PERENCANAAN TEKNIK JEMBATAN 1. PENGANTAR PERENCANAAN JEMBATAN
2. PERENCANAAN BANGUNAN ATAS
3. PERENCANAAN BANGUNAN BAWAH
4. PERENCANAAN PONDASI
ACUAN NORMATIF Permen PU No 19 PRT M 2011 Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan
Permen PUPR No. 41 PRT M 2015 Penyelenggaraan Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan
SE Menteri PUPR No 07-SE-M-2015 Pedoman Persyaratan Umum Perencanaan Jembatan
SNI 1725 – 2016 Pembebanan Untuk Jembatan
SNI 2833 – 2016 Perencanaan Jembatan Terhadap Beban Gempa
SNI 03-2850-1992 Tata Cara Pemasangan Utilitas di Jalan
SNI 8460 – 2017 Persyaratan Perancangan Geoteknik
RSNI T-03-2005 Standar perencanaan struktur baja untuk jembatan
RSNI T-12-2004 Standar perencanaan struktur beton untuk jembatan
BMS 92 Bridge Design Code vol 1 dan 2
BMS 92 Bridge Manual Design vol 1 dan 2
AASHTO LRFD Bridge Design Specifications 2017
Pengantar Perencanaan Jembatan
PENGERTIAN JEMBATAN JEMBATAN adalah suatu konstruksi yang dibangun untuk melewatkan massa (lalu-lintas, air)
lewat atas suatu penghalang.
KONSTRUKSI dibedakan atas Bangunan Atas dan Bangunan Bawah.
NOMENKLATUR, Penamaan konstruksi jembatan ditentukan oleh jenis bangunan atas dan
material (Gelagar Beton, Komposit, Pelengkung Beton, Prestressed, Rangka Baja, Gantung Baja,
Cable-Stayed)
Pengantar Perencanaan Jembatan
PEDOMAN UMUM BENTANG EKONOMIS
Bentang ekonomis jembatan ditentukan oleh penggunaan/pemilihan Tipe Main Structure & Jenis Material yang optimum.
Apabila tidak direncanakan secara khusus maka dapat digunakan bangunan atas jembatan standar Bina Marga sesuai bentang ekonomis dan kondisi lalu lintas air di bawahnya.
Pengantar Perencanaan Jembatan
KONDISI BATAS KONDISI BATAS ULTIMIT KONDISI BATAS LAYAN
Aksi-aksi yang menyebabkan sebuah jembatan menjadi tidak aman disebut aksi-aksi ultimit dan reaksi yang diberikan jembatan terhadap aksi tersebut disebut dengan keadaan batas ultimit. 1. Kehilangan keseimbangan statis karena sebagian atau seluruh
bagian jembatan longsor, 2. terguling atau terangkat ke atas; 3. Kerusakan sebagian jembatan akibat lelah/fatik dan atau korosi
hingga suatu keadaan 4. yang memungkinkan terjadi kegagalan; 5. Keadaan paska elastik atau purnatekuk yaitu satu bagian
jembatan atau lebih mencapai 6. kondisi runtuh. Pada keadaan plastis atau purna tekuk, aksi dan
reaksi jembatan diperbolehkan untuk didistribusikan kembali dalam batas yang ditentukan dalam bagian perencanaan bagi material yang bersangkutan;
7. Kehancuran bahan fondasi yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan atau
8. kehancuran bagian utama jembatan.
Keadaan batas layan akan tercapai ketika reaksi jembatan sampai pada suatu nilai sehingga: a) mengakibatkan jembatan tidak layak pakai, atau b) menyebabkan kekhawatiran umum terhadap keamanan jembatan, atau c) secara signifikan mengurangi kekuatan atau masa layan jembatan. Keadaan batas layan adalah suatu kondisi pada saat terjadi: a) perubahan bentuk (deformasi) yang permanen pada pondasi atau pada sebuah elemen penyangga utama setempat, b) kerusakan permanen akibat korosi, retak, atau kelelahan/fatik, c) getaran, dan d) banjir pada jaringan jalan dan daerah di sekitar jembatan yang rusak karena penggerusan pada dasar saluran, tepi sungai, dan jalan hasil timbunan.
Pengantar Perencanaan Jembatan
UMUR RENCANA JEMBATAN Umur rencana jembatan dibuat untuk masa layan selama 75 tahun, kecuali:
Jembatan sementara atau jembatan yang dapat dibongkar/pasang dibuat dengan umur rencana 20 tahun
Jembatan khusus yang memiliki fungsi strategis yang ditentukan oleh instansi yang berwenang, dibuat dengan umur rencana 100 tahun
Terdapat peraturan dari instansi yang berwenang yang menetapkan umur rencana yang lain
Pengantar Perencanaan Jembatan
POKOK-POKOK PERENCANAAN Kekuatan dan stabilitas struktur
Keawetan dan kelayakan jangka panjang
Kemudahan pemeriksaan dan pemeliharaan
Kenyamanan bagi pengguna jembatan
Ekonomis
Kemudahan pelaksanaan
Estetika
Dampak lingkungan minimal
KRITERIA PERENCANAAN: Peraturan yang digunakan Material/bahan yang digunakan Metode dan asumsi dalam perhitungan Metode dan asumsi dalam penentuan
tipe bangunan atas, bangunan bawah dan pondasi
Pengumpulan data lapangan Program komputer yang digunakan Metode pengujian pondasi
Pengantar Perencanaan Jembatan
GAMBAR RENCANA
1. Standar pendetailan, khususnya untuk baja dan beton bertulang, harus konsisten untuk seluruh gambar.
2. Komponen jembatan harus digambar sebagaimana tampak sebenarnya, hindari gambar bayangan dan pandangan dari sisi yang berlawanan.
3. Tiap dimensi ukuran ditunjukkan hanya satu kali saja.
4. Tiap komponen jembatan harus digambarkan secara detail sebisa mungkin pada 1 lembar kertas.
5. Seluruh gambar harus memiliki skala dan skala tersebut tercantum dalam gambar (misalnya skala 1:100 untuk potongan melintang dan denah jembatan serta skala 1:20 untuk gambar detail).
6. Prosedur standar (SOP) harus digunakan dalam menggambar jembatan dan membuat dimensi komponen termasuk format ukuran gambar, sampul, daftar isi, petunjuk arah, daftar simbol, rangkuman volume
SPESIFIKASI
Pengantar Perencanaan Jembatan
Spesifikasi dan gambar-gambar harus dapat menjelaskan pekerjaan dengan jelas, menyeluruh, dan tanpa ada interpretasi ganda. Spesifikasi harus menjelaskan metode-metode pelaksanaan, prosedur-prosedur dan toleransi-toleransi agar pembuatan dan pengawasan mutu terjamin.
PENYELIDIKAN LINTASAN AIR
Penyelidikan lapangan harus dilakukan pada seluruh rencana lokasi jembatan dengan mempertimbangkan :
1. Karakteristik hidraulik dari lintasan penyeberangan, termasuk permasalahan yang terjadi sebelumnya dan yang berpotensi akan terjadi, pada dan dekat dengan penyeberangan;
2. Kinerja hidraulika dari struktur yang ada di lokasi penyeberangan;
3. Hal-hal lain yang berhubungan dengan perencanaan hidraulika struktur.
PENEMPATAN PILAR DAN KEPALA PILAR JEMBATAN
Pilar harus direncanakan sedemikian sehingga :
a. Meminimalkan gangguan terhadap jalannya air;
b. Menghindari terperangkapnya benda yang hanyut;
c. Mengurangi rintangan terhadap navigasi; dan
d. Diletakkan secara paralel terhadap arah aliran sungai selama kondisi banjir rencana.
Pengantar Perencanaan Jembatan
PENENTUAN LEBAR, KELAS DAN MUATAN JEMBATAN
Penentuan Lebar Jembatan
Berdasarkan Muatan/Pembebanan
LHR Lebar jembatan (m) Jumlah lajur
LHR < 2.000 3,5 – 4,5 1
2.000 < LHR < 3.000 4,5 – 6,0 2
3.000 < LHR < 8.000 6,0 – 7,0 2
8.000 < LHR < 20.000 7,0 – 14,0 4
LHR > 20.000 > 14,0 > 4
Berdasarkan Lebar lalu-lintas
- Kelas A = 1,0 + 7,0 + 1,0 meter
- Kelas B = 0,5 + 6,0 + 0,5 meter
- Kelas C = 0,5 + 3,5 + 0,5 meter
- BM 100% : untuk semua jalan Nasional & Provinsi
- BM 70% : dapat digunakan pada jalan Kabupaten dan daerah Transmigrasi
Lebar minimum untuk jembatan pada jalan nasional
(SE DBM 21 Maret 2008 )
Pengantar Perencanaan Jembatan
PEMBEBANAN RENCANA BEBAN PERMANEN BEBAN TRANSIEN
MS beban mati komponen struktural dan non struktural jembatan
SH Beban akibat susut/rangkak SE Beban akibat penurunan
MA beban mati perkerasan dan utilitas TB Beban akibat rem ET Gaya akibat temperature gradient
TA gaya horizontal akibat tekanan tanah TR Gaya sentrifugal EU Gaya akibat temperature seragam
PL gaya-gaya yang terjadi pada struktur jembatan akibat pelaksanaan
TC Gaya akibat tumbukan kendaraan
EF Gaya apung
PR prategang TV Gaya akibat tumbukan kapal EWS Beban angin pada struktur
EQ Gaya gempa EWL Beban angin pada kendaraan
BF Gaya friksi EU Beban arus dan hanyutan
TD Beban lajur “D”
TT Beban lajur “T”
TP Beban pejalan kaki
Pengantar Perencanaan Jembatan
KOMBINASI PEMBEBANAN (CONT.) KEADAAN BATAS LAYAN:
Keadaan batas layan disyaratkan dalam perencanaan dengan melakukan pembatasan pada tegangan, deformasi, dan lebar retak pada kondisi pembebanan layan agar jembatan mempunyai kinerja yang baik selama umur rencana.
KEADAAN BATAS FATIK:
Keadaan batas fatik disyaratkan agar jembatan tidak mengalami kegagalan akibat fatik selama umur rencana. Untuk tujuan ini, perencana harus membatasi rentang tegangan akibat satu beban truk rencana pada jumlah siklus pembebanan yang dianggap dapat terjadi selama umur rencana jembatan.
KEADAAN BATAS KEKUATAN:
Keadaan batas kekuata disyaratkan dalam perencanaan untuk memastikan adanya kekuatan dan kestabilan jembatan yang memadai, baik yang sifatnya local maupun global, untuk memikul kombinasi pembebanan yang secara statistic mempunyai kemungkinan cukup besar untuk terjadi selama masa layan jembatan.
KEADAAN BATAS EKSTREM:
Keadaan batas ekstrem diperhitungkan untuk memastikan struktur jembatan dapat bertahan akibat gempa besar.
Pengantar Perencanaan Jembatan
PETA GEMPA 2017
UNTUK JEMBATAN: PERIODE ULANG GEMPA YANG DIGUNAKAN ADALAH PERIODE ULANG 1000 TH. (SNI 2833 – 2016)
Pengantar Perencanaan Jembatan
SEISMIC HAZARD Respon spektra percepatan dapat ditentukan baik dengan prosedur umum atau berdasarkan prosedur spesifik-situs. Prosedur spesifik-situs dilakukan jika terdapat kondisi sebagai berikut:
Jembatan berada dalam jarak 10 km dari patahan aktif.
Situs termasuk dalam kategori situs kelas F sesuai tabel di bawah ini.
Pengantar Perencanaan Jembatan
TAHAPAN ANALISIS STRUKTUR A. Analisis Statik
Dilakukan untuk dua kondisi, yaitu kondisi batas layan dan kondisi batas ultimate (dengan faktor-faktor beban yang disesuaikan)
Model dibuat untuk keseluruhan struktur dengan berbagai kondisi pembebanan, termasuk beban angin yang dianggap pendekatan angin statik dan gempa statik ekivalen jembatan.
B. Analisis Dinamik
Dilakukan untuk jembatan khusus dengan :
Gempa dinamis, menggunakan simulasi pada computer (Non Linear Time History Analysis & Multi Modal Pushover Analysis).
Angin dinamis, menggunakan simulasi pada komputer dan analisa model pada wind tunnel test dilaboratorium uji (BS 6399-2: 1997, Loading for Buildings – Part 2: Code of practice for wind loads).
C. Analisis Pada Masa Konstruksi
Dilakukan sesuai dengan tahap-tahap pengerjaan struktur sehingga setiap elemen struktur terjamin kekuatan maupun kekakuannya selama masa konstruksi (Forward & Backward Analysis).
Pengantar Perencanaan Jembatan
ALUR PEMBEBANAN (LOADS TRANSFER MECHANISM)
BANGUNAN ATAS
(pelat lantai, gelagar, cross beam, landasan)
BANGUNAN BAWAH
(kepala pilar, pilar, pile cap)
PONDASI
(telapak, sumuran, tiang pancang, bor pile)
Pengantar Perencanaan Jembatan
TEORI DASAR PERHITUNGAN STRUKTUR Persyaratan yang harus dipenuhi dalam melakukan perhitungan struktur jembatan:
Kesetimbangan, besarnya aksi yang bekerja sama dengan reaksi yang terjadi.
Kompatibilitas, untuk setiap level regangan, regangan yang terjadi pada baja tulangan nilainya harus sama dengan regangan yang terjadi pada beton.
Hubungan tegangan dan regangan (beton dan baja).
Pengantar Perencanaan Jembatan
TINJAUAN GAYA DALAM AKSIAL
LENTUR
GESER
KOMBINASI GESER + LENTUR (BALOK)
KOMBINASI AKSIAL + LENTUR (KOLOM)
TORSI
Pengantar Perencanaan Jembatan
STANDAR PERENCANAAN TEKNIS
Perencanaan Bangunan Atas
Peraturan Perencanaan Jembatan Indonesia
Bertujuan menjamin tingkat keamanan, kegunaan dan tingkat penghematan yang masih dapat
diterima dalam perencanaan struktur
Mencakup perencanaan jembatan jalan raya & pejalan kaki
Jembatan bentang panjang lebih dari 100 m dan penggunaan struktur yang tidak umum atau yang
menggunakan material dan metode baru harus diperlakukan sebagai jembatan khusus
Acuan perencanaan struktur jembatan
1. Bridge Design Code BMS’92, dengan revisi:
Pembebanan jembatan, SNI 1725-2016
Perencanaan Struktur Beton jembatan, SK.SNI T-12-2004 (Kepmen PU No. 260/KPTS/M/2004)
Perencanaan Struktur baja jembatan SK.SNI T-03-2005 (Kepmen PU No. 498/KPTS/M/2005
2. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk jbt, SNI 2883-2016
3. Bridge Design Manual BMS’92
STANDAR BANGUNAN ATAS JEMBATAN 1. Standar Bangunan Atas
Gelagar beton bertulang tipe T (6 – 25m)
Gelagar beton pratekan tipe I dan T (16 – 40m)
Girder komposit bentang 20 s/d 30m
Voided slab bentang 6 s/d 16m
Rangka baja bentang 40 s/d 60m
2. Standar Bangunan Pelengkap
Standard gorong-gorong persegi beton bertulang (box culvert) Single, Double, & Triple
`
Revisi dan pengembangan standar jembatan Bina Marga
Gelagar beton bertulang tipe T (simple & continuous beam)
Gelagar beton pratekan tipe I dan U
Girder komposit bentang 15 s/d 35m (simple & continuous beam)
Voided Slab Bentang 6 s/d 16m
Perencanaan Bangunan Atas
RUANG BEBAS HORISONTAL & VERTIKAL
Horizontal Clearance
Ditentukan berdasarkan kemudahan navigasi kapal
US Guide Specification, horizontal clearance minimum adalah
2 – 3 kali panjang kapal rencana, atau
2 kali lebih besar dari lebar channel
Ruang bebas horisontal dan vertikal di bawah jembatan disesuaikan kebutuhan
lalu lintas kapal dengan mengambil free-board minimal 1,0 meter dari muka air
banjir.
Ruang bebas vertikal jembatan di atas jalan minimal 5,1 meter.
Vertical Clearance
Ditentukan berdasarkan tinggi kapal yang lewat dalam kondisi balast dan
permukaan air tinggi
Tinggi kapal memperhitungkan kondisi kapal yang ada & proyeksi ke depan
Perencanaan Bangunan Atas
PEMBEBANAN RENCANA
Perencanaan Bangunan Atas
Perhitungan pembebanan rencana mengacu SNI 1725-2106, meliputi Beban rencana permanen, Lalu lintas, Beban akibat lingkungan, dan Beban pengaruh aksi-aksi lainnya.
1) Aksi dan Beban Tetap
Berat sendiri (baja tulangan, beton, tanah)
Beban mati tambahan (aspal)
Pengaruh penyusutan dan rangkak
Tekanan tanah. Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung dari sifat-sifat tanah
(kepadatan, kelembaban, kohesi sudut geser dan lainnya)
Perencanaan Bangunan Atas
2) Beban Lalu-lintas
a) Beban Lajur "D" ( UDL dan KEL)
Beban merata (UDL)
L < 30m q = 9 kPa
L > 30m q = 9 x ( 0,5+15/L ) kPa
Beban garis (KEL) P = 49 kN/m
DLA (KEL) = 0.4 untuk L < 50 meter
b) Beban Truk "T“ (semi trailer) T = 500 kN
DLA (T) = 0.3
Beban Lajur D
Beban Truk T
Beban lalu-lintas terpilih adalah yang memberikan total
gaya dalam yang maksimum pada elemen elemen
struktur jembatan.
c) Beban Rem
Nilai terbesar dari:
1. 25% berat gandar truk desain
2. 5% berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata
Bekerja setinggi 1800 mm di atas permukaan perkerasan.
c) Beban Pejalan Kaki
Intensitas beban pejalan kaki 5 kPa.
e) Beban Tumbuk pada Fender Jembatan
Pengaruh tumbukan kapal yang ditentukan oleh pihak yang
berwenang/relevan
Perencanaan Bangunan Atas
Perencanaan Bangunan Atas
3) Aksi Lingkungan
Aksi lingkungan termasuk pengaruh temperatur, angin, banjir, gempa, dan penyebab-penyebab alamiah lainnya.
Beban Perbedaan Temperatur
Perbedaan temperatur diambil sebesar 250C (temperature rata-rata minimum
adalah 150C dan temperature rata-rata maksimum adalah 400C).
Beban Angin
Beban Gempa
Pengaruh gempa rencana hanya ditinjau pada keadaan batas ultimit. Pemodelan
beban gempa menggunakan analisa pendekatan statik ekivalen beban gempa:
Teq = (C . I . WT)/R
Gaya aliran sungai
Hanyutan
Tekanan Hidrostatik dan Gaya Apung
Perencanaan Bangunan Atas
4) Aksi-Aksi Lainnya
Gesekan pada perletakan
Gesekan pada perletakan termasuk pengaruh kekakuan geser dari perletakan elastomer.
Pengaruh getaran
Beban pelaksanaan
Beban pelaksanaan terdiri dari beban yang disebabkan oleh aktivitas pelaksanaan itu sendiri dan aksi lingkungan yang mungkin timbul selama pelaksanaan.
DAFTAR BERAT BANGUNAN ATAS
Perencanaan Bangunan Atas
Panjang
Berat Baja
Permanen
Semi
Permanen
Transpanel A B
(m) (ton) (ton) (ton) (ton)
10
20
30
35
40
45
50
55
60
80
100
-
-
-
-
95
110
122
145
165
-
-
-
-
-
-
75
85
97
112
129
-
-
-
-
30
34
38
43
50
58
65
-
-
8
15
32
-
49
61
-
-
-
-
-
Panjang
Berat Baja
A B C
(m) (ton) (ton) (ton)
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
15
19
23
28
35
42
50
63
71
80
89
13
17
20
24
30
35
41
53
60
67
75
11
13
16
19
24
28
33
43
48
54
60
1. Rangka baja 2. Girder baja
Perencanaan Bangunan Atas
Pelengkung baja
Type
Bentang
(m)
Lokasi Berat (ton) Sket Jembatan
B 120 Rumbai
Arch
Floor
Hanger
:
:
:
293
180
26
Total
Rata-rata
:
:
500
4,16 ton/m
A 150 Kahayan
Arch
Truss
:
:
382
398
Total
Rata-rata
:
:
780
5,2 ton/m
A 200 Martadipura
Arch
Floor
Hanger
:
:
:
680
399
57
Total
Rata-rata
:
:
1136
5,7 ton/m
PEMODELAN STRUKTUR JEMBATAN
Metode Pendekatan (Aproksimasi)
Akurasi model tergantung pada asumsi awal yang digunakan
Selalu mulai dari model-model sederhana agar perilaku model dapat diuji keakuratannya
Perencanaan Bangunan Atas
PROGRAM ANALISIS STRUKTUR
Struktur
• RM Bridge
• Midas Civil
• CSI Bridge
• SAP 2000
• Lusas Bridge
• GT Strudl
Analisis Penampang
• Midas GSD
• Section Builder
• PCA Col
• Response 2000
Soil Structure Interaction
• Plaxis
• Midas GTS
• LPile
• All Pile
• FB Pier
• MS Excel
Perencanaan Bangunan Atas
TIPE PERHITUNGAN STATIK
◦ LINEAR STATIK
◦ NON LINEAR STATIK
DINAMIK ◦ MODAL ANALYSIS
◦ NON LINEAR TIME HISTORY
◦ WIND LOAD
STRUKTUR KABEL
BEBAN TEMPERATUR
LARGE DEFORMATION ◦ P ANALYSIS
◦ BUCKLING
• SERVICE/CONSTRUCTION
CONDITION
– STRESS
– DEFORMATION
– CRACK WIDTH
• ULTIMATE CONDITION
– SECTION CAPACITY
– NEED OF REINFORCEMENT
– PERFORMANCE
Perencanaan Bangunan Atas
CONTOH DESAIN JEMBATAN Desain jembatan beton dengan bentang 10 m dan potongan melintang seperti pada gambar di bawah ini. Jembatan berada di lingkungan yang korosif. Mutu beton yang digunakan adalah fc’ = 35 Mpa.
200
100070001000
9000
8001850185018501850800
500600
1000
Balok Gelagar
Satuan dalam mm
Latar belakang dan konsep dasar;
Philosophi dasar dari Analisis dan Desain;
Material: Beton dan Baja Prategang;
Sistem Penegangan
Syarat-syarat perencanaan
Beton Pratekan
Konsep Dasar Beton lebih kuat dalam kondisi tekan, namun lemah dalam kondisi Tarik, diberi tegangan tekan untuk mengimbangi/mengurangi tegangan tarik yang timbul
Keuntungan Beton Prategang Tak ada retak terbuka, sehingga lebih tahan korosi.
Permukaan jembatan Lebih kedap air.
Ada chamber untuk mengurangi lendutan.
Penampang struktur lebih kecil/langsing, karena seluruh luas penampang dapat digunakan secara efektif.
Bisa digunakan untuk bentang lebih panjang dibandingkan beton bertulang.
berat baja prategang jauh lebih kecil daripada jumlah berat besi beton.
Material Beton: mutu normal (35-60MPa) dan mutu tinggi (>60 MPa).
Tulangan prategang: sesuai dengan ASTM A421 (Kawat, strand, dan batang tulangan).
Penampang Balok Prategang Penampang I dan T-bulb
Penampang Box
Span A I Yb Sb St Penampang ft /
(m) in2 /
(cm2) in4 /
(cm4) in /
(cm) in3 /
(cm3) in3 /
(cm3)
AASHTO 1 30 - 45 276.00 22,744.13 12.59 1,806.61 1,475.87
(9.1) - (13.7) (1780.64) (946,682.12) (31.98) (29,605.09) (24,185.22)
AASHTO 2 40 - 60 369.00 50,978.74 15.83 3,220.54 2,527.36
(12.2) - (18.3) (2380.64) (2,121,895.52) (40.21) (52,775.15) (41,416.05)
AASHTO 3 55 - 80 559.50 125,390.35 20.27 6,184.95 5,071.08
(16.8) - (24.4) (3609.67) (5,219,140.35) (51.49) (101,353.19) (83,100.16)
AASHTO 4 70 - 100 789.00 260,740.61 24.73 10,541.86 8,909.29
(21.3) - (30.5) (5090.31) (10,852,843.43) (62.82) (172,750.08) (145,997.05)
AASHTO 5 90 - 120 1,013.00 521,162.59 31.96 16,308.47 16,788.17
(27.4) - (36.6) (6535.47) (21,692,424.73) (81.17) (267,247.90) (275,108.88)
AASHTO 6 110 - 140 1,085.00 733,320.29 36.38 20,156.88 20,587.69
(33.5) - (42.7) (6999.99) (30,523,095.12) (92.41) (330,312.08) (337,371.82)
Tulangan Prategang dan Angkur
(a) strand (7-wires strand)
(b) kawat tunggal
(c) high-strength bar
Strand, Baji dan Kepala Angkur
Tegangan Tarik minimum, fpu Nominal diameter
Luas Gaya Putus
minimum Tegangan tarik minimum, fpu Jenis material
mm mm2 kN MPa
Kawat (wire) 5 19.6 30.4 1550
5 19.6 33.3 1700
7 38.5 65.5 1700
7-wire strand 9.3 54.7 102 1860
super grade 12.7 100 184 1840
15.2 143 250 1750
7-wire strand 12.7 94.3 165 1750
Regular grade
Bar 23 415 450 1080
26 530 570 1080
29 660 710 1080
32 804 870 1080
38 1140 1230 1080
Sistem Penegangan Pra-tarik (Pretensioning)
Pasca-tarik (post-tensioning)
a. Tendon ditegangkan diantara abutment
b. beton dicor dan dilakukan curing.
c. tendon dilepas dan tegangan ditransfer kepada beton
Sistem Pra-tarik
b. Tendon ditegangkan dan prategang ditransfer
a. beton dicor dan dilakukan curing.
c. Tendon diangkur dan digrout
Selongsong hollow
Sistem Pasca-tarik
Post-Tension Bonded – terlekat dengan grout
Unbonded – tak ada lekatan
Selongsong tendon
Grout inlet
Kehilangan Prategang
Friksi (pasca-tarik saja)
Anchorage-seating
Elastic-shortening
Rangkak susut
Relaxation
Dudukan selip
Pemendekan beton saat gaya prategang bekerja
Penguluran pada kabel
Deformasi akibat beban tetap
Friksi (pasca-tarik saja) SOAL : Jembatan dua bentang box-girder yang ditarik di satu sisi.
DIBERIKAN :
Jumlah ti tik Analisis np 7
Jumlah bentang nb 2
Panjang Bentang Sb0 48m Sb1 42m
(bentang pertama) (bentang kedua)
Tendon
Material
Kabel Prategang
Jenis prategang Post "Ya" (Post-tension)
Jenis baja Low_relax "Ya"
Tegangan putus fpu 1860Mpa
Tegangan saat jack fpj 0.75 fpu
fpj 1.395 103
Mpa (maks.)
Tegangan leleh fpy 0.85 fpu
fpy 1581Mpa
Modulus elastisitas Eps 195000MpaKEHILANGAN AKIBAT FRIKSI
Koefisien friksi 0.15 (panjang frame < 180 m)
Koefisien wobble K 0.000661
m
Layout kabel
Lx0
0 yp0
1.05
Lx1
19.2 yp1
0.305
Lx2
43.2 yp2
1.32
Lx3
48 yp3
1.52
Lx4
52.2 yp4
1.32
Lx5
73.2 yp5
0.305
Lx6
90 yp6
1.05
Keterangan : Lx = jarak dari ujung penarikan kabel terhadap titik yang dittinjau. yp = elevasi kabel terhadap serat terbawah penampang.
Penyelesaian
Langkah 3: Menghitung rasio tegangan setelah friksi terhadap fo (= fpj)
Langkah 1:Menentukan beda tinggi y dan beda jarak L
Array spasi i 0 np 2( ) {bilangan 0,1,..,s/d 5}
yi ypi 1
ypi
Li Lxi 1
Lxi
Langkah 2:Menghitung perbedaan sudut vertikal (radian)
Segmen y (m) L (m) α = 2(y/L)
AB 0.745 19.200 0.078
BC 1.015 24.000 0.085
CD 0.200 4.800 0.083
DE 0.200 4.200 0.095
EF 1.015 21.000 0.097
FG 0.745 16.800 0.089
y L( )
=
Segmen μ α = 2(y/L) Σα Wobble, K L ΣL μΣα + KΣL e -(μΣα + KΣL)
AB 0.150 0.078 0.078 0.00066 19.20 19.200 0.024 0.976
BC 0.150 0.085 0.162 0.00066 24.00 43.200 0.053 0.949
CD 0.150 0.083 0.246 0.00066 4.80 48.000 0.069 0.934
DE 0.150 0.095 0.341 0.00066 4.20 52.200 0.086 0.918
EF 0.150 0.097 0.437 0.00066 21.00 73.200 0.114 0.892
FG 0.150 0.089 0.526 0.00066 16.80 90.000 0.138 0.871
Langkah 4: Menghitung kehilangan tegangan akibat friksi
ff fo fx fo 1 e KL( )
(Rumus)
ff fo 1 Rf
j 0 np 1( ) {bilangan 0,1,..,s/d 6}
ffj
0 j 0if
fpj 1 Rfj 1
otherwise
ff
0
33.507
71.798
92.369
114.4
150.208
180.203
MPa
fptj fpj ffj
j fptasal ff fpt
MPa MPa MPa
0 1395.000 0.000 1395.000
1 1395.000 33.507 1361.493
2 1395.000 71.798 1323.202
3 1395.000 92.369 1302.631
4 1395.000 114.400 1280.600
5 1395.000 150.208 1244.792
6 1395.000 180.203 1214.797
fpj
MPa( )
ff
MPa( )
0 20 40 60 80 1001200
1300
1400
fpt
MPa( )
Lx
Kehilangan Akibat Slip Angkur SOAL : Hitung kehilangan akibat slip angkur pada contoh 2.1.
Modulus elastisitas kabel Eps 195000MPa
Besarnya selip pada angkur L 0.0095 m
Jarak ke titik yang diketahui L L0 L1 L 43.2 m
Kehilangan akibat friksi sejarak L d ff2
d 71.798MPa
Langkah 1: Jarak yang terpengaruh oleh sl ip angkur, x
xEps L L
d x 33.386 m
Langkah 2: Kehilangan tegangan akibat anchor set
fa2 d x
L fa 110.975MPa
Langkah 3: Check tegangan pada posisi angkur setelah sl ip
(tegangan harus kurang dari 0.7fpu)
fa2 d x
L
Langkah 3: Check tegangan pada posisi angkur setelah slip
(tegangan harus kurang dari 0.7fpu)
fp fpj fa
fp 1284.025MPa < 0.7fpu 1.302 103
MPa OK!
Langkah 4: Tegangan prategang setelah sl ip angkur
Tegangan di ujung fpuj fpj fa
fpuj 1.284 103
MPa
fpt2j fpuj j 0if
min fptj fpuj ffj
otherwise
Redefinisi kehilangan akibat sl ip angku r
fa fpt fpt2
j fptasal fa fpt
MPa MPa MPa
0 1395.000 110.975 1284.025
1 1361.493 43.961 1317.532
2 1323.202 0.000 1323.202
3 1302.631 0.000 1302.631
4 1280.600 0.000 1280.600
5 1244.792 0.000 1244.792
6 1214.797 0.000 1214.797
fpt
MPa( )
fa
MPa( )
0 20 40 60 80 1001200
1250
1300
1350
1400
fpt
MPa( )
f pt2
MPa( )
Lx
Diberikan
Kehilangan Akibat Pemendekan Beton
Mutu beton si l inder fc 60MPa
Modulus elastisitas beton (28hari)Ec 4700 fc MPa
Ec 3.641 104
MPa
Mutu beton saat transfer fci 0.65 fc fci 39MPa
Modulus elastisitas beton initial Eci 4700 fci MPa
Eci 2.935 104
MPa
Luas penampang Ac j 6m2
Momen inersia Icj 3.764m4
Garis berat bawah ybj
1.05m
Radius girasi rIc
Ac
Berat isi beton c 24kN m3
Jumlah tendon ntd 4
Luas total kabel Aps 7200mm2
SOAL : Hitung kehilangan akibat pemendekan beton pasca-tarik pada contoh 2.1. a. Jika 2 tendon sekaligus dalam sekali penarikan b. Jika 1 tendon dalam sekali penarikan c. Jika semua ditarik bersamaan
Langkah 1: Menentukan eksentrisitas kabel
exj
ybj
ypj
m
j Lx ex
m m
0 0.00 0.000
1 19.20 0.745
2 43.20 -0.270
3 48.00 -0.470
4 52.20 -0.270
5 73.20 0.745
6 90.00 0.000
Lx
ex
m
Catatan:
tanda (+) dibawah cgc
Langkah 2: Hitung Momen akibat berat sendi ri
Qd 144 m-1
kN
MD x( )1
2Qd Lb x
Qd
2x
2
j Lj MD
m kN m
0 0.00 0.00
1 19.20 39,813.12
2 43.20 14,929.92
3 48.00 0.00
4 52.20 11,430.72
5 73.20 30,481.92
6 90.00 0.00
Langkah 3: Tegangan pada beton di level prategang
Gaya prategang saat transfer
(nawy membolehkan reduksi 10% , Pi = 0.9Pj)
Pi fpj Aps Pi 10044kN
fcsj
Pi
Ac j1
exj
2
rj 2
MDj
exj
Icj fcs
1.674
4.725
2.939
2.263
2.688
2.878
1.674
MPa
Catatan:
untuk losses tegangan tekan yang
menyebabkan losses)
Langkah 4: Kehilangan tegangan pada beton pra-tarik
nEps
Eci n 6.644
fES_pre n fcs (kehilangan pemendekan total
bi la terjadi pada pra-tarik)
Langkah 5: Kehilangan tegangan pada beton pasca-tarik
Untuk pasca tarik yang ditarik tidak bersamaan,
dengan kondisi penarikan sebaga i berikut:
a. Masing-masing penarikan per 2 tendon.
ntj 2
jumlah penarikan njntd
ntj nj 2
fES_post1
nj
i
i 1
nj 1
njfES_pre fES_post
5.561
15.696
9.764
7.519
8.931
9.561
5.561
MPa
b. Masing-masing penarikan per 1 tendon.
ntj 1
jumlah penarikan njntd
ntj nj 4
fES_post1
nj
i
i 1
nj 1
njfES_pre fES_post
5.561
15.696
9.764
7.519
8.931
9.561
5.561
MPa
c. Penarikan semua tendon sekaligus
ntj ntd ntj 4
jumlah penarikan njntd
ntj nj 1
fES_post1
nj
i
i 1
nj 1
njfES_pre fES_post
0
0
0
0
0
0
0
MPa
Kehilangan akibat pemendekan
fES fES_post Post "Ya"if
fES_pre otherwise
Tegangan prategang setelah pemendekan
fpt3j fpt2j fESj
j fptasal fES fpt
MPa MPa MPa
0 1284.025 0.000 1284.025
1 1317.532 0.000 1317.532
2 1323.202 0.000 1323.202
3 1302.631 0.000 1302.631
4 1280.600 0.000 1280.600
5 1244.792 0.000 1244.792
6 1214.797 0.000 1214.797
fpt2
MPa
fES
MPa
0 20 40 60 80 1001.2 10
9
1.25 109
1.3 109
1.35 109
f pt2
fpt3
Lx
Kehilangan Akibat Susut Beton
SOAL : Hitung kehilangan akibat susut beton pasca-tarik pada contoh 2.1 dengan menggunakan :
a. Metoda PCI
b. Metoda AASHTO
Jenis prategang Post "Ya" (Post-tension)
Jenis curing Moist "Ya" (moist curing)
Waktu setelah curing t 14 (hari)
Kelembaban relatif Rh 70 %( )
Asumsi : S 1 (Luas permukaan yang terekspos)
V 2 S V 2 (Volume beton)
Langkah 1: Hitung Kehilangan akibat Susut Beton
a. Rumus PCI (Metoda Ksh),
Ksh bernilai 1 untuk pratarik,
adapun untuk Pasca-tarik l ihat tabel dibawah
Ksht (hari) 1 3 5 7 10 20 30 60
Ksh 0.92 0.85 0.8 0.77 0.73 0.64 0.58 0.45
t
=
Ksh 0.694
fsh_1 8.2 106
Ksh Eps 1 0.006V
S
100 Rh
fsh_1 32.892MPa
b. Rumus AASHTO
fsh_2 117 1.03Rh MPa Post "Ya"i f
93 0.85 Rh MPa otherwise
fsh_2 33.5MPa
fshj
max fsh_1 fsh_2
max fsh_1 fsh_2 33.5MPa
Langkah 2: Tegangan prategang setelah susut
fpt4j fpt3j fshj
j fptasal fsh fpt
MPa MPa MPa
0 1284.025 33.500 1250.525
1 1317.532 33.500 1284.032
2 1323.202 33.500 1289.702
3 1302.631 33.500 1269.131
4 1280.600 33.500 1247.100
5 1244.792 33.500 1211.292
6 1214.797 33.500 1181.297
fpt3
MPa( )
fsh
MPa( )
0 20 40 60 80 1001150
1200
1250
1300
1350
fpt3
MPa( )
f pt4
MPa( )
Lx
Kehilangan Akibat Rangkak Beton SOAL : Hitung kehilangan akibat rangkak beton pasca-tarik pada contoh 2.1 dengan menggunakan :
a. Metoda AASHTO
b. Metoda ACI-ASCE
Diberikan
Jenis prategang Post "Ya" (Post-tension)
Beban mati superimposed Qsd 5.5kN
m
Langkah 1: Momen akibat superimposed
Beban mati superimposed
Qsd 5.5kN
m
MSD x( )1
2Qsd Lb x
Qsd
2x
2
j Lx MSD
m kN m
0 0.00 0.00
1 19.20 1,520.64
2 43.20 570.24
3 48.00 0.00
4 52.20 436.59
5 73.20 1,164.24
6 90.00 0.00
L x
M SD
kN m
MSD (x) adalah momen akibat beban mati superimposed yang didefinisikan sebagai fungsi terhadap jarak x dari ujung penarikan.
Langkah 2: Tegangan akibat superimposed
fcsdj
MSDj
Icjex
j
fcdpj
fcsj
fcsdj
j fcs fcsd fcdp
MPa MPa MPa
0 1.674 0.000 1.674
1 -4.725 0.301 -5.026
2 2.939 -0.041 2.980
3 2.263 0.000 2.263
4 2.688 -0.031 2.720
5 -2.878 0.230 -3.109
6 1.674 0.000 1.674
f cs
MPa
f csd
MPa
fcsd = tegangan akibat beban mati superim-posed di level tendon prategang. fcs = tegangan akibat beban mati berat sendiri balok di level tendon prategang.
Langkah 3: Menghitung kehilangan tegangan akibat rangkak
Rumus AASHTO
fcrj
12 fcsj
7 fcdpj
fcr
8.37
21.519
14.411
11.317
13.223
12.778
8.37
MPa
Rumus ACI-ASCE
Kcr 2 Post "Ya"i f
1.6 otherwise
Kcr 1.6
fcr KcrEps
Ec fcs fcsd fcr
14.346
43.073
25.542
19.398
23.309
26.641
14.346
MPa
Langkah 4: Tegangan prategang setelah rangkak
fpt5j fpt4j fcrj
j fptasal fCR fpt
MPa MPa MPa
0 1250.525 14.346 1236.179
1 1284.032 -43.073 1327.106
2 1289.702 25.542 1264.160
3 1269.131 19.398 1249.733
4 1247.100 23.309 1223.791
5 1211.292 -26.641 1237.933
6 1181.297 14.346 1166.951
fpt4
MPa
fcr
MPa
0 20 40 60 80 1001.1 10
9
1.2 109
1.3 109
1.4 109
f pt4
fpt5
Lx
Kehilangan Akibat Relaksasi SOAL : Hitung kehilangan akibat relaksasi pada contoh 2.1 dengan kondisi sebagai berikut :
a. tahap I, saat transfer gaya prategang
b. tahap II, saat beban superimposed diletakan
c. tahap III, setelah 2 tahun beban superimposed diletakan.
Diberikan :
Jenis baja prategang: Low_relax "Ya"
Tahap I, saat transfer
Lama hari sebelum transfer t1 18 hari( ) t0 1
Kehilangan akibat relaksasi saat transfer
fr1 fpjlog t1 24 log t0
10
fpj
fpy0.55
Low_relax "Ya"i f
fpjlog t1 24 log t0
40
fpj
fpy0.55
otherwise
fr1 30.547MPa
Tahap II, saat superimposed diletakan
Kehilangan setelah umur 30 harit2 30 hari( ) t1 18
Kehilangan akibat relaksasi umur 30 hari
fr2 fpjlog t2 24 log t1 24
10
fpj
fpy0.55
Low_relax "Ya"i f
fpjlog t2 24 log t1 24
40
fpj
fpy0.55
otherwise
fr2 2.571MPa
Tahap III, setelah 2 tahun superimposed diletakan
Kehilangan setelah umur 2 tahunt2 365 2 hari( ) t1 30
Kehilangan akibat relaksasi umur 30 hari
fr3 fpjlog t2 24 log t1 24
10
fpj
fpy0.55
Low_relax "Ya"i f
fpjlog t2 24 log t1 24
40
fpj
fpy0.55
otherwise
fr3 16.067MPa
fr fr1 fr2 fr3 fr 49.186MPa
Tegangan akhir prategang setelah relaksasi
fr fr1 fr2 fr3 fr 49.186MPa
fpt6j fpt5j fr
j fptasal fCR fpt
MPa MPa MPa
0 1236.179 49.186 1186.993
1 1327.106 49.186 1277.920
2 1264.160 49.186 1214.974
3 1249.733 49.186 1200.547
4 1223.791 49.186 1174.605
5 1237.933 49.186 1188.747
6 1166.951 49.186 1117.765
fpt5
MPa
fr
MPa
0 20 40 60 80 1001.1 10
9
1.2 109
1.3 109
1.4 109
f pt5
fpt6
fpt4
Lx
Kehilangan Total
SOAL : Hitung kehilangan total pada contoh 2.1:
Berdasarkan perhitungan pada contoh 2.1 s.d contoh 2.5 dapat dihitung kehilangan total sebagai berikut ;
ftotj
ffj
faj
fESj
fr fcrj
fshj
Post "Ya"if
fESj
fr fcrj
fshj
otherwise
ftot0
0
1
2
3
4
5
6
208.007
117.08
180.026
194.453
220.395
206.253
277.235
MPa
Persentase kehilangan total terhadap fpj
ftot
fpj 0
0
1
2
3
4
5
6
14.911
8.393
12.905
13.939
15.799
14.785
19.873
%
Metoda Perencanaan Perencanaan berdasarkan Batas Layan (PBL)
◦ Check tegangan
◦ check lendutan.
Perencanaan berdasarkan Batas Kekuatan Terfaktor (PBKT) ◦ Kapasitas nominal lentur, geser dan puntir
◦ Daerah pengangkuran.
Langkah-langkah Investigasi Analisis atau investigasi
Properti penampang, P dan eo, dan properti material
Periksa persyaratan tegangan terhadap tegangan ijin pada semua tahapan pembebanan
Periksa persyaratan kapasitas momen nominal terhadap momen rencana ultimate
Periksa persyaratan jumlah dan spasi tulangan sengkang
Periksa camber dan lendutan pada kondisi pembebanan short-term dan long term
Periksa persyaratan untuk kondisi khusus
Periksa biaya dan usulan perbaikan bila diperlukan
Langkah-langkah Desain
Asumsikan dimensi penampang, dan properti material
Periksa kembali persyaratan tegangan terhadap tegangan ijin pada semua
tahapan pembebanan bila diperlukan
Periksa persyaratan kapasitas momen nominal terhadap momen rencana
ultimate
Periksa persyaratan geser vertikal dan menentukan tulangan sengkang
Periksa camber dan lendutan pada kondisi pembebanan short-term dan
long term
Periksa persyaratan untuk kondisi khusus; tegangan end-block; prosedur
pelaksanaan; opening; tolerances; spasi kabel; kebakaran; retakan; dsb
Periksa biaya dan bila memungkinkan lakukan perubahan untuk
mengurangi biaya (bentuk dan dimensi penampang, properti material,
prosedur pelaksanaan, dsb)
Hitung kehilangan prategang; atau asumsi yang setara η = P/Pi
Menentukan P dan eo yang mungkin
Menentukan steel envelope atau batas aman kabel
Menentukan nilai eo di ujung balok atau di perletakan
Menentukan layout kabel yang memenuhi batas aman kabel
Periksa persyaratan momen nominal terhadap momen retak
Periksa persyaratan geser horizontal dan menentukan tulangan ties
Persamaan tegangan Pengaruh dari Serat
atas/bawah
Persamaan tegangan
atas
bcc
t
t
t
akA
M
rA
yM
S
M
I
yM
2
Momen Positif, M
bawah
tcc
b
b
b
bkA
M
rA
yM
S
M
I
yM
2
atas
21
r
ye
A
P
I
yeP
A
P to
c
to
c
a
t
co
cb
o
c S
Ae
A
P
k
e
A
P11
ob
t
ekS
P
Gaya prategang, P
dengan eksentrisitas
eo ke arah serat
bawah.
bawah
21
r
ye
A
P
I
yeP
A
P to
c
to
c
b
b
co
ct
o
c S
Ae
A
P
k
e
A
P11
to
b
keS
P
I = momen inersia penampang yt = jarak dari pusat penampang
(cgc) ke serat atas terluar yb = jarak dari pusat penampang
(cgc) ke serat bawah terluar = tegangan dalam beton secara
umum St = I/yt = modulus penampang
pada serat atas Sb = I/yt = modulus penampang
pada serat bawah
cAI
bcbbc yrASyAI 2
tcttc yrASyAI 2
r = = modulus penampang pada
serat bawah
= jarak dari cgc ke batas atas kern.
= jarak dari cgc ke batas bawah kern.
kt =
kb =
Dimana notasi-notasi itu adalah sebagai berikut:
Rumus Umum Tegangan (PBL)
ti
ttoi
c
i
aI
yM
I
yeP
A
P
min
ci
tboi
c
i
bI
yM
I
yeP
A
P
min
cs
tto
c
aI
yM
I
yeP
A
P
max
ts
tbo
c
bI
yM
I
yeP
A
P
max
Kondisi awal atau transfer:
Kondisi layan:
cs cf= 0,45
Dimana :
Tegangan ijin tekan
(kondisi layan)
cicif= 0,60
’
(kondisi transfer /sementara)
tscf= 0,5
Tegangan ijin tarik
= 0,25 cifti
= 0,5 cifti
(kondisi transfer /sementara selain diperletakan)
(kondisi layan)
(kondisi transfer /sementara diperletakan)
Contoh 3.1: Balok di atas perletakan sederhana
e0 P
e0 MDL
qDL
b
Diketahui :
P 525kN (gaya prategang setelah semua losses)
L 12m eo 200mm
b 300mm h 600mm
Mutu beton fc 50MPa
1. HItung tegangan ij in
Tegangan ij in layan
ts 0.5 fc MPa ts 3.536MPa (tarik)
cs 0.45 fc cs 22.5 MPa (tekan)
Tegangan ij in initial
ti 0.25 fc MPa ti 1.768MPa (tarik)
ci 0.6 fc ci 30 MPa (tekan)
2. Hitung Momen lentu r
Beban mati sendiri
qDL b h 25kN
m3
qDL 4.5kN
m
MDL1
8qDL L
2 MDL 81kN m
Beban hidup
qL 4kN
m
ML1
8qL L
2 ML 72kN m
Momen total
Mmax MDL ML Mmax 153kN m
3. Hitung Properti Penampang
Ib h
3
12 I 5.4 10
9 mm
4
Ac b h Ac 1.8 105
mm2
yth
2 yt 300mm
ybh
2 yb 300mm
StI
yt
St 1.8 107
mm3
ybh
2
StI
yt
St 1.8 107
mm3
SbI
yb
Sb 1.8 107
mm3
kt
Sb
Ac kt 100 mm
kb
St
Ac kb 100mm
4. Periksa tegangan pada serat atas dan bawah kondisi transfer
di midspan e eo e 200mm
asumsi : 0.83 PiP
a
Pi
Ac
Pi e
St
MDL
St
a 0.986 MPa ti 1.768MPa
(tarik)
b
Pi
Ac
Pi e
Sb
MDL
Sb
b 6.042 MPa ci 30 MPa
(tekan)
5. Periksa tegangan pada serat atas dan bawah kondisi layan
di midspan e eo e 200mm
aP
Ac
P e
St
Mmax
St
a 5.583 MPa cs 22.5 MPa
(tekan)
bP
Ac
P e
Sb
Mmax
Sb
b 0.25 MPa ts 3.536MPa
(tarik)
Balok pada contoh 3.1 akan digunakan untuk memeriksa lendutan
fc 50 MPa
fci 0.65 fc fci 32.5MPa
Ec 4700 fc MPa( ) Ec 33234.019MPa
Eci 4700 fci MPa( ) Eci 26794.122MPa
qDL 4.5kN
m
qL 2.5kN
m
Modulus elastisitas beton
Beban layan
beban hidup
beban mati
e 0.2 m
bs5
384
qDL L4
Ec I bs 6.77mm
a. Lendutan awal (initial)
- Chamber akibat prestress saja
- Defleksi akibat berat sendiri
- Defleksi jangka panjang oleh PCI Multipliers
pi
5 Pi e L2
48 Eci I pi 13.115 mm (ke atas)
(ke bawah)
1 1.85 bs 1.8 pi 1 11.082 mm (ke atas)
a. Lendutan akhir
- Defleksi akibat beban hidup merata, qLL
L
5
384
qL L4
Ec I
L 3.761mm (ke bawah)
kontrol defleksi, DL < L
80015mm OK !
- Defleksi jangka panjang total
2 2.45 pi 2.7 bs 2 13.852 mm (ke atas )
tot 2 1 L tot 0.991mm
(ke bawah)
- Defleksi total
Flow Chart Desain Ultimate
Input: Bentuk Penampang (T, I, Rectagular, Box),
b,d,bf,hf ,dp,fc,fps,fpu,fpy,fps,Es,Eps
MULAI
fps diketahui?
fpe = 0.5fpu?
Hitung fps dari
kompatibilitas regangan
Bonded?Rasio bentang-
terhadap-tinggi = 35?
fps = fpe + 70 + f’c/(100 p fps = fpe + 70 + f’c/(300 p
Hitung fps :
Ya
Tdk
Ya
Ya
Tdk
Tdk
YaTdk
Penampang
flens?
a = hf ?
)(
`ct
pc
pup
ppups
d
d
f
fff
11
wc
ysyspsps
bf
fAfAfAa
`.
`
850
Penampang
persegi
Penampang
flens
fwfcyspspspspw hbbffAfAfA )(`. 850
wc
pspw
bf
fAa
`.850
Over reinforce :
)..(` 2210801360 pwcn dbfM
)/()(`. 2850 fpfwfc hdhbbf
Over reinforce :
)..(` 2210801360 pcn bdfM
1360 .`)(/ pp ddp atau
Momen nominal :
)()/( pysppspwn ddfAadfAM 2
)/()(`. 2850 fpfwfc hdhbbf
1360 .)`(/ wwppw dd
Momen nominal :
)/()/( 22 adfAadfAM ysppspsn
`)/(` dafA ys 2
RSNI T12-2004 RSNI T12-2004
Tdk
Ya
YaTdk
Tdk
Ya
Tdk
Ya
A
Flow Chart Desain Lentur (PBKT)
Input: Bentuk Penampang (T, I, Rectagular, Box),
b,d,bf,hf ,dp,fc,fps,fpu,fpy,fps,Es,Eps
MULAI
fps diketahui?
fpe = 0.5fpu?
Hitung fps dari
kompatibilitas regangan
Bonded?Rasio bentang-
terhadap-tinggi = 35?
fps = fpe + 70 + f’c/(100 p fps = fpe + 70 + f’c/(300 p
Hitung fps :
Ya
Tdk
Ya
Ya
Tdk
Tdk
YaTdk
Penampang
flens?
a = hf ?
)(
`ct
pc
pup
ppups
d
d
f
fff
11
wc
ysyspsps
bf
fAfAfAa
`.
`
850
Penampang
persegi
Penampang
flens
fwfcyspspspspw hbbffAfAfA )(`. 850
wc
pspw
bf
fAa
`.850
Over reinforce :
)..(` 2210801360 pwcn dbfM
)/()(`. 2850 fpfwfc hdhbbf
Over reinforce :
)..(` 2210801360 pcn bdfM
1360 .`)(/ pp ddp atau
Momen nominal :
)()/( pysppspwn ddfAadfAM 2
)/()(`. 2850 fpfwfc hdhbbf
1360 .)`(/ wwppw dd
Momen nominal :
)/()/( 22 adfAadfAM ysppspsn
`)/(` dafA ys 2
RSNI T12-2004 RSNI T12-2004
Tdk
Ya
YaTdk
Tdk
Ya
Tdk
Ya
A
Contoh 4.1 : DESAIN BALOK PRATEGANG
SOAL : Desain jembatan bentang 36 m dengan balok girder T-Bulb AASHTO.
DIBERIKAN :
Panjang bentang jembatan Lsl 36 m
Jarak antar balok (as ke as) Lc 2.10m
Material
a. Beton :
Girder Pracetak
fc 45.65Mpa fc 45.65Mpa
Ec 4700 fc Mpa Ec 31755.448Mpa
fy 400 Mpa
Pelat :
fcp 29 Mpa
Ecp 4700 fcp Mpa Ecp 25310.275Mpa
b. Kabel Prategang (Jenis Relaksasi Rendah)
fpu 1860Mpa
fpy 0.9fpu fpy 1.674 103
Mpa
fpj 0.75 fpu fpj 1.395 103
Mpa (maks.)
fpi 0.7 fpu fpi 1302Mpa
fpeff 0.8 fpi fpeff 1041.6Mpa (asumsi
losses 20%)
Eps 195000Mpa
Diameter T endon s 12.7 mm
Luas efektif per tendon Ap1 98mm2
LANGKAH 1: M ene ntukan Dime nsi Penam pang
Penampang : AASHTO Tipe VI
h 1828.8mm
bf 1066.8mm
x1 127mm
x2 177.8mm
b2 711.2mm
x3 254mm
x4 203.2mm
bw 203.2mm
Momen inersia Ic 3.052 1011
mm4
Luas Penampang Ac 6.999986 105
mm2
Garis Berat Bawah Cb 924.068mm
Garis Berat Atas Ct h Cb Ct 904.732mm
Sec. Modulus T op StIc
Ct St 3.374 10
8 mm
3
Sec. Modulus Bottom SbIc
Cb Sb 3.303 10
8 mm
3
Radius Girasi rIc
Ac r 660.337mm
kbr2
Ct kb 481.961mm
ktr2
Cb kt 471.876mm
tebal pelat total (asumsi - trial) hslb 220mm
LANGKAH 2: Gaya Dalam
Faktor reduksi lentur 0.8
Faktor reduksi geser v 0.75
Berat jenis beton c 24 kN m3
Berat jenis beton prategang pt 25 kN m3
Berat jenis baja s 78.5 kN m3
Resume gaya dalam M + V dalam girder
Msdl 2.629 103
kNm Vsdl 292.068kN
Mdl 2.835 103
kNm Vdl 314.999kN
ML 1.418 103
kNm VL 157.584kN
Mu 1.3 Msdl Mdl 2.2 ML Mu 1.022 104
kN m
Mt 1.0 Msdl Mdl 1.0 ML Mt 6.882 103
kN m
Vu 1.3 Vsdl Vdl 2.2 VL Vu 1.136 103
kN
Vt 1.0 Vsdl Vdl 1.0 VL Vt 764.651kN
Keterangan :
Msdl = Momen akibat beban mati superimposed,
seperti pelat lantai dan aspal
Mdl = Momen akibat berat sendiri girder
ML = Momen akibat beban hidup
Vsdl = Geser akibat beban mati superimposed,
seperti pelat lantai dan aspal
Vdl = Geser akibat berat sendiri girder
VL = Geser akibat beban hidup
LANGKAH 3: Penentuan Tebal Pelat Lantai Je mbatan
Tinggi perlu flens untuk menahan momen Mu
Ac'Mu
0.68 h fc Ac' 2.251 10
5 mm
2
bila lebar pelat efektif di atas girder,
bpl Lc bpl 2100mm
maka tebal flens minimum,
hfAc'
bpl
hf 107.188mm < hslb 220mm
Ket "hslb > hf, OK"
Lebar effektif pelat , terkecil dari :
bpl min bw 16 hslb LcLsl
4
bpl 2100mm
Tebal minimum flens menurut AASHT O
tmin1.2 Lc 3m( )
30
tmin 204mm < hslb 220mm OK !
Ket "hslb > tmin, OK"
LANGKAH 4: M enghitung Sifat Penampang Kom posit
Modulus Elastisi tas Girder Ec 3.176 104
Mpa
Modulus Elastisi tas Pelat Ecp 2.531 104
Mpa
Rasio modulus ncEcp
Ec nc 0.797
Lebar sayap efektif bpl 2100mm
Lebar sayap tranform. be nc bpl be 1673.78mm
Luas Penampang Komposit
Ack Ac be hslb Ack 1.068 106
mm2
Garis Berat Bawah Komposit
Cbk
be hslb( ) hhslb
2
Ac Cb
Ack Cbk 1.274 10
3 mm
Garis Berat Atas Komposit
Ctk h hslb Cbk Ctk 774.942mm
Momen inersia Komposit
Ick Ic Ac Cbk Cb( )2
be hslb
3
12 be hslb Ctk
hslb
2
2
Ick 5.552 1011
mm4
Sec. Modulus T op StkIck
Ctk Stk 7.164 10
8 mm
3
Sec. Modulus Bottom SbkIck
Cbk Sbk 4.358 10
8 mm
3
LANGKAH 5: Es tim asi Luas Prategang
Eksesntrisitas Tendon
em h 200mm Ct em 724.068mm
Estimasi berdasarkan kondisi tegangan akhir pada serat bawah
e em e 724.068mm Ft 0MPa
Nilai awal Peff 1 kN
Given Peff
Ac
Peff e
Sb
Mdl Msdl
Sb
ML
Sbk Ft
Pf2 Find Peff( )
Pf2 5467.24kN
Estimasi berdasarkan kekuatan batas penampang
Aps 0.95 fpu 0.9 h hplt( ) Mu
ApsMu
0.8 h hslb( )[ ] 0.9 fpu Aps 4.657 10
3 mm
2
Pf3 Aps fpeff Pf3 4.851 103
kN
Gaya prategang efektif yang dibutuhkan
Pf max Pf2 Pf3( )( ) Pf 5.467 103
kN
ApsPf
fpeff Aps 5248.886mm
2
Menentukan jumlah strand
n_strand ceilAps
Ap1
n_strand 54
Aps n_strand Ap1 Aps 5292mm2
LANGKAH 6: M enghitung Kapasitas Mome n
Diameter tulangan Ds 16 mm 0.8
Luas per tulangan As1 0.25 Ds2
As1 201.062mm2
Lebar tekan balok bt be bt 1.674 103
mm
Luas penampang dari center ke sisi tarik
(Pendekatan At= 50% Ac)
At 50% Ac At 3.5 105
mm2
Pasang tulangan minimum
Asmin 0.4% At Asmin 1.4 103
mm2
Jadi banyaknya tul. tarik
ns ceilAsmin
As1
ns 7
Luas T otal tul. tarik Ast ns As1
Ast 1407.434mm2
Cover beton dc 40 mm
Leng. momen prategang komposit Ct 904.732mm
dp Ct hslb em dp 1848.8mm
Leng. momen tul. komposit
d h hslb dcDs
2 13mm d 1987.8mm
Pe fpeffAps Pe 5512.147kN
fpeff 1041.6Mpa 0.5 fpu 930Mpa .. OK!
maka : Nilai untuk p : 0.55 untuk fpy/fpu ³ 0.8
0.4 untuk fpy/fpu ³ 0.85
0.28 untuk fpy/fpu ³ 0.9fpy
fpu0.9
p 0.28
1 0.85 fc 30 Mpai f
0.65 fc 55 Mpai f
0.85 0.008fc
Mpa30
30 Mpa fc 55 Mpai f
1 0.725
pAps
Ack p 0.495%
c 0 c 0
tAst
Ack t 0.132%
t tfy
fc t 0.012
fps fpu 1p
1p
fpu
fc
d
dpt c( )
fps 1706.044Mpa
p pfps
fc p 0.185
Lebar stress blok pada beton
Tps fps Aps Tps 9.028 103
kN
Ts Ast fy Ts 562.973kN
aTps Ts
0.85 fc bt a 147.68mm < hslb 220mm
( OK )
Periksa Tulangan Maksimum
Berdasarkan ACI / NAWY (untuk balok segi-4)
p pfps
fc p 0.185 < 0.36 1 0.261
OK (j ika prestressed only)
pd
dpt c( ) 0.198 < 0.36 1 0.261
OK (j ika besi tulangan diperhitungkan)
Notes : j ika rasio tulangan < 0.361 maka under-reinforced,
j ika tidak maka over-reinforced.
OVER "Y" pd
dpt c( ) 0.36 1i f
"N" otherwise
OVER "N"
Berdasarkan AASHTO 3rd Edition 2004, Sec. 5.7.3.3
Kedalaman tulangan efektif pada penampang
deAps fps dp Ast fy d
Aps fps Ast fy de 1.857 m
ca
1 c 203.753mm
c
de0.11 < 0.42 OK.
OVER "Y"c
de0.42 1i f
"N" otherwise
OVER "N"
Mn Tps dpa
2
Ast fy da
2
Mn 17102.525kN m
OVER "Y"c
de0.42 1i f
"N" otherwise
OVER "N"
Mn Tps dpa
2
Ast fy da
2
Mn 17102.525kN m
LANGKAH 7: Periksa Momen Desain Ultimate
Momen Nominal Mn 17102.525kN m
Periksa :
Mn 13682.02kN m > Mu 10222.851kN m
check apakah Mn > Mu j ika ya --> OK
LANGKAH 8: Per iksa M om en Des ain Minimum Perlu
Ac 699998.6mm2
Ic 3.052 1011
mm4
Pe 5.512 103
kN
Tegangan tarik retak fr 0.7 fc Mpa fr 4.73Mpa
Menghitung momen retak penam pang
Tegangan serat bawah girder akibat beban layan total, Mt
faktPe
Ac
Pe e
Sb
Mdl Msdl
Sb
ML
Sbk
fakt 0.163 Mpa
Momen untuk meretakan penampang adalah
Mcr fr fakt( ) Sbk Mt
Mcr 9013.961kN m
Periksa rasio momen kapasitas te rhadap momen retak
Mn
Mcr1.52 > 1.2 ...OK!
LANGKAH 8: Per iksa M om en Des ain Minimum Perlu
Ac 699998.6mm2
Ic 3.052 1011
mm4
Pe 5.512 103
kN
Tegangan tarik retak fr 0.7 fc Mpa fr 4.73Mpa
Menghitung momen retak penam pang
Tegangan serat bawah girder akibat beban layan total, Mt
faktPe
Ac
Pe e
Sb
Mdl Msdl
Sb
ML
Sbk
fakt 0.163 Mpa
Momen untuk meretakan penampang adalah
Mcr fr fakt( ) Sbk Mt
Mcr 9013.961kN m
Periksa rasio momen kapasitas te rhadap momen retak
Mn
Mcr1.52 > 1.2 ...OK!
Merencanakan kapasitas geser balok T pada contoh 4.1.
Bentang L 36 m
Penampang
Tinggi penampang h 1.829 m
Lebar badan bw 0.203 m
Ac 7 105
mm2
Yt 904.732mm
Sb 3.303 108
mm3
Pe 5512.147kN Aps 5292mm2
dp 1.849 m
fpePe
Aps fpe 1041.6MPa > 0.4fpu 744MPa
layout kabel mengikuti persamaan parabolik sebagai berikut:
ex x( ) 1 x2
1 x 1
1 0.0022 m-1
1 0.0805 1 0 m
check ex 0.5L( ) 0.724 m = em
Material ex 0.5L( ) 0.724 m = em
Material
Faktor reduksi 0.75
Kuat tekan beton fc 45.65Mpa
Tegangan leleh tul.fy 400Mpa
Beban
Qgir 17.5kN
m Qsdl 16.226
kN
m Qll 8.755
kN
m
QuDL 1.3 Qgir QuDL 22.75kN
m
QuSDL 1.3 Qsdl QuSDL 21.094kN
m
QuLL 2.2 Qll QuLL 19.261kN
m
Qu QuDL QuSDL QuLL Qu 63.105kN
m
Qu QuSDL QuLL Qu 40.355kN
m
Diagram momen
0 10 20 300
5000
1 104
1.5 104
MuDL x( )
kN m( )
Mu x( )
kN m( )
Mu x( )
kN m( )
xDiagram Geser
0 10 20 302000
1000
0
1000
2000
VuDL x( )
kN
Vu x( )
kN
Vu x( )
kN
x
Gaya-gaya dalam :
Saat beban layan belum bekerja (geser hanya ditahan oleh girder saja)
beban konstruksi yang bekerja = 1 kN/m2
MuDL x( ) QuDLL
2x
x( )2
2
VuDL x( ) QuDLL
2x( )
Mu x( ) QuL
2x
x2
2
Vu x( ) QuL
2x( )
Mu x( ) QuL
2x
x( )2
2
Vu x( ) QuL
2x( )
x1h
2 x2 0.25L x2 9 m x3 0.5L x3 18 m
Momen
Mu1 Mu x1( ) Mu1 1012.272kN m
Mu2 Mu x2( ) Mu2 7667.228kN m
Mu3 Mu x3( ) Mu3 10222.97kN m
Geser
Vu1 Vu x1( ) Vu1 1078.183kN
Vu2 Vu x2( ) Vu2 567.943kN
Vu3 Vu x3( ) Vu3 0 kN
Jarak serat atas ke pusat prategang, dp
dp1 Yt ex x1( ) dp1 0.976m
dp2 Yt ex x2( ) dp2 1.448m
dp3 Yt ex x3( ) dp3 1.629m
Persyaratan Geser menurut ACI :
0.4 fpu 744Mpa < fpe 1041.6Mpa
dapat menggunakan metoda sederhana sebagai berikut :
Vc1
20
fc
MPa( ) 4.8
Vu dp
Mu
Vu dp
Mu1
Vu1 dp1
Mu11.04
Vu2 dp2
Mu20.107
Vu3 dp3
Mu30
vc11
20
fc
Mpa 4.8 1
Mpa vc1 5.138MPa
vc21
20
fc
Mpa 4.8 0.107
Mpa vc2 0.851MPa
vc31
20
fc
Mpa 4.8 0
Mpa vc3 0.338MPa
1 (untuk beton norm al)
vc1 0.4 fc Mpa( ) vc1 0.4 fc Mpai f
6fc MPa( )
vc1
6fc MPa( )i f
vc1 otherwise
vc1 2.703Mpa
vc2 0.4 fc Mpa( ) vc2 0.4 fc Mpai f
6fc MPa( ) vc2
6fc MPa( )i f
vc2 otherwise
vc2 1.126Mpa
vc3 0.4 fc Mpa( ) vc3 0.4 fc Mpai f
6fc MPa( ) vc3
6fc MPa( )i f
vc3 otherwise
vc3 1.126Mpa
Saat beban layan bekerj a
Pada ti tik 1: x1 0.914 m
Vu1 1078.183kN > vc1 bw dp1 402.167kN
maka diperlukan tulangan geser tidak minimum
Menentukan spasi, s sact 250mm (praktis)
s min
0.75 h
600mm
sact
s 250mm
Luas tul. minimum Avminbw s
3 fyMpa Avmin 42.333mm
2
Menentukan luas tulangan geser, Av
Av1Vu1
vc1 bw dp1
s
fy d Av1 283.402mm
2
Luas tul. geser dia 13 mm
Av1act 0.25 dia2
2 Av1act 265.465mm2
> Av min atau
Av 1 ..OK!
Pada ti tik 2: x2 9 m
Vu2 567.943kN < vc2 bw dp2 248.461kN
maka diperlukan tulangan geser minimum
Menentukan spasi, s sact 400mm (praktis)
s min
0.75 h
600mm
sact
s 400mm
Luas tul. minimum Avminbw s
3 fyMpa Avmin 67.733mm
2
Menentukan luas tulangan geser, Av
Av2Vu2
vc2 bw dp2
s
fy d Av2 214.295mm
2
Luas tul. geser dia 13 mm
Av2act 0.25 dia2
2 Av2act 265.465mm2
> Av min atau
Av2..OK!
Pada ti tik 3: x3 18 m
Vu3 0kN < 0.5 vc3 bw dp3 139.763kN
maka tidak diperlukan tulangan geser, namun praktisnya dipasang
tulangan minimum.
Menentukan spasi, s sact 400mm (praktis)
s min
0.75 h
600mm
sact
s 400mm
Luas tul. minimum Avminbw s
3 fyMpa Avmin 67.733mm
2
Luas tul. geser dia 10 mm
Av2act 0.25 dia2
2 Av2act 157.08mm2
> Av min atau
Av2..OK!
Analisis Struktur Statis Tertentu:
◦ Struktur sederhana
◦ Struktur kantilever
Statis Tak Tentu/Menerus ◦ Tumpuan sendi
◦ Tumpuan kolom
Analisa Struktur Balok Sederhana (Simple-Beam)
h
b
Diketahui :
P 525kN (setelah semua losses)
q 7kN
m
L 12m eo 200mm
b 300mm h 600mm
Modulus elastisitas beton Ec 25000MPa
Momen inersia Ic1
12b h
3 Ic 5.4 10
3 m
4
1. Mencari kebutuhan gaya prategang, P (optimum)
Besarnya P dapat diperoleh dari 2 buah persamaan lendutan pada tabel 3.3a sub bab 3.6
EI
w 4
384
5
Simple span dengan beban merata: w q
EI
Peee ece
86
5 2
Simple span dengan bentuk parabolik:
Dengan memasukan nilai ee 0 ec eo maka diperoleh
Popt1
8
q L2
ec
Popt 630kN
Diagram momen
0 5 10
200
100
100
200
Mq x( )
kN m
Mqp x( )
kN m
xDiagram Geser
0 5 10
60
40
20
20
40
60
Vq x( )
kN
Vqp x( )
kN
x
4. Menghitung lendutan
x( )q x
24 Ec IcL
32 L x
2 x
3 0.5L( ) 14mm
p x( )qp x
24 Ec IcL
32 L x
2 x
3 p 0.5L( ) 11.667 mm
2, Mencari beban merata ekivalen dengan gaya P aktual
qp 8
P ec
L2
qp 5.833kN
m
3. Menghitung Gaya Dalam
Akibat q
Momen : Mq x( )q L
2x
1
2q x
2
Geser: Vq x( )q L
2q x
Akibat qp
Momen : Mqp x( )qp L
2x
1
2qp x
2
Geser: Vqp x( )qp L
2qp x
0 5 10
0.02
0.01
0.01
0.02
x( )
p x( )
x
Komponen Gelagar Box Beton
Potongan MelintangFoundation Substructure Superstructure
Plate (1)
Pile plate (2)
Bored pile (3)
Driven pile (4)
Box abutment (5)
Spill through abutment (6)
Columns, piers (with 2 or more bearings) (7)
Breast wall (8)
Wing wall (9)
Back wall (10)
Edge beam (11)
End diaphragm (12)
Bridge seat (13)
Support walls (14)
Bridge seat beam (15)
Access chamber (16)
Bearing (can be fixed or allow movement) (17)
Expansion joint (18)
Transverse diaphragm (19)
Box girder web (20)
Top slab (area between the webs) (21)
Top slab (cantilever section) (22)
Bottom slab (23)
Fascia beam (24)
Guard rail (25)
Railing (26)
Sealing membrane (27)
Wearing surface (28)
Drain inlet (29)
Cross drain (30)
Longitudinal drain (31)
Metode Konstruksi
Segmental side by side
Incremental launching
Progressive cantilever
Balance cantilever
Cable stayed
Keuntungan Box Girder Beton Kekakuannya yang cukup tinggi dikombinasikan dengan beban mati yang cukup kecil, menghasilkan nilai perbandingan beban mati dengan beban hidup yang memadai.
Kekakuan torsional yang tinggi yang dapat memberikan kebebasan dalam melakukan pemilihan mengenai perletakan dan alinyemen jembatan.
Kemungkinan penggunaan ruang di dalam gelagar box tersebut.
1 Konsep Desain
keputusan mendasar mengenai tipe konstruksi, panjang bentang dan perbandingan, dan tipe-tipe penampang melintang yang digunakan
2 Desain Pendahuluan
pemilihan mengenai dimensi dasar untuk elemen-elemen penampang melintang, bentuk dan jumlah dari tendon dan penulangan, tebal pelat dan web, dan studi optimasi mengenai bentang dan bentuk penampang melintang
3 Desain Rinci
bentuk atau ukuran tertentu mengenai penampang melintang sementara dengan mempertimbangkan baik beban-beban selama konstruksi dan beban rencana normal pada struktur yang sudah selesai, ukuran tendon, penulangan, dimensi komponen struktural, serta rencana urutan pemasangan dan penyambungan. Analisis relatif detail untuk mempertimbangkan keseluruhan beban-beban utama dan kondisi yang mana akan mempengaruhi perilaku dari struktur
4 Verifikasi
studi yang dilakukan setelah keseluruhan elemen terpasang untuk memeriksa tegangan dan deformasi struktur dan perilakunya di bawah semua kondisi pembebanan yang kritis
5 Dukungan lapangan
pemeriksaan mengenai gambar kerja, tegangan selama pemasangan oleh kontraktor, urutan penarikan secara rinci, dan pengembangan dari defleksi yang terjadi dan informasi penyambungan untuk panduan dari tenaga kerja di lapangan
6 Perubahan
menyediakan informasi yang cepat pada tenaga lapangan dan kontraktor mengenai kelayakan teknis dari perubahan-perubahan yang diajukan dalam disain yang membutuhkan tanggapan secepatnya mengenai keputusan teknis
Parameter Desain
Ketinggian konstan vs bervariasi;
Perbandingan bentang terhadap tinggi jembatan;
Jumlah gelagar box yang sejajar;
Bentuk dan ukuran dari masing-masing gelagar box, meliputi jumlah web, kemiringan web, ketebalan web serta flens bawah;
Aksesibilitas/pemeriksaan dari struktur atas.
Pemilihan Tinggi Gelagar Ketinggian balok gelagar yang konstan merupakan suatu pilihan yang termudah dan memberikan
solusi terbaik untuk bentang pendek dan moderat sekitar 260 ft (80 m). Jembatan dengan ketinggian
konstan tersebut juga digunakan sebagai alasan estetika untuk bentang hingga 450 ft (137 m). Apabila
bentang meningkat, besarnya momen lentur akibat beban mati di dekat pilar memerlukan suatu variasi
dari ketinggian struktural; sehingga akan lebih ekonomis untuk membuatkan variasi pada penampang.
Pertimbangan Desain Arah Melintang
Design of Box Girder
Cross Section
Possible Cross
Sections
Supports
Construction Method
Bridge Finishes +
Form
Proportion
Use
Possible Cross Section
Single Cell
Multiple Cell
Constant or Varying
With or without Diaphragma
Supports
Pier wall with multiple Bridge Bearings
Several Individual Piers
Single Middle Piers
Suspended from Bridge Centerline
Suspended from both sides of cross section
Construction Method
Stationery falsework
Incremental launching
Formwork girder
Free cantilever
Launching girder
Precast elements
Use
Pedestrian
Automobile
Utilities
Widening
Proportions
Length of cantilever
Web inclination
Dimensions
Longitudinal/transverse stiffness
Bridge Finishes + Form
Guard rail
Railing
Web inclination
View from below
Aspek yg Dipertimbangkan (Balanced Cantilever)
Terdapat porsi kecil dari struktur atas pada pilar yang dibuat melalui perancah (cetakan) dan biasanya didisain sebagai ‘pier table’ (meja pilar). Pada kasus cor di tempat untuk jembatan menggunakan konstruksi segmental, pier table tersebut harus cukup panjang untuk meletakkan dua traveler yang saling membelakangi (biasanya 30 ft (10 m) – 40 ft (12 m) panjang). Pier table tersebut biasanya dibuat dengan panjang ½ segmen keluar untuk meminimalkan pengaruh ketidak-seimbangan selama konstruksi segmen.
Perencana harus melakukan perhitungan awal mengenai konstruksi kantilever dengan penempatan segmen terakhir untuk mendapatkan kisaran awal mengenai n kebutuhan luasan kabel pratekan dan pemeriksaan beban-beban pada penampang pilar.
Untuk struktur yang lebih besar, penggunaan pilar ganda bisa menguntungkan untuk mengurangi kekakuan lateral untuk temperatur dan beban gempa dan akan efisien untuk menahan momen konstruksi segmental yang besar.
Aspek yg Dipertimbangkan (Balanced Cantilever) – cont.
Untuk struktur yang lebih kecil dengan kantilever lantai jembatan yang pendek yang digunakan untuk sistem drainase dapat menyulitkan pemasangan sebagai akibat dari adanya konflik antara tendon kantilever dan kotak drainase atau perpipaan.
Minimalkan variasi (khususnya panjang segmen). Standardisasi merupakan kunci untuk mengefektifkan biaya disain segmen. Batasi ukuran dari tendon kantilever menjadi satu ukuran untuk keseluruhan proyek.
Untuk mengurangi perawatan di masa mendatang, maksimalkan panjang dari kesinambungan struktur atas untuk meminimalkan jumlah exspansion joints dan penggunaan bearing. Apabila bearing digunakan, rencanakan untuk penggantian bearing tersebut di masa mendatang.
Pada konstruksi kantilever seimbang, ujung bentang biasanya memiliki bentang sebesar 0.6L sampai 0.8L dari bentang sebelumnya dan seringkali nilai perbandingan yang digunakan adalah 0.5L sampai 0.6L.
Ketika menggunakan nilai perbandingan untuk ujung bentang sebesar 0.5L, mungkin diperlukan adanya pemberat (counter weight) untuk mencegah adanya gaya angkat dan apabila ujung bentang tersebut memiliki nilai perbandingan lebih dari 0.5L, ujung bentang tersebut biasanya dikonstruksi secara cor di tempat menggunakan perancah dan dihubungkan dengan bagian kantilever melalui ‘closure’.
Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan fabrikasi dan pencetakan segmen biasanya adalah antara 3 – 6 hari dengan diikuti penarikan kabel setelah pencetakan selesai pada hari berikutnya.
KONSEP PERANCANGAN
Perencanaan Bangunan Bawah
1. Memiliki dimensi yang ekonomis
2. Terletak pada posisi yang Aman, terhindar dari kerusakan akibat Kikisan Arus air, penurunan tanah, longsoran global dan gempa
3. Kuat menahan beban berat struktur atas, beban lalu lintas, beban angin dan beban gempa.
4. Kuat menahan tekanan air mengalir, tumbukan benda hanyutan, tumbukan kapal, dan tumbukan kendaraan
LANGKAH-LANGKAH PERANCANGAN 1. Menentukan letak Kepala jembatan dan pilar, berdasarkan Bentuk penampang sungai,
permukaan air banjir, jenis aliran sungai, dan statigrafi tanah.
2. Menetukan bentuk dan dimensi awal kepala dan pilar jembatan yang sesuai dengan ketinggian dan kondisi sungai.
3. Menentukan bentuk pondasi yang sesuai dengan kondisi tanah dibawah kepala dan pilar jembatan
4. Menentukan beban-beban yang bekerja pada kepala dan pilar jembatan.
5. Melakukan perhitungan mekanika teknik untuk mendapatkan gaya-gaya dalam.
6. Menentukan dimensi akhir dan penulangan berdasarkan gaya-gaya dalam tersebut.
Perencanaan Bangunan Bawah
PENENTUAN LETAK JEMBATAN Peletakan jembatan didasarkan kepada:
Aliran air dan alur sungai yang stabil ( tidak berpindah-pindah)
Tegak lurus terhadap sungai
Bentang terpendek ( lebar sungai terkecil)
Bentuk Jembatan:
Tergantung bentang dan jenis sungai
Material yang digunakan
Bentang lebih pendek Bentang lebih panjang
Perencanaan Bangunan Bawah
KETENTUAN-KETENTUAN UMUM
Bidang Datar : min. 5 m Tanjakan / Turunan: 1:30 untuk V > 100 km/jam 1:20 untuk V 60 s/d 100 km/jam 1:10 untuk V< 60 km/jam
Clearence / jagaan Untuk banjir 50 tahunan: 0,5 m ; Sungai pengairan 1,0 m ; Sungai alam yang tidak membawa hanyutan 1,5 m ; Sungai alam yang membawa hanyutan 2,5 m ; sungai alam yang tidak diketahui kondisinya 5,0 m ; Bersilangan dengan jalan raya 5.1 m ; Bersilangan dengan jalan tol ≥15m ; Bersilangan dengan laut atau sungai yang dilewati kapal
Perencanaan Bangunan Bawah
Kepala jembatan adalah struktur penghubung antara jalan dengan jembatan dan sekaligus sebagai penopang struktur atas jembatan.
Penentuan Letak Kepala Jembatan Kepala jembatan sedapat mungkin diletakkan pada :
a. Pada lereng/dinding sungai yang stabil
b. Pada alur sungai yang lurus
c. Pada bentang yang pendek
Penentuan Bentang/jarak antar Kepala Jembatan Penentuan jarak antara dua kepala jembatan (L) didasarkan kepada jenis sungainya.
L
MAB
MAN
Kepala Jembatan
Kepala Jembatan
a b
Untuk Kondisi: • Bukan sungai limpasan banjir • Air banjir tidak membawa hanyutan
2
a bl
Untuk Kondisi: • sungai limpasan banjir • Air banjir membawa hanyutan
l b
Perencanaan Bangunan Bawah
KRITERIA DESAIN KEPALA JEMBATAN Tidak ditempatkan pada belokan luar sungai
Tidak ditempatkan pada aliran air sungai
Tidak ditempatkan diatas bidang gelincir lereng sungai.
Tidak ditempatkan pada lereng sungai jika digunakan pondasi dangkal
Pondasi kepala jembatan diupayakan untuk ditanam sampai kedalaman pengaruh penggerusan aliran air sungai
Perencanaan Bangunan Bawah
DIMENSI KEPALA JEMBATAN Bahan Kepala Jembatan Pasangan batu kali : Type Gravitasi
Beton bertulang : Type T dan Type T dengan penopang
Perencanaan Bangunan Bawah
DETAIL KEPALA JEMBATAN
Struktur kepala jembatan yang
diperkuat dengan penopang
Perencanaan Bangunan Bawah
PERMASALAHAN PADA KEPALA JEMBATAN
Perencanaan Bangunan Bawah
Fungsi : - Penahan beban
struktur atas
- Struktur pembatas
antara jalan dengan
sungai
Penempatan: diusahakan untuk
tidak ditempatkan
pada belokan sungai
untuk menghindari
scouring
Jika terpaksa harus dilakukan
perbaikan dinding sungai dan
Dasar sungai pada bagian yang
akan terkena scouring
METODE PERBAIKAN
Perencanaan Bangunan Bawah
Perbaikan dinding sungai: - Turap baja - bronjong ( Pas. Batu kosong dengan ikatan kawat ) - dinding penahan ( pas. batu kali, beton ) - dinding pelindung ( pas. batu kali, lempengan plat beton)
Perbaikan Dasar sungai: - Pasangan batu kali
- Beton
- Pas. Batu kosong dengan tiang cerucuk
KRITERIA DESAIN PILAR JEMBATAN
Perencanaan Bangunan Bawah
Tidak ditempatkan ditengah aliran air sungai.
Jika pilar ditempatkan pada aliran sungai maka pilar dibuat sepipih mungkin dan sejajar dengan arah aliran air.
Bentuk disarankan bulat atau lancip (streamline).
Untuk daerah rawan gempa diupayakan untuk tidak menggunakan pilar tunggal.
Jika menggunakan pondasi dangkal, pondasi ditanam dibawah dasar sungai sampai batas pengaruh gerusan aliran air sungai.
PILAR JEMBATAN Jenis :
Pilar tunggal
Pilar masif
Pilar Perancah
Bahan : Pasangan batu kali,
Beton dan Baja
Pilar tunggal Pilar Perancah / Portal Pilar masif
Fungsi :
Penopang struktur atas
Menyalurkan berat struktur
atas ke tanah
Pemakaian
h : 5 ~ 15m h : 5 s/d 25 m h : 5 s/d 15 m h : 15 s/d 25 m
Perencanaan Bangunan Bawah
PILAR JEMBATAN PASANGAN BATU KALI d = 0,8 ( 0,8 + 0,12 h + 0,025 w )
d = tebal dinding bagian atas pilar
Dinding semakin kebawah semakin
tebal dengan kemiringan 1:20
h = tinggi pilar dari dasar sungai
sampai tumpuan girder.
w = jarak dua tumpuan antara pilar
dengan kepal jembatan atau
antara pilar dengan pilar.
Permukaan air banjir
Lebar Jembatan
d
0,5m
Perencanaan Bangunan Bawah
PILAR JEMBATAN BAJA
Perencanaan Bangunan Bawah
Pilar dari baja digunakan dengan pertimbangan:
- Aliran air sungai cukup deras
- Mengurangi hambatan aliran air
- Mudah dikerjakan
Masalah Pada pilar Jembatan
Gaya aliran air pada pilar
Pilar tidak sejajar dengan arah aliran air, menyebabkan local scouring
Kerusakan akibat scouring
Perencanaan Bangunan Bawah
Perencanaan Bangunan Bawah
Pilar tunggal pada jembatan jalan raya Pilar tunggal pada jembatan KA
Pilar Masif Pilar Perancah
Reaksi Perletakan (Jbt Gelagar Std. Kls. A)
Bentang
(m)
B. Mati
(ton)
B. Hidup (tanpa
kejut) (ton)
B. Hidup (dengan
kejut) (ton)
B. Hidup + B.
Mati (ton)
22 164.647 92.073 105.982 270.629
25 189.114 104.073 114.982 304.096
28 214.338 113.073 123.982 338.320
31 257.102 120.799 131.708 388.810
34 285.453 125.984 136.894 422.347
37 334.353 131.181 142.090 476.443
40 366.987 136.385 147.294 514.281
Perencanaan Bangunan Bawah
Reaksi Perletakan (Jbt Gelagar Std. Kls. B)
Bentang
(m)
B. Mati
(ton)
B. Hidup (tanpa kejut)
(ton)
B. Hidup (dengan
kejut) (ton)
B. Hidup + B. Mati
(ton)
22 136.328 82.721 92.757 229.085
25 256.538 90.371 100.407 256.946
28 177.357 98.021 108.057 285.414
31 212.162 104.499 114.535 326.697
34 235.479 108.640 118.676 354.155
37 275.215 112.790 122.827 398.042
40 301.958 116.948 126.985 428.943
Perencanaan Bangunan Bawah
Reaksi Perletakan (Jbt Komposit Kls. A)
L (m) B. Mati B. Hidup
B. Hidup +
Kejut Total
(M) (H) (K) M + H + K
8 35.925 47.273 56.677 92.602
10 46.121 52.273 61.364 107.485
12 55.925 57.273 66.070 121.995
14 69.378 62.273 70.795 140.173
16 82.453 67.273 75.537 157.990
18 94.163 72.273 80.294 174.457
20 105.959 77.273 85.065 191.024
Perencanaan Bangunan Bawah
Reaksi Perletakan (Jbt Komposit Kls. A)
L (m) B. Mati B. Hidup
B. Hidup +
Kejut Total
(M) (H) (K) M + H + K
8 28.071 43.491 52.143 80.214
10 35.998 48.091 56.455 92.453
12 43.631 52.691 60.785 104.416
14 53.995 57.291 65.132 119.127
16 64.073 61.891 69.494 133.567
18 73.139 66.491 73.871 147.010
20 81.771 71.091 78.260 160.031
Perencanaan Bangunan Bawah
Dasar Perencanaan Fungsi : Pendukung Bangunan Bawah Jembatan
Kriteria Perencanaan Memiliki keawetan yang memadai sesuai dengan umur operasional jembatan;
Kondisi pembebanan ultimate: Tanah pendukung memiliki ketahanan yang cukup;
Pondasi memiliki kekuatan yang memadai;
Sambungan memiliki kekuatan yang memadai.
Kondisi pembebanan layan: Tidak boleh membuat jembatan tidak layak digunakan;
Tidak boleh menimbulkan kekhawatiran pengguna jalan;
Tidak boleh mengurangi umur layan jembatan.
Tahap Perencanaan
Tahap 1 Rencanakan panjang tiang dan penampang sehingga tanah memberikan rencana kapasitas aksial ultimate
Tahap 2 Periksa apakah rencana beban lateral ultimate melebihi rencana pembebanan lateral ultimate
Tahap 3 Periksa apakah penurunan vertikal (differential settlement) tidak akan menyebabkan keruntuhan struktural
Tahap 4 Periksa apakah perpindahan lateral tidak menyebabkan keruntuhan struktural
Tahap 5 Periksa stabilitas keseluruhan untuk pondasi tiang bila kelompok tiang berada pada lereng tinggi dan terjal
Tahap 6 Rencanakan tiang balok pondasi terhadap keawetan dan kelayakan struktural
Tipe Pondasi
PONDASI
DANGKAL D < 5 m
DALAM D > 5 m
Langsung D/B < 1
Sumuran 1 < D/B < 5
Sumuran Dalam
Tiang Bor
Tiang Pancang (kayu, baja, beton)
Pemilihan Tipe Pondasi Keadaan tanah pondasi;
Batasan-batasan akibat konstruksi di atasnya (superstructure);
Batasan-batasan kondisi lingkungan;
Waktu dan biaya pekerjaan.
Kedalaman Tanah Keras Kedalaman Tanah Keras
Tipe Pondasi
2 – 3 m Pondasi telapak Sumuran (kaison tertutup)
10 m Perbaikan tanah Pondasi tiang kayu
20 m Tiang pancang (beton/baja) Tiang bor Kaison terbuka
30 m Tiang pancang baja Tiang bor Kaison terbuka
> 40 m Tiang pancang baja Tiang bor
Perencanaan Pondasi Telapak Pondasi secara keseluruhan adalah stabil dalam arah vertikal, mendatar, dan terhadap guling;
Pergeseran pondasi (penurunan, slip, dan rotasi) harus lebih kecil daripada yang diizinkan untuk bangunan atas;
Bagian-bagian pondasi harus memiliki kekuatan yang memadai.
Daya Dukung Izin Pondasi Telapak
Jenis-jenis tanah pondasi Biasa
(t/m2)
Bila ada
gempa (t/m2)
Harga rata-rata
Keterangan Harga N
Kekuatan geser
unconfined
Tanah keras
Batu homogen yg
keras 100 150 - > 100
Batu keras mudah
retak 60 90 - > 100
Batu lunak, lumpur 30 45 - > 10
Lapisan
krikil
Tidak lepas 60 90 -
Lepas 30 45 -
Tanah
pondasi
berpasir
Lepas 30 45 30 – 50 Bila harga N akibat
SPT lebih kecil
daripada 15, tanah
pondasi tidak dapat
digunakan konstruksi
Sedang 20 30 15 - 30
Tanah
pondasi
kohesif
Sangat keras 20 30 15 – 30 2.0 – 4.0
Keras 10 15 8 – 15 1.0 – 2.0
sedang 5 7.5 4 - 8 0.5 – 1.0
Pondasi Tiang
Merupakan suatu konstruksi bangunan yang mampu menahan beban tegak lurus arah sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan
Merupakan satu kesatuan (monolit) dengan pangkal tiang pancang yang berada di bawah konstruksi
Tiang Panjang Tiang Pendek Kaison
Jenis Tiang Berdasarkan Material Material Nama tiang Cara pembuatan Bentuk
Baja
Tiang pipa baja
Disambung secara elektris
di arah mendatar,
mengeliling
Bulat
Tiang WF (H profile) Diasah dalam keadaan
panas, dilas H
Beton
Beton
pracetak
Beton bertulang
Diaduk dengan gaya
sentrifugal
Diaduk dengan penggetar
Bulat
Segitiga
Persegi
dll
Beton pratekan Sistem penarikan awal
Sistem penarikan akhir Bulat
Cor di tempat
Tiang alas Sistem pemancangan
Bulat
Dengan menggoyangkan semua tabung
pelindung
Dengan membor tanah
Dengan pemutaran berlawanan arah
Dengan pondasi dalam
Sistem pemboran
Keuntungan Pondasi Tiang Menurut Cara Pemasangan
Tiang Pancang Cor di Tempat
Karena tiang dibuat di pabrik dan pemeriksaan kualitas ketat, hasilnya lebih dapat diandalkan
Kecepatan pemancangan besar, terutama tiang baja, lapisan antara yang cukup keras masih dapat ditembus
Persediaan cukup banyak di pabrik, sehingga biayanya tetap rendah
Daya dukung dapat diperkirakan berdasarkan rumus tiang pancang
Cara penumbukan sangat cocok untuk mempertahankan daya dukung vertikal
Karena getaran pada saat melaksanakan pekerjaan sangat kecil, sesuai untuk daerah padat penduduk
Karena tanpa sambungan, dapat dibuat tiang yang lurus dengan diameter besar
Diameter biasanya lebih besar daripada tiang pracetak, sehingga daya dukung juga lebih besar
Tanah galian dapat diamati secara langsung dan sifat-sifat tanah pada lapisan antara atau lapisan pendukung dapat langsung diketahui
Kerugian Pondasi Tiang Menurut Cara Pemasangan
Tiang Pancang Cor di Tempat
Karena dalam pelaksanaannya menimbulkan getaran dan kebisingan, biasanya akan menimbulkan masalah di daerah padat penduduk
Untuk tiang yang panjang diperlukan persiapan penyambungan, bila tidak dilaksanakan dengan baik, akibatnya akan sangat merugikan
Bila pekerjaan tidak dilaksanakan dengan baik, ada kemungkinan tiang cepat rusak
Bila pemancangan tidak dapat dihentikan pada kedalaman yang ditentukan, diperlukan perbaikan khusus
Memerlukan tempat penampunganyang luas
Untuk tiang dengan diameter besar, penanganannya lebih sulit dilakukan
Untuk pipa-pipa baja diperlukan tiang yang tahan korosi
Pada banyak kasus, tiang beton yang diletakkan di bawah air, kualitasnya lebih rendah daripada tiang-tiang pracetak
Ketika beton dicor, terdapat kekhawatiran bahwa adukan beton tersebut akan tercampur dengan runtuhan tanah
Walaupun penetrasi sampai ke tanah pendukung pondasi telah dipenuhi, kadang-kadang terjadi bahwa tiang pendukung tersebut kurang sempurna karena adanya lumpur yang tertimbun di dasar
Karena diameter tiang yang cukup besar dan memerlukan banyak beton, maka untuk pekerjaan yang kecil mengakibatkan biayanya sangat melonjak
Daya Dukung Tiang Pancang Daya Dukung Aksial: Tahanan geser, Qs friction pile (SF = 5)
Tahanan ujung, Qb end bearing pile (SF = 3)
Daya Dukung Lateral.
Informasi mengenai sifat-sifat mekanika tanah dilakukan melalui pengambilan contoh lapisan tanah di bawah, cara yang umum digunakan adalah melalui pengeboran (SPT atau CPT).
Jumlah pengambilan sampel tersebut harus dapat mewakili sifat-sifat tanah eksisting, serta lokasi pengambilannya sedekat mungkin dengan posisi tiang rencana.
Titik Jepit Virtual Tiang Tunggal
Dimana: L : panjang tiang dalam tanah (cm) K : tahanan lateral tanah 1.5 N (N/cm3) D : diameter tiang (cm) EI : kekakuan lateral tiang (N.cm2)
Program Perhitungan Tiang Pondasi Penggunaan software yang sering dipakai dalam perhitungan interaksi tiang pancang: Allpile
Lpile
FB Pier
Plaxis
Asumsi yang digunakan hendaknya sedapat mungkin sesuai dengan kondisi tanah sebenarnya
Apabila dimungkinkan, verifikasi hasil hitungan software dapat dibandingkan dengan hitungan manual
Kendali Mutu Pekerjaan Tiang Kalendering tiang
Uji Beban Statik atau Dinamik
PDA test
PIT test
Pada beberapa kasus tertentu, apabila ingin diketahui daya dukung ultimate suatu tiang, sementara kapasitas alat yang ada terbatas. Dapat dilakukan melalui pendekatan secara teoritis (mis: metode Mazurkiewicz).
Prediksi Beban Ultimate (Metode Mazurkiewicz)
Asumsi : Kurva perpindahan vs beban berbentuk parabola
Lendutan dibaca setiap diawal dan 15 menit setelah penambahan beban
Beban aman/diijinkan=50% beban selama 48 jam dimana S permanen <6,5 mm
Lendutan diukur dari puncak tiang
Beban uji = 2 x beban rancangan
Skema Uji Beban Statik
BAHAN NON KOHESIF (Kerikil dan pasir)
Kepadatan Ketentuan praktis untuk identifikasi lapangan Daya dukung
(kPa)
Sangat lepas lepas Padat sedang Padat Sangat padat
Hampir tanpa perlawanan Mudah dipenetrasi dengan batang 12 mm yang ditekan dengan tangan Perlawanan kecil terhadap penyekopan Mudah dipenetrasi dengan batang 12 mm yang dipancang dengan penumbukan 2 kg Ada perlawanan terhadap penyekopan Penetrasi sukar dengan batang 12 mm hingga 300 mm dipancang dengan penumbuk 2 kg. Palu tangan diperlukan untuk penggalian Penetrasi hanya sampai 75 mm yang dipancang dengan penumbuk 2 kg. Alat bermesin perlu untuk penggalian
50
50 hingga
100
100 hingga
200
200 hingga
350
350 hingga
600
BAHAN KOHESIF (lanau, lempung, lempung berpasir)
Kepadatan Ketentuan praktis untuk identifikasi lapangan Daya dukung
(kPa)
Sangat lunak lunak Tidak kaku Kaku Sangat kaku Keras
Mudah dibentuk dengan jari. Bekas sepatu tampak jelas pada permukaan. Palu geologi dapat mudah ditekan masuk sampai tangkainya Penetrasi mudah oleh ibu jari. Dibentuk dengan meng- gunakan tekanan. Bekas sepatu agak tempak pada per- mukaan. Palu geologi dapat ditekan masuk sampai 30 mm atau 40 mm Sukar dibentuk dengan jari. Palu geologi dapat ditekan masuk sampai 10 mm. Penetrasi sedikit dnegan sekop Penetrasi dengan kuku ibu jari. Tidak dapat dibentuk de- ngan jari. Perlu cangkul tangan untuk penggalian Menandai dengan kuku ibu jari. Pukulan palu geologi hanya dapat menandai sedikit. Perlu alat bermesin un tuk penggalian
25
25 hingga 50
50 hingga100
100
hingga 200
200 hingga 400
400
BATUAN
Kepadatan Ketentuan praktis untuk identifikasi lapangan Daya dukung
(kPa)
Sangat lunak lunak keras sangat keras sangat keras sekali
Bahan hancur dengan pukulan palu geologi yang se- dang. Dapat dikelupas dengan pisau Terjadi lekukan 1 mm - 3mm dengan pukulan palu geo- logi. Dapat dikupas dan digaruk dengan pisau Contoh yang dipegang dengan tangan dapat dipecah ujung palu dengan kekuatan sedang. Tidak dapat dike- rok atau dikupas dengan pisau Contoh yang sipegang dengan tangan dapat dipecah dengan ujung palu dengan lebih dari satu kali pukulan Contoh yang dipegang dengan tangan memerlukan be- berapa pukulan dengan palu geologi untuk memecah- kannya
1500
1500 hingga 2500
2500 hingga 3500
3500 hingga 5000
5000