PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN TERHADAP PROGRAM KEMITRAAN
DAN BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA
SERTA EFEKTIVITAS IMPLEMENTASINYA
(Studi Kasus PT. Pertamina (Persero) di Komunitas Seberang Ulu II, Sumatera Selatan)
SRI ARMA SEPRIANI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
i
ABSTRACT
SRI ARMA SEPRIANI Stakeholders’ perception of Partnership Program and
Community Development of Government-owned Corporation and the
effectiveness of the implementation. Supervised by FREDIAN TONNY
NASDIAN
This study is about the stakeholders’ perception of partnership program
and community development (PKBL) and the effectiveness of the implementation
which doing by PT. Pertamina in Seberang Ulu II community, South Sumatera.
This study use qualitative and quantitative approach with triangulation and
survey method. Informant is the staff from External Relation, Human Resources
and Environment function. Respondent is people who are the employee of PT.
Pertamina Retail Region II, the local government staffs and Seberang Ulu II
community, both participants and non participants of PKBL. This study focused
on the assessment of the effectiveness of PKBL according to guidelines of ISO
26000, and also the correlation between stakeholders’ perceptions and PKBL
success rate for identifying the effectiveness of PKBL implementation.
Based on result, PKBL implementation can only fill two of ISO 26000
core subjects, namely good governance organizations issue, and also community
involvement and community development issue. It means that according to ISO
26000, the effectiveness of PKBL implementation is low. Beside that, the majority
of stakeholders’ perception is Corporate Social Responsibility and the success
rate of PKBL implementation is low. There’s significant correlation between
perception of Corporate Citizenship and Corporate Social Responsibility with
success rate of PKBL, but not in Corporate Philantrophy. Therefore, the
effectiveness of the implementation of PKBL is directly proportional to success
rate of PKBL, then the effectiveness of PKBL implementation is low too.
.
Keywords: PKBL, Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy, Corporate
Social Responsibility, Perception, Effectiveness, ISO 26000
ii
RINGKASAN
SRI ARMA SEPRIANI. PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN
TERHADAP PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN BUMN
DAN EFEKTIVITAS IMPLEMENTASINYA (Studi Kasus PT. Pertamina
(Persero) di Komunitas Seberang Ulu II, Sumatera Selatan). Di bawah bimbingan
Fredian Tonny Nasdian.
Corporate Social Responsibility (CSR) memiliki definisi yang beragam
sehingga wujudnya pun diartikan beragam. Tanggung jawab sosial perusahaan
pada BUMN umumnya diwujudkan dalam bentuk Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan (PKBL). Pertamina UPMS II di Seberang Ulu, Sumatera Selatan pun
menerapkan PKBL sebagai tanggung jawab sosialnya. Oleh karena itu, menjadi
menarik untuk mengkaji sejauh mana efektivitas PKBL sebagai tanggung jawab
sosial perusahaan bila ditilik dari tujuan internal tanggung jawab sosial
perusahaan dengan memperhatikan persepsi pemangku kepentingannya serta dari
pedoman pelaksanaan tanggung jawab sosial ISO 26000. Pemangku kepentingan
perlu diperhatikan sebab mereka yang terpengaruh atau mempengaruhi keputusan
dan aktivitas bisnis perusahaan.
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi implementasi PKBL yang
diterapkan oleh Pertamina UPMS II dan mengkaji sejauh mana implementasi
PKBL Pertamina UPMS II memenuhi „standar kinerja‟ Social Responsibility
menurut pedoman ISO 26000. Pedoman pelaksanaan tersebut difokuskan pada
tujuh subjek inti ISO 26000, yaitu isu tata kelola organisasi yang baik, isu hak
asasi manusia, isu tenaga kerja, isu lingkungan, isu konsumen, isu praktik operasi
yang adil serta isu keterlibatan dan pengembangan masyarakat. Penelitian ini juga
bertujuan mengidentifikasi persepsi karyawan Pertamina UPMS II, masyarakat
dan pemerintah Kecamatan Seberang Ulu II mengenai tanggung jawab sosial
perusahaan kemudian mengkaji hubungan antara persepsi ketiga pemangku
kepentingan tersebut dengan efektivitas implementasi PKBL Pertamina UPMS II.
Persepsi pemangku kepentingan tersebut dikategorikan menjadi Corporate
Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi PKBL Pertamina
UPMS II belum merangsang partisipasi aktif sasaran programnya. Sasaran
program juga belum tergolong mandiri. Keberlanjutan suatu program dari PKBL
pun sangat bergantung pada pengambil keputusan, yaitu Pertamina UPMS II.
Ketidakmandirian masyarakat mengakibatkan mereka sangat mengandalkan
bantuan dari pemilik modal untuk meneruskan suatu kegiatan. Menurut pedoman
ISO 26000, implementasi PKBL baru memenuhi subjek inti tata kelola organisasi
yang baik serta keterlibatan dan pengembangan masyarakat. Artinya, menurut
pedoman ISO 26000, implementasi PKBL sebagai tanggung jawab sosial belum
efektif.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa persepsi mayoritas persepsi
seluruh responden pemangku kepentingan berada pada kategori Corporate Social
Responsibility. Persepsi pada masing-masing pemangku kepentingan yang
diperoleh adalah mayoritas persepsi pemerintah setempat berupa Corporate
Citizenship, sedangkan mayoritas persepsi masyarakat dan karyawan berupa
iii
Corporate Social Responsbility. Tidak ada perbedaan mayoritas persepsi antara
pemerintah lapisan pimpinan dengan lapisan staf serta karyawan pengambil
keputusan dengan karyawan nonpengambil keputusan mengenai tanggung jawab
sosial perusahaan. Sementara itu, terdapat perbedaan persepsi pada masyarakat
peserta dengan karyawan non peserta dan pada penggolongan masyarakat menurut
pekerjaannya.
Tingkat keberhasilan menurut pemangku kepentingan menunjukkan bahwa
mayoritas responden menilai tingkat keberhasilan PKBL adalah rendah. Hasil uji
Kruskal-Wallis H menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penilaian tingkat
keberhasilan pada masing-masing persepsi. Namun, hasil uji korelasi Spearman‟s
rho menunjukkan bahwa hanya pasangan data Corporate Citizenship dan tingkat
keberhasilan serta Corporate Social Responsibility dan tingkat keberhasilan yang
memiliki korelasi yang signifikan, sedangkan pasangan data Corporate
Philantrophy dan tingkat keberhasilan tidak. Oleh karena efektivitas implementasi
PKBL berbanding lurus dengan tingkat keberhasilan PKBL, maka efektivitas
implementasi PKBL adalah rendah. Hasil temuan di lapang juga menunjukkan
kecenderungan penilaian citra positif oleh masyarakat peserta serta karyawan dan
kecenderungan penilain citra negatif oleh pemerintah. Hasil temuan di lapang,
masyarakat non peserta tidak menilai citra Pertamina UPMS II negatif, tetapi
tidak pula menilai positif. Akan tetapi, hasil pengolahan data menunjukkan bahwa
penilaian tingkat keberhasilan rendah paling banyak disumbangkan oleh kategori
masyarakat non peserta.
iv
PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN TERHADAP PROGRAM KEMITRAAN
DAN BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA
SERTA EFEKTIVITAS IMPLEMENTASINYA
(Studi Kasus PT. Pertamina (Persero) di Komunitas Seberang Ulu II, Sumatera Selatan)
SRI ARMA SEPRIANI
Skripsi
Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Pada
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
v
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh:
Nama Mahasiswa : Sri Arma Sepriani
NIM : I34061168
Judul Skripsi : Persepsi Pemangku Kepentingan Terhadap Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan BUMN serta Efektivitas
Implementasinya
(Studi Kasus PT. Pertamina (Persero) di Komunitas Seberang
Ulu II, Sumatera Selatan)
dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Skripsi
Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS
NIP. 19580214 198503 1 004
Mengetahui,
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Ketua
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, M.S
NIP. 19550630 198103 1 003
Tanggal Lulus:
vi
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN TERHADAP PROGRAM
KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN BUMN SERTA EFEKTIVITAS
IMPLEMENTASINYA (STUDI KASUS PT. PERTAMINA (PERSERO) DI
KOMUNITAS SEBERANG ULU II, SUMATERA SELATAN)” BELUM
PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN
TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN
MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA
MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA
SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG
PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN PIHAK LAIN KECUALI
SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA
DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN
INI.
Bogor, Mei 2011
Sri Arma Sepriani
I34061168
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan, pada tanggal 25
September 1988 di Palembang. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara,
putri bungsu dari Bapak Aruji Hamiba, S.Pd dan Ibu Muslimah, S.Pd. Penulis
menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Muhammadiyah 3 Plaju
(1994-2000), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Negeri 20
Palembang (2000-2003), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 4
Palembang (2003-2006). Selama menempuh pendidikan, penulis aktif dalam
beberapa kegiatan organisasi, seperti Pramuka dan Paskibra. Penulis juga
merupakan Ketua 1 OSIS SLTPN 20 Palembang periode 2001-2002, Sekretaris 1
Perwakilan Kelas (PK) SMAN 4 Palembang periode 2003-2004, Ketua 1 PK
SMAN 4 Palembang periode 2004-2005 serta Sekretaris Umum English Debate
Club (EDC) SMAN 4 Palembang periode 2004-2005.
Tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Jalur
USMI (Undangan Saringan Masuk IPB) dan memilih Mayor Sains Komunikasi
dan Pengembangan Masyarakat. Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif
dalam berbagai kegiatan organisasi kemahasiswaan. Penulis tergabung dalam
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (BEM FEMA) sebagai
staf divisi Sosial dan Lingkungan Hidup Kabinet Laskar Pelangi periode 2007-
2008 dan Kabinet Heroik periode 2008-2009. Penulis juga menjadi Ketua Panitia
Seminar Nasional “Let‟s CSR on Campus” tahun 2009, Ketua Panitia pelatihan
“CSR Training on Campus” tahun 2009 dan anggota divisi Humas dan Danus
kepanitiaan Indonesian Ecology Expo 2009 (INDEX 2009). Selain aktif di
organisasi dan kepanitiaan, penulis juga menjadi Asisten Dosen untuk mata kuliah
Sosiologi Umum pada tahun 2008 dan 2009.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
mencurahkan rahmat-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Persepsi Pemangku
Kepentingan Terhadap Program Kemitraan dan Bina Lingkungan BUMN serta
Efektivitas Implementasinya (Studi Kasus PT. Pertamina (Persero) di Komunitas
Seberang Ulu II, Sumatera Selatan)” dapat terselesaikan. Penulis juga
mengucapkan terimakasih untuk Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS yang telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi dengan berbagai saran dan
masukannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu terselesaikannya penulisan skripsi ini, baik melalui kritik, saran,
maupun dukungan semangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Skripsi ini membahas mengenai PKBL sebagai bentuk tanggung jawab
sosial BUMN. Fokus skripsi ini adalah mengkaji efektivitas implementasi PKBL
menurut pedoman pelaksanaan ISO 26000 dan pencapaian tujuan internal
tanggung jawab sosial Pertamina dengan melihat persepsi tiga pemangku
kepentingan. Penulisan Skripsi ini merupakan syarat kelulusan bagi mahasiswa
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan masukan dan perbaikan yang dapat membantu
penyempurnaan tulisan ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi khalayak
banyak.
Bogor, Mei 2011
Penulis
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan rahmat-Nya dan kemudahan dalam segala hal sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan. Penulis juga menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini
tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan
ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS selaku dosen pembimbing skripsi atas
bimbingan, arahan, serta sarannya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi ini;
2. Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS selaku dosen penguji utama, Heru Purwandari,
S.P, M.Si selaku dosen penguji wakil Departemen SKPM dan Martua
Sihaloho, S.P, M.Si selaku dosen uji petik skripsi, terimakasih atas masukan,
kritik dan arahannya yang sangat berharga dalam penulisan skripsi;
3. Ayahanda Aruji Hamiba, S.Pd dan Ibunda Muslimah, S.Pd, serta kakek dan
nenekku tersayang: H. Mat Tjik (alm), Hj. Tjik Iba (alm), H. Harun Djakfar
(alm) dan Hj. Rosidah, terimakasih untuk untaian doa, dukungan dan
semangat yang tak henti diberikan pada penulis;
4. Saudara-saudaraku: Eka Armawati, S.Pd, Bandarsa, S.Pd, Archimedes, S.E,
Dwi Armasusanti, S.E, Muhammad Yusuf Fikri, S.E, terimakasih untuk
semangat dan doanya;
5. Papa H. Agusman Bargal, Mama Hj. Mastoh, Tante „Ria‟ Nur Mulia, Kak Uli,
Kak Helmi, Ayuk Mara, Mas Basuki dan keponakan lucuku: Bima,
terimakasih untuk dukungan dan doanya;
6. Muhammad Rizki Allgusma, S.S yang selalu mendukung dan mendoakan
kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan Skripsi. Terimakasih untuk
enam tahun kebersamaan yang berharga.
7. Mas Robert, Mbak Vega Pita, Mas Habibie, Mas Untung, Pak Kumis dari
Fungsi External Relation Pertamina UPMS II, Mas Kerangga Jaya „SDM‟,
Pak Toyib „PKBL‟, Pak Welly „K3LL‟, seluruh karyawan Pertamina UPMS
II yang menjadi responden penelitian, Winda „Universitas Bidar‟ sesama
x
mahasiswa magang di fungsi ER, terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya
dalam penelitian dan magang di Pertamina UPMS II;
8. Pemerintah di Kecamatan SU II: Bapak Camat Heri A. Rasuan, S.H, Bapak
Sekcam M. Ichsanul A, S.Sos, M.Si, Bapak dan Ibu Lurah di wilayah
Kecamatan SU II, serta seluruh staf di kantor kecamatan dan ketujuh
kelurahan yang telah membantu dan bekerjasama dalam penelitian untuk
skripsi ini;
9. Para responden penelitian di wilayah Kecamatan Seberang Ulu II yang sudah
meluangkan waktunya untuk „diganggu‟ oleh penulis, terimakasih untuk
bantuan dan kerjasamanya;
10. Mas Mahmudi Siwi dan Mas Reza Ramayana, terimakasih untuk dukungan
moral, buku-buku dan diskusi yang sangat membantu proses penulisan skripsi
ini;
11. My Bestie: Rinaldy Yusuf, S.KPM, terimakasih atas doa, semangat, sindiran,
saran, kritik dan bantuannya dari awal hingga akhir proses penulisan skripsi
ini;
12. Wisma Pelangi 73: Kak Lia, Linda, Ita, Nunu, terimakasih atas semangatnya.
Nunu „Nurul Qomariasih‟, terimakasih pula atas bantuannya dalam
pengolahan data penelitian;
13. Quadra Pop Girls: Na, Mpit, Niaw, Dion, Ami, terimakasih untuk semangat,
dukungan, doa dan tawa-tangisnya;
14. Sahabat-sahabat sesama insomaniac: Aditya Wahyu Purnama, Ferdiansyah,
Inerema FDP, M. Idrus Alamsyah, St. Rahayu Pratami Lexianingrum,
member grup alumni PK SMAN 4, member grup alumni SLTPN 20,
terimakasih telah setia menemani penulis mengerjakan Skripsi hingga subuh;
15. Abdillah Apri Sudarmanto, Yovan Dupriliandika Zefta dan Muhammad Iqbal
Pangindoman yang setiap saat menanyakan perkembangan penulisan skripsi,
terimakasih untuk bantuan, doa dan semangatnya; dan
16. Teman-teman KPM‟43, Bu Susi, Mbak Icha, Mbak Maria serta semua pihak
yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu per satu.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 7
1.4 Kegunaan Penelitian ................................................................................... 7
BAB II PENDEKATAN TEORITIS .................................................................... 9
2.1 Tinjauan Pustaka......................................................................................... 9
2.1.1 Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) ................................. 9
2.1.2 Konsep PKBL.................................................................................. 19
2.1.3 Konsep Persepsi...................................................................................
2.1.4 Konsep Pemberdayaan ..................................................................... 22
2.1.5 Konsep Efektivitas ........................................................................... 23
2.2 Kerangka Pemikiran ................................................................................. 24
2.3 Hipotesa Penelitian ................................................................................... 28
2.3.1 Hipotesa Pengarah............................................................................ 28
2.3.2 Hipotesa Uji ..................................................................................... 28
2.4 Definisi Operasional ................................................................................. 28
2.5 Definisi Konseptual .................................................................................. 28
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 32
3.1 Metode Penelitian ..................................................................................... 32
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 33
3.3 Teknik Penentuan Informan, Subjek Kasus dan Responden ...................... 33
3.4 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 36
3.4.1 Pengamatan Berperanserta ............................................................... 37
3.4.2 Penelusuran Dokumen ..................................................................... 37
3.4.3 Wawancara Mendalam..................................................................... 38
xii
Halaman
3.5 Teknik Analisis Data ................................................................................ 38
BAB IV PROFIL KOMUNITAS DAN PERUSAHAAN ................................... 40
4.1 Profil Komunitas....................................................................................... 40
4.2 Profil Perusahaan ...................................................................................... 44
4.2.1 Profil Fungsi External Relation (ER) ............................................... 45
4.3 Ikhtisar ..................................................................................................... 48
BAB V PEDOMAN PELAKSANAAN SOCIAL RESPONSIBILITY DAN
IMPLEMENTASI PKBL PERTAMINA UPMS II ............................... 50
5.1 Pedoman Pelaksanaan Social Responsibility.............................................. 50
5.2 Implementasi PKBL ................................................................................. 63
5.3 Ikhtisar ..................................................................................................... 69
BAB VI PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN TERHADAP PKBL ........ 73
6.1 Persepsi Pemangku Kepentingan............................................................... 73
6.2 Ikhtisar ..................................................................................................... 97
BAB VII PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN DAN EFEKTIVITAS
IMPLEMENTASI PKBL ................................................................... 99
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 105
8.1 Kesimpulan............................................................................................. 105
8.2 Saran ...................................................................................................... 107
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 109
LAMPIRAN .................................................................................................... 112
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jumlah Penduduk Kecamatan Seberang Ulu II pada Agustus 2010 .. 41
Tabel 2. Jumlah Keluarga, RT, RW, Poskamling, Posyandu dan Luas Wilayah
Masing-masing Kelurahan di Kecamatan Seberang Ulu II ............... 41
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan di Kecamatan SU II tahun
2007 ................................................................................................ 42
Tabel 4. Sarana Pendidikan di Kecamatan SU II Tahun 2007 ........................ 43
Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan menurut Kelurahan Tahun
2007 ................................................................................................ 43
Tabel 6. Frekuensi Persepsi Tiga Pemangku Kepentingan Mengenai Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 .............................................. 73
Tabel 7. Frekuensi Persepsi Pemerintah Kecamatan Seberang Ulu II Mengenai
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 .............................. 75
Tabel 8. Frekuensi Persepsi Pemerintah Lapisan Staf Kecamatan SU II
Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ............. 76
Tabel 9. Frekuensi Persepsi Masyarakat di Kecamatan Seberang Ulu II
Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ............. 83
Tabel 10. Frekuensi Persepsi Masyarakat Peserta PKBL Pertamina UPMS II
Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ............. 84
Tabel 11. Frekuensi Persepsi Masyarakat Non Peserta PKBL Pertamina UPMS
II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 .......... 85
Tabel 12. Frekuensi Persepsi Responden Ibu Rumah Tangga Peserta Mengenai
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 .............................. 87
Tabel 13. Frekuensi Persepsi Responden Ibu Rumah Tangga Non Peserta
Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ............. 88
Tabel 14. Frekuensi Persepsi Responden Swasta Mengenai Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan Tahun 2010 ......................................................... 89
Tabel 15. Frekuensi Persepsi Responden PNS Mengenai Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan Tahun 2010 ................................................................... 90
xiv
Halaman
Tabel 16. Frekuensi Persepsi Responden Karyawan Pertamina UPMS II
Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ............. 93
Tabel 17. Frekuensi Persepsi Karyawan Lapisan Non Pengambil Keputusan
Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ............. 95
Tabel 18. Persepsi Pemangku Kepentingan Pertamina UPMS II Tahun 2010... 97
Tabel 19. Distribusi Tingkat Keberhasilan PKBL Berdasarkan Kategori Persepsi
Pemangku Kepentingan Pertamina UPMS II Tahun 2010 ................ 99
Tabel 20. Distribusi Tingkat Keberhasilan PKBL Menurut Persepsi Masing-
masing Pemangku Kepentingan Pertamina UPMS II Tahun 2010 .. 102
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Matriks Tingkat Dinamika Konflik Korporasi-Stakeholder ............ 19
Gambar 2. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 27
Gambar 3. Struktur Jabatan Direktur Pemasaran dan Niaga PT. Pertamina ..... 46
Gambar 4. Bagan Alur Sumber Dana CSR PT. Pertamina (Persero) ................ 47
Gambar 5. Matriks Perbandingan Subjek Inti ISO 26000 dan Lingkup PKBL
serta Non PKBL ............................................................................ 70
Gambar 6. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Pemangku
Kepentingan Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun
2010 .............................................................................................. 74
Gambar 7. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Pemerintah
Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tahun 2010 ................................................................................. 755
Gambar 8. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Pemerintah Lapisan
Staf Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tahun 2010 ................................................................................... 77
Gambar 9. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Masyarakat
Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tahun 2010 ................................................................................... 83
Gambar 10. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Masyarakat Peserta
PKBL Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan Tahun 2010 ................................................................. 85
Gambar 11. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Masyarakat Non
Peserta PKBL di Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan Tahun 2010 ...................................................... 86
Gambar 12. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Ibu
Rumah Tangga Peserta di Kecamatan SU II Mengenai Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ............................................ 87
xvi
Gambar 13. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Ibu
Rumah Tangga Non Peserta di Kecamatan SU II Mengenai
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ........................... 88
Gambar 14. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Swasta di
Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tahun 2010 ................................................................................... 90
Gambar 15. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Responden PNS
Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ........... 89
Gambar 16. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Karyawan Pertamina
UPMS II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun
2010 .............................................................................................. 94
Gambar 17. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Karyawan Non
Pengambil Keputusan Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tahun 2010 ................................................................................... 95
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah diwajibkan untuk
melaksanakan program pembinaan pada usaha kecil bahkan sebelum disahkannya
UU tentang Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007. Pembinaan usaha kecil oleh
BUMN mulai dilaksanakan sejak terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun
1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Jawatan (Perjan),
Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero). Pedoman
pembinaan usaha kecil tersebut mengalami beberapa kali penyesuaian sampai
akhirnya menjadi UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN yang diperkuat dengan
Peraturan Menteri Negara No. 5 tanggal 27 April 2007 tentang Program
Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL)
yang berlaku hingga saat ini.
Program Kemitraan BUMN dan Bina Lingkungan atau biasa disebut
PKBL adalah program untuk memberdayakan dan mengembangkan kondisi
ekonomi, kondisi sosial masyarakat dan lingkungan sekitarnya dalam rangka
mendorong kegiatan dan pertumbuhan ekonomi kerakyatan serta terciptanya
pemerataan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja, kesempatan berusaha
dan pemberdayaan masyarakat. Menurut Peraturan Menteri tentang BUMN No. 5
tahun 2007, Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan
usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari
bagian laba BUMN, sedangkan Program Bina Lingkungan adalah program
pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana
dari bagian laba BUMN. Besaran dana untuk dua program ini adalah masing-
masing sebesar dua persen dari laba BUMN yang dihasilkan pada tahun operasi
sebelumnya.1
1 Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Negara, 2007, Peraturan Menteri Negara Badan
Usaha Milik Negara No. Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan
Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan,
http://www.bumn.go.id/getRegulationDir&filename=1212555721.pdf, diakses pada 29 April 2010.
2
Tahun 2007, tahun yang sama dengan pengesahan UU tentang Perseroan
Terbatas No. 40, Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
memberikan sambutan dalam sebuah Forum CSR-UKM 2007 dengan tema
“Seminar & Pameran Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Pengembangan
Usaha Kecil dan Menengah”. Dalam seminar dan pameran ini, Menteri Negara
Koperasi dan UKM Indonesia menyebutkan bahwa sejak tahun 1989, BUMN
telah berpartisipasi dalam program tanggung jawab sosial dengan membantu
pengusaha UKM dan program tersebut dikenal dengan Program Kemitraan dan
Bina Lingkungan (PKBL).2 Ketua Panitia Khusus UU Perseroan Terbatas, Akil
Mochtar, menyebutkan juga bahwa salah satu alasan tanggung jawab sosial harus
diatur adalah karena kewajiban tanggung jawab sosial sudah diterapkan pada
BUMN dalam bentuk kewajiban menyisihkan sebagian besar laba bersihnya untuk
keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar
BUMN (Fajar 2010). Dengan kata lain, seringkali tanggung jawab sosial pada
BUMN diartikan sebagai Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).
PT. Pertamina (Persero) Unit Pemasaran BBM Retail Region II Sumbagsel
atau yang selanjutnya disebut Pertamina UPMS II merupakan salah satu unit
pemasaran dari PT. Pertamina (Persero) yang memiliki wilayah operasi pada lima
provinsi, yaitu Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Jambi, Bengkulu dan
Lampung dengan pusat lokasinya berada di Kecamatan Seberang Ulu II,
Palembang, Sumatera Selatan. Pada awal berdirinya, perusahaan minyak yang
beroperasi di wilayah Palembang ini dikuasai oleh Belanda. Berbagai fasilitas
yang diperoleh karyawan perusahaan di masa penguasaan Belanda, baik berupa
sarana tempat tinggal maupun kemudahan memperoleh akses terhadap sarana
kesehatan dan pendidikan untuk keluarga karyawan dalam sebuah kompleks milik
perusahaan tentu memperlihatkan perbedaan yang ada antara perusahaan dan
masyarakat. Setelah Indonesia merdeka dan secara resmi mengambil alih
perusahaan tersebut, berbagai fasilitas pra kemerdekaan tersebut masih ada yang
bertahan hingga sekarang. Dengan kata lain, meski tidak semencolok seperti
2 Suryadharma Ali, 2007, Sambutan pada Seminar & Pameran Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan dan Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah, http://www.latofienterprise.
com/file/pdf/Sambutan. pdf, diakses pada 6 Mei 2010
3
sebelum kemerdekaan, jarak sosial antara perusahaan dan penduduk setempat
tersebut masih terlihat.
Kota Palembang saat ini memang belum terlepas dari masalah
ketenagakerjaan dan mencoloknya kesenjangan sosial. Seperti yang ditulis dalam
website kepolisian wilayah Sumatera Selatan, mencoloknya kesenjangan sosial
serta masalah ketenagakerjaan merupakan ancaman dalam menjaga ketertiban dan
keamanan masyarakat Palembang. Sementara itu, masyarakat Palembang
cenderung temperamental dan suka membawa senjata tajam3. Kondisi ini tentu
semakin menyulut kriminalitas di Kota Palembang, termasuk Kecamatan
Seberang Ulu (SU) II.
Beroperasi di wilayah yang memiliki tingkat kriminalitas tinggi dan
ketimpangan sosial yang mencolok seperti yang umumnya terjadi pada wilayah
dengan kerekatan sosial yang rendah sebenarnya bukanlah sebuah hal yang
menguntungkan bagi sebuah bisnis. Perusahaan harus berusaha keras untuk
memperoleh lisensi sosialnya dalam beroperasi di wilayah seperti ini. Pertamina
UPMS II tentu menyadari hal ini. Ketika peraturan mengenai kewajiban
melaksanakan tanggung jawab sosial bagi perseroan diberlakukan, perusahaan
yang telah lebih dulu melaksanakan Program Kemitraan dan Bina lingkungan ini
lalu mengadopsi konsep PKBL sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan
dijalankan oleh fungsi External Relation (ER). Dengan konsep PKBL sebagai
bentuk tanggung jawab sosial perusahaannya, maka Pertamina UPMS II telah
mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk program tanggung jawab sosialnya.
Namun, ekspektasi pemangku kepentingan, terutama pemangku kepentingan
eksternal perusahaan seringkali lebih tinggi dari apa yang dapat dilakukan
perusahaan. Oleh karena itu, menjadi menarik untuk diteliti lebih lanjut
bagaimana efektivitas implementasi PKBL sebagai tanggung jawab sosial
Pertamina UPMS II di Kecamatan Seberang Ulu II, Kota Palembang,
Provinsi Sumatera Selatan.
3 Polri Sumsel, 2009, Profil kewilayahan kepolisian Sumatera Selatan, http://
sumsel.polri.go.id/kewilayahan/, diakses pada tanggal 22 Mei 2010.
4
1.2 Perumusan Masalah
PT. Pertamina (Persero) Unit Pemasaran BBM Retail Region II Sumbagsel
adalah sebuah BUMN yang bergerak di bidang pemasaran produk minyak dan gas
bumi. Berdasarkan UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN, maka perusahaan ini
harus melakukan pembinaan usaha kecil dan menengah serta bina lingkungan atau
PKBL. Namun, pada tahun 2007, saat UU tentang Perseroan Terbatas No. 40
diberlakukan, Pertamina yang mengelola sumberdaya alam juga dikenai
kewajiban untuk melakukan tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam
pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan di masyarakat, tanggung jawab
sosial sesungguhnya adalah jalan bagi perusahaan untuk memperoleh „izin sosial‟
(berupa dukungan) dari masyarakat dalam beroperasi (Warhurst dalam Sukada
et.al. 2007) walau utamanya pelaksanaan tanggung jawab sosial tetap diawali
dengan manajemen dampak berupa upaya meminimumkan dampak negatif dan
memaksimumkan dampak positif atas kehadiran perusahaan. Pada Pertamina
UPMS II, tanggung jawab sosial tersebut diwujudkan dalam bentuk PKBL dengan
berfokus pada bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, serta sarana
prasana dan bencana alam.
Lokasi dimana Pertamina UPMS II beroperasi adalah wilayah dengan
ketimpangan sosial yang mencolok serta tingkat kriminalitas yang tinggi. Tentu
bukan sebuah hal yang mudah untuk memperoleh dukungan masyarakat dalam
beroperasi di wilayah seperti ini. Disamping itu, ekspektasi pemangku
kepentingan eksternal perusahaan seringkali lebih tinggi dari apa yang dapat
dilakukan perusahaan. Oleh karena itu, secara garis besar, pertanyaan yang akan
dikaji lebih lanjut adalah bagaimana efektivitas implementasi PKBL sebagai
tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II di Kecamatan Seberang Ulu II,
Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan.
Terkait implementasi tanggung jawab sosial, International Organization
for Standardization (ISO) telah membuat panduan pelaksanaan tanggung jawab
sosial yang tidak hanya berlaku untuk jenis perusahaan tertentu saja, tapi berlaku
di semua jenis perusahaan. Meski tidak semua bagian dari standar internasional
yang dikenal sebagai ISO 26000 ini sesuai untuk semua jenis perusahaan, namun
semua core subejcts-nya relevan untuk setiap perusahaan. Tujuh core subjects
5
yang termasuk dalam cakupan tanggung jawab sosial perusahaan tersebut antara
lain tata kelola organisasi, hak asasi manusia, praktik ketenagakerjaan, isu
lingkungan, praktik operasi yang adil, isu konsumen serta keterlibatan dan
pengembangan masyarakat. Adapun komponen panduan ISO 26000 lainnya
adalah prinsip-prinsip tanggung jawab sosial, isu-isu terkait tanggung jawab sosial
dan cara untuk menyatukan kegiatan tanggung jawab sosial ke dalam strategi,
sistem, praktik dan proses-proses yang telah berlangsung dalam organisasi.
Lantas, ketika konsep PKBL pada Pertamina UPMS II diadopsi untuk menjadi
bentuk tanggung jawab sosial perusahaan tersebut, maka muncul pertanyaan:
bagaimana implementasi PKBL Pertamina UPMS II dan sejauh mana
implementasi tersebut dapat memenuhi „standar kinerja‟ Social
Responsibility menurut panduan ISO 26000?
Stakeholder engagement adalah hal yang penting untuk diperhatikan dalam
tanggung jawab sosial perusahaan. Dengan mengetahui kepentingan mereka
terhadap keputusan dan aktivitas perusahaan maka perusahaan dapat
mengidentifikasi serta mengatasi dampak operasinya terhadap para pemangku
kepentingan tersebut. Namun, seringkali persepsi atau cara para pemangku
kepentingan tersebut dalam memaknai tanggung jawab sosial perusahaan tidaklah
sesuai dengan makna tanggung jawab sosial itu sendiri sehingga ekspektasi atau
harapan mereka terhadap perusahaan menjadi sesuatu yang sulit dipenuhi
perusahaan. Selisih antara harapan dan kenyataan yang terjadi ini bukanlah hal
yang menguntungkan bagi perusahaan sebab berpeluang menciptakan konflik
antara perusahaan dan pemangku kepentingannya. Pada perusahaan yang bergerak
di bidang ekstraktif seperti Pertamina UPMS II, pemangku kepentingan yang
paling rentan untuk terjadi konflik dengan perusahaan adalah komunitas lokal.
Artinya, masyarakat lokal adalah pemangku kepentingan yang penting untuk
diperhatikan persepsinya oleh Pertamina UPMS II. Selain masyarakat lokal,
pemerintah sebagai pembuat kebijakan juga merupakan pemangku kepentingan
kritis yang penting untuk diperhatikan perusahaan. Kemudian, pemangku
kepentingan perusahaan tidak hanya berupa pemangku kepentingan eksternal saja
seperti masyarakat lokal dan pemerintah. Pemangku kepentingan internal seperti
karyawan perusahaan juga harus diperhatikan perusahaan. Oleh karena itu, untuk
6
mengkaji efektivitas PKBL Pertamina UPMS II, menjadi penting untuk
mengetahui terlebih dahulu bagaimana persepsi karyawan Pertamina UPMS
II, masyarakat dan pemerintah Kecamatan Seberang Ulu II mengenai
tanggung jawab sosial perusahaan itu sendiri?
Pertamina UPMS II tentu memiliki sasaran yang ingin dicapai dalam
implementasi tanggung jawab sosialnya. Seperti yang dituangkan dalam website
PT. Pertamina, tujuan dari Program Social Responsibility and Community
Development PT. Pertamina (Persero) adalah membangun dan mempertahankan
keharmonisan hubungan dengan komunitas lokal di wilayah operasi Pertamina
manapun serta bekerja bersama-sama pemerintah untuk memberikan keuntungan
sebesar-besarnya untuk masyarakat. Tujuan eksternal tanggung jawab sosial PT.
Pertamina (Persero) adalah untuk membantu pemerintah Indonesia memperbaiki
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia melalui pelaksanaan program-
program yang membantu pencapaian target MDG‟s. Kemudian, tujuan internal
tanggung jawab sosial PT. Pertamina (Persero) adalah untuk membangun
hubungan yang harmonis dan kondusif dengan semua pemangku kepentingan
untuk mendukung pencapaian tujuan korporasi terutama dalam membangun
reputasi korporasi. Untuk mencapai tujuan internal ini, PT. Pertamina di seluruh
wilayah operasi di Indonesia memberlakukan kriteria tanggung jawab sosial
Pertamina, yaitu bermanfaat, berkelanjutan, dekat dengan wilayah operasi,
publikasi dan mendukung PROPER dengan 4 strategic initiatives, yaitu
pendidikan, kesehatan, lingkungan serta infrastruktur dan peduli bencana. Namun,
seringkali persepsi atau cara para pemangku kepentingan dalam memaknai
tanggung jawab sosial perusahaan tidaklah sesuai dengan pemaknaan tanggung
jawab sosial oleh perusahaan sendiri hingga ekspektasi atau harapan mereka
terhadap perusahaan menjadi sesuatu yang sulit dipenuhi perusahaan. Selain itu,
ketika fokus pencapaian perusahaan mengutamakan pemerintah dan masyarakat,
seringkali pemangku kepentingan internal merasa diabaikan. Oleh karena itu,
menjadi penting untuk diungkap bagaimana hubungan antara persepsi dari
karyawan Pertamina UPMS II, masyarakat dan pemerintah kecamatan
Seberang Ulu II dan efektivitas implementasi PKBL sebagai tanggung jawab
sosial Pertamina UPMS II tersebut?
7
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengkaji sejauh mana
efektivitas implementasi PKBL Pertamina UPMS II di Kecamatan Seberang
Ulu II, Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. Tujuan utama ini akan
dijawab melalui tujuan-tujuan khusus penelitian, yaitu:
1. Mengidentifikasi implementasi PKBL yang diterapkan oleh Pertamina UPMS
II.
2. Mengkaji sejauh mana implementasi PKBL Pertamina UPMS II memenuhi
„standar kinerja‟ Social Responsibility menurut panduan ISO 26000.
3. Mengidentifikasi persepsi karyawan Pertamina UPMS II, masyarakat dan
pemerintah Kecamatan Seberang Ulu II mengenai tanggung jawab sosial
perusahaan.
4. Mengkaji hubungan antara persepsi ketiga pemangku kepentingan mengenai
tanggung jawab sosial perusahaan dan efektivitas implementasi dari PKBL
yang diterapkan Pertamina UPMS II.
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Bagi penulis dan civitas akademik
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan pengetahuan
bagi penulis sendiri, menjadi bahan rujukan untuk penelitian-penelitian
selanjutnya serta menambah perbendaharaan kepustakaan bagi Departemen
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor di
bidang tanggung jawab sosial perusahaan dan PKBL.
2. Bagi instansi terkait
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi perusahaan
mengenai efektivitas implementasi PKBL menurut ISO 26000 dan persepsi
beberapa pemangku kepentingan perusahaan mengenai tanggung jawab sosial
perusahaan itu sendiri.
3. Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran pada masyarakat
mengenai program tanggung jawab sosial dan kaitannya dengan para
pemangku kepentingan perusahaan.
8
4. Bagi pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam menentukan
kebijakan yang tepat terkait tanggung jawab sosial perusahaan dan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN).
9
BAB II
PENDEKATAN TEORITIS
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1 Konsep Corporate Social Responsibility (CSR)
Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial
perusahaan adalah konsep yang masih hangat dibicarakan hingga saat ini.
Berbagai perdebatan mengenai arti, standar pelaksanaan CSR serta wajib atau
tidaknya perusahaan memperhatikan kegiatan sosial dan lingkungan masih
mewarnai perkembangan konsep ini. Pengertian CSR yang muncul pun beragam
dan mempunyai penekanan pada dimensi yang berbeda-beda. Meski demikian,
hasil dari uji statistik yang dilakukan Alexander Dahlsrud terhadap tiga puluh
tujuh definisi CSR yang paling popular menunjukkan bahwa beragam definisi
tersebut memiliki konsistensi dalam lima dimensi, yaitu dimensi ekonomi, sosial,
lingkungan, pemangku kepentingan dan sifat voluntari (Dahlsrud 2008 dalam
Jalal 2009).
Seiring perkembangannya, CSR didefinisikan dengan beragam. Beberapa
mengartikan CSR sebagai komitmen bisnis, sementara yang lain menyebutkan
bahwa tanggung jawab sosial perusahaan merupakan sebuah kewajiban. Namun,
terlepas dari hal tersebut, pada dasarnya berbagai perkembangan definisi dari CSR
ini semakin mendekatkan CSR dengan konsep pembangunan berkelanjutan.
Menurut Serageldin ([tidak bertahun]) dalam Sukada et al (2007), “pembangunan
berkelanjutan adalah suatu proses dimana generasi mendatang memperoleh modal
per kapita sebanyak yang telah diperoleh oleh generasi masa sekarang atau bahkan
lebih banyak lagi”. Modal yang dimaksud tersebut mencakup modal natural,
ekonomi, sosial, budaya, politik dan personal (Sukada et al 2007). Artinya,
tanggung jawab etis bisnis dan perusahaan mencakup dua dimensi di luar
ekonomi, yaitu aspek sosial dan lingkungan sehingga kata „social‟ dalam CSR
harus dibaca sebagai „social and environmental‟. 4 Oleh karena itu, Sukada et al
(2007) dalam buku Membumikan Bisnis Berkelanjutan pun mendefinisikan CSR
4 Sonny Sukada, et al. 2007, Membumikan Bisnis Berkelanjutan, Indonesia Business Links, Jakarta,
halaman 38.
10
sebagai segala upaya manajemen yang dilakukan entitas bisnis untuk mencapai
tujuan pembangunan berkelanjutan berdasar keseimbangan pilar ekonomi, sosial
dan lingkungan, dengan meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan
dampak positif di setiap pilar.
Kegiatan CSR pada praktiknya seringkali hanya menekankan pada salah
satu aspek saja, tergantung pada definisi mana yang dianut oleh perusahaan atau
organisasi bisnis. Berbagai standar CSR yang berkembang dan populer di dunia
memang cenderung menekankan pada salah satu aspek saja akibat keberagaman
definisi CSR ini. Selain itu, membuat sebuah standar kinerja CSR yang universal
bukanlah suatu hal yang mudah. International Organization for Standardization
(ISO) pernah mencoba memprakarsai pembentukan standar universal mengenai
kinerja CSR ini, namun akhirnya malah menurunkan targetnya hanya menjadi
guidelines of social responsibility saja.5
CSR adalah sebuah istilah yang baru merebak di Indonesia. Tahun 2007
lalu, Indonesia menjadi negara pertama yang mengatur CSR ke dalam sebuah
regulasi dengan mengesahkan UU tentang Perseroan Terbatas No. 40 yang
mengatur mengenai tanggung jawab sosial atau CSR. Undang-undang Perseroan
Terbatas No. 40 pasal 74 tahun 2007 ayat satu menyatakan bahwa Perseroan
Terbatas (PT) yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan
sumberdaya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Lalu,
Pasal 74 ayat 2 menyatakan bahwa dana CSR dianggarkan dan diperhitungkan
sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan
kepatutan dan kewajaran. Ayat ketiga pada pasal ini menekankan bahwa PT yang
tidak melakukan CSR dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dimana ayat keempat menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut
mengenai CSR ini baru akan diatur oleh Peraturan Pemerintah.6
2.1.1.1 Definisi Corporate Social Responsibility (CSR)
Sukada et al (2007) mendefinisikan CSR sebagai segala upaya manajemen
yang dijalankan entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan
berdasar keseimbangan pilar ekonomi, sosial dan lingkungan, dengan
5 Ibid., halaman 60. 6 DPR RI, 2007, Undang-undang Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007 dan Penjelasan-nya, PT.
Bhuana Ilmu Populer (Kelompok Gramedia), Jakarta Barat, halaman 122-124.
11
meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif di setiap
pilar. Definisi CSR dari Committee Draft ISO 26000 Guidance on Social
Responsibility pada tahun 2009 bahkan lebih rinci lagi, yaitu:
„Responsibility of an organization for the impacts of its decisions
and activities on society and the environment, through transparent
and ethical behaviour that contributes to sustainable development,
health and the welfare of society; takes into account the expectations
of stakeholders; is in compliance with applicable law and consistent
with international norms of behaviour; and is integrated throughout
the organization and practiced in its relationships.‟ (Draft ISO
26000 2009 dalam Jalal 2010)
Dari definisi tersebut, terlihat bahwa yang dimaksud dengan CSR utamanya
dimulai dengan manajemen dampak dari aktivitas bisnis atau perusahaan. Setiap
kegiatan perusahaan tentu disadari pasti memiliki dampak, baik positif maupun
negatif. Oleh karena itu, perusahaan sebagai bagian dari masyarakat yang turut
membantu tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan harus
memaksimumkan dampak positif dan meminimumkan dampak negatif yang
ditimbulkan, baik dalam jangka pendek maupun panjang, agar tidak merugikan
masyarakat saat ini maupun di masa mendatang. CSR juga berarti bahwa
perusahaan harus taat pada regulasi kemudian berusaha melampaui regulasi
(beyond compliance) tersebut dalam arti yang positif. Pada akhirnya, CSR akan
menjamin keberlangsungan perusahaan selama mungkin bahkan dengan profit
yang tinggi sebab perusahaan telah diterima menjadi „bagian‟ dari komunitas
setempat sehingga aktivitas berbisnis menjadi lebih kondusif. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa CSR bukanlah suatu kegiatan amal dari perusahaan. CSR
merupakan bagian dari aktivitas bisnis berupa investasi sosial untuk memperoleh
profit sekaligus „lisensi sosial‟ dari para pemangku kepentingan perusahaan.
Perbedaan pemahaman mengenai tanggung jawab sosial perusahaan
menyebabkan konsep CSR sering disamakan bahkan dipertukarkan dengan
berbagai konsep lain yang sebenarnya berbeda. Beberapa konsep yang sering
tertukar dengan CSR adalah sebagai berikut (Sukada et al 2007):
1. Corporate Citizenship
Konsep ini sebenarnya lebih luas daripada CSR sebab corporate
citizenship atau kewargaan perusahaan mengandung pengertian hak dan
12
kewajiban yang mendudukkan perusahaan pada posisi quasi state atau
setengah negara. Konsep ini memandang perusahaan sebagai warga negara
yang mempunyai hak dan kewajiban. Namun, pada saat yang bersamaan,
perusahaan dipandang pula sebagai pihak yang menjamin dipenuhinya hak-hak
warga negara yang berada di wilayah jangkauan operasinya. Hal ini tentu
tidaklah dapat dipersamakan dengan konsep CSR.
2. Corporate Philanthropy
Konsep filantrofi perusahaan sesungguhnya jauh lebih sempit dibanding
CSR. CSR menuntut perusahaan bertanggung jawab meminimumkan dampak
negatif dan memaksimumkan dampak positif, sedangkan filantrofi hanya
berkenaan dengan pemberian sukarela dari perusahaan. CSR memandang
investasi sosial sebagai upaya memaksimumkan dampak positif (berkaitan
dengan pemangku kepentingan khusus bisnis perusahaan, terutama masyarakat
di wilayah dampak) sedangkan filantrofi tidak terlalu mempedulikan apakah
pemberian itu berkenaan dengan dampak operasi atau tidak.
3. Corporate Responsibility
Konsep ini dinilai terlalu luas atau tidak spesifik (ketika CSR sudah ada)
atau lebih mewakili tanggung jawab memaksimumkan keuntungan bagi
pemilik modal (ketika CSR belum ada). Konsep CR ini memang muncul
karena anggapan bahwa kata „social‟ dalam CSR dapat membawa
kesalahpahaman. Namun, penggunaan kata ini sesungguhnya dimaksudkan
menekankan bentuk tanggung jawab di luar tanggung jawab lain yang
sebelumnya sudah dijalankan. Kata „social‟ dalam CSR harus dibaca sebagai
„social and environment‟; yang bahkan juga mencakup pengertian keuntungan
ekonomi bagi pemangku kepentingan di luar pemilik modal. CSR harus
dipahami sebagai tanggung jawab pada aspek ekonomi, sosial dan lingkungan
pada seluruh pemangku kepentingan di luar pemilik modal.
2.1.1.2 Regulasi Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia
Indonesia yang menjadi negara pertama yang meregulasi kebijakan
mengenai tanggung jawab sosial perusahaan menyebutkan pada UU tentang
Perseroan Terbatas No. 40 pasal 1 angka ketiga bahwa Tanggung Jawab Sosial
dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam
13
pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan
lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat,
maupun masyarakat pada umumnya.
Terkait pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan tersebut
Undang-undang Perseroan Terbatas No. 40 pasal 74 tahun 2007 tersebut
memaparkan sebagai berikut:
1. Perseroan Terbatas (PT) yang menjalankan usaha di bidang dan/atau
bersangkutan dengan sumberdaya alam wajib menjalankan tanggung jawab
sosial dan lingkungan,
2. Dana CSR dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang
pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran,
3. Perseroan Terbatas (PT) yang tidak melakukan CSR dikenakan sanksi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan,
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai CSR ini baru akan diatur oleh Peraturan
Pemerintah.
2.1.1.3 Standar Kinerja Corporate Social Responsibility (CSR)
Standar kinerja CSR yang berkembang sangat beragam akibat berbagai
definisi yang berkembang mengenai CSR. Menurut catatan Urminsky, dari 258
standar CSR yang diidentifikasi, sebagian besar (67 persen) dibuat oleh
perusahaan sendiri, hingga pihak lain tak banyak yang mengetahui. Lalu, 11
persen dibuat oleh kumpulan perusahaan; 8 persen dibuat lewat proses multipihak;
7 persen dibuat oleh organisasi nonpemerintah; 3,5 persen dibuat asosiasi pekerja;
dan 0,4 persen dibuat oleh pemerintah. Dari sekian banyak standar CSR yang
teridentifikasi tersebut, hanya 8 persen yang menyatakan komitmen melaporkan
standar yang dipergunakan dan 6 persen saja yang tertarik pada pemantauan dan
evaluasi oleh pihak eksternal (Sukada et al 2007).
Terdapat tujuh standar CSR yang paling berpengaruh saat ini (Kathryn
Gordon dalam Sukada et al 2007). Ketujuh standar tersebut adalah Global
Reporting Initiative, Global Sullivan Principles, OECD Guidelines for
Multinational Enterprises, Principles for Global Corporate Responsibility-
Benchmarks, SA 8000 dan United Nations Global Compact. Namun, standar-
standar ini hanya menitikberatkan pada aspek tertentu saja.
14
International Organization for Standardization (ISO) pada tahun 2005
membuat suatu standar kinerja CSR yang tidak hanya menitikberatkan pada salah
satu aspek saja atau dengan kata lain standar kinerja CSR yang „menyeluruh‟.
Tetapi, hal ini tidaklah mudah. Dalam proses pembuatannya, standar kinerja CSR
yang diresmikan pada bulan November 2010 lalu ini akhirnya di„turun‟kan
menjadi hanya pedoman social responsibility saja.
Pedoman CSR atau ISO 26000 dalam draft terbarunya menyebutkan ada
tujuh core subjects yang menjadi pedoman pelaksanaan CSR7, yaitu:
1. Isu Tata Kelola Organisasi
‘Governance systems may vary, depending on the size and type of
organization and the economic, political, cultural and social
contexts in which it operates. Although governance processes and
structures take many different forms, both formal and informal, all
organizations make and implement decisions within a governance
system. The governance system within an organization is directed by
the person or group of persons having the authority and
responsibility for pursuing the organization’s objectives.’
Sistem tata kelola dapat bervariasi, tergantung pada jenis dan ukuran
organisasi serta konteks ekonomi, politik, budaya dan sosial dimana mereka
beroperasi. Meskipun berbagai proses dan struktur tata kelola memiliki bentuk
yang berbeda-beda, baik formal dan informal, semua organisasi membuat dan
mengimplementasikan keputusan dalam sebuah sistem tata kelola. Sistem tata
kelola dalam organisasi diarahkan oleh orang atau sekelompok orang yang
mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk mengejar tujuan organisasi.
2. Isu Hak Asasi Manusia
‘While the state has the primary obligation to protect, promote and
uphold human rights, the Universal Declaration of Human Rights
calls on every individual and every organ of society to play its part
in securing the observance of the rights set forth in the Declaration.
Hence an organization has a responsibility to safeguard human
rights in its operations, as well as in its wider sphere of influence.’
Bila negara memiliki kewajiban utama untuk melindungi, mempromosikan
dan menegakkan hak asasi manusia, maka Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia menghimbau setiap individu dan elemen masyarakat untuk memainkan
perannya dalam menjamin kepatuhan terhadap hak-hak yang tercantum dalam
7 Jalal, op.cit., hal.9
15
Deklarasi. Oleh karena itu, sebuah organisasi memiliki tanggung jawab untuk
menjaga hak asasi manusia dalam operasinya, serta dalam lingkup pengaruh yang
lebih luas.
3. Isu Praktik Ketenagakerjaan
‘The labour practices of an organization can have great impact on
society and thereby can contribute significantly to sustainable
development. The creation of jobs, as well as wages and other
compensation paid for work performed are among an organization's
most important economic impacts. Meaningful and productive work
is an essential element in human development.’
Praktik buruh suatu organisasi dapat berdampak besar pada masyarakat
dan dengan demikian dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap
pembangunan berkelanjutan. Penciptaan lapangan kerja, serta upah dan
kompensasi lainnya yang dibayarkan untuk pekerjaan yang dilakukan adalah salah
satu dampak ekonomi paling penting dari keberadaan organisasi. Bermakna dan
bekerja produktif adalah elemen penting dalam pembangunan manusia.
4. Isu Lingkungan
‘Addressing environmental issues is not only a precondition for the
survival and prosperity of our generation; it is a responsibility our
generation should fulfill so as to enable future generations to enjoy a
sustainable global environment. An organization should be mindful
that environmental responsibility is a part of the social responsibility
of any organization.’
Isu-isu lingkungan tidak hanya merupakan prasyarat untuk kelangsungan
hidup dan kesejahteraan generasi kita; yang merupakan tanggung jawab yang
harus generasi kita harus penuhi sehingga memungkinkan generasi mendatang
untuk menikmati lingkungan global yang berkelanjutan. Sebuah organisasi harus
menyadari bahwa tanggung jawab lingkungan adalah bagian dari tanggung jawab
sosial dari setiap organisasi.
5. Isu Praktik Operasi yang Adil
‘Fair operating practices improve the environment in which
organization’s function by: encouraging fair competition, improving
the reliability and fairness of commercial transactions, preventing
corruption and promoting fair political processes. Organizations
should use their relative strength and position in their relationship
with other organizations to promote positive outcomes.’
16
Praktek operasi yang adil akan memperbaiki lingkungan bila organisasi:
mendorong persaingan yang sehat, meningkatkan keandalan dan keadilan
transaksi komersial, mencegah korupsi dan mempromosikan proses politik yang
adil. Organisasi harus menggunakan kekuatan relatif mereka dan posisi dalam
hubungan mereka dengan organisasi-organisasi lain untuk mempromosikan hasil
positif.
6. Isu Konsumen
‘Consumers are among an organization's important stakeholders. An
organization's operations and output have a strong impact on those
who use its goods or services, especially when they are individual
consumers. Consumers are referees in the competitive marketplace,
and their preferences and decisions have a strong influence on the
success of most organizations.’
Konsumen adalah salah satu pemangku kepentingan organisasi. Operasi
dan output suatu organisasi memiliki dampak yang kuat pada mereka yang
menggunakan barang atau jasa, terutama ketika mereka adalah konsumen
individu. Referensi konsumen di pasar yang kompetitif, serta preferensi dan
keputusan mereka memiliki pengaruh kuat terhadap keberhasilan sebagian besar
organisasi.
7. Isu Pelibatan dan Pengembangan Masyarakat
‘The need for contributions to social and economic development in
order to reduce poverty and improve poor social conditions is
universally accepted. The critical need to address issues of social
and economic development is reflected in the United Nations
Millennium Declaration.’
Kebutuhan kontribusi bagi pembangunan sosial dan ekonomi untuk
mengurangi kemiskinan dan memperbaiki kondisi sosial masyarakat miskin
secara universal diterima. Kebutuhan kritis untuk menangani masalah-masalah
pembangunan sosial dan ekonomi tercermin dalam Deklarasi Milenium PBB.
2.1.1.4 Definisi Stakeholder (Pemangku Kepentingan)
Menurut Sukada et al (2007), “perusahaan bertanggung jawab kepada
siapa pun yang terpengaruh operasinya”. Sukada et al (2007) juga memaparkan
bahwa pemangku kepentingan mengacu pada “persons and groups that affect or
are affected by, an organization’s decisions, policies and operations.” Kata
„stake‟ di sini bermakna kepentingan atau klaim terhadap perusahaan.
17
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan untuk menimbang derajat relevansi
pemangku kepentingan perusahaan (Mitchell et al 1997 dalam Sukada et al 2007),
yaitu kekuasaan, legitimasi dan urgensi. Kekuasaan adalah derajat kemampuan
pemangku kepentingan untuk mempengaruhi perusahaan melalui penggunaan
unsur-unsur koersif atau pemaksaan; insentif atau disinsentif material; dan
normatif atau simbolik. Legitimasi operasional perusahaan berasal dari perilaku
yang disetujui norma-norma yang berlaku setempat. Urgensi didefinisikan sebagai
klaim pemangku kepentingan untuk tindakan segera yang didasarkan pada
sensitivitas waktu atau sejauh mana keterlambatan dapat diterima; atau sepenting
apa pemenuhan klaim itu terhadap status hubungan dengan perusahaan.
Driscoll dan Starik (2004) dalam Sukada et al (2007) menambahkan
kedekatan (proximity) menjadi kriteria keempat dalam pertimbangan derajat
relevansi tersebut. Dari sejumlah penelitian disimpulkan kedekatan spasial sama
pentingnya dengan urgensi. Artinya, komunitas yang bermukim lebih dekat
dengan perusahaan merupakan pemangku kepentingan yang harus dianggap
penting. Lalu, dengan menggunakan keempat kriteria yang telah diajukan,
disimpulkan bahwa lingkungan fisik merupakan pemangku kepentingan yang sah
dari perusahaan.
Sukada et al (2007) memaparkan bahwa organisasi bisnis memiliki dua
kategori pemangku kepentingan, yakni primer dan sekunder. Pemangku
kepentingan primer adalah pemilik, konsumen, karyawan, pemasok dan mitra
bisnis. Di luar itu, tergantung dari lingkungan di mana perusahaan beroperasi.
Semua perusahaan memiliki pemangku kepentingan sekunder kritis yang
keberadaannya berperan penting terhadap keberlangsungan operasionalnya.
Masyarakat dan pemerintahan yang berwenang merupakan dua diantaranya. Lalu,
perusahaan juga menghadapi sebarisan pemangku kepentingan sekunder khusus
yang muncul karena kepentingan tertentu, aktivitas bisnis, serta tujuan perusahaan
sendiri. Pemangku kepentingan ini termasuk diantaranya media massa, kelompok
masyarakat sipil, ornop, organisasi internasional mitra bisnis, asosiasi dagang,
maupun asosiasi industri.
Menurut Handy (2003) dalam Radyati (2008), kini tujuan keberadaan
bisnis adalah tidak hanya mencari keuntungan, tetapi melakukan sesuatu yang
18
lebih baik dengan tujuan tidak hanya memaksimalkan nilai pemegang saham,
akan tetapi juga memaksimalkan nilai bagi para pemangku kepentingan
(stakeholders). Stakeholders perusahaan ada yang di dalam perusahaan (internal
stakeholders), dan ada yang berada di luar perusahaan (external stakeholders).
Internal stakeholders terdiri dari para karyawan dan seluruh anggota perusahaan,
termasuk pemegang saham. External stakeholders terdiri dari pemasok, komunitas
lokal, masyarakat luas, pesaing, pemerintah, kompitetitor dan masyarakat dunia.
Bila hubungan dengan pemangku kepentingan tidak ditangani dengan baik
oleh perusahaan, maka dapat berujung pada konflik. Konflik antara perusahaan
dan masyarakat sering terjadi terutama pada perusahaan-perusahaan yang
bergerak di bidang ekstraktif. Situasi konflik tentu bukanlah hal yang
menguntungkan bagi perusahaan. Oleh karena itu, penguatan kohesi sosial penting
untuk dilakukan perusahaan. Dengan kuatnya kerekatan sosial, sebuah masyarakat
cenderung lebih menerima perbedaan dan mengelola konflik secara rasional
sebelum berkembang menjadi perseteruan yang brutal (Amri dan Sarosa 2008).
Prayogo (2008) menetapkan tiga stakeholder penting yang sering
bermasalah dalam relasinya dengan korporasi, yaitu komunitas lokal, pekerja dan
konsumen. Dengan menggunakan indikator dan parameter yang sama, dapat
diperbandingkan tingkat dinamika konflik korporasi dengan para stakeholder-nya.
Gambar 1 berikut ini menunjukkan gambaran umum tingkat dinamika konflik
antara korporasi dan pemangku kepentingannya:
19
Gambar 1. Matriks Tingkat Dinamika Konflik Korporasi-Stakeholder
Jenis Industri Komunitas lokal Pekerja Konsumen
Ekstraktif Tinggi: Sangat rentan terjadi
konflik hingga ke
bentuk kekerasan;
korporasi di-persepsikan
mengambil sumber
daya alam lokal.
Sedang: Tidak terlalu rentan
terjadi konflik; tingkat
upah dan fasilitas kerja
sangat baik, kalaupun terjadi konflik
berbentuk non
kekerasan.
Rendah: Hampir tidak ada
laporan konflik
karena suplai hasil
tambang terbatas, terkecuali boikot
produk karena
alasan lingkungan.
Manufaktur Sedang: Tidak terlalu rentan
terjadi konflik; terkecuali ada masalah
khusus seperti dampak
lingkung-an.
Tinggi: Sangat rentan terjadi
konflik karena marjin keuntungan korporasi
sangat terkait dengan
tingkat upah pekerja.
Rendah: Jarang terjadi
konflik, terkecuali keluhan terhadap
kualitas dan
higienitas produk. Jasa Rendah:
Tidak rentan terhadap
konflik; interaksi dan
silang kepentingan jarang terjadi.
Sedang: Tidak terlalu rentan
terjadi konflik;
terkecuali pada perusahaan yang
bermasalah dengan
manajemennya.
Tinggi: Sangat rentan terjadi
konflik karena
selisih yang tajam antara harga dan
kualitas pelayanan.
Sumber: Prayogo (2008)
Secara umum, terdapat kecenderungan bahwa tingkat dinamika konflik
tinggi dapat terjadi pada interaksi: (1) korporasi dengan komunitas lokal pada
industri ekstraktif; (2) korporasi dengan pekerja pada industri manufaktur; dan (3)
korporasi dengan konsumen pada industri jasa. Pola dinamika konflik ini dapat
diperlakukan sebagai sebuah kecenderungan, namun sangat membantu
menjelaskan variasi tingkat dinamika konflik antar jasa industri (Prayogo, 2008).
2.1.2 Konsep PKBL
Menurut UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN pasal 88, BUMN dapat
menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha
kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN (Ayat 1) dan ketentuan
lebih lanjut mengenai penyisihan dan penggunaan laba tersebut diatur dengan
Keputusan Menteri (Ayat 2).8
Lalu, Keputusan Menteri BUMN No. Kep-
236/MBU/2003 yang dikeluarkan sebagai tindak lanjut dari UU no. 19 tahun 2003
8 DPR RI, 2003, Undang-undang RI No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara,
http://portal.djmbp.esdm.go.id/sijh/UU%2019-2003.pdf, diakses pada 6 Mei 2010, hal. 29.
20
menyebutkan pada Pasal 1 bahwa yang dimaksud dengan Program Kemitraan
BUMN Dengan Usaha Kecil yang selanjutnya disebut Program Kemitraan adalah
program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan
mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN (Ayat 3) dan Program
Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh
BUMN di wilayah usaha BUMN tersebut melalui pemanfaatan dana dari bagian
laba BUMN (Ayat 4).9 Keputusan Menteri tersebut diperkuat kembali dengan
Peraturan Menteri tentang BUMN no. 5 tahun 2007.
Rincian panduan pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan
dipaparkan pada Peraturan Menteri tentang BUMN no. 5 tahun 2007.10
Khusus
untuk Program Bina Lingkungan, Pasal 9 ayat 2 Peraturan Menteri ini
menyatakan bahwa dana untuk Program Bina Lingkungan bersumber dari
penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2 persen serta hasil bunga
deposito dan/atau jasa giro dari dana Program Bina Lingkungan. Pada ayat 3 pasal
9 ini disebutkan bahwa untuk Perum, besarnya dana Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan (PKBL) yang berasal dari penyisihan laba setelah pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri sedangkan untuk
Persero, besaran dana tersebut ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS). Namun, dalam kondisi tertentu, besarnya dana Program Kemitraan dan
dana Program Bina Lingkungan yang berasal dari penyisihan laba setelah pajak
dapat ditetapkan lain dengan persetujuan Menteri atau RUPS (ayat 4). Dana dari
laba dikurangi pajak yang telah ditetapkan tersebut diberikan selambat-lambatnya
45 hari setelah penetapan (ayat 5). Lalu, pembukuan dana Program Kemitraan dan
Program Bina Lingkungan ini dilaksanakan secara terpisah dari pembukuan
BUMN Pembina (ayat 6).
Pada pasal 11ayat 2 Peraturan Menteri tentang BUMN no. 5 tahun 2007,
disebutkan bahwa:
9 Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Negara, 2003, Keputusan Menteri BUMN NO.
KEP-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina
Lingkungan, http://202.51.31.250/id/files/peraturan/Kepmen/KEPMEN_236%20Thn%202003%20program
%20kemitraan%20BUMN%20dengan%20usaha%20kecil%20dan%20program%20bina%20lingkungan.pdf,
diakses pada 6 Mei 2010, halaman 2. 10 Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Negara, Op.cit., halaman 4.
21
a. Dana Program BL yang tersedia setiap tahun terdiri dari saldo kas awal tahun,
penerimaan dari alokasi laba yang terealisir, pendapatan bunga jasa giro
dan/atau deposito yang terealisir serta pendapatan lainnya.
b. Setiap tahun berjalan sebesar 70 puluh persen dari jumlah dana Program BL
yang tersedia dapat disalurkan melalui Program BL BUMN Pembina.
c. Setiap tahun berjalan sebesar 30 persen dari jumlah dana Program BL yang
tersedia diperuntukkan bagi Program BL BUMN Peduli.
d. Apabila pada akhir tahun terdapat sisa kas dana Program BL BUMN Pembina
dan BUMN Peduli, maka sisa kas tersebut menjadi saldo kas awal tahun dana
Program BL tahun berikutnya.
e. Ruang lingkup bantuan Program BL BUMN Pembina :
1) Bantuan korban bencana alam;
2) Bantuan pendidikan dan/atau pelatihan;
3) Bantuan peningkatan kesehatan;
4) Bantuan pengembangan prasarana dan/atau sarana umum;
5) Bantuan sarana ibadah;
6) Bantuan pelestarian alam;
f. Ruang lingkup bantuan Program BL BUMN Peduli ditetapkan oleh Menteri.
2.1.3 Konsep Persepsi
Menurut Ruslan (2006), persepsi adalah suatu proses memberikan makna
yang berakar dari berbagai faktor , yakni:
1. latar belakang budaya, kebiasaan dan adat-istiadat yang dianut seseorang atau
masyarakat;
2. pengalaman masa lalu seseorang/kelompok tertentu menjadi landasan atas
pendapat atau pandangannya;
3. nilai-nilai yang dianut (moral, etika dan keagamaan yang dianut atau nilai-nilai
yang berlaku di masyarakat); dan
4. berita-berita dan pendapat yang berkembang yang kemudian mempunyai
pengaruh terhadap pandangan seseorang. Bisa diartikan bahwa berita-berita
yang dipublikasikan dapat menjadi pembentuk opini masyarakat.
Menurut Pareek (1996) dalam Sobur (2003), “persepsi adalah proses
menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji dan
22
memberikan reaksi kepada rangsangan panca indera atau data”. Persepsi dalam
perspektif ilmu komunikasi dapat disebut sebagai inti komunikasi, sedangkan
interpretasi sebagai inti persepsi yang identik dengan decoding dalam proses
komunikasi (Sobur, 2003). Menurut Wenburg dan Wilmot ([tidak bertahun])
dalam Mulyana (2000) dalam Sobur (2003), “persepsi dapat didefinisikan sebagai
cara organisme memberi makna”. Jadi, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah
suatu proses memberikan makna, pandangan atau penafsiran terhadap suatu pesan
atau informasi berdasarkan pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-
hubungan yang diperoleh sebelumnya mengenai pesan tersebut.
2.1.4 Konsep Pemberdayaan
Upaya pemberdayaan (empowerment) menurut Nasdian (2003) merupakan
suatu upaya menumbuhkan peranserta dan kemandirian sehingga masyarakat baik
di tingkat individu, kelompok, kelembagaan maupun komunitas memiliki
kesejahteraan yang jauh lebih baik dari sebelumnya, memiliki akses pada
sumberdaya, memiliki kesadaran kritis serta mampu melakukan pengorganisasian
dan kontrol sosial dari segala aktivitas pembangunan yang dilakukan
dilingkungannya. Dua elemen pokok pemberdayaan adalah partisipasi dan
kemandirian. Pemberdayaan dilakukan agar warga komunitas mampu
berpartisipasi untuk mencapai kemandirian.
Menurut Nasdian (2003), “partisipasi adalah proses aktif, inisiatif diambil
oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri,
dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana
mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif”. Titik tolak dari partisipasi
adalah memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut
sebagai subjek yang sadar. Partisipasi dikategorikan menjadi dua, yaitu:
1. warga komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau
dirancang oleh orang lain dan dikontrol oleh orang lain;
2. partisipasi merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar dari masalah
mereka sendiri.11
11 Fredian Tonny Nasdian, 2006, Pengembangan Masyarakat (Community Development), Bagian
Sosiologi Pedesaan dan Pengembangan Masyarakat Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
FEMA IPB, Bogor, halaman 57-59.
23
Nasdian (2003) lalu memaparkan bahwa “…dengan kemampuan komunitas
berpartisipasi diharapkan komunitas dapat mencapai kemandirian…”.
Kemandirian sendiri dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
1. kemandirian material, yaitu kemampuan produktif guna memenuhi kebutuhan
materi dasar serta cadangan dan mekanisme untuk dapat bertahan pada waktu
krisis;
2. kemandirian intelektual, yaitu pembentukan dasar pengetahuan otonom oleh
komunitas yang memungkinkan mereka menanggulangi bentuk-bentuk
dominasi yang lebih halus yang muncul di luar kontrol terhadap pengetahuan
itu;
3. kemandirian manajemen adalah kemampuan otonom untuk membina diri dan
menjalani serta mengelola kegiatan kolektif agar ada perubahan dalam situasi
kehidupan mereka.
2.1.5 Konsep Efektivitas
Definisi efektivitas secara umum menurut Hardjana (2000) adalah
mengerjakan hal-hal yang benar, membawa hasil, menangani tantangan masa
depan, meningkatkan keuntungan atau laba, dan mengoptimalkan penggunaan
sumber daya. Emitai Etzioni (1982) dalam Muhidin (2009) mengemukakan bahwa
efektivitas organisasi dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi
dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran. Masih dalam Muhidin (2009),
Komaruddin (1994) juga mengungkapkan efektivitas adalah suatu keadaan yang
menunjukan tingkat keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Fajar (2010) menyebutkan beberapa indikator pengukuran keberhasilan
pelaksanaan tanggung jawab sosial pada beberapa BUMN. Cara pengukuran
keberhasilan terhadap pelaksanaan kewajiban tanggung jawab sosial pada PT.
TELKOM adalah dengan melakukan monitoring dan dipakai ukuran-ukuran
tertentu sebagai tolok ukur keberhasilan program yang dilakukan. Adapun tolok
ukur yang dimaksud adalah tujuan dari pelaksanaan program tersebut. Dengan
kata lain, bila tujuan program telah tercapai maka program dikatakan berhasil.
Sementara itu, PT. Bukit Asam (PTBA) menyebutkan keberhasilan implementasi
tanggung jawab sosial mereka menggunakan kriteria dalam standar internasional
24
Global Reporting Initiative (GRI), yaitu kriteria ekonomi, lingkungan, HAM,
praktik ketenagakerjaan, tanggung jawab produksi dan kemasyarakatan. Artinya,
semakin terpenuhi kriteria-kriteria tersebut, maka implementasi tanggung jawab
sosial mereka semakin berhasil.
2.2 Kerangka Pemikiran
PKBL adalah program yang seringkali dipersepsikan sebagai tanggung
jawab sosial dari BUMN. Program Kemitraan adalah program untuk
meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui
pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN dan Program Bina Lingkungan adalah
program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN di wilayah usaha
BUMN tersebut melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Pendanaan
untuk program PKBL berasal dari laba perusahaan pada tahun sebelumnya
sebesar 2 persen untuk masing-masing program.
Tanggung jawab sosial perusahaan pada hakikatnya adalah segala upaya
manajemen yang dijalankan entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan berdasar keseimbangan pilar ekonomi, sosial dan lingkungan,
dengan meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif di
setiap pilar (Sukada et al 2007). Seperti yang dipaparkan dalam Committee Draft
ISO 26000 Guidance on Social Responsibility pada tahun 2008, tanggung jawab
sosial perusahaan adalah tanggung jawab perusahaan terhadap dampak dari setiap
keputusan dan aktivitas perusahaan pada lingkungan dan masyarakat serta
berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan
pemangku kepentingan, mematuhi semua regulasi pemerintah yang berlaku dan
berusaha melampauinya sejauh mungkin dimana kegiatan tanggung jawab sosial
perusahaan tersebut terintegrasi ke dalam setiap aktivitas perusahaan. Namun,
seringkali konsep tanggung jawab sosial perusahaan dipertukarkan dengan
Corporate Citizenship atau Corporate Philanthropy yang sebenarnya berbeda
dengan CSR.
Pertamina UPMS II adalah salah satu perusahaan ekstraktif yang telah
membedakan fungsi PKBL dan tanggung jawab sosial dalam strukturnya sehingga
sumber dana untuk masing-masing program pun berbeda. Namun, meski
dibedakan, program tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II masih serupa
25
dengan PKBL sehingga seperti menjalankan dua fungsi PKBL yang memiliki
sumber keuangan yang berbeda. Tanggung jawab sosial yang diterapkan oleh
Pertamina UPMS II mempunyai dana yang bersumber dari biaya perseroan,
sementara PKBL bersumber dari laba perusahaan yang dikurangi pajak. Akan
tetapi, fokus tanggung jawab sosialnya serupa dengan PKBL, yaitu pada bidang
pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup serta sarana-prasarana dan bencana alam
yang serupa dengan fokus pemberdayaan pada Bina Lingkungan.
Menurut Prayogo (2008), pada perusahaan ekstraktif, pemangku
kepentingan yang paling rentan mengalami konflik dengan perusahaan adalah
komunitas lokal. Sementara itu, PKBL sendiri seringkali dikritik karena hanya
menekankan pada pemangku kepentingan eksternal, padahal karyawan yang
merupakan pemangku kepentingan internal juga harus diperhatikan. Kemudian,
pemerintah lokal juga berperan penting pada pelaksanaan tanggung jawab sosial
perusahaan. Pemerintah dan masyarakat sesungguhnya adalah pemangku
kepentingan sekunder kritis perusahaan. Apalagi mengingat bahwa pemerintah
adalah pembuat kebijakan. Oleh karena itu, dalam mengkaji efektivitas PKBL
sebagai tanggung jawab sosial dalam BUMN Pertamina UPMS II, akan
diidentifikasi bagaimana PKBL diimplementasikan dan sejauh mana
implementasi tersebut memenuhi „standar kinerja‟ pedoman Social Responsibility
menurut ISO 26000. Lalu, akan diidentifikasi pula bagaimana persepsi dari
pemangku kepentingan Pertamina UPMS II yang difokuskan pada karyawan
perusahaan serta masyarakat dan pemerintah di Kecamatan Seberang Ulu II
mengenai tanggung jawab sosial perusahaan, apakah persepsi tersebut berupa
Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy, atau Corporate Social
Responsibility. Setelah itu, peneliti akan mengidentifikasi bagaimana hubungan
antara persepsi dari ketiga pemangku kepentingan ini dan efektivitas PKBL
tersebut dengan mengkaji sejauh mana tujuan tanggung jawab sosial perusahaan
tersebut tercapai. Terakhir, penulis akan mendeskripsikan seperti apa kajian
efektivitas implementasi PKBL Pertamina UPMS II baik menurut ISO 26000
maupun menurut keberhasilan pencapaian tujuan dari program tanggung jawab
sosial berdasar persepsi ketiga pemangku kepentingan untuk kemudian ditarik
kesimpulan, sejauh mana efektivitas implementasi PKBL sebagai tanggung jawab
26
sosial Pertamina UPMS II di Kecamatan Seberang Ulu II, Kota Palembang,
Provinsi Sumatera Selatan.
27
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Keterangan:
1. = Hubungan
2. = Cakupan penelitian
kuantitatif
3. = Membandingkan
Implementasi PKBL sebagai Tanggung Jawab
Sosial Pertamina UPMS II Persepsi
Pemerintah
Setempat
Persepsi
Karyawan
Persepsi
Masyarakat
Tercapainya tujuan
PKBL sebagai tanggung jawab
sosial
Tujuan program tanggung
jawab sosial:
membangun & mempertahankan keharmonisan hubungan dengan
komunitas lokal di wilayah operasi
Pertamina manapun serta bekerja
bersama-sama pemerintah untuk
memberikan keuntungan sebesar-
besarnya untuk masyarakat.
Efektivitas implementasi PKBL
Pertamina UPMS II
27
28
2.3 Hipotesa Penelitian
2.3.1 Hipotesa Pengarah
1. Diduga terdapat perbedaan persepsi mengenai tanggung jawab sosial
perusahaan diantara ketiga pemangku kepentingan.
2. Diduga terdapat perbedaan persepsi mengenai tanggung jawab sosial
perusahaan diantara pelapisan pada masing-masing jenis responden.
2.3.2 Hipotesa Uji
Diduga ada hubungan nyata antara perbedaan persepsi mengenai tanggung
jawab sosial diantara ketiga pemangku kepentingan terhadap efektivitas
implementasi PKBL.
2.4 Definisi Operasional
1. Persepsi responden mengenai tanggung jawab sosial dikategorikan ke dalam:
a. Corporate Citizenship : tidak setuju (skor 6-15),
setuju (skor 16-24);
b. Corporate Philanthropy : tidak setuju (skor 6-15),
setuju (skor 16-24);
c. Corporate Social Responsibility : tidak setuju (skor 6-15),
setuju (skor 16-24);
2. Tingkat keberhasilan PKBL dikategorikan ke dalam:
a. keberhasilan tinggi : skor 21 – 32;
b. keberhasilan rendah : skor 8 – 20.
2.5 Definisi Konseptual
1. Pertamina UPMS II adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara berbentuk
persero yang bergerak di bidang pemasaran hasil tambang minyak bumi.
Perusahaan ini terletak di Kecamatan Seberang Ulu II, Kota Palembang,
Provinsi Sumatera Selatan.
2. Pemerintah Setempat adalah aparat negara yang bertugas di kantor pemerintah
kecamatan dan tujuh kantor kelurahan di wilayah Seberang Ulu II.
3. Karyawan adalah pegawai tetap di Pertamina UPMS II, bukan pegawai kontrak
dan bukan pegawai instansi yang merupakan mitra Pertamina UPMS II.
4. Masyarakat adalah penduduk yang tinggal di Kecamatan SU II baik yang
terlibat dalam PKBL maupun tidak.
29
5. Persepsi adalah proses memberikan makna, pandangan atau penafsiran
terhadap suatu pesan atau informasi berdasarkan pengalaman tentang objek,
peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh sebelumnya mengenai
pesan tersebut. Bentuk persepsi difokuskan pada tiga bentuk:
a. Corporate Citizenship (kewargaan perusahaan) mengandung pengertian
hak dan kewajiban yang mendudukkan perusahaan pada posisi quasi state
atau setengah negara. Konsep ini memandang perusahaan sebagai warga
negara yang mempunyai hak dan kewajiban. Namun, pada saat yang
bersamaan, perusahaan dipandang pula sebagai pihak yang menjamin
dipenuhinya hak-hak warga negara yang berada di wilayah jangkauan
operasinya.
b. Corporate Philanthropy berkenaan dengan pemberian sukarela dari
perusahaan. Filantropi tidak terlalu mempedulikan apakah pemberian itu
berkenaan dengan dampak operasi atau tidak.
c. Corporate Social Responsibility adalah tanggung jawab sosial dan
lingkungan perusahaan atas dampak dari setiap keputusan dan aktivitas
bisnisnya melalui perilaku etis dan transparan yang berkontribusi pada
pembangunan berkelanjutan, termasuk kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat; disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat; melampaui hukum
yang berlaku dan sesuai dengan norma internasional; terintegrasi dalam
perusahaan secara keseluruhan serta dilaksanakan di setiap bagian
perusahaan (Draft Committee ISO 26000).
6. Efektivitas implementasi PKBL didefinisikan menjadi tingkat keberhasilan
perusahaan, baik dalam mencapai tujuan internal program tanggung jawab
sosialnya maupun dalam pemenuhan ketujuh kriteria (isu) dalam panduan
pelaksanaan tanggung jawab sosial menurut ISO 26000.
7. Tujuan internal tanggung jawab sosial PT. Pertamina adalah untuk membangun
hubungan yang harmonis dan kondusif dengan semua pemangku kepentingan
untuk mendukung pencapaian tujuan korporasi terutama dalam membangun
reputasi korporasi. Untuk mencapai tujuan internal ini, PT. Pertamina di
seluruh wilayah operasi di Indonesia memberlakukan kriteria tanggung jawab
sosial Pertamina, yaitu bermanfaat, berkelanjutan, dekat dengan wilayah
30
operasi, publikasi dan mendukung PROPER dengan 4 strategic initiatives,
yaitu pendidikan, kesehatan, lingkungan serta infrastruktur dan peduli bencana.
8. Tujuh core subejcts dalam panduan ISO 26000 adalah sebagai berikut:
a. Isu Tata Kelola Organisasi
Sistem pemerintahan dapat bervariasi, tergantung pada jenis dan ukuran
organisasi serta konteks ekonomi, politik, budaya dan sosial dimana mereka
beroperasi. Meskipun berbagai proses dan struktur pemerintahan memiliki
bentuk yang berbeda-beda, baik formal dan informal, semua organisasi
membuat dan mengimplementasikan keputusan dalam sebuah sistem
organisasi. Sistem organisasi pemerintahan dalam organisasi diarahkan oleh
orang atau sekelompok orang yang mempunyai wewenang dan tanggung
jawab untuk mengejar tujuan organisasi.
b. Isu Hak Asasi Manusia
Sementara negara memiliki kewajiban utama untuk melindungi,
mempromosikan dan menegakkan hak asasi manusia, Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia menghimbau setiap individu dan elemen masyarakat
untuk memainkan perannya dalam menjamin kepatuhan terhadap hak-hak
yang tercantum dalam Deklarasi. Oleh karena itu, sebuah organisasi
memiliki tanggung jawab untuk menjaga hak asasi manusia dalam
operasinya, serta dalam lingkup pengaruh yang lebih luas.
c. Isu Praktik Ketenagakerjaan
Praktik buruh suatu organisasi dapat berdampak besar pada
masyarakat dan dengan demikian dapat memberikan kontribusi signifikan
terhadap pembangunan berkelanjutan. Penciptaan lapangan kerja, serta upah
dan kompensasi lainnya yang dibayarkan untuk pekerjaan yang dilakukan
adalah salah satu dampak ekonomi paling penting dari keberadaan
organisasi. Bermakna dan bekerja produktif adalah elemen penting dalam
pembangunan manusia.
d. Isu Lingkungan
Isu-isu lingkungan tidak hanya merupakan prasyarat untuk
kelangsungan hidup dan kesejahteraan generasi kita; yang merupakan
tanggung jawab yang harus generasi kita harus penuhi sehingga
31
memungkinkan generasi mendatang untuk menikmati lingkungan global
yang berkelanjutan. Sebuah organisasi harus menyadari bahwa tanggung
jawab lingkungan adalah bagian dari tanggung jawab sosial dari setiap
organisasi.
e. Isu Praktik Operasi yang Adil
Praktek operasi yang adil akan memperbaiki lingkungan bila organisasi:
mendorong persaingan yang sehat, meningkatkan keandalan dan keadilan
transaksi komersial, mencegah korupsi dan mempromosikan proses politik
yang adil. Organisasi harus menggunakan kekuatan relatif mereka dan posisi
dalam hubungan mereka dengan organisasi-organisasi lain untuk
mempromosikan hasil positif.
f. Isu Konsumen
Konsumen adalah salah satu pemangku kepentingan organisasi. Operasi
dan output suatu organisasi memiliki dampak yang kuat pada mereka yang
menggunakan barang atau jasa, terutama ketika mereka adalah konsumen
individu. Referensi konsumen di pasar yang kompetitif, serta preferensi dan
keputusan mereka memiliki pengaruh kuat terhadap keberhasilan sebagian
besar organisasi.
g. Isu Pelibatan dan Pengembangan Masyarakat
Kebutuhan kontribusi bagi pembangunan sosial dan ekonomi untuk
mengurangi kemiskinan dan memperbaiki kondisi sosial masyarakat miskin
secara universal diterima. Kebutuhan kritis untuk menangani masalah-
masalah pembangunan sosial dan ekonomi tercermin dalam Deklarasi
Milenium PBB.
9. Efektifitas implementasi PKBL dilihat dari sejauh mana program tersebut
dapat memenuhi ketujuh kriteria atau isu dalam panduan pelaksanaan tanggung
jawab sosial menurut ISO 26000.
32
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
Penelitian kuantitatif yang akan dilakukan merupakan penelitian survei. Metode
kuantitatif dilakukan melalui pengisian kuesioner. Pendekatan kuantitatif ini
diharapkan dapat menjawab bagaimana sebetulnya pemangku kepentingan
perusahaan terutama karyawan, masyarakat dan pemerintah setempat memaknai
apa yang disebut sebagai tanggung jawab sosial serta sejauh mana hubungan
antara persepsi ketiga pemangku kepentingan dengan pencapaian tujuan PKBL
Pertamina UPMS II.
Pendekatan kualitatif merunjuk pada proses-proses dan makna-makna
yang tidak diuji atau diukur secara ketat dari segi kuantitas, jumlah, intensitas
ataupun frekuensi sehingga pendekatan ini dapat digunakan untuk mengungkap
jawaban atas pertanyaan yang menekankan bagaimana pengalaman sosial
dibentuk dan diberi makna (Denzin dan Lincoln 1994 dalam Sitorus 1998).
Pendekatan ini diharapkan dapat mengungkap proses dalam implementasi PKBL
Pertamina UPMS II dan sejauh mana program tersebut memenuhi pedoman
pelaksanaan tanggung jawab sosial menurut ISO 26000. Pendekatan ini juga
diharapkan dapat membantu menangkap persepsi ketiga pemangku kepentingan
beserta harapan mereka yang tidak terungkap melalui kuesioner agar dapat
mendukung data kuantitatif yang diperoleh.
Strategi yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah strategi studi
kasus. Studi kasus menurut Stake (1994) dalam Sitorus (1998) adalah memilih
suatu kejadian atau gejala untuk diteliti dengan menerapkan berbagai metode.
Studi kasus dipilih sebagai strategi karena penelitian ini berupaya menerangkan
gejala sosial yang kontemporer dimana peneliti berpeluang sangat kecil untuk
mengontrol peristiwa atau gejala sosial tersebut (Yin 1996 dalam Sitorus 1998).
Melalui strategi ini, peneliti berusaha untuk menemukan realitas sosial mengenai
PKBL, efektivitas implementasinya sebagai tanggung jawab sosial dengan
memperhatikan persepsi pemangku kepentingan terutama masyarakat, pemerintah
33
setempat dan karyawan perusahaan mengenai tanggung jawab sosial itu sendiri
serta norma internasional berupa panduan ISO 26000. Oleh karena itu, strategi
studi kasus ini merupakan studi kasus instrumental sebab strategi ini digunakan
untuk memperoleh wawasan mengenai PKBL terkait ISO 26000 dan persepsi
ketiga pemangku kepentingan perusahaan tentang tanggung jawab sosial
perusahaan yang akan menjadi instrumen untuk membantu peneliti dalam
memahami konsep implementasi PKBL yang dijalankan oleh Pertamina UPMS II
di Kecamatan Seberang Ulu (SU) II, Palembang, Sumatera Selatan.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Pertamina (Persero) Unit Pemasaran BBM
Retail Region II atau yang disebut Pertamina UPMS II. Penelitian ini juga
dilakukan di komunitas wilayah Kecamatan Seberang Ulu II, Kota Palembang,
Sumatera Selatan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive
(sengaja). Kecamatan Seberang Ulu II dipilih sebab Pertamina UPMS II berlokasi
di kecamatan tersebut sehingga pemangku kepentingan terdekatnya tentu juga
berada di wilayah ini. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September hingga
November 2010.
3.3 Teknik Penentuan Informan, Subjek Kasus dan Responden
Informan adalah pihak yang memberi keterangan mengenai pihak lain dan
lingkungannya atau data tentang hal-hal yang melembaga secara umum sedangkan
responden adalah pihak yang memberi keterangan mengenai pandangan dirinya
mengenai suatu peristiwa atau objek yang terkait perasaan, kebiasaan, sikap, motif
dan persepsinya sendiri. Melalui informan, diharapkan peneliti dapat menentukan
subjek kasus yang valid serta keterangan tambahan mengenai fokus kajian.
Informan kunci dalam penelitian ini adalah pelaksana PKBL sebagai
tanggung jawab sosial dalam Pertamina UPMS II yang tergabung dalam Fungsi
External Relation. Subjek kasus dalam penelitian ini adalah karyawan tetap
Pertamina UPMS II, aparat pemerintah dan masyarakat setempat yang dipilih
secara sengaja (purposive) berdasarkan keterangan dari informan kunci.
Populasi dalam penelitian ini adalah pemerintah di wilayah kecamatan
Seberang Ulu II, masyarakat kecamatan Seberang Ulu II, serta karyawan
Pertamina UPMS II. Sedangkan responden dalam penelitian ini adalah pemerintah
34
kecamatan dan kelurahan di Seberang Ulu II, masyarakat kecamatan Seberang
Ulu II yang menjadi peserta Pertamina Sehati dan yang tidak menjadi peserta
kegiatan PKBL Pertamina UPMS II serta karyawan tetap Pertamina UPMS II.
Teknik penarikan sampel menggunakan stratified random sampling.
Teknik stratified random sampling digunakan untuk populasi pemerintah
kecamatan Seberang Ulu II, karyawan tetap Pertamina UPMS II dan masyarakat
kecamatan Seberang Ulu II. Pada populasi pemerintah kecamatan Seberang Ulu
II, kriteria stratifikasi adalah kedudukan dalam pemerintahan sehingga diperoleh
dua lapisan, yaitu pimpinan dan bawahan. Pada karyawan, kriteria yang
digunakan adalah pengambil keputusan mengenai PKBL dalam perusahaan,
sedangkan untuk populasi masyarakat kecamatan Seberang Ulu II, kriteria yang
digunakan adalah berdasarkan mengikuti atau tidaknya program PKBL yang
dilaksanakan Pertamina UPMS II.
Pemerintah kecamatan Seberang Ulu II dibagi menjadi pemerintah lapisan
pimpinan dan staf. Pemerintah lapisan pimpinan ditujukan untuk Camat dan tujuh
Lurah di kecamatan SU II. Oleh karena jumlah atasan hanya delapan orang atau
kurang dari 30 orang, maka kedelapan pemerintah lapisan pimpinan ini menjadi
responden penelitian. Sedangkan pemerintah lapisan staf adalah keseluruhan staf
pemerintahan di kantor camat dan tujuh kantor lurah. Jumlah staf di delapan
kantor ini tanpa camat dan lurah-lurahnya adalah 67 orang. Jadi, jumlah
responden pemerintah bawahan adalah sebagai berikut:
𝑛 =𝑁
1 + 𝑁. 𝑒2
=67
1+ 67 . (10%)2
= 40,12
= 41
Jadi, jumlah sampel untuk pemerintah lapisan staf adalah 41 responden.
Penarikan sampel karyawan kemudian dibedakan menurut kriteria
pengambil kebijakan terkait PKBL. Jadi, untuk pengambil keputusan, yang
menjadi responden hanya Asisten Manajer External Relation. Sedangkan untuk
karyawan nonpengambil keputusan diperoleh sampel sebagai berikut:
𝑛 =𝑁
1+𝑁 .𝑒2
35
=100
1+ 100 . (10%)2
= 50
Jadi, jumlah sampel untuk karyawan non-pengambil keputusan Pertamina UPMS
II adalah 50 responden.
PKBL Pertamina UPMS II yang dilakukan di Kecamatan Seberang Ul II
adalah Program Pertamina Sehati, Program Kacamata Gratis “Bright with
Pertamina” serta Program Beasiswa. Dari ketiga program tersebut, peserta dari
program Pertamina Sehati yang menjadi responden dalam penelitian. Hal ini
dikarenakan Program Kacamata Gratis “Bright with Pertamina” telah
dilaksanakan pada tahun 2009 dengan jumlah peserta penerima kacamata
sebanyak 2000 siswa-siswi Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama se-
kota Palembang dan periode 2010 baru akan dilaksanakan saat penelitian dimulai.
Program “Bright with Pertamina” juga bukan program yang sengaja direncanakan
Pertamina UPMS II untuk masyarakat di Kecamatan Seberang Ulu II, akan tetapi
merupakan program yang direncanakan kantor pusat untuk dilakukan di kantor
unit. Sementara itu, Program Beasiswa untuk siswa-siswi kurang mampu di
kecamatan SU II pun masih dalam proses untuk dilaksanakan. Oleh karena itu,
hanya peserta Program Pertamina Sehati yang menjadi responden penelitian ini.
Pertamina Sehati adalah Program Pemberian Makanan Tambahan untuk
Ibu Hamil dan Balita dalam rangka mengurangi angka kematian ibu hamil dan
balita. Program tersebut dilakukan di Puskesmas Induk dan dua Puskesmas
Pembantu (Puskesmas Pembantu) dengan bantuan kader Puskesmas dan Posyandu
di wilayah Kelurahan yang menjadi lokasi Puskesmas Induk dan Pustu. Jumlah
peserta Pertamina Sehati yang dilangsungkan di Puskesmas Induk pada tanggal 2
November 2010 tersebut sebanyak 41 ibu hamil dan balita. Sebetulnya, jumlah
sasaran Pertamina Sehati adalah sebanyak 100 orang. Tetapi, ketika
pelaksanaannya, hanya 41 orang yang dapat hadir, sedangkan sisanya akan
mengambil sendiri di Pustu yang dekat dengan rumah mereka. Oleh karena itu,
dalam penelitian ini, hanya 41 orang yang menjadi populasi responden masyarakat
peserta kegiatan PKBL.
Populasi masyarakat yang tidak mengikuti PKBL dalam penelitian ini
diasumsikan sebagai anggota masyarakat yang tidak mengikuti Program
36
Pertamina Sehati. Oleh karena itu, jumlah populasi masyarakat yang tidak
mengikuti PKBL adalah jumlah total penduduk kecamatan SU II dikurangi jumlah
peserta Pertamina Sehati, yaitu:
(91.102 – 100) = 91.002 jiwa
Jadi, jumlah populasi masyarakat yang tidak mengikuti PKBL sebanyak 91.002
jiwa.
Sampel yang diambil untuk populasi masyarakat dengan menggunakan
rumus Slovin adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat yang mengikuti program Pertamina Sehati
𝑛 =𝑁
1+𝑁 .𝑒2
=41
1+ 41 . (10%)2
= 29,07
= 30
Jadi, jumlah sampel untuk masyarakat Kecamatan SU II yang menjadi peserta
program adalah 30 responden.
2. Masyarakat yang tidak mengikuti program.
𝑛 =𝑁
1+𝑁 .𝑒2
=91002
1+ 91002 . (10%)2
= 99,89
= 100
Jadi, jumlah sampel untuk masyarakat Kecamatan SU II yang tidak mengikuti
program adalah 100 responden.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Alat ukur yang digunakan dalam mengumpulkan data kuantitatif adalah
kuesioner. Sementara itu, dalam pengumpulan data kualitatif, penelitian ini
menggunakan sejumlah metode sekaligus (metode triangulasi) yang terdiri dari
pengamatan berperanserta, penelusuran dokumen dan wawancara mendalam.
Metode-metode pengumpulan data tersebut digunakan untuk memperoleh data
primer dan sekunder yang dapat menjawab pertanyaan penelitian. Data primer
dari informan dan subjek kasus diperoleh melalui pengamatan berperanserta dan
wawancara mendalam. Hasil dari pengamatan dan wawancara mendalam di
37
lapangan dituangkan dalam catatan harian dengan bentuk uraian rinci dan kutipan
langsung. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui informasi tertulis, data-data
dan literatur-literatur yang mendukung kebutuhan data mengenai fokus penelitian
seperti profil perusahaan dan kegiatan-kegiatan dalam implementasi PKBL dan
tanggung jawab sosial perusahaan. Selain itu, data sekunder juga berupa literatur-
literatur yang berkaitan dengan penelitian seperti buku-buku mengenai tanggung
jawab sosial perusahaan, PKBL, dan literatur-literatur lainnya yang terkait.
3.4.1 Pengamatan Berperanserta
Pengamatan berperanserta adalah “proses penelitian yang
mempersyaratkan interaksi sosial antara peneliti dengan tineliti dalam lingkungan
sosial tineliti sendiri, guna keperluan pengumpulan data dengan cara yang
sistematis dan ugahari (unobstrive)” (Taylor dan Bogdan 1984 dalam Sitorus
1998). Seperti yang diungkapkan Moleong (1989) dalam Sitorus (1998), metode
penelitian ini digunakan karena pengamatan memungkinkan peneliti melihat,
merasakan dan memaknai dunia beserta ragam peristiwa dan gejala sosial
didalamnya sebagaimana tineliti melihat, merasakan dan memaknainya serta
memungkinkan pembentukan pengetahuan secara bersama oleh peneliti dan
tineliti (intersubyektifitas).
Tipe pengamatan berperan serta yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pengamatan berperanserta-terbatas. Peneliti berperanserta dalam kegiatan
sehari-hari fungsi External Relation dan implementasi Pertamina Sehati sekaligus
melakukan wawancara informal dan formal. Melalui metode ini, peneliti dapat
mengidentifikasi implementasi PKBL Pertamina UPMS II dan mengkaji sejauh
mana implementasi tersebut memenuhi standar dalam panduan pelaksanaan
tanggung jawab sosial perusahaan dalam ISO 26000.
3.4.2 Penelusuran Dokumen
Penelusuran dokumen dilakukan untuk melengkapi kebutuhan data yang
diperoleh dari lapang. Data-data yang dimaksud antara lain data mengenai profil
perusahaan, kegiatan-kegiatan dalam implementasi PKBL, pemangku kepentingan
eksternal yang terlibat dalam perencanaan serta pelaksanaan kegiatan dan
berbagai perannya. Data ini juga meliputi literatur yang berkaitan dengan ISO
26000, tanggung jawab sosial perusahaan dan PKBL.
38
3.4.3 Wawancara Mendalam
Taylor dan Bogdan (1984) dalam Sitorus (1998) menyebutkan bahwa
wawancara mendalam adalah temu-muka berulang antara peneliti dan tineliti
dalam rangka memahami pandangan tineliti mengenai hidupnya, pengalamannya,
ataupun situasi sosial sebagaimana diungkapkan dalam bahasanya sendiri.
Wawancara mendalam bersifat luwes, terbuka, tidak terstruktur dan tidak baku.
Wawancara mendalam untuk konteks penelitian ini dilakukan terhadap
subjek kasus yang menjadi pemangku kepentingan perusahaan yang difokuskan
pada karyawan Pertamina UPMS II, masyarakat di kecamatan Seberang Ulu II
dan pemerintah setempat. Melalui metode ini, diharapkan peneliti dapat menggali
seperti apa PKBL diimplementasikan di Pertamina UPMS II.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknis analisis data dalam penelitian kuantitatif, data primer yang
diperoleh dari kuesioner diolah dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan pie
chart. Selanjutnya, data kuantitatif tersebut diuji dengan menggunakan uji
Kruskal-Wallis H untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat keberhasilan
pada masing-masing persepsi lalu dilakukan uji hubungan nonparamametrik
korelasi Spearman untuk mengetahui hubungan antar variabel persepsi dan
efektifitas.
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan bersamaan dengan
proses pengumpulan data. Dalam penelitian ini, analisis data akan dilakukan
melalui tiga jalur, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan
(Miles dan Huberman 1992 dalam Sitorus 1998). Reduksi data adalah proses
pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan
transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan harian. Data-data tersebut di
ringkas, dikode, ditelusuri temanya dan dibuat gugus-gugus, partisi-partisi dan
memo. Melalui jalur analisis pertama ini, data ditajamkan, digolongkan, dibuang
yang tidak diperlukan serta diorganisasikan dengan cara sedemikian rupa sehingga
dapat diambil kesimpulan-kesimpulan akhir.12
Data-data yang direduksi akan
disajikan dalam bentuk teks naratif ataupun matriks yang isinya menguraikan
12 MT Felix Sitorus 1998, Penelitian Kualitatif: Suatu Perkenalan, Kelompok Dokumentasi Ilmu-
ilmu Sosial, Bogor, halaman 60.
39
hasil identifikasi imlementasi PKBL yang dilakukan oleh Pertamina UPMS II,
sejauh mana implementasi tersebut sesuai dengan panduan ISO 26000 dan
bagaimana karyawan Pertamina UPMS II, serta masyarakat dan pemerintah
Kecamatan SU II selaku pemangku kepentingan eksternal mempersepsikan
tanggung jawab sosial perusahaan. Selanjutnya, dari hasil penyajian data akan
ditarik suatu kesimpulan yang terus diuji kebenarannya, kekokohan dan
kecocokannya selama pengumpulan data berlangsung agar valid.
40
BAB IV
PROFIL KOMUNITAS DAN PERUSAHAAN
4.1 Profil Komunitas
4.1.1 Kondisi Geografis
Kecamatan Seberang Ulu (SU) II adalah salah satu kecamatan yang
terletak di Kota Palembang dengan sebagian wilayahnya berada di pinggir Sungai
Musi. Kecamatan ini terdiri dari tujuh kelurahan dengan total luas wilayah sebesar
1.288 ha. Ketujuh kelurahan yang termasuk dalam Kecamatan Seberang Ulu II
tersebut adalah kelurahan 11 Ulu, 12 Ulu, 13 Ulu, 14 Ulu, Tangga Takat, 16 Ulu
dan Sentosa. Secara geografis, Kecamatan Seberang Ulu II memiliki batas-batas
wilayah sebagai berikut:
1. sebelah selatan : berbatasan dengan Kecamatan Plaju dan Kecamatan
Seberang Ulu I;
2. sebelah barat : berbatasan dengan Kecamatan Seberang Ulu I;
3. sebelah timur : berbatasan dengan Kecamatan Plaju;
4. sebelah utara : berbatasan dengan Sungai musi, yaitu di Kecamatan Ilir
Timur I dan Kecamatan Ilir Timur II.
Menurut data monografi Kecamatan SU II (2007), wilayah Kecamatan SU
II memiliki kontur yang datar sampai berombak sebanyak 32 persen, sedangkan
sisanya adalah dataran yang landai. Rata-rata ketinggian wilayah kecamatan SU II
adalah 12 m di atas permukaan laut dengan curah hujan 360 mm per tahun dan
suhu maksimum 34oC.
Kecamatan SU II memiliki 8 sungai dan anak sungai (kali) yang
digunakan sebagai prasarana pengairan. Lalu lintas melalui jalan darat di
kecamatan ini sebesar 80 persen, sedangkan 20 persen sisanya melalui sungai.
Terdapat dua darmaga di Kecamatan SU II dengan jumlah kapal motor sebanyak
12 buah, perahu motor tempel sebanyak 18 buah dan perahu sebanyak 82 buah.
Kantor Kecamatan SU II terletak di pinggir jalan raya. Jarak kantor
kecamatan dengan desa/kelurahan terjauh adalah 2 km, jarak dengan pusat
pemerintahan kota adalah 4 km dan jarak dengan pusat pemerintahan provinsi
adalah 9 km. Jenis jalan yang terdapat di Kecamatan SU II adalah 22 km jalan
41
negara, 8 km jalan propinsi, 12 km jalan kota dan 11 km jalan desa dengan total
jalan sepanjang 53 km.
4.1.2 Kependudukan
Jumlah penduduk Kecamatan Seberang Ulu II pada bulan Agustus 2010
adalah sebanyak 91.102 jiwa. Rincian jumlah penduduk Kecamatan Seberang Ulu
II berdasarkan jenis kelaminnya ditunjukkan dalam Tabel 1 berikut ini:
Tabel 1. Jumlah Penduduk Kecamatan Seberang Ulu II pada Agustus 2010
No. Kelurahan Jumlah Penduduk Akhir (jiwa)
Laki-laki (L) Perempuan (P) L+P
1 11 Ulu 3.602 3.904 7.506 2 12 Ulu 3.047 2.937 5.984 3 13 Ulu 5.740 6.145 11.885 4 14 Ulu 5.888 5.939 11.827 5 Tangga Takat 8.422 8.304 16.726 6 16 Ulu 11.210 11.187 22.397 7 Sentosa 7.563 7.214 14.777
Jumlah 45.472 45.630 91.102
Sumber: Laporan Kependudukan Kecamatan SU II Bulan Agustus 2010
Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa jumlah penduduk laki-laki dan perempuan
hampir sama dengan jumlah penduduk perempuan lebih banyak. Jumlah
penduduk paling besar dimiliki oleh kelurahan 16 Ulu.
Data masing-masing kelurahan yang berada di Kecamatan Seberang Ulu II
terkait luas wilayah, jumlah keluarga, RT, RW, Posyandu dan Poskamling
dipaparkan dalam Tabel 2 berikut ini:
Tabel 2. Jumlah Keluarga, RT, RW, Poskamling, Posyandu dan Luas Wilayah
Masing-masing Kelurahan di Kecamatan Seberang Ulu II
No. Kelurahan Luas
Wilayah
(ha)
Jumlah
Kel Jumlah
RT Jumlah
Rw
Jumlah Poskam-
ling
Jumlah Posyan-
du
1 11 Ulu 30 1.880 21 09 2 7 2 12 Ulu 20 1.306 15 05 2 8 3 13 Ulu 120 2.494 34 08 2 10 4 14 Ulu 131 2.419 32 08 2 12 5 Tangga Takat 275 3.263 30 10 3 15 6 16 Ulu 475 4.222 60 15 4 17 7 Sentosa 237 4.078 46 12 4 13
Jumlah 1.288 19.022 238 67 19 82
Sumber: Kantor Camat SU II tahun 2009
42
Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa kelurahan dengan wilayah terluas adalah 16
Ulu dan wilayah terkecil adalah 12 Ulu. Kelurahan dengan jumlah kepala
keluarga paling banyak adalah 16 Ulu dan kelurahan paling sedikit adalah 12 Ulu.
Masing-masing kelurahan telah memiliki poskamling dan posyandu. Jumlah
poskamling paling banyak dimiliki oleh kelurahan 16 Ulu dan Sentosa, yaitu
masing-masing 4 buah. Jumlah posyandu paling banyak dimiliki oleh kelurahan
16 Ulu.
4.1.3 Pendidikan
Menurut data kecamatan SU II tahun 2009, jumlah Kepala Keluarga (KK)
berdasarkan tingkat kesejahteraan adalah sebagai berikut:
1. keluarga pra sejahtera : 3.305 KK;
2. keluarga sejahtera I : 4.049 KK;
3. keluarga sejahtera II : 4.411 KK;
4. keluarga sejahtera III : 3.371 KK;
5. keluarga sejahtera III Plus : 0 KK.
Dari penggolongan KK berdasarkan tingkatan kesejahteraan tersebut, diperoleh
data anak usia sekolah sebagai berikut:
1. Anak Usia Sekolah dari Pra KS : 2.225 anak;
2. Anak Usia Sekolah dari KS-KS : 2.562 anak.
Tingkat pendidikan penduduk Kecamatan SU II cukup baik. Urutan kedua
strata pendidikan terbanyak yang dimiliki penduduk Kecamatan SU II adalah
SMA/Sederajat. Banyak pula penduduk yang telah mengenyam pendidikan
hingga ke perguruan tinggi. Namun, menurut data monografi tahun 2007, tetap
saja mayoritas penduduk di Kecamatan SU II hanya berpendidikan SD/sederajat.
Tabel 3 berikut ini menunjukkan sebaran jumlah penduduk menurut pendidikan:
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan di Kecamatan SU II tahun 2007
No. Pendidikan Jumlah (Jiwa)
1 Belum Sekolah 17.109 2 Tidak Tamat SD - 3 Tamat SD/Sederajat 37.364 4 Tamat SMP/Sederajat 16.400 5 Tamat SMA/Sederajat 22.741 6 Tamat Akademi/Sederajat 1.526 7 Tamat Perguruan Tinggi/Sederajat 6.215
Sumber: Data monografi Kecamatan SU II tahun 2007
43
Sarana pendidikan yang ada di Kecamatan SU II pada dasarnya sudah
cukup banyak, baik didirikan oleh pemerintah maupun swasta. Tabel 4 berikut ini
menunjukkan sebaran saran pendidikan di Kecamatan SU II:
Tabel 4. Sarana Pendidikan di Kecamatan SU II Tahun 2007
No Jenis Pendidikan Jumlah
1 Taman Kanak-Kanak 14 buah 2 SD Negeri 13 buah 3 SD Swasta 3 buah 4 Madrasah Ibtidaiyah 11 buah 5 SMP Negeri 2 buah 6 SMP Swasta 5 buah 7 SMA Negeri 0 buah 8 SMA Swasta 7 buah 9 SMK Negeri 0 buah 10 SMK Swasta 1 buah 11 Perguruan Tinggi 2 buah
Jumlah 58 buah
Sumber: Data monografi Kecamatan SU II tahun 2007
4.1.4 Ekonomi
Kecamatan Seberang Ulu II merupakan daerah pengembangan
pemukiman, perkantoran dan daerah industri. Potensi ekonomi di Kecamatan
Seberang Ulu II antara lain industri Rumah Tangga dan perdagangan. Industri
Rumah Tangga yang berkembang berupa kerajinan songket, kerupuk kemplang,
dan pempek. Sementara potensi perdagangan berupa perdagangan dalam berbagai
jenis bahan kebutuhan bangunan, terutama pasir dan batu koral. Tabel 5 berikut
ini menunjukkan sebaran jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan:
Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan menurut Kelurahan Tahun
2007
No. Pekerjaan Jumlah (jiwa)
1 PNS 1.311 2 TNI/Polri 727 3 Pegawai BUMN 5.606 4 Pensiunan 773 5 Wiraswasta 5.226 6 Tani 100 7 Dagang 3.269 8 Jasa 6.900 9 Pelajar/Mahasiswa 18.362 10 Lain-lain 9.508
Sumber: Data monografi Kecamatan SU II tahun 2007
44
Berdasarkan Tabel 5 tersebut, diketahui bahwa mayoritas penduduk merupakan
pelajar/mahasiswa. Urutan kedua pekerjaan terbanyak adalah kategori lain-lain
yang diluar sembilan jenis pekerjaan tersebut. Urutan ketiga pekerjaan terbanyak
adalah kategori jasa.
4.2 Profil Perusahaan
Pencarian minyak dan gas bumi di Sumatera Selatan telah dimulai sejak
akhir abad ke-19 saat BPM atau Shell menemukan minyak bumi di Formasi
Muara Enim dan diproduksi pada tahun 1909. Pada tahun 1912, di daerah Talang
Akar Pendopo ditemukan sumber minyak terbesar oleh Perusahaan
Nederlandsche Koloniale Petroleum Maatschappij (NKPM), maka pada tahun
1925 didirikan kilang minyak di S. Gerong.
Saat tentara Jepang masuk, kilang yang berdiri di S. Gerong, Sumatera
Selatan, dibakar oleh pihak Belanda agar Jepang tidak dapat menguasai aset
pengolahan minyak bumi yang ada di Sumatera Selatan. Jepang pada saat itu
memanfaatkan sumur-sumur dan fasilitas perminyakan di seluruh Indonesia,
dikuras dengan paksa melebihi kapasitas produksi.
Setelah Jepang menyerah, para pejuang segera merebut fasilitas
perminyakan dan seluruh aset perminyakan dikuasai Indonesia. Selanjutnya,
perusahaan minyak yang akhirnya dinamakan Pertamina tersebut mulai membagi
unit kerjanya. Di wilayah Sumatera Selatan, unit kerja Pertamina terbagi menjadi
Unit Eksplorasi dan Produksi II (UEP II), Unit Pengolahan III (UP III), dan Unit
Pembekalan dan Pemasaran Dalam Negeri II (UPPDN II) dimana masing-masing
dipimpin oleh seorang Pimpinan Unit.
Agar tidak terjadi trialisme kepemimpinan, pada 20 Agustus 1985, ketiga
unit dilebur menjadi satu dan dipimpin Pimpinan Umum Daerah Sumbagsel (PUD
Sumbagsel). Namun, kemudian kembali berubah pada 11 Mei 1994 dengan
Keputusan Direksi No. KPTS-070/00000/94 untuk membubarkan PUD dan
membentuk organisasi unit di daerah yang berada di bawah Direktorat Operasi,
yaitu:
1. operasi Unit Eksplorasi dan Produksi;
2. operasi Unit Pengolahan;
3. operasi Unit Pemasaran.
45
SK 070 tahun 1994 ini dianggap sebagai awal mula terbentuknya Unit Pemasaran.
Tugas pokok Unit Pemasaran sesuai dengan Keppres no. 11 tahun 1990 pasal 13,
yaitu:
1. penyediaan dan pelayanan bahan bakar minyak dan gas bumi untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri;
2. pemasaran bahan-bahan dan produk minyak dan gas bumi serta petrokimia di
dalam negeri.
4.2.1 Profil Fungsi External Relation (ER)
Setiap BUMN telah dikenai kewajiban untuk melakukan PKBL sejak
tahun 1983 meski dengan nama yang berbeda. Program ini dilakukan sebagai
bentuk sumbangsih BUMN dalam percepatan pembangunan di Indonesia.
Pertamina yang merupakan BUMN tentu saja ikut melaksanakan PKBL ini.
Pertamina bahkan menjadi penyumbang dana PKBL terbesar di Indonesia.
Tahun 2007, UU tentang Perseroan Terbatas No. 40 diresmikan. Pada
pasal 74 UUPT no. 40 ini disebutkan bahwa setiap perseroan terbatas yang yang
menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumberdaya alam
wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan dengan dana tanggung
jawab sosialnya dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang
pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
Pertamina sendiri merupakan perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas
dengan core bussiness yang mengolah Sumberdaya Alam (SDA) sehingga
Pertamina wajib melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Oleh karena
itu, sebagai tanggapan terhadap UU tentang Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007
tersebut, Pertamina mulai menerapkan tanggung jawab sosial, tetapi masih
mengadopsi konsep PKBL.
Saat ini, PKBL dan tanggung jawab sosial perusahaan memang telah
dipahami sebagai dua fungsi yang berbeda dalam tubuh Pertamina. PKBL adalah
sebuah program yang menjadi kewajiban BUMN dengan dana sebesar 2 persen
dari laba yang telah dipotong pajak setiap tahunnya, sedangkan tanggung jawab
sosial bersumber dana dari biaya perseroan yang dianggarkan pada awal tahun.
Dalam susunan struktur fungsi dalam organisasi pun, PBKL dan tanggung jawab
sosial berada pada garis yang berbeda. Program tanggung jawab sosial di
46
Pertamina dilekatkan pada fungsi External Relation, sedangkan PKBL dijalankan
oleh fungsi PKBL. Namun, karena konsep tanggung jawab sosial Pertamina masih
mengadopsi PKBL, maka kedua fungsi ini seperti berwajah sama dengan aliran
dana berbeda. Oleh karena itu, dalam konteks penelitian ini, konsep tanggung
jawab sosial Pertamina tetap disebut sebagai PKBL.
Fungsi External Relation di Pertamina adalah fungsi yang membangun
dan mempertahankan hubungan baik antara perusahaan dan masyarakat serta
pemangku kepentingan eksternal lainnya. Fungsi ini berada di bawah Direktur
Pemasaran. Gambar 3 berikut ini adalah struktur jabatan dalam Direktur
Pemasaran:
Gambar 3. Struktur Jabatan Direktur Pemasaran dan Niaga PT. Pertamina
Keputusan pelekatan pelaksanaan komitmen tanggung jawab sosial pada
fungsi ER didasarkan atas pertimbangan tertentu. Pertama, Pertamina tidak ingin
menggabungkan pelaksanaan tanggung jawab sosial pada fungsi PKBL karena
dasar hukum pelaksanaan keduanya berbeda sehingga sumber dana dan
pelaporannya juga berbeda. Kedua, sejak awal tahun 2000-an, ketika istilah
Community Development (Comdev) mulai merebak di Indonesia, Pertamina telah
42
3 4 6
1 1 1
1 1 1
1 1
Keterangan :
Wilayah I : Bandar Lampung,Lampung Selatan
Wilayah II : Metro,Lampung Timur,Lp.tengah,Tulang Bawang, 1
Tanggamus,Lampung Utara,Lampung Barat,Way Kanan
Wilayah III : Prop.Bengkulu
Wilayah IV : Plg,Muba,Banyuasin
Wilayah V : Prabumulih,OKI,OI,OKU Selatan,OKU Timur
Wilayah VI : Lahat,Pgr Alam,Muara Enim,Musi Rawas,Lb.Linggau 1
Wilayah VII : Jambi,Tanjab Barat,Tanjab Timur,Batang Hari
Muara Tebong,Bungo,Merangin Sarolangun,Kerinci,Muara Jambi
Wilayah VIII : Babel
SALES REPRESENTATIVE
RETAIL WILAYAH VIII5
5
SALES REPRESENTATIVE
RETAIL WILAYAH VII5
SALES REPRESENTATIVE
RETAIL WILAYAH III6
SALES REPRESENTATIVE
RETAIL WILAYAH VI
4
AST. COMMUNITY
DEVELOPMENT7
SALES REPRESENTATIVE
RETAIL WILAYAH II5
SALES REPRESENTATIVE
RETAIL WILAYAH V5
AST. CUSTOMER
RELATION6
SALES REPRESENTATIVE
RETAIL WILAYAH I4
SALES REPRESENTATIVE
RETAIL WILAYAH IV
GM PMS. BBM RETAIL
REGION IIP1
AST. MAN. SALES ADM.
& GENERAL ACCOUNT
AST. MAN. EXTERNAL
RELATION4
SALES AREA MANAGER
LAMPUNG - BENGKULU2
SALES AREA MANAGER
SUMSEL - BABEL - JAMBI2
47
ikut menerapkan Comdev tersebut pada fungsi External Relation. Comdev
Pertamina inilah yang kemudian berubah bentuk menjadi tanggung jawab sosial
perusahaan. Meski demikian, kiblat dari bentuk Comdev yang kemudian menjadi
tanggung jawab sosial Pertamina tersebut tetap saja PKBL.
Tanggung jawab sosial Pertamina dalam pelaksanaannya bersumber dari
pusat, yaitu dari Manajer CSR langsung ke Asisten Manajer External Relation di
setiap Unit. Besaran anggaran dana tanggung jawab sosial tiap tahun pun
ditentukan oleh Manajer CSR di pusat, bukan oleh Direktur Pemasaran. Gambar 4
berikut merupakan bagan alur sumber dana tanggung jawab sosial Pertamina
UPMS II:
Ket: = Wilayah kerja PT. Pertamina (Persero) Pusat
= Alur dana CSR dari Pusat ke Ast. Man. External Relation masing-masing Unit.
Gambar 4. Bagan Alur Sumber Dana CSR PT. Pertamina (Persero)
Pertamina UPMS II memiliki wilayah kerja yang meliputi 5 provinsi, yaitu
Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jambi dan Bangka-Belitung. Di lima
provinsi tersebut, tersebar kesembilan depot milik Pertamina UPMS II serta satu
Kantor Unit. Kantor Unit Pertamina UPMS II berada di Kecamatan Seberang Ulu
II, Palembang. Sedangkan depot milik Pertamina UPMS II, empat diantaranya
berada di wilayah Sumatera Selatan, dua depot berada di Bangka-Belitung dan 3
depot lainnya masing-masing berada di Lampung, Bengkulu dan Jambi.
Mengingat wilayah operasi Pertamina UPMS II tidak hanya berada di satu lokasi,
maka pelaksanaan tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II pun disesuaikan
dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing wilayah operasi tersebut.
PUSAT
GM UNIT
Ast. Customer Relation Ast. Community Development
PUSAT
SEKRETARIS PERSEROAN
MANAJER CSR
DIT. PEMASARAN - NIAGA
DIR. PEMASARAN
Ast. Manajer External Relation
48
Meski demikian, pembiayaan kegiatan tanggung jawab sosial di sembilan depot
tersebut tetap berasal dari Kantor Unit Pertamina UPMS II.
4.3 Ikhtisar
Kecamatan Seberang Ulu II terdiri dari tujuh kelurahan dengan total luas
wilayah sebesar 1.288 ha. Ketujuh kelurahan yang termasuk dalam Kecamatan
Seberang Ulu II tersebut adalah kelurahan 11 Ulu, 12 Ulu, 13 Ulu, 14 Ulu,
Tangga Takat, 16 Ulu dan Sentosa.
Jumlah penduduk Kecamatan Seberang Ulu II pada bulan Agustus 2010
adalah sebanyak 91.102 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan hampir
sama dengan jumlah penduduk perempuan lebih banyak. Jumlah penduduk paling
besar dimiliki oleh kelurahan 16 Ulu, begitu pula dengan wilayah kelurahan
terluas. Luas wilayah kelurahan yang terkecil adalah 12 Ulu. Masing-masing
kelurahan telah memiliki poskamling dan posyandu. Jumlah poskamling paling
banyak dimiliki oleh kelurahan 16 Ulu dan Sentosa, yaitu masing-masing 4 buah.
Jumlah posyandu paling banyak dimiliki oleh kelurahan 16 Ulu.
Tingkat pendidikan penduduk Kecamatan SU II cukup baik. Urutan kedua
strata pendidikan terbanyak yang dimiliki penduduk Kecamatan SU II adalah
SMA/Sederajat. Banyak pula penduduk yang telah mengenyam pendidikan
hingga ke perguruan tinggi. Namun, menurut data monografi tahun 2007, tetap
saja mayoritas penduduk di Kecamatan SU II hanya berpendidikan SD/sederajat.
Selain itu, tercatat 2.225 anak usia sekolah berasal dari keluarga pra sejahtera dan
2.562 anak usia sekolah lainnya berasal dari keluarga sejahtera 1.
Sarana-prasarana pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak hingga
Perguruan Tinggi dapat ditemukan di Kecamatan SU II. Mayoritas penduduk juga
merupakan pelajar/mahasiswa. Jenis pekerjaan penduduk kedua terbanyak setelah
pelajar/mahasiswa adalah kategori lain-lain yang diikuti oleh kategori jasa.
Potensi ekonomi di Kecamatan Seberang Ulu II antara lain industri Rumah
Tangga dan perdagangan. Industri Rumah Tangga yang berkembang berupa
kerajinan songket, kerupuk kemplang, dan pempek. Sementara potensi
perdagangan berupa perdagangan dalam berbagai jenis bahan kebutuhan
bangunan, terutama pasir dan batu koral.
49
Pertamina UPMS II adalah salah satu Unit Pemasaran dari PT. Pertamina
(Persero). Tugas pokok Unit Pemasaran sesuai dengan Keppres no. 11 tahun 1990
pasal 13, yaitu:
1. Penyediaan dan pelayanan bahan bakar minyak dan gas bumi untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri.
2. Pemasaran bahan-bahan dan produk minyak dan gas bumi serta petrokimia di
dalam negeri.
Pertamina mulai menerapkan tanggung jawab sosial segera setelah UU
tentang Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007 diresmikan. Bentuk tanggung
jawab sosial Pertamina masih mengadopsi konsep PKBL. Meski demikian, PKBL
dan tanggung jawab sosial perusahaan dipahami sebagai dua fungsi yang berbeda
dalam tubuh Pertamina. PKBL adalah sebuah program yang menjadi kewajiban
BUMN dengan dana sebesar 2 persen dari laba yang telah dipotong pajak setiap
tahunnya, sedangkan tanggung jawab sosial bersumber dana dari biaya perseroan
yang dianggarkan pada awal tahun. Dalam susunan struktur fungsi dalam
organisasi pun, PBKL dan tanggung jawab sosial berada pada garis yang berbeda.
Program tanggung jawab sosial di Pertamina dilekatkan pada fungsi External
Relation, sedangkan PKBL dijalankan oleh fungsi PKBL. Namun, karena konsep
tanggung jawab sosial Pertamina masih mengadopsi PKBL, maka kedua fungsi
ini seperti berwajah sama dengan aliran dana berbeda. Oleh karena itu, dalam
konteks penelitian ini, konsep tanggung jawab sosial Pertamina tetap disebut
sebagai PKBL.
50
BAB V
PEDOMAN PELAKSANAAN SOCIAL RESPONSIBILITY
DAN IMPLEMENTASI PKBL PERTAMINA UPMS II
5.1 Pedoman Pelaksanaan Social Responsibility
ISO 26000 adalah suatu pedoman pelaksanaan tanggung jawab sosial yang
ketujuh subjek intinya dapat diterapkan secara universal di semua jenis organisasi.
Tanggung jawab sosial dalam ISO 26000 didefinisikan sebagai berikut:
„Responsibility of an organization for the impacts of its decisions
and activities on society and the environment, through transparent
and ethical behaviour that contributes to sustainable development,
health and the welfare of society; takes into account the expectations
of stakeholders; is in compliance with applicable law and consistent
with international norms of behaviour; and is integrated throughout
the organization and practiced in its relationships.‟ (Draft ISO
26000 2009 dalam Jalal 2010)
Dalam penerapan definisi tersebut, terdapat tujuh core subjects ISO 26000 yang
dapat dilakukan organisasi sebagai bentuk tanggung jawab sosialnya, yaitu tata
kelola organisasi, hak asasi manusia, praktik ketenagakerjaan, isu lingkungan,
praktik operasi yang adil, isu konsumen, serta keterlibatan dan pengembangan
masyarakat. Masing-masing subjek inti dalam ISO 26000 tersebut memiliki isu-
isu yang ditekankan. Dalam pelaksanaannya, suatu perusahaan memang
diharuskan melakukan keseluruhan subjek inti tetapi tidak semua isu dalam suatu
subjek harus dilakukan.
5.1.1 Hak Asasi Manusia
Subjek inti hak asasi manusia mengandung isu-isu sebagai berikut:
1. tunduk pada hukum dan konvensi Internasional;
2. isu-isu politik dan sipil, seperti tidak ada diskriminasi, hak untuk hidup dan
kebebasan, hak dan batas-batas penggunaan „kekerasan‟ keamanan, serta hak-
hak kaum perempuan;
3. hak-hak ekonomi, kultur dan sosial, antara lain:
a. hak-hak kaum minoritas;
b. penghormatan keragaman kultur dan agama;
51
c. tidak ada eksploitasi terhadap anak-anak;
4. hak-hak fundamental pekerja, antara lain:
a. persetujuan kolektif dan kebebasan berasosiasi;
b. tak ada pekerja anak;
c. child care for working mothers;
d. tak ada pekerja paksa;
5. hak-hak komunitas, antara lain:
a. hak masyarakat adat;
b. persamaan gender;
c. pekerja migran;
d. pendidikan ;
e. trafficking.
Beberapa dari isu-isu dalam subjek inti tersebut telah dilakukan oleh Pertamina
UPMS II. KJ (28 tahun), Analyst People Development HR Area Sumbagsel PT.
Pertamina UPMS II menjelaskan bahwa dalam merekrut karyawan baru, PT.
Pertamina biasanya menggunakan media internet untuk mengumumkan
perekrutan sekaligus menerima pendaftaran sehingga siapapun bisa mendaftar dan
siapapun bisa diterima, tidak ada pengecualian untuk masyarakat lokal. Dengan
cara perekrutan yang seperti itu pula, tidak ada pembedaan dalam merekrut tenaga
kerja pria atau wanita. Artinya, baik pria maupun wanita dapat diterima menjadi
karyawan bila memenuhi kriteria yang diharapkan perusahaan. Tetapi, Pertamina
UPMS II tidak mengizinkan adanya pekerja anak dalam perusahaan.
Terdapat jenis pekerjaan tertentu yang umumnya diberikan untuk pria dan
jenis pekerjaan lain untuk wanita pada Pertamina UPMS II. Umumnya, jenis
pekerjaan yang terkait operasi dilakukan oleh pria dan pekerjaan administrasi
ditangani oleh wanita. Meski demikian, tidak ada pembedaan gaji antara
karyawan pria dan wanita. Perbedaaan besaran gaji yang diterima tidak
dikarenakan oleh perbedaan jenis kelamin, tetapi karena perbedaan golongan
upah.
KJ (28 tahun) menambahkan bahwa Pertamina juga menghormati hak-hak
karyawan wanita yang hamil. Bentuk penghormatan hak tersebut adalah dengan
memberikan cuti selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah
52
melahirkan. Selain itu, Pertamina juga menghormati hak kebebasan beribadah
para karyawannya. Perusahaan meliburkan karyawannya di hari-hari besar
keagamaan. Pertamina juga memiliki rumah ibadah di lokasi perusahaan untuk
memudahkan karyawannya melaksanakan kewajiban agamanya.
5.1.2 Praktik Ketenagakerjaan
Subjek inti praktik ketenagakerjaan memiliki beberapa isu, yaitu:
1. kesehatan dan keselamatan kerja seperti pelatihan, supply chains, prevention,
security;
2. kondisi kerja yang meliputi isu diskriminasi, keberagaman, upah karyawan
atau pekerja, jam kerja, pekerja migran, dan dampak sosial restruktrisasi;
3. pengembangan sumber daya manusia seperti pendidikan, pelatihan dan
manajemen karir;
4. hak-hak pekerja seperti jaminan sosial, liburan, jam kerja, keseimbangan hidup
dan kerja, jaminan persalinan dan kesehatan.
Beberapa isu dari subjek inti ini juga telah diterapkan di Pertamina UPMS II.
Terkait isu kesehatan dan keselamatan kerja, WK (30 tahun), Asisten
Environment Pertamina UPMS II menjelaskan bahwa dalam upaya menjaga
keselamatan karyawan dalam bekerja, Pertamina memiliki HSE Golden Rules,
yaitu:
1. mematuhi semua aturan yang terkait dengan HSE (Health, Safety,
Environment);
2. segera melakukan intervensi jika ada kondisi dan tindakan yang tidak aman;
3. peduli pada orang di sekitar kita.
Panduan K3LL (Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lindungan
Lingkungan) Pertamina dikeluarkan oleh Direktur Utama atau Direktur
Pemasaran dan Niaga ataupun Senior Vice President. Panduan ini adalah dasar
acuan pembuatan TKO atau SOP keselamatan kerja pada masing-masing unit, di
samping standar umum SOP perusahaan migas. TKO atau SOP ini sifatnya hanya
memperjelas peraturan dalam panduan bila disesuaikan dengan kondisi lapang.
Selanjutnya, TKO atau SOP ini lalu diterjemahkan ke dalam bahasa operator
menjadi TKI/TKPA. Peraturan-peraturan keselamatan kerja inilah yang dimaksud
dalam HSE Golden Rules sebagai aturan yang terkait dengan HSE.
53
Sosialisasi peraturan terkait HSE terhadap karyawan baik di kantor
maupun di depot, SPBU, DPPU dan unit operasi Pertamina lainnya ditempuh
melalui dua cara, yaitu:
1. audit HSE Function ke lapang;
2. menjadikan Zero Accident sebagai Key Performance Indicators (KPI)
Operation Head (OH).
Upaya audit dilakukan selain untuk mengevaluasi keadaan di lapang, juga untuk
memberikan edukasi K3LL kepada karyawan di lokasi kerja. Melalui cara ini
diharapkan bahwa setiap lokasi kerja dapat mencapai Zero Accident. Masing-
masing Operation Head juga wajib menjadikan Zero Accident sebagai KPI-nya.
Oleh karena itu, mereka bertanggung jawab langsung atas keselamatan kerja
karyawan di lokasi yang mereka pimpin.
Selain jaminan keselamatan dalam bekerja, Pertamina UPMS II juga
memberikan jaminan kesehatan untuk karyawan. Menurut KJ (28 tahun), jaminan
kesehatan ini juga berlaku untuk istri atau suami karyawan serta tiga anaknya.
Jaminan lainnya yang diberikan kepada karyawannya adalah Jaminan Sosial
Tenaga Kerja.
Jam kerja karyawan sendiri dimulai pada pukul 07.00 WIB hingga 15.30
WIB, setiap hari Senin hingga hari Jumat. Namun, bila ada suatu pekerjaan yang
mesti diselesaikan hari itu dan jam kerja hari tersebut telah berakhir maka
karyawan diminta lembur dan diberikan upah lembur.
KJ (28 tahun) juga memaparkan bahwa upaya pengembangan SDM
karyawan di Pertamina UPMS II diwujudkan dalam bentuk pendidikan atau
pelatihan untuk karyawan yang disesuaikan dengan jabatan atau pekerjaan
karyawan. Artinya, kesempatan memperoleh pelatihan adalah sama tetapi bentuk
pelatihannya berbeda, sesuai dengan jabatan yang diemban karyawan. Sedangkan
untuk karyawan yang telah mencapai usia 55,5 tahun yang mulai masuk MPP
(Masa Persiapan Pensiun) diberikan pelatihan-pelatihan yang diharapkan berguna
bagi karyawan di masa mereka pensiun nantinya. Bentuk pelatihan tersebut
biasanya berupa pelatihan kewirausahaan.
54
5.1.3 Lingkungan
Subjek inti lingkungan memiliki beberapa isu, yaitu prevensi polusi,
mitigasi (pengurangan) climate change, keberlanjutan produksi, konsumsi dan
penggunaan tanah (lahan), preservasi dan restoration (perbaikan) ekosistem dan
natural environment (termasuk biodiversity) serta menghormati generasi
mendatang. Pada Pertamina UPMS II, isu lingkungan yang telah diterapkan
cenderung berupa prevensi polusi. WK (30 tahun) menjelaskan bahwa
Pertamina UPMS II memang telah diwacanakan untuk mengikuti PROPER.
Namun, limbah dari Pertamina Pemasaran seperti Pertamina UPMS II bukan
berupa limbah sisa produksi seperti pada Pertamina Pengolahan. Permasalahan
Pertamina Pemasaran adalah tumpahan minyak yang diambil dari tangki timbun
pada depot-depot penyaluran. Untuk mengatasi hal ini, disetiap depot terdapat bak
pemisah (oil catcher) sehingga tumpahan minyak dapat dialirkan ke bak pemisah
ini.
Menurut WK (30 tahun), sejauh ini tidak terdapat keluhan masyarakat
mengenai limbah dari aktivitas Pemasaran. Tidak ada koran lokal yang pernah
memuat berita yang menyoroti keluhan terkait limbah. Humas (External Relation)
pun tidak pernah menerima keluhan terkait limbah. Welly Kuswara menambahkan
bahwa isu besar yang dihadapi Pertamina Pemasaran mengenai lingkungan
bukanlah isu limbah, melainkan isu sosialnya. Berikut kutipan pernyataan WK
(30 tahun):
„Sebenarnya, isu besar yang dihadapi Pertamina soal lingkungan ini
bukan pada limbahnya, tetapi pada isu sosialnya. Pertamina
Pemasaran (baca: Pertamina UPMS II) merupakan unit yang
langsung berhubungan dengan masyarakat. Anda tahu bukan? Depot
penyaluran dan pemukiman penduduk seringkali bersisian,
sementara Unit Pengolahan tidak berdekatan dengan pemukiman.
Bila kilang di Unit Pengolahan terbakar, maka tidak akan banyak
masyarakat yang resah sebab lokasi kilang tidak berdekatan dengan
pemukiman. Nah, lain ceritanya kalau yang terbakar adalah depot
penyaluran milik Unit Pemasaran. Kalau terjadi kecelakaan di depot,
isu langsung menjadi besar. Bahkan pernah terjadi direktur umum
lengser akibat ada depot penyaluran yang terbakar.‟
55
5.1.4 Praktik Operasi yang Adil
Isu-isu yang ditekankan pada subjek inti praktik operasi yang adil antara
lain adalah:
1. promosi aktivitas etis dan transparensi meliputi isu conflict of interest, money
laundering, unfair contracts, improper lobbying, political contributions, dan
nepotism;
2. promosi kompetisi terbuka seperti isu patuh pada hukum, cooperate with
competition authorities, dan employee awareness programs;
3. aplikasi dari aktivitas supply and after-supply yang etis dan adil seperti isu
kontrak yang adil, jaminan, mekanisme komplain, resolusi perselisihan, privasi
nasabah, systems for recall (penarikan [perjanjian]);
4. penghormatan bagi hak-hak pribadi seperti isu tidak ada “pembajakan”,
pemalsuan, dan hak properti intelektual;
5. antikorupsi antara lain adalah isu tidak ada praktik suap, pemeliharaan aktivitas
bebas korupsi, dan kesadaran pekerja tentang budaya antikorupsi.
Beberapa dari isu praktik operasi yang tersebut tersebut telah diterapkan
Pertamina termasuk Pertamina UPMS II. Dalam sistem promosi jabatan misalnya.
KJ (28 tahun) menjelaskan bahwa setiap karyawan memiliki kesempatan yang
sama untuk dipromosikan. Tidak ada bentuk sosialisasi untuk promosi, tetapi
pihak SDM melakukan penyaringan sendiri untuk menentukan karyawan mana
yang berhak memperoleh promosi jabatan. Terkadang bila ada jabatan yang
kosong, maka Pertamina memberikan penawaran langsung untuk seluruh
karyawan yang berminat mengisi kekosongan jabatan tersebut agar mengajukan
lamaran untuk jabatan tersebut lalu diadakan seleksi. Seperti yang dijelaskan
sebelumnya, pengajuan lamaran untuk menjadi karyawan baru juga dilakukan
melalui media internet untuk menghindari penilaian subjektif dalam penyeleksian
berkas lamaran. Begitu pula dengan pengajuan tawaran tender kepada vendor.
Tender ditawarkan melalui media internet dan vendor yang berminat juga
mengajukan diri dengan merespon penawaran di laman internet tersebut.
Pertamina UPMS II juga menerapkan budaya antikorupsi dalam
perusahaannya. Setiap manajer yang baru menjabat atau dipromosikan harus
menandatangi Pakta Integritas yang menjadi simbol intregritas mereka terhadap
56
perusahaan. Simbol tanda tangan para manajer ini diletakkan di lobi utama kantor
Unit Pemasaran II sebagai pengingat para manajer maupun seluruh pegawai akan
isi dari Pakta tersebut. Pakta Intregitas sebetulnya adalah komitmen yang
ditetapkan direksi sebagai pedoman bagi seluruh jajaran perusahaan. Isi dari Pakta
Integritas tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bertindak jujur
Bertindak jujur dalam berinteraksi dengan sesama pekerja maupun dengan
pihak eksternal serta selalu bertindak berdasarkan niat baik.
2. Dapat dipercaya
Tidak menyalahgunakan wewenang, informasi dan rahasia perusahaan untuk
kepentingan pribadi, pihak lain atau kegiatan politik.
3. Menghindari konflik kepentingan
Tidak terlibat atau melakukan tindakan yang dapat menimbulkan konflik
kepentingan dalam melaksanakan kegiatan perusahaan.
4. Tidak mentolerir suap
Tidak menerima suap dalam setiap pelaksanaan kegiatan perusahaan.
Selain Pakta Integritas, Pertamina juga mempunyai badan yang disebut
Whistle Blowing System. Badan ini adalah sebuah badan independen yang
bertugas menjadi „satpam‟ atas perilaku unsur perusahaan yang berkaitan dengan
isu korupsi. Siapapun yang menemukan indikasi korupsi harus mengadukan ke
badan independen ini. Untuk ketentuan antigratifikasi misalnya. Bila pegawai
menerima uang dari suatu pihak hingga besaran tertentu maka wajib
melaporkannya pada Whistle Blowing System dan menyerahkan uang tersebut
untuk dikembalikan. Dengan adanya badan independen Whistle Blowing System
serta komitmen dalam Pakta Integritas, Pertamina berharap dapat mencegah hal-
hal yang terkait korupsi, kolusi dan nepotisme.
Menurut VP (28 tahun), Asisten Community Relation ER, dalam
menghadapi persaingan dengan kompetitor seperti Petronas, Pertamina terbuka
pada persaingan sehat. VP (28 tahun) memaparkan bahwa Pertamina tidak
menginginkan adanya monopoli perdagangan bahan bakar minyak oleh
Pertamina. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah Pertamina sebagai salah satu
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berharap agar sebaiknya bahan bakar yang
57
disubsidi tetap dikelola oleh Pertamina sendiri. Berikut kutipan pernyataan VP
(28 tahun):
„Sebetulnya tidak masalah kalau Petronas juga beroperasi di
Indonesia. Pertamina juga tidak menginginkan monopoli dalam
pemasaran BBM. Tapi ya kita kan perusahaan milik negara dan
Petronas itu punya asing, Ma (baca: peneliti). Harapannya sih tetap
kita (baca: Pertamina) yang kelola BBM bersubsidi.‟
5.1.5 Isu Konsumen
Isu-isu yang terkandung dalam subjek inti isu konsumen adalah sebagai
berikut:
1. penyediaan informasi yang sahih dan akurat seperti fair marketing, dan
transparensi;
2. pelayanan dan produk yang ramah sosial-lingkungan yang menyangkut
accessibility, social inclusion, akses terhadap produk-produk vital dan
pelayanan;
3. pelayanan dan produk yang aman dan reliable seperti produk yang
memperhatikan kesehatan konsumen, isu penilaian dampak, catatan kesehatan,
penarikan produk yang membahayakan konsumen, dan peniadaan dangerous
addictives;
4. privasi konsumen seperti berhati-hati dalam penyimpanan data konsumen,
melakukan pengumpulan data yang benar, tidak menjual dan membagi-bagikan
data konsumen.
Beberapa isu seperti fair marketing, pelayanan dan produk yang ramah sosial-
lingkungan serta pelayanan dan produk yang aman dan reliable telah diterapkan
oleh Pertamina UPMS II.
Isu fair marketing yang diterapkan Pertamina UPMS II antara lain
menyangkut proses penyaluran bahan bakar. Dalam penyaluran bahan bakar baik
ke SPBU maupun ke industri-industri, Pertamina menggunakan dua jalur, yaitu
laut dan darat. Untuk jalur darat, Pertamina menggunakan mobil tangki sedangkan
untuk jalur laut, digunakan kapal. Setiap kendaraan pengangkut bahan bakar yang
akan keluar dari depot Pertamina harus melewati pengecekan jumlah bahan bakar
yg diangkut lalu disegel. Hal ini dilakukan agar bahan bakar yang sampai ke
SPBU dan industri tidak kurang dari ambang batas toleransi penguapan bahan
58
bakar serta mencegah pengurangan jumlah bahan bakar oleh orang-orang yang
tidak bertanggung jawab.
Hari-hari tertentu, seperti saat-saat menjelang hari besar keagamaan,
Pertamina selalu menyiapkan satgas di depot-depotnya untuk memastikan
kebutuhan bahan bakar masyarakat tetap terpenuhi. Hal ini juga dilakukan sebagai
upaya menurunkan kemungkinan isu kelangkaan bahan bakar akibat penimbunan
oleh orang-orang tidak bertanggung jawab yang berusaha memperoleh
keuntungan dengan memanfaatkan kebutuhan masyarakat yang sedang
meningkat.
Terkait cara Pertamina UPMS II mengontrol SPBU-SPBU berlogo “Pasti
Pas” agar benar-benar pas dalam menyalurkan produk ke konsumen, VP (28
tahun) memaparkan ketentuan-ketentuan dalam perolehan sertifikat “Pasti Pas”
suatu SPBU. Berikut kutipan pemaparan VP (28 tahun):
„Untuk memperoleh sertifikat “Pasti Pas”, maka SPBU mesti
memenuhi banyak kriteria seperti kualitas dan kuantitas, pelayanan
serta fisik SPBU. Penilaian atas pemenuhan kriteria tersebut
dilakukan oleh auditor independen yang mengaudit tanpa
sepengetahuan SPBU maupun Pertamina sendiri. Sertifikasi ini
diaudit secara berkala setiap 6 bulan sekali oleh auditor independen.
SPBU yang mampu mempertahankan sertifikat “Pasti Pas” selama
beberapa waktu secara berturut-turut akan diberi reward berupa
gold, silver atau medal sertificate.‟
Secara umum, upaya memberikan sertifikat “Pasti Pas” pada SPBU adalah
upaya Pertamina untuk menjaga kualitas minyak yang disalurkan. Dengan adanya
audit berkala yang dilakukan auditor independen diharapkan kualitas dan
kuantitas minyak yang disalurkan tetap terjaga. Sebab, SPBU yang sudah
mendapat sertifikat “Pasti Pas” dapat dicabut lagi sertifikatnya bila penilaian
auditor independen menyatakan SPBU tersebut tidak layak memperoleh sertifikat
“Pasti Pas”. Bila SPBU mampu memperoleh sertifikat “Pasti Pas”, maka SPBU
tersebut akan memperoleh tambahan kuota penyaluran, diutamakan dalam
penyaluran dan tentu saja peningkatan pelanggan. Oleh karena itu, penting bagi
tiap SPBU untuk memiliki sertifikat ini. Dengan kata lain, pemberian sertifikat ini
menjadi bentuk “reward and punishment” yang mengontrol kualitas dan kuantitas
minyak yang disalurkan.
59
Mengenai isu ledakan tabung gas, menurut VP (28 tahun), Pertamina
menanggapi hal tersebut dengan menggalakkan sosialisasi penggunaan tabung
gas. Berikut kutipan pernyataan VP (28 tahun):
„Pertamina menanggapi isu ledakan tabung gas dengan
menggalakkan sosialisasi penggunaan tabung gas yang aman, yaitu
dengan menegaskan bagian-bagian yang mesti diperhatikan saat
menggunakan tabung gas. Sosialisasi ini dilakukan baik dengan
mendatangi dari rumah ke rumah maupun melalui iklan layanan
masyarakat. Yang bertanggung jawab atas peristiwa ini tentu saja
produsen tabung gas tersebut, namun Pertamina yang secara tidak
langsung turut memasarkan tabung gas tersebut merasa wajib untuk
ikut menyelesaikan masalah ini sehingga penggalakan sosialisasi
tabung gas tersebut makin ditingkatkan.‟
5.1.6 Keterlibatan dan Pengembangan Masyarakat
Subjek inti Community Involvement and Development memiliki 4 isu
utama, yaitu sebagai berikut:
1. dampak pembangunan yang meliputi isu sumber daya lokal, kesehatan
masyarakat, warisan budaya, lapangan kerja, lingkungan, pajak dan
pembanguan ekonomi lokal;
2. keterlibatan masyarakat yang meliputi isu pembangunan infrastruktur, capacity
building, inklusifitas, pemberdayaan, dan kemitraan;
3. pengembangan masyarakat yang meliputi isu kesejahteraan sosial, infrastruktur,
pendidikan, perlindungan budaya, kemitraan, akes terhadap pendidikan, akses
terhadap barang dan jasa yang vital;
4. filantropi meliputi isu mendukung program lokal, memberdayakan masyarakat
dan program-program sukarelawan.
Untuk isu pertama, yaitu dampak pembangunan, Pertamina UPMS II adalah
perusahaan yang menghormati kewajiban membayar pajak. Asisten Manajer ER,
RMV (33 tahun), memaparkan bahwa meski perusahaan diwajibkan melakukan
tanggung jawab sosial, tidak berarti perusahaan lantas menjadi berat untuk
membayar pajak. Berikut kutipan pemaparan RMV (33 tahun):
„Begini Arma, perusahaan memang diwajibkan melakukan tanggung
jawab sosial. Tapi ‘kan tanggung jawab sosial itu cenderung
ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar area
operasi secara berkelanjutan. Nah, sedangkan pajak itu cakupannya
lebih luas. Apalagi pajak juga memang diwajibkan. Jadi, ya tidak
60
masalah kalau perusahaan disamping melakukan tanggung jawab
sosial juga tetap membayar pajak atau sebaliknya.‟
Terkait isu lapangan kerja, Pertamina UPMS II memang tidak
menyediakan kuota tertentu untuk karyawan yang berasal dari komunitas lokal.
Namun, pengumuman dan pengiriman lamaran untuk lowongan karyawan
Pertamina dilakukan melalui media internet sehingga kesempatan komunitas lokal
dan non lokal untuk menjadi karyawan sama besarnya. Berikut kutipan pemaparan
KJ (28 tahun) mengenai hal tersebut:
„Oh, ndak ada penyediaan kuota tertentu, dik. Pengumuman
lowongan kerja dan berkas lamaran kan semua dilakukan secara on-
line melalui media internet. Jadi, kesempatan masyarakat setempat
sama yang bukan ya sama besarnya.‟
Masih pada isu yang lapangan kerja, menurut VP (28 tahun), untuk vendor yang
dikontrak Pertamina untuk pengerjaan proyek tertentu memang mesti
menyertakan masyarakat lokal. Berikut pernyataan VP (28 tahun) tersebut:
„Ada ketentuannya, Arma. Jadi, vendor tersebut mesti dari
masyarakat setempat. Kalau vendor yang memenuhi syarat untuk
bertanggung jawab terhadap proyek tersebut tidak berasal dari sini,
maka ada bagian dari tim vendor tersebut yang berasal dari
masyarakat setempat. Misalnya, vendor yang menyediakan
rancangan, maka tenaga kerjanya berasal dari masyarakat setempat.
Kurang lebih seperti itu.‟
Terkait isu kesehatan masyarakat, Pertamina UPMS II menekankan pada
kesehatan ibu dan anak. Program yang diberi nama Pertamina Sehati (Sehat Ibu
dan Balita) ini bekerjasama dengan lembaga kesehatan masyarakat (Puskesmas)
dan ibu-ibu Darma Wanita Pertamina. Pendekatan melalui ibu-ibu Darma Wanita
dilakukan dengan harapan akan lebih mampu menjangkau kader Puskesmas dan
ibu-ibu sasaran program Pertamina Sehati. Selain dilakukan di Kecamatan
Seberang Ulu II, Pertamina Sehati juga diterapkan di beberapa wilayah operasi
lainnya di area Sumbagsel. Selain itu, beberapa bentuk bantuan kesehatan lain
yang diberikan Pertamina UPMS II adalah donor darah untuk wilayah Palembang
tahun 2009, khitanan missal untuk wilayah Palembang tahun 2009, bantuan
perlengkapan PMI dan lomba posko PP PMI Kota Palembang 2010, serta bantuan
distribusi dua ribu kacamata di tahun 2009 dan lima ribu kacamata di tahun 2010
61
untuk siswa-siswi Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama di wilayah
Sumatera Selatan.
Beberapa isu utama pada subjek inti Community Involvement and
Development mengetengahkan isu pendidikan dan infrastruktur. Pertamina UPMS
II juga memperhatikan kedua isu ini. Bantuan kacamata yang disinggung pada
program kesehatan atau juga dikenal sebagai program “Bright with Pertamina”
juga merupakan program yang menyentuh bidang pendidikan (education). Tujuan
program pemberian kacamata ini adalah agar anak-anak usia wajib belajar yang
membutuhkan alat bantu kacamata dapat terbantu dalam belajar sehingga prestasi
mereka, baik akademik maupun ekstrakurikuler, dapat meningkat. Selain bergerak
di bidang pendidikan, Pertamina juga membantu pembangunan infrastruktur
sosial seperti penambahan banguan gedung sekolah dasar di Kelurahan 12 Ulu
beserta fasilitas buku-buku dan komputer untuk siswa. Infrastruktur sosial lain
yang dibangun Pertamina adalah pembangunan Pusat Kesehatan Kelurahan
(Puskeskel) 12 Ulu. Berikut pemaparan Ir (51 tahun), Lurah Kelurahan 12 Ulu
mengenai program pendidikan dan infrastrukturnya yang dilakukan Pertamina
Pemasaran di wilayah 12 Ulu:
„Kehadiran Pertamina Pemasaran sangat terasa sekali dampak
positifnya untuk kelurahan 12 Ulu. Di wilayah 12 Ulu ini awalnya
tidak ada Sekolah Dasar. Makanya bantuan Pertamina Pemasaran
untuk pembangunan gedung Nurul Yaqin milik warga sini sangat
terasa manfaatnya, dik. Apalagi bantuan tersebut tidak berhenti
hanya sampai pembangunan gedungnya. Beberapa kelengkapan
fasilitas seperti komputer, meja dan buku-buku juga dibantu oleh
Pertamina Pemasaran di tahun berikutnya. Saat ini, Nurul Yaqin
menjadi satu-satunya Sekolah Dasar di wilayah 12 Ulu, dik. Selain
bantuan untuk Sekolah Nurul Yaqin, Pertamina juga membantu
pembangunan Pusat Kesehatan Kelurahan (Puskeskel) 12 Ulu.
Nantinya, masyarakat dapat berobat gratis di Puskeskel ini di antara
pukul 08.00- 14.00 WIB. Bila warga berobat diatas jam tersebut,
maka warga dikenai biaya sekitar dua ribu rupiah saja. Begitu, dik.‟
Isu partnership yang muncul pada isu Community Involvement dan Society
Development juga merupakan salah satu isu yang dilakukan Pertamina UPMs II.
Program Kemitraan yang dilakukan perusahaan berupa program untuk
meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui
pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Program ini merupakan bagian dari
62
Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yang wajib dilakukan Badan Usaha
Milik Negara.
Isu utama Philantrophy yang mengetengahkan isu mendukung program
setempat, memberdayakan komunitas lokal dan program sukarelawan juga
dilakukan oleh Pertamina UPMS II. Kegiatan yang mendukung program setempat
misalnya berupa pembinaan kader Puskesmas Induk yang kemudian
dikembangkan menjadi Pertamina Sehati (Sehat Ibu dan Balita). Bentuk dukungan
lainnya adalah bantuan perlengkapan PMI dan lomba posko PP PMI Kota
Palembang tahun 2010. Beberapa bentuk program sukarelawan yang dilakukan
antara lain adalah donor darah untuk wilayah Palembang tahun 2009, khitanan
missal untuk wilayah Palembang tahun 2009 serta bantuan dana untuk korban
gempa dan tsunami di Kepulauan Mentawai tahun 2010.
5.1.7 Tata Kelola Organisasi yang Baik
Tata kelola organisasi yang baik meliputi isu partisipatoris, orientasi
konsensus (consensus-oriented), accountable, transparan, responsive, efektif dan
efisien, kepatutan dan inklusif, serta mematuhi hukum. Bentuk kepatuhan hukum
yang dilakukan Pertamina UPMS II antara lain adalah antikorupsi dan mematuhi
kewajiban membayar pajak. Pertamina UPMS II memiliki badan independen yang
mengelola aduan dugaan korupsi yang terjadi dalam Pertamina UPMS II. Setiap
karyawan yang menemukan indikasi korupsi di dalam tubuh perusahaan wajib
melaporkan ke badan yang dikenal sebagai Whistle Blowing System ini. Dalam hal
antigratifikasi misalnya. Setiap karyawan disosialisasikan budaya antigratifikasi.
Karyawan yang menerima hadiah dengan besaran tertentu wajib melaporkannya
pada Whistle Blowing System sekaligus menyerahkan hadiahnya. Berikut
penjelasan VP (28 tahun) mengenai badan independen ini:
„Oh iya, Pertamina UPMS II membudayakan antikorupsi dalam
perusahaan. Jadi, siapapun yang baru menjabat sebagai manajer atau
pimpinan di perusahaan wajib menandatangani Pakta Integritas di
papan yang diletakkan di lobi kantor yang deket tangga ke ruangan
GM itu, Ma. Hal ini dimaksudkan sebagai simbol komitmen mereka
untuk memimpin secara jujur dan memerangi korupsi sekaligus
pengingat bagi para karyawan untuk berkomitmen serupa. Selain itu,
ya Pertamina punya badan independen yang mengurusi aduan
indikasi korupsi. Namanya Whistle Blowing System. Nah, siapapun
yang menemukan indikasi korupsi di perusahan ya ngadunya ke
63
badan ini. Identitas dilindungi kok. Jadi ga perlu takut buat
mengadukannya. Ada aturannya juga. Misalnya untuk antigratifikasi,
ada aturan besaran berapa yang wajib diadukan dan diserahkan ke
Whistle Blowing System, diperoleh dalam kondisi apa dan
sebagainya.‟
Pertamina UPMS II juga tetap menganggap membayar pajak adalah
kewajiban yang harus dipenuhi perusahaan. Berikut pemaparan RMV (33 tahun)
terkait kewajiban membayar pajak ini:
„Begini Arma, perusahaan memang diwajibkan melakukan tanggung
jawab sosial. Tapi ‘kan tanggung jawab sosial itu cenderung
ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar area
operasi secara berkelanjutan. Nah, sedangkan pajak itu cakupannya
lebih luas. Apalagi pajak juga memang diwajibkan. Jadi, ya tidak
masalah kalau perusahaan disamping melakukan tanggung jawab
sosial juga tetap membayar pajak atau sebaliknya.‟
RMV (33 tahun) memaparkan bahwa Pertamina setiap tiga bulan sekali
membuat laporan kegiatan PKBL yang telah dilakukan. Laporan ini mencakup
besaran dana yang telah dikeluarkan dan kegiatan apa yang telah dilakukan dan
sedang dilakukan. Pada akhir tahun, Pertamina UPMS II juga membuat laporan
keuangan PKBL. Pelaporan ini ditujukan untuk Sekretaris Perseroan, bukan
direksi keuangan sebab sumber dana tanggung jawab sosial perusahaan berasal
dari biaya perseroan. Dalam hal ini, laporan triwulan dan laporan keuangan adalah
bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap direksi sebagai pemangku
kepentingan. Namun demikian, pemangku kepentingan di luar direksi dan
pemegang saham, seperti pemerintah atau masyarakat bahkan karyawan UPMS II
sendiri juga berhak mengetahui bentuk kegiatan PKBL yang telah dilakukan
perusahaan. Oleh karena itu, ER seringkali memiliki kolom advertorial di koran-
koran lokal untuk menyampaikan bentuk kegiatan dan hasilnya kepada pemangku
kepentingan eksternal. Pertamina UPMS II juga sering mengundang wartawan
untuk meliput kegiatan-kegiatan yang sebaiknya diberitakan kepada pemangku
kepentingan eksternal. Pertamina UPMS II juga menerbitkan sendiri buletin
kantor untuk karyawan yang merupakan pemangku kepentingan internalnya.
5.2 Implementasi PKBL
Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dilaksanakan di Pertamina UPMS
II sejak ditetapkannya Peraturan UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN yang
64
mengharuskan perusahaan BUMN melakukan pembinaan usaha kecil dan
menengah serta bina lingkungan. Konsep PKBL ini akhirnya dilanggengkan
menjadi bentuk tanggung jawab sosial perusahaan pada awal ditetapkannya UU
PT No. 40 tahun 2007 sebab tujuan akhir PKBL yang mengharapkan
kesejahteraan bagi masyarakat sekitar lokasi perusahaan dianggap sejalan dengan
tujuan dari tanggung jawab sosial itu sendiri.
Fungsi tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II dilekatkan pada fungsi
ER. Fokusnya serupa dengan PKBL yaitu pada bidang pendidikan, bidang
kesehatan, bidang sarana umum, ibadah dan bencana alam serta bidang
lingkungan hidup. Dalam konteks penelitian ini, tanggung jawab sosial tersebut
tetap disebut sebagai PKBL.
Setiap awal tahun, kegiatan PKBL Pertamina UPMS II direncanakan
dengan didasarkan pada kebutuhan masyarakat yang teridentifikasi pada tahun
sebelumnya dan disesuaikan pada besaran dana tanggung jawab sosial yang
dialokasikan perusahaan untuk tahun tersebut. Meski demikian, pelaksanaan
bentuk kegiatan PKBL yang telah dituangkan dalam RKAP (Rencana Kerja
Anggaran Pembiayaan) tersebut dapat berubah sewaktu-waktu, disesuaikan
dengan alokasi dana dan prioritas kebutuhan masyarakat pada tahun tersebut.
Dalam hal ini, ER terbuka untuk menerima proposal permohonan dana dari
masyarakat yang sesuai dengan fokus PKBL Pertamina UPMS II meski keputusan
mengenai kegiatan mana yang dijalankan tetap diambil oleh Pertamina UPMS II.
Sasaran dalam PKBL Pertamina UPMS II secara umum adalah masyarakat
di wilayah operasi Pertamina UPMS II, yaitu provinsi Sumatera Selatan,
Bengkulu, Lampung, Jambi dan Bangka-Belitung. Masing-masing kegiatan dalam
PKBL memiliki sasaran khusus yang berbeda-beda, bergantung pada fokus bidang
kegiatan. Seperti Kegiatan Pertamina Sehati yang berfokus pada bidang
kesehatan, sasaran programnya adalah ibu hamil dan balita yang kekurangan gizi
dengan tujuan untuk mengurangi angka kematian ibu dan bayi. Kemudian,
kegiatan dibidang pendidikan bernama “Bright with Pertamina” yang
membagikan 21.000 kacamata gratis, memiliki sasaran yaitu siswa-siswi Sekolah
Dasar dan Sekolah Menengah Pertama yang membutuhkan alat bantu kacamata
untuk melihat dengan tujuan agar siswa-siswi tersebut dapat terbantu dalam
65
belajar sehingga prestasi mereka, baik akademik maupun ekstrakurikuler, dapat
meningkat. Dengan tujuan yang serupa, Program Beasiswa yang bergerak di
bidang pendidikan yang tengah dijalankan Pertamina UPMS II saat ini
mempunyai sasaran yaitu siswa-siswi sekolah dasar di Kecamatan Seberang Ulu
II yang berprestasi namun kurang mampu. Siswa-siswi SD tersebut awalnya
diprioritaskan pada anak-anak karyawan SPBU Pasti Pas di Kota Palembang,
selain Pemilik SPBU, Manajer SPBU dan Pengawas SPBU. Setelah seleksi
dilakukan, jumlah siswa-siswi yang layak menerima beasiswa ternyata masih jauh
dibawah kuota yang ditargetkan. Oleh karena itu, sisa dana dialihkan untuk
beasiswa terhadap siswa-siswi Sekolah Dasar yang berprestasi namun kurang
mampu di wilayah Kecamatan SU II yang menjadi ring 1 Pertamina UPMS II.
Pelaksanaan PKBL seringkali dilakukan ER dengan bekerjasama dengan
pemerintah setempat ataupun instansi lain yang berkaitan dengan program dan
bersedia membantu pelaksanaan program. Untuk Pertamina Sehati, ER
bekerjasama dengan para kader Puskesmas Induk di Kelurahan Tangga Takat
serta dua Puskesmas Pembantu di Kelurahan 16 Ulu dan Sentosa. Sementara
untuk Program “Brigth with Pertamina”, pendataan siswa yang membutuhkan
kacamata dibantu oleh pihak sekolah yang siswanya menjadi sasaran program.
Begitu pula dengan program beasiswa. Pendataan siswa-siswi berprestasi dan
kurang mampu tersebut dibantu oleh sekolah yang menjadi lokasi sasaran
program. Adapun untuk bantuan sepeda gratis bagi Sekolah Dasar yang baru akan
dilaksanakan awal Desember 2010 ini, ER bekerjasama dengan pemerintah
Kecamatan Seberang Ulu II untuk proses pendataannya.
Sasaran program PKBL Pertamina UPMS II tersebut berpartisipasi dalam
pelaksanaan kegiatan PKBL tersebut sebagai peserta kegiatan. Pada program
Pertamina Sehati misalnya. Para ibu hamil yang menjadi peserta kegiatan
umumnya adalah mereka yang sering atau pernah memeriksakan kehamilan
mereka baik di Puskesmas Induk maupun di Puskesmas Pembantu. Begitu pula
dengan para balita. Umumnya mereka adalah balita yang sering ditimbang dan
dicek kesehatannya di Puskesmas. Beberapa dari ibu hamil dan balita tersebut
memang ada yang tidak pernah ke Puskesmas untuk memeriksakan kehamilan
atau ditimbang berat badan balitanya, namun akhirnya dapat menjadi peserta
66
sebab mereka didatangi oleh kader Puskesmas dan kader Posyandu yang sedang
mendata dari rumah ke rumah untuk mencari peserta Pertamina Sehati sekaligus
mengevaluasi jumlah ibu hamil dan balita kurang gizi hingga gizi buruk yang
dapat mereka jangkau. Kader Puskesmas dan Posyandu untuk kegiatan Pertamina
Sehati memang berperan sangat penting. Para kader inilah yang
merekomendasikan siapa saja yang layak menjadi peserta. Mereka pula yang
menentukan apa saja bentuk makanan tambahan dan multivitaminnya. Namun,
jumlah peserta yang dapat mereka rekomendasikan tetap berdasarkan kuota
peserta yang ditetapkan Pertamina dengan merujuk pada jumlah dana yang
tersedia. Pembelian makanan tambahan yang diusulkan kader pun dilakukan oleh
Pertamina sendiri, bukan oleh kader Puskesmas atau Posyandu. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa para peserta program umumnya tidak ikut merencanakan
program tersebut. Mereka hanya berpartisipasi sebagai peserta program. Kader
Puskesmas dan Posyandu yang bekerjasama dalam perencanaan pun bekerja pada
jalur yang ditentukan oleh Pertamina dimana pengambil keputusan tetap
Pertamina.
Hal yang berbeda ditemui pada program-program yang diusulkan sendiri
oleh pemangku kepentingan eksternal Pertamina UPMS II. Bila program tersebut
muncul dari proposal yang diajukan masyarakat, umumnya pengaju proposal
bertindak sebagai pelaksana sekaligus peserta kegiatan. Pertamina UPMS II
umumnya hanya menjadi pemilik modal yang menyalurkan modalnya dengan
ketentuan tertentu yang disepakati bersama.
Bila dirunut dari awal pelaksanaan PKBL Pertamina UPMS II, jenis
kegiatan yang dilaksanakan ER dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
Community Relation (Comrel) dan Community Development (Comdev). Comrel
sesungguhnya adalah upaya menjaga keharmonisan perusahaan dan pemangku
kepentingan eksternal namun tidak dalam bentuk yang berkelanjutan. Bentuk dari
Comrel antara lain adalah bakti sosial, bantuan pembangunan rumah ibadah,
bantuan kegiatan HUT RI, sponsorship kegiatan PMI atau cerdas-cermat, serta
partisipasi pada Dies Natalis Universitas Sriwijaya. Kegiatan-kegiatan ini sangat
berguna dalam membangun kedekatan antara perusahaan dan pemangku
kepentingan sekaligus pencitraan baik perusahaan tetapi tidak bersifat
67
berkelanjutan. Sedangkan Comdev adalah kegiatan menjaga keharmonisan
perusahaan dan pemangku kepentingan eksternal yang diupayakan berkelanjutan.
Dalam konteks PKBL Pertamina, bentuk Comdev antara lain adalah donor darah
dan khitanan massal yang dilakukan setiap tahun, bantuan pendidikan seperti
fasilitas belajar dan gedung, bantuan gerobak dan tenda pedagang untuk kawasan
pantai Bengkulu, Pertamina Sehati di Jambi, Palembang, Lubuk Linggau, Lahat,
Bandar Lampung dan Bengkulu, serta penghijauan lahan, pelatihan Jurnalistik dan
sebagainya. Berbagai kegiatan ini diharapkan berkelanjutan dimana manfaat dari
kegiatan tersebut tidak hanya selesai begitu kegiatan selesai.
Menurut RMV (33 tahun), pada awalnya kedua jenis kegiatan ini tidak
dipisahkan sebab tujuan awalnya memang Comdev. Sejak awal tahun 2000-an,
ketika istilah Community Development merebak, Program Comdev diputuskan
dijalankan oleh Pertamina dan dilakukan oleh fungsi External Relation. Namun,
dalam pelaksanaannya seringkali Comdev diartikan serupa Comrel oleh
pemangku kepentingan eksternalnya hingga ekspektasi terhadap perusahaan pun
lebih banyak dari apa yang digariskan perusahaan dalam KPI-nya. Oleh karena
itu, Pertamina lalu membagi kegiatan membangun keharmonisan perusahaan
dengan pemangku kepentingan eksternalnya ini menjadi dua, yaitu Comrel dan
Comdev. Comdev inilah yang kemudian disebutkan sebagai tanggung jawab
sosial sebenarnya dari Pertamina UPMS II pada tahun 2007.
Nafas Bina Lingkungan bila merujuk definisi Bina Lingkungan menurut
Keputusan Menteri BUMN No. Kep-236/MBU/2003 adalah pemberdayaan
kondisi sosial masyarakat. Comdev atau pengembangan masyarakat yang
merupakan cikal-bakal tanggung jawab sosial pada Pertamina UPMS II pun
mengandung elemen pemberdayaan dan berkelanjutan. Artinya, keberlanjutan dan
keberdayaan kondisi sosial masyarakat menjadi ruh dari PKBL yang menjadi
bentuk tanggung jawab sosial perusahaan ini.
Upaya pemberdayaan (empowerment) menurut Nasdian (2003) merupakan
suatu upaya menumbuhkan peranserta dan kemandirian sehingga masyarakat baik
di tingkat individu, kelompok, kelembagaan maupun komunitas memiliki
kesejahteraan yang jauh lebih baik dari sebelumnya, memiliki akses pada
sumberdaya, memiliki kesadaran kritis serta mampu melakukan pengorganisasi
68
dan kontrol sosial dari segala aktivitas pembangunan yang dilakukan
dilingkungannya. Nasdian (2003) juga menyebutkan bahwa dua elemen pokok
pemberdayaan adalah partisipasi dan kemandirian. Pemberdayaan dilakukan agar
warga komunitas mampu berpartisipasi untuk mencapai kemandirian.
Definisi partisipasi adalah proses aktif, inisiatif diambil oleh warga
komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan
menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat
menegaskan kontrol secara efektif (Nasdian 2003). Bila merujuk pada definisi
tersebut, maka jenis partisipasi yang dicapai sasaran PKBL Pertamina UPMS II
baru sebatas peserta program dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau
dirancang oleh orang lain dan dikontrol oleh orang lain. Selain karena kegiatan
tersebut memang dirancang oleh Pertamina UPMS II sendiri atau bersama pihak-
pihak yang bekerjasama dengan Pertamina UPMS II dalam perencanaan atau
pelaksanaan programnya, sasaran program sendiri memang belum mampu
merencanakan program yang dapat mengeluarkan mereka dari masalah mereka
dalam jangka panjang. Seringkali proposal yang masuk ke Pertamina UPMS II
adalah jenis proposal permohonan dana untuk kegiatan-kegiatan Community
Relation yang manfaatnya seringkali berhenti ketika kegiatan berhenti.
Nasdian (2003) juga memaparkan bahwa dengan kemampuan komunitas
berpartisipasi diharapkan komunitas dapat mencapai kemandirian. Kemandirian
sendiri dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
1. kemandirian material, yaitu kemampuan produktif guna memenuhi kebutuhan
materi dasar serta cadangan dan mekanisme untuk dapat bertahan pada waktu
krisis;
2. kemandirian intelektual, yaitu pembentukan dasar pengetahuan otonom oleh
komunitas yang memungkinkan mereka menanggulangi bentuk-bentuk
dominasi yang lebih halus yang muncul di luar kontrol terhadap pengetahuan
itu;
3. kemandirian manajemen adalah kemampuan otonom untuk membina diri dan
menjalani serta mengelola kegiatan kolektif agar ada perubahan dalam situasi
kehidupan mereka.
69
Bila merujuk pada kategori tersebut, maka sasaran program PKBL Pertamina
UPMS II belum dapat dikatakan mandiri. Pada program Pertamina Sehati
misalnya. Bila bantuan dari Pertamina UPMS II berhenti, maka belum tentu
kegiatan ini mampu dilanjutkan. Sasaran program Pertamina Sehati bergantung
pada Kader Puskesmas dan Posyandu untuk dapat terdata dan mengikuti kegiatan,
sedangkan Kader Puskesmas dan Posyandu bergantung pada pemberi dana yang
dalam hal ini adalah Pertamina UPMS II. Jadi, dapat disimpulkan bahwa upaya
pemberdayaan melalui kegiatan PKBL Pertamina UPMS II untuk Kecamatan
Seberang Ulu II belum sepenuhnya mampu memberdayakan masyarakatnya.
Berdasarkan pemaparan keberdayaan tersebut pula, diperoleh suatu
kenyataan bahwa keberlanjutan suatu program dari PKBL sangat bergantung pada
pengambil keputusan, yaitu Pertamina UPMS II. Ketidakmandirian masyarakat
mengakibatkan mereka sangat mengandalkan bantuan dari pemilik modal untuk
meneruskan suatu kegiatan. Tanpa kucuran dana dari perusahaan, kegiatan PKBL
belum tentu dapat dilakukan lagi.
5.3 Ikhtisar
ISO 26000 memiliki tujuh subjek inti yang mesti diterapkan dalam
melakukan Social Responsibility yaitu, isu tata kelola organisasi yang baik, isu
hak asasi manusia, isu praktik ketenagakerjaan, isu lingkungan, isu praktik operasi
yang adil, isu konsumen, serta isu keterlibatan dan pengembangan masyarakat.
Dari ketujuh subjek inti tersebut, masing-masing memiliki isu-isu yang diusung.
Meski demikian, dalam implementasinya, tidak semua isu dalam setiap subjek inti
mesti dilakukan perusahaan.
Pertamina UPMS II sesungguhnya telah menerapkan semua subjek inti
dalam ISO 26000. Implementasi subjek-subjek inti tersebut melibatkan organisasi
secara keseluruhan, baik dari fungsi External Relation maupun fungsi-fungsi
lainnya. Namun, penerapan yang dilakukan oleh fungsi selain ER tersebut tidak
dipahami sebagai bentuk Social Responsibility. Berikut matriks yang
mendeskripsikan perbandingan subjek inti ISO 26000 dan lingkup implementasi
PKBL serta non PKBL:
70
Subjek Inti ISO 26000 Lingkup PKBL Lingkup Non PKBL
1. Tata Kelola
Organisasi
a. Transparansi kegiatan
tanggung jawab sosial
melalui laporan
keuangan, advertorial,
buletin dan peliputan
oleh media lokal dan
nasional.
b. Mematuhi hukum
a. Pelaporan keuangan setiap
tahunnya
b. Mematuhi hukum
2. HAM __ a. Tidak ada diskriminasi
b. Menghormati hak-hak kaum
perempuan
c. Menghormati keragaman
kultur dan agama
d. Tak ada pekerja anak
e. Tak ada pekerja paksa
f. Persamaan gender
3. Praktik
Ketenagakerjaan
__ a. Pengembangan SDM
b. Kesehatan dan keselamatan
kerja
c. Menghormati hak-hak pekerja
d. Kondisi kerja yang layak
4. Lingkungan __ Prevensi polusi
5. Praktik Operasi yang
Adil
__ a. Promosi Aktivitas Etis &
Transparensi
b. Promosi Kompetisi Terbuka
c. Antikorupsi
6. Konsumen __ a. Pelayanan dan produk yang
ramah sosial-lingkungan
b. Pelayanan dan produk yang
aman dan reliable
c. Penyediaan informasi yang
sahih dan akurat
7. Keterlibatan &
Pengembangan
Masyarakat
a. Development
impacts
b. Community
Involvement
c. Society development
d. Philanthropy
a. Kemitraan dengan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM).
Sumber: Dikumpulkan penulis dari survey.
Gambar 5. Matriks Perbandingan Subjek Inti ISO 26000 dan Lingkup PKBL
serta Non PKBL
Bila merujuk pada matriks perbandingan subjek inti ISO 26000 dan
implementasi PKBL Pertamina UPMS II (lihat gambar 4), terlihat bahwa dari
71
tujuh subjek inti ISO 26000, hanya dua subjek inti yang dapat dipenuhi oleh
PKBL. Artinya, bila „tolak ukur‟ efektivitas implementasi PKBL adalah
pemenuhan „standar kinerja‟ Social Responsibility pada panduan ISO 26000,
maka implementasi PKBL belum bisa dikatakan efektif.
Menurut RMV (33 tahun) selaku middle manager sekaligus pengambil
keputusan PKBL di area Sumbagsel, PKBL adalah bentuk tanggung jawab sosial
dari Pertamina yang dilakukan secara berkelanjutan dengan dua tujuan utama,
yaitu untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar area operasi serta untuk
mendukung operasi perusahaan sendiri karena tercipta suasana yang kondusif.
Artinya, tanggung jawab sosial yang dipahami Pertamina secara umum dan
Pertamina UPMS II secara khusus ditujukan pada pemangku kepentingan
eksternal, yaitu masyarakat dan dilakukan secara berkelanjutan. Oleh karena itu,
dapat dipahami mengapa PKBL Pertamina sangat menitikberatkan pada
pemangku kepentingan eksternal sehingga hanya memenuhi dua subjek inti dari
pedoman pelaksanaan Social Responsibility menurut ISO 26000.
Konsep pengembangan masyarakat atau comdev turut memberikan
sumbangan pembentukan wujud tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II.
Comdev disebut sebagai cikal-bakal terbentuknya konsep PKBL sebagai tanggung
jawab sosial perusahaan. Artinya, keberlanjutan dan keberdayaan kondisi sosial
masyarakat menjadi ruh dari PKBL yang disebut sebagai tanggung jawab sosial
Pertamina UPMS II.
Pemberdayaan (empowerment) memiliki dua elemen pokok pemberdayaan
adalah partisipasi dan kemandirian. Pemberdayaan dilakukan agar warga
komunitas mampu berpartisipasi untuk mencapai kemandirian. Pada PKBL
Pertamina UPMS II, jenis partisipasi yang dicapai sasaran program baru sebatas
peserta program dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang
oleh orang lain dan dikontrol oleh orang lain. Sasaran PKBL Pertamina UPMS II
juga belum dapat dikatakan mandiri. Keberlanjutan program PKBL pun sangat
bergantung pada pengambil keputusan, yaitu Pertamina UPMS II.
Ketidakmandirian masyarakat mengakibatkan mereka sangat mengandalkan
bantuan dari pemilik modal untuk meneruskan suatu kegiatan. Artinya, dari segi
72
pencapaian tujuan PKBL, implementasi yang telah dilakukan juga belum
sepenuhnya mampu memenuhi tujuan yang ingin dicapai.
73
BAB VI
PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN TERHADAP PKBL
6.1 Persepsi Pemangku Kepentingan
Menurut Ruslan (2006), persepsi adalah suatu proses memberikan makna
yang berakar dari berbagai faktor latar belakang budaya, kebiasaan dan adat-
istiadat yang dianut seseorang atau masyarakat, pengalaman masa lalu
seseorang/kelompok nilai-nilai yang dianut serta dari berita-berita dan pendapat
yang berkembang. Persepsi pemangku kepentingan mengenai tanggung jawab
sosial perusahaan adalah penafsiran pemangku kepentingan tersebut mengenai
tanggung jawab sosial perusahaan berdasarkan pengalamannya tentang program-
program tanggung jawab sosial atau hubungan-hubungan sebelumnya yang
diperoleh mengenai tanggung jawab sosial perusahaan tersebut. Dalam konteks
penelitian ini, pemangku kepentingan difokuskan pada pemerintah setempat,
masyarakat kecamatan Seberang Ulu II Palembang dan karyawan tetap Pertamina
UPMS II. Persepsi pemangku kepentingan dalam penelitian ini dibagi menjadi
tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate
Social Responsibility. Pengukuran persepsi dapat dilihat melalui pernyataan-
pernyataan yang mengandung komponen kategori persepsi tersebut. Tabel 6
berikut adalah perbandingan persepsi ketiga pemangku kepentingan mengenai
tanggung jawab sosial perusahaan:
Tabel 6. Frekuensi Persepsi Tiga Pemangku Kepentingan Mengenai Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010
No. Kategori Persepsi Frekuensi Persen
1 Corporate Citizenship 69 30.0 2 Corporate Philantrophy 65 28.3
3 Corp. Social Responsibility 96 41.7
Total 230 100.0
Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa persepsi ketiga pemangku
kepentingan tersebar hampir merata di ketiga jenis kategori. Dari total 230
responden yang mewakili tiga jenis pemangku kepentingan Pertamina UPMS II,
74
diperoleh frekuensi responden berpersepsi Corporate Citizenship sebanyak 69
orang atau 30 persen, sedangkan frekuensi responden berpersepsi Corporate
Philantrophy sebanyak 65 orang atau 28,3 persen dan 96 orang sisanya atau 41,7
persen responden berpersepsi Corporate Social Responsibility. Dengan demikian,
mayoritas responden dalam penelitian ini mempersepsikan tanggung jawab sosial
perusahaan sebagai Corporate Social Responsibility.
Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi
persepsi ketiga pemangku kepentingan mengenai tanggung jawab sosial
perusahaan:
Gambar 6. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Pemangku
Kepentingan Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun
2010
6.1.1 Persepsi Pemerintah Setempat
Pemangku kepentingan pemerintah setempat dalam penelitian ini meliputi
Camat, Lurah dan staf-stafnya di wilayah kecamatan Seberang Ulu II Palembang.
Persepsi pemerintah setempat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate
Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Tabel 7
berikut adalah frekuensi persepsi pemerintah setempat mengenai tanggung jawab
sosial perusahaan:
75
Tabel 7. Frekuensi Persepsi Pemerintah Kecamatan Seberang Ulu II Mengenai
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010
No. Kategori Persepsi Frekuensi Persen
1 Corporate Citizenship 33 67.3
2 Corporate Philantrophy 6 12.2
3 Corp. Social Responsibility 10 20.4
Total 49 100.0
Berdasarkan Tabel 7, terlihat bahwa persepsi pemerintah kecamatan
Seberang Ulu II sebagian besar berada pada kategori Corporate Citizenship. Dari
49 responden pemerintah setempat, frekuensi responden dengan persepsi
Corporate Citizenship sebanyak 33 orang atau 67,3 persen, sedangkan responden
dengan persepsi Corporate Philantrophy sebanyak 6 orang atau 12,2 persen dan
10 orang sisanya atau 20,4 responden termasuk kategori Corporate Social
Responsibility. Dengan demikian, mayoritas responden pemerintah kecamatan
Seberang Ulu II mempersepsikan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai
Corporate Citizenship.
Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi
persepsi pemerintah kecamatan Seberang Ulu II mengenai tanggung jawab sosial
perusahaan:
Gambar 7. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Pemerintah
Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010
Penelitian ini menstratifikasi pemerintah setempat menurut kriteria
kedudukan sehingga diperoleh dua lapisan, yaitu pimpinan dan staf pemerintah
76
setempat. Pimpinan dalam hal ini adalah kepala kecamatan dan kelurahan di
wilayah Seberang Ulu II sedangkan staf adalah pegawai kecamatan dan kelurahan
di luar pimpinan.
Persepsi pemerintah setempat menurut lapisan pimpinan di wilayah
kecamatan SU II dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship,
Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Persepsi pemerintah
lapisan pimpinan di wilayah kecamatan Seberang Ulu II seluruhnya atau seratus
persen berada pada kategori Corporate Citizenship. Tidak ada satu pun dari
responden tersebut yang termasuk kategori Corporate Philantrophy atau
Corporate Social Responsibility.
Persepsi pemerintah setempat menurut lapisan staf di wilayah kecamatan
SU II dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate
Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Tabel 8 berikut adalah
frekuensi persepsi pemerintah lapisan staf mengenai tanggung jawab sosial
perusahaan:
Tabel 8. Frekuensi Persepsi Pemerintah Lapisan Staf Kecamatan SU II Mengenai
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010
No. Kategori Persepsi Frekuensi Persen
1 Corporate Citizenship 25 61.0 2 Corporate Philantrophy 6 14.6
3 Corp. Social Responsibility 10 24.4
Total 41 100.0
Berdasarkan Tabel 8, terlihat bahwa sebagian besar pemerintah lapisan staf
di wilayah Kecamatan Seberang Ulu II persepsinya berada pada kategori
Corporate Citizenship. Dari total 41 responden lapisan staf, 25 orang diantaranya
atau 61 persen responden berpersepsi Corporate Citizenship, 6 orang lainnya atau
14,6 persen responden berpersepsi Corporate Philantrophy dan 10 orang sisanya
atau sebanyak 24,4 persen responden persepsinya berada pada kategori Corporate
Social Responsibility. Dengan demikian mayoritas responden mempersepsikan
tanggung jawab sosial perusahaan sebagai Corporate Citizenship.
Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi
persepsi pemerintah lapisan staf di wilayah kecamatan Seberang Ulu II mengenai
tanggung jawab sosial perusahaan:
77
Gambar 8. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Pemerintah Lapisan
Staf Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa mayoritas
persepsi pemerintah setempat adalah Corporate Citizenship. Selain itu, persepsi
pemerintah lapisan pimpinan 100 persen adalah Corporate Citizenship dan
mayoritas persepsi pemerintah lapisan staf juga adalah Corporate Citizenship.
Artinya, tidak ada perbedaan persepsi antara kedua lapisan mengenai tanggung
jawab sosial perusahaan.
Data kualitatif yang ditemukan di lapang juga mendukung kecenderungan
persepsi pemerintah setempat pada kategori Corporate Citizenship. Delapan
responden yang termasuk dalam lapisan pimpinan menunjukkan kecenderungan
tersebut dalam ekspektasi mereka mengenai bagaimana sebaiknya tanggung jawab
sosial Pertamina UPMS II dilakukan.
Camat SU II, HAR (45 tahun), memaparkan bahwa bentuk tanggung
jawab sosial yang beliau harapkan untuk dilakukan Pertamina UPMS II untuk
pemerintah misalnya berupa bantuan fasilitas yang dibutuhkan kecamatan. Beliau
menekankan bahwa bantuan tersebut sebaiknya yang memang benar-benar
dibutuhkan target program agar bermanfaat dan tepat sasaran. Berikut kutipan
pernyataan HAR (45 tahun) tersebut:
„Kita ini kan hidup berdampingan, sehingga ada baiknya turut
membantu keluarga-keluarga miskin yang berada di sekitar
perusahaan ini. Kalau untuk kecamatan sendiri, misalnya pemerintah
kecamatan belum punya komputer, ya Pertamina bisa beri bantuan
komputer, atau mungkin perbaikan gedung. Ya semacam itulah
78
bentuk-bentuknya. Dengan kata lain, bantuan Pertamina mestinya
disesuaikan dengan kebutuhan target sasarannya agar bantuan
tersebut bermanfaat dan tepat sasaran. Gunanya apa? Bila hubungan
sudah harmonis antara perusahaan dan pemerintah, khususnya
kecamatan, maka pemerintah kecamatan terbantu dana oleh
Pertamina, dan Pertamina juga lebih aman dan nyaman dalam
beroperasi.‟
Ketika dipertegas mengenai jenis kegiatan tanggung jawab sosial
Pertamina seperti apa yang diharapkan pemerintah kecamatan, Camat
mencontohkan bantuan tersebut misalnya seperti bantuan beasiswa untuk siswa-
siswi di kecamatan SU II. Berikut kutipan pernyataan HAR (45 tahun):
„Baru-baru ini kan ada program Pertamina bagi sepeda untuk
sekolah-sekolah. Nah, kalau menurut saya, sepeda itu belum urgent,
belum tentu cocok juga untuk wilayah Palembang, mestinya program
untuk pendidikannya diarahkan untuk peningkatan kualitas
pendidikannya, seperti buku atau perbaikan gedung mungkin. Tapi
sekali lagi ini hanya soal koordinasi dan komunikasinya.‟
Camat SU II memaparkan bahwa hubungan pemerintah kecamatan dan
Pertamina UPMS II perlu diperbaiki dalam hal koordinasi dan komunikasi.
Terkait sentimen yang berkembang pada staf-staf kecamatan SU II bahwa
meminta bantuan dari Pertamina UPMS II adalah hal yang sulit, Camat SU II
justru menegaskan bahwa sebenarnya bukan masalah sulit untuk meminta bantuan
atau sejenisnya, tetapi mungkin kurang koordinasi saja antara kecamatan dan
Pertamina UPMS II. Berikut kutipan pernyataan HAR (45 tahun):
„Oh, ndak, dik. Bukan sulit meminta bantuan. Sebetulnya banyak
bantuan yang diberikan Pertamina UPMS II langsung ke masyarakat,
tanpa melalui kecamatan lagi. Mungkin juga karena kelas Pertamina
UPMS II adalah Sumbagsel sehingga fokus program Pertamina
UPMS II juga seringkali langsung berkoordinasi dengan Pemkot
atau Dinas Kesehatan. Tetapi menurut saya, semestinya Pertamina
UPMS II berkoordinasi dengan Kecamatan terkait program-program
bantuan tersebut. Ya…ini hanya tentang komunikasi. Bagaimana
koordinasi antara Pertamina dan Kecamatan. Kalau saja Pertamina
UPMS II menjelaskan bagian yang mana saja menjadi ranah
program tanggung jawab sosial Pertamina tersebut, Kecamatan juga
tahu bantuan seperti apa yang bisa diajukan ke Pertamina UPMS II.‟
Di sisi lain, para staf kecamatan SU II justru mengeluhkan sulitnya
meminta bantuan dari Pertamina UPMS II. Beberapa staf kecamatan menyatakan
79
bahwa banyak proposal permohonan bantuan kecamatan yang ditolak. Kecuali
permohonan peminjaman gedung serba guna Pertamina UPMS II, hampir semua
proposal permohonan bantuan dari Kecamatan ditolak oleh Pertamina UPMS II.
Namun, bentuk permohonan bantuan yang diajukan kecamatan tersebut justru
semakin menguatkan kecenderungan persepsi pemerintah kecamatan pada
kategori Corporate Citizenship. Selain harapan bentuk tanggung jawab sosial
Pertamina UPMS II dapat menyediakan lapangan pekerjaan dan kebutuhan pokok,
kecamatan juga mengharapkan bantuan Pertamina UPMS II untuk kegiatan-
kegiatan seperti lomba-lomba 17 Agustus yang diadakan kecamatan. Berikut
kutipan pernyataan salah satu Kepala Seksi di kecamatan SU II, Z (50 tahun):
„Apa ada Pertamina bantu pendidikan di SU II? Rasanya ndak ada.
Saya sudah hampir pensiun disini, tapi belum pernah saya dengar
ada bantuan pendidikan. Membantu korban kebakaran 16 ulu
kemarin aja Pertamina Pemasaran (baca: Pertamina UPMS II) ga
kasih. Malah UP III (baca: Refinery Unit III) yang kasih. Tanya aja
sama ibu lurah 16 ulu-nya kalo ndak percaya. Tuh, ibunya lagi rapat
sama Pak Camat. Belum lagi kemarin, ketika kecamatan ada
kegiatan 17 Agustus-an, Pertamina cuma diminta tolong bantu
ngasih hadiah, eh proposal kita malah dikembalikan. Kita udah
ngotot ngasihin lagi ke sana, baru dikasih, cuma sejuta pula. Sejuta
cukup apa, dik? Buat beli seragam peserta lomba aja ndak cukup.‟
Pernyataan yang serupa dengan kutipan pernyataan Kasi Kecamatan juga
ditemukan pada pimpinan dan staf di tujuh kantor kelurahan. Tiga orang dari tujuh
lurah di wilayah Seberang Ulu II memang menyebutkan bahwa setiap BUMN
wajib melakukan tanggung jawab sosial perusahaan dengan merujuk pada
peraturan yang mewajibkan BUMN melakukan PKBL, namun wujud yang
mereka sebutkan tidak merujuk pada PKBL, tetapi hanya pada kewajiban
membantu masyarakat. Empat lurah lainnya juga menyatakan tanggung jawab
sosial wajib dilakukan Pertamina UPMS II tetapi tanpa menyebutkan landasan
wajibnya. Sementara bentuk tanggung jawab sosial yang diharapkan keempat
lurah tersebut sama-sama merujuk pada bantuan fasilitas untuk masyarakat.
Berikut pernyataan Lurah 16 Ulu, JR (41 tahun) mengenai kewajiban melakukan
tanggung jawab sosial:
„Oh iya, tentu wajib Pertamina Pemasaran (baca: Pertamina UPMS
II) melakukan tanggung jawab sosial. Begitu pula dengan
80
perusahaan lainnya. Setiap perusahaan ‘kan diwajibkan untuk
menyisihkan beberapa persen keuntungannya untuk membantu
masyarakat di sekitar wilayah operasinya.‟
Harapan Lurah 16 Ulu mengenai tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II
berupa bantuan terkait kepentingan atau kebutuhan masyarakat. Berikut kutipan
pernyataan JR (41 tahun):
„Kalau untuk kegiatan hura-hura seperti HUT RI atau kegiatan
apalah yang mencerminkan hura-hura, saya rasa tidak apa-apa ya
kalau tidak ingin membantu, toh memang tidak mendesak. Tetapi
kalau untuk kegiatan yang musibah begitu, seperti kebakaran yang
tahun 2008 itu, ya kalau bisa dibantulah ya, dik. kegiatan-kegiatan
yang untuk kepentingan masyarakat seperti membantu Posyandu,
membantu masyarakat miskin, ya apa salahnya kalau dibantu juga.'
Bentuk bantuan yang diungkapkan Lurah 16 Ulu dilatarbelakangi pengalamannya
dalam mengajukan permohonan bantuan pada Pertamina UPMS II. Berikut
kutipan pernyataan JR (41 tahun):
„Kalau saya, sebagai Lurah 16 Ulu, belum merasakan dampak positif
dari kehadiran PT. Pertamina UPMS II. Kami (baca: kelurahan 16
Ulu) pernah mengajukan permohonan bantuan material untuk korban
kebakaran di wilayah 16 Ulu kepada Pertamina Pemasaran tahun
2008 yang lalu, namun hingga saat ini surat kami itu tidak mendapat
balasan. Sejujurnya kami kecewa, dik. Tidak ada balasan sama sekali
dari Pertamina Pemasaran. Padahal beberapa kali staf saya mencoba
menanyakan perihal surat permohonan tersebut ke humas (baca:
ER). Tetapi tidak ada tanggapan. Sebetulnya kami juga pernah
mencoba mengajukan permohonan bantuan lagi untuk fasilitas
Posyandu di kelurahan 16 Ulu kepada Pertamina Pemasaran. Bukan
berbentuk uang ya, dik. Tapi sudah berbentuk material, seperti kursi,
meja, dan sebagainya. Maksudnya agar Pertamina Pemasaran lebih
percaya untuk memberikan bantuan. Bentuk fasilitas itu pun dari
pihak Posyandunya sendiri yang mendata kebutuhannya. Tapi masih
sama saja: tidak ada respon dan tidak ada bantuan. Oleh karena itu,
kami tidak pernah mau lagi mengajukan permohonan bantuan ke
Pertamina Pemasaran.‟
Lurah 14 Ulu, lokasi di mana Pertamina UPMS II beroperasi, menyatakan
bahwa Pertamina UPMS II tentu wajib melakukan tanggung jawab sosial dengan
merujuk pada landasan kewajiban melakukan Bina Lingkungan. Terkait
bentuknya, berikut kutipan pernyataan Bd (44 tahun):
81
„Bentuk-bentuk tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II yang
saya pernah dengar selama menjabat (2007-sekarang) adalah sunatan
massal yang diselenggarakan Pertamina UPMS II untuk kelurahan
14 Ulu dan Tangga Takat, bantuan untuk pembangunan Masjid Al-
Muttaqien di 14 Ulu serta peminjaman gedung untuk acara-acara
kecamatan seperti pelantikan Camat, serah-terima jabatan Camat.
Namun, saya juga kurang paham kenapa ya, dik, tetapi sejak tahun
2007 atau 2008, tidak ada lagi bantuan yang diberikan Pertamina
Pemasaran (baca: Pertamina UPMS II) untuk pemerintah kelurahan,
dalam artian ketika kami yang mengajukan ya. Dulu. terakhir kami
mengajukan permohonan, waktu itu TA (staf kelurahan 14 Ulu) yang
mengantarkan proposalnya, pihak humas (ER) Pertamina UPMS II
menyatakan jenis bantuan yang kami ajukan sudah dihilangkan dari
anggaran. Untuk ke depannya, harapan saya ada bantuan yang
diberikan oleh Pertamina UPMS II. Apalagi wilayah operasi
Pertamina UPMS II berada di Kelurahan 14 Ulu. Sudah seharusnya
kelurahan 14 Ulu menjadi prioritas tanggung jawab sosial
perusahaannya. Bentuknya ya bisa berupa fasilitas umum parit-parit
dan perbaikan jalan-jalan lingkungan.‟
Berikut pernyataan TA (45 tahun) yang menguatkan pernyataan Bapak Lurah 14
Ulu tersebut:
„…waktu itu kami meminta bantuan untuk HUT RI dan fasilitas
kursi untuk Posyandu. Nah, menurut pihak humasnya, bantuan
tersebut tidak bersifat sosial kemasyarakatan dan anggaran untuk
jenis bantuan tersebut sudah dihilangkan. Padahal bantuan itu bukan
untuk kami makan, tapi untuk masyarakat. Cuma kami tidak
menanyakan hal tersebut lebih lanjut (baca: mengapa tidak tergolong
jenis bantuan sosial kemasyarakatan). Begini-begini kami ini juga
punya harga diri, dik. Kalau memang ndak mau bantu, ya sudah. Dan
sejak saat itu kami tidak pernah lagi mengajukan proposal
permohonan bantuan kepada Pertamina UPMS II.‟
Pernyataan-pernyataan mengenai harapan bentuk tanggung jawab sosial
yang sebaiknya dilakukan Pertamina UPMS II yang senada dengan yang
diungkapkan Lurah 16 Ulu dan 14 Ulu juga ditemukan di lima kelurahan lain.
Meski Lurah Tangga Takat yang menjadi lokasi beberapa kegiatan PKBL
Pertamina UPMS II berharap bahwa tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II
sebaiknya berkelanjutan, pada akhirnya beliau pun tetap menyinggung kepedulian
Pertamina dalam hal sosial kemasyarakatan terkait keluhan rekan-rekannya di
kelurahan dan kecamatan, baik sesama pimpinan maupun stafnya. Berikut kutipan
pernyataan As (41 tahun):
82
„Mengenai harapan untuk tanggung jawab sosial Pertamina UPMS
II, ya semoga kegiatan yang telah dilaksanakan UPMS II hendaknya
berlanjut, tidak hanya sekali datang lalu hilang. Saya juga berharap
Pertamina UPMS II lebih memperhatikan kebutuhan masyarakat. Ya
saya memang secara langsung tidak pernah mengajukan permohonan
bantuan kepada UPMS II, tapi saya dengar cerita-cerita dari lurah
atau staf lain bahwa sulit untuk mengajukan permohonan bantuan
kepada UPMS II. Seringkali surat permohonan bantuan tidak
direspon, atau bahkan proposalnya dikembalikan, dan sebagainya.
Jadi, harapan saya ke depannya adalah agar Pertamina UPMS II
lebih peduli saja.‟
Berbagai kutipan pernyataan yang diungkapkan responden, baik dari
lapisan pimpinan maupun staf tersebut menguatkan pernyataan bahwa pemerintah
setempat cenderung berpersepsi tanggung jawab sosial perusahaan adalah
Corporate Citizenship. Selain Pertamina UPMS II diharuskan menjadi warga
negara yang baik yang mematuhi peraturan dan menghormati wewenang dan
kekuasaan pemerintah setempat, Pertamina UPMS II diharapkan menjadi
„penyedia‟ kebutuhan masyarakat sebagai warga negara seperti kebutuhan
lapangan pekerjaan dan fasilitas-fasilitas umum bahkan dukungan dana untuk
kegiatan yang dilakukan pemerintah setempat yang seharusnya merupakan
kewajiban negara, bukan perusahaan. Hal tersebut memenuhi definisi Corporate
Citizenship yang menempatkan perusahaan sebagai „setengah negara‟, yaitu
menjadi warga negara yang baik dan sekaligus memenuhi hak masyarakat sebagai
warga negara.
6.1.2 Persepsi Masyarakat
Pemangku kepentingan masyarakat dalam penelitian ini meliputi
masyarakat yang bermukim di wilayah Kecamatan Seberang Ulu II. Persepsi
masyarakat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate
Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Tabel 9 berikut adalah
frekuensi persepsi masyarakat mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:
83
Tabel 9. Frekuensi Persepsi Masyarakat di Kecamatan Seberang Ulu II
Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010
No. Kategori Persepsi Frekuensi Persen
1 Corporate Citizenship 34 26.2
2 Corporate Philantrophy 43 33.1 3 Corp. Social Responsibility 53 40.8
Total 130 100.0
Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa mayoritas persepsi responden
masyarakat termasuk dalam kategori Corporate Social Responsibility. Dari 130
responden masyarakat, sebanyak 53 orang atau 40,8 persen termasuk ke dalam
kategori persepsi Corporate Social Respnsibility, sedangkan frekuensi responden
untuk kategori Corporate Citizenship sebanyak 34 orang atau 26,2 persen dan
untuk kategori Corporate Philantrophy sebanyak 43 orang atau 33,1 persen.
Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi
persepsi masyarakat di wilayah kecamatan Seberang Ulu II mengenai tanggung
jawab sosial perusahaan:
Gambar 9. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Masyarakat Kecamatan
SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010
Penelitian ini menstratifikasi pemangku kepentingan masyarakat menurut
kriteria keikutsertaan dalam kegiatan PKBL Pertamina UPMS II sehingga
diperoleh dua lapisan, yaitu masyarakat peserta PKBL dan non peserta PKBL.
Masyarakat peserta PKBL dalam hal ini adalah para ibu hamil dan orangtua balita
yang menjadi peserta dalam program Pertamina Sehati yang dilakukan di
84
kecamatan Seberang Ulu II, sedangkan masyarakat non peserta PKBL adalah
masyarakat di wilayah kecamatan Seberang Ulu II yang tidak mengikuti program
Pertamina Sehati.
Persepsi masyarakat peserta PKBL dalam penelitian ini dibagi menjadi
tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate
Social Responsibility. Tabel 10 berikut adalah frekuensi persepsi masyarakat
peserta PKBL mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:
Tabel 10. Frekuensi Persepsi Masyarakat Peserta PKBL Pertamina UPMS II
Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010
No. Kategori Persepsi Frekuensi Persen
1 Corporate Citizenship 5 16.7 2 Corporate Philantrophy 25 83.3
Total 30 100.0
Berdasarkan Tabel 10, terlihat bahwa mayoritas persepsi peserta program
berada pada kategori Corporate Philantrophy. Dari 30 responden peserta,
frekuensi persepsi Corporate Philantrophy adalah sebanyak 25 orang diantaranya
atau 83,3 persen responden, sedangkan 5 orang responden sisanya atau sebanyak
16,7 persen responden termasuk pada kategori Corporate Citizenship. Tidak ada
responden masyarakat peserta program yang persepsinya masuk ke dalam kategori
Corporate Social Responsibility.
Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi
persepsi masyarakat peserta PKBL di Kecamatan SU II mengenai tanggung jawab
sosial perusahaan:
85
Gambar 10. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Masyarakat Peserta
PKBL Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tahun 2010
Persepsi masyarakat non peserta PKBL dalam penelitian ini dibagi
menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan
Corporate Social Responsibility. Tabel 11 berikut adalah frekuensi persepsi
masyarakat non peserta PKBL mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:
Tabel 11. Frekuensi Persepsi Masyarakat Non Peserta PKBL Pertamina UPMS II
Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010
No. Kategori Persepsi Frekuensi Persen
1 Corporate Citizenship 29 29.0
2 Corporate Philantrophy 18 18.0 3 Corp. Social Responsibility 53 53.0
Total 100 100.0
Berdasarkan Tabel 11, terlihat bahwa mayoritas persepsi masyarakat
nonpeserta PKBL Pertamina UPMS II di wilayah Seberang Ulu II termasuk ke
dalam kategori Corporate Social Responsibility. Dari 100 orang responden,
frekuensi persepsi Corporate Social Responsibility diperoleh sebanyak 53 orang
atau 53 persen, sedangkan frekuensi persepsi Corporate Citizenship diperoleh
sebanyak 29 orang atau 29 persen dan 18 orang sisanya atau 18 persen responden
berpersepsi Corporate Philantrophy.
86
Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi
persepsi masyarakat non peserta PKBL di wilayah kecamatan Seberang Ulu II
mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:
Gambar 11. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Masyarakat Non
Peserta PKBL Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tahun 2010
Responden masyarakat seluruhnya berjumlah 130 responden. Dari total
responden masyarakat tersebut, baik yang peserta maupun non peserta, diperoleh
lima kategori jenis pekerjaan responden, yaitu ibu rumah tangga, wirausaha,
swasta, PNS dan selain empat pekerjaan tersebut. Kelima jenis kategori pekerjaan
tersebut dianggap mewakili kestabilan ekonomi individu responden.
Responden ibu rumah tangga terdiri dari peserta dan non peserta PKBL.
Persepsi ibu rumah tangga peserta mengenai tanggung jawab sosial perusahaan
dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship,
Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Tabel 12 berikut
adalah frekuensi persepsi ibu rumah tangga peserta mengenai tanggung jawab
sosial perusahaan:
87
Tabel 12. Frekuensi Persepsi Responden Ibu Rumah Tangga Peserta Mengenai
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010
No. Kategori Persepsi Frekuensi Persen
1 Corporate Citizenship 5 16.7
2 Corp. Philantrophy 25 83.3
Total 30 100.0
Berdasarkan Tabel 12, terlihat bahwa sebagian besar responden ibu rumah
tangga peserta termasuk dalam kategori Corporate Philantrophy. Dari total 30
responden, frekuensi persepsi Corporate Citizenship diperoleh sebanyak 5 orang
atau 16,7 persen, sedangkan frekuensi persepsi Corporate Philantrophy diperoleh
sebanyak 25 orang atau 83,3 persen. Dengan demikian, mayoritas responden ibu
rumah tangga peserta mempersepsikan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai
Corporate Philantrophy.
Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi
persepsi responden ibu rumah tangga peserta mengenai tanggung jawab sosial
perusahaan:
Gambar 12. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Ibu
Rumah Tangga Peserta di Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan Tahun 2010
Persepsi ibu rumah tangga non peserta mengenai tanggung jawab sosial
perusahaan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate
Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Tabel
88
13 berikut adalah frekuensi persepsi ibu rumah tangga peserta mengenai tanggung
jawab sosial perusahaan:
Tabel 13. Frekuensi Persepsi Responden Ibu Rumah Tangga Non Peserta
Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010
No. Kategori Persepsi Frekuensi Persen
1 Corporate Citizenship 17 54.8
2 Corporate Philantrophy 7 22.6
3 Corp. Social Responsibility 7 22.6
Total 31 100.0
Berdasarkan Tabel 13, terlihat bahwa sebagian besar responden ibu rumah
tangga non peserta termasuk dalam kategori Corporate Citizenship. Dari total 31
responden, frekuensi persepsi Corporate Citizenship diperoleh sebanyak 17 orang
atau 54,8 persen, sedangkan frekuensi persepsi Corporate Philantrophy diperoleh
sebanyak 7 orang atau 22,6 persen dan frekuensi persepsi Corporate Social
Responsibility sebanyak 7 orang atau 22,6 persen pula. Dengan demikian,
mayoritas responden ibu rumah tangga peserta mempersepsikan tanggung jawab
sosial perusahaan sebagai Corporate Citizenship.
Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi
persepsi responden ibu rumah tangga mengenai tanggung jawab sosial
perusahaan:
Gambar 13. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Ibu
Rumah Tangga Non Peserta di Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan Tahun 2010
89
Responden wirausaha terdiri dari masyarakat yang mempunyai warung
atau toko atau usaha dagang di wilayah kecamatan Seberang Ulu II. Hanya ada 4
orang responden yang pekerjaannya berupa wirausaha. Persepsi responden
wirausaha mengenai tanggung jawab sosial perusahaan dalam penelitian ini dibagi
menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan
Corporate Social Responsibility. Hasil penelitian menunjukkan bahwa empat
orang atau seratus persen responden wirausaha memiliki persepsi berupa
Corporate Philantrophy.
Responden swasta terdiri dari masyarakat yang jenis pekerjaannya
menghasilkan gaji, bukan upah, namun di luar kategori pegawai negeri sipil.
Dalam konteks penelitian ini, swasta terdiri dari guru honorer, pengacara, perawat
dan karyawan perusahaan. Persepsi responden swasta mengenai tanggung jawab
sosial perusahaan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu
Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social
Responsibility. Tabel 14 berikut adalah frekuensi persepsi responden swasta
mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:
Tabel 14. Frekuensi Persepsi Responden Swasta Mengenai Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan Tahun 2010
No. Kategori Persepsi Frekuensi Persen
1 Corporate Citizenship 6 26.1
2 Corporate Philantrophy 4 17.4 3 Corp. Social Responsibility 13 56.5
Total 23 100.0
Berdasarkan Tabel 14, terlihat bahwa persepsi sebagian besar responden
swasta termasuk dalam kategori Corporate Social Responsibility. Dari total 23
responden, sebanyak 13 orang diantaranya atau 56,5 persen responden termasuk
kategori Corporate Social Responsibility, sedangkan frekuensi persepsi Corporate
Citizenship adalah sebanyak 6 orang atau 26,1 persen responden dan frekuensi
persepsi Corporate Philantrophy hanya sebanyak 4 orang atau 17,2 persen dari
total responden. Dengan demikian, mayoritas responden mempersepsikan
tanggung jawab sosial sebagai Corporate Social Responsibility.
Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi
persepsi responden swasta mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:
90
Gambar 14. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Swasta di
Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010
Responden PNS dalam penelitian ini terdiri dari guru dan pegawai
Departemen Agama di wilayah kecamatan SU II. Persepsi responden PNS
mengenai tanggung jawab sosial perusahaan dalam penelitian ini dibagi menjadi
tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate
Social Responsibility. Tabel 15 berikut adalah frekuensi persepsi responden PNS
mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:
Tabel 15. Frekuensi Persepsi Responden PNS Mengenai Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan Tahun 2010
No. Kategori Persepsi Frekuensi Persen
1 Corporate Citizenship 7 21.2 2 Corporate Philantrophy 2 6.1
3 Corp. Social Responsibility 24 72.7
Total 33 100.0
Berdasarkan Tabel 15, terlihat bahwa persepsi sebagian besar responden
PNS termasuk dalam kategori Corporate Social Responsibility. Dari total 33
responden, sebanyak 24 orang diantaranya atau 72,7 persen responden termasuk
kategori Corporate Social Responsibility, sedangkan frekuensi persepsi Corporate
Citizenship adalah sebanyak 7 orang atau 21,2 persen responden dan frekuensi
persepsi Corporate Philantrophy hanya sebanyak 2 orang atau 6,1 persen dari
total responden. Dengan demikian, mayoritas responden mempersepsikan
tanggung jawab sosial sebagai Corporate Social Responsibility.
91
Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi
persepsi responden PNS mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:
Gambar 15. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Responden PNS
Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010
Total responden yang kategori pekerjaannya selain empat kategori
sebelumnya adalah sembilan orang. Responden kategori „lainnya‟ ini semuanya
adalah mahasiswa yang tinggal di wilayah kecamatan Seberang Ulu II. Dalam
konteks penelitian ini, kategori ini disebut sebagai responden mahasiswa. Persepsi
responden mahasiswa mengenai tanggung jawab sosial perusahaan dalam
penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship,
Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sembilan orang atau seratus persen responden berpersepsi
Corporate Social Responsbility.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa mayoritas
persepsi masyarakat adalah Corporate Social Responsbility. Pada lapisan peserta,
mayoritas persepsinya adalah Corporate Philantrophy sedangkan pada lapisan
non peserta, mayoritas berpersepsi Corporate Social Responsbility. Artinya,
terdapat perbedaaan persepsi pada kedua lapisan ini.
Hasil penelitian pada responden masyarakat berdasarkan kategori jenis
pekerjaannya menunjukkan bahwa mayoritas persepsi reponden ibu rumah tangga
peserta adalah Corporate Philantrophy sedangkan ibu rumah tangga non peserta
mayoritas adalah Corporate Citizenship, persepsi responden wirausaha seluruhnya
92
adalah Corporate Philantrophy, mayoritas persepsi responden swasta adalah
Corporate Social Responsibility, mayoritas persepsi responden PNS adalah
Corporate Social Responsibility, serta seluruh persepsi responden kategori lainnya
adalah Corporate Social Responsbility. Artinya, pada jenis pengkategorian ini,
mayoritas persepsi terbelah antara Corporate Philantrophy serta Corporate
Citizenship untuk responden dengan upah tidak stabil dan Corporate Social
Responsibility untuk responden dengan gaji stabil.
Hasil temuan di lapang juga menunjukkan bahwa sejumlah responden
yang diwawancarai menyatakan bahwa mereka tidak terlalu mengetahui bentuk-
bentuk tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II. Umumnya, jenis PKBL yang
mereka ingat dan sebutkan adalah bentuk PKBL dari Pertamina RU III. Hal ini
diduga karena pada awalnya kedua unit ini tidak terpisah dan bernama Pertamina
Unit Pengolahan III. Pertamina Unit Pengolahan III atau Refinery Unit III saat ini
hanya berada di wilayah Kecamatan Plaju, sedangkan di Kecamatan SU II
menjadi Pertamina Unit Pemasaran Region II (Pertamina UPMS II). Namun,
kegiatan PKBL yang dilakukan Pertamina RU III saat ini masih sering dipahami
sebagai kegiatan PKBL Pertamina UPMS II pula.
Responden peserta dan non peserta yang diwawancarai mengenai perlu
tidaknya masyarakat mengontrol atau mengawasi pelaksanaan tanggung jawab
sosial perusahaan umumnya menjawab bahwa mereka tidak tahu. Responden
dengan upah tidak stabil yang mayoritas berpersepsi Corporate Philantrophy dan
Corporate Citizenship menyatakan bahwa mereka tidak mengerti mengenai
pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan apalagi upaya mengontrolnya.
Mayoritas responden yang diwawancarai bercerita bahwa banyak kebutuhan
mereka yang harus dipenuhi sehingga sehari-harinya mereka harus bekerja keras.
Oleh karena itu, selama kegiatan perusahaan tidak mengganggu kehidupan
ekonomi dan sosial mereka, responden dengan upah yang tidak stabil ini tidak
menganggap penting mengenai apakah kewajiban perusahaan menjalankan
tanggung jawab sosial perusahaan sudah dilakukan atau belum. Mereka juga
beranggapan bahwa lebih baik lagi bila perusahaan mau membantu mereka baik
dengan bantuan langsung seperti umumnya bentuk charity, maupun dengan
bentuk lapangan pekerjaan.Sementara itu, responden dengan gaji stabil yang
93
mayoritas berpersepsi Corporate Social Responsibility juga mengaku tidak
memahami cara masyarakat mengontrol pelaksanaan tanggung jawab sosial
perusahaan. Namun, mereka berharap perusahaan dapat berbisnis dengan baik
dan peduli pada masyarakat, lingkungan dan karyawan.
6.1.3 Persepsi Karyawan
Pemangku kepentingan karyawan dalam penelitian ini adalah karyawan
tetap Pertamina UPMS II. Persepsi karyawan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu
Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social
Responsibility. Tabel 16 berikut adalah frekuensi persepsi karyawan mengenai
tanggung jawab sosial perusahaan:
Tabel 16. Frekuensi Persepsi Responden Karyawan Pertamina UPMS II
Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010
No. Kategori Persepsi Frekuensi Persen
1 Corporate Citizenship 2 3.9
2 Corporate Philantrophy 16 31.4
3 Corp. Social Responsibility 33 64.7
Total 51 100.0
Berdasarkan Tabel 16, terlihat bahwa persepsi sebagian besar responden
karyawan termasuk dalam kategori Corporate Social Responsibility. Dari total 51
responden, sebanyak 33 orang diantaranya atau 64,7 persen responden termasuk
kategori Corporate Social Responsibility, sedangkan frekuensi persepsi Corporate
Philantrophy adalah sebanyak 16 orang atau 31,4 persen responden dan frekuensi
persepsi Corporate Citizenship hanya sebanyak 2 orang atau 3,9 persen dari total
responden. Dengan demikian, mayoritas responden mempersepsikan tanggung
jawab sosial sebagai Corporate Social Responsibility.
Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi
persepsi karyawan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:
94
Gambar 16. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Karyawan Pertamina
UPMS II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010
Responden karyawan dalam penelitian ini distratifikasi menurut kriteria
kewenangan menentukan kegiatan PKBL yang dilakukan sehingga diperoleh dua
lapisan, yaitu pengambil keputusan dan non pengambil keputusan. Pengambil
keputusan dalam konteks penelitian ini hanya satu orang, yaitu Asisten Manajer
External Relation sehingga 50 karyawan lainnya digolongkan sebagai non
pengambil keputusan.
Responden karyawan lapisan pengambil keputusan hanya terdiri dari satu
responden. Persepsi karyawan lapisan pengambil keputusan dibagi menjadi tiga
kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate
Social Responsibility. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi karyawan
lapisan pengambil keputusan seratus persen termasuk dalam kategori Corporate
Social Responsibility.
Responden karyawan lapisan non pengambil keputusan terdiri dari
karyawan tetap dengan jabatan Asisten Manajer, Asisten, dan Pengawas. Persepsi
karyawan lapisan nonpengambil keputusan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu
Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social
Responsibility. Tabel 17 berikut menunjukkan frekuensi persepsi karyawan
lapisan nonpenambil keputusan:
95
Tabel 17. Tabel Frekuensi Persepsi Karyawan Lapisan Non Pengambil
Keputusan Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010
No. Kategori Persepsi Frekuensi Persen
1 Corporate Citizenship 2 4.0
2 Corporate Philantrophy 16 32.0 3 Corp. Social Responsibility 32 64.0
Total 50 100.0
Berdasarkan Tabel 17, terlihat bahwa persepsi sebagian besar responden
karyawan termasuk dalam kategori Corporate Social Responsibility. Dari total 50
responden, sebanyak 32 orang diantaranya atau 64 persen responden termasuk
kategori Corporate Social Responsibility, sedangkan frekuensi persepsi Corporate
Philantrophy adalah sebanyak 16 orang atau 32 persen responden dan frekuensi
persepsi Corporate Citizenship hanya sebanyak 2 orang atau 4 persen dari total
responden. Dengan demikian, mayoritas responden mempersepsikan tanggung
jawab sosial sebagai Corporate Social Responsibility.
Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi
persepsi karyawan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:
Gambar 17. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Karyawan Non
Pengambil Keputusan Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, disimpulkan bahwa mayoritas
persepsi karyawan adalah Corporate Social Responsibility serta persepsi antara
lapisan pengambil keputusan dan non pengambil keputusan sama-sama mayoritas
berupa Corporate Social Responsibility.
96
Berdasarkan temuan di lapangan, Robert MVselaku middle manager dan
pengambil keputusan tentang PKBL di area Sumbagsel menyebutkan bahwa
PKBL adalah bentuk tanggung jawab sosial dari perusahaan yang dilakukan
secara berkelanjutan dengan dua tujuan utama, yaitu untuk meningkatkan taraf
hidup masyarakat sekitar area operasi serta untuk mendukung operasi perusahaan
sendiri karena tercipta suasana yang kondusif. Kedua tujuan yang dipaparkan
Robert MV tersebut memang sejalan dengan misi dan tujuan tanggung jawab
sosial Pertamina. Artinya, tanggung jawab sosial yang dipahami Pertamina secara
umum dan Pertamina UPMS II secara khusus ditujukan pada pemangku
kepentingan eksternal, yaitu masyarakat dan dilakukan secara berkelanjutan. Oleh
karena itu, dapat dipahami mengapa PKBL Pertamina sangat menitikberatkan
pada pemangku kepentingan eksternal.
Meski demikian, berdasarkan hasil penelitian, persepsi karyawan
pengambil keputusan adalah Corporate Social Responsibility. Artinya, karyawan
pengambil keputusan menilai tanggung jawab sosial perusahaan meliputi banyak
bidang, bukan hanya menitikberatkan pada pemangku kepentingan eksternal.
Berdasarkan temuan di lapang, terdapat kegiatan PKBL yang dilakukan tidak
hanya untuk masyarakat. Salah satu contoh yang ditemukan peneliti adalah
pengalihan kelebihan dana beasiswa SD/SMP bulan Desember tahun 2010 untuk
wilayah Kecamatan Seberang Ulu II kepada anak-anak operator dan/atau staf di
SPBU Pasti Pas di Palembang usia SD/SMP karena beliau memandang mereka
juga patut memperoleh hal tersebut. Berikut kutipan pernyataan RMV (33 tahun)
untuk hal tersebut:
„Tanggung jawab sosial perusahaan itu kan sebetulnya untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar area operasi, ma.
Utamanya itu. Tapi kadang-kadang, ada juga dana yang saya alihkan
untuk membantu teman-teman yang masih outsourcing atau staf-staf
operator. Seperti dana beasiswa SD/SMP yang direncanakan bulan
Desember nanti. Itu kan calon penerimanya di wilayah SD/SMP
Kecamatan Seberang Ulu II, tapi ternyata kurang calonnya „kan?
Kita alihkan itu ke anak-anak operator SPBU Pasti Pas yang masih
usia SD/SMP dan memenuhi kriteria yang disyaratkan perusahaan.
Nah, sebetulnya „kan itu tidak termasuk tanggung jawab sosial
perusahaan, tapi kita lakukan juga karena memang kita sadari
mereka sangat membantu kita, namun secara kesejahteraan yang
diperoleh bisa dikatakan agak jauh berbeda dengan yang karyawan
tetap peroleh.‟
97
6.2 Ikhtisar
Persepsi pemangku kepentingan dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu
Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social
Responsibility. Mayoritas persepsi seluruh responden pemangku kepentingan
berada pada kategori Corporate Social Responsibility. Persepsi pada masing-
masing pemangku kepentingan yang diperoleh adalah mayoritas persepsi
pemerintah setempat berupa Corporate Citizenship, sedangkan mayoritas persepsi
masyarakat dan karyawan berupa Corporate Social Responsbility.
Tabel 18 berikut ini menggambarkan sebaran persepsi ketiga pemangku
kepentingan Pertamina UPMS II mengenai tanggung jawab sosial:
Tabel 18. Tabel Persepsi Pemangku Kepentingan Pertamina UPMS II Tahun 2010
No. Pemangku Kepentingan Kategori Persepsi (orang)
CC1
CP2
CSR3
1. Pemerintah setempat 33 6 10
a. Lapisan pimpinan 8 - -
b. Lapisan staf 25 6 10
2. Masyarakat 34 43 53
a. Peserta 5 25 -
1. Ibu rumah tangga 5 25 -
b. Nonpeserta 29 18 53
1. Ibu rumah tangga 16 8 7
2. Wirausaha - 4 -
3. Swasta 6 4 13
4. PNS 7 2 24
5. Lainnya - - 9
3. Karyawan 2 16 33
a. Pengambil keputusan - - 1 b. Non Pengambil keputusan 2 16 32
Total 69 65 96
Keterangan: 1. CC = Corporate Citizenship 2. CP = Corporate Philantrophy
3. CSR = Corporate Social Responsibility Sumber: Dikumpulkan penulis dari survey.
Berdasarkan Tabel 18, terlihat bahwa persepsi pemerintah setempat pada
lapisan pimpinan 100 persen adalah Corporate Citizenship dan mayoritas persepsi
pemerintah lapisan staf juga adalah Corporate Citizenship. Artinya, tidak ada
perbedaan mayoritas persepsi antara kedua lapisan mengenai tanggung jawab
sosial perusahaan.
98
Kategori masyarakat berdasarkan keikutsertaan pada kegiatan PKBL
menghasilkan data bahwa mayoritas persepsi masyarakat pada lapisan peserta
berupa Corporate Philantrophy, sedangkan mayoritas persepsi pada lapisan
nonpeserta berupa Corporate Social Responsbility. Artinya, terdapat perbedaaan
persepsi pada kedua lapisan ini.
Kategori masyarakat berdasarkan jenis pekerjaannya, diperoleh bahwa
mayoritas persepsi reponden ibu rumah tangga adalah Corporate Philantrophy,
persepsi responden wirausaha seluruhnya adalah Corporate Philantrophy,
mayoritas persepsi responden swasta adalah Corporate Social Responsibility,
mayoritas persepsi responden PNS adalah Corporate Social Responsibility, serta
seluruh persepsi responden kategori lainnya adalah Corporate Social
Responsbility. Artinya, pada jenis pengkategorian ini, mayoritas persepsi terbelah
antara Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility.
Persepsi karyawan lapisan pengambil keputusan adalah Corporate Social
Responsibility, begitu pula mayoritas persepsi pada lapisan nonpengambil
keputusan. Artinya, tidak terdapat perbedaan mayoritas persepsi pada kedua
lapisan.
99
BAB VII
PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN DAN EFEKTIVITAS
IMPLEMENTASI PKBL
Tujuan internal tanggung jawab sosial PT. Pertamina (Persero) adalah
untuk membangun hubungan yang harmonis dan kondusif dengan semua
pemangku kepentingan demi mendukung pencapaian tujuan korporasi terutama
dalam membangun reputasi korporasi. Untuk mencapai tujuan internal tersebut,
PT. Pertamina (Persero) di seluruh wilayah operasi di Indonesia memberlakukan
kriteria tanggung jawab sosial Pertamina, yaitu bermanfaat, berkelanjutan, dekat
dengan wilayah operasi, publikasi dan mendukung PROPER dengan empat
strategic initiatives, yaitu pendidikan, kesehatan, lingkungan serta infrastruktur
dan peduli bencana. Empat strategic initiatives tersebut diwujudkan dalam bentuk
PKBL. Oleh karena itu, efektivitas implementasi PKBL dalam penelitian ini
diukur dari tingkat keberhasilan pencapaian tujuan internal tanggung jawab sosial
menurut ketiga pemangku kepentingan Pertamina UPMS II. Tingkat keberhasilan
PKBL tersebut dikategorikan menjadi keberhasilan rendah dan keberhasilan tinggi
dengan rentang skor 8 – 20 untuk keberhasilan rendah dan skor 21 – 32 untuk
keberhasilan tinggi. Dalam hal ini, efektivitas implementasi berbanding lurus
dengan tingkat keberhasilan sehingga semakin tinggi tingkat keberhasilan, maka
semakin efektif implementasi. Tabel 19 berikut ini menunjukkan distribusi
penilaian keberhasilan rendah dan tinggi pada masing-masing kategori persepsi
pemangku kepentingan:
Tabel 19. Distribusi Tingkat Keberhasilan PKBL Berdasarkan Kategori Persepsi
Pemangku Kepentingan Pertamina UPMS II Tahun 2010
No Kategori Persepsi Frekuensi
Keberhasilan
Rendah
Keberhasilan
Tinggi
Jumlah (orang)
Persen-tase (%)
Jumlah (orang)
Persen-tase (%)
1 Corporate Citizenship 69 57 82,61 12 17,39
2 Corporate Philantrophy 65 18 27,69 47 72,31
3 Corp. Social Responsibility 96 64 66,67 32 33,33
Total 230 139 60,43 91 39,57
100
Berdasarkan Tabel 19, terlihat bahwa sebagian besar responden dari ketiga
pemangku kepentingan menyatakan bahwa tingkat keberhasilan PKBL adalah
rendah. Dari total 230 responden, sebanyak 91 orang atau 39,57 persen responden
menyatakan tingkat keberhasilan PKBL tinggi, sedangkan 139 orang lainnya atau
60,43 persen responden menyatakan tingkat keberhasilan PKBL rendah. Dengan
demikian, karena mayoritas responden menyatakan bahwa tingkat keberhasilan
PKBL masih rendah maka efektivitas PKBL juga masih rendah.
Tabel 19 juga menunjukkan bahwa mayoritas responden yang berpersepsi
Corporate Philantrophy menyatakan bahwa tingkat keberhasilan PKBL masuk ke
dalam kategori tinggi. Dari total 65 responden yang berpersepsi Corporate
Philantrophy, hanya 18 orang atau 27,69 persen responden yang menyatakan
tingkat keberhasilan PKBL rendah, sedangkan 47 orang atau sebanyak 72,31
persen sisanya menyatakan tingkat keberhasilan yang tinggi untuk PKBL.
Sementara itu, responden yang berpersepsi Corporate Citizenship dan Corporate
Social Responsibility sebagian besar menyatakan bahwa tingkat keberhasilan
PKBL rendah. Dari total 69 orang responden yang berpersepsi Corporate
Citizenship, hanya 12 orang atau 17,39 responden yang menyatakan tingkat
keberhasilan PKBL tinggi, sedangkan 57 orang atau 82,61 persen responden
sisanya menyatakan bahwa tingkat keberhasilan PKBL rendah. Begitu pula pada
responden yang berpersepsi Corporate Social Responsibility. Dari total 96
responden yang berpersepsi Corporate Social Responsibility, 32 orang atau 33,33
persen responden menyatakan tingkat keberhasilan PKBL tinggi, sementara 64
orang lainnya atau sebesar 66,67 responden menyatakan bahwa tingkat
keberhasilan PKBL rendah.
Perbedaan kecenderungan tingkat keberhasilan pada masing-masing
persepsi ini juga dikuatkan oleh hasil uji Kruskal-Wallis H. Uji Kruskal-Wallis H
digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara dua atau lebih
kelompok data. Dalam konteks penelitian ini, perbedaaan yang ingin diketahui
adalah kecenderungan tingkat keberhasilan pada kelompok persepsi Corporate
Citizenship,Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility.
Hipotesis uji Kruskal-Wallis H adalah:
101
Ho: Tidak ada perbedaan tingkat keberhasilan antara Corporate Citizenship,
Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility.
H1: Ada perbedaan tingkat keberhasilan antara Corporate Citizenship, Corporate
Philantrophy dan Corporate Social Responsibility.
Pengambilan keputusan atau kriteria ujinya adalah terima Ho jika probabilitas
lebih besar dari 0,05. Hasil uji Kruskal-Wallis H menunjukkan signifikansi
(Asymp. Sig) kurang dari 0,05. Oleh karena itu, Ho ditolak. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan tingkat keberhasilan antara Corporate
Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility.
Uji hubungan lalu dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui
apakah persepsi dan tingkat keberhasilan memang berkorelasi atau tidak. Uji yang
digunakan adalah uji non parametrik Spearman‟s rho guna mengungkap
hubungan antara persepsi pemangku kepentingan dan tingkat keberhasilan PKBL.
Hipotesis dari uji korelasi Spearman‟s rho adalah sebagai berikut:
Ho : Tidak ada hubungan antara variabel persepsi dan tingkat keberhasilan;
Ha : Ada hubungan antara variabel persepsi dan tingkat keberhasilan.
Pengambilan keputusan atau kriteria ujinya adalah terima Ho jika probabilitas
lebih besar dari 0,05. Hasil uji hubungan ini menunjukkan bahwa terdapat dua
pasangan data yang angka probabilitasnya kurang dari 0,05 sehingga H0 ditolak,
yaitu antara Corporate Citizenship dengan tingkat keberhasilan PKBL dan
Corporate Social Responsibility dengan tingkat keberhasilan PKBL. Sedangkan
satu pasangan data lainnya memiliki angka propabilitas yang lebih besar dari 0,05
sehingga H0 diterima, yaitu antara Corporate Philantrophy (x2) dengan tingkat
keberhasilan PKBL (y). Artinya, persepsi Corporate Citizenship dan Corporate
Social Responsibility berkorelasi signifikan dengan efektivitas implementasi
sedangkan persepsi Corporate Philantrophy tidak.
Jadi, efektivitas implementasi PKBL berbanding lurus dengan tingkat
keberhasilan PKBL. Bila tingkat keberhasilan PKBL menurut mayoritas
responden adalah rendah. Artinya, efektivitas implementasi PKBL adalah rendah.
Hasil temuan di lapang juga menunjukkan bahwa citra Pertamina UPMS II
menurut pemerintah setempat cenderung negatif. Mayoritas pemerintah setempat
juga menilai tingkat keberhasilan PKBL Pertamina UPMS II tergolong rendah.
102
Artinya, reputasi Pertamina UPMS II di mata pemerintah setempat cenderung
negatif. Sementara itu, citra Pertamina UPMS II di mata masyarakat peserta
PKBL cenderung positif. Menurut masyarakat non peserta, citra Pertamina UPMS
II biasa saja, tidak serta-merta menjadi negatif karena mereka tidak menjadi
peserta PKBL, tetapi mereka berharap agar Pertamina UPMS II dapat menjadi
lebih baik lagi. Walau demikian, hasil penilaian masyarakat non peserta secara
kuantitatif menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan PKBL masih rendah.
Menurut karyawan Pertamina UPMS II, citra perusahaan mereka sudah baik.
Penilaian karyawan mengenai tingkat keberhasilan PKBL mereka sebagai
tanggung jawab sosial perusahaan pun cenderung tinggi. Tabel 20 berikut
menggambarkan sebaran penilaian tingkat keberhasilan menurut persepsi masing-
masing pemangku kepentingan:
Tabel 20. Distribusi Tingkat Keberhasilan PKBL Menurut Persepsi Masing-
masing Pemangku Kepentingan Pertamina UPMS II Tahun 2010
No. Pemangku
Kepentingan Psp
1 TKCC
3 Psp
1 TKCP
5 Psp
1 TKCSR
7
CC2
R8
T9
CP4
R8
T9
CSR6
R8
T9
1. Pemerintah setempat 33 30 3 6 3 3 10 10 -
a. Lapisan pimpinan 8 6 2 - - - - - -
b. Lapisan staf 25 24 1 6 3 3 10 10 -
2. Masyarakat 34 26 8 43 14 29 53 47 6
a. Peserta 5 1 4 25 1 24 - - -
1. Ibu rumah tangga
5 1 4 25 1 24 - - -
b. Nonpeserta 29 25 4 18 13 5 53 47 6
1. Ibu rumah tangga
16 12 4 8 7 1 7 6 1
2. Wirausaha - - - 4 4 - - - -
3. Swasta 6 6 - 4 2 2 13 10 3
4. PNS 7 7 - 2 - 2 24 23 1
5. Lainnya - - - - - - 9 8 1
3. Karyawan 2 1 1 16 1 15 33 7 26
a. PK10 - - - - - - 1 - 1
b. Non PK
10 2 1 1 16 1 15 32 7 25
Total 69 57 12 65 18 47 96 64 32
Keterangan: 1. Psp = Persepsi 5. TKCP = Tingkat Keberhasilan CP 9. T = Tinggi 2. CC = Corporate Citizenship 6. CSR = Corporate Social Responsibility 10. PK = Pengambil 3. TKCC = Tingkat Keberhasilan CC 7. TKCSR = Tingkat Keberhasilan CSR Keputusan 4. CP = Corporate Philantrophy 8. R = Rendah
Sumber: Dikumpulkan penulis dari survey.
103
Berdasarkan Tabel 20, terlihat bahwa apapun jenis persepsi karyawan, penilaian
tingkat keberhasilan mereka cenderung tinggi. Hal ini diduga disebabkan oleh
adanya bias loyalitas para karyawan tetap tersebut pada perusahaan.
Kecenderungan penilaian tingkat keberhasilan tinggi diperoleh pada responden
ibu rumah tangga peserta dengan persepsi Corporate Philantrophy, sedangkan ibu
rumah tangga non peserta dengan kecenderungan persepsi Corporate Citizenship
menilai tingkat keberhasilan PKBL rendah. Hasil temuan di lapang menunjukkan
bahwa ibu rumah tangga peserta menilai berhasil tinggi karena mereka menjadi
peserta dan merasakan bentuk bantuan dari PKBL serta berharap bentuk bantuan
tersebut tetap berlanjut, sementara ibu rumah tangga non peserta menilai berhasil
rendah karena mereka tidak merasakan bentuk bantuan dari PKBL dan berharap
dapat merasakannya. Penilaian responden pemerintah setempat, baik dari lapisan
pimpinan maupun staf, yang mayoritas menilai tingkat keberhasilan PKBL rendah
diduga karena ketidakpuasan responden terhadap bentuk-bentuk PKBL Pertamina
UPMS II.
Tujuan Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tentu tidak
serupa dengan tujuan perusahaan swasta yang semata untuk mencari keuntungan
saja. Selain untuk mencari keuntungan yang sebagian hasilnya diberikan pada
pemerintah, keberadaan Pertamina juga diharapkan dapat membantu percepatan
pembangunan Indonesia. Asal mula munculnya kewajiban pelaksanaan PKBL
oleh BUMN adalah wujud dari harapan tersebut. Namun, yang harus dipahami
pada titik ini, sesuai dengan konteks penelitian adalah bahwa meski keberadaan
Pertamina UPMS II sering diposisikan sebagai setengah negara namun tidak
berarti bahwa pemerintah setempat dapat mendudukkan Pertamina UPMS II
serupa mesin ATM. Menurut pengamatan peneliti, Pertamina UPMS II telah
melakukan kewajibannya untuk menyetorkan sebagian hasil keuntungan kepada
pemerintah. Untuk tahun 2010 misalnya. RMV (33 tahun) menyatakan bahwa
sebagian dana tanggung jawab sosial Pertamina bahkan dipotong di tengah tahun
untuk membantu pemerintah. Untuk pelaksanaan Sea Games 2011, Pertamina
UPMS II telah memberikan bantuan Community Relation pada tahun 20110 untuk
pemerintah Sumatera Selatan sebesar 20 milyar. Artinya, di luar pelaksanaan
PKBL, Pertamina UPMS II telah menunaikan posisinya sebagai setengah negara.
104
Oleh karena itu, menurut peneliti, secara faktual Pertamina UPMS II telah berhasil
mengupayakan keharmonisan antara perusahaan dan pemerintah.
105
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
Hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa hanya dua dari tujuh subjek
inti pedoman pelaksanaan Social Responsibility ISO 26000 yang dapat dipenuhi
oleh PKBL Pertamina UPMS II. Artinya, bila „tolak ukur‟ efektivitas
implementasi PKBL adalah pemenuhan „standar kinerja‟ Social Responsibility
pada panduan ISO 26000, maka implementasi PKBL belum bisa dikatakan
efektif.
Implementasi PKBL yang telah dilakukan, dari segi pencapaian tujuan pun
juga belum sepenuhnya mampu memenuhi tujuan yang ingin dicapai. Jenis
partisipasi yang ingin dicapai sasaran kegiatan PKBL baru sebatas peserta
program dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang oleh
orang lain dan dikontrol oleh orang lain. Sasaran PKBL Pertamina UPMS II juga
belum dapat dikatakan mandiri. Keberlanjutan program PKBL pun sangat
bergantung pada pengambil keputusan, yaitu Pertamina UPMS II.
Ketidakmandirian masyarakat tersebut mengakibatkan mereka sangat
mengandalkan bantuan dari pemilik modal untuk meneruskan suatu kegiatan.
Mayoritas persepsi seluruh responden pemangku kepentingan berada pada
kategori Corporate Social Responsibility. Persepsi pada masing-masing
pemangku kepentingan yang diperoleh adalah mayoritas persepsi pemerintah
setempat berupa Corporate Citizenship, sedangkan mayoritas persepsi masyarakat
dan karyawan berupa Corporate Social Responsbility.
Persepsi pemerintah setempat pada lapisan pimpinan seluruhnya adalah
Corporate Citizenship dan mayoritas persepsi pemerintah lapisan staf juga adalah
Corporate Citizenship. Artinya, tidak ada perbedaan mayoritas persepsi antara
kedua lapisan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan.
Kategori masyarakat berdasarkan keikutsertaan pada kegiatan PKBL
menghasilkan data bahwa mayoritas persepsi masyarakat pada lapisan peserta
berupa Corporate Philantrophy, sedangkan mayoritas persepsi pada lapisan non
106
peserta berupa Corporate Social Responsbility. Artinya, terdapat perbedaaan
persepsi pada kedua lapisan ini.
Kategori masyarakat berdasarkan jenis pekerjaannya, diperoleh bahwa
mayoritas persepsi reponden ibu rumah tangga adalah Corporate Philantrophy,
persepsi responden wirausaha seluruhnya adalah Corporate Philantrophy,
mayoritas persepsi responden swasta adalah Corporate Social Responsibility,
mayoritas persepsi responden PNS adalah Corporate Social Responsibility, serta
seluruh persepsi responden kategori lainnya adalah Corporate Social
Responsbility. Artinya, pada jenis pengkategorian ini, mayoritas persepsi terbelah
antara Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility.
Persepsi karyawan lapisan pengambil keputusan adalah Corporate Social
Responsibility, begitu pula mayoritas persepsi pada lapisan nonpengambil
keputusan. Artinya, tidak terdapat perbedaan mayoritas persepsi pada kedua
lapisan.
Distribusi penilaian tingkat keberhasilan menurut pemangku kepentingan
menunjukkan bahwa mayoritas responden menilai tingkat keberhasilan PKBL
adalah rendah. Responden dengan persepsi Corporate Citizenship dan Corporate
Social Responsibility adalah yang paling banyak menilai tingkat keberhasilan
PKBL adalah rendah, sedangkan mayoritas responden dengan persepsi Corporate
Philantrophy menilai tingkat keberhasilan PKBL adalah tinggi.
Hasil uji Kruskal-Wallis H menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
penilaian tingkat keberhasilan pada masing-masing persepsi. Namun, hasil uji
korelasi Spearman‟s rho menunjukkan bahwa hanya pasangan data Corporate
Citizenship dan tingkat keberhasilan serta Corporate Social Responsibility dan
tingkat keberhasilan yang memiliki korelasi yang signifikan, sedangkan pasangan
data Corporate Philantrophy dan tingkat keberhasilan tidak. Jadi, efektivitas
implementasi PKBL berbanding lurus dengan tingkat keberhasilan PKBL.
Mayoritas responden menilai tingkat keberhasilan PKBL adalah rendah. Artinya,
efektivitas implementasi PKBL adalah rendah pula. Hasil temuan di lapang juga
menunjukkan kecenderungan penilaian citra positif oleh masyarakat peserta serta
karyawan dan kecenderungan penilaian citra negatif oleh pemerintah. Hasil
temuan di lapang, masyarakat non peserta tidak menilai citra Pertamina UPMS II
107
negatif, tetapi tidak pula menilai positif. Akan tetapi, hasil pengolahan data
menunjukkan bahwa penilaian tingkat keberhasilan rendah paling banyak
disumbangkan oleh kategori masyarakat non peserta.
Menurut peneliti, Pertamina UPMS II secara faktual telah berhasil
mengupayakan keharmonisan antara perusahaan dan pemerintah. Meski
pemerintah setempat dalam konteks wilayah Kecamatan Seberang Ulu II menilai
Pertamina UPMS II bercitra negatif, sesungguhnya Pertamina UPMS II telah
melakukan hal yang lebih banyak dari sekedar permohonan bantuan dana acara 17
Agustus-an yang diajukan pemerintah kecamatan SU II. Yang harus dipahami
pada titik ini, sesuai dengan konteks penelitian adalah bahwa meski keberadaan
Pertamina UPMS II sering diposisikan sebagai setengah negara namun tidak
berarti bahwa pemerintah setempat dapat mendudukkan Pertamina UPMS II
serupa mesin ATM. Menurut pengamatan peneliti, Pertamina UPMS II telah
melakukan kewajibannya untuk menyetorkan sebagian hasil keuntungan kepada
pemerintah. Untuk tahun 2010 misalnya. RMV (33 tahun) menyatakan bahwa
sebagian dana tanggung jawab sosial Pertamina bahkan dipotong di tengah tahun
untuk membantu pemerintah. Untuk pelaksanaan Sea Games 2011, Pertamina
UPMS II telah memberikan bantuan Community Relation pada tahun 2011 untuk
pemerintah Sumatera Selatan sebesar 20 milyar. Artinya, di luar pelaksanaan
PKBL sebagai tanggung jawab sosial, Pertamina UPMS II telah menunaikan
posisinya sebagai setengah negara.
8.2 Saran
Pelaksanaan PKBL baru berjalan beberapa tahun terakhir, meski
sebetulnya konsep tersebut telah dijalankan Pertamina UPMS II sejak awal tahun
2000-an dengan nama Community Development. Selama ini tanggung jawab
sosial yang dijalankan Pertamina UPMS II cenderung dipahami sebagai upaya
peningkatan kesejahteraan pemangku kepentingan eksternal demi harmonisasi
hubungan perusahaan, pemerintah dan masyarakat. Namun, subjek-subjek inti
dalam ISO 26000 yang belum dipenuhi PKBL sesungguhnya telah dilaksanakan
oleh Pertamina UPMS II meski tidak dipahami sebagai bentuk tanggung jawab
sosial. Oleh karena itu, terdapat beberapa saran yang dapat dijadikan
108
pertimbangan sehingga efektivitas implementasi tanggung jawab sosial dapat
ditingkatkan, yaitu:
1. Perbedaan persepsi antara pemerintah setempat dan Pertamina UPMS II
mengenai tanggung jawab sosial perusahaan sebaiknya dijembatani melalui
sharing pemahaman diantara kedua pihak. Bantuan pihak ketiga yang
independen dan memahami tanggung jawab sosial seperti konsultan atau LSM
yang khusus bergerak di bidang tanggung jawab sosial dapat menjadi alternatif
mediator.
2. Perlu dilakukan pemetaan pemangku kepentingan lebih lanjut agar tanggung
jawab sosial Pertamina UPMS II dapat mengenai sasaran dengan lebih baik.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor pendorong
munculnya persepsi mengenai tanggung jawab sosial perusahaan guna
mengungkap lebih jauh kecenderungan perbedaan persepsi mengenai tanggung
jawab sosial perusahaan pada lapisan masyarakat, baik pada lapisan peserta
dan non peserta, maupun pada kelompok kategori berdasarkan pekerjaannya.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai persepsi mengenai tanggung
jawab sosial dan tingkat keberhasilannya pada pemangku kepentingan
karyawan outsourcing guna mengungkap lebih jauh mengenai efektivitas
implementasi tanggung jawab sosial.
5. Bila merujuk pada ISO 26000 pedoman pelaksanaan Social Responsibility,
maka sebaiknya perusahaan mengintegrasikan pemahaman mengenai tanggung
jawab sosial pada seluruh fungsi agar kewajiban menjalankan tanggung jawab
sosial tidak dibebankan pada satu fungsi saja dan titik berat sasaran tidak hanya
pada pemangku kepentingan eksternal.
109
DAFTAR PUSTAKA
Ali S. 2007. Sambutan Menteri pada Seminar & Pameran Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan dan Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah. [Internet]. [diunduh 6
Mei 2010]. Format/Ukuran: PDF/175KB. Dapat diunduh dari:
http://www.latofienterprise.com/file/pdf/ Sambutan.pdf.
Amri M & Wicaksono S. 2008. CSR untuk Penguatan Kohesi Sosial. Indonesia
Business Links.
Committee Draft ISO 26000 2009. „Draft ISO 26000‟. dalam Jalal 2010.
[Internet]. [diunduh 24 Januari 2011]. Format/Ukuran: PDF/268KB. Dapat
diunduh dari: http://www.csrindonesia.com/data/articles/20100329054244-a.pdf.
DPR RI. 2003. Undang-undang RI No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara. [Internet]. [diunduh 6 Mei 2010]. Format/Ukuran: PDF/216KB.
Dapat diunduh dari: http://portal.djmbp.esdm.go.id/sijh/UU%2019-2003.pdf.
DPR RI. 2007. Undang-undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 beserta
penjelasannya. Jakarta Barat: PT. Bhuana Ilmu Populer (Kelompok Gramedia).
Fajar M. 2010. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia: Studi Tentang
Penerapan Ketentuan Corporate Social Responsibility Pada Perusahaan Multi
Nasional, Swasta Nasional dan Badan Usaha Milik Negara. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Jalal. 2009. Konsep dan Definisi CSR. Disampaikan dalam pelatihan “Let‟s CSR”
yang diselenggarakan BEM FEMA IPB pada periode Mei-Juni tahun 2009
Kantor Camat Seberang Ulu II Palembang. (Unpublished). Jawaban Kuesioner
Lomba Keberhasilan Camat se-Kota Palembang Periode I Tahun 2009.
Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Negara. 2003. Keputusan Menteri
BUMN Nomor KEP-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan
Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. [Internet]. [diunduh 6 Mei 2010].
Format/Ukuran: PDF/1.056KB. Dapat diunduh dari: http://202.51.31.250/
110
id/files/peraturan/Kepmen/KEPMEN_236%20Thn%202003%20program%20kem
itraan%20BUMN%20dengan%20usaha%20kecil%20dan%20program%20bina%
20lingkungan.pdf.
Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Negara BUMN. 2007. Peraturan
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. Per-05/MBU/2007 tentang
Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program
Bina Lingkungan. [Internet]. [diunduh 6 Mei 2010]. Format/ukuran: PDF/137KB.
Dapat diunduh dari: http://www.bumn.go.id/modules/common/download.php?
idBUMN=0000&idModule=REGL&constant=getRegulationDir&filename=1212
555721.pdf.
Muhidin SA. 2009. Manajemen. [Internet]. [diunduh 26 Agustus 2010]. Dapat
diunduh dari: http://sambasalim.com/manajemen/konsep-efektivitas-organisasi.
html.
Nasdian FT. 2003. Modul Pengembangan Masyarakat. Bogor: Fakultas Pertanian
IPB.
Pemerintah Kota Palembang. 2007. Buku Monografi Kecamatan Seberang Ulu II.
Palembang: Kantor Kecamatan Seberang Ulu II.
Pertamina. 2006. Pengenalan PT. Pertamina (Persero) Unit Pemasaran II
Sumbagsel. Palembang: PT. Pertamina (Persero) UPMS II.
Pertamina. c2009. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Region II
Sumbagsel. Palembang: PT. Pertamina (Persero).
Pertamina. 2010. Presentasi Pemasaran BBM Retail Region II Sumbagsel dalam
Kunjungan Kerja Komisi VI DPR-RI. Palembang: PT. Pertamina (Persero) UPMS
II.
Pertamina. (n.d). Corporate Social Responsibility. [Internet]. [diunduh 22 Mei
2010]. Dapat diunduh dari: http://www.pertamina.com/index.php?option
=com_content&task=view&id=46&Itemid=17&lang=id.
111
Kepolisian Republik Indonesia Wilayah Sumatera Selatan. 2009. Profil
kewilayahan Kepolisian Sumatera Selatan. [Internet]. [diunduh 22 Mei 2011].
Dapat diunduh dari: http://sumsel.polri.go.id/ kewilayahan/.
Prayitno D. 2009. 5 Jam Belajar Olah Data dengan SPSS 17. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Prayogo D. 2008. Konflik antara Korporasi dengan Komunitas Lokal: Sebuah
Kasus Empirik pada Industri Geotermal di Jawa Barat. FISIP UI Press.
Radyati MRN. 2008. CSR untuk Pemberdayaan Ekonomi Lokal. Indonesia
Business Links.
Ruslan R. 2008. Manajemen Public Relations & Media Komunikasi. Jakarta:
Rajawali Press.
Seksi Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik (Editor) 2008. Kecamatan
Seberang Ulu II Dalam Angka 2007. Palembang: BPS Kota Palembang.
Sitorus MTF. 1998. Penelitian Kualitatif: Suatu Perkenalan. Bogor: Kelompok
Dokumentasi Ilmu-ilmu Sosial.
Sobur A. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Sukada S et al. 2007. Membumikan Bisnis Berkelanjutan. Indonesia Business
Links.
Wahyuni ES. 2004. Pedoman Teknis Menulis Skripsi. Bogor: Jurusan Ilmu-ilmu
Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, IPB.
113
Lampiran 1. Panduan Pertanyaan
1) Bagaimana komitmen top management terhadap tanggung jawab sosial
perusahaan? Apakah kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan pada PT.
Pertamina (Persero) mendapat dukungan dari top management?
2) Bagaimana Pertamina UPMS II mendefinisikan tanggung jawab sosial
perusahaan itu sendiri? Apakah tanggung jawab sosial perusahaan yang telah
dilakukan selama ini memberi dampak positif bagi perusahaan?
3) Human Rights
(1) Bagaimana sistem perekrutan karyawan di PT. Pertamina (Persero) UPMS
II? Seberapa besar proporsi perekrutan karyawan dari masyarakat lokal di
perusahaan ini?
(2) Apakah ada pembedaan dalam perekrutan tenaga kerja pria dan wanita?
Apakah ada penempatan posisi tertentu yang diutamakan pria dan posisi
tertentu yang diutamakan wanita dalam perusahaan?
(3) Adakah dispensasi untuk karyawan wanita yang sedang hamil atau
melahirkan?
(4) Apakah pekerja anak diperbolehkan di perusahaan ini? Mengapa?
4) Adakah hari libur untuk hari besar keagamaan?
5) Apakah ada pembedaan gaji antara karyawan pria dan wanita? Mengapa?
6) Labour Practices
(1) Bagaimana tindakan Pertamina UPMS II dalam menjaga keselamatan
karyawan dalam bekerja?
(2) Apakah Pertamina UPMS II memberikan jaminan atas kesehatan
karyawan? Seperti apa bentuk jaminan tersebut? Apakah jaminan itu juga
berlaku untuk keluarga karyawan?
(3) Apakah Pertamina UPMS II juga memberikan semacam Jaminan Sosial
lainnya pada karyawannya? Mengapa? Seperti apa bentuk jaminan
tersebut?
(4) Seperti apa upaya pengembangan SDM yang dilakukan Pertamina UPMS
II terhadap karyawannya? Apakah semua karyawan dapat mengikuti
114
pendidikan/pelatihan pengembangan SDM tersebut, baik pria maupun
wanita?
(5) Jam kerja karyawan dimulai pada pukul berapa hingga pukul berapa?
Adakah tambahan gaji bila karyawan harus bekerja melebihi jam kerja
(lembur)? Adakah pemaksaaan lembur pada karyawan?
(6) Bagaimana tindakan Pertamina UPMS II dalam menyiapkan karyawan
menghadapi masa pensiun?
7) Consumer Issues
(1) Bagaimana tanggapan Pertamina UPMS II mengenai isu ledakan tabung
gas yang baru-baru ini merebak? Siapakah sebetulnya yang bertanggung
jawab atas peristiwa ini?
(2) Apakah semua SPBU milik PT. Pertamina (Persero) di wilayah operasi ini
telah berlogo “Pasti Pas”? Bagaimana cara Pertamina UPMS II
mengontrol SPBU-SPBU berlogo “Pasti Pas” agar benar-benar pas dalam
menyalurkan produk ke konsumen? Bagaimana tindakan PT. Pertamina
terhadap SPBU yang belum berlogo “Pasti Pas”?
(3) Bagaimana tindakan Pertamina UPMS II untuk mencegah terjadinya
penimbunan minyak baik pada hari-hari biasa maupun bila menjelang hari-
hari besar?
(4) Bagaimana cara Pertamina UPMS II untuk menjaga agar minyak yang
sampai ke tangan konsumen bukanlah minyak oplosan? Apakah SPBU
milik Pertamina UPMS II semuanya terjamin dari tindakan pengoplosan
minyak? Bagaimana cara Pertamina UPMS II mengontrol kualitas minyak
yang didistribusikan di SPBU miliknya?
(5) Sampai dimanakah sebetulnya Pertamina UPMS II bertanggung jawab
pada produknya? Apakah Pertamina UPMS II hanya bertanggung jawab
sampai ketika produknya telah berada di tangan konsumen atau hingga
ketika produk tersebut dihabiskan dalam proses konsumsi?
8) Environment issues
(1) Bagaimana cara perusahaan dalam mengelola limbah yang ditimbulkan
oleh aktivitas perusahaan tersebut?
115
(2) Adakah keluhan masyarakat yang diterima perusahaan terkait limbah dari
operasi perusahaan? Bila ada, bagaimana tindakan PT. Pertamina (Persero)
dalam menganggapi keluhan tersebut? Bagaimana tingkat intensitas
keluhan tersebut saat ini? Makin bertambah atau berkurang?
(3) Bagaimana cara perusahaan untuk mengetahui ada atau tidaknya keluhan
masyarakat terkait dampak lingkungan dari operasi perusahaan? Apakah
perusahaan dan masyarakat mempunyai wadah sendiri untuk menampung
berbagai respon masyarakat ataupun pemangku kepentingan lain selain
direksi dan pemegang saham terhadap kehadiran perusahaan?
9) Fair operating practices
(1) Bagaimana tanggapan Pertamina UPMS II tentang Petronas yang
beroperasi di Indonesia? Adakah langkah antisipatif yang diambil
Pertamina UPMS II bila Petronas memperluas wilayah operasinya hingga
ke Kota Palembang?
(2) Bagaimana sistem promosi jabatan di Pertamina UPMS II? Apakah setiap
karyawan memperoleh kesempatan yang sama untuk dipromosikan?
Apakah perusahaan mensosialisasikan kriteria promosi jabatan pada
seluruh karyawannya?
10) Community Involvement and Development
(1) Seperti apa upaya perusahaan dalam mengembangkan masyarakat lokal?
11) Organizational Governance
(1) Bagaimana cara perusahaan dalam mengelola dampak yang ditimbulkan
oleh keputusan dan aktivitas perusahaan?
(2) Perlukah sebetulnya perusahaan memetakan siapa saja pemangku
kepentingannya? Mengapa?
(3) Dapatkah pemangku kepentingan selain direksi dan pemegang saham
perusahaan mengetahui darimana sumber penghasilan perusahaan?
Mengapa? Lalu, bila hal itu diperbolehkan, bagaimana caranya?
(4) Dapatkah pemangku kepentingan selain direksi dan pemegang saham
perusahaan mengetahui kegiatan tanggung jawab sosial apa yang telah,
ingin dan akan dilakukan perusahaan, evaluasi kegiatan-kegiatan tanggung
jawab sosial perusahaan tersebut serta siapa saja pemangku kepentingan
116
yang telah dipetakan perusahaan dan proses pemetaannya? Mengapa?
Lalu, bila hal itu diperbolehkan, bagaimana caranya?
(5) Bagaimana tanggapan PT. Pertamina (Persero) UPMS II tentang
kewajiban persero membayar pajak sekaligus melakukan CSR?
117
Lampiran 2. Pertanyaan Kuesioner
1. Kuesioner Masyarakat
KUESIONER
Assalamualaikum wr.wb
Saya adalah mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor angkatan 2006.
Saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “Implementasi Corporate
Social Responsibility Badan Usaha Milik Negara (Studi Kasus Program
Tanggung Jawab Sosial Pertamina UPMS II di Kecamatan SU II)”.
Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyusun skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana (S1).
Saya sangat mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini.
Adapun jawaban dalam kuesioner ini bukanlah jawaban benar atau salah, tetapi
semua jawaban dari bapak/ibu akan menjadi data berharga bagi kelancaran
penelitian ini. Identitas dan jawaban Bapak/Ibu akan saya jamin
kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini.
Atas kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini, saya ucapkan terima
kasih.
Hormat saya,
Sri Arma Sepriani
1. Nama :
2. Umur :
3. Pekerjaan : Ibu rumah tangga Swasta
Wirausaha Pegawai Negeri
TNI/Polri Lainnya, ..................
A. Persepsi Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
1. Beri tanda checklist (√) pada pernyataan berikut yang sesuai dengan
pilihan anda yang menunjukan keadaan yang sebenarnya!
Keterangan:
1 = sangat tidak setuju 3 = setuju
2 = tidak setuju 4 = sangat setuju
PERNYATAAN 1 2 3 4
1. Perusahaan wajib menjamin ketersediaan
lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat.
2. Perusahaan wajib membayar pajak pada
negara.
Nomor Responden :
Enumerator :
Tgl. Pengumpulan Data :
118
3. Perusahaan sebaiknya membantu dalam
pembangunan infrastruktur di wilayah operasi
perusahaan.
4. Perusahaan wajib membantu dalam upaya
peningkatan kondisi perekonomian di wilayah
operasi dan sekitarnya.
5. Perusahaan wajib membantu dalam upaya
peningkatan kualitas pendidikan di wilayah
operasi dan sekitarnya.
6. Perusahaan wajib membantu dalam upaya
peningkatan taraf kesehatan di wilayah operasi
dan sekitarnya.
7. Perusahaan sebaiknya memberikan
sumbangan kepada masyarakat sekitar secara
cuma-cuma.
8. Perusahaan wajib memberikan bantuan pada
korban bencana alam di wilayah operasi
perusahaan dan sekitarnya.
9. Sudah sewajarnya perusahaan membantu
masyarakat sebab perusahaan telah mengambil
sumber daya alam dari masyarakat setempat.
10. Perusahaan dapat beroperasi dengan cara
apapun asalkan perusahaan membantu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
wilayah operasi dan sekitarnya.
11. Perusahaan sebaiknya memberikan beasiswa
untuk membantu pendidikan masyarakat
setempat.
12. Perusahaan sebaiknya memberikan seminar
untuk peningkatan softskill masyarakat.
13. Dalam beroperasi, perusahaan mesti
memperhatikan pengolahan limbah agar tidak
merusak lingkungan.
14. Perusahaan sebaiknya memberikan bantuan
119
modal dan pelatihan yang dibutuhkan
masyarakat untuk pengembangan usaha
masyarakat berkelanjutan.
15. Dalam beroperasi, perusahaan harus mematuhi
aturan hukum yang berlaku baik lokal,
nasional maupun internasional.
16. Perusahaan bertanggung jawab pada
konsumen atas produknya sejak proses
produksi hingga produk selesai dikonsumsi.
17. Perusahaan harus menghargai karyawan
wanita yang sedang hamil.
18. Perusahaan mesti menjaga keselamatan
karyawan dalam bekerja.
B. Tingkat Keberhasilan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
1. Beri tanda checklist (√) pada pernyataan berikut yang sesuai dengan
pilihan anda yang menunjukan keadaan yang sebenarnya!
Keterangan:
1 = sangat tidak setuju 3 = setuju
2 = tidak setuju 4 = sangat setuju
PERNYATAAN 1 2 3 4
1. Pelatihan dari Program Tanggung Jawab Sosial
Pertamina UPMS II menumbuhkan jiwa
kewirausahaan saya.
2. Program tanggung jawab sosial Pertamina
UPMS II cukup tanggap terhadap korban
bencana alam di Palembang khususnya di
wilayah SU II
3. Program tanggung jawab sosial Pertamina
UPMS II telah membantu memperbaiki kondisi
sarana dan prasarana umum di wilayah
kecamatan SU II.
4. Program tanggung jawab sosial Pertamina
UPMS II tidak membantu upaya peningkatan
kualitas pendidikan di wilayah Kecamatan
120
Seberang Ulu II.
5. Dengan adanya Program Pertamina Sehati,
kualitas kesehatan (gizi) balita dan ibu hamil di
wilayah Kecamatan SU II meningkat.
6. Program Tanggung Jawab Sosial turut
membantu melestarikan lingkungan di
Kecamatan SU II.
7. Dengan adanya Program Tanggung Jawab
Sosial Pertamina UPMS II, pembangunan
sarana ibadah di kecamatan SU II tidak menjadi
lebih baik.
8. Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina
UPMS II memberikan ruang bagi saya untuk
menyampaikan aspirasi saya mengenai apa yang
saya butuhkan.
121
2. Kuesioner Pemerintah
KUESIONER
Assalamualaikum wr.wb
Saya adalah mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor angkatan 2006.
Saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “Implementasi Corporate
Social Responsibility Badan Usaha Milik Negara (Studi Kasus Program
Tanggung Jawab Sosial Pertamina UPMS II di Kecamatan SU II)”.
Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyusun skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana (S1).
Saya sangat mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini.
Adapun jawaban dalam kuesioner ini bukanlah jawaban benar atau salah, tetapi
semua jawaban dari bapak/ibu akan menjadi data berharga bagi kelancaran
penelitian ini. Identitas dan jawaban Bapak/Ibu akan saya jamin
kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini.
Atas kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini, saya ucapkan terima
kasih.
Hormat saya,
Sri Arma Sepriani
1. Nama :
2. Jabatan :
A. Persepsi Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
1. Beri tanda checklist (√) pada pernyataan berikut yang sesuai dengan
pilihan anda yang menunjukan keadaan yang sebenarnya!
Keterangan:
1 = sangat tidak setuju 3 = setuju
2 = tidak setuju 4 = sangat setuju
PERNYATAAN 1 2 3 4
1. Perusahaan wajib menjamin ketersediaan
lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat.
2. Perusahaan wajib membayar pajak pada
negara.
3. Perusahaan sebaiknya membantu dalam
pembangunan infrastruktur di wilayah operasi
perusahaan.
4. Perusahaan wajib membantu dalam upaya
Nomor Responden :
Enumerator :
Tgl. Pengumpulan Data :
122
peningkatan kondisi perekonomian di wilayah
operasi dan sekitarnya.
5. Perusahaan wajib membantu dalam upaya
peningkatan kualitas pendidikan di wilayah
operasi dan sekitarnya.
6. Perusahaan wajib membantu dalam upaya
peningkatan taraf kesehatan di wilayah operasi
dan sekitarnya.
7. Perusahaan sebaiknya memberikan
sumbangan kepada masyarakat sekitar secara
cuma-cuma.
8. Perusahaan wajib memberikan bantuan pada
korban bencana alam di wilayah operasi
perusahaan dan sekitarnya.
9. Sudah sewajarnya perusahaan membantu
masyarakat sebab perusahaan telah mengambil
sumber daya alam dari masyarakat setempat.
10. Perusahaan dapat beroperasi dengan cara
apapun asalkan perusahaan membantu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
wilayah operasi dan sekitarnya.
11. Perusahaan sebaiknya memberikan beasiswa
untuk membantu pendidikan masyarakat
setempat.
12. Perusahaan sebaiknya memberikan seminar
untuk peningkatan softskill masyarakat.
13. Dalam beroperasi, perusahaan mesti
memperhatikan pengolahan limbah agar tidak
merusak lingkungan.
14. Perusahaan sebaiknya memberikan bantuan
modal dan pelatihan yang dibutuhkan
masyarakat untuk pengembangan usaha
masyarakat berkelanjutan.
15. Dalam beroperasi, perusahaan harus mematuhi
123
aturan hukum yang berlaku baik lokal,
nasional maupun internasional.
16. Perusahaan bertanggung jawab pada
konsumen atas produknya sejak proses
produksi hingga produk selesai dikonsumsi.
17. Perusahaan harus menghargai karyawan
wanita yang sedang hamil.
18. Perusahaan mesti menjaga keselamatan
karyawan dalam bekerja.
B. Tingkat Keberhasilan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
1. Beri tanda checklist (√) pada pernyataan berikut yang sesuai dengan
pilihan anda yang menunjukan keadaan yang sebenarnya!
Keterangan:
1 = sangat tidak setuju 3 = setuju
2 = tidak setuju 4 = sangat setuju
PERNYATAAN 1 2 3 4
1. Pelatihan dari Program Tanggung Jawab
Sosial Pertamina UPMS II menumbuhkan jiwa
kewirausahaan saya.
2. Program tanggung jawab sosial Pertamina
UPMS II cukup tanggap terhadap korban
bencana alam di Palembang khususnya di
wilayah SU II
3. Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina
UPMS II telah membantu memperbaiki
kondisi sarana dan prasarana umum di wilayah
kecamatan SU II.
4. Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina
UPMS II tidak membantu upaya peningkatan
kualitas pendidikan di wilayah Kecamatan SU
II.
5. Dengan adanya Program Pertamina Sehati,
kualitas kesehatan (gizi) balita dan ibu hamil
di wilayah Kecamatan SU II meningkat.
6. Program Tanggung Jawab Sosial turut
124
membantu melestarikan lingkungan di
Kecamatan SU II.
7. Dengan adanya Program Tanggung Jawab
Sosial Pertamina UPMS II, pembangunan
sarana ibadah di kecamatan SU II tidak
menjadi lebih baik.
8. Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina
UPMS II memberikan ruang bagi saya untuk
menyampaikan aspirasi saya mengenai apa
yang saya butuhkan.
125
3. Kuesioner Karyawan
KUESIONER
Assalamualaikum wr.wb.
Saya adalah mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor angkatan 2006.
Saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “Implementasi Corporate
Social Responsibility Badan Usaha Milik Negara (Studi Kasus Program CSR
PT. Pertamina (Persero) Unit Pemasaran BBM Retail Region II Sumbagsel
di Kecamatan Seberang Ulu II, Palembang)”. Penelitian ini dilakukan dalam
rangka menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana (S1).
Saya sangat mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini.
Adapun jawaban dalam kuesioner ini bukanlah jawaban benar atau salah, tetapi
semua jawaban dari bapak/ibu akan menjadi data berharga bagi kelancaran
penelitian ini. Identitas dan jawaban Bapak/Ibu akan saya jamin
kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini.
Atas kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini, saya ucapkan terima
kasih.
Hormat saya,
Sri Arma Sepriani
1. Fungsi :
2. Jabatan : Penata Asisten Manajer/GM
Pengawas Asisten Manajer
A. Persepsi Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
1. Beri tanda checklist (√) pada pernyataan berikut yang sesuai dengan
pilihan anda yang menunjukan keadaan yang sebenarnya!
Keterangan:
1 = sangat tidak setuju 2 = tidak setuju
3 = setuju 4 = sangat setuju
PERNYATAAN 1 2 3 4
1. Perusahaan wajib menjamin ketersediaan
lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat.
2. Perusahaan wajib membayar pajak pada
negara.
3. Perusahaan seharusnya membantu dalam
pembangunan infrastruktur di wilayah operasi
Nomor Responden :
Enumerator :
Tgl. Pengumpulan Data :
126
perusahaan.
4. Perusahaan wajib membantu dalam upaya
peningkatan kondisi perekonomian di wilayah
operasi dan sekitarnya.
5. Perusahaan wajib membantu dalam upaya
peningkatan kualitas pendidikan di wilayah
operasi dan sekitarnya.
6. Perusahaan wajib membantu dalam upaya
peningkatan taraf kesehatan di wilayah operasi
dan sekitarnya.
7. Perusahaan mestinya mengutamakan
memberikan bantuan kepada keluarga
karyawan.
8. Perusahaan wajib memberikan bantuan pada
korban bencana alam di wilayah operasi
perusahaan dan sekitarnya.
9. Perusahaan mestinya memberikan insentif
kepada karyawan
10. Perusahaan dapat beroperasi dengan cara
apapun asalkan perusahaan membantu
meningkatkan kesejahteraan karyawan dan
keluarganya di wilayah operasi dan sekitarnya.
11. Perusahaan sebaiknya memberikan beasiswa
untuk membantu pendidikan keluarga
karyawannya.
12. Perusahaan sebaiknya memberikan pelatihan
untuk peningkatan softskill karyawan.
13. Dalam beroperasi, perusahaan mesti
memperhatikan pengolahan limbah agar tidak
merusak lingkungan.
14. Perusahaan sebaiknya memberikan bantuan
modal dan pelatihan yang dibutuhkan
masyarakat untuk pengembangan usaha
masyarakat berkelanjutan.
127
15. Dalam beroperasi, perusahaan harus mematuhi
aturan hukum yang berlaku baik lokal,
nasional maupun internasional.
16. Perusahaan bertanggung jawab pada
konsumen atas produknya sejak proses
produksi hingga produk selesai dikonsumsi.
17. Perusahaan harus menghargai karyawan
wanita yang sedang hamil.
18. Perusahaan mesti menjaga keselamatan
karyawan dalam bekerja.
B. Tingkat Keberhasilan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
1. Beri tanda checklist (√) pada pernyataan berikut yang sesuai dengan
pilihan anda yang menunjukan keadaan yang sebenarnya!
Keterangan:
1 = sangat tidak setuju 2 = tidak setuju
3 = setuju 4 = sangat setuju
PERNYATAAN 1 2 3 4
1. Program tanggung jawab sosial Pertamina
UPMS II cukup tanggap terhadap korban
bencana alam di Palembang khususnya di
wilayah SU II
2. Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina
UPMS II cukupmembantu memperbaiki kondisi
sarana dan prasarana umum di wilayah
kecamatan SU II.
3. Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina
UPMS II cukup membantu upaya peningkatan
kualitas pendidikan di wilayah Kecamatan SU
II.
4. Dengan adanya Program Pertamina Sehati,
kualitas kesehatan (gizi) balita dan ibu hamil di
wilayah Kecamatan SU II meningkat.
5. Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina
UPMS II turut membantu melestarikan
lingkungan di Kecamatan SU II.
128
6. Dengan adanya Program Tanggung Jawab
Sosial Pertamina UPMS II, pembangunan
sarana ibadah di kecamatan SU II menjadi lebih
baik.
7. Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina
UPMS II memberikan ruang bagi pemangku
kepentingan, baik internal maupun eksternal
untuk menyampaikan aspirasi mereka mengenai
apa yang mereka butuhkan.
129
Lampiran 3. Dokumentasi
Tampak depan gedung Pertamina
UPMS II
Pelaksanaan Program Pertamina
Sehati di Kelurahan Tangga Takat
Program Bright with Pertamina di Patra
Ogan, Pertamina Refinery Unit III
Pakta Integritas Pertamina
Kantor lurah 11 Ulu Kantor lurah 12 Ulu
130
Kantor lurah 13 Ulu Kantor lurah 14 Ulu
Kantor lurah Tangga Takat Kantor lurah 16 Ulu
Kantor lurah Sentosa Tampak depan gedung kantor
sementara Kecamatan Seberang Ulu II
132
Lampiran 5. Struktur Organisasi Pemerintahan Kecamatan Seberang Ulu II
CAMAT
Heri A. Rasuan, S.H.
NIP. 196504051989031015 SEKCAM
M. Ichsanul A, S.Sos, M.Si
NIP. 196911271990091001
KASUBAG
Umum dan
Kepegawaian
KASUBAG
Perencanaan dan
Keuangan
Pejabat Teknis
Kasi
Pemerintahan
Kasi
Tramtib
Kasi
PMK
Kasi
Kesos
Kasi
Pelayanan
Umum
Lurah 11 Ulu
Lurah 12 Ulu
Lurah 13 Ulu
Lurah 14 Ulu
Lurah Tangga Takat
Lurah 16 Ulu
Lurah Sentosa
133
Lampiran 6. Kerangka Sampel
Teknik penarikan sampel menggunakan stratified random sampling.
1. Populasi Pemerintah Seberang Ulu II
Kriteria stratifikasi adalah kedudukan dalam pemerintahan sehingga
diperoleh dua lapisan, yaitu pimpinan dan staf. Pemerintah lapisan pimpinan
ditujukan untuk Camat dan tujuh Lurah di kecamatan SU II. Oleh karena jumlah
atasan hanya delapan orang atau kurang dari 30 orang, maka kedelapan
pemerintah lapisan pimpinan ini menjadi responden penelitian. Sedangkan
pemerintah lapisan staf adalah keseluruhan staf pemerintahan di kantor camat dan
tujuh kantor lurah. Jumlah staf di delapan kantor ini tanpa camat dan lurah-
lurahnya adalah 67 orang. Jumlah responden pemerintah bawahan adalah sebagai
berikut:
𝑛 =𝑁
1 + 𝑁. 𝑒2
=67
1+ 67 . (10%)2
= 40,12
= 41
Jadi, jumlah sampel untuk pemerintah lapisan staf adalah 50 responden
2. Karyawan Kantor Unit Pertamina UPMS II
Pada karyawan, kriteria yang digunakan adalah pengambil keputusan
mengenai PKBL dalam perusahaan. Jadi, untuk pengambil keputusan, yang
menjadi responden hanya Asisten Manajer External Relation. Sedangkan untuk
karyawan non pengambil keputusan diperoleh sampel sebagai berikut:
𝑛 =𝑁
1+𝑁 .𝑒2
=100
1+ 100 . (10%)2
= 50
Jadi, jumlah sampel untuk karyawan non pengambil keputusan Pertamina UPMS
II adalah 50 responden
3. Masyarakat Seberang Ulu II
Kriteria yang digunakan pada populasi masyarakat kecamatan Seberang
Ulu II adalah berdasarkan mengikuti atau tidaknya program PKBL yang
134
dilaksanakan Pertamina UPMS II. PKBL Pertamina UPMS II yang dilakukan di
Kecamatan Seberang Ul II adalah Program Pertamina Sehati.
Jumlah peserta Pertamina Sehati yang dilangsungkan di Puskesmas Induk
pada tanggal 2 November 2010 tersebut sebanyak 41 ibu hamil dan balita. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini, hanya 41 orang yang menjadi populasi responden
masyarakat peserta kegiatan PKBL.
Populasi masyarakat yang tidak mengikuti PKBL dalam penelitian ini
diasumsikan sebagai anggota masyarakat yang tidak mengikuti Program
Pertamina Sehati. Oleh karena itu, jumlah populasi masyarakat yang tidak
mengikuti PKBL adalah jumlah total penduduk kecamatan SU II dikurangi jumlah
peserta Pertamina Sehati, yaitu 91.002 jiwa.
a. Masyarakat yang mengikuti program Pertamina Sehati
𝑛 =𝑁
1+𝑁 .𝑒2
=41
1+ 41 . (10%)2
= 29,07
= 30
Jadi, jumlah sampel untuk masyarakat Kecamatan SU II yang menjadi peserta
program adalah 30 responden.
b. Masyarakat yang tidak mengikuti program Pertamina Sehati
𝑛 =𝑁
1+𝑁 .𝑒2
=91002
1+ 91002 . (10%)2
= 99,89
= 100
Jadi, jumlah sampel untuk masyarakat Kecamatan SU II yang tidak mengikuti
program adalah 100 responden.
135
Lampiran 7. Hasil Olah Data
1. Persepsi
PersepsiPemangkuKepentingan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Corporate Citizenship 69 30.0 30.0 30.0
Corporate Philantrophy 65 28.3 28.3 58.3
Corp. Social Responsibility 96 41.7 41.7 100.0
Total 230 100.0 100.0
PersepsiPemerintah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Corporate Citizenship 33 67.3 67.3 67.3
Corporate Philantrophy 6 12.2 12.2 79.6
Corp. Social Responsibility 10 20.4 20.4 100.0
Total 49 100.0 100.0
PersepsiMasyarakat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Corporate Citizenship 34 26.2 26.2 26.2
Corporate Philantrophy 43 33.1 33.1 59.2
Corp. Social Responsibility 53 40.8 40.8 100.0
Total 130 100.0 100.0
PersepsiKaryawan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Corporate Citizenship 2 3.9 3.9 3.9
Corporate Philantrophy 16 31.4 31.4 35.3
Corp. Social Responsibility 33 64.7 64.7 100.0
Total 51 100.0 100.0
PersepsiPemerintahLapisanPimpinan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Corporate Citizenship 8 100.0 100.0 100.0
136
PersepsiPemerintahLapisanStaf
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Corporate Citizenship 25 61.0 61.0 61.0
Corporate Philantrophy 6 14.6 14.6 75.6
Corp. Social Responsibility 10 24.4 24.4 100.0
Total 41 100.0 100.0
PersepsiMasyarakatPeserta
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Corporate Citizenship 5 16.7 16.7 16.7
Corporate Philantrophy 25 83.3 83.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
PersepsiMasyarakatNonpeserta
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Corporate Citizenship 29 29.0 29.0 29.0
Corporate Philantrophy 18 18.0 18.0 47.0
Corp. Social Responsibility 53 53.0 53.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PersepsiIbuRumahTanggaPeserta
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Corporate Citizenship 5 16.7 16.7 16.7
Corporate Philantrophy 25 83.3 83.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
137
PersepsiIbuRumahTanggaNonPeserta
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Corporate Citizenship 17 54.8 54.8 54.8
Corporate Philantrophy 7 22.6 22.6 77.4
Corp. Social Responsibility 7 22.6 22.6 100.0
Total 31 100.0 100.0
PersepsiWirausaha
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Corporate Philantrophy 4 100.0 100.0 100.0
PersepsiSwasta
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Corporate Citizenship 6 26.1 26.1 26.1
Corporate Philantrophy 4 17.4 17.4 43.5
Corp. Social Responsibility 13 56.5 56.5 100.0
Total 23 100.0 100.0
PNS
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Corporate Citizenship 7 21.2 21.2 21.2
Corporate Philantrophy 2 6.1 6.1 27.3
Corp. Social Responsibility 24 72.7 72.7 100.0
Total 33 100.0 100.0
PersepsiLainnya
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Corp. Social Responsibility 9 100.0 100.0 100.0
PersepsiKaryawanPengambilKeputusan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Corp. Social Responsibility 1 100.0 100.0 100.0
138
PersepsiKaryawanNonPengambilKeputusan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Corporate Citizenship 2 4.0 4.0 4.0
Corporate Philantrophy 16 32.0 32.0 36.0
Corp. Social Responsibility 32 64.0 64.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
2. Tabulasi silang
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
PersepsiPemangkuKepentingan * TingkatKeberhasilan 230 100.0% 0 .0% 230 100.0%
PersepsiPemangkuKepentingan * TingkatKeberhasilan Crosstabulation
Count
TingkatKeberhasilan
Total Rendah Tinggi
PersepsiPemangkuKepen-
tingan
Corporate Citizenship 57 12 69
Corporate Philantrophy 18 47 65
Corp. Social Responsibility 64 32 96
Total 139 91 230
139
3. Uji Kruskal-Wallis H
Ranks
PersepsiPemangkuKepentingan N Mean Rank
TingkatKeberhasilan Corporate Citizenship 69 90.00
Corporate Philantrophy 65 153.15
Corp. Social Responsibility 96 108.33
Total 230
Test Statisticsa,b
TingkatKeberhasilan
Chi-Square 44.696
df 2
Asymp. Sig. .000
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: PersepsiPemangkuKepentingan
4. Uji Korelasi Spearman‟s Rho Correlations
x1 x2 x3 y
Spearman's
rho x1
Correlation Coefficient 1.000 -.080 -.592** .233*
Sig. (2-tailed) . .428 .000 .020
N 100 100 100 100
x2
Correlation Coefficient -.080 1.000 -.390** .139
Sig. (2-tailed) .428 . .000 .167
N 100 100 100 100
x3
Correlation Coefficient -.592** -.390** 1.000 -.293**
Sig. (2-tailed) .000 .000 . .003
N 100 100 100 100
y
Correlation Coefficient .233* .139 -.293** 1.000
Sig. (2-tailed) .020 .167 .003 .
N 100 100 100 100
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).