Download - Penilaian Status Gizi Buruk Pada Anak
Penilaian Status Gizi Pada Anak
Status gizi seseorang dapat ditentukan melalui beberapa cara, yaitu :
1. Mengukur tinggi badan dan berat badan, lalu membandingkannya dengantabel standar.
2. Mengukur ketebalan lipatan kulit.Lipatan kulit di lengan atas sebelah belakang (lipatan
trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat
diukur, biasanya dengan menggunakan jangka lengkung ( kaliper).Lemak dibawah kulit
banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal adalah sekitar 1,25 cm
pada laki-laki dan sekitar 2,5cm pada wanita.
3. Status gizi juga bisa diperoleh dengan mengukur lingkar lengan atas untuk memperkirakan jumlah
otot rangka dalam tubuh (Lean Body Mass, massa tubuh yang tidak berlemak)
4. Menghitung indeks massa tubuh ( IMB), yaitu berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan tinggi
badan (dalam meter) (BB/TB) dan berat badan (dalam kilogram) atau tinggi badan (dalam
meter) dibagi dengan umur (dalam tahun). Indeks massa tubuh antara 20-50 dianggap
normal untuk pria dan wanita.
Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok masyarakat. Salah satunya
adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan Antropometri. Dalam
pemakaian untuk penilaian status gizi, antropomteri disajikan dalam bentuk indeks yang
dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut :
a. Umur.
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan
akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan
maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan
penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya
kecenderungan untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun.
Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah
1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam
bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan ( Depkes, 2004).
b. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa
jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang
mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat
badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau
melakukan penilaian dengam melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran
dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan
paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja
tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan
perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu (Djumadias Abunain, 1990).
c. Tinggi Badan
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari
keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan
gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan
kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U
( tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB ( Berat Badan menurut Tinggi
Badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya
hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan
gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang
menahun ( Depkes RI, 2004).
Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting untuk
menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi.
Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk
melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (M.Khumaidi, 1994).
Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan sensitive/peka
dalam menunjukkan keadaan gizi kurang bila dibandingkan dengan penggunaan BB/U.
Dinyatakan dalam BB/TB, menurut standar WHO bila prevalensi kurus/wasting < -2SD
diatas 10 % menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat
serius dan berhubungan langsung dengan angka kesakitan.
Tabel 1 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS
NoIndeks yang
dipakaiBatas
PengelompokanSebutan Status Gizi
1 BB/U < -3 SD Gizi buruk
- 3 s/d <-2 SD Gizi kurang
- 2 s/d +2 SD Gizi baik
> +2 SD Gizi lebih
2 TB/U < -3 SD Sangat Pendek
- 3 s/d <-2 SD Pendek
- 2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Tinggi
3 BB/TB < -3 SD Sangat Kurus
- 3 s/d <-2 SD Kurus
- 2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Gemuk
Sumber : Depkes RI 2004.
Data baku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U dan BB/TB disajikan dalan dua versi
yakni persentil (persentile) dan skor simpang baku (standar deviation score = z). Menurut
Waterlow,et,al, gizi anak-anak dinegara-negara yang populasinya relative baik (well-
nourished), sebaiknya digunakan “presentil”, sedangkan dinegara untuk anak-anak yang
populasinya relative kurang (under nourished) lebih baik menggunakan skor simpang baku
(SSB) sebagai persen terhadap median baku rujukan ( Djumadias Abunaim,1990).
Tabel 2. Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks Antropometri (BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS)
NoIndeks yang digunakan
InterpretasiBB/U TB/U BB/TB
1 Rendah Rendah Normal Normal, dulu kurang gizi
Rendah Tinggi Rendah Sekarang kurang ++
Rendah Normal Rendah Sekarang kurang +
2 Normal Normal Normal Normal
Normal Tinggi Rendah Sekarang kurang
Normal Rendah Tinggi Sekarang lebih, dulu kurang
3 Tinggi Tinggi Normal Tinggi, normal
Tinggi Rendah Tinggi Obese
Tinggi Normal Tinggi Sekarang lebih, belum obese
Keterangan : untuk ketiga indeks ( BB/U,TB/U, BB/TB) :
Rendah : < -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Normal : -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Tinggi : > + 2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Sumber : Depkes RI 2004.
Pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan
mengurangi Nilai Induvidual Subjek (NIS) dengan Nilai Median Baku Rujukan
(NMBR) pada umur yang bersangkutan, hasilnya dibagi dengan Nilai Simpang Baku
Rujukan (NSBR). Atau dengan menggunakan rumus :
Status gizi berdasarkan rujukan WHO-NCHS dan kesepakatan Cipanas 2000
oleh para pakar Gizi dikategorikan seperti diperlihatkan pada tabel 1 diatas serta di
interpretasikan berdasarkan gabungan tiga indeks antropometri seperti yang terlihat
pada tabel 2.
Z-score = (NIS-NMBR) / NSBR
Untuk memperjelas penggunaan rumus Z skor dapat dicontohkan sebagai berikutDiketahui BB= 60 kg TB=145 cm Umur : karena umur dengan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB berdasarkan WHO-NCHS hanya dibatasi < 18 tahun maka disini dicontohkan anak laki-laki usia 15 tahun
Table weight (kg) by age of boys aged 15 year from WHO-NCHSAge Standard Deviations
Yr mth -3sd -2sd -1sd Median +1sd +2sd +3sd15 0 31.6 39.9 48.3 56.7 69.2 81.6 94.1Sumber: WHO, Measuring Change an Nutritional Status, Genewa 1985
Table weight (kg) by stature of boys 145 cm in Height from WHO-NCHSStature Standard Deviations
cm -3sd -2sd -1sd Median +1sd +2sd +3sd145 0 24.8 28.8 32.8 36.9 43.0 49.2 55.4Sumber: WHO, Measuring Change an Nutritional Status, Genewa 1985
Table stature (cm) by age of boys aged 15 year from WHO-NCHSStature Standard DeviationsYr mth -3sd -2sd -1sd Median +1sd +2sd +3sd
15 0 144.8 152.9 160.9 169.0 177.1 185.1 193.2Sumber: WHO, Measuring Change an Nutritional Status, Genewa 1985
Jadi untuk indeks BB/U adalah= Z Score = ( 60 kg – 56,7 ) / 8.3 = + 0,4 SD= status gizi baik
Untuk IndeksTB/U adalah= Z Score = ( 145 kg – 169 ) / 8.1 = - 3.0 SD= status gizi pendek
Untuk Indeks BB/TB adalah= Z Score = ( 60 – 36.9 ) / 4 = + 5.8 SD= status gizi gemuk
Tatacara Pemeriksaan Anak Dengan Gizi Buruk
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah
- Hb (diperiksa untuk mengetahui adanya anemia).
- Jumlah leukosit (untuk mengetahui adanya infeksi sekunder);
meningkat berarti adanya sekunder infeksi, hematokritnormal,
- Apusan darah tepi normal (untuk mengetahui adanya anemia), differensialcount
(menunjukkan adanya gambaran shift to the right yang artinya pada pasien
initelah terjadi infeksi yang kronik)
- Albumin dan Protein total (untuk menentukan tipe gizi buruk)
- Ureum dan Kreatinin untuk mengetahui ada atau tidaknya gangguan fungsi ginjal
- Kolesterol dan Trigliserida (untuk mengetahui ada atau tidaknya gangguan
sintesis kolestrol dan Trigliserida akibat malabsorbsi lipid karena defisiensi garam
empedu, gangguan konjugasi hepar, atrofi vili mukosa intestinal, defisiensi enzim
lipase
- Glukosa Darah (diperiksa untuk mengetahui ada atau tidaknya
hipoglikemia)
- SGOT & SGPT (untuk mengetahui fungsi hati sebelum dan setelah pemberian
obat – obatan dan kerusakan hati akibat gangguan metabolisme)
- Elektrolit (untuk mengetahui gangguan elektrolit akibat intake mikro dan makro
nutrien yang kurang atau gangguan faal ginjal
2. Pemeriksaan Urin Rutin dan Kultur Urin
Pemeriksaan Urin Rutin dan Kultur Urin bertujuan untuk mendeteksi kelainan fungsi
ginjal dan infeksi yang terdapat dalam saluran kemih)
3. Pemeriksaan Rekam Jantung/EKG
Pemeriksaan Rekam Jantung/EKG betujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya
kelainan pada jantung akibat degenerasi otot jantung atau hipokalemia dan
hipomagnesemia
4. Pemeriksaan Foto Rontgen Thorax
Pemeriksaan Foto Rontgen Thorax bertujuan untuk mendeteksi adanya kelainan pada
paru-paru akibat infeksi, inflamasi dan lain sebagainya yang merupakan komplikasi
serius pada gizi buruk
5. Pemeriksaan Foto Polos Abdomen
Pemeriksaan Foto Polos Abdomen bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya
kelainan gastrointestinal dan kerusakan organ dalam intra abdomen seperti hepar,
intestinal dan pankreas
6. Tes Mantoux
Tes Mantoux dilakukan bila penderita malnutrisi dicurigai mengalami komplikasi
infeksi tuberculosis. Infeksi TBC merupakan salah satu komplikasi yang sering
dijumpai pada penderita gizi buruk karena fungsi daya tahan tubuh penderita yang
menurun
Alur Pemeriksaan Anak Gizi Buruk
Penentuan Status Gizi Anak
Klasifikasi Tanda Bahaya
KOMPLIKASI
A. Kwarshiokor
Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksidikarenakan lemahnya
sistem imun. Tinggi maksimal dan kempuan potensialuntuk tumbuh tidak akan pernah
dapat dicapai oleh anak dengan riwayat kwashiorkor. Bukti secara statistik
mengemukakan bahwa kwashiorkor yang terjadi pada awal kehidupan (bayi dan anak-
anak) dapat menurunkan IQ secara permanen. Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan
dari kwashiorkor adalah
1. Defisiensi zat besi dan asam folat
Defisiensi dan infeksi menahun menyebabkan kelainan pada sumsum tulang yang
menyebabkan hipoplasia sampai aplasia sumsum tulang yang mengganggu
pembentukan darah, sehingga menyebabkan anemia. Selain itu kurangnya intake
substansi essensial pembentukan darah seperti ferrum dan vitamin B kompleks (vit B1,
Folat,B6) merupakan faktor lain yang dapat menyebabkan anemia atau memperburuk
anemia yang telah terjadi.
2. Hiperpigmentasi kulit
Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih lebar
dan dalam. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit. Pada sebagian besar
penderita ditemukan perubahan kulit yang khas pada penyakit kwarshiokor, yaitu crazy
pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda dengan
tepi hitam ditemukan pada bagian-bagian tubuh yang sering mendapatkan tekanan.
Terutama bila tekanan itu terus menerus dan disertai kelembapan oleh keringat atau
ekskreta seperti pada bokong, fossa poplitea, lutut, lipat paha, paha. Perubahan kulit
dimulai dari munculnya bercak-bercak kecil merah yang kemudian dalam waktu
singkat bertambah dan berpadu menjadi warna hitam.
3. Edema anasarka
Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun berat, edemanya
bersifat pitting edema. Terjadinya edema disebabkan karena hipoalbuminemia akibat
defisiensi asam amino yang merupakan bahan essensial pembentuk albumin, gangguan
dinding kapiler dan hormonal akibat gangguan eliminasi ADH
4. Imunitas menurun sehingga mudah infeksi
Defisiensi protein yang terjadi pada kwarshiokor juga menyebabkan gangguan
pembentukan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya terjadi defek imunitas seluler, dan
gangguan sistem komplemen
5. Diare karena terjadi atrofi epitel usus
Diare terdapat pada sebagian besar penderita. Hal ini terjadi karena 3 masalah utama
yaitu berupa infeksi atau infestasi usus, intoleransi laktosa, dan malabsorbsi lemak.
Intoleransi laktosa disebabkan defisiensi laktase. Malabsorbsi lemak terjadi akibat
defisiensi garam empedu, konjugasi hati, defisiensi lipase pankreas, dan atrofi villi
mukosa usus halus.
6. Hipoglikemia
Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting. Anoreksia kadang-kadang
demikian hebatnya, sehingga segala pemberian makanan ditolak dan makanan hanya
dapat diberikan dengan sonde lambung, sehingga resiko hipoglikemia dapat terjadi
pada penderita kwarshiokor. Intoleransi laktosa karena defisiensi laktase yang
mengakibatkan diare dapat memperberat hipoglikemia yang terjadi pada pasien.
7. Gangguan Elektrolit (Hipokalemia, hipomagnesemia)
Edema karena hipoalbuminemia dan diare karena gangguan gastrointestinal (atrofi vili
mukosa intestinal, malabsorbsi lemak dan intoleransi laktosa) merupakan dua faktor
penyebab dehidarasi yang terjadi pada penderita kwashiorkor. Dehidrasi lambat laun
akan menyebabkan terjadinya gangguan elektrolit dan gangguan asam dan basa.
8. Gangguan Fungsi Hepar
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan biopsi hatiyang hampir
semua sela hati mengandung vakuol lemak besar. Sering jugaditemukan tanda fibrosis,
nekrosis, dan infiltrasi sel mononukleus. Perlemakanhati terjadi akibat defisiensi faktor
lipotropik
9. Gangguan Fungsi Ginjal
Malnutrisi energi protein dapat mengakibatkan terjadi atrofi glomerulus sehingga GFR
menurun
10. Gangguan Fungsi Jantung
Miodegenerasi jantung karena atrofi otot jantung dan hipokalemi serta hipomagnesemia
diduga menyebabkan terjadinya gangguan jantung pada penderita kwarshiorkor.
11. Refeeding syndrome
adalah salah satu komplikasi metabolik dari dukungan nutrisi pada pasien malnutrisi
berat yang ditandai oleh hipofosfatemia,hipokalemia, dan hipomagnesemia. Hal ini
terjadi sebagai akibat perubahan sumber energi utama metabolisme tubuh, dari lemak
pada saat kelaparan menjadi karbonhidrat yang diberikan sebagai bagian dari dukungan
nutrisi, sehingga terjadi peningkatan kadar insulin serta perpindahan elektrolit yang
diperlukan untuk metabolism intraseluler. Secara klinis pasien dapat mengalami
disritmia, gagal jantung, gagal napas akut, koma paralisis, nefropati, dan disfungsi hati.
Olehsebab itu dalam pemberian dukungan nutrisi pada pasien malnutrisi berat perlu
diberikan secara bertahap
B. Marasmus
Komplikasi yang mungkin dan paling sering terjadi menurut (Markum : 1999 : 168) adalah defisiensi
Vitamin A, infestasi cacing, dermatis tuberkulosis, bronkopneumonia, noma, anemia, gagal tumbuh serta
keterlambatan perkembanganmental dan psikomotor.a.
1. Defisiensi Vitamin A
Defisiensi Vitamin A Umumnya terjadi karena masukan yang kurang atau absorbsi yang terganggu.
Malabsorbsi ini dijumpaipada anak yang menderita malnurtrisi, sering terjangkit infeksi enteritis,
salmonelosis, infeksi saluran nafas)atau pada penyakit hati. Karena Vitamin A larut dalam lemak,
masukan lemak yang kurang dapat menimbulkan gangguan absorbsi
2. Infestasi Cacing
Gizi kurang mempunyai kecenderungan untuk mudahnya terjadi infeksi khususnya gastroenteritis.
Pada anak dengan gizi buruk/kurang gizi investasi parasit seperti cacing yang jumlahnya meningkat
pada anak dengan gizi kurang.
3. Tuberkulosis
Ketika terinfeksi pertama kali oleh bakteri tuberkolosis, anak akan membentuk
“tuberkolosis primer”.Gambaran yang utama adalah pembesaran kelenjar limfe pada pangkal
paru (kelenjar hilus), yang terletak dekatbronkus utama dan pembuluh darah. Jika pembesaran
menghebat, penekanan pada bronkus mungkin dapatmenyebabkanya tersumbat, sehingga tidak ada
udara yang dapat memasuki bagian paru, yang selanjutnya yangterinfeksi. Pada sebagian besar kasus,
biasanya menyembuh dan meninggalkan sedikit kekebalan terhadappenyakit ini. Pada anak dengan
keadaan umum dan gizi yang jelek, kelenjar dapat memecahkan ke dalambronkus, menyebarkan
infeksi dan mengakibatkan penyakit paru yang luas.
4. Bronkopneumonia
Pada anak yang menderita kekurangan kalori-protein dengan kelemahan otot yang menyeluruh atau
menderita poliomeilisis dan kelemahan otot pernapasan. Anak mungkin tidak dapat batuk dengan
baik untuk menghilangkan sumbatan pus. Kenyataan ini lebih sering menimbulkan pneumonia,
yang mungkin mengenaibanyak bagian kecil tersebar di paru (bronkopneumonia).
5. Noma
Penyakit mulut ini merupakan salah satu komplikasi kekurangan kalori-protein berat yang perlu
segeraditangani, kerena sifatnya sangat destruktif dan akut. Kerusakan dapat terjadi pada jaringan
lunak maupun jaringan tulang sekitar rongga mulut. Gejala yang khas adalah bau busuk
yang sangat keras. Luka bermuladengan bintik hitam berbau diselaput mulut. Pada tahap
berikutnya bintik ini akan mendestruksi jaringan lunak sekitarnya dan lebih mendalam. Sehingga
dari luar akan terlihat lubang kecil dan berbau busuk
DAFTAR PUSTAKA
Nelson. 2007. Behrman Kliegman Avein : Marasmus-Kwarshiorkor. Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta : Edisi 15, Penerbit Buku Kedokteran EGC
Staf Pengajar IKA FK UI. 2007. Gizi Buruk Pada Anak. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Penerbit FK UI
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2010. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2010. Available at www.diskes.jabarprov. Diakses Tanggal 16 September 2012
Puone T, Sanders D, Chopra M,. 2001. Evaluating the Clinical Management of Severely Malnourished Children. A Study of Two Rural District Hospital. Afr Med J 22: 137-141
Golden M.H.N., 2001. Childhood Malnutrition: Its consequences and mangement. What is the etiology of kwashiorkor? Surakarta: Joint symposium between Departement of Nutrition & Departement of Paediatrics Faculty of Medicine, Sebelas Maret University and the Centre for Human Nutrition,University of Sheffielob UK, 1278-1296