perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
PERAN KUMIAI PADA MASA PENJAJAHAN JEPANG DI JAWA TAHUN 1942-1945
Skripsi Oleh:
WAHYUDI NIM K4404054
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
PERAN KUMIAI PADA MASA PENJAJAHAN JEPANG DI JAWA TAHUN 1942-1945
Oleh: WAHYUDI
NIM K4404054
Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Sri Wahyuning S. M.Pd. Isawati S.Pd.
NIP.19531024 198103 2 001 NIP.19830401 200604 2 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi :
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Drs. Djono, M.Pd (..............................) Sekretaris : Drs. Tri Yuniyanto M.Hum (..............................) Penguji I : Dra. Sri Wahyuning S. M.Pd. (..............................) Penguji II : Isawati. S.Pd. (..............................)
Disahkan oleh,
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Prof. Dr. H. M. Furqon H, M.Pd
NIP : 19600727 198702 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
ABSTRAK
Wahyudi. K4404054. PERAN KUMIAI PADA MASA PENJAJAHAN JEPANG DI JAWA TAHUN 1942-1945. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Agustus 2010.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Latar belakang pembentukan Kumiai di Jawa, (2) Dapat mengetahui bagaimana proses pembentukan kumiai di Jawa, (3) Peranan Kumiai pada masa penjajahan Jepang di Jawa, (4) Dampak dari adanya Kumiai bagi para petani di Jawa.
Penelitian ini menggunakan metode historis. Sumber data yang digunakan adalah sumber primer. Sumber primer yang digunakan antara lain surat kabar terbitan tahun 1944 seperti Asia Raya dan Djawa Baroe dan majalah berita pemerintah Kanpo dari tahun 1942-1945. Sumber sekunder yang digunakan berupa buku, surat kabar, majalah dan artikel internet yang berkaitan dengan judul skripsi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka. Analisis yang digunakan analisis historis, yaitu analisis yang mengutamakan ketajaman dalam menginterpretasi fakta sejarah melalui pendekatan kerangka pemikiran yang mencakup beberapa teori.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Latar belakang pembentukan kumiai di Jawa adalah: (a) Keadaan sosial ekonomi masyarakat Jawa awal penjajahan Jepang yang belum teratur. (b) kebutuhan suplai makanan dan sumber daya alam yang dibutuhkan untuk kepentingan perang Jepang di pasifik. (2) Pembentukan Kumiai di Jawa dibentuk atas dasar dikeluarkannya kebijakan antara lain: (a) Kumiai dibentuk setelah di keluarkan Undang-Undang No.23 Tahun 1942 sebagai pengganti Undang-Undang koperasi No.91 Tahun 1927 yang berisi larangan berkumpul dan setiap perkumpulan harus mendaftarkan diri pada pemerintah Jepang. (b) Kumiai didirikan di setiap Karesidenan aturan dan struktur kepengurusan kumiai diserahkan pada pembesar karesidenan sehingga satu kumiai dengan kumiai di daerah lain berbeda aturan; (3) Peran Kumiai Di Jawa masa Penjajahan Jepang antara lain: (a) Kumiai berperan sebagai pengumpul bahan dan barang yang dibutuhkan pemerintah seperti padi dan bahan makanan lain. (b) Kumiai mempunyai peran sebagai distributor barang di perkotaan sehingga suplai makanan ke kota-kota besar dapat terpenuhi. (4) Kumiai memiliki dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat petani di pedesaan Jawa (a) Kumiai berdampak pada keadaan ekonomi masyarakat dengan maraknya kemiskinan dan rendahnya taraf hidup masyarakat. (b) Dampak sosial Kumiai antara lain munculnya banyak penyakit-penyakit dan kelaparan serta pada akhir pendudukan Jepang muncul banyak pemberontakan sporadis yang terjadi di beberapa wilayah di Jawa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
ABSTRACT
Wahyudi. K4404054. THE ROLE OF KUMIAI DURING JAPANESE COLONIALISM TIME IN JAVA DURING 1942-1945 PERIOD. Thesis. Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Surakarta Sebelas Maret University. August 2010.
The objective of research is to find out: (1) the background of Kumiai establishment in Java, (2) how to process of kumiai establishment in Java, (3) the role of kumiai during Japanese colonial time in Java, and (4) the effect of kumiai presence on the farmers in Java. This research employed a historical method. The data source employed was primary one. The primary source employed was newspapers published in 1944 like Asia Raya and Djawa Baroe and the government news magazine Kanpo from 1942-1945. The secondary sources employed were books, newspaper, magazine and internet article relevant to the thesis title. Technique of collecting data used was historical analysis, the one emphasizing on the acuity of historical fact interpretation using framework approach encompassing several theories. Considering the result of research, it can be concluded that: (1) the background of Kumiai establishment in Java is: (a) irregular social economic condition of Javanese people in the beginning of Japan colonialism, (b) food supply of natural resource requirement for the sake of Japan war interest in pacific. (2) the establishment of Kumiai in Java is established based on the release of policy including: (a) Kumiai has been established following the passage of Act No. 23 of 1942 as the substitution for cooperatives Act No. 91 of 1921 containing the assembly restriction and each association should register itelf to Japan government. (b) Kumiai was established in each residency, the rule and administration structure of Kumiai was handed offer to the residency officials so that the rule of one Kumiai is different from others; (3) the role of Kumiai in Java during Japan government included: (a) Kumiai served as a collector of materials and goods needed by the government such as rice and other food materials. (b) Kumiai functions as the goods distributor in urban areas so that the food supply to big cities is fulfilled. (4) Kumiai has social and economic impact on the farmer society in Javanese rural areas (a) Kumiai affects the society’s economic condition in the term of increased poverty life and low life standard of society. (b) the social effect of Kumiai included considerable diseases and starvation as well as sporadic revolt in the end of Japanese occupation frequently occurring in some areas of Java.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
MOTTO
”Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
(Q.S. Alam Naysrah : 6)
“Sesungguhnya Allah SWT tidak akan merubah suatu kaum, kecuali kaum itu
sendiri yang merubah nasibnya”
(Q.S. Ar-Ra’du: 11)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
PERSEMBAHAN
Ku persembahkan kepada:
Ibu dan Bapak
Kakakku
Teman-teman Sejarah ‘04
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaIkum Wr. Wb
Untaian puji syukur senantiasa penulis panjatkan teruntuk Illahi Robbi
yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat
terselesaikan. Shalawat dan salam semoga tercurah limpah kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta umatnya yang setia hingga akhir
zaman.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian persyaratan
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian
penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya
kesulitan-kesulitan yang ada dapat teratasi. Untuk itu, atas segala bentuk
bantuannya, disampaikan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah berkenan
mengizinkan penulis untuk menyusun skripsi.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah berkenan
pula mengizinkan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Ketua Program Pendidikan Sejarah yang telah memberi petunjuk dan
pengetahuan kepada penulis.
4. Dr. Nunuk Suryani, M.Pd, selaku Pembimbing Akademik (PA) yang
telah memberikan bimbingan, dorongan serta motivasi kepada penulis.
5. Dra. Sri Wahyuning S, M.Pd., selaku pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, petunjuk, pengarahan dan saran kepada penulis.
6. Isawati S.Pd., selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,
petunjuk, pengarahan dan saran kepada penulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
7. Segenap dosen dan staf pengajar Program Pendidikan Sejarah FKIP
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu
yang sangat berharga bagi penulis.
8. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan pengarahan kepada
penulis, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga mendapat
balasan yang lebih baik dari Allah.
Penulis menyadari bahwa “tiada gading yang tak retak”, begitu juga
dalam penulisan skripsi ini. Dari ketidaksempurnaan ini kiranya dapat diambil
hikmah dan pelajaran yang berharga, sehingga tidak terulang kesalahan untuk
kedua kalinya. Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Surakarta, Agustus 2010
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
HALAMAN PENGAJUAN ..........................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................
ABSTRAK ...................................................................................................
ABSTRACT ................................................................................................
HALAMAN MOTTO...................................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................
KATA PENGANTAR ..................................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................................
DAFTAR GAMBAR....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN .....................................................................
A. Latar Belakang Masalah .............................................................
B. Perumusan Masalah ....................................................................
C. Tujuan Penelitian........................................................................
D. Manfaat Penelitian ......................................................................
BAB II. LANDASAN TEORI ................................................................
A. Tinjauan Pustaka ........................................................................
1. Kolonialisme........................................................................
2. Politik Ekonomi ...................................................................
3. Organisasi............................................................................
4. Perubahan Sosial................................................................
B. Kerangka Berfikir .......................................................................
BAB III. METODE PENELITIAN .........................................................
A. Tempat dan Waktu Penelitian .....................................................
B. Metode Penelitian .......................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
xi
xiii
xiv
1
1
6
7
7
9
9
9
12
14
18
20
23
23
24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
C. Sumber Data...............................................................................
D. Teknik Pengumpulan Data..........................................................
E. Teknik Analisis Data ................................................................
F. Prosedur Penelitian .....................................................................
BAB IV. HASIL PENELITIAN .............................................................
A. Latar Belakang Pembentukan Kumiai .........................................
1. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Jawa Awal
Penjajahan Jepang................................................................
2. Kebutuhan Sumber Daya untuk mendukung Jepang.............
B. Pembentukan Kumiai................................................................
1. Dasar Pendirian Kumiai .......................................................
2. Struktur dan Kepengurusan Kumiai .....................................
C. Peran Kumiai pada masa Penjajahan Jepang di Jawa...................
1. Peran Kumiai dalan Pengumpulan Padi................................
2. Peran Kumiai dalam Distribusi Padi.....................................
D. Dampak Kebijakan Kumiai bagi Petani di Jawa.........................
1. Dampak Ekonomi................................................................
2. Dampak Sosial.....................................................................
BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ................................
A. Kesimpulan ................................................................................
B. Implikasi.....................................................................................
C. Saran ..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
LAMPIRAN ................................................................................................
25
26
28
29
33
33
33
46
49
49
53
58
58
61
64
64
67
70
70
71
72
74
78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran......................................................... 20
Gambar 2. Skema Prosedur Penelitian........................................................... 29
Gambar 3 Skema Mekanisme Penyerahan Padi............................................... 63
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Peta pendaratan Jepang di Jawa................................................ 78
Lampiran 2.Undang-undang pemerintah Jepang No 23 ................................ 79
Lampiran 3. Peraturan Pendirian Nogyo Kumiai .......................................... 81
Lampiran 4. Maklumat Gunseikan mengenai Kyoodoo Kumiai.................... 83
Lampiran 5. Surat Pendirian Noosanbutu Kumiai......................................... 87
Lampiran 6. Peraturan Pendirian Seimagyo Kumiai ..................................... 89
Lampiran 7. Pernyataan Jepang Mengenai Ekonomi Jawa Baru ................... 91
Lampiran 8. Hasil Sidang Komite Perekonomian Jawa Baru ........................ 99
Lampiran 9. Jurnal Sejarah........................................................................... 114
Lampiran 10. Surat ijin Skripsi ..................................................................... 117
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara-negara di dunia yang mengalami masa penjajahan, merasakan
keadaan yang hampir sama. Keadaan tersebut antara lain, hak berpolitik dibatasi,
adanya tekanan ekonomi, bahkan negara penjajah dapat memaksakan
kebudayaannya kepada bangsa yang dijajah. Indonesia telah mengalami beberapa
kali masa penjajahan, yaitu Inggris, Belanda, dan Jepang. Negara-negara penjajah
dalam melaksanakan kekuasaan di Indonesia menerapkan kebijakan ekonomi dan
politik yang berbeda-beda. Kebijakan pemerintah terhadap negara yang dikuasai
banyak menimbulkan penderitaan dan ketidakpuasan sehingga membangkitkan
semangat rakyat jajahan untuk melawan kaum penjajah. Semua bentuk
perlawanan tersebut dilakukan dengan harapan rakyat dapat lepas dari penjajahan
dan memperoleh kemerdekaan dengan pemerintahan sendiri tanpa campur tangan
negara lain.
Negara yang pernah menjajah Indonesia antara lain Belanda, Inggris, dan
Jepang. Dalam melaksanakan kekuasaannya di Indonesia negara-negara tersebut
menerapkan kebijakan politik dan ekonomi yang berbeda-beda. Alasan
diberlakukannya kebijakan-kebijakan tersebut adalah untuk mengatur jalannya
kehidupan politik dan ekonomi rakyat Indonesia. Cultuurstelsel yang diterapkan
oleh Belanda pada tahun 1830-1870 pada masa pemerintahan Van Den Bosch dan
sistem sewa tanah atau landrente tahun 1813 pada masa Raffles yang diterapkan
Inggris merupakan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah kolonial untuk
mengatur jalannya perekonomian di Indonesia. Namun, kenyataannya kebijakan
tersebut hanya membawa keuntungan bagi para penjajah tetapi menimbulkan
kesengsaraan bagi rakyat Indonesia.
Pada saat Jepang berkuasa di Indonesia, Jepang melihat potensi yang besar
dimiliki oleh bangsa Indonesia, khususnya dari segi ekonomi dan tenaga kerja.
Indonesia memiliki nilai ekonomi yang strategis bagi Jepang dalam menghadapi
sekutu di perang pasifik. Sudah sejak lama sumber-sumber alam Indonesia yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
berupa minyak, bauksit, karet, timah dan bahan-bahan strategis lainya adalah
penting di mata Jepang. Jepang membutuhkan kekayaan alam Indonesia dan
sumber daya manusianya yaitu tenaga kerja yang murah untuk menopang
kebutuhan perang Jepang. Strategi penjajahan Jepang mendasarkan pada
kepentingan untuk kemenangan perang Asia Timur Raya. Kebijakan Jepang
terhadap rakyat Indonesia mempunyai dua prioritas yaitu menghapuskan
pengaruh-pengaruh barat dan memobilisasikan rakyat demi kemenangan perang
Jepang. Kebijakan itu dijalankan dengan tiga prinsip yaitu mencari dukungan,
memanfaatkan struktur pemerintahan yang telah ada dan mengusahakan agar
daerah yang diduduki dapat memenuhi kebutuhan sendiri.
Di bawah pemerintahan Jepang, Indonesia dibagi menjadi tiga wilayah
antara lain Sumatra yang di tempatkan di bawah angkatan darat ke-25, sedangkan
Jawa berada dibawah angkatan darat ke-16, dan Kalimantan yang ditempatkan
berada dibawah kekuasaan angkatan laut. Pada umumnya Jawa dianggap sebagai
daerah yang secara politik paling maju namun secara ekonomi kurang penting,
sumber dayannya yang utama adalah manusia. Kebijakan-kebijakan disana
membangkitkan rasa kesadaran nasional yang jauh lebih mantap daripada dikedua
wilayah lainnya, dan dengan demikian semakin memperbesar tingkat kecanggihan
politik antara Jawa dan wilayah-wilayah lainnya.
Sampai bulan Agustus 1942 Jawa tetap berada dibawah struktur-struktur
pemerintahan sementara, tetapi kemudian dibentuk suatu pemerintahan militer
yang diketuai oleh seorang gubernur militer (Gunseikan). Untuk membantu orang
Jepang mengatur negeri ini pihak Jepang di Jawa juga mencari pemimpin-
pemimpin politik guna memobilisasikan rakyat. Pihak Jepang mulai menyadari
bahwa apabila ia ingin memobilisasi rakyat di Jawa maka mereka harus
memanfaatkan tokoh-tokoh terkemuka gerakan nasionalis sebelum perang.
Pertama-tama mereka menghapuskan seluruh organisasi politik dari jaman
sebelum Jepang. Pada bulan Maret 1942 semua kegiatan politik dilarang dan
semua perkumpulan yang ada secara resmi dibubarkan dan pihak Jepang mulai
membentuk organisasi-organisasi baru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Pemerintah militer Jepang menggunakan berbagai macam cara untuk
mendekati dan mempengaruhi rakyat Indonesia. Salah satu contoh ialah dengan
Sedenbu. Sedenbu merupakan alat propaganda Jepang yang berfungsi mendekati
dan mempengaruhi masyarakat lapisan bawah, tokoh politik maupun penguasa
lokal. Media utama yang paling sering digunakan adalah dengan film, seni
panggung, wayang dan musik. Upaya Jepang dengan mendekati dan
mempengaruhi tokoh-tokoh politik Indonesia dilakukan dengan membebaskan
pemimpin Indonesia yang ditawan oleh Belanda seperti Sjarir dan Moh. Hatta,
serta Sukarno dan menawarkan kerja sama dengan para tokoh pergerakan nasional
Indonesia melalui organisasi massa bentukan Jepang. Dalam bidang niliter dan
Keamanan Jepang mendirikan organiasi-organisasi semi militer, sebut saja
Seinendan (Korps Pemuda) dan Keibodan (Korps Kewaspadaan) yang merupakan
organisasi semi militer yang berisi para pemuda berusia 25 sampai 35 tahun yang
diberi tugas sebagai organisasi polisi, kebakaran dan serangan udara pembantu.
Selain organisasi militer organisasi politik juga muncul di jawa misalnya
organisasi Putera (Pusat tenaga Rakyat) dan Jawa Hokokai yang ketuanya
diambil dari para pemimpin nasionalis Indonesia.
Dalam bidang ekonomi Jepang menerapkan kebijakan mengatur dan
mengontrol seluruh kehidupan ekonomi di Indonesia. Hal itu disebabkan karena
pada saat Jepang berhasil merebut Indonesia, pemerintah Hindia Belanda sudah
memperhitungkan bahwa invasi yang dilakukan oleh Jepang ke Indonesia sudah
tidak dapat dibendung lagi oleh Belanda, maka dimulailah dilaksanakan aksi bumi
hangus. Obyek vital yang sebagian besar terdiri dari aparat produksi dihancurkan,
sehingga pada awal penjajahan Jepang hampir seluruh kehidupan ekonomi
lumpuh total dan berubah dari keadaan ekonomi normal menjadi ekonomi perang.
Pemerintah pendudukan Jepang mengeluarkan beberapa peraturan yang bersifat
kontrol terhadap kegiatan ekonomi, misalnya peraturan pengendalian harga dan
hukuman yang berat terhadap pelanggar peraturan. Harta milik bekas musuh atau
harta yang dibiayai dengan modal musuh disita dan menjadi milik pemerintah
Jepang, seperti perkebunan-perkebunan, bank-bank, pabrik-pabrik, perusahaan
vital seperti pertambangan, listrik dan telekomunikasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Setelah Jepang menduduki Jawa kebijakan ekonomi mulai dibuat. Jawa
merupakan salah satu pulau Indonesia yang memiliki kekayaan alam dan sumber
tenaga kerja yang yang luar biasa. Kebijakan ekonomi yang dijalankan tentara
Jepang yang secara ketat memperlakukan keharusan memenuhi kebutuhan pangan
sendiri oleh setiap karesidenan membuat penderitaan yang sangat parah.
Kebijakan itu sebagian besar didorong oleh kurangnya sarana pengangkutan baik
di dalam maupun ke luar Jawa, tetapi hal itu dimaksudkan juga untuk
memungkinkan perlawanan setempat yang mampu membiayai diri sendiri kalau
nanti menghadapi serangan sekutu di daerah masing-masing. Penetapan sistem
penyerahan paksa padi yang ditetapkan pada tahun 1943 menyebabkan petani
terpaksa menjual padinya dengan harga murah ke instansi-istansi pemerintah.
Kebijakan pemerintahan pendudukan Jepang itu dalam banyak hal mempengaruhi
kehidupan penduduk pribumi. Daerah atau pedesaan di Indonesia khususnya Jawa
oleh Jepang dianggap mempunyai potensi ekonomi yang luar biasa karena
memiliki tanah yang subur dan penduduk yang banyak. Sasaran utama eksploitasi
Jepang di Jawa adalah hasil pertanian dan tenaga kerja. Pemerintah Jepang tidak
dapat mencapai tujuan tanpa kerja sama dengan para penduduk pribumi. Untuk
mencapai tujuan itu mengharuskan pemerintah militer mengadakan kontak dan
campur tangan secara mendalam dengan orang pribumi.
Untuk memperlancar kebijakan tersebut maka Jepang mulai melakukan
reorganisasi terhadap lembaga ekonomi yang ada yaitu koperasi. Para pemikir
seperti Moh. Hatta dan para ekonom lain sudah menganjurkan pembentukannya
sejak pemerintah kolonial menguasai Indonesia sebagai sarana untuk memperkuat
kedudukan ekonomi bagi kaum pribumi. Koperasi pada zaman Belanda tidak
berkembang dengan baik, karena Belanda sendiri takut koperasi yang pada
awalnya hanya bergerak dalam bidang ekonomi kemudian akan bisa dimanfaatkan
untuk menjadi organisasi yang bergerak dibidang politik yang akan merugikan
pemerintah kolonial.
Membahas mengenai koperasi tidak terlepas dari pengertiannya itu sendiri,
koperasi berasal dari kata Co dan Operation yang berarti bersama-sama bekerja,
koperasi berusaha mencapai tujuan serta kemanfaatan bersama. Koperasi sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
alat untuk mengatasi kepincangan-kepincangan dan kelemahan dari perekonomian
kapitalis. Koperasi muncul pertama kali di Inggris tahun 1884 yang berusaha
mengatasi masalah keperluan konsumsi bagi para anggotanya dengan cara
kebersamaan yang dilandasi atas dasar prinsip keadilan. Setelah itu koperasi
muncul dan berkembang ke berbagai negara di Eropa dan juga di Asia termasuk
Indonesia.
Masyarakat Indonesia baru mulai mengenal bentuk koperasi pada awal
abad ke XIX. Pada masa penjajahan Belanda, tahun 1896 seorang pamong praja
patih R. Aria Wirya Atmaja di Purwokerto mendirikan sebuah bank untuk para
pegawai negeri (priyayi). Ia terdorong keinginan untuk menolong para pegawai
negeri yang makin menderita karena terjerat oleh lintah darat yang memberikan
pinjaman dengan bunga yang tinggi. Ia ingin mendirikan koperasi kredit model
Raiffeisen di Jerman, dan untuk itu ia dibantu oleh seorang Asisten Residen
Belanda. Asisten tersebut yang menganjurkan untuk mengubah Bank Pertolongan
Tabungan yang sudah ada menjadi Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian
seperti yang ada di Jerman. Selain pegawai negeri juga para petani juga perlu
dibantu karena mereka makin menderita karena tekanan para pengijon (pelepas
uang). Gagasan tersebut ternyata tidak sesuai dengan politik penjajahan
pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu. Badan-badan ekonomi rakyat seperti
Bank dan Tabungan dan lumbung desa yang mulai tumbuh tidak dijadikan
koperasi. Sebagai gantinya maka, Belanda mengeluarkan undang-undang
Ordonansi Perkumpulan Koperasi Bumi Putera untuk mengatur perkoperasian di
Indonesia tahun 1927 dan 1933 karena Belanda takut koperasi yang pada awalnya
bergerak dalam bidang ekonomi akan menjelma menjadi kekuatan politik yang
besar.
Pada zaman pendudukan tentara Jepang bukanlah penyempurnaan usaha
koperasi yang dialami akan tetapi sebaliknya apa yang telah ada bahkan
dihancurkan sama sekali oleh Jepang yang fasistis. Kantor pusat Jawatan Koperasi
dan Perdagangan oleh pemerintah balatentara Jepang diganti namanya menjadi
Syomin Kumiai Cou Jomusyo, sedang Kantor daerah menjadi Syomin Kumiai
Sodandyo. Kemudian di Jawa dibentuk Jawa Yumin Keizei Sintasei Konsetsu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Jumbi Inkai, panitia susuna perekonomian baru di Jawa. Hasil perekonomian baru
yang dikemukakan dengan kata-kata yang muluk-muluk kepada rakyat ialah tidak
lain dari kesengsaraan semata-mata.
Koperasi-koperasi yang telah berdiri pada zaman Hindia Belanda diambil
alih pengaturannya oleh Jepang. Badan koperasi yang demokratis dirubah menjadi
alat-alat distribusi dan pengumpul untuk kepentingan tentara Jepang. Jepang
melakukan reorganisasi terhadap koperasi yang ada untuk membentuk yang baru
sehingga koperasi sebelum perang mengalami kemunduran bahkan ada yang
terpaksa dibubarkan. Akhirnya dibentuk lembaga ekonomi yang bernama Kumiai,
lembaga ini adalah koperasi model Jepang yang bertindak sebagai unit dasar
untuk memanipulasi seluruh struktur perekonomian yang dikendalikan pada masa
perang.
Kumiai sebagai sebuah organisasi yang dibentuk atas peraturan pemerintah
dan melibatkan seluruh desa, dalam banyak hal tidak dapat dianggap sebagai
koperasi. Dalam penerapannya Jepang memerintahkan setiap wiraswasta untuk
menyelengarakan Kumiai sehingga seluruh wiraswasta besar dan kecil bisa
dikontrol lewat ini. Dengan demikian, koperasi Kumiai diselenggarakan hampir
disetiap bidang perpabrikan, pertanian dan perdagangan di Jawa.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengangkat
permasalahan diatas kedalam skripsi yang berjudul “Peran Kumiai Pada Masa
Penjajahan Jepang Di Jawa Tahun 1942-1945”.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini mempunyai
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana latar belakang pembentukan Kumiai?
2. Bagaimana proses pembentukan Kumiai?
3. Bagaimana peran Kumiai pada masa penjajahan Jepang di Jawa tahun
1942-1945?
4. Bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan Kumiai bagi para
petani di Jawa?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari jawaban dari pertanyaan yang
tersurat dari perumusan masalah diatas yaitu antara lain:
a. Untuk mengetahui latar belakang pembentukan Kumiai.
b. Untuk mengetahui proses pembentukan Kumiai.
c. Untuk mengetahui peran Kumiai pada masa penjajahan Jepang di Jawa
tahun 1942-1945.
d. Bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan Kumiai bagi para
petani di Jawa.
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian harus dapat diketahui kegunaan dari setiap kegiatan
ilmiah. Adapun kegunaaan penelitian ini adalah dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
a) Menambah pengetahuan dan wawasan, khususnya tentang peran Kumiai
pada masa penjajahan Jepang tahun 1942-1945.
b) Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya tentang
peran kumiai pada masa penjajahan Jepang di Indonesia.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
a) Bagi peneliti sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana kependidikan
program pendidikan sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b) Sebagai bahan referensi bagi pemecahan masalah yang relevan dengan
masalah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
c) Sebagai salah satu karya ilmiah yang diharapkan dapat melengkapi koleksi
penelitian ilmiah di perpustakaan, khususnya di lingkungan Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kolonialisme
a. Pengertian Kolonialisme
Kolonialisme bukan kata asing bagi bangsa Indonesia sebab kolonialisme
identik dengan penjajahan sedangkan bangsa Indonesia adalah bangsa yang
pernah mengalami penjajahan. Menurut Poerwodarminto (1976 : 516) secara
etimologi kata kolonialisme berasal dari kata koloni yang artinya daerah jajahan
tempat menempatkan penduduk atau kelompok orang yang bermukim di daerah
baru yang merupakan daerah asing dan sering jauh dari tanah air, yang tetap
mempertahankan ikatan dengan tanah air atau tanah asal.
Kolonialisme adalah pengembangan kekuasaan sebuah negara atas
wilayah dan manusia di luar batas negaranya yang sering kali bertujuan, untuk
mencari dominasi ekonomi dari sumber daya, tenaga kerja, dan pasar wilayah
tersebut. Kolonialisme juga menunjuk kepada suatu himpunan keyakinan yang
digunakan untuk melegitimasikan atau mempromosikan sistem kolonialisme,
terutama kepercayaan bahwa moral dari penjajah lebih hebat daripada yang
dijajah. Pendukung dari kolonialisme berpendapat bahwa hukum kolonial
menguntungkan negara yang dikolonikan dengan mengembangkan infrastruktur
ekonomi dan politik yang dibutuhkan untuk modernisasi dan demokrasi.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Kolonialisme).
Menurut C.S.T. Kansil dan Yulianto (1986 :7) kolonialisme adalah
rangkaian nafsu suatu bangsa untuk menaklukan bangsa lain di bidang politik,
sosial, ekonomi, dan kebudayaan dengan jalan mendominasi politik eksplotasi
ekonomi dan penetrasi kebudayaan. Sukarno ( 1983:19) berpendapat kolonialisme
juga dapat dipandang sebagai nafsu, suatu sistem yang merajai atau
mengendalikan ekonomi atas negeri lain. Sedangkan Suhartoyo Hardjosatoto
(1985:51) menyatakan kolonialisme adalah rangkaian nafsu menguasai dan seruan
penguasaan oleh suatu negara atas daerah bangsa lain dengan maksud untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
memperluas negeri itu. Pendapat lain tentang kolonialisme adalah menurut
Roeslan Abdulgani (1987:2) yang menyatakan bahwa kolonialisme adalah
rangkaian adanya upaya bangsa untuk menaklukan bangsa lain dalam segala
lapangan. Dalam hal ini kolonialisme adalah dominasi politik, eksploitasi
ekonomi dan penetrasi kebudayaan yang dijalankan oleh suatu bangsa terhadap
bangsa lain.
Dari pendapat tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kolonialisme
adalah upaya suatu bangsa untuk menaklukan dan menguasai bangsa lain dengan
jalan mendominasi dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya dalam
rangka memperluas wilayahnya.
b. Tujuan Kolonialisme
Eksploitasi kekuasaan kolonial pada abad XIX merupakan gerakan
kolonialisme yang besar pengaruhnya terhadap perubahan politik, ekonomi, sosial
dan budaya dinegara-negara yang mengalami banyak penjajahan seperti negara-
negara di Asia. Dominasi politik dan eksploitasi ekonomi kolonial telah
mengakibatkan terjadinya proses transformasi struktural politik dan ekonomi
tradisional ke arah struktural politik kolonial dan modern. Adapun tujuan
kolonialisme adalah:
1) Tujuan ekonomi
Eksploitasi ekonomi terutama sumber daya alam yang dipengaruhi
sepenuhnya untuk kepentingan kolonial, demi kelangsungan industrinya.
Daerah kolonial juga dijadikan pasar paksaan bagi barang-barang Eropa
(Ania Lomba, 2000 : 5).
2) Tujuan Politik
Proses membentuk komuitas dalam negara baru yang berarti
membubarkan atau membentuk kembali komunitas-komunitas yang sudah
ada akibat terjadi praktek perdagangan, penjarahan dan negosiasi, perang,
pembunuhan massal dan pemberontakan-pemberontakan. Dengan
demikian kolonialisme merupakan penaklukan dan penguasaan atas tanah
dan harta benda rakyat lain (Ania Lomba: 2000 : 2).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
3) Tujuan sosial
Kolonialisme bukan hanya penguasaan ekonomi dan politik saja tetapi
juga hasrat penguasaan identitas. Pada saat perkembangan kolonialisme
digerakan dalam kerangka kekerasan yang sama sekali tidak
memanusiakan manusia yang kemudian ditajamkan lewat adanya gap
kehidupan sosial ekonomi. Manusia dibagi berdasarkan kasta dan faktor
nilai milik suatu ras tertentu (Muhiddin M. Dahlan, 2001 : 6).
4) Tujuan budaya
Salah satu ciri kolonialisme yaitu diskriminasi ras dan etnis. Perspektif
kolonial superioritas-inferioritas mendasari prinsip diskriminasi. Sistem
kolonial menghendaki diskriminasi rasial sebagai dasar pembentukan
struktur dan pola hubungan sosial dalam masyarakat kolonial yang secara
hirarkis menempatkan golongan bangsa yang memerintah dipuncak teratas
dari struktur masyarakat tanah jajahan (Sartono Kartodirjo dan Djoko
Suryo, 1991 : 6).
Kolonialisme pada dasarnya mendominasi penguasaan pribumi dan
memperalatnya untuk kepentingan pemerintah kolonial tetapi dengan
menggunakan pengusaha pribumi untuk memerintah rakyat. Masyarakat pribumi
dijadikan alat eksploitasi bahan dasar bagi kolonialis dan daerah koloni dijadikan
pemasaran barang-barang industri (Suhartono, 1994: 7). Ada dua macam
kolonialisme, yaitu kolonialisme kuno dan kolonialisme modern. kolonialisme
kuno adalah kolonialisme yang bertujuan untuk mengejar kejayaan (glory),
kekayaan (gold) dan semangat keagamaan (gospel). Sedangkan Pada sistem
kolonialis modern atau kapitalis kekuasaan kolonial bertujuan pada pengambilan
sumber bahan mentah dari tanah jajahan, penyediaan buruh atau tenaga kerja
murah dan sebagai pasar hasil produksi kaum kapitalis. Sistem kolonial ini
ditandai dengan empat ciri pokok yaitu : dominasi, eksploitasi, diskriminasi dan
dependensi (Noer Fauzi 1999: 19).
Dalam kolonialisme terdapat dua faktor yang penting yaitu bangsa
penjajah dan bangsa yang terjajah. Ciri-ciri dari penjajah dipengaruhi oleh faktor
obyektif negerinya yaitu kekayaan alam, kemajuan teknologi, dan sistem produksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
barang. Penggolongan penjajah dibedakan menjadi empat yaitu: (1). Penjajah
kaya dan royal, artinya kaya akan bahan tambang dan industrinya maju, sehingga
tidak bersifat eksploitatif dan bahkan pendidikan pribumi dimajukan serta
dijadikan partner; (2) Penjajah yang semi kaya, yaitu yang tidak banyak memiliki
bahan tambang, tetapi industrinya maju sehingga memerlukan pasaran hasil
industrinya; (3) Penjajah miskin, yaitu yang industrinya telah maju tetapi tidak
memiliki bahan tambang, sehingga mendatangkan dari daerah jajahan, dengan
pertimbangan ekonomi upah buruh pribumi dibuat murah; (4) Penjajah yang
sangat miskin, biasanya penjajah ini menekan dan menghisap kekayaan penduduk
negeri yang dijajah (Suhartoyo Djoyosatoto, 1980: 25).
Dalam perkembangan kolonialisme di Indonesia, Indonesia telah
mengalami masa penjajahan kolonial, terutama Belanda dan Jepang. Pertama,
pada masa kolonialisme Belanda yaitu Belanda mengeksploitasi seluruh kekayaan
Indonesia dan bahkan melakukan politik rasialis dengan membedakan warna kulit
dan status. Kedua, pada masa penjajahan Jepang, Indonesia diduduki dengan
tujuan dieksploitasi sumber daya alam dan tenaga kerjanya guna ‘memperkuat’
peranan Jepang di Asia Timur, sehingga janji-janji kemerdekaan Indonesia yang
di dengungkan Jepang pada awal pemerintahan bukan merupakan tujuan dari
Jepang, tetapi merupakan kompensasi bagi rakyat Indonesia dari pemerintah
Jepang.
2. Politik Ekonomi
a. Pengertian Politik Ekonomi
Istilah politik ekonomi atau sering juga digunakan istilah kebijakan
ekonomi adalah usaha untuk mempengaruhi secara sadar kehidupan ekonomi
untuk mencapai kemakmuran yang tidak bisa terlepas dari kebijaksanaan
pemerintah. Politik ekonomi adalah campur tangannya pemerintah dalam
kehidupan ekonomi. Di dalam kehidupan ekonomi terdapat tiga pihak yang
bersama-sama melakukan proses ekonomi yaitu pihak pemerintah, dunia usaha
dan rumah tangga konsumsi. Masing-masing pihak saling mempengaruhi, tetapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
pihak pemerintah diberi peranan khusus yaitu peranan untuk mempengaruhi
kehidupan ekonomi sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut buku pengantar ilmu ekonomi karangan E.C Winardi (1975:
354) yang dimaksud dengan politik ekonomi adalah:
Usaha untuk mempengaruhi secara sadar, totalitas kehidupan ekonomi; makanya penyatuan dari pada semua rumah-rumah tangga independent. Yang ada dalam lingkungan ekonomi tertentu yakni rumah rumah tangga pemerintah dan swasta, serta rumah-rumah tangga konsumsi hingga mencapai satu kesatuan ekonomis kontinu, guna mencapai kemakmuran.
Miriam Budiarjo (1992:23) dalam bukunya dasar-dasar ilmu politik
mengatakan bahwa politik ekonomi (political economy) adalah pemikiran dan
analisa kebijaksanaan yang hendak digunakan untuk memajukan kekuatan dan
kesejahteraan negara. Politik ekonomi dapat diartikan suatu tindakan pemerintah
untuk mengatur bidang ekonomi. Menurut H.M.A. Van Der Valk yang dikutip
oleh E.C. Winardi (1976:30) mengatakan bahwa ”politik ekonomi adalah
keseluruhan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mempengaruhi
kehidupan ekonomi secara langsung dengan satu atau lain cara”. Sedangkan
Rochmat Soemitro mendefinisikan politik ekonomi adalah pemakaian teori
ekonomi untuk mempengaruhi keadaan.
Dari beberapa definisi-definisi dari para ahli di atas maka dapat
disimpulkan bahwa politik ekonomi adalah segala perbuatan dan tindakan yang
dilakukan oleh pemerintah untuk mengatur kehidupan ekonomi guna mencapai
kesejahteraan ekonomi.
Menurut Herbert Gierch (1868:1) bahwa tujuan politik ekonomi adalah
semua usaha-usaha, perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan dengan maksud
untuk mengatur, mempengaruhi atau langsung menetapkan jalannya kejadian-
kejadian ekonomi di dalam suatu daerah atau wilayah. Menurut J Van
Zwijnderght yang dikutip oleh Suharni (1991:20) mengatakan bahwa tujuan dari
politik ekonomi adalah untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat. Sedangkan
tugas dari politik ekonomi adalah untuk mempertimbangkan tindakan-tindakan
yang akan diambil guna mencapai atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari politik
ekonomi adalah untuk mengatur dan mempengaruhi kejadian-kejadian di bidang
ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Negara-nagara penjajah melaksanakan politik ekonomi atau kebijakan di
bidang ekonomi dalam menjalakan pemerintahan di negara jajahan. Tujuan
diterapkanya politik ekonomi ini untuk mengatur roda perekonomian rakyat
jajahan. Dengan diterapkannya politik ekonomi dari pemerintah penjajah tersebut,
mendapat reaksi yang keras dari rakyat yang dijajah.
3. Organisasi
a. Pengertian Organisasi
Organisasi sudah menyatu dengan kehidupan manusia sejak manusia itu
ada. Hal ini sehubungan dengan adanya kebutuhan manusia yang pemenuhanya
tidak dapat dilakukan seorang diri. Organisasi senantiasa berkembang seiring
dengan berkembangnya kebutuhan manusia.
Moekiyat (1990:46) memberikan beberapa definisi tentang organisasi,
antara lain:
1) Organisasi adalah suatu hubungan struktur antara bermacam-macan faktor
atau fungsi yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
2) Organisasi adalah proses dimana anggota organisasi dapat bekerja sama ke
arah pencapaian tujuan kelompok.
3) Organisasi adalah pembagian secara sistematis dari tugas-tugas, fungsi-
fungsi dan tanggung jawab dari para anggota suatu kelompok atau suatu
sistem.
Sedangkan menurut Sondang P. Siagian (1981:20) pengertian organisasi
adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja sama
untuk mencapai suatu tujuan bersama dan tertenu yang secara formal adanya suatu
ikatan hierarkhi hubungan antara seseorang atau sekelompok orang yang disebut
pimpinan dan seorang atau sekelompok orang yang disebut bawahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Winardi dalam bukunya Teori Organisasi (2003:15) memberikan
pengertian organisasi, sebagai berikut:
”Sebuah organisasi merupakan sebuah sistem yang terdiri dari aneka macam elemen atau subsistem, diantara mana subsistem manusia mungkin merupakan subsistem terpenting dan dimana terlihat bahwa masing-masing subsistem saling berinteraksi dalam upaya mencapai sasaran atau tujuan-tujuan organisasi yang bersangkutan”. Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa organisasi
merupakan sekelompok orang yang berserikat membentuk suatu unit sosial
(pengelompokan) untuk mengadakan kerja sama dan kerja sama itu untuk
mencapai tujuan bersama. Jadi sesuatu dapat dikatakan organisasi jika memenuhi
persyaratan yaitu, adanya tujuan yang akan dicapai secara bersama-sama, adanya
anggota didalammnya dan adanya kerja sama diantara anggota organisasi.
Sedangkan menurut pendapat Schein, terdapat empat ciri organisasi yaitu :
pertama, adanya koordinasi dalam usaha dan upaya. Kedua, pencapaian tujuan
secara bersama-sama melalui koordinasi. Ketiga, pembagian kerja untuk
menciptakan koordinasi. Keempat, adanya suatu hierarki otoritas wewenang
diantara anggota organisasi (Winardi,2003:27).
b. Unsur-Unsur Organisasi
Menurut Moekiyat (1990:48) dalam asas perilaku berorganisasi unsur
unsur organisasi adalah tujuan bersama, pembagian kerja dan hierarki otoritas.
Schein (1980:1) mengatakan unsur organisasi terdiri dari, koordinasi upaya,
tujuan umum bersama, pembagian kerja dan Hierarki otoritas. Unsur-unsur
organisasi tersebut dapat diperinci sebagai berikut:
1) Tujuan bersama
Setiap organisasi pasti mempunyai tujuan, sebab tujuan ini merupakan
salah satu unsur dari organisasi, selain unsur manusia serta adanya kerja sama.
Tujuan tersebut bukanlah tujuan individu dalam organisasi melainkan tujuan
organisasi sebagai kolektivitas. Menurut Moekiyat (1990:48) tujuan organisasi
adalah untuk menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa. Menurut Amiral Eztoni
(1982:8) Tujuan organisasi adalah keadaan yang dikehendaki pada masa yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
akan datang yang semata akan dikejar oleh organisasi agar dapat tercapai. Pada
saat berdirinya organisasi telah terlebih dahulu menetapkan tujuan, yaitu tujuan
yang ditetapkannya untuk masa mendatang bagi organisasi atau sifatnya lebih
pada untuk mencapai tujuan yang berorientasi jangka panjang tersebut setidaknya
melalui beberapa tahap, hal ini diwujudkan melalui sasaran–sasaran yang lebih
pendek jangka waktunya.
2) Pembagian kerja
Suatu organisasi terdiri dari berbagai macam pekerjaan serta individu-
individu yang mengerjakan pekerjaan tersebut. Diantara pekerjaan itu dalam
pelaksanaannya ada yang saling berkaitan satu sama lain. Pekerjaan yang
semacam atau yang erat kaitannya tersebut di kelompokan untuk selanjutnya
dikerjakan individu-individu dalam organisasi. Inti dari pada setiap organisasi
adalah usaha atau kegiatan manusia. Proses menguraikan pekerjaan menjadi
bagian-bagian kecil yang berguna bagi tujuan organisasi dan dilaksanakan oleh
individu atau kelompok disebut pembagian kerja. Melalui pembagian kerja inilah
organisasi mengerahkan pekerjaan dari banyak orang untuk mencapai tujuan
bersama (Moekiyat,1990:48). Sondang P. Siagian menyebutkan tentang tiga sebab
utama mengapa pentingnya pembagian kerja yaitu: a) pembagian kerja yang harus
dipikul; b) jenis pekerjaan yang bermacam-macam; c) berbagai spesialisasi yang
diperlukan.
Untuk melaksanakan tujuannya organisasi menentukan pekerjaan yang
berkaitan dengan tujuan tersebut. Organisasi menanggung beban kerja yang tidak
ringan dengan pekerjaan yang beraneka ragam tersebut, sehingga dirasa perlu
untuk membagi-bagikan pekerjaan yang ada kepada individu-individu. Dengan
dibagi-bagikannya pekerjaan kepada individu maka mereka akan tertuju pada
suatu pekerjaan tertentu, sehingga kebutuhan organisasi dengan adanya
spesialisasi yang dibutuhkan dapat terpenuhi.
3) Koordinasi Upaya
Melaksanakan pembagian kerja tanpa melaksanakan koordinasi upaya
akan menumbuhkan peristiwa dimana tiap-tiap pejabat berjalan sendiri-sendiri
tanpa ada kesatuan arah. Oleh karena itu dalam suatu organisasi ditetapkan suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
koordinasi yang bertujuan untuk mengatur seluruh komponen yang ada dalam
organisasi tersebut.
Pendapat mengenai pengertian koordinasi dikemukakan oleh James D.
Mooney yang dikutip Sutarto (1985:128) yaitu koordinasi sebagai pengaturan
usaha sekelompok orang secara teratur untuk menciptakan kesatuan tindakan
dalam mengusahakan tercapainya suatu tujuan bersama. Apabila dalam organisasi
dilakukan suatu koordinasi maka ada beberapa manfaat yaitu adanya rasa
tanggung jawab antara satuan-satuan organisasi dan dapat dihindarkan
kemungkinan timbulnya pertentangan antar satuan organisasi.
4) Hierarki Otoritas
Menurut Moekiyat (1990:48) otoritas adalah hak untuk memerintah orang
lain. Apabila organisasi-organisasi membagi pekerjaan menjadi komponen-
komponen yang kecil maka harus ada yang dilakukan untuk mengkoordinasikan
usaha-usaha yang dihasilkan untuk menjamin agar mereka menyatukan dan
mencapai tujuan organisasi, Sehingga diperlukan susunan hierarki otoritas untuk
mengatur organisasi. Tanpa hierarki otoritas yang jelas koordinasi upaya akan
mengalami kesulitan bahkan kadang-kadang tidak mungkin dilaksanakan.
c. Tipe-Tipe Organisasi.
Ada bermacam macam bentuk organisasi yang ditinjau dari berbagai sudut
pandang, yaitu sudut pandang sosial dan tujuan khusus dari organisasi tersebut.
Berdasarkan kebutuhan sosial, Talcot pearson membedakan 4 bentuk organisasi:
1) Organisasi ekonomi, tujuannya mendapatkan keuntungan dari produk atau
jasa yang dihasilkan.
2) Organisasi politik (political organization), kegiatan dibidang kekuasaan,
pengambilan keputusan, pengaruh mempengaruhi.
3) Organisasi pengabdian masyarakat (integrative organization), bertujuan
untuk mengabdikan diri untuk kepentingan mereka.
4) Organisasi pelestarian (pattern maintenance organization) tujuannya
untuk melestarikan dan memelihara kesenian, pendidikan, kebudayaan dan
lain-lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Winardi dalam bukunya teori organisasi (2003:12) membedakan macam
organisasi berdasarkan tujuan atau sasaran khususnya sebagai berikut:
1) Organisasi pelayanan, yang siap membantu orang tanpa menuntut
pembayaran penuh dari masing-masing pihak yang menerima servis yang
bersangkutan.
2) Organisasi ekonomi, yaitu organisasi-organisasi yang menyediakan
barang-barang dan jasa sebagai imbalan untuk pembayaran dalam bentuk
tertentu.
3) Organisasi religius yang memenuhi kebutuhan spiritual dari para
anggotanya.
4) Organisasi perlindungan, organisasi yang memberikan perlindungan
kepada orang-orang dari bahaya.
5) Organisasi pemerintah yaitu organisasi yang memenuhi kebutuhan akan
keteraturan dan kontinuitas.
6) Organisasi sosial, organisasi yang memenuhi kebutuhan sosial orang untuk
mencapai kontak dengan orang lain.
4. Perubahan Sosial
a. Pengertian perubahan sosial
Setiap masyarakat selama hidupnya pasti mengalami perubahan.
Perubahan yang dialami manusia berkaitan dengan nilai-nilai, kaidah-kaidah dan
tingkah laku. Menutut Nursyid Suriatmadja (1986:79) perubahan sosial adalah
perubahan yang terjadi dalam masyarakat yang meliputi berbagai aspek
kehidupan, sebagai akibat adanya dinamika anggota masyarakat dan yang
didukung oleh sebagian besar anggota masyarakat, merupakan tuntutan dalam
mencari kestabilan.
Soerjono Soekanto (1982:22) berpendapat bahwa perubahan sosial adalah
perubahan dalam lembaga-lembaga sosial yang mempengaruhi sistem sosial
termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola perilaku diantara kelompok-
kelompok masyarakat. Perubahan-perubahan tersebut ada yang dikehendaki dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
direncanakan serta ada yang tidak direncanakan atau tidak dikehendaki.
Sedangkan menurut Daldjoeni (1979: 21) mengatakan bahwa perubahan sosial
sebagai bagian dari proses sosial mencakup perubahan dalam struktur fungsi, dan
budaya kelompok manusia atau lembaga kemasyarakatan.
Dalam konteks sosial ekonomi perubahan memiliki pengertian suatu
proses pergerakan atau perkembangan masyarakat dalam aspek sosial ekonomi
dari suatu kondisi tertentu menuju kondisi yang lain berupa kemajuan atau
penurunan yang disebabkan oleh peristiwa tertentu.
b. Faktor-faktor penyebab perubahan sosial
Terjadinya suatu perubahan sosial dalam masyarakat tidak terlepas dari
sebab-sebab-sebab yang membawa perubahan tersebut. Perubahan yang terjadi
disebabkan oleh dua faktor yaitu: faktor yang berasal dari dalam, dengan adanya
pengenalan dan unsur-unsur gagasan baru. dan faktor yang berasal dari luar.
Penyebab perubahan itu dapat berupa ilmu pengetahuan atau mental manusia,
kemajuan teknologi, komunikasi dan trnsportasi, urbanisasi, perkembangan,
harapan dan tuntutan manusia dan masyarakat.(Astrid S, Susanto,1983:33).
Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi
perubahan sosial adalah : (1) Kontak atau hubungan dengan kebudayaan bangsa
lain; (2) Sistem pendidikan yang maju; (3) Penduduk yang heterogen; (4) Sikap
yang menghargai hasil karya orang lain dan keinginan untuk maju; (5) Sistem
stratifikasi yang terbuka; (6) Orientasi berfikir ke masa depan. Di samping itu ada
faktor penghambat perubahan seperti : (1) kurangnya ilmu pengetahuan
masyarakat; (2) perekembangan ilmu pengetahuan yang lambat; (3) sikap
masyarakat yang sangat tradisional; (4) adanya kepentingan kepentingan yang
telah tetanam dengan kuat; (5) prasangka terhadap hal-hal yang baru.
Samoel Koenig yang dikutip oleh Soerjono Soekanto (1982:66)
mengatakan bahwa faktor-faktor perubahan sosial meliputi faktor intern dan
ekstern. Faktor intern meliputi: (1) bertambah dan berkurangnya penduduk; (2)
adanya pemberontakan-pembarontakan; (3) konflik dalam masyarakat; (4) adanya
penemuan-penemuan baru. Sedangkan Faktor ekstern meliputi : (1) Sebab–sebab
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
yang berasal dari lingkungan fisik yng ada disekitar manusia; (2) Peperangan; (3)
Adanya pengaruh dari kebudayaan lain.
Pada waktu Jawa di jajah oleh Jepang, diterapkan sistem yang menekan
kehidupan sosial masyarakat Jawa, Jepang mulai membangun infra struktur yang
rusak setelah ditinggalkan Belanda. Salah satunya dengan membangun organisasi
ekonomi baru yang disebut Kumiai yang pada prakteknya sangat merugikan dan
menyengsarakan para petani yang ada di desa-desa sehingga menimbulkan reaksi
dari para petani yaitu dengan pemberontakan-pemberontakan diberbagai daerah,
karena tidak puas terhadap kebijakan yang diterapkan oleh Jepang.
B. Kerangka Pemikiran
Organisasi Ekonomi
Politik Ekonomi
Politik Pemerintah Kolonial Jepang Di
Jawa
Keadaan Sosial Ekonomi Di
Jawa
Dampak
Kumiai
Ekonomi Sosial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Dari skema tersebut dapat diuraikan tentang kerangka berfikir dari
penelitian sebagai berikut :
Jepang menguasai Indonesia tanggal 8 maret 1942, dan melakukan politik
kolonialismenya setelah mengalahkan pemerintah Hindia Belanda dalam
peperangan. Tujuan kolonialismenya di Indonesia adalah untuk mendapatkan
bahan pangan bagi kebutuhan perang tentara Jepang. Khususnya diwilayah-
wilayah besar seperti Jawa.
Pada awal pendudukan di Jawa, pemerintah militer Jepang segera
melakukan tindakan yang tercakup dalam kebijakan yang harus dilaksanakan di
wilayah pendudukan dengan harapan agar usaha untuk menguasai Indonesia dapat
tercapai. Kebijakan tersebut meliputi budaya politik dan ekonomi.
Pemerintah militer Jepang dalam bidang budaya melarang penggunaan
bahasa Belanda dan diganti bahasa Jepang. Rakyat diperbolehkan mempelajari
dan menggunakan bahasa Indonesia. Para seniman juga diperbolehkan
menuangkan hasil karya sastra dalam bentuk karya sastra yang ditujukan untuk
kemenangan Asia Timur Raya.
Pada bidang politik Jepang bekerja sama dengan tokoh-tokoh pergerakan
nasional Indonesia seperti Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara serta
tokoh-tokoh lain. Tujuan diadakan kerja sama untuk menggerakkan massa guna
membantu Jepang ke arah kemenangan Asia Timur Raya. Kerja sama tersebut
bagi bangsa Indonesia sebagai taktik untuk meraih simpati dari pemerintah militer
Jepang sehingga dapat terlibat kegiatan politik.
Keadaan sosial ekonomi masyarakat Indonesia pada masa pemerintah
Jepang berbeda dengan keadaan sosial ekonomi pada masa Belanda, karena ketika
Jepang datang semua perusahaan vital telah dihancurkan oleh Jepang sehingga
terjadi kemiskinan serta keadaan ekonomi yang lumpuh total. Melihat kondisi
sosial ekonomi yang ada pada awal penjajahannya yang parah, pemerintah Jepang
menerapkan politik ekonomi guna mengatur roda perekonomian rakyat. Salah satu
kebijakan di bidang ekonomi Jepang membentuk organisasi-organisasi ekonomi
baru yang disebut Kumiai dimana Kumiai dibawah kontrol langsung oleh Jepang.
Kumiai mengatur tiga hal penting dibidang ekonomi yaitu pertanian, industri,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
perdagangan. Perencanaan dan persiapan Kumiai dilakukan di masing-masing
karesidenan sesuai dengan prakarsa dan kebijakan mereka sendiri. Struktur dan
fungsi Kumiai diatur di masing-masing karesidenan.
Dampak Kumiai mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Dampak sosial Kumiai adalah adanya pemberontakan-pemberontakan sporadis di
berbagai wilayah di Jawa karena ketidakpuasan terhadap sistem Kumiai.
Sedangkan dampak ekonomi dari Kumiai adalah pedagang pedagang yang tidak
tergabung dengan Kumiai maka tidak akan mendapat pasokan. Begitu pula
penentuan harga panen dari rakyat, mereka hanya menjual dengan harga rendah
kepada pemerintah, apalagi dengan adanya Kumiai penjualan hasil panen pada
tengkulak dilarang sehingga rakyat sangat menderita.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan studi pustaka, yaitu melakukan
pengumpulan data tertulis dengan membaca buku-buku literatur, majalah dan
bentuk pustaka lainnya. Data-data tertulis yang berhasil penulis kumpulkan dari
perpustakaan atau tempat-tempat lain, di mana data tersebut dapat diketemukan.
Adapun perpustakaan atau tempat-tempat yang penulis gunakan untuk mencari /
mengumpulkan data-data antara lain:
a. Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
c. Perpustakaan Program Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Jurusan Pendidikan Ilmu Sosial, Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
d. Perpustakaan Monumen Pers Surakarta.
e. Perpustakaan Taman Siswa Yogyakarta.
f. Perpustakaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
g. Perpustakaan Ignatius Kolese Yogyakarta.
h. Perpustakaan Rekso Pustoko Surakarta.
i. Internet.
2. Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejak
pengajuan judul skripsi yaitu bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan September
2010.
B. Metode Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Menurut Koentjaraningrat (1977:16) kata metode berasal dari bahasa
Yunani, yaitu dari kata methodos yang berarti jalan atau cara. Sehubungan dengan
upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah-masalah kerja untuk memahami
obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Menurut Helius Sjamsuddin
(1996:2) metode ada hubungannya dengan suatu prosedur, proses atau teknik yang
sistematis dalam penelitian suatu ilmu tertentu untuk mendapatkan suatu bahan
yang diteliti. Husnaini Usman (1996 :42) menyebutkan bahwa metode adalah
suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah
sistematis.
Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian sejarah (historis).
Menurut Louis Gottschlak (1985: 32) metode historis adalah suatu cara yang
meliputi kegiatan untuk mengumpulkan, menguji serta menganalisa data yang
diperoleh dari peninggalan masa lalu untuk menemukan generalisasi yang berguna
dalam usaha untuk memahami kenyataan-kenyataan sejarah serta untuk
memahami situasi sekarang dan meramalkan masa yang akan datang.
Sartono Kartodirjo (1992: 37) berpendapat bahwa metode penelitian
sejarah adalah prosedur dari cara kerja para sejarawan untuk menghasilkan kisah
masa lampau berdasarkan jejak-jejak yang ditinggalkan oleh masa lampau
tersebut. Penelitian sejarah harus membuat rekonstruksi suatu kegiatan yang
disaksikan sendiri, karena secara mutlak tidak mungkin mengalami lagi fakta yang
diselidikinya. Sedangkan menurut Hadari Nawawi (1985: 67) mengatakan bahwa
metode sejarah adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data
peninggalan masa lampau untuk memahami masa sekarang dalam hubungannya
dengan masa lampau. Mohammad Nazir mengatakan bahwa:
Metode penelitian sejarah merupakan suatu usaha untuk memberikan interaksi dari bagian trend yang naik turun dari suatu status generalisasi yang berguna untuk memahami kenyataan sejarah, membandingkan dengan keadaan sekarang dan dapat meramalkan keadaan yang akan datang. (Mohammad Nazir, 1985: 33)
Berdasar pandangan-pandangan diatas, dapat disimpulkan bahwa metode
penelitian historis adalah suatu kegiatan untuk mengumpulkan sumber-sumber
sejarah, menguji dan menelitinya secara kritis mengenai peninggalan masa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
lampau sehingga menghasilkan suatu cerita sejarah. Dalam penelitian ini
diusahakan pembuatan rekonstruksi peristiwa sejarah tentang peran Kumiai pada
masa penjajahan Jepang tahun 1942-1945. Pertimbangan yang mendasar
digunakannya metode historis dikarenakan metode ini lebih sesuai dengan data
yang dikumpulkan, diuji dan dianalisis secara kritis terhadap semua sumber-
sumber sejarah yang terkait.
C. Sumber Data
“Sumber sejarah seringkali disebut sebagai data sejarah. Perkataan data
berasal dari bahasa latin yaitu datum yang berarti pemberitaan” (Kuntowijoyo,
1995: 94). “Sumber data sejarah adalah segala sesuatu yang langsung atau tidak
langsung memberitahukan kepada masyarakat tentang sesuatu kenyataan atau
kegiatan manusia pada masa lalu” (Helius Sjamsuddin, 1996: 73).
Menurut Sidi Gazalba (1981: 88) sumber data sejarah dapat
diklasifikasikan menjadi: (1) sumber tertulis yaitu sumber yang berupa tulisan, (2)
sumber lisan yaitu sumber yang berupa cerita yang berkembang dalam suatu
masyarakat, (3) sumber benda atau visual yaitu semua warisan masa lalu yang
berbentuk dan berupa.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber tertulis.
Louis Gosttchalk (1986: 35) mengemukakan bahwa sumber tertulis dibedakan
menjadi dua yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah
kesaksian daripada seorang saksi dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan
panca yang lain, atau alat mekanis seperti dektafon yaitu orang atau alat yang
hadir pada peristwa-peristiwa yang diceritakannya, sedangkan sumber sekunder
merupakan kesaksian dari siapapun yang tidak hadir pada peristiwa yang
dikisahkannya.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber tertulis
yang ada kaitannya dengan Penjajahan Jepang di Jawa khususnya peranan kumiai
di Jawa, baik sumber primer maupun sumber sekunder. Sumber primer yang
digunakan antara lain: (1) surat kabar, yaitu:, Sinar Matahari, 13 Desember 1943,
Tjahaja, 9 Januari 1945, Asia Raya, Juni 1944 (3) majalah, yaitu: Kan Po, bulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Juni 1943 - Juli 1945, Djawa Baroe No 5, 1944. Adapun sumber data sejarah
sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: (1) Mobilisasi dan
Kontrol Sosial Pedesaan Jawa, yang ditulis oleh Aiko Kurasawa; (2) Revolusi
Pemuda, Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa, yang ditulis oleh Ben
Anderson; (3) Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI yang ditulis oleh Marwati
Djoened dan Nugroho Notosusanto; (4) Perkembangan Koperasi Indonesia yang
ditulis oleh Arifinal Chaniago; (5) Bulan Sabit dan Matahari Terbit Hidia Belanda
dan Jepang, yang ditulis oleh Benda Harry J Benda; (6) Pendudukan Jepang di
Indonesia yang ditulis oleh L. De Jong; (7) Pemberontakan Indonesia di Masa
Pendudukan Jepang yang tulis oleh Akira Nagazumi; (8) Artikel-artikel dari
internet, yang didapat melalui e-journal dan e-book..
D. Tehnik Pengumpulan Data
Menurut Moh. Nazir (1988: 211) teknik pengumpulan data adalah
prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.
Selalu ada hubungan antara metode mengumpulan data dengan masalah penelitian
yang ingin dipecahkan, yaitu memberi arah dan mempengaruhi metode
pengumpulan data
Koentjaraningrat (1983: 3) menyatakan bahwa dalam metode sejarah,
teknik pengumpulan data disebut heuristik. Pengumpulan data heuristik
merupakan bagian yang sangat penting dalam suatu penelitian. Berdasarkan
sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, maka dalam pengumpulan data
digunakan teknik studi pustaka. Teknik studi pustaka adalah suatu metode
penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data atau fakta sejarah, dengan cara
membaca buku-buku literatur, majalah, dokumen atau arsip, surat kabar atau
brosur. Kartini Kartono (1983:28) mengungkapkan bahwa penelitian dengan
menggunakan studi kepustakaan adalah penelitian dengan mengumpulkan data
dan informasi yang terdapat di ruang perpustakaan, misalnya buku-buku, majalah,
naskah, catatan kisah sejarah dan dokumen.
Berdasarkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, maka
teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah teknik studi pustaka, yaitu
melakukan pengumpulan data tertulis dengan membaca buku-buku literatur,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
majalah dan bentuk pustaka lainnya. Dalam pengumpulan data ini penulis
melakukan kegiatan mengumpulkan, membaca dan mengkaji berbagai materi atau
data yang sesuai dengan tema penelitian. Adapun langkah-langkah operasional
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu seperti yang diuraikan oleh Nugroho
Notosusanto (1971: 50-54) sebagai berikut: (1) menentukan pokok judul
penelitian, (2) menyusun daftar sumber-sumber sementara, (3) membaca sumber-
sumber sementara dengan melakukan penilaian terhadap sumber primer dan
sumber sekunder, (4) menyusun kerangka sementara yang berguna sebagai
pedoman bagi pembagian tulisan, (5) meneliti sumber-sumber tulisan, (6)
mencatat data-data hasil penelitian.
Kegiatan studi pustaka yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
mengumpulkan sumber-sumber baik primer maupun sekunder yang berupa buku-
buku literaur, maupun majalah yang berkaitan dengan Peranan Organisasi Kumiai
pada masa penjajahan Jepang di Jawa tahun 1942-1945. Kegiatan pengumpulan
sumber tersebut dilakukan antara lain di berbagai perpustakaan di lingkungan
civitas akademika Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Monumen
Pers Surakarta dan Perpustakaan Universitas Daerah Yogyakarta. Kegiatan studi
pustaka juga dilakukan di Perpustakaan Taman Siswa Yogyakarta dan dari
internet. Kegiatan berikutnya dengan membaca, mencatat, meminjam maupun
mengcopy sumber-sumber tertulis yang dianggap penting dan relevan dengan
tema penelitian sehingga diperoleh data-data yang akan digunakan dalam
penulisan skripsi.
E. Teknik Analisis Data
Menurut Moh. Nazir (1988: 405) data yang dikumpulkan oleh peneliti
tidak akan berguna jika tidak dianalisis. Analisis data merupakan bagian yang
sangat penting dalam metode ilmiah karena dengan analisis, data tersebut dapat
diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian
Penelitian ini diadakan dengan tujuan pokok menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang mengungkapkan tentang peranan kumiai pada masa penjajahan
Jepang di Jawa, maka untuk mencapai tujuan itu dilakukan analisis data. Teknik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis historis. Menurut
Sartono Kartodirdjo (1992:46) analisis historis adalah analisis yang
mengutamakan ketajaman dalam melakukan interpretasi data sejarah. Pengkajian
fakta-fakta sejarah oleh sejarawan tidak terlepas dari unsur-unsur subyektifitas
sehingga diperlukan konsep-konsep dan teori sebagai kriteria menyeleksi dengan
pengklasifikasian.
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam menganalisis data sejarah di
dalam penelitian ini adalah dengan melakukan pengumpulan data yang kemudian
diklasifikasikan sesuai tema penelitian. Dalam menganalisis sebuah sumber
diperlukan adanya kritik intern dan kritik ekstern untuk menentukan kredibilitas
dan otentisitas sumber yang didapatkan. Langkah ini berguna untuk mengetahui
sumber yang benar-benar diperlukan dan relevan dengan permasalahan yang
diteliti. Kritik ekstern yaitu menganalisis fisik sumber data sejarah yang tertulis.
Berbagai data tersebut digolongkan menjadi sumber primer dan sumber sekunder.
Kedua jenis sumber yang telah digolongkan tersebut diidentifikasikan tentang
penulis, tempat penulisan, dan tahun terbit, serta orisinilitas penulis ataupun editor
terhadap hasil penelitian. Kritik intern yaitu menganalisis isi sumber data sejarah
tertulis untuk mendapatkan data yang kredibel, dilakukan dengan mengidentifikasi
gaya bahasa, ejaan, tata bahasa, lingkungan dan pola pikir yang berkembang pada
masa penulisan dilakukan. Data-data yang telah dikumpulkan tersebut kemudian
diseleksi atau dibandingkan satu dengan yang lainnya sehingga diperoleh fakta
sejarah yang benar-benar relevan. Langkah selanjutnya adalah
menginterpretasikan data yang telah terkumpul, yaitu merangkaikan fakta-fakta
tersebut untuk mengetahui hubungan sebab–akibat antar peristiwa satu dengan
peristiwa lainnya dengan cara membandingkan, mengaitkan atau menghubungkan
antara data yang satu dengan data yang lain sehingga dapat diketahui hubungan
sebab akibat dari suatu peristiwa masa lampau yang menjadi obyek penelitian.
Fakta – fakta yang sudah didapat, dihubungkan/disusun menjadi sebuah karya
yang menyeluruh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
F. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian merupakan langkah-langah penelitian yang harus
dilakukan seorang peneliti sebagai proses dalam penulisan skripsi yang
menggunakan metode sejarah. Dalam metode penelitian sejarah prosedur
penelitian yang penulis lakukan, yaitu: (1) Heuristik atau pencarian jejak-jejak
sejarah, (2) Kritik, atau kegiatan mengidentifikasi sumber-sumber sejarah, (3)
Interpretasi atau penafsiran terhadap sumber-sumber yang relevan, dan (4)
Historiografi atau penyampaian hasil rekontruksi sejarah dalam bentuk penulisan
sejarah.
Berdasar prosedur diatas dapat digambarkan skema metode historis adalah
sebagai berikut:
Heuristik Kritik Interpretasi Historiografi
Jejak-jejak Sejarah Fakta Sejarah
Keterangan:
1. Heuristik
Heuristik berasal dari kata Yunani yang artinya memperoleh. Dalam
pengertiannya yang lain adalah suatu teknik yang membantu kita untuk mencari
jejak-jejak sejarah. Menurut G. J Rener (1997:37) heuristik adalah suatu teknik,
suatu seni dan bukan suatu ilmu. Heuristik tidak mempunyai peraturan-peraturan
umum, dan sedikit mengetahui tentang bagian-bagian yang pendek.
Pada tahap ini, penulis berusaha mengumpulkan sumber atau data-data
yang relevan dengan permasalahan yang akan dikaji. Kegiatan pengumpulan data,
dicari data yang relevan dengan melakukan studi kepustakaan, yaitu berusaha
mendapatkan data tertulis yang berupa buku-buku dan sumber tertulis lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Pada tahap ini merupakan tahap pengumpulan data yang ada hubungannya dengan
masalah Peranan Kumiai pada masa penjajahan Jepang di Jawa tahun 1942-1945.
2. Kritik
Setelah sumber terkumpul, tahap berikutnya yaitu langkah verifikasi atau
kritik guna memperoleh keabsahan sumber. Kritik sumber adalah salah satu
kegiatan dalam metode sejarah, yang dilakukan untuk memilih, menyeleksi,
mengidentifikasi serta menilai sumber atau data yang akan digunakan dalam
penulisan sejarah kritis. Dalam penelitian ini, kritik sumber dilakukan dengan dua
cara, yaitu:
a. Kritik Ekstern
Kritik ekstern yaitu kritik terhadap keaslian sumber (otensitas) yang
berkenaan dengan segi-segi fisik dari sumber yang ditemukan, seperti: bahan
(kertas atau tinta) yang digunakan, jenis tulisan, gaya bahasa, hurufnya, dan
segi penampilan yang lain. Helius sjamsudin (1996 : 105) mengemukakan
kritik ekstern adalah “suatu penileian atas asal usul dari sumber, suatu
pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan
semua informasi yang mugkin dan untuk mengetahui apakah pada suatu
waktu sejak mulanya sumber itu telah diubah oleh orang tertentu atau tidak”.
Uji otensitas dilakukan dengan dengan melihat jenis kertas, bentuk tulisan,
bahasa yang digunakan, tahun pembuatan, siapa yang membuat, serta dimana
arsip, buku atau majalah dibuat. Kritik ekstern dilakukan dengan melihat siapa
yang menulis sumber, seperti digunakan buku karya Aiko Kurasawa, seorang
penulis yang merupakan dosen School of Internasional Development (pasca
sarjana) di Universitas Nagoya, Jepang yang menulis buku dengan judul
Mobilisasi dan Kontrol Sosial Pedesaan Jawa 1942-1945 diterbitkan di Jakarta
oleh PT Gramedia Widiasarana Indonesia dan dialih bahasakan oleh
Hermawan Sulistiyo. Kritik ekstern terhadap Surat kabar “Sinar Matahari dan
Asia Raya” serta majalah “Kan Po” dan “Djawa Baroe” dilakukan dengan
melihat bentuk tulisan, bahasa yang digunakan serta tahun pembuatan, siapa
yang membuat, dan dimana surat kabar itu dibuat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
b. Kritik Intern
Kritik intern yaitu suatu kritik yang diberikan terhadap aspek-aspek dalam
atau isi sumber sejarah. Kritik intern dilakukan untuk mendapatkan data yang
dapat dipercaya kebenarannya atau kredibel. Kritik internal sebagaimana
dikemukakan Helius Sjamsuddin (1996: 111) menekankan aspek ”dalam”
yaitu isi dari sumber dan kesaksian (testimony). Sejarawan akan mengadakan
evaluasi terhadap kesaksian setelah fakta kesaksian (fact of testimony)
ditegakan melalui kritik internal. Kritik intern dalam penelitian dilakukan
dengan cara mengientifikasi gaya, tata bahasa dan ide yang digunakan penulis
sumber data, kecenderungan politik dan pendidikan penulis sumber data,
situasi disaat penulisan dan tujuan dalam mengemukakan peristiwa yang
berkaitan dengan tema peran kumiai di Jawa tahun 1942-1945, kemudian
membandingkan isi sumber sejarah yang satu dengan sumber sejarah yang
lain, antara karangan yang satu dengan yang lain, serta antara buku yang satu
dengan yang lain. Kebenaran isi dari sumber tersebut dapat dilihat dari isi
pernyataan dan berita yang ditulis dari sumber yang satu dengan sumber yang
lain.
3. Interpretasi
Intepretasi merupakan kegiatan menafsirkan fakta-fakta yang diperoleh
dari data yang telah diseleksi pada tahap sebelumnya untuk selanjutnya dilakukan
analisis data. Interpretasai harus didasarkan pada obyektifitas yang besar dan
menekan subyektifitas semaksimal mungkin.
Dalam penelitian ini, interpretasi dilakukan dengan cara menghubungkan
atau mengaitkan sumber sejarah yang satu dengan sumber sejarah lain, sehingga
dapat diketahui hubungan sebab akibat dari suatu peristiwa masa lampau yang
menjadi obyek penelitian. Sumber tersebut kemudian ditafsirkan, diberi makna
dan ditemukan arti yang sebenarnya sehingga dapat dipahami makna tersebut
sesuai dengan pemikiran yang logis berdasarkan obyek penelitian yang dikaji,
yaitu Peranan Kumiai Pada Masa Penjajahan Jepang Di Jawa Tahun 1942-1945.
Dengan demikian dari kegiatan kritik sumber dan interpretasi tersebut dihasilkan
fakta sejarah atau sintesis sejarah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
4. Historiografi
Menurut Helius Sjamsudin (1992: 153) historiografi merupakan langkah
terakhir di dalam prosedur penelitian historis yang berupa karya sejarah dari hasil
penelitian, dipaparkan dengan bahasa ilmiah dengan seni yang khas menjelaskan
apa yang ditemukan beserta argumentasinya secara sistematis. Dalam historiografi
seorang penulis tidak hanya menggunakan keterampilan teknis, penggunaan
kutipan-kutipan dan catatan-catatan tetapi penulis juga dituntut menggunakan
pikiran kritis dan analisis.
Historiografi yaitu suatu kegiatan penyusunan fakta sejarah menjadi
kisah sejarah yang disajikan dalam bentuk tulisan. Dalam hal ini imajinasi sangat
diperlukan untuk merangkai fakta satu dengan fakta yang lain, sehingga menjadi
suatu kisah sejarah yang menarik dan dapat dipercaya kebenarannya. Historiografi
penelitian ini diwujudkan berupa karya ilmiah skripsi yang berjudul Peran Kumiai
Pada Masa Penjajahan Jepang Di Jawa Tahun 1942-1945.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Latar Belakang Pembentukan Kumiai
1. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Jawa Awal Penjajahan Jepang.
Masa penjajahan Jepang di Indonesia (1942-1945) merupakan periode
yang penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Pada awal pendudukannya, Jepang
menunjukan tindakan-tindakan yang sangat baik. Berbagai kebijakan berpihak
kepada bangsa Indonesia. Jepang mengijinkan pengibaran bendera merah putih
dan masyarakat diperbolehkan menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan
sehari-hari. Posisi yang kosong dalam pemerintahan juga didistribusikan kepada
kaum terpelajar Indonesia. Oleh karena itu rakyat Indonesia berpandangan bahwa
bangsa Indonesia sebentar lagi akan merdeka. Bagi Jepang, tindakan tersebut
hanya upaya jangka pendek untuk mendapat dukungan rakyat Indonesia sebelum
menunjukan tujuan utama kedatanganya. Pada perkembangan selanjutnya
kebijakan Jepang terhadap Indonesia berubah. Orientasi yang sebenarnya lebih
diarahkan pada upaya eksploitasi sumber daya alam, mobilisasi sumber daya
manusia, serta mengupayakan mobilisasi sumber daya kerja untuk kepentingan
perang Asia Timur Raya. Pada masa penjajahan Jepang telah terjadi berbagai
perubahan yang mendasar pada sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia.
Perubahan-perubahan tersebut merupakan dampak dari pendudukan Jepang yang
represif dan eksploitatif. Masa pendudukan Jepang di Indonesia pada umumnya
dan Jawa pada kususnya selama tiga setengah tahun tersebut sering dipandang
sebagai masa yang singkat, tetapi akibat yang ditimbulkan sebanding dengan masa
penjajahan Belanda. Namun demikian, meskipun pendudukan Jepang
menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan rakyat, tetapi pendudukan Jepang
juga memiliki segi-segi yang menguntungkan dan dirasakan pula oleh rakyat
Indonesia khususnya masyarakat Jawa (Cahyo Budi Utomo, 1995: 108).
Pada tanggal 1 Maret 1942, di bawah pimpinan Vince Admiral Takahashi,
bala tentara Jepang mendarat di pulau Jawa. Jepang sebelumnya telah menguasai
Tarakan, Balikpapan, dan Banjarmasin di Kalimantan. Pasukan Jepang mendarat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
di tiga tempat pendaratan. Pendaratan pertama dilakukan di Merak, Teluk Banten.
Dibawah pimpinan Letnan Jendral Hitoshi Imamura. Pendaratan kedua dilakukan
di Pantai Eretan Wetan, pantai utara bagian Jawa Barat, dibawah pimpinan
Kolonel Shoji. Pendaratan ketiga dilakukan di Sragen, Jawa Tengah, di bawah
komando Brigade Sakaguci. Jepang memilih ketiga pendaratan tersebut dengan
perkiraan bahwa pertahanan di ketiga tempat tersebut lemah. Perkiraan tersebut
tepat sebab pada saat Jepang mendarat tidak ada perlawanan yang berarti. Usaha
pendaratan tersebut diikuti dengan gerakan pasukan untuk menguasai kota-kota
pedalaman. Gerakan pasukan Jepang dari arah Banten berhasil menduduki
Batavia dan kota-kota lain seperti Sukabumi, Bogor, Cianjur dan Bandung. Pada
tanggal 8 maret 1942 Pemerintah Hindia Belanda menyerah pada Jepang dan Jawa
resmi menjadi Jajahan Jepang (Hendri F Isnaeni dan Apid, 2008: 24).
Pada awal Penjajahan Jepang, kebijakan-kebijakan serta undang-undang
tidak banyak dibuat oleh pemerintah Jepang, sebab pemerintah Jepang sibuk
memulihkan keamanan di daerah-daerah. Jepang menerapkan sistem sentralisasi
kekuasaan untuk memanamkan kekuasaan di Indonesia. Pulau Jawa menjadi pusat
pemerintahan yang terpenting, bahkan jabatan Gubernur Jenderal pada masa
Hindia Belanda dihapus dan diambil alih oleh panglima tentara Jepang di Jawa.
Sementara status pegawai sipil dan undang-undang di masa Belanda tetap diakui
sah untuk sementara, dengan syarat tidak bertentangan dengan Undang-undang.
Langkah pertama Jepang adalah membuat pemerintahan militer yang dikepalai
oleh seorang Gunseikan. Berdasarkan Osamu Sirei ( Undang-undang yang
dikeluarkan oleh Jepang) Jepang mengeluarkan kebijakan membentuk
Pemerintahan militer di Jawa yang terdiri atas: Saiko Shikikan (Panglima
Tertinggi/Panglima Tentara) yang merupakan pucuk pimpinan. Dibawah
panglima tertinggi terdapat Gunseikan (kepala pemerintah militer). Gunseikan
sendiri dibantu oleh staf pemerintahan militer pusat yang disebut Gunseikanbu
yang terdiri atas 5 macam bu (Departemen) yaitu Somubu (Departemen Urusan
Umum), Zaimubu (Departemen Keuangan), Sangyobu (Departemen Perusahaan,
Industri, dan Kerajinan Tangan). Kotsubu (Departemen Lalu Lintas) dan Shihobu
(Departemen Kehakiman). Pemerintah Jepang juga membagi pemerintahan daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
yaitu Syu, Syi, Ken, Gun, Son, dan Ku, dan terdapat dua daerah Istimewa yang
disebut Kochi. Menurut Undang-undang No.27 tentang pemerintahan daerah,
pulau Jawa dan Madura selain Surakarta dan Yogyakarta dibagi atas Syu, Syi,
Ken, Gun, Son, dan Ku. Syu sama dengan Karesidenan. Syi sama dengan
Kotapraja, Ken sama dengan Kabupaten, Gun sama dengan Kawedanan atau
distrik, Son sama dengan Kecamatan dan Ku sama dengan Kelurahan atau Desa.
Sedangkan Surakarta dan Yogyakarta disebut Kochi atau daerah Istimewa
Pembagian daerah pemerintahan seperti pada zaman Belanda yang terdiri atas
Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur dihapuskan
(Kanpo No. 27 Tahun 1942).
Jepang tidak hanya membuat peraturan tentang perubahan pemerintahan
daerah, tetapi Jepang juga membentuk organisasi-organisasi semi militer yang
berfungsi untuk membantu Jepang dalam pertempuran Asia Timur Raya. Ketika
kedudukan militer Jepang semakin terdesak di medan perang pasifik, pemerintah
Jepang melakukan persiapan untuk menghadapi kemungkinan serangan sekutu ke
wilayah Nusantara. Jepang kemudian mengerahkan sejumlah anggota masyarakat
untuk dilatih dan dididik menjadi kelompok semi militer dan militer. Mereka
diharapkan akan mampu membantu pasukan Jepang mempertahankan wilayah
Indonesia dari kemungkinan serangan sekutu. Tanggal 29 April 1943 diumumkan
secara resmi terbentuknya Seinendan dan Keibondan, tujuan utama dibentuknya
kedua organisasi pemuda tersebut adalah untuk dijadikan tenaga cadangan
menghadapi serangan sekutu yang mulai menguasai hampir semua front
pertempuran dalam perang pasifik. Sebagai propaganda mereka dinyatakan
sebagai pemuda yang harus mampu mempertahankan tanah air dengan kekuatan
sendiri. Pada akhir perang pasifik di pulau Jawa diperkirakan terdapat 500 ribu
orang yang telah dilatih menjadi anggota Seinendan. Mereka mendapat latihan
militer baik bertahan maupun menyerang. Sedangkan Keibondan merupakan
organisasi untuk membantu kepolisian, seperti menjaga lalu lintas, pengamanan
desa dan lain-lain. Keibondan dibentuk di hampir seluruh wilayah Indonesia dan
hanya berangotakan laki-laki saja. Jumlah anggotanya lebih besar dari Seinendan
yaitu sekitar satu juta orang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Selain kedua organisasi diatas terdapat pula Heiho dan PETA (Pasukan
Pembela Tanah Air) yang diistilahkan sebagai embrio TNI (Tentara Nasional
Indonesia) dilatih dan ditempatkan di lingkungan angkatan darat dan angkatan
laut. Jumlah pasukan Heiho sebanyak 42 ribu orang dan mereka lebih terlatih
daripada PETA karena mereka langsung diberi tugas menggantikan pasukan
Jepang di medan perang. Pada tahun 1944 Jepang semakin terdesak dan banyak
membuat pasukan Semi militer lainnya yang disebut Barisan Pelopor (Suishintai)
pada tanggal 1 November 1944, Barisan Berani Mati (Jibakutai) pada tanggal 8
Desember 1944, Hizbullah (Kaikyo Seinen Teishintai) pada tanggal 15 Desember
1944 (Abdul Irsan, 2007: 217).
Pada masa awal penjajahan Jepang di Jawa, pemerintah Jepang belum
menentukan kebijakan baru di bidang perekonomian terutama masalah bahan
makanan karena Jepang masih sibuk memulihkan ketertiban di wilayah-wilayah
yang baru diduduki. Jepang hanya meneruskan kebijakan Belanda yang sudah ada
dan baru pada bulan Agustus pemerintah militer Jepang, mengambil langkah-
langkah yang sistematis untuk mengelola bahan makanan dengan mendirikan
organisasi yang mengatur tentang bahan makanan dan hasil pertanian di Jawa.
Tujuan pokok penyerbuan Jepang ke Jawa ialah untuk mengeksploitasi sumber
daya ekonomi. Pedesaan yang tanahnya subur dan penduduknya yang padat
merupakan wilayah yang tepat untuk dikuasai serta di eksploitasi. Jepang
melakukan eksploitasi-eksploitasi sumber daya ekonomi dan sumber daya
manusia secara penuh dan seefisien mungkin (Aiko Kurasawa, 1993: 3). Kegiatan
ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang sehingga seluruh potensi sumber
daya alam dan bahan mentah digunakan untuk industri yang mendukung mesin
perang. Jepang menyita seluruh hasil perkebunan, pabrik, Bank dan perusahaan
penting. Lahan pertanian banyak yang terbengkelai akibat titik berat kebijakan
difokuskan pada ekonomi dan industri perang. Kondisi tersebut menyebabkan
produksi pangan menurun dan kelaparan serta kemiskinan meningkat drastis.
Jepang menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan sanksi
pelanggaran yang sangat berat. Pengawasan tersebut diterapkan pada penggunaan
dan peredaran sisa-sisa persediaan barang. Pengendalian harga untuk mencegah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
meningkatnya harga barang. Pengawasan perkebunan teh, kopi, karet, tebu, gula,
pohon jarak, kapas dan sekaligus memonopoli penjualannya. Pembatasan teh,
kopi dan tembakau, karena tidak langsung berkaitan dengan kebutuhan perang
(Hendri F Isnaeni dan Apid, 2008: 37-38).
Hasil bumi yang paling dibutuhkan Jepang adalah padi oleh karena itu
usaha menggandakan hasil bumi dibuat sebaik mugkin, teknologi pertanian yang
baru dan lebih modern serta jenis padi baru mulai diperkenalkan oleh Jepang.
Jepang juga mulai memperluas areal persawahan dengan cara membuka tanah
baru terutama bekas perkebunan tanah lainya yang belum pernah ditanami.
Disamping itu Jepang yang memperkenalkan teknik penanamam padi yang baru,
yaitu menanam bibit padi yang benar tanaman padi garis lurus yang biasa di
lakukan oleh para petani Jawa terbukti tidak efisien dan Jepang mengemukakan
bahwa hal ini adalah penyebab rendahnya produktivitas padi. Petani diharapkan
menanam bibit padi lebih dari 2 centimeter dan tidak membiarkan tanaman terlalu
besar di tempat pembibitan sebelum dipindahkan. Cara penanaman padi yang
diperkenalkan oleh Jepang ini akhirnya diterima oleh petani Jawa, karena cara
tersebut lebih efektif dalam rangka meningkatkan produksi padi
(Kanpo No 32 Tahun 1943). Dari bentuk eksploitasi-eksploitasi yang dilakukan
oleh Jepang diberbagai bidang, yang paling dirasakan penduduk adalah politik
penyerahan padi secara paksa. Kewajiban ini merupakan kewajiban yang terberat
bagi mayoritas penduduk dari sekian banyak kebijakan pemerintah militer. Jepang
mengambil dan membeli kekayaan alam bangsa Indonesia secara paksa. Rakyat
dibawah pimpinan pangreh praja diwajibkan menyerahkan padi serta hasil bumi
lainnya secara paksa dan ditentukan jumlahnya dan pembayarannya sepihak dari
penguasa. Jepang membayar dengan uang kertas yang dibuat secara sepihak.
Wajib serah padi secara resmi diawali dengan dekrit yang dikeluarkan di
setiap karesidenan dan setiap karesidenan diizinkan untuk menerapkan dekrit itu
diwilayahnya. Otonomi karesidenan seperti itu merupakan salah satu ciri
terpenting dari kebijakan pemerintahan Jepang. Suatu karesidenan dianggap
sebagi unit otonom untuk produksi dan sirkulasi komoditi. Sirkulasi bebas untuk
hampir seluruh komoditi di luar batas karesidenan dilarang. Setiap karesidenan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
diwajibkan untuk sedapat mungkin berswadaya dalam setiap produk. Apabila
sebuah karesidenan benar-benar kekurangan suatu produk tertentu, tidak diizinkan
mengimpor produk secara langsung dari karesidenan yang lain. Kekurangan akan
dipasok dari pemerintah pusat. Kebanyakan kebijakan ekonomi yang terperinci
dibuat pada tingkat karesidenan dan pengaturan ditetapkan oleh masing-masing
karesidenan, serta sebagian organisasi kegiatan ekonomi dikelola dengan
karesidenan sebagai unit dasar. Terdapat pula petunjuk dasar mengenai
penyerahan padi yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, antara lain:(1) petani
diharuskan menjual sejumlah kuota tertentu dari produksi padi kepada pemerintah
dengan harga yang telah ditetapkan; (2) padi harus diserahkan ke penggilingan
beras yang ditunjuk oleh pemerintah desa; (3) jika petani masih memiliki surplus
untuk dijual setelah menyerahkan kuota yang ditetapkan maka petani hanya
diperbolehkan menjual padi ke penggilingan yang terdaftar dan tidak diizinkan
untuk menjual kepada tengkulak atau ke pasar setempat. Petani juga dilarang
menumbuk gabah untuk kepentingan komersial tanpa izin pemerintah
(Kanpo No 32 Tahun 1943).
Sistem penyerahan padi paksa ini mirip dengan sistem tanam paksa yang
diterapkan oleh pemerintah Belanda pada abad ke 19. Menurut Linblad
(2002 : 117) Cultuur Stelsel atau tanam paksa adalah gagasan Gubernur Jenderal
Van Den Bosch, yang menganggap Indonesia sebagai wingewest bermanfaat atau
koloni yang menguntungkan dimana rakyat dapat di subordinasikan demi
kepentingan negara induk. Berdasarkan alasan tersebut Van Den Bosch
memperkenalkan sistem tanam paksa sebuah sistem eksploitasi ekonomi yang
dipandang paling menguntungkan. Eksploitasi ini mampu memberikan dana bagi
pemerintah kolonial dan yang paling penting menyumbang kekayaan bagi negara
Belanda. Sistem tanam paksa merupakan sistem manajemen perkebunan yang
dikontrol pemerintah kolonial menggunakan tenaga kerja dan tanah petani. Sistem
tanam paksa juga dapat diartikan sebagai sebuah sistem industri agraris yang di
dalamnya pemerintah kolonial memanipulasi kekuasaan dan pengaruhnya untuk
memaksa para petani menanam komoditas tertentu dan kemudian petani
menyerahkan produk-produk mereka dengan harga yang sangat rendah. Hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
mirip dengan serah padi masa Jepang dimana petani dituntut untuk menanam dan
menyerahkan padi dengan kuota tertentu untuk pemenuhan kebutuhan Jepang.
Pada saat Jepang menjadi pihak yang defensif dan posisi Jepang dalam
peperangan melemah, penguasa memerintahkan semua pasukan di wilayah
jajahanya untuk dapat berswasembada. Jepang melaksanakan kebijakan politik
ekonomi mencukupi kebutuhan sendiri atau Genchi Jikatsu di wilayah jajahannya.
Kebijakan inilah yang mendasari kewajiban paksa mengumpulkan semua hasil
perkebunan oleh pemerintah Jepang, pembagian dan penjatahan surplus produksi
pertanian rakyat, khususnya padi dan bahan kebutuhan hidup lainnya yang
semakin langka serta perekrutan paksa tenaga kerja untuk berbagai proyek di
wilayah masing-masing maupun di luar Jawa (Anton Lucas, 1989 : 54).
Terputusnya komunikasi pemerintah Jepang dengan daerah-daerah di
wilayah selatan, menyebabkan daerah-daerah di wilayah selatan harus mencukupi
sendiri kebutuhan ekonominya, sehingga Syu (karesidenan) harus mampu
mengelola kebutuhan ekonominya sendiri. Apalagi kenyataan bahwa antara
kenyataan dan target penyetoran padi tidak sebanding. Di karesidenan Kedu
misalnya, dari bulan April 1943 sampai dengan bulan Maret 1944 dari target
setoran sebanyak 54.000 ton, ternyata hanya dapat dipenuhi 25.237 ton atau
sekitar 46,7% dari target. Bahkan dari April sampai dengan September 1945 dari
total target 80.000 ton, hanya dipenuhi 17.464 ton atau sekitar 21,8%. Selain
disebabkan oleh target setoran yang tidak rasional, kemungkinan kedua adalah
faktor produksinya. Pada tahun 1944 terjadi penurunan secara umum hasil panen
sebanyak 20 % dibandingkan pada tahun 1937 dan tahun 1941. kemungkinan lain
ialah faktor kesulitan pengangkutan dan buruknya tempat penyimpanan sehingga
padi menjadi busuk (Cahyo Budi Utomo, 1995: 192).
Penetapan penyerahan padi pada pemerintah secara paksa membuat petani
tidak mempunyai pilihan lain selain membeli bibit dengan harga yang tinggi.
Petani sangat menderita akibat dari kebijakan pemasaran yang dikenakan oleh
pemerintah militer yang sewenang-wenang atas produk mereka. Proses eksploitasi
tersebut terlihat secara mendasar pada kehidupan masyarakat pedesaan. Padahal
perilaku ekonomi yang khas dari keluarga petani Jawa, menurut James Scott
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
dalam bukunya Moral Ekonomi Petani (1989 : 194) ialah petani yang subsisten,
yaitu sekaligus satu unit produksi dan konsumsi. Oleh karena itu, masalah yang
dihadapi petani ialah bagaimana dapat menghasilkan beras untuk kebutuhan
pangan, sandang sekeluarga. Implikasi dan penyerahan wajib tersebut ialah
meningkatnya angka kematian dan menurunnya derajad kesehatan masyarakat.
Bahkan keadaan sosial serta tingkat kesejahteraan sosial yang sangat buruk
sebagai akibat kelangkaan bahan pangan. Angka kematian lebih tinggi dari angka
kelahiran. Di Kudus misalnya angka kematian mencapai 45,0 %, sedangkan di
Purworejo dan Wonosobo mencapai 42,7% dan 53,7%. Pola makan yang berubah,
pola hidup yang bergeser serta tekanan-tekanan sosial-ekonomi yang menghimpit
menyebabkan perubahan mendasar dalam aspek-aspek fisik maupun psikologis
(Cahyo Budi Utomo, 1995: 192).
Dalam aspek fisik yang nyata terlihat kemiskinan endemis yang semakin
meluas, kesehatan yang merosot serta angka kematian yang tinggi. Dalam aspek
non fisik terlihat kemiskinan mentalitas akibat rongrongan dan ketakutan yang
tidak proporsional. Kegelisahan komunal dan ketidaktentraman kultural yang
makin meningkat frekuensinya. Dapat dikatakan bahwa keadaan petani dan
masyarakat pedesaan di Jawa berada dalam tingkat yang sangat buruk. Bagi
masyarakat pedesaan Jawa yang penting adalah bagaimana mereka dapat sekedar
bertahan hidup, dalam situsi yang makin memburuk dan suasana yang semakin
tidak menentu.
Pada awal pemerintahan Jepang di Jawa keadaan ekonomi semakin lama
semakin buruk. Kehidupan rakyat sangat menyedihkan akibat pemerasan yang
dilakukan oleh Jepang. Rakyat kekurangan makanan dan pakaian, pemenuhan
kebutuhan pangan semakin bertambah berat dan rakyat juga merasakan
penggunaan sandang yang sangat memprihatinkan. Pakaian rakyat hanya terbuat
dari karung goni yang berdampak pada timbulnya penyakit gatal-gatal akibat kutu
dari karung tersebut. Ada yang hanya menggunakan lembaran karet sebagai
penutup. Hasil-hasil panen rakyat, besi-besi kereta api, intan dan berlian juga
dibawa ke negara Jepang. Tanah Jawa pernah mengalami paceklik dan kurang
sandang pangan karena hasil panen tidak dapat mencukupi kebutuhan. Pemerintah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
daerah pernah membuat larangan tidak boleh membawa beras ke karesidenan lain
di kereta-kereta dan jalan raya sering diadakan pemeriksaan yang dilakukan oleh
Keibodan, dengan tujuan memeriksa barang bawaan para pejual dan orang yang
sedang berpergian. Bahan pangan rakyat di jatah menurut adanya persediaan
bahan pangan (Jayabaya, 6 Desember 1987).
Kondisi masyarakat petani semakin menyedihkan dan diperburuk dengan
panen yang buruk dan hasil yang jauh dari harapan akibat musim kemarau yang
panjang. Kondisi di desa-desa selama masa penjajahan sedemikian buruknya
sehingga rakyat berpaling kepada pengganti beras yang secara tradisional hanya
dimakan pada masa kelaparan misal tanaman singkong. Politik swasembada beras
Jepang juga memaksa penanaman pohon jarak di setiap karesidenan karena
tanaman jarak mengahasilkan minyak yang nantinya dapat digunakan untuk
keperluan perang. Penanamannya diawasi oleh seorang mantri ynag ditunjuk oleh
pangreh praja setempat. Penguasa Jepang juga mewajibkan beberapa hal yang
tampaknya kurang penting namun digunakan oleh Jepang. Sejenis tumbuhan yang
bernama iles-iles juga dikumpulkan, konon digunakan untuk keperluan
pengobatan serta bahan pembuat mesiu. Bunga matahari dan ubur-ubur juga
dikumpulkan karena diambil kandungan minyaknya. Sebagai bagian dari politik
swasembada Jepang juga, dilembagakan penjatahan barang sandang dan bahan
keperluan pokok lainnya. Seperti halnya pengumpulan beras dan pengerahan
tenaga kerja, pangreh prajalah yang bertanggung jawab atas pelaksanaan sistem
penjatahan (Anton Lucas, 1989 : 51-53).
Keadaan ekonomi semakin sulit terutama dalam sandang dan pangan.
Pengadaan bahan bahan di berbagai sektor kehidupan keadaannya sangat
menyedihkan, harga bahan makanan dan pakaian sangat tinggi. Keadaan
perekonomian diperburuk dengan adanya inflasi. Jepang kemudian mengeluarkan
maklumat pengendalian harga barang dan hukuman bagi semua orang yang
melanggar (Kanpo no 3 tahun 1942). Kekejaman Jepang, tuntutan mereka yang
semena-mena untuk tenaga kerja dan hasil bumi, dan upah yang diterima terlalu
sedikit membuat rakyat tidak dapat membeli apa-apa untuk memenuhi
kebutuhannya sehari-hari seperti baju, alat-alat pertanian dan sebagainya. Inflasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
yang berkembang besar-besaran selama dua tahun penjajahan Jepang membuat
hutang yang besar bagi petani. Bahkan petani harus membuat hutang baru untuk
menutupi hutangnya dari para Cina yang menjadi lintah darat (Kahin, 1995: 162).
Kampanye-kampanye mulai diluncurkan secara besar-besaran kepada rakyat
melalui lembaga-lembaga rakyat seperti Jawa Hokokai, Tonarigumi dan lembaga
lainnya supaya meningkatkan penyetoran padi yang dipropagandakan untuk
kepentingan perang Asia Timur Raya. Petani biasanya menjual 42 % padi dan
20% di jual ke penggilingan beras yang ditunjuk pemerintah dan sisa 38% dipakai
sendiri untuk penanaman bibit baru serta untuk konsumsi, sedangkan buruh tani
biasanya meminta 15 sampai 20% dari hasil panen (L.D.E Jong, 1987 : 35).
Pemerasan oleh pemerintah militer Jepang tidak hanya mengenai masalah
bahan makanan saja. Tetapi juga pengerahan tenaga kerja romusha untuk proyek-
proyek pertahanan dan perang. Di pulau Jawa sumber daya yang melimpah dan
dapat di manfaatkan adalah penduduknya. Penduduk tersebut dimanfaatkan
tenaganya sebagai sumber daya penting selain sumber daya alam. Jutaan orang
dimobilisasi sebagai romusha untuk melakukan pekerjaan berat di dalam dan
diluar pulau Jawa bahkan sampai keluar wilayah Indonesia. Menurut artikel
(www.wikipedia.com) Romusha adalah panggilan bagi orang-orang Indonesia
dari tahun 1942 sampai 1945. sebagian besar dari romusha adalah petani, pada
awalnya romusha direkrut secara sukarela tetapi sejak oktober 1943 pihak Jepang
mewajibkan para petani menjadi romusha. Romusha dikirim untuk bekerja
diberbagai tempat di Indonesia serta Asia Tenggara. Jumlah orang yang bekerja
tidak diketahui pasti, namun diperkirakan mencapai 4 sampai 10 juta orang.
Luasnya daerah penjajahan Jepang, menyebabkan Jepang memerlukan
tenaga kerja yang sebanyak-banyaknya untuk membangun sarana pertahanan
berupa kubu-kubu pertahanan, lapangan udara darurat, gudang bawah tanah, jalan
raya dan jembatan. Tenaga untuk mengerjakan semua itu, diperoleh dari desa-desa
di Jawa yang padat penduduknya melalui suatu sistem kerja paksa yang dikenal
dengan romusha. Romusha ini dikoordinir melalui program Kinrohosi atau kerja
bakti. Pada awalnya dilakukan dengan sukarela, tetapi lambat laun karena
terdesak perang Pasifik maka pengerahan tenaga diserahkan pada panitia pengerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
(Romukyokai) yang ada di setiap desa. Banyak tenaga romusha yang tidak
kembali dalam tugas karena meninggal akibat kondisi kerja yang sangat berat dan
tidak diimbangi oleh gizi dan kesehatan yang mencukupi. Kurang lebih 70.000
orang dalam kondisi menyedihkan dan berakhir dengan kematian dari 300.000
tenaga Romusha yang dikirim ke Birma, Muangthai, Vietnam, Malaya dan
Serawak (Aiko Kurasawa, 1993 : 9).
Para romusha terdiri dari para petani di desa-desa dan laki-laki yang kuat
sehingga jumlah tenaga keja petani menjadi semakin berkurang. Para romusha
juga mendapatkan perlakuan yang kasar dan tidak manusiawi seperti kurangnya
makan, tidak adanya jaminan kesehatan, sangat beratnya pekerjaan serta
perlakuan yang kasar serta semena-mena dari pemerintah militer Jepang.
Romusha merasakan beratnya beban kerja secara fisik dan psikis. Secara fisik
pekerjaan sebagai romusha bertolak belakang dengan pekerjaan dulu sebagai
petani. Pola kerja yang dibatasi waktu berbeda dengan pola kerja petani yang
longgar sehingga hal itu menimbulkan masalah. Secara psikis, bahwa perekrutan
petani pada awalnya direkrut dengan paksaan dan tipuan sehingga secara
emosional petani merasa tertekan. Bagi rakyat pengerahan tenaga romusha ini
semakin memperburuk keadaan. Keluarga para romusha menjadi terlantar dan
mengalami kelaparan, karena kehilangan tulang punggung keluarganya
(Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, 1990 :138-139).
Para romusha ini diperlakukan dengan sangat buruk. Pengerahan tenaga
yang awalnya bersifat sukarela ini berubah menjadi paksaan karena kebutuhan
yang terus meningkat di wilayah Asia Tenggara. Pengerahan tenaga romusha
tersebut telah membawa akibat jauh dari struktur sosial Indonesia. Dari Pulau
Jawa diperkirakan 300 ribu orang di direkrut dan diperkirakan lebih dari 70 ribu
orang yang meninggal atau dalam keadaan sakit. Jumlah petani yang dikerahkan
sebagai romusha sangat banyak sehingga pemuda-pemuda desa banyak yang
pergi ke kota karena takut akan dijadikan romusha dan akibatnya semakin
kurangnya produksi pertanian dan meluasnya kelaparan (Abdul Irsan, 2007:221).
Untuk menghilangkan ketakutan di kalangan penduduk karena sudah menjadi
rahasia umum bahwa para romusha diperlakukan sangat buruk maka Jepang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
melancarkan kampanye propaganda untuk melancarkan usaha pengerahan tenaga
romusha yang menjadi susah. Saiko Shikikan dalam pembelaannya di depan
sidang Chuo Sangi In (Dewan Rakyat) atas pertanyaaan-pertanyaan mengenai
romusha seperti yang dikutip dari buku O.D.P Sihombing (1962 : 147)
menyatakan:
Romusha-romusha itu sesengguhnya adalah juara-juara rakyat dan prajurit pekerja di belakang garis depan peperangan. Mereka harus dihormati juga sebagai Pembela Tanah Air dan Heiho, karena merekalah prajurit yang memegang palu dan cangkul ditangan sebagai pengganti senapan. Oleh karena itu, bersama-sama tuan (Chuo Sangi In) sekalian pemerintah hendak memberi kehormatan besar kepada romusa-romusa itu sebagai perajurit pekerja serta hendak menganjur-anjur hal itu…Seluruh penduduk pulau Jawa yang lima puluh juta dengan serentak dan seia sekata harus maju terus dalam kebaktian bekerja. Dalam kampanye tersebut para romusha dijuluki pahlawan prajurit atau
prajurit pekerja. Para romusha tidak disebut kuli karena penggunaan kata kuli
dianggap merendahkan derajad mereka. Dalam banyak poster dan gambar oleh
Jepang romusha digambarkan sedang menjalankan tugas suci demi kemenangan
perang Asia Timur Raya. (Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, 1990:39).
Dengan demikian perekrutan romusha dibawah kekuasaan Jepang
meninggalkan luka yang sangat mendalam bagi Indonesia khususnya masyarakat
Jawa. Perekrutan romusha tidak hanya menghilangkan nyawa besar-besaran tetapi
juga mengganggu kegiatan ekonomi yang normal di pedesaan. Penurunan
produksi yang serius pada zaman Jepang sebagian dilakukan karena perekrutan
romusha, disamping kerugian material juga kerugian psikologi. Persoalan
romusha ini menimbulkan ketakutan bagi penduduk pada para penguasa yang
akhirnya rakyatlah yang menjadi korban (Aiko Kurasawa, 1993 :184).
Praktik eksploitasi atau pengerahan sosial lainnya adalah bentuk penipuan
terhadap para gadis Indonesia untuk dijadikan wanita penghibur (Jugun Ianfu) dan
disekap dalam kamp tertutup. Para wanita ini awalnya diberi iming-iming
pekerjaan sebagai perawat, pelayan toko, atau akan disekolahkan, ternyata
dijadikan pemuas nafsu untuk melayani prajurit Jepang di kamp-kamp: Solo,
Semarang, Jakarta, Sumatera Barat. Kondisi tersebut mengakibatkan banyak gadis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
yang sakit (terkena penyakit kotor), stress bahkan ada pula yang bunuh diri karena
malu. Militer Jepang tidak bekerja sendirian melakukan operasi tersebut. Mereka
didukung pejabat setempat seperti lurah dan camat serta melalui Tonarigumi
(RT/RW). Jika operasi ini mendapat kecaman masyarakat, maka militer Jepang
memakai tangan penguasa setempat untuk menutupi perbuatan biadab mereka.
Desa juga mengalami perubahan khususnya dengan munculnya lembaga-
lembaga baru seperti Tonarigumi atau rukun tetangga dan Kumiai atau koperasi
gaya Jepang. Adapun kebijakan pemerintah Jepang di bidang sosial adalah
pembentukan Tonarigami (RT), satu RT terdiri dari 10 - 12 kepala keluarga.
Pembentukan RT ini bertujuan untuk memudahkan pengawasan dan memudahkan
dalam mengorganisir kewajiban rakyat serta memudahkan pengawasan dari
pemerintah desa (Hendri F Isnaeni, 2008: 40). Tujuan Tonarigumi antara lain
adalah agar penduduk berusaha meningkatkan produksi hasil buminya dan
menyerahkannya untuk negeri. Perubahan sosial dalam masyarakat Indonesia
terjadi pada masa pemerintahan Jepang berupa diterapkannya sistem birokrasi
Jepang dalam pemerintahan di Indonesia sehingga terjadi perubahan dalam
institusi atau lembaga sosial di berbagai daerah (Kanpo No 34 Tahun 1944).
Pembentukan Tonarigumi dan Kumiai ini sampai ke pelosok-pelosok daerah.
Maksud yang sebenarnya dari pembentukan Tonarigumi dan Kumiai adalah untuk
meningkatkan pergerakan maupun pengawasan terhadap penduduk seperti
tercantum dalam berita pembentukannya yaitu agar penduduk berusaha
meningkatkan hasil bumi serta menyerahkannya untuk Pemerintah Jepang
(Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, 1990 : 40).
Pada akhir masa pemerintahan militer Jepang di Indonesia situasi sosial
ekonomi Indonesia semakin buruk, kewajiban menyetorkan padi, menanam jarak
mengumpulkan pakaian dan lain-lain serta kontrol yang ketat dalam segala hal
sangat menekan rakyat. Organisasi yang didirikan serta tekanan yang dirasakan
rakyat ternyata menyadarkan rakyat akan pentingnya nasionalisme.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
2. Kebutuhan Sumber Daya untuk Mendukung Perang
Asia Tenggara adalah salah satu wilayah yang dianggap penting bagi
Jepang khususnya untuk mendapatkan sumber bahan mentah dan bahan industri
perang. Wilayah Asia Tenggara perlu dikuasai Jepang dan salah satunya
Indonesia. Indonesia memiliki barang tambang seperti minyak bumi, bauksit,
timah dan juga karet serta bahan bahan tambang srtategis lainnya yang penting
bagi Jepang untuk mendorong atau mensuplai kebutuhan perang Jepang. Minyak
bumi merupakan salah satu faktor pendorong yang penting bagi Jepang untuk
membantu kelancaran perang Jepang dalam melawan sekutu di pasifik. Indonesia
juga kaya akan bahan makanan, selain barang tambang yang banyak Indonesia
juga terkenal dengan daerah yang subur banyak bahan makanan yang dapat
diperoleh juga untuk membantu Jepang seperti jagung, kacang, dan bahan-bahan
makanan lain yang penting dan berguna untuk keperluan perang Jepang. Indonesia
juga mempunyai tenaga kerja manusia. Sumber daya manusia sangat penting bagi
Jepang untuk membangun benteng-benteng pemerintahan serta digunakan sebagai
pekerja. Jepang mengatur seluruh sumber daya manusia dan sumber daya alam
dengan sistem perekonomian dengan mengeksploitasi seluruh sumber daya yang
ada. Prioritas utama Jepang adalah eksploitasi untuk kebutuhan perang dan bahan
baku industri perang.
Jawa adalah salah satu pulau di Indonesia yang memiliki kekayaan alam
dan sumber tenaga manusia yang melimpah. Tujuan pokok penyerbuan Jepang ke
Jawa sebagaimana ke bagian-bagian lain di wilayah Hindia Belanda adalah untuk
mengekspoitasi sumber daya ekonomi di wilayah ini. Pedesaan di Jawa yang
tanahnya subur dan memiliki jumlah penduduk yang banyak membuat Jepang
tertarik untuk melakukan eksploitasi ekonomi dan tenaga manusia di Jawa
(Aiko Kurasawa, 1993 : 3).
Tujuan Jepang adalah memperoleh sumber bahan pangan supaya dapat
meneruskan operasi militer mereka. Masyarakat Jawa merupakan masyarakat
penghasil beras yang setiap tahunnya menghasilkan 8,5 juta ton beras
(Akira Nagazumi, 1988: 86). Hal ini sangat penting bagi Jepang sebagai pensuplai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
makanan bagi militer, sehingga Jepang berusaha mengeksploitasinya seefisien
mungkin dengan cara kontrol intensif atas pulau Jawa.
Setelah Jepang menduduki Jawa kebijakan ekonomi mulai dibuat. Jawa
merupakan salah satu pulau Indonesia yang memiliki kekayaan alam dan sumber
tenaga kerja yang yang luar biasa. Kebijakan ekonomi yang dijalankan tentara
Jepang yang secara ketat memperlakukan keharusan memenuhi kebutuhan pangan
sendiri oleh setiap karesidenan membuat penderitaan yang sangat parah.
Kebijakan itu sebagian besar didorong oleh kurangnya sarana pengangkutan baik
di dalam maupun ke luar Jawa, tetapi hal itu dimaksudkan juga untuk
memungkinkan perlawanan setempat yang mampu membiayai diri sendiri kalau
nanti menghadapi serangan sekutu di daerah masing-masing. Dengan kebijakan
ekonomi diatas semua kebijakan ekspor dibatasi
(Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, 1990 : 135). Kegiatan ekonomi
seperti produksi pengumpulan padi dan lain-lain dikontrol langsung secara ketat
oleh pemerintah. Hasil-hasil pertanian terutama padi tidak boleh dijual keluar
daerah masing-masing dan penduduk hanya boleh membeli dari tempat yang
sudah disediakan pemerintah Jepang (Kanpo No.32 Tahun 1943).
Petani diperintahkan untuk menyerahkan sebagian panen mereka kepada
pemerintah. Para petani terpaksa menjual panen padinya dengan jumlah yang
besar di instansi-instansi milik pemerintah dengan harga yang sangat rendah
(Ben Anderson, 1988 : 31). Selain itu untuk mengatasi langkanya komoditi maka
distribusi dan sirkulasi tanaman harus dibatasi dengan sistem penjatahan. Untuk
memperlancar kebijaksanaan tersebut maka dibuat lembaga ekonomi dibawah
tanggung jawab pangreh praja yang bernama Kumiai atau koperasi gaya Jepang
yang dibentuk di desa-desa.
Kumiai atau koperasi gaya Jepang sebenarnya sudah berdiri di Jepang
pada tahun 1900 atau tepatnya 33 tahun setelah pembaharuan oleh Kaisar Meiji,
bersamaan waktunya dengan pelaksanaan undang-undang koperasi industri
kerajinan. Walaupun dibawah nama industri kerajinan, koperasi ini pada
hakekatnya bergerak juga di lapangan pertanian. Dengan dimulainya kegiatan
pembelian dan pemasaran bersama hasil pertanian, koperasi terus tumbuh dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
berkembang terlebih-lebih dalam tahun 1920-an ketika Jepang sedang
mengembangkan industrinya maka koperasi menjadi tulang punggung bagi
pembangunan pertanian yang menunjang industrialisasi. Gerakan koperasi
pertanian mengalami kemajuan yang pesat sejak tahun 1930 an dan dalam
menghadapi akibat krisis ekonomi yang melanda dunia sekitar tahun 1933-1940.
rencana pembangunan koperasi 5 tahun diikuti dengan rencana pembangunan 3
tahun telah menghasilkan pembangunan koperasi ditiap kota dan desa di Jepang
dan mempersatukan semua petani dalam satu gerakan koperasi-koperasi
(Pengetahuan Perkoperasian, 1981 : 20).
Koperasi di promosikan Jepang di bawah rencana 5 tahun untuk perluasan
wilayah koperasi industri 1933-1937, dan menjelang tahun 1938 terdapat 276.157
koperasi pertanian ukuran kecil yang diorganisasikan di seluruh Jepang
(Aiko Kurasawa, 1993: 223). Koperasi bukan hal yang baru bagi orang Jawa.
Sudah ada beberapa koperasi pada zaman Belanda, hanya saja koperasi-koperasi
tersebut tidak berkembang dengan baik. Pada tahun 1939 di Jawa terdapat 516
koperasi lokal yang terdiri dari koperasi kredit, koperasi produksi, koperasi
konsumsi dan koperasi lumbung. Ketika Jepang berkuasa di Indonesia,
pemerintah Jepang mualai melakukan usaha reorganisasi koperasi yang ada serta
membentuk koperasi yang baru. Pada bulan agustus 1943 jumlah koperasi di
karesidenan Priangan telah meninkat sampai 39, padahal tahun 1941 total koperasi
di Jawa Barat hanya 311, sehingga ada peningkatan yang mengesankan hanya
dalam kurun waktu 2 tahun. Upaya-upaya diperkuat dengan membuat program
baru yang disebut susunan perekonmian baru untuk rakyat Jawa atau yang disebut
Jawa Zumin Keizei Shintasei. Tatanan ekonomi baru ini berdasarkan pada gagasan
tentang perekonomian terkendali sebagai lawan perekonomian laissez-faire. Para
pemimpin Jepang masa itu menyatakan bahwa perekonomian laissez faire
merupakan produk liberalisme Inggris dan Amerika yang harus dihancurkan, yaitu
dengan berdasar semangat gotong royong. Salah satu dari lima program ekonomi
baru ini adalah pembentukan koperasi ekonomi rakyat
(Harry J. Benda dan Irikura, 1965: 112).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
B. Pembentukan Kumiai
1. Dasar Pendirian Kumiai
Pada masa penjajahan Jepang ruang gerak koperasi terbatas, karena
kegiatan rapat anggota koperasi tahunan tidak boleh mengambil keputusan.
Semua keputusan diambil oleh pemerintah Jepang. Pembatasan-pembatasan
lainnya adalah dalam hal mendirikan koperasi. Koperasi yang didirikan harus
berdasar izin dari pemerintah Jepang. Pada awalnya pengaturan koperasi diatur
oleh undang-undang yang dibuat oleh pemerintah Belanda yaitu UU No.91 tahun
1927, setelah Jepang menyadari potensi yang dimiliki koperasi untuk
mempengaruhi rakyat maka Jepang mengeluarkan undang-undang No.23 Tahun
1942 dan peraturan koperasi No.91 Tahun 1927 tidak berlaku lagi. Berdasarkan
undang-undang No.23 pasal 2 yang isinya barang siapa hendak mendirikan
perkumpulan harus mendapat izin dari pembesar-pembesar yang ada ditempatnya.
Dengan sendirinya koperasi yang sudah didirikan dan akan didirikan harus
mendapat izin dari pembesar setempat (Arifinal Chaniago,1984 : 117). Semua
organisasi Kumiai sama-sama disebut penduduk sebagai Kumiai. Istilah Kumiai
dalam bahasa Jepang secara harafiah disebut koperasi. Tetapi banyak penduduk
yang tidak mengerti bahwa istilah Kumiai adalah koperasi. Dalam bahasa Jepang.
Mereka tidak bisa memahami bahwa sifat dari Kumiai adalah koperasi. Kumiai
yang mereka rasakan di masyarakat desa tidak sesuai dengan bayangan mereka
tentang koperasi yang asli. Dalam pemahaman mereka, koperasi adalah sebuah
organisasi dengan anggota yang memiliki sejumlah andil tertentu. Penduduk tidak
tahu bahwa Kumiai adalah koperasi yang dibentuk pasukan Jepang untuk
mengatur perekonomiain di desa-desa seperti yang dikutip dari buku Aiko
Kurasawa (1993:211) menyatakan:
Penduduk membedakan antara koperasi pada jaman Belanda yang merupakan koperasi “sesungguhnya” dan Kumiai pada jaman Jepang. Istilah koperasi tidak dipakai untuk Kumiai yang dipakai pada jaman Jepang. Ketika penulis bertanya kepada petani, “apakah Kumiai itu?”, penduduk memberi jawaban yang berbeda-beda banyak yang menjawab toko “milik pemerintah”. Sementara lainnya menyatakan “agen penggilingan beras yang mengumpulkan padi”. Beberapa mengatakan “bagian dari Hokokaki” karena Hokokai terlibat dalam distribusi barang dibeberapa daerah. Beberapa lainnya menyatakan, “seperti Koperasi”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Kumiai sebagai sebuah organisasi yang dibentuk atas peraturan pemerintah
dan melibatkan seluruh desa, menurut pengertian petani tidak bisa disamakan
dengan koperasi namun lebih seperti kantor pemerintah dibawah pengawasan
pangreh praja. Penduduk desa baru menyadari bahwa Kumiai pada zaman Jepang
mirip dengan KUD Koperasi Unit Desa yang ada sekarang ini. Kemiripan Kumiai
dan KUD terletak pada tugas atau fungsi dari kedua organisasi tersebut. Kumiai
atau KUD mempunyai tugas antara lain
a) KUD dan Kumiai sama-sama menyediakan alat-alat produksi, bahan-
bahan dan hasil hasil pertanian yang ada untuk dijual kembali pada
anggotanya.
b) KUD dan Kumiai sama-sama bertugas untuk memasarkan atau
mendistribusikan hasil-hasil pertanian yang sudah dihasilkan oleh
anggotanya.
c) KUD dan Kumiai sama-sama memberikan pendidikan dan penyuluhan
terutama masalah teknologi baru dan pendidikan administrasi serta
berorganisasi (Sri Edi Swasono,1987:262).
Jepang menganggap koperasi yang ada mempuyai peran yang penting
dalam perekonomian dan dapat digunakan oleh Jepang untuk mengatur dan
memonopoli kegiatan perekonomian. Jepang kemudian memberi mandat
kekuasaan kepada para Syucokan atau pembesar Karesidenan untuk mendirikan
Kumiai di setiap karesidenan yang mereka pimpin. Setiap Karesidenan berhak
mendirikan dan membuat aturan sesuai dengan keadaan yang ada pada
karesidenan mereka. Sehingga pendirian dan aturan setiap Kumiai berbeda antara
satu karesidenan dengan karesidenan yang lain. Jepang juga memerintahkan para
Syucokan supaya setiap kelompok kejuruan harus menyelenggarakan satu
koperasi atau Kumiai, sehingga seluruh wiraswasta yang ada besar atau kecil
dapat dikontrol dan diawasi oleh pemerintah Jepang. Para wiraswasta tersebut
dipaksa untuk masuk koperasi atau pabrik mereka tidak akan mendapat pasokan
barang atau penyaluran produk-produk mereka. Koperasi ini diselenggarakan
hampir di semua bidang industri, pertanian, dan perdagangan di Jawa (Tjahaya, 6
juli 1943).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Kumiai kemudian memiliki peran yang sangat penting bagi Jepang untuk
mengontrol perekonomian sejak keluarnya Susunan Perekonomian Jawa Baru
yang dikeluarkan oleh pemerintah Jepang 2 April tahun 1944. Kumiai tidak lagi
menjadi alat pengumpul makanan namun juga sebagi alat distribusi dan
penjatahan pangan kepada rakyat di pedesaan maupun perkotaan. Untuk
menyusun kembali koperasi sebagai badan gotong royong serta sesuai dengan
kebijakan pemerintah melalui Susunan Perekonomian Jawa Baru maka
dibentuklah komite untuk mengembangkan kebijakan koperasi tersebut. Komite
itu mempunyai anggota yang terdiri dari orang Indonesia dan Jepang seperti
Margono Djoyohadikusumo, Mohamad Hatta, Nakamura, Nazaki dan perwakilan
lainnya. Komite ini bertugas untuk merancang asas dan mencari cara supaya
koperasi yang ada agar dapat memenuhi kebutuhan rakyat dan pemerintah Jepang.
Pemerintah bermaksud untuk mengatur koperasi yang bergerak di bidang
pertanian, Industri dan perdagangan dan niaga menjadi mitra Jepang di masa
perang (Asia Raya, 6 september 1944). Keterlibatan orang-orang Indonesia sangat
penting dalam Kumiai karena sebagai propaganda, oleh karena itu Jepang perlu
memasukan orang-orang Indonesia seperti Mohamad Hatta, Margono
Djoyohadikusumo dan lain-lain yang secara tidak langsung mempropagandakan
pentingnya Kumiai bagi masyarakat.
Koperasi ini bertujuan untuk mendukung perang yang sedang dilakukan
Jepang dalam usahanya untuk mencapai Asia Timur Raya. Pembentukan koperasi
ini adalah untuk melindungi kepentingan ekonomi pribumi Indonesia dari
golongan cina serta membantu pengembangan industri nasional namun pada
kenyataannya koperasi ini adalah untuk memperkuat pengaruh dan kontrol atas
kegiatan ekonomi pribumi bahkan juga dengan orang cina
(Aiko Kurasawa, 1993: 210). Tujuan utama adalah untuk mengontrol seluruh
komoditi barang dan makanan sesuai dengan ekonomi perang. Di daerah pedesaan
sebagai penghasil bahan makanan Kumiai bertugas untuk mengumpulkan hasil-
hasil panen dari para petani yang ada untuk pemerintah Jepang sedangkan di
perkotaan Kumiai menjadi bahan penyalur atau pembagi jatah keperluan rumah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
tangga pada konsumen atau penduduk. Kumiai ini biasanya disebut Haikyu
Kumiai (Wahyu Sukotco, 1978 : 32).
Dalam sidang Bunkakai ke IV komite yang sudah terbentuk berhasil
merancang asas koperasi. Komite membagi asas koperasi ke dalam tiga lapangan
ekonomi penting. Tiga lapangan penting itu adalah pertanian, industri, perniagaan.
Pada lapangan pertanian koperasi ini bertugas mengatur pembagian dan
pengumpulan serta menghasilkan bahan-bahan makanan yang penting pada masa
perang. Tujuan koperasi pertanian adalah memajukan perekonomian orang
pribumi, mempercepat produksi serta mendistribusikan hasil-hasil panen secara
adil pada rakyat. Pada sektor industri adalah untuk menumbuhkan industri rakyat,
memperluas tenaga produksi dalam hal ini adalah barang-barang yang diperlukan
guna mendukung pertempuran tentara Jepang. Pada sektor perdagangan, yaitu
untuk menormalisasikan kegiatan perdagangan dan meningkatkan manajemen
dalam hal perdagangan komoditi barang dan makanan dengan menyesuaikan
struktur pedagangan kaum pribumi pada masa perang. Khusus koperasi
perdagangan ini hanya ada di kota-kota saja
Untuk mengefektifkan kerja koperasi maka pemerintah mengaktifkan
propaganda-propaganda yang dilakukan oleh lembaga propagandanya yaitu
Sedenbu, untuk lebih meningkatkan pengabdiannya pada pemerintah Jepang.
Koperasi yang terbentuk ditiap desa berada dibawah pengawasan Jepang.
Keputusan-keputusan yang diambil oleh rapat anggota harus sesuai dengan
keinginan Jepang sehingga koperasi-koperasi yang seharusnya merupakan suatu
lembaga yang bergotong royong seperti dalam asasnya namun pada masa Jepang
kontrol berada pada pemerintah. Untuk sektor lapangan lainnya misalnya
perikanan, kelautan, jasa pengangkutan dan lain-lain, dibentuk pula perkumpulan
koperasi yang diambil dari jenis dan dasar yang sama dan sesuai dengan tujuan
yang telah tercantum dalam asas koperasi yang telah dibuat oleh koperasi dan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan ekonomi yang telah dibuat. Untuk
menjalankan koperasi yang telah dibuat, pemerintah membentuk kantor Jawatan
urusan ekonomi rakyat atau Jumin Keizaikyoku
(Harry J. Benda dan Irikura, 1965:115).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Jepang memerintahkan supaya setiap kelompok kejuruan harus
menyelenggarakan satu koperasi, sehingga seluruh wiraswasta yang ada besar
atau kecil dapat dikontrol dan diawasi oleh pemerintah Jepang. Para wiraswasta
tersebut dipaksa untuk masuk koperasi atau pabrik mereka tidak akan mendapat
pasokan barang atau penyaluran produk-produk mereka. Koperasi ini
diselenggarakan hampir di semua bidang pepabrikan, pertanian, dan perdagangan
di Jawa. Koperasi tersebut antara lain: koperasi produsen tapioka, koperasi
pembuat batik, koperasi produsen benang karet, koperasi pabrik tenun, koperasi
pengemudi dokar, koperasi penggilingan beras, koperasi pedagang besar, koperasi
penjual sayur, koperasi nelayan, koperasi pembuat bata dan lain-lain semua
tercatat oleh pemerintah Jepang (Aiko Kurasawa, 1993: 210).
Dari berbagai jenis koperasi yang ada hanya koperasi bidang pertanian
saja yang mempunyai dampak penting dalam kehidupan masyarakat serta dalam
hal mengumpulkan hasil bumi. Jepang membuat persis koperasi pertanian di
Jepang sama dengan koperasi pertanian di Jawa.
2. Struktur dan Kepengurusan Kumiai
Sebelum kantor Jawatan urusan ekonomi rakyat terbentuk pengawasan
Kumiai berada dibawah Syomin Kumiai Tyoo Dzimuso yang kantornya terletak di
Jakarta. Banyaknya Kumiai yang berada di daerah-daerah menyebabkan banyak
permasalahan yang timbul, sehingga untuk mengatasi masalah koperasi di daerah-
daerah tersebut, maka kantor pusat mempunyai kantor cabang di setiap daerah.
Kantor cabang yang mengurusi masalah kebutuhan makanan dibagi dalam tiga
daerah yaitu Jakarta, Semarang, dan Surabaya antara lain:
a) Seibu DJawa Syomin Kumiai Sodandyo (kantor penerangan koperasi dan
perdagangan dalam negeri daerah Jawa Barat)
b) Tyubi DJawa Syomin Kumiai Sodandyo (kantor penerangan koperasi dan
perdagangan dalam negeri daerah Jawa Tengah)
c) Toobu DJawa Syomin Kumiai Sodandyo (kantor penerangan koperasi dan
perdagangan dalam negeri daerah Jawa Timur)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Kantor-kantor cabang ini mengurus keperluannya masing-masing dan
diberi kuasa penuh untuk menerapkan kebijakan-kebijakan dan kontrol atas
perekonomian kususnya koperasi di daerah masing-masing, sehingga orang-orang
yang ingin mendirikan koperasi atau hal-hal yang berkaitan dengan koperasi tidak
perlu datang ke kantor pusat yang berada di Jakarta, mereka bisa ke kantor
cabang. Hal itu dilakukan selain untuk menghemat ongkos dan biaya perjalanan
juga karena di berbagai daerah penerangan dan kebijakan perkoperasian yang
berbeda satu dengan yang lain (Tjahaya, 25 juni 1942).
Setiap daerah punya perwakilan sehingga pemerintah Jepang lebih mudah
untuk mengontrol dan mengawasi seluruh proses produksi serta peredaran
tanaman dan komoditi yang penting bagi Jepang. Dalam perkembangannya
banyak perlakuan staf kantor pusat dan daerah yang banyak merugikan rakyat
sehingga perekonomian di daerah menjadi terganggu, karena Syomin Kumiai Tyoo
Sodandyo dan Syomin Kumiai Sodandyo sangat merugikan perekonomian rakyat
maka kepercayaan rakyat pada mereka mulai pudar dan hasilnya pada tanggal 1
agustus 1944, didirikan Zumin Keizaikyoku (kantor perekonomian rakyat) dan
bertugas mengurus seluruh perekonomian rakyat. Sebagai tindakan untuk
memperbesar kegiatan perekonomian maka pemerintah pemerintah Jepang
membentuk badan perekonomian baru yang disebut Zumin Keizaikyoku (kantor
perekonomian rakyat) yang terdiri dari 3 bagian yaitu:
a) Soomuka (bagian urusan umum) bertugas mengatur dan mengurus
perhubungan dan berbagai kantor gunseikanbu yang lain tentang soal
ekonomi rakyat.
b) Kigyooka (bagian urusan perusahaan) memberi pimpinan kepada rakyat di
berbagai lapangan pekerjaan serta mendidik ahli tehnik di samping
menjalankan pemeriksaan, penyelidikan dan pimpinan yang berhubungan
dengan usaha membantu serta memlihara perusahaan rakyat di lapangan
pertanian, perindustrian, perniagaan, peternakan dan lain-lain.
c) Kumaika (bagian urusan koperasi) menyelenggarakan penyelidikan,
pemeliharaan, pimpinan serta pengawasan atas koperasi-koperasi yang di
usahakan oleh rakyat (Kanpo No 48 tahun 1944).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Untuk mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan koperasi di bogor shu
telah didirikan kantor penerangan dan perdagangan Syomin Kumiai Chuo Zimusho
yang dipimpin oleh R.P.S Permana yang dibantu oleh Usman. Koperasi yang
belum memperoleh surat pengesahan harus melapor pada pimpinan cabang di
Bogor. Untuk mengetahui keterangan tentang koperasi bisa diperoleh dari
pimpinan koperasi dan perdagangan, koperasi harus mempunyai anggaran dasar
yang baik dan menunjukan pada yang berwajib bahwa itu baik. Dalam
kegiatannya koperasi tidak boleh berhubungan dengan urusan politik dan
mengusahakan hal-hal yang bertentangan dengan kepentingan politik. Jika syarat-
syarat telah terpenuhi, maka kantor pusat akan segera melakukan pengesahan
terhadap koperasi (Sinar baroe 12 juli 1942).
Gambaran mengenai susunan pengurus dalam sebuah Kumiai diambil
contoh dalam Nosanbutu Sukka Kumiai (koperasi usaha hasil bumi) di Priangan
shu yang anggotanya adalah petani dan diwajibkan untuk menggabungkan dirinya
pada kantor setempat. Adapun kedudukan kantor Nosanbutu Sukka Kumiai antara
lain:
a) Kantor besar pusat di Bandung shi
b) Kantor cabang di Bandung ken
c) Kantor cabang di Sumedang ken
d) Kantor cabang di Garut ken
e) Kantor cabang di Tasikmalaya ken
f) Kantor cabang di Ciamis ken
Semua pengurus diangkat oleh Priangan Shucokan, yang terdiri dari:
1. Penasehat : terdiri dari beberapa orang
Terdiri dari kepala Keizabu, Priangan Shucokan, kepala gudang bala
tentara di Bandung dan beberapa orang ahli Indonesia di pertanian.
2. Pemimpin: 1 orang
Mewakili koperasi dan mengatur segala pekerjaan.
3. Wakil: 1 orang
Wakil ini bertugas membantu pemimpin
4. Kepala komisaris: 1 orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Bertanggung jawab pada semua produksi koperasi.
5. Komisaris: 1 orang
Membantu kepala komisaris
6. Pengurus dan penilik: terdiri dari beberapa orang
Masing-masing cabang Notasanbutu Sukka Kumiai mempunyai kepala
cabang untuk mengerjakan perintah dari kepala komisaris. Penasehat, pemimpin,
kepala komisaris masuk dalam pemimpin kehormatan. keperluan dari Kumiai ini
dibayar dari pendapatan pungutan komisi uang, komisi tersebut besarnya 5% dari
keuntungan kotor penjualan, urusan keuangan koperasi ini dikumpulkan dalam
buku dan diadakan rapat tahunan. Sebulan sekali koperasi ini harus mengirimkan
laporan kepada Priangan Shu. Dibawah ini adalah pengurus Notasanbutu Sukka
Kumiai di Priangan:
a) Penasehat: Hayashi keizabutyo Priangan shu, Pr butatyo dari yasenko
bandung seibu, tuan Kencho dari masing-masing ken di Priangan shu.
b) Penilik: tuan Soejoed dari dinas pertanian Priangan shi, tuan Rohiyat dari
dinas perkebunan Priangan, tuan mr Tayeb dari Shomin Kumiai Sodandyo
Bandung sisyo.
c) Pelaksana: Ketua dipimpin oleh Azuni sedang wakilnya adalah
Kartasasmita
d) Pegawai : diambil dari pusat Nosanbutu Sukka Kumiai dan masing-masing
ken diambil pegawai seperlunya (Kanpo Bulan 1 Tahun 1943).
Jepang membentuk Kumiai disetiap kecamatan dan dikepalai oleh seorang
soncho. Setiap unit mempunyai cabang pada tingkat desa yang diawasi oleh
Kucho. Setiap cabang Kumiai di sebuah desa biasanya mempunyai beberapa
anggota staf. Mereka ditunjuk dan diangkat oleh Kucho atau kepala desa sesuka
hati. Ada beberapa staf yang ditunjuk yang berasal dari kalangan keluarga sendiri
atau anak buahnya sendiri, karena sulitnya menemukan orang-orang yang mampu
dan berpengalaman. Namun ada juga staf yang diambil dari luar kepemimpinan
desa yang ada. Mereka yang diambil dari luar biasanya adalah orang yang masih
muda dengan latar belakang pendidikan sekolah dasar atau yang bepengalaman
dalam bidang administratif, beberapa diambil dari pemuda yang sudah lulus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
sekolah namun belum mempunyai pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya.
Beberapa lainnya adalah mereka yang mempunyai pengalaman praktis seperti
mandor dan perkebunan atau pemborong atau tengkulak. Orang-orang seperti itu
sangat berguna sebagai staf Kumiai karena cukup banyak kegiatan Kumiai yang
berkaitan dengan peredaran komoditi. Secara khusus adalah peran tengkulak yang
kehilangan pekerjaan pokok mereka karena perekonomian yang dikontrol Jepang
tidak memperbolehkan adanya pengumpulan padi oleh tengkulak tradisional ini
(Aiko Kurasawa, 1993 : 215).
Untuk mendapat tenaga koperasi yang cerdas maka Gunseikanbu
membuka tempat pendidikan calon pengurus koperasi yaitu Kyodo Kumiai Yooin
Yoesisyo (tempat pendidikan untuk menjadi pengurus koperasi). Zumin
Kezaikyoku telah mengadakan kursus selama 2 bulan untuk medidik 170 orang
dari pulau Jawa. Kursus yang dilakukan akan menjadi dasar untuk mengadakan
kursus sekanjutnya. Kursus-kursus itu meliputi antara lain:
1. Pendidikan rohani;
2. Cita-cita perekonomian baru;
3. Pengetahuan umum tentang koperasi;
4. Undang-undang mengenai koperasi;
5. Urusan koperasi yang praktis;
6. Memegang buku koperasi;
7. Pengetahuan umum dalam ekonomi;
8. Sejarah dan bahasa nipon.
Bagi peserta yang ingin ikut kursus untuk menjadi pengurus koperasi
hendaknya mengajukan surat permintaan kepada pengurus koperasi atas
persetujuan dari Shucokan dan kemudian pengurus koperasi akan menerima
mereka menjadi pelajar sesudah lebih dulu lulus dari dalam ujian umum dan
pemeriksaan badan. Selama menempuh pendidikan pelajar tinggal di asrama dan
lama pendidikan sementara menempuh 2-3 bulan. Bagi pemerintah Jepang tempat
dan hasil pendidikan ini sangatlah penting karena yoseisyo atau tempat kursus ini
memberikan pengetahuan dalam perekonomian kepada rakyat yang belum
mengerti tentang Kumiai (Kanpo No 68 Tahun 1945).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
C. Peran Kumiai Pada Masa Penjajahan Jepang di Jawa
1. Peran Kumiai dalam Pengumpulan Padi
Jawa dibawah pemerintahan Jepang ditetapkan sebagai pemasok beras
bagi pulau-pulau di luar Jawa, Malaya-Inggris, dan Singapura serta untuk medan
pertempuran di pasifik selatan. Meskipun kapasitas produksi Jawa tidak sebesar
Siam atau Burma dan Chococina, yang mengekspor jutaan ton beras, Jawa
merupakan salah satu dari sedikit daerah penghasil beras di daerah kepulauan
Indonesia. Pada masa perang ketika angkutan jarak jauh sangat sulit karena
langkanya perkapalan mermburuknya keamanan dilaut, arti beras dari Jawa untuk
Asia Tenggara tersebut semakin meningkat bahkan beras Jawa dikenal bermutu
tinggi dan rasanya enak yang lebih disukai oleh orang Jepang dibandingkan beras
berbutir panjang yang dihasilkan di daratan Asia Tenggara. Oleh karena itu
Jepang berkeinginan memperoleh beras Jawa dan kebijakan mereka ditujukan
untuk memaksimumkan produksi dan mengumpulkan beras dan komoditi penting
lainnya (Aiko Kurasawa, 1993 : 3).
Pada mulanya orang Jepang sangat sibuk dalam usaha memulihkan
keamanan dan ketentraman sehingga tidak ada kesempatan untuk mulai dengan
politik beras. Jepang hanya meneruskan politik Belanda yang memperbolehkan
pemasaran bebas dengan memberlakukan pengawasan harga. Para petani masih
dapat menyalurkan hasil mereka dan orang Jepang membeli beras yang
dibutuhkan melalui Rijst Verkoop Centraal pusat pembelian beras yang ada.
Karena kebutuhan beras yang besar dan banyak untuk keperluan perang di pasifik
maka Jepang kemudian mengganti Rijst Verkoop Centraal atau RVC menjadi
Beikoku Tosei Kai (BTK). Padi yang berada di bawah pengawasan Negara dan
hanya pemerintah yang diizinkan melakukan seluruh proses pungutan dan
penyaluran padi. Untuk tujuan itu didirikan sebuah badan pengelola pangan yang
dinamakan Shokuryo Kanri Zimusyo disingkat SKZ, yang berada dibawah
Gunseikanbu. SKZ bertanggung jawab menguasai proses pembelian dan
penyaluran padi di bawah monopoli negara serta menentukan jumlah padi yang
akan dibeli pemerintah. Badan ini juga bertanggung jawab menentukan harga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
resmi padi. Badan ini kemudian membuat rencana terinci mengenai penyaluran
padi untuk penduduk perkotaan (Akira nagazumi, 1988 : 88).
Dalam Osamu Sirei No. 14 Tahun 1943, SKZ pada bulan September 1943
disatukan ke dalam Zyuuyo Bussi Koodan (badan pengawasan barang-barang
penting) yang baru saja dibentuk, tetapi pada bulan April seksi pangannya di
dipisah dan sebuah organisasi independen bernama Shokuryoo Kanri Kyoku (Biro
Pengelolaan Pangan) dibentuk dengan cabang di Semarang, Surabaya serta sebuah
agen di Bandung (Abdoel Karim, 1942 : 147). Pengusaha penggilingan maupun
pedagang tidak diizinkan beroperasi dengan prakarsa sendiri. Penggilingan padi
dapat beroperasi hanya sebagai wakil SKZ serta menggiling padi dengan komisi
tertentu, tapi tidak boleh ikut membeli dan menjual padi
(Kanpo No 32 Tahun 1943).
Seluruh penggilingan beras dan pedagang beras yang ada
direorganisasikan ke dalam persekutuan bergaya Jepang yaitu Kumiai yang ada
disetiap karesidenan, keanggotaan mereka bersifat wajib dan mereka tidak
diizinkan beroperasi kecuali jika bergabung didalamnya. Kumiai disetiap
karesidenan diawasi oleh tiga federasi, masing-masing untuk Jawa Barat, Jawa
Tengah dan Jawa Timur yang merupakan penggati Riijst Verkoop Centraal atau
Beikoku Tosei Kai atau Persatuan Kontrol Beras. Persatuan penggilingan beras
mula-mula disebut dengan nama Beisho Kumiai namun kemudian berubah nama
menjadi Seimagyo Kumiai yang fungsinya sama dengan Rijst Verkoop Centraal
atau Beikoku Tosei Kai. Pedagang beras bahkan juga disatukan kedalam sebuah
organisasi semi pemerintah yang disebut Beikoku Oshuri Kumiai atau BOK
(Koperasi Pedagang Beras) yang dibentuk disetiap karesidenan. Anggota
persatuan ini menerima beras melalui persatuan penggiling beras dikaresidenan
mereka dan mendistribusikannya pada toko-toko eceran
(Aiko Kurasawa, 1993 : 71-72).
Beikoku Oshuri Kumiai membeli beras dari Seimagyo Kumiai beras yang
dijual merupakan beras yang dibeli oleh badan pengawas makanan sebanyak 5 %
dari hasil panen yang ada dari petani-petani di desa. Beikoku Oshuri Kumiai
kemudian membagikan beras yang telah dibeli tadi kepada Kumiai yang disebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Haikyu Kumiai dan Beikoku Kouri Kumiai yang diambil di daerah dalam gun.
Orang-orang yang memainkan peran penting dalam BOK dan BKK sebagian
besar adalah orang-orang cina, namun pemerintah militer Jepang juga mendorong
agar rakyat pribumi juga mengatur pengelolaaan agar kelihatan bahwa orang
pribumi tidak diasingkan di pasar beras. SKZ menentukan jumlah padi dan beras
yang diperlukan oleh pasukan Jepang, serta untuk Konsumsi Lokal. SKZ
menentukan jumlah permintaan tiap Shu berdasarkan kemampuan atau kapasitas
daerah itu, dengan cara yang sama maka shu menentukan permintaan pada ken,
ken pada gun, gun pada son dan son pada ku. Kucho berdasarkan pemberitahuan
dari soncho kemudian menentukan kuota dengan caranya yaitu mengalokasikan
sejumlah tertentu dari hasil per hektar terlepas dari kualitas tanah dan ukuran
kepemilikannya. Ia membagi kuota yang telah ditetapkan dengan seluruh areal
sawah yang ada didesanya untuk memperoleh angka berapa kuintal yang harus
dikumpulkan oleh petani.
Sesuai dengan kebijakan pemerintah untuk susunan Pemerintahan Jawa
baru yang diberlakukan April 1943 maka dilakukan politik penyerahan paksa
padi. Jepang menetapkan aturan bahwa pasar bebas sama sekali dilarang, dan
petani diharuskan utntuk menyerahkan sejumlah padi dari hasil panen mereka
kepada pemerintah. Padi yang diserahkan akan digiling dan didistribusikan
melalui tangan pemerintah. Penggiling dan pedagang beras yang ada tidak lagi
diizinkan untuk beroperasi atas prakarsa mereka sendiri tetapi hanya boleh
beroperasi sebagai agen-agen teknis SKZ yang diizinkan mengolah atau
menangani beras dengan imbalan tertentu. (Cahyo Budi Utomo, 1987 : 185)
Pada sidang Chuo Sangi In pada bulan april tahun 1944 yang digelar
Gunseikanbu hasilnya adalah pada tingkat desa dibentuk lembaga sosial yaitu
Nogyo Kumiai (Koperasi Pertanian). Lembaga ini diharapkan dapat
memaksimalkan hasil pertanian. Dalam sidang itu juga diusulkan cara penyerahan
padi secara bijaksana yaitu dengan memberikan penjelasan pentingnya melipat
gandakan hasil bumi. Pemerintah Jepang memberikan janji kepada para petani
jika dapat memberikan padi sebanyak-banyaknya maka petani akan diberi hadiah
(Kanpo No 44 tahun 1944). Penetapan padi yang belum teratur diajukan usulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
bahwa tiap ken hendaknya membentuk koperasi pertanian. Pangreh praja
bertanggung jawab di ken, gun, son dan ku. Padi milik petani yang disimpan di
lumbung padi diatur seadil-adilnya oleh Nogyo Kumiai. Dengan pengendalian
harga yang dilakukan oleh pemerintah Jepang diusahakan petani tetap dapat
membeli padi dengan harga yang terjangkau dan murah oleh petani
(Kanpo No 55 tahun 1944). Inilah saran yang diberikan Badan Penasehat Pusat
pada pemerintah di Jakarta.
b. Peran Kumiai dalam Distribusi Padi
Dalam usahanya untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan pokok
diantaranya komoditi beras, tahu, tempe, minyak kelapa, garam, gula, kopi, teh,
rokok dan bahan sandang untuk rakyat maka dibentuk sebuah organisasi yang
disebut Haikyu Kumiai sebagai organisasi distribusi yang ada di tiap desa.
Namun menjelang akhir pendudukan Jepang sebuah koperasi baru yang dibentuk
langsung berurusan dengan sandang pangan yang di sebut Shokuryo Haikyu
Kumiai (Koperasi Distribusi Makanan) (Tjahaya, 1 Juni 1945).
Mengenai masalah beras seluruh Kumiai daerah baik Haikyu Kumiai
maupun Beikoku Kouri Kumiai menerima beras dari Beikoku Oshuri Kumiai di
dalam kawedanan mereka. Orang-orang yang memainkan peran penting dalam
Beikoku Oshuri Kumiai dan Beikoku Kauri Kumiai kebanyakan pada pada tingkat
karesidenan adalah pedagang beras cina (Aiko Kurasawa, 1993 : 212). Adapun
untuk kecamatan lebih dikontrol oleh pribumi Indonesia. Orang yang bertanggung
jawab atas Haikyu Kumiai dan Beikoku Kauri Kumiai pada tingkat kecamatan
adalah orang-orang pensiunan pejabat pemerintah dan kaum terpelajar setempat
yang berpengalaman. Tetapi, dibeberapa kecamatan orang cina lah yang memiliki
peran tersebut. Penduduk tidak diperkenankan untuk membeli beras diluar daerah
kecuali warung yang sudah di tunjuk oleh pemeritah Jepang sebagai distributor.
Biasanya warung yang sudah ada ditunjuk oleh distributor namun ada juga
warung yang baru dibangun untuk pendistribusian pemerintah dalam hal ini
mereka yang bertanggung jawab atas warung bukanlah orang yang berpengalaman
namun biasanya orang yang berpengaruh dalam masyarakat seperti pemimpin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
agama atau guru (Aiko Kurasawa, 1993 : 212-213). Warung-warung seperti inilah
yang disebut warung Kumiai.
Penyempurnaan terhadap pembagian beras pada masyarakat telah
dilakukan di mangkungara dengan jalan membubarkan Kochi Beikoku Kaouri
Kumiai dan kemudian diganti dengan 150 warung Kumiai yang ditempatkan di 10
Ku jadi ada 15 tempat pembagian beras untuk rakyat (Asia Raya 5 Juli 1945). Di
beberapa daerah distributor resmi beras ini diberi ukuran standart 625 g mangkuk
pengukur kayu model jepan, dengan tulisan resmi ken-etsu atau sudah diperiksa.
Hanya distributor resmi yang memiliki mangkuk pengukur kusus inilah yang
berhak menangani masalah beras (Aiko Kurasawa, 1993 : 213).
Hasil-hasil non pertanian biasanya didistribusikan dari agen pabrik atau
grosir ke toko yang ditunjuk di setiap daerah misalnya minyak tanah disediakan
oleh kantor distribusi pemerintah atau Sekiyu Haikyu Zimusho di setiap
karesidenan. Minyak tanah di setiap KK di jatah 2,4 liter minyak tanah per bulan.
Mengenai tekstil yang sangat langka pencatuan dimulai pada tahun 1943 dan di
tangani oleh Kigyo Tosekai (Pengurus Pabrik Tenun)
(Aiko Kurasawa, 1993 : 214). Distribusi dari distributor kepada penduduk
setempat dibantu oleh ketua rukun tetangga yang disebut kumicho. Pemberian catu
kepada para penduduk dengan menggunakan kartu dengan kumicho sebagai
penanggung jawab di setiap rukun tetangga. Setiap KK diberi nomor rumah dan
kartu distribusi untuk setiap bulan oleh kumicho. Jumlah kartu yang diberikan
oleh pemerintah Jepang terbatas dan tidak merata disetiap desa sehingga tidak
cukup dibagi rata oleh seluruh penduduk (Kanpo, No.2 Tahun 1942).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Penyerahan padi
distribusi
Persediaan untuk militer
Persediaan untuk sipil
Perintah penyerahan
Perintah distribusi
Soncho
Petani Penggiling Beras
Organisasi pengumpul padi (Kumiai, dll)
Beikoku Oshuri Kumiai (B.O.K)
Beikoku Kouri Kumiai atau Shokuryo Haikyu Kumiai
Distributor beras desa/kota
Pasukan
Depot pengangkutan
Tonarigumi
Konsumen
Guncho
Kencho
Beikoku Tosei Kai B.T.K
Cabang B.T.K
Cabang SKZ Surabaya dan Jakarta
Shokuryo Kanri Zimusho (kemudian Shokuryo Kanri Kyoku)
Mekanisme Penyerahan Padi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
D. Dampak Kebijakan Kumiai bagi Petani di Jawa
1. Dampak Ekonomi
Untuk memperlancar kepentingan ekonomi maka pemerintah Jepang
membentuk Kumiai secara paksa tidak hanya untuk distribusi tapi juga
mengumpulkan makanan dengan harga yang rendah. Dengan adanya tindakan
pemerintah Jepang yang represif dan melarang pendirian perkumpulan-
perkumpulan dan koperasi maka koperasi-koperasi yang yang sudah ada dan
berkembang dengan baik seperti koperasi karet di Bogor, koperasi batik di
Pekalongan, surakarta dan yogyakarta dan koperasi peikanan yang terdapat di
pantai utara pulau Jawa semua di bubarkan oleh pemerintah Jepang
(Sri Edi Swasono, 1987 : 28).
Dari berbagai jenis Kumiai yang ada yang paling berdampak keras adalah
Nogyo Kumiai atau koperasi pertanian. Pada tahun 1944 Jepang mulai kekurangan
pasokan bahan makanan bagi tentaranya untuk berperang sehingga pemerintah
Jepang memerintahkan penyerahan barang dan menambah bahan pangan
dilakukan oleh Jawa Hokokai dan Nogyo Kumiai (Kanpo, No 20 tahun 3 April
1944 halaman 17). Dari semua jumlah hasil panen yang dikumpulkan. Rakyat
memperoleh bagian 40%, pemerintah dapat 30% dan 30% lagi untuk
pemerintahan yang diserahkan ke lumbung desa (Sinar Matahari, 15 mei 1944).
Pada tingkat desa petani tidak diijinkan membawa hasil panen ke rumah.
Petani hanya diperbolehkan membawa barang seperlunya saja yaitu untuk
kebutuhan rumah tangga dan untuk makan dan hasil lainnya diserahkan ke
Kumiai. Proses sesungguhnya dari pemungutan padi ini adalah sebelum panen
para petani harus melapor kepada balai desa, sehingga Kucho dapat mengirim
orang untuk mengawasi pelaksanaan panen di sawah. Misalnya, di Karang ampel
son, sesudah bawon atau para pemotong padi di bayar upahnya semua padi basah
yang dihasilkan dibawa ke tempat yang disebut lamporan untuk ditimbang. Kuota
tetap per hektar diambil oleh pejabat desa pada saat itu juga. Jika panen kurang
dari kuota yang telah ditentukan, petani harus menambah kekurangannya dari
persediaan rumah tangganya yang biasanya diperoleh sebagai bawon ketika
menolong sawah milik orang lain (Akira Nagazumi, 1988: 91). Pungutan padi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
tidak selalu dijalankan dengan adil. Ada laporan-laporan yang mengatakan bahwa
pejabat para pejabat desa dan staf Kumiai tidak melaporkan atau menyerahkan
kuota mereka dan kekurangannya dipenuhi dari panen para petani yang lain.
Orang-orang yang bekerja di lamporan juga sering menipu para petani dengan
cara menaksir kelembaban padi lebih tinggi dari kedaan sebenarnya dan
mengurangi beratnya sesuai dengan taksiran tersebut. Mereka yang telah
menyerahkan padi kepada pemerintah diberi sejumlah uang, tetapi pada tahun
pertama uang ini dipotong untuk pajak tanah dan hanya sisanya yang dibayarkan
pada para petani. Uang yang diberikan pemerintah sangat sedikit dan sangat kecil
artinya bagi para petani. Hal itu dikarenakan harga diri pemerintah yang terlalu
rendah dan karena inflasi yang tinggi maka nilei uang tersebut segera berkurang.
Lagipula pemerintah juga menganjurkan agar penduduk menabungkan uangnya di
kantor pos sebanyak mungkin dan sekali uang itu di tabung sulit sekali untuk di
tarik kembali (Akira Nagazumi, 1988: 92).
Semua setoran harus wajib disetorkan dalam bentuk padi dan harus
diserahkan pada Seimagyo Kumiai. Setelah diambil untuk kebutuhan militer dan
sipil tentara Jepang, barulah sisanya didistribusikan pada melalui koperasi
pertanian Nogyo Kumiai. Dengan adanya penggilingan padi setoran oleh pabrik-
pabrik ini berarti bahwa hasil sampingan seperti meniran, dedak, dan sekam yang
berharga bagi petani jika dihitung jumlahnya hampir 33% dari hasil panen para
petani lenyap, sehingga petani terpaksa harus membeli kembali dari pabrik
penggilingan guna memberi makan ternak dan unggasnya
(Anton Lucas, 1989 : 44). Mekanisme melalui tengkulak dipatahkan tengkulak
dilarang beroperasi dan masyarakat dilarang menjual padi secara bebas sehingga
tengkulakpun banyak yang kehilangan pekerjaannya. Masyarakat kota mulai sulit
untuk mendapat pasokan makanan karena hasil panen yang sangat sedikit juga
karena banyaknya pungutan yang dilakukan pemerintah Jepang terhadap para
petani. Selain itu Haikyu Kumiai yang merupakan koperasi distribusi tidak dapat
menjalankan tugasnya dengan benar karena barang tidak sampai di tangan
konsumen dikarenakan banyaknya staf-staf Kumiai yang korupsi terhadap hasil-
hasil panen (Lapian AB dan Chaniago, 1988 : 25).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Jumlah komoditi yang sangat terbatas dan ketidakadilan berpusat pada
disekitar staf Kumiai dan distributor. Seorang pedagang di ajatan indramayu
mangatakan bahwa komoditi berkurang sedikit demi sedikit saat turun dari atas ke
bawah, dan hanya sekitar 10% dari jumlah semula yang benar-benar sampai ke
penduduk. Sisanya secara ilegal diambil staf Kumiai dan dijual ke pasar gelap
(Aiko Kurasawa, 1993: 214). Ketidakadilan seringkali terjadi, korupsi banyak
dilakukan oleh pangreh-pangreh praja yang seharusnya menjadi pejabat yang
membantu petani. Cara-cara korupsi yang dilakukanpun bermacam-macam
diantaranya adalah: (1) pangreh praja atau lurah menaksir setoran kurang dari
berat sebenarnya dengan dalih padi terlalu basah, sehingga mengurangi rata-rata
3% per kuintal dari berat sebenarnya; (2) banyak gabah jatuh ditanah sewaktu di
timbang sehingga satu kilogram dari setiap kuintal gabah jatuh ke tangan pangreh
praja; (3) dengan menilei sangat rendah panenan lurah sendiri dari tanah
bengkoknya, dan menutup jatah setorannya dengan padi penduduk sedangkan
padinya sendiri dilempar ke pasar gelap; (4) dengan menggunakan timbangan
yang hanya berkapasitas 60 kilogram sehingga harus menimbang dua kali setiap 1
kuintal. Kecurangan gampang terjadi karena lurah bisa mengambil 1-2 kilogram
padi setiap kali timbang. Bila petani memrotesnya lurah dengan mudah
mengatakan bahwa kekurangan timbangan itu untuk mengganti kekurangan padi
yang jatuh ketika dalam pengangkutan ke penggilingan. Jika nantinya daerah
tersebut kekurangan kuota yang telah ditetapkan oleh pemrintah pusat maka
petani lagi yang terkena imbasnya dengan membayar dengan hasil panennya
sendiri (Anton Lucas, 1989 : 46-47). Untuk mengatasi hal seperti ini maka di
Tonjong (Brebes) tidak ada distribusi dari Kumiai melainkan memalui rukun
kampong dan rukun tetangga sehingga akan memudahkan pengawasan
(Anton Lucas, 1989 : 47).
Kumiai berhenti beroperasi seiring dengan menyerahnya Jepang dan
diberbagai daerah di Jawa, Nogyo Kumiai yang disponsori Jepang digantikan
rukun tani di bawah bimbingan para pemimpin politik. Rukun tani dibentuk atas
prakarsa para petani berdasarkan gagasan yang sama sekali berbeda dengan
Kumiai. Dengan demikian sejauh menyangkut Nogyo Kumiai atau Kumiai-Kumiai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
semacamnya yang lain jarang ada kesinambungan dengan organisasi petani pasca
kemerdekaan. Kecuali beberapa kasus di daerah-daerah yang meneruskan Kumiai
yang sudah ada dan hanya mengganti namanya saja namun asas dan gagasanya
berbeda dengan Kumiai (Aiko Kurasawa, 1993: 217).
2. Dampak Sosial.
Penyerahan padi yang luar biasa besarnya telah menekan ekonomi petani
secara terus menerus. Pada zaman Belanda saja rakyat hanya makan 60% dari apa
yang dibutuhkan, pada penjajahan Jepang ini rakyat harus lebih banyak lagi
mengurangi konsumsi mereka, dan akan menderita kelaparan. Untuk mengatasi
kekurangan tersebut pemerintah juga menganjurkan agar rakyat makan bubur
perjuangan dan bubur asia raya. Dimana sebagaian besar menu yang dianjurkan
pemerintah adalah menggunakan singkong, jagung, kedele dan palawija lainnya
bukan dari padi.
Makanan pengganti yang seharusnya mudah didapat juga sulit di dapat
oleh rakyat karena harga makanan pengganti ini naik cepat di pasaran bebas,
karena produksi berkurang sedangkan permintaan bertambah. Keadaan di
pedesaan lebih buruk dari pada di perkotaan, dan yang lebih menyedihkan
penghasil makanan lebih banyak menderita kelaparan dibandingkan dengan
konsumen di kota. Hal ini dikarenakan di kota-kota beras disalurkan melalui
koperasi distribusi Haikyu Kumiai dengan harga yang sangat murah. Sebagai
akibatnya hongoroedeem atau busung lapar menjalar di masyarakat pedesaan.
Banyaknya kematian, penyakit-penyakit membuat keadaan penduduk semakin
menderita. Kesejahteraan sosial sudah mulai buruknya sehingga pada tahun 1944
disemua karesidenan tingkat kematian lebih tinggi dari tingkat kelahiran, dan
jumlah penduduk menurun untuk pertama kalinya dalam sejarah penduduk Jawa
(Akira Nagazumi, 1988: 92-93). Merosotnya jumlah penduduk di Jawa adalah
akibat keadaan penduduk yang susah dan memprihatinkan karena kekurangan
pangan dan penyakit, menurut taksiran pada masa penjajahan Jepang jumlah
kelahiran di Jawa merosot dari 20% sampai 18 %. Namun tingkat kematian naik
dari 16% sampai 40%. Hal ini berbeda dengan pada saat penjajahan Belanda,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
walaupun Belanda juga menjajah namun kesejahteraan rakyat masih diperhatikan
sehingga jumlah kematian karena kekurangan pangan dan penyakit tidak terlalu
parah ( Praduji Atmosudirjo, 1970:26).
Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Jepang semakin
menakutkan dan menghina penduduk. Pada tahap inilah terjadi pemberontakan-
pemberontakan petani secara besar-besaran. Pemberontakan petani ini misalnya
pemberontakan petani yang terjadi di desa Kaplongan Kabupaten Indramayu.
Pada tahun 1944 ketika panen baru saja dimulai. Para petani di Desa Kaplongan
Indramayu diberitahu oleh pejabat desa atau Kucho bahwa petani harus
menyerahkan semua padi mereka kecuali padi gedeng per rumah tangga. Satu
gedeng kira-kira seberat 5 kilogram. Dengan adanya peraturan ini maka para
petani tidak boleh menyimpan padi lebih dari 10 kilogram. Keadaan ini tentu saja
membuat para petani merasa tertekan dan akhirnya menimbulkan perlawanan
terhadap pemerintah Jepang.
Dalam keadaan apapun selalu Kucho yang bertanggung jawab paling
terakhir sebagai wakil dari pemerintah sehingga Kucho tidak bisa bertindak selain
sangat kejam pada penduduk. Misalnya Kucho yang melakukan penggeledahan di
rumah-rumah untuk mencari beras yang disembunyikan. Para Kucho biasanya
lebih bertindak otoriter dan sangat mempunyai pengaruh di dalam masyarakat
sehingga kebencian penduduk biasanya terpusat pada Kucho yang semena-mena
dan otoriter (Aiko Kurasawa, 1993: 448-449). Berdasarkan laporan dari polisi
setempat menyatakan yang menyebabkan pemberontakan terjadi di Indramayu
dalah adanya pengumuman pemerintah supaya seluruh padi termasuk yang di
cadangkan untuk bibit dan konsumsi rumah tangga harus diserahkan pada pada
pemerintah. Salah satu mantan Azacho (kepala rukun tetangga) di desa umerah
menyatakan secara tegas yang mendorong pemberontakan tersebut adalah cara
penanganan Kumiai di daerah ini, menurut sumber lain dari desa singaparna ketua
koperasi bernama ketos adalah seorang komunis yang sangat membenci
masyarakat Islam (Aiko Kurasawa, 1993: 466-491). Kemudian juga di Indramayu
tepatnya di Bugis ken pemberontakan dimulai dengan serangan terhadap rumah-
rumah pamong desa. Rumah kucho Perwata mengalami rusak ringan, sedangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
rumah sekretaris desa Tohir dan Daspin rusak berat. Dua orang ini bekerja sebagai
staf Nogyo Kumiai dan dianggap tidak berlaku adil dalam penyaluran minyak
tanah dan bahan makanan lainnya (Akira Nagazumi, 1988: 101).
Selain itu masih banyak pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di
Indramayu dan sekitarnya serta daerah-daerah lainnya yang selama ini merasa
diperlakukan tidak adil oleh pemerintah Jepang. Pada intinya terjadi
pemberontakan di berbagai daerah, akan tetapi Kumiai juga mempunyai peranan
dalam pemberontakan yang terjadi di daerah tersebut.
Kumiai juga mempunyai dampak positif kususnya menambah pengalaman
staf sehingga mampu mengangkat diri sebagai pemimpin potensial di masa depan.
Melalui pengalaman mereka memeperoleh keuntungan karena sebagai staf Kumiai
mereka mendapatkan pengaruh dari reputasi di masyarakat desa, sehingga dapat
menjadi pemimpin di desanya. Biasanya orang yang pernah menjadi staf Kumiai
dan mempunyai reputasi yang baik di desanya maka ia akan cepat menjadi
pemimpin di desanya. Selain itu mereka yang aktif dalam staf Kumiai dapat
dengan mudah menanamkan pengaruh atas penduduk. Mereka juga lebih mudah
mendapatkan akses kepemimpinan di desa-desa (Aiko Kurasawa, 1993: 216-219).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil penelitian dalam bab sebelumnya, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Latar belakang pembentukan organisasi Kumiai di Jawa antara lain adalah:
a) Keadaan sosial ekonomi masyarakat Jawa pada awal masa
penjajahan Jepang yang masih belum teratur karena Jepang sibuk
memulihkan keamanan pasca penjajahan Belanda.
b) Kebutuhan sumber daya alam untuk mendukung perang. Jawa adalah
salah satu pulau di Indonesia yang memiliki kekayaan alam dan
sumber tenaga manusia yang melimpah supaya dapat meneruskan
perang melawan sekutu.
2. Kumiai atau koperasi gaya Jepang didirikan disetiap karesidenan yang ada
dengan memiliki peraturan yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya.
Pembentukan Kumiai berdasarkan pada undang-undang yang dikeluarkan
oleh Jepang yang menyadari potensi yang dimiliki koperasi untuk dapat
mempengaruhi rakyat, Jepang mengeluarkan Undang-undang No.23 untuk
menggantikan UU No.91 Tahun 1927 yang isinya larangan berkumpul dan
melakukan persidangan-persidangan yang tidak diketahui oleh Jepang.
Kumiai didirikan di berbagai sektor yaitu perdagangan, perindustrian dan
pertanian. Struktur kepengurusan Kumiai terdiri dari penasehat, pemimpin,
wakil pemimpin, kepala komisaris, komisaris dan pengurus.
3. Peran Kumiai pada masa penjajahan Jepang adalah mengontrol kegiatan
perekonomian. Dalam bidang pertanian Kumiai berperan sebagai
pengumpul dan pendistribusian makanan untuk mendukung kepentingan
Jepang. Di desa-desa Kumiai yang bertugas mengumpulkan hasil panen
adalah Nogyo Kumiai. Untuk memenuhi kebutuhan makanan di kota-kota
besar maka dibentuk Haikyu Kumiai sebagai distributor makanan dari desa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
dan sebagai penanggung Jawab dari Kumiai adalah kepala desa atau
kepala rukun tetangga.
4. Kumiai mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Dampak
sosial Kumiai adalah kekurangan makanan sehingga munculnya busung
lapar dan penyakit yang menyerang masyarakat. Dampak sosial Kumiai
lainnya adalah adanya pemberontakan-pemberontakan sporadis di
berbagai wilayah di Jawa karena ketidakpuasan terhadap sistem Kumiai.
Sedangkan dampak ekonomi dari Kumiai adalah pedagang pedagang yang
tidak tergabung dengan Kumiai maka tidak akan mendapat pasokan.
Begitu pula penentuan harga panen dari rakyat, mereka hanya menjual
dengan harga rendah kepada pemerintah.
A. Implikasi
1.Teoritis
Implikasi secara teoritis dalam penelitian ini adalah bahwa Kumiai muncul
karena adanya kebutuhan besar Jepang terhadap sumber daya alam maupun
manusia untuk membantu Jepang dalam perang pasifik. Kebutuhan Jepang akan
sumber daya alam membuat Jepang mengeluarkan kebijakan politik dalam bidang
ekonomi yaitu dengan mendirikan badan ekonomi baru di masyarakat yang
disebut Kumiai (koperasi gaya Jepang). Kumiai menjadi alat pemerintah untuk
melakukan politik ekonomi dan melakukan eksploitasi secara besar besaran
terhadap rakyat. Organisasi Kumiai dibentuk oleh Jepang secara khusus yang
bertujuan untuk mengontrol dan mengatur kegiatan perekonomian yang di
khususkan di pedesaan sebagai penghasil bahan makanan. Badan-badan Kumiai
ini dibentuk di setiap karesidenan berdasar pada peraturan masing-masing
karesidenan sehingga pemerintah dapat mengontrol langsung hasil-hasil pertanian
yang diserahkan oleh petani. Petani menjadi lebih tertekan karena banyaknya hasil
panen yang harus disetorkan langsung ke pemerintah Jepang. Hal-hal seperti
inilah yang mendorong munculnya perubahan-perubahan sosial di masyarakat
karena banyaknya pajak bagi petani maka timbul masalah sosial seperti penyakit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
dan bahkan sampai pada pemberontakan-pemberontakan yang ada di daerah-
daerah.
2. Praktis
Kumiai di propagandakan oleh Jepang sebagai badan organisasi yang akan
memakmurkan rakyat dan mendorong perekonomian rakyat. Sehingga para petani
hanya ikut saja dan setuju dengan kebijakan-kebijakan Jepang tersebut. Walaupun
dalam perkembangannya rakyat merasa apa yang dikatakan Jepang adalah bohong
karena Kumiai hanya memonopoli hasil-hasil panen rakyat untuk kepentingan
Jepang. Dengan adanya Kumiai rakyat makin menderita hal ini terlihat seperti
munculnya meningkatnya kematian dan menurunnya derajad kesehatan manusia.
Akibatnya muncul banyak penyakit seperti tipes, diare, kolera busung lapar
karena kekurangan makanan dan penyakit kulit. Walaupun sifatnya mirip dengan
koperasi yang sudah dikenal petani yaitu sebagai penyedia, pelatihan dan
pemasaran namun dalam penerapannya Kumiai sama sekali jauh dari yang
diharapkan oleh petani. Pada awal kemerdekaan rakyat tidak lagi percaya dengan
Kumiai atau koperasi hal ini mencerminkan bahwa Kumiai sangat membuat rakyat
menderita bahkan nama-nama Kumiai dihilangkan atau diganti dengan nama yang
berbau Indonesia agar rakyat kembali percaya dengan koperasi.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat diajukan saran sebagai
berikut :
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai generasi muda khususnya calon pendidik Kumiai dapat
dijadikan contoh pentingnya mempelajari sejarah perekonomian
Indonesia. Sesuai dengan metode pembelajaran terintegratif dimana
kita sebagai pendidik dituntut untuk dapat menjelaskan sejarah di lihat
dari beberapa sudut pandang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
2. Bagi peneliti lain
Penulis juga menyarankan kepada peneliti lain untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai peran Kumiai dalam bidang yang lain
seperti perdagangan dan perindustrian, karena keterbatasan sumber
maka diharapkan peneliti lain mampu untuk meneruskan penelitian
dibidang perekonomian masa Jepang ini karena masih banyak hal-hal
menarik yang belum dikaji pada masa penjajahan Jepang di Indonesia.