PENGENDALIAN LAJU KOROSI BAJA St37 DALAM MEDIUM
NaCl 3% MENGGUNAKAN INHIBITOR EKSTRAK
DAUN SIDAGURI (Sida rhombifolia L.)
(Skripsi)
Oleh
ANI SETIAWATI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
i
ABSTRAK
PENGENDALIAN LAJU KOROSI BAJA ST37 DALAM MEDIUM
NaCl 3% MENGGUNAKAN INHIBITOR EKSTRAK
DAUN SIDAGURI (Sida rhombifolia L.)
Oleh
ANI SETIAWATI
Ekstrak daun sidaguri digunakan sebagai inhibitor korosi pada baja St37 yang
direndam dalam medium korosif NaCl 3%. Analisis awal kandungan senyawa
menggunakan uji tanin dan analisis FTIR yang menunjukkan bahwa ekstrak daun
sidaguri memiliki kandungan tanin. Penelitian ini menggunakan inhibitor ekstrak
daun sidaguri dan inhibitor pabrikan yang memiliki zat anti korosi. Inhibitor
ekstrak daun sidaguri konsentrasi 0, 1, 2, 3, dan 4% serta inhibitor pabrikan yang
direndam dalam medium NaCl 3% selama 144 jam. Pengujian laju korosi
dilakukan dengan metode pengurangan massa. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa peningkatan pengurangan massa menurunkan laju korosi. Efisiensi
maksimum inhibitor ekstrak daun sidaguri adalah 86,154 ± 0,0008 % pada
konsentrasi 4%. Sampel dikarakterisasi dengan XRD yang menunjukkan bahwa
fase yang terbentuk adalah Fe murni dengan bidang kisi 110, 200, dan 211. Hasil
karakterisasi SEM pada sampel dengan inhibitor ekstrak daun sidaguri 4% terlihat
produk korosi yang terbentuk lebih sedikit, dengan hasil EDS menunjukkan
bahwa persentase Fe lebih besar dibandingkan dengan inhibitor ekstrak daun
sidaguri dengan konsentrasi 1%.
Kata kunci. Inhibitor korosi, daun sidaguri, baja karbon St37, dan NaCl
ii
ABSTRACT
CORROSION RATE CONTROL OF ST37 STEEL IN NaCl 3% MEDIUM
USING SIDAGURI (Sida rhombifolia L.) LEAVES
EXTRACT INHIBITOR
By
ANI SETIAWATI
Sidaguri leaves extract is used as a corrosion inhibitor in St37 steel soaked in 3%
NaCl corrosive medium. Initial analysis of the compound content using tannin
tests and FTIR analysis showed that sidaguri leaves extract has tannin content.
This research used and commercial anti-corrosion substances as inhibitor. 0, 1, 2,
3, and 4% concentrations of and commercial inhibitor were immersed in 3% of
NaCl medium for of 24 hours. Corrosion rate was analized using mass reduction
method. The results showed that increasing of mass reduction decreased the
corrosion rate. Maximum efficiency of sidaguri leaves extract inhibitor was
86.154 ± 0,0008 % in 4% concentration. Samples were characterized by XRD
which showed that the formed phase was pure Fe with 110, 200, and 211 lattice
plane. The results of SEM characterization on samples with 4% sidaguri leaves
extract inhibitor has less formed of corrosion products with EDS results showed
that Fe percentage was greater than 1% concentrations of sidaguri leaves extract.
Key words. corrosion inhibitor, sidaguri leaves, St37 steel, and NaCl
iii
PENGENDALIAN LAJU KOROSI BAJA St37 DALAM MEDIUM
NaCl 3% MENGGUNAKAN INHIBITOR EKSTRAK
DAUN SIDAGURI (Sida rhombifolia L.)
Oleh
ANI SETIAWATI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Mujirahayu, Kecamatan Seputih
Agung, Kabupaten Lampung Tengah, pada tanggal 15 Juni
1996. Penulis merupakan putri sulung dari pasangan Bapak
Basuki dan Ibu Sartini. Jenjang pendidikan dimulai dari
Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 1 Mujirahayu
diselesaikan pada tahun 2009, Sekolah Menengah Pertama
(SMP) di MTs Jauharotul Mualimin Gayau Sakti diselesaikan pada tahun 2012,
dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Seputih Agung
diselesaikan pada tahun 2015.
Selanjutnya pada tahun 2015 penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis
aktif di kegiatan kampus yaitu Himpunan Mahasiswa Fisika sebagai Anggota
Sosmas. Pada tahun 2016 penulis pernah menjadi peserta KWI (Karya Wisata
Ilmiah).
Penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai Riset dan Standarisasi
Industri Bandar Lampung dengan judul “Pengaruh Gliserol sebagai Bahan
Plasticizer Terhadap Kelenturan Bioplastik dari Silika Sekam Padi”. Pada tahun
viii
2019 penulis melaksanakan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di desa Marga Jaya,
Kecamatan Gunung Agung, Kabupaten Tulang Bawang Barat selama 32 hari.
Kemudian penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Pengendalian Laju
Korosi Baja St37 dalam Medium NaCl 3% Menggunakan Inhibitor Ekstrak Daun
Sidaguri (Sida rhombifolia L.)” sebagai tugas akhir di Jurusan Fisika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
ix
MOTTO
“Dimana ada kemauan disitu ada jalan Dimana ada usaha pasti ada hasil
Terus semangat Jangan mudah menyerah”
“Allah tidak membebani seseorang
melainkan sesuai dengan
kesanggupannya..”
(Al-Baqarah : 286)
“Terlalu memperdulikan apa yang orang pikirkan dan kau akan
selalu menjadi tahanan mereka”
(Lao Tzu)
x
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillahirabbil’alamin kepada
ALLAH SWT. Kupersembahkan karya sederhanaku ini kepada:
Kedua Orang tuaku, bapak dan mamakku tersayang yang selalu
memberikan do’a, kasih sayang, dan menjadi penyemangatku di
setiap langkah, serta keluarga besar yang selalu memberikan
bantuan, dukungan dan semangat.
Dengan rasa hormat kepada Bapak Drs. Ediman Ginting Suka, S.Si.
Bapak Agus Riyanto, S.Si., M.Sc., dan Ibu Suprihatin, S.Si., M.Si.
serta seluruh Dosen Jurusan Fisika yang telah
membimbing dan mendidikku selama menempuh
pendidikan di kampus.
Sahabat dan teman-temanku yang telah memberikan warna
dan kebahagiaan, serta menemani dan berjuang bersamaku.
Dan almamater tercinta, Universitas Lampung
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
kesehatan dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengendalian Laju Korosi Baja St37 dalam Medium NaCl 3%
Menggunakan Inhibitor Ekstrak Daun Sidaguri (Sida rhombifolia L.)”.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu persyaratan untuk
mendapatkan gelar S1 dan melatih mahasiswa untuk berpikir cerdas dan kreatif
dalam menulis karya ilmiah. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua. Aamiin.
Bandar Lampung, 28 Oktober 2019
Penulis,
Ani Setiawati
xii
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas kuasa-Nya
penulis masih diberikan kesempatan untuk mengucapkan terima kasih kepada
pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian penelitian dan skripsi ini,
terutama kepada:
1. Bapak Drs. Ediman Ginting Suka, M.Si., selaku Dosen Pembimbing I yang
telah memberikan bimbingan dan arahan yang mendukung dari awal sampai
akhir penulisan.
2. Bapak Agus Riyanto, S.Si., M.Sc., selaku Dosen Pembimbing II yang
senantiasa sabar dalam mengoreksi skripsi dan memberikan masukan-
masukan serta nasehat untuk menyelesaikan skripsi ini dari awal sampai akhir
penulisan.
3. Ibu Suprihatin, S.Si., M.Si., selaku Dosen Pembahas yang telah mengoreksi
kekurangan, memberi kritik dan saran selama penulisan skripsi.
4. Kedua orang tuaku Bapak Basuki dan Ibu Sartini yang luar biasa selalu
menyemangatiku. Terimakasih untuk kehadirannya dalam hidupku yang
senantiasa memberikan dukungan, do’a dan semangat yang luar biasa, serta
kebersamaan sampai penulis menyelesaikan skripsi. Serta Keluargaku terima
kasih telah memberikan dukungan, do’a, dan nasihat sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi.
xiii
5. Bapak Drs. Amir Supriyanto, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik,
terimakasih atas segala nasehat dan motivasi serta semangat yang diberikan
kepada penulis.
6. Bapak Arif Surtono, M.Si., M.Eng., selaku Ketua Jurusan dan para dosen
serta karyawan di Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Lampung.
7. Bapak Drs. Suratman, M.Sc. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Lampung.
8. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung, terima
kasih atas segala pelajaran, ilmu, pengalaman, dan motivasi yang telah
diberikan selama di kampus.
9. Teman-teman satu bimbingan tugas akhir Oricha Mutia Rani, Putri Vidia
Citra, Riski Wulansari, Ulfa Nurini, Listiani, Giyan Istighfaria Utami,
Endarmoko, Agus Supriadi dan Ronal Pradana yang telah banyak membantu
dalam berdiskusi untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
10. Sahabat-sahabatku “Himiclub” Mahdaleni, Hariyati, Nuzullia Fitri, dan Hasni
Handayani. Terimakasih karena kalian aku mampu bertahan, kalian selalu ada
saat suka maupun duka, saling berbagi dan menasehati dalam hal apapun.
11. Teruntuk partner selama 4 tahun Tri Agus Wijayanti, terimakasih beb selalu
ada saat suka maupun duka, selalu dengerin keluh kesahku, selalu
nyemangatin dan memberi nasehat saat aku salah, menjadi keluargaku di
perantauan. Untuk Desi Nurjanah terimakasih untuk segalanya, teman kosan,
teman satu daerah, teman pulang kampung.
xiv
12. Teman-teman fisika angkatan 2015, kakak-kakak tingkat serta adik-adik
tingkat yang selama ini memberikan semangat.
13. Almamater tercinta Universitas Lampung
14. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih atas
segala ketulusan, bantuan, dukungan, dan do’a.
Semoga Allah SWT memberikan nikmat sehat kepada kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung, 28 Oktober 2019
Penulis
Ani Setiawati
xv
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ v
PERNYATAAN .............................................................................................. vi
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vii
MOTTO .......................................................................................................... ix
PERSEMBAHAN ........................................................................................... x
KATA PENGANTAR .................................................................................... xi
SANWACANA ............................................................................................... xii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xix
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 4
C. Batasan Masalah ................................................................................ 4
D. Tujuan Penelitian ............................................................................... 4
E. Manfaat Penelitian ............................................................................. 5
xvi
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Baja .................................................................................................... 6
1. Baja Karbon .................................................................................. 6
2. Baja St37 ....................................................................................... 7
B. Korosi ................................................................................................. 8
1. Jenis-jenis Korosi .......................................................................... 8
2. Mekanisme Korosi ........................................................................ 11
3. Faktor yang Mempengaruhi Korosi .............................................. 12
4. Pencegahan Korosi ........................................................................ 14
C. Pengendalian Korosi dengan Inhibitor ............................................... 15
D. Tanin .................................................................................................. 17
E. Ekstrak Daun Sidaguri sebagai Inhibitor Korosi ............................... 17
1. Metode Ekstraksi ........................................................................... 17
2. Tumbuhan Sidaguri (Sida rhombifolia L.) .................................... 19
F. Analisis dan Karakterisasi.................................................................. 20
1. Laju Korosi ................................................................................... 20
2. Fourier Transform Infra Red (FTIR) ............................................ 21
3. X-Ray Diffraction (XRD) .............................................................. 22
4. Scanning Electron Microscopy (SEM) yang Dilengkapi dengan
Energy Dispersive Spectroscopy ................................................... 23
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 26
B. Alat dan Bahan ................................................................................... 26
C. Prosedur Penelitian ............................................................................ 27
D. Diagram Alir Penelitian ..................................................................... 31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Uji Tanin dan Analisis Fourier Transform Infra Red (FTIR) ........... 34
B. Laju Korosi ........................................................................................ 36
C. Analisis X-Ray Difraction (XRD) ...................................................... 39
D. Hasil Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Energy Dispersive
Spectroscopy (EDS) ........................................................................... 43
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ....................................................................................... 48
B. Saran .................................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xvii
DAFRTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Korosi seragam ......................................................................................... 9
2. Korosi sumuran ......................................................................................... 9
3. Korosi batas butir ...................................................................................... 10
4. Korosi erosi ............................................................................................... 10
5. Korosi retak tegang ................................................................................... 11
6. Korosi celah .............................................................................................. 11
7. Fretting corossion ..................................................................................... 12
8. Struktur tanin (a) terhidrolisis dan (b) terkondensasi................................ 17
9. Tanaman sidaguri ...................................................................................... 19
10. Difraksi sinar-X oleh bidang atom ............................................................ 22
11. Prinsip kerja SEM ..................................................................................... 24
12. Diagram alir pembuatan ekstrak daun sidaguri......................................... 31
13. Diagram alir preparasi sampel baja ........................................................... 32
14. Diagram alir pembuatan medium korosif ................................................. 32
15. Diagram alir perendaman sampel ............................................................. 33
16. Spektrum FTIR ekstrak daun sidaguri ...................................................... 35
17. Pengaruh konsentrasi inhibitor terhadap laju korosi baja St37 dalam
larutan NaCl 3% ........................................................................................ 38
18. Pengaruh konsentrasi inhibitor terhadap efisiensi inhibitor dalam
larutan NaCl 3% ........................................................................................ 39
xviii
19. Difraktogram XRD dari sampel (a) St37-raw, (b) St37-B-1,
(c) St37-B-4, dan (d) St37-B-Pb ............................................................... 40
20. Hasil SEM sampel St37-raw ..................................................................... 43
20. Hasil SEM (a) St37-B-1, (b) St37-B-4, dan (c) St37-B-Pb ...................... 44
xix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi kimia untuk baja St37 ............................................................. 7
2. Kode sampel .............................................................................................. 29
3. Luas permukaan baja St37 ........................................................................ 36
4. Pengurangan massa baja St37 dalam larutan NaCl 3% ............................ 37
5. Perbandingan hasil sampel baja St37-raw dengan High Score Plus ........ 40
6. Perbandingan hasil sampel baja St37-B-1 dengan High Score Plus ......... 41
7. Perbandingan hasil sampel baja St37-B-4 dengan High Score Plus ......... 41
8. Perbandingan hasil sampel baja St37-B-Pb dengan High Score Plus ...... 42
9. Hasil analisis EDS unsur ........................................................................... 45
10. Hasil analisis EDS senyawa ...................................................................... 47
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dunia industri baja digunakan sebagai material utama untuk menunjang
berbagai keperluan, dimulai dari industri otomotif, perkapalan, dan industri
lainnya. Baja banyak digunakan dalam bidang industri karena baja mudah
didapatkan dan difabrikasi. Baja sendiri merupakan logam yang terdiri dari besi
sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Selain itu, baja
juga mengandung unsur-unsur lain seperti sulfur, fosfor, silikon, mangan, dan
tembaga (William, 2003). Material baja dengan unsur paduan utama karbon,
sering dinamakan baja karbon. Ada tiga jenis baja karbon, yaitu baja karbon
rendah, baja karbon sedang, dan baja karbon tinggi. Salah satu contoh dari baja
karbon rendah adalah baja St37.
Baja St37 adalah bahan bangunan yang sangat kuat dengan struktur butir yang
halus. St menunjukkan singkatan dari steel, sedangkan angka 37 menujukkan
batas minimum untuk kekuatan tarik yaitu sebesar 37 kg/mm2. Selain digunakan
dalam berbagai konstruksi, baja ini juga mudah diperoleh di pasaran dan harganya
relatif murah. Namun, logam jenis ini memiliki kelemahan yaitu mudah terkorosi.
2
Korosi atau pengkaratan merupakan peristiwa kerusakan logam karena adanya
reaksi kimia dengan lingkungannya yang menyebabkan terjadinya penurunan
kualitas suatu bahan logam (Aramide, 2009). Korosi menjadi masalah besar bagi
bangunan dan peralatan yang menggunakan material dasar logam antara lain
seperti gedung, jembatan, mesin, pipa, mobil, kapal, dan lain sebagainya (Del
Gratta and Romani, 1999). Selain itu, kerusakan yang disebabkan oleh korosi juga
sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan manusia baik dari segi ekoonomi
maupun lingkungan.
Dampak negatif dari korosi membuat masyarakat mencari cara untuk menghambat
laju korosi. Beberapa cara menghambat laju korosi antara lain yaitu dengan cara
pelapisan permukaan logam, proteksi katodik dan dengan pemakaian inhibitor.
Dari beberapa cara mengendalikan laju korosi tersebut, salah satu alternatif yang
digunakan adalah penggunaan inhibitor, karena inhibitor efektif untuk mencegah
korosi selain itu biayanya yang relatif murah serta prosesnya yang sederhana
(Handani dan Elta, 2012). Inhibitor adalah senyawa tertentu yang apabila
ditambahkan pada larutan elektrolit akan membatasi korosi logam.
Inhibitor korosi umumnya berasal dari senyawa-senyawa organik dan anorganik.
Inhibitor anorganik mengandung gugus-gugus yang memiliki pasangan elektron
bebas seperti nitrit, kromat, urea, fenilalanin, imidazolin, dan senyawa-senyawa
amina. Namun, bahan kimia sintesis ini merupakan bahan kimia yang berbahaya
dan tidak ramah lingkungan. Maka dari itu, sangat diperlukan penggunaan
inhbitor yang aman, mudah diperoleh, biaya murah, dan ramah lingkungan
(Haryono dkk., 2010). Inhibitor organik menjadi solusinya karena menggunakan
3
ekstrak bahan alam yang memiliki kandungan tanin. Tanin merupakan senyawa
polifenol yang dapat membentuk senyawa kompleks yang sulit larut dengan ion
logam.
Salah satu bahan alam yang mengandung tanin adalah daun sidaguri. Selain
jumlahnya yang berlimpah di Indonesia, adanya kandungan tanin pada daun
sidaguri membuatnya berpotensi digunakan untuk menghambat laju korosi pada
logam (Kinho et al., 2011). Penelitian mengenai penggunaan tanin sebagai
inhibitor korosi telah dilakukan oleh Saratha and Meenakshi (2010) tentang
inhibitor ekstrak daun sidaguri pada baja ringan dalam medium H3PO4. Hasil
yang diperoleh yaitu efisiensi maksimum inhibitor ekstrak daun sidaguri sebesar
97,48% pada konsentrasi 1% dengan waktu perendaman 24 jam. Berdasarkan
penelitian tersebut, maka dilakukan penelitian mengenai inhibitor korosi
menggunakan ekstrak daun sidaguri pada baja St37 yang direndam dalam medium
NaCl 3% selama 144 jam dengan konsentrasi inhibitor sebesar 0%, 1%, 2%, 3%,
dan 4%. Selain itu, digunakan inhibitor pabrikan sebagai pembanding. Ekstrak
daun sidaguri dikarakterisasi menggunakan Forier Transform Infra Red (FTIR)
yang bertujuan untuk mendeteksi gugus fungsi, mengidentifikasi senyawa dan
menganalisis campuran dari sampel yang dianalisis. Kemudian sampel baja hasil
korosi dikarakterisasi dengan X-Ray Diffraction (XRD) untuk melihat fasa yang
terbentuk pada sampel, Scanning Electron Microscopy yang dilengkapi dengan
Energy Dispersive Spectroscopy (SEM-EDS) untuk melihat struktur mikro,
produk-produk korosi yang terjadi, dan menentukan laju korosi menggunakan
metode pengurangan massa.
4
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Apakah ekstrak daun sidaguri efisien dalam menghambat laju korosi pada
baja St37 dalam medium NaCl 3%?
2. Bagaimana pengaruh penambahan konsentrasi inhibitor ekstrak daun sidaguri
terhadap struktur mikro, unsur-unsur kimia, dan fasa pada baja St37 setelah
direndam dalam medium NaCl 3%?
3. Bagaimana pengaruh inhibitor ekstrak daun sidaguri jika dibandingkan
dengan inhibitor pabrikan dalam menghambat laju korosi baja St37 pada
medium NaCl 3%?
C. Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini adalah suhu untuk perendaman baja St37
menggunakan suhu ruang. Selain itu, menggunakan dua inhibitor yaitu inhibitor
ekstrak daun sidaguri dan inhibitor pabrikan yang berasal dari air radiator top one
coolant. Konsentrasi inhibitor ekstrak daun sidaguri yang digunakan adalah 0, 1, 2,
3, dan 4%.
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian yang dilaksanakan ini adalah:
1. Mengetahui efisiensi dari ekstrak daun sidaguri dalam menghambat laju
korosi pada baja St37 dalam medium NaCl 3%.
5
2. Mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi inhibitor ekstrak daun
sidaguri terhadap struktur mikro, unsur-unsur kimia, dan fasa pada baja St37
setelah direndam dalam medium NaCl 3%.
3. Mengetahui pengaruh inhibitor ekstrak daun sidaguri dibandingkan dengan
inhibitor pabrikan dalam menghambat laju korosi baja St37 pada medium
NaCl 3%.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian ini yaitu:
1. Memberikan informasi mengenai daun sidaguri sebagai inhibitor korosi.
2. Memberikan informasi mengenai penggunaan inhibitor korosi dari ekstrak
daun sidaguri dibandingkan dengan inhibitor pabrikan pada baja St37 dalam
medium NaCl 3%.
3. Menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya terkait penggunaan inhibitor
korosi.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Baja
Baja adalah material logam yang terbentuk dari paduan logam besi (Fe) dan
karbon (C). Besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya.
Sifat mekanis pada baja tergantung pada kandungan karbon. Kandungan karbon
dalam baja berkisar antara 1,0% hingga 1,7% sesuai dengan tingkatannya. Selain
unsur besi (Fe) dan karbon (C), baja juga mengandung unsur paduan lainnya
seperti mangan (Mn), silikon (Si), tembaga (Cu), fosfor (P) dan sulfur (S).
1. Baja Karbon
Menurut Sumarji (2012) baja karbon merupakan logam dengan kombinasi dari
besi dan karbon serta unsur paduan lain dalam jumlah yang tidak banyak. Pada
umumnya baja karbon mengandung karbon tidak lebih dari 1,7% serta sejumlah
kecil unsur paduan seperti mangan (Mn) dengan kadar maksimal 1,65%, silikon
(Si) dengan kadar maksimal 0,6%, tembaga (Cu) dengan kadar maksimal 0,6%,
fosfor (P) dengan kadang kurang dari 0,6%, dan sulfur (S) dengan kadar kurang
dari 0,6%. Berdasarkan kadar karbonnya baja karbon digolongkan menjadi tiga
jenis yaitu baja karbon rendah, baja karbon sedang, dan baja karbon tinggi.
7
1. Baja Karbon Rendah (low carbon steel)
Baja karbon rendah mengandung karbon kurang dari 0,3%. Baja ini mudah
ditempa dan mudah di mesin.
2. Baja Karbon Sedang (medium carbon steel)
Baja karbon sedang mengandung karbon 0,3% – 0,6%. Baja ini lebih keras
serta lebih kuat, sehingga sulit untuk dibengkokkan, dilas, dan dipotong.
3. Baja Karbon Tinggi (high carbon steel)
Baja karbon tinggi memiliki kandungan karbon 0,6% – 1,5% dan memiliki
kekerasan yang lebih tinggi, namun keuletannya lebih rendah.
2. Baja St37
Baja St37 merupakan baja yang digunakan untuk konstruksi dan industri
perpipaan dan diproduksi berdasarkan standar DIN (Jerman) dengan kekuatan
tarik sebesar 37 kg/mm2. Baja St37 tergolong dalam baja karbon rendah.
Komposisi kimia baja St37 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia untuk baja St37 (Rusianto dan Sigit, 2002).
No Unsur Komposisi (%)
1 Karbon (C) 0,118
2 Mangan (Mn) 0,375
3 Silikon (Si) 0,055
4 Fosfor (P) 0,017
5 Sulfur (S) 0,015
6 Tembaga (Cu) 0,004
7 Nikel (Ni) 0,026
8 Molibden (Mo) 0,004
9 Krom (Cr) 0,021
10 Besi (Fe) 99,31
11 Aluminium (Al) 0,002
8
Baja St37 tergolong baja yang memiliki kekerasan permukaan rendah sehingga
sebelum digunakan untuk material konstruksi, perlu dimodifikasi atau diperbaiki
sifat kekerasannya. Baja ini tidak dapat di keraskan secara konvensional tetapi
melalui penambahan unsur karbon yang disebut dengan proses carburizing. Selain
itu, proses carburizing dapat meningkatkan keuletan dan kegetasan baja St37
(Kaidir dkk., 2015).
B. Korosi
Korosi atau yang umumnya disebut dengan pengkaratan merupakan peristiwa
kerusakan logam karena adanya reaksi kimia dengan lingkungannya yang
menyebabkan terjadinya penurunan kualitas suatu bahan (Aramide, 2009).
Lingkungan yang dimaksud berupa air, larutan asam, larutan basa, larutan garam,
udara, dan sebagainya.
1. Jenis-jenis Korosi
Secara umum jenis-jenis korosi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Korosi Seragam (Uniform Corrosion)
Korosi seragam ditandai dengan terjadinya korosi secara merata di seluruh
luas permukaan atau sebagian besar dari total luas tersebut. Contoh korosi
seragam ditunjukkan oleh Gambar 1 (Roberge, 1999). Korosi ini terjadi
ketika luas permukaan logam terkorosi sepenuhnya dalam lingkungan seperti
cairan elektrolit (larutan kimia, logam cair), gas elektrolit (udara), atau
elektrolit hybrid (air, organisme biologis) (Bardal, 2003).
9
Gambar 1. Korosi seragam (Jones, 1991).
b. Korosi Sumuran (Pitting Corrosion)
Korosi sumuran merupakan jenis korosi lokal yang secara selektif menyerang
bagian permukaan logam. Permukaan logam yang terserang korosi sumuran
yaitu ditandai dengan adanya lubang. Korosi ini lebih sulit diamati
dibandingkan jenis korosi seragam (Roberge, 1999). Bentuk korosi sumuran
ditunjukkan oleh Gambar 2.
Gambar 2. Korosi sumuran (Jones, 1991).
c. Korosi Batas Butir (Intergranular Corrosion)
Korosi batas butir merupakan korosi yang menyerang secara lokal batas butir-
butir logam sehingga butir-butir logam akan hilang atau kekuatan mekanik
dari logam akan berkurang. Korosi ini terjadi disebabkan oleh adanya kotoran
atau unsur yang berlebih pada daerah batas butir (Roberge, 1999). Bentuk
korosi batas butir ditunjukkan oleh Gambar 3.
Gambar 3. Korosi batas butir (Jones, 1991).
10
d. Korosi Erosi (Erosion Corrosion)
Korosi erosi merupakan korosi yang terjadi akibat aliran fluida yang cepat
dan bersifat korosif pada permukaan logam. Bentuk dari korosi erosi
ditunjukkan oleh Gambar 4.
Gambar 4. Korosi erosi (Jones, 1991).
e. Korosi Retak Tegang (Stress Corrosion Cracking)
Korosi retak tegang merupakan korosi yang berbentuk retakan-retakan yang
tidak mudah dilihat, terbentuk dipermukaan logam dan berusaha merembet ke
dalam. Hal ini terjadi pada logam-logam yang banyak mendapatkan tekanan.
Kombinasi dari tegangan tarik dan lingkungan yang bersifat korosif sehingga
struktur logam melemah. Korosi retak tegang ditunjukkan oleh Gambar 5.
Gambar 5. Korosi retak tegang (Jones, 1991).
f. Korosi Celah (Crecive Corrosion)
Korosi celah terjadi akibat perbedaan konsentrasi ion atau oksigen diantara
celah dengan lingkungannya yang menyebabkan korosi terlokalisasi. Logam
yang mengalami korosi celah ditandai dengan adanya celah-celah, lubang
ataupun retak (Priyotomo, 2008). Bentuk dari korosi celah ditunjukkan oleh
Gambar 6.
11
Gambar 6. Korosi celah (Jones, 1991).
g. Fretting Corrosion
Fretting corossion adalah jenis korosi yang terjadi pada dua permukaan
logam dengan beban yang bergerak relatif. Korosi jenis ini umumnya terjadi
pada sumbu yang berputar dan bergesekan. Material logam yang berputar dan
tergesek mengalami keausan dan korosi pada saat bersamaan (Roberge, 1999).
Bentuk dari fretting corossion ditunjukkan oleh Gambar 7.
Gambar 7. Fretting corossion (Jones, 1991).
2. Mekanisme Korosi
Korosi terjadi karena reaksi kimia sebuah logam pada suatu lingkungan yang
menyebabkan kerusakan logam. Hasil dari reaksi korosi ini yaitu kemampuan dari
logam akan berkurang atau dapat dikatakan bahwa logam mengalami perubahan
yang sifatnya ke arah yang lebih rendah. Secara umum mekanisme korosi pada
besi terjadi di dalam suatu larutan berawal dari logam yang teoksidasi dan
melepaskan elektron untuk membentuk ion logam yang bermuatan positif seperti
pada Persamaan 1.
Fe → Fe2+ + 2e− (1)
12
Korosi dapat terjadi di dalam medium kering dan juga medium basah atau larutan
berair. Namun, korosi umumnya terjadi dalam larutan berair, karena air jarang
hadir dalam bentuk murni. Berbagai garam terlarut di dalam air, seperti pada air
laut yang mengandung ion klorida yang terurai dari NaCl. NaCl bertindak sebagai
katode karena mengalami reaksi reduksi menggunakan elektron yang dilepaskan
oleh anode seperti yang ditunjukkan oleh Persamaan 2.
NaCl → Na + Cl− (2)
Pada mekanisme korosi ion klorida pada Persamaan 2 akan menyerang ion logam
Fe2+ pada Persamaan 1 sehingga besi akan terkorosi membentuk senyawa FeCl3
seperti ditunjukkan oleh Persamaan 3 (Haryono, 2010).
Fe2+ + 3Cl¯ → Fe3+ + Cl3 (3)
2FeCl3 + 3H2O → Fe2O3 + 6HCl (4)
Senyawa FeCl3 kemudian akan mengalami hidrolisis oleh air membentuk senyawa
Fe2O3. Dari Persamaan 4 terlihat bahwa produk korosi ditentukan oleh
ketersediaan air dan oksigen. Dengan oksigen yang terlarut terbatas, Fe2O3 dapat
menjadi produk korosi lainnya seperti FeO.
3. Faktor yang Mempengaruhi Korosi
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses korosi antara lain yaitu:
a. Jenis logam dan struktur mikroskopis logam
1. Semakin inert suatu logam, maka semakin tahan logam terhadap korosi.
2. Tidak homogennya susunan dari logam, maka akan menimbulkan sel
korosi pada logam itu sendiri.
13
b. Komposisi dan konsentrasi larutan elektrolit
Larutan elektrolit merupakan air yang mengandung anion dan kation (Sumarji,
2012). Beberapa faktor yang mempengaruhi korosifitas suatu larutan antara
lain sebagai berikut:
1. Konduktivitas
Meningkatnya konduktivitas suatu larutan, maka daya hantar listrik
larutan tersebut akan semakin baik. Akibatnya laju korosi lebih cepat
terjadi. Adanya ion klorida (Cl-) dalam elektrolit akan meningkatkan
konduktivitas larutan tersebut, sehingga aliran arus korosi akan lebih
meningkat.
2. pH
Laju korosi pada logam akan meningkat pada pH di bawah 4 dan di atas
12, hal ini disebabkan karena lapisan pelindung pada besi tidak terbentuk
(Roberge, 2008).
3. Gas terlarut
Oksigen terlarut akan meningkatkan reaksi katode sehingga logam
semakin terkorosi. Laju korosi dipengaruhi oleh bermacam-macam
kondisi fisik yang terdapat dalam suatu gas terlarut, seperti:
1) Tekanan
Peningkatan tekanan menyebabkan kenaikan gas terlarut, dengan
konsekuensi akan meningkatkan laju korosi (Sumarji, 2012).
2) Suhu
Peningkatan suhu akan menyebabkan bertambahnya kecepatan
reaksi korosi. Hal ini terjadi karena semakin tinggi suhu maka energi
14
kinetik dari partikel-partikel yang bereaksi akan meningkat sehingga
melampaui besarnya energi aktivasi dan akibatnya laju korosi juga
akan semakin cepat (Fogler, 1992).
3) Kecepatan alir fluida atau kecepatan pengadukan
Laju korosi bertambah jika kecepatan fluida bertambah besar. Hal ini
karena kontak antara zat pereaksi dan logam akan semakin besar
sehingga ion-ion logam akan semakin banyak yang terlepas sehingga
logam akan mengalami korosi (Kirk and Othmer, 1965).
4. Pencegahan Korosi
Peristiwa korosi tidak dapat dihilangkan namun dapat dikendalikan dengan
metode pencegahan korosi. Beberapa aspek yang digunakan untuk mencegah
korosi menurut Gadang (2008) yaitu:
a. Pelapisan (Coating)
Metode perlindungan logam dengan pelapisan yaitu melapiskan logam
dengan material pelindung. Jenis-jenis pelapisan pada proses korosi dapat
dibagi menjadi tiga bagian yaitu pelapisan organik, non organik, dan logam.
b. Seleksi material
Metode pencegahan korosi yang sering digunakan yaitu pemilihan logam atau
paduan dalam lingkungan korosif tertentu. Beberapa contoh material yaitu
baja karbon, baja stainless, paduan aluminium, paduan tembaga, dan titanium.
c. Proteksi katodik dan anodik
Proteksi katodik merupakan jenis perlindungan korosi dengan
menghubungkan logam yang mempunyai potensial lebih tinggi ke struktur
15
logam sehingga tercipta suatu sel elektrokimia dengan logam berpotensial
rendah bersifat katodik dan terproteksi.
d. Perubahan media
Perubahan media lingkungan bertujuan untuk mengurangi dampak korosi.
Parameter-parameter umum yaitu perubahan konsentrasi, penurunan
temperatur, penurunan laju alir larutan elektrolit, dan menghilangkan unsur
oksigen.
e. Inhibitor
Inhibitor adalah suatu zat yang apabila ditambahkan ke dalam sistem reaksi
kimia dapat menghambat reaksi antar muka antara material dengan
lingkungan, sehingga dapat mengurangi laju korosi dari material tersebut.
C. Pengendalian Korosi dengan Inhibitor
Peristiwa korosi tidak dapat dihilangkan namun ada upaya yang dapat dilakukan
yaitu pengendalian korosi. Pengendalian korosi pada struktur ataupun komponen
material bertujuan untuk mengatur laju korosi, sehingga perkembangannya tetap
berada dalam rentang tertentu. Salah satu cara pengendalian korosi yaitu
penggunaan inhibitor pada suatu komponen atau struktur material.
Inhibitor berasal dari kata “inhibisi” yang memiliki arti menghambat, sehingga
inhibitor dapat diartikan sebagai suatu zat yang apabila ditambahkan ke dalam
sistem reaksi kimia dapat menghambat reaksi antarmuka antara material dengan
lingkungan, sehingga dapat mengurangi laju korosi dari material tersebut
(Dalimunte, 2004). Inhibitor korosi berdasarkan bahan dasar pembuatannya dibagi
menjadi dua jenis yaitu inhibitor anorganik dan inhibitor organik.
16
a. Inhibitor anorganik
Inhibitor anorganik adalah inhibitor yang terbuat dari bahan kimia yang
bersifat toksik seperti nitrit, kromat, fosfat, urea, fenilalanin, imidazolin, dan
senyawa-senyawa amina (Ameer et al., 2010). Inhibitor ini dapat
menyebabkan kerusakan sementara atau permanen yang dapat menyerang
sistem organ, ginjal ataupun hati, mengganggu proses kimia, atau
mengganggu sistem enzim dalam tubuh.
b. Inhibitor organik
Inhibitor organik berasal dari bagian tumbuhan yang mengandung tanin,
karena merupakan zat kimia yang mengandung atom N, O, P, S, dan atom-
atom yang memiliki pasangan elektron bebas yang berfungsi sebagai ligan
yang akan membentuk senyawa kompleks dengan logam (Oguzie, 2007).
Secara umum mekanisme kerja inhibitor adalah:
1) Inhibitor teradsorpsi pada permukaan logam dan membentuk suatu lapisan
tipis dengan ketebalan beberapa molekul inhibitor. Lapisan ini tidak dapat
dilihat oleh mata biasa namun dapat menghambat penyerangan lingkungan
terhadap logam.
2) Melalui pengaruh lingkungan misal pH menyebabkan inhibitor mengendap
dan selanjutnya teradsorpsi pada permukaan logam sehingga melindungi dari
korosi. Endapan yang terbentuk cukup banyak, sehingga lapisan yang terjadi
dapat teramati oleh mata.
3) Inhibitor mengkorosikan logamnya terlebih dahulu, dan menghasilkan zat
kimia yang kemudian melalui peristiwa adsorpsi dari produk korosi tersebut
membentuk suatu lapisan pasif pada permukaan logam.
17
D. Tanin
Tanin merupakan zat organik yang terdiri dari senyawa fenolik dan termasuk
kelompok polifenol (Risnasari, 2002). Tanin memiliki sifat yang mampu
mengendapkan alkoloid, gelatin, dan protein lainnya. Tanin dibagi menjadi dua
kelompok yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin terhidrolisis
merupakan polimer gallic atau ellagic acid yang berikatan ester dengan sebuah
molekul gula, sedangkan tanin terkondensai merupakan polimer senyawa
flavonoid dengan ikatan karbon-karbon (Kalder, 2013).
Gambar 8. Struktur tanin (a) terhidrolisis dan (b) terkondensasi
(Krause et al., 2005)
E. Ekstrak Daun Sidaguri sebagai Inhibitor Korosi
1. Metode Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penarikan komponen aktif dari suatu campuran padatan
atau cairan dengan menggunakan pelarut tertentu. Ekstraksi senyawa aktif dari
(a) (b)
18
tanaman dengan cara pemisahan secara fisik atau kimiawi menggunakan cairan
atau padatan dari bahan padat. Sebelum melakukan ekstraksi sangat penting
adanya perlakuan pendahuluan. Perlakuan pendahuluan ini tergantung dari sifat
senyawa yang terdapat dalam bahan yang akan diekstraksi. Perlakuan
pendahuluan untuk bahan yang mengandung minyak adalah dengan pengeringan
atau pengecilan ukuran bahan. Pengeringan dilakukan sampai kadar air tertentu
lalu dilanjutkan dengan penggilingan untuk mempermudah proses ekstraksi, serta
mempermudah interaksi antara bahan dengan pelarut sehingga ekstraksi
berlangsung dengan baik (Fauzana, 2010).
Metode ekstraksi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu ekstraksi sederhana dan
ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana meliputi maserasi, perkolasi, reperkolasi,
evakolasi dan dialokasi. Dari beberapa metode ekstraksi sederhana tersebut,
maserasi salah satu metode yang sering digunakan karena prosesnya mudah
dikerjakan dan biayanya relatif murah. Maserasi merupakan proses perendaman
sampel menggunakan pelarut organik pada temperatur ruangan. Proses ini sangat
menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena perendaman sampel
tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan
tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada
dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan
sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan (Nasution dkk.,
2012). Secara teoritis, pada maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi
absolut. Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi,
akan semakin banyak hasil yang diperoleh (Aprilliani, 2017).
19
2. Tumbuhan Sidaguri (Sida rhombifolia L.)
Tumbuhan sidaguri (Sida rhombifolia L) biasa tumbuh liar di tepi jalan, hutan,
dan ladang. Tumbuhan ini memiliki tinggi dari akar sampai dengan ujung 80-100
cm dengan batang berwarna coklat dengan tekstur halus, sedangkan daunnya
berwarna hijau tua dengan tepi bergerigi. Bunga dari tumbuhan sidaguri berwarna
kuning, jika masih kuncup berwarna hijau berbentuk bulat sampai persegi dan
muncul di bagian batang atau pada ketiak daun. Akar termasuk akar tunggang
yang banyak ditumbuhi bulu-bulu akar halus (Dalimartha, 2003). Tumbuhan
sidaguri memiliki beberapa kandungan kimia. Pada bagian daun terdapat alkaloid,
kalsium oksalat, tanin, saponin, phenol, asam amino, dan minyak atsiri. Bagian
batang mengandung kalsium oksalat dan tanin, kemudian pada bagian akar
mengandung alkaloid, steroid, dan efedrin (Kinho et al., 2011).
Gambar 9. Tumbuhan Sidaguri (Kinho et al., 2011).
Penelitian terkait mengenai inhibitor dari ekstrak daun sidaguri telah dilakukan
oleh Saratha and Meenakshi (2010) pada baja ringan dalam medium asam fosfat.
Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode kehilangan berat,
polarisasi potensiodinamik, dan impedansi elektrokimia. Penelitian ini
20
menggunakan variasi konsentrasi, waktu, dan suhu. Hasil yang diperoleh yaitu
efisiensi maksimum 97,48% pada konsentrasi inhibitor ekstrak daun sidaguri 1%
dengan waktu perendaman 24 jam. Hubungan antara konsentrasi dan efiensiensi
inhibitor adalah berbanding lurus, semakin meningkatnya konsentrasi inhibitor
maka efisiensi semakin meningkat pula.
F. Analisis dan Karakterisasi
1. Laju Korosi
Laju korosi ialah kecepatan penembusan logam atau kehilangan berat persatuan
luas tergantung pada teknik pengukuran yang digunakan dan dinyatakan dalam
satuan mm/tahun (millimeter per tahun). Secara eksperimen, laju korosi dapat
diukur menggunakan beberapa metode yaitu, pengurangan massa, metode
elektrokimia dan metode perubahan tahanan listrik (Yusuf, 2008). Metode
pengurangan massa merupakan metode pengukuran laju korosi paling sederhana.
Massa sampel sebelum dan setelah dilakukan uji ditimbang untuk mengetahui
selisih massanya (Kumar et al., 2014).
Pengukuran laju korosi dengan metode pengurangan massa dapat dihitung
menggunakan Persamaan 5 (William, 2009).
CR = 𝐾𝑊
𝐴𝑇𝜌 (5)
dengan : CR = laju korosi (mm/tahun), K = konstanta laju korosi (87,6), W =
selisih massa (mg), A = luas permukaan (mm2), T = waktu perendaman
(tahun), dan 𝜌 = massa jenis baja (7,85 mg/mm3).
21
Menurut Roberge (1999) efisiensi inhibitor mengindikasikan seberapa jauh laju
korosi dapat diperlambat oleh kehadiran inhibitor. Efisiensi inhibitor dapat ditulis
dalam Persamaan 6.
𝜂 (%) = 𝐶𝑅𝑢𝑛𝑖𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑒𝑑−𝐶𝑅𝑖𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑒𝑑
𝐶𝑅𝑢𝑛𝑖𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑒𝑑 100% (6)
dengan : 𝜂 = efisiensi inhibitor (%), 𝐶𝑅𝑢𝑛𝑖𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑒𝑑 = laju korosi tanpa inhibitor
(mm/tahun), dan 𝐶𝑅𝑖𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑒𝑑 = laju korosi dengan inhibitor (mm/tahun).
2. Fourier Transform Infra Red (FTIR)
Fourier Transform Infra Red (FTIR) adalah teknik yang digunakan untuk
mendapatkan spektrum inframerah dari absorbansi, emisi, fotokonduktivitas atau
Raman Scattering dari sampel padat, cair, dan gas. Karakterisasi dengan
menggunakan FTIR bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis vibrasi antar atom.
FTIR juga digunakan untuk menganalisa senyawa organik dan anorganik serta
analisa kualitatif dan kuantitatif dengan melihat kekuatan absorpsi senyawa pada
panjang gelombang tertentu (Mujiyanti dkk., 2010).
Spectroscopy FTIR menggunakan sistem optik dengan laser yang berfungsi
sebagai sumber radiasi yang diinterferensikan oleh radiasi inframerah agar sinyal
radiasi yang diterima oleh detektor memiliki kualitas yang baik dan bersifat utuh.
Prinsip kerja FTIR berupa infrared yang melewati celah ke sampel, dimana celah
tersebut berfungsi mengontrol jumlah energi yang disampaikan kepada sampel.
Beberapa infrared diserap oleh sampel dan yang lainnya ditransmisikan melalui
permukaan sampel sehingga sinar infrared lolos ke detektor dan sinyal yang
terukur kemudian dikirim kekomputer (Nicolet, 2005).
22
3. X-Ray Diffraction (XRD)
Difraksi sinar-X adalah proses hamburan sinar-X oleh kristal. Sinar-X adalah
gelombang elektromagnetik transversal. Panjang gelombang sinar-X yang
digunakan dalam difraksi sekitar 0,5 – 2,5 Å (Cullity, 1978). Dengan daya tembus
yang cukup besar dan panjang gelombang yang bersesuaian dengan kisi kristal,
sinar-X dapat digunakan untuk menganalisis struktur kristal suatu bahan melalui
peristiwa difraksi. X-Ray Diffraction (XRD) merupakan metode karakterisasi
yang memberikan informasi tentang susunan atom, molekul atau ion dalam bentuk
padat atau kristal. Analisa berdasarkan pada pengukuran transmisi dan difraksi
dari sinar-X yang dilewatkan pada sampel padat (Tutu dkk., 2015).
Prinsip kerja XRD secara umum adalah XRD terdiri dari tiga bagian utama, yaitu
tabung sinar-X, tempat objek yang teliti, dan detektor sinar-X. Mula-mula sinar-X
dihasilkan di tabung sinar-X yang berisi katode untuk memanaskan filamen,
sehingga menghasilkan elektron. Perbedaan tegangan menyebabkan percepatan
elektron akan menembaki objek. Ketika elektron mempunyai tingkat energi yang
tinggi dan menabrak elektron dalam objek dihasilkan pancaran sinar-X. Objek dan
detektor berputar untuk menangkap dan merekam intensitas refleksi sinar-X.
Gambar 10. Difraksi sinar-X oleh bidang atom
23
Bila seberkas sinar-X dengan panjang gelombang λ diarahkan pada permukaan
kristal dengan sudut datang θ, maka sinar tersebut akan dihamburkan oleh bidang
atom kristal dan menghasilkan puncak-puncak difraksi yang dapat diamati dengan
peralatan difraksi sinar-X.
Syarat yang diperlukan agar berkas yang sejajar ketika dihamburkan atom-atom
kristal atau berinterferensi konstruktif adalah memiliki beda jarak lintasan tepat nλ,
dimana selisih jarak antara 2 berkas sejajar adalah 2d sin 𝜃 , dan memenuhi
persamaan Bragg, yang ditunjukkan oleh Persamaan 7.
nλ = 2d sin 𝜃 (7)
dengan n adalah bilangan bulat dan merupakan tingkatan difraksi sinar-X, λ
adalah panjang gelombang yang dihasilkan oleh katode yang digunakan (Å), d
adalah jarak antar antar bidang (Å), dan 𝜃 adalah sudut difraksi sinar-X terhadap
permukaan kristal (°) (Cullity, 1978).
4. Scanning Electron Microscopy (SEM) yang Dilengkapi dengan Energy
Dispersive Spectroscopy (EDS)
Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan salah satu jenis mikroskop
elektron yang menggunakan berkas elektron untuk menggambarkan profil
permukaan benda. SEM memiliki ketajaman fokus sehingga gambar yang
dihasilkan memiliki kualitas tinggi tiga dimensi (West, 1999). Keunggulan dari
proses pengoperasian SEM adalah berawal dari kemudahan dalam penyiapan
sampel, selain itu SEM dapat menghasilkan beragam sinyal karena adanya
interaksi antara berkas elektron dengan sampel, dimana dari proses tersebut
menghasilkan beragam tampilan data dari permukaan lapisan. Informasi yang
24
akan diberikan dari hasil SEM yaitu berupa topografi, morfologi, komposisi, dan
informasi mengenai kekristalan suatu bahan (Goldstein et al., 1981).
Prinsip kerja SEM yaitu elektron yang berasal dari electron gun yang bersifat
monokromatik diteruskan ke anode. Pada proses ini elektron mengalami
penyearahan menuju titik fokus. Anode berfungsi membatasi pancaran elektron
yang memiliki sudut hambur terlalu besar. Berkas elektron yang telah melewati
anode diteruskan menuju lensa magnetik, scanning coils, dan akhirnya menembak
spesimen. Prinsip kerja SEM ditunjukkan oleh Gambar 11, sumber elektron yang
berasal dari filamen katode ditembakkan menuju sampel. Berkas elektron tersebut
kemudian difokuskan oleh lensa magnetik sebelum sampai pada permukaan
sampel. Lensa magnetik memiliki lensa kondenser yang berfungsi memfokuskan
sinar elektron. Berkas elektron kemudian menghasilkan Backscattred Electron
(BSE) dan Secondary Electron (SE), dimana SE akan terhubung dengan apmlifier
yang kemudian dihasilkan gambar pada monitor (Reed, 1993).
Gambar 11. Prinsip kerja SEM (Griffin and Riessen, 1991).
25
Namun untuk mengenali jenis atom dipermukaan yang mengandung multi atom
para peneliti lebih banyak menggunakan teknik Energy Dispersive Spectroscopy
(EDS) sebagian besar alat SEM dilengkapi dengan kemampuan ini, namun tidak
semua SEM punya fitur ini. EDS dihasilkan dari karakteristik sinar-X yaitu,
dengan menembakkan sinar-X pada posisi yang ingin kita ketahui komposisinya.
Maka setelah ditembakkan pada posisi yang diinginkan akan muncul puncak-
puncak tertentu yang mewakili suatu unsur yang terkandung. EDS juga bisa
membuat elemental mapping (pemetaan elemen) dengan memberikan warna
berbeda-beda dari masing-masing elemen permukaan bahan (Tampubolon, 2012).
26
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada Januari - Juni 2019 di Laboratorium Fisika
Eksperimen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA)
Universitas Lampung, Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Lampung, Laboratorium Mesin
SMKN 2 Bandarlampung, UPT Laboratorium Terpadu dan Sentra Teknologi
Universitas Lampung, Laboratorium Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Negeri Padang, dan Laboratorium
Forensik POLDA Palembang.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, gelas ukur, gelas beker,
labu ukur, wadah sampel, pipet tetes, spatula, corong, plastik wrap, jangka sorong,
benang nilon, kayu kecil, rotary evaporator, neraca digital, mesin pemotong baja,
amplas, mesin bor, Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), X-Ray
Diffraction (XRD), dan Scanning electron Microscopy yang dilengkapi dengan
Energy Dispersive Spectroscopy (SEM-EDS). Kemudian bahan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah daun sidaguri (Sida rhombifolia L.), air radiator, baja
St37, NaCl 3%, etanol 96%, aseton, dan akuades.
27
C. Prosedur Penelitian
Prosedur kerja penelitian ini dibagi menjadi 7 tahap, yaitu: pembuatan inhibitor
ekstrak daun sidaguri, pengujian kandungan tanin, preparasi sampel baja,
pembuatan medium korosif, perendaman, perhitungan laju korosi, dan
karakterisasi sampel.
1. Pembuatan inhibitor ekstrak daun sidaguri
Tahap pembuatan inhibitor ekstrak daun sidaguri adalah sebagai berikut:
a) Mengeringkan daun sidaguri pada suhu kamar selama 15 hari untuk
menghilangkan kadar air.
b) Menghaluskan daun sidaguri yang telah kering dengan blender untuk
memudahkan dan memaksimalkan proses ekstraksi.
c) Menimbang bubuk daun sidaguri sebanyak 500 gram.
d) Mengekstrak daun sidaguri yang telah halus menggunakan metode
maserasi dengan memasukkan daun sidaguri yang telah halus ke dalam
wadah botol yang berisi etanol 96% selama 24 jam.
e) Menyaring hasil perendaman menggunakan kertas saring hingga
diperoleh filtrat.
f) Menguapkan filtrat dari hasil maserasi menggunakan rotary evaporator
dengan kecepatan 200 rpm pada suhu 50 oC hingga menghasilkan ekstrak.
2. Pengujian kandungan tanin pada daun sidaguri
Pengujian kandungan tanin pada daun sidaguri ada 2 yaitu:
a) Uji tanin
28
Uji tanin dilakukan dengan meneteskan 1 ml ekstrak daun sidaguri
kemudian ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3 10%. Hasil yang diperoleh
adalah warna larutan menjadi hitam kebiruan.
b) Karakterisasi Forier Transform Infra Red (FTIR)
Karakterisasi FTIR yang dilakukan berfungsi untuk mengetahui gugus
fungsi tanin yang terdapat pada daun sidaguri.
3. Preparasi sampel baja
Preparasi sampel baja dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Memotong baja St37 dengan ukuran 5 x 5 x 5 mm3.
b) Membersihkan dan menghaluskan permukaan setiap baja menggunakan
kertas amplas berturut-turut dari 400, 800, 1500, dan 2000 grid untuk
menghilangkan kotoran dan bekas goresan pada saat pemotongan.
c) Mencelupkan baja ke dalam aseton untuk membersikan kotoran yang
menempel pada baja.
d) Menimbang baja untuk mengetahui massa awal baja tersebut.
4. Pembuatan medium korosif
Pembuatan medium korosif dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a) Menimbang NaCl sebanyak 3 gram.
b) Memasukkan NaCl ke dalam gelas beker dan menambahkan aquades
sebanyak 97 ml untuk melarutkan NaCl.
c) Mengaduk NaCl hingga homogen menggunakan spatula kaca.
29
5. Perendaman
Pada tahap perendaman ini sampel yang digunakan ada 10 sampel dengan
perlakuan setiap sampel yang berbeda seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2
dengan waktu perendaman selama 144 jam.
Tabel 2. Kode sampel
Kode
Sampel
Bahan
Keterangan NaCl (g)
Ekstrak daun
sidaguri (ml) Air radiator (ml)
St37-raw - - - Baja raw
St37-A-0 3 - - Inhibitor 0%
St37-A-1 3 1 - Inhibitor 1%
St37-A-2 3 2 - Inhibitor 2%
St37-A-3 3 3 - Inhibitor 3%
St37-A-4 3 4 - Inhibitor 4%
St37-B-1 3 1 - Inhibitor 1%
tanpa dibersihkan
St37-B-4 3 4 - Inhibitor 4%
tanpa dibersihkan
St37-A-Pb 3 - 97 Inhibitor pabrikan
St37-B-Pb 3 - 97 Inhibitor pabrikan
tanpa dibersihkan
6. Perhitungan laju korosi
Perhitungan laju korosi dilakukan menggunakan metode kehilangan berat
sebagai berikut:
a) Menimbang sampel baja sebelum proses perendaman untuk mengetahui
massa awal sampel.
b) Menimbang sampel baja setelah proses perendaman yang terlebih dahulu
dibersihkan dan dikeringkan, untuk mengetahui massa akhir sampel.
c) Menghitung laju korosi menggunakan Persamaan 5 dan untuk
menghitung efisiensi inhibisi menggunakan Persamaan 6.
30
7. Karakterisasi
Sampel baja yang telah mengalami pengkorosian diuji menggunakan
karakterisasi sebagai berikut:
a) X-ray Diffraction (XRD) yang bertujuan untuk mengetahui fasa dan
produk-produk korosi yang terbentuk pada sampel. Pada pengujian XRD
panjang gelombang yang digunakan yaitu 1,54060 Å. Untuk mengetahui
struktur kristal dan tingkat kekristalan yang terbentuk dilakukan analisis
kualitatif terhadap data hasil XRD dengan metode search match analysis/
metode pencocokan data yang diperoleh dari pangkalan data Power
Diffraction File data base (PDF). Software yang digunakan untuk
mengidentifikasi adalah High Score Plus. Parameter yang dibandingkan
yaitu 2𝜃 (°), d (Å) dan intensitas (%).
b) Scanning Electron Microscopy (SEM) yang di lengkapi dengan Energy
Dispersive Spectroscopy (EDS) untuk mengetahui struktur permukaan
sampel dan melihat unsur-unsur kimia yang ada pada sampel. Pada
pengujian SEM digunakan detektor Back-Scattered Electron (BSE), dan
pada pengujian EDS digunakan detektor Secondary Electron (SE).
Pengujian SEM dilakukan dengan 3 kali perbesaran yaitu 1000, 3000,
dan 5000x.
31
D. Diagram Alir Penelitian
Prosedur percobaan pada penelitian dapat ditunjukkan oleh diagram alir sebagai
berikut:
1. Pembuatan inhibitor ekstrak daun sidaguri
Prosedur pembuatan inhibitor ekstrak daun sidaguri dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Diagram alir pembuatan ekstrak daun sidaguri
Mulai
Daun sidaguri dikeringkan selama 15 hari
pada suhu ruang lalu dihaluskan dengan
blender kemudian ditimbang
Serbuk daun sidaguri
500 gram
Serbuk daun sidaguri direndam dengan
etanol 96% selama 24 jam kemudian
disaring dengan kertas saring.
Filtrat ekstrak daun sidaguri
Filtrat ekstrak daun sidaguri diuapkan
dengan vacum rotary evaporator
Hasil ekstrak daun sidaguri
Selesai
32
2. Preparasi sampel baja
Prosedur kerja pembuatan sampel baja ditunjukkan pada Gambar 13.
Gambar 13. Diagram alir preparasi sampel baja
3. Pembuatan medium korosif
Pembuatan medium korosif ditunjukkan pada Gambar 14.
Gambar 14. Diagram alir pembuatan medium korosif
Mulai
Baja St37 dipotong dengan
ukuran 5x5x5 mm3
Sampel baja dengan ukuran
5x5x5 mm3
Sampel baja diamplas dengan kertas amplas
400, 800, 1500, dan 2000 grid kemudian
dicelupkan ke dalam aseton
Sampel baja hasil preparasi
Mulai
NaCl 3 gram ditambahkan
aquades 97 ml lalu
dicampurkan sampai homogen.
Medium korosif NaCl
3%
Selesai
Selesai
33
4. Perendaman
Prosedur proses perendaman sampel ditunjukkan pada Gambar 15.
Gambar 15. Diagram alir perendaman sampel
Mulai
Penimbangan massa awal
baja St37
7 sampel direndam dalam larutan
NaCl 3% dengan konsentrasi inhibitor
ekstrak daun sidaguri 0%, 1%, 2%,
3%, dan 4% (pengulangan 1% dan
4%) masing-masing selama 144 jam
2 sampel direndam
dalam larutan NaCl
3% dengan inhibitor
pabrikan selama
144 jam
Sampel
dibersihkan
Sampel tanpa
dibersihkan
Penimbangan
massa akhir
Perhitungan
laju korosi Karakaterisasi XRD, dan
SEM-EDS
Selesai
48
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Ekstrak daun sidaguri efisien dalam menghambat laju korosi, semakin besar
konsentrasi yang digunakan maka laju korosi semakin berkurang.
2. Hasil karakterisasi XRD memperlihatkan bahwa inhibitor ekstrak daun
sidaguri konsentrasi 4% terbentuk fasa Fe dengan intensitas tinggi. Kemudian
terlihat pula pada hasil SEM bahwa produk korosi yang terbentuk lebih
sedikit, dengan hasil EDS yaitu presentase Fe lebih besar dibandingkan
dengan inibitor ekstrak daun sidaguri dengan konsentrasi 1%.
3. Hasil karakterisasi XRD dan SEM-EDS menunjukkan bahwa inhibitor
ekstrak daun sidaguri tidak lebih efektif dari inhbitor pabrikan.
B. Saran
Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan perendaman dalam
medium korosif yang berbeda dengan waktu perendaman yang lebih bervariasi
untuk membandingkan laju korosi dan produk korosi.
50
DAFTAR PUSTAKA
Ahvenainen, P. 2016. Comparison of Sample Crystallinity Determination
Methods By X-Ray Diffraction for Challenging Cellulose I Materials. Jurnal
University of Helsinki Institutional Repository. 23(2):1073-1086.
Akbar, H. R. 2010. Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun Dandang
Gendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi Sebagai Antioksidan. Skripsi.
Departemen KimiaFakultas MIPA. Institut Pertanin Bogor.
Ali, F., Saputri, D., dan Nugroho, R. F. 2014. Pengaruh Waktu Perendaman dan
Konsentrasi Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava, Linn) Sebagai
Inhibitor Terhadap Laju Korosi Baja SS 304 Dalam Larutan Garam dan Asam.
Teknik Kimia. 2(1):28-37.
Ameer, M. A., Khamis, E. and Al-Senani, G. 2010. Effect of Thiosemicarbozones
on Corrosion of Steel of Phoporic Acid Produced by Wet Process. Science
Technologies. 2(2):127–138.
Aprilliani, N. 2017. Efektivitas Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa
bilimbi L.) Sebagai Inhibitor pada Baja Karbon St37 dalam Medium Korosif
NaCl 3%. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Aramide, F. O. 2009. Corrosion Inhibition of AISI/SAE Steel in a Marine
Environment. Leonardo Journal of Sciences. 15(15):47–52.
Bardal, E. 2003. Corrosion and Protection. Springer. United States of America.
Cullity, B. D. 1978. Elements of X-Ray Diffraction Second Edition. Adison-
Wesley Publishing Company Inc. United State of America.
Dalimartha, S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3. Perpustakaan
Nasional RI. Jakarta.
Dalimunte, I. S. 2004. Kimia dari Inhibitor Korosi. Universitas Sumatera Utara.
Medan.
51
Del Gratta, C., and Romani, G. L. 1999. MEG: Principles, Methods, and
Applications. Biomedizinische Technik. 44(2):11–23.
Fahrurrozie, A., Yayan, S., dan Ahmad, M. 2010. Efisiensi Inhibisi Cairan Ionik
Turunan Imidazolin Sebagai Inhibitor Korosi Baja Karbon Dalam Larutan
Elektrolit Jenuh Karbon Dioksida. Jurnal Sains dan Teknologi Kimia.
1(2):100-111.
Fauzana, D. L. 2010. Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi, dan
Reperkolasi terhadap Rendemen Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Fogler. 1992. Element of Chemical Reaction Engineering: Second Edition.
Prentice Hall International. Washington D. C.
Gadang, P. 2008. Kamus Saku Korosi Material. Metalurgi LIPI. Tangerang.
Goldstein, J. I., Newberry, D. E., Echlin, P., Joy, D. C., Fiori, C., and Lifshin, E.
1981. Scanning Electron Microscopy and X-Ray Microanalysis. A Textbook
for Biologist, Materials Scientists and Geologist, Plenum Press. New York.
Griffin, B. J and Riessen, V. A. 1991. Scanning Electron Microscopy Course Note.
The University of Western Australia. Nedlands.
Handani, S., dan Elta, M. S. 2012. Pengaruh Inhibitor Ekstrak Daun Pepaya
Terhadap Korosi Baja Karbon Schedule 40 Grade B Erw dalam Medium Air
Laut dan Air Tawar. Jurnal Riset Kimia. 8(2):175–179.
Haryono, G., Sugiarto, B., dan Farid, H. 2010. Ekstrak Bahan Alam sebagai
Inhibitor Korosi. Fakultas Teknik Industri Universitas Pembangunan
Nasional Veteran. Yogyakarta.
Irianty, R. S. dan Maria, P. S. 2012. Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Ekstrak Daun
Gambir dengan Pelarut Etanol Air Terhadap Laju Korosi Besi Pada Air Laut.
Jurnal Riset Kimia. 5(2):168-174.
Ismail, M. I. 2018. Analisa Kandungan Nitrit, Foam, dan Warna pada Coolant
Tanpa Antifreeze dengan Menggunakan Engine Kubota D905. Skripsi.
Universitas Politeknik Negeri Balikpapan. Balikpapan.
Jones, D. A. 1991. Principle and Prevention of Corrosion. Mc. Millan Publishing.
New York.
52
Kaidir, M., Arman, R., dan Julisman. 2015. Analisa Sifat Mekanik Permukaan
Baja St 37 dengan Proses Pack Carburizing, Menggunakan Arang Kelapa
Sawit sebagai Media Karbon Padat. Jurnal Teknik Mesin. 7(2):5–7.
Kalder, M., Taube, F., Schulz, H., Schutze, W., and Gierus, M. 2013. Different
Approaches to Evaluate Tannin Content and Structure of Selected Plant
Extracts - Review and New Aspects. Journal of Applied Botany and Food
Quality. 86(21):154-166.
Kinho, J., Arini, D. I. D., Halawane, J., Nurani, L., Halidah, Kafiar, Y., dan
Karundeng, M. C. 2011. Tumbuhan Obat Tradisional Di Sulawesi Utara.
Balai Penelitian Kehutanan. Manado.
Kirk, R. E and Othmer, D. F. 1965. Enclylopedia of Chemical Technology Second
Edition. Interscience Encyclopedia. New York.
Krause, D. O., Wendy, J. M. S., John, D. B., and Christopher S. M. 2005.
Tolerance Mechanisms of Streptococci to Hydrolysable and Condensed
Tannins. Animal Feed Science and Technology. 121(5):59-75.
Kumar, N., Kumar, A., Singh, A. K., and Das, G. 2014. Corrosion Behaviour of
Austenitic Staninless Steel Grade 316 in Strong Acid Solution. International
Journal of Advanced Research. 2(5):1–9.
Manito, P. 1981. Biosynthesis of Natural Product. Ellis Horwood Limited. New
York.
Mardina, D. 2018. Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.)
Sebagai Inhibitor Baja Karbon St37 dalam Medium Korosif NaCl 3%. Skripsi.
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Mujiyanti, D. R., Nuryono, dan Kunarti, E. S. 2010. Sintesis dan Karakterisasi
Silika Gel dari Abu Sekam Padi yang Dimobilisasi dengan 3-
(Trimetoksisilil)-1Propantiol. Sains dan Terapan Kimia. 4(2):150–167.
Nasution, Y. R. A., Hermawan, S., dan Hasibuan, R. 2012. Penentuan Efisiensi
Inhibisi Reaksi Korosi Baja Menggunakan Ekstrak Buah Manggis (Garcinia
mangostana L). Jurnal Teknik Kimia. 1(2):45–48.
Nicolet, T. 2005. Introductions to Fourier Transform Infrared Spectrometry.
Thermo Electron Corporation. United States of America.
53
Oguzie, E. E. 2007. Corrosion Inhibition of Aluminium in Acidic and Alkaline
Media by Sansevieria Trifasciata Extract. Corrosion Science. 49(3):1527–
1539.
Priyotomo, G. 2008. Kamus Saku Korosi Material. Metalurgi LIPI. Tangerang.
Reed, S. J. B. 1993. Electron Microprobe Analysis and Scanning Electron
Microscopy in Geology. Cambridge University Press. Florida.
Risnasari, I. 2002. Pemanfaatan Tanin Sebagai Bahan Pengawet Kayu. Skripsi.
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Roberge, P. R. 1999. Handbook of Corrosion Engineering. McGraw-Hill. United
States of America.
Roberge, P. R. 2008. Corrosion Engineering: Principles and Practice. McGraw-
Hill. United States of America.
Rusianto, T., dan Murdana, S. 2002. Pengaruh Temperatur Pemanasan Terhadap
Kekerasan dan Ketebalan Lapisan pada Chromizing Baja Karbon Rendah.
Jurnal Teknologi Industri. 6(2):87–98.
Saratha, R., & Meenakshi, R. 2010. Corrosion Inhibitor - A Plant Extract. Der
Pharma Chemica. 2(1):287–294.
Sari, P. P., Wiwik, S. R., dan Ni Made, P. 2015. Identifikasi dan Uji Aktivitas
Senyawa Tanin dari Ekstrak Daun Trembesi (Samanea saman (Jacq.) Merr)
Sebagai AntiBakteri Escherichia coli (E. coli). Jurnal Kimia. 9(1):27-34.
Sastrohamidjojo, H. 2011. Kimia Dasar. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Silverstein, B. dan Moril. 1986. Penyidikan Spektrofotometrik Senyawa Organik
Edisi ke-4. Erlangga. Jakarta.
Sudradjat, A. dan Bayuseno, A.P. 2014. Analisis Korosi dan Kerak Pipa Nickel
Alloy N06025 pada Waste Heat Boiler. Jurnal Teknik Mesin. 2(1):40-45.
Sumarji. 2011. Studi Perbandingan Ketahan Korosi Stainless Steel Tipe SS 304
dan SS 201 Menggunakan Metode U-Bend Test Secara Siklik dengan Variasi
suhu dan pH. Jurnal Rotor. 4(1):1-8.
54
Sumarji. 2012. Evaluasi Korosi Baja Karbon Rendah ASTM A36 pada
Lingkungan Atmosferik di Kabupaten Jember. Jurnal Rotor. 5(1):44–51.
Tambun, R., Harry, P. L., Panca, N., dan Nimrod, S. 2015. Kemampuan Daun
Jambu Biji Sebagai Inhibitor Korosi Besi pada Medium Asam Klorida. Jurnal
Kimia Kemasan. 37(2):73-78.
Tampubolon, N. E. 2012. Perbandingan Karakterisasi Basis Gigi Tiruan Berbahan
Resin Akrilik Polimerisasi Panas dan Resin Akrilik Swapolimerisasi dengan
Penambahan Serat Kaca. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Tutu, R., Subaer, dan Usman. 2015. Studi Analisis Karakterisasi dan
Mikrostruktur Mineral Sedimen Sumber Air Panas Sulili Di Kabupaten
Pinrang. Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika. 11(2):192–201.
West, A. R. 1999. Basic Solid State Chemistry Second Edition. Willey. New York.
William D. Callister, D. G. R. 2003. Fundamental of Materials Science and
Engineering Fifth Edition. John Wiley and Sons. United State.
William D. Callister, D. G. R. 2009. Fundamentals of Materials Science and
Engineering an Integrated Approach Third Edition. John Wiley and Sons.
United State.
Yusuf, S. 2008. Laju Korosi Pipa Baja A106 Sebagai Fungsi Temperatur dan
Konsentrasi NaCl Pada Fluida Yang Tersaturasi Gas CO2. Thesis. Universitas
Indonesia. Depok.