bahwa pada waktu pertemuan tersebut saksi tidak ingat apakah pihak
Tergugat I ada menjelaskan terkait dengan kematian almarhum
Waluyo Sedjati;
• Bahwa pada waktu pertemuan dengan keluarga almarhum saksi ada
menjelaskan kepada pihak keluarga tentang diagnosa , dan perihal
persetujuan keluarga atas tindakan medis yang diberikan kepada
almarhum;
• Bahwa setahu saksi saat itu terhadap almarhum Waluyo Sedjati ada
dilakukan tindakan medis berupa caterisasi;
• Bahwa tindakan caterisasi adalah memasukkan slang kearah jantung
untuk direkam;
• Bahwa saksi tidak tahu berapa hari almarhum Waluyo Sedjati dirawat
di Rumah Sakit Premier;
69
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 69
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Bahwa saksi tidak tahu apakah pihak Rumah Sakit Premier ada
memberikan uang ganti rugi kepada pihak keluarga almarhum Waluyo
Sedjati atau tidak;
• Bahwa karena ada perselisihan antara Rumah Sakit Premier dengan
pihak keluarga almarhum Waluyo Sedjati, dan oleh karena saksi
mempunyai pengalaman untuk mendamaikan maka saksi diajak oleh
pihak Rumah Sakit Premier untuk menyaksikan penjelasan dari pihak
Rumah Sakit Premier kepada pihak keluarga alamarhum Waluyo
Sedjati;
• Bahwa pada waktu saksi diajak oleh pihak Rumah Sakit Premier saksi
bukan sebagai mediator;
Saksi Ahli untuk Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III :
2. Saksi Dr. M. NASSER, SpKK, Doktor of Law, dibawah sumpah pada
pokoknya menerangkan sebagai berikut :
• Bahwa saksi tidak kenal dengan Penggugat dan para Tergugat;
• Bahwa yang dimaksud dengan Rekam Medis adalah sebuah catatan
secara lengkap pasien, tentang keluhan pasien, dan tindakan yang
dokter terhadap pasien, obat yang diberikan ;
• Bahwa Rekam medik adalah milik Rumah Sakit yang merupakan
sarana fasilitas kesehatan sedangkan isinya milik pasien dan pasien
boleh tahu tentang rekam medis tersebut ;
• Bahwa Resume medis disebut dengan ringkasanisi tentang catatan-
catan penting yang dianggap strategis, dan ringkasan itu boleh
diberikan kepada pasien dan boleh diberikan atas dasar permintaan
pasien/keluarga pasien ;
• Bahwa Rekam Medis bisa diberikan bukan fisiknya tetapi resume
yang diberikan kepada pasien ;tetapi ada juga RS yang memberikan
Rekam medis atas permintaan Pasien ;
• Bahwa standar pembuatan Resume medik yaitu standarnya hanya
berisi nama pasien, keluhan, tindakan apa yang dilakukan oleh dokter,
obat apa yang diberikan ;
70
70
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 70
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Bahwa informed consent artinya tindakan Medis pada umumnya yang
resikonya kecil bisa dengan lisan, tetapi kalau masalah besar harus
tertulis, bila masalah oprasi harus diketahui oleh keluarga pasien ;
• Bahwa informed consent itu ditandatangani kalau pasien itu sudah
tahu benar tindakan medis yang harus dilakukan oleh Dokter ;
• Bahwa Dokter harus memberikan penjelasan yang sejelas-jelasnya,
dan dokter harus memberikan penjelasan apabila harus dilakukan
operasi ;contohnya : hal oprasi , informed consent adalah tindakan
medis yang dilakukn oleh dokter misalnya oprasi perut, memasang
infuse, dan 1x saja minta ijinnya kepada keluarga pasien ;
• Bahwa jika Surat Ijin Praktek yang telah habis masa berlakunya maka
sepanjang masih dilakukan di alamat yang sama maka surat ijin
praktek itu tidak disebut illegal ;
• Bahwa seorang dokter yang sudah lulus harus ambil ujian
kompetensi, kalau sudah lulus dapat surat tanda registrasi, dan tidak
serta merta dokter boleh praktek, harus tetap urus ijin praktek dan
boleh 3 tempat prakteknya dan harus ada 3 surat ijin ;
• Bahwa kalau surat ijin sudah habis tetap masih berlaku dan tempat
tidak berobah boleh praktek, karena surat ijin praktek tidak mudah
diperoleh ;
• Bahwa pembuatan surat ijin praktek itu perlu waktu 6 bulan
pengurusannya, dan harus dilakukan pengecekan kebenaran praktek
itu baik atau tidak ;
• Bahwa Surat ijin praktek di tempat yang satu dengan tempat yang
lainnya berbeda ;
• Bahwa yang berhak mengatakan seorang dokter lalai dalam
melaksanakan tugas adalah organisasi dokter yakni Majelis Disiplin
Kedokteran Indonesia;
• Bahwa yang dimaksud dengan sengketa medis adalah sengketa
antara dokter dan pasien atau keluarga yang menyangkut
managemen medis terkait penanganan;
• Bahwa istilah malpraktek merupakan terminologi secara umum,
namun dalam medis tidak ada istilah tersebut;
71
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 71
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Bahwa malpraktek itu berupa kelalaian, kesengajaan dan membiarkan
pasien yang dilakukan oleh dokter;
• Bahwa kalau mengadukan dokter karena membiarkan pasien bisa ke
MK DKI ;di Indonesia tidak ada dokter yang melakukan kesengajaan
membiarkan pasien, tetapi kalau kelalaian dalam melakukan tindakan
medis banyak yaitu yang seringkali disebut malpraktek;
• Bahwa jenis kelalaian itu ada yang ringan dan ada berat, namun yang
penting kelalaian dalam menjalankan tindakan medis tersebut harus
dibuktikan;
• Bahwa kelalaian dalam menjalankan tindakan medis adalah
melakukan suatu tindakan yang seharusnya tidak perlu dilakukan
tindakan;
• Bahwa dalam Undang-undang Kesehatan ada diatur tentang hak dan
kewajiban dokter dan pasien;
• Bahwa hak pasien adalah hak untuk menentukan diri sendiri, hak
untuk menolak dan hak untuk memperoleh informasi seluas-luasnya
dan hak untuk memperoleh sebuah layanan;
• Bahwa Dokter harus memberikan penjelasan kepada pasien sebelum
memberikan tindakan kepada pasien dan semua operasi ada
resikonya ;
• Bahwa Resiko medis bukan merupakan kejahatan, karena tidak ada
seorangpun yang tahu kalau ada obat yang ditolak oleh tubuh pasien,
kalau dokter memberikan tindakan dan memberikan penjelasan
setelah melakukan tindakan itu salah, kalau dokter tidak memberikan
informasi sebelumnya terhadap resiko medis itu ada sanksinya.Luka
berat dibiarkan oleh dokter itu boleh digugat;
• Bahwa Majelis Kehormatan Kedokteran tugasnya adalah melindungi
masyarakat’, pasien dan dokter;
• Bahwa Pasien yang sadar, boleh tandatangan sendiri, dan sakitnya
tidak terlalu berat, untuk Pasien yang tidak sadar keluarganya harus
memberikan tandatangan dan untuk Pasien yang sakit Jiwa,
keluarganya yang tanda tangan ;
72
72
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 72
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Bahwa banyak Praktek2 yang tidak benar dilakukan dalam praktek
saat ini, misalnya Dokter sambil jalan memberikan penjelasan kepada
pasien ;
• Bahwa sebetulnya semua tindakan medis yang dilakukan oleh dokter
kecuali yang bersifat rutin dan kurang beresiko memerlukan Informed
Consent;
• Bahwa Penyedotan darah beku tidak dikenal dalam istilah kedokteran,
kalau abortus ada penyedotan darah beku karena ada darah yang
tertinggal didalam rahim ;
• Bahwa seluruh informasi yang menjadi hak pasien harus diberikan
sebelum tindakan medis dan apabila informasi tersebut diberikan
setelah tindakan itu salah;
• Bahwa Informed Consent tidak boleh tandatangan jika belum jelas
tentang tindakan yang akan diberikan kepada pasien , biasanaya
keluarga pasien diberikan waktu untuk mempelajari; misalnya dalam
oprasi usus harus dijelaskan resiko-resikonya, dan pada waktu
membuat pernyataan harus diberi waktu/ tidak langsung
ditandatangani ;
• Bahwa kalau Pasien meninggal pihak Rumah Sakit atau dokter perlu
memberikan penjelasan-penjelasan berulang-ulang kali kepada
keluarga pasien ;Biasanya Rumah Sakit /dokter biasanya tidak mau
ambil resiko jadi selalu memberikan penjelasan;
• Bahwa penandatnganan informed consent tidak menghilangkan
kelalaian dari dokter;
• Bahwa dokter dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan
standar pelayanan medis;
• Bahwa kalau pihak Rumah Sakit atau dokter dalam melakukan
tindakan medis tidak sesuai dengan standar pelayanan medis, maka
dokter tersebut dapat dilaporkan kepada Majelis Kehormatan Disiplin
Etik Kedokteran Indonesia (MKDKI);
• Bahwa kalau seorang pasien meninggal dunia, maka penyebabnya
ada multi factor dan apabila tindakan medik yang dilakukan sudah
73
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 73
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
sesuai dengan standar prosedur, maka berarti penyebab ada factor
lain, misalnya kecelakaan atau resiko medis;
• Bahwa apabila dokter sudah memberikan informasi tentang tindakan
medis yang telah dilakukan, maka dokter tersebut tidak bisa
dikenakan sanksi ataupun pembayaran ganti kerugian;
• Bahwa apabila ada kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh asisten
dokter, maka yang bertanggung jawab atas tindakan tersebut adalah
pihak Rumah Sakit dan dokter (pasal 1367 BW);
Saksi khusus untuk Tergugat III :
3. Saksi C.E. SUTJIRAHAYU, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai berikut :
• Bahwa saksi tidak kenal dengan Penggugat, dan saksi kenal dengan
pihak Rumah Sakit Premier Jatinegara, karena saksi bekerja di
Rumah Sakit Premier Jatinegara;
• Bahwa saksi kenal dengan seorang pasien dari Rumah Sakit Premier
Jatinegara yang bernama Waluyo Sedjati, dimana almarhum Waluyo
Sedjati terakhir dirawat di Rumah Sakit Premier Jatinegara pada bulan
Oktober 2012;
• Bahwa almarhum Waluyo Sedjati dirawat di Rumah Sakit Premier
Jatinegara karena menderita penyakit jantung koroner;
• Bahwa pada waktu itu pihak Rumah Sakit Premier ada melakukan
tindakan medis terhadap almarhum Waluyo Sedjati yaitu berupa
tindakan medis caterisasi yang dilakukan oleh Tergugat III (Prof.
Harmani Kalim, SP JP (K);
• Bahwa pada waktu dilakukan carerisasi pasien (almarhum Waluyo
Sedjati) dalam kondisi sadar;
• Bahwa jantung pasien (almarhum Waluyo Sedjati) harus dilakukan
caterisasi karena ada sumbatan di jantung coroner;
• Bahwa setelah selesai dilakukan tindakan caterisasi kondisi Pasien
baik ;
• Bahwa pada waktu dilakukan tindakan caterisasai saksi saat itu
melihat secara langsung tindakan medis yang dilakukan oleh dokter
74
74
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 74
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
terhadap pasien (almarhum Waluyo Sedjati) karena saat itu saksi
mendampingi dokter ;
• Bahwa proses tindakan caterisasi tersebut berlangsung selama 1
(satu) jam;
• Bahwa pada waktu dilakukan tindakan caterisasi saat itu terhadap
pasien dilakukan pembiusan local;
• Bahwa pada waktu dilakukan caterisasi Pasien dalam keadaan sadar;
• Bahwa setelah di Caterisasi Pasien dipindahkan ke ruangan ICCU
dan sebelum dilakukan caterisasi pasien di ruang perawatan;
• Bahwa setahu saksi meninggalnya almarhum Waloyo Sedjati yaitu 3
(tiga) hari setelah dilakukan tindakan caterisasi;
• Bahwa saksi tidak tahu apakah setelah almarhum Waluyo Sedjati
meninggal ada kalim dari pihak keluarga almarhum atau tidak;
• Bahwa tugas saksi di Rumah Sakit Premier Jatinegara adalah
bertugas mendampingi dokter pada saat dilakukan tindakan caterisasi
terhadap pasien;
• Bahwa pada waktu dokter melakukan tindakan caterisasi gerakan
jantung pasien bisa terlihat di layar Monitor;
• Bahwa pada waktu dilakukan cat pasien dalam keadaan baik;
• Bahwa pada waktu dilakukan tindakan caterisasi tidak dilakukan oleh
Tim dokter karena karena caterisasi tidak pernah dilakukan oleh Tim
dokter dan Prof HARMANI KALIM sudah biasa melakukan caterisasi ;
• Bahwa saksi tidak mengetahui apakah setelah pasien dilakukan
caterisasi, apakah setelah itu ada dilakukan tindakan operasi atau
tidak karena saksi hanya mendampingi dokter pada saat caterisasi
saja;
• Bahwa saksi juga tidak mengetahui apakah sebelum di lakukan
caterisasi ada tindakan-tindakan lainnya yang dilakukan oleh dokter
atau tidak;
• Bahwa setelah dilakukan caterisasi pasien di ruangan ICCU masih
dikontrol oleh dokter yang menangani;
• Bahwa setelah pasien dilakukan tindakan caterisasi saat itu pasien
masih dalam keadaan sadar;
75
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 75
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Bahwa sebelum melakukan tindakan medis dokter sudah memberikan
informasi medis terhadap pasien atau keluarganya;
• Bahwa setahu saksi dokter juga sudah memberitahukan kepada
pasien atau pihak keluarga pasien perihal resiko-resiko medis atau
akibat dari tindakan medis yang dilakukan;
• Bahwa yang memberikan penjelasan kepada pihak keluarga adalah
Tergugat III sendiri (Prof. HARMANI KALIM, SP JP (K);
• Bahwa sebelum dilakukan tindakan caterisasi pihak Rumah Sakit
sudah minta persetujuan dari pihak keluarga pasien;
Menimbang, bahwa untuk menyingkat isi putusan ini maka segala yang
tercantum dalam berita acara persidangan dianggap termuat dan
dipertimbangkan dalam putusan ini ;
Menimbang, bahwa pihak Penggugat dan para Tergugat di persidangan
telah mengajukan Kesimpulannya pada tanggal 20 Mei 2013 dan pada akhirnya
baik Penggugat maupun para Tergugat masing-masing melalui Kuasanya
mohon putusan;
------------------------ TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM : ------------------------
DALAM KONPENSI :
DALAM EKSEPSI :
Menimbang, bahwa para Tergugat dalam jawabannya ada mengajukan
eksepsi yang pada pokoknya sebagai berikut :
Eksepsi Tergugat I dan Tergugat II pada pokoknya sebagai berikut :
1. Gugatan Penggugat kurang pihak karena tidak mengikutsertakan ahli
waris lainnya sebagai Penggugat dalam gugatan aquo (Exeptio Plurium
Litis Consortium);
2. Penggugat keliru mengajukan gugatan terhadap Tergugat II sehingga
gugatan aquo adalah salah alamat (Eksepsi Error in Persona);
3. Penggugat tidak memiliki Persona Standi in Judicio (Legal Standing)
untuk mengajukan gugatan terhadap Tergugat II karena Penggugat tidak
memiliki Hubungan Hukum dengan Tergugat II (Eksepsi Diskualifikasi in
Person);
76
76
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 76
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Eksepsi Tergugat III pada pokoknya sebagai berikut :
1. Alamat Tergugat III dalam gugatan Penggugat salah, dimana alamat
Tergugat III dalam Gugatan ditulis Penggugat di Jl. Raya Jatinegara
Timur, No. 85-87, Jakarta adalah alamat yang salah, karena Tergugat III
tidak pernah tinggal di alamat tersebut di atas, tetapi yang benar
Tergugat III adalah tinggal dan beralamat di Jl. Jenderal A. Yani I/C-13,
RT. 009/RW.006, Kelurahan Pisangan Timur, Kecamatan Pulo Gadung,
Jakarta Timur, sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk NIK :
3175021108450004, atas nama Tergugat III, yang diterbitkan oleh Lurah
Pisangan Timur, yang mengatas namakan Camat Pulo Gadung, yang
berlaku seumur hidup, sehingga dengan demikian jelas gugatan
Penggugat kabur oleh karena itu harus ditolak atau setidak-tidaknya tidak
dapat diterima.
2. SUBYEK PENGGUGAT KABUR DAN MENYESATKAN/OBSCUUR
LIBEL. karena dengan menggabungkan 2 subyek hukum yaitu Ny.
ERWINA INDARTI dan AGUNG PRIHASTO WIBOWO menjadi satu
dengan sebutan Penggugat, maka terbukti gugatan Para Penggugat
kabur dan menyesatkan/Obscuur Lebel.
3. GUGATAN PENGGUGAT KABUR DAN MENYESATKAN/OBSCUUR
LEBEL karena Penggugat dalam gugatannya mendalilkan adanya
perbuatan kelalaian Medik (Vide pada butir 1-8 halaman 2-3 Surat
Gugatan Penggugat), namun faktanya dalam gugatan tersebut tidak
ada satupun uraian atau dalil Penggugat yang menguraikan perbuatan
apa dan bagaimana dari Tergugat III yang dapat dikatakan sebagai
perbuatan kelalaian medik, justru semua tindakan yang diuraikan oleh
Penggugat adalah perbuatan yang sesuai dengan prosedur medik dan
prosedur hukum, bahkan Tergugat III telah semaksimal mungkin telah
melakukan upaya untuk menyelamatkan jiwa Almarhum Waluyo
Sedjati, namun faktanya Allah S.W.T. berkehendak lain, sehingga
meninggalnya Almarhum Waluyo Sedjati adalah hal di luar jangkauan
Tergugat III, dan perlu dicacat juga sampai saat ini belum ada fakta
atau bukti yang menunjukkan bahwa meninggalnya Almarhum Waluyo
Sedjati adalah akibat tindakan kelaian medik yang dilakukan oleh
77
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 77
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Tergugat III, tetapi meninggalnya Almarhum Waluyo Sedjati adalah
akibat penyakit-penyakit yang dideritanya. Berdasarkan hal tersebut di
atas maka terbukti bahwa gugatan Penggugat kabur dan
menyesatkan/Obscuur Libel, oleh karena itu harus ditolak atau setidak-
tidaknya tidak dapat diterima.
4. GUGATAN PENGGUGAT PREMATUR karena untuk menilai kelalaian
seorang Dokter dalam praktik kedokteran dan Pelanggaran Kode etik
adalah kewenangan dari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia (MKDKI), sehingga seharusnya sebelum Penggugat
mengajukan gugatan a quo, Penggugat terlebih dahulu mengajukan
Laporan kepada MKDKI terlebih dahulu untuk dinilai apakah tindakan
Tergugat III dalam memberikan pelayanan medis terhadap almarhum
Walujo Sedjati adalah merupakan kelalaian medis atau bukan, dengan
demikian terbukti gugatan Penggugat Prematur;
Menimbang, bahwa sehubungan dengan materi eksepsi yang diajukan
oleh para Tergugat tersebut di atas, maka Majelis terlebih dahulu akan
mempertimbangkan materi eksepsi dari Tergugat III khususnya pada point 4
yang menyatakan gugatan Penggugat prematur karena untuk menilai kelalaian
seorang Dokter dalam praktik kedokteran dan Pelanggaran Kode etik adalah
kewenangan dari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI),
sehingga seharusnya sebelum Penggugat mengajukan gugatan a quo,
Penggugat terlebih dahulu mengajukan Laporan kepada MKDKI terlebih dahulu
untuk dinilai apakah tindakan Tergugat III dalam memberikan pelayanan medis
terhadap almarhum Walujo Sedjati adalah merupakan kelalaian medis atau
bukan, yaitu dengan pertimbangan sebagai berikut :
Menimbang, bahwa menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 Peraturan
Konsil Nomor 4 Tahun 2011 tentang disiplin profesional dokter dan dokter gigi
ditentukan bahwa Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)
adalah merupakan lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya
kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu
kedokteran dan kedokteran gigi dan menetapan sanksi;
Menimbang, bahwa menurut ketentuan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Konsil
Nomor 4 Tahun 2011 ditentukan bahwa pelanggaran Disiplin Profesional Dokter
78
78
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 78
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dan Dokter Gigi terdiri dari 28 bentuk, dimana bentuk dari pelanggaran Disiplin
Profesional Doter dan Dokter Gigi tersebut antara lain berupa :
a. Melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten;
b. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang memiliki
kompetensi yang sesuai;
c. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak
memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut;
d. Tidak melakukan tindakan/asuhan medis yang memadai pada situasi
tertentu yang dapat membahayakan pasien;
e. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis, dan memadai (adequate
information) kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik
kedokteran;
f. Melakukan tindakan/asuhan medis tanpa memperoleh persetujuan dari
pasien atau keluarga terdekat, wali, atau pengampunya;
g. Berpraktik dengan menggunakan surat tanda registrasi, surat izin praktik,
dan/atau sertifikasi kompetensi yang tidak sah atau berpraktik tanpa
memiliki surat izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
Menimbang, bahwa setelah Majelis mencermati materi surat gugatan
Penggugat dapat Majelis simpulkan bahwa yang menjadi pokok permasalahan
dalam perkara a quo adalah perihal adanya dugaan kelalaian yang dilakukan
oleh Tergugat III dalam kapasitasnya sebagai dokter di Rumah Sakit Premier
Jatinegara yang telah melakukan tindakan medis terhadap seorang pasien yang
bernama Waluyo Sedjati yang mengakibatkan meninggalnya Almarhum Waluyo
Sedjati, yang mana menurut Majelis untuk menilai apakah Tergugat III dalam
kapasitasnya selaku dokter telah melakukan kelaian dalam melakukan tindakan
medis terhadap pasien yang ditanganinya tersebut adalah menjadi kewenangan
dari MKDKI, sehungan dengan hal tersebut maka sebelum Penggugat
mengajukan gugatan terhadap Para Tergugat dalam perkara a quo seharusnya
Penggugat harus terlebih dahulu mengadukan kasus tersebut ke MKDKI untuk
menilai apakah tindakan Tergugat III dalam memberikan pelayanan medis
79
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 79
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
terhadap Almarhum Waluyo Sedjati tersebut merupakan kelaian medis atau
bukan;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka materi
eksepsi dari Tergugat III khususnya pada point 4 yang menyatakan gugatan
Penggugat prematur menurut Majelis cukup beralasan dan oleh karena patut
untuk dikabulkan;
Menimbang, bahwa oleh karena materi eksepsi dari Tergugat III cukup
beralasan dan patut untuk dikabulkan, maka Majelis tidak perlu lagi
mempertimbangkan materi eksepsi para Tergugat yang selebihnya;
DALAM PROVISI :
Menimbang, bahwa Penggugat dalam gugatannya ada mengajukan
tuntutan provisi, dimana tuntutan provisi yang dimohonkan oleh Penggugat
tersebut pada pokoknya meminta agar Para Tergugat dihukum untuk membayar
kepada Penggugat sejumlah Rp.1.819.000.000,- (satu miliar delapan ratus
sembilan belas juta rupiah) dan USD 1,500,000 (satu juta lima ratus dollar
Amerika) secara tunai dan sekaligus, meskipun ada perlawanan, banding, atau
kasasi dalam perkara a quo;
Menimbang, bahwa oleh karena materi eksepsi dari Tergugat III pada
point 4 cukup beralasan dan patut dikabulkan, maka Majelis tidak perlu lagi
mempertimbangkan tuntutan provisi yang dimohonkan oleh Penggugat tersebut
di atas, sehubungan dengan hal tersebut maka tuntutan provisi dari Penggugat
tersebut haruslah dinyatakan tidak dapat diterima;
DALAM POKOK PERKARA :
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah
sebagaimana telah diuraikan dalam duduk perkara di atas;
Menimbang, bahwa untuk memperkuat dalil-dalil gugatannya Penggugat
di persidangan telah mengajukan bukti surat yang diberi tanda P-1 s/d. P-6,
sedangkan Tergugat I dan Tergugat II untuk memperkuat dalil-dalil
sangkalannya di persidangan telah mengajukan bukti surat yang diberi tanda
T-1 s/d. T-19 dan untuk Tergugat III di persidangan telah mengajukan bukti surat
80
80
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 80
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
yang diberi tanda T.III-1 s/d. T.III-25 dan selain mengajukan bukti-bukti surat
Para Tergugat di persidangan telah pula mengajukan 1 (satu) orang saksi Ahli
yang bernama Dr. M. NASSER, SpKK, Doktor of Law dan 2 (dua) orang saksi
yaitu saksi Ade Firmansyah Sugiharto dan saksi C.E. Sutjirahayu, yang mana
bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak tersebut selengkapnya sebagaimana
yang telah diuraikan dalam duduk perkara di atas;
Menimbang, bahwa sebagaimana yang telah Majelis pertimbangkan
dalam eksepsi telah ternyata bahwa eksepsi dari Tergugat III pada point 4 cukup
beralasan dan patut untuk dikabulkan, sehubungan dengan hal tersebut maka
Majelis tidak perlu lagi mempertimbangkan materi pokok perkara dan bukti-bukti
yang diajukan oleh para pihak tersebut di atas;
Menimbang, bahwa oleh karena eksepsi dari Tergugat III pada point 4
patut untuk dikabulkan maka gugatan Penggugat haruslah dinyatakan tidak
dapat diterima;
DALAM REKONPENSI :
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat dalam
Rekonpensi (Penggugat d.r.)/Tergugat III dalam Konpensi adalah sebagaimana
telah diuraikan dalam duduk perkara di atas;
Menimbang, bahwa hal-hal yang telah Majelis pertimbangkan dalam
Konpensi dianggap pula telah dipertimbangkan dalam Rekonpensi;
Menimbang, bahwa sebagaimana yang telah Majelis pertimbangkan dalam
Konpensi bahwa gugatan Tergugat d.r./Penggugat d.k. telah dinyatakan tidak
diterima;
Menimbang, bahwa oleh karena gugatan dalam Rekonpensi yang diajukan
oleh para Penggugat d.r./Tergugat III d.k. tersebut didasarkan pada gugatan
dalam Konpensi yang diajukan oleh Tergugat d.r./Penggugat d.k., yang mana
oleh karena gugatan dalam Konpensi yang diajukan oleh Tergugat d.r./
Penggugat d.k. telah dinyatakan tidak dapat diterima, maka berpedoman
kepada Yurisprudensi Mahkamah Agung R.I. (putusan Mahkamah Agung RI
Nomor 913 K/Pdt/1995 tertanggal 15 Januari 1998 yang berpendapat bahwa
berdasarkan dokrin maupun yurisprudensi serta praktek peradilan standar
hukum acara yang menggariskan sesuai dengan sifat assesoir yang melekat
pada gugatan rekonpensi dan intervensi terhadap gugatan Konpensi, maka
81
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 81
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
apabila gugatan Konpensi dinyatakan tidak dapat diterima dengan sendirinya
gugatan Rekonpensi dan Intervensi pun harus dinyatakan tidak dapat diterima),
dengan demikian maka berdasarkan pertimbangan tersebut maka gugatan
Penggugat d.r./Tergugat III d.k. harus pula dinyatakan tidak dapat diterima;
Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat d.r./Tergugat III d.k.
dinyatakan tidak dapat diterima, maka Majelis tidak perlu lagi
mempertimbangkan materi eksepsi dan materi pokok perkara dalam gugatan
dalam rekonpensi lebih lanjut;
DALAM KONPENSI DAN REKONPENSI :
Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal yang telah Majelis
pertimbangkan Dalam Konpensi telah ternyata bahwa gugatan Penggugat
dinyatakan tidak dapat diterima, demikian pula Dalam Rekonpensi telah ternyata
bahwa gugatan Penggugat dalam Rekonpensi/Tergugat III dalam Konpensi
telah pula dinyatakan tidak dapat diterima, maka Majelis memandang cukup adil
apabila terhadap biaya perkara yang timbul dalam perkara ini dibebankan
kepada pihak Penggugat dalam Konpensi/Tergugat dalam Rekonpensi yang
besarnya sebagaimana yang akan disebutkan dalam amar putusan di bawah ini;
M E N G A D I L I :
DALAM KONPENSI :
DALAM EKSEPSI :
• Mengabulkan Eksepsi dari Tergugat III;
• Menyatakan gugatan Penggugat prematur;
DALAM PROVISI :
• Menyatakan tuntutan provisi dari Penggugat dinyatakan tidak dapat
diterima;
DALAM POKOK PERKARA :
• Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet onvankelijk
verklaard);
DALAM KONVENSI :
82
82
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 82
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Menyatakan gugatan Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima (Niet
onvankelijk verklaard);
DALAM REKONPENSI :
• Menyatakan gugatan Penggugat dalam .Rekonpensi/Tergugat III dalam
Konpensi tidak dapat diterima (Niet onvankelijk verklard);
DALAM KONPENSI DAN REKONPENSI :
• Menghukum Penggugat dalam Konpensi/Tergugat dalam Rekonpensi
untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini yang
ditaksir sebesar Rp. 722.000,- ( tujuh ratus dua puluh dua ribu rupiah),-
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada hari Senin, tanggal 24 Juni 2013 oleh
Kami : SUHARDJONO,SH.M.Hum., sebagai Hakim Ketua, EDY SUBROTO,
SH.,MH dan KASWANTO,SH.MH., masing-masing sebagai Hakim Anggota,
putusan mana diucapkan dimuka sidang yang terbuka untuk umum pada hari
Senin, tanggal 1 Juli 2013 oleh SUHARDJONO,SH.M.Hum, sebagai Hakim
Ketua, didampingi EDY SUBROTO, SH.,MH dan KASWANTO,SH.MH., dengan
dibantu oleh SUHARNI, SH., sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Negeri
tersebut dihadiri oleh Kuasa Penggugat serta KuasaTergugat.
HAKIM-HAKIM ANGGOTA HAKIM KETUA,
EDY SUBROTO, SH.,MH SUHARDJONO,SH.M.hum.
KASWANTO,SH.MH.
PANITERA PENGGANTI,
83
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 83
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
SUHARNI,SH
Biaya-biaya :
1. Pendaftaran ………… Rp. 30.000,-
2. Biaya Proses………… “ 75.000,-
3. Biaya panggilan ……. “ 600.000,-
4. Meterai………………... “ 12.000,-
5. Redaksi………………. “ 5.000,- +
Jumlah…………………Rp.722.000,-
84
84
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 84