Download - Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah
MATA PUTIH VISUS MENURUN PERLAHAN
1. Katarak
a. Definisi
Katarak dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana
penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak
adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau
keduanya. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan
progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang
lama.
b. Epidemiologi
Menurut WHO, katarak adalah penyebab kebutaan terbesar di
seluruh dunia. Katarak menyebabkan kebutaan pada 18 juta orang
diseluruh dunia dan diperkirakan akan mecapai angka 40 juta orang
pada tahun 2020. Hampir 20,5 juta orang dengan usia di atas 40 yang
menderita katarak, atau 1 dari 6 orang dengan usia di atas 40 tahun
menderita katarak (American Academy Ophthalmology, 2007).
c. Etiologi
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, tetapi
dapat juga diakibatkan oleh :
1) Penyakit
Glaukoma
Ablasi
Uveitis
Retinitis pigmentosa
2) Bahan toksik khusus : bahan kimia dan fisik
3) Keracunan obat
Eserin (0.25% – 0.5%)
Kortikosteroid
Ergot
Antikolinesterase topical
4) Kelainan sistemik atau metabolik
Diabetes mellitus
Diabetes dapat menyebabkan perubahan metabolisme
lensa. Tingginya kadar gula darah menyebabkan
tingginya kadar sorbitol lensa. Sorbitol ini
menyebabkan peningkatan tekanan osmotik lensa
sehingga lensa menjadi sangat terhidrasi dan timbul
katarak.
Galaktosemi
Distrofi miotonik
5) Katarak yang ditemukan tanpa adanya kelainan mata atau
sistemik (katarak senil, juvenile dan herediter) atau kelainan
kongenital mata. Katarak bisa disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu :
Fisik
Kimia
Penyakit predisposisi
Genetik
Infeksi virus dimasa pertumbuhan janin
Usia
Seiring dengan pertambahan usia, lensa akan
mengalami penuaan juga. Keistimewaan lensa adalah
terus menerus tumbuh dan membentuk serat lensa
dengan arah pertumbuhannya yang konsentris. Tidak
ada sel yang mati ataupun terbuang karena lensa
tertutupi oleh serat lensa. Akibatnya, serat lensa paling
tua berada di pusat lensa (nukleus) dan serat lensa yang
paling muda berada tepat di bawah kapsul lensa
(korteks). Dengan pertambahan usia, lensa pun
bertambah berat, tebal, dan keras terutama bagian
nukleus. Pengerasan nukleus lensa disebut dengan
nuklear sklerosis. Selain itu, seiring dengan
pertambahan usia, protein lensa pun mengalami
perubahan kimia. Fraksi protein lensa yang dahulunya
larut air menjadi tidak larut air dan beragregasi
membentuk protein dengan berat molekul yang besar.
Hal ini menyebabkan transparansi lensa berkurang
sehingga lensa tidak lagi meneruskan cahaya tetapi
malah mengaburkan cahaya dan lensa menjadi tidak
tembus cahaya.
d. Gejala
1) Penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan yang
menurun secara progresif.
2) Pupil berwarna putih atau abu-abu.
3) Kekeruhan pada lensa seperti pada bagian korteks dan nukleus.
4) Fotofobia
5) Seperti ada titik gelap di depan mata dan bisa terjadi
penglihatan ganda
e. Pemeriksaan
1) Sinar celah (slitlamp)
2) Funduskopi
3) Tajam penglihatan
f. Klasifikasi katarak
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam :
1) Katarak kongenital
a) Definisi
Katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera
setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun.
b) Etiologi
Hampir 50% katarak kongenital adalah sporadik
dan tidak diketahui penyebabnya.
Riwayat prenatal pada ibu yang terinfeksi :
rubela pada kehamilan trimester pertama dan
pemakaian obat selama kehamilan.
Ibu hamil dengan riwayat kejang, tetani, ikterus
atau hepatosplenomegali.
c) Bentuk katarak kongenital
Katarak piramidalis atau polaris anterior :
Gangguan terjadi pada saat kornea belum
seluruhnya melepaskan lensa dalam
perkembangan embrional. Hal ini juga
mengakibatkan terlambatnya pembentukan bilik
mata depan pada perkembangan embrional. Pada
kelainan yang terdapat di dalam bilik mata
depan yang menuju kornea sehingga
memperlihatkan bentuk kekeruhan seperti
piramid. Katarak polaris anterior berjalan tidak
progresif.
Katarak piramidalis atau polaris posterior :
Katarak polaris posterior disebabkan
menetapnya selubung vaskular lensa. Kadang-
kadang terdapat arteri hialoid yang menetap
sehingga mengakibatkan kekeruhan pada lensa
bagian belakang.
Katarak zonularis atau lamelaris : Katarak
zonular terlihat segera sesudah bayi lahir.
Kekeruhan dapat menutupi seluruh celah pupil,
bila tidak dilakukan dilatasi pupil sering dapat
mengganggu penglihatan.
Katarak subkapsular anterior
d) Penatalaksanaan
Tindakan bedah pada katarak kongenital yang
umum dikenal adalah disisio lensa, ekstraksi linear,
ekstraksi dengan aspirasi. Pengobatan katarak
kongenital bergantung pada :
Katarak total bilateral : dilakukan pembedahan
secepatnya, segera setelah katarak terlihat.
Katarak total unilateral : dilakukan pembedahan
6 bulan sesudah terlihat atau segera dan sebelum
terjadinya juling.
Katarak total atau kongenital unilateral :
dilakukan pembedahan secepat mungkin, karena
memiliki prognosis yang buruk sehingga mudah
sekali terjadinya ambliopia dan diberikan
kacamata segera dengan latihan bebat mata.
Katarak bilateral partial : pengobatan
konservatif, sementara dapat dicoba dengan
kacamata atau midriatika. Bila terjadi kekeruhan
yang progresif disertai dengan mulainya tanda-
tanda juling dan ambliopia maka dilakukan
pembedahan.
2) Katarak juvenile
a) Definisi
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang
muda, yang mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9
tahun atau lebih dari 3 bulan. Katarak juvenile biasanya
merupakan kelanjutan katarak kongenital.
b) Etiologi
Katarak juvenile biasanya disebabkan adanya
penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit
lainnya :
Katarak metabolik
o Katarak diabetik dan galaktosemik
(gula)
o Katarak hipokalsemik (tatanik)
o Katarak defisiensi gizi
o Katarak aminoasiduri (termasuk
sindrom Lowe dan homosistinuria)
o Penyakit Wilson
Otot : distrofi miotonik (umur 20 – 30 tahun)
Katarak traumatik
Katarak komplikata
o Kelainan kongenital dan herediter
(siklopia, koloboma, mikroftalmia,
aniridia, pembuluh hialoid persisten,
heterokromia iridis)
o Katarak degenaritif (dengan myopia dan
distrofi vitreoretinal),
o Katarak anosia
o Toksik (kortikosteroid sistemik atau
topikal, ergot, naftalein,
dinitrofenol,triparanol (MER-29),
anticholinesterase, klopromazin, miotik,
klorpromazin, busulfan)
o Kelainan kongenital disertai dengan
kelainan kulit (sindermatik), tulang
( disostosis kraniofasial, osteogenesis
inperfekta, khondrodistrofia kalsifikans
kongenital pungtata) dan kromosom
o Katarak radiasi
3) Katarak sensil
a) Definisi
Katarak yang terdapat pada usia lanjut yaitu usia
diatas 50 tahun. Tipe utama pada katarak senilis adalah
katarak kortikal, katarak nuklear, dan katarak
subkapsular posterior:
Katarak Nuklear : Inti lensa dewasa selama hidup
bertambah besar dan menjadi sklerotik. Lama
kelamaan inti lensa yang mulanya menjadi putih
kekuningan menjadi cokelat dan kemudian menjadi
kehitaman. Keadaan ini disebut katarak brunesen
atau nigra.
Katarak Kortikal : Pada katarak kortikal terjadi
penyerapan air sehingga lensa menjadi cembung dan
terjadi miopisasi akibat perubahan indeks refraksi
lensa. Pada keadaan ini penderita seakan-akan
mendapatkan kekuatan baru untuk melihat dekat
pada usia yang bertambah.
Katarak subkapsular posterior: Katarak ini dapat
terlihat pada stadium dini katarak kortikal atau
nuklear. Kekeruhan dapat terlihat di lapis korteks
posterior dan dapat memberikan gambaran piring.
Makin dekat letaknya terhadap kapsul makin cepat
bertambahnya katarak. Katarak ini sering sukar
dibedakan dengan katarak komplikata.
b) Stadium pada katarak senil :
Keterangan Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah
air masuk
Normal Berkurang
(air +masa
lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata
depan
Normal Dangkal Normal Dalam
Shadow test Negatif Sempit Normal Terbuka
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
glaukoma
Katarak insipien : kekeruhan mulai dari tepi ekuator
berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan
posterior (katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat di
dalam korteks.
Katarak Imatur : ditandai dengan kekeruhan
sebagian lensa dan belum mengenai seluruh lapisan
lensa. Pada katarak imatur volume lensa akan dapat
bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik
bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa
mencembung akan dapat menimbulkan hambatan
pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.
Katarak Matur : pada keadaan matur kekeruhan
telah mengenai seluruh massa lensa. Kekeruhan ini
bisa terjadi akibat deposisi ion kalsium yang
menyeluruh. Lensa berwarna putih keruh. Bila
katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan
maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa
kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi
kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan
mengakibatkan kalsifikasi lensa. Kedalaman bilik
mata depan normal kembali, tidak terdapat
bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji
bayangan iris negatif.
Katarak Hipermatur : katarak yang mengalami
proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau
lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi
keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi
mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada
pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan
kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan
terus sehingga hubungan dengan zonula zinn
menjadi kendur. Bila proses katarak berjalan lanjut
disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks
yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar.
Korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai
sekantong susu disertai dengan nukleus yang
terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat.
Keadaan ini disebut katarak Morgagni.
c) Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap katarak adalah
pembedahan, pembedahan dilakukan apabila
tajam penglihatan sudah menurun sedemikian
rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-
hari atau bila sudah menumbulkan penyulit
seperti glaukoma dan uveitis.
4) Katarak Komplikata
Merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti
radang dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis
pigmentosa, glaukoma, tumor intra okular, iskemia okular,
nekrosis anterior segmen, buftalmos, akibat suatu trauma dan
pasca bedah mata.
Bisa juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin
(diabetes mellitus, hipoparatiroid, galaktosemia dan miotonia
distrofi) dan keracunan obat (tiotepa intra vena, steroid local
lama, steroid sistemik dan miotika antikolinesterase).
Katarak komplikata terdapat 2 bentuk yaitu bentuk yang
disebabkan kelainan pada polus posterior (akibat penyakit
koroiditis, retinitis pigmentosa, ablasi retina, kontusio retina
dan myopia tinggi yang mengakibatkan kelainan badan kaca)
dan kelainan pada polus anterior bola mata (diakibatkan oleh
kelainan kornea berat, iridoksiklitis, kelainan neoplasma dan
glaukoma).
5) Katarak Trauma
Kekeruhan lensa akibat ruda paksa atau katarak trauma
dapat terjadi akibat ruda paksa tumpul atau tajam. Ruda paksa
ini dapat mengkibatkan katarak pada satu mata atau monokular
katarak.
Pengobatan pada katarak trauma bila tidak terdapat
penyulit dapat ditunggu sampai mata menjadi tenang. Penyulit
yang dapat terjadi dapat dalam bentuk glaukoma lensa yang
mencembung atau uveitis akibat lensa keluar melalui kapsul
lensa.
6) Katarak Diabetes
Katarak diabetik merupakan katarak yang terjadi akibat
adanya penyakit diabetes mellitus. Katarak ini dapat terjadi
dalam 3 bentuk :
a) Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan
hiperglikemia nyata (keadaan hiperglikemia terdapat
penimbunan sorbitol dan fruktosa didalam lensa) pada
lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul
lensa berkerut. Kekeruhan akan hilang bila terjadi
rehidrasi dan kadar gula normal.
b) Pasien diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol, dimana
terjadi katarak serentak pada kedua mata dalam 48 jam,
bentuk dapat snow flake atau bentuk piring subkalpular.
c) Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran
secara histologik dan biokimia sama dengan katarak
pasien nondiabetik.
7) Katarak Sekunder
Katarak sekunder terjadi akibat terbentuknya jaringan
fibrosis pada sisa lensa yang tertinggal, paling cepat keadan ini
terlihat sesudah 2 hari ekstraksi katarak ektrak kapsular
(EKEK) atau sesudah suatu trauma yang memecah lensa.
Katarak sekunder terjadi akibat proliferasi epitel lensa berupa
mutiara elsching dan cincin Soemmering.
Cincin Soemmering mungkin akan bertambah besar
oleh karena daya regenerasi epotel yang terdapat di dalamnya.
Cincin Sommering terjadi akibat kapsul anterior yang pecah
dan traksi kea rah pinggir-pinggir melekat pada kapsula
posterior dan meninggalkan daerah jernih di tengah dan
membentuk gambaran cincin. pada cincin ini tertimbun serabut
lensa epitel yang berfroliferasi.
g. Penatalaksanaan bedah
1) Ekstraksi katarak adalah cara pembedahan dengan mengangkat
lensa yang katarak, yaitu dapat dilakukan dengan :
a) Operasi katarak ekstrakapsular atau ekstraksi
katarak ekstra kapsular (EKEK)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak
dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan
memecah atau merobek kapsul lensa anterior
sehingga massa lensa dan korteks lensa dapat keluar
melalui robekan tersebut, kemudian dikeluarkan
melalui insisi 9-10 mm, lensa intraokular diletakkan
pada kapsul posterior.
b) Operasi katarak intrakapsular atau ekstraksi katarak
intra kapsular (EKIK)
Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh
lensa bersama kapsul. Pada pembedahan ini tidak
akan terjadi katarak sekunder, pembedahan ini
dilakukan dengan menggunakan mikroskop dan
pemakaian alat khusus sehingga minim terjadi
penyulit.
Kontraindikasi pada pembedahan ini yaitu usia
pasien kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai
ligament hialoidea kapsular.
2) Fakoemulsifikasi
Pembedahan dengan menggunakan vibrator ultrasonik
untuk menghancurkan nucleus yang kemudian diaspirasi
melalui insisi 2,5 – 3mm dan kemudian dimasukkan lensa
intraokular yang dapat dilipat.
keuntungan pembedahan ini yaitu pemulihan visus lebih
cepat, induksi astigmatis akibat operasi minimal, komplikasi
dan inflamasi pasca bedah minimal.
2. Glaukoma
a. Definisi
Glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata,
atrofi papil saraf optik dan menciutnya lapang pandang. Glaukoma
ditandai dengan peninggian tekanan intraokular yang disebabkan oleh :
Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar
Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata
atau di celah pupil (glaukoma hambatan pupil)
Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan
terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa
ekskavasi (penggaungan) serta degenerasi papil saraf optic, yang dapat
berakhir dengan kebutaan.
b. Klasifikasi glaukoma
1) Glaukoma primer
Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks)
Definisi
Pada umumnya glaukoma sudut terbuka
ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Diduga 50%
penderita glaukoma simpleks diturunkan secara
dominan atau resesif. Faktor risiko yang dapat terjadi
yaitu pada diabetes mellitus, hipertensi dan myopia.
Patomekanisme
Glaukoma sudut terbuka terjadi karena
pembendungan terhadap aliran keluar aqueous humor,
sehingga menyebabkan penimbunan. Hal ini dapat
memicu proses degenerasi trabecular meshwork,
termasuk pengendapan materi ekstrasel di dalam
anyaman dan di bawah lapisan endotel kanalis
Schlemm.
Patogenesis naiknya tekanan intra okular
disebabkan oleh karena naiknya tahanan aliran akuos
humor di trabekular meshwork. Kematian sel ganglion
retina timbul terutama melalui apoptosis (program
kematian sel) daripada nekrosis. Banyak faktor yang
mempengaruhi kematian sel, tetapi pendapat terbaru
masih dipertentangkan adalah kerusakan akibat iskemik
dan mekanik.
Gejala
Pada glaukoma simplek tekanan bola mata lebih
dari 20 mmHg, mata tidak merah atau tidak terdapat
keluhan yang mengakibatkan terdapat gangguan
susunan anatomis dan fungsi tanpa disadari penderita.
Akibat tekanan tinggi akan terbentuk atrofi papil
disertai dengan ekskavasio glaukomatosa. Gangguan
saraf optic akan terlihat sebagai gangguan fungsi berupa
penciutan lapang pandang.
Glaukoma primer yang kronis dan berjalan
lambat sering tidak diketahui mulainya karena keluhan
pasien amat sedikit yaitu mata sebelah terasa berat,
kepala pening sebelah, kadang-kadang penglihatan
kabur. Pasien tidak mengeluh adanya halo dan
memerlukan kacamata koreksi ntuk presbyopia lebih
kuat disbanding usianya. Kadang tajam penglihatan
tetap normal sampai keadaan glaukomanya sudah berat.
Pemeriksaan
o Bila tekanan 21 mmHg, sebaiknya dikontrol
rasio C/D, periksa lapang pandangan sentral,
temukan titik buta yang meluas dan skotoma
sekitar titik fiksasi.
o Bila tekanan 24-30 mmHg, kontrol lebih ketat
dan lakukan pemeriksaan diatas bila masih
dalam batas normal mungkin satu hipertensi
okuli.
Penatalaksanaan
Bila sudah ditegakkan diagnosis dengan tekanan
bola mata diatas 21 mmHg, maka diberikan pilokarpin
tetes mata 2% 3 kali sehari. Bila pada kontrol tidak
terdapat perbaikan, ditambahkan timolol 0.25% 1-2 kali
sehari sampai 0.5%, asetazolamid 3 kali 250 mg atau
epinefrin 1-2% 2kali sehari. Obat ini dapat diberikan
dalam bentuk kombinasi untuk mendapatkan hasil yang
efektif. Tujuan pengobatan yaitu untuk memperlancar
pengeluaran cairan mata (akous humor).
Bila dalam pengobatan tekanan bola mata masih
belum terkontrol atau kerusakan papil saraf optic
berjalan terus disertai dengan penciutan kampus
progresif maka dilakukan trabekulektomi laser atau
pembedahan trabekulektomi. Tujuan pembedahan yaitu
untuk membuat filtrasi cairan mata (akous humor)
keluar bilik mata dengan operasi Scheie, trabekulektomi
dan iridenkleisis. Bila gagal maka mata akan buta total.
Glaukoma sudut sempit
Sudut bilik mata dibentuk dari jaringan
korneosklera dengan pangkal iris. Pada keadaan
fisiologis bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan
bilik mata. Berdekatan dengan sudut ini didapatkan
jaringan trabekulum, kanal Schlemm, baji sklera, garis
Schwalbe dan jonjot iris. Pada sudut filtrasi terdapat
garis Schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel
dan membran desemet, kanal schlemn yang
menampung cairan mata kesalurannya. Sudut filtrasi
berbatas dengan akar iris berhubungan dengan sklera
kornea dan disini ditemukan sklera spur yang membuat
cincin melingkar 360 derajat dan merupakan batas
belakang sudut filtrasi serta tempat insersi otot siliar
longitudinal. Anyaman trabekula mengisi kelengkungan
sudut filtrasi yang mempunyai dua komponen yaitu
badan siliar dan uvea.
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan
terbentuknya cairan mata (akueus humor) bola mata
oleh badan siliar dan hambatan yang terjadi pada
jaringan trabekular meshwork. Akueus humor yang
dihasilkan badan siliar masuk ke bilik mata belakang,
kemudian melalui pupil menuju ke bilik mata depan dan
terus ke sudut bilik mata depan, tepatnya ke jaringan
trabekulum, mencapai kanal Schlemm dan melalui
saluran ini keluar dari bola mata. Pada glaukoma akut
hambatan terjadi karena iris perifer menutup sudut bilik
depan, hingga jaringan trabekulum tidak dapat dicapai
oleh akueus.
Gejala
o Fase prodorma (fase nonkongestif)
Pada stadium ini terdapat penglihatan kabur, melihat halo
(gambar pelangi) sekitar lampu atau lilin, disertai sakit
kepala, sakit pada mata dan kelemahan akomodasi.
Keadaan ini berlangsung 0,5-2 jam. Bila serangannya reda,
mata menjadi normal kembali.
o Fase glaukoma akut (fase kongestif)
Pada stadium ini penderita tampak sangat payah,
memegangi kepalanya karena sakit hebat. Jalannya
dipapah, karena tajam penglihatannya sangat turun dan
muntah-muntah. Karenanya sering disangka bukan
menderita sakit mata, melainkan suatu penyakit sistemik.
2) Glaukoma kongenital
Infantile : glaukoma akibat penyumbatan pengaliran
keluar cairan mata oleh jaringan sudut bilik mata yang
terjadi oleh adanya kelainan kongenital. Kelainan ini
akibat terdapatnya membran kongenital yang menutupi
sudut bilik mata pada saat perkembangan bola mata,
kelainan pembentukan kanal schlemm dan saluran
keluar cairan mata yang tidak sempurna terbentuk.
Gejala
o Bola mata membesar.
o Edema atau kornea keruh akibat endotel kornea
sobek.
o Bayi tidak tahan sinar matahari.
o Mata berair.
o Silau.
o Menjauhi sinar dengan menyembunyikan mata
3) Galukoma sekunder
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang diketahui
penyebab yang menimbulkannya. Kelainan mata lain dapat
menimbulkan meningkatnya tekanan bola mata. Glaukoma
timbul akibat kelainan di dalam bola mata, yang dapat
disebabkan :
Perubahan lensa
Kelainan uvea
Trauma
Bedah
Rubeosis
Steroid dan lainnya
4) Glaukoma absolut
Definisi
Galukoma absolut merupakan stadium akhir galukoma
(sempit/terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat
tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut.
Gejala
Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata
dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, mata
keras seperti batu dan dengan rasa sakit.
Penatalaksanaan
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan
memberikan sinar beta pada badan siliar untuk menekan fungsi
badan siliar, alcohol retrobulbar atau melakukan pengangkatan
bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan
rasa sakit.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Tonometer
Tonometri schiotz : Tonometer Schiotz merupakan alat
yang praktis sederhana. Pengukuran tekanan bola mata
dinilai secara tidak langsung yaitu dengan teknik
melihat daya tekan alat pada kornea karena itu
dinamakan juga tonometri indentasi Schiotz. Dengan
tonometer Schiotz dilakukan indentasi penekanan
terhadap kornea. Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien
ditidurkan dengan posisi horizontal dan mata ditetesi
dengan obat anestesi topikal atau pantokain 0,5%.
Penderita diminta melihat lurus ke suatu titik di langit-
langit, atau penderita diminta melihat lurus ke salah satu
jarinya, yang diacungkan, di depan hidungnya.
Pemeriksa berdiri di sebelah kanan penderita. Dengan
ibu jari tangan kiri kelopak mata digeser ke atas tanpa
menekan bola mata; jari kelingking tangan kanan yang
memegang tonometer, menyuai kelopak inferior.
Dengan demikian celah mata terbuka lebar. Perlahan-
lahan tonometer diletakkan di atas kornea. Tonometer
Schiotz kemudian diletakkan di atas permukaan kornea,
sedang mata yang lainnya berfiksasi pada satu titik di
langit-langit kamar penderita. Jarum tonometer akan
menunjuk pada suatu angka di atas skala. Tiap angka
pada skala disediakan pada tiap tonometer.
Tonometer aplanasi : Cara mengukur tekanan
intraokular yang lebih canggih dan lebih dapat
dipercaya dan cermat bias dikerjakan dengan Goldman
atau dengan tonometer tentengan Draeger. Pasien duduk
di depan lampu celah. Pemeriksaan hanya memerlukan
waktu beberapa detik setelah diberi anestesi. Yang
diukur adalah gaya yang diperlukan untuk mamapakan
daerah kornea yang sempit. Setelah mata ditetesi
dengan anestesi dan flouresein, prisma tonometer
aplanasi di taruh pada kornea. Mikrometer disetel untuk
menaikkan tekanan pada mata sehingga gambar
sepasang setengah lingkaran yang simetris berpendar
karena flouresein tersebut. Ini menunjukkan bahwa di
semua bagian kornea yang bersinggungan dengan alat
ini sudah papak (teraplanasi). Dengan melihat melalui
mikroskop lampu celah dan dengan memutar tombol,
ujung dalam kedua setengah lingkaran yang berpendar
tersebut diatur agar bertemu yang menunjukkan
besarnya tekanan intraokular. Dengan ini selesailah
pemeriksaan tonometer aplanasi dan hasil pemeriksaan
dapat dibaca langsung dari skala mikrometer dalam
mmHg.
Tonometri digital : Pemeriksaan ini adalah untuk
menentukan tekanan bola mata dengan cepat yaitu
dengan memakai ujung jari pemeriksa tanpa memakai
alat khusus (tonometer). Dengan menekan bola mata
dengan jari pemeriksa diperkirakan besarnya tekanan di
dalam bola mata. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
o Penderita disuruh melihat ke bawah
o Kedua telunjuk pemeriksa diletakkan pada kulit
kelopak tarsus atas penderita
o Jari-jari lain bersandar pada dahi penderita
o Satu telunjuk mengimbangi tekanan sedang telunjuk
lain menekan bola mata.
o Penilaian dilakukan dengan pengalaman
sebelumnya yang dapat menyatakan tekanan mata
N+1, N+2, N+3 atau N-1, N-2, N-3 yang
menyatakan tekanan lebih tinggi atau lebih rendah
daripada normal.
Cara ini sangat baik pada kelainan mata bila
tonometer tidak dapat dipakai atau dinilai seperti pada
sikatrik kornea, kornea irregular dan infeksi kornea.
Cara pemeriksaan ini memerlukan pengalaman
pemeriksaan karena terdapat faktor subyektif.
2) Gonioskopi
Pemeriksaan gonioskopi adalah tindakan untuk melihat
sudut bilik mata dengan goniolens. Gonioskopi adalah suatu
cara untuk melihat langsung keadaan patologik sudut bilik
mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik
mata seperti benda asing. Dengan gonioskopi dapat ditentukan
klasifikasi glaukoma penderita apakah glaukoma terbuka atau
glaukoma sudut tertutup dan malahan dapat menerangkan
penyebab suatu glaukoma sekunder.
3) Oftalmoskopi
Pemeriksaan ke dalam mata dengan memakai alat yang
dinamakan oftalmoskop. Dengan oftalmoskop dapat dilihat
saraf optik di dalam mata dan akan dapat ditentukan apakah
tekanan bola mata telah mengganggu saraf optik. Saraf optik
dapat dilihat secara langsung. Warna serta bentuk dari mangok
saraf optik pun dapat menggambarkan ada atau tidak ada
kerusakan akibat glaukoma yang sedang diderita. Kelainan
pada pemeriksaan oftalmoskopi dapat dilihat :
Kelainan papil saraf optik
Saraf optik pucat atau atrofi
Saraf optik tergaung
Kelainan serabut retina, serat yang pucat atau atrofi akan
berwarna hijau
Tanda lainnya seperti perdarahan peripapilar.
4) Pemeriksaan lapang pandang
Penting, baik untuk menegakkan diagnosa maupun
untuk meneliti perjalanan penyakitnya, juga bagi menetukan
sikap pengobatan selanjutnya. Harus selalu diteliti keadaan
lapang pandangan perifer dan juga sentral. Pada glaukoma yang
masih dini, lapang pandangan perifer belum menunjukkan
kelainan, tetapi lapang pandangan sentral sudah menunjukkan
adanya bermacam-macam skotoma. Jika glaukomanya sudah
lanjut, lapang pandangan perifer juga memberikan kelainan
berupa penyempitan yang dimulai dari bagian nasal atas. Yang
kemudian akan bersatu dengan kelainan yang ada ditengah
yang dapat menimbulkan tunnel vision, seolah-olah melihat
melalui teropong untuk kemudian menjadi buta.
5) Penatalaksanaan
Penghambat adrenergik beta : menghambat produksi
humor akueus.
o Timolol maleat 0,25% dan 0,5%
o Betaksolol 0,25% dan 0,5%
o Levobunolol 0,25% dan 0,5%
o Metipranolol 0,3%
Efek samping : hipotensi, bradikardi, sinkop, halusinasi,
kambuhnya asma, gagal jantung kongestif.
Apraklonidin : mengurangi produksi humor akueus.
o Epinefrin 0,5%-2%, 2 dd 1 tetes sehari.
Efek samping : vasodilatasi konjungtiva refleks,
konjungtivitis folikularis, dan reaksi alergi.
Carbon anhydrase inhibitor (penghambat
karbonanhidrase) : menghambat produksi humor
akueus.
o Asetazolamide 125-250 mg, 3 dd 1 tablet
6) Operasi
Bedah filtrasi
Bedah filtrasi dilakukan tanpa perlu pasien
dirawat dengan memberi anestesi lokal kadang-kadang
sedikit obat tidur. Dengan memakai alat sangat halus
diangkat sebagian kecil sklera sehingga terbentuk suatu
lubang. Melalui celah sklera yang dibentuk cairan mata
akan keluar sehingga tekanan bola mata berkurang,
yang kemudian diserap di bawah konjungtiva. Pasca
bedah pasien harus memakai penutup mata dan mata
yang dibedah tidak boleh kena air. Untuk sementara
pasien pascabedah glaukoma dilarang bekerja berat.
Trabekulektomi
Pada glaukoma masalahnya adalah terdapatnya
hambatan filtrasi (pengeluaran) cairan mata keluar bola
mata yang tertimbun dalam mata sehingga tekanan bola
mata naik. Bedah trabekulektomi merupakan teknik
bedah untuk mengalirkan cairan melalui saluran yang
ada. Pada trabekulektomi ini cairan mata tetap terbentuk
normal akan tetapi pengaliran keluarnya dipercepat atau
salurannya diperluas. Bedah trabekulektomi membuat
katup sklera sehingga cairan mata keluar dan masuk di
bawah konjungtiva. Untuk mencegah jaringan parut
yang terbentuk diberikan 5 fluoruracil atau mitomisin.
Dapat dibuat lubang filtrasi yang besar sehingga
tekanan bola mata sangat menurun. Pembedahan ini
memakan waktu tidak lebih dari 30 menit. Setelah
pembedahan perlu diamati 4-6 minggu pertama. Untuk
melihat keadaan tekanan mata setelah pembedahan.
Bedah filtrasi dengan implan
Pada saat ini dikenal juga operasi dengan
menanam bahan penolong pengaliran (implant urgary).
Pada keadaan tertentu adalah tidak mungkin untuk
membuat filtrasi secara umum sehingga perlu dibuatkan
saluran buatan (artificial) yang ditanamkan ke dalam
mata untuk drainase cairan keluar. Beberapa ahli
berusaha membuat alat yang dapat mempercepat
keluarnya cairan dari bilik mata depan. Upaya di dalam
membuat ini adalah dapat mengeluarkan cairan mata
yang berlebihan, keluarnya tidak hanya dalam jumlah
dan persentase, mengatur tekanan maksimum, minimum
optimal, seperti hidrostat, tahan terhadap kemungkinan
penutupan, minimal terjadinya hipotensi, desain yang
menghindarkan migrasi dan infeksi, bersifat atraumatik.
Siklodestruksi
Tindakan ini adalah mengurangkan produksi
cairan mata oleh badan siliar yang masuk ke dalam bola
mata. Diketahui bahwa cairan mata ini dikeluarkan
terutama oleh pembuluh darah di badan siliar dalam
bola mata. Pada siklodestruksi dilakukan pengrusakan
sebagian badan siliar sehingga pembentukan cairan
mata berkurang. Tindakan ini jarang dilakukan karena
biasanya tindakan bedah utama adalah bedah filtrasi.
3. Retinopati
a. Definisi
Retinopati merupakan kelainan pada retina yang tidak
disebabkan radang. Biasanya terdapat pada hipertensi, retinopati
diabetes, penyakit kolagen,anemia, penyakit Hodgkin dan keracunan
monooksida.
b. Klasifikasi retinopati
1) Retinopati anemia
Pada anemia dapat terlihat perubahan perdarahan dalam
dan superfisial, termasuk edema papil. Gejala retina ini
diakibatkan anoksia berat yang terjadi pada anemia. Anoksia
akan mengakibatkan infark retina sehingga tidak jarang
ditemukan pula suatu bercak eksudat kapas. makin berat
anemia maka akan terjadi kelainan retina yang berat.
2) Retinopati diabetes mellitus
Definisi
Retinopati Diabetik adalah kelainan retina (retinopati)
yang ditemukan pada penderita diabetes mellitus. Retinopati
akibat diabetes mellitus lama berupa aneurismata, melebarnya
vena, perdarahan dan eksudat lemak.
Patofisiologi
Mekanisme pasti terjadinya RD pada pasien DM belum
diketahui sampai saat ini. Namun, terdapat beberapa teori yang
dipercaya dapat menjelaskan perjalanan penyakit ini secara
lebih detail.
Aldose Reductase
Enzim ini merubah gula menjadi alkohol (glukosa menjadi
sorbitol, dan galaktosa menjadi galactitol). Karena sorbitol
dan galactitol tidak dapat menembus sel, konsentrasinya
intraseluler akan meningkat. Tekanan osmotik kemudian
akan menyebabkan air berdifusi ke dalam sel,
menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Akibat proses
ini pada sel epitel lensa, yang memiliki konsentrasi aldose
reductase tinggi, adalah munculnya katarak pada anak,
hewan percobaab dengan galaktosemia, dan hewan
percobaan dengan DM. Karena enzim ini juga ditemukan
dalam konsentrasi yang tinggi di perisit retina dan sel
Schwann, beberapa peneliti beranggapan bahwa RD dan
neuropati mungkin disebabkan oleh kerusakan sel akibat
aldose reductase.
Vasoproliferative Factors
Vascular endothelial growth factor (VEGF), yang
menghambat pertumbuhan endotel retina secara in vitro,
dilibatkan dalam patogenesis RD. VEGF dianggap
memiliki hubungan langsung terhadap munculnya
abnormalitas vascular retina seperti yang ditemukan pada
kasus diabetes. Pada hewan percobaan, tampak bahwa
ekspresi VEGF berhubungan dengan pembentukan dan
regresi neovaskularisasi. Konsentrasi VEGF di vitreus lebih
tinggi pada pasien PDR daripada NPDR.
Platelets and Blood Viscosity
Abnormalitas trombosit atau perubahan viskositas darah
pada kasus DM kemungkinan berhubungan dengan
kejadian RD dengan menyebabkan oklusi kapiler fokal dan
iskemia fokal pada retina. Intinya adalah bahwa DR
merupakan mikroangiopati yang secara langsung
mempengaruhi arteriol, kapiler, dan venula yang
mengakibatkan kondisi sebagai berikut :
Oklusi mikrovaskular
Kebocoran mikrovaskular
Gejala
Mikroaneurismata, merupakan penonjolan dinding
kapiler, terutama daerah vena dengan bentuk berupa
bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah
terutama polus posterior. Mikroanerismata merupakan
kelainan diabetes mellitus dini pada mata.
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis dan bercak
yang biasanya terletak dekat mikroaneurismata di polus
posterior. Perdarahan terjadi akibat gangguan
permeabilitas pada mikroaneurisma atau karena
pecahnya pembuluh darah.
Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya
irregular dan berkelok. Hal ini terjadi akibat kelainan
sirkulasi dan kadang disertai kelainan endotel dan
eksudasi palsma.
Hard exudate merupakan infiltrasi lipid kedalam retina.
gambaran khusus yaitu irregular, kekuning-kuningan.
Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan
bergabung. Pada mulanya tampak pada gambaran
angiografi fluorescein sebagai kebocoran fluorescein di
luar pembuluh darah. Kelainan ini teutama terdiri atas
bahan-bahan lipid terutama banyak ditemukan pada
keadaan hiperlipoproteinemia.
Soft exudate disebut dengan cotton wool patches
merupakan iskemia retina. Pada pemeriksaan
oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning
bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak di
bagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan
iskemia retina.
Pembuluh darah baru pada retina terletak di permukaan
jaringan. Neovaskularisasi terjadi akibat proliferasi sel
endotel pembuluh darah. Tampak sebagai pembuluh
darah yang berkelok-kelok, dalam kelompok dan
bentuknya irregular. Mula-mula terletak didalam
jaringan retina, kemudian berkembang ke daerah
preretinal, ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi
pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina,
perdarahan subhialoid (preretinal), maupun perdarahan
badan kaca.
Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina
terutama daerah macula sehingga sangat mengganggu
tajam penglihatan pasien.
Hiperlipedimia yaitu suatu keadaan yang sanagt jarang
tanda ini akan segera hilang bila diberikan pengobatan.
Keadaan yang dapat memperberat retinopati
Pada diabetes juvenilis yang insulin dependent dan
kehamilan dapat merangsang timbulnya perdarahan dan
proliferasi.
Arteriosclerosis dan proses menua pembuluh-pembuluh
darah memperburuk prognosis.
Hiperlipoproteinemia diduga mempercepat perjalanan
dan progresifitas kelainan dengan cara mempengaruhi
arteriosclerosis dan kelainan hemodinamik.
Hipertensi arteri
Hipoglikemia atau trauma dapat menimbulkan
perdarahan retina yang mendadak.
Klasifikasi retinopati diabetes
Derajat I : terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa
eksudat lemak pada fundus okuli.
Derajat II : terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik
dan bercak dengan atau tanpa eksudat lemak pada
fundus okuli.
Derajat III : terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik
dan bercak terdapat neovaskularisasi dan proliferasi
pada fudus okuli.
Bila gambaran fundus mata kiri tidak sama beratnya
dengan mata kanan maka digolongkan pada derajat yang
lebih berat.
Stadium pada retinopati
Retinopati Nonproliferatif
Retinopati nonprliferatif merupakan stadium
awal dari proses penyakit ini. Selama menderita DM,
keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil
pada mata melemah sehingga dapat menimbulkan
tonjolan kecil (mikroaneurisme). Tonjolan ini sangat
mudah pecah dan mengalirkan cairan dan sejumlah
protein ke dalam retina sehingga menimbulkan bercak
berwarna abu-abu atau putih. Endapan lemak protein
yang berawarna putih kekuningan juga terbentuk pada
retina. Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi
penglihatan kecuali cairan dan protein dari pembuluh
darah yang rusak dapat menyebabkan pembengkakan
pada pusat retina (makula).
Retinopati proliferatif
Diawali dengan terdapatnya pertumbuhan
abnormal pembuluh darah baru pada permukaan retina
sebagai bentuk kompensasi iskemia yang terjadi pada
retina. Pembuluh darah yang abnormal ini mudah pecah
sehingga dapat menyebabkan perdarahan pada
pertengahan bola mata, atau sering disebut dengan
istilah perdarahan vitreus, yang dapat menghalangi
penglihatan.
Pada fundus dapat ditemui kelainan-kelainan
seperti :
o Mikroaneurisma
o Perdarahan retina
o Neovaskularisasi retina
o Jaringan proliferasi di retina atau badan kaca
Penatalaksanaan
Mengontrol diabetes mellitus dengan diet dan obat-
obatan diabetes.
Fotokoagulasi : pada daerah retina iskemia dengan laser
dan xenon.
3) Retinopati hipotensi
Pada penurunan tekanan darah dapat terjadi kelainan
retina berupa dilatasi arteriol dan vena retina, iskemia saraf
optic, retina dan koroid akibat hipoperfusi. Dan dapat terjadi
neovaskularisasi, glaucoma dan retinitis proliferan pada
hipotensi kronik.
4) Retinopati hipertensi
Merupakan kelainan retina dan pembuluh darah akibat
peningkatan tekanan darah. hipertensi memberikan kelainan
pada retina berupa retinopati hipertensi dengan arteri yang
besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, edema retina dan
perdarahan retina.
Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyempitan
umum atau setempat seperti arteriol retina yang berwarna lebih
pucat, caliber pembuluh darah yang menjadi lebih kecil atau
irregular dan percabangan arteriol yang tajam, fenomena
crossing (elevasi, deviasi atau kompresi) atau sklerose
pembuluh darah (reflex copper wire, reflex silver wire,
sheating).
Retinopati hipertensi dapat berupa perdarahan atau
eksudat retina yang pada daerah macula dapat memberikan
gambaran seperti bintang (star figure) :
Cotton wool patches yang merupakan edema serat saraf
retina akibat mikroinfark sesudah penyembuhan
arteriole, biasanya terletak sekitar 2-3 diameter papil
didekat kelompok pembuluh darah utama sekitar papil.
Eksudat pungtata yang tersebar.
Eksudat putih pada daerah yang tak tertentu dan luas.
Klasifikasi retinopati hipertensi
Tipe 1 :
Fundus hipertensi dengan atau tanpa retinopati, tidak
ada sklerose dan terdapat pada orang muda.
Funduskopi : arteri meyempit dan pucat, arteri
meregang dan percabangan tajam, perdarahan ada atau
tidak ada, eksudat ada atau tidak ada.
Tipe 2:
Fundus hipertensi dengan atau tanpa retinopati sklerose
senil, terdapat pada orang tua
Funduskopi : pembuluh darah tampak mengalami
penyempitan, pelebaran dan sheating setempat.
Tipe 3 :
Fundus dengan retinopati hipertensi dengan
arteriosclerosis, terdapat pada orang muda.
Funduskopi : penyempitan arteri, kelokan bertambah
fenomena crossing perdarahan multiple, cotton wool
patches, macula star figure.
Tipe 4 : Hipertensi yang progresif
Funduskopi : edema papil, cotton wool patches, hard
eksudat dan star figure exudate yang nyata.
Klasifikasi Retinopati hipertensi menurut Scheie :
Stadium I : terdapat penciutan setempat pada pembuluh
darah kecil.
Stadium 2 : penciutan pembuluh darah arteri
menyeluruh, dengan penciutan setempat sampai seperti
benang, pembuluh darah arteri tegang, membentuk
cabang keras.
Stadium 3 : lanjutan stadium 2, dengan eksudat Cotton,
dengan perdarahan yang terjadi akibat diastole di atas
120 mmHg, kadang-kadang terdapat keluhan
berkurangnya penglihatan.
Stadium 4 : seperti stadium 3 dengan edema pupil
dengan eksudat star figure, disertai keluhan penglihatan
menurun dengan tekanan diastole kira-kira 150 mmHg.
Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan retinopati hipertensi, mengobati
faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan
pada fundus akibat retinopati arterial. Tekanan darah penderita
retinopati hipertensi harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg.
Jika telah terjadi perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis,
maka kondisi ini tidak dapat diobati lagi. Beberapa studi
eksperimental dan percobaan klinik telah menunjukan bahwa
tanda-tanda retinopati hipertensi dapat berkurang dengan
mengontrol kadar tekanan darah.
5) Retinopati leukemia
Dapat terjadi akibat leukemia bentuk apapun, dengan
tanda seperti vena yang melebar, berkelok-kelok dan memberi
reflex yang mengkilat sehingga sukar dibedakan arteri dengan
vena.
Gejala
Perdarahn konjungtiva, dan badan kaca, infiltasi dapat
ditemukan pada konjungtiva, koroid, sklera, belokan vascular
retina, lobang macula dan mikroaneurisma. Pada retina juga
dapat terlihat eksudat cotton wool dan waxy hard, yang juga
terjadinya bergantung pada bertanya anemia. Kelainan lebih
lanjut tampak sebagai perdarahan berbentuk nyala api dengan
bintik outih di daerah polus posterior, gejala ini biasanya
terdapat pada leukemia akut dan disusul dengan pelebaran
arteri retina.
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Sidharta, Ilmu Penyakit Mata, cetakan IV, balai penerbitan FKUI, 2012,
Jakarta
Ilyas, Sidharta, Kelainan Refraksi dan Kacamata Glosari Sinopsis, edisi II,
balai penerbitan FKUI, 2006, Jakarta
Vaughan, Daniel; Asbury, Taylor; Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum. Edisi
17. KDT. 2010, Jakarta