i
PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI
PENDEKATAN KOOPERATIF DENGAN METODE STRUKTURAL
PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
KELAS V SD NEGERI BUMIJAWA 02 TEGAL
TAHUN PELAJARAN 2009/2010
LAPORAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Oleh :
SUGIYEM MARGARETTA
NIM X2707023
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI
PENDEKATAN KOOPERATIF DENGAN METODE STRUKTURAL
PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
KELAS V SD NEGERI BUMIJAWA 02 TEGAL
TAHUN PELAJARAN 2009/2010
Oleh :
SUGIYEM MARGARETTA
NIM X2707023
Laoran Penelitian Tindakan Kelas
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan
Program Pendidikan Jarak Jauh Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
iii
PERSETUJUAN
Laporan Penelitian Tindakan Kelas ini telah disetujui untuk dipertahankan di
hadapan Tim Penguji Penelitian Tindakan Kelas Faakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, Juni 2010
Pembimbing, Supervisor
Drs. Chumdari, M.Pd Suratmin, S.Pd
NIP.195605121981111001 NIP.197007081993031009
iv
PENGESAHAN
Laporan Penelitian Tindakan Kelas ini telah dipertahankan di hadapan Tim
Penguji Laporan Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari : Rabu
Tanggal : 23 Juni 2010
Tim Penguji Laporan PTK
Nama Terang tanda tangan
Ketua : Dr. Riyadi, M.Si. ..................................
Sekretaris : Taufiq Lilo, S.T, M. T. ..................................
Anggota I : Drs. Chumdari, M.Pd. ...................................
Anggota II : Drs. A. Dakir, M.Pd. ..................................
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd.
NIP 196007271987021001
v
ABSTRAK
Sugiyem Margaretta, PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA
MELALUI PENDEKATAN KOOPERATIF DENGAN METODE
STRUKTURAL PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS V
SD NEGERI BUMIJAWA 02 TEGAL TAHUN PELAJARAN 2009/2010
Laporan Penelitian Tindakan Kelas, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juni 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model kooperatif
dengan metode struktural dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa, dan
untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi guru dan siswa dalam
pelaksanaannya.
Penelitian ini disusun dengan metode Penelitian Tindakan Kelas subyek
penelitian adalah siswa kelas V SDN Bumijawa 02 Kabupaten Tegal yang terdiri
dari 43 siswa. Pengumpulan data menggunakan dokumen observasi, dan
wawancara.
Setelah dilakukan analisis data hasil penelitian diperoleh kesimpulan pada
kondisi awal, nilai rata-rata kelas 63. Dengan penggunaan menggunakan model
kooperatif metode structural dengan teknik mencari pasangan disertai media
elektronik nilai rata-rata kelas pada siklus I menjadi 78,43. Pada siklus II nilai
rata-rata kelas meningkat menjadi 84,96. Dari keseluruhan siklus yang dilakukan,
dpat disimpulkan bahwa model kooperatif dapat meningkatkan keterampilan
berbicara siswa.
Kata kunci : Berbicara, Pendekatan Kooperatif, Metode Struktural
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan menyusun penelitian tindakan kelas yang berjudul
“PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI
PENDEKATAN KOOPERATIF DENGAN METODE STRUKTURAL PADA
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS V SD BUMIJAWA 02
TEGAL TAHUN PELAJARAN 2009/2010”
Penulisan ini diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar
sarjana pendidikan.Dengan segala kerendahan hati penulis juga menyampaikan
terima kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang
telah memberikan dukungan moril maupun material sehingga penulisan skripsi ini
dapat terselesaikan. Terlebih lagi ucapan terima kasih ini dihaturkan kepada :
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Prof. Dr. Rernat Sajidan, M.Si selaku Pembantu Rektor I Fakultas keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Drs. Hadi Mulyono, M.Pd, selaku Pelaksana Program Studi PGSD Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS.
4. Taufiq Lilo, S.T, M.T, selaku pembimbing yang telah memberi bimbingan,
sehingga penulisan tindakan kelas ini dapat selesai tepat waktu.
5. Drs. Chumdari, M.Pd, selaku pembimbing yang telah sabar memberi
bimbingan, sehingga penelitian ini dapat selesai.
6. Sukirno, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SD Negeri Bumijawa 02 dan Bapak
Ibu/Guru, atas segala bantuannya.
7. Siswa kelas V SD Negeri Bumijawa 02, yang dengan semangat telah
membantu berhasilnya penelitian tindakan kelas.
vii
Atas segala bantuan yang telah diberikan, hanya doa yang dapat penulis
panjatkan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan dan menjadikan
amal ibadah yang mulia. Selanjutnya sebagai manusia biasa yang tidak lepas dari
segala kekurangan, untuk itu penulis mohon maaf yang setulus-tulusnya. Oleh
karena itu segala kritik dan saran yang membangun akan sangat membantu
penulis dalam penyempurnaan penyusunan selanjutnya.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
SAMPUL(luar)…....………………………………………………………..............i
SAMPUL (dalam)….……………………………………………………………...ii
HALAMAN PERSETUJUAN . … ……………………………………………...iii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………iv
ABSTRAK………………………………………………………………………...v
KATA PENGANTAR……………………………………………………………vi
DAFTAR ISI …………………………………………………………………....viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………….1
B. Rumusan dan Pemecahannya ……………………………………………..2
C. Tujuan Penelitian………………………………………………………….2
D. Manfaat Hasil Penelitian ………………………………………………….3
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori……………………………………………………………….4
B. Penelitian Yang Relevan…………………………………………………18
C. Kerangka Pikir …………………………………………………………..18
D. Hipotesis Tindakan………………………………………………………19
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………………………20
B. Subyek Penelitian ……………………………………………………….20
C. Sumber Data……………………………………………………………..20
D. Teknik Pengumpulan Data………………………………………………20
E. Prosedur Penelitian………………………………………………………21
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian…………………………………………………………..26
B. Pembahasan………………………………………………………………35
ix
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan………………………………………………………………40
B. Saran……………………………………………………………………..40
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...41
LAMPIRAN - LAMPIRAN
A. Curikulum Vitae…………………………………………………………42
B. Personalia………………………………………………………………...43
C. Daftar Hadir Mahasiswa………………………………………………...44
D. Daftar Hadir Siswa……………………………………………………...45
E. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I……………………………46
F. Instrumen Penilaian RPP………………………………………………..50
G. Format Penilaian Kinerja Guru………………………………………….52
H. Instrumen Pelaksanaan Pembelajaran……………………………………55
I. Lembar Observasi………………………………………………………..58
J. Nilai Siklus I……………………………………………………………..60
K. Foto Pelaksanaan Siklus I………………………………………………..66
L. Daftar Hadir Mahasiswa…………………………………………………67
M. Daftar Hadir Siswa………………………………………………………68
N. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II……………………………69
O. Instrumen Penilaian RPP………………………………………………....74
P. Format Penilaian Kinerja Guru………..…………………………………76
Q. Instrumen Pelaksanaan Pembelajaran…..………………………………..79
R. Lembar Observasi………………………………………………………..82
S. Nilai Siklus II……………………………………………………………84
T. Foto Siklus II…………………………………………………………….90
U. Pendapat Siswa…………………………………………………………..91
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada hakekatnya anak-anak belajar komunikasi dengan orang lain
dengan berbagai cara, namun ada hal-hal umum terjadi pada hampir setiap
anak. Oleh karena itu dalam pembelajaran keterampilan berbahasa seorang
guru harus mampu menggunakan model, metode, dan teknik serta strategi
tertentu yang sesuai agar pembelajaran lebih efektif.
Banyak siswa masih belum mampu bercerita dengan baik dan benar
khususnya siswa kelas V SDN Bumijawa 02. Hal ini dikarenakan banyak
faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran keterampilan bercerita,
antara lain faktor dari guru dan faktor dari siswa itu sendiri. Faktor dari guru
dalam proses kegiatan belajar mengajar (PBM) hanya memberikan
pembelajaran keterampilan bercerita secara teoritis, kurang praktik dan
kurangnya alat peraga. Faktor dari siswa kurangnya perbendaharaan kosa kata
yang akhirnya dalam merangkai bahasa secara lisan masih bercampur dengan
bahasa daerah.
Pengalaman empiris di akhir semester I tahun pelajaran 2009 / 2010
peserta didik kelas V di SD negeri Bumijawa 02 Kecamatan Bumijawa
Kabupaten Tegal menunjukkan adanya penguasaan Kompetensi Dasar
Menanggapi cerita tentang peristiwa yang terjadi di sekitar yang disampaikan
secara lisan hasilnya kurang memuaskan, artinya penguasaan pada
kompetensi tersebut yang menjadi dasar dan prasarat penguasaan kompetensi
dasar tidak tuntas dikuasai oleh peserta didik. Data menunjukkan dari
sejumlah 43 siswa kelas V, siswa yang memperoleh nilai di bawah Kriteria
Ketuntasan Minimum(KKM) 65, hanya 34 siswa (79%), sedangkan yang
memperoleh nilai di atas KKM yaitu sebanyak 9 siswa (21%)
Melihat hasil belajar yang demikian guru akan mengupayakan
perbaikan pembelajaran khususnya dalam penggunaan model pembelajaran
agar penguasaan keterampilan menanggapi cerita tentang peristiwa yang
2
terjadi di sekitar yang disampaikan secara lisan di kelas V semester II tahun
pelajaran 2009/2010 yang akan datang menjadi lebih baik. Oleh karena itu
untuk meningkatkan keterampilan berbicara dipilih pembelajaran dengan
pendekatan kooperatif yang dapat menumbuhkan rasa saling asah, asih, dan
asuh (saling mencerdaskan). Siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga
dari sesama siswa. Sarwiji Suwandi ( http.www.pdk.go.id/ journal/ 32 )
menyimpulkan bahwa sebagian besar pembelajaran bahasa Indonesia belum
mampu mewujudkan siswa mahir berbahasa Indonesia.
B. Rumusan Masalah dan Pemecahannya
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut: Apakah penerapan pendekatan kooperatif
dengan metode struktural dapat meningkatkan keterampilan berbicara
pada siswa kelas V SD Negeri Bumijawa 02 Tegal ?
2. Pemecahan Masalah
Pembelajaran yang sesuai dengan proses berpikir siswa, tentunya
akan membuat siswa menyenangi proses pembelajaran tersebut. Dengan
melakukan pembelajaran Bahasa Indonesia menggunakan pendekatan
Kooperatif secara baik paling tidak akan mampu mendekatkan siswa
dengan ide dan keterampilan berbicara dalam menanggapi cerita tentang
peristiwa yang terjadi di sekitar siswa.
Demikian halnya dengan guru melakukan pembelajaran Bahasa
Indonesia melalui pendekatan kooperatif, dengan harapan keterampilan
berbicara siswa meningkat.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbicara
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan pendekatan
3
kooperatif metode struktural pada siswa kelas V SD Negeri Bumijawa 02
Tegal.
D. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini dihaharapkan bermanfaat bagi:
1. Siswa:
a. Siswa lebih lancar dalam berbahasa Indonesia secara lisan.
b. Meningkatkan kemampuan berpikir siswa dalam menanggapi
peristiwa yang terjadi di sekitarnya.
c. Meningkatkan kreatifitas siswa
d. Menambah perbendaharaan kosa kata
2. Guru:
a. Dapat membantu guru memperbaiki proses pembelajaran
keterampilan berbicara ( berbahasa Indonesia ).
b. Dapat menambah wawasan guru mengenai pembelajaran berbicara
dengan teknik bermain peran
3. SD Negeri Bumijawa 02:
a. Mmbantu tercapainya tujuan pendidikan di sekolah.
b. Meningkatkan profesionalisme dan kinerja guru secara umum
c. Meningkatkan kredibilitas sekolah.
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Hakikat Pengajaran Bahasa Indonesia
Pengajaran bahasa Indonesia bertujuan untuk mengembangkan
kemampuan menggunakan bahasa Indonesia dalam segala fungsinya,
yaitu sebagai sarana komunikasi, sarana berpikir/bernalar, sarana
persatuan, dan sarana kebudayaan. Kurikulum Bahasa Indonesia tahun
1984 ditekankan pada pengembangan kemampuan berkomunikasi
dengan bahasa. Kemampuan ini dikaitkan dengan factor-faktor penentu
di dalam berkomunikasi. Faktor-faktorini mencakup:……siapa yang
berbahasa dengan siapa; untuk tujuan apa; dalam situasi apa; dalam
konteks apa; dan dengan jalur mana (lisan atau tulisan); media apa
(tatapnya); dalam peristiwa apa (bercakap-cakap, ceramah, upacara,
laporan, lamaran kerja, pernyataan cinta, dan sebagainya). (GBPP
Bahasa Indonesia, 1986).
Untuk mencapai tujuan ini dalam pengajaran bahasa Indonesia
menurut Kurikulum 1984 itu diterapkan pendekatan komunikatif.
Sehubungan dengan tujuan pengajaran bahasa Indonesia di SD, di
dalam Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Program Prajabatan Guru
Sekolah Dasar (D-II) melalui LPTK terpadu dinyatakan sebagai berikut:
1. Pendidikan bahasa di SD bertujuan untuk mengembangkan
kemampuan/keterampilan serta sikap berbahasa yang menyangkut
fungsinya sebagai alat komunikasi dan penalaran.
2. Pendidikan bahasa di SD tidak hanya sekedar memberikan
kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga harus dapat
mengembangkan kemampuan berpikir siswa,…(Direktorat
Pendidikan Tinggi 1990: 9)
Pernyataan ini menyatakan bahwa guru-guru SD harus dapat
mengembangkan kemampuan berpikir siswa melalui kegiatan belajar
5
mengajar bahasa Indonesia. Di samping mengembangkan kemampuan
berkomunikasi dalam bahasa yang baik dan benar, guru harus dapat
mengembangkan kebiasaan serta kemampuan berpikir nalar dan kreatif
secara tertip melalui bahasa yang tertip pula.
Pengajaran bahasa di SD mendapat jatah yang besar. Untuk
mencapai kemampuan berkomunikasi seperti yang telah disinggung
bagian terdahulu, melalui pengajaran itu diberikan pengetahuan dan
keterampilan umum bahasa Indonesia yang dijabarkan ke dalam (1)
unsur-unsur bahasa, yang mencakup lafal, ejaan, struktur dan kosa kata
dalam berbagai ranah kebahasaaan yang diperlukan untuk dapat
berkomunikasi dengan lancar, (2) kegiatan bahasa yang meliputi
membaca, menulis/mengarang, berbicara dan fragmatik (Kurikulum
Sekolah Dasar 1986).
Dari uraian di atas jelas bahwa Kurikulum SD tidak
mencantumkan kegiatan menyimak dan berbicara. Ini tidak berarti
bahwa keterampilan menyimak dan berbicara tidak perlu dilatihkan
melalui pengajaran bahasa Indonesia. Namun, latihan ini tidak dilakukan
secara khusus seperti keterampilan membaca dan menulis, melainkan
secara terpadu dalam semua kegiatan belajar.
2. Kedudukan , fungsi, dan Nilai Pengajaran Bahasa Indonesia
Pengajaran bahasa Indonesia wajib diberikan ke semua lembaga
pendidikan formal. Dalam mata pelajaran ini siswa tidak boleh mendapat
nilai kurang dari 6. Artinya, semua siswa sekurang-kurangnya harus
mempunyai kemampuan sedang dalam penggunaan bahasa Indonesia. Ini
tentu saja menuntut upaya guru dan siswa serta perhatian orang tua di
rumah.
Pengajaran bahasa di SD mempunyai peranan yang sangat
penting dalam membentuk kebiasaan, sikap, serta kemampuan dasar
yang diperlukan siswa. Untuk perkembangan selanjutnya. Selain itu
pengajaran tersebut harus dapat membantu siswa dalam pengembangan
6
kemampuan berbahasa yang diperlukannya, bukan saja untuk
berkomunikasi , melainkan juga untuk menyerap berbagai nilai serta
pengetahuan yang dipelajarinya. Bukankah melalui bahasa ini siswa itu
mempelajari nilai-nilai moral/agama, serta nilai-nilai sosial yang berlaku
pada masyarakat bangsanya. Bukankah melalui bahasa itu pula ia
mempelajari berbagai cabang ilmu? Pembinaan bahasa yang baik di
tingkat SD akan memberikan sumbangan yang besar dalam
pengembangan siswa pada taraf selanjutnya.
Sasaran pembinaan bahasa Indonesia bagi siswa SD ialah (1) agar
siswa memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar,
(2) dapat menghayati bahasa dan sastra Indonesia. Sasaran tersebut
sesuai dengan (1) situasi dan tujuan berbahasa, (2) tingkat pengalaman
anak sekolah dasar, dan (3) fungsi utama pendidikan sekolah dasar dalam
mengindonesiakan ank-anak Indonesia yang pada umumnya lahir dan
besar sebagai insan daerah.
Dalam proses pengindonesiaan di atas sangat besarlah perana
bahasa. Hal ini harus benar-benar disadari oleh para guru SD khususnya.
3. Berbicara
Berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui
bahasa lisan. Peranan berbicara merupakan kegiatan berbahasa yang
berhubungan erat dengan menyimak,menulis,dan membaca. Kemampuan
berbicara perlu dimiliki oleh setiap anggota masyarakat,apapun
profesinya. Namun kemampuan ini terutama harus dimiliki oleh pelajar,
guru, dramawan, pemimpin, penyuluh, juru penerang, dan lain-lain yang
profesinya memang berhubungan erat dengan kegiatan berbicara.
4. Aspek Berbicara.
Di dalam GBPP Bahasa Indonesia aspek berbicara tidak
dicantumkan sebagai pokok bahasan tersendiri. Ini tidak berarti bahwa
keterampilan berbicara tidak dibina melalui pengajaran Bahasa
7
Indonesia. Di dalam GBPP tersebut jelas bahwa guru SD bertanggung
jawab atas pembinaan oleh guru antara lain ialah lafal, intonasi, serta
penggunaan kata.
Jenis berbicara yang perlu dikembangkan pada siswa SD ialah
a. berbicara dalam bentuk mengemukakan gagasan
b. menjawab pertanyaan
c. bercakap-cakap /berdialog
d. bercerita
5. Proses Berbicara
Kegiatan berbicara dilakukan untuk mengadakan hubungan sosial
dan untuk melaksanakan suatu layanan. Yang termasuk golongan yang
pertama misalnya percakapan dalam suatu pesta, di kafetaria, pada saat
antre di bank, dan sebagainya. Sedangkan yang termasuk kelompok
kedua misalnya mengikuti wawancara untuk memperoleh pekerjaan,
memesan makanan di rumah makan, membeli perangko, mendaftarkan
sekolah, dan sebagainya.
Dalam proses belajar berbahasa di sekolah, anak-anak
mengembangkan kemampuan secara vertikal tidak secara horizontal.
Maksudnya, Mereka sudah dapat mengungkapkan pesan secara lengkap
meskipun belum sempurna. Makin lama kemampuan tersebut menjadi
semakin sempurna dalam arti strukturnya menjadi benar, pilihan katanya
semakin tepat, kalimat-kalimatnya semakin bervariasi, dsb. Dengan kata
lain perkembangan tersebut tidak secara horizontal mulai fonem, kata,
fase, kalimat, dan wacana seperti halnya jenis tatana linguistic.
Ellis (lewat Numan, 1991: 46) mengemukakan adanya tiga cara
untuk mengembangkan secara vertikal dalam meningkatkan kemampuan
berbicara :
1. menirukan pembicaraan orang lain (khususnya guru)
2. mengembangkan bentuk-bentuk ujaran yang dikuasai ; dan
8
3. mendekatkan atau menyejajarkan dua bentuk ujaran, yaitu bentuk
ujaran sendiri yang belum benar dan ujaran orang dewasa (terutama
guru) yang sudah benar.
Kesulitan dalam berbicara, seperti halnya kesulitan dalam menyimak,
disebabkan oleh berbagai faktor, salah satu faktor yang menimbulkan
kesulitan dalam berbicara adalah yang datang dari teman bicara. Seperti
kita ketahui , dalam setiap kegiatan berbicara teman bicara menapsirkan
makna pembicaraan agar komunikasi dapat berlangsung terus sampai
tujuan pembicaraan tercapai.
Berikut ini proses pembelajaran berbicara dengan berbagai jenis
kegiatan, yaitu percakapan berbicara estetik, berbicara untuk
menyampaikan informasi atau untuk mempengaruhi, dan kegiatan
dramatik (Tompkins dan Hoskisson, 1995: 124-147).
6. Berbicara Estetik (mendongeng) : Ahmad Rofiuddin, Darmiyati
Zuhdi (14-17)
Salah satu bentuk kegiatan berbicara estetik ialah bercerita, guru
menyajikan karya sastra kepada murid-muridnya dengan teknik bercerita,
dan murid juga diminta untuk bercerita mengenai karya sastra yang telah
dibaca :
a. Memilih cerita
Cerita-cerita tradisional, misalnya cerita rakyat, sering dipilih
untuk kegiatan bercerita (mendongeng). Namun bentuk karya
sastra anak-anak yang lama juga dapat digunakan. Hal yang paling
penting dalam memilih cerita adalah memilih cerita yang menarik.
Pertimbangan yang lain: (1) cerita tersebut sederhana, dengan alur
cerita yang jelas; (2) cerita tersebut memiliki awal, pertengahan,
dan akhir yang jelas; (3) tema cerita jelas; (4) jumlah pelaku cerita
tidak banyak; (5) cerita mengandung dialog; (6) cerita
menggunakan gaya bahasa pengulangan; dan (7) cerita
menggunakan gaya keindahan.
9
b. Menyiapkan diri untuk bercerita
Murid- murid hendaknya membaca kembali dua atau tiga kali
cerita yang akan diceritakan untuk memahami perwatakan pelaku-
pelakunya dan dapat menceritakan secara urut. Kemudian murid-
murid memilih frasa-frasa atau kalimat yang akan diambil untuk
membuat ceritanya nanti secara hidup, sehingga lebih menarik
perhatian pendengar, termasuk penggunaan suara yang bervariasi.
c. Menambah barang-barang yang diperlukan
Murid-murid dapat menggunakan beberapa teknik untuk
membuat ceritanya lebih hidup. Tiga barang yang dapat digunakan
untuk cerita lebih menarik ialah gambar-gambar yang ditempelkan
di papan planel, boneka, dan benda-benda yang menggambarkan
pelaku binatang atau barang-barang yang diceritakan.
7. Strategi Meningkatkan Kemampuan Berbicara dan Berpikir
Kesempatan yang baik untuk mengembangkan keterampilan
berbicara ialah pada tahap publikasi dalam proses menulis. Banyak anak
yang senang mengubah karangannya dalam bentuk drama pendek yang
diperankan di kelas.
Pada kesempatan memerankan adegan inilah anak-anak memiliki
kesempatan untuk berlatih berbicara. Mereka dapat pula memperlihatkan
dan mempelajari keterampilan berakting dari teman-temannya.
Untuk mengembangkan keterampilan berpikir, di kelas seharusnya
anak-anak tidak hanya dilatih mengemukakan fakta tetapi perlu
ditekankan pada kemampuan untuk menjelaskan dan mengevaluasi. Hal
ini biasanya kurang memperoleh perhatian guru dalam proses
pembelajaran.
Langkah pertama untuk meningkatkan keterampilan berpikir anak-
anak ialah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka kepada
mereka, misalnya ketika membaca bacaan tentang suatu ekspedisi, lebih
baik diajukan pertanyaan “Apa yang ingin anda bawa dalam ekspedisi
10
tersebut seandainya ikut di dalamnya?”. Dengan demikian anak-anak
akan terpacu untuk memikirkan berbagai kemungkinan, tidak hanya
sekedar mencari jawaban yang benar dalam teks (Yeager,1991:102)
Setelah beberapa minggu, guru mulai mengenal perubahan pada
murid-murid dalam saling menanggapi pertanyaan sesama murid atau
pertanyaan guru.
Murid-murid memikirkan dengan sungguh-sungguh jawaban yang
akan mereka sampaikan dan mengungkapkan jawaban dengan lebih
jelas. Mereka tidak menjawab secara tepat tetapi bernada memprotes,
sebaliknya mengemukakan jawaban dengan hati-hati dan jujur. Segera
setelah anak-anak mulai dapat berpikir tentang proses mereka sendiri
dalam berpikir ( metakognisi ), mereka siap untuk menggunakan strategi
berpikir yang khas, misalnya membedakan fakta dan pendapat, mengenal
hubungan sebab akibat, dan melakukan kegiatan berpikir yang lebih
sulit, yaitu menilai hasil, mengevaluasi argumen, dan menyelidiki hal-hal
yang melandasi tanggapan emosional ( Yeager, 1991:102 ).
Keterampilan berbicara lebih mudah dikembangkan apabila murid-
murid memperoleh kesempatan untuk mengkomunikasikan sesuatu
secara alami kepada orang lain, dalam kesempatan-kesempatan informal.
Selama kegiatan belajar di sekolah, guru menciptakan berbagai lapangan
pengalaman yang memungkinkan murid-murid mengembangkan
kemampuan berbicara. Kegiatan-kegiatan untuk melatih keterampilan
berbicara itu antara lain menyajikan informasi, berpartisipasi dalam
diskusi, dan berbicara untuk menghibur atau menyajikan pertunjukan (
Ross dan Roe, 1990: 133-143 ), seperti yang disajikan berikut ini.
Salah satu bentuk kegiatan penyajian informasi yang sesuai bagi
anak-anak kelas 3-6 SD ialah menyampaikan laporan secara lisan. Untuk
mengingatkan agar anak-anak menggunakan cara-cara yang efektif
dalam menyajikan laporan secara lisan, masalah mereka menceritakan
hal-hal yang mereka inginkan dari seorang pembicara.
11
8. Tes Keterampilan Berbahasa
Tes keterampilan berbahasa dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu:
tes menyimak, tes berbicara, tes membaca, dan tes menulis. Tes
kemampuan berbicara merupakan tes berbahasa yang difungsikan untuk
mengukur kemampuan testi dalam berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa lisan (Akhadiyah, 1988). Seperti halnya tes menyimak, tes
kemampuan berbicara dapat dikategorikan sebagai tes diskrit atau tes
nondiskrit. Beberapa model tes yang digunakan untuk mengukur
kemampuan berbicara adalah : tes kemampuan berbicara berdasarkan
gambar (termasuk “ The Bilingual Syntax Meassure”) dan “ The Illyin
Oral Interview” (Oller, 1979), wawancara, bercerita, dskusi, ujaran
terstruktur (mengatakan kembali, membaca kutipan, mengubah kalimat,
dan membuat kalimat, Akhadiyah, 1988).
Madsen (1981)telah mengidentifikasi adanya 25 teknik tes yang
digunakan dalam tes berbicara. Dari 25 teknik tes ini selanjutnya
dikelompokkan ke dalam 5 kategori (berdasarkan strategi dan fokus
penilaiannya), yaitu: (1) wacana komunikatif yang bersifat langsung dan
alami, (2) wacana komunikatif semu yang bersifat kurang langsung tapi
masih alami, (3) wacana yang berhubungan yang bersifat tidak langsung
dan kurang alami, dan (4) respon terkontrol bersifat diskrit, (5)
keterampilan linguistik yang bertujuan untuk mengukur aspek
keterampilan linguistik: sintak, fonologi, dan kosakata.
Dalam tes diskrit, pengetesan kemampuan menyimak dilakukan
terpisah dengan pengetesan kemampuan berbicara. Fokus pengetesan
diarahkan pada aspek: pengucapan, kelancaran, gramatika, dan kosa kata.
Dalam tes yang menggunakan pendekatan nondiskrit, juga dapat
dijumpai adanya tes menyimak dan berbicara yang dilakukan secara
terpisah, serta tes kemampuan menyimak dan berbicara yang dilakukan
secara serentak, seperti dalam tes interaksi lisan.
Pembedaan antara tes menyimak dan berbicara kemungkinan besar
dapat menghilangkan karakteristik komunikasi, yang mengharuskan
12
adanya interaksi, inisiasi, dan perkembangan tema yang koheren. Dalam
berkomunikasi, seseorang harus dapat menyimak dan berbicara dengan
baik, dan dalam interaksi lisan dijumpai adanya pergantian peran yang
bersifat konstruktif dengan stimuli yang tidak dapat diprediksi. Ada
beberapa upaya yang dilakukan untuk menstandarkan alat penilaian
kemampuan (kelancaran) berbicara, tetapi seringkali terbentur pada
masalah tuntutan keotentikan dan keilmiahan pengukuran. Misalnya
metode pengukuran yang berupa perekaman percakapan di laboratorium
dan respon testi. Teknik ini tetap dipandang kurang bersifat interaktif,
sebab rangsangan suara yang telah direkam sebelumnya tidak
memungkinkan testi untuk turut serta mengarahkan percakapan atau
mengembangkan tema. Upaya lain berupa penilaian lisan didasarkan
pada kegiatan membaca teks dialog dan testi diminta untuk meresponnya
secara bebas. Jenis ini pun terbentur pada masalah yang sama, yakni
tidak adanya interaksi lisan yang sebenarnya (Carrol, 1980:54).
Berdasarkan hal inilah, maka penggunaan tes interaksi lisan dipandang
lebih tepat
untuk mengukur kemampuan komunikasi lisan.
Fokus penilaian dalam tes interaksi lisan tidak pada aspek:
pengucapan, kelancaran, gramatika, kosa kata, efektifitas dan ketepatan
komunikasi. Skala penilaian seharusnya mendasarkan diri pada faktor
kewacanaan dan ciri komunikasi yang didasarkan pada: ukuran
kemampuan, kekomplekan, rentangan, ketepatan, keflesibelan,
kecermatan, ketepatan, kemandirian, pengulangan dan keraguan.
Penilaian seharusnya tidak memprioritaskan aspek performansi bahasa,
seperti: kosa kata, gramatika, dan ketepatan pengucapan (Carrol,
1980:54). Penilaian kemampuan interaksi lisan akan lebih efektif jika
dilakukan dalam latar interaksi yang otentik, dengan melukiskan topik
secara spesifik, menggunakan beberapa macam pelaku interaksi, dengan
menggunakan secara detail, kriteria didasarkan pada keefektifan dan
ketepatan komunikasi.
13
Dari karakteristik tes interaksi lisan yang dipaparkan di atas, dapat
dikatakan bahwa tes interaksi lisan termasuk kategori tes bahasa
komunikatif. Porter (1991). Menyatakan adanya 3 ciri tes bahasa yang
bersifat komunikatif, yaitu: (1) Tes didasarkan pada kebutuhan
pembelajar; penilaian kemampuan berbahasa pembelajar yang tidak
didasarkan pada kebutuhan pembelajar tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Perbedaan kebutuhan pembelajar akan sangat
menentukan tingkat penguasaan linguistik dan tingkat kelancaran yang
harus dikuasainya. Dan ini akan sangat mempengaruhi tingkat
kekomplekan isi tes, criteria penilaian, dan format laporannya. (2) Tes
harus didasarkan pada penggunaan bahasa dalam konteks dan relevan
dengan tujuan pembelajar. Setiap konteks menuntut penggunaan
kemampuan linguistik yang berbeda, dan tujuan yang berbeda akan
menghadirkan konteks yang berbeda pula. Jika macam-macam konteks
dan tujuan merupakan cirri pokok dalam komunikasi yang alami, maka
disarankan bahwa konteks dan tujuan menuntut kemampuan linguistik
yang berbeda-beda. Konteks dan tujuan ini perlu dipadukan dalam tes.
(3) Tes harus menggunakan teks yang otentik atau teks yang memiliki
atau memenuhi ciri-ciri otentik. Ketiga ciri tes komunikatif tersebut
dapat dijumpai dalam tes interaksi lisan.
Kegiatan pengetesan dalam interaksi lisan dapat dipilah menjadi 3
tahap: tahap pemanasan, kegiatan utama, dan tahap penutup. Tahap
pemanasan dimaksudkan untuk menciptakan hubungan yang akrap;
kegiatan utama dimaksudkan untuk melakukan penilaian terhadap
kompetensi lisan yang dimiliki testi; dan tahap penutup dimaksudkan
untuk memberikan penilaian akhir. Format ini dapat digunakan untuk
interaksi lisan perorangan maupun untuk kelompok (Carrol dan Hall,
1985).
14
9. Tes Berbicara
Berbicara merupakan aktifitas berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa lisan. Berbicara merupakan keterampilan
berbahasa yang bersifat produktif yang melibatkan aspek kebahasan
(pelafalan, kosa kata, dan struktur) dan aspek nonkebahasan (siapa lawan
bicaranya, bagaimana situasinya, latarnya, peristiwanya, serta tujuannya)
(Harris, 1969, Oller, 1979; Akhadiyah, 1988).
Untuk dapat berbicara dengan baik, seorang pembicara harus
menguasai komponen-komponen yang menetukan kegiatan berbicara,
baik yang berkenaan dengan faktor kebahasan maupun faktor
nonkebahasan.
Tes kemampuan berbicara merupakan tes berbahasa yang
difungsikan untuk mengukur kemampuan testi dalam berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa lisan. Tes kemampuan berbicara bukan
hanya mengukur aspek penguasaan bahasa lisan, tetapi juga factor lain
yang terlibat dalam kegiatan berkomunikasi lisan, seperti: pemahaman
tentang tujuan berbicara, lawan berbicara, situasi pembicaraan, latar
pembicaraan, serta peristiwa pembicaraan. Dengan kata lain dapat
dinyatakan bahwa tes kemampuan berbicara merupakan tes yang
difungsikan untuk mengukur kemampuan testi dalam menggunakan
bahasa lisan.
Secara umum, bentuk tes yang digunakan dalam tes kemampuan
berbicara adalah tes subyektif yang berisi perintah melakukan kegiatan
berbicara. Beberapa tes yang dapat digunakan untuk mrngukur
kemampuan berbicara dapat dikemukakan seperti berikut (Harris, 1969,
Akhadiyah, 1988; Crrol dan Hall, 1983).
10. Pembelajarans
Banyak definisi para ahli berkaitan dengan pembelajaran,
diantaranya Winkel (M. Sobry Sutikno, 2009: 31) mengartikan
pembelajaran sebagai seperangkat tindakan yang dirancang untuk
15
mendukung proses belajar peserta didik, dengan memperhatikan
kejadian-kejadian eksternal yang berperanan terhadap rangkaian
kejadian-kejadian internal yang berlangsung di dalam diri peserta didik.
Dimyati dan Mujiono (M. Sobry Sutikno, 2009: 31) mengartikan
pembelajaran sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan
siswa.
Lindgren (M.Sobry Sutikno, 2009: 32) menyebutkan bahwa focus
system pembelajaran mencakup tiga aspek, yaitu: siswa, proses belajar,
dan situasi belajar. Dalam proses pembelajaran, kedudukan guru sudah
tidak dapat dipandang sebagai penguasa tunggal dalam kelas atau
sekolah, tetapi dianggap sebagai manager of learning (pengelola belajar)
yang perlu senantiasa siap membimbing dan membantu para siswa dalam
menempuh perjalanan menuju kedewasaan mereka sendiri yang utuh
menyeluruh. Dalam mengelola pembelajaran, pendidik lebih dituntut
untuk berfungsi dalam melaksanakan empat macam tugas sebagai berikut
1. Merencanakan, baik untuk jangka panjang (satu semester) maupun
jangka pendek (satu)
2. Mengatur, yang dilakukan pada waktu implementasi, tugas ini adalah
mengenai apa yang mencakup rencana dan pengetahuan tentang
bentuk dan macam kegiatan yang harus dilaksanakan dan bagaimana
semua komponen dapat bekerjasama untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan.
3. Mengarahkan, karena memang salah satu tugas pendidikan dalam
memberikan motivasi, mengarahkan, dan memberikan inspirasi
kepada siswa untuk belajar.
4. Mengevaluasi, untuk mengetahui apakah perencanaan, pengaturan,
dan pengarahan dapat berjalan dengan baik atau masih perlu
diperbaiki. Untuk itu pendidik harus mempunyai patokan mengenai
penampilan para siswa yang dianggap telah memadai, baik selama
maupun setelah ia mendidik mereka.
16
Ciri-ciri pembelajaran menurut Oemar Hamalik (M. Sobry Sutikno,2009:
34) :
1. Rencana ialah penataan ketenagaan, materi, dan prosedur, yang
merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran dalam rencana khusus.
2. Kesalingtergantungan antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang
serasi dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur bersifat esensial, dan
masing-masing memberikan sumbangannya kepada sistem
pembelajaran.
3. Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak
dicapai. Sistem ini menjadi dasar perbedaan antara sistem yang dibuat
oleh manusia dan sistem yang alami.
Menurut kamus Bahasa Indonesia model berarti pola acuan ragam,
macam dan sebagainya, barang tiruan yang kecil dan tepat seperti yang
ditiru.
11. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Kooperatif (Cooperative learning) adalah pendekatan
pembelajaran yang terfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa
untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk
mencapai tujuan belajar.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya
terdapat elemen-elemen yang saling berkaitan, elemen-elemen
pembelajaran kooperatif menurut Lie ( 2004 ) adalah (1) saling
ketergantungan positif; (2) interaksi tatap muka; (3) akuntabilitas
individual; (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau
keterampilan sosial yang sengaja diajarkan.
Keuntungan Penggunaan Pembelajaran Kooperatif:
A. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.
B. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap,
keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan.
17
12. Metode Struktural
Metode ini dikembangkan oleh Spencer Kagan dan kawan-kawan.
Meskipun memiliki banyak kesamaan dengan metode lainnya, metode
struktural menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang
untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. Berbagai struktur
tersebut dikembangkan oleh Kagan dengan maksud menjadi alternatif
metode resitasi, yang ditandai dengan pengajuan pertanyaan oleh guru
kepada siswa dalam kelas dan para siswa mengacungkan tangan dan
ditunjuk oleh guru. Struktur-struktur Kagan menghendaki agar para siswa
bekerjasama saling bergantung struktur yang memiliki tujuan umum
untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan ada pada struktur
tujuannya untuk mengerjakan keterampilan sosial.
13. Pengertian Mencari Pasangan
Teknik belajar mengajar mencari pasangan (make a Mattch)
dikembangkan oleh Larana Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik
ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep
atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini bisa digunakan
dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Langkah teknik pembelajaran mencari pasangan:
a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau
topic yang mungkin cocok untuk sesi revieu (persiapan menjelang tes
atau ujian).
b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
c. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok
dengan kartunya. Misalnya, pemegang kartu yang bertuliskan Lima
akan berpasangan dengan pemegang kartu PERU. Atau pemegang
kartu yang berisi nama KOFI ANNAN akan berpasangan dengan
pemegang kartu SEKRETARIS JENDRAL PBB.
18
d. Siswa bisa juga bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang
memegang kartu yang cocok. Misalnya, pemegang kartu 3+9 akan
membentuk kelompok dengan kartu pemegang kartu 3x4 dan 6x2.
e. Dalam setiap para siswa mendiskusikan menyelesaikan tugas secara
bersama – sama.
f. Presentasi hasil kelompok
B. Temuan Hasil Penelitian Yang Relevan
Dalam penelitian ini menggunakan kajian empiris/penelitian yang
relevan yang dilakukan oleh Muhammad Arifin (Skripsi Program Studi S1-
PGSD Jurusan Kependidikan Sekolah Dasar & Prasekolah Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Malang) tahun 2009 dengan judul penelitian
Meningkatkan Kemampuan Berbicara dengan Pembelajaran Kooperatif
Model Struktural pada Siswa Kelas IV SDN Rebalas Grati Pasuruan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif model
struktural dapat meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa kelas IV
SDN Rebalas Grati Pasuruan. (http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php
/KSDP/article/view/4557)
C. Kerangka Berpikir
Keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang sulit karena
kurangnya perbendaharaan kosa kata yang dimiliki siswa. Oleh karena itu,
dalam pembelajarannya berbicara perlu dicari inovasi baru yang mampu
merangsang siswa untuk mengembangkan perbendaharaan kosa kata. Di
samping siswa dapat mengalami dan menemukan sendiri yang ia pelajari juga
dapat bekerja sama dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak
kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan
berkomunikasi. Teknik mencari pasangan bisa digunakan untuk
meningkatkan keterampilan berbicara. Dengan begitu, materi berbicara dekat
dengan kehidupan siswa, dialami siswa, dapat merangsang siswa belajar
berbicrara. Pembelajaran yang sarat dengan kriteria di atas adalah
19
pembelajaran keterampilan berbicara berbasis kooperatif melalui teknik
mencari pasangan (bermain peran).
Kerangka Berpikir:
D. Hipotesis Tindakan
Jika Pendekatan Kooperatif metode Struktural dengan teknik mencari
pasangan ( bermain peran ) diterapkan pada pembelajaran berbicara maka
dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri
Bumijawa 02 tahun pelajaran 2009 / 2010.
GURU BELUM MENGGUNAKAN
MODEL KOOPERATIF KONDISI
AWAL
HASIL
SISWA
MASIH
KURANG
TINDAKAN
GURU
MENGGUNAKAN
PENDEKATAN
KOOPERATIF
GURU BELUM
MENGGUNAKAN
PENDEKATAN
KOOPERATIF
SIKLUS I
KETERAMPILAN
BERBICARA
MENINGKAT
KONDISI
AKHIR
SKLUS II
20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri
Bumijawa 02, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal. Penelitian dilakukan
pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2010.
B. Subjek Penelitian
Subjek dalam Penelitian yaitu siswa kelas V SD Negeri Bumijawa 02,
Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal.
C. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah:
1. Informan dalam penelitian yaitu guru yang mengampu kelas V dan siswa
kelas V SD Negeri Bumijawa 02
2. Tempat dan kegiatan berupa pembelajaran yang menggunakan Pendekatan
kooperatif metode struktural teknik mencari pasangan dengan bermain
peran menggunakan media elektronik berlangsung didalam kelas V SD N
Bumijawa 02
3. Dokumen yang ada meliputi kurikulum, rencana pelaksanaan
pembelajaran, foto kegiatan pembelajaran, hasil tes siswa.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dipakai untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah catatan lapangan (lembar observasi), dan tes, serta penugasan.
1. Teknik Analisis data Penelitian
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis diskriptif kuantitatif untuk mengetahui adanya perbedaan
tingkat pemahaman siswa terhadap materi berbicara antara sebelum dan
sesudah tindakan. Selain itu digunakan juga teknik analisis deskriptif
21
kualitatif untuk mengetahui secara lebih memadai proses pembelajaran
Bahasa Indonesia.
2. Kriteria Keberhasilan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Indikator keberhasilan penelitian tindakan ini dikelompokkan
menjadi dua aspek, yaitu indikator keberhasilan proses dan indikator
keberhasilan produk. Indikator keberhasilan proses dilihat dari
perkembangan proses pembelajaran berbicara pada mata pelajaran Bahasa
Indonesia yang dilakukan oleh guru dan siswa. Keberhasilan proses
tersebut didasarkan atas temuan dari tahapan pemantauan (tahapan
observasi dan monitoring).
Sementara itu, indikator keberhasilan produk didasarkan atas
keberhasilan siswa dalam berbicara yang merupakan refleksi tingkat
pemahaman dan keterampilan siswa dalam pembelajaran berbicara dengan
bermain peran.
E. Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan ini dilakukan melalui dua siklus. Adapun
mengenai pelaksanaan tindakan seecara umum melalui tahapan sebagai
berikut :
SIKLUS I
a. Tahap Persiapan
Dalam tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan adalah :
1) Mengidentifikasi Masalah (mendiskusikan permasalahan) yang
muncul berkaitan dengan rendahnya kemampuan keterampilan
berbicara siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.
2) Merancang pelaksanaan tindakan untuk memecahkan permasalahan
yang berkaitan dengan materi pembelajaran “ menanggapi cerita
tentang peristiwa yang terjadi di sekitar yang disampaiakan secara
lisan “
22
3) Menyusun format observasi dan instrumen penelitian untuk
mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia,
keterampilan berbicara.
4) Menetapkan jenis data yang akan dikumpulkan dan teknis analisis data
yang digunakan dalam PTK ini.
b. Tahap Implementasi Tindakan
Adapun tindakan yang disepakati adalah sebagai berikut :
1) Membuka pertemuan
2) Mengabsen kehadiran siswa
3) Guru menjelaskan teknik pembelajaran .
4) Guru memutar CD berisi cerita “Sangkuriang”
5) Guru membagikan kartu yang isinya tokoh- tokoh dalam cerita.
6) Setiap siswa mendapatkan satu kartu.
7) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu cocok dengan
kartunya.
8) Setiap kelompok berdiskusi tentang cerita yang telah ditampilkan
melalui CD agar dibuat sekenario drama untuk meningkatkan
perbendaharaan kata. Dalam satu kelompok saling membantu.
9) Setiap kelompok mempraktikkan peran tokoh sesuai skenario drama
yang telah dibuat, dan kelompok lain menyimak.
10) Kegiatan evaluasi.
11) Melaksanakan tugas sesuai petunjuk guru.
c. Tahap Observasi.
Dilakukan observasi dan monitoring, serta evaluasi terhadap
pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan. Kriteria keberhasilan tindakan
adalah bahwa para siswa memiliki keterampilan berbicara dengan bermain
peran. Evaluasi dilakukan dengan wawancara agar siswa dapat berbicara
dengan bahasa yang baik dan benar. Tes digunakan untuk mengungkap
tingkat pemahaman siswa mengenai konsep berbicara. Cara berbicara yang
23
baik atau tepat antara sebelum dan sesudah tindakan ada pada siklus satu
dan dua.
d. Tahap Analisis dan Refleksi.
Pada tahap ini dilakukan analisis, sintesis dan memaknai hasil
tindakan pertama untuk kemudian disimpulkan apakah perlu merevisi
gagasan umum atau mungkin memikirkan dan merencanakan kembali
jenis tindakan berikutnya yang perlu diterapkan agar siswa dapat memiliki
keterampilan berbicara dengan baik. Begitu seterusnya sampai tindakan ini
dapat tercapai. Dalam implementasi tindakan ini guru menggunakan
metode Struktural dan teknik pembelajaran mencari pasangan, tanya
jaewab, ceramah, observasi, tugas, kerja kelompok, diskusi, presentasi.
SIKLUS II
A. Tahap Persiapan
Dalam tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan adalah :
1) Mengidentifikasi Masalah pada siklus I.
2) Merancang pelaksanaan tindakan untuk memecahkan permasalahan
yang berkaitan dengan materi pembelajaran “ menanggapi cerita
tentang peristiwa yang terjadi di sekitar yang disampaiakan secara
lisan “
3) Menyusun format observasi dan instrumen penelitian untuk
mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia ,
keterampilan berbicara.
4) Menetapkan jenis data yang akan dikumpulkan dan teknis analisis data
yang digunakan dalam PTK ini.
B. Tahap Implementasi Tindakan
1) Membuka pertemuan
2) Mengabsen kehadiran siswa
3) Guru menjelaskan teknik pembelajaran .
24
4) Guru memutar CD berisi cerita “Timun Emas”
5) Guru membagikan kartu yang isinya tokoh- tokoh dalam sebuah cerita.
6) Setiap siswa mendapatkan satu kartu.
7) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu cocok dengan
kartunya.
8) Setiap kelompok berdiskusi tentang cerita yang telah ditampilkan
melalui CD agar dibuat sekenario drama untuk meningkatkan
perbendaharaan kata Dalam satu kelompok saling membantu.
9) Setiap kelompok mempraktikkan peran tokoh sesuai skenario drama
yang telah dibuat, dan kelompok lain menyimak.
10) Kegiatan evaluasi.
11) Melaksanakan tugas sesuai petunjuk guru.
C. Tahap Observasi.
Dilakukan observasi dan monitoring, serta evaluaisi tehadap
pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan. Kriteria keberhasilan tindakan
adalah bahwa para siswa memiliki keterampilan berbicara dengan bermain
peran. Evaluasi dilakukan dengan wawancara agar siswa dapat berbicara
dengan bahasa yang baik dan benar. Tes digunakan untuk mengungkap
tingkat pemahaman siswa mengenai konsep berbicara. Cara berbicara yang
baik atau tepat antara sebelum dan sesudah tindakan ada pada siklus satu
dan dua.
D. Tahap Analisis dan Refleksi.
Pada tahap ini dilakukan analisis, sintesis dan memaknai hasil
tindakan pertama untuk kemudian disimpulkan apakah perlu merevisi
gagasan umum atau mungkin memikirkan dan merencanakan kembali
jenis tindakan berikutnya yang perlu diterapkan agar siswa dapat memiliki
keterampilan berbicara dengan baik. Begitu seterusnya sampai tindakan ini
dapat tercapai. Dalam implementasi tindakan ini guru menggunakan
25
metode Struktural dan teknik pembelajaran mencari pasangan, tanya
jawab, ceramah, observasi, tugas, kerja kelompok, diskusi, presentasi.
Dari uraian tersebut dapat dibuat bagan menurut Suharsimi
Arikunto, Sugiyanto, (2009: 12) sebagai berikut :
BAB IV
Perencanaan
SIKLUS I
Pengamatan
SIKLUS II
Pengamatan
Tindakan
Selanjutnya
Pelaksanaan
Pelaksanaan
Refleksi
Refleksi
Perencanaan
26
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Kondisi Awal
Keterampilan berbicara secara lisan dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia masih kurang baik dan benar khususnya siswa SD Negeri
Bumijawa 02 Tegal. Hal ini dikarenakan banyak faktor yang
mempengaruhi keberhasilan pembelajaran keterampilan bercerita, antara
lain faktor dari guru dan faktor dari siswa itu sendiri. Faktor dari guru
dalam proses kegiatan belajar mengajar (PBM) hanya memberikan
pembelajaran keterampilan bercerita secara teoritis, kurang praktik dan
kurangnya alat peraga. Faktor dari siswa kurangnya perbendaharaan kosa
kata yang akhirnya dalam merangkai bahasa secara lisan masih bercampur
dengan bahasa daerah.
Pengalaman empiris di akhir semester I tahun pelajaran 2009/2010
peserta didik kelas V di SD negeri Bumijawa 02 Kecamatan Bumijawa
Kabupaten Tegal menunjukan adanya penguasaan Kompetensi Dasar
Menanggapi cerita tentang peristiwa yang terjadi di sekitar yang
disampaikan secara lisan hasilnya kurang memuaskan, artinya penguasaan
pada kompetensi tersebut yang menjadi dasar dan prasarat penguasaan
kompetensi dasar berikut tidak tuntas dikuasai oleh peserta didik. Data
menunjukkan dari sejumlah 43 siswa kelas V , siswa yang memperoleh
nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum(KKM) 65, hanya 34 siswa
(79%), sedangkan yang memperoleh nilai di atas KKM yaitu sebanyak 9
siswa (21%)
Melihat hasil belajar yang demikian guru akan mengupayakan
perbaikan pembelajaran khususnya dalam penggunaan model
pembelajaran agar penguasaan keterampilan menanggapi cerita tentang
peristiwa yang terjadi di sekitar yang disampaikan secara lisan di kelas V
27
semester II tahun pelajaran 2009/2010 yang akan datang menjadi lebih
baik.
Maka untuk meningkatkan keterampilan berbicara dipilih pembelajaran
dengan model kooperatif yang dapat menumbuhkan rasa saling asah, asih,
dan asuh (saling mencerdaskan). Siswa tidak hanya belajar dari guru,
tetapi juga dari sesama siswa. Sarwiji Suwandi (http.www.pdk.go.id/
journal/32) menyimpulkan bahwa sebagian besar pembelajaran bahasa
Indonesia belum mampu mewujudkan siswa mahir berbahasa Indonesia.
2. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian
Siklus I
a. Perencanaan
1) Dilaksanakan selama 105 menit.
2) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
3) Rancangan RPP tentang materi pokok berbicara
4) Mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung:
a) Ruang belajar yang digunakan adalah ruang kelas V SD Negeri
Bumijawa 02
b) Buku Pelajaran :
i. Buku Bahasa Indonesia Kelas V (BSE), Umri Nuraini,
Indriyani halaman 15 s/d 18.
ii. Buku Saya Senang Berbahasa Indonesia Kelas 5
(ERLANGGA), Hanif Nurcholis,Mafrukhi, halaman 105.
c) Alat Peraga
i. Televisi, DVD, CD cerita, Kartu nama
5) Menyiapkan lembar penilaian
28
6) Menyiapkan lembar observasi untuk supervisor.
7) Supervisor melakukan observasi terhadap proses pembelajaran
pada siklus I.
b. Pelaksanaan
1) Pra Pembelajaran
a) Siswa dan guru berdo’a bersama.
b) Guru mengabsen siswa
c) Guru dan siswa mempersiapkan media dan alat peraga yang
diperlukan
2) Kegiatan Awal
Apersepsi : Motivasi (Menanyakan pada peserta didik) “Mengapa
kita harus mempunyai perbendaharaan kosa kata (Bahasa
Indonesia) yang banyak? Pengetahuan prasarat “Apa yang
dimaksud bercerita?
3) Kegiatan Inti
a) Guru menjelaskan teknik pembelajaran.
b) Anak di ajak memperhatikan sebuah cerita rakyat lewat layar
televisi / DVD.
c) Siswa mencatat pokok – pokok cerita yang didengar.
d) Guru membagi kartu ke semua siswa masing – masing satu
kartu yang berisi nama tokoh dalam cerita.
e) Siswa mencari pasangan tokoh - tokoh yang bisa membentuk
kelompok cerita.
f) Penjelasan guru langkah-langkah bermain peran.
g) Siswa berdiskusi dengan kelompoknya membuat scenario
cerita
29
h) Setiap kelompok memainkan drama sesuai scenario yang
dibuat.
i) Guru menilai peran siswa dalam memainkan drama.
4) Kegiatan Akhir
a) Siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan hasil
pembelajaran.
b) Guru memberi penegasan materi yang telah dipelajari bersama.
c) Guru memberi penghargaan kelompok berupa predikat
kejuaraan dan hadiah sesuai dengan hasil penilaian.
d) Guru memberi pengarahan tentang pentingnya mempunyai
banyak perbendaharaan kata.
e) Guru memberi tugas agar selama di lingkungan sekolah (Jam
sekolah) anak diharuskan menggunakan bahasa Indonesia
dalam berkomunikasi dengan guru maupun dengan teman agar
anak memiliki banyak perbendaharaan kata (bahasa Indonesia)
c. Pengamatan/observasi
Selama pelaksanaan pembelajaran siklus I peneliti
berkolaborasi dengan supervisor sebagai pengamat/observer. Tugas
observer adalah mengamati jalannya pembelajaran pada siklus I
dengan panduan lembar observasi yang telah tersedia.
Adapun hal-hal yang dinilai dalam pengamatan meliputi :
1. Pra Pembelajaran
2. Kegiatan Membuka Pelajaran
3. Kegiatan Inti Pembelajaran
4. Pelaksanaan materi pelajaran
5. Strategi pola pembelajaran
6. Pemanfaatan media pembelajaran
7. Penilaian proses dan hasil belajar
30
8. Penggunaan bahasa
9. Penutup
Adapun hal-hal yang diobservasi tentang kegiatan siswa dalam
proses belajar mengajar meliputi :
1. Keaktifan siswa
2. Kerjasama dalam diskusi
3. Penggunaan bahasa
4. Banyak siswa yang mengerjakan tugas lain
5. Banyak siswa yang mengganggu teman
d. Refleksi
Pengumpulan data dilakukan bersama oleh guru sebagai peneliti
dan supervisor yang diperoleh melalui observasi selama proses
pembelajaran pada siklus I. Pembelajaran pada siklus I setelah
diadakan penilaian pengamatan dan penilaian perbuatan sudah
menunjukkan kemajuan bila dibandingkan nilai yang dicapai oleh
siswa kelas V pada tahun pelajaran 2008/2009.
SIKLUS II
a. Tahap Persiapan
1) Mengidentifikasi Masalah pada siklus I.
2) Merancang pelaksanaan pembelajaran.( RPP )
3) Menyusun format observasi dan instrumen penelitian untuk
mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia
tentang ketrampilan berbicara.
4) Menetapkan jenis data yang akan dikumpulkan dan teknis analisis
data yang digunakan dalam PTK ini.
b. Tahap Implementasi Tindakan
1) Membuka pertemuan
2) Mengabsen kehadiran siswa
31
3) Guru menjelaskan teknik pembelajaran .
4) Guru memutar CD berisi cerita berjudul “Timun Emas”
5) Guru membagikan kartu yang isinya tokoh- tokoh dalam sebuah
cerita.
6) Setiap siswa mendapatkan satu kartu.
7) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu cocok
dengan kartunya.
8) Setiap kelompok berdiskusi tentang cerita yang telah ditampilkan
melalui CD agar dibuat sekenario drama untuk meningkatkan
perbendaharaan kata Dalam satu kelompok saling membantu.
9) Setiap kelompok mempraktikkan peran tokoh sesuai skenario
drama yang telah dibuat, dan kelompok lain menyimak. ( Guru
melakukan penilaian )
10) Anak mengisi angket
c. Tahap Observasi.
Dilakukan observasi dan monitoring, serta evaluaisi tehadap
pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan. Kriteria keberhasilan
tindakan adalah bahwa para siswa memiliki keterampilan berbicara
dengan bermain peran. Evaluasi dilakukan dengan wawancara agar
siswa dapat berbicara dengan bahasa yang baik dan benar. Tes
digunakan untuk mengungkap tingkat pemahaman siswa mengenai
konsep berbicara. Cara berbicara yang baik atau tepat antara sebelum
dan sesudah tindakan ada pada siklus satu dan dua.
d. Tahap Analisis dan Refleksi.
Dalam kegiatan refleksi pembelajaran, peneliti berdiskusi
dengan supervisor dan teman sejawat mengenai Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang telah diimplementasikan di kelas pada
proses pembelajaran siklus II. Refleksi Pembelajaran sangat
diperlukan sebagai upaya untuk mengkaji apa yang telah dan belum
32
terjadi, apa yang dihasilkan, mengapa hal tersebut terjadi, dan apa
yang perlu dilakukan selanjutnya.
Untuk itu selama proses pembelajaran, observer baik
supervisor maupun teman sejawat harus melakukan pengamatan
secara teliti terhadap interaksi antar siswa, siswa dan bahan ajar, siswa
dengan guru dan siswa dengan lingkungannnya.
1) Adapun hasil dari refleksi adalah :
a) Kegiatan pembelajaran berlangsung dengan baik , hal ini
terbukti dari keaktifan siswa selama mengikuti kegiatan
pembelajaran.
b) Siswa merasa senang ketika bermain peran.
c) Siswa merespon pertanyaan dan tugas dari guru dengan baik .
d) Masih ada siswa yang kurang kurang percaya diri dalam
berbicara.
2) Hal-hal yang perlu dilaksanakan untuk menindaklanjuti hasil
refleksi adalah :
a) Guru harus senantiasa mengkondisikan siswa agar siap
melakukan aktivitas belajar.
b) Pertanyaan yang bersifat umum lebih dahulu baru ke individu
supaya semua siswa aktif berfikir.
c) Guru lebih intensif dalam memotivasi siswa untuk berani
menyatakan gagasan.
3. Deskripsi Hasil Penelitian
a. Siklus I
1) Deskriptif Kuantitatif
Analisis deskriptif kuantitatif untuk mengetahui peningkatan
pemahaman siswa terhadap materi pokok berbicara melalui model
Kooperatif metode Struktural Teknik Mencari Pasangan.
33
Dari 43 anak pada mata pelajaran Bahasa Indonesia tentang
berbicara dengan KKM 65 diperoleh nilai rata-rata 78,43. 40 anak
(93 %) mencapai nilai ketuntasan,sedangkan 3 anak (7%) belum
mencapai nilai ketuntasan.
2) Deskriptif Kualitatif
Analisis deskriptif kualitatif untuk mengetahui tingkat
kualitas proses pembelajaran melalui Pendekatan Kooperatif
metode Struktural Teknik Mencari Pasangan.
Dari data hasil angket diketahui bahwa sebagian besar
siswa menyukai mata pelajaran Bahasa Indonesia tentang berbicara
yang dilakukan dengan cara bermain peran, karena bisa menambah
perbendaharaan bahasa Indonesia, kerjasama terjalin, saling tukar
pendapat dengan teman. Secara kualitatif semua kelompok diskusi
melaksanakan tugas diskusi dengan baik. Hal ini diketahui dari
rata-rata nilai semua indikator yang mencapai 78,43 serta dari 43
anak 36 anak (84 %) menyukai pembelajaran bahasa Indonesia
dengan menggunakan pendekatan kooperatif.
3) Penetapan Skala Penilaian Pada Siklus I
Rentang
Nilai
Huruf Kategori Frekuensi Persentase
80 – 100 A Sangat Baik 24 56 %
70 – 79 B Baik 13 30 %
60 – 69 C Cukup Baik 6 14 %
50 – 59 D Buruk 0 0
10 - 49 E Sangat Buruk 0 0
34
b. Siklus II
1) Hasil Pelaksanaan SIKLUS II
Pelaksanaan pembelajaran untuk siklus II berjalan sesuai
rencana tanpa hambatan yang berarti. Seluruh siswa kelas V yang
berjumlah 43 anak (laki-laki 23 dan perempuan 20) semuanya
hadir. Siswa juga mengikuti pembelajaran dengan baik,
bersemangat, dan semakin bergembira yang dikuatkan dengan
pendapat siswa yang telah dihimpun. Adapun hasil evaluasi yang
dilaksanakan juga meningkat. Pada siklus I tercatat nilai belum
tuntas (di bawah KKM) 3 anak (7 %) dan yang tuntas 40 anak (93
%). Namun, setelah diadakan tindakan pada siklus II tercatat nilai
belum tuntas 1 anak (2 %) dan yang mencapai nilai ketuntasan 42
anak (98 %). Proses pembelajaran juga bisa dikatakan memuaskan,
meskipun masih ada kekurangan yang masih perlu untuk
disempurnakan. Berdasarkan hasil observasi dari kepala sekolah
dan teman sejawat, guru dalam mempersiapakan maupun
melaksanakan pembelajaran sudah cukup baik, apersepsi sudah
dapat menarik perhatian siswa, siswa sudah tidak pasip lagi, tetapi
siswa sudah mau menyampaikan pendapatnya dalam berdiskusi,
siswa saling bekerja sama tukar pendapat.
4. Hasil Perbandingan Nilai Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II
Uraian KKM Jml Rata- Tuntas
Tidak
Tuntas
Anak Rata Jml % Jml %
kelas Anak anak
Pra
Siklus 65 43 61,00 9 21 34 79
Siklus I 65 43 78,43 40 93 3 7
Siklus II 65 43 84,96 42 98 1 2
35
5. Diagram Perbandingan Nilai Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yangt telah dilaksanakan yang terdiri dari
dua siklus, terdapat peningkatan dalam kegiatan belajar mengajar dari siklus I
ke siklus II, seperti yang terlihat dalam rata-rata hasil belajar dan lembar
pengamatan.
Dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
kooperatif metode structural dengan menggunakan teknik mencari pasangan
keterampilan berbicara siswa meningkat. Hal tersebut dapat terlihat dalam
kegiatan pembelajaran dapat membuat siswa lebih senang dan aktif dalam
belajar sehingga siswa mampu memahami konsep menanggapi cerita tentang
peristiwa yang terjadi di sekitar yang disampaikan secara lisan.
1. Pembahasan Siklus 1
Dari penelitian pada siklus 1 (pertama), hasil yang didapat kurang
memuaskan. Dari hasil pembelajaran dapat dilihat bahwa masih ada siswa
yang belum menguasai materi. Walaupun nilai rata-rata kelas sudah 78,43
ini dirasa masih belum maksimal, karena masih ada siswa yang nilainya di
bawah KKM
50
Pra Siklus
40
Siklus I
30
Siklus II
20
10
0
< 69
70-79
80-100
Hasil Nilai
36
Refleksi dilakukan oleh peneliti dan supervisor dengan
memperhatikan saran guru teman sejawat serta kepala sekolah. Adapun
hasill refleksi yang dilakukan oleh peneliti dan supervisor yaitu melalui
penilaian proses dan hasil belajar dapat diketahui bahwa siswa lebih
meningkat pemahamannya tentang materi berbicara.
a. Berdasarkan kriteria
1) Indikator Keberhasilan Proses.
a) 75 % siswa mampu memahami materi berbicara.
b) 75 % siswa aktif dalam pembelajaran dan kerja kelompok.
2) Indikator Keberhasilan Hasil
Indicator keberhasilan hasil penelitian ini yaitu jika 93 % hasil
evaluasi siswa mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM 65)
b. Aktifitas belajar siswa
Aktifitas belajar siswa dan aktifitas diskusi kelompok dapat
diketahui bahwa sebagian besar siswa aktif dalam mengikuti proses
pembelajaran dan melaksanakan semua tugas dengan baik. Hal ini
menunjukkan siswa antusias dan menyukai pembelajaran dengan
menggunakan Pendekatan Kooperatif metede Struktural dengan teknik
Mencari Pasangan .
c. Kekurangan pada siklus I
Dari semua keberhasilan tersebut, ada pula beberapa
kekurangan yang muncul selama pelaksanaan siklus I. Kekurangan
atau kelemahan tersebut antara lain :
1) Masih ada beberapa siswa yang hasil nilainya masih di bawah
KKM.
37
2) Waktu yang tersedia terbatas sehingga ada aktifitas belajar yang
pelaksanaannya kurang maksimal.
3) Penggunaan media dan alat peraga kurang optimal
4) Kehadiran supervisor sedikit mempengaruhi aktifitas belajar siswa,
karena perhatian siswa terbagi oleh keberadaan supervisor.
5) Masih ada beberapa siswa yang kurang aktif dan kreatif dalam
mengikuti aktifitas belajar.
d. Rekomendasi untuk pembelajaran pada siklus II :
1) Perlu disusun RPP perbaikan untuk siklus II dengan
memperhatikan semua kekurangan yang muncul pada siklus I.
2) Peneliti harus memperbaiki alokasi waktu untuk setiap poin
kegiatan belajar.
3) Siswa perlu lebih dipersiapkan dengan menjelaskan tentang
kehadiran supervisor dan adanya pemotretan.
e. Perbaikan rancangan pembelajaran untuk siklus II :
Rancangan pembelajaran untuk suklus II disusun berdasarkan
hasil refleksi pada siklus I dengan mengacu pada kendala dan masalah
yang ditemukan pada siklus I serta usulan dari supervisor dengan tetap
menerapkan Pendekatan Kooperatif metode structural teknik Mencari
Pasangan pada pembelajarannya.
2. Pembahasan Siklus II
a. Penetapan Skala Penilaian Pada Siklus II
Rentang Nilai Huruf Kategori Frekuensi Persentase
80 – 100 A Sangat Baik 30 70 %
70 – 79 B Baik 12 28 %
38
60 – 69 C Cukup Baik 1 2 %
50 – 59 D Buruk 0 0
10 - 49 E Sangat Buruk 0 0
b. Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Belajar Siklus II
Hasil dari siklus II jumlah anak mencapai ketuntasan 42 anak
(98%), sedangkan yang tidak tuntas 1 anak (2 %),nilai rata-rata kelas
84,9.
Dari data yang diperoleh bahwa siswa cukup berhasil dalam
menguasai materi karena persentase untuk perolehan rentang nilai 80 –
100 mencapai 70 % (kategori sangat baik/A).
c. Kendala dan masalah yang muncul dalam pelaksanaan pembelajaran
untuk siklus II
Pada siklus II masih ada 1 siswa yang masih kesulitan dalam
penggunaan bahasa Indonesia secara benar dan santun (secara lisan).
Siswa yang masih kesulitan dalam penggunaan bahasa Indonesia
secara lisan, dikarenakan hal-hal sebagai berikut :
1) Siswa kurang aktif dalam berdiskusi
2) Siswa dalam berkomunikasi kurang percaya diri
d. Upaya Perbaikan
Upaya – upaya guru di dalam mengatasi masalah – masalah
tersebut di atas, agar siswa kelas V SD Negeri Bumijawa 02 mampu
berkomunikasi memakai bahasa Indonesia secara lisan dengan benar
dan santun, guru mewajibkan siswa menggunakan bahasa Indonesia
dalam berkomunikasi di sekolah baik di dalam kelas maupun di luar
39
kelas ( kecuali dalam mata pelajaran bahasa daerah). Siswa harus
banyak bertanya seandainya mengalami kesulitan dalam penggunaan
bahasa Indonesia (baik kepada guru maupun kepada teman ) agar
mempunyai banyak perbendaharaan bahasa Indonesia. Siswa juga
disarankan agar gemar membaca buku.
40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penerapan pendekatan kooperatif metode struktural dengan teknik
mencari pasangan dapat meningkatkan keterampilan berbicara pada SD
Negeri Bumijawa 02 kabupaten Tegal.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, beberapa hal yang sebaiknya di
lakukan oleh guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran untuk
memperoleh hasil yang memuaskan, di antaranya:
1. Guru perlu mengadakan evaluasi dalam setiap pembelajaran Bahasa
Indonesia guru mengetahui kekurangan-kekurangan untuk di perbaiki dan
keberhasilan-keberhasilan yang di capai untuk di pertahankan.
2. Guru hendaknya memiliki kemampuan yang baik dalam menganalisa
permasalahan yang terjadi dalam suatu pembelajaran Bahasa Indonesia.
3. Guru harus pandai menumbuhkan minat, daya tarik dan motivasi siswa
terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya materi berbicara.
4. Guru harus dapat memberi kesempatan siswa untuk berperan aktif dalam
proses pembelajaran.
5. Guru hendaknya menggunakan alat peraga / media dalam pembelajaran
6. Guru harus menciptakan lingkungan yang kondusif guna mendukung
keberhasilan pembelajaran.
41
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad Rofi’udin, Darmiyati Zuhdi, 2001 Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia di Kelas Tingg,. Universiatas Negeri Malang
H Martinis Yamin, Gaung Persada Press, Komplek Kejaksaan Agung Blok E1/ 3,
Cipayung Ciputat 15419. Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP.
Sabarti Akhadiyah M.K, dkk 1991/199. Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan,
Bahasa Indonesia I dan III, Depdikbud.Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi
Sugianto, 2008, Panitia Sertifikasi Guru ( PSG ), untuk Rayon 13 Surakarta.
Isjoni, 2009, Cooperatif Learning, Alfabeta Bandung,
Marthinis Yamin, 2007,Kiat Membelajarkan siswa, Jakarta,Gaung Persada Press
Jakarta
Oemar Hamalik, 2009, Proses Belajar Mengajar, Bumi Aksara Jakarta,
Sobry Sutikno, 2009, Belajar Dan Pembelajaran, Prospect Bandung,
Pupuh Fathurohman, 2009, Strategi Belajar Mengajar, Refika Aditama Bandung
Muhammad Arifin, 2009, Meningkatkan Kemampuan Berbicara dengan
Pembelajaran Kooperatif Model Struktural pada Siswa Kelas IV SDN
Rebalas Grati Pasuruan, diakses pada tanggal 29 Juni 2010 pukul 19.48,
dari http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/KSDP/article/view/4557
42
LAMPIRAN
CURIKULUM VITAE
1. Nama Lengkap dan Gelar : Sugiym Margaretta
2. NIP : 196603201991032011
3. Tempat tanggal lahir : Klaten,20 Maret 1966
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Pangkat Golongan : Penata, IIIc
6. Jabatan : Guru SD
7. Alamat Kantor : SD Negeri Bumijawa 02
8. Alamat Rumah : Bumijawa RT.03 RW.02 Kabupaten Tegal
9. Riwayat Pendidikan : a. SD lulus tahun 1979
b. SMP lulus tahun 1982
c. SPG lulus tahun 1985
d. PGSD/D2 lulus tahun 2000
Surakarta, Juni 2010
Peneliti
Sugiyem Margaretta
43
PERSONALIA
Personalia Penelitian terdiri dari :
1. Nama : SUGIYEM MARGARETTA
NIM : X2707023
Pekerjaan : Guru SD Negeri Bumijawa 02
Sebagai : Peneliti
2. Nama : SUKIRNO
NIM : 195202011975011001
Pekerjaan : Kepala Sekolah
Sebagai : Kepala Sekolah
3. Nama : SURATMIN, S.Pd,SD
NIP : 197007081993031009
Pekerjaan : Guru SD Negri Bumijawa 02
Sebagai : Teman Sejawat / Supervisor
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
FOTO PELAKSANAAN SIKLUS I
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
FOTO PELAKSANAAN SIKLUS II
91
92