Download - Peper Ekoling
MAMPUKAH PDB HIJAU MENGAKOMODASI DEGRADASI
LINGKUNGAN DAN KESEJAHTRAAN MASYARAKAT
Disusun oleh :
Kelompok 3( Tiga )
Asti Dwi Purwasita Sari J3M211129
Dian Anisa Lestari J3M111
Rizkie M.Fikra J3M111
Randa Oktaberi J3M111013
Yunita Purnamasari J3M111014
Nanda Sekar J3M111
TEKNIK DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Kegagalan Pasar dan Kegagalan pemerintah
Menurut Mankiw (2004) kegagalan pasar (market failure) adalah situasi di
mana pasar gagal mengalokasikan sumber daya (resource) secara efisien. Hal ini
dapat terjadi diantaranya akibat eksternalitas (externality) dan kekuatan pasar
(market power).
Kegagalan pemerintah banyak diakibatkan tarikan kepentinan pemerintah
sendiri atau kelompok tertentu (interest groups) yang tidak mendorong efisiensi.
Kelompok tertentu ini memanfaatkan pemerintah untuk mencari keuntungan (rent
seeking) melalui proses politik, melalui kebijaksanaan dan sebagainya.
1. Kegagalan pemerintah
Kebijakan pembangunan yang dibuat pemerintah ternyata belum mampu
mensejahterakan hidup masyarakat sepenuhnya. Disharmonisasi lingkungan
terhadap kesejahteraan hidup terjadi karena manusia dengan kapitalismenya
berupaya mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun lingkungan
hidup dibiarkan rusak sehingga pembangunan yang dilakukan menjadi tidak
bermakna. Kondisi ini ditandai dengan mengeksploitasi sumber daya alam oleh
para pemilik modal karena keserakahan dan juga oleh para pekereja/ kaum miskin
karena keterbatasan mereka. Contoh kasus kerusakan lingkungan akibat
penambangan timah di propinsi kepulauan Bangka Belitung, penambangan pasir
putih di kepulauan riau , dan penambangan emas di buyat.
2. Kegagalan Pasar
Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk
berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas
wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan GDP ini,
termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh
perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan.
Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum
diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP
dianggap bersifat bruto/kotor.
Pendekatan yang digunakan dalam menghitung PDB biasanya adalah
pendekatan nilai tambah atau pendekatan produksi biasa disebut PDB coklat.
Pengambilan sumber daya alam harus dihitung sebagai modal alam yang hilang
yang juga harus dinilai penyusutannya seperti halnya dengan penyusutan modal
buatan manusia (gedung, mesin, dan sebagainya). Nilai PDB coklat kemudian
dikurangi dengan nilai deplesi sumber daya alam dan degradasi lingkungan di
daerah yang bersangkutan akan diperoleh nilai PDB hijau. PDB hijau adalah
pengembangan lebih lanjut dari PDB cokelat. Tujuan akhir dari pembangunan
adalah kesejahteraan maka tidak hanya PDB saja yang perlu ditingkatkan.
Peningkatan PDB berarti kapasitas produksi nasional meningkat namun seiring
peningkatannya ternyata menimbulkan masalah-masalah degradasi lingkungan
dan dalam metode PDB coklat hal tersebut tidak diperhitungkan. PDB hijau
adalah koreksi dari konsep PDB coklat yang tidak mengakomodasi kegagalan
pasar. Model PDB coklat adalah representasi dari teori ekonomi pasar, menurut
Suparmoko dan Maria (2000) produsen harus membayar semua biaya material
dan jasa yang digunakan untuk memproduksi output termasuk pembuangan
limbah. Secara sama konsumen yang membeli barang tersebut juga membayar
semua biaya tersebut termasuk pembuangan limbah. Dalam dunia nyata hal
tersebut tidak berlaku, pihak produsen maupun konsumen sama-sama tidak mau
menanggung dampak dari tindakan ekonominya. Dalam teori ekonomi inilah yang
disebut oleh eksternalitas.
Identifikasi Macam-Macam Pencemaran dan Standart Efisiensi
1. Macam-macam Pencemaran
a. Polusi
Sumber daya alam akan semakin berkurang, daya dukung lingkungan
semakin menurun kualitasnya, tingkat output industri pada awalnya mencapai
tingkat maksimum pada akhirnya akan mengalami penurunan. Sementara tingkat
polusi meningkat tidak terkendali, membumbung tinggi ke atas. Pada akhirnya
jumlah penduduk akan berkurang secara alamiah karena kekurangan makanan.
b. Dampak terhadap Lingkungan
a. Model pembangunan yang mengejar pertumbuhan ekonomi
Era otonomi daerah memungkinkan daerah memacu peningkatan PAD
daerahnya. Peningkatan ini sering kali trade off dengan keseimbangan ekonomi
dan ekologinya, sebagai contoh kerusakan lingkungan akibat penambangan timah
di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, penambangan pasir putih di Kepulauan
Riau, penambangan emas di Buyat dan lain-lain.
b. Dampak pembangunan ekonomi terhadap lingkungan
Semakin cepat pertumbuhan ekonomi akan semakin banyak barang
sumber daya alam yang diperlukan dalam proses produksi yang pada gilirannya
akan mengurangi ketersediaan sumber daya alam sebagai bahan baku tersimpan
pada sumber daya alam yang ada.
Jadi semakin menggebunya pembangunan ekonomi dalam rangka
meningkatkan taraf hidup masyarakat berarti semakin banyak sumber daya yang
diambil dari dalam bumi dan akan semakin sedikitlah jumlah persediaan sumber
daya alam. Selain itu pembangunan ekonomi yang cepat dibarengi dengan
pembangunan instalasi-instalasi pengolah maka akan tercipta pula pencemaran
yang merusak sumber daya alam dan manusia itu sendiri.
c. Dampak disharmonisasi lingkungan terhadap kesejahteraan hidup
Ilustrasi sederhana pada saat lingkungan hidup masih asri, manusia berniat
mengubah lingkungan sedemikian rupa untuk memuaskan kebutuhannya. Mereka
mengeksploitasi kekayaan alam dengan mengesampingkan keseimbangan
ekologi , yang pada akhirnya pertumbuhan ekonomi cepat melaju. Mereka
berharap dengan ekonomi yang berkembang cepat memungkinkan mereka untuk
meningkatkan kualitas hidupnya. Benarkah Kualitas hidup bisa dipenuhi dengan
kerusakan lingkungan hidup dari akibat kebijakan pembangunan. Contoh
kasusnya yang dikemukakan oleh Irianto (2008) dalam artikel yang dimuat di
Harian Kompas tanggal 2 januari 2008 yang menyebutkan bencana banjir yang
lebih dahsyat akan terjadi pada bulan januari 2008. Argumen yang dikemukakan
didasarkan pada perkiraan BMG, hujan dengan intensitas lebih tinggi disertai
gelombang pasang laut berpeluang terjadi. Kondisi ini diperburuk dengan
degradasi kualitas daerah aliran sungai yang bergeser dari kritis menjadi beresiko
tinggi.
Pengendalian
1. Produk domestik bruto hijau (PDB hijau/green GDP)
PDB meningkat maka dapat diartikan bahwa terjadi pertumbuhan ekonomi.
Upaya meningkatkan PDB tanpa memperhatikan masalah lingkungan sering
disebut sebagai PDB coklat atau (Brown GDP). PDB hijau adalah pengembangan
lebih lanjut dari PDB coklat, PDB hijau adalah koreksi dari konsep PDB coklat
yang tidak mengakomodasi kegagalan pasar. Model PDB coklat adalah
representasi dari teori ekonomi pasar, menurut Suparmoko dan Maria (2000)
produsen harus membayar semua biaya material dan jasa yang digunakan untuk
memproduksi output termasuk pembuangan limbah. Secara sama konsumen yang
membeli barang tersebut juga membayar semua biaya tersebut termasuk
pembuangan limbah. Dalam dunia nyata hal tersebut tidak berlaku, pihak
produsen maupun konsumen sama‐sama tidak mau menanggung dampak dari
tindakan ekonominya. Dalam teori ekonomi inilah yang disebut oleh eksternalitas.
Beberapa kelemahan PDB coklat dalam mengukur kesejahteraan
(Suparmoko, 2006):
1. Mengukur kegiatan ekonomi bukan kesejahteraan ekonomi,
2. Biaya pencegahan kerusakan dan perbaikan lingkungan dihitung sebagai
pendapatan,
3. Berkurangnya sumber daya alam dan rusaknya lingkungan tidak tampak,
dan
4. Struktur perekonomian bersifat semu.
konsep pembangunan berkelanjutan didirikan atau didukung oleh pilar, yaitu
ekonomi, sosial, dan lingkungan. ketiga pendekatan tersebut bukanlah pendekatan
yang berdiri sendiri‐sendiri, tetapi saling terkait dan mempengaruhi satu sama
lain. Secara skematis, keterkaitan antara 3 komponen dimaksud dapat
digambarkan pada bagan di atas (Munasinghe‐Cruz, 1995).