PENGEMBANGAN KOPERASI SEBAGAI PERKUATAN DAYA SAING UMKM UNGGULAN KABUPATEN
MAJALENGKA
KATA PENGANTAR
Seiring dengan telah disepakatinya berbagai perjanjian ekonomi lintas negara yang akan segera
LAPORAN AKHIR KAJIAN
PENDATAAN KOPERASI DAN UMKM UNGGULAN DI KABUPATEN MAJALENGKA
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman2
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke khadirat Illahi rabbi akhirnya kami mampu menyelesaikan tugas
yang diberikan berdasarkan naskah kerjasama Fakultas Pasca Sarjana UNPAS dan
Pemerintah Kabupaten Majalengka, untuk melakukan kajian atas Pendataan KUMKM
Unggulan Kabupaten Majalengka. Semoga yang kami kerjakan dapat memberikan
manfaat, khususnya untuk dasar perencanaan pengembangan KUMKM Unggulan di
Kabupaten Majalengka.
Laporan ini merupakan satu kesatuan dengan Naskah Akademik, Situs KUMKM
Unggulan Kabupaten Majalengka, dan excecutive summary.
Berkenaan dengan itu, kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bupati Kabupaten Majalengka
2. Sekretaris Daerah Kabupaten Majalengka
3. Direktur Pasca Sarjana Unpas;
4. Kadis KUMKM dan Perindag Kabupaten Majalengka;
5. Jajaran DEKOPINWIL Jabar dan DEKOPINDA Kabupaten Majalengka;
6. Seluruh anggota tim.
Atas kepercayaan dan bantuannya dalam menyelesaikan tugas kajian ini. Semoga
kebaikannya dibalas setimpal oleh Alloh SubhanahuWata’ala. Aamiin Ya Robbal
Alamiin.
Majalengka, 24 Desember 2014
Ketua Tim
Rully Indrawan
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman3
Tim Peneliti:
No Nama Keahlian
1
2
3
4
5
6
7
Prof. Dr. H. Rully Indrawan, M.Si
Prof.Dr.HM. Didi Turmudzi, MSi
Prof. Dr. H. Ali Anwar Yusuf, M.Si
Prof. Dr.Hj.R. Poppy Yaniawati, Mpd
Drs. H. Eddy Sundhayana, M.Si
H. Khaerul Syobar, SE, MM
Rio F.Wilantara,SH,MA
Ekonomi Kerakyatan (KUMKM)
Sosiologi Budaya
Sosiologi
Statistik
Administrasi Negara
Manajemen
Hukum/Pemberdayaan Masyarakat
Kesekretaritan:
H. Barna Soemantri
Mumuh Muhtari, SE
Dede Kuhrohman, SE
Drs. Andi Junianto,M.Si
Wahyu Wahyudin, S.Pd.
Wawat Agsih Rukmawatsih, SE
dkk
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman4
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang …………………………………………………………………………………………… 5 b. Identifikasi Masalah ……………………………………………………………………………………… 10 c. Tujuan dan Kegunaan …………………………………………………………………………………… 11 d. Sistematika …………………………………………………………………………………………………... 11 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN DOKUMEN TERKAIT
a. Tantangan UMKM di Era Pasar Bebas …………………………………………………………… 12 b. Peran Pemerintah dan Pembangunan UMKM …………………………………………………. 15 c. Peran Koperasi dalam Penguatan Daya Saing UMKM ……………………………………… 22 d. Kajian Teoritis Koperasi ………………………………………………………………………………... 24 BAB III METODOLOGI
a. Metode Kajian ………………………………………………………………………………………………. 41 b. Subjek Kajian ………………………………………………………………………………………………... 42 c. Teknik Pengumpulan Data …………………………………………………………………………….. 42 d. Prosedur Kajian ……………………………………………………………………………………………. 43
BAB IV HASIL KAJIAN
a. Kondisi Umum ……………………………………………………………………………………………… 45 b. Dasar Hukum Pengembangan UMKM …………………………………………………………….. 53 1. Program Nawacita ……………………………………………………………………………………. 53 2. Perda No. 10 Tahun 2010 …………………………………………………………………………. 55 3. RPJMD Kabupaten Majalengka 2014 – 2018 ……………………………………………… 56 4. Masterplan Pembangunan Jawa Barat Bagian Timur …………………………………. 59 c. Permasalahan Pengembangan ………………………………………………………………………. 61 d. Program Prioritas …………………………………………………………………………………………. 69 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan …………………………………………………………………………………………………... 77 b. Saran ……………………………………………………………………………………………………………. 77 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………………………………… LAMPIRAN ………………………………………………………………………………………………………….
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Globalisasi ekonomi yang ditandai dengan liberalisasi ekonomi telah mendorong
aktivitas bisnis yang bersifat multilateral dan disertai dengan terjadinya kesepakatan
perjanjian ekonomi lintas negara. Persaingan semakin terbuka dan meniscayakan
perkuatan sektor ekonomi, khususnya yang dikelola oleh masyarakat dalam berbagai
skala. Dan ini membutuhkan langkah serta konsep yang jelas dan tertuang secara
sistematis dalam sebuah dokumen perencanaan yang teruji, holistik, dan
berkesinambungan.
Perencanaan yang dimaksud akan menjadi benar manakala kelompok masyarakat
yang tergabung dalam Triple Helix, yakni akademisi, dunia usaha dan pemerintah;
dilibatkan secara utuh. Sinergi ini diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang
holistik dan dapat menumbuhkan modal sosial, di tengah keterbatasan modal kapital
yang dimiliki oleh bangsa kita.
Hasil pembangunan ekonomi pemerintahan yang lalu, telah menciptakan banyak
kemajuan, namun patut diakui pula bahwa hasil pembangunan juga meninggalkan
kesenjangan antar kelompok dalam masyarakat. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh
Institut for Development of Economy and Finance (Indef) (Eny Sri Hartini,2014) tentang
10 kegagalan pemerintahan SBY dalam 10 tahun terakhir ini.
Pertumbuhan ekonomi dan peningkatan GDP (gross domestic product) ternyata
lebih condong memperkuat kelompok ekonomi menengah ke atas, namun
memperlemah posisi usaha rakyat.Hal itu bisa dibuktikan dengan kehidupan ekonomi
makro dalam sepuluh tahun terakhir ini tumbuh dengan baik, dan telah terjadinya geliat
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman6
ekonomi selain bisa diamati dengan menggunakan indikator makro, bisa juga diamati
oleh empirial evidance seperti kemacaten di jalan raya, meningkatnya penumpang
angkutan udara, padatnya mall-‐mall dan tempat hiburan lainnya. Akan tetapi keadaan
tersebut menyisakan berbagai persoalan ketidakmerataan kesejahteraan masyarakat.
Angka gini ratio meningkat tajam, yang mengisyaratkan tingkat kesenjangan mencapai
kondisi terburuk sejak negara ini merdeka, maka wajar bila pertumbuhan inklusif pun
tidak terjadi.
Mandegnya gerak sektor riil, menyebabkan impor menjadi satu-‐satunya solusi
dalam mengikuti peningkatan konsumsi masyarakat, dan meningkatnya impor
berdampak pada kehancuran pranata ekonomi di akar rumput yang merata. Usaha
mikro, kecil dan menengah yang menjadi buffer ekonomi kerakyatan menjadi bulan-‐
bulanan ekonomi pasar bebas. Dan lambat laun bila dibiarkan, maka bukan hal yang
tidak mungkin akan menghilangkan peran serta rakyat dalam perekonomian nasional.
Adanya harapan kuat di masyarakat, antara lain bahwa perubahan kepemimpinan
nasional serta perubahan budaya kerja di parlemen, diharapkan dapat mengembalikan
bandul ekonomi kepada prinsip kemandirian ekonomi sebagaimana diamanahkan
konstitusi. Nawacita yang menjadi program pokok presiden seyogyanya menjadi pijakan
bagi kebijakan pembangunan koperasi di daerah secara merata. Di tengah kenyataan,
bahwa liberalisasi ekonomi sulit dibendung, koperasi bisa menjadi solusi, sosiolog
Inggris, menyebut koperasi sebagai the third way atau "jalan ketiga" di tengah polarisasi
ekonomi sosialis dan ekonomi liberal.
Pada dasarnya koperasi tidak menempatkan liberalisasi ekonomi sebagai
antistesis ideologis, malahan memposisikan sebagai kompatibel dalam struktur pasar
yang terbuka dan bebas.Di beberapa negara maju yang sangat liberal, justru koperasi
bisa tumbuh sebagai raksasa ekonomi yang berdampak pada kesejahteraan
anggota.Sangat sulit membayangkan saat kita memasuki liberalisasi ekonomi,
khususnya menghadapi Pasar Bersama Asean (AEC) Tahun 2015, tanpa melibatkan
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman7
koperasi. Pelaku usaha kecil dan menengah secara nasional saat ini jumlahnya mencapai
99,97%, dan menyerap tenaga kerja sebesar 97%, serta memberikan kontribusi
terhadap PDB lebih dari 55%; harus berhadapan head to head dengan pengusaha dari
negara-‐negara tetangga. Pengusaha nasionalmenghadapi biaya modal, biaya
infrastruktur dan biaya birokrasi yang lebih mahal dibanding pesaing negara tetangga
seperti Malaysia, Singapura, ataupun Thailand; akan sulit bersaing. Hal ini dibuktikan,
ACFTA yang mulai berjalan sejak Tahun 2010, merontokan ratusan produk kita yang
kalah bersaing dengan produk Cina. Maka dalam pasar bersama ini, jangankan akan
mampu menguasai pasar negara tetangga, mempertahankan pasar domestik pun
Indonesia akan mengalami kerepotan.
Dengan demikian salah satu cara untuk memperkuat daya saing pelaku UMKM
nasional, adalah dengan memperkuat modal sosial melalui pengembangan usaha
bersama, yaitu koperasi. Dengan demikian akan tercapainya skala ekonomi yang lebih
kompetitif karena telah terjadi proses efisiensi dalam sistem produksi dan distribusi
produk masyarakat. Koperasi bisa berperan sebagai kekuatan aggregative yang
memperkuat posisi tawar produk kita di pasar dometik maupun pasar luar.Jadi jelaslah
bagi kita semua, bahwa pengabaian terhadap eksistensi koperasi dalam kebijakan
ekonomi nasional merupakan tindakan yang keliru dan tidak sejalan dengan upaya
penguatan daya saing dunia usaha kita.
Tentu koperasi yang mampu memainkan peran strategis itu adalah koperasi yang
memiliki karakter ideologis yang kuat serta menegakkan manajemen yang unggul. Dan
untuk menjadikan koperasi seperti itu membutuhkan sinergi antar pemerintah dengan
masyarakat koperasi yang direpresentasikan oleh DEKOPIN.Membangun koperasi
adalah upaya bersama kita dalam membangun modal sosial yang sangat dibutuhkan
dalam penguatan daya saing ekonomi rakyat di tengah persaingan global. Kecuali bila
pemerintah beranggapan, bahwa posisinya cukup saja menjadi pengutip pajak dari
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman8
transaksi ekonomi yang berjalan. Serta beranggapan pula, bahwa masyarakat pun akan
puas bila segala kebutuhannya terpenuhi, tanpa harus memikirkan sisi produksinya.
Kabupaten Majalengka sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang
memiliki dinamika perubahan, peluang dan tantangan yang paling besar di masa datang.
Seiring dengan banyaknya program nasional yang ada di kawasan ini, misalnya Bandara
Kertajati dan aerocity, Bendungan Jati Gede, Jalan Tol Cisundawu dan lain sebagainya.
Dinamika tersebut memerlukan sentuhan program dan kebijakan agar masyarakat serta
daerah menerima manfaat dari perubahan yang terjadi.
Dampak dari hadirnya Bandara Kertajati, Tol Trans Jawa, dan mulai beroperasinya
Waduk Jatigede serta program nasional dan regional ikutan, berpotensi merubah
struktur dan kultur kehidupan masyarakat, khususnya pelaku UMKM.
Waduk Jatigede yang merupakan sumber ketersediaan air bagi kebutuhan rumah
tangga (pemukiman), air untuk pemenuhan kebutuhan pertanian dan industri, serta
sejalan dengan itu akan meningkatnya supply sumber daya energi listrik dari Waduk
Jatigede. Di sisi lain berpotensi menciptakan sumber layanan umum berupa tambahan
energy, namun di sisi lain berpotensi beralihnya fungsi lahan dan kecenderungan
pekerjaan masyarakat.
Jalan Tol Cileunyi-‐Sumedang-‐Dawuan Kabupaten Majalengka yang merupakan
kebijakan nasional untuk memudahkan alur barang dan jasa dari beberapa pusat
pertumbuhan menuju simpul baru menuju akan dibangunnya Bandara Internasional
Kertajati Kabupaten Majalengka, dinamika perubahan sebagai akibat keberhasilan
pembangunan infrastruktur tersebut tadi, bagaimanapun juga akan mendorong
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Majalengka pada khususnya, di wilayah Jawa Barat
Bagian Timur pada umumnya. Namun di sisi lain dinamika itu akan berdampak bagi
kemapanan sosial ekonomi masyarakat, sehingga mutlak diantisipasi sebelumnya.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman9
Pembangunan Bandara Kertajati yang diikiti dengan penerapan konsep aerocity
akan mengubah wajah daerah sekaligus menggerus kemapanan mata pencaharian
penduduk yang sudah terbentuk sekian lama. Masyarakat Majalengka yang sekian lama
hidup dari sektor pertanian beserta usaha turunannya, suka tidak suka harus
menyesuaikan diri dengan budaya baru yang lebih teknokratik dan modern. Bila mampu
menyesuaikan diri, maka akan terjadi lompatan kehidupan yang luar biasa, namun
membutuhkan prasyarat yang tidak ringan, baik dari sisi mindset berpikir masyarakat
maupun skill baru yang sama sekali berbeda dengan masa lalu. Dampak nyata dari
kehadiran faslitas ini, adalah berubahnya peruntukan lahan secara masif dan datangnya
investasi serta tenaga kerja luar daerah yang akan menggantikan posisi historis
masyarakat Majalengka.
Pada banyak kasus di tempat lain, sering masyarakat setempat lebih banyak
menjadi penonton ataupun malahan menjadi korban dari perubahan yang terjadi di
wilayahnya. Oleh sebab itu agar masyarakat lebih siap dalam menghadapi perubahan
tersebut, maka upaya yang nyata adalah meningkatkan kesiapan Koperasi dan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (KUMKM) agar memiliki daya saing dan daya adaptasi
dengan perubahan dan banjirnya pelaku usaha baru sering dengan masuknya arus
investasi ke Kabupaten Majalengka.
Untuk dapat membangun UMKM yang memiliki kemampuan dan daya saing
kedepan memerlukan sentuhan kebijakan dari pemerintah, khususnya Pemerintah
Kabupaten Majalengka. Dan kehadiran koperasi harus diposisikan sebagai solusi dalam
meningkatkan daya saing UMKM. Untuk itu hadirnya kebijakan yang tepat sasaran,
maka program dan kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten
Majalengka harus didasarkan kepada data Koperasi dan UMKM yang memiliki validitas
yang tinggi, sehingga program dan kegiatan dalam rangka perkuatan Koperasi dan
UMKM dapat disusun dan diselenggarakan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan dari
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman10
Koperasi & UMKM itu serta dapat diselaraskan dengan tuntutan kebutuhan dalam
menangkap peluang dan tantangan yang pasti akan terjadi di Kabupaten Majalengka.
Data yang kuat seyogyanya diikuti dengan perumusan program kegiatan dalam
rangka perkuatan kemampuan dan daya saing, yang dilakukan secara holistik dengan
menitikberatkan kepada potensi sumber daya alam, kemampuan sumber daya manusia
dan kelembagaan serta dengan spesifikasi kewilayahan sesuai dengan potensi sumber
daya sosial. Dengan pendekatan tidak hanya secara sektoral tapi komprehensif,
holistik, dan berkesinambungan dari serluruhpotensi yang terkait dengan fungsi dan
peran kelembagaan yang ada di Kabupaten Majalengka.
Upaya penggalangan ekonomi lokal (SDM), alam/agrobisnis dan sumber daya
pemasaran (captive market) dalam menghadapi tantangan ekonomi ke depan semakin
penting dan strategis, hal tersebut diantaranya dapat diwujudkan dengan mendorong
upaya penguatan kapasitas jejaring kelembagaan dan usaha serta sumber daya ekonomi
Koperasi dan UMKM sebagai soko guru perekonomian. Koperasi merupakan bangun
usaha yang tepat dalam mewadahi dan menggalang sumber daya usaha dan produksi
usaha rakyat berbasis sumber daya lokal/daerah dan berbasis pedesaan.
Untuk mewujudkan kondisi Koperasi dan UMKM yang memiliki kekuatan dan daya
saing, maka harus didukung oleh program dan kegiatan daerah yang dilandasi oleh data
yang memiliki validitas yang tinggi, untuk itu maka Dewan Koperasi Indonesia
(DEKOPIN) sangat apresiasi terhadap visi dari Bupati Kabupaten Majalengka dan siap
membantu untuk diselenggarakannya suatu kegiatan yang melahirkan data Koperasi
dan UMKM di Kabupaten Majalengka yang memiliki validitas sebagai dasar penyusunan
program dan kegiatan perkuatan dan daya saing dari Koperasi dan UMKM di Kabupaten
Majalengka. Dan mengingat regulasi di dalam pelaksanaan yang didanai oleh
Pemerintah Kabupaten Majalengka serta demi efektifitas dan efisiensi pendukungan
pelaksanaan ini, kegiatan pendataan Koperasi dan UMKM di Kabupaten Majalengka
dilakukan oleh Universitas Pasundan Bandung (Program Pascasarjana).
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman11
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana gambaran umum kondisi Koperasi dan UMKM Unggulan beserta
permasalahan yang ada di 26 kecamatan di Kabupaten Majalengka;
2. Bagaimana kesiapan koperasi dalam mendukung usaha peningkatan daya saing
UMKM di Kabupaten Majalengka;
3. Kebijakan pemerintah seperti bagaimana yang harus dilaksanakan dalam waktu
dekat yang dapat mendongkrak perkembangan UMKM melalui koperasi di tengah
ancaman perubahan ekstrim kawasan kabupaten Majalengka;
C. Tujuan dan Kegunaan
1. Memberi gambaran umum kondisi UMKM dari berbagai usaha yang dijalankan
serta permasalahan yang dihadapi di 26 kecamatan di Kabupaten Majalengka;
2. Memetakan kesiapan koperasi dalam mendukung usaha peningkatan daya saing
UMKM di Kabupaten Majalengka;
3. Memberi alternatif pemecahan masalah pembangunan KUMKM melalui kebijakan
publik yang berfihak.
D. Sistimatika
Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, permasalahan, serta tujuan kajian
yang dilakukan.
Bab II Kajian Teoritis, berisi tentang dasar-‐dasar normatif yang digunakan dalam
melakukan kajian diikuti dengan teori tentang koperasi yang diharapkan dapat
menjadi instrumen dalam membangkitkan UMKM;
Bab III Metodologi, berisi tentang metodologi yang digunakan dalam kajian agar bisa
ditelusuri langkah yang digunakan untuk dapat digunakan dalam menilai
validitas hasil kajian.
Bab IV Hasil Kajian dan Pembahasan, berisi tentang hasil kajian baik berupa
penggambaran umum dari kondisi yang ada maupun analisis permasalahan
serta program yang direkomendasikan.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman12
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Tantangan UMKM di Era Pasar Bebas
Era globalisasi perekonomian dunia dan era perdagangan bebas seperti saat ini,
Usaha Mikro, Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia diharapkan dapat menjadi salah
satu pemain penting. UMKM diharapkan sebagai pencipta pasar di dalam maupun di luar
negeri dan sebagai salah satu sumber penting bagi surplus neraca perdagangan dan jasa
atau neraca pembayaran.Untuk melaksanakan peranan tersebut, UKM Indonesia harus
membenahi diri, yakni meningkatkan daya saing globalnya. Namun, di sisi lain
ditemukan kenyataan bahwa banyak UMKM yang mengalami masalah di berbagai aspek
usaha yang memperberat daya saing di tahun mendatang seiring dengan mulai
diberlakukannya Pasar Bebas ASEAN.
ASEAN Economic Community (AEC) adalah salah satu dari 3 pilar konsep ASEAN
Integration yang telah disetujui bersama oleh kepala negara dari 10 negara anggota
ASEAN dalam pertemuan di Bali Tahun 2003, kemudian dikukuhkan lewat Declaration
of ASEAN Concord II atau yang dikenal dengan BALI Concord II. Konsep utama dari AEC
adalah menciptakan ASEAN sebagai sebuah pasar tunggal dan kesatuan basis produksi
dimana terjadi free flow atas barang, jasa, faktor produksi, investasi dan modal serta
penghapusan tarif bagi perdagangan antar negara ASEAN yang kemudian diharapkan
dapat mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi di antara negara-‐negara
anggotanya melalui sejumlah kerjasama yang saling menguntungkan. Pasar tunggal dan
basis produksi diharapkan membuat ASEAN lebih dinamis dan produkif dan menjadikan
segmen yang lebih kuat dari rantai pasokan global, melalui terwujudnya AEC posisi
tawar ASEAN di perekonomian global menjadi lebih kuat dan berdaya saing.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman13
Selanjutnya yang bisa dipetik dari kesepakatan itu adalah diperolehnya
kesempatan berbagai peluang usaha dan peluang kerja lintas negara antar negara
ASEAN.Hambatan birokrasi dan tarif menyebabkan mobilitas barang dan jasa akan
semakin mudah, cepat dan murah, dengan demikian aktivitas ekonomi antar masyarakat
menjadi kian terbuka dan saling menguntungkan.
Hal itu dimungkinkan, karena pembentukan komunitas tersebut berimplikasi
untuk terciptanya pasar tunggal dan basis produksi akibat bebas dan menyatunya aliran
barang dan jasa di satu pihak, dan aliran investasi, modal dan tenaga kerja terampil di
lain pihak. Ini berarti pembentukan komunitas tersebut dapat memacu dan memicu
daya saing komoditas barang dan jasa serta kualitas SDM negara antar negara ASEAN.
Ini mengandung makna pula, berpotensi mendorong barang dan jasa dari suatu negara
untuk memasuki pasar dunia karena sokongan berbagai kemudahan yang akan
diperoleh dari negara tetangga.
Pemberlakuan AEC sudah sudah sangat dekat, yaitu pada 31 Desember 2015,
dalam pelaksanaannya tentu akan memberikan konsekuensi bagi masyarakat ekonomi
Indonesia, mengingat persaingan semakin terbuka dan tajam. Harus diakui, bahwa
disamping peluang, AEC inipun meninggalkan berbagai persoalan. Potensi, Hambatan,
dan tantangan yang akan dihadapi oleh kita berkenaan dengan pelaksanaan AEC ini,
antara lain:
a. Mind-‐set masyarakat, khususnya pelaku usaha Indonesia yang belum seluruhnya
mampu melihat AEC 2015 sebagai peluang. Menurut Journal of Current Southeast
Asian Affairs (Guido Benny dan Kamarulnizam Abdullah–2011), kesadaran dan
pemahaman masyarakat mengenai ASEAN masih sangat terbatas;
b. Global Competitive Index oleh World Economic Forum menempatkan Indonesia
pada urutan ke 50, di bawah sebagian negara ASEAN (Singapura, Brunei,
Malaysia, Thailand).
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman14
c. Lemahnya Infrastruktur, khususnya bidang transportasi dan energi
menyebabkan biaya ekonomi tinggi, utamanya sektor produksi dan bagi pasar,
pelaku usaha yang inward-‐looking;
d. Besarnya pasar domestik mendorong pelaku usaha untuk memprioritaskan
memenuhi kebutuhan pasar domestik saja;
e. Birokrasi yang ada, belum efisien dan belum sepenuhnya berpihak pada pebisnis.
Disamping itu, sinkronisasi program & kebijakan pemerintah (pusat dengan
daerah) masih memerlukan koordinasi lebih baik lagi.
Bila hal di atas dibiarkan, akan mengganggu keberlangsungan kehidupan
ekonomi masyarakat pelaku UMKM khususnya di era AEC nanti. Hal itu bisa dilihat
bagaimana dampak ACFTA yang telah berjalan sejak Tahun 2010 itu, dalam satu tahun
saja, ACFTA mampu menganggu produksi kita yang turun sekitar 25-‐50%, total
penjualan juga turun 10-‐25%, keuntungan pun turun 10-‐25%, demikian pula serapan
tenaga kerja turun 10-‐25% (sumber: Kementerian Perindustrian RI, Kompas, 2011).
Tidak kurang dari 360 jenis produk kita rontok dari saat mulai diberlakukannya ACFTA
Tahun 2010.
Hasilnya pertumbuhan ekonomi tinggi namun tidak diikuti oleh bergeraknya
sektor riil, ini menyebabkan melebarnya kesenjangan antar kelompok pendapatan.
Tugas selanjutnya, adalah bagaimana tantangan dan hambatan itu menjadi peluang,
dengan mengoptimalkan kekuatan yang dimiliki, kekuatan dalam konteks itu, antara
lain:
a. Jumlah penduduk 237 juta jiwa, merupakan 40% dari total penduduk di Asia
Tenggara, angka yang besar untuk munculnya pasar yang prosfektif;
b. Kelas menengah (middle class) Indonesia yang terus meningkat, dari hanya
sebesar 37,7% pada 2003, menjadi 56,6% pada 2010 atau mencapai 134 juta
jiwa (Bank Dunia),
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman15
c. Total PDB Indonesia terbesar di ASEAN dan ke-‐16 di dunia (satu-‐satunya
anggota ASEAN yang menjadi anggota G20).
B. Peran Pemerintah dalam Pembangunan UMKM
Keterlibatan pemerintah telah menjadi fenomena umum dalam pembangunan
ekonomi terutama di negara-‐negara berkembang.Keterlibatan yang akhirnya berciri
intervensi yang melebihi kapasitas ternyata telah mendorong terjadinya distorsi
ekonomi.Karena kecenderungan tersebut di ikuti oleh moralitas yang lemah dari pelaku-‐
pelaku ekonomi yang telah berubah menjadi rezim ekonomi yang serakah dan tidak
efisien. Oleh sebab itu, paradigma baru seyogyanya memposisikan intervensi
pemerintah sebagai faktor pendorong efisiensi perekonomian bilamana proses
pengalokasian sumberdaya, dalam beberapa hal, tidak mungkin diserahkan kepada
mekanisme pasar. Dengan demikian, peran pemerintah dapat dilihat sebagai
komplemen dari mekanisme pasar. Dan untuk menuju peran yang lebih efektif, maka
perlu dukungan kerangka hukum (regulatory framework) dan institusi hukum yang adil.
Peran ideal pemerintah, seperti yang dimaksud di atas, sudah sejak lama
digariskan dalam ekonomi klasik, demikian pula secara imperatip konstitusi telah
mengaturnya.Oleh sebab itu, masalah krusial yang harus dibenahi adalah komitmen
yang lebih tegas dari pelaku-‐pelaku ekonomi terhadap hal tersebut.Rendahnya
komitmen memiliki kecenderungan linier dengan kearifan moralitas untuk
mengarahkan perilaku pelaku-‐pelaku ekonomi khususnya di tingkat mikro ekonomi.
Krisis ekonomi besar dalam dua dekade terakhir ini, yakni Tahun 2007 yang lalu,
kemudian disusul krisis ekonomi 2008, membuktikan bahwa ekonomi nasional rentan
terhadap dinamika global. Dari pengalaman dua krisis itu, terbukti Usaha Mikro, Kecil,
Menengah(UMKM) muncul sebagai penyelamat ekonomi nasional.UMKM mampu
menyerap tidak kurang 85% dari tenaga kerja kita.Penyerapan tenaga kerja sampai saat
ini masih bisa diandalkan, demikian pula kontribusinya terhadap pembentukan PDB
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman16
juga tinggi. Namun bila dibiarkan begitu saja tanpa kebijakan yang memadai maka
lambat laun kekuatannya akan melemah, dan konsumen akan beralih pada produk
impor.
Ketergantungan pada produksi impor, selain mematikan industri nasional dan
menciptakan pengangguran, juga mengurangi daya beli masyarakat. Daya beli yang
menurun akan menyebabkan masalah pada ratusan juta perut anak bangsa harus diisi,
jutaan anak balita membutuhkan asupan bergizi, generasi muda membutuhkan
pendidikan yang bermutu, dan teknologi yang semakin sulit diikuti. Ada tiga langkah
strategis yang harus diambil, antara lain :
Pertama, jadikan UMKM sebagai basis pertahanan ekonomi rakyat. Fasilitasi
tumbuhnya kelembagaan yang sehat, perbanyak manusia yang kompeten untuk
mengelolanya, tumbuhkan mental kemandirian usaha, buat kebijakan afirmasi yang
ikhlas dan istiqomah bagi UMKM, tumbuhkan daya hidup pasar tradisional, buat
jaringan informasi dan basis data yang bisa diakses oleh kelompok ini dengan baik.
Dalam konteks masyarakat madani, peran asosiasi seperti DEKOPIN dan KADIN dalam
proses penguatan ini menjadi penting. Namun sebagai agen penguatan asosiasi ini pun
harus sehat duluan.Untuk itu membutuhkan revitalisasi dan reorientasi, serta
penyatuan pandangan diantara pelaku organisasi, dalam melihat permasalahan ini
dengan jernih, cepat dan akurat.
Kedua, Kini saat tepat untuk menggelorakan kemandirian ekonomi. Kampanye
“cintailah produksi dalam negeri” yang digagas Prof. Ginandjar Kartasasmita tatkala
menjadi Menmud Produksi Dalam Negeri di pertengahan Tahun 80-‐an harus kembali
digelorakan. Jangan biarkan fundamen ekonomi disimpan di luar negeri.Pejabat harus
memberi contoh untuk itu, misal tatkala menjamu tamu suguhkan ubi cilembu, awug
dari beras Cianjur, buah arumanis Indramayu, buah-‐buahan dan makanan khas
Majalengka dan sejenisnya. Buang kebiasaan berfikir pragmatis yang keliru, misal
memberi bantuan kepada masyarakat kena musibah dengan mie instant, karena mudah
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman17
dalam memasak, padahal untuk jangka panjang mengikat pola konsumsi masyarakat
kepada gandum. Di Papua sekarang lebih susah menemukan pepeda yang merupakan
makanan khas Papua secara turun temurun, ketimbang mie instant, yang pohon
gandumnya pun mereka tidak pernah lihat. Kemandirian adalah masalah mind set, ada
yang bisa digarap dalam jangka pendek namun ada juga berdimensi jangka panjang.
Untuk jangka pendek, kelompok elit harus memberi contoh dalam pola kehidupan dan
kebijakan, sebagaimana dikemukakan di atas, namun jangka panjang harus dilalui
melalui mekanisme pendidikan yang lebih baik.
Ketiga, membangun dengan sungguh-‐sungguh ekonomi pedesaan.Ini akan
membuat sistem dimana nilai tambah ekonomi lebih banyak jatuh di pedesaan. Petani
miskin, nelayan sengsara bukan lagi berita, dan seyogyanya bukan lagi semata hanya
jadi bahan pidato; harus menjadi asumsi yang harus diperbaiki secepatnya.Di era krisis,
rakyat setidak-‐tidaknya harus makan cukup dengan asupan gizi yang baik. Dan desa
adalah tempat yang tepat untuk memulainya. Harus diakui bahwa saat ini redistribution
of income untuk pedesaan dengan angka signifikan hanya dilakukan dalam tiga kegiatan,
yakni masa mudik, kiriman TKI, dan money politic saat pilkada/pemilu; tiga-‐tiganya
absurd dan menyesakkan. Sementara setiap hari iming-‐iming hadiah motor dan
sejenisnya selalu mereka lihat di KCP atau bank unit, merangsang mereka untuk
menaruh uang recehannya kembali masuk ke perbankan guna membiayai ekonomi
perkotaan (back wash effect). Jadi dengan demikian investasi, dan nilai tambah tidak
pernah jatuh di desa.
Apa yang dilakukan oleh administasi pembangunan untuk merealisasikan ketiga
langkah strategis itu, agar program pemberdayaan berjalan dengan baik. Ada tiga hal
penting yang harus dilakukan, yakni (a) revitalisasi komitmen pemberdayaan, (b)
akselerasi reformasi birokrasi, dan (c) iklim usaha melalui kebijakan fiskal yang
berfihak.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman18
Pertama.Lahirnya konsep pemberdayaan sebagai antitesa terhadap model
pembangunan yang kurang memihak pada rakyat mayoritas. Konsep ini dibangun dari
kerangka logik sebagai berikut: (1) bahwa proses pemusatan kekuasaan terbangun dari
pemusatan kekuasaan faktor produksi; (2) pemusatan kekuasaan faktor produksi akan
melahirkan masyarakat pekerja dan masyarakat pengusaha pinggiran; (3) kekuasaan
akan membangun bangunan atas atau sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum
dan sistem ideologi yang manipulatif untuk memperkuat legitimasi; dan (4) pelaksanaan
sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan ideologi secara sistematik akan
menciptakan dua kelompok masyarakat, yaitu masyarakat berdaya dan masyarakat
tunadaya (Prijono dan Pranarka, 1996).
Akhirnya yang terjadi ialah dikotomi, yaitu masyarakat yang berkuasa dan
manusia yang dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan dikuasai, maka
harus dilakukan pembebasan melalui proses pemberdayaan bagi yang lemah
(empowerment of the powerless).
Pemberdayaan diartikan sebagai suatu proses dan suatu mekanisme dimana
individu, organisasi dan masyarakatnya menjadi ahli bagi masalah yang mereka hadapi.
Teori pemberdayaan menyatakan bahwa konsep pemberdayaan berlaku tidak hanya
bagi individu sebagai kelompok, organisasi dan masyarakat, namun juga bagi individu
itu sendiri. Di tingkat individu, pemberdayaan merupakan pengembangan psikologis
yang menggabungkan persepsi kendali personal, pendekatan proaktif pada kehidupan
dan pengetahuan kritis akan lingkungan sosiopolitis. Pada tingkat organisasi,
pemberdayaan mencakup proses dan struktur yang meningkatkan keahlian para
anggotanya untuk mempengaruhi perubahan di tingkat masyarakat (Zimmerman,
1995). Di tingkat masyarakat, pemberdayaan berarti tindakan kolektif untuk
meningkatkan kualitas hidup suatu masyarakat dan hubungan antara organisasi
masyarakat (Perkins dan Zimmerman, 1995 dan Zimmerman, 1995) dalam Randy R.
Wrihatnolo (2007).
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman19
Menurut Prijono dan Pranarka (1996), dalam konsep pemberdayaan, manusia
adalah subyek dari dirinya sendiri. Menurut Sumodiningrat (1999), pemberdayaan
masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan
potensi kemampuan yang mereka miliki. Mubyarto (1998) menekankan bahwa terkait
erat dengan pemberdayaan ekonomi rakyat, dalam konteks ini diperlukan langkah-‐
langkah lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana yang kondusif.
Perkuatan ini meliputi langkah-‐langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai
masukan (input), serta pembukaan akses kepada berbagai peluang (opportunities) yang
akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya (Kartasasmita, 1997).
Dengan demikian, pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu
anggota masyarakat, tetapi juga pranata-‐pranatanya. Menanamkan nilai-‐nilai budaya
modern seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, kebertanggungjawaban dan lain-‐lain
yang merupakan bagian pokok dari upaya pemberdayaan itu sendiri. Pemahaman
selama ini yang menekankan pemberdayaan sebagai kebijakan charity seyogyanya
harus diubah. Pemberdayaan harus mengandung makna penguatan internal, melalui
program padat karya dan penguatan sektor riil di tingkat masyarakat. Pemberdayaan
seyogyanya harus diwujudkan dalam empat bentuk kebijakan publik, yakni penyediaan
infrastruktur, perluasan akses peningkatan mutu sumberdaya manusia, peningkatan
akses masyarakat kepada sumber pembiayaan usaha, serta regulasi yang berpihak
(affirmative policy).
Dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2008 tentang Lembaga
Penjaminan yang dijabarkan secara lebih operasional melalui Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 222 Tahun 2008 tentang Perusahaan Penjaminan Kredit dan
Perusahaan Ulang Penjaminan Kredit, merupakan momentum penting untuk
memperkuat pembiayaan sektor riil, khususnya UMKM dan Koperasi. Peningkatan akses
dunia usaha terutama kalangan UMKMK pada sumber pembiayaan, dalam konteks
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman20
pemberdayaan, salah satunya dapat dilakukan melalui peningkatan peran dari lembaga
penjaminan kredit.
Peningkatan akses pembiayaan dunia usaha terhadap sumber pembiayaan
merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang amat penting dalam upaya untuk
meningkatkan kemampuan pendanaan dan memperlancar kegiatan dunia usaha.Yang
pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja,
stabilitas politik baik secara nasional maupun regional di tingkat provinsi,
kabupaten/kota. Dengan kata lain, semakin banyaknya lembaga penjaminan kredit di
tingkat daerah akan memiliki multiplier effect yang tinggi pada pembangunan. Kondisi
ini sudah dibuktikan di beberapa negara yang telah maju seperti Jepang, Korea Selatan,
Kanada, Australia, termasuk Negara-‐negara ASEAN lainnya seperti Thailand, Malaysia
dan Singapura.
Kedua, Pelayanan birokrasi sejauh ini diduga menjadi penyebab rendahnya daya
saing produk nasional, baik di pasar dalam negeri maupun di luar negeri. Rendahnya
mutu layanan bukan semata masalah kompetensi, tapi lebih komplek dari itu, yakni
kapasitas, budaya kerja, maupun ketercukupan petugas. Pentingnya akselerasi
reformasi birokrasi, dalam konteks pemberdayaan masyarakat, adalah untuk
mempercepat peningkatan kapasitas (capacity building).Saat ini, kapasitas kelembagaan
daerah terkait dengan pelaksanaan otonomi ini menunjukkan bahwa sebagian besar
daerah memiliki kapasitas yang relatif masih rendah (Koswara, 1996 dan Utomo, 1997,
dalam Effendi 2000). Begitu juga, dari hasil penelitian Balitbang Depadagri dengan
Fisipol UGM menunjukkan bahwa rata-‐rata kapasitas pemerintah daerah dalam
menjalankan urusan rumah tangganya hanya 44,66 persen (Effendi, 2000)
Pengembangan kapasitas pada prinsipnya dinamis karena organisasi publik
menghadapi kondisi-‐kondisi baru yang tidak menentu di masa depan. Pengembangan
kapasitas lebih dari sekedar pelatihan atau pengembangan sumber daya manusia.Tapi
merubah dan menyempurnakan rancangan sistem dan susunan kelembagaan,
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman21
mereformasi prosedur dan mekanisme kerja, merumuskan kebijakan-‐kebijakan baru,
semua elemen-‐elemen ini dapat merupakan bagian dari suatu strategi pengembangan
kapasitas.Ketercukupan petugas merupakan masalah tersendiri dalam peningkatan
mutu layanan birokrasi. Donald Rowat (1990) menyampaikan dalam penelitiannya
bahwa di negara berkembang, proporsi jumlah pegawai tertinggi dalam memberikan
pelayanan pada penduduk yaitu 6,4 orang pegawai untuk melayani 100 penduduk,
sedangkan yang terendah 2,6 orang pegawai untuk melayani 100 penduduk. Indonesia
sendiri saat ini masih masuk dalam katagori rendah.Dengan asumsi, bahwa teknologi
informasi belum optimal, maka jumlah ini jelas masih sangat kurang.
Ketiga, Penciptaan iklim usaha melalui kebijakan fiskal. Desentralisasi fiskal
merupakan tantangan bagi pemerintah daerah untuk menjalankan tata kelola yang
mampu menciptakan daya ungkit terhadap PAD, melalui berbagai program
pemberdayaan masyarakat.Penciptaan iklim usaha yang sehat merupakan prakondisi
untuk tumbuhnya pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan UMKM yang
sehat.Lingkungan yang dapat dibentuk menentukan besarnya biaya transaksi
(transaction cost),
Semakin rendah biaya transaksi, berarti iklim usaha semakin kondusif dan
sebaliknya bila biaya transaksi meningkat/semakin tinggi. Ada tiga hubungan antara
desentralisasi fiskal dengan iklim usaha dan pembangunan sektor-‐sektor ekonomi (Acu
Viarta, 2009), yakni :
(1) Bila desentralisasi fiskal diimplementasikan dalam bentuk penambahan jenis
pajak daerah dan retribusi daerah tanpa ada peningkatan efektivitas pengeluaran
sehingga mengakibatkan kenaikan biaya transaksi, maka iklim usaha akan
memburuk atau semakin tidak kondusif. Akibatnya kemampuan masyarakat
untuk membiayai dan menyelenggarakan pendidikan semakin
rendah.Ketergantungan penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah akan
semakin tinggi.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman22
(2) Jika desentralisasi fiskal lebih ditekankan dalam bentuk peningkatan efektivitas
pengeluaran (dana dialokasikan berdasarkan prioritas kebutuhan daerah)
daripada penambahan jenis pajak dan retribusi sehingga biaya transaksi
menurun, maka iklim usaha membaik atau semakin kondusif. Dalam kondisi
seperti ini kemampuan masyarakat untuk ikut berkontribusi dalam
pembangunan ekonomi (bisnis) dan penyelenggaraannya semakin besar.
(3) Iklim usaha yang semakin kondusif akan memberi pengaruh positif terhadap
perekonomian daerah, dalam bentuk (a) percepatan pertumbuhan ekonomi
daerah, (b) penurunan tingkat pengangguran, (c) peningkatan upah tenaga kerja,
(d) pengentasan kemiskinan, dan (e) peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).
Hal semacam ini dimungkinkan karena kegiatan bisnis semakin semarak sejalan
dengan penurunan biaya transaksi.
Pada kelanjutannya, kondisi yang mungkin dibutuhkan, adalah: (1) Respon
pemerintah daerah mengakibatkan kenaikan biaya transaksi/iklim usaha semakin tidak
kondusif sehingga banyak pengusaha daerah kehilangan kesempatan untuk meraih
manfaat dari globalisasi perdagangan dan investasi. Pada situasi ini masyarakat akan
semakin lemah kemampuannya ikut dalam pembiayaan penyelenggaraan
pembangunan. (2) Respon pemerintah daerah menghasilkan penurunan biaya
transaksi/iklim usaha menjadi semakin kondusif, maka dapat diharapkan semakin
banyaknya pengusaha daerah yang berpeluang/mendapat kesempatan meraih manfaat
dari globalisasi perdagangan dan investasi. Hal ini akan memberikan implikasi positif
terhadap kapasitas dan kemampuan masyarakat untuk membiayai pengembangan
sektor-‐sektor ekonomi.
C. Peran Koperasi dalam Penguatan Daya Saing UMKM
Koperasi merupakan usaha bersama dalam membangun nilai ekonomi baru dari
bisnis anggota. UMKM bila dibiarkan memasuki pasar dengan ciri persaingan bebas
akan mengalami banyak kesulitan sebagai dampak lemahnya daya saing. Kelemahan
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman23
daya saing UMKM tidak semata karena masalah internal pelaku UMKM itu sendiri,
misalnya lemahnya pembiayaan, atau kemampuan sumberdaya manusia yang terbatas.
Namun juga sebagai akibat dari masalah-‐masalah eksternal yang tidak mungkin diatasi
tanpa intervensi pihak lain. Misalnya, mahalnya suku bunga pinjaman, buruknya
infrastruktur yang menciptakan biaya ekonomi tinggi, dan tinggi serta rumitnya biaya
boriokrasi.Ketiga masalah ini sangat mengganggu jalannya usaha para pelaku di
tingkatan UMKM.
Suku bunga yang mereka harus bayar dari bank pelaksana, misalnya untuk KUR
saja, lebih mahal sekitar 10-‐12 persen dari pelaku usaha setingkat di Malaysia, Thailand,
apalagi di Singapura. Perbedaan itu semakin jauh manakala UMKM harus memperoleh
sumber pembiayaannya dari para rentenir, karena keterbatasan mereka untuk
melakukan transaksi dengan pihak perbankan.Demikian pula biaya yang harus
dikeluarkan untuk operasional usaha sebagai dampak dari buruknya infrastruktur.
Berdasarkan kajian KADIN (2013), pelaku usaha di Indonesia dibebani 17 persen lebih
besar dari pesaingnya di Negara-‐Negara ASEAN lainnya akibat buruknya infrastuktur
jalan, listrik, pelabuhandan lain sebagainya. Hal yang paling parah, adalah birokrasi yang
membebani biaya usaha dan efisiensi waktu yang digunakan.Berdasarkan hasil survey
tentang hambatan usaha, Indonesia berada pada peringkat terburuk untuk hal itu.Dan
berdasarkan hasil survey itu pula, penghambat utama dunia usaha nasional ternyata
bukan pemasaran, permodalan atau yang lainnya, namun justru adalah masalah
perijinan.
Bergabungnya UMKM dalam koperasi bisa mengurangi resiko beban-‐beban itu,
karena dengan usaha berkelompok dapat menyebabkan terbentuknya skala biaya yang
berbeda dan lebih efisien.Esensi usaha berkelompok juga menciptakan pasar bersama,
dan bisa menghindari kompetisi vertikal yang sangat merugikan UMKM. Koperasi bisa
menjadi kekuatan aggregation di pasar yang sangat menguntungkan para
anggotanya.Karena perusahaan koperasi bisa menjual dalam jumlah yang besar dan bisa
melakukan negosiasi atas produksi anggota secara kolektif. Contoh yang sangat jelas
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman24
adalah bagaimana koperasi peternak sapi di berbagai negara mampu menguasai pasar
susu dan menjadi bisnis besar karena menguasai dari hulu ke hilir dengan baik.
D. Kajian Teoritis Koperasi
1. Ideologi dan Sejarah
Koperasi tradisional atau Hanel (1985) menyebutnya dengan “Koperasi Historis”,
berkembang di Eropa di akhir abad 18 sampai 19.Pertumbuhannya berdasarkan naluri
solidaritas kelompok atau suku bangsa tertentu.Dengan menggunakan pendekatan
pengelolaan sederhana, namun berhasil menanamkan prinsip pemanfaatan bersama
atas sumberdaya produksi yang tersedia. Akan tetapi dalam perkembangan masyarakat
memiliki karakteristik dinamis. Dinamika dan ciri kompetitif ternyata kurang terwadahi
dalam Koperasi tradisional.
Koperasi tidak dapat tumbuh dalam “kerangka dan suasana” tradisional seperti
masa lalu.Persaingan telah menuntut tersedianya rancangan strategi-‐strategi dan kiat-‐
kiat tertentu agar dapat eksis dan turut terlibat dalam kancah persaingan yang semakin
ketat.Untuk itu diperlukan pengetahuan yang cukup tentang faktor-‐faktor atau variabel-‐
variabel yang terkait dengan keberhasilan dan kegagalan koperasi. Strategi-‐strategi
alternatif ini membutuhkan hipotesis-‐hipotesis, teori-‐teori, dalil-‐dalil serta informasi
lain yang teruji secara baik. Sumber utama pengetahuan yang perlu digunakan dalam
membangun sebuah institusi adalah pengetahuan “teoritikal” yang dapat menerangkan
berbagai realitas empirikal.
Reformasi dan reaktualisasi pemikiran tentang koperasi terletak pada nilai
instrumental yang operasional. Secara normatif perubahan itu hampir tidak mengusik
eksistensi koperasi sebagai institusi penghimpun kekuatan mandiri.Hal itu dapat
ditelaah pada batasan koperasi dari berbagai aliran yang ada. Para pakar dan peneliti
serta ketentuan perundang-‐undangan nasional telah menggariskan batasan berdasarkan
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman25
cara pandang dan kepentingan yang dihadapi, namun makna dasar koperasi tidak
banyak berubah.
Pendapat mengenai definisi koperasi dikemukakan oleh para pendukung
pendekatan esensialis, institusional, maupun nominalis (Hanel, 1985,27). Pendekatan
esensialis, memandang koperasi atas dasar suatu daftar prinsip yang membedakan
koperasi dengan organisasi lainnya. Prinsip-‐prinsip ini di satu pihak memuat sejumlah
nilai, norma, serta tujuan nyata yang tidak harus sama ditemukan pada semua koperasi.
Dari pendekatan esensialis ini, International Cooperative Alliance (ICA) telah
merumuskan pengertian koperasi atas dasar enam prinsip pokok (Abrahamsen,
1976,3), antara lain :
a. Voluntary membership without restrictions as to race, political views,and religious beliefs;
b. Democratic Control;
c. Limited interest or no interest on shares of stock; Earnings to belong to members, and method of distribution to be decided by them;
d. Education of members, advisors, employees, and the public at large;
e. Cooperation among cooperatives on local, national, and international levels.
Pendekatan institusional, dalam mendefinisikan koperasi berangkat dari kriteria
formal (legal). Menurut pendekatan ini: “Semua organisasi disebut koperasi jika secara
hukum dinyatakan sebagai koperasi, jika dapat diawasi secara teratur dan jika dapat
mengikuti prinsip-‐prinsip koperasi”. (Munkner,1985,18).Pendekatan nominalis, dengan
pelopornya para ahli ekonomi koperasi dari Universitas Philipps-‐Marburg, merumuskan
pengertian koperasi atas dasar sifat khusus dari struktur dasar tipe sosial-‐
ekonominya.Menurut pendekatan nominalis, koperasi dipandang sebagai organisasi
yang memiliki empat unsur utama (Hanel, 1985,29), yaitu.
a. Individual are united in a group by-‐at least one common interest or goal (COOPERATIVE GROUP);
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman26
b. The individual members of the cooperative group intend to pursue through joint actions and mutual support, among other, the goal of improving their economic and social situation (SELF-‐HELP OF THE COOPERATIVE GROUP);
c. The use as an instrument for that purpose a jointly owned and maintained enterprise (COOPERATIVE ENTERPRISE);
d. The cooperative enterprise is charged with the perfomance of the (formal) goal or task to promote the members of the cooperative group through offering them directly such goods and services, which the members need for their individual economics – i.e. their houshold (CHARGE OR PRINCIPLE OF MEMBER PROMOTION).
Penjelasan itu memberikan petunjuk bahwa dalam organisasi koperasi melekat
secara utuh lima unsur, yaitu: (a) anggota-‐anggota perseorangan, (b) kelompok
koperasi, yang secara sadar bertekad melakukan usaha bersama dan saling membantu
demi perbaikan kondisi ekonomi dan sosial mereka, melalui, (c)perusahaan koperasi,
yang didirikan secara permanen dimiliki dan dibina secara bersama sehingga tercipta
suatu, (d) hubungan pemilikan antara kelompok koperasi dan perusahaan koperasi yang
mengarahkan adanya promosi anggota atau hubungan usaha yang saling menunjang
antara kegiatan ekonomi anggota individu dengan perusahaan koperasi.
Berkaitan dengan keempat unsur tersebut, Hanel (1985,30) menjelaskan,”Thus,
cooperative are also characterized to be autonomous business organizations, which are
owned by the members and charged with the promotion of their members in their role as
customers of the cooperative enterprise.
Dalam organisasi koperasi terdapat prinsip atau norma identitas ganda, anggota di
samping sebagai pemilik sah, juga adalah pemilik atau pelanggan jasa yang diusahakan
oleh koperasi. Di samping itu, dalam organisasi koperasi terdapat dua perusahaan
(double nature), yaitu perusahaan, atau kegiatan ekonomi, anggota secara individu dan
perusahaan koperasi yang dimiliki anggota secara bersama-‐sama.Berdasarkan uraian di
atas, dapat disimpulkan bahwa koperasi dilihat dari substansinya adalah suatu sistem
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman27
sosial-‐ekonomi, hubungan dengan lingkungannya bersifat terbuka, cara kerjanya adalah
suatu sistem yang berorientasi pada tujuan, dan pemanfaatan sumber dayanya adalah
suatu organisasi ekonomi yang unsurnya mencakup: anggota-‐anggota perseorangan,
perusahaan atau kegiatan ekonomi anggota secara individu, kelompok koperasi,
perusahaan koperasi, dan hubungan pemilikan serta hubungan usaha atau pelayanan
perusahaan koperasi kepada para anggotanya.
Dari penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa koperasi memiliki ciri-‐ciri
yang khas sebagai sebuah organisasi. Koperasi lahir dengan memiliki tiga unsur pokok
yakni, (a) kerjasama dua puluh orang atau lebih, (b) tujuan yang akan dicapai, (c)
kegiatan yang dikoordinir secara sadar.
Pendekatan nominalis dalam merumuskan pengertian koperasi, di samping telah
dapat menunjukkan ciri-‐ciri esensial koperasi yang dapat dikaji secara ilmiah, tetapi
juga telah dapat memberikan penjelasan yang cukup rinci mengenai perbedaan koperasi
dengan organisasi ekonomi lain yang bukan koperasi. Maman (1989,19) membedakan
koperasi dengan organisasi usaha non-‐koperasi, dengan melihat lima (5) hal yakni: (a)
sifat keanggotaan, (b) pembagian keuntungan, (c) hubungan personal antara organisasi
dan manajer, (d) keterlibatan pemerintah dalam penciptaan stabilitas dan operasi, dan
(e) hubungan organisasi dan masyarakat.
Peran anggota merupakan indikator penting dalam mendefinisikan koperasi
secara universal dengan tidak dibatasi oleh visi politis maupun kondisi sosial ekonomi
kelompok masyarakat di mana koperasi itu hidup.Kedua peran tersebut menjadi kriteria
identitas (identity criterion) bagi koperasi. Peran atau identitas ganda (dual identity)
koperasi menunjukkan bahwa yang melakukan kerja sama (cooperation) adalah
manusia atau anggotanya. Baik pada saat mengelola maupun pada saat memanfaatkan
hasil usaha koperasi. Peran unik dari anggota inilah yang dijadikan acuan dalam
mengenali sistem koperasi di berbagai negara. Roy (1981,6) dalam definisinya
memasukan peran anggota dalam usaha koperasi adalah, “…a business voluntarily
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman28
organized, operating at cost, which is owned, capitalized and controleed by member-‐
patrons as ussers, sharing risk and benefits proportional to their participation.”
Demikian pula, pendapat Packel, sebagaimana dikutip Abrahamsen (1976,5) yang
menyatakan koperasi adalah: “… a democratic association of persons organized to furnish
themselves an economic service under a plant that eliminates entrepreneur profit and that
provides for subtantial equality in ownership and control”.
Hal implisit dinyatakan oleh Munkner (1985), Ropke (1989) dan Chukwu (1990).
Walaupun bentuk implementasi peran anggota menurut beberapa ahli koperasi
cenderung mengalami perubahan. Seperti dikemukakan oleh Herman (1995,66) setelah
mengkaji artikel-‐artikel, “Trends in Co-‐operative Theory” (Wilson), “Homo Oeconomicus
and Homo Cooperatives in Cooperative Research” (Weisel), “Basic Cooperatives Values”
(Laurikari), maupun “Cooperative Today” (Book), menyimpulkan bahwa belakangan ini
telah terjadi perubahan peran anggota seiring dengan tersisihnya demokrasi oleh
ekonomi.
Perubahan peran sentral dari anggota ke manajemen tidaklah mengubah
pentingnya prinsip ganda anggota dalam organisasi.Karena pada dasarnya perubahan
itu terletak pada tataran instrumental bukan pada tataran substansi.Mengenai hal itu
dapat dikaji pendapat Dulfer (1985) mengenai perubahan struktur koperasi secara
radikal. Dikatakan bahwa perubahan struktur koperasi akan mengikuti pola hirarkis (a)
koperasi tradisional, (b) koperasi berorentasi pasar, dan (c) koperasi yang terintegrasi
secara vertikal dan horizontal. Setiap tingkat memiliki konsekuensi implementasi
manajemen yang berbeda.Lebih khusus perbedaan tersebut terletak pada posisi anggota
dalam pengelolaan organisasi.
Pada kasus Indonesia, koperasi sebagai badan usaha yang dimiliki dan
dimanfaatkan oleh anggota, di tegaskan dalam Undang-‐Undang Nomor 25 Tahun 1992.
Batasan koperasi dalam perundangan ini memiliki makna yang lebih tegas dan jelas
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman29
dibanding batasan lama, dalam Undang-‐Undang No.12 tahun 1967, yang memungkinkan
terciptanya pemikiran ganda tentang koperasi. Undang-‐Undang Nomor 25 Tahun 1992
mengakomodasi perubahan tataran instrumental seperti dengan diaturnya “Pengelola”
atau manajer dalam pengelolaan organisasi dan usaha koperasi.
Koperasi seperti badan usaha lainnya memiliki keleluasaan gerak dalam
menjalankan usaha selama tidak menyalahi ketentuan perundang-‐undangan dan
ideologi normatif yang ada. Usaha merupakan proses rasional yang akhirnya bermuara
pada penciptaan keuntungan (profit), akumulasi keuntungan tersebut digunakan untuk
melayani kebutuhan anggota. Dengan demikian, usaha koperasi dapat dilaksanakan
selama memperhatikan dua hal pokok, yakni (1) Usaha yang dijalankan selaras dengan
kebutuhan anggota dan sejauh mungkin mengandung unsur pemberdayaan
(empowering) bagi usaha anggota, (2) Keuntungan usaha dialokasikan untuk anggota
selaras dengan jasa yang diberikan anggota pada usaha koperasi.
Perhatian terhadap kesejahteraan masyarakat selain anggota sesuai dengan tujuan
koperasi Indonesia, seperti tertuang dalam pasal 3 Bab II Undang-‐Undang Nomor 25
Tahun 1992, yakni, memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat
pada umumnya serta ikut membangun tatanan ekonomi nasional dalam rangka
mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan
Undang-‐Undang Dasar 1945.
2. Organisasi dan Manajemen
Pelaksanaan organisasi dan manajemen koperasi didasari oleh prinsip koperasi,
prinsip tersebut berisi, (a) keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, (b) pengelolaan
dilakukan secara demokratis, (c) pembagian sisa hasil usaha (SHU) dilakukan secara adil
sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-‐masing anggota, (d) pemberian balas jasa
yang terbatas terhadap modal, (e) Kemandirian. Di samping prinsip yang mengikat
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman30
intern organisasi, koperasi memiliki prinsip lain yang berkaitan dengan ekstern
organisasi yakni, (a) pendidikan perkoperasian, (b) kerjasama antar koperasi.
Pembahasan di atas menunjukkan koperasi dapat dilihat sebagai unit usaha
(dimensi mikro) dan sistem ekonomi (dimensi makro). Dalam dimensi mikro, koperasi
memiliki kewajiban dan hak yang sama dengan pelaku ekonomi lainnya. Dalam dimensi
makro, koperasi adalah faham atau idielogi yang harus menjadi panutan bagi pelaku
ekonomi nasional.
Pemahaman tentang kedua hal itu dapat menghindarkan diri dari pemikiran yang
keliru terhadap konsep “Koperasi sebagai soko guru ekonomi”.Dimensi mikro
mengandung konsekuensi, koperasi sebagai organisasi ekonomi yang memiliki
keharusan menangani usaha berdasarkan prinsip efisiensi, efektivitas dan
produktivitas.Hanya dengan itu koperasi tetap hidup dan mampu mengembangkan diri
melalui akumulasi kekayaan (asets) sebagai prasyarat untuk memberikan pelayanan
lebih baik bagi anggota.Khususnya dalam pemanfaatan faktor-‐faktor produksi yang
persediannya terbatas.Dalam konteks ini koperasi memiliki berbagai kesamaan dengan
badan usaha lainnya.Selaras dengan tujuan koperasi, maka prinsip efisiensi dan
efektivitas untuk mewujudkan produktivitas yang tinggi harus dipadukan dengan
optimasi pelayanan kepada usaha dan kesejahteraan anggota.
Sistem ekonomi yang bernuansa kemanfaatan bersama/kerakyatan.Koperasi
sebagai sistem sosial merupakan gerakan yang tumbuh berdasarkan kepentingan
bersama.Ini mengandung makna dinamika koperasi harus selaras dengan tujuan yang
telah ditetapkan bersama.Semangat kolegial perlu dipelihara melalui penerapan
musyawarah dalam pengambilan keputusan. Dalam konteks itu, koperasi merupakan
organisasi swadaya (self-‐helf organization) akan tetapi tidak seperti halnya organisasi
swadaya lainnya, koperasi memiliki karakteristik yang berbeda (Hanel,1985,36).
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman31
Mengkaji koperasi sebagai badan usaha dan organisasi swadaya adalah untuk
memperoleh gambaran yang jelas tentang posisi manusia dalam konstelasi sistem
koperasi.Koperasi menempatkan faktor “manusia” sebagai elemen penting dalam sistem
keorganisasian. Manusia anggota merupakan sentral pengembangan yang berposisi
penting dalam proses peningkatan kesejahteraan.
3. Organisasi dan Manajemen
Tugas manajemen koperasi adalah menghimpun, mengkoordinasi dan
mengembangkan potensi yang ada pada anggota, sehingga potensi tersebut menjadi
kekuatan untuk meningkatkan taraf hidup anggota sendiri melalui proses “nilai
tambah”.Hal itu dapat dilakukan bila sumberdaya yang ada dapat dikelola secara efisien
dan penuh kreasi (inovatif) serta diimbangi oleh kemampuan kepemimpinan yang
tangguh.Manajemen koperasi memiliki tugas membangkitkan potensi dan motif yang
tersedia yaitu dengan cara memahami kondisi objektif dari anggota sebagaimana
layaknya manusia lainnya.Pihak manajemen dituntut untuk selalu berpikir selangkah
lebih maju dalam memberi manfaat dibanding pesaing hanya dengan itu anggota atau
calon anggota tergerak untuk memilih koperasi sebagai alternatif yang lebih rasional
dalam melakukan transaksi ekonominya.
Rumusan manfaat bagi setiap orang akan berbeda hal itu tergantung kepada
pandangan hidup terhadap nilai manfaat itu sendiri. Motif berkoperasi bagi sementara
orang adalah untuk memperoleh nilai tambah ekonomis seperti, meningkatnya
penghasilan atau menambah kekayaan (aset) usaha. Tetapi bagi sebagian orang menjadi
anggota koperasi bukan karena adanya dorongan materi atau alasan finansial akan
tetapi semata-‐mata untuk kepuasan batin saja atau alasan ideal lainnya.
Untuk menjaga momentum pertumbuhan usaha maupun perkembangan koperasi
pada umumnya pihak manajemen perlu mengupayakan agar koperasi tetap menjadi
alternatif yang menguntungkan, dalam arti lain manajemen koperasi harus mampu
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman32
mempertahankan manfaat (benefit) koperasi lebih besar dari manfaat yang disediakan
oleh non-‐koperasi. Atau koperasi harus selalu mengembangkan keunggulan kompetitif
dan komparatif dalam sistem manajemen yang dikembangkannya.
Perangkat organisasi koperasi sebagaimana diatur dalam pasal 21 Undang-‐Undang
Perkoperasian Nomor 25 Tahun 1992 terdiri atas, (a) rapat anggota, (b) pengurus, dan
(c) pengawas.Ketiganya dalam organisasi koperasi memiliki tugas mengembangkan
kerjasama sehingga membentuk suatu kesatuan sistem pengelolaan.Untuk menuju ke
arah itu diperlukan komitmen unsur-‐unsur tersebut terhadap sistem kerja yang telah
disepakati bersama.Rapat anggota merupakan kolektivitas suara anggota yang
merupakan pemilik organisasi dan juga merupakan pemegang kekuasaan tertinggi.Ide-‐
ide dan kebijakan dasar dihasilkan dalam forum ini.
Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, anggaran pendapatan dan belanja,
pokok-‐pokok program dan ketentuan-‐ketentuan dasar dibuat berdasarkan musyawarah
anggota, yang selanjutnya dilaksanakan oleh pengurus atau manajer dan
pengawas.Secara sistematis Roy (1981,426) menunjuk kekuasaan dan tanggungjawab
anggota.
Sehubungan dengan beratnya kewajiban yang harus diemban anggota, maka
sistem penerimaan keanggotaan selayaknya menggunakan standar minimal kualifikasi.
Standar minimal kualifikasi tersebut berhubungan dengan tingkat minimal pemahaman
calon anggota terhadap hak, tanggung jawab dan kewajiban selaku anggota. Dengan
demikian memungkinkan anggota memiliki pengetahuan yang relatif sama mengenai
organisasi dan tujuan yang hendak dicapai. Penetapan standar minimal kualifikasi tidak
bertentangan dengan prinsip “keanggotaan terbuka” karena pada dasarnya memung-‐
kinkan setiap orang untuk menjadi anggota, akan tetapi sebelum pendaftaran dilakukan
setiap anggota perlu memiliki wawasan minimal sebagai anggota. Untuk keperluan
itulah diperlukan pendidikan dasar bagi calon anggota. Standar minimal kualifikasi
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman33
tersebut menyangkut pemahaman dan ketertautan diri terhadap isi anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga serta ketentuan lain dalam organisasi.
Pengurus adalah orang-‐orang yang dipercaya oleh rapat anggota untuk
menjalankan tugas dan wewenang dalam menjalankan roda organisasi dan
usaha.Sehubungan dengan hal itu, maka pengurus wajib melaksanakan harapan dan
amanah anggota yang disampaikan dalam forum rapat anggota.Pengurus perlu
menjabarkan kehendak anggota dalam program kerja yang lebih teknis. Pasal 30 dalam
perundang-‐undangan yang sama telah menetapkan tugas pengurus adalah (a)
mengelola koperasi dan usahanya, (b) mengajukan rancangan rencana kerja serta
rancangan rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi, (c) menyelenggarakan
rapat anggota, (d) mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan
tugas, (e) memelihara daftar buku anggota pengurus.
Selain tugas seperti di atas pengurus pun memiliki kewenanganuntuk, (a)
mewakili koperasi di dalam dan di luar pengadilan, (b) memutuskan penerimaan dan
penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam
anggaran dasar, (c) melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan
koperasi sesuai dengan tanggungjawabnya dan keputusan rapat anggota. Untuk
terlaksananya tugas tersebut, pengurus dibantu oleh pengelola dan karyawan lainnya.
Mengenai kehadiran pengelola telah diatur dalam pasal 32, yang berisi ketentuan
sebagai berikut, (a) pengurus koperasi dapat mengangkat pengelola dan diberi
wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha, (b) dalam hal pengurus koperasi
bermaksud untuk mengangkat pengelola, maka rencana pengangkatan tersebut
diajukan kepada rapat anggota untuk mendapat persetujuan, (c) pengelola
bertanggungjawab kepada pengurus, (d) pengelolaan usaha oleh pengelola tidak
mengurangi tanggungjawab pengurus sebagaimana ditentukan dalam pasal
31.Pengangkatan pengelola dan karyawan didasarkan pada tingkat kebutuhan dan
tuntutan yang dihadapi oleh masing-‐masing koperasi.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman34
Pada umumnya pengangkatan sering disebabkan karena alasan-‐alasan, (a)
organisasi semakin besar dan kompleks, (b) biasanya pemilihan pengurus karena alasan
“personality”, bukan berdasarkan keahlian, (c) masa kerja pengurus terbatas, (d)
mengurus koperasi ditempatkan sebagai kerja sambilan, (d) sulit memisahkan antara
kepentingan, sebagai anggota yang menjalankan usaha pribadi dengan kepentingan
sebagai pengurus yang harus mengelola perusahaan koperasi, atau (e) kurang memiliki
waktu dan keahlian.
Pengelola perlu memiliki berbagai kompetensi dan sikap tertentu untuk
menjalankan fungsinya.Diantaranya adalah sikap terbuka terhadap hal-‐hal atau
penemuan-‐penemuan baru (inovasi) yang mendukung jalannya tugas keorganisasian
dan usaha.Malahan lebih dari pada itu harus terangsang untuk mencari terobosan-‐
terobosan baru yang belum ditemukan oleh pesaing. Sikap yang terlalu toleran terhadap
cara-‐cara lama sampai batas tertentu akan sangat membahayakan terhadap eksistensi
dan daya hidup koperasi. Hal yang harus disadari oleh pengelola hasrat anggota maupun
konsumen bukan anggota selalu dalam keadaan dinamis, walau arah dinamika itu tidak
selalu berjalan ke muka, tetapi mungkin akan kembali ke semula. Dengan demikian
esensi inovasi dapat diklasifikasi dengan, (a) menerima dan menerapkan cara atau
teknologi yang sama sekali baru, (b) memodifikasi cara atau teknologi lama sehingga
terkesan baru, (c) menerapkan cara baru dari tekbologi lama.
Sikap lain yang harus dimiliki pengelola hubungannya dengan usaha adalah
kemampuan dalam menghimpun modal. Menarik modal, baik dari dalam maupun luar,
bukanlah pekerjaan ringan mengingat hal itu sangat berhubungan dengan kepercayaan
pihak anggota maupun pihak non-‐anggota terhadap koperasi.Memposisikan usaha yang
dijalankan sebagai sarana investasi rasional merupakan tanggungjawab
pengelola.Kepemimpinan merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang
pengelola.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman35
Data empiris menyatakan sikap ini masih tergolong rendah di kalangan pengelola
terutama KUD.Tanpa sikap ini, pengelola tidak lebih dari karyawan biasa yang
menggantungkan hidup dari koperasi. Terakhir adalah kemampuan manajerial yang
berhubungan dengan kebersediaan dan ketersediaan pengelola untuk melaksanakan
fungsi manajemen secara proporsional dan profesional sehingga apa yang dikerjakan
merupakan hasil kerja yang terurut dan terukur.
Pengawas atau badan pemeriksa adalah orang-‐orang yang diangkat oleh forum
rapat anggota untuk mengerjakan tugas pengawasan kepada pengurus. Tiga hal penting
yang diawasi dari pengurus oleh pengawas, yakni: (a) keorganisasian; (b) keusahaan; (c)
keuangan.Tugas pengawas dalam manajemen koperasi memiliki posisi strategis,
mengingat secara tidak langsung, posisinya dapat menjadi pengaman dari
ketidakjujuran, ketidaktepatan pengelolaan atau ketidakprofesionalan pengurus. Oleh
sebab itu menjadi pengawas harus memiliki persyaratan kemampuan (kompetensi),
yaitu: a) kompetensi pribadi; b) kompentensi profesional.
Kompetensi pribadi menyangkut, kharisma atau kewibawaan, kejujuran dan
kepemimpinan.Kompetensi pertama ini sangat ditentukan oleh personaliti yang dimiliki
oleh seorang pengawas.Kompetensi ini dapat terbentuk secara alamiah tetapi juga dapat
non-‐alamiah, misal, karena status sosial ekonomi yang dimiliki.Kompetensi profesional
menyangkut kemampuan teknis, seperti: akuntansi, manajerial, menilai kelayakan usaha
dlsb. Kompetensi terbentuk karena pengalaman dan pendidikan.Idealnya seorang
pengawas memiliki dua kompetensi itu sekaligus, tetapi pengalaman empiris
membuktikan sangat sulit mendapatkan pengawas dari kalangan anggota dengan
kualifikasi demikian.
Beberapa kasus ketidak-‐berfungsian pengawas dalam manajemen koperasi,
menjadi awal dari kekisruhan dan kemunduran koperasi secara umum. Ketidak-‐
berfungsian tersebut sering disebabkan, antara lain (a) kurangnya motivasi dan rasa
tanggung jawab, (b) tidak memahami lapangan tugas dan wewenang yang dimiliki, (c)
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman36
pada beberapa kasus kurangnya perhatian rapat anggota terhadap hasil temuan
pengawas.
4. Ukuran Keberhasilan
Para ahli koperasi masih belum terlihat kesepakatan pendapat mengenai
bagaimana dan apa ukuran efektivitas koperasi yang setepatnya. Hal itu sebagaimana
diungkapkan Blumle (Dulfer dan Hamm, 1985) yakni,
“Finally let us see what co-‐operative science has to say, for it has been widely debating the problem of success. In current discussion about the promotional task this problem is linked up with the co-‐operative system of objectives and member participation. But there will be disappointment in the results of this research for anybody who approaches with hopes and analysis of the diverse attempts to make the promotional maxims operational, and to measurement co-‐operative succes.”
Oleh sebab itu sampai saat ini mengukur efektivitas koperasi tidaklah sesederhana
mengukur efektivitas organisasi atau badan usaha lain bukan koperasi. Efektivitas
organisasi koperasi tidak saja semata berkenaan dengan aspek ekonomi melainkan juga
akan berkenaan dengan aspek sosialnya. Akan tetapi sebagai konsekuensi logis dari
kondisi koperasi yang selalu dalam keadaan bersaing dengan organisasi lain untuk
mendapatkan sumberdaya maka merumuskan keberhasilan merupakan hal yang
penting.
Keunggulan merupakan syarat utama untuk terlibat dalam persaingan
itu.Keunggulan yang harus dimiliki senantiasa memuat dimensi koperasi sebagai unit
usaha maupun gerakan swadaya. Ketangguhan dalam dimensi gerakan swadaya sangat
ditentukan oleh tingkat keperduliaan anggota dalam fungsinya sebagai pemilik untuk
turut dalam proses pengembangan Koperasi. Partisipasi anggota merupakan indikator
dalam konteks, sementara dilihat dari fungsi “badan usaha” ketangguhan koperasi
diukur oleh kemampuannya dalam mengembangkan dan menguasai pasar.Hal ini sangat
ditentukan oleh kemampuan koperasi dalam meraih lebih besar potensi yang dimiliki
pasar ketimbang para pesaing.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman37
Koperasi harus mampu memberi alternatif rasional bagi pelanggannya (anggota)
melalui berbagai kebijakan insentif usaha maupun perbaikan dalam teknis pelayanan
pelanggan. Rumusan sederhana mengenai penjelasan di atas adalah, “Koperasi berhasil
bila mampu mengembangkan usaha yang dapat memberi manfaat sebesar-‐besarnya
bagi anggota, dengan mengoptimalkan keterlibatan potensi anggota di dalam proses dan
hasil usaha”. Sehubungan dengan itu Ropke (1989) berpendapat perlunya uji partisipasi
(Participation-‐test) dan uji pasar (Market-‐test) untuk mengukur keberhasilan
koperasi.Kedua indikator keberhasilan bermuara pada, semakin baiknya tingkat
kesejahteraan relatif anggota koperasi.Hal itu juga dikemukakan oleh Hanel (1985,76)
yakni, “Advantages of cooperation and, thus, produce sufficient promotional potential for
the benefit of the members”.
5. Revitalisasi Koperasi
Revitalisasi koperasi yang dimulai dengan perubahan mindset koperasi perlu
diteruskan dan dikembangkan, dengan tetap mempertahankan jati diri koperasi sebagai
lembaga ekonomi masyarakat yang bisa tumbuh pada berbagai skala dan kegiatan
ekonomi.Jabar di masa lalu merupakan representasi koperasi nasional, sehingga banyak
even atau simbol serta pilar koperasi di canangkan disini. Walau ada sebuah
keprihatinan tersendiri saat melihat koperasi yang maju seperti Kospin Jasa di
Pekalongan, Koperasi Guru di Jakarta dlsb. Tidak ada satu pun koperasi yang disebut
itu berasal dari Jawa Barat.
Saat ini tercatat hampir 25.000 koperasi di Jabar, atau 12% dari populasi koperasi
secara nasional. Dan menurut catatan Bank Jabar Banten terdapat lebih dari 300
koperasi yang sehat di Jabar ini. Bila data ini dikembangkan dengan info serupa dari
bank lain tentu memberi makna yang besar untuk mengawali revitalisai koperasi.
Walau tentu saja tidaklah terlalu tepat, bila hanya menggunakan definisi sehat dengan
berpatokan pada data perbankan. Tapi dari pada tidak ada, apa boleh buat. Esensinya
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman38
adalah kuatnya keyakinan bahwa sebenarnya Jabar memiliki potensi luar biasa untuk
memulai program revitalisasi koperasi ini secara nasional.
Revitalisiasi koperasi perlu komitmen semua pihak.Kunci pentingnya adalah
perkuatan gerakan koperasi sebagai elemen internal yang strategis.Fungsi DEKOPIN
adalah melakukan advokasi, edukasi dan fasilitasi patut diakui saat ini belumlah
berjalan optimal, namun penting dalam skema riviatlisasi ini. Normatifnya lembaga ini
digerakan oleh potensi anggota seperti halnya dengan KADIN atau organisasi sejenis,
namun bila faktanya justru anggota DEKOPIN yang menjadi sasaran revitalisasi, maka
menyerahkan daya hidup organisasi kepada anggota sungguhlah tidak bijaksana.
Revitalisasi koperasi nasional dibutuhkan karena melihat kecenderungan
perkembangan koperasi di berbagai negara yang mencengangkan. Tahun 2012 oleh
Majelis umum Perserikatan Bangsa-‐Bangsa (PBB) resmi ditetapkan sebagai Tahun
Koperasi Internasional.Banyak orang bertanya-‐tanya, bagaimana mungkin koperasi
yang jalannya tersaruk-‐saruk dengan diwarnai berita yang yang tidak mengenakan, bisa
menjadi perhatian dunia.Ditengah banyak dilansir kegagalan koperasi, baik dalam
pidato para pejabat sampai praktik rentenir, penipuan, dan premanisme berkedok
koperasi.
Ternyata koperasi mampu menyediakan sekitar 100 juta lapangan kerja di seluruh
dunia.Dan koperasi memberikan kontribusi dalam pembangunan ekonomi, terutama
dalam pembangunan pertanian di seluruh dunia, sekitar 50 persen hasil pertanian
global dipasarkan melalui koperasi. ICA dalam Laporan Global 300 Tahun 2011, yang
mengumumkan bahwa 300 terbesar koperasi di dunia mampu menciptakan pendapatan
kolektif sebesar $ 1,6 triliun, yang berarti sebanding dengan PDB ekonomi kesembilan
terbesar di dunia. Perancis adalah negara dengan kontribusi koperasi terbesar yakni
28%, disusul USA sebesar 16%.
Perusahaan koperasi pun menggeliat menjadi raksasa eknomi dunia, sebut saja
Credit Agricole Group (koperasi di Perancis yang bergerak di simpan pinjam)
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman39
penghasilan satu tahun sekitar 103,5 triliun rupiah.Masih di Perancis Groupe Caisse
D’Epargne yang mencapai 58,50 triliun rupiah. Atau Zen-‐Noh (National Federation of
Agricultural Co-‐operatives) Jepang sebesar 56,99 triliun rupiah.Ketiga koperasi itu
menurut ICA merupakan koperasi terbesar dari 300 koperasi global.Demikian pula pada
daftar 300 koperasi di negara berkembang, koperasi nasional pun tidak ada.Sementara
Malaysia, Thailand, Philipina, dan Singapura masuk kedalamnya.
Koperasi nyata memberikan bukti kontribusi dalam menurunkan angka
kemiskinan, penciptaan lapangan kerja dan integrasi sosial. Pantas bila Sekjen PBB, Ban
Ki-‐moon, menyatakan bahwa “Cooperatives are a reminder to the international
community that it is possible to pursue both economic viability and social responsibility”.
Dimasa mendatang peran koperasi diperkirakan akan terus berkembang. Setelah
disepakati pentingnya revitalisasi koperasi. Melalui proses yang panjang sejak Tahun
1992, melalui Kongres ICA di Tokyo sampai Tahun 1995 melalui Kongres koperasi di
Manchester Inggris dan melahirkan suatu landasan baru yang dinamakan International
Cooperative Identity Statement (ICIS). Kesepakatan itu mengakhiri perdebatan, apakah
koperasi lembaga bisnis atau lembaga quasi-‐sosial”.
Ditengah masih berkecamuknya berbagai diskusi yang kurang penting untuk
langkah percepatan yang dimaksud. Banyak koperasi yang terus menata diri dan
mengembangkan usahanya. Memang bukan sesuatu nyaman bila, diantara 186.987
koperasi yang ada, dengan anggota sebanyak 31 juta orang, tidak ada satu pun yang
masuk pada 300 koperasi negara berkembang sekalipun. Maka sejak Tahun 2009
DEKOPIN berusaha menginventarisir koperasi besar, ditemukan 20 koperasi yang
dimaksud. Terbesar Koperasi Nusantara (DKI) dengan aset 1,2 triliun rupiah, hampir
sama dengan yang dimiliki Kospin Jasa (Jateng). Sebaran 20 koperasi dimaksud DKI
sebanyak 7 koperasi, Kalbar 6 koperasi, Jateng dan Banten masing-‐masing 2 koperasi,
serta Jatim, Kalteng dan Sulsel satu koperasi (Sumer PIP), dari Jabar tidak ada yang
masuk kedalam daftar itu.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman40
Pada Tahun 2010, dikeluarkan pula daftar 100 koperasi terbesar, Jawa Barat
masuk empat (4) koperasi. Rangking tertinggi dari Jawa Barat di raih KPSBU dengan
menduduki posisi ke 14.Alhasil, dalam kondisi seperti itu masyarakat Jawa Barat perlu
berbenah diri. Masyarakat Indonesia kandung sudah tahu bahwa tonggak awal koperasi
modern dicanangkan di sini 65 tahun yang lalu. Jawa Barat pun sudah menyatakan diri
sebagai provinsi koperasi pula.Buah dari otonomi daerah, terlihat sekali bilamana
pimpinan daerah memiliki keperdulian nyata terhadap koperasi, maka koperasi di
daerahnya ikut maju pula. Koperasi di luar sana telah membuktikan bahwa aktivitas
koperasi itu nyata, bukan hanya sentimentil historis atau tuntutan konstitusi.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman41
BAB III
METODOLOGI
A. Metode Kajian
Kajian ini menggunakan pendekatan campuran (Mixed Methods) dengan design
explanatory sequential.Kajian kuantitatif yang dilakukan adalah metode survey. Kajian
kualitatif dilakukan dengan metode fenomenologis. Dengan mengkaji berbagai faktor
yang diamati berkenaan dengan objek yang diteliti serta sikap kelompok yang pelaku
usaha yang diamati.Dan validasi data kualitatif dilakukan dengan menggunakan teknik
triangulasi. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi partisipatif,
wawancara mendalam dan angket untuk sumber data yang sama. Untuk lebih jelasnya
perhatikan gambar di bawah :
Gambar 3-‐1: Triangulasi Teknik Pengumpulan Data
Tahapan terberat dalam melakukan kajian dengan menggunakan metode kualitatif
adalah menentukan fokus yang diamati, dari mana memulainya, serta siapa yang paling
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman42
mengetahui persoalan. Penelitian kualitatif dilakukan berdasarkan pada fenomena yang
terjadi. Fenomena dapat berasal dari dunia nyata (praktik) maupun kesenjangan teori
dan research gap.
B. Subjek Kajian
Subjek kajian adalah kelompok UMKM di 26 kecamatan di Kabupaten Majalengka.
Unit subjek penelitian yang digunakan untuk metode survei digunakan dengan
teknikstratified random sampling untuk analisis kuantitatif. Sedang subjek kajian dengan
pendekatan kualitatif digunakan cuplikan sengaja (purposive sampling) dengan
menetapkan sebanyak 35 orang, terdiri dari kelompok pengusaha UMKM, Pengurus
Koperasi unggulan, dan pejabat terkait, serta organisasi pendukung seperti DEKOPIN
dan KADIN.
C. Teknik Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan pada kajian ini adalah instrumen berbentuk angket dan
wawancara. Bentuk angket sebagaimana pada lampiran untuk melihat potensi pelaku
UMKM beserta permasalahan yang dihadapi. Sedang untuk wawancara, dilakukan
kepada informan untuk dan menggali secara mendalam tentang kondisi yang dihadapi
serta menggali informasi mengenai kesiapan koperasi untuk mendukung kemandirian
kelompok UMKM yang diamati. Wawancara dilakukan terhadap 5-‐10 orang masyarakat
dari kelompok UMKM di setiap kecamatan terpilih, yang dipilih berdasarkan
pertimbangan peneliti disesuaikan dengan data yang dibutuhkan. Pertanyaan-‐
pertanyaan yang diajukan dalam wawancara mendalam, disesuaikan dengan konteks
yang ingin didalami. Pertanyaan tersebut berkembang selama wawancara sesuai
kebutuhan/temuan di lapangan.Hasil wawancara dengan masyarakat di triangulasi
dengan hasil angket dan hasil observasi.
Untuk memperoleh hasil penelitian yang optimal, dilakukan kegiatan observasi
terhadap kegiatan kelompok UMKM berpotensi unggulan. Lembar observasi digunakan
untuk mengamati situasi yang terjadi selama proses perlakuan, dan disusun
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman43
berdasarkan indikator-‐indikator komunikasi dan indikator-‐indikator kemandirian serta
indikator-‐indikator lainnya yang perlu muncul dalam perlakuan.
D. Prosuder Kajian
Prosedur kajian ini terdiri dari tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan
dan tahap akhir. Ketiga tahapan tersebut diuraikan menjadi:
1. Tahap Persiapan
a) Menyusun rancangan penelitian (proposal penelitian), kemudian diseminarkan
dan setelah mendapat masukan dari counterpart;
b) Merancang perangkat perlakuan dan instrumen penelitian serta meminta
penilaian ahli;
c) Menganalisis hasil validasi perangkat perlakuan dan instrumen penelitian dengan
tujuan memperbaikinya sebelum diujicobakan di lapangan;
d) Pelatihan enumerator dari kalangan pelaku UMKM dan Koperasi di Majalengka;
e) Mengajukan permohonan izin penelitian kepada pihak-‐pihak terkait.
2. Tahap Pelaksanaan
a) Melakukan penjaringan data melalui angket kepada 1.000 KUMKM melalui
enumerator di 26 kecamatan;
b) Melakukan validasi data, atas data yang masuk baik isi maupun prosedur;
c) Memilih kelompok UMKM berpotensi unggulan yang diamati secara purposive
untuk diwawancari sacara mendalam;
d) Melakukan pengolahan data kuantitatif;
e) Melakukan wawancara kepada beberapa penggiat koperasi terpilih atas hasil
pengolahan data kuantitatif;
f) Melakukan FGD dengan pemangkukepentingan UMKM di Kabupaten Majalengka
seperti Dinas KUMKM, Bappeda, KADIN, DEKOPINDA, dan pengusaha;
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman44
g) Melakukan kajian di Kabupaten Bantul, Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY), dan di Kota Solo. Alasan pemilihan daerah di DI Yoyyakarta karena kedua
daerah itu memiliki kesamaan jenis usaha yang dikembangkan di Majalengka,
dan sama-‐sama sedang berubah menuju kawasan perkotaan dengan sektor yang
dikembangkan mengarah ke industralisasi. Namun ada pelibatan masyarakat
melalui pembangunan koperasi yang kuat dengan diawali oleh pembinaan
kelompok masyarakat (misal, gapoktan, kelompok pembantik, pengrajin gerabah,
gula semut). Sedang kota Solo dianggap berhasil dalam mengengembangkan
UMKM di tengah persaingan dengan retail modern, saat ini kota Sola sudah
memiliki peraturan daerah yang mengatur tentang keberadaan pasar modern
dan pasar modern.
h) Mendalami hasil kajian Tim Penyusun Masterplan Pembangunan Jawa Barat
bagian Timur yang dilakukan oleh Forum Ekonomi Jabar.
3. Tahap Akhir
a) Mengolah dan menganalisis data dari keseluruhan hasil kajian dan teknik
penghimpunan data berupa hasil angket skala kemandirian, hasil angket, hasil
observasi, hasil wawancara, FGD, dan studi banding. Peneliti juga membuat
kesimpulan hasil penelitian berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan.
b) Merumuskan Naskah Akademik yang diharapkan mendukung munculnya
kebijakan berupa peraturan daerah berkenaan dengan pengembangan KUMKM
Unggulan melalui penguatan koperasi.
c) Membangun situs KUMKM Unggulan Kabupaten Majalengka sebagai sarana
promosi daerah.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman45
BAB IV
HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum
1. Deskripsi Dunia Usaha
Pelaku usaha yang berkembang di Kabupaten Majalengka saat ini mayoritas
berskala mikro, kecil dan menengah. Misalnya dalam industri kerajinan dan industri
olahan makanan. Kelompok industri di kelompok Industri di Kabupaten Majalengka ini
tergabung dalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu IKAHH (Industri Komoditas Agro dan
Hasil Hutan) serta ILMEA (Industri Logam Mas, Elektronik dan Aneka). Sedang di sektor
tradisional masih bergantung pada sektor pertanian.
Dari sisi aksesibilitas terhadap transportasi darat, Kabupaten Majalengka dilalui
oleh Jalan negara yang menghubungkan Ibukota Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah
melalui Kota Cirebon, jalan provinsi dan juga jalan kabupaten. Panjang jalan negara yang
ada di Kabapten Majalangka di Tahun 2012 adalah sepanjang 25,895Km, sedangkan
Jalan Provinsi dan jalan kabupaten masing-‐msing sepanjang 135,729 Km dan 702,8 Km.
Perkembangan Jalan Provinsi cukup pesat, dari hanya sepanjang 49,7 Km di Tahun
2008, menjadi sepanjang 135,7 di Tahun 2012.Penambahan ini menjadikan peningkatan
pada kemantapan jalan yang ada di Kabupaten Majalengka, dari hanya sebesar 118,39
Km di Tahun 2008, menjadi sepanjang 128,5 Km di Tahun 2011.Perkembangan
infrastruktur jalan yang ada di Kabupaten Majalengka ditunjukkan seperti pada tabel di
bawah ini.Kondisi jalan yang ada di Kabupeten Majalengka bervariasi berdasarkan
morfologinya.Untuk daerah utara, umumnya relatif datar, seperti daerah Kadipaten,
Kertajati, Jatitujuh, Majalengka, Jatiwangi, Sumberjaya.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman46
Tabel 4-‐1
Keadaan Infrastruktur Kabupaten Majalengka
Saat ini Kabupaten Majalengka sedang melakukan pengembangan wilayahnya,
dengan pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat, Aerocity dan kawasan industri
yang berlokasi di Kecamatan Kertajati dengan luas total 5.000Ha. Rencana kawasan
industri di di Kawasan Kerjajati diluar kawasan aerocity adalah seluas kurang lebih
2.268,26 Ha, yang tersebar di Desa Mekarjaya, Palasah, Pakubeureum, Kertawinangun,
Pasiripis, Sukakerta, Sukamulya dan Babakan. Sementara pembangunan industri
pengolahan diluar kawasan industri, meliputi industri besar, sedang dan rumah tangga
terdapat di seluruh kecamatan dengan luas total 824 Ha.
Tabel 4-‐2
Rencana Kawasan Peruntukan Industri Kabupaten Majalengka
No. Kawasan peruntukan Lokasi
1 Kawasan peruntukan Industri Besar
Kec. Jatitujuh, Kadipaten, Kertajati, Ligung, Dawuan, Kasokandel, Jatiwangi, Sumberjaya, Leuwi Muncang dan Palasah
2 Kawasan peruntukan Industri Menengah
Kec. Jatitujuh , Kadipaten, Kertajati. Ligung, Dawuan, Kasokandel, Jatiwangi, Sumberjaya. Leuwi Muncang dan Palasah
3 Kawasan peruntukan industri kecil dan Mikro
Diseluruh Kecamatan Pengembang Klaster Industri kerajinan etnik, meliputi: Wisata industri dan Pengembangan ekonomi berbasis Kerajinan
4 Rencana pembangunan kawasan industri Terpadu
Kecamatan Kertajati
Sumber : Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Majalengka 2011-‐2031
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman47
Untuk Pengembangan Industri Kecil dan Rumah Tangga pengembangannya di
seluruh kecamatan, dengan jenis produk mendukung sistem perekonomian Kabupaten
Majalengka. Adapun jenis yang saat ini berkembang sebagaimana tabel di bawah ini :
Tabel 4-‐3
Sebaran Industri Kecil dan Menengah
Bidang Unit 1. Pangan 2. Sandang 3. Bahan bangunan 4. Logam elektronik 5. Kerajinan sisanya
8.300 400 2.600 4000 1.036
Jumlah 8.964 Sumber: FGD 2014
Tabel 4-‐4
Kawasan Industri di Kabupaten Majalengka
Kawasan peruntukan industri Lokasi Industri Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras
Argapura, Lemah Sugih, Maja, Dawuan, Jatitujuh, Palasah, Leuwi Munding, Kertajati, Banjaran, Talaga, Jatiwangi, Cingambul. Cikijing dan Bantarujeg
Industri Genteng dari Tanah liat Dawuan, Jatiwangi, dan Ligung Industri Batu Alam Majalengka Industri Vulkanisir Ban Maja, Talaga dan Cikijing Industri Makanan dari Kedelai dan Kacang-‐Kacangan
Jatiwangi dan Dawuan
Industri Minuman Ringan Maja, Jatitujuh, dan Bantarujeg Industri Kecap Kadipaten, Dawuan,dan Sindangwangi Industri Furniture dan Kayu Jatiwangi dan Kadipaten Industri Pakaian Jadi dan Textil Kadipaten dan Dawuan Industri Anyam dari Rotan Kadipaten, Dawuan dan Sindangwangi Industri Penggergajian Kayu Industri Keripik dan sejenisnya Cingambul. Industri Percetakan Cikijing Industri Jeans dan Kerudung Cikijing
Sumber : Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Majalengka 2011-‐2031
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman48
Berkembangnya sektor industri berdampak pada capaian PDRB. Nilai PDRB
Kabupaten Majalengka atas harga konstan berdasarkan sembilan sektor sejak Tahun
2007 sampai dengan Tahun 2011 menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan
sektor dengan nilai PDRB tertinggi sejak Tahun 2007 sampai dengan Tahun 2011.
Secara rata-‐rata, berdasarkan pada PDRB harga berlaku, sektor pertanian memberikan
kontribusi sebesar 33,10% terhadap PDRB Kabupaten Majalengka. Walaupun sektor
pertanian memiliki nilai PDRB yang tertinggi dan merupakan sektor yang memiliki
kontribusi tertinggi terhadap PDRB sejak Tahun 2007 sampai dengan Tahun 2011,
namun dilihat dari laju pertumbuhannya, sektor pertanian telah mengalami
ketertinggalan dibandingkan dengan sektor industri pengolahan.
Kondisi ini merupakan dampak dari meningkatnya aksesibilitas Kabupaten
Majalengka yang berimplikasi pada peningkatan transaksi barang/jasa di Kabupaten
Majalengka, termasuk transaksi dari barang-‐barang yang dihasilkan oleh sektor industri
pengolahan. Laju pertumbuhan PDRB mengalami peningkatan, dan dari setiap sektor
mengalami fluktuasi dengan kontribusi pertumbuhan sektor jasa mengalami
peningkatan.
Rencana ke depan pengembangan kawasan industri di Kabupaten Majalengka
dikaitkan dengan rencana pembangunan Bandar Udara dan kawasan aerocity seluas
5.000 hektar dengan rincian 1.800 hektar digunakan untuk kawasan industri dan
aerocity. Upaya peningkatan iklim investasi dilakukan sejalan dengan adanya upaya
peningkatan pada kondisi infrastruktur yang akan mendukung rencana investasi
tersebut. Infrastruktur merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan pembangunan daerah. Pembangunan infrastruktur meliputi : infrastruktur
transportasi, prasarana sumber daya air, prasarana energi, dan prasarana
telekomunikasi.
Kondisi infrastruktur penting lainnya adalah sistem kelistrikan.Sistem prasarana
kelistrikan yang adadi Kabupaten Majalengka belum sepenuhnya dapat melayani
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman49
kebutuhan yang ada.Hingga saat ini kebutuhan listrik di Kabupaten Majalengka
diperoleh dari jaringan listrik interkoneksi Jawa-‐Bali dengan tegangan sebesar 500
KV.Keterbatasan pada pasokan listrik di Kabupaten Majalengka menyebabkan tingkat
elektrifikasi, yakni prosentase jumlah rumah tangga yang teraliri listrik, tidak begitu
tinggi peningkatannya. Jika pada Tahun 2008 tingkat elektrifikasi rumah tangga sebesar
63,27% maka pada Tahun 2011 jumlahnya hanya berkembang menjadi 69,32% kondisi
ini hampir sama dengan tingkat elektrifikasi di Provinsi Jawa Barat yang hanya sebesar
69,61%.
Keberadaan berbagai infrastruktur tersebut dapat dimanfaatkan bagi
pengembangan kawasan industri dengan berbagai persyaratan penambahan baik
kuantitas maupun kualitas infrastruktur, agar rencana kawasan industri di aerocity dan
bandar udara bisa diimplementasikan. Diantara berbagai infrastruktur yang akan
dilaksanakan di Kabupaten Majalengka diantaranya adalah :
1. Wilayah di Kabupaten Majalengka akan dilalui oleh dua buah jalan tol, yaitu jalan
Tol Cikampek-‐Palimanan (Cikapali) sepanjang 14,51 km dan diperkirakan akan
mampu beroperasi di Tahun 2015. Sedangkan jalan tol yang kedua adalah jalan Tol
Cisundawu yang rencananya akan sudah beroperasi di Tahun 2016. Kedua jalan tol
ini akan memiliki interchange di Kecamatan Kertajati, dekat dengan rencana
pembangunan bandara dan akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para investor
yang akan menginvestasikan modalnya di Kabupaten Majalengka.
2. Selain keberadaan infrastruktur jalan, rencana pembangunan kawasan industri di
Kabupaten Majalengka, jugarencananya akan didukung oleh pembangunan kereta
api yang menghubungkan Kertajati dengan Kota Bandung dan Kota Cirebon.
Pembangunan jalan kereta api ini merupakan reaktivasi jalur kereta yang sudah
ada sebelumnya (akan tetapi tidak dipergunakan lagi) dan juga pembangunan jalur
kereta yang baru (antara Kertajati sampai Kadipaten). Pemerintah Daerah Provinsi
Jawa Barat saat ini sedang membangun Bandar Udara Internasional Jawa Barat
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman50
(BIJB) di Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka. Direncanakan bandara ini
sudah akanberoperasi di Tahun 2017, sehingga kawasan industri di Majalengka
akan mendapatkan dukungan langsung ke pelabuhan udara dan laut sekaligus.
3. Kebutuhan pengembangan kawasan industri dari sisi kebutuhan energi listrik dan
juga kebutuhan air juga sudah diantisipasi, antara lain untuk kebutuhan energi
listrik diperkirakan akan dapat dipenuhi dengan menggunakan batubara yang
diambil dari pelabuhan Cirebon. Rencana penyediaan akses jalan kereta api ke
pelabuhan Cirebon semakin mempermudah pengangkutan energi batubara ini ke
kawasan industri, melalui moda kereta api.
4. Kebutuhan infrastruktur air untuk kawasan industri dalam jangka panjang bisa
dipenuhi dari rencana pengembangan Waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang.
Aliran air dari waduk ini diperuntukkan bagi pengembangan ketersediaan air
untuk kebutuhan pertanian padi yang ada di Kabupaten Indramayu, sebagian dari
aliran air di saluran waduk ini bisa dimanfaatkan bagi kebutuhan industri di
Kertajati. Debit sumber air yang akan dialirkan ke Kecamatan Kertajati dari Waduk
Jatigede sebesar 1024 lt/detik dari potensi sebesar 6.000 lt/detik. Direncanakan
pada Tahun 2017 Waduk Jatigede akan bisa mulai beroperasi. Sedangkan untuk
jangka pendek, hingga Tahun 2016, sudah ada rencana pasokan air yang berasal
dari daerah sekitar yang diperuntukkan bagi kebutuhan air guna memasok
Bandara Internasional Jawa Barat.
Dalam kerangka pengembangan kawasan industri di Jawa BaratTimur, posisi
Majalengka cukup potensial. Jenis industri yang diduga akan berkembang di Kabupaten
Majalengka adalah jenis industri yang termasuk kedalam karakteristik footloose
industry, light manufacturing industri dan industri-‐industri yang memiliki high value
added, seperti elektronika, dan juga industri yang memiliki karakteristik perishable.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman51
Industri light manufacturing industry, yaitu industri TPT, telah dibuat master plan
kawasan industri TPT seluas 930 hektar di Kecamatan Kertajati oleh Kementrian
Perindustrian, bahkan sudah ada 15 investor TPT yang masuk dan berinvestasi di
Kertajati. Diperkirakan kebutuhan tenaga kerja di industri TPT ini akan mencapai angka
sebesar 15.000 orang. Untuk mempersiapkan perwujudan kawasan industri TPT saat ini
direncanakan akan dibangun pusat pelatihan tenaga kerja untuk industri TPT, seluas 3
hektar.
Kawasan Industri Majalengka bersama dengan kawasan industri Cirebon menjadi
pusat pengembangan industri Jawa Barat bagian Timur. Oleh sebab itu diperlukan upaya
untuk mengkoneksikan kawasan Industri di daerah lain. Khususnya kawasan industri
yang ada di Kabupaten Sumedang, Kabupaten Indramayu dan Kuningan, Arah
pergerakan industri di Kabupaten Majalengka diperkirakan mengikuti perkembangan
infrastruktur yang ada, yaitu ke arah Bandung, Majalengka, Cirebon dengan
menggunakan jalur kereta api atau mengikuti akses jalan Tol Cikapali, sedangkan untuk
akses keluar negeri bisa menggunakan langsung Bandara Internasional.
Rencana pembangunan kawasan industri di kawasan industri Kabupaten
Majalengka juga perlu di dukung oleh koordinasi yang lebih intensif dari berbagai pihak,
diantaranya adalah :
1. Membuat peraturan zonasi, dengan membuat dan menegakkan aturan perijinan
terkait dengan alih fungsi lahan , serta membuat rencana detail tata ruang yang bisa
mengalokasikan lahan lebih spesifik dengan skala peta yang lebih besar.
2. Mengkoordinasikan berbagai rencana pembangunan yang ada, diantaranya dengan
pihak Provinsi Jawa Barat, dan juga Pemerintahan Pusat seperti Kementerian
Perhubungan, Kementerian Keuangan dan Bappenas khususnya terkait dengan
Pembangunan BIJB.
3. Menyiapkan kerangka kelembagaan yang akan mengatur masing-‐masing rencana
kegiatan ini agar tidak bertentangan dan merugikan satu dengan yang lainnya.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman52
2. Deskripsi UMKM dan Koperasi
a. UMKM
Pelaku usaha di Kabupaten Majalengka sebagian besar merupakan pelaku usaha
mikro, kecil dan menengah. Namun dalam survai yang dilakukan usaha dengan skala
mikro tidak turut dianalisis secara kuantitatif, mengingat data yang tersedia sangat
terbatas, serta sifat keberadaanya sulit diprediksi, di samping penyebaran dan
jumlahnya terdistribusi secara tidak merata di setiap daenrah. Oleh sebab itu untuk
usaha mikro dilakukan dengan kajian kualitatif pada beberapa aktivitas usaha di
beberapa kecamatan terpilih.
Adapun UKM yang bisa diolah datanya adalah sebanyak 583 unit, dengan tiga
kualifikasi utama pada unit tekstil dan garmen, unit kerajian rakyat, dan unit mamin
(kuliner). Jenis usaha UKM yang terdapat di Kabupaten Majalengka cukup beragam,
masing-‐masing kecamatan mempunyai komoditas atau jenis usaha yang berbeda-‐beda.
Diantaranya sebanyak 41 UKM bergerak dibidang produksi tahu yang banyak tersebar
di kecamatan Palasah. Jenis usaha konveksi celana jeans dan kerudung banyak
ditemukan di kecamatan Cikijing. Produksi tikar pandan juga temukan di kecamatan
Sumberjaya. dan masih banyak lagi jenis-‐jenis usaha yang tergabung dalam kriteria lain-‐
lain seperti jenis usaha mebel, perbengkelan, jasa, pembuatan suku cadang dan lain-‐lain.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman53
Sumber: Hasil Survai Gambar 4-‐1: Distribusi kegiatan UKM berdasarkan Jenis Usaha
Berdasarkan survei yang dilakukan terlihat bahwa produksi tahu dan anyaman
boboko yang banyak terdapat di kecamatan Palasah dan Leuwimunding menjadi
komoditi yang masih digemari oleh warga di kecamatan tersebut. dan masih banyak lagi
komoditi-‐komoditi yang tersebar di berbagai kecamatan seperti konveksi, produksi
genteng di jatiwangi dan lan-‐lain.Rata-‐rata lama usaha yang dijalankan oleh para pelaku
usaha adalah 20 tahun karena banyak usaha yang dijalankan berdasarkan turunan atau
usaha keluarga.
Banyak pelaku UKM di kabupaten Majalengka yang memanfaatkan potensi lokal.
Sebagaimana yang dilakukan oleh Sudomo atau akrab dipanggil Haji Domo, kini sukses
menjadi pengusaha pengolahan batu alam di Majalengka. Bongkahan batu besar diubah
menjadi lempengan batu unik untuk aksesoris bangunan. Berkat bisnis ini, dalam
sebulan Domo bisa mengantongi omzet minimal Rp 100 juta. Batu alam berjenis andesit
RANGINANG 3%
KONVEKSI CELANA JEANS DAN KERUDUNG
8% PRODUKSI WUWUNG UJUNG 2%
PENGRAJIN BOLA 1%
PENGRAJIN PANDAI BESI 3%
ANYAMAN BOBOKO 8%
ANYAMAN BAMBU 3%
ANYAMAN ROTAN 5%
PERDAGANGAN 1%
PRODUKSI EMPING 2%
PRODUKSI GENTING 4%
PINDANG IKAN 2%
ANYAMAN BILIK 2%
KERIPIK 4%
KACANG 2%
KERUDUNG 2%
PRODUKSI MAKANAN RINGAN
3%
PRODUKSI TEPUNG TAPIOKA 2%
PRODUKSI TAHU 9%
TELOR ASIN 1%
PRODUKSI KUE KERING/BASAH
1%
PENGRAJIN GENTENG
6%
PRODUKSI BATA MERAH
4%
PRODUKSI TIKAR PANDAN
7%
PERTANIAN 6%
KELONTONGAN DAN MAKANAN
1%
GILING PADI 1%
LAIN-‐LAIN 9%
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman54
ini akan bernilai ekonomi bila diolah dulu. Setelah diolah, bentuk batu bisa menjadi
beraneka rupa dan cocok untuk aksesoris bangunan rumah, gedung, perkantoran, untuk
prasasti hingga batu nisan. Produk batu alam tak hanya bisa dinikmati di dalam negeri,
namun juga sudah dijual ke Negeri Jiran. Malaysia.Dalam sebulan, penduduk Desa
Selagedang, Kecamatan Sukohaji, Majalengka ini, mampu produksi sebanyak 2.000
meter kubik (m2). Dengan produksi sebanyak itu, Domo pun menjadi satu dari tiga
produsen batu alam terbesar di Majalengka. Dalam sebulan, setidaknya Domo mampu
menjual baru alam senilai Rp 100 juta.
Selain alam, produk budaya pun, Kabupaten Majalengka cukup potensial dengan
mengetengahkan batik khas Majalengka. Batik Majalengka, memiliki keunikan dan
warna tersendiri bila dibandingkan dengan batik lainnya yang ada di Indonesia. Ada
empat motif Majalengka yang sangat terkenal dan laku keras di pasaran, yakni Gedong
Gincu, Laut Ngibing, Kota Angin dan Nyi Rambut Kasih. Keempat jenis batik tersebut,
setiap bulannya banyak yang memesan dari berbagai daerah provinsi ke Majalengka,
dan termasuk dari luar negeri Malaysia. Dengan harga yang bersaing, yakni harga
kemeja batik itu cukup merakyat hanya berkisar Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu, dan
cukup terjangkau masyarakat.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman55
Tabel 4-‐5
Distribusi UKM Berdasarkan Jenis Usaha dan Kecamatan
NO Kecamatan Tekstil Kerajinan Mamin Jumlah unit 1 Dawuan 0 14 4 18 2 Ligung 0 26 0 26 3 Sumberjaya 0 44 0 44 4 Kadipaten 1 0 3 4 5 Sindang 0 0 25 25 6 Kertajati 0 0 25 25 7 Jatitujuh 0 9 18 27 8 Cigasong 0 10 0 10 9 Majalengka 1 0 20 21 10 Cikijing 33 2 7 42 11 Banjaran 6 0 0 6 12 Argapura 0 1 37 38 13 Panyingkiran 0 1 14 15 14 Leuwimunding 1 40 4 45 15 Jatiwangi 0 21 0 21 16 Cingambul 8 0 37 45 17 Talaga 1 0 8 9 18 Palasah 0 0 46 46 19 Sindangwangi 0 26 0 26 20 Bantarujeg 0 6 8 14 21 Rajagaluh 0 13 13 26 22 Leumahsugih 0 2 12 14 23 Sukahaji 1 6 2 9 24 Maja 0 5 0 5 25 Kasokandel 1 5 3 9 26 Malausma 0 13 3 16 Sumber: Hasil Survai
Dilihat dari penyerapan kerja, UKM yang ada masih lemah kemampuannya dalam
penyerapan angkatan kerja. Maka upaya yang dilakukan untuk mengembangkan
kegiatan industri dengan skala besar, tanpa meninggalkan eksistensi UKM tampaknya
perlu terus dikembangkan. Berdirinya pabrik tekstil modern yang akan dilakukan PT
Jaba Garmindo di Desa Banjaran, Kecamatan Sumberjaya, merupakan langkah awal
untuk itu. Pabrik tekstil bertaraf internasional itu akan berdiri dilahan seluas 13,6
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman56
hektar. Pabrik tekstil ini akan membuka lowongan kerja diperkirakan akan menampung
pekerja sebanyak 5.000 hingga 7.000 orang.
Tabel 4-‐6
Distribusi UKM di Kecamatan berdasarkan Jumlah Karyawan
NO Kecamatan Jml. UKM Jml. Karyawan
1 Dawuan 18 235 2 Ligung 26 125 3 Sumberjaya 44 44 4 Kadipaten 1 22 5 Sindang 25 107 6 Kertajati 25 51 7 Jatitujuh 27 53 8 Cigasong 10 48 9 Majalengka 21 104 10 Cikijing 42 331 11 Banjaran 6 30 12 Argapura 38 80 13 Panyingkiran 15 60 14 Leuwimunding 45 166 15 Jatiwangi 21 179 16 Cingambul 45 416 17 Talaga 9 21 18 Palasah 46 152 19 Sindangwangi 26 287 20 Bantarujeg 14 101 21 Rajagaluh 26 106 22 Leumahsugih 14 56 23 Sukahaji 9 84 24 Maja 5 39 25 Kasokandel 9 55 26 Malausma 16 114 Sumber: Hasil Survai
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman57
Saat ditanyakan kepada responden tentang, apakah sudah ada pembinaan yang
mereka rasakan dari pemerintah. Jawaban mereka terdistribuskan sebagai berikut.
• Menjawab sudah menerima pembinaan dalam bentuk penyuluhan sebanyak
39%.
• Menjawab sudah menerima pembinaan dalam bentuk bimbingan teknis
sebanyak 12%.
• Menjawab sudah mendapat pembinaan dengan bentuk penyuluhan sebanyak
17%.
• Menjawab sudah menerima pembinaan dengan bentuk pendidikan dan pelatihan
sebanyak17%.
• Menjawab sudah menerima pembinaan dengan bentuk bantuan sarana kantor
sebanyak 17%.
• Menjawab sudah menerima pembinaan dengan bentuk bantuan permodalan
sebanyak 9%.
• Menjawab sudah menerima pembinaan dengan bentuk bantuan manajemen
sebanyak 1%.
• Menjawab sudah menerima pembinaan dengan bentuk bantuan produksi
sebanyak 3%.
• Menjawab sudah menerima pembinaan dengan bentuk bantuan pemasaran
sebanyak 5%.
Sedang saat ditanyakan, apakah mereka merasa usahanya mendapatkan
perlindungan, atau bantuan perizinan, atau legitimasi usaha dari pemerintah. Jawaban
mereka adalah:
• Menjawab sudah mendapatkan sebanyak 28%.
• Menjawab belummendapatkan sebanyak 72%.
Kemudian saat ditanya tentang bentuk pemberian legitimasi usaha yang mereka
terima. Responden menjawab “sudah mendapatkan”, menjawab tentang seperti berikut.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman58
• pemberian badan hukum, sebanyak 5%.
• pemberian legitimasi dalam bentuk Surat Izin Tempat Usaha (SITU), sebanyak
21%.
• pemberian legitimasi dalam bentuk Surat Izin Bebas Tempat Usaha (SIBTU),
sebanyak 8%.
• pemberian legitimasi dalam bentuk Surat Keterangan Bebas Izin Tempat Usaha,
sebanyak 8%.
• pemberian legitimasi dalam bentuk Surat Izin Perdagangan (SIUP), sebanyak
22%.
• pemberian legitimasi dalam bentuk Wajib daftar Perusahaan/tanda Daftar
Perusahaan, sebanyak 10%.
• pemberian legitimasi dalam bentukSurat Izin Usaha Industri, sebanyak 10%.
• pemberian dalam bentuk NPWP, sebanyak 34%
Saat ditanyakan tentang, bentuk bantuan apa lagi yang diharapkan dari
pemerintah untuk agar usahanya bisa berkembang. Jawabannya adalah.
• Sebanyak 11% menjawab, Pembinaan dari pemerintah yang dibutuhkan dalam
bentuk Pendidikan dari latihan untuk meningkatkan organisasi dan usaha.
• Sebanyak 11% menjawab, Bantuan penyediaan bahan baku produksi.
• Sebanyak 38% menjawab, Bantuan permodalan,
• Sebanyak 10% menjawab, Bantuan Manajemen dan teknologi usaha,
• Sebanyak 16% menjawab, Bantuan Pemasaran dan Promosi,
• Sebanyak 7% menjawab, Bantuan fackagng/pengemasan,
• Sebanyak 6% menjawab, Bantuan dalam bentuk pembangunan klaster usaha,
• Sebanyak 1% menjawab, mereka menjawab bantuan bentuk lainnya.
Dari gambaran jawaban di atas, peran pemerintah sudah mereka rasakan. Dan
mereka masih berharap adanya dukungan kepada usaha mereka agar produknya bisa
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman59
menjadi unggulan daerah. Dari sekian banyak UKM, terdapat beberapa UKM dengan
produk unggulan, dan berpotensi menjadi antara lain
1) Konveksi Jeans
Pakaian adalah salah satu bidang usaha yang berkembang cukup pesat. Tren jeans
selalu modis mengikuti kecenderungan pasar dengan berbagai motif dan corak. Jeans
Majalengka yang dikelola oleh UKM Majalengka banyak memasok pasar-‐pasar grosir
seperti pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat.Salah satunya pusat konveksi jeans yang
terkenal di Kabupaten Majalengka yakni Kecamatan Cikijing. Pusat produksi jeans di
kecamatan ini juga berpeluang menembus pasar mancanegara.
Saat ini terdapat sekitar 200 pelaku usaha konveksi jeans, salah satunya Alex
Tarmizi yang menjadi produsen jeans sejak tahun 1990an berlabel R34 Cotton.
Ketekunannya dalam menggeluti bisnis konveksi jeans ini, membuat sukses menjadi
supplier jeans di pasar grosir seperti Tanah Abang dan Cipulir Jakarta, Cirebon dan
Bandung.Setiap bulan, Alex mampu memproduksi jeans sampai 800 lusin menggunakan
bahan baku kain jeans dan benang yang diperoleh dari Bandung. Dalam memenuhi
kebutuhan produksinya, Alex merekrut karyawan jahit dari Banjar dan Cicenang,
Majalengka dengan upah perpotong Rp 5.000.
Produk jeans ini terbuat dari bahan kain sakura dan Jatex dengan desain beragam,
mulai dari denim pendek, kargo, standar hingga yang terbari chino dengan harga yang
ditawarkan berkisar dari Rp 40-‐62 ribu/pcs. Selain itu, Alex juga menerima pesanan
jeans customized bagi pelanggan yang menginginkan desain sendiri. Sistem pembelian
biasanya dengan tunai, namun bisa juga dengan membayar 50%. Sedangkan ongkos
kirim ditanggung pembeli.
2) Industri Bola.
Industri bola sepak merupakan keunikan lain yang berkembang. Usaha yang
dikelola oleh masyarakat dengan skala UKM ini bisa dijumpai dipusat produksi bola
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman60
sepak yang berlokasi di Pesanggrahan Maja, Kabupaten Majalengka. Salah seorangnya
adalah Yudhistira Putra atau akrab disapa Yudhi, salah satu produsen bola sepak sejak
tahun 2001 dengan mengusung brand BOMA (Bola Majalengka). Kesibukan sebagai
pegawai penyuluh KB, tak menghalangi dalam menjalankan roda bisnis ini. Dalam
memenuhi kebutuhan pasar, Yudhi dibantu sekitar 50 orang ibu rumah tangga yang
diupah sebesar Rp 4.500/buah. Kini setidaknya Yudhi bisa menghasilkan sekitar 2000
buah bola per bulan.
Prospek usaha bola sepak meningkat , misalnya ditengah kampanye partai politik,
order pesanan semakin meningkat hingga 2-‐3 kali lipat. Permintaan datang dari partai-‐
partai politik yang melakukan kampanye dengan menggunakan produk promosi berupa
bola sepak. Namun peningkatan permintaan tersebut terkadang kurang diimbangi
dengan ketersediaan bahan baku secara kontinyu, ditambah dengan jumlah mesin
produksi yang minim, sehingga terkadang proses produksi menjadi tersendat
Berkembangnya usaha bola sepak, juga merangsang munculnya usaha ikutan
berupa bahan pendukung seperti cat, pentil, jaring dan benang juga banyak tersedia
ditoko bahan bola.Produksi bola sepak yang ditawarkan terdiri dari beberapa varian
mulai ukuran 3, 4 dan 5 dengan harga yang terjangkau yakni Rp 48ribu. Penjualan bisa
secara ecerann partai besar dan kecil dengan sistem pembayaran tunai untuk pesanan
bola customized. Sementara untuk produk bola sepak non customized (desain dari pihak
produsen sendiri), bisa membayar uang muka sebesar 50 persen dan sisa pembayaran
dilunasi setelah barang siap dikirim. Biaya pengiriman seluruhnya dibebankan pada
pihak pembeli dengan menambah harga sekitar Rp 1.500/pcs bola sepak.
3) Produk Makanan Ringan
Industri UKM lain dikabupaten Majalengka yang sangat berpeluang untuk
dikembangkan yakni usaha makanan ringan. Seperti yang dilakukan oleh warga
kecamatan Bantarujeg. Setidaknya ada sekitar 50 lebih pelaku usaha makanan ringan
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman61
seperti kerupuk singkong, kerupuk jagung, rempeyek ikan, keripik bayam, keripik
pisang, biji ketapang, akar kelapa, opak, pungpa, kalua jeruk dan sebagainya. Daerah-‐
daerah yang lain merupakan pusat produksi makanan ringan seperti Rawa dan
Kecamatan Majalengka.
Makanan ringan yang dikembangkan oleh pelaku UKM juga tak lepas dari kreasi-‐
kreasi baru. Seperti kerupuk pisang kreasi Sri Ida Mulyawati. Kerupuk pisang tersebut
hanya ada didesa Babakansari kecamatan Bantarujeg Majalengka. Pemerintah daerah
setempat juga berencana menjadikan camilan ini sebagai makanan dan oleh-‐oleh khas
Majalengka. Meski terbilang produk baru, camilan kerupuk pisang sudah dibanjiri
permintaan pasar.
Makanan ringan yang diproduksi pelaku UKM tersebut ditawarkan dengan harga
beragam, seperti kerupuk pisang Rp 8ribu per bungkus isi 100 gram, keripik pisang Rp
13ribu per bungkus isi 100 gram, kerupuk singkong Rp 5ribu per bungkus isi 100 gram,
kerupuk jagung Rp 10ribu per bungkus isi 100 gram, rempeyek ikan Rp 15ribu per
bungkus isi 100 gram, keripik bayam Rp 7ribu per bungkus isi 100 gram, biji ketapang
Rp 12ribu per bungkus isi 100 gram, akar kelapa Rp 10ribu per bungkus isi 100 gram,
kalua jeruk Rp 10ribu per bungkus isi 100 gram.
4) Kerajinan Rotan
Kerajinan anyaman rotan saat ini perkembangannya sangat pesat, khususnya di
Kecamatan Rajagaluh, Majalengka. Mulai tahun 1975, banyak perajin yang mencoba
menggunakan bahan baku lain selain bambu. Mereka meniru Kota Cirebon yang terlebih
dahulu memanfaatkan rotan sebagai bahan baku kerajinan. Dengan berbagai pelatihan
dan sosialisasi hingga 1980, mulailah warga Majalengka turut memproduksi kerajinan
rotan. Desa Leuwilajah dapat disaksikan banyak disaksiskan kolam air ukuran 10 m x 5
m atau lebih besar. Kolam-‐kolam itu digunakan para perajin untuk merendam rotan
mentah supaya lebih awet dan tidak gampang lapuk. Selain Leuwilajah, Rajagaluh,
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman62
sentra lain yang memproduksi anyaman rotan di Majalengka adalah Desa Mindi,
Kecamatan Leuwimunding, dan Desa Balagedok, Kecamatan Sindangwangi. Hanya saja
nama Rajagaluh paling populer di antara sentra lain.
Saat ini tercatat di Data Dinas Perindustrian Kecamatan Majalengka terdapat 14
eksportir anyaman rotan dan menyerap 30.000 tenaga kerja. Produk anyaman rotan
yang berasal dari Majalengka digemari karena rapi. Warna-‐warna anyaman rotan yang
dihasilkan juga lebih natural. Mereka menggunakan bahan pewarnaan alam untuk
memproses warna putih rotan mentah menjadi abu-‐abu. Karena kerapian dan kekhasan
itulah, banyak importir dari Eropa datang ke Majalengka. Demikian pula buyer luar
negeri berdatangan. Mereka ini datang dari berbagai negara yang diantaranya Canada,
Jerman, Belgia, Australia, Italia dan negara negara lainnya. Pada umumnya mereka
sangat tertarik pada produk produk furniture rotan seperti kursi, keranjang dan
kerajinan kerajinan rotan lainnya.
Namun sampai saat ini pengrajin kerap kesulitan pasokan rotan. Utamanya saat
musim hujan. Agar produksi tidak terganggu, para perajin menjaga stok, caranya atara
lain, membeli dalam jumlah banyak. Umumnya, perajin mengandalkan pasokan rotan
dari pedagang rotan di Cirebon. Rotan-‐rotan itu yang diperdagangkan itu berasal dari
Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi. Walau lebih di senangi rotan dari Kalimantan,
karena pertimbangan harga salah satunya.
b. Koperasi
1) Jenis Koperasi
Koperasi yang diamati adalah koperasi yang ada (benar-‐benar berjalan) pada saat
survai dilakukan. Hal ini untuk mendapatkan akurasi data yang tepat untuk berbagai
kegiatan turunan dan bisa dianalisis secara pasti. Jenis koperasi terdiri dari fungsional,
non fungsional, dan lain lain. Data yang ada yang memperlihatkan jumlah yang jauh dari
jumlah yang diamati, sebaiknya dicermati lebih tegas lagi, apakah perlu diteruskan
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman63
keberadaanya atau dilikuidasi sebagaimana ketentuan. Dari hasil survai diperoleh data
secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4-‐7
Jumlah Koperasi Berdasarkan Jenis Koperasi di Kabupaten Majalengka
NO JENIS KOPERASI JUMLAH PERSEN 1 Fungsional 41 23 2 Non Fungsional 63 34 3 Lain-‐Lain 75 43
Total 179 100 Sumber : Hasil Survai
Sumber: Hasil Survai Gambar 4-‐2 Jumlah Koperasi Berdasarkan Jenis Koperasi
Jumlah koperasi di Kabupaten Majalengka dengan jenis koperasi fungsional
berjumlah sebanyak 41 unit koperasi atau sebesar 23% dari total jumlah koperasi.
Sedangkan koperasi dengan jenis non fungsional berjumlah sebanyak 63 unit koperasi
atau sebesar 34% dari total jumlah koperasi. Dan koperasi dengan jenis koperasi lain-‐
lain berjumlah 75 unit koperasi atau sebesar 43% dari total jumlah koperasi
23%
34%
43%
Jenis Koperasi Fungsional Non Fungsional Lain-‐Lain
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman64
2) Bidang Usaha
Koperasi yang diamati berdasarkan usaha yang dijalankan masih bersifat
konvensional, hanya satu dua yang menunjukan usaha yang benar-‐benar bisa
dikatagorikan sebagai usaha modern. Yang didukung oleh manajemen, sdm, dan
teknologi yang memadai.Jenis dan bidang usaha koperasi terdiri dari konsumsi,
produksi, perdagangan dan jasa lain, dan jasa keuangan (SP).Jangkauan usaha masih
tetap pada lingkup anggota. Ini cukup baik karena sesuai dengan prinsip berkoperasi.
Data secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4-‐8
Jumlah Koperasi Berdasarkan Bidang Usaha Koperasi
NO BIDANG USAHA JUMLAH PERSEN 1 Jasa Keuangan (SP) 87 49 2 Produksi 15 8 3 Konsumsi 2 1 4 Perdagangan dan Jasa Lain 17 9 5 Serba Usaha (SU) 58 32 Total 179 100
Sumber : Hasil Survai Gambar 4-‐2:Jumlah Koperasi Berdasarkan Bidang Usaha Koperasi
Jasa Keuangan (SP) 60% Produksi
10%
Konsumsi 1%
Perdagangan dan Jasa Lain 11%
Serba Usaha (SU) 18%
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman65
Berdasarkan ilustrasi di atas maka dapat dilihat bahwa, mayoritas koperasi di
Kabupaten Majalengka memiliki bidang usaha jasa keuangan/ simpan pinjam, dengan
jumlah 87 unit koperasi atau 49% dari total unit koperasi. Sedangkan koperasi yang
memiliki bidang usaha konsumsi memiliki jumlah koperasi yang paling sedikit yaitu
berjumlah sebanyak 2 koperasi. Koperasi yang memiliki lebih dari satu bidang usaha
dikategorikan kedalam bidang usaha Serba Usaha, yang memiliki jumlah 58 unit
koperasi atau 32 % dari total koperasi.
3) Keanggotaan
Keanggotaan koperasi yang dimati adalah koperasi yang saat survai dilakukan,
benar-‐benar melakukan layanan, atau kalaupun tidak, terhenti yang bersifat sementara.
Tabel 4-‐9 Jumlah Koperasi Berdasarkan Bidang Usaha Koperasi
Jumlah Koperasi Jumlah Anggota Rata-‐rata/koperasi
179 55.288 309 Sumber : Hasil Survai
Jumlah anggota koperasi dari 179 unit koperasi di Kabupaten Majalengka
berjumlah sebanyak 55.288 orang. Sedangkan untuk rata-‐rata jumlah anggota koperasi
untuk setiap koperasi sebanyak 309 orang.
Dilihat dari jumlah rata-‐rata anggota dalam koperasi menunjukan angka yang
cukup baik bagi keberlangsungan organisasi dan layanan usaha. Namun yang belum
terungkap adalah sejauh mana usaha koperasi memiliki kaitan dengan usaha nggota.
Hal ini penting untuk melihat efektivitas usaha yang dijalankan, apakah mencapai skala
ekonomi yang terbaik ataupun tidak. Untuk memperoleh data ini, tidak cukup tersedian
di koperasi. Pada penelusuran yang dilakukan sejauh ini belum ditemukan hubungan
yang baik antara keduanya (usaha anggota dan usaha koperasi).
4) Pemodalan
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman66
Tabel 4.10
Data Umum Permodalan Koperasi
Sumber: Hasil survai
Berdasarkan analisis data hasil survai disimpulkan bahwa koperasi di Kabupaten
Majalengka memiliki jumlah modal sendiri sebesar Rp. 9.671.132.263, jumlah modal
luar sebesar Rp. 36.568.687,682, dan jumlah total asset Rp. 50.132.056.760. Dengan
rata-‐rata modal sendiri sebesar Rp. 128.948.430, rata-‐rata modal luar sebesar Rp.
1.462.747.507, dan rata-‐rata total asset sebesar Rp. 604.000.684 dari 179 sampel
koperasi yang diteliti. Dengan rincian kondisi yang ditemukan hasil survai, adalah:
• Sebesar 51 % responden menjawab dalam menjalankan usahanya sudah dapat
dipenuhi oleh modal sendiri, sedangkan 49% menjawab belum bisa terpenuhi oleh
modal sendiri.
• Sebesar 50 % responden menjawab bahwa, usaha untuk menambah sumber
permodalan koperasi meperoleh dana dari berbagai sumber yakni : peningkatan
tarif simpanan pokok dan wajib, pinjaman bank, penyertaan modal dan sumber-‐
sumber lain
• Sebesar 70% responden menjawab, untuk memperoleh pinjaman dari bank para
responden mengalami kesulitan, sedangkan sisanya menjawab tidak mengalami
kesulitan.
Jumlah Koperasi Jumlah Modal Sendiri
Jumlah Modal Luar
Jumlah Total Aset
179 Rp. 9.671.132.263
Rp. 36.568.687,682
Rp. 50.132.056.760
Rata-‐Rata Rp. 128.948.430
Rp. 1.462.747.507
Rp. 604.000.684
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman67
• Sebesar 75% responden menjawab, responden mengalami dua masalah dalam
perolehan pinjaman bank yakni : persyaratan administrasi dan perizinan serta
jaminan. Sedangkan sisanya hanya menghadapi salah satunya saja.
• Sebesar 51% responden menjawab, bahwa untuk menambah modal berasal dari
sumber lain, sedangkan 49% reponden menjawab hanya dari bank.
• Sebesar 91% responden menjawab, bila koperasi tidak mendapatkan bantuan
modal dari bank, koperasi akan mendapatkannya dari hasil kerjasama usaha.
Sedangkan 9% menyatakan akan meminjam pada rentenir.
• Sebesar 69% responden menjawab, koperasi tidak mendapatkan fasilitas program
kredit dari pemerintah, sedangkan sisanya menjawab mendapatkan.
• Sebesar 64% respoden yang mengaku mendapat bantuan kredit pemerintah dalam
bentuk LPDB, Kredit program Bupati dll.
• Sebesar 53% responden pernah mendapatkan dana hibah, dan sisanya belum
mendapatkan
• Sebesar 74% responden mendapatkan dana hibah dalam bentuk uang dan sisanya
dalam bentuk barang atau keduanya.
• Bila dirata-‐ratakan, dana hibah yang didapatkan oleh koperasi-‐koperasi di
Kabupaten Majalengka adalah sebesar Rp. 120.272.590.
• Sebesar 36% responden menyatakan bahwa dana hibah tersebut berasal dari
Pemerintah Provinsi, 33% menyatakan dari Pemerintah pusat dan sisanya dari
Pemerintah Kabupaten Majalengka.
Dari hasil di atas dapat diintrepretasikan bahwa permodalan koperasi masih
sangat lemah, setidak-‐tidaknya bila dibandingkan dengan jumlah anggota yang
dilayani. Hal ini disebabkan jumlah simpanan masih sangat kecil. Hal ini diduga belum
ada dorongan dari anggota untuk bisa memberikan kontribusi permodalan asli
koperasi, karena usaha koperasi belum mampu membuat mereka tertarik untuk
melakukan investasi pada usaha koperasi.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman68
Bantuan pemerintah masih cukup diminati oleh sebagian besar koperasi. Ini
menunjukkan kemadirian belum menjadi pilar penting dalam organisasi. Ada
fenomena yang mengkhawatirkan, antra lain pemahaman pinjaman pemerintah
diidentikan dengan bantuan pemerintah. Ini berpotensi munculnya kredit macet yang
akan menyulitkan usaha koperasi ke depan.
5) Manajemen dan Produksi
Manajemen merupakan faktor penting dalam melihat kesiapan koperasi untuk
menjalankan fungsi idielogisnya ke saat ini dan ke depan. Pada survai ini, kesiapan
manajemen ditanyakan berdasarkan persepsi pengurus atas berbagai praktik
manajemen dan produksi, serta dikonfirmasi dengan hasil pengamatan dan wawancara.
Ada beberapa aspek yang diamati dan tanyakan melalui angket dan berdasarkan
teknik itu ditemukakan beberapa hal, terlihat seperti berikut ini.
Tabel 4-‐11
Rekapitulasi Aspek Manajemen dan Produksi Koperasi Aspek RU KU Pend PT HP In HIn DS Sudah 83% 62% 34% 57% 3% 29% 59% 64% Belum 17% 38% 14% 43% 66% 71% 41% 36% JUMLAH 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% Sumber: Hasil survai
Dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Pada pertanyaan pertama, koperasi telah melakukan rencana usaha sebanyak 83%,
sedangan koperasi belum melakukan rencana usaha, sebanyak 17%.
2. Pertanyaan kedua koperasi sudah dibuat kelayakan usaha, secara persentase
sebesar 62%. Sedangkan koperasi belum membuat kelayakan usaha, sebanyak
38%.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman69
3. Pertanyaan ketiga, koperasi sudah berdasarkan hasil pendidikan dan pelatihan,
sebanyak 34%, koperasi masih dibantu oleh dinas, sebanyak14%, dan koperasi
sudah berdasarkan oleh konsultan, sebanyak 52%.
4. Pertanyaan keempat, koperasi sudah mendapat pembinaan dari instansi teknis,
sebanyak 57%. Sedangkan 43 koperasi belum mendapaat pembinaan dari instansi
teknik, sebanyak 43%.
5. Pertanyaan keenam, koperasi merasa sangat baik setelah mendapat pembinaan,
sebanyak 3%, koperasi merasa baik setelah mendapat pembinaan, sebanyak 66%,
dan koperasi merasa cukup setelah mendapatkan pembinaan, sebanyak 25%. Dan
terakhir koperasi merasa kurang baik setelah mendapatan pembinaan,
sebanyak6%.
6. Pertanyaan ketujuh, koperasi telah menerapkan teknolog/inovasi terbaru, sebanyak
29%. Sedangkan koperasi belum menerapkan teknologi/inovasi terbaru, sebanyak
71 %.
7. Pertanyaan kedelapan, koperasi yang telah menerapkan teknologi / inovsi baru
dapat meningkatkan volume produksi, sebanyak59%. Sedangkan koperasi yang
telah menerapkan teknologi/inovasi belum dapat meningkatkan volume produksi,
sebanyak 41%.
8. Pertanyaan kesembilan, koperasi yang dapat meningkatkan volume produksi juga
dapat meningkatkan daya saing, sebanyak 64%. Sedangkan koperasi yang dapat
meningkatkan volume produksi juga belum dapat meningkatkan daya saing,
sebanyak36%.
Dari uraian di atas, tampak ada usaha dari para pengurus untuk menjalankan
praktik bisnis dengan benar melalui penyusunan rencana dan kelayakan usaha.
Walaupun dari pengamatan bentuk dan isinnya membutuhkan perhatian dan perbaikan
dari proses pelatihan yang benar.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman70
Pelatihan dan pembinaan yang dilaksanakan selama ini perlu dikoreksi karena,
menurut responden sedikit saja yang bisa memberi dampak yang sangat baik kepada
kinerjanya. Dan aspek penting lainnya yang perlu mendapat dukungan adalah
penerapan inovasi teknologi dalam usaha yang dijalankan koperasi.
Perlu ditekankan pentingnya tugas manajemen untuk mengembangkan
kemampuan diri dan inovasi guna memberikan dampak bagi daya saing koperasi. Pada
aspek ini tampaknya perlu dipikirkan sistem rekrutasi pengurus dan juga pentingnya
penetapan standar mutu kompetensi bagi calon pengurus koperasi. Dari gambaran di
atas kesiapan koperasi untuk menjadi kekuatan aggregative dari usaha anggota masih
rendah. Hal yang penting ditemukan keterantungan kepada bantuan pemerintah masih
sangat kuat, sehingga pembinaan kemandirian perlu dikembangkan.
6) Pemasaran
Pemasaran merupakan faktor penting dalam melihat kesiapan koperasi untuk
menjalankan fungsi pelayanan usaha koperasi kepada anggota ke saat ini dan ke
depan.Pada survai ini, keadaan pemasaran ditanyakan berdasarkan persepsi pengurus
atas berbagai praktik manajemen dan produksi, serta dikonfirmasi dengan hasil
pengamatan dan wawancara. Adapun berdasarkan angket terlihat seperti berikut ini.
Tabel 4-‐12
Persentase Rekapitulasi Aspek Pemasaran Koperasi Aspek Minat Kons Harga DK MK KH Optimal 97% 99% 98% 90% 60% 64% Kurang Optimal 3% 1% 2% 10% 40% 36% 100% 100% 100% 100% 100% 100% Sumber: Hasil survai
Dengan penjelasan sebagai berikut:
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman71
1. Pertanyaaan kesatu, koperasi hasil produksi, dan atau jasa yang diminati oleh
konsumen/anggota, sebanyak97%. dan tidak diminati oleh konsumen/anggota
yang dilayani atau pembeli, sebanyak3%.
2. Pertanyaan kedua, koperasi menjual sesuai dengan kebutuhan konsumen,
sebanyak99%. Sedangkan tidak sesuai dengan kebutuhan konsumen,
sebanyak1%.
3. Pertanyaan ketiga, koperasi menjual produksi sesuai dengan harga daya beli
konsumen, sebanyak 98%. tidak sesuai dengan harga daya beli konsumen,
sebanyak2%.
4. Pertanyaan keempat, koperasi didatangi oleh para konsumen, sebanyak90%.
Sedangkan tidak didatangi oleh para konsumen, sebanyak10%.
5. Pertanyaan kelima, koperasi menyampaikan pelayanan ke tempat konsumen dan
pembeli, sebanyak60%. Sedangkan tidak menyampaikan pelayanan ke tempat
konsument dan pembeli, sebanyak40%.
6. Pertanyaan keenam koperasi melayani anggota koperasi lebih murah
dibandingkan bukan anggota, sebanyak64%. Sedangkan melayani anggota
koperasi sama saja dengan bukan anggota koperasi, sebanyak36%.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa keadaan pemasaran produk barang
dan jasa koperasi mengalami masalah pada upaya peningkatanbidang mutu layanan.
Dan belum memanfaatkan captive market yang dimiliki yakni usaha anggota. Khususnya
dalam manajemen mutu layanan dan kebijakan penetapan harga belum dipahami secara
benar sehingga daya saing yang dimiliki oleh koperasi masih sangat lemah.
Sedangkan dalam pemilihan usaha masih tetap sesuai dengan harapan anggota,
setidak-‐tidaknya itu berdasarkan persepsi pengurus. Dan berdasarkan wawancara
dengan beberapa anggota hal itu masih pada tahapan bisa diterima oleh anggota. Walau
sebenarnya anggota berharap koperasi bisa menjalankan usaha lebih dari apa yang
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman72
sedang dilakukan. Terutama mereka berharap adanya linkage antara usaha koperasi
dengan usaha anggota.
B. Dasar Hukum Terkait
1. Program Nawacita
Pasangan Jokowi-‐JK menjanjikan sembilan program prioritas yang disebut
Nawacita untuk membangun Indonesia ke depan. Konsep yang mengacu pada ini ajaran
Trisakti Bung Karno ini lahir di tengah-‐tengah krisis mentalitas yang menerpa bangsa
Indonesia. Demikian pula konsep Trisakti dilahirkan Soekarno di tengah-‐tengah iklim
revolusi Indonesia yang dijalankan di tengah rumitnya permasalahan bangsa saat itu.
Ketiga prinsip Trisakti “berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan
berkepribadian dalam kebudayaan” inilah yang semangat dan substansinya dinilai
masih relevan untuk diterapkan saat ini.
Nawacita yang mengandung makna sembilan program tersebut dapat dirumuskan,
sebagai berikut :
a. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.
b. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi-‐institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan.
c. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-‐daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
d. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman73
e. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program "Indonesia Pintar"; serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program "Indonesia Kerja" dan "Indonesia Sejahtera" dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk rakyat di Tahun 2019.
f. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-‐bangsa Asia lainnya.
g. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-‐sektor strategis ekonomi domestik.
h. Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-‐nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia.
i. Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-‐ruang dialog antarwarga.
Bila dilihat dari konteks kajian, sembilan butir program tersebut mengandung
beberapa ide penting yakni (a) kehadiran negara dalam upaya peningkatan
kesejahteraan rakyat, (b) peningkatan produktivitas rakyat perlu didukung penuh
melalui upaya kemandirian, menggantikan karakter ketergantungan yang selama ini
dikembangkan, dan (c) membangun ekonomi dari pinggiran berdasarkan potensi lokal
yang di miliki masyarakat.
Dalam kaitan dengan kajian ini maka sangat tepat bilamana pemerintah
mengambil kebijakan untuk turut menata berbagai urusan pengembangan UMKM,
sebagai bentuk nyata dari ekonomi kerakyatan, melalui penguatan koperasi. Koperasi
dapat dilihat sebagai bagian dari amanah konstitusi dan karakter gotong royong untuk
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman74
menuju kemandirian masyarakat. Namun di sisi lain, koperasi merupakan strategi dalam
memperkuat daya saing UMKM dengan penciptaan skala ekonomi baru akibat beberapa
tindakan efisiensi operasional usaha.
2. Perda No. 10 Tahun 2010
Pemerintah Provinsi Jawa Barat sejak Tahun 2010 telah mengeluarkan Peraturan
Daerah yang mengatur tentang PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI,
USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH. Dengan mempertimbangkan beberapa hal
antara lain, bahwa dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan koperasi, usaha
mikro, kecil dan menengah yang mempunyai kedudukan dan peran strategis untuk
meningkatkan perekonomian daerah, diperlukan peranan Pemerintah Daerah dalam
mendorong dan memberi perlindungan serta peluang berusaha yang kondusif agar
mampu mewujudkan peran secara optimal dalam pembangunan ekonomi di Daerah.
Untuk itu kemudian lahir Perda No. 10 Tahun 2010 tentang Pemberdayaan dan
Pengembangan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Perda tersebut didasari oleh berbagai ketentuan antara lain, seperti, Undang-‐
Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3502). Namun harus diakui bahwaPerda ini belum menjadi pijakan yang kokoh
baik bagi aparat pelaksana di lapangan, maupun bagi gerakan koperasi di Jawa Barat.
Berbagai masalah masih dihadapi baik pada tataran komitmen penyelenggara
pemerintahan maupun kemanfaatan yang dirasakan oleh masyarakat koperasi maupun
UMKM dalam memanfaatkan berbagai fasilitas pembiayaan, akses usaha, dan dukungan
infrastruktur usaha. Contoh kongkrit adalah masih sulitnya fasilitas Kredit Cinta Rakyat
(KCR) diakses oleh pelaku usaha khususnya koperasi, demikian pula semakin surutnya
pasar tradisional .
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman75
Dengan kurang berjalannya ketentuan perundang-‐undangan di tingkat provinsi,
maka saangat tepat bila Pemerintah Daerah Kabupaten Majalengka mengambil inisiatif
untuk membuat regulasi penguatan UMKM di Kabupaten Majalengka dengan mengisi
kekosongan kebijakan pada peraturan perundang-‐undangan di atasnya.
3. RPJMD Kabupaten Majalengka
Perda No. 1 Tahun 2014 tentang RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah) telah menetapkan visi pembangunan jangka menengah Kabupaten
Majalengka Tahun 2014-‐2018, kemudian Pemerintah Daerah mengembangkan melalui
6 (enam) misi, yakni :
a. Meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan, kesehatan, infrastruktur, lingkungan, dan sarana prasarana perekonomian dalam rangka pencapaian pembangunan yang berkelanjutan.
b. Membangun tatakelola pemerintahan yang baik (good govermance) dengan berorientasi pada peningkatan kualitas pelayanan publik dan peningkatan kesejahteraan aparatur.
c. Misi Ketiga, Membangun iklim investasi yang kondusif dan pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk mencapai pemerataan kesejahteraan masyarakat.
d. Meningkatkan daya saing daerah dengan berfokus pada pemanfaatan sumber daya alam, sumber daya manusia, inovasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi dengan mengedepankan prinsip-‐prinsip pembangunan berkelanjutan.
e. Mewujudkan Desa Mandiri
f. Meningkatkan pemahaman dan pengalaman ajaran agama disertai penyediaan sarana prasarana keagamaan yang memadai.
Untuk mengimplementasikan visi dan misi disusun pula tujuan, sasaran dan
strategi yang selanjutnya diuraikan dalam pelaksanaan kebijakan umum dan program
prioritas yang disertai kebutuhan pendanaannya. Secara khusus, strategi pembangunan
pembangunan UMKM secara eksplisit tertuang dalam upaya penanggulangan
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman76
kemiskinan malalui Strategi : 1) Meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar keluarga
miskin, 2) memutus mata rantai generasi miskin dengan perluasan lapangan pekerjaan
bagi usia produktif anggota RTS, 3) memperluas pemberdayaan usaha ekonomi
produktif dan fasilitasi hasil-‐hasil produksi kelompok usaha RTS.Sedang secara implisit
tersirat pada 26 butir bidang dan urusan program pembangunan daerah yang akan
dilaksanakan untuk mencapai misi pembangunan Kabupaten Majalengka Tahun 2014-‐
2018
Upaya pembangunan UMKM tersurat pula pada program unggulan Bupati
berdasarkan janji Bupati dan Wakil Bupati selama kampanye Pemilihan Kepala Daerah
dan disusun berdasarkan bidang pemerintahan daerah yang menjadi prioritas pertama
dalam program pembangunan daerah selama lima tahun, yakni pada Bidang Koperasi
dan Usaha Kecil Menengah, untuk melaksanakan (1) Sebagai upaya Peningkatan PUAP
dan PKH ke dalam UKM, Koperasi atau lembaga sejenis lainnya, dengan program:
Pengembangan Kewirausahaan dan Keuanggulan Kompetitif Usaha Kecil Menengah. (2)
Sebagai upaya Pemberdayaan ekonomi pondok pesantren dan majelis-‐majelis taklim,
dengan program,a) Peningkatan kualitas koperasi; b) Pengembangan kewirausahaan
dan keunggulan kompetitif usaha kecil menengah.
Kabupaten Majalengka memiliki keragaman koperasi sebanyak 644 buah dengan
kondisi 255 buah koperasi aktif dan 389 buah koperasi tidak aktif yang tersebar di 26
kecamatan. Adapun uraian kebijakan Bidang Koperasi dan Usaha kecil Menengah, antara
lain:
1. Kebijakan peningkatan kualitas kelembagaan dan usaha KUKM, serta perlindungan dan dukungan usaha bagi KUMKM, dilaksanakan melalui: a. Program pengembangan koperasi dan UKM, dengan sasaran “Pengembangan
Keanggotaan Koperasi Melalui Peningkatan Kerjasama Koperasi dan Penyuluhan Dalam rangka Gerakan Masyarakat Sadar Koperasi (Gemaskop)”.
b. Program peningkatan kualitas kelembagaan koperasi, dengan sasaran “Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Koperasi di Bidang Pengendalian dan Akuntabilitas Koperasi”
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman77
c. Program pengembangan sistem pendukung usaha bagi usaha Mikro Kecil Menengah dengan sasaran : (1) Peningkatan Kualitas Organisasi Badan Hukum Koperasi; (2) Peningkatan Kualitas Ketatalaksanaan Koperasi dan UMKM.
2. Kebijakan peningkatan akses teknologi, SDM, pasar, kualitas produk dan permodalan bagi Koperasi dan UMKM, dilaksanakan melalui Program pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif Usaha Kecil Menengah, dengan sasaran : a. Fasilitasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi UMKM Produktif; b. Pemberian Tambahan Modal dengan Skema Dana Bergulir; c. Peningkatan Peran Serta Masyarakat Dalam SDM UMKM; d. Pembangunan Outlet Produk UMKM Di Kawasan Wisata.
3. Kebijakan penguatan Koperasi Pondok Pesatren, dilaksanakan melalui : a. Program peningkatan kualitas koperasi, dengan sasaran “Peningkatan kualitas
dan kuantitas Koperasi Pondok Pesantren” b. Program pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif Usaha Kecil
Menengah dengan sasaran : (1) Pameran Produk UKM; (2) Fasilitas Kemitraan Dengan Lembaga Keuangan lainnya.
Indikator kinerja daerah pada RPJMD Tahun 2014-‐2018 dirumuskan berdasarkan
hasil analisis pengaruh dari satu atau lebih indikator capaian kinerja program (outcome)
terhadap tingkat capaian indikator kinerja daerah berkenaan. Indikator kinerja daerah
meliputi 3 (tiga) aspek kinerja yaitu :
1. Aspek kesejahteraan masyarakat, diukur melalui indikator makro yang merupakan indikator gabungan (indikator komposit) dari berbagai kegiatan pembangunan ekonomi maupun sosial seperti : Pertumbuhan PDRB, Laju Inflasi, Rasio Penduduk yang Bekerja, Indeks Gini, Angka Rata-‐rata Lama Sekolah, Angka Usia Harapan Hidup, Indek Pembangunan Manusia (IPM) dan lain-‐lain.
2. Aspek pelayanan umum, merupakan segala bentuk pelayanan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangan atau urusan (Urusan Wajib dan Pilihan) yang telah diserahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-‐undangan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat seperti Pendidikan, Kesehatan, Pekerjaan Umum, Perumahan, Perhubungan, Pertanian, Pariwisata dan urusan lainnya yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman78
3. Aspek daya saing daerah, merupakan indikator yang mengukur kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan. Indikator yang diukur antara lain pendapatan perkapita, Paritas Daya Beli, Ketaatan Terhadap RT/RW, Jenis dan Jumlah perbankan, Rasio lulusan S1/S2/S3, dan lain-‐lain.
Dari paparan di atas terlihat jelas ada komitmen yang kuat untuk mengembangkan
Koperasi dan UMKM, namun membutuhkan program terobosan yang melibatkan
potensi dan hambatan yang dihadapi. Upaya untuk memperjelas data dan peta
permasalahan mutlak dilakukan agar tindakan berupa kebijakan yang diambil tepat
sasaran dan sekaligus menjawab persoalan yang nyata dihadapi. Tantangan terbesar
bagi UMKM di Kabupaten Majalengka adalah perubahan basis usaha dari sektor primer,
ke sekunder dan malahan kesektor tertier.
4. Masterplan Pembangunan Industri Jawa Barat bagian Timur
Tahun ini Kementerian Perindustrian (Kemenperin) RI bersama dengan
Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mencanangkan program pembangunan Industri
Jawa Barat Bagian Timur. Menperin beranggapan bahwa provinsi Jawa Barat adalah salah
satu daerah yang memiliki keunggulan dan peran strategis baik dari sisi geografis maupun
ekonomi. Dari sisi geografis, Provinsi Jawa Barat berdekatan dengan Provinsi DKI Jakarta
sebagai pusat pemerintah dan ekonomi yang dijadikan sebagai pusat pasar, keuangan dan
permodalan serta pengembangan teknologi. Sedangkan, dari sisi ekonomi, pada Tahun 2012
Provinsi Jawa Barat merupakan penyumbang ekonomi terbesar ketiga (14,07%) setelah
Provinsi DKI Jakarta (16,40%) dan Jawa Timur (14,88%).
Sebagai salah satu bentuk implementasi akselerasi pembangunan ekonomi
daerah khususnya Jawa Barat, Kementerian Perindustrian telah melaksanakan program-‐
program pengembangan industri di wilayah Jawa Barat, antara lain: (1) Restrukturisasi
permesinan untuk industri tekstil, produk tekstil dan alas kaki; (2) Pengembangan IKM
dengan pemberian program pelatihan, bantuan mesin/peralatan, bantuan bahan baku
dan bahan penolong, bantuan akses pembiayaan (KUR), pembentukan wirausaha baru,
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman79
penguatan kapasitas kelembagaan, serta fasilitasi keikutsertaan dalam pameran baik
dalam dan luar negeri; (3) Bantuan pembangunan Pusat Pengembangan Teknologi
Industri Mesin Perkakas dan Alat Kesehatan di ITB; (4) Fasilitasi Penyusunan Master
plan Pengembangan Wilayah Jawa Barat Bagian Timur, termasuk di dalamnya wilayah
CIAYUMAJAKUNING (Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan), Kabupaten Sumedang
dan Kabupaten Ciamis.
Terkait dengan ketentuan-‐ketentuan tersebut, Pemerintah Daerah diharapkan
dapat menyusun Rencana Pembangunan Industri Provinsi dan Rencana Pembangunan
Industri Kabupaten/Kota yang mengacu kepada Rencana Induk Pembangunan Industri
Nasional dan Kebijakan Industri Nasional. Selain itu, yang diharapkan juga dapat
dilakukan Pemerintah Daerah bersama Pemerintah Pusat: (a) Menjamin ketersediaan
dan penyaluran sumber daya alam untuk industri dalam negeri; (b) Menyediakan SDM
industri yang kompeten; (c) Menjamin penyediaan infrastruktur industri.
Masterplan itu sebagai pengembangan industri yang merupakan ekspansi atau
relokasi industri dari wilayah barat Jabar, yaitu industri tekstil/TPT dan otomotif. Di
kawasan timur sendiri sudah berkembang industri furniture, batik dan pertanian
pertanian, dan perikanan. Dalam master plan itu disebutkan, untuk pertumbuhan
industri dipusatkan di Kertajati, Ujung Jaya dan kawasan industri Kota Cirebon. Sebagai
wilayah penyangga adalah Kabupaten Cirebon sebagai pusat palayanan
perdagangan, Indramayu sebagai kawasan agrowisata dan wilayah
penyangga, Majalengka sebagai pusat penyedia layanan transportasi dan
perumahan, Kuningan sebagai kawasan pariwisata dan wilayah penyangga,
serta Sumedang sebagai kawasan pariwisata dan pusat inovasi.
Masterplan yang disusun oleh Forum Ekonomi Jabar ini, menggunakan sudut
pandang pelaku ekonomi ini, juga menempatkan Majalengka sebagai pusat penyedia
layanan transportasi dan perumahan dengan dibangunnya Bandara Kertajati dan
kawasan Aerocity.Jawa Barat bagian timur merupakan lokasi potensial bagi industri,
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman80
tidak saja karena perkembangan industri masih minim. Saat ini beberapa sarana dan
prasarana pendukung perdagangan dan industri sedang dibangun, upaya
mengembangkan sistem logistik sedang dijalankan, dan pengembangan SDM industri
sedang berjalan. Selain daripada itu, pengembangan industri di Jawa Barat bagian timur
telah menjadikan Jawa Barat bagian timur tidak lagi hanya merupakan pembangunan
yang bersifat sektoral atau berorientasi kabupaten saja.
Agar lebih selaras, terintegrasi dan saling mendukung maka rencana
pengembangan industri di tingkat kabupaten dan di provinsi perlu mengarah pada
integrasi antar rencana pengembangan industri yang ada. Masterplan pengembangan
wilayah untuk menunjang pusat pertumbuhan industri ini akan mengarah pada
kerjasama antar kabupaten dan antar pelaku industri untuk mendukung terwujudnya
produksi industri yang optimal, efisien dan efektif serta mengarah pada pengembangan
ekonomi daerah, pertumbuhan tenaga kerja dan keseimbangan lingkungan yang terjaga.
Program ini bisa menjadi pemicu untuk terjadinya akselerasi program penguatan
UMKM, karena bila tidak maka pembangunan berskala besar hanya menguntungkan
pemodal kuat dan kurang memberi makna bagi masyarakat Majalengka sendiri. Upaya
akselerasi sebaiknya bersifat multidimensional dan terpadu agar dalam waktu yang
cepat tersedia UMKM yang siap dengan perubahan yang terjadi di wilayahnya.
C. Permasalahan
Mengacu pada hasil pendataan kuantitatif Koperasi dan UMKM sebagaimana
tertuang dalam paparan bagian A. Serta harapan untuk dapat mewujudkan pesan dan
tuntutan normatif dokumen pembangunan yang telah dipaparkan di bagian B. Maka
ditemukan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dan UMKM di
Kabupaten Majalengka, yang dibagi ke dalam dua persoalan besar, yakni masalah
internal dan eksternal KUMKM.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman81
1. Masalah internal
a. Terkoreksinya KUKM Unggulan
Kabupaten Majalengka di masa lalu terkenal dengan beberapa jenis komoditi
unggulan, seperti kecap, genting Jatiwangi, mangga gincu, gula. Seiring dengan
perkembangan jaman sangat sulit dipertahankan. Misalnya industri genting skala
industri rumah tangga (IRT), diduga kurang dari 10 tahun lagi akan mengalami
kebangkrutan total. Ada sejumlah penyebab kebangkrutan industri genteng tersebut.
Saat ini dari 372 IKM genteng hanya 50 % yang masih produksi. Di antara yang
menghentikan produksi karena mulai kesulitan bahan baku, seperti yang dialami perajin
di Burujul Wetan. Mereka mulai kesulitan mendapatkan tanah liat yang
berkualitas. Yang bangkrut, juga karena tak mau memodernisasi peralatan alat hasilnya
makin berkualitas.
Disamping itu terjadi kesulitan bahan bakar, mereka rata-‐rata membutuhkan
empat (4) truk kayu bakar per hari, ini artinya setiap hari membutuhkan banyak pohon
yang harus ditebang, makanya semakin sulit untuk diperoleh. Dicoba dicarikan solusi
diantaranya menggunakan batu bara, tapi sulit untuk mengukur kematangannya. Faktor
eksternal lain adalah semakin berkembangnya industri genting pabrik industri besar
dengan dukungan promosi yang gencar melalui berbagai media.
Masalah serupa juga dihadapi oleh Kecap Majalengka yang sejak sangat terkenal.
Ada dua merek kecap yang sangat terkenal di Majalengka, yakni cap Maja Menjangan
(MM) dan Segi Tiga. Keduanya buatan asli Majalengka, dan diproduksi secara rumahan.
Kecap cap Maja Menjangan merupakan kecap paling tua di Majalengka. Namun
keberadaannya saat ini mengalami mati suri, karena kalah bersaing dengan produsen
kecap raksasa yang berkembang saat ini. Kondisi ini disebabkan beberapa faktor yang
mempengaruhinya.Diantaranya (a) kalah bersaing dengan kecap dari daerah lain,
sehingga puluhan industri kecap asal Majalengka sangat kesulitan memperebutkan
pasar di daerah sendiri. Apalagi hingga tembus ke daerah lain. (b) kalah bersaing dalam
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman82
pasokan bahan baku, khususnya kacang kedelai hitam dan gula aren. Pasokan dari dua
bahan baku itu sangat bergantung kondisi cuaca, (c) harga bahan baku kecap kian
menanjak naik. Padahal di sisi lain para pengusaha kecap tradisional, tidak mungkin bisa
menaikkan harga jual kecap bila melihat kondisi pasar tradisional yang mereka kuasai,
dan (d) perubahan musim ekstrim, datangnya musim hujan yang tak menentu, produksi
kecap asli Majalengka bergantung pada sinar matahari untuk mengeringkan kedelai
yang akan diolah menjadi kecap.
Masalah mendasar dari fenomena itu adalah lemahnya pelaku UMKM untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi dalam lingkungan usahanya sehingga
sulit bersaing ditengah kendala yang dihadapi. Baik untuk melakukan diversifikasi dan
pengembangan produk maupun dalam menetapkan budaya usaha baru yang
berkarakter customer driven tanpa harus meninggalkan bisnis intinya. Sejauh ini bukan
tanpa upaya dari pihak pemerintah kabupaten untuk melakukan pembinaan, namun
kerap dihadapkan dengan sikap apriori dan masa bodoh dari para pelaku. Mereka
cenderung pasif dan skeptis dengan perubahan.
b. Kinerja Koperasi masih rendah
Saat ini koperasi di Kabupaten Majalengka lebih dari 80% bergerak di sektor
keuangan, dan sisanya berada di sektor riil dengan kekuatan yang jauh dari memadai. Di
satu sisi koperasi mampu mengatasi pembiayaan UMKM walau harus berhadapan
dengan bisnis perbankan yang diduga akan dengan mudahnya menggeser eksistensi
koperasi. Namun di sisi yang lain kegiatan sektor riil yang tumbuh di masyarakat (IKM)
kurang mendapat dukungan dalam menggerakan potensi yang dimiliki daerah. Bila hal
ini dibiarkan penduduk kabupaten ini hanya akan menjadi buruh saja yang akan
menerima bagian kecil dari nilai tambah yang dinikmati oleh industri besar.
Koperasi yang aktif saat ini sebagian kecil saja yang bergerak di sektor riil.
Sebenarnya potensi untuk bergerak di sektor itu sangat mungkin misalnya UMKM yang
bergerak di bidang bola dan industri jeans Cikijing, serta sentra bisnis Kuliner
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman83
Cingambul jelas membutuhkan dukungan koperasi dalam proses produksi yang
dilakukan.
Koperasi Sinar Jaya, yang saat ini lebih populer sebagaiPT. Sinjaraga Santika Sport
(Triple’S) di daerah Liangjulang, Kabupaten Majalengka, berhasil menghimpun sekitar
seribuan pengrajin bola. Dengan sistem koperasi mencoba menyatukan mata rantai
sebuah industri. Perajin tidak perlu pusing memikirkan bahan baku maupun pemasaran
bolanya. Dengan mengkhususkan pada industri pembuatan bola dan telah berhasil
mengembangkan teknik dan metode pembuatan bola sepak berkualitas tinggi hingga
diakui oleh dunia internasional. Salah satu bentuk nyata dari pengakuan dunia
internasional tersebut adalah bola sepak buatannya digunakan oleh Federasi Sepak Bola
Internasional (FIFA) untuk memenuhi kebutuhan bola sepak pada penyelenggaraan
Piala Dunia maupun event-‐event dunia lainnya. Saat ini telah memperoleh Sertifikat ISO
14001:2004, ISO 9001:2008, OHAS 18001:2007, dan menjadi satu-‐satunya perusahaan
produsen bola sepak di Indonesia yang telah memperoleh sertifikasi FIFA. Selain itu juga
telah mendapatkan pengakuan dari kalangan masyarakat Eropa melalui sertifikasi CE
Mark(CE=Community Europe) dari Instituto Italiano Sicurezza Del Giocattoli (EC-‐
Notified Body, 0376). Pasar produk sebagian besar untuk eksport ke berbagai negara
seperti Timur Tengah, Afrika, Amerika Selatan, Eropa, dan saat ini mulai menembus
pasar Amerika Serikat.
Di Kecamatan Cikijing juga saat ini terdapat lebih dari 200 konveksi celana jeans
yang mempekerjakan ratusan penjahit dari warga setempat. Selain melayani pasar
celana jeans untuk Majalengka, mereka juga melayani permintaan dari kota lain di Jawa
Barat, Jawa Tengah hingga Kalimantan dan Sumatra.Inipun berpotensi untuk
dikoperasikan, saat ini belum ada koperasi yang mengagregasikan usaha ini.Bila tidak
diagregasikan, mereka akan bersaing satu sama lain yang tidak menguntungkan posisi
mereka di pasar.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman84
Demikian pula terungkap dalam FGD yang dilakukan, pelaku usaha menghadapi
masalah dalam menghadapi persoalan hukum dan perolehan Haki. Mereka menganggap
tidak bisa diselesaikan oleh mereka secara individu, padahal itu penting untuk
keberlangsungan usaha. Mereka berharap pemerintah menginisiasi badan yang bisa
membantu urusan yang dapat memperlancar kesinambungan usaha mereka.
Hal sama juga dihadapi oleh Industri UMKM lain di Kabupaten Majalengka yang
sangat berpeluang untuk dikembangkan yakni usaha makanan ringan. Seperti yang
dilakukan oleh warga Kecamatan Bantarujeg dan Cingambul. Setidaknya ada sekitar 50
lebih pelaku usaha makanan ringan seperti kerupuk singkong, kerupuk jagung,
rempeyek ikan, keripik bayam, keripik pisang, biji ketapang, akar kelapa, opak, pungpa,
kalua jeruk dan sebagainya.
Bila koperasi hidup, maka tidak perlu permasalahan yang pernah terjadi dimana
ratusan industri berbagai makanan ringan dengan bahan baku hasil pertanian di
Kabupaten Majalengka kekurangan bahan baku, akibatnya banyak yang kerap berhenti
beroperasi akibat sulitnya memperoleh bahan baku (HU PR26/02/2013). Bahan baku
industri makanan olahan yang berbahan baku hasil pertanian keseluruhannya
didatangkan dari luar Kabupaten Majalengka. Pada kasus ini koperasi juga dibutuhkan
untuk pemasaran hasil, sejauh ini nilai tambah banyak jatuh ke pengusaha luar daerah
karena kelemahan di bidang pemasaran ini.
c. Rendahnya Pemanfaatan Teknologi Informasi
Sebagaimana diungkap di atas manajemen Koperasi dan UMKM Kabupaten
Majalengka masih terpaku pada pola-‐pola lama dan belum mengoptimalkan keunggulan
teknologi informasi. Dampa dari pada itu, nilai tambah industri dan usaha UMKM serta
koperasi tidak sepenuhnya jatuh di daerah. Sebagaimana diketahui pemanfaatan
teknologi informasi dalam usaha pada dasarnya untuk menuju tingkat efektifitas
dan efisiensi yang lebih baik, dan agar dapat menunjang kualitas pelayanan. Dengan
demikian, penggunaan teknologi informasi dan sistem informasi dapat
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman85
meningkatkan transformasi bisnis melalui kecepatan, ketepatan dan efisiensi
pertukaran informasi dalam jumlah besar.
Memang cara-‐cara tradisional yang dipertahankan dalam produksi, sebagaimana
yang dilakukan oleh dua merek kecap asli Majalengka yang melakukan teknik produksi
secara manual, perlu dihormati dan dipertahankan. Tidak ada mesin yang membantu,
hanya tangan para pegawai yang berperan.Bahkan untuk api sekali pun masih
menggunakan kayu bakar. Demikian dengan wadah tempat menyimpan kecap yang
sudah jadi maupun saat penyaringan dan fermentasi, wadah terbuat dari kayu jati yang
dibentuk menyerupai ember. Sementara untuk mengeringkan kedelai, sinar matahari
merupakan andalan. Tak heran, cuaca sangat menentukan produksi kecap di
Majalengka. Sebab jika mendung atau hujan, penjemuran kedelai akan memakan waktu,
yang pada akhirnya mengganggu produksi.
Pada beberapa sisi proses tradsional ini potensial untuk dijadikan objek wisata.
Namun karena teknologi pemasaran yang dilakukan saat ini belum bisa membantu
mensosialisasikan keunikan itu, dan mendukung teknik pemasaran produk itu.
d. Latar belakang pendidikan kurang mendukung
Kejadian yang menyedihkan seperti di atas terjadi di sebagian besar kawasan yang
berubah fungsi secara mendasar. Tenaga kerja yang tidak diimbangi oleh pendidikan
yang memadai dan kekuatan daya saing UMKM yang memadai terpaksa meninggalkan
daerahnya untuk mengais kehidupan di daerah lain. Dan terjadinya disparitas
pendapatan yang semakin tajam diantara masyarakat yang menyurutkan modal sosial
yang sangat merugikan daerah dalam jangka panjang.
Pada umumnya pelaku UMKM unggulan di Kabupaten Majalengka bersifat turun
temurun (kasus genting, mangga gicu, kecap dll), atau rintisan para penglaju (bola
sepak, jeans dll). Bukan hasil upaya sistimatis melalui pendidikan yang dipersiapkan
bagi generasi mudanya. Sehingga dalam perjalanannya kerap melakukan trial and error
untuk menuju tingkat kemapanan usahanya.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman86
Hampir tidak ada sekolah menengah kejuruan yang benar-‐benar menopang
penyediaan sumberdaya manusia untuk tumbuhnya UMKM unggulan. Apalagi
perguruan tinggi yang menawarkan kekhasan guna mendukung keberlanjutan usaha
khas daerah. Hal ini bisa dilihat dari layanan pendidikandi SMK Negeri Majalengka yang
membuka Program Studi Keahlian/Kompetensi Keahlian sesuai spektrum keahlian yang
juga dilakukan di tempat lain. Sehingga keunikan daerah baik masa kini, atau masa
mendatang seperti topangan untuk aerocity, dan bidang jasa masih sangat kurang.
2. Eksternal
a. Pesaing baru luar daerah
Prospek perubahan kawasan Kabupaten Majalengka dengan penambahan berbagai
fasilitas dan infrastruktur modern sudah diantisipasi oleh pengusaha luar daerah.
Indikasi itu kuat dengan mulai beralihnya kepemilikan tanah, serta beralihnya fungsi
lahan dari pertanian ke fungsi yang lebih sekunder. Peningkatan investasi dan
masuknya pelaku usaha luar daerah, adalah keniscayaan yang sulit dihindari pada
kondisi perekonomian dengan sistem pasar bebas seperti saat ini.
Selama Tahun 2013, nilai investasi yang sudah masuk ke Kabupaten Majalengka
tercatat Rp778,158 miliar. Untuk PMDN, misalnya Grage Group telah membidik
Kabupaten Majalengka sebagai wilayah ekspansi bisnisnya dan dikabarkan bakal
membangun mal dan hotel seperti yang telah dilakukan ketika memulai usahanya di
Kota Cirebon sejak 1996 dengan berdirinya Grage Mall. Demikian pula PMA-‐nya,
Pemerintah Cina tertarik menanam investasinya untuk mengembangkan sisi darat
kawasan bandara Kertajati. Pemerintah Jawa Barat sudah memplot kawasan itu sebagai
pengembangan Aero City, area komersial yang diperuntukkan bagi industri untuk
menyokong Bandara Kertajati di Majalengka.
Majalengka memang direncanakan dengan baik diarahkan sebagai tempat yang
dikunjungi orang-‐orang. Dari situ akan terdorong untuk membangun infrastruktur.
Bupati bertekad untuk membangun dan memperlebar jalan, dan semua diharapkan
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman87
memiliki dampak positif bagi rakyat. Apabila banyak orang yang datang, biasanya akan
muncul permintaan mulai dari hotel, rumah makan, transportasi dan tempat wisata
yang memadai. Namun selanjutnya Bupati menegaskan bahwa, “Pemerintah manapun
harus bisa membangun ekonomi skala kecil, ekonomi rumah tangga, untuk membangun
kemandirian.” (bisnis.com, 22 Juni 2014), ini yang benar-‐benar harus dijaga. Dalam
banyak kasus perkembangan suatu kota tidak linear dengan kesejahteraan rakyat
setempat.
b.LemahnyaPayung Regulasi
Dari hasil Focus Group Discussion yang diadakan untuk kepentingan kajian ini,
peserta beranggapan masih perlunya berbagai ketentuan untuk memperkuat
pembinaan KUMKM. Demikian pula setelah dikaji berdasarkan perbandingan dengan
dua daerah, yakni Bantul dan Kulon Progo di Yogyakarta. Dimana kedua daerah itu
memiliki beberapa kesamaan, antara lain di Kulon Progo direncanakan akan dibangun
pula Bandara Internasional. Sementara Bantul memiliki keunikan dengan sentra
gerabahnya yang secara kultural memiliki kesamaan dengan budaya masyarakat
Jatiwangi.
Dukungan regulasi kepada koperasi saat ini masih sangat kurang. Koperasi dalam
format baru pemerintahan daerah seyogyanya tidak hanya diposisikan sebagai objek
pembinaan karena alasan normatif, namun harus diarahkan sebagai instrumen strategis
untuk mengembangkan potensi rakyat yang pada gilirannya mampu menciptakan PAD
yang lebih besar bagi daerah. Dengan pemikiran itu ada dua keuntungan, yakni, pertama
pembinaan koperasi menjadi bagian dari program pemberdayaan masyarakat dan itu
penting bagi upaya membangun masyarakat sipil yang kuat. Dan kedua, terciptanya
iklim mutualisme antara gerakan koperasi dengan pemerintah untuk peningkatan
ekonomi daerah. Kecenderungan ini akan menghapus hubungan subordinasi antara
pemerintah dan koperasi, seperti yang terjadi selama ini.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman88
Memang koperasi dilihat dari substansinya adalah suatu sistem sosial-‐ekonomi.
Agar tetap survive, dalam tataran operasional koperasi dituntut untuk memanfaatkan
sumberdaya yang tersedia untuk mencapai tingkat operasi yang efektif. Sehingga
pembinaan pemerintah sepatutnya merupakan bagian dari program pemberdayaan
masyarakat. Berkaitan dengan itu penyerahan pembinaan koperasi pada satu dinas
seperti saat ini tampaknya harus dikoreksi.
c. Infrastruktur Pemasaran
Banyak pelaku UMKM Kabupaten Majalengka, seperti pengarajin bambu (bilik)
dari Rajagaluh, Sukahaji dan sekitarnya yang mengalami kesulitan untuk memasarkan
hasil kerajinannya. Pasar Rajagaluh yang dahulu bisa menjadi tempat pemasaran saat ini
tidak lagi memberi tempat untuk produk tersebut.
Demikian pula untuk produk unggulan lain seperti kecap, mangga gincu, serta juga
buah-‐buahan dan hasil pertanian lainnya sarana pemasaran semakin terbatas.
Eksistensi pasar tradisional tampaknya harus bisa disinergikan dengan potensi yang
ditawarkan oleh pasar modern.
Momentum tumbuhnya peritel modern belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan
oleh pelaku UMKM karena keterbatasan informasi dan juga belum sepenuhya dapat
melalukan standarisasi produk sebagaimana yang diharapkan. Permasalahannya
bagaimana mensinergikan pasar tradisional dengan peritel modern sehingga
menemukan model yang tepat dalam memperluas infrastruktur pemasaran hasil produk
UMKM.
D. Program Prioritas
1. Membangun Unggulan Baru
Industri genting yang sudah menjadi budaya masyarakat Jatiwangi sebaiknya
diarahkan untuk tetap menggeluti bidang serupa dengan produk yang berbeda dengan
dipadukan dengan inti bisnis yang lain, dalam hal ini bisa dipadukan dengan pariwisata.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman89
Berpindah kegiatan secara ekstrim akan membuat kelompok UMKM kehilangan waktu
untuk menyesuaikan diri dengan budaya baru.
Memindahkan budaya “genting” menjadi “gerabah” keuntungannya, antara lain (a)
pelaku masih menggunakan bahan baku lokal yang sama, (b) nilai ekonomis dari bahan
baku serupa akan lebih tinggi, (c) menantang kreativitas baru, (d) kedekatan dengan
sumber industri kreatif, (e) industri gerabah bisa dipadukan menjadi sentra wisata.
Sebagai banchmark, bisa digunakan model Sentra UMKM Gerabah Kasongan, Jogjakarta.
Disana dibentuk kawasan desa wisata yang menghasilkan produk seni kerajinan
gerabah sebagai mata pencaharian utama. Nilai ekonomis dari gerabah mampu
memotivasi penduduk Kasongan untuk menggeluti produk berbahan bakuleleran (tanah
liat) jenis body earthenware itu menjadi andalan kehidupan sehari-‐hari.
Kreativitas memang tidak bisa dibentuk dalam waktu cepat, maka pelaku UMKM
dapat dikelompokan ke dalam beberapa jenis kegiatan usaha, yakni (a) pelaku yang
mulai kegiatan mengolah dan mengkombinasi bahan baku menjadi produk jadi
dan/atau setengah jadi, (b) pelaku yang mengolah barang setengah jadi menjadi barang
jadi atau dari kurang bernilai menjadi barang yang bernilai untuk memenuhi kebutuhan
konsumen.
Pemerintah bisa berperan mendukung penguatan usaha.Bentuk dukungan itu
berupa menyelenggarakan proses pelatihan ketrampilan yang relevan dengan
kebutuhan penguatan manajerial unit usaha. UPT ini berfungsi sebagai agen perubahan
orientasi produksi dan teknologi melalui pembinaan teknologi produksi. Gerabah
merupakan proses pengolahan tanah liat dengan dibakar agar menjadi produk tertentu
yang memiliki fungsi. Pembuatan gerabah ditujukan untuk memperoleh peralatan
rumah tangga dengan bahan yang tahan lama, murah dan mudah.Berdasarkan sejarah
pada awalnya pembuatan gerabah ditujukan untuk menghasilkan peralatan rumah
tangga.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman90
Dengan masuknya unsur seni dalam produk gerabah mampu mendorong nilai
ekonomi yang lebih tinggi. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan sudut pandang
dalam melihat gerabah Kasongan, sebagian menganggap sebagai produk seni (art) dan
sebagian lagi sebagai produk fungsional. Dari sudut pandang seni, gerabah merupakan
bagian dari seni kriya yang memanfaatkan ketrampilan dan tanah liat sebagai media
ekspresi.Kriya merupakan terjemahan dari bahasa Sansekerta “kria” yang berarti mahir
bertindak/bekerja untuk urusan keagamaan. Maka upaya untuk membawa masyarakat
Jatiwangi dari budaya “genting” ke “gerabah” membutuhkan proses pembudayaan yang
antara lain melalui pendidikan dan pelatihan.
Esensi pendidikan dan pelatihan karena selain kelompok unit usaha yang
supporting raw materials (menyediakan bahan-‐bahan pembantu), ada juga unit usaha
yang menjadi sub-‐kontrak unit usaha yang lain. Unit usaha menghasilkan gerabah
dengan standarisasi dan spesifikasi yang sudah ditentukan oleh mitra Sub-‐
kontrak.Model kemitraan ini memberikan banyak keuntungan bagi UKM dan mikro
dalam meningkatkan daya saingnya. Sebagai contoh, setiap toko (showroom) yang ada
di kawasan UMKM didukung oleh beberapa unit produksi berupa sanggar produksi
(workshop) yang berada di bagian “dalam” kawasan sentra. Oleh sebab itu, untuk
mendukung budaya baru itu dibutuhkan manajemen pembinaan yang melibatkan
kelompok internal masyarakat itu sendiri, dan disitulah peran koperasi diantaranya.
2. Membangun Klaster UMKM
Untuk menciptakan skala ekonomi yang menguntungkan pelaku UMKM,serta
untuk memudahkan pembinaan yang dilakukan, sebaiknya upaya menggerakan sektor
riil dilakukan dengan melalui pola klaster.Fasilitasi dapat membantu meningkatkan
pasokan, memperbaiki jalur distribusi serta mendukung penciptaan iklim usaha yang
kondusif. Melalui pendekatan klaster yang merupakan upaya untuk mengelompokkan
industri inti yang saling berhubungan, baik industri pendukung dan terkait, jasa
penunjang, infrastruktur ekonomi, penelitian, pelatihan, pendidikan, infrastruktur
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman91
informasi, teknologi, sumber daya alam, serta lembaga terkait, diharapkan perusahaan
atau industri terkait akan memperoleh manfaat sinergi dan efisiensi yang tinggi
dibandingkan jika bekerja sendiri.
Dalam perspektif ekonomi,Marshal (1920) menyatakan bahwa kluster atau sentra
industri mampu meningkatkan daya saing usaha UMKM, karena, (1) berkumpulnya
tenaga kerja dengan spesifikasi khusus yang relevan dengan kebutuhan industri (2)
tersedianya bahan baku dan fasilitas pendukung industri, serta (3) penyebaran inovasi.
Tetapi walaupun kluster mampu menghasilkan efek aglomerasi berupa eksternalitas
ekonomi bagi pelaku UMKM, namun manfaat tersebut tidak memadai untuk merespon
tantangan persaingan yang kompetitif.
Oleh sebab itu,diperlukan adanya usaha bersama yang secara aktif, untuk
melakukan (deliberative joint action) untuk meningkatkan daya saing kolektif. Aksi
bersama dalam kluster dapat dilakukan secara vertikal maupun horizontal antar pelaku
baik secara bilateral atau dilakukan secara bersama dalam bentuk asosiasi (multilateral)
sebagaimana disarankan (Schmitz, 1999). Aksi bersama secara vertikal merupakan aksi
bersama yang dilakukan antara produsen dengan pemasok/konsumen, sedangkan
kerjasama horizontal adalah kolaborasi dengan sesama produsen, dan itulah cikal bakal
lahirnya koperasi.
Pola klaster juga bukan hanya pada kegiatan industri tapi juga pada perdagangan
sebagaimana dikembangkan di Kulon Progo dengan Sentra Kulakan Warung Keluarga.
Yang membuka jejaring warung–warung kecil di desa-‐desa dan industri RT, dimana
pemilik warung kecil adalah keluarga miskin.
Majalengka berpotensi mengembangkan pola klaster ini, seperti wilayah selatan
bagus untuk sentra peternakan (Cingambul) ada sapi, didukung oleh tanaman ketela
sebagai bahan makanan sapi. Sentra kerajinan bambu (Palasah, Sukahaji, Sindang), bola
sepak (Kadipaten), produk pakaian (jean, bordir) di Lemahsugih dan Cikijing.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman92
Cingambul juga bisa dikembangkan sentra industri makanan (kripik, kacang-‐kacangan),
dan sentra logam dan elektronik terdapat di Kecamatan Sumber Jaya diantaranya
menghasilkan kursi, kawat, Kerangka Baja Ringan. Pola yang sama bisa dipadukan
menjadi sentra wisata untuk kecap, kerajinan gerabah, mangga gincu, peternakan, dan
buah-‐buahan (Cinapel), jeruk parel (Leuwimunding), Jambu biji (Panyingkiran) dan
durian dan salak (Sindangwangi).
Strategi aggregasi seperti ini dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing UMKM.
Ekspor gedong gincu sangat menjanjikan, namun saat ini yang untung pengusaha,
bukan para petani. Karena pohon sudah di sewa untuk dipelihara sampai berbuah. Ini
terjadi dibeberapa daerah dengan hasil pertanian yang berbeda. Aggregasi bisa
dilakukan oleh koperasi, koperasi merupakan wujud nyata dari sistem demokrasi
ekonomi yang dicita-‐citakan yang akan membawa rakyat Indonesia kearah pintu
gerbang kemandirian.
Hal ini juga sebagaimana tertuang dalam pasal 33 UUD 1945 yang asli beserta
penjelasannya serta ide Trisakti yang diadopsi dalam program Nawacita.Kekuatan
koperasi terletak pada upaya membangun karsa sebagai pokok perjuangan meraih
kemakmuran, dan menolong diri sendiri merupakan prinsip dasar dalam menegakkan
kemandirian ekonomi.
3. Dukungan pemasaran
Pemasaran merupakan faktor penting dalam mengembangkan UMKM, pemerintah
perlu lebih proaktif dalam mendukung kegiatan pemasaran UMKM. Ada tiga hal yang
direkomendasikan, yakni dukungan (a) penggunaan e-‐commerce, (b) mensinergikan
pasar tradisional dan pasar modern, dan (c) memperoleh sertifikasi halal dan HaKI.
Pertama,kebutuhan e-‐commerce di kalangan UMKM sudah sangat tinggi, konsep
yang bisa menggambarkan proses jual beli barang pada internet atau proses jual beli
atau pertukaran produk, jasa, dan informasi melalui jaringan informasi termasuk
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman93
internet. Pertumbuhan pesat pangsa pasar e-‐commerce di Indonesia memang sudah
tidak bisa diragukan lagi. Dengan jumlah pengguna internet yang mencapai angka 82
juta orang atau sekitar 30% dari total penduduk di Indonesia, pasar e-‐commerce menjadi
tambang emas yang sangat menggoda bagi sebagian orang yang bisa melihat potensi ke
depannya. Pertumbuhan ini didukung dengan data dari Menkominfo yang menyebutkan
bahwa nilai transaksi e-‐commerce pada Tahun 2013 mencapai angka Rp. 130 triliun.
Pemerintah daerah bisa ikut memfasilitasi berkembangnya budaya teknologi infromasi
minimal dengan menyediakan fasilitas promosi produk unggulan UMKM Kabupaten
Majalengka.
Kedua, mensinergikan pasar tradisional dengan pasar modern. Pasar tradisional
dan peritel modern sebenarnya mempunyai peran yang sama penting dalam
perekonomian. Keduanya berperan menjaga agar proses distribusi barang dan jasa
dalam perekonomian berjalan lancar. Sinergi keduanya sangat diperlukan demi
kepentingan pengembangan UMKM. Arnold dan Luthra (2000) mengidentifikasi
beberapa nilai strategis dari ritel modern yang harus dipertahankan. Namun, pasar
tradisional juga penting dalam perluasan kesempatan kerja. Ada beberapa kiat sinergi
yang bisa dilakukan, antara lain.
a. Pola kerjasama dengan Yayasan Danamon Peduli (YDP) yang melakukan program
peremajaan pasar tradisional di Pasar Sindangkasih, Majalengka, Jawa Barat perlu
dijadikan model.
b. Pembagian segmen yang jelas antara keduanya dan peran pemerintah dalam
melakukan kontrol.
c. Membangun kemitraan sehingga Pedagang pasar tradisional mendapat manfaat
harga terendah atas pembelian barang dagangan dari Indogrosir. Kemudian
pedagang di pasar tradisional bisa mendapat fasilitas kredit dalam pembelian
barang dagangan, dan mendapat bantuan serta bimbingan teknis lainnya.
d. Zoning layanan yang ketat yang dipandu oleh regulasi. Sehingga ada pembagian
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman94
wilayah pemasaran diantara keduanya.
Ketiga, konsumen kini sudah mulai selektif dalam memanfaatkan produk UMKM
khususnya berkenaan dengan kehalalan produk makanan kuliner. Tapi bagi pelaku
UMKM biaya untuk pengurusan sertifikasi itu terasa mahal dan sulit. Demikian pula
bantuan untuk memperoleh HaKI perlu ditingkatkan. Sejauh ini Pemerintah Kabupaten
Majalengka telah memfasilitasi Hak paten (merk) sebanyak 128 IKM, dan 90 IKM
difasilitasi dari provinsi. Ini dirasakan mendesak, karena masalah ini mulai dirasakan
oleh industri pakaian di Cikijing yang harus berhadapan dengan pengadilan karena
urusan ini.
4. Pembinaan Wirausaha Baru
Pembangunan kreativitas merupakan faktor penting untuk mengembangkan usaha
UMKM. Sehingga masyarakat pelaku usaha harus didorong untuk mengikuti pelatihan
yang mengarah pada pembentukan kreativitas. Bisa dilakukan dengan tiga cara, yakni
(1) pemaganganwirausaha pemula, (2) inkubator bisnis, dan (3) Optimalisasi
Kopsis/Kopma.
Ketiganya membutuhkan komunikasi yang efektif dengan berbagai pihak misalnya
KADIN, DEKOPINDA, Perguruan Tinggi, dan sekolahan serta pesantren. Untuk itu perlu
dibuat grand design untuk pembinaan ini, yang diturunkan dalam kurikulum yang
relavan. Upaya ini bagi Kabupaten Majalengka sangat penting, karena generasi mudanya
tengah menyaksikan perubahan peradaban yang cukup drastis dalam pemilihan mata
pencaharian dan penghidupan. Jadi bukan hanya persoalan teknis namun juga masalah
perubahan mindset.
5. Kebijakan yang berfihak
UMKM yang merupakan mayoritas pelaku ekonomi nasional dengan kemampuan
serap angkatan kerja yang luar biasa, serta memberikan kontribusi yang besar bagi
PDRB ternyata dibiarkan bekerja sendiri di pasar barang dan jasa, tanpa perlindungan
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman95
dan pengaturan yang memadai. Kebijakan affirmative di bidang permodalan, perizinan
usaha, pemasaran, perpajakan, infrastruktur hampir tidak ada; sehingga UMKM menjadi
sub ordinasi dari sistem perekonomian liberal yang hanya mengisi relung-‐relung pasar
yang sempit yang disisakan oleh para pemodal kuat sebagi bentuk charitydan hubungan
bisnis yang kurang sepadan. Padahal di sisi lain, koperasi yang berpotensi menawarkan
sinergisme antar pelaku UMKM dibiarkan hanya mengais urusan-‐urusan kegiatan
program pemerintah yang kurang sejalan dengan jati diri koperasi sebagai organisasi
swadaya (self-‐helf organization).
Peraturan daerah yang dibentuk diharapkan dapat melengkapi perundang-‐
undangan yang sudah ada dalam pengaturan kesejahteraan masyarakat melalui
penguatan daya saing UMKM melalui koperasi. Peraturan daerah yang lahir diharapkan
dapat mendorong lahirnya sistem informasi produk unggulan daerah sebagai bagian
dari teknik pemasaran, jaringan usaha antar pelaku, penyiapan sumberdaya manusia
UMKM yang terencana, dan konektivitas usaha UMKM, serta pembiasaan penggunaan
hasil riset bagi Pembina UMKM. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk bisa
disusun Peraturan Daerah atau Peraturan Bupati guna memperkuat posisi Koperasi dan
UMKM, antara lain:
• Penguatan Koperasi dalam upaya meningkatkan daya saing UMKM • Penyertaan Modal Pemerintah Daerah kepada Koperasi Kredit Unggulan. • Dukungan Pemasaran terpadu bagi UMKM • Pedoman Pengelolaan Dana Penguatan Modal KUMKM • Uraian Tugas pada Unsur Organisasi Terendah Dinas Koperasi dan UMKM • Pemberdayaan Koperasi dan UMKM dalam Klaster • Penyelenggaraan Koordinasi dan Pengendalian Pemberdayaan Koperasi dan
UMKM dalam klaster • Pembentukan Tim Fasilitasi Pengembangan Usaha Kecil Menengah • Pembentukan Tim Pengembangan Inkubator Bisnis, • Pembentukan Wirausaha Baru dan Penguatan Kopsis dan Kopma • Pembentukan Kelompok Kerja Kegiatan Sertifikasi Halal, HakI, dan Hak Atas
Tanah dalam Pemberdayaan UMKM.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman96
• Perlindungan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional serta Pengaturan Ijin Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern
• Pemasyarakatan Penggunaan Produk Daerah
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman97
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. UMKM unggulan saat ini tengah mengalami pergeseran dan akan terus bergeser
seiring dengan perubahan tata ruang dan perubahan budaya teknologi. Walau di
tengah permasalahan yang dihadapi oleh pelaku UMKM terdapat banyak peluang dan
inovasi yang hadir atas inisiatif masyarakat yang memerlukan dorongan agar
semakin kuat daya saingnya.
2. Koperasi yang bergerak di sektor riil sejauh ini optimal dari sisi manfaat bagi usaha
anggota, pemilihan usaha, maupun jaringan pemasaran. Perlu dukungan kebijakan
dan pembangunan organisasi serta pemilihan strategi yang tepat untuk bisnis
koperasi yang mendukung UMKM.
3. Kebijakan pemerintah yang harus dilaksanakan dalam waktu dekat yang dapat
mendongkrak perkembangan UMKM melalui koperasi, adalah keluarnya yang
berfihak. Sebagaimana yang disarankan.
B. Saran
1. Membangun komoditi unggulan baru khususnya merubah budaya “genting” menjadi
“gerabah” keuntungannya, antara lain (a) pelaku masih menggunakan bahan baku
lokal yang sama, (b) nilai ekonomis dari bahan baku serupa akan lebih tinggi, (c)
menantang kreativitas baru, (d) kedekatan dengan sumber industri kreatif, (e)
industri gerabah bisa dipadukan menjadi sentra wisata. Sebagai banch mark, bisa
digunakan model Sentra UMKM Gerabah Kasongan, Jogjakarta.
2. Membangun pola klaster UMKM. Untuk menciptakan skala ekonomi yang
menguntungkan pelaku UMKM, serta untuk memudahkan pembinaan yang
dilakukan, sebaiknya dilakukan dengan melalui pola klaster. Kluster atau sentra
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman98
industri mampu meningkatkan daya saing usaha UMKM karena, (1) berkumpulnya
tenaga kerja dengan spesifikasi khusus yang relevan dengan kebutuhan industri (2)
tersedianya bahan baku dan fasilitas pendukung industri, serta (3) penyebaran
inovasi.
3. Dukungan pemasaran. Pemasaran merupakan faktor penting dalam
mengembangkan UMKM, pemerintah perlu lebih proaktif dalam mendukung
kegiatan pemasaran UMKM. Ada tiga hal yang direkomendasikan, yakni dukungan
(a) penggunaan e-‐commerce, (b) revitalisasi pasar tradisional, dan (c) memperoleh
sertifikasi halal dan HaKI.
4. Pembinaan Wirausaha Baru dengan membangun kreativitas, masyarakat pelaku
usaha harus didorong untuk mengikuti pelatihan. Bisa dilakukan dengan tiga cara,
yakni (1) pemagangan wirausaha pemula, (2) inkubator bisnis, dan (3) Optimalisasi
Kopsis/Kopma.
5. Perlu diambil kebijakan affirmative di bidang permodalan, perizinan usaha,
pemasaran, perpajakan, infrastruktur hampir tidak ada; sehingga UMKM menjadi
sub ordinasi dari sistem perekonomian liberal yang hanya mengisi relung-‐relung
pasar yang sempit yang disisakan oleh para pemodal kuat sebagai bentuk charity
dan hubungan bisnis yang kurang sepadan.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman99
DAFTAR PUSTAKA
Dulfer.E. (1974), Operational Efficiency of Agricultural Cooperatives, dalam Developing Countrie”, FAO, Rome.
———-‐, (eds) (1985), Cooperation in the Clasch betwen Member-‐Participation, Organization Development, and Bureaucratice Tendencies, London
Hofstede.G. (1983), Cultural Pitfalls for Dutch Expatriates in Indonesia, Twijnstra Gudde International Managemen Consutans, Deventer Netherland
———-‐, (1991), Cultures and Organization, Maidenhead-‐Berkshire, McGraw-‐Hill Book Comapany, Europa.
Jimly Asshiddiqie, (2006), Perihal Undang-‐Undang, Penerbit Konstitusi Press, Jakarta.
Mahendra Putra Kurnia, dkk.,(2007), Pedoman Naskah Akademik Perda Partisipatif (Urgensi, Strategi, dan Proses Bagi Pembentukan Perda yang Baik), Penerbit KTM Yogyakarta,
Maria Farida Indrati S., (2007), Ilmu Perundang-‐undangan1: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
_____, (2007), Ilmu Perundang-‐undangan 2: Proses dan Teknik Pembentukannya, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Marihot P. Siahaan, (2006), Pajak Daerah & Retribusi Daerah, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Munkner. Hans. (1985), “Toward Adjusted Patterns of Cooperatives in Developing Countries”, Bonn.
Panca Kurniawan dan Agus Purwanto, (2006), Pajak Daerah & Retribusi Daerah di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang.
Alisjahbana. (2003). Urban Hidden Economy: Peran Tersembunyi Sektor PerkotaaSurabaya: Lembaga Penelitian ITS
Azuma, Y. dan HI. Grossman. (2002). A Theory of the Informal Sektor. NBER WorkiPaper 8823 Maret 2002 (www.nber.org)
Bachruddin, Zaenal, Mudrajad Kuncoro, Budi Prasetyo Widyobroto, Tridjoko WismMurti, Zuprizal, Ismoyo. (1996). Kajian Pengembangan Pola Industri Pedesaan Melalui Koperasi dan Usaha Kecil. LPM UGM dan Balitbang DepartemKoperasi& PPK, Yogyakarta.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman100
Baker, David. (1980). Memahami Kemiskinan Kota.Dalam Prisma No 6 Juni 19Tahun VIII. Jakarta: LP3ES
Chandler, M., V. Petrikaite., A. Proskute, (2004). Estimation of Unreported GDP in Lituania
Firnandy. (tanpa tahun). Studi Profil Pekerja di Sektor Informal dan Arah Kebijakan ke Depan. Download dari www.bappenas.go.id
Hamudy, Moh Ilham A. (2007). Hubungan Kekuasaan dalam Konstruksi Budaya Dominan: Kajian ke Atas Peminggiran Pedagang Kaki Lima di Kota Bandung, Indonesia. Bangi: Tesis S2 Universti Kebangsaan Malaysia.
Rachbini, Didik J dan Abdul Hamid. (1994). Ekonomi Informal Perkotaan. Jakarta LP3ES
Rocam. JCC., CD Moreno., JEG. Sánchez. (2001). Underground Economy an Aggregate Fluctuations. Spanish Economic Review 3: 41-‐53
Ropke. Jochen (1991), Cooperative Entrepreneurship, Marburg.
Rully Indrawan (2014), Metodologi Penelitian, Kuantitatif, Kualitatif, Campuran untuk Manajemen, Pendidikan, dan Pembangunan. Refika Aditama, Bandung.
________ (2011), Ekonomi kerakyatan menuju masyarakat madani. IKOPIN Press,
________ (2010), Ekonomi Koperasi, Idielogi, Teori, dan Praktik Berkoperasi. IKOPIN Perss.
Schneider, F dan D. Enste. (2002). Shadow Economies Around the World: Size, Cause, and Consequences.Februari (2000). IMF Working Paper 00/23 (www.imf.org)
Soetrisno, Loekman. (1995). "Membangun Ekonomi Rakyat Melalui Kemitraan: Suatu Tinjauan Sosiologis", makalah dalam Diskusi Ekonomi Kerakyatan, HotelRadisson, Yogyakarta, 5 Agustus.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman101
LAMPIRAN
1. Keahlian Pengkaji
2. Riwayat Hidup Ketua Tim Pengkaji
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman102
Tim Peneliti
No Nama Deskripsi Keahlian
1 Prof. Dr. H. Rully Indrawan, M.Si
Guru besar Unpas dengan spesialisasi Ekonomi Kerakyatan (KUMKM) saat ini menjabat pula sebagai ketua Dekopinwil Jabar dan Pakar di Forum Ekonomi Jabar. Bertugas di dalam tim sebagai ketua.
2 Prof.Dr.HM. Didi Turmudzi, MSi Guru besar Unpas dengan spesialisasi Sosiologi Budaya saat ini menjabat pula sebagai ketua PB Paguyuban Pasundan. Bertugas di tim sebagai pengkaji aspek sosiologi masyarakat Majalengka.
3 Prof.Dr.H. Ali Anwar.MSi Guru besar Unpas dengan spesialisasi Sosiologi bidang perilaku beragama dan memegang mata kuliah Filsafat Ilmu. Bertugas dalam tim sebagai pengkaji aspek pemberdayaan masyarakat.
4 Prof. Dr.Hj.R. Poppy Yaniawati,
Mpd.
Guru Besar Unpas dengan Spesialisasi Matematika dan statistika Penelitan dan memegang mata kuliah Metodologi Penelitian. Bertugas dalam tim sebagai pengkaji data kuantitatif dan pengolahan data elekttronis.
5 Edy Sudyana, SE,MM Ketua Bidang Advokasi Perkoperasian dan lama berkecimpung di birokrasi dengan jabatan akhir KepalaBiro Ekonomi Propinsi Jawa Barat. Bertugas dalam tim sebagai pengkaji kebijakan publik
6 Khaerul Syobar, SE,MM Mahasiswa Program Doktoral (S3) Fakultas Pasca Sarjana Unpas dan Dosen STKIP Pasundan Cimahi. Bertugas dalam tim sebagai pengkaji bidang manajemen usaha UMKM
7 Rio F. Wilantara,SH,MA Mahasiswa Program Doktoral (S3) University of Malaya Kualumpur. Research Assistance (RA) di UM Kualumpur. Bertugas dalam tim sebagai pengkaji data kualitatif dan editing substansi.
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman103
BIO DATA Nama Tempat/Tgl Lahir Jabatan/Pangkat Alamat Telp/Fax HP E-‐mail Publikasi
:Rully Indrawan :Bogor/26 Maret 1961 :Guru Besar/IVE :Jl. Kawaluyaan Indah XXI No.10 Istana Kawaluyaan Bandung :0227335371/0227335371 :08157-‐000999 :[email protected] :www.rullyindrawan.wordpress.com www.tripod.kopertisiv.com
Riwayat Pendidikan Tahun Lulus
Perguruan Tinggi Bidang Spesialisasi
1984 S1 IKIP Bandung Pendidikan Ekonomi Umum 1993 S2 Universitas Padjadjaran Bandung Ilmu Ekonomi dan Koperasi 1998 S3 Universitas Padjadjaran Bandung Ilmu Ekonomi Mata Kuliah yang diasuh No Nama mata Kuliah
Strata Perguruan Tinggi
1 Ekonomi Koperasi Sarjana Unpas 2 Pengantar Ilmu Ekonomi Sarjana Unpas 3 Ekonomi Makro Sarjana Unpas 4 Metodologi Penelitian Magister Unpas, Ikopin 5 Isyu dan Program Penanggulangan
kemiskinan Magister STISIP Widya Puri Sukabumi
6
Administrasi Pembangunan Magister Unpas , Waseda University, Japan, (Guest lecturer for courses at 2008-‐2009 )
7 8
Manajemen SDM Administrasi Pembangunan
Doktor
Unpas,
Jenjang Jabatan Fungsional No Jabatan Tahun 1 2 3 4 5
Assisten Ahli Madya Assisten Ahli Lektor Muda. Lektor Madya Lektor.
1986 1988 1990 1992 1994
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman104
6 7
Lektor Kepala. Guru Besar
1997 2001
Jumlah Mahasiswa yang Pernah diluluskan dalam 3 Tahun terakhir Strata Jumlah Tempat Kedudukan S1 >300 orang Unpas Pembimbing, Penguji S2 >50 orang Unpas, STISIP Smi, ARS, IKOPIN Pembimbing, Penguji S3 >25 orang Unpas, Unpad, UPI Pembimbing, Penguji Pengalaman Penelitian 5 Tahun terakhir Tahun Popik/Judul Penelitian Sumber dana 2008 Kredit Mikro Bersubsdi Perumahan Nasional Kantor Menpera RI 2009 Etos Kerja Perempuan Wirausaha Stranas DP2M Dkti 2010 Model Pemberdayaan Pemulung Stranas DP2M Dikti 2011 Kelembagaan ekonomi pedesaan Wantimpres 2012 ANALISIS KINERJA PENELITIAN BIDANG
PANGAN WILAYAH PAPUA DAN KEPULAUAN MALUKU DALAM KERANGKA MP3EI
MP3EI DP2M Dikti
2013 USAHA REVITALISASI KUD GUNA MENDUKUNG SISTEM KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN MELALUI MODEL PROTIPE BERBASIS KEBUTUHAN DI KEPULAUAN MALUKU DAN PAPUA
MP3EI DP2M Dikti
2014 Pemetaan Potensi Unggulan UMKM Kabupaten Majalengka
Pemkab Majalengka
Pengalaman Publikasi di berkala Ilmiah 5 tahun terakhir Tahun Terbit
Judul Artikel Nama Berkala Volume dan halaman
2009 Kajian program Perumahan Rakyat Swadaya. Co-‐Value. Vol 1 no 2 halaman 3-‐13
Co-‐Value Vol 1 no 2 halaman 3-‐13
2010 Etos Kerja Perempuan Wirausaha Co-‐Value Vol 2 no 4 halaman 12-‐15 2011 Model Pemberdayaan Pemulung Econo-‐Incentive Vol 2 no 4 halaman 4-‐7 Pengalaman Penulisan Buku 5 tahun terakhir Tahun Terbit
Judul Buku Nama Penerbit
Keterangan
2009 PENGANTAR ILMU EKONOMI NO ISBN 78-‐9799831736 Ikopin Press Sudah beredar 2010 Ekonomi Koperasi (Ideologi, Teori, dan Praktik Berkoperasi) Ikopin Press Sudah beredar
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman105
No ISBN 9789799831743 2011 Ekonomi Kerakyatan (Menuju Masyarakat Madani) No ISBN
9789799831729 Ikopin Press Sudah beredar
2012 Bahan Kuliah Metodologi Penelitian 2013 Koperasi, Pengantar untuk PT CV Armico Sudah beredar 2014 Metodologi Penelitian Arfika
ADITAMA Sudah berdedar
Pengalaman Pengabdian pada Masyarakat 5 tahun terakhir Tahun Nama Kegiatan Lingkup Penugasan 2007 • Staf Ahli Ketua DPD RI
• Ketua Umum KORPRI Kopertis IV Jabar-‐Banten • Sekrt. Dewan Penasihat Paguyuban Pasundan • Wakil Ketua Forum Perguruan Tinggi Bidang
Perumahan RI • Reviewer Penelitian Dikti • Menulis artikel di Mass Media • Nara sumber dalam Ruang Publik • Instruktur Pelatihan
Nasional Jabar-‐Banten Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional
Ketua DPD RI Kopertis Formatur Menpera RI Dirjen Dikti Redaksi Pengundang Kopertis/LAN RI
2008 • Staf Ahli Ketua DPD RI • Delegasi Kunjungan Ketua DPD RI ke Jepang • Ketua Korpri Kopertis IV • Sekrt. Dewan Penasihat Pag. Pasundan • Wakil Ketua Forum Perguruan Tinggi Bidang
Perumahan RI • Reviewer Penelitian Dikti • Wakil Ketua Kop Sauyunan Jabar • Komite Perencana Prop. Jabar • Menulis artikel di Mass Media • Nara sumber dalam Ruang Publik • Instruktur Pelatihan
Nasional Nasional Jabar-‐Banten Nasional Nasional Nasional Jabar Jabar Nasional Nasional/Intr Nasional
Ketua DPD RI Ketua DPD RI Kopertis Formatur Menpera RI Dirjen Dikti Gubernur Gubernur Redaksi Pengundang Kopertis/LAN RI
2009 • Staf Ahli Ketua DPD RI • Delegasi Kunjungan Ketua DPD RI ke Jepang • Ketua Umum Korpri Kopertis IV • Sekrt. Dewan Penasihat Paguyuban Pasundan • Wakil Ketua Forum Perguruan Tinggi Bidang
Perumahan RI • Reviewer Penelitian Dikti • Wakil Ketua Kop Sauyunan Jabar • Komite Perencana Prop. Jabar • Menulis artikel di Mass Media • Nara sumber dalam Ruang Publik • Instruktur Pelatihan
Nasional Nasional Jabar-‐Banten Nasional Nasional Nasional Jabar Jabar Nasional Nasional/Intr Nasional
Ketua DPD RI Ketua DPD RI Kopertis Formatur Menpera Dirjen Dikti Gubernur Gubernur Redaksi Pengundang Kopertis/LAN RI
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman106
2010 • Staf Ahli Ketua DPD RI • Ketua Korpri Kopertis IV • Wakil Ketua Forum Perguruan Tinggi Bidang
Perumahan RI • Reviewer Penelitian Dikti • Wakil Ketua Kop Sauyunan Jabar • Komite Perencana Prop. Jabar • Ketua Bidang Litbang Paguyuban Pasundan • Ketua I Dekopinwil Jabar • Menulis artikel di Mass Media • Nara sumber dalam Ruang Publik • Instruktur Pelatihan • Ketua Tim Perumus Pengembangan Koperasi
berbasis Pangan Indonesia Timur • Rombongan Tim Kerjasama Ekonomi
Pemerintah RI dengan Timor Leste
Nasional Jabar-‐Banten Nasional Nasional Jabar Jabar Nasional Jabar Nasional Nasional/Intr. Nasional Nasional Internasional
Ketua DPD RI Kopertis Menpera RI Dirjen Dikti Gubernur Gubernur Formatur Formatur Redaksi Pengundang Kopertis/LAN RI Wantimpres Menko Ekonomi,
2011 • Reviewer Penelitian Dikti • Wakil Ketua Kop Sauyunan Jabar • Komite Perencana Prop. Jabar • Ketua Bidang Litbang Paguyuban Pasundan • Ketua I Dekopinwil Jabar • Ketua Reviewer Program Penyerapan tenaga
kerja melalui Pengembangan Kopi Preanger • Tim Revitalisasi Koperasi Nasional • Menulis artikel di Mass Media • Nara sumber dalam Ruang publik • Instruktur Pelatihan • Ketua Tim Perumus Pengembangan Koperasi
berbasis Pangan Indonesia Timur
Nasional Jabar Jabar Nasional Jabar Jabar Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional
Dirjen Dikti Gubernur Gubernur Formatur Formatur Kadis Perkebunan Jabar Ketua Dekopin Redaksi Pengundang Kopertis/LAN RI Wantimpres
2012
• Reviewer Penelitian Dikti • Wakil Ketua Kop Sauyunan Jabar • Komite Perencana Prop. Jabar • Ketua Bidang Litbang Paguyuban Pasundan • Ketua I Dekopinwil Jabar • Staf Ahli Wantimpres RI bidang Ekonomi
Pembangunan dan Otonomi Daerah • Penyusun Panduan dan Tim Penilai Penelitian
MP3EI DP2M Dikti • Ketua Panitia Harkop dan Tahun Koperasi
Internasional Jawa Barat • Menulis artikel di Mass Media • Nara sumber dalam Ruang publik • Instruktur Pelatihan
Nasional Jabar Jabar Nasional Jabar Nasional Nasional Jabar Nasional Nasional Nasional
Dirjen Dikti Giubernur Gubernur Formatur Formatur Setneg RI Direktur DP2M Dikti Ketua Dekopin Redaksi Pengundang*) Pengundang*)
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman107
2013
• Reviewer Penelitian Dikti • Wakil Ketua Kop Sauyunan Jabar • Komite Perencana Prop. Jabar • Ketua Bidang Litbang Paguyuban Pasundan • Ketua Dekopinwil Jabar • Staf Ahli Wantimpres RI bidang Ekonomi
Pembangunan dan Otonomi Daerah • Dewan Pakar Forum Ekonomi Jabar • Dewan Pertimbangan Kadin Jabar • Penyusun Panduan dan Tim Penilai Penelitian
MP3EI DP2M Dikti • Menulis artikel di Mass Media • Nara sumber dalam Ruang publik • Instruktur Pelatihan • Tim Award Peroperasian Nasional • Saksi Ahli dari Pemerintah di Mahkamah
Konstitusi untuk UU koperasi no 17 tahun 2012
Nasional Jabar Jabar Nasional Jabar Nasional Jabar Jabar Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional
Dirjen Dikti Giubernur Gubernur Formatur Formatur Setneg RI Ketua FEJ Kadin Jabar Direktur DP2M Dikti Redaksi Pengundang**) Pengundang**) KemenKUMKM RI KemenKUMKM RI
2014 • Reviewer Penelitian Dikti • Ketua Bidang Litbang PP • Ketua Dekopinwil Jabar • Staf Ahli Wantimpres RI bidang Ekonomi
Pembangunan dan Otonomi Daerah • Dewan Pakar Forum Ekonomi Jabar • Dewan Pertimbangan Kadin Jabar • Menulis artikel di Mass Media • Nara sumber dalam Ruang publik • Instruktur Pelatihan • Pendamping Prodi Unggulan • Reviewer Penelitian
Nasional Jabar Jabar Nasional Jabar Nasional Nasional Nasional Nasional Unilak Undip, Uni.Telkom, IBI, UMRAH Kepri
Dirjen Dikti Formatur Formatur Setneg RI Ketua FEJ Kadin Jabar Redaksi Panitia Panitia Rektor Unilak LPPM
*) Perguruan Tinggi, Gerakan Koperasi, LAN RI, TV, Radio, Surat Kabar, LSM, Perusahaan, Organisasi masa, dan keprofesian (LPTK) Seminar/Pelatihan dalam 5 tahun terakhir Tahun Judul Kedudukan 2007 • Fokus Pembangunan Pendidikan Kab. Bandung dalam kerangka
Pencapaian IPM Jawa Barat. Diskusi Bappeda Kabupaten Bandung, Agustus 2007
• Optimalisasi Peran Publik Menuju Pertumbuhan Dan Pemerataan. Diskusi DPRD Kabupaten Cianjur, Mei 2007
• Konsilidasi dan Sosialisasi Peraturan yang berkaitan dengan PNS dpk Kopertis wilayah IV Jabar, Cirebon,7 Mei 2007
• Outlook Ekonomi Indonesia 2008. Asuransi Bumi Bumi Putera. Bandung • PENINGKATAN PEMERATAAN DAN AKSES PENDIDIKAN TINGGI.
Penataran Manajemen Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi bagi PTS di Lingkungan Kopertias Wilayah IV Jawa Barat dan Banten, 25-‐28 Nopember 2007
Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman108
2008 • JAPAN-‐INDONESIA GOLDEN ANNIVESSARYTowards a Better Future. Mitsubishi Corporation. Tokyo, 19 February 2008
• Towards Broader and Deeper Bilateral Relationship. Japan-‐Indonesia Economic Committee. NIPPON KEIDANREN. Tokyo, 19 February 2008
• Personal Reflections on Some Bilateral, Regional and International Issues of Common Interest. Japan-‐Indonesia Parliamentary League AndJapan Institute of International Affairs. Tokyo, 20 February 2008
• KETERKAITAN ANTARA DIKLAT KUKM DENGAN KINERJA KUKM. Diskusi Dekopinwil Jabar. Mei 2008
• REFORMASI BIDANG UMKM DALAM RANGKA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT. Diklatpim LAN-‐RI, 15 September 2008, Bandung
• Implementasi nilai KEWIRAUSAHAAN di Lembaga Pendidikan. Diskusi Forum Kepala Sekolah SMK se wilayah Bandung Raya, 26 Oktober 2008
Peserta Peserta Peserta Pembicara Pembicara Pembicara
2009 • Entrepreneurship Education, Seminar Kerjasama Kopertis wilayah IV Jabar dengan UM di Kualalumpur, 28 Februari 2009
• PRINSIP-‐PRINSIP PENGELOLAAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN KOPERASI. Diklat Perkoperasian bagi SDM Koperasi Wanita, 4 A gustus 2009. di Hotel Ungaran Cantik, Seamarang. .
• PARADIGMA PEMBERDAYAAN RAKYAT. Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat II (Dilatpim tingkat II) LAN RI. Angkatan XXVI kelas D. 11 Juli 2009
• Strategi Koperasi Menuju Desa Mandiri Gotong Royong . DEKOPINDA. Hari Koperasi 12 Juli 2009, di Kab. Subang
• Strategi Penguatan Kelembagaan Kelompok Masyarakat/LKM dalam Upaya Mendukung Kesinambungan Usaha Produktif di Daerah Tertinggal. Diskusi Kementerian Daerah Tertinggal RI, 11 Desember 2009 Hotel Red Top Jakarta.
• BEBERAPA PROGRAM PENELITIAN DP2M SERTA BEBERAPA MASALAH DALAM MENYUSUN PROPOSAL. Disampaikan di Kopertis IV Jabar, Unpas, IKOPIN, STH Pasundan Sukabumi, STIE Ekuitas, STISIP Widyapuri Sukabumi, FE Unipad, Poltek Piksi Gaesha, Unisba, Unisma Bekasi
• SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DENGAN PARADIGMA BARU. Pelatihan Penyusunan Proposal Program Hibah Kompetisi bagi PTS di Lingkungan Kopertis wilayah IV Jabar dan Banten. Juni, 2009
• Sistem Ekonomi Indonesia(Makna, Masalah, dan Rekonstruksi). Peringatan Hari Konstitusi, 18 Agustus 2009, Jakarta
• MEMBANGUN KOMITMEN SELURUH UNSUR YANG TERLIBAT DALAM PRODI: MASALAH DAN TANTANGANNYA. Penataran Pengembangan Modal Intelektual di Lingkungan Kopertis Wilayah IV, 10-‐12 Oktober 2009
• PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN SDM KOPERASI DAN UMKM. Seminar Hari Koperasi di Institut Bisnis Indonesia. 29 Juli 2009, Jakarta
• POTENSI CIAYUMAJAKUNING DAN PENGEMBANGAN USAHA ASURANSI. Diskusi Apresiasi Mitra Kerja TOP atas Prestasi Triwulan III Tahun 2009, Asuransi Jiwasraya, Cirebon
Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman109
2010 • MEMBANGUN JARINGAN AUMNI UPI/IKIP BANDUNG . Diskusi Alumni IKIP Bandung, Januari 2010
• Diskusi Ilmiah dalam rangka Hibah PHK-‐A jurusan Pendidikan Matematika FKIP Unpas, 2010
• Pelatihan Hibah Penelitian Pasca Sarjana, Kopertis wilayah IV Jabar dan Banten, 3-‐5 Agustus 2010
• LEMBAGA DAN KELEMBAGAAN PTS PASCA PEMBATALAN UU BHP. Diskusi Pasca Pembatalan UU BHP. Harian Kompas, 3 Mei 2010
• PENGUATAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI AKSELERASI REFORMASI BIROKRASI DALAM MENGHADAPI TANTANGAN PASAR BEBAS ACFTA. ORASI ILMIAHDisampaikan pada Wisuda Sarjana STSIP WIDYA PURI MANDIRI, SUKABUMI, 01 Mei 2010
• PEMBANGUNAN KOPERASI MEMBUTUHKAN TEROBOSAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN. Seminar Hari Koperasi Nasional ke-‐63 tahun 2010, di UNSRAT Manado 29 Juni 2010
• PENGUATAN SDM KUMKM SOLUSI DAMPAK ACFTA. Disampaikan pada diskusi HU Pikiran Rakyat tentang Penguatan Daya Saing KUMKM, Juli 2010
• KEBERPIHAKAN PERGURUAN TINGGI DALAM MENINGKATKAN DAN MEMANTAPKAN KEMAMPUAN KOPERASI DI LINGKUNGANNYA. Seminar Koperasi Sivitas Akademika, Dinas KUMKM, Juli 2010
• Peran Lembaga Penelitian: PENINGKATAN MUTU AKADEMIK LEWAT PROGRAM KEPAKARAN.Pelatihan Manajemen Penelitian di PTS di lingkungan Kopertis Wilayah IV Jabar`dan Banten. Pada 22 s/d 24 Juni 2010
• PENGEMBANGAN SDM KOPERASI DALAM MEMPERKUAT DAYA SAING ANGGOTA DALAM ERA PASAR BEBAS. Seminar Nasional “PENGUATAN DAYA SAING KOPERASI”. USU Medan, 26 Mei 2010
• URGENSI PENGEMBANGAN SDM DALAM UPAYA MENINGKATKAN KINERJA KOPERASI DAN UMKM. Diskusi Perkoperasian Kerjasama Pemda Propinsi Maluku dan IKOPIN. Ambon, 2 Agustus 2010
• Penelitian dan Profesionalisme Guru. Kuiliah Perdana Program Pasca Sarjana Pendidikan Matematika Unpas, 2010
Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara
2011 • TANTANGAN PEREKONOMIAN NASIONAL DALAM MENGHADAPI GLOBALISASI EKONOMI. Seminar Nasional Ekonomi di STIE PGRI Sukabumi 23 Juli 2011
• MANAJEMEN KOPERASI DALAM IMPLEMENTASI. Pelatihan Manajemen Koperasi, Kopma Bumi Siliwangi UPI Bandung, 22 Februari 2011
• PEMBANGUNAN SDM KOPERASI. Seminar Nasional dalam rangka Harkopnas 4 Juli 2011. Kapal Peran Nusanive, teluk Jakarta
• Rekrutasi dan Sosialisasi Kode Etik Reviewer. WORK SHOP MANAJEMEN DESENTRALISASI PENELITIAN. UNIVERSITAS PASUNDAN. Agustus 2011
• Seminar Pengembangan Koperasi berbasis Pangan Indonesia Timur (Ambon), 2011
• TEKNIK PENELUSURAN SUMBER DATA DAN INFORMASI SERTA PROSES PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN UNTUK TULISAN ILMIAH. Pelatihan Penulisan Jurnal Ilmiah, Kopertis wilayah IV Jabar Banten, Hotel Puri Khatulistiwa 4 Oktober 2011
Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman110
• PENGEMBANGAN P3MP. Lokakarya Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jabar, September 2011
• SISTEM PENJAMINAN MUTU PT. LOKAKARYA PENERAPAN SISTEM PENJAMINAN MUTU, Institut Teknologi Indonesia (ITI), Serpong, 01 Nopember 2011
• Workshop IbM di Poltek Telokom, 17 Nopember 2011
Pembicara Pembicara
2012 • Kebijakan Penelitian Hibah Kompetitif Nasional, Unsil, 22 Februari • Kebijakan Penelitian Hibah Bersaing Nasional, Unmuh Jakarta, 27 Febr • Kebijakan Penelitian Hibah Desentralisasi, Univ.Trisakti Jakarta, 6 Maret • Pangan Nasional, Wantimpres, Jakarta, 26 Maret • Kebijakan Penelitian Hibah Bersaing, Univ.Yarsi, Jakarta 4 April • Kebijakan Penelitian MP3EI, Univ. Patimura, Ambon, 16 April • Kebijakan Penelitian DP2M Hibah MP3EI, Univ.Trisakti Jakarta, 17 April • Kebijakan Penelitian DP2M Univ. Wiralodra, Indramayu, 4 Mei • Seminar Mencari fromat Pendidikan Koperasi, Univ. Wiralodra
Indramayu 9 Mei • Seminar kebangkitan Nasional Kewirausahaan dan koperasi , STKIP
Bekasi, 19 Mei • Dialog Harkop Jabar, Revitalisasi Kelembagan Koperasi melalui • Kebijakan yang Berfihak, HU Pikiran Rakyat Bandung, 24 Mei • Metode Penelitian, Universitas Sultan Khaerun, Ternate, 22 Juni . • Seminar Internasional “Global Cooperative Year 2012”, Bandung 10 Juli • Hibah Penelitian Kompetensi, Kopertis Wilayah IV Jabar-‐Banten,
4-‐5 September . • Metode Penelitian dan Kebijakan Penelitian Dikti, UKIM dan Unidar
Ambon 8 September • Skim Pembiayaan Penelitian, Jurnal Ilmiah, dan Seminar Internasional
Dirjen Dikti, Kopertis Wilayah IV Jabar-‐Banten, 25-‐27 September • FGD Revitalisasi KUD, Dewan Pertimbangan Presiden RI, Cirebon,
16 Oktober • Kebijakan Penelitian Nasional, Kopertis Wilayah II Lampung-‐Sumsel
24 Oktober • Work Shop Metode Penelitian, STIE Sutaatmadja Subang 27 Oktober • Work Shop Metode Penelitian berskala Nasional, Lab Adm. Niaga Polban,
Bdg. 30 Oktober • Work Shop Metode Penelitian, LPPM Polban, Bdg 7 Nopember • Pengembangan Koperasi Telekomunikasi, Telkom, Bdg 21 Nopember • Kebijakan Penelitian DP2M, FE Untan, Pontianak, 23 Nopember • Kebijakan Penelitian DP2M Unsika, Karawang 24 Nop • Kebijakan Penelitian DP2M UIMakasar, 28-‐29 Nop • Kebijakan Penelitian DP2M Univ 45 Makasar , 29-‐30 Nop • Kebijakan Penelitian DP2M ULK, Pakan Baru, Riau 3-‐4 Des • Kebijakan Penelitian DP2M Univ Trisakti, Jkt 4 Desember • Kebijakan Penelitian DP2M ITENAS Bandung, 5 Desember • Kebijakan Penelitian DP2M STSI Bandung, 5-‐6 Desember
Pembicara Pembicara Pembicara Perumus Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman111
2013 • Kebijakan Penelitian DP2M,LPPM Usakti, Jakarta 15 Januari • Kebijakan Penelitian DP2M,Univ.Esa Unggul, Jakarta 15 Januari • Kebijakan Penelitian DP2M,Fisip Unpas, Bdg. 17,Januari • Kebijakan Penelitian DP2M,Unsera, Banten 28 Januari • Menulis Artkel Jurnal, MM Usakti, Jkt 29 Januari • Kebijakan Penelitian DP2M,STISI Tekom, Badg. 12 Februari • Kebijakan Penelitian DP2M,LP3EI Bandung, Bdg. 16 Februari • Kebijakan Penelitian DP2M,STIE YA, Garut, 24 Februari • Kebijakan Penelitian DP2M,Unigar, Garut, 12 Maret, • Diskusi PPKHB, FKIP Unpas, Bdg., 10 Maret • Kebijakan Penelitian DP2M Kopertis Wilayah XII, Sorong, 14 Maret • Menulis Artkel Jurnal, S3 Usakti, Jkt 15 Maret • Diklatpim LAN RI, Angkatan XXXV, Bdg, 17 Maret • Kebijakan Penelitian DP2M Kopertis Wilayah IV, Jabar, 19 Maret • Kebijakan Penelitian DP2M,STIE INABA, Bdg. 19 Maret • Raker Bidang orlem Dekopin “Reorentasi Struktur Organisasi Dekopin
Pasca UU 17 tahun 2012, Jakarta, 10 April • Model Koperasi Intelejtual, Komunitas Dosen ITB, 22 April • Sosialisasi UU Koperasi no 17 tahun 2012. Rakor Koperasi Jawa Barat,
Garut, 23 April • Revitalisasi KUD, Dinas KUMKM Jabar, Bandung, 9 Mei • Koperasi dalam Persaingan Global, Dinas KUMKM Majalengka, 12 Mei • Koperasi dalam Persaingan Global, Dinas KUMKM Kuningan, 17 Mei • Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Diklatpim LAN RI Angkatan XXXVI,
Bandung, 29 Mei • Diskusi Koperasi dalam Persaingan Ekonomi Kapitalis, Raker
Dekopinwil Riau, Pkbaru, 30 Mei • Koperasi dalam Persaingan Global, Dinas KUMKM Sukanumi, 3 Juni • Perubahan AD/ART Dekopin, Raker Dekopin, Surabaya, 17 Juni • Work Shop Kelembagaan Kopertis Wil. IV, Bandung, 19 Juni • Skema Pembiayaan Riset, Publikasi, Presentasi Semina Internasional dan
Pengelolaan Jurnal dari DIRJEN DIKTI, Universitas Sangga Buana, Bandung, 4 Juli
• Mengelola Dana Penelitian, Universitas Swiss Germany Tangerang, 30 Juli • Kebijakan Penelitian DP2M, Unjani Bandung, 30 Agustus • Kebijakan Penelitian DP2M, Universitas Budi Luhur Jakarta, 3 September • Kebijakan Penelitian DP2M, STIE Mutaqin, Purwakarta, 5 September • Kebijakan Penelitian DP2M, STIE Yasa Anggana, Garur, 9 September • Kebijakan Penelitian DP2M, Amik/STKIP Garut, 12 September • Sinergi Pemerintah, Perbankan, Perguruan Tinggi, dan Dekopin dalam
membangun Wirausaha Muda melalui Koperasi Mahasiswa. Bank Indonesia Tasikmalaya, 4 September
• Sinergi Pemerintah, Perbankan, Perguruan Tinggi, dan Dekopin dalam membangun Wirausaha Muda melalui Koperasi Mahasiswa. Bank Indonesia Tasikmalaya, 4 September
• Sinergi Pemerintah, Perbankan, Perguruan Tinggi, dan Dekopin dalam membangun Wirausaha Muda melalui Koperasi Mahasiswa. Bank Indonesia Cirebon, 11 September
Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman112
Tugas Tambahan Tahun Nama Tugas Tempat Penugasan 1987-‐1992 Sekretaris Jurusan Pendidikan Ekonomi Koperasi
Unpas Unpas Rektor
1991-‐1997 Sekretaris Lembaga Penelitian Unpas Unpas Rektor 1997-‐2004 Ketua Lembaga Penelitian Unpas Unpas Rektor 2003-‐2004 Pembantu Rektor I, Pjs Unpas Unpas Rektor 2004-‐2008 Pembantu Rektor II Unpas Unpas Rektor
• Sinergi Pemerintah, Perbankan, Perguruan Tinggi, dan Dekopin dalam membangun Wirausaha Muda melalui Koperasi Mahasiswa. Bank Indonesia Serang, 18 September
• Metodologi Riset, Univesitas Muhamadiyah Tangerang, 19 September • Sinergi Pemerintah, Perbankan, Perguruan Tinggi, dan Dekopin dalam
membangun Wirausaha Muda melalui Koperasi Mahasiswa. Bank Indonesia Bandung, 25 September
• Membangun Koperasi Mahasiswa, Universitas Muhamadiyah Sukabumi, 13 Nopember
• STRATEGI PENGEMBANGAN KOPERASI DALAM MENGHADAPI LIBERALISASI EKONOMI, Universitas Trisakti, 5 Desember
• MENULIS ARTIKEL ILMIAH DAN MEMASUKAN KE JURNAL ILMIAH LOKAL/INTERNASIONAL, UPI Bandung, 11 Desember
Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara
2014 • Seminar Perkoperasian, SIE PGRI Sukabumi, 4 Februari • Workshop Wirausaha Baru, Dinas KUMKM Jabar, 16 Februari • Pelatihan metlit Ekonomi dan Bisnis. Unsika, Karawang, 12 Maret • Pelatihan metlit Ekonomi dan Bisnis. Ikopin, Bandung, 14 Maret • Diklatpim tingkat III LAN RI, Bandung 18 Maret • Pelatihan metlit Ekonomi dan Bisnis. Instirut Teknologi Nasional,
Bandung, 19 Maret • Kuliah Umum Program S2 Magister Manajemen Yarsi Jjakarta, Garut 10
September 2014 • Kuliah Umum STIE Yasa Anggana , Garut 13 September 2014 • Workshop Penelitian Uncen, Jayapura, 16 September 2014 • Seminar MP3EI Koridor VI Unpati, Ambon, 15 oktober 2014 • Seminar Strategi Marketing untuk Pemasaran Produk Herbal. GP Jamu
DPD Jawa Timur. Surabaya, 17 Oktober 2014. • ORASI ILMIAH PADA WISUDA SARJANA TAHUN AKADEMIK 2014
UNIVERSITAS LANCANG KUNING PAKANBARU-‐RIAU “TANTANGAN PERGURUAN TINGGI DALAM MENGHADAPI AEC 2105”, 18 oktober 2014
• Diskusi Prospek Ekonomi Jabar pasca Pilpres, Kadin jabar, 24 Oktober 2014
• Workshop Penelitian, Prodi Manajemen FE Unpar, 7 dan 21 Nopember 2014
Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara Pembicara
Laporan Akhir KABUPATEN MAJALENGKA
halaman113
2007-‐2011 Rektor IKOPIN IKOPIN YPK 2011-‐2015 Asdir Bidang Akademik Prog Pasca Sarjana Unpas Rektor Penghargaan Tahun Nama Penghargaan Posisi Pemberi
1991 Dosen Teladan Kopertis Jabar Dosen Dirjen Dikti 1996 Satyalencana 10 Tahun PNS Mendiknas 2011 Bakti Koperasi Rektor Ikopin Menteri KUMKM RI 2012 Satyalencana Pembangunan Rektor IKopin Presiden RI 2013 Satya Lencana 20 tahun PNS Mendikbud
Bandung, 10 Nopember 2014