PERILAKU PETANI PENGELOLA MANGROVE
DI KECAMATAN KADEMANGAN KOTA
PROBOLINGGO
SKRIPSI
Oleh
Putri Dwi Purnamasari
NIM 151510601137
P R O G R A M S T U D I A G R I B I S N I S
F A K U L T A S P E R T A N I A N
UNIVERSITAS JEMBER
2 0 1 9
i
PERILAKU PETANI PENGELOLA MANGROVE
DI KECAMATAN KADEMANGAN KOTA
PROBOLINGGO
SKRIPSI
d i a j u ka n g u n a me me n u h i s a l a h s a t u p e r s y a r a t a n u n t u k
menyelesaikan program sarjana pada Program Studi
Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember
Oleh
Putri Dwi Purnamasari
NIM 151510601137
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
ii
PERSEMBAHAN
Puji syukur selalu terpanjatkan kepada Allah ‘Azzawa Jalla atas limpahan
rahmat dan hidayah serta ridho-Nya sehingga membuat saya dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan tepat waktu. Dengan rasa cinta dan bahagia, saya persembahkan
skripsi ini kepada:
1. Kedua orang tua saya Bapak Suhadak dan Ibu Agustina yang tersayang, atas
doa, motivasi, nasehat, dukungan, semangat, dan segala pembelajaran
berharga bagi saya.
2. Kakak-kakak saya Angga Yanuaries dan Juwita Ayu Dewi yang tersayang,
atas nasehat, motivasi, dukungan, dan semangat bagi saya.
3. Sahabat terkasih Mochamad Arief Alamsyah, atas doa, motivasi, dukungan,
dan semangat bagi saya.
4. Dosen pembimbing saya Ibu Dr. Ir. Sri Subekti, M. Si., atas kesabaran dalam
memberikan arahan dan bimbingan terbaiknya hingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
5. Saudara satu atap adik-adik Kos 27, Bila, Fika, Vaulina, Sakinah, dan Dhea,
atas dukungan dan semangatnya dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Teman sepermainan, atas dukungan dan semangatnya dalam penyelesaian
skripsi ini.
7. Almamater yang saya banggakan, Program Studi Agribisnis Fakultas
Pertanian Universitas Jember sebagai tempat menimba ilmu serta mengukir
segala bentuk pengalaman, sejarah, dan kenangan.
iii
MOTTO
Inna ma’al ‘usri yusran
(Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan) *)
Atau
Jangan menunggu, takkan ada waktu yang tepat. **)
*) [QS. 94:6]
**) Napoleon Hill
iv
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Putri Dwi Purnamasari
NIM : 151510601137
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya tulis ilmiah yang berjudul
“Perilaku Petani Pengelola Mangrove di Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo” adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali kutipan yang sudah
saya sebutkan sumbernya, belum pernah diajukan pada institusi manapun, dan
bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran
isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan
dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika
ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Jember, 10 Juli 2019
Yang Menyatakan,
Putri Dwi Purnamasari
v
SKRIPSI
PERILAKU PETANI PENGELOLA MANGROVE DI KECAMATAN
KADEMANGAN KOTA PROBOLINGGO
Oleh
Putri Dwi Purnamasari
NIM 15151061137
Pembimbing:
Dosen Pembimbing Skripsi: Dr. Ir. Sri Subekti, M. Si.
NIP. 19660626 199003 2 001
vi
PENGESAHAN
Skripsi berjudul “Perilaku Petani Pengelola Mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo” telah diuji dan disahkan pada:
hari, tanggal : Rabu, 10 Juli 2019
tempat : Fakultas Pertanian Universitas Jember
Dosen Pembimbing Skripsi,
Dr. Ir. Sri Subekti, M.Si.
NIP. 19660626 199003 2 001
Dosen Penguji I Dosen Penguji II,
Dra. Sofia, M. Hum. Agus Supriono., SP., M.Si.
NIP. 19611106 198702 2 002 NIP. 19690811 199512 1 001
Mengesahkan
Dekan,
Ir. Sigit Soeparjono, MS., Ph.D.
NIP. 19600506 198702 1 001
vii
RINGKASAN
Perilaku Petani Pengelola Mangrove di Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo; Putri Dwi Purnamasari, 151510601137; Program Studi Agribisnis
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jember.
Program rehabilitasi mangrove dilakukan pada tahun 2005 sampai tahun
2007 di Kota Probolinggo. Untuk mendukung keberlanjutan pengelolaan hutan
mangrove maka Dinas Pertanian membentuk: (a) Kelompok Masyarakat
Pengawas (Pokmaswas), dan (b) Kelompok Tani Hutan. Petani pengelola hutan
mangrove tersebut awalnya adalah petani pengelola lahan sawah. Hal tersebut
menunjukkan adanya perubahan perilaku pada petani di wilayah pesisir
Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) perilaku petani pengelola
mangrove, (2) faktor pendorong dan penghambat keberlanjutan pengelolaan
mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo. Lokasi penelitian
ditentukan secara sengaja (purposive method), yaitu Kecamatan Kademangan
Kota Probolinggo. Penilitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan
penentuan informan menggunakan purposive sampling. Analisis data
menggunakan model Miles dan Huberman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) perilaku petani pengelola
mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo terbagi menjadi 3 ranah
yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Pengetahuan petani meliputi
pengetahuan mengenai manfaat, budidaya, jenis-jenis, dan cara pengolahan
mangrove, sampai pada tingkat evaluasi. Sikap petani mendukung dalam kegiatan
pengelolaan mangrove, sampai pada tingkat karakterisasi. Keterampilan petani
dalam mengaplikasikan teknologi budidaya dan pengolahan mangrove, sampai
pada tingkat mekanisme. (2) keberlanjutan pengelolaan mangrove terdiri dari
faktor pendorong dan faktor penghambat. Faktor pendorong meliputi: (a) motivasi
petani, (b) dukungan petani, dan (c) dukungan pemerintah. Faktor penghambat
meliputi: (a) kendala petani terdiri dari faktor sumberdaya manusia, faktor alam,
dan faktor fasilitas, (b) hambatan petani terdiri dari faktor alam dan faktor modal.
viii
SUMMARY
Mangrove Management Farmer Behaviors in Kademangan, Probolinggo City;
Putri Dwi Purnamasari, 151510601137; Agribusiness Study Program of Departement
Agriculture Social Economics, Faculty of Agriculture, University of Jember.
The mangrove rehabilitation program was carried out from 2005 to 2007 in
the City of Probolinggo. To support the sustainability of mangrove forest
management, Department of Agriculture formed: (a) Monitoring Community
Groups (Pokmaswas), and (b) Forest Farmers Group. Farmers who have managed
mangrove forests were initially farmers managing wetlands. This condition shows a
changing in behavior of farmers in the coastal area of Kademangan District,
Probolinggo City.
This study aims to determine: (1) the behavior of mangrove management
farmers, (2) the driving and restraining factors to the sustainability of mangrove
management in Kademangan District, Probolinggo City. The research location was
determined purposively, namely Kademangan District, Probolinggo City. This
research used a qualitative descriptive approach with the determination of
informants using purposive sampling. Data analysis used the Miles and Huberman
models.
The results of research showed that: (1) the behavior of mangrove
management farmers in Kademangan District, Probolinggo City was divided into 3
domains, namely knowledge, attitudes, and skills. Knowledge of farmers included
knowledge about benefits, cultivation, types, and how to process mangroves, up to
the level of evaluation. The attitude of farmers supported mangrove management
activities, up to the level of characterization. The skills of farmers in applying
mangrove cultivation and processing technology was in the level of the mechanism.
(2) The sustainability of mangrove management consisted of driving and restraining
factors. The driving factors included: (a) farmer's motivation and support, and (b)
government’s support. The restraining factors included: (a) farmer’s constraints
consisting of human resource factors, natural factors, and facilities factors, (b)
farmer’s barriers consisted of natural factors and capital factors.
ix
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perilaku Petani
Pengelola Mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo”. Skripsi
ini diajukan guna memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan program
sarjana pada Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih pada:
1. Ir. Sigit Soepardjono, MS., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Jember.
2. M. Rondhi, SP., MP., Ph.D., selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas
Pertanian Universitas Jember.
3. Dr. Ir. Sri Subekti, M. Si., selaku Dosen Pembimbing Utama dan Dra. Sofia,
M. Hum., selaku Dosen Penguji Utama yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan, nasihat, pengalaman, dan motivasi sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Agus Supriono, SP., M. Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen
Penguji Anggota yang telah memberikan bimbingan, nasihat, dan motivasi
selama masa studi.
5. Kelompok Tani Hutan Sinar Pagi di Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo, terimakasih atas bantuan dan segala informasi yang diberikan.
6. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis menerima kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan
skripsi ini, penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat.
Jember, Juli 2019
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. ii
HALAMAN MOTTO ................................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................... iv
HALAMAN PEMBIMBINGAN ............................................................... v
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... vi
RINGKASAN .............................................................................................. vii
SUMMARY ................................................................................................. viii
PRAKATA .................................................................................................. ix
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 5
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 6
1.3.1 Tujuan Penelitian ................................................................... 6
1.3.2 Manfaat Penelitian ................................................................. 6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 7
2.1 Penelitian Terdahulu ..................................................................... 7
2.2 Landasan Teori .............................................................................. 9
2.2.1 Tanaman Mangrove ............................................................ 9
2.2.2 Budidaya Tanaman Mangrove .............................................. 12
2.2.3 Teori Perilaku ........................................................................ 15
2.2.4 Teori Forces Field Analysis ................................................... 19
2.3 Kerangka Pemikiran ..................................................................... 21
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN...................................................... 24
xi
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian .......................................... 24
3.2 Metode Penelitian ........................................................................... 24
3.3 Metode Penentuan Informan ........................................................ 25
3.4 Metode Pengumpulan Data ........................................................... 25
3.5 Metode Analisis Data ..................................................................... 27
3.6 Metode Uji Keabsahan Data ......................................................... 28
3.7 Terminologi .................................................................................... 31
BAB 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH................................................ 35
4.1 Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo....................................................................................
35
4.2 Potensi Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo.................. 37
4.3 Aspek Sosial dan Budaya di Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo.....................................................................................
42
4.4 Gambaran Umum Kelompok Tani Hutan di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo...................................................
43
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 46
5.1 Perilaku Petani Pengelola Mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo.................................................
46
5.1.1 Pengetahuan Petani Pengelola Mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo.............................................
46
5.1.2 Sikap Petani Pengelola Mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo.............................................
79
5.1.3 Keterampilan Petani Pengelola Mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo.............................................
88
5.2 Faktor Pendorong dan Penghambat Keberlanjutan
Pengelolaan mangrove di Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo..................................................................................
98
5.2.1 Faktor Pendorong Keberlanjutan Pengelolaan Mangrove di
Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo....................................
98
5.2.2 Faktor Penghambat Keberlanjutan Pengelolaan Mangrove
di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo................................
111
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 119
xii
6.1 Kesimpulan...................................................................................... 119
6.2 Saran................................................................................................ 121
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 122
LAMPIRAN................................................................................................... 126
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
1.1 Perbedaan luas lahan mangrove pada tahun 2001 dengan tahun
2011 di kelima kelurahan yang mengalami rehabilitasi di Kota
Probolinggo .....................................................................................
3
4.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelurahan di Kecamatan Kademangan
Tahun 2017 ......................................................................................
37
4.2 Luas areal dan produksi tanaman pangan menurut kelurahan dan
jenis tanaman di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo Tahun
2017 .................................................................................................
38
4.3 Produksi tanaman perkebunan menurut kelurahan di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo Tahun 2017 ...................................
38
4.4 Produksi bawang merah di Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo pada tahun 2017 ..........................................................
39
4.5 Produksi ternak besar di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo
Tahun 2017 .......................................................................................
40
4.6 Produksi ternak unggas di Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo Tahun 2017 .................................................................
40
4.7 Produksi perikanan menurut lokasi penangkapan di Kota
Probolinggo tahun 2017 ....................................................................
41
5.1 Pengetahuan Petani Pengelola Mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo ........................................................
76
5.2 Sikap Petani Pengelola Mangrove di Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo ......................................................................................
87
5.3 Keterampilan Petani Pengelola Mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo ........................................................
97
5.4 Faktor Pendorong Keberlanjutan Pengelolaan Mangrove di
Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo .....................................
110
5.5 Faktor Penghambat Keberlanjutan Pengelolaan Mangrove di
Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo .....................................
118
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Keseimbangan Faktor Pendrong dan Penghambat ....................... 20
2.2 Skema Kerangka Pemikiran ......................................................... 23
3.1 Skema metode analisis data Miles dan Huberman ....................... 27
3.2 Bagan Triangulasi Sumber ........................................................... 30
3.3 Bagan Triangulasi Teknik ............................................................. 30
4.1 Peta Wilayah Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo ........... 35
4.2 Struktur organisasi Kelompok Tani Hutan Sinar Pagi ................. 44
5.1 Proses Pembuatan Calon Bibit Mangrove Tinjang ...................... 61
5.2 Bibit Siap Tanam .......................................................................... 62
5.3 Bibit Ditanam di Pantai ................................................................. 63
5.4 Jenis-jenis Mangrove ..................................................................... 67
5.5 Tepung Mangrove ........................................................................ 74
5.6 Keikutsertaan Petani dalam Merawat Tanaman Mangrove .......... 83
5.7 Alat Bor ......................................................................................... 90
5.8 Polybag .......................................................................................... 90
5.9 (a) Ajir dan (b) Tali Rafia ............................................................. 90
5.10 (a) Cangkul dan (b) Arit ................................................................ 91
5.11 Kendaraan Bak ............................................................................. 92
5.12 Perahu ............................................................................................ 92
5.13 Mesin Selep ................................................................................... 95
5.14 Plang Peringatan ............................................................................ 105
5.15 Piagam Penghargaan ..................................................................... 109
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
A. Panduan Wawancara ........................................................................... 128
1. Ketua Kelompok Tani .................................................................. 128
2. Petani Mangrove ......................................................................... 132
B. Display Data ................................................................................. ...... 136
1. Perilaku Petani Pengelola Mangrove........................................... 136
2. Faktor Pendorong dan Penghambat Keberlanjutan Pengelolaan
Mangrove .....................................................................................
137
C. Reduksi Data 138
1. Kode Reduksi Data ..................................................................... 138
2. Kesimpulan Sementara ............................................................... 138
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mangrove merupakan tanaman yang sangat cocok untuk ditanam dan
dikembangkan di Indonesia, karena Indonesia merupakan negara maritim yang
terdiri dari banyak pulau dan pantai. Hutan mangrove memiliki banyak manfaat,
baik bagi manusia maupun bagi makhluk hidup lainnya. Mangrove memiliki
beberapa fungsi yakni; (a) fungsi fisik, (b) fungsi kimia, (c) fungsi biologi, dan (d)
fungsi sosial ekonomi.
Fungsi fisik, dari adanya hutan mangrove yakni melindungi pantai dan
tebing dari proses abrasi, memperkecil dampak jika terjadi tsunami, karena hutan
mangrove dapat meredam serta menahan hempasan badan tsunami tersebut,
menjaga garis pantai agar tetap stabil, dan sebagai kawasan penyangga proses
rembesan (intrusi) air laut ke darat. Fungsi kimia, hutan mangrove diantaranya
membantu proses daur yang menghasilkan oksigen dan menyerap karbon
dioksida, serta sebagai pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran kapal-
kapal dan industri (Baderan, 2017).
Fungsi biologi, hutan mangrove antara lain sebagai penghasil decomposer,
nursery atau spawning ground bagi kerang, udang, dan kepiting, sebagai plasma
nutfah, sebagai habitat alami bagi berbagai jenis biota laut dan darat, serta sebagai
tempat berlindung dan berkembang biak bagi burung dan satwa lain. Fungsi sosial
ekonomi, hutan mangrove antara lain sebagai penghasil bahan bakar, bahan baku
industri, obat-obatan, perabot rumah tangga, kosmetik, makanan, tekstil, lem,
penyamak kulit, penghasil bibit/benih ikan, udang, kerang, kepiting, dan sebagai
kawasan wisata, konservasi, pendidikan dan penelitian (Baderan, 2017).
Menurut Setiawan dkk. (2003), Indonesia memiliki hutan mangrove
terluas di dunia, dari 15,9 juta Ha mangrove dunia tersebut, sekitar 4,25 juta Ha
(27%) berada di Indonesia (FAO, 1982). Luasan hutan mangrove di Indonesia
terus menurun dari 5.209.543 Ha pada tahun 1982 menurun menjadi 3.237.700 Ha
pada tahun 1987 dan menurun lagi hingga 2.496.185 Ha pada tahun 1993.
Penurunan hutan mangrove terjadi lebih dari 50% dari total luasan semula dalam
2
kurun 11 tahun dari tahun 1982 sampai tahun 1993 (Dephut, 1994; Soenarko,
2002). Degradasi ekosistem mangrove di Indonesia didorong oleh pertambahan
penduduk, hingga dibutuhkan lebih banyak jalan, permukiman, kawasan industri,
pelabuhan dan lain-lain; keuntungan jangka pendek seperti tambak ikan dan
udang, tambak garam dan sawah; kurangnya perhatian pemerintah; peraturan yang
tidak jelas; teknik penebangan hutan yang tidak lestari; serta lemahnya
sumberdaya manusia dan alokasi dana (Choudhury, 1996).
Menurut Rusli (2008), penurunan luasan hutan mangrove di Indonesia
mendorong dilaksanakannya kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan luasan
kawasan hutan mangrove oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2003-2007.
Kegiatan tersebut diantaranya penanaman atau rehabilitasi hutan bakau seluas
70.185 ha, pembangunan areal model hutan bakau sebanyak 416 unit, bantuan
bibit untuk pengembangan areal dampak hutan bakau sebanyak 2,55 juta batang,
pelatihan petugas lapangan penghijauan sebanyak 859 orang, dan pelatihan petani
peserta dan LSM sebanyak 2.804 orang.
Hutan mangrove di pulau Jawa, pada tahun 1985 seluas 170.500 Ha,
namun pada tahun 1997 tinggal 19.077 Ha (11,19%). Penyusutan terbesar terjadi
di Jawa Timur, dari luasan 57.500 Ha tinggal 500 Ha (8%), di Jawa Barat dari
66.500 Ha tinggal kurang dari 5.000 Ha (7,5%), dan di Jawa Tengah dari 46.500
Ha tinggal 13.577 Ha (29%) (Setiawan dkk., 2003).
Kota Probolinggo merupakan salah satu daerah yang mengalami degradasi
kawasan hutan mangrove di Jawa Timur. Degradasi kawasan hutan mangrove ini
terjadi diakibatkan oleh konversi lahan mangrove menjadi tambak.
Pada tahun 2005, 2006, dan 2007 dilakukan program rehabilitasi
mangrove di Kota Probolinggo yang berupaya untuk mengembalikan keberadaan
mangrove pantai Kota Probolinggo. Kegiatan rehabilitasi mangrove tersebut
dilakukan di wilayah; (a) Keluarahan Ketapang, (b) Keluarahan Sukabumi, (c)
Keluarahan Pilang, (d) Keluarahan Manghunarjo, dan (e) Keluarahan Mayangan.
Pihak yang terlibat dalam rehabilitasi kawasan hutan mangrove di Kota
Probolinggo yaitu; Dinas Pertanian, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Dinas
Kebersihan dan Lingkungan Hidup (DKLH) dan masyarakat seperti siswa
3
sekolah, mahasiswa, tentara, polisi, tokoh masyarakat, dan petani setempat yang
terlibat dalam kegiatan penanaman, bahkan pemerintah setempat seperti Walikota
Probolinggo juga ikut turun terjun menanam bibit mangrove. Perbedaan luas
lahan mangrove pada tahun 2001 dengan tahun 2011 di kelima kelurahan yang
mengalami rehabilitasi di Kota Probolinggo dapat dilihat pada tabel 1.1.
Tabel 1.1 Perbedaan luas lahan mangrove pada tahun 2001 dengan tahun 2011 di
kelima kelurahan yang mengalami rehabilitasi di Kota Probolinggo
No.
Mangrove 2001 Mangrove 2011 Perubahan
Mangrove 2001-
2011
(Hektar)
Desa Luas
(Hektar) Desa
Luas
(Hektar)
1. Ketapang 2,13 Ketapang 2,17 0,05
2. Manghunarjo 5,72 Manghunarjo 23,38 17,66
3. Mayangan 3,35 Mayangan 2,22 -1,13
4. Pilang 12,36 Pilang 13,36 1,00
5. Sukabumi 1,43 Sukabumi 1,80 0,37 Total 24,99 42,93 17,94
Sumber: Hasil Pengolahan Citra Landsat (Haryani, 2013)
Berdasarkan tabel 1.1 dapat diketahui bahwa luas kawasan mangrove di;
(a) Keluarahan Ketapang, (b) Keluarahan Sukabumi, (c) Keluarahan Pilang, (d)
Keluarahan Manghunarjo, dan (e) Keluarahan Mayangan, sebelum adanya
program rehabilitasi seluas 24,99 Ha pada tahun 2001, sedangkan setelah program
tersebut luas kawasan mangrove bertambah yakni seluas 42,93 Ha pada tahun
2011. Hal tersebut membuktikan bahwa terjadi perkembangan pada luas kawasan
hutan mangrove dalam kurun waktu 10 tahun yakni mencapai 17,94 Ha.
Kegiatan rehabilitasi hutan mangrove tersebut masuk ke dalam Konservasi
Sumber Daya Alam dimana terdapat dua kegiatan di dalamnya yakni; (a)
pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH), dan (b) pengelolaan sumber mata air.
Tujuan dari adanya kegiatan tersebut yakni, (a) pemberdayaan masyarakat miskin
sebagai pekerja informal di kawasan RTH, (b) membuka lapangan kerja bagi
masyarakat pada ekowisata yang dikerjasamakan dengan swasta, (c) membuka
lapangan kerja sektor informal seperti pemijat, PKL, petugas pemelihara taman,
(d) sebagai daya tarik wisata bagi masyarakat di luar Kota Probolinggo sehingga
menambah nilai ekonomi bagi sektor lain (perhotelan dan perdagangan), (e)
penyediaan RTH dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan, dan (f)
4
pemanfaatan RTH sebagai tempat untuk aktivitas masyarakat. Kegiatan ini
dilakukan guna melaksanakan program besar pemerintah Kota Probolinggo yakni:
“Menuju Probolinggo Kota Ramah Lingkungan”.
Mengingat keberadaan hutan mangrove sangat penting bagi Kota
Probolinggo khususnya masyarakat pesisir, maka kegiatan pengelolaan mangrove
yang berkelanjutan perlu dilakukan. Guna mendukung keberlanjutan pengelolaan
mangrove maka dibentuk: (a) Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas), dan
(b) Kelompok Tani Hutan, oleh Dinas Pertanian. Pokmaswas terdiri dari
masyarakat pesisir yang hidup disekitar habitat mangrove, dimana diberikan
tanggung jawab untuk mengawasi hutan mangrove yang berada di wilayah pesisir
tersebut dan melaporkan apabila terjadi kegiatan yang dapat merusak habitat
hutan magrove seperti penebangan hutan mangrove. Kelompok Tani Hutan,
bertugas dalam pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove seperti menyediakan
bibit, penanaman mangrove, dan sebagainya.
Kelompok Tani Hutan ini berada di setiap kecamatan Kota Probolinggo,
salah satunya yakni Kelompok Tani Hutan Sinar Pagi yang berada di Kecamatan
Kademangan. Kelompok Tani Hutan Sinar Pagi merupakan kelompok tani hutan
yang aktif dalam kegiatan pengelolaan mangrove yang di ketuai oleh Pak Muchlis
selaku pelopor penanam mangrove di Kota Probolinggo dengan beranggotakan 30
orang petani yang aktif. Kelompok Tani Hutan yang berada di Kecamatan
Kademangan ini terdiri dari; (a) kelompok tani, (b) kelompok pengelola tambak,
dan (c) kelompok penangkap ikan.
Kegaiatan terkait pengelolaan mangrove yang dilakukan oleh kelompok
tani hutan tersebut yakni; (a) penyuluhan atau sosialisasi mengenai budidaya
tanaman mangrove yang baik dan benar kepada anggota dan masyarakat, (b)
menyediakan bibit mangrove baik untuk pesanan ataupun pelaksanaan program
pemerintah, (c) melakukan penanaman mangrove, dan (d) pengolahan produk
usaha agroindustri dari tanaman mangrove menjadi tepung yang dipasarkan di
dalam dan di luar negeri, serta memanfaatkan daun mangrove untuk dijadikan
botok, guna meningkatkan nilai tambah tanaman mangrove.
5
Petani memperoleh banyak manfaat dengan bergabung dalam kelompok
tani hutan pengelolan mangrove tersebut. Manfaat yang dapat diperoleh petani
dengan bergabung dalam kelompok tani hutan pengelola mangrove diantaranya
yakni; (a) petani dapat melindungi lahan sawah milikinya dari erupsi tanah yang
diakibatkan oleh ombak laut, karena dapat ditahan oleh hutan mangrove dan (b)
dapat meningkatkan pendapatan petani, dari penjualan produk usaha agroindustri,
penjualan hasil tangkapan biota laut yang hidup dibawah hutan mangrove seperti
udang, ikan bandeng, dan ikan nila, serta penjualan bibit mangrove.
Petani yang tergabung dalam kelompok tani hutan pengelola mangrove
tersebut merupakan petani pengelola lahan sawah yang berada di sekitar wilayah
pesisir, dimana petani tersebut sebelumnya tidak mengenal dan mengerti tentang
pengelolaan tanaman mangrove. Adanya kegiatan rehabilitasi hutan mangrove di
Kota Probolinggo membantu masyarakat pesisir terutama petani untuk dapat
mengenal tanaman mangrove yang sangat bermanfaat, salah satunya yakni dapat
melindungi sawah miliknya, serta meningkatkan pendapatan keluarga.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa terdapat
diversifikasi pekerjaan pada petani di wilayah pesisir Kecamatan Kademangan
Kota Probolinggo, dari hanya mengelola sawah lahan basah, saat ini juga
melakukan pengelolaan tanaman mangrove. Hal tersebut menunjukkan adanya
perubahan perilaku pada petani di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui perilaku petani pengelola
mangrove yang terdapat di wilayah pesisir Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana perilaku petani pengelola mangrove di Kecamatan Kademangan
Kota Probolinggo?
2. Apakah faktor pendorong dan penghambat keberlanjutan pengelolaan
mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo?
6
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui perilaku petani pengelola mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo.
2. Untuk mengetahui faktor pendorong dan penghambat keberlanjutan
pengelolaan mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Bagi pemerintah, dapat memberikan informasi sebagai acuan menyusun
program pemberdayaan petani mangrove yang lebih baik.
2. Bagi petani, dapat berguna memberikan informasi mengenai manfaat yang
dapat diperoleh dari budidaya mangrove, serta cara budidaya mangrove yang
baik dan benar.
3. Bagi peneliti, dapat memberikan informasi, wawasan, dan pengalaman secara
langsung mengenai budidaya mangrove.
7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Amal dan Baharudin (2016) melakukan penelitian dengan judul “Persepsi
dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Mangrove Berbasis
Masyarakat di Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang” salah satu tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku masyarakat terhadap pengelolaan
hutan mangrove digunakan indikator pengetahuan yaitu dengan melihat aspek
pengetahuan masyarakat akan; (a) jenis-jenis mangrove, (b) sumberdaya yang ada
di hutan mangrove, (c) jenis-jenis sumberdaya hutan mangrove yang bernilai
ekonomis, (d) dampak dari kerusakan hutan mangrove, (e) penyebab kerusakan
hutan mangrove, (f) penyebab hilangnya sumberdaya ekonomis di kawasan hutan
mangrove, (g) fungsi dan peranan hutan mangrove, (h) cara atau teknik
pembibitan jenis mangrove, (i) cara menanam mangrove, dan (j) maksud dari
usaha rehabilitasi hutan mangrove. Penelitian dilakukan dengan menggunakan
metode deskriptif interpretative. Hasil penelitian menunjukkan tingkat
pengetahuan masyarakat di pesisir pantai Kecamatan Suppa tentang pengelolaan
hutan mangrove sangat baik.
Sari dkk. (2017) melakukan penelitian dengan judul “Perilaku Petani pada
Program Pengembangan Klaster Padi Binaan Bank Indonesia (Kasus Subak
Pulagan, Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar)”
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku petani pada program
pengembangan klaster padi binaan Bank Indonesia digunakan indikator; (a)
pengetahuan petani yaitu dengan melihat aspek pemahaman responden mengenai
tujuan dari suatu program atau kegiatan yang telah dijelaskan, (b) sikap petani
yaitu dengan melihat aspek keantusiasan petani dalam menerima dan mendukung
program atau kegiatan, dan (c) keterampilan petani yaitu dengan melihat aspek
tindakan petani dalam melakukan pembibitan, penanaman, pengairan,
pemupukan, penyiangan, pengendalian hama, panen, pasca panen, dan
diversifikasi produk. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode analisis
deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan perilaku petani pada Program
8
Pengembangan Klaster Padi pada Subak Pulagan termasuk kategori sangat baik,
yang ditujukkan oleh; (a) pengetahuan petani yang sangat tinggi tentang Program
Pengembangan Klaster Padi, (b) sikap petani yang sangat setuju mengenai
Program Pengembangan Klaster Padi, dan (b) keterampilan petani yang sangat
baik dalam Program Pengembangan Klaster Padi.
Setiawan dkk. (2017) melakukan penelitian dengan judul “Persepsi dan
Sikap Masyarakat terhadap Konservasi Ekosistem Mangrove di Pulau Tanakeke
Sulawesi Selatan” salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
sikap masyarakat terhadap konservasi ekosistem mangrove di Pulau Tanakeke
yaitu dengan meihat aspek keikutsertaan masyarakat. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan sikap yang
tinggi menandakan masyarakat sangat mendukung kegiatan konservasi ekosistem
mangrove. Sikap masyarakat sangat dipengaruhi oleh keikutsertaannya dalam
kegiatan rehabilitasi mangrove, maka dapat dikatakan keikutsertaan masyarakat
yang lebih jauh dalam kegiatan konservasi menunjukkan sikap masyarakat yang
sangat mendukung kegiatan tersebut.
Zainudin dkk. (2015) melakukan penelitian dengan judul “Perilaku
Masyarakat dalam Pelestarian Hutan Mangrove di Kabupaten Pangkep Provinsi
Sulawesi Selatan” salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji
perilaku masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove digunakan indikator sikap
masyarakat yaitu dengan melihat aspek; (a) tingkat pemanfaatan kawasan hutan
mangrove, (b) tingkat pengelolaan hutan mangrove, dan (c) kreativitas
membangun kemitraan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan
kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan perilaku masyarakat dalam upaya
pelestarian hutan mangrove di Kabupaten Pangkep termasuk kategori sedang,
masyarakat telah memanfaatkan hutan mangrove sesuai dengan kebutuhan dan
pengelolaan yang dilakukan sudah berjalan baik dengan mengedepankan aspek
kelestarian. Disamping itu masyarakat telah memiliki kreativitas dalam
membangun kemitraan dengan pihak lain terkait dengan pengelolaan dan
pelestarian hutan mangrove.
9
Setyawan dkk. (2006) melakukan penelitian dengan judul “Permasalahan
Konservasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Kabupaten Rembang, Jawa Tengah”
salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui permasalahan
ekosistem mangrove. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan
kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyumbang terbesar kerusakan
ekosistem mangrove di pesisir Kabupaten Rembang, antara lain pertambakan,
penebangan pepohonan, reklamasi dan sedimentasi, serta pencemaran
lingkungan.
Zainudin dkk. (2015) melakukan penelitian dengan judul “Perilaku
Masyarakat dalam Pelestarian Hutan Mangrove di Kabupaten Pangkep Provinsi
Sulawesi Selatan” salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji
faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku masyarakat dalam pelestarian
hutan mangrove. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan
kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove adalah; (a)
intensitas penyuluhan yang meliputi frekuensi kunjungan penyuluh, kesesuaian
materi, ketepatan metode dan juga ketersediaan sarana, serta (b) adanya dukungan
lingkungan yang meliputi dukungan tokoh masyarakat, dukungan kelompok tani
dan dukungan pemerintah.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Tanaman Mangrove
Menurut Lazuardy (2017), mangrove berasal dari bahasa Portugis yakni
mangue, dan bahasa Inggris yakni grove. Kata mangrove dalam bahasa Portugis
digunakan untuk menggambarkan individu jenis tumbuhan dan kata mangal
digunakan untuk hutan yang terdiri dari tanaman-tanaman mangrove. Kata
mangrove dalam bahasa Inggris digunakan baik untuk komunitas rumput-
rumputan atau pohon-pohonan yang tumbuh di wilayah pesisir maupun untuk
tumbuhan lain yang tumbuh berasosiasi dengannya. Istilah mangrove tidak selalu
diperuntukkan bagi kelompok spesies dengan klasifikasi taksonomi tertentu,
melainkan mencakup semua tanaman tropis yang bersifat halophytic atau toleran
10
terhadap garam. Tanaman mangrove memiliki klasifikasi taksonomi sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Mytales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Rizhophora
Spesies : Rizhophora mucronata Lamk.
Tanaman mangrove adalah jenis tanaman dikotil (buahnya berbiji berbelah
dua) yang hidup di habitat payau. Kelompok pohon di daerah mangrove dapat
terdiri dari suatu jenis pohon tertentu saja atau sekumpulan komunitas pepohonan
yang dapat hidup di air asin. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang
kompleks terdiri dari flora dan fauna daerah pantai, hidup sekaligus di habitat
daratan dan lautan, antara batas pasang surut. Tanaman mangrove dapat
ditanaman sejauh 200-300 meter dari bibir pantai, jika lebih tanaman mangrove
tidak dapat ditanam. Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada
kawasan pasang surut air laut, secara periodik daerah terendam beserta dengan
tumbuhan yang hidup pada kawasan tersebut. Hutan mangrove tumbuh subur dan
luas di daerah delta dan aliran sungai yang besar dan bermuara lebar. Hutan
mangrove biasa ditemukan di wilayah sepanjang daerah subtropis dan tropis,
antara 32⁰ Lintang Utara dan 38⁰ Lintang Selatan (Firdaus dkk., 2013).
Menurut Suryono (2013), tanaman mangrove memiliki banyak fungsi dan
manfaat. Mangrove banyak dikenal sebagai tanaman pencegah abrasi pantai,
namun fungsi tanaman mangrove tidak hanyak itu, banyak sekali fungsi dari
tanaman mangrove. Fungsi tanaman mangrove diantaranya:
1. Menumbuhkan Pulau dan Menstabilkan Pantai
Tanaman mangrove memiliki sistem perakaran yang kompleks, rapat, dan lebat
sehingga tangguh terhadap gelombang, dimana hal tersebut dapat
memerangkap sisa-sisa bahan organik dan endapan yang terbawa air laut dari
daratan dan mencegah erosi pantai. Adanya proses ini menyebakan kebersihan
air laut terjaga, dengan demikian kehidupan padang lamun dan terumbu karang
11
dapat terpelihara. Endapan dan tanah yang tertahan oleh perakaran mangrove
akan menumbuhkan perkembangan garis pantai dari waktu kewaktu dan
memberikan kesempatan bagi tumbuhan teresterial untuk dapat hidup dan
berkembang di wilayah daratan. Buah vivipar yang terbawa air hingga menetap
di wilayah yang dangkal dapat berkembang menjadi kumpulan habitat
mangrove yang baru, dalam kurun waktu yang panjang habitat baru ini akan
meluas menjadi sebuah pulau.
2. Menjernihkan Air
Akar pasak dari api-api dan tancang berfungsi sebagai sistem pernafasan,
menangkap endapan, dan membersihkan kandungan zat-zat kimia dari air yang
datang dari daratan. Zat-zat kimia atau polutan yang terbawa oleh air sungai
dari daratan dapat dilepaskan dan menjadi bersih apabila melewati akar-akar
pasak pohon api-api.
3. Mengawali Rantai Makanan
Daun-daun mangrove yang jatuh akan terurai oleh mikroorganisme (bakteri
tanah dan jamur) menghasilkan makanan bagi plankton dan merupakan
nutrient bagi pertumbuhan algae laut. Plankton dan algae yang berkembang
menjadi makanan bagi berbagai jenis organisme darat dan air di habitat yang
bersangkutan. Organisme yang biasa hidup di habitat mangrove diantaranya
udang dan ikan.
4. Melindungi dan Memberi Nutrisi
Akar ongkat pohon mangrove menjadi daerah nursey dan memberi zat
makanan bagi ikan dan hewan invertebrata yang hidup di sekitar habitatnya.
Ikan dan udang yang belum dewasa memerlukan perlindungan dari predator
dan suplai nutrisi yang cukup di daerah mangrove ini, banyak pula jenis hewan
darat yang singgah dan berlindung serta mencari makan di habitat mangrove.
5. Manfaat Bagi Manusia
Pohon mangrove memiliki banyak sekali manfaat bagi kehidupan manusia,
setiap bagian dari pohon mangrove dapat dimanfaatkan oleh manusia mulai
dari akar, kulit kayu, batang pohon, daun dan bunganya. Pada saat cuaca buruk
pohon mangrove dapat dijadikan sebagai perlindungan bagi perahu dan kapal
12
dengan mengikatkannya pada batang pohon mangrove. Kulit pohon mangrove
juga dapat digunakan sebagai bahan pengawet dan obat-obatan seperti obat
rematik, penawar gigitan ular, gangguan alat pencernaan dan lain-lain. Daun
mangrove yang mengandung banyak protein juga dapat dimakan sebagai sayur
lalapan yakni daun muda pohon api-api, dan banyak lagi manfaat mangrove
lainnya bagi manusia.
2.2.2 Budidaya Tanaman Mangrove
Menurut Suryono (2013), budidaya tanaman mangrove sangat mudah,
namun terdapat beberapa kriteria yang dibutuhkan untuk tempat tumbuh
mangrove. Kriteria tempat tumbuh mangrove yakni merupakan wilayah pantai.
Kondisi pantai yang baik bagi pertumbuhan mangrove ialah memiliki air yang
tenang, tidak memiliki ombak yang besar, air payau, mengandung endapan
lumpur, dan lereng endapan tidak lebih dari 0,25% - 0,50%. Budidaya mangrove
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pemilihan Bibit Mangrove
a. Bakau (Rhizophora spp.), buah sebaiknya dipilih dari pohon yang telah berusia
10 tahun, buah baik dicirikan oleh hampir lepasnya bonggol buah dan batang
buah, ciri buah yang sudah matang jenis:
- Bakau besar: warna buah hijau tua atau kecoklatan dengan kotiledon
(cincin) berwarna kuning.
- Bakau kecil: warna buah hijau kecoklatan dengan warna kotiledon merah.
- Tancang: buah dipilih dari pohon yang berumur anatra 5-10 tahun, ciri buah
yang matang batang buahnya hampir lepas dari bonggolnya.
b. Api-api (Avicennia sp.), bogem (Sonneritia sp.) dan bolicella (Xylocarpus
granatum) ciri buah yang matang yakni warna kecoklatan, agak keras, dan
bebas dari hama penggerek lebih baik buah yang sudah jatuh dari pohon.
13
2. Persemaian Bibit Mangrove
a. Pemilihan tempat:
- Lahan yang lapang dan datar.
- Terendam air saat pasang, dengan frekuensi lebih kurang 20-40 kali/bulan,
sehingga tidak memerlukan penyiraman.
- Dekat dengan lokasi tanam.
b. Pembuatan bedeng persemaian:
- Ukuran bedengan disesuaikan dengan kebutuhan, umumnya berukuran 1x5
meter atau 1x10 meter dengan tinggi 1 meter.
- Bedeng diberi naungan ringan dari daun nipah atau sejenisnya.
- Media bedengan berasal dari tanah lumpur disekitarnya.
- Bedeng berukuran 1x15 meter dapat menampung bibit dalam kantong
plastik (10x50 cm) atau dalam botol air mineral bekas (500 ml) sebanyak
1.200 unit, atau 2.250 unit untuk bedengan berukuran 1x10 meter.
c. Pembibitan:
- Buah jenis bakau dan tengar, benih dapat langsung disemaikan dan
sekaligus disapih pada kantong plastik atau botol air mineral bekas yang
telah dilubangi bawahnya dan diisi media tanam.
- Jenis api-api dan prepat benih harus disemaikan terlebih dahulu. Buah api-
api, benih dapat ditebarkan langsung di bak persemaian atau kulit buah
dibelah dua terlebih dahulu sebelum disemaikan dibak persemaian. Jenis
prepat, buah yang sudah tua direndam di dalam air selama 1-2 hari hingga
benihnya benar-benar terpisah. Benih-benih ini kemudian disemaikan di
bak semai yang berisi tanah lumpur. Apabila semai kedua jenis ini telah
berumur kurang lebih 1 bulan atau ditandai dengan keluarnya daun 5-6
helai, semai dipindahkan ke kantong plastik atau botol air mineral bekas
untuk disapih di bedeng persemaian. Penyiraman bibit hanya dilakkukan
apabila air pasang tidak sampai membasahi bibit, setelah bibit bakau atau
tumu berumur sekitar 3-4 bulan, bibit siap untuk ditanam di lapangan,
sedangkan bibit prepat atau api-api siap ditanam setelah umur sekitar 5-6
bulan.
14
3. Penanaman Mangrove
a. Penanaman dengan benih
Penanaman pada lokasi berlumpur agak keras, terlebih dahulu dibuat lubang
setelah itu buah atau benih dimasukkan ke dalam lubang secara tegak,
kemudian lubang ditutup kembali dengan tangan sehingga sehingga benih
dapat berdiri tegak dengan baik. Penanaman pada lokasi yang berlumpur
lembek atau dalam, sepertiga dari panjang buah atau benih ditancapkan
kedalam lumpur secara tegak dengan bakal kecambah menghadap ke atas.
Tanaman mangrove yang baru ditanam rawan terbawa oleh ombak, untuk itu
perlu dibuatkan ajir yang ditanam disamping buah atau benih. Tanaman
mangrove sebaiknya diberi naungan seperti piyai, pakis-pakisan, ranting, daun
nipah atau lainnya, terutama bagi tanaman mangrove yang ditanam ditempak
terbuka.
b. Penanaman dengan bibit
Penanaman mangrove menggunakan bibit berbeda dengan benih, sebelum
ditanam terlebih dahulu dibuatkan lubang untuk tempat menanam bibt.
Kantung plastik dilepasan dengan hati-hati agar tidak merusak perakarannya,
kemudian bibit dimasukkan kedalam lubang secara tegak sebatas leher akar
dan ditutup kembali dengan lumpur. Ajir digunakan sebagai pelindung agar
bibit tidak hanyut terbawa ombak dengan cara bibit diikatkan pada ajir.
4. Pemeliharaan Mangrove
Pemeliharaa tanaman mangrove meliputi penyiangan dan penyulaman,
pemangkasan dan penjarangan. Keberhasilan penanaman sangat ditentukan oleh
kegiatan pemeliharaan tanaman. Berikut penjelasan mengenai pemeliharaan
tanaman mangrove:
a. Penyiangan dan Penyulaman
Penyiangan dilakukan terhadap tumbuhan pengganggu atau gulma. Gulma
yang biasa tumbuh pada tanaman mangrove yakni piyai (Acanthus ilicifolius)
dan paku-pakuan (Acrosthicum aereum). Piyai atau paku-pakuan dapat menjadi
pesaing bagi bibit atau benih tanaman mangrove yang baru ditanam, tanaman
15
tersebut setelah ditebang dalam kurun waktu 5 bulan akan tumbuh kembali
terutama di musim hujan. Pemeliharaan dilakukan dengan cara penebasan piyai
atau paku-pakuan secara teratur sampai bibit atau benih tanaman mangrove
menjadi besar dan cukup kuat untuk bersaing dengan tanaman pengganggu.
Penyulaman dilakukan apabila terdapat tanaman yang mati, baik dengan
menggunakan benih atau bibit. Penyulaman sebaiknya dilakukan dengan bibit
yang berumur sama dengan tanaman yang mati agar umur tegakan tetap
seragam. Cara penyulaman sama dengan cara penanaman.
b. Pemangkasan
Pemangkasan bertujuan untuk membuat pohot terlihat lebih rapi dan bahan-
bahan hasil pangkasan seperti daun dapat bermanfaat bagi hewan ternak seperti
kambing dan rantingnya dapat menjadi kayu bakar. Pemangkasan biasanya
dilakukan pada tanaman yang ditanam di tambak, pinggir sungai atau saluran
air yang telah berumur 5 tahun ke atas. Bagian tanaman mangrove yang
dipangkas meliputi ranting daun sebelah bawah dan akar-akar tunjang
mangrove paling atas.
c. Penjarangan
Penjarangan biasanya dilakukan pada tanaman mangrove yang ditanam di
tambak, terutama bagian tengah. Penjarangan dilakukan dengan menebang
pohon untuk memberikan ruang tumbuh yang ideal bagi pohon lainnya atau
memperpanjang jarak tanam. Penjarangan biasanya dilakukan pada tanaman
mangrove yang telah berusia 5 tahun keatas. Penjarangan ditengah tambak
bertujuan memperkecil resiko pembusukan air tambak apabila sirkulasi airnya
tidak lancar dan untuk memperluas ruang budidaya ikan.
2.2.3 Teori Perilaku
Menurut Sebayang dkk. (2018), perilaku manusia adalah semua kegiatan
atau aktivitas manusia baik yang diamati langsung maupun tiidak dapat diamati
oleh pihak luar. Benyamin Bloom (1908) membagi perilaku manusia menjadi tiga
domain, ranah, atau kawasan yakni kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan
psikomotor (keterampilan). Menurut Kast dan Rosenweig (1995) dalam Sari
16
(2017), perilaku adalah cara bertindak yang menunjukkan tingkah laku seseorang
dan merupakan hasil kombinasi antara pengembangan anatomis, fisiologis dan
psikologis.
Marzuki (1999) dalam Sari (2017) juga menyatakan perilaku adalah semua
tingkah laku manusia yang hakekatnya mempunyai motif, yaitu meliputi
pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Kegiatan manusia dapat bermotif tunggal
ataupun ganda, biasanya perbuatan tersebut terdorong oleh suatu motif utama dan
beberapa motif pendukung yang merupakan rincian dari motif utama.
Pengetahuan dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadopsi teknologi baru.
Penyuluhan merupakan agen bagi perubahan perilaku petani, baik penyuluhan
mengenai suatu program atau teknologi baru, yaitu dengan mendorong
masyarakat untuk mengubah perilakunya menjadi petani dengan kemampuan
yang lebih baik dan mampu mengambil keputusan sendiri, yang selanjutnya akan
memperoleh kehidupan yang lebih baik. Penyuluhan bertujuan untuk mengubah
perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan).
a. Pengetahuan
Pengetahuan (kognitif) adalah segala sesuatu yang diketahui, namun
belum disusun secara sistematik dan belum diuji kebenarannya menurut metode
ilmiah dan belum dinyatakan valid atau sh ahih. Pengetahuan berasal dari dua
sumber yakni sumber langsung dan sumber tidak langsung. Sumber langsung
berasal dari pengalaman sendiri, yaitu persentuhan indra seseorang dengan objek
yang diketahui. Sumber tidak langsung berasal dari pengalaman orang lain yang
kemudian diolah lebih lanjut. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang, tanpa pengetahuan
seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan
tindakan terhadap masalah yang dihadapi (Nata, 2018).
Ranah perilaku menurut Bloom, pengetahuan dibagi menjadi enam
tingkatan yaitu (1) tahu (know) yaitu pemanggilan kembali (recall) dari memori
yang sudah diamati, (2) memahami (comprehension) yaitu proses
menginterpreatsi secara benar objek yang telah diketahui, (3) aplikasi
(application) yaitu menggunakan kembali pemahaman terhadap suatu objek pada
17
situasi lain, (4) analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk
menjabarkan dan atau memisahkan, lalu mencari hubungan komponen-komponen
yang ada dalam suatu kasus tertentu, (5) sintesis (synthesis) adalah kemampuan
untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari
komponen pengetahuan yang dimiliki, (6) evaluasi (evaluation) yaitu proses
justifikasi atau penilaian objek tertentu. Oleh karena itu, semakin tinggi
pengetahuan maka akan semakin tinggi seseorang melakukan tindakan yang
terkait dengan tindakan tersebut (Sebayang dkk., 2018).
b. Sikap
Menurut Azwar (2011), psikologi memandang perilaku manusia sebagai
suatu reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun kompleks, reaksi ini
disebabkan oleh suatu stimulus yang dapat berasal darimana saja. Perilaku
dipengaruhi oleh sikap, menurut Secord dan Backman (1964) sikap merupakan
keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), predisposisi
tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek dilingkungan sekitarnya.
Perilaku lebih banyak ditentukan oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu
daripada sikap umum, namun perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh sikap
melainkan juga dipengaruhi oleh norma-norma subjektif yaitu keyakinan kita
mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita perbuat. Sikap terhadap suatu
perilaku bersama norma-norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat untuk
berperilaku tertentu.
Menurut Mar’at, L. (1982) dalam Ardi (2015), sikap dipengaruhi atau
dibentuk oleh stimulus (pengetahuan), dimana stimulus tersebut akan melahirkan
pengertian, perhatian, dan penerimaan, dengan adanya pengertian, perhatian dan
penerimaan dari stimulus tersebut maka terbentuklah perubahan sikap. Menurut
Bloom et al dalam Suparno (2000) sikap disusun sedemikian rupa sehingga
menunjukkan tingkatan-tingkatan, diantaranya:
18
1. Menerima
Proses menerima atau menaruh perhatian dimulai dengan kesadaran paling
sederhana akan hadirnya sesuatu. Subjek minimum tidak menghindar dari
objek tersebut.
2. Merespon
Merespon tidak disebabkan oleh adanya rasa takut akan hukuman, melainkan
merupakan kegiatan untuk melakukan sesuatu secara suka rela. Pada tahap
memberi respon, individu sudah menunjukkan tanggung jawab atas apa yang
dikerjakannya dan telah mulai dapat menikmati apa yang dilakukannya.
3. Memberi penilaian
Tahap memberi penilaian yaitu individu meneruskan kegiatan untuk
melakukan sesuatu, merasa menjadi bagian kelompok dari perilaku-perilaku
kegiatan yang sama dan bertanggung jawab atas kegiatan tersebut. Individu
mau mengemukakan pendapat secara lisan maupun tertulis serta senang
membantu orang lain agar memiliki kecakapan seperti yang dimilikinya.
4. Pengorganisasian
Tahap pengorganisasian menandakan bahwa individu membangun penilian
untuk menentukan tingkat kelayakan bagi sesuatu yang relevan dikerjakan oleh
orang lain atau masyarakat. Proses ini dinamakan konseptualisasi nilai.
5. Karakterisasi
Tahap terakhir ialah karakterisasi dimana pada tahap ini individu siap untuk
menilai ulang apa yang telah diyakininya jika bukti-bukti menunjukkan adanya
keharusan untuk merevisi pandangan yang dipegangnya. Pada tahap ini lebih
bersifat logis, ilmiah dan menghargai bukti-bukti sehingga nilai-nilai yang
sudah dibangunnya itu dijadikan pedoman dalam bertindak dan berperilaku.
c. Keterampilan
Keterampilan (psikomotor) adalah suatu kegiatan motorik yang
terorganisir menghasilkan produk dan keahlian produktif, dalam kata lain
keterampilan merupakan perilaku yang menunjukkan kemampuan individu dalam
melakukan tugas mental atau fisik tertentu yang dapat diobservasi. Keterampilan
19
seseorang biasanya didukung oleh tingkat pengetahuan yang dimilikinya. Variasi
keterampilan yang dikuasai akan tergantung dari kemauan dan mempuan
seseorang dalam mempelajari hal baru (Suprihatiningsih, 2016).
Menurut Notoatmodjo (1993), keterampilam yang merupakan praktek atau
tindakan adalah tahap selanjutnya setelah seseorang memiliki sikap terhadap suatu
obyek. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Praktek atau
tindakan juga terbagi atas beberapa tingkatan, diantaranya:
1. Persepsi (Perception)
Persepsi dalam keterampilan memiliki arti mengenal dan memilih berbagai
obyek sehubungan dengan yang akan diambil adalah merupakan praktek
tingkat pertama.
2. Respon terpimpin (Guided Response)
Respon terpimpin ditandakan dengan dapat melakukan sesuatu sesuai dengan
urutan yang benar sesuai dengan contoh.
3. Mekanisme (Mechanism)
Tingakatan ketiga keterampilan atau mekanisme dapat dicapai apabila
seseorang telah dapat melakukan sesatu dengan benar secara otomatis, atau
sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.
4. Adaptasi (Adaptation)
Tingkatan terakhir yaitu adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang
sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya
tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
2.2.4 Teori FFA (Forces Field Analysis)
Menurut Kurt Lewin (1951) dalam Munandar (2019), pada teorinya yang
disebut Forces Field Analysis kondisi suatu kedaan merupakan kesetimbangan
dari dua kekuatan yang berlawanan. Kekuatan yang menuntut adanya perubahan
(driving forces) dan kekuatan yang mempertahankan keberadaan yang
menghambat terjadinya perubahan (restraining forces).
20
Analisis medan faktor (Forces Field Analysis), suatu teknik yang
dikembangkan oleh Kurt Lewin untuk mendiagnosis situasi, dapat dimanfaatkan
untuk mengkaji variabel-variabel yang terlibat dalam menentukan efektivitas.
Lewin berasumsi bahwa dalam tiap situasi terdapat faktor-faktor pendorong dan
faktor-faktor penghambat yang mempengaruhi setiap perubahan yang mungkin
terjadi. Faktor-faktor pendorong (driving forces) adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi situasi yang mendorong dalam arah tertentu, faktor-faktor ini
cenderung mendorong adanya perubahan dan mempertahankan perubahan itu agar
tetap berlangsung, dalam hubungannya dengan produktivitas dalam suatu
kelompok kerja, tekanan dari supervisor, perolehan insentif, dan persaingan dapat
diacu sebagai contoh faktor-faktor pendorong. Faktor-faktor penghambat
(restraining forces) adalah faktor-faktor yang bertindak mengekang atau
memperkecil faktor pendorong. Sikap apatis, permusuhan, pemeliharaan
perlengkapan yang tidak baik dapat diacu sebagai contoh faktor-faktor
penghambat bagi peningkatan produksi (Hersey dkk., 1995).
Gambar 2.1 Keseimbangan Faktor Pendrong dan Penghambat
Keseimbangan tercapai pada saat jumlah faktor pendrorong sama dengan
jumlah faktor penghambat. Keseimbangan itu, level produktivitas pada saat
sekarang, dapat dinaikkan atau diturunkan dengan mengubah hubungan antara
faktor-faktor pendorong dan pengambat (Hersey dkk., 1995).
+1
-3
-4
-2
-1
+2
+4
+3
LE
BIH
TIN
GG
I
LE
BIH
RE
ND
AH
PRODUKTIVITAS
SEKARANG +1
21
2.3 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini dilakukan di Kelompok Tani Hutan Sinar Pagi yang berada
di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo. Kelompok Tani Hutan Sinar Pagi
merupakan kelompok tani hutan yang aktif dalam kegiatan pengelolaan mangrove
di Kota Probolinggo. Kegaiatan terkait pengelolaan mangrove yang dilakukan
oleh kelompok tani tersebut yakni; (a) penyuluhan atau sosialisasi mengenai
budidaya tanaman mangrove yang baik dan benar kepada anggota dan
masyarakat, (b) menyediakan bibit mangrove baik untuk pesanan ataupun
pelaksanaan program pemerintah, (c) melakukan penanaman mangrove, dan (d)
pengolahan produk usaha agroindustri dari tanaman mangrove menjadi tepung
yang dipasarkan di dalam dan di luar negeri, sirup mangrove, serta memanfaatkan
daun mangrove untuk dijadikan botok, guna meningkatkan nilai tambah tanaman
mangrove.
Petani memperoleh banyak manfaat dengan bergabung dalam kelompok
tani hutan pengelolan mangrove tersebut. Manfaat yang dapat diperoleh petani
dengan bergabung dalam kelompok tani hutan pengelola mangrove diantaranya
yakni; (a) petani dapat melindungi lahan sawah milikinya dari erupsi tanah yang
diakibatkan oleh ombak laut, karena dapat ditahan oleh hutan mangrove dan (b)
dapat meningkatkan pendapatan petani, dari penjualan produk usaha agroindustri,
penjualan hasil tangkapan biota laut yang hidup dibawah hutan mangrove seperti
udang, ikan bandeng, dan ikan nila, serta penjualan bibit mangrove.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa terdapat
diversifikasi pekerjaan pada petani wilayah pesisir Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo, dari hanya mengelola lahan sawah, saat ini juga melakukan
pengelolaan tanaman mangrove. Hal tersebut menunjukkan adanya perubahan
perilaku pada petani di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo. Oleh karena
itu, penelitian ini memiliki 2 tujuan. Pertama yakni untuk mengetahui perilaku
petani pengelola mangrove yang berlandaskan teori perilaku dengan indikator
pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Kedua yakni untuk mengetahui faktor
pendorong dan faktor penghambat keberlanjutan pengelolaan mangrove yang
berlandaskan teori forces field analysis.
22
Terkait dengan tujuan pertama dalam penelitian ini yaitu perilaku petani
pengelola mangrove, terdapat beberapa penelitan terdahulu sebagai pendukung.
Pertama Amal dan Baharuddin (2016), berdasarkan hasil penelitiannya tingkat
pengetahuan masyarakat di pesisir pantai Kecamatan Suppa tentang pengelolaan
hutan mangrove sangat baik. Sari dkk. (2017) menjelaskan bahwa perilaku petani
sangat baik yang ditujukkan dengan pengetahuan sangat tinggi, sikap yang setuju,
keterampilan yang sangat baik. Setiawan dkk. (2017) menjelaskan bahwa sikap
yang tinggi menandakan masyarakat sangat mendukung, sikap masyarakat sangat
dipengaruhi oleh keikutsertaannya.
Terkait dengan tujuan kedua dalam penelitian ini yaitu faktor pendorong
dan faktor penghambat keberlanjutan pengelolaan mangrove, terdapat beberapa
penelitan terdahulu sebagai pendukung. Petrtama Setyawan dkk. (2006)
menjelaskan bahwa penyumbang terbesar kerusakan ekosistem mangrove di
pesisir antara lain pertambakan, penebangan pepohonan, reklamasi dan
sedimentasi, serta pencemaran lingkungan. Zainudin dkk. (2015) berdasarkan
hasil penelitiannya menjelaskan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove adalah intensitas
penyuluhan yang meliputi frekuensi kunjungan penyuluh, kesesuaian materi,
ketepatan metode dan juga ketersediaan sarana, serta adanya dukungan
lingkungan yang meliputi dukungan tokoh masyarakat, dukungan kelompok tani
dan dukungan pemerintah.
Kedua tujuan ini akan dianalisis menggunakan analisis model interaktif
Miles dan Huberman, dimana analisis data akan dilaksanakan secara interaktif
dan berlangsung terus-menerus hingga data yang diperoleh jenuh. Analisis data
dalam penelitian ini terdiri dari reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan/verifikasi. Analisis data tersebut nantinya akan mendeskripsikan
perilaku petani pengelola mangrove serta faktor pendorong dan penghambat
keberlanjutan pengelolaan mangrove di Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo. Goal yang diharapkan peneliti dengan adanya penelitian ini yakni
keberlanjutan pengelolaan mangrove di wilayah pesisir Kecamatan Kademangan
Kota Probolinggo.
23
Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran
1. Aktif dalam kegiatan
pengelolaan mangrove
2. Terjadi diversifikasi
pekerjaan pada petani
lahan basah dengan
ikut membudidayakan
dan mengelola
tanaman mangrove
Pengelolaan Mangrove di Kelompok
Tani Hutan Sinar Pagi di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo
Mengetahui Faktor pendorong dan
penghambat keberlanjutan pengelolaan
mangrove
Mengetahui Perilaku petani
pengelola mangrove
Setyawan (2006); Faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku
masyarakat dalam pelestarian hutan
mangrove adalah; (a) intensitas
penyuluhan, serta (b) adanya
dukungan lingkungan yang meliputi
dukungan tokoh masyarakat,
dukungan kelompok tani dan
dukungan pemerintah
Zainudin (2015); Penyumbang
terbesar kerusakan ekosistem
mangrove di pesisir antara lain; (a)
pertambakan, (b) penebangan
pepohonan, (c) reklamasi dan
sedimentasi, serta (d) pencemaran
lingkungan.
Analisis Data Miles dan Huberman
Keberlanjutan pengelolaan mangrove di wilayah
pesisir Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo
Teori Forces Field Analysis
Faktor Pendorong Faktor Penghambat
Teori Perilaku
Amal dan Baharuddin (2016);
Tingkat pengetahuan masyarakat di
pesisir pantai tentang pengelolaan
hutan mangrove sangat baik.
Sari (2017); Perilaku petani pada
Program Pengembangan Klaster Padi
Binaan Bank Indonesia baik
ditunjukkan dengan pengetahuan
sangat tinggi, sikap yang setuju,
keterampilan yang sangat baik.
Setiawan (2017); Perilaku
masyarakat dalam konservasi
ekosistem mangrove pada indikator
sikap menunjukkkan sikap yang
tinggi menandakan masyarakat
sangat mendukung. Sikap
masyarakat sangat dipengaruhi oleh
keikutsertaannya.
Pengetahuan Sikap Keterampilan
24
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penelitian mengenai perilaku petani pengelola mangrove kali ini
menggunakan metode penentuan daerah secara sengaja (purposive method)
dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang disesuaikan dengan tujuan
penelitian. Daerah yang dipilih sebagai tempat penelitian yakni Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo. Daerah penelitian dipilih dengan dasar
pertimbangan bahwa Kecamatan Kademangan merupakan salah satu wilayah
yang menjadi lokasi dilakukannya kegiatan rehabilitasi mangrove dan merupakan
wilayah yang dimana terdapat kelompok tani hutan yang aktif dalam kegiatan
pengelolaan mangrove.
3.2 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Aminah dkk.
(2019), penelitian kualitatif menghasilkan analisis yang lebih deskriptif daripada
prediktif. Tujuannya adalah untuk memahami secara mendalam sudut pandang
subjek penelitian. Fokus penelitian kualitatif adalah untuk mendeskripsikan
fenomena dengan lengkap dan/atau mendeskripsikan makna pengalaman subjek
penelitian. Penelitian ini menggunakan jenis fenomenologi. Menurut Aminah dkk.
(2019), fenomenologi merupakan suatu pendekatan dalam penelitian kualitatif
yang digunakan untuk meneliti suatu fenomena tanpa memasukkan hipotesis ke
dalam penelitian. Pendekatan fenomenologi dilakukan dengan cara
mendeskripsikan pengalaman kehidupan manusia tentang suatu fenomena
tertentu. Deskripsi ini berujung pada intisari pengalaman beberapa individu yang
telah mengalami semua fenomena tersebut. Pendekatan fenomenologi dalam
penelitian ini digunakan untuk menggambarkan perilaku petani pengelola
mangrove, serta faktor pendorong dan penghambat keberlanjutan pengelolaan
mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo.
25
3.3 Metode Penentuan Informan
Penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengguakan
teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan informan dengan berdasarkan
pertimbangan tertentu (Solimun dkk., 2018). Informan yang digunakan disebut
key informan atau informan kunci yaitu seseorang yang secara lengkap dan
mendalam mengetahui informasi yang akan menjadi permasalahan dalam sebuah
penelitian. Key informan yang dipilih dalam penelitian ini yakni Pak Muchlis
selaku ketua Kelompok Tani Sinar Pagi, sekaligus sebagai pelopor penanaman
mangrove di Kota Probolinggo. Pak Muchlis dipilih sebagai key informan atas
dasar pertimbangan karena beliau merupakan orang yang mengetahui
perkembangan perilaku petani pengelola mangrove dan faktor pendorong serta
penghambat keberlanjutan pengelolaan mangrove di Kecamatan Kademangan
Kota Probolinggo.
Informan yang digunakan tidak hanya ketua Kelompok Tani Sinar Pagi,
melainkan beberapa informan pendukung diperlukan dalam penelitian ini.
Informan pendukung yang digunakan adalah antara lain para petani yang ikut
melakukan kegiatan pengelolaan mangrove, terutama petani yang tergabung
dalam Kelompok Tani Hutan Sinar Pagi yakni diantaranya Bapak Edi selaku
wakil ketua kelompok tani hutan, Bapak Arifin selaku bendahara kelompok tani
hutan, Bapak Romli selaku sekretaris kelompok tani hutan, dan Ibu Asmi selaku
anggota kelompok tani hutan. Beliau dipilih sebagai informan pendukung
berdasar pertimbangan bahwa beliau merupakan petani yang terjun langsung
dalam kegiatan pengelolaan mangrove yang memberikan informasi mengenai
perilaku petani pengelola mangrove dan faktor pendorong serta penghambat
keberlanjutan pengelolaan mangrove. Informasi yang diperoleh dari informan
pendukung dapat melengkapi informasi yang diperoleh dari key informan.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini terbagi menjadi dua macam,
kedua macam data tersebut dilihat berdasarkan asal atau penyebabnya yakni data
primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data pada penelitian ini dengan
26
menggunakan teknik observasi, wawancara, dan studi dokumen. Jenis data yang
akan digunakan dalam penelitian ini dapat diperoleh melalui bermacam-macam
cara. Jenis data yang berbeda didapatkan dengan cara yang berbeda pula. Proses
pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode sebagai berikut:
a. Observasi pengamat non partisipan
Menurut Suwendra (2018), observasi non pastisipan merupakan kegiatan
mengamati keadaan yang terjadi dan peneliti atau pengamat tidak terlibat
dalam kegiatan yang menjadi obyek dalam penelitian. Data yang diperoleh dari
kegiatan observasi merupakan data primer yakni data mengenai perilaku petani
pengelola mangrove dan faktor pendorong dan penghambat keberlanjutan
pengelolaan mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo. Data
tersebut diperoleh dengan memantau dan memperhatikan lingkungan tempat
observasi.
b. Wawancara mendalam
Menurut Manzilati (2017), wawancara mendalam adalah wawancara yang
terjadi antara satu orang pewawancara dengan satu orang informan dengan
harapan memperoleh informasi mengenai fenomena yang ingin diteliti,
sekalipun gaya wawancaranya bersifat informal, peneliti dapat mempersiapkan
guide line pertanyaan yang nantinya dapat dikembangkan secara fleksibel
selama wawancara berlangsung. Pihak yang dimaksud yakni para petani
pengelola mangrove. Data yang diperoleh melalui wawancara mendalam
merupakan data primer. Wawancara dilakukan dengan berpedoman pada
pertanyaan yang telah disusun pada pedoman wawancara. Data yang ingin
diketahui melalui wawancara adalah data mengenai perilaku petani pengelola
mangrove dan faktor pendorong dan penghambat keberlanjutan pengelolaan
mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo.
c. Studi dokumen
Studi dokumen yakni metode pengumpulan data melalui pengkajian beberapa
literatur seperti jurnal, buku, skripsi, atau dokumen lain yang berasal dari
instansi-instansi yang berkaitan dengan penelitian. Peneliti mengumpulkan
dokumen yang diperlukan untuk kemudian ditelaah sehingga dapat mendukung
27
atau menambah kepercayaan dari pembuktian suatu kejadian. Data yang
diperoleh dari metode pengumpulan data studi dokumen merupakan data
sekunder atau pendukung dari data yang diperoleh melalui observasi dan
wawancara. Dokumen yang dikumpulkan oleh peneliti adalah dokumentasi
kegiatan dan dokumen yang terkait dengan kegiatan pengelolaan mangrove
yang pernah dilakukan oleh petani pengelola mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo.
3.5 Metode Analisis Data
Menurut Pawito (2007), metode analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman. Miles
dan Huberman menyatakan bahwa metode untuk melakukan kegiatan analisis data
atau pengolahan data dalam penelitian terdiri dari tiga komponen atau tahapan
yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data
(data display), dan penarikan serta pengujian kesimpulan (drawing and verifying
conclusion). Berikut merupakan bagan yang menjelaskan komponen teknis
analisis data model Miles dan Huberman:
Gambar 3.1 Skema metode analisis data Miles dan Huberman.
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data atau pengurangan data merupakan upaya yang dilakukan oleh
peneliti selama analisis data dilakukan dengan tidak asal membuang data yang
diperlukan. Data yang direduksi adalah seluruh data yang tidak berkaitan
dengan penelitian ini. Data yang akan diambil adalah data mengenai perilaku
28
petani pengelola mangrove dan faktor pendorong dan penghambat
keberlanjutan pengelolaan mangrove di Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo.
2. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data merupakan langkah-langkah yang mengorganisasikan data,
yakni menjalin kelompok data yang satu dengan kelompok data yang lain
sehingga seluruh data yang dianalisis benar-benar dilibatkan dalam satu
kesatuan, karena dalam penelitian kualitatif data biasanya beraneka ragam
perspektif dan berasa bertumpuk maka penyajian data diyakini sangat
membantu proses analisis. Data berasal dari hasil wawancara dan observasi
mengenai perilaku petani pengelola mangrove dan faktor pendorong dan
penghambat keberlanjutan pengelolaan mangrove di Kecamatan Kademangan
Kota Probolinggo tersebut disajikan dalam bentuk narasi.
3. Penarikan dan Pengujian Kesimpulan (Drawing and Verifying Conclusion)
Penarikan dan pengujian kesimpulan merupakan langkah peneliti dalam
pengimplementasikan prinsip induktif dengan mempertimbangkan pola-pola
data yang ada dan atau kecenderungan dari display data yang telah dibuat.
Peneliti masih harus mengkonfirmasi, mempertajam, atau merevisi
kesimpulan-kesimpulan yang telah dibuat sampai kesimpulan final berupa
proposisi-proposisi ilmiah mengenai gejala suatu realitas yang diteliti.
Kesimpulan yang nantinya akan dibuat dalam penelitian ini yakni berkaitan
dengan perilaku petani pengelola mangrove dan faktor pendorong dan
penghambat keberlanjutan pengelolaan mangrove di Kecamatan Kademangan
Kota Probolinggo.
3.6 Metode Uji Keabsahan Data
Menurut Wijaya (2018), keabsahan data dilakukan untuk membuktikan
apakah penelitian yang dilakukan benar-benar merupakan penelitian ilmiah
sekaligus untuk menguji data yang diperoleh. Uji keabsahan data dalam penelitian
kualitatif meliputi credibility, transferability, dependability, dan confirmability,
agar data dalam penelitian kualitatif dapat dipertanggungjawabkan sebagai
29
penelitian ilmiah perlu dilakukan uji keabsahan data. Adapun uji keabsahan data
sebagai berikut:
1. Credibility
Uji Credibility (kredibilitas) atau uji kepercayaan terhadap data hasil
penelitian yang disajikan oleh peneliti agar hasil penelitian yang dilakukan tidak
meragukan sebagai sebuah karya ilmiah dilakukan.
2. Transferability
Transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitiankualitatif.
Validitas eksternal menunjukkan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil
penelitian ke populasi di mana sampel tersebut diambil.
3. Dependability
Dependability atau Reliabilitas atau penelitian yang dapat dipercaya,
dengan kata lain beberapa percobaan yang dilakukan selalu mendapatkan hasil
yang sama. Penelitian yang dependability atau reliabilitas adalah penelitian
apabila penelitian yang dilakukan oleh orang lain dengan proses penelitian yang
sama akan memperoleh hasil yang sama pula.
4. Confirmability
Objektivitas pengujian kualitatif disebut juga dengan uji confirmability
penelitian. Penelitian bisa dikatakan objektif apabila hasil penelitian telah
disepakati oleh lebih banyak orang. Penelitian kualitatif uji confirmability berarti
menguji hasil penelitian yang dikaitkan dengan proses yang telah dilakukan.
Menurut Wijaya dkk. (2018), metode yang digunakan untuk menilai
keabsahan dalam penelitian ini yakni metode triangulasi. Metode triangulasi
merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada saat
mengumpulkan dan menganalisis data. Ide dasarnya adalah bahwa fenomena yang
diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi
jika didekati dari berbagai sudut pandang. Memotret fenomena tunggal dari sudut
pandang yang berbeda-beda akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran
yang handal. Triangulasi ada tiga macam yakni triangulasi sumber, triangulasi
teknik, dan triangulasi waktu. Uji keabsahan dalam penelitian ini melalui dua
triangulasi tersebut dijelaskan sebagai berikut:
30
a. Triangulasi Sumber
Gambar 3.2 Bagan Triangulasi Sumber.
Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh
melalui beberapa sumber. Pengambilan data dilakukan pada beberapa orang
informan. Informasi yang diperoleh dari beberapa sumber tersebut akan
memperkuat informasi yang diperoleh dan meningkatkan keabsahan serta
kefaliditasan data.
b. Triangulasi Teknik
Gambar 3.3 Bagan Triangulasi Teknik.
Triangulasi teknik dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau data
dengan cara yang berbeda. Pengambilan data dapat dilakukan dengan beberapa
cara yakni wawancara, observasi, dan dokumen. Pengujian keabsahan data
dengan metode triangulasi tehnik tersebut akan menambah keabsahan suatu
data, karena dengan metode triangulasi teknik tersebut data yang diperoleh
dapat saling memperkuat atau memperlemah.
Metode triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini yakni triangulasi
sumber dan triangulasi teknik. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara
mengumpulkan data mengenai perilaku petani pengelola mangrove dan faktor
pendorong dan penghambat keberlanjutan pengelolaan mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo dari beberapa petani yang melakukan pengelolaan
mangrove. Triangulasi teknik dilakukan dengan cara menggunakan metode
wawancara mendalam yang dilakukan kepada key informan dan informan lainnya
Wawancara
Observasi Studi Dokumen
Petani 1
Petani 2 Petani 3
31
untuk memperoleh informasi mengenai perilaku petani pengelola mangrove dan
faktor pendorong dan penghambat keberlanjutan pengelolaan mangrove di
Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo secara langsung melalui lisan,
menggunakan metode observasi dalam mengkaji perilaku petani pengelola
mangrove dan faktor pendorong dan penghambat keberlanjutan pengelolaan
mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo dibuktikan dengan foto
hasil observasi, serta studi dokumen yang dapat mendukung data hasil wawancara
dan observasi, dimana nantinya data-data tersebut dibandingkan dan akan
diperoleh keterkaitan atas data-data tersebut.
3.7 Terminologi
1. Mangrove yang memiliki nama latin Rhizophora mucronata Lamk. ini
termasuk kedalam tanaman hutan yang biasa dijumpai di kawasan pesisir
yang terlindung di daerah tropika dan subtropika
2. Mangrove memiliki beberapa fungsi, yakni fungsi fisik, fungsi kimia, fungsi
biologi, dan fungsi sosial ekonomi.
3. Pengelolaan mangrove terdiri dari kegiatan budidaya mangrove dan
pengolahan mangrove.
4. Budidaya mangrove merupakan segala kegiatan mulai dari pembibitan
sampai pemanenan yang dilakukan oleh petani pengelola mangrove di
Kecamatan Kademangan dan Kecamatan Mayangan Kota Probolinggo.
5. Pengolahan mangrove merupakan segala kegiatan yang berhubungan dengan
merubah wujud tanaman mangrove menjadi produk yang bernilai tambah
yang dilakukan oleh petani pengelola mangrove di Kecamatan Kademangan
dan Kecamatan Mayangan Kota Probolinggo.
6. Petani pengelola mangrove yang berada di wilayah pesisir Kecamatan
Kademangan tergabung dalam suatu kelompok tani yang bernama Kelompok
Tani Sinar Hutan Pagi.
7. Perilaku adalah semua tingkah laku petani pengelola mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo yang hakekatnya mempunyai motif, yaitu
meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
32
8. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh petani pengelola
mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo, namun belum
disusun secara sistematik dan belum diuji kebenarannya menurut metode
ilmiah dan belum dinyatakan valid atau shahih.
9. Tiangkatan dalam pengetahuan meliputi tahu, memahami, aplikasi, analisis
sintesis, dan evaluasi.
10. Tahu yaitu pemanggilan kembali (recall) dari memori yang sudah diamati
oleh petani pengelola mangrove di Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo.
11. Memahami yaitu proses menginterpreatsi secara benar objek yang telah
diketahui oleh petani pengelola mangrove di Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo.
12. Aplikasi yaitu menggunakan kembali pemahaman petani pengelola mangrove
di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo terhadap suatu objek pada
situasi lain.
13. Analisis adalah kemampuan petani pengelola mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo untuk menjabarkan dan atau memisahkan,
lalu mencari hubungan komponen-komponen yang ada dalam suatu kasus
tertentu.
14. Sintesis adalah kemampuan petani pengelola mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo untuk merangkum atau meletakkan dalam
suatu hubungan yang logis dari komponen pengetahuan yang dimiliki.
15. Evaluasi yaitu proses justifikasi atau penilaian objek tertentu oleh petani
pengelola mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo.
16. Sikap merupakan keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran
(kognisi), predisposisi tindakan (konasi) petani pengelola mangrove di
Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo terhadap suatu aspek
dilingkungan sekitarnya.
17. Tingkatan dalam sikap meliputi menerima, merespon, memberi penilaian,
pengorganisasian, dan karakterisasi.
33
18. Menerima merupakan proses menaruh perhatian yang dilakukan petani
pengelola mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo dimulai
dengan kesadaran paling sederhana akan hadirnya sesuatu.
19. Merespon adalah saat dimana petani pengelola mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo sudah menunjukkan tanggung jawab atas apa
yang dikerjakannya dan telah mulai dapat menikmati apa yang dilakukannya.
20. Memberi penilaian adalah tahap dimana petani pengelola mangrove di
Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo mau mengemukakan pendapat
secara lisan maupun tertulis serta senang membantu orang lain agar memiliki
kecakapan seperti yang dimilikinya.
21. Pengorganisasian adalah tahap dimana petani pengelola mangrove di
Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo membangun penilian untuk
menentukan tingkat kelayakan bagi sesuatu yang relevan dikerjakan oleh
orang lain atau masyarakat.
22. Karakterisasi adalah tahap dimana petani pengelola mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo menghargai bukti-bukti sehingga nilai-nilai
yang sudah dibangunnya itu dijadikan pedoman dalam bertindak dan
berperilaku.
23. Keterampilan adalah perilaku yang menunjukkan kemampuan petani
pengelola mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo dalam
melakukan tugas mental atau fisik tertentu yang dapat diobservasi.
24. Tingkatan dalam keterampilan meliputi persepsi, respon terpimin,
mekanisme, dan adaptasi.
25. Persepsi adalah tahap dimana petani pengelola mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo mengenal dan memilih berbagai obyek
sehubungan dengan yang akan diambil.
26. Respon terpimpin adalah tahap dimana petani pengelola mangrove di
Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo dapat melakukan sesuatu sesuai
dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh.
34
27. Mekanisme adalah tahap dimana petani pengelola mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo telah dapat melakukan sesatu dengan benar
secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.
28. Adaptasi adalah tahap dimana petani pengelola mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo dapat mengembangkan atau memodifikasi
hal yang telah ada tanpa mengurangi kebenaran hal tersebut.
29. Analisis medan faktor (Forces Field Analysis) adalah suatu teknik yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi faktor pendorong dan penghambat
keberlanjutan pengelolaan mangrove di Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo.
30. Faktor-faktor pendorong (driving forces) adalah faktor-faktor yang
mendorong adanya keberlanjutan pengelolaan mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo dan mempertahankan hal tersebut agar tetap
berlangsung.
31. Faktor-faktor penghambat (restraining forces) adalah faktor-faktor yang
bertindak mengekang atau memperkecil faktor pendorong keberlanjutan
pengelolaan mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo.
35
BAB 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH
4.1 Gambaran Umum WilayahKecamatan Kademangan Kota Probolinggo
Kecamatan Kademangan merupakan salah satu dari lima kecamatan yang
ada di Kota Probolinggo. Kecamatan Kademangan terletak pada 7º43’ Lintang
Selatan dan 113º13” Bujur Timur, dengan ketinggian daerah kurang lebih 15
meter dari permukaan laut. Berikut peta wilayah Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo:
Gambar 4.1 Peta Wilayah Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo
Sumber: BPS Kecamatan Kademangan dalam Angka (2018).
Berdasarkan gambar 4.1 diketahui bahwa Kecamatan Kademangan
terletak di sebelah Barat Kota Probolinggo. Kecamatan ini berbatasan dengan
Selat Madura di sebelah utara, Kecamatan Sumber Asih dan Kecamatan
Wonomerto Kabupaten Probolinggo di sebelah selatan, Kecamatan Sumberasih
36
Kabupaten Probolinggo di sebelah barat dan Kecamatan Mayangan dan
Kecamatan Kedopok di sebelah timur. Ibukota kecamatan ini terletak di
Kelurahan Kademangan. Batas wilayah Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo dapat dituliskan sebagai berikut:
Sebelah Utara : Selat Madura
Sebelah Selatan : Kecamatan Wonomerto, Kab. Probolinggo
Sebelah Barat : Kecamatan Sumberasih, Kab. Probolinggo
Sebelah Timur : Kecamatan Mayangan dan Kecamatan Kedopok
Luas wilayah Kecamatan Kademangan yakni seluas 12.754 Km² yang
terbagi menjadi 6 (enam) kelurahan yakni Kelurahan Triwung Kidul, Kelurahan
Kademangan, Kelurahan Pohsangit Kidul, Kelurahan Pilang, Kelurahan Triwung
Lor dan Kelurahan Ketapang. Luas wilayah Kelurahan Triwung Kidul yakni
seluas 1,76 Km2, Kelurahan Kademangan seluas 2,13 Km2, Kelurahan Pohsangit
Kidul seluas 1.665 Km2, Kelurahan Pilang seluas 3,068 Km2, Kelurahan Triwung
Lor seluas 2,08 Km2, dan Kelurahan Ketapang seluas 2,05 Km2. Kelurahan
Pilang merupakan kelurahan terluas di Kecamatan Kademangan, sedangkan
kelurahan Pohsangit Kidul merupakan kelurahan dengan luas wilayah terkecil.
Kecamatan Kademangan juga terdiri dari 33 Rukun Warga (RW) dan 175 Rukun
Tetangga (RT). Berikut peta wilayah Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo
(Melani, 2018).
Kecamatan Kademangan mengalami 2 (dua) musim, yaitu musim kemarau
dan hujan. Musim kemarau terjadi pada bulan Juli sampai dengan Nopember,
sedangkan musim hujan terjadi pada bulan Januari sampai dengan Juni, dan bulan
Desember. Menurut stasiun pengamatan hujan Kademangan, rata-rata curah hujan
tiap bulannya diatas 192 mm kecuali pada bulan Juli sampai dengan November
tidak ada hujan. Pada bulan Juni merupakan jumlah curah hujan yang terkecil
yaitu 2 mm, sedangkan jumlah curah hujan terbanyak berada pada bulan April
sebesar 461 mm dengan hari hujan 12 hari (Melani, 2018).
Rentang usia penduduk Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo yakni
antara usia 0 sampai 75 tahun. Jumlah penduduk terbanyak yakni remaja pada
usia 15-19 tahun. Terdapat beberapa warga negara asing (WNA) yang tinggal di
37
Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo yakni sebanyak 19 orang. Berikut data
jumlah penduduk Kecamatan Kademangan Kota Prolinggo menurut kelurahan
pada tahun 2017.
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelurahan di Kecamatan Kademangan Tahun 2017
No Kelurahan Jumlah Penduduk
Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Triwung Kidul 4.268 orang 4.385 orang 8.653 orang
2 Kademangan 4.038 orang 4.351 orang 8.389 orang
3 Pohsangit Kidul 2.379 orang 2.434 orang 4.813 orang
4 Pilang 3.135 orang 3.147 orang 6.282 orang
5 Triwung Lor 3.750 orang 3.965 orang 7.715 orang
6 Ketapang 4.231 orang 4.582 orang 8.813 orang
Total 21.801 orang 22.864 orang 44. 665 orang
Sumber: Badan Pusat Statistik Kecamatan Kademangan dalam angka Tahun 2018.
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa penduduk Kecamatan Kademangan
menurut Proyeksi Penduduk Kota Probolinggo tercatat sebesar 44.665 jiwa terdiri
atas laki-laki sebesar 22.801 jiwa dan perempuan sebesar 22.864 jiwa yang
tersebar di 6 (enam) kelurahan. Kelurahan Ketapang mempunyai jumlah
penduduk terbesar yakni sebesar 8.813 jiwa sedangkan kelurahan Pohsangit Kidul
mempunyai jumlah penduduk terkecil yakni sebesar 4.813 jiwa. Perbandingan
jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Kecamatan Kademangan hampir
sama, namun jumlah penduduk perempuan sedikit lebih banyak dibandingkan
jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki.
4.2 Potensi Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo
Kecamatan Kademangan termasuk ke dalam wilayah pesisir di Kota
Probolinggo yang memiliki potensi pertanian, perikanan, dan peternakan yang
cukup baik. Potensi pada sektor pertanian yakni pada tanaman pangan seperti padi
dan jagung, tanaman perkebunan seperti tebu, kelapa, dan tembakau, serta
tanaman hortikultura seperti bawang merah. Potensi pada sektor perikanan yakni
pada perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi pada sektor peternakan
yakni ternak besar dan ternak unggas. Potensi sub sektor tanaman pangan dapat
dilihat pada tabel 4.2.
38
Tabel 4.2 Luas areal dan produksi tanaman pangan menurut kelurahan dan jenis tanaman
di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo Tahun 2017
No. Desa
Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)
Padi
Sawah
Padi
Ladang Jagung
Padi
Sawah
Padi
Ladang Jagung
1. Triwung
Kidul 62 0 157 380,37 0 1.130,40
2. Kademangan 74 19 199 453,99 108,51 1.452,30
3. Pohsangit
Kidul 49 40 195 308,60 236,36 1.422,53
4. Pilang 178 0 161 1.121,04 0 1.167,25
5. Triwung Lor 117 0 286 718 0 2.072,07
6. Ketapang 131 0 99 825 0 719,70
Total 611 59 1.097 3.807,03 345 7.964,22
Sumber: Badan Pusat Statistik Kecamatan Kademangan dalam angka Tahun 2018.
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa tanaman pangan yang cukup
banyak diusahakan oleh masyarakat Kecamatan Kademangan yakni tanaman
jagung. Luas areal tanam jagung di Kecamatan Kademangan mencapai 1.097 Ha
dengan produksi sebanyak 7.964,22 ton pada tahun 2017. Kelurahan dengan
jumlah produksi jagung terbesar yakni Kelurahan Triwung Lor. Produksi tanaman
pangan yang paling sedikit yakni tanaman padi ladang dengan jumlah produksi
sebesar 345 ton pada tahun 2017. Kelurahan yang mengusahakan tanaman padi
ladang yakni hanya Kelurahan Kademangan dan Kelurahan Pohsangit Kidul.
Komoditas sub sektor perkebunan yang diusahakan oleh masyarakat
Kecamatan Kademangan antara lain tebu, kelapa, dan tembakau. Potensi sub
sektor perkebunan di Kecamatan Kademangan dapat dikatakan cukup baik
terutama pada tanaman tebu. Produksi sub sektor perkebunan dapat dilihat pada
tabel produksi tanaman perkebunan di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo
tahun 2017.
Tabel 4.3 Produksi tanaman perkebunan menurut kelurahan di Kecamatan Kademangan
Kota Probolinggo Tahun 2017
No. Kelurahan Produksi (Ton)
Tebu Kelapa Tembakau
1. Triwung Kidul - 0,1 0,3
2. Kademangan - 0,2 -
3. Pohsangit Kidul - 0,1 0,7
4. Pilang 1.021,4 0,1 -
5. Triwung Lor 308,8 0,2 -
6. Ketapang - 0,1 -
Total 1.330,2 0,8 0,9
Sumber: Badan Pusat Statistik Kecamatan Kademangan dalam angka Tahun 2018.
39
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa produksi tebu merupakan produksi
terbanyak dari ketiga tanmana perkebunan yang diusahakan di Kecamatan
Kademangan pada tahun 2017. Jumlah produksi tebu mencapai 1.330,2 ton.
Kelurahan yang mengusahakan tanaman tanaman tebu hanya Kelurahan Pilang
dan Kelurahan Triwung Lor. Angka produksi tebu terbesar terdapat di Kelurahan
Pilang sebesar 1.021,4 ton yang diikuti oleh produksi tebu di Kelurahan Triwung
Lor sebesar 308,8 ton. Angka produksi tebu ini sangat berbanding terbalik dengan
produksi kelapa dan tembakau. Jumlah produksi kelapapa hanya sebesar 0,8 ton
dan produksi tembakau hanya sebesar 0,9 ton.
Kecamatan Kademangan dapat dikatakan merupakan wilayah yang tidak
memiliki potensi dalam sub sektor hortikultura, hal ini dibuktikan dengan hanya
terdapat satu komoditas hortikultura yang dibudidayakan yakni bawang merah.
Tidak terdapat horti buah yang dibudidayakan di Kecamatan Kademangan.
Berikut jumlah produksi bawang merah di Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo pada tahun 2017.
Tabel 4.4 Produksi bawang merah di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo pada
tahun 2017.
No. Desa Produksi
(Ton)
1. Triwung Kidul 0
2. Kademangan 25
3. Pohsangit Kidul 0
4. Pilang 55
5. Triwung Lor 0
6. Ketapang 178
Total 258
Sumber: Badan Pusat Statistik Kecamatan Kademangan dalam angka Tahun 2018.
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa produksi bawang merah di
Kecamatan Kademangan pada tahun 2017 sebesar 258 ton. Angka produksi
tersebut diperoleh dari tiga kelurahan yakni Kelurahan Kademanga, Kelurahan
Pilang, dan Kelurahan Ketapang. Produksi terbanyak terdapat di Kelurahan
Ketapang dengan jumlah 178 ton, diikuti Kelurahan Pilang sebesar 55 ton dan
Kelurahan Kademangan sebesar 25 ton.
40
Potensi sub sektor peternakan di Kecamatan Kademangan juga perlu
diperhitungkan. Usaha ternak di Kecamatan Kademangan terbagi menjadi ternak
unggas dan ternak besar. Ternak besar meliputi sapi potong, sapi perah, kambing,
domba, dan kuda, sedangkan ternak unggas meliputi ayam kampung, itik, mentok,
dan angsa. Potensi usaha ternak di Kecamatan Kademangan dapat dilihat pada
tabel 4.5 dan 4.6.
Tabel 4.5 Produksi ternak besar di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo Tahun
2017.
No. Desa Ternak Besar (Ekor)
Sapi Potong Sapi Perah Kuda Kambing Domba
1. Triwung Kidul 424 0 2 376 453
2. Kademangan 447 5 0 610 575
3. Pohsangit
Kidul 710 1 0 412 707
4. Pilang 88 18 0 174 215
5. Triwung Lor 206 0 0 262 259
6. Ketapang 124 0 0 198 226
Total 1.999 24 2 2.032 2.435
Sumber: Badan Pusat Statistik Kecamatan Kademangan dalam angka Tahun 2018.
Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa ternak besar yang diusahakan di
Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo diantaranya sapi potong, sapi perah,
kuda, kambing, dan domba. Produksi ternak besar yang terbesar di Kecamatan
Kademangan pada tahun 2017 yakni ternak domba dengan jumlah 2.435 ekor,
diikuti oleh produksi kambing sebanyak 2.032 ekor, produksi sapi potong
sebanyak 1.999 ekor, produksi sapi perah sebanyak 24 ekor, dan produksi kuda
sebanyak 2 ekor. Jumlah ternak terbesar diproduksi di Kelurahan Pohsangit Kidul,
sedangkan jumlah ternak terkecil diproduksi di Kelurahan Pilang.
Tabel 4.6 Produksi ternak unggas di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo Tahun
2017.
No. Desa Ternak Unggas (Ekor)
Ayam Kampung Itik Mentok Angsa
1. Triwung Kidul 3.270 119 6 4
2. Kademangan 3.030 104 25 11
3. Pohsangit Kidul 3.301 0 21 9
4. Pilang 2.372 247 6 6
5. Triwung Lor 3.365 0 0 5
6. Ketapang 2.230 0 12 0
Total 17.568 470 70 35
Sumber: Badan Pusat Statistik Kecamatan Kademangan dalam angka Tahun 2018.
41
Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa ternak unggas yang diusahakan di
Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo diantaranya ayam kampung, itik,
mentok, dan angsa. Produksi ternak uanggas yang terbesar di Kecamatan
Kademangan pada tahun 2017 yakni ternak ayam kampung dengan jumlah 17.568
ekor, diikuti oleh produksi itik sebanyak 470 ekor, produksi mentok sebanyak 70
ekor, dan produksi angsa sebanyak 35 ekor. Angka produksi ternak tersebut
menunjukkan bahwa Kecamatan Kademangan memiliki potensi ternak yang
cukup baik.
Sub sektor perikanan yang terdapat di Kota Probolinggo terdiri dari
perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Perikanan tangkap terdiri dari
perikanan laut dan perikanan umum, sedangkan perikanan budidaya terdiri dari
perikanan tambak dan perikanan kolam. Kota Probolinggo memiliki potensi
perikanan yang dapat dikatakan sangat baik, mengingat Kota Probolinggo
merupakan wilayah pesisir. Potensi sub sektor perikanan di Kota Probolinggo
dapat dilihat pada tabel produksi perikanan menurut lokasi penangkapan di Kota
Probolinggo tahun 2017.
Tabel 4.7 Produksi perikanan menurut lokasi penangkapan di Kota Probolinggo tahun
2017.
No. Jenis Perikanan Lokasi
Penangkapan Ikan
Tahun
2015 2016 2017
1 Perikanan
Tangkap
Perikanan Laut 14.912.788 19.740.780 19.239.800
Perikanan Umum 1.622 7.806 6.800
2 Perikanan
Budidaya
Perikanan Tambak 122.172 213.990 210.580
Perikanan Kolam 55.272 273.220 250.850
Total 15.091.854 20.235.796 19.708.030
Sumber: Badan Pusat Statistik Kecamatan Kademangan dalam angka Tahun 2018.
Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa produksi pada sektor perikanan di
Kota Probolinggo mengalami fluktuasi dalam kurun tiga tahun terakhir,baik pada
perikanan tangkap maupun perikanna budidaya. Namun pada perikanan budidaya
kolam mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Jumlah produksi perikanan
terbesar terdapat pada tahun 2016 dengan jumlah 20.235.796. Jumlah produksi
terkecil yakni terdapat pada tahun 2015 dengan jumlah 15.091.854. Perikanan
tangkap laut merupakan penyumbang terbesar dalam sub sektor perikanan,
sedangkan penyumbang terkecil yakni perikanan tangkap umum.
42
4.3 Aspek Sosial dan Budaya di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo
Aspek sosial masyarakat Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo
ditinjau dari segi pendidikan, dan agama. Masyarakat Kecamatan Kademangan
Kota Probolinggo memiliki tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Masyarakat
Kecamatan Kademangan mayoritas merupakan lulusan TK dan SD dengan jumlah
berturut-turut yakni 447 orang dan 484 orang, sedangkan lulusan SMP sebanyak 8
orang, dan SMA sebanyak 153 orang. Fasilitas pendidikan yang terdapat di
Kecamatan Kademangan yakni gedung pendidikan formal diantaranya TK, SD,
SMP, SMA, SMK, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah
Aliyah. Jumlah TK yang berada di Kecamatan Kademangan yakni sebanyak 20
TK swasta. Jumlah SD sebanyak 18 SD yang terbagi menjadi 17 SD negeri dan 1
SD swasta. Jumlah SMP yakni sebanyak 3 SMP swasta, sedangkan jumlah SMA
sebanyak 3 SMA swasta dan jumlah SMK sebanyak 4 SMK yang terbagi menjadi
1 SMK negeri dan 3 SMK swasta. Jumlah Madrasah Ibtidaiyah yakni sebanyak 7
sekolah, sedangkan Madrasah Tsanawiyah sebanyak 5 sekolah, dan Madrasah
Aliyah sebanyak 5 sekolah. Jumlah murid SD/MI di Kecamatan Kademangan
sebanyak 3.830 orang dan jumlah guru SD/MI sebanyak 233 orang. Jumlah murid
SMP/MTS sebanyak 2.750 orang orang dan jumlah guru SMP/MTS sebanyak 152
orang. Jumlah murid SMA/MA sebanyak 2.765 orang orang dan jumlah guru
SMA/MA sebanyak 189 orang (Melani, 2018).
Kecamatan Kademangan juga memiliki fasilitas kesehatan berupa
Puskesmas, Pukesmas Pembantu, Posyandu, dan Klinik atau Balai Kesehatan.
Jumlah Puskesmas sebanyak 1 buah, Pukesmas pembantu sebanyak 4 buah,
Posyandus sebanyak 35 buah, dan Klinik atau Balai Kesehatan sebanyak 2 buah.
Tenaga kesehatan yang terdapat di Kecamatan Kademangan diantaranya tenaga
keperawatan sebanyak 21 orang, tenaga kebidanan sebanyak 13 orang, tenaga
kefarmasian sebanyak 2 orang, dokter umum sebanyak 3 orang, dan dokter gigi
sebanyak 2 orang (Melani, 2018).
Agama yang dianut masyarakat Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo bermacam-macam, yakni Islam, Kristen Protestan, Kristen Katholik,
Hindu, Budha, dan Konghucu. Mayoritas masyarakat Kecamatan Kademangan
43
beragama Islam dengan jumlah masyarakat sebanyak 42.131 orang. Jumlah
masyarakat yang memeluk agama Kristen Protestan sebanyak 238 orang, Kristen
Katholik sebanyak 182 orang, Hindu sebanyak 8 orang, Budha sebanyak 5 orang,
dan Konghucu sebanyak 1 orang. Walaupun masyarakat Kecamatan Kademangan
terdiri dari bermacam-macam agama, namun hanya terdapat fasilitas peribadatan
bagi umat muslim yakni masjid dan musholah. Jumlah masjid sebanyak 24 buah
dan musholah sebanyak 31 buah (Melani, 2018).
Masyarakat di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo adalah
masyarakat suku Jawa Madura. Masyarakat di Kecamatan Kademangan
menggunakan bahasa Jawa dan Madura untuk komunikasi sehari-hari, namun
terdapat pula masyarakat yang menggunakan bahasa Indonesia untuk
berkomunikasi sehari-hari. Masyarakat Kecamatan Kademangan masih aktif
dalam melakukan kegiatan kesenian, kegiatan kesenian tersebut diantaranya seni
hadrah/qasidah/rebana, seni tari, seni lukis, jaran bodhag, seni musik, seni reog,
seni karawitan, seni ludruk, dan seni rupa/pahat/patuh/dekorasi. Bahkan dibentuk
kelompok-kelompok seni, seperti seni hadrah/qasidah/rebana terdapat 34
kelompok, seni musik sebanyak 3 kelompok, dan seni tari, seni lukis, jaran
bodhag, seni reog, seni karawitan, seni ludruk, seni rupa/pahat/patuh/dekorasi
masing-masing 1 kelompok. Tercatat terdapat 674 orang yang aktif di dalam
kelompok kesenian tersebut (Melani, 2018).
4.4 Gambaran Umum Kelompok Tani Hutan di Kecamatan Kademangan
Kota Probolinggo
Kelompok tani hutan merupakan suatu kelompok yang menaungi beberapa
sub sektor pertanian. Kelompok tani hutan yang berada di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo memiliki nama Kelompok Tani Hutan Sinar Pagi.
Kelompok Tani Hutan Sinar Pagi berawal dari sebuah kelompok tani kecil yang
bernama Sinar Pagi yang dibentuk pada tahun 1990an, kelompok tani tersebut
terdiri dari petani bawang, petani tebu, petani padi dan petani jagung. Tahun 2005
dibentuk kelompok tani hutan oleh Dinas Pertanian Kota Probolinggo yang
dinamakan sama dan menaungi beberapa kelompok sub sektor pertanian termasuk
44
sub sektor yang tergabung dalam Kelompok Tani Sinar Pagi tersebut. Kegiatan
kelompok tani yang awalnya hanya berkaitan dengan budidaya tanaman pangan
dan hortikultura, setelah menjadi kelompok tani hutan juga melakukan kegiatan
yang berkaitan dengan pengelolaan tanaman mangrove, budidaya tambak, dan
penangkapan ikan.
Kelompok Tani Hutan Sinar Pagi beranggotakan 30 orang petani yang
aktif. Tujuan dibentuknya kelompok tani hutan yakni untuk mengorganisasikan
beberapa sub sektor yang berada di dalamnya, hal ini bertujuan agar setiap petani,
petambak, dan nelayan yang tergabung terus dapat memperoleh hasil dari
usahanya yang dibantu dengan adanya pengelolaan tanaman mangrove. Struktur
organisasi Kelompok Tani Hutan Sinar Pagi dapat dilihat pada gambar struktur
organisasi Kelompok Tani Hutan Sinar Pagi di bawah ini:
Gambar 4.2 Struktur organisasi Kelompok Tani Hutan Sinar Pagi
Kelompok Tani Hutan Sinar Pagi diketuai oleh Pak Muchlis yang juga
merupakan pelopor penanam mangrove di Kota Probolinggo. Pak Muchlis dibantu
oleh seorang wakil yang bernama Pak Edi Furqoni. Tugas seorang ketua dan
wakil disini yakni sebagai penggerak kelompok tani hutan yang
mengkoordinasikan segala kegiatan yang akan dilakukan oleh sub sektor
tergabung di dalamnya. Ketua dan wakil dibantu oleh sekretaris dan bendahara,
sekretaris bertugas membuat segala bentuk surat atau proposal yang dibutuhkan
Ketua Kelompok Tani Hutan
Muchlis
Wakil Ketua Kelompok Tani Hutan
Edi Furqoni
Sekretaris
Romli Bendahara
Samsul Arifin
Kelompok Tani
Sinar Pagi
Kelompok Pengelola
Tambak
Kelompok
Penangkap Ikan
45
oleh kelompok tani hutan bersama dengan ketua, bendahara bertugas menyimpan
kas kelompok yang terkumpul setiap bulannya. Tugas kelompok tani hutan disini
yakni menaungi dan mendampingi beberapa kelompok sub sektor pertanian yang
tergabung di dalamnya yakni kelompok tani, kelompok pengelola tambak, dan
kelompok penangkap ikan.
Kegaiatan terkait pengelolaan mangrove yang dilakukan oleh kelompok
tani hutan tersebut yakni; (a) penyuluhan atau sosialisasi mengenai budidaya
tanaman mangrove yang baik dan benar kepada anggota dan masyarakat, (b)
menyediakan bibit mangrove baik untuk pesanan ataupun pelaksanaan program
pemerintah, (c) melakukan penanaman mangrove, dan (d) pengolahan produk
usaha agroindustri dari tanaman mangrove. Program pemerintah Kota
Probolinggo yang pernah diikuti terkait tanaman mangrove yakni program
menanam bibit mangrove yang bertujuan untuk pelestarian tanaman mangrove di
Kota Probolinggo seperti yang baru-baru ini dilakukan yakni Program One Man
One Tree, kegiatan tersebut dilakukan untuk memperingati Hari Lingkungan
Hidup yang diikuti oleh masyarakat pesisir, petani, dan nelayan selama dua
minggu. Program tersebut dilakukan di batas Kelurahan Pilang dan Kelurahan
Ketapang, serta batas Kelurahan Ketapang dan Kabupaten Probolinggo. Total
program menanam mangrove yang pernah diikuti oleh Kelompok Tani Hutan
Sinar Pagi selama ini yakni sebanyak 15 program. Program lain yang dilakukan
yakni program bersih-bersih pantai yang bertujuan membersihkan sampah-
sampah yang berada di wilayah pesisir pantai.
46
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Perilaku Petani Pengelola Mangrove di Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo
Perilaku merupakan serangkaian tingkah laku manusia yang bermotif dan
terbentuk dari kombinasi pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimilikinya,
baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak
luar. Pengkajian perilaku petani pengelola mangrove yang berada di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo diidentifikasi dengan menggunakan tiga indikator
yakni pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
5.1.1 Pengetahuan Petani Pengelola Mangrove di Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo
Dari sisi pengetahuan yang akan diketahui adalah bagaimana pemahaman
petani terhadap; (a) manfaat mangrove, (b) budidaya mangrove, (c) jenis-jenis
mangrove, dan (d) cara mengolah mangrove. Identifikasi keempat aspek tersebut
dilakukan melalui tanya jawab dengan petani dan observasi yang dilakukan
peneliti.
Pengetahuan dibagi menjadi enam tingkatan, yang pertama tahu (know)
yaitu pemanggilan kembali (recall) dari memori yang sudah diamati, kedua
memahami (comprehension) yaitu proses menginterpreatsi secara benar objek
yang telah diketahui, ketiga aplikasi (application) yaitu menggunakan kembali
pemahaman terhadap suatu objek pada situasi lain, keempat analisis (analysis)
yakni kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, lalu
mencari hubungan komponen-komponen yang ada dalam suatu kasus tertentu,
kelima sintesis (synthesis) adalah kemampuan untuk merangkum atau meletakkan
dalam suatu hubungan yang logis dari komponen pengetahuan yang dimiliki,
evaluasi (evaluation) yaitu proses justifikasi atau penilaian objek tertentu.
a. Manfaat Mangrove
Berdasarkan pada penelitian untuk manfaat mangrove petani dapat
menyebutkan manfaat-manfaat tanaman mangrove dengan baik diantaranya yakni;
(a) mencegah abrasi, (b) menahan tsunami, (c) membersihkan lingkungan laut, (d)
47
tempat berkembang biak biota laut, dan (e) menghasilkan produk olahan dan
petani mampu menjelaskan cara tanaman mangrove dimanfaatkan mulai dari
perakaran, pohon, daun, dan buahnya. Terbukti dari hasil wawancara dengan Pak
Muchlis yang mengatakan:
“Manfaatnya ya banyak, nomer 1 ya abrasi, abrasi...” (Pak
Muchlis, 19 Maret 2019)
“Karna ada pendangkalan jauh, ada pendangkalan sampe berapa,
sampe bukan meteran, kiloan mulai 2005 sampe sekarang
pendangkalan kan sudah berkilo-kilo anu sudah, di pilang aja
uda ada 2 kilo ada” (Pak Muchlis, 19 Maret 2019)
Pak Muchlis menyebutkan bahwa manfaat tanaman mangrove yang
pertama yakni dapat mencegah abrasi pantai. Pak Muchlis juga menjelaskan hal
tersebut dapat terjadi karena tanaman mangrove menghasilkan pendangkalan.
Pernyataan Pak Muchlis seiring dengan pendapat Atmoko dan Sidiyasa
(2007) yang mengatakan bahwa akar pohon mangrove yang merupakan akar nafas
mampu menahan tanah di daerah pantai dari kikisan air laut. Sistem perakaran
mangrove dapat meperlambat arus air yang mengandung lumpur dan akan
mengakibatkan pengendapan lumpur yang terbawa oleh air laut.
Menurut Karuniastuti (2013) abrasi pantai itu sendiri merupakan sebuah
proses pengikisan daratan pantai yang menyebabkan garis-garis pantai menyempit
dikarenakan kekuatan gelombang laut serta arus laut yang kuat dan bersifat
merusak. Abrasi disebabkan oleh naiknya permukaan air laut diseluruh dunia
karena mencairnya lapisan es di daerah kutub bumi akibat pemanasan global,
abrasi juga disebabkan oleh penggundulan hutan mangrove oleh manusia.
Pak Muchlis kemudian menyebutkan bahwa tanaman mangrove dapat
menahan tsunami atau banjir bandang dengan mengatakan:
“Banjir bandang, ya mungkin kalau ada itu nyangkut ke
mangrove, kalau ada tsunami seandainya ada tsunami mungkin
nyangkut ke mangrove” (Pak Muchlis, 19 Maret 2019)
48
“jadi ndak kemana-mana kalau ada banjir ada banjir tanah itu apa,
ditahan ditahan anu pohon mangrove, ditahan pohon mangrove
kalau ada banjir” (Pak Muchlis, 19 Maret 2019)
Pak Muchlis menjelaskan apabila terjadi banjir bandang atau tsunami
maka ombaknya akan terlebih dahulu terhantam dan ditahan oleh hutan mangrove
sehingga hal tersebut dapat memperkecil dampak terjadinya tsunami tersebut. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Purnamasari (2017) bahwa mangrove memiliki
peranan penting untuk mengurangi energi gelombang tsunami. Pengurangan
energi gelombang tsunami terkait dengan beberapa faktor, yaitu spesies
mangrove, ukuran pohon, luas hutan mangrove, struktur sifat pohon, dan batas
ukuran hutan mangrove (sejauh berapa dari laut ke darat). Karakteristik pohon
pada hutan mangrove sangat berpengaruh dalam meredam gelombang tsunami.
Pak Muchlis juga menyebutkan bahwa tanaman mangrove dapat berfungsi
sebagai pembersih lingkungan laut dengan mengatakan:
“..juga sampah disana termasuk ditahan mangrove, leh kalau ndak
ada mangrove sampahnya ke tengah lautan..” (Pak Muchlis, 19
Maret 2019)
“Lah sampahnya trus masuk ke mangrove, lah itu
menghambatnya mangrove lagi, tapi lautannya agak bersih. Lah
umpamanya ndak ada mangrove tambah parah tambah parah, lah
itu, mangkanya membersih lingkungan lagi” (Pak Muchlis, 19
Maret 2019)
Pak Muchlis mengatakan bahwa hutan mangrove dapat berperan sebagai
pembersih lingkungan khususnya lingkungan laut, karena dengan adanya hutan
mangrove sampah yang berada di lautan akan terbawa dan tertahan di dalam
habitat hutan mangrove sehingga lautan menjadi bersih. Namun hal tersebut juga
dapat membahayakan ekosistem hutan mangrove karena jumlah sampah yang
terlalu banyak akan meracuni perakaran tanaman mangrove dan biota laut yang
berada di bawahnya.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suryono (2013) yang mengatakan
akar pasak dari api-api dan tancang berfungsi sebagai sistem pernafasan,
menangkap endapan, dan membersihkan kandungan zat-zat kimia dari air yang
49
datang dari daratan. Zat-zat kimia atau polutan yang terbawa oleh air sungai dari
daratan dapat dilepaskan dan menjadi bersih apabila melewati akar-akar pasak
pohon api-api. Manfaat mangrove lainnya diungkapkan oleh Pak Romli yang
mengatakan:
“Boh, ikan tambah banyak. Ikannya tambah banyak dibawahnya
itu.. Iyaa, ada kepiting sama banyak disana.. Udang, ikan.. Ikan
teri ada, cumi-cumi ada, sembilang ada, ya keting, banyak disana”
(Pak Romli, 5 Februari 2019)
Pak Romli mengungkapkan bahwa dengan adanya mangrove maka jenis-
jenis ikan yang hidup di wilayah pesisir pantai jumlahnya bertambah banyak.
Jenis ikan yang berkembang biak di habitat hutan mangrove tersebut diantaranya
seperti teri, cumi-cumi, sembilang, dan keting. Pernyataan Pak Romli didukung
oleh pernyataan Pak Muchlis yang mengatakan:
“Keuntungannya itu hutan mangrove dari awal saya itu sudah
berte tempatnya telur, apa, apa, tempatnya telur ya apa, ikan-
ikan aa jelas sudah, ikan kan kalau telur itu bukan ditengah
dipinggir seperti udang, trus apa, ikan-ikan ya pokoknya ikan-
ikanlah. Jadi kalau ada sisa anu ya itu kalau netas di mangrove
ada sisa anu itu coba itu amati itu kan banyak ikan kecil-kecil
sekali, itu menetasnya” (Pak Muchlis, 19 Maret 2019)
Pak Muchlis menjelaskan bahwa habitat tanaman mangrove digunakan
sebagai tempat bertelur atau berkembangbiak biota laut seperti ikan dan udang
yang bertempat dibawah perakaran pohon mangrove. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Pramudji (2001) bahwa kekhasan tipe perakaran beberapa jenis tanaman
mangrove seperti Rhizophora sp., Avicennia sp., dan Sonneratia sp., dan kondisi
lantai hutan, kubangan serta alur-alur yang saling berhubungan merupakan
perlindungan bagi larva berbagai biota laut. Kondisi seperti ini pula sangat
penting dalam menyediakan tempat untuk bertelur, pemijahan, dan pembesaran
serta tempat mencari makan bagi berbagai jenis ikan dan udang kecil karena
suplai makanannya tersedia dan terlindungi dari ikan pemangsa.
50
Pak Muchlis juga menjelaskan bahwa habitat hutan mangrove banyak
menarik organisme darat seperti burung-burung dan organisme laut seperti
kepiting dan kerang untuk mencari makanan disana dengan mengatakan:
“..keduanya itu apa, menguntungkan petani tradisional, ee apa,
seperti udang, kepiting, kerang, apa, ee terus burung-burung, ee
hewan-hewan apa, itu berdatangan, karna apa, karna sudah
mangrovenya sudah jadi.” (Pak Muchlis, 19 Maret 2019)
Hal tersebut seiring dengan pendapat Suryono (2013) yang mengatakan
habitat mangrove merupakan tempat bagi biota laut memperoleh makanan.
Makanan tersebut berasal dari daun-daun mangrove yang berguguran kemudian
terurai oleh mikroorganisme yang menjadi makanan bagi algae dan fitoplankton,
dimana algae dan fitoplankton yang merupakan makanan bagi berbagai jenis
organisme darat dan organisme air di habitat yang bersangkutan. Hal tersebut
menguntungkan bagi petani tradisional yang dapat menjadikan habitat mangrove
sebagai tempat budidaya atau sekedar mencari biota laut dan berbagai organisme
darat lainnya yang bernilai ekonomis untuk dijual.
Pak Muchlis juga menyebutkan bahwa buah tanaman mangrove dapat
diolah menjadi olahan makanan dengan mengatakan:
“Ee kalau kalau sudah tua memang kalau dibikin tepung, nah
tepungnya dibikin kue, ee terus apa, ya segala macem asal maulah
anunya, apa, asal yang ngelola keterampilannya apa, kue apa,
seperti yang terkenalnya kan brownies, terus apa, ee terus apa
namanya itu, bugis, terus apa lagi, banyak pokoknya sudah, istri
saya kalau ngelola itu kan banyak macemnya, ada roti kukus itu”
(Pak Muchlis, 19 Maret 2019)
Pak Muchlis menjelaskan bahwa tanaman mangrove dapat diolah menjadi
tepung, dimana nantinya tepung tersebut dapat diolah kembali menjadi kue-kue
basah seperti brownies dan roti kukus. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sahil
dan Soamole (2013), tanaman mangrove dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan berbagai macam produk olahan seperti tepung dan berbagai olahan
kue yang berasal dari tepung mangrove khususnya jenis mangrove lindur dan api-
api. Pernyataan Pak Muchlis didukung oleh pernyataan Pak Edi yang mengatakan:
51
“Kalau bogem itu bisa dibuat sirup.. Ee apa itu ck apa ya
namanya kata orang sini itu aduh kayak diambil airnya itu dah,
sarinya itu.. Ee kalau yang tinjang yang panjang itu ee buahnya
pentolnya itu bisa dibuat pakannya ternak.. Itu, pakannya ternak.
Pas batangnya itu bisa dibuat kayak sabun, sabun kecantikan apa
katanya, ada itu di kalimantan itu katanya di kalimantan.. Yang
kue itu dah, iya tepungnya itu dah.. Yang api-api.. Ambil buahnya
ya buahnya” (Pak Edi, 4 Februari 2019)
Pak Edi menjelaskan selain dapat diolah mejadi tepung, tanaman
mangrove juga dapat diolah menjadi sirup, pakan ternak, dan sabun. Jenis
tanaman mangrove yang dapat diolah menjadi sirup yakni jenis mangrove bogem
yakni dengan cara mengambil sarinya. Jenis mangrove yang dapat diolah menjadi
pakan ternak yakni jenis mangrove tinjang dengan cara mengolah buahnya dan
batangnya dapat diolah menjadi sabun. Jenis magrove yang dapat diolah menjadi
tepung yakni jenis api-api.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mulyatun (2018) yang menjelaskan
bahwa bagian biji tanaman api-api mengandung protein sebanyak 10,8% dan
karbohidrat sebanyak 21,4%, sehingga biji tanaman tersebut dapat dijadikan
alternatif sebagai bahan pangan. Protein dapat dimanfaatkan dalam tubuh sebagai
sumber nutrisi sel untuk tumbuh dan berkembang, sedangkan karbohidrat dapat
digunakan sebagai sumber energi bagi tubuh. Ibu Asmi mendukung penjelasan
Pak Edi yang mengatakan bahwa tanaman mangrove dapat diolah menjadi sirup
dengan mengatakan:
“Sirup dari bogem yang kembangnya merah” (Ibu Asmi, 23 April
2019)
Ibu Asmi menjelaskan bahwa jenis mangrove bogem yang dapat diolah
menjadi sirup yakni jenis mangrove bogem yang telah berbunga merah. Hal
tersebut seiring dengan pendapat Rajis dkk. (2017) yang mengatakan buah
mangrove jenis bogem dapat menjadi bahan baku pembuatan sirup.
Ibu Asmi juga menyebutkan bahwa tanaman mangrove dapat diolah
menjadi makanan tradisional botok dengan mengatakan:
52
“Kalau daunnya bikin botok lah nak, ndak ada lagi itu” (Ibu
Asmi, 23 April 2019)
Ibu Asmi menjelaskan bahwa bagian tanaman mangrove yang digunakan
untuk diolah menjadi botok yakni bagian daunnya. Botok merupakan makanan
tradisional yang terbuat dari sayur-sayuran yang terkadang disebut urap. Hal
tersebut seiring dengan pendapat Santoso dkk. (2005) yang mengatakan
masyarakat pantai Cilincing Jakarta Utara masih ada yang memanfaatkan daun
tumbuhan api-api yang masih muda sebagai bahan sayur urap, demikian pula
masyarakat pantai di Jawa Timur.
Pak Romli menyebutkan bahwa tanaman mangrove juga dapat diolah
menjadi sabun seperti halnya yang diungkapkan Pak Edi dengan mengatakan:
“Kalau mangrove itu pancungnya itu buat anu, apa dah, buat
sabun bisa” (Pak Romli, 5 Februari 2019)
Pak Romli juga menjelaskan bahwa bagian tanaman mangrove yang dapat
diolah menjadi sabun yakni bagian pancungnya atau batangnya. Pernyataan Pak
Edi dan Pak Romli seiring dengan penelitian Farid dkk. (2018) yang menjelaskan
bahwa buah Pedada yakni mangrove jenis bogem dapat diolah menjadi sabun cair
antiseptik yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, karena buah Pedada
memiliki kandungan zat kimia yang mampu membunuh dan menghambat
pertumbuhan bakteri.
Pak Arifin mendukung pernyatan informan yang lain yang mengatakan
bahwa mangrove dapat diolah mejadi tepung, selain itu Pak Arifin juga
menjelaskan bahwa mangrove dibuat lagi menjadi bibit dengan mengatakan:
“Manfaatnya yaa banyak, bikin tepung, gini itu wes manfaatnya,
kalau api-api bikin tepung, kalau pohon mangrovenya tinjang itu
jenis tinjang itu ya buat bibit, trus buat sirup, macem-macem wes,
pokok bahan anu wes pokoke kayak kue gitu” (Pak Arifin, 6
Februari 2019)
“Ya itu wes apa namanya, kayak sirup, kue, terus ya tepung itu
wes, itu tok” (Pak Arifin, 6 Februari 2019)
53
Pak Arifin menjelaskan bahwa tanaman mangrove selain diolah menjadi
tepung, sirup, dan berbagai olahan kue, tanaman mangrove juga dibuat kembali
menjadi bibit dan banyak diantaranya yang berjenis tinjang.
“Kalau kalau tinjangnya ya bibitnya, kalau lindur bibit cuma
lindur itu jadi sirup bisa, ya itu wes sirup, pas kalau tepung itu ya
apa, api-api tepung itu wes.. Prosesnya ya kadang-kadang kalau
ada hari kayak panas gini cepat. Kalau mendung lama udah” (Pak
Arifin, 6 Februari 2019)
Pak Arifin juga menjelaskan bahwa mangrove jenis lindur dapat diolah
menjadi sirup dan mangrove jenis api-api dapat diolah menjadi tepung. Proses
pembuatan tepung mangrove sangat bergantung pada panas matahari untuk proses
pengeringannya. Apabila cuaca terik maka proses pengeringan dapat berlangsung
lebih cepat dibandingkan apabila cuaca sedang mendung.
Ibu Asmi juga mengungkapkan bahwa tanaman mangrove dapat diolah
menjadi hal lain dengan mengatakan:
“Bikin obat nyamuk, kalau buah yang panjang itu. Kalau yang
pendek yang bulet-bulet bikin makanan nak ya bikin kue, bikin
mendut, bikin roti cake ya roti gulung, bikin apa saja lah
pokoknya kue” (Ibu Asmi, 23 April 2019)
Ibu Asmi menjelaskan bahwa mangrove yang dapat diolah menjadi obat
nyamuk. Mangrove yang diolah menjadi obat nyamuk yakni mangrove yang
memiliki buah berbentuk panjang, sedangkan mangrove yang dapat diolah
menjadi tepung untuk membuat kue seperti mendut dan roti gulung adalah
mangrove yang berbuah bulat.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Eryanti (1999) dalam Mulyatun
(2018) yang menyatakan bahwa tumbuhan mangrove Avicennia marina
mengandung senyawa seperti alkaloid, flavonoid, fenol, terpenoid, steroid dan
saponin. Golongan senyawa ini merupakan bahan obat-obatan modern, sehingga
tanaman mangrove dapat diolah menjaga berbagai jenis obat-obatan. Ibu Asmi
juga menambahkan bahwa tanaman mangrove dapat diolah menjadi kopi dengan
mengatakan:
54
“Ada bikin bat-obatan, ada yang bikin kopi nak, cem-macem,
dikeringkan nanti bikin kopi” (Ibu Asmi, 23 April 2019)
Ibu Asmi menjelaskan bahwa selain dapat diolah menjadi obat-obatan, biji
mangrove juga dapat diolah menjadi kopi. Biji mangrove tersebut terlebih dahulu
dikeringkan untuk dapat menjadi kopi.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Setyaningrum (2017) yang
mengatakan bahwa sebagian masyarakat Teluk Pangpang saat ini memanfaatkan
buah mangrove dan mengolahnya menjadi produk yang bernilai ekonomis,
diantaranya produk yang mereka hasilkan adalah sirup mangrove, rempeyek
mangrove, kopi mangrove dan teh mangrove.
Petani memanfaatkan habitat hutan mangrove sebagai tempat budidaya
dengan menciptakan tambak, petani juga memanfaatkan habitat mangrove sebagai
tempat mencari ikan, selain itu petani juga memanfaatkan buah/biji dan daun
mangrove untuk memproduksi olahan mangrove. Terbukti dari hasil wawancara
dengan Pak Edi yang mengatakan:
“Banyak itu, taunya kan mangrove itu gunanya bisa dimanfaatkan
ee apa budidaya tam ee kepiting, udang gitu..” (Pak Edi, 4
Februari 2019)
Pak Edi menjelaskan bahwa petani memanfaatkan habitat mangrove
sebagai tempat budidaya tambak untuk kepiting dan udang. Habitat mangrove
dapat digunakan sebagai tempat budidaya tambak karena habitat mangrove yang
cocok untuk dijadikan tempat pemijahan serta dapat menyediakan suplai makanan
secara alami bagi biota laut. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suryono (2013)
bahwa akar ongkat pohon mangrove menjadi daerah nursey dan memberi zat
makanan bagi ikan dan hewan invertebrata yang hidup di sekitar habitatnya. Pak
Edi menambahkan:
“Manfaatnya itu kerang banyak, pas lagi kayak tirem banyak itu,
jadi itu pendapatannya orang sini itu, itu manfaatnya banyak itu..
Diambil sini, kan tirem itu kan nempel sama mangrove akhirnya
banyak jadi diambil sma orang sini.. Tiram, kerang, kerang
panjang, kerang ijo, kupang, kerang manis” (Pak Edi, 4 Februari
2019)
55
Pak Edi juga mengungkapkan bahwa terdapat tiram dan kerang yang hidup
di habitat mangrove dan hal tersebut menarik minat masyarakat sekitar untuk
mengambil manfaat dari adanya hal tersebut, banyak masyarakat yang hanya
sekedar mencari dan mengambil ikan yang hidup di habitat hutan mangrove yang
kemudian dijual untuk menambah pendapatan mereka. Pernyatan Pak Edi tersebut
menunjukkan bahwa petani mampu menganalisis bahwa manfaat yang diberikan
oleh tanaman mangrove memberikan keuntungan berupa tambahan penghasilan
baik bagi petani maupun masyarakat. Pernyataan Pak Edi didukung oleh
pernyataan Ibu Asmi yang mengatakan:
“..soalnya pancen dibawah itu kepiting, udang, ikan disana,
diakarnya itu.. Ya orang nak cari kepiting.. Orang jauh-jauh kesini
cari pake sepaton takut kena tirem luka nanti” (Ibu Asmi, 23 April
2019)
Ibu Asmi menjelaskan bahwa tidak hanya masyarakat yang tinggal di
sekitar wilayah habitat mangrove, namun masyarakat yang bertempat tinggal jauh
dari habitat mangrove juga datang untuk mengambil manfaat dari adanya hutan
mangrove tersebut dengan mencari biota laut yang hidup dan berkembang biak
dibawahnya untuk dijual. Pemanfaatan tanaman mangrove yang diolah untuk
membuat olahan makanan diungkapkan oleh Pak Romli yang mengatakan:
“Sirup sirup, sirup, sabun bisa. Iya. Ibunya Ipin sma Edi bisa buat
tepung itu, sabun.. Banyak manfaatnya itu, buat beras bisa” (Pak
Romli, 5 Februari 2019)
Pak Romli menjelaskan bahwa petani mengolah tanaman mangrove
menjadi tepung, sirup, dan sabun, dimana proses pengolahannya dilakukan oleh
Ibu Asmi yang merupakan ibu dari Pak Edi dan Pak Arifin serta istri dari Pak
Muchlis, yang juga merupakan petani pengelola mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo.
Petani menilai bahwa tanaman mangrove sangat memberikan banyak
manfaat bagi kehidupan mereka dan masyarakat sekitar. Hal tersebut terbukti oleh
pernyataan Pak Edi yang mengatakan:
56
“Banyak itu, taunya kan mangrove itu gunanya bisa dimanfaatkan
ee apa budidaya tam ee kepiting, udang gitu pas bisa untuk
manfaatnya itu bisa kayak apa daunnya bisa dibuat botok,
buahnya bisa jadi kue, itu manfaatnya itu” (Pak Edi, 4 Februari
2019)
Kemudian Pak Arifin yang mengatakan:
“Manfaatnya yaa banyak, bikin tepung, gini itu wes manfaatnya,
kalau api-api bikin tepung, kalau pohon mangrovenya tinjang itu
jenis tinjang itu ya buat bibit, trus buat sirup, macem-macem wes,
pokok bahan anu wes pokoke kayak kue gitu” (Pak Arifin, 6
Februari 2019)
Dan Pak Muchlis yang mengatakan:
“Manfaatnya ya banyak, nomer 1 ya abrasi, abrasi, keduanya itu
apa, menguntungkan petani tradisional, ee apa, seperti udang,
kepiting, kerang, apa, ee terus burung-burung, ee hewan-hewan
apa, itu berdatangan, karna apa, karna sudah mangrovenya sudah
jadi.” (Pak Muchlis, 19 Maret 2019)
Pak Edi, Pak Arifin, dan Pak Muchlis menilai bahwa tanaman mangrove
memberikan banyak manfaat bagi kehidupan petani dan masyarakat. Manfaat
yang diberikan oleh tanaman mangrove diantaranya yakni; (a) dapat mencegah
abrasi, (b) menahan tsunami, (c) mebersihkan lingkungan laut, (d) tempat
berkembang biak biota laut, dan (e) menghasilkan produk olahan. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Karuniastuti (2013) bahwa ekosistem mangrove memiliki
fungsi ekologis dan ekonomis, secara ekologis manfaat hutan mangrove yang
dapat dirasakan adalah melindungi pantai dari ancaman gelombang besar, angin
ribut, pengendali intrusi air laut, habitat berbagai fauna, tempat mencari makan
dan memijah berbagai jenis udang dan ikan, pembangunan lahan melalui proses
sedimentasi, mereduksi polutan, pencemarair, penyerap CO2 dan penghasil O2.
b. Budidaya Mangrove
Berdasarkan pada penelitian untuk budidaya mangrove petani dapat
menyebutkan tahapan-tahapan budidaya tanaman mangrove sesuai dengan
urutannya mulai dari pembibitan hingga penanaman yang dimulai dengan
57
membuat bedengan untuk pembibitan, pembibitan dilakukan dengan
menggunakan buah mangrove yang sudah tua kemudian dikarantina untuk
memunculkan tunas pada buah mangrove dengan cara direndam 1-2 hari, buah
mangrove yang telah bertunas ditanam di dalam polybag yang berisi tanah, setelah
bibit keluar daun 2 atau lebih maka bibit siap dipindahkan dan ditanam di pantai
untuk beradaptasi dengan tanah laut yang memiliki salinitas yang tinggi. Terbukti
dari hasil wawancara dengan Pak Arifin yang mengatakan:
“Ya kan dari anu pertama lahan dulu, setelah lahan, apa, buat
bedengan, buat bedengan trus tanah, beli tanah, sesudah tanah,
plastik polybag. Setelah polybag, anu wes apa, suruh orang nganu
tanah itu loh, dari tanah ke plastik, sesudah itu yaa nanam wes..”
(Pak Arifin, 6 Februari 2019)
Menurut Pak Arifin sebelum pembuatan bibit maka hal yang terlebih
dahulu dilakukan yakni membuat bedengan. Pak Arifin menjelaskan setelah
membuat bedengan maka proses selanjutnya yakni mengisi polybag dengan tanah
sebagai media tanam bibit, kemudian bibit yang telah siap ditanam dipindahkan
dan ditanam di pantai.
Hal tersebut sesuai dengan tulisan Suryono (2013) dalam bukunya yang
mengatakan bahwa budidaya mangrove dimulai dengan membuat bedengan.
Syarat-syarat pembuatan bedengan diantaranya yakni memiliki ukuran sesuai
dengan kebutuhan, umumnya berukuran 1x5 meter atau 1x10 meter dengan tinggi
1 meter, bedengan diberi naungan ringan dari daun nipah atau sejenisnya, media
bedengan berasal dari tanah lumpur disekitarnya, bedengan yang berukuran 1x15
meter dapat menampung bibit dalam kantong plastik (10x50 cm) atau dalam botol
air mineral bekas (500 ml) sebanyak 1.200 unit, atau 2.250 unit untuk bedengan
berukuran 1x10 meter. Pernyataan Pak Arifin ditambahkan oleh Pak Edi dengan
mengatakan:
“Buahnya diambil yang panjang itu ee taruh di olibek ditancapkan
gini aja.. Di olibek, olibek yang kecil-kecil itu, ditancapkan 9 ikat
9 ikat itu.. Keluar daun ya, nanti keluar daun dilepas ikatnya itu,
nah dilepas lalu diangkat, kan buatnya di darat itu, ditaruh di
bawah di apa di pantai iya, adaptasi” (Pak Edi, 4 Februari 2019)
58
Menurut Pak Edi pembibitan tanaman mangrove yang dilakukan yakni
dengan cara menancapkan bibit tanaman mangrove ke dalam polybag yang telah
berisi tanah, kemudian diikat. Daun yang telah keluar dari bibit menandakan
bahwa bibit siap untuk diangkat dan dipindahkan ke pantai untuk beradaptasi
dengan kondisi tanah lautan yang memiliki salinitas yang tinggi.
Hal terebut sejalan dengan pendapat Atmoko dan Sidiyasa (2007) yang
mengatakan bahwa tumbuhan mangrove memiliki beberapa cara untuk
beradaptasi dengan kondisi tanah lautan yang memiliki salinitas tinggi salah
satunya yakni dengan memiliki banyak jaringan internal penyimpan air dan
konsentrasi garam yang tinggi salah satunya yakni pada daun-daun tua, sehingga
konsentrasi garam pada daun muda akan berkurang. Kadar garam akan
dikeluarkan dari pohon bersamaan dengan gugurnya daun-daun tua. Akar nafas
(pneumatophore) juga merupakan salah satu adaptasi mangrove terhadap kondisi
tanah berlumpur atau tergenang (anaerob),yaitu bagian akar yang muncul ke
permukaan tanah atau air untuk memenuhi kebutuhan akar akan oksigen.
Petani dapat menjelaskan detil mengenai budidaya tanaman mangrove
seperti syarat buah mangrove yang dapat dijadikan bibit dan tanda-tanda bibit siap
dipindahkan ke pantai. Hal tersebut terbukti dari hasil wawancara dengan Pak
Romli yang mengatkan:
“Buat bibitnya itu ambil anunya buahnya mangrove itu yang agak
tua sudah, yang sudah tua untuk ditandur sama polybag. Nah
munculnya itu bibitnya 3 minggu baru muncul anunya bodisnya
itu.. Ya ditandur sudah wes di lantai itu di pantai itu” (Pak Romli,
5 Februari 2019)
Pak Romli menjelaskan bahwa buah mangrove yang digunakan untuk
pembibitan dipilih yang sudah cukup tua, kemudian ditanam didalam polybag.
Hal tersebut sesuai dengan yang dijelaskan Suryono (2013) dalam bukunya bahwa
buah yang digunakan untuk pembibitan adalah buah yang sudah tua yakni buah
yang berasal dari pohon yang telah berusia 10 tahun. Penjelasan Pak Romli
diperjelas oleh pernyataan Pak Muchlis yang mengatakan:
59
“Nah mulai dari pembibitan itu, kan itu dari awalnya bikin anu
polybag, menata polybag, abis menata polybag nanti bibitnya
kalau sudah tua baru ditanam, ee sudah, kalau bibitnya sudah tua,
ngambil, ditanam, ditanam di polybag, dari polybag itu 4-5 bulan
bisa ditanam, bahkan nanti kalau anu sampe 1 tahunlah bisa
masih, kalau kelebihan seperti ini memang ndak layak sudah di
anu sudah ditebang” (Pak Muclis, 19 Maret 2019)
Berdasarkan penjelasan Pak Muchlis buah yang digunakan untuk membuat
bibit adalah buah yang berasal dari pohon yang sudah tua, kemudian buah tersebut
dimasukkan kedalam polybag yang telah berisi tanah. Bibit yang telah berumur 4-
5 bulan siap dipindahkan dan ditanam di pantai, dalam kurun waktu 4-5 bulan
daun bibit tanaman mangrove telah tumbuh dan terlihat yang merupakan tanda
bibit mangrove siap ditanam. Pak Muchlis juga menjelaskan umur maksimal bibit
mangrove yang masih dapat ditanam yakni sampai 1 tahun, apabila melebihi batas
maka bibit sudah tidak layak untuk ditanam. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Suryono (2013) bahwa setelah bibit bakau berumur sekitar 3-4 bulan, bibit siap
untuk ditanam di lapangan, sedangkan bibit prepat atau api-api siap ditanam
setelah umur sekitar 5-6 bulan.
Petani melakukan penanaman dengan menggunakan jarak tanam 1-3 m
dan petani dapat menjelaskan berbedaan penggunaan jarak tanam 1 meter dengan
jarak tanam 2 atau 3 meter. Hal tersebut terbukti dari hasil wawancara yang
dilakukan dengan Pak Muchlis yang mengatakan:
“Kalau disni, kalau kelurahan pilang masuk kelurahan pilang wes,
eh kelurahan ketapang itu jaraknya paling lebar 1 meter, paling
lebar itu wes, yang paling normal disini ya setengah meter” (Pak
Arifin, 6 Februari 2019)
Menurut penjelasan Pak Arifin jarak tanam yang digunakan untuk
menanam tanaman mangrove di pantai yakni setengah meter dan jarak tanam
paling lebar yakni selebar 1 meter. Pernyataan Pak Arifin tersebut ditambahkan
oleh pernyataan Pak Muchlis yang mengatakan:
“Trus anu jaraknya ada yang 1 meter, ada yang 2 meter, lah itu
ndak papa, tambah tambah anu tambah anu ya kan tambah bagus,
60
karna apa? karna kalau umpamanya anu cepet perkembangannya,
kalau tanaman 1 meter persegilah bisa jadi hutan sungguhan, ya
kalau umpamanya 2 meter, 3 meter ada yang mati 2 jaraknya kan
jauh jauh, kan ndak semuanya hidup, pasti ada 80%, 70%” (Pak
Muchlis, 19 Maret 2019)
Menurut Pak Muchlis jarak tanam yang digunakan petani untuk menanam
tanaman mangrove yakni 1-3 meter. Jarak tanam 1 meter atau kurang merupakan
jarak tanam yang rapat, jarak tanam yang rapat akan meningkatkan jumlah
tanaman yang hidup karena bibit mangrove yang ditanam lebih banyak. Jarak
tanam yang lebih lebar yakni 2-3 meter akan membutuhkan jumlah bibit yang
lebih sedikit untuk ditanam dan jumlah tanaman mangrove yang hidup akan lebih
sedikit dibandingkan dengan jarak tanam yang lebih rapat. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Anwar (2007) yang mengatakan bahwa perbedaan jarak tanam
hanya berpengaruh nyata terhadap persen tumbuh anakan R. mucronata dengan
kecenderungan meningkat dengan makin rapatnya jarak tanam.
Petani dapat menjelaskan masa panen setiap jenis tanaman mangrove. Hal
tersebut terbukti dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Pak Muchlis yang
mengatakan:
“Bulan maret, bulan 3. Lah bulan 4, bulan 5 itu panen anu
buahnya itu ada sudah, anu yang api-api, kalau yang tinjang bulan
8 sampe bulan 12, itu. Bulan 1, bulan 2 habis sudah kalau tinjang,
kalau api-api nah bar mulai berbuah, sampe bulan 6, itu api-api,
ya sekarang ya sedikit-sedikit ada bulan 3 sampe bulan 4, bulan 5,
bulan 6 panen, jadi bulan 5, bulan 6 itu panen, panen anu apa,
kalau disini kan kadang-kadang ndak sama anunya, cuacanya dari
desa anu, kalau di kota probolinggo memang bulan 5, bulan 6 api-
api, bulan 8, bulan 9, 10, 11 tinjang, lah itu masa panennya” (Pak
Muchlis, 29 Maret 2019)
Menurut penjelasan Pak Muchlis masa panen tiap jenis tanaman mangrove
berbeda-beda. Masa panen buah mangrove api-api yakni berkisar pada bulan 5
dan 6, sedangkan untuk mangrove jenis tinjang masa panen buahnya yakni pada
bulan 8 sampai bulan 12.
61
Petani menganalisis bahwa budidaya tanaman mangrove yang dilakukan
mudah. Hal tersebut terbukti dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Ibu
Asmi yang mengatakan:
“Itu ngambil buah nanti dikarantina dulu ya, anu ditanam dulu,
nanti jadi bibit keluar daun 2 sudah ditanam sudah nak, gitu
gampang” (Ibu Asmi, 23 April 2019)
Menurut Ibu Asmi budidaya mangrove tersebut mudah untuk dilakukan.
Buah yang akan dijadikan bibit sebelumnya dikarantina maksud dari karantina
tersebut yakni dilakukan proses perendaman selama 1-2 hari sampai muncul tunas
pada buahnya. Hal tersebut sesuai dengan tulisan Suryono (2013) dalam bukunya
yang mengatakan bahwa buah yang sudah tua direndam di dalam air terlebih
dahulu selama 1-2 hari hingga benihnya benar-benar terpisah untuk memunculkan
tunas. Kemudian benih-benih tersebut disemaikan, setelah daun mangrove keluar
2 helai maka tanaman siap dipindahkan dan ditanam di pantai.
Pembibitan pada mangrove jenis tinjang sedikit berbeda dan lebih
sederhana dibandingkan jenis mangrove yang lain, karena mangrove tinjang
memiliki bentuk yang panjang dan telah memiliki tunas baru dalam buahnya,
sehingga mangrove tinjang tidak memerlukan persemaian. Berikut gambar proses
pembuatan bibit mangrove dari buah mangrove jenis tinjang:
Gambar 5.1 Proses Pembuatan Calon Bibit Mangrove Tinjang
Berdasarkan gambar 5.1 pembibitan untuk mangrove jenis tinjang lebih
mudah dilakukan. Buah mangrove yang dipilih adalah buah mangrove jenis
tinjang yang sudah tua, kemudian pentol buah mangrove dipotong bagian
bawahnya dan dibuka untuk memperoleh tunas baru jadi tidak memerlukan
perlakuan perendaman, kemudian akar-akar halus yang tumbuh dibawah batang
62
buah yang panjang ditancapkan ke media tanam tanah baik secara langsung
maupun ke dalam polybag. Buah tersebut nantinya akan tumbuh menjadi pohon
baru.
Petani memproduksi dan melakukan pembibitan dengan menggunakan
polybag. Hal tersebut terbukti dari hasil observasi berupa foto bibit tanaman
mangrove yang diproduksi oleh petani pengelola mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo. Berikut foto bibit mangrove yang siap tanam:
Gambar 5.2 Bibit Siap Tanam
Berdasarkan gambar 5.2 diketahui bahwa petani melakukan dan
memproduksi bibit tanaman mangrove dengan menggunakan polybag sebagai
media tanamnya. Gambar tersebut menunjukkan bentuk bibit tanaman mangrove
yang siap dipindahkan dan ditanam di pantai, karena bibit telah memiliki daun
sebanyak 4 helai. Berikut gambar bibit tanaman mangrove yang telah dipindahkan
dan ditanam di paintai:
63
Gambar 5.3 Bibit Ditanam di Pantai
Petani melakukan penyemprotan terhadap hama dan melakukan perawatan
berupa penyiraman bibit. Hal tersebut terbukti dari hasil wawancara yang
dilakukan dengan Pak Arifin yang mengatakan:
“Perawatannya ya anu kasi air tok wes, kalau ada hama wes ya
kasih obat udah. Sama seperti anu wes sawah wes.. Iyaa. Kalau
obatnya ya pake obat kalau ada hamanya” (Pak Arifin, 6 Februari
2019)
Pak Arifin menjelaskan bahwa petani melakukan perawatan pada bibit
tanaman mangrove. Perawatan yang dilakukan petani diantaranya melakukan
penyiraman pada bibit dan melakukan pembasmian hama menggunakan obat
seperti insektisida. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan Suryono (2013)
bahwa penyiraman bibit hanya dilakkukan apabila air pasang tidak sampai
membasahi bibit.
Petani sampai saat ini mempertahankan cara budidaya tanaman yang
dilakukan yakni dengan melakukan pembibitan menggunakan polybag. Terbukti
dari bibit yang telah dibuat oleh petani tiap tahunnya menggunakan polybag dan
jarak tanam yang digunakan sama.
64
c. Jenis-jenis Mangrove
Berdasarkan pada penelitian untuk jenis-jenis mangrove petani dapat
menyebutkan jenis-jenis tanaman mangrove yakni; (a) api-api, (b) bogem, (c)
lindur, dan (d) tinjang. Terbukti dari hasil wawancara dengan Pak Romli yang
mengatakan:
“Ya tinjang itu, tinjang. Mangrove itu ya, api-api, pas itu apalagi
hmm cuma 3, api-api, mangrove, eit itu lagi apalagi itu ya, cuma
2 api-api sama anu itu” (Pak Romli, 5 Februari 2019)
Pak Arifin menambahkan pernyataan Pak Romli dengan mengatakan:
“Ya kalau jenisnya kayak api-api, tinjang, lindur, bogem, trus apa
lagi itu ya, wes itu aja wes” (Pak Arifin, 6 Februari 2019)
Pak Arifin menjelaskan bahwa selain tanaman mangrove jenis api-api,
tinjang, dan bogem yang ditanam di wilayah pesisir pantai Kecamatan
Kademangan, juga terdapat tanaman mangrove jenis lindur. Pernyataan Pak Arifin
didukung oleh pernyataan Pak Muchlis yang mengatakan:
“Kalau kalau bahasa anunya bahasa bahasa bahasa daerahnya
tinjang, bogem, apa trus, lindur, trus apa lagi, api-api, trus anu
yang yang yang dari brawijaya latihan teh dari surojuk surojuk”
(Pak Muchlis, 19 Maret 2019)
Pak Muchlis menjelaskan jenis tananaman mangrove yang ditanam di
daerah pesisir Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo yakni api-api, tinjang,
bogem, dan lindur. Nama-nama jenis mangrove yang ditanam di daerah penelitian
tersebut seperti api-api, lindur, bogem, dan tinjang merupakan nama daerahnya,
sehingga nama-nama tersebut mungkin saja berbeda bila di daerah lain. Pak
Muchlis juga menjelaskan bahwa terdapat jenis mangrove yang dibawa oleh
mahasiswa Universitas Brawijaya yang diberi nama surojuk dan dapat dijadikan
teh.
Petani dapat menjelaskan karakteristik bentuk buah setiap jenis tanaman
mangrove. Hal tersebut terbukti dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Pak
Edi yang mengatakan:
65
“Jenis kan adaa ada 3 kan jenisnya itu, ada tinjang, ada api-api,
ada bogem, kalau bogem bijinya kayak jambu, kalau bijinya ya
jambu, yang yang apa yang api-api kayak bawang bawang merah
itu, yang tinjang itu kayak apa itu buahnya itu klentang apa itu
sayur ya itu, ya kayak itulah buah panjangnya ya itu” (Pak Edi, 4
Februari 2019)
Pak Edi menjelaskan bahwa jenis mangrove yang ditanam di sekitar
wilayah pesisir pantai Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo diantaranya
yakni api-api, tinjang atau bakau, dan bogem. Pak Edi juga menjelaskan bahwa
bentuk dari buah mangrove jenis bogem seperti buah jambu yang berbentuk bola
yang kedua ujungnya agak pipih, sedangkan bentuk buah mangrove api-api mirip
dengan bawang merah yang berbentuk bulat kecil, dan bentuk buah dari mangrove
jenis tinjang mirip dengan buah tanaman klentang berbentuk panjang.
Hal tersebut sesuai dengan yang dijelaskan oleh Handayani (2018), bahwa
buah mangrove jenis bogem berbentuk seperti bola, ujungnya bertangkai dan
bagian dasarnya terbungkus kelopak bunga, diameter buah 3,5–4,5 cm. Bentuk
buah mangrove jenis api-api agak membulat, berwarna hijau agak keabu-abuan,
permukaan buah berambut halus (seperti ada tepungnya) dan ujung buah agak
tajam seperti paruh, memiliki ukuran sekitar 1,5x2,5 cm. Buah mangrove jenis
tinjang kasar berbentuk bulat memanjang hingga seperti buah pir, warna coklat,
panjang 2 – 3,5 cm, berisi satu biji fertil, hipokotil silindris, berbintil, berwarna
hijau hingga jingga, leher kotiledon berwarna merah jika sudah matang,
hipokotoil mempunyai ukuran panjang 18 – 38 cm dan diameter 1 – 2 cm. Lindur
memiliki buah berbentuk melingkar spiral, bundar melintang, panjang 2 – 2,5 cm,
hipokotil lurus, tumpul dan berwarna hijau tua keunguan dan berukuran panjang
12 – 30 cm dan diameter 1,5 – 2 cm.
Petani dapat menyebutkan jenis-jenis dan menjelaskan karakteristik bentuk
buah setiap jenis tanaman mangrove. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Amal
dan Baharudin (2016) bahwa secara umum masyarakat yang hidup disekitar
habitat hutan mangrove mengetahui jenis-jenis tanaman mangrove yang berada
disekitar pesisir pantai yakni jenis bakau (Rhizophora sp) atau tinjang dan api-api
(Avicennia sp).
66
Petani dapat menunjukkan bentuk buah setiap jenis tanaman mangrove.
Hal tersebut terbukti dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Ibu Asmi yang
mengatakan:
“Ini sudah ada ini (menunjukkan foto di dalam brosur), ini ini
yang tinjang ya.. Api-api, ini lindur ini, ini tinjang ini buahnya
(menunjukkan foto di dalam brosur).. Iya api-api, lindur, ndak ada
sudah nak.” (Ibu Asmi, 23 April 2019)
Ibu Asmi menjelaskan jenis-jenis tanaman mangrove yang ditanam di
daerah penelitian dengan menunjukkan foto-foto jenis-jenis mangrove yang
terdapat di dalam brosur tanpa adanya keterangan nama jenis mangrovenya.
Berdasarkan penjelasan Ibu Asmi dan brosur yang sengaja dibuat sebagai panduan
untuk mengenal hutan mangrove yang berada di Kecamatan Kademangan tersebut
maka dapat dikatakan jenis-jenis mangrove yang ditanam di daerah penelitian
yakni api-api, lindur, dan tinjang.
Petani memproduksi tanaman mangrove jenis api-api, tinjang, lindur, dan
bogem untuk ditanam di wilayah pesisir Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo dan petani dapat menganalisis bahwa setiap jenis buah tanaman
mangrove memiliki bentuk yang berbeda-beda. Hal tersebut terbukti dari hasil
observasi berupa foto tiap jenis tanaman mangrove yang ditunjukkan oleh
informan beserta dengan sebutannya. Berikut foto jenis-jenis mangrove yang
ditanam di wilayah pesisir pantai Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo:
Mangrove Bogem Mangrove Tinjang
(Sonneratia alba) (Rhizophora apiculata BI.)
67
Mangrove Lindur Mangrove Api-api
(Bruguiera gymnorrhiza Lamk.) (Avicennia marina Vierh)
Gambar 5.4 Jenis-jenis Mangrove
Petani mempertahankan kombinasi jenis-jenis mangrove yang ditanam di
wilayah pesisir Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo. Hal tersebut terbukti
dari foto hasil observasi dan hasil wawancara yang menunjukkan jenis pohon
mangrove yang ditanam dan bibit mangrove yang baru saja diproduksi adalah
jenis yang sama yakni meliputi mangrove jenis; (a) api-api, (b) bogem, (c) lindur,
dan (d) tinjang.
d. Cara Mengolah Mangrove menjadi Produk
Berdasarkan pada penelitian untuk cara mengolah mangrove menjadi
produk petani dapat menyebutkan tahapan cara pengolahan tanaman mangrove
menjadi; (a) tepung, (b) sirup, (c) sabun, (d) sentrat, dan (e) botok. Terbukti dari
hasil wawancara dengan Ibu Asmi yang mengatakan:
“Ya tepung nak, nanti dikupas kulitnya dibuang langsung diselep
ya, langsung diselep dicuci sampe bersih, sudah bersih dijemur
ya, selesai dijemur kering jadi tepung, kalau tepung itu bisa jadi
apa saja ya, kalau buahnya tua-tuanya itu nanti di anu dikupas
buang sama atinya buang semua ya itu direndem berapa hari 5
hari lah 4 hari ndak papa itu bikin kulek udah” (Ibu Asmi, 23
April 2019)
68
Ibu Asmi menjelaskan bahwa pengolahan tepung mangrove dimulai
dengan buah yang sudah tua terlebih dahulu dikupas dan dibuang hatinya, setelah
itu buah direndam selama 4-5 hari, kemudian buah digiling dan dijemur sampai
menjadi tepung. Waktu perendaman buah mangrove tergantung dari umur buah
mangrove, semakin tua buah maka perendaman akan semakin lama. Pak Edi
mendukung pernyataan Ibu Asmi dengan mengatakan:
“Bisa, itu cuma di buahnya api-api itu direndem satu malam lalu
kan kulitnya pisah sendiri direndem sama air itu.. nanti dikupas
ambil ee daging yang di dalam itu diambil, sesudah diambil lalu
di blender, setelah di blender langsung dijemur, lama prosesnya
itu.. kalau ndak ada sinar matahari ya ndak bisa kalau ndak ada
sinar matahari” (Pak Edi, 4 Februari 2019)
Pak Edi menjelaskan bahwa pembuatan tepung mangrove berawal dengan
proses perendaman buah mangrove jenis api-api selama satu malam, setelah
direndam buah dikupas dan diambil daging buahnya. Daging buah yang telah
terpisah dari kulitnya tersebut kemudian digiling menjadi tepung, setelah itu
dijemur untuk mendapatkan tekstur bubuk. Proses penjemuran tepung mangrove
mengandalkan panas matahari, sehingga apabila tidak ada matahari proses
penjemuran akan berlangsung lama. Proses pembuatan tepung mangrove yang
dijelaskan Pak Romli sedikit berbeda dengan yang dijelaskan oleh Pak Edi yang
mengatakan:
“Nanemnya anuu kalau kalau apa itu aduu tinjang sama pi-api itu
kalau buahnya bisa buat tepung, tapi diekom dulu 5 hari, mari 5
hari dijemur 3 hari, langsung diselep” (Pak Romli, 5 Februari
2019)
Menurut penjelasan Pak Romli pengolahan tepung mangrove diawali
dengan perendaman buah mangrove jenis api-api selama 5 hari, kemudian buah
yang telah direndam dijemur selama 3 hari, setelah itu buah yang telah kering
diselep atau digiling menggunakan mesin selep untuk memperoleh tekstur bubuk.
Proses pengolahan tepung mangrove yang dijelaskan oleh Pak Arifin juga sedikit
berbeda dengan yang dijelaskan oleh Pak Edi dan Pak Romli:
69
“Kayak anu, kayak api-api itu ngambil buah, setelah ngambil
buah, apa, ambil dalemnya sudah, dalemnya itu apa namanya ya,
kayak atinya itu leh dibuang, dikupas dulu pas atinya buang, trus
direndem dengan air, langsung udahh direndem dijemur. Setelah
dijemur dianu wes, diselep.. Iyaa, supaya jadi tepung” (Pak
Arifin, 6 Februari 2019)
Pak Arifin menjelaskan bahwa pengolahan tepung mangrove dimulai dari
mengupas buah mangrove dan mengambil bagian hatinya untuk dibuang, menurut
Pak Arifin hati buah mangrove ini yang menimbulkan rasa yang tidak enak pada
tepung mangrove. Buah yang telah dibuang hatinya kemudian direndam, setelah
direndam kemudian dijemur dan digiling dengan mesin selep untuk memperoleh
tekstur bubuk.
Hal tersebut sesuai dengan yang dijelaskan Sahil dan Soamole (2013),
pengolahan tanaman mangrove menjadi tepung diawali dengan merebus buah
mangrove, kemudian dikupas kulitnya, setelah itu direndam dengan abu dapur
untuk menghilangkan rasa ketir yang ditimbulkan tanin dan sianida yang terdapat
di dalam buah mangrove, buah mangrove yang telah tawar kemudian digiling
menjadi tepung, tahap terakhir yakni dikeringkan dengan bantuan panas matahari.
Menurut Pak Edi selain dapat diolah menjadi tepung, daun mangrove
dapat dimanfaatkan untuk membuat makanan olahan seperti botok atau urap yaitu
makanan tradisional yang terbuat dari sayuran. Berikut penjelasan Pak Edi
mengenai proses pembuatan botok dari daun mangrove:
“Daunnya apai-api yang masih pucuk, pucuknya itu, masih
yaaang apa yang baru-baru itu, ya itu yang dipetik.. Dicuci,
setelah dicuci direbus, baru dikasih apa kayak tempe tahu
dijadikan botok” (Pak Edi, 4 Februari 2019)
Pak Edi menjelaskan daun mangrove yang akan diolah menjadi botok
dipilih adalah bagian pucuk daun mangrove yang berjenis api-api, kemudian daun
dicuci dan direbus. Daun yang telah direbus dan menjadi lembek kemudian
dicampur dengan tahu dan tempe bersama dengan bumbu botok yang berasal dari
parutan kelapa yang dicampur bumbu dari rempah-rempah. Penjelasan Pak Edi
diperkuat dengan penjelasan Pak Muchlis yang mengatakan :
70
“Pucuknya itu pucuknya yang api-api, pucuk ya pucuk yang kan
ada daun yang lembek-lembek itu, kalau ndak lembek ndak enak..
ya jadi anu, apa itu, yaa termasuk bikin botok lah, kan ada
campurannya tempe apa gitu lah, campurannya itu” (Pak Muchlis,
19 Maret 2019)
Proses pengolahan daun mangrove menjadi botok juga dijelaskan oleh Ibu
Asmi yang mengatakan:
“Ya ngambil yang muda-muda diiris-iris langsung anu dulu
diremek-remek, lagsung digodok nak yo, nek wes empuk ntasen
trus marut klopo sudah dibumbui, botok sudah.” (Ibu Asmi, 23
April 2019)
Ibu Asmi juga menjelaskan bahwa untuk membuat botok daun mangrove
harus dipilih daun yang mudanya saja, kemudian daun tersebut diiris-iris, setelah
diiri-iris daun tersebut direbus agar menjadi lembek. Daun mangrove yang telah
matang dan empuk tersebut dicampur dengan parutan kelapa yang telah dibumbui.
Hal tersebut sesuai dengan tulisan Santoso (2005) yang menjelaskan
proses pembuatan botok atau urap mangrove yakni dimulai dengan mengukus
daun api-api sampai matang. Tahap selanjutnya mengukus kelapa parut, kemudian
campur keduanya dengan garam lalu hidangkan.
Tanaman mangrove juga dapat diolah menjadi sirup, hal ini dijelaskan
oleh Pak Edi yang mengatakan:
“Sirup dari bogem, ambil sarinya itu.. Direndem juga itu..
Direndem ambil airnya, ampasnya buang sudah. Warnanya agak
agaak ungu” (Pak Edi, 4 Februari 2019)
Pak Edi menjelaskan bahwa buah mangrove yang dapat diolah menjadi
sirup yakni buah mangrove jenis bogem. Buah tersebut kemudian direndam agar
kandungan air yang ada di dalam buah bertambah, kemudian buah diblender
hingga halus. Buah yang telah dihaluskan tersebut kemudian disaring dan diambil
sarinya, sari buah mangrove tersebut menjadi berwarna agak keunguan.
Penjelasan Pak Edi diperkuat dengan pengenjelaan Ibu Asmi yang mengatakan:
71
“Ya di anu nak, digiling juga, kalau harum itu ya diambil sudah,
kalau ndak tua ndak bisa bikin sirup dah” (Ibu Asmi, 23 April
2019)
Ibu Asmi menjelaskan bahwa pembuatan sirup mangrove dilakukan
dengan cara menggiling buah mangrove yang akan dijadikan sirup bersama
dengan air, sehingga akan berbentuk bubur yang kemudian disaring dan diambil
sarinya. Meskipun proses pembuatan sirup yang dilakukan Pak Edi dan Ibu Asmi
berbeda, namun intinya sama yakni memperoleh sari dari buah mangrove. Buah
yang digunakan untuk membuat sirup adalah buah yang sudah tua.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rajis dkk. (2017) bahwa buah
mangrove jenis bogem dapat menjadi bahan baku pembuatan sirup. Buah Pedada
atau buah mangrove jenis bogem terlebih dahulu dicuci bersih, kemudian dikupas
dengan memisahkan kelopak dan kulit dan dicuci bersih. Buah pedada dipotong
kecil-kecil dan dibelender sampai halus, tambahkan air sehingga menjadi bubur.
Bubur buah pedada yang sudah dihaluskan disaring dan diperoleh hasil saringan
berupa sari buah pedada.
Pak Edi juga menjelaskan bahwa mangrove dapat diolah menjadi sentrat
yang merupakan campuran bagi makanan ternak. Berikut penjelasan pengolahan
mangrove menjadi sentrat oleh Pak Edi:
“Kalau yang buat sentrat itu? Yang tinjang yang besar ada
pentolnya itu, yang warnanya coklat.. Eee dikelola itu pake mesin
itu yang besar itu, dikelola dicampur dengan apa itu namanya
kalau anunya padi itu, ampasnya padi itu” (Pak Edi, 4 Februari
2019)
Pak Edi mejelaskan bahwa bagian tanaman mangrove yang digunakan
untuk pembuatan sentrat yakni buah mangrove jenis tinjang yang berwarna
cokelat, kemudian buah tersebut dihaluskan dengan mesin penggiling, setelah itu
dicampur dengan ampas padi. Campuran antara ampas padi dengan buah tinjang
yang telah dihaluskan tersebut menjadi sentrat yang merupakan campuran bagi
makanan ternak.
72
Hal tersebut seiring dengan pendapat Mulyatun (2018) yang menjelaskan
bahwa pada daerah-daerah pantai di Indonesia daun tanaman mangrove jenis api-
api juga dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pakan kambing. Hasil analisis
daun Avicennia marina menunjukkan bahwa kandungan vitamin B sebesar 2,64
mg/100 g, vitamin C nya sebesar 15,32 mg/100 g, serat sebanyak 8,7% dan
karbohidrat sebanyak 13% dan kandungan mineral yang tinggi sehingga
pemanfaatannya sesuai sebagai sumber hijauan pada pakan ternak.
Tanaman mangrove juga dapat diolah menjadi sabun seperti yang
dijelaskan Pak Muchlis sebagai berikut:
“Latihan, itu bisa bisa jadi sabun, sabun cuci piring, nah itu,
bogem itu, itu perlunya di anu dulu di blender a blender, trus
bijinya disingkirkan, trus ada garam khusus lagi itu, garam khusus
ya itu bisa keluar busa, bagus hasilnya” (Pak Muchlis, 19 Maret
2019)
Pak Muchlis menjelaskan bahwa beliau pernah mengikuti latihan
pembuatan sabun cuci piring yang berbahan baku mangrove. Buah mangrove jenis
bogem terlebih dahulu dihilangkan bijinya, kemudian diblender untuk dihaluskan,
setelah halus diberi garam khusus yang dapat mengeluarkan busa.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Farid dkk. (2018) yang mengatakan
buah Pedada atau bogem dapat diolah menjadi sabun cair antiseptik. Pengolahan
sabun antiseptik yang dilakukan dilakukan oleh masyarakat di Kelurahan
Kampung Laut, Kuala Jambi, Tanjung Jabung Timur dimulai dengan pembuatan
pasta sabun yang berasal dari buah bogem atau pedada dan lidah buaya yang
direbus matang kemudian dihaluskan secara bersamaan dengan ditambahkan ragi,
campuran tersebut kemudian disimpan dalam plastik selama tiga hari untuk
menjadi pasta. Pasta sabun tersebut kemudian dicampur dengan garam, lalu
dimasukkan air sedikit demi sedikit, kemudian masukkan air jeruk nipis dan air
daun suji aduk rata lalu disaring dan biarkan selama 12 jam sampai terjadi
endapan. Langkah selanjutnya yakni dengan mengambil bagian atas sabun,
apabila sabun yang dihasilkan menjadi jernih atau tidak berwarna, maka
tambahkan air perasan daun suji sampai memberikan warna hijau yang stabil.
73
Petani dapat menjelaskan maksud dari setiap tahapan yang dilakukan dan
petani mampu menganalisis tahapan cara pengolahan tanaman mangrove yang
lebih baik yakni dengan melakukan perendaman terlebih dahulu untuk
menghilangkan rasa ketir pada buah. Hal tersebut terbukti dari hasil wawancara
yang dilakukan dengan Pak Muchlis yang mengatakan:
“Kayak direndem lah 2 hari, trus ya kalau saya yang bikin, aa apa,
kan getah-getahnya bisa terangkat e rendem 2 hari sampe 3 hari,
ndak direndem sebetulnya ndak masalah, tapi kan ketir-ketirnya
itu apa rasanya itu, ya ndak ndak pait agak ketir-ketir, ke lidah itu
rasanya agak ndak enak sedikit, lah itu perlu proses, perlu proses,
sebetulnya ndak papa sebetulnya, tapi kan perlu proses bagaimana
yang lebih enak lagi, aa itu proses, sampe diselep, abis selep
nanti, abis direndem diselep trus dijemur” (Pak Muchlis, 19 Maret
2019)
Menurut Pak Muchlis proses pengolahan tepung mangrove dimulai dengan
perendaman buah selama 2 sampai 3 hari untuk menghilangkan getah-getahnya
yang dapat menimbulkan rasa ketir pada tepung apabila tidak dihilangkan, setelah
direndam buah digiling dengan mesin selep, kemudian dijemur untuk memperoleh
tekstur bubuk yang kering. Pak Muchlis mengolah tepung mangrove bersama
dengan istrinya.
Hal tersebut sesuai dengan yang dijelaskan Sahil dan Soamole (2013),
pengolahan tanaman mangrove menjadi tepung diawali dengan merebus buah
mangrove, kemudian dikupas kulitnya, setelah itu direndam dengan abu dapur
untuk menghilangkan rasa ketir yang ditimbulkan tanin dan sianida yang terdapat
di dalam buah mangrove, buah mangrove yang telah tawar kemudian digiling
menjadi tepung, tahap terakhir yakni dikeringkan dengan bantuan panas matahari.
Petani melakukan pengolahan produk tepung, sirup, botok, sabun, dan
sentrat. Hal tersebut terbukti dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Pak
Muchlis yang mengatakan:
“Iya saya mengolah sama istri saya .. “ (Pak Muchlis, 19 Maret
2019)
74
Pak Muchlis mengungkapkan bahwa beliau dan istrinya yakni Ibu Asmi
yang melakukan pengolhan tanaman mangrove menjadi olahan produk seperti
tepung, sirup, sentrat, botok, dan sabun. Hal tersebut juga didukung oleh
pernyataan Pak Romli yang mengatakan:
“Sirup sirup, sirup, sabun bisa. Iya. Ibunya Ipin sma Edi bisa buat
tepung itu, sabun.. Banyak manfaatnya itu, buat beras bisa” (Pak
Romli, 5 Februari 2019)
Pak Romli menjelaskan bahwa ibu dari Pak Edi dan Pak Ipin yang juga
merupakan istri Pak Muchlis yakni Ibu Asmi yang melakukan pengolahan
tanaman mangrove menjadi produk. Pernyataan tersebut juga didukung oleh foto
hasil observasi yakni berupa foto tepung mangrove yang dibuat oleh petani.
Berikut bentuk tepung mangrove yang dihasilkan oleh petani pengelola mangrove
di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo:
Gambar 5.5 Tepung Mangrove
Berdasarkan gambar 5.5 diketahui warna tepung mangrove berwarna
kehijau-hijauan. Tepung mangrove memiliki tekstur bubuk yang halus seperti
tepung pada umumnya. Kemasan yang digunakan untuk membungkus tepung
mangrove yakni plastik bening yang besarnya disesuaikan dengan banyaknya.
75
Petani memutuskan untuk memproduksi tepung mangrove, sirup
mangrove, dan botok daun mangrove untuk dijual karena tidak terdapat
permintaan, namun tidak untuk sabun dan sentrat karena terdapat permintaan. Hal
tersebut terbukti dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan Pak Ibu Asmi
yang mengatakan:
“Sirup itu harganya 12 12 setengah 1 botol kecil (menunjukkan
ukuran botol sirup dengan tangannya)” (Ibu Asmi, 23 April 2019)
“1500 kok” (Ibu Asmi, 23 April 2019)”
Ibu Asmi menjelaskan bahwa produksi yang dijual yakni sirup dan botok.
Sirup dijual dengan harga Rp. 12.500 per botol kecil, sedangkan botok dijual
dengan harga Rp. 1500 per bungkus. Pak Arifin menambahkan bahwa yang
produk lain yang dijual yakni tepung mangrove dengan mengatakan:
“1 kilo itu 60 (Rp. 60.000), emak yang tau, kalau saya kan cuma
disuruh cari buah, cari wes” (Pak Arifin, 6 Februari 2019)
Pak Arifin menjelaskan bahwa tepung mangrove dijual dengan harga Rp.
60.000/kg. Pak Arifin juga menjelaskan bahwa pengolahan produk diserahkan
seluruhnya kepada ibunya yakni Ibu Asmi, petani hanya berperan untuk mencari
bahan dan diongkos sesuai hasil.
Berdasarkan pernyataan informan petani pengelola mangrove di
Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo memiliki pemahaman tentang: (a)
manfaat tanaman mangrove, (b) cara budidaya tanaman mangrove, (c) jenis-jenis
tanaman mangrove, dan (d) cara mengolah tanaman mangrove menjadi produk.
Tingkatan pengetahuan petani pengelola mangrove di Kecamatan Kademangan
akan hal tersebut Kota Probolinggo dapat dilihat pada tabel 5.1 sebagai berikut:
76
Tabel 5.1Pengetahuan Petani Pengelola Mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo
No. Uraian Tahu Memahami Aplikasi Analisis Sintesis Evaluasi
1. Manfaat
Mangrove
Petani dapat
menyebutkan
manfaat-manfaat
tanaman
mangrove dengan
baik diantaranya
yakni mencegah
abrasi, banjir,
memperkecil
dampak tsunami,
mebersihkan
lingkungan laut,
tempat
berkembang biak
biota laut,
menghasilkan
produk olahan
Petani mampu
menjelaskan cara
tanaman mangrove
dimanfaatkan mulai
dari perakaran
tanaman mangrove
yang berfungsi
mengendapkan
lumpur, tempat
bertelur biota laut,
menahan sampah,
pohon mangrove yang
berfungsi menahan
gelombang tsunami,
serta buah dan daun
mangrove yang
dimanfaat menjadi
berbagai produk
Petani
memanfaatkan
habitat hutan
mangrove
sebagai tempat
budidaya
tambak dan
mencari ikan,
petani juga
memanfaatkan
buah/biji dan
daun
mangrove
untuk diolah
menjadi
tepung, sirup,
sabun, sentrat,
dan botok
Petani mampu
menganalisis
bahwa manfaat
yang diberikan
oleh tanaman
mangrove
memberikan
keuntungan
berupa
tambahan
penghasilan baik
bagi petani
maupun
masyarakat
Petani
menciptakan
tambak di
habitat hutan
mangrove dan
memproduksi
produk olahan
mangrove
Petani dapat
memberikan
penilaian mengenai
tanaman mangrove
yang sangat
memberikan
manfaat bagi
kehidupan mereka
dan masyarakat
sekitar
2. Budidaya
Mangrove
Petani dapat
menyebutkan
tahapan-tahapan
budidaya tanaman
mangrove sesuai
dengan urutannya
mulai dari
pembibitan
hingga
penanaman
Petani dapat
menjelaskan detil
mengenai budidaya
tanaman mangrove
seperti syarat buah
mangrove yg dapat
dijadikan bibit,
berbedaan penggunaan
jarak tanam 1 meter
dengan jarak tanam 2
atau 3 meter, tanda-
Petani
melakukan
pembibitan
dengan
menggunakan
polybag,
melakukan
penanaman
dengan
menggunakan
jarak tanam 1-
Petani mampu
menganalisis
bahwa budidaya
tanaman
mangrove yang
dilakukan
mudah
Petani
memproduksi
bibit mangrove
menggunakan
polybag
Petani
mempertahankan
cara budidaya
tanaman mangrove
menggunakan
polybag dengan
jarak tanam 1-3 m,
serta melakukan
perawatan terhadap
bibit
77
tanda bibit siap
dipindahkan ke pantai,
dan masa panen setiap
jenis tanaman
mangrove
3 m,
melakukan
penyemprotan
terhadap
hama, dan
melakukan
penyiraman
bibit 3. Jenis-jenis
Mangrove
Petani dapat
menyebutkan
jenis-jenis
tanaman
mangrove yakni
api-api, bogem,
lindur, dan tinjang
Petani dapat
menjelaskan
karakteristik bentuk
buah setiap jenis
tanaman mangrove
yakni bogem seperti
buah jambu yang
berbentuk bola yang
kedua ujungnya agak
pipih, sedangkan
bentuk buah mangrove
api-api mirip dengan
bawang merah yang
berbentuk bulat kecil,
bentuk buah dari
mangrove jenis tinjang
mirip dengan buah
tanaman klentang
berbentuk panjang,
dan bentuk buah lindur
yang panjangg dan
ramping
Petani dapat
menunjukkan
bentuk buah
setiap jenis
tanaman
mangrove
Petani dapat
menganalisis
bahwa setiap
jenis buah
tanaman
mangrove
memiliki bentuk
yang berbeda-
beda
Petani
memproduksi
tanaman
mangrove jenis
api-api, tinjang,
lindur, dan
bogem untuk
ditanam di
wilayah pesisir
Kecamatan
Kademangan
Kota
Probolinggo
Petani
mempertahankan
kombinasi jenis-
jenis mangrove
yang ditanam di
wilayah pesisir
Kecamatan
Kademangan Kota
Probolinggo
78
4. Cara
Mengolah
Mangrove
Petani dapat
menyebutkan
tahapan cara
pengolahan
tanaman
mangrove
menjadi tepung,
sirup, sabun,
sentrat, dan botok
Petani dapat
menjelaskan maksud
dari setiap tahapan
yang dilakukan seperti
perendaman yang
berfungsi untuk
menghilangkan rasa
ketir pada buah
Petani
melakukan
pengolahan
produk tepung,
sirup, botok,
sabun, dan
sentrat
Petani mampu
menganalisis
tahapan cara
pengolahan
tanaman
mangrove yang
lebih baik yakni
dengan
melakukan
perendaman
terlebih dahulu
untuk
menghilangkan
rasa ketir pada
buah
Petani
memproduksi
tepung
mangrove, sirup
mangrove, dan
botok daun
mangrove
Petani memutuskan
untuk memproduksi
tepung mangrove,
sirup mangrove,
dan botok daun
mangrove untuk
dijual karena
terdapat
permintaan, namun
tidak untuk sabun
dan sentrat karena
terdapat permintaan
79
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa tingkat pengetahuan petani
pengelola mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo mencapai
tingkat evaluasi yang merupakan tingkat paling tinggi dalam pengetahuan, dimana
subjek telah dapat memberikan penilaian terhadap objek tertentu setelah melewati
tahap tahu, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, dan sintesis. Petani dapat
memberikan penilaian mengenai kegiatan pengelolaan mangrove di Kecamatan
Kademangan bahwasanya hal tersebut sangat memberikan manfaat bagi
kehidupan mereka sehingga perlu dilestarikan dan dipertahankan. Petani yang
telah dapat menilai suatu objek akan dapat membuat keputusan mengenai sikap
yang akan dia ambil, karena petani telah mengetahui bahwasanya objek tersebut
baik atau buruk bagi mereka.
5.1.2 Sikap Petani Pengelola Mangrove di Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo
Dari sisi sikap yang akan diketahui adalah bagaimana; (a) keikutsertaan
petani dan (b) sikap petani dalam kegiatan pengelolaan mangrove. Pada poin (a)
keikutsertaan petani dilihat dari kegiatan-kegiatan pengelolaan mangrove apa saja
yang dilakukan petani. Pada poin (b) sikap petani yang dimaksud yakni pendapat
petani terhadap kegiatan pengelolaan mangrove yang ingin diketahui secara
langsung oleh peneliti.
Sikap disusun sedemikian rupa sehingga menunjukkan tingkatan-tingkatan
yakni menerima, merespon, pemberian penilaian, pengorganisasi, dan
karakterisasi. Proses menerima atau menaruh perhatian dimulai dengan kesadaran
paling sederhana akan hadirnya sesuatu. Pada tahap memberi respon, individu
sudah menunjukkan tanggung jawab atas apa yang dikerjakannya dan telah mulai
dapat menikmati apa yang dilakukannya. Tahap memberi penilaian adalah tahap
dimana individu memberikan pendapat mengenai sesuatu yang dilakukan. Tahap
pengorganisasian menandakan bahwa individu membangun penilian untuk
menentukan tingkat kelayakan bagi sesuatu yang relevan dikerjakan oleh orang
lain atau masyarakat. Tahap terakhir ialah karakterisasi dimana pada tahap ini
individu siap untuk menilai ulang apa yang telah diyakininya jika bukti-bukti
menunjukkan adanya keharusan untuk merevisi pandangan yang dipegangnya.
80
Pada tahap ini lebih bersifat logis, ilmiah dan menghargai bukti-bukti sehingga
nilai-nilai yang sudah dibangunnya itu dijadikan pedoman dalam bertindak dan
berperilaku.
Petani memiliki pengetahuan mengenai tanaman mangrove yang
menunjukkan usaha petani dalam mempelajari hal-hal dasar yang diperlukan guna
melakukan kegiatan pengelolaan mangrove yang diperoleh melalui pengalaman
secara langsung. Hal tersebut terbukti dari pengetahuan yang dimiliki petani
terkait; (a) manfaat mangrove, (b) budidaya mangrove, (c) jenis-jenis mangrove,
dan (d) cara mengolah mangrove, yang telah dijelaskan pada sub bab
pengetahuan.
a. Keikutsertaan Petani
Petani ikutserta dalam kegiatan pengelolaan mangrove mulai dari kegiatan;
(a) budidaya seperti pembibitan, penanaman, perawatan, dan penyulaman, serta
(b) melakukan pengolahan, (c) pelestarian, (d) ikut menjaga dari pengerusakan,
hingga (e) memperkenalkan mangrove kepada masyarakat luas. Hal tersebut
terbukti dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Pak Edi yang mengatakan:
“Ya ikut serta, semuanya itu dilibatkan semua udah. Kayak polisi,
tentara, semuanya itu dah.. Kegiatannya, yaa.. bersih-bersih gitu
mbak.. Melestarikannya itu ya menanam, kalau ada yang mati apa
ditanam lagi, disulam” (Pak Edi, 4 Februari 2019)
Keikutsertaan petani dalam kegiatan pengelolaan mengrove yakni
melakukan proses budidaya seperti penanaman dan penyulaman terhadap bibit
mangrove yang mati, hal ini dilakukan untuk tetap menjaga kelestarian tanaman
mangrove dengan juga melibatkan semua lapisan masyarakat seperti polisi dan
tentara. Kegiatan lain yang dilakukan yakni membersihkan habitat mangrove yang
mungkin tercemar oleh sampah baik yang berasal dari darat mauput laut. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Amal dan Baharuddin (2016) yang mengatakan
bahwa keikutsertaan masyarakat atau petani dalam pengelolaan hutan mangrove
meliputi; (a) melakukan pembibitan, (b) penanaman, (c) pemeliharaan seperti
melakukan penyulaman, dan (d) ikut menjaga kelestarian hutan mangrove.
81
Pernyataan Pak Edi didukung oleh pernyataan Pak Romli yang
mengatakan:
“Iyaa. Kalau yang mati tanam lagi, disulam lagi” (Pak Romli, 5
Februari 2019)
Petani ikutserta dalam kegiatan penyulaman. Apabila diketahui bahwa
terdapat tanaman mangrove yang mati maka petani akan melakukan penanaman
bibit mangrove yang baru agar jumlah tanaman mangrove tidak berkurang.
Penjelasan Pak Edi dan Pak Romli terkait keikutsertaan petani dalam penanaman
dan pemeliharaan tanaman mangrove juga diungkapkan oleh Pak Muchlis yang
mengatakan:
“Ee ya termasuk sudah nanam terus menjaga, menyulam, trus
menjaga untuk kelanjutan, itu, mungkin sulaman itu kalau ada
umpamanya ndak 100 80% 70% umpamanya ada penyulaman,
mungkin nanti ada dana lagi untuk penyulaman itu” (Pak
Muchlis, 19 Maret 2019)
Petani juga ikut menjaga tanaman mangrove, menjaga dalam hal ini yakni
menjaga agar tanaman mangrove yang telah ditanam tidak mengalami kerusakan
akibat ulah tangan manusia, selain itu menjaga agar jumlah tanaman mangrove
tidak berkurang dengan melakukan penyulaman dan melakukan penanaman agar
jumlah tanaman mangrove dapat terus bertambah. Hal tersebut didukung oleh Pak
Arifin yang mengatakan:
“Iya pasti wes. Meskipun ada penanaman, ada apa, apa, latihan
pengolahan terus anu saya wes pasti ikut wes, anggep lah
kerjaannya saya wes gini... ya menanam, ya apa namanya, nyulam
itu, sudah nanam itu kan nyulam, kalau ada yang mati nyulam, ya
buat tepung itu, ya kalau musimnya ya buat tepung, kalau ndak
ada ya diam wes gini” (Pak Arifin, 6 Februari 2019)
Pak Arifin mengungkapkan bahwa selain melakukan penanaman dan
penyulaman, pada saat musim buah petani mencari buah mangrove dan
mengolahnya menjadi tepung untuk dijual. Hal tersebut tentu saja sangat berguna
untuk mengenalkan tanaman mangrove pada masyarkat, bahwasanya tanaman
82
mangrove dapat memiliki banyak manfaat salah satunya dapat diolah menjadi
tepung yang menjadi bahan baku pembuatan kue. Pernyataan tersebut juga
diperkuat oleh pernyatan Ibu Asmi yang mengatakan:
“Ada di bogor, ndak, prodok saya prodok. Saya soalnya bawa
prodok, ya bawa trasi, bawa ikan-ikan, macem-mcem udah alat-
alat pantai, itu saya nomor 1 disana.. Dari mangrove ini dari
pantai, lain lagi, tepungnya lain, ikannya lain, trasi lain, begini”
(Ibu Asmi, 23 April 2019)
Petani membuat berbagai produk dari tepung mangrove untuk dibawa ke
pameran yang berada di Bogor untuk mengenalkan tanaman mangrove kepada
masyarakat lebih luas. Hal tersebut akan mendorong minat masyarakat terhadap
tanaman mangrove, apabila masyarakat telah mengetahui bahwa tanaman
mangrove memiliki banyak manfaat maka kepedulian masyarakat terhadap
tanaman mangrove akan bertambah dan berkemungkinan juga akan ikutserta
dalam kegiatan pelestarian hutan mangrove. Pak Romli juga menjelaskan bahwa
petani ikutserta dalam melakukan perawatan tanaman mangrove dengan
mengatakan:
“Ya disiram mbak, disiram, disemprot obat. Ya kiranya biar gak
dimakan belalang itu.. iyaa, dibawah itu dikasi anu itu apa itu
bambu itu, koyok opo iku pring ngene iku mbak, biar ndak anu
opo biar ndak menyelem” (Pak Romli, 5 Februari 2019)
Petani juga turut serta dalam melakukan kegiatan perawatan tanaman
mangrove dengan menyiram tanaman mangrove yang baru saja dipindahkan ke
pantai, penyiraman hanya dilakukan apabila kedaan air laut sedang surut tidak
sampai membasahi tanaman mangrove. Petani juga melakukan penyemprotan
pada hama yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman
mangrove, selain itu petani mengecek keadaan ajir yang digunakan tanaman
mangrove yang baru dipindahkan agar tidak terbawa oleh arus dan gelombang air
laut karena ajir tersebut berperan menjaga tanaman mangrove tumbuh tegak dan
tidak menyelam. Berikut gambar keikutsertaan petani dalam melakukan
perawatan pada bibit mangrove:
83
Gambar 5.6 Keikutsertaan Petani dalam Merawat Tanaman Mangrove
Pada gambar 5.6 terlihat petani yang sedang merawat bibit mangrove yang
telah dibuat beberapa bulan yang lalu. Petani membersihkan atau menyiangi bibit
tersebut dari gulma yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman mangrove.
Petani juga menyingkirkan tanaman mangrove yang telah melebihi batas
penanaman atau tidak layak untuk ditanam, hal tersebut dilakukan agar
pertumbuhan bibit tanaman mangrove yang lain tidak terganggu.
Keikutsertaan atau peran aktif petani dalam kegiatan pengelolaan
mangrove menunjukkan sikap petani yang sangat mendukung kegiatan
pengelolaan tanaman mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo.
Hal itu sesuai dengan penelitian Setiawan dkk. (2017) yang menyatakan bahwa
sikap masyarakat yang tinggi menunjukkan dukungan masyarakat yang tinggi
pula, sedangkan sikap masyarakat sangat dipengaruhi oleh keikutsertaannya.
b. Sikap Petani
Petani mengungkapkan setuju dan mendukung dengan kegiatan
pengelolaan mangrove dan petani berpendapat bahwa kegiatan pengelolaan
mangrove memberikan banyak manfaat baik bagi petani maupun masyarakat
sekitar. Hal tersebut terbukti dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Pak
Romli yang mengatakan:
“Setuju.. Ya itu ada apa ya, sukanya banyak manfaatnya. Ya
misalnya ada angin tsunami bisa didang, setuju. Disini setuju
semua kalau masalah mangrove itu, kalau bisa itu bentaun sudah
84
ditandur mbak sama Pak Muchlis, satu tahun itu minimal 5000
kadang 10.000 gitu” (Pak Romli, 5 Februari 2019)
Pak Romli mengungkapkan beliau setuju dengan adanya kegiatan
pengelolaan mangrove karena terdapat banyak manfaat yang diberikan oleh hutan
mangrove, salah satunya yakni dapat menghalau badai tsunami apabila terjadi
sehingga memperkecil dampaknya. Pak Romli juga mengungkapkan bahwa
masyarakat yang tinggal di sekitar habitat mangrove juga setuju dengan kegiatan
pengelolaan hutan mangrove, sehingga menganjurkan Pak Muchlis sebagai ketua
kelompok tani hutan untuk dapat menanam mangrove setiap tahunnya minimal
5000 bibit. Pak Romli juga ngungkapkan bahwa beliau mendukung dengan
adanya pengelolaan mangrove dengan mengatakan:
“Mendukung.. Karena itu sudah mbak, banyaknya manfaatnya, ini
buat apa ya buat tepung bisa buat sabun bisa krep bisa, buat
makanan bisa, buat tepung bisa, tepungnya itu biru mbak” (Pak
Romli, 5 Februari 2019)
Pak Romli mendukung adanya pengelolaan mangrove karena tanaman
mangrove dapat dimanfaatkan menjadi berbagai produk yang bernilai ekonomis
seperti sabun dan tepung. Pak Muchlis juga mengemukakan pendapatnya
mengenai kegiatan pengelolaan mangrove dengan mengatakan:
“Ya mendukung sekali karna saya diuntungkan lagi.. ya ada
keuntungan dari mangrove mulai dulu, ke masyarakat juga
menguntungkan, kalau ndak menguntungkan ke masyarakat ya
ndak mau masyarakat kan.. yang paling setuju itu budidaya
tambak tradisional yang paling mendukung sekali, trus yang
punya sawah di deket pesisir itu mendukung sekali” (Pak
Muchlis, 19 Maret 2019)
Pak Muchlis juga menjelaskan mendukung dengan adanya hutan
mangrove yang terus dikelola dengan baik karena menguntungkan bagi
masyarakat terutama petani tambak tradisional dan petani lahan basah yang
memiliki lahan disekitar wilayah pesisir karena dengan adanya mangrove lahan
petani tidak terkikis oleh arus dan ombak air laut, sehingga masyarakat, petambak,
dan petani juga sangat mendukung dengan adanya pengelolaan mangrove di
85
Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo. Ibu Asmi juga mengungkapkan
bahwa beliau setuju dengan adanya kegiatan pengelolaan mangrove dengan
mengatakan:
“Setuju nak, banyak, bu wali ya setuju semuanya mau nak..
Katanya banyak vitaminnya nak” (Ibu Asmi, 23 April 2019)
Ibu Asmi setuju dengan adanya pengelolaan mangrove karena banyak
pihak yang setuju dengan adanya hal tersebut, sampai walikota pun setuju dengan
adanya kegiatan pengelolaan mangrove. Ibu Asmi juga mengatakan bahwa alasan
banyak yang setuju dengan adanya pengelolaan mangrove yakni karena mangrove
memiliki kandungan vitamin. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mulyatun
(2018) yang menjelaskan bahwa tanaman mangrove mengandung vitamin A, B,
C, D, E, dan K.
Pemahaman petani akan arti penting dan manfaat-manfaat dari tanaman
mangrove membentuk sikap yang mendukung dan setuju terhadap kegiatan
pengelolaan mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo. Hal
tersebut sejalan dengan teori yang diungkapkan Mar’at, L. (1982) dalam Ardi
(2015) bahwa sikap dipengaruhi atau dibentuk oleh stimulus (pengetahuan),
dimana stimulus tersebut akan melahirkan pengertian, perhatian, dan penerimaan,
dengan adanya hal tersebut maka terbentuklah perubahan sikap.
Petani beranggapan bahwa kegiatan pengelolaan mangrove memberikan
keuntungan bagi petani dan masyarakat yakni sebagai sumber pendapatan ataupun
tambahan penghasilan. Hal tersebut terbukti dari hasil wawancara yang dilakukan
oleh Pak Edi yang mengatakan:
“Ya setuju.. Ya itu kan sejuk lagi, ndak panas, e trus pendapatan
itu banyak, menambah penghasilan lagi itu, pas terus petani
tambak itu ya nambah penghasilannya itu.. Iya, dari mangrove itu.
Banyak manfaatnya mangrove itu” (Pak Edi, 4 Februari 2019)
Menurut Pak Edi beliau setuju dengan adanya pengelolaan mangrove
karena dengan adanya hutan mangrove memberikan suasana sejuk bagi
lingkungan pantai. Adanya pengelolaan mangrove memberikan keuntungan
86
berupak tambahan penghasilan bagi petani petani tambak yang memanfaatkan
hutan mangrove sebagai ladang usaha tambaknya. Pak Arifin mendukung
pernyataan Pak Edi yang mengungkapkan bahwa adanya pengelolaan mangrove
memberikan keuntungan bagi dirinya dengan mengatakan:
“Ya setuju.. ya karena uda banyak wes hehe udah banyak yang
apa, yang pesen gitu, banyak anak sekolah kegiatan-kegiatan itu,
banyak wes.. Kalau ya apa namanya yang kayak restoran minta ya
itu wes dapat keuntungannya” (Pak Arifin, 6 Februari 2019)
Pak Arifin mengungkapkan bahwa beliau setuju dengan adanya kegiatan
pengelolaan mangrove karena tanaman mangrove mendatangkan keuntungan
baginya berupa uang dari hasil penjualan bibit mangrove dan tepung mangrove
yang banyak dipesan oleh masyarakat dan restoran-restoran yang mengangkat
mangrove sebagai iconnya baik yang berada di dalam ataupun luar kota.
Pernyataaan Pak Arifin didukung oleh Pak Muchlis yang mengatakan:
“Ya setuju karna saya bisa hasil lah bisa ada tambahan
penghasilan, kan tepungnya saya jual 50 ribu, kalau ada pesen lah
sekarang ada pesen ada aja tapi ndak banyak” (Pak Muchlis, 19
Maret 2019)
Pak Muchlis mengungkapkan bahwa beliau setuju dengan adanya kegiatan
pengelolaan mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo, karena
beliau mendapatkan keuntungan dari adanya hal tersebut. Pak Muchlis
mengatakan bahwa beliau mendapatkan tambahan penghasilan dari penjualan
tepung mangrove yang dijualnya seharga Rp. 50.000/kg.
Petani melakukan kegiatan pengelolaan mangrove dalam kesehariannya.
Hal tersebut terbukti dari hasil wawancara Pak Arifin yang mengatakan:
“Mendukung.. karena ya sehari-harinya saya ini ya tercampur
dengan itu wes, kalau ada kegiatan terus ikut terus.. ya wes
sepenuhnya wes, dukungannya ya pokoknya wes tercampur ke
mangrove pasti anu saya wes pasti ikut” (Pak Arifin, 6 Februari
2019)
87
Pak Arifin mendukung kegiatan pengelolaan mangrove karena kegiatan
sehari-harinya berhubungan dengan pengelolaan mangrove. Kegiatan pengelolaan
mangrove yang dilakukkannya merupakan pekerjaan dan sumber penghasilan
utama baginya.
Sikap petani dalam kegiatan pengelolaan mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo dipengaruhi oleh kebutuhan petani akan
pemanfaatan tanaman mangrove yang mendatangkan banyak keuntungan baik
bagi petani maupun masyarakat. Keuntungan tersebut diantaranya yakni; (a)
menjadi sumber penghasilan bagi petani melalui pemanfaatan habitat mangrove
sebagai ladang usaha tambak dan penjualan produk mentah atau olahan dari
mangrove yang mereka hasilkan, (b) serta memberikan keuntungan tidak langsung
seperti penghijauan, perlindungan bagi usahatani masyarakat, dan perlindungan
dari bencana alam seperti tsunami. Tingkatan sikap petani pengelola mangrove di
Kecamatan Kademangan dijelaskan pada tabel 5.2 sebagai berikut:
Tabel 5.2 Sikap Petani Pengelola Mangrove di Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo
No. Uraian Keterangan
1. Menerima Petani memiliki pengetahuan mengenai tanaman
mangrove mulai dari manfaat mangrove, jenis-jenis
mangrove, cara budidaya mangrove, dan cara
mengolah mangrove yang menunjukkan usaha petani
dalam mempelajari hal-hal dasar yang diperlukan guna
melakukan kegiatan pengelolaan mangrove yang
diperoleh melalui pengalaman secara langsung
2. Merespon Petani mengungkapkan setuju dan mendukung dengan
kegiatan pengelolaan mangrove, dan ikutserta atau
berperan aktif dalam kegiatan pengelolaan mangrove
mulai dari kegiatan budidaya seperti pembibitan,
penanaman, perawatan, dan penyulaman, serta
melakukan pengolahan, pelestarian, ikut menjaga dari
pengerusakan, hingga memperkenalkan mangrove
kepada masyarakat luas
3. Memberi Penilaian Petani berpendapat bahwa kegiatan pengelolaan
mangrove memberikan banyak manfaat baik bagi
petani maupun masyarakat sekitar
4. Pengorganisasian Petani beranggapan bahwa kegiatan pengelolaan
mangrove memberikan keuntungan bagi petani dan
masyarakat yakni sebagai sumber pendapatan ataupun
tambahan penghasilan
5. Karakterisasi Petani melakukan kegiatan pengelolaan mangrove
dalam kesehariannya
88
Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa sikap petani pengelola
mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo sampai pada tahap
karakterisasi yakni tahap dimana petani menjadi nilai-nilai atau anggapan yang
telah dibangunnya dijadikan pedoman dalam bertindak atau berperilaku. Petani
dalam hal ini menjadikan kegiatan pengelolaan mangrove yang dianggapnya
sebagai sumber penghasilan sebagai kesehariannya. Hal tersebut ditunjukkan
dengan keikutsertaan petani dalam berbagai kegiatan pengelolaan mangrove mulai
dari pembibitan, penanaman, pemeliharaan, penyulaman, penjagaan, pengolahan,
dan pengenalan tanaman mangrove kepada masyarakat luas melalui penjualan
produk mangrove.
5.1.3 Keterampilan Petani Pengelola Mangrove di Kecamatan Kademangan
Kota Probolinggo
Dari sisi keterampilan yang akan diketahui adalah bagaimana kemampuan
petani dalam menggunakan; (a) teknologi budidaya dan (b) pengolahan tanaman
mangrove. Informasi mengenai hal tersebut didapatkan melalui wawancara dan
observasi yang dilakukan oleh peneliti mengenai teknologi atau alat-alat yang
digunakan petani dalam melakukan proses budidaya dan pengolahan produk
tanaman mangrove, serta keterampilan petani dalam menggunakan alat-alat
tersebut.
Menurut Notoatmodjo (1993), keterampilam yang merupakan praktek atau
tindakan adalah tahap selanjutnya setelah seseorang memiliki sikap terhadap suatu
obyek. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Praktek atau
tindakan juga terbagi atas beberapa tingkatan, diantaranya:
1. Persepsi (Perception)
Persepsi dalam keterampilan memiliki arti mengenal dan memilih berbagai
obyek sehubungan dengan yang akan diambil adalah merupakan praktek
tingkat pertama.
2. Respon terpimpin (Guided Response)
Respon terpimpin ditandakan dengan dapat melakukan sesuatu sesuai dengan
urutan yang benar sesuai dengan contoh.
89
3. Mekanisme (Mechanism)
Tingakatan ketiga keterampilan atau mekanisme dapat dicapai apabila
seseorang telah dapat melakukan sesatu dengan benar secara otomatis, atau
sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.
4. Adaptasi (Adaptation)
Tingkatan terakhir yaitu adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang
sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya
tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
a. Teknologi Budidaya Mangrove
Berdasarkan pada penelitian untuk teknologi budidaya mangrove petani
mampu menyebutkan dan menyediakan teknologi yang dibutuhkan untuk kegiatan
budidaya seperti polybag, bor, tali rafia, ajir, pacul, arit, serta alat-alat
pengangkutan. Terbukti dari hasil wawancara dengan Pak Arifin yang
mengatakan:
“Bor.. kalau ndak, kalau di polybag cuma apa, kayak bersih lah..
bor itu untuk menanam, biar apa ya namanya ya, biar kalau apa
ya, kalau anak-anak nanam itu kan pake pisau, kalau sini kan
ndak, pake bor itu dah biar berlubang.. anjir, pake anjir.. dari
bambu” (Pak Arifin, 6 Februari 2019)
Pak Arifin menjelaskan bahwa alat-alat yang digunakan petani dalam
melakukan proses budidaya tanaman mangrove yakni bor, bambu atau ajir, dan
polybag. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Umroh (2015) bahwa alat-alat yang
digunakan untuk melakukan budidaya tanaman mangrove mulai dari penyemaian
hingga penanaman yakni polybag, bambu, atap peneduh (daun rumbia), tali raffia,
ajir atau kayu pancang, cangkul, GPS (Global Positioning System), soil pH tester
dan refraktometer. Berikut gambar alat-alat yang digunakan petani untuk
budidaya tanaman mangrove:
90
Gambar 5.7 Alat Bor Gambar 5.8 Polybag
Gambar 5.9 (a) Ajir dan (b)Tali rafia
a
b
91
Gambar 5.10 (a) Cangkul dan (b) Arit
Pak Arifin menambahkan bahwa alat yang digunakan untuk mendukung
proses budidaya tanaman mangrove tidak hanya polybag, ajir, dan bor, namun
juga membutuhkan alat-alat pengangkutan. Berikut penjelasan Pak Arifin terkait
alat-alat pengangkutan yang dibutuhkan untuk kegiatan pengelolaan mangrove:
“Kalau nanemnya ya seperti anu, seperti kayak argo
pengangkutan itu leh, argo pas pas kayak barang, apa, kayak arit,
kayak pacul itu.. ya buat itu, buat bedengan, kalau alatnya le kalau
alatnya, ya butuh apalagi, kayak tosa, kendaraan lah, butuh
kendaraan untuk apa ya, kalau ada ngangkut tanah, prahu lagi..
iya ngirim, kalau ngirim misalnya yang mau ditanam daerah mana
gitu, ya anu wes” (Pak Arifin, 6 Februari 2019)
Menurut Pak Arifin alat-alat atau kendaraan pengangkutan juga berperan
penting dalam proses budidaya tanaman mangrove, kendaraan tersebut yakni argo,
tosa, dan perahu. Argo dan tosa merupakan kendaraan darat yang memiliki
semacam sistem bak tampung yang dapat menampung dam membawa barang
dalam jumlah cukup banyak. Tosa atau argo digunakan untuk membawa bahan-
bahan serta alat-alat yang dibutuhkan untuk proses budidaya sepeti tanah, pacul,
arit, bibit, dan sebagainya agar dapat dampai ke lokasi pembibitan. Perahu
a b
92
digunakan untuk mengangkut dan mengantar bibit ke lokasi penanaman yang
berada di laut. Pak Arifin juga menjelaskan bahwa petani juga membutuhkan alat-
alat seperti arit dan pacul, alat tersebut digunakan untuk melakukan perawatan
seperti penyiangan terhadap bibit-bibit yang disemai di darat. Berikut gambar
kendaraan pengangkutan yang dibutuhkan untuk proses budidaya mangrove:
Gambar 5.11 Kendaraan Bak
Gambar 5.12 Perahu
Petani mampu menjelaskan cara kerja masing-masing teknologi budidaya
mangrove sesuai dengan kegunaannya dan urutannya. Hal tersebut terbukti dari
hasil wawancara yang dilakukan dengan Pak Edi yang mengatakan:
93
“Bor, tali rafia untuk mengikat itu, bambu, polybag, ndak ada
sudah.. Tali rafia itu untuk ngikat ke batang pohon mangrove
sama bambunya, pas kalau bornya itu untuk buat lobangnya itu,
buat lobang kira-kira 20 dalamnya udah, 20 cm udah dalamnya
taruh udah.. Untuk, kalau yang kan masih takut roboh itu buat
tiangnya biar ndak roboh. Kalau uda hidup nanti dibuka udah..
Kalau polybagnya ndak usah dibuka udah kan tembus akarnya itu
dah.. Buat tanahnya itu, buat nampung tanah, buat bibit” (Pak Edi,
4 Februari 2019)
Pak Edi menjelaskan bahwa bor berfungsi membuat lubang sebagai tempat
menanam bibit mangrove. Tali rafia berfungsi untuk mempertahankan posisi bibit
mangrove yang baru ditanaman di pantai agar tetap tegak dan tidak terbawa
ombak laut, tali rafia tersebut diikatkan pada ajir atau tongkat bambu yang
ditancapkan ke dalam tanah dan disekitar bibit mangrove tersebut. Polybag
digunakan sebagai tempat menampung media tanam tanah bibit mangrove. Pak
Edi juga menjelaskan bahwa lubang yang dibuat untuk penanaman mangrove
yakni sedalam 20 cm dan bibit mangrove yang siap tanam ditanam dalam keadaan
masih berada di dalam polybag. Penjelasan Pak Edi didukung oleh Pak Romli
yang mengatakan:
“Itu koyok koyok rajang iku sing bunder gawe lubang iku.. O itu
polybag kan.. Iyaa, bambu itu biar ndak anu biar ndak kena air
tanamannya.. Polybag itu ya? Ya dikasi tanah ya, langsung dikasi
bibit.. Bambu, buat anjir itu mbak. Nandur di laut ya, nah dikasi
bambu diikat ke tanamannya, biar ndak, sama tali rafia, biar ndak
goyang” (Pak Romli, 5 Februari 2019)
Pak Romli menjelaskan alat yang digunakan untuk budidaya tanaman
mangrove meliputi rajang atau bor yang digunakan untuk membuat lubang
penanaman, polybag sebagai tempat menampung tanah sebagai media tanam bibit
mangrove, bambu sebagai ajir untuk menjadi tegakan bibit yang ditanam di pantai
yang diikat bersama bibit dengan tali rafia agar bibit tidak goyang.
Petani menggunakan alat-alat tradisional dalam melakukan kegiatan
budidaya mangrove. Hal tersebut terbukti dari hasil wawancara dengan Pak
Muchlis yang mengatakan:
94
“Apa yaa, cuma alat-alat tradisional bor.. buat penanaman bor.. ya
fungsinya kan enak ngelobangi kalau nanam itu, enak ngelobangi,
ee trus pake anu pake pake tali harus lurus kalau penanaman dari
awal.. biar lurus tali itu” (Pak Muchlis, 19 Maret 2019)
Pak Muchlis menjelaskan bahwa alat-alat yang digunakan petani tersebut
masih tergolong tradisional, belum terdapat alat-alat modern yang dapat
digunakan petani untuk proses budidaya tanaman mangrove. Pak Muchlis
menambahkan bahwa penggunakan tali tali rafia dalam proses budidaya tanaman
mangrove berfungsi untuk meluruskan tanaman agar tanaman terlihat lebih rapi
dan menyeragamkan jarak tanam.
Petani mampu menunjukkan cara kerja dan mengaplikasikan teknologi
budidaya mangrove dalam kegiatan pengelolaan mangrove. Hal tersebut terbukti
dari hasil wawancara dengan Ibu Asmi yang mengatakan:
“Besi.. Linggis anu, iya linggis.. Menanam buat bikin lobang.. Ini
atos kalau di pantai empuk (menancapkan bor di tanah kemudian
memutar setir bor untuk menciptakan lubang).. Iyaa polybag,
nanti hidup di polybag itu.. Kalau jauh nanam ya pake perahu
diangkut.. Oooh dikasi pring kasi pring nak, katanya pak Muchlis
itu biar berdiri biar ndak dingkluk-dingkluk gini lah bibit disini,
ini bibit ini anjeran dadi gini ini lah (menempelkan bibit pada
ajir), ditaleni pake tali rafia sudah berdiri” (Ibu Asmi, 23 April
2019)
Ibu Asmi menjelaskan dan menunjukkan kerja bor atau linggis dalam
membuat lubang. Ujung bor yang berlubang dan runcing tersebut diarahkan
menghadap tanah, kemudian untuk membentuk lubang yang dalam bor diputar
dengan cara memutar kayu yang berada tegak lurus dipangkal bor sampai ujung
bor mencapai kedalaman yang diinginkan. Ibu Asmi juga menunjukkan cara kerja
ajir dan tali rafia. Bibit mangrove diletakkan di dekat ajir yang ditancapkan ke
dalam tanah, kemudian bibit diikatkan kepada ajir agar bibir menjadi setegak ajir
dan bibit tidak bergoyang atau jatuh ke dalam air akibat gelombang atau ombak
laut.
95
b. Teknologi Pengolahan Mangrove
Berdasarkan pada penelitian untuk teknologi pengolahan mangrove petani
mampu menyebutkan dan menyediakan teknologi yang dibutuhkan untuk kegiatan
pengolahan pengolahan seperti mesin giling. Terbukti dari hasil wawancara
dengan Pak Muchlis yang mengatakan:
“Ya selep, selep biasalah selep tepung itu sudah, selep kopi bisa,
selep yang anu agak yang agak besaran ya juga bisa, pokoknya ya
bisa nyelep kopi bisa sudah” (Pak Muchlis, 19 Maret 2019)
Pak Muchlis menjelaskan bahwa mesin yang digunakan untuk proses
pengolahan tanaman mangrove bernama mesin selep. Mesin selep merupakan
mesin penggiling. Jenis mesin selep yang digunakan oleh Pak Muchlis merupakan
mesin selep yang biasa digunakan untuk menggiling biji seperti biji kopi. Berikut
gambar mesin selep yang digunakan untuk menggiling buah atau biji tanaman
mangrove:
Gambar 5.13 Mesin Selep
Petani mampu menjelaskan cara kerja teknologi pengolahan mangrove
sesuai dengan kegunaannya dan urutannya. Hal tersebut terbukti dari hasil
wawancara yang dilakukan dengan Ibu Asmi yang mengatakan:
“Ndak, mesin biasa mesin tarik.. Itu ada, ya mesin itu lah nak
kopi, apa saja tepung, selep” (Ibu Asmi, 23 April 2019)
96
Ibu Asmi menjelaskan bahwa cara kerja mesin selep tersebut yakni dengan
cara ditarik, maksudnya adalah untuk menghidupkan mesin selep tersebut perlu
menarik tuas yang terdapat di mesin selep. Mesin selep yang digunakan adalah
mesin selep yang sama digunakan untuk menggiling kopi.
Petani mampu menunjukkan cara kerja dan mengaplikasikan teknologi
pengolahan mangrove dalam kegiatan pengelolaan mangrove. Hal tersebut
terbukti dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Pak Arifin yang
mengatakan:
“Pengelolaan itu ya bahannya kayak mesin, mesin selep itu,
mesin, mesin selep yang buat tepung itu wes, trus alatnya kayak
apa itu wes, saringan untuk anu menyaring ampasnya itu, sesudah
digiling, digilingnya itu 2 kali, iya 2 kali, sesudah digiling itu kan
dijemur lagi, di jemur langsung diselep lagi” (Pak Arifin, 6
Februari 2019)
Pak Arifin menjelaskan bahwa cara kerja mesin yakni dimulai dengan
menghidupkan mesin, kemudian memasukkan buah atau biji mangrove ke dalam
mesin selep, setelah itu hasil gilingan akan keluar dari tempat yang berbeda
dengan tempat keluarnya ampas. Hal tersebut akan menghasilkan hasil gilingan
yang bersih dari ampasnya. Kemudian hasil gilingan dikeringkan dengan cara
dijemur dengan mengandalkan panas matahari. Proses penggilingan dan
penjemuran dilakukan 2 kali.
Kelima informan dapat menjelaskan masing-masing kegunaan dan cara
kerja alat atau teknologi yang digunakan untuk proses budidaya dan pengolahan
tanaman mangrove, hal ini menunjukkan bahwa petani memiliki pengetahuan
akan fungsi dan cara kerja masing-masing alat sehingga petani dapat
menggunakan teknologi sesuai dengan kegunaaannya. Keterampilan petani dalam
menggunakan teknologi tersebut terbentuk karena adanya pengetahuan petani
mengenai cara penggunaan dan fungsi masing-masing alat, hal ini sejalan dengan
yang dijelaskan oleh Suprihatiningsih (2016) yang mengatakan bahwa
keterampilan seseorang biasanya didukung oleh tingkat pengetahuan yang
dimilikinya. Variasi keterampilan yang dikuasai akan tergantung dari kemauan
dan kemampuan seseorang dalam mempelajari hal baru.
97
Petani pengelola mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo
memiliki keterampilan dalam mengaplikasikan teknologi budidaya dan
pengolahan tanaman mangrove. Tingkatan keterampilan petani pengelola
mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo dijelaskan tabel 5.3
sebagai berikut:
Tabel 5.3 Keterampilan Petani Pengelola Mangrove di Kecamatan Kademangan
Kota Probolinggo
No. Uraian Keterangan
1. Persepsi Petani mampu menyebutkan dan menyediakan
teknologi yang dibutuhkan untuk kegiatan
pengelolaan mangrove baik teknologi budidaya
seperti polybag, bor, tali rafia, ajir, pacul, arit,
serta alat-alat pengangkutan, maupun teknologi
pengolahan seperti mesin giling
2. Respon Terpimpin Petani mampu menjelaskan cara kerja masing-
masing teknologi pengelolaan mangrove sesuai
dengan kegunaannya dan urutannya
3. Mekanisme Petani menunjukkan cara kerja dan
mengaplikasikan teknologi dalam kegiatan
pengelolaan mangrove
4. Adaptasi -
Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa keterampilan petani
pengelola mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo sampai pada
tahap mekanisme yakni tahap dimana petani dapat mengaplikasikan teknologi
dengan baik secara otomatis dan mengaplikasikan teknologi pada setiap kegiatan
pengelolaan mangrove. Petani tidak mencapai tahap adaptasi yaitu tahap dimana
individu dapat mengembangkan atau memodifikasi suatu teknologi atau tindakan
yang sudah ada menjadi hal yang lebih baik tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut. Petani tidak sampai pada tahap adaptasi karena petani tidak
mengembangkan atau memodifikasi teknologi yang ada menjadi sesuatu teknologi
baru yang dapat membantu petani lebih mudah melakukan kegiatan pengelolaan
mangrove, petani masih menggunakan alat-alat tradisional untuk pengelolaan
mangrove.
98
5.2 Faktor Pendorong dan Penghambat Keberlanjutan Pengelolaan
mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo
5.2.1 Faktor Pendorong Keberlanjutan Pengelolaan Mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo
Menurut Kurt Lewin (1951) dalam Hersey dkk. (1995), faktor-faktor
pendorong (driving forces) adalah faktor-faktor yang mempengaruhi situasi yang
mendorong dalam arah tertentu, faktor-faktor ini cenderung mendorong adanya
perubahan dan mempertahankan perubahan itu agar tetap berlangsung. Faktor
pendorong keberlanjutan pengelolaan mangrove di Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo dilihat dari beberapa aspek yakni; (a) motivasi petani untuk ikut
dalam kegiatan pengelolaan mangrove, (b) dukungan petani terhadap kegiatan
pengelolaan mangrove, dan (c) dukungan pemerintah dalam kegiatan pengelolaan
mangrove.
a. Motivasi Petani Pengelola Mangrove
Motivasi petani untuk ikut terjun dalam kegiatan pengelolaan mangrove
yakni; (a) mengikuti jejak orang tua dan (b) untuk menambah penghasilan petani.
Hal ini diungkapkan oleh Pak Muchlis yang mengatakan:
“Mulai dari orang mbah sampee saya kan ee pertama kali mbah
saya nanam disini, lah itu, saya mulai kecil sudah saya di
mangrove, saya mulai kecil pokoke ndak usah anu sudah mulai
dari kecil” (Pak Muchlis, 19 Maret 2019)
Pak Edi memperkuat pernyatan Pak Muchlis dengan mengatakan:
“Awalnya itu diajak bapak itu, diajak bapak, “le ayo nanam
mangrove, buat mangrove” gitu.. Iya, bapak mulai dulu menanam
udah mulai kecil. Tapi dulu menanamnya bapak itu dibuat anu
dijual dulu, nanam, dulu kan masih ndak ada larangan kan, dijual
itu buat rumah gitu kayunya itu, dulu, nanam udah bapak itu,
dibuat dijual, kalau besar dijual, tanam lagi, ya sistim gini kalau
panennya dulu masih jamannya bapak” (Pak Edi, 4 Februari
2019)
99
Petani mengatakan bahwa motivasi ikut terjun dalam kegiatan pengelolaan
mangrove adalah mengikuti jejak orang tua, dimana orang tua pada saat itu
mengandalkan tanaman mangrove untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Mangrove merupakan sumber penghasilan bagi keluarga petani, petani
memanfaatkan kayu pohon mangrove untuk dijual, dimana hal tersebut dahulu
masih diperbolehkan. Petani melakukan penanaman kembali sebagai ganti pohon
mangrove yang telah ditebang yang nantinya dapat dimanfaatkan kembali untuk
diambil kayunya.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Zainudin dkk. (2015) yang
menyatakan bahwa petani ikut melakukan kegiatan pengelolaan mangrove sejak
kecil untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pak Arifin mendukung
pernyataan Pak Edi dengan mengatakan:
“Ya dulu, bapak ini kan, bapak saya Pak Muchlis, Pak Muchlis
dulu kan orang bawah wes, makan susah, yang dimakan itu cuma
ya pohon itu wes, kalau orang lain ndak tau, ndak ndak pernah
nyoba, cuma Pak Muchlis ini makan sendiri ya katanya bapak itu
sepenting gak mabuk wes, kan dulu, sekarang ndak.. Iya ikut
bapak” (Pak Arifin, 6 Februari 2019)
Petani menyatakan bahwa motivasi petani ikut terjun dalam kegiatan
pengelolaan mangrove yakni mengikuti jejak orang tua. Petani memanfaatkan
setiap bagian tanaman mangrove sebagai bahan baku untuk membuat makanan,
karena kondisi keluarga petani dahulu yang sulit untuk memenuhi kebutuhan
pangan sehari-hari.
Motivasi lain petani ikut terjun dalam kegiatan pengelolaan mangrove
yakni untuk menambah penghasilan. Hal ini diungkapkan oleh Pak Romli yang
mengatakan:
“Ya kan ketuanya Pak Muchlis, ya “siapa yang mau ikut saya
silahkan”, kan sudah di bayar itu dah sma Muchlis, kalau satu hari
50 (Rp. 50.000)” (Pak Romli, 5 Februari 2019)
100
Petani menjelaskan bahwa motivasinya ikut terjun dalam kegiatan
pengelolaan mangrove yakni untuk menambah penghasilan. Petani yang ikut
melakukan proses budidaya atau pengolahan tanaman mangrove nantinya akan
dibayar perharinya senilai Rp. 50.000 oleh Pak Muchlis sebagai balas jasa atas
pekerjaan yang telah dilakukan.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Zainudin dkk. (2015) yang
menyatakan bahwa tanggung jawab dan rasa memiliki terhadap kelestarian hutan
magrove yang dimiliki petani terbentuk oleh adanya kebutuhan petani terhadap
hutan mangrove sebagai sumber pendapatannya. Pernyataan Pak Romli didukung
oleh Pak Arifin yang mengatakan:
“Yaa dari, dari apa ya, keuntungannya itu ya dapat hasil lah, dapat
hasil dari mangrove itu wes, ya cuma dari ongkos yang disuruh
sampe pengelolaan itu ya uda menghasilkan wes” (Pak Arifin, 5
Februari 2019)
Petani menjelaskan bahwa dengan mengikuti kegiatan pengelolaan
mangrove, petani memperoleh hasil berupa uang. Uang tersebut merupakan
ongkos yang diterima petani setelah melakukan kegiatan pengelolaan mangrove.
Motivasi petani untuk ikut terjun dalam kegiatan pengelolaan mangrove
merupakan langkah awal petani dalam mengenal tanaman mangrove, seiring
berjalannya waktu, sedikit demi sedikit pengetahuan dan kesadaran petani untuk
melestarikan tanaman mangrove akan bertambah. Kesadaran tersebut
termanifestasi dalam bentuk perilaku. Petani akan melibatkan diri dalam
pelaksanaan kegiatan pengembangan dan pengelolaan hutan mangrove secara
bijaksana, proporsional dan berkelanjutan yang berdampak pada peningkatan
kesejahteraan petani dan masyarakat serta kelestarian hutan mangrove.
b. Dukungan Petani
Dukungan petani dalam menjaga keberlanjutan kegiatan pengelolaan
mangrove yakni; (a) ikut melestarikan tanaman mangrove dengan melakukan
kegiatan penanaman setiap tahunnya bersama-sama dengan masyarakat dan (b)
melindungi hutan mangrove dari kerusakan yang diakibatkan oleh oknum-oknum
101
yang tidak bertanggung jawab dengan cara mengingatkan bahwa melakukan
penebangan dan menggunakan bahan-bahan berbahaya untuk menangkap ikan di
habitat mangrove dilarang dan akan dikenakan sanksi hukuman apabila dilakukan.
Hal tersebut terbukti dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Pak Edi yang
mengatakan:
“Ya mendukung lah mendukung.. Bentuk dukungannya itu
menjaga itu, melestarikan sama-sama” (Pak Edi, 4 Februari 2019)
“Menjaga itu dah, menjaga.. Yang khusus probolinggo itu kalau
ada pengajuan, kalau ada pengajuan dari pemkot, tanam di pantai
pilang, di mangunharjo gitu.. Menanam, anak sekolah itu, TK,
PAUD, SMA, yang paling sering ini SMA 2, paling sering itu dah
buat kegiatan kayak gitu” (Pak Edi, 4 Februari 2019)
Petani mengungkapkan bahwa bentuk dukungan yang diberikan oleh
petani dalam menjaga keberlanjutan pengelolaan mangrove yakni dengan cara
ikut melestarikan tanaman mangrove. Petani sering mengadakan kegiatan
penanaman tanaman mangrove yang pelaksanaannya dilakukan bersama-sama
dengan masyarakat. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Pak Romli yang
mengatakan:
“Iyaa, itu Pak Muchlis itu setahun mesti nanduur, haa gitu. Sama
bu tinggi sini ya, tingginya Pak Faruq ya, “kalau bisa Pak Muchlis
satu tahun nandur 5000 atau 10.000”, biar ndak musnah katanya”
(Pak Romli, 5 Februari 2019)
Petani menjelaskan bahwa kegiatan penanaman dilakukan setiap tahunnya,
agar tanaman mangrove tidak punah. Penanaman dilakukan dalam jumlah yang
besar, terdapat 5000 sampai 10.000 bibit tanaman mangrove yang ditanam setiap
tahunnya. Hal tersebut juga didukung oleh tokoh masyarakat yang tinggal di
sekitar habitat mangrove.
Petani selain melakukan kegiatan penanaman guna menjaga keberlanjutan
pengelolaan tanaman mangrove, petani juga melindungi tanaman mangrove dari
kerusakan yang diakibatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Hal
tersebut diungkapkan oleh Pak Edi yang mengatakan:
102
“Ya kalau ada orang ngambil itu ya dikasi tau udah kalau ini
hutan lindung ndak boleh ambil, kalau diambil itu kena hukuman
dendanya 1 milyar, ini ada plangnya ini timur itu” (Pak Edi, 4
Februari 2019)
“Ndak boleh sekarang udah, jangankan motong satu. Hutan
lindung sekarang itu” (Pak Edi, 4 Februari 2019)
Petani mengingatkan setiap masyarakat yang tinggal di sekitar habitat
mangrove agar tidak melakukan aktivitas pengerusakan seperti penebangan dan
pengambilan rantig-ranting pohon mangrove. Hukuman yang diberikan bagi
masyarakat yang melakukan aktivitas pengerusakan hutan mangrove seperti
penebangan akan dikenakan sanksi hukuman denda sebanyak 1 milyar, karena
hutan mangrove merupakan hutan lindung yang banyak memberikan manfaat bagi
manusia. Hal ini juga diungkapkan oleh Pak Arifin mengatakan:
“Yaa anu, apa namanya, supaya pohonnya itu kan anu, apa
namanya, kalau ada yang, apa namanya itu ya, nebang itu kan
pasti dijaga wes, kalau nebang kan ndak boleh, nebang itu ndak
boleh.” (Pak Arifin, 5 Februari 2019)
Ibu Asmi juga berpendapat hal yang sama dengan Pak Edi:
“Ya ndak nak ndak boleh emang, masi orang cari kayu ndak
boleh” (Pak Ibu Asmi, 23 April 2019)
Keterlibatan petani dalam melindungi habitat mangrove dari pengerusakan
juga diungkapkan oleh Pak Muchlis yang mengatakan:
“Yaa trus ya menjaga, ee terus apa takut ada penebangan, ee terus
apa namanya ee kadang-kadang orang ini yang bahaya lagi kalau
ndak perduli tanaman kan di dalem itu banyak kepiting banyak
kerang, kadang-kadang itu kepiting dibawah mangrove itu
mangrovenya di anu sama iya, di rusak karena eman ke kepiting,
tapi itu kan kalau ketemu anak buah sayalah ya kena sanksilah, aa
trus bisa dilaporkan” (Pak Muchlis, 19 Maret 2019)
Petani selain melindungi habitat mangrove dari penebangan, petani juga
turut menjaga hutan mangrove dari oknum yang merusak tanaman mangrove
hanya demi menangkap biota laut yang berkembang biak di bawahnya. Petani
103
menegur dan manasihati oknum yang melakukan penangkapan ikan, udang dan
kepiting dengan menggunakan obat bius. Mereka berpendapat bahwa dengan
menggunakan obat bius atau racun akan membunuh bibit ikan dan udang serta
merusak ekosistem mangrove.
Petani merupakan pihak yang paling berpengaruh dalam keberlanjutan
kegiatan pengelolaan mangrove, karena petani merupakan pihak yang terjun
langsung ke lokasi untuk melakukan proses budidaya dan pelestarian mangrove
setiap harinya sehingga dukungan atau partisipasi petani sangat menentukan
keberlanjutan pengelolaan mangrove. Hal tersebut sejalan dengan yang dijelaskan
Adiba dkk. (2017) bahwa karakter individu petani merupakan sifat, kondisi, dan
situasi yang telah dimiliki petani, sedangkan partisipasi petani merupakan
penggerak berjalannya suatu kegiatan pertanian. Partisipasi petani yang mencakup
aspek ekonomi, sosial, lingkungan, dan budaya dalam suatu kegiatan pertanian
menjadi kesempatan agar pengelolaan maupun pemanfaatan sumberdaya
pertanian dapat berkelanjutan.
c. Dukungan Pemerintah
Dukungan yang diberikan oleh pemerintah untuk keberlanjutan
pengelolaan mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo diantaranya;
(a) mengajak masyarakat untuk melestarikan hutan mangrove melalui peraturan
terkait pengelolaan hutan mangrove, (b) membeli bibit dari petani dan menunjuk
petani sebagai pelaksana kegiatan penanaman mangrove disekitar wilayah pesisir
pantai yang memberikan tambahan penghasilan bagi petani, (c) memberikan
penghargaan, dan (d) memberikan bantuan alat untuk pengolahan mangrove agar
petani dapat termotivasi untuk terus mengelola hutan mangrove. Hal tersebut
diungkapkan oleh Pak Edi yang mengatakan:
“Iyaa, setiap setiap gang setiap jalan menuju ke pantai itu ada,
dendanya itu tidak gung nanggung langsung 1 milyar.. 10 milyar..
Diancam berat itu, motong 1 gantinya ya 10 ribu eh 1000, 1000
bibit, motong 1 pohon itu gantinya itu” (Pak Edi, 4 Februari
2019)
104
Petani menjelaskan bahwa bentuk dukungan pemerintah Kota Probolingo
bagi keberlanjutan pengelolan mangrove di Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo yakni dengan mengajak masyarakat untuk melestarikan hutan
mangrove melalui peraturan terkait pengelolaan hutan mangrove. Peraturan
tersebut yakni tidak diperbolehkan untuk melakukan penebangan pohon
mangrove. Sanksi yang diberikan pemerintah bagi oknum yang melanggar
peraturan tersebut yakni berupa denda sebesar 10 milyar, serta dengan mengganti
pohon mangrove yang ditebang sebanyak 1000 bibit mangrove per satuan
pohonnya. Pak Edi menambahkan:
“Menjaga itu dah.. cuma itu menjaga itu menjaga pasang plang-
plang gitu udah, pasang tulisan-tulisan.. Peraturan, larangannya ya
gitu, itu aja itu dah” (Pak Edi, 4 Februari 2019)
Peraturan tersebut tertuang pada sebuah plang peringatan yang ditacapkan
di setiap gang dan sudut wilayah sekitar habitat mangrove. Hal ini bertujuan untuk
dapat selalu mengingatkan masyarakat mengenai larangan pemanfaatan hutan
mangrove secara eksploitatif. Pak Edi juga mengatakan:
“Peraturan-peraturannya itu yaa anu apa.. Ndak boleh motong,
ndak boleh ambil daunnya, ndak boleeh.. apa ya namanya itu obat
obat obat keras untuk dipinggiran orang cari ikan itu, itu
larangannya” (Pak Edi, 4 Februari 2019)
Larangan dan peraturan yang ditegaskan oleh pemerintah bukan hanya
terkait penebangan pohon, namun juga larangan mengambil daun tanaman
mangrove secara eksploitatif atau dalam jumlah besar dan larangan untuk
menggunakan obat-obat keras untuk menangkap ikan yang berada di habitat
mangrove karena akan membahayakan kehidupan biota laut dan ekosistem
mangrove. Hal tesebut juga disampaikan Ibu Asmi yang mengatakan:
“Iya mendukung.. Ya proyek itu lah nak.. BLH yang buat,
perikanan ini (menunjuk pada plang) pelanggaran sumber jalil
ya?.. Iyaa” (Ibu Asmi, 23 April 2019)
105
Plang-plang peringatan tersebut dibuat oleh BLH (Balai Lingkungan
Hidup) yang bekerja sama dengan Dinas Perikanan Kota Probolinggo.
Pemasangan plang peringatan dilakukan oleh Dinas Perikanan. Berikut plang
peringatan yang berisi peringatan mengenai larangan melakukan pengerusakan
pada habitat hutan mangrove:
Gambar 5.14 Plang Peringatan
Berdasarkan gambar 5.14 diketahu bahwa dilarang untuk melakukan
penangkapan ikan menggunakan bahan peledak, bahan kimia, alat dan/atau cara
(misal strum/listrik) yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian
sumberdaya ikan dan/atau lingkungannya yakni habitat magrove. Apabila hal
tersebut dilakukan maka melanggar pasal 8 ayat 1 Undang-undang RI nomor 45
tahun 2000 dan mendapatkan hukuman pidana penjara selama 6 tahun serta denda
paling banyak Rp. 1.200.000.000.
Dukungan pemerintah yang lain yakni dengan membeli bibit mangrove
dari petani untuk ditanam disekitar wilayah pesisir pantai dan nantinya petani
yang akan menanam bibit tersebut. Hal tersebut diungkapkan oleh Pak Edi yang
mengatakan:
106
“Ada, beli mangrove disuruh ditanam diii.. mana pantai yang
kosong gini, di probolinggo maksudnya kota probolinggo.. Yang
menanam kelompok sini..” (Pak Edi, 4 Februari 2019)
“Cuma beli gini aja udah pemerintah, kalau modal gitu ya gak
ada. Kalau pemerintah beli itu buat sudah, buat banyak udah.. Ee
pengajuan ke pusat, pengajuan ke pusat untuk menanam
mangrove” (Pak Edi, 4 Februari 2019)
Ibu Asmi juga mengatakan hal sama:
“Kalau dibantu masalah bibit bakau ini ndak pernah, kalau dibeli
pemerintah iya, proyek” (Ibu Asmi, 23 April 2019)
Dinas perikanan melakukan pengajuan ke pemerintah pusat Kota
Probolinggo untuk melakukan kegiatan penanaman bibit mangrove di sekitar
wilayah pesisir Kota Probolinggo. Bibit mangrove yang akan ditanam diperoleh
dengan membelinya dari petani pengelola mangrove. Dinas perikanan akan
menunjuk petani sebagai pelasana kegiatan penanaman. Kegiatan penanaman
dilakukan di daerah-daerah pantai yang masih kosong atau jarang tanaman
mangrovenya. Hal tersebut sama dengan yang diungkapkan Pak Romli yang
mengatakan:
“Iyaa, memang ada. Ada, di kota provinsi ada.. Itu uang buat bibit
itu, buat bayar orang-orang, buat beli polybag gitu.. Itu buat
proposal dulu, langsung kirim ke dinas.. Biasanya kirim ke kota..
Kantor perikanan, dari kantor perikanan langsung tembus kesana,
ke pusat, tunggu ituuu gak salah dulu itu 26 baru keluar, cari
uangnya. Waktu itu sma Muchlis nandur 50.000, nandur 50.000
wes, orang itu gak salah itu orang 15 itu, 1 hari 50 (Rp. 50.000),
itu selesainya 2 minggu” (Pak Romli, 5 Februari 2019)
Pemerintah memberikan dana mulai dari pembibitan sampai tenaga kerja
yang digunakan dalam proses penanaman, hal tersebut yang nantinya akan
memberikan tambahan penghasilan bagi petani. Pelaksanaan kegiatan penanaman
akan dilakukan saat dana dari pemerintah diperoleh. Jumlah tenaga kerja yang
digunakan akan disesuaikan dengan jumlah bibit yang akan ditanam. Hal tersebut
juga diungkapkan oleh Pak Arifin yang mengatakan:
107
“Kalau yang kalau meneruskannya kan cuma kalau dari kota
suruh nanam gini itu ya terus wes, lahan kosong, ya dijatahi lahan
kosong itu wes” (Pak Arifin, 6 Februari 2019)
“Ya dana dikasi dana dengan pemerintah lagi, bantuan dana.. gini
kalau dana itu, apa, anu, apa namanya, kalau dana itu begini kalau
buat pembibitan itu dananya dari pemerintah gitu, dulu kalau
pemerintah buat itu leh, anggep punya pemerintah wes.. Iyaa. Ya
kalau pemerintah membutuhkan ya diambil wes gini, pake pake
bibitnya pemerintah itu” (Pak Arifin, 6 Februari 2019)
Sistem pembentukan dan perolehan anggaran yang diterima petani untuk
kegiatan penanaman mangrove dijelaskan oleh Pak Muchlis yang mengatakan:
“Ya ada dananya lewat rekening, beli ke saya, sistim beli. “saya
membeli bibit 10 ribu sma ajirnya sama anunya” uangnya dari
pemerintah sekian, nah sudah sudah di anu, sudah adayang sampe
45 (juta), 43 (juta) 10 ribu itu, sama pengangkutan segala macem
sudah, leh kan ada reng-rengan, ada apa namanya, adaa aduuh
apaa.. iyaa ada anggaran ada catetan dari di anu sudah,
pengangkutan sekian, dari dinas” (Pak Muchlis, 19 Maret 2019)
Pemerintah akan memberikan dana terkait bahan, perlengkapan, dan
tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan penanaman mangrove. Biaya untuk
bahan dan perlengkapan tersebut meliputi biaya pembuatan bibit, ajir untuk
penanaman, dan biaya pengangkutan. Anggaran dana tersebut nantinya
ditunjukkan kepada petani, apabila petani setuju dengan jumlah dana tersebut
maka dana akan dialirkan lewat rekening petani. Pak Romli juga mengungkapkan
bahwa terkadang pemerintah ikut terjun dalam pelaksanaan kegiatan penanaman
mangrove seperti berikut:
“Ya itu sudah ya, pak wali dulu sek Pak Buchori, Rukmini, sudah
nandur disana, di pinggiran itu. Pak Muchlis kalau bisa setiap
tahun harus ada, kalau yang mati ditandur lagi, ya gitu. Memang
ada dukungan mbak dari walikota. Gubernur ada, Pak Karwo itu
disini sudah ada” (Pak Romli, 5 Februari 2019)
Pemerintah yang dimaksudkan adalah Bapak dan Ibu Walikota
Probolinggo yakni Bapak Buchori dan Ibu Rukmini serta Gubernur Jawa Timur
Pak Karwo juga pernah ikut terjun dalam pelaksaan kegiatan penanaman tanaman
108
mangrove yang diselenggarakan di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo
dan juga di beberapa kecamatan lain yang berada didaerah pesisir. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pemerintah sangat mendukung dengan adanya kegiatan
pengelolaan mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo. Pemerintah
juga memberikan bantuan berupa alat pengolahan mangrove kepada petani guna
mendukung petani dalam hal berusaha menambah nilai tambah tanaman
mangrove seperti yang dinyatakan oleh Pak Arifin yang mengatakan:
“Ada, tapi tidak dipake.. Mesin, mesin selep itu.. Bukan ndak
bisa, hidup tapi kayak solarnya bocor, olinya, jadi kalau
mengelola itu kena ke tepungnya, kan bau kayak bau solar gitu”
(Pak Arifin, 6 Februari 2019)
Pemerintah pernah memberikan bantuan beruapa mesin penggiling yang
dapat digunakan dalam proses pengolahan tanaman mangrove untuk
meningkatkan nilai tambah pada tanaman mangrove tersebut, namun kinerja
mesin yang diberikan oleh pemerintah kurang maximal, terdapat kebocoran pada
mesin sehingga tidak dapat digunakan. Pemerintah selain memberikan dukungan
berupa barang, juga memberikan dukungan berupa penghargaan pada petani yang
memiliki prestasi atau berjasa pada lingkungan seperti yang dinyatakan oleh Pak
Arifin yang mengatakan:
“Yaa apa ya, ya kayak dapat penghargaan itu tok wes” (Pak
Arifin, 6 Februari 2019)
Pemerintah memberikan penghargaan kepada Bapak Muchlis sebagai
perintis lingkungan, karena Pak Muchlis merupakan pioner atau pelopor
pengelolaan hutan mangrove di Kota Probolinggo. Berikut gambar piagam
penghargaan yang diterima oleh Pak Muchlis:
109
Gambar 5.15 Piagam Penghargaan
Pemerintah merupakan agen penting perubahan perilaku petani dalam
mengelola hutan mangrove, dukungan yang diberikan pemerintah terhadap
kegiatan pengelolaan mangrove akan berefek pada persepsi petani terhadap
kesempatan untuk mengelola hutan mangrove. Hal tersebut sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Zainudin dkk. (2015) yang mengatakan bahwa keputusan dan
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sangat menentukan besarnya persepsi
masyarakat terhadap kesempatan untuk mengelola kawasan hutan mangrove.
Pemberian kesempatan atau peluang kepada masyarakat untuk mengelola hutan
mangrove sesuai dengan kebutuhan, tanpa mengabaikan aspek kelestariannya,
akan mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan hutan
mangrove.
Kebijakan pengelolaan hutan yang berpihak pada kebutuhan dan
kepentingan petani pengelola mangrove, atau lebih mendukung petani untuk
mengakses dan terlibat dalam pengelolaan wilayah hutan mangrove dengan
pertimbangan bahwa petani memahami dan telah memiliki kearifan untuk
mengelola hutan mangrove secara lestari akan melahirkan sikap yang positif
petani terhadap pemerintah dan juga terhadap eksistensi hutan itu sendiri. Rasa
tanggung jawab dan rasa memiliki terhadap kelestarian hutan akan muncul
110
sehingga keberlanjutan pengelolaan mangrove dapat tetap terjaga, karena hutan
mangrove merupakan sumber pendapatan bagi mereka dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Faktor pendorong keberlanjutan pengelolaan mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo terdiri dari motivasi petani, dukungan petani dan
dukungan pemerintah. Faktor pendorong keberlanjutan pengelolaan mangrove di
Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo dapat dilihat pada tabel 5.4 sebagai
berikut:
Tabel 5.4 Faktor Pendorong Keberlanjutan Pengelolaan Mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo
No. Aspek Faktor Pendorong Keterangan
1. Motivasi Petani 1. Mengikuti jejak orang tua
2. Menambah penghasilan petani
2. Dukungan Petani 1. Ikut menjaga hutan mangrove dari oknum-
oknum tidak bertanggung jawab yang dapat
merusak habitat hutan mangrove
2. Ikut melestarikan hutan mengrove dengan
melakukan program penanaman setiap
tahunnya bersama masyarakat sekitar
3. Dukungan Pemerintah 1. Mengajak masyarakat untuk melestarikan
hutan mangrove melalui peraturan terkait
pengelolaan hutan mangrove
2. Membeli bibit dari petani untuk ditanam
disekitar wilayah pesisir pantai yang
memberikan tambahan penghasilan
3. Memberikan penghargaan
4. Memberikan bantuan alat untuk pengolahan
mangrove
Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa motivasi petani ikut terjun
dalam kegiatan pengelolaan mangrove yakni karena mengikuti jejak orang tua dan
untuk menambah penghasilan. Dukungan petani meliputi ikut menjaga hutan
mangrove dari oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang dapat merusak
habitat hutan mangrove dan ikut melestarikan hutan mengrove dengan melakukan
program penanaman setiap tahunnya bersama masyarakat sekitar. Dukungan
pemerintah meliputi mengajak masyarakat untuk melestarikan hutan mangrove
melalui peraturan terkait pengelolaan hutan mangrove, membeli bibit dari petani
untuk ditanam disekitar wilayah pesisir pantai yang memberikan tambahan
penghasilan, memberikan penghargaan, dan memberikan bantuan alat pengolahan.
111
5.2.2 Faktor Penghambat Keberlanjutan Pengelolaan Mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo
Menurut Kurt Lewin (1951) dalam Hersey dkk. (1995), faktor-faktor
penghambat (restraining forces) adalah faktor-faktor yang bertindak mengekang
atau memperkecil faktor pendorong. Faktor penghambat keberlanjutan
pengelolaan mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo dilihat dari
beberapa aspek yakni; (a) kendala petani dan (b) hambatan yang dialami petani.
a. Kendala Petani
Menurut KBBI (2016), kendala adalah halangan, rintangan, faktor atau
keadaan yang membatasi, menghalangi, atau mencegah pencapaian sasaran,
kekuatan yang memaksa pembatalan pelaksanaan, sehingga kendala petani dalam
hal ini dapat diartikan sebagai masalah-masalah yang dihadapi petani dalam
proses menjaga keberlanjutan kegiatan pengelolaan mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo. Kendala yang dihadapi petani bermacam-macam,
mulai dari kendala pelestarian, penanaman, hingga pengolahan tanaman
mangrove. Kendala petani pada proses pelestarian mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo dijelaskan oleh Pak Romli dengan mengatakan:
“Sing ruwet gitu ada yang nebaang.. Iyaa, malam itu nebangnya,
malam” (Pak Romli, 5 Februari 2019)
Kendala pertama yang dihadapi oleh petani yakni apabila terjadi
penebangan pohon mangrove. Penebangan pohon mangrove dilakukan oleh
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, dimana penebangan tersebut
dilakukan di malam hari. Penebangan pohon mangrove akan mengancam
kelestarian tanaman mangrove yang terdapat di Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo, karena apabila penebangan tersebut terus terjadi maka akan
berdampak pada kerusakan ekosistem hutan mangrove. Hal tersebut sesuai dengan
penelitian Setyawan dkk. (2006) yang menyatakan bahwa bahwa penyumbang
terbesar kerusakan ekosistem mangrove salah satunya adalah penebangan
pepohonan. Pak Romli juga menjelaskan solusi apabila diketemukan terjadinya
penebangan tersebut dengan mengatakan:
112
“Ya Pak Mukhlis anu nyang Polsek, itu nyang polisi. Iya laporan,
katanya perikanan kalau ad apa-apa ke Polsek gitu” (Pak Romli, 5
Februari 2019)
Solusi yang dilakukan oleh petani apabila diketemukan terjadinya
penebangan pohon mangrove maka petani segera melaporkannya kepada ketua
kelompok tani hutan yang berada di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo,
nantinya ketua kelompok tani hutan akan melaporkannya kepada Polsek
(Kepolisian Sektor) setempat untuk ditindak lanjuti. Pak Romli juga menjelaskan
terdapat kendala-kendala lain yang dihadapi petani, berikut kendala yang
dijelaskan Pak Romli:
“Tirem, kena kaki suwek itu” (Pak Romli, 5 Februari 2019)
“Itu cuncung itu.. Cuncung, lah iku ada anu iku leh sing kepiting
cilik, nah iku sing bahaya maneh iku, nek jojo uwong landep iku”
(Pak Romli, 5 Februari 2019)
Kendala yang dialami petani selanjutnya yakni terdapat biota laut yang
hidup di habitat mangrove yang dapat membahayakan kaki petani pada saat
dilakukannya kegiatan penanaman. Biota laut tersebut petani menyebutnya tiram
dan cuncung. Apabila kaki petani menginjang biota laut tersebut, maka kaki
petani akan sobek dan terluka cukup parah, sehingga akan menghambat kinerja
petani dalam proses penanaman tanaman mangrove. Kondisi yang dapat
membahayakan petani tersebut dapat membuat petani membertimbangkan
kembali untuk melakukan kegiatan pengelolaan mangrove, sehingga dapat
mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan mangrove di Kecamatan Kademangan
Kota Probolinggo. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Pak Muchlis yang
mengatakan:
“Aa tirem itu kan kalau air surut kan keliatan, nah itu yang ada
tiremnya itu ndak ditanami karna bahaya, lewat pinggir-
pinggirnya, tirem itu.” (Pak Muchlis, 19 Maret 2019)
113
Tiram-tiram tersebut dapat mebahayakan kondisi petani pada saat kegiatan
penanaman tanaman mangrove, sehingga petani harus menghindari tiram-tiram
tersebut dengan berjalan dengan hati-hati. Hal tersebut juga akan menghambat
kinerja petani, karena petani harus memperhatikan langkah kakinya agar tidak
menginjak tiram ketika melakukan penanaman di pantai. Namun petani memiliki
solusi akan kendala tersebut seperti yang diungkapkan oleh Pak Romli sebagai
berikut:
“Iyaa, itu pake kaus kaki itu. Pake kaus kaki itu 3, 4 ituu, baru
ndak kenak wes” (Pak Romli, 5 Februari 2019)
“Pake kaus kaki.. Kalau pake kaus kaki, kaus kakinya yang
suwek, pake 3, 4 kaus kaki itu” (Pak Romli, 5 Februari 2019)
Petani memakai kaus kaki berlapis-lapis agar apabila kaki petani
menginjam tiram atau sesuatu yang tajam maka kaus kaki tersebut yang akan
sobek, jadi fungsi kaus kaki berlapis-lapis tersebut yakni melindungi kaki petani
agar tidak bersentuhan langsung dengan tiram dan biota laut membahayakan
lainnya. Kendala lainnya juga dijelaskan oleh Pak Arifin yang mengatakan:
“Kendalanya ya pengering itu wes, pengeringnya itu yang susah,
kendalanya, kayak cari buahnya, kalau ya kalau ada, kalau ndak
ada, kendalanya itu. Kalau pas apa namanya itu, ck, kayak
pengeringan lah, pengeringan kan kalau ndak ada anu kan susah,
ndak cepet, maksudnya itu ndak cepet lah, pas kendalanya lagi
dari mesin lagi, dari mesin, sampe ibu saya ini sampe pake
blender itu leh, tapi dikit-dikit, lama” (Pak Arifin, 6 Februari
2019)
Kendala petani tidak hanya terjadi pada saat penanaman, namun juga
terjadi pada saat proses pengolahan. Kendala proses pengolahan yang dialami oleh
petani yakni tidak adanya alat pengering yang dibutuhkan petani untuk
mengeringkan hasil olahan tepung mangrove yang selama ini hanya
mengandalkan panas matahari, sehingga prosesnya memerlukan waktu yang
cukup lama karena cuaca dapat berubah-ubah. Kendala mesin pengering tersebut
masih belum terdapat solusinya, sehingga petani tetap mengandalkan panas
matahari untuk pengeringan tepung mangrove. Proses pembuatan tepung
114
mangrove yang lama akan membuat petani berfikir cara yang lebih mudah dan
cepat untuk memperoleh keuntungan dari tanaman mangrove, sehingga terdapat
kemungkinan pengolahan tanaman mangrove menjadi tepung tidak dilakukan lagi
oleh petani. Ibu Asmi yang merupakan pengolah tanaman mangrove mengatakan
tidak terdapat kendala pada proses pengolahan tanaman mangrove dengan
mengatakan:
“Ndak ndak ada” (Ibu Asmi, 23 April 2019)
Petani menjelaskan bahwa tidak terdapat kendala dalam proses pengolahan
tanaman mangrove. Pengeringan tepung dengan mengandalkan panas matahari
yang membutuhkan waktu lebih lama bukan dianggap sebagai kendala oleh
sebagian petani, hal tersebut terjadi mungkin disebabkan karena petani atau Ibu
Asmi telah terbiasa menggunakan cara itu dalam kesehariannya mengolah
tanaman mangrove menjadi tepung.
Berdasarkan penjelasan petani dan hasil observasi maka dapat diketahui
bahwa kendala yang dialami petani dalam kegiatan pengelolaan mangrove di
Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo terdiri dari kendala yang disebabkan
oleh; (a) faktor SDM yang belum sadar akan manfaat lingkungan sehingga masih
terjadi penebangan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, (b) faktor
alam seperti terdapat biota laut yang dapat membahayakan kondisi petani, dan (c)
faktor fasilitas seperti tidak adanya alat pengering untuk pengolahan tepung
mangrove sehingga memerlukan waktu yang lama untuk prosesnya. Kendala-
kendala tersebut dapat mengancam keberlanjutan pengelolaan mangrove yang
terdapat di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo karena dianggap dapat
merusak kelestarian habitat mangrove dan dapat mengurangi minat petani untuk
melakukan kegiatan pengelolaan mangrove.
b. Hambatan Petani
Menurut KBBI (2016), hambatan adalah keadaan yang membuat sesuatu
menjadi lambat atau tidak lancar, sehingga hambatan petani dalam hal ini dapat
diartikan sebagai hal yang memperlambat jalannya kegiatan pengelolaan
115
mangrove yang berada di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo. Hambatan
yang dihadapi petani bermacam-macam, mulai dari hambatan penanaman hingga
perawatan tanaman mangrove. Hambatan penanaman yang dialami petani
dijelaskan oleh Pak Edi yang mengatakan:
“Hambatannyaa.. Kalau ndak ada air, ndak bisa nyampe bibit ke
lokasi penanaman” (Pak Edi, 4 Februari 2019)
Hambatan yang paling sering dialami petani pada saat proses penanaman
yakni tidak adanya air pasang yang membawa perahu untuk mengangkut bibit ke
lokasi penanaman. Hal tersebut memaksa petani untuk menunggu sampai
datangnya air pasang, sehingga proses penanaman menjadi berjalan lambat. Pak
Muchlis juga mengatakan hal yang sama terkait hal tersebut:
“Ee ya kendalanya kalau ombak jangan ditanam dulu, kalau
ombak jangan ditanam, kalau air kalau pengangkutan kalau ada
air pasang, ya kan kan ndak ada jalan kalau selain perahu, lah
seumpamanya dari sini trus mau nanam kesana ya pengangkutan
nanti datengnya air pasang yang jadi kendalanya, ya itu cuma”
(Pak Muchlis, 19 Maret 2019)
“Kendalanya ya kalau air besar ndak bisa nanam, cuma airnya
yang surut bisa nanam, kalau pasang gak bisa.. Ya cuaca hujan
gitu” (Pak Edi, 4 Februari 2019)
Petani juga menjelaskan apabila arus dan ombak laut sedang besar maka
proses penanaman tidak dapat dilakukan. Cuaca hujan juga menjadi hambatan
bagi petani dalam proses penanaman tanaman mangrove. Oleh karena itu, cuaca
dan pasang surut serta derasnya arus dan ombak laut sangat berpengaruh dalam
jalannya proses penanaman yang dilakukan petani, apabila cuaca dan laut tidak
mendukung maka petani tidak akan melakukan proses penanaman. Hambatan
yang dialami petani tersebut dapat diatasi oleh petani. Berikut penjelasan Pak Edi
mengenai cara mengatasi kendala tersebut:
“Kan nimbali bibit itu kan pakek sampan, ya tunggu air besarnya
itu, pasangnya itu” (Pak Edi, 4 Februari 2019)
116
“Ya kalau air pasang berhenti dulu nanamnya, dilanjut besoknya
lagi. Nanamnya di laut ini cuma setengah hari, ndak sehari ndak,
setengah hari nanam setengah harinya uda pasang udah” (Pak Edi,
4 Februari 2019)
Solusi yang hanya bisa dilakukan petani yakni menunggu hingga air
pasang datang untuk membawa bibit menggunakan perahu ke lokasi penanaman.
Apabila pada saat proses penanaman di lokasi penaman tiba-tiba air pasang maka
penanaman diihentikan dan dilanjutkan keesokan harinya. Hambatan lain
diungkapkan oleh Pak Arifin yang mengatakan:
“Kalau kalau pembibitannya itu hambatannya ya cuma apa cuma
biayanya itu wes, biayanya. Kan sekarang ini semakin naik
semualah, tanah naik. Dulu mulai ongkosan anu, ongkosan 50,
sekarang ndak mau wes, 50 ndak mau, soalnya sekarang sawah
aja wes 50 setengah hari, berarti kan 1 hari” (Pak Arifin, 6
Februari 2019)
Hambatan lain yang dihadapi petani yakni keterbatasan modal petani
untuk kegiatan pembibitan, sedangkan saat ini biaya ongkosan untuk membayar
petani yang membantu dalam kegiatan pembibitan semakin tinggi. Keterbatasan
modal petani menyebabkan terhambatnya proses pembibitan yang dilakukan
petani, petani diharuskan menunggu sampai adanya pesanan dari pihak tertentu
atau pemerintah agar terdapat dana yang dapat digunakan untuk proses pembuatan
bibit. Hambatan petani juga terjadi pada proses perawatan tanaman mangrove, hal
tersebut diungkapkan oleh Pak Muchlis yang mengatakan:
“Kendalanya lagi kalau nanam itu kalau melampaui batas itu ndak
mungkin jadi karna ada kritip-kritip.. akar tunjangnya itu ndak
keluar nempel dulu kritipnya, kritip-kritip itu menghambat jadi
ndak berhasil itu” (Pak Muchlis, 19 Maret 2019)
Menurut bahasa petani terdapat kritip-kritip yang menempel pada bibit
mangrove, hal tersebut menghambat proses perkembangan dan pertumbuhan bibit
mangrove sehingga bibit tersebut memerlukan waktu yang lama untuk tumbuh
dan berkembang. Lambatnya bibit untuk berkembang juga akan membuat bibit
menjadi tidak layak untuk ditanam karena nantinya akan melampaui batas umur
117
maximum bibit layak ditanam, sehingga bibit harus dibuang dan dibuat lagi,
apabila telah terjadi seperti itu maka akan merugikan petani dan membuat proses
penanaman menjadi lebih lama. Kerugian petani akan menurunkan semangat
petani untuk memproduksi bibit dalam jumlah banyak, sehingga jumlah tanaman
mangrove yang ditanam setiap tahunnyapun akan berkurang. Hal tersebut dapat
diatasi dengan cara melakukan perawatan yang intensif pada bibit, seperti yang
dijelaskan oleh Pak Muchlis:
“Untuk mengatasi itu harus dirawat sebetulnya, harus dirawat,
pokoknya jangan melampaui batas” (Pak Muchlis, 19 Maret
2019)
Perawatan yang intensif akan menjaga bibit terjauh dari kritip-kritip yang
menghambat pertumbuhan dan perkembangan bibit, sehingga bibit tidak melewati
batas umur maksimum penanaman. Namun terdapat petani yang juga merasa tidak
terdapat hambatan dalam melakukan kegiatan pengelolaan mangrove seperti yang
dikatakan oleh Ibu Asmi, ketika ditanyakan hambatan oleh peneliti beliau
menjawab bahwa beliau tidak mengalami hambatan apapun dalam melakukan
kegiatan pengelolaan tanaman mangrove sebagai berikut:
“Ndak ada” (Ibu Asmi, 23 April 2019)
Berdasarkan penjelasan informan dan hasil observasi maka dapat diketahui
bahwa hambatan-hambatan petani dalam melakukan kegiatan pengelolaan
mangrove terdiri dari hambatan yang disebabkan oleh; (a) faktor alam seperti
adanya ombak dan arus yang besar yang menunda proses penanaman, tidak
adanya air pasang yang membuat bibit tidak dapat dikirim ke lokasi penanaman
menggunakan perahu, terdapat kritip-kritip yang menempel pada bibit mangrove
yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan bibit, dan (b) faktor
modal yakni keterbatasan modal petani untuk kegiatan pembibitan. Hambatan-
hambatan tersebut akan menghambat jalannya kegaiatan pengelolaan mangrove di
Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo sehingga kegiatan pengelolaan
mangrove berjalan lambat.
118
Faktor penghambat keberlanjutan pengelolaan mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo terdiri dari kendala petani dan hambatan petani.
Keberlanjutan pengelolaan mangrove di Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo dapat dilihat pada tabel 5.5 sebagai berikut:
Tabel 5.5 Faktor Penghambat Keberlanjutan Pengelolaan Mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo
No. Aspek Faktor Penghambat Keterangan
1. Kendala Petani 1. Faktor SDM yang belum sadar akan manfaat
lingkungan sehingga masih terjadi
penebangan oleh oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab
2. Faktor alam yakni terdapat biota laut yang
dapat melukai kaki petani seperti tiram saat
penanaman
3. Faktor fasilitas seperti kendala alat pengering
untuk pengolahan tanaman mangrove
menjadi tepung
2. Hambatan Petani 1. Faktor alam:
a. Adanya ombak dan arus yang besar yang
menunda proses penanaman
b. Tidak adanya air pasang yang membuat
bibit tidak dapat dikirim ke lokasi
penanaman menggunakan perahu
c. Terdapat kritip-kritip yang menempel
pada bibit mangrove yang dapat
menghambat pertumbuhan dan
perkembangan bibit
2. Faktor modal:
a. Keterbatasan modal petani untuk
kegiatan pembibitan
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa kendala petani meliputi faktor
sumberdaya manusia yang belum sadar terhadap manfaat lingkungan sehingga
melakukan penebangan pohon mangrove, faktor alam yakni terdapat biota laut
yang dapat melukai kaki petani seperti tiram saat penanaman, dan faktor fasilitas
seperti kendala pada alat pengering untuk pengolahan mangrove menjadi tepung.
Hambatan petani terdiri dari faktor alam yang meliputi tiba-tiba terdapat ombak
pasang yang menunda proses penanaman, tidak adanya air pasang yang membuat
bibit tidak dapat dikirim ke lokasi penanaman menggunakan perahu, serta terdapat
kritip-kritip yang menempel pada bibit mangrove yang dapat menghambat
pertumbuhan dan perkembangan bibit, serta faktor keterbatasan modal petani
119
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Perilaku petani pengelola mangrove di Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo terbagi menjadi 3 ranah yaitu pengetahuan, sikap, dan
keterampilan.
a. Pada ranah pengetahuan, maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan petani
pengelola mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo meliputi
pengetahuan mengenai manfaat mangrove, budidya mangrove, jenis-jenis
mangrove, dan cara pengolahan mangrove. Tingkat pengetahuan petani
mencapai tingkat evaluasi, dimana petani dapat memberikan penilaian
mengenai kegiatan pengelolaan mangrove di Kecamatan Kademangan
bahwasanya hal tersebut sangat memberikan manfaat bagi kehidupan mereka
sehingga perlu dilestarikan dan dipertahankan.
b. Pada ranah sikap, maka dapat disimpulkan bahwa sikap petani mendukung
terhadap kegiatan pengelolaan mangrove di Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo yang tergambar dari peran aktif dan keikutsertaan petani pada
kegiatan pengelolaan mangrove. Sikap petani sampai pada tahap karakterisasi,
dimana petani menjadikan kegiatan pengelolaan mangrove yang dianggapnya
sebagai sumber penghasilan sebagai kesehariannya.
c. Pada ranah keterampilan, maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan petani
pengelola mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo memiliki
keterampilan dalam mengaplikasikan teknologi budidaya dan pengolahan
mangrove yang ditunjukkan dari kemampuan petani dalam menjelaskan dan
menunjukkan cara kerja alat dan mesin budidaya dan pengolahan mangrove.
Keterampilan petani sampai pada tahap mekanisme, dimana petani dapat
mengaplikasikan teknologi dengan baik secara otomatis dan mengaplikasikan
teknologi pada setiap kegiatan pengelolaan mangrove. Petani tidak sampai
pada tahap adaptasi karena tidak adanya modifikasi teknologi yang dilakukan
petani dengan masih menggunakan alat-alat tradisional untuk kegiatan
pengelolaan mangrove.
120
2. Faktor pendorong dan faktor penghambat keberlanjutan pengelolaan mangrove
di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo
a. Faktor pendorong dilihat dari beberapa aspek yakni motivasi petani, dukungan
petani, dan dukungan pemerintah.
- Motivasi petani untuk ikut dalam kegiatan pengelolaan mangrove yakni; (a)
mengikuti jejak orang tua dan (b) untuk menambah penghasilan.
- Dukungan petani meliputi; (a) ikut menjaga hutan mangrove dari oknum-
oknum tidak bertanggung jawab yang dapat merusak habitat hutan
mangrove dan (b) ikut melestarikan hutan mengrove dengan melakukan
program penanaman setiap tahunnya bersama masyarakat sekitar.
- Dukungan pemerintah meliputi (a) mengajak masyarakat untuk melestarikan
hutan mangrove melalui peraturan terkait pengelolaan hutan mangrove, (b)
membeli bibit dari petani dan menunjuk petani sebagai pelaksana kegiatan
penanaman mangrove disekitar wilayah pesisir pantai yang memberikan
tambahan penghasilan bagi petani, (c) memberikan penghargaan, dan (d)
memberikan bantuan alat untuk pengolahan mangrove kepada petani.
b. Faktor penghambat dilihat dari beberapa aspek yakni kendala petani dan
hambatan petani.
- Kendala petani terdiri dari; (a) faktor SDM yang belum sadar akan manfaat
lingkungan sehingga masih terjadi penebangan oleh oknum-oknum yang
tidak bertanggung jawab, (b) faktor alam seperti terdapat biota laut yang
dapat membahayakan kondisi petani, dan (c) faktor fasilitas seperti tidak
adanya alat pengering untuk pengolahan tepung mangrove.
- Hambatan petani terdiri dari; (a) faktor alam seperti adanya ombak dan arus
yang besar yang menunda proses penanaman, tidak adanya air pasang yang
membuat bibit tidak dapat dikirim ke lokasi penanaman menggunakan
perahu, terdapat kritip-kritip yang menempel pada bibit mangrove yang
dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan bibit, dan (b) faktor
ekonomi yakni keterbatasan modal petani untuk kegiatan pembibitan.
121
6.2 Saran
1. Pengelolaan mangrove yang dilakukan petani masih menggunakan teknologi
yang masih tradisional, sebaiknya petani pengelola mangrove di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo lebih dapat mengembangkan dan memodifikasi
teknologi pengelolaan mangrove demi terciptanya kegiatan budidaya dan
pengolahan mangrove yang lebih mudah, seperti mesin untuk melubangi tanah
otomatis untuk penanaman dan modifikasi oven sebagai mesin pengering untuk
pengolahan.
2. Modal yang digunakan petani masih terbatas, sebaiknya dapat diadakan
kelompok usaha yang sebagaian untungnya dapat digunakan untuk kegiatan
pengelolaan, sehingga tidak tergantung pada pemerintah.
3. Penyuluhan yang terkait inovasi teknologi dalam pengelolaan mangrove masih
kurang, untuk itu perlu ditingkatkan.
4. Bantuan pemerintah masih terbatas, alangkah baiknya pemerintah memperbaiki
atau merevitaliasi bantuan yang pernah diberikan kepada kelompok tani hutan.
125
DAFTAR PUSTAKA
Adiba, D. F., B. Suharto, L. D. Susanawati. 2017. Analisis Keberlanjutan
Sumberdaya Hutan melalui Program Pengelolaan Sumberdaya Hutan
Bersama Masyarakat (PHBM) (Studi Kasus Desa Donowarih Karangploso
Malang). Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 4(3): 34-51.
Anwar, C. 2007. Pertumbuhan Anakan Mangrove Pada Berbagai Jarak Tanam
Dan Tingkat Penggenangan Air Laut Di Pemalang, Jawa Tengah*).
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 4(4): 353-364.
Amal, dan I. I. Baharuddin. 2016. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam
Pengelolaan Hutan Mangrove Berbasis Masyarakat di Kecamatan Suppa
Kabupaten Pinrang. Scientific Pinisi, 2(1): 1-7.
Aminah, S., dan Roikan. 2019. Penelitian Kualitatif Ilmu Politik. Rawamangun:
Prenadamedia Group.
Ardi, M. 2015. Perilaku Petani Tegalan dalam Meningkatkan Kualitas
Lingkungan di Kabupaten Soppeng. Scientific Pinis, 1(1): 13-24.
Atmoko, T., dan K. Sidiyasa. 2007. Hutan Mangrove dan Peranannnya dalam
Melindungi Ekosistem Pantai. Prosiding Seminar Pemanfaatan HHBK
dan Konservasi Biodiversitas menuju Hutan Lestari, Balikpapan. 31
Januari 2007. Foresty Research and Development Agency: 92-99.
Azwar, S. 2011. Sikap Manusia.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Baderan, D. W. K. 2017. Distribusi Spasial Dan Luas Kerusakan Hutan
Mangrovedi Wilayah Pesisir Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara
Provinsi Gorontalo. GeoEco, 3(1): 1-8.
Farid, F., U. Lestari, P. M. Sari, dan H. Rahman. 2018. Introduksi Teknologi
Sabun Cair Antiseptik dari Buah Pedada (Sonneratia caseolaris) di
Kelurahan Kampung Laut, Kuala Jambi, Tanjung Jabung Timur. Karya
Abdi Masyarakat, 2(1): 23-30.
Firdaus, M., A. A. Prihanto, dan R. Nurdiani. 2013. Tanaman Bakau: Biologi dan
Bioaktivitas. Malang: UB Press.
123
Handayani, S. 2018. Identifikasi Jenis Tanaman Mangrove Sebagai Bahan Pangan
Alternatif di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur. Teknologi Pangan, 12(2):
33-45.
Haryani, N. S. 2013. Analisis Perubahan Hutan Mangrove menggunakan Citra
Landsat. WIDYA, 1(1): 72-77.
Hersey, P., dan K. H. Blanchard. 1995. Manajemen Perilaku Organisasi:
Pendayagunaan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga.
Karuniastuti, N. 2013. Peranan Hutan Mangrove bagi Lingkungan Hidup. Forum
Manajemen, 6(1): 1-10.
Lazuardy, Arihima. 2017. Penataan Kawasan Pesisir Pantai Kota Probolinggo,
Jawa Timur Sebagai Kawasan Ekowisata Mangrove Berbasis Masyarakat.
Diterbitkan. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Manzilati, A. 2017. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma, Metode, dan
Aplikasi. Malang: UB Press.
Martini. 2018. Kecamatan Kademangan dalam Angka. Probolinggo: Badan Pusat
Statistik Kota Probolinggo.
Melani, D. 2018. Kota Probolinggo dalam Angka. Probolinggo: Badan Pusat
Statistik Kota Probolinggo.
Mulyatun. 2018. Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Berbasis Potensi Lokal;
Alternatif Ketahanan Pangan Berupa Tepung Magrove. DIMAS, 18(2):
212-238.
Munandar, D. R. 2019. Manajemen Perubahan Organisasi Sekolah Luar Biasa
(Study Kasus Tentang Implementasi Peran SLB Negeri Citeureup sebagai
Resorce Centre Dalam Layanan Pendidikan Inklusif). Wahana Karay
Ilmiah_Pascasarjana (S2) PAI Unsika, 3(1): 280-293.
Nata, A. 2018. Islam dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Prenamedia Group.
Notoatmodjo, S. 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Kesehatan. Yogyakarta: Andi Offset
124
Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualittaif. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.
Pramudji. 2001. Ekosistem Hutan Mangrove dan Peranannya sebagai Habitat
Berbagai Fauna Aquatik. Oseana, 26(4); 13-23.
Purnamasari, A. N. C. 2017. Peranan Hutan Mangrove dalam Mengurangi Energi
Gelombang Tsunami. Pertanian Agros, 19(1): 29-36.
Rajis, Desmelati, dan T. Leksono. 2017. Pemanfaatan Buah Mangrove Pedada
(Sonneratia caseolaris)sebagai Pembuatan Sirup terhadap Penerimaan
Konsumen. Perikanan dan Kelautan, 22(1): 51-60.
Rukmini. 2014. Menuju Probolinggo Kota Ramah Lingkungan. Probolinggo:
Wali Kota Probolinggo.
Rusli, Y. 2008. Statistik Kehutanan Indoensia. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Sahil, J., dan I. Soamole. 2013. Pemanfaatan Buah Mangrove sebagai Sumber
Makanan Alternatif di Halmahera Barat, Maluku Utara. Biogenesis, 1(2):
91-96.
Santoso, N., B. C. Nurcahya, A. F. Siregar, dan I. Farida. 2005. Resep Makanan
Berbahan Baku Mangrove dan Pemanfaatan Nipah. Jakarta: Lembaga
Pengkajian dan Pengembangan Mangrove.
Sari, D. A. T., I. G. S. A. Putra, dan I. D. P. O. Suardi. 2017. Perilaku Petani Pada
Program Pengembangan Klaster Padi Binaan Bank Indonesia (Kasus
Subak Pulagan, Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten
Gianyar). Agribisnis dan Agrowisata, 6(1): 162-170.
Sebayang, W., E. R. Sidabutar, dan D. Y. Gultom. 2018. Perilaku Seksual
Remaja. Yogyakarta: CV Budi Utama.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2016. Selamat datang di KBBI
Daring!. Online. (https://kbbi.kemdikbud.go.id/, diakses 22 Mei 2019)
Setiawan, A. D., K. Winarno, dan P. C. Purnama. 2003. Ekosistem Mangrove di
Jawa: Kondisi Terkini. Biodiversitas, 4(2): 133-145
125
Setiawan, H., R. Purwanti, dan R. Garsetiasih. 2017. Persepsi dan Sikap
Masyarakat terhadap Konservasi Ekosistem Mangrove di Pulau Tanakeke
Sulawesi Selatan. Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 14(1): 57-70.
Setyaningrum, E. W. 2017. Pelestarian Mangrove Berbasis Masyarakat sebagai
Dasar Ekologi dan Ketahanan Ekonomi di Teluk Pangpang Banyuwangi.
Seminar Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat. Banyuwangi, 2017:
Universitas 17 Agustus 1945.
Setyawan, A. D., dan K. Winarno. 2006. Permasalahan Konservasi Ekosistem
Mangrove di Pesisir Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Biodiversitas,
7(2): 159-163.
Solimun, Armanu, dan A. A. R. Fernandes. 2018. Metodologi Penelitian
Kuantitatif Perspektif Sistem. Malang: UB Press.
Suparno, A. S. 2001. Membangun Kompetensi Belajar. Jakarta: Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Suprihatiningsih. 2016. Keterampilan Tata Busana di Madrasah Aliyah.
Yogyakarta: Deepublish.
Suryono, A. 2013. Sukses Usaha Pembibitan Mangrove Sang Penyelamat Pulau.
Yogyakarta: Pustaka Baru Pres.
Suwendra, I. W. 2018. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Ilmu Sosial,
Pendidikan, Kebudayaan, dan Keagamaan. Bali: Nilacakra.
Umroh. 2015. Penyemaian dan Penanaman Rhizophora apiculata di Daerah Pasca
Penambangan Timah Inkonvensional (TI) di Muara Kudai Kabupaten
Bangka. Kelautan, 8(1): 19-25.
Wijaya, H. 2018. Analisis Data Kualitatif. Makasar: Sekolah Tinggi Theologia
Jafffray.
Zainudin, Sumardjo, dan D. Susanto. 2015. Perilaku Masyarakat dalam
Pelestarian Hutan Mangrove di Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi
Selatan. Penyuluhan, 11(1): 91-100.
126
LAMPIRAN
127
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
PANDUAN WAWANCARA
JUDUL : PERILAKU PETANI PENGELOLA MANGROVE DI
KECAMATAN KADEMANGAN KOTA PROBOLINGGO
LOKASI : KECAMATAN KADEMANGAN KOTA PROBOLINGGO
Identitas Responden
Nama Responden :
Umur :
Pendidikan Terakhir :
Alamat :
Pekerjaan :
Nama Lembaga Organisasi :
Jabatan :
Pewawancara
Nama :
NIM :
Hari/Tanggal :
Informan
( )
KETUA KELOMPOK
TANI
128
A. Gambaran Umum Kelompok Tani Hutan di Kecamatan Kademangan
Kota Probolinggo
1. Sejak kapan Kelompok Tani Hutan di Kecamatan Kademangan Kota
Probolinggo mulai terbentuk dan berjalan?
2. Bagaimanakah sejarah terbentuknya Kelompok Tani Hutan di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo?
3. Apakah tujuan dibentuknya Kelompok Tani Hutan di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo?
4. Bagaimanakan struktur kelembagaan Kelompok Tani Hutan di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo?
5. Berapakah jumlah anggota Kelompok Tani Hutan di Kecamatan
Kademangan Kota Probolinggo?
6. Apa sajakah aktivitas rutin yang dilakukan terkait dengan tanaman
mangrove?
7. Program apa sajakah yang pernah dilakukan terkait dengan tanaman
mangrove?
B. Perilaku petani mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo
a. Pengetahuan
1. Apa sajakah yang petani ketahui tentang tanaman mangrove?
2. Budidaya mangrove seperti apakah yang petani ketahui saat ini dan Anda
lakukan saat ini?
3. Dapatkah petani menjelaskan secara singkat bagaimana cara budidaya
tanaman mangrove?
4. Apakah petani mengetahui apa sajakah manfaat tanaman mangrove?
5. Jika iya, manfaat tanaman mangrove apa sajakah yang petani ketahui?
6. Manfaat apa saja yang petani ambil dari tanaman mangrove?
7. Pengelolaan pasca panen mangrove seperti apakah yang petani ketahui?
8. Apakah petani mengetahui bahwa tanaman mangrove dapat diolah menjadi
suatu produk?
129
9. Jika iya, produk apa sajakah yang petani ketahui dapat dibuat dengan
bahan baku tanaman mangrove?
10. Apakah petani mengetahui bagaimana cara mengolah tanaman mangrove
menjadi produk-produk tersebut?
11. Jika tahu, dapatkah petani menjelaskannya?
12. Apakah petani memproduksi produk-produk dari tanaman mangrove
tersebut?
13. Jika iya, produk-produk apa sajakah yang petani produksi?
b. Sikap
1. Apakah Anda petani dengan adanya kegiatan pengelolaan hutan
mangrove?
2. Jika iya, mengapa petani setuju dengan adanya kegiatan pengelolaan
hutan mangrove?
3. Apakah petani mendukung adanya kegiatan pengelolaan hutan mangrove?
4. Jika iya, mengapa petani mendukung kegiatan pengelolaan tersebut?
5. Bagaimana bentuk dukungan petani dalam kegiatan pengelolaan hutan
mangrove?
6. Apakah petani ikut serta dalam kegiatan pengelolaan hutan mangrove
tersebut?
7. Kegiatan apa sajakah yang petani lakukan terkait pengelolaan hutan
mangrove?
8. Apakah terdapat keuntungan atau kerugian dalam mengelola tanaman
mangrove?
9. Jika ada, apakah keuntungan atau kerugian tersebut?
10. Bagaimana Anda mengatasi kerugian yang diakibatkan oleh pengelolaan
tanaman mangrove tersebut?
c. Keterampilan
1. Teknologi seperti apakah yang dibutuhkan dalam budidaya dan
pengelolaan tanaman mangrove?
2. Apa kegunaan teknologi tersebut dalam budidaya atau pengelolaan
tanaman mangrove?
130
3. Apakah petani dapat menerapkan teknologi tersebut dengan baik?
4. Bagaimana petani mengaplikasikan teknologi tersebut?
5. Teknologi seperti apakah yang dibutuhkan dalam pengelolaan pasca panen
tanaman mangrove?
6. Apa kegunaan teknologi tersebut dalam pengelolaan pasca panen tanaman
mangrove?
7. Apakah petani dapat menerapkan teknologi tersebut dengan baik?
8. Bagaimana petani mengaplikasikan teknologi tersebut?
C. Faktor pendorong dan penghambat keberlanjutan pengelolaan mangrove
di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo
1. Apa yang melatarbelakangi Anda melakukan pengelolaan tanaman
magrove?
2. Apakah ada pihak yang menjadi inspirasi Anda untuk melakukan
pengelolaan tanaman mangrove?
3. Bagaimana bentuk dukungan Anda dalam menjaga keberlanjutan
pengelolaan tanaman mangrove?
4. Apakah terdapat bantuan dari pemerintah terkait pengelolaan tanaman
mangrove yang dilakukan selama ini?
5. Jika ada, dalam bentuk apakah bantuan tersebut?
6. Bagaimana Anda mendapatkan bantuan tersebut?
7. Adakah hal yang dilakukan pemerintah guna mendukung keberlanjutan
pengelolaan tanaman mangrove ini?
8. Jika ada, apakah hal tersebut?
9. Apa saja kendala yang pernah Anda alami dalam melakukan pengelolaan
tanaman mangrove?
10. Bagaimana Anda mengatasi kendala tersebut?
11. Adakah hambatan yang dialami guna menjaga keberlanjutan pengelolaan
tanaman mangrove?
12. Jika ada, apakah hambatan tersebut?
13. Bagaimana Anda mengatasi hambatan tersebut?
131
NIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
PANDUAN WAWANCARA
JUDUL : PERILAKU PETANI PENGELOLA MANGROVE DI
KECAMATAN KADEMANGAN KOTA PROBOLINGGO
LOKASI : KECAMATAN KADEMANGAN KOTA PROBOLINGGO
Identitas Responden
Nama Responden :
Umur :
Pendidikan Terakhir :
Alamat :
Pekerjaan :
Nama Lembaga Organisasi :
Jabatan :
Pewawancara
Nama :
NIM :
Hari/Tanggal :
Informan
( )
PETANI
MANGROVE
132
A. Perilaku petani mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo
a. Pengetahuan
1. Apa sajakah yang Anda ketahui tentang tanaman mangrove?
2. Budidaya mangrove seperti apakah yang Anda ketahui saat ini dan Anda
lakukan saat ini?
3. Dapatkah Anda menjelaskan secara singkat bagaimana cara budidaya
tanaman mangrove?
4. Apakah Anda mengetahui apa sajakah manfaat tanaman mangrove?
5. Jika iya, manfaat tanaman mangrove apa sajakah yang Anda ketahui?
6. Manfaat apa saja yang Anda ambil dari tanaman mangrove?
7. Pengelolaan pasca panen mangrove seperti apakah yang Anda ketahui?
8. Apakah Anda mengetahui bahwa tanaman mangrove dapat diolah menjadi
suatu produk?
9. Jika iya, produk apa sajakah yang Anda ketahui dapat dibuat dengan bahan
baku tanaman mangrove?
10. Apakah Anda mengetahui bagaimana cara mengolah tanaman mangrove
menjadi produk-produk tersebut?
11. Jika tahu, dapatkah Anda menjelaskannya?
12. Apakah Anda memproduksi produk-produk dari tanaman mangrove
tersebut?
13. Jika iya, produk-produk apa sajakah yang Anda produksi?
b. Sikap
1. Apakah Anda setuju dengan adanya kegiatan pengelolaan hutan
mangrove?
2. Jika iya, mengapa Anda setuju dengan adanya kegiatan pengelolaan hutan
mangrove?
3. Apakah Anda mendukung adanya kegiatan pengelolaan hutan mangrove?
4. Jika iya, mengapa Anda mendukung kegiatan pengelolaan tersebut?
5. Bagaimana bentuk dukungan Anda dalam kegiatan pengelolaan hutan
mangrove?
133
6. Apakah Anda ikut serta dalam kegiatan pengelolaan hutan mangrove
tersebut?
7. Kegiatan apa sajakah yang Anda lakukan terkait pengelolaan hutan
mangrove?
8. Apakah terdapat keuntungan atau kerugian dalam mengelola tanaman
mangrove?
9. Jika ada, apakah keuntungan atau kerugian tersebut?
10. Bagaimana Anda mengatasi kerugian yang diakibatkan oleh pengelolaan
tanaman mangrove tersebut?
c. Keterampilan
1. Teknologi seperti apakah yang dibutuhkan dalam budidaya dan
pengelolaan tanaman mangrove?
2. Apa kegunaan teknologi tersebut dalam budidaya atau pengelolaan
tanaman mangrove?
3. Apakah Anda dapat menerapkan teknologi tersebut dengan baik?
4. Bagaimana Anda mengaplikasikan teknologi tersebut?
5. Teknologi seperti apakah yang dibutuhkan dalam pengelolaan pasca panen
tanaman mangrove?
6. Apa kegunaan teknologi tersebut dalam pengelolaan pasca panen tanaman
mangrove?
7. Apakah Anda dapat menerapkan teknologi tersebut dengan baik?
8. Bagaimana Anda mengaplikasikan teknologi tersebut?
A. Faktor pendorong dan penghambat keberlanjutan pengelolaan mangrove
di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo
1. Apa yang melatarbelakangi Anda melakukan pengelolaan tanaman
magrove?
2. Apakah ada pihak yang menjadi inspirasi Anda untuk melakukan
pengelolaan tanaman mangrove?
3. Bagaimana bentuk dukungan Anda dalam menjaga keberlanjutan
pengelolaan tanaman mangrove?
134
4. Apakah terdapat bantuan dari pemerintah terkait pengelolaan tanaman
mangrove yang dilakukan selama ini?
5. Jika ada, dalam bentuk apakah bantuan tersebut?
6. Bagaimana Anda mendapatkan bantuan tersebut?
7. Adakah hal yang dilakukan pemerintah guna mendukung keberlanjutan
pengelolaan tanaman mangrove ini?
8. Jika ada, apakah hal tersebut?
9. Apa saja kendala yang pernah Anda alami dalam melakukan pengelolaan
tanaman mangrove?
10. Bagaimana Anda mengatasi kendala tersebut?
11. Adakah hambatan yang dialami guna menjaga keberlanjutan pengelolaan
tanaman mangrove?
12. Jika ada, apakah hambatan tersebut?
13. Bagaimana Anda mengatasi hambatan tersebut?
134
DISPLAY DATA
PERILAKU PETANI PENGELOLA MANGROVE DI KECAMATAN
KADEMANGAN KOTA PROBOLINGGO
1. Perilaku Petani Pengelola Mangrove
Perilaku Individu
Pengetahuan
Manfaat Mangrove
Mencegah abrasi pantai, menahan badai tsunami, tempat berkembang biak biota laut,
menghasilkan produk olahan, mencegah banjir, membersihkan laut dari sampah
Budidaya MangrovePembibitan dengan menggunakan polybag dan menanam dengan menggunakan jarak tanam
1-3 meter
Jenis-jenis MangroveMangrove lindur, bogem, tinjang, dan api-api
Mengolah Mangrove menjadi Produk
Tepung, botok, sirup, sabun, dan sentrat
Sikap
Keikutsertaan Petani
Ikut melakukan pembibitan, penanaman, perawatan, penyulaman, pengolahan,
menjaga, dan memperkenalkan secara luas tanaman mangrove
Sikap PetaniSetuju dan mendukung karena
menguntungkan bagi lingkungan, masyarakat, dan petani
Keterampilan
Teknologi BudidayaBor, tali rafia, ajir, polybag, pacul, dan perahu
Teknologi PengolahanMesin Selep
136
2. Faktor Pendorong Dan Penghambat Keberlanjutan Pengelolaan Mangrove
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Keberlanjutan Pengelolaan
Hutan Mangrove
Faktor Pendorong
Motivasi Petani Pengelola Mangrove
1) Menambah penghasilan petani; 2) Mengikuti jejak orang tua
Dukungan Petani1) Ikut menjaga hutan mangrove dari oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang dapat merusakhabitat hutan mangrove; 2) Ikut melestarikan hutan mengrove dengan melakukan programpenanaman setiap tahunnya bersama masyarakat sekitar
Dukungan Pemerintah
1) Menancapkan plang-plang peringatan untuk tidak merusak habitat hutan mangrove sepertidilarang melakukan penebangan dan dikenakan sanksi pidana bila dilakukan; 2) Membeli bibit daripetani untuk ditanam disekitar wilayah pesisir pantai yang memberikan tambahan penghasilan; 3)Memberikan penghargaan dan 4) Meberikan bantuan alat untuk pengolahan mangrove
Solusi Kendala Petani
1) Melaporkan jika terdapat penebangan kepada Polsek setempat; 2) Memakai kaus kaki berlapis-lapis disaat penanaman untuk melindungi kaki dari hewan laut yang dapat melukai kaki
Solusi Hambatan Petani
1) Memberhentikan penanaman saat air pasang; 2) Menunggu air pasang untuk mengirim bibit kelokasi penanaman menggunakan perahu; 3) Melakukan perawatan intensif untuk bibit yang barusaja dipindahkan ke pantai atau laut
Faktor Penghambat
Kendala Petani1) Penebangan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab; 2) Biota laut yang dapat melukai kakipetani seperti tiram saat penanaman; 3) Kendala alat pengering untuk pengolahan tanamanmangrove menjadi tepung
Hambatan Petani
1) Tidak dapat melakakukan penanaman apabila laut sedang pasang; 2) Tidak adanya air pasangyang membuat bibit tidak dapat dikirim ke lokasi penanaman menggunakan perahu; 3) Terdapatkritip-kritip yang menghambat pertumbuhan mangrove; 4) Biaya yang minim untuk prosesbudidaya
136
REDUKSI DATA PERILAKU PETANI PENGELOLA MANGROVE DI KECAMATAN
KADEMANGAN KOTA PROBOLINGGO
1. Kode Reduksi Data
Tema Keterangan Coding & Memoing
1
Perilaku Petani
Pengelola
Mangrove
A. Pengetahuan Petani Pengelola Mangrove
1. PMM : Manfaat Mangrove
2. PBM : Budidaya Mangrove
3. PJM : Jenis-jenis Mangrove
4. PMP : Mengolah Mangrove menjadi Produk
B. Sikap Petani Pengelola Mangrove
5. SP : Sikap Petani
6. SKP : Keikutsertaan Petani
C. Keterampilan Petani Pengelola Mangrove
7. KTB : Teknologi Budidaya
8. KTP : Teknologi Pengolahan Mangrove
2
Faktor
Pendorong Dan
Penghambat
Keberlanjutan
Pengelolaan
Mangrove
A. Faktor Pendorong Keberlanjutan Pengelolaan
Mangrove
1. FMP : Motivasi Petani Mengelola Mangrove
2. FDP : Dukungan Petani
3. FDI : Dukungan Pemerintah
4. FSP1 : Solusi Kendala Petani
5. FSP2 : Solusi Hambatan Petani
B. Faktor Penghambat Keberlanjutan Pengelolaan
Mangrove
6. FKP : Kendala Petani
7. FHP : Hambatan Petani
2. Kesimpulan Sementara
Tema 1 : Perilaku Petani Pengelola Mangrove di Kecamatan Kademangan
Kota Probolinggo
Coding 1 : Pengetahuan Petani tentang Manfaat Mangrove
Informan Manfaat Mangrove
1
Banyak itu, taunya kan mangrove itu gunanya bisa dimanfaatkan ee
apa budidaya tam ee kepiting, udang gitu pas bisa untuk
manfaatnya itu bisa kayak apa daunnya bisa dibuat botok, buahnya
bisa jadi kue, itu manfaatnya itu
1
Manfaatnya itu kerang banyak, pas lagi kayak tirem banyak itu,
jadi itu pendapatannya orang sini itu, itu manfaatnya banyak itu..
Diambil sini, kan tirem itu kan nempel sama mangrove akhirnya
banyak jadi diambil sma orang sini.. Tiram, kerang, kerang
panjang, kerang ijo, kupang, kerang manis
137
1
Kalau bogem itu bisa dibuat sirup.. Ee apa itu ck apa ya namanya
kata orang sini itu aduh kayak diambil airnya itu dah, sarinya itu..
Ee kalau yang tinjang yang panjang itu ee buahnya pentolnya itu
bisa dibuat pakannya ternak.. Itu, pakannya ternak. Pas batangnya
itu bisa dibuat kayak sabun, sabun kecantikan apa katanya, ada itu
di kalimantan itu katanya di kalimantan.. Yang kue itu dah, iya
tepungnya itu dah.. Yang api-api.. Ambil buahnya ya buahnya
2 Kalau mangrove itu pancungnya itu buat anu, apa dah, buat sabun
bisa
2 Sirup sirup, sirup, sabun bisa. Iya. Ibunya Ipin sma Edi bisa buat
tepung itu, sabun.. Banyak manfaatnya itu, buat beras bisa
2
Boh, ikan tambah banyak. Ikannya tambah banyak dibawahnya itu..
Iyaa, ada kepiting sama banyak disana.. Udang, ikan.. Ikan teri ada,
cumi-cumi ada, sembilang ada, ya keting, banyak disana
3
Manfaatnya yaa banyak, bikin tepung, gini itu wes manfaatnya,
kalau api-api bikin tepung, kalau pohon mangrovenya tinjang itu
jenis tinjang itu ya buat bibit, trus buat sirup, macem-macem wes,
pokok bahan anu wes pokoke kayak kue gitu
3 Ya itu wes apa namanya, kayak sirup, kue, terus ya tepung itu wes,
itu tok
3
Kalau kalau tinjangnya ya bibitnya, kalau lindur bibit cuma lindur
itu jadi sirup bisa, ya itu wes sirup, pas kalau tepung itu ya apa, api-
api tepung itu wes.. Prosesnya ya kadang-kadang kalau ada hari
kayak panas gini cepat. Kalau mendung lama udah
4
Manfaatnya ya banyak, nomer 1 ya abrasi, abrasi, keduanya itu apa,
menguntungkan petani tradisional, ee apa, seperti udang, kepiting,
kerang, apa, ee terus burung-burung, ee hewan-hewan apa, itu
berdatangan, karna apa, karna sudah mangrovenya sudah jadi.
4
Ee kalau kalau sudah tua memang kalau dibikin tepung, nah
tepungnya dibikin kue, ee terus apa, ya segala macem asal maulah
anunya, apa, asal yang ngelola keterampilannya apa, kue apa,
seperti yang terkenalnya kan brownies, terus apa, ee terus apa
namanya itu, bugis, terus apa lagi, banyak pokoknya sudah, istri
saya kalau ngelola itu kan banyak macemnya, ada roti kukus itu
4
Karna ada pendangkalan jauh, ada pendangkalan sampe berapa,
sampe bukan meteran, kiloan mulai 2005 sampe sekarang
pendangkalan kan sudah berkilo-kilo anu sudah, di pilang aja uda
ada 2 kilo ada, jadi ndak kemana-mana kalau ada banjir ada banjir
tanah itu apa, ditahan ditahan anu pohon mangrove, ditahan pohon
mangrove kalau ada banjir apa, juga sampah disana termasuk
ditahan mangrove, leh kalau ndak ada mangrove sampahnya ke
tengah lautan
4
Lah sampahnya trus masuk ke mangrove, lah itu menghambatnya
mangrove lagi, tapi lautannya agak bersih. Lah umpamanya ndak
ada mangrove tambah parah tambah parah, lah itu, mangkanya
membersih lingkungan lagi
138
4
Keuntungannya itu hutan mangrove dari awal saya itu sudah berte
tempatnya telur, apa, apa, tempatnya telurya apa, ikan-ikan aa jelas
sudah, ikan kan kalau telur itu bukan ditengah dipinggir seperti
udang, trus apa, ikan-ikan ya pokoknya ikan-ikanlah. Jadi kalau ada
sisa anu ya itu kalau netas di mangrove ada sisa anu itu coba itu
amati itu kan banyak ikan kecil-kecil sekali, itu menetasnya
4
Banjir bandang, ya mungkin kalau ada itu nyangkut ke mangrove,
kalau ada tsunami seandainya ada tsunami mungkin nyangkut ke
mangrove
5
Bikin obat nyamuk, kalau buah yang panjang itu. Kalau yang
pendek yang bulet-bulet bikin makanan nak ya bikin kue, bikin
mendut, bikin roti cake ya roti gulung, bikin apa saja lah pokoknya
kue
5 Kalau daunnya bikin botok lah nak, ndak ada lagi itu
5
..soalnya pancen dibawah itu kepiting, udang, ikan disana,
diakarnya itu.. Ya orang nak cari kepiting.. Orang jauh-jauh kesini
cari pake sepaton takut kena tirem luka nanti
5 Ada bikin bat-obatan, ada yang bikin kopi nak, cem-macem,
dikeringkan nanti bikin kopi
5 Sirup dari bogem yang kembangnya merah
Kesimpulan Sementara : Manfaat-manfaat tanaman mangrove bagi lingkungan
yakni mencegah abrasi pantai, mencegah banjir,
menahan desiran ombak laut/tsunami, membersihkan
laut dari sampah, tempat berkembang biak biota laut
adapun manfaat yang diambil petani yakni biota laut
seperti ikan, udang, tiram, kerang, kepiting, kupang
yang berkembang biak di bawah mangrove, sampai
menjadi bahan baku dari berbagai macam olahan dari
tanaman mangrove diantaranya tepung dari bijinya,
botok dari daunnya, sabun, sirup, obat-obatan, kopi,
teh, dan sentrat
Tema 1 : Perilaku Petani Pengelola Mangrove di Kecamatan Kademangan
Kota Probolinggo
Coding 2 : Pengetahuan Petani tentang Budidaya Mangrove
Informan Budidaya Mangrove
1
Buahnya diambil yang panjang itu ee taruh di olibek ditancapkan
gini aja.. Di olibek, olibek yang kecil-kecil itu, ditancapkan 9 ikat 9
ikat itu.. Keluar daun ya, nanti keluar daun dilepas ikatnya itu, nah
dilepas lalu diangkat, kan buatnya di darat itu, ditaruh di bawah di
apa di pantai iya, adaptasi
2 Buat bibitnya itu ambil anunya buahnya mangrove itu yang agak
tua sudah, yang sudah tua untuk ditandur sama polybag. Nah
139
munculnya itu bibitnya 3 minggu baru muncul anunya bodisnya
itu.. Ya ditandur sudah wes di lantai itu di pantai itu
3
Ya kan dari anu pertama lahan dulu, setelah lahan, apa, buat
bedengan, buat bedengan trus tanah, beli tanah, sesudah tanah,
plastik polybag. Setelah polybag, anu wes apa, suruh orang nganu
tanah itu loh, dari tanah ke plastik, sesudah itu yaa nanam wes..
perawatannya ya anu kasi air tok wes, kalau ada hama wes ya kasih
obat udah. Sama seperti anu wes sawah wes.. Iyaa. Kalau obatnya
ya pake obat kalau ada hamanya
3
Kalau disni, kalau kelurahan pilang masuk kelurahan pilang wes,
eh kelurahan ketapang itu jaraknya paling lebar 1 meter, paling
lebar itu wes, yang paling normal disini ya setengah meter
4
Nah mulai dari pembibitan itu, kan itu dari awalnya bikin anu
polybag, menata polybag, abis menata polybag nanti bibitnya kalau
sudah tua baru ditanam, ee sudah, kalau bibitnya sudah tua,
ngambil, ditanam, ditanam di polybag, dari polybag itu 4-5 bulan
bisa ditanam, bahkan nanti kalau anu sampe 1 tahunlah bisa masih,
kalau kelebihan seperti ini memang ndak layak sudah di anu sudah
ditebang
4
Bulan maret, bulan 3. Lah bulan 4, bulan 5 itu panen anu buahnya
itu ada sudah, anu yang api-api, kalau yang tinjang bulan 8 sampe
bulan 12, itu. Bulan 1, bulan 2 habis sudah kalau tinjang, kalau api-
api nah bar mulai berbuah, sampe bulan 6, itu api-api, ya sekarang
ya sedikit-sedikit ada bulan 3 sampe bulan 4, bulan 5, bulan 6
panen, jadi bulan 5, bulan 6 itu panen, panen anu apa, kalau disini
kan kadang-kadang ndak sama anunya, cuacanya dari desa anu,
kalau di kota probolinggo memang bulan 5, bulan 6 api-api, bulan
8, bulan 9, 10, 11 tinjang, lah itu masa panennya
4
Trus anu jaraknya ada yang 1 meter, ada yang 2 meter, lah itu ndak
papa, tambah tambah anu tambah anu ya kan tambah bagus, karna
apa? karna kalau umpamanya anu cepet perkembangannya, kalau
tanaman 1 meter persegilah bisa jadi hutan sungguhan, ya kalau
umpamanya 2 meter, 3 meter ada yang mati 2 jaraknya kan jauh
jauh, kan ndak semuanya hidup, pasti ada 80%, 70%
5 Itu ngambil buah nanti dikarantina dulu ya, anu ditanam dulu, nanti
jadi bibit keluar daun 2 sudah ditanam sudah nak, gitu gampang
Kesimpulan Sementara : Cara budidaya mangrove yakni membuat bibit dari
buah mangrove yang dipotong bagian atasnya untuk
tempat tumbuh tunas baru, kemudian ditanam didalam
polybag, saat bibit berumur 4-5 bulan atau sudah
keluar 2 daun maka bibit siap dipindakan dan ditanam
di pantai. Jarak tanam yang digunakan petani yakni 1-
3 meter. Masa panen buah mangrove berbeda setiap
jenisnya bekisar antara bulan 6-12
140
Tema 1 : Perilaku Petani Pengelola Mangrove di Kecamatan Kademangan
Kota Probolinggo
Coding 3 : Pengetahuan Petani tentang Jenis-jenis Mangrove
Informan Jenis-jenis Mangrove
1
Jenis kan adaa ada 3 kan jenisnya itu, ada tinjang, ada api-api, ada
bogem, kalau bogem bijinya kayak jambu, kalau bijinya ya jambu,
yang yang apa yang api-api kayak bawang bawang merah itu, yang
tinjang itu kayak apa itu buahnya itu klentang apa itu sayur ya itu,
ya kayak itulah buah panjangnya ya itu
2
Ya tinjang itu, tinjang. Mangrove itu ya, api-api, pas itu apalagi
hmm cuma 3, api-api, mangrove, eit itu lagi apalagi itu ya, cuma 2
api-api sama anu itu
3 Ya kalau jenisnya kayak api-api, tinjang, lindur, bogem, trus apa
lagi itu ya, wes itu aja wes
4
Kalau kalau bahasa anunya bahasa bahasa bahasa daerahnya
tinjang, bogem, apa trus, lindur, trus apa lagi, api-api, trus anu yang
yang yang dari brawijaya latihan teh dari surojuk surojuk
5
Ini sudah ada ini (menunjukkan foto di dalam brosur), ini ini yang
tinjang ya.. Api-api, ini lindur ini, ini tinjang ini buahnya
(menunjukkan foto di dalam brosur).. Iya api-api, lindur, ndak ada
sudah nak.
Kesimpulan Sementara : Jenis-jenis mangrove yang ditanam oleh petani yakni
lindur, bogem, api-api, dan tinjang
Tema 1 : Perilaku Petani Pengelola Mangrove di Kecamatan Kademangan
Kota Probolinggo
Coding 4 : Pengetahuan Petani Mengolah Mangrove menjadi Produk
Informan Mengolah Mangrove menjadi Produk
1
Bisa, itu cuma di buahnya api-api itu direndem satu malam lalu kan
kulitnya pisah sendiri direndem sama air itu.. nanti dikupas ambil
ee daging yang di dalam itu diambil, sesudah diambil lalu di
blender, setelah di blender langsung dijemur, lama prosesnya itu..
kalau ndak ada sinar matahari ya ndak bisa kalau ndak ada sinar
matahari
1
Kalau bijinya banyak kadang dibuat tepung kalau ada pesanan,
kalau ada pesanan bibit ya buat bibit gitu.. Ya direndem sama air
satu malam, nah yang tadi itu udah kulitnya terkelupas sendiri.. Iya
dikeringkan, ya paling lama udah 3 hari itu dah kalau ada matahari
1
Daunnya apai-api yang masih pucuk, pucuknya itu, masih yaaang
apa yang baru-baru itu, ya itu yang dipetik.. Dicuci, setelah dicuci
direbus, baru dikasih apa kayak tempe tahu dijadikan botok
1 Sirup dari bogem, ambil sarinya itu.. Direndem juga itu.. Direndem
141
ambil airnya, ampasnya buang sudah. Warnanya agak agaak ungu
1
Kalau yang buat sentrat itu? Yang tinjang yang besar ada pentolnya
itu, yang warnanya coklat.. Eee dikelola itu pake mesin itu yang
besar itu, dikelola dicampur dengan apa itu namanya kalau anunya
padi itu, ampasnya padi itu
2
Nanemnya anuu kalau kalau apa itu aduu tinjang sama pi-api itu
kalau buahnya bisa buat tepung, tapi diekom dulu 5 hari, mari 5
hari dijemur 3 hari, langsung diselep
3
Kayak anu, kayak api-api itu ngambil buah, setelah ngambil buah,
apa, ambil dalemnya sudah, dalemnya itu apa namanya ya, kayak
atinya itu leh dibuang, dikupas dulu pas atinya buang, trus
direndem dengan air, langsung udahh direndem dijemur. Setelah
dijemur dianu wes, diselep.. Iyaa, supaya jadi tepung
3 1 kilo itu 60 (Rp. 60.000), emak yang tau, kalau saya kan cuma
disuruh cari buah, cari wes
4
Iya saya mengolah sama istri saya .. Kayak direndem lah 2 hari,
trus ya kalau saya yang bikin, aa apa, kan getah-getahnya bisa
terangkat e rendem 2 hari sampe 3 hari, ndak direndem sebetulnya
ndak masalah, tapi kan ketir-ketirnya itu apa rasanya itu, ya ndak
ndak pait agak ketir-ketir, ke lidah itu rasanya agak ndak enak
sedikit, lah itu perlu proses, perlu proses, sebetulnya ndak papa
sebetulnya, tapi kan perlu proses bagaimana yang lebih enak lagi,
aa itu proses, sampe diselep, abis selep nanti, abis direndem diselep
trus dijemur
4
Latihan, itu bisa bisa jadi sabun, sabun cuci piring, nah itu, bogem
itu, itu perlunya di anu dulu di blender a blender, trus bijinya
disingkirkan, trus ada garam khusus lagi itu, garam khusus ya itu
bisa keluar busa, bagus hasilnya
4
Pucuknya itu pucuknya yang api-api, pucuk ya pucuk yang kan ada
daun yang lembek-lembek itu, kalau ndak lembek ndak enak.. ya
jadi anu, apa itu, yaa termasuk bikin botok lah, kan ada
campurannya tempe apa gitu lah, campurannya itu
5
Ya tepung nak, nanti dikupas kulitnya dibuang langsung diselep ya,
langsung diselep dicuci sampe bersih, sudah bersih dijemur ya,
selesai dijemur kering jadi tepung, kalau tepung itu bisa jadi apa
saja ya, kalau buahnya tua-tuanya itu nanti di anu dikupas buang
sama atinya buang semua ya itu direndem berapa hari 5 hari lah 4
hari ndak papa itu bikin kulek udah
5
Ya ngambil yang muda-muda diiris-iris langsung anu dulu
diremek-remek, lagsung digodok nak yo, nek wes empuk ntasen
trus marut klopo sudah dibumbui, botok sudah.
5 Ya di anu nak, digiling juga, kalau harum itu ya diambil sudah,
kalau ndak tua ndak bisa bikin sirup dah
5 sirup itu harganya 12 12 setengah 1 botol kecil (menunjukkan
ukuran botol sirup dengan tangannya),
5 ‘kalau botoknya sendiri buk?’1500 kok
142
Kesimpulan Sementara : Olahan produk mangrove yang pernah dihasilkan oleh
petani yakni tepung, sirup, botok, sabun, dan sentrat.
Produk-produk tersebut dijual dengan sistem pesanan.
Namun produk yang sering diual yakni tepung, sirup,
dan botok, sedangkan sabun dan sentrat tidak ada
permintaan dari konsumen. Pengolahan produk
diserahkan seluruhnya kepada istri Bapak Muchlis,
petani hanya berperan untuk mencari bahan dan
diongkos sesuai hasil.
Tema 1 : Perilaku Petani Pengelola Mangrove di Kecamatan Kademangan
Kota Probolinggo
Coding 5 : Keikutsertaan Petani Pengelola Mangrove
Informan Keikutsertaan Petani
1
Ya ikut serta, semuanya itu dilibatkan semua udah. Kayak polisi,
tentara, semuanya itu dah.. Kegiatannya, yaa.. bersih-bersih gitu
mbak.. Melestarikannya itu ya menanam, kalau ada yang mati apa
ditanam lagi, disulam
2 Iyaa. Kalau yang mati tanam lagi, disulam lagi
2
Ya disiram mbak, disiram, disemprot obat. Ya kiranya biar gak
dimakan belalang itu.. iyaa, dibawah itu dikasi anu itu apa itu
bambu itu, koyok opo iku pring ngene iku mbak, biar ndak anu opo
biar ndak menyelem
3
Iya pasti wes. Meskipun ada penanaman, ada apa, apa, latihan
pengolahan terus anu saya wes pasti ikut wes, anggep lah
kerjaannya saya wes gini... ya menanam, ya apa namanya, nyulam
itu, sudah nanam itu kan nyulam, kalau ada yang mati nyulam, ya
buat tepung itu, ya kalau musimnya ya buat tepung, kalau ndak ada
ya diam wes gini
4
Ee ya termasuk sudah nanam terus menjaga, menyulam, trus
menjaga untuk kelanjutan, itu, mungkin sulaman itu kalau ada
umpamanya ndak 100 80% 70% umpamanya ada penyulaman,
mungkin nanti ada dana lagi untuk penyulaman itu
5
Ada di bogor, ndak, prodok saya prodok. Saya soalnya bawa
prodok, ya bawa trasi, bawa ikan-ikan, macem-mcem udah alat-alat
pantai, itu saya nomor 1 disana.. Dari mangrove ini dari pantai, lain
lagi, tepungnya lain, ikannya lain, trasi lain, begini
Kesimpulan Sementara : Keikutsertaan petani dalam kegiatan pengelolaan
mangrove yakni diantaranya membuat bibit,
melakukan penanaman dan perawatan, penyulaman,
pengolahan, ikut menjaga, serta memperkenalkan
produk-produk olahan tanaman mangrove kepada
masyarakat luas
143
Tema 1 : Perilaku Petani Pengelola Mangrove di Kecamatan Kademangan
Kota Probolinggo
Coding 6 : Sikap Petani Pengelola Mangrove
Informan Sikap Petani
1
Ya setuju.. Ya itu kan sejuk lagi, ndak panas, e trus pendapatan itu
banyak, menambah penghasilan lagi itu, pas terus petani tambak itu
ya nambah penghasilannya itu.. Iya, dari mangrove itu. Banyak
manfaatnya mangrove itu
2
Setuju.. Ya itu ada apa ya, sukanya banyak manfaatnya. Ya
misalnya ada angin tsunami bisa didang, setuju. Disini setuju
semua kalau masalah mangrove itu, kalau bisa itu bentaun sudah
ditandur mbak sama Pak Mukhlis, satu tahun itu minimal 5000
kadang 10.000 gitu
2
Mendukung.. Karena itu sudah mbak, banyaknya manfaatnya, ini
buat apa ya buat tepung bisa buat sabun bisa krep bisa, buat
makanan bisa, buat tepung bisa, tepungnya itu biru mbak
3
Ya setuju.. ya karena uda banyak wes hehe udah banyak yang apa,
yang pesen gitu, banyak anak sekolah kegiatan-kegiatan itu, banyak
wes.. Kalau ya apa namanya yang kayak restoran minta ya itu wes
dapat keuntungannya
3
Mendukung.. karena ya sehari-harinya saya ini ya tercampur
dengan itu wes, kalau ada kegiatan terus ikut terus.. ya wes
sepenuhnya wes, dukungannya ya pokoknya wes tercampur ke
mangrove pasti anu saya wes pasti ikut
4
Ya setuju karna saya bisa hasil lah bisa ada tambahan penghasilan,
kan tepungnya saya jual 50 ribu, kalau ada pesen lah sekarang ada
pesen ada aja tapi ndak banyak
4
Ya mendukung sekali karna saya diuntungkan lagi.. ya ada
keuntungan dari mangrove mulai dulu, ke masyarakat juga
menguntungkan, kalau ndak menguntungkan ke masyarakat ya
ndak mau masyarakat kan.. yang paling setuju itu budidaya tambak
tradisional yang paling mendukung sekali, trus yang punya sawah
di deket pesisir itu mendukung sekali
5 Setuju nak, banyak, bu wali ya setuju semuanya mau nak.. Katanya
banyak vitaminnya nak
Kesimpulan Sementara : Sikap petani terhadap kegiatan pengelolaan mangrove
sangatlah setuju dan mendukung, hal ini dikarenakan
hutan mangrove yang memberikan banyak manfaat
serta keuntungan bagi petani dan masyarakat sekitar
yakni meningkatkan pendapatan yang diperoleh dari
penjualan produk mentah atau olahan yang berasal
dari hutan mangrove
144
Tema 1 : Perilaku Petani Pengelola Mangrove di Kecamatan Kademangan
Kota Probolinggo
Coding 7 : Keterampilan Petani dalam Menggunakan Teknologi Budidaya
Mangrove
Informan Teknologi Budidaya Mangrove
1
Bor, rafia untuk mengikat itu, bambu, polybag, ndak ada sudah..
Rafia itu untuk ngikat ke batang pohon mangrove sama bambunya,
pas kalau bornya itu untuk buat lobangnya itu, buat lobang kira-
kira 20 dalamnya udah, 20 cm udah dalamnya taruh udah.. Untuk,
kalau yang kan masih takut roboh itu buat tiangnya biar ndak
roboh. Kalau uda hidup nanti dibuka udah.. Kalau polybagnya ndak
usah dibuka udah kan tembus akarnya itu dah.. Buat tanahnya itu,
buat nampung tanah, buat bibit
2
Itu koyok koyok rajang iku sing bunder gawe lubang iku.. O itu
polybag kan.. Iyaa, bambu itu biar ndak anu biar ndak kena air
tanamannya.. Polybag itu ya? Ya dikasi tanah ya, langsung dikasi
bibit.. Bambu, buat anjir itu mbak. Nandur di laut ya, nah dikasi
bambu diikat ke tanamannya, biar ndak, sama rafia, biar ndak
goyang
3
Kalau nanemnya ya seperti anu, seperti kayak argo pengangkutan
itu leh, argo pas pas kayak barang, apa, kayak arit, kayak pacul itu..
ya buat itu, buat bedengan, kalau alatnya le kalau alatnya, ya butuh
apalagi, kayak tosa, kendaraan lah, butuh kendaraan untuk apa ya,
kalau ada ngangkut tanah, prahu lagi.. iya ngirim, kalau ngirim
misalnya yang mau ditanam daerah mana gitu, ya anu wes
3
Bor.. kalau ndak, kalau di polybag cuma apa, kayak bersih lah.. bor
itu untuk menanam, biar apa ya namanya ya, biar kalau apa ya,
kalau anak-anak nanam itu kan pake pisau, kalau sini kan ndak,
pake bor itu dah biar berlubang.. anjir, pake anjir.. dari bambu
4
Apa yaa, cuma alat-alat tradisional bor.. buat penanaman bor.. ya
fungsinya kan enak ngelobangi kalau nanam itu, enak ngelobangi,
ee trus pake anu pake pake tali harus lurus kalau penanaman dari
awal.. biar lurus tali itu
5
Besi.. Linggis anu, iya linggis.. Menanam buat bikin lobang.. Ini
atos kalau di pantai empuk (sambil menunjukkan cara kerjanya
ditanah).. Iyaa polybag, nanti hidup di polybag itu.. Kalau jauh
nanam ya pake perahu diangkut.. Oooh dikasi pring kasi pring nak,
katanya pak mukhlis itu biar berdiri biar ndak dingkluk-dingkluk
gini lah bibit disini, ini bibit ini anjeran dadi gini ini lah
(menunjukkan cara kerja pring atau bambu), ditaleni pake rafia
sudah berdiri
Kesimpulan Sementara : Teknolgi budidaya mangrove yang digunakan oleh
petani antara lain bor atau linggis dari besi yang
berfungsi untuk melubangi tanah di pantai, ajir dari
bambu dan tali rafia yang berfungsi menopang bibit
yang baru ditanam dilaut agar tidak roboh terkena
145
ombak, polybag sebagai wadah media tanam bibit,
pacul untuk membersihkan gulma disekitar bibit, dan
perahu untuk pengangkutan bibit yang akan ditanam
di wilayah lebih jauh.
Tema 1 : Perilaku Petani Pengelola Mangrove di Kecamatan Kademangan
Kota Probolinggo
Coding 8 : Keterampilan Petani dalam Menggunakan Teknologi Pengolahan
Mangrove
Informan Teknologi Pengolahan Mangrove
3
Pengelolaan itu ya bahannya kayak mesin, mesin selep itu, mesin,
mesin selep yang buat tepung itu wes, trus alatnya kayak apa itu
wes, saringan untuk anu menyaring ampasnya itu, sesudah digiling,
digilingnya itu 2 kali, iya 2 kali, sesudah digiling itu kan dijemur
lagi, di jemur langsung diselep lagi
4
Ya selep, selep biasalah selep tepung itu sudah, selep kopi bisa,
selep yang anu agak yang agak besaran ya juga bisa, pokoknya ya
bisa nyelep kopi bisa sudah
5 Ndak, mesin biasa mesin tarik.. Itu ada, ya mesin itu lah nak kopi,
apa saja tepung, selep
Kesimpulan Sementara : Teknologi pengolahan yang digunakan oleh petani
untuk membuat produk khususnya tepung mangrove
yakni mesin selep untuk menghaluskan biji
Tema 2 : Faktor Pendorong Dan Penghambat Keberlanjutan Pengelolaan
Mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo
Coding 1 : Faktor Pendorong (Motivasi Petani Pengelola Mangrove)
Informan Motivasi Petani Pengelola Mangrove
1
Awalnya itu diajak bapak itu, diajak bapak, “le ayo nanam
mangrove, buat mangrove” gitu.. Iya, bapak mulai dulu menanam
udah mulai kecil. Tapi dulu menanamnya bapak itu dibuat anu
dijual dulu, nanam, dulu kan masih ndak ada larangan kan, dijual
itu buat rumah gitu kayunya itu, dulu, nanam udah bapak itu, dibuat
dijual, kalau besar dijual, tanam lagi, ya sistim gini kalau panennya
dulu masih jamannya bapak
2
Ya kan ketuanya Pak Mukhlis, ya “siapa yang mau ikut saya
silahkan”, kan sudah di bayar itu dah sma Mukhlis, kalau satu hari
50 (Rp. 50.000)
3
Ya dulu, bapak ini kan, bapak saya Pak Mukhlis, Pak Mukhlis dulu
kan orang bawah wes, makan susah, yang dimakan itu cuma ya
pohon itu wes, kalau orang lain ndak tau, ndak ndak pernah nyoba,
146
cuma Pak Mukhlis ini makan sendiri ya katanya bapak itu
sepenting gak mabuk wes, kan dulu, sekarang ndak.. Iya ikut bapak
3
Yaa dari, dari apa ya, keuntungannya itu ya dapat hasil lah, dapat
hasil dari mangrove itu wes, ya cuma dari ongkos yang disuruh
sampe pengelolaan itu ya uda menghasilkan wes
4
Mulai dari orang mbah sampee saya kan ee pertama kali mbah saya
nanam disini, lah itu, saya mulai kecil sudah saya di mangrove,
saya mulai kecil pokoke ndak usah anu sudah mulai dari kecil
Kesimpulan Sementara : Motivasi petani untuk ikut mengelola hutan mangrove
diantaranya meningkatkan pendapatan petani dan
mengikuti jejak orang tua
Tema 2 : Faktor Pendorong Dan Penghambat Keberlanjutan Pengelolaan
Mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo
Coding 2 : Faktor Pendorong (Dukungan Petani)
Informan Dukungan Petani
1 Ya mendukung lah mendukung.. Bentuk dukungannya itu menjaga
itu, melestarikan sama-sama
1
Ya kalau ada orang ngambil itu ya dikasi tau udah kalau ini hutan
lindung ndak boleh ambil, kalau diambil itu kena hukuman
dendanya 1 milyar, ini ada plangnya ini timur itu
1 Ndak boleh sekarang udah, jangankan motong satu. Hutan lindung
sekarang itu
1
Menjaga itu dah, menjaga.. Yang khusus probolinggo itu kalau ada
pengajuan, kalau ada pengajuan dari pemkot, tanam di pantai
pilang, di mangunharjo gitu.. Menanam, anak sekolah itu, TK,
PAUD, SMA, yang paling sering ini SMA 2, paling sering itu dah
buat kegiatan kayak gitu
2
Iyaa, itu Pak Mukhlis itu setahun mesti nanduur, haa gitu. Sama bu
tinggi sini ya, tingginya Pak Faruq ya, “kalau bisa Pak Mukhlis
satu tahun nandur 5000 atau 10.000”, biar ndak musnah katanya
3
Yaa anu, apa namanya, supaya pohonnya itu kan anu, apa
namanya, kalau ada yang, apa namanya itu ya, nebang itu kan pasti
dijaga wes, kalau nebang kan ndak boleh, nebang itu ndak boleh.
4
Yaa trus ya menjaga, ee terus apa takut ada penebangan, ee terus
apa namanya ee kadang-kadang orang ini yang bahaya lagi kalau
ndak perduli tanaman kan di dalem itu banyak kepiting banyak
kerang, kadang-kadang itu kepiting dibawah mangrove itu
mangrovenya di anu sama iya, di rusak karena eman ke kepiting,
tapi itu kan kalau ketemu anak buah sayalah ya kena sanksilah, aa
trus bisa dilaporkan
5 Ya ndak nak ndak boleh emang, masi orang cari kayu ndak boleh
Kesimpulan Sementara : Dukungan yang diberikan petani untuk keberlanjutan
147
pengelolaan mangrove antara lain menjaga hutan
mangrove dari oknum-oknum tidak bertanggung
jawab yang dapat merusak habitat hutan mangrove
seperti melakukan penebangan, menghancurkan akar
pohon mangrove untuk mencari kepiting dan kerang
yang berada dibawah pohon mangrove, ikut
melestarikan hutan mengrove dengan melakukan
program penanaman setiap tahunnya bersama
masyarakat sekitar
Tema 2 : Faktor Pendorong Dan Penghambat Keberlanjutan Pengelolaan
Mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo
Coding 3 : Faktor Pendorong (Dukungan Pemerintah)
Informan Dukungan Pemerintah
1
Iyaa, setiap setiap gang setiap jalan menuju ke pantai itu ada,
dendanya itu tidak gung nanggung langsung 1 milyar.. 10 milyar..
Diancam berat itu, motong 1 gantinya ya 10 ribu eh 1000, 1000
bibit, motong 1 pohon itu gantinya itu
1
Ada, beli mangrove disuruh ditanam diii.. mana pantai yang kosong
gini, di probolinggo maksudnya kota probolinggo.. Yang menanam
kelompok sini.. Menjaga itu dah.. cuma itu menjaga itu menjaga
pasang plang-plang gitu udah, pasang tulisan-tulisan.. Peraturan,
larangannya ya gitu, itu aja itu dah
1
Cuma beli gini aja udah pemerintah, kalau modal gitu ya gak ada.
Kalau pemerintah beli itu buat sudah, buat banyak udah.. Ee
pengajuan ke pusat, pengajuan ke pusat untuk menanam mangrove
1
Peraturan-peraturannya itu yaa anu apa.. Ndak boleh motong, ndak
boleh ambil daunnya, ndak boleeh.. apa ya namanya itu obat obat
obat keras untuk dipinggiran orang cari ikan itu, itu larangannya
2
Iyaa, memang ada. Ada, di kota provinsi ada.. Itu uang buat bibit
itu, buat bayar orang-orang, buat beli polybag gitu.. Itu buat
proposal dulu, langsung kirim ke dinas.. Biasanya kirim ke kota..
Kantor perikanan, dari kantor perikanan langsung tembus kesana,
ke pusat, tunggu ituuu gak salah dulu itu 26 baru keluar, cari
uangnya. Waktu itu sma Mukhlis nandur 50.000, nandur 50.000
wes, orang itu gak salah itu orang 15 itu, 1 hari 50 (Rp. 50.000), itu
selesainya 2 minggu
2
Ya itu sudah ya, pak wali dulu sek Pak Buchori, Rukmini, sudah
nandur disana, di pinggiran itu. Pak Mukhlis kalau bisa setiap tahun
harus ada, kalau yang mati ditandur lagi, ya gitu. Memang ada
dukungan mbak dari walikota. Gubernur ada, Pak Karwo itu disini
sudah ada
3 Kalau yang kalau meneruskannya kan cuma kalau dari kota suruh
148
nanam gini itu ya terus wes, lahan kosong, ya dijatahi lahan kosong
itu wes
3
Ada, tapi tidak dipake.. Mesin, mesin selep itu.. Bukan ndak bisa,
hidup tapi kayak solarnya bocor, olinya, jadi kalau mengelola itu
kena ke tepungnya, kan bau kayak bau solar gitu
3 Yaa apa ya, ya kayak dapat penghargaan itu tok wes
3
Ya dana dikasi dana dengan pemerintah lagi, bantuan dana.. gini
kalau dana itu, apa, anu, apa namanya, kalau dana itu begini kalau
buat pembibitan itu dananya dari pemerintah gitu, dulu kalau
pemerintah buat itu leh, anggep punya pemerintah wes.. Iyaa. Ya
kalau pemerintah membutuhkan ya diambil wes gini, pake pake
bibitnya pemerintah itu
4
Ya ada dananya lewat rekening, beli ke saya, sistim beli. “saya
membeli bibit 10 ribu sma ajirnya sama anunya” uangnya dari
pemerintah sekian, nah sudah sudah di anu, sudah adayang sampe
45 (juta), 43 (juta) 10 ribu itu, sama pengangkutan segala macem
sudah, leh kan ada reng-rengan, ada apa namanya, adaa aduuh
apaa.. iyaa ada anggaran ada catetan dari di anu sudah,
pengangkutan sekian, dari dinas
5 Kalau dibantu masalah bibit bakau ini ndak pernah, kalau dibeli
pemerintah iya, proyek
5 Iya mendukung.. Ya proyek itu lah nak.. BLH yang buat, perikanan
ini (menunjuk pada plang) pelanggaran sumber jalil ya?.. Iyaa
Kesimpulan Sementara : Dukungan yang diberikan oleh pemerintah untuk
keberlanjutan pengelolaan mangrove diantaranya
mengajak masyarakat untuk melestarikan hutan
mangrove melalui peraturan terkait pengelolaan hutan
mangrove, serta membeli bibit dari petani untuk
ditanam disekitar wilayah pesisir pantai yang
memberikan tambahan penghasilan, memberikan
penghargaan, dan memberikan bantuan alat untuk
pengolahan mangrove yang memberikan motivasi bagi
petani untuk terus mengelola hutan mangrove
Tema 2 : Faktor Pendorong Dan Penghambat Keberlanjutan Pengelolaan
Mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo
Coding 4 : Faktor Pendorong (Solusi Kendala Petani)
Informan Solusi Kendala Petani
2 Ya Pak Mukhlis anu nyang Polsek, itu nyang polisi. Iya laporan,
katanya perikanan kalau ad apa-apa ke Polsek gitu
2 Iyaa, itu pake kaus kaki itu. Pake kaus kaki itu 3, 4 ituu, baru ndak
kenak wes
2 Pake kaus kaki.. Kalau pake kaus kaki, kaus kakinya yang suwek,
149
pake 3, 4 kaus kaki itu
Kesimpulan Sementara : Solusi kendala yang dihadapi petani antara lain
melaporkan jika terdapat penebangan kepada Polsek
setempat dan memakai kaus kaki berlapis-lapis disaat
penanaman untuk melindungi kaki dari hewan laut
yang dapat melukai kaki
Tema 2 : Faktor Pendorong Dan Penghambat Keberlanjutan Pengelolaan
Mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo
Coding 5 : Faktor Pendorong (Solusi Hambatan Petani)
Informan Solusi Hambatan Petani
1
Ya kalau air pasang berhenti dulu nanamnya, dilanjut besoknya
lagi. Nanamnya di laut ini cuma setengah hari, ndak sehari ndak,
setengah hari nanam setengah harinya uda pasang udah
1 Kan nimbali bibit itu kan pakek sampan, ya tunggu air besarnya itu,
pasangnya itu
4
Tunggu air pasang, ee kalau ada pengangkutan, terus jangan
disamakan penghijauan di darat kalau di darat kapan saja yang bisa,
kalau disini ya nunggu air, datangnya air jam 12 malam ya jam 12
malam diangkat
4 Untuk mengatasi itu harus dirawat sebetulnya, harus dirawat,
pokoknya jangan melampaui batas
Kesimpulan Sementara : Solusi hambatan yang dihadapi petani antara lain
memberhentikan penanaman saat air pasang,
menunggu air pasang untuk mengirim bibit ke lokasi
penanaman menggunakan perahu, dan melakukan
perawatan intensif untuk bibit yang baru saja
dipindahkan ke pantai atau laut
Tema 2 : Faktor Pendorong Dan Penghambat Keberlanjutan Pengelolaan
Mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo
Coding 6 : Faktor Penghambat (Kendala Petani)
Informan Kendala Petani
2 Sing ruwet gitu ada yang nebaang.. Iyaa, malam itu nebangnya,
malam
2 Tirem, kena kaki suwek itu
2 Itu cuncung itu.. Cuncung, lah iku ada anu iku leh sing kepiting
cilik, nah iku sing bahaya maneh iku, nek jojo uwong landep iku
3 Kendalanya ya pengering itu wes, pengeringnya itu yang susah,
kendalanya, kayak cari buahnya, kalau ya kalau ada, kalau ndak
150
ada, kendalanya itu. Kalau pas apa namanya itu, ck, kayak
pengeringan lah, pengeringan kan kalau ndak ada anu kan susah,
ndak cepet, maksudnya itu ndak cepet lah, pas kendalanya lagi dari
mesin lagi, dari mesin, sampe ibu saya ini sampe pake blender itu
leh, tapi dikit-dikit, lama
4
Aa tirem itu kan kalau air surut kan keliatan, nah itu yang ada
tiremnya itu ndak ditanami karna bahaya, lewat pinggir-pinggirnya,
tirem itu.
5 Kendala juga ndak ada? “ndak ndak ada”
Kesimpulan Sementara : Kendala yang dialami petani dalam kegiatan
pengelolaan mangrove di Kecamatan Kademangan
Kota Probolinggo terdiri dari kendala yang disebabkan
oleh; (a) faktor SDM yang belum sadar akan manfaat
lingkungan sehingga masih terjadi penebangan oleh
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, (b)
faktor alam seperti terdapat biota laut yang dapat
membahayakan kondisi petani, dan (c) faktor fasilitas
seperti tidak adanya alat pengering untuk pengolahan
tepung mangrove
Tema 2 : Faktor Pendorong Dan Penghambat Keberlanjutan Pengelolaan
Mangrove di Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo
Coding 7 : Faktor Penghambat (Hambatan Petani)
Informan Hambatan Petani
1 Hambatannyaa.. Kalau ndak ada air, ndak bisa nyampe bibit ke
lokasi penanaman
1 Kendalanya ya kalau air besar ndak bisa nanam, cuma airnya yang
surut bisa nanam, kalau pasang gak bisa.. Ya cuaca hujan gitu
3
Kalau kalau pembibitannya itu hambatannya ya cuma apa cuma
biayanya itu wes, biayanya. Kan sekarang ini semakin naik
semualah, tanah naik. Dulu mulai ongkosan anu, ongkosan 50,
sekarang ndak mau wes, 50 ndak mau, soalnya sekarang sawah aja
wes 50 setengah hari, berarti kan 1 hari
4
Ee ya kendalanya kalau ombak jangan ditanam dulu, kalau ombak
jangan ditanam, kalau air kalau pengangkutan kalau ada air pasang,
ya kan kan ndak ada jalan kalau selain perahu, lah seumpamanya
dari sini trus mau nanam kesana ya pengangkutan nanti datengnya
air pasang yang jadi kendalanya, ya itu cuma
4
Kendalanya lagi kalau nanam itu kalau melampaui batas itu ndak
mungkin jadi karna ada kritip-kritip.. akar tunjangnya itu ndak
keluar nempel dulu kritipnya, kritip-kritip itu menghambat jadi
ndak berhasil itu
5 Oh gak ada hambatan berarti buk ya? “ndak ndak ada”
151
Kesimpulan Sementara : Hambatan-hambatan petani dalam melakukan kegiatan
pengelolaan mangrove terdiri dari hambatan yang
disebabkan oleh; (a) faktor alam seperti adanya ombak
dan arus yang besar yang menunda proses penanaman,
tidak adanya air pasang yang membuat bibit tidak
dapat dikirim ke lokasi penanaman menggunakan
perahu, terdapat kritip-kritip yang menempel pada
bibit mangrove yang dapat menghambat pertumbuhan
dan perkembangan bibit, dan (b) faktor ekonomi yakni
keterbatasan modal petani untuk kegiatan pembibitan