Download - Perspektif Research In Accounting
Pengalaman Konkret
Pengujian implikasi-implikasi dari konsep di
dalam situasi baru.
Pembentukan konsep-konsep abstrak dan
generalisasi
Pengamatan dan refleksi
I. PERSPEKTIF PENELITIAN-PENELITIAN AKUNTANSI
I.1 Perolehan Ilmu Akuntansi
Kolb et al. Mengusulkan suatu model yang menarik mengenai pembelajaran
manusia,seperti yang disajikan dalam Tampilan 1.
Model Pembelajaran Manusia Kolb et al.
Pada dasarnya kita memulai memperoleh ilmu pengetahuan melalui pengalaman-
pengalaman konkret yang kita alami. Keunikan dari beberapa peristiwa, ritual atau fenomena
mengarahkan kita untuk mengingkatkan pengamatan dan pemikiran yang kita lakukan atas
apa yang sedang terjadi. Mengajarkan kita, jika cukup termotivasi, untuk menciptakan
hipotesis dalam bentuk konsep-konsepabstrak dan generalisasi. Hal ini menggerakkan kita
untuk menguji hipotesis-hipotesis tadi, untuk memahami implikasi yang dihasilkan oleh
konsep tersebut pada situasi-situasi baru dan sebagai prses untuk memperhalus pengetahuan
yang kita peroleh. Hal diatas sebenarnya menggambarkan proses yang menjelaskan perolehan
suatu ilmu akuntansi, yang berangkat dari fakta-fakta tertentu (diamati dan diitemukan)
berlanjut ke hipotesis-hipotesis tertentu (penyusunan pemikiran) lalu ke teori-teori umum
(penyusunan pemikiran yang lainnya) hingga ke hukum umum yang diamati dan ditemukan.
Akan tetapi, model ini tidak membuat suatu pembedahan antara proses perolehan ilmu
pengetahuan (metode), metodologinya (penentuan metode), dan epistemologinya (penentuan
metodologi). Hubungan antara epistemologi (mengapa dari mengapa dari bagaimana),
metodologi (mengapa dari bagaimana), metode (bagaimana) dan ilmu pengetahuan
(kowledge) disajikan dalam Tampilan 2. Perhatikan bahwa pengetahuan terbagi menjadi tiga
jenis:
1. Pengetahuan-bahwa (kowledge-that) atau pengetahuan faktual.
2. Pengetahuan-dari (knowledge-of) atau pengetahuan berdasarkan perkenalan atau
pengetahuan berdasarkan pengalaman.
3. Pengetahuan-bagaimana (knowledge-how)
EPISTEMOLOGI(mengapa dari mengapa dari bagaimana)
METODOLOGI(mengapa dari bagaimana)
Pengalaman konkret
METODEPengujian/ dari perolehan ilmu Pengamatan/Percobaan pengetahuan (bagaimana) Pemikiran
PertimbanganAbstrak
(hipotesis)
PRODUK-PRODUKPENYELIDIKAN
PENGETAHUAN PENGETAHUAN PENGETAHUANBAHWA DARI BAGAIMANA
KRITERIAPENGETAHUAN
Hubungan antara epistemologi, metodologi, metode dan pengetahuan.
Model dari Kolb et al. juga digunakan oleh Roy Payne untuk mengilustrasikan
perannya didalam proses perolehan ilmu pengetahuan. Tahap pertamanya, dari pengalaman
sampai pengamatan dan pemikiran, menghasilkan suatu “pengetahuan-dari’ atau pengetahuan
pribadi. Tahap kedua, dari pengamatan dan pemikiran sampai pembuatan teori abstrak,
menghasilkan “pengetahuan-bahwa”. Metodologi yang kita pergunakan untuk bergerak dari
pemikiran abstrak sampai kepengujian dan percobaan sampai ke pengalaman, menghasilkan
sutu “pengetahuan-bahwa” secara praktik. Kesemuanya merupakan suatu proses total yang
beranjakan dari informasi, ilmu pengetahuan, metodologi, dan kebijakan. Payne
merangkumnya sebagai berikut:
Kesimpulannya,ilmu pengetahuan memiliki beberapa jenis: “pengetahuan-bahwa:
praktik” dan “pengetahuan-dari” terdapat dalam individu. “pengetahuan-bahwa” dan
“pengetahuan-bagaimana: ilmiah/filosofis” adalah diluar individu. Namun, karena
pengetahuan bergantung kepada para pelajar-pelajar individu,sudah pasti semua jenis
pengetahuan di atas diperlukan untuk pelaksanaan suatu proses ilmu pengetahuan yang
berhasil. Lebih jauh lagi, setiap jenis ilmu pengetahuan memilikiorientasi waktuyang berbeda
yang mencerminkan perannya yang berbeda-beda di dalam proses ilmu pengetahuan.
I.2 Klasifikasi Penelitian-Penelitian Akuntansi
Keragaman ilmu pengetahuan dan proses perolehan ilmu pengetahuan mengarah ke
adanya kebutuhan untuk mengklasifikasikan ilmuwan padaumumnya danpeneliti akuntansi
pada khususnya. Terdapat berbagai kemungkinan kerangka kerja untuk mengklasifikasikan
para peneliti secara umum, termasuk tipologis dari Liam Hudson, Gerald Gordon, survei oleh
Motroff mengenai para ilmuwan Apollo, Abraham Maslow dan C.G Jung. Akan tetapi
tipologi dari C.G. Jung sepertinya yang paling bermanfaat di dalam mengklasifikasikan
peneliti secara umum dan peneiti akuntansi secara khusus. Pada dasarnya, Jung
mengklasifikasikan individual berdasarkan atas cara mereka menerima informasi, baik
melalui sensasi atau intuisi dan cara mereka menerima keputusan, baik melalui pemikiran
ataupun perasaan. Di bawah ini adalah definisi dari komponen-komponen dimenssi Jung:
Sensasi mencakup penerimaan informasi melalui indra-indra, denganb erfokus pada
detail, menekankan padahal-hal yang terjadi di saat dan waktu kini dan praktis. Sedangkan
sebaliknya, intuisi melibatkan masukan informasi melalui imajinasi, menekankan
keseluruhan atau Gestalt, berkutat dengan idealisme, dalam kemungkunan-kemungkinan
hipotesis dan memiliki kepentingan jangka panjang... Pemikiran berkepintingan dengan
penggunaan pertimbangan yang bersifat impersonal dan formal untuk mengembangkan
penjelasan-penjelasan menurut istilah ilmiah, teknis dan teoritis. Sedangkan disisi lain,
perasaan, berhubungan dengan pencapaian suatu keputusan berdasarkan atas pertimbangan
yang bernilai tinggidan berfokus pada nilai-nilai kemanusiaan, moral dan masalah-masalah
etika.
Kombinasi dari kedua dimensi tersebut, seperti yang dtunjukan dalam Tampilan 4,
menghasilkan empat jenis kepribadian:
1. Pengindraan-pemikiran (sensing-thinking-Sts)
2. Pengindraan-perasaan (sensing-feeling-Sfs)
3. Perasaan-intuisi (feeling-intitution_Ifs)
4. Pemikiran-intuisi (thinging-intution-Its)
Tipologi ini dipergunakan oleh Mitroff dan Kilman untuk menghasilkan klasifikasi para
peneliti:
1. Ilmuwan Abstrak (Abstract Scientist – AS)
Ilmuwan Abstrak, seseorang yang menggunakan indranya dan berpikir, dimotivasi
oleh penyelidikan yang menggunakan metodologi dan logika yang seksama, dengan
fokus padakepastian, keakuratan dan keandalan, serta bergantung pada sebuah
paradigma konsisten yang sederhana dan terdefinisikan dengan baik. Seperti yang
dinyatakan oleh Mitroff dan Kilman:
Dengan mengetahui makas berarti merasa pasti akan sesuatu hal. Kepastian
didesinisikan sebagai kemampuan untuk “mengutarakan” atau menyebutkan satu per
satu komponen-komponen dari sebuah objek, peristiwa, orang, atau situasi dengan
cara yang tepat, akurat, dan dapat diandalkan. Oleh sebab itu, pengetahuan
memilikiarti yang sinonim dengan ketepatan, keakuratan, dan keandalan. Semua
usaha yang tidak dapat menjadi subjek dari formula atau garis pemikiran ini akan
ditekan, dievaluasi,atau dikemaspingkan sebagai suatu hal yang tidak layak untuk
diketahui atau tidak memiliki arti untuk diketahui.
2. Teoritikus Konseptual (Conceptual Theorist – CT)
Sesorang yang berpikir dan berintuisi, mencoba untuk memberikan banyak penjelasan
atau hipotesis untuk fenomena yang tejadi dengan berfokus pada penemuan dan
bukan pengujiannya. Seperti yang dinyatakan oleh Mitroff dan Kilman:
Pemikiran
Pengindraan Intuisi
Perasaan
Pemikiran-Intuisi Atau
Teoritikus konseptual
Pengindraan-Pemikiran atau Teoritikus Konseptual
Pengindraan-Perasaan atau Teoritikus Konseptual
Perasaan-Intuisi Atau
Humanis Konseptual
Berbeda dengan AS yang mencoba untuk menemukan satu skema tunggal yan dapat
paling baik mewakili dunia, CT lebih tertarik dalam melakukan
eksplorasi,menciptakan dan menemukan banyak kemungkinan dan hipotesia
perwakilan dari dunia- bahkan dari dunia yang merupakan dunia hipotesis. Lebih
jauh, penekanan CT adalah pada perbedaan-perbedaan skala besar yang terjadi di
antara berbagai perwakilan yang berbeda ini dan bukannya detail dari masing-masing
skema. Salah satu potensi bahaya bagi AS adalah mengabaikan detail sama sekali
demi kepentingan pencakupan yang komprehensif.
3. Humanis Konseptual (Conceptual Humanis – CH)
Seseorang yang menggunakan intuisi dan perasaanya, berfokus oada kesejahteraan
manusia yang mengarahkan penyelidikan konseptual pribadinya ke arah kebaikan dari
umat manusia secara umum.
4. Humanis Khusus (Partikular Humanist – PH)
Seseorang yang menggunakan indra dan perasaannya, berkepentingan dengan
keunikan dari individu manusia secara khusus. Setiap orang memiliki arti yang unik
daripada suatu akhir teoritis yang abstrak.
II. Perspektif Metodologi Akuntansi: Ideografi Versus Nomotesis.
Pandangan yang telah diterima secara luas akan peran dari penelitian akuntansi adalah
bahwa ia berfungsi untuk:
Menyusun hukum-hukum umum yang melingkupi perilaku dari peristiwa-peristiwa atau
objek-objek yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan tersebut, dan karenanya
memungkinkan kita menyatukan pengetahuan tersebut, dan karenanya memungkinkan
kitameyatukan pengetahuan yang kita miliki dari peristiwa-peristiwa yang diketahui secara
terpisah dan untuk membuat prediksi yang dapat diandalkan akan peristiwa-peristiwa yang
masih belum diketahui.
Untuk memenuhi fungsi diatas, model ilmu pengetahuan alam, termasuk pengambilan
sampel yang cermat, pengukurankaunrat,serta perancangan dan analisis yang baik dari
hipotesis-hipotesis yang didukung oleh teori, secara umum dipergunakan sebagaimodel yang
mendukung suatu penelitian yang baik. Hal tersebut di atas kini mendapat penolakan, yang
mengarah kepada timbulnya perdebatan metodologi ideografis versus nomotesis.
Allport,yang pertama kali membuat perbedaan untuk kedua metodologi diatas,
menyatakanbahwa:
Pendekatan nomotesis... hanya mencoba untuk mencari hukum dan menrapkan prosedur-
prosedur yang telah disampaikan oleh ilmu pasti. Psikologi secara umumtelah berusaha untuk
menjadikan dirinya sebagai suatu disiplin ilmu yang sepenuhnya nomotetis. Sedangkan ilmu-
ilmu pengetahuan ideografis berusaha untukmemahami beberapa peristiwa-peristiwa tertentu
yang terjadi di alam atau di masyarakat. Sebuah psikologi mengenai individualitas pada
dasarnya adalah ilmu ideografis.
Debat ini tetap terjadi selama bertahun-tahun, kadang kala dengan penamaan lain seperti
“penelitian kualitatif versus kuantitatif” atau “penyelidikan dari dalam versus penyelidikan
dari luar” atau “penelitian subjektif versus objektif”. Perbedaan antara nomotesis dan ideologi
tumbuh dari perbedaan-perbedaan yang terjadi pada asumsi yang mendasari ilmu-ilmu
pengetahuan sosial. Pendekatan subjektif dari ilmu sosial menonjolkan sebuah asumsi
nominalisme untuk ontologi, suatu asumsi antipositivisme bagi epistemo;ogi, sebuah asumsi
voluntarisme dari sifat manusia dan akhirnya, suatuasumsi ideografis bagi metodologi.
Sedangkan pendekatan objektif menonjolkan suatuontologi yang relistis, suatu epistomologi
positivis, suatu asumsi deterministik dari sifat manusia, dan metodologi nomotesis. Bahkan
kenyataanya, Burrel dan Morgan memeberikan suatu definisi yang mendalam mengenai baik
nomotesis maupun ideografis. Pendekatan ideografis adalah:
Peran dari penilitian Akuntansi adalah berfungsi untuk :
Menyusun hukum – hukum yang melingkupi perilaku dari peristiwa – peristiwa atau objek –
objek empiris yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan tersebut, dan karenanya
memungkinkan kita menyatukan pengetahuan yang kita miliki dari peristiwa – peristiwa yang
diketahui secara terpisah dan untuk membuat prediksi yang dapat diandalkan akan peristiwa –
peristiwa yang masih belum diketahui.
Pendekatan Nomotesis ;
hanya mencoba untuk mencari hukum dan menerapkan prosedur – prosedur yang
telah disampaikan oleh ilmu pasti
Mendasarkan penelitian pada protocol dan teknik. Pendekatan ini di lambangkan oleh
pendekatan dan metode – metode yang dipergunakan dalam ilmu – ilmu pengetahuan
alam.
Disibukkan dengan penyusunan tes – tes ilmiah dan penggunaan teknik – teknik
kuantitatif dalam analisis data
Survei, kuesioner, tes – tes kepribadian dan semua jenis instrument penelitian yang
telah di standarisasi merupakan alat – alat paling utama, yang menyusun nomotesis.
Ilmu – ilmu ideografis, berusaha untuk memahami beberapa peristiwa – peristiwa
tertentu yang terjadi di alam atau di masyarakat. Perbedaan antara nomotesis dengan
ideografi tumbuh dari perbedaan – perbedaan yang terjadi pada asumsi yang mendasari ilmu
– ilmu pengetahuan sosial.
Kedua pendekatan , Nomotesis Vs Ideografi di lihat dari segi cara penyelidikannya :
Dimensi Perbedaan Dari Luar Dari Dalam
Hubungan antara Peneliti
dengan Lingkungan
Tak Terpengaruh , Netralitas Ikut berada di dalam, terlibat
Basis Validasi Pengukuran dan Logika Elsperimental
Sumber Kategori Apriori Muncul secara Interaktif
Arah Penyelidikan Universitas dan kemampuan
untuk di generalisasi
Relevansi Situasional
Jenis Penyelidikan yang
diambil
Universal, nomotesis : teoria Khusus, Ideografis : Praksis
Sifat data dan artinya Faktual , bebas dari konteks Hasil interpretasi, secara
kontekstual melekat
Orlando Behling mengemukakan lima sasaran kunci dari penggunaan model ilmu
pengetahuan alam yang di gunakan dalam penelitian ilmu sosial dan dapat di terapkan dalam
penelitian akuntansi yaitu ;
1. Keunikan.
Stiap Organisasi, kelompok dan manusia, kesemuanya pada tingkat tertentuakan
memiliki perbedaan satu sama lain.
2. Ketidakstabilan
Fenomena ketertarikan dari para peneliti terhadap perilaku organisasional dan teori
organisasi sifatnya fana
3. Sensitivitas
Orang – orang yang menyusun organisasi, dan artinya adalah organisasi itu sendiri,
akan dapat berperilaku secara berbeda jika mereka mengetahui akan adanya hipotesis
– hipotesis penelitian mengenai mereka.
4. Kurang sesuai dengan kenyataan
Variable – Variable yang memanipilasi dan mengendalikan di dalam penelitian
organisasional mengubah fenomena yang sedang dipelajari
5. Perbedaan epistemologis
Luran dan Davis menyatakan ;
“ yang menjadi hal utama bagi pendekatan ideografis terhadap studi – studi perilaku
organisasional interaktif di dalam suatu lingkungan yang dialami dan dimaksudkan untuk
memeriksa dan menarik kesimpulan dalam menguji hipotesis – hipotesis spesifik adalah
rancangan eksperimental kasus tunggal yang intensif dan metode – metode langsung
langsung seperrti pengamatan partisipan yang sistematis”
Etnografi yang digunakan oleh para antropologis yang melibatkan mereka di dalam
kenyataan orang lain. Para peneliti di bidang akuntansi yang tertarik dengan metode
etnografis seharusnya memiliki keterlibatan langsung yang terus – menerus dan berlangsung
dalam lingkungan organisasional yang sedang di teliti. Mereka membutuhkan pengamatan
lapangan untuk melihat struktur di dalam dan juga perilaku di permukaan dari mereka –
mereka yang berada di dalam organisasi tersebut. Menurut usulan John Van Maneen mereka
perlu :
1. Memisahkan konsep – konsep urutan pertama atau fakta – fakta dari suatu
penyelidikan etnografis dan konsep – konsep urutan kedua atau teori – teori yang
di gunakan oleh seorang analis untuk menyusun dan menjelaskan fakta – fakta
tersebut.
2. Membedakan antara data penyajian yang mendokumentasi “ aliran percakapan
dan aktivitas spontan yang terjadi dan diamati oleh etnografer ketika sedang
berada di lapangan” dan data penyajian yang “ berhubungan dengan tampilan –
tampilan yang oleh para informan berusaha untuk dijaga ( atau ditingkatkan ) di
mata pekerja lapangan, pihak luar dan pihak asing secara umum, rekan rekan
sekerja, teman sejawat yang dekat dan akrab, dan sampai beberapa tingkat
tertentu, diri mereka sendiri.
3. Secara terus – menerus menilai kebenaran dari informasi lisanuntuk
mengungkapkan kebohongan, area – area yang tidak diketahui, dan beragam
asumsi – asumsi yang diterima begitu saja.
Herbert Spigelberg menguraikan tujuh langkah dari fenomenologi berikut ini untuk
memandu para peneliti :
1. Menyelidiki fenomena tertentu
2. Menyelidiki esensi – esensi umum
3. Memahami hubungan penting yang terjadi diantara esensi – esensi
4. Mengamati cara – cara penampilan
5. Mengamati konstitusi fenomena dalam kesadaran
6. Menunda untuk memercayai eksistensi dari fenomena
7. Menginterpretasikan arti dari fenomena
Penggunaan dari kedua metode tersebut ( Nomotesis dan Ideografis ) dapat :
1. Memberikan keyakinan yang lebih tinggi akan hasil yang di peroleh
2. Membantu untuk menyingkapkan dimensi yang menyimpang atau diluar kuadran dari
sebuah fenomena
3. Mengarah pada terjadinya sintesa atau integrasi teori – teori dan
4. Menjadi suatu tes yang sangat penting
III. PERSPEKTIF ILMU AKUNTANSI
Memberikan empat pendekatan berbeda dalam memperoleh dan mengklasifikasikan ilmu
pengetahuan formal dalam akuntansi. Keempat pendekatan tersebut adalah :
1. Formisme
2. Mekanisme
3. Kontekstualisme
4. Organisisme
3.1 HIPOTESIS DUNIA oleh Stephen Pepper
Penyempurnaan kognitif ini dapat dicapai melalui :
1. Bukti pendukung Multiplikatif, suatu konfirmasi atas fenomena oleh beragam subjek
2. Bukti pendukung structural, penggunaan teori dan hipotesis mengenai dunia dan
konfirmasinya oleh data empiris.
Hipotesis Dunia dapat di tandai sebagai berikut :
1. Formisme terdiri atas teori – teori analitis dan dispresif
2. Mekanisme terdiri atas teori – teori analitis dan integrative
3. Kontekstualisme terdiri atas teori – teori sintesis dan dispersive, serta
4. Organisisme terdiri atas teori – teori sistesis dan integrative.
1) FORMISME
Secara Filosofis terhubung dengan “ kenyataan” dan “ idealism platonik”, dengan
eksponen – eksponen seperti Plato dan Aristoteles. Hipotesis ini teriri atas teori – teori
analitis dan dispersive. Metafora akarnya adalah .
Uraian dalam formisme terdiri dari 3 kategori. Yaitu ;
a. Karakter
b. Kekhususan
c. Partisipassi
2) MEKANISME
Pengetahuan berjenis mekanisme ini memiliki enam ( 6 ) cirri – ciri :
a. Seperti sebuah mesin, objek studi terdiri atas bagian – bagian yang memiliki
lokassi – lokasi tertentu.
b. Bagian tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk kuantitatif, sesuai dengan sifat
utama dari mesin tersebut.
c. Hubungan resmi antara bagian – bagian dari objek studi dapat diuraikan sebagai
rumus – rumus fungsional atau korelasi – korelasi statistic. Hal ini merupakan
pernyataan dari antar hubungan diantara bagian – bagian mesin.
d. Sebagai tambahan dari sifat utama, terdapat karakteristik lain yang dapat
dinyatakan secara kuantitatif, meskipun tidak relevan secara langsung dengan
objek studi ; mereka adalah sifat – sifat sekunder.
e. Sifat – sifat sekunder tersebut juga berhubungan secara prinsip dengan objek studi
karena “ jika memang terdapat suatu uraianlengkap tentang mesin, kita seharusnya
ingin untuk menemukannya dan menguraikan prinsip seperti apakah yang dapat
mempertahankan sifat – sifat sekunder tertentu terlekat pada bagian – bagian
tertentu dari mesin tersebut.
f. Hukum – hukum sekunder menandai hubungan yang stabil diantara sifat – sifat
sekunder.
Teori kebenaran dari mekanisme adalah apakah mesin tersebut bekerja, yang akhirnya
sampai kepada mampu tidaknya pengetahuan seseorang meramalkan hasil – hasil dari
penyesuaian spontan ( casual adjustment ) yang terjadi dalam system.
3) KONTEKSTUALISME
Kontekstualisme bersifat sintesis, dimana ia berfokus pada pola , suatu keseluruhan
objek studi dimana fokusnya adalah pada interpretasi dari fakta – fakta yang diambil satu
persatu dari suatu keseluruhan fakta. Fakta – fakta ini ditandai oleh pola – pola yang terus
menerus berubah, membuat perubahan dan hal baru sebagai kategori – kategori
kontekstualistis yang fundamental. Kebenaran dari kontekstualisme adalah operasional
jika dilihat dari konfirmasi kualitatif dan pengerjaan pragmatis.
4) ORGANISISME
Organisisme terintegrasi dalam artian bahwa dunia tersusun dari fakta – fakta yang
tertata rapih dan terintegrasi yang dapat diuraikan sekaligus di ramalkan.
Ia bersifat sintesis, dengan berfokus pada keseluruhan objek studi dan bukannya fakta –
fakta yang berbeda. Semua hal sianggap kohern dan terintegrasi dengan baik dan
memiliki tujuh fitur, diantaranya ;
a) Fragmen – fragmen pengalaman yang muncul
b) Nexus –nexus atau sambungan – sambunga yang secara spontan mengarah
sebagai akibat dari gangguan – gangguan
c) Tradisi, jurang pemisah, perlawanan atau tindakan tandingan terhadap resolusi
dalam
d) Suatu keseluruhan organic
e) Yang implicit dalam fragmen dan
f) Melebihi kontradiksi – kontradiksi sebelumnya melalui cara – cara suatu totalitas
koheren, yang
g) Membuat lebih ekonomis, menghemat, memelihara semua fragmen – fragmen
pengalaman asli tanpa satu pun kerugian.
3.2 FORMISME dalam AKUNTANSI
Fenomena dalam akuntansi meliputi pencarian akan kesamaan dan perbedaan diantara
berbagai objek studi yang berbeda – beda tanpa mempeertimbangkan adanya kemungkinan
hubungan diantara mereka. Aspek dari bidang akuntansi ini ditandai oleh metodelogi
klasifikasi yang tak kenal lelah. Penyelidikan formisme berfokus pada karakter taksonomis
dari objek studi dan bukannya penyebab – penyebab dari kesamaan dan perbedaan. Objek
studinya diasumsikan memut kesamaan – kesamaan yang sistematis dan independen dari
pengamat, dan tugas dari para peneliti akuntansi adalah untuk menemukan apakah kesamaan
tersebut.
3.3 MEKANISME dalam AKUNTANSI
Mekanisme dalam akuntansi tidak hanya meliputi pencarian kesamaan dan perbedaan
diantara objek – objek studi namun juga dan terutama adalah untuk hubungan kuantitatif
yang memungkinkan dilakukannya penguraian dan peramalan. Mekanisme dalam akuntansi
berfokus pada pencapaian uraian yang semakin mendalam dan penyajian yang lebih
sempurna agar dapat menggambarkan suatu representasi yang singkat dari logika yang
menghubungkan bagian – bagian dari objek penelitian akuntansi.
Masalah yang dihadapi oleh mekanisme dalam akuntansi adalah adanya asumsi tidak
langsung bahwa ;
a) Ukuran tidak memiliki perbedaan ( invariant )
b) Hubungan diantara ukuran tidak memiliki perbedaan ( invariant )
3.4 Kontekstualisme dalam akuntansi
Kontekstualisme dalamakuntansi berfokus pada interpretasi dari fakta-fakta independen
yang diperoleh dari seperangkat fakta menurut suatu konteks spesifik yang akan menciptakan
suatu pola atau gestalt. Fakta-fakta yang terdapat dalam setiap pola diasumsikan akan
mengalami perubahan dan menerima hal-hal baru. Mereka dapat dibedakan berdasarkan sifat
dan tekstur mereka. Dengan adanya pemikiran akan perubahan ini, analisis menurut suatu
konteks tertentu akan memiliki asumsi ontologis bahwa dunia sosial atau dunia akuntansi
akan selaluterus bergerak. Perbedaan fundamental antara kontekstualisme dan formisme
dalam akuntansi adalah bahwa fakta-faktanya kini dikumpulkan kedalam konteks-konteks
spesifik. Contoh konteks baru ini meliputi:
Peristiwa-peristiwa ekonomi, seperti kebangkrutan, pengambilalihan, pemeringkatan
obligasi
Klasifikasi industri
Klasifikasi sementara, seperti sebelum dan sesudah peristiwa besar dibidang politik,
ekonomi, atau sosial.
Setiap aspek dari ilmu akuntasni dapat diklasifikasikan menurut suatu pengelompokan
yang ditandai dengan sebuah konteks spesifik. Kita dapat mempertimbangkan kasus-kasus
dari teknik akuntansi dan isidari ilmu yang diklasifikasikan menurut industrinya. Studi yang
mereka lakukan dibatasi hanya pada satu industri tertentu untuk satu waktu. Kontekstualisme
sepertinya lebih bermanfaat bagi praktik akuntasni daripada formisme dengan memecahkan
gestalt khusus dalam akuntansi dimana ia dapat menunjukkan “apa yang berguna” dan “apa
yang tidak berguna” dan mengidentifikasikan bekerjanya budaya-budaya organisasional yang
spesifik didalam akuntansi.
Kontekstualisme dalam penelitian akuntansi bergantung pada analisis dari fakta-fakta
yang hanya diverifikasi secara langsung, fakta-fakta yang spesifik terhadap situasi teertentu,
seperti misalnya pada industri tertentu. Sehingga hasil akhirnya akan memiliki ruang lingkup
yang terbatas. Hal ini merupakan suatu dilema yang serius bagi kontekstialisme dalam
akuntansi, yaotu untuk baik menerimakekhusussan maupun mengakui adanya perubahan-
perubahan secara konstan didalamkonteks.
3.5 Organisisme di dalam akuntansi
Bagi mereka yang menerapkan organisisme di dalam akuntansi akan berfokus oada
gestalt yang spesifik sebagai objek studinya, yang terdiri dari fakta-fakta yang tertata dengan
baik dan terintegrasi serta dapat diuraikan sekaligus diramalkan. Seperti mekanisme dalam
akuntansi, organisisme mencari determinasi dari keteraturan empirik di antara fenomena-
fenomena yang berbedamelalui berragam bentuk analisis statistik. Organisisme dalam
akuntansi dipandang sebagai salah satu faktor yang penting dalam penelitian akuntansi di mas
depan. Seperti yang dinyatakan Beaver:
Faktor kedua adalah penekana pada penelitian kontekstual dan bukannya penelitian
generik. Secara tidak langsung hal ini telah tertera dalam faktor pertama dimana terdapat
penekanan pada kekayaan institusional, yang cenderung untuk mengarahkan kepada konteks-
kontekskhusus. Nilai dari studi generik mengalami penurunan karena penelitian terdahulu
telah meraup sebagian besar dari keuntungab tersebut dan telah membahas pertanyaan dasar,
yang menjadi urutan pertama, misalnya apakah terdapat hubungan statistikantara
pengembalian dan perubahan laba?
Organisisme dalam akuntansi memang akan bergantung pada ketersediaan dari basis data
asli, fokus pada konteks spesifik yang akan mengakui keunikan dari data dan
mengharmonisasikannya menjadi holon akuntansi yang lebih lengkap.organisisme dalam
akuntansi perlu pula untuk mengidentifikasikan urutan langkah-langkah yang mencapai
puncaknya dalam suatu telos, suatu keseluruhan yang mendetail. Apa yang tampak seperti
peristiwa-peristiwa akuntansi yang berbeda selanjutnya akan dihubungkan dalam sebuah
harmoni yang memiliki arti sebuah sintesis yang lebih tinggi, klasifikasi atas anomali dan
fokus pada struktur mendasar yang komprehensif. Hasil akhirnya adalah sebuah dunia
akuntasni yang koheren dan terintegrasi dengan baik.
IV. PERSPEKTIF PADA PENELITIAN AKUNTANSI
Penelitian akuntansi dapat memiliki banyak ragam dan pilihan. Bagi orang awam, penelitian
akuntansi tampak seperti mengalami kesulitan dalam mencari topik,metodology, dan jenis
wacananya. Kenyataannya ternyata sangat berbeda. Sebuah pendekatan yang diterapkan oleh
Burrell dan Morgan dalam analisis oraganisasional dapat digunakan untuk membedakan
pandangan strukturalis radikal. Dalam bagian ini, keempat pandangan tersebut akan dibahas
dan diterapkan pada penelitian akuntansi.
4.1 Kerangka Kerja Burrell dan Morgan
4.1.1 Hakikat dari Ilmu Sosial
Terdapat empat asumsi yang dibahas dalam kaitannya dengan hakikat dari ilmu sosial, yaitu
ontologi, epistemologi, sifat manusia, dan metodologi. Asumsi-asumsi ini juga dipikirkan
dari segi dimensi subjektif – objektif.
Pertama, asumsi ontologis, berhubungan dengan esensi paling mendasar dari
fenomena akuntansi yang melibatkan perbedaan-perbedaan nomimalisme-realisme.
Perdebatan yang terjadi adalah apakah alam sosial yang berada di luar kesadaran individu
adalah merupakan penggabungan nama-nama asli, onsep, dan judul yang merupakan struktur
pada kenyataan.
Kedua, perdebatan tentang epistemologis, yang berkaitan dengan dasar pengetahuan
dan hakikat pengetahuan, melibatkan debat antipositivisme-positivisme.
Ketiga, perdebatan sifat manusia, berkaitan dengan hubungan antara manusia dan
lingkungannya, yang melibatkan perdebatan voluntarisme-determinisme.
Keempat, perdebatan mengenai metodologi, yang berkaitan dengan metode-metode
yang digunakan untuk melakukan penyelidikan dan mempelajari alam sosial, melibatkan
perdebatan ideologis-nonotetis.
4.1.2 Hakikat dari Masyarakat
Yakni perdebatan susnan konflik atau perdebatan regulasi-perubahan radikal. Sosiologi
regulasi mencoba untuk menjelaskan masyarakat dengan berfokus pada kesatuan dan
keterpaduannya serta perlunya diberikan suatu regulasi. Sosiologi perubahan radikal
sebaliknya, mencoba untuk menjelaskan masyarakat dengan berfokus pada perubahan
radikal, konflik struktural mendalam, cara-cara pendominasian, dan pertentangan struktural
yang terjadi pada masyarakat modern. Seperti yang disoroti oleh Burrel dan Morgan,sosiologi
regulasi berkaitan dengan status quo, tatanan sosial, solidaritas,aktualisasi, sedangkan
sosiologi perubahan radikal berkaitan dengan konflik struktural,emansipasi,perampasan hak.
4.1.3 Kerangka Kerja untuk Analisis Penelitian
Burrell dan Morgan mengembangkan suatu skema yang koheren untuk melakukan analisis
atas teori sosial secara umum dan analisis organisasional secara khusus. Skema ini terdiri atas
empat paradigma yang berbeda dan diberi nama sebagai
1. Humanis radikal, yang ditandai oleh perubahan radikal dan dimensi subjektif.
2. Strukturalis radikal, yang ditandai oleh perubahan radikal dan dimensi objektif.
3. Interpretatif, yang ditandai oleh dimensi subjektif dan regulasi.
4. Fungsionalis, yang ditandai oleh dimensi objektif dan regulasi.
4.2 Pandangan Fungsionalis dalam Akuntansi
Pandangan fungsionalis dalam akuntansi berfokus pada penjelasan keteraturan sosial,
dimana akuntansi memainkan sebuah peranan, jika dilihat dari sudut pandang seorang realis,
positivis, determinis, dan nomotetis. Paradigma fungsionalis dalam akuntansi melihat
fenomena akuntansi sebagai hubungan dunia nyata yang konkret yang memiliki keberaturan
dan hubungan sebab akibat yang dapat diterima dengan disertai penjelasan dan peramalan
ilmiah.
Dalam fungsionalis struktural, paradigma fungsionalis dalam akuntansi berfokus pada
penetapan fungsi-fungsi yang dibutuhkan oleh akuntansi untk menjalankan operasi organisasi
secara efektif. Fungsi-fungsi ini adalah “prasyarat fungsional” atau “keharusan fungsional”
dari adaptasi pencapaian sasaran, integrasi dan latensi atau pemeliharaan pola. Untuk
mencapai keharusan-keharusan tersebut,maka didefinisikanlah struktur atau elemn dari
akuntansi. Objektivisme dengan komitmennya kepada model dan metode yang digunakan
dalam ilmu-ilmu alam adalah cara utama dalam penelitian dan pembuatan teori akuntansi.
Pandangan fungsionalis dalam akuntansi menandai apa yang secara umum diterima
sebagai suatu penelitian akuntansi konvensional. Asumsi-asumsinya yang dominan meliputi
hal-hal berikut ini: “ Teori dipisahkan dari pengamatan yang dapat digunakan untuk
memverifikasi ataupun menyalahkan sebuah teori. Perhitungan hipotesis-deduktif dari
penjelasan ilmiah dapat diterima. Sedangkan metode kuantitatif dari analisis dan
pengumpulan data yang memungkinkan adanya generalisai adalah metode yang lebih
disukai.”
4.3 Pandangan Interpretatif dalam Akuntansi
Pandangan interpretatif dalam akuntansi berfokus pada menjelaskan tatanan sosial dari sudut
pandangan seorang normalis, antipositivis, voluntaris, dan ideologis. Fenomenologi, jika
diterapkan pada akuntansi, akan mencoba untuk menampakkan secara eksplisit, “esensi-
esensi” yang tidak dapat ditunjukkan oleh pengamatan positivis biasa. Paradigma interpretatif
dalam akuntansi, meskipun masih sangat muda, telah berfokus pada
1. Kemampuan dari informasi untuk “membentuk kenyataan”
2. Peran dari akuntansi sebagai sebuah alat “linguistik”
3. Peran-peran dan gambaran lain yang dapat dilaksanakan oleh akuntansi.
Bagi para interpretatis, akuntansi tidak lebih dari hanya sekedar nama, konsep, dan label yang
digunakan untuk membuat suatu kenyataan sosial. Ia hanya dapat dimengerti dari sudut
pandang piha-pihak yang terlibat langsung dalam pembuatan, komunikasi, dan
penggunaannya. Secara metodologis, metode-metode ideografis dan bukannya metode
hipotesis-deduktiflah yang dibutuhkan untuk menghidupkan kembali definisi pelaksana atas
masalah. Oleh karenanya, asumsi-asumsi yang dominan dari pandangan interpretatif dalam
akuntansi hendaknya adalah:
a. Percaya pada pengetahuan
Penjelasan ilmiah yang dimaksud manusia. Kecukupan mereka dinilai melalui
kriteria konsistensi logis, interpretasi subjektif dan persetujuan dengan interpretasi
akal sehat si pelaksana.
b. Percaya pada kenyataan fisik dan sosial
Kenyataan sosial adalah suatu hal yang akan segera terjadi, diciptakan secara
subjektif, dan diobjekttifikasi melalui interaksi manusia. Seluruh perbuatan
mempunyai arti dan maksud yang secara retrospektif deberkahi dan didasarkan atas
praktik-praktik sosial dan historis. Tatanan sosial sudah dipastikan. Konflik diatasi
melalui skema-skema umum yang memiliki arti sosial.
c. Hubungan antara teori dan praktik
Teori mencoba untuk menjelaskan tindakan dan untuk memahami bagaimana tatanan
sosial diciptakan kembali.
Adapun keterbatasan dalam paradigma interpretatif yakni:
1. Paradigma ini berasumsi bahwa seorang pengamat “quasidivine” dapat memahami
tindakan sosial hanya melalui subjektivitas saja dan tanpa interferensi
2. Menciptakan sebuah ilusi mengenai ilmu yang murni dengan menggunakan garis
pemikiran sacara monologis.
3. Gagal menjadi penuntut perubahan.
4.4 Pandangan Humanis Radikal dalam Akuntansi
Pandangan ini berfokus pada penjelasan tatanan sosial dari perspektif seorang nominalis,
voluntaris, serta ideografis dan memberikan penekanannya pada bentuk-bentuk dari
perubahan radikal. Pandangan ini menghargai semua penelitian yang memperkecil kritik
filosofis yang diberikan pada beberapa metodologi normatif. Dalam bentuk teori kritis ia
mensyaratkan dua bentuk analisis:
a. Suatu analisis taksonomis atas kepentingan-kepentingan ontologis, epistemologis, dan
metodologis yang mendasari ilmu organisasional
b. Suatu kritik mengenai dinamika yang saling memengaruhi dari penelitian, teori, dan
praktik. Ia akan memperluas kritik epistemiknya hingga mencakup:
a. Sebuah pembahasan mengenai keterbatasan yang dimilikioleh bentuk-bentuk
penyelidikan alternatif.
b. Analisis mengenai hubungan antara komunitas peneliti organisasional dan
para praktisi serta organisasional
c. Pengakuan atas sasaran praktis dari setiap bentuk penelitian tertentu.
Para akuntan klasik atau fungsional menuduh para humanis sebagai kaum partisan dan
nonakademik. Burrell dan Morgan, para humanis sering diistilahkan sebagai orang-orang
radikal yang bersikeras untuk meniup nyala api kesadaran revolusioner, atau sebagai
eksistensialis tidak berakal yang tidak mau atau tidak dapat menyesuaikan diri terhadap
“kenyataan” hidup dunia sehari-hari dan menerima “kemajuan” yang telah terjadi
4.5 Pandangan Strukturalis Radikal dalam Akuntansi
Pandangan ini mencari perubahan radikal, emansipasi, dan potensionalitas dengan
menggunakan sebuah analisis yang ditekankan pada konflik struktural, cara-cara
dominasi,kontradiksi dan penghapusan hak. Paradigma ini mencipataka teori-teori akuntansi
yang didasarkan atas metafora-metafora seperti alat dominasi, sistem skismatis, dan bencana.
Peran akuntansi dalam analisisbirokrasi klasik dar Weber sebagai salah satu cara
dominasi, analisis “ iron law oligarchy” (oligarki hukum besi dari Robert Michels, dan
analisis organisasi dari Marxis akan muncul sebagai suatu alat dominasi yang berkuasa untuk
dipahami sebagai bagian yang penting dari sebuah proses dominasi yang lebih luas di dalam
masyarakat secara keseluruhan.
Para akuntan strukturalis memiliki pandangan yang objektif atas alam sosial namun
juga berfokus pada kencenderungan terjadinya kontradiksi dan krisis yang ditimbulkan oleh
proses akuntansi. Sehubungan dengan akuntansi perusahaan, pemdekatan ini akan berfokus
pada kebebasan relatif dari berbagai praktik , kebijakan, dan teori akuntansi dari kekuatan
ekonomis dan politis yang nyata. Perkembangan akuntansi dapat dilihat sabagai sebuah
proses sui generis, atau didefinisikan dari dalam.
5.FONDASI INTELEKTUAL DALAM AKUNTANSI
5.1 Akuntansi berbasis Ekonomi Marginal
Komitmen akuntansi terhadap margianalisme dapat dengan baik ditunjukkan oleh dua
penekanan yaitu pada individualisme dan pada mempertahankan objektivitas dan
independensi. Penekanan pertama mencakup baik pandnagan atas kedaulatan dari masing-
masing pemilik, yang mengabaikan pemisahan antara kempemilikan dan manajemen,
maupun pandanagan yang secara eksplisit mengakui pemisahan antara kepemilikan dan
manajemen namun menganggap juga perusahaan sebagai pihak yang “sah” memiliki hak
untuk menguasai tingkat sumber daya tertentu. Penekanan yang kedua menempatkan akuntan
pada posisi seorang sejarawan dan akuntansi pada posisi catatan yang tidak memihak dari
pertukaran historis dengan objektivitas sebagai tujuan terpenting.
Kedua penekanan diatas membatasi pada praktik dan pengajaran akuntansi. Seperti yg
dikatakan Anthony Tinker dan rekannya, penekanan yang pertama meimbulka pertanyaan
tentang afiliasi golongan dari individu dan peran yang dimainkan oleh akuntan dalam konflik
antargolongan, dan penekanan yang kedua mengarah pada penghindaran pertanyaan-
pertanyaan subjektif tentang nilai dan menginformasikan data akuntansi kepada harga pasar
yang objektif.
Ekonomi marginal dan akuntansi konvensional yang didasarkan pada nilai dan laba
ekonomi yang berhubungan, dikaitkan dengan nilai kemungkinan konsumsi di masa datang
yang diperoleh dari taksiran nilai sekarang (present value) dan aliran arus kas mereka.
Menurut Tinker, bahwa dalam membandingkan proyek-proyek investasi modal alternatif,
akuntansi berdasarkan ekonomi marginal tidak memberikan suatu solusi yang unik.
Perbandingan tersebut akan bergantung pada pemilihan tingakt suku bunga. Proyek yang
paling dibutuhkan bagi suatu masyarakat hanya dapat dipastikan dengan menggunakan satu
tingkat bunga tertentu, yang cocok bagi perusahaan yang menggunakan biaya modalnya
sebagai tingkat bunga. Akan tetapi, dengan melihat berbedanya biaya modal untuk tiap-tiap
perusahaan, maka perhitungannyapun akan tidak dapat ditentukan. Hal ini menjadi alasan
untuk menggunakan suatu tingkat suku bunga pasar tertentu dalam memutuskan apakah satu
proyek akan lebih menguntungkan secara sosial jika dibandingkan dengan proyek yang lain.
Begitupula, D.J. Cooper menunjukkan bahwa tingkat suku bunga pasar bergantung pada
penawaran dan permintaan modal moneter, yang selanjutnya akan bergantung pada tingkat
suku bunga pasar. Singkatnya, ekonomi marginal ditampilkan sebagai tautologis atau tidak
terdeterminasi.
5.2 Akuntansi Ekonomi Politis
Akuntansi ekonomi politisi dipicu oleh adanya keterbatasan dari ekonomi marginal dan
keunggulan dari ekonomi politis. Ekonomi politis mengakui adanya dua dimensi modal: satu
sebagai instrumen (fisik) dari produksi dan satu lagi sebagai hubungan manusia dengan
manusia dalam sebuah organisasi sosial. Perbedaan bentuk masayarakat terjadi dan ditandai
oleh perbedaan institusi-institusi sosial. Disini akuntansi memainkan sebuah peranan
ideologis dalam melegitimasi ideologi dari prinsip pengorganisasian dasar dan dalam
membingungkan hubungan antara golongan-golongan di dalam masyarakat dan memperkuat
kembali distribusi kekuatan yang tidak merata. Akuntansi sebagai suatu ideologi berada di
dalam bidang akuntansi ekonomi politis.
Definisi yang baik dari akuntansi ekonomi politis ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
Akuntansi Ekonomi Politis (AEP) adalah sebuah pendekatan normatif, deskriptif, dan
kritis terhadap penelitian akuntansi. Ia memberikan kerangka keja yang lebih luas dan lebih
holistik dalam menganalisis dan memahami nilai dari laporan-laporan akuntansi dalam
ekonomi secara keseluruhan. Pendekatan AEP mencoba untuk menjelaskan dan
menerjemahkan peran dari laoran akuntansi dalam pendistribusian laba, kekayaan, dan
kekuatan dalam masyarakat. Dalam pelaksanaanya, suatu pendekatan AEP akan menjadikan
struktur institusional dari masayarakt sebagai model yang akan membantu melakukan peran
tersebut dan mmberikan suatu kerangka kerja untuk memeriksa seperangkat institusi,
akuntansi, dan laporan akuntansi yang baru.
D.J Cooper dan M. J Sherer bahkan menyajikan tiga karakteristik dari akuntansi ekonomi
politis
1. AEP hendaknya mengakui kekuatan dan konflik yang terjadi dalam masyarakat dan
maka dari itu hendkanya berfokus pada dampak-dampak dari laporan akuntansi pada
pembedaan laba, kekayaan, dan kekuatan dalam asayrakat. Fitur ini secara langsung
bertentangan dengan pluralis yag cenderung untuk memiliki pandangan bahwa
masyarakat dikendalikan oleh kaum elite yang terdefinisi dengan jelas atau terdapat
konflik sosial yang terus menerus antara golongan-golongan yang pada dasarnya
antagonis.
2. AEP hendaknya mengakui lingkungan historis dan institusional yang spesifik dari
masyarakat dimana ia beroperasi, yaitu bahwa:
Ekonomi didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar
Ketidaksetaraan merupakan suatu fitur permanen dari ekonomi
Negara memainkan peran yang sangat penting dalam mengelola ekonomi, dalam
ketidakmampuan untuk mengendalikan tingkat pembelajarannya, dalam
melindungi kepentingan-kepentingan komersial dari perusahaan-perusahaan besar,
dalam menjaga keharmonisan sosial dan legitimasinya sendiri, dan pada saat yang
bersamaan ikut campur tangan dalam menentukan kebijakan-kebijakan akuntansi.
3. AEP hendaknya menerapkan pandangan yang lebih emansipasif akan motivasi
manusia dan peranan dari akuntansi. Akuntansi hendaknya diakui sebagai pelaku
(agen) yang memengaruhi dan menjadi penyebab dari baik motivasi maupun
pengasingan dalam pekerjaan dan pencarian kepentingan diri sendiri serta memainkan
fungsi yang aktif secara sosial daripada fungsi pasif.